HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil A. HASIL ISOLASI DAN POLA KERAGAMAN PLAK FAGE EPEC K1.1 Hasil isolasi fage yang diambil dari sampel limbah cair rumah tangga di sepanjang Babakan Raya Darmaga Bogor pada mulanya diperoleh 9-18 plak serta adanya beberapa zona bening atau zona hambat lainnya di pinggir agar cawan yang ditumbuhi kultur EPEC K1.1. Plak yang terbentuk dari suatu kultur bakteri yang ditumbuhkan di cawan petri merupakan satu parameter penting dari adanya fage pada siklus litik. Plak tersebut terlihat bening yang menandakan adanya zona kerusakan sel. (a) (b) (c) (d) Gambar 2 Pola keragaman plak fage. Isolat FB1 (a), FB2 (b), FB3 (c), FB4 (d) (masing-masing plak diberi tanda lingkaran). Fage hasil isolasi dipilih menjadi 4 isolat fage secara random. Masingmasing isolat fage diberi nama FB1, FB2, FB3, dan FB4. Masing-masing isolat fage tersebut satu sama lain memiliki pola keragaman plak yang berbeda, seperti terlihat pada Gambar 2. Pola keragaman plak terlihat dari ukuran dan bentuk zona

2 bening dari masing-masing fage. Fage FB4 cenderung memiliki ukuran lebih besar dan lebih beragam daripada ketiga isolat fage lainnya (Gambar 2d). B. HASIL PENENTUAN KISARAN INANG Kisaran inang dari fage yang terisolasi spesifik terhadap bakteri EPEC K1.1. Hal ini terlihat dari pembentukan plak yang hanya tampak pada kultur EPEC K1.1 sedangkan pada E. coli non patogen tidak tampak adanya pembentukan plak (Gambar 3b). (a) (b) Gambar 3 Kisaran inang fage. Plak muncul pada fage yang diinfeksikan dengan EPEC K1.1 (a) (diberi tanda lingkaran); sedangkan pada E. coli non patogen tidak muncul adanya plak (b). C. HASIL KUANTIFIKASI FAGE Dari 100 µl kultur EPEC yang diinfeksikan dengan 100 µl fage menghasilkan plak yang terbentuk (PFU) dengan jumlah atau kuantitas seperti yang terlihat pada Tabel 1.

3 Tabel 1 Hasil kuantifikasi dari keempat isolat fage Isolat Fage Jumlah Plak per 100 µl Konsentrasi Fage (PFU/ ml) FB FB FB FB D. HASIL KARAKTERISASI PROTEIN FAGE Kadar protein masing-masing fage berbeda satu sama lain. Pada Tabel 1.. terlihat bahwa FB 4 memiliki kadar protein paling tinggi dibanding fage yang lain sebanyak µg/ ml sedangkan FB1, FB2 dan FB3 secara berurutan memiliki konsentrasi protein sebesar 97.5; 82.5 dan 170µg/ ml. Tabel 2 Konsentrasi protein keempat isolat fage Isolat Fage Konsentrasi Protein (µg/ ml) FB FB FB3 170 FB Analisis Bobot Molekul Protein Fage Hasil analisis bobot molekul protein fage dengan menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate-Poly Acrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) terlihat pada Gambar 4. Analisis pada SDS-PAGE dilakukan setelah terlebih dahulu menentukan kadar protein fage dengan menggunakan metode Bradford (1976). Dengan volume larutan fage yang sama pada masing-masing sumur gel menunjukkan bahwa FB3 menampakkan pita protein pada ukuran 51.8 kda; 42.6 kda; 34.6 kda; dan 30.8 kda sedangkan FB4 menampakkan pita protein pada

4 ukuran 40.3 kda dan 35.9 kda. Pada FB 1 dan FB2 tidak menampakkan adanya pita protein, mungkin karena rendahnya kadar protein fage tersebut kda 66.2 kda 45.0 kda 35.0 kda a b c d e f Gambar 4 Kisaran berat molekul protein fage pada SDS-PAGE. 1) Marker. 2) Isolat FB4, dengan ukuran pita protein sebesar 40.3 kda (a) dan 35.9 kda (b). 3) Isolat FB3, dengan ukuran pita protein sebesar 51.8 kda (c), 42.6 kda (d), 34.6 kda (e), 30.8 kda (f). E. HASIL PENGAMATAN MORFOLOGI FAGE DENGAN TEM Analisis morfologi dengan menggunakan TEM pada FB4 menunjukkan kepala fage yang berbentuk heksagonal ikosahedral. Lebar kepala fage sebesar nm dan panjangnya sebesar nm, seperti terlihat pada Gambar 5. (a) (b) Gambar 5 Morfologi fage FB 4, perbesaran 80000x (a), kepala fage yang diperbesar menunjukkan bentuk heksagonal ikosahedral (b). Tanda ( ) menunjukkan kepala.

5 F. EFEKTIFITAS FAGE MELISIS EPEC K1.1 Infeksi fage terhadap jumlah pertumbuhan EPEC K1.1 selama 24 jam dengan selang waktu rata-rata 5 jam, terlihat pada Gambar 6. Kurva ini menunjukkan penurunan jumlah populasi sel EPEC K1.1 pada 1 jam pertama dan semakin tampak penurunannya setelah 5 jam berikutnya. Hal ini tampak berbeda dengan perlakuan kontrol yang baru menunjukkan penurunan jumlah populasi sel EPEC K1.1 setelah 10 jam. Penambahan FB4 pada kultur EPEC K1.1 yang diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 5 jam dapat menurunkan jumlah populasi EPEC K1.1 sebanyak 22% dan 84 % setelah inkubasi selama 24 jam. EPEC K1.1 yang Diinfeksikan oleh Fage EPEC K1.1 yang tidak Diinfeksikan oleh Fage Perkiraan Jumlah Kol Perkiraan Jumlah Kol Waktu (jam) Waktu (jam) (a) (b) Gambar 6 Kurva efektifitas lisis sel EPEC K1.1 oleh FB4. EPEC K1.1 yang diinfeksi oleh FB4 (a) dan yang tanpa fage (sebagai kontrol) (b) selama 24 jam. Morfologi Sel EPEC K1.1 akibat infeksi fage Hasil pengamatan di SEM menunjukkan adanya pengaruh atau efek dari penginfeksian fage FB4 terhadap morfologi sel EPEC K1.1. Berdasarkan hasil pengamatan di SEM, tampak sejumlah besar fage yang menginfeksi sel EPEC K1.1. Fage yang menginfeksi beberapa EPEC K1.1 menyebabkan beberapa EPEC K1.1 menjadi lisis melepaskan banyak partikel fage baru. Pada sel-sel EPEC K1.1 yang tidak diinfeksi oleh fage, sebagai kontrol positifnya (Gambar 7a), tampak morfologi sel yang masih utuh dan rapat. Pengaruh penginfeksian fage FB4 terhadap morfologi sel EPEC K1.1 terlihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

6 (a) (b) (c) Gambar 7 Morfologi kerusakan EPEC K1.1 karena infeksi FB4 selama 25 menit. Sel EPEC K1.1 tanpa fage (a); sel EPEC K1.1 yang diinfeksi oleh fage dengan inkubasi 25 menit (b), (c). Tanda panah menunjukkan fage yang menginfeksi EPEC K1.1, tanda lingkaran menunjukkan kerusakan dan lisisnya sel EPEC K1.1.

7 Hasil pengamatan di SEM, terlihat bahwa FB4 dapat memecahkan/ melisiskan sel EPEC K1.1 dalam waktu 25 menit inkubasi (Gambar 7b). Dalam waktu lebih lama lagi yaitu 30 menit, morfologi sel EPEC K1.1 tampak banyak yang sudah hancur atau lisis melepaskan fage-fage baru kemudian menginfeksi bakteri-bakteri lain. Pada permukaan dinding sel terlihat sudah tidak utuh lagi atau rusak. Hancuran dari sel EPEC K1.1 tampak bergabung dengan partikel fage yang semakin banyak keluar dari sel inang (Gambar 8b). (a) (b) Gambar 8 Morfologi kerusakan EPEC K1.1 karena infeksi FB4 selama 30 menit (a), (b). Tanda panah menunjukkan fage yang menginfeksi EPEC K1.1, tanda lingkaran menunjukkan kerusakan dan lisisnya sel EPEC K1.1.

8 Pembahasan Fage tidak mampu bereplikasi sendiri tanpa adanya sel inang sehingga dalam melakukan pengisolasian fage perlu dicampurkan dengan bakteri sebagai inangnya virus. Metode isolasi fage yang dilakukan ialah dengan metode enrichment yaitu memperkaya nutrisi pada media pertumbuhan bakteri agar virus dapat bereplikasi di dalam tubuh bakteri dan dapat dengan mudah diperoleh dalam jumlah yang banyak. Fage dapat diisolasi dan dikultivasi pada biakan bakteri yang muda (pada fase logaritma) dan sedang tumbuh aktif dalam kaldu atau cawan agar. Penggunaan media padat memungkinkan timbulnya plak sehingga dapat dilakukan pendeteksian atau penghitungan virus bakteri (fage). Persyaratan utama bagi isolasi dan kultivasi fage ialah harus adanya kondisi optimum untuk pertumbuhan organisme inangnya (Pelczar & Chan 1988) sehingga pada penginfeksian fage dengan EPEC K1.1 dilakukan pada suhu 37 0 C. Pada proses pemurnian fage dilakukan dengan penambahan kloroform yang mengandung 1% etanol. Hal ini bertujuan untuk membunuh sisa-sisa bakteri agar diperoleh fage murni tanpa adanya inang. Kennedy et al. (1984) dalam Pierson dan Stern (1986) menyebutkan bahwa penggunaan kloroform itu merugikan bagi beberapa kolifage sehingga penggunaannya bisa diminimalisir dengan memproduksi fage pada suatu media selektif. Penginfeksian terhadap inang yang selanjutnya digunakan, penting dilakukan untuk mendeteksi viabilitas fage setelah penyimpanan. Penentuan jumlah sel ekstraseluler dilakukan dengan sentrifugasi campuran bakteri dengan fage. Jika berdasarkan ukuran fage yang lebih kecil daripada bakteri maka sejumlah fage diharapkan banyak berada pada bagian supernatan. Hasil isolasi fage dari sampel limbah cair rumah tangga daerah Babakan Raya menghasilkan 9-18 plak dan dari plak tersebut terpilih 4 isolat fage (FB1, FB2, FB3, dan FB4) secara random. Fage yang diinfeksikan ke bakteri EPEC K1.1 (bakteri uji) dikondisikan dalam siklus litik karena pada siklus litik, tahap adsorpsi, penetrasi, sintesis, dan pematangan berlangsung dengan cepat. Pada siklus ini pula partikel virus keluar dari sel yang diserangnya dengan memecahkan sel tersebut sehingga sel inang mati (lisis). Plak yang terbentuk dari suatu kultur bakteri yang ditumbuhkan di cawan petri merupakan satu parameter penting dari

9 adanya fage pada siklus litik. Plak tersebut terlihat bening yang menandakan adanya zona kerusakan sel. Setiap plak berasal dari satu partikel fage sama seperti setiap koloni berasal dari satu sel bakteri. Satu plak berasal dari satu partikel virus sehingga seluruh partikel virus yang terdapat pada plak tersebut seharusnya juga memiliki sifat genetik yang sama. Pada saat terbentuknya plak, bakteri yang tidak terkena infeksi tersebar di tempat lain di dalam agar cawan dan menghasilkan suatu background yang keruh. Proses isolasi fage dilakukan dengan berbagai perlakuan sampai dengan pemurnian untuk memastikan suatu populasi fage yang murni tanpa adanya beberapa bakteri termasuk inang bakteri yang tahan fage. Hal ini juga dianggap penting karena populasi fage terdiri atas beberapa strain fage dengan satu karakteristik umum. Masing-masing fage menginfeksi pada inang tertentu sehingga sangat diperlukan tahapan untuk memperoleh strain murni (Goodridge et al. 2003). Fage (FB1, FB2, FB3, dan FB4) yang terisolasi, spesifik terhadap EPEC K1.1 karena fage-fage tersebut mampu mereduksi jumlah EPEC K1.1. Keempat isolat fage yang spesifik terhadap bakteri EPEC K1.1 diduga merupakan isolat yang tidak serupa atau tidak identik. Berdasarkan pengamatan secara visual, ukuran plak yang terbentuk dari satu isolat fage tampak berbeda dengan isolat fage yang lain (Gambar 2). Hal ini menandakan fage-fage tersebut berbeda dalam cara melisiskan sel inang. Hasil penelitian Yoon et al. (2007) yang menggunakan fage Pediococcus juga menunjukkan perbedaan ukuran plak antara beberapa fage Pediococcus. Ukuran lisisan tersebut signifikan dengan jumlah partikel fage yang dibebaskan dari sel. Rata-rata dari setiap lisisan melepaskan lebih kurang 60 partikel fage tiap sel bakteri (Ellis & Delbruck 1938). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ukuran pembentukan plak masing-masing fage dari hasil menginfeksi sel inang yang sama berkaitan dengan perbedaan cara merespon sel bakteri EPEC terhadap asam nukleat fage yang disisipkan atau kemampuan fage dalam bereplikasi di dalam sel inang. Pola lisis suatu galur bakteri yang diakibatkan oleh tipe fage yang berbeda-beda memberikan petunjuk mengenai bakteri tersebut dan untuk penentuan tipe fage (phage typing) (Pelczar & Chan 1988). Fage FB4 memiliki ukuran zona bening lebih besar dan lebih beragam daripada ketiga isolat

10 fage lainnya. Hal ini menandakan FB4 memiliki kemungkinan sebagai fage infektif kuat. Kepekaan galur bakteri terhadap fage yang menyerangnya berbeda-beda yang diakibatkan variasi molekul reseptor (penghalangan adsorpsi), sistem modifikasi restriksi dalam sel inang, atau sistem ketahanan fage lainnya seperti infeksi abortif (Flynn et al. 2004). Fage melekat ke sel yang peka rangsangan pada lokasi spesifik di dinding sel bakteri (Kudva et al. 1999). Di dalam bakteri gram negatif, sel yang peka rangsangan ialah komponen protein dan lipopolisakarida yang melapisi lapisan selaput sebelah luar termasuk peptidoglikan. Fage tertentu atau sekelompok fage akan melekat ke reseptor spesifik, dan fage berbeda akan melekat ke reseptor yang berbeda. Beberapa bagian struktural bakteri seperti flagella, pilus, kapsul, teichoicacid, LPS, dan OMP dapat menyediakan reseptor spesifik dalam bakteri tertentu (Gurnev et al. 2006). Penentuan kisaran inang dilakukan untuk melihat kespesifisitas inang dan derajat lisis dari fage yang diperoleh. Masing-masing isolat fage memperlihatkan spesifisitas terhadap EPEC K1.1 karena ketika fage yang diperoleh diuji dengan masing-masing isolat EPEC K1.1 dan E. coli non patogen, ternyata kisaran inangnya hanyalah pada isolat EPEC K1.1. Sel EPEC K1.1 tampak dilisiskan oleh fage (Gambar 3a) sedangkan E. coli non patogen tidak (Gambar 3b). Kespesifikan isolat fage yang diperoleh terhadap EPEC K1.1 menunjukkan dugaan bahwa di permukaan sel EPEC K1.1 memiliki reseptor-reseptor yang spesifik terhadap fage yang tidak dimiliki oleh E. coli non patogen. Adsorpsi partikel-partikel fage terhadap sel-sel bakteri (tahap awal infeksi fage) bergantung pada kehadiran reseptor-reseptor spesifik di dinding sel bakteri (Topley & Wilson 1990). Banyak reseptor-reseptor dinding sel dimiliki oleh galur dan serotipe bakteri yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Kudva et al. (1999), infeksi fage bergantung pada sifat alami LPS O157. Bakteri Escherichia coli O157 dapat menghasilkan LPS O157. Jika komplemen E. coli mutan O157- deficient yang ujung gen penyandi LPS 0157 untuk bakteri tersebut dipotong maka akan membuat bakteri resisten terhadap infeksi fage. Cara penghitungan yang paling mudah ialah esei bercak/ plak (plaque assay), yang dapat disamakan dengan penghitungan bakteri hidup. Plak yang

11 terbentuk adalah unik di dalam kemampuan mereka untuk mengidentifikasi dan membeda-bedakan galur inang bakteri. Masing-Masing plak secara teoritis sesuai dengan virus tunggal yang berada pada suspensi awal. Oleh karena itu, konsentrasi suspensi virus diukur oleh banyaknya plak yang biasanya disebut plaque forming unit (PFU) (Tortora et al. 2006). Penelitian tentang fage seringkali memerlukan penghitungan fage secara cermat dan teliti. Hasil kuantifikasi atau penghitungan plak yang terbentuk (PFU) (Tabel 1) setelah dilakukan satu kali perbanyakan dalam proporsi yang sama (100 µl kultur EPEC diinfeksikan dengan 100 µl fage) menunjukkan bahwa FB4 memiliki kemampuan infeksi terkuat terhadap EPEC K1.1 dibandingkan ketiga isolat fage yang lain. Kecepatan pembentukan plak ini diduga berkaitan pula dengan kecepatan multiplikasi dari FB4 sehingga lebih efektif dalam menginfeksi sel EPEC K1.1 dibandingkan ketiga isolat lainnya. Hal ini memungkinkan peluang FB4 untuk dapat diaplikasikan dalam biokontrol pencemaran air dan makanan. Protein yang dimiliki oleh keempat isolat fage cenderung kecil. Dalam tiap mililiternya, FB1 hanya memiliki 97.5 µg; FB µg; FB3 170 µg; dan FB µg (Tabel 2). Setelah dijalankan dengan SDS-PAGE, terdapat 2 isolat fage (FB3 dan FB4) yang menunjukkan adanya pita protein. Kisaran protein yang diperoleh antara kda (Gambar 4). Protein fage yang diukur kadar proteinnya tersebut merupakan hasil produksi yang dilakukan berkali-kali. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh menunjukkan bahwa ukuran kadar protein fage tidak memberikan adanya signifikansi dengan jumlah partikel fage. Konsentrasi protein yang cenderung lebih kecil diduga disebabkan oleh mudahnya protein fage terdegradasi oleh protease ekstraselular yang dimiliki sel EPEC K1.1. Selain itu, ukuran protein yang kecil mungkin saja disebabkan oleh konsentrasi protein fage EPEC itu sendiri yang memang lebih kecil sehingga walaupun dalam penelitian ini sudah digunakan EDTA 5 mm sebagai tambahan pada media penyimpanan fage yang berfungsi sebagai antiprotease (Waturangi 1999) namun tetap saja kurang berpengaruh. Hal ini hampir serupa dengan penelitian Yoon et al. (2007), dimana setelah dianalisis dengan SDS-PAGE menunjukkan kisaran ukuran protein kda untuk fage yang menginfeksi Leuconostoc oenos dan kda untuk fage yang menginfeksi P. acidilactici.

12 Berdasarkan karakteristik isolat FB4 seperti dari ukuran lisisan yang lebih besar; kemampuan dalam menginfeksi sel EPEC K1.1 yang lebih baik; serta lebih tingginya konsentrasi protein FB4 diantara ketiga isolat fage yang lain, maka isolat FB4 yang selanjutnya diamati penampakan morfologinya. Penampakan morfologi dari fage yang terpurifikasi diperiksa dengan menggunakan Transmission Electron Microscopy (TEM). Pemeriksaan dengan menggunakan TEM dapat memperlihatkan bentuk morfologi fage secara 2 dimensi dengan perbesaran 50000x dan 80000x. Analisis morfologi dengan menggunakan TEM pada FB4 (Gambar 5) menunjukkan morfologi kepala fage yang besar dan berbentuk heksagonal ikosahedral. Lebar kepala fage berukuran sebesar nm dan panjang kepala fage sebesar nm. Jika hanya berdasarkan ciri-ciri morfologi yang dimiliki isolat fage FB4, maka morfologi fage tersebut hampir serupa dengan banyak fage dari famili Siphoviridae ordo Caudovirales. Berdasarkan klasifikasi dari the International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTVdB Index of Viruses 2000), morfologi fage yang termasuk famili Siphoviridae memiliki ekor fleksibel, tidak memiliki selaput kontraktil, panjang, heliks dan kepala heksagonal ikosahedral seperti fage λ enterobacteria pada umumnya. Menurut hasil penelitian Girons et al. (1990), berdasarkan hasil pengamatan di mikroskop elektron dengan pewarnaan negatif, fage untuk Leptospira terlihat identik secara morfologi dengan kepala polihedral dan ekor kontraktil. Rata-rata diameter kepalanya ialah 85 nm, dengan panjang ekor 100 nm, lebar 25 nm. Morfologi ini serupa dengan banyak fage eubacteria yang masuk dalam kelompok A1 famili Myoviridae (Ackermann & DuBow 1987). Pengujian efektifitas infeksi bakteriofage terhadap sel EPEC K1.1 bertujuan agar dapat diketahui dengan tepat waktu yang dibutuhkan bakteriofage dalam mengontrol berkembangbiaknya EPEC pada tubuh inang. Sebanyak 1000 plak dalam 100 µl fage yang setara dengan PFU telah memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan EPEC K1.1. Pengaruh pemberian fage terhadap pertumbuhan EPEC K1.1 memberikan penurunan populasi sel bakteri EPEC K1.1 pada 1 jam pertama dan semakin tampak menurun setelah 5 jam berikutnya (Gambar 6a). Hal ini berbeda dengan pertumbuhan EPEC K1.1 yang normal

13 (tanpa diinfeksikan oleh fage) karena populasi sel bakteri EPEC K1.1 baru terjadi penurunan setelah 10 jam (Gambar 6b). Berdasarkan penelitian Hughes et al. (1998), fage dapat mendegradasi exopolysaccharide (EPS) yang dihasilkan oleh biofilm dari spesies bakteri Enterobacter agglomerans dan menginfeksi selnya. Proses perusakan biofilm pada bakteri Enterobacter agglomerans oleh fage merupakan suatu kombinasi penurunan EPS oleh depolymerase dan glycanase yang dihasilkan oleh fage dengan proses penginfeksian fage yang selanjutnya melisiskan sel tersebut. Depolimerase ini tampak berlanjut ke permukaan fage dan mendegradasi polisakarida kapsular bakteri untuk diteruskan ke permukaan sel bakteri. Penambahan FB4 pada kultur EPEC K1.1 yang diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 5 jam dapat menurunkan jumlah populasi EPEC K1.1 sebanyak 22% dan 84 % setelah inkubasi selama 24 jam. Penurunan awal terhadap jumlah sel bakteri diperkirakan merupakan akibat dari kombinasi aksi enzim polysaccharide depolymerase atau lisozim dari bakteriofage dalam mendegradasi polimer lipopolisakarida (LPS) sel EPEC K1.1 dengan proses penginfeksian terhadap suatu proporsi populasi bakteri EPEC K1.1. Diantara sel-sel bakteri yang telah diinfeksi oleh fage selama lebih dari 3 hari, ditemukan adanya sel-sel bakteri EPEC K1.1 yang masih resisten terhadap pembentukan plak oleh infeksi fage-fage ini. Faktor yang mungkin mengkontribusi ketahanan fage diantaranya perubahan atau kehilangan reseptor (Alisky et al. 1998; Barrow & Soothill 1997). Seperti pada kolifage lainnya, fage yang spesifik terhadap EPEC K1.1 bersifat litik. Multiplicity of Infection (MOI) yang tinggi akan membantu mempercepat lisisnya sel-sel inang. Multiplicity of Infection yang tinggi diperlukan untuk mengukur bahwa setiap bakteri diinfeksikan sedikitnya oleh satu fage. Berdasarkan hasil penelitian Ma & Lu (2008), pada fage yang menginfeksi Streptococcus suis diperoleh MOI yang optimal dari fage sebesar 0.1 sehingga MOI yang optimal dari fage EPEC juga ditentukan sebesar 0.1. Selain MOI, aerasi kultur berperan penting dalam mempercepat induksi fage dan memperbanyak hasil pelisisan bakteri. Proses aerasi dapat memberikan kondisi yang memungkinkan bagi fage untuk berinteraksi dengan bakteri. Perlakuan fage pada

14 suhu 37 0 C tanpa aerasi hanya menghasilkan kematian atau lisis bakteri setelah 2 hari (Ellis & Delbruck 1938). Pertumbuhan fage dapat dibagi dalam 3 periode, yaitu absorbsi fage terhadap bakteri; pertumbuhan ketika atau di dalam bakteri (periode laten); dan pelepasan fage (terjadi proses lisis) (Ellis & Delbruck 1938). Pada penelitian Yoon et al. 2007, yang meneliti bakteriofage litik yang menginfeksi Pediococcus diperoleh periode eclipse dan latent terjadi pada 29 menit dan 34 menit secara berturut-turut. Ukuran lisisan terhitung rata-rata 12 partikel fage per pusat infeksi. Hasil ini menunjukkan bahwa perkembangan intraselular dimulai tidak lama setelah proses infeksi terjadi. Pada fage yang menginfeksi Streptococcus suis diperoleh satu tahap kurva pertumbuhan fage yang memperlihatkan periode latent pada 20 menit dan periode rise pada 120 menit, serta ukuran lisisan terhitung rata-rata 77 PFU/ sel (Ma & Lu 2008). Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, pertumbuhan fage EPEC juga diperkirakan memiliki suatu periode latent pada kisaran waktu antara 20 sampai 30 menit. Pengamatan keadaan morfologi sel EPEC K1.1 akibat pengaruh penginfeksian fage pada masa inkubasi 25 menit dan 30 menit dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Scanning electron microscope yang digunakan adalah JEOL LTD, yaitu mikroskop elektron yang dapat merekam gambar obyek menjadi elemen terang dan gelap tipe hampa udara rendah. Modelnya ialah model-jsm 5310 LV. Cara kerja dari mikroskop ini adalah pancaran cahaya elektron dengan fokus yang sangat tajam disapukan pada obyek sehingga menghasilkan elektron sekunder. Sinyal-sinyal ini dideteksi terusmenerus selama pancaran cahaya elektron bergerak menyapu permukaan obyek. Sinyal elektron sekunder menghasilkan gambar permukaan morfologi elektron yang terpental kembali lalu menyebar menghasilkan distribusi komposisi dan karakteristik sinar X menghasilkan distribusi elemen yang terdapat pada obyek. Jadi, tujuan pengamatan dengan SEM ialah mengamati seberapa besarnya kerusakan sel EPEC dengan keadaan membran yang rusak dan dinding sel yang terpecahkan akibat diinfeksi oleh fage. Bakteri EPEC K1.1 yang ditumbuhkan pada kondisi pertumbuhan optimal diinfeksikan dengan fage. Campuran EPEC K1.1 dengan fage tersebut ditunggu

15 selama 25 menit dan 30 menit sebelum dipreparasi untuk diamati di SEM. Isolat bakteri EPEC K1.1 yang baru ditumbuhkan dan tanpa diinfeksikan oleh fage digunakan sebagai kontrol. Bila suspensi fage diinfeksikan pada suspensi bakteri yang peka, maka partikel fage akan melekatkan diri pada sel menggunakan serabut ekor fage (Gambar 7c). Serabut ekor berkontraksi sehingga terjadi cengkraman bagian paku ekor pada membran sel bakteri (Bayer 1968). Pada permukaan sel terjadi perubahan yang diduga kuat disebabkan daya kerja enzim yang dihasilkan ekor fage dalam merusak dinding sel bakteri sehingga terbentuk pori-pori (Gambar 8a) yang sangat halus atau karena aktivasi enzim inang oleh fage. Proses ini diikuti oleh kontraksi serabut ekor sehingga DNA virus merasuk ke dalam sel melalui pori-pori pada ujung ekor. Selubung protein virus tetap berada di luar sel bakteri (Gambar 7c). Ekor yang diperpanjang adalah suatu pelindung kontraktil yang bertindak sebagai suatu jarum suntik untuk menyemburkan muatan yang ada di kepalanya, seperti material genetik DNA ke dalam sel inang. DNA fage kemudian mengambil alih DNA sel bakteri dan memaksa untuk memproduksi lebih banyak fage. Hal ini memerintahkan sel inang untuk membuat salinan-salinan fage (keturunan di dalam sel). Selanjutnya fage tersebut merusak DNA inang dengan cara melepaskan nukleotida yang bersifat memblok DNA inang dari DNA fage yang disatukan. Material genetik tersebut kemudian dibungkus oleh keturunannya dan kemudian fage dilepaskan ke lingkungan ketika melisiskan sel inang (Wendelschafer-crabb et al. 1975). Hasil pengamatan di SEM memperlihatkan adanya pengaruh atau efek dari penginfeksian fage FB4 yaitu FB4 dapat memecahkan/ melisiskan EPEC K1.1 dalam waktu 25 menit. Dalam waktu lebih lama lagi yaitu 30 menit, sel EPEC terlihat hancur. Hal ini menunjukkan bahwa FB4 secara pasti dapat melisiskan bakteri sasaran EPEC K1.1 resisten tetrasiklin dan ampisilin. Penemuan ini merupakan titik cerah untuk pengendalian bakteri patogen pencemar makanan dan air yang ramah lingkungan.

INFEKTIFITAS FAGE LITIK DARI LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA TERHADAP Enteropathogenic Escherichia coli RESISTEN ANTIBIOTIK RINA HIDAYATI PRATIWI

INFEKTIFITAS FAGE LITIK DARI LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA TERHADAP Enteropathogenic Escherichia coli RESISTEN ANTIBIOTIK RINA HIDAYATI PRATIWI INFEKTIFITAS FAGE LITIK DARI LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA TERHADAP Enteropathogenic Escherichia coli RESISTEN ANTIBIOTIK RINA HIDAYATI PRATIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage Bakteriofage merupakan virus yang menginfeksi bakteri, ditemukan secara terpisah oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan oleh Felix d Herelle di Institut Pasteur

Lebih terperinci

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp.

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp. METODE Alur Penelitian Alur penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 tahapan, yaitu: peremajaan bakteri Salmonella sp., verifikasi bakteri Salmonella sp., isolasi fage,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

INFEKTIFITAS FAGE LITIK DARI LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA TERHADAP Enteropathogenic Escherichia coli RESISTEN ANTIBIOTIK RINA HIDAYATI PRATIWI

INFEKTIFITAS FAGE LITIK DARI LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA TERHADAP Enteropathogenic Escherichia coli RESISTEN ANTIBIOTIK RINA HIDAYATI PRATIWI INFEKTIFITAS FAGE LITIK DARI LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA TERHADAP Enteropathogenic Escherichia coli RESISTEN ANTIBIOTIK RINA HIDAYATI PRATIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Diare

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Diare TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Diare Diare atau gastroenteritis adalah suatu masalah kesehatan di masyarakat dari keadaan tidak sehat dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan serius. Dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

CIRI FISIOLOGI DAN MORFOLOGI BAKTERIOFAGE (VIRUS)

CIRI FISIOLOGI DAN MORFOLOGI BAKTERIOFAGE (VIRUS) CIRI FISIOLOGI DAN MORFOLOGI BAKTERIOFAGE (VIRUS) Diyan Herdiyantoro, SP., MSi. Laboratorium Biologi & Bioteknologi Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2009 Karakteristik Umum

Lebih terperinci

B. KARAKTERISTIK VIRUS

B. KARAKTERISTIK VIRUS BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam

Lebih terperinci

Bahan Kuliah. Genetika Molekular. disusun oleh : Victoria Henuhili, MSi FMIPA Jurdik Biologi UNY

Bahan Kuliah. Genetika Molekular. disusun oleh : Victoria Henuhili, MSi FMIPA Jurdik Biologi UNY Bahan Kuliah Genetika Molekular disusun oleh : Victoria Henuhili, MSi vhenuhili@uny.ac.id FMIPA Jurdik Biologi UNY 2013 victoria@uny.ac.id Page 1 1. PEMBUKTIAN DNA SEBAGAI PEMBAWA MATERI GENETIK Pada tahun

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

PERCOBAAN HERSHEY DAN CHASE. RESUME UNTUK MEMENUHU TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Ibu Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah. M.

PERCOBAAN HERSHEY DAN CHASE. RESUME UNTUK MEMENUHU TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Ibu Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah. M. PERCOBAAN HERSHEY DAN CHASE RESUME UNTUK MEMENUHU TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Ibu Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah. M.Pd Oleh Nuzula Khoirun Nafsiah (140341604501) Oki Osaka Herlinawati ( 140341600030

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

Uji Potensi Bakteri dan Resistensi terhadap Antibiotik

Uji Potensi Bakteri dan Resistensi terhadap Antibiotik MODUL 7 Uji Potensi Bakteri dan Resistensi terhadap Antibiotik POKOK BAHASAN : 1. Uji Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik 2. Uji potensi bakteri sebagai penghasil enzim ekstraseluler (proteolitik, celulase,

Lebih terperinci

FAGE LITIK SPESIFIK Escherichia coli PADA LIMBAH CAIR PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDA ACEH

FAGE LITIK SPESIFIK Escherichia coli PADA LIMBAH CAIR PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDA ACEH Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 4, No. 2, Ed. September 2016, Hal. 95-99 FAGE LITIK SPESIFIK Escherichia coli PADA LIMBAH CAIR PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDA ACEH Iswadi Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya 1 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subjek Penelitian Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya hambat Streptococcus mutans secara in vitro maka dilakukan penelitian pada plate

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendekatan klasik untuk memperoleh akses biokatalis baru adalah dengan menumbuhkembangkan mikroorganisme dari sampel lingkungan, seperti tanah dalam media berbeda dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1: Komposisi dan Penyiapan Media Skim Milk Agar, Komposisi Media Feather Meal Agar, Komposisi Media Garam Cair.

LAMPIRAN Lampiran 1: Komposisi dan Penyiapan Media Skim Milk Agar, Komposisi Media Feather Meal Agar, Komposisi Media Garam Cair. LAMPIRAN Lampiran 1: Komposisi dan Penyiapan Media Skim Milk Agar, Komposisi Media Feather Meal Agar, Komposisi Media Garam Cair. a. Komposisi media skim milk agar (Widhyastuti & Dewi, 2001) yang telah

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pemisahan senyawa total flavanon 4.1.1.1 Senyawa GR-8 a) Senyawa yang diperoleh berupa padatan yang berwama kekuningan sebanyak 87,7 mg b) Titik leleh: 198-200

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus. Oleh : Yumaihana MSi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

Konsentrasi Konsentrasi Kultur campuran bakteri kandidat resisten antibiotik. Kultur murni kandidat bakteri resisten antibiotik

Konsentrasi Konsentrasi Kultur campuran bakteri kandidat resisten antibiotik. Kultur murni kandidat bakteri resisten antibiotik LAMPIRAN 1. Alur kerja isolasi bakteri resisten antibiotik Sampel Tanah Sampel Air Sampel Udang - Ditimbang sebanyak 1 g - Dihomogenkan dalam 10 ml aquadest steril. - Dipipet 1ml - Ditambah aquadest steril

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dapat bersumber dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif (LA) dan tanah (Shimizu

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui 3 kali pengulangan perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

BAB 2 METODE LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

BAB 2 METODE LABORATORIUM MIKROBIOLOGI BAB 2 METODE LABORATORIUM MIKROBIOLOGI A. STERILISASI DAN DISINFEKSI Pemahaman prinsip dasar sterilisasi dan disinfeksi merupakan dasar dalam pekerjaan di laboratorium mikrobiologi. Teknik baru mengenai

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI BAKTERI

MIKROBIOLOGI BAKTERI 1 MIKROBIOLOGI BAKTERI (Nurwahyuni Isnaini) Tugas I Disusun untuk memenuhi tugas brosing artikel webpage Oleh RIZKA RAMADHANTY NIM:G0C015080 PRORAM DIPLOMA DIII ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi Bagian akar dan batang (3-5 cm) Dicuci dengan air mengalir selama

Lebih terperinci

Pencarian Kultur Baru. Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Teknik plating. Kultur Diperkaya 10/14/2014

Pencarian Kultur Baru. Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Teknik plating. Kultur Diperkaya 10/14/2014 Isolasi dan Perbaikan Kultur 10/14/2014 Nur Hidayat Materi Kuliah Bioindustri http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id http://ptp2007.wordpress.com http://bioindustri.blogspot.com Pencarian Kultur Baru Contoh

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 6. TEKNIK DASAR KLONING Percobaan pertama penggabungan fragmen DNA secara in vitro dilakukan sekitar 30 tahun yang lalu oleh Jackson et al. (1972). Melakukan penyisipan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Total Tumbuhan Isolasi DNA total merupakan tahap awal dari pembuatan pustaka genom. DNA dipisahkan dari bahan-bahan lain yang ada dalam sel. DNA total yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

D. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang menemukan virus, sewaktu keduanya meneliti penyakit mozaik daun tembakau.

D. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang menemukan virus, sewaktu keduanya meneliti penyakit mozaik daun tembakau. Materi Biologi : Virus Ilmu tentang Virus disebut Virologi. Virus (bahasa latin) = racun. Hampir semua virus dapat menimbulkan penyakit pada organisme lain. Saat ini virus adalah mahluk yang berukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 Setelah dilakukan peremajaan pada agar miring

Lebih terperinci

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. KLONING dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. DI BID PERTANIAN KLON = sekelompok individu yang genetis uniform berasal dari

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kultivasi Porphyridium cruentum Salah satu faktor lingkungan yang penting dalam kultivasi mikroalga adalah cahaya. Cahaya merupakan faktor utama dalam fotosintesis (Arad dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi IgY Anti Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Antibodi spesifik terhadap S. Enteritidis pada serum ayam dan telur dideteksi dengan menggunakan uji agar gel presipitasi

Lebih terperinci

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom

Lebih terperinci

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri /

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri / Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter Oleh: Iva Rustanti Eri / 3307201001 Senyawa Dominan Air Gambut Tujuan Penelitian Melakukan kajian terhadap: 1. kondisi lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pendahuluan Pada bab ini akan menjelaskan tentang dasar teori yang akan digunakan sebagai acuan dalam analisis dan perancangan perangakat lunak Aplikasi Pembelajaran Virus dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

REGULASI EKSPRESI GEN PADA BAKTERIOFAGE DAN VIRUS

REGULASI EKSPRESI GEN PADA BAKTERIOFAGE DAN VIRUS REGULASI EKSPRESI GEN PADA BAKTERIOFAGE DAN VIRUS Fage/virus memanfaatkan perangkat sel inang untuk sintesis DNA/protein Strategi memanfaatkan sel inang mensintesis 4 makromolekul: 1. RNA polimerase baru

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BIOLOGI BAB IV VIRUS

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BIOLOGI BAB IV VIRUS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BIOLOGI BAB IV VIRUS Dra. Ely Rudyatmi, M.Si. Dra. Endah Peniati, M.Si. Dr. Ning Setiati, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan konsentrasi 25%, 50%

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan konsentrasi 25%, 50% BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian peredaan efektifitas daya antibakteri ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan konsentrasi 25%, 50% dan 75% terhadap bakteri Enterococcus faecalis

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom dan DNA vektor, pemotongan DNA menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit yang sering dijumpai di rongga mulut sehingga menjadi masalah utama kesehatan gigi dan mulut (Tampubolon, 2005). Karies gigi terjadi pada

Lebih terperinci

Lampiran 2. Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth)

Lampiran 2. Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Lampiran 2 Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Gambar 1. Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) suku Fabaceae Lampiran 2 A B C Gambar 2. Buah dari Tanaman Jengkol (Pithecellobium

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) MAKALAH REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A TUGAS : REKAYASA GENETIKA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kerjasama Bioteknologi Indonesia- Belanda (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST), Pusat

Lebih terperinci

Pewarnaan Kapsula Bakteri. LAPORAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Mikrobiologi Yang dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si.

Pewarnaan Kapsula Bakteri. LAPORAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Mikrobiologi Yang dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si. Pewarnaan Kapsula Bakteri LAPORAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Mikrobiologi Yang dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si. Oleh : Kelompok 6 1. Achmad Fais (120342422457) 2. Laily Rahmawati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S.aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga merupakan flora

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL Dian Pinata NRP. 1406 100 005 DOSEN PEMBIMBING Drs. Refdinal Nawfa, M.S LATAR BELAKANG Krisis Energi Sumber Energi

Lebih terperinci

III.METODOLOGI PENELITIAN

III.METODOLOGI PENELITIAN III.METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Kultur Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Enterococcus faecium IS-27526 (Genebank accession no. EF068251) dan Lactobacillus plantarum

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci