PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE"

Transkripsi

1 PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE, akan terjadi dinamika tindakan kolektif warga untuk mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan bersama, sehingga akan mendorong masyarakat miskin untuk berpartisipasi aktif dalam peran yang bukan saja sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pengupaya, penilai dan pemelihara capaian-capaiannya. Dalam pengembangan ekonomi masyarakat, KUBE juga dapat dipakai sebagai media untuk meningkatkan kemampuan berusaha, mengembangkan pengetahuan dan sistem nilai yang mendukung kehidupan usaha, menyuburkan moralitas usaha yang baik, dan meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih luas seperti usaha, kerumahtanggaan, kemasyarakatan dan sebagainya. Secara umum, pengembangan KUBE diarahkan pada peningkatan motivasi, interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakanan potensi dan sumber daya ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait. Mengacu pada tipologi perkembangan KUBE sebagaimana telah dijelaskan ternyata ada perbedaan tingkat perkembangan pada ketiga KUBE, padahal pada awal pembentukannya memiliki kondisi dan kualitas relatif sama. KUBE HPMBK-1 bertipologi berkembang, sedangkan KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 bertipologi tumbuh. Kondisi ini jelas menunjukkan adanya ketimpangan pada tingkat perkembangan KUBE. Tingkat perkembangan KUBE yang berbeda tersebut memunculkan permasalahan baik secara umum maupun khusus pada masing-masing KUBE. Permasalahan umum dihadapi ketiga KUBE dan permasalahan khusus hanya dihadapi KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3. Oleh karena itu analisis masalah dan kebutuhan juga disesuaikan dengan kondisi tersebut.

2 79 Permasalahan Umum pada KUBE HPMBK-1, KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 Berdasarkan hasil kajian terhadap KUBE HPMBK-1 yang bertipologi berkembang dan KUBE HPMBK-2 serta KUBE HPMBK-3 yang bertipologi tumbuh diketahui bahwa terdapat kesamaan permasalahan yang dihadapi, yaitu: 1. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE. Baik pengurus maupun anggota belum pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan pengelolaan KUBE baik secara teknik maupun manajerial. Pengelolaan KUBE hanya didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman mereka yang diperoleh secara otodidak. 2. Kurangnya permodalan untuk pengembangan usaha. Modal yang dimilki anggota untuk menjalankan usaha sangat terbatas tetapi anggota kesulitan untuk menambah modal. Tambahan modal hanya mengandalkan bantuan dana bergulir dari pemerintah. Modal dari luar khususnya dari lembaga keuangan formal seperti koperasi dan bank belum dapat diakses karena adanya hambatan prosedural berupa penilaian kualifikasi perbankan yang meliputi: karakter, agunan, kemampuan mengembalikan pinjaman, modal dan kondisi ekonomi yang ditentukan. 3. Kurangnya jaringan kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak lain. KUBE belum memiliki jaringan kerjasama secara lebih luas dengan pihak lain yang dapat mendukung pengembangan KUBE. Walaupun di sekitar wilayah KUBE terdapat banyak perusahaan, pengusaha lokal dan kelembagaan ekonomi, namun KUBE tidak mampu memanfaatkan sumber-sumber tersebut. Kerjasama hanya baru dilakukan dengan satu orang pengusaha lokal dalam kegiatan terbatas. Permasalahan yang dihadapi ketiga KUBE ini mengakibatkan kesulitan untuk mengembangkan usaha. Usaha yang dilakukan anggota tidak mengalami perkembangan secara optimal baik dalam jenis usaha maupun volume usaha. Agar dapat mencapai tujuan kelompok secara efektif dan efisien, maka kebutuhan ketiga KUBE ini adalah perlunya pengelolaan KUBE secara benar. Bagi KUBE HPMBK-1, perlunya pengelolaan KUBE secara benar merupakan kebutuhan penting.

3 80 Permasalahan Khusus pada KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 Pada KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3, di samping menghadapi permasalahan umum juga menghadapi permasalahan khusus yang tidak dihadapi oleh KUBE HPMBK-1, yaitu: 1. Pengurus tidak menjalankan tugas sesuai dengan pembagian kerja yang telah ditetapkan. Hal ini terlihat dari perangkapan tugas yang dibebankan kepada salah satu pengurus. Kepengurusan telah dibentuk, tetapi pengurus lainnya tidak aktif dalam pelaksanaan tugas. Hal ini disebabkan ketidakmampuan pengurus untuk menjalankan tugas yang telah ditentukan dan pengurus sibuk mengurus usahanya sendiri. 2. Anggota kurang mematuhi aturan kelompok yang telah disepakati bersama. Hal ini terjadi karena kurangnya kemauan/motivasi dan kesadaran anggota dalam mematuhi aturan kelompok yang terlihat dari: a. Sering tidak menghadiri pertemuan rutin. Pertemuan rutin dan berbagai kegiatan yang telah menjadi kesepakatan bersama sering tidak diikuti oleh hampir semua anggota yang disebabkan mereka sibuk dengan usahanya masing-masing dan kurang menyadari manfaat dari pertemuan rutin tersebut. b. Pengembalian modal pinjaman dari beberapa anggota kadang tidak tepat waktu. Hal ini terjadi karena adanya anggapan dari beberapa anggota yang menganggap bahwa modal bantuan dari pemerintah sebagai hibah sehingga tidak perlu dikembalikan. 3. Kurangnya kerja sama antar anggota dalam mengembangkan KUBE. Hal ini disebabkan anggota sibuk mengurus usahanya sendiri-sendiri dan beranggapan bahwa bekerjasama tidak penting karena usaha dijalankan masing-masing. Permasalahan sebagaimana dikemukan menggambarkan bahwa pada KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3, masalah yang berkaitan dengan ketidakaktifan pengurus, kurang kedisiplinan melaksanakan aturan kelompok dan kurangnya kerjasama antar anggota dan antar anggota dengan pengurus merupakan masalah

4 81 yang menyebabkan kedua KUBE tersebut belum bisa mencapai tipologi berkembang. Oleh karena itu, kebutuhan penting kedua KUBE ini adalah perlunya motivasi untuk meningkatkan kesadaran dan membangun kerjasama antar anggota. Berdasarkan analisis masalah sebagaimana dijelaskan, maka kebutuhan penting KUBE HPMBK-1 adalah perlunya pengelolaan KUBE secara benar untuk meningkatkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE, permodalan serta jaringan kerjasama dengan pihak lain. Sedangkan kebutuhan penting pada KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3, perlunya motivasi dan pengelolaan KUBE secara benar untuk meningkatkan partisipasi, kesadaran, kerjasama antar anggota, permodalan, pengetahuan dan keterampilan serta jaringan kerjasama dengan pihak lain. Proses Penyusunan Program Penyusunan program pengembangan KUBE dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan pengurus, anggota, tokoh masyarakat, aparat kelurahan dan Dinas Sosial melalui Focus Group Discussion (FGD). Partisipan dalam pelaksanaan FGD disesuaikan dengan tipologi masing-masing KUBE. FGD dilakukan dua kali pada masing-masing tipologi KUBE. FGD pertama dilakukan untuk menentukan permasalahan dan kebutuhan serta potensi dan sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan KUBE. FGD yang kedua dilakukan untuk menyusun program pengembangan. Sebelum pembahasan masalah dan penyusunan program, fasilitator (pengkaji) mengungkapkan permasalahan KUBE pada masing-masing tipologi berdasarkan hasil kajian. Kemudian secara bersama-sama melakukan katagori masalah dan menentukan prioritas masalah. Selain itu dilakukan juga identifikasi potensi lokal yang dapat mendukung pengembangan KUBE.

5 82 Potensi Lokal dan Penentuan Masalah Potensi Lokal Berdasarkan hasil diskusi kelompok terfokus, dapat dikemukakan sumbersumber yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan KUBE, baik pada KUBE HPMBK-1 (tipologi berkembang) maupun KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (tipologi tumbuh), yaitu: 1. Adanya pendamping sosial. Meskipun hanya terdapat satu orang pendamping sosial dalam tiga KUBE yang ada, tetapi sumber ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan manajemen dan memfasilitasi KUBE dalam berhubungan dengan pihak luar melalui pendampingan sosial. 2. Adanya dukungan masyarakat. Dukungan ini berupa kesediaan tokoh-tokoh masyarakat, seperti ketua RT, ketua RW dan pemimpin informal untuk terlibat dalam pengembangan KUBE dengan memberikan kesadaran dan menggerakkan warga untuk memanfaatkan KUBE dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 3. Adanya dukungan dari pemerintah baik ditingkat kelurahan maupun dari instansi terkait. Dukungan dari pemerintah ini berupa kesediaan aparat kelurahan untuk memfasilitasi terjadinya jalinan dengan program-program Dinas Sosial dalam pengembangan KUBE secara berkelanjutan, seperti penyuluhan sosial, program pelatihan dan supervisi pelaksanaan kegiatan KUBE. 4. Banyaknya pengusaha lokal dengan berbagai bidang usaha. Banyaknya pengusaha di tingkat lokal ini dapat dimanfaatkan untuk memperluas pemasaran dan meningkatkan kemampuan manajemen pengurus melalui pelatihan dua arah (mutual training), yaitu mentranfer pengalaman yang dimiliki pengusaha lokal kepada pengurus KUBE yang belum berpengalaman. 5. Adanya kelembagaan lokal seperti kekeluargaan dan ketetanggaan yang masih akrab, adanya kelompok arisan, kelompok pengajian, PKK dan LPM.

6 83 Kelembagaan ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung usaha, seperti dalam pemasaran produk makanan, pakaian dan barang-barang kebutuhan pokok. 6. Adanya lembaga keuangan formal, seperti Koperasi Pasar Cicadas. BRI, BCA, Danamon dan BNI di sekitar RW 01 Kelurahan Kebon Waru. Lembaga keuangan ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan modal melalui skema kredit mikro kepada KUBE. Penentuan Masalah pada KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (Tipologi Tumbuh) Permasalahan yang dihadapi KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 dengan tipologi tumbuh. Hasil FGD tentang penentuan masalah dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Prioritas masalah: a. Pengurus tidak menjalankan tugas sesuai dengan pembagian kerja yang telah ditetapkan. b. Anggota kurang mematuhi aturan kelompok yang telah disepakati bersama. c. Kurangnya kerjasama antar anggota dalam mengembangkan KUBE. d. Kurangnya permodalan untuk pengembangan usaha. e. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE. f. Kurangnya jaringan kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak lain. 2. Sebab-sebab masalah: a. Pengurus tidak mampu melaksanakan tugas dan sibuk dengan usahanya masing-masing. b. Kurang adanya kemauan dan kesadaran anggota. c. Anggota sibuk mengurus usahanya sendiri dan menganggap kerjasama tidak penting d. Belum bisa mengakses lembaga keuangan formal (koperasi/bank) terkait adanya hambatan prosedural. e. Dinas Sosial tidak memberikan pelatihan pengelolaan KUBE. f. Tidak memanfaatkan potensi yang ada di lingkungannya.

7 84 3. Cara mengatasi: a. Reorganisasi kepengurusan dan memotivasi pengurus untuk membangkitkan semangat bekerja. b. Pemberian motivasi kepada anggota. c. Menyadarkan anggota tentang pentingnya kerjasama. d. Mengembangkan sumber-sumber permodalan melalui peningkatan kedisiplinan dalam membayar cicilan pinjaman modal dan menyelenggarakan simpan pinjam e. Pelatihan keterampilan baik teknik maupun manajerial untuk pengelolaan KUBE. f. Menjalin kerjasama dalam memperoleh bahan baku dan pemasaran hasil produksi serta peningkatan pengelolaan usaha dengan pengusaha/pedagang lokal. Secara lebih rinci, permasalahan yang menjadi prioritas untuk dipecahkan pada KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 disajikan pada Tabel 14 Tabel 14 Masalah, Sebab-sebab Masalah dan Cara Mengatasi Masalah pada KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (Tipologi Tumbuh) No Masalah Sebab-sebab Masalah Cara Mengatasi Masalah 1. Pengurus tidak menjalankan tugas sesuai dengan pembagian kerja yang telah ditetapkan Pengurus kurang mampu melaksanakan tugasnya Pengurus sibuk dengan usahanya sendiri a. Reorganisasi kepengurusan b. Pemberian motivasi untuk membangkitkan semangat bekerja 2. Anggota kurang mematuhi aturan kelompok yang telah disepakati bersama 3 Kurangnya kerjasama antar anggota dalam mengembangkan KUBE Kurang kemauan dan kesadaran anggota dalam mematuhi aturan kelompok a. Anggota sibuk mengurus usahanya sendiri-sendiri b. Anggota beranggapan kerjasama kurang penting Pemberian motivasi kepada anggota untuk meningkatkan kesadaran dalam mematuhi aturan kelompok Pemberian motivasi untuk meningkatkan kesadaran anggota tentang pentingnya kerjasama

8 85 No Masalah Sebab-sebab Masalah Cara Mengatasi Masalah 4. Kurangnya permodalan untuk pengembangan KUBE Belum bisa mengakses lembaga keuangan formal (koperasi/bank) terkait adanya hambatan prosedural. a. Mengembangkan sumber-sumber permodalan melalui peningkatan kedisiplinan dalam membayar angsuran, menyelenggarakan simpan pinjam. b. Memanfaatkan program pendampingan untuk menjangkau lembaga keuangan 5. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE 6. Kurangnya jaringan kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak lain Sumber: Hasil FGD Dinas Sosial tidak memberikan pelatihan pengelolaan KUBE Tidak memanfaatkan potensi yang ada di lingkungannya Pelatihan keterampilan baik teknik maupun manajerial untuk pengelolaan KUBE Menjalin kerjasama dalam memperoleh bahan baku dan pemasaran hasil produksi serta peningkatan pengelolaanusaha dengan pengusaha/pedagang lokal Penentuan Masalah pada KUBE HPMBK-1 (Tipologi Berkembang) Permasalahan yang dihadapi KUBE HPMBK-1 dengan tipologi berkembang. Hasil FGD tentang penentuan masalah dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Prioritas masalah: a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE. b. Kurangnya permodalan untuk pengembangan KUBE. c. Kurangnya jaringan kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak lain. 2. Sebab-sebab masalah: a. Dinas Sosial tidak memberikan pelatihan pengelolaan KUBE.

9 86 b. Belum bisa mengakses lembaga keuangan formal (koperasi/bank) terkait adanya hamnbatan prosedural. c. Tidak memanfaatkan potensi yang ada di lingkungannya.. 3. Cara mengatasi: a. Pelatihan keterampilan pengelolaan KUBE. b. Mengembangkan sumber-sumber permodalan dan memanfaatkan program pendampingan. c. Menjalin kerjasama dalam memperoleh bahan baku dan pemasaran hasil produksi serta peningkatan pengelolaan usaha dengan pengusaha/pedagang lokal. Secara lebih rinci permasalahan yang menjadi prioritas untuk dipecahkan pada KUBE HPMBK-1 disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Masalah, Sebab-sebab Masalah dan Cara Mengatasi Masalah pada KUBE HPMBK-1 (Tipologi Berkembang) No Masalah Sebab-sebab Masalah Cara Mengatasi 1. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE 2 Kurangnya permodalan untuk pengembangan KUBE 3. Kurangnya jaringan kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak lain Sumber: Hasil FGD Dinas Sosial tidak memberikan pelatihan pengelolaan KUBE Belum bisa mengakses lembaga keuangan formal (koperasi/bank) terkait adanya hambatan prosedural. Tidak memanfaatkan potensi yang ada di lingkungannya Pelatihan keterampilan baik teknik maupun manajerial pengelolaan KUBE a. Mengembangkan sumber-sumber permodalan melalui peningkatan kedisiplinan dalam membayar angsuran, menyelenggarakan simpan pinjam b. Memanfaatkan program pendampingan untuk menjangkau lembaga keuangan. Menjalin kerjasama dalam memperoleh bahan baku dan pemasaran hasil produksi serta peningkatan pengelolaan usaha dengan pengusaha/pedagang lokal

10 87 Berdasarkan hasil penentuan masalah ini kemudian disusun rencana program sebagai implementasi dari aktivitas pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan mengacu pada tipologi perkembangan KUBE. Penyusunan program dilakukan bersama-sama melibatkan pengurus, anggota pendamping sosial, tokoh masyarakat, aparat kelurahan, Dinas Sosial dan pengusaha lokal. Program Peningkatan Motivasi dan Pengelolaan KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (Tipologi Tumbuh) Tujuan Tujuan program peningkatan motivasi dan pengelolaan KUBE HPMBK-2 dan HPMBK-3 bertipologi tumbuh, yaitu: 1. Meningkatkan partisipasi anggota dalam pengembangan KUBE. 2. Meningkatkan kesadaran anggota dalam mematuhi aturan yang telah disepakati bersama. 3. Meningkatkan kerjasama antar anggota 4. Meningkatkan permodalan. 5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam pengelolaan KUBE 6. Meperluas jaringan kerjasama/kemitraan dengan pihak lain. Rencana Program Program disusun bersama-sama melalui FGD yang diikuti oleh pengurus, anggota, pendamping sosial, tokoh masyarakat, aparat kelurahan, Dinas Sosial dan pengusaha lokal. Dalam penyusunan program ini, pengkaji berperan sebagai fasilitator. Program yang disusun mencakup penentuan tujuan program, penentuan kegiatan yang akan dilakukan dan peranan masing-masing pihak yang terlibat. Secara lebih rinci penyusunan program pengembangan KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 bertipologi tumbuh disajikan pada Tabel 16.

11 Tabel 16 Rencana Program Peningkatan Motivasi dan Pengelolaan KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (Tipologi Tumbuh) No Program Kegiatan 1. Reorganisasi pengurus 2. Peningkatan kesadaran anggota terhadap aturan yang menjadi kesepakatan kelompok 3. Peningkatan kerjasama antar anggota 4. Peningkatan kemampuan permodalan Tujuan Kegiatan Pihak yang Terlibat Peranan Pihak yang Terlibat Meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan KUBE Tumbuhnya kesadaran anggota sebagai satu kelompok dan mematuhi aturan main yang telah disepakati Tercipta kekompakan dan mendorong iklim usaha - Memenuhi kebutuhan modal - Meningkatkan produktifitas - Penggantian dan penambahan pengurus - Pembagian tugas - Sosialisasi/diskusi tentang aturan KUBE - Musyawarah untuk menyusun aturan main - Pemberian motivasi - Saling bantu diantara anggota - Membentuk kelompok simpan pinjam - Kerjasama dengan perbankan. - Pengurus - Anggota - Pendamping sosial - Tokoh masyarakat - Pengurus - Anggota - Tokoh masyarakat - Pendamping sosial - Pengurus - Anggota - Pendamping sosial - Tokoh masyarakat - Pengurus - Anggota - Pendamping sosial - Tokoh masyarakat - Koperasi/Bank - Menyelenggarakan reorganisasi dan penyusunan pembagian kerja - Mengikuti kegiatan reorganisasi - Mendampingi kegiatan reorganisasi dan penyusunan pembagian kerja - Mendukung kegiatan reorganisasi - Penanggungjawab kegiatan, mengikuti diskusi dan musyawarah - Mengikuti diskusi dan musyawarah - Memotivasi pengurus dan anggota - Menfasilitasi diskusi dan musyawarah - Memotivasi dan menggerakkan anggota - Menjalin kerjasama antar anggota - Memberikan pencerahan tentang pentingnya kerjasama. - Memfasilitasi pengembangan forum kerjasama - Membentuk kelompok simpan pinjam, membuat kesepakatan dengan bank - Membentuk kelompok simpan pinjam, melaksanakan kesepakatan kerjasama - Memfasilitasi kerjasama - Membantu melakukan pendekatan dengan bank - Membuat kesepakatan dan menyalurkan pinjaman. 88

12 70 No Program Kegiatan 5. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam pengelolaan KUBE Tujuan Kegiatan Pihak yang Terlibat Peranan Pihak yang Terlibat Meningkatkan kemampuan pengurus dalam mengelola KUBE dalam aspek teknik maupun manajerial Penyuluhan Diskusi tentang manajemen KUBE Bimbingan dan Pelatihan manajemen - Pengurus - Anggota - Pendamping sosial - Tokoh masyarakat - Aparat kelurahan - Dinas Sosial - Mengikuti pendidikan dan latihan manajemen KUBE, menyelenggarakan diskusi dengan anggota - Mengikuti penyuluhan dan diskusi - Memfasilitasi diskusi tentang manajemen KUBE - Memotivasi pengurus dan anggota. - Memotivasi pengurus, memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pengelolaan KUBE - Menyelenggarakan pendidikan dan latihan manajemen KUBE 6. Membangun jaringan kerjasama/ kemitraan Sumber: Hasil FGD - Memperoleh dukungan dalam pemasaran - Pembinaan manajemen - Melakukan pendekatan dengan pengusaha lokal - Menjalin kerjasama pemasaran hasil produksi - Pengurus - Anggota - Tokoh masyarakat - Pendamping sosial - Menginformasikan KUBE, membuat kesepakatan tentang kerjasama. - Melaksanakan kesepakatan kerjasama - Membantu melakukan pendekatan dengan pengusaha lokal - Memfasilitasi terwujudnya kerjasama dengan pengusaha lokal 89

13 Program Peningkatan Pengelolaan KUBE HPMBK-1 (Tipologi Berkembang) Tujuan Tujuan program peningkatan pengelolaan KUBE HPMBK-1 bertipologi berkembang, yaitu: 1. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dalam mengelola KUBE. 2. Peningkatan kemampuan permodalan. 3. Pengembangan jaringan kerjasama/kemitraan. Rencana Program Peningkatan pengelolaan KUBE dilakukan secara terencana melalui program yang disusun secara partisipatif. Penyusunan program didasarkan pada kondisi permasalahan yang dihadapi KUBE HPMBK-1 yang bertipologi berkembang. Permasalahan utama yang terjadi pada KUBE HPMBK-1 adalah terbatasnya kemampuan dalam mengelola KUBE, sehingga menghambat kinerja organisasi dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi anggota-anggotanya. Program peningkatan pengelolaan KUBE melibatkan pihak yang lebih luas mencakup pihak-pihak yang memungkinkan untuk mengembangkan jalinan kerjasama/kemitraan usaha. Penentuan pihak-pihak yang terlibat dilakukan melalui diskusi kelompok yang melibatkan pengurus, anggota, pendamping sosial dan tokoh masyarakat. Setelah pihak-pihak yang perlu dilibatkan ditetapkan, selanjutnya pihak-pihak tersebut dilibatkan dalam penyusunan program. Pada penyusunan program ini, pengkaji berperan sebagai fasilitator. Hasil penyusunan program secara rinci disajikan pada Tabel 17.

14 Tabel 17 Rencana Program Peningkatan Pengelolaan KUBE HPMBK-1 (Tipologi Berkembang) No Program Kegiatan 1. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam pengelolaan KUBE Tujuan Kegiatan Pihak-pihak yang Terlibat Meningkatkan Penyuluhan - Pengurus kemampuan Diskusi tentang pengurus dalam manajemen - Anggota mengelola KUBE KUBE - Pendamping sosial dalam aspek Bimbingan dan - Tokoh masyarakat teknik maupun Pelatihan - Aparat kelurahan manajerial manajemen - Dinas Sosial Peranan Pihak yang Terlibat - Mengikuti pendidikan dan latihan manajemen KUBE, menyelenggarakan diskusi dengan anggota - Mengikuti penyuluhan dan diskusi - Memfasilitasi diskusi tentang manajemen KUBE - Memotivasi pengurus dan anggota. - Memotivasi pengurus, memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pengelolaan KUBE - Menyelenggarakan pendidikan dan latihan manajemen KUBE 2. Peningkatan kemampuan permodalan 3. Membangun jaringan kerjasama/ kemitraan - Memenuhi kebutuhan modal - Meningkatkan produktifitas - Memperoleh dukungan dalam pemasaran - Pembinaan manajemen - Membentuk kelompok simpan pinjam - Kerjasama dengan perbankan. - Melakukan pendekatan dengan pengusaha lokal - Menjalin kerjasama pemasaran hasil produksi - Pengurus - Anggota - Pendamping sosial - Tokoh masyarakat - Koperasi/Bank - Pengurus - Anggota - Tokoh masyarakat - Pendamping sosial - Membentuk kelompok simpan pinjam, membuat kesepakatan dengan bank - Membentuk kelompok simpan pinjam, melaksanakan kesepakatan kerjasama - Memfasilitasi kerjasama - Membantu melakukan pendekatan dengan bank - Membuat kesepakatan dan menyalurkan pinjaman. - Menginformasikan KUBE, membuat kesepakatan tentang kerjasama. - Melaksanakan kesepakatan kerjasama - Membantu melakukan pendekatan dengan pengusaha lokal - Memfasilitasi terwujudnya kerjasama dengan pengusaha lokal Sumber:Hasil FGD 91

15 92 Program kegiatan pada KUBE HPMBK-1, KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 sebagaimana tercantum pada Tabel 16 dan Tabel 17 dapat dijelaskan sebagai berikut: Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Pengurus dan anggota dalam Pengelolaan KUBE. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurusdan anggota merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan pengurus dan anggota dalam mengelola KUBE baik dalam aspek teknik pelaksanaan kegiatan maupun dalam aspek manajerial. Pengetahuan dan keterampilan ini meliputi penentuan tujuan dan aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan, pengorganisasian kegiatan, mobilisasi sumber-sumber, pengawasan dan evaluasi. Kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengelolaan KUBE ini dilakukan dengan: 1. Penyuluhan Penyuluhan merupakan aktivitas pendidikan yang memberikan berbagai informasi berkaitan dengan pengelolaan KUBE dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota baik teknik maupun manajerial. Penyuluhan melibatkan Dinas Sosial sebagai penanggungjawab program dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat sebagai pengggerak kegiatan. 2. Diskusi Diskusi ini dilakukan dalam rangka pendidikan dan pelatihan dua arah. Malalui diskusi akan terjadi transformasi pengetahuan dan pengalaman, sehingga akan menumbuhkan saling belajar. Orang yang cukup pengetahuan akan membagikan pengetahuannya kepada yang kurang pengetahuan dan dari yang cukup pengalaman membagi pengalaman kepada yang kurang pengalaman. Dalam diskusi ini, pihak yang dilibatkan adalah anggota dan pengurus. Untuk mengoptimalkan kualitas pengetahuan, dapat melibatkan petugas dari Dinas Sosial sebagai nara sumber.

16 93 3. Bimbingan dan pelatihan keterampilan manajemen KUBE. Bimbingan dan pelatihan manajemen merupakan teknik untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam aspek manajerial KUBE. Pendidikan dan pelatihan diselenggarakan oleh Dinas Sosial. 4. Pendampingan sosial Pendampingan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengurus dan anggota dalam aspek teknik pelaksanaan kegiatan pengelolaan KUBE dengan memfasilitasi diskusi tentang manajemen KUBE. Pihak yang dilibatkan dalam pendampingan ini adalah pendamping sosial dari masyarakat yang memiliki pengalaman dalam melaksanakan kegiatan pendampingan atau pengembangan masyarakat (community development). Pendampingan juga ditujukan untuk memfasilitasi antara KUBE dengan penanggungjawab program (Dinas Sosial). Peningkatan Kemampuan Permodalan. Kemampuan permodalan menunjuk pada kapasitas organisasi dalam aspek finansial untuk mendukung aktivitas dan keberlanjutan KUBE. Peningkatan kemampuan permodalan dapat memanfaatkan potensi dan sumber-sumber baik dari internal maupun eksternal KUBE. Pengembangan sumber-sumber dari dalam dilakukan dengan membentuk dan mengembangkan lembaga keuangan mikro sendiri yaitu membentuk kelompok simpan pinjam. Sedangkan sumber-sumber eksternal yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat permodalan adalah menjalin kerjasama dengan koperasi/bank BRI untuk menyalurkan kredit dengan agunan liabilitas kelompok. Tujuan dari peningkatan permodalan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan modal usaha anggota, sehingga dapat meningkatkan produktifitas usahanya. Dalam kegiatan ini, pihak yang dilibatkan adalah pendamping sosial, tokoh masyarakat, dan koperasi/bank. Membangun Jaringan Kerjasama. Tujuan dari membangun jaringan kerjasama adalah untuk memperoleh dukungan dalam pemasaran, permodalan, dan peningkatan pengelolaan usaha baik teknik maupun manajerial. Dalam pemasaran hasil produksi, jaringan kerjasama perlu dilakukan dengan lembagalembaga masyarakat disekitarnya seperti PKK, kelompok arisan dan kelompok pengajian, dan dengan pengusaha lokal. Untuk peningkatan manajemen pemasaran, jaringan kerjasama dilakukan dengan Dinas Sosial.

17 94 Kegiatan yang dilakukan dalam membangun jaringan kerjasama ini memanfaatkan program pendampingan yang menyelenggarakan fasilitasi pengembangan kemitraan. Pendamping sosial berperan membantu KUBE dalam menjalin kemitraan. Reorganisasi pengurus. Reorganisasi pengurus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan anggota dalam mengelola KUBE. Reorganisasi kepengurusan, dilakukan dengan mengganti atau memperbaiki struktur maupun personil sesuai dengan kondisi KUBE yang bersangkutan. Pemberian kesempatan kepada anggota yang potensial untuk duduk dalam kepengurusan akan mampu mendukung peningkatan partisipasi ini. Pengurus yang selama ini tidak menunjukkan keaktifan dapat diganti dengan anggota yang dianggap lebih mampu. Agar partisipasi anggota terarah dan dapat mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien, maka perlu pengorganisasian kegiatan. Pengorganisasian ini dilakukan melalui pembagian tugas, baik antar pegurus maupun antara pengurus dengan anggota. Peningkatan Kesadaran Anggota Terhadap Aturan yang Menjadi Kesepakatan Kelompok. Kesadaran anggota sebagai bagian dari kelompok yang terikat oleh nilai dan norma kelompok merupakan prasyarat untuk menciptakan kohesivitas kelompok. Kesadaran ini dapat dicapai dengan meningkatnya pemahaman terhadap KUBE. Meningkatnya kesadaran akan bermuara pada tumbuhnya motivasi dan perasaan sebagai bagian dari kelompok, sehingga menjadi kekuatan yang dapat memelihara keutuhan dan kekompakan kelompok. Upaya untuk meningkatkan kesadaran anggota terhadap aturan yang menjadi kesepakatan kelompok dilakukan dengan sosialisasi tentang aturan KUBE. Berbagai teknik dapat dilakukan untuk melaksanakn sosialisasi ini, yaitu melalui diskusi maupun pendampingan sosial. Diskusi akan memungkinkan berlangsungnya komunikasi dua arah, sehingga terjadi transformasi pengetahuan dari yang telah mengetahui kepada yang kurang mengetahui, dari yang berpengalaman kepada yang kurang berpengalaman. Keterlibatan partisipan dari

18 95 pihak luar seperti dukungan tokoh masyarakat dalam peningkatan kesadaran ini sangat penting. Peningkatkan kesadaran anggota terhadap aturan yang telah disepakati kelompok merupakan upaya untuk mengembangkan sistem nilai dalam kelompok yang dapat mendukung pengembangan KUBE. Upaya ini dilakukan melalui penetapan tujuan bersama, membuat kesepakatan bersama tentang aturan main dalam kelompok, bagaimana aktivitas-aktivitas yang dilakukan anggota dalam kelompok, bagaimana hak dan kewajiban sebagai anggota kelompok dan sebagainya. Dalam kegiatan ini, pengurus, anggota, tokoh masyarakat, dan pendamping sosial dapat bersama-sama untuk menyepakati tujuan kelompok, sehingga nilai-nilai yang dikembangkan KUBE dapat mengikat para anggotanya. Peningkatan Kerjasama antar Anggota. Muara akhir dari terbangunnya kohesivitas kelompok adalah berkembangnya kerjasama antar anggota KUBE, sehingga tercipta kekompakan yang mendorong iklim usaha anggota. Meskipun jenis usaha yang dilakukan oleh anggota berbeda-beda, tetapi kerjasama dan saling bantu diantara anggota harus tetap terpelihara. Kerjasama diantara anggota dapat diwujudkan melalui pemberian motivasi untuk saling membantu ketika ada anggota yang mengalami hambatan dalam mengembangkan usahanya. Dukungan dari pendamping sosial dan tokoh masyarakat dalam meningkatkan motivasi anggota untuk kerjasama dapat memberikan kontribusi yang sangat berarti.

PROGRAM PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM PROGRAM PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM Latar Belakang Dalam rangka memberikan akses terhadap sumberdaya finansial bagi masyarakat miskin dan sektor informal, pengembangan keswadayaan

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE 77 STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE Alat yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah analisis Pemberdayaan Longwe dengan menggunakan kelima

Lebih terperinci

METODE KAJIAN Tipe dan Aras Kajian Strategi Kajian

METODE KAJIAN Tipe dan Aras Kajian Strategi Kajian METODE KAJIAN Tipe dan Aras Kajian Tipe kajian dalam rancangan kajian ini adalah tipe evaluasi sumatif, yaitu menentukan efektivitas tindakan dan intervensi manusia (program, kebijakan, dan lain-lain),

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) Proses Penyusunan Rencana Program Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di tingkat Desa Tonjong

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI Dalam rangka mendapatkan strategi pengembangan KBU PKBM Mitra Mandiri dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana tujuan dari kajian

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian

METODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian METODE KAJIAN Tipe Dan Aras Kajian Tipe Kajian Tipe kajian dalam kajian ini adalah tipe evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif yaitu menentukan efektivitas tindakan dan intervensi manusia (program, kebijakan,

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

Komitmen itu diperbaharui

Komitmen itu diperbaharui POS PEM8CRDAYAAH KELUARCA (POSDAYA) bangsa-bangsa lain di dunia. Rendahnya mutu penduduk itu juga disebabkan karena upaya melaksanakan wajib belajar sembilan tahun belum dapat dituntaskan. Buta aksara

Lebih terperinci

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU 7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin 7.1.1. Evaluasi Kegiatan KUBE di Kelurahan Maharatu.

Lebih terperinci

VI. PEMSUNAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT SECARA PARTISPATIF

VI. PEMSUNAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT SECARA PARTISPATIF VI. PEMSUNAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT SECARA PARTISPATIF 6.1. Latar Belakang Rancangan Program Kondisi dan tingkat partisipasi yang dapat dilihat dari para anggota kelompok tani Saluyu di Desa Pangadegan,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT LAMPIRAN PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL 2-8 - 2011 PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT I. LATAR BELAKANG Mayoritas masyarakat Kabupaten Garut bermata

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM A. Tahap pelaksanaan kegiatan Pilot Pembekalan kepada Fasilitator mengenai Sosialisasi Konsep dan Substansi kepada Masyarakat oleh Fasiltator FGD Dinamika (berbasis hasil RPK dan PS) 2 Teridentifikasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Bagian ini menjelaskan mengenai kesimpulan dalam penelitian, berdasar pada pertanyaan penelitian serta pembahasan penelitian. Berikut hasil penelitian yang dapat disimpulkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; 7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Kegiatan

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya, KUSP (KUSP) Gotong Royong

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG 48 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG Berdasarkan data baik masalah maupun potensi yang dimiliki oleh kelompok, maka disusun strategi program

Lebih terperinci

BAB IX RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KARANG TARUNA MELALUI PROGRAM KUBE/ UEP DALAM UPAYA MEMBERDAYAKAN GENERASI MUDA

BAB IX RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KARANG TARUNA MELALUI PROGRAM KUBE/ UEP DALAM UPAYA MEMBERDAYAKAN GENERASI MUDA 91 BAB IX RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KARANG TARUNA MELALUI PROGRAM KUBE/ UEP DALAM UPAYA MEMBERDAYAKAN GENERASI MUDA Kegiatan KT dalam mengatasi permasalahan generasi muda dilaksanakan melalui kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 96 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 96 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 96 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN 111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1. Tipe Kajian 3.2. Aras Kajian 3.3. Strategi Kajian

III. METODE KAJIAN 3.1. Tipe Kajian 3.2. Aras Kajian 3.3. Strategi Kajian 34 III. METODE KAJIAN 3.1. Tipe Kajian Kajian ini menggunakan tindak eksplanatif. Tindak eksplanatif adalah suatu kajian yang menggali informasi dengan mengamati interaksi dalam masyarakat. Interaksi yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Usaha kecil dan Menengah atau yang sering disebut UKM merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa aktor sebagai bagian program yang terlibat

BAB VI PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa aktor sebagai bagian program yang terlibat BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa aktor sebagai bagian program yang terlibat langsung dalam

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Dr. Ir. Momon Rusmono, MS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Dr. Ir. Momon Rusmono, MS NIP COV 2_KS wahana kerja sama.indd 1 1/4/2013 6:36:20 AM KATA PENGANTAR Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan YME atas rahmat dan karunia-nya

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN TSP merupakan suatu komitmen dari dunia usaha untuk bertidak secara etis dengan memberi kontribusi bagi pengembangan masyarakat di sekitar operasionalisasi perusahaan. Dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan temuan dan analisis untuk menjawab rumusan masalah yang ada terkait dengan upaya apa saja yang dilakukan oleh UMKM Lokal yang berada di Provinsi Riau dalam mengikuti

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Desa Kusu Lokasi Penelitian John R Pattiasina C452070304 Lampiran 2 Gambar Alur Proses Penelitian Observasi Wawancara STUDI Teridentifikasi : Faktor-faktor SWOT Kondisi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN RUKUN TETANGGA DALAM DAERAH KOTA BONTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN RUKUN TETANGGA DALAM DAERAH KOTA BONTANG PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN RUKUN TETANGGA DALAM DAERAH KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 6 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP 6.1 Prioritas Aspek yang Berperan dalam Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN OLEH BANK UMUM DAN BANTUAN TEKNIS DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PARIGI MOUTONG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012

PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 PERUBAHAN UMUM PERUBAHAN 1. Penyebutan Tahun 2012 Perwali dan Lampiran 2. Istilah stakeholder menjadi pemangku kepentingan pembangunan 3. Istilah Persiapan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MAROBO, SALASSA, SUKAMAJU DAN BONE-BONE MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci