VI. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah
|
|
- Budi Indradjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah Secara ringkas hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama masa operasi dan setelah penambangan berakhir ada indikasi kuat bahwa ekonomi daerah tidak dapat pulih seperti saat beroperasinya tambang saat ini karena pendapatan daerah dari tambang (pajak maupun non pajak) akan berakhir seiring dengan berakhirnya masa penambangan. Namun dari hasil penelitian ini dapat ditentukan arah transformasi struktur ekonomi selain pertambangan, yang justru dapat didukung sejak awal oleh kekuatan ekonomi pertambangan sekarang, yaitu untuk membangkitkan sektor-sektor ekonomi unggulan berbasis sumberdaya lokal terbarukan (pertanian dalam arti luas) dengan memperkuat keterkaitan antar sektor maupun dampak pengganda sektor melalui penggunaan barang dan jasa di Sumbawa Barat secara optimal untuk memperkecil efek pengurasan (backwash effect) yang terjadi selama ini. Meskipun dampak ekonomi tambang sangat besar yaitu Rp. 9,527 triliun (95,03 %) terhadap PDRB (2006) sulit tergantikan, dan peran pertanian sebesar Rp. 195,380 milyar (33,60 %), namun arah transformasi struktur ekonomi berbasis pertambangan ke sektor-sektor sumberdaya lokal terbarukan (pertanian dalam arti luas) serta sektor non tambang lainnya untuk dikembangkan dalam jangka pendek, menengah dan panjang di Kabupaten Sumbawa Barat dapat diketahui. Dari hasil simulasi ditunjukkan bahwa jika pertambangan di asumsikan habis saat ini maka peran sektor pertanian sebesar 33,60% (sumberdaya terbarukan), perdagangan hotel dan restoran %, bangunan %, jasa-jasa 14.17% serta transportasi dan komunikasi 10.05%. Dari sisi keterkaitan antar sektor, arah transformasi pengembangan sektor ekonomi lokal yang dapat mendorong permintaan (demand driven) menurut rangking nilai indeks keterkaitan langsung kebelakang (direct backward linkage) dan keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang (direct and indirect backward linkage) justru bukan pertambangan (pertambangan ranking ke-15), melainkan sektor terbarukan seperti peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian padi, pertanian pangan lainnya. Sedangkan sektor non tambang lainnya yang dapat dikembangkan adalah industri makanan dan
2 minuman, hotel dan restoran, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, lembaga keuangan, komunikasi, angkutan darat serta jasa-jasa lainnya Dari sisi keterkaitan antar sektor, arah transformasi pengembangan sektor ekonomi lokal yang dapat mendorong penawaran (supply driven) menurut rangking nilai indeks keterkaitan langsung kedepan (direct forward linkage) dan keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan (direct and indirect forward linkage) juga bukan pertambangan (pertambangan ranking ke-13), melainkan sektor terbarukan seperti pertanian padi, perikanan, peternakan, pertanian pangan lainnya serta perkebunan. Sedangkan sektor non tambang lainnya yang dapat dikembangkan adalah listrik, gas dan air bersih, perdagangan, angkutan darat, industri makanan dan minuman, komunikasi, industri pengolahan lainnya serta jasa-jasa lainnya. Dari sisi nilai dampak pengganda (multiplier effect) yang besar untuk a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan pengganda pendapatan rumah tangga b. menarik minat investor menanamkan modalnya berdasarkan pengganda surplus usaha c. meningkatan kemampuan fiskal pemerintah berdasarkan pengganda pendapatan pajak d. meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan pengganda nilai tambah total. Arah transformasi pengembangan sektor ekonomi dari dampak pengganda tersebut justru bukan pertambangan (pertambangan ranking ke-17) melainkan sektor terbarukan seperti peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian padi, pertanian pangan lainnya serta sektor non tambang lainnya seperti industri makanan dan minuman, industri tekstil, hotel dan restoran, listrik, gas dan air bersih, industri pengolahan lainnya, bangunan, angkutan lainnya, jasa-jasa lainnya, perdagangan, lembaga keuangan, komunikasi serta angkutan darat. Sedangkan arah transformasi pengembangan sektor berdasarkan dampak pengganda tenaga kerja lima belas sektor terbesar berdasarkan ranking adalah industri makanan dan minuman, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan lainnya, hotel dan restoran, perdagangan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, peternakan, jasajasa lainnya, angkutan darat, perikanan, komunikasi, perkebunan, pertanian padi dan pertanian pangan lainnya. Pertambangan berada pada ranking ke kedua karena banyak menyerap lapangan kerja dari luar Sumbawa Barat pada masa operasi dengan perbandingan tenaga kerja yang berasal dari Sumbawa Barat sebanyak 1,390 orang (33%), non Sumbawa Barat 2,847 orang (67%) dengan total tenaga kerja pada tahun 2007 sebayak 4,237 orang (100%). 148
3 Berdasarkan hasil temuan simulasi Model Leontif input-output dari sisi keterkaitan antar sektor maupun dampak pengganda menunjukkan bahwa rantai bisnis dan industri berbasis pertanian yang di dukung oleh air bersih dan pasokan energi listrik yang memadai adalah paling strategis untuk dijadikan arah pembangunan untuk percepatan proses transformasi struktur ekonomi menuju keberlanjutan dan kemandirian pembangunan wilayah Kabupaten Sumbawa Barat. Basis-basis pertanian utama yang perlu dikembangkan adalah peternakan, perikanan, perkebunan serta tanaman pangan dan hortikultura. Termasuk bagian yang tak terpisahkan dari basis pertanian yang diperlu dikembangkan adalah pengelolaan sumberdaya hutan, terutama untuk mendukung pengembangan sistem pasokan sumberdaya air dan energi listrik yang kompetitif. Pengembangan rantai bisnis dan industri berbasis pertanian tersebut dipridiksikan akan mampu mendorong 1) perkembangan rantai aktifitas ekonomi secara keseluruhan 2) laju pertumbuhan ekonomi 3) peningkatan kapasitas fiskal pemerintah 4) peningkatan daya tarik bisnis bagi dunia usaha 5) peningkatan serapan tenaga kerja dan 6) peningkatan pendapatan masyarakat di Kabupaten Sumbawa Barat. Hasil temuan model Leontif juga didukung oleh hasil temuan keunggulan komparatif wilayah (model location quotient) di Sumbawa Barat yang menunjukkan bahwa Kabupaten tersebut merupakan tempat pemusatan beberapa komoditi pertanian dari aspek produksi seperti penangkapan ikan di danau, budidaya ikan tambak, penangkapan ikan waduk/dam, peternakan, kedelai, jagung dan padi Hasil Temuan Peran Penganggaran untuk Memperbaiki Kinerja Pembangunan Sementara itu alokasi anggaran daerah saat ini tidak ditujukan untuk pengembangan sektor pertanian yang menjadi sektor basis Sumbawa Barat selama masa operasi dan antisipasi pasca tambang, kecilnya alokasi pendapatan daerah dari tambang (sebesar 32% menurut UU/32/2004) turut menambah masalah tersebut. Belum terdapat alokasi anggaran untuk memperbaiki kinerja pembangunan kearah transformasi struktur ekonomi berbasis sumberdaya pertambangan ke sumberdaya lokal terbarukan di Sumbawa Barat. Alokasi anggaran dan kerjasama penganggaran antar daerah untuk pengembangan basis-basis pertanian utama tersebut sesuai dengan sebaran sumberdayanya diketahui mampu meningkatkan 1) laju pertumbuhan ekonomi 2) kapasitas fiskal pemerintah 3) kesejahteraan masyarakat dan 4) partisipasi ekonomi masyarakat. Walaupun demikian, intensitas pengaruh tersebut masih pada level belum elastis dengan indikasi bahwa transformasi struktur ekonomi dapat dipercepat melalui alokasi anggaran dan kerjasama penganggaran antar daerah untuk 149
4 basis-basis pertanian utama tersebut, dimana level alokasi saat ini masih terlalu rendah dari level yang dibutuhkan. Artinya penganggaran rantai bisnis dan industri berbasis pertanian yang di dukung oleh air bersih dan pasokan energi listrik di Kabupaten Sumbawa Barat secara relatif berada dibawah rata-rata 34 Kab/Kota di tiga Propinsi yakni Bali, NTB dan NTT sehingga arah transformasi penganggaran di masa depan adalah meningkatkan pengangaran bidang-bidang yang masih rendah tersebut Hasil Temuan Analisis Isi (content analysis) Peraturan Perundangan dan Perubahan Kebijakan Dari hasil analisis isi peraturan perundangan diketahui bahwa transformasi struktur ekonomi berbasis pertambangan ke sumberdaya lokal terbarukan sesuai dengan hasil model Leontif input-output dan model keuggulan komparatif wilayah dalam penelitian ini masih sulit dilakukan jika merujuk pada UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan karena tidak mengatur mengenai aspek nilai tambah dan penggunaan potensi sumberdaya lokal setempat (tenaga kerja, bahan baku, kemitraan pengusaha lokal). Sedangkan UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara sudah mengatur tentang nilai tambah yakni melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang didalam negeri, mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, mengikutsertakan pengusaha lokal serta keterlibatan perusahaan jasa pertambangan lokal/atau nasional dalam konsultasi dan perencanaan. Namun demikian UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara yang disyahkan tgl 12 Januari 2009 masih belum ada pengaturan transformasi ekonomi pasca tambang. Proses transformasi struktur ekonomi juga belum mendapat dukungan dari sisi realitas perilaku stakeholder yang diindikasikan dengan belum berkembangnya kesadaran, komunikasi dan jaringan kerjasama. Yang tercakup kedalam para stakeholder tersebut adalah Departemen Energi Sumberdaya Mineral, Komisi VII DPR RI, Pemda Sumbawa Barat, DPRD Sumbawa Barat, PT. Newmont Nusa Tenggara, kalangan pendidikan dan akademisi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Persoalan transformasi struktur ekonomi saat tambang beroperasi dan pasca penambangan belum terantisipasi dengan baik karena belum berkembangnya wacana pihak-pihak di daerah kearah pengembangan ekonomi lokal terbarukan pasca tambang. Kondisi status quo seperti ini juga disebabkan karena Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah yang ada belum mengatur antisipasi ekonomi daerah pasca tambang maka peluang terjadinya ghost town/regency akan tetap besar 150
5 6.2. Saran dan Rekomendasi 1. Sebagai negara yang memiliki kekayaan sumberdaya mineral, Indonesia perlu melakukan benchmarking dengan negara-negara yang telah berhasil mengelola sumberdaya mineral misalnya Norwegia, Australia dan Canada untuk menghindari terulangnya kasus tambang timah selama 180 tahun di Dabo Singkep yang akhirnya menjadi ghost town setelah pertambangan berakhir. 2. Perlu dirumuskannya paradigma baru kebijakan pertambangan di tingkat nasional (nasional policy) yakni tafsir pembangunan berkelanjutan sektor pertambangan sebagai bentuk transformasi pertambangan ke sektor lainnya mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan secara terintegrasi sebelum tambang beroperasi, pada masa operasi dan pasca tambang. Hal ini perlu dilakukan mengingat sektor pertambangan tidak dapat berdiri sendiri, perlu sinergi dan sinkronisasi dengan Undang-Undang Perencanaan Pembangunan Nasional (RPJMN), UU/32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU/33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta Undang-Undang lainnya. 3. Negara sebagai pemilik sumberdaya alam perlu mempertimbangkan kepemilikan saham (golden share) tanpa menyertakan modal dalam pengelolaan sumberdaya alam sesuai dengan amanat UUD 45 pasal 3 bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Nilai ekonomi sumberdaya yang memiliki posisi strategis didalam struktur alokasi dan distribusi sumberdaya memiliki rent lokasi (locational rent) sedangkan Ricardian rent adalah rente sumberdaya berdasarkan kekayaan dan kesusuaian sumberdaya yang dimiliki untuk berbagai penggunaan aktifitas ekonomi, rente tidak lain adalah residual setelah seluruh biaya dibayarkan dan biasanya diterima oleh pemilik sumber daya. 4. Perlu dirumuskan grand strategy dan peta jalan (road map) yang merupakan exit strategy pengelolaan pertambangan di Sumbawa Barat yang mengarah pada transformasi perubahan struktur ekonomi untuk mengantisipasi habisnya pertambangan yang bersifat tidak terbarukan (unrenewable resources) dengan kendala masa operasi tambang yang pendek dan cadangan yang terus menipis ke sumberdaya lokal terbarukan (renewable resources). 5. Sebagai konsekuensi dari butir 2 di atas perlu dilakukan revisi terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Sumbawa Barat dengan rumusan program secara terarah, sistematis, terukur dan terencana dalam instrumen kebijakan perencanaan APBD tahunan Sumbawa Barat. 151
6 6. Arah transformasi revisi RPJMD Sumbawa Barat adalah perubahan struktur ekonomi yang saat ini didominasi oleh pertambangan ke sektor pertanian dalam arti luas serta didukung oleh peningkatan penganggaran pada sektor tersebut dalam APBD sebagai instrumen kebijakan utama penganggaran. Menurut hasil temuan penelitian, hal ini perlu dilakukan mengingat penganggaran Kabupaten Sumbawa Barat untuk sektor pertanian relatif rendah dibandingkan dengan 34 Kab/Kota di tiga Propinsi Bali, NTB dan NTT. 7. Salah satu syarat keberhasilan transformasi adalah meningkatkan kapasitas dan kemampuan fiskal Kabupaten Sumbawa Barat yang secara relatif lebih rendah dibandingkan 34 Kab/Kota di tiga Propinsi Bali, NTB dan NTT. Hal strategis yang perlu diperjuangkan dan dipertimbangan oleh pemerintah pusat maupun pemangku kepentingan lainnya terhadap Kabupaten Sumbawa Barat sebagai Kabupaten penghasil adalah perlunya kepemilikian saham tanpa menyertakan modal (golden share) yang wajar. 8. Perlu dirumuskannya Peraturan Pemerintah yang dapat dijadikan sebagai rujukan untuk perumusan Peraturan Daerah baik di Sumbawa Barat maupun daerah lainnya tentang peningkatan nilai tambah sektor pertambangan yang memprioritaskan penggunaan sumberdaya lokal secara optimal untuk aspek tenaga kerja, potensi sumberdaya lokal daerah setempat, kemitraan dengan pengusaha lokal serta keterlibatan perusahaan jasa pertambangan lokal/atau nasional dalam konsultasi dan perencanaan. 9. Para pihak (stakeholder) yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, korporat dan masyarakat madani (civil society) perlu duduk bersama untuk mendorong keterbukaan, transparansi dan partisipasi dalam merumuskan kebijakan pembangunan pasca tambang menjadi sebuah diskursus terbuka. Upaya ini diharapkan dapat mempersiapkan kebijakan pembangunan daerah pasca tambang, kebijakan CSR dan program pemberdayaan masyarakat perusahaan serta perbaikan perencanaan dokumen tutup tambang PTNNT sehingga hasil-hasil pertambangan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat pada masa operasi maupun pasca tambang. 10. Melakukan sosialisasi hasil penelitian pada pengguna (user) didaerah yakni pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, DPRD KSB, PTNNT dan departeman energi dan sumberdaya mineral. 11. Apabila pemerintah pusat dan daerah belum siap secara institusional, perut bumi adalah tempat yang paling aman menyimpan sumberdaya mineral, minyak dan gas (Stiglizt, 2007). 152
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Ekonomi Sumbawa Barat Sebelum Transformasi Sektor pertambangan memiliki peran yang sangat signifikan bagi pembentukan nilai output Kabupaten Sumbawa Barat dengan nilai
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk
Lebih terperinciBOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)
BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1 Dutch Disease adalah fenomena yang terjadi tahun 1970-an, Belanda mengalami masalah ini, menyusul
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya mineral bersifat tidak terbarukan (unrenewable resources) maknanya sumberdaya tersebut tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis sebagaimana
Lebih terperinciABSTRACT. mining based economy, economic structural transformation, interregional budgeting cooperation, sustainable regional development
ABSTRACT LUKMAN MALANUANG. Sustainable Regional Development Model through Structural Transformation of the Mining Based To Local Renewable Resource Based Economy (Case Study of Copper and Gold Mining of
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi
Lebih terperinciBoks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007
Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya
Lebih terperinciBAB 4 ANALISA. Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya.
BAB 4 ANALISA Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya. 4.1 Analisa Dampak Langsung (Direct Effect) Dari hasil pengolahan data pada 3.2.1, industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Industri Pengolahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinciVI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku
VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,
Lebih terperinciBAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat
Lebih terperinciAnalisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :
1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Lebih terperinciV. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010
65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan
Lebih terperinci2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN
BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan
Lebih terperinciSebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di
120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya
Lebih terperinciSumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah
48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN
164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor
Lebih terperinci5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai
Lebih terperinciMODEL PEMBANGUNAN DAERAH BERKELANJUTAN MELALUI TRANSFORMASI STRUKTUR EKONOMI BERBASIS SUMBERDAYA PERTAMBANGAN KE SUMBERDAYA LOKAL TERBARUKAN
MODEL PEMBANGUNAN DAERAH BERKELANJUTAN MELALUI TRANSFORMASI STRUKTUR EKONOMI BERBASIS SUMBERDAYA PERTAMBANGAN KE SUMBERDAYA LOKAL TERBARUKAN (Studi Kasus Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan mempunyai tujuan yaitu berusaha mewujudkan kehidupan masyarakat adil dan makmur. Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping
Lebih terperinciBAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan
Lebih terperinciKERAGAAN EKONOMI, SOSIAL, BUDAYA, INGKUNGAN DAN TEKNOLOGI SERTA KELEMBAGAAN DI NUSA TENGGARA BARAT MUAIDY YASIN
KERAGAAN EKONOMI, SOSIAL, BUDAYA, INGKUNGAN DAN TEKNOLOGI SERTA KELEMBAGAAN DI NUSA TENGGARA BARAT MUAIDY YASIN RPJM 3 (2015-2019) Memantapkan Pembangunan secara menyeluruh Dengan menekankan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam pembangunan daerah berada pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan
60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas
Lebih terperinci3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan
VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi
Lebih terperinciBab V Pembahasan V.1 Rente Ekonomi dan Kelebihan Pembayaran
53 Bab V Pembahasan V.1 Rente Ekonomi dan Kelebihan Pembayaran Manfaat dari economic rent atau rente ekonomi (R j) dari barang-barang import untuk pemenuhan kebutuhan perusahaan yang diterima oleh investor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai wujud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah
Lebih terperinciOkto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg
Okto Dasa Matra Suharjo NRP 3610 100 050 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg BAB I - Pendahuluan Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Timur Permasalahan Perekonomian Timur di Jawa 1. Pertumbuhan
Lebih terperinciANALISIS ISI PERATURAN PERUNDANGAN MINERAL DARI PUSAT HINGGA KEDAERAH. Oleh DR. Lukman Malanuang
ANALISIS ISI PERATURAN PERUNDANGAN MINERAL DARI PUSAT HINGGA KEDAERAH Oleh DR. Lukman Malanuang Isi (content analysis) terhadap 151 peraturan perundangan yang merupakan turunan UU No. 11/67 tentang ketentuan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan total skoring dari hasil analisis sektor unggulan dengan metode LQ, keunggulan kompetitif dan spesialisasi sektor dengan metode Shift- Share modifikasi
Lebih terperinciDAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI. Disampaikan oleh: TJAHJO KUMOLO
Disampaikan oleh: TJAHJO KUMOLO Hotel Grand Sahid Jaya - Jakarta, 11 Maret 2016 ABSOLUT 1. PERTAHANAN 2. KEAMANAN 3. AGAMA 4. YUSTISI 5. POLITIK LUAR NEGERI 6. MONETER & FISKAL 1. PENDIDIKAN 2. KESEHATAN
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis
Lebih terperinciBatam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres No.2811992 wilayah Otorita Batam diperluas meliputi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,
Lebih terperincipermintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Perekonomian di Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011
No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sektor Unggulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan
Lebih terperinciV. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN
V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai
Lebih terperinciUndang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang
BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri
Lebih terperinciOleh : DR. TGH. M. ZAINUL MAJDI GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT
Oleh : DR. TGH. M. ZAINUL MAJDI GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT Disampaikan pada Acara : Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Usaha Pertambangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam Rangka Koordinasi - Supervisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari
Lebih terperinciDeskripsikan Maksud dan Tujuan Kegiatan Litbangyasa :
ISI FORM D *Semua Informasi Wajib Diisi *Mengingat keterbatasan memory database, harap mengisi setiap isian dengan informasi secara general, singkat dan jelas. A. Uraian Kegiatan Deskripsikan Latar Belakang
Lebih terperinciSEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG
Suplemen 4. Sektor-Sektor Unggulan Penopang Perekonomian Bangka Belitung Suplemen 4 SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG Salah satu metode dalam mengetahui sektor ekonomi unggulan
Lebih terperinciBPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,
Lebih terperinciVI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU
110 VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU 6.1. Sektor Unggulan Hasil analisis terhadap persepsi stakeholder menyatakan bahwa sektor pertanian menjadi prioritas pengembangan dalam peningkatan
Lebih terperinciANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA
ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau mempunyai Visi Pembangunan Daerah Riau untuk jangka panjang hingga tahun 2020 yang merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau, Visi
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensial yang ada seperti sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia yang dianugrahi kekayaan alam yang berlimpah. Provinsi ini adalah daerah agraris yang menjadi pusat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengembangan sumber daya mineral yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan dapat mendukung bagi perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,
Lebih terperinciWILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi
WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah
Lebih terperinciVI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK
VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003
Lebih terperinciVII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu
VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL 7.1. Neraca Pariwisata Jumlah penerimaan devisa melalui wisman maupun pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tergantung
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan
III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;
BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang
Lebih terperinciTUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono
UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.
Lebih terperinci8.1. Keuangan Daerah APBD
S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan
Lebih terperinciProduk Domestik Regional Bruto
Tabel 9.1 : PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2007 2010 (Rp. 000) 1. PERTANIAN 193.934.273 226.878.977 250.222.051 272176842 a. Tanaman bahan makanan 104.047.799 121.733.346 134.387.261
Lebih terperinci