VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI"

Transkripsi

1 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI Usaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo merupakan kegiatan ekonomi produktif yang sudah berlangsung sejak tahun 1980-an. Usaha ini telah memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat Kelurahan Purwoharjo dan desa-desa di sekitarnya yaitu Purwosari, Sidorejo, Kebagusan, Ujunggede dan Pendowo. Usaha ini merupakan satu-satunya mata pencaharian para pengusaha dan para tenaga kerjanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Berdasarkan berbagai permasalahan yang dihadapi (lihat analisis permasalahan pengusaha mikro konveksi Bab VI) dirumuskan rancangan strategi dan rancangan program untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ditempuh dengan langkah langkah sebagai berikut : 7.1 Analisis Lingkungan Usaha Faktor Internal Kekuatan 1. Alat produksi dan teknologi memadai Sebagai usaha mikro yang bercirikan padat karya, proses konveksi di kelurahan Purwoharjo tidak memerlukan alat yang modern seperti di pabrik garmen. Pengusaha telah memiliki alat produksi yang diperlukan untuk usaha konveksi secara lengkap dan jumlah yang cukup memadai untuk proses produksi walaupun dengan teknologi yang sederhana. Dengan ketersediaan alat produksi tersebut, seluruh proses konveksi dari membuat pola, memotong, menjahit, mengobras, memasang kancing, penyablonan, finishing, penyetrikaan serta pengepakan dapat dilakukan sendiri. Hal tersebut dapat menghemat biaya produksi. Penghematan biaya produksi berarti peningkatan keuntungan yang dapat diperoleh oleh pengusaha. Salah seorang pengusaha mengatakan bahwa proses penyablonan yang dilaksanakan sendiri dapat menghemat biaya produksi sampai denngan 25 persen.

2 58 2. Letak tempat usaha strategis Lokasi usaha mikro konveksi berada di dusun Serdadi Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal yang terletak di pinggir jalan raya pantura bagian barat Jawa Tengah. Kedekatan lokasi dengan jalan raya ini sangat menguntungkan dalam hal akses transportasi bahan baku dan pemasaran. Aksesibilitas lokasi ini berpengaruh terhadap biaya transportasi yang harus dikeluarkan serta tersedianya pilihan-pilihan transportasi yang akan digunakan. Pilihan transportasi yang tersedia adalah transportasi umum, kendaraan rental dan kendaraan pribadi dengan biaya yang cukup terjangkau. Usaha mikro konveksi sudah berjalan lama sejak tahun 1980 dan telah cukup dikenal oleh pedagang. Didukung dengan penetapan lokasi sebagai salah satu sentra industri kecil konveksi di Kabupaten Pemalang dan dipromosikan oleh pemda membuat lokasi menjadi lebih terkenal dan berdampak positif terhadap pemasaran. Jadi letak tempat usaha ini menjadi salah satu kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam pemberdayaan usaha mikro konveksi. 3. Kualitas produk baik Berdasarkan keterangan salah satu pengusaha, minat konsumen terhadap produk celana panjang yang dihasilkan oleh pengusaha mikro konveksi Kelurahan Purwoharjo cukup tinggi dan selama ini diakui oleh pedagang mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produk yang sama yang dihasilkan oleh para pengusaha di daerah Rowosari dan Samong Kecamatan Ulujami. Masing-masing produk mempunyai pangsa pasar yang berbeda. Kualitas produk yang baik ini menjadi salah satu modal untuk dapat memenangkan persaingan. Selama ini kontrol kualitas produk dilakukan sendiri oleh pengusaha atau anggota keluarganya untuk tetap dapat menjaga mutu produk. Mutu produk yang selalu terjaga berpengaruh positif terhadap harga jual produk yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk dari tempat lain Kelemahan 1. Kepemilikan modal terbatas Sebagian besar pengusaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo pada awal usahanya mengandalkan modal sendiri dengan pemupukan modal/

3 59 investasi yang rendah. Para pengusaha mengalami kesulitan untuk mengakses permodalan dari lembaga keuangan. Banyak bank komersial yang menawarkan kredit kepada para pengusaha namun kurang diminati oleh para pengusaha karena bunganya tinggi dan persyaratannya susah. Kepemilikan modal yang rendah telah menghambat perkembangan usaha mereka. Modal terutama digunakan untuk modal kerja, yaitu untuk membeli bahan baku, alat-alat pelengkap lain dan upah tenaga kerja. 2. Lemahnya kemampuan membangun jaringan kerja sama dan pemasaran Keterbatasan permodalan dan keterbatasan kapasitas SDM telah menyebabkan jaringan kerja sama dan pemasaran yang dimiliki oleh para pengusaha terbatas dan hanya memasarkan produknya kepada pedagang langganan saja. Jaringan pemasaran baru menuntut pembayaran mundur/ konsinyasi. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para pengusaha kurang sehingga kurang mampu mengembangkan jaringan kerja sama. 3. Kemampuan manajerial Kemampuan manajerial para pengusaha rendah yang ditandai dengan bercampurnya pengelolaan keuangan antara untuk produksi dan konsumsi (rumah tangga) sehingga pemupukan modal kurang. Penghasilan/ keuntungan yang diperoleh digunakan untuk dua kepentingan yaitu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan untuk menambah modal usaha. Jumlah untuk masing-masing kebutuhan tersebut tidak tentu sehingga pemupukan modal tidak dapat direncanakan dengan baik. 4. Kurangnya keterampilan para tenaga kerja untuk membuat model pakaian terbaru (celana kolor) Produk celana kolor modelnya cepat berubah. Para tenaga kerja tidak pernah mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka. Apabila tenaga kerja tidak bisa menyesuaikan dengan model yang terbaru maka tidak bisa merebut peluang pasar. Mode terbaru dapat diketahui dengan mengakses informasi pasar yang meliputi perkembangan mode, perkembangan harga dan lain-lain. Untuk itu diperlukan keterampilan untuk membuat model pakaian terbaru.

4 Faktor Eksternal Peluang 1. Keberadaan lembaga keuangan, Di sekitar tempat usaha (wilayah kelurahan Purwoharjo banyak terdapat lembaga keuangan formal yang belum diakses untuk sumber permodalan. Lembaga keuangan formal tersebut antara lain : BRI, BPD, BCA, LIPPO, BPR BKK, Bank Pasar dan Perum Pegadaian. Berdasarkan keterangan informan bahwa ada program kredit mikro dan kecil oleh beberapa lembaga keuangan formal tersebut yang dapat diakses oleh pengusaha mikro, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kelompok Simpan Pinjam (KSP) dan Kelompok Pengusaha Mikro. Hasil wawancara dengan para responden, mereka membutuhkan tambahan modal namun belum bisa mengakses lembaga keuangan formal tersebut karena rumitnya persyaratan. 2. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk usaha mikro Kebijakan pemerintah untuk usaha mikro-kecil (pembinaan) berupa pelatihan, bantuan permodalan, pendampingan serta bantuan bentuk lain semakin banyak. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Diperindagkop Kabupaten Pemalang, pola pembinaan dari Diperindagkop berupa pelatihan dan bantuan alat produksi lebih diutamakan yang berdasarkan usulan dari bawah (pengusaha). Hal ini merupakan peluang yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas SDM pengusaha dan tenaga kerja serta alternatif untuk mengembangkan teknologi yang lebih modern. 3. Permintaan pasar terhadap produk masih terbuka Berdasarkan keterangan para pengusaha yang menjadi responden, peluang pasar masih terbuka luas di tingkat regional, terutama di wilayah Jawa dan Kalimantan. Sistem perdagangan yang dipersyaratkan adalah sistem konsinyasi. Artinya peluang pasar tersebut dapat diambil para pengusaha dengan syarat para pengusaha mempunyai modal yang cukup memadai untuk tetap menjaga kelangsungan perputaran usaha. Langkah yang memungkinkan adalah dengan meningkatkan permodalan atau melalui pola kemitraan. 4. Sudah pernah terbentuk Asosiasi dan koperasi yaitu APPJ dan KPPJ. Di kelurahan Purwoharjo telah terbentuk 2 (dua) organisasi yang mewadahi para pengusaha mikro konveksi yaitu Asosiasi Pengusaha Pakaian Jadi (APPJ) dan Koperasi Pengusaha Pakaian Jadi (KPPJ). Selama 3 (tiga) tahun terakhir, kedua organisasi tersebut mengalami kevakuman kegiatan karena

5 61 beberapa sebab namun statusnya belum dibubarkan. Organisasi tersebut merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang mereka hadapi dalam pengembangan usaha. 5. Ketersediaan tenaga kerja yang memadai dan murah. Persentase tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga adalah 10,74 persen, sedangkan sisanya yang berasal dari luar keluarga sebesar 89,36 persen. Tenaga kerja dari dalam keluarga bertugas dalam pengontrolan kualitas sebelum packing. Tenaga kerja luar keluarga bertugas dalam hal-hal teknis, pembuatan pola, pemotongan, menjahit, mengobras serta menyetrika. Selama ini para pengusaha tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh tenaga kerja. Sistem perekrutannya melalui rekomendasi dari tenaga kerja yang sudah ada, dilihat track record-nya (sebelumnya pernah bekerja dimana) dan dilihat kerapihan hasil kerjanya. Sistem pengupahan secara borongan berdasarkan jumlah potong pakaian yang dihasilkan dirasakan masih terjangkau oleh para pengusaha. Upah untuk kolor per potong Rp sedangkan celana panjang upah per potong Rp Pengupahan dengan sistem borongan tersebut dapat mempermudah perhitungan biaya produksi sebagai dasar menentukan harga produk Ancaman 1. Sistem perdagangan konsinyasi, Kepemilikan modal usaha mikro sangat rendah karena banyak yang mengandalkan modal sendiri. Sistem perdagangan ini merugikan pengusaha mikro karena dengan pengunduran pembayaran pengusaha harus mencari tambahan modal untuk biaya produksi selanjutnya agar usaha tetap dapat berjalan. Setiap kredit pasti berbunga, hal itu tentu saja akan semakin mengurangi keuntungan yang akan diterima para pengusaha. Keuntungan hasil penjualan produk akan dikurangi dengan angsuran kredit dan bunganya. Konsinyasi tidak hanya berlaku untuk pasar produk (out put) namun juga pasar suplai. 2. Suplai bahan baku yang tidak tentu (celana kolor), Ketidakpastian suplai bahan baku kolor merupakan ancaman karena dengan ketidakpastian suplai bahan baku dapat menghambat proses produksi.

6 62 Kerugian yang diakibatkan adalah hilangnya peluang pasar yang sudah tercipta untuk produk dengan bahan tertentu. Hal ini terjadi karena produk dengan bahan tertentu dan model tertentu yang sedang diminati oleh konsumen tidak dapat diproduksi kembali karena kelangkaan bahan baku. Bila hal itu terjadi maka pengusaha harus membuat model baru dengan bahan lain dan belum tentu diminati oleh pasar sehingga akan mempengaruhi kelancaran pemasaran. Para pengusaha tergantung pada satu tempat pembelian bahan baku yaitu di pasar Tegalgubug Cirebon. Selama ini mereka belum menemukan tempat pembelian bahan baku yang lain. 3. Persaingan produk konveksi daerah lain, Kelurahan Purwoharjo bukan satu-satunya sentra industri mikro konveksi di kabupaten Pemalang. Persaingan di tingkat lokal adalah dari pengusaha konveksi di desa Rowosari dan Samong. Persaingan di tingkat regional berasal dari daerah Tegal dan Kudus. Menurut para pengusaha, produk konveksi dari daerah Tegal dan Kudus harganya lebih murah. Untuk tetap mempertahankan usaha konveksi maka para pengusaha harus memenangkan persaingan tersebut dengan cara menekan biaya produksi serta menjaga kualitas. 4. Stigma negatif pengusaha oleh BUMN dan Pemda Stigma negatif tersebut muncul karena tingginya tingkat kemacetan kredit yang pernah disalurkan oleh BUMN dan pemda. BUMN yang pernah menyalurkan kreditnya adalah Krakatau Steel dan PLN. Stigma tersebut menyebabkan proses seleksi kelayakan usaha dalam penyaluran kredit menjadi bertambah ketat. Seleksi penyaluran kredit yang sangat ketat mengurangi peluang pengusaha mikro untuk mendapatkan kredit karena mereka tidak memiliki agunan dan usaha mereka dinilai tidak layak untuk mendapatkan kredit. Kebutuhan modal merupakan hal yang sangat mendesak. Kecilnya peluang untuk mendapatkan kredit lunak membuat para pengusaha mencari alternatif permodalan yang lain dengan bungan yang tinggi. Sumber pendanaan yang banyak diminati adalah modal ventura. Modal ventura sangat diminati karena peryaratannya mudah, tidak memerlukan agunan, prosesnya mudah namun bunganya tinggi. Modal ventura yang pernah menyalurkan pinjaman modal kepada pengusaha mikro di kelurahan Purwohrajo adalah Sarana Jasa Ventura (Semarang) dan Grup Para Sahabat (Comal).

7 63 Tabel 17 Matriks Analisis SWOT Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 FAKTOR EKSTERNAL FAKTOR INTERNAL PELUANG (OPORTUNITIES) 1. Keberadaan dan dukungan lembaga keuangan 2. Permintaan pasar terhadap produk 3. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk usaha mikro (pelatihan dan permodalan berdasarkan usulan dari bawah) 4. Sudah pernah terbentuk Asosiasi dan koperasi 5. Ketersediaan tenaga kerja yang memadai dan murah ANCAMAN (THREATHS) 1. Sistem perdagangan konsinyasi 2. Ketersediaan bahan baku yang tidak tentu 3. Persaingan produk konveksi daerah lain 4. Stigma negatif pengusaha oleh BUMN dan Pemda (kredit macet) KEKUATAN (STRENGTHS) 1. Alat produksi dan teknologi memadai 2. Letak tempat usaha strategis 3. Kualitas produk yang baik 1. Mengakses pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja 2. Mengoptimalkan pemanfaatan alat produksi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produksi dan memenuhi permintaan pasar 3. Mengakses permodalan yang belum dimanfaatkan dari lembaga keuangan untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi pasar. 4. Menyampaikan usulan program pelatihan dan permodalan kepada Diperindag secara partisipatif 1. Meningkatkan produksi dan menjaga kualitas produk untuk memenangkan persaingan 2. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja untuk menyesuaikan mode 3. Diversifikasi produk agar tidak tergantung pada bahan baku tertentu 4. Mengaktifkan kembali (revitalisasi) asosiasi atau koperasi untuk akses permodalan dan meningkatkan jaringan kerja sama bahan baku KELEMAHAN (WEAKNESSES) 1. Kepemilikan dan pemupukan modal rendah 2. Lemahnya kemampuan membangun jaringan dan pemasaran baru 3. Kemampuan manajerial rendah 4. Kurangnya keterampilan membuat model pakaian terbaru 1. Meningkatkan akses lembaga melalui asosiasi dan koperasi keuangan untuk meningkatkan permodalan 2. Mengusulkan pelatihan partisipatif untuk meningkatkan kemampuan manajerial, kemampuan membangun jaringan dan pemasaran baru serta keterampilan 3. Meningkatkan akses teknologi dan informasi mode 1. Mengangsur kredit yang macet dan mengusulkan penghapusan bunga pinjaman untuk mengembalikan kepercayaan BUMN dan Pemda agar bisa mengakses bantuan lunak untuk meningkatkan permodalan 2. Meningkatkan jaringan kerja sama suplai bahan baku dan pemasaran dengan sistem kemitraan. 3. Meningkatkan keterampilan agar dapat menyesuaikan mode dan memenangkan persaiangan. 63

8 Rancangan Strategi Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi Proses Penyusunan Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan para pengusaha mikro konveksi. Diskusi dipimpin oleh salah satu pengusaha yang memproduksi celana panjang yang pernah pernah kuliah (tidak sampai tamat) di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Faktor lingkungan usaha yang digali pengkaji melalui kuisioner SWOT (lampiran 2, 3, 4) ditawarkan kepada para peserta diskusi untuk mendapatkan tanggapan. Tanggapan berbentuk persetujuan atau penolakan. Faktor lingkungan usaha mikro konveksi (internal dan eksternal) yang sudah disepakati oleh peserta FGD dimasukkan ke dalam matriks SWOT dengan bantuan pengkaji. Sebagian besar peserta diskusi berpendapat bahwa masalah yang paling mendesak untuk ditangani adalah masalah kurangnya permodalan selanjutnya disusul dengan masalah pemasaran dan ketidakpastian suplai bahan baku dan yang terakhir masalah kapasitas (pengetahuan dan keterampilan) para pengusaha rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, para peserta mengusulkan alternatif pemecahan masalah menurut pendapat masing-masing. Alternatif pemecahan masalah tersebut diinventarisir dan dimasukkan ke dalam alternatif rancangan strategi dalam matriks SWOT oleh pengkaji. Dari beberapa alternatif strategi yang dihasilkan dengan analisis SWOT, diringkas dan dirumuskan strategi prioritas untuk dapat mengatasi permasalahan dan kebutuhan yang telah disepakati sebelumnya antara lain : strategi pengembangan permodalan, strategi pengembangan jaringan kerja sama, strategi peningkatan kapasitas sumberdaya manusia Strategi Pengembangan Permodalan Pengembangan permodalan pengusaha ditempuh dengan menggunakan alternatif strategi dalam matriks analisis SWOT, antara lain : 1. Mengakses permodalan dari lembaga keuangan yang belum dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi dan memenuhi pasar. (SO-3) 2. Menyampaikan usulan program permodalan kepada dinas terkait secara partisipatif (SO-4)

9 65 3. Mengangsur kredit yang macet dan mengusulkan penghapusan bunga pinjaman untuk mengembalikan kepercayaan BUMN dan Pemda agar bisa mengakses bantuan lunak untuk meningkatkan permodalan (WT-1) 4. Mengoptimalkan pemanfaatan alat produksi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produksi dan memenuhi permintaan pasar. (ST-2) 5. Mengaktifkan kembali koperasi (KPPJ) untuk akses permodalan. (ST-4) Dari 5 alternatif strategi pengembangan permodalan tersebut dipilih satu strategi prioritas yang diputuskan bersama dengan para pengusaha. Strategi yang dipilih adalah dengan mengaktifkan koperasi (KPPJ) untuk akses permodalan dari BRI melalui mekanisme kelompok (KPPJ) Strategi Pengembangan Jaringan Kerjasama 1. Meningkatkan jaringan kerja sama dalam suplai bahan baku dan pemasaran dengan sistem kemitraan. (WT-2) 2. Mengaktifkan kembali koperasi untuk meningkatkan jaringan kerja sama bahan baku (ST-4) Berdasarkan kesepakatan para pengusaha diputuskan bahwa alternatif strategi pengembangan jaringan kerjasama yang dipilih adalah altenatif pertama dengan meningkatkan jaringan kerja sama dalam pemasaran dengan sistem kemitraan Strategi Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia 1. Mengakses pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja (ST-1) 2. Menyampaikan usulan program pelatihan kepada dinas terkait secara partisipatif. (SO-4) 3. Mengakses pelatihan untuk meningkatkan kemampuan manajerial, kemampuan membangun jaringan dan pemasaran baru serta keterampilan. (WO-2) 4. Meningkatkan keterampilan agar dapat menyesuaikan mode dan memenangkan persaiangan. (WT-3) Strategi peningkatan kapasitas SDM yang dipilih bersama para pengusaha adalah menyampaikan usulan program pelatihan kepada dinas terkait (Diperindagkop) secara partisipatif. Hal ini dianggap paling memungkinkan

10 66 dengan pertimbangan bahwa dengan usulan pelatihan tersebut, maka pelatihan yang diusulkan, materinya sesuai dengan kebutuhan para pengusaha. Pilihan tersebut didukung dengan informasi yang diperoleh pengkaji dari hasil wawancara dengan salah satu pejabat di Diperindagkop Kabupaten Pemalang yang mengatakan bahwa sejak otonomi daerah, pembinaan kepada industri kecil lebih diutamakan yang berdasarkan usulan dari bawah. Pada Gambar 3 digambarkan kerangka alur pemberdayaan pengusaha mikro konveksi dimulai dari permasalahan, strategi, program dan hasil yang diharapkan.

11 67 Masalah Strategi Program Hasil yang Diharapkan Modal Terbatas Pengembangan Permodalan Revitalisasi KPPJ Akses Permodalan Meningkat Pemasaran Terbatas Pengembangan Jaringan Kerja Sama pemasaran Menjalin Kemitraan dengan pedagang pakaian Akses Pemasaran di tingkat regional meningkat Kapasitas SDM rendah Peningkatan Kapasitas SDM Pelatihan Partisipatif Kapasitas SDM Meningkat Gambar 3 Kerangka Alur Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo 67

12 Rancangan Program Revitalisasi KPPJ 1. Latar Belakang Para pengusaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo mengalami permasalahan keterbatasan modal. Beberapa orang pengusaha pernah mendapatkan kredit bantuan lunak dari BUMN (PLN dan Krakatau Steel) maupun dari Pemda melalui Diperindagkop. Sebagian besar kredit mengalami kemacetan sehingga kredit bantuan lunak tidak dilanjutkan. Hal tersebut mengakibatkan salah satu peluang permodalan tertutup, padahal para pengusaha sangat membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usahanya (menjaga kelangsungan produksi dan pengembangan jaringan pemasaran). Para pengusaha pernah mempunyai wadah organisasi berupa Asosiasi Pengusaha Pakaian Jadi (APPJ) dan Koperasi Pengusaha Pakaian Jadi (KPPJ). Selama tiga tahun terakhir, kedua organisasi tersebut vakum (tidak ada kegiatan). Dengan revitalisasi organisasi yang ada diharapkan para pengusaha dapat mengakses permodalan maupun bentuk jaringan kerja sama lain yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha. Langkah pertama yang ditempuh adalah membuat kesepakatan dan memutuskan organisasi mana yang lebih memungkinkan untuk direvitalisasi kembali guna mengakses permodalan dan jaringan kerja sama. Berdasarkan informasi dari salah satu pegawai bank, bahwa ada program dari bank yang memberikan kredit untuk usaha mikro dan kecil melalui kelompok. 2. Tujuan Berfungsinya kembali organisasi sebagai sarana untuk mengakses permodalan dan bentuk jaringan kerja sama lain yang bermanfaat bagi pengembangan usaha. 3. Pelaku / penanggung jawab : Pengusaha dan Diperindagkop Kabupaten Pemalang 4. Tempat : Rumah salah satu warga atau balai Kelurahan Purwoharjo 5. Waktu : Nopember Sumber dana : swadaya

13 69 7. Tahapan kegiatan a. Persiapan Kegiatan ini diawali dengan mengumpulkan para pengusaha (baik yang pernah menjadi anggota maupun belum) dalam forum sarasehan membahas tentang usaha mikro yang mereka jalankan dengan mengangkat isu mengenai permodalan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu pegawai bank, bahwa ada program dari bank yang memberikan kredit untuk usaha mikro dan kecil melalui kelompok. Dalam kesempatan tersebut disampaikan gagasan dan informasi bahwa kelompok / organisasi bisa dijadikan sebagai alternatif untuk mengakses permodalan dan bentuk kerja sama lainnya. Jadi akses permodalan yang memungkinkan adalah mengajukan kredit atas nama organisasi. Langkah selanjutnya adalah membuat kesepakatan dan memutuskan kemungkinan mengaktifkan kembali koperasi (KPPJ) guna mengakses permodalan dan jaringan kerja sama.. b. Pelaksanaan 1) Mengevaluasi organisasi KPPJ secara objektif dari segi kelemahan dan kelebihannya. 2) Menciptakan komitmen bersama untuk menaati aturan main yang akan diciptakan bersama dan menjadikan koperasi sebagai solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh para pengusaha. 3) Menyusun rencana rapat anggota dan menyusun rencana revisi ART. 4) Melaksanakan rapat anggota 5) Mengundang dinas terkait (Diperindagkop) dan pihak bank untuk memberikan bantuan pendampingan atau asistensi (pendampingan) berupa pemberian bimbingan teknis untuk mengakses kredit yang ditujukan kepada usaha mikro melalui mekanisme kelompok (koperasi). 6) Mengakses permodalan dengan organisasi yang baru Kemitraan dengan Pedagang Pakaian 1. Latar belakang : Program ini dilatarbelakangi oleh sistem pembayaran produk secara konsinyasi yang mempengaruhi keberlangsungan proses produksi selanjutnya. Bagi para pengusaha yang mempunyai modal terbatas hal ini

14 70 menjadi suatu permasalahan yang cukup mendesak penanganannya. Program kemitraan ini diharapkan bisa menjawab masalah bahan baku dan pemasaran tersebut. 2 Tujuan a. Pengusaha dapat memasarkan produknya dengan baik/ lancar dan dengan cara pembayaran yang dapat menjamin keberlangsungan proses produksi selanjutnya. b. Bertambahnya jaringan pemasaran produk pengusaha mikro konveksi di tingkat regional. c. Meningkatnya pendapatan para pengusaha sehinga para pengusaha mampu untuk melaksanakan pemupukan modal dari hasil keuntungan usahanya. 3. Pelaku : Para pengusaha konveksi, Pengusaha besar, 4. Tempat : pedagang pakaian dan Diperindagkop Kegiatan dilaksanakan di tempat pedagang pakaian 5. Waktu : Bulan Nopember 2006 dan seterusnya 6. Sumber pendanaan : Swadaya para pengusaha 7. Pelaksanaan a. Program dilaksanakan dengan mempertemukan antara pengusaha, pedagang pakaian dengan perantara Diperindagkop. Prinsip kemitraan adalah win win solution, artinya para pihak sama-sama mendapatkan keuntungan. b. Melakukan pendekatan kepada pengusaha besar agar bersedia membantu dalam pemasaran. c. Peran Diperindagkop yang diharapkan adalah memberikan rekomendasi mengenai track record pengusaha (kelancaran pengangsuran kredit yang pernah didapatkan)

15 Pelatihan Partisipatif 1. Latar Belakang Tingkat pendidikan rata-rata pengusaha mikro konveksi yang rendah dan kurangnya pelatihan diidentifikasi sebagai salah satu masalah yang menyebabkan usaha yang ditekuni para pengusaha tidak mengalami perkembangan yang berarti. Kapasitas SDM yang rendah menjadi sumber beberapa permasalahan lainnya seperti kurangnya produktivitas, kurangnya kemampuan manajerial dan kurangnya kemampuan untuk mengembangkan jaringan kerja sama dan pemasaran. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi para pengusaha tersebut, sejalan dengan salah satu strategi yang dipilih yaitu peningkatan kapasitas SDM, maka rencana program yang dirancang dalam diskusi kelompok terfokus bersama para pengusaha adalah menyelenggarakan pelatihan partisipatif. Berbeda dengan pelatihan yang pernah diselenggarakan oleh Disperindagkop kabupaten Pemalang dimana program pelatihan dirancang sepenuhnya oleh dinas (orang luar) dengan peserta yang terbatas (ditunjuk) maka dalam pelatihan partisipatif ini proses perencanaan dilakukan oleh pengusaha (calon partisipan) berdasarkan hasil diskusi yang dirumuskan bersama dalam bentuk usulan kegiatan yang akan dikonsultasikan kepada Diperindagkop. Hal ini sejalan dengan kebijakan Diperindagkop kabupaten Pemalang sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu pejabat di Diperindagkop kabupaten Pemalang pada saat wawancara, bahwa bentuk pembinaan yang dilaksanakan sekarang adalah mengutamakan usulan dari bawah, baik berupa bantuan modal, bantuan alat kerja, pembinaan maupun pelatihan. Judul rencana kegiatan tersebut adalah Pelatihan Partisipatif bagi Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo. 2. Tujuan Pelatihan partisipatif ini bertujuan untuk : a. Meningkatkan kemampuan para pengusaha dalam hal manajemen bisnis, yaitu bagaimana mengatur keuangan agar kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi serta pemupukan modal bisa tetap berjalan. b. Meningkatkan keterampilan pemasaran dengan mempelajari teknik pemasaran yang belum pernah dicoba sebelumnya.

16 72 c. Meningkatkan motivasi para pengusaha dengan menanamkan jiwa wira usaha. d. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan jaringan kerja sama di bidang bahan baku, permodalan maupun pemasaran. e. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja dalam membuat model pakaian terbaru, menjaga kualitas produksi dan meningkatkan produktivitas 3. Penanggungjawab Program : Diperindagkop kabupaten Pemalang 4. Partisipan : Para pengusaha mikro konveksi dan tenaga 5. Waktu Pelaksanaan : kerjanya Agustus Maret Sumber Pendanaan : APBD Kabupaten Pemalang Tahun 2007 Partisipan pelatihan ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pengusaha mikro konveksi (tujuan 1-3) dan para tenaga kerja/ karyawan (tujuan 4). Sifat keikutsertaan pengusaha dalam kegiatan ini adalah sukarela (bukan keharusan dan bukan penunjukan), siapa yang berminat dan membutuhkan dipersilahkan untuk mendaftar. Tidak ada target jumlah partisipan namun diperlukan data konkret calon partisipan untuk keperluan penghitungan rencana anggaran dan persiapan lainnya. 7. Lokasi Pelatihan partisipatif untuk pengusaha dilaksanakan di balai Kelurahan Purwoharjo, sedangkan untuk para tenaga kerja dilaksanakan di rumah salah satu pengusaha yang ditentukan sesuai kesepakatan bersama dan kesediaan pengusaha yang bersangkutan. 8. Materi Berdasarkan usulan para pengusaha sesuai dengan kebutuhan mereka, materi pelatihan diharapkan terdiri dari : a. Pelatihan Manajemen keuangan yang berisi tentang cara pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien (kebutuhan keluarga terpenuhi dan pemupukan modal dapat dilaksanakan. b. Pelatihan kewirausahaan untuk lebih menanamkan jiwa wira usaha di kalangan para pengusaha sehingga menjadi pengusaha yang ulet dan tangguh. c. Pelatihan strategi pemasaran tentang trik bagaimana cara untuk dapat meraih peluang pasar.

17 73 d. Pelatihan pengembangan jaringan kerja sama baik bidang bahan baku, permodalan maupun pemasaran. e. Pelatihan keterampilan untuk tenaga kerja agar lebih produktif dan menghasilkan produk yang berkualitas. 9. Tahapan kegiatan a. Tahap Persiapan Sosialisasi kepada pengusaha lain (yang tidak dapat hadir dalam diskusi) tentangan rencana usulan kegiatan pelatihan untuk mendapatkan dukungan. Pendataan (calon partisipan) pengusaha yang berminat untuk mengikuti pelatihan. Penyusunan usulan pelatihan yang dibutuhkan oleh para pengusaha lengkap dengan usulan waktu, materi dan calon partisipan. Penyampaian usulan pelatihan kepada Diperindagkop dukungan dengan mengirimkan tembusan kepada Bupati Pemalang, Ketua DPRD, Kepala Bappeda, Asisten Ekonomi dan Pembangunan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat untuk mendapatkan dukungan. Menjalin komunikasi dua arah secara dialogis antara para pengusaha dengan Diperindagkop Kabupaten Pemalang tentang pelatihan yang diusulkan untuk disinkronkan dengan prosedur pengusulan kegiatan/ proyek yang berlaku pada Diperindagkop. b. Tahap Pelaksanaan Pelatihan diselenggarakan selama 2 kali setiap hari Jum at, disesuaikan dengan hari libur usaha mikro konveksi. Metode pelatihan yang digunakan : pemutaran film tentang usaha sejenis di tempat lain yang sudah maju, tukar pengalaman, diskusi, penyampaian materi dari pihak yang berkompeten (Diperindagkop Kabupaten Pemalang, kalangan perbankan dan pengusaha sukses). Demi tertibnya kegiatan, disusun jadual rinci rencana pelatihan.

18 74 Tabel 18 Kerangka Kerja Logis Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo N o Strategi Program Kegiatan Tujuan Indikator Pihak Terkait 1 Pengembangan Revitalisasi 1. Konsolidasi Akses permodalan melalui Keberhasilan Diperidagkop Permodalan KPPJ anggota organisasi Koperasi mendapatkan kredit (utama) 2. Evaluasi organisasi mikro melalui BRI (pendukung) 3. Revisi AD/ ART Organisasi Koperasi 4. Rapat anggota 5. Mengundang pihak terkait 6. Mengakses permodalan melalui koperasi 2 Pengembangan Jaringan Kerja Sama 3 Peningkatan Kapasitas SDM Menjalin Kemitraan dengan Pedagang Pakaian Pelatihan Partisipatif 1. Menyiapkan pertemuan para pihak 2. Pendekatan kepada pengusaha besar 3. Pemberian Rekomendasi oleh Diperindagkop 1. Penyusunan kebutuhan pelatihan oleh para pengusaha 2. Inventarisasi calon partisipan 3. Penyusunan usulan pelatihan kepada Diperindagkop 4. Pelaksanaan Pelatihan 1. Meningkatnya jaringan pemasaran di tingkat regional 1. Meningkatkan kemampuan manajemen usaha 2. Meningkatkan kemampuan mengembangkan jaringan kerja sama di bidang bahan baku, permodalan maupun pemasaran. 3. Meningkatkan keterampilan pemasaran 4. Meningkatkan keterampilan membuat model terbaru, menjaga kualitas produksi dan meningkatkan produktivitas Terjalinnya jaringan baru dalam pemasaran 1. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pengusaha 2. Pengusaha berhasil membuat pembukuan administrasi keuangan usaha 3. Meningkatnya jaringan kerja sama dan pemasaran 4. Meningkatnya produktivitas tenaga kerja 1. Diperindagkop (pendukung) 2. Pengusaha (utama) 3. Pedagang Pakaian (pendukung) 1. Diperindagkop (utama) 2. BRI (pendukung) 3. Pengusaha sukses (pendukung) Sumber Dana Swadaya Swadaya APBD Kabupaten Pemalang Tahun 2007 Jadual Nopember 2006 Nopember 2006 Agustus Maret

V. SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS

V. SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS V. SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS 5.1 Bantuan Modal 5.1.1 Bantuan Modal dari BUMN Bantuan dari pemerintah berupa pinjaman modal dan prasarana produksi pernah dilaksanakan sebelum tahun 2001 (Diperindag

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6. Permasalahan Pengusaha Mikro Koneksi 6.. Sumberdaya Manusia Permasalahan sumberdaya manusia dibedakan menjadi sumberdaya manusia pengusaha dan sumberdaya manusia tenaga kerja.

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

II. KERANGKA KAJIAN. a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1-4 orang.

II. KERANGKA KAJIAN. a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1-4 orang. II. KERANGKA KAJIAN 2.1 Usaha Mikro dan Usaha Kecil Usaha Mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi usaha kecil dalam perekonomian Indonesia menjadi semakin penting terutama setelah krisis melanda Indonesia. Kelompok usaha kecil pada saat krisis ekonomi dipandang

Lebih terperinci

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 7.1. PENYUSUNAN STRATEGI PROGRAM Rancangan strategi program pemberdayaan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) pada tanggal 24 Desember 2007, jam 09.30

Lebih terperinci

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN Dari hasil analisis kemitraan antar stakeholders pada ketiga sentra industri di Kabupaten Gunungkidul,

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 25 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA

Lebih terperinci

dan jumlah pesanan. Dalam pemasaran hasil produknya kurang

dan jumlah pesanan. Dalam pemasaran hasil produknya kurang BABV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian, serta analisis hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sebelum mengikuti pelatihan,

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 123 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data-data dan pembahasan pada bab sebelum ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Karakteristik dan Kondisi Industri Tenun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG 48 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG Berdasarkan data baik masalah maupun potensi yang dimiliki oleh kelompok, maka disusun strategi program

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 66 TAHUN 2004 TENTANG

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 66 TAHUN 2004 TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 66 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1136, 2014 KEMEN KP. Penyuluh Perikanan. Swasta. Swadaya. Pemberdayaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha mikro dan informal merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis atau penting dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA (Studi Kasus pada PT. Pacific Eastern Coconut Utama di Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran) Oleh : Aan Mahaerani 1, Dini Rochdiani

Lebih terperinci

ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA

ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA Noneng Masitoh Irman Firmansyah Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi ABSTRAK Iindustri kerajinan bordir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, baik di sektor pertanian/usahatani maupun di luar sektor pertanian. Tanpa salah satu faktor produksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX) Sunyoto 1

FORMULASI STRATEGI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX) Sunyoto 1 FORMULASI STRATEGI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX) Sunyoto 1 Abstrak: Strategi pemasaran sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada sangat diperlukan untuk memberikan kepuasan

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN

Lebih terperinci

BAB III DATA PERUSAHAAN

BAB III DATA PERUSAHAAN BAB III DATA PERUSAHAAN 3.1 Sejarah Wadah Kreasi Wadah kreasi adalah sebuah tempat produksi dalam dunia Konveksi yang memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam memberikan layanan konveksi dan percetakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI.. iii DAFTAR TABEL.. v DAFTAR GAMBAR. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI.. iii DAFTAR TABEL.. v DAFTAR GAMBAR. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI.. iii DAFTAR TABEL.. v DAFTAR GAMBAR. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x I. PENDAHULUAN. 1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Rumusan Masalah 4 1.3 Tujuan Penelitian.. 5 1.4

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan dunia bisnis akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit, dan pemberian fasilitas kredit yang selalu memerlukan jaminan,

Lebih terperinci

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN PURWOHARJO

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN PURWOHARJO IV. PETA SOSIAL KELURAHAN PURWOHARJO 4.1 Lokasi Kelurahan Purwoharjo secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Sebelah utara berbatasan dengan desa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KOPERASI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN SUMEDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin modern, jaringan fisik serta pelayanan sarana dan prasarana nasional

BAB I PENDAHULUAN. semakin modern, jaringan fisik serta pelayanan sarana dan prasarana nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini negara kita dihadapkan pada kemajuan zaman yang begitu pesat. Pembangunan disegala bidang mengakibatkan kehidupan masyarakat semakin modern, jaringan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan praktek-praktek yang telah dilakukan

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung adalah salah satu perangkat daerah di lingkungan Pemerintah

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM

BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM Strategi dan perencanaan program disusun berdasarkan permasalahanpermasalahan yang muncul pada dan potensi yang dimiliki oleh. Program disusun oleh berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISIS SWOT PADA INDUSTRI KONVEKSI DI CIPAYUNG DEPOK

KAJIAN ANALISIS SWOT PADA INDUSTRI KONVEKSI DI CIPAYUNG DEPOK S. Marti ah / Journal of Applied Business and Economics Vol. No. 1 (Sept 2016) 26-4 KAJIAN ANALISIS SWOT PADA INDUSTRI KONVEKSI DI CIPAYUNG DEPOK Oleh: Siti Marti ah Program Studi Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

VI. PERANCANGAN PROGRAM

VI. PERANCANGAN PROGRAM VI. PERANCANGAN PROGRAM Dalam merancang program kebijakan yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pendidikan guru di Kota dan Kabupaten Bogor, harus diperhitungkan keadaan yang mendukung agar dapat

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR DAN KOTA MALANG)

EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR DAN KOTA MALANG) EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR DAN KOTA MALANG) Peneliti: SAHAT ADITUA FANDHITYA SILALAHI PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN SETJEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN Studi Kasus pada Hotel X Puncak, Bogor

STRATEGI PEMASARAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN Studi Kasus pada Hotel X Puncak, Bogor JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 4 No. 1, April 2004 : 69-74 STRATEGI PEMASARAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN Studi Kasus pada Hotel X Puncak, Bogor Oleh: Jan Horas V. Purba Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu

Lebih terperinci

VII. FORMULASI STRATEGI

VII. FORMULASI STRATEGI VII. FORMULASI STRATEGI 7.1 Tahapan Masukan (Input Stage) Tahapan masukan (input stage) merupakan langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melalui langkah kedua dan langkah ketiga didalam tahap formulasi

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha Oleh : Nama : Debby Fuji Lestari NIM : 2107130015 Kelas : 2D Dosen : Ade Suherman, M.Pd PROGRAM STUDI AKUNTANSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin berkembangnya suatu kegiatan perekonomian dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta untuk mencapai tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. perekonomian negara. Upaya Pemerintah terhadap pengembangan UMKM

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. perekonomian negara. Upaya Pemerintah terhadap pengembangan UMKM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekarang ini Pemerintah Indonesia sangat gencar untuk meningkatkan perekonomian melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

VII FORMULASI DAN PEMILIHAN STRATEGI

VII FORMULASI DAN PEMILIHAN STRATEGI VII FORMULASI DAN PEMILIHAN STRATEGI 7.1. Identifikasi Faktor Internal Berdasarkan aspek-aspek yang ditinjau untuk mengidentifikasi faktor kekuatan dan kelemahan internal perusahaan antara lain: faktor

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Manajemen merupakan proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 1 menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasannya

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAMBI TAHUN Presented by : Drs. Harmen Rusdi, ME (Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi)

PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAMBI TAHUN Presented by : Drs. Harmen Rusdi, ME (Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi) PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAMBI TAHUN 2017 Presented by : Drs. Harmen Rusdi, ME (Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi) Visi dan Misi Jambi TUNTAS Terwujudnya Provinsi Jambi yang Tertib,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu metode penelitian dengan membahas suatu permasalahan dengan

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah. Tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Usaha kecil merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah. Usaha kecil memiliki peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang

TINJAUAN PUSTAKA. Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang TINJAUAN PUSTAKA Koperasi Unit Desa (KUD) Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencangkup

Lebih terperinci

2. Bagaimana Syarat yang diberikan Bank BRI Unit Willem Iskandar Cabang Medan Asia Pasar Rame untuk meningkatkan debitur KUR Mikro?

2. Bagaimana Syarat yang diberikan Bank BRI Unit Willem Iskandar Cabang Medan Asia Pasar Rame untuk meningkatkan debitur KUR Mikro? Daftar Pertayaan Wawancara Untuk Kepala Unit BRI Unit Bank BRI Unit Willem Iskandar Cabang Medan Asia Pasar Rame 1. Bagaimana strategi yang dilakukan oleh Bank BRI Unit Willem Iskandar Cabang Medan Asia

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/LEMBAGA: KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Lainnya 2012 2013 2014 2012 2013 2014 305,2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara eksplisit lembaga keuangan di Indonesia dapat kita temui dalam beberapa bentuk, perbankan dan asuransi, terdapat satu lagi perusahaan jasa keuangan yang sebenarnya

Lebih terperinci

VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING

VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING 6.1 Analisis Lingkungan Usaha Kecil Menengah Sate Sop Kambing Usaha kecil menengah mempunyai peran yang strategis dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN USAHA 503/5619.D/ / /WPJ.11/KP.0703/ Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN USAHA 503/5619.D/ / /WPJ.11/KP.0703/ Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya BAB IV ANALISIS KELAYAKAN USAHA A. Analisis aspek Studi Kelayakan Bisnis pada UD Sinar Terang Wonocolo Surabaya 1. Aspek Hukum a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) nomor : 503/5428.A/436.6.11/2010 b.

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT... RINGKASAN EKSEKUTIF... RIWAYAT HIDUP PENULIS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFRTAR LAMPIRAN... i ii v vii ix xii xiii xiv I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Pengembangan Usaha kecil dan

Pengembangan Usaha kecil dan Kunjungan studi PENGEMBANGAN UMKMK DALAM RANGKA PERCEPATAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN BALI Oleh : I Ketut Indra Satya Dharma Putra, SE (Direktur PT. Jamkrida Bali Mandara) Abstrak I Ketut Indra Satya Dharma

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jasa pelayanan perbankan dari tahun ke tahun selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jasa pelayanan perbankan dari tahun ke tahun selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jasa pelayanan perbankan dari tahun ke tahun selalu menunjukkan peningkatan. Hal ini semakin terlihat persaingan baik dari segi kualitas dan promosi jasa

Lebih terperinci

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008).

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Peran Kelembagaan Pertanian Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih dilanda berbagai hambatan dan tantangan dalam menghadapi persaingan. Hambatan dan tantangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE 1. Persoalan apa yang akan diselesaikan? Pertumbuhan produktivitas di negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi bagian penting dari sistem perekonomian Nasional yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan usaha

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SWOT PENENTUAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING DI CV. GLOBAL WARNA SIDOARJO

BAB IV ANALISIS SWOT PENENTUAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING DI CV. GLOBAL WARNA SIDOARJO BAB IV ANALISIS SWOT PENENTUAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING DI CV. GLOBAL WARNA SIDOARJO A. Penentuan Strategi Pemasaran sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing di CV. Global Warna Sidoarjo

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 55 TAHUN 2016

- 1 - BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 55 TAHUN 2016 - 1 - SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO

Lebih terperinci

VII PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA

VII PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA VII PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA 7.1 Tahap pemasukan data ( The Input Stage ) Tahap pertama setelah identifikasi faktor internal dan eksternal yang dirumuskan menjadi kekuatan, kelemahan, peluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melanda beberapa Negara di Asia pada tahun menuntut

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melanda beberapa Negara di Asia pada tahun menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya persaingan dalam industri perbankan di Indonesia paska krisis ekonomi yang melanda beberapa Negara di Asia pada tahun 1997 1998 menuntut pelaku industri perbankan

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. Perumnas adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk. perumahan yang layak bagi masyarakat menengah ke bawah.

IV. PEMBAHASAN. Perumnas adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk. perumahan yang layak bagi masyarakat menengah ke bawah. 27 IV. PEMBAHASAN 4.1 gambaran Umum perusahaan 4.1.1 Sejarah singkat Perusahaan Perumnas adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (Perum) dimana keseluruhan sahamnya dimiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Suatu perusahaan yang bergerak dalam sebuah industri hampir tidak ada yang bisa terhindar dari persaingan. Setiap perusahaan harus memiliki suatu keunggulan kompetitif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi di banyak negara di dunia. UMKM khususnya di

Lebih terperinci

Abstrak. Kualitas Pelayanan, Kemampuan Pengurus, Partisipasi Anggota, Sisa Hasil Usaha (SHU).

Abstrak. Kualitas Pelayanan, Kemampuan Pengurus, Partisipasi Anggota, Sisa Hasil Usaha (SHU). Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi Serba Usaha (KSU) di Kecamatan Denpasar Selatan Nama : I Gede Andika Miarta NIM : 1306105118 Abstrak Koperasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN Irawati, Nurdeana C, dan Heni Purwaningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Email : irawibiwin@gmail.com

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM) dewasa ini telah diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yang dilakukan

Lebih terperinci