BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya dalam bagan berpikir runtut yang berupa kaitan logis antara konsep-konsep tertentu. Bagan berpikir ini secara matematis disajikan sebagai kaitan-kaitan matematis yang menghubungkan struktur-struktur matematis yang mewakili konsep tertentu sehingga fisika dan matematika mempunyai kaitan yang erat [Rosyid, 2005]. Peran matematika yang terpenting untuk fisika adalah matematika menyediakan peranti analisis yang memungkinkan dikembangkannya teori fisika. Matematikawan senantiasa mencari konsep matematika yang baru ataupun melakukan abstraksi dan generalisasi terkait konsep-konsep yang sudah ada. Abstraksi dan generalisasi ini diharapkan mampu membuka pemahaman yang lebih utuh dan mendalam tentang konsep-konsep yang sudah ada serta memunculkan ide-ide yang baru untuk dikembangkan. Membangun teori fisika berarti mencari gambaran matematis bagi teori tersebut. Menurut von Neumann, gambaran matematik bagi mekanika kuantum adalah ruang Hilbert H dan operator-operator yang bekerja dalam ruang Hilbert itu yang dipadukan dengan teori peluang [Sion, 1990]. Keadaan sistem secara tradisional diwakili oleh suatu vektor anggota H yang selanjutnya disebut sebagai vektor keadaan dan observabel kuantum diwakili oleh operator swadamping (self-adjoint) yang bekerja di dalam ruang tersebut. Vektor-vektor keadaan diwakili secara kongkrit dengan fungsi gelombang ataupun matrik kolom. Kaitannya dengan tafsir Kopenhagen, fungsi gelombang yang secara eksplisit mewakili vektor keadaan tidak mempunyai arti fisis apapun. Namun kuadrat modulusnya dapat dipandang sebagai rapat peluang untuk menemukan partikel. Hal inilah yang menandai keterkaitan antara ruang Hilbert dengan konsep peluang dalam penggambaran kuantum. Konsep peluang setidaknya dapat didefinisikan dalam tiga cara. Definisi pertama adalah definisi peluang secara klasik. Definisi ini sangat sederhana dan intuitif karena peluang 'hanya' dipandang sebagai nisbah antara kuantitas kemungkinan yang diharapkan dengan kuantitas kemungkinan luaran. Lebih jauh, definisi ini juga memperkenalkan konsep ruang sampel sebagai himpunan seluruh luaran yang mungkin. 1

2 2 Definisi yang kedua adalah definisi peluang secara eksperimental. Definisi ini dipandang sebagai rasio antara jumlah kemungkinan eksperimen yang diharapkan dengan jumlah luaran eksperimen. Kedua definisi tersebut muncul dalam bidang fisika. Kemudian definisi peluang secara aksiomatis diperkenalkan oleh Kolmogorov [1933]. Definisi yang ketiga ini secara aksiomatis menelaah sifat-sifat ruang sampel secara mendalam. Perumusan Kolmogorov ini merupakan jawaban (respon) atas permasalahan keenam milik Hilbert [Gérard dan Chuang, 2002]: ''The investigations on the foundations of geometry suggest the problem: To treat in the same manner, by means of axioms, those physical sciences in which mathematics plays an important part; in the first rank are the theory of probabilities and mechanics....'' (David Hilbert, 1902). Kolmogorov pertama kali mengumumkan hasil pekerjaannya yang secara khusus mencerminkan kalimat Hilbert tentang aksiomatisasi teori peluang sebagai berikut: ''The theory of probability, as a mathematical discipline, can and should be developed from axioms in exactly the same way as Geometry and Algebra. This means that after we have defined the elements to be studied and their basic relations, and have stated the axioms by which these relations are to be governed, all further exposition must be based exclusively on these axioms, independent of the usual concrete meaning of these elements and their relations'' (Kolmogorov, 1933). Pada tataran ini, teori peluang merupakan suatu kasus khusus bagi teori ukuran. Ruang sampel dipandang sebagai ruang berukuran dengan aljabar sigma yang disebut sebagai ruang peristiwa. Peluang sendiri diartikan sebagai suatu ukuran yang ternormalisasi yakni memiliki jangkauan nilai berupa selang [0, 1]. Seperti yang telah diungkapkan di atas, konsep peluang muncul dalam mekanika kuantum sebagai integral modulus kuadrat vektor keadaan pada daerah integrasi tertentu. Vektor-vektor anggota ruang Hilbert yang digunakan untuk memerikan keadaan sistem adalah vektor-vektor yang dinormalisasi yakni yang memiliki panjang satu satuan. Misal suatu sistem kuantum diketahui berada pada keadaan ψ H, maka segala macam informasi yang berkenaan dengan sistem fisis itu tersimpan dalam fungsi gelombang ψ. Akan tetapi korespondensi keadaan dengan vektor bukan korespondensi satu-satu. Duah buah vektor ψ dan ψ yang berbeda satu dengan yang lain karena faktor skalar θ C dengan θ 0 sedemikian rupa sehingga ψ = θ ψ,

3 3 keduanya mewakili keadaan yang sama [Rosyid, 2005]. Dalam hal ini, ruang Hilbert terpartisi menjadi subruang-subruang vektor berdimensi satu yang diwakili dengan vektor satuan ˆψ. Setiap vektor satuan mewakili subruang vektor berdimensi satu yang disebut sinar. Jadi, boleh dikatakan bahwa sinarlah yang mewakili keadaan kuantum. Untuk membangun model yang lebih utuh penggunaan ruang Hilbert tersebut oleh beberapa penulis diganti dengan himpunan yang beranggotakan sinar-sinar. Himpunan semua sinar pada suatu ruang Hilbert H membentuk suatu ruang yang disebut ruang Hilbert proyektif PH. Sayangnya, ruang PH tersebut bukan merupakan ruang vektor di H. Kombinasi linier dua vektor yang mewakili dua sinar tidak well-defined. Oleh karena itu, masalah superposisi keadaan kuantum menjadi kabur. Dalam mekanika kuantum, keadaan sistem dibedakan menjadi keadaan murni (pure state) maupun keadaan tercampur (mixed state). Keadaan murni digambarkan oleh fungsi gelombang sedangkan keadaan tercampur merupakan perluasan konsep keadaan murni yang digambarkan oleh operator rapatan. Peranan keadaan menentukan peluang dalam pengukuran. Untuk keadaan tercampur, adanya peluang merupakan konsekuensi dari ketidaklengkapan informasi sistem. Salah satu cara logis untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas kemungkinan dapat dilakukan dengan menggantikan ruang Hilbert dengan ruang yang lain. Pada kajian mengenai pengangkutan optimal (optimal transport) terdapat suatu ruang yang berpotensi untuk dijadikan pengganti ruang Hilbert sebagai penggambaran keadaan-keadaan kuantum. Ruang tersebut merupakan suatu ruang bermetrik yang beranggotakan ukuran-ukuran peluang. Ruang yang beranggotakan ukuran-ukuran peluang disertai dengan sifat topologis berupa konsep metrik Wasserstein dikenal sebagai ruang Wasserstein. Hal yang mendorong penggunaan ruang Wasserstein sebagai model matematis bagi mekanika kuantum adalah fakta bahwa setiap vektor keadaan yang diwakili oleh fungsi gelombang dalam ruang Hilbert dapat menghasilkan rapat peluang dan integral rapat peluang tersebut pada suatu wilayah anggota suatu aljabar-σ menghasilkan suatu ukuran peluang. Menurut teorema Ulam, seluruh ukuran peluang yang dibangun tersebut memenuhi sifat Radon anggota suatu ruang Wasserstein. Selain itu, semua ukuran peluang yang diperoleh dari fungsi gelombang merupakan himpunan rapatan di ruang Wasserstein. Penggunaan ruang Wasserstein sebagai ruang keadaan mekanika kuantum merupakan hal yang baru atau belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Keadaan kuantum diwakili oleh ukuran peluang pada ruang Wasserstein. Oleh karenanya, dengan mengaji ruang Wasserstein diharapkan diperoleh gambaran mekanika

4 4 kuantum yang lebih utuh. 1.2 Perumusan Masalah Merujuk pada hal-hal yang telah dipaparkan, maka dirumuskan permasalahanpermasalahan sebagai berikut: 1. Mungkinkah merumuskan mekanika kuantum dengan ruang keadaan ruang Wasserstein? 2. Sifat-sifat apa saja yang dimiliki oleh mekanika kuantum dalam ruang Wasserstein? 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada tinjauan mekanika kuantum tak relativistik untuk sistem satu partikel tak berspin. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini yaitu merumuskan mekanika kuantum dengan ruang keadaan ruang Wasserstein serta mengaji sifat-sifat yang dimiliki oleh mekanika kuantum dalam ruang tersebut. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini yakni perluasan matematik bagi struktur mekanika kuantum. Adanya perluasan matematik ini harapannya dapat dikembangkan untuk menjawab beberapa permasalahan yang terdapat di dalam mekanika kuantum. 1.6 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan kajian teoretis, yakni telaah fisika matematis. Objek-objek dan hasil-hasil dalam aljabar liniear, teori ukuran, teori peluang, geometri diferensial dan analisa fungsional merupakan peranti yang digunakan pada kajian ini. Pemahaman mengenai hal-hal tersebut dilakukan dengan studi literatur, yakni menelaah buku, artikel, dan lain sebagainya.

5 5 1.7 Tinjauan Pustaka Mekanika kuantum dikembangkan oleh kelompok fisikawan dan matematikawan seperti Schrödinger, Heisenberg, Born, Bohr, Dirac, Pauli, von Neumann dan lainnya pada tahun [Basdevant dan Dalibard, 2002]. Pada tahun 1925, W. Heisenberg mempublikasikan karya ilmiahnya dengan judul Über quantentheoretische Umdeutung kinematischer und mechanischer Beziehungen yang memperkenalkan mekanika matriks [Waerden, 1968]. Pada tahun 1926, Erwin Schrödinger mempublikasikan empat karya ilmiah secara berurutan yang masing-masing diberi judul Quantisierung als Eigenwertproblem. Di dalamnya, Schrödinger memperkenalkan yang dikenal secara luas pada masa sesudahnya sebagai mekanika gelombang (Wellenmechanik). Dalam tinjauannya Schrödinger berangkat dari pandangan bahwa aras-aras tenaga elektron dalam suatu atom dapat diperlakukan sebagaimana fenomena gelombang tegak (standing wave). Istilah fungsi gelombang baru disebutkan oleh Schrödinger dalam artikel ke empat. Meskipun Schrödinger menafsirkan fungsi gelombang sebagai Gewichtsfunktion im Konfigurationsraum (fungsi bobot dalam ruang konfigurasi) sedemikian rupa sehingga fungsi gelombang dapat dikaitkan dengan pernik-pernik statistik [Rosyid, 2005]. Empat hari setelah karya ilmiah Schrödinger pada bulan Juni, karya ilmiah Max Born dipublikasikan dengan judul Zur Quanten Mechanik der Stossvorgänge. Dalam karya ilmiahnya, Born memaparkan peluang menemukan partikel. Gagasan tersebut diinterpretasikan dalam intensitas gelombang sebagai rapat peluang menemukan partikel. Karya ilmiah Born berikutnya dipublikasikan bulan Juli pada tahun yang sama dengan judul Quantenmechanik der Stossvorgänge. Di dalamnya, Born memaparkan bahwa keadaan suatu sistem dapat dinyatakan ke dalam jumlahan keadaan yang deterministik dan peluang untuk setiap keadaan dinyatakan dalam kuadrat norma koefisien yang menggambarkan sistem pada energi deterministik. Born juga mengusulkan interpretasi statistik fungsi gelombang yang membutuhkan hukum dinamika baru yaitu persamaan gelombang deterministik sebagai dinamika kuantum. Born menjelaskan pergerakan partikel mengikuti hukum peluang tetapi peluang yang sesuai dengan hukum kausalitas [Barret, 1999]. Pada tahun 1927, Heisenberg mempublikasikan karya ilmiahnya. Di dalamnya, Heisenberg mengemukakan prinsip ketakpastian yang juga selaras dengan prinsip indeterministik [Hameka, 2004]. Prinsip tersebut mengindikasikan bahwa meskipun mungkin mengukur momentum atau posisi partikel secara akurat tetapi tidak mungkin

6 6 mengukur dua observabel tersebut secara serempak dan akurat [Zettili, 2001]. Pada tahun 1930, Dirac mengusulkan formalisme pada mekanika kuantum yang menghubungkan mekanika gelombang Schrödinger dan mekanika matriks Heisenberg. Formalisme Dirac ini mengadopsi notasi vektor berdimensi tak berhingga yang mana vektor tersebut dapat direpresentasikan menjadi basis ortonormal [Dürr dan Teufel, 2009]. Konsep ukuran peluang dalam mekanika kuantum ditentukan oleh besaran yang diukur dan keadaan sistem itu saat dilakukan pengukuran. Penggambaran keadaan sistem dalam mekanika kuantum dengan matrik rapatan diperkenalkan oleh von Neumann [1927]. Matrik rapatan tersebut dikembangkan secara sistematik sebagai operator statistik [Bengtsson dan Życzkowski, 2006]. Keadaan yang tidak murni disebut keadaan tercampur karena digambarkan oleh superposisi tak koheren dari keadaan murni. Konsep keadaan tercampur sebagai campuran keadaan-keadaan murni berasal dari kaitan penelitian mekanika kuantum dan mekanika statistik [Fano, 1957]. Pada tahun 1932, J. von Neumann memperkenalkan ruang keadaan ruang Hilbert dalam penggambaran keadaan kuantum. Pendekatan yang dilakukan oleh von Neumann yakni pendekatan aljabar. Definisi matematik pada aljabar von Neumann memuat operator-operator liniear ruang Hilbert [Landsman, 1998]. Setelah mekanika kuantum memperoleh dukungan yang kuat dari matematikawan seperti D. Hilbert dan J. von Neumann, munculah konsep peluang baru dalam mekanika kuantum [Rédei dan Summers, 2006]. Model peluang yang baru ini dikenal dengan nama model peluang kuantum dan dibangun di atas aljabar von Neumann dan keadaan normal pada aljabar tersebut. Baik model peluang klasik maupun model peluang kuantum menampilkan konsep peluang yang nilainya berupa bilangan di antara 0 dan 1. Perumuman ruang keadaan kuantum yang telah dilakukan oleh von Neumann diikuti oleh Gel'fard dan Neumark. Pada tahun 1941, Gel'fard mengusulkan aljabar Banach. Tahun 1943, Gel'fard dan Neumark mendefinisikan aljabar-c* serta membuktikan bahwa untuk setiap aljabar-c* isomorfis dengan norma operator-operator aljabar-* pada ruang Hilbert. Kontribusi pada teori aljabar kuantum juga dilakukan oleh Segal yang mengusulkan kaitan antara aljabar operator dengan mekanika kuantum serta Haag yang memperumum pada teori aljabar medan kuantum [Landsman, 1998]. Pada tahun 1952, David Bohm mengusulkan mekanika baru tentang pergerakan partikel titik yang dinamakan mekanika Bohm. Dalam mekanika tersebut dinamika

7 7 partikel bersifat deterministik serta melalui lintasan tertentu. Adanya prinsip ketakpastian Heisenberg merupakan akibat dari mekanika Bohm. Mekanika Bohm berhasil menjelaskan peluang kuantum atau hukum statistik Born pada basis mekanika statistik prinsip Boltzmann [Dürr dan Teufel, 2009]. Pada bidang matematika, dikembangkan cabang matematika yaitu teori distribusi. Teori ini juga menyediakan peranti matematik bagi mekanika kuantum. Selanjutnya teori distribusi ini dikembangkan menjadi ruang Hilbert diperlengkapi (Rigged Hilbert space). Peranti matematika pada ruang tersebut diperkenalkan oleh Gelfand dan Maurin sekitar tahun Perumusan mekanika kuantum pada ruang Hilbert yang diperlengkapi tidak hanya menggunakan aksioma von Neumann tetapi juga formalisme Dirac [Böhm, 1978]. Tahun 1967, pada bidang matematika juga dikembangkan teori aljabar von Neumann. Teori tersebut yang sekarang disebut teori modular atau teori Tomita-Takesaki [Landsman, 1998]. Pada tahun 1995, upaya mengganti ruang Hilbert dengan obyek yang lebih umum juga dilakukan oleh Busch, dkk. Di dalamnya mekanika kuantum disajikan secara sistematik menggunakan struktur peluang dengan diperkenalkannya observabel sebagai ukuran yang bernilai operator positif (POV measure). Di sisi lain konsep peluang yang beraksioma pertama kali diungkapkan oleh A. N. Kolmogorov pada tahun Model peluang ini digolongkan sebagai model peluang klasik yakni didasarkan pada satu ruang peristiwa dan satu ukuran peluang [Kolmogorov, 1956]. Pada kajian teori ukuran peluang, telah berkembang kajian mengenai konsep ruang Wasserstein. Konsep ini diinspirasi dari permasalahan dalam bidang ekonomi dan telah memiliki terapan di bidang lain, termasuk fisika. Permasalahan tersebut dikenal dengan nama permasalahan optimal transport [Villani, 2003]. Ukuran peluang pada ruang Wasserstein menyediakan model penting yakni berlakunya teori metrik [Ambrosio dkk., 2005]. 1.8 Sistematika Penulisan Tesis ini disusun menjadi empat bab dengan uraian singkat sebagai berikut: 1. Bab I merupakan pendahuluan yang mengulas mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

8 8 2. Bab II beberapa bagian yaitu teori ukuran, ruang Wasserstein, persamaan kontinuitas di R n, dan principia universalis. Pada bagian pertama yakni teori ukuran yang mengulas ukuran peluang, peubah acak, teori integral, distribusi bersama (joint distribution), dan fungsi rapatan. Bagian kedua, mengulas ruang Wasserstein serta sifat topologis yang terdapat padanya. Bagian ketiga mengulas persamaan kontinuitas di R n. Bagian keempat mengulas principia universalis. 3. Bab III membahas bahwa dimungkinkannya perumusan mekanika kuantum dalam ruang Wasserstein serta hasil kajian sifat-sifat yang ada padanya. 4. Bab IV membahas simpulan yang diperoleh dari hasil kajian tesis ini dan saran bagi penelitian yang mungkin pada masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah ciptaan Tuhan yang sangat istimewa. Manusia diberi akal budi oleh sang pencipta agar dapat mengetahui dan melakukan banyak hal. Hal lain yang

Lebih terperinci

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum M. Ardhi K. email : muhammad ardhi@walisongo.ac.id web : http://abu-khadijah.web.id 2 Mei 2013 However, if you

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika kuantum mulanya disusun atas dua buah pemikiran yang terkesan berbeda, yaitu mekanika gelombang Schrödinger dan mekanika matriks dari Heisenberg. Kemudian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ilmu matematika, banyak pembahasan di bidang analisis dan topologi yang memerlukan pengertian ruang Hilbert. Ruang Hilbert merupakan konsep abstrak yang mendasari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( )

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( ) PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM FI363 / 3 sks Asep Sutiadi (1974)/(0008097002) TUJUAN PERKULIAHAN Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pada kondisi seperti apa suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan penting dalam berbagai bidang. Salah satu cabang ilmu matematika yang banyak diperbincangkan

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional Ming gu ke RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 56 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional T o p i k S u b T o p i k 1. Ruang Banach - Ruang metrik - Ruang vektor bernorm - Barisan di ruang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM POKOK-POKOK MATERI FISIKA KUANTUM PENDAHULUAN Dalam Kurikulum Program S-1 Pendidikan Fisika dan S-1 Fisika, hampir sebagian besar digunakan untuk menelaah alam mikro (= alam lelembutan micro-world): Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia sains, ilmu fisika mempunyai peran penting untuk memahami fenomena alam dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hal itu dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam dunia mikroskopik, fisika klasik mengalami kegagalan untuk menjelaskan setiap fenomena yang ada. Spektrum khas yang dimiliki oleh atom, teramatinya dua komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah menunjukkan adanya peranan saling memengaruhi antara matematika dan fisika. Banyak fisikawan mencurahkan perhatian mereka dalam menggali lebih jauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Permulaan munculnya analisis fungsional didasari oleh permasalahan pada kurang memadainya metode analitik klasik pada fisika dan astronomi matematika.

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger Persamaan Schrödinger FUNGSI GELOMBANG Kuantitas yang diperlukan dalam mekanika kuantum adalah fungsi gelombang partikel Ψ. Jika Ψ diketahui maka informasi mengenai kedudukan, momentum, momentum sudut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis yang membahas operator, operator linear dan sifat-sifatnya. Sebuah pemetaan antar ruang bernorm

Lebih terperinci

Kriptografi Kuantum dengan gagasan Bennet dan Bassard

Kriptografi Kuantum dengan gagasan Bennet dan Bassard Kriptografi Kuantum dengan gagasan Bennet dan Bassard Anwari Ilman (13506030) Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung 40132. Email: if16030@students.if.itb.ac.id Abstract Makalah ini membahas tentang penggunaan

Lebih terperinci

PROFIL DENSITAS MODEL THOMAS-FERMI-DIRAC-VON WEIZSACKER

PROFIL DENSITAS MODEL THOMAS-FERMI-DIRAC-VON WEIZSACKER PROFIL DENSITAS MODEL THOMAS-FERMI-DIRAC-VON WEIZSACKER Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Email: yuniblr@yahoo.com Abstrak. Model Thomas-Fermi-Dirac-von

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemetaan linear merupakan salah satu jenis pemetaan yang dikenal dalam bidang matematika, khususnya dalam bidang matematika analisis. Diberikan ruang vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Elektromagnetika merupakan cabang fisika yang menjadi tonggak munculnya teori-teori fisika modern dan banyak diterapkan dalam perkembangan teknologi saat ini,

Lebih terperinci

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid Stephen Hawking Muhammad Farchani Rosyid Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, Partikel, dan Fisika Matematik (KAMP), Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert

Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert Vol 12, No 2, 153-159, Januari 2016 Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert Firman Abstrak Misalkan adalah operator linier dengan adalah ruang Hilbert Pada operator linier dikenal istilah

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Revisi ke: Tanggal: GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) SPMI-UNDIP/GBPP/xx.xx.xx/xxx Disetujui oleh Dekan Fak Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215/4 sks Deskripsi singkat : Mata

Lebih terperinci

ORBITAL DAN IKATAN KIMIA ORGANIK

ORBITAL DAN IKATAN KIMIA ORGANIK ORBITAL DAN IKATAN KIMIA ORGANIK Objektif: Pada Bab ini, mahasiswa diharapkan untuk dapat memahami, Teori dasar orbital atom dan ikatan kimia organik, Orbital molekul orbital atom dan Hibridisasi orbital

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya 1 BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya Perhatikan persamaan Schrodinger satu dimensi bebas waktu yaitu: d + V (x) ( x) E( x) m dx d ( x) m + (E V(x) ) ( x) 0 dx (3-1) (-4) Suku-suku

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang merupakan persimpangan antara fisika matematik, teknik, dan matematika yang kaya akan tema penelitian.pengembangan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berfikir dalam melakukan penelitian dan akan mempermudah

Lebih terperinci

Teori Atom Mekanika Klasik

Teori Atom Mekanika Klasik Teori Atom Mekanika Klasik -Thomson -Rutherford -Bohr -Bohr-Rutherford -Bohr-Sommerfeld Kelemahan Teori Atom Bohr: -Bohr hanya dapat menjelaskan spektrum gas hidrogen, tidak dapat menjelaskan spektrum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

Menuju Mekanika Kuantum Modular

Menuju Mekanika Kuantum Modular Jurnal Fisika Indonesia Huda dan Rosyid Vol. 19 (2015) No. 57 p.1-5 ARTIKEL RISET Menuju Mekanika Kuantum Modular Didik Nur Huda 1 dan M. Farchani Rosyid 2* Abstrak Telaah mekanika kuantum selama ini dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan penulisan, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan skirpsi ini. 1.1.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang membahas subyek-subyek seperti persamaan diferensial, kalkulus variasi, analisis vektor dan tensor, aljabar

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN. Kode Mata Kuliah/SKS : FI 3412/3 (tiga) Semester/Tahun Akademi : Genap/2016/2017 : Telah mengikuti kuliah Fisika Modern

KONTRAK PERKULIAHAN. Kode Mata Kuliah/SKS : FI 3412/3 (tiga) Semester/Tahun Akademi : Genap/2016/2017 : Telah mengikuti kuliah Fisika Modern KONTRAK PERKULIAHAN Mata Kuliah : Fisika Kuantum Kode Mata Kuliah/SKS : FI 3412/3 (tiga) Semester/Tahun Akademi : Genap/2016/2017 Prasyarat : Telah mengikuti kuliah Fisika Modern Kelas : A Jumlah Pertemuan

Lebih terperinci

Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum. Part-1

Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum. Part-1 Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum Part-1 Latar Belakang Untuk system yang distinguishable maka teori ensemble mekanika statistic klasik dapat dipergunakan. Tetapi bilamana system partikel bersifat

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Ditinjau dari bidang ilmu pengetahuan, teori persamaan diferensial merupakan suatu cabang analisis matematika yang banyak dipakai dalam kehidupan nyata,

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga MATERI PERKULIAHAN 3. Potensial Tangga Tinjau suatu partikel bermassa m, bergerak dari kiri ke kanan pada suatu daerah dengan potensial berbentuk tangga, seperti pada Gambar 1. Pada daerah < potensialnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. Sebagaimana telah diketahui, pengkonstruksian integral Riemann dilakukan dengan cara pemartisian

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2.1 Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Persamaan Schrödinger Persamaan Schrödinger merupakan fungsi gelombang yang digunakan untuk memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel. Suatu persamaan differensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kajian menarik dalam analisis adalah teori himpunan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kajian menarik dalam analisis adalah teori himpunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kajian menarik dalam analisis adalah teori himpunan. Himpunan merupakan konsep dasar dari semua cabang matematika bahkan sudah diperkenalkan dalam pendidikan

Lebih terperinci

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA PROJEK PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA A. PENDAHULUAN Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi terikat (bonding

Lebih terperinci

09. Mata Pelajaran Matematika

09. Mata Pelajaran Matematika 09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu struktur aljabar yang harus dikuasai oleh seorang matematikawan adalah grup yaitu suatu himpunan tak kosong G yang dilengkapi dengan satu operasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA

Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA A. Pengantar Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dijarkan di SD. Seorang guru SD yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya, hendaklah mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial Parsial (PDP) digunakan oleh Newton dan para ilmuwan pada abad ketujuhbelas untuk mendeskripsikan tentang hukum-hukum dasar pada fisika.

Lebih terperinci

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) 44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pemetaan merupakan konsep yang tidak pernah terlepas dari bahasan matematika analisis. Pengaitan setiap anggota dari suatu himpunan dengan tepat satu

Lebih terperinci

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA FI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. 2-2016/2017 QUIZ 2 Waktu : 120 menit (TUTUP BUKU) 1. Misalkan sebuah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

09. Mata Pelajaran Matematika

09. Mata Pelajaran Matematika 09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

jadi olahragawan, jadi wartawan, jadi pengusaha, jadi anggota DPR, jadi menteri, atau mungkin juga jadi presiden. Bagi mereka itu pemahaman ilmu

jadi olahragawan, jadi wartawan, jadi pengusaha, jadi anggota DPR, jadi menteri, atau mungkin juga jadi presiden. Bagi mereka itu pemahaman ilmu ix K Tinjauan Mata Kuliah emajuan dalam bidang teknologi pengajaran rupanya berjalan sangat cepat. Kalau kita menengok hal itu lewat internet misalnya, sudah ada program yang dinamakan Visual Quantum Mechanics,

Lebih terperinci

TEORI DILASI DALAM RUANG HILBERT DAN RUANG BANACH

TEORI DILASI DALAM RUANG HILBERT DAN RUANG BANACH TEORI DILASI DALAM RUANG HILBERT DAN RUANG BANACH Annisanti Surachman, Rizky Rosjanuardi 1, Isnie Yusnitha 2 Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI *Surel: annisanti.surachman@student.upi.edu ABSTRAK.

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemodelan difusi dan sebaran temperatur pada geometri menjadi hal yang penting dalam berbagai bidang, seperti bidang fisika, kimia maupun kedokteran. Persamaan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 12-6)

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 12-6) LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 1-6) Oleh : Warsono, M.Si Supahar, M.Si Supardi, M.Si FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada akhir abad ke -19 dan awal abad ke -20, semakin jelas bahwa fisika (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini disebabkan semakin

Lebih terperinci

KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) 2 Deskripsi Mata Kuliah 2017/2018 2. KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2.1 Kelompok Mata Kuliah

Lebih terperinci

Schrodinger s Wave Function

Schrodinger s Wave Function SPEKTRA RADIASI ELEKTROMAGNET SPEKTRUM KONTINYU TEORI MAX PLANK TEORI ATOM BOHR SIFAT GELOMBANG Schrodinger s Wave Function MODEL ATOM MEKANIKA KUANTUM Persamaan gelombang Schrodinger TEORI MEKANIKA KUANTUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai individu pembelajar perlu memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara metode-metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

RUANG FAKTOR. Oleh : Muhammad Kukuh

RUANG FAKTOR. Oleh : Muhammad Kukuh Muhammad Kukuh, Ruang RUANG FAKTOR Oleh : Muhammad Kukuh Abstraksi Pada struktur aljabar dikenal istilah grup faktor yaitu Jika grup dan N Subgrup normal G, maka grup faktor dengan operasi Apabila G ruang

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALAT PERAGA UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERMAKNA Oleh. Sri Wulandari Danoebroto

PEMANFAATAN ALAT PERAGA UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERMAKNA Oleh. Sri Wulandari Danoebroto PEMANFAATAN ALAT PERAGA UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERMAKNA Oleh. Sri Wulandari Danoebroto A. Karakteristik Matematika dan Proses Belajar yang Bermakna Matematika merupakan ilmu pengetahuan dengan objek

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI

BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI Bab ini membahas tentang fungsi uji dan distribusi di mana ruang yang memuat keduanya secara berturut-turut dinamakan ruang fungsi uji dan ruang distribusi. Ruang fungsi

Lebih terperinci

KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) 2 Deskripsi Mata Kuliah 2014 2. KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2.1 Kelompok Mata Kuliah Matematika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. 1.1.Latar Belakang. Fisika kuantum merupakan bagian dari fisika modern yang mempelajari

PENDAHULUAN BAB I. 1.1.Latar Belakang. Fisika kuantum merupakan bagian dari fisika modern yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Fisika kuantum merupakan bagian dari fisika modern yang mempelajari partikel pada level konstanta planck (Planck Order) yang saat ini merupakan ilmu yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Beda Hingga Metode perbedaan beda hingga adalah metode yang sangat popular. Pada intinya metode ini mengubah masalah Persamaan Differensial Biasa (PDB) nilai batas dari

Lebih terperinci

Analisis Energi Osilator Harmonik Menggunakan Metode Path Integral Hypergeometry dan Operator

Analisis Energi Osilator Harmonik Menggunakan Metode Path Integral Hypergeometry dan Operator ISSN:2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2012) Vol.2 No.1 halaman 6 April 2012 Analisis Energi Osilator Harmonik Menggunakan Metode Path Integral Hypergeometry dan Operator Fuzi Marati Sholihah

Lebih terperinci

Persamaan Dirac, Potensial Scarf Hiperbolik, Pseudospin symetri, Coulomb like tensor, metode Polynomial Romanovski PENDAHULUAN

Persamaan Dirac, Potensial Scarf Hiperbolik, Pseudospin symetri, Coulomb like tensor, metode Polynomial Romanovski PENDAHULUAN Jurnal Sangkareang Mataram 51 FUNGSI GELOMBANG SPIN SIMETRI UNTUK POTENSIAL SCARF HIPERBOLIK PLUS COULOMB LIKE TENSOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE POLYNOMIAL ROMANOVSKI Oleh: Alpiana Hidayatulloh Dosen Tetap

Lebih terperinci

Analisis Metode Lintasan Feynman pada Interferensi 1, 2, 3, dan 4 Celah

Analisis Metode Lintasan Feynman pada Interferensi 1, 2, 3, dan 4 Celah JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME, NOMOR JANUARI 05 Analisis Metode Lintasan Feynman pada Interferensi,, 3, dan 4 Celah Mahendra Satria Hadiningrat, Endarko, dan Bintoro Anang Subagyo Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Solusi multivalued dapat muncul dalam masalah-masalah fisika. Masalahmasalah yang memerlukan perhitungan solusi multivalued antara lain masalah gelombang dispersi,

Lebih terperinci

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford.

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford. 1 BAB FISIKA ATOM Perkembangan teori atom Model Atom Dalton 1. Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat dibagi-bagi 2. Atom-atom suatu unsur semuanya serupa dan tidak dapat berubah

Lebih terperinci

ALJABAR-C* KOMUTATIF Commutative C*-algebra

ALJABAR-C* KOMUTATIF Commutative C*-algebra Jurnal Barekeng Vol. 7 No. 1 Hal. 31 35 (2013) ALJABAR-C* KOMUTATIF Commutative C*-algebra HARMANUS BATKUNDE Staf Jurusan Matematika FMIPA UNPATTI Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Unpatti, Poka-Ambon, Maluku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem kejadian diskrit (Discrete-Event System) merupakan suatu sistem yang state space nya berbentuk diskret, sistem yang keadaannya berubah hanya pada waktu

Lebih terperinci

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks 0. Pendahuluan Analisis Fourier mempelajari berbagai teknik menganalisis sebuah fungsi dengan menguraikannya sebagai deret atau integral fungsi tertentu (yang sifat-sifatnya telah kita kenal dengan baik,

Lebih terperinci

SILABUS. tentu. Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral. Menyelesaikan masalah

SILABUS. tentu. Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral. Menyelesaikan masalah SILABUS Nama Sekolah : SMA PGRI 1 AMLAPURA Mata Pelajaran : MATEMATIKA Kelas/Program : XII / IPA Semester : 1 STANDAR KOMPETENSI: 1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah. KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S Standar : Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memiliki

Lebih terperinci

STRUKTUR ATOM. Perkembangan Teori Atom

STRUKTUR ATOM. Perkembangan Teori Atom STRUKTUR ATOM Perkembangan Teori Atom 400 SM filsuf Yunani Demokritus materi terdiri dari beragam jenis partikel kecil 400 SM dan memiliki sifat dari materi yang ditentukan sifat partikel tersebut Dalton

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Mesin S1

Program Studi Teknik Mesin S1 SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : MATEMATIKA TEKNIK 2 KODE/SKS : IT042227 / 2 SKS Pertemuan Pokok Bahasan dan TIU 1 Pendahuluan Mahasiswa mengerti tentang mata kuliah Matematika Teknik 2 : bahan ajar,

Lebih terperinci

Alpiana Hidayatulloh Dosen Tetap pada Fakultas Teknik UNTB

Alpiana Hidayatulloh Dosen Tetap pada Fakultas Teknik UNTB 6 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. -99 SOLUSI PERSAMAAN DIRAC DENGAN PSEUDOSPIN SIMETRI UNTUK POTENSIAL SCARF TRIGONOMETRIK PLUS COULOMB LIKE TENSOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE POLYNOMIAL ROMANOVSKI Oleh:

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer

Aljabar Linier Elementer Aljabar Linier Elementer Kuliah 15 dan 16 11/11/2014 1 Materi Kuliah Kebebasan Linier Basis dan Dimensi 11/11/2014 Yanita, Matematika Unand 2 5.3 Kebebasan Linier Definisi Jika S = v 1, v 2,, v r adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 \ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi-informasi faktual yang diperoleh berdasarkan hasil observasi maupun penelitian sangatlah beragam. Informasi yang dirangkum sedemikian rupa disebut dengan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA oleh FIQIH SOFIANA M0109030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

Kemampuan Komunikasi Dan Pemahaman Konsep Aljabar Linier Mahasiswa Universitas Putra Indonesia YPTK Padang

Kemampuan Komunikasi Dan Pemahaman Konsep Aljabar Linier Mahasiswa Universitas Putra Indonesia YPTK Padang Kemampuan Komunikasi Dan Pemahaman Konsep Aljabar Linier Mahasiswa Universitas Putra Indonesia YPTK Padang Syelfia Dewimarni UPI YPTK Padang: Syelfia.dewimarni@gmail.com Submitted : 25-03-2017, Revised

Lebih terperinci