KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela) ARISAL BAGUS AFANDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela) ARISAL BAGUS AFANDI"

Transkripsi

1 i KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela) ARISAL BAGUS AFANDI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

2 ii

3 iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Radiasi Matahari Pertanaman Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Arisal Bagus Afandi NIM G

4

5 i ABSTRAK ARISAL BAGUS AFANDI. Karakteristik Radiasi Matahari Pertanaman Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela). Dibimbing oleh TANIA JUNE. Radiasi matahari merupakan komponen utama yang berperan dalam pembentukan iklim mikro terhadap pertumbuhan tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini bertujnuan untuk menganalisis karakteristik radiasi matahari dan menentukan kesesuaian tanaman sela. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit wilayah Bogor dan Jambi yang meliputi pengukuran radiasi, suhu (meliputi suhu udara dan suhu permukaan), kelembaban udara dan nitrogen daun. Pengukuran radiasi dilakukan dengan metode triangular. Berdasarkan distribusi radiasi pada kanopi kelapa sawit 10 tahun, radiasi yang ditransmisikan cenderung menurun secara logaritmik. Profil nitrogen menunjukkan komposisi yang sama di setiap kanopinya. Kelapa sawit yang semakin tua menyebabkan LAI dan NDVI meningkat, begitu juga dengan intersepsi radiasi. Suhu udara dan suhu permukaan dibawah kanopi kelapa sawit 10 tahun lebih rendah dibandingkan dengan kelapa sawit 2 dan 4 tahun. Beberapa tanaman sela yang direkomendasikan pada perkebunan kelapa sawit muda adalah jagung, padi gogo, kacang tanah, kedelai, kapas, jahe, ubi jalar, sorgum, nanas, dan bawang merah sedangkan tanaman sela yang dapat diterapkan pada perkebunan kelapa sawit 10 tahun adalah rumput-rumputan dan leguminosa. Kata kunci: LAI, intersepsi radiasi, kanopi, NDVI, nitrogen ABSTRACT ARISAL BAGUS AFANDI. Characteristic of Short Wave Radiation within Oil Palm Canopy (Its implication to Micro-climateand Intercrop Potency). Supervised by TANIA JUNE. Solar radiation is the main components that used in micro-climate to support a plant growth. This research aims to analyze the characteristic of solar radiation and to determine the compability of plants that can be applied in intercropping system. The research conducted at oil palm plantations in Bogor and Jambi included the measurements of radiation, air and surface temperatures, relative humidity and leaf nitrogen. Triangular method used for radiation measurement. Based on radiation distribution inside 10 years old oil palm canopy, transmitted radiation tend to decline logarithmically. Nitrogen profile shows a same trend composition in every layer of canopy. As oil palm getting older, LAI and NDVI increased, so as radiation interception. Air and surface Temperatures under 10 years old oil palm canopy are much lower compared to the young oil palm. There are many plants recommended for intercropping system in young oil palm plantations such as corn, gogo paddy, peanut, soybean, cotton plant, ginger, sweet potato, sorghum, pineapple, and red onion, nevertheless plants can be applied in 10 years old oil palm plantations are grasses and legumes. Keywords: canopy, LAI, NDVI, nitrogen, radiation interception

6

7 i KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela) ARISAL BAGUS AFANDI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

8

9 i Judul Skripsi : KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela) Nama : Arisal Bagus Afandi NIM : G Disetujui oleh Pembimbing Dr. Ir. Tania June M.Sc. NIP Diketahui oleh Ketua Departemen Dr. Ir. Tania June M.Sc. NIP Tanggal Lulus:

10 ii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah agrometeorologi bidang iklim mikro, dengan judul Karakteristik Radiasi Matahari Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela). Ucapan terimakasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Dr. Tania June M.Sc sebagai dosen pembimbing yang bersedia memberi arahan dan koreksi dalam penulisan ini. Terima kasih kepada PTPN VIII yang telah bekerjasama dalam penyediaan tempat penelitian. Kepada BOPTN 2013 dan CRC 990 atas kerjasamanya. Kepada Bapak Nandar selaku teknisi BALITKLIMAT dan Bapak Nandang selaku staf Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB dalam penyediaan dan pemasangan alat instrumentasi meteorologi. Teman teman departemen GFM angkatan 47 dan angkatan 48, dan Bojester 47 yang selalu memberikan motivasi dan inspirasinya selama kuliah bersama di IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini dapat digunakan dan bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Arisal Bagus Afandi

11 i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 METODOLOGI 2 Waktu dan Lokasi Penelitian 2 Bahan dan Alat Penelitian 2 Prosedur Penelitian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Radiasi Matahari Kelapa Sawit 9 Efek Radiasi Terhadap Iklim Mikro 14 NDVI dan LAI 17 Jenis Tanaman Sela pada Perkebunan Kelapa Sawit 19 KESIMPULAN DAN SARAN 21 Kesimpulan 21 Saran 22 DAFTAR PUSTAKA 22 LAMPIRAN 25

12 ii DAFTAR TABEL 1. Hasil kalibrasi sensor fotodioda Kemampuan intersepsi radiasi oleh kanopi kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun Perbandingan suhu (udara dan permukaan) pada dua perlakuan (bawah kanopi dan luar kanopi) kelapa sawit pada umur 2, 4, dan 10 tahun Perbedaan suhu permukaan tanah kelapa sawit muda di luar kanopi pada dua perlakuan Perbandingan nilai NDVI terhadap LAI tanaman kelapa sawit Perbandingan kondisi iklim mikro (kelapa sawit 4 dan 10 tahun) bagi pertumbuhan tanaman sela Kebutuhan radiasi masing-masing tanaman sela

13 iii DAFTAR GAMBAR 1. Sensor fotodioda (kiri) dan Li-Cor Pyranometer Sensor (kanan) untuk pengukuran radiasi. Sumber: Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu minitower [a]; humidity meter [b]; infrared thermometer [c]; dan pengukur nitrogen daun [d] Kalibrasi sensor fotodioda (sumbu y) terhadap sensor Licor Pyranometer (sumbu x) Pengukuran radiasi dibawah kanopi dengan menggunakan triangular method pada tanaman kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun (Gambar kiri) dan pengukuran radiasi pada kelapa sawit muda ( 4 tahun) (Gambar kanan) Pemasangan sensor radiasi matahari, kelembaban udara, suhu dengan menggunakan mini tower pada tanaman kelapa sawit umur 10 tahun (tinggi kanopi 10.5 meter). Pengukuran nitrogen dilakukan pada kanopi atas, tengah dan bawah Intersepsi radiasi tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun Profil PAR diberbagai kondisi tutupan kanopi tanaman kelapa sawit umur 10 tahun pada tanggal 22 Agustus Agustus Persentase intersepsi PAR dari seluruh lapisan kanopi tanaman kelapa sawit umur 10 tahun Distribusi vertikal radiasi matahari dan komposisi nitrogen tanaman kelapa sawit Komposisi nitrogen daun kelapa sawit di wilayah Jambi pada berbagai umur (pengukuran dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Emal, Sarolangun, Jambi, CRC990) Penampang atas dan pertumbuhan daun pada kanopi kelapa sawit Profil suhu udara (atas dan bawah kanopi) dan suhu permukaan tanah kelapa sawit umur 10 tahun Profil kelembaban relatif (RH) kelapa sawit umur 10 tahun Suhu optimum jenis tanaman sela yang direkomendasikan pada perkebunan kelapa sawit muda umur 4 tahun

14 iv DAFTAR LAMPIRAN 1. Diagram alir penelitian Pengukuran radiasi di berbagai ketinggian pada kelapa sawit umur 10 tahun Data pengukuran suhu dan kelembaban (RH) kelapa sawit 10 tahun Uji beda nyata beberapa data pada tingkat kepercayaan 95% Peta sebaran NDVI daerah pengamatan pada beberapa tahun Perhitungan radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit umur 4 tahun Dokumentasi penelitian... 35

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang saat ini menjadi perhatian utama dan unggulan pemerintah dalam meningkatkan devisanya. Luas area total dan produksi CPO terus meningkat sejak tahun 2000, khususnya di wilayah Sumatera Utara dengan luas sebesar Ha (BPS dalam Tarigan dan Sipayung 2011). Perannya yang cenderung meningkat di sektor pertanian dari tahun ke tahun membuat para pelaku industri perkebunan kelapa sawit semakin berkembang hingga tahun 2009 (Tarigan dan Sipayung 2011). Kondisi demikian menyebabkan kemajuan budidaya kelapa sawit dalam bentuk perkebunan besar swasta maupun pemerintah. Peningkatan produktivitas lahan perkebunan kelapa sawit mulai banyak diterapkan, salah satunya dengan budidaya tanaman sela. Penerapan tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit ini berperan sebagai upaya efisiensi lahan dalam menjaga kualitas dan kesuburan lahan perkebunan. Beberapa contoh jenis tanaman sela yang pernah dibudidayakan adalah tanaman setahun (Purba et al 1998 dan Mahmud 1998). Namun, tidak semua jenis tanaman sela dapat dikembangkan diantara pertanaman kelapa sawit. Pada masa tanaman menghasilkan budidaya tanaman sela harus memperhatikan faktor-faktor internal yang sangat mempengaruhi fase pertumbuhan tanaman. Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penerapan sistem penanaman tanaman sela yaitu kondisi iklim mikro di antara tanaman kelapa sawit (Erhabor dan Filson 1999). Karakteristik radiasi matahari memiliki keterkaitan dengan berbagai komponen suatu tanaman. Penyerapan radiasi matahari oleh kanopi kelapa sawit menentukan komposisi nitrogen daun. Komposisi nitrogen daun ditentukan oleh posisi kanopi. Selain itu, proporsi penyerapan radiasi dalam bentuk PAR saling berkaitan terhadap struktur kanopi yang ditunjukkan oleh nilai indeks luas daun (LAI). Bentuk tajuk tanaman menjadi tolak ukur besarnya intersepsi radiasi pada suatu tanaman. Intersepsi PAR juga menunjukkan adanya vegetasi di tempat tersebut, sehingga analisis keadaan vegetasi akan menjadi salah satu parameter ekologi yang penting. Suwarsono et al (2011) membuktikan bahwa pengukuran LAI mempunyai korelasi yang baik terhadap NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Pernyataan ini juga didukung oleh Wang et al (2005) yang mengkaji tentang hubungan antara NDVI dan LAI pada kawasan hutan dengan vegetasi yang menggugurkan daunnya saat musim tertentu (deciduous forest). Law dan Waring (1994) membuktikan bahwa terdapat kaitan secara linear antara besarnya indeks vegetasi dengan nilai indeks luas daun pada suatu tanaman. Besarnya radiasi yang ditransmisikan memiliki korelasi lebih dari 0.89 terhadap indeks luas daun dengan proyeksi kanopi secara horizontal (Campbell dan Norman 1989 dalam Lunagaria dan Syekh 2006). Hubungan antara indeks vegetasi (NDVI) dengan indeks luas daun (LAI) juga pernah dilakukan oleh Zein (2009) untuk mengetahui besarnya penyerapan radiasi oleh kanopi kelapa sawit. Analisis karakteristik radiasi matahari pada kelapa sawit dilakukan untuk menentukan kesesuaian tanaman sela. Radiasi matahari merupakan sumber energi utama yang digunakan pada proses fotosintesis dalam pembentukan karbohidrat.

16 2 Radiasi matahari yang dimanfaatkan oleh tanaman memiliki panjang gelombang (400 sampai 700 nm) dikenal dengan sinar PAR (Photosynthetically Active Radiation). Pancaran energi radiasi matahari yang diserap dan ditransmisikan oleh kanopi menjadi faktor utama dalam mengendalikan kondisi iklim mikro. Jumlah radiasi yang dilewatkan oleh kanopi akan menentukan kesesuaian tanaman sela yang mungkin dapat ditanam. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya : 1. Memperoleh pola intersepsi radiasi dan distribusi vertikal radiasi matahari pada tanaman kelapa sawit serta implikasinya terhadap jumlah radiasi yang sampai di bawah kanopi, iklim mikro dan komposisi nitrogen. 2. Meduga indeks luas daun berdasarkan koefisien pemadaman dan intersepsi radiasi menggunakan hukum Beer Lambert. 3. Membuktikan keterkaitan antara indeks luas daun dengan nilai indeks vegetasi yang dihasilkan melalui citra satelit. 4. Menerangkan hubungan antara intersepsi dan distribusi radiasi dengan suhu terhadap kesesuaian tanaman sela. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2013 hingga bulan September 2013 meliputi pemasangan alat dan pengukuran. Lokasi penelitian dilakukan di PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII provinsi Jawa Barat unit bisnis I wilayah Cimulang untuk tanaman kelapa sawit 8 tahun dan 10 tahun, wilayah Cipatat untuk tanaman kelapa sawit umur 4 tahun dan Desa Pompa Air, Jambi pada tanaman berumur 2 tahun. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam analisis data satelit adalah citra satelit Landsat TM 5+ band 4 dan band 3 tahun 2006, 2009 dan 2013, data pengukuran suhu tanah, suhu udara dan komposisi nitrogen di wilayah Jambi. Data pengamatan unsur iklim di wilayah Cimulang dan Cipatat diperoleh dengan mengukur secara langsung menggunakan beberapa alat instrumentasi (Gambar 1 dan Gambar 2). Alat instrumentasi (sensor suhu, kelembaban dan radiasi) dipasang pada sebuah mini tower dengan ketinggian 13 meter. Data pengukuran yang didapatkan dari mini tower meliputi data radiasi dan data iklim penunjang seperti kelembaban dan suhu udara. Beberapa perangkat pengukuran yang terpasang di minitower meliputi sensor radiasi (Li-Cor Pyranometer Sensor), sensor fotodioda dan Pyranometer untuk mengukur radiasi, Logger sebagai alat penyimpanan data,

17 3 sensor suhu dan sensor kelembaban. Sedangkan alat instrument yang digunakan untuk mengukur unsur ikllim di bawah kanopi (mobile) meliputi sensor fotodiodauntuk pengukuran radiasi, infrared thermometer KW untuk suhu permukaan dan humidity meter Krisbow KW sebagai pengukur kelembaban udara dibawah kanopi. Data yang diperoleh diolah dengan perangkat komputer dengan software ER MAPPER, ArcMap 10 dan Microsoft office. Gambar 1 Sensor fotodioda (kiri) dan Li-Cor Pyranometer Sensor (kanan) untuk pengukuran radiasi. Sumber: [b] [c] [a] Gambar 2 Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu minitower [a]; humidity meter [b]; infrared thermometer [c]; dan pengukur nitrogen daun [d]. [d] Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengukuran secara langsung yang meliputi pengukuran radiasi, suhu (meliputi suhu udara dan suhu permukaan), kelembaban udara dan nitrogen daun. Data hasil pengamatan langsung kemudian dianalisis oleh data pendukung berupa data citra satelit untuk mengetahui hubungan dari kedua komponen tersebut. Analisis juga dilakukan dengan menggunakan hasil pengamatan yang pernah dilakukan sebelumnya (nitrogen daun) di wilayah PT. Emal, Sarolangun, Jambi sebagai data tambahan agar hasil analisis lebih akurat.

18 4 Kalibrasi alat dan konversi radiasi Kalibrasi alat instrumentasi dilakukan pada solarimeter dengan sensor fotodioda yang berguna untuk mengukur besarnya radiasi matahari. Kalibrasi solarimeter ini mengacu pada nilai radiasi yang dihasilkan oleh Li-Cor Pyranometer Sensor yang sudah terstandarisasi oleh BALITKLIMAT. Kedua alat instrumentasi tersebut memiliki sensor yang sama dengan prinsip kerja menangkap energi berupa cahaya. Proses kalibrasi dilakukan selama 4 hari mulai 13 Agustus 2013 sampai 16 Agustus 2013 di rumah kaca BALITKLIMAT. Data pengukuran radiasi dari seluruh sensor diukur secara bersama sama setiap 10 menit dengan menggunakan Logger sebagai media penyimpanan data. Setelah didapatkan hasil pengukuran, diketahui hubungan antara Li-Cor Pyranometer Sensor (BALITKLIMAT) dengan seluruh sensor fotodioda dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi secara logaritmik. Bentuk umum model persamaan regresi logaritmik adalah : y = a ln (x) + b...(1) dengan :y : Nilai radiasi solarimeter dengan sensor fotodioda x : Nilai radiasi Li-Cor Pyranometer Sensor (BALITKLIMAT) a, b : Konstanta Beberapa bentuk persamaan yang diperoleh untuk setiap sensor ditunjukkan pada Gambar 3 dengan persamaan pada Tabel 1. Gambar 3 Kalibrasi sensor fotodioda (sumbu y) terhadap sensor Licor Pyranometer (sumbu x).

19 5 Tabel 1 Hasil kalibrasi sensor fotodioda Sensor Letak pada minitower Persamaan Sensor 1 2 meter y = ln (x) Sensor 2 6 meter y = ln (x) Sensor meter y = ln (x) Sensor 4 8 meter y = ln (x) Sensor 5 9 meter y = ln (x) Setelah mendapatkan nilai radiasi, nilai PAR (Photosynthetically Active Radiation) dapat diduga dengan melakukan konversi dari nilai radiasi menggunakan persamaan sebagai berikut (June 2002) : PAR = ( ) / (2) dengan : Radiasi (watt/m 2 ) PAR (Photosynthetically Active Radiation) (µmol/m 2.s 1 ) Nilai PAR digunakan untk mengetahui besarnya radiasi yang dimanfaatkan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis. Sampling dan pengambilan data Data pengukuran lapang merupakan data yang diperoleh berdasarkan titik sampling yang telah ditentukan. Titik sampling ini dijadikan sebagai acuan nilai sebaran untuk wilayah pengamatan dengan asumsi bahwa seluruh wilayah pengamatan memiliki kondisi tutupan kanopi yang sama di setiap umurnya. Syarat dalam penentuan titik pengamatan merupakan kanopi dengan persentase tutupan diatas 80%. Penentuan persentase ini dilakukan secara subyektif dengan cara visual yaitu menggunakan kamera digital yang dibidikkan tegak lurus ke atas sehingga terlihat kondisi tutupan kanopinya. Penelitian dilakukan pada tanaman kelapa sawit di berbagai umur. Perbedaan umur digunakan untuk mengetahui peningkatan intersepsi radiasi hingga fase pertumbuhan maksimal tanaman kelapa sawit pada umur 10 tahun dengan jarak tanam yang sama (9x9 meter). Pengukuran radiasi dibawah kanopi dilakukan dengan menggunakan triangular method yang umum digunakan pada tanaman kelapa sawit (Awal et al 2005). Distribusi radiasi kelapa sawit diukur radiasinya pada tanaman kelapa sawit umur 10 tahun. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penyerapan radiasi oleh kanopi (radiasi intersepsi) disetiap bagian kanopi dari yang teratas hingga kanopi terbawah. Distribusi radiasi diukur di enam ketinggian yang berbeda, yaitu pada ketinggian 2 meter, 6 meter, 7,6 meter, 8 meter, 9 meter dan 13 meter yang termasuk radiasi global. Profil distribusi radiasi diukur dengan menggunakan solarimeter fotodioda yang telah dikonversi oleh solarimeter Li-Cor (standar BALITKLIMAT). Sedangkan pengukuran radiasi global atau radiasi yang datang diatas kanopi diukur dengan menggunakan Li-Cor Pyranometer Sensor. Pengukuran data iklim pendukung yang meliputi kelembaban udara, suhu udara dibawah kanopi, suhu udara diatas kanopi dan suhu tanah juga dilakukan di

20 6 tempat dan waktu yang sama. Seluruh pengukuran dilakukan mulai jam 8 pagi hingga jam 6 sore setiap satu jam sekali. Gambar 4 Pengukuran radiasi dibawah kanopi dengan menggunakan triangular method pada tanaman kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun (kiri) dan pengukuran radiasi pada kelapa sawit muda ( 4 tahun) (kanan) (Awal et al 2005). Gambar 5 Pemasangan sensor radiasi matahari, kelembaban udara, suhu dengan menggunakan mini tower pada tanaman kelapa sawit umur 10 tahun (tinggi kanopi 10.5 meter). Pengukuran nitrogen dilakukan pada kanopi atas, tengah, dan bawah. Hasil pengukuran dianalisis dengan melihat hubungan antara komponen radiasi matahari (intersepsi radiasi) dengan waktu selama satu hari. Pengukuran dengan menggunakan mini tower (Gambar 5) dimanfaatkan untuk melihat distribusi vertikal radiasi matahari sehingga dapat ditentukan seberapa besar kontribusi radiasi terhadap kondisi iklim mikro di bawah kanopi. Peranan radiasi juga digunakan untuk melihat kesesuaian tanaman sela yang direkomendasikan berdasarkan karakter iklim mikronya. Untuk mengetahui kontribusi radiasi terhadap pertumbuhan kelapa sawit, pengukuran komposisi nitrogen dilakukan di beberapa lapisan kanopi. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat pengukur nitrogen. Daun

21 7 diletakkan di antara sensor dengan cara dijepitkan ke alat pengukur. Hasil pengukuran kemudian dikalibrasi dengan komposisi nitrogen yang telah diuji di laboratorium SEAMEO BIOTROP dengan persamaan: Y = X.. (3) Dengan : Y : Nitrogen (mmol/gram) X : Nitrogen hasil observasi Persamaan diatas memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.80 dan tingkat kesalahan (error) Pendugaan LAI Dari hasil pengukuran didapatkan instersepsi radiasi (bawah kanopi) dan radiasi global (atas kanopi) pada tanaman kelapa sawit umur 4, 8, dan 10 tahun. Dengan menggunakan nilai koefisien pemadaman yang telah diketahui pada ketiga umur tersebut, nilai LAI dapat diduga menggunakan persamaan hukum Beer-Lambert (Larcher 1983 dalam Law dan Waring 1994): k = - ln (I/I o )/ LAI....(4) LAI = [ ( ) ( ) ]....(5) dengan : I I o k LAI : Radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi : Radiasi di permukaan kanopi : Koefisien pemadaman : Leaf Area Index (Indeks Luas Daun) Nilai Io merupakan radiasi yang sampai diatas kanopi atau dikatakan sebagai radiasi global. Sedangkan I adalah radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi tanaman, nilai ini diperoleh berdasarkan pengukuran radiasi di bawah seluruh lapisan kanopi kelapa sawit. Nilai koefisien pemadaman merupakan parameter yang menunjukkan efisiensi distribusi radiasi di dalam kanopi tanaman. Nilai koefisien pemadaman pada kelapa sawit umur 4 adalah 0.3 sedangkan koefisien pemadaman kelapa sawit 8 dan 10 tahun adalah 0.47 (Gerritsma 1998). Pengolahan awal citra satelit a. Penggabungan citra Pengolahan citra satelit dalam analisis lebih lanjut memerlukan proses penggabungan citra dengan software ER MAPPER. Penggabungan citra dilakukan karena data citra terbagi berdasarkan panjang gelombangnya (wavelength band) dengan resolusi spasial yang terkadang berbeda. Penggabungan citra juga bertujuan untuk mengkombinasikan informasi spasial yang lebih tinggi dalam satu

22 8 band dengan informasi spektral yang lebih tinggi pada dataset lain (spectral enhancement). Citra satelit dapat digunakan sebagai citra komposit (citra gabungan) dengan menggabungkan beberapa band citra sehingga diperoleh resolusi yang baik dan mempermudah proses analisis lebih lanjut. b. Koreksi geometrik Sebelum data citra dapat diolah, sistem proyeksi atau koordinat peta harus disesuaikan terlebih dahulu. Langkah ini sebagai upaya memperbaiki citra dari pengaruh kelengkungan bumi dan gerakan muka bumi dengan cara menyesuaikannya dengan koordinat bumi (memposisikan letak lintang dan bujur), sehingga dapat diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat peta dunia. Koreksi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan titik control atau dikenal dengan Ground Control Point (GCP) sebagai acuan dalam menentukan koordinat. Titik kontrol yang digunakan merupakan sebuah objek yang bersifat permanen seperti percabangan sungai, persilangan jalan atau objek yang lain. c. Cropping Cropping atau pemotongan citra dilakukan pada lokasi-lokasi yang dijadikan tempat penelitian. Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan daerah yang representative sebagai daerah penelitian agar lebih efisien dalam proses analisis. Selain itu, pemotongan citra juga bertujuan untuk menghemat ukuran penyimpanan pada perangkat komputer. Proses cropping dilakukan dengan menggunakan software ArcMap 10. Perhitungan NDVI Penentuan kerapatan vegetasi dihitung melalui NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Nilai NIDVI diidentifikasi di wilayah perkebunan kelapa sawit Cimulang dengan menggunakan citra satelit tahun 2006, 2009, dan Nilai NDVI diperoleh dengan persamaan berikut (Jensen 1998) :.....(6) Perhitungan NDVI menggunakan beberapa channel atau saluran dari citralandsat TM 5+ yaitu band 4 yang lebih dikenal dengan nama saluran inframerah dekat (Near Infra red), serta band 3 yang lebih dikenal dengan saluran merah (Red). Band 4 adalah besarnya nilai reflektansinar infra merah yang bersifat menyerap spektrum gelombang datang dari tanaman (proses fotosintesis) dan band 3 adalah besarnya nilai reflektansi sinar merah bersifat memantulkan (merefleksikan) gelombang/sinar yang datang dari tanaman. Menurut Swain (1978), kedua saluran ini jika digunakan untuk identifikasi vegetasi memiliki respon spektral yang tinggi.

23 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Radiasi Matahari Kelapa Sawit Intersepsi Radiasi Hasil pengamatan radiasi matahari yang sampai di atas dan di bawah kanopi terlihat pada Tabel 2. Ketika proses fotosintesis berlangsung pada pagi hari, intensitas radiasi dibawah kanopi baik pada umur 2, 4, 8, dan 10 tahun berada diatas 50 watt/m 2. Hasil tersebut menunjukkan persentase radiasi yang ditransmisikan oleh tajuk kanopi tertinggi dialami oleh kelapa sawit muda umur 2 tahun dan 4 tahun berturut turut sekitar 30% dan 42%, sedangkan radiasi yang ditransmisikan pada kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun sebesar 14% dari radiasi yang datang. Penelitian oleh Gerritsma (1988) menunjukkan bahwa radiasi yang ditransmisikan oleh tajuk kelapa sawit hanya sebesar 11% hingga 17% ketika berumur 9 sampai 11 tahun. Kelapa sawit memiliki tingkat penyerapan radiasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis palma lainnya mengingat bentuk daun kelapa sawit lebih lebat. Adanya energi di bawah kanopi ini dimanfaatkan untuk proses evaporasi serta pemanasan permukaan maupun diatas permukaan sehingga berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro. Tabel 2 Kemampuan intersepsi radiasi oleh kanopi kelapa sawit umur 2, 4,8 dan 10 tahun Umur Radiasi global (atas kanopi) Radiasi (watt/m 2 ) Radiasi transmisi (bawah kanopi) Intersepsi 2 tahun tahun tahun tahun Radiasi matahari yang tertahan oleh kanopi akanmemberikan masukan energi utama bagi tanaman dalam mendukung proses transpirasi maupun pertukaran panas dengan lingkungannya. Besarnya radiasi yang diintersepsi suatu tanaman ditentukan oleh karakteristik tajuk atau kanopinya. Persentase intersepsi radiasi pada tanaman kelapa sawit yang berumur 4, 8, dan 10 tahun dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai ini diperoleh dengan melihat hubungan antara radiasi global dengan radiasi yang ditransmisikan di bawah kanopi. Persentase intersepsi dapat dihitung melalui persamaan (Monteith 1970 dalam Irianto 2002): Ir = ( ).(7) Dengan : Ir = Intersepsi radiasi (dalam %) Perhitungan intersepsi pada tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun dilakukan untuk mengetahui perbandingan intersepsi radiasi pada kelapa sawit. Berdasarkan pada Gambar 6 diperoleh suatu hubungan antara besarnya intersepsi

24 10 dengan umur tanaman kelapa sawit. Kemampuan intersepsi kanopi kelapa sawit akan meningkat seiring bertambahnya umur secara eksponensial (Gerritsma 1998). Namun, hal ini hanya berlaku untuk tanaman kelapa sawit muda hingga mencapai pertumbuhan maksimal. Intersepsi kelapa sawit pada tanaman setelah umur 8 tahun akan cenderung stabil ketika berada di usia produktif. Kondisi tersebut menunjukkan persentase intersepsi kelapa sawit mencapai maksimal ketika kanopi yang terbentuk tertutup rapat % 86.03% 68.55% 55.78% Gambar 6 Intersepsi radiasi tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun. Kesamaan hasil intersepsi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun juga dibuktikan dengan uji beda nyata. Hasil diperoleh dengan nilai P-Value sebesar 0.58 jauh lebih besar dari taraf nyata (α ) Jika P-Value lebih besar dibandingkan taraf nyata (α ), disimpulkan bahwa data tidak mendukung untuk menolak hipotesis nol (Mattjik 2006). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kedua data intersepsi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun tidak berbeda nyata. Artinya, tanaman kelapa sawit 8 tahun dan 10 tahun memiliki tingkat intersepsi yang sama. Profil PAR (Photosynthetically Active Radiation) Radiasi matahari merupakan komponen energi utama dalam menjalankan proses fotosintesis pada tanaman. Namun, tanaman tidak dapat memanfaatkan semua pancaran radiasi matahari yang masuk ke bumi. Radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman memiliki panjang gelombang nm. Bagian radiasi inilah yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis dan dikenal dengan istilah PAR (Photosynthetically Active Radiation). Nilai PAR yang didapatkan merupakan asumsi bahwa sebesar 50% pancaran radiasi matahari merupakan bagian dari PAR. Sebaran nilai PAR memiliki fluktuasi yang sama dengan besarnya radiasi yang diterima. Perbandingan nilai PAR tanaman kelapa sawit umur 10 tahun di setiap jenis tutupan kanopi dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai PAR yang diterima di atas kanopi mencapai nilai maksimal ketika siang hari pukul dengan rata rata di atas 1000 µmol/m 2.s 1. Setelah mencapai nilai maksimal, nilai PAR di atas kanopi menurun hingga 150 µmol/m 2.s 1 pada pukul PAR di atas kanopi mengalami penurunan lebih drastis dibandingkan peningkatannya pada pagi hari, sehingga PAR pada sore hari lebih rendah dari pada PAR saat pagi hari. Hal ini

25 PAR (µmol/m 2.s 1 ) 11 ditunjukkan oleh grafik scatter plot (Gambar 7) warna biru dengan variasi nilai PAR tertinggi dibandingkan yang lain Waktu Atas kanopi (13 m) Bawah kanopi (2 m) kanopi terbuka (9 m) Kanopi tertutup (6 m) Gambar 7 Profil PAR diberbagai kondisi tutupan kanopi tanaman kelapa sawit umur 10 tahun pada tanggal 22 Agustus Agustus Profil PAR pada tutupan kanopi terbuka memiliki pola yang hampir sama dengan PAR di atas kanopi, namun memiliki nilai yang lebih kecil. PAR pada tutupan kanopi terbuka ditunjukkan oleh grafik scatter plot warna kuning. Nilai PAR tutupan kanopi terbuka mencapai nilai maksimal sebesar 945 µmol/m 2.s 1 yang terjadi pada pukul dan nilai terendah terjadi pukul sebesar 40 µmol/m 2.s 1. Pada kanopi tertutup, PAR yang ditransmisikan berkisar antara 100 µmol/m 2.s 1 hingga 400 µmol/m 2.s 1. Namun, pada pukul nilai PAR kanopi tertutup yang ditunjukkan oleh grafik scatter plot warna hijau berada diatas 600 µmol/m 2.s 1 selama pengamatan. Kondisi ini dipengaruhi oleh posisi tutupan kanopi kelapa sawit yang tidak memberikan pengaruh terhadap sinar matahari yang datang pada pukul 9.00, sehingga sensor selalu menerima cahaya secara langsung yang melewati celah celah kanopi. Nilai PAR dibawah kanopi yang dihasilkan mulai pagi hingga sore tidak jauh berbeda setiap harinya.par yang ditransmisikan dibawah kanopi berkisar antara 40 µmol/m 2.s 1 pada sore hari hingga mencapai nilai maksimal pada siang hari sebesar 205 µmol/m 2.s 1. Hasil menunjukkan bahwa PAR terbesar diterima di atas kanopi dan sebaran PAR terkecil terdapat di bawah kanopi. Total PAR yang diintersepsi oleh seluruh lapisan kanopi ditunjukkan pada Gambar 8. PAR yang diintersepsi oleh kanopi kelapa sawit pada fase tanaman menghasilkan ini tergolong tinggi dengan nilai rata rata 86.16%. Intersepsi PAR pada pagi hari hingga siang hari pukul cenderung stabil. Intersepsi PAR mengalami sedikit penurunan mulai pukul hingga pukul Meskipun demikian, variasi intersepsi PAR mulai pagi hari hingga sore hari sangat kecil. Persentase intersepsi PAR tertinggi terjadi pada saat pukul sebesar 90%. Sedangkan persentase PAR terendah terjadi pada pukul sebesar 74%.

26 Persentase (%) Waktu Gambar 8 Persentase intersepsi PAR dari seluruh lapisan kanopi tanaman kelapa sawit umur 10 tahun. Struktur kanopi kelapa sawit memiliki pengaruh terhadap besarnya PAR yang diintersepsi. Hal ini dilihat dari posisi kedudukan kanopi kelapa sawit yang tersebar secara horizontal dan vertikal. Posisi kanopi kelapa sawit secara horizontal menyebabkan terjadi intersepsi dari pagi hingga sore hari sedangkan posisi kedudukan kanopi secara vertikal membantu meningkatkan intersepsi pada pagi dan sore hari ketika radiasi datang tidak sebesar pada siang hari (June 2000). Kondisi demikian menyebabkan intersepsi PAR tanaman kelapa sawit tidak jauh berbeda sepanjang hari. Distribusi Vertikal Radiasi Matahari Pengukuran distribusi vertikal radiasi matahari dilakukan pada kelapa sawit yang berumur 10 tahun. Kelapa sawit pada umur 10 tahun merupakan masa mendekati pertumbuhan maksimal (Luskin dan Potts 2011). Pengukuran radiasi dibagi menjadi beberapa ketinggian, yaitu radiasi global diukur pada ketinggian 13 meter, intersepsi radiasi oleh kanopi diukur diketinggian 9 meter, 8 meter, 7.6 meter dan 6 meter. Radiasi yang diterima dibawah kanopi diukur pada ketinggian 2 meter. Pola sebaran radiasi matahari diukur pada saat siang hari dimana nilai radiasi global yang diterima mencapai maksimal. Nitrogen (mmol/gram) Tinggi (meter) Radiasi (watt/m 2 ) Nitrogen Radiasi Gambar 9 Distribusi vertikal radiasi matahari dan komposisi nitrogen tanaman kelapa sawit.

27 Nitrogen (mmol/gram) 13 Distribusivertikal radiasi matahari pada tanaman kelapa sawit menunjukkan besarnya kontribusi tajuk tanaman dalam menahan energi radiasi matahari (Gambar 9). Setiap lapisan kanopi kelapa sawit memiliki peran terhadap intersepsi radiasi matahari. Kanopi lapisan atas (kanopi diatas 9 meter) mampu menahan radiasi yang datang sebesar 197 Watt/m 2. Kanopi dibagian tengah dengan tinggi kanopi 7.6 hingga 8 meter menahan radiasi sebesar 138 Watt/m 2. Nilai radiasi yang diterima oleh kanopi bagian bawah di ketinggian 6 hingga 7.6 meter dapat menyerap radiasi sebesar 31 Watt/m 2. Kondisi tersebut menyebabkan proporsi radiasi yang ditransmisikan di bawah kanopi sebesar 14% dari radiasi yang diterima di atas tajuk Atas kanopi Tengah kanopi Bawah kanopi 18 tahun 13 tahun 4 tahun 2 tahun 1 tahun Gambar 10 Komposisi nitrogen daun kelapa sawit di wilayah Jambi pada berbagai umur (pengukuran dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Emal, Sarolangun, Jambi, CRC990). Gambar 11 Penampang atas dan pertumbuhan daun pada kanopi kelapa sawit (Fairhust dan Rankine 2001). Setiap tumbuhan memiliki perbedaan bentuk kanopi sehingga akan berpengaruh terhadap energi dari radiasi yang dimanfaatkan ketika proses fotosintesis berlangsung. Besarnya radiasi yang ditahan oleh kanopi menjadi faktor utama dalam mengendalikan tingkah laku sistem tanaman salah satunya ditunjukkan oleh komposisi nitrogen pada daun. Nitrogen adalah salah satu unsur

28 14 yang dibutuhkan oleh tanaman sebagai nutrien. Komposisi nitrogen ini juga ditentukan oleh besarnya luas area daun disetiap lapisan kanopi (June 2002). Pada Gambar 9 diketahui sebaran komposisi nitrogen tanaman kelapa sawit disetiap lapisan kanopinya. Komposisi nitrogen daun di ketiga lapisan kanopi (atas, tengah dan bawah kanopi) memiliki nilai yang hampir sama. Hasil pengamatan distribusi komposisi nitrogen daun di PT EMAL Jambi juga memiliki pola yang sama (Gambar 10). Kondisi ini disebabkan oleh kemampuan lapisan daun dalam memanfaatkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Kanopi kelapa sawit tersusun dengan bentuk spiral (Gambar 11) sehingga kanopi di bagian tengah maupun bawah dapat menerima cahaya secara langsung. Proporsi komposisi nitrogen disebabkan oleh kandungan nitrogen dalam fotosintesis berhubungan dengan enzim yang berperan mereduksi CO 2 menjadi karbohidrat (ribulose 1.5-bisphosphate carboxylase) (Sinclair 1991 dalam Sitompul 2002), selain itu nitrogen juga berperan dalam pembentukan klorofil (June 2002). Penelitian Gerritsma (1998) menunjukkan unsur penyusun dalam proses fotosintesis (termasuk nitrogen) memiliki komposisi yang cenderung sama ketika kanopi menyerap PAR diatas 400 µmol/m 2.s 1. Hasil ini menunjukkan hubungan antara kandungan nitrogen terhadap radiasi matahari dapat dilihat dari seberapa besar unsur nitrogen yang dimanfaatkan dalam proses fotosintesis kelapa sawit. Efek Radiasi Terhadap Iklim Mikro Suhu Udara dan Suhu Permukaan Suhu yang terukur merupakan data hasil pengukuran pada mini tower di kebun Cimulang untuk kelapa sawit umur 10 tahun dan di kebun Cipatat untuk kelapa sawit umur 4 tahun serta pengukuran di wilayah Jambi pada kelapa sawit umur 2 tahun. Hasil pengukuran meliputi suhu udara dan suhu permukaan (tanah) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perbandingan suhu (udara dan permukaan) pada dua perlakuan (bawah kanopi dan luar kanopi) kelapa sawit pada umur 2, 4, dan 10 tahun Umur Suhu udara ( o C) Suhu permukaan (tanah) ( o C) Bawah kanopi Luar kanopi Selisih Bawah kanopi Luar kanopi Selisih 2 tahun * * tahun tahun * 44.7 * 13.1 *Pengukuran di wilayah Jambi Suhu merupakan salah satu unsur penting yang dipengaruhi oleh radiasi dalam pembentukan iklim mikro. Besarnya persentase radiasi yang ditahan oleh tajuk kanopi mempengaruhi pembentukan suhu udara dan suhu permukaan di bawah kanopi. Tabel 3 menunjukan bahwa suhu udara di bawah kanopi lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu udara di atas kanopi, namun pengaruh tutupan kanopi kelapa sawit muda (4 tahun) tidak sebaik pengaruh tutupan kanopi

29 15 kelapa sawit umur 10 tahun. Suhu udara di bawah kanopi kelapa sawit umur 4 tahun mengalami penurunan suhu sebesar 3.4% dari suhu di atas kanopi, sedangkan kelapa sawit umur 10 tahun memberikan penurunan suhu sebesar 4.4% dari suhu udara di atas kanopi. Dengan kata lain, kanopi kelapa sawit umur 10 tahun mampu memberikan perubahan suhu 0.3 o C lebih besar terhadap perubahan suhu pada kelapa sawit muda. Perbedaan suhu juga dialami pada suhu permukaan kelapa sawit yang mendapat naungan maupun tidak. Suhu permukaan di bawah kanopi tidak menerima radiasi secara langsung akibat adanya kanopi kelapa sawit. Sehingga energi radiasi lebih banyak diterima pada permukaan tanpa kanopi. Suhu permukaan di bawah kanopi lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu permukaan di luar kanopi. Namun, tutupan kanopi kelapa sawit pada umur 10 tahun lebih lebat sehingga membuat radiasi yang diterimadi bawah kanopi lebih kecil dari pada kelapa sawit umur 2 dan 4 tahun. Kondisi demikian menyebabkan suhu permukaan tanah di bawah kanopi dan di luar kanopi pada kelapa sawit umur 10 tahun memiliki perbedaan yang lebih besar bila dibandingkandengan kelapa sawit umur 2 dan 4 tahun. Tabel 4 Perbedaan suhu permukaan tanah kelapa sawit muda di luar kanopi pada dua perlakuan Suhu permukaan tanah ( o C) Ulangan Tanpa tanaman tutupan Dengan tanaman tutupan Suhu permukaan tanah di luar kanopi yang tinggi dapat dikendalikan apabila terdapat vegetasi yang berfungsi sebagai tanaman tutupan (cover crop). Vegetasi ini dapat berupa tanaman hortikultura maupun tanaman rumput - rumputan. Keberadaan tanaman tutupan ini dapat meminimalisir panas suatu permukaan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Kondisi suhu permukaan diluar kanopi lebih rendah apabila terdapat vegetasi. Profil Suhu Sebaran suhu udara dan suhu permukaan tanah dari pagi hari hingga sore hari ditunjukkan oleh Gambar 12. Suhu udara maksimum terjadi di lapisan kanopi bagian tengah pada pukul sebesar 31.8 o C dan suhu minimum terjadi di tempat yang sama pada pukul sebesar 25.1 o C. Suhu udara di bawah kanopi mencapai nilai maksimum pada siang hari sebesar 30.6 o C. Suhu udara terendah di bawah kanopi terjadi pada pukul 8.00 sebesar 25.3 o C. Perbedaan sebaran suhu udara pada beberapa lapisan kanopi serta suhu permukaan tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Suhu udara di atas kanopi menerima radiasi matahari secara langsung, sehingga suhu di atas kanopi lebih tinggi dibandingkan suhu udara di bawah kanopi. Tingginya suhu udara di atas kanopi lebih rendah dibandingkan suhu pada tengah kanopi (9 meter)

30 Suhu ( o C) 16 akibat adanya energi yang menumpuk di dalam kanopi. Penumpukan energi ini terjadi dari pagi hingga siang hari. Selain itu, sebaran panas di udara melalui proses adveksi juga mempengaruhi perubahan suhu udara. Dalam hal ini, proses adveksi dari luar kanopi tidak berpengaruh langsung terhadap energi panas yang diterima dari radiasi matahari pada kanopi tengah. Namun, proses adveksi memiliki pengaruh terhadap perubahan suhu di bawah kanopi :00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 Waktu atas kanopi (13 meter) bawah kanopi (2 meter) 9 meter permukaan tanah Gambar 12 Profil suhu udara (atas dan bawah kanopi) dan suhu permukaan tanah kelapa sawit umur 10 tahun. Profil suhu permukaan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan profil suhu yang lain. Peningkatan suhu permukaan tanah pada pukul dipengaruhi oleh paparan sinar matahari yang mengenai area pengukuran, sehingga nilainya meningkat. Pada keadaan normal (tanpa pengaruh paparan radiasi secara langsung), suhu permukaan di bawah naungan memiliki fluktuasi yang rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi suhu permukaan tanah adalah kemampuan menerima dan melepaskan panas yang membutuhkan waktu lebih lama dibanding dengan udara yang dinamis karena adanya pergerakan parsel udara di atmosfer. Tanah memiliki kapasitas panas sebesar 0.57 Kal/cm 3, sedangkan kapasitas panas udara sebesar 3 x 10-4 Kal/cm 3 (Saryono 1989 dalam Adiningsih et al 2001). Artinya, permukaan tanah membutuhkan energi yang lebih besar untuk meningkatkan maupun menurunkan suhunya, sedangkan radiasi yang diterima di bawah kanopi rendah sehingga tidak mampu memberikan perubahan signifikan terhadap suhu permukaan tanah. Profil suhu udara mengikuti pergerakan radiasi matahari. Ketika radiasi meningkat maka suhu udara relatif lebih tinggi dan mengalami peningkatan dari keadaan sebelumnya. Begitu juga saat terjadi penurunan intensitas radiasi ketika memasuki sore hari, suhu udara cenderung akan menurun. Hal ini disebabkan oleh besarnya radiasi yang diterima oleh permukaan bumi digunakan untuk memanaskan udara, sehingga akan mempengaruhi suhu udara di tempat tersebut. Kelembaban Udara Profil kelembaban udara (RH) dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil menunjukkan terjadinya perbedaan kelembaban beberapa lapisan kanopi.

31 Kelembaban Udara (%) 17 Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa kelembaban tertinggi berada di bawah kanopi sebesar 80% terjadi ketika pukul l8.00 dimana kandungan air di udara masih tinggi akibat pengembunan di pagi hari. Kelembaban udara di tengah kanopi (8 meter) dan di atas kanopi mencapai nilai tertinggi pada sore hari berturut turut sebesar 75% dan 72%. Mulai dari pagi hingga siang hari kelembaban udara diketiga kondisi tersebut terus menurun hingga pukul Setelah itu, kelembaban udara meningkat kembali hingga sore hari. Hasil pengukuran menunjukkan kelembaban udara di bawah kanopi lebih tinggi dibandingkan kelembaban udara di tengah dan di atas kanopi. Profil kelembaban udara cenderung berlawanan dengan profil suhu dan profil radiasi. Ketika radiasi meningkat, kelembaban akan menurun. Penurunan ini disebabkan oleh hilangnya kandungan uap air di udara akibat meningkatnya pemanasan di seluruh lapisan kanopi akibat energi radiasi yang diterima. Setelah radiasi mencapai nilai tertinggi pada siang hari, energi radiasi matahari mulai menurun hingga sore hari. Penerimaan radiasi yang mulai menurun ketika memasuki sore hari menyebabkan efek pemanasan berkurang, sehingga kelembaban udara kembali meningkat :00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 Waktu atas kanopi (13 meter) 8 meter bawah kanopi (2 meter) Gambar 13 Profil kelembaban relatif (RH) kelapa sawit umur 10 tahun. Profil kelembaban udara menunjukkan terdapat perbedaan yang konstan dari ketiga kondisi kanopi. Kelembaban udara di bawah kanopi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban udara di dalam maupun di atas kanopi. Kelembaban udara yang tinggi di bawah kanopi disebabkan oleh rendahnya efek pemanasan mengingat energi radiasi yang diterima tidak sebesar di atas kanopi. Sedangkan kelembaban udara di dalam kanopi kelapa sawit dipengaruhi oleh proses penguapan air yang berasal dari daun. Proses transpirasi tidak berpengaruh besar pada kelembaban di atas kanopi mengingat radiasi matahari di atas kanopi memberikan energi yang lebih besar untuk memanaskan udara di sekitarnya. NDVI dan LAI Karakteristik radiasi pada suatu vegetasi dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan sifat fisiologi vegetasi tersebut. Intersepsi radiasi suatu tanaman ditentukan oleh struktur kanopi berupa bentuk, ketebalan, kerapatan maupun luas kanopi dalam bentuk indeks luas daun atau LAI. Tanaman yang memiliki bentuk

32 18 kanopi yang tebal dan rapat mampu menahan radiasi matahari lebih tinggi, sehingga radiasi yang diteruskan (ditransmisikan ke bawah kanopi) semakin kecil. Dengan kata lain, intersepsi radiasi semakin tinggi jika tanaman juga memiliki LAI yang tinggi. Persentase intersepsi radiasi yang tinggi menggambarkan bahwa wilayah tersebut memiliki tutupan lahan vegetasi yang tinggi. Tutupan lahan vegetasi ditunjukkan oleh tingkat kehijauan wilayah tersebut dengan menggunakan nilai NDVI. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya (LAI dan NDVI) memiliki korelasi terhadap intersepsi radiasi. Tabel 5 Perbandingan nilai NDVI terhadap LAI tanaman kelapa sawit Umur NDVI LAI 2 tahun tahun tahun tahun *Dugaan LAI berdasarkan hukum Beer Lambert Pendugaan indeks luas daun pada umur kelapa sawit yang berbeda menunjukkan bahwa luasan daun pada tajuk kelapa sawit cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya umur (Tabel 5). Ketika memasuki umur 7 tahun, pertumbuhan daun kelapa sawit akan digantikan oleh daun yang muda (Mahmud 1998). Ketika umur 9 hingga 11 tahun, koefisien pemadaman kelapa sawit mencapai nilai tertinggi, yaitu 0.47 (Gerritsma 1988). Pada umur selanjutnya (selama umur kelapa sawit masih produktif) nilai LAI tidak akan jauh berbeda karena naungan yang disebabkan oleh kanopi hampir sama, begitu juga dengan proses fotosintesis kelapa sawit yang optimal terjadi sekitar umur 10 hingga 13 tahun (Lubis 1992). Pernyataan ini juga didukung oleh pengamatan Luskin dan Potts (2011) yang menyebutkan bahwa kelapa sawit pada umur 10 tahun merupakan masa dimana fase pertumbuhan hampir mencapai maksimal. Dengan mengacu hasil tersebut, diduga bahwa kerapatan kanopi kelapa sawit akan stabil setelah umur 10 tahun dan akan menurun ketika kelapa sawit mulai menua (tidak menghasilkan tandan sawit). Peningkatan LAI juga diikuti oleh nilai NDVI yang semakin meningkat. Nilai NDVI yang semakin tinggi menunjukkan banyaknya vegetasi di wilayah tersebut. Kondisi demikian juga dapat dikatakan bahwa pertambahan umur kelapa sawit mempengaruhi persentase pemantulan radiasi matahari oleh permukaan daun yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa NDVI dan LAI memiliki korelasi yang positif terhadap peningkatan umur kelapa sawit. Namun korelasi yang didapatkan dari hasil pengamatan masih tergolong kasar mengingat data NDVI dan LAI yang diperoleh hanya dari tiga umur yang berbeda. Besarnya korelasi antara NDVI dan LAI akan lebih terlihat apabila pengamatan terhadap umur kelapa sawit lebih kompleks dan bervariasi sehingga dapat diperoleh persamaan regresi yang baik.

33 19 Jenis Tanaman Sela pada Perkebunan Kelapa Sawit Hasil pengamatan iklim mikro di bawah kelapa sawit digunakan sebagai langkah awal dalam menentukan jenis tanaman sela yang dapat tumbuh secara optimal di perkebunan kelapa sawit. Rosenberg et al (1983) menyatakan bahwa keberadaan vegetasi di bawah kanopi akan membantu meminimalisir pemanasaan. Dengan demikian kehilangan air di udara dapat berkurang. Beberapa unsur iklim mikro dari hasil pengamatan dijadikan acuan seperti nilai radiasi matahari, suhu udaramaksimum dan kelembaban udara (RH). Tabel 6 menunjukkan kondisi iklim mikro di wilayah perkebunan kelapa sawit mudapada umur 4 dan kelapa sawit tua dengan umur 10 tahun. Tabel 6 Perbandingan kondisi iklim mikro (kelapa sawit 4 dan 10 tahun) bagi pertumbuhan tanaman sela Umur Lokasi Radiasi (Watt/m 2 ) Suhu udara(maks) ( o C) RH (%) 4 tahun Cipatat >70 10 tahun Cimulang >57 Kondisi iklim mikro tanaman kelapa sawit yang dapat digunakan oleh tanaman sela pada umur 4 dan 10 tahun terlihat berbeda. Perbedaan ini sangat jelas terlihat pada nilai radiasi yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman sela. Radiasi yang dapat dimanfaatkan di areal perkebunan kelapa sawit umur 10 tahun terlihat sangat kecil karena kanopi kelapa sawit telah menutupi seluruh areal perkebunan. Berbeda dengan radiasi yang tersedia bagi tanaman sela di antara kelapa sawit umur 4 tahun. Pelepah sawit yang masih pendek membuat tanaman sela dapat menerima radiasi secara langsung. Tabel 7 Kebutuhan radiasi masing-masing tanaman sela. (Sumber: Mahmud 1998) Perkebunan kelapa sawit muda (4 tahun) Tanaman Sela Radiasi (W/m 2 ) Tanaman Sela Radiasi (W/m 2 ) Jagung Sorgum Padi gogo Kapolaga lokal Kacang tanah Jeruk Kedelai Pepaya Kapas Nanas Gandum 286 Jambu mete Ubi jalar Bawang merah Jahe Kayu manis Sawo Langsat Perkebunan kelapa sawit tua (10 tahun) Tomat Lada Kakao Kopi Pinang Panili

34 Suhu optimum ( o C) 20 Berdasarkan kondisi iklim mikro di lokasi penelitian, pemanfaatan tanaman sela kedua umur kelapa sawit dibedakan dengan melihat potensi pertumbuhan tanaman sela. Rendahnya radiasi yang dapat dimanfaatkan di bawah kanopi perkebunan kelapa sawit 10 tahun membuat areal perkebunan ini kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman sela, khususnya tanaman semusim. Berdasarkan kebutuhan radiasi, beberapa tanaman sela dapat tumbuh pada perkebunan kelapa sawit 10 tahun seperti tomat, kakao, pinang, lada, kopi dan panili. Disisi lain, budidaya tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit yang sudah berproduksi (10 tahun) akan mengganggu tanaman itu sendiri akibat mobilisasi pemanenan tandan kelapa sawit dan banyaknya pelepah yang jatuh dibawah naungan, sehingga penerapan tanaman sela menjadi kurang efisien. Peran tanaman sela sebagai tanaman tutupan (cover crop) pada perkebunan kelapa sawit 10 tahun dapat digantikan dengan vegetasi rumput-rumputan yang tidak terlalu membutuhkan energi radiasi terlalu besar. Pada areal perkebunan sawit milik PTPN VIII, vegetasi rumput rumputan telah banyak tumbuh di bawah perkebunan kelapa sawit. Rumput rumput ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak disamping peranannya dalam menjaga kondisi iklim mikro di bawah naungan sebagai tanaman tutupan atau cover crop. Selain itu, Duke (1983) dan Jalaludin (1998) dalam Wardiana dan Mahmud (2003) juga menyebutkan bahwa tanaman leguminosa seperti Calopogonium sp, Centrosema pubescens, Pueraria phaseoloides, dan Desmodium audifoliumsering dimanfaatkan pada kebun kelapa sawit sebagai tanaman tutupan. Pada tanaman kelapa sawit umur 4 tahun, kondisi iklim mikro khususnya radiasi masih dapat menunjang proses fotosintesis pada tanaman sela. Mahmud (1998) menyatakan bahwa beberapa jenis tanaman hortikultura atau tanaman setahun dapat tumbuh dengan baik apabila suatu lahan memiliki kelembaban di atas 60% dengan penerimaan radiasi sebesar Watt/m 2 dan suhu udara o C Gambar 14 Suhu optimum jenis tanaman sela yang direkomendasikan pada perkebunan kelapa sawit muda umur 4 tahun (Sumber: Mahmud 1998). Beberapa jenis tanaman sela yang dapat dimanfaatkan pada perkebunan kelapa sawit muda (4 tahun) merupakan jenis tanaman setahun dan tanaman

35 21 tahunan. Tanaman setahun lebih direkomendasikan bila dibandingkan dengan tanaman tahunan mengingat kelapa sawit umur 4 tahun mulai tumbuh tinggi dan berbuah. Selain itu, tanaman setahun yang merupakan tanaman pangan dan tanaman hortikultura dapat berperan sebagai tanaman penutup (cover crop) sehingga mampu mengurangi pemanasan di areal perkebunan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahmud (1998), jenis tanaman setahun yang berpotensi tumbuh dengan baik sesuai dengan kebutuhan radiasi pada perkebunan sawit umur 4 tahun adalah jagung, padi gogo, kacang tanah, kedelai, kapas, jahe, ubi jalar, sorgum, nanas, dan bawang merah. Sebagian besar jenis tanaman sela yang tergolong tanaman setahun ini memiliki kisaran nilai suhu optimum yang sesuai dengan kondisi iklim mikro perkebunan sawit umur 4 tahun (Gambar 14). Namun, jenis tanaman seperti kacang tanah, dan bawang merah memiliki suhu optimum di bawah suhu udara maksimum areal perkebunan. Hal ini akan memberikan dampak terhadap produksi maupun umur tanaman. Suhu udara merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Apabila frekuensi suhu udara setiap harinya berada di atas suhu optimum, hal ini akan mempengaruhi laju fotosintesis tanaman. Selain itu, laju transpirasi meningkat sehingga produktifitas dan kualitas hasil akan menurun karena buah atau biji mengalami percepatan pematangan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan distribusi vertikal radiasi matahari pada tanaman kelapa sawit umur 10 tahun, radiasi yang ditransmisikan cenderung menurun secara logaritmik. Kondisi demikian berpengaruh terhadap komposisi nitrogen dan kondisi iklim mikro. Profil nitrogen menunjukkan komposisi yang sama di setiap lapisan kanopi. Suhu dibawah kanopi kelapa sawit 10 tahun lebih rendah dibandingkan kelapa sawit 2 dan 4 tahun. Ketika umur kelapa sawit semakin tua (sampai fase pertumbuhan maksimum), nilai LAI dan NDVI meningkat seiring meningkatnya intersepsi radiasi. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi iklim mikro pada perkebunan kelapa sawit memiliki potensi dalam menunjang pertumbuhan tanaman sela. Jenis tanaman sela yang dapat diterapkan pada perkebunan sawit umur 10 tahun adalah rumput rumputan dan tanaman leguminosa yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Tanaman sela yang berpotensi tumbuh dengan baik di areal perkebunan sawit umur 4 tahun adalah tanaman setahun seperti jagung, padi gogo, kacang tanah, kedelai, kapas, jahe, ubi jalar, sorgum, nanas, dan bawang merah.

36 22 Saran 1. Analisis lebih lanjut dapat dilakukan dalam penentuan kesesuaian tanaman sela seperti sifat kimia tanah, kebutuhan air tanaman dan analisis keuntungan ekonomi. 2. Nilai PAR yang digunakan merupakan nilai estimasi dari radiasi global. Oleh karena itu, disarankan untuk menggunakan alat yang dapat mengukur radiasi PAR secara langsung untuk mengetahui nilai PAR transmisi yang dapat dimanfaatkan tanaman dalam proses fotosintesis dengan nilai yang lebih akurat. 3. Data yang diperoleh dapat dikembangkan atau dimanfaatkan kedalam sebuah model berupa model simulasi tanaman sela untuk mengetahui kesesuaian tanaman sela. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih ES, SH Soenarmo, S Mujiasih Kajian perubahan distribusi spasial suhu udara akibat perubahan penutup lahan. Warta LAPAN 3(1): Awal MA, Ishak W, Harun MH, Endan J Methodology and measurement of radiationinterception by quantum sensor of the oil palm plantation. J. Sci. Technol27(5): Erhabor JO, Filson GC Soil fertility changes under an oil palm-based intercropping system. J.of Sustain. Agric. (14): Fairhust dan Rankine Buku Lapangan. Seri Tanaman Kelapa Sawit. Tanaman Menghasilkan. Sutarta ES dan Darmosarkoro W, penerjemah. Yogyakarta (ID): PT Agrisoft Systems Indonesia. Terjemahan dari: Field Handbook. Oil Palm Series. Mature. Volume 3. Gerritsma W Light interception, leaf photosynthesis and sink-source relations in oil palm [disertasi]. Wageningen (NL): Agricultural University Wageningen. Irianto MG Karakteristik intersepsi radiasi surya pada kelapa dalam dan kelapa genjah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jensen JR Introductory Digital Image Processing, A Remote Sensing Perspective. New Jersey: Prentice Hall. 316p June T Iklim mikro. Di dalam: Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA- IPB dan Badan Litbang Pertanian. Materi Kuliah I. Pelatihan Peningkatan Kemampuan di Bidang Agrometeorologi; 2000 Ags Nov 2; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): GEOMET-IPB. hlm 1-30.

37 23 June T Environmental effects on photosynthesis of c3 plants: scaling up from electron transport to the canopy (study case: Glycine max L. merr) [disertasi]. Canberra (AU): Australian National University. Law E Berverly, Waring H. Richard Remote sensing of leaf area index and radiation intercepted by understory vegetation. Ecological Applications. 4(2): Lubis AU Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Pematang Siantar: Pusat Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala. Lunagaria MM dan Syekh AM Radiation interception, light extinction coefficient and leaf area of wheat (Triticum aestivum L.) crop as influenced by row orientation and row spacing. The Journal of Agricultural Sciences. 2(2): Luskin MS, Potts MD Microclimate and habitat heterogeneity through the oil palm lifecycle. Basic and Applied Ecology 12 (2011) MahmudZ Tanaman sela di bawah kelapa.jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian XVII(2): Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press. Purba A, GirsangP, Dharmosarkoro W, Poeloengan Z Corn as an intercropping in immatureoil palm plantation.journal of Indonesia Oil Palm Research Institute 6 (1): Rosenberg NJ, Blad BL,Verma SB Microclimate the biological environment 2 od ed. New York: John Wiley & sons. Sitompul SM Radiasi Dalam Sistem Agroforestri. Dalam Wanulcas. Model Simulasi Untuk Sistem Agroforestri. ICRAF Suhartati, Wahyudi A Pola agroforestry tanaman penghasil gaharu dan kelapa sawit [Agroforestry pattern of agarwood species and oil palm].j Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 8(4): Suwarsono, Muchlisin A, Hidayat, Sayidah S, Nanik SH, Heri S, Kuncoro TS Pengembangan metode penentuan indeks luas daun pada penutup lahan hutan dari data satelit penginderaan jauh spot-2. J Penginderaan Jauh. 8: Swain PH dan Davis SM.1978.Remote Sensing the Quantitative Approach.New York: British Library Cataloguing in Publication Data, Mcgraw-Hill.395h. Tarigan B, Sipayung T Kontribusi perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian dan lingkungan hidup. Bogor (ID): IPB Press.

38 24 Wang Q, Adiku, S Tenhunen J, Granier A On the relationship of NDVI with leaf area index in a deciduous forest site.remote Sensing of Environment.94: Wardiana dan Mahmud Tanaman sela diantara pertanaman kelapa sawit h. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.

39 25 LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir penelitian Pengukuran Lapang Unsur Iklim Komposisi Nitrogen Citra LANDSAT TM 5+ Suhu udara Penggabungan citra (band 3 dan band 4) Suhu permukaan Kelembaban udara Koreksi geometrik Radiasi matahari Pemotongan citra PAR LAI Intersepsi Radiasi Peta NDVI Distribusi Vertikal Radiasi Hubungan NDVI dan LAI Keterangan : Hubungan antar faktor Analisis citra satelit

40 26 Lampiran 2 Pengukuran radiasi di berbagai ketinggian pada kelapa sawit umur 10 tahun Tanggal waktu radiasi (watt/m 2 ) 13 meter 9 meter 8 meter 7.6 meter 6 meter 2 meter 23/08/2013 8: /08/2013 9: /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/2013 8: /08/2013 9: /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/2013 8: /08/2013 9: /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/2013 8: /08/2013 9: /08/ : /08/ : /08/ :

41 27 26/08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/2013 8: /08/2013 9: /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/2013 8: /08/2013 9: /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/2013 8: /08/2013 9: /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/2013 8: /08/2013 9: /08/ :

42 28 30/08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/2013 8: /08/2013 9: /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ : /08/ :

43 29 Lampiran 3 Data pengukuran suhu dan kelembaban (RH) kelapa sawit 10 tahun Tanggal Waktu Atas kanopi (13 meter) Bawah kanopi (2 meter) Tanah 9 meter 8/23/2013 8: /23/2013 9: /23/ : /23/ : /23/ : /23/ : /23/ : /23/ : /23/ : /23/ : /23/ : /24/2013 8: /24/2013 9: /24/ : /24/ : /24/ : /24/ : /24/ : /24/ : /24/ : /24/ : /24/ : /25/2013 8: /25/2013 9: /25/ : /25/ : /25/ : /25/ : /25/ : /25/ : /25/ : /25/ : /25/ : /26/2013 8: /26/2013 9: /26/ : /26/ : /26/ : /26/ : /26/ :

44 30 8/26/ : /26/ : /26/ : /26/ : /27/2013 8: /27/2013 9: /27/ : /27/ : /27/ : /27/ : /27/ : /27/ : /27/ : /27/ : /27/ : /28/2013 8: /28/2013 9: /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /29/2013 8: /29/2013 9: /29/ : /29/ : /29/ : /29/ : /29/ : /29/ : /29/ : /29/ : /29/ : /30/2013 8: /30/2013 9: /30/ : /30/ : /30/ : /30/ : /30/ :

45 31 8/30/ : /30/ : /30/ : /30/ : /31/2013 8: /31/2013 9: /31/ : /31/ : /31/ : /31/ : /31/ : /31/ : /31/ : /31/ : /31/ : Tanggal Waktu RH 2m RH 9m RH 13m Tanggal Waktu RH 2m RH 9m RH 13m 8/23/2013 8: /29/2013 8: /23/2013 9: /29/2013 9: /23/ : /29/ : /23/ : /29/ : /23/ : /29/ : /23/ : /29/ : /23/ : /29/ : /23/ : /29/ : /23/ : /29/ : /23/ : /29/ : /23/ : /29/ : /24/2013 8: /30/2013 8: /24/2013 9: /30/2013 9: /24/ : /30/ : /24/ : /30/ : /24/ : /30/ : /24/ : /30/ : /24/ : /30/ : /24/ : /30/ : /24/ : /30/ : /24/ : /30/ : /24/ : /30/ : /26/2013 8: /31/2013 8: /26/2013 9: /31/2013 9: /26/ : /31/ : /26/ : /31/ :

46 32 8/26/ : /31/ : /26/ : /31/ : /26/ : /31/ : /26/ : /31/ : /26/ : /31/ : /26/ : /31/ : /26/ : /31/ : /27/2013 8: /6/2013 8: /27/2013 9: /6/2013 9: /27/ : /6/ : /27/ : /6/ : /27/ : /6/ : /27/ : /6/ : /27/ : /6/ : /27/ : /6/ : /27/ : /6/ : /27/ : /6/ : /27/ : /6/ : /28/2013 8: /28/2013 9: /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ : /28/ :

47 33 Lampiran 4 Uji beda nyata beberapa data pada tingkat kepercayaan 95% Uji beda nyata data radiasi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun Uji beda nyata suhu di bawah kanopi dan diluar kanopi kelapa sawit umur 2 tahun

48 34 Lampiran 5 Peta sebaran NDVI daerah pengamatan pada beberapa tahun

49 Lampiran 5 Peta sebaran NDVI daerah pengamatan pada beberapa tahun 35

50 36 Lampiran 6Perhitungan radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit umur 4 tahun Posisi tanaman sela Radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sela: Radiasi = Radiasi global + (2 x Radiasi transmisi) 3 = (2 x ) 3 = Watt / m 2

51 37 Lampiran 7 Dokumentasi penelitian Pemasangan sensor pada minitower Minitower dan Tutupan kanopi wilayah pengamatan Pengukuran di bawah kanopi yang meliputi radiasi di bawah kanopi, suhu udara, suhu permukaan, kelembaban udara dan nitrogen daun

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE taman nasional oleh Menteri Kehutanan tahun 1993 dengan luas kurang lebih mencapai 229.000 ha. Secara administratif pemerintahan berada pada Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso, Propinsi dati I Sulawesi

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) ANDIKA PRAWANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra.

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

RIZKY ANDIANTO NRP

RIZKY ANDIANTO NRP ANALISA INDEKS VEGETASI UNTUK IDENTIFIKASI TINGKAT KERAPATAN VEGETASI HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN CITRA AIRBORNE HYPERSPECTRAL HYMAP ( Studi kasus : Daerah Hutan Gambut Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

OPTIMASI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT BERBASIS PADI GOGO MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA UTARA

OPTIMASI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT BERBASIS PADI GOGO MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA UTARA OPTIMASI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT BERBASIS PADI GOGO MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA UTARA Wasito, Khadijah El Ramijah, Khairiah, dan Catur Hermanto PENDAHULUAN Peningkatan produktivitas lahan perkebunan

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 18 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Model pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dengan berbagai taraf penunasan dibangun melalui dua kegiatan yaitu (1) percobaan lapangan, dan (2) penyusunan model. Percobaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1)

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1) Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao Fakhrusy Zakariyya 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB Sudirman 90 Jember 68118 Daun merupakan salah satu

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN CAHAYA Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Ada 3 data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang pertama adalah data citra satelit Landsat 7 ETM+ untuk daerah cekungan Bandung. Data yang

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

ENERGI DAN PRODUKSI PERTANIAN BAHAN KULIAH DASAR AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN IPB

ENERGI DAN PRODUKSI PERTANIAN BAHAN KULIAH DASAR AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN IPB ENERGI DAN PRODUKSI PERTANIAN BAHAN KULIAH DASAR AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN IPB 1 LINGKUP BAHASAN DAN TUJUAN Lingkup bahasan Dipelajari konsep energi dalam pertanian, ekologi produksi, biomassa, keefisienan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Tanaman kelapa sawit awalnya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data Dalam tugas akhir ini data yang di gunakan yaitu data meteorologi dan data citra satelit ASTER. Wilayah penelitian tugas akhir ini adalah daerah Bandung dan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 237.641.326 juta jiwa, hal ini juga menempatkan Negara Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Ardiawan Jati, Hepi Hapsari H, Udiana Wahyu D Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit Tim KITA PPKS Dalam uraian ini akan ditampilkan Frequently Ask Questions (FAQ) atau pertanyaan yang sering disampaikan terkait

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Klasifikasi dan Perubahan Penutupan Analisis yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tipe penutupan lahan yang mendominasi serta lokasi lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak A123-04-1-JW Hatulesila Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon Jan Willem Hatulesila 1), Gun Mardiatmoko 1), Jusuph Wattimury 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok

Lebih terperinci

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) A554 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni Ratnasari dan Bangun Muljo Sukojo Departemen Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Suhu permukaan merupakan salah satu parameter yang utama dalam seluruh interaksi antara permukaan darat dengan atmosfer. Suhu permukaan darat merupakan contoh fenomena

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan vegetasi yang beraneka ragam dan melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Setiap saat perubahan lahan vegetasi seperti hutan, pertanian, perkebunan

Lebih terperinci

& Kota TUGAS AKHIR. Oleh Wahyu Prabowo

& Kota TUGAS AKHIR. Oleh Wahyu Prabowo ANALISISS NILAII BACKSCATTERING CITRA RADARS SAT UNTUK IDENTIFIKASI PADI (Studi Kasus : Kabupaten & Kota Bogor, Jawa Barat) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut

Lebih terperinci

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O Sidang Tugas Akhir Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur Agneszia Anggi Ashazy 3509100061 L/O/G/O PENDAHULUAN Latar Belakang Carolita

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci