KARAKTERISASI AKTIVITAS DIALISAT ENZIM PROTEASE FIBRINOLITIK DARI CACING TANAH (Eisenia foetida) GALUR LOKAL ALFONSUS ANGKY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI AKTIVITAS DIALISAT ENZIM PROTEASE FIBRINOLITIK DARI CACING TANAH (Eisenia foetida) GALUR LOKAL ALFONSUS ANGKY"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI AKTIVITAS DIALISAT ENZIM PROTEASE FIBRINOLITIK DARI CACING TANAH (Eisenia foetida) GALUR LOKAL ALFONSUS ANGKY DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK ALFONSUS ANGKY. Karakterisasi Aktivitas Dialisat Enzim Protease Fibrinolitik dari Cacing Tanah (Eisenia foetida) Galur Lokal. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan DONDIN SAJUTHI. Obat trombolitik yang beredar di pasaran saat ini umumnya diberikan secara intravena dan harganya sangat mahal. Cacing tanah, di beberapa negara Asia Timur, digunakan untuk memperlancar peredaran darah dan mengobati pecahnya pembuluh darah. Eisenia foetida galur lokal belum pernah diteliti aktivitas enzim lumbrokinasenya sebagai obat trombolitik. Penelitian bertujuan mengarakterisasi aktivitas enzim dan spesifisitas enzim tersebut terhadap fibrin. Enzim dimurnikan melalui tahap-tahap presipitasi, dialisis, dan fraksinasi kromatografi kolom. Pengukuran aktivitas dialisat enzim menghasilkan nilai aktivitas enzim tertinggi pada inkubasi selama 10 menit pada suhu 60 C dan ph 8 dengan aktivitas protease sebesar U/mL. Pengukuran menggunakan spektrofotometer menunjukkan dialisat enzim dapat melarutkan fibrin hingga 30.9% dibandingkan terhadap blanko. Kondisi saat pengukuran aktivitas fibrinolitik adalah inkubasi 10 menit pada suhu 60 C dan ph 8. Bobot molekul masing-masing sampel pada tiap tahap purifikasi berkisar antara kd. Konsentrasi protein tertinggi diperoleh pada dialisat, yaitu sebesar 1.74 mg/ml. Dialisat yang dihasilkan memiliki kemurnian protein % lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar.

3 ABSTRACT ALFONSUS ANGKY. Activity Characterization of Local Strain Earthworm (Eisenia foetida) Fibrinolytic Protease Enzyme. Under the direction of SULISTIYANI and DONDIN SAJUTHI. Commercially available thrombolytic drugs were usually administered intraveously and priced above consumer resources. Earthworm, in several Eastern Asia countries, was known for its thrombolytic properties. Its herbal drug had been used to increase blood flow and to treat leakage in blood vessel. Thrombolytical properties of fibrinolytic protease (lumbrokinase) enzyme from local strain Eisenia foetida had never been reported. This research was purposed to characterize its enzyme activity and its specificity to fibrin as substrate. Enzyme was purified through precipitation, dialysis, and column chromatography fractionation. The highest protease activity was obtained when the dialysate sample was incubated for 10 minutes in ph 8 at 60 C which activity was U m. Spectrophotometry based analysis showed that lumbrokinase was able to degrade fibrin up to 30.9% compared to sample without enzyme addition. Working condition to obtain fibrinolytic activity was 10 minutes incubation in ph 8 at 60 C. Lumbrokinase samples electrophoresis at each step have molecular weight between and kd. The highest protein concentration was found in dialysate with 1.74 m m. Obtained dialysate has protein purity up to 72.28% higher than crude extract.

4 KARAKTERISASI AKTIVITAS DIALISAT ENZIM PROTEASE FIBRINOLITIK DARI CACING TANAH (Eisenia foetida) GALUR LOKAL ALFONSUS ANGKY Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul skripsi : Karakterisasi Aktivitas Dialisat Enzim Protease Fibrinolitik dari Cacing Tanah (Eisenia foetida) Galur Lokal Nama : Alfonsus Angky NRP : G Disetujui Komisi Pembimbing drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D. Ketua Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.Sc, Ph.D. Anggota Diketahui Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc. Ketua Departemen Biokimia Tanggal Lulus:

6 PRAKATA Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Mahakuasa atas rahmatnya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Karakterisasi Aktivitas Dialisat Enzim Protease Fibrinolitik dari Cacing Tanah (Eisenia foetida) Galur Lokal yang penelitiannya dilakukan di laboratorium Biokimia, Pusat Studi Satwa Primata-LPPM, Bogor. Penulis berterima kasih kepada drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D sebagai pembimbing utama dan Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.Sc, Ph.D sebagai pemberi usul dan pembimbing anggota. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua staf Pusat Studi Satwa Primata IPB, ibu Irma H. Suparto, bapak Hendra Adijuwana, M.Sc, ibu Nena, dan sdr Willy Praira yang telah banyak membantu selama penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada kedua orang tua penulis dan sdri Nurani Pertiwi yang telah memberi semangat, kepada temanteman Biokimia 42, dan teman-teman di Perwira 45. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini. Penulis juga mohon bantuan serta kritik yang membangun di masa mendatang. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk pengembangan obat trombolitik yang lebih ekonomis. Bogor, Juni 2011 Alfonsus Angky

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 1986 dari ayah Fransicus Xaverius Isdhianto Hermawanputra dan ibu Jeannette Yulianita. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Don Bosco II Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Pemilihan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih mayor Biokimia dari departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan minor Pengolahan Pangan dari departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di PT Indolakto, Cicurug, Sukabumi selama bulan Juli sampai dengan Agustus 2008 dan menulis laporan ilmiah berjudul Penentuan Titik Kritis pada Proses Produksi Susu Kental Manis. Disamping itu penulis aktif menjadi asisten laboratorium Fisika TPB tahun ajaran 2006/2007. Organisasi nonpendidikan yang pernah diikuti oleh penulis, antara lain sebagai Bendahara Keluarga Mahasiswa Katolik IPB tahun 2006/2007 dan Ketua Keluarga Mahasiswa Katolik IPB tahun 2007/2008. Pengalaman kepanitiaan lain, antara lain Panitia Natal Bersama tahun 2006, Komisi Disiplin Masa Perkenalan Departemen Biokimia (2007), Ketua Reuni Akbar Mahasiswa Katolik IPB angkatan 1-40 (2009).

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vi PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Cacing Eisenia foetida... 1 Protease Cacing... 2 Mekanisme Koagulasi Darah... 2 Enzim Protease Fibrinolisis dan Obat Trombolitik... 4 Pemurnian Enzim... 5 Elektroforesis... 6 Pengukuran Aktivitas dan Spesifisitas Enzim... 7 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan... 7 Metode... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Purifikasi Ekstrak Enzim... 9 Karakterisasi Enzim SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 18

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Cacing tanah E. foetida Struktur 3 dimensi lumbrokinase Pembentukan bekuan darah Fibrinolisis Skema dialisis sampel (a) dan pengujian bebas sulfat (b) Tabung-tabung hasil fraksinasi protein Struktur karmoisin Struktur karmin Hasil deteksi protein Hasil elektroforesis SDS-PAGE Pengukuran bobot molekul DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rancangan penelitian Daftar faktor pembekuan darah Pembuatan bufer-bufer Prosedur regenerasi kolom DEAE-Selulosa Sigma D Data aktivitas protease Penentuan panjang gelombang maksimum aktivitas enzim Contoh hasil pengukuran aktivitas enzim Penentuan panjang gelombang maksimum aktivitas fibrinolitik Kurva standar pewarna karmoisin Hasil pengukuran aktivitas fibrinolitik Pengukuran bobot molekul dengan PhotoCaptMW Prosedur pembuatan reagen Bradford Penentuan kurva standar protein metode Bradford Penentuan konsentrasi protein... 35

10 1 PENDAHULUAN Cacing tanah dikenal sebagai hewan avertebrata yang banyak dijumpai di tanahtanah gembur. Jenis cacing tanah yang umum ditemukan, antara lain Lumbricus rubellus, Lumbricus terrestris, Eisenia foetida, dan Eisenia andrei. Cacing ini umum dipergunakan sebagai salah satu indikator kesuburan tanah, namun pemanfaatan cacing ini untuk kesehatan dan kosmetika baru dimulai akhir-akhir ini. Hewan ini secara tradisional hanya dimanfaatkan untuk makanan ternak dan umpan ikan. Beberapa negara di Asia Timur diketahui telah menggunakan ekstrak cacing tanah untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah dan pengobatan pada pecahnya pembuluh darah (Zhao et al. 2007). Penelitian dan pemahaman mengenai enzim mengalami kemajuan pesat sejak abad ke-20. Enzim merupakan protein yang disintesis di dalam sel dan dapat mempercepat reaksi termodinamika sedemikian rupa sehingga kecepatan reaksi dapat berjalan sesuai dengan proses biokimia yang dibutuhkan untuk mengatur kehidupan (Nelson & Cox 2005). Enzim digunakan pada beberapa industri, antara lain keju, sirup, bir, sari buah, gula pasir, asam amino, kertas, dan deterjen. Salah satu enzim yang banyak dimanfaatkan industri adalah protease. Protease pada cacing tanah, seperti dikemukakan oleh Charles Darwin pada tahun 1883, dapat melarutkan fibrin (Zhao et al. 2007). Ekstraksi enzim protease fibrinolitik cacing tanah diprakarsai oleh ilmuwan Jepang, Hisashi Mihara (1991). Mihara berhasil mengisolasi 6 fraksi protease tersebut dan diberi nama komersial lumbrokinase. Yanti (2003) menemukan bahwa ekstraksi menggunakan kromatografi kolom penukar anion Streamline-DEAE menghasilkan 3 fraksi protease fibrinolitik dari L. rubellus. Para peneliti dari Korea dan Cina meneliti kemungkinan penggunaan ekstrak cacing tanah sebagai suplemen pencegah penyumbatan darah dan penstabil tekanan darah. Titik berat penelitian mereka adalah penemuan senyawa aktif pada ekstrak cacing tanah. Pengembangan penelitian protease cacing tanah di Indonesia belum banyak dilakukan, terutama yang menggunakan E.foetida galur lokal. Perbedaan lokasi dan kondisi dapat mempengaruhi karakter enzim yang didapat (Liu et al. 2004). Produsen obat di Indonesia umumnya menggunakan ekstrak kasar L. rubellus yang kemudian dikemas dan digunakan sebagai obat trombolitik dan fibrinolitik komersial. Berdasarkan data yang ada saat ini, harga obat trombolitik yang ada di pasaran relatif mahal dan pemberiannya disuntikkan secara intravena. Sebagai contoh, anistreplase dijual dengan harga 495 tiap dosisnya (Gray, et al. 2009). Lumbrokinase dari E. foetida galur lokal belum pernah ditentukan aktivitas trombolitiknya secara in vitro. Maka, tujuan penelitian ini adalah mengisolasi ekstrak enzim, memurnikan, serta menentukan untuk mengetahui aktivitas enzim secara in vitro. Aktivitas enzim digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan obat trombolitik baru. Cacing E. foetida juga diharapkan dapat menjadi substitusi L. rubellus yang telah banyak dimanfaatkan. Hipotesis penelitian ini adalah cacing E. foetida dapat menghasilkan enzim protease fibrinolitik yang dapat dikarakterisasi dan diuji secara in vitro dengan fibrin sebagai substrat. Manfaat penelitian ini adalah berdasarkan enzim yang sudah dikarakterisasi dapat menghasilkan obat trombolitik baru yang dapat diberikan per oral dan lebih ekonomis. TINJAUAN PUSTAKA Cacing Eisenia foetida E. foetida adalah kelompok cacing tanah yang memiliki segmen tubuh. Klitelium, atau penebalan kulit yang berfungsi sebagai organ reproduksi cacing, terletak pada segmen ke-13 dan segmen ke-17. Cacing ini berwarna merah coklat hingga ungu tua dan berbentuk gilig. E. foetida termasuk dalam dunia Eukariota, filum Coelomata, kelas Annelida, ordo Oligochaeta, famili Lumbricideae, genus Eisenia, spesies Eisenia foetida sesuai data Uniprot dengan nomor akses Motilitas cacing ini sangat tinggi seperti spesies Pheretima lainnya. Pergerakan cacing dibantu oleh seta yang berfungsi sebagai jangkar dan lendir yang dapat melicinkan lubang di dalam tanah. Lendir dihasilkan oleh kelenjar pada epidermis cacing sekaligus berfungsi sebagai alat pertahanan diri. E. foetida memiliki semacam mulut di bagian depan tubuh yang disebut prostomium. Prostomium membantu pergerakan dan sebagai jalan masuk makanan. Jika tanah yang akan ditembus terlalu keras, maka cacing akan memakan tanah sekaligus dengan unsur nutrisi dan dikeluarkan kembali sebagai humus (Agustinus 2009).

11 2 Lingkungan cacing dipenuhi berbagai mikrob lain seperti kapang, parasit, dan bakteri baik patogen maupun nonpatogen, tetapi cacing E. foetida tidak memiliki antibodi dalam tubuhnya. Tidak adanya antibodi menyebabkan cacing tidak dapat membuat respon imun dapatan untuk melawan mikrob. Sistem kekebalan bawaan yang dimiliki oleh spesies ini adalah berbagai jenis peptida untuk melawan bakteri (Liu et al. 2004). Kantung Ampela Kerongkongan Klitelium Usus serina, rantai samping karboksil aspartat dan glutamat, gugus sulfhidril sisteina, rantai samping amino lisina, dan gugus fenol tirosina (Campbell & Farrell 2006). Lumbrokinase, seperti protease serina lainnya, memiliki inhibitor yang spesifik. Contoh inhibitor yang spesifik terhadap protease serina, antara lain diisopropilfosfoflouridat (DIPF) (Campbell & Farrell 2006), aprotinin (Katzung 2006; Cho et al. 2003), fenilmetilsulfonil fluorida, N-ptorsil-L-lisina klorometil keton (TLCK), N-ptorsil-L-fenilalanina klorometil keton (TPCK), inhibitor tripsin dari kacang kedelai (SBTI), inhibitor tripsin dari kacang lima, dan leupeptin (Cho et al. 2003). Asam aminokaproat dapat berperan sebagai inhibitor fibrinolisis dengan menghambat aktivasi plasmin. Asam aminokaproat diinjeksikan secara intravena untuk mengobati perdarahan (Katzung 2006). Gambar 1 Cacing tanah E. foetida Sumber: Protease Cacing Enzim fibrinolitik cacing tanah termasuk kelompok protease serina, yang memiliki aktivitas fibrinolitik dan trombolitik kuat (Cong et al. 2001). Isolasi beberapa jenis protease E. foetida yang dilakukan sekitar tahun 1980 berhasil memurnikan dan mengemasnya dalam bentuk obat. Protease ini dapat digunakan dalam pengobatan penggumpalan darah (Wang et al. 2003; Parcell 2011). Enzim ini, seperti halnya protease serina menyerupai tripsin lain, mempunyai dua rantai. N-pyroglutamated sebagai rantai pendek dan N-glycosylated sebagai rantai panjangnya. Rantai panjang enzim ini mempunyai struktur cincin yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Struktur tersebut berupa delapan cincin yang terbentuk akibat ikatan disulfida pada dua residu sistein yang berdekatan. Kedua residu sisteina ini juga dihubungkan oleh ikatan cis-peptida (Zhao et al. 2007). Struktur lumbrokinase pada Gambar 2 diperoleh dari Protein Data Bank dengan nomor akses 1m9u. Enzim protease adalah jenis enzim yang dapat menghidrolisis protein menjadi peptida atau asam amino yang lebih sederhana (Jain et al. 2005). Jenis-jenis protease dibedakan berdasarkan residu asam amino pada masingmasing enzim. Contoh residu asam amino yang terdapat pada enzim protease, antara lain gugus imidazol histidina, gugus hidroksil Gambar 2 Struktur 3 dimensi lumbrokinase Sumber: Mekanisme Koagulasi Darah Darah adalah cairan tubuh yang mengalir di dalam pembuluh darah. Darah terbagi atas fase cair dan fase padat. Fase cair darah disebut plasma dan mengandung air, protein, dan zat-zat terlarut lain. Sementara fase padatan darah terdiri atas sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah (Bell 2002). Pembentukan sel-sel darah manusia, atau dikenal dengan hematopoiesis, terjadi di sumsum tulang belakang (Hoffbrand, et al. 2006; Smith, et al. 2004). Darah memiliki fungsi yang penting dalam metabolisme dan pertahanan sistem imun. Sel darah merah memegang peranan penting dalam metabolisme karena sel-sel darah merah mentranspor oksigen menuju sel-sel tubuh dan karbon dioksida menuju paru-paru (Hoffbrand, et al. 2006). Tubuh yang kekurangan pasokan oksigen tidak dapat

12 3 menjalankan fungsi respirasinya dengan baik dan akan mengalami respirasi anaerobik. Respirasi anaerobik yang berkelanjutan dapat menyebabkan tubuh mengalami asidosis dan ketosis (Nelson & Cox 2005). Sementara, sel darah putih berperan dalam pertahanan tubuh terhadap antigen (Smith, et al. 2004). Peran sel darah putih ini menyebabkan sel-sel ini harus mampu bergerak dengan cepat menuju tempat terjadinya infeksi (Bell 2002). Laju alir darah dalam pembuluh senantiasa harus dijaga dengan serangkaian mekanisme yang memastikan darah tidak terlalu encer dan tidak terlalu pekat. Mekanisme ini lazim disebut hemostasis. Hemostasis terdiri atas dua proses yang saling setimbang, yaitu prokoagulasi dan fibrinolisis (Escobar et al. 2002). Penggumpalan darah atau prokoagulasi terjadi ketika sel darah bertemu dengan sel-sel endotelial atau jika terjadi kerusakan pada jaringan kulit. Mekanisme pembekuan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Sel-sel endotelial sebenarnya bersifat antikoagulan dan inert terhadap faktor-faktor pembekuan darah (Escobar et al. 2002). Namun adanya luka dapat mengubah sifat sel endotelial menjadi sangat prokoagulan. Perubahan sifat sel dipengaruhi, antara lain oleh adanya kolagen, faktor von Willebrand, dan glikoprotein Ib (GPIb) yang ada pada membran keping darah (Katzung 2006; Olson 2004; Escobar et al. 2002). Sifat prokoagulan sel endotelial menyebabkan penempelan trombosit atau keping darah pada dinding pembuluh darah (Katzung 2006). Penempelan keping darah diikuti oleh perubahan bentuk trombosit dan pelepasan adenosin difosfat (ADP). Pelepasan ADP menyebabkan pecahnya keping-keping darah lain dan mulai menyumbat lubang pada pembuluh. Keping darah yang telah aktif akan menyediakan permukaan fosfolipida yang bertindak sebagai perantara kedua yang akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan darah, baik pada sistem intrinsik maupun ekstrinsik. Seiring dengan terjadinya kerusakan pembuluh darah, sistem hemostasis juga akan mengalirkan darah melalui pembuluh darah lain di sekitar pembuluh yang rusak untuk mempercepat proses pembekuan darah (Escobar et al. 2002). Bekuan darah merupakan trombosittrombosit yang saling terangkai melalui sejumlah reaksi biokimia dan membentuk agregat trombosit (Escobar et al. 2002). Asam arakidonat dalam trombosit akan diubah menjadi tromboksan A 2 (TXA 2 ) yang berfungsi sebagai pengaktif trombosit dan vasokonstriktor bersama ADP dan serotonin (5-HT) (Olson 2004; Escobar et al. 2002). Pengaktifan trombosit mengubah konformasi pada reseptor α IIb β III integrin (glikoprotein IIb/IIIa) sehingga mudah mengikat fibrinogen dan membentuk ikatan silang antarmolekul trombosit sehingga terbentuk agregat trombosit. Agregat trombosit terdiri dari fibrin, trombosit, dan sisa-sisa eritrosit yang tidak larut. Agregat yang pembentukannya tidak terkendali dapat menyumbat pembuluh darah, serta menyebabkan iskemia jaringan (Olson 2004; Katzung 2006). Akhir pembekuan darah adalah pembentukan fibrin melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik yang keduanya akan mengaktifkan jalur normal (Escobar et al. 2002). Inisiasi reaksi berantai pembentukan agregat trombosit dipengaruhi oleh pengaktifan faktor-faktor pembekuan darah yang prosesnya berbentuk reaksi berantai atau efek domino (Katzung 2006; Escobar et al. 2002). Faktor-faktor pembekuan darah yang terlibat dalam proses ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Setiap reaksi merupakan akibat dari reaksi sebelumnya. Jika satu di antara faktor-faktor tersebut tidak dapat diaktifkan, maka akan mengakibatkan koagulasi terhambat, inisiasi tahap selanjutnya terhambat, waktu pembentukan bekuan darah semakin lama, atau terjadi perdarahan secara terus-menerus (cenderung disalahartikan dengan kekurangan faktor XII) (Escobar et al. 2002). Jalur pembentukan bekuan yang paling singkat dimulai dengan pengaktifan jalur ekstrinsik. Jalur ekstrinsik adalah aktivasi faktor pembekuan darah yang dipicu oleh kerusakan dinding endotelial pembuluh darah. Jalur ini disebut ekstrinsik karena masuknya faktor jaringan, senyawa yang tidak ditemukan di dalam darah, ke dalam pembuluh. Faktor jaringan ini, atau dikenal juga sebagai tromboplastin atau faktor III, dilepaskan oleh jaringan pembuluh yang terluka. Bersamasama dengan ion kalsium, faktor III ini akan mengaktifkan faktor VII menjadi faktor VIIa. Faktor VIIa, bersama dengan faktor III dan ion kalsium dapat memproduksi trombin dalam jumlah kecil dengan sangat cepat. Tujuannya, mempercepat pembentukan fibrin melalui pelepasan keping darah dari eritrosit. Selain itu, faktor VIIa juga akan mengaktifkan faktor IX pada jalur intrinsik (Escobar et al. 2002). Jalur intrinsik diinisiasi adanya paparan senyawa asing bermuatan negatif seperti kolagen, dinding subendotelial, atau

13 4 fosfolipida sehingga mengaktifkan faktor XII menjadi XIIa. Faktor XIIa bersama dengan faktor Fitzgerald (high-molecular-weight kininogen (HMWK)) dan faktor Fletcher (prekallikrein) akan mengaktifkan faktor XI menjadi XIa. Peran HMWK adalah mempercepat aktivasi faktor XI. Selanjutnya, faktor XIa dengan ion kalsium akan mengaktifkan faktor IX menjadi IXa. Ion kalsium juga akan berperan dalam tahap selanjutnya pada jalur intrinsik ini, yaitu ketika bersama faktor IXa, VIIa, dan fosfolipida faktor keping darah 3 (platelet factor 3 (PF3)) mengaktifkan jalur normal (faktor X menjadi faktor Xa) (Escobar et al. 2002). Pertemuan jalur intrinsik dan ekstrinsik adalah pembentukan faktor Xa. Faktor koagulasi ini mengkatalis perubahan protrombin menjadi trombin (faktor IIa) pada jalur akhir dengan bantuan faktor Va, PF3, dan ion kalsium (Escobar et al. 2002). Trombin memotong fibrinopeptida dari fibrinogen yang larut air menjadi monomer fibrin lalu akhirnya menjadi polimer fibrin yang tidak larut. Perubahan bentuk peptida tersebut meningkatkan densitas darah (Jackson 1988). Trombin memiliki beberapa peranan. Peranan pertama adalah kembali ke siklus sebelumnya untuk mempercepat aktivasi faktor V dan VIII. Peranan kedua adalah mengubah fibrinogen menjadi monomer fibrin yang masih larut air. Peranan ketiga adalah membuat ikatan silang polimer fibrin dengan mengaktifkan faktor XIII menjadi XIIIa. Peranan trombin yang terakhir adalah sebagai bioregulator hemostasis darah dalam keadaan normal dan patologis (Escobar et al. 2002). Enzim Protease Fibrinolisis dan Obat Trombolitik Fibrinolisis adalah proses degradasi fibrin secara enzimatis. Proses ini secara otomatis diaktifkan bersamaan dengan pembekuan darah, yaitu ketika terjadi luka pada dinding endotelial. Proses fisiologis ini akan menghilangkan deposit polimer fibrin secara bertahap hingga menjadi produk degradasi yang larut air. Produk degradasi yang dihasilkan kemudian akan dibuang dari peredaran darah oleh makrofag-makrofag yang ada pada sistem retikuloendotelial. Fungsi penting proses ini adalah untuk membebaskan pembuluh dari bekuan darah dan memulai proses penyembuhan dinding pembuluh (Escobar et al. 2002). Enzim yang mampu mendegradasi fibrin secara spesifik adalah plasmin. Plasmin termasuk dalam kelompok protease serin dan bersirkulasi dalam bentuk inaktifnya, yaitu plasminogen. Plasminogen akan diaktifkan oleh aktivator (tissue plasminogen activator/ t-pa) jika terjadi luka pada dinding endotelial. Plasmin dapat mempengaruhi bentuk koagulasi darah dan mengurangi kecepatan pembentukan bekuan trombosit karena kemampuan spesifiknya mendegradasi fibrin (Katzung 2006). Gambar 3 Pembentukan bekuan darah Sumber: Katzung 2006

14 5 Obat trombolitik adalah obat yang bekerja menghancurkan bekuan darah yang telah terbentuk dengan mengaktifkan plasminogen. Agregat fibrin yang terbentuk dan menyumbat pembuluh darah akan dihancurkan oleh plasmin dan menghasilkan produk degradasi berupa cuplikan-cuplikan protein yang larut air. Obat trombolitik digunakan pada pencegahan penyakit trombosis seperti infark jantung, serebrovaskular, dan emboli paru (Olson 2004). Obat trombolitik efektif melisiskan trombin jika diberikan secara intravena (Katzung 2006). Contoh golongan obat trombolitik yang umum digunakan, antara lain streptokinase, urokinase, anistreplase, dan aktivator plasminogen jaringan. Streptokinase adalah protein ekstraseluler yang disintesis oleh Streptococcus β-hemoliticus yang bergabung dengan plasminogen proaktivator. Urokinase adalah enzim yang disintesis di ginjal manusia dan memiliki kemampuan melisiskan plasmin. Kedua jenis obat ini mengaktifkan plasminogen, terutama plasminogen yang terperangkap di dalam bekuan darah sehingga bekuan darah dapat dihancurkan dari dalam (Katzung 2006). Anistreplase (streptokinase yang diberi gugus anisol) merupakan obat trombolitik yang terdiri atas plasminogen yang dimurnikan dan streptokinase yang telah diasilasi untuk melindungi sisi aktif enzim. Gugus asil streptokinase segera terhidrolisis, ketika obat disuntikkan secara intravena, dan mengaktifkan streptokinase. Keuntungan obat ini adalah kemampuannya berikatan dengan plasminogen terikat trombin daripada plasminogen bebas dan aktivitas trombolitiknya lebih tinggi (Katzung 2006). Aktivator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activators/ tpa) adalah obat yang menyebabkan fibrinolisis hanya pada plasminogen yang terikat pada bekuan darah. Beberapa contoh aktivator plasminogen jaringan, antara lain alteplase, reteplase, dan tenecteplase. Ketiganya merupakan DNA rekombinan dari t-pa manusia (Katzung 2006). Titik kerja obat-obatan secara umum terbagi dalam empat titik utama, yaitu mengaktivasi plasmin, mendegradasi fibrin, mendegradasi fibrinogen, dan mencegah aktivasi fibrinogen menjadi fibrin (Gambar 4). Sebagai contoh, anistreplase dan streptokinase bekerja mengaktifkan plasmin. Menurut Yanti (2003), lumbrokinase memiliki kelebihan dapat bekerja pada keempat titik kerja utama obat-obatan trombolitik tersebut sehingga peluruhan bekuan darah berlangsung lebih cepat. Pemurnian Enzim Enzim bekerja sebagai katalis yang mengaktifkan atau mempercepat berbagai reaksi di dalam tubuh dengan menurunkan energi aktivasi. Reaksi-reaksi enzimatis dalam sistem biologis sangat rumit dan sulit untuk mempelajari reaksi suatu jenis enzim secara in vivo, maka perlu dilakukan pemurnian enzim dari protein dan metabolit lainnya sehingga dihasilkan produk murni yang hanya mengandung enzim yang akan dipelajari. Enzim yang telah dimurnikan tersebut dapat diamati aktivitasnya dengan jelas secara in vitro (Farrell & Ranallo 2000). Fraksi yang akan didapatkan dari pemurnian enzim, antara lain ekstrak kasar, presipitat, dialisat, dan eluat. Fraksi tersebut diukur konsentrasi protein, aktivitas enzim, dan spesifisitas terhadap substrat untuk memastikan bahwa enzim yang didapat adalah enzim yang sedang diteliti dan mendapatkan karakter enzim tersebut. Ekstrak kasar enzim diperoleh dengan resuspensi dengan menggunakan bufer. Resuspensi harus dilakukan pada suhu rendah untuk mencegah kerusakan enzim. Campuran kemudian disentrifugasi pada kecepatan 6000 g (Campbell & Farrell 2006). Perlakuan dengan sentrifugasi mungkin masih meninggalkan protein lain yang tidak dikehendaki, yang dapat mengurangi efektifitas enzim sehingga harus dilakukan presipitasi atau pengendapan protein dengan menggunakan garam amonium sulfat dengan konsentrasi tertentu. Garam ini akan mengikat air bebas sehingga protein yang sebelumnya berikatan dengan air pada gugus hidrofiliknya akan mengendap karena air yang dapat menstabilkan protein tersebut sekarang terikat pada garam (Farrell & Ranallo 2000). Selanjutnya, dilakukan dialisis untuk menghilangkan garam-garam yang terikat pada endapan protein. Dialisis dilakukan dengan memasukkan larutan ke kantong dialisis dengan pori-pori 10 kd dalam larutan bufer. Perlakuan dilakukan beberapa kali hingga amonium sulfat tidak terdeteksi. Langkah pemurnian terakhir adalah penentuan spesifisitas enzim menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi kolom untuk purifikasi enzim dibedakan menjadi kromatografi penukar ion, kromatografi afinitas, dan kromatografi filtrasi gel. Jenis kromatografi kolom yang digunakan dalam penelitian ini adalah kromatografi penukar anion yang memisahkan enzim menggunakan perbedaan titik isolistrik protease dengan pengaturan ph di dalam kolom (Farrell & Ranallo 2000; Campbell & Farrell 2006).

15 6 Anistreplase, Urokinase, Streptokinase, t-pa Plasminogen Lumbrokinase Asam aminokaproat Plasmin Fibrinogen Produk Degradasi Fibrin Protrombin Trombin Keterangan: meningkatkan jumlah mengaktifkan mendegradasi menghambat Gambar 4 Fibrinolisis Sumber: Zhao et al. 2007; Katzung 2006 Elektroforesis Elektroforesis adalah pemisahan molekul berdasarkan bobot molekul dan muatan elektronnya. Molekul yang bermuatan negatif cenderung bergerak ke kutub positif. Kecepatan perpindahan molekul tergantung muatan elektronnya, tegangan yang digunakan, dan koefisien gesek. Molekul yang secara umum dipisahkan menggunakan teknik ini adalah protein dan asam nukleat. Media penahan yang dapat digunakan dalam elektroforesis, antara lain cairan, kertas, gel. Akan tetapi, media yang sering digunakan adalah media berbasis gel. Agarosa dan poliakrilamida termasuk golongan media berbasis gel. Agarosa mampu memisahkan asam nukleat sementara poliakrilamida mampu memisahkan molekul protein (Farrell & Ranallo 2000). Gel poliakrilamida adalah gabungan polimer akrilamida den an N,N - metilenbisakrilamida. Semakin tinggi konsentrasi akrilamida yang digunakan, semakin lambat pergerakan protein di dalam gel. Konsentrasi bisakrilamida yang optimum berkisar antara 3-5%. Komponen lain yang diperlukan adalah N,N,N,N - tetrametiletilendiamin (TEMED), amonium persulfat, deterjen natrium dodesil sulfat (SDS), dan merkaptoetanol. TEMED adalah katalis yang menyebabkan pembentukan radikal bebas selama reaksi ikatan silang antarmolekul akrilamida. Jumlah TEMED menentukan kecepatan pengerasan gel. Amonium persulfat berfungsi menginisiasi pembentukan radikal bebas yang mengikat semua molekul akrilamida (Farrell & Ranallo 2000). Deterjen SDS terikat pada protein dengan perbandingan 1.4 g SDS untuk setiap gram protein dan menyelubunginya dengan muatan negatif. Merkaptoetanol menyebabkan kerusakan struktur 3 dimensi protein yang dipanaskan. Kerusakan ini disebabkan pecahnya ikatan disulfida menjadi gugusgugus sulfhidrin sehingga protein menjadi berbentuk spiral yang sama dan memiliki rasio muatan:massa yang sama pula. Akibatnya, keterpisahan protein di dalam gel hanya ditentukan oleh massa protein tersebut. Bufer Tris digunakan untuk mengarahkan dan mengatur arus pada gel penahan (Girindra 1990; Farrell & Ranallo 2000). Pembuatan media elektroforesis saat ini menggunakan dua macam gel yang disusun

16 7 menjadi satu. Sejumlah besar gel di lapisan bawah memiliki konsentrasi akrilamida tinggi dan ph sekitar 8.5 (gel pemisah) sementara lapisan tipis gel di atas, gel penahan, memiliki ph sekitar 6.5 dan konsentrasi akrilamida yang lebih rendah, yaitu sekitar 3%. Protein yang memasuki gel penahan cenderung bergerak lebih cepat karena ukuran pori gel lebih besar. Protein yang telah memasuki gel pemisah pergerakannya melambat karena konsentrasi akrilamida pada gel pemisah yang lebih tinggi sehingga menimbulkan efek akordeon dan pita protein yang terbentuk lebih tipis. Perbedaan ph pada kedua lapisan gel juga mempengaruhi perpindahan protein. Protein yang memasuki gel penahan akan dikelilingi oleh ion klorida yang sangat elektronegatif dan glisin yang kurang elektronegatif. Protein tersebut kemudian didorong memasuki gel penahan dengan adanya perbedaan tegangan. Kenaikan ph menjadi 8.5 menyebabkan efek ikatan glisinprotein menjadi hilang dan protein terpisahkan akibat perbedaan bobot molekulnya (Farrell & Ranallo 2000). Pengukuran Aktivitas dan Spesifisitas Enzim Penelitian ini mengukur aktivitas enzim dengan menggunakan beberapa faktor, antara lain ph, suhu inkubasi, dan waktu inkubasi. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi aktivitas enzim namun tidak diteliti, antara lain kekuatan ionik ikatan dan keberadaan inhibitor atau aktivator (Farrell & Ranallo 2000). Aktivitas enzim umumnya diukur berdasarkan jumlah µmol produk yang terbentuk tiap satuan waktu (menit). Namun, untuk mengukur jumlah aktivitas pada volume tertentu, digunakan aktivitas relatif yaitu pengukuran jumlah unit aktivitas tiap satuan volume (Farrell & Ranallo 2000). Produk yang akan diukur pada penelitian ini adalah jumlah tirosina yang terbentuk pada pemecahan molekul kasein oleh enzim protease. Reagen Folin-Ciocalteau digunakan dalam pengukuran molekul tirosina dengan menghasilkan warna biru (Folin & Ciocalteu 1972 di dalam Acharya & Katyare 2004) dan diukur serapannya pada panjang gelombang 578 nm (Jackson 1988; Walter 1988). Warna biru tersebut diakibatkan reduksi fosfomolibdat oleh tirosina dengan adanya ion tembaga dalam suasana basa (Spies 1957 dalam Acharya & Katyare 2004). Pengujian spesifisitas enzim dilakukan dengan metode spektrofotometri dengan menggunakan modifikasi metode Harris (1991). Substrat yang digunakan untuk menguji spesifisitas enzim adalah fibrin. Fibrin yang berwarna putih dan tidak larut air diwarnai menggunakan karmoisin. Campuran tersebut kemudian diresuspensi dalam bufer dan diamati intensitas warnanya pada 515 nm. Campuran kemudian dibagi ke dalam 5 tabung. Dua tabung di antaranya ditambahkan akuades (blanko), sementara ketiga tabung lainnya ditambahkan enzim (sampel). kelima tabung diukur dan diratarata. Selisih absorban menunjukkan kemampuan enzim memotong molekul fibrin menjadi molekul yang larut air sehingga ikatan fibrin dan pewarna menjadi terpotong. Akibatnya, intensitas warna pada sampel meningkat. Inhibitor enzim adalah senyawa yang dapat menginaktivasi enzim dan menyebabkan penurunan laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim tersebut (Jain et al. 2005). Inhibitor dibagi menjadi dua kelas besar, yaitu inhibitor reversibel dan inhibitor nonreversibel. Inhibitor reversibel dapat memisah secara cepat dari enzim target karena ikatannya sangat lemah. Inhibitor reversibel dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu kompetitif, nonkompetitif, dan inkompetitif. Faktor-faktor utama yang membagi ketiga kelompok enzim tersebut, antara lain konsentrasi substrat, situs penempelan enzim, dan keadaan kompleks enzim ketika inhibitor menempel. Inhibitor nonreversibel terikat secara kuat dengan enzim targetnya dan tidak mudah lepas. Ikatan yang terjadi antara enzim dan inhibitor dapat berupa ikatan kovalen atau nonkovalen (Jain et al. 2005). Ion logam adalah kofaktor dalam aktivasi zimogen tertentu. Ion logam berperan sebagai donor asam Lewis. Beberapa ion logam yang terlibat dalam reaksi-reaksi di tubuh manusia, antara lain Mn 2+, Mg 2+, dan Zn 2+. Contoh peranan ion logam pada enzim adalah perikatan Zn 2+ dengan rantai samping imidazol pada histidina atau rantai samping karboksilat pada asam glutamat (Campbell & Farrell 2006). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah blender, spektrofotometer UV-Vis Spectronic Helios α, kuvet kuarsa, sentrifus Sorvall Super T21, inkubator, ph meter, oven vakum, kantung dialisis cut-off 10 kd, kromatografi kolom, corong vakum, alat-alat gelas, pengaduk

17 8 magnet, pemanas, dan perangkat elektroforesis Bio-Rad. Bahan-bahan yang digunakan adalah cacing E. foetida yang diperoleh dari pembiakan di rumah sakit hewan FKH IPB, kasein Hammerstein, standar L-tirosin, standar BSA fraksi V, etanol, bufer fosfat, amonium sulfat padat, BaCl 2 padat, NaOH, HCl, NaCl, bufer Tris-HCl, fase diam DEAEselulosa, bufer glisina-naoh 0.1 M, dan bufer Na 2 HPO 4 -NaOH 0.1 M, TCA 0.1 M, Na 2 CO M, pereaksi Folin-Ciocalteau, pewarna Coomasie Brilliant Blue R-250, akrilamida, bis-akrilamida, SDS, amonium persulfat, gliserol, merkaptoetanol, penanda bobot molekul rendah Bio-Rad, indikator bromfenol biru, Tris, glisina, asam asetat glasial, TEMED, fibrin, pewarna karmoisin, dan akuades. Metode Pembuatan Tepung Cacing Kering Cacing E. foetida sebanyak 2 kg berukuran relatif sama dicuci di bawah air mengalir selama 15 menit. Cacing direndam dalam larutan etanol 30% selama 1 menit untuk mengeluarkan kotoran sekaligus mematikan cacing. Cacing kembali direndam dalam air selama 5 menit untuk menghilangkan etanol. Cacing yang sudah bersih dimasukkan ke dalam oven vakum bersuhu 60 C, 0.73 bar (0.72 atm) hingga kering. Cacing yang sudah kering diblender untuk mendapatkan tepung cacing (Setiawan 2008). Cacing yang telah dikeringkan kemudian digiling hingga menjadi bubuk dan ditimbang 5 g tiap kantung. Cacing sebanyak 55 g kemudian dilarutkan di dalam 50 mm bufer fosfat ph 7 hingga menjadi 550 ml larutan ekstrak kasar 10% (Yanti 2003). Pemurnian Ekstrak Enzim Presipitasi. Protein dari ekstrak kasar protease diendapkan menggunakan amonium sulfat dengan modifikasi Jewel (2000) dan Watanabe et al. (2005). 500 ml ekstrak kasar ditambahkan amonium sulfat sambil diaduk perlahan-lahan. Tingkat kejenuhan amonium sulfat yang digunakan antara 60%. Campuran didiamkan selama 30 menit hingga setimbang kemudian disentrifugasi pada g, 4 C selama 15 menit. Pelet hasil presipitasi berupa endapan garam dan enzim. Dialisis. Endapan protein diresuspensi dengan 50 mm bufer fosfat ph 7.0 kemudian didialisis dengan akuades (modifikasi metode Anderson 2011). Dialisis menggunakan kantung dialisis dengan cut-off 10 kd. Akuades untuk dialisis diganti setiap dua jam. Dialisis dilakukan sebanyak 2 kali hingga campuran bebas amonium sulfat yang diuji dengan penambahan BaCl 2 2%. Fraksinasi Enzim. Fraksinasi menggunakan kromatografi kolom penukar ion dengan jenis kolom DEAE-selulosa Sigma D4618 menggunakan modifikasi metode Chen et al. (2007). Kolom ini diregenerasi terlebih dahulu sebelum digunakan (prosedur pada Lampiran 4). Kolom yang telah diregenerasi dimasukkan ke dalam tabung kromatografi disertai bufer 50 mm Tris-HCl ph 7.5. Sampel dialisat yang dikeringbekukan sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan ke dalam kolom yang telah dikemas. Elusi dilakukan menggunakan eluen NaCl secara gradien bertingkat dengan kecepatan alir 2 m menit. Volume eluen yang digunakan adalah 50 ml bufer 50 mm Tris-HCl ph 7.5, 150 ml 0.25 M NaCl di dalam bufer 50 mm Tris-HCl ph 7.5, dan 0.5 M NaCl di dalam bufer 50 mm Tris-HCl ph 7.5. Eluat dipisahkan setiap 5 ml. Karakterisasi Dialisat Enzim Analisis Aktivitas Protease. Protease diukur dengan metode Jackson (1988). Substrat yang digunakan adalah kasein Hammerstein 2% v. Sebuah tabung reaksi diisi 4.5 ml kasein 2% v dan 4.5 ml bufer sebagai stok sampel. Tabung reaksi kedua dan ketiga diisi 1.5 ml kasein 2% v dan 1.5 ml bufer sebagai stok standar dan blanko. Bufer yang digunakan untuk stok sampel, standar, dan blanko adalah bufer fosfat 0.1 M (untuk ph 6 dan 7.4) dan bufer 0.1 M glisina-naoh (untuk ph 8). Tabung pertama ditambahkan 450 µl larutan enzim, tabung kedua ditambahkan standar L-tirosin, dan tabung ketiga ditambahkan akuades. Ketiga tabung diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Suhu yang digunakan adalah 25, 37, dan 60 C. Waktu inkubasi yang digunakan adalah 0, 5, 10, 20, 40, dan 60 menit. Setiap selang waktu inkubasi, 500 µl larutan tiap tabung diambil dan dimasukkan ke dalam vial yang telah ditambahkan 500 µl TCA 0.1 M untuk menghentikan reaksi. Tabung sampel diambil triplo. Masing-masing tabung blanko dan standar kemudian ditambahkan 50 µl enzim, sementara ke dalam tabung sampel ditambahkan 50 µl akuades. Tabung diinkubasi kembali pada suhu 37 C selama 10 menit kemudian disentrifugasi 6000 g, 4 C selama 10 menit. Supernatan sebanyak 375 µl diambil dan ditambahkan 1.25 ml Na 2 CO M dan 250 µl pereaksi Folin-Ciocalteau. Tabung diinkubasi kembali pada suhu 37 C selama 20

18 9 menit. larutan diukur pada panjang gelombang 578 nm. Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu µmol produk tirosina per menit pada kondisi pengukuran, sedangkan aktivitas relatif merupakan jumlah aktivitas enzim tiap satuan volume. Aktivitas relatif enzim diukur berdasarkan persamaan berikut. U m sampel lanko standar lanko t Keterangan A r = aktivitas relatif protease F p = faktor pengenceran t = waktu inkubasi Penentuan Aktivitas Fibrinolitik. Aktivitas fibrinolitik dilakukan secara spektrofotometri menggunakan modifikasi metode Harris (1991). Protein fibrin yang didapat dari pemurnian serum darah diwarnai menggunakan pewarna merah tua lalu dikeringkan di dalam oven bersuhu 50 C. Fibrin kemudian dihaluskan dan ditimbang sebanyak 6.5 mg. Bubuk fibrin dilarutkan dalam bufer ph optimum dengan konsentrasi 650 ppm. Larutan dipisahkan dalam 5 tabung reaksi. Dua tabung ditambahkan 100 µl akuades (blanko) dan ketiga tabung lainnya ditambahkan enzim dengan jumlah yang sama (sampel). Tabung-tabung tersebut diinkubasi pada suhu dan waktu inkubasi optimum kemudian diukur absorbannya pada panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer. diplotkan pada kurva standar. Kurva standar enam titik dibuat dengan mengencerkan pewarna dengan akuades dengan konsentrasi antara 66.5 hingga ppm ( v). Suhu, ph, dan waktu inkubasi optimum yang digunakan merupakan hasil dari tahap analisis aktivitas protease. Analisis Tambahan Deteksi Protein. Protein yang ada pada tiap tabung dideteksi secara spektrofotometri dengan pengukuran absorban tanpa pewarnaan pada panjang gelombang 280 nm (Harris 1991). Metode ini mengukur asam amino triptofan dan tirosina pada sampel. Triptofan dan tirosina memiliki absorban maksimum pada 280 nm (Analytik Jena 2007). Pengukuran Bobot Molekul. Sampel enzim dipisahkan berdasarkan bobot molekulnya menggunakan elektroforesis SDS- PAGE modifikasi metode Laemmli (1970) yang umum digunakan dalam pengujian protein. Konsentrasi akrilamida yang digunakan pada gel pemisah adalah sebesar 15% dan dilarutkan dalam bufer 1.5 M Tris ph 8.8. Gel dicetak dan dibiarkan mendingin, kemudian ditambahkan gel penahan. Gel penahan mengandung 4% akrilamida yang dilarutkan menggunakan bufer 0.5 M Tris ph 6.8. Gel dibiarkan mendingin dan siap digunakan untuk elektroforesis. Sampel sebanyak 20 µl ditambahkan 20 µl bufer sampel yang mengandung 2- merkaptoetanol kemudian dipanaskan pada suhu 100 C selama 4 menit. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur sebanyak 30 µl. Sebanyak 5 µl penanda dimasukkan ke dalam sumur. Gel kemudian dialiri listrik pada tegangan 200 V selama 150 menit. Gel yang telah selesai melalui elektroforesis kemudian diwarnai dengan larutan pewarna selama minimal 6 jam. Larutan pewarna yang digunakan adalah campuran 1.0 g Coomasie Brilliant Blue R-250, 450 ml etanol, dan 100 ml asam asetat glasial. Larutan diaduk dan ditera dengan akuades hingga volum 1000 ml. Warna biru yang berlebihan akibat pewarnaan kemudian dicuci beberapa kali hingga didapatkan pita protein berwarna biru dengan latar gel yang tidak berwarna. Larutan pencuci yang digunakan adalah campuran 100 ml metanol dan 100 ml asam asetat glasial. Larutan diaduk dan ditera menggunakan akuades hingga volum 1000 ml. Analisis Konsentrasi Protein. Konsentrasi protein ditentukan dengan metode Bradford (1976). Disiapkan dua buah tabung reaksi dan masing-masing diisi 1 ml akuades dan 1 ml pereaksi Bradford. Tabung pertama diisi 100 µl enzim dan tabung kedua diisi 100 µl air sebagai blanko. Disiapkan delapan buah tabung dan diisi 1 ml akuades dan 1 ml pereaksi Bradford lalu ditambahkan 100 µl standar BSA fraksi V dengan konsentrasi antara hingga 0.2 m m. Setiap tabung diamati absorbannya pada 595 nm. larutan sampel diplotkan pada kurva standar yang diperoleh dari plot tabung-tabung berisi larutan standar sehingga didapatkan konsentrasi protein sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Purifikasi Ekstrak Enzim Purifikasi enzim protease diawali dengan pengeringan 850 g cacing menggunakan oven vakum. Pengeringan dilanjutkan dengan penghancuran cacing yang telah dikeringkan tersebut hingga dihasilkan g tepung cacing dengan rendemen 14.97%. Tepung tersebut diresuspensi menggunakan bufer dan didapatkan 550 ml 10% suspensi ekstrak

19 10 kasar. Suspensi ini masih berwarna coklat keruh dengan endapan-endapan yang terlihat kasat mata, maka perlu dilakukan sentrifugasi untuk mendapatkan larutan ekstrak kasar. Jumlah ekstrak kasar yang didapat adalah 350 ml. Enzim protease, yang termasuk dalam golongan protein, masih terlarut bersama dengan sisa-sisa nukleus dan membran sel yang berukuran kecil, maka perlu dilakukan pengendapan enzim menggunakan garam amonium sulfat, atau presipitasi. Hasil yang didapat dari presipitasi ini adalah 42.5 ml endapan protein. Endapan ini mengandung garam dalam konsentrasi tinggi yang akan mengganggu analisis selanjutnya, maka perlu dilakukan dialisis menggunakan kantung selofan di dalam akuades. Selanjutnya, langkah purifikasi yang terakhir adalah fraksinasi dan penjernihan dialisat menggunakan kromatografi kolom. Fraksi yang dikumpulkan dari penjernihan adalah sebanyak 52 tabung dengan volume masingmasing 5 ml. Pada penelitian ini, cacing dikeringkan pada suhu sekitar 60 C di dalam oven vakum. Oven jenis ini digunakan untuk mengeringkan cacing karena bekerja dalam kondisi vakum. Tekanan ruang pada kondisi vakum lebih rendah daripada lingkungannya. Pada tekanan rendah, air dapat menguap pada suhu di bawah 100 C (Stoker 2009). Secara biokimia, penggunaan panas minimal diharapkan dapat mempertahankan aktivitas enzim karena salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu. Pemanasan pada suhu di atas 70 C dapat menyebabkan denaturasi atau kerusakan struktur tersier dan kuartener protein sehingga kemudian enzim akan kehilangan aktivitasnya (Nelson & Cox 2005). Suspensi ekstrak kasar disentrifugasi untuk menghilangkan endapannya yang berwarna coklat. Menurut Farrell & Ranallo (2000), endapan ini merupakan sisa-sisa inti sel yang berbobot molekul besar. Namun ternyata supernatan coklat jernih itu diduga masih mengandung pengotor. Pengotor yang terdapat pada supernatan diperkirakan adalah hancuran mitokondria, peroksisom, lisosom, mikrosom, dan molekul-molekul yang terlarut dalam sitosol. Maka, perlu dilakukan langkah purifikasi selanjutnya untuk membebaskan protein dari pengotor tersebut. Presipitasi adalah salah satu langkah purifikasi yang bertujuan mengendapkan protein lumbrokinase yang terlarut dalam campuran ekstrak kasar menggunakan garam amonium sulfat. Garam ini digunakan karena memiliki daya larut yang tinggi di dalam air dan kepolarannya tinggi sehingga mudah mengikat air pada protein (Nelson & Cox 2005). Penggunaan konsentrasi garam sebesar 60% mempercepat pelepasan molekul air dari protein, sehingga protein dapat mengendap dengan baik (Farrell & Ranallo 2000). Endapan coklat yang diduga merupakan protein kemudian disentrifugasi dan dikumpulkan untuk didialisis. Sampel yang memiliki kandungan garam tinggi harus didialisis, karena berpotensi mengganggu hasil analisis selanjutnya, menggunakan kantung dialisis yang memiliki pori-pori berukuran 10 kd yang dimasukkan ke dalam wadah berisi pelarut akuades yang digunakan untuk menciptakan lingkungan hipotonik di luar membran dialisis (Gambar 5a). Pori-pori ini menyebabkan molekul garam dan air yang kecil dapat bertukar dengan lingkungan, sementara protein yang berbobot molekul besar tidak dapat melewatinya (Nelson & Cox 2005). Proses ini dilakukan berulang kali hingga pelarut yang digunakan tidak lagi mengandung amonium sulfat diuji menggunakan penambahan larutan barium klorida. Reaksi amonium sulfat dan barium klorida menghasilkan endapan barium sulfat yang berwarna putih (Gambar 5b). Setelah dialisis dilakukan sebanyak dua kali, akuades yang digunakan untuk dialisis tidak lagi menghasilkan endapan putih karena garam amonium sulfat sudah tidak ditemukan pada sampel, maka dialisis dapat dihentikan. Tahap pemurnian terakhir adalah fraksinasi sampel. Pemisahan protein menghasilkan serial tabung yang memiliki gradasi warna kuning berbeda pada fraksi yang berbeda. Gambar 6 menunjukkan perbedaan warna kelima puluh dua tabung yang dihasilkan pada berbagai eluen. Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam fraksinasi adalah jenis matriks dan bufer eluen yang digunakan. Pemilihan matriks bergantung pada jenis bahan yang akan dimurnikan. Jenis bahan ini akan menentukan jenis dan kekuatan penukar ion yang digunakan. Enzim protease memiliki ukuran yang tidak terlalu besar, yaitu antara hingga kd sehingga pori-pori matriks yang digunakan tidak boleh terlalu besar (Wang et al. 2003). Jenis matriks selulosa dan dekstran memiliki pori-pori yang tidak terlalu besar. Penukar anion lemah digunakan untuk pemisahan karena tidak menyebabkan denaturasi protein, sehingga digunakan penukar anion dengan gugus fungsi dietilaminoetil (Cho et al. 2003). Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka matriks yang digunakan adalah DEAE-selulosa D4618 dari Sigma.

20 11 Gambar 5 Skema dialisis sampel (a) dan pengujian bebas sulfat (b) Perbedaan warna yang terlihat pada Gambar 6 didapat dari penggunaan bufer dengan konsentrasi garam yang berbeda. Lumbrokinase yang berasal dari E. foetida memiliki gugus aktif serin dengan pi Bufer yang digunakan untuk mengelusi, yaitu 50 mm bufer Tris-HCl ph 7.5, mengakibatkan protease serina dalam keadaan bermuatan negatif. Protease ini akan berikatan dengan gugus fungsi dietilaminoetil yang bermuatan positif. Penambahan garam NaCl akan melepaskan asam amino dari ikatannya dengan matriks secara bertahap. Perbedaan warna dapat juga terjadi akibat perbedaan jenis protein yang terelusi. Gambar 6 Tabung-tabung hasil fraksinasi protein Karakterisasi Enzim Karakterisasi enzim bertujuan menentukan jenis enzim berdasarkan ciri-ciri fisik dan biokimianya. Penelitian ini menggunakan pengukuran aktivitas enzim pada suhu, ph, dan waktu inkubasi tertentu dan pengukuran spesifisitas substrat menggunakan fibrin menggunakan dialisat enzim, disertai pengukuran bobot molekul dan konsentrasi protein pada ekstrak kasar, presipitat, dialisat, dialisat yang dikeringbekukan, dan beberapa fraksi dari hasil kromatografi kolom. Analisis Aktivitas Protease Tabel 1 menunjukkan pengaruh ph, suhu, dan waktu inkubasi terhadap kemampuan enzim protease mendegradasi kasein sebagai substrat. Kondisi laboratorium optimum yang diperoleh dalam penelitian ini adalah inkubasi selama 10 menit, pada suhu 60 C dan ph 8 dengan nilai aktivitas protease sebesar U m. Kondisi ini menghasilkan nilai aktivitas yang lebih tinggi 13.81% dibanding nilai aktivitas yang diperoleh pada inkubasi selama 5 menit pada suhu 37 C dan ph 8. Namun, untuk keperluan komersial, inkubasi selama 5 menit pada suhu 37 C dan ph 8 sudah memberikan hasil yang cukup baik. Jika ditinjau berdasarkan waktu inkubasi, waktu inkubasi optimum untuk protease yang berasal dari E. foetida galur lokal adalah 5-10 menit. Secara umum, terjadi pola kenaikan aktivitas hingga menit ke-10, namun selanjutnya aktivitas menurun cenderung stabil hingga menit ke-60. Contoh pada perlakuan ph 8.0 suhu inkubasi 60 C, waktu inkubasi 5 menit memiliki aktivitas U m. Ketika enzim diinkubasi selama 10 menit, aktivitasnya meningkat menjadi U m. Namun, setelah waktu inkubasi ditingkatkan menjadi 20 menit, aktivitas menurun menjadi U m. Ketika waktu inkubasi mencapai 40 menit, aktivitasnya hanya U m dan cenderung stabil pada menit ke-60, yaitu U m. Aktivitas protease pada tiga nilai ph yang berbeda menunjukkan bahwa semakin tinggi ph aktivitasnya semakin meningkat. Aktivitas optimum ditemukan pada ph 8. Pada inkubasi 37 C selama 5 menit, aktivitas yang diukur pada ph 6 adalah sebesar U m. Ketika ph dinaikkan menjadi 7.4, aktivitas pun meningkat menjadi U m. Nilai aktivitas tertinggi dicapai pada penggunaan bufer ph 8, yaitu sebesar U m. Berdasarkan penelitian Leipner et al. (1993), ph optimum enzim protease E. foetida berkisar antara Dapat disimpulkan, berdasarkan ph optimumnya, enzim yang diteliti termasuk protease dari E. foetida. Kenaikan suhu dalam penelitian juga berbanding lurus terhadap aktivitas enzim. Sebagai contoh, pada ph 8.0 dengan waktu inkubasi 10 menit, aktivitas meningkat seiring perubahan suhu yaitu 25 C, 37 C, dan 60 C. Kenaikan aktivitas akibat suhu yang dinaikkan berturut-turut adalah U m pada suhu 25 C, U m pada suhu 37 C, dan U m pada suhu 60 C.

21 12 Tabel 1 Pengujian aktivitas protease ( U m ) Waktu ph-suhu C C C C C C C C C Analisis Aktivitas Fibrinolitik Aktivitas fibrinolitik diukur untuk menentukan kemampuan enzim protease yang didapat untuk mendegradasi fibrin. Analisis ini dilakukan berdasarkan serapan cahaya oleh molekul pewarna terikat fibrin pada sampel dibandingkan dengan serapan cahaya pada blanko. blanko (fibrin dan pewarna) diukur pada panjang gelombang 515 nm. tersebut kemudian dibandingkan dengan absorban fibrin yang telah ditambahkan sampel. Rerata absorban blanko adalah sebesar 0.367, sementara rerata absorban sampel adalah tersebut kemudian diplotkan pada kurva standar 6 titik dengan konsentrasi antara 66.5 hingga ppm ( v) (Lampiran 12). Diasumsikan setiap molekul fibrin berikatan dengan satu molekul pewarna, sehingga didapatkan konsentrasi fibrin terlarut pada blanko dan sampel berturut-turut sebesar dan ppm. Merck & Schenk (1914) menyatakan jika absorban sampel lebih besar daripada absorban blanko, maka enzim sampel yang ditambahkan mampu melarutkan fibrin yang terikat pada molekul pewarna. Artinya, enzim ini mampu mendegradasi fibrin dan mengaktifkan mekanisme patofisiologis untuk menyebabkan fibrinolisis (Fedan 2003). Fibrin diperoleh dari pengotor pada pemurnian plasma darah (Harris 1991). Fibrin tersebut diwarnai dengan pewarna yang mengandung karmoisin lalu dikeringkan hingga menjadi bubuk. Pewarna karmoisin (Gambar 7) dapat digunakan untuk menggantikan pewarna karmin yang umum digunakan untuk mewarnai fibrin. Karmin (Gambar 8) merupakan pewarna alami yang berasal dari ekstrak Dactiopius coccus, sejenis serangga pengisap kaktus endemik daerah Amerika Tengah, sedangkan karmoisin adalah pewarna sintetis yang memiliki gugus Azo dan bersifat tahan panas (Hanssen 1987). Menurut Walford (1977) dan Freund et al. (1988) di dalam Hutchings (1999), karmoisin dapat digunakan sebagai pengganti karmin, sehingga dalam penelitian ini bahan pewarna yang digunakan adalah karmoisin yang relatif lebih mudah didapat. Spektrofotometri dipilih sebagai metode penelitian karena sifatnya yang cepat, mudah dilakukan, keterulangannya baik, dan bahan bakunya yang mudah didapatkan. Selain spektrofotometri, metode lain yang dapat digunakan, antara lain cawan fibrin dan zimografi. Metode cawan adalah menggunakan campuran fibrinogen dan trombin yang dilarutkan dalam media agar. Metode ini sangat spesifik terhadap fibrinolisis, namun membutuhkan waktu ekstra untuk pengerjaannya (Pan, et al. 2010). Zimografi menyerupai elektroforesis SDS- PAGE, namun pada gel yang digunakan ditambahkan fibrinogen dan trombin (Yanti 2003). Metode ini spesifik terhadap fibrinolisis dan cepat dilakukan. Gambar 7 Struktur karmoisin Gambar 8 Struktur karmin Deteksi Protein Deteksi protein dilakukan untuk mengukur secara cepat konsentrasi protein pada lima puluh dua fraksi yang diperoleh sebelumnya. Gambar 9 menunjukkan hasil deteksi protein

22 13 pada panjang gelombang 280 nm. Terdapat tiga puncak, yaitu pada tabung bernomor 9, 17, dan 37. Ketinggian masing-masing puncak yang berbeda-beda menunjukkan perbedaan konsentrasi protein. Menurut Harris (1991), absorban yang diperoleh sebanding dengan m m konsentrasi protein yang terdapat pada sampel. Tabung bernomor 9 memiliki absorban 0.737, tabung nomor 17 memiliki absorban 1.980, dan tabung bernomor 37 memiliki absorban Perbedaan konsentrasi protein ini diduga berdasarkan kandungan garam dalam bufer eluen. Puncak pertama didapat dari elusi menggunakan bufer tanpa penambahan garam. Puncak kedua, yang memiliki konsentrasi protein lebih tinggi, dielusi menggunakan bufer dengan penambahan NaCl 0.25 M. Konsentrasi protein tertinggi didapat menggunakan bufer dengan penambahan garam 0.5 M. Campbell & Farrell (2006) menyatakan bahwa konsentrasi garam berpengaruh pada kemampuan bufer mengelusi sampel dari matriks kolom. NaCl berfungsi sebagai ion senama, yang akan melepaskan protein dari ikatan dengan matriks, dan berikatan dengan matriks kolom menggantikan molekul protein (Farrell & Ranallo 2000). Pengukuran Bobot Molekul Tahapan ini bertujuan menentukan bobot molekul sampel menggunakan elektroforesis dan hasilnya dibandingkan dengan penanda berbobot molekul rendah Bio-Rad. Penanda ini menggunakan 6 jenis protein yang bobot molekulnya telah diketahui. Keenam protein tersebut, berturut-turut dari molekul terendah hingga tertinggi, adalah lisozim (19.4 kd), inhibitor tripsin dari kacang kedelai (28.6 kd), karbonat anhidrase (33.3 kd), ovalbumin (49.0 kd), BSA (82.0 kd), dan fosforilase (105.0 kd). Sampel yang dipilih untuk si elektroforesis merupakan puncak-puncak berdasarkan hasil tahapan deteksi protein. Gambar 10 menunjukkan pergerakan sampel di dalam gel. Jarak pergerakan sampel (rf) berbanding terbalik dengan bobot molekul sampel. Lajur 1 pada Gambar 10 menunjukkan pergerakan yang paling dekat dengan titik awal, yaitu bagian bawah gambar, sementara lajur 5 bergerak paling jauh dari titik awal. Lajur 2, yang merupakan presipitat, memiliki ekor yang menunjukkan adanya pengotor. Diduga, pengotor ini adalah garam yang digunakan untuk pengendapan protein. Ekstrak kolom pada lajur 5, 7, 8, 9, dan 10 memiliki pita yang tipis karena konsentrasi protein yang ada tidak setinggi sampel pada lajur 1 hingga 4. Namun sampel ekstrak kolom tidak memiliki ekor, yang artinya kromatografi kolom mampu menjernihkan protein. Data pada Gambar 11 diperoleh menggunakan perangkat lunak PhotoCaptMW yang dapat menghitung bobot molekul sampel berdasarkan perbandingan antara jarak pergerakan sampel dan jarak pergerakan standar. Data-data bobot molekul standar yang digunakan telah dimasukkan terlebih dahulu ke dalam basis data. Gambar tersebut menunjukkan bahwa bobot molekul terkecil ditemukan pada lajur 5, yaitu sampel ekstrak kolom 9, dengan bobot molekul kd sementara bobot molekul terbesar ditemukan pada lajur pertama, yaitu sampel ekstrak kasar. Bobot molekul sampel ini adalah kd. Wang, et al. (2003) mengungkapkan bahwa bobot molekul enzim lumbrokinase dari E. foetida berkisar antara hingga kd. Maka berdasarkan bobot molekul sampel, dapat disimpulkan sampel yang diperoleh merupakan lumbrokinase dari E. foetida Nomor Tabung Fraksi Gambar 9 Hasil deteksi protein

23 14 BM penanda (kd) Ekstrak kasar 5. Ekstrak kolom 9 8. Ekstrak kolom Presipitat 6. Penanda 9. Ekstrak kolom Dialisat 7. Ekstrak kolom Ekstrak kolom Dialisat kering beku Gambar 10 Hasil elektroforesis SDS-PAGE Jalur Bobot molekul pita ke- (kd) Gambar 11 Pengukuran bobot molekul Analisis Konsentrasi Protein Purifikasi protein dilakukan untuk menghilangkan pengotor-pengotor protein. Salah satu cara untuk mengetahui kemurnian sampel adalah melalui pengukuran konsentrasi protein. Dapat dilihat pada Tabel 2, konsentrasi protein tertinggi didapat pada sampel dialisat dan dialisat yang dikeringbekukan, sementara konsentrasi protein terendah ditemukan pada sampel ekstrak kolom 9. Berdasarkan data tersebut, seperti dikemukakan Farrell & Ranallo (2006), setiap tahap purifikasi protein mampu memurnikan protein secara lebih baik dilihat dari kenaikan konsentrasi protein pada tiap tahapan. Kenaikan konsentrasi protein setelah presipitasi dan dialisis meningkat masingmasing sebesar dan 72.28% dibandingkan dengan ekstrak kasar. Tabel 2 juga menunjukkan sampel yang diperoleh pada tahapan setelah fraksinasi memiliki konsentrasi protein yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan sampel-sampel sebelum fraksinasi (konsentrasi protein ekstrak dialisat mencapai 115 kali lipat pada ekstrak kolom 9). Hal ini mungkin disebabkan proses pemisahan protein yang menyebabkan protein sampel terbagi dalam beberapa kelompok tabung sesuai dengan waktu retensi dan kelarutannya dalam bufer eluen. Menurut Lucy & Hatsis (2004), hal-hal lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi protein adalah konsentrasi garam yang ditambahkan dalam eluen atau jenis bufer eluen yang digunakan. Konsentrasi garam yang semakin tinggi dapat memutuskan ikatan antara matriks kolom dengan gugus aktif dari enzim yang terjerap. Sampel bernomor 1-4 pada Tabel 2 diencerkan 10x agar hasil absorban yang diperoleh dapat dimasukkan ke dalam kurva standar. Jika hasil tersebut dikonversi ke keadaan sebelum pengenceran, didapatkan konsentrasi dialisat protein yang didapat dari 10% suspensi ekstrak adalah sebesar 1.74 m m. Hasil ini mendekati penelitian Ochiai & Enoki (1980) yang menyatakan bahwa konsentrasi protein dalam ekstrak E. foetida adalah antara m m.

24 15 Tabel 2 Pengukuran konsentrasi protein Konsentrasi protein No. Sampel ( mg / ml ) 1 Ekstrak kasar Presipitat Dialisat Dialisat kering beku Ekstrak kolom Ekstrak kolom Ekstrak kolom Ekstrak kolom Ekstrak kolom SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Purifikasi enzim dengan teknik presipitasi, dialisis, dan fraksinasi menggunakan kromatografi pertukaran ion mampu memurnikan enzim dari pengotornya dan memisahkan menjadi tiga kelompok isozim. Bobot molekul enzim yang diperoleh berkisar antara kd hingga kd. Konsentrasi protein tertinggi ditemukan pada ekstrak dialisat dengan konsentrasi 1.74 m m. Konsentrasi protein dialisat lebih tinggi 72.28% dibandingkan dengan ekstrak kasar. Aktivitas enzim tertinggi didapatkan pada inkubasi selama 10 menit, pada suhu 60 C dan ph 8 dengan aktivitas protease sebesar U m. Enzim protease yang diperoleh mampu melarutkan fibrin berdasarkan pengukuran menggunakan spektrofotometer. Rerata konsentrasi fibrin pada sampel 30.9% lebih tinggi dibandingkan blanko. Saran Perlu dilakukan penentuan titik isolistrik pada enzim protease dari E. foetida galur lokal sehingga penggunaan bufer untuk elusi dapat lebih optimal. Perlu dilakukan pengendapan protein pada berbagai konsentrasi garam. Perlu dilakukan uji penggunaan matriks yang paling efektif untuk fraksinasi enzim. Perlu dilakukan pengujian aktivitas fibrinolitik menggunakan metode yang lebih spesifik pada substrat fibrin. DAFTAR PUSTAKA Acharya MM, Katyare SS An Improved Micromethod for Tyrosine Estimation. J Naturforsch. 59 c: Agustinus MD Jurnal tingkah laku cacing tanah. [terhubung berkala]. /tingkah-laku-cacing-tanah/. Diakses pada 21 Juni Analytik Jena UV spectrophotometric protein detection at 280 nm. [komunikasi singkat]. Jena: Analytik Jena. Anderson KS Multiplexed detection of antibodies using programmable bead arrays. Di dalam Wu CJ, editor. Protein Microarray for Disease Analysis: Methods and Protocols. New York: Humana Bell A Morphology of human blood and marrow cells: hematopoiesis. Di dalam Harmening DM, editor. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. Ed ke-4. Philadelphia: FA Davis hlm Bradford M A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. J Anal Biochem. 72: Campbell MK, Farrell SO Biochemistry. Ed ke-5. California: Thomson Learning. Chen H et al Earthworm fibrinolytic enzyme: anti-tumor activity on human hepatoma cells in vitro and in vivo. Chin Med J. 120(10): Cho IH et al Purification and characterization of six fibrinolytic serineproteases from earthworm Lumbricus rubellus. J Biochem Mol Biol. 37: Cong Y, Liu Y, Chen J The advance of lumbrokinase. Chin J Biochem Pharm. 21: Escobar CE et al Introduction to hemostasis. Di dalam Harmening DM, editor. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. Ed ke-4. Philadelphia: FA Davis hlm Farrell SO, Ranallo RT Experiments in Biochemistry: A Hands-on Approach. California: Thomson Learning. Fedan JS Anticoagulant, antiplatelet, and fibrinolytic (thrombolytic) drugs. Di dalam: Craig CR, Stitzel RE, editor. Modern Pharmacology with Clinical Applications. Ed ke-6. Baltimore: Lippincott Williams-Wilkins hlm Girindra A Biokimia I. Jakarta: Gramedia.

25 16 Gray HH et al Lecture Notes: Kardiologi. Terjemahan dari: Lecture Notes on Cardiology. Jakarta: Erlangga. Hanssen M E for Additives. London: Thorsons Harris JR Blood Separation and Plasma Fractionation. London: Wiley- Liss. Harvey D Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE Essential Haematology. Ed ke-5. Oxford: Blackwell. Hutchings JB Food Colour and Appearance. Maryland: Aspen. Jackson CM The mamalian blood coagulation system. Di dalam: Bergmeyer HU, Ber meyer J, Graβl M, editor. Methods of Enzymatic Analysis. Ed ke-3. Weinheim: VCH hlm Jain JL, Jain S, Jain N Fundamentals of Biochemistry. Ed ke-6. New Delhi: S Chand. Jewell, SN Purification and characterization of a novel protease from Burkholderia strain 2.2 N [tesis]. Virginia: Program Pascasarjana, Virginia Polytechnic and State University. Katzung BG Basic and Clinical Pharmacology. Ed ke-10. San Fransisco: McGraw-Hill. Leipner C, Tučková, Rejnek J, Langner J Serine proteases in coelomic fluids of annelids Eisenia foetida and Lumbricus terrestris. Comparative Biochem Physiol Part B: Comparative Biochem 105: Liu YQ, et al Purification of a novel antibacterial short peptide in earthworm Eisenia foetida. Acta Biochimica et Biophysica Sinica. 36(4): Lucy CA, Hatsis P Ion chromatography. Di dalam: Heftmann E, editor. Chromatography: fundamentals and techniques. Ed ke-6. Amsterdam: Elsevier. Merck E, Schenk H Chemical Reagents: Their Purity and Tests. Ed ke-2. London: Merck. Mihara H et al A novel fibrinolytic enzyme extracted from the earthworm, L. rubellus. Japan J Physiol 41: Nelson DL, Cox MM Lehninger Principles of Biochemistry 4 th Ed. New York: WH Freeman. Ochiai T, Enoki Y The molecular architecture and the subunits of earthworm (Eisenia foetida) hemoglobin. Comparative Biochem Physiol Part B: Comparative Biochem 68: Olson J Belajar Mudah Farmakologi. Chandranata L, penerjemah; Mandera LI, editor. Terjemahan dari: Clinical Pharmacology: Made Ridiculously Simple. Jakarta: EGC. Pan R, Zhang ZJ, He RQ Review Article: Earthworm protease. App Environ Soil Sci. Parcel SW Dare to Live: A Naturopathic Doctor's Complete Guide to the Prevention and Treatment of Coronary Artery Disease. Indiana: iuniverse. Setiawan E Pengaruh metode pengeringan terhadap aktivitas enzim fibrinolitik cacing Lumbricus rubellus [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Smith CM, Marks AD, Lieberman MA Marks Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach. Ed ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams-Wilkins. Stoker HS General, Organic, and Biological Chemistry. Ed ke-5. California: Cengage Learning. Walter HE Method with haemoglobin, casein, and azocoll as substrate. Di dalam: Ber meyer HU, Ber meyer J, Graβl M, editor. Methods of Enzymatic Analysis. Ed ke-3. Weinheim: VCH hlm Wang F et al Purification, characterization, and crystallization of a group of earthworm fibrinolytic enzymes from Eisenia fetida. Biotechnol Lett. 25(13): Watanabe EO et al Evaluation of the use of volatile electrolyte system produced by ammonia and carbon dioxide in water for the salting-out of proteins: Precipitation of porcine trypsin. J Biochem Eng. 30: Wu C, Fan R A rapid and effective thrombolytic agent: e-pa. Acta Biophysica. 2: 87.

26 17 Yanti Pemurnian dan karakterisasi enzim protease fibrinolitik dari cacing Lumbricus rubellus [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zhao J et al Eisenia foetida protease- III-1 functions in both fibrinolysis and fibrogenesis. J Biomed Biotechnol. ID

27 LAMPIRAN 18

28 19 Lampiran 1 Rancangan penelitian Cacing tanah E. foetida dewasa Kering oven vakum (Setiawan) Tepung cacing kering Ekstraksi buffer dan sentrifugasi Ekstrak kasar protease Salting-out dengan amonium sulfat Pengukuran bobot molekul (SDS-PAGE metode Laemmli 1970) Konsentrasi protein (Bradford 1976) Presipitat Dialisis Dialisat Kromatografi kolom Aktivitas enzim dengan pengaruh suhu, ph, waktu inkubasi (Jackson 1988) Spesifisitas substrat secara spektrofotometri Eluat

29 20 Lampiran 2 Daftar faktor pembekuan darah Faktor Pembekuan Keterangan Faktor I Fibrinogen Faktor II Protrombin Faktor III Tromoboplastin jaringan (faktor jaringan) Faktor IV Ion kalsium (Ca 2+ ) Faktor V Faktor labil (proaccelerin) Faktor VI Belum didefinisikan* Faktor VII Faktor stabil (serum prothrombin conversion accelerator (SPCA) proconvertin) Faktor VIII Faktor antipembekuan darah, faktor VIII:C (protein pembekuan darah) Faktor IX Faktor Christmas (plasma thromboplastin component (PTC), faktor B antihemofilia) Faktor X Faktor Stuart-Prower Faktor XI Plasma thromboplastin antecedent (PTA) Faktor XII Faktor Hageman (faktor kontak) Faktor XIII Fibrin-stabilizing factor (FSF) Faktor Fitzgerald High-molecular-weight kininogen (HMWK) Faktor Fletcher Prekallikrein * Penamaan faktor VI dibatalkan karena senyawa yang dahulu dianggap sebagai faktor pembekuan darah sebenarnya adalah prekursor dari faktor V, dan untuk menghindari kekeliruan, faktor VI belum didefinisikan hingga saat ini.

30 21 Lampiran 3 Pembuatan bufer-bufer 1. Bufer fosfat ph 7 Sebanyak 8.9 g NaH 2 PO 4 ditambahkan dengan 2 g NaOH lalu dilarutkan dalam 525 ml akuades. 2. Bufer 50 mm Tris-HCl ph 7.5 Sebanyak 1.63 g Tris dilarutkan dalam 200 ml akuades, lalu ph diukur. Larutan kemudian dititrasi menggunakan HCl hingga ph menjadi 7.5. Volum ditera menggunakan akuades hingga 250 ml. 3. Bufer 1.5 M Tris-HCl ph 8.8 Sebanyak g Tris dilarutkan dalam 60 ml akuabides, kemudian dititrasi menggunakan NaCl hingga ph mencapai 8.8. Bufer ditera menggunakan akuabides hingga volum 100 ml. Simpan bufer pada suhu 4 C. 4. Bufer 0.5 M Tris-HCl ph 6.8 Sebanyak 6 g Tris dilarutkan dalam 60 ml akuabides lalu dititrasi menggunakan NaCl hingga ph 6.8. Bufer ditera menggunakan akuabides hingga volum 100 ml. Simpan bufer pada suhu 4 C. 5. Bufer sampel elektroforesis Bufer 0.5 M Tris-HCl ph 6.8 sebanyak 0.3 ml ditambahkan 2.5 ml gliserol, 1 ml SDS 10% ( v), 0.25 ml 2-merkaptoetanol, 0.5 ml bromofenol biru 1% ( v), lalu dilarutkan dalam 0.45 ml akuades. Simpan dalam lemari pembeku 6. Bufer running Sebanyak g Tris ditambahkan g glisina, dan 0.6 g SDS, kemudian dilarutkan dalam 500 ml akuades. Larutan dititrasi menggunakan 1 M HCl hingga ph menjadi 8.3. Tera dengan akuades hingga volum 600 ml. Simpan pada suhu 4 C. 7. Bufer 0.1 M glisina-naoh ph 8 Ditimbang g glisina dilarutkan dalam 50 ml akuades, kemudian ph ditera menggunakan NaOH hingga mencapai ph 8.

31 22 Lampiran 4 Prosedur regenerasi kolom DEAE-Selulosa Sigma D6418 Langkah-langkah regenerasi berikut sebaiknya dilakukan di dalam corong Buchner. Regenerasi yang dilakukan di dalam kolom dapat mengakibatkan penyumbatan yang tak kasatmata. 1. Resin disuspensikan di dalam akuades sebanyak 5 kali volum resin dan didiamkan selama menit. 2. Volum resin diukur. Volum yang didapat dicatat sebagai Volum Kolom (VK) yang akan digunakan untuk mengukur volum larutan pencuci kolom. Lanjutkan ke langkah 3. Untuk resin dalam keadaan tersuspensi (baru atau bekas) 3. Suspensi kolom disaring. 4. Resin yang telah disaring disuspensikan ke dalam 2 VK 0.1 M NaOH yang mengandung 0.5 M NaCl selama 10 menit, maksimum selama 30 menit, kemudian dituang ke dalam corong Buchner dan pompa cairan secara PERLAHAN (laju alir 1 VK bufer/ 5 menit). Resin dicuci kembali menggunakan larutan yang sama sebanyak 2 VK. 5. Langkah nomor 4 diulangi kembali menggunakan 0.5 M NaCl (tanpa 0.1 M NaOH). Jika resin dalam keadaan sangat kotor, ditambahkan 0.5 M NaCl sebanyak 3-5 VK setelah pencucian menggunakan asam dan/atau basa dan corong dibiarkan terbuka agar larutan dapat mengalir tanpa hambatan. 6. Langkah nomor 4 diulangi kembali menggunakan 0.1 M HCl yang mengandung 0.5 M NaCl. 7. Langkah nomor 4 diulangi kembali menggunakan akuades. 8. Pencucian dilanjutkan menggunakan akuades sebanyak 5-10 VK atau hingga ph efluen lebih besar dari Resin disuspensikan di dalam 2 VK 1 M NaCl dan dititrasi menggunakan NaOH hingga ph suspensi berkisar antara 7-8. Simpan (Langkah 10) atau gunakan (Langkah 11). 10. Menyimpan resin: kemasan diberi label dan disimpan pada 0-5 C (Lanjutkan pada langkah 11 untuk menggunakan resin. Jika diperkirakan terjadi kontaminasi bakteri, mulailah pada Langkah 4). 11. Menggunakan resin: resin disaring kemudian dicuci menggunakan 5 VK akuades. Resin diresuspensi menggunakan 10x bufer (sesuai yang akan digunakan) sebanyak 2 VK lalu disaring. Resuspensi resin di dalam 1x bufer yang sama sebanyak 2 VK lalu ph filtrat diukur. Jika ph filtrat berkisar 0.15 dari ph 1x bufer, resin siap digunakan. Jika tidak, ulangi Langkah Resin dikemas ke dalam kolom. Biarkan kolom terkemas secara alami. Pemompaan dapat menyebabkan penyumbatan. 13. Sampel dimasukkan ke dalam kolom, dicuci, lalu dielusi. 14. Regenerasi kolom seperti pada Langkah 3-8.

32 23 Lampiran 5 Data aktivitas protease Suhu 25 C, ph 6 Waktu Aktivitas (menit) Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Blanko Standar ( U m ) ± ± ± ± ± ± Suhu 37 C, ph 6 Waktu Aktivitas (menit) Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Blanko Standar ( U m ) ± ± ± ± ± ± Suhu 60 C, ph 6 Waktu Aktivitas (menit) Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Blanko Standar ( U m ) ± ± ± ± ± ± Suhu 25 C, ph 7.4 Waktu Aktivitas (menit) Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Blanko Standar ( U m ) ± ± ± ± ± ±

33 24 Lanjutan lampiran 5 Suhu 37 C, ph 7.4 Waktu Aktivitas (menit) Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Blanko Standar ( U m ) ± ± ± ± ± ± Suhu 60 C, ph 7.4 Waktu Aktivitas (menit) Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Blanko Standar ( U m ) ± ± ± ± ± ± Suhu 25 C, ph 8 Waktu Aktivitas (menit) Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Blanko Standar ( U m ) ± ± ± ± ± ± Suhu 37 C, ph 8 Waktu Aktivitas (menit) Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Blanko Standar ( U m ) ± ± ± ± ± ±

34 25 Lanjutan lampiran 5 Suhu 60 C, ph 8 Waktu Aktivitas (menit) Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Blanko Standar ( U m ) ± ± ± ± ± ± Contoh perhitungan: Misal, suhu 25 C, ph 6, menit ke-5 Ulan an Ulan an Ulan an Rerata Rerata... Rerata = ktivitas U m sampel - standar - lanko lanko aktor pen enceran Waktu inku asi ktivitas U m ktivitas U m -.. ktivitas -. U m

35 26 Lampiran 6 Penentuan panjang gelombang maksimum aktivitas enzim metode Jackson Suhu 25 C, ph 6 Puncak Panjang gelombang (nm) Suhu 37 C, ph 6 Puncak Panjang gelombang (nm) λ (nm) λ (nm) Suhu 60 C, ph 6 Puncak Panjang gelombang (nm) λ (nm)

36 27 Lanjutan lampiran 6 Suhu 25 C, ph 7.4 Puncak Panjang gelombang (nm) Suhu 37 C, ph 7.4 Puncak Panjang gelombang (nm) Suhu 60 C, ph 7.4 Puncak Panjang gelombang (nm) λ (nm) λ (nm) λ (nm)

37 28 Lanjutan lampiran 6 Suhu 25 C, ph 8 Puncak Panjang gelombang (nm) Suhu 37 C, ph 8 Puncak Panjang gelombang (nm) Suhu 60 C, ph 8 Puncak Panjang gelombang (nm) λ (nm) λ (nm) λ (nm)

38 29 Lampiran 7 Contoh hasil pengukuran aktivitas enzim Lampiran 8 Penentuan panjang gelombang maksimum aktivitas fibrinolitik Puncak Panjang gelombang (nm) λ (nm)

39 30 Lampiran 9 Kurva standar pewarna karmoisin y = x R² = Konsentrasi pewarna (ppm) Lampiran 10 Hasil pengukuran aktivitas fibrinolitik S S S B Keterangan: B= blanko S= sampel

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 PENDAHULUAN Cacing tanah dikenal sebagai hewan avertebrata yang banyak dijumpai di tanahtanah gembur. Jenis cacing tanah yang umum ditemukan, antara lain Lumbricus rubellus, Lumbricus terrestris, Eisenia

Lebih terperinci

Lampiran 1 Rancangan penelitian

Lampiran 1 Rancangan penelitian LAMPIRAN 18 19 Lampiran 1 Rancangan penelitian Cacing tanah E. foetida dewasa Kering oven vakum (Setiawan) Tepung cacing kering Ekstraksi buffer dan sentrifugasi Ekstrak kasar protease Salting-out dengan

Lebih terperinci

Penentuan Aktivitas Fibrinolitik. Analisis Konsentrasi Protein. Analisis Tambahan Deteksi Protein. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Aktivitas Fibrinolitik. Analisis Konsentrasi Protein. Analisis Tambahan Deteksi Protein. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 menit. Absorban larutan diukur pada panjang gelombang 578 nm. Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu µmol produk tirosina per menit pada kondisi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2009 dan selesai pada bulan November 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Bioteknologi II, Departemen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984)

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) LAMPIRAN Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) Pereaksi Blanko (µl) Standar (µl) Sampel (µl) Penyangga Tris HCl (0.2 M) ph 7.5 Substrat kasein for biochemistry (1 %) Ekstrak kasar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL Ani Suryani FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDAHULUAN Sumber Enzim Tanaman dan Hewan Mikroba Enzim dari Tanaman Enzim dari Hewan Enzim dari Mikroba

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi) 76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus. Oleh : Yumaihana MSi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium 23 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium 28 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan uruturutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Abomasum dan Rennet Ekstrak Kasar Hasil penimbangan menunjukkan berat abomasum, fundus, serta mukosa fundus dari kedua sampel bervariasi (Tabel 1). Salah satu faktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... vi viii x xi xii xiii xiv BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B.

Lebih terperinci

Metode Penelitian. III.2.1 Sampel

Metode Penelitian. III.2.1 Sampel 18 Bab III Metode Penelitian III.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sentrifuga Beckman JA-14, ph meter digital Beckman, vortex, spektrofotometer Spectronik 20, kuvet plastik, Smartspec

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung. 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober 2015 dan tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan Bahan penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan Bahan penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Bahan penelitian Cacing tanah P. excavatus diperoleh dari peternakan cacing milik Ir. Bambang Sudiarto. Substrat koagulan darah diambil dari darah milik S. Krisnawati

Lebih terperinci

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Analisa Protein Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar berbagai metode analisa protein Mahasiswa mampu memilih metode yang tepat untuk mengukur

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA. Penentuan Kadar Glukosa Darah

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA. Penentuan Kadar Glukosa Darah LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA Penentuan Kadar Glukosa Darah Oleh : Kelompok 4 - Offering C Desy Ratna Sugiarti (130331614749) Rita Nurdiana (130331614740)* Sikya Hiswara (130331614743) Yuslim Nasru S. (130331614748)

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan meliputi tahap studi literatur, persiapan alat dan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah nata de banana. 3.1. Persiapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel, bekerja dengan urutanurutan yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan mentransformasikan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2006 sampai Maret 2007. Penelitian bertempat di laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Institut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN Nama : Ade Tria NIM : 10511094 Kelompok : 4 Shift : Selasa Siang Nama Asisten : Nelson Gaspersz (20512021) Tanggal Percobaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 - Januari 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium 24 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan 3 Percobaan Garis Besar Pengerjaan Rangkaian proses isolasi pertama-tama dimulai dengan proses pengumpulan sampel. Karena area sampling adalah area yang hanya ditemukan pada musim hujan, sampel alga baru

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Rotofor

Lampiran 1 Prosedur Rotofor Lampiran 1 Prosedur Rotofor Kalibrasi Membran Ion Membran ion terdiri dari membran kation yang berkorelasi dengan elektrolit H 3 PO 4 0,1 N terpasang pada elektroda anoda sebagai pembawa ion positif, sedangkan

Lebih terperinci