Gusti Ayu Made Firma Pratiwi, 1. Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gusti Ayu Made Firma Pratiwi, 1. Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia"

Transkripsi

1 EKSISTENSI PELAPORAN KEUANGAN PADA UPACARA NGABEN MASAL DI BANJAR PAKRAMAN BANYUNING TENGAH DAN BANYUNING BARAT, DESA PAKRAMAN BANYUNING, KECAMATAN BULELENG, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI 1 Gusti Ayu Made Firma Pratiwi, 1 Anantawikrama Tungga Atmadja, 2 Nyoman Trisna Herawati Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia {pratiwifirma21@gmail.com, anantawikramatunggaatmadja@gmail.com, Abstrak Ngaben yakni ritual kematian pada umat Hindu di Bali yang dalam pelaksanaannya membutuhkan modal finansial yang tinggi. Sehingga dengan kondisi tersebut Desa Pakraman Banyuning mengambil suatu alternatif yaitu ngaben masal atau ngaben bersama. Ritual ngaben bersama ini dilakukan pula oleh Desa Pakraman Banyuning yang dalam pendanaannya menggunakan sistem peturunan (iuran). Ngaben masal membutuhkan alokasi sumber daya bersama sehingga aspek akuntabilitas penting untuk diperhatikan. Dengan menerapkan sistem akuntansi sederhana, panitia ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning ini mampu menerapkan sistem pengelolaan keuangan yang akuntabel. Latar belakang inilah yang menjadikan ngaben bersama di Desa Pakraman Banyuning menarik untuk dikaji untuk mengetahui: 1) latar belakang masyarakat memilih ngaben bersama, 2) proses penentuan biaya dalam upacara ngaben bersama, dan 3) penerapan akuntabilitas dan transparansi dalam upacara ngaben bersama. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang dititikberatkan pada deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, yakni: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) menarik kesimpulan berdasarkan teori yang telah ditentukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Latar belakang Desa Pakraman Banyuning memilih ngaben bersama adalah sebagai alternatif bagi masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi rendah, serta pelaksanaannya dianggap praktis, 2) Proses penentuan biaya ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning utamanya ditentukan oleh banten, dan biaya-biaya lain, seperti transportasi, konsumsi dan lain-lain, 3) Dalam membentuk akuntabilitasnya panitia ngaben bersama telah memegang teguh modal sosial berupa kepercayaan, dan konsep nilai agama Hindu. Kata kunci: Ngaben, banten, modal sosial, akuntabilitas. Abstract Ngaben is a cremation ritual conducted for the Hindu followers in Bali, in its implementation need a lot of financial capital. Based on the the condition the traditional village Banyuning took an alternative implementation, such as what is known as mass cremation ceremony. This ngaben ritual was also conducted in Banyuning where the people as the members involved were required to fund this activity together with the

2 system known as dues. The mass ngaben required shared resource alocation, that aspect of accountability should have particular attention. By using a simple accounting system, the committee could be able to manage the financial accountability. This background could make the mass cremation ritual in the Banyuning traditional village interesting to study that is to find out: 1) the reasons why Banyuning people choose to follow mass creamation ceremony, 2) process of budgeting in the mass cremation ceremony, and 3) the practice of accountability and transparency in the activity of mass cremation ceremony. This study was conducted with a quantitative method focusing on the description and interpretation of human behavior. This study involved three different stages, such as 1) data reduction, 2) data presentation, 3) drawing conclusion based on the predetermined theory. The results indicated that: 1) the reasons of Banyuning traditional villagers conducting mass cremation ceremony as an alternative, because the villagers were having lower economic level, and its practical implementation, 2) the process of the main budgeting was determined by the the offering aspect, and unforeseen expenses such as transportation, other consumption items, 3) in performing the accountability the committee had commited to keep hold firmly the social capital in terms of trust, and concept and value of Hiduism. Key-word: Cremation ceremony, offering, social capital, accountability. PENDAHULUAN Sebagai Pulau Seribu Pura, Bali memiliki banyak kegiatan ritual keagamaan yang berkaitan dengan Agama Hindu ataupun kegiatan adat setempat. Seperti yang dijelaskan Atmadja dan Aryani (2014) Ritual is an integral part of Hinduism and always accompanies the Balinese motion, no day without ritual, so it is not surprising that Hinduism is often equated with religion of ritual. Yang dapat diartikan bahwa Ritual adalah bagian dari Agama Hindu yang tidak dapat dipisahkan. Dalam menciptakan lingkungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan, dengan sesama, dan dengan Tuhannya, maka dilaksanakan upacara keagamaan yang diharapkan dan diyakini dapat memberikan dampak positif pada kehidupan dunia. Namun dari sekian banyak macam upacara adat umat Hindu yang ada di Pulau Bali ini, upacara ngaben adalah upacara yang menarik untuk dibahas. Ngaben adalah suatu upacara pembakaran mayat penyucian roh leluhur yang sudah wafat menuju ketempat peristirahatan terakhir dengan cara melakukan pembakaran jenazah. Ngaben pada dasarnya adalah suatu upacara yadnya yang menjadi bagian dari Pitra Yadnya. Upacara Ngaben ini dianggap sangat penting bagi umat Hindu di Bali dan diyakini merupakan ritual yang wajib dilaksanakan karena umat hindu percaya akan adanya hukum karma phala. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Wiana dalam Atmadja dan Ariyani (2014) This value is derived from the Hinduism that believe in karma instead of earning money. Yang kemudian karma mampu menempatkan manusia di neraka ataupun surga setelah mereka menghadapi kematian. Secara umum pelaksanaan upacara ngaben, memerlukan biaya yang sangat besar. Berdasarkan pengamatan Sukraliawan (2011) di Desa Sudaji, Singaraja, besarnya dana ngaben yang diperlukan berkisar antara seratus lima puluh juta sampai dua ratusan juta rupiah. Sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa ritual ngaben hanya dapat dilaksanakan oleh masyarakat kaya secara harta saja. Seiring berjalan waktu, akhirnya tercetuslah gagasan ngaben masal yang memberi angin segar bagi umat Hindu di Bali. Biaya ngaben yang mulanya ratusan juta rupiah kini dapat dihemat dan dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Hal ini tentu saja disadari telah membantu masyarakat terlepas dari belenggu biaya.

3 Ngaben masal yang dimana pelaksanaannya yaitu Jasad orang yang meninggal untuk sementara dikebumikan terlebih dahulu, sampai biaya mencukupi barulah di laksanakan upacara ngaben secara masal. Namun apapun jenis ritualnya hal pertama yang dibutuhkan ialah perlengkapan persembahyangan atau masyarakat Hindu di Bali menyebutnya sebagai banten. Pembuatan banten ngaben biasanya dilakukan secara gotong royong oleh krama Desa yang bersangkutan, hal ini disebut ngayah atau metulungan. Banten ngaben tidak saja banyak, tetapi juga terdiri dari berbagai jenis dengan bentuk dan bahan baku yang beragam. Bertolak dari kenyataan ini timbulah kesan bahwa banten ngaben memerlukan banten yang rumit sehingga tidak mudah untuk menyediakannya dalam waktu yang singkat. Sehingga kemunculan komodifikasi banten tidak terhindarkan seiring dengan globalisasi yang melanda masyarakat Bali. Globalisasi menyatu dengan ideologi pasar dan berbagai paham lain, misalnya konsumerisme yang antara lain ditandai oleh kenyataan bahwa tujuan, aktivitas atau hubungan didominasi oleh jual beli (Atmadja, 2014). Komodifikasi banten tidak hanya karena dorongan nilai agama, tetapi juga karena simbolik atau nilai tanda. Gagasan ini berkaitan erat dengan kenyatan bahwa harga banten ngaben yang mahal pada dasarnya guna mengkomunikasikan status sosial dari keluarga dan orang yang meninggal. Hal ini sejalan dengan pendapat Wijayanto dalam Atmadja (2014) tentang meme sebagai gen kebudayaan. Sehingga komodifikasi banten semakin lama menjamur pada masyarakat Bali. Begitupula dengan ngaben masal di Desa Pakraman Banyuning. Masyarakat Bali yang menempatkan dirinya pada modernitas tentunya lebih memilih untuk membeli banten daripada membuatnya. Ngaben masal umumnya dilaksanakan di suatu Desa Pakraman di Bali. Desa Pakraman merupakan suatu lembaga tradisional yang mewadahi kegiatan sosial, budaya dan keagamaan masyarakat umat Hindu di Bali. Ngaben masal yang dilakukan secara bersamasama dan melibatkan banyak orang tentunya penting bagi masyarakat untuk mengetahui proses pembebanan biaya tersebut karena sejalan dengan praktik akuntabilitas dan transaparansi yang menjadi kajian dan fokus bahasan yang marak saat ini. Menurut Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan RI dalam Lestari (2014) akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seorang/pimpinan suatu inti organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang berwenang meminta pertanggungjawaban. Begitupun dengan panitia ngaben bersama yang mengharuskan untuk menjunjung tinggi akuntabilitas dan transparansi dalam proses administrasinya sehingga mampu menyajikan suatu laporan keuangan yang relevan, andal dan dapat dipercaya. Desa Banyuning, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali merupakan Desa yang dipilih dalam penelitian ini. Adapun alasan yang memotivasi dilakukannya penelitian upacara ngaben masal di Desa Pakraman Banyuning karena pertama, pembebanan biaya yang di bebankan kepada masingmasing keluarga peserta ngaben masal terbilang unik dikarenakan banten sebagai sebuah komodifikasi dijadikan dasar pijakan dalam penentuan biaya ngaben masal tersebut. Kedua, terlibatnya masyarakat yang ditunjuk sebagai panitia pelaksana upacara ngaben masal sebagai sebuah organisasi kepanitian yang masih menerapkan sistem akuntansi sederhana. Sehingga perlu diketahui bagaimana akuntabilitas dan transparansi dalam proses administrasi upacara ngaben masal yang diadakan oleh Desa Pakraman Banyuning. Merujuk pada hal tersebut diatas, maka akuntabilitas dan transparansi baik dalam penentuan biaya maupun penyajian laporan keuangan dalam upacara ngaben masal di Desa Banyuning menarik untuk diangkat dalam penelitian ini. Berkaitan dengan hal tersebut, adapun beberapa permasalahan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini, antara lain: 1) latar belakang masyarakat memilih ngaben bersama, 2) proses penentuan biaya dalam upacara ngaben bersama, dan 3)

4 penerapan akuntabilitas dan transparansi dalam upacara ngaben bersama. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang dititikberatkan pada deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dari sumber primer yaitu data yang didapatkan langsung dari informan, serta sumber sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumendokumen, tulisan atau artikel. Aneka teknik ini dipakai secara triangulatif agar kesahihan data terjamin. Informan dalam penelitian ini ditunjuk secara purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Data diolah memakai teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) dalam Moleong (2005), yaitu: 1) Reduksi data (data reduction), 2) Penyajian Data (data display), dan 3) Menarik Kesimpulan (verifikasi) berdasarkan teori yang telah ditentukan. Tahapan teknik analisis data tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan bisa berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapatkan hasil penelitian akhir, yang bersifat holistik dan sarat makna, dalam konteks pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji (Atmadja, 2006:22). HASIL DAN PEMBAHASAN Latar Belakang Memilih Ngaben Masal Ngaben merupakan suatu upacara pembakaran mayat yang dilakukan umat Hindu di Bali, ini dilakukan untuk penyucian roh leluhur yang sudah wafat menuju ketempat peristirahatan terakhir dengan cara melakukan pembakaran jenazah. Ngaben adalah suatu upacara yadnya, yaitu Pitra Yadnya yang disebabkan oleh adanya tiga jenis hutang yang dimiliki oleh setiap manusia yang disebut dengan Tri Rna. Jadi pelaksanaan yadnya merupakan kesadaran untuk melepaskan diri dari ikatan hutang sehingga manusia bisa terbebas dari belenggu penderitaan, yang dalam ajaran agama Hindu disebut dengan Moksartham Jagadhitam ya ca iti Dharma. Berdasarkan pengamatan Sukraliawan (2011) di Desa Sudaji, Singaraja, besarnya dana Ngaben yang diperlukan berkisar antara seratus lima puluh juta sampai dua ratusan juta rupiah. Terkadang di tengah masyarakat terdapat pemahaman yang kurang sesuai dengan sastra agama, mengenai hakekat dan tujuan dari Upacara ngaben tersebut. Sering pelaksanaan ngaben di interpretasi secara keliru, yaitu untuk mencarikan tempat roh para leluhurnya di Sorga dengan biaya dan banten yang besar. Hal ini dijelaskan dalam pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Panitia Ngaben Bersama, berikut ini:...surga atau neraka itu kan dilihat dari perbuatan kita semasa hidup jadi kurang tepat apabila ngaben dengan banten besar dan biaya yang tinggi nike dimaksudkan agar roh leluhur dapat disorga. Seperti itu... Pernyataan tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh Wiana dalam Atmadja dan Ariyani (2014) This value is derived from the Hinduism that believe in karma instead of earning money. Umat Hindu percaya dengan adanya hukum karma phala. Hukum karma phala ini merupakan filsafat yang yang mengandung etika yang artinya bahwa Umat Hindu percaya akan hasil dalam suatu perbuatan. Yang kemudian karma mampu menempatkan manusia di neraka ataupun surga setelah mereka menghadapi kematian. Pada umumnya ngaben yang dilakukan secara pribadi memang memerlukan biaya yang tinggi. Sarana utama upacara ngaben yaitu berupa Banten biasanya disiapkan secara swadaya kolektif dengan memanfaatkan modal sosial masyarakat, yakni resiprositas berupa gotong royong atau dalam masyarakat Bali menyebutnya ngayah atau metulungan. Banten ngaben tidak saja banyak, tetapi juga terdiri dari berbagai jenis dengan bentuk dan bahan baku yang beragam. Sehingga memerlukan jangka waktu yang lama dalam proses pembuatannya. Untuk mengatasi hal tersebut maka pelaku ritual merasa lebih nyaman untuk membeli banten daripada membuatnya. Hal ini menunjukkan bahwa globalisasi menyatu

5 dengan ideologi pasar dan berbagai paham lain, misalnya konsumerisme yang antara lain ditandai oleh kenyataan bahwa segala tujuan, aktivitas atau hubungan didominasi oleh jual beli. Mengacu pada Villarino dalam Atmadja (2014) globalisasi yang menyatu dengan konsumerisme tidak saja mengakibatkan manusia terikat pada jual beli dalam memenuhi kebutuhannya, tetapi melahirkan pula kebiasaan, yakni menganut budaya tontonan. Bertolak dari pemikiran tersebut dapat dikemukakan bahwa membeli banten tidak hanya dorongan nilai agama, tetapi juga karena nilai simbolik atau nilai tanda. Gagasan ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa harga banten ngaben yang mahal pada dasarnya mengkomunikasikan kualitas bakti seseorang kepada leluhurnya maupun yang menyangkut status sosial atau identitas dari keluarga dan orang yang meninggal....kalau tentang itu sih pasti ada. Seperti ngabennya yang di Puri Ubud itu kan mewah sekali. Berapa itu ngabisin uang. Ramai sekali itu yang mengarak sampai ke setra. Tapi wajar saja kan itu namanya ingin menunjukkan siapa mereka... Berdasarkan hasil wawancara diatas, dengan demikian walaupun mengeluarkan dana yang besar, pelaku ritual tetap merasa puas karena selain bisa membayar hutang kepada leluhurnya, pelaku ritual juga bisa menunjukkan identitas diri dan keluarganya pada masyarakat. Gagasan ini sejalan dengan pendapat Ibrahim dan Villarino dalam Atmadja (2014) tentang karakteristik manusia pada era masyarakat konsumen, yakni tidak saja terjebak pada jual beli dan nilai simbolik, tetapi menganut pula budaya tontonan. Namun tidak dapat ditampik pula ritual ngaben yang memuaskan penonton pada ruang publik, sangat berpeluang menimbulkan peniruan. Ngaben masal atau ngaben bersama merupakan sebuah adaptasi dari upacara ngaben yang menganut budaya tontonan sehingga apa yang mereka miliki tidak hanya bernilai guna, tetapi juga bernilai simbolik atau nilai tanda (Atmadja, 2010; Ibrahim, 2007; Piliang, 2012 dalam Atmadja, 2014). Namun tontonan disini tidak dimaksud dalam tontonan yang memperlihatkan kemewahan, tontonan yang dimaksudkan adalah ritual ngaben yang dilakukan secara masal dalam satu desa dengan menjunjung tinggi rasa kebersamaan dan gotong royong. Ngaben bersama ini hakikatnya sama dengan prosesi ngaben pada umumnya. Namun yang membedakan yaitu dari segi biayanya yang jauh lebih murah. Upacara ngaben bersama ini menganut asas kebersamaan dan gotong royong, sehingga dalam pelaksanaannya ditanggung bersama menggunakan sistem peturunan (iuran) oleh keluarga pemilik sawa (mayat). Ngaben bersama di Desa Pakraman Banyuning yang berlangsung mulai tanggal 22 Juni hingga 3 Juli 2014 ini merupakan kali keempatnya diadakan selama lima tahun sekali. Melalui pengabenan bersama ini maka masyarakat yang tingkat kemampuan ekonominya kurang akan mampu mengangkat para leluhurnya sehingga kewajiban (swadharma) anak terhadap orang tua atau leluhur terpenuhi. Seperti yang disampaikan oleh Jro Sariani sebagai keluarga peserta ngaben bersama, berikut ini:...niki (ini) sebenarnya sangat membantu sekali, jadi tiang (saya) bisa ngewangun (meng-aben-kan) kakak sareng (dan) ponakan tiang mangkin (keponakan saya sekarang)... Dari kutipan wawancara diatas diketahui bahwa pelaksanaan ngaben bersama Desa Banyuning mendapat respon yang baik dari krama Desa Pakraman Banyuning. Hal ini tentu saja disadari telah membantu masyarakat terlepas dari belenggu biaya. Hal senada juga diungkapkan oleh Jero Sariani berikut ini:...tiang kan berasal dari keluarga yang ngelah sing, tiwas masi sing (kaya tidak, miskin juga tidak) tapi ikut ngaben niki nah nyidaang meangkihan bedik (ya bisa bernafas sedikit). Soalne (masalahnya) harga kebutuhan pokok mangkin semakin mahal, otomatis harus mengelola keuangan dengan baik pang mekejang misi (agar semua terpenuhi)...

6 Dengan demikian upacara ngaben bersama ini mampu meringankan beban keluarga tanpa mengurangi makna ngaben itu sendiri. Sehingga interpretasi masyarakat mengenai upacara Ngaben dengan sarana banten yang besar (ngabehin) dan mengabiskan dana hingga ratusan juta rupiah dapat dibandingkan dengan adanya ngaben bersama yang esensinya sama. Seperti yang dinyatakan oleh Ketua Panitia Ngaben Bersama, berikut ini:...melakukan ngaben itu kan membayar hutang kepada leluhur, bisa juga dibilang wujud bhakti kita kepada orangtua, leluhur kenten (begitu). Mau tingkatan upacaranya tinggi atau yang sederhana sekalipun tetap itu namanya sebuah upacara. Jadi terlaksananya suatu upacara itu tidak didasari dari tinggi rendahnya tingkatan atau besar kecilnya biaya yang dikeluarkan... Upacara ngaben yang dilakukan secara besar-besaran, selain dianggap pemborosan, hal ini juga merupakan faktor penyebab kemiskinan karena tidak sedikit orang ngaben yang kemudian menjual tanahnya. Hal ini dinilai kurang tepat karena Agama Hindu tidak mewajibkan umatnya ngaben secara besar-besaran. Seperti yang telah dijelaskan bahwa selain mengirit dana, besarnya dana ngaben juga tidak berkorelasi dengan perolehan surga atau neraka. Upacara Ngaben adalah suatu persembahan suci yang tulus ikhlas. Maka dari itu kecilnya modal finansial yang dikeluarkan serta sederhananya tingkatan upacara ngaben sekalipun tetap dapat dilaksanakan apabila dilaksanakan atas dasar rasa tulus ikhlas. Selanjutnya dinyatakan oleh Ketua Panitia Ngaben Bersama, berikut ini:...walaupun ini ngaben masal kami panitia tidak mau sembarangan memilih banten. Kalau orang bilang itu jeg ngalih mudah deen apang liunan batine (mencari murah biar dapat untung). Tapi kami tidak. Jadi kami pesankan banten yang utamaning utama... Lengkapnya sarana dan prasarana ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning yang disiapkan panitia merupakan sebuah bentuk konsep nilai Agama Hindu yaitu menyama brama. Meskipun dengan ngaben bersama modal finansial yang dikeluarkan kecil tapi lengkapnya banten dan segala kelengkapan upacara ngaben merupakan suatu kepuasan tersendiri bagi keluarga peserta ngaben. Ngaben bersama disadari memberikan banyak keuntungan dan manfaat bagi semua pihak khususnya seluruh Krama Desa Pakraman Banyuning. Penentuan Biaya dalam Proses Administrasi Upacara Ngaben Bersama Desa Pakraman Banyuning Umat Hindu di Bali yang kental dengan adat istiadatnya sangat mempercayai banyak jenis ritual yang berlandaskan yadnya. Namun apapun jenis dan bentuk ritual yang dilakukan oleh umat Hindu, itu benar-benar membutuhkan peralatan ritual seperti persembahan, masyarakat Hindu di Bali menyebutnya sebagai banten. Disampaikan oleh Atmadja dan Ariyani (2014) Whatever the type and form of the ritual performed by Hindus, it absolutely needs the ritual equipment such as offerings or Hindu s community in Bali called it as banten. Bahwa ritual apapun yang dilakukan umat Hindu, banten merupakan hal yang wajib adanya disetiap ritual keagamaan umat hindu. Upacara Ngaben masal atau ngaben bersama yang dilakukan di Desa Pakraman Banyuning, Buleleng telah dilaksanakan yang keempat kalinya. Hal ini tak terlepas dari adanya kerjasama antara dadia dan atau Desa Pakraman yang berguna untuk mempersiapkan berbagai banten secara gotong royong atau tolong menolong, masyarakat Bali sering menyebutnya ngayah atau metulungan. Ngayah atau metulungan merupakan modal sosial masyarakat Bali yang dalam pelaksanaannya didasari dengan rasa tulus ikhlas. Namun dengan semakin berkembangnya jaman, warga tidak lagi homogin sebagai petani, tetapi banyak pula bekerja pada sektor nonpertanian sehingga kepentingan dan sistem pengelolaan waktu dan tenaga mereka secara otomatis beragam pula. Dengan demikian mereka

7 tidak bisa diajak ngayah secara terus menerus, karena waktu dan tenaga mereka diatur secara birokratis oleh lembaga tempat mereka bekerja. Kondisi ini diperkuat pula oleh pernyataan dari Krama Desa Pakraman Banyuning, berikut ini:...bensin kan sudah naik sekarang. Lumayan itu kalau bolak balik ke Denpasar. Ya biar aja saudarasaudara yang ada dirumah yang ngayah... Pernyataan informan tersebut mencerminkan bahwa ngayah dianggap sebagai beban sosial dan ekonomi yang menghambat kemajuan. Untuk mengatasi aneka kendala tersebut maka orang Bali merasa lebih nyaman dengan membeli banten karena tidak terlalu banyak menyita waktu dan tenaga mereka. Terkait dengan pelaksanaan ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning yang tidak lagi bisa bertumpu pada modal sosial yaitu berupa ngayah dan metulungan pada Desa Pakraman, dikarenakan kuatnya pengaruh ideologi pasar, selain itu karena tingginya pengaruh modernisasi sehingga masyarakat Bali yang menempatkan dirinya sebagai manusia modern otomatis lebih suka membeli banten daripada membuat banten secara swadaya kolektif melalui ngayah ataupun metulungan. Melihat hal tersebut, komodifikasi banten menjadi tidak terhindarkan seiring dengan globalisasi yang melanda masyarakat Bali. Globalisasi menyatu dengan ideologi pasar dan berbagai paham lain, misalnya konsumerisme yang antara lain ditandai oleh kenyataan bahwa tujuan, aktivitas atau hubungan didominasi oleh jual beli (Atmadja, 2014). Komodifikasi banten adalah simbol modernitas. Hal ini terlihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Kelian Banjar Desa Pakraman Banyuning berikut ini:...sekarang jaman kan sudah semakin maju jarang sekali apalagi anak muda di Bali jaman sekarang mana ada yang bisa buat banten. Banyak faktor sebenarnya, misalnya dia merantau ke kota otomatis kapah di jumah (jarang di rumah), jadi diperantauan ya beli-beli aja... Dengan terbentuknya komodifikasi banten tentu menguntungkan warga Desa Pakraman. Sebab tugas mereka menjadi lebih ringan dilihat dari curahan waktu dan tenaga sehingga warga Desa Pakraman tidak perlu ngayah berlama-lama. Akibatnya mereka tetap bekerja walaupun ada orang ngaben. Begitupula dengan upacara ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning memutuskan untuk membeli banten ngaben secara masal. Hal ini disebabkan karena dengan membeli banten diyakini mampu menekan pengeluaran biaya yang berlebih. Apalagi ngaben bersama di Desa Pakraman Banyuning diikuti 83 sawa (mayat) sehingga dengan membeli banten sangatlah praktis, efektif dan efisien. Keuntungan membeli banten juga dijelaskan dari pernyataan... berikut ini :...dengan membeli banten pekerjaan itu jadi lebih mudah. Soalnya sekarang kan waktu untuk bekerja mencari uang itu sangat penting ya, jadi bisalah yang dulunya sehari dua hari mejejaitan terus sekarang dengan beli banten jadi waktunya digunakan untuk bekerja.. Dalam proses penentuan biaya pada upacara ngaben bersama di Desa Pakraman Banyuning, banten merupakan aspek utama dalam tahap penentuan biaya sebelum aspek-aspek lainnya seperti konsumsi, transportasi dan peralatan ngaben lainnya. Proses penentuan biaya upacara ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning menunjukkan bahwa melibatkan beberapa pihak seperti pengurus Desa Pakraman itu sendiri, Krama Desa, Tokoh Masyarakat, Pemuka Agama atau Pinandita dan Tukang Banten. Panitia upacara ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning menggunakan rincian anggaran biaya dalam proses penentuan biaya. Hal tersebut mencerminkan bahwa kesadaran mengenai pengelolaan keuangan yang tepat telah tercipta pada suatu entitas tersebut. Dengan menggunakan rincian anggaran biaya panitia mampu membebankan biaya per sawa kepada keluarga peserta ngaben. Mengenai biaya ngaben per sawa dijelaskan dari pernyataan Bendahara Ngaben Bersama Desa Pakraman Banyuning, berikut ini:...rencana awal setelah didapatkan harga banten, kemudian

8 perlengkapan upakara lainnya, terus biaya transport, makan, sewa gong, kita dapatkan apabila peserta ngaben bisa melebihi dari 100 peserta jadi kita kenakan Rp untuk ngaben sedangkan untuk yang nyekah yaitu Rp Tapi setelah direkap ternyata yang ikut itu 83 sawa... Dari hasil wawancara tersebut panitia ngaben bersama harus memperkirakan kembali biaya yang dikenakan untuk 83 sawa. Walaupun demikian panitia ngaben bersama memberikan kebijakan untuk tetap mengenakan biaya sesuai anggaran sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Bendahara Ngaben Bersama Desa Pakraman Banyuning berikut ini:...jadi ya kenten (begitu) tetap dikenakan Rp untuk ngaben dan Rp untuk nyekah walaupun hanya dapat 83 sawa. Supaya tidak memberatkan krama lagi lah... Jadi tujuan panitia ngaben bersama untuk tetap mengenakan biaya ngaben seperti yang direncanakan sebelumnya berdasarkan konsep nilai yang dianut oleh Agama Hindu yaitu menyema braya. Menyama braya merupakan sebuah konsep nilai Agama Hindu berperan sebagai kesatuan sosial memandang orang lain sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka. Sehingga dengan memegang teguh konsep menyama brama panitia ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning berusaha untuk mencari donatur dalam menutupi biaya-biaya yang membengkak. Salah satu donatur ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning yaitu I Kadek Arimbawa atau kerap disapa Lolak memberikan alasannya mengenai dana punia pada upacara ngaben bersama di Desa Pakraman Banyuning melalui pernyataan dari Bendahara Ngaben Bersama berikut ini:...namanya juga kan beryadnya ya. Tidak ada yang salah. Kapan itu dia kesini kita diajak kumpul di bale banjar nggih tiang medana punia (ya saya menyumbang) karena merasa ikut memiliki sareng krama desa Banyuning. Tiang kan dulu sempat sekolah disana di STM, ngidih (minta) nasi ya disini juga. Jadi bisa dibilang pingin (ingin) balas budilah namanya kepada krama disini. Dana punia berlandasan filosofis Tat Twam Asi yang berarti Aku adalah Kamu, Kamu adalah Aku. Apabila kita menolong orang lain sama artinya dengan menolong diri sendiri begitupula sebaliknya. Dana punia didasari dengan rasa tulus ikhlas, tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan sesuatu tercermin dari pernyataan diatas bahwa dana punia yang dilakukan oleh Lolak didasari atas wujud syukur dan modal sosial yang diterapkan yaitu berupa ngayah. Begitupula dengan para donatur lainnya sehingga upacara ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning dapat terlaksana dengan baik. Akuntabilitas dan Transparansi dalam Proses Pertanggungjawaban Keuangan Upacara Ngaben Bersama Desa Pakraman Banyuning Melibatkan orang banyak dalam suatu kegiatan yang menghabiskan biaya tinggi tentunya memerlukan pengelolaan keuangan yang baik dan benar. Membahas mengenai pengelolaan keuangan tentunya tidak akan lepas dari adanya suatu pertanggungjawaban. Spiro (dalam Ndraha, 2000:108), mendefinisikan responsibility sebagai Accountability, obligation dan sebagai cause. Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Spiro maka responsibility Panitia Ngaben Bersama Desa Pakraman Banyuning telah memenuhi ketiga definisi tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Upacara Ngaben Bersama yang merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak pengelola yaitu Panitia Ngaben Bersama. Setelah adanya output berupa laporan keuangan, maka hal yang dituntut selanjutnya adalah proses pertanggungjawaban kepada publik. Mekanisme proses pertanggungjawaban ini tentunya tak lepas dari sistem pemerintahan yang dianut setiap organisasi. keterlibatan seluruh krama desa untuk menentukan keputusan dalam hal pengelolaan keuangan lebih

9 banyak diterapkan saat ini untuk dapat mengarah pada terwujudnya budaya demokrasi yang adil serta adanya pengakuan hak yang seimbang antar Krama Desa Pakraman (Lestari, 2014). Begitupula yang terjadi di Desa Pakraman Banyuning dalam hal upacara ngaben bersama diterapkannya budaya demokrasi. Hal ini tercermin dari pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Panitia Ngaben Bersama Desa Pakraman Banyuning, berikut ini:...ya semua, semua krama desa kami undang saat sosialisasi maupun saat laporan pertanggungjawaban. Jadi biar sama-sama enak gitu loh. Dari awal mereka tahu uangnya untuk apa saja, dan nanti diakhir acara mereka juga tahu uang mereka larinya kemana saja. Biar gak menimbulkan kecurigaan saja sebenarnya... Pernyataan yang disampaikan tersebut, didasarkan pula atas kesepakatan bersama tokoh masyarakat dan pengurus lainnya mengingat pentingnya keterbukaan dalam kegiatan yang melibatkan banyak orang. Dijelaskan pula oleh pernyataan dari Bendahara Ngaben Bersama Desa Pakraman Banyuning, berikut ini:...dari awal-awal juga disampaikan oleh penue (penua) disana sebaiknya dari bapak panitia untuk menghindari kecurigaan-kecurigaan kita kan berbanyak... Pada penyusunan laporan pertanggungjawaban, panitia ngaben bersama juga mengacu pada Rincian Anggaran Biaya (RAB) sebagai dasar pemikiran dalam penyusunan langkahlangkah yang akan digunakan guna mencapai tujuan. RAB ini berpatokan pada laporan pertanggangungjawaban upacara ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning sebelumnya. Dibentuknya RAB berfungsi sebagai alat perencanaan mengenai berapa pengenaan biaya ngaben per sawa, berapa biaya yang dibutuhkan untuk membeli banten dan segala perlengkapan ngaben lainnya. Selanjutnya dalam praktik transparansi dan akuntabilitasnya panitia Desa Pakraman melakukan pembagian tugas yang merupakan suatu bentuk implementasi pengorganisasian yang baik. Hal ini dinyatakan dalam wawancara yang disampaikan oleh Bendahara Upacara Ngaben Bersama Desa Pakraman Banyuning, berikut ini:...untuk tukang bangsal siapa koordinatornya berapa habiskan berapa perlu uang silahkan ambil uang dan silahkan belanja sendiri tiang tinggal terima... Dari kutipan wawancara diatas menjelaskan bahwa telah terciptanya fungsi actuating atau penggerakan. Sehingga bendahara ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning secara langsung memberikan dana kepada masing-masing koordinator sejumlah biaya yang diperlukan. Yang kemudian masing-masing koordinator wajib untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran kas tersebut berupa nota pembelian dan catatan-catatan. Dengan penyerahan tugas namun tanpa adanya fungsi pengawasan rawan akan menimbulkan asimetri informasi. Asimetri informasi dapat berupa informasi yang terdistribusi dengan tidak merata diantara anggota dan pemberi mandat, serta tidak mungkinnya pemberi mandat untuk mengamati secara langsung usaha yang dilakukan oleh angggotanya (Lestari, 2014). Hal ini menyebabkan anggota tersebut melakukan perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behaviour). Berdasarkan hal tersebut, adanya sistem kepercayaan merupakan nilai-nilai luhur yang selalu dijunjung dalam hubungan antar panitia ngaben bersama maupun antara panitia ngaben bersama dengan Krama Desa Pakraman. Kepercayaan merupakan sebuah nilai sederhana yang diterapkan oleh Desa Pakraman Banyuning. Adanya nilai kepercayaan tersebut dapat dilihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Bendahara Ngaben Bersama, berikut ini :...tiang terbuka sama masyarakat artinya sama krama ngaben, pokoknya tiang belanja gak mau sendiri, selain dengan kwitansi saya juga bantu dengan catatan-catatan seperti ini supaya tiap pengeluaran itu tidak kacek (tidak lengkap). Terus terang tiang sama panitia niki nak ngayah murni.

10 Adanya pencatatan sebagai bukti pengeluaran kas berupa kwitansi dan catatan-catatan tentunya mencerminkan adanya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Wawancara tersebut juga menjelaskan, modal sosial yang diterapkan dalam Desa Pakraman Banyuning yaitu berupa ngayah yang merupakan pekerjaan sukarela juga turut mendukung sistem kepercayaan yang digunakan Desa Pakraman Banyuning. Senada dengan yang disampaikan oleh Bendahara Ngaben Bersama diatas, Krama Desa Pakraman Banyuning juga menyampaikan hal berikut ini:...tentang nike tiang ten masalah. Ne penting karyane sampun puput. Hutang tiang sareng leluhur sampun masi lunas, ne kenten ten sanget tiang pikir. Tiang nak percaya apalagi bapak ketut setiawan kan sampun suwe dadi pengurus di desa.(mengenai itu saya tidak masalah. Yang penting upacaranya sudah selesai. Hutang dengan leluhur juga sudah lunas, yang sepertiitu tidak terlalu saya pikirkan. Saya percaya, apalagi bapak Ketut Setiawan kan sudah lama menjadi pengurus di desa.)... Dijelaskan pada hasil wawancara tersebut bahwa sistem kepercayaan Krama desa juga terdapat pada wibawa individu seseorang. Ketut Setiawan merupakan ketua panitia ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning yang dipilih dua kali berturut-turut dan juga merupakan kelian banjar adat. Ini membuktikan bahwa pengalaman beliau sudah tidak diragukan. Sehingga kredibilitas dan wibawa individu maupun entitas Desa Pakraman menjadi pertimbangan utama dalam sistem kepercayaan oleh Krama desa. Lebih lanjut terkait dengan jadwal pelaksanaan pertanggungjawabannya, panitia upacara ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning dilaksanakan seminggu setelah kegiatan berakhir, ini menunjukkan profesionalitas dan tanggungjawab panitia ngaben masal dalam pengelolaan keuangan sangat kuat. Ini dilaksanakan guna meminimalisasi kejadian-kejadian yang memungkinkan tidak terekamnya transaksi-transaksi yang berkaitan dengan penggunaan dana saat upacara berlangsung. Hal ini dijelaskan dalam pernyataan Bendahara Ngaben Bersama, berikut ini:...pertanggungjawaban itu sengaja saya adakan dihari Minggu biar semua krama bisa ikut serta... Berdasarkan hasil wawancara diatas, argumen tersebut jelas mencerminkan bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan menjadi sangat penting untuk dapat menjalankan tugas dengan baik serta mendapatkan kepercayaan dari krama dan seluruh pihak terkait. Berkaitan dengan terlaksananya paruman berupa pelaksanaan laporan pertanggungjawaban menunjukkan adanya ketepatan program. Namun pelaksanaan pertanggungjawaban alangkah lebih baik apabila ditunjang dengan penggunaan sistem akuntansi dalam hal pembuatan laporan keuangannya. Sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Francis dalam Lestari (2014) mengklaim bahwa akuntansi adalah sebuah praktek moral yang kemudian terkait dengan dimensi moral individu. Panitia ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning sebenarnya telah membangun persepsinya sendiri mengenai akuntansi. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Panitia Ngaben Bersama, berikut ini:...akuntansi itu kan sebenarnya fungsinya untuk mempermudah mencatat, pembukuan seperti itu. Dibuatkan jurnal, dimasukkan ke buku besar. Kalo Pemasukan, pengeluaran itu supaya terus dicatat......saya pakai sistem akuntansi itu, tapi ya yang sederhana saja. Yang penting semua ngerti... Ketut Setiawan selaku ketua panitia ngaben bersama, menyadari pentingnya menggunakan akuntansi sebagai suatu instrumen akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan ngaben bersama. Laporan keuangan sederhana yang dibuat oleh panitia ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning dimaksudkan untuk menjawab serta mengantisipasi kecurigaan-kecurigaan yang muncul dari krama Desa Pakraman tentang penggunaan dana-dana baik itu dari hasil peturunan keluarga peserta ngaben bersama, maupun dana punia dari pihak-

11 pihak luar Desa Pakraman. Hal ini terlihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Bendahara Ngaben Bersama, berikut ini:...model pencatatannya ya begini tanggal, bulan, keterangan untuk beli napi trus jumlahnya, kalo pemasukannya saya buatkan lain lagi tapi formatnya sama isi tanggal, keterangan uang masuk darimana kemudian jumlahnya berapa. Dan nanti direkap jadilah LPJ... Laporan pertanggungjawaban keuangan yang dibuat oleh panitia ngaben bersama masih sederhana. Dari kutipan laporan pertanggungjawaban keuangan tersebut terlihat bahwa telah tersusun berdasarkan uraian transaksi yang diuraikan dengan jelas, kemudian jumlah keluar dan masuk. Penerapan sistem akuntansi sederhana menunjukkan terpenuhinya akuntabilitas proses. Namun adanya pertanggungjawaban keuangan tidak dituntut oleh krama Desa Pakraman Banyuning. Pernyataan ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Bendahara Ngaben bersama, berikut ini:...sebenarnya masyarakat tidak menuntut. Dengan leluhurnya sudah sukses pengabenan saja krama desa sudah senang. Pada saat laporan pertanggungjawaban tiang undang semua. Jeg lebian sing teke...(banyak yang tidak datang)... Mencermaati pernyataan diatas argumentasi untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas terlihat begitu kuat. Fakta ini menggambarkan bahwa panitia ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning telah menjunjung tinggi prisip akuntabilitas dan transparansi. Terciptanya praktik-praktik yang bersih merupakan syarat terpenuhinya akuntabilitas kejujuran serta akuntabilitas hukum dalam dimensi publik yang disampaikan oleh Ellwood dalam Mardiasmo (2002:22). Meskipun telah diberikan kepercayaan penuh oleh krama desa, panitia ngaben bersama tetap menjunjung tinggi akuntabilitas dan transparansi dengan menyajikan suatu bentuk laporan pertanggungjawaban keuangan walaupun masih menggunakan sistem akuntansi yang sederhana. Karena hal ini tentunya berkaitan dengan Agama yang tidak bisa dipermainkan. Adapun nantinya berupa penyimpangan maupun pelanggaran yang dilakukan, hukum karma phala yang akan menjadi sanksi dari perbuatannya. Umat Hindu percaya bahwa dalam semasa hidupnya manusia harus bersikap dengan berlandaskan Dharma (Perbuatan Baik). Sehingga niscaya manusia akan diberikan kebahagian duniawi dan surgawi oleh Sang Maha Pencipta. SIMPULAN DAN SARAN Ngaben masal atau ngaben bersama yang dilakukan oleh Krama Desa Pakraman Banyuning merupakan suatu alternatif atau upaya yang dilakukan dalam menanggulangi biaya ngaben yang terbilang mahal. Seperti yang telah dijelaskan bahwa selain mengirit dana, besarnya dana ngaben juga tidak berkorelasi dengan perolehan surga atau neraka. Maka dari itu kecilnya modal finansial yang dikeluarkan serta sederhananya tingkatan upacara ngaben sekalipun tetap dapat dilaksanakan atas dasar rasa tulus ikhlas dan wujud bakti kepada leluhur. Dengan demikian upacara ngaben bersama ini mampu meringankan beban keluarga tanpa mengurangi makna ngaben itu sendiri. Penyusunan anggaran yang dilakukan panitia ngaben bersama menunjukkan terciptanya fungsi perencanaan dan pengelolaan keuangan yang baik. Dalam proses penentuan biaya pada upacara ngaben bersama di Desa Pakraman Banyuning, banten merupakan aspek utama dalam tahap penentuan biaya. Dengan munculnya komodifikasi banten tentunya menguntungkan Krama Desa Pakraman, yakni tidak menyita banyak waktu dan tenaga. Terlebih lagi bantuan dari para pihak donatur berupa dana punia dalam pelaksanaan ngaben bersama ini merupakan terwujudnya konsep nilai agama Hindu dalam masyarakat Bali. Panitia ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning memahami bahwa akuntansi adalah instrumen akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangannya. Adanya pembagian tugas kerja serta bukti-bukti pengeluaran kas menggunakan sistem akuntansi sederhana yang dilakukan tentunya mampu menepis

12 kecurigaan yang terwujud dari Krama Desa Pakraman lainya. Namun diketahui bahwa Krama Desa Pakraman Banyuning tidak menuntut adanya laporan pertanggungjawaban keuangan, ini didasari adanya modal sosial berupa rasa percaya, dan yadnya. Disamping itu pula, panitia ngaben bersama telah memegang teguh modal sosial berupa kepercayaan, karma phala, dan konsep nilai agama Hindu dalam membentuk akuntabilitasnya Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai waktu yang terbatas untuk menggali informasi yang mendalam dengan para informan yang disebabkan karena tingginya tingkat kesibukan para informan Sehingga, diharapkan untuk penelitian selanjutnya keterbatasan ini dapat diatasi dengan cara menambah rentang waktu penelitian yang lebih banyak. DAFTAR PUSTAKA Atmadja, Anantawikrama Tungga dan Luh Putu Sri Aryani Women s Empowerment Through Bussiness of Banten in Bali. Review of Integrative Business and Economics Research, 4(1), Pakraman Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Sebuah Studi Interpretif pada Organisasi Publik Non Pemerintahan). Universitas Pendidikan Ganesha: Singaraja Mardiasmo Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi Moleong, Lexy. J Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ndraha, Talizidulu, 2000, Ilmu Pemerintahan I & II, BKU Ilmu Pemerintahan-IIP, Jakarta Sukraliawan, I Nyoman Reinterpretasi Makna Ngaben Massal Pada Masyarakat Desa Sudaji: Suatu Kajian Budaya. Widyatech, Jurnal Sains dan Teknologi: Universitas Panji Sakti, Vol. 11 No. 1, Wiana, Drs I Ketut Berbisnis Menurut Agama Hindu. Surabaya: Paramita Atmadja, Anantawikrama Tungga Penyertaan Modal Sosial dalam Struktur Pengendalian Intern LPD (Studi Kasus pada Lima LPD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali). Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika, Vol. 1 No. 1. Atmadja, Anantawikrama Tungga, dkk Akuntansi Manajemen Sektor Publik. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Atmadja, Nengah Bawa Geria Pusat Industri Banten Ngaben Di Bali Perspektif Sosiologi Komodifikasi Agama. Jurnal Sosial Dan Humaniora Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Vol. 4 No. 2, Lestari, Ayu Komang Dewi Tesis: Membedah Akuntabilitas Praktik Pengelolaan Keuangan Desa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PADA ALILITAN KARYA YANG DILAKSANAKAN MASYARAKAT CATUR DESA ADAT DALEM TAMBLINGAN

SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PADA ALILITAN KARYA YANG DILAKSANAKAN MASYARAKAT CATUR DESA ADAT DALEM TAMBLINGAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PADA ALILITAN KARYA YANG DILAKSANAKAN MASYARAKAT CATUR DESA ADAT DALEM TAMBLINGAN 1 Ni Putu Ayu Primayanti, 1 Anantawikrama Tungga Atmadja, 2 Made Arie Wahyuni Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia ANALISIS KONTRIBUSI NAUB TERHADAP BESARNYA BIAYA UPACARA PADA BEBERAPA PURA DI LINGKUNGAN DESA PAKRAMAN TABOLA, KECAMATAN SIDEMEN, KABUPATEN KARANGASEM, PROVINSI BALI 1 Made Ayu Ruscita Dewi, 1 Anantawikrama

Lebih terperinci

Putu Dian Handayani, 1. Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Putu Dian Handayani, 1. Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia AKUNTABILITAS DAN TRANSPARASI PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SISTEM DANA PUNIA DI DESA PAKRAMAN BANGKANG, DESA BAKTISERAGA KECAMATAN BULELENG, KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI 1 Putu Dian Handayani, 1 Anantawikrama

Lebih terperinci

TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA AIR DESA SEBAGAI PENDAPATAN TAMBAHAN PADA PURA DESA BANYUNING

TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA AIR DESA SEBAGAI PENDAPATAN TAMBAHAN PADA PURA DESA BANYUNING TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA AIR DESA SEBAGAI PENDAPATAN TAMBAHAN PADA PURA DESA BANYUNING 1 Ni Luh Yadnya Wati, 1 Anantawikrama Tungga Atmadja, 2 Nyoman Trisna Herawati Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

¹Ni Made Shanti Widnyani, ¹ Anantawikrama Tungga Atmadja, ²Gede Adi Yuniarta

¹Ni Made Shanti Widnyani, ¹ Anantawikrama Tungga Atmadja, ²Gede Adi Yuniarta MENGUNGKAP AKUNTABILITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA LEMBAGA LOKAL SUBAK DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI PEDESAAN (Studi Kasus pada Subak Tabola, Desa Pakraman Tabola, Kecamatan Sidemen, Kabupaten

Lebih terperinci

TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA PUNIA DI DADIA PREBALI, DESA GOBLEG, KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG

TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA PUNIA DI DADIA PREBALI, DESA GOBLEG, KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA PUNIA DI DADIA PREBALI, DESA GOBLEG, KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG Luh Putu Dewi Sulistiani, 1 Anantawikrama Tungga Atmadja, 2 Nyoman Trisna Herawati

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Pulau Bali Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia 1. Sebelum dimekarkan menjadi Provinsi tersendiri, Pulau Bali merupakan wilayah dari Provinsi

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN PADA UPACARA NGENTEG LINGGIH (Studi Kasus Pada Dadia Pasek Gelgel Di Desa Pakraman Tangguwisia, Kecamatan Seririt)

AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN PADA UPACARA NGENTEG LINGGIH (Studi Kasus Pada Dadia Pasek Gelgel Di Desa Pakraman Tangguwisia, Kecamatan Seririt) AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN PADA UPACARA NGENTEG LINGGIH (Studi Kasus Pada Dadia Pasek Gelgel Di Desa Pakraman Tangguwisia, Kecamatan Seririt) 1 Kadek David Warisando 1 Anantawikrama Tungga Atmadja,

Lebih terperinci

PERANCANGAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL BUKU UPACARA ADAT NGABEN UMAT HINDU BALI

PERANCANGAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL BUKU UPACARA ADAT NGABEN UMAT HINDU BALI PERANCANGAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL BUKU UPACARA ADAT NGABEN UMAT HINDU BALI Noviyanti Universitas Bina Nusantara Jln. K. H. Syahdan no. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480 novi92_marquerite@yahoo.com

Lebih terperinci

Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan

Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan I Gst. Ayu Agung Cupu Tyasningrum 1), Ni Luh Nyoman Kebayantini 2), Gede Kamajaya 3) 123 Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

KURANGNYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (STUDI KASUS PADA DESA MANIKLIYU KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI)

KURANGNYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (STUDI KASUS PADA DESA MANIKLIYU KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI) KURANGNYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (STUDI KASUS PADA DESA MANIKLIYU KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI) I Wayan Adi Suarnata 1, Anantawikrama Tungga Atmaja 2, Ni Luh

Lebih terperinci

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia MEMAKNAI KONSEP KESEIMBANGAN ANTAR KOMPONEN TRI HITA KARANA DALAM PENGANGGARAN ORGANISASI SUBAK (STUDI KASUS PADA SUBAK KALICULUK, DESA PAKRAMAN DENCARIK, KECAMATAN BANJAR) 1 Kadek Ari Saputra 1 Anantawikrama

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SISTEM DANA PUNIA PURA GOA GIRI PUTRI DI DESA PAKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SISTEM DANA PUNIA PURA GOA GIRI PUTRI DI DESA PAKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SISTEM DANA PUNIA PURA GOA GIRI PUTRI DI DESA PAKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG 1 I Kadek Surya Mandarin, 1 Anantawikrama Tungga Atmadja,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu 12 BAB II KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka Perilaku Konsumtif Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia

Lebih terperinci

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia MEMBEDAH AKUNTABILITAS PRAKTIK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA PAKRAMAN KUBUTAMBAHAN, KECAMATAN KUBUTAMBAHAN, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI (Sebuah Studi Interpretif pada Organisasi Publik Non Pemerintahan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Penelitian

1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sistem politik, ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan di Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini telah mengalami perubahan-perubahan yang cukup mendasar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini organisasi sangat tergantung pada sistem informasi agar dapat beroperasi secara efektif, efisien dan terkendali. Efektivitas,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitikberatkan pada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitikberatkan pada Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi

Lebih terperinci

SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA

SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA Jl. M. Khafhi I/99 Rt 07/02 Ciganjur, Jagakarsa Jakarta Selatan Email : pitra2014@yahoo.com dan Website : www.pitrayadnya.com MAKSUD DAN TUJUAN 1. Memperkenalkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi anggaran pada sebuah organisasi. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi anggaran pada sebuah organisasi. Laporan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya teknologi yang berpengaruh terhadap perkembangan organisasi sektor publik maupun swasta dan semakin cerdasnya masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian yang mengkaji atau menganalisis fenomena di masyarakat mengenai

METODE PENELITIAN. Penelitian yang mengkaji atau menganalisis fenomena di masyarakat mengenai III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian yang mengkaji atau menganalisis fenomena di masyarakat mengenai ritual keagamaan dan perjudian yang dilakukan oleh masyarakat etnis Bali ini menggunakan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Perkreditan Desa diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki lembaga keuangan yang kuat dan modern. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki lembaga keuangan yang kuat dan modern. Dimana BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, lembaga keuangan berperan aktif dalam membantu pertumbuhan ekonomi. Salah satu hal yang menunjukkan bahwa sebuah Negara telah memiliki kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari ritual kematian.

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 9 BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PENDAPATAN ASLI DESA (Studi Kasus di Desa Ngombakan Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014)

PENGELOLAAN PENDAPATAN ASLI DESA (Studi Kasus di Desa Ngombakan Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014) PENGELOLAAN PENDAPATAN ASLI DESA (Studi Kasus di Desa Ngombakan Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Standar akuntansi pemerintahan merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Standar akuntansi pemerintahan merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Standar Akuntansi Pemerintahan Standar akuntansi pemerintahan merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2006:15) adalah sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah

Lebih terperinci

Ni Kadek Ayu Kencana Putri, 1. Jurusan Akuntansi Program S1Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Ni Kadek Ayu Kencana Putri, 1. Jurusan Akuntansi Program S1Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia RANCANGAN IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK PADA USAHA MIKRO (STUDI KASUS PADA USAHA JAHIT SANDY BOTTOMS TAILOR) 1 Ni Kadek Ayu Kencana Putri, 1 Ni Kadek Sinarwati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang khas dengan pluralitas agama dan budaya. Pluralitas sendiri dapat diterjemahkan sebagai kemajemukan yang lebih mengacu pada jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, hak-hak perempuan mulai dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan publik. Kebijakan tentang perempuan sekarang ini sudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN DI SDN 2 MILANGODAA DI KECAMATAN POSIGADAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN

PENGELOLAAN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN DI SDN 2 MILANGODAA DI KECAMATAN POSIGADAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN DI SDN 2 MILANGODAA DI KECAMATAN POSIGADAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN Oleh : Asna Patilima*Nina Lamatenggo**Warni T Sumar UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Upacara Ngaben di Desa Pakraman Sanur dalam Era Gloalisasi adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Upacara Ngaben di Desa Pakraman Sanur dalam Era Gloalisasi adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian mengenai Komodifikasi Upacara Ngaben di Desa Pakraman Sanur dalam Era Gloalisasi adalah pendekatan kualitatif.

Lebih terperinci

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA oleh : Ida Bagus Miswadanta Pradaksa Sagung Putri M.E Purwani Bagian Hukum dan

Lebih terperinci

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) Oleh I Wayan Agus Gunada Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Ngaben merupakan

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia ANALISIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA DI TINGKAT DADIA (Studi Kasus pada Dadia Pasek Gelgel Dusun Gambang di Desa Pakraman Alap Sari) 1 Komang Yeti Riani 1 Anantawikrama Tungga Atmadja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya. Hasil perpaduan tersebut merupakan suatu perwujudan geografis

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya. Hasil perpaduan tersebut merupakan suatu perwujudan geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Desa merupakan hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dan lingkungannya. Hasil perpaduan tersebut merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Good governance adalah tata kelola organisasi secara baik dengan prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBANGUNAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DIBIDANG KEBERSIHAN LINGKUNGAN

HUBUNGAN PEMBANGUNAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DIBIDANG KEBERSIHAN LINGKUNGAN HUBUNGAN PEMBANGUNAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DIBIDANG KEBERSIHAN LINGKUNGAN Yulita Atik Marchita, Asih Widi Lestari Program Studi Ilmu Administrasi Negara,

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

Minat Mahasiswa Program S1 Akuntansi dalam Menempuh Program Magister Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha

Minat Mahasiswa Program S1 Akuntansi dalam Menempuh Program Magister Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha Minat Mahasiswa Program S1 Akuntansi dalam Menempuh Program Magister Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha Anantawikrama Tungga Atmadja a*, Tetra Pujawan b, I Gede Nandra Hary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami perubahan yaitu reformasi penganggaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul karena adanya hubungan antara organisasi dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. timbul karena adanya hubungan antara organisasi dan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntabilitas bagi setiap organisasi baik organisasi privat maupun organisasi publik non pemerintah termasuk organisasi Gereja sangat dibutuhkan. Setiap organisasi

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desentralisasi adalah salah satu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan), yang dalam Pedoman ini disebut BADAN, adalah badan hukum publik yang dibentuk dengan

Lebih terperinci

CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN

CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN Abstract Oleh Dewa Made Pancadana A.A. Gede Oka Parwata Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS PELAYANAN KOPERASI TERHADAP PRODUKTIVITAS SUSU SEGAR KUD DAU KABUPATEN MALANG

AKUNTABILITAS PELAYANAN KOPERASI TERHADAP PRODUKTIVITAS SUSU SEGAR KUD DAU KABUPATEN MALANG AKUNTABILITAS PELAYANAN KOPERASI TERHADAP PRODUKTIVITAS SUSU SEGAR KUD DAU KABUPATEN MALANG Awang Teja Satria dan Cahyo Sasmito Program Magister Administrasi Publik Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D EFEKTIVITAS BELANJA DAERAH TERHADAP PELAYANAN PUBLIK (Studi Kasus : Pelayanan Publik Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Prasarana Jalan di Kota Magelang) TUGAS AKHIR Oleh : AHMAD NURDIN L2D 001 396 JURUSAN

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DANA DESA DI KECAMATAN BANJARNEGARA PADA TAHUN Aris Gunawan Wicaksono. H. Andre Purwanugraha

IMPLEMENTASI DANA DESA DI KECAMATAN BANJARNEGARA PADA TAHUN Aris Gunawan Wicaksono. H. Andre Purwanugraha IMPLEMENTASI DANA DESA DI KECAMATAN BANJARNEGARA PADA TAHUN 2015 Aris Gunawan Wicaksono H. Andre Purwanugraha Program Studi Akuntansi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No. 43-33, Yogyakarta.

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 11 TAHUN 2015

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 11 TAHUN 2015 SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

: BRIGGIE PETRONELLA ANGRAINIE

: BRIGGIE PETRONELLA ANGRAINIE NAMA NIM FAKULTAS PRODI/BAGIAN E-MAIL : BRIGGIE PETRONELLA ANGRAINIE : A31104018 : EKONOMI DAN BISNIS : AKUNTANSI : g.4bjad@gmail.com ABSTRAKSI BRIGGIE PETRONELLA ANGRAINIE. A31104018. PENGARUH PERFORMANCE

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI. Inka Septiana. Sosiologi Antropologi

TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI. Inka Septiana. Sosiologi Antropologi TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI Inka Septiana Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Culture

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya.

Lebih terperinci

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto F.1306618 BAB II TELAAH PUSTAKA A. Pengertian Unit Pengelola

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI GAMPONG DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 89 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 89 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 89 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DAERAH (BOSDA) KABUPATEN TANGERANG TAHUN ANGGARAN 2015

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium)

INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium) INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium) I Putu Suadityawan, Ni Luh Nyoman Kebayantini, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan unit yang diteliti, yaitu berusaha menggambarkan, menganalisis masalahmasalah

BAB III METODE PENELITIAN. dan unit yang diteliti, yaitu berusaha menggambarkan, menganalisis masalahmasalah BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian dan Pendekatan Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriftif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pemerintahan daerah, Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengamanatkan bahwa keuangan daerah agar dikelola secara tertib,

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGHASILAN TETAP, TUNJANGAN DAN PENERIMAAN LAIN YANG SAH BAGI KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA DI KABUPATEN SIDOARJO

Lebih terperinci

dari sumber-sumber non-manusia. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan model inter-aktif yang dikemukakan oleh Milles dan

dari sumber-sumber non-manusia. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan model inter-aktif yang dikemukakan oleh Milles dan RINGKASAN Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Perdesaan Tahun 2008 di Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember dalam Model Analisis Pembangunan Lembaga Milton J. Esman; Dhiyah

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Lokasi penelitian mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi pada

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA DESA

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA DESA BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara mandiri urusan pemerintahannya sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan pemuda di Denpasar yang berasal dari daerah lain atau kota lain yang biasa dikatakan dengan anak pendatang, sangat berbeda dengan daerah yang mereka tinggali

Lebih terperinci

PERANAN BUPATI BADUNG SEBAGAI PENGAWAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PERANAN BUPATI BADUNG SEBAGAI PENGAWAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA PERANAN BUPATI BADUNG SEBAGAI PENGAWAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA Oleh Putu Ayu Mas Sugihandari Putu Gede Arya Sumerthayasa Nengah Suharta Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN PENELITIAN. Dari SEKOLAH DASAR NEGERI BULUREJO KECAMATAN BULUKERTO KABUPATEN WONOGIRI

LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN PENELITIAN. Dari SEKOLAH DASAR NEGERI BULUREJO KECAMATAN BULUKERTO KABUPATEN WONOGIRI LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN PENELITIAN Dari SEKOLAH DASAR NEGERI BULUREJO KECAMATAN BULUKERTO KABUPATEN WONOGIRI LAMPIRAN 2 DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Kepala Sekolah

Lebih terperinci