LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDAH PURNAMA SETIAWAN PUTRI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker INDAH PURNAMA SETIAWAN PUTRI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii

3 LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama : Indah Purnama Setiawan Putri, S.Farm. Program studi : Apoteker Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pfizer Indonesia Jl. Raya Bogor Km 28, Jakarta Timur Periode 6 Januari Maret 2014 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Andy Wahyu Daryanto, S.E. ( ) Pembimbing II : Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. ( ) Penguji I : ( ) Penguji II : ( ) Penguji III : ( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : iii

4 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa laporan praktek kerja profesi apoteker ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di. Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh kepada saya. Depok, 21 Juni 2014 Indah Purnama Setiawan Putri iv

5 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITASS Laporan praktek kerja profesi apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Indah Purnama Setiawan Putri NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 21 Juni 2014 v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Pfizer Indonesia Jalan Raya Bogor Km 28, Periode 6 Januari Maret Pelaksanaan PKPA di Industri Farmasi menjadi sangat penting bagi mahasiswa Profesi Apoteker agar dapat mempelajari dan memahami berbagai peran Apoteker di Industri Farmasi. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Andy Wahyu Daryanto, S.E., selaku Kepala Departemen Material dan pembimbing penulis, atas saran, bimbingan, serta ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan PKPA. 2. Dedy Akhfa, S.Farm., Apt., selaku Pharmacy Supervisor yang telah menyediakan waktu dan pikiran serta memberikan ilmu-ilmu bermanfaat dan bantuan selama pelaksanaan PKPA ini. 3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama PKPA berlangsung hingga penyusunan laporan selesai. 4. Dr. Hayun, M.Si., Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI. 5. Seluruh karyawan di PT. Pfizer Indonesia, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas pengarahan, ilmu pengetahuan, dan dukungan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan PKPA. 6. Seluruh staf dan karyawan di Fakultas Farmasi UI yang turut memberikan bekal ilmu, pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi UI. vi

7 7. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 78 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan hingga pelaksanaan PKPA. 8. Keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan material yang tidak terhingga kepada penulis. 9. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama penulis melaksanakan PKPA dan penyusunan laporan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dan dapat memacu penulis untuk berkarya lebih baik dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan bagi semua pihak. Penulis 2014 vii

8 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis Karya : Indah Purnama Setiawan Putri : : Apoteker : Farmasi : Laporan praktek kerja profesi apoteker demi pengembangann ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pfizer Indonesia Jl. Raya Bogor Km 28, Jakarta Timur Periode 6 Januari Maret 2014 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif inii berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataann ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 21 Juni 2014 Yang menyatakan (Indah Purnama Setiawan Putri) viii

9 ABSTRAK Nama Program Studi Judul Laporan : Indah Purnama Setiawan Putri : Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pfizer Indonesia Jl. Raya Bogor Km 28, Jakarta Timur Periode 6 Januari Maret 2014 Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi merupakan salah satu sarana bagi mahasiswa calon apoteker untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi dan melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi terutama penerapan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB) PT. Pfizer Indonesia. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini juga bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi apoteker dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di industri farmasi. Dalam kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini, mahasiswa juga diberikan tugas khusus yang berjudul Standard work penimbangan tablet ponstan 500 mg FCT. Standard work bertujuan untuk menghilangkan pemborosan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penimbangan yang ditinjau dari segi waktu, biaya, dan tenaga. Kata kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), PT. Pfizer Indonesia, industri farmasi, keamanan, mutu, efikasi, penimbangan Tugas umum : xiii+112 halaman; 9 lampiran Tugas khusus : iii + 32 halaman; 7 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 3 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 ( ) ix

10 ABSTRACT Name Study Program Title : Indah Purnama Setiawan Putri : Apothecary : Report of Apothecary Profession Internship at PT. Pfizer Indonesia Jl. Raya Bogor Km 28, Jakarta Timur on January 6 th 2014 March 7 th 2014 Apothecary Profession Internship in the pharmaceutical industry is one of the means for prospective pharmacist student to gain knowledge and a deeper understanding about all aspects which are related to pharmaceutical industry and also see all activities that take place in a pharmaceutical industry, especially the implementation of Good Manufacturing Practice at PT. Pfizer Indonesia. Apothecary Profession Internship is also to understand duties and functions of pharmacist in the implementation of activities in the pharmaceutical industry. In this Apothecary Profession Internship, student is also given a specific assignment which title is Standard Work of Ponstan 500 mg FCT Tablet. The aim of the standard of work is to eliminate waste in order to improve the effectiveness and efficiency of weighing which is observed in terms of time, cost, and manpower. Keywords : Apothecary Profession Internship, PT. Pfizer Indonesia, pharmaceutical industry, safety, quality, efficacy, weighing General Assignment : xiii pages; 9 appendixes Specific Assignment : iii + 32 pages; 7 appendixes References of General Assignment : 3 ( ) References of Specific Assignmen : 5 ( ) x

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iv HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... v KATA PENGANTAR... vi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... viii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kegiatan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Persyaratan Usaha Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan dan Penarikan Kembali Produk Dokumentasi Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. PFIZER INDONESIA Sejarah Singkat PT. Pfizer Indonesia Visi dan Misi PT. Pfizer Indonesia dan Pfizer Global Supply Manajemen PT. Pfizer Indonesia Sistem Manajemen Mutu Kebijakan Mutu PT. Pfizer Indonesia Kebijakan Lingkungan Struktur Organisasi PT. Pfizer Indonesia Materials Department Purchasing Logistik xi

12 3.4.2 Quality Operations Department Quality Assurance Quality System and Compliance Quality Control Technical Services and Packaging Development Production Department Produksi Solid Produksi Steril Liquid Produksi Semi Solid dan Cair Non Steril Pengemasan Produk Engineering Department Utility-Security Calibration and Maintenance Environmental, Health, and Safety Supporting Department Business Technology Finance Human Resources Produk-produk PT. Pfizer Indonesia BAB 4 PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan dan Penarikan Kembali Produk Dokumentasi Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Pfizer Indonesia Lampiran 2. Struktur organisasi Material Department Lampiran 3. Struktur organisasi Quality Operations (QO) Department Lampiran 4. Struktur organisasi Production Department Lampiran 5. Struktur organisasi Engineering Department Lampiran 6. Diagram alir Production Planning and Inventory Control Lampiran 7. Diagram alir proses pembelian bahan awal Lampiran 8. Diagram alir penerimaan raw material dan packaging material oleh Warehouse Lampiran 9. Diagram alir proses penimbangan xiii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembuatan obat di Indonesia dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan. Industri ini mendukung terpenuhinnya kualitas kesehatan masyarakat nasional. Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia kesehatan dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh manusia, melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu memproduksi obat yang berkualitas. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial. Oleh karena itu, semua industri farmasi harus benar-benar berupaya agar dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan, yaitu obat yang mengandung bahan aktif yang sesuai (quality), bekerja sesuai yang diinginkan (efficacy), dan aman serta bebas dari bahan asing (safety). Tindakan pemastian mutu dalam suatu industri farmasi diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Oleh karena itu, untuk menjamin masyarakat memperoleh obat yang bermutu tinggi sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya, upaya menjaga mutu secara konsisten dan dapat diandalkan telah dilaksanakan dengan penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menggunakan pedoman ini sebagai acuan dalam penilaian penerapan CPOB di suatu industri farmasi dan sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan (BPOM, 2012). Ilmu dan pengetahuan yang diperoleh secara teoritis selama satu semester masa perkuliahan bagi mahasiswa program profesi apoteker harus disertai juga dengan praktek di lapangan agar mahasiswa dapat benar-benar memahami penerapan CPOB di industri farmasi. Mahasiswa perlu memahami dan melibatkan diri secara langsung dalam seluruh kegiatan dalam menghasilkan obat di industri farmasi yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, 1

15 2 pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi merupakan salah satu sarana bagi mahasiswa calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih mendalam tentang seluruh kegiatan pembuatan obat yang memenuhi persyaratan quality, efficacy, dan safety serta memahami tugas dan fungsi apoteker dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di industri farmasi. Untuk kepentingan tersebut, mengadakan kerjasama dengan PT. Pfizer Indonesia dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). PKPA ini berlangsung pada tanggal 6 Januari 7 Maret Dengan adanya praktek kerja ini diharapkan mahasiswa calon Apoteker dapat mengambil manfaat dan ilmu sebanyak mungkin agar nantinya dapat diterapkan secara nyata untuk kepentingan dunia kesehatan. 1.2 Tujuan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pfizer Indonesia bertujuan agar : a. Memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi dan melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi b. Mengamati penerapan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB) yang dilakukan di PT. Pfizer Indonesia c. Mengamati dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi

16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Persyaratan Usaha Industri Farmasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas : a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas. b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. 3

17 4 d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh Industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang- undangan. Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Selain wajib memenuhi ketentuan yang telah disebutkan, Industri Farmasi juga wajib melakukan farmakovigilans. a. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan memenuhi

18 5 ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundangundangan. Untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri wajib Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun. b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan Industri Farmasi yang dilakukannya. c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja. d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yaitu suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB merupakan suatu pedoman untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu

19 6 dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang digunakan, dan personil yang terlibat. Pada proses pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan yang tidak sesuai dengan prosedur tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Ruang lingkup CPOB edisi 2012, meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan bagi penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah : a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya. b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk atau jasa pelayanan yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu. Pemastian mutu

20 7 adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu merupakan totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pelaksanaan pengujian tertentu saja namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain, seperti desain dan pengembangan produk Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Setiap p ersonil hendaklah memahami prinsip CPOB, memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan serta memahami tanggung jawab masing-masing. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi di mana tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas tersebut boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk dan mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Dalam hal ini, aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan

21 8 Mutu dan kepala bagian Pemastian Mutu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Tanggung jawab masing-masing personil kunci adalah sebagai berikut : a. Kepala bagian Produksi 1) Memastikan obat dibuat dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. 2) Memberi persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan diterapkan secara tepat. 3) Memastikan catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani sebelum diserahkan ke bagian pemastian mutu. 4) Memastikan pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi. 5) Memastikan pelaksanaan validasi. 6) Memastikan pelaksanaan pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya sesuai kebutuhan b. Kepala bagian Pengawasan Mutu 1) Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. 2) Memastikan pelaksanaan dan kebenaran seluruh pengujian. 3) Memberi persetujuan pada spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain. 4) Memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis. 5) Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu. 6) Memastikan pelaksanaan dan kebenaran proses validasi. 7) Memastikan pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya sesuai kebutuhan. c. Kepala bagian Pemastian Mutu 1) Merancang dan memastikan penerapan sistem mutu 2) Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.

22 9 3) Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala. 4) Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu. 5) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok). 6) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi. 7) Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi. 8) Mengevaluasi / mengkaji catatan bets. 9) Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian rupa agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki apabila ada bagian yang rusak. Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :

23 10 a. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksi sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan dengan benar. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan dan untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Pembersihan peralatan dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

24 Sanitasi dan Higiene Setiap aspek pembuatan obat harus menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan dan peralatan. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan Produksi Produksi harus dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin bahwa produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisis terhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi (built in quality) sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higiene sampai dengan pengemasan. Produksi dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa produk secara

25 12 konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berkaitan dengan pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan bahan/produk untuk memastikan bahwa semua pengujian telah dilaksanakan dan memenuhi persyaratan / spesifikasi mutu yang telah ditetapkan. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Tugas utama bagian pengawasan mutu, yaitu : a. Pengambilan contoh. b. Membuat, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu. c. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk. d. Pengkajian ulang dan evaluasi dokumen produksi. e. Penyelidikan terhadap kegagalan bets/penyimpangan proses. f. Pemastian bahan yang digunakan telah memenuhi persyaratan. g. Penggunaan bahan yang memenuhi persyaratan kemurnian. h. Penggunaan wadah yang tepat. i. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk. j. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk. k. Meluluskan bets oleh personil terkualifikasi. l. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk. m. Penanganan sampel pertinggal. Departemen pengawasan mutu harus independen dari bagian lain dan memiliki otoritas tunggal untuk meluluskan atau menolak bahan awal untuk digunakan pada proses produksi, kelanjutan proses produksi setelah melewati tahap proses yang kritis, serta produk jadi yang akan didistribusikan.

26 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek poduksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Pada aspek aspek inspeksi diri hendaklah dibuat daftar periksa inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar periksa inspeksi diri ini hendaklah mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang meliputi a. Sistem mutu b. Personalia c. Bangunan, peralatan, sistem penunjang termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan d. Warehousing : penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, pengolahan dan pengawasan selama proses e. Pengawasan mutu f. Dokumentasi g. Sanitasi dan higiene h. Program validasi dan revalidasi i. Kalibrasi alat atau sistem pengukuran j. Prosedur penarikan kembali obat jadi k. Penanganan keluhan l. Pengawasan label m. Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang dilaksanakan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi

27 14 diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim internal yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping yang merugikan atau masalah efek terapetik. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan produk dari peredaran dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan. Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk harus disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang.

28 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu yang digunakan untuk perencanaan, pelaksanaan, penyelidikan, evaluasi dalam seluruh aktivitas pembuatan obat. Selain itu, dokumentasi juga dimaksudkan untuk menggambarkan riwayat lengkap dari suatu bets/lot suatu obat, sehingga memungkinkan penyelidikan / penelusuran kembali dan diperlukan untuk memonitor dan mengendalikan bangunan, fasilitas, peralatan, dan personil. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Dokumen hendaklah didesain dan dibuat agar dapat digunakan dengan mudah, benar, dan efektif. Dokumen harus mencakup seluruh data yang diperlukan dan diperbaharui. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda serta mudah dipahami oleh pelaksana. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindari penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal. Dokumentasi disimpan selama jangka waktu yang ditentukan Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Kontrak tertulis harus dibuat meliputi pembuatan

29 16 dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan. Kontrak hendaklah dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Pelulusan akhir dalam analisis berdasarkan kontrak harus diberikan oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) pemberi kontrak Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Validasi merupakan suatu cara untuk memastikan bahwa proses pembuatan mampu menghasilkan produk jadi yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan secara konsisten. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah mencakup sekurangkurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; ruang lingkup dan daftar obyek validasi (bangunan, fasilitas, proses, dan produk), struktur organisasi kegiatan validasi termasuk jumlah personalia dan kualifikasi dan pelatihan yang diperoleh oleh setiap personalia; parameter uji dan luas lingkup pengujian, metode analisis dan protokol pengujian, format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan.

30 17 Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Industri farmasi juga hendaknyaa melakukan kualifikasi untuk membuktikan bahwa perlengkapan/mesin yang digunakan dalam suatu proses akan selalu memberikan hasil yang memenuhi kriteria yang diinginkan secara konsisten. Tahap-tahap kualifikasi terdiri dari design qualification, installation qualification, operational qualification, dan performance qualification. Design qualification merupakan proses melengkapi dan mendokumentasi kajian rancangan (design review) untuk meyakinkan bahwa seluruh aspek mutu telah dipertimbangkan dan dikaji pada tahap perancangan. Installation qualification merupakan proses pemeriksaan instalasi untuk memastikan bahwa seluruh komponen peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan telah dipasang secara tepat, kemudian bagaimana informasi tersebut dicatat. Operational qualification merupakan proses pengujian untuk memastikan bahwa masingmasing komponen/sistem dan/ atau kombinasi dari sistem tersebut berfungsi sesuai rancangan dan memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan pada rentang operasional dan bagaimana cara pengujiannya. Terakhir adalah performance qualification yaitu proses pengujian untuk memastikan bahwa masing-masing komponen/sistem dan/atau kombinasi dari sistem tersebut berfungsi sesuai rancangan, memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan serta menghasilkan produk yang diinginkan secara konsisten dan berkesinambungan, dan bagaimana informasi tersebut dicatat.

31 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. PFIZER INDONESIA 3.1 Sejarah Singkat PT. Pfizer Indonesia PT. Pfizer Indonesia merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia. PT. Pfizer merupakan perusahaan asing yang berpusat di kota New York, Amerika Serikat, dan didirikan oleh ahli farmasi dari Amerika Serikat yang bernama Charles Pfizer dan Charles Erhart pada tahun PT. Pfizer Indonesia dibagi menjadi tiga divisi, yaitu Worldwide Biopharm Business (WBB), Pfizer Global Supply (PGS) dan Zoetis. Pada awal tahun 1960, produk Pfizer pertama kali beredar di Indonesia. Sejak tahun 1967, beberapa produk Pfizer diproduksi di Indonesia dengan adanya lisensi dari Pfizer pusat. Pfizer corporation memperoleh persetujuan dari Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan investasi. Pada tanggal 30 April 1969, PT. Pfizer Indonesia resmi berdiri dan disahkan sebagai badan hukum pada tanggal 18 September 1969 dengan lokasi kantor pusat di Jalan HOS Cokroaminoto, Jakarta. Pada awal tahun 1970 dilakukan pembangunan pabrik PT. Pfizer Indonesia di Jalan Raya Bogor Km. 28, Jakarta Timur. PT. Pfizer Indonesia berdiri di atas tanah seluas m 2. Pabrik dibangun dengan desain dan persyaratan pabrik farmasi modern setaraf dengan pabrik Pfizer di negara maju, serta dilengkapi dengan mesin-mesin dan peralatan canggih yang mampu memproduksi obat-obatan bermutu tinggi dengan standar Pfizer Internasional. Fasilitas bangunan yang dimiliki PT. Pfizer Indonesia terdiri dari bangunan kantor perusahaan, bagian pabrik, kantin, gudang bahan baku dan bahan kemas, gudang bahan mudah terbakar, sarana pengolahan limbah, serta sarana olahraga. Pada 1 Mei 1971, pabrik mulai beroperasi dengan memproduksi produk komersial, meliputi produk-produk farmasi dan produk-produk kesehatan hewan. Pada tahun dilakukan pengembangan pemasaran produk Pfizer disertai penyusunan organisasi distribusi. Produk-produk didistribusikan oleh PT. Dos Ni Rocha selaku distributor tunggal, sedangkan untuk produk kesehatan hewan didistribusilkan secara multidistributor. Pada tahun 1976, 18

32 19 pasaran produksi PT. Pfizer Indonesia berkembang pesat sehingga dilakukan perluasan fasilitas produksi yang selesai pada tahun 1977 dengan penambahan fasilitas produksi bahan aktif klorpropamid. Pada tahun 1984, PT. Pfizer Indonesia menjadi perusahaan terbuka (20%) dan kembali menjadi perusahaan tertutup (private) pada bulan November Terhitung sejak bulan Desember 2000, PT. Pfizer Indonesia melakukan integrasi dengan Warner Lambert Indonesia (WLI). Kemudian pada tahun 2002 melakukan integrasi dengan Pharmacia. PT. Pfizer Indonesia menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai standar yang berlaku. Oleh sebab itu, pada bulan Mei 1991 PT. Pfizer Indonesia merupakan salah satu pabrik farmasi PMA yang pertama mendapatkan sertifikat CPOB untuk produk nonsteril. Pada Maret 1995, PT. Pfizer Indonesia melakukan renovasi fasilitas ruang aseptik. Renovasi ini bertujuan untuk menyempurnakan pemenuhan persyaratan CPOB, sehingga pada bulan Maret 1996, PT. Pfizer Indonesia memperoleh sertifikat CPOB untuk produksi steril. Sertifikat CPOB terbaru oleh Badan POM yang diberikan pada 31 Mei 2010 berlaku hingga 31 Mei PT. Pfizer Indonesia memiliki sertifikat CPOB untuk memproduksi produk-produk golongan antibiotika (tidak termasuk produk beta laktam) dan non-antibiotika (selain produk-produk sitotoksik, kontrasepsi dan hormon). Sertifikat CPOB dari Departemen Pertanian Republik Indonesia juga diberikan pada 22 Februari 2011 berlaku sampai 22 Februari PT. Pfizer Indonesia melakukan integrasi dengan PT. Warner Lambert pada tahun 2000 dan PT. Pharmacia pada tahun 2003, tetapi aktifitas manufaktur (produksi) tetap dilanjutkan di PT. Pfizer Indonesia. Bangunan Warner Lambert Indonesia sekarang dijadikan gudang produk jadi. Pada tahun 2007 Pfizer Inc. menjual produk consumer healthcare-nya (Over the Counter/OTC) kepada Johnson & Johnson. Beberapa produk masih diproduksi oleh PT. Pfizer Indonesia untuk Johnson & Johnson. PT. Pfizer Indonesia juga melakukan kerjasama dalam proses produksi (Toll Manufacturing) dengan PT. Bayer Indonesia dan Johnson & Johnson Indonesia. Bentuk sediaan yang diproduksi PT. Pfizer Indonesia yaitu sediaan padat (tablet dan kapsul), sediaan setengah padat (steril dan nonsteril) dan sediaan cair

33 20 (tetes mata steril, injeksi dan larutan nonsteril). Selain itu, PT. Pfizer Indonesia melakukan impor sediaan baik berupa produk jadi atau pun produk setengah jadi dari Pfizer di negara lain. Pangsa pasar PT. Pfizer Indonesia tidak hanya di Indonesia saja namun produknya juga diekspor ke beberapa negara Asia, antara lain Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Hongkong, Vietnam dan Korea. Dalam melakukan kegiatan produksi, PT. Pfizer Indonesia mengacu pada standar Pfizer yang berlaku secara global yaitu Pfizer Quality Standard (PQS) dan standard nasional yaitu CPOB. PQS merupakan kumpulan Good Manufacturing Practices (GMP) regulation beberapa negara seperti Canada, Japan, United States (US), European Union (EU), Australia, World Health Organization (WHO). PQS merupakan persyaratan minimum dan penerapan terbaik dalam mengelola perubahan yang terjadi yang memiliki potensi terhadap peraturan (regulatory) atau kualitas produk. 3.2 Visi dan Misi PT. Pfizer Indonesia dan Pfizer Global Supply Pfizer Global Supply (PGS) adalah salah satu divisi dari PT. Pfizer Indonesia yang berhubungan dengan kegiatan manufacturing (produksi) produkproduk PT. Pfizer Indonesia. Visi PT. Pfizer Indonesia adalah menyediakan produk-produk berkualitas untuk dunia yang lebih sehat (We supply quality products for a healthier world). Misi PT. Pfizer Indonesia adalah Menjadi jaringan perusahaan pemasok yang terpadu secara internal dan ekstenal, menyediakan keunggulan kompetitif bagi Pfizer dengan memberikan solusi terbaik secara cepat, fleksibel dan inovatif bagi pelanggan yang beragam (We will be an integrated internal and external supply network, providing a competitive advantage for Pfizer by offering fast, flexible and innovative supply solutions valued by our diverse customers). 3.3 Manajemen PT. Pfizer Indonesia Sistem Manajemen Mutu PT. Pfizer Indonesia menerapkan dan menjaga sistem mutu dengan mengacu pada persyaratan GMP, peraturan yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan dan BPOM, PQS, dan persyaratan ISO 9001:2008 dan sudah

34 21 tersertifikasi pada tahun PT. Pfizer Indonesia juga menerapkan dan menjaga sistem manajemen lingkungan sesuai dengan persyaratan ISO 14001:2004 dan sudah tersertifikasi pada tahun Sistem manajemen mutu didokumentasikan dalam Quality Manual, Standard Operational Procedure (SOP), instruksi kerja dan record untuk menjamin perencanaan, pengawasan dan pencatatan proses manajemen mutu yang efektif. Quality Manual merupakan bagian dari sistem manajemen mutu yang menunjukkan kemampuan PT. Pfizer Indonesia yang secara konsisten menyediakan produk yang memenuhi keinginan konsumen dan peraturan yang ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan pasien dan melakukan pengembangan terus-menerus Kebijakan Mutu PT. Pfizer Indonesia PT. Pfizer Indonesia memproduksi dan mendistribusikan produk obat dalam bentuk sediaan solid, semi solid, larutan steril dan suspensi. Tujuan dari kebijakan mutu PT. Pfizer Indonesia adalah untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu, keamanan, khasiat, dan juga berfokus pada kepuasan pelanggan. PT. Pfizer Indonesia menetapkan dan menerapkan Sistem Manajemen Mutu secara benar untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dengan cara : a. Menetapkan dan memelihara Sistem Manajemen Mutu sesuai dengan persyaratan cgmp, peraturan perundangan yang berlaku seperti peraturan dari Kementrian Kesehatan dan Badan POM, ISO , dan Pfizer Quality Standard (PQS). b. Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan dan meninjau sasaran mutu. c. Memonitor dan mengevaluasi mutu produk yang dihasilkan. d. Menyediakan sarana untuk mengevaluasi efektivitas dari Sistem Manajemen Mutu. e. Menggalakan penggunaan manajemen resiko berdasarkan ilmu pengetahuan dan analisa resiko. f. Melakukan peningkatan terus-menerus terhadap Sistem Manajemen Mutu dan proses produksi.

35 Kebijakan Lingkungan PT. Pfizer Indonesia menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO dan secara berkesinambungan melaksanakan program lingkungan untuk meminimalkan dampak lingkungan dengan cara: a. Memelihara, menerapkan dan mengkaji sistem manajemen lingkungan pada semua tingkat dalam organisasi. b. Memiliki program kerja untuk menetapkan sasaran lingkungan, yang secara berkala dikaji dan disempurnakan. c. Melakukan pencegahan pencemaran limbah cair dan padat serta mengendalikan dampaknya. d. Mengelola dan meminimalkan limbah cair, padat dan gas dengan teknologi yang tepat, penggunaan material dan energi yang efisien untuk mengurangi polusi lingkungan. e. Mengkomunikasikan kebijakan dan sasaran lingkungan kepada pihak terkait sesuai permintaan. f. Menaati dan melaksanakan peraturan-peraturan lingkungan yang berlaku bagi perusahaan. 3.4 Struktur Organisasi PT. Pfizer Indonesia Pimpinan tertinggi PT. Pfizer Indonesia dipimpin oleh seorang Country Manager yang membawahi Pharmaceutical Division Director, Finance Director, Medical Director dan Personal Director. Sedangkan Manufacturing Director langsung ke area Manufacturing Leader yang berkedudukan di New York. Manufacturing Director di PGS Jakarta membawahi 4 departemen, yaitu Materials Department, Quality Operations Department, Production Department, dan Engineering Department, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Department Head. Struktur organisasi PGS Jakarta dapat dilihat pada Lampiran Materials Department Material department dipimpin oleh seorang Material Department Head yang bertanggung jawab untuk melakukan perencanaan pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di PGS Jakarta dan mengendalikan persediaan bahan baku, bahan pengemas, produk

36 23 ruahan, produk antara dan produk jadi yang ada di gudang serta perencanaan penjualan produk jadi. Materials Department Head membawahi 2 bagian, yaitu Purchasing dan Logistic. Secara keseluruhan, tugas dan tanggung jawab Material Department antara lain: a. Merencanakan jadwal produksi berdasarkan perkiraan kebutuhan pasar. b. Merencanakan pembelian dan pengadaan material dari supplier. c. Mengendalikan persediaan bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi. d. Menangani seluruh material yang diterima dari supplier, mengatur penyimpanan, penyerahan dan mengawasi material yang ada di gudang. e. Merencanakan dan mengatur kegiatan impor dan ekspor, serta berkoordinasi dengan pasar terkait impor dan ekspor di negara lain Purchasing Bagian Purchasing bertanggung jawab terhadap semua hal yang berhubungan dengan kegiatan pembelian di PGS Jakarta, yaitu dengan mengatur pembelian material atau barang untuk mendukung proses produksi dengan berkoordinasi dengan supplier, termasuk terlibat dalam pemilihan supplier dan menjaga hubungan baik dengan supplier. Secara umum Purchasing bertanggung jawab dalam beberapa hal dibawah ini, yaitu : a. Mencari supplier serta membuat daftar supplier yang telah disetujui oleh Site Quality Authority. b. Melakukan pemesanan dan pembelian semua barang untuk keperluan perusahaan, barang inventory (bahan baku, pengemas, dll.) maupun noninventory (reagen, spare part, dll.). c. Memastikan bahwa material diperoleh dari supplier yang telah disetujui. d. Memastikan bahwa supplier sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk mutu, kuantitas, penyerahan, jasa dan biaya. e. Mengembangkan ide dan strategi pembelian. f. Menjaga hubungan baik dengan supplier. Sebelum melakukan pembelian, bagian Purchasing melakukan seleksi supplier terlebih dahulu. Seleksi supplier dilakukan berdasarkan cgmp dan Purchasing policy. Purchasing policy merupakan kebijakan yang dibuat oleh

37 24 bagian Purchasing, berfungsi untuk mengatur tugas dan tanggung jawab dari bagian Purchasing, mulai dari cara memilih supplier, cara negoisasi dengan supplier, cara melakukan Purchasing Order, hingga cara mengatasi penyimpangan yang terjadi. Pembelian barang yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu inventory dan non-inventory. 1. Inventory Purchasing Bagian inventory melakukan pembelian bahan baku dan bahan kemas. Semua data bahan-bahan inventori akan dimasukkan ke dalam sistem MAPS yaitu operating sistem yang terintegrasi dengan business process yang ada di Manufacturing, Accounting, and Planning. Pembelian inventory materials diawali dengan dikeluarkannya Purchase Requisition (PR) dari bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) sebagai tanda permintaan pembelian material yang dibutuhkan. Material yang dikategorikan inventory adalah barang yang berkaitan langsung dengan kegiatan produksi (direct item) seperti produk jadi, produk antara/ruahan, bahan baku dan bahan pengemas. PR yang dikeluarkan oleh PPIC kemudian melewati tahapan approval dari bagian Purchasing (Manager dan Supervisor), Material Department Head, hingga Manufacturing Director, tergantung dari besarnya harga barang yang akan dibeli. Setelah disetujui, Purchasing mengeluarkan Purchase Order (PO) yang kemudian dikirim ke supplier, bagian Finance (untuk melakukan pembayaran) dan warehouse (untuk panduan penerimaan dan pemeriksaan barang). Supplier akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai dengan PO dan mengirimkannya ke warehouse. Melalui sistem MAPS (Manufacturing, Accounting, Planning and Shipping System), bagian Purchasing akan mengetahui bahwa barang yang dipesan telah dikirim oleh supplier. Ketika barang datang, pihak Warehouse akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan CoA (Certificate of Analysis). Jika memenuhi persyaratan, maka akan dikeluarkan Goods Receipt Note (GRN) untuk barang tersebut, namun jika tidak sesuai, maka barang akan dikembalikan ke supplier. Barang yang telah masuk GRN akan diinspeksi oleh QA Inspector. Jika hasil inspeksi tidak sesuai, barang akan

38 25 dikarantina, di-reject dan dikembalikan ke supplier. Jika hasil inspeksi sesuai, barang tersebut akan masuk Lot Disposition Report (LDR) untuk selanjutnya diperiksa kesesuaiannya dengan invoice, PO, dan GRN oleh pihak Finance. Jika dokumen sesuai, maka pihak Finance akan melakukan proses pembayaran. 2. Non-inventory Purchasing Non-inventory Purchasing adalah kegiatan pembelian barang-barang selain raw material dan packaging material yang digunakan untuk mendukung proses produksi, seperti filter, reagen, dan sarung tangan steril, dan untuk mendukung kegiatan di luar proses produksi, seperti alat tulis kantor, meja kantor, dan komputer. Pemeriksaan barang-barang non-inventory tidak diperlukan adanya inspeksi oleh QA, kecuali filter, alat pelindung diri, serta plastik untuk penyimpanan bahan baku. Ada dua macam pembelian barang-barang non-inventory, yaitu expend dan capital. Pembelian jenis expend diperuntukkan untuk pembelian bahan habis pakai (misalnya, reagen, filter), sedangkan Pembelian jenis capital diperuntukkan untuk pembelian aset perusahaan (misalnya, mesin produksi, meja, laptop). Untuk pembelian jenis expend dengan nilai transaksi kurang dari US$ 10000, PR harus disetujui oleh Department Head dan tim regional di Shanghai Asian Procurement Transaction Center (APTC). Bila nilai transaksinya lebih dari US$ , PR harus disetujui oleh Material Departement Head, Manufacturing Director, dan tim APTC. Untuk pembelian jenis capital berapapun nilai transaksinya, approval flow harus sampai pada Manufacturing Director. Di PGS Jakarta, permintaan barang dilakukan oleh masing-masing bagian yang akan melakukan pemesanan dengan mencantumkan nama, spesifikasi dan jumlah barang yang diminta, kemudian pihak Purchasing akan memberikan penawaran kepada supplier dan mereview harga dengan mengecek di katalog number untuk kesesuaian harganya. Apabila sudah dilakukan penawaran dan negoisasi oleh Purchasing dan didapatkan final price maka penawaran tersebut akan dikembalikan ke user dan dari masing-masing bagian akan menginfokan persetujuan dengan mencantumkan nama barang-barang yang dipesan dan jumlahnya, user akan membuat PR (Purchase Requisition) yang harus

39 26 ditandatangani oleh bagian Purchasing non-inventory. Kemudian PR tersebut diproses melalui sistem ARIBA. Untuk final approval, tim regional di Shanghai akan mereview dan mengapprove PR. Apabila terdapat kesalahan atau ketidaklengkapan dokumen, maka dokumen akan dikembalikan kepada user untuk dilengkapi dan diperbaiki. Setelah semua dokumen lengkap, maka tim regional di Shanghai akan memproses Purchasing Requisition dan menerbitkan PO (Purchase Order). Tim regional di Shanghai akan mengirimkan PO tersebut langsung kepada supplier, pihak user dan Purchasing. Berdasarkan PO tersebut, supplier akan mengirimkan barang yang dipesan dan diterima secara langsung oleh departemen yang memesan barang tersebut. Pembelian barang harus sesuai dengan PO yang sudah di approved. Pihak user kemudian akan melakukan konfirmasi penerimaan dalam sistem ARIBA untuk mengkonfirmasikan status penerimaan barang Logistik Bagian logistik terbagi menjadi 3 bagian, yaitu PPIC, Warehouse dan Pharmacy. 1. Production Planning and Inventory Control (PPIC) PPIC adalah bagian yang berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara produksi, pemasaran, pengadaan, keuangan, gudang dan lain-lain; dalam rangkaian proses penyediaan produk. Bagian PPIC bertanggung jawab untuk merencanakan dan mengawasi jalannya produksi. Perencanaan produksi sangat penting dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara permintaan pasar dengan jumlah persediaan (stock level), serta efisiensi dan efektifitas produksi. Perencanaan produksi dibuat berdasarkan koordinasi dengan bagian pemasaran dan produksi (rencana dan kapasitas produksi). Selain itu, PPIC juga bertanggung jawab dalam merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku, bahan pengemas, obat setengah jadi, serta obat jadi. Pengadaan material untuk produksi perlu direncanakan agar tidak terjadi overstock (kelebihan persediaan) dan understock (kekurangan persediaan). PPIC melakukan perencanaan berdasarkan perkiraan tahunan (12-18 bulan) dari bagian marketing. Perencanaan yang dibuat oleh PPIC diinput ke dalam Manufacturing Accounting Planning System (MAPS) dan akan diperoleh output berupa Master Production

40 27 Schedule (MPS) dan Material Requirement Planning (MRP). Dari MPS keluar Plan Order (PLO), sedangkan dari MRP keluar Purchase Requisition (PR). PR digunakan oleh bagian Purchasing untuk melakukan pembelian barang-barang yang diperlukan untuk menunjang PLO. Jika bahan pada MRP tidak mencukupi, maka dapat dikomunikasikan dengan bagian Purchasing untuk menghubungi supplier untuk pembelian bahan yang dibutuhkan. Rencana produksi dibuat untuk jangka waktu satu tahun. PPIC melakukan koordinasi dengan bagian produksi untuk mendiskusikan perkiraan/rencana yang disusun oleh PPIC, dengan kemampuan dan kapasitas mesin produksi, sehingga dapat ditentukan jadwal produksi untuk dua minggu berdasarkan prioritas MPS. Tiga bulan yang akan berlangsung disebut frozen time, karena jadwal produksi sudah dibekukan/tidak dapat diubah. Perubahan jadwal dilakukan paling lambat sekitar 4 bulan sebelum waktu pelaksanaan. Selanjutnya PPIC membuat Production Order (PDO) berdasarkan jadwal produksi yang sudah dilakukan break down menjadi jadwal produksi mingguan yang disetujui oleh Logistic Manager. Bagian produksi mengajukan PDO ke bagian Warehouse untuk dilakukan penimbangan bahan-bahan yang akan digunakan untuk produksi. Dasar perencanaan produksi adalah: a. Forecast Marketing / prediksi kebutuhan dari Marketing Department. b. Hasil penjualan produk selama tiga bulan terakhir. c. Stok produk gudang yang dibutuhkan (harus memiliki stok yang cukup untuk dipasarkan hingga tiga bulan mendatang). d. Lead time ketersediaan barang jadi, meliputi lead time ketersediaan bahan baku dan bahan kemas, lead time proses produk, dan lead time pemeriksaan. e. Kapasitas mesin-mesin yang digunakan. Selain itu PPIC sendiri harus memperhatikan persediaan inventori seperti: a. Ketersediaan jumlah persediaan inventori. b. Bahan yang perlu dibeli. c. Jumlah bahan yang dibutuhkan (mempertimbangkan jumlah minimum dan stok ganda). d. Waktu ketika sejumlah bahan yang dibeli tersedia.

41 28 PPIC bersama dengan bagian Finance melakukan cycle counting inventori untuk memastikan jumlah yang sebenarnya dengan lokasi inventori yang dikoordinasi dan dibuat prosedurnya oleh bagian Finance. Ketika cycle counting dilakukan penghitungan secara fisik dan varians yang ditemukan disesuaikan jumlah inventorinya melalui inventory adjustment pada sistem MAPS. PPIC juga harus membuat perencanaan bersama dengan bagian Purchasing untuk pemesanan terkait kuantitas bahan kepada supplier yang dapat memenuhi kebutuhan selama 6 bulan. Pemesanan macam ini dikenal dengan blanket order, di mana pemesanan jumlah bahan sangat besar kepada supplier dan barang tersebut akan dikirimkan terbagi-bagi secara periodik ke PGS tiap bulan hingga jumlah barang memenuhi kuantitas total yang dipesan semula. Hal semacam ini sangat penting dalam hal penghematan biaya yang harus dikeluarkan serta waktu untuk negosiasi antar supplier dengan Purchasing. Pemesanan dengan blanker order berdasarkan pada: a. Jumlah barang yang terlalu sedikit untuk dipesan dibandingkan kuantitas minimum pemesanan yang disanggupi supplier. b. Bahan dengan lead time yang panjang. c. Bahan yang fast moving. d. Bahan dengan harga yang kurang stabil. PT. Pfizer Indonesia juga melakukan kerjasama toll yang merupakan pihak kedua untuk mendukung kelangsungan proses produksi. Kerjasama toll dibagi menjadi dua yaitu toll in yaitu kontrak dengan pihak Pfizer sebagai pembuat produk toller dan toll out yaitu pihak kedua sebagai pembuat produk Pfizer. Dalam hal ini, PPIC bertugas mengambil produk disertai dengan Materials Recall Instruction pada proses toll out atau mengirimkan produk disertai dengan Materials Delivery Instruction pada proses toll in kepada toller. PPIC harus memastikan ketersediaan bahan cukup untuk proses produksi, baik yang berasal dari toller untuk proses produksi toll in atau kecukupan jumlah bahan yang harus dikirim ke toller untuk proses produksi toll out. Jika diperlukan pengulangan uji kualitas kembali karena sudah jatuh tempo validitas untuk pengujian kembali. Bahan yang jatuh tempo ini akan disusun menjadi daftar Draft List Retest Material yang berisi daftar bahan yang

42 29 jatuh tempo untuk uji kembali dalam periode 3 bulan ke depan. Selanjutnya PPIC akan mengeluarkan RA (Request of Analysis) untuk kegiatan uji kembali bahan dan memastikan jumlah bahan mencukupi untuk uji kembali. Jika jumlah bahan tidak mencukupi untuk uji kembali maka dengan pemberitahuan kepada bagian Quality Operations bahan tersebut akan direject tanpa perlu adanya pengujian. 2. Warehouse Gudang atau Warehouse adalah ruangan yang dipergunakan untuk menyimpan bahan baku, produk setengah jadi, produk jadi, dan bahan pengemas. PGS jakarta memiliki dua gudang yang berada di Gandaria dan Cimanggis. Tugas dan tanggung jawab bagian Warehouse antara lain: a. Mengelola penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran bahan baku, bahan pengemas, produk setengah jadi, dan produk jadi. b. Melakukan penimbangan bahan baku untuk proses produksi. c. Memantau persediaan bahan baku, bahan pengemas, produk setengah jadi, dan produk jadi. d. Menyusun, merevisi, dan memperbaharui SOP di area Warehouse. Bagian Warehouse melakukan pemeriksaan terhadap surat jalan (Delivery Order), Certificate of Analysis (CoA) dan Purchase Order (PO) pada setiap barang yang diterima dari supplier, yang terdiri dari nama barang, kode item, jumlah, tanggal kadaluarsa, dan nomor lot / bets vendor. Selain pemeriksaan dokumen, juga dilakukan pemeriksaan fisik, seperti keadaan wadah atau kontainer barang, label, keutuhan segel, serta jumlah aktual barang. Perbedaan jumlah barang yang masih dapat diterima oleh Warehouse adalah tidak lebih dari 10%. Barang yang rusak yang terdeteksi ketika penerimaan akan dikembalikan ke supplier disertai Materials Dispatch Note (MDN) dan alasan pengembalian, disimpan di warehouse dan lembar lainnya dikirimkan masing-masing ke bagian Finance dan supplier. Jikalau ada kekurangan dari kelengkapan dokumen maka akan diminta menyusul dari supplier. Jika barang sudah sesuai, selanjutnya melalui sistem MAPS, bagian Warehouse akan mengeluarkan Goods Received Note (GRN) dan label status quarantine yang akan ditempel di bagian luar kemasan barang minimal 4 arah

43 30 yang berbeda untuk bahan kemas dan ditempel di bagian luar kemasan tiap unit barang untuk bahan baku. GRN merupakan dokumen sebagai pernyataan penerimaan dan barang disimpan di warehouse dalam status karantina. GRN akan dikirimkan lembaran copy ke bagian Quality Operations (QO). Selanjutnya QO akan mendistribusikan GRN bahan baku ke bagian laboratorium sedangkan GRN bahan kemas dikirim ke bagian Quality Assurance (QA), masing-masing bagian akan membuat jadwal sampling dan melakukan pemeriksaan sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengambilan sampel bahan baku dilakukan oleh pihak laboratorium sedangkan pengambilan bahan kemas dilakukan oleh pihak QA. Bahan yang telah dilakukan sampling oleh laboratorium maupun QA diberi label kuning yang bertuliskan sampled by yang selanjutnya menunggu keputusan dari laboratorium untuk bahan baku dan QA untuk bahan pengemas, apakah barang tersebut diluluskan (release) atau ditolak (reject). Jika bahan baku/kemas dinyatakan release maka dipindahkan dari daerah karantina ke daerah release dan diberi label hijau, sedangkan barang yang direject dimasukkan ke daerah reject dan diberi label merah yang selanjutnya akan dikembalikan ke supplier. Penyimpanan bahan di warehouse berdasarkan nomor rak, baris, sekat, dan tingkat tertentu, yang datanya tersimpan dalam MAPS. Area penyimpanan bahan di warehouse diberi penandaan yang jelas pada kemasan bahan, dibatasi dengan tali/rantai berwarna atau penutup antar bahan yang berbeda maupun status yang berbeda dipisahkan. Semua bahan disimpan dengan beralaskan satu buah palet untuk tiap lot, sehingga tidak kontak langsung dengan lantai. Palet untuk penyimpanan harus dibersihkan secara berkala sebulan sekali. Jika ada lot atau bahan yang berbeda dalam satu palet karena kekurangan palet maka harus digunakan pemisah fisik yang jelas untuk penandaan. Apabila bahan ditolak dan diberi label merah (reject) oleh QA, maka bahan akan disimpan di area khusus untuk bahan yang ditolak. Penandaan selain label reject pada barang harus dicabut dan dihancurkan atau dicoret dengan tinta permanen untuk mencegah penyalahgunaan label penandaan. Selanjutnya bagian Warehouse akan memberi informasi pada bagian PPIC untuk dibuatkan Material Disposition Request (MDR) yang akan diberikan pada bagian Environmental

44 31 Health and Safety (EHS) untuk dilakukan pemusnahan oleh badan yang berwenang. Area penyimpanan di warehouse dibagi menjadi beberapa area, yaitu: a. Area suhu ruang normal dengan suhu di bawah 30 C, digunakan untuk penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas yang stabil pada suhu < 30 C, contohnya pirantel pamoat. b. Area dengan suhu kurang dari 25 C menggunakan ruangan yang dilengkapi dengan air conditioner, digunakan untuk penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas yang stabil pada suhu < 25 C, contohnya MgO, NaCl, asam alginat untuk bahan baku, leaflet, label untuk bahan pengemas. c. Area dengan suhu 2-8 C, digunakan untuk penyimpanan bahan baku yang mudah teroksidasi, contohnya oksitetrasiklin, amlodipin. d. Untuk produk psikotropik dan produk khusus lainnya disimpan di ruang khusus yang memerlukan akses personil Warehouse dan gembok rangkap dua pintu. Suhu di warehouse selalu dimonitor tiap pagi dan sore dengan menggunakan sistem Building Automated System (BAS), dikelola bersama oleh pihak Warehouse dan Engineering. Apabila terjadi penyimpangan suhu kurang dari 24 jam, maka hanya dilakukan notifikasi saja, sedangkan apabila terjadi penyimpangan suhu lebih dari 24 jam, maka perlu dilihat deviasinya. Sistem penyimpanan barang di warehouse menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dimana barang yang masuk lebih dahulu akan keluar lebih dahulu, serta First Expired First Out (FEFO) di mana barang yang kadaluarsa lebih dini akan keluar lebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari barang tidak sampai kadaluarsa sebelum digunakan. Pembersihan ruang warehouse secara keseluruhan dilakukan rutin setiap seminggu sekali untuk mencegah akumulasi kontaminasi tehadap bahan yang dilakukan oleh janitor yang terkualifikasi untuk area warehouse.

45 32 3. Pharmacy Kegiatan penimbangan di PGS Jakarta dilakukan oleh bagian Pharmacy. Penimbangan harus dilakukan oleh personil penimbangan dan weighing checker yang telah terkualifikasi. Weighing checker melakukan verifikasi kesesuaian material yang akan ditimbang dan verifikasi selama proses penimbangan. Personil penimbangan harus menggunakan alat pelindung diri yaitu masker dan sarung tangan selama proses penimbangan untuk mencegah terhirupnya partikel-partikel bahan baku oleh personil dan mencegah kontaminasi personil terhadap bahan baku. Proses penimbangan diawali dengan proses serah terima bahan-bahan yang disertai dengan Production Order (PDO) yang diterbitkan oleh PPIC kepada personil Warehouse kemudian diserahkan kepada personil penimbangan. Weighing Checker akan melakukan pengecekan kesesuaian bahan yang terdapat di PDO status 1 dengan sistem. Semua bahan baku yang sudah sesuai dengan PDO, diletakkan di atas palet dan disimpan di area raw materials staging. Setelah itu personil penimbangan diharuskan menerbitkan weighing order, kemudian mulai dilakukan aktivitas penimbangan untuk satu lot produk atau penimbangan secara campaign untuk beberapa lot produk yang sama. Penimbangan dilakukan satu-persatu secara urut seperti yang tercantum pada PDO kecuali bahan pewarna, essence atau alkohol yang harus ditimbang pada urutan terakhir. Sebelum dilakukan penimbangan, Weighing Checker akan melakukan scan barcode pada setiap bahan yang masuk ke area dispensing booth. Setelah itu bahan ditimbang oleh operator penimbangan. Apabila jumlah bahan yang ditimbang telah sesuai, maka Weighing Checker akan segera mencetak label pharmacy dan dilakukan pemeriksaan terhadap label pharmacy, yang meliputi pemeriksaan nama bahan baku, nomor lot bahan baku, jumlah bahan baku, nama produk dan nomor lot produk. Label pharmacy ditempelkan pada bahan baku yang telah selesai ditimbang kemudian bahan baku tersebut diletakkan di area weighed materials staging dan diberikan identitas berupa penandaan yang mencantumkan nama produk dan nomor lot produk pada rak di area weighed materials staging. Personil penimbangan menimbang sisa bahan baku yang tidak digunakan dan diletakkan kembali di palet. Timbangan dan ruangan dibersihkan

46 33 serta semua peralatan yang digunakan untuk proses penimbangan diganti setiap selesai melakukan penimbangan satu jenis bahan baku Quality Operations (QO) Department Departemen QO dipimpin oleh seorang QO Department Head yang bertanggung jawab terhadap seluruh operasional pelaksanaan sistem manajemen mutu, menyetujui seluruh prosedur tetap yang berlaku, menyetujui setiap perubahan sistem atau prosedur, menyetujui dan mengevaluasi setiap kegagalan proses serta bertanggung jawab dalam penanganan keluhan, obat kembalian, dan penarikan kembali obat. QO Department Head membawahi 4 bagian, yaitu Quality Assurance, Quality System and Compliance, Quality Control dan Technical Services and Packaging Development Quality Assurance (QA) Bagian QA dipimpin oleh seorang Manager yang membawahi QA Supervisor dan Stability & Registration, yang secara umum bertanggung jawab terhadap tugas yang berhubungan dengan sistem mutu, antara lain mencakup: 1. Mengawasi pelaksanaan In-Process Control. Pengawasan pada saat proses atau In-Process Control (IPC) dilakukan terhadap semua jenis sediaan, baik solid, semisolid, maupun cairan. Setiap sediaan memiliki parameter uji yang berbeda-beda. Untuk sediaan solid parameter ujinya antara lain penampilan, bobot, kekerasan, keregasan, ketebalan dan waktu hancur. Untuk sediaan semisolid parameter ujinya antara lain bobot dan uji kebocoran, sedangkan untuk sediaan cairan steril dan non-steril parameter ujinya yaitu volume dan uji kebocoran. IPC dapat dilakukan langsung oleh personil produksi dengan pengawasan dari QA. 2. Menetapkan status disposisi (approve, reject, quarantine-hold) bahan awal (kecuali bahan baku), produk antara/ruahan, dan produk jadi termasuk meninjau kembali batch record untuk memeriksa proses dan hasil pengujian, serta memastikan record lengkap dan akurat. 3. Meninjau dan menyetujui laporan deviasi dari Manufacturing Procedure, Process, atau spesifikasi, dan hasil investigasi.

47 34 Deviasi merupakan setiap perbedaan yang terencana atau tidak terencana dari prosedur, kecenderungan (trend), peralatan, atau parameter yang telah disetujui, dimana perbedaan tersebut terjadi selama proses pembuatan, pengemasan, pengujian, penyimpanan, dan penyaluran dari bahan baku, bahan kemas, bulk, atau produk akhir. Setiap penyimpangan yang terjadi harus dilaporkan dan diselesaikan dengan pendekatan tindakan korektif (corrective action) dan tindakan preventif (preventive action). 4. Memeriksa dan menyetujui perubahan dari prosedur, proses, sistem, dan spesifikasi yang telah disetujui (change management/change control). 5. Mengawasi program dan kegiatan validasi, termasuk meninjau dan menyetujui protokol dan laporan hasil validasi. 6. Melaksanakan program stability study. Pengujian stabilitas merupakan suatu rangkaian pengujian untuk memperoleh kepastian mengenai stabilitas suatu produk obat, yakni kemampuannya untuk mempertahankan spesifikasi, apabila dikemas dalam kemasan tertentu serta disimpan dalam kondisi tertentu selama waktu yang telah ditetapkan. Jenis stability test yang digunakan, yaitu: a. Accelerated 40 o C/75 % RH Stabilitas yang dipercepat, dilakukan selama 6 bulan. Dalam waktu 6 bulan tersebut diperkirakan sama dengan 2 tahun dalam kondisi suhu kamar. b. Real time / Long term Uji stabilitas dilakukan sesuai kondisi penyimpanan produk pada 30 o C / 75% RH atau 25 o C/60 % RH c. Follow up Study (On going) Finished product yang telah dipasarkan akan dipantau dan diawasi oleh PGS Jakarta dengan melakukan uji stabilitas jangka panjang on-going untuk memperkuat data tanggal kadaluarsa dan kondisi penyimpanan yang telah diperkirakan sebelumnya serta memungkinkan pendeteksian semua masalah stabilitas yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan. Stabilitas on-going bertujuan untuk memantau produk selama masa edar dan untuk menentukan bahwa produk tetap memenuhi syarat

48 35 mutu dan spesifikasi selama disimpan dalam kondisi penyimpanan yang tertera pada label. Stabilitas on-going dilakukan pada minimal satu lot per tahun dari produk yang dibuat untuk tiap kekuatan dan tiap jenis pengemasan primer. Untuk produk-produk baru, uji stabilitas accelerated dan real time dilakukan pada minimum 2 lot skala produksi dan 1 lot skala kecil. Sampel uji stabilitas termasuk stabilitas on-going disimpan di climatic chamber selama periode stabilitasnya dan dikontrol suhu dan kelembabannya. Monitoring suhu dan kelembaban dilakukan dan direcord secara otomatis melalui sistem Building Automation System (BAS), dan juga dicatat secara manual setiap hari pada pagi dan sore hari kecuali hari libur. Apabila terjadi perubahan pada suhu dan temperatur dalam waktu lebih dari 24 jam, maka harus dilakukan investigasi dan assessment terhadap dampak yang terjadi terhadap sampel. Program stabilitas dilakukan dengan menggunakan Stability Program Application System (SPAS). Pelaksanaan stabilitas diawali dengan adanya PCP/PCR dan QAR/DR, kemudian dilanjutkan dengan penentuan lot produk yang akan diuji serta protokol dan jenis pengujian stabilitas yang digunakan. Terlebih dahulu, akan dilakukan pengujian awal terhadap sampel yang meliputi pengujian fisika, kimia, dan mikrobiologi, selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam chamber dengan hitungan ke-0 dimulai pada saat sampel masuk ke dalam chamber. Pengujian awal akan dilakukan kembali apabila uji stabilitas dimulai lebih dari 30 hari dari tanggal pengujian awal. Pull date pada setiap interval pengujian dihitung berdasarkan tanggal awal uji stabilitas dengan toleransi sebagai berikut : a. Untuk interval uji di bawah 3 bulan, actual pull date yaitu ± 4 hari dari target pull date b. Untuk interval uji di atas 3 bulan, actual pull date ± 7 hari dari target pull date. Apabila terjadi keterlambatan maka harus dilakukan evaluasi terhadap pengaruh yang terjadi pada sampel atau hasil pengujian. Sampel dikeluarkan dari chamber sesuai dengan program dan interval uji, kemudian dilakukan pengujian laboratorium terhadap sampel. Uji fisika, kimia

49 36 dan mikrobiologi pada sampel setiap interval uji harus diselesaikan dalam 30 hari dari actual pull date. Hasil pengujian pada setiap interval dicatat dalam Stability Analysis Report dan kemudian dimasukkan ke dalam SPAS hingga laporan stabilitas disetujui. Hasil uji stabilitas pada setiap interval direview oleh Laboratorium Supervisor dan diapprove oleh Laboratorium Manager dan QA Manager. Hasil uji stabilitas dan perbandingan dengan spesifikasi yang dipersyaratkan, termasuk jika terjadi OOS, akan dirangkum di dalam Stability Summary Report yang dibuat oleh Stability Operation Supervisor, kemudian direview dan diapprove oleh Laboratorium Manager dan QA Manager. Stability Summary Report diterbitkan pada interval uji bulan ke 6 dan 12 dan kemudian setiap 1 tahun. Untuk stabilitas on-going, summary report diterbitkan pada akhir periode stabilitas. Jika semua data stabilitas sudah terkumpul, maka data tersebut akan dikirimkan ke bagian registrasi di Head Office PT. Pfizer Indonesia yang terletak di GKBI. Tim registrasi di GKBI akan menggabungkan data stabilitas dengan data registrasi yang lain. Jika sudah lengkap, dokumen registrasi akan dikirim ke PGS Jakarta untuk ditinjau ulang dan disetujui oleh QA Manager. Dokumen registrasi yang telah disetujui oleh QA Manager, kemudian akan dikembalikan ke bagian registrasi di GKBI untuk diregistrasikan ke BPOM. 7. Mengawasi program sampling, termasuk perencanaan dan metode sampling. Quality Assurance Supervisor atau yang diberi wewenang, membuat rencana sampling mingguan berdasarkan list incoming packaging material yang dinotifikasi tiap bulan atau tiap minggu oleh material dan production department. Sampling direncanakan berdasarkan First In First Out (berdasarkan tanggal terima GRN oleh QA) atau berdasarkan urgensi. 8. Melakukan sampling, inspeksi dan disposisi bahan pengemas. Prosedur sampling bahan awal dilakukan dengan tahap sebagai berikut: a. Bahan awal yang baru datang di warehouse akan segera diketahui oleh QA dengan adanya catatan penerimaan barang (GRN) dan CoA yang akan dikirim oleh pihak Warehouse. Selanjutnya QA akan memastikan kondisi kemasan sebelum melakukan sampling.

50 37 b. Sampling bahan kemas dilakukan oleh QA Inspector yang terkualifikasi di bawah Laminar Air Flow (LAF) (untuk sampel kemasan primer) di dalam sampling booth yang ada di warehouse, dan untuk sampling kemasan sekunder dilakukan di warehouse. Sampling dilakukan pada suhu tidak lebih dari 25ºC sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku untuk masingmasing wadah, dan pengambilan sampel dilakukan secara acak, dimana jumlah sampel diambil berdasarkan ketentuan ANSI. c. Kontainer sampel harus dilengkapi dengan label yang berisi mengenai sampel yang diambil meliputi kode barang, nomor lot, tanggal kadaluarsa dan tanggal pengambilan sampel. Kontainer bahan kemas yang telah diambil untuk sampling harus disegel kembali secara khusus dan diberi label kuning bertulisan SAMPLED BY. d. Setelah sampling, dilakukan inspeksi sesuai dengan spesifikasi bahan kemas yang dapat dilihat di Packaging Material Specification dan jumlah sampel yang diinspeksi tergantung dari kebutuhan inspeksi (biasanya 10 sampel atau lebih). Hasil pengukuran dimensi dari sampel bahan kemas dicatat pada Packaging Material Inspection Record of Dimension dan diserahkan ke QA Supervisor/personil yang berwenang. e. Setelah inspeksi, QA Supervisor/personil yang berwenang menentukan apakah bahan tersebut diluluskan (release) atau ditolak (reject). 9. Memeriksa dan menyetujui packaging/labeling development. 10. Melaksanakan program QA Self-Appraisals (QASA). 11. Penanganan terhadap product complaint dan recall. Setelah melalui berbagai proses, maka akan menghasilkan produk jadi (finished goods). Produk jadi adalah obat yang telah melalui seluruh tahapan proses produksi, termasuk pengemasan dan siap untuk didistribusikan. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap produk jadi, antara lain pemeriksaan kebenaran proses dan kelengkapan kemasan, seperti jumlah isi, cetakan, nomor lot, dan tanggal kadaluarsa. Jika sesuai dan diberi label release, maka produk tersebut dapat didistribusikan. Setelah produk didistribusi, terkadang terjadi masalah pada produk tersebut sehingga muncul keluhan dari masyarakat (product complaint). Berdasarkan jenisnya, keluhan dibagi menjadi dua jenis, yaitu keluhan

51 38 teknis kualitas obat (ditujukan ke bagian QA) dan keluhan terhadap efek obat (ditujukan ke bagian Medical). Keluhan dari masyarakat akan ditangani oleh Product Manager. Jika terjadi keluhan terhadap kualitas, maka akan diberikan formulir keluhan kepada QA yang disertai dengan sampel, foto-foto, dan informasi lainnya. QA akan mengevaluasi terhadap obat yang ditahan dan catatan riwayat lotnya (Lot History File). Hasil evaluasi akan di catat dalam formulir keluhan produk dan evaluasi, dan akan didistribusikan ke Product Manager dan Medical. Selain adanya keluhan obat dari masyarakat, juga dibutuhkan penanganan terhadap obat kembalian (recall). Obat yang dikembalikan biasanya karena obat sudah kadaluarsa dan kemasan obat rusak. Jika obat telah kadaluarsa, maka tindak lanjutnya adalah mengganti produk tiga bulan ke belakang sebelum obat kadaluarsa. Sedangkan untuk masalah kemasan yang rusak, jika kesalahan dari pihak distributor, maka tidak dilakukan penggantian tetapi jika kesalahan adalah dari pihak pabrik maka kemungkinan obat itu akan diganti, tergantung dari kebijakan bagian pemasaran, atau dilakukan pemusnahan sesuai dengan prosedur yang berlaku Quality System and Compliance (QS) Bagian QS memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal berikut: a. Supplier Management Peran QS mencakup kegiatan seleksi supplier yang bekerja sama dengan bagian Purchasing, menyelenggarakan program External Audit untuk menilai sistem yang diterapkan supplier, mengelola Audit Report, memantau dan menelusuri Supplier Response serta Closed Out Status terkait hasil audit, dan mengelola Quality Agreement. External Audit dilakukan terhadap calon supplier, supplier bermasalah dan supplier lama. Sebelum menjadi supplier yang disetujui, perlu dilakukan audit terhadap supplier dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Audit dilakukan secara berkala untuk memastikan konsistensi mutu yang dihasilkan supplier. Frekuensi audit ditentukan berdasarkan hasil dari risk assessment.

52 39 b. SOP Management Pfizer menerapkan sistem PDOCS (Pfizer Document Management System) untuk proses penanganan SOP. Pada SOP management, QS berperan sebagai PDOCS Administrator dan SOP Coordinator. Proses penanganan SOP dimulai dari tahap approval, trained, effective, printing, distribution, hingga obsolence. c. Training Management Seluruh personil di PGS Jakarta diharuskan untuk mengikuti pelatihan sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan (Job Function Curricula). Setiap pelatihan yang dilakukan, dicatat dan didokumentasikan dalam Training Record. Program pelatihan personil di Pfizer menggunakan sistem PLS (PGS Learning Solution) dan QS berperan sebagai PLS Administrator. QS bertanggung jawab dalam mengelola program Training personil di PGS Jakarta. d. Annual Product Review (APR) APR dilakukan setiap tahun untuk mengevaluasi data dan tren, yang bertujuan untuk membuktikan konsistensi proses, menentukan apakah spesifikasi butuh modifikasi, dan menentukan CAPA (Corrective Action Preventive Action) sebagai pengembangan mutu produk. QS memastikan seluruh data yang diperlukan untuk membuat Summary APR telah terkumpul dari masing-masing personil yang bertanggung jawab. QS bertugas untuk membuat Summary APR yang terjadwal untuk setiap produk di PGS Jakarta. Parameter yang didokumentasikan dalam APR antara lain: Parameter kritis dalam proses manufacturing dan proses pengemasan sesuai dengan jenis sediaan. Lot yang di reworked/reprocessed. Hasil uji produk, IPC, dan stabilitas yang dibandingkan dengan spesifikasi. Market action. Investigasi yang dilakukan karena terjadinya deviasi. Product complaint / recall / return, meliputi jenis complaint, jumlah product recall, jumlah dan alasan terjadinya return product.

53 40 Change control yang dibuat dalam hal spesifikasi produk, proses manufacturing, pengemasan dan IPC. Validasi. e. Compliance Analysis Status (CAS) Report QS bertugas untuk melakukan analisis terhadap setiap proses yang terjadi untuk dilihat kesesuaiannya dengan PQS, memastikan Training PQS yang baru telah terpenuhi, memastikan CAS Report selesai sebelum PQS terbaru disetujui, dan menyediakan data mengenai status CAS Report. f. Internal Audit QS menyelenggarakan program QASA (Quality Assurance Self Appraisals). QASA bertujuan untuk verifikasi dan memastikan bahwa efektivitas sistem mutu yang diterapkan telah memenuhi persyaratan GMP, PQS dan ISO 9001, serta untuk mengidentifikasi gap atau system weakness. Selain itu, QS menyusun jadwal audit melalui pendekatan Risk Assessment, dan menentukan tren. g. Quality Metric Quality Metric berisi Key Quality Indicators (KQIs) untuk setiap produk Pfizer (misal jumlah product recall untuk bulan Januari) bertujuan untuk mengukur/menilai mutu dan compliance. QS bertugas untuk mengumpulkan data metric ditiap bulannya dari masing-masing departemen, kemudian QS membuat Summary Quality Metric untuk setiap bulan. Jika ada target yang belum terpenuhi, akan dikaji setiap bulannya pada pertemuan SQRT. h. Site Quality Review Team (SQRT) SQRT dibentuk untuk membahas dan menentukan keputusan atas permasalahan yang berkaitan dengan manufacturing and control compliance terhadap kebijakan Pfizer, standar mutu dan regulasi lain yang berhubungan. QS menyelenggarakan pertemuan SQRT untuk dilakukan pengkajian terhadap performance metric dan untuk membahas mengenai deviasi yang terjadi, dari mulai penyebab, pengaruh, hingga action plan.

54 Quality Control Quality Control bertanggung jawab dalam semua kegiatan di laboratorium. Laboratorium dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab langsung kepada QO Department Head. Tanggung jawab supervisor lab, antara lain: a. Pelaksanaan pemeriksaan bahan baku, obat setengah jadi, dan obat jadi untuk menjamin agar mutu obat-obat yang diproduksi telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh Pfizer dan BPOM dengan melakukan analisis kimia dan analisis mikrobiologi. b. Memberikan pelatihan yang berhubungan dengan laboratorium. c. Menyusun, merevisi, dan memperbaharui SOP di laboratorium. Laboratorium juga melakukan analisis terhadap air dan clean steam yang digunakan untuk keperluan produksi dalam waktu 24 jam setelah pengambilan sampel. Air yang terdapat pada PGS memiliki beberapa grade yaitu air PAM yang dideklorinasi untuk keperluan cuci tangan dan toilet dikenal dengan potable water, lalu air untuk produksi dan pembilasan non steril yang dikenal dengan water purified unit (WPU) dan air untuk keperluan produksi dan pembilasan steril yang dikenal dengan water for injection (WFI). Sedangkan clean steam adalah purified water yang diproses melalui clean steam generator. Pengambilan sampel sudah terjadwal dan dilakukan oleh analis laboratorium yang terkualifikasi berdasarkan tingkat critical use point terhadap produk (bersentuhan langsung dengan produk). Jumlah sampel diambil per kontainer mengacu pada list bulk active/raw yang dikeluarkan oleh departemen QO. Sampel yang sudah diterima dari hasil pengambilan sampel bahan baku pada sampling booth dilakukan lagi pengambilan acak jumlah sampel yang harus diuji berdasarkan ketentuan dari PGS. Sejumlah sampel yang harus diuji ini dikenal dengan composite sample. Semua analis yang masuk ke dalam laboratorium harus mengganti baju dan sepatunya dengan baju dan sepatu khusus untuk bekerja serta penutup kepala. Selama pengerjaan harus menggunakan alat pelindung diri seperti safety glass, masker, masker gas atau sarung tangan karet.

55 42 Jika terjadi pengujian di luar spesifikasi, maka analis yang bersangkutan melapor kepada supervisor untuk segera diinvestigasi penyebabnya. Seluruh larutan akhir (larutan standar dan sampel) tidak boleh dibuang hingga investigasi selesai. Jika penyebab ditemukan, maka dilakukan uji ulang bersifat mengulang uji yang menghasilkan uji di luar spesifikasi. Jika uji ulang memenuhi syarat maka hasilnya dipakai sebagai pelaporan hasil analisis, jika masih tidak memenuhi syarat maka hasil uji pertama kali yang dipakai dan hasil uji dinyatakan sebagai out of specification. Analis bersama-sama dengan janitor laboratorium yang sudah terkualifikasi di laboratorium bertanggung jawab menjaga kebersihan terutama sesudah menggunakan instrumen untuk analisis. Namun untuk kalibrasi alat serta validasi metode dilakukan oleh analis yang bertanggung jawab. Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dari laboratorium dipisahkan menjadi buangan limbah cair organik dan buangan limbah cair anorganik. Limbah anorganik ini dibagi lagi menjadi buangan limbah cair anorganik asam dan buangan limbah cair anorganik basa, keduanya dipisah untuk mencegah terjadinya reaksi dan timbulnya panas. Dalam pelaksanaan tugasnya, unit laboratorium dibagi dalam dua subunit kerja, yaitu laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi. 1. Laboratorium Kimia Laboratorium kimia bertugas melakukan analisis kimia terhadap pengendalian mutu bahan baku dan pengendalian mutu produk ruahan. Peralatan yang dimiliki oleh laboratorium kimia adalah melting point apparatus, polarimeter, osmometer, kromatografi gas, potensiometer, alat uji disolusi, viskometer, tanur, konduktimeter, FTIR, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), refraktormeter, timbangan analitik, penetrometer, ph meter, oven, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), disintegrator, waterbath, moisture analyzer, alat Karl Fischer, turbidimeter, polarimeter, UPLC (Ultra Performance Liquid Chromatography), particle counter, dissolution test system.

56 43 Baku pembanding primer untuk keperluan analisis didapatkan dari Pfizer Global dan USP. Baku pembanding sekunder dibuat dari bahan baku yang telah diverifikasi dengan melakukan 6 kali analisis menggunakan baku pembanding primer. Masa berlaku baku pembanding sekunder adalah 6 bulan sejak tanggal selesai analisis dan tidak melebihi tanggal kadaluarsa bahannya. Semua stok dan keperluan bahan-bahan analisis dilakukan oleh supervisor dan menentukan keperluan untuk membeli lagi bahan-bahan kimia yang diperlukan. Untuk bahan-bahan atau reagen yang mudah terbakar harus dipastikan wadah penyimpanan tidak bocor dan tertutup rapat disimpan dalam lemari reagen yang dilengkapi dengan blower atau di dalam refrigerator jika memang dipersyaratkan suhu simpan yang rendah. Selama penanganan semua bahan dan reagen harus melengkapi diri dengan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan plastik, kacamata, lab jas dan safety shoes atau alat pelindung lainnya seperti yang dicantumkan dalam MSDS (Material Safety Data Sheet). a. Pengendalian Mutu Bahan Baku Bahan baku adalah semua bahan yang digunakan dalam pembuatan obat, meliputi bahan aktif dan bahan tambahan. Bahan baku akan sangat berpengaruh terhadap mutu suatu obat yang akan diproduksi. Pengendalian mutu bahan baku dimulai dengan pengambilan sampel bahan baku untuk diperiksa sesuai dengan spesifikasi. Setiap bahan yang datang disertai dengan dokumen Certificate of Analysis (CoA), yang akan dipakai sebagai acuan pemeriksaan. Bahan yang telah diambil sampel dan disimpan ke dalam vial-vial oleh perwakilan laboratorium yang akan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis identifikasi penampilan, dan identifikasi dengan FTIR. Hasil analisis akan diperiksa kembali oleh supervisor secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan bahan yang dinyatakan diterima atau ditolak akan dimasukkan ke dalam Monitoring Accounting Planning System (MAPS). Setelah itu, hasil pemeriksaan diserahkan ke QA untuk diberikan label diterima (release) atau ditolak (reject). Bahan baku yang tidak memenuhi syarat akan ditempel label merah (ditolak) beserta label yang menyatakan penanganan selanjutnya. Bahan baku yang ditolak akan ditempatkan di area bahan yang ditolak di warehouse.

57 44 Bahan baku yang telah dinyatakan lulus ada yang sebagian disimpan sebagai contoh (retained sample) sebanyak yang diperlukan untuk pemeriksaan minimal dua kali analisis penuh lotnya. Untuk penanganan bahan baku yang telah mendekati masa kadaluarsa sejak tanggal dinyatakan diterima, harus dilakukan pemeriksaan ulang. Pemeriksaan ulang dilakukan dengan analisis menyeluruh dan berlaku untuk semua bahan baku. Jika dari hasil pengujian ulang dinyatakan lulus, maka akan dibuat verifikasi analisis dan bahan tersebut boleh digunakan untuk produksi. Jika ternyata bahan dinyatakan ditolak, maka harus diberitahukan ke gudang, PPIC, produksi, dan keuangan bahwa bahan tidak boleh digunakan lagi dan harus dimusnahkan. b. Pengendalian Mutu Produk Ruahan Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dikemas. Produk ruahan Pfizer Global Supply (PGS) dapat berasal dari hasil produksi Pfizer Global Supply (PGS) sendiri maupun produk ruahan impor yang harus dikemas. Petugas QA akan mengambil contoh produk ruahan untuk pemeriksaan di laboratorium. Cara pengambilan sampel sama dengan yang dilakukan terhadap bahan baku. Proses pengambilan sampel untuk sediaan padat dilakukan pada saat awal, tengah, dan akhir proses pencetakan tablet. Pemeriksaan produk ruahan dilakukan dengan metode tertentu dan harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Jika dalam pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi. 2. Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab terhadap Laboratorium Manager. Unit laboratorium mikrobiologi bertugas dalam mendukung pengawasan mutu dalam hal mikrobiologi, seperti pemeriksaan bahan baku, obat setengah jadi, obat jadi dan memantau sanitasi serta kebersihan ruangan, jumlah partikel serta pemantauan lingkungan.

58 45 Peralatan yang digunakan di laboratorium mikrobiologi adalah getinge sterilizer, UV pass box, coolers, fume hood, timbangan analitik, oven, refrigerator, inkubator, isolator, waterbath, microbiological air sampler, mikroskop, biosafety cabinet, ph meter, dan cold lab chamber. Alat-alat laboratorium tertentu seperti cawan petri, pinset, spatula, erlenmeyer, sarung tangan, filter dan baju antistatic lint free harus disterilisasi terlebih dahulu dengan metode alat autoklaf sebelum digunakan. Monitoring pada ruang preparasi dilakukan dengan metode swabbing dan active air sampling. Metode swabbing adalah dengan menggunakan cotton swab yang terlebih dahulu disterilisasi dipoleskan ke posisi yang akan dilakukan pengambilan sampel kemudian hasil cotton swab yang telah dipoles dianalisis secara mikrobiologi. Metode active air sampling adalah dengan menggunakan media dalam cawan yang berisi media dihembuskan udara ruangan ke atasnya sebanyak liter menggunakan Microbiological Air Sampler. Media yang telah ditiup sampel udara ruangan dianalisis secara mikrobiologi. Monitoring pada ruang produksi selain menggunakan metode swabbing dan active air sampling, juga menggunakan metode settling plate pada kondisi operasional maupun pada kondisi at rest untuk ruang grade A. Monitoring terhadap personil dilakukan dengan swabbing lengan baju, resleting, sarung tangan kiri dan kanan yang dilakukan satu kali per shift. Ruangan laboratorium dibersihkan setiap pagi hari dan sesudah aktivitas selesai (dinding laboratorium 1 bulan sekali) oleh janitor dengan disinfektan yang divariasikan tiap satu bulan sekali untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri. Setiap media yang akan dipakai harus dilakukan growth promotion test untuk memastikan bakteri yang akan dibiakkan dapat tumbuh di media yang akan digunakan. Kegiatan laboratorium mikrobiologi, antara lain: a. Pengujian potensi antibiotik secara mikrobiologi. b. Pengujian terhadap sediaan steril berupa uji sterilitas di dalam isolator serta uji bebas pirogen dan endotoksin. c. Pengujian kontaminasi mikroorganisme terhadap bahan baku, obat setengah jadi, dan obat jadi.

59 46 d. Monitor jumlah mikroorganisme lingkungan aseptik. e. Monitor air dan gas yang dipakai untuk keperluan produksi. f. Membuat, memelihara dan menyimpan biakan mikroorganisme. g. Memantau sanitasi dan kebersihan ruang produksi Technical Services & Packaging Development Technical Services bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi dan packaging development di PGS Jakarta. 1. Validasi Validasi dilakukan ketika terjadi perubahan pada suatu proses, peralatan, fasilitas, dan sistem. Validasi bertanggung jawab untuk membuktikan bahwa suatu proses, peralatan, fasilitas, dan sistem memenuhi persyaratan yang telah ditentukan secara konsisten. Sasaran validasi adalah untuk menjamin prosedur pembuatan yang aman, menjamin reprodusibilitas proses, dan untuk mengurangi resiko penyimpangan yang mungkin timbul. Selain itu, validasi dapat meningkatkan efektifitas produksi (ditinjau dari segi biaya, waktu dan tenaga) dan dapat mengurangi atau menghindarkan biaya yang disebabkan internal failure seperti re-work, reject, dan external failure seperti adanya keluhan, penarikan kembali, dan obat kembalian. Validasi dan performance qualification merupakan lingkup tugas bagian Technical Services, kecuali validasi metode analisa dilakukan oleh bagian Quality Control, sedangkan kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional (commissioning) peralatan, fasilitas, serta unit penunjang dilakukan oleh departemen engineering. Validasi di PGS Jakarta dilaksanakan berdasarkan standar validasi yang tercantum dalam Pfizer Quality Standard (PQS) dan persyaratan BPOM. Validasi proses di PGS Jakarta terdiri dari validasi prospektif, validasi konkuren, dan retrospektif. Validasi prospektif diterapkan pada proses atau sistem baru dan sistem atau proses yang sudah ada tetapi mengalami perubahan dimana perubahan tersebut berpengaruh kepada kualitas produk (major) sehingga perlu dilakukan validasi. Validasi prospektif diselesaikan sebelum produk didistribusikan.

60 47 Validasi konkuren ditujukan untuk sistem dan proses yang sudah established dan terdokumentasi pada kondisi sebagai berikut: a. Sistem atau proses yang belum pernah tervalidasi sebelumnya tanpa adanya perubahan mayor pada sistem atau proses tersebut. b. Produk yang jarang diproduksi. c. Validasi prosedur rework. d. Perubahan minor pada sistem atau proses yang membutuhkan validasi. e. Ketika tidak ada kegagalan proses atau produk yang signifikan yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan proses. Validasi retrospektif dilakukan dengan menggunakan data produk yang telah dipasarkan, seperti batch record dan analisis trend, untuk memberikan atau menambah bukti terdokumentasi bahwa proses berjalan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Validasi retrospektif dilakukan pada kondisi sebagai berikut: a. Sistem atau proses dijalankan dan didokumentasikan pada proses produksi skala produksi (full scale). b. Tidak ada perubahan yang bersifat mayor pada sistem dan proses. c. Perwakilan data dari produk yang telah beredar tersedia untuk semua parameter kritis proses dan kualitas. d. Tidak ada kegagalan proses atau produk yang signifikan yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan proses (misalkan, kesalahan operator atau kerusakan mesin). Pelaksanaan validasi juga meliputi penyusunan dokumen berupa SOP, protokol, dan laporan validasi yang dibuat berdasarkan PQS dan peraturan dari BPOM. Semua dokumen yang dibuat harus direview dan disetujui oleh Site Validation Committee (SVC), suatu komite yang bertanggung jawab untuk merencanakan, meninjau ulang, dan mengesahkan dokumen validasi serta memastikan bahwa validasi dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Macam-macam dokumen validasi yang ada di PGS Jakarta, antara lain:

61 48 a. Site Validation Master Plan Dokumen atau kumpulan dokumen yang menggambarkan informasi spesifik yang relevan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan kegiatan validasi. Tujuan dari Site Validation Master Plan, antara lain: Untuk mendefinisikan gambaran umum kegiatan validasi yang dilakukan PGS Jakarta. Untuk mendefinisikan tanggung jawab, pendekatan dan prosedur validasi di PGS Jakarta terutama produksi dan peralatan pendukung termasuk fasilitas dan unit penunjang, proses produksi, proses pengemasan, peralatan proses pembersihan, proses sterilisasi, media filling, dan sistem komputerisasi yang digunakan untuk mengontrol produksi dan distribusi produk di pasaran. Untuk menetapkan metodologi dan prosedur di PGS Jakarta untuk perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pemeliharaan status validasi/ kualifikasi serta jadwal validasi yang akan dilaksanakan selanjutnya. Dokumen ini disetujui oleh semua departemen yang terlibat dalam kegiatan validasi. Setiap tahunnya akan dilaksanakan revisi untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini. b. Validation Project Plan Dokumen yang berisi proses atau sistem yang terlibat dan prosedur yang digunakan pada rancangan validasi. Validation Project Plan dapat digunakan untuk validasi yang melibatkan banyak sistem atau proses. Dokumen ini berisi strategi pemeriksaan dan proses pelaksanaan validasi. Dokumen ini juga menetapkan tanggung jawab dan harapan/ekspektasi dari pelaksanaan validasi. c. Validation Protocol Protokol validasi merupakan dokumen kunci yang digunakan untuk merinci bagaimana suatu proses validasi akan dilaksanakan. Protokol validasi dibuat mengacu pada Site Validation Master Plan dan Validation Project Plan. Dokumen yang dibuat oleh apoteker yang bertanggung jawab terhadap validasi dan akan disetujui oleh Site Validation Committee

62 49 (SVC) sebelum dilaksanakan. Dokumen ini menggambarkan tujuan dari pelaksaan validasi dan menjelaskan mengenai prosedur yang dilakukan saat validasi termasuk jumlah sampel dan lokasi pengambilan sampel. Dokumen ini akan menetapkan bagaimana mengumpulkan data dan melaporkannya, dan prosedur evaluasi apabila terjadi deviasi dan tindakan perbaikan yang harus dilakukan. d. Validation Report Laporan validasi dibuat untuk merangkum dan mendokumentasikan aktifitas validasi yang telah dilaksanakan serta menjelaskan hasil pelaksanaan validasi seusai dengan protokol validasi. Dokumen ini berisi rangkuman hasil pemeriksaan dan hasil analisa sesuai dengan protokol validasi. Dalam laporan validasi dibandingkan hasil uji dengan kriteria penerimaan dan dinyatakan secara jelas bahwa proses atau sistem memenuhi kriteria penerimaan. Laporan validasi juga menjelaskan mengenai deviasi yang terjadi selama pelaksanaan validasi. Laporan ini akan disahkan oleh SVC. Berdasarkan pendekatan ilmu pengetahuan, analisis resiko serta regulasi yang berlaku, PGS Jakarta mempersempit ruang lingkup pelaksanaan validasi sehingga fokus terhadap hal-hal yang memiliki pengaruh potensial pada kualitas produk. Validasi yang dilakukan di PGS Jakarta, antara lain: a. Equipment Cleaning Validation Suatu proses validasi prosedur dan proses pembersihan yang menjamin semua peralatan yang digunakan secara visual dapat membersihkan residu dari bahan-bahan, cleaning agent, dan ketika diaplikasikan, jumlah mikroba berada di bawah batas yang diperbolehkan. Khusus untuk peralatan yang digunakan dalam pembuatan beberapa produk, maka validasi dilakukan dengan menentukkan worst case product/risk value yang dapat mewakili produk lainnya. Produk yang memiliki risk value tertinggi maka akan dijadikan sebagai produk indikator. b. System Validation Semua sistem yang mendukung regulatory compliance practices dan digunakan di dalam proses produksi harus diidentifikasi, antara lain :

63 50 Fasilitas, utilitas, dan peralatan. Process control systems. Process Analytical Technology (PAT) Systems. Sistem komputerisasi. Sistem komputerisasi dibuat sesuai sistem manajemen mutu untuk menjamin kualitas dan kinerja dari sistem tersebut. Sistem komputerisasi yang diubah menjadi operasi secara manual, sebaiknya tidak menurunkan kualitas produk dan tidak meningkatkan risiko dari proses. Design sistem harus ditinjau ulang untuk menjamin bahwa sistem memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Validasi sistem dilakukan berdasarkan risk assessment. Perpanjangan validasi dan verifikasi sistem berdasarkan risk assessment dan dicantumkan di validation master plan. Hasil validasi akan dirangkum di dalam validation report. Validasi sistem secara periodik ditinjau ulang. c. Media Fill Media fill merupakan teknik untuk melakukan validasi pada setiap aseptic filling line. Media fill dilakukan dengan menyiapkan media (cair) pertumbuhan mikroba yang kemudian diisikan ke dalam wadah produk sesuai dengan proses produksi yang dilakukan secara rutin mulai dari proses sterilisasi hingga filling. Pelaksanaan media fill dilakukan semirip mungkin dengan proses rutin pembuatan aseptis dan mencakup semua langkah kritis termasuk kemungkinan kontaminasi dari paparan operator, lingkungan, peralatan dan permukaan. PGS Jakarta memiliki dua aseptic filling line, yaitu eye drop line dan injection line. Media fill dilakukan berdasarkan protokol yang telah disetujui. Pelaksanaan media fill meliputi: (i). Initial media fill of aseptic filling : Dilakukan sebanyak 3 kali pada 3 hari atau shift yang berbeda dan seluruhnya harus memenuhi persyaratan. Dilakukan simulasi proses produksi secara aktual.

64 51 (ii). Aseptic filling line yang direkualifikasi : Dilakukan 2 kali dalam setahun dengan interval waktu 5-7 bulan sekali. Dapat dilakukan pada skala produksi paling besar maupun kecil. d. Packaging Validation Validasi proses pengemasan dilakukan pada pengemasan primer produk solid seperti tablet dan kapsul, serta proses pengemasan sekunder dan label untuk semua produk. Jenis validasi yang digunakan (validasi prospektif, retrospektif, atau konkuren) didokumentasi, dijustifikasi, dan disetujui oleh Site Validation Committee (SVC). Proses validasi pengemasan dilakukan sebanyak 3 kali. Validasi proses pengemasan dilakukan pada kondisi sebagai berikut : Produk baru. Penggunaan fasilitas pengemasan baru atau transfer proses pengemasan dari satu fasilitas ke fasilitas yang lain. Peralatan baru atau modifikasi yang menunjukkan perubahan pada proses pengemasan secara signifikan. Komponen pengemas baru yang mempengaruhi proses pengemasan. Proses pengemasan yang belum tervalidasi sebelumnya e. Manufacturing Process Validation Validasi proses produksi dilakukan pada kondisi sebagai berikut: Pengembangan produk baru dan/atau transfer produk baru.. Terdapat perubahan pada proses dan peralatan produksi, seperti peralatan mencampur, mengeringkan, mencetak, dan sebagainya. Proses produksi suatu produk yang telah berjalan tetapi belum divalidasi. Perubahan formulasi. Perubahan sumber bahan aktif dan/atau eksipien.

65 52 Perubahan ukuran bet, penurunan dan/atau peningkatan ukuran lot dari ukuran lot standar. f. Sterilization Validation Validasi dilakukan pada proses sterilisasi yang dilakukan di PGS Jakarta, seperti filtrasi, sterilisasi EtO, Gamma iradiasi, sterilisasi panas kering, sterilisasi panas basah dan depirogenasi. Selain itu juga dilakukan validasi terhadap sistem-sistem yang mendukung proses sterilisasi, seperti Formaldehid atau H2O2- Peracetic Acid Fogging System, UV-exposure dan agen sanitasi. Validasi proses sterilisasi dilakukan pada kondisi sebagai berikut : Proses sterilisasi atau sanitasi yang baru. Sistem dan peralatan sterilisasi baru atau modifikasi. g. Holding Time Study Holding time study adalah suatu studi dalam menentukan waktu maksimum material dapat disimpan dalam bentuk bulk sebelum dilakukan proses produksi berikutnya. Contoh material yang mengalami holding time: (i) In process product Granulasi Larutan granulasi (larutan binder) Campuran serbuk kering Larutan coating atau suspensi (ii) Sediaan bulk Bulk tablet (sebelum dikemas) Bulk kapsul Bulk larutan, suspensi dan semi solid Holding time study dilakukan pada satu lot produk, justifikasi terhadap perubahan nomor lot dicatat dalam protokol. Parameter uji dan spesifikasi yaitu:

66 53 Pengujian meliputi visual, analisis fisika, kimia, dan mikrobiologi Parameter uji dan spesifikasi berdasarkan protokol mengenai holding time Holding time divalidasi jika semua pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang telah ditetapkan h. Validation Review Sistem atau proses yang sudah divalidasi/dikualifikasi harus ditinjau kembali. Kegiatan ini disebut dengan validation review. Validation review ini dilakukan untuk menjamin bahwa sistem, produk, proses ataupun peralatan yang telah mengalami proses validasi masih terkontrol dan memberikan hasil sesuai dengan yang ditetapkan sebelumnya. Validation review terdiri dari periodic review dan change-based review (karena perubahan). Periodic review merupakan penelusuran kembali sistem atau proses secara periodik berdasarkan trend terhadap data bets untuk memastikan bahwa proses atau sistem tersebut masih memberikan hasil sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya secara konsisten serta menjamin tidak ada perubahan mayor atau kritikal yang dapat mempengaruhi hasil validasi. Frekuensi periodic review ditentukan berdasarkan hasil dari Risk Probabillity Number (RPN) dari suatu sistem atau proses. Semakin tinggi nilai RPN maka semakin tinggi frekuensi pelaksanaan validation review terhadap sistem atau proses tersebut. Rencana periodic validation harus disusun setiap tahun, didokumentasikan di dalam Validation Master Plan (VMP) dan disetujui oleh SVC. Hal-hal yang ditinjau kembali di dalam pelaksanaan periodic review, yaitu : Dokumen managemen perubahan. Laporan investigasi. Kegiatan kalibrasi serta pencegahan dan pemeliharaan. Dokumentasi.

67 54 Pfizer Quality Standard (PQS). Change-based review merupakan penelusuran terhadap perubahan yang terjadi pada sistem atau proses. Lamanya pelaksanaan validasi berdasarkan risk assessment. Dalam change-based review, dapat ditentukan apakah sistem atau proses membutuhkan validasi/validasi ulang atau tidak berdasarkan Risk Probability Number (RPN). Penilaian di dalam pelaksanaan change-based review meliputi : Evaluasi dampak atau pengaruh yang terjadi akibat perubahan suatu sistem atau proses. Kemungkinan terjadi kegagalan dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan tersebut pada setiap perubahan. Persyaratan dan spesifikasi yang harus dipenuhi terkait dengan perubahan tersebut. Beberapa proses tidak dilakukan validation review tetapi dilakukan revalidation/requalification setiap tahun, diantaranya proses sterilisasi (panas kering, panas basah, uap H 2 O 2, etilen oksida, γ-radiasi, steam-inplace system), proses depirogenisasi, dan aseptic filling line. Setiap perubahan atau deviasi yang terjadi akan selalu melalui change control atau investigasi deviation report untuk menentukan apakah sistem, proses atau alat tersebut masih valid atau justru akan dilakukan revalidasi. 2. Packaging Development Packaging development bertanggung jawab terhadap pengembangan bahan kemas primer dan sekunder, baik desain, bahan baku kemasan, dan pengkodean sesuai dengan Pfizer guideline dan regulator. Kesalahan dari desain kemasan dapat berakibat fatal dan tidak bisa dipakai di mesin, oleh karena itu pemastian desain kemasan sangatlah penting untuk diperhatikan. Setiap kemasan pada produk Pfizer yang dikembangkan haruslah tetap mengikuti aturan dan memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Pfizer Packaging Design Guidelines (PDG) dan Badan POM. Packaging Development juga harus memastikan bahwa desain kemasan dapat digunakan dalam proses produksi

68 55 Dalam membuat desain kemasan, Packaging Development terlebih dahulu membuat artwork yang merupakan suatu design spesifik mengenai kemasan suatu produk, bisa berupa elektronic file atau hard copy. Dalam artwork haruslah terdapat nama produk, warna kemasan, bentuk dan ukuran kemasan, bahan yang digunakan, waktu mempersiapkan, waktu penyelesaian,nomor revisi, dan nama printer yang digunakan. Dalam kegiatannya, Packaging Development memiliki sistem global e-palms (electronics Pfizer Artwork Labeling Management System) yang mengatur dan mendokumentasikan semua proses artwork dan labeling. e-palms merupakan sistem elektronik Pfizer yang membantu mengatur proses pembuatan, pengembangan, perubahan, peninjauan, dan persetujuan artwork dan labeling produk Pfizer. Packaging Development bekerjasama dengan tim dari produksi, Quality Assurance, regulasi, material dan marketing agar artwork yang dibuat dapat diimplementasikan pada proses produksi. Pembuatan artwork untuk produk baru maupun perubahan pada artwork produk yang telah ada dilakukan dengan membuat Pfizer Artwork Request (PAR) terlebih dahulu. Prosedur pembuatan artwork pada produk baru melalui 2 tahap, yaitu Registration Submission Phase dan Production Phase. Pada Registration Submission Phase terdapat permintaan pengembangan artwork baru kepada Badan POM, sedangkan Production Phase terdapat permintaan pengembangan artwork yang telah disetujui oleh Badan POM dan akan diimplementasikan pada produksi material kemasan dalam skala besar. Registration Submission Phase dimulai dari adanya inisiasi PAR ke dalam e- PALMs dari Market Coordinator karena adanya produk baru atau perubahan artwork yang membutuhkan persetujuan Badan POM. Market Coordinator akan berkoordinasi dengan Plant Coordinator, yaitu tim dari material untuk melengkapi data yang dibutuhkan terkait dengan material kemasan, mengatur sisa stok yang masih tersedia, memperkirakan berapa biaya yang dibutuhkan, dan menentukan kapan perubahan dapat diimplentasikan. Selanjutnya setelah terdapat kesepakatan, Plant Coordinator akan meneruskan pada Packaging Development untuk membuat atau memperbaiki artwork sesuai dengan ketentuan yang kemudian akan ditinjau dan disetujui oleh Market Approval (misalnya Technical Services, Produksi, Quality

69 56 Assurance, Regulasi, dll) sebelum diajukan ke Badan POM. Setelah mendapat persetujuan dari Badan POM, proses dapat dilanjutkan pada Production Phase. Pada fase ini, alur koordinasi serupa ketika Registration Submission Phase, yaitu melibatkan peran dari Market Coordinator, Plant Coordinator, Packaging Development, dan Market Approver. Packaging material yang digunakan dalam produksi harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Packaging Material Spesification (PMS), yaitu dokumen yang menetapkan persyaratan spesifik, kelengkapan, dan kriteria penerimaan termasuk batas, rentang, atau karakteristik lainnya dari bahan kemas agar memenuhi persyaratan untuk digunakan. Berdasarkan artwork yang telah disetujui, Packaging Development akan berkomunikasi dengan supplier dan meminta proof print (contoh printing suatu kemasan yang menggambarkan design kemasan aslinya) dan color range apabila kemasannya berwarna. Proof print dan color range akan didistribusikan oleh Packaging Development pada bagian Produksi, Technical Services dan Quality Assurance untuk ditinjau kembali dan disetujui. Proof print dan color range ini yang akan dijadikan pedoman untuk produksi dalam skala komersial. Selanjutnya proof print dan color range yang telah disetujui akan dikirimkan ke supplier untuk diproduksi dan didistribusikan ke QA untuk keperluan pemeriksaan packaging material yang datang Production Department Departemen ini bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan produksi obat, yang meliputi kegiatan pengolahan dan pengemasan. Pada departemen ini memiliki jumlah personil yang cukup banyak. Jumlah ini pun termasuk untuk pegawai yang merupakan pegawai tidak tetap. Departemen produksi membawahi tiga unit kegiatan, yaitu unit kegiatan steril, unit sediaan cair nonsteril dan semisolid, dan unit sediaan padat. Sebelum pelaksanaan produksi, bagian produksi akan menyusun jadwal produksi bulanan (monthly schedule) berdasarkan Material Requirement Plan (MRP). Jadwal bulanan ini memuat kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh bagian produksi dalam satu bulan ke depan, serta mencantumkan produk yang akan diproduksi, ruang, mesin yang akan dipakai untuk produksi dan waktu pengerjaannya. Rencana bulanan ini akan didistribusikan ke bagian-bagian

70 57 yang terkait, seperti bagian laboratorium, PPIC, dan gudang. Setelah jadwal produksi disetujui, maka akan dikeluarkan Production Order (PDO) status 1 dari PPIC. PDO ini berisi jumlah bahan baku yang diperlukan untuk produksi yang kemudian diserahkan ke bagian Pharmacy untuk dilakukan penimbangan. Alur produksi dimulai dengan penyiapan bahan baku yang dilakukan oleh bagian gudang sesuai dengan PDO, kemudian bagian gudang akan mengirim bahan-bahan tersebut melalui ruang transit. Di dalam ruang transit, bahan baku yang diberikan dari gudang diperiksa jumlah, jenis, dan labelnya. Setelah memenuhi persyaratan, bahan baku dibawa ke ruang penimbangan. Untuk bentuk padat penimbangan dilakukan di ruang pharmacy, sedangkan untuk bentuk cair dilakukan di ruang proses compounding masingmasing produk di bawah pengawasan bagian farmasi. Penimbangan dilakukan oleh dua personil penimbangan ditambah seorang checker untuk pemastian kuantitas bahan yang ditimbang. Setelah proses penimbangan akan diprint out label sejumlah bahan yang ditimbang untuk diikatkan pada wadah atau kemasan yang menampung bahan tersebut. Bahan baku yang telah ditimbang kemudian ditempatkan di staging room. Pada saat akan dilaksanakan proses produksi, supervisor dan operator memeriksa kesesuaian bahan baku yang ditimbang dengan yang tercantum pada PDO. Setelah sesuai bahan baku kemudian dibawa ke ruang produksi. Proses produksi dilaksanakan sesuai dengan Manufacturing Procedure (MP). MP berisi tentang setiap tahap cara pembuatan atau pengolahan obat. Setiap obat mempunyai MP yang berbeda antara satu obat dengan obat yang lain. Dalam MP terdapat informasi tentang nama produk, bahan baku yang harus ditimbang, prosedur pembuatan sampai diperoleh obat setengah jadi, pengujian selama pengolahan produk (in process control), dan catatan tentang hal-hal yang terjadi diluar ketentuan dan dokumentasi. Kegiatan produksi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengolahan dan pengemasan. Proses pengolahan dan pengemasan primer untuk sediaan non steril berlangsung di grey area, sedangkan untuk sediaan steril berlangsung di white area. Proses pengemasan sekunder dan tersier dilakukan di black area terkontrol.

71 Produksi Solid Unit pengolahan sediaan padat dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab kepada manajer produksi. Supervisor produksi sediaan padat bertanggung jawab terhadap proses pembuatan, pengemasan, memeriksa kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan sebelum proses, memeriksa seluruh catatan pengolahan batch, serta merevisi dan memperbaharui seluruh SOP bagian produksi sediaan padat. Alat yang digunakan untuk produk solid adalah intermediate bulk container, mesin milling, mesin blender, mesin fielder, fluid bed dryer, mesin coating, mesin pencetak tablet, mixer, timbangan analitik, timbangan elektrik, oven pengering, mesin blower, mesin compactor, mesin enkapsulasi, mesin pengering, metal detector, mesin siever, mesin deduster capsule,mesin deduster tablet, mesin polishing tablet, alat moisture balance, vacuum cleaner, mesin seleksi kapsul, vacuum conveyor, alat uji disintegrasi, friabilator, tablet hardness tester. Perbedaan tekanan ruang di ruang produksi (grey area) dilakukan 1 kali sehari dengan menjaga spesifikasi tekanan koridor lebih besar dari tekanan ruangan sediaan solid sebesar minimal 5,0 Pa. Beberapa produk diproduksi menggunakan cara campaign production di mana proses produksi batch/lot berturut-turut produk yang sama menggunakan bahan aktif yang sama. Proses pembersihannya pun juga memiliki prosedur yang terlebih dahulu divalidasi. Alur pengolahan sediaan padat melalui tahapan sebagai berikut: a. Penyiapan bahan Semua bahan yang akan digunakan pada proses produksi diambil dari staging room setelah diperiksa terlebih dahulu oleh supervisor dan pemimpin tim. b. Pencampuran Pencampuran semua bahan dilakukan dengan waktu pencampuran sesuai dengan yang tercantum pada MP. Untuk obat yang telah sering dibuat, seperti Ponstan dan Norvask tidak memerlukan pengujian homogenitas.

72 59 c. Granulasi Proses granulasi dilakukan untuk memperbaiki laju alir serbuk. Proses granulasi dengan high shear menggunakan mesin TK Fielder dan diperoleh granul yang berbentuk sferis; sedangkan untuk proses granulasi yang membutuhkan low shear digunakan mesin Marion Mixer dan menghasilkan granul yang seperti adonan kue dan mudah patah. d. Pengeringan granul Pengeringan granul dapat dilakukan dengan menggunakan oven dan Fluid Bed Dryer (FBD). Selama proses pengeringan dilakukan in process control dengan memeriksa kadar air granul sampai diperoleh kadar air yang ditetapkan. e. Milling Granul yang sudah dikeringkan diperkecil ukuran partikelnya dan diayak dengan ukuran mesh tertentu untuk mendapatkan keseragaman ukuran partikel. Alat yang digunakan adalah Fitzz Mill. f. Final blending Pencampuran terakhir dilakukan dengan menggunakan V-blender. Pencampuran dilakukan dengan menambahkan bahan penghancur dan bahan pelincir. Setelah selesai kemudian dilanjutkan dengan pengambilan sampel untuk dianalisis oleh laboratorium, dan bahan disimpan sementara di ruang penyimpanan atau work in process (WIP). g. Compressing Sebelum dilakukan pencetakan terlebih dahulu dilakukan start up mengenai keseragaman bobot, kekerasan, waktu hancur, ketebalan, keregasan. Setelah proses start up memenuhi syarat, dilakukan IPC pencetakan terhadap bobot tablet dilakukan setiap selang waktu 10 menit oleh bagian produksi dan oleh bagian QA setiap selang waktu satu jam. Apabila tahap pencetakan selesai, maka dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium, yaitu pemeriksaan kadar bahan aktif, keseragaman kadar, LOD (Loss On Drying), dan disolusi. Setelah diluluskan oleh laboratorium, maka dilakukan proses selanjutnya.

73 60 h. Coating dan polishing Tahap penyalutan dilakukan ini dilakukan untuk pembuatan film coated tablet (FCT). Penyalutan tablet dilakukan secara otomatis menggunakan mesin penyalut yang dilengkapi dengan blower, exhauster, dan gun sprayer. Setelah selesai dilakukan penyalutan dilakukan pemeriksaan meliputi penampilan, waktu disintegrasi, ketebalan, keregasan, dan bobot tablet. Dalam proses produksi dilakukan pengambilan sampel sediaan solid untuk in process control menggunakan sampling stick mengambil bagian atas, tengah dan bawah bulk sebelum dan sesudah penambahan lubrikasi. Selama proses produksi berlangsung, dapat terjadi kemungkinan serpihan atau potongan logam dari peralatan yang digunakan selama proses produksi ikut terbawa mencemari produk, meskipun sebelumnya sudah terlebih dahulu dilakukan pengecekan pada alat produksi jika ada kerusakan/kecacatan. Untuk mengantisipasi hal ini, maka dipasang metal detector pada tahap pencetakan tablet atau pengisian kapsul. Sehingga bila terdeteksi adanya logam pada tablet atau kapsul dapat ter-reject terpisah oleh mesin Produksi Steril Liquid Unit produksi sediaan steril dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab kepada manajer produksi. Supervisor produksi sediaan steril bertanggung jawab terhadap proses pembuatan, pengemasan, memeriksa kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan sebelum proses, memeriksa seluruh catatan pengolahan batch, serta merevisi dan memperbaharui seluruh SOP bagian produksi sediaan steril. Pembagian ruangan dan kelas produksi dilakukan berdasarkan aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik tahun 2010, yaitu: a. Kelas A Area yang mengandung 3500 partikel berukuran 0.5 μm/m 3 b. Kelas B Area yang mengandung 3500 partikel berukuran 0.5 μm/m 3 c. Kelas C Area yang mengandung partikel berukuran 0.5 μm/m 3

74 61 d. Kelas D Area yang mengandung partikel berukuran 0.5 μm/m 3 Persyaratan masuk ke ruangan aseptik harus mengenakan baju dari bahan antistatic lint free, serta tidak mengenakan perhiasan apa pun (kalung, cincin, jam tangan, anting) dan tidak membawa benda pribadi apa pun (dompet, kunci), harus terlebih dahulu mandi, cuci tangan, berkumur dan tidak diperkenankan berbicara dan kontak dengan personil lain dalam perjalanan menuju ruang aseptik. Personil tidak diperkenankan menggunakan riasan wajah, berkuku panjang, sesedikit mungkin berkumis atau berjenggot. Baik baju kerja untuk masuk ke ruang black area, sarung sepatu (booties) maupun baju antistatic lint free harus diganti setiap hari (tidak boleh disimpan di lemari pakaian). Dilengkapi pula dengan google sebagai pelindung mata agar partikel dari mata tidak mengkontaminasi, sarung tangan agar tidak terjadi kontaminan dari tangan. Peralatan yang digunakan untuk produksi steril adalah gas detector pump, mixing tank, holding tank, prafilter dan filter, laminar air flow, particle counter, dry heat sterilizer, mesin pencuci vial, washing machine, drying machine, getinge steam sterilizer, timbangan analitik, otoklaf test pack, ph meter, filter intergrity tester, pompa pemindah larutan, mesin penghitung airborne particulates. Dilakukan juga pemantauan seperti jumlah partikel, integritas filter, tekanan ruang aseptik, suhu, kelembaban udara serta kecepatan aliran udara HEPA filter. Ruang aseptik dibersihkan dengan cara fumigasi menggunakan larutan khusus dan selama proses fumigasi, semua kegiatan produksi baik steril maupun non steril akan dihentikan sementara karena masih satu lingkup area. Alur proses sediaan steril secara umum adalah sebagai berikut: a. Penyiapan bahan baku dan bahan pengemas Penyiapan bahan baku dilakukan oleh bagian gudang berdasarkan PDO, sedangkan untuk bahan pengemas dimulai dengan pencucian wadah untuk vial dan penyemprotan (blowing) untuk botol. Hal itu dilakukan untuk mengeliminasi cemaran partikel yang mungkin terdapat pada bahan kemasan tersebut. Selanjutnya dilakukan sterilisasi wadah sesuai dengan

75 62 jenis wadah. Sterilisasi panas kering dilakukan untuk vial, autoklaf untuk rubber stopper, radiasi sinar gamma untuk botol dan plug, dan sterilisasi dengan gas etilen oksida (EtO) untuk tutup botol. Vial dan rubber stopper yang telah disterilisasi kemudian dimasukkan ke dalam ruang steril melalui oven yang berada diantara Ruang Preparasi Aseptik (RPA) dan Ruang Aseptik (RA). Botol, plug, dan tutup yang telah disterilisasi kemudian dibawa ke air lock melalui produksi untuk dikeluarkan dari dus, dan dibawa ke UV air lock dalam kemasan tiga rangkap plastik untuk dipapar sinar UV selama 2 jam. Setelah itu botol, plug, dan tutup akan dibawa ke ruang steril dan plastik pengemas dilepas. b. Pengolahan (compounding) Proses dilakukan di ruang pengolahan dengan menggunakan homotank yang terdapat di grey area. Air yang digunakan untuk pembuatan sediaan tetes mata adalah purified water dan untuk sediaan injeksi adalah water for injection. Semua bahan dicampur sampai larut dan mencapai ph yang telah ditetapkan dalam MP. Selama proses pengolahan, IPC yang dilakukan adalah uji kejernihan dan ph. (i) Filtrasi Setelah tahap pengolahan, proses selanjutnya yang dilakukan adalah filtrasi. Filtrasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu prafilter dan filter akhir. Prafilter bertujuan untuk menyaring partikelpartikel dan mikroba sekaligus sebagai barrier awal dengan menggunakan penyaring 0.5 μm, sedangkan filter akhir bertujuan untuk menyaring Pseudomonas sp dengan menggunakan penyaring 0.22 μm. (ii) Pengisian Apabila hasil dari filtrasi akhir telah lulus pengujian dari laboratorium, maka dilakukan proses pengisian secara aseptik ke dalam kemasan primer yang dilakukan di kelas A Produksi Semisolid & Cair Non Steril Unit produksi sediaan cair non steril dan semisolid dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab kepada manajer produksi. Supervisor

76 63 produksi sediaan cair non steril dan semisolid bertanggung jawab terhadap proses pembuatan, pengemasan, memeriksa kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan sebelum proses, memeriksa seluruh catatan pengolahan batch, serta merevisi dan memperbaharui seluruh SOP bagian produksi sediaan cair nonsteril dan semisolid. Alat pada produksi cair non steril adalah tanki pencampur, pompa transfer, homogenizer, timbangan kapasitas maksimum 600 kg, filter larutan suspensi, dan tanki penampung. Sedangkan alat pada produksi sediaan semi solid adalah mesin ointment processor, mineral oil filter, homogenizer, timbangan kapasitas maksimum 600 kg, dan melting device. Sediaan cair nonsteril dan semisolid yang diproduksi adalah salep, krim, gel, dan suspensi. Pengambilan sampel bulk cair non steril menggunakan stik sampling yang sebelumnya sudah dibersihkan. Pengambilan sampel pada bagian atas, tengah dan bawah tangki untuk mewakili seluruh bagian bulk dan sampel ditampung dalam wadah botol yang sudah bersih. Untuk pengambilan sampel bulk semi solid menggunakan beaker glass 500 ml bersih. Semua sampel baik bulk cairan non steril maupun bulk semi solid akan dikirimkan ke laboratorium untuk dilakukan analisis. Suhu ruang produksi cair non steril dimonitor setiap pagi dan sore hari menjaga suhu tetap maksimum pada 25 o C serta dipantau juga tekanan ruangan pada black area terkontrol sebesar 5,0 Pa dan grey area sebesar 10,0 Pa. Alur proses produksi sediaan cair nonsteril dan semisolid secara umum adalah sebagai berikut: a. Penyiapan bahan Semua bahan yang akan digunakan pada proses produksi diambil dari staging room setelah diperiksa terlebih dahulu oleh supervisor. b. Pencampuran (Blending) Proses pencampuran bahan dilakukan di ruang pencampuran semisolid (sediaan gel, krim, salep) dan ruang pencampuran sediaan cair nonsteril (suspensi). Proses pencampuran semisolid diawali dengan pembuatan agen pembuat gel (gel) atau pelelehan basis (salep), pelarutan zat aktif dan pencampuran antara agen pembuat gel atau basis dengan zat aktif. Proses

77 64 pencampuran sediaan cair nonsteril diawali dengan pembuatan pensuspensi, zat aktif, dan pencampuran pensuspensi dan zat aktif. c. Filtrasi Filtrasi bertujuan untuk menyaring partikel-partikel kasar yang dilakukan pada saat menambahkan bahan-bahan dan pengeluaran produk dari tangki pencampuran. IPC hasil filtrasi dilakukan oleh bagian laboratorium, pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan cemaran mikroba, ph, dan viskositas. d. Pengisian (Filling) Bila sampel dari hasil filtrasi akhir telah lulus pengujian dari laboratorium, maka dilakukan proses pengisian. Selama proses pengisian untuk sediaan semisolid tidak dilakukan pengadukan terlebih dahulu, sedangkan untuk sediaan suspensi perlu dilakukan pengadukan terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya pengendapan. Untuk sediaan steril semisolid, seperti salep mata, setelah dilakukan pengisian dilanjutkan dengan proses sterilisasi dengan radiasi sinar gamma. Selama dilakukan proses pengisian dilakukan pemeriksaan keseragaman berat Pengemasan Produk Pada masing-masing bagian produksi sediaan baik solid, semisolid dan cair non steril, serta steril, tahap akhir dari produksi adalah pengemasan yang ditugaskan kepada supervisor yang terpisah bertanggung jawab untuk seluruh pengemasan produk akhir dari bulk. Kelas ruang pengemasan produk adalah black area terkontrol. Alat-alat pada bagian pengemasan adalah mesin blister, mesin folding, mesin labeling, mesin liquid filling, torquemeter, alat marsh stencil, automatic cartoning machine, mesin automatic capper, mesin PVC/PVDC-blister, mesin wrapper, mesin ointment filler, mesin ink jet printer, timbangan elektronik, barcode reader, checkweigher, mesin label faster, mesin cap sealer, pharmacode reader, mesin plakband sealer, barcode printer. Bahan-bahan kemas yang akan dipakai diambil langsung dari gudang. Sebelum digunakan, bahan-bahan kemas yang sudah dipreparasi dari gudang ditampung sementara di staging area bahan kemas hingga siap untuk digunakan.

78 65 Ruang pengemasan itu sendiri digunakan hanya untuk mengemas produk ke dalam kemasan sekunder. Untuk pengemasan bulk ke dalam kemasan primer dilakukan di ruang produksi. Di ruang pengemasan juga dilakukan printing nomor lot, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa dan harga eceran tertinggi (jika perlu) pada bahan kemas yang dimaksudkan untuk dilakukan printing. Pengecekan visual dilakukan pada produk-produk yang membutuhkan penilaian visual seperti kejernihan, kecocokan posisi tulisan pada kemasan, kecacatan botol, dan lain-lain di meja khusus yang disediakan lampu yang intensitas cahaya dipantau dan dijaga untuk optimalisasi kerja operator. Intensitas cahaya diukur menggunakan alat luxmeter. Operator yang melakukan inspeksi secara visual diharuskan mengikuti program pelatihan baik operator baru maupun rutin dilakukan pelatihan setiap minimal setahun sekali. Untuk operator yang berkaca mata maka diharuskan mengenakan kaca mata yang sesuai sebelum memulai inspeksi visual. Setiap setahun sekali diadakan pemeriksaan fungsi mata, buta warna, ketajaman penglihatan bekerja sama dengan dokter atau lembaga pemeriksaan kesehatan berwenang Engineering Department Engineering Department membawahi empat unit kegiatan, yaitu Environmental Health & Safety, Utility-Security, Documentation, dan Maintenance Utility-Security Bagian ini terdiri dari Utility, Security, Gardener, Laundry, dan Janitor. Utility bertanggung jawab atas penggunaan sumber energi dan unit penunjang kegiatan di industri seperti, listrik, genset, air, udara, Air Handling Unit (AHU), kompresor, chiller dan water system. Sumber listrik yang digunakan di PGS Jakarta berasal dari aliran listrik PLN dan genset. Genset digunakan sebagai pengganti sumber listrik ketika aliran listrik PLN padam. Sumber air yang digunakan yaitu air yang berasal dari PAM yang merupakan sumber air utama dan deep well / air tanah sebagai cadangan. Air dari tanah hanya boleh digunakan apabila kapasitas air dari PAM kurang. Kedua

79 66 sumber air tersebut akan ditampung, kemudian diolah terlebih dahulu sebelum digunakan untuk kegiatan industri. Terdapat 3 jenis air yang digunakan yaitu portable water, purified water (WPU) dan water for injection (WFI). Portable water adalah air yang diperoleh dari proses penyaringan yang bebas logam dan klorin. Portable water digunakan untuk menunjang kegiatan industri seperti, kantin dan MCK. Purified water adalah air yang diperoleh dari proses distillation, reverse osmosis (RO) atau ion exchange. Purified water diambil dari air yang dapat diminum sesuai dengan peraturan/standar, dan harus melalui test kemurnian kimia dan mikrobiologi. Purified water digunakan dalam produksi non-steril. Water for injection adalah pemurnian air dengan proses destilasi dan disimpan serta disalurkan pada kondisi tertentu untuk mencegah timbulnya bakteri endotoksin. Water for injection digunakan dalam produksi steril untuk semua produk parenteral. Sistem HVAC terdiri dari Air handling unit (AHU), berfungsi sebagai unit pengendalian udara. Pertukaran udara diatur dengan suatu rangkaian Air Handling Unit (AHU), yaitu udara luar (fresh air) dipompa menuju AHU yang terdiri dari serangkaian filter dan terakhir menggunakan High-Efficiency Particulate Air (HEPA) filter. Pengaturan temperatur dan kelembaban udara dilakukan menggunakan cooling coil. Udara dengan kelembaban tinggi akan mengalami proses cooling, sehingga uap air akan terkondensasi dan kelembaban turun. PT. Pfizer Indonesia menggunakan sistem tata udara OFA yaitu sistem tata udara dimana pengaturannya menggunakan mesin bebas lubrikasi oli dan minyak agar ketika ada jalur udara yang kontak langsung produk atau dalam sistem produksi maka tidak ada minyak sebagai kontaminan. Seluruh mesin yang menggunakan sistem OFA, berbahan teflon sehingga tidak perlu lubrikasi. Teknologi terbaru yang digunakan di Pfizer adalah dengan menggunakan lubrikasi air Calibration dan Maintenance Program pemeliharaan dilakukan pada semua peralatan, bangunan dan utility yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap produk. Semua peralatan, bangunan, dan utility yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap produk yang masuk ke dalam program pemeliharaan harus dipelihara

80 67 dan dijaga serta memiliki nomor identifikasi unik. Jadwal dan rencana program pemeliharaan dimasukkan ke dalam sistem komputerisasi/ CMMS yang telah tervalidasi. Personil yang akan melakukan program pemeliharaan harus terlatih dan terkualifikasi. Program pemeliharaan dilakukan melalui preventive maintenance dan predictive maintenance. Preventive maintenance merupakan program pemeliharaan yang dilakukan secara rutin sebelum terjadinya kerusakan pada peralatan, mesin, dan fasilitas. Contoh penggantian spare part setiap tahun. Setelah dilakukan preventive maintenance, pengguna harus melakukan verifikasi kinerja dari peralatan, mesin, atau fasilitas untuk memastikan peralatan, mesin, atau fasilitas tersebut berada dalam kondisi baik. Predictive maintenance merupakan program pemeliharaan yang dilakukan dengan cara memprediksi/menganalisa terlebih dahulu pada saat kapan mesin akan mengalami kerusakan atau tidak dapat beroperasi, sehingga harus dilakukan penggantian. Contoh, penggunaan infrared thermograph untuk melihat kenaikan panas sebagai indikator kerusakan alat/mesin. Semua alat, fasilitas, dan unit penunjang dalam kondisi baru atau modifikasi, harus dikualifikasi terlebih dahulu sebelum dioperasikan. Engineering bertanggung jawab dalam pelaksanaan kualifikasi peralatan yang mencakup installation qualification (IQ) dan operational qualification (OQ). Proses kualifikasi diawali dengan adanya requirement document dari masing-masing departemen mengenai design spesifik peralatan yang dibutuhkan. Tidak semua peralatan perlu dilakukan kualifikasi, hanya peralatan tertentu yang telah ditentukan berdasarkan level impact assessment yang dibagi menjadi 2 tahap yaitu System Level Impact Assessment (SLIA), dan Component Level Impact Assessment (CLIA). Tahap SLIA akan mengevaluasi apakah peralatan tersebut akan berpengaruh pada kualitas produk. Pada evaluasi tersebut, peralatan kemudian akan diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu direct, indirect, dan no impact. Apabila dari hasil evaluasi, peralatan digolongkan sebagai direct, maka peralatan tersebut harus dievaluasi lebih lanjut pada tahap CLIA. Pada evaluasi tersebut, peralatan kemudian akan diklasifikasikan menjadi critical dan non-critical. Apabila dari hasil level impact assessment, peralatan digolongkan

81 68 direct impact dan critical, maka peralatan harus dikualifikasi, sedangkan peralatan yang digolongkan indirect impact atau no impact, maka hanya dilakukan engineering practice terhadap peralatan tersebut. tahap kualifikasi berikutnya adalah commitioning planning dan commitioning qualification. Engineering juga bertanggung jawab untuk melakukan kalibrasi instrumen-instrumen yang ada di PGS Jakarta. Tidak semua instrumen perlu dilakukan kalibrasi, hanya instrumen-instrumen tertentu yang telah ditentukan berdasarkan level impact assessment. Level impact assessment membagi instrumen menjadi tiga golongan, yaitu instrumen yang memiliki direct impact, indirect impact, dan reference only. Instrumen yang memiliki direct impact merupakan instrumen yang berpengaruh langsung terhadap kualitas produk dan harus dilakukan kalibrasi. Instrumen yang memiliki indirect impact, merupakan instrumen yang tidak berpengaruh langsung terhadap kualitas produk dan perlu dilakukan kalibrasi. Instrumen yang digolongkan dalam reference only merupakan instrumen yang tidak berpengaruh pada kualitas produk dan tidak perlu dikalibrasi. Instrumen golongan ini banyak ditemui pada bagian utility. Misalkan, pengatur suhu pada Air Conditioner (AC). Pengatur suhu pada AC tidak dilakukan kalibrasi, melainkan kenyamanan personil yang digunakan sebagai indikator untuk mengetahui ketidaksesuaian dari instrumen tersebut. Bagian kalibrasi juga melaksanakan optimalisasi program kalibrasi. Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan jadwal pelaksanaan kalibrasi melalui risk assessment. Contoh, suatu instrumen yang semula harus dikalibrasi setiap 6 bulan sekali maka dapat diperpanjang menjadi setahun sekali. Data kalibrasi instrumen selama tiga tahun dicatat dan dilihat, sehingga terlihat trendnya. Jika trend menunjukkan hasil yang baik dan selalu memenuhi persyaratan, maka jadwal kalibrasi dapat diperpanjang menjadi setahun sekali Environmental, Health & Safety Bagian Environmental, Health, and Safety berada di bawah koordinasi departemen Engineering yang dipimpin oleh seorang manajer. EHS bertanggung jawab terhadap perlindungan lingkungan sekitar pabrik, pemeriksaan kesehatan karyawan, dan pengelolaan limbah. Kebijakan PGS Jakarta di bidang lingkungan

82 69 hidup, yaitu dengan menerapkan manajemen lingkungan ISO 14001, serta secara berkesinambungan melaksanakan program lingkungan dalam meminimalkan dampak lingkungan akibat dari proses operasional pabrik. a) Kesehatan dan Keselamatan Aktivitas yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan, antara lain: 1. Pelatihan program Tanggap Darurat, seperti kebakaran, ledakan, bencana alam, tumpahan/kebocoran bahan-bahan kimia berbahaya pertolongan pertama kecelakaan, dan gangguan eksternal (ancaman bom, sabotase, demonstrasi, perang, perampokan/penjarahan). 2. Pelatihan keamanan pegawai, seperti lock out tag out, untuk pencegahan terjadinya kecelakaan pada operator yang sedang melakukan perbaikan/perawatan mesin akibat dinyalakannya mesin oleh operator lain 3. Inspeksi rutin, antara lain pemaliharaan alat pemadam kebakaran, pemeliharaan fire hydrant, dan pemeliharaan sistem alarm kebakaran 4. Pemeriksaan kesehatan pada semua karyawan baru dan dilakukan pemeriksaan berkala selama minimal 1 tahun sekali 5. Mengukur tingkat kebisingan dan intensitas cahaya lampu di area kerja karyawan 6. Penanganan pada bahan-bahan yang berbahaya dan beracun dengan meminta dokumen MSDS seluruh bahan dari supplier. Perhatian khusus harus diberikan pada kontraktor dan karyawan yang bekerja pada tempat dengan ketinggian di atas 1,5 meter, hot work (pembakaran, pengelasan, penyolderan), confined space entry (di ruang terbatas yang rentan kekurangan oksigen) dan bekerja atau dekat dengan energi listrik. b) Lingkungan Kajian yang dilakukan EHS dalam bidang lingkungan dibuat dalam dua upaya, yaitu Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan

83 70 Lingkungan (UPL). Salah satu upaya pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan yang penting adalah upaya pengolahan limbah. Bentuk limbah yang dikeluarkan oleh PGS Jakarta adalah limbah cair, limbah padat, dan limbah udara. Masing-masing limbah memiliki pengelolaan yang berbeda-beda. 1. Limbah Cair Limbah cair berasal dari fasilitas produksi dan rumah tangga. Limbah rumah tangga atau limbah domestik berupa air dari kegiatan kantin dan MCK; sedangkan limbah produksi berasal dari proses produksi dan pencucian alat produksi. Sebelum limbah cair dibuang ke sungai Kalibaru, limbah harus terlebih dahulu diolah. Tahapan pengolahan limbah cair dimulai dari proses ekualisasi atau pendiaman di bak penampungan. Khusus untuk limbah cair yang berasal dari kantin, terlebih dahulu dipisahkan bagian minyaknya. Proses dilanjutkan dengan tahapan aerasi, yang bertujuan untuk pembentukan flokulan dan penguraian senyawa organik oleh bakteri nonpatogen. Pada proses aerasi, suplai O 2 dimaksudkan untuk membantu bakteri untuk menguraikan limbah cair. Proses dilanjutkan dengan sedimentasi untuk mengendapkan lumpur, kemudian supernatannya dimasukkan ke bak kontrol untuk melihat kejernihannya, dan bagian lumpur yang mengendap diambil dan ditaruh di drying bed untuk dikeringkan. Proses kemudian dilanjutkan dengan proses filtrasi dengan prafilter magnesium silika, karbon aktif, serta filter karbon. Setelah proses filtrasi air kemudian dialirkan ke kolam ikan. Ikan disini berperan sebagai bioindikator, untuk melihat apakah air sudah tidak mengandung bahan berbahaya. Pada air yang terdapat pada kolam ikan dilakukan pengujian nilai TSS (Total Suspended Solid) dan nilai COD (Chemical Oxygen Demand). 2. Limbah Padat Limbah padat terdiri dari limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dan limbah non B3. Limbah padat B3 dapat berupa sisa bahan obat, obat-obat yang tidak memenuhi syarat, retained sample, bahan baku, obat setengah jadi dan obat jadi yang telah kadaluarsa, dan bahan pengemas yang telah terkontaminasi bahan obat. Limbah B3 harus ditangani secara khusus, yaitu dengan terlebih dahulu dihancurkan dan diberi air, lalu disimpan. Limbah padat B3 kemudian disimpan maksimal selama 90 hari dan selanjutnya dikirim ke Prasadah Pamunah Limbah

84 71 Industri (PPLI) yang berada di Cibinong. Limbah non B3 yang masih bermanfaat dan memiliki nilai jual setelah dihancurkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan daur ulang, atau dapat langsung dibuang ke Kementerian Pekerjaan Umum. Pembuangan sampah keluar pabrik juga dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan dinas kebersihan Pemda DKI Jakarta secara teratur Supporting Departments Selain Departemen Materials, QO, Production dan Engineering, terdapat bagian lain yang menjadi penunjang di PGS Jakarta yaitu Business Technology, Finance, dan Human Resources Business Technology (BT) BT adalah divisi yang menangani hal-hal yang berkaitan dengan teknologi informasi (IT-related) di PGS Jakarta. BT berperan sebagai Administrator dari sistem yang digunakan, antara lain MAPS, MRP (Material Requirement Planning), MPS (Master Production Schedule), SUN, SPAS (Stability Program Application System), LIMS (Laboratory Information Management System), dan lain-lain. Selain itu, BT juga bertanggung jawab untuk mengelola jaringan intranet di PGS Jakarta. Sistem informasi di Pfizer menerapkan regulasi dari FDA (Food and Drug Administration), yaitu CFR (Code of Federal Regulations) 21 Part 11 yang berisi pedoman mengenai ruang lingkup serta penerapan Electronic Records dan Electronic Signature. Pentingnya regulasi ini dikarenakan di Pfizer sebagian besar record (dokumen) disimpan di dalam sistem elektronik, sehingga pemeliharaan sistem sangat diperlukan Finance Secara garis besar, tugas dan tanggung jawab bagian Finance mencakup hal berikut: a. Payment Process Proses pembayaran merupakan salah satu tanggung jawab bagian Finance. Ketika barang datang, pihak gudang akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan CoA. Jika memenuhi persyaratan, maka akan dikeluarkan GRN

85 72 untuk barang tersebut. Barang yang telah masuk GRN akan diinspeksi oleh pihak QA dan jika hasil inspeksi telah sesuai, maka barang tersebut akan masuk (LDR) untuk selanjutnya diperiksa kesesuaiannya dengan invoice, PO, dan GRN oleh pihak Finance. Jika sesuai, maka pihak Finance akan melakukan proses pembayaran. Jika diharuskan untuk membayar uang muka, maka diperlukan persetujuan dari Purchasing Manager sebelum melakukan proses pembayaran. b. Cycle Counting Inventory Cycle Counting dilakukan untuk memastikan akurasi jumlah dan lokasi dari barang-barang inventory dan merupakan salah satu kegiatan Inventory Control. Prosedur Cycle Counting dan pelaksanaannya dikoordinasi oleh pihak Finance, namun dalam keadaan tertentu, kegiatan ini dapat dilaksanaan atas permintaan bagian PPIC. Finance bertanggung jawab dalam menyusun laporan Inventory Record Accuracy (IRA) ditiap bulannya berdasarkan hasil Cycle Counting. c. Import Kegiatan impor direncanakan oleh pihak Import Planner dari PPIC. Pihak Finance disini bertanggung jawab untuk mengatur pembayaran tiap barang yang diimpor. Pembayaran dilakukan setelah invoice diterima dan diperiksa oleh Import Planner, dan ditandatangani oleh Purchasing Manager. d. Supplier Selection Finance berperan dalam persetujuan Vendor Master Request Form (berisi informasi lengkap mengenai supplier) dan memasukkan data supplier di sistem MAPS dan SUN System. SUN System merupakan sistem keuangan yang berisi data dan informasi terkait supplier dan digunakan untuk melakukan pembayaran. e. Material Disposition Pembuangan material dilakukan untuk barang inventory (produk jadi, setengah jadi, bahan baku, bahan pengemas, dan alat kesehatan) yang sudah tidak terpakai (usang, cacat atau kadaluarsa), yang tidak diluluskan, dan untuk barang kembali. Pada kegiatan ini, Finance berperan dalam pengkajian (review) dan analisa dampak biaya (cost impact) terhadap pembuangan material yang dilakukan. Untuk melakukan pembuangan material, pemohon perlu mengeluarkan

86 73 Material Disposition Request (MDR). Dalam hal ini, Finance bertugas untuk mereview MDR yang telah disetujui terhadap cost impact-nya. f. Costing Finance bertugas untuk menghitung varian (perbedaan antara aktual dengan yang sudah ditetapkan) standard cost dalam periode tertentu. Standard cost adalah biaya yang ditetapkan (di awal) untuk memproduksi satu unit barang dalam kurun waktu tertentu dan biaya ini dijadikan acuan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dengan membandingkan antara actual dan standard cost Human Resources (HR) Divisi HR bertanggung jawab dalam mengkoordinasi Employee Recruitment, Resignation, dan Termination. Pada tahap Recruitment, HR memastikan bahwa pegawai yang direkrut sesuai dengan kriteria dan memenuhi kompetensi yang di persyaratkan oleh masing-masing departemen yang membutuhkan. HR juga bertugas dalam mengelola sistem Payroll untuk karyawan di PGS Jakarta, dan mengelola pihak outsource atau 3 rd party seperti kantin, keamanan (security), dan laundry. 3.5 Produk-produk PT. Pfizer Indonesia Produk PT. Pfizer Indonesia yang dibuat oleh PT. Pfizer Indonesia sendiri, antara lain : a. Sediaan solida Tablet : 1) Ponstan (asam mefenamat 500 mg), Film Coated Tablet (FCT) 2) Norvask (amlodipin besylate 5 mg dan 10 mg) 3) Diabinese (klorpropamid 100 mg dan 250 mg) 4) Zithromax (azithromycin 250 mg dan 500 mg), FCT Kapsul : 1) Vibramycin (doxycycline hyclate 50 mg dan 100 mg) 2) Feldene (piroxicam 10 mg dan 20 mg) 3) Dilantin (natrium fenitoin 100 mg)

87 74 4) Dalacin (klindamisin HCl 150 mg dan 300 mg) 5) Diflucan (flukonazol 50 mg dan 150 mg) b. Sediaan semisolida Krim dan Salep : 1) Terramycin Topical Ointment 5 g (oksitetrasiklin HCl) 2) Terra Cortil Topical 0,5% Ointment 5 g (oksitetrasiklin HCl dan hidrokortison 3) Trosyd 1% cream (tiokonazol) Salep Steril : 1) Terramycin Ophtalmic Ointment 3,5 g (oksitetrasiklin) 2) Terra Cortril Ophtalmic Ointment 3,5 g (oksitetrasiklin dan hidrokortison) Gel : Feldene gel 15 g dan 25 g (piroksikan 0,5%) c. Sediaan Steril Cair : 1) Terramycin IM Sol 50mg/mL 2) Terramycin LA Injeksi Sol 200 mg/ml 3) Ketalar Sol Injeksi (Ketamin HCl 100 mg/ml) Adapun produk PT. Pfizer Indonesia yang dibuat oleh PT. Bayer Indonesia, antara lain : 1) Lopid (gemfibrozil 300 mg), kapsul 2) Lopid (gemfibrozil 900 mg), FCT Beberapa produk yang dibuat oleh PT. Pfizer Indonesia untuk Johnson & Johnson Indonesia yaitu : 1) Visine Original 6 ml; Visine Extra 6 ml; Visine Tears 6 ml 2) Combantrin tablet (pirantel pamoat 125 mg dan 250 mg) 3) Combantrin OS Orange (pirantel pamoat 50 mg/ml)

88 75 Produk yang diekspor PT. Pfizer Indonesia ke luar negeri, antara lain : a. Filipina 1) Terramycin Ophtalmic Ointment 3,5 g 2) Terra Cortil 0,5% Topical Ointment 3) Terramycin LA injeksi Sol; 100 ml 4) Dalacin 150 mg, 300 mg kapsul 5) Lincosin 20 mg, 500 mg kapsul b. Malaysia 1) Feldene gel 0,5% (5 g, 10 g, 15 g) 2) Ponstan 500 mg, FCT 3) Terramycin Long Acting Injeksi Sol. 100 ml 4) Terramycin Ophtalmic Ointment 3,5 g c. Thailand 1) Feldene gel 0,5% 25 g 2) Ponstan 500 mg, FCT 3) Terramycin Ophtalmic Ointment 1% 3,5 g 4) Terramycin Topical Ointment 5) Trosyd 1% Cream 6) Diabinese 250 mg tablet d. Hongkong 1) Feldene gel 0,5% 25 g 2) Terramycin Topical Ointment 5 g 3) Trosyd 1% Cream 5 g, 15 g, 30 g 4) Lopid 300 mg kapsul e. Korea 1) Ponstan 500 mg FCT 2) Terramycin Ophtalmic Ointment 1% 3,5 g

89 76 Selain produk-produk tersebut, terdapat pula beberapa produk impor dari Pfizer luar negeri. Impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan dilakukan proses pencetakan HET. Produk yang diimpor PT. Pfizer Indonesia antara lain : a. Italia 1) Unasyn (ampisilin dan sulbactam 0,75 g dan 1,5 g IM/IV; 375 mg FCT) 2) Zithromax POS 200 mg/ml 3) Aromasin (exemestane 25 mg), FCT 4) Sutent (sunitinib 12,5 mg, 25 mg dan 50 mg), kapsul 5) Medrol (metil prednisolon 4 mg dan 16 mg), tablet 6) Feldene Flash (piroksikam 20 mg), tablet dan suppositoria 7) Provera (medroksi progesterone 10 mg), tablet 8) Sulperazon sterile powder 1 g (sulbactam Na dan cefoperazone Na) 9) Cytosar U 100 mg sterile powder (cytarabine) 10)Xanax (alprazolam 0,25 mg, 0,5 mg dan 1 mg), tablet b. Australia 1) Famorubicin injeksi 2 mg/ml 2) Viagra (sildenafil sitrat 25 mg, 50 mg, dan 1 mg), tablet c. Prancis 1) Glutocrol XL (glipizid 5 mg dan 10 mg), tablet 2) Zithromax 500 mg IV 3) Diflucan IV 2 mg/ml 4) V-fend IV (voriconazole 200 mg/vial) d. Jerman 1) Champix (vareniciline 1 mg), FCT 2) Caduet (amlodipin besylate/atorvastatin Ca 5/10 mg, 5/20 mg, 10/10 mg dan 10/20 mg), FCT

90 77 3) Lipitor (atorvastatin 10 mg, 20 mg dan 40 mg) 4) Lyrica (pregabalin 50 mg, 75 mg dan 150 mg) 5) Olmetec (olmesartan medoxomil 20 mg dan 40 mg), FCT e. United Kingdom 1) Serenace (haloperidol 5 mg/ml), injeksi 2) Campto (irinotecan HCl trihidrat 40 mg/2 ml dan 100 mg/5 ml, sterile liquid) f. Belgia 1) Depo-Medrol (metilprednisolon asetat 40 mg/ml), injeksi 2) Solu-Medrol (metilprednisolon 125 mg dan 500 mg) 3) Genotropin (somatropin 16 IU/mL) 4) Xanax XR 0,5 mg, 1 mg tablet g. Puerto Rico 1) Celebrex (celecoxib 100 mg dan 200 mg), kapsul 2) Inspra (eplerenone 25 mg dan 50 mg), FCT 3) Zyvox (linezolid, IV 200 mg/ml, tablet 600 mg)

91 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Pfizer Indonesia merupakan salah satu perusahaan modal asing yang berpusat di New York. Perusahaan ini menerapkan aspek CPOB pada seluruh rangkaian proses produksi dan pengawasan mutu sehingga dihasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu, khasiat, dan keamanan. PT. Pfizer Indonesia berkembang sangat pesat di berbagai Negara, sehingga perusahaan ini juga mengacu pada standard Pfizer yang berlaku secara global yaitu Pfizer Quality Standard (PQS). PQS merupakan standar yang ditetapkan oleh Pfizer yang mengacu pada farmakope negara-negara maju, yaitu United States Pharmacopoeia (USP), British Pharmacopeia (BP), Netherland Pharmacopeia (NP) dan Farmakope Australia. Hal ini bertujuan agar produk-produk Pfizer dapat memenuhi kualifikasi/persyaratan dari semua negara dalam membuat produk obat yang bermutu, berkhasiat dan aman. Dalam proses pembuatan produk, semua aspek yang tercantum dalam PQS dan CPOB/GMP sangat diperhatikan mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. 4.1 Manajemen Mutu Manajemen mutu dipersyaratkan dalam CPOB untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu sesuai dengan tujuan penggunaanya serta memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Unsur dasar dari manajemen mutu adalah suatu sistem mutu yang tepat yang mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Sistem mutu tersebut dibuat sedemikian rupa untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan secara konsisten dan dapat diandalkan. PT. Pfizer Indonesia mengembangkan dan menjaga sistem kualitas yang sesuai dengan yang dipersyaratkan cgmp (Current Good Manufacturing Practices), peraturan yang ditetapkan Menteri Kesehatan, Balai Pengawasan Obat 78

92 79 dan Makanan, Pfizer Quality Standard (PQS) dan persyaratan ISO 9001:2008. PT. Pfizer Indonesia juga menerapkan dan menjaga sistem manajemen lingkungan sesuai dengan persyaratan ISO 14001:2004 dan sudah disertifikasi pada tahun Sistem manajemen mutu didokumentasikan dalam manual mutu, standard operational procedure, instruksi kerja dan record untuk menjamin perencanaan, pengawasan dan pencatatan proses manajemen mutu yang efektif. Manual mutu merupakan bagian dari sistem manajemen mutu yang menunjukkan kemampuan PT. Pfizer Indonesia yang secara konsisten menyediakan produk yang memenuhi keinginan konsumen dan peraturan yang ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan pasien dan melakukan pengembangan terus-menerus. PT. Pfizer Indonesia dalam menerapkan manajemen mutu telah tercermin dari visi dan misi yang diterapkan melalui fungsi pengawasan mutu, GMP Compliance dan pemastian mutu yang independen. Ketiga fungsi tersebut bernaung di bawah Quality Operation (QO) yang bertanggung jawab terhadap mutu. Penerapan sistem manajemen ditunjang oleh partisipasi dan komitmen dari semua personil yang terlibat dalam perusahaan, para pemasok bahan awal dan para distributor. Manajemen mutu tersebut dirancang secara menyeluruh dan diterapkan secara benar agar dicapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan. Selain itu PT. Pfizer Indonesia mendasari semua aktifitas pada nilai luhur yang harus dipegang teguh oleh semua elemen yang terlibat dalam usaha mencapai visi dan misi. 4.2 Personalia Pfizer Global Supply (PGS) memiliki struktur organisasi yang dipimpin oleh seorang Manufacturing Director. Pada bagan struktur organisasi PT. Pfizer Indonesia, dapat terlihat bahwa posisi yang berkaitan dengan kualitas produk obat dipegang oleh apoteker, terutama untuk tiga posisi vital, yakni kepala bagian produksi, pengawasan mutu (Quality Control) dan pemastian mutu (Quality Assurance). Hal ini sesuai dengan CPOB bahwa kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu, dan kepala bagian pemastian mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.

93 80 Seluruh personil PT. Pfizer Indonesia yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan kualitas produk, karyawan permanen, dan karyawan sementara, diwajibkan untuk mengikuti sistem training sesuai GMP yang telah ditetapkan. Sistem training GMP terdiri dari Job Function Curricula, GMP Orientation Program, GMP concept Training and Structured On The Job Training based in Training Need Analysis. Personil melakukan pekerjaan yang mempengaruhi persyaratan produk harus kompeten atau terkualifikasi dengan pendidikan dan pelatihan yang tepat, keterampilan dan pengalaman. Kompetensi setiap pekerjaan didefinisikan dalam Job Description. Setiap manajer dan supervisor bertanggung jawab untuk: a. Menetukan kompetensi yang diperlukan untuk setiap personil dalam melakukan pekerjaan yang mempengaruhi persyaratan produk. b. Menyediakan pelatihan atau melakukan tindakan untuk mencapai kompetensi yang diperlukan. c. Evaluasi efektivitas pelatihan d. Memastikan setiap personil menyadari relevansi dan pentingnya aktivitas yang dilakukan dan bagaimana mereka berkontribusi dalam pencapaian sasaran mutu. Persyaratan pelatihan untuk pekerjaan terkait GMP dirumuskan dalam Job Training Curricula. Seluruh personil di PGS Jakarta diwajibkan untuk mengikuti pelatihan sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan (Job Function Curricula) yang diatur dan dikoordinir oleh Departemen Quality Operation (QO) bagian Quality System and Compliance serta bekerjasama dengan departemen terkait. Pelatihan yang diberikan sesuai dengan tugas yang diberikan. Setiap departemen bertanggung jawab dalam menyusun dan mengembangkan program pelatihan tahunan berdasarkan evaluasi pelaksanaan dan penerapan training yang telah dilakukan sebelumnya serta peraturan yang berlaku. Setiap pelatihan yang diadakan harus didokumentasikan dan efektivitas penerapannya dievaluasi secara berkala. Dalam mendukung sistem kebijakan mutu yang telah dibuat sedemikian rupa, seluruh personil di PT. Pfizer Indonesia bertanggung jawab untuk menerapkan dan menjaga sistem manajemen mutu demi mempertahankan kebijakan mutu yang telah ditetapkan.

94 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas di PGS Jakarta memiliki desain, konstruksi serta lokasi bangunan dan fasilitas yang sesuai dengan ketentuan CPOB. Tata letak dan desain ruangannya dibuat sedemikian rupa untuk melindungi produk terhadap kontaminasi dan pencemaran silang, memudahkan pembersihan dan perawatan yang efektif serta memperkecil resiko terjadi kekeliruan dalam proses pembuatan obat. PT. Pfizer Indonesia memproduksi dan mengemas produk obat etikal, obat bebas dan bebas terbatas dalam bentuk cairan steril dan non steril, suspensi, tablet, kapsul, salep steril dan non steril dengan mengutamakan kepuasan konsumen dan keseimbangan lingkungan. PT. Pfizer Indonesia menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO dan secara berkesinambungan melaksanakan program lingkungan untuk meminimalkan dampak lingkungan dengan cara: a. Memelihara, menerapkan dan mengkaji sistem manajemen lingkungan pada semua tingkat dalam organisasi. b. Memiliki program kerja untuk menetapkan sasaran lingkungan yang secara berkala dikaji dan disempurnakan. c. Melakukan pencegahan pencemaran limbah cair dan limbah padat serta mengendalikan dampak yang timbul. d. Mengelola dan meminimalkan limbah cair, padat, dan gas dengan teknologi yang tepat, penggunaan material dan energi yang efisien untuk mengurangi polusi lingkungan. e. Mengkomunikasikan kebijakan dan sasaran lingkungan kepada pihak terkait sesuai permintaan. f. Menaati dan melaksanakan peraturan-peraturan lingkungan yang berlaku bagi perusahaan. Bangunan pabrik dan kantor pusat PT. Pfizer Indonesia terletak pada lokasi yang berbeda. Kantor pusat terletak di GKBI, sudirman dan bangunan pabrik terletak di daerah Gandaria, Jakarta Timur. Bangunan pabrik PGS Jakarta telah dirancang khusus untuk tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar walaupun berdekatan dengan pemukiman penduduk. Bangunan pabrik juga dibedakan lagi menjadi beberapa bagian yaitu kantor, area

95 82 gudang, area produksi dan pengemasan, laboratorium, dan sarana pendukung seperti area pengolahan limbah, kantin, musholla, serta lapangan olahraga. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi dirancang sedemikian rupa untuk menghindari dampak yang merugikan terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan. Ventilasi dan kondisi ruangan telah dilengkapi dengan sarana pengatur suhu dan kelembaban yakni dengan adanya Heating Ventilation and Air Conditioner (HVAC) yang dikendalikan dengan Air Handling Unit. Sistem HVAC (Heat, Ventilating, and Air Conditioning) digunakan untuk sirkulasi dan pengontrolan penyediaan udara di ruangan dan menghasilkan udara dengan temperatur, kelembaban, kecepatan, perubahan dan kebersihan udara yang menentukan kelas dari ruangan. Lingkungan kerja diawasi berdasarkan klasifikasi ruangan. Sarana penunjang proses produksi lainnya yaitu pengolahan air juga diletakkan di area terpisah dari area produksi. Area penimbangan, area produksi, area pengemasan, area penyimpanan, dan area pengawasan mutu diletakkan secara terpisah untuk menghindari kontaminasi dan tidak digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut. Area serah terima bahan dalam kegiatan penimbangan dan area produksi menerapkan sistem air lock untuk mencegah terbukanya dua pintu secara bersamaan sehingga alur pergerakan udara dapat dikendalikan. Kegiatan penimbangan merupakan bagian dari departemen material. Penimbangan bahan awal dilakukan di area penimbangan yang terpisah dari area produksi dan didesain khusus untuk kegiatan tersebut. ruang penimbangan terdiri dari ruang airlock yang digunakan untuk serah terima bahan, area raw materials staging untuk penyimpanan bahan baku, area dispensing booth, dan area weighed materials staging untuk penyimpanan bahan-bahan yang telah ditimbang. Penimbangan dilakukan di dalam ruang dispensing booth yang memiliki 2 pintu yang terdiri dari pintu masuk bahan-bahan yang akan ditimbang dari area raw material staging dan pintu keluar bahan-bahan yang telah ditimbang dan akan diletakkan di area weighed materials staging. Ruang dispensing booth juga dilengkapi dengan HEPA filter untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Area produksi terdiri dari produksi solid, semisolid, dan liquid yang saling

96 83 terpisah. Ruangan produksi di PGS Jakarta terbagi menjadi black area, grey area, dan white area. Pengendalian lingkungan di dalam ruang produksi dilaksanakan dengan baik sehingga memenuhi syarat pembuatan obat dan mencegah terjadinya kontaminasi. Pengendalian dilakukan terhadap kualitas udara, suhu, tekanan, kelembaban udara, penerangan, dan kebersihan ruangan serta peralatan yang digunakan. Dengan demikian dapat mendukung terlaksananya proses produksi untuk menghasilkan obat-obatan dengan kualitas yang baik. Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses cukup memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan. Permukaan dinding, lantai, dan langit-langit bagian dalam ruang penimbangan dan produksi dimana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan dilapisi oleh epoksi, dibuat dari bahan kedap air, halus, bebas retak, licin, rata dan tidak melepaskan partikulat. Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah kritis dibentuk sebagai lengkungan untuk memudahkan dan memungkinkan pembersihan secara efektif, cepat dan efisien. Frame pintu dan jendela terbuat dari stainless steel dengan kaca bening dan transparan. Area gudang memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan bahan baku, bahan pengemas, produk setengah jadi, dan produk jadi secara rapi dan teratur. Area gudang didesain dan disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik dengan pengaturan temperatur dan kelembapan relatif (Relative Humidity/RH) yang selalu dimonitor tiap pagi dan sore dengan menggunakan sistem Building Automated System (BAS), di bawah pengawasan pihak gudang dan engineering. Penyimpanan bahan-bahan di gudang selalu dijaga agar selalu bersih dan kering serta mendapat penerangan yang cukup. Pembersihan ruang gudang dilakukan secara rutin oleh janitor setiap seminggu sekali untuk mencegah akumulasi kontaminasi tehadap bahan. Penyimpanan bahan di gudang berdasarkan nomor rak, baris, sekat, dan tingkat tertentu, yang

97 84 datanya tersimpan dalam MAPS. Bahan-bahan dengan status karantina, release atau reject disimpan di area yang terpisah dan diberi penandaan yang jelas pada kemasan bahan, dibatasi dengan tali/rantai berwarna atau penutup antar bahan yang berbeda maupun status yang berbeda. Pengambilan sampel bahan baku dan bahan kemas primer dilakukan di dalam sampling booth yang terletak di dalam gudang, untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau kontaminasi silang. Laboratorium pengawasan mutu yang terdiri dari laboratorium kimia dan mikrobiologi dirancang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan dengan luas yang memadai dan terpisah dari area produksi. Pada laboratorium kimia, ruangan instrumen terpisah dari ruangan lain untuk memberikan perlindungan terhadap instrumen dari gangguan listrik, getaran, kelembapan yang berlebihan, dan gangguan lain. Ruangan laboratorium dibersihkan setiap pagi hari dan sesudah aktivitas selesai (dinding laboratorium 1 bulan sekali) oleh janitor dengan disinfektan yang divariaskan tiap satu bulan sekali untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri. Ruangan istirahat dan kantin terpisah dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, mencuci tangan dan toilet disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak berhubungan langsung dengan area produksi, sedangkan ruang ganti pakaian berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah. Sarana loker ganti pakaian, toilet, tempat sampah, P3K dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Jumlah APAR yang diletakkan bergantung pada tingkat kekritisan lokasi tersebut terhadap terjadinya kebakaran. 4.4 Peralatan Peralatan yang digunakan oleh PT. Pfizer Indonesia untuk proses pembuatan obat telah memiliki desain, konstruksi, dan penempatan yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya. Bagian peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi, terbuat dari stainless steel tipe AISI 316L yang merupakan bahan tahan karat dan bersifat inert dan non-korosif serta tidak menimbulkan reaksi bila bersentuhan dengan bahan dalam

98 85 proses produksi sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk. Peralatan produksi didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan dan semua bagian dari peralatan tersebut mudah diinspeksi secara visual. Semua alat, fasilitas, dan unit penunjang dalam kondisi baru atau modifikasi harus dikualifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Kualifikasi harus mencakup Design Qualification (DQ), Installation Qualification (IQ), Operasional Qualification (OQ), dan Performance Qualification (PQ). Di PT Pfizer Indonesia, Engineering bertanggung jawab dalam pelaksanaan kualifikasi peralatan yang mencakup Installation Qualification (IQ) dan Operational Qualification (OQ). Sedangkan Alat, fasilitas, dan unit penunjang yang membutuhkan Performance Qualification (PQ) ditangani oleh bagian Validasi. Semua peralatan produksi dan peralatan lainnya memiliki dokumen kualifikasi dan protap mulai dari proses pembersihan, pengoperasian, sampai perawatan. Peralatan harus dibersihkan sesuai dengan prosedur tertulis yang sesuai. Untuk menjamin kebersihan dan keamanan peralatan yang digunakan dilakukan pembersihan peralatan tiap kali selesai digunakan. Peralatan multiproses yang digunakan untuk beberapa produk dibersihkan setelah digunakan memproduksi produk yang berbeda untuk mencegah kontaminasi silang, sedangkan peralatan dedicated (khusus) yang digunakan untuk produksi produk yang sama secara berurutan (campaign), peralatan dibersihkan setelah produk terakhir diproduksi sesuai dengan prosedur yang tervalidasi untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan. Setiap alat yang telah dibersihkan diberi label telah dibersihkan dan pada label tersebut dituliskan produk terakhir yang telah dibuat menggunakan peralatan tersebut untuk mempermudah penelusuran jika terjadi kontaminasi. Peralatan perlu dirawat secara teratur sesuai dengan prosedur tertulis yang ditetapkan. Program perawatan dan pemeliharaan dilakukan secara berkala sesuai dengan jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk. Program pemeliharaan dilakukan pada semua peralatan, bangunan dan utility yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap produk. Semua peralatan, bangunan, dan utility yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap produk yang masuk ke dalam

99 86 program pemeliharaan harus dipelihara dan dijaga serta memiliki nomor identifikasi unik. Berdasarkan level impact assessment, terdapat instrumentintstrumen yang perlu dilakukan kalibrasi secara rutin. Jadwal dan rencana program kalibrasi dan pemeliharaan dimasukkan ke dalam sistem komputerisasi/ CMMS yang telah tervalidasi. 4.5 Sanitasi dan Higiene Setiap aspek pembuatan obat harus menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi. Sumber pencemaran potensial harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. PGS Jakarta menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi meliputi aspek personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. PT. Pfizer Indonesia melakukan pengontrolan kesehatan terhadap semua personil secara berkala. Setiap personil dilarang bekerja di area produksi apabila sedang mengalami penyakit kulit, alergi, infeksi, dan penyakit saluran pernapasan. Personil yang sedang sakit harus melaporkan kondisinya kepada Supervisor yang bertanggung jawab. Setelah personil tersebut sembuh dari penyakitnya, Supervisor harus memverikasi dan mengontrol kesehatan personil tersebut dari hasil pemeriksaan medis. Tiap personil yang masuk ke black area pada bangunan pabrik harus melepaskan pakaian dan sepatu yang dipakainya sejak dari rumah dan menyimpannya di dalam loker pakaian dan loker sepatu individual. Personil mengganti sepatu dan pakaiannya dengan sepatu karet dan pakaian seragam sesuai dengan bagiannya masing-masing serta dilengkapi juga dengan penutup kepala. Personil yang masuk ke area produksi harus memakai pakaian yang digunakan di black area yaitu jas lab (tidak bebas serat) atau pakaian seragam sesuai bagiannya masingmasing, penutup kepala dan sepatu. Pada grey area digunakan pakaian dan penutup kepala bebas serat dan antistatik, masker dan sepatu grey area. Untuk setiap kelas kebersihan, pakaian yang digunakan berbeda satu sama lain dan dari bahan yang berbeda pula. Setiap personil yang akan memasuki area produksi solid, semisolid dan liquid serta area penimbangan harus mengganti pakaian black area dengan

100 87 pakaian gowning dan sepatu khusus untuk area produksi yang dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker atau respirator, goggle dan penutup telinga (pada daerah tertentu yang memiliki kebisingan lebih dari 8 desibel). Untuk setiap kelas kebersihan, pakaian yang digunakan berbeda satu sama lain dan dari bahan yang berbeda pula. Personil yang terlibat langsung dalam proses produksi obat harus menjaga kebersihan, yang meliputi mencuci tangan dan sanitasi tangan dengan alkohol 70%, tidak menggunakan perhiasan dan make-up, memelihara kebersihan rambut, merawat kebersihan kuku, tidak makan, minum, merokok dan menyimpan makanan, dan memelihara kebersihan area kerja. Jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang digunakan untuk pembersihan bangunan dan fasilitas terdapat dalam prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus dilaksanakan dengan baik sehingga sanitasi bangunan dan fasilitas memenuhi standar yang ditetapkan. Desain dan konstruksi bangunan PT. Pfizer Indonesia memudahkan sanitasi yang baik. Sarana toilet tersedia dalam jumlah yang cukup serta memenuhi standar sanitasi dan memiliki ventilasi yang baik. Selain itu, juga tersedia kantin untuk penyiapan, penyimpanan, dan konsumsi makanan dan minuman. Pengelolaan sampah di PT. Pfizer Indonesia sangat diperhatikan agar sampah tidak menumpuk dan pengelolaannya dibedakan antara sampah bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan sampah non B3. Sampah dikumpulkan dalam wadah yang sesuai kemudian disimpan sementara di area pembuangan sampah yang terdapat di lingkungan pabrik. Sampah atau limbah B3 digolongkan menjadi limbah dari proses produksi solida maupun steril dan juga pharmaceutical waste. Pharmaceutical waste merupakan limbah produk jadi maupun kemasan, sehingga harus dihancurkan terlebih dahulu sebelum dibuang untuk menghindari penyalahgunaan. Hal demikian juga berlaku untuk dokumendokumen industri yang akan dibuang. Limbah B3 disimpan maksimal 90 hari, kemudian akan ditangani oleh pihak ketiga, yaitu PPLI (Prasadha Pamuna Limbah Industri). Sedangkan, Limbah non B3 yang meliputi sampah karton, plastik, kertas dan lainnya yang masih bermanfaat dan memiliki nilai jual setelah dihancurkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan daur ulang, atau dapat langsung dibuang ke

101 88 Kementerian Pekerjaan Umum. Pembuangan sampah keluar pabrik juga dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan dinas kebersihan Pemda DKI Jakarta secara teratur. Pemantauan terhadap limbah dan di PT. Pfizer Indonesia dilakukan oleh bagian EHS. Pest control di PGS Jakarta dilakukan oleh pihak ketiga yaitu Ardwolf dibawah koordinasi dan pengawasan oleh bagian EHS. Pest control dilakukan dengan cara spraying, trapping, dan fogging. Spraying dilakukan dengan cara menyemprotkan pestisida di sekitar bangunan pabrik. Trapping (jebakan) dipasang di setiap pintu akses utama ruangan, berfungsi untuk mencegah masuknya lizard, fly insect, dan tikus. Fogging dilakukan untuk membasmi hama di luar bangunan pabrik. Sedangkan, di dalam bangunan dilakukan Ultra Low Volume (ULV) atau pengembunan. Petugas Ardwolf akan melakukan kontrol terhadap perangkap yang telah dipasang setiap bulannya, kemudian dilakukan analisa. Berdasarkan hasil analisa, petugas Ardwolf akan memberikan rekomendasi-rekomendasi terkait pest control. Peralatan yang berhubungan langsung dengan produk yang digunakan untuk penimbangan, produksi, maupun sampling dibersihkan setelah digunakan dan proses pembersihan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu interval cleaning dan total cleaning. Pembersihan dedicated equipment yang digunakan secara khusus untuk proses produksi atau penimbangan beberapa produk yang sama sekaligus secara campaign, dilakukan dengan cara interval cleaning dan total cleaning. Setiap selesai melakukan produksi atau penimbangan, dilakukan interval cleaning dengan membersihkan peralatan serta lantai dengan cara disedot/divacuum sampai tidak terdapat sisa residu bahan baku, kemudian dibersihkan dengan menggunakan lap basah yang bebas serat. Sedangkan, setelah selesai melakukan penimbangan untuk 4 lot produk secara campaign, dilakukan total cleaning. Pembersihan dilakukan keseluruhan terhadap peralatan serta ruangan yang meliputi dinding dan lantai dengan cara dibasahi menggunakan air. Dinding dibersihkan dengan cara dilap menggunakan lap bebas serat, sedangkan lantai dibersihkan dengan cara divacuum kemudian dipel dengan menggunakan larutan desinfektan. Di samping itu, Peralatan multiproses yang digunakan untuk beberapa produk dibersihkan dengan cara total cleaning setelah digunakan untuk

102 89 setiap produk yang berbeda. Pembersihan peralatan dilakukan sesuai prosedur tertulis yang sudah tervalidasi. Setiap alat yang telah dibersihkan diberi label telah dibersihkan dan pada label tersebut dituliskan produk terakhir yang telah dibuat menggunakan peralatan tersebut untuk mempermudah penelusuran jika terjadi kontaminasi. 4.6 Produksi Proses produksi di PGS Jakarta dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB sehingga dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu, efikasi, dan keamanan serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar atau registrasi. Mutu obat yang dihasilkan ditentukan mulai awal penerimaan material hingga pengemasan akhir dan distribusi. Terdapat prosedur baku untuk tiap langkah proses beserta persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten sehingga menjamin obat yang diproduksi sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Di PT Pfizer Indonesia, sebelum menjadi supplier yang disetujui, perlu dilakukan audit terhadap supplier dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Bagian QS bertanggung jawab dalam pelaksanaan audit supplier yang bekerja sama dengan bagian QA dan Purchasing. Setelah dilakukan audit, maka terpilihlah satu supplier dan selanjutnya bagian Purchasing mengirimkan dokumen Supplier Agreement dan Quality Agreement kepada supplier terpilih. Supplier Agreement dan Quality Agreement berisi persyaratan dari Pfizer yang harus dipenuhi supplier. Setelah supplier menyetujui persyaratan yang diajukan Pfizer, maka supplier telah resmi menjadi pemasok barang untuk PGS Jakarta. Penerimaan barang dilakukan oleh bagian gudang. Barang yang datang di gudang akan diperiksa terlebih dahulu kelengkapan barang dan dokumennya oleh personil penerimaan bahan. Pihak gudang akan memeriksa surat jalan dari pengirim barang, kesesuaian barang dengan Purchasing Order, nama dan jumlah barang, kondisi fisik barang, CoA, dan kadaluarsa barang. Jika tidak memenuhi persyaratan kelengkapan barang dan dokumen, maka barang akan dikembalikan ke supplier. Jika memenuhi persyaratan, maka barang diterima dan pihak gudang

103 90 akan memasukkan data barang yang diterima (nama, nomor lot produk, surat jalan, tanggal penerimaan, dan jumlah label karantina yang dibutuhkan) ke dalam Warehouse Management System (WMS). Barang yang sudah diterima, diberi label kuning QUARANTINE dan barcode kemudian diletakkan pada area karantina. Setiap bahan awal diberikan penandaan berupa label yang berisikan nama barang, kode item, nomer lot, nomer penerimaan, tanggal penerimaan, nama pembuat label, jumlah label, dan status barang. Label karantina menandakan bahwa barang sedang dikarantina sehingga masih membutuhkan penyidikan lebih lanjut untuk ditetapkan apakah barang tersebut dapat digunakan (release) atau reject. Barcode digunakan untuk mencegah terjadinya kesalahan atau mix-up karena setiap produk akan memiliki barcode berbeda. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian. Pengambilan sampel dan pengujian bahan baku dilakukan oleh pihak laboratorium (QC), sedangkan pengambilan sampel dan pengujian bahan kemas dilakukan oleh QA. Pengambilan sampel dan inspeksi bahan kemas primer dilakukan di sampling booth yang ada di gudang, sedangkan untuk sampel kemasan sekunder dilakukan di area gudang. Pengambilan sampel bahan baku juga dilakukan di sampling booth namun pemeriksaannya dilakukan di laboratorium. Proses pengambilan sampel dilakukan pada suhu tidak lebih dari 25ºC sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku. Jika hasil uji menunjukkan bahwa barang yang diterima tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan, maka barang akan diberi label merah REJECT,dan ditempatkan pada area reject. Jika hasil test menunjukkan bahwa barang yang diterima memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan, maka barang akan diberi label hijau RELEASE dan ditempatkan pada area release. Bahan awal yang telah release akan disimpan dalam kondisi ruangan yang sesuai. Alur kegiatan produksi dimulai dengan penyiapan bahan baku yang dilakukan oleh bagian gudang sesuai dengan Production Order (PDO) status 1 yang dikeluarkan oleh PPIC. Production Order berisi jumlah bahan baku dan bahan pengemas yang diperlukan untuk produksi obat. Pihak gudang akan melakukan preparasi bahan-bahan yang akan ditimbang kemudian diserahkan ke

104 91 bagian Pharmacy (penimbangan). Pengeluaran bahan untuk proses produksi akan didokumentasi dan direkonsiliasi secara lengkap melalui suatu sistem Monitoring Accounting Planning System (MAPS) serta diberi label penandaan pada kemasan tiap bahan yang meliputi nama bahan, nomer lot, dan jumlah bahan. Penimbangan dilakukan oleh personil gudang, sedangkan kesesuaian material yang akan ditimbang serta proses penimbangan akan diawasi dan diverifikasi oleh weighing checker dari bagian produksi. Hasil penimbangan akan tercatat secara otomatis pada Warehouse Management System (WMS), kemudian sistem akan mencetak label untuk ditempel pada kemasan bahan sebagai identitas bahan yang telah ditimbang. Sesudah ditimbang, bahan untuk tiap lot disimpan dalam satu kelompok di staging area dan diberi penandaan yang jelas berupa nama produk dan nomer lot sehingga keutuhannya tetap terjaga sampai saat proses produksi. Sisa bahan yang tidak digunakan akan ditimbang dan diberi label, kemudian dikembalikan ke gudang. Bagian produksi akan memeriksa kesesuaian bahan yang ditimbang dengan yang tercantum di PDO. Setelah dinyatakan sesuai, maka dilakukan serah terima bahan dari bagian gudang ke bagian produksi, kemudian dikeluarkan PDO status 3. Bahan yang diterima dari bagian gudang akan dibawa ke ruang produksi. Proses produksi berlangsung berdasarkan Manufacturing Procedure (MP) dari masing-masing produk obat. Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process Control (IPC) yang prosedurnya tercantum dalam Manufacturing Procedure (MP), sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. Setiap sediaan memiliki parameter uji yang berbeda-beda. IPC dilakukan langsung oleh personil produksi dengan pengawasan dari QA melalui lot history file. Pengujian akhir dilakukan pada obat yang telah selesai diproduksi sebelum dikemas dalam kemasan primer dan sekunder menjadi finish good. Sampling produk ruahan akan dilakukan oleh bagian QA kemudian akan diuji dan dianalisa oleh bagian laboratorium (QC). Proses pengemasan primer dilakukan di grey area, sedangkan pengemasan sekunder dilakukan di black area. Tahap pengemasan dilakukan berdasarkan Packaging Instruction (PI). Proses pengemasan dilaksanakan dengan pengawasan yang ketat agar terjamin identitas, keutuhan, kelengkapan dan

105 92 kualitas produk yang dibuat. Peralatan dan ruangan atau jalur pengemasan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari produk dan dokumen lain yang tidak diperlukan dalam pengemasan. Penandaan pada label, dus ataupun komponen lain dengan nomor bets, tanggal kadaluarsa dan informasi lain diawasi secara ketat pada setiap tahap pengemasan. Jika terdapat cacat terhadap produk atau kemasan, maka akan dilakukan reject ataupun rework. Jika keseluruhan proses produksi telah selesai dan dihasilkan produk jadi, akan dikeluarkan PDO status 4. Semua proses produksi didokumentasikan dalam lot history file (LHF) yang meliputi sertifikat analisis, label-label, prosedur produksi, dan lain-lain. Dokumen ini digunakan jika terjadi masalah terhadap lot yang bersangkutan, misalnya produk ditolak, adanya keluhan konsumen maupun produk kembalian. Semua produk yang telah dikemas akan disimpan dalam gudang finished good dengan label Under Test dan menunggu persetujuan dari QA. Pemeriksaan dilakukan oleh QA terhadap obat jadi berdasarkan peninjauan lot history file produk, kebenaran proses, hasil pengujian, dan kelengkapan dokumen. Status disposisi produk jadi (approve, reject, quarantine-hold) akan ditetapkan oleh QA berdasarkan hasil pemeriksaan. Setelah mendapat persetujuan dari QA, dikeluarkan PDO status 5, kemudian label Under Test akan ditempel label Release dan produk jadi siap untuk dipasarkan. 4.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan salah satu aspek dalam CPOB yang memegang peranan penting dalam pembuatan obat untuk memastikan setiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sistem pengawasan mutu harus dirancang dengan tepat sehingga obat yang diuji senantiasa memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas kadar, kemurnian, bioavaibilitas, mutu dan keamanan. PGS Jakarta memiliki bagian pengawasan mutu yang bersifat independen dan bukan merupakan bagian dari produksi serta berada di bawah departemen Quality Operation. Pengawasan mutu dilakukan secara terpadu dan konsisten mulai dari pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Bagian pengawasan mutu juga melakukan uji stabilitas,

106 93 pengujian dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, serta penyusunan spesifikasi bahan, produk dan metode pengujiannya. Pengendalian mutu secara menyeluruh dilakukan oleh Quality Operation (QO) Department, yang terdiri dari bagian Quality Assurance (QA) dan Quality Control (QC). Pengendalian mutu ini dilakukan terhadap bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC) sampai dengan produk jadi yang siap dipasarkan. QA bertanggung jawab penuh terhadap mutu obat yang dihasilkan mulai dari bahan awal, proses produksi, kondisi lingkungan produksi, pengemasan, peralatan, dokumentasi, validasi dan kalibrasi serta inspeksi diri. QC bertanggung jawab penuh pada pemeriksaan dan pengujian spesifikasi bahan awal, produk antara dan produk jadi. Unit Pengawasan Mutu PGS Jakarta telah memiliki sarana laboratorium pemeriksaan yang sangat baik. Terdapat dua laboratorium di departemen ini, yaitu laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium dilengkapi dengan peralatan/instrumen yang lengkap. Dalam melakukan tugasnya, seluruh personil diwajibkan untuk memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata dan sarung tangan yang disesuaikan dengan keperluannya. Laboratorium kimia bertugas melakukan analisis kimia terhadap mutu bahan awal, produk ruahan, sampel stabilitas, dan sampel validasi. Selain itu, unit laboratorium kimia juga melakukan validasi metode analisa untuk membuktikan bahwa metode yang digunakan memenuhi persyaratan secara konsisten. Sedangkan, laboratorium mikrobiologi bertugas dalam mendukung pengawasan mutu dalam hal mikrobiologi, seperti pemeriksaan bahan awal, obat setengah jadi, obat jadi, sampel validasi, dan memantau sanitasi serta kebersihan ruangan, jumlah partikel serta pemantauan lingkungan. Kegiatan laboratorium mikrobiologi antara lain pengujian potensi antibiotik secara mikrobiologi, pengujian terhadap sediaan steril berupa uji sterilitas dan uji bebas pirogen, pengujian kontaminasi mikroba terhadap bahan awal, obat setengah jadi dan obat jadi, monitoring air yang digunakan dalam proses produksi dan memantau lingkungan, sanitasi dan kebersihan ruang produksi, serta melaksanakan Media Fill Test. Quality Control bertanggung dalam pengujian stabilitas produk yang meliputi Accelerated stability test, Real time / Long term stability test,dan Follow

107 94 up Study (On going) stability. Finished product yang telah dipasarkan akan dipantau dan diawasi oleh Pfizer dengan melakukan uji stabilitas jangka panjang on-going untuk memperkuat data tanggal kadaluarsa dan kondisi penyimpanan yang telah diperkirakan sebelumnya serta memungkinkan pendeteksian semua masalah stabilitas yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan. Tujuan dari stabilitas on-going adalah untuk memantau produk selama masa edar dan untuk menentukan bahwa produk tetap memenuhi syarat mutu dan spesifikasi selama disimpan dalam kondisi penyimpanan yang tertera pada label. Stabilitas on-going dilakukan pada minimal satu lot per tahun dari produk yang dibuat untuk tiap kekuatan dan tiap jenis pengemasan primer. Quality Control bertanggung jawab dalam menjamin dan memastikan bahan awal yang digunakan serta produk ruahan telah memenuhi persyaratan. Pengujian dan analisis kimia dan mikrobiologi dilakukan oleh personil yang terkualifikasi dan dengan menggunakan peralatan dan instrumen yang telah terkualifikasi berdasarkan prosedur analisis yang telah ditetapkan. Disposisi akhir (approve, reject, quarantine-hold) produk jadi dilakukan oleh Manager QA yang meliputi meninjau batch record untuk menilai proses dan hasil pengujian, memastikan semua laporan dan catatat bets lengkap dan akuragt, meninjau laporan deviasi atau investigasi, change control, laporan validasi dan compliance terhadap regulasi yang berlaku. 4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri merupakan suatu kegiatan untuk menilai kesesuaian seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dalam industri farmasi sesuai dengan ketentuan CPOB, serta untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan apa yang harus diambil sebagai langkah korektif jika terjadi suatu penyimpangan. Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim auditor yang kompeten serta memahami peraturan/regulasi yang terkait secara teoritis maupun praktis. Dengan adanya inspeksi diri, maka dapat dilakukan perbaikan terus menerus terhadap berbagai kelemahan karena program ini berperan sebagai suatu sistem kontrol untuk perbaikan mutu. Inspeksi diri memacu setiap departemen untuk selalu menerapkan dan meningkatkan kesadaran CPOB pada setiap personil.

108 95 Plant self-inspection adalah inspeksi diri (audit) yang dilakukan internal atau di dalam plant itu sendiri. Bagian QA dan QS bertanggung jawab terhadap dilakukannya audit internal dan eksternal, melakukan koordinasi dalam penyelenggaraan inspeksi diri (Quality Assurance Self Apraisal). QASA bertujuan untuk verifikasi dan memastikan bahwa efektivitas sistem mutu yang diterapkan telah memenuhi persyaratan GMP, PQS dan ISO 9001, serta untuk mengidentifikasi gap atau system weakness Frekuensi inspeksi diri dilakukan berdasarkan risk assessment. Hasil dari audit internal kemudian dilakukan evaluasi untuk dilakukan perbaikan, hal ini dilakukan sebagai continuous improvement. Audit mutu juga dilakukan terhadap pemasok dan penerima kontrak. Untuk audit eksternal dilakukan terhadap calon supplier, supplier bermasalah dan supplier lama. Agar dapat menjadi supplier yang disetujui, perlu dilakukan audit terhadap supplier dengan persyaratan yang telah ditetapkan, baik terhadap fasilitas, peralatan, organisasi, personil, kontrol dokumen, sistem mutu, EHS, maupun kualitas material. Suplier yang telah disetujui oleh salah satu Site, dapat digunakan oleh Site Pfizer di negara lain karena telah ditetapkan standar mutu suplier secara internasional. Audit supplier dilakukan secara periodik untuk memastikan konsistensi mutu supplier. Frekuensi audit ditentukan berdasarkan hasil dari risk assessment. 4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat dan dapat merugikan kesehatan. Berdasarkan jenisnya, keluhan dibagi dua yaitu keluhan yang menyangkut Efek Samping Obat (ESO) dan menyangkut Keluhan Teknis Kualitas Obat (KTKO). Di PT. Pfizer Indonesia, keluhan yang berhubungan dengan medis ditangani oleh bagian Medical, sedangkan yang menyangkut KTKO ditangani oleh bagian QA Compliance. Penanganan keluhan menjadi tanggung jawab dan dikelola dengan cepat karena menyangkut nama baik perusahaan. Semua keluhan harus diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai dengan cara

109 96 penyelesaian yang sebaik mungkin. Keluhan terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Keluhan dari dalam perusahaan dapat berasal semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan produksi sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat berasal dari distributor, dokter, pasien, apoteker, rumah sakit/klinik, pemerintah (BPOM), dan media massa. Bila terdapat keluhan terhadap obat produksi PT. Pfizer Indonesia, maka sampel obat segera diperiksa dan diadakan diskusi dengan departemen terkait untuk dilakukan tindakan perbaikan. Investigasi dan penyelesaian kasus harus diselesaikan dalam waktu 1 bulan kemudian dibuat surat tanggapan atas keluhan kepada konsumen/pelapor. Tindak lanjut dari keluhan dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk. Penarikan Kembali Obat Jadi (PKOJ) dilakukan bila ditemukan ada produk obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan obat jadi ini dapat dilakukan atas keinginan produsen (misalnya, karena stabilitas obat tidak baik) atau keinginan Badan POM (keluhan dari segi medis dan farmasi). Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlu, setelah didapatkan hasil pemeriksaan contoh pertinggal di laboratorium QC. Penarikan obat jadi harus cepat dan tuntas agar semua obat yang telah terlanjur beredar di tingkat distributor, subdistributor, maupun pengecer (toko obat, apotek), dan pemakai langsung (RS, dokter) diusahakan untuk dapat ditarik kembali. Dalam kasus reaksi merugikan dari obat, penarikan kembali sebaiknya dilaksanakan sampai tingkat konsumen. Dokumentasi yang dapat mendukung pelaksanaan penarikan kembali obat adalah catatan distribusi obat. Penghentian pembuatan obat dapat merupakan keputusan produsen sendiri atau keputusan pemerintah (Badan POM). Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT. Pfizer Indonesia ke pihak ketiga (distributor) dan dikembalikan ke gudang PT. Pfizer Indonesia dengan alasan masalah keabsahan maupun salah kirim, penarikan produk dan/atau pack size dari pasaran, kerusakan obat atau pengemasnya selama pengiriman/penyimpanan dan kelainan dari segi kualitas obat maupun bahan pengemasnya. Obat kembalian dapat berasal dari gudang

110 97 yang diawasi oleh PT. Pfizer Indonesia, gudang distributor yang diawasi oleh PT. Pfizer Indonesia dan gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT. Pfizer Indonesia termasuk lembaga lain seperti apotek dan rumah sakit. Obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT. Pfizer Indonesia tidak termasuk dalam penggolongan obat kembalian karena pada prinsipnya PT. Pfizer Indonesia tidak menerima pengembalian obat yang sudah kadaluarsa Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi dilakukan untuk memudahkan penelusuran kembali jika terdapat produk yang tidak memenuhi syarat atau mengantisipasi terjadinya kesalahan di masa datang. Seluruh kegiatan produksi, bahan baku hingga obat jadi harus mengikuti ketentuan dokumentasi yang diterapkan perusahaan. Dokumen pembuatan obat yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen. Sistem dokumentasi menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets atau lot produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misal kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia. Dokumentasi merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa setiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko salah tafsir dan kekeliruan yang disebabkan oleh komunikasi lisan. Dokumentasi dirancang dan digunakan untuk menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Di PT. Pfizer Indonesia, semua kegiatan di setiap departemen sudah memiliki dokumentasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Dalam kegiatan produksi terdapat dokumentasi yang meliputi Manufacturing Procedure (MP), Packaging Instructions (PI), serta Standard Operating Procedures (SOP) yang berisi tanggungjawab setiap personil serta alur proses setiap kegiatan. Di samping itu, terdapat juga dokumentasi mengenai protokol dan laporan validasi, protokol dan laporan stabilitas, protokol

111 98 dan laporan kualifikasi, change control, spesifikasi bahan baku, spesifikasi bahan kemas, prosedur analisis, laporan audit internal dan eksternal, Annual Product Review, laporan monitoring lingkungan, dokumen registrasi, test record, catatan kalibrasi dan pemeliharaan peralatan dan instrumen, log book penggunaan dan pembersihan peralatan dan instrumen, laporan deviasi dan investigasi, product complaint report, serta catatan penerimaan dan distribusi. Semua dokumen mempunyai sistem penomoran yang memudahkan penelusuran apabila diperlukan dan dijaga agar selalu aktual. Oleh karena itu, setiap dokumen ditinjau ulang secara berkala atau dilakukan perbaikan bila diperlukan yang diatur dalam protap penanganan dokumen. Segala bentuk modifikasi terhadap dokumen dikendalikan melalui prosedur change control. Semua dokumen secara jelas mempunyai judul, tujuan dan isi, serta bila diperlukan semua dokumen harus dijaga dan didistribusikan secara confidential Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu toll out dan toll in. Toll out adalah kerjasama antara PT. Pfizer Indonesia dengan industri farmasi lain, tetapi proses manufaktur dilakukan di industri farmasi lain. Sebaliknya, toll in adalah proses manufaktur produk industri farmasi lain yang dilakukan di PT. Pfizer Indonesia. Pembuatan berdasarkan kontrak yang dilakukan di PT. Pfizer Indonesia berupa kerjasama toll in dengan Johnson & Johnson Indonesia berupa produk Visine dan Combantrin, dan kerjasama toll out dengan Bayer Indonesia berupa produk Lopid. Berdasarkan CPOB, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis sudah dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang

112 99 dapat mempengaruhi mutu produk harus divalidasi. PGS Jakarta telah menerapkan kualifikasi dan validasi yang baik sesuai dengan CPOB. Validasi dan Performance Qualification merupakan lingkup tugas bagian Technical Services, kecuali validasi metode analisa dilakukan oleh bagian Quality Control, sedangkan kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional (commissioning) peralatan, fasilitas, serta unit penunjang dilakukan oleh departemen engineering. Validasi di PGS dilaksanakan berdasarkan standar validasi yang tercantum dalam Pfizer Quality Standard (PQS) dan persyaratan dari BPOM. Semua alat, fasilitas, dan unit penunjang dalam kondisi baru atau modifikasi, harus dikualifikasi terlebih dahulu sebelum dioperasikan. Engineering bertanggung jawab dalam pelaksanaan kualifikasi peralatan yang mencakup installation qualification (IQ) dan operational qualification (OQ). Tidak semua peralatan perlu dilakukan kualifikasi, hanya peralatan tertentu yang telah ditentukan berdasarkan level impact assessment yang dibagi menjadi 2 tahap yaitu System Level Impact Assessment (SLIA), dan Component Level Impact Assessment (CLIA). SLIA merupakan suatu proses untuk menilai apakah sistem yang digunakan berpengaruh langsung terhadap mutu produk (direct impact), tidak berpengaruh langsung terhadap mutu produk (indirect impact) atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap mutu produk (non impact). Ketika suatu sistem dinyatakan bersifat direct impact terhadap mutu produk, maka dilakukan proses CLIA untuk menilai yang mana dari komponen-komponen dari sistem tersebut yang bersifat kritis (berpengaruh terhadap mutu produk) dan non kritis (tidak berpengaruh terhadap mutu produk). Apabila dari hasil level impact assessment, peralatan digolongkan direct impact dan critical, maka peralatan harus dikualifikasi, sedangkan peralatan yang digolongkan indirect impact atau no impact, maka hanya dilakukan engineering practice terhadap peralatan tersebut. tahap kualifikasi berikutnya adalah commitioning planning dan commitioning qualification. Validasi yang dilakukan di PGS Jakarta meliputi equipment cleaning validation, system validation, media fill, packaging validation, manufacturing process validation, sterilization validation, holding time study, dan validation review. Program kerja validasi selama satu tahun akan dirancang dan

113 100 didokumentasikan dalam Validation Master Plan. Pelaksanaan validasi juga meliputi penyusunan dokumen berupa SOP, protokol, dan laporan validasi yang dibuat berdasarkan PQS dan peraturan BPOM. Semua dokumen harus direview dan disetujui oleh Site Validation Committee (SVC), suatu komite yang bertanggung jawab untuk merencanakan, meninjau ulang, dan mengesahkan dokumen validasi serta memastikan bahwa validasi dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan

114 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Aktivitas di PT. Pfizer Indonesia meliputi kegiatan manufaktur (produksi dan pengemasan) dan pemastian mutu yang didasarkan pada prinsip CPOB/GMP dan Pfizer Quality Standard (PQS). b. PT. Pfizer Indonesia telah menerapkan setiap aspek CPOB dengan baik dalam tiap aspek dan rangkaian proses produksinya dengan mengacu pada Pfizer Quality Standard untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan. c. Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam industri farmasi, yaitu sebagai kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu. Fungsi Apoteker adalah sebagai tenaga profesional yang ikut dalam menentukan kualitas produk yang dihasilkan melalui keahliannya dalam dunia kefarmasian. 5.2 Saran Penerapan aspek-aspek CPOB di PT. Pfizer Indonesia perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk yang dihasilkan. 101

115 102 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Penerapan pedoman cara pembuatan obat yang baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Daris, A. (2008). Himpunan peraturan dan perundang-undangan kefarmasian. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

116 LAMPIRAN

117 Daftar Lampiran Jenis Lampiran No. Lampiran Lampiran Skema 1-9

118 103 Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Pfizer Indonesia

119 Lampiran 2. Struktur organisasi Material Department 104

120 Lampiran 3. Struktur Organisasi Quality Operations (QO) Department 105

121 Lampiran 4. Struktur Organisasi Production Department 106

122 Lampiran 5. Struktur Organisasi Engineering Department Engineering Manager Documentation Junior Supervisor Maintenance & IT Manager Utility-Security Junior Supervisor EHS Manager Documentation Officer Automation Senior Supervisor Utility Attendant EHS Officer IT Officer Utility Janitor Maintenance Senior Supervisor Maintenance Mechanic Maintenance Handyman Maintenance Electrician 107

123 108 Lampiran 6. Diagram alir Production Planning and Inventory Control (PPIC) Business unit membuat forecast (perkiraan demand) Planning process PPIC input data perencanaan ke dalam sistem MAPS Running MRP (Material Require Plan) Running MPS (Master Production Schedule) Plan Order Purchasing Requisition Inventory Purchasing PPIC dan Produksi membuat rencana tahunan produksi Production Order (PDO) Warehouse

124 109 Lampiran 7. Diagram alir proses pembelian bahan awal PPIC mengeluarkan Purchasing Requisition Quotation Revise quotation No Confirm Quotation dan approval Yes Purchasing mengeluarkan Purchasing Order Supplier

125 110 Lampiran 8. Diagram alir penerimaan raw material dan packaging material oleh Warehouse Penerimaan barang dari supplier Pemeriksaan surat jalan (Delivery Order), Certificate of Analysis (CoA) dan Purchase Order (PO) dan pemeriksaan fisik No Dikembalikan ke supplier Yes Input data ke sistem MAPS Penerbitan Good Receive Note dan Label Quarantine GRN bahan baku didistribusikan ke Quality control GRN bahan kemas didistribusikan ke Quality Assurance Sampling dan pengujian bahan baku dan bahan kemas

126 111 Lampiran 9. Diagram alir proses penimbangan Penerimaan material dari gudang yang disertai dengan PDO status 1 Pengecekan nama, nomer lot dan jumlah Material yang diterima antara sistem dengan PDO yang diterbitkan oleh PPIC. Penyimpanan material di palet plastik bersih di area raw materials staging Pembuatan weighing order pada WMS-Web Pengecekan kebenaran antara weighing order dengan PDO status 1 Preparasi sebelum aktivitas penimbangan Pemasukan bahan satu-persatu ke area dispensing booth Penimbangan bahan

127 112 Pencetakan dan pemeriksaan label pharmacy serta penempelan label pharmacy pada kemasan bahan yang telah ditimbang Peletakan bahan yang telah ditimbang di area weighed materials Serah terima material dari Dispensing ke Produksi

128 UNIVERSITAS INDONESIA STANDARD WORK PENIMBANGANN TABLET PONSTAN 500 MG FCT TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDAH PURNAMA SETIAWAN PUTRI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI LANDSON PT. PERTIWI AGUNG JALAN DDN SUKADANAU CIKARANG BARAT BEKASI PERIODE 9 SEPTEMBER-7 NOVEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Selama beberapa tahun terakhir, industri farmasi global menghadapi banyak tantangan ekonomi dan keuangan. Kesehatan dan tingginya biaya obat-obatan berada pada level

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (07 SEPTEMBER 2015 13 OKTOBER 2015) PERIODE XLV Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA,

Lebih terperinci

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. LAPI LABORATORIES KAWASAN INDUSTRI MODERN CIKANDE, SERANG, PERIODE 1 APRIL 29 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: Nina Octaviana, S.Farm 083202134 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIFA MEDAN Disusun Oleh : Miss Naimah Abdunroni, S. Farm. 083202053 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar Pengesahan LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS JALAN JABABEKA VI BLOK J No. 2-3, CIKARANG, JAWA BARAT PERIODE 1 JULI 26 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015) PERIODE XLV DISUSUN OLEH: JEMMY KURNIAWAN, S.Farm. 2448715124

Lebih terperinci

5.1.1 Kesimpulan Tugas Khusus Pengawasan Mutu - Kualitas air dan menjaga air dari kontaminasi mikrobiologi merupakan bagian penting untuk memastikan

5.1.1 Kesimpulan Tugas Khusus Pengawasan Mutu - Kualitas air dan menjaga air dari kontaminasi mikrobiologi merupakan bagian penting untuk memastikan BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 03 April 2017 sampai 19 Mei 2017 di PT. OTTO Pharmaceutical Industries

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: FANNY FERLIANY SIMANJUNTAK, S.Farm. 083202117 FAKULTAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5 GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M. H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG, BEKASI PERIODE 18 JULI 16 SEPTEMBER 2011

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAKEDA INDONESIA JALAN P. DIPONEGORO KM 38 TAMBUN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAKEDA INDONESIA JALAN P. DIPONEGORO KM 38 TAMBUN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAKEDA INDONESIA JALAN P. DIPONEGORO KM 38 TAMBUN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WISNU AJENG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JALAN GATOT SUBROTO KM 8,5, GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 JANUARI 28 FEBRUARI

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERDIYANTI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA Disusun Oleh : Handi Hendra, S. Farm. NIM 103202016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: CINDY HERIYANTI. H, S. Farm. (NPM: 2448715105) PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011) PERIODE XXXVII OLEH: NEHRU WIBOWO, S. Farm. NPM: 2448711103 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 16 JANUARI 09 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: RUS DWI CAHYANI, S. Farm. NPM: 2448715138 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG Jl. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 16 JANUARI 9 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BRAM

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, JAWA BARAT 01 SEPTEMBER 23 OKTOBER 2015 PERIODE XLV

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, JAWA BARAT 01 SEPTEMBER 23 OKTOBER 2015 PERIODE XLV LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, JAWA BARAT 01 SEPTEMBER 23 OKTOBER 2015 PERIODE XLV DISUSUN OLEH: LIDYA ANDYTA SYAWAL, S. Farm NPM. 2448715126

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: REYNANDA VIOLINA AGUS DAMAYANTI., S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK 1 AGUSTUS SEPTEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK 1 AGUSTUS SEPTEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK 1 AGUSTUS 2016 27 SEPTEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: YEHEZKIEL BILLY OENTORO, S.Farm. NRP.

Lebih terperinci

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Pedoman KAN 801-2004 Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Komite Akreditasi Nasional Kata Pengantar Pedoman ini diperuntukkan bagi lembaga yang ingin mendapat akreditasi sebagai Lembaga Sertifikasi

Lebih terperinci

Industri farmasi yang sudah mendapat sertifikat CPOB, nantinya akan dikelompokkan menjadi 5 group : Pathological, dimana pada kelompok ini, pemenuhan

Industri farmasi yang sudah mendapat sertifikat CPOB, nantinya akan dikelompokkan menjadi 5 group : Pathological, dimana pada kelompok ini, pemenuhan QUIZ Apa saja aspek yg perlu diperhatikan pada bagian Bangunan dan Fasilitas dalam CPOB? Sebut dan jelaskan kelas2 berdasarkan tk.kebersihannya! Sebut dan jelaskan klasifikasi industri berdasarkan kepatuhannya

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN. sistem yang sedang berjalan dalam perusahaan, menganalisis kebutuhan informasi,

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN. sistem yang sedang berjalan dalam perusahaan, menganalisis kebutuhan informasi, 49 BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN 3.1. Tentang Perusahaan Pada bab tiga, akan diuraikan lebih banyak mengenai perusahaan yaitu gambaran sistem yang sedang berjalan dalam perusahaan, menganalisis

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 5 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JALAN RAYA PANDAAN KM 48 PANDAAN-JAWA TIMUR (07 SEPTEMBER 13 OKTOBER 2015) PERIODE XLV DISUSUN OLEH: NOVENIA AMANDA CHAUWITO,

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci