PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI RIZKIANNA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI RIZKIANNA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI RIZKIANNA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi RIZKIANNA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2012 ii

3 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di. Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh kepada saya. Depok, 9 Juli 2012 Rizkianna iii

4 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. iv

5 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Rizkianna NPM : Program Studi : Sarjana Farmasi Judul Skripsi : Pengaruh Metode Pembentukan Kokristal Terhadap Laju Pelarutan Karbamazepin Menggunakan Asam Tartrat Sebagai Koformer Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi S1 Reguler Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. v

6 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan kuasa-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis mengucapkan rasa terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini; 3. Dra. Maryati Kurniadi M.Si., Apt., selaku pembimbing akademis yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Departemen Farmasi FMIPA UI. 4. Seluruh dosen Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu pengetahuan, pendidikan, saran dan bantuannya selama ini. 5. Seluruh pegawai dan laboran Departemen Farmasi UI terutama Mbak Devfanny dan Pak Imih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 6. Distributor bahan-bahan kimia, khususnya PT. Indofarma Tbk, atas bantuan bahan yang diberikan. 7. Keluargaku tercinta, Mama, Abi, Ana, Rijal dan Reza yang tak hentihentinya memberikan perhatian, dukungan serta motivasi untuk menyelesaikan penelitian serta pendidikan di farmasi dengan sebaik mungkin. 8. Teman teman terdekat, Devi, Hana, Sri Rahayu, Nada, Pewe, Nadia dan Fara yang telah menemani mengarungi dunia farmasi bersama dalam suka dan duka selama kurang lebih empat tahun. vi

7 9. Seluruh teman KBI Farmasetika dan teman farmasi reguler 2008 atas kerja sama dan bantuannya selama kuliah. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya yang juga banyak memberikan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang mendukung dan bermanfaat dari para pembaca. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Penulis 2012 vii

8 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Rizkianna NPM : Program Studi : S1 Reguler Farmasi Departemen : Farmasi Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Pengaruh Metode Pembentukan Kokristal Terhadap Laju Pelarutan Karbamazepin Menggunakan Asam Tartrat Sebagai Koformer. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 9 Juli 2012 Yang menyatakan (Rizkianna) viii

9 ABSTRAK Nama : Rizkianna Program Studi : Sarjana Farmasi Judul : Pengaruh Metode Pembentukan Kokristal Terhadap Laju Pelarutan Karbamazepin Menggunakan Asam Tartrat sebagai Koformer Karbamazepin merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga laju pelarutan menjadi tahap yang membatasi laju absorpsi obat. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju pelarutan karbamazepin dengan pembentukan kokristal menggunakan asam tartrat sebagai koformer. Pembuatan kokristal dilakukan dengan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding. Formulasi karbamazepin dan asam tartrat dibuat dengan perbandingan 1:0, 1:1, dan 2:1. Kokristal dikarakterisasi dengan FTIR, XRD, dan DSC kemudian dibandingkan dengan karbamazepin. Berdasarkan uji difraksi sinar-x, terjadi perubahan bentuk dan ukuran kristal pada kokristal. Hasil spektrum inframerah menunjukan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara karbamazepin dan asam tartrat. Laju pelarutan paling tinggi diperoleh dari metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:1. Peningkatan laju pelarutan mencapai 2,55 kali dari karbamazepin standar dengan DE 180 sebesar 9,60%. Kata Kunci : asam tartrat, efisiensi disolusi, karbamazepin, kokristal, laju pelarutan. xv + 65 hal : 28 gambar; 2 tabel; 18 lampiran Daftar acuan : 32 ( ) ix

10 ABSTRACT Name : Rizkianna Study Program : Bachelor of Pharmacy Title : The Effect of Cocrystal Formation Method on Carbamazepine Dissolution Rate With Tartaric Acid as Coformer Carbamazepine is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification System class II with low solubility and high permeability, so that the dissolution rate becomes rate limiting step of drug absorption. This study is intended to enhance the dissolution rate of carbamazepine by forming cocrystal with tartaric acid as coformer. Cocrystal were made by solvent evaporation and solvent drop grinding method. Formulations of carbamazepine and tartaric acid were made with a ratio of 1:0, 1:1, and 2:1. Cocrystal was characterized by FTIR, XRD, and DSC compared with carbamazepine. Based on the x-ray diffraction test, the changes in shapes and sizes of the crystals was shown. Moreover, the infrared spectrum showed hydrogen bonding interaction between carbamazepine and tartaric acid. The highest dissolution rate was obtained from solvent evaporation method with ratio of 1:1. Enhancement of dissolution rate reached 2.55 times from standard with DE %. Key words : carbamazepine, co-crystals, dissolution efficiency, dissolution rate, tartaric acid xv + 65 pages : 28 figures; 2 tables; 18 appendixes Bibliography : 32 ( ) x

11 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... iv LEMBAR PENGESAHAN... v KATA PENGANTAR... vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Karbamazepin Asam Tartrat Kokristal Kelarutan Laju Pelarutan Karakterisasi Kokristal BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Alat Bahan Cara Kerja BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Kokristal Karbamazepin-Asam Tartrat Pembuatan Campuran Fisik Karbamazepin-Asam Tartrat Pembuatan Kurva Kalibrasi Penetapan Kadar Karbamazepin Karakterisasi Kokristal BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN xi

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur kimia karbamazepin... 3 Gambar 2.2 Struktur kimia asam tartrat... 4 Gambar 2.3 Ikatan hidrogen dalam pembentukan kokristal... 6 Gambar 2.4 Mekanisme pelarutan zat terlarut Gambar 4.1 Kurva kalibrasi karbamazepin dalam medium aquademineralisata pada panjang gelombang 286 nm Gambar 4.2 Bentuk makroskopik serbuk hasil kokristalisasi Gambar 4.3 Bentuk mikroskopik serbuk hasil kokristalisasi Gambar 4.4 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam tartrat metode penguapan pelarut perbandingan 1:1 (biru) Gambar 4.5 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam tartrat metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 (biru) Gambar 4.6 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), dan karbamazepin dari metode solvent drop grinding perbandingan 1:0 (hijau) Gambar 4.7 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), dan karbamazepin dari metode penguapan pelarut Gambar 4.8 perbandingan 1:0 (hijau) Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (abuabu), asam tartrat (hijau), dan campuran fisik karbamazepinasam tartrat perbandingan 1:1 (biru) Gambar 4.9 Difraktogram karbamazepin murni Gambar 4.10 Difraktogram kokristal karbamazepin-asam tartrat metode penguapan pelarut perbandingan 1: Gambar 4.11 Difraktogram kokristal karbamazepin dan asam tartrat metode solvent drop grinding perbandingan 1: Gambar 4.12 Difraktogram karbamazepin dari metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1: Gambar 4.13 Difraktogram karbamazepin dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1: Gambar 4.14 Difraktogram campuran fisik karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1: Gambar 4.15 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) karbamazepin murni Gambar 4.16 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) kokristal karbamazepin-asam tartrat metode penguapan pelarut perbandingan 1: Gambar 4.17 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) kokristal karbamazepin-asam tartrat metode solvent drop grinding perbandingan 1: xii

13 Gambar 4.18 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) karbamazepin dari metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1: Gambar 4.19 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) karbamazepin dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1: Gambar 4.20 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) campuran fisik karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1: Gambar 4.21 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan hasil kokristalisasi pada metode penguapan pelarut Gambar 4.22 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan hasil kokristalisasi pada metode solvent drop grinding Gambar 4.23 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1: Gambar 4.24 Diagram efisiensi disolusi karbamazepin pada menit ke xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Istilah Kelarutan... 9 Tabel 3.1. Perbandingan jumlah karbamazepin dan asam tartrat xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Spektrum serapan karbamazepin Lampiran 2. Spektrum inframerah karbamazepin Lampiran 3. Spektrum inframerah asam tartrat Lampiran 4. Data persentase kehilangan bobot pada pembentukan kokristal.. 53 Lampiran 5. Data serapan karbamazepin dalam berbagai konsentrasi pada medium aquademineralisata pada panjang gelombang 286 nm Lampiran 6. Data kadar karbamazepin dalam sampel dan penimbangan sampel untuk uji laju pelarutan Lampiran 7. Data uji laju pelarutan karbamazepin murni Lampiran 8. Data uji laju pelarutan karbamazepin pada sampel metode penguapan pelarut Lampiran 9. Data uji laju pelarutan karbamazepin pada sampel metode solvent drop grinding Lampiran 10. Data uji laju pelarutan campuran fisik karbamazepin dan asam tartrat dengan perbandingan 1: Lampiran 11. Data efisiensi disolusi karbamazepin pada menit ke Lampiran 12. Contoh perhitungan kehilangan bobot Lampiran 13. Bagan perhitungan kurva kalibrasi karbamazepin Lampiran 14. Contoh perhitungan jumlah sampel yang ditimbang untuk uji laju pelarutan Lampiran 15. Contoh perhitungan jumlah kumulatif karbamazepin terlarut Lampiran 16. Contoh perhitungan efisiensi disolusi pada menit ke Lampiran 17. Sertifikat analisis karbamazepin Lampiran 18. Sertifikat analisis asam tartrat xv

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelarutan merupakan tahapan yang membatasi atau mengontrol laju absorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan yang rendah, karena tahapan ini biasanya merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik (Martin, Swarbrick dan Cammarata, 1990). Karbamazepin merupakan senyawa trisiklik yang efektif dalam pengobatan depresi bipolar. Pada mulanya obat ini dipasarkan untuk pengobatan neuralgia trigeminal, tetapi kemudian terbukti bermanfaat untuk epilesi. (Katzung, 2002). Didalam sistem BCS (Biopharmaceutical Classification System) dijelaskan bahwa karbamazepin termasuk dalam kelas II, yaitu obat dengan kelarutan rendah serta permeabilitas tinggi (Chi-Yuan dan Benet, 2005), sehingga laju pelarutan menjadi tahap yang membatasi laju absorpsinya. Salah satu cara peningkatan laju pelarutan zat aktif adalah dengan kokristalisasi. Kokristal merupakan kompleks kristal yang terdiri dari dua atau lebih konstituen molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi kristal melalui interaksi nonkovalen terutama ikatan hidrogen (Trask, Motherwell dan Jones, 2006). Pembentukan kokristal dapat memperbaiki kelarutan, laju disolusi, bioavailabilitas dan stabilitas zat aktif. Metode yang sering digunakan untuk membentuk kokristal adalah metode pelarutan dan metode grinding (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011). Metode pelarutan merupakan cara yang paling umum digunakan untuk memperoleh kokristal. Metode ini dibagi menjadi beberapa macam metode, salah satunya adalah metode penguapan pelarut dimana pelarut diuapkan untuk mencapai kondisi lewat jenuh sehingga dihasilkan kokristal. Metode grinding merupakan metode pembentukan kokristal yang menggunakan aspek mekanik. Salah satu contoh metode ini adalah solvent drop grinding dimana ditambahkan sedikit pelarut untuk mempercepat proses pembentukan kokristal (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011). 1

17 2 Pembentukan kokristal telah terbukti berhasil dalam meningkatkan kelarutan obat-obat yang kelarutan dalam airnya rendah, diantaranya pembentukan kokristal antara indometasin-sakarin (Basavoju, Bostrom dan Velaga, 2008) dan kokristal itrakonazol dengan asam tartrat, asam suksinat, asam fumarat dan asam malat sebagai koformer menggunakan metode penguapan pelarut (Remenar, et al., 2003). Sebelumnya penelitian mengenai peningkatan laju pelarutan karbamazepin telah dilakukan melalui pembentukan kokristal dengan menggunakan nikotinamid (Buanz, Parkinson dan Gaisford, 2011) dan sakarin (Hickey, et al., 2007) sebagai koformer. Pada penelitian ini digunakan asam tartrat untuk membentuk kokristal karbamazepin menggunakan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding. Kokristal yang didapat diharapkan memiliki kelarutan yang lebih baik. Uji laju pelarutan dilakukan terhadap karbamazepin dan kokristal karbamazepinasam tartrat dari kedua metode. Kokristal yang didapat akan dikarakterisasi dengan FT-IR, X-ray powder diffractometry dan differential scanning calorimetry. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Membuat dan mengkarakterisasi kokristal karbamazepin-asam tartrat dengan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding. 2. Mengevaluasi pengaruh metode pembentukan kokristal terhadap laju pelarutan karbamazepin.

18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karbamazepin N H 2 N O [Sumber: O Neil, et al., 2001] Gambar 2.1 Struktur kimia karbamazepin (telah diolah kembali) Nama kimia : 5H-Dibenz[b,f]azepine-5-carboxamide Nama lain : 5-carbamoyl-5H-dibenz[b,f]azepine Berat Molekul : 236,27 Rumus Empiris : C 15 H 12 N 2 O Titik Lebur : o Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, aseton dan propilen glikol. Khasiat : Antikonvulsi (O Neil, et al., 2001) Karbamazepin merupakan serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih, mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102% C 15 H 12 N 2 O, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (British Comission Secretariat, 2009). Pada mulanya karbamazepin digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia, kemudian ternyata obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik. Selain mengurangi kejang, karbamazepin mempunyai efek nyata pada perbaikan psikis yaitu perbaikan kewaspadaan dan perasaan, sehingga dipakai juga untuk mengobati kelainan psikiatri seperti mania-bipolar (Gunawan, 2007). Karbamazepin bekerja dengan menghambat kanal ion natrium pada membran sel akson dan menghambat aktivasi berulang dengan frekuensi 3

19 4 tinggi pada neuron. Obat ini juga bekerja secara prasinaptik untuk mengurangi transmisi sinaptik (Katzung, 2002). Kecepatan absorpsi karbamazepin bervariasi pada pasien yang berbedabeda. Kadar puncak biasanya dicapai 6-8 jam setelah pemberian obat. Distribusi obat ini lambat, dan volume distribusi kira-kira 1L/kg. Karbamazepin hanya 70% terikat dengan protein plasma, tidak ada pendesakan oleh obat-obatan lain dari ikatannya dengan protein plasma (Katzung, 2002). Karbamazepin memiliki empat bentuk polimorf, yaitu bentuk I, bentuk II, bentuk III, dan bentuk IV. Selain itu terdapat pula karbamazepin dihidrat (Kipouros, Kachrimanis, Nikolakakis dan Malamataris, 2005). Didalam sistem BCS (Biopharmaceutical Classification System) dijelaskan bahwa karbamazepin termasuk dalam kelas II, yaitu obat dengan kelarutan rendah serta permeabilitas tinggi (Chi-Yuan dan Benet, 2005). Bioavailabilitas obat kelas II dibatasi oleh laju disolusinya, sehingga peningkatan yang kecil pada laju disolusinya akan sangat berpengaruh pada bioavailabilitasnya. Oleh karena itu, peningkatan laju disolusi obat ini menjadi faktor yang diperlukan untuk memperbaiki bioavailabilitasnya. 2.2 Asam Tartrat OH O HO OH O OH [Sumber: O Neil, et al., 2001] Gambar 2.2 Struktur kimia asam tartrat (telah diolah kembali) Nama kimia : (2R,3R)-2,3-Dihydroxybutanedioic acid. Nama lain : L-(þ)-2,3-Dihydroxybutanedioic acid; 2,3- dihydroxysuccinic acid; E334; dtartaric acid; L-(þ)-tartaric acid. Berat Molekul : 150,09 Rumus Empiris : C 4 H 6 O 6

20 5 Titik lebur Kelarutan : o C : pada suhu 20 C asam tartrat parktis tidak larut dalam kloroform, larut dalam 1:0,75 bagian air, larut dalam 1:2,5 bagian etanol 95%, 1:250 bagian eter, 1:1,7 bagian methanol, larut dalam gliserin; larut dalam 1:0,5 bagian air dengan suhu 100 C (Rowe, Sheskey dan Owen, 2006). Asam tartrat merupakan kristal putih atau hampir putih, tidak berbau dan rasa sangat asam (Rowe, Sheskey dan Owen, 2006). Asam tartrat memiliki empat donor dan enam akseptor ikatan hidrogen sehingga dapat digunakan sebagai koformer dalam proses kokristalisasi. Dalam penelitian sebelumnya, asam tartrat digunakan sebagai koformer dalam proses kokristalisasi dengan piridin betain, dimana terjadi pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil yang berasal dari asam tartrat dengan gugus karboksilat yang berasal dari piridin betain (Dega- Szafran, Dutkiewicz dan Kosturkiewicz, 2010). Selain itu, pernah dilakukan pembentukan kokristal itrakonazol-asam tartrat dengan rasio molar (2:1) menggunakan metode penguapan pelarut yang menghasilkan peningkatkan laju pelarutan itrakonazol (Remenar, et al., 2003). 2.3 Kokristal Pengertian Kokristal Kokristal dapat didefinisikan sebagai kompleks kristal yang terdiri dari dua atau lebih konstituen molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi kristal melalui interaksi nonkovalen terutama ikatan hidrogen (Trask, Motherwell dan Jones, 2006). Pembentukan kokristal melibatkan penggabungan zat aktif obat dengan molekul lain yang dapat diterima secara farmasi dalam sebuah kisi kristal. Agar dapat membentuk kokristal, zat aktif yang digunakan harus memiliki gugusan yang mampu berikatan secara nonkovalen dengan koformer. Koformer atau disebut juga dengan agen kokristalisasi yang digunakan harus memiliki sifat sebagai berikut, tidak toksik dan inert secara farmakologi, mudah larut dalam air, dapat berikatan secara nonkovalen contohnya ikatan hidrogen dengan obat, dapat meningkatkan kelarutan obat dalam air, kompatibel

21 6 secara kimia dengan obat dan tidak membentuk ikatan yang kompleks dengan obat. Koformer dapat berupa zat tambahan pada makanan, pengawet, eksipien farmasi dan zat aktif lain (Yadav, Shete, Dabke, Kulkarni, dan Sakhare, 2009). Beberapa contoh koformer yang sering digunakan dalam pembentukan kokristal yaitu sakarin, turunan asam dikarboksilat (asam fumarat, asam suksinat, asam tartrat), dan amida (nikotinamida). Pembentukan kokristal dapat memperbaiki beberapa sifat yang dimiliki oleh suatu zat seperti kelarutan, laju pelarutan, bioavailabilitas dan stabilitas fisik. Fase multi-kristal yang dihasilkan akan mempertahankan aktivitas intrinsik zat aktif obat namun disisi lain memiliki sifat fisikokimia yang berbeda (Mirza, Miroshnyk, Heinamaki dan Yliruusi, 2008). Ikatan hidrogen yang merupakan interaksi nonkovalen adalah suatu kunci dalam pembentukan kokristal (Sekhon, 2009). [Sumber: Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011] Gambar 2.3 Ikatan hidrogen dalam pembentukan kokristal, (1) dan (3) tipe homosinton, (2), (4) dan (5) tipe heterosinton Ikatan hidrogen yang banyak terjadi dalam pembentukan kokristal dapat dilihat pada Gambar 2.3. Dalam Gambar 2.3(1) terlihat adanya suatu ikatan hidrogen antara C=O H O yang berasal dari asam karboksilat membentuk formasi homosinton. Gambar 2.3(2) menggambarkan terjadinya suatu ikatan hidrogen antara asam karboksilat dengan piridin yang membentuk suatu formasi

22 7 heterosinton. Pada Gambar 2.3(3) terlihat adanya suatu ikatan hidrogen antara C=O H N yang berasal dari amida yang membentuk formasi homosinton. Gambar 2.3(4) menggambarkan ikatan hidrogen yang terjadi antara asam karboksilat dengan amida yang membentuk formasi heterosinton, sedangkan pada Gambar 2.3(5) terlihat adanya ikatan hidrogen yang terjadi antara alkohol dan eter Metode Pembentukan Kokristal Beberapa metode yang umum digunakan dalam pembuatan kokristal adalah sebagai berikut (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011): Metode Pelarutan Metode pelarutan terbagi menjadi tahap pelarutan masing-masing komponen dalam pelarut yang sesuai dengan kelarutannya, kemudian dilakukan pencampuran dan pembentukan kristal sehingga didapatkan kokristal. Metode pembentukan kristal dapat dilakukan dengan beberapa cara : a. Metode Penguapan Pelarut Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam pembentukan kokristal. Dua komponen yang ekuivalen terdiri dari zat aktif obat dan koformer di larutkan dalam pelarut atau campuran pelarut, kemudian dilakukan penguapan pelarut untuk mencapai keadaan lewat jenuh sehingga dihasilkan kokristal. b. Metode reaksi kristalisasi Metode ini dilakukan dengan menambahkan sejumlah komponen zat ke dalam larutan zat lain yang sudah jenuh atau mendekati jenuh sehingga larutan akan menjadi lewat jenuh dan terjadi proses kristalisasi yang menghasilkan kokristal. Metode ini efektif untuk larutan dengan konsentrasi komponen yang tidak ekuivalen dan ketika satu kompenen larutan menjadi lewat jenuh dengan penambahan komponen lainnya.

23 8 c. Metode pendinginan Metode ini melibatkan suhu dalam proses kokristalisasi. Dimana sejumlah besar komponen yang merupakan zat aktif dan koformer dilarutkan dalam pelarut atau campuran pelarut yang kemudian dipanaskan untuk memastikan kedua komponen tersebut benar-benar larut. Kemudian larutan didinginkan untuk memperoleh keadaan lewat jenuh. Kokristal akan mengendap saat larutan mencapai keadaan lewat jenuh. Metode ini cocok untuk membuat kokristal dalam skala besar Metode grinding Metode grinding dapat digunakan dalam pembentukan kokristal. Pada metode ini menggunakan aspek mekanik untuk membentuk kokristal antara zat aktif dengan koformer. a. Dry grinding Metode ini dilakukan dengan menyampurkan kedua komponen penyusun kokristal yang ekuivalen secara bersama-sama lalu menggerusnya secara manual menggunakan lumpang dan alu atau secara mekanik dengan ball mill atau vibratory mill. b. Solvent drop grinding Metode ini mirip dengan metode dry grinding, perbedaanya adalah penambahan sejumlah kecil pelarut dalam proses pencampurannya. Dengan penambahan sedikit pelarut dapat meningkatkan laju pembentukan kokristal. Pelarut yang digunakan dalam metode ini harus dapat melarutkan minimal salah satu komponen dalam kokristal. 2.4 Kelarutan Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada suhu tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Kelarutan dapat pula didefinisikan dengan jumlah obat per ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut (Martin, Swarbick, &

24 9 Cammarata, 1990). Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, maka dapat ditujukkan dengan istilah berikut: Tabel 2.1 Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang Istilah kelarutan diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat Sangat mudah larut Kurang dari 1 Mudah larut 1 sampai 10 Larut 10 sampai 30 Agak sukar larut 30 sampai 100 Sukar larut 100 sampai 1000 Sangat sukar larut 1000 sampai Praktis tidak larut Lebih dari [Sumber: Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1990] Proses pelarutan diperkirakan terjadi dalam tiga tahap, yaitu (Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1990): 1. Tahap pertama menyangkut pemindahan satu molekul dari fase terlarut pada suhu tertentu. Kerja yang dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari zat terlarut sehngga dapat lewat ke wujud uap membutuhkan pemecahan ikatan antara molekul-molekul yang berdekatan. Kerja pemecahan ikatan antara 2 molekul yang berdekatan adalah 2w 22, dimana notasi 22 adalah interaksi antara molekul zat terlarut. Tetapi apabila molekul melepaskan diri dari fase zat terlarut, lubang yang ditinggalkannya tertutup, dan setengah dari energi yang diterima kembali. Penerimaan energi potensial atau kerja netto untuk proses ini adalah w Tahap kedua menyangkut pembentukkan lubang dalam pelarut yang cukup besar untuk menerima molekul zat terlarut. Kerja yang dibutuhkan pada tahap ini, adalah w 11, dimana angka itu adalah energi interaksi antara molekulmolekul pelarut.

25 10 3. Molekul zat terlarut akhirnya ditempatkan dalam lubang dalam pelarut, dan pertambahan kerja atau penurunan energi potensial dalam langkah ini adalah w 12. Angka 12 adalah energi interaksi antara zat terlarut dengan pelarut. Lubang dalam pelarut yang terbentuk dalam tahap 2, sekarang tertutup, dan penurunan tambahan dalam energi, -w 12, terjadi, menyangkut kerja netto dalam tahap terakhir ini adalah -2w 12. [Sumber: Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1990] Gambar 2.4 Mekanisme pelarutan zat terlarut (telah diolah kembali) Kelarutan merupakan suatu sifat fisika-kimia yang penting dari suatu zat, terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar memberikan efek terapi. Agar suatu obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik, pertama-tama obat harus berada dalam larutan. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan obat kurang dari yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki kelarutnya. Metode untuk membantu kelarutan tergantung pada sifat kimia dari obat tersebut dan tipe produk obat (Ansel, 1989).

26 Laju Pelarutan Pelarutan merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorpsi sistemik obat. Pelarutan dapat dipertimbangkan sebagai tipe spesifik reaksi heterogen dimana transfer massa menghasilkan efek standar antara perpindahan dan deposisi molekul zat terlarut pada permukaan padatan. Reaksi reaksi heterogen ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama yaitu: a. Reaksi atau interaksi pada antarmuka lebih cepat dibandingkan transportasi reaktan dan produk antarmuka. Dalam hal ini kecepatan dapat dikontrol oleh proses transportasi. Untuk pelarutan, transportasi dapat berupa difusi zat terlarut dari batas antarmuka ke dalam larutan bulk. b. Reaksi pada proses antarmuka kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan proses transportasi, hal ini menjadi tahapan yang mengontrol kecepatan. Pada pelarutan, hal ini dapat terjadi jika proses pembebasan dan deposisi molekul zat terlarut pada antarmuka merupakan tahapan yang menentukan kecepatan. c. Konstanta kecepatan dari kedua proses kurang lebih ekuivalen, dan dalam hal ini, kecepatan pelarutan dapat menjadi fraksi baik laju reaksi pada antarmuka maupun laju proses transportasi. Teori yang paling umum untuk menggambarkan proses pelarutan, yaitu teori film; juga dikenal sebagai model lapisan difusi. Teori ini mendukung dugaan bahwa pelarutan termasuk tipe pertama reaksi heterogen dimana kecepatan ditentukan oleh proses transportasi. Intinya, proses meliputi dua tahap berurutan; pertama larutan dari padatan pada antarmuka dan kedua difusi diantara bulk cairan. Tahap pertama terjadi proses pelarutan obat pada permukaan partikel padat, yang membentuk larutan jenuh di sekeliling partikel. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh, dikenal sebagai stagnant layer, berdifusi ke pelarut dari daerah konsentrasi obaat yang tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah (Abdou, 1989; Shargel dan Yu, 2005). Laju pelarutan obat dapat dijelaskan dengan persamaan Noyes dan Whitney sebagai berikut:

27 12 dc = DS (C s C) (2.1) dt Vh dimana dc/dt merupakan laju pelarutan, D merupakan koefisien difusi, S merupakan luas permukaan, h merupakan ketebalan stagnant layer, C s adalah konsentrasi zat terlarut pada stagnant layer, C adalah konsentrasi zat terlarut pada waktu tertentu dan V merupakan volume medium. Perubahan pada dua parameter, yaitu luas permukaan dan kelarutan, dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap laju pelarutan obat. Namun, modifikasi pada ketebalan film h atau koefisien difusi D tidak mempengaruhi bioavailabilitasnya. Ketebalan film hanya bisa dikurangi dengan peningkatan kecepatan pengadukan, kondisi yang tidak dapat diaplikasikan untuk lingkungan in vivo. Selain itu, koefisien difusi merupakan fungsi suhu yang bersifat konstan dibawah kondisi in vivo (Abdou, 1989). Laju pelarutan merupakan jumlah obat terlarut persatuan luas per waktu (misalnya g/cm 2.menit). Dari persamaan Noyes Whitney terlihat bahwa laju pelarutan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Shargel dan Yu, 2005) : 1. Sifat fisikokimia obat Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang besar pada kinetika pelarutan. Luas permukaan efektif obat dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel, karena pelarutan terjadi pada permukaan partikel, maka makin besar luas permukaan makin cepat laju pelarutan. Derajat kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju pelarutan. 2. Formulasi obat Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau bereaksi dengan obat itu sendiri. Sebagai contoh, bahan-bahan tambahan seperti bahan pensuspensi menaikkan viskositas pembawa obat dan oleh karena itu menurunkan laju pelarutan obat dari suspensi. Bahan pelincir tablet seperti magnesium stearat dapat menolak air, dan bila digunakan dalam jumlah besar dapat menurunkan pelarutan. 3. Kondisi percobaan Kondisi percobaan juga mempengaruhi kecepatan melarut, seperti laju pengadukan, ph dan suhu medium percobaan.

28 Karakterisasi Kokristal Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi dilakukukan menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR). Pemilihan FTIR didasarkan atas kemampuan analisisnya yang sangat cepat dan mempunyai kepekaan tinggi sehingga dapat memantau seluruh daerah spektrum infra merah dari setiap puncak yang terelusi dengan kepekaan tinggi (Harmita, 2006). Daerah inframerah dibagi menjadi 3 sub daerah, yaitu : a. Sub daerah inframerah dekat ( λ = 780 nm 2,5 µm; υ = cm -1 ) b. Sub daerah inframerah sedang ( λ = 2,5 µm 15 µm; υ = cm -1 ) c. Sub daerah inframerah jauh ( λ = 15 µm 50 µm; υ = cm -1 ) Dari ketiga sub daerah tersebut, hanya sub daerah IR sedang yang lazim digunakan untuk elusidasi struktur senyawa organik. Dua molekul senyawa yang berbeda struktur kimianya akan berbeda pada spektrum infra merahnya. Hal ini dapat dimengerti, karena macam ikatan yang berbeda, frekuensi vibrasinya tidak sama, serta walaupun macam ikatan sama, tetapi mereka berada dalam dua senyawa yang berbeda, frekuensi vibrasinya juga berbeda (karena kedua ikatan yang sama tersebut berada dalam lingkungan yang berbeda). Sehingga dapat dikatakan bahwa spektrum inframerah merupakan sidik jari dari suatu molekul. Dalam spektrum inframerah perlu diperhatikan letaknya (frekuensinya), bentuk (melebar atau tajam), dan intensitas pita (kuat atau lemah). (Harmita, 2006). Adanya perubahan bentuk spektrum inframerah dapat dilihat dengan membandingkan spektrum inframerah masing-masing dari zat aktif dan koformer dengan kokristal yang terbentuk. Hal yang dapat menyebabkan perubahan spektrum inframerah adalah munculnya ikatan hidrogen pada kokristal yang sebelumnya tidak ada pada spektrum serapan baik obat dan koformer. Ikatan hidrogen pada gugus karbonil akan memperpanjang ikatan C=O. Akibatnya kekuatan ikatan C=O berkurang, sehingga pita vibrasinya muncul pada frekuensi yang lebih rendah (Harmita, 2006).

29 Uji Difraksi Sinar-X Teknik difraksi sinar-x menjadi sangat penting dalam farmasi karena merupakan metode yang paling mudah dan cepat untuk memperoleh informasi tentang struktur kristal. Karena mayoritas senyawa obat dijumpai dalam bentuk kristal, maka pola serbuk senyawa ini sering dipakai sebagai sidik jari untuk menentukan jenis strukturnya (Soewandhi, 2006). Difraksi merupakan fenomena penghamburan. Saat sinar X bertemu dengan padatan kristal, sinar berhamburan ke semua arah. Pada beberapa arah ini, sinar hambur berada dalam fase dan menguatkan yang lainnya untuk membentuk sinar difraksi. Hukum Bragg menjelaskan kondisi dimana hal ini mungkin terjadi. Diasumsikan bahwa sinar X monokromatik dan paralel, dengan panjang gelombang λ, merupakan saat sampel kristal berada pada sudut θ. Difraksi akan terjadi jika: nλ = 2. d sin θ (2.2) dimana d = jarak antara bidang pada kisi kisi kristal, dinyatakan dalam Å, dan n = orde refleksi (bilangan bulat) (Swarbrick, 2007). Karena pola difraksi sinar-x tiap bentuk kristal dari senyawa bersifat unik, teknik ini biasanya digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi fase padat. Difraksi sinar-x merupakan teknik pilihan untuk mengidentifikasi bentuk polimorfis yang berbeda pada suatu senyawa. Analisis kristal tunggal sinar-x memberikan identifikasi dan uraian yang tepat dari zat kristal. Dimensi satuan sel dan sudut-sudut secara konklusif memantapkan sistem kisi kristal dan memberikan perbedaan spesifik antara bentuk-bentuk kristal dari suatu senyawa tertentu. Dengan membandingkan letak dan intensitas garis pada diagram tersebut terhadap garis pada foto sampel yang sudah diketahui, maka dapat dilakukan analisa kimia kuantitatif dan kualitatif (Martin, Swarbrick dan Cammarata, 1990) Analisis Termal Jika suatu bahan dipanaskan atau didinginkan, terdapat perbedaan pada struktur atau komposisinya. Hal ini dihubungkan dengan penukaran panas. Differential Scanning Calorimetry (DSC) merupakan alat yang digunakan untuk

30 15 mengukur jumlah energi yang diabsorbsi atau dibebaskan oleh sampel saat dipanaskan, didinginkan atau dipertahankan pada suhu konstan. Energi ini dihubungkan dengan perbedaan dalam aliran panas antara sampel dengan standar (Soewandhi, 2006). Metode ini menyangkut pemanasan sampel pada kondisi yang diawasi dan mengamati perubahan fisik dan kimia yang terjadi. Dalam bidang farmasi, DSC digunakan untuk mendapatkan identitas dan kestandaran, dapat juga digunakan untuk mendapatkan kapasitas panas dan titik lebur (Martin, Swarbrick dan Cammarata, 1990).

31 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika dan Laboraturium Kimia Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Waktu Pelaksanaannya adalah dari bulan Februari hingga Mei Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (Accu-Lab), oven (Memmert, Jerman), magnetic stirrer (RT 5 Power Ika Werke), Spektrofotometer UV-VIS 1601 (Shimadzu, Jepang), Spektrofotometer Inframerah 8400S (Shimadzu, Jepang), X-Ray Diffractometer 7000 (Shimadzu, Jepang), Differential Scanning Calorimeter 60 A (Shimadzu, Jepang), mikroskop optik (Nikon model Eclipse E 200, Jepang), desikator, termometer, membran selofan 20 kda (Wako, Jepang), lumpang, alu, kertas milipor berukuran 0,45 µm, Terumo Syringe dan alat alat gelas yang umum digunakan dalam laboratorium. 3.3 Bahan Karbamazepin (Zhejiang Jiuzhou, China), asam tartrat (Merck, Jerman), metanol (Merck, Jerman), etanol (Merck, Jerman) dan aquademineralisata (Brataco, Indonesia). 3.4 Cara Kerja Pembuatan Kokristal Karbamazepin-Asam Tartrat Kokristal karbamazepin-asam tartrat dibuat pada rasio molar 1:1 dan 2:1 sesuai bobot molekul masing-masing zat. Pembentukan kokristal dilakukan menggunakan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding. 16

32 17 Tabel 3.1 Perbandingan jumlah karbamazepin dan asam tartrat Perbandingan Karbamazepin (mg) Asam Tartrat (mg) 1 : ,35 (5 mmol) - 1 : ,35 (5 mmol) 750,45 (5 mmol) 2 : ,35 (5 mmol) 375,23 (2,5 mmol) Metode Penguapan Pelarut Ditimbang karbamazepin dan asam tartrat dengan perbandingan 1:0, 1:1, dan 2:1, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass. Dilarutkan dalam 100 ml etanol suhu 70 o C dengan bantuan stirrer pada kecepatan 100 rpm selama 1 jam. Kemudian suhu diturunkan 10 C setiap 30 menit hingga suhu mencapai 30 C. Larutan diuapkan pada suhu kamar (27 o C±0,5 C) hingga semua etanol habis menguap dan endapan kering. Endapan yang didapat dikarakterisasi (Hickey, et al., 2007) Metode Solvent Drop Grinding Ditimbang karbamazepin dan asam tartrat dengan perbandingan 1:0, 1:1, dan 2:1, masukkan ke dalam lumpang. Campuran digerus selama 10 menit. Campuran dipindahkan ke dalam cawan penguap, kemudian ditambah 5 ml etanol. Campuran yang didapat di keringkan kemudian dikarakterisasi (Weyna, Shattock, Vishweshwar, dan Zawarotko, 2009) Pembuatan Campuran Fisik Karbamazepin-Asam Tartrat Campuran fisik dibuat dengan perbandingan karbamazepin dan asam tartrat 1:1. Ditimbang masing-masing bahan, lalu dimasukkan ke dalam lumpang. Campuran digerus hingga homogen Pembuatan Kurva Kalibrasi Karbamazepin Ditimbang seksama ± 50,0 mg karbamazepin, kemudian dilarutkan dengan 10 ml metanol dalam labu ukur 100,0 ml, kocok hingga larut seluruhnya. Aquademineralisata ditambahkan hingga garis batas. Pipet 20,0 ml dari larutan

33 18 induk, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, dan ditambahkan aquademineralisata hingga garis batas. Kemudian pipet dan masukkan ke dalam labu ukur lalu tambahkan dengan aquademineralisata hingga diperoleh konsentrasi 4; 6; 8; 10; 12; 14 dan 16 ppm. Serapan masing masing larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum sampel didapatkan dari pengukuran serapan larutan 10 ppm pada daerah panjang gelombang nm dengan menggunakan aquademineralisata sebagai blangkonya Penetapan Kadar Karbamazepin dalam Kokristal Pengujian dilakukan terhadap kokristal karbamazepin-asam tartrat pada semua metode dan perbandingan serta campuran fisik karbamazepin-asam tartrat. Ditimbang seksama ± 50,0 mg sampel, kemudian dilarutkan dengan 10 ml metanol dalam labu ukur 100,0 ml, kocok hingga larut seluruhnya. Aquademineralisata ditambahkan hingga garis batas. Pipet 20,0 ml dari larutan induk, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, dan ditambahkan aquademineralisata hingga garis batas. Kemudian pipet 10.0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur lalu ditambahkan dengan aquademineralisata hingga garis batas, diperoleh konsentrasi 10 ppm. Serapan masing masing larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Kadar karbamazepin dalam kokristal dihitung menggunakan persamaan regresi linier Karakterisasi kokristal Uji Morfologi Kristal Bentuk kristal diamati secara mikroskopis menggunakan mikroskop optik terhadap serbuk hasil kokristalisasi dengan perbandingan karbamazepin dan asam tartrat 1:0 dan 1:1. Sejumlah sampel diletakan di atas object glass dan ditutup dengan cover glass, lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10-40x. Hasil pengamatan di foto menggunakan kamera digital.

34 Analisis Gugus fungsi Analisis gugus fungsi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan hidrogen yang terbentuk pada pembuatan kokristal. Spektrum inframerah karbamazepin, asam tartrat, kokristal karbamazepin-asam tartrat dari semua metode dengan perbandingan 1:0, dan 1:1 serta campuran fisik karbamazepinasam tartrat direkam menggunakan FT-IR spektrofotometer dengan metode pellet KBr. Pengukuran dilakukan pada bilangan gelombang cm Uji Difraksi Sinar-X Pola difraksi sinar-x karbamazepin, kokristal karbamazepin-asam tartrat dan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat direkam menggunakan X-ray diffractometer dengan tuba anoda Cu, dioperasikan pada tegangan 40 kv dan arus 30 ma. Sampel dianaisis pada interval 2 50 o, dengan kecepatan pemindaian 0,02 o /menit (Machiste, Giunchedi, Setti dan Conte, 1995) Analisis Termal Analisis termal dilakukan terhadap karbamazepin, kokristal karbamazepinasam tartrat dan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Ditimbang dengan seksama ± 4,0 mg sampel, letakkan pada silinder aluminium. Tutup silinder tersebut dengan lempeng aluminium, lalu masukkan ke dalam alat DSC. Pengukuran dilakukan dengan laju alir nitrogen 30 ml/menit, dimulai pada suhu 30 o C 250 o C dengan kenaikan suhu 10 o C/menit. Suhu lebur dan perubahan entalphi masing-masing sampel dicatat (Machiste, Giunchedi, Setti dan Conte, 1995; Shikhar, Bommana, Gupta dan Squillante, 2011) Uji Laju Pelarutan Uji laju pelarutan dilakukan terhadap karbamazepin, kokristal karbamazepin-asam tartrat yang dihasilkan dari semua metode dan perbandingan serta campuran fisik karbamazepin-asam tartrat. Ditimbang dengan seksama ± 50,0 mg karbamazepin, kokristal dan campuran fisik yang setara dengan 50,0 mg karbamazepin kemudian di masukan ke dalam membran selofan. Sampel

35 20 dimasukkan ke dalam beaker glass berisi 100 ml aquademineralisata, kemudian dilarutkan dengan bantuan magnetic stirrer pada suhu 37 ± 0,5 C selama 3 jam dengan kecepatan 100 rpm. Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 60, 90, 120 dan 180 sebanyak 5 ml dan disaring melalui filter membran 0,45 μm. Setiap pengambilan 5 ml sampel ditambahkan kembali 5 ml pelarut dengan suhu yang sama. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Ambrogi et al., 2008).

36 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Kokristal Karbamazepin-Asam Tartrat Pembuatan kokristal ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan karbamazepin dalam air. Kokristal dibuat dengan perbandingan karbamazepin dan asam tartrat 1:1 dan 2:1. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kombinasi yang menunjukkan laju pelarutan paling tinggi. Karbamazepin dan asam tartrat dengan perbandingan 1:0 juga dibuat untuk melihat pengaruh proses pembentukan kokristal terhadap laju pelarutan karbamazepin tanpa adanya asam tartrat sebagai koformer. Pada penelitian ini digunakan dua metode pembentukan kokristal, yaitu metode penguapan pelarut dan metode solvent drop grinding. Pada metode penguapan pelarut, etanol digunakan sebagai pelarut. Etanol dipilih karena pada metode ini harus dipilih pelarut dimana kedua komponen kokristal memiliki kelarutan yang sama (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011). Selain itu, pada penelitian sebelumnya etanol juga digunakan dalam pembentukan kokristal karbamazepin dengan sakarin (Hickey, et al., 2007). Karbamazepin dan asam tartrat pada semua perbandingan dilarutkan dalam 100 ml etanol pada suhu 70 o C dengan bantuan stirrer pada kecepatan 100 rpm selama satu jam. Kemudian suhu diturunkan 10 C setiap 30 menit hingga suhu mencapai 30 C. Penurunan suhu ini dimaksudkan agar kondisi lewat jenuh tercapai sehingga endapan berupa kokristal mulai terbentuk (Hickey, et al., 2007). Larutan kemudian dikeringkan pada suhu kamar (27 C ± 0,5 C) hingga semua etanol menguap dan membentuk endapan kokristal. Pada metode solvent drop grinding, karbamazepin dan asam tartrat pada semua perbandingan digerus selama 10 menit di dalam lumpang, kemudian diteteskan etanol sebanyak 5 ml ke dalam campuran hingga semua sampel terbasahi. Lalu sampel dikeringkan pada suhu kamar hingga semua etanol menguap dan membentuk kokristal. Kehilangan bobot selama proses pembuatan dapat dilihat pada Lampiran 4. Kehilangan bobot berkisar antara 8-12%. Hal ini dikarenakan pada saat larutan dipindahkan ke dalam cawan penguap masih ada sampel yang menempel di alatalat yang digunakan. 21

37 Pembuatan Campuran Fisik Karbamazepin-Asam Tartrat Pembuatan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat bertujuan melihat pengaruh adanya asam tartrat terhadap laju pelarutan karbamazepin. Campuran fisik dibuat dengan menggerus karbamazepin dan asam tartrat hingga homogen. 4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kurva serapan karbamazepin dalam medium aquademineralisata memberikan panjang gelombang maksimum 286 nm. Spektrum serapan karbamazepin dapat dilihat pada Lampiran 1. Kurva kalibrasi dibuat pada konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 16 ppm. Koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari kurva kalibrasi tersebut adalah 0, dengan persamaan garis y = -0, , x. Data serapan karbamazepin pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan kurva kalibrasi karbamazepin dapat dilihat pada Gambar 4.1. Serapan (A) 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 y = 0,054x - 0,001 r = 0, Konsentrasi (ppm) Gambar 4.1 Kurva kalibrasi karbamazepin dalam medium aquademineralisata pada panjang gelombang 286 nm 4.4 Penetapan Kadar Karbamazepin Penetapan kadar karbamazepin dilakukan untuk mengetahui jumlah karbamazepin yang terkandung dalam kokristal dari semua perbandingan. Masing-masing sampel dibuat dalam konsentrasi 10 ppm lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV- Vis pada panjang gelombang 286 nm. Kadar

38 23 karbamazepin terbesar adalah 92,24% yang terdapat pada sampel yang dihasilkan dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0, sedangkan kadar terkecil adalah 51,93% yang terdapat pada sampel yang dihasilkan dari metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:1. Hasil penetapan kadar ini akan dijadikan tolak ukur untuk penimbangan pada uji laju pelarutan, agar jumlah karbamazepin yang digunakan sama. Kadar karbamazepin dari tiap perbandingan dan metode serta jumlah penimbangan sampel yang digunakan untuk laju pelarutan dapat dilihat pada Lampiran Karakterisasi Kokristal Uji Morfologi Kristal Secara makroskopik, kokristal yang diperoleh dari metode penguapan pelarut berupa kristal berwarna putih agak kekuningan dan berbentuk seperti jarum, sedangkan pada metode solvent drop grinding berupa serbuk berwarna putih. Kokristal yang diperoleh dari metode solvent drop grinding lebih kecil dibandingkan dengan kokristal yang diperoleh dari metode penguapan pelarut. Bentuk makroskopik sampel dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pada pengamatan mikroskopik, kokristal yang dihasilkan dari metode penguapan pelarut memiliki bentuk kristal prismatik, sedangkan kokristal yang dihasilkan dari metode solvent drop grinding memiliki bentuk tidak beraturan. Perbedaan bentuk ini diperkirakan terjadi karena pada metode solvent drop grinding terdapat proses penggerusan sehingga serbuk yang dihasilkan lebih kecil. Selain itu, proses penurunan suhu secara bertahap yang terdapat pada metode penguapan pelarut akan menghasilkan kristal besar (Soewandhi, 2006). Bentuk mikroskopik sampel dapat dilihat pada Gambar 4.3.

39 24 (a) (b) (c) (d) Keterangan: (a) metode penguapan pelarut perbandingan 1:0, (b) metode penguapan pelarut perbandingan 1:1, (c) metode solvent drop grinding perbandingan 1:0, dan (d) metode solvent drop grinding perbandingan 1:1. Gambar 4.2. Bentuk makroskopik serbuk hasil kokristalisasi

40 25 (a) (b) (c) (d) Keterangan: (a) metode penguapan pelarut perbandingan 1:0, (b) metode penguapan pelarut perbandingan 1:1, (c) metode solvent drop grinding perbandingan 1:0, dan (d) metode solvent drop grinding perbandingan 1:1. Gambar 4.3. Bentuk mikroskopik serbuk hasil kokristalisasi Analisis Gugus Fungsi Uji spektroskopi inframerah dilakukan terhadap karbamazepin murni, asam tartrat, kokristal perbandingan 1:1 dari metode penguapan pelarut dan metode solvent drop grinding serta campuran fisik karbamazepin-asam tartrat dengan perbandingan 1:1. Spektroskopi inframerah digunakan untuk mengetahui adanya interaksi antara obat dengan koformer pada kokristal. Dengan spektroskopi inframerah, adanya pembentukkan kokristal dapat dideteksi, yaitu dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara obat dan koformer. Pada kokristal karbamazepin-asam tartrat, ikatan hidrogen terbentuk antara gugus karbonil pada karbamazepin dengan gugus

41 26 hidroksil pada asam tartrat atau antara gugus karbonil pada asam tartrat dengan gugus amin pada karbamazepin. Dari pengamatan terhadap spektrum inframerahnya, puncak-puncak utama karbamazepin murni terlihat pada 3466,20 cm -1, 1604,83 cm -1 dan 1595,18 cm -1 untuk NH serta 1678,13 cm -1 untuk C=O amida. Spektrum inframerah asam tartrat menunjukkan puncak pada bilangan gelombang cm -1 untuk OH karboksilat dan 1770,71 cm -1 untuk C=O asam karboksilat. Pada spektum inframerah kokristal metode penguapan pelarut perbandingan 1:1 dan metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 terlihat pergeseran puncak gugus C=O amida dari 1678,13 cm -1 menjadi 1670,41 cm -1 akibat adanya ikatan hidrogen antara OH asam tartrat dengan C=O amida karbamazepin yang memperpanjang ikatan C=O. Akibatnya, kekuatan ikatan C=O berkurang, sehingga pita vibrasinya akan muncul pada frekuensi yang lebih rendah. Pergeseran puncak juga terlihat pada gugus C=O asam karboksilat. Puncak bergeser dari 1770,71 cm -1 menjadi 1739,85 cm -1. Pergeseran puncak ini diduga karena terbentuknya ikatan hidrogen antara C=O pada asam karboksilat dengan NH pada amida. Adanya ikatan hidrogen ini menunjukkan kokristal karbamazepin-asam tartrat telah terbentuk. Spektrum inframerah kokristal metode penguapan pelarut perbandingan 1:1 dapat dilihat pada Gambar 4.4, sedangkan spektrum inframerah kokristal metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 dapat dilihat pada Gambar 4.5. Pada karbamazepin yang dihasilkan dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0, tidak terlihat perubahan spektrum serapan inframerah yang signifikan. Puncak yang menunjukkan gugus C=O dan NH amida muncul pada bilangan gelombang yang sama dengan karbamazepin murni. Spektrum inframerah karbamazepin yang dihasilkan dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0 dapat dilihat pada Gambar 4.6. Spektrum inframerah karbamazepin hasil rekristalisasi, metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:0, memperlihatkan puncak NH amida pada bilangan gelombang sekitar 3000 cm -1 yang lebih lebar jika dibandingkan dengan karbamazepin murni. Diduga hal ini terjadi karena terbentuknya karbamazepin dihidrat. Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa terbentuknya

42 27 karbamazepin dihidrat dapat dilihat dari melebarnya puncak NH akibat ikatan hidrogen dengan air (Otsuka, Ofusa dan Matsuda, 1999). Spektrum inframerah karbamazepin hasil rekristalisasi dapat dilihat pada Gambar 4.7. Pada spektrum inframerah campuran fisik karbamazepin-asam tartrat dengan perbandingan 1:1, tidak terlihat perbedaan jika dibandingkan dengan karbamazepin murni. Hal ini menunjukkan tidak terbentuk ikatan kimia antara karbamazepin dan asam tartrat. Spektrum inframerah campuran fisik karbamazepin-asam tartrat dapat dilihat pada Gambar Uji Difraksi Sinar-X Karakterisasi kokristal dengan difraktometer sinar-x dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan bentuk kristal pada dua metode yang digunakan dalam pembentukan kokristal. Difraktogram yang dihasilkan menunjukkan peningkatan intensitas jika dibandingkan dengan difraktogram karbamazepin murni. Peningkatan paling signifikan terlihat pada difraktogram karbamazepin hasil rekristalisasi (metode penguapan pelarut perbandingan 1:0). Peningkatan intensitas ini merupakan hasil dari peningkatan jumlah kisi kristal karbamazepin yang telah mengalami proses kristalisasi.

43 33 90 Pel A As CBZ %T Transmisi (%) C=O amida A C=O asam karboksilat Bilangan Gelombang (1/cm) Gambar 4.4 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam tartrat metode penguapan pelarut perbandingan 1:1 (biru) C=O amida /cm 28

44 90 %T 85 SDG A As CBZ Transmisi (%) A C=O asam karboksilat Gambar 4.5 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam tartrat metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 (biru) C=O amida Bilangan Gelombang (1/cm) /cm 29

45 97.5 SDG CBZ CBZ %T Transmisi (%) NH amida C=O amida A Bilangan Gelombang (1/cm) Gambar 4.6 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), dan karbamazepin dari metode solvent drop grinding perbandingan 1:0 (hijau) /cm 30

46 rekrist 28 mei CBZ 90 %T Transmisi (%) NH amida C=O amida rekrist 28 mei Bilangan Gelombang (1/cm) Gambar 4.7 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), dan karbamazepin dari metode penguapan pelarut perbandingan 1:0 (biru) /cm 31

47 90 %T 85 kiki 11 CF CBZ As Transmisi (%) kiki 1:1 CF NH amida Bilangan Gelombang (1/cm) Gambar 4.8 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (abu-abu), asam tartrat (hijau) dan campuran fisik karbamazepinasam tartrat perbandingan 1:1 (biru) C=O amida /cm 32

48 33 Gambar 4.9 Difraktogram karbamazepin murni Pembentukan kokristal dapat menyebabkan perubahan difraktogram yang memperlihatkan beberapa puncak baru. Difraktogram kokristal metode penguapan pelarut dan metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 menunjukkan puncak baru pada 2θ = 6,6 yang diperkirakan muncul karena terbentuknya kokristal. Pada penelitian sebelumnya, kokristal karbamazepin memberikan puncak baru pada 2θ = 7 (Hickey, et al., 2007). Intensitas (cps) Intensitas (cps) 2θ ( ) 6,6 2θ ( ) Gambar 4.10 Difraktogram kokristal karbamazepin-asam tartrat metode penguapan pelarut perbandingan 1:1

49 34 Intensitas (cps) 6,6 2θ ( ) Gambar 4.11 Difraktogram kokristal karbamazepin-asam tartrat metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 Pada difraktogram metode penguapan pelarut perbandingan 1:0, terlihat puncak baru pada 2θ = 9,02 dan 12,32, sedangkan pada difraktogram metode solvent drop grinding perbandingan 1:0, terlihat puncak baru pada 2θ = 8,80 dan 13,06. Diduga puncak-puncak baru ini menunjukkan bahwa telah terbentuk karbamazepin dihidrat. Penelitian sebelumnya pada karbamazepin dihidrat memberikan puncak pada 2θ yang relatif sama. Puncak yang mengindikasikan karbamazepin dihidrat adalah pada 2θ = 8,9, dan 12,3 (Han dan Suryanarayanan, 1997). 9,02 Intensitas (cps) 12,32 2θ ( ) Gambar 4.12 Difraktogram karbamazepin dari metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:0

50 35 13,06 8,80 Gambar 4.13 Difraktogram karbamazepin dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0 Difraktogram campuran fisik karbamazepin dan asam tartrat dengan perbandingan 1:1 menunjukkan peningkatan intensitas jika dibandingkan dengan karbamazepin murni. Hal ini diperkirakan karena adanya asam tartrat yang berbentuk kristal. Intensitas (cps) Intensitas (cps) 2θ ( ) 2θ ( ) Gambar 4.14 Difraktogram campuran fisik karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1:1

51 Analisis Termal Analisis termal digunakan untuk menentukan pembentukan kokristal dari informasi yang didapatkan berupa sifat peleburan serta fenomena polimorfisme. Analisis termal yang dilakukan pada rentang suhu 30 C hingga 250 C dengan laju pemanasan 10 C/menit menunjukkan terjadinya pergeseran puncak endotermik serta perubahan entalpi. Termogram dari karbamazepin murni menunjukkan puncak endotermik pada suhu 175,80 C dan 190,38 C. Puncak endotermik pada suhu 175,80 C merupakan titik lebur karbamazepin bentuk III, sedangkan puncak endotermik pada suhu 190,38 C merupakan titik lebur karbamazepin bentuk I. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menghasilkan puncak endotermik pada suhu yang relatif sama, yaitu 175,5 C untuk karbamazepin bentuk III dan 191,7 C untuk karbamazepin bentuk I (Ambrogi et al., 2008). Laju Aliran Panas (mw) 175,80 C ΔH = 7,90 kj/kg 190,38 C ΔH = 54,08 kj/kg Suhu ( C) Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30 C-250 C dengan kenaikan suhu 10 C/menit dan laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 175,80 C (ΔH = 7,90 kj/kg) dan 190,38 C (ΔH = 54,08 kj/kg). Gambar 4.15 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) karbamazepin murni. Termogram kokristal karbamazepin-asam tartrat dari metode penguapan pelarut dan metode solvent drop grinding menunjukkan penurunan titik lebur yang signifikan. Pada kokristal metode penguapan pelarut, puncak terlihat pada

52 37 suhu 156,40 C. Sedangkan pada kokristal metode solvent drop grinding puncak terlihat pada suhu 143,38 C. Penurunan titik lebur ini menunjukkan adanya interaksi antara karbamazepin dan asam tartrat sehingga terbentuk kokristal. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa titik lebur kokristal berada di antara atau lebih rendah dibandingkan titik lebur zat aktif dan koformer (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011). Termogram kokristal karbamazepin-asam tartrat dari metode penguapan pelarut dapat dilihat pada Gambar 4.16, sedangkan termogram kokristal karbamazepinasam tartrat dari metode solvent drop grinding dapat dilihat pada Gambar Laju Aliran Panas (mw) 156,40 C ΔH = 105,55 kj/kg Suhu ( C) Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30 C-250 C dengan kenaikan suhu 10 C/menit dan laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 156,40 C (ΔH = 105,55 kj/kg). Gambar 4.16 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) kokristal karbamazepin-asam tartrat metode penguapan pelarut perbandingan 1:1

53 38 Laju Aliran Panas (mw) 143,38 C ΔH = 110,56 kj/kg Suhu ( C) Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30 C-250 C dengan kenaikan suhu 10 C/menit dan laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 143,38 C (ΔH = 110,56 kj/kg). Gambar 4.17 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) kokristal karbamazepin-asam tartrat metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 Termogram karbamazepin hasil rekristalisasi (metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:0) menunjukkan puncak-puncak endotermik pada suhu 94,57 C, 125,84 C, 134,87 C, 144,26 C, dan 190,12 C serta puncak eksotermik pada suhu 253,01 C, sedangkan termogram karbamazepin metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0 menunjukkan puncak-puncak endotermik pada suhu 92,12 C, 100,33 C, 170,81 C dan 192,68 C serta puncak eksotermik pada suhu 235,17 C. Adanya puncak endotermik pada suhu 92,12 C, 94,57 C, dan 100,33 C diperkirakan karena terbentuknya karbamazepin dihidrat, sedangkan puncak-puncak endotermik yang lain menunjukkan titik lebur dari berbagai bentuk polimorf karbamazepin. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa adanya puncak pada suhu C menunjukkan terjadinya proses dehidrasi karbamazepin dihidrat (Han dan Suryanarayanan, 1997). Termogram karbamazepin dari metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:0 dapat dilihat pada Gambar 4.18, sedangkan termogram karbamazepin dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0 dapat dilihat pada Gambar 4.19.

54 39 Laju Aliran Panas (mw) 125,84 C ΔH = 2,5 kj/kg 94,57 C ΔH = 62,24 kj/kg 134,87 C ΔH = 54,55 kj/kg 144,26 C ΔH = 90,74 kj/kg 190,12 C ΔH = 50,60 kj/kg 253,01 C ΔH = 15,66 kj/kg Suhu ( C) Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30 C-250 C dengan kenaikan suhu 10 C/menit dan laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 94,57 C (ΔH = 62,24 kj/kg), 125,84 C (ΔH = 2,5 kj/kg), 134,87 C (ΔH = 54,55 kj/kg), 144,26 C (ΔH = 90,74 kj/kg), dan 190,12 C (ΔH = 50,6 kj/kg) serta puncak eksotermik pada suhu 253,01 C (ΔH = 15,66 kj/kg). Gambar 4.18 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) karbamazepin dari metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:0 Laju Aliran Panas (mw) 92,12 C ΔH = 9,88kJ/kg 100,33 C ΔH = 10,51 kj/kg 170,81 C ΔH = 5,88 kj/kg 192,68 C ΔH = 54,55 kj/kg 235,17 C ΔH = 8,42 kj/kg Suhu ( C) Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30 C-250 C dengan kenaikan suhu 10 C/menit dan laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 92,12 C (ΔH = 9,88 kj/kg), 100,33 C (ΔH = 10,51 kj/kg), 170,81 C (ΔH = 5,88 kj/kg), dan 192,68 C (ΔH = 54,55 kj/kg) serta puncak eksotermik pada suhu 235,17 C (ΔH = 8,42 kj/kg). Gambar 4.19 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) karbamazepin dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0

55 40 Pada termogram campuran fisik karbamazepin-asam tartrat dengan perbandingan 1:1 terlihat dua puncak endotermik yang merupakan titik lebur asam tartrat pada suhu 165,28 C dan titik lebur karbamazepin pada suhu 192,09 C. Laju Aliran Panas (mw) 192,09 C ΔH = 128,08 kj/kg 165,28 C ΔH = 204,67 kj/kg Suhu ( C) Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30 C-250 C dengan kenaikan suhu 10 C/menit dan laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 165,28 C (ΔH = 204,67 kj/kg) dan 192,09 C (ΔH = 128,08 kj/kg). Gambar 4.20 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) campuran fisik karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1:1 Termogram DSC juga menunjukkan terjadinya peningkatan entalpi peleburan kokristal jika dibandingkan dengan karbamazepin murni. Hal ini sesuai dengan hasil difraksi sinar-x dimana jumlah kisi kristal pada kokristal meningkat jika dibandingkan dengan karbamazepin murni, sehingga dibutuhkan lebih banyak energi untuk meleburkan kristal-kristal yang ada Uji Laju Pelarutan Uji laju pelarutan dilakukan terhadap karbamazepin murni, kokristal pada semua metode dan perbandingan serta campuran fisik antara karbamazepin dan asam tartrat dengan perbandingan 1:1. Uji ini dilakukan selama 180 menit dengan pengadukan konstan pada kecepatan 100 rpm. Pengujian ini dilakukan dengan alat disolusi berupa gelas beaker 100 ml dengan bantuan membran selofan sebagai tempat kokristal. Alat modifikasi ini digunakan karena mempertimbangkan

56 41 kelarutan karbamazepin yang kecil didalam air, sehingga diperlukan wadah yang kecil untuk dapat mendeteksi kadar obat yang terlarut. Selain itu, penggunaan membran selofan bertujuan agar kokristal yang belum larut tidak terambil pada saat sampling. Sampel diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV- Vis pada panjang gelombang 286 nm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kokristal karbamazepin yang dihasilkan dari metode penguapan pelarut dan metode solvent drop grinding dapat meningkatkan laju pelarutan karbamazepin. Dalam kurun waktu 3 jam jumlah karbamazepin murni yang terlarut sebesar 6,25%. Persentase karbamazepin terlarut pada kokristal metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:1 menunjukkan peningkatan paling signifikan hingga 2,55 kali, dengan persentase karbamazepin terlarut 15,93%, dibandingkan dengan karbamazepin murni. Pada metode penguapan pelarut dengan perbandingan 2:1, peningkatan jumlah obat terlarut mencapai 1,39 kali dengan persentase obat terlarut 8,67%. Persentase karbamazepin terlarut dari kokristal metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:1 dan 2:1 berturut-turut adalah 9,04% dan 8,50%. Peningkatan jumlah karbamazepin terlarut dari kokristal metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:1 dan 2:1 berturut-turut mencapai 1,45 kali dan 1,36 kali dibandingkan karbamazepin murni. Karbamazepin hasil rekristalisasi (metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:0) menunjukkan penurunan jumlah karbamazepin terlarut. Dalam waktu 3 jam, persentase obat terlarut hanya mencapai 2,19%, 0,35 kali jika dibandingkan dengan karbamazepin murni. Pada karbamazepin hasil solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0, jumlah obat terlarut mencapai 6,93%.

57 42 Jumlah kumulatif karbamazepin terlarut (%) Waktu (menit) CBZ CBZ : AT = 1:0 CBZ : AT = 1:1 CBZ : AT = 2:1 Keterangan: CBZ = karbamazepin; AT = asam tartrat. Gambar 4.21 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan hasil kokristalisasi pada metode penguapan pelarut Jumlah kumulatif karbamazepin terlarut (%) Waktu (menit) CBZ CBZ : AT = 1:0 CBZ : AT = 1:1 CBZ : AT = 2:1 Keterangan: CBZ = karbamazepin; AT = asam tartrat. Gambar 4.22 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan hasil kokristalisasi pada metode solvent drop grinding Pengujian yang dilakukan terhadap campuran fisik karbamazepin dan asam tartrat memperlihatkan peningkatan jumlah karbamazepin yang terlarut menjadi 9,27%. Kurva laju pelarutan campuran fisik karbamazepin dan asam tartrat dapt dilihat pada Gambar 4.23.

58 43 Jumlah kumulatif karbamazepin terlarut (%) CBZ CF 1:1 Waktu (menit) Keterangan: CBZ = karbamazepin; CF = campuran fisik karbamazepin dan asam tartrat perbandingan 1:1. Gambar 4.23 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1:1 Dari hasil uji laju pelarutan dihitung efisiensi disolusinya. Berdasarkan perhitungan yang terdapat pada Lampiran 16, efisiensi disolusi terbesar terlihat pada kokristal yang dihasilkan dari metode penguapan pelarut perbandingan 1:1 dengan DE 180 sebesar 9,60%. Peningkatan laju pelarutan pada kokristal diperkirakan karena terbentuknya ikatan hidrogen antara karbamazepin dan asam tartrat. Adanya ikatan hidrogen ini akan mempermudah terjadinya kontak antara kokristal dengan air, sehingga kelarutannya dalam air meningkat. Selain itu, efek solubilisasi dari asam tartrat yang mudah larut air juga berkontribusi dalam peningkatan laju pelarutan karbamazepin (Zaini, Halim, Soewandhi, dan Setyawan, 2011). Peningkatan laju pelarutan terbesar terlihat pada metode penguapan pelarut dibandingkan dengan metode solvent drop grinding. Hal ini diperkirakan karena pada metode penguapan pelarut digunakan pelarut lebih banyak, sehingga karbamazepin dan asam tartrat berada dalam bentuk molekul lebih lama, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya tumbukan antara karbamazepin dan asam tartrat untuk membentuk ikatan hidrogen (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011).

59 ,60 Efisiensi disolusi (%) ,17 5,13 3,72 4,86 4,83 5,02 2 1,17 0 CBZ PP 1:0 PP 1:1 PP 2:1 SDG 1:0 SDG 1:2 SDG 2:1 CF 1:1 Sampel Keterangan: CBZ = karbamazepin; PP = metode penguapan pelarut; SDG = metode solvent drop grinding; CF = campuran fisik. Gambar 4.24 Diagram efisiensi disolusi karbamazepin pada menit ke-180 Penurunan laju pelarutan pada metode penguapan pelarut perbandingan 1:0 diperkirakan terjadi karena peningkatan derajat kristalinitas. Selain itu, berdasarkan analisis gugus fungsi, uji difraksi sinar-x dan analisis termal, proses rekristalisasi menghasilkan karbamazepin dihidrat. Dalam penelitian sebelumnya disebutkan bahwa laju pelarutan karbamazepin dihidrat lebih rendah jika dibandingkan dengan karbamazepin bentuk lain (Kobayashi, Ito, Itai, dan Yamato, 2000). Peningkatan laju pelarutan pada campuran fisik karbamazepin dan asam tartrat diperkirakan karena perubahan ukuran partikel menjadi lebih kecil akibat adanya proses penggerusan. Hasil dari semua karakterisasi yang dilakukan, meliputi uji morfologi, difraktogram sinar-x, termogram DSC, spektrum inframerah dan laju pelarutan memperlihatkan terjadi interaksi antara karbamazepin dan asam tartrat membentuk kokristal.

60 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kokristal karbamazepin dapat dibuat dengan menggunakan asam tartrat sebagai koformer melalui metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding. Kokristal karbamazepin-asam tartrat menunjukkan perubahan bentuk maupun ukuran kristal dibandingkan karbamazepin. Hasil uji termal memperlihatkan penurunan titik lebur dan pada spektrum inframerah terlihat adanya interaksi berupa ikatan hidrogen yang mengindikasikan telah terbentuk kokristal karbamazepin-asam tartrat Metode pembuatan kokristal mempengaruhi laju pelarutan karbamazepin. Kokristal yang dihasilkan dari metode penguapan pelarut perbandingan 1:1 menunjukkan peningkatan laju pelarutan terbesar dengan DE 180 sebesar 9,60%, sedangkan pada metode solvent drop grinding 4,86% dan karbamazepin 3,17%. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembentukkan kokristal menggunakan metode kokristalisasi lainnya serta pemanfaatan kokristal dalam suatu sediaan. 45

61 DAFTAR ACUAN Abdou, H. M. (1989). Dissolution, Bioavailability and Bioequivalence. Pennsylvania: Mark Publishing, 11, 53, 265. Ambrogi, V., Perioli, L., Marmottini, F., Accorsi, O., Pagano, C., Ricci, M., dan Rossi, C. (2008). Role of Mesoporous Silicates on Carbamazepine Dissolution Rate Enhancement. Microporous and Mesoporous Materials 113, Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ed. ke-4). (Farida Ibrahim, Penerjemah). Depok: UI Press, 153. Basavoju, S., Bostrom, D., Velaga, S. P., (2008). Indomethacin Saccharin Cocrystal: Design, Synthesis and Preliminary Pharmaceutical Characterization. Pharmaceutical Research, Vol. 25, No. 3, British Comission Secretariat. (2009). British Pharmacopoeia. London: British Comission Secretariat. Buanz, A. B. M., Parkinson, G.N., dan Gaisford, S. (2011). Characterization of Carbamazepine-Nicatinamide Cocrystal Polymorphs with Rapid Heating DSC and XRPD. Crystal Growth & Design, 11, Chi-Yuan, W., dan Benet, L. Z.(2005). Predicting Drug Disposition via Application of BCS: Transport/Absorption/ Elimination Interplay and Development of a Biopharmaceutics Drug Disposition Classification System. Pharmaceutical Research, Vol. 22, No.1, 13. Dega-Szafran, Z., Dutkiewicz, G., dan Kosturkiewicz, Z. (2010). Structures of Two Co-Crystals of Pyridine Betaine with L(+)-Tartaric Acid. Journal of Molecular Structure 976, Gunawan, S. G. (Ed.). (2007). Farmakologi dan Terapi (Ed. ke-5). Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 187. Han, J., dan Suryanarayanan, R. (1997). Application of Pressure Differential Scanning Calorimetry in the Study of Pharmaceutical Hydrates I. Carbamazepine Dihydrate. International Journal of Pharmaceutics, 157,

62 47 Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI, 40, Hickey, M. B., Peterson, M. L., Scoppettuolo, L. A., Morrisette, S. L., Vetter, A., Guzman, H., Remenar, J, F., Zhong Zhang, Tawa, M. D., Haley, S., Zaworotko, M. J., dan Almarsson, Orn. (2007). Performance Comparison of a Co-crystal of Carbamazepine with Marketed Product. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 67, Katzung, Bertram G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. (Ed. ke-8). Jakarta: Salemba Medika, Kipouros, K., Kachrimanis, K., Nikolakakis, I., dan Malamataris, S. (2005). Quantitative Analysis of Less Soluble Form IV in Commercial Carbamazepine (Form III) by Diffuse Reflectace Fourier Transform Spectroscopy (DRIFTS) and Lazy Algorithm. Analytica Chimica Acta, 550, Kobayashi, Y., Ito, S., Itai, S., dan Yamamoto, K. (2000). Physicochemical Properties and Bioavailability of Carbamazepine Polymorphs and Dihydrate. International Journal of Pharmaceutics, 193, Machiste, E. O., Giunched, P., Setti, M., dan Conte, U. (1995). Characterization of Carbamazepine in Systems Containing a Dissolution Rate Enhancer. International Journal of Pharmaceutics, 126, Martin, A., Swarbick, J., dan Cammarata, A. (1990). Farmasi Fisik: Dasar-dasar Kimia Fisik Dasar Ilmu Farmasetik. Vol 1. (Ed. ke-3). (Yoshita, Penerjemah). Jakarta: UI-Press, , Mirza, S., Miroshnyk, I., Heinamaki, J., dan Yliruusi, J. (2008). Co-Crystal: an Emerging Approach for Enhancing Properties of Pharmaceutical Solids. Dosis, Vol. 24, No.2, O Neil, M. J., Smith, A., Heckelman, P. E., Obenchain, J. R., Jr., Gallipeau, J. A. R., D Arecca, M. A., dan Budavari, S. (2001). The Merck Index 13 th Ed. New Jearsey: Merck dan Co., Inc. Whitehouse Station. Otsuka, M., Ofusa, T., dan Matsuda, Y. (1999). Effect of Environmental Humadity on The Transformation Pathway of Carbamazepine Polymorphic Modifications During Grinding. Colloids and Surfaces, 13,

63 48 Qiao Ning, Li Mingzhong, Schlindwein, W., Malek, N., Davies, N., Trappitt, G. (2011). Pharmaceutical Cocrystals: An Overview. International Journal of Pharmaceutics, 419, Remenar J. F., Morissette, S. L., Peterson, M. L., Moulton, B., Macphee, J. M., Guzman, Hector R, dan Almarsson, Orn. (2003). Crystal Engineering of Novel Co-crystal of a Triazole Drug with 1,4-dicarboxylic acids. J. Am. Chem. Soc, 125, Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Owen, S. C. (Ed.). (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipient 5 th Ed. London: The Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association, 770. Sekhon, B. S. (2009). Pharmaceutical Co-Crystals - a Review. Ars Pharm, Vol. 50, No. 3, Shargel, L. & Yu, A. B. C. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. (Ed. ke-2). (Fasich, S. S., Penerjemah). Surabaya: Airlangga University Press, Shikhar, A., Bommana, M. M., Gupta, S. S., dan Squillante, E. (2011). Formulation Development of Carbamazepine Nicotinamide Co-crystals Complexed with Cyclodextrin Using Supercritical Fluid Process. Journal of Supercritical Fluids, 55, Soewandhi, S. N. (2006). Kristalografi Farmasi I. Bandung: Penerbit ITB, Swarbrick, J. (Ed.). (2007). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology 3rd edition volume 6. USA: Pharmaceutech Inc., Trask, A. V., Motherwell, W. D. S., Jones, W. (2006). Pharmaceutical Cocrystals: An Emerging Approach to Physical Property Enhancement. Mrs Bulletin, 31, Weyna, D. R., Shattock, T., Vishweshwar, P., dan Zawarotko, M. J. (2009). Synthesis and Structural Characterization of Cocrystal and Pharmaceutical Cocrystal: Mechanochemistry vs Slow Evaporation from Solution. Crystal Growth & Design, Vol. 9, No. 2, Yadav, A. V., Shete, A. S., Dabke, A. P., Kulkarni, P. V., dan Sakhare, S. S. (2009). Co-crystal: A Novel Approach to Modify Physicochemical

64 49 Properties of Active Pharmaceutical Ingredients. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 71, Zaini, E., Halim, A., Soewandhi, S. N., dan Setyawan, D. (2011). Peningkatan Laju Pelarutan Trimetoprim Melalui Kokristalisasi dengna Nikotinamida. Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5, No. 4,

65 LAMPIRAN

66 Daftar Lampiran Lampiran Gambar 1-3 Lampiran Tabel 4-11 Lampiran Contoh Perhitungan Lampiran Sertifikat Analisis 17-18

67 50 Lampiran 1. Spektrum serapan karbamazepin Keterangan: Spektrum serapan karbamazepin dalam medium aquademineralisata dengan panjang gelombang maksimum 286 nm

68 Lampiran 2. Spektrum inframerah karbamazepin 90 %T Transmisi (%) NH amida C=O amida CBZ /cm Bilangan Gelombang (1/cm) 51

69 Lampiran 3. Spektrum inframerah asam tartrat 47.5 %T Transmisi (%) as.tartrat OH asam karboksilat C=O asam karboksilat Bilangan Gelombang (1/cm) /cm 52

70 53 Lampiran 4. Data persentase kehilangan bobot pada pembentukan kokristal Metode Penguapan pelarut Solvent drop grinding Perbandingan Bobot awal Bobot akhir Kehilangan (g) (g) bobot (%) 1:0 1,1816 1, ,14 1:1 1,9325 1,7458 9,66 2:1 1,5612 1, ,44 1:0 1,1828 1,0653 9,93 1:1 1,9330 1,7612 8,89 2:1 1,5608 1,4308 8,33 Lampiran 5. Data serapan karbamazepin dalam berbagai konsentrasi pada medium aquademineralisata pada panjang gelombang 286 nm. Konsentrasi (ppm) Serapan (A) 4 0, , , , , , ,8623

71 54 Lampiran 6. Data kadar karbamazepin dalam sampel dan penimbangan sampel untuk uji laju pelarutan Sampel 1:0 Penguapan pelarutan 1:1 Penguapan pelarutan 2:1 Penguapan pelarutan 1:0 Solvent Drop Grinding 1:1 Solvent Drop Grinding 2:1 Solvent Drop Grinding 1:1 Campuran Fisik Kadar Karbamazepin (%) Penimbangan (mg) 83,32 60,0 51,93 96,3 69,10 72,4 92,24 54,2 63,43 78,8 73,86 67,7 56,18 89,0

72 55 Lampiran 7. Data uji laju pelarutan karbamazepin murni Waktu (menit) Jumlah kumulatif terlarut mg % 5 0,1965 ± 0,0106 0,39 ± 0, ,2326 ± 0,0313 0,46 ± 0, ,3167 ± 0,0361 0,63 ± 0, ,3938 ± 0,0298 0,79 ± 0, ,4991 ± 0,0346 1,00 ± 0, ,5729 ± 0,0196 1,15 ± 0, ,6561 ± 0,0124 1,31 ± 0, ,7352 ± 0,0284 1,47 ± 0, ,8265 ± 0,0065 1,65 ± 0, ,0851 ± 0,0248 2,17 ± 0, ,6165 ± 0,0388 3,23 ± 0, ,1786 ± 0,2130 4,36 ± 0, ,1265 ± 0,0712 6,25 ± 0,14

73 Lampiran 8. Data uji laju pelarutan karbamazepin metode penguapan pelarut Waktu (menit) Jumlah kumulatif karbamazepin terlarut Perbandingan 1:0 Perbandingan 1:1 Perbandingan 2:1 mg % mg % mg % 5 0,0565 ± 0,0110 0,11 ± 0,02 0,6157 ± 0,2449 1,23 ± 0,49 0,3740 ± 0,0066 0,75 ± 0, ,0881 ± 0,0221 0,18 ± 0,04 0,8336 ± 0,2972 1,67 ± 0,59 0,7508 ± 0,0221 1,50 ± 0, ,1234 ± 0,0248 0,25 ± 0,05 1,1773 ± 0,3307 2,35 ± 0,66 1,0178 ± 0,0368 2,04 ± 0, ,1679 ± 0,0378 0,34 ± 0,08 1,5891 ± 0,3781 3,18 ± 0,76 1,1959 ± 0,0088 2,39 ± 0, ,1992 ± 0,0383 0,40 ± 0,08 1,9688 ± 0,2964 3,94 ± 0,59 1,3097 ± 0,0225 2,62 ± 0, ,2391 ± 0,0420 0,48 ± 0,08 2,4182 ± 0,3585 4,84 ± 0,72 1,4541 ± 0,0033 2,91 ± 0, ,2635 ± 0,0476 0,53 ± 0,10 2,7959 ± 0,2736 5,59 ± 0,55 1,5367 ± 0,0128 3,07 ± 0, ,2975 ± 0,0504 0,60 ± 0,10 3,1556 ± 0,2139 6,31 ± 0,43 1,6320 ± 0,0122 3,26 ± 0, ,3289 ± 0,0579 0,66 ± 0,12 0,3289 ± 0,0579 6,81 ± 0,44 1,7375 ± 0,0406 3,48 ± 0, ,4208 ± 0,0658 0,84 ± 0,13 4,1168 ± 0,2170 8,23 ± 0,43 1,9582 ± 0,0112 3,92 ± 0, ,5921 ± 0,0895 1,18 ± 0,18 5,3679 ± 0, ,74 ± 0,31 2,6111 ± 0,0347 5,22 ± 0, ,7629 ± 0,1270 1,53 ± 0,25 6,2780 ± 0, ,56 ± 0,56 3,4043 ± 0,0629 6,81 ± 0, ,0968 ± 0,1340 2,19 ± 0,27 7,9626 ± 0, ,93 ± 0,52 4,3544 ± 0,0359 8,71 ± 0,07 56

74 Lampiran 9. Data uji laju pelarutan karbamazepin metode solvent drop grinding Waktu (menit) Jumlah kumulatif karbamazepin terlarut Perbandingan 1:0 Perbandingan 1:1 Perbandingan 2:1 mg % mg % mg % 5 0,1538 ± 0,0186 0,31 ± 0,04 0,2513 ± 0,0205 0,50 ± 0,04 0,2770 ± 0,0282 0,55 ± 0, ,2749 ± 0,0242 0,55 ± 0,05 0,3762 ± 0,0379 0,75 ± 0,08 0,4605 ± 0,0885 0,92 ± 0, ,3983 ± 0,0271 0,80 ± 0,05 0,5281 ± 0,0404 1,06 ± 0,08 0,6287 ± 0,1007 1,26 ± 0, ,5178 ± 0,0365 1,04 ± 0,07 0,6707 ± 0,0493 1,34 ± 0,10 0,8289 ± 0,1380 1,66 ± 0, ,6502 ± 0,0695 1,30 ± 0,14 0,7960 ± 0,0517 1,59 ± 0,10 0,9849 ± 0,1661 1,97 ± 0, ,7737 ± 0,0879 1,55 ± 0,18 0,9263 ± 0,0595 1,85 ± 0,12 0,1254 ± 0,1672 2,25 ± 0, ,8918 ± 0,1282 1,78 ± 0,26 1,0709 ± 0,0764 2,14 ± 0,15 1,2859 ± 0,2164 2,57 ± 0, ,9868 ± 0,1307 1,97 ± 0,26 1,2347 ± 0,0796 2,47 ± 0,16 1,4145 ± 0,2307 2,83 ± 0, ,0967 ± 0,1512 2,19 ± 0,30 1,4308 ± 0,0557 2,86 ± 0,11 1,5908 ± 0,2559 3,18 ± 0, ,3935 ± 0,1864 2,79 ± 0,37 1,8338 ± 0,0487 3,67 ± 0,10 1,9460 ± 0,2916 3,89 ± 0, ,9338 ± 0,2323 3,87 ± 0,46 2,6703 ± 0,1377 5,34 ± 0,28 2,5891 ± 0,3793 5,18 ± 0, ,4668 ± 0,3027 4,93 ± 0,61 3,2370 ± 0,0184 6,47 ± 0,04 3,2030 ± 0,3745 6,41 ± 0, ,4670 ± 0,4628 6,93 ± 0,93 4,5189 ± 0,1573 9,04 ± 0,31 4,2494 ± 0,5307 8,50 ± 1,06 57

75 58 Lampiran 10. Data uji laju pelarutan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat Waktu (menit) Jumlah kumulatif terlarut mg % 5 0,1583 ± 0,0078 0,32 ± 0, ,3399 ± 0,0292 0,68 ± 0, ,5882 ± 0,0055 1,18 ± 0, ,7258 ± 0,0475 1,45 ± 0,1 25 0,8758 ± 0,0768 1,75 ± 0, ,0406 ± 0,0925 2,08 ± 0, ,1981 ± 0,1112 2,40 ± 0, ,4013 ± 0,1782 2,80 ± 0, ,5210 ± 0,1909 3,04 ± 0, ,9345 ± 0,2563 3,87 ± 0, ,6960 ± 0,3454 5,39 ± 0, ,3584 ± 0,5201 6,72 ± 1, ,6373 ± 0,6430 9,27 ± 1,29 Lampiran 11. Data efisiensi disolusi karbamazepin pada menit ke 180 Sampel Efisiensi disolusi (%) Karbamazepin murni 3,17 1:0 Penguapan pelarutan 1:1 Penguapan pelarutan 2:1 Penguapan pelarutan 1:0 Solvent Drop Grinding 1:1 Solvent Drop Grinding 2:1 Solvent Drop Grinding 1:1 Campuran Fisik 1,17 9,60 5,13 3,72 4,86 4,83 5,02

76 59 Lampiran 12. Contoh perhitungan kehilangan bobot Untuk menghitung kehilangan bobot digunakan rumus: % Kehilangan = Bobot Awal Bobot Akhir Bobot Awal x 100% Perhitungan kehilangan bobot pada formula 1:0 metode penguapan pelarut. Data: Bobot awal = 1,9325 g Bobot akhir = 1,7458 g % Kehilangan = 1,9325 g 1,7458 g 1,9325 g x 100% = 9,66%

77 60 Lampiran 13. Bagan perhitungan kurva kalibrasi karbamazepin 50 mg dalam 100,0 ml Pipet 20,0 ml dalam 100,0 ml Pipet 1,0 ml dalam 25,0 ml Pipet 3,0 ml dalam 50,0 ml Pipet 2,0 ml dalam 25,0 ml Pipet 5,0 ml dalam 50,0 ml Pipet 3,0 ml dalam 25,0 ml Pipet 7,0 ml dalam 50,0 ml Pipet 4,0 ml dalam 25,0ml Perhitungan kurva kalibrasi karbamazepin 1. Konsentrasi untuk larutan induk : 2. Konsentrasi untuk pengenceran : 3. Konsentrasi untuk kurva kalibrasi a. Pipet 1,0 ml : b. Pipet 3,0 ml : c. Pipet 2,0 ml : d. Pipet 5,0 ml : e. Pipet 3,0 ml : f. Pipet 7,0 ml : g. Pipet 4,0 ml : 1,0 ml 25,0 ml 3,0 ml 50,0 ml 2,0 ml 25,0 ml 5,0 ml 50,0 ml 3,0 ml 25,0 ml 7,0 ml 50,0 ml 4,0 ml 25,0 ml 50,0 mg 100,0 ml 20,0 ml 100,0 ml x 100 ppm = 4 ppm x 100 ppm = 6 ppm x 100 ppm = 8 ppm x 100 ppm = 10 ppm = 500 ppm x 100 ppm = 12 ppm x 100 ppm = 14 ppm x 100 ppm = 16 ppm x 500 ppm = 100 ppm

78 61 Lampiran 14. Contoh perhitungan jumlah sampel yang ditimbang untuk uji laju pelarutan mg sampel yang ditimbang = 100% x 50 mg % kadar karbamazepin tiap sampel Data: Kadar karbamazepin dari sampel metode penguapan pelarutan perbandingan 1:0 adalah 83,32% mg sampel yang ditimbang = 100% x 50 mg 83,32% = 60,0 mg

79 62 Lampiran 15. Contoh perhitungan jumlah kumulatif karbamazepin terlarut Rumus jumlah kumulatif yang terlarut: W 5 = y 5 a x fp x M b x 1000 W 10 = y 10 a x fp x M b x 1000 W 15 = y 15 a x fp x M b x 1000 W n = y n a x fp x M b x y 5 a x fp x S b x y 10 a x fp x S b x y 5 a x fp x S b x y 5 a x fp x S b x 1000 Keterangan: W n = jumlah obat terlarut pada menit ke-n (mg) y n = serapan karbamazepin pada menit ke-n fp = faktor pengenceran M = volume medium (100 ml) S = volume sampling (5 ml) a = koefisien intersep b = slope Perhitungan karbamazepin terlarut pada kokristal yang dihasilkan dari metode penguapan pelarut perbandingan 1:1 pada menit ke-10 untuk percobaan pertama. Data: Serapan pada menit ke-5 = 0,3762 A Serapan pada menit ke-10 = 0,4658 A Persamaan kurva kalibrasi y = -1,525 x ,0542x dengan r = 0,99995 W 10 = 0,4658 ( 1,525 x 10 3 x 1 x 100 0,0542 x ,3762 ( 1,525 x 10 3 x 1 x 5 0,0542 x 1000 = 0,8971 mg

80 63 Lampiran 16. Contoh perhitungan efisiensi disolusi pada menit ke-180 DE 180 = t y dt 0 y 100 t x 100% t 0 y dt = luas daerah dibawah kurva pada menit ke-t y 100 t = luas empat persegi panjang pada keadaan 100% dengan absis menit ke-t Perhitungan efisiensi disolusi karbamazepin murni pada menit ke-180. Dari kurva laju pelarutan karbamazepin murni dibuat persamaan garisnya, didapatkan y =0,034x + 0,113 dengan r = 0,9990. Maka efisiensi disolusinya: DE 180 = ,034x + 0,113 dx x 100% = 3,17%

81 64 Lampiran 17. Sertifikat analisis karbamazepin

82 65 Lampiran 18. Sertifikat analisis asam tartrat

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan Bahan Aktif dan Koformer 1.1.1 Glimepirid (GMP) GMP merupakan golongan sulfonilurea generasi ketiga yang digunakan dalam pengobatan diabetes melitus tipe II. Memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM SUKSINAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI FIENDA TRIANI

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM SUKSINAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI FIENDA TRIANI UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM SUKSINAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan bahan aktif dan koformer 1.1.1 Glimepirird (GMP) GMP merupakan antidiabetes oral dari golongan sulfonilurea generasi III. Senyawa ini mempunyai nama kimia 1 H Pyrrole

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH SUHU PEMBENTUKAN KRISTAL TERHADAP KARAKTERISTIK KOKRISTAL ASAM MEFENAMAT DENGAN ASAM TARTRAT

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH SUHU PEMBENTUKAN KRISTAL TERHADAP KARAKTERISTIK KOKRISTAL ASAM MEFENAMAT DENGAN ASAM TARTRAT UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH SUHU PEMBENTUKAN KRISTAL TERHADAP KARAKTERISTIK KOKRISTAL ASAM MEFENAMAT DENGAN ASAM TARTRAT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Tinjauan Bahan Aktif dan Koformer 1.1.1 Glimepirid (GMP) GMP merupakan salah satu obat antidiabetika oral golongan sulfonilurea generasi ketiga yang memiliki mekanisme kerja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KOKRISTAL PARASETAMOL ASAM SUKSINAT MELALUI METODE SOLVENT DROP GRINDING

KARAKTERISASI KOKRISTAL PARASETAMOL ASAM SUKSINAT MELALUI METODE SOLVENT DROP GRINDING KARAKTERISASI KOKRISTAL PARASETAMOL ASAM SUKSINAT MELALUI METODE SOLVENT DROP GRINDING Haeria, Asia Musfikah, Muh. Fitrah Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode dalam proses elektrokoagulasi larutan yang mengandung pewarna tekstil hitam ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer Brookfield (Model RVF), Oven (Memmert), Mikroskop optik, Kamera digital (Sony), ph meter (Eutech), Sentrifugator

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibuprofen Ibuprofen atau asam 2-(-4-isobutilfenil) propionat dengan rumus molekul C 13 H 18 O 2 dan bobot molekul 206,28, Rumus bangun dari Ibuprofen adalah sebagai berikut (4)

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Glimepirid (GMP) GMP mempunyai nama kimia 1H pyrrole 1-carboxamide, 3 ethyl 2,5 dihydro 4 methyl N [2[4[[[[(4methylcyclohexyl) amino] carbonyl] amino] sulfonyl] phenyl] ethyl]

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV Vis V-530 (Jasco, Jepang), fourrier transformation infra red 8400S (Shimadzu, Jepang), moisture analyzer

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADATAN HASIL PROSES KOKRISTALISASI ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE PENGUAPAN PELARUT

KARAKTERISASI PADATAN HASIL PROSES KOKRISTALISASI ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE PENGUAPAN PELARUT KARAKTERISASI PADATAN HASIL PROSES KOKRISTALISASI ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE PENGUAPAN PELARUT Indra, Rika Yulianti Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), pragelatinisasi pati singkong suksinat (Laboratorium Farmasetika, Departemen Farmasi FMIPA UI),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN FRAKSI DARI EKSTRAK n-heksana BUAH KETAPANG DAN PENAPISAN FITOKIMIA DARI FRAKSI TERAKTIF SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN FRAKSI DARI EKSTRAK n-heksana BUAH KETAPANG DAN PENAPISAN FITOKIMIA DARI FRAKSI TERAKTIF SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN FRAKSI DARI EKSTRAK n-heksana BUAH KETAPANG (Terminalia catappa L.) SEBAGAI INHIBITOR α-glukosidase DAN PENAPISAN FITOKIMIA DARI FRAKSI TERAKTIF

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Koformer Asam Malonat Melalui Metode Kokristalisasi dan Kimia Komputasi

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Koformer Asam Malonat Melalui Metode Kokristalisasi dan Kimia Komputasi Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 215 ISSN 246-6472 Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Koformer Asam Malonat Melalui Metode Kokristalisasi dan Kimia Komputasi 1 Rini Diah Agustiani,

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

Praperlakuan Bahan Baku Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi Untuk Meningkatkan Kelarutan dan Laju Disolusi

Praperlakuan Bahan Baku Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi Untuk Meningkatkan Kelarutan dan Laju Disolusi Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 215 ISSN 246-6472 Praperlakuan Bahan Baku Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi Untuk Meningkatkan Kelarutan dan Laju Disolusi 1 Rinta Erlianti, 2 Fitrianti Darusman,

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi hidrogen klorida (HCl) dan waktu hidrotermal terhadap kristalinitas SBA-15, maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Pada umumnya peralatan yang digunakan berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, sedangkan untuk FTIR digunakan peralatan yang berada di Laboratorium

Lebih terperinci

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI WULANDARI HANDINI 04 05 04 0716 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah karakter zeolit

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan yang digunakan adalah alat-alat gelas, neraca analitik tipe 210-LC (ADAM, Amerika Serikat), viskometer Brookfield (Brookfield Synchroectic,

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas 39 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas Lampung. Analisis distribusi ukuran partikel dilakukan di UPT. Laboratorium

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disolusi Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi oleh proses absorpsi dan kadar obat dalam darah ini menentukan efek sistemiknya. Obat dalam bentuk sediaan padat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i LEMBAR PERSEMBAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x GLOSARIUM... xi INTISARI.... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3 Percobaan 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, seperti gelas kimia, gelas ukur, cawan petri, labu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat - Panci tahan panas Cosmo - Cawan porselen - Oven Gallenkamp - Tanur Thermolyne - Hotplate stirrer Thermo Scientific - Magnetic bar - Tabung reaksi - Gelas ukur Pyrex

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset, dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE 27 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE 3.1 Bahan Indometasin ( Kunze Indopharm ) Indometasin pembanding ( PPOM ) /3-siklodekstrin ( Roquette ) Natrium nitrit P.g. ( E. Merk ) Kalium dihidrogen fosfat P.a. 1(

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci