UPAYA PENINGKATAN DERAJAT DEASETILASI PADA KITOSAN CANGKANG KERANG KAMPAK (Atrina pectinata) MELALUI PROSES DEASETILASI KITIN SECARA BERTAHAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA PENINGKATAN DERAJAT DEASETILASI PADA KITOSAN CANGKANG KERANG KAMPAK (Atrina pectinata) MELALUI PROSES DEASETILASI KITIN SECARA BERTAHAP"

Transkripsi

1 SKRIPSI UPAYA PENINGKATAN DERAJAT DEASETILASI PADA KITOSAN CANGKANG KERANG KAMPAK (Atrina pectinata) MELALUI PROSES DEASETILASI KITIN SECARA BERTAHAP PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN Oleh : PINTA PURBOWATI SURABAYA JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

2

3

4

5 RINGKASAN Pinta Purbowati. Upaya Peningkatan Derajat Deasetilasi Pada Kitosan Cangkang Kerang Kampak (Atrina pectinata) Melalui Proses Deasetilasi Kitin Secara Bertahap. Dosen Pembimbing Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. dan Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet. Saat ini banyak dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan limbah dari kerang sehingga bermanfaat menjadi sumberdaya lain yang berbasis zero waste salah satunya menjadi kitosan. Kitosan merupakan turunan kitin yang terbentuk dari hasil ekstraksi rangka luar udang, kerang, atau rajungan melalui proses deasetilasi atau penghilangan gugus asetil yang menyisakan gugus amina bebas (Atmadja, 2014). Manfaat kitin dan kitosan di berbagai bidang industri moderen cukup banyak, diantaranya dalam industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, gizi, kertas, tekstil, pertanian, kosmetik, membran dan kesehatan (Sulistiyoningrum dkk., 2013). Kualitas kitosan dapat diketahui dari derajat deasetilasi yang merupakan salah satu karakteristik kimia yang paling penting. Derajat deasetilasi mempengaruhi dalam aplikasi kitosan, karena menentukan muatan gugus amina bebas serta digunakan dalam membedakan antara kitin dan kitosan (Mastuti, 2005). Derajat deasetilasi kitosan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi NaOH, suhu dan lama proses deasetilasinya. Selain itu, perlakuan tahapan pada proses deasetilasi kitin dapat mempengaruhi nilai derajat deasetilasi yang diperoleh pada hasil akhir berupa kitosan (Prasetyo, 2004 dalam Bahri dkk., 2015). Derajat deasetilasi kitosan minimal untuk industri pangan adalah 70%,

6 industri kosmetika dan biomedis sedikitnya 80% dan 90 (Tsugita, 1997 dalam Yulina, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh proses deasetilasi kitin secara bertahap terhadap derajat deasetilasi kitosan dari limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dan dianalisis data secara statistik. Parameter utama pada penelitian ini adalah derajat deasetilasi kitosan. Hasil penelitian menunjukkan tahapan pada proses deasetilasi memberikan pengaruh terhadap derajat deasetilasi kitosan. Proses deasetilasi kitin 3 tahap mampu membuat derajat deasetilasi mencapai rata-rata 75% dengan nilai kelarutan sebesar 82,91%. Hasil peningkatan derajat deasetilasi akan berbanding lurus dengan peningkatan kelarutan.

7 SUMMARY Pinta Purbowati. Effort To Increase Degree Of Deacetylation On Chitosan From Kampak Shell (Atrina Pectinata) With Multistage Deacetylation Process Of Chitin. Academic Advisor Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. dan Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet. Research of the utilization fishery waste of shells that benefit into other resource-based on zero waste become chitosan. Chitosan is a derivative of chitin are formed from the exoskeleton extraction of shrimp, scallops or crab through the process of deacetylation or removal of acetyl groups which leaves a amine group (Atmadja, 2014). Benefits of chitin and chitosan in various industry quite a lot, including in the pharmaceutical industry, biochemistry, biotechnology, biomedical, food, nutrition, paper, textile, agriculture, cosmetics, and medical membrane (Sulistiyoningrum et al. 2013). Quality of chitosan influenced by deacetylation degree which is one of the most important chemical characteristics. Deacetylation degree give affect in application of chitosan, due to the value of amina chain and used to differentiate between chitin and chitosan (Mastuti, 2005). Degree deacetylation of chitosan determined by several factors such as NaOH concentration, temperature and time process. In addition, multistage deacetylation process of chitin can affect degree deacetylation value of chitosan (Prasetyo, 2004 in Bahri et al. 2015). Degree deacetylation of chitosan minimum in food industry is 70%, while cosmetics industry and biomedical are 80% and 90% (Tsugita, 1997 in Yulina, 2011). This study aims to find out the influence of multistage deacetylation process of chitin on degree of deacetylation of chitosan from kampak shell (Atrina pectinata). The method used in this study is an experimental method and the data

8 were analyzed statistically. The main parameters of this research is degree of deacetylation on chitosan. The results showed that stage deacetylation process of chitin have the effect to increase degree deacetylation of chitosan. Mutistage deacetylation process of chitin with 3 stage process capable to make the deacetylation degree on average 75% with 82.91% of solubility. The increase degree deacetylation of chitosan will be directly proportional with the increase in solubility.

9 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, ridho dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tentangupaya Peningkatan Derajat Deasetilasi Pada Kitosan Cangkang Kerang Kampak (Atrina pectinata) Melalui Proses Deasetilasi Kitin Secara Bertahap. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama bidang teknologi industri hasil perikanan Surabaya, 15Agustus 2016 Penulis

10 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan kali ini, dengan penuh rasa hormat dan kasih penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Mirni Lamid, drh., MP. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. 2. Bapak Boedi Setya Rahardja, Ir., MP. Dosen Wali yang telah memberikan saran, bimbingan, arahan, nasehat dan motivasi yang membangun. 3. Ibu Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. Dosen Pembimbing Utama dan Bapak Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet. DosenPembimbing Serta yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan perbaikan sejak penyusunan usulan penelitian hingga penyelesaian Skripsi ini. 4. Agustono, Ir., M.Kes., Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes., dan Muhammad Arief, Ir., M.Kes. Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan, kritik dan saran untuk penyempurnaan Skripsi ini. 5. Semua dosen dan staf kependidikan Sub Bagian Akademik Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang telah membantu dalam pelayanan administrasi dan perijinan. 6. Ayahanda Purbo Supiyono, dan Ibunda Anggarwati, serta kakak tersayang Dias Anggardi Perbowo atas segala dukungan materi dan moral yang selalu menyertai serta nasehat yang menjadi penguat dalam studi untuk selalu berjuang. 7. Rekan penelitian, Intan Lazuardi dan Anggun Nurani.

11 8. Faisal Aziz, atas semangat, doa serta berbagai bantuan yang tak terukur selama ini. 9. Rekan-rekan Barracuda angkatan 2012 jurusan Budidaya Perairan maupun Teknologi Industri Hasil Perikanan, serta senior FPK Mardiah Rahma Umami, Hana Lidiana, Mustika Alifa, Rinca Purnamawati, Nadia Fitrianti, Ervita Eka Rosawati, dan Dina Ningrum yang telah memberikan dukungan hingga koreksi dalam pelaksanaan maupun penyelesaian Skripsi..

12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii RINGKASAN... iii SUMMARY... v KATA PENGANTAR... vii UCAPAN TERIMA KASIH... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kerang Kampak (A. pectinata) Habitat dan Penyebaran Kerang Kampak (A. pectinata) Kandungan Kimia Cangkang Kerang Kitin dan Kitosan Pembuatan Kitosan Derajat Deasetilasi Mutu Kitosan III. KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS Kerangka Konseptual... 13

13 3.2 Hipotesis IV. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Materi Penelitian Alat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Rancangan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Persiapan Bahan Baku Pembuatan Kitosan Pengujian Karakteristik Kitosan Rendemen Karakteristik Kitin Derajat Deasetilasi Kelarutan Kadar Abu Kadar Air Parameter Pengamatan Analisis Data V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Rendemen Derajat Deasetilasi Kelarutan Kadar Abu Kadar Air Pembahasan VI. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 42

14 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Karakteristik Kitosan... 12

15 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Morfologi Kerang Kampak Struktur Kimia Selulosa, Kitin, dan Kitosan Kerangka Konseptual Diagram Alir Penelitian Kitosan dengan proses deasetilasi kitin sebanyak 1 tahap, 2 tahap dan 3 tahap Grafik rendemen kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda Grafik derajat deasetilasi kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda Grafik kelarutan kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda Grafik kadar abu kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda Grafik kadar air kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda... 29

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Data Rendemen Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Data Derajat Deasetilasi Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Data Kelarutan Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Data Kadar Abu Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Data Kadar Air Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Data Statistik Hasil Pengujian Rendemen Data Statistik Hasil Pengujian Derajat Deasetilasi Data Statistik Hasil Pengujian Kelarutan Data Statistik Hasil Pengujian Kadar Abu Data Statistik Hasil Pengujian Kadar Air Bahan Penelitian Alat Penelitian... 54

17 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi yang besar pada sumberdaya kekerangan (Arifin dan Setyono, 1992). Sektor perikanan sampai saat ini masih melakukan eksplorasi pada hasil laut yaitu tuna, udang, rumput laut, dan berbagai jenis moluska yang diminati untuk dikembangkan. Salah satu contoh moluska adalah kerang yang merupakan hasil perikanan yang melimpah di daerah tropis dan sumber protein hewani yang baik dan murah bagi masyarakat. Kerang dapat pula dikembangkan menjadi salah satu produk ekspor yang dapat diandalkan (Chairunisah, 2011). Berdasarkan data ekspor hasil perikanan Indonesia pada tahun 2003 dan 2004, untuk komoditas koral dan kulit kerang dihasilkan sekitar ton dan ton. Limbah padat berupa cangkang kerang ini diantaranya merupakan sisa dari industri pengolahan kerang segar, selama ini kerang hasil tangkapan nelayan hanya dimanfaatkan daging atau otot aduktornya saja sementara cangkangnya dibuang dan menjadi limbah (Agustini dkk., 2011). Salah satu contoh jenis kerang yang termasuk dalam Classis Bivalvia adalah kerang kampak atau yang disebut kerang manuk. Kerang kampak (Atrina pectinata) didistribusikan secara luas di sepanjang wilayah Indo-Pasifik Barat, Afrika, Malaysia, Selandia Baru, dan Jepang. Kerang A. pectinata menarik bagi dunia perikanan karena merupakan sumber makanan popular yang secara komersial penting di sejumlah negara Asia-Pasifik, termasuk Indonesia (An et al., 2012). Pemanfaatan kerang kampak (Atrina pectinata) umumnya di beberapa daerah hanya sebagai kerang konsumsi sehingga sisa

18 cangkang kerang hanya sebagai limbah. Cangkang kerang merupakan bahan baku penghasil kitin dan kitosan. Jumlah kandungan kitin pada cangkang kerang berkisar 14 35% (Margonof, 2003 dalam Sinardi dkk., 2013). Kitin adalah biopolimer melimpah di alam yang menduduki peringkat kedua setelah selulosa. Kitin bersifat non-toxic (tidak beracun) dan biodegradable, serta dapat mengalami proses deasetilasi menghasilkan kitosan (Puspitasari, 2007). Kitosan merupakan turunan kitin yang terbentuk dari hasil ekstraksi rangka luar udang, kerang, atau rajungan melalui proses deasetilasi atau penghilangan gugus asetil yang menyisakan gugus amina bebas (Atmadja, 2014). Hasil penelitian kitosan pada cangkang kerang bulu oleh (Hastuti dan Tulus, 2015) diperoleh derajat deasetilasi sebesar 80,6%, sedangkan kitosan pada cangkang kerang simping oleh (Sulistiyoningrum dkk., 2013) diperoleh derajat deasetilasi sebesar 69,11%, dan kitosan pada cangkang kerang darah oleh (Bahri dkk., 2015) diperoleh derajat deasetilasi sebesar 69,72%. Kualitas kitosan dapat diketahui dari derajat deasetilasinya. Derajat deasetilasi mempengaruhi dalam aplikasi kitosan, karena menentukan muatan gugus amina bebas serta digunakan dalam membedakan antara kitin dan kitosan (Mastuti, 2005). Menurut Bahri dkk. (2015), kitosan tidak dapat larut dalam larutan netral atau basa tetapi larut dalam asamasam organik, sedangkan kitin tidak larut dalam air, asam encer, ataupun pelarut organik namun sebagian larut dalam LiCl 2 atau dimetilasetamida (Sugita dkk., 2009). Manfaat kitin dan kitosan di berbagai bidang industri moderen cukup banyak, diantaranya dalam industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, gizi, kertas, tekstil, pertanian, kosmetik, membran dan kesehatan

19 (Sulistiyoningrum dkk., 2013). Derajat deasetilasi kitosan minimal untuk industri pangan adalah 70%, industri kosmetika dan biomedis sedikitnya 80 dan 90% (Tsugita, 1997 dalam Yulina, 2011). Mutu kitosan dipengaruhi oleh derajat deasetilasi yang merupakan salah satu karakteristik kimia yang paling penting. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi NaOH, suhu dan lama proses deasetilasinya (Prasetyo, 2004 dalam Bahri dkk., 2015). Selain itu, tahapan deasetilasi kitin juga menentukan nilai derajat deasetilasi yang diperoleh (Bahri dkk., 2015) Dari latar belakang berikut, dilakukan penelitian peningkatan derajat deasetilasi pada kitosan limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata) melalui proses deasetilasi kitin secara bertahap. 1.3 Perumusan Masalah Apakah proses deasetilasi kitin secara bertahap dapat memberikan pengaruh terhadap derajat deasetilasi kitosan limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata)? 1.4 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh proses deasetilasi kitin secara bertahap terhadap derajat deasetilasi kitosan dari limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata).

20 1.5 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang pengaruh proses deasetilasi kitin secara bertahap terhadap derajat deasetilasi kitosan dari limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata) serta dapat memberikan informasi alternatif sumber kitin dan kitosan.

21 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kerang Kampak (Atrina pectinata) berikut: Menurut Hayward et al. (1990) klasifikasi Atrina pectinata adalah sebagai Filum Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Mollusca : Bivalvia : Pteromorphia : Mytilidae : Pinnidae : Atrina : Atrina pectinata Gambar 1. Morfologi Kerang Kampak (Sumber: Kuijver, 2015) Atrina pectinata atau kerang kampak termasuk anggota familia pinnidae yang memiliki ciri khusus cangkang berbentuk trigonal, agak memanjang, memiliki ukuran sampai 37 cm x 20 cm, berwarna kuning namun bagian pangkal berwarna

22 kecoklatan, dan sangat tipis pada bagian periostracum. Bagian posterior cangkang kerang bertekstur kasar atau berambut, terdiri atas relief konsentris yang kurang jelas, kaki mengalami reduksi atau tidak ada (Dura, 1997). Morfologi kerang kampak terdapat pada Gambar 1. Kedua keping cangkang kerang dihubungkan oleh hinge ligamen, yakni semacam pita elastis dari bahan organik seperti zat tanduk. Kedua bagian dalam cangkang tersebut ditautkan oleh sepasang otot aduktor yang serupa, yakni pada bagian anterior dan posterior. Otot aduktor berguna untuk membuka dan menutup cangkang. Bila otot aduktor berelaksasi maka hinge ligamen berkerut dan kedua cangkang akan terbuka. Sebaliknya, cangkang akan menutup apabila otot aduktor berkontraksi (Niswari, 2004). Menurut Barnes (1974), susunan cangkang kerang terdiri dari tiga lapisan yaitu, periostracum (lapisan terluar) yang terdiri dari protein, lostracum (lapisan tengah) yaitu lapisan prismatik paling tebal yang tersusun dari lapisan kalsium, dan hypostracum (lapisan dalam) yang terdiri dari lembaran-lembaran cochiolin dan kalsium karbonat yang umumnya tipis dan mengkilat, lapisan ini biasanya disebut nacre. 2.2 Habitat dan Penyebaran Kerang Kampak (Atrina pectinata) Kerang kampak (Atrina pectinata) umumnya hidup subur hidup pada pantai berpasir atau berbatu dengan perantaraan byssal thread, atau diantara rumput laut dengan cahaya dan pergerakan air yang cukup, kadar garam yang tidak terlalu tinggi, dan biasanya menempel pada batu-batu karang dengan hidup bergerombol (Setyobudiandi, 1977).

23 Kerang kampak (Atrina pectinata) merupakan spesies Benua Asia yang didistribusikan secara luas di sepanjang wilayah Indo-Pasifik Barat, Afrika, Malaysia, Selandia Baru, Jepang dan Indonesia (An et al., 2012). Moluska kerang mytilidae sangat potensial dibudidayakan di perairan-perairan pantai utara Jawa dan pantai timur Sumatera (LON LIPI, 1987 dalam Niswari, 2004). 2.3 Kandungan Kimia Cangkang Kerang Cangkang kerang memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi. Pada cangkang kerang diduga bersumber dari lapisan kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang melindungi tubuh kerang sehingga tekstur kerang sangat padat (Paus, 2014). Selain itu, terdapat banyak kulit atau cangkang biota laut yang mengandung kitin. Kandungan kitin terbanyak terdapat pada cangkang kepiting yaitu mencapai 50%- 60%, cangkang udang mencapai 42%-57%, dan cangkang cumi-cumi dan kerang masing-masing 40% dan 14%-35% (Margonof, 2003 dalam Sinardi dkk., 2013). 2.4 Kitin dan Kitosan Kitin adalah biopolimer alami yang dapat diperoleh di laut dan daratan. Kitin merupakan bagian konstituen organik yang sangat penting pada kerangka hewan golongan arthropoda, mollusca, nematoda, crustasea, beberapa kelas serangga dan jamur (Rifai dan Dewi, 2007). Di alam kitin merupakan senyawa yang tidak berdiri sendiri tetapi bergabung dengan senyawa lain seperti protein, mineral dan pigmen. Kitin merupakan bentuk molekul yang hampir sama dengan selulosa, yaitu suatu bentuk polisakarida yang dibentuk dari molekul-molekul glukosa sederhana yang identik (Harianingsih, 2010).

24 Monomer kitin adalah 2-asetamida-2-deoksi-D-Glukosa (N-asetil glukosamin) dengan rumus molekul (C 8 H 13 NO 5 ) n (Horton, 2002). Kitin secara alami tidak memiliki tingkat asetilasi yang lengkap, Kitin biasanya mempunyai derajat deasetilasi kurang dari 10% (Hartati dkk., 2002). Penggunaan kitin dibatasi oleh sifat-sifat yang tidak larut dan sulit dipisahkan dengan bahan lain yang terikat terutama protein, sehingga untuk pemanfaatannya kitin perlu diubah terlebih dahulu menjadi kitosan (Hendri, 2008). Menurut Sahara (2011) kitin dapat dimanfaatkan dengan dicampurkan pada pakan ternak, sedangkan dalam Rusdianto (2010) senyawa kitin memiliki kemampuan untuk menurunkan logam berat berupa Kadmium (Cd) dan Seng (Zn) pada limbah cair pabrik tekstil. Kitosan merupakan turunan dari kitin dengan struktur [β-(1-4)-2-amina -2- deoksi-dglukosa] dengan rumus molekul (C 6 H 11 NO 4 ) n (Sugita dkk., 2009). Kitosan berbentuk padatan amorf bewarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal kitin murni. Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai kitin (Wardaniati dan Setyaningsih, 2009). Menurut Bahri dkk. (2015), kitosan tidak dapat larut dalam larutan netral atau basa tetapi larut dalam asamasam organik. (Widodo, 2006 dalam Azhar dkk., 2010) mengungkapkan bahwa pelarut kitosan yang baik adalah asam asetat. Sifat biologi kitosan yang menguntungkan yaitu alami, (biodegradable) mudah diuraikan oleh mikroba, biokompatibel yang artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai efek samping, dan tidak beracun (Muzzarelli, 1996). Saat ini aplikasi kitosan sudah sangat banyak dan meluas. Kitosan telah menjadi biopolimer yang serbaguna dan aplikasi potensialnya sekarang banyak

25 diteliti dan dikembangkan. Kitosan digunakan secara luas di industri makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Sebagai contoh, di industri pangan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, dan tambahan pakan hewan ternak (Shahidi et al., 1999). Selain itu, manfaat kitosan dibidang pertanian adalah sebagai pestisida, herbisida, virusida tanaman, deasidifikasi buah-buahan, sayuran, dan penjernih sari buah. Fungsi kitosan sebagai antimikroba, antijamur, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap tubuh juga diterapkan dibidang kedokteran (Sugita dkk., 2009). Struktur kimia selulosa, kitin, dan kitosan dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Struktur Kimia Selulosa, Kitin, dan Kitosan (Sumber: Kumar, 2000)

26 2.5 Pembuatan Kitosan Cangkang kerang mengandung senyawa kimia yang disebut kitin dengan rumus molekul (C 8 H 13 NO 5 ) n, kitin diperoleh melalui proses deproteinasi dan demineralisasi. Penghilangan protein pada proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terikat dalam matriks kulit (Sugita dkk., 2009). Di dalam kerangka luar hewan bercangkang mengandung kitin yang berikatan langsung dengan kalsium karbonat (CaCO 3 ) dan protein. Protein yang terikat di dalam cangkang bisa mencapai kisaran antara 30-40% dari senyawa organik totalnya, tergantung pada jenis spesiesnya (Cho et al., 1998). Deproteinasi merupakan reaksi hidrolisis pada kitin dalam suasana basa dengan menggunakan larutan NaOH 5% pada suhu kamar selama semalam atau suhu 90 o C selama 1 jam, dan hasil deproteinasi kemudian dinetralisasi menggunakan aquades (Shaji et al., 2010). Setelah deproteinasi, selanjutnya dilakukan tahap demineralisasi yaitu menghilangkan mineral atau senyawa anorganik yang ada pada limbah cangkang kerang. Mineral utama paling banyak pada cangkang kerang adalah CaCO 3 dan kalsium fosfat Ca 3 (PO 4 ) 2 (Priyambodo, 2009). Proses demineralisasi dilakukan dengan menambahkan HCl 1N dengan perbandingan bobot bahan dan volume pengekstrak 1:7 (b/v) dan dipanaskan pada suhu 90 o C selama 1 jam (Suptijah, 2004). Proses pembuatan kitosan dari kitin disebut tahap deasetilasi dimana pada tahap ini gugus asetil pada kitin dihilangkan melalui reaksi hidrolisis dengan menggunakan basa kuat NaOH 50% pada suhu 120 o C selama 5 jam lalu endapan

27 yang terbentuk dicuci menggunakan aquades hingga netral (Muzzarelli dan Rochetti, 1985). Waktu deasetilasi yang panjang dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya penurunan rendemen (Sugita dkk., 2009). 2.6 Derajat Deasetilasi Derajat deasetilasi merupakan suatu parameter mutu kitosan yang menunjukkan persentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen kitin maupun kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan, maka gugus asetil kitosan semakin rendah sehingga interaksi antar ion dan ikatan hidrogennya akan semakin kuat (Knoor, 1982). Pelepasan gugus asetil dari kitosan menyebabkan kitosan bermuatan positif yang mampu mengikat senyawa bermuatan negatif, seperti protein, anion polisakarida membentuk ion netral (Suhartono, 1989 dalam Rochima 2007). 2.7 Mutu Kitosan Dalam menentukan kualitas kitosan yang digunakan, perlu dilakukan standar mutu kitosan berdasarkan (BSN, 2013). Kemurnian kitosan dapat dilihat dari nilai derajat deasetilasinya. Semakin tinggi derajat deasetilasi, jumlah gugus amina (NH 2 ) pada rantai molekul kitosan akan tinggi sehingga kitosan semakin murni. Hasil karakteristik kitosan dapat dilihat pada Tabel 1.

28 Tabel 1. Karakteristik kitosan Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Bentuk partikel - Serpihan sampai serbuk 2 Warna - Coklat muda sampai putih 3 Fisika - Benda asing - Negatif 4 Kimia - Derajat deasetilasi % Min 75 - ph Kadar abu % Maks 5 - Kadar air % Maks 12 Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2013)

29 III KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual Kerang kampak merupakan hasil perikanan yang melimpah di daerah tropis dan sumber protein hewani yang baik dan murah bagi masyarakat. Selama ini sebagian besar kerang hasil tangkapan nelayan hanya dimanfaatkan daging atau otot aduktornya saja sementara cangkangnya dibuang dan menjadi limbah (Agustini dkk., 2011). Limbah ini jika dibiarkan terus menumpuk tanpa adanya penanganan khusus maka akan menimbulkan pencemaran dan estetika lingkungan terganggu. Limbah padat berupa cangkang kerang tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kitosan, karena pada cangkang kerang terdapat kitin sebagai penyusunnya sebanyak 14%-35% (Margonof, 2003 dalam Sinardi dkk., 2013). Dalam transformasi kitin menjadi kitosan diperlukan beberapa proses diantaranya deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Tahapan proses deasetilasi yang sesuai dapat meningkatkan derajat deasetilasi produk kitosan yang dihasilkan, dimana setiap tahapannya dilakukan regenerasi larutan NaOH yang baru. Menurut Bahri dkk. (2015) bahwa semakin banyak penambahan NaOH mengakibatkan semakin banyak pula gugus hidroksil yang tersedia untuk terjadinya proses hidrolisis, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya eliminasi pada gugus asetil yang disebabkan tejadinya adisi oleh hidroksil, sehingga pembentukan amina juga semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Junaidi dkk. (2009) bahwa selama regenerasi NaOH secara signifikan dapat meningkatkan efektivitas proses deasetilasi. Selama reaksi hidrolisis

30 berlangsung, konsentrasi larutan NaOH makin lama semakin berkurang yang menyebabkan reaktivitasnya semakin menurun hingga semakin kurang efektif sebagai agen deasetilasi. Dengan melakukan regenerasi larutan NaOH, maka reaktivitas NaOH untuk mendeasetilasi kitin kembali efektif. Berdasarkan paparan diatas maka dilakukan penelitian pembuatan kitosan limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata) melalui proses deasetilasi kitin secara bertahap untuk mendapatkan derajat deasetilasi yang tinggi. Gambar kerangka konseptual dapat dilihat pada Gambar Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka hipotesis dari penelitian ini yaitu, terdapat pengaruh terhadap derajat deasetilasi yang dihasilkan pada proses deasetilasi kitin secara bertahap dalam pembuatan kitosan dari limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata).

31 Pengolahan kerang kampak Produk utama Limbah Daging dan otot aduktor Padat Cangkang kerang Cair Kitin Deproteinasi Protein Mineral Demineralisasi Deasetilasi Konsentrasi pelarut Tahapan deasetilasi Suhu reaksi Waktu reaksi Satu tahap Tidak ada regenerasi NaOH Bertahap Regenerasi NaOH dapat meningkatkan reaktivitas NaOH dalam mendeasetilasi kitin Hidrolisis menyebabkan konsentrasi NaOH berkurang Reaktivitas NaOH menurun Semakin banyak gugus hidroksil maka gugus asetil mudah ter-eliminasi Adanya adisi gugus hidroksil, sehingga pembentukan amina semakin banyak Derajat deasetilasi kitosan tinggi Derajat deasetilasi kitosan rendah Keterangan : Gambar 3. Kerangka Konseptual Diteliti Tidak Diteliti

32 IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April Juni Proses pembuatan kitosan dan pengujian derajat deasetilasi dilakukan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas pyrek, hot plate, thermometer, magnetic stirrer, timbangan analitik, kertas saring, ph indikator, spektrofotometer UV-Vis dan oven Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkang kerang kampak yang diperoleh di pesisir Pantai Kenjeran Surabaya, NaOH, HCl 37%, CH 3 COOH, dan aquades. 4.3 Metode Penelitian Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk mengetahui berapakah tahap deasetilasi kitin terbaik pada proses pembuatan kitosan cangkang kerang kampak. Setelah itu, hasilnya dibandingkan melalui perhitungan rendemen, derajat deasetilasi, uji kelarutan, kadar abu dan kadar air untuk mengetahui karakteristik kitosan dari setiap perlakuan yang diberikan.

33 Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dirancang dengan tiga perlakuan yang diulang sebanyak enam kali ulangan sehingga terdapat delapan belas satuan percobaan, yaitu: A 1, A 2, A 3, A 4, A 5, A 6, B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, B 6, C 1, C 2, C 3, C 4, C 5, C 6. Perlakuan pada penelitian ini diadopsi dari pernyataan Bahri dkk. (2015), bahwa untuk menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi sebaiknya dilakukan tahapan pada proses deasetilasi kitin. Model perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: Perlakuan A : Deasetilasi kitin selama 1 x 3 jam (deasetilasi satu tahap) Perlakuan B : Deasetilasi kitin selama 2 x 1,5 jam (deasetilasi dua tahap) Perlakuan C : Deasetilasi kitin selama 3 x 1 jam (deasetilasi tiga tahap) Penelitian ini mengandung beberapa variabel, antara lain: Variabel bebas : Jumlah tahapan proses deasetilasi kitin. Variabel tergantung : Derajat deasetilasi. Variabel kontrol : Pelarut yang digunakan selama proses pembuatan kitosan dan suhu Pelaksanaan Penelitian Persiapan Bahan Baku Cangkang kerang kampak yang diperoleh di pesisir Pantai Kenjeran Surabaya dicuci hingga bersih menggunakan air mengalir dan disikat agar kotoran dan pasir yang menempel dapat dihilangkan dengan mudah. Setelah dicuci cangkang kerang kampak dikering anginkan, kemudian digiling menggunakan

34 penggilingan dan diayak dengan pengayakan ukuran 100 mesh, selanjutnya cangkang kerang kampak disimpan ke dalam kantong plastik Pembuatan Kitosan Prosedur pembuatan kitosan dari limbah cangkang kerang kampak dilakukan melalui beberapa proses antara lain deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi mengacu pada prosedur penelitian yang dilakukan oleh Bahri dkk. (2015) dari limbah kulit cangkang kerang darah dengan metode deasetilasi bertahap. Pembuatan kitosan metode Bahri dkk. (2015) diawali dengan tahap preparasi bahan. Pada tahap ini bahan baku yang akan digunakan dicuci menggunakan air mengalir hingga tidak ada kotoran dan sisa daging yang menempel pada permukaan cangkang. Setelah kering, cangkang digiling dan diayak hingga diperoleh serbuk dengan ukuran 100 mesh. Proses selanjutnya, yaitu isolasi kitin dari serbuk cangkang kerang dilakukan melalui proses deproteinasi menggunakan larutan NaOH 4% dengan perbandingan 1 : 10 (b/v) pada temperatur 80 o C selama 1 jam, serbuk cangkang kerang hasil deproteinasi disaring dan dicuci menggunakan aquades hingga netral kemudian dikeringkan dengan oven temperatur 50 o C selama 24 jam. Kitin hasil deproteinasi kemudian dilakukan proses demineralisasi menggunakan HCl 1 M dengan perbandingan 1 : 15 (b/v) pada temperatur kamar selama 3 jam, serbuk kitin disaring dan dicuci menggunakan aquades hingga netral kemudian dikeringkan dengan oven temperatur 50 o C selama 24 jam. Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan dilakukan dengan pengerjaan secara bertahap dalam larutan NaOH 60% dengan perbandingan 1 : 15 (b/v) pada

35 temperatur 120 o C selama 1 x 3 jam (deasetilasi satu tahap), 2 x 1,5 jam (deasetilasi dua tahap), 3 x 1 jam (deasetilasi tiga tahap). Setiap tahapan deasetilasi dilakukan regenerasi larutan NaOH dengan yang baru, serbuk hasil deasetilasi disaring dan dicuci dengan aquades hingga netral kemudian dikeringkan dengan oven temperatur 50 o C selama 24 jam. Hal ini dikarenakan pengeringan menggunakan oven mengakibatkan jumlah air yang menguap lebih banyak jika dibandingkan dengan pengeringan menggunakan vacuum dryer atau freeze dryer (Kusumaningsih dkk., 2004). Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian berupa perhitungan rendemen, karakterisasi kitin, pengujian derajat deasetilasi, kelarutan kitosan, kadar abu dan kadar air.

36 Cangkang kerang Deproteinasi NaOH 4%, 80 o C, 1 jam, 1 : 10 (b/v) Netralisasi ph 6,5-7,1 Pengeringan oven 50 o C, 24 jam Demineralisasi HCl 1 M, suhu ruang, 3 jam, 1 : 15 (b/v) Netralisasi ph 6,5-7,1 Pengeringan oven 50 o C, 24 jam Kitin Deasetilasi NaOH 60%, 120 o C, 1 : 15 (b/v) A ( 1 Tahap) B ( 2 Tahap) C ( 3 Tahap) A 1 A 2 A 3 A 4 A 5 A 6 B 1 B 2 B 3 B 4 B 5 B 6 C 1 C 2 C 3 C 4 C 5 C 6 Netralisasi ph 6,5-7,1 Pengeringan oven 50 o C, 24 jam Kitosan Gambar 4. Diagram Alir Penelitian

37 4.4.3 Pengujian Karakteristik Kitosan Kitosan yang dihasilkan kemudian dilakukan pengujian karakteristik untuk mengetahui perlakuan mana yang mendapatkan hasil terbaik. Pengujian dan prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Rendemen Rendemen diperoleh dari perbandingan antara berat kering kitosan cangkang kerang kampak yang dihasilkan dengan berat bahan baku cangkang kerang (Zahiruddin et al., 2008). Besarnya rendemen dapat dihitung dengan metode AOAC sebagai berikut : 2. Derajat Deasetilasi Rendemen (%) = x 100% Derajat deasetilasi kitosan ditentukan dengan menggunakan pendekatan spektrofotometer UV mengacu pada penelitian Liu et al. (2006), yaitu serbuk kitosan sebanyak 6,1 mg dianalisis dalam kuvet dengan HCl 0,1 M pada rentang bilangan gelombang 201 nm. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut : DA = ( ) ( ) ( ) ( ) DD = 1 (DA) x 100% Keterangan: DA DD A V M = Derajat Asetilasi = Derajat Deasetilasi = Absorban = Volume Larutan Kitosan (L) = Berat Kitosan (mg)

38 3. Kelarutan Kitosan Analisis kelarutan kitosan menurut Agustina dkk. (2015) dilakukan dengan melarutkan kitosan dalam asam asetat dengan konsentrasi 2% dengan perbandingan 1:100 (g/ml), lalu difiltrasi. Persentase kelarutan kitosan ditunjukkan dengan kitosan yang tersisa dibandingkan dengan kitosan awal. Kelarutan (%) = x 100% 4. Kadar Abu Kadar abu kitosan dihitung berdasarkan metode (BSN, 2006a), yaitu cawan porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam tungku pengabuan bersuhu 550 o C selama 1 malam, kemudian turunkan suhu pengabuan hingga suhu 40 o C lalu didinginkan selama 30 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat tetap (A). Sampel kitosan sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya pindahkan ke tungku pengabuan dan naikkan temperatur secara bertahap sampai suhu 550 o C selama 8 jam sampai diperoleh abu berwarna putih, kemudian turunkan suhu pengabuan hingga suhu 40 o C lalu didinginkan selama 30 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat tetap (B). Nilai kadar abu tersebut merupakan nilai rerata dari dua sampel yang sama. Kadar abu dihitung dengan rumus (BSN, 2006a) : Kadar abu (%) = x 100% Keterangan : A : Berat cawan porselen, dinyatakan dalam g. B : Berat cawan dengan abu, dinyatakan dalam g.

39 5. Kadar Air Pengujian kadar air kitosan mengacu pada metode BSN (2006b). Metode yang digunakan dalam penentuan kadar air adalah metode gravimetri. Berikut langkah yang dilakukan dalam pengujian kadar air : Cawan kosong dimasukkan terlebih dahulu ke dalam oven minimal 2 jam dengan suhu 105 C. Cawan kosong yang telah dimasukkan ke dalam oven dipindahkan ke dalam desikator sekitar 30 menit sampai mencapai suhu ruang lalu bobot cawan kosong ditimbang (A). Sampel kitin sebanyak ± 2 g dimasukkan dalam cawan kosong dan ditimbang (B). Cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 C selama 16 jam 24 jam. Setelah cawan di oven, cawan dipindahkan dengan menggunakan cruss tang ke dalam desikator selama 30 menit setelah itu ditimbang (C) dan dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut : Keterangan : adar air ( ) 100 A = Berat cawan kosong dinyatakan dalam g B = Berat cawan + sampel awal, dinyatakan dalam g C = Berat cawan + sampel kering, dinyatakan dalam g 6. Analisis Struktur Adanya struktur atau gugus fungsi kitosan ditentukan menggunakan spektrofotometer FTIR yang dapat merekam spektra FTIR kitosan. Cuplikan padat berbentuk butiran diukur spektranya dengan cara dibuat dalam bentuk pelet KBr (Ramadhan dkk, 2010).

40 4.4.4 Parameter Pengamatan Parameter utama yang diamati pada penelitian ini adalah kadar rendemen, derajat deasetilasi, kelarutan kitosan, kadar air, dan kadar abu. Sedangkan parameter pendukung yang diamati pada penelitian ini adalah ph dan warna dari produk kitosan yang dihasilkan. 4.5 Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa nilai derajat deasetilasi dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan hasil dari setiap perlakuan, sesuai dengan rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Analisis data dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lainnya (Kusriningrum, 2012).

41 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Karakterisasi kitosan yang dilakukan meliputi ph, warna, bentuk, rendemen, derajat deasetilasi, kelarutan, kadar abu dan kadar air. Hasil penelitian ini menunjukan kitosan dengan proses deasetilasi kitin secara bertahap memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda. Penampakan fisik kitosan dengan perlakuan proses deasetilasi kitin 1 tahap, 2 tahap dan 3 tahap memiliki warna cenderung putih. kitosan pada tiap perlakuan berbentuk serbuk halus dan tidak berbau serta pada masing-masing perlakuan memiliki ph netral. Adapun kitosan yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5. A B C Gambar 5. Kitosan dengan proses deasetilasi kitin sebanyak (A) 1 tahap, (B) 2 tahap dan (C) 3 tahap.

42 Rendemen (%) ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Rendemen Kitosan Nilai rendemen kitosan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 5,88% 6,60%. Rendemen kitosan ini didapat dari presentase berat awal cangkang kerang dibandingkan berat akhir kitosan. Penyajian data rendemen kitosan dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa proses deasetilasi kitin secara bertahap tidak berbeda nyata terhadap rendemen kitosan (p 0,05) ,60 a ±2,15 6,75 a ±0,71 5,88 a ±0, Proses Deasetilasi Kitin (tahap) Gambar 6. Grafik rendemen kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda Derajat Deasetilasi Pengukuran derajat deasetilasi kitosan menggunakan spektrometer UV-Vis dengan panjang gelombang 201 nm pada masing-masing perlakuan dengan proses deasetilasi kitin sebanyak (A) 1 tahap, (B) 2 tahap dan (C) 3 tahap berturut-turut adalah 72 ; 73 dan 75. Grafik nilai rata-rata derajat deasetilasi kitosan dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa proses deasetilasi kitin secara bertahap berbeda nyata terhadap derajat deasetilasi kitosan

43 Derajat Deasetilasi (%) ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA (p 0,05). Selain itu, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa derajat deasetilasi tertinggi terdapat pada perlakuan proses deasetilasi kitin 3 tahap dengan nilai derajat deasetilasi 75 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 1 tahap maupun 2 tahap a ±0,29 73 a ±0,82 75 b ±0, Proses Deasetilasi Kitin (tahap) Gambar 7. Grafik derajat deasetilasi kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda Kelarutan Kitosan Rata-rata hasil pengujian kelarutan kitosan dari penelitian ini berkisar antara 80,98-82,91%. Grafik nilai rata-rata derajat deasetilasi kitosan dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa proses deasetilasi kitin secara bertahap berbeda nyata terhadap kelarutan kitosan (p 0,05). Selain itu, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kelarutan tertinggi terdapat pada perlakuan proses deasetilasi kitin 3 tahap dengan nilai kelarutan 82,91% namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan deasetilasi kitin 2 tahap dan berbeda nyata dengan perlakuan deasetilasi kitin 1 tahap.

44 Kadar Abu (%) Kelarutan (%) ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA ,98 a ±1,36 81,79 ab ±1,45 82,91 b ±0, Proses Deasetilasi Kitin (tahap) Gambar 8. Grafik kelarutan kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda Kadar Abu Rata-rata hasil pengujian kadar abu kitosan dari penelitian ini berkisar antara 83,95 85,37%. Grafik nilai rata-rata derajat deasetilasi kitosan dapat dilihat pada Gambar 9. Analisis sidik ragam (p 0,05) menunjukkan bahwa proses deasetilasi kitin secara bertahap tidak berbeda nyata terhadap kadar abu kitosan ,37 a ±3,44 84,43 a ±4,71 83,95 a ±4, Proses Deasetilasi Kitin (tahap) Gambar 9. Grafik kadar abu kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda.

45 Kadar AIr (%) ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Kadar Air Air merupakan komponen utama dalam bahan makanan. Rata-rata hasil pengujian kadar air kitosan dari penelitian ini berkisar antara 0,52% 0,75%. Grafik nilai rata-rata derajat deasetilasi kitosan dapat dilihat pada Gambar 10. Secara hasil analisis sidik ragam (p 0,05) menunjukkan bahwa perlakuan proses deasetilasi kitin secara bertahap tidak berbeda nyata pada nilai kadar air kitosan. 1 0,8 0,69 a ±0,30 0,75 a ±0,52 0,6 0,52 a ±0,19 0,4 0, Proses Deasetilasi Kitin (tahap) Gambar 10. Grafik kadar air kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda Analisis Struktur Kitosan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan spektrofotometer FTIR untuk mengetahui gugus fungsi utama pada molekul kitosan. Pengujian FTIR ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Hasil FTIR kitosan cangkang kerang kampak menunjukkan pola serapan pada panjang gelombang 3383,29 cm -1. Hasil FTIR kitosan cangkang kerang kampak ditunjukkan pada Lampiran 1.

46 5.2 Pembahasan Hasil rendemen kitosan yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan mengalami penurunan dari berat bahan baku awal yang diduga dipengaruhi oleh proses pembuatan kitosan. Kitosan merupakan produk yang melalui proses demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi sehingga komponen mineral atau bahan anorganik lainnya dan protein pada bahan baku cangkang kerang banyak yang terlarut dalam larutan HCl maupun NaOH serta mengakibatkan berat akhir kitosan yang lebih rendah daripada berat cangkang kerang utuh (Priyambodo, 2009). Serbuk cangkang kerang yang telah dipreparasi harus mengalami proses demineralisasi yang merupakan tahapan awal untuk mendapatkan kitosan. Proses demineralisasi berpengaruh terhadap rendemen kitosan yaitu sesuai pernyataan dalam Mahmoud et al. (2005) bahwa selain pengaruh konsentrasi pelarut yang tinggi, waktu perendaman cangkang kerang di dalam larutan HCl akan mempengaruhi penurunan kadar mineral pada proses pembuatan kitosan. Semakin lama waktu perendaman, maka akan menghasilkan semakin sedikit rendemen kitosan. Pada proses demineralisasi, terjadi proses penghilangan mineral utama yang terdapat pada cangkang kerang seperti kalsium karbonat (CaCO 3 ) dan fosfor menggunakan pelarut HCl. Penambahan larutan HCl akan bereaksi dengan mineral tersebut sehingga terbentuk garam-garam yang dapat larut dalam pelarut sehingga mudah dihilangkan dan akan terbentuk gas CO 2 yang dapat terpisah dari campuran berupa gelembung-gelembung udara (Sinardi dkk, 2013). Pada proses pembuatan kitosan juga dilakukan tahap deproteinasi yang akan membentuk kitin

47 terlebih dahulu dan bertujuan untuk memutuskan ikatan antara protein dan kitin dengan cara menambahkan pelarut NaOH. Melalui tahap deproteinasi, protein yang terekstrak adalah dalam bentuk Na-proteinat, dimana ion Na + akan mengikat ujung rantai protein yang bermuatan negatif sehingga akan larut dengan pelarut natrium hidroksida (Rochima, 2007). Tahapan terakhir untuk mendapatkan kitosan disebut dengan proses deasetilasi. Pada proses tersebut, gugus asetil (- NHCOCH 3 ) pada kitin dihilangkan agar menjadi gugus amina. Proses deasetilasi kitin secara bertahap tidak memberikan pengaruh terhadap rendemen kitosan. Mengacu pada penelitian (Puspawati dan Simpen, 2004) bahwa pengaruh dari konsentrasi pelarut pada rendemen kitosan terjadi karena reaksi adisi gugus OH - pada struktur gugus kitin yang mengakibatkan struktur gugus kitin menjadi semakin mengembang dan terbuka, seiring dengan kenaikan konsentrasi NaOH yang digunakan. Tingkat pembukaan struktur gugus kitin yang semakin tinggi menyebabkan jumlah gugus amina yang terbentuk semakin banyak, sedangkan menurut Suptijah (2004) menyatakan bahwa tinggi rendahnya rendemen kitosan yang didapatkan dipengaruhi oleh lamanya proses reaksi dan suhu reaksi. Hasil analisis yang disajikan pada Lampiran 8, diketahui bahwa proses deasetilasi kitin secara bertahap berbeda nyata (p 0,05) pada derajat deasetilasi kitosan. Hal ini didukung dengan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa derajat deasetilasi tertinggi dihasilkan oleh perlakuan deasetilasi kitin 3 tahap dan berbeda signifikan dengan perlakuan deasetilasi kitin 1 tahap maupun 2 tahap. Hasil rata-rata menunjukkan bahwa derajat deasetilasi kitosan dengan proses deasetilasi kitin 3 tahap lebih tinggi nilainya daripada perlakuan deasetilasi kitin 1

48 tahap maupun 2 tahap yaitu sebesar 75, sehingga semakin banyak penambahan NaOH mengakibatkan semakin banyak pula gugus hidroksil yang tersedia untuk terjadinya proses hidrolisis, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya eliminasi pada gugus asetil yang disebabkan tejadinya adisi oleh hidroksil, sehingga pembentukan amina juga semakin banyak (Bahri, 2015). Adanya tahapan proses deasetilasi yang sesuai dapat meningkatkan derajat deasetilasi produk kitosan yang dihasilkan, dimana setiap tahapannya dilakukan regenerasi larutan NaOH yang baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan Junaidi dkk. (2009) bahwa selama regenerasi NaOH secara signifikan dapat meningkatkan efektivitas proses deasetilasi. Selama reaksi hidrolisis berlangsung, konsentrasi larutan NaOH makin lama semakin berkurang yang menyebabkan reaktivitasnya semakin menurun hingga semakin kurang efektif sebagai agen deasetilasi. Dengan melakukan regenerasi larutan NaOH, maka reaktivitas NaOH untuk mendeasetilasi kitin kembali efektif. Menurut BSN (2006) derajat deasetilasi kitosan minimal untuk industri adalah 75, sedangkan menurut Sugita dkk. (2009) derajat deasetilasi kitosan minimal untuk industri pangan yaitu 70, oleh karena itu kitosan yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam bidang industri non pangan karena masih memiliki nilai kadar abu yang tinggi, contohnya sebagai bioremediasi limbah cair, chelating agent yang dapat menyerap logam berat perairan dan sebagai pupuk tanaman karena tingginya kandungan kapur yang dapat menyuburkan tanaman. Berdasarkan Lampiran 9, dapat dilihat bahwa perlakuan deasetilasi kitin 3 tahap menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (p 0,05) pada kelarutan kitosan.

49 Hasil peningkatan kelarutan berbanding lurus dengan peningkatan derajat deasetilasi. Hal ini dikarenakan gugus asetil pada kitin yang dipotong oleh gugus hidroksil pada proses deasetilasi yang akan menyisakan gugus amina. Ion H + pada gugus amina menjadikan kitosan mudah berinteraksi dengan asam asetat melalui ikatan hidrogen. Gugus amina dari kitosan akan terprotonasi membentuk gugus amina kationik (NH3 + ). Kation dalam kitosan tersebut jika bereaksi dengan polimer anionik akan membentuk kompleks elektrolit (Sanford, 1989). Sifat kitosan hanya dapat larut dalam asam organik, seperti asam asetat, asam format, asam sitrat kecuali kitosan yang telah disubstitusi maka dapat larut pada air (Dunn et al., 1997). Kelarutan kitosan dalam larutan asam asetat dapat dipengaruhi oleh lamanya perendaman dalam larutan NaOH dan konsentrasi pelarut NaOH (Rochima, 2007). Pada proses deasetilasi kitin 3 tahap terjadi regenerasi larutan NaOH yang akan menstabilkan kapasitas rasio pelarut dan konsentrasi NaOH sehingga proses pemutusan gugus asetil dapat berlangsung secara maksimal yang akan meningkatkan jumlah gugus amina yang dihasilkan dalam reaksi deasetilasi dibandingkan dengan perlakuan tanpa adanya regenerasi NaOH. Efisiensi demineralisasi dapat diketahui dari kadar abu kitosan. Kadar abu merupakan parameter untuk menentukan efektivitas proses demineralisasi karena abu merupakan sisa tertinggal yang merupakan unsur-unsur mineral atau bahan anorganik lainnya yang terdapat dalam bahan. Rata-rata kadar abu yang terdapat pada kitosan cangkang kerang kampak adalah berturut-turut 85,37%, 84,43% dan 83,95%. Kadar abu pada kitosan cangkang kerang kampak memiliki presentase tinggi dikarenakan jumlah mineral yang banyak yaitu 94,8%, sedangkan menurut

50 (Margonof, 2003 dalam Sinardi dkk., 2013) bahwa kandungan kitin kerang hanya sebesar 14-35%. Hal itu dapat dilihat pada saat proses demineralisasi dengan penambahan HCl menimbulkan gelembung udara (CO 2 ) yang cukup banyak (Nurjannah dkk., 2016). Kadar abu ini diketahui dari sampel yang tidak terabukan. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa proses deasetilasi kitin secara bertahap tidak memberikan pengaruh nyata (p 0,05) terhadap kadar abu kitosan. Besarnya kadar abu yang terkandung memperlihatkan proses demineralisasi yang kurang sempurna dan mineral-mineral yang terkandung dalam sampel belum semuanya hilang. Faktor yang mempengaruhi efektifitas kadar abu adalah konsentrasi pelarut dan lamanya waktu pengadukan (Hastuti dan Tulus, 2015). Pada proses demineralisasi, asam dapat terjerat dan berdifusi secara lambat dalam kisi-kisi kristal atau berasosiasi dengan asam amino bebas dan residu protein, sehingga dapat menimbulkan kerusakan (pemutusan rantai) selama pengeringan. Kerusakan ini dapat dicegah dengan pencucian hingga ph netral (Johnson and Peniston, 1982 dalam Sugita, 2009). Penentuan kadar air memperlihatkan jumlah kandungan air dalam kitosan. Kadar air dalam kitosan diketahui dari banyaknya air yang menguap setelah pemanasan. Berdasarkan Lampiran 10, dapat dilihat bahwa proses deasetilasi kitin secara bertahap tidak berbeda nyata (p 0,05) terhadap kadar air kitosan. Menurut data BSN (2013) menunjukkan bahwa standar maksimal kadar air pada kitosan adalah 12%, sedangkan menurut Sugita dkk. (2009) standar maksimal kadar air kitosan adalah 10%. Nilai rata-rata kadar air kitosan pada penelitian berturut-turut adalah 0,69%, 0,75% dan 0,52. Dari hasil pengukuran kadar air tersebut, dapat

51 diketahui bahwa kitosan cangkang kerang kampak memiliki kadar air yang relatif sedikit sehingga dapat diabaikan. Pada penelitian kali ini dihasilkan kitosan dengan warna putih, menurut Harianingsih (2010) bahwa warna itu sendiri tergantung pada jenis raw materialnya dan secara umum warna tidak memengaruhi sifat fungsional kitosan. Selain itu, kitosan cangkang kerang kampak juga memiliki ph netral. Hal ini dikarenakan kitosan akan dapat mengikat ion lebih mudah dengan kondisi ph yang netral (Agusnar dan Noviary, 2013). Popury et al., (2009) menyatakan bahwa apabila pada ph asam terjadi tolakan elektrostatik antara NH + 3 kitosan dengan kation bahan pelarut. Sementara pada kondisi yang terlalu basa, gugus OH - pada lingkungan akan mengubah struktur kitosan. Pengujian spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra Red) berguna untuk mengetahui gugus fungsi utama yang terdapat pada kitosan. Hasil dari pengujian ini adalah kitosan menunjukkan pola serapan pada panjang gelombang 3383,29 cm -1 yang menunjukkan gugus fungsi OH dan NH 2. Gugus hidroksil dan amina menjadi titik yang perlu diperhatikan karena kedua gugus tersebut mengindikasikan hilangnya gugus asetil atau menunjukkan adanya kitosan. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Ramadhan dkk, 2010) yang menyebutkan bahwa kitosan memiliki pola serapan yang khas. Pola tersebut mewakili gugus fungsi yang terdapat pada kitosan. Pada spektrum FTIR pembacaan kitosan dilihat adanya puncak pada daerah cm -1 yang menunjukkan adanya gugus OH dan NH 2.

52 VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Proses deasetilasi kitin secara bertahap memberikan pengaruh terhadap derajat deasetilasi kitosan yang dihasilkan. Adanya regenerasi NaOH pada tiap tahapan dapat meningkatkan derajat deasetilasi dan kelarutan. 6.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan agar pada penelitian selanjutnya menggunakan konsentrasi pelarut yang tinggi selama proses demineralisasi agar dapat menurunkan nilai kadar abu yang pada penelitian ini masih jauh di bawah standar. Melalui informasi pada penelitian ini perusahaan kitosan disarankan untuk menggunakan teknologi yang lebih canggih agar dapat membantu meningkatkan rendemen kitosan yang dihasilkan. Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi limbah cangkang kerang kampak, maka disarankan untuk pemanfaatan pada mineralnya sebagai bahan fortifikasi karena kandungan kalsiumnya yang tinggi.

53 DAFTAR PUSTAKA Agusnar., H dan H. Noviary Preparasi Dan Karakterisasi Kitosan Dari Cangkang Belangkas (Tachypleus gigas) Yang Diikat Silang Dengan Modifikasi Genipin. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR-BATAN. Agustina, S., dan Y. Kurniasih Pembuatan Kitosan dari Cangkang Udang dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Logam Cu. Prosiding Seminar Nasional MIPA (Vol. 3, No. 1). Agustina, S., I. Swantara dan I.N. Suartha Isolasi Kitin, Karakterisasi, dan Sintesis Kitosan dari Kulit Udang. Journal of Chemistry, 9(2). Agustini, T. W., A. S. Fahmi., I. Widowati., dan A. Sarwono Pemanfaatan limbah cangkang kerang simping (Amusium pleuronectes) dalam pembuatan cookies kaya kalsium. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 14(1). An, H. S., J. W. Lee and C. M. Dong Population genetic structure of Korean pen shell (Atrina pectinata) in Korea inferred from microsatellite marker analysis. Genes & Genomics, 34(6), Arifin, Z., Setyono Potensi sumberdaya kekerangan dan prospek pengembangannya di Maluku. Prosiding Lokakarya Ilmiah Potensi Sumberdaya Perikanan Maluku, No. 8. Balitbang Perikanan Budidaya Pantai, Maros : Atmadja, F Pengaruh Kitosan Kulit Pupa Ulat Sutera Sebagai Pengganti Formalin Terhadap Daya Simpan Tahu. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 7 hal. Azhar, M., J. Effendi., E. Syafyeni., R. M. Lesi dan S. Novalina Pengaruh Konsentrasi NaOH dan KOH terhadap Derajad Deasetilasi Kitin dari Limbah Kulit Udang. Jurnal Riset Kimia. Vol 1. Badan Standardisasi Nasional. 2006a. Penentuan Kadar Abu pada Produk Perikanan. SNI BSN. Jakarta. 8 hal. Badan Standardisasi Nasional. 2006b. Penentuan Kadar Air Produk Perikanan. SNI BSN. Jakarta 12 hal. Badan Standardisasi Nasional Kitosan-Syarat Mutu dan Pengolahan. SNI BSN. Jakarta 14 hal.

54 Bahri, S., E. A. Rahim dan S. Syarifuddin Derajat Deasetilasi Kitosan dari Cangkang Kerang Darah dengan Penambahan NaOH Secara Bertahap. Jurnal Riset Kimia. 1(1). Barnes, R.D Invertebrate Zoology, 3 rd ed. W.B. Saunders Co. Philadelphia. London. Chairunisah Karakteristik Asam Amino Daging Kerang Tahu (Meretrix meretrix), Kerang Salju (Pholas dactylus), dan Keong Macan (Babylonia spirata). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1 hal. Cho, Y. I., H. K. No and S. P. Meyers Physicochemical Characteristics and Functional Properties of Various Commercial Chitin and Chitosan Products. Journal of Agricultural and Food Chemistry 46 (7, Februari) : (accessed online from url http : //pubs.acs.org/). Dura, Studi Komunitas Bivalvia di Daerah Interdal Pantai Krakal Gunung Kidul. Skipsi Fakultas Biologi. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta. 8 hal. DunnET, GrandmaisonEW, GoosenMFA Applications and properties of chitosan. Di dalam: Goosen MFA (ed.). Applications of Chitin and Chitosan. Technomic PubBasel p Harianingsih Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan Sebagai Bahan Pelapis (Coater) Pada Buah Stroberi. Tesis. Program Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang. 9 hal. Hartati, F. K., T. Susanto dan S. Rakhmadiono Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Tahap Deproteinasi Menggunakan Enzim Protease Dalam Kitin Dari Cangkang Rajungan (Portunus Pelagicus). Biosain Hastuti, B., dan N. Tulus Sintesis Kitosan Dari Cangkang Kerang Bulu (Anadara inflata) Sebagai Adsorben Ion Cu 2+. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VII. 11 hal. Hayward, P.J., G. D. Wigham and N. Yonow Mollusca I: Polyplacophora, Scaphopoda, and Gastropoda. In: The Marine Fauna of the British Isles and North-West Europe. (ed. P.J. Hayward & J.S. Ryland). Clarendon Press, Oxford: www. species-identification.org. 30 Januari hal. Hendri J Teknik Deproteinasi Kulit Rajungan (Portunus pelagious) Secara Enzimatik dengan Menggunakan Bakteri Pseudomonas aeruginosa. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Lampung. Lampung.

55 Horton, R.H., L. A. Moran., R. S. Ochs., J. D. Rawn and K. G. Scrimgeour Principles of Biochemistry. Third edition. New York: Prentice-Hall,Inc. Junaidi, A. B., I. Kartini., dan B. Rusdiarso Preparasi Kitosan Melalui Deasetilasi Kitin Secara Bertahap dan Sifat Fisikokimianya. Indonesian Journal of Chemistry, 9(3), Khan T.A, K.K Peh, Hung S.C Reporting Degree of Deacetylation Values of Chitosan : the Influence Analitycal Methods, J Pharm Pharmacent Sci. Knorr D Function properties of chitin and chitosan. Jurnal Food Science. 47(36) Kuijver, M. J., S.S Ingalsuo dan R.H. de Bruyne Mollusca of the North Sea. www. species-identification.org. 13 Januari hal. Kumar, M.N.V A Review Of Chitin and Chitosan Applications. Reactive and Functional Polymers 56 : Kusriningrum, R. S Perancangan Percobaan. Airlangga University Press. Surabaya. Hal 43. Kusumaningsih, T., A. Masykur dan U. Arief Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot (Achatina fulica). Biofarmasi, 2(2), Liu, D., Y. Wei., P. Yao and L. Jiang Determination of the degree of acetylation of chitosan by UV spectrophotometry using dual standards. Carbohydrate research, 341(6), Manurung, M Potensi Khitin/Khitosan dari Kulit Udang sebagai Biokoagulan Penjernih Air. Journal of Chemistry, 5(2). Mastuti, W Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu pada Proses Deasetilasi Khitin dari Kulit Udang. Jurnal Teknik Kimia. 4(1). pp Muzzarelli, R. A Chitosan-based dietary foods. Carbohydrate Polymers,29(4), Muzzarelli, R. A. and R. Rocchetti Determination of the Degree of Acetylation of Chitosans by First Derivative Ultraviolet Spectrophotometry. Carbohydrate Polymers, 5(6), Niswari, A. P Studi Morfometrik Kerang Hijau (Perna viridis, L.) di Perairan Cilincing, Jakarta Utara. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 6 hal.

56 Nurjannah, A., D. Darmanto., and I. Wijayanti Optimization Making Glucosamine Hydrochloride (HCl GlcN) of Crab Shell Waste through Chemical Hydrolysis. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 19(1), Paus, S. P Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp). Tesis. Universitas Negeri Gorontalo. 14 hal. Popury, S. R. Y. Vijaya., V. M. Boddu., and K. Abburi Adsorptive Removal of Copper and Nickel Ions from Water Using Chitosan Coated PVC Beads. Bioresource Technol. 100: Priyambodo, E Pengaruh Konsentrasi Kitosan dari Cangkang Udang Terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. 45 hal. Puspawati, N. M., dan I. N. Simpen Optimasi deasetilasi khitin dari kulit udang dan cangkang kepiting limbah restoran seafood menjadi khitosan melalui variasi konsentrasi NaOH. Journal of Chemistry, 4(1). Rifai, D. N. R Isolasi dan Identifikasi Kitin, Kitosan dari Cangkang Hewan Mimi (Horseshoe Crab) Menggunakan Spektrofotometri Inframerah. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang. Malang. 4 hal. Rochima, E Karakterisasi Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan Cirebon Jawa Barat. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 10(1). Rusdianto, P. R Pemanfaatan Kitin Udang Untuk Menurunkan Kadar admium ( d) dan Seng (Zn) Pada Limbah air Pabrik Tekstil X di Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. 2 hal. Sahara, E Penggunaan kepala udang sebagai sumber pigmen dan kitin dalam pakan ternak. Jurnal Agribisnis dan Industri Peternakan. 1(1), Sandford, P Chitosan: Commercial uses and potential applications. Di dalam: Skjak -Braek G, Anthon sen T, Sandford P (eds.). Chitin and Chitosan: Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and Application. London:Elsevier. Setyobudiandi Sumberdaya Hayati Moluska Kerang Mytilidae. Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan. Program Studi

57 Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hal. Shahidi, F., J. K. V. Arachchi and Y. J. Jeon Food applications of chitin and chitosans. Trends in food science & technology, 10(2), Shaji, J., V. Jain and S. Lodha Chitosan: A novel pharmaceutical excipient. International Journal of Pharmaceutical and Applied Sciences, 1, 1. Sinardi., P. Soewandi dan S. Notodarmojo Pembuatan Karakteristik dan Aplikasi Kitosan dari Cangkang Kerang Hijau (Mytulus Virdis Linneaus) Sebagai Koagulan Penjernih Air. Konferensi Nasional Teknik Sipil. Universitas Sebelas Maret. Solo. 33 hal. Sugita, P., T. Wukirsari., A. Sjahriza dan D. Wahyono Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor: Penerbit IPB Press. 50 hal. Sulistiyoningrum, R. S., J. Suprijanto dan A. Sabdono Aktivitas Anti Bakteri Kitosan dari Cangkang Kerang Simping Pada Kondisi Lingkungan Yang Berbeda: Kajian Pemanfaatan Limbah Kerang Simping (Amusium sp.). Journal of Marine Research, 2(4), Suptijah, P Tingkatan Kualitas Kitosan Hasil Modifikasi Proses Produksi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 7(1). Wardaniati, R. A dan S. Setyaningsih Pembuatan Chitosan Dari Kulit Udang dan Aplikasinya Untuk Pengawetan Bakso. Prosiding Penelitian. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang. 15 hal. Yulina, I. K Aktivitas Antibakteri Kitosan Berdasarkan Perbedaan Derajat Deasetilasi dan Bobot Molekul. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hal. Zahiruddin,W., A. Ariesta dan E. Salamah. 2008, Karakteristik Mutu dan Kelarutan Kitosan dari Ampas Silase Kepala Udang Windu (Penaeus monodon), Buletin Teknologi Hasil Perikanan, 11(2):25-29.

58 Lampiran 1. Hasil Pengujian FTIR (Fourier Transform Infra Red)

59 Lampiran 2. Data Rendemen Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Kode Sampel Berat Awal Bahan Baku (g) Berat Akhir Kitosan (g) Rendemen (%) A1 200,10 15,6227 7,81 A2 200,12 14,2808 7,14 A3 200,08 9,9444 4,97 A4 200,14 15,5702 7,78 A5 200,20 17,5318 8,76 A6 200,05 14,3369 7,17 B1 200,20 12,7054 6,35 B2 200,16 12,4927 6,24 B3 200,15 13,0485 6,52 B4 200,18 13,2877 6,64 B5 200,17 12,897 6,44 B6 200,09 12,1881 6,09 C1 200,10 11,5155 5,75 C2 200,22 11,5438 5,77 C3 200,09 11,117 5,56 C4 200,12 10,3793 5,19 C5 200,08 11,7762 5,89 C6 200,15 10,2999 5,15

60 Lampiran 3. Data Derajat Deasetilasi Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Kode Sampel Derajat Deasetilasi (%) Derajat Absorban Asetilasi A1 0,683 0, ,84 A2 0,684 0, ,80 A3 0,675 0, ,21 A4 0,672 0, ,34 A5 0,677 0, ,12 A6 0,689 0, ,57 B1 0,651 0, ,29 B2 0,662 0, ,79 B3 0,653 0, ,20 B4 0,658 0, ,97 B5 0,700 0, ,07 B6 0,665 0, ,66 C1 0,608 0, ,22 C2 0,622 0, ,59 C3 0,627 0, ,37 C4 0,619 0, ,73 C5 0,626 0, ,41 C6 0,618 0, ,77

61 Lampiran 4. Data Kelarutan Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Kode Sampel Berat Awal (g) Berat Akhir (g) Kelarutan (%) A1 48, , ,48 A2 48, , ,90 A3 42, , ,26 A4 52, , ,81 A5 36, , ,77 A6 52, , ,66 B1 41, , ,08 B2 47, , ,36 B3 53, , ,97 B4 48, , ,24 B5 45, , ,89 B6 48, , ,20 C1 40, , ,92 C2 40, , ,82 C3 38,344 31, ,49 C4 41, , ,96 C5 39, , ,63 C6 48, , ,62

62 Lampiran 5. Data Kadar Abu Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Kode Sampel Cawan Kosong+Sampel (g) Cawan Kosong (g) Cawan+Setelah (g) Sampel (g) Kadar Abu (%) A1 39, , ,4061 1, ,22 A2 39, , ,6677 1, ,87 A3 33, , ,4811 0, ,81 A4 43, , ,7148 1, ,31 A5 27, , ,0600 1, ,58 A6 43, , ,5604 1, ,46 B1 31, , ,0149 1, ,77 B2 31, , ,0926 1, ,67 B3 29, ,666 30,4184 1, ,15 B4 30, , ,6795 1, ,31 B5 32, , ,9596 1, ,48 B6 39,205 40, ,2678 1, ,22 C1 32, , ,2463 1, ,36 C2 38, , ,6767 1, ,12 C3 44, , ,1178 1, ,08 C4 39, , ,8344 1, ,38 C5 36, , ,6961 1, ,83 C6 39, , ,7259 1, ,96

63 Lampiran 6. Data Kadar Air Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) Kode Sampel Cawan Kosong+Sampel (g) Cawan Kosong (g) Cawan+Setelah (g) Sampel (g) Kadar Air (%) A1 39, , ,3403 1,0626 0,46 A2 39, , ,9269 1,1650 0,63 A3 33, , ,5558 0,9028 1,23 A4 43, , ,6603 0,9265 0,81 A5 27, , ,0850 0,9463 0,43 A6 43, , ,7864 1,1124 0,57 B1 32, , ,127 0,7654 1,33 B2 38, , ,8185 1,1406 0,39 B3 44, , ,162 0,9886 0,36 B4 39, , ,9785 1,0437 0,37 B5 36, , ,8094 0,9415 0,57 B6 39, , ,7154 0,8217 1,50 C1 31, , ,0135 0,9057 0,73 C2 31, , ,4898 1,4676 0,39 C3 29, , ,2715 0,7985 0,71 C4 30, , ,7186 1,0054 0,46 C5 32, , ,0318 0,9994 0,56 C6 39, , ,3097 1,1014 0,25

64 Lampiran 7. Data Statistik Hasil Pengujian Rendemen rendemen Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Mean Trf Std. Deviation Trf 1 tahap 6 6,6050 2, ,7783, tahap 6 6,7550, ,6233, tahap 6 5,8833, ,4583,06463 Total 18 6,4144 1, ,6200,19039 rendemen ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 2, ,303,718,504 Within Groups 27, ,815 Total 29, Duncan rendemen perlakuan N Subset for alpha = tahap 6 2, tahap 6 2,6233 2, tahap 6 2,7783 Sig.,065,081 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Lampiran 8. Data Statistik Hasil Pengujian Derajat Deasetilasi

65 Descriptive Statistics derajat_deasetilasi N Mean Std. Deviation Mean Trf Std. Deviation Trf 1 tahap 6 71,9800, ,4850, tahap 6 72,6633, ,5233, tahap 6 74,6817, ,6417,01722 Total 18 73,1083 1, ,5500,07475 ANOVA derajat_deasetilasi Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 23, ,840 41,974,000 Within Groups 4,231 15,282 Total 27, derajat_deasetilasi Duncan perlakuan N Subset for alpha = tahap 6 8, tahap 6 8, tahap 6 8,6417 Sig.,053 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Lampiran 9. Data Statistik Hasil Pengujian Kelarutan Descriptive Statistics

66 kelarutan N Mean Std. Deviation Mean Trf Std. Deviation Trf 1 tahap 6 80,9800 1, ,0000, tahap 6 81,7900 1, ,0433, tahap 6 82,9067, ,1050,02074 Total 18 81,8922 1, ,0494,07557 kelarutan ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 11, ,615 4,116,038 Within Groups 20, ,364 Total 31, Duncan kelarutan perlakuan N Subset for alpha = tahap 6 9, tahap 6 9,0433 9, tahap 6 9,1050 Sig.,267,122 Lampiran 10. Data Statistik Hasil Pengujian Kadar Abu Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Descriptive Statistics kadar_abu N Mean Std. Deviation Mean Trf Std. Deviation Trf 1 tahap 6 85,3750 3, ,2367,18843

67 2 tahap 6 84,4333 4, ,1850, tahap 6 83,9550 4, ,1583,24983 Total 18 84,5878 4, ,1933,22067 kadar_abu ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 6, ,132,170,845 Within Groups 276, ,414 Total 282, Duncan kadar_abu perlakuan N Subset for alpha = tahap 6 9, tahap 6 9, tahap 6 9,2367 Sig.,588 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Lampiran 11. Data Statistik Hasil Pengujian Kadar Air kadar_air Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Mean Trf Std. Deviation Trf

68 1 tahap 6,6883, ,0833, tahap 6,7533, ,1000, tahap 6,5167, ,0050,09354 Total 18,6528, ,0628,15461 kadar_air ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups,179 2,090,681,521 Within Groups 1,977 15,132 Total 2, Duncan kadar_air perlakuan N Subset for alpha = tahap 6 1, tahap 6 1, tahap 6 1,1000 Sig.,340 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

69 Lampiran 8. Alat Penelitian Heat Stirer Magnetic bar Beaker Glass ph Indikator Spektrofotometer UV-Vis Oven

70 Thermometer Timbangan Analitik Kertas Saring

71 Lampiran 9. Bahan Penelitian HCl NaOH Asam Asetat Aquades Cangkang Kerang Kampak

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste Nur Laili Eka Fitri* dan Rusmini Department of Chemistry,

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI NaOH DAN SUHU BERBEDA TERHADAP NILAI DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG KAMPAK (Atrina pectinata)

PENGARUH KOMBINASI NaOH DAN SUHU BERBEDA TERHADAP NILAI DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG KAMPAK (Atrina pectinata) PENGARUH KOMBINASI NaOH DAN SUHU BERBEDA TERHADAP NILAI DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG KAMPAK (Atrina pectinata) The Influence of NaOH and Temperature on The Degree of Deacetylation of

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Marina Chimica Acta, Oktober 2004, hal. 28-32 Vol. 5 No.2 Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Hasanuddin ISSN 1411-2132 TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Mustari

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi kitin, transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Total produksi penangkapan dan perikanan udang dunia menurut Food and Agriculture Organization pada tahun 2009 berkisar 6 juta ton pada tahun 2006 [1] dan mempunyai

Lebih terperinci

DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG DARAH DENGAN PENAMBAHAN NaOH SECARA BERTAHAP

DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG DARAH DENGAN PENAMBAHAN NaOH SECARA BERTAHAP DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG DARAH DENGAN PENAMBAHAN NaOH SECARA BERTAHAP [Chitosan Deacetilation Degree from Anadara granosa by Gradually Adding NaOH] Syaiful Bahri 1*), Erwin Abd.

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN KITOSAN DALAM ASAM ASETAT DENGAN MELAKUKAN PERLAKUAN AWAL PADA PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG MENJADI KITOSAN Ani Purwanti 1, Muhammad Yusuf 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI [EFFECT OF CHITIN DEACETYLATION PROCESSING TIMES FROM SHELLS OF SNAILS (Achatina fulica) TO

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis) Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5 : 2 (November 2016) 37-44 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ac.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri. Kitin dan kitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

Jurnal Teknologi Kimia Unimal Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2012) 79-90 Jurnal Teknologi Kimia Unimal homepage jurnal: www.ft.unimal.ac.id/jurnal_teknik_kimia Jurnal Teknologi Kimia Unimal PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH

Lebih terperinci

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol.1, No. 1, pp. 647-653, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 9 February 2015, Accepted 10 February 2015, Published online 12 February 2015 PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat-Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex Beaker glass 100 ml pyrex Beaker glass 150 ml pyrex Beaker glass 200 ml pyrex Erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI. Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM.

PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI. Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM. PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM.0608105023 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline Risfidian Mohadi, Christina Kurniawan, Nova Yuliasari,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN 1 PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN Carlita Kurnia Sari (L2C605123), Mufty Hakim (L2C605161) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan.

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

PENAMBAHAN ENZIM PAPAIN PADA PAKAN KOMERSIAL TERHADAP RETENSI PROTEIN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN SIDAT (Anguilla bicolor)

PENAMBAHAN ENZIM PAPAIN PADA PAKAN KOMERSIAL TERHADAP RETENSI PROTEIN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN SIDAT (Anguilla bicolor) SKRIPSI PENAMBAHAN ENZIM PAPAIN PADA PAKAN KOMERSIAL TERHADAP RETENSI PROTEIN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN SIDAT (Anguilla bicolor) Oleh : DAVID ABDIEL LIONO SURABAYA JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D leh: ANURAGA TANATA YUSA (1407 100 042) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNLGI SEPULUH NPEMBER

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon) Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol XI Nomor 2 Tahun 2008 KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon) Characteristics of Quality And Solubility Kitosan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU Shintawati Dyah P Abstrak Maraknya penggunaan formalin dan borak pada bahan makanan dengan tujuan agar makanan lebih awet oleh pedagang yang

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT DENGAN VARIASI KONSENTRASI NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH) PADA TAHAP DEASETILASI

PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT DENGAN VARIASI KONSENTRASI NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH) PADA TAHAP DEASETILASI PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT DENGAN VARIASI KONSENTRASI NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH) PADA TAHAP DEASETILASI LAPORAN AKHIR Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i PENGESAHAN ii PRAKATA iii DEDIKASI iv RIWAYAT HIDUP PENULIS v ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR ISI viii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu Rudi Firyanto, Soebiyono, Muhammad Rif an Teknik Kimia Fakultas Teknik UNTAG Semarang Jl. Pawiyatan Luhur

Lebih terperinci

CLEANER PRODUCTION PEMANFAATAN LIMBAH KERANG KUPANG (CORBULA FABA) SEBAGAI KITOSAN

CLEANER PRODUCTION PEMANFAATAN LIMBAH KERANG KUPANG (CORBULA FABA) SEBAGAI KITOSAN CLEANER PRODUCTION PEMANFAATAN LIMBAH KERANG KUPANG (CORBULA FABA) SEBAGAI KITOSAN Nama kelompok Erni Safitri 141211131231 Irfan Muzaki 141211132011 Rachmi Dewi Palupi 141211132021 Dwi Astuti 1412111320

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PRODUKSI KITOSAN GRADE FARMASI DARI KULIT BADAN UDANG MELALUI PROSES DEASETILASI DUA TAHAP

PRODUKSI KITOSAN GRADE FARMASI DARI KULIT BADAN UDANG MELALUI PROSES DEASETILASI DUA TAHAP PRODUKSI KITOSAN GRADE FARMASI DARI KULIT BADAN UDANG MELALUI PROSES DEASETILASI DUA TAHAP Satriyo Krido Wahono, C. Dewi Poeloengasih, Hernawan, Suharto, M. Kismurtono *) UPT Balai Pengembangan Proses

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM Co

PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM Co Penggunaan Membran Kitin dan Turunannya dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Harry Agusnar) PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM Co Harry Agusnar Departemen

Lebih terperinci

Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Kepiting Bakau (Scylla Serrata)

Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Jurnal Penelitian Sains Volume 14 Nomer 3(C) 14307 Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Aldes Lesbani, Setiawati Yusuf, R. A. Mika Melviana Jurusan Kimia, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK PEMBEKUAN UDANG HEADLESS BLOCK FROZEN MENJADI KITOSAN MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: ARNEL LUNARTO

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK PEMBEKUAN UDANG HEADLESS BLOCK FROZEN MENJADI KITOSAN MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: ARNEL LUNARTO PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK PEMBEKUAN UDANG HEADLESS BLOCK FROZEN MENJADI KITOSAN MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: ARNEL LUNARTO 6103008106 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,

Lebih terperinci

Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No : Bagus Rahmat Basuki & I Gusti Made Sanjaya Jurusan Kimia,FMIPA, Universitas Negeri Surabaya

Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No : Bagus Rahmat Basuki & I Gusti Made Sanjaya Jurusan Kimia,FMIPA, Universitas Negeri Surabaya Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 1. 2009 : 93 101 93 Sintesis Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehid serta Identifikasi Gugus Fungsi dan Derajat Deasetilasinya ross-linked hitosan Synthesis Using Glutaraldehyde

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode dalam proses elektrokoagulasi larutan yang mengandung pewarna tekstil hitam ini

Lebih terperinci

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum LAMPIRAN 12 Lampiran 1 Prosedur pencirian kitosan Penelitian Pendahuluan 1) Penentuan kadar air (AOAC 1999) Kadar air kitosan ditentukan dengan metode gravimetri. Sebanyak kira-kira 1.0000 g kitosan dimasukkan

Lebih terperinci

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI SEMIAR ASIAL KIMIA DA PEDIDIKA KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP US Surakarta, 6 April 2013 MAKALAH

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci