V. ANALISIS USAHATANI PADI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. ANALISIS USAHATANI PADI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM"

Transkripsi

1 V. ANALISIS USAHATANI PADI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM 5.1. Pendahuluan Kejadian iklim ekstrim berupa kekeringan membawa dampak yang sangat merugikan bagi petani khususnya pada usahatani berbasis padi. Hasil penelitian Boer (2008b) memperlihatkan areal pertanaman padi yang terkena kekeringan meningkat secara signifikan selama El-Nino. Areal yang terkena kekeringan dengan luasan lebih dari 2000 Ha banyak tersebar terutama di Provinsi Jawa Barat. Hadi (2000) menyebutkan bahwa kekeringan menempati urutan pertama sebagai penyebab gagal panen yang menyebabkan akumulasi defisit/hutang dalam jumlah besar sehingga kebutuhan konsumsi keluarga petani dan kebutuhan investasi selanjutnya (usahatani, dan lain-lain) terancam tidak terpenuhi secara normal. Untuk menghadapi kekeringan maupun bencana lainnya, petani pada umumnya memiliki cara tersendiri untuk bisa bertahan hidup. Berdasarkan hasil penelitian Hadi (2000) diketahui bahwa petani telah menerapkan berbagai strategi walaupun dalam kenyataannya risiko dan ketidakpastian itu tidak dapat dihilangkan sepenuhnya. Seperti strategi finansial, pemasaran, produksi, kredit informal dan membeli asuransi pertanian formal berupa polis dari lembaga asuransi untuk menutup semua atau sebagian kerugian yang diperkirakan akan terjadi. Namun di Indonesia, sistim asuransi pertanian ini belum berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan model asuransi masih bersifat konvensional sehingga sulit untuk merumuskan pembayaran premi dan masih minimnya dukungan regulasi. Salah satu model asuransi pertanian yang berpeluang untuk dikembangkan di Indonesia adalah Asuransi Indeks Iklim. Asuransi indeks iklim merupakan sistim asuransi yang memberikan pembayaran pada pemegang polis ketika terpenuhi kondisi cuaca/iklim yang tidak diharapkan yang dinyatakan dengan indeks iklim tanpa harus ada bukti kegagalan panen. Dalam sistem asuransi indeks iklim yang diasuransikan ialah indeks iklimnya dan bukan tanamannya. Pembayaran dilakukan berdasarkan apakah

2 99 indeks iklim yang ditetapkan dicapai pada periode pertumbuhan tanaman yang diasuransikan (Boer, 2010c). Di Indonesia, asuransi indeks iklim yang berbasis usahatani padi belum dikembangkan. International Finance Corporation (IFC 2009) telah melakukan studi kelayakan asuransi indeks iklim di Indonesia bagian timur tetapi masih terbatas pada usahatani jagung. Oleh karena itu penelitian dan pengkajian tentang asuransi indeks iklim untuk usahatani padi di Indonesia perlu dikembangkan mengingat padi merupakan tanaman pangan utama bagi sebagian besar rakyat Indonesia dan rawan terhadap kekeringan. Terkait dengan sistim asuransi, dalam asuransi indeks iklim diperlukan suatu indeks berdasarkan parameter iklim yang dipilih yaitu curah hujan. Untuk membangun indeks iklim diperlukan data dan informasi tentang kelayakan usahatani padi yang dinyatakan dalam nilai Revenue Cost Ratio (R/C). Hal ini penting untuk mendapatkan nilai threshold produksi padi sebagai bagian dari penentuan indeks iklim. Selain itu, dalam sistim asuransi, pembayaran premi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh peserta asuransi. Besar kecilnya premi ditentukan oleh besar kecilnya risiko usahataninya. Semakin besar risikonya, maka pembayaran premi juga semakin mahal. Data dan informasi ini diperoleh melalui survey dan wawancara tentang kesediaan membayar (Willingness to Pay) oleh petani. Penelitian ini merupakan hasil survey dan wawancara dengan petani dalam rangka memperoleh data dan informasi yang terkait dengan usahatani padi di salah satu kabupaten sentra padi di Propinsi Jawa Barat, yaitu di Kabupaten Indramayu. Selain sebagai sentra produksi padi, Kabupaten Indramayu memiliki wilayah sangat rentan terhadap anomali iklim, sehingga peluang terjadinya bencana akibat kejadian iklim ekstrim seperti kekeringan cukup besar. Kejadian kekeringan di Kabupaten Indramayu menempati urutan pertama sebagai penyebab gagal panen di Kabupaten Indramayu (Boer et al. 2010b). Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1) menentukan tipe usahatani padi, 2) menghitung ambang batas (threshold) hasil padi (kg/ha) dan 3) menentukan

3 100 tingkat kesediaan membayar (Willingness to Pay, WTP) oleh petani untuk mendukung pengembangan asuransi indeks iklim Metodologi Survey Lapang dan Wawancara Pengumpulan data dilakukan melalui survey, konsultasi serta diskusi dengan beberapa instansi terkait, yaitu dengan Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas PU Pengairan dan Dinas Ketahanan Pangan. Data usahatani padi diperoleh dari survey dan wawancara petani. Sebagai panduan dalam wawancara dengan petani dan kelompok tani, maka disusun quisoner yang memuat berbagai pertanyaan terkait dengan usahatani padi. Pada tahap pertama dilakukan survey dan wawancara terhadap 150 petani responden di tiga kecamatan, yaitu : Cikedung, Lelea dan Terisi. Survey tahun pertama dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum karakteristik petani dan usahatani padi secara umum. Sejumlah 150 orang petani yang diwawancara pada tahun pertama mewakili 5 tipe irigasi, yaitu : teknis, setengah teknis, swadaya, sederhana PU dan tadah hujan (Tabel 7). Tabel 7. Daftar lokasi wawancara petani pada survey pertama No. Kecamatan Desa Tipe Irigasi Langgeng Sari Teknis Telaga Sari Setengah Teknis 1 Lelea Tempel Kulon Swadaya Pengauban Sederhana PU Tunggul Payung Tadah Hujan Cikedung dan Cikedung Lor Teknis Mundak Jaya Setengah Teknis 2 Cikedung Cikedung Lor Swadaya Amis Sederhana PU Loyang Tadah Hujan Manggungan Teknis Karang Asam Setengah Teknis 3 Terisi Jati Munggul Swadaya Manggungan Sederhana PU Jati Munggul Tadah Hujan Pada survey kedua dilakukan wawancara terhadap 80 petani responden di empat kecamatan, yaitu : Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur (Gambar 43)

4 101 dan mencakup 22 desa (Tabel 8). Lokasi responden dipilih pada lahan yang mewakili wilayah yang endemik kekeringan yaitu di lahan irigasi ujung dan tadah hujan. Survey dan wawancara tahap kedua lebih difokuskan untuk analisis usahatani padi (R/C dan B/C) serta kesediaan membayar (Willingness to Pay). Kuisoner wawancara selengkapnya disajikan dalam lampiran 5. Tabel 8. Daftar lokasi wawancara petani pada survey kedua Nama Kecamatan Nama Desa Jenis Irigasi 1. Cikedung 1. Amis Tadah hujan 2. Loyang Tadah hujan 3. Jatisura Tadah hujan 4. Mundak Jaya Irigasi ujung 2. Kandanghaur 1. Parean girang Irigasi ujung 2. Ilir Irigasi ujung 3. Karang Mulya Irigasi ujung 4. Karang Anyar Irigasi ujung 5. Karang Sinom Irigasi ujung 6. Wira Kanan Irigasi ujung 7. Waira Panjunan Irigasi ujung 3. Lelea 1. Tempel Kulon Irigasi ujung 2. Cempeh Irigasi ujung 3. Pangauban Irigasi ujung 4. Lelea Irigasi ujung 5. Tunggul Payung Tadah hujan 4. Terisi 1. Jati Mulya Tadah hujan 2. Plasa Kerep Irigasi ujung 3. Cikamurang Tadah hujan 4. Manggungan Irigasi ujung 5. Kendayakan Irigasi ujung 6. Jatimunggul Tadah hujan

5 102 Gambar 43. Lokasi penelitian di kecamatan Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur (Sumber peta : Dinas PU Pengairan Kabupaten Indramayu 2009) Analisis Usahatani Padi Analisis usahatani padi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis Pendapatan Biaya (Revenue Cost Ratio, C/R), Analisis Keuntungan-Biaya (Benefit Cost Ratio, B/C) serta kesediaan membayar (Willingness to Pay). Analisis ekonomi usahatani padi dihitung dengan metode perbandingan pendapatan dan pengeluaran selama satu musim tanam. Nilai ini diperlukan untuk mengetahui batas (threshold) produksi padi untuk menentukan indeks iklim. Untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diterima oleh petani maka digunakan persamaan sebagai berikut : Pd = TRi Tci Di mana : Pd=Pendapatan petani padi, TRi=Total Revenue atau Total Penerimaan (Rp), TCi=Total Cost atau Total Biaya (Rp). Nilai total penerimaan kemudian digunakan untuk menilai kelayakan usahatani. Usahatani dianggap layak secara finansial maupun secara ekonomi jika nilai Revenue and Cost Ratio (R/C) lebih dari satu. Formulasi R/C menurut Nurmanaf et al. (2005) adalah : R/C=TR/TC Benefit Cost Ratio (B/C) dinyatakan dengan persamaan : R/C=(TR-TC)/TC

6 103 dimana : R/C=Revenue and cost Ratio, TR=total penerimaan usahatani padi, TC=total biaya usahatani padi. Model ini dihitung berdasarkan data survey kebutuhan dan biaya per hektar tanaman padi. Komponen yang digunakan untuk menghitung nilai ekonomi usaha tani adalah biaya input seperti jumlah dan harga benih, pupuk, pestisida, dan sebagainya. Selain itu juga komponen biaya lainnya yaitu upah untuk persemaian, gegaleng, penyiangan, penyemprotan, sewa lahan, air, PBB, swadaya, pengolahan tanah, tanam dan sebagainya. Ambang batas (threshold) produksi diperoleh ketika petani tidak mendapat keuntungan maupun tidak rugi dalam usahataninya. Kondisi ini dicerminkan pada saat nilai R/C=1. Threshold produksi padi ini digunakan sebagai bagian dalam penentuan indeks iklim. Selain itu, terkait dengan pengembangan asuransi indeks iklim, dalam penelitian ini dilakukan juga wawancara petani tentang kesediaan membayar (Willingness to Pay) yang besarannya dinyatakan dalam bentuk persentase maupun nominal. Quisoner wawancara untuk menggali informasi tentang kesediaan membayar ini selengkapnya disajikan dalam Lampiran 5 bagian VIII Hasil dan Pembahasan Karakteristik Petani dan Usahatani Padi Usia, Pendidikan dan Pekerjaan Responden Untuk mengetahui karakteristik petani di lokasi penelitian, maka telah dilakukan survey pertama dan wawancara petani di Kecamatan Cikedung, Lelea dan Terisi yang mencakup 13 desa. Tipe lahan yang diusahakan petani responden mewakili 5 tipe yaitu : irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi PU, swadaya dan tadah hujan dengan jumlah responden 150 orang. Usia responden didominasi oleh usia lebih dari 30 tahun. Dari keseluruhan responden 21.3% berusia tahun, 16.7% berusia tahun, 16.0% berusia tahun, 13.3% berusia tahun, 8.7% berusia tahun, 6.7% berusia dan 2% berusia tahun. Dari distribusi ini terlihat bahwa kegiatan

7 104 pertanian di wilayah studi sebagian besar masih dilakukan oleh petani usia produktif (15-55 tahun)(gambar 44a). Tingkat pendidikan responden bervariasi mulai dari tidak sekolah sampai dengan Sarjana. Dari keseluruhan responden persentase yang tamat SD adalah dominan, yaitu 38.4%. Diikuti tidak tamat SD (25.2%), tamat SMP (19.9%), tamat SMU (9.3%), tidak sekolah (4%), diploma/sarjana (2.6%) dan yang pendidikan (0.7%) (Gambar 44b). Pekerjaan Utama responden didominasi sebagai petani (91.4%), meskipun ada juga yang mempunyai pekerjaan lain seperti wiraswasta (5.3%), pedagang (2%) dan aparat pemerintah (0.7%) (Gambar 44c). Gambar 44. Persentase usia (a), pendidikan (b) dan pekerjaan utama (c) responden Pola Tanam dan Komoditas Pola tanam yang sebagian besar dilakukan oleh petani adalah padi-padibera yaitu 83.4%. Selain itu pola tanam yang diterapkan adalah padi-padi-palawija (6%), padi-bera (5.3%), padi-palawija-bera (2%), padi-palawija-sayur (1.3%) dan padi-palawija-padi (0.7%) (Gambar 45). Komoditas yang ditanam selain padi

8 105 yang merupakan komoditas utama (90.7%) adalah padi-palawija (4%), padi kacang hijau (2.6%), padi-kacang hijau-timun (0.7%) (Gambar 46). Gambar 45. Persentase pola tanam yang pada umumnya dilakukan petani Gambar 46. Persentase jenis komoditas yang umumnya di tanam petani Varietas dan Luas Lahan Varietas Ciherang merupakan varietas padi yang paling banyak ditanam petani baik pada MH (72.7%) maupun MK-1 (76%). Alasannya hasil bagus, tahan hama wereng, umur pendek, harga jual tinggi dan hemat air. Diskripsi varietas Ciherang disajikan dalam Lampiran 1. Varietas lain yang biasa ditanam pada MH adalah IR 64 (1.3%), Kebo (22.7%), Bestari, Merauke dan Inpari, masing-masing 0.7%., sedangkan pada MK-1, selain Bestari dan Inpari, petani juga menanam kacang hijau dan widas (Gambar 47). Luas lahan yang dimiliki petani cukup beragam mulai kurang dari 0.5 Ha hingga lebih dari 5 Ha. Petani memiliki lahan garapan paling banyak adalah untuk luasan lebih dari 0.5 sampai dengan 1 Ha, yaitu sebanyak 42%. Untuk luasan garapan 0,5 Ha dimiliki oleh 22% petani. Berikutnya berturut-turut adalah >1.5-

9 106 2 Ha (10.7%), >1-1,5 Ha (10%), >2-2,5 Ha (4%), >3-3,5 Ha (4%), >2.5-3 Ha (3.3%), >3.5-4 Ha (2.7%) dan hanya satu orang petani yang memilik lahan lebih dari 4 Ha dan 6 Ha (0.7%) (Gambar 48). Gambar 47. Persentase pilihan varietas yang ditanam petani pada MH dan MK Gambar 48. Persentase kepemilikan lahan Produksi Padi Produksi padi bervariasi sesuai dengan jenis lahan petani. Untuk lahan irigasi teknis, rata-rata produksi padi yang diperoleh paling tinggi dibandingkan dengan jenis lahan lainnya, yaitu 5,909 ton/ha. Irigasi setengah teknis 4,862 ton/ha, swadaya 4,857 ton/ha, irigasi PU (SPU) 4,696 ton/ha dan tadah hujan 3,921 ton/ha. Hal ini disebabkan pada lahan irigasi teknis, pasokan air lebih tersedia dibandingkan lahan yang lain. Selain itu kondisi saluran irigasi relatif lebih baik, sehingga tidak banyak air yang terbuang. Hal ini sesuai dengan batasan tentang sawah irigasi teknis, yaitu sawah yang memperoleh pengairan dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian

10 107 irigasi dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Jaringan seperti ini biasanya terdiri dari saluran induk, sekunder dan tersier. Saluran induk, sekunder serta bangunannya dibangun, dikuasai dan dipelihara oleh Pemerintah (Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, 2012). Namun dalam distribusi airnya, irigasi ini masih dibedakan lagi berdasarkan golongannya. Golongan 1 adalah wilayah yang mendapat pasokan air irigasi pertama dan berlanjut ke golongan 2, 3, 4 dan 5. Golongan 4 dan 5 ini merupakan wilayah irigasi ujung yang rawan terhadap kekeringan. Demikian juga dengan lahan sawah tadah hujan dimana sumber airnya hanya berasal dari curah hujan. Lahan ini juga cukup rawan terhadap kekeringan. Oleh karena itu pada survey kedua difokuskan pada petani di lahan irigasi ujung dan tadah hujan. Berdasarkan hasil survey dan wawancara petani, produksi maksimum yang bisa dicapai pada MH di lahan irigasi teknis adalah 7,58 ton/ha, SPU 8,5 ton/ha, swadaya dan setengah teknis 7 ton/ha dan tadah hujan bisa mencapai 6 ton/ha, sedangkan produksi minimum pada umumnya kurang dari 4 ton/ha (Gambar 49). Gambar 49. Produksi padi pada setiap tipe lahan pada MH Hasil survey kedua di 4 kecamatan (Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur) terhadap 80 responden menghasilkan data dan informasi tentang produksi padi pada setiap musim pada tipe lahan tadah hujan dan irigasi. Fluktuasi produksi padi pada MH di lahan irigasi ujung rata-rata sekitar 6 ton/ha dan pada lahan tadah hujan sekitar 5 ton/ha. Pada MK dilahan irigasi ujung produksinya sekitar 4 ton/ha dan pada tadah hujan 3 ton/ha (Tabel 9).

11 108 Tabel 9. Produksi padi di 4 kecamatan pada setiap jenis lahan dan musim (Ton/Ha) Kecamatan MH MK Irigasi Ujung Tadah Hujan Irigasi Ujung Tadah Hujan Cikedung Max Min Rata-rata Lelea Max Min Rata-rata Terisi Max Min Rata-rata Kandanghaur Max Min Rata-rata Risiko Pendapatan Petani Risiko yang harus ditanggung petani yang mengakibatkan gagal panen pada umumnya disebabkan oleh bencana terkait iklim seperti kekeringan, banjir dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Berdasarkan hasil survey dan wawancara petani, maka bencana terkait iklim yang menjadi penyebab utama gagal panen di Kecamatan Cikedung, Lelea dan Terisi adalah kekeringan, yaitu 79.8%, sedangkan gagal panen akibat serangan OPT 15.6% dan akibat banjir sekitar 5.6 % (Gambar 50a). Menurut petani, kekeringan pada umumnya berlangsung selama 1-8 bulan. Bulan terparah dengan periode kekeringan yang sangat panjang (8 bulan) dialami oleh sekitar 1.6% petani responden. Berdasarkan hasil survey, petani mengalami kekeringan yang paling sering adalah selama 6 bulan, yaitu sekitar 32% petani. Kekeringan selama 3 dan 5 bulan juga cukup banyak dialami petani responden, yaitu masing-masing 17.2% dan 19.5% (Gambar 50b). Petani mengalami kekeringan antara 1-8 tahun sekali. Berdasarkan lamanya kejadian kekeringan ini

12 109 memperlihatkan bahwa lokasi penelitian ini mengalami kekeringan yang cukup intens. Apabila terjadi kekeringan, petani pada umumnya mengatasinya dengan pompanisasi, sumur bor dan penggantian tanaman atau ada sebagian yang pasrah menunggu sampai hujan turun. Gambar 50. Persentase penyebab gagal panen (a) dan lama kekeringan (b) Terkait dengan aspek kredit, sebagian besar petani (51%) telah memanfaatkan fasilitas kredit, sedangkan 37% tidak atau belum melakukan kredit (Gambar 51a). Sementara sumber kredit yang dominan adalah Bank (65%) yang meliputi BRI, KUR, dan Bank keliling. Selebihnya berturut-turut adalah saudara/teman/tetangga (27%), Gapoktan/kelompok tani (5%), koperasi (2%) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) (1%) (Gambar 51b). Petani meminjam uang pada umumnya setiap musim yaitu pada saat mau tanam dan dikembalikan setelah panen. Sumber kredit Bank (BRI, KUR, Keliling) Saudara/teman/tetangga Koperasi Gapoktan/kelompok tani PNPM 2% 5% 1% 27% 65% Gambar 51. Persentase akses terhadap kredit (a) dan sumber kredit (b) Untuk mengetahui respon dari pihak Bank terhadap model asuransi indeks iklim, maka dilakukan wawancara terhadap perwakilan dari Bank BNI cabang

13 110 Jatibarang, Kabupaten Indramayu. Berdasarkan wawancara diperoleh informasi bahwa rata-rata petani yang mengajukan kredit setiap tahunnya adalah sekitar 4.2% dengan rata-rata besar kredit per petani 5 juta rupiah. Laju pengembalian kredit cukup bagus yaitu 93%. Apabila petani tidak dapat mengembalikan kredit biaanya pihak bank mengadakan restrukturisasi atau penjadwalan kembali jangka waktu kredit. Sehubungan dengan model asuransi indeks iklim, pihak bank menyatakan tertarik untuk menawarkan produk ini kepada petani. Mekanisme pembayaran yang dianggap baik oleh bank adalah individu atau kelompok tergantung pada sifat kreditnya. Mengacu pada data Bank Indonesia, nilai penyaluran kredit untuk sektor pertanian dan kehutanan di Indonesia meningkat signifikan dalam tahun Pada tahun 2009, nilai kredit untuk sektor ini mencapai Rp. 7.6 triliun. Angka tersebut melonjak menjadi Rp triliun tahun Namun apabila dibandingkan dengan total kredit, porsi penyaluran kredit di sektor pertanian dan kehutanan terus menurun. Tahun 2011 kredit di sektor ini hanya menyumbang 5.7% dari total kredit, atau turun dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 23% (Koran Tempo, 3 Oktober 2012). Hal ini disebabkan tingginya risiko di sektor pertanian Kelayakan Usahatani Padi Untuk memperoleh informasi tentang usahatani padi, maka dilakukan survey kedua di Kecamatan Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur dengan jumlah responden 80 orang. Petani responden adalah petani yang melakukan usahataninya di lahan sawah irigasi ujung dan tadah hujan, karena berdasarkan hasil survey pertama, tipe lahan inilah yang rawan terhadap kekeringan. Hasil survey karakteristik petani menunjukkan bahwa petani responden sebagian besar berusia antara tahun. Secara rinci berdasarkan pengelompokkan usia, maka berturut-turut adalah tahun (34%), tahun (30%), tahun (24%), tahun (10%) dan usia tahun sebanyak 2% (Gambar 52a). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pertanian masih didominasi oleh petani dengan usia produktif (15-55 tahun) yaitu sekitar 71.3%. Pendidikan responden didominasi oleh tamatan SD (49%), berikutnya berturut-turut adalah

14 111 SMP (24%), SMA (13%), tidak tamat SD (10%), tidak sekolah (3%) dan ada satu petani yang tamatan D2 (1%) (Gambar 52b). (a) (b) Gambar 52. Persentase usia (a) dan pendidikan (b) responden Dari 80 responden, rata-rata kepemilikan lahannya adalah 1.8 hektar. Luasan terkecil adalah 0.1 hektar dan terbesar adalah 8.5 hektar. Berdasarkan klasifikasi luas kepemilikan lahan, maka persentase tertinggi adalah luas lahan Ha (40%) (Gambar 53a). Berdasarkan persentase luas lahan lahan, maka sebagian besar responden memiliki lahan yang kurang dari 2 Ha. Berdasarkan survey dan wawancara, 61% responden atau 49 petani memiliki lahan irigasi ujung, dan 31 petani atau 39% memiliki jenis lahan tadah hujan. Rata2 kepemilikan lahan pada jenis lahan irigasi ujung adalah 1,9 Ha dengan kisaran Ha. Sementara untuk lahan tadah hujan, rata-rata luas lahannya adalah 1.7 Ha, dengan kisaran 0.1-8,5 Ha (Gambar 53b). Gambar 53. Persentase luas kepemilikan lahan (a) dan luas tiap jenis lahan (b)

15 112 Klasifikasi Tipe Usahatani Padi Untuk mengetahui karakteristik usahatani padi, maka dilakukan pengelompokkan tipe petani berdasarkan besarnya biaya input dan produksinya. Selanjutnya masing-masing dihitung anomalinya dan diplot masing-masing untuk MH, MK serta MH dan MK (Gambar 54). Hasil analisis memperlihatkan adanya 4 tipe petani dalam usahatani padi di lokasi penelitian, yaitu : 1) petani dengan anomali biaya input dan anomali produksi positif, 2) petani dengan anomali biaya input positif dan anomali produksi negatif, 3) petani dengan anomali biaya input dan anomali produksi negatif, dan 4) petani dengan anomali biaya input negatif dan anomali produksi positif. Pada tipe 1, petani harus mengeluarkan biaya input yang cukup tinggi untuk menghasilkan produksi yang tinggi pula. Pada tipe 2, meskipun petani mengeluarkan biaya input yang cukup tinggi tetapi produksinya tidak cukup tinggi. Pada tipe 3, petani mengeluarkan biaya input yang rendah dan produksi yang dihasilkan juga rendah. Pada tipe 4, petani mengeluarkan biaya input yang rendah tapi menghasilkan produksi yang cukup tinggi. Sebagai gambaran persentase petani tipe 1 pada setiap musim adalah 24% (MH), 30% (MK) dan 23% (MH dan MK). Tipe 2, persentasenya adalah 15% (MH), 13% (MK) dan 18% (MH dan MK). Untuk tipe 3, persentasenya paling tinggi dibandingkan tipe lainnya, yaitu 35% (MH), 32% (MK) dan 36% (MH dan MK), sedangkan untuk tipe 4, persentasenya adalah 26% (MH), 25% (MK) dan 24% (MH dan MK) (Tabel 10). Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar petani di lokasi penelitian adalah tipe 3. Pada MH, petani tipe 4 cukup besar (26%). Biaya input yang rendah tetapi produksi tinggi pada tipe 4 ini sangat dibantu oleh faktor curah hujan, sedangkan pada MK, tipe 1 persentasenya cukup besar (30%). Hal ini dikarenakan untuk mengejar produksi yang tinggi sementara ketersediaan air terbatas, petani harus mengeluarkan biaya input yang cukup tinggi. Selain biaya berupa pupuk dan lain-lain, biaya untuk irigasi juga cukup besar. Proporsi rata-rata biaya, ratarata produksi dan anomalinya pada MH dan MK disajikan dalam Gambar 55 dan 56. Klasifikasi ini memberikan gambaran bahwa usahatani padi memberikan beberapa pilihan untuk mencapai produksi yang tinggi. Untuk mengetahui apakah

16 113 usahatani padi masih memberikan keuntungan dan layak diusahakan, maka dilakukan analisis R/C dan B/C. Gambar 54. Klasifikasi usahatani padi pada MH, MK serta MH dan MK Tabel 10. Persentase tipe petani berdasarkan biaya input dan produksi MH MK MH dan MK Tipe 1 24 % 30 % 23 % Tipe 2 15 % 13 % 18 % Tipe 3 35 % 32 % 36 % Tipe 4 26 % 25 % 24 % Gambar 55. Proporsi antara biaya input dan anomalinya (a) serta produksi dan anomalinya (b) pada MH

17 114 Gambar 56. Proporsi antara biaya input dan anomalinya (a) serta produksi dan anomalinya (b) pada MK Karakteristik Usaha Tani Padi Analisis usahatani padi di Kabupaten Indramayu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana nilai ekonomi yang dihasilkan petani terhadap usaha budidaya tanaman padi nya, apakah sudah memberikan keuntungan atau rugi atau hanya balik modal saja. Untuk mengetahui hal tersebut, maka digunakan analisis dengan Revenue Cost Ratio (R/C). R/C merupakan perbandingan antara biaya input dengan pendapatan yang diperoleh. Musim Hujan (MH). Pada MH, petani pada umumnya mulai tanam pada bulan Oktober hingga awal Januari. Pupuk utama yang digunakan adalah Urea dan TSP dengan dosis rata-rata 1,5 kuintal per hektar, serta Ponska 1 kuintal per hektar. Pupuk Urea, TSP dan Ponska pada umumnya diberikan dua kali selama masa tanam yaitu sekitar 15 hari setelah tanam (HST) dan 30 HST. Pada lahan irigasi ujung, rata-rata biaya input yang dikeluarkan petani adalah Rp. 9 juta per hektar lahan. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan usahatani padi dari hasil percobaan lapang (demplot) hasil penelitian Impron et al. (2011), yaitu sebesar Rp. 9.3 juta per hektar. Pada lahan tadah hujan, biaya input sedikit lebih rendah yaitu Rp. 8.7 juta per hektar. Biaya produksi ini termasuk tinggi dibandingkan biaya rata-rata sebesar 5-6 juta rupiah/hektar/musim (Pasaribu, 2012). Besarnya biaya ini disebabkan pada lahan irigasi ada penambahan biaya irigasi sehingga menambah biaya input. Selain itu juga ada biaya sewa lahan. Pupuk dan obat-obatan yang digunakan petani juga cukup intensif dengan berbagai jenis produk, sehingga juga menambah biaya produksi. Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Pertanian serta wawancara petani, biaya sewa lahan

18 115 sawah di Kabupaten Indramayu adalah senilai dengan 3.5 hingga 4 ton gabah per hektar per tahun. Apabila harga gabah di Kabupaten Indramayu sebesar Rp per kuintal (data Bulan Januari 2012), maka biaya sewa lahannya berkisar antara Rp hingga Rp per hektar per tahun. Produksi padi pada MH di lahan irigasi ujung berkisar antara 4-7 ton/ha. Sebagai pembanding, percobaan demplot (Impron et al. 2011) diperoleh hasil sebesar 6.9 ton/ha. Harga gabah di tingkat petani berkisar antara Rp /kg, dengan rata-rata Rp. 3300/kg. Untuk panen padi dari demplot (Impron et al. 2011) diperoleh harga gabah basah pada MH sekitar Rp. 3700/kg dan GKG sekitar Rp. 4000/kg. Musim Kemarau (MK). Pada MK, petani pada umumnya melakukan tanam mulai bulan Maret sampai dengan Juni. Pupuk yang digunakan pada MK sebagian besar sama dengan MH, baik dosis maupun pemberiannya. Pemakaian pestisida dan obat-obatan sangat intensif, baik pada MH maupun MK. Dari survey dan wawancara petani, diperoleh data dan informasi bahwa ada berbagai merek dagang yang digunakan petani yang sebagian besar hanya karena iklan atau ikut sesama teman yang terlebih dulu menggunakan. Petani bingung dengan begitu banyaknya produk obat-obatan pembasmi hama. Pengetahuan terhadap khasiat obat-obatan juga masih terbatas. Selama ini hanya bertanya ke toko/kios penjual obat-obatan. Harga obat-obatan tersebut juga cukup mahal. Oleh karena itu, biaya input petani menjadi besar. Biaya input pada MK di lahan irigasi sekitar Rp. 8.9 juta per hektar. Di lahan tadah hujan sekitar Rp. 7.9 juta per hektar. Pada lahan irigasi ada tambahan biaya untuk pengadaan air irigasi. Produksi padi pada MK di lahan irigasi ujung sekitar 4.3 ton per hektar dan pada lahan tadah hujan sekitar 3.4 ton per hektar. Untuk harga gabah pada MK relatif lebih tinggi dibandingkan MH, yaitu Rp /kg. Sebagai perbandingan dari hasil panen demplot (Impron et al. 2011) diperoleh harga gabah basah MK sebesar Rp. 4200/kg dan GKG Rp. 4500/kg. Berdasarkan hasil penelitian Boer et al. (2011) diperoleh informasi, bahwa harga gabah dalam rentang waktu satu tahun di Kabupaten Indramayu mengalami fluktuasi yang berpola (selalu terjadi setiap tahunnya), yaitu pada saat panen raya harga gabah cenderung selalu rendah dibandingkan harga gabah pada saat musim paceklik. Musim panen raya terjadi pada retang waktu bulan Febuari s.d April, sedangkan pada musim paceklik terjadi pada

19 116 rentang waktu bulan September sampai dengan November. Hasil penelitian Hidayati et al. (2011) berdasarkan wawancara dengan petani menunjukkan kisaran harga gabah Rp 4700 Oktober-Nopember dan Rp 3000 pada Februari- Maret. Baik pada MH maupun MK, petani di Kabupaten Indramayu, pada umumnya masih menggunakan kearifan lokal, yaitu pranata mangsa untuk menentukan saat tanam. Berdasarkan pengetahuan tersebut (pranata mangsa), para petani terutama petani padi mengatur jadwal tanam mereka dalam jangka satu tahun. Sebagian besar petani merencanakan pola tanam satu tahun dengan pola padi-padi-palawija (tanam padi 2 kali), namun ada juga yang menanam dengan pola padi-padi-padi terutama pada tipe golongan irigasi I yang mendapatkan kepastian distribusi air (stok air selalu tersedia). Variasi komoditas tanam, sebenarnya tergantung dari keadaan kawasannya, dalam hal ini menyesuaikan tipe irigasinya. Tipe irigasi I umumnya menggunakan pola padi-padi-padi atau padipadi-palawija, tipe irigasi II dan III umumnya menggunakan pola padi-padipalawija, sedangkan tipe irigasi IV umumnya menggunakan pola padi-padipalawija atau padi-palawija-palawija. Hal ini tergantung dari ketersediaan airnya atau keadaan iklim tertentu (kemarau/ hujan panjang). Analisa Pendapatan Biaya (Revenue Cost Ratio, C/R) dan Analisa Manfaat Biaya (Benefit Cost Ratio, B/C) Dalam mengusahakan suatu komoditi, seorang petani akan dihadapkan pada dua pilihan, yaitu apakah komoditas yang akan diusahakan menguntungkan atau tidak. Dengan adanya dua pilihan tersebut, petani akan semakin selektif dalam memilih komoditas mana yang akan diusahakannya. Untung rugi komoditi yang diusahakan dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan dan besarnya penerimaan yang didapatkan. Besarnya biaya produksi tersebut dipengaruhi oleh : 1) Skala usahatani, 2) efisiensi penggunaan modal, tenaga kerja, alat-alat dan sarana produksi, 3) produktifitas dan 4) cara pemasaran, harga dan sebagainya (Nurmalinda et al. 1994). Terkait dengan usahatani padi di Kabupaten Indramayu, untuk mengetahui apakah usahatani padi tersebut memberikan keuntungan dan

20 117 layak diusahakan atau tidak, maka diperlukan suatu indikator yaitu berupa nilai R/C dan B/C. Nilai R/C dan B/C dianalisis berdasarkan komponen biaya dan produksi serta harga. Biaya meliputi tenaga kerja, sarana dan lain-lain termasuk sewa lahan, iuran dan sebagainya. Komponen tenaga kerja menyerab biaya yang paling besar dibandingkan sarana dan komponen lainnya. Persentase masing-masing komponen pada MH adalah tenaga kerja 62.9%, sarana 27.6%, lain-lain (10.6%), sedangkan pada MK, tenaga kerja 60.8%, sarana 27.7%, lain-lain (13.5%). Hasil penelitian Ariani (2009) juga menyebutkan bahwa biaya tenaga kerja untuk usahatani padi mencapai lebih dari 60%. Dari komponen tenaga kerja ini, biaya terbesar adalah untuk panen. Hal ini dikarenakan petani masih menggunakan sistim bawon dengan perbandingan 5:1 atau 6:1. Untuk biaya sarana yang meliputi benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan, persentasenya sekitar 27 % dari total biaya keseluruhan. Sebagai pembanding, biaya usahatani padi untuk sarana produksi di Kabupaten Banten sekitar % (Ariani et al. 2009) dan di Kabupaten Karawang tahun 2005 sekitar 22-25% (Andriati dan Sudana 2007). Revenue Cost Ratio, R/C. Rasio biaya terhadap pendapatan (Revenue Cost Ratio, R/C) usahatani padi merupakan perbandingan antara pendapatan dengan biaya input usahatani padi. Parameter ini digunakan untuk menilai apakah usahatani padi yang dilakukan memberikan keuntungan secara ekonomi dan layak untuk diusahakan. Jika nilai R/C >1, maka usahatani padi memberikan keuntungan dan layak diusahakan. Jika R/C < 1, usahatani padi yang dilakukan belum layak dan belum menguntungkan secara ekonomi. Apabila nilai R/C=1, maka usahatani padi tersebut impas, artinya tidak untung dan tidak rugi. Nilai R/C=1 inilah yang akan digunakan untuk menentukan batas ambang (threshold) produksi padi. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa nilai R/C petani contoh di Indramayu pada MH sebagian besar lebih dari 1. Nilai R/C berkisar dari 0.9 hingga 3.4. Artinya ada petani yang secara ekonomi rugi dalam penerimaan, meskipun secara sosial merasa untung karena masih bisa panen. Petani dengan R/C<1 ini adalah petani yang sewa lahan dan produksinya tidak terlalu tinggi. Rata-rata R/C sebesar 2.1. Nilai ini memberi gambaran bahwa untuk setiap biaya

21 118 yang dikeluarkan pada awal kegiatan usahatani sebesar Rp akan memperoleh pemasukan atau penerimaan sebesar Rp pada akhir kegiatan usahatani. Untuk MK, nilai R/C berkisar dari 0.6 hingga 3.2, dengan rata-rata 1.8. Nilai R/C pada MK relatif lebih kecil dibandingkan dengan MH. Hal ini disebabkan produksi padi pada MK lebih rendah dibandingkan pada MH. Meskipun harga gabah lebih tinggi pada MK dibandingkan MH, tetapi belum dapat meningkatkan pendapatan petani seperti pada MH. Untuk menyiasati situasi ini, pada umumnya petani mempunyai cara tersendiri untuk memperoleh keuntungan, yaitu dengan menyimpan sebagian gabah yang dihasilkan pada MH untuk dijual pada MK dimana harganya lebih tinggi. Dengan mengambil nilai gabah rata-rata sebesar Rp (MH) dan Rp (MK), maka secara umum analisa kelayakan usahatani padi di lokasi penelitian menghasilkan nlai R/C sebesar 1.94 pada MH dan 1.70 pada MK (Tabel 11). Sebagai perbandingan, hasil penelitian usahatani padi sawah pada MH di Kabupaten Karawang nilai R/C nya , sedangkan pada MK 1.41 hingga 1.58 (Andriati dan Sudana 2007), dan di Provinsi Banten pada MH sebesar 1.9 hingga 2.3 (Ariani et al. 2009). Tabel 11. Analisis kelayakan usahatani padi di lokasi penelitian Uraian MH MK Total biaya 8,370,800 8,067,282 Produksi (ton/ha) Nilai produksi 16,200,000 13,719,000 R/C Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata nilai R/C, baik pada MH dan MK pada umumnya nilainya >1, artinya secara ekonomi usahatani padinya memberikan keuntungan dan layak untuk diusahakan, meskipun ada juga petani yang belum memperoleh keuntungan dari usahataninya yang ditunjukkan oleh nilai R/C kurang dari 1. Ada pula petani yang untung di MH, tetapi kurang untung di MK. Meskipun demikian karena bertani adalah pilihan hidup (way of life) bagi petani, maka baik untung maupun rugi tetap berusahatani (Pasaribu 2012). Persamaan yang menghubungkan produksi padi dan R/C pada MH menunjukkan trend yang meningkat, demikian juga pada MK (Gambar 57). Trend

22 119 yang meningkat mengindikasikan bahwa usahatani yang dilakukan di lokasi penelitian akan semakin menguntungkan seiring dengan meningkatnya produksi padi. Peningkatan produksi padi pada MK lebih besar pengaruhnya dalam peningkatan R/C. Hal ini ditunjukkan oleh gradien garis trend yang lebih besar pada MK dibandingkan pada MH. Batas ambang (threshold) produksi padi diperoleh pada saat nilai R/C sama dengan 1, yaitu sebesar pada MH dan pada MK. Nilai threshold produksi ini akan digunakan dalam penentuan indeks curah hujan untuk pengembangan asuransi indeks iklim. Untuk masingmasing kecamatan nilai R/C dibedakan untuk MH dan MK (Tabel 12). Nilai threshold berbeda-beda untuk setiap wilayah dan setiap musim. Hal ini disebabkan nilai threshold ditentukan oleh nilai R/C yang diperoleh pada wilayah tersebut pada MH, MK maupun MH dan MK. Gambar 57. Hubungan produksi padi dan R/C pada MH dan MK Tabel 12. Nilai threshold produksi padi pada MK dan MH (Kg/Ha) Kecamatan MK MH Cikedung Lelea Terisi Kandanghaur Benefit Cost Ratio, B/C. Rasio keuntungan terhadap pendapatan (Benefit Cost Ratio) usahatani padi merupakan suatu parameter yang menunjukkan apakah usahatani yang dilakukan meningkatkan pendapatan petani atau tidak. Rasio

23 120 antara selisih pendapatan dan biaya input per pendapatan menghasilkan nilai baik positip maupun negatip. Nilai negatip bila pendapatan lebih kecil dari biaya input, sebaliknya nilai positip jika pendapatan lebih besar dari biaya input. Hasil analisis menunjukkan nilai B/C pada MH berkisar antara hingga 2.37, dengan rata-rata 1.1. Pada MK diperoleh kisaran nilai B/C hingga 2.15 dengan rata-rata Secara umum nilai B/C pada MK lebih rendah dari MH. Perbedaan yang sering muncul adalah pada faktor produksi dan harga gabah. Pada MH produksi tinggi tetapi harga gabah relatif rendah, sedangkan pada MK, produksi padi rendah tetapi harga gabah cukup tinggi. Sementara luas tanam relatif sama antara MH dan MK. Selain itu, pada MK biasanya ada penambahan biaya irigasi untuk lahan yang beririgasi. Namun faktor produksi dan biaya inilah yang pada umumnya berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan petani. Berdasarkan hubungan antara produksi dan B/C diperoleh trend yang cenderung meningkat baik pada MH maupun MK (Gambar 58). Peningkatan produksi pada MK berpengaruh lebih besar terhadap nilai B/C dibandingkan pada MH. Gambar 58. Hubungan produksi padi dan B/C pada MH dan MK Walaupun secara ekonomi usahatani padi di lokasi penelitian menguntungkan dan layak diusahakan, namun petani belum terbiasa mengelola keuangan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil wawancara yang

24 121 memperlihatkan bahwa 51% petani tidak terbiasa menyimpan uang dari hasil panennya. Sementara sekitar 31% petani sudah terbiasa menyimpan uang, dan ada yang menyimpan dalam bentuk gabah (3%) dan dalam bentuk perhiasan (1%) (Gambar 59). Menurut Simatupang dan Rusastra (2004) sebagian besar petani padi adalah keluarga miskin yang lebih mendahulukan pemenuhan kebutuhan pokok saat ini daripada masa mendatang, sehingga penggunaan modal untuk membiayai ongkos usahatani dan investasi bukan merupakan prioritas utama. Meskipun sebagian besar petani belum mampu menyisihkan hasil panennya untuk ditabung, dan petani hampir setiap musim atau tahun melakukan kredit (pinjam uang) untuk usahataninya, namun menurut petani usahatani padi ini masih tetap memberikan keuntungan dibandingkan komoditas lainnya. Selain itu, petani tidak punya pilihan lain selain mengusahakan lahannya untuk usahatani padi. Gambar 59. Persentase kebiasaan petani menyimpan uang dalam usahataninya Kesediaan Membayar (Willingnes to Pay, WTP) Kesediaan membayar merupakan hal penting dalam pengembangan asuransi indeks iklim. Hal ini terkait dengan kemampuan petani dalam pembayaran premi yang harus dilakukan dalam sistim asuransi. Terkait dengan finansial petani, untuk melakukan usahataninya, petani pada umumnya memimjam uang baik setiap musim atau setiap tahun ketika akan memulai tanam. Hasil survey dan wawancara menunjukkan bahwa sekitar 65% petani sudah terbiasa dengan fasilitas kredit, 10% tidak melakukan kredit dan hanya 2% petani yang kadang-kadang melakukan kredit (Gambar 60a). Bank merupakan tempat yang paling banyak dituju petani (40%) untuk memperoleh pinjaman uang. Selebihnya petani mendapat pinjaman dari kelompok

25 122 tani/gapoktan/rt (12.5%), saudara (11.3%), tetangga/teman (7.5%), pegadaian (1.3%) dan anak (1.3%). Sekitar 26.5% petani tidak melakukan peminjaman (Gambar 60b). Pengembalian pinjaman biasanya dilakukan setelah panen. Mekanisme kredit ini dilakukan petani hampir setiap musim atau setiap tahun, yaitu pada saat akan memulai tanam. Gambar 60. Persentase akses kredit petani (a) dan sumber kredit (b) dalam usahatani padi Hasil wawancara terhadap 80 responden di lokasi penelitian, diperoleh gambaran bahwa sebagian besar petani (82.5%) bersedia atau sanggup membayar premi, dengan besaran yang bervariasi. Hanya 7.5% petani yang tidak bersedia membayar, tergantung yang lain (3.75%) dan yang tidak menjawab (6.25%). Pembayaran secara musiman paling banyak disanggupi oleh petani setelah mereka memperoleh hasil panen. Ada beberapa petani juga yang sanggup dengan cara mencicil tiap bulan dengan kisaran /bulan. Sekitar 8.75% petani bersedia membayar premi 10% dari nilai input. Data hasil wawancara memperlihatkan bahwa petani bersedia membayar hingga Rp ,- /Ha/Musim. Berdasarkan survey kesediaan membayar yang dilakukan di lokasi penelitian, diperoleh bahwa persentase paling besar (28.4%) petani bersedia membayar sebesar ribu rupiah per musim. Selanjutnya 25.4% bersedia membayar ribu rupiah per musim, 16% bersedia membayar kurang dari 100 ribu rupiah per musim, 13.4% bersedia membayar dan ribu rupiah per musim, dan hanya 3% yang tidak bersedia membayar premi. Berdasarkan plot frekuensi WTP, maka persentase kesediaan membayar yang paling besar adalah ribu rupiah per musim (Gambar 61).

26 123 Gambar 61. Frekuensi kesediaan membayar premi oleh petani Prospek tentang asuransi iklim ini juga dikaji dengan melakukan diskusi dan pengisian quisoner dengan para penyuluh pertanian dalam forum Workshop Pendayagunaan Informasi Iklim Untuk Kemandirian Pangan di Kabupaten Indramayu yang dilaksanakan di kantor Bapeda Kabupaten Indramayu pada tanggal 12 Juni Point yang ditanyakan antara lain tentang prospek asuransi iklim, kendala utama yang mungkin dihadapi, lembaga apa yang disarankan untuk mengelola asuransi (koperasi, Bank, kelompok tani, lainnya) serta berapa kira-kira kemampuan dalam membayar premi. Hasil workshop menunjukkan bahwa 68% responden menyatakan asuransi iklim memiliki prospek yang bagus, menarik dan menjajikan. Lembaga pengelola yang banyak diharapkan responden adalah Bank (52%). Kendala utama yang dikemukakan responden seandainya asuransi dilaksanakan adalah perlunya sosialisasi (32%) (Gambar 62).

27 124 Gambar 62. Prospek dan kendala asuransi indeks iklim di Kabupaten Indramayu 5.4. Simpulan Petani di lokasi penelitian didominasi oleh usia produktif (15-55 tahun) dalam melaksanakan usahataninya (71.3%). Pendidikan responden sebagian besar (49%) tamatan SD. Lahan yang dimiliki sebagian besar petani (40%) adalah seluas Ha. Pola tanam dominan adalah padi-padi-bera. Fluktuasi produksi padi pada MH di lahan irigasi ujung rata-rata sekitar 6 ton/ha dan pada lahan tadah hujan sekitar 5 ton/ha. Pada MK dilahan irigasi ujung produksinya sekitar 4 ton/ha dan pada tadah hujan 3 ton/ha. Tipe petani yang paling banyak dijumpai adalah petani yang masih mengeluarkan biaya input rendah dan produksi juga relatif rendah (tipe 3). Pada MH di lahan irigasi ujung, rata-rata biaya input yang dikeluarkan petani adalah Rp. 9 juta/ha (MH) dan Rp. 8.9 juta/ha (MK). Pada lahan tadah hujan sebesar Rp. 8.7 juta/ha (MH) dan Rp. 7.9 juta/ha (MK). Analisis usahatani pada MH menghasilkan R/C 0.9 hingga 3.4, dengan rata-rata 2.1, sedangkan pada

28 125 MK 0.6 hingga 3.2 dengan rata-rata 1.8. Sementara nilai B/C pada MH berkisar antara hingga 2.37, dengan rata-rata 1.1, dan pada MK diperoleh kisaran nilai B/C hingga 2.15 dengan rata-rata Artinya secara ekonomi usahatani padi di lokasi penelitian masih menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Namun keuntungan ini belum diikuti oleh kebiasaan menabung hasil panennya. Untuk melakukan usahataninya, petani pada umumnya memimjam uang baik setiap musim atau setiap tahun ketika akan memulai tanam. Sekitar 65% petani sudah terbiasa dengan fasilitas kredit, 10% tidak melakukan kredit dan hanya 2% petani yang kadang-kadang melakukan kredit. Bank merupakan tempat yang paling banyak dituju petani (40%) untuk memperoleh pinjaman uang. Selebihnya petani mendapat pinjaman dari kelompok tani/gapoktan/rt (12.5%), saudara (11.3%), tetangga/teman (7.5%), pegadaian (1.3%) dan anak (1.3%). Sekitar 26.5% petani tidak melakukan peminjaman Pemberian wacana tentang Asuransi Indeks Iklim disambut baik oleh petani. Sebagian besar petani (82.5%) bersedia atau sanggup membayar premi, dengan besaran yang dominan ribu rupiah per musim per hektar. Hasil workshop menunjukkan bahwa 68% responden menyatakan asuransi iklim memiliki prospek yang bagus, menarik dan menjajikan. Lembaga pengelola yang banyak diharapkan responden adalah Bank (52%). Kendala utama yang dikemukakan responden seandainya asuransi dilaksanakan adalah perlunya sosialisasi (32%).

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan 7.1. Pendahuluan Perubahan iklim dan dampaknya pada berbagai sektor telah menggungah

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kejadian kekeringan di Kabupaten Indramayu merupakan penyebab utama (79.8%)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian

Lebih terperinci

III. ANALISIS DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM

III. ANALISIS DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM III. ANALISIS DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM 3.1. Pendahuluan Salah satu indikator terjadinya perubahan iklim adalah semakin meningkatnya kejadian iklim ekstrim

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diskripsi Varietas Padi Ciherang

Lampiran 1. Diskripsi Varietas Padi Ciherang L A M P I R A N 178 Lampiran 1. Diskripsi Varietas Padi Ciherang Lampiran 2. Diskripsi Varietas Padi IR 64 179 180 Lampiran 3. Peta administrasi dan plot stasiun hujan Kabupaten Indramayu S U B A N G CIREBON

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM

VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM 6.1. Pendahuluan Asuransi indeks iklim merupakan salah satu bentuk pendanaan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Seminar Nasional Serealia, 2013 KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Syuryawati, Roy Efendi, dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Untuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia 2 Balai Pengkajian teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sedang berupaya menjaga ketahanan pangan Indonesia dengan cara meningkatkan produksi tanaman pangan agar kebutuhan pangan Indonesia tercukupi. Ketidak tersediaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian adalah salah satu sektor yang menjadi titik berat pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan di sektor pertanian terus digalakkan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Yohanes Andika Tj. 2013110060 Al Faisal Mulk 2013110067 M. Ibnu Haris 2014110011 Abstrak Kebijakan asuransi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir setengah dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 kemudian akan digunakan untuk menduga sebaran keuntungan/kerugian kotor (gross margin) pada tiga kondisi (El Niño, dan ). Indikator ENSO yang digunakan dalam analisis ini adalah fase SOI. Keuntungan/kerugian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA 5.1. Karakteristik Petani Padi Padi masih merupakan komoditas utama yang diusahakan oleh petani tanaman pangan di Kabupaten Konawe dan Konawe

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah III. METODE PENELITIAN Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode ini digunakan untuk menggali fakta- fakta di lapangan kemudian dianalisis dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008. A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir setengah dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 18 kecamatan yang ada di Kabupatan Gorontalo. Sesuai dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 73 VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan Keberhasilan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian dan harapan petani bagi peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO Purwanto 1) dan Dyah Panuntun Utami 2) 1)Alumnus Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian 2) Dosen Program

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 75 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Cucu Kodir Jaelani 1 1) Badan Pelaksana Penyuluhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN SAYURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) VARIETAS ORBA (Suatu Kasus pada Kelompoktani Cikalong di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Apang Haris 1, Dini Rochdiani

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor yang mempunyai peranan strategis bagi perekonomian Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis sebagai penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA SIDERA KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA SIDERA KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI J. Agroland 23 (1) : 64 69, April 2016 ISSN : 0854 641X E-ISSN : 2407 7607 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA SIDERA KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI The Analysis of Income

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT I.Gunarto, B. de Rosari dan Tony Basuki BPTP NTT ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di hamparan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 22/03/51/Th. IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) PRODUKSI PADI TAHUN 2014 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 2,74 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

Karakteristik Sistem Usahatani Bawang Merah Dan Potensi Sebagai Penyangga Supplay Di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat

Karakteristik Sistem Usahatani Bawang Merah Dan Potensi Sebagai Penyangga Supplay Di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat Karakteristik Sistem Usahatani Bawang Merah Dan Potensi Sebagai Penyangga Supplay Di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat Muji Rahayu dan Irma Mardian Balai pengkajian Teknologi Pertanian Jl. Raya Peninjauan

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO)

ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO) ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO) (Muhsanati, Etti Swasti, Armansyah, Aprizal Zainal) *) *) Staf Pengajar Fak.Pertanian, Univ.Andalas

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 045/11/11/Th.V. 01 November 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2011,

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci