BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan bahan aktif dan koformer Glimepirird (GMP) GMP merupakan antidiabetes oral dari golongan sulfonilurea generasi III. Senyawa ini mempunyai nama kimia 1 H Pyrrole 1 carboxamide, 3 ethyl 2, 5 dihydro 4 methyl N [ 2-[4-[[[[(4-methylcyclohexyl)amino]-carbonyl] amino]sulfonyl]phenyl]ethyl]-2-oxo-, trans-. 1-[[p-[2-(3-Ethyl-4methyl-2-oxo-3- pyrroline-1-carboxamido)ethyl]phenyl]sulfonyl]-3-(trans-4-methylcyclohexyl)urea [ ]. Gambar 1.1 Struktur kimia glimepirid GMP merupakan serbuk kristal putih atau putih kekuningan, tak berbau, bersifat asam lemah (pka 6,2), praktis tidak larut dalam air (0,00384 mg/ml), sedikit larut dalam diklorometana, larut dalam dimetilformamida, sukar larut dalam metil alkohol, etanol, etil asetat, dan aseton, memiliki bobot molekul 490,62 g/mol, 4

2 5 melebur pada suhu 207 o C dan rumus molekul C 24 H 34 N 4 O 5 S (Sweetman, 2009:441; USP, 2007:1247). Glimepirid berdasarkan Biopharmeceutical Classification System (BCS) termasuk kedalam kelas dua yang memiliki kelarutan rendah dan permebialitas tinggi (Katdare Ashok, Chaubal V Mahesh., 2006: ). Struktur kimia GMP memiliki 3 donor dan 8 akseptor ikatan hidrogen yang membuka peluang untuk terbentuknya senyawa molekular baru (kokristal) bila berinteraksi dengan senyawa pembentuk kokristal (koformer) Asam Malonat (AM) Gambar I.2 Struktur kimia asam malonat Asam malonat berbentuk putih atau hampir putih, bubuk kristal atau butiran memiliki sedikit bau dan rasa asam kuat memiliki titik lebur C, rumus molekul C 3 H 4 O 4, bobot molekul 104,06 g/mol, memiliki pka 2,89 dan 5,69 dan larut dalam air, aseton, benzen, dan metanol, dan juga memiliki 2 donor, 4 akseptor ikatan hidrogen (Wouters johan et al, 2012:358). 1.2 Campuran eutetik Campuran eutetik adalah campuran dua atau lebih senyawa yang melebur secara serentak pada temperatur yang sama dan terendah disebut juga titik eutetik atau temperatur eutetik. Campuran eutetik dapat secara jelas dimengerti dengan diagram fasa campuran, seperti dibawah ini :

3 6 Gambar 1.3 Diagram fasa campuran eutetik sederhana (Nurono, 2012) Pada gambar 1.3 menunjukkan diagram fasa sistem biner antara komponen A dan komponen B pada tekanan yang konstan T A dan T B merupakan temperatur lebur komponen murni A dan B, jika komponen A dan B dicampur pada komposisi yang bervariasi, dan dilebur hingga semua komponen melebur sempurna, temperatur lebur didapatkan akan menurun jika dibandingkan dengan komponen murni. Temperatur lebur diplot terhadap komposisi campuran komponen akan diperoleh lintasan T A -T E - T B yang disebut kurva likuidus, di atas kurva likuidus komponen A maupun B berada dalam fase cair dan dua komponen senyawa larut satu sama lain, titik lebur paling rendah pada kurva likuidus didefinisikan sebagai temperatur atau titik eutetik (Nurono, 2012:90-93). Pada titik campuran eutetik (E) komponen A dan B melebur serentak pada temperatur sama dan fasa cair berada dalam kesetimbangan dengan fasa padat A dan B. Garis horizontal yang melewati titik eutetik disebut garis padatan (non eutetikal), dibawah garis ini komponen A dan B secara sempurna berada dalam fasa padat dan tidak larut satu sama lain, komposisi non eutetik A dan B dimulai dari

4 7 titik eutetik sampai temperatur peleburan maksimal tercapai pada kurva likuidus (Nurono, 2012:90-93). Campuran eutetik bukan senyawa murni atau senyawa baru melainkan campuran kedua komponen senyawa asal, hal ini dapat dilihat pada pola difraksi sinar-x campuran eutetik dimana puncak masing-masing senyawa muncul pada difraktogram, yang berbeda hanya dalam intensitas puncaknya (Nurono, 2012: ). 1.3 Kokristalisasi Kokristalisasi menurut Trask et al (2005) material padat yang terdiri dari dua atau lebih molekul padat yang membentuk satu kisi kristal yang berbeda dan dihubungkan oleh ikatan antar molekul seperti ikatan hidrogen dan Van der Waals. Ko-kristal mengandung Bahan Aktif Farmasi (BAF) dan ko-former, keduanya dalam muatan netral dan berinteraksi melalui ikatan hidrogen atau ikatan non-kovalen lainnya. Syarat ko-kristal adalah komponen murninya harus berada dalam keadaan padat pada temperatur ruang, bisa mengandung dua atau lebih komponen berbeda (Jayasankar, et al., 2006). Agen kokristalisasi atau disebut juga koformer, untuk kokristalisasi dalam upaya peningkatan laju kelarutan harus memenuhi syarat yaitu mudah larut dalam air, tidak toksik, inert secara farmakologi, dan mampu berikatan secara non kovalen contohnya ikatan hidrogen dengan obat, sehingga mampu meningkatkan kelarutan obat dalam air, kompatibel secara kimia dengan obat dan tidak membentuk ikatan yang kompleks dengan obat. Koformer dapat berupa zat tambahan pada makanan, pengawet, eksipien farmasi dan zat aktif lain (Yadav, Shete, Dabke, kulkarni, dan

5 8 sakhare.2009). beberapa contoh koformer yang sering digunakan dalam pembentukan kokristal yaitu sakarin, turunan asam karboksilat (asam fumarat, asam suksinat, asam tartrat, asam malat) dan amida (nikotinamida). I.4 Gambar interaksi kokristalisasi (Patole dan Deshpande, 2014) Pembentukan kokristal dapat memperbaiki beberapa sifat yang dimiliki oleh suatu zat seperti kelarutan, disolusi, bioavabilitas, dan stabilitas fisik (Mirza, miroshnyk, heinamaki, dan yliruusi, 2008). Ikatan hidrogen yang merupakan interaksi non kovalen adalah suatu kunci dalam pembentukan kokristal (Trask et al, 2005). Berikut ikatan hidrogen yang sering dijumpai dalam kokristalisasi :

6 9 I III II IV Gambar I.5 Ikatan hidrogen dalam kokristalisasi Dilihat dalam gambar I.5 I terlihat adanya suatu ikatan hidrogen karena interaksi non kovalen gugus donor dengan gugus akseptor proton yang berasal dari asam karboksilat membentuk formasi homosinton, begitu pula pada gambar I.5 II terjadi suatu ikatan hidrogen antara gugus amida yang membentuk formasi homosinton, pada gambar I.5 III menggambarkan terjadinya suatu ikatan hidrogen antara asam karboksilat dengan piridin yang membentuk suatu formasi heterosinton, dan pada gambar I.5 IV ikatan hidrogen terjadi antara asam karboksilat dengan amida yang membentuk formasi heterosinton (Vishweshwar, weyna, shattock, dan zawarotko, 2009). 1.4 Skrining Pembuatan Kokristalisasi Beberapa teknik pembentukan kokristal yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

7 Teknik Penggerusan a. Teknik neat atau dry grinding (NG) Teknik ini dilakukan dengan mencampurkan bahan aktif farmasi dan koformer digerus secara manual menggunakan mortar dan alu, proses penggilingan dilakukan selama 30 menit (Qiao et al, 2011). b. Teknik solvent drop grinding (SDG) Teknik ini dilakukan dengan mencampurkan bahan aktif farmasi dan koformer digerus secara manual menggunakan mortar dan stamper dan ditambahkan sejumlah kecil pelarut dalam proses pencampurannya (Qiao et al, 2011) Teknik Pelarutan a. Teknik pelarutan (Solvent Evaporation) Dalam metode pembuatan kokristal ini, dua komponen yang equivalen terdiri dari zat aktif obat dan koformer ditambahkan sejumlah tertentu pelarut yang sesuai, diaduk dengan suhu tertentu selama 30 menit hingga melarut sempurna. Dan diuapkan pada suhu kamar hingga pelarut habis dan diperoleh kristal yang sudah mongering. Kristal kemudian dilewatkan pada mesh ukuran tertentu untuk penyeragaman ukuran (Qiao et al, 2011). b. Teknik reaksi kristalisasi Reaksi kristalisasi ini dilakukan dengan menambahkan sejumlah komponen zat kedalam larutan zat lain yang sudah jenuh atau mendekati jenuh sehingga larutan akan menjadi lewat jenuh dan terjadi proses kristalisasi. Metode ini efektif untuk larutan dengan konsentrasi komponen yang tidak equivalen dan ketika satu

8 11 komponen larutan menjadi lewat jenuh dengan penambahan komponen lainnya (Qiao et al, 2011). c. Teknik pendinginan Metode ini melibatkan suhu dalam proses kokristalisasi, metode ini cocok untuk membuat kokristal dalam skala besar. Dimana sejumlah besar komponen yang merupakan zat aktif dan koformer dilarutkan dalam pelarut yang kemudian dipanaskan untuk memastikan kedua komponen tersebut benar-benar larut, lalu larutan didinginkan untuk memperoleh keadaan lewat jenuh, sehingga kokristal akan mengendap saat larutan mencapai keadaan lewat jenuh (Qiao et al, 2011). I.4.3 Teknik Peleburan (Hot Melted) Metode ini dilakukan dengan meleburkan bahan aktif farmasi dan koformer dalam cawan penguap lalu dileburkan hingga melebur total. Dinginkan pada suhu kamar, biarkan memadat dan simpan dalam desikator. Kristal kemudian dilewatkan pada mesh ukuran tertentu untuk penyeragaman ukuran (Patole dan Deshpande, 2014). 1.5 Karakterisasi Kokristalisasi Karakterisasi kokristalisasi adalah bagian yang penting untuk karakterisasi sifat dasar fisikokimia dan suatu karakterisasi dapat dilakukan dengan analisis termal dengan DSC (Differential Scanning Calorimetry), analisis X-ray diffraction (XRD), dan analisis gugus fungsi dengan spektroskopi inframerah (FT-IR) (Qiao et al, 2011).

9 Differential Scanning Calorimetry (DSC) DSC adalah metode analisis yang melibatkan pengukuran aliran panas (heat flow), yaitu aliran energi termal yang diterima oleh sampel (endotermik) atau dilepaskan oleh sampel (eksotermik) sebagai fungsi dari waktu atau temperatur sistem. DSC merupakan instrument dengan desain double furnace, memiliki dua furnace dan dua pinggan identik masing-masing untuk sampel dan pembanding, kedua pinggan dipanaskan dengan laju pemanasan tertentu, untuk menjaga laju pemanasan atau temperatur kedua sistem sama, pada saat terjadi proses endotermik seperti pelelehan dan dehidratasi, dibutuhkan aliran energi termal yang lebih tinggi pada sampel dibandingkan dengan pembanding, sedangkan pada proses eksotermik seperti kristalisasi, dimana dibutuhkan aliran energi termal yang lebih rendah. Perbedaan antara aliran energi termal pada sampel dengan pembanding inilah yang dibuat plot sebagai fungsi temperatur atau waktu menjadi termogram DSC. Secara umum, metode termal menyangkut pemanasan sampel pada kondisi yang terkendali dan mengamati perubahan fisika dan kimia yang terjadi. Perubahan fisika seperti perubahan kristal dan pembentukan eutektik dalam wujud beku dan juga sifat amorf dapat dideteksi dengan DSC jika peralatan dioperasikan dibawah suhu kamar (Nurono, 2012) Powder X-Ray Diffraction (PXRD) Spektroskopi difraksi sinar-x menjadi sangat penting dalam ilmu farmasi karena merupakan metode yang paling mudah dan cepat untuk memperoleh informasi tentang struktur kristal, karena mayoritas senyawa obat dijumpai dalam bentuk kristal

10 13 maka pola senyawa ini seringkali digunakan sebagai sidik jari yang segera diperoleh untuk menentukan jenis strukturnya (Nurono, 2012). Prinsip dasar teknik difraksi sinar-x adalah berkas sinar-x monokromatis yang terdifraksi dalam berbagai arah bila jatuh pada hablur yang berotasi atau serbuk hablur yang berorientasi acak. Hablur bertindak sebagai kisi-kisi difraksi tiga dimensi terhadap radiasi, fenomena ini ditunjukan oleh Hukum Braggs yang menyatakan bahwa kristal dibangun oleh bidang-bidang, kira-kira terdiri dari atom yang yang berdekatan dan disusun oleh bidang sejajar yang berjarak konstan satu terhadap yang lainnya, jika sinar-x bertemu dengan bidang kisi dalam kristal, maka difraksi akan muncul sebagai refleksi. Untuk mengukur suatu pola serbuk, sampel yang dihaluskan diorientasikan secara acak sedemikian rupa sehingga seluruh bidang dari serbuk kristal terekspos (Nurono, 2012). Karena pola difraksi sinar-x tiap bentuk kristal dari senyawa bersifat unik, teknik ini biasanya digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi fase padat. Difraksi sinar-x merupakan teknik pilihan untuk mengidentifikasi bentuk polimorfis yang berbeda pada suatu senyawa (Nurono, 2012) Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) Dalam infra red dua molekul senyawa yang berbeda struktur kimianya akan berbeda pada spektrumnya, dikarenakan jenis ikatan yang berbeda akan menyebabkan perbedaan frekuensi vibrasinya. Walaupun jenis ikatannya sama tetapi berada dalam dua senyawa yang berbeda maka frekuensi vibrasinyapun akan berbeda

11 14 karena kedua ikatan yang sama berada dalam lingkungan yang berbeda (Harmita, 2006). Analisis fungsi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Fourier Transform-Infra Red (FT-IR). Pemilihan FT-IR didasarkan atas kemampuan analisisnya yang sangat cepat dan mempunyai kepekaan yang tinggi sehingga dapat memantau seluruh daerah spektrum infra merah dari setiap puncak yang terelusi dengan kecepatan tinggi (Harmita, 2006). Daerah inframerah dibagi menjadi 3 sub daerah yaitu : 1. Sub daerah IR dekat (λ 780nm -2,5 µm atau v cm -1 ) 2. Sub daerah IR sedang (λ 2,5 µm-15µm atau cm -1 ) 3. Sub daerah IR jauh (λ 15 µm-50 µm atau v cm -1 ) Dari ketiga daerah tersebut, hanya sub daerah IR sedang yang lazim digunakan untuk eludasi struktur senyawa organik. FT-IR sering digunakan untuk karakterisasi interaksi obat-koformer di dalam kokristal. Interaksi dari radiasi elektromagnetik dengan resonasi vibrasi atau rotasi dalam struktur molekul merupakan mekanisme kerja alat. Data FT-IR dapat menghasilkan spektrum dari kokristal, adanya perubahan bentuk spektrum serapan dapat dilihat, dengan membandingkan spektrum serapan masing-masing obat dan koformer dengan kokristal yang dihasilkan. Hal yang dapat menyebabkan perubahan spektrum serapan adalah munculnya ikatan hidrogen pada kokristal, terutama untuk mengetahui konformasi dari kokristal yang dihasilkan dimana ikatan hidrogen pada gugus karbonil akan memperpanjang ikatan C=O, akibatnya kekuatan ikatan C=O

12 15 berkurang sehingga pita vibrasinya muncul pada frekuensi yang lebih rendah (Harmita, 2006). 1.6 Kimia Komputasi Sejak dahulu sudah dilakukan upaya untuk pendekatan rasional dalam menemukan penemuan obat dan dilakukan pengembangan, namun kemajuan besar telah dicapai yaitu dengan menggunakan teori hasil kimia ditanamkan ke dalam program komputer untuk menghitung sifat-sifat molekul dan perubahannya bisa disebut dengan kimia komputasi. Kimia komputasi pun menjadi salah satu bidang dengan perkembangan tercepat dalam teknik kimia maupun dalam dunia farmasi. Para ilmuan mencoba memanfaatkan teknik-teknik pada kimia komputasi untuk pemodelan kimia yang meliputi : (1) Mendesain awal proses reaksi sintesis yang diinginkan, (2) Mempelajari dan menjelajahi mekanisme reaksi yang mungkin terjadi dari desain yang telah dibuat, (3)Melakukan simulasi reaksi dalam komputer, (4) Menentukan sifat-sifat dari molekul pereaksi maupun produk yang dihasilkan (Grant dan Richards, 1998). Metode kimia komputasi ini belum dapat menggantikan percobaan di laboratorium secara keseluruhan, tetapi merupakan bagian yang penting dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan ilmiah, karena diketahui memiliki hubungan antara ilmu teoritis, ilmu eksperimental, dimana ilmu teoritis diaplikasikan pada ilmu komputasi lalu dilakukan eksperimen, ilmu pengetahuan dianggap valid apabila titik temu dari ketiga ilmu tersebut saling berkolerasi antara yang satu dengan yang lain. Walaupun model komputasi tidak sempurna tetapi hampir 90% sangat baik

13 16 dalam memprediksi dari kenyataan dan dapat mengetahui permasalahan kimia secara lebih lengkap (Young, 2001). 1.7 Kelarutan dan Disolusi Kelarutan merupakan suatu sifat fisika-kimia yang penting dari suatu zat, terutama kelarutan dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar memberikan efek terapi, supaya suatu obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik. Pertama-tama obat harus berada dalam bentuk terlarut, senyawa yang relatif tidak terlarut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna. Jika kelarutan obat kurang dari yang diinginkan, maka dilakukan upaya untuk memperbaiki sifat kelarutannya (Ansel, 1989:153). Kelarutan menurut Martin (1990), dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler yang homogen. Disolusi adalah proses suatu zat solid memasuki pelarut untuk menghasilkan suatu larutan. Pada saat obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat pada permukaan awalnya akan membentuk suatu lapisan jenuh obat yang membungkus permukaan partikel padat, larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi, molekul-molekul obat keluar dan melewati membran biologis untuk dapat diabsorbsi. Proses disolusi bergantung pada kemampuan partikel untuk dapat melalui membran, akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas, dan lama

14 17 respon serta kontrol bioavabilitas obat tersebut dari bentuk sediaannya (Ansel, 1989: ). Menentukan kecepatan disolusi intrinsik obat pada rentang ph cairan fisiologis sangatlah penting karena dapat digunakan untuk melakukan prediksi absorbsi dan sifat fisikokimia obat (Agoes, 2006:9). Kecepatan suatu padatan melarut dalam suatu pelarut dinyatakan secara kuantitatif oleh Noyes dan Whitney pada tahun 1987, persamaan tersebut adalah : Keterangan : M = Massa zat terlarut yang terlarut selama waktu (t). = Kecepatan disolusi massa (massa/waktu). D = Koefesien difusi zat terlarut dalam larutan. S = Luas permukaan padatan. h = Tebal lapisan difusi. C s = Kelarutan padatan (dalam larutan jenuh pada permukaan padatan dan pada temperatur percobaan). C = Konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk pada waktu (t). = Kecepatan disolusi. V = Volume larutan. Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa kecepatan disolusi sangat ditentukan oleh kelarutan zat aktif dalam medium. Semakin besar kelarutannya dalam medium, maka semakin banyak jumlah zat aktif yang dapat terlarut didalamnya (Martin, 1990:427).

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan Bahan Aktif dan Koformer 1.1.1 Glimepirid (GMP) GMP merupakan golongan sulfonilurea generasi ketiga yang digunakan dalam pengobatan diabetes melitus tipe II. Memiliki

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Tinjauan Bahan Aktif dan Koformer 1.1.1 Glimepirid (GMP) GMP merupakan salah satu obat antidiabetika oral golongan sulfonilurea generasi ketiga yang memiliki mekanisme kerja

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Koformer Asam Malonat Melalui Metode Kokristalisasi dan Kimia Komputasi

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Koformer Asam Malonat Melalui Metode Kokristalisasi dan Kimia Komputasi Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 215 ISSN 246-6472 Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Koformer Asam Malonat Melalui Metode Kokristalisasi dan Kimia Komputasi 1 Rini Diah Agustiani,

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Glimepirid (GMP) GMP mempunyai nama kimia 1H pyrrole 1-carboxamide, 3 ethyl 2,5 dihydro 4 methyl N [2[4[[[[(4methylcyclohexyl) amino] carbonyl] amino] sulfonyl] phenyl] ethyl]

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

Praperlakuan Bahan Baku Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi Untuk Meningkatkan Kelarutan dan Laju Disolusi

Praperlakuan Bahan Baku Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi Untuk Meningkatkan Kelarutan dan Laju Disolusi Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 215 ISSN 246-6472 Praperlakuan Bahan Baku Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi Untuk Meningkatkan Kelarutan dan Laju Disolusi 1 Rinta Erlianti, 2 Fitrianti Darusman,

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM SUKSINAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI FIENDA TRIANI

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM SUKSINAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI FIENDA TRIANI UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM SUKSINAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI RIZKIANNA

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI RIZKIANNA UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI RIZKIANNA 0806328026 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibuprofen Ibuprofen atau asam 2-(-4-isobutilfenil) propionat dengan rumus molekul C 13 H 18 O 2 dan bobot molekul 206,28, Rumus bangun dari Ibuprofen adalah sebagai berikut (4)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA PRA-PERLAKUAN BAHAN BAKU OBAT GLIMPIRID DENGAN TEKNIK DISPERSI PADAT, MODIFIKASI POLIMORF DAN KOKRISTALISASI UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI TIM PENGUSUL

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

Titik Leleh dan Titik Didih

Titik Leleh dan Titik Didih Titik Leleh dan Titik Didih I. Tujuan Percobaan Menentukan titik leleh beberapa zat ( senyawa) Menentukan titik didih beberapa zat (senyawa) II. Dasar Teori 1. Titik Leleh Titik leleh adalah temperatur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disolusi Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi oleh proses absorpsi dan kadar obat dalam darah ini menentukan efek sistemiknya. Obat dalam bentuk sediaan padat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH SUHU PEMBENTUKAN KRISTAL TERHADAP KARAKTERISTIK KOKRISTAL ASAM MEFENAMAT DENGAN ASAM TARTRAT

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH SUHU PEMBENTUKAN KRISTAL TERHADAP KARAKTERISTIK KOKRISTAL ASAM MEFENAMAT DENGAN ASAM TARTRAT UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH SUHU PEMBENTUKAN KRISTAL TERHADAP KARAKTERISTIK KOKRISTAL ASAM MEFENAMAT DENGAN ASAM TARTRAT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Lebih terperinci

Prosiding Farmasi ISSN:

Prosiding Farmasi ISSN: Prosiding Farmasi ISSN: 246-6472 Interaksi Fisika antara Glimepirid dan Metformin HCl dalam Upaya Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid Interaction of Physics between Glimepiride and Metformin

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KOKRISTAL PARASETAMOL ASAM SUKSINAT MELALUI METODE SOLVENT DROP GRINDING

KARAKTERISASI KOKRISTAL PARASETAMOL ASAM SUKSINAT MELALUI METODE SOLVENT DROP GRINDING KARAKTERISASI KOKRISTAL PARASETAMOL ASAM SUKSINAT MELALUI METODE SOLVENT DROP GRINDING Haeria, Asia Musfikah, Muh. Fitrah Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid Menggunakan Metode Dispersi Padat dengan Matriks Polietilen Glikol 4000 (Peg-4000)

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid Menggunakan Metode Dispersi Padat dengan Matriks Polietilen Glikol 4000 (Peg-4000) Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 15 ISSN 24-6472 Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid Menggunakan Metode Dispersi Padat dengan Matriks Polietilen Glikol (Peg-) 1 Evi Novitasari, 2 Fitrianti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem KESETIMBANGAN FASA Kata fase berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI GLIMEPIRID MELALUI METODE KOKRISTALISASI

PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI GLIMEPIRID MELALUI METODE KOKRISTALISASI PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI GLIMEPIRID MELALUI METODE KOKRISTALISASI Fitrianti Darusman 1), Sundani N Soewandhi 2), Rachmat Mauludin 3) 1) Prodi Farmasi, FMIPA, Universitas Islam Bandung, Indonesia

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

C. ( Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 5 o C dan range temperaturnya berubah menjadi 4 o C dari 0,3 o C )

C. ( Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 5 o C dan range temperaturnya berubah menjadi 4 o C dari 0,3 o C ) I. Tujuan Percobaan o Menentukan titik leleh beberapa zat ( senyawa) o Menentukan titik didih beberapa zat (senyawa) II. Dasar Teori 1. Titik Leleh Titik leleh adalah temperatur dimana zat padat berubah

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

Prosiding Farmasi ISSN:

Prosiding Farmasi ISSN: Prosiding Farmasi ISSN: 246-6472 Peningkatan Stabilitas Asam dari Lansoprazol dengan Teknik Kokristalisasi Menggunakan Koformer Natrium Karbonat Improved Acid Stability of Lansoprazole by Cocrystal Tehnique

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TIJAUA PUSTAKA 1.1 Glibenklamid Glibenklamid adalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3- sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro--[2-[4{{{(sikloheksilamino)

Lebih terperinci

Peningkatan Stabilitas Asam dari Omeprazol dengan Teknik Kokristalisasi Menggunakan Koformer Natrium Karbonat

Peningkatan Stabilitas Asam dari Omeprazol dengan Teknik Kokristalisasi Menggunakan Koformer Natrium Karbonat Prosiding Farmasi ISSN: 246-6472 Peningkatan Stabilitas Asam dari Omeprazol dengan Teknik Kokristalisasi Menggunakan Koformer Natrium Karbonat Increased Stability Omeprazol Acid by Co-Crystaalization Technique

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu sifat fisika kimia yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Poliuretan Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan dengan menggunakan monomer diisosianat yang berasal dari toluena diisosianat (TDI) dan monomer

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah dilakukan. Sub bab pertama diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, desain penelitian, alat dan bahan

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH MILLING TERHADAP LAJU DISOLUSI CAMPURAN METAMPIRON-FENILBUTASON (7:3)

PENGARUH MILLING TERHADAP LAJU DISOLUSI CAMPURAN METAMPIRON-FENILBUTASON (7:3) Sundani Nurono Soewandhi, Aris Haryana Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung ISSN : 1693-9883 Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2007, 73-80 PENGARUH MILLING TERHADAP LAJU DISOLUSI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED Daerah radiasi IR: 1. IR dekat: 0,78 2,5 µm 2. IR tengah: 2,5 50 µm 3. IR jauh: 50 1000 µm Daerah radiasi spektroskopi IR: 0,78 1000 µm Penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua yang digunakan sebagai obat antidiabetik oral yang berperan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Glibenklamid merupakan salah satu senyawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Pada umumnya peralatan yang digunakan berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, sedangkan untuk FTIR digunakan peralatan yang berada di Laboratorium

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR LABORATORIUM FAKULTAS KIMIA FISIKA FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR I. Tujuan 1. Menentukan titik lebur zat padat dan menggunakannya

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) BIDANG KIMIA SUB KIMIA FISIK 16 Mei 2017 Waktu : 120menit Petunjuk Pengerjaan H 1. Tes ini terdiri atas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt LARUTAN Larutan sejati didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih komponen yang membentuk suatu dispersi molekul yang homogen,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci