5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN"

Transkripsi

1 53 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan diskusi mengenai hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian. Selain itu, dalam bab ini juga diajukan saran-saran yang dapat digunakan untuk menyempurnakan hasil penelitian di masa mendatang, agar kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penelitian ini dapat dihindari Kesimpulan Hasil Data Utama Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data, maka diperoleh hasil sebagai berikut: A. Perilaku Hubungan Seksual 1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku hubungan seksual dengan skor dimensi kepercayaan/ideologis pada dewasa muda muslim. 2. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku hubungan seksual dengan skor dimensi ritual/peribadatan pada dewasa muda muslim. Dalam artian, semakin positif sikap terhadap perilaku hubungan seksual maka semakin rendah perilaku yang dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama (contoh: solat, puasa, berdoa, dll). 3. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku hubungan seksual dengan skor dimensi pengalaman/eksperensial pada dewasa muda muslim. Dalam artian, semakin positif sikap terhadap perilaku hubungan seksual maka semakin rendah tingkat penghayatan pengalaman religiusnya (contoh: perasaan dekat dengan Allah, takut dosa, dll). 4. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku hubungan seksual dengan skor dimensi intelektual/pengetahuan pada dewasa muda muslim. Sehingga semakin positif sikap terhadap perilaku hubungan seksual maka

2 54 semakin rendah tingkat pemahaman ajaran agama, serta rendahnya keinginan untuk menambah pemahaman agamanya (contoh: membaca buku agama, mengikuti pengajian, dll). 5. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku hubungan seksual dengan skor dimensi konsekuensi pada dewasa muda muslim. Sehingga berarti semakin positif sikap terhadap perilaku hubungan seksual, maka semakin rendah perilaku sosial yang mendapat pengaruh dari ajaran agama (contoh: bersikap jujur, berderma, dll). B. Perilaku Masturbasi 1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku masturbasi dengan skor dimensi kepercayaan/ideologis pada dewasa muda muslim. Dalam artian, semakin positif sikap terhadap perilaku masturbasi, maka semakin rendah pandangan teologis serta doktrin-doktrin agamanya (contoh: percaya akan hari kiamat, dll). 2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku masturbasi dengan skor dimensi ritual/peribadatan pada dewasa muda muslim. 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap sikap terhadap perilaku masturbasi dengan skor dimensi pengalaman/eksperensial pada dewasa muda muslim. 4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku masturbasi dengan skor dimensi intelektual/pengetahuan pada dewasa muda muslim. 5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku masturbasi dengan skor dimensi konsekuensi pada dewasa muda muslim. C. Perilaku Pornografi 1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku pornografi dengan skor dimensi kepercayaan/ideologis pada dewasa muda muslim.

3 55 2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku pornografi dengan skor dimensi ritual/peribadatan pada dewasa muda muslim. 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku pornografi dengan skor dimensi pengalaman/eksperensial pada dewasa muda muslim. 4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku pornografi dengan skor dimensi intelektual/pengetahuan pada dewasa muda muslim. 5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku pornografi dengan skor dimensi konsekuensi pada dewasa muda muslim. D. Perilaku Homoseksual 1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku homoseksual dengan skor dimensi kepercayaan/ideologis pada dewasa muda muslim. 2. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku homoseksual dengan skor dimensi ritual/peribadatan pada dewasa muda muslim. Sehingga berarti semakin positif sikap terhadap perilaku pornografi, maka semakin rendah perilaku yang dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama (contoh: solat, puasa, berdoa, dll). 3. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku homoseksual dengan skor dimensi pengalaman/eksperensial pada dewasa muda muslim. Dalam arti, semakin positif sikap terhadap perilaku homoseksual maka semakin rendah tingkat penghayatan pengalaman religiusnya (contoh: perasaan dekat dengan Allah, takut dosa, dll). 4. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku homoseksual dengan skor dimensi intelektual/pengetahuan pada dewasa muda muslim. Sehingga semakin positif sikap terhadap perilaku homoseksual, maka

4 56 semakin rendah tingkat pemahaman ajaran agama, serta rendahnya keinginan untuk menambah pemahaman agamanya (contoh: membaca buku agama, mengikuti pengajian, dll). 5. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap terhadap perilaku homoseksual dengan skor dimensi konsekuensi pada dewasa muda muslim. Dalam arti, semakin positif sikap terhadap perilaku homoseksual, maka semakin rendah perilaku sosial yang mendapat pengaruh dari ajaran agama (contoh: bersikap jujur, berderma, dll) Hasil Data Tambahan Selain menganalisis dan menginterpretasi data utama, peneliti juga melakukan analisis dan interpretasi pada data kontrol sebagai analisis tambahan. Berikut ini hasil analisis tambahan: 1. Terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku masturbasi yang signifikan ditinjau dari jenis kelamin. 2. Terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku pornografi yang signifikan ditinjau dari jenis kelamin. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi ritual/peribadatan ditinjau dari status perkawinan. 4. Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi pengalaman/eksperensial ditinjau dari status perkawinan. 5. Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi pengetahuan/intelektual ditinjau dari status perkawinan. 6. Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi konsekuensi ditinjau dari status perkawinan Diskusi Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa sikap terhadap perilaku hubungan seksual, masturbasi dan homoseksual memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan dimensi-dimensi religiusitas. Hanya sikap terhadap perilaku pornografi saja yang tidak memiliki hubungan signifikan dengan dimensi-dimensi

5 57 religiusitas. Sehingga dapat dikatakan sebagian besar perilaku seksual yang diangkat dalam penelitian ini memiliki hubungan dengan dimensi-dimensi religiusitas. Pada sikap terhadap perilaku hubungan seksual dinyatakan memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan dimensi ritual/peribadatan, pengalaman/eksperensial, intelektual/pengetahuan, dan konsekuensi. Hal ini berarti semakin positif/terbuka sikap individu terhadap perilaku hubungan seksual, maka individu memiliki sikap yang kurang religius dalam hal ritual peribadatan, penghayatan pengalaman religius, pemahaman mengenai agama Islam, dan dalam perilaku sehari-harinya yang mencerminkan ajaran agama Islam. Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian, yakni di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Murray, K. M. et al (2007) yang mengatakan semakin religius seseorang maka ia akan semakin menolak terhadap sikap orang lain yang menyetujui hubungan seks bebas. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pluhar et al (dalam Beckwith & Morrow, 2005) terhadap mahasiswa menunjukkan bahwa partisipan yang dinilai religius memiliki sikap yang konservatif terhadap perilaku hubungan seksual pranikah. Pengukuran kereligiusan yang digunakan pada kedua penelitian tersebut dengan menghitung frekuensi individu berkunjung ke tempat ibadah, organisasi keagamaan yang diikuti, dan melihat kereligiusitasan yang datangnya dari dalam diri (intrinsic/subjective religiosity). Hal tersebut hampir serupa dengan dimensi-dimensi religiusitas yang digunakan dalam penelitian ini, dimana frekuensi kunjungan ke tempat ibadah dapat dimasukan kedalam dimensi ritual/peribadatan, dan intrinsic/subjective religiosity dapat dikategorikan sebagai penghayatan pengalaman religius, pemahaman ajaran agama, yang kemudian tergambarkan dalam perilaku sehari-hari. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap perilaku hubungan seksual dengan dimensi kepercayaan/ideologi. Dalam dimensi kepercayaan/ideologis, individu diharapkan berpegang teguh terhadap pandangan teologis tertentu, peneliti berasumsi tidak adanya hubungan yang signifikan antara perilaku hubungan seksual dengan dimensi kepercayaan/ideologis disebabkan karena perilaku tersebut tidak terdapat dalam doktrin-doktrin teologis yang utama dalam agama Islam. Perilaku

6 58 hubungan seksual mendapat porsi pembahasan yang lebih, dalam kaitannya dengan ajaran agama Islam yang lain,yakni dalam aturan berperilaku dengan sesama manusia. Pada perilaku masturbasi dinyatakan memiliki hubungan negatif yang signifikan pada dimensi kepercayaan/ideologis, sedangkan pada keempat dimensi lainnya, masturbasi dikatakan tidak memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Faulkner dan Dejong (dalam Wulff, 2001) yang menyatakan bahwa dimensi kepercayaan/ideologis memiliki korelasi yang cukup tinggi terhadap keempat dimensi lainnya. Menurut peneliti terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan perbedaan hasil penelitian, diantaranya yakni adanya kemungkinan subjek tidak terbuka dalam menanggapi perilaku masturbasi. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Miracle et al., (2003) yang mengatakan seksualitas merupakan topik yang cukup berat (value-laden) untuk dibahas, sehingga memungkinkan munculnya jawaban yang tidak benar-benar sesuai dengan diri subjek. Kemungkinan yang lain, karena perilaku masturbasi sudah dianggap sebagai suatu hal yang normal, sehingga tidak mempengaruhi kereligiusitasan seseorang. Dalam hasil analisis, perilaku pornografi dikatakan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi-dimensi religiusitas. Peneliti berasumsi, terdapat beberapa hal yang mungkin mempengaruhi hasil analisis tersebut. Yang pertama, dikarenakan batasan pornografi yang belum jelas, sehingga menyebabkan subjek memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam hal pornografi. Kedua, kemungkinan terjadi ketidakterbukaan dalam pengisian kuesioner, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa topik bahasan mengenai seksualitas merupakan salah satu topik yang cukup berat untuk dibahas, sehingga ada kemungkinan subjek tidak memberikan jawaban yang benar-benar menggambarkan dirinya. Hasil analisis sikap terhadap perilaku homoseksual menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara perilaku ini dengan dimensi ritual/peribadatan, pengalaman/eksperensial, intelektual/pengetahuan, dan konsekuensi. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Lefkowitz et al (2004) kepada 220 orang dewasa muda yang menyatakan bahwa

7 59 individu yang lebih religius memiliki sikap yang lebih konservatif dalam hal perilaku seksual bila dibandingkan dengan individu yang kurang religius. Pada analisis data tambahan ditemukan adanya perbedaan sikap terhadap perilaku masturbasi yang signifikan jika dilihat dari jenis kelamin. Lelaki dewasa muda memiliki sikap terhadap perilaku masturbasi yang lebih positif bila dibandingkan perempuan dewasa muda. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Michael et al., (dalam Kelly, 2001) dimana masturbasi dipandang sebagai suatu hal yang positif oleh kaum laki-laki daripada kaum perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena laki-laki cenderung lebih sering melakukan masturbasi dari pada perempuan (Oliver dan Hyde dalam Miracle, 2003). Perbedaan sikap yang signifikan juga ditemukan antara jenis kelamin dengan sikap terhadap pornografi. Lelaki dewasa muda memiliki sikap yang lebih positif bila dibandingkan dengan perempuan dewasa muda. Hal ini dapat disebabkan karena laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi dalam penggunaan media yang mengandung unsur pornografi dibandingkan perempuan (Kim & Bailey dalam Kelly, 2001). Kecenderungan atau intensi terhadap suatu hal dinyatakan memiliki hubungan sejalan dengan sikap terhadap hal tersebut (Ajzen, 2005). Sehingga dapat dikatakan ketika individu memiliki intensi yang positif terhadap perilaku pornografi, maka sikapnya terhadap pornografi juga turut positif/terbuka.. Berkaitan dengan dimensi-dimensi religiusitas, ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada dimensi ritual/peribadatan, pengalaman/eksperensial, pengetahuan/intelektual, dan konsekuensi bila dilihat dari status perkawinan. Individu yang telah menikah disebutkan memiliki tingkat religius yang lebih tinggi dari pada individu yang belum menikah dalam dimensi ritual/peribadatan, pengalaman/eksperensial, pengetahuan/intelektual dan konsekuensi. Dalam Blood (1969) dikatakan agama memiliki pengaruh dalam kehidupan setelah perkawinan. Berbagai macam bentuk ritual peribadatan sendiri dinilai dapat meningkatkan keeratan dan kebanggaan dalam keluarga (Bossard & Boll dalam Blood, 1969). Ketika memasuki kehidupan perkawinan, individu lebih sering melakukan ritual-ritual agama, baik ritual ibadah, maupun perayaan hari-

8 60 hari keagamaan, baik karena mendapat undangan dari teman ataupun adanya keinginan untuk melakukan perayaan (Blood, 1969). Berkaitan antara status perkawinan dengan dimensi pengalaman/eksperensial, pengetahuan/intelektual, dan konsekuensi dapat dijelaskan melalui penelitian yang dilakukan oleh Booth et al., (dalam Larson & Olson, 2006) yang mengatakan adanya hubungan antara aktivitas religius dengan perkawinan. Menurut peneliti, penghayatan pengalaman religius, pemahaman ajaran agama, dan perilaku kehidupan sehari-hari dapat dikategorikan sebagai bentuk aktifitas religius. Sedangkan pada dimensi keyakinan/ideologis dinyatakan tidak adanya perbedaan yang signifikan dengan status perkawinan, hal ini dapat disebabkan karena pada dimensi keyakinan/ideologis lebih bersifat intrinsik, keyakinan tersebut datang dari diri sendiri yang hanya kecil kemungkinannya mendapat pengaruh dari luar, baik itu yang datangnya dari kehidupan perkawinan (dalam Robertson, 1988). Dalam hasil data tambahan juga dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara dimensi-dimensi religiusitas dengan jenis kelamin. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Freud (dalam Wulff, 2001), Freud mengungkapkan bahwa perempuan, baik yang berusia muda dan tua, selalu menghasilkan skor yang tinggi pada indikator kereligiusan, baik indikator yang mengukur kepercayaan, sikap, pengalaman, dan partisipasi dalam hal keagamaan. Peneliti berasumsi terjadi ketidakterbukaan subjek dalam pengisian kuesioner sehingga hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian lain. Dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan antara lain penggunaan metode pengumpulan data berupa kuesioner. Meskipun kuesioner dianggap sebagai cara yang paling efisien dan ekonomis dalam hal pengumpulan data skala besar, namun lebih sulit untuk mendeteksi ketidakjujuran dalam menjawab, kesalahanpemahaman isi kalimat, sikap yang berlebihan, dan kecerobohan dalam pengisian kuesioner (Kelly, 2001). Hal ini juga ditambah dengan topik bahasan yang cenderung menyentuh wilayah pribadi dari subjek, sebagaimana yang diungkapkan oleh Miracle et al., (2003) yang mengatakan seksualitas merupakan topik yang cukup berat (value-laden) untuk dibahas, demikian halnya dengan

9 61 topik religiusitas yang kerap dekat dengan kemungkinan adanya social desirebility (Spilka et al., 2003) sehingga memungkinkan munculnya jawaban yang tidak benar-benar sesuai dengan diri subjek. Pada saat penelitian selesai dilakukan, peneliti menemukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap terhadap perilaku seksual (dalam hal ini perilaku hubungan seksual, masturbasi, pornografi dan homoseksual). Faktorfaktor yang mempengaruhi sikap terhadap perilaku seksual yakni: faham filosofis individu tentang kehidupan, pengalaman terkait dengan masalah seksual dan pembelajaran nilai-nilai moral yang didapat dari orang tua, teman sebaya atau masyarakat (Beckwith & Morrow, 2005). Faktor-faktor tersebut tidak diketahui oleh peneliti sebelumnya, sehingga kemungkinan hasil penelitian dipengaruhi oleh hal tersebut Saran Untuk penelitian selanjutnya, saran metodologis yang dapat disarankan oleh peneliti adalah: 1. Menambah keakuratan hasil penelitian dengan melakukan wawancara langsung kepada beberapa subjek penelitian. Sehingga dapat diketahui dengan lebih pasti mengenai hubungan antara sikap terhadap perilaku hubungan seksual, masturbasi, pornografi, dan homoseksual dengan religiusitas. 2. Namun jika ingin tetap mengunakan metode kuesioner, peneliti merasa perlu memberikan treatment (perlakuan) dalam penyebarannya. Treatment yang dapat dilakukan ialah dengan memberikan kuesioner sikap terhadap perilaku hubungan seksual, masturbasi, pornografi dan homoseksual terlebih dahulu, selang beberapa hari kemudian subjek yang sama diminta untuk mengisi kuesioner religiusitas. Dengan cara tersebut diharapkan response bias dapat terhindari. 3. Menambahkan item pada alat ukur sikap terhadap perilaku hubungan seksual, masturbasi, pornografi, dan homoseksual, hal ini guna memperluas cakupan masing-masing perilaku, sehingga sikap terhadap perilaku-perilaku yang telah disebutkan dapat benar-benar terukur.

10 62 4. Mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi sikap terhadap perilaku seksual dan religiusitas. 5. Dikarenakan tidak ada perbedaan yang khusus, maka dapat digeneralisasikan untuk semua agama. Namun, dengan terlebih dahulu menyesuaikan item-item pada alat ukur religiusitas. Saran praktis yang dapat diberikan sehubungan dengan sikap terhadap hubungan seksual, masturbasi, pornografi dan homoseksual dengan religiusitas pada dewasa muda: 1. Hasil data utama penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sikap terhadap isu perilaku seksual yang diangkat memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan religiusitas pada kaum dewasa muda. Hasil ini dapat digunakan terapis, konselor, atau para pemerhati perilaku seksual dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan sikap terhadap perilaku seksual dengan lebih memperhatikan latar belakang kehidupan religius seseorang. 2. Dapat dilakukannya tindakan preventif terhadap efek negatif yang ditimbulkan oleh sikap terhadap perilaku seksual. Efek-efek negatif tersebut antara lain: wanita yang memiliki sikap terlalu negatif terhadap perilaku seksual cenderung tidak memperhatikan kesehatan reproduksinya sendiri, seperti misalnya pemeriksaan payudara sendiri, pemeriksaan rutin ke genekologis; juga dikatakan bahwa orang tua yang memiliki sikap negatif terhadap perilaku seksual cenderung tidak memberikan informasi mengenai isu seksual yang memadai untuk anak-anaknya. Sedangkan sikap yang terlalu positif terhadap perilaku seksual dapat menyebabkan munculnya perilaku seksual beresiko, seperti: tidak menggunakan kondom sewaktu melakukan hubungan seksual, dan kemungkinan tertularnya penyakit seksual, seperti HIV. Melihat efek-efek negatif yang menyertai sikap terhadap perilaku seksual diatas, maka tindakan preventif yang dapat dilakukan ialah dengan memberikan seminar, penyuluhan, atau forum diskusi yang membahas mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual dengan berlatar belakangkan agama.

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 41 4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan interpretasinya. Pembahasan dalam bab 4 ini meliputi gambaran umum partisipan, ada tidaknya hubungan antara sikap terhadap

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 30 3. METODOLOGI PENELITIAN Pada Bab ini akan dibahas mengenai pertanyaan penelitian, hipotesis penelitian, variabel-variabel terkait, subjek penelitian, penyusunan alat ukur penelitian, prosedur penelitian,

Lebih terperinci

Reliabilitas Kuesioner Religiusitas

Reliabilitas Kuesioner Religiusitas Reliabilitas Kuesioner Religiusitas Reliabilitas Dimensi Kepercayaan/Ideologis 27.8667 5.085.374.592 28.2333 4.323.408.556 28.2000 4.855.302.597 28.3667 2.861.464.555 28.0333 4.792.246.613 27.9667 4.033.475.527

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH Pendidikan seksualitas remaja Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Pendahuluan Alasan pentingnya pendidikan seksualitas remaja Manfaat pendidikan seksualitas remaja Pendidikan seksualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perilaku Seks Pranikah Menurut Sarwono (2007) perilaku seks pranikah adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenisnya. Bentuk

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP HUBUNGAN SEKSUAL, MASTURBASI, PORNOGRAFI DAN HOMOSEKSUAL DENGAN RELIGIUSITAS PADA DEWASA MUDA MUSLIM

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP HUBUNGAN SEKSUAL, MASTURBASI, PORNOGRAFI DAN HOMOSEKSUAL DENGAN RELIGIUSITAS PADA DEWASA MUDA MUSLIM HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP HUBUNGAN SEKSUAL, MASTURBASI, PORNOGRAFI DAN HOMOSEKSUAL DENGAN RELIGIUSITAS PADA DEWASA MUDA MUSLIM (CORRELATION BETWEEN ATTITUDES TOWARD SEXUAL INTERCOURSE, MASTURBATION,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai homoseksual dengan pendekatan studi fenomenologi ini, menyimpulkan dan menyarankan beberapa hal. 6.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 Perilaku seksual pranikah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang yang terjadi akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perilaku seksual pranikah ini akan

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

6. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 44 6. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN Pada bab terakhir ini terdapat kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Selain itu dalam bab ini juga terdapat diskusi serta saran yang dapat digunakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Rois Husnur

Lebih terperinci

Lampiran I. Permohonan Menjadi Responden. Dengan Hormat,

Lampiran I. Permohonan Menjadi Responden. Dengan Hormat, LAMPIRAN 63 64 Lampiran I. Permohonan Menjadi Responden Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Didik Iman Margatot NIM : 20120320040 Alamat : Jl. Tegalrejo, Gg. Mawar, no. 74, Kasihan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 44 BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Pada bagian ini peneliti memaparkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian diperoleh dari pengolahan data secara statistik dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan sebelum uji hipotesis. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ho diterima dan Ha ditolak. r=

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksualitas dan manusia adalah dua hal yang sulit untuk dipisahkan, karena seksualitas melibatkan keadaan jasmani dan perilaku manusia yang berkaitan dengan seks (Kamus

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab 6 ini, peneliti memaparkan kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penelitian yang mungkin akan dilakukan selanjutnya. 6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU PACARAN PADA REMAJA DI SMA PATRIOT BEKASI TAHUN 2008 (SANGAT RAHASIA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Survei Penduduk yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, 63,4 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Permasalahan remaja sekarang ini cukup kompleks. Salah satu yang paling peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual remaja. Hal

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai macam keinginan dalam dirinya. Menurut Freud ( dalam Suryabrata, 2001: 132)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

Rina Indah Agustina ABSTRAK

Rina Indah Agustina ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERSEPSI PERILAKU SEKSUAL MAHASISWASEMESTER II PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Rina Indah Agustina ABSTRAK Remaja merupakan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Kesimpulan, Diskusi, dan Saran akan mengemukakan hasil umum yang diperoleh setelah melakukan penelitian, diskusi tentang hasil penelitian beserta kekurangankekurangan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai tertarik dengan masalah-masalah seksualitas. Pada awalnya, ketertarikan remaja terhadap seksualitas bersifat self-centered,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Selain itu, bab ini juga berisikan saran, baik saran metodologis maupun saran praktis

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 5 Duren Sawit beralamatkan di Jalan Swadaya Raya No. 100 Rt.03 Rw. 05 Kec. Duren Sawit, Jakarta Timur. Tujuan

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG TRIAD KRR DI SMAN KECAMATAN KISARAN TAHUN 2013

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG TRIAD KRR DI SMAN KECAMATAN KISARAN TAHUN 2013 LEMBAR KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG TRIAD KRR DI SMAN KECAMATAN KISARAN TAHUN 2013 I. Karakteristik Responden Nama : Usia : Jenis Kelamin : Kelas : No :.. Petunjuk

Lebih terperinci

Latar Belakang Masalah

Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah v Pemberian informasi kesehatan banyak digalakan pemerintah, namun di lapangan masih banyak remaja yang belum memahami tentang kesehatan reproduksi. v Kasus kesehatan reproduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penelitian Karakteristik responden dilihat berdasarkan tahun angkatan dan program studi. Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian Tahun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 174 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan analisis data yang dilakukan mengenai selfesteem dua wanita dewasa muda yan pernah melakukan hubungan seksual pranikah di Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masa remaja merupakan masa yang membutuhkan perhatian dan perlindungan khusus. 1 Remaja merupakan individu berusia 10-19 tahun yang mengalami transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Jawablah semua nomor dan usahakan jangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolescence) di mulai sejak usia 10 tahun sampai 19 tahun. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seksualitas merupakan topik yang sangat menarik bagi remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja mengalami perubahan-perubahan hormonal seksual di dalam diri mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada peningkatan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, pembangunan kesehatan menempati peran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian. Penyusunan desain penelitian merupakan tahap perencanaan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian. Penyusunan desain penelitian merupakan tahap perencanaan penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Alsa (2011 : 18) desain atau rancangan penelitian dipakai untuk menunjuk pada rencana peneliti tentang bagaimana ia akan melaksanakan penelitian.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ataupun signifikansi perbedaan kelompok (Azwar, Metode Penelitian, 1. Variabel tergantung : Perilaku seksual

BAB III METODE PENELITIAN. ataupun signifikansi perbedaan kelompok (Azwar, Metode Penelitian, 1. Variabel tergantung : Perilaku seksual BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya

Lebih terperinci

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Oleh: Diana Septi Purnama, M.Pd dianaseptipurnama@uny.ac.id WWW.UNY.AC.ID Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan

Lebih terperinci

KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran komitmen beragama pada remaja dengan orang tua berbeda agama. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan

Lebih terperinci

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG 1 Yunita Sari, 2 Rd. Akbar Fajri S., 3 Tanfidz Syuriansyah 1,2,3 Jurusan Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN. No Sumber Data / Informasi. Dicapai. 1. Subyek penelitian. Keberagamaan Homoseksual. Mengetahui sikapsikap

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN. No Sumber Data / Informasi. Dicapai. 1. Subyek penelitian. Keberagamaan Homoseksual. Mengetahui sikapsikap LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN No Sumber Data / Informasi 1. Subyek penelitian adalah homoseksual (melalui wawancara mendalam) Aspek Pengumpulan Data Keberagamaan Homoseksual 1. keyakinan diri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian SMA Kristen 1 Salatiga merupakan salah satu SMA Swasta favorit yang ada di kota Salatiga. SMA Kristen 1 Salatiga

Lebih terperinci

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN PERBANDINGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI MAN MEULABOH-1 DAN SMAN

Lebih terperinci

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA 99 Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA I. KEY INFORMAN 1. Faktor Internal Hubungan Dalam Keluarga a) Status dalam keluarga b) Pekerjaan orangtua c) Hubungan kedekatan dengan orangtua d) Peran orangtua dirumah

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: DELYANA 201410104149 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisa Data Dan Uji Hipotesa Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara religiusitas dan well-being pada komunitas salafi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian : Penelitian ini merupakan korelasional. Arikunto (2002) menyatakan bahwa penelitian korelasional merupakan penelitian untuk mengetahui ada dan tidak adanya

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti

Lebih terperinci

Sgmendung2gmail.com

Sgmendung2gmail.com Sgmendung2gmail.com sgmendung@yahoo.co.id PUSDIKLAT KEPENDUDUKAN DAN KB BKKBN 2011 Menjelaskan Konsep Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) Menjelaskan masalah-masalah dalam memenuhi hak-hak reproduksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sebagai generasi penerus, calon orang tua dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sebagai generasi penerus, calon orang tua dan sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai generasi penerus, calon orang tua dan sumber daya manusia yang potensial perlu diciptakan dengan baik secara fisik, mental maupun psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan berkesan.masa remaja terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa (DeBrum dalam Jahja, 2011).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari ketiga subyek, mereka memiliki persamaan dan perbedaan dalam setiap aspek yang diteliti. Khususnya dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa adalah remaja usia tahun (BkkbN,2014). Menurut bidang

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa adalah remaja usia tahun (BkkbN,2014). Menurut bidang BAB I PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan salah satu penduduk terbesar di dunia. Pada data sensus penduduk tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan yang akan di laluinya, dan salah satu adalah periode masa remaja. Masa remaja ini di sebut

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI LAMPIRAN 1 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan lingkari pada jawaban yang paling

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian Pada bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang mencakup definisi operasional, desain penelitian, teknik sampling, lokasi penelitian serta prosedur selama penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Kepuasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 129) merupakan perasaan senang, lega, gembira karena hasrat, harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah salah satu fase kehidupan yang pasti akan dilewati oleh semua manusia. Fase ini sangat penting, karena pada saat remaja seseorang akan mencari jati

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Kepada Yth: Saudara/Saudari... Bersama ini saya, Mahardika Aisyiyah Nasution (25 Tahun) sedang menjalani Program Pendidikan Pasca Sarjana di

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara asertivitas dengan perilaku seksual pranikah dengan menggunakan teknik analisis korelasi Product Moment. Sebelum melakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP HIV/AIDS PADA MURID SMA ISLAM X JAKARTA TIMUR

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP HIV/AIDS PADA MURID SMA ISLAM X JAKARTA TIMUR HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP HIV/AIDS PADA MURID SMA ISLAM X JAKARTA TIMUR Fitri Arlinkasari Universitas YARSI Abstrak Penelitian ini mengukur hubungan antara pengetahuan mengenai HIV/AIDS

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 I. Identitas Responden No.Responden : Jenis kelamin : Umur : Alamat rumah : Uang saku/bulan : II.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase hidup manusia dimana fase ini terdapat banyak perkembangan pesat baik fisik, psikologis dan sosial. Perkembangan fisik ditandai dengan

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN A. SKALA PENELITIAN A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri A-1. Skala Peran Ayah dalam Pendidikan Seksualitas A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri No : Petunjuk Pengisian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas (X) kontrol diri dan variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik seksual. Kondisi seksualitas yang sehat juga menunjukkan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. fisik seksual. Kondisi seksualitas yang sehat juga menunjukkan gambaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Lingkup seksual bukan sekedar kata seks yang merupakan kegiatan hubungan fisik seksual. Kondisi seksualitas

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang hubungan religiusitas dengan kenakalan remaja pada siswa SMA Negeri I Tibawa

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang hubungan religiusitas dengan kenakalan remaja pada siswa SMA Negeri I Tibawa BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Data hasil penelitian ini berbentuk skor yang diperoleh dari alat ukur berupa angket tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai tentang seksual pranikah. Hal ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Kesehatan reproduksi (kespro) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode sekolah dimulai saat anak berusia kurang lebih 6 tahun. Periode tersebut meliputi periode pra-remaja atau pra-pubertas. Periode ini berakhir saat anak berusia

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA 10 12 TAHUN Keterangan : SS : Sangat Setuju S : Setuju TS : Tidak Setuju STS :

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Lembar Persetujuan Riset Partisipan. Yang bertanda tangan di bawah ini :

LAMPIRAN 1 Lembar Persetujuan Riset Partisipan. Yang bertanda tangan di bawah ini : Lampiran 127 128 LAMPIRAN 1 Lembar Persetujuan Riset Partisipan LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MENJADI RISET PARTISIPAN (Informed Consent) Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan 30 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti, untuk menjelaskan hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah motivasi memengaruhi komitmen

BAB V PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah motivasi memengaruhi komitmen BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah motivasi memengaruhi komitmen organisasional afektif secara positif. Temuan studi ini menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan  hasil Riset Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan Kemitraan Kementerian Kesehatan www.depkes.go.id hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama dan kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Maka dari itu dapat dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

5. HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

5. HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 5. HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini peneliti menjelaskan mengenai hasil penelitian yang diperoleh dan akan diuraikan ke dalam gambaran subjek, analisis data dan interpretasi hasil penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan penerus generasi bangsa di masa mendatang. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) remaja adalah suatu fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun sampai 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2007, hlm. 20). Pada masa remaja, individu banyak mengalami perubahan

Lebih terperinci