BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN"

Transkripsi

1 BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN Dari hasil analisis kemitraan antar stakeholders pada ketiga sentra industri di Kabupaten Gunungkidul, maka pada bab ini akan diuraikan temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi dan saran studi lanjutan. V.1. Temuan Studi Berdasarkan hasil pemetaan stakeholders, identifikasi pola kemitraan serta faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan dapat diuraikan temuan studi sebagai berikut : A. Pemetaan stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan 1. Stakeholders kunci/utama dalam pengembangan industri kecil kerajinan adalah : Pemerintah dalam hal ini Dinas Perindagkop Kabupaten Gunungkidul Pengrajin sentra industri kecil kerajinan topeng dan batik kayu bobung Pengrajin sentra industri kecil kerajinan ornamen batu Pengrajin sentra industri kecil kerajinan bambu 2. Stakeholders pendukung dalam pengembangan industri kecil kerajinan adalah : Pedagang/Eksportir Asosiasi/Yayasan Disperindagkop DIY UPT Balai Bisnis DIY Dekranasda BUMN Perguruan Tinggi dan LSM B. Pola kemitraan antar stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan adalah : 1. Pola kemitraan yang terjadi antar industri kecil kerajinan di ketiga sentra secara umum adalah dalam subkontrak barang setengah jadi. 80

2 Secara spesifik dalam masing-masing sentra industri, pola kemitraan yang terjadi antar industri adalah : Sentra Bobung : pengadaan bahan baku, pemanfaatan teknologi, akses permodalan, promosi dan pemasaran Sentra Ornamen Batu : pengadaan bahan baku, promosi dan pemasaran Sentra Kerajinan Bambu : tidak ada kerjasama lainnya selain subkontrak. 2. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan pemerintah, secara umum adalah dalam pendidikan dan pelatihan, bantuan modal dan peralatan, fasilitasi promosi produk industri kecil. Secara spesifik pada masing-masing sentra adalah : Sentra Bobung : penelitian dan pengembangan teknologi produksi, perantara industri kecil kerajinan dengan bapak angkat dan buyer (pembeli), pelayanan informasi dan konsultasi. Sentra Ornamen Batu : perantara industri kecil kerajinan dengan bapak angkat dan buyer (pembeli) Sentra Kerajinan Bambu : penelitian dan pengembangan teknologi produksi. 3. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan pedagang/eksportir secara umum adalah dalam perdagangan umum antara pembeli dan produsen. Secara spesifik masing-masing sentra, pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan eksportir adalah : Sentra Bobung : subkontrak barang setengah jadi Sentra Ornamen Batu : tidak ada kemitraan lainnya selain perdagangan umum Sentra Kerajinan Bambu : subkontrak barang setengah jadi 4. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan BUMN secara umum adalah pola bapak angkat dan kredit bunga lunak. Secara spesifik pada masing sentra tidak terdapat pola kemitraan lainnya. 81

3 5. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan Asosiasi/Yayasan, secara umum adalah perdagangan umum antara pembeli dan produsen. Secara spesifik pada masing-masing sentra adalah : Sentra Bobung : kredit bunga lunak untuk modal usaha dan subkontrak barang setengah jadi Sentra Ornamen Batu : tidak terdapat pola kemitraan lainnya Sentra Kerajinan Bambu : kredit bunga lunak untuk modal usaha dan subkontrak barang setengah jadi 6. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan perguruan tinggi dan LSM secara umum dan secara spesifik tidak terjadi kemitraan. C. Faktor yang mempengaruhi kemitraan antar stakeholders 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antar industri kecil kerajinan. Secara umum adalah faktor demand masih terbatas, tidak ada komunikasi yang terbuka dan faktor kepercayaan. Secara spesifik pada masing-masing sentra adalah : Sentra Bobung : faktor peran kelembagaan koperasi Sentra Ornamen Batu : faktor belum ada mediasi dari lembaga internal sentra dan faktor motivasi dari pengrajin Sentra Kerajinan Bambu : faktor bahan baku yang berbeda 2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan pedagang/eksportir. Secara umum adalah faktor belum ada keinginan/minat dari pedagang/eksportir, faktor motivasi bisnis dan demand masih terbatas. Sedangkan faktor secara spesifik pada masing-masing sentra tidak ada. 3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan BUMN dan Asosiasi/Yayasan Secara umum adalah faktor keinginan, kelayakan usaha, demand masih terbatas. 82

4 4. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan perguruan tinggi dan LSM Secara umum adalah faktor belum ada keinginan/minat perguruan tinggi dan LSM menjadikan industri kecil sebagai mitra binaan. 5. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan pemerintah Secara umum adalah dipengaruhi oleh motivasi program dari Dinas Perindagkop Gunungkidul. V.2. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan studi dapat disimpulkan bahwa pola kemitraan yang ada pada kenyataannya belum semuanya terjadi pada ketiga sentra industri kecil kerajinan yang distudi. Sentra industri kecil kerajinan yang telah melaksanakan sebagian besar pola kemitraan antar stakeholders adalah sentra bobung sehingga sentra ini lebih maju dibandingkan kedua sentra lainnya. Pola kemitraan yang seharusnya terjadi antar industri kecil kerajinan sebagai stakeholders utama adalah kemitraan dalam pemanfaatan teknologi. Hal ini disebabkan industri kecil kerajinan adalah penghasil barang kerajinan yang nilai jualnya ditentukan oleh kreatifitas dan inovasi dari pengrajin. Oleh karena itu industri kecil kerajinan ini membutuhkan kerjasama dalam pemanfaatan dan pengembangan inovasi teknologi agar menghasilkan desain-desain produk yang bernilai jual tinggi. Pola kemitraan yang ada belum sejalan dengan kemitraan dalam PEL dimana dikatakan industri kecil dalam sentra dapat membentuk jaringan/keterkaitan dengan sesama industri kecil lainnya dalam semua jenis kegiatan yang dapat dilakukan bersama. Industri kecil dalam sentra belum sepenuhnya menjalin keterkaitan antar sesama industri sehingga sentra industri kerajinan ini kurang berkembang. Faktor demand yang masih terbatas menyebabkan industri kecil belum saling berkomunikasi secara terbuka berbagi informasi teknologi dan pemasaran. Demand yang terbatas ini disebabkan produk yang dihasilkan kurang inovasi dan desainnya cenderung monoton kurang variatif sehingga kurang bersaing di 83

5 pasaran. Disamping itu peran lembaga koperasi di sentra bobung yang belum maksimal sehingga belum mampu memfasilitasi kebutuhan pengrajin dalam sentra. Industri kecil seharusnya saling mendukung untuk mengatasi kelemahan dan keterbatasan potensi yang dimiliki masing-masing dengan cara menjalin kerjasama melalui kemitraan yang dapat difasilitasi oleh lembaga internal sentra terutama kerjasama dalam pemanfaatan teknologi. Dengan kerjasama dalam menciptakan inovasi teknologi baru maka desain produk kerajinan ini akan mampu bersaing sehingga demand akan meningkat. Peningkatan demand ini akan mendorong minat pengrajin untuk bekerjasama melalui kemitraan yang saling membutuhkan, saling mendukung dan saling menguntungkan dalam berbagai aspek. Dengan kemitraan antar industri kecil ini maka akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas sehingga industri kecil menjadi industri yang tangguh dan mandiri serta memiliki daya saing. Kemitraan dengan pemerintah sebagai stakeholders kunci yang berperan sebagai critical player dalam pembinaan dan pengembangan industri kecil, pola kemitraan yang ada belum maksimal. Kemitraan dengan pemerintah melalui pelaksanaan program pengembangan teknologi produksi dan fasilitasi promosi produk industri kecil belum menyentuh seluruh pengrajin yang ada dalam sentra. Hal ini menyebabkan pengrajin skala rumah tangga yang belum tersentuh program kurang berkembang dibanding pengrajin yang selalu mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Pelaksanaan program dari pemerintah seharusnya melalui kelompok-kelompok pengrajin dan disesuaikan dengan kebutuhan dari pengrajin. Program pembinaan dan pengembangan dari pemerintah ini seharusnya dilaksanakan dengan kontinu sehingga dampak program dapat meningkatkan kapasitas dan skala usaha dari industri kecil. Pemerintah juga seharusnya menjadi mediator dan fasilitator industri kecil dalam menjalin kemitraan dengan perusahaan besar, perguruan tinggi ataupun pihak-pihak lain yang berpengaruh dalam pengembangan industri kecil sebagaimana yang dikatakan oleh Blakely bahwa pemerintah, sektor swasta dan masyarakat adalah partner penting dalam pengembangan ekonomi lokal. Pola kemitraan dengan pedagang/eksportir yang terjadi hanya pada perdagangan umum antara pembeli dan produsen sehingga kurang terjaminnya 84

6 pemasaran produk pengrajin. Hal ini menyebabkan pengrajin sangat tergantung pada order dari pedagang. Perdagangan umum dengan konsinyasi menyebabkan perputaran modal industri kecil menjadi lambat sehingga tidak dapat meningkatkan skala usaha. Subkontrak barang setengah jadi menyebabkan nilai tambah yang diperoleh pengrajin kecil. Faktor belum ada minat dari pedagang untuk menjadikan industri kecil sebagai mitra menyebabkan posisi industri kecil terbatas sebagai pengrajin sehingga posisi tawar tetap rendah. Kerjasama dengan pedagang/eksportir sebagai wujud kemitraan dalam pemasaran produk belum berada pada kesejajaran kedudukan dan belum berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan sehingga perkembangan usaha industri kecil ini tetap lambat. Kemitraan dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk industri kecil kerajinan melalui pengembangan desain dan teknologi produksi belum menyentuh sentra industri di Gunungkidul sehingga produk yang dihasilkan cenderung kurang inovasi dan kurang mampu bersaing dengan produk sejenis dari daerah lain. Daya saing produk kerajinan sangat ditentukan oleh inovasi dan kreatifitas dari pengrajin. Untuk itu bantuan pembinaan dari lembaga perguruan tinggi sangat diperlukan. Keterkaitan industri dengan berbagai institusi/lembaga terkait ini menjadi kunci eksistensi industri kecil dalam mewujudkan PEL suatu wilayah. V.3. Arahan peningkatan kemitraan antar stakeholders Sebagai upaya dalam meningkatkan hubungan kemitraan yang ada sekarang, diusulkan beberapa rekomendasi sebagai berikut : 1. Peningkatan kualitas produk kerajinan melalui pengembangan inovasi teknologi sehingga permintaan akan produk kerajinan ini akan meningkat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi persaingan usaha antar pengrajin dalam merebut pangsa pasar. 2. Penguatan lembaga koperasi yang ada sebagai wadah dalam memediasi dan memfasilitasi kerjasama antar industri kecil dalam sentra. 3. Pemerintah sebagai regulator diharapkan dapat membantu industri kecil dengan kebijakan yang mendukung pengembangan industri kecil kerajinan 85

7 melalui program pemberdayaan dalam pengembangan teknologi produksi, manajemen, permodalan dan pemasaran. 4. Peningkatan peran pemerintah dalam memediasi kemitraan antara industri kecil dengan pedagang/eksportir melalui pertemuan-pertemuan bisnis yang mempertemukan pengrajin dengan pedagang/eksportir maupun perusahaan besar lainnya. Hal ini untuk menumbuhkan motivasi/minat pedagang/eksportir dalam menjalin kemitraan yang sejajar dan saling menguntungkan dengan pengrajin sehingga dapat menjamin pemasaran produk kerajinan dan memperkuat posisi tawar pengrajin. 5. Peningkatan peran pemerintah dalam memediasi kemitraan dengan BUMN melalui sosialisasi untuk memperkuat permodalan industri kecil dan meningkatkan kepercayaan BUMN dalam pemberian fasilitas kredit bagi usaha kecil. 6. Peningkatan peran pemerintah dalam memediasi kemitraan antar industri kecil kerajinan dengan perguruan tinggi melalui sosialisasi dan melibatkan perguruan tinggi dalam pembentukan forum-forum kemitraan bagi pengembangan industri kecil kerajinan. 7. Pengembangan kluster industri sebagai wujud keterkaitan usaha antar industri kecil dalam sentra, antara industri kecil dengan penghasil faktor produksi dan penerima faktor produksi, antara industri kecil dengan lembaga terkait untuk meningkatkan daya saing industri kecil kerajinan sehingga dapat menjadi basis pengembangan ekonomi lokal Gunungkidul. V.4. Keterbatasan Studi Studi ini belum memberikan hasil yang sempurna. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi pada saat penyusunannya. Pada studi ini terdapat beberapa kelemahan antara lain : - Studi yang dilakukan terbatas pada kemitraan yang terjadi pada sentra indusrti kerajinan topeng bobung di Patuk, sentra ornamen batu dan sentra kerajinan bambu di Semanu sehingga dirasakan kurang mewakili seluruh industri kecil kerajinan di Gunungkidul 86

8 - Lingkup pembahasan pola kemitraan hanya mengkaji pola kemitraan yang terjadi antar stakeholders berdasarkan hasil wawancara dengan pihak industri kecil. Wawancara dengan pedagang/eksportir terbatas pada pedagang yang ada di DIY. - Wawancara dengan perguruan tinggi tidak dilakukan karena tidak ada informasi dari pihak industri kecil kerajinan tentang hubungan kerjasama dengan perguruan tinggi dan LSM. V.5. Saran Studi Lanjutan Berdasarkan keterbatasan studi yang dihadapi maka untuk melengkapi dan menyempurnakan kajian pola kemitraan antar stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan dapat dilakukan studi lanjutan sebagai berikut : 1. Memperluas kajian terhadap pola-pola kemitraan dalam pengembangan industri kecil kerajinan yang meliputi seluruh stakeholders yang berperan dalam pengembangan industri 2. Kajian tentang keterkaitan industri kecil dalam input output untuk mendukung pengembangan kluster industri. 87

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembangunan yang berorientasi atau berbasis kegiatan ekonomi lokal menekankan pada kebijakan pembangunan pribumi (endogenous development policies) yang memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB IV KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

BAB IV KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN BAB IV KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN IV.1. Pemetaan Stakeholders dalam Pengembangan Industri Kecil Kerajinan Analisis stakeholders merupakan alat untuk memahami

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km2 atai

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1 Kesimpulan Berdasarkan pelaksanaan kajian pengembangan rnasyarakat yang dimulai dari pemetaan sosial hingga penyusunan program penguatan hubungan kernitraan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Bobung dikunjungi oleh wisatawan laki-laki maupun perempuan, sebagian besar

BAB IV PENUTUP. Bobung dikunjungi oleh wisatawan laki-laki maupun perempuan, sebagian besar BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis karakteristik wistawan di Desa Wisata Bobung diketahui bahwa karakteristik geografis sebagian besar wisatawan berasal dari luar Yogyakarta. Berdasar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Urusan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal Secara garis besar dikenal tiga konsep utama dalam pengembangan wilayah, yaitu Konsep Pembangunan dari atas (Development from Above), Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui interaksi antar stakeholder dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui interaksi antar stakeholder dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui interaksi antar stakeholder dalam pengembangan UMKM mebel kayu di Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri. Industri mebel

Lebih terperinci

PEGUKURAN KINERJA KEGIATAN

PEGUKURAN KINERJA KEGIATAN PEGUKURAN KINERJA KEGIATAN SKPD : Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM DIY Tahun : 2014 No. Sasaran strategis Indikator Program/Kegiatan Anggaran Kinerja Realisasi Fisik Keuangan % % KOPERASI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN Irawati, Nurdeana C, dan Heni Purwaningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Email : irawibiwin@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

LAMPIRAN I.2 : KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN U K M. JUMLAH ( Rp. ) ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN

LAMPIRAN I.2 : KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN U K M. JUMLAH ( Rp. ) ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN LAMPIRAN I.2 : PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RINCIAN LAPORAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAERAH DAN PEMBIAYAAN TAHUN 2014 PERIODE BULAN : DESEMBER

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) WORKSHOP DESAIN IKM BATU MULIA DI JAWA TENGAH

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) WORKSHOP DESAIN IKM BATU MULIA DI JAWA TENGAH KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) WORKSHOP DESAIN IKM BATU MULIA DI JAWA TENGAH KEGIATAN PENGEMBANGAN KLASTER DAN SENTRA INDUSTRI ANEKA TAHUN ANGGARAN 2016 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

KABUPATEN GRESIK RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI PENDAPATAN,BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017

KABUPATEN GRESIK RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI PENDAPATAN,BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 KABUPATEN GRESIK RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI PENDAPATAN,BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 URUSAN PEMERINTAHAN ORGANISASI : 2.11. - KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR Oleh : SURYO PRATOMO L2D 004 354 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

TESIS. Oleh RISNA M HASAN NIM Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

TESIS. Oleh RISNA M HASAN NIM Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL (STUDI KASUS : KECAMATAN PATUK DAN SEMANU) TESIS Karya tulis sebagai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pasar bebas di dunia. Khusus di kawasan ASEAN pada tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pasar bebas di dunia. Khusus di kawasan ASEAN pada tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi secara langsung telah berdampak terhadap percepatan perkembangan pasar bebas di dunia. Khusus di kawasan ASEAN pada tahun 2015 direncanakan berikutnya kesepakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini dunia telah memasuki era industri pada gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di negara-negara maju sendiri mereka

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR DAN KOTA MALANG)

EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR DAN KOTA MALANG) EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR DAN KOTA MALANG) Peneliti: SAHAT ADITUA FANDHITYA SILALAHI PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN SETJEN

Lebih terperinci

KEMITRAAN USAHA DALAM KLASTER INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA TUGAS AKHIR

KEMITRAAN USAHA DALAM KLASTER INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA TUGAS AKHIR KEMITRAAN USAHA DALAM KLASTER INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA TUGAS AKHIR Oleh: AZWAR AMIN L2D 002 390 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH Oleh Dr.Ir.H.Saputera,Msi (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Makanan Tradisional dan Tanaman Obatobatan Lemlit

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu produksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM) dalam perekonomian Indonesia pada dasarnya sudah besar sejak dulu. Sektor UMKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN RENJA DISKOP.UKM LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN RENJA DISKOP.UKM LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembentukan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah kota Prabumulih,

Lebih terperinci

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

6. URUSAN PERINDUSTRIAN 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Pembangunan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan dan merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi. Sektor industri memegang peranan penting dalam peningkatan

Lebih terperinci

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: HENDRA YUDHO PRAKOSO L2D 004 318 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BEUTUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat persaingan usaha sangatlah tinggi. Hal ini secara otomatis memaksa para pelaku usaha untuk terus mengembangkan diri

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. produktif, adaptasi produk, kapasitas produksi, dokumen ekspor, dan biaya

BAB VI PENUTUP. produktif, adaptasi produk, kapasitas produksi, dokumen ekspor, dan biaya BAB VI PENUTUP 1.1. Kesimpulan Dalam menghadapi MEA, pemerintah Indonesia mempersiapkan UMKM agar mampu bersaing dan memanfaatkan peluang MEA. Kesiapan UMKM dalam menghadapi MEA dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perkayuan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perolehan devisa dan pembangunan ekonomi negara. Perkembangan industri kayu di Indonesia dimulai pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 1. Dengan berlakunya otonomi daerah, dunia usaha khususnya koperasi di daerah akan menghadapi suatu perubahan besar yang sangat berpengaruh terhadap ikiim

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut. a. Strategi penguatan kelembagaan dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BATIK DESA KENONGO KECAMATAN TULANGAN - SIDOARJO

PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BATIK DESA KENONGO KECAMATAN TULANGAN - SIDOARJO Tugas Akhiir PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BATIK DESA KENONGO KECAMATAN TULANGAN - SIDOARJO Vinza Firqinia Fristia 361010018 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KOPERASI USAHA KECIL MENENGAH PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ,949,470,000

RENCANA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KOPERASI USAHA KECIL MENENGAH PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ,949,470,000 RENCANA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KOPERASI USAHA KECIL MENENGAH PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 No. A SEKRETARIAT 1,949,470,000 1) Program Pelayanan Administrasi 1,082,400,000

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. perkembangan IKM dilihat dari aspek pengembangan SDM dan aspek. pemasaran. Adapun sebaliknya aspek kemitraan tidak berdampak.

BAB VI PENUTUP. perkembangan IKM dilihat dari aspek pengembangan SDM dan aspek. pemasaran. Adapun sebaliknya aspek kemitraan tidak berdampak. BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Evaluasi dampak program pengembangan IKM di kota Bandar Lampung menunjukkan bahwa program berdampak baik terhadap perkembangan IKM dilihat dari aspek pengembangan SDM dan

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Usaha kecil dan Menengah (UKM) merupakan stimulus atau pendorong bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM) keberadaannya tidak

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PROSES PERENCANAAN PENGEMBANGAN KLASTER BATIK MASARAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PROSES PERENCANAAN PENGEMBANGAN KLASTER BATIK MASARAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PROSES PERENCANAAN PENGEMBANGAN KLASTER BATIK MASARAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh : MAMIK RIYADI L2D 004 334 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

VII. PENUTUP. 7.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil pembahasan kajian dapat disimpulkan sebagai berikut :

VII. PENUTUP. 7.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil pembahasan kajian dapat disimpulkan sebagai berikut : VII. PENUTUP 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan kajian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. UPT Pelatihan dan pengembangan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kemampuan dan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pasar internasional merupakan tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pasar internasional merupakan tujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia bisnis atau perdagangan menjadi salah satu fokus utama dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pasar internasional merupakan tujuan perusahaan dalam memasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Berbagai produk kerajinan diproduksi oleh perusahaan kerajinan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Berbagai produk kerajinan diproduksi oleh perusahaan kerajinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerajinan merupakan salah satu produk andalan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai produk kerajinan diproduksi oleh perusahaan kerajinan yang tersebar di hampir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. definisi industri kecil tersebut antara lain: tanah dan bangunan tempat usaha. c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. definisi industri kecil tersebut antara lain: tanah dan bangunan tempat usaha. c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Industri Kecil Sampai saat ini industri kecil memiliki berbagai macam definisi. Kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan industri kecil pun beranekaragam, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

2. Upaya strategis Lembaga Pendidikan Swasta dalam menggali sumbersumber

2. Upaya strategis Lembaga Pendidikan Swasta dalam menggali sumbersumber BABV KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Proses penyusunan pembiayaan pendidikan pada Lembaga Pendidikan Swasta. Berdasarkan hasil pengamatan dan kajian dokumen di keempat lembaga yang

Lebih terperinci

13 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

13 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN 1 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang perekonomian meliputi koperasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut: A. Kesimpulan

Lebih terperinci

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR Oleh: HEPILIA KORNILASARI L2D 004 319 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. analisis data tentang pemberdayaan industri kecil gitar di desa Mancasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. analisis data tentang pemberdayaan industri kecil gitar di desa Mancasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dalam bab ini akan disajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan analisis data tentang pemberdayaan industri kecil gitar di desa Mancasan Kabupaten Sukoharjo.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI PEMBERDAYAAN PROGRAM SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP)

BAB V STRATEGI PEMBERDAYAAN PROGRAM SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP) BAB V STRATEGI PEMBERDAYAAN PROGRAM SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP) 5.1 Strategi Pemberdayaan Program Small and Medium Enterprie Promotion (SMEP) yang dilakukan oleh Swisscontact kepada para

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH I. UMUM Pembangunan Daerah bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI Dalam rangka mendapatkan strategi pengembangan KBU PKBM Mitra Mandiri dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana tujuan dari kajian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Upaya pembangunan perkebunan rakyat yang diselenggarakan melalui berbagai pola pengembangan telah mampu meningkatkan luas areal dan produksi perkebunan dan pendapatan nasional,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

A RA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI MEBEL

A RA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI MEBEL SALINAN A RA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI MEBEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan pihak yang memiliki andil cukup besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam peningkatan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Agribisnis adalah segala bentuk kegiatan bisnis yang berkaitan dengan usaha tani (kegiatan pertanian) sampai dengan pemasaran komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memerangi kemiskinan dan pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memerangi kemiskinan dan pengangguran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu unit usaha yang memiliki peran penting dalam perkembangan dan pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi bangsa Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

Husna Purnama: Pengembangan Kemitraan dan Pembiayaan Usaha Kecil Menengah pada Sentra Kripik di Bandar Lampung

Husna Purnama: Pengembangan Kemitraan dan Pembiayaan Usaha Kecil Menengah pada Sentra Kripik di Bandar Lampung 18 PENGEMBANGAN KEMITRAAN DAN PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH PADA SENTRA INDUSTRI KERIPIK DI BANDAR LAMPUNG Oleh: Husna Purnama Dosen Tetap pada Fakultas Ekonomi Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBERDAYAAN SENTRA USAHA KECIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGIROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Matrik Program Pengembangan Sentra UMKM

Matrik Program Pengembangan Sentra UMKM Lampiran 5. Matrik Program Pengembangan UMKM SASARAN 1. Setiap propinsi memiliki 1. Koordinasi lintas instansi 100% Propinsi 3. Monitoring dan evaluasi 100% Propinsi 4. Fasilitasi, kluster Setiap Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan. pembangunan dalam melaksanakan ketetapan Garis-Garis Besar Haluan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan. pembangunan dalam melaksanakan ketetapan Garis-Garis Besar Haluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan industri merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan pembangunan dalam melaksanakan ketetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) untuk mempercepat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional mempunyai

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN KLASTER INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : INDRA CAHYANA L2D

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN KLASTER INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : INDRA CAHYANA L2D PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN KLASTER INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR Oleh : INDRA CAHYANA L2D 002 415 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini sektor Usaha kecil menengah semakin menggeliat sebagai penopang ekonomi nasional. Hal tersebut terlihat dari pengalaman yang mampu melewati masa krisis yang

Lebih terperinci