PENGERINGAN BEKATUL TERSTABILISASI MENGGUNAKAN ALAT PENGERINGAN DRUM DRYER DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGERINGAN BEKATUL TERSTABILISASI MENGGUNAKAN ALAT PENGERINGAN DRUM DRYER DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN"

Transkripsi

1 PENGERINGAN BEKATUL TERSTABILISASI MENGGUNAKAN ALAT PENGERINGAN DRUM DRYER DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN Oleh: HAEKAL SADDAM HUSIEN F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PENGERINGAN BEKATUL TERSTABILISASI MENGGUNAKAN ALAT PENGERINGAN DRUM DRYER DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: HAEKAL SADDAM HUSIEN F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGERINGAN BEKATUL TERSTABILISASI MENGGUNAKAN ALAT PENGERINGAN DRUM DRYER DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: HAEKAL SADDAM HUSIEN F Dilahirkan pada tanggal 18 Desember 1986 di Metro Tanggal Lulus : 5 Februari 2009 Bogor, 22 Mei 2009 Menyetujui, Dr. Ir. Indah Yuliasih, M.Si Dosen Pembimbing I Ir. Sugiarto, M.Si Dosen Pembimbing II

4 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul Pengeringan Bekatul Terstabilisasi Menggunakan Alat Pengeringan Drum Dryer dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, 22 Mei 2009 Yang membuat pernyataan, Haekal Saddam Husien F

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 18 Desember 1986 sebagai anak kelima dari lima bersaudara pasangan Mustofa H. Basri (alm) dan Sofiah. Penulis memulai jenjang pendidikannya di SD Negeri 1 Metro pada tahun 1992 dan dilanjutkan ke SLTP Negeri 3 Metro pada tahun 1998, serta SMA Negeri 1 Metro pada tahun Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif menjadi pengurus organisasi, yaitu sebagai staf Departemen Informasi dan Komunikasi Forum Silaturahmi TIN 41 (FROMTIN 41) pada tahun 2004, staf Departemen Kajian Pangan Halal Forum Bina Islami (FBI) pada tahun 2005, staf Departemen Profesi Himpunan Teknologi Industri (HIMALOGIN) pada tahun 2005, staf Departemen Syi ar Forum Silaturahmi TIN 41 (FROMTIN 41) pada tahun 2006, dan sebagai wakil ketua Himpunan Teknologi Industri (HIMALOGIN) pada tahun Pada tahun 2007, penulis melaksanakan kegiatan praktek lapang di PT Indofood Sukses Makmur, Tbk Padalarang-Bandung dengan judul Mempelajari Teknologi Proses Produksi Mie Instan Di PT Indofood Sukses Makmur, Tbk Padalarang-Bandung. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul skripsi Pengeringan Bekatul Terstabilisasi Menggunakan Alat Pengeringan Drum Dryer dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan.

6 Haekal Saddam Husien. F Pengeringan Bekatul Terstabilisasi Menggunakan Alat Pengeringan Drum Dryer dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Indah Yuliasih dan Sugiarto RINGKASAN Bekatul merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi yang memiliki kandungan nutrisi tinggi, diantaranya protein 12,0-15,6 %, lemak 15,0-19,7 %, karbohidrat 31,1-52,3 %, abu 6,6-9,9 %, dan serat kasar 7,0-11,4 % (Luh et al., 1991). Pada bekatul juga terdapat vitamin B, tokoferol (vitamin E), tokotrienol, oryzanol, dan asam pangamat yang berfungsi sebagai antioksidan penangkal radikal bebas yang dapat menurunkan kolestrol dalam darah, mencegah terjadinya kanker, dan memperlancar sekresi hormonal (Houston, 1972 ; Damayanthi et al., 2007 ; Hadipernata, 2007). Meskipun bekatul memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, bekatul juga memiliki sifat yang mudah rusak atau tengik. Sifat tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim lipase dan lipoksigenase yang terkandung di dalam bekatul secara alami (Damayanthi et al., 2007). Untuk menghambat sifat tersebut, perlu dilakukan proses stabilisasi dengan menginaktivasi enzim lipase. Pada penelitian ini, proses stabilisasi dilakukan dengan metode pemanasan basah menggunakan pengukusan tidak bertekanan dan bertekanan (autoklaf). Penerapan stabilisasi dengan cara pemanasan basah diduga akan meningkatkan kadar air bekatul. Oleh karena itu, bekatul tersebut dikeringkan dengan menggunakan pengering drum. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi lama pemanasan basah untuk penstabilan bekatul, kecepatan putaran drum dryer untuk pengeringan, dan mengetahui perubahan mutu bekatul kering terstabilisasi selama penyimpanan. Tahap penstabilan bekatul segar dilakukan dengan metode pemanasan basah mengunakan proses pengukusan tidak bertekanan (dadan kukus) dan bertekanan (autoklaf) dengan lama waktu pemanasan masing-masing 5, 10, dan 15 menit. Berdasarkan pengujian kadar air bekatul hasil stabilisasi, waktu pemanasan 5 menit merupakan lama pemanasan basah terbaik. Bekatul yang distabilkan dengan lama pemanasan terpilih selanjutnya dikeringkan dengan drum dryer. Pengeringan dilakukan dengan taraf kecepatan putaran 4, 6, dan 8 rpm, tekanan uap 4 bar, kerenggangan antar drum sebesar 0.5 mm dan dengan perbandingan konsentrasi pasta 1 : 2 (bekatul terstabilisasi : air). Dari hasil pengujian kadar air, peningkatan taraf kecepatan akan meningkatkan kadar air produk yang dihasilkan. Pada pengujian swelling power, pengeringan dengan kecepatan 8 rpm menunjukkan hasil swelling power yang lebih rendah dibandingan kecepatan 4 dan 6 rpm. Berdasarkan pengujian terhadap kedua parameter tersebut kecepatan putaran drum dryer terbaik untuk proses pengeringan adalah 4 rpm. Pengeringan drum dryer dengan kecepatan putaran 4 rpm menghasilkan bekatul kering autoklaf dengan kadar air 2,30 % (wb), lemak 9,57 % (db), protein 12,32 % (db), serat kasar 10,68 % (db), abu 7,71% (db), karbohidrat (by difference) 57,42 % (db), uji TBA 0,430 mg malonaldehid per kg sampel, kelarutan 18,49 %, swelling power 11,59%, dan freeze thaw stability 93,52 %. Untuk produk bekatul kukus diperoleh kadar air 3,40 % (wb), lemak 9,31% (db), protein 12,14 % (db), serat kasar 10,93 % (db), abu 7,67 % (db), karbohidrat (by

7 difference) 56,54 % (db), dan uji TBA 0,530 mg malonaldehid per kg sampel, sedangkan untuk sifat fungsional diperoleh kelarutan 20,16 %, swelling power 12, 02 %, dan freeze thaw stability 90,56 %. Analisis perubahan mutu pada produk bekatul autoklaf yang disimpan pada suhu 35, 45, dan 50 o C, masing-masing menunjukkan terjadi peningkatan ketengikan selama penyimpanan hingga minggu ke-7, ke-5, dan ke-3. Penurunan ketengikan yang terjadi pada masa penyimpanan setelahnya diduga karena senyawa aldehid sebagai indikator ketengikan pada uji bilangan TBA telah teroksidasi lebih lanjut menjadi senyawa lain. Analisis penurunan mutu dengan pendekatan kadar air, menunjukkan terjadi kecenderungan penurunan kadar air selama penyimpanan setelah minggu ke-3 seiring penurunan kelembaban pada ruang inkubator. Pada analisis penurunan mutu dengan pendekatan kecerahan produk bekatul, diketahui kecerahan produk bekatul relatif stabil hingga minggu ke-6 dan mulai menurun pada minggu ke-7 hingga minggu ke-8.

8 Haekal Saddam Husien. F Stabilized Rice Bran Drying with Drum Dryer and The Change During Storage. Supervised by Indah Yuliasih and Sugiarto Summary Rice bran is by product from rice milling that contain high nutritional value. They are protein 12,0-15,6 %, lipid 15,0-19,7 %, carbohydrate 31,1-52,3 %, ash 6,6-9,9 %, and crude fiber 7,0-11,4 % (Luh et al., 1991). In rice bran there are also vitamin B, tocoferol (vitamin E), tocotryenol, oryzanol, and pangamic acid that have function as antioxidant prevent free radical that will decrease the cholesterol in blood, prevent cancer, and smoothing hormonal secretion (Houston, 1972 ; Damayanthi et al., 2007 ; Hadipernata, 2007). Although rice bran has nutritional value, it also has a characteristic that are easy to damage or spoilage. This characteristic caused by lipase and lipoxigenase enzyme activity that contain naturally in rice bran (Damayanthi et al., 2007). To block this characteristic, stabilization have to be done by inactivating the lipase enzyme. In this research, the stabilization process done by wet heating method using unpressured (steaming vessel) and pressured steaming (by autoclave). The stabilization by wet heating estimated will increase the moist of rice bran. There for, the rice bran must dry with drum dryer. The purpose of this research are to obtain wet heating duration condition for rice bran stabilization, the drum dryer rotation speed for drying stabilized rice bran, and to identify the quality changing of stabilized dried rice bran during storage. The stabilization stage of fresh rice bran done by wet heating method with duration of heating each 5, 10, and 15 minutes. Based on the moisture content test on stabilized rice bran, the five minutes heating duration was the best duration. Then, the stabilized rice bran from the selected duration dried with drum dryer. The drying process done under three level rotation speed 4, 6, and 8 rpm, 4 bar steam pressure, 0,5 mm drum estrangement, and 1 : 2 paste concentration ratio (stabilized rice bran : water). From the moisture content test, the increased speed level will increased the moisture content of stabilized dried rice bran. In swelling power test, drying with 8 rpm speed rotation show lower result than 4 and 6 rpm. Based on both of the parameters, the best drum dryer rotation speed for drying process was 4 rpm. Drum drying process using four rpm rotation speed produce dried pressured steaming rice bran moisture content 2,30 % (wb), lipid 9,57 % (db), protein 12,32 % (db), crude fiber 10,68 % (db), ash 7,71% (db), carbohydrate by difference 57,42 % (db), TBA value 0,430 mg malonaldehyde per kg sample, solubility 18,49 %, swelling power 11,59%, and freeze thaw stability 93,52 %. For dried unpressure steaming rice bran obtain moisture content 3,40 % (wb), lipid 9,31% (db), protein 12,14 % (db), crude fiber 10,93 % (db), ash 7,67 % (db), carbohydrate by difference 56,54 % (db), and TBA value 0,530 mg malonaldehyde per kg sample, while for fungsional properties obtain solubility 20,16 %, swelling power 12, 02 %, and freeze thaw stability 90,56 %. The analysis of dried pressured steaming rice bran quality changing that was keep in 35, 45, and 50 o C, each show the increasing of spoilage during the storage until week 7 th, 5 th, and 3 rd. The decreasing of spoilage that happen during the

9 storage after the increasing trends estimated because aldehyde substances that indicate the spoilages in TBA value test had oxidized further into another substance. From moisture content analysis approach, show decreasing trend after the third week along with the moist decreasing in the incubator. From brightness analysis found that the brightness of dried rice bran relative stabile until week sixth and start deceasing on week seventh until week eight.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Pengeringan Bekatul Terstabilisasi Menggunakan Alat Pengeringan Drum Dryer dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. Dalam proses panjang penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak belajar akan arti penting sebuah keikhlasan, kebersamaan, persahabatan, dan kerja keras. Penulis yakin hal tersebut tidak datang dengan sendirinya, melainkan atas hidayah dan inayah dari Allah SWT untuk menjadikan penulis sebagai muslim yang senantiasa belajar untuk menata diri ke arah yang lebih baik. Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Indah Yuliasih, M.Si selaku dosen pembimbing pertama yang telah dengan sabar memberikan nasehat, bimbingan, dan arahan kepada penulis. 2. Ir. Sugiarto, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis tanpa mengenal waktu. 3. Drs. Purwoko, M.S selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 4. Mama, Bapak, Kak Ita, Kak Ika, Mufi, Vivi, dan keluarga tercinta yang tak henti-hentinya memberikan dukungan dan doa kepada penulis. 5. Ibu Ega, Ibu Rini, Ibu Sri, Pak Gun, Pak Sugi, Pak Edi, Pak Dicky, Pak Darwan, dan Pak Iyas atas bantuan dan bimbingannya. 6. Rekan seperjuangan Bekatul-Menir, Asif, Nova, Denur, dan Erpy, atas bantuan, kebersamaan, kehangatan, suka, dan motivasi yang diberikan 7. Bimo, Fajri, Acid, Mayang, Tyas, Irawan, Aang, atas dukungan, semangat, nasehat, pembelajaran, dan doanya. i

11 8. Rekan-rekan Dahi United dan seperjuangan di lab, Darto, Cocon, Ardi, Ai, Ika, Ben-Q, Yuyun, Dicka, Bu Cut, dan Mba Tuti atas keceriaan, bantuan, dan semangatnya. 9. Rekan-rekan TIN 41 atas kekeluargaan dan persahabatannya. 10. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian dan penyusinan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi yang jauh dari kesempurnaan dan keindahan kata maupun tulisan ini dapat memberikan banyak manfaat bagi penulis maupun pembacanya. Amin. Bogor, 22 Mei 2009 Penulis ii

12 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR... i iii v vi DAFTAR LAMPIRAN.. vii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Bekatul... 4 B. Kerusakan Bekatul C. Stabilisasi Bekatul.. 9 D. Drum Dryer E. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan III. METODOLOGI A. Alat dan Bahan B. Metode Stabilisasi Bekatul dengan Metode Pemanasan Basah Pengeringan Bekatul Terstabilisasi dengan Teknologi Pengeringan Drum Dryer Penyimpanan Bekatul Terstabilisasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Stabilisasi Bekatul dengan Metode Pemanasan Basah B. Pengeringan Bekatul Terstabilisasi dengan Teknologi Pengeringan Drum Dryer iii

13 Halaman C. Perubahan Mutu Bekatul Terstabilisasi Selama Penyimpanan Kadar Air Bilangan TBA Kecerahan V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA. 45 LAMPIRAN 50 iv

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia bekatul pada kadar air 14 % Tabel 2. Hasil analisis proksimat dan sifat fungsional bekatul segar dan terstabilisasi Tabel 3. Hasil analisis proksimat, sifat fungsional, dan mikrobiologis bekatul segar dan produk pengeringan bekatul terstabilisasi v

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Halaman Morfologi biji padi berserta bagian-bagiannya (Bond, 2004)... 4 Reaksi penguraian trigliserida oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Hamilton, 1983)... 7 Mekanisme kerusakan hidrolitik dan oksidatif pada minyak bekatul (Champagne, 1994)... 8 Diagram alir penstabilan bekatul dengan cara stabilisasi pengukusan tidak bertekanan dan bertekanan Diagram alir pengeringan bekatul hasil stabilisasi dengan teknologi pengeringan drum dryer Grafik hubungan suhu ( o C) terhadap water retention capacity (%) bekatul segar dan produk bekatul Grafik hubungan suhu ( o C) terhadap oil retention capacity (%) bekatul segar dan produk bekatul Grafik hubungan lama penyimpanan (minggu) dengan kadar air (%) produk bekatul Grafik hubungan lama penyimpanan (minggu) dengan bilangan TBA (mg malonaldehid/kg sampel) produk bekatul Gambar 10. Grafik hubungan lama penyimpanan (minggu) dengan kecerahan (L) produk bekatul vi

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Hasil Analisis Water Retention Capacity (WRC) dan Oil Retention Capacity (ORC) Bekatul Segar Hasil Karakterisasi Bekatul Terstabilisasi dengan Metode Pemanasan Basah Analisis Ragam dan Uji Lanjut Hasil Karakterisasi Bekatul Terstabilisasi dengan Metode Pemanasan Basah 60 Hasil Karakterisasi Pengeringan Bekatul Terstabilisasi dengan Drum Dryer Analisis Ragam dan Uji Lanjut Hasil Karakterisasi Pengeringan Bekatul Terstabilisasi dengan Drum Dryer Analisis Ragam Hasil Analisis Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Bekatul Kukus Kering dan Autoklaf kering Lampiran 8. Hasil Perubahan Mutu Produk Bekatul Selama Penyimpanan vii

17 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan komoditas tanaman pertanian penghasil beras sebagai sumber pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari persentase konsumsi beras di Indonesia yang mencapai 151 kg per kepala per tahun dibandingkan jagung dan gandum yang masing-masing hanya mencapai 34,40 dan 16,30 kg per kepala per tahun (FAO, 2001). Pada proses penggilingan padi dihasilkan 70 % beras dengan hasil samping berupa sekam sebesar 20 % dan bekatul 10 % (Orthoefer dan Eastman, 2004). Sebagai hasil samping dari proses penggilingan padi, bekatul memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, diantaranya protein 12,0-15,6 %, lemak 15,0-19,7 %, karbohidrat 31,1-52,3 %, abu 6,6-9,9 %, dan serat kasar 7,0-11,4 % (Luh et al., 1991). Pada bekatul juga terdapat vitamin B dari golongan tiamin, riboflavin, niasin (asam nikotinat), dan piridoxin, serta kandungan komponen bioaktif seperti tokoferol (vitamin E), tokotrienol, oryzanol, dan asam pangamat. Komponen bioaktif tersebut berfungsi sebagai antioksidan penangkal radikal bebas yang dapat menurunkan kolestrol dalam darah, mencegah terjadinya kanker, dan memperlancar sekresi hormonal (Houston, 1972 ; Damayanthi et al., 2007 ; Hadipernata, 2007). Bila dilihat dari tingkat produksi padi di Indonesia pada tahun 2007 yang mencapai 57,157 juta ton GKG (gabah kering giling) dan diperkirakan meningkat menjadi 60,279 juta ton GKG pada tahun 2008, maka dapat diproyeksikan besarnya produksi bekatul dari hasil samping penggilingan padi dapat mencapai 6,0279 juta ton/tahun (BPS, 2008). Hal ini menunjukkan bekatul berpotensi dikembangkan sebagai bahan pangan fungsional sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan makanan yang sehat dan bergizi. Keterbatasan bekatul untuk digunakan sebagai bahan pangan hingga kini disebabkan karena sifatnya yang mudah rusak atau tengik. Sifat tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim lipase dan lipoksigenase yang terkandung di dalam bekatul secara endogenous (Damayanthi et al., 2007). Enzim lipase akan

18 menyebabkan minyak yang terdapat pada bekatul terhidrolisis sehingga menghasilkan asam lemak bebas. Selanjutnya, asam lemak bebas tersebut akan dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menghasilkan hidroperoksida yang bersifat tidak stabil, sehingga terpecah menjadi senyawa karbon rantai pendek seperti aldehid dan keton yang menyebabkan rasa dan bau yang tidak enak (Champagne, 1994). Untuk menghambat sifat tersebut, perlu dilakukan langkah stabilisasi dengan menginaktivasi enzim lipase yang terdapat pada bekatul. Menurut Champagne (1994) inaktivasi tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni dengan pemanasan basah atau kering untuk mendenaturasi enzim lipase, ekstraksi dengan pelarut organik untuk menghilangkan lemak sebagai substrat enzim lipase, dan denaturasi etanolik lipase bekatul. Dari ke tiga cara tersebut, inaktivasi lipase dengan cara pemanasan basah merupakan cara yang paling efektif dan aman untuk diterapkan pada bekatul yang akan digunakan sebagai bahan pangan (Barber dan Barber, 1980). Penstabilan dengan cara pemanasan basah akan meningkatkan kadar air bekatul. Oleh karenanya, bekatul tersebut harus dikeringkan kembali sebelum dapat digunakan sebagai bahan pangan. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kerusakan selama penyimpanan akibat kandungan air yang tinggi pada bekatul terstabilisasi. Salah satu teknik pengeringan yang dapat digunakan adalah teknologi pengeringan drum dryer (pengering drum). Dengan alat ini, produk yang dihasilkan berbentuk remahan ataupun bubuk kering (Tang et al., 2003) dan memiliki sifat mudah untuk direhidrasi kembali (Okos et al., 2007). Hal ini tentunya sangat baik untuk mengoptimalkan pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan fungsional yang dapat diterapkan sebagai bahan baku pada aneka jenis produk makanan. Produk makanan hasil pengolahan akan tetap mengalami kerusakan yang dapat menyebabkan penurunan mutu selama penyimpanan. Penurunan mutu pada titik tertentu mengakibatkan makanan tidak dapat lagi atau berbahaya jika dikonsumsi oleh konsumen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan selama penyimpanan untuk mengetahui kerusakan pada produk bekatul yang 2

19 dihasilkan. Hal ini dilakukan melalui pengujian beberapa parameter yang diduga akan mengalami perubahan mutu selama penyimpanan. B. Tujuan Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya adalah : 1. Mendapatkan kondisi lama pemanasan basah untuk penstabilan bekatul. 2. Mendapatkan kondisi kecepatan putaran drum dryer untuk pengeringan bekatul terstabilisasi. 3. Mendapatkan karakteristik kimia dan fungsional produk bekatul yang dihasilkan dari teknologi pengeringan drum dryer bekatul terstabilisasi. 4. Mengetahui perubahan mutu produk bekatul terstabilisasi selama penyimpanan. 3

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bekatul Pada proses penggilingan padi (Oryza sativa L.), diperoleh hasil samping berupa sekam sebesar %, dedak/bekatul 8-12 %, dan menir sebesar 5 % (Widowati, 2001). Bekatul merupakan lapisan terluar berwarna kecoklatan dari beras pecah kulit yang dipisahkan pada saat proses penyosohan untuk menghasikan beras putih (Hargrove, 1994). Bekatul berbentuk butiran halus seperti halnya tepung dan terdiri dari pericarp, testa/lapisan selubung biji, aleurone, germ/lembaga dan sebagian kecil butiran halus endosperm berpati (Samli et al. 2006). Morfologi bagian-bagian tersebut pada biji padi atau gabah secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Morfologi biji padi berserta bagian-bagiannya (Bond, 2004). Bekatul memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Wilkinson dan Champagne (2004) menyebutkan, bekatul kaya akan protein, lemak, serat, mineral vitamin B kompleks dan tokoferol (vitamin E). Variasi komposisi kimia pada bekatul sangat dipengaruhi oleh faktor agronomis padi, varietas padi, derajat penggilingan dan kontaminasi sekam pada proses penggilingan (Orthoefer dan Eastman, 2004 ; Damayanthi et al., 2007). Komposisi kimia bekatul dapat dilihat pada Tabel 1.

21 Tabel 1. Komposisi kimia bekatul pada kadar air 14 %. Komponen Jumlah Protein (%) 12,0-15,6 Lemak (%) 15,0-19,7 Serat kasar (%) 7,0-11,4 Karbohidrat (%) 34,1-52,3 Abu (%) 6,6-9,9 Kalsium (mg/g) 0,3-1,2 Magnesium (mg/g) 5,0-13,0 Fosfor (mg/g) 11,0-25,0 Silika (mg/g) 5,0-11,0 Seng (μg/g) 43,0-258,0 Tiamin (μg/g) 12,0-24,0 Riboflavin/B2 (μg/g) 1,8-4,0 Tokoferol/E (μg/g) Sumber : Luh et al. (1991) Karbohidrat yang terdapat pada bekatul teridentifikasi sebagai selulosa, hemiselulosa dan pati. Kandungan pati yang terdapat pada bekatul diperoleh dari bagian endosperm yang terbawa pada proses penyosohan (Hargrove, 1994). Damayanthi et al. (2007) menambahkan, kandungan pati tersebut akan meningkat kadarnya dengan semakin banyaknya tahap penyosohan yang dilakukan. Sebagian besar nitrogen yang terdapat pada bekatul adalah nitrogen protein dalam bentuk asam amino bebas. Asam amino bebas utama yang ditemukan, diantaranya berupa asam glutamat (7-31 %), alanin (11-16 %), dan serin (5-15 %) (Barber dan Barber, 1980). Dibandingkan protein, kandungan lemak pada bekatul sedikit lebih tinggi. Asam palmitat, oleat, dam linoleat merupakan komponen asam lemak utama yang terdapat pada minyak bekatul (Godber dan Juliano, 2004). Seperti halnya protein dan lemak, sebagian besar vitamin yang ada dalam padi terdapat pada bagian aleuron dan lembaga. Hal ini menjadikan bekatul sebagai bahan yang kaya akan kandungan vitamin. Grup vitamin B dan tokoferol (vitamin E) banyak ditemukan di dalam bekatul, sedangkan vitamin A dan C hanya sedikit jumlahnya (Barber dan Barber, 1980). Vitamin B yang 5

22 terdapat didalam bekatul, diantaranya meliputi tiamin (vitamin B 1 ), riboflavin (vitamin B 2 ), niasin/asam nikotinat, dan piridoksin (vitamin B 6 ) (Houston, 1972). Di samping zat gizi, pada bekatul juga ditemukan komponen bioaktif, yakni zat yang di dalam tubuh bekerja di luar fungsi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral, melainkan untuk kesehatan. Komponen tersebut, diantaranya berupa tokoferol (vitamin E) tokotrienol, oryzanol, dan asam pangamat (Kahlon et al., 1994). Tokoferol berfungsi sebagai antioksidan, sedangkan komponen oryzanol merupakan fitosterol suatu ester senyawa asam verulat yang dapat menurunkan kolestrol serum pada manusia (Wilkinson dan Champagne, 2004). Asam pangamat berfungsi sebagai antioksidan, membantu menurunkan kadar kolestrol darah dan sintesis protein (Damayanthi et al., 2007). Damardjati et al. (1987) menyebutkan, pada bekatul juga ditemukan senyawa anti gizi yang dapat menghambat pertumbuhan. Senyawa tersebut, diantaranya adalah tripsin inhibitor, pepsin inhibitor, hemaglutinin, dan anti tiamin. Namun demikian, menurut Hargrove (1994), aktivitas senyawa anti gizi tersebut relatif rendah dan dapat diinaktivasi menggunakan proses pemanasan. B. Kerusakan Bekatul Faktor utama yang menjadikan hambatan dalam pengembangan bekatul sebagai bahan pangan adalah sifatnya yang mudah rusak. Hal ini disebabkan oleh kerusakan hidrolitik dan oksidatif yang terjadi pada minyak bekatul sehingga bekataul berbau tengik (Damayanthi et al., 2007). Enzim lipase, baik yang berasal dari bekatul secara endogenous maupun mikroba, mengawali kerusakan hidrolisis lipolitik minyak bekatul. Di dalam biji padi yang utuh, lipase bersifat dorman karena lipase dan minyak bekatul tidak tercampur. Pada kondisi ini bekatul dan lipase terpisah. Bekatul terdapat di dalam testa/lapisan selubung biji, sedangkan minyak terdapat di dalam aleuron dan lembaga (Champagne, 2004). Barber dan Barber (1980), menyatakan proses penggilingan akan menyebabkan kerusakan pada biji padi dan menyebabkan lipase dan minyak bercampur. Pada saat ini, trigliserol 6

23 minyak akan terurai menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Proses ini selanjutnya disebut ketengikan hidorolitik/kerusakan hidrolitik (Houston, 1972). Skema reaksi penguraian trigliseda oleh lipase menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol dapat dilihat pada Gambar 2. CH 2 OCOR CH 2 OH lipase CH 2 OCOR + 3H 2 O CHOH + R CO 2 H + R CO 2 H + R CO 2 H CH 2 OCOR Gambar 2. Reaksi penguraian trigliserida oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Hamilton, 1983). Aktivitas lipase sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban. Ketika bekatul disimpan pada kondisi ruangan yang panas dan lembab, kandungan asam lemak bebas akan meningkat sebesar 5-10 % per hari dan dapat mencapai 70 % dalam sebulan. Suhu optimal aktivitas lipase berada pada kisaran suhu o C. Aktivitas lipase tidak terjadi pada suhu penyimpanan beku (Orthoefer dan Eastman, 2004). Pada bekatul juga terkandung enzim lipoksigenase dan peroksidase. Keduanya menyebabkan kerusakan lebih lanjut melalui proses oksidasi enzimatis. Aktivitas kedua enzim ini berdampak pada peningkatan bilangan peroksida, penurunan bilangan iod, dan peningkatan bilangan asam tiobarbiturat (thiobarbituric acid/tba). Baik lipoksigenase dan peroksidase dapat diinaktivasi bersamaan dengan inaktivasi lipase (Orthoefer dan Eastman, 2004). CH 2 OH Trigliserida Air Gliserol As. Lemak As. Lemak As. Lemak Laju pembentukan asam lemak bebas sangat kecil pengaruhnya pada cita rasa bekatul. Cita rasa dan bau tengik tersebut berhubungan dengan kerusakan oksidatif yang terjadi pada minyak bekatul. Kerusakan oksidatif dapat terjadi secara enzimatis dan nonezimatis. Diagram mekanisme kerusakan hidrolitik dan oksidatif pada minyak bekatul dapat dililihat pada Gambar 3. Oksidasi enzimatis pada bekatul terutama sekali disebabkan oleh enzim lipoksigenase yang terdapat pada lembaga. Lipoksigenase akan mengkatalis asam lemak tak jenuh bebas menjadi hidroperoksida yang selanjutnya berubah menjadi senyawa karbon rantai pendek seperti aldehid, keton, dan alkohol yang 7

24 menyebabkan cita rasa dan bau tengik pada bekatul (Champagne, 1994). Menurut Hamilton (1983), hidroperoksida dapat terurai menjadi senyawa aldehid, keton, dan alkohol karena sifatnya yang sangat tidak stabil. Minyak bekatul lipase Asam lemak bebas Hidroperoksida Gambar 3. Mekanisme kerusakan hidrolitik dan oksidatif pada minyak bekatul (Champagne, 1994). Tingkat oksidasi minyak dalam bekatul akaibat aktivitas lipoksigenase dikaitkan dengan asam lemak bebas yang terbentuk akibat aktivitas enzim lipase. Hal ini dikarenakan asam lemak tak jenuh bebas berperan sebagai substrat yang bekerja pada kerusakan oksidasi enzimatis (Damayanthi et al., 2007). Produk oksidasi sekunder aldehid, keton, alkohol, dsb. Proses oksidasi nonenzimatis dikatalisasi oleh adanya ion logam yang secara alami terdapat pada bekatul maupun akibat kontaminasi dari peralatan penggilingan. Cahaya, radiasi energi yang tinggi, maupun panas juga berfungsi sebagai katalis. Oksidasi nonenzimatis dapat terjadi akibat adanya radikal bebas (autooksidasi) dan fotooksidasi. Tokoferol sebagai antioksidan alami pada bekatul dapat menghambat terjadinya proses oksidasi nonenzimatis yang berlangsung secara lambat pada biji padi (Champagne, 1994). Mekanisme radikal bebas dipengaruhi oleh radikal bebas hasil interaksi antara molekul lemak dengan oksigen yang berfungsi sebagai katalis. Hasil reaksi awal pada mekanisme ini adalah hidroperoksida. Pada tahap reaksi selanjutnya, kecepatan minyak mengalami autooksidasi akan semakin meningkat dengan semakin tingginya derajat ketidakjenuhan rantai lemak yang dimiliki. Pada mekanisme fotooksidasi, molekul sensitif cahaya seperti 8

25 riboflavin, dan ion logam berat, akan dikonversi ke dalam bentuk aktif dengan menyerap cahaya. Molekul aktif tersebut kemudian bereaksi baik secara langsung maupun tak langsung dengan oksigen, menghasilkan oksigen tunggal yang bereaksi dengan asam lemak membentuk peroksida (Champagne, 1994). C. Stabilisasi Bekatul Terkait proses hidrolisis enzimatis yang berlangsung setelah proses penggilingan, proses stabilisasi yang tepat pada bekatul harus dilakukan beberapa menit setelah penggilingan dilakukan. Tujuan utama dilakukannya stabilisasi adalah mensterilkan mikroba dan merusak enzim lipase yang terdapat pada bekatul untuk mencegah terurainya komponen minyak menjadi asam lemak bebas (Hargrove, 1994). Menurut Barber dan Barber (1980), untuk memproses bakatul menjadi produk yang bersifat food grade dengan mutu simpan yang baik dan memiliki nilai industri yang tinggi, seluruh komponen penyebab kerusakan harus dihilangkan atau dihambat. Berkaitan dengan hal ini, inaktivasi enzim penyebab kerusakan haruslah lengkap dan tidak dapat balik. Pada saat bersamaan, komponen-komponen berharga di dalam bekatul harus dipertahankan. Prinsip stabilisasi bekatul dilakukan dengan menginaktivasi lipase yang berperan dalam reaksi hidrolisa lemak. Menurut Champagne (1994), proses tersebut dilakukan melalui tiga cara, yakni dengan pemanasan basah atau kering untuk mendenaturasi enzim lipase, ekstraksi dengan pelarut organik untuk menghilangkan lemak sebagai substrat enzim lipase, dan denaturasi etanolik lipase bekatul. Dari ketiga cara tersebut, inaktivasi lipase dengan cara pemanasan merupakan cara yang paling efektif dan aman untuk diterapkan pada bekatul yang akan digunakan sebagai bahan pangan (Barber dan Barber, 1980). Stabilisasi bekatul dengan metode pemanasan kering dapat dilakukan dengan menggunakan proses penyangraian pada suhu o C (Sayre et al., 1982). Proses ini relatif sederhana, mudah, dan murah, namun membutuhkan waktu yang cukup lama (20-30 menit), pemanasan yang terjadi 9

26 tidak merata, di samping kemungkinan kerusakan bahan, mikroba dan serangga tidak terbasmi semuanya, serta tidak menginaktifkan enzim lipase secara total. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kembali aktivitas hidrolisa minyak apabila kadar air bekatul lebih besar dari 7 % atau meningkat selama penyimpanan (Juliano, 1985). Stabilisasi bekatul dengan menggunakan metode pemanasan basah lebih efektif dibandingkan pemanasan kering. Proses pemanasan basah umumnya dilakukan dengan mengukus bekatul selama 1-30 menit dan dilanjutkan dengan pengeringan bekatul hingga kadar airnya berkisar antara 3-12 % serta pendinginan. Peralatan yang digunakan pada metode ini, diantaranya autoklaf, steam cooker, blansir, dan ekstruder berulir yang diinjeksi dengan uap panas dan air (Barber dan Barber, 1980). Sayre et al. (1982) melaporkan, enzim lipase dapat diinaktivasi menggunakan pemanasan basah pada suhu 100 o C selama 3 menit. Penggunaan autoklaf pada proses pemanasan basah beras pecah kulit selama 3-20 menit, dapat menginaktifkan lipase secara sempurna (Orthoefer dan Eastman, 2004). Kelamahan penggunaan panas pada proses stabilisasi bekatul, dapat mengakibatkan peningkatan reaksi oksidasi enzimatis. Pengunaan panas menyebabkan penyebaran kembali minyak, penghancuran antioksidan alami di dalam bekatul, dan meningkatkan luas permukaan minyak yang kontak dengan oksigen (Champagne, 1994). Namun demikian, Luh et al. (1991) menambahkan, kerusakan oksidasi enzimatis dan nonenzimatis dapat diperlambat dengan menjaga kadar oksigen tetap rendah melalui pengemasan yang optimum selama penyimpanan. D. Drum Dryer Pengering drum (drum dryer) merupakan alat pengering tipe kontinyu dengan sistem pemanasan tak langsung (Wirakartakusumah et al., 1989). Pemanasan dilakukan secara konduksi, dimana panas ditransfer ke bahan yang akan dikeringkan melalui permukaan drum yang berputar (Brennan, 2006). Alat ini terdiri dari satu atau dua buah drum yang berputar pada bidang datar secara perlahan dan diterapkan untuk mengeringkan bahan berupa adonan, 10

27 pasta ataupun larutan. Pada prinsipnya bahan yang akan dikeringkan tersebut disebarkan/dituang di atas permukaan drum yang dipanaskan menggunakan uap panas. Uap panas tersebut akan mentransfer panas melalui dinding metal drum yang selanjutnya akan mengeringkan bahan yang melekat pada permukaan drum (Okos et al., 2007). Setelah tiga per empat putaran dari titik awal penuangan bahan (Tang et al., 2003), lapisan bahan yang telah kering tersebut dikikis dan dikumpulkan dalam bentuk kerak atau lembaran (Majumdar, 1995). Brennan (2006) menyatakan, pengikisan tersebut dilakukan dengan menggunakan pisau yang menempel pada sisi permukaan drum. Menurut Maroulis dan Saravacos (2003), penggunaan alat pengering drum lebih efisien secara termal dibandingkan pengering udara secara konveksi dan dapat dioperasikan baik pada kondisi tekanan atmosfir maupun vakum. Di samping itu alat pengering drum merupakan alat pengering yang sangat efisien energi dan efektif untuk mengeringkan larutan dan sup yang kental (Tang et al., 2003). Kelebihan lainnya adalah waktu pengeringan relatif singkat yakni berkisar antara 2-30 detik (Brennan, 2006). Tang et al. (2003) secara spesifik menyebutkan beberapa keunggulan pengering drum, diantaranya: Dapat digunakan untuk mengeringkan produk dengan kekentalan tinggi, seperti pasta dan pati terglatinisasi, yang tidak dapat dikeringkan dengan mudah menggunakan metode pengeringan lainnya. Memiliki efisiensi yang tinggi. Higienis dan mudah dibersihkan. Mudah dioperasikan dan dirawat. Fleksibel dan sesuai untuk produksi dalam skala kecil. Empat peubah kunci yang dapat mempengaruhi tampilan produk hasil pengering drum adalah: (a) tekanan uap-panas atau suhu media pemanasan, (b) kecepatan putaran drum, (c) ketebalan film, dan (d) sifat umpan, yaitu konsentrasi padatan, reologi, dan suhu (Majumdar, 1995). Di samping mempengaruhi tampilan produk yang dihasilkan, ke empat faktor tersebut juga mempengaruhi laju pengeringan dan kelembaban produk akhir hasil pengeringan (Brennan, 2006). 11

28 Salah satu varian dari alat pengering drum adalah pengering drum ganda. Pada varian ini, umpan bahan yang akan dikeringkan, dituang pada celah yang terbentuk diantara kedua drum. Jarak antara kedua tersebut dapat diatur sehingga dapat digunakan untuk mengatur ketebalan produk yang dikeringkan (Brennan, 2006). Okos et al. (2007) menambahkan, suhu pengeringan pada permukaan drum dapat diatur dengan mengatur tekanan uap panas. Sedangkan untuk mengatur lamanya waktu kontak pengeringan, dapat dilakukan dengan mengatur kecepatan putaran drum. Brennan (2006) melaporkan, pengering drum ganda memiliki diameter yang berkisar antara 0,15-1,5 m dengan panjang berkisar antara 0,2-3 m. Kecepatan putaran berkisar antara 3-20 rpm dengan suhu permukaan o C. Untuk produk makanan, umumnya drum terbuat dari bahan stainless steel atau besi berlapis krom. Penggunaan pengering jenis drum ganda sangat menguntungkan karena memiliki kapasitas produksi yang tinggi. Karakteristik bahan baku larutan encer hingga pasta kental dapat dikeringkan secara efektif menggunakan pengering drum ganda. Produk yang dikeringkan dengan alat ini berupa tepung atau remahan yang sensitif terhadap larutan atau cairan panas dan mudah untuk direhidrasi kembali (Okos et al., 2007). E. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Kebanyakan makanan sangat mudah mengalami perubahan selama penyimpanan. Perubahan tersebut menyebabkan makanan menjadi kurang menarik dan lezat bahkan tidak dapat dikonsumsi lagi (Ellis, 1999). Menurut Arpah (2001), kondisi proses dan penyimpanan sangat berpengaruh terhadap kualitas bahan pangan. Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi olah lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Selama penyimpanan dan distribusi, faktor-faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban, oksigen, dan cahaya, memicu beberapa mekanisme reaksi kimia. Reaksi-reaksi tersebut dapat menyebabkan perubahan produk berupa 12

29 perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, dan mikrobiologis (Arpah, 2001). Hal ini menyebabkan penurunan mutu pada suatu produk makanan sehingga pada titik tertentu mengakibatkan makanan tidak dapat lagi atau berbahaya jika dikonsumsi oleh konsumen (Singh, 1999). Untuk menganalisa penurunan mutu, diperlukan beberapa pengamatan terhadap parameter mutu yang dapat diukur secara kualitatif dan mencerminkan keadaan mutu bahan. Parameter tersebut dapat berupa hasil pengukuran fisik, kimiawi, mikrobiologis, maupun uji organoleptik, seperti tekstur, warna, bilangan TBA, kadar vitamin C, skor uji cita rasa, total mikroba dan sebagainya (Syarief dan Halid, 1993). Syarief dan Halid (1993) menyatakan, suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu, dalam menduga kecepatan penurunan mutu selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu dipertimbangkan. 13

30 III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa bekatul campuran varietas IR 64 dan Ciherang. Bekatul diperoleh dari penggilingan padi yang terletak di Desa Cibatok Kecamatan Ciampea, Bogor. Bahan lainnya yang digunakan untuk keperluan analisis adalah aquades, minyak goreng, etanol, Na 2 SO 4, H 2 SO 4, NaOH, HCl, CuSO 4, indikator mengsel, pereaksi TBA, heksan, garam fisiologis, agar PCA (Plate Count Agar), dan agar EMB (Eosine Methylene Blue). Peralatan yang digunakan berupa disc mill, ayakan 60 mesh, panci kukus (dandang), autoklaf, drum dryer, waring blender, kertas saring, oven pengering, desikator, cawan porselen, cawan alumunium, tanur, labu Kjeldahl, labu lemak, soxhlet, cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, gelas piala, erlenmeyer, magnetic stirrer, pipet, tip, sudip, buret, neraca analitik, colortech colormeter, sentrifuse, inkubator, dan quebec colony counter. B. Metode 1. Stabilisasi Bekatul dengan Metode Pemanasan Basah Sebelum proses stabilisasi, dilakukan karakterisasi sifat kimia dan fungsional bekatul segar. Pengujian sifat kimia meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, karbohidrat (by difference), dan bilangan TBA (Thiobarbituric Acid). Sedangkan pengujian terhadap sifat fungsional meliputi uji kelarutan dan swelling power, freeze thaw stability, water retention capacity, dan oil retention capacity. Prosedur analisis tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Proses stabilisasi bekatul diawali dengan penggilingan bekatul segar menjadi tepung bekatul menggunakan disc mill. Tepung tersebut selanjutnya diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh. Tepung bekatul yang telah diayak kemudian distabilisasi dengan dua perlakuan, yaitu stabilisasi dengan cara pengukusan tidak bertekanan menggunakan dandang kukus selama 5, 10, dan 15 menit dan stabilisasi dengan cara pengukusan bertekanan

31 menggunakan autoklaf pada suhu 105 o C selama 5, 10, dan 15 menit. Menurut Barber dan Barber (1980) proses pemanasan basah dilakukan selama 1-30 menit. Setiap proses stabilisasi bekatul, bahan yang digunakan sebanyak 200 g. Diagram alir proses stabilisasi dilihat pada Gambar 4. Bekatul hasil stabilisasi selanjutnya dikarakterisasi sifat kimia dan fungsional. Bekatul Bekatul Penggilingan Penggilingan Pengayakan (60 mesh) Pengayakan (60 mesh) Pengukusan tidak bertekanan (t = 5, 10, 15 menit) Pengukusan bertekanan (t = 5, 10, 15 menit) Bekatul kukus Bekatul autoklaf Gambar 4. Diagram alir penstabilan bekatul dengan cara stabilisasi pengukusan tidak bertekanan dan bertekanan. Data hasil analisis untuk setiap taraf perlakuan lama pemanasan 5, 10, dan 15 menit kemudian dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (Anova) disain rancangan blok. Lama pemanasan terpilih, selanjutnya akan dijadikan acuan pada proses pembuatan produk yang akan dikeringkan menggunakan teknologi pengeringan drum dryer. 2. Pengeringan Bekatul Terstabilisasi dengan Teknologi Pengeringan Drum Dryer Tahap ini bertujuan menurunkan kadar air bekatul terstabilisasi. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering drum dryer tipe 15

32 drum ganda pada kondisi tekanan 4 bar, kerenggangan antar rol 0,5 mm, perbandingan konsentrasi pasta 1 : 2 (bekatul terstabilisasi : air). Penetapan konsentrasi pasta 1 : 2, didasarkan pada perlakuan terbaik Janathan (2007) yang kemudian divalidasi dengan trial and error. Kecepatan putaran drum digunakan sebagai variable peubah yang diduga berpengaruh terhadap hasil pengeringan bekatul terstabilisasi. Pada pelaksanaannya digunakan tiga taraf kecepatan putaran, yaitu 4, 6, dan 8 rpm. Ketiga taraf tersebut dipilih berdasarkan hasil terbaik percobaan trial and error kecepatan putaran 2, 4, 6, 8, dan 10 rpm. Hasil pengeringan berupa lembaran bekatul kering selanjutnya digiling menggunakan waring blender sehingga terbentuk remahan atau bubuk kering bekatul. Diagram alir pengeringan bekatul terstabilisasi dengan teknologi pengeringan drum dryer secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5. Bekatul kukus Bekatul autoklaf Pencampuran dalam air (1 bekatul : 2 air ) Pencampuran dalam air (1 bekatul : 2 air ) Pengeringan dengan drum dryer (4, 6, dan 8 rpm) Pengeringan dengan drum dryer (4, 6, dan 8 rpm) Penggilingan Penggilingan Pengayakan (60 mesh) Pengayakan (60 mesh) Bekatul kukus kering Bekatul autoklaf kering Gambar 5. Diagram alir pengeringan bekatul terstabilisasi dengan teknologi pengeringan drum dryer. 16

33 Produk bekatul terstabilisasi hasil pengeringan drum dryer yang diperoleh kemudian dianalisis sifat kimia, fungsional, dan mikrobiologisnya. Data hasil analisis untuk setiap taraf perlakuan kecepatan rpm drum dryer kemudian dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (Anova) desain rancangan blok. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kecepatan putaran pengeringan drum dryer terbaik bekatul hasil stabilisasi pengukusan tidak bertekanan dan bertekanan. 3. Penyimpanan Bekatul Terstabilisasi Tahap ini dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu bekatul terstabilisasi selama penyimpanan. Penyimpanan dilakukan dalam kemasan plastik metalize pada tiga kondisi suhu penyimpanan yang berbeda, yakni 35, 45, dan 50 o C. Untuk mengetahui perubahan mutu yang terjadi, dilakukan pengujian sampel setiap satu minggu selama delapan minggu masa penyimpanan. Parameter yang diuji meliputi analisis kadar air, bilangan TBA, dan nilai kecerahan. 17

34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Stabilisasi Bekatul dengan Metode Pemanasan Basah Proses stabilisasi bekatul dilakukan untuk menginaktivasi enzim lipase yang berperan dalam proses ketengikannya. Menurut Barber dan Barber (1980), pemanasan basah merupakan metode inaktivasi enzim lipase yang dinilai efektif dan aman untuk diterapkan pada bekatul yang akan digunakan sebagai bahan pangan. Sebelum dilakukan proses stabilisasi, bekatul yang diperoleh dari penggilangan padi digiling menggunakan disc mill dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Penggilingan dan pengayakan dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel bekatul sehingga memiliki luas permukaan yang besar. Hal ini sangat penting agar proses inaktivasi enzim lipase dengan metode pemanasan basah dapat berlangsung secara efektif dan menyeluruh. Stabilisasi bekatul dengan pemanasan basah dilakukan dengan cara pengukusan tidak bertekanan dan bertekanan. Pengukusan tidak bertekanan dilakukan menggunakan dandang kukus dan pengukusan bertekanan menggunakan autoklaf pada suhu 105 o C. Pemilihan pengukusan menggunakan dandang kukus didasarkan bahwa cara tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan dengan harga yang relatif murah. Sedangkan proses pengukusan menggunakan autoklaf didasarkan pada kesamaan proses dengan pengukusan menggunakan dandang disamping tekanan dan suhu pemanasan yang relatif terjaga. Kedua cara tersebut dilakukan pada tiga taraf waktu yang berbeda, yaitu 5, 10, dan 15 menit. Hal ini dilakukan berdasarkan penelitian Juliano (1985) yang menyatakan bahwa proses stabilisasi bekatul dengan penerimaan mutu organoleptik yang baik dapat dilakukan selama 5 menit pada suhu 115 o C atau 15 menit pada suhu 100 o C. Pada penelitian ini, bekatul hasil stabilisasi menggunakan pengukusan tidak bertekanan dan bertekanan selanjutnya disebut sebagai bekatul kukus dan autoklaf. Hasil analisis sifat kimia dan fungsional kedua jenis bekatul terstabilisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

35 Tabel 2. Hasil analisis proksimat dan sifat fungsional bekatul segar dan terstabilisasi Parameter Bekatul Segar Kukus Autoklaf Kadar air (% ) 6,86 10,69 11,30 12,68 10,44 11,18 11,85 Kadar protein (% bk) 13,72 13,09 12,63 13,07 12,15 12,88 11,97 Kadar lemak (% bk) 16,84 13,10 13,16 12,78 14,22 14,50 14,01 Kadar abu (% bk) 7,43 7,66 7,58 7,52 7,78 7,31 7,82 Kadar serat kasar (% bk) 7,25 7,46 7,56 6,75 7,77 7,58 7,30 Kadar karbohidrat by difference (% bk) Bilangan TBA (mg malonaldehid/kg sampel) ,00 47,77 47,19 47,64 46,55 47,06 0,680 0,428 0,240 0,420 0,335 0,452 0,374 Kelarutan (%) 15,95 23,54 20,33 22,32 15,84 24,59 24,92 Swelling power (%) 5,96 6,95 7,00 8,10 6,62 7,83 8,60 Freeze thaw stability (% sinerisis) Keterangan: bk (basis kering) ,76 94,63 96,50 96,25 97,38 97,50 1. Komposisi Kimia a. Kadar Air Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Tingginya kandungan air yang terdapat pada suatu bahan makanan akan mempercepat proses kerusakan baik secara mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, maupun oleh aktivitas serangga (Sudarmadji et al., 1989). Kadar air bekatul segar yang digunakan pada proses stabilisasi bekatul adalah sebesar 6,86 %. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai kadar air yang ditetapkan SNI , yakni sebesar 12 %. Hal ini menunjukkan bekatul segar yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Proses pengukusan baik dengan tekanan maupun tidak bertekanan akan meningkatkan kelembaban udara di dalam ruang pengukusan. Sebagai bentuk kesetimbangan antara udara di dalam ruang pengukusan dan bahan, maka akan terjadi penyerapan air oleh bahan dalam bentuk uap air. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kedua cara tersebut menyebabkan peningkatan kadar air bekatul terstabilisasi. Peningkatan kadar air bekatul juga terjadi seiring dengan peningkatan lama waktu 19

36 pemanasan 5, 10, dan 15 menit. Kadar air bekatul untuk setiap lama pemanasan 5, 10, dan 15 menit berturut-turut 10,57, 11,24, dan 12,26 % (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan dapat mengakibatkan proses penyerapan air yang lebih besar oleh bekatul. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 4), kadar air dengan lama waktu pengukusan 5 menit tidak berbeda dengan 10 menit, namun berbeda dengan lama waktu pengukusan 15 menit. b. Kadar Protein Kandungan protein bekatul segar cukup tinggi, yakni mencapai 13,72 % bk. Protein tersebut berasal dari lapisan aleuron dan selubung biji padi. Besarnya kadar protein diperoleh berdasarkan penentuan kandungan nitrogen (N) total yang terdapat pada bekatul. Nilai ini menunjukkan kandungan protein kasar karena selain protein juga terikut senyawaan N bukan protein. Menurut Orthoefer dan Eastman (2004), sebagian besar nitrogen pada bekatul merupakan nitrogen protein, sedangkan sisanya sebesar 16 % dari total nitrogen yang tersedia merupakan nitrogen bukan protein. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa proses stabilisasi bekatul menyebabkan penurunan kadar protein dari 13,72 menjadi 12,63 % bk (Lampiran 3). Menurut Pomeranz (1985) penurunan kadar protein dapat terjadi karena proses pemanasan yang berlangsung selama pengukusan. Perbedaan lama pengukusan 5, 10, dan 15 menit tidak menunjukkan perbedaan kadar protein bekatul terstabilisasi (Lampiran 4). Nilai kadar protein bekatul terstabilisasi yang tidak berbeda seiring dengan peningkatan lama pengukusan diduga karena analisis penentuan kadar protein berdasarkan kandungan nitrogen (N) total. Oleh karenanya meskipun terjadi perubahan struktur protein selama pengukusan, nilai nitrogen total yang terhitung sebagai kadar protein bekatul relatif tidak mengalami perubahan. 20

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bekatul Pada proses penggilingan padi (Oryza sativa L.), diperoleh hasil samping berupa sekam sebesar 15-20 %, dedak/bekatul 8-12 %, dan menir sebesar 5 % (Widowati, 2001). Bekatul

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 POLA PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS BEKATUL PASCA PENGGILINGAN Kerusakan hidrolitik pada bekatul mulai terjadi ketika proses penyosohan beras berlangsung, dimana terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

STABILISASI TEPUNG BEKATUL MELALUI METODE PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

STABILISASI TEPUNG BEKATUL MELALUI METODE PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA STABILISASI TEPUNG BEKATUL MELALUI METODE PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA oleh : Nova Dwi Swastika F34104041 2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung sukun, dan air distilata. Tepung sukun yang digunakan diperoleh dari Badan Litbang Kehutanan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

STABILISASI TEPUNG BEKATUL MELALUI METODE PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

STABILISASI TEPUNG BEKATUL MELALUI METODE PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA STABILISASI TEPUNG BEKATUL MELALUI METODE PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA oleh : Nova Dwi Swastika F34104041 2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta Dodik Luthfianto 1, Retno Dwi Noviyanti 2, Indah Kurniawati 3 1,2,3 Prodi S1 Gizi, Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

2.1 BEKATUL. sebelah luar. butir padi, dan. (Orthoefer, 2001) Damayanthi et

2.1 BEKATUL. sebelah luar. butir padi, dan. (Orthoefer, 2001) Damayanthi et II. TINJAUANN PUSTAKA 2.1 BEKATUL Padaa proses penggilingan padi (Oryza sativa L) ) akan diperoleh hasil samping berupa sekam sebesar 15-20%, bekatul 8-12%, dan menir sebesar 5% (Widowati, 2001). Bekatul

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, CV. An-

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim adalah produk pangan beku yang dibuat melalui kombinasi proses pembekuan dan agitasi pada bahan-bahan yang terdiri dari susu dan produk susu, pemanis, penstabil,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

Judul PENGARUH STABILISASI DEDAK PADI TERHADAP KADAR ORYZANOL DALAM MINYAK DEDAK PADI. Kelompok B Pembimbing

Judul PENGARUH STABILISASI DEDAK PADI TERHADAP KADAR ORYZANOL DALAM MINYAK DEDAK PADI. Kelompok B Pembimbing TK-40Z2 PENELITIAN Semester II 2007/2008 Judul PENGARUH STABILISASI DEDAK PADI TERHADAP KADAR ORYZANOL DALAM MINYAK DEDAK PADI Kelompok B.67.3.31 Adi Fraja Putra Sitinjak (13004084) Christophorus N.K.

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul adalah hasil samping dari penggilingan padi menjadi beras. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak 60-65%. Sementara bekatul

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul tidak banyak dikenal di masyarakat perkotaan, khususnya anak muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Modified Cassava Flour (MOCAF) yang dibeli dari BBPP Pascapanen Pertanian Bogor, tepung terigu merek Kunci

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2011. Tempat pelaksanaan penelitian di enam laboratorium, yaitu Laboratorium Terpadu IPB, Nutrisi Ikan IPB, Biokimia Giz,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol.

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol. III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk pembuatan gambir bubuk adalah Hammer Mill, Erlenmeyer, gelas ukur, corong, kain saring, Shaker Waterbath, dan Spray Dryer. Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai april 2011 sampai dengan juni 2011 di Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007 BPS mencatat rata-rata konsumsi ubi jalar orang Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007 BPS mencatat rata-rata konsumsi ubi jalar orang Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi jalar merupakan umbi yang cukup tinggi konsumsinya di Indonesia. Pada tahun 2007 BPS mencatat rata-rata konsumsi ubi jalar orang Indonesia adalah 2392 kg per kapita/tahun.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT KARYA ILMIAH BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Asmorojati Kridatmaja NIM : 10.11.3641 Kelas : SI-TI 2B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA Oleh DIAH NURMALA SARI F34104100 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup menuntut semua serba cepat dan praktis, tidak terkecuali makanan, sehingga permintaan akan sereal sarapan yang praktis dan bergizi semakin meningkat.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode Penelitian dan (3) Deskripsi Percobaan. 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai Januari 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan

Lebih terperinci

Semarang, 10 November Penulis

Semarang, 10 November Penulis RINGKASAN Bekatul adalah hasil samping dari proses penggilingan padi yang merupakan sumber nutrisi yang baik. Bahan pangan ini mudah mengalami kerusakan hidrolitik dan oksidatif sehingga tidak layak dikonsumsi.

Lebih terperinci

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA ANISA TRIDIYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI oleh KURNIA MEIRINA F34102031 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI Sebagai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

STABILISASI TEPUNG BEKATUL DENGAN METODE PEMANASAN BERTEKANAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

STABILISASI TEPUNG BEKATUL DENGAN METODE PEMANASAN BERTEKANAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA STABILISASI TEPUNG BEKATUL DENGAN METODE PEMANASAN BERTEKANAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA Oleh ASIF AUNILLAH F34104095 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci