HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 POLA PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS BEKATUL PASCA PENGGILINGAN Kerusakan hidrolitik pada bekatul mulai terjadi ketika proses penyosohan beras berlangsung, dimana terjadi kontak langsung antara minyak bekatul yang terdapat pada lapisan aleuron dan lembaga dengan enzim lipase yang secara endogenus terdapat di dalam lapisan testa atau selubung biji (Champagne, 008). Lipase dengan segera menghidrolisis ikatan ester pada trigliserida yang menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas (Free Fatty Acid) dan gliserol (Ramezanzadeh et al.,1999). Proses hidrolisis tersebut akan terus berlangsung dan menjadikan bekatul tidak lagi layak untuk dikonsumsi manusia maupun sebagai bahan baku produksi minyak bekatul. Asam lemak bebas (ALB) akan meningkatkan keasaman, menghasilkan karakteristik fungsional dan organoleptik yang tidak dapat diterima (Barnes dan Gilliard, 1991). Secara umum, kadar ALB bekatul maksimum 10%, jika lebih dari itu, bekatul tidak layak untuk konsumsi manusia (Tao et al., 1993). Peningkatan kadar asam lemak bebas diamati pada empat varietas yang berbeda, yaitu IR 64, ciherang, pandan wangi dan sintanur. Pola peningkatan kadar asam lemak bebas pasca penggilingan dari keempat varietas padi dapat dilihat pada Gambar Pola peningkatan ALB ALB (%) Waktu (jam) IR 64 Ciherang Pandan wangi Sintanur Gambar 5. Pola peningkatan kadar ALB empat varietas padi pasca penggilingan Kecepatan pembentukan asam lemak bebas dari keempat varietas tersebut berbeda, varietas IR 64 mencapai kadar ALB 10% setelah 0 jam penyimpanan pada suhu ruang, ciherang 16 jam, pandan wangi 1 jam, dan sintanur 10 jam. Penyimpanan selama 4 jam menunjukkan kadar ALB terendah pada varietas IR 64 sebesar 11.46% dan kadar ALB tertinggi sebesar 19.03% pada varietas sintanur (Lampiran 1). Menurut Orthoefer dan Eastman (004), kandungan asam lemak bebas akan meningkat sebesar 5-10% per hari dan dapat mencapai 70% dalam sebulan. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat perbedaan kecepatan pembentukan ALB

2 pada varietas padi yang berbeda, hasil ini selaras dengan penelitian Tsuzuki (1994) dan Goffman (003) yang menyatakan perbedaan varietas menyebabkan kerusakan hidrolitik dan aktivitas lipase yang berbeda. Varietas yang memiliki aktivitas lipase tinggi memiliki tingkat kerusakan minyak yang lebih tinggi, namun aktivitas lipase tidak dipengaruhi oleh kadar lemak yang terdapat pada bekatul. Tingkat kerusakan hidrolitik yang lebih rendah dapat pula dihubungkan dengan efek penghambatan oleh kandungan tannin pada bekatul terhadap aktivitas lipase (Goffman, 003). Bekatul yang berasal dari padi varietas aromatik dalam penelitian ini pandan wangi dan sintanur memiliki kecepatan kerusakan hidrolitik yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bekatul dari padi varietas non-aromatik, yaitu IR 64 dan ciherang. Penyebab dari perbedaan ini belum diketahui secara pasti, namun diduga karena perbedaan aktivitas lipase terhadap komponen asam lemak tertentu yang dimiliki bekatul dari varietas aromatik. Prabhu (1999) menyatakan lipase dari bekatul merupakan enzim regioselektif yang memotong rantai lemak pada molekul tertentu dan memiliki kecenderungan terhadap substrat dengan berat molekul rendah. Berdasarkan hasil pada Tabel 6, pandan wangi dan sintanur cenderung memiliki asam lemak dengan berat molekul rendah yang lebih tinggi daripada IR 64 dan ciherang. Namun belum dapat menunjukkan secara jelas hubungan antara kadar asam lemak dengan berat molekul rendah dan pola pembentukan ALB, diduga terdapat faktor lain yang mempengaruhi pembentukan ALB. Menurut Fox (1991), laju hidrolisis enzim lipase dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, suhu reaksi, kadar air, jenis substrat, konsentrasi substrat dan ph. Lemak merupakan salah satu komponen yang paling penting pada bekatul. Kadar lemak bekatul mulai dari yang tertinggi hingga terendah yaitu pandan wangi, sintanur, IR 64, dan ciherang. Kadar lemak tersebut sesuai dengan penelitian Luh (1991) yang menyatakan kadar lemak bekatul sekitar % pada kadar air 14%. Menurut hasil penelitian Goffman (003), kadar lemak tidak secara signifikan berpengaruh terhadap kerusakan hidrolitik. Hasil yang diperoleh turut mendukung pernyataan Goffman tersebut dimana kadar lemak memiliki hubungan yang lemah dengan kadar asam lemak bebas bekatul. Hal ini diduga terjadi karena enzim lipase hanya menghidrolisis substrat (lipid) yang berbentuk misel, agregat kecil atau partikel emulsi (Macrae, 1983) sehingga jika bentuk lipid tidak sesuai, tidak terjadi proses hidrolisis lipid walaupun kadar lemaknya tinggi. Kadar air bekatul dari keempat varietas berkisar antara % (Tabel 5), dengan kadar air tertinggi pada IR 64 dan terendah pada pandan wangi. Kadar air bekatul yang masih cukup tinggi menyebabkan kerusakan hidrolitik mudah terjadi. Menurut Randall et al. (1985), pengeringan kadar air bekatul menjadi -3% dapat mencegah terjadinya aktivitas enzim lipase, namun jika kadar airnya kembali meningkat hingga ekuilibrium dengan atmosfer pada 10-13%, seringkali aktivitas lipase kembali aktif. Pemanasan dengan adanya kandungan air pada bahan lebih efektif dalam mendenaturasi enzim sehingga tidak mudah aktif kembali. Tabel 5. Kadar air dan kadar lemak bekatul dari empat varietas Varietas Kadar air (%b/b) Kadar lemak (%b/b) IR Ciherang Pandan wangi Sintanur

3 Berdasarkan data pada Gambar 5 dan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa kadar air dan kadar asam lemak bebas tidak menunjukkan suatu hubungan yang kuat. Diduga kadar air pada bekatul melebihi kadar air minimum yang dibutuhkan oleh enzim lipase dalam melakukan proses hidrolisis. Fox (1991) menyatakan kadar air minimum yang diperlukan untuk reaksi hidrolisis lipid secara enzimatis sebesar 6%. Michaelis-Menten mendefinisikan suatu tetapan yang menyatakan hubungan diantara konsentrasi substrat dengan kecepatan reaksi enzimatik yang dinyatakan dengan nilai K M (Lehninger, 198). Nilai K M didefinisikan sebagai tetapan enzim bagi substrat tertentu. Reaksi dasar dari pembentukan dan penguraian kompleks enzim- substrat, yaitu k 1 k E + S ES E + P k -1 Reaksi tersebut kemudian diturunkan menjadi sebuah persamaan dimana kecepatan pembentukan ES = k 1 ([E] [ES]) [S] dan kecepatan penguraian ES = k -1 [ES] + k [ES] Pada keadaan seimbang maka diperoleh persamaan : Kecepatan pembentukan = kecepatan penguraian k 1 ([E] [ES]) [S] = k -1 [ES] + k [ES] k 1 [E][S] k 1 [ES][S] = (k -1 + k ) [ES] k 1 [E][S] = (k 1 [S] + k -1 + k ) [ES] [ES] = jika Vo = k [ES] Vo = / jika Vmaks sebagai k [E] dan K M sebagai (k +k -1 )/k 1 maka akan diperoleh persamaan Michaelis- Menten, persamaan kecepatan bagi suatu reaksi enzimatik suatu substrat sebagai berikut : (4.1) Nilai K M dalam persamaan tersebut bersifat khas bagi enzim tertentu, dengan substrat spesifik pada kondisi ph dan suhu tertentu. Nilai K M yang semakin besar, maka semakin rendah kecepatan reaksi enzim (Vo) tersebut. Nilai K M yang tinggi berarti konsentrasi substrat yang diperlukan untuk memperoleh setengah kecepatan maksimum katalisisnya relatif tinggi. Bekatul dari varietas yang berbeda dimungkinkan memiliki nilai K M yang berbeda-beda, sehingga menentukan kecepatan pembentukan asam lemak bebas. 4. ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK BEKATUL Komposisi asam lemak bekatul dianalisis menggunakan alat gas kromatografi (GC-MS) di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang (Lampiran 5a, 5b, 5c, 5d). Secara umum, kandungan asam lemak yang dominan pada bekatul adalah asam palmitat (C16:0), asam oleat (C18:1), dan asam linoleat (C 18:). Tabel 6 memperlihatkan komposisi asam lemak bekatul dari keempat varietas. Pada bekatul varietas IR 64 dan ciherang kandungan asam oleat (C18:1) paling dominan, sedangkan pada varietas pandan wangi dan sintanur kandungan tertinggi adalah asam linolenat (C18:). Selain itu pada bekatul dari pandan wangi dan sintanur yang termasuk varietas aromatik memiliki asam lemak C0:1, yang tidak dimiliki oleh bekatul dari IR 64 dan ciherang. Belum diketahui secara pasti penyebab dari perbedaan tersebut. 19

4 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kandungan asam palmitat dari varietas IR 64 dan ciherang berbeda nyata dengan pandan wangi, sedangkan sintanur tidak berbeda nyata dengan IR 64 dan ciherang maupun pandanwangi pada taraf 0.05 (Lampiran 6). Asam linoleat pandanwangi dan sintanur berbeda nyata dengan IR 64 maupun ciherang, sedangkan kandungan asam linolenat tidak berbeda nyata pada keempat varietas yang diujikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh bekatul memiliki kandungan asam lemak yang berbeda pada varietas yang berbeda. Menurut Resurrecction dan Juliano (1975), varietas padi mempengaruhi komposisi asam lemak bekatul. Tabel 6. Komposisi asam lemak bekatul pada empat varietas varietas komposisi asam lemak (% dari total) C14:0 C16:0 C16:1 C18:0 C18:1 C18: C18:3 C0:0 C0:1 IR a 1.68 a 0.0 a.18 b c Ciherang 1.16 b.36 a 0. ab 1.95 a b Pandanwangi 1.06 b 8.35 b 0.9 b 1.84 a 3.9 a a Sintanur 0.90 ab 6.49 ab 0.5 ab 1.85 a 33.1 a a Keterangan : Nilai a, b, c pada taraf 0.05 Data ini memberikan konfirmasi bahwa bekatul kaya akan asam lemak tidak jenuh, kurang lebih 70% dari total lemak yang terkandung pada bekatul. Kandungan asam lemak tidak jenuh tertinggi terdapat pada varietas IR 64 yaitu sebesar 74.80%, dan yang paling rendah adalah pandanwangi sebesar 68.6%. Kandungan asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat dapat memberikan manfaat kesehatan seperti menurunkan kolesterol (Grundy, 1987) sehingga bekatul dan minyak bekatul sangat potensial untuk dikonsumsi sebagai sumber asam lemak tidak jenuh. Minyak bekatul dengan kadar asam lemak tidak jenuh yang tinggi sebaiknya tidak digunakan sebagai minyak goreng, tetapi sebagai minyak makan seperti halnya minyak kedelai yang memiliki kandungan oleat dan linoleat tinggi. Pemanasan yang terjadi selama proses menggoreng akan merusak asam lemak tidak jenuh sehingga tidak lagi mampu memberikan efek kesehatan yang diharapkan ketika dikonsumsi. Kandungan asam lemak bekatul yang kaya akan asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan kecepatan oksidasi bekatul yang menyebabkan kerusakan. Selain itu PUFA yang berbeda juga akan menghasilkan senyawa volatil yang berbeda saat terjadi oksidasi. Umumnya asam lemak yang memiliki struktur n-3 seperti asam linolenat akan menghasilkan off flavor yang lebih lemah dibanding zat volatil yang dihasilkan oleh asam lemak n-6 seperti asam linoleat. Tabel 7 menyatakan komposisi asam lemak pada minyak bekatul berbagai varietas lain. Berdasarkan tabel tersebut secara umum minyak bekatul kaya akan asam palmitat (C16:0), asam oleat (C18:1), dan asam linoleat (C18:). Walaupun demikian tetap terdapat perbedaan komposisi pada setiap varietas. Gilirang dan Inpari 7 memiliki kandungan asam linoleat yang lebih tinggi daripada asam oleat seperti pandanwangi dan sintanur, sedangkan inpari 8 dan varietas U.S. sama seperti IR 64 dan ciherang yang lebih tinggi pada kandungan asam oleat. Komposisi asam lemak bekatul yang berbeda dari empat varietas padi yang diamati serta empat varietas lainnya diduga disebabkan oleh perbedaan genetika pada setiap varietas dan perbedaan kondisi tanam. Taira (1989) membandingkan komposisi asam lemak bekatul varietas indica dan varietas japonica menyatakan bahwa varietas indica memiliki proporsi yang lebih 0

5 tinggi dibandingkan varietas japonica pada asam lemak palmitat, stearat, linolenat, dan arakidat sedangkan lebih rendah pada kadar asam oleat, linoleat, dan eicosanoat. Tabel 7. Komposisi asam lemak dari minyak bekatul berbagai varietas Jenis asam lemak Komposisisi asam lemak (%) Gilirang a Inpari 7 a Inpari 8 a Varietas U.S. b C 14: C 16: C 16: C 18: C 18: C 18: C 18: C 0: C 0: C : a (Ubaidillah, 010) b (McCaskill dan Zhang, 1999) 4.3 KONDISI MAKSIMUM STABILISASI BEKATUL DENGAN TEKNIK EKSTRUSI ULIR GANDA TANPA DIE Stabilisasi bekatul pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan ekstruder ulir ganda tanpa die merk Berto. Pada penelitian ini, parameter yang diamati adalah kecepatan ulir dan kecepatan umpan. Kombinasi dari kedua parameter tersebut diperoleh dari program JMP sehingga diperoleh 13 kombinasi perlakuan. Pada parameter X1 (kecepatan ulir), nilai -1 adalah 1 hz, nilai 0 adalah 17 hz, dan nilai +1 adalah hz. Nilai -1 sebesar 1 hz ditentukan berdasarkan batas minimum dari ekstruder yang digunakan untuk berfungsi dengan baik. Nilai 0 dan +1 ditentukan dengan jarak sebesar 5 hz dari nilai -1. Pada parameter X (kecepatan umpan), nilai -1 adalah 10 hz, nilai 0 adalah 0 hz dan nilai +1 adalah 30 hz. Nilai -1 sebesar 10 hz juga merupakan batas minimum dari kecepatan umpan ekstruder agar dapat berfungsi dengan baik. Nilai 0 dan +1 ditentukan dengan jarak 10 hz, hal ini ditujukan agar perbedaan kecepatan umpan cukup signifikan. Bekatul yang digunakan dalam proses stabilisasi adalah bekatul segar yang baru digiling. Penggilingan dilakukan dengan rice huller sebanyak dua kali hingga sekam terlepas, kemudian beras pecah kulit disosoh dengan rice polisher. Pada tahap penyosohan, terjadi gesekan pada bulir beras sehingga diperoleh bekatul. Gesekan-gesekan yang terjadi menyebabkan peningkatan suhu dari beras sosoh dan bekatul yang dihasilkan. Pada tahap ini terjadi kontak langsung antara minyak bekatul dengan enzim lipase. Kondisi suhu yang meningkat tersebut turut mendorong aktivitas lipase dalam menghidrolisis lemak. Tahap penggilingan dan penyosohan beras harus dilakukan dalam waktu yang relatif singkat agar kerusakan bekatul minimum. 1

6 Bekatul yang telah dihomogenkan dengan dry mixer, kemudian dimasukkan ke dalam ekstruder tanpa die. Stabilisasi dilakukan pada berbagai kombinasi kecepatan umpan dan ulir sehinggga diperoleh 13 sampel bekatul terstabilisasi. Bekatul terstabilisasi tersebut diayak dengan ayakan 40 mesh agar diperoleh ukuran partikel bekatul yang sama serta memisahkan bekatul dari dedak kasar dan sekam. Stabilisasi bekatul pada penelitian ini tidak dilakukan dengan penambahan air, karena kadar air bekatul awal yang sudah cukup tinggi yaitu 1-13%. Analisis asam lemak bebas awal dilakukan pada 13 sampel bekatul terstabilisasi dari masing-masing varietas dan sampel bekatul tanpa stabilisasi untuk mengamati pengaruh dari stabilisasi. Analisis asam lemak bebas selanjutnya dilakukan setelah penyimpanan bekatul selama 15 hari dalam inkubator suhu 37 C. Suhu ini dipilih karena merupakan suhu optimum dari lipase bekatul menurut Luh et al.(1991). Kenaikan asam lemak bebas dari bekatul setelah 15 hari merupakan nilai Y yang digunakan dalam penentuan kondisi maksimum dengan metode RSM. Tabel 8 menunjukkan persamaan dan nilai R dari model respon permukaan pada keempat varietas. Tabel 8. Persamaan model dari keempat varietas Varietas Persamaan model R IR 64 Y= X X X X X X 0.58 Ciherang Y= X X X X X X 0.68 Pandan wangi Y= X X X X X X 0.69 Sintanur Y= X X X X X X 0.48 Model respon permukaan pada varietas IR 64 ditunjukkan pada Gambar 6. Pada varietas IR 64 nilai R sebesar 0.58, artinya model hanya menggambarkan 58% dari total perlakuan pada taraf 0.05, sedangkan 4% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain diluar variabel yang digunakan. Nilai P dari model tersebut sebesar lebih besar dari taraf 0.05, artinya model yang diperoleh pada IR 64 belum tepat (Lampiran 4a). IR 64 % Kenaikan X X1 Gambar 6. Model respon permukaan varietas IR 64

7 Nilai R untuk varietas ciherang sebesar 0.68, artinya model menggambarkan 68% dari total perlakuan pada taraf Lampiran a menunjukkan model respon varietas ciherang. Nilai P dari model adalah < taraf 0.05, sehingga model cocok untuk menggambarkan kondisi perlakuan (Lampiran 4b). Lampiran b menunjukkan model respon permukaan varietas pandanwangi dengan nilai R sebesar 0.69, artinya model menggambarkan 69% dari total perlakuan. Nilai P sebesar > nilai F 0.05, sehingga model yang diperoleh belum tepat (Lampiran 4c). Nilai R pada model respon permukaan varietas sintanur (Lampiran c) sebesar 0.48, artinya model tersebut hanya menggambarkan 48% dari total perlakuan. Nilai P sebesar < nilai F 0.05 yang berarti model yang dihasilkan cukup tepat (Lampiran 4d). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari setiap varietas, maka kombinasi X 1 dan X yang menghasilkan kenaikan asam lemak bebas paling rendah berada pada nilai 1 hz dan 10 hz. Walaupun demikian hasil analisis statistika terhadap faktor kecepatan ulir dan kecepatan umpan menunjukkan bahwa faktor kecepatan ulir tidak secara signifikan mempengaruhi stabilisasi bekatul pada taraf 5% (nilai P X lebih besar dari 0.05). Pengaruh faktor kecepatan umpan yang tidak signifikan menunjukkan bahwa dalam proses stabilisasi bekatul yang dilakukan hanya kecepatan ulir ekstruder yang memiliki pengaruh terhadap nilai Y. Kecepatan ulir yang lebih tinggi akan menghasilkan panas lebih tinggi, namun akan menurunkan resident time bekatul di dalam laras ekstruder jika kecepatan umpan konstan sehingga waktu pemanasan bekatul menurun. Kecepatan umpan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penumpukan bahan di dalam laras, sehingga pemanasan kurang merata. Pada umumnya resident time pada ekstruder adalah 30 detik. Waktu pemanasan yang kurang dapat menyebabkan inaktivasi lipase kurang sempurna dan reversibel. Kecepatan ulir (1 hz) dan kecepatan umpan (10 hz) yang digunakan merupakan batas minimum dari ekstruder agar tidak mengalami kerusakan, oleh karena itu untuk meningkatkan waktu pemanasan bekatul dapat dilakukan proses ekstrusi bekatul lebih dari satu kali. Peningkatan suhu ekstrusi tidak disarankan karena suhu yang digunakan sudah tinggi, jika ditingkatkan berpotensi merusak komponen nutrisi bekatul. Selain itu suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya case hardening, sehingga hanya bagian luar bekatul yang mengalami pemanasan sedangkan bagian dalamnya kurang memperoleh panas. Bekatul hasil stabilisasi yang disimpan selama 15 hari pada suhu 37 C menunjukkan terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas, walaupun demikian jika dibandingkan dengan bekatul tanpa stabilisasi yang disimpan dalam kondisi yang sama, terdapat penurunan yang signifikan pada bekatul terstabilisasi (Tabel 9). Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan stabilisasi dengan teknik ekstrusi ulir ganda dapat menghambat kerusakan hidrolitik pada bekatul. Tabel 9. Kenaikan kadar ALB bekatul pada kondisi tanpa dan dengan stabilisasi Varietas kenaikan kadar ALB (%) tanpa stabilisasi stabilisasi 1 IR ciherang pandanwangi sintanur stabilisasi pada kondisi nilai X1=1 hz dan X=10 hz 3

8 4.4 VERIFIKASI KONDISI STABILISASI BEKATUL Verifikasi kondisi stabilisasi bekatul dilakukan dengan proses ekstrusi pada suhu bagian awal ulir 130 o C, suhu bagian tengah 180 o C, suhu bagian akhir 30 C, kecepatan ulir 1 hz dan kecepatan umpan 10 hz dengan tiga ulangan. Tujuan verifikasi adalah untuk mengetahui model prediksi dengan kenyataan di lapangan. Berdasarkan perhitungan dari model varietas IR 64, diperoleh prediksi kadar kenaikan ALB sebesar 1.59%. Hasil verifikasi pada IR 64 menghasilkan kenaikan kadar ALB sebesar 3,85%. Perbedaan antara nilai prediksi dengan kenyataan sebesar 03.81%, hasil ini jauh diatas batas penerimaan. Murad (005) menyatakan bahwa perbedaan prediksi dengan verifikasi dibawah 10% model yang didapat dari percobaan yang dilakukan masih bisa diterima. Hasil prediksi kenaikan kadar ALB dari varietas ciherang sebesar 5.61%, dan kenaikan kadar ALB pada kondisi lapang sebesar 4.09%. Perbedaan antara keduanya sebesar 37.16%, hasilnya masih jauh si atas batas penerimaan. Pada pandan wangi, prediksi berdasarkan persamaan model sebesar 10.80%, sedangkan pada verifikasi di lapang sebesar 8.49%. Terdapat perbedaan 7.1% antara keduanya. Untuk varietas sintanur, hasil prediksi dari model sebesar 19.9% dan hasil verifikasi sebesar 9.00%. Terjadi perbedaan sebesar %. Perbedaan yang besar antara hasil verifikasi pada lapang dan hasil prediksi menunjukkan bahwa persamaan model yang diperoleh belum dapat menggambarkan kenaikan kadar ALB di lapangan. Peningkatan kadar asam lemak bebas masih terjadi pada bekatul yang telah distabilisasi, walaupun kenaikan yang terjadi jauh lebih rendah dibandingkan dengan bekatul tanpa stabilisasi dengan kondisi penyimpanan yang sama. Kondisi ini menjelaskan bahwa lipase pada bekatul belum seluruhnya berdenaturasi. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu pemanasan bekatul di dalam laras yang terlalu singkat namun terjadi keterbatasan pada alat ekstruder yang digunakan dan kurang meratanya distribusi panas pada bekatul. Kandungan air yang masih tinggi juga dapat menyebabkan proses hidrolisis lemak oleh lipase tetap berlangsung. Stabilisasi dengan teknik ekstrusi ulir ganda dapat diaplikasikan pada industri, karena ekstruder dapat disambungkan dengan mesin penggiling gabah sehingga kerusakan awal bekatul sebelum stabilisasi dapat minimum dan kerusakan lebih lanjut dapat dicegah. Bekatul hasil stabilisasi sebaiknya disimpan pada kondisi yang kering, dan suhu penyimpanan rendah agar tidak terjadi kenaikan kadar air yang dapat mendorong hidrolisis, serta suhu penyimpanan rendah menghambat aktivitas lipase yang tidak terdenaturasi dengan sempurna. 4

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

2.1 BEKATUL. sebelah luar. butir padi, dan. (Orthoefer, 2001) Damayanthi et

2.1 BEKATUL. sebelah luar. butir padi, dan. (Orthoefer, 2001) Damayanthi et II. TINJAUANN PUSTAKA 2.1 BEKATUL Padaa proses penggilingan padi (Oryza sativa L) ) akan diperoleh hasil samping berupa sekam sebesar 15-20%, bekatul 8-12%, dan menir sebesar 5% (Widowati, 2001). Bekatul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU Pasca penggilingan padi jumlah asam lemak bebas pada bekatul meningkat dengan cepat (Ubaiddilah, 2010; Budijanto et al., 2010; Damardjati et al., 1990).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui karakter awal minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini. Karakter minyak ikan yang diukur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bekatul Pada proses penggilingan padi (Oryza sativa L.), diperoleh hasil samping berupa sekam sebesar 15-20 %, dedak/bekatul 8-12 %, dan menir sebesar 5 % (Widowati, 2001). Bekatul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi glukosa ester dari beras dan berbagai asam lemak jenuh dilakukan secara bertahap. Tahap pertama fermentasi tepung beras menjadi glukosa menggunakan enzim

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penentuan ph optimum dan rendemen VCO VCO diproduksi dengan menggunakan metode pengasaman, oleh sebab itu perlu dilakukan penentuan ph optimum dari krim kelapa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak terlepas dari konsumsi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak terlepas dari konsumsi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minyak merupakan bahan baku yang penting dalam rumah tangga maupun industri terkait dengan fungsinya sebagai media penggorengan. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman. 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Determinasi Tanaman Bahan baku utama dalam pembuatan VC pada penelitian ini adalah buah kelapa tua dan buah nanas muda. Untuk mengetahui bahan baku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Ir. Linda Yanti M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI 2 0 1 7 1 Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapisan terluar beras yaitu bagian antara butir beras dan kulit padi berwarna

BAB I PENDAHULUAN. lapisan terluar beras yaitu bagian antara butir beras dan kulit padi berwarna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekatul adalah hasil samping proses penggilingan padi yang berasal dari lapisan terluar beras yaitu bagian antara butir beras dan kulit padi berwarna coklat. Bekatul

Lebih terperinci

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Beras aromatik adalah beras yang popular saat ini baik di dalam dan luar negeri karena mutu yang baik dan aroma yang wangi. Banyak

Lebih terperinci

INAKTIVASI ENZIM LIPASE UNTUK STABILISASI BEKATUL SEBAGAI BAHAN INGREDIENT PANGAN FUNGSIONAL

INAKTIVASI ENZIM LIPASE UNTUK STABILISASI BEKATUL SEBAGAI BAHAN INGREDIENT PANGAN FUNGSIONAL INAKTIVASI ENZIM LIPASE UNTUK STABILISASI BEKATUL SEBAGAI BAHAN INGREDIENT PANGAN FUNGSIONAL INACTIVATION OF LYPASE ENZYME TO PRODUCE STABILYZED RICE BRAN AS FUNGCIONAL FOOD INGRIDIENT Slamet Budijanto

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Oleh : BENNY RIO FERNANDEZ 2015 KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat, terutama disekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) Hesti Meilina 1, Asmawati 2, Ryan Moulana 2 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN ACARA V PENGENALAN RICE MILL UNIT Disusun Oleh: Nama : Arif Ardiawan NIM : A1L008062 Rombongan : B Kelompok : 4 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU LA.1 Komposisi Asam Lemak Bahan Baku CPO Hasil Analisis GCMS Dari perhitungan hasil analisis komposisi asam lemak CPO yang ditunjukkan pada Tabel LA.1 diperoleh berat molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Surfaktan (surface active agent) merupakan bahan kimia yang dapat mengubah sifat permukaan bahan yang dikenainya. Sifat aktif dari surfaktan disebabkan adanya struktur

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Asam Lemak Komposisi Berat (%) Molekul Mol %Mol %Mol x BM Asam Laurat (C 12:0

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN TABEL DATA HASIL PENELITIAN Tabel 1. Perbandingan Persentase Perolehan Rendemen Lipid dari Proses Ekstraksi Metode Soxhlet dan Maserasi Metode Ekstraksi Rendemen Minyak (%) Soxhletasi

Lebih terperinci

ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea)

ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea) ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea) Oleh ASWATI ELIANA 1989 FAKULTAS TEKWOLOOI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK 8 LEMAK DAN MINYAK A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK Lipid berasal dari kata Lipos (bahasa Yunani) yang berarti lemak. Lipid didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia pada umumnya proses penggilingan padi secara komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak atau bekatul, yang selama ini sering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi enzim lipase ekstraseluler dari Aspergillus niger dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis strain yang digunakan, proses fermentasi yang dilakukan

Lebih terperinci

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng 4. PEMBAHASAN 4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng Berdasarkan survey yang telah dilaksanakan, sebanyak 75% responden berasumsi bahwa minyak goreng yang warnanya lebih bening berarti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras varietas Cisadane dan daun mindi, serta bahan-bahan kimia seperti air suling/aquades, n-heksana

Lebih terperinci

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT KARYA ILMIAH BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Asmorojati Kridatmaja NIM : 10.11.3641 Kelas : SI-TI 2B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir yang terbungkus oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir yang terbungkus oleh 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir yang terbungkus oleh sekam. Bulir adalah buah sekaligus biji berbagai tumbuhan serealia sejati, seperti padi, gandum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol ) JENIS LIPID 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol ) Lipid Definisi Lipid adalah Senyawa organik yang dibentuk terutama dari alkohol dan asam lemak yang digabungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan, dibuat dari bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski dari bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang disuplai dari makanan pokok tidak terpenuhi. Suplemen di pasaran dapat dibedakan berdasarkan kategori penggunaannya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISA GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Asam Lemak Komposisi Berat (%) Molekul Mol %Mol %Mol x BM Asam Laurat (C 12:0

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi Kopi diperoleh dari buah (Coffe. Sp) yang termasuk dalam familia Rubiceae. Banyak varietas yang dapat memberi buah kopi, namun yang terutama penting dalam masalah budidaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

Potensi Produk Transesterifikasi Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) sebagai Bahan Baku Pembuatan Base Oil Epoksi Metil Ester

Potensi Produk Transesterifikasi Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) sebagai Bahan Baku Pembuatan Base Oil Epoksi Metil Ester Potensi Produk Transesterifikasi Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) sebagai Bahan Baku Pembuatan Base Oil Epoksi Metil Ester Yuti Mentari, Miftahul Hasanah, Ratri Ariatmi Nugrahani Jurusan Teknik Kimia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beras Struktur Beras Penggilingan Padi menjadi Beras

TINJAUAN PUSTAKA Beras Struktur Beras Penggilingan Padi menjadi Beras TINJAUAN PUSTAKA Beras Beras merupakan hasil proses pasca panen dari tanaman padi yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Berdasarkan kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN PAKAN

PROSES PEMBUATAN PAKAN 8. PROSES PEMBUATAN PAKAN Proses pembuatan pakan merupakan kelanjutan dari proses pemilihan dan pengolahan bahan baku. Dalam proses pembuatan pakan ditempuh beberapa tahap pekerjaan, yaitu: penggilingan/penepungan,

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK MINYAK JELANTAH Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Jelantah Asam Lemak Komposisi Berat Molekul % x BM (%) (gr/mol) (gr/mol) Asam Laurat (C12:0)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode Penelitian dan (3) Deskripsi Percobaan. 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80% fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK 090324 Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP. 19530226 198502 2 001 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) DASAR TEORI Penggolongan lipida, dibagi golongan besar : 1. Lipid sederhana : lemak/ gliserida,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI Proses Ekstrusi: adalah perlakuan kombinasi dari proses tekanan, gesekan, dan suhu dalam waktu yang bersamaan dalam suatu ulir yang bergerak. To Extrude : artinya membentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah padi unggul dari varietas Mamberamo (tahan hama dan penyakit), Ciherang (adaptif), Inpari 10 (toleran lahan kering),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang PENDAHULUAN Latar Belakang Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang cenderung mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji dengan kadar lemak yang tinggi. Keadaan ini menyebabkan munculnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/l, 0,5 g/l,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses hidrolisis minyak/lemak menjadi asam lemak dan gliserol secara komersial yang sampai kini digunakan, beroperasi pada suhu 240-250 o C dan tekanan 45-50 bar.

Lebih terperinci

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari 2310 030 003 2. Arina Nurlaili R 2310 030 081 24 juni 2013 Latar Belakang Penggunaan minyak goreng secara

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak dan Minyak Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KUALITAS NATA DARI BAHAN BEKATUL (NATA DE KATUL) DENGAN STARTER BAKTERI Acetobacter xylinum SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidian Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Pada suhu kamar : - lemak

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta Dodik Luthfianto 1, Retno Dwi Noviyanti 2, Indah Kurniawati 3 1,2,3 Prodi S1 Gizi, Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

KOMPOSISI BIJI PADI. Sekam

KOMPOSISI BIJI PADI. Sekam PASCA PANEN PADI KOMPOSISI BIJI PADI Sekam Kariopsis padi (beras) dibungkus oleh sekam yang merupakan modifikasi daun (lemmae). Sekam terdiri dari palea (yang kecil) dan lemma (yang besar) Bentuk kariopsis

Lebih terperinci