PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP KONDISI SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI MUHAMMAD INDRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP KONDISI SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI MUHAMMAD INDRA"

Transkripsi

1 PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP KONDISI SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI MUHAMMAD INDRA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 ii

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Migrasi Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial Rumah Tangga Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Muhammad Indra NIM I

4 ii

5 iii ABSTRAK MUHAMMAD INDRA. Pengaruh Migrasi Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial Rumah Tangga Petani. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi keputusan rumah tangga petani melakukan migrasi sirkuler, serta menganalisis pengaruh yang ditimbulkan dari migrasi sirkuler terhadap perubahan tingkat pendidikan anak, peranan sosial, pola jam kerja petani, dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani. Penelitian dilakukan di Desa Pamanukan Hilir, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif dengan metode penelitian survei. Dalam penelitian ditemukan bahwa migrasi sirkuler berpengaruh terhadap kondisi sosial rumah tangga petani, di antaranya: 1) Faktor utama petani melakukan migrasi sirkuler karena kurangnya kepememiliki lahan yang mempengaruhi tingkat pendapatan (ekonomi); (2) Petani yang melakukan migrasi sirkuler menyesuaikan pembagian kerja dalam rumah tangganya; (3) Rumah tangga petani migran memiliki motivasi lebih untuk mencapai pendidikan anak yang tinggi; (4) Petani menggunakan masa tenggang untuk bekerja di luar sektor pertanian yang berpengaruh terhadap berkurangnya jam kerja dalam bertani; dan (5) Sebagian peranan sosial suami digantikan oleh istri saat suami sedang melakukan migrasi. Kata kunci: migrasi sirkuler, tingkat pendidikan anak, perubahan jam kerja, pembagian kerja, peranan sosial ABSTRACT MUHAMMAD INDRA. Effect of Circular Migration to Social Conditions of Farmer Households. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI. The objectives of this research was to identify the push and pull factors that influence household decisions farmers circular migration, as well as analyzing the effect arising from circular migration to changes in children's education, social roles, patterns of farmers working hours, and the division of labor in farm households. The research was conducted in the Desa Pamanukan Hilir, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang. The research uses a quantitative approach to qualitative data supported by survey research methods. In the study it was found that circular migration affects the social conditions of farming households, among them: 1) The main factor farmers kepememiliki circular migration due to lack of land that affect the level of income (economics); (2) Farmers who migrated circularly adjust the division of labor in the household; (3) Households of migrant farmers have more motivation to achieve higher education of children; (4) Farmers use the grace period to work outside the agricultural sector, which affects the reduction of working hours in farming; and (5) Most of the social role of husband and wife when the husband is replaced doing migration. Keywords: circular migration, the level of education of children, change in hours of work, division of labor, social role

6 iv

7 v PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP KONDISI SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI MUHAMMAD INDRA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 vi

9 vii Judul Skripsi Nama NIM : Pengaruh Migrasi Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial Rumah Tangga Petani : Muhammad Indra : I Disetujui oleh Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 viii

11 ix PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala atas segala karunia-nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Juli 2014 ini adalah urbanisasi, transmigrasi dan migrasi internal dengan judul Pengaruh Migrasi Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial Rumah Tangga Petani. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rina Mardiana, MSi selaku dosen akademik yang telah membimbing saya dan memberi masukan dalam hal akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Engkur Kurnadi Adiwijaya selaku Kepala Desa Pamanukan Hilir dan Bapak Oman selaku perangkat desa yang setia menemani penulis dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kakek dan Nenek yang juga telah banyak membantu penulis dalam memberikan informasi-informasi berharga terkait penelitian dan responden serta memberikan tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian di Desa Pamanukan Hilir. Tak lupa penulis sampaikan juga terima kasih kepada Mama dan Papa serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya terhadap teman sebimbingan, yaitu Anjas, Anggi, Baiq dan Astri. Penulis juga berterima kasih kepada Rezaninda, Saefihim, Ardian serta teman-teman SKPM angkatan 47 yang telah memberikan semangat dan nasihat yang berharga. Terakhir terima kasih diucapkan kepada para responden di Desa Pamanukan Hilir yang telah bersedia diwawancarai. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh tentang pengaruh migrasi sirkuler terhadap kondisi sosial rumah tangga petani. Bogor, Oktober 2014 Muhammad Indra

12 x

13 xi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Masalah Penelitian 3 Tujuan Penelitian 4 Kegunaan Penelitian 4 PENDEKATAN TEORITIS 5 Tinjauan Pustaka 5 Kerangka Pemikiran 14 Hipotesis Penelitian 15 Definisi Konseptual 15 Definisi Operasional 15 PENDEKATAN LAPANGAN 17 Lokasi dan Waktu Penelitian 17 Metode Penelitian 17 Teknik Penentuan Responden dan Informan 17 Teknik Pengumpulan Data 19 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 19 PROFIL DESA PAMANUKAN HILIR 21 Kondisi Geografi 21 Sarana dan Prasarana 21 Struktur Kependudukan 23 Kondisi Ekonomi Desa Pamanukan Hilir 25 Kondisi Sosial Budaya Desa Pamanukan Hilir 28 Sejarah Migrasi Desa Pamanukan Hilir 29 FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MIGRASI SIRKULER 31 Faktor Pendorong 32 Faktor Penarik 38 PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP POLA JAM KERJA PETANI DAN TINGKAT PENDIDIKAN ANAK 43 Pola Jam Kerja Petani 43 Tingkat Pendidikan Anak 44 PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP PERUBAHAN PERANAN SOSIAL DAN PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAH TANGGA PETANI 48 Peranan Sosial 49 Pembagian Kerja 51

14 xii SIMPULAN DAN SARAN 57 Simpulan 57 Saran 58 DAFTAR PUSTAKA 59 LAMPIRAN 62 RIWAYAT HIDUP 67

15 xiii DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Curahan kerja anggota keluarga per ART yang bekerja menurut menurut status rumah tangga (petani vs buruh tani) di lima Kabupaten (% jam kerja) Jumlah dan presentase penduduk desa pamanukan hilir, kecamatan pamanukan berdasarkan golongan umur Jumlah dan presentase penduduk desa pamanukan hilir, kecamatan pamanukan berdasarkan tingkat pendidikan Rata-rata pendapatan petani menurut jenis pekerjaan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Alasan kepala keluarga dalam rumah tangga petani melakukan migrasi sirkuler, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut luas penguasaan lahan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut tingkat pendapatan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Kepala keluarga pada rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut jenis pekerjaan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Kepala keluarga pada rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut jenis sektor pekerjaan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Alasan kepala keluarga dalam rumah tangga petani bermigrasi sirkuler ke tempat tujuan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Responden migran sirkuler menurut cara memperoleh informasi mengenai tempat tujuan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Responden migran sirkuler berdasarkan daerah tujuan migrasi, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Responden migran sirkuler berdasarkan pendapatan per bulan sebelum dan sesudah melakukan migrasi, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Rata-rata curahan jam kerja kepala keluarga (KK) dalam kegiatan mencari nafkah di bidang pertanian dan non pertanian menurut status KK pada rumah tangga petani migran dan non migran Perbedaan kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak saat ini antara rumah tangga petani migran dan non migran, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Perbedaan kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak masa mendatang antara rumah tangga petani migran dan non migran, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Perbandingan peranan sosial antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran di dalam masyarakat

16 xiv Tabel 18 Tabel 19 Tabel 20 Tabel 21 Tabel 22 Independent Samples Test peranan sosial antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran di dalam masyarakat Perbandingan pembagian kerja domestik antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran Independent Samples Test pembagian kerja domestik anggota rumah tangga antara rumah tangga petani migran dan non migran Perbandingan pembagian kerja dalam usaha tani antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran Independent Samples Test pembagian kerja dalam usaha tani anggota rumah tangga antara rumah tangga petani migran dan non migran

17 xv DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Faktor-faktor yang terdapat pada daerah asal, daerah tujuan, 7 dan rintangn antara (Everett S Lee 1980) Gambar 2 Kerangka pemikiran 14 Gambar 3 Kerangka penentuan responden dan kontrol 19 Gambar 4 Peta Desa Pamanukan Hilir Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang 63

18 xvi

19 xvii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Peta Desa Pamanukan Hilir Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang Lampiran 2 Panduan pertanyaan mendalam Lampiran 3 Kerangka sampling responden migran dan non migran

20

21 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini problematika kependudukan pada negara-negara sedang berkembang terutama di Indonesia menjadi hal yang sangat kompleks bagi pembangunan. Dinamika kependudukan akan selalu berkembang mengikuti perkembangan angka kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk (migrasi) serta terjadi perubahan dalam berbagai aspeknya, baik aspek jumlah, komposisi menurut jenis kelamin dan umur, pertumbuhan dan persebarannya. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 penduduk Indonesia terus bertambah dari waktu ke waktu. Ketika sensus pertama pada tahun 1961 dilakukan, jumlah penduduk Indonesia masih sekitar 97,1 juta jiwa, namun setelah hampir setengah abad, jumlah populasi penduduk Indonesia meningkat drastis dan telah mencapai 237,6 juta jiwa pada saat sensus 2010 dilakukan. Peningkatan jumlah penduduk ternyata sejalan dengan meningkatnya angka pertumbuhan angkatan kerja yang semakin lama semakin bertambah banyak namun tidak sejalan dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai. Dengan demikian terdapat suatu ketimpangan antara lapangan pekerjaan yang tersedia dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang ada. Mau tidak mau dengan kondisi tersebut menyebabkan banyak calon tenaga kerja baru sulit mendapatkan pekerjaan baik di sektor formal maupun di sektor informal karena persaingan yang sangat banyak. Hal yang serupa terjadi di sektor pertanian, ketersediaan lahan pertanian yang semakin menurun dan dilain sisi penduduk meningkat cukup pesat mengakibatkan luas lahan garapan juga akan semakin sempit. Luas lahan garapan yang sempit mengindikasikan pendapatan rumah tangga petani yang rendah, selain itu juga menyebabkan berkurangnya hasil-hasil pertanian yang tidak mampu menjamin kebutuhan penduduk yang hidupnya bergantung pada sektor pertanian dan tidak jarang mereka banyak yang bekerja sebagai buruh tani di desanya maupun di desa lain yang berdekatan demi keberlanjutan roda ekonomi rumah tangga mereka. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia tidak cukup mendapatkan akses pada tanah karena lahan-lahan pertanian telah dikuasai oleh para pemilik lahan yang sejumlah 0,2% atau kurang lebih 460 ribu orang dari total penduduk Indonesia pada tahun 2011 yang menguasai 56% aset nasional. Di dalam konsentrasi 56% aset ini, tidak kurang dari 62 87% dalam bentuk tanah (Winoto 2011). Hal-hal tersebut mendorong mereka untuk melakukan mobilisasi di kalangan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain atau yang disebut dengan gerak penduduk (Shryllock dan Siegel 1973 dalam Rusli 2012). Keterkaitan antara migrasi dengan lahan pertanian adalah makin terbatasnya lahan pertanian dilihat dari kepadatan penduduk petani yang tinggi di suatu daerah (proporsi petani berlahan sempit) dan rendahnya kesempatan kerja di sektor pertanian telah mendorong orang untuk meninggalkan daerah mereka dalam mencari pekerjaan ke daerah lain (Alatas 1995). Perbedaan tingkat pembangunan daerah akan mengakibatkan adanya disparitas sosial ekonomi antar daerah, yang akan mengakibatkan terjadinya gerak penduduk antar daerah (Wahyuni 1991). Migrasi sebagai salah satu bagian dari

22 2 gerak penduduk telah membentuk suatu pola perpindahan penduduk di Indonesia yang akhir-akhir ini menurut banyak penelitian banyak terjadi migrasi desa-kota. Fenomena migrasi desa-kota di negara sedang berkembang terutama di Indonesia dicirikan oleh migrasi non permanen, dalam bentuk sirkuler dan komuter, karena di kota terdapat fasilitas komunikasi dan transportasi yang lebih maju (Wahyuni 2000) serta kekuatan ekonomi masih terpusat di daerah perkotaan saja. Migrasi desa-kota dengan cara sirkulasi memungkinkan penduduk desa khususnya petani masih dapat mengerjakan pekerjaan pertanian sehingga pendapatan rumah tangga akan lebih baik. Faktor-faktor yang berperan untuk mempengaruhi orang dalam melakukan migrasi sangat beragam dan kompleks karena migrasi merupakan proses yang secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan dan demografi tertentu (Todaro 1998). Akibatnya mereka yang melakukan migrasi pada umumnya adalah para tenaga kerja yang mempunyai tingkat pendidikan tertentu dan berasal dari lokasi yang memiliki kelebihan tenaga kerja juga berpenghasilan rendah menuju lokasi yang kekurangan tenaga kerja dan atau yang mampu memberikan upah lebih tinggi dengan harapan dapat membuat mereka hidup lebih layak dari daerah asalnya (Waridin 2002). Beberapa penelitian sebelumnya mengenai migrasi menyebutkan bahwa alasan utama orang melakukan migrasi karena alasan ekonomi. Pergeseran dalam strategi ekonomi masyarakat pedesaan yang semula hanya mengandalkan pertanian subsisten bergeser secara pasti menjadi ekonomi pasar yang selama ini dicirikan di perkotaan (sektor informal) melalui remittances migran sirkuler. Tentunya dengan tidak mengabaikan faktor sosial, budaya dan norma-norma masyarakat perdesaan setempat. Pengaruh migrasi terhadap pertanian dimulai saat adanya pergeseran kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, seperti proporsi jumah tenaga kerja dibidang pertanian yang semakin berkurang karena sudah tidak ada minat bekerja di bidang pertanian atau semakin bertambah banyak tenaga kerja di bidang pertanian akibat tidak tersedianya lahan pertanian yang cukup untuk diolah. Pengalokasian waktu untuk kegiatan bertani juga semakin berkurang karena lebih banyak digunakan saat bekerja di tempat tujuan migrasi, sehingga banyak petani yang melakukan migrasi desa kota untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya yang semakin lama semakin tidak dapat dipenuhi jika hanya mengandalkan dari kegiatan bertani saja. Tidak hanya mempengaruhi terhadap sektor pertanian saja, melainkan juga berdampak pada pelaku utama dari pertanian tersebut yaitu petani. Kondisi sosial rumah tangga petani sedianya banyak yang berubah akibat migrasi ini, sehingga ini menjadi menarik untuk diteliti dalam mengidentifikasi perubahan yang terjadi terhadap kondisi sosial terutama pada tingkat pendidikan anak, pola jam kerja petani, peranan sosial di masyarakat dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani. Salah satunya daerah yang sesuai kondisi tersebut berada di Desa Pamanukan Hilir, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

23 3 Masalah Penelitian Adanya perbedaan yang berarti antara perkotaan dengan perdesaan dari karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya akan menyebabkan mobilisasi penduduk tertutama di sektor pertanian. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa keputusan bermigrasi cenderung disebabkan faktor ekonomi, demikian juga mobilitas sirkuler di banyak negara Asia, pada umumnya disebabkan kemiskinan di daerah perdesaan merupakan faktor penting yang menjadi pendorong para migran meninggalkan desanya menuju daerah-daerah yang memiliki lebih banyak kesempatan ekonomi seperti perkotaan (Oberai 1985). Selain faktor ekonomi yang menjadi alasan utama, terdapat faktor sosial yang ikut berperan dalam fenomena migrasi. Faktor tersebut disebabkan oleh adanya dorongan dari individu untuk memperbaiki kondisi sosial yang kurang berkembang apabila tetap berada di desa asal. Faktor sosial dalam hal ini yaitu ingin memperbaiki tingkat pendidikan anggota rumah tangga, memperbaiki kualitas hidup, dan ingin memiliki fasilitas yang lebih baik yang akan didapat jika berada di perkotaan. Faktor sosial ini juga termasuk keinginan para migran untuk melepaskan dari kendala-kendala tradisional yang terkandung dalam organisasiorganisasi sosial yang sebelumnya mengekang mereka (Todaro 1998). Menurut Mantra (1985) seorang migran mengambil keputusan melakukan mobilias non permanen disebabkan oleh adanya dua kekuatan yang mengikat dan mendorong seorang migran terhadap daerah asalnya. Seseorang akan tetap tinggal di daerah asal, melakukan ulang alik atau bermigrasi ditentukan oleh bertemu atau tidaknya antara kebutuhan individu dan kondisi suatu daerah (Mantra 1985). Selain ditentukan oleh faktor-faktor pribadi, keputusan seseorang untuk bermobilisasi juga ditentukan oleh kondisi suatu daerah asal dan tujuan (Lee 1980). Sesuai dengan teori dorong tarik atau Push Pull Theory yang dikemukakan oleh Lee (1980) terdapat faktor faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan migrasi. Lebih lanjut Lee menguraikan teori tersebut menjadi faktor pendorong yang terdapat di daerah asal dan faktor penarik yang terdapat di tempat tujuan. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi apa saja faktor pendorong dan penarik yang menyebabkan rumah tangga petani dalam melakukan migrasi sirkuler?. Pengaruh migrasi sirkuler pada rumah tangga di desa dapat memberikan peningkatan pendapatan dan perbaikan pada rumah tangga migran. Pengeluaran rumah tangga yang semakin bertambah dari tahun ke tahun membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat pula, sehingga banyak calon migran memutuskan untuk bermigrasi dengan tujuan memperoleh pendapatan lebih. Pendapatan yang meningkat selanjutnya akan mempengaruhi status sosial dan mutu hidup rumah tangga (Refiani 2006). Status sosial dan mutu hidup rumah tangga tersebut juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan anggota rumah tangga khususnya pendidikan anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Herdiana (1995) migrasi juga menimbulkan perubahan peranan dan tanggung jawab wanita, terutama pada saat kepala keluarga pergi ke kota atau melakukan migrasi sirkuler. Migrasi ini secara tidak langsung mempengaruhi kebiasaan dan pembagian kerja dalam rumah tangga di daerah asal. Namun, dengan melakukan migrasi desa kota dengan cara sirkulasi memungkinkan penduduk desa khususnya yang masih menjadi petani dapat mengerjakan pekerjaan pertanian sehingga pendapatan

24 4 rumah tangga akan lebih baik (Hermawan 2002). Oleh karena itu, penting untuk menganalisis sejauhmana pengaruh migrasi sirkuler terhadap perubahan pendidikan anak, peranan sosial, pola jam kerja petani, dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani?. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh migrasi sirkuler terhadap kondisi sosial rumah tangga petani. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi faktor pendorong dan penarik yang menyebabkan rumah tangga petani melakukan migrasi sirkuler. 2. Menganalisis pengaruh yang ditimbulkan dari migrasi sirkuler terhadap perubahan tingkat pendidikan anak, peranan sosial, pola jam kerja petani, dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi, pembuat kebijakan dan masyarakat pada umumya mengenai kajian migrasi bagi sektor pertanian di suatu wilayah. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak di antaranya sebagai berikut: 1. Bagi akademisi: Bagi akademisi, penelitian ini menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, diharapkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dari perkembangan fenomena sosial mengenai pengaruh migrasi sirkuler terhadap kondisi sosial rumah tangga petani. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh. 2. Bagi pembuat kebijakan: Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan dalam menganalisis bagaimana seharusnya migrasi dijadikan suatu cara untuk memajukan dan membangun daerah-daerah yang tertinggal dari pembangunan. 3. Bagi masyarakat: Bagi masyarakat khususnya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai migrasi sirkuler dan pengaruhnya bagi masyarakat khususnya para petani.

25 5 PENDEKATAN TEORITIS Bab ini terdiri atas beberapa sub bab. Sub bab pertama membahas tinjauan pustaka. Dalam sub bab tinjauan pustaka dijelaskan mengenai teori dan konsep yang dipakai dalam penelitian. Pada sub bab selanjutnya adalah kerangka pemikiran. Dilanjutkan dengan sub bab hipotesis, dan definisi operasional. Tinjauan Pustaka Definisi Migrasi Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk atau gerak penduduk. Migrasi juga merupakan salah satu bentuk dari tipologi gerak penduduk yang cenderung bersifat permanen. Gerak penduduk mempunyai makna dalam ilmu demografi yaitu perpindahan penduduk (population mobility) atau secara khusus perpindahan wilayah (teritorial mobility) dari suatu tempat ke tempat lainnya yang mengandung makna gerak spasial, fisik, dan geografis (Rusli 2012). Lebih lanjut Rusli (2012) menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen dan relatif permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya. Unit geografis berarti unit administratif pemerintah baik berupa negara maupun bagian-bagian dari negara. Menurut Mantra (1985) mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu. Batas wilayah yang dimaksud lebih kepada batas administrasi yang ditetapkan oleh negara. Menurut BPS (2012) menyatakan bahwa migrasi sebagai proses berpindahnya penduduk dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas wilayah tertentu yang dilalui dalam perpindahan tersebut. Sunarto (1985) mengemukakan migrasi juga mengandung pengertian bahwa perpindahan seseorang melalui batas provinsi ke provinsi lain yang dalam prosesnya memerlukan jangka waktu enam bulan atau lebih, tetapi seseorang dikategorikan sebagai migran biarpun perpindahan kurang dari enam bulan atau sebelumnya telah berniat menuju ke tempat tujuan. Berbeda dengan definisi lain, Lee (1980) menyatakan perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen dapat terjadi jika tidak ada pembatasan dan sifat tindakan tersebut dilakukan secara sukarela atau terpaksa. Ketika membicarakan konsep perpindahan penduduk akan selalu terkait dengan dimensi yang ditetapkan oleh Standing (1985), di antaranya dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang, yaitu penetapan tempat berdasarkan ciri-ciri wilayah yang menjadi tujuan migrasi. Dimensi ruang membagi migrasi menjadi 2 bentuk, migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internal adalah perpindahan penduduk yang terjadi pada unit-unit geografis suatu negara, sedangkan migrasi internasional adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Sementara dimensi waktu, yaitu periode atau selang waktu yang digunakan seseorang untuk berdiam diri atau menetap di tempat tujuan perpindahan. Dimensi waktu membagi migrasi menjadi 2 bentuk, migrasi permanen dan migrasi non permanen, yang terdiri dari sirkulasi dan komutasi. Bentuk gerak penduduk tersebut merujuk pada selang waktu yang digunakan

26 6 seseorang untuk berdiam diri atau menetap di tempat tujuan perpindahan (Rusli 2012). Mobilitas permanen dan non permanen pada dasarnya terletak pada ada tidaknya niat bertempat tinggal untuk menetap di daerah tujuan (Mantra 1985). Gould (1993) juga mengemukakan bahwa migrasi merupakan fenomena yang bervariasi terdiri dari empat macam, yaitu migrasi desa ke desa, desa ke kota, kota ke desa, dan kota ke kota. Orang atau pelaku yang melakukan migrasi disebut sebagai migran. Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa migrasi adalah segala bentuk gerak penduduk yang terkait dengan perpindahan tempat tinggal dari satu tempat ke tempat yang lain selama periode waktu tertentu (permanen dan non permanen). Orang atau pelaku yang melakukan migrasi disebut sebagai migran. Lebih spesifik Rusli (2012) menjelaskan bahwa seseorang dapat disebut sebagai migran jika telah melakukan migrasi lebih dari satu kali. Menurut Alatas (1995) secara umum menyebutkan beberapa jenis migran, migran kembali, migran semasa hidup (life time migran), migran total dan migran risen. Migran semasa hidup ialah orang-orang yang pada saat pencacahan tidak bertempat tinggal di tanah atau tempat kelahirannya. Migran kembali adalah orang yang kembali ketempat kelahirannya setelah sebelumnya pernah berpindah ketempat lain atau dengan kata lain bisa disebut dengan migran sirkuler. Migran total ialah orang yang pernah bertempat tinggal ditempat lain (selain tempat kelahirannya), sehingga migran total meliputi migran semasa hidup dan migran kembali. Jumlah migran total dikurangi migran kembali merupakan migran semasa hidup. Migran risen atau mutakhir adalah orang-orang yang akhir-akhir ini melakukan perpindahan, akhirakhir ini dapat diartikan dalam waktu satu tahun terakhir ini atau lima tahun terakhir ini dan seterusnya. Dalam kemungkinan bila lima tahun terakhir, maka migran risen adalah orang-orang yang pada saat pencacahan provinsi tempat tinggal sekarang berbeda dengan provinsi tempat tinggal lima tahun yang lalu. Migrasi Sirkuler Migrasi sirkuler merupakan salah satu bentuk gerak penduduk non permanen yang secara umum bercirikan jangka pendek, repetitif atau siklikal; ketiga ciri tersebut mempunyai kesamaan dalam hal tidak nampaknya niat yang jelas untuk mengubah tempat tinggal secara permanen (Zelinsky 1971). Menurut (Zulham et al. 1992) gerak penduduk non permanen ini didasarkan pada pemanfaatan waktu migran sirkuler dan komuter antara desa dan kota. Berdasarkan konsep gerak penduduk yang diungkapkan Rusli (2012) gerak penduduk non permanen dapat dibagi menjadi sirkulasi dan komutasi. Menurut Rusli (2012) migrasi sirkuler didefinisikan sebagai gerak berselang antara tempat tinggal dan tempat tujuan baik untuk bekerja maupun untuk lain-lain tujuan seperti sekolah. Migrasi sirkuler menurut Mantra (1985) adalah gerak penduduk dari suatu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Pengertian lain dari migrasi sirkuler menurut Alatas (1995) ialah jenis mobilitas penduduk yang dipilih seseorang atau kelompok dengan maksud untuk tidak menetap di daerah tujuan dan pada waktu tertentu tetap kembali ke daerah asal. Dalam sirkulasi, seorang migran tinggal di tempat tujuan untuk periode waktu dengan pola yang kurang teratur, diselingi dengan kembali dan tinggal di tempat asal untuk waktu-waktu tertentu juga. (Rusli 2012). Hal ini berbeda

27 dengan komutasi yang semata-mata merupakan gerak penduduk harian. Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian migrasi sirkuler adalah perpindahan penduduk antara tempat asal dengan tempat tujuan yang bersifat non permanen artinya migran tidak mempunyai maksud atau niatan untuk menetap selamanya. Faktor-faktor Penyebab Migrasi Pada dasarnya orang melakukan migrasi selalu di latar belakangi oleh berbagai faktor baik dari individu itu sendiri maupun dari faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Faktor lingkungan ini berasal dari daerah asal dan daerah tujuan. Menurut Lee (1980) Lee (1980) bila melukiskan daerah asal dan daerah tujuan terdapat faktor-faktor positif dan negatif serta meliputi faktor netral. Faktor positif adalah faktor yang memberi nilai yang menguntungkan kalau bertempat tinggal di daerah tersebut, misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, dan iklim yang baik. Selanjutnya faktor negatif adalah faktor yang memberi nilai negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk. Selanjutnya Lee (1980) menambahkan bahwa besar kecilnya arus migrasi juga dipengaruhi rintangan yang tak terduga dan menurutnya terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan dalam memahami penyebab para migran melakukan gerak penduduk, di antaranya: (1) Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (2) Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, (3) Rintangan antara daerah asal dan daerah tujuan, (4) Faktor pribadi. 7 Gambar 1 Faktor-faktor yang terdapat pada daerah asal, daerah tujuan, dan rintangan antara (Everett S Lee 1980) Setiap daerah terdapat faktor-faktor yang menarik seseorang untuk tidak meninggalkan daerah tersebut (faktor positif) dan faktor-faktor yang tidak menyenangkan sehingga menyebabkan seseorang terdorong untuk meninggalkan daerah tersebut (faktor negatif). Di samping itu terdapat faktor-faktor yang pada dasarnya tidak ada pengaruhnya terhadap daerah tersebut, faktor ini disebut dengan nol (0). Diantara ke empat faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Penilaian positif atau negatif suatu daerah tergantung pada individu itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk melakukan migrasi sangat banyak dan kompleks, karena migrasi itu adalah proses yang menyangkut

28 8 individual-individual dengan karakteristik ekonomi, sosial, pendidikan dan dan demografi tertentu. Munir (1981), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi ada dua faktor, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Dilihat dari faktor pendorong dan penariknya, yang tergolong menjadi faktor pendorong antara lain: (1) Makin berkurang sumber-sumber alam; (2) Menyempitnya lahan pekerjaan di tempat asal; (3) Adanya tekanan-tekanan dan diskriminasi politik, agama, dan suku di daerah asal; (4) Tidak cocok lagi dengan budaya atau adaptasi daerah asal; (5) Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak berkembangnya karir pribadi; dan (6) Bencana alam. Sementara itu, yang tergolong menjadi faktor pernarik antara lain: (1) Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok; (2) Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik; (3) Kesempatan mendapatkan pendidikan lebih tinggi; (4) Keadaan lingkungan dan keadaaan hidup yang menyenangkan; (5) Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung; dan (6) Adanya aktivitas kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan. BPS (2012) juga menyatakan bahwa banyaknya orang yang masuk ke suatu provinsi dipengaruhi besarnya faktor penarik provinsi tersebut bagi pendatang berupa industrialisasi, perdagangan, pendidikan, perumahan, dan lingkungan hidup. Selain itu karena ada faktor pendorong seperti kesempatan kerja yang terbatas jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana, pendidikan, fasilitas, dan kondisi lingkungan. Uraian tersebut menunjukkan bahwa faktor pendorong dari daerah asal identik dengan faktor negatif yang dimiliki daerah asal, sedangkan faktor yang menarik dari daerah tujuan identik dengan faktor positif yang dimiliki daerah tujuan. Akan tetapi tidak selamanya daerah asal identik dengan faktor negatif saja, karena terdapat faktor positif yang membuat penduduk memilih tidak meninggalkan daerah asalnya. Menurut Mantra (1985) faktor positif tersebut berkaitan dengan: (1) Jalinan persaudaraan dan kekeluargaan diantara warga desa sangat erat, (2) Sistem gotong royong yang erat pada masyarakat, (3) Penduduk sangat terikat pada tanah pertanian, dan (4) Penduduk sangat terikat pada daerah (desa) tempat mereka dilahirkan. Lee (1980) dalam teori migrasinya mengatakan bahwa yang mendorong orang untuk pindah bukan hanya ditentukan oleh faktorfaktor nyata yang terdapat di daerah asal dan tujuan saja, tetapi lebih dari itu terutama ditentukan oleh persepsi orang terhadap faktor-faktor tersebut. Setiap orang memiliki pengetahuan, ketrampilan serta pengalaman dan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Faktor pribadi inilah yang juga ikut mempengaruhi seseorang untuk memutuskan melakukan migrasi di luar faktorfaktor di daerah asal maupun di daerah tujuan. Dampak Migrasi Terhadap Pertanian Adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota menyebabkan terjadinya kekurangan tenaga kerja di desa pada sektor pertanian. Hal ini dibuktikan melalui data BPS tahun 2011 yang menyebutkan bahwa jumlah tenaga kerja di sektor pertanian turun secara teratur. Pada Februari 2011, tercatat jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 42,48 juta jiwa. Jumlahnya menurun menjadi 41,20 juta jiwa pada Februari Kemudian berkurang lagi pada Februari 2013 menjadi 39,96 juta jiwa. Jadi, dalam dua tahun, jumlah tenaga kerja meningkat sebanyak

29 2,74 juta jiwa, tetapi di sektor pertanian berkurang sebanyak 2,52 juta jiwa tenaga kerja dalam dua tahun. Data ini jelas membuktikan terjadinya migrasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Gejala penurunan jumlah tenaga kerja petani dari waktu ke waktu ini diduga karena rendahnya minat masyarakat untuk menjadi petani terutama kaum muda. Hasil sensus pertanian tahun 2013 yang menunjukkan bahwa sekitar 60% petani negeri ini berumur di atas 45 tahun dan sekitar sepertiganya bahkan telah berumur di atas 55 tahun. Hal yang mempengaruhi keinginan para pemuda tidak mau terjun ke sektor pertanian karena pendidikan mereka lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua mereka yang bekerja di sawah dan pendapatan yang rendah dari hasil pertanian dibandingkan di luar pertanian (Hermawan 2002). Penyebab utama perubahan dalam sektor pertanian ialah pembangunan atau globalisasi. Perubahan yang disebabkan globalisasi pada sektor pertanian, yaitu ditinggalkannya sektor pertanian dan beralih ke sektor non pertanian. Di tempat tujuan migrasi nantinya, sebagian dari mereka mempunyai kegiatan di sektor informal, seperti dibidang perdagangan, industri, pengolahan, transportasi, konstruksi, dan jasa (Suharso 1986). Menurut Herdiana (1995) pelaku mobilitas menjadi penyebab lain berkurangnya kesempatan kerja di desa karena mereka memperkenalkan teknologi baru pada bidang pertanian di desa. Keluarga petani yang semula bekerja sama menumbuk pada berubah menjadi komersil, karena harus mengatur biaya penumbukan padi secara modern. Menurut Zulham et al. (1992) mobilitas penduduk yang tidak tergantung lagi pada sekor pertanian lebih bersifat permanen. Migran ini pada umumnya melepas kegiatan di sektor pertanian karena pendapatan di luar sektor pertanian lebih besar. Kajian yang dilakukan oleh Sudaryanto dan Sumaryanto (1989) di Provinsi Jawa Tengah bahwa pola migran ternyata dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja dalam desa. Pada saat permintaan tenaga kerja di dalam desa cukup tinggi seperti pada saat musim tanam dan panen maka arus migrasi ke luar desa lebih kecil dibangdingkan masa lainnya. Pada saat musim paceklik, petani lebih memilih bermigrasi keluar desa dengan menjadi buruh di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bekasi (Rohmadiani 2011). Hal tersebut dikarenakan jumlah pemilik lahan pertanian lebih kecil dibandingkan jumlah buruh tani yang ada sehingga tenaga kerja buruh tani berlebih. Itu menyebabkan semakin banyak buruh tani yang membutuhkan pekerjaan tambahan, namun tidak tersedianya lahan pertanian yang cukup untuk diolah. Jika hal tersebut terus menerus terjadi, dikhawatirkan akan merubah mata pencaharian petani yang didorong dengan meningkatnya kesempatan kerja di sektor non pertanian. Pada akhirnya para petani lebih memilih bekerja di sektor non pertanian dengan keahlian dan pendidikan yang terbatas. Mulyadi (2006) menyatakan bahwa migran selama ini didominasi oleh mereka yang tidak mampu, tidak memiliki tanah, kurang terampil, dan peluang kerjanya sebagian besar tidak ada. Tingkat pendidikan juga menentukan dalam hasil yang diterima oleh para pelaku migran. Beberapa penelitian mengenai migrasi menyatakan bahwa migrasi memiliki kaitan erat dengan ekonomi, sedangkan ekonomi turut berpengaruh terhadap pendidikan. Rumah tangga petani dihadapkan dengan masalah biaya pendidikan yang menyebabkan tingginya proporsi anggota rumah tangga dengan tingkat pendidikan rendah. Hal tersebut juga didukung dengan tidak menuntutnya suatu persyaratan tingkat pendidikan 9

30 10 tertentu untuk dapat bekerja di sektor pertanian. Hasil analisis Sensus Pertanian tahun 2003 menunjukkan bahwa semakin meningkatnya tingkat pendidikan pekerja pertanian dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Gambaran di tingkat rumah tangga pertanian, menunjukkan bahwa pada tahun 2003 sebagian besar anggota rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian hanya berpendidikan sampai tingkat sekolah dasar 46,19%. Secara umum jumlah petani tidak berpendidikan formal sama sekali 8,08%, tidak/belum lulus SD 13,39%, lulusan SLTP 10,67%, lulusan SLTA 8,95%, dan Diploma/Perguruan tinggi 1,73%. Peningkatan ini dapat terjadi karena meningkatnya akses pendidikan pada rumah tangga petani. Meningkatnya akses terhadap pendidikan sejalan dengan meningkatnya pendapatan yang didapat oleh para petani yang melakukan migrasi. Dengan melakukan migrasi diharapkan dapat menggantikan kekurangan yang dialami selama ada di desa. Kekurangan yang ada di desa, seperti: daya jual pertanian yang rendah, rendahnya teknologi dan informasi di pedesaan serta peluang pekerjaan yang sempit, sehingga seseorang melakukan migrasi di dorong oleh kondisi kemiskinan di pedesaan. Kondisi kemiskinan tersebut amat dipengaruhi oleh sempitnya kepemilikan tanah, tingginya modal produksi pertanian, serta daya jual hasil pertanian yang rendah. Kemiskinan ini turut memicu rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pedesaan. Selain itu, masyarakat pedesaan juga mengutamakan prestise dan menghindari rasa sungkan jika bekerja di sektor informal yang artinya mereka lebih memilih bekerja di luar sektor pertanian. Peranan Sosial Dalam Masyarakat Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Menurut Soekanto (1989) apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan yang dimiliki seseorang berfungsi sebagai pengatur perilaku dirinya dan orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak merujuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan yang ditetapkan oleh dirinya. Menurut Hendropuspito (1989) bahwa peranan sosial dibagi menjadi dua, yaitu peranan yang diharapkan (expected roles) dan peranan yang disesuaikan (actual roles). Peranan yang diharapkan (expected roles) merupakan cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat; Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan yang disesuaikan (actual roles) merupakan cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan; Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dianggap wajar oleh masyarakat.

31 Pembagian Kerja Dalam Rumah Tangga Petani Dalam studi sosiologis dan antropologis diasumsikan bahwa diferensiasi peranan dalam keluarga berdasarkan jenis kelamin dan alokasi ekonomi mengarah pada peranan yang lebih besar pada perempuan dalam pekerjaan domestik dan peranan laki-laki pada pekerjaan produktif (Sajogyo 1985). Pembagian kerja secara seksual tersebut merupakan lembaga kemasyarakatan yang paling tua dan kuat, sehingga kaum perempuan sendiri menganggap hal tersebut secara alamiah, bahkan menerima peran yang diberikan kepada mereka sebagai sesuatu yang mulia (Budiman 1982). Pembagian kerja berdasarkan gender merupakan pola pembagian peran antara anggota keluarga (suami-istri) berdasarkan peran domestik yang disebut peran reproduktif dan peran publik yang disebut peran produktif (Sajogyo 1985). Pekerjaan reproduktif merupakan kegiatan yang tidak menghasilkan uang namun tetap harus dilaksanakan karena untuk keberlangsungan kehidupan rumah tangga. Pekerjaan reproduktif ini biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Pekerjaan produktif merupakan kegiatan yang menghasilkan uang untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan produktif ini biasanya hanya dilakukan oleh kaum laki-laki namun tidak menutup kemungkinan bahwa kaum perempuan juga turut andil dalam pekerjaan produktif ini. Pergeseran pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan membawa perubahan pada peranan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan rumah tangga. Menurut Sajogyo (1985) peranan perempuan dapat dianalisis dalam dua cara, yaitu: Pertama, dalam status atau kedudukannya sebagai ibu rumah tangga, perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga sebagai bagian dari proses reproduksi yaitu suatu pekerjaan yang tidak langsung menghasilkan pendapatan tetapi memungkinkan anggota rumah tangga yang lain untuk melakukan pekerjaan mencari nafkah. Kedua, pada posisi sebagai pencari nafkah (tambahan atau pokok), perempuan melakukan pekerjaan produktif yang langsung menghasilkan pendapatan. Pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah, dan mengambil air sebaiknya diperhitungkan sebagai kegiatan pekerja dalam arti kata yang produktif. Pekerjaan ini, meski pun bukan berarti penghasilan, tetapi mempunyai fungsi memberi dukungan bagi anggota rumah tangga lain pencari nafkah untuk memanfaatkan peluang kerja. Penjelasan tersebut memberikan dasar analisis untuk melihat perempuan yang bekerja di sektor pertanian, bahwa peran yang mereka lakukan tidak hanya dilihat sebagai peran domestik saja, tetapi juga peran publik yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan keluarga. Hal tersebut dibuktikan dalam berbagai penelitian, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Geertz dan Hildred (1983) di pedesaan Jawa menemukan bahwa ternyata perempuan juga mempunyai peranan dalam pekerjaan produktif, yaitu terutama dalam perdagangan kecil. Lebih lanjut penelitian Widodo (2006) menunjukkan bahwa perempuan pada usaha tani lahan kering memiliki peran dalam pekerjaan produktif dan reproduktif. Ikut sertanya perempuan dalam kegiatan produktif sebatas pada kegiatan yang ringan dan membutuhkan ketelatenan. Laki-laki sama sekali tidak terlibat dalam kegiatan reproduktif. Akses perempuan dalam kegiatan koperasi dan Saprotan sangat terbatas, sedangkan dalam akses kontrol, perempuan memiliki peran yang besar terutama dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan keluarga. 11

32 12 Laki-laki dan perempuan juga memiliki peluang yang sama dalam menikmati benefit usaha tani yang dijalankan oleh keluarga. Pola Jam Kerja Petani Sumaryanto (1988) mengemukakan bahwa curahan waktu kerja dari rumah tangga petani dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam penawaran tenaga kerja ke usaha tani padi dipengaruhi oleh luas lahan garapan, tingkat upah riil, pendapatan luar usaha tani, status garapan, faktor kelembagaan hubungan kerja dan kondisi agroekosistem. Menurut Guhardja et al. (1992) lahan pertanian merupakan salah satu faktor produksi utama yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas, maka luas lahan yang dikuasai dan digarap akan berpengaruh pada pendapatan yang diterima. Sementara itu, curahan waktu kerja rumah tangga ke luar sektor pertanian dipengaruhi oleh tingkat upah pada kegiatan non pertanian dan pendapatan bersih dari pertanian. Menurut Supriyati (1990) ada indikasi pola penawaran tenaga kerja yang berbeda antara rumah tangga buruh tani dan petani. Pada rumah tangga buruh tani, sumber daya yang dikuasai adalah tenaga kerja maka curahan waktu kerja merupakan salah satu alternatif sumber pendapatan. Sementara pada rumah tangga petani, masih ada pilihan antara bekerja di lahan sendiri atau bekerja di luar usaha tani. Bekerja tidak penuh dalam usaha tani sulit dihindari walaupun lahan pertanian cukup luas, hal ini dikarenakan usaha tani bersifat musiman dan selalu ada waktu luang untuk menunggu pekerjaan berikutnya. Namun, dalam usaha tani yang berlahan sempit, terjadinya bekerja tidak penuh bukan saja karena menunggu pekerjaan yang diakibatkan oleh sifat musiman usaha tani saja, melainkan juga karena pengaruh luas lahan yang digarap dan pekerjaan lain di luar bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak bisa diandalkan dari usaha tani berlahan sempit saja. Usaha tani dengan lahan sempit, akan membatasi petani mencurahkan jam kerjanya dan memperoleh pendapatan. Melihat pentingnya faktor luas lahan pertanian yang dikuasi oleh petani, namun tidak sejalan dengan kondisi luas lahan pertanian yang semakin lama semakin sempit, membuat terbatasnya kesempatan kerja dan pendapatan rumah tangga petani di pedesaan. Menghadapi masalah kurangnya kesempatan kerja di desa, umumnya upaya yang ditempuh oleh para petani mencari pekerjaaan di luar desa dengan melakukan migrasi ke kota atau desa lain. Menurut Sajogyo (1985) salah satu aspek dalam ketenagakerjaan di pedesaan adalah terdapatnya pola nafkah ganda. Untuk mencukupi kebutuhannya, rumah tangga pedesaan mencurahkan tenaga dan waktu dalam berbagai kegiatan nafkah. Rumah tangga yang tidak memperoleh pendapatan yang cukup dari usaha tani, tentu memerlukan sumber pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Sumber pendapatan ini diperoleh dengan melibatkan diri pada berbagai kegiatan ekonomi baik di dalam maupun di luar desa. Setiap anggota rumah tangga yang telah dewasa diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pendapatan rumah tangga, terutama bagi istri yang sebagian besar mengikuti pekerjaan suaminya, karena itu pada umumnya di daerah pertanian untuk wanita bekerja presentasinya adalah tinggi (Sajogyo 1985).

33 Uraian Menurut penelitian yang dilakukan oleh Supriyati et al. (2008) yang melihat dinamika ketenagakerjaan dan penyerapan tenaga kerja di pedesaan Jawa, mengemukakan bahwa secara umum curahan waktu kerja di sektor pertanian masih dominan dibandingkan dengan curahan kerja non pertanian. Untuk lebih jelas melihat perbandingan curahan waktu yang dialokasikan oleh anggota rumah tangga (ART) petani di pedesaan Jawa dalam berbagai kegiatan ekonomi baik di bidang pertanian maupun luar pertanian akan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Curahan kerja anggota keluarga per art yang bekerja menurut status rumah tangga (petani dan buruh tani) di lima kabupaten (% jam kerja) Indramayu Majalengka Klaten Kediri Ngawi Rataan Buruh Buruh Buruh Buruh Buruh Buruh Petani Petani Petani Petani Petani Petani tani tani tani tani tani tani Curahan Kerja Pertanian 85,07 68,18 67,85 51,33 83,65 61,08 76,07 58,09 78,98 74,28 78,32 62,63 Di lahan sawah milik sendiri 2,54 53,69 2,12 29,70 8,18 38,32-37,60 1,37 47,21 2,84 41,30 Di lahan non sawah milik sendiri 3,59 3,32 7,69 11,54 15,42 14,47 5,82 12,51 8,26 9,02 8,16 10,17 Buruh tani sawah 69,78 10,97 46,87 10,29 59,91 7,62 35,68 4,87 64,53 17,89 55,35 10,33 Buruh tani non sawah 9,15 0,20 11,17-0,14 0,67 34,57 3,11 4,82 0,17 11,97 0,83 Curahan Kerja Non Pertanian ,82 32,15 48,87 16,35 38,92 23,94 41,91 21,02 25,72 21,68 37,37 Usaha 11,07 17,62 2,38 7,66-5,18 2,11 5,42 4,21 2,06 3,96 7,58 Buruh non pertanian 2,07 9,23 29,77 28,42 14,76 9,52 6,21 8,87 12,03 6,04 12,97 12,42 Karyawan/Pegawai 1,79 4,97-12,39 1,59 24,22 15,61 27,62 4,78 17,62 4,75 17,37 Total Curahan Kerja (JK) Sumber: Supriyati et al Tabel 1 menunjukkan curahan jam kerja tenaga kerja tiap anggota rumah tangga secara rataan dan menurut status rumah tangga pada berbagai kegiatan ekonomi baik di bidang pertanian mauapun luar bidang pertanian untuk mengetahui jumlah proporsi alokasi curahan jam kerja keluarga yang dapat dijadikan sebagai suatu indikasi sumber pencaharian utama pada masyarakat pedesaan khususnya bagi petani. Secara umum curahan jam kerja pada sektor pertanian pada rumah tangga buruh tani lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga petani. Artinya petani kecil kurang akses terhadap kesempatan kerja di sektor non pertanian. Secara rataan curahan waktu kerja rumah tangga buruh tani di sektor pertanian sebesar 78,32% (antar lokasi berkisar antara 67 85%), sementara pada rumah tangga petani sebesar 62,63% (berkisar antara 51 74%). Hal ini mengindikasikan bahwa rumah tangga buruh tani masih mengadalkan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian sekaligus sebagai sumber pendapatan. Curahan waktu kerja rumah tangga buruh tani didominasi oleh kegiatan berburuh, dan pada rumah tangga petani tercurah pada lahan milik sendiri. Tingginya proporsi curahan kerja pada usaha tani sawah menunjukkan bahwa rumah tangga petani dalam usaha taninya banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, hal tersebut menyebabkan semakin terbatasnya kesempatan kerja bagi buruh tani. 13

34 14 Kerangka Pemikiran Gerak atau mobilitas penduduk non permanen meliputi gerak secara sirkulasi dan komutasi, namun yang menjadi fokus penelitian adalah migrasi sirkulasi. Migrasi sirkulasi dalam hal ini adalah migrasi desa ke kota yang menyebabkan penduduk desa terpengaruhi untuk melaksanakan mobilitas ke kota. Dalam setiap gerak penduduk tersebut pasti dilatarbelakangi oleh faktor-faktor penyebab mengapa para penduduk tersebut bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Faktor utama yang menyebabkan para migran melakukan mobilitas adalah faktor ekonomi. Namun, selain itu faktor-faktor lain yang mendukung terjadinya mobilitas, seperti faktor penarik dan faktor pendorong atau lebih dikenal dengan teori push and pull factors. Fakor pendorong yang berupa rendahnya pendapatan dan upah di sektor pertanian, kurangnya kepemilikan lahan pertanian, dan kurangnya kesempatan kerja di desa. Selain faktor pendorong, terdapat faktor penarik berupa mudahnya informasi yang didapat mengenai daerah tujuan, pendapatan di daerah tujuan yang tinggi, dan peluang kesempatan kerja yang ditawarkan lebih luas. Migrasi sirkuler juga dapat mempengaruhi para masyarakat desa khususnya para petani untuk berlomba-lomba meningkatkan tingkat pendidikan rumah tangganya baik itu keterampilan maupun pengetahuan formal yang mereka miliki sebelum mereka melakukan migrasi ke kota. Dampak yang dihasilkan dari kegiatan gerak penduduk masyarakat secara sirkuler dapat berpengaruh terhadap perubahan kondisi sosial rumah tangga petani migran. Kondisi sosial ini berhubungan dengan tingkat pendidikan anak, pola jam kerja petani, peranan sosial di masyarakat dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani. Secara umum kerangka penelitian ini ingin menjelaskan bahwa kondisi sosial rumah tangga petani dipengaruhi oleh dampak dari migrasi sirkuler dan pengaruh dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi sirkuler. Hal tersebut tergambar dengan ringkas pada Gambar 2 berikut: Faktor Pendorong MIGRASI SIRKULER Desa Kota Faktor Penarik Kondisi Sosial Rumah Tangga (RT) Petani Pola Jam Kerja Petani Tingkat Pendidikan Anak Peranan Sosial di Masyarakat Pembagian Kerja dalam RT Gambar 2 Kerangka pemikiran Keterangan: : Berhubungan : Berpengaruh

35 15 Hipotesis Penelitian Untuk membantu penelitian ini dalam menganalisis pengaruh migrasi sirkuler terhadap kondisi sosial rumah tangga petani digunakan suatu hipotesa penguji sebagai berikut: 1. Diduga faktor yang mendorong petani melakukan migrasi sirkuler karena terbatasnya akses terhadap lahan pertanian. 2. Diduga mudahnya informasi tentang pekerjaan yang ada di kota menarik perhatian petani untuk bermigrasi sirkuler ke kota. 3. Diduga terjadi perubahan pola jam kerja petani yang melakukan migrasi sirkuler karena jumlah curahan waktu yang diperlukan untuk kegiatan usaha tani berkurang. 4. Diduga terjadi peningkatan dalam tingkat pendidikan anak pada rumah tangga petani yang melakukan migrasi sirkuler. 5. Diduga terjadi penyesuaian pembagian kerja pada rumah tangga petani yang melakukan migrasi sirkuler karena suami melakukan pekerjaan lain. 6. Diduga terjadi peningkatan peran sosial istri dalam aktivitas kemasyarakatan karena menggantikan peran sosial kepala keluarga saat melakukan migrasi sirkuler. Definisi Konseptual Penelitian ini menggunakan suatu definisi konseptual untuk membantu dalam menggali data kualitatif, yaitu: Pengaruh Migrasi Sirkuler Kondisi Sosial Rumah tangga Petani : Efek yang ditimbulkan dari adanya kegiatan migrasi sirkuler terhadap migran (petani) dan juga menyebabkan perubahan kondisi sosial yang dialami oleh petani yang melakukan migrasi sirkuler. : Keadaan atau latar belakang dari suatu rumah tangga petani yang berkaitan dengan peranan sosial di masyarakat, tingkat pendidikan anak, pola jam kerja petani, dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani. Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang harus didefinisikan secara operasional agar dapat memberikan arti dalam mengukur variabel tersebut. Masing-masing variabel diberi batasan terlebih dahulu agar dapat ditentukan indikator pengukurannya. Berikut adalah definisi operasional dari variabel yang digunakan: Pola Migrasi Sirkuler : Gerak berselang penduduk yang dilakukan dengan pola menetap sementara pada daerah tujuan (kota atau desa lain) yang mempunyai batasan selang waktu minimal 1 bulan berada di daerah tujuan dan kembali lagi ke desa asal.

36 16 Tingkat Pendapatan Luas Kepemilikan Lahan Garapan Kepemilikan Lahan Garapan Informasi Tempat Tujuan Peranan Sosial Pembagian Kerja dalam Rumah Tangga Pola Jam Kerja Petani Tingkat Pendidikan Anak : Penerimaan materi yang diperoleh oleh rumah tangga dari hasil pekerjaan pokok (usaha tani), remitan yang dibawa kepala keluarga, dan pekerjaan sampingan dari anggota rumah tangga lain per bulan dalam satuan rupiah. Rendah : < Rp Sedang : Rp Rp Tinggi : > Rp : Besarnya luas lahan garapan yang dimiliki oleh rumah tangga petani untuk digarap. Luas lahan garapan dapat digolongkan menjadi luas lahan garapan: Sempit (< 2 ha); Sedang (2 ha 4 ha); Luas (> 4 ha) : Status lahan yang dimiliki oleh satuan rumah tangga petani. Kepemilikan lahan garapan dapat dibagi menjadi: milik sendiri, sewa, gadai, dan bagi hasil. : Kabar dan gambaran umum yang didapatkan oleh calon migran mengenai tempat yang akan dijadikan sebagai tujuan dalam melakukan migrasi sirkuler. Informasi kota ini digolongkan berdasarkan sumber informasi yang didapat oleh migran: dari keluarga, teman, dan tetangga atau orang lain. : Keterlibatan peran suami dan istri pada rumah tangga petani dalam aktivitas sosial kemasyarakatan di lingkup Desa, seperti gotong royong pengajian, arisan, sambatan, selamatan, dan kegiatan koperasi. Peranan sosial diukur melalui perbandingan peranan antara suami dan istri pada keluarga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler. : Pola pembagian tugas dalam rumah tangga yang didasarkan pada status individu yang ada dalam keluarga. Pembagian kerja dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pekerjaan domestik dan pekerjaan dalam usaha tani. Pembagian kerja tersebut diukur melalui perbandingan tugas yang dilakukan antara suami dan istri dalam rumah tangga petani migran dan non migran serta adanya tambahan kerja sampingan yang dilakukan oleh istri saat suami sedang bermigrasi sirkuler. : Kecenderungan curahan waktu kerja petani yang diperuntukan dalam kegiatan usaha tani. Pola jam kerja petani diukur pada rumah tangga petani yang melakukan migrasi sirkuler berdasarkan perbandingan curahan waktu kerja antara perbandingan curahan waktu yang digunakan oleh petani dalam melakukan usaha tani dengan curahan waktu yang digunakan untuk bekerja di tempat tujuan migrasi. : Jenjang pendidikan formal tertinggi yang berhasil ditempuh oleh anak. Tingkat pendidikan anak diukur melalui perbandingan tingkat pendidikan anak tertinggi yang berhasil ditempuh oleh seorang anak pada rumah tangga petani migran dan non migran.

37 17 PENDEKATAN LAPANGAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Pamaunukan Hilir, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa terdapat beberapa petani yang melakukan sirkulasi di desa ini dan menurut penelitian Rohmadiani (2011) migrasi keluar di kecamatan pamanukan lebih besar dibanding dengan migrasi masuk pada tahun Desa Pamanukan Hilir merupakan desa yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani dan diantara banyak petani terdapat beberapa petani yang melakukan migrasi sirkuler ketika musim tanam padi telah selesai dan sebelum musim panen berlangsung untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Desa Pamanukan Hilir berdekatan dengan Jalur Pantura yang membuat akses ke kota menjadi lebih mudah, sehingga banyak petani yang mencoba peruntungannya ke kota. Penelitian lapangan dilaksanakan pada tanggal 5 20 April Sementara itu kegiatan prapenelitian dan pascapenelitian, seperti penyusunan proposal penelitian, kolokium untuk memaparkan proposal penelitian, studi lapangan, penyusunan dan penulisan laporan, ujian skripsi, dan perbaikan laporan penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai Oktober Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Singarimbun dan Effendi (2006) menjelaskan bahwa penelitian survei merupakan jenis penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian penjelasan (explanatory research), yakni penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesa. Penelitian pengujian hipotesa merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa. Pedekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei melalui instrumen berupa kuesioner yang didukung oleh metode wawancara mendalam. Singarimbun dan Effendi (2006) juga menyatakan bahwa dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diamati, terdapat usaha untuk menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani akibat pengaruh migrasi sirkuler. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh faktor pendorong dan penarik terhadap tingkat pendidikan anak, pola jam kerja petani, peranan sosial di masyarakat dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani.

38 18 Teknik Penentuan Responden dan Informan Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Pamanukan Hilir Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang. Peneliti melakukan teknik sensus langsung untuk mengambil data penduduk dari semua RT yang berjumlah sebanyak 20 RT di Desa Pamanukan Hilir, karena tidak ada data spesifik yang menjelaskan mengenai berapa dan siapa saja petani yang melakukan migrasi sirkuler di pemerintahan Desa Pamanukan Hilir. Kemudian secara stratified random sampling dibedakan menjadi petani migran dan petani bukan migran. Populasi sampel dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani yang kepala keluarganya pernah melakukan migrasi sirkuler serta memiliki anak yang sedang dan atau akan bersekolah di Desa Pamanukan Hilir. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mendata semua rumah tangga petani yang melakukan migrasi sirkuler dan kemudian didapatkan sebanyak 44 responden yang sesuai dengan kriteria peneliti. Akan tetapi, 14 responden tidak bisa ditemui baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lain karena tidak ada kepastian mengenai jadwal pulang dan keberadaan dari responden tersebut. Pada akhirnya peneliti menentukan 30 responden yang dapat mewakili rumah tangga petani migran sirkuler. Unit analisis adalah rumah tangga petani dari populasi sampel yang melakukan migrasi sirkuler. Rumah tangga petani migran sirkuler tidak menyebar secara merata di semua dusun yang ada. Salah satu dari lima dusun yang ada, Dusun Poponcol memiliki jumlah petani yang melakukan migrasi sirkuler terbanyak dibanding dengan dusun lainnya. Responden dalam penelitian ini merupakan kepala keluarga yang pernah atau sedang melakukan migrasi sirkuler dengan lama bermigrasi minimal sudah 1 tahun lamanya dan jangka waktu dalam melakukan migrasi sirkuler minimal 1 bulan lamanya sebelum kembali lagi ke desa serta mempunyai anak yang sedang dan atau akan bersekolah di Desa Pamanukan Hilir. Namun, jika kepala keluarga tidak berada di rumah maka diganti dengan istri dalam rumah tangga tersebut. Penelitian ini kemudian membuat perbandingan dengan responden kontrol untuk lebih mengetahui mengenai pengaruh migrasi sirkuler. Responden kontrol merupakan seluruh rumah tangga petani yang kepala keluarganya tidak pernah melakukan migrasi sirkuler sama sekali serta mempunyai anak yang sedang dan atau akan bersekolah di Desa Pamanukan Hilir serta tinggal satu daerah dengan rumah tangga petani yang pernah melakukan migrasi sirkuler. Data yang digunakan saat pengacakan adalah data sensus yang sebelumnya telah diolah oleh peneliti. Untuk mengimbangi responden yang melakukan migrasi sirkuler, maka jumlah responden kontrol yang akan diteliti adalah 30 responden dengan ciri-ciri yang sama seperti responden namun tidak pernah melakukan migrasi sirkuler. Peneliti juga memakai bantuan informan yang berguna untuk memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data disekitar lingkungannya yang berhubungan dengan penelitian ini. Informan juga dikatakan sebagai pihak yang dapat mendukung keberlangsungan informasi penelitian secara lancar. Informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala desa, pegawai pemerintahan desa, kepala dusun dan ketua RT. Selain itu, peneliti mencari langsung tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui seluk beluk warga Desa Pamanukan Hilir untuk membantu peneliti menemukan responden yang sesuai dengan kriteria.

39 19 Warga Desa Pamanukan Hilir Sensus Desa dan Data Stratified Random Sampling Rumah tangga Petani yang Kepala Keluarga Melakukan Migrasi Sirkuler Rumah tangga Petani yang Kepala Keluarga Tidak Melakukan Migrasi Sirkuler 30 Responden Utama 30 Responden Kontrol Gambar 3 Kerangka penentuan responden dan kontrol Keterangan: Responden utama merupakan rumah tangga petani yang kepala keluarga pernah melakukan migrasi sirkuler (minimal 1 tahun) dan di dalam rumah tangga tersebut masih ada anak yang sedang dan atau akan bersekolah. Responden kontrol merupakan rumah tangga petani yang kepala keluarga tidak pernah melakukan migrasi sirkuler tetapi di dalam rumah tangga tersebut masih ada anak yang sedang dan atau akan bersekolah. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengambilan data langsung di lapangan melalui instrumen berupa kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan. Data sekunder berupa data yang berkaitan dengan lokasi penelitian, yaitu Profil Desa Pamanukan Hilir 2010, data geografi dan demografi Desa Pamanukan Hilir, dan data dari Badan Pusat Statistik mengenai potensi desa dan sesus penduduk tahun 2010, serta studi literatur-literatur bahan pustaka yang terkait dengan topik penelitian juga dilakukan untuk memperkuat hasil analisis penelitian. Wawancara mendalam diberikan kepada responden dan informan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan dan diikuti dengan pemikiran responden yang berhubungan dengan pertanyaan. Wawancara mendalam dilakukan untuk tujuan mencari informasi-informasi tambahan yang dianggap penting dan relevan oleh penulis untuk menyempurnakan data penelitian. Hasil dari pengamatan dan wawancara dilapangan dituangkan dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan langsung untuk memperkuat data kualitatif. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data akan diolah secara statistik deskriptif dan diinterpretasikan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013 dan SPSS for Windows versi 20. Pengolahan data dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu data yang telah diperoleh melalui kuesiner terlebih dahulu dilakukan pengkodean

40 20 kemudian memasukan data ke dalam buku kode atau lembaran kode menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013 sebelum dimasukan ke perangkat lunak SPSS for Windows versi 20 untuk mempermudah pengolahan data. Kemudian data yang didapatkan dianalisis dengan beberapa uji analisis melalui perangkat lunak SPSS for Windows versi 20. Analisis data yang diperoleh disajikan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisa data antara lain dilakukan dengan membedakan antara petani migran sirkuler dengan petani bukan migran sirkuler dalam hal tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, luas kepemilikan lahan, dan pengetahuan informasi. Kemudian variabel tersebut dijelaskan secara deskripsi. Uji Chisquare dilakukan pada variabel tingkat pendidikan masyarakat desa, tingkat pendapatan petani, dan tingkat pendidikan anak. Analisis perbandingan juga dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan nyata yang dapat mempengaruhi terjadinya migrasi. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis uji beda (T-Independent Samples) dalam hal peranan sosial, pembagian kerja rumah tangga yang dibedakan berdasarkan pekerjaan domestik dan usaha tani. Analisis uji beda ini digunakan untuk mengetahui perbedaan ratarata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Dalam uji beda ini akan diuji antara petani migran sirkuler dengan petani bukan migran sirkuler. Pada uji beda ini sebelumnya jawaban dari kuesioner distandarisasi agar mempermudah dalam pengujian. Kaidah pengambilan keputusan tentang perbedaan antar dua kelompok sampel dalam uji beda (T-Independent Samples) dan uji Chisquare adalah melalui nilai signifikansi atau probabilitas atau α yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antar dua kelompok sampel yang diteliti. Apabila terdapat suatu pengujian hipotesis secara statistik ternyata H0 ditolak, maka Ha atau H1 tidak ditolak. Keputusan apakah H0 ditolak atau tidak ditolak, adalah berdasarkan pada hasil perhitungan dengan menggunakan tes statistik tertentu. Apabila hasil perhitungan statistik itu berada di daerah penolakan (daerah kritik) pada distribusi sampling penelitian yang bersangkutan, maka hipotesis nol (H0) ditolak, demikian pula sebaliknya. Luasnya daerah penolakan (H0) dinyatakan dalam α yang ditetapkan oleh peneliti sebesar 0,05. Artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat kepercayaan sebesar 95% dan tingkat kesalahan sebesar 5%. Sebelum dilakukan uji t test sebelumnya dilakukan uji kesamaan varian (homogenitas) dengan F test (Levene,s Test), artinya jika varian sama maka uji t menggunakan Equal Variance Assumed (diasumsikan varian sama) dan jika varian berbeda menggunakan Equal Variance Not Assumed (diasumsikan varian berbeda). Setelah melakukan uji kesamaan varian, dilanjutkan dengan pengujian independent sample test dengan kriteria pengujian H0 ditolak jika t hitung > t tabel dan H0 diterima jika t hitung < t tabel, berdasarkan pada probabilitas maka pengambilan keputusan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: a. Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,05 maka H0 ditolak. Jadi kedua kelompok sampel ada perbedaan nyata. b. Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,05 maka H0 diterima. Jadi tidak ada perbedaan nyata antara kedua kelompok sampel.

41 21 PROFIL DESA PAMANUKAN HILIR Pada bab ini diuraikan mengenai profil lengkap lokasi penelitian yang terbagi ke dalam beberapa sub bab, seperti kondisi geografis desa yang memberikan gambaran umum letak lokasi penelitian, sarana dan prasarana desa yang memberikan informasi mengenai gambaran tingkat kesejahteraan desa, struktur kependudukan desa yang memberikan informasi mengenai gambaran peluang lapangan kerja dan tingkat kesejahteraan penduduk, serta alur sejarah migrasi penduduk setempat. Kondisi Geografi Desa Pamanukan Hilir merupakan salah satu desa dari kedelapan desa yang terdapat pada Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kedelapan desa tersebut ialah Desa Bongas, Desa Lengkongjaya, Desa Mulyasari, Desa Pamanukan, Desa Pamanukan Hilir, Desa Pamanukan Sebrang, Desa Rancahilir, dan Desa Rancasari. Desa Pamanukan Hilir berbatasan langsung dengan beberapa desa di dalam satu kecamatan dan dengan beberapa kecamatan lain. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Lengkongjaya, sebelah timur berbatasan dengan Desa Mulyasari, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pamanukan, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Legonkulon dan Kecamatan Sukasari. Jarak yang ditempuh dari Desa Pamanukan Hilir menuju Ibukota Kecamatan berkisar 3 km, dari Ibukota Kabupaten berkisar 33 km, dari Ibukota Provinsi Jawa Barat berkisar 97 km, dan dari Ibukota Negara berkisar 120 km. Desa ini berada disebelah utara jalan pantura yang menjadi salah satu titik strategis dalam lalu lintas perdagangan antar kota. Desa Pamanukan Hilir memiliki luas wilayah sebesar 9,14 km 2 atau 272 ha dengan ketinggian berkisar antara 6 sampai 10 m dpl (di atas permukaan laut). Desa ini memiliki penduduk yang cukup padat dengan kepadatan penduduk mencapai 652,84 jiwa per km 2 mengingat kondisi luas wilayah yang tidak begitu luas. Desa ini terbagi menjadi beberapa dusun dan setiap dusun memiliki kepala dusunnya masing-masing Dusun-dusun yang terdapat pada Desa Pamanukan Hilir meliputi Dusun Pilang Hilir, Dusun Kaum Tua, Dusun Cimanggu, Dusun Sarwijan, dan Dusun Poponcol. Lahan yang terdapat pada Desa Pamanukan Hilir sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, terutama untuk lahan persawahan karena komoditi utama di Desa Pamanukan Hilir ialah Padi. Lahan pertanian yang berada di Desa Pamanukan Hilir mencapai 249 ha atau sekitar 92% dari total lahan yang ada, sedangkan sisa lahan tersebut lebih banyak dipakai untuk membangun perumahan penduduk dan membangun sarana serta prasarana desa. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Pamanukan Hilir meliputi sarana transportasi darat, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, pasar, irigasi, jembatan, koperasi, keamanan dan paguyuban, serta lapangan olahraga. Arus lalu lintas di desa ini tergolong mudah karena sebagian besar jalan

42 22 desa merupakan jalan yang telah di aspal sehingga dapat digunakan sebagai akses masuk ke wilayah Desa Pamanukan Hilir. Jalan beraspal ini merupakan jalan yang menghubungkan antar dusun di dalam desa dan juga menghubungkan antara Desa Pamanukan Hilir dengan desa dan kecamatan lainnya. Kondisi jalan beraspal pada jalan utama desa sangat baik, namun jalan yang menghubungkan antar dusun kini sudah mulai rusak dan membutuhkan perbaikan yang cukup besar. Kerusakan yang terjadi disebabkan sering masuknya truk-truk besar pengangkut beras pada saat musim panen padi berlangsung sehingga jalan sering mengalami erosi dan berlubang-lubang akibat aktivitas tersebut. Sarana transportasi darat yang tersedia di Desa Pamanukan Hilir lebih banyak memakai becak dan ojek karena tidak terdapat angkutan kota (angkot) yang melewati desa ini. Pada umumnya warga desa memakai kendaran pribadi, seperti sepeda dan sepeda motor untuk mengantarkan mereka keluar masuk desa. Pangkalan ojek yang terdapat di Desa Pamanukan Hilir terbagi menjadi dua unit. Unit pertama terletak di dekat Kantor Kepala Desa dan unit kedua terletak di pertigaan jalan utama antara Desa Desa Mulyasari dan Desa Pamanukan Hilir. Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Pamanukan Hilir cukup minim dengan kondisi sarana kesehatan yang juga terpusat di Kecamatan Pamanukan. Jumlah sarana kesehatan yang terdapat di desa ini terdiri dari 1 unit Polindes Pamanukan Hilir dan beberapa UKBM yang terdiri dari 5 kelompok Jimpitan dan 2 kelompok Dasolin dengan jumlah kader kesehatan sebanyak 40 orang tenaga. Setiap unit kesehatan tersebut masih aktif dan memiliki kader yang cukup terlatih. Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Pamanukan Hilir hanya terdapat PAUD dan SD saja. Jumlah PAUD yang terdapat di desa ini terdiri dari 3 PAUD, sedangkan jumlah sekolah dasar yang terdapat di desa ini terdiri dari 4 SD, yakni SD Budi Utama, SD Karya Utama, SD Taman Siswa, dan SDN 2 Pamanukan. Untuk sarana pendidikan SMP dan SMA tidak terdapat di Desa Pamanukan Hilir karena sarana tersebut terpusat di Kecamatan Pamanukan, sehingga banyak siswa yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi harus pergi mencari sekolah ke luar desa. Pasar yang terdapat di Desa Pamanukan Hilir terdiri dari satu unit pasar tradisional dan satu mini market modern. Masyarakat di Desa Pamanukan Hilir lebih sering berbelanja ke pasar tradisional yang berlokasi di desa lain karena selain minim keberadaan pasar tradisional yang ada di desa ditambah pasar di desa hanya buka dari pagi hingga siang hari saja. Selain itu, desa ini memiliki jumlah toko/kios/warung yang cukup banyak yakni mencapai 48 unit. Lembaga koperasi yang terdapat di Desa Pamanukan Hilir hanya ada satu unit saja, namun keberadaan koperasi di desa ini kurang begitu diminati oleh para penduduk desa karena ketidakpercayaan mereka akan kinerja koperasi. Sarana peribadatan yang terdapat di Desa Pamanukan Hilir cukup banyak. Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di desa ini terdiri dari Masjid sebanyak 2 unit, Mushola sebanyak 12 unit, dan Majelis Taalim sebanyak 5 unit. Sarana keamanan yang terdapat di Desa Pamanukan Hilir terdiri dari satu unit Kantor Polisi yang berlokasi di Kecamatan Pamanukan dan beberapa pos keamanan lingkungan yang berjaga di setiap dusun. Adapun jumlah anggota Perlindungan Masyarakat (Linmas) sampai saat ini tercatat sebanyak 10 orang. Secara pengamatan peneliti, kondisi sosial politik serta keamanan dan ketertiban di wilayah Desa Pamanukan Hilir cukup kondusif terlihat dari antusias penduduk

43 dalam mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) DPR dan DPRD tahun 2014 yang berjalan lancar dan terkendali. Dalam hal ini, penduduk desa berharap aspirasi dan pilihannya dapat tersalurkan dengan tepat seiring dengan bergulirnya informasi dan banyaknya partai politik yang berkembang pada saat ini. Kegiatan paguyuban yang dilakukan oleh masyarakat desa lebih kepada kegiatan PNPM Mandiri, seperti perbaikan jalan, jembatan dan irigasi, pembuatan MCK, kematian serta pengajian. Untuk sarana dan prasarana olahraga di desa ini dinilai kurang memadai karena hanya terdapat 1 GOR, 1 unit tenis meja, dan lapangan badminton yang keadaannya tidak terurus. Sarana komunikasi dan informasi dapat terlihat dari menara pemancar sinyal yang terdapat di dekat Masjid sebanyak satu unit dan beberapa warung internet (warnet) serta telepon umum sebanyak tiga unit yang terletak di Kantor Kepala Desa. Struktur Kependudukan Kependudukan di Desa Pamanukan Hilir tergolong cukup padat penduduk. Berdasarkan data dari Profil Desa jumlah penduduk di Desa Pamanukan Hilir pada tahun 2013 tercatat sebanyak jiwa, dengan jumlah kepala keluarga KK. Jika dibagi berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki sebesar jiwa dan penduduk perempuan sebesar jiwa. Berdasarkan penggolongan umur yang terdapat di Desa Pamanukan Hilir, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak berumur tahun atau sekitar 54% dari jumlah penduduk keseluruhan. Penduduk yang berumur lebih dari 56 tahun keatas jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan umur 0 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja dan penduduk usia produktif lebih banyak terdapat di Desa Pamanukan Hilir. Jumlah penduduk berdasarkan golongan usia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah dan presentase penduduk Desa Pamanukan Hilir, Kecamatan Pamanukan berdasarkan golongan umur Golongan Umur Jumlah Presentase (%) 0 1 tahun tahun tahun tahun > 56 tahun Jumlah Sumber: Profil Desa Pamanukan Hilir 2013 (diolah) Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah sebagai petani, baik petani pemilik, petani bukan pemilik, dan buruh tani. Menjadi petani di desa ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi para penduduk karena yang berprofesi sebagai petani dipandang sebagai orang yang sukses. Petani di desa ini memiliki pendapatan yang lumayan besar dari hasil pertanian mereka sehingga banyak penduduk desa yang melakukan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian utama mereka. Namun, penduduk desa yang bekerja sebagai buruh 23

44 24 tani lebih besar jumlahnya karena sebagian besar lahan pertanian yang berada di desa ini telah dikuasai oleh para petani pemilik. Selain menjadi petani, tedapat juga penduduk desa yang bekerja di luar sektor pertanian, seperti PNS, karyawan, pedagang, pertukangan, jasa, dan buruh bangunan yang jumlahnya tidak banyak. Di samping ada penduduk yang bekerja di dalam desa, terdapat juga penduduk Desa Pamanukan Hilir yang bekerja di luar desa, seperti bekerja di Jakarta, Bekasi, Bandung, Bogor dan Tanggerang. Mereka adalah para petani khususnya buruh tani yang melakukan migrasi sirkuler ke kota dengan bekerja menjadi pedagang, buruh bangunan, buruh pabrik, dan pengumpul barang bekas di luar sektor pertanian yang selama ini mereka kerjakan. Kecilnya tingkat penguasaan lahan pertanian oleh petani bahkan banyak petani tidak memiliki lahan pertanian memaksa para petani untuk bekerja keluar desa mencari pekerjaan lain. Hal tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh sebagian petani untuk mempertahankan kehidupannya, pada kondisi pendapatan petani yang semakin berkurang dari hasil pertanian. Penguasaan lahan pertanian di Desa Pamanukan Hilir masih dimiliki oleh penduduk asli desa yang lebih banyak dikuasai oleh petani kaya, jarang sekali penduduk yang menjual lahan pertaniannya kepada orang lain di luar desa. Lahan pertanian turun temurun diwariskan para orang tua kepada anak dan keturunannya, sehingga tingkat penguasaan lahan pertanian semakin kecil karena telah dibagi-bagi. Apabila lahan pertanian tersebut tidak digarap maka penduduk desa lebih suka menyewakannya kepada petani lain dan berusaha untuk tidak menjualnya. Namun, jika kondisi perekonomian rumah tangga mereka sedang mengkhawatirkan tak jarang banyak penduduk yang menjual lahan pertaniannya demi mencukupi kebutuhan hidup rumah tangganya. Penduduk Desa Pamanukan Hilir saat ini sudah mendapatkan sarana pendidikan yang memadai sehingga secara statistik tingkat pendidikan penduduk desa sudah menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan data agregat penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Subang tahun 2007 sampai Kondisi masyarakat Desa Pamanukan Hilir berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah dan presentase penduduk Desa Pamanukan Hilir, Kecamatan Pamanukan berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase (%) Tidak Tamat SD/sederajat ,9 Tamat SD/sederajat ,5 Tamat SLTP/sederajat ,2 Tamat SLTA/sederajat ,1 Tamat Akademi (D1, D2, D3) 351 5,6 Tamat Perguruan Tinggi/S1 61 1,0 Tamat Perguruan Tinggi/S2 4 0,1 Tidak Bersekolah ,6 Jumlah Sumber: Profil Desa Pamanukan Hilir 2013 (diolah)

45 Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkannya, penduduk desa memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Mayoritas penduduk desa merupakan lulusan SD/sederajat yaitu sebanyak 1217 jiwa. Hal ini tidak mengejutkan karena mengingat pada tahun an masyarakat desa hanya mengandalkan Sekolah Rakyat (SR) dan SD Inpres (Instruksi Presiden) saja sebagai tempat belajar di dalam desa. Selanjutnya sebanyak 1135 jiwa hanya lulus SLTP/sederajat. Pada tingkat SLTA/sederajat hanya ada 882 jiwa saja. Sebanyak 805 jiwa bahkan tidak tamat SD. Pada tingkat pendidikan tinggi seperti tamat akademi (D1, D2, D3) serta tamat perguruan tinggi untuk S1 dan S2 jumlah presentasenya tidak lebih dari dua persen dari total jumlah presentase tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk desa. Kondisi Ekonomi Desa Pamanukan Hilir Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terutama di tingkat desa atau kelurahan dapat diketahui berdasarkan dari Pendapatan Domestik Desa/Kelurahan Bruto (PDDKB). PDDKB adalah sumber pendapatan domestik desa/kelurahan yang berasal dari semua sektor perekonomian yang didapat dalam suatu wilayah perdesaan. Sebagai salah satu desa penghasil padi terbesar di Kecamatan Pamanukan, desa ini memiliki sumber PDDKB yang paling besar berasal dari hasil produksi pertanian, yakni sebesar Rp.1,3 miliar per tahunnya. Hasil-hasil produksi lainnya, seperti peternakan Rp.512 juta per tahun, perikanan Rp.140 juta per tahun, perdagangan Rp.832 juta per tahun, dan jasa Rp.630 juta per tahun, serta mata pencaharian lainnya juga memegang peranan dalam membantu menambah jumlah pendapatan daerah walaupun jumlah hasil produksi dari setiap sektor tidak sebesar di sektor pertanian. Hal ini mengingat bahwa 92% (249 Ha) lahan yang ada di Desa Pamanukan Hilir digunakan sebagai lahan pertanian terutama lahan persawahan untuk menanam padi. Tak heran mayoritas penduduk desa berprofesi sebagai petani, baik petani pemilik, petani bukan pemilik, maupun buruh tani. Meskipun keadaan lahan pertanian di desa ini sangat luas, hal tersebut tidak sejalan dengan tingkat kepemilikan lahan yang dimiliki oleh penduduk desa khususnya petani. Banyak petani yang tidak memiliki lahan pertanian lagi karena lahan pertanian mereka sudah dijual kepada petani kaya yang berada pada satu desa, sehingga lahan-lahan pertanian sekarang hanya dikuasai oleh para petani yang mempunyai modal besar. Penduduk Desa Pamanukan Hilir lebih banyak bekerja sebagai buruh tani. Karena makin sedikitnya penduduk yang memiliki lahan pertanian maka jumlah buruh tani lebih banyak daripada petani. Lapangan pekerjaan yang masih memungkinkan tersedia di desa adalah sebagai penggarap (buruh tani) di sawah petani lain yang memiliki lahan luas dan membutuhkan tambahan tenaga kerja. Tanaman yang diusahakan pada umumnya adalah padi jenis IR 46 dan IR 64. Jarang sekali penduduk yang menanam tanaman selain padi, karena selain ilmu menanam padi yang sudah diajarkan turun temurun oleh orang tua mereka, hanya tanaman padi yang dapat tumbuh subur dan bagus hasilnya di Desa Pamanukan Hilir ini, berikut petikan wawancaranya: 25

46 26 Tani di sini mah udah turun-temurun dilakukan semenjak nenek moyang kita masih hidup, orang-orang di sini juga kebanyakan pada nanemnya padi. Ada temen saya yang nyoba nanem jagung tapi hasilnya jelek dan pada akhirnya dia balik lagi nanem padi (Wt/47 tahun). Hasil panen padi biasanya langsung dijual semua kepada tengkulak yang sudah menjadi langganan para petani dalam menjual hasil pertaniannya. Penduduk desa khususnya petani jarang yang hasil panennya disimpan ataupun dikonsumsi sendiri. Selain bercocok tanam padi, penduduk desa juga banyak yang mempunyai usaha sampingan lain, seperti memelihara ternak ayam dan kambing. Desa Pamanukan Hilir masih banyak terdapat rumah tangga miskin yang hanya mengandalkan penghasilan utamanya dari buruh tani saja. Mereka hanya bisa menjadi buruh tani karena terbatasnya keterampilan dan tingkat pendidikan yang mereka miliki, sehingga tidak sedikit buruh tani yang memiliki kondisi perekonomian yang mengkhawatirkan. Hal ini dapat diketahui dari fisik bangunan rumah mereka yang masih semi permanen, lantai yang belum berkeramik, sumber mata air masih berasal dari sumur dan jumlah penghasilan yang setiap harinya tidak menentu serta memiliki hutang yang cukup besar kepada pemodal karena untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Pendapatan yang diperoleh penduduk desa khususnya petani berbeda-beda tergantung pada jenis pekerjaan dan luas lahan yang dimiliknya. Berdasarkan hasil wawancara dengan 60 rumah tangga petani, baik pada rumah tangga petani migran maupun rumah tangga petani bukan migran, besarnya rata-rata pendapatan yang diperoleh rumah tangga petani di Desa Pamanukan Hilir menurut jenis pekerjaan dijelaskan pada Tabel 4. Tabel 4 Rata-rata pendapatan petani menurut jenis pekerjaan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Jenis Pekerjaan Buruh tani Petani bukan pemilik Petani pemilik berlahan sempit (1 2.2 Ha) Petani pemilik berlahan luas ( 3 Ha) Rata-Rata Pendapatan/bulan Rp Rp Rp Rp Pendapatan dari bekerja sebagai buruh tani di Desa Pamanukan Hilir sebesar Rp /hari, namun jika pada saat bekerja diberi makan dan minum maka buruh tani hanya mendapatkan penghasilan Rp /hari. Jika dihitung berdasarkan perhitungan per bulan, maka pendapatan rata-rata buruh tani sekitar Rp Angka tersebut memang terlihat cukup besar jika memang dihitung per bulan akan tetapi pendapatan yang diperoleh buruh tani sifatnya tidak kontinyu karena mereka hanya memiliki penghasilan pada saat bekerja saja. Buruh tani hanya dapat bekerja pada saat musim tanam dan panen berlangsung, tetapi pada saat musim kosong (masa istirahat tanah setelah panen) mereka tidak mendapatkan penghasilan dari sektor pertanian. Buruh tani juga tidak semuanya bekerja setiap hari pada saat musim tanam dan panen berlangsung karena petani yang memiliki lahan biasanya sudah memiliki buruh tani tetap sehingga buruh

47 tani harus pintar-pintar mencari petani yang butuh tambahan buruh tani. Selain itu terdapat sistem sewa-menyewa buruh tani pada saat musim tanam dan panen berlangsung yaitu sistem borong. Sistem ini hanya dilakukan oleh para petani yang lahannya lebih dari 1 Ha dan biasanya jumlah borongan mencapai 30 orang bahkan lebih tergantung kebutuhan petani dalam memperkerjakan buruh tani untuk menggarap lahan miliknya. Namun, bagi para buruh tani sistem ini sifatnya tidak terlalu menguntungkan karena hasil upah yang diberi oleh petani biasanya dalam hitungan borong bukan dalam hitungan individu yang ikut bekerja. Artinya upah tersebut harus dibagi secara merata kepada semua buruh tani yang ikut dalam satu borongan, akan tetapi biaya untuk sekali borong sudah dipatok oleh masing-masing petani. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah apabila semakin banyak buruh tani yang ikut dalam suatu borongan tanam atau panen maka semakin sedikit upah yang diterima oleh satu orang buruh tani. Beda halnya dengan pendapatan yang diperoleh oleh petani. Petani mendapatkan penghasilan dari jumlah padi yang dihasilkan di tanah garapannya. Pendapatan yang diperoleh petani bersifat relatif, artinya jika diasumsikan dalam setahun petani mampu memanen padi sebanyak dua kali atau per 100 hari tanam padi dalam setahun, maka untuk setiap sekali panen petani yang memiliki lahan garapan sebesar 1 Ha sawah hanya mendapatkan rata-rata 7 Ton gabah dan 1 Ton gabah dijual dengan harga Rp Dengan demikian pendapatan petani per musim panen mendapatkan sekitar Rp , namun pendapatan tersebut merupakan pendapatan kotor yang belum dikurangi dengan biaya pertanian. Untuk biaya pertanian dapat diuraikan menjadi biaya beli bahan-bahan pertanian, sewa buruh tani, sewa lahan, dan pajak lahan yang kesemua biaya tersebut dapat diakumulasikan dengan rata-rata 1 Ha lahan sawah membutuhkan biaya sebesar 22 juta rupiah per hektar per musim tanam, sehingga petani yang tidak memiliki lahan atau petani yang menggarap lahan milik orang lain hanya memiliki pendapatan rata-rata per bulan sebesar Rp karena mahalnya biaya-biaya pertanian tersebut. Pada petani berlahan sempit (1 2.2 Ha) sudah dapat memperoleh penghasilan rata-rata sekitar Rp per bulan, sedangkan petani berlahan luas ( 3 Ha) memperoleh pendapatan dari hasil bertani rata-rata sebesar Rp Hal ini dapat terjadi karena petani berlahan sempit maupun berlahan luas tidak memasukan biaya sewa lahan sebagai biaya dalam pertanian mereka yang pada akhirnya pendapatan bisa menjadi lebih besar jumlahnya. Untuk jenis pekerjaan lain seperti buruh bangunan pendapatan yang diperoleh Rp /hari itu pun tidak setiap hari seorang buruh bangunan melakukan pekerjaannya karena sifat pekerjaan yang hanya dibutuhkan jika ada orang yang ingin membutuhkan tenaganya saja; Sedangkan tukang ojek hanya menghasilkan Rp /hari. Tukang ojek tidak selalu rutin bekerja setiap hari karena pada waktu-waktu tertentu mereka libur bekerja. Penduduk yang memilih untuk bekerja di luar desa atau bekerja di kota pada umumnya karena tidak mendapatkan peluang kerja di desa dan ingin mendapatkan penghasilan yang lebih baik, sedangkan penduduk yang bertahan bekerja di dalam desa pada umumnya telah merasa sudah cukup penghasilan yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu juga karena merasa tidak cukup memiliki keterampilan dan kemampuan untuk bisa bekerja di kota yang pada akhirnya lebih banyak yang memilih sebagai pekerja serabutan di desa. 27

48 28 Kondisi Sosial Budaya Desa Pamanukan Hilir Desa Pamanukan Hilir merupakan desa yang mayoritas semua penduduknya masih asli berasal dari suku Sunda. Ini artinya kebudayaan Sunda masih dipegang kuat dan melekat pada penduduk desa ini. Hal tersebut terbukti dari penggunaan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari mereka dalam berkomunikasi, menggunakan adat istiadat Sunda dalam acara pernikahan dan sifat khas orang Sunda yang terkenal someah 1 juga masih mudah ditemui dalam karakter umum penduduk desa, sehingga rasa kekeluargaan masih sangat kuat terasa diantara para penduduknya. Karena berasal dari suku yang sama maka jalinan sosial yang terjadi diantara penduduk masih sangat kuat. Ini terbukti dari masih seringnya warga melakukan syukuran atas sesuatu hal yang dianggap mereka penting dan patut disyukuri dengan mengundang para tetangga untuk mengadakan pengajian. Nilai-nilai gotong royong pun juga tidak ketinggalan dimiliki oleh penduduk desa ini. Kegiatan gotong royong sering dilakukan oleh para penduduk desa dalam hal menjaga kebersihan desa, membangun rumah, membangun masjid, membangun saluran irigasi, membangun jalan dan jembatan serta dalam penanggulangan bencana banjir bandang yang melanda Desa Pamanukan Hilir pada awal tahun Beberapa informasi yang terdapat di desa dapat berkembang sangat cepat karena sistem informasi di desa ini menggunakan sistem informasi dari mulut ke mulut sehingga penduduk desa dapat dengan cepat mengetahui apa saja berita yang tersebar diantara para penduduk desa. Informasi yang berkembang biasanya selalu mengenai kegiatan-kegiatan yang akan diadakan di desa, seperti panen raya, syukuran, sunatan, pernikahan, hari raya, hari besar nasional, dan kegiatankegiatan lainnya. Selain itu penduduk desa yang mayoritas beragama Islam ini, sering melakukan kegiatan-kegiatan majelis taklim baik dikalangan ibu-ibu maupun bapak-bapak. Adanya perkumpulan majelis taklim membuat suatu wadah bagi penduduk untuk bersilahturrahmi dan menjalin ikatan persaudaraan antar sesama anggota majelis taklim. Majelis taklim berfungsi selain sebagai wadah untuk bersilahturrahmi juga sebagai tempat untuk memperoleh ilmu-ilmu tentang agama Islam agar para anggota majelis taklim dan penduduk desa lebih paham tentang ajaran agama Islam. Karena kepercayaan terhadap hal-hal mistis dan mitos masih sangat mempengaruhi cara berfikir penduduk desa di sini terutama untuk penduduk yang berasal dari keluarga menengah ke bawah. Namun untuk keluarga menengah ke atas hal tersebut tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang harus diperhatikan karena kepahaman atas agama yang sudah cukup baik. Selain majelis taklim terdapat juga organisasi pemuda desa yang menyatukan para pemuda dari lima dusun untuk berkreativitas membuat kegiatankegiatan yang bermanfaat. Kegiatan-kegiatan tersebut biasanya dibuat pada harihari besar seperti hari kemerdekaan, hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, dan hari-hari besar lainnya. Dengan adanya organisasi pemuda ini, secara tidak langsung menjadi tempat untuk bertemu dan berkumpul antara para pemuda sekaligus untuk meningkatkan hubungan pertemanan diantara mereka. Para pemuda desa saat ini sudah mulai terpengaruh dengan perilaku orang-orang kota, namun bahasa Sunda masih tetap digunakan dalam pergaulan sehari-hari mereka 1 Someah berasal dari bahasa Sunda yang artinya orang Sunda harus ramah tamah dalam berperilaku.

49 meskipun banyak yang menggunakan bahasa Sunda yang kasar. Selain perilaku yang mulai berubah, gaya berpakaian mereka juga sudah meniru gaya berpakaian orang kota terlihat dari baju-baju yang dipakai mereka seperti yang dipakai oleh remaja perkotaan. Hal ini merupakan pengaruh tak langsung dari tayangan televisi serta gaya berpakaian para migran muda yang belum menikah. Seperti daerah-daerah lain di sepanjang jalur Pantura, Desa Pamanukan Hilir juga merupakan desa yang penduduk mudanya masih banyak yang melakukan nikah muda. Hal ini terbukti dari banyaknya pemuda pemudi desa yang telah menikah pada umur di bawah 18 tahun. Bahkan terdapat remaja perempuan desa yang sudah memiliki bayi pada umur 16 tahun. Fenomena tersebut tidak dianggap aneh bagi sebagian penduduk, karena melihat kondisi lingkungan dan perekonomian mereka yang mendukung terjadinya pernikahan muda tersebut. Para kepala keluarga dari hasil nikah muda ini, banyak juga yang memutuskan untuk mencari pekerjaan di kota, sedangkan istrinya ditinggal di desa bersama orang tua dari sang istri. Sejarah Migrasi Desa Pamanukan Hilir Kegiatan migrasi yang dilakukan oleh penduduk Desa Pamanukan Hilir sebenarnya sudah mulai dilakukan semenjak beberapa waktu silam tepatnya dimulai dari tahun 1990-an. Pada saat tersebut umumnya penduduk yang melakukan migrasi memilih dengan cara bermigrasi sirkuler atau tidak menetap permanen di tempat tujuan dengan alasan masih memiliki keluarga yang berada di desa dan masih terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan antara desa dengan kota tujuan. Penduduk desa yang melakukan migrasi sirkuler pada saat itu masih sedikit jumlahnya, sebab lahan pertanian yang dimiliki oleh penduduk desa masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Hanya penduduk desa yang berprofesi sebagai buruh tani dan yang belum memiliki pekerjaan di desa saja yang memutuskan untuk mencari pekerjaan di luar desa. Keputusan untuk menjadi migran sirkuler juga diperkuat oleh adanya dorongan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik. Selain melakukan migrasi sirkuler, terdapat juga penduduk Desa Pamanukan Hilir yang melakukan migrasi komutasi ke desa lain atau ke kecamatan lain untuk menjadi buruh tani dan buruh bangunan di luar desa. Hal ini terjadi karena Kecamatan Pamanukan merupakan daerah penghasil beras sehingga banyak lahan-lahan yang berada di Kecamatan Pamanukan ini digunakan sebagai lahan pertanian terutama sawah. Namun, para pemilik lahan memerlukan banyak bantuan tenaga kerja berupa buruh tani sehingga banyak para pemilik lahan dari luar Desa Pamanukan Hilir yang memanggil para buruh tani yang sedang tidak menggarap lahan di dalam desanya. Petani di Desa Pamanukan Hilir terutama petani kecil dan buruh tani saat krisis moneter tahun 1997 merupakan penduduk yang sangat rentan terkena imbas dari krisis yang melanda perekonimian Indonesia pada saat itu. Lahan-lahan pertanian mereka banyak yang dijual kepada petani lain akibat sudah tidak memiliki kemampuan untuk membiayai lahan pertanian mereka sendiri. Biaya pertanian pada saat tersebut telah melambung naik dan mengakibatkan banyak petani kecil bergeser menjadi buruh tani yang tidak memiliki lahan. 29

50 30 Melihat semakin sulitnya kondisi tersebut berimbas juga pada banyaknya petani yang berpikir bahwa tidak dapat mengandalkan hidupnya hanya dari sektor pertanian saja. Kepemilikan lahan pertanian yang semakin sempit sampai tidak adanya kepemilikan akan lahan pertanian mengakibatkan akses terhadap lahan pertanian oleh para petani kecil dan buruh tani semakin terbatas. Hal tersebut berujung pada menurunnya pendapatan yang diperoleh petani dari sektor pertanian. Dengan demikian penduduk desa semakin banyak yang memutuskan untuk mencari pekerjaan lain di luar sektor pertanian dengan cara bermigrasi ke daerah perkotaan. Bagi mereka melakukan migrasi merupakan jalan terbaik untuk mendapatkan penghasilan tambahan meskipun dilakukan dengan cara terpaksa karena tidak ada pilihan lain bagi para penduduk desa. Desa Pamanukan Hilir terbagi menjadi lima dusun yang terdiri dari Dusun Pilang Hilir, Dusun Kaum Tua, Dusun Cimanggu, Dusun Sarwijan, dan Dusun Poponcol. Salah satu dari kelima dusun tersebut hanya Dusun Poponcol yang memiliki rumah tangga petani migran terbanyak di Desa Pamanukan Hilir dan dusun lain hanya memiliki sedikit rumah tangga petani migran. Konsentrasi terhadap Dusun Poponcol tersebut terjadi karena terdapat faktor kekerabatan dalam hal perekrutan kerja sebagai migran yang notabenenya berada di satu wilayah dusun dan faktor informasi yang berkembang cepat mengenai perkembangan kesempatan kerja di daerah perkotaan. Di samping itu dusun ini juga merupakan dusun yang paling padat penduduknya dibanding dusun lain. Kondisi perekonomian di Dusun Poponcol juga dapat dikatakan kurang, hal tersebut terbukti dari banyaknya jumlah rumah tangga yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin. Buruh tani sangat banyak ditemui di dusun ini sehingga tidah heran bahwa banyak kepala keluarga di dusun ini merupakan kepala keluarga yang berasal dari rumah tangga miskin. Dengan kondisi perekonomian yang sedemikian rupa membuat banyak buruh tani yang terpaksa meninggalkan desa demi mencari tambahan penghasilan. Cara ini ditempuh oleh banyak buruh tani dengan ikut bekerja di kota melalui saudara ataupun dengan teman satu dusun yang sudah pernah merasakan manfaatnya bekerja di kota. Kelima dusun lainnya mayoritas berkerja sebagai petani, pedagang, buruh tani, buruh bangunan, dan jasa yang semuanya dilakukan di dalam desa. Saat ini kondisi lapangan pekerjaan di Desa Pamanukan Hilir khususnya di Dusun Poponcol tidak sebanyak pada masa-masa sebelum krisis moneter. Penduduk yang ingin mendapatkan penghasilan dari pertanian pun tidak lagi dapat diandalkan apalagi yang bekerja sebagai buruh tani karena kondisi lahan pertanian yang sudah semakin sedikit untuk digarap sendiri dan upah dari bekerja sebagai buruh tani yang tidak menentu dan kecil. Kondisi kesempatan kerja yang tidak mendukung ini menyebabkan banyak penduduknya yang bermigrasi ke kota untuk mencari pekerjaan lain atau mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup yang setiap harinya harus selalu terpenuhi. Lahan pertanian di Desa Pamanukan Hilir lebih banyak di olah oleh penduduk yang umurnya diatas 30 tahun, sedangkan kaum muda jarang sekali yang mau mengolah sawah dan lebih banyak memilih pekerjaan di luar sektor pertanian baik yang berada di desa maupun di kota.

51 31 FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MIGRASI SIRKULER Kegiatan sirkulasi sudah mulai dilakukan penduduk pada tahun 1990-an. Kebiasaan sirkulasi ini terus mengalami peningkatan terutama sejak kondisi perekonomian di desa semakin sulit karena sektor utama yang menjadi andalan di desa ini tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan hidup untuk sebagian penduduk desa. Jumlah penduduk yang melakukan migrasi sirkuler cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun namun jumlahnya tidak banyak. Pada saat krisis moneter terjadi, banyak lahan sawah milik petani yang dijual kepada petani kaya karena ketidaksanggupan para petani membiayai biaya pertanian di lahan mereka sendiri. Akibat dari itu, petani hanya memiliki lahan yang sempit bahkan ada petani yang menjual habis seluruh lahan pertaniannya. Karena banyak petani yang kehilangan lahan pertaniannya, banyak diantara mereka yang menjadi buruh tani di dalam desa dan ada yang masih berusaha menggarap lahan dengan cara menyewa lahan pertanian milik petani lain. Kesempatan kerja di sektor pertanian pun semakin berkurang dengan tidak adanya lahan untuk digarap sendiri. Penduduk desa semakin kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan di dalam desa yang pada akhirnya mereka memutuskan untuk mencari pekerjaan di luar desa atau melakukan migrasi sirkuler ke kota. Pelaku migrasi sirkuler di Desa Pamanukan Hilir umumnya lebih banyak yang memilih melakukan migrasi secara sirkulasi daripada komutasi. Hal ini terjadi karena jarak antara desa dan daerah tujuan migrasi relatif jauh dan biaya transportasi yang cukup mahal, sehingga banyak para petani yang melakukan migrasi sirkuler biasanya hanya pulang ke desa setiap satu bulan atau dua bulan sekali tergantung situasi yang sedang mereka hadapi saat itu. Saat peneliti mengambil data di lapangan, penduduk Desa terutama petani yang melakukan migrasi sirkuler ke kota jumlahnya hanya meningkat sedikit. Saat ini, hanya ada sekitar 10% penduduk yang melakukan migrasi sirkuler. Berdasarkan catatan kecil di lapangan ada beberapa alasan yang menyebabkan para petani tetap berada di desa atau tidak melakukan migrasi seperti petani lainnya, diantaranya: (1) Tidak memiliki modal baik modal kemampuan ataupun modal materil untuk melakukan migrasi, (2) Hasil dari bertani masih cukup bahkan lebih (bergatung pada hasil panen) bagi sebagian petani yang memiliki lahan pertanian sendiri dengan luas lebih dari 2 hektar, (3) Sebagian petani terutama buruh tani masih mendapatkan akses terhadap lahan pertanian yang cukup dari petani lain yang membuat mereka masih mampu bertahan di desa. Para petani lain terutama petani kecil lebih memilih untuk melakukan migrasi sirkuler ke kota. Seseorang dalam melakukan migrasi sudah pasti dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu karena migrasi mempengaruhi individu dengan cara yang berbeda-beda. Pada kasus migrasi di Desa Pamanukan Hilir, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penduduk Desa Pamanukan Hilir dalam melakukan migrasi sirkuler. Faktor-faktor penyebab migrasi dibedakan menjadi faktor pendorong yang berasal daerah asal dan faktor penarik yang ada di daerah tujuan. Untuk lebih mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya migrasi sirkuler di Desa Pamanukan Hilir akan dijelaskan pada bab ini.

52 32 Faktor Pendorong Alasan bermigrasi merupakan kunci utama seseorang melakukan migrasi. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar seseorang melakukan migrasi. Berbagai hasil penelitian sebelumnya mengenai migrasi menunjukkan bahwa faktor ekonomi merupakan alasan kuat yang menjadi dasar dari pendorong utama sebagian besar migran untuk melakukan migrasi. Berdasarkan jawaban yang telah dikemukakan oleh responden yang kepala keluarganya melakukan migrasi sirkuler, terdapat beberapa alasan yang menunjukkan mengapa kepala keluarga dalam rumah tangga petani melakukan migrasi sirkuler. Pada Tabel 5 menunjukkan beberapa alasan responden yang kepala keluarganya melakukan migrasi sirkuler dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Tabel 5 Alasan kepala keluarga dalam rumah tangga petani melakukan migrasi sirkuler, Desa Pamanukan Hilir, 2014 No. Alasan Melakukan Migrasi Sirkuler Jumlah Orang % 1 Kurangnya kepemilikan lahan pertanian di desa Rendahnya pendapatan dan upah di sektor pertanian 25 83,3 3 Kurangnya kesempatan kerja di desa 23 76,7 Keterangan: responden dapat memberikan lebih dari satu alasan. Tabel 5 menunjukkan bahwa kebanyakan alasan kepala keluarga di dalam rumah tangga petani melakukan migrasi sirkuler karena tidak memiliki alat produksi yakni kurangnya kepemilikan lahan pertanian di desa sehingga mempengaruhi pendapatan petani. Pendapatan dan upah yang rendah di sektor pertanian membuat petani kecil khususnya buruh tani tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini memaksa petani keluar desa mencari pekerjaan tambahan karena kurangnya kesempatan kerja di dalam desa. Berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai beberapa faktor pendorong yang mempengaruhi terjadinya migrasi sirkuler di Desa Pamanukan Hilir. Faktor pendorong akan dibedakan atas faktor kurangnya kepemilikan lahan, rendahnya pendapatan atau upah yang diperoleh di sektor pertanian, dan kurangnya kesempatan kerja di desa. Faktor Kurangnya Kepemilikan Lahan Pertanian Lahan pertanian di Desa Pamanukan Hilir merupakan barang yang mahal bagi sebagian penduduk di desa. Lahan pertanian terutama sawah menjadi aset yang sangat penting bagi keluarga petani, baik sebagai sumber pendapatan utama maupun dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan keluarga. Oleh sebab itu, kepemilikan lahan sawah seringkali dijadikan ukuran tingkat kesejahteraan petani. Kondisi lahan pertanian di Desa Pamanukan Hilir masih banyak tersedia, namun akibat pada jaman krisis moneter banyak petani yang menjual lahannya kepada petani lain yang memiliki modal besar, akhirnya banyak penduduk sekarang terutama petani yang tidak memiliki lahan pertanian karena sudah habis dijual. Mayoritas lahan pertanian yang ada di Desa Pamanukan Hilir saat ini hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Mereka yang menguasai lahan pertanian di desa merupakan para petani kaya yang memiliki lahan pertanian lebih dari 2

53 hektar sawah. Oleh karena sedikitnya lahan pertanian yang bisa dimiliki saat ini, membuat banyak petani yang tidak memiliki lahan pertanian memutuskan untuk menyewa lahan agar masih bisa menggarap sawah walaupaun dengan biaya yang sangat besar, namun ada pula yang memutuskan untuk mencari pekerjaan lain di luar desa seperti bermigrasi ke kota. Pemilikan lahan antara petani migran dengan petani non migran terdapat perbedaan yang umumnya petani migran jarang yang memiliki lahan pertanian. Data kepemilikan lahan pertanian antara migran sirkuler dengan non migran disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut luas penguasaan lahan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Rumah Tangga Petani Penguasaan Lahan Migran Sirkuler (%) Bukan Migran Sirkuler (%) Total (%) < 2 ha 1 (3,3) 6 (20) 7 (11,7) 2 ha 4 ha 1 (3,3) 6 (20) 7 (11,7) > 4 ha 0 (0) 2 (6,7) 2 (3,3) Tidak Punya 28 (93,3) 16 (53,3) 44 (73,3) Jumlah 30 (100) 30 (100) 60 (100) Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan lahan pertanian antara rumah tangga petani migran sirkuler dengan rumah tangga petani bukan migran sirkuler terdapat perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan petani yang melakukan migrasi sirkuler jarang yang memiliki lahan pertanian daripada petani yang tidak melakukan migrasi sirkuler. Biasanya yang lebih banyak memutuskan untuk bekerja di luar desa untuk bermigrasi sirkuler ke kota kebanyakan dari kelompok buruh tani desa. Mencari lahan pertanian yang kosong untuk sekedar menggarap komoditas lain atau untuk membangun rumah baru di desa ini merupakan hal sangat sulit. Ini terlihat daripadatnya rumah-rumah penduduk dan jarak antara rumah yang sangat rapat sengaja disusun seperti itu agar tidak mengganggu ekosistem persawahan. Jarang sekali ditemui rumah penduduk desa yang memiliki lahan perkarangan, karena semua sisa lahan di dekat rumahnya sudah dimanfaatkan untuk membangun rumah keluarganya yang lain serta terkadang dipakai membuat warung. Pada umumnya rumah keluarga dan saudara mereka berada saling berdekatan satu dengan yang lainnya. Menurut Erwidodo (1992) ada beberapa penyebab mengapa luas lahan pertanian di desa saat ini menjadi semakin sempit. Pertama yaitu, kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh petani lahan sempit (gurem) memaksa mereka untuk melepaskan lahan pertaniannya. Kedua, usaha pertanian sudah tidak lagi menguntungkan terutama pada petani yang berlahan sempit dan dalam kondisi keterbatasan modal usaha dalam membiayai lahan pertaniannya. Ketiga, daya tarik kota sebagai tempat untuk memperbaiki taraf hidup sudah begitu melekat diantara petani dan masyarakat pedesaan. Persepsi ini mendorong mereka untuk beralih profesi dan mencari pekerjaan lain di kota. Keempat, bertambahnya jumlah penduduk membuat banyaknya kebutuhan penduduk akan tempat tinggal. Untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal tersebut, banyak penduduk yang mengalihfungsikan lahannya untuk membangun rumah. 33

54 34 Faktor Rendahnya Pendapatan dan Upah di Desa Sektor pertanian di Desa Pamanukan Hilir telah mendominasi struktur perekonomian desa karena pekerjaan di sektor non pertanian kurang begitu diminati oleh penduduk desa. Berdasarkan penuturan Kepala Desa Pamanukan Hilir, mayoritas penduduk desa bekerja sebagai petani dan buruh tani, meskipun begitu terdapat juga penduduk desa yang bekerja diluar sektor non pertanian dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Penduduk lebih banyak yang bekerja sebagai buruh tani daripada petani pemilik karena saat ini hanya sedikit penduduk yang memiliki lahan pertanian. Sebagian besar penduduk sudah tidak memiliki lahan pertanian karena sudah habis dijual kepada orang lain baik yang berasal dari dalam desa maupun yang dari luar desa. Sempitnya kesempatan kerja di sektor pertanian dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan di desa telah mendorong sebagian penduduk terutama yang belum mempunyai pekerjaan dan ingin mendapatkan pendapatan lebih untuk mencari pekerjaan lain di kota. Pendapatan yang rendah di desa dipandang kurang begitu cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Tingkat pendapatan yang diperoleh tidak seimbang dengan tingkat pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi desa yang tidak mendukung perekonomian penduduk menyebabkan terjadinya migrasi ke kota untuk meningkatkan tingkat ekonomi rumah tangga secara mandiri. Sumber pendapatan utama rumah tangga yang tidak melakukan migrasi sirkuler (non migran) kebanyakan berasal dari sektor pertanian. Selain itu ada juga penduduk yang memperoleh pendapatan dari sektor perdagangan dan jasa. Selanjutnya pada rumah tangga yang melakukan migrasi sirkuler, sumber pendapatan utama diperoleh dari sektor non pertanian seperti perdagangan, jasa, dan swasta. Untuk melihat perbedaan tingkat pendapatan antara rumah tangga petani migran sirkuler dengan rumah tangga petani non migran sirkuler dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut tingkat pendapatan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Rumah Tangga Petani Pendapatan/bulan Migran Sirkuler (%) Bukan Migran Sirkuler (%) < Rp (3,3) 10 (33,3) Rp Rp (90) 12 (40) > Rp (6,7) 8 (26,7) Jumlah 30 (100) 30 (100) Rata-rata pendapatan Rp Rp X 2 hitung = 16,733 > X 2 a (7,82) pada taraf nyata 5%, dari hasil pengujian statistik dapat disimpulkan bahwa tingkat pendapatan antara petani migran sirkuler dengan petani bukan migran sirkuler berbeda nyata. Pada tabel 7 terlihat bahwa ternyata tingkat pendapatan antara rumah tangga migran sirkuler dengan rumah tangga bukan migran sirkuler terdapat perbedaan. Hal ini menunjukkan

55 bahwa tingkat pendapatan petani yang melakukan migrasi sirkuler pada umumnya lebih tinggi daripada petani yang tidak melakukan migran sirkuler. Adanya tingkat pendapatan yang berbeda antara rumah tangga petani migran sirkuler dengan petani bukan migran sirkuler karena dipengaruhi oleh jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan kepala keluarga bukan migran sirkuler lebih banyak sebagai buruh tani dan petani tak berlahan, sedangkan jenis pekerjaan kepala keluarga migran sirkuler lebih banyak yang bekerja sebagai buruh bangunan, buruh pabrik, pedagang, pengumpul barang bekas, dan karyawan. Rata-rata pendapatan rumah tangga petani migran sirkuler sebesar Rp per bulan, sedangkan pendapatan rata-rata rumah tangga petani bukan migran sirkuler sebesar Rp per bulan. Pendapatan rumah tangga petani bukan migran sirkuler lebih kecil bila dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga petani migran sirkuler. Pendapatan tersebut tidak semata-mata didapatkan hanya dari pendapatan kepala keluarga saja, melainkan pendapatan tersebut merupakan hitungan rumah tangga yang artinya pendapatan dari anggota keluarga lain juga ikut serta dihitung, seperti pendapatan dari istri. Kebanyakan kepala keluarga yang melakukan migran sirkuler merupakan buruh tani yang artinya mereka masih aktif bekerja di sektor pertanian, sehingga pada saat sedang tidak bekerja di kota mereka bekerja di lahan sawah milik orang lain sebagai buruh tani dan dari pekerjaan sebagai buruh tani tersebut mereka mendapatkan penghasilan tambahan dari sektor pertanian juga. Adanya perbedaan tingkat pendapatan atau upah antara desa dengan kota mendorong petani untuk meningkatkan pendapatan rumah tangganya dengan cara bekerja di kota, seperti pernyataan responden berikut ini: Saya mah kalau ada lahan di desa mendingan kerja di sini jadi tani, tapi karena ngga ada lahan makanya saya kerja di kota, upah buruh tani di sini mah ngga ngejamin bisa cukup buat makan keluarga, kalau upah kerja di kota lumayan masih bisa ngasih anak-anak jajan. (Yd/40 tahun) Faktor pendapatan dan upah merupakan alasan ekonomi yang mempengaruhi penduduk desa terutama buruh tani melakukan migrasi sirkuler. Mereka bekerja di kota dengan harapan agar dapat meningkatkan pendapatan rumah tangganya menjadi lebih baik. Karena itu, pendapatan yang rendah di desa menjadi salah satu faktor pendorong dalam mempengaruhi petani melakukan migrasi sirkuler ke kota. Adanya rumah tangga petani bukan migran sirkuler yang memiliki pendapatan cukup besar karena mereka memiliki lahan pertanian yang cukup luas dan memiliki lebih dari satu sumber pendapatan yang tidak hanya mengandalkan dari sektor pertanian saja tetapi juga berasal dari luar sektor pertanian, seperti membuka usaha tambahan (warung, toserba, dll). Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan waktu kosong mereka sambil menunggu masa panen tiba, mereka membuka usaha lain untuk mendapatkan tambahan pendapatan rumah tangga, seperti yang diungkapkan oleh responden berikut: Saya buka warung sembako ini sudah lama, awalnya sih cuman buka warung sembako kecil-kecilan buat nambah penghasilan selain dari hasil tani. Yah sambil nunggu masa panen tiba lah, daripada nganggur. Alhamdulillah sekarang warung sembako saya sudah lumayan besar. (To/59 tahun) 35

56 36 Faktor Sempitnya Kesempatan Kerja di Desa Penduduk Desa Pamanukan Hilir mayoritas bekerja sebagai petani, namun penduduk yang bekerja sebagai buruh tani lebih banyak jumlahnya. Relatif sedikit penduduk yang memiliki lahan pertanian dan berprofesi sebagai petani pemilik. Luas lahan yang dimiliki sangat erat kaitannya dengan pendapatan yang diperoleh petani dari hasil sektor pertanian. Selain itu, kesempatan kerja yang diberikan kepada para buruh tani juga sangat sedikit karena kebanyakan para petani sudah memiliki buruh taninya sendiri seperti patron yang telah mempunyai client-nya sendiri. Para petani kecil baik yang berlahan sempit maupun yang tidak berlahan serta buruh tani di Desa Pamanukan Hilir tidak dapat selalu menggantungkan pendapatannya hanya dari sektor pertanian karena selain pendapatan yang diperoleh dari hasil panen yang sedikit, kesempatan kerja yang ada juga terbatas sifatnya. Dengan demikian pendapatan tersebut tidak lagi sanggup mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga yang semakin melambung, maka mereka cenderung untuk mencari pekerjaan lain atau pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian untuk menambah penghasilan guna mencukup kebutuhan hidup. Akibat dari itu banyak penduduk desa yang beralih pekerjaan ke sektor non pertanian. Sempitnya peluang kerja di pedesaan membuka jalan bagi sebagian penduduk desa untuk mencari pekerjaan di daerah perkotaan dengan jalan melakukan migrasi Adanya peluang bekerja di kota akan mempengaruhi penduduk untuk melakukan migrasi sirkuler sebagaimana dikatakan oleh para responden berikut. Udah banyak buruh tani di sini, jadi kalau mau ngeburuh di lahan punya orang juga udah udah susah. Mau buat usaha juga ngga bisa karena ngga ada modal. Jadi akhirnya saya pergi ke kota buat cari kerja disana soalnya banyak yang bilang kerja di kota penghasilannya lumayan (De/35 tahun) Penduduk desa yang melakukan migrasi sirkuler lebih banyak bekerja di sektor dagang dan jasa karena di daerah kota jenis pekerjaan tersebut sedang banyak dibutuhkan. Penduduk desa yang tidak melakukan migrasi sirkuler pada umumnya bekerja di sektor pertanian, dagang, dan jasa. Terdapat perbedaan antara pekerjaan yang dilakukan oleh kepala keluarga dari rumah tangga migran dengan non migran karena rumah tangga petani yang kepala keluarganya melakukan migrasi sirkuler masih aktif bekerja sebagai buruh tani meskipun sekarang menjadi buruh tani bukan pekerjaan utama mereka. Bagi mereka menjadi buruh tani saat ini semakin sulit dengan sempitnya kesempatan kerja untuk bekerja di lahan sawah milik petani lain. Namun, pada saat musim tanam serta musim panen sedang berlangsung di desa, buruh tani menjadi profesi yang banyak dicari orang desa. Dengan demikian para kepala keluarga yang melakukan migrasi sirkuler memiliki dua pekerjaan. Berbeda halnya dengan rumah tangga petani yang tidak melakukan migrasi sirkuler, tidak semua kepala keluarga memiliki pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian. Hanya sebagian kepala keluarga yang memiliki pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian, seperti bekerja menjadi pedagang di warung yang mereka buka dan menjual jasa kepada para penduduk desa yang membutuhkan tenaga buruh bangunan. Secara rinci jenis pekerjaan kepala keluarga pada rumah tangga petani migran dan non migran dapat dilihat pada Tabel 8.

57 Tabel 8 Kepala keluarga pada rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut jenis pekerjaan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga Migran Sirkuler (%) Bukan Migran (%) Total (%) Sektor Pertanian Petani Pemilik 0 (0) 8 (26,7) 8 (13,3) Petani Bukan Pemilik 2 (6,7) 6 (20) 8 (13,3) Buruh tani 28 (93,3) 16 (53,3) 44 (73,3) Jumlah 30 (100) 30 (100) 60 (100) Sektor Non Pertanian Buruh Bangunan 15 (50) 6 (60) 21 (52,5) Buruh Pabrik 5 (16,7) 0 (0) 5 (12,5) Pedagang 3 (10) 4 (40) 7 (17,5) Pengumpul Barang Bekas 6 (20) 0 (0) 6 (15) Karyawan 1 (3,3) 0 (0) 1 (2,5) Jumlah 30 (100) 10 (100) 40 (100) Tabel 8 menunjukkan bahwa kepala keluarga migran sirkuler yang bekerja di kota lebih banyak memilih bekerja sebagai buruh bangunan, hal tersebut dikarenakan buruh bangunan tidak membutuhkan keahlian khusus dalam pekerjaannya. Pengumpul barang bekas juga tidak semua orang mau pekerjaan seperti itu, namun dengan segala keterbatasan saat berada di kota hal tersebut mau tidak mau dijalankan oleh para migran sirkuler ini. Hanya sedikit yang memilih berdagang di kota atau bekerja di pabrik dengan menjadi buruh pabrik dan karyawan karena pekerjaan-pekerjaan tersebut membutuhkan keahlian khusus yang hanya dapat diperoleh melalui pendidikan. Agar mudah dalam menemukan perbandingan peluang kesempatan kerja antara kepala keluarga migran dengan bukan migran dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Kepala keluarga pada rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut jenis sektor pekerjaan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Jenis Sektor Pekerjaan Kepala Keluarga Migran Sirkuler (%) Bukan Migran (%) Total (%) Sektor Pertanian Saja 0 (0) 20 (80) 20 (50) Sektor Pertanian dan Dagang 3 (30) 4 (0) 9 (15) Sektor Pertanian dan Jasa 28 (70) 6 (0) 21(35) Jumlah 30 (100) 30 (100) 60 (100) Jenis-jenis pekerjaan yang telah disebutkan sebelumnya pada Tabel 8 di klasifikasikan ke dalam bentuk sektoral, yakni sektor pertanian saja, sektor 37

58 38 pertanian dan dagang, serta sektor pertanian dan jasa. Tabel 9 menunjukkan bahwa kepala keluarga migran sirkuler lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan jasa karena sektor tersebutlah yang tidak terlalu banyak membutuhkan keahlian khusus, hanya sedikit yang bekerja di sektor pertanian dan dagang karena berdagang membutuhkan modal dan usaha tertentu yang tidak bisa dilakukan oleh migran yang lain. Pada kepala keluarga yang tidak melakukan migrasi sirkuler, bekerja di sektor pertanian saja merupakan satu-satunya keahlian yang dapat mereka jadikan sebagai pekerjaan. Kepala keluarga yang juga menekuni pada sektor dagang dan jasa selain sektor pertanian, hanya dapat dilakukan oleh petani yang memiliki lahan. Bagi penduduk migran maupun bukan migran, pekerjaan di luar sektor pertanian sudah menjadi alternatif untuk mengatasi sulitnya mendapatkan pekerjaan di sektor pertanian. Perkembangan perekonomian desa yang terbatas pada sektor pertanian dengan tingkat upah nominal yang relatif rendah merupakan salah satu faktor pendorong sebagian penduduk desa terutama buruh tani untuk bekerja di luar sektor pertanian dengan cara menjadi migran sirkuler ke daerah perkotaan. Di samping upah yang kecil, pekerjaan pada sektor pertanian umumnya dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Buruh tani hanya dapat bekerja pada saat musim tanam dan musim panen berlangsung di desa. Itu pun tidak selalu mendapatkan pekerjaan di sawah karena banyaknya jumlah buruh tani yang ada di desa mengharuskan para buruh tani bersaing satu sama lain sehingga kesempatan kerja di sawah menjadi semakin sempit. Hal tersebut menyebabkan pendapatan buruh tani sifatnya tidak kontinyu. Untuk memanfaatkan waktu kosong dalam menunggu masa panen, mereka melakukan migrasi sirkuler dengan mencari pekerjaan tambahan bahkan mencari pekerjaan utama di kota sebagai pengganti sementara akibat ketiadaan kesempatan bekerja menjadi buruh tani di desa agar dapat menghasilkan uang tambahan bagi rumah tangganya. Faktor Penarik Secara umum, migrasi merupakan salah satu jalan yang ditempuh penduduk desa untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Ternyata pendapatan rumah tangga petani yang kepala keluarganya melakukan migrasi sirkuler rata-rata lebih tinggi daripada kepala keluarga yang tidak melakukan migrasi sirkuler. Daya tarik daerah perkotaan sebagai tempat tujuan juga turut mempengaruhi penduduk desa dalam melakukan migrasi. Salah satu daya tarik yang paling berpengaruh yakni karena mudahnya penduduk desa mendapatkan informasi baik mengenai pekerjaan yang terdapat di daerah tujuan. Penduduk desa yang melakukan migrasi sirkuler mengakui bahwa mendapatkan pekerjaan di daerah tujuan karena adanya informasi peluang kerja yang mereka peroleh, maka informasi menjadi faktor penarik yang paling penting dalam mempengaruhi penduduk desa untuk melakukan migrasi sirkuler ke kota. Tabel 10 menunjukkan lebih banyak alasan responden bermigrasi ke tempat tujuan mereka karena mudahnya mendapatkan informasi tentang daerah tujuan. Peluang kesempatan kerja dan tingginya pendapatan yang diperoleh di daerah tujuan turut membantu mempengaruhi penduduk desa dalam bermigrasi ke tempat tujuan. Tempat tujuan yang dimaksud ialah daerah perkotaan, karena kota menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi penduduk desa untuk mengadu nasib serta mencari

59 penghidupan yang lebih baik. Faktor penarik akan dibedakan menjadi faktor mudahnya mendapatkan informasi, peluang kesempatan kerja yang lebih luas, dan tingginya pendapatan dan upah di kota. Tabel 10 menunjukkan alasan kepala keluarga dalam rumah tangga petani bermigrasi sirkuler ke tempat yang ditujunya. Seorang responden dapat memberikan lebih dari satu alasan dengan jumlah responden yang melakukan migrasi sirkuler sebanyak 30 orang. Tabel 10 Alasan kepala keluarga dalam rumah tangga petani bermigrasi sirkuler ke tempat tujuan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 No. Alasan Melakukan Migrasi Sirkuler Jumlah Orang % 1 Mudahnya mendapatkan informasi tentang daerah tujuan Peluang kesempatan kerja yang ditawarkan lebih luas Pendapatan di daerah tujuan yang lebih tinggi 25 83,3 Keterangan: responden dapat memberikan lebih dari satu alasan Faktor Informasi Adanya faktor informasi dari luar mengenai kota baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi keinginan penduduk untuk pergi mencari kesempatan kerja lebih baik di daerah perkotaan. Migrasi desa kota merupakan salah satu sarana untuk mengalirkan arus informasi sosial ekonomi dari kota ke desa begitu pula sebaliknya. Ketersediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan telah menarik sebagian penduduk desa melalui cara bermigrasi desa kota. Mengalirnya migran dari desa ke kota juga tidak terlepas dari bantuan migran yang telah lebih dahulu pergi ke kota dan memberikan informasi adanya lowongan pekerjaan ke desa atau membantu mencarikan pekerjaan di kota. Sumber informasi yang diperoleh penduduk desa berbeda-beda bergantung pada cara mendapatkannya. Informasi mengenai tempat tujuan dapat berasal dari keluarga, teman, dan tetangga yang telah lebih dahulu pergi bermigrasi ke daerah perkotaan atau informasi mengenai daerah tujuan tersebut bisa didapatkan dengan cara mencari sendiri. Tabel 11 menunjukkan bahwa mayoritas migran sirkuler mendapatkan informasi mengenai tempat tujuan secara langsung melalui kerabat dekat atau keluarga yang telah terlebih dahulu melakukan migrasi. Tabel 11 Responden migran sirkuler menurut cara memperoleh informasi mengenai tempat tujuan, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Sumber Informasi Mengenai Tempat Tujuan Total Orang % Teman 7 23,3 Keluarga Tetangga 1 3,3 Mencari Sendiri 4 13,3 Jumlah

60 40 Informasi yang telah didapatkan dari para penduduk desa yang telah lebih dahulu bermigrasi digunakan untuk menentukan tempat yang akan mereka tuju untuk bekerja. Daerah yang dituju oleh para migran sirkuler biasanya lebih ke daerah perkotaan, seperti kota-kota besar di bagian barat Jawa. Hal tersebut mengingat bahwa tujuan mereka melakukan migrasi ke kota adalah untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi bila dibandingkan bekerja di desa. Untuk mengetahui daerah tujuan migrasi sirkuler pada responden kepala keluarga migran, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Responden migran sirkuler berdasarkan daerah tujuan migrasi, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Daerah Tujuan Migrasi Total Orang % Jakarta 23 76,7 Bekasi 4 13,3 Bandung 1 3,3 Bogor 1 3,3 Tanggerang 1 3,3 Jumlah Tabel 12 menunjukkan bahwa responden lebih banyak memilih daerah tujuan migrasi sirkulernya di Jakarta sebesar 76,7%, sisanya lebih memilih ke kota sanggahan Jakarta lainnya seperti Bekasi, Bogor, Tanggerang dan ada juga yang memilih bekerja di Bandung. Alasan responden memilih daerah tujuan tersebut karena kemudahannya memperoleh informasi dan pekerjaan di daerah tujuan tersebut. Umumnya migran di daerah tujuan, mereka hidup bersama-sama dengan teman atau kerabatnya yang juga melakukan sirkulasi. Penduduk desa yang melakukan migrasi sirkuler ke daerah perkotaan sangat berperan dalam membawa informasi mengenai pekerjaan yang ada di kota untuk disampaikan di desanya. Ketika pulang ke desa, mereka memberikan informasi tersebut dan tak jarang mengajak kerabat dan temannya yang belum atau sedang membutuhkan pekerjaan untuk ikut mencoba pengalaman bekerja di kota. Pengaruh teman atau kerabat yang ada di kota menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya tentang kehidupan di perkotaan, sehingga menumbuhkan daya tarik bagi penduduk desa untuk mencoba mengadu nasib di daerah perantauan setelah mendengar informasi tersebut. Faktor teman atau kerabat di kota juga mempunyai arti penting bagi mekanisme terjadinya migrasi berantai di kalangan penduduk desa. Tersebarnya arus informasi mengenai kota ini akan terus mempengaruhi jumlah penduduk desa dalam melakukan migrasi sirkuler. Berikut petikan wawancara dari responden: Suami saya sekarang lagi di Jakarta buat jadi kuli bangunan. Suami saya ditawarin kerja jadi kuli bangunan sama saudara saya yang udah jadi kuli bangunan lebih dulu di sana. Kalau ngga diajak suami saya juga ngga akan berani pergi ke Jakarta sendiri (Ne/52 tahun)

61 Faktor Peluang Kesempatan Kerja Penduduk desa melakukan migrasi sirkuler ke daerah perkotaan bukan tanpa sebab. Daerah perkotaan menawarkan kesempatan kerja yang lebih luas dan pendapatan yang lebih tinggi bila dibandingkan di desa. Kondisi kesempatan kerja yang sulit di desa mengakibatkan adanya suatu rasa terpaksa dari sebagian penduduk desa untuk mencari pekerjaan di kota. Dalam hubungannya, apabila masalah tersebut dikaitkan dengan adat-istiadat suku Sunda yang mempunyai stereotipe tidak suka merantau maka dapat disimpulkan bagi sebagian penduduk Desa Pamanukan Hilir hal tersebut merupakan suatu paksaan psikologi bagi dirinya sendiri. Faktor ekonomi sekali lagi berperan besar dalam mempengaruhi penduduk untuk pergi merantau meninggalkan desa. Mereka beranggapan bahwa lebih baik bekerja di luar desa daripada menganggur dan tidak dapat menafkahi keluarga yang ada di desa, meskipun akan jauh dari keluarga dan rumah mereka. Berikut adalah petikan wawancara dari salah satu responden: Kalau di desa saya cuman bisa bekerja sebagai buruh tani selain itu susah buat cari kerjaan lain karena tidak ada pabrik di sini. Terpaksa saya ngikut ajakan temen untuk kerja di Jakarta jadi supir truk pabrik disana, walaupun bakal jauh sama anak dan istri ini demi mencari uang buat makan dan biaya sekolah anak (Am/30 tahun) Sempitnya peluang kerja di sektor pertanian dan non pertanian di desa menyebabkan sebagian penduduk desa harus mencari pekerjaan di luar sektor pertanian ke daerah perkotaan. Bagi penduduk desa yang melakukan migrasi sirkuler ke daerah perkotaan, hal tersebut mereka lakukan karena bekerja di kota sudah menjadi alternatf untuk mengatasi sulitnya mendapatkan pekerjaan di desa. Karena itu, luasnya peluang kesempatan kerja yang ada di kota merupakan salah satu faktor penarik yang mempengaruhi penduduk Desa Pamanukan Hilir untuk mencari pekerjaan di kota dengan melakukan migrasi sirkuler. Faktor Tingginya Pendapatan dan Upah di Kota Selain faktor mudahnya mendapatkan informasi dan peluang kesempatan kerja di daerah perkotaan, faktor penarik lainnya yang menjadi salah satu pertimbangan oleh para penduduk desa dalam melakukan migrasi sirkuler ke kota ialah faktor tingginya pendapatan dan upah di kota. Responden migran sirkuler mengaku memperoleh pendapatan yang lebih baik dibandingkan di desa setelah melakukan migrasi sirkuler ke kota. Sebelum melakukan migrasi sirkuler ke kota, kebanyakan responden migran hanya bekerja sebagai buruh tani yang berpenghasilan sangat kecil. Setelah bekerja di kota, tingkat pendapatan yang mereka peroleh menjadi lebih baik, seperti pernyataan dari responden berikut: Alhamdulillah setelah kerja di kota jadi buruh bangunan, ternyata upah buruh bangunan di kota lebih besar daripada di desa. Kalau di sini (desa) mah saya cuman bisa jadi buruh tani dan buruh bangunan, itu pun penghasilannya kecil dan tidak menentu (An/44 Tahun) Berdasarkan hasil penelitan didapatkan bahwa pendapatan per bulan yang didapatkan oleh petani migran setelah melakukan migrasi sirkuler meningkat. Rata-rata peningkatan pendapatan per bulan bertambah sebesar Rp

62 42 dengan rincian sebelum melakukan migrasi sirkuler rata-rata pendapatan yang dimiliki responden sebesar Rp per bulan, setelah melakukan migrasi sirkuler pendapatan yang didapatkan oleh petani migran meningkat menjadi Rp per bulan. Peningkatan mayoritas pendapatan per bulan yang diterima migran sirkuler berada diantara Rp sampai dengan Rp sebanyak 27 orang atau 90% pada saat sesudah melakukan migrasi sirkuler. Pendapatan per bulan sebelum melakukan migrasi sirkuler, mayoritas berada pada angka kurang dari Rp Hal ini menunjukkan memang terjadi peningkatan jumlah pendapatan per bulan yang merupakan hasil dari melakukan migrasi sirkuler. Data pendapatan per bulan yang mereka dapatkan sudah dijumlahkan dengan pekerjaan buruh tani mereka selama di desa. Tabel 13 menunjukkan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah melakukan migrasi sirkuler pada 30 responden migran. Tabel 13 Responden migran sirkuler berdasarkan pendapatan per bulan sebelum dan sesudah melakukan migrasi, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Pendapatan/bulan Rumah Tangga Petani Migran Sirkuler Sebelum Migrasi (%) Sesudah Migrasi (%) < Rp (56,7) 1 (3,3) Rp Rp (43,3) 27 (90) > Rp (0) 2 (6,7) Jumlah 30 (100) 30 (100) Rata-rata pendapatan Rp Rp Bekerja di daerah perkotaan memaksa para migran sirkuler untuk tinggal disana untuk sementara waktu, hal itu menuntut para migran untuk secara arif menggunakan uang hasil bekerja di kota untuk membiayai kehidupan mereka yang tidak sedikit jumlahnya, sehingga tak jarang banyak pelaku migran sirkuler yang bekerja di kota mengeluhkan tingginya biaya hidup di daerah perkotaan yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang dibawa mereka ke desa asal, seperti pernyataan responden berikut: Bekerja di kota emang gede penghasilannya, tetapi biaya hidup buat makan sama tempat tinggal juga mahal, jadinya saya tidak membawa penuh uang hasil kerjaan saya disana. Jika boleh memilih mah, lebih baik bekerja di desa daripada bekerja di kota, asalkan di desa saya dapet pekerjaan yang tetap (He/45 Tahun) Faktor pendapatan yang tinggi di kota ternyata juga turut mempengaruhi penduduk Desa Pamanukan Hilir dalam melakukan migrasi sirkuler. Mereka bekerja di daerah perkotan dengan harapan dapat mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan keluarganya yang berada di desa. Oleh karena itu, pendapatan yang tinggi di kota menjadi salah satu faktor penarik yang mempengaruhi penduduk dalam melakukan migrasi sirkuler ke kota.

63 PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP POLA JAM KERJA PETANI DAN TINGKAT PENDIDIKAN ANAK 43 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan migrasi sirkuler yang dilakukan oleh para petani berpengaruh terhadap curahan waktu kerja mereka dalam kegiatan bertani di desa, sehingga hal tersebut merubah pola jam kerja petani yang lebih dominan terhadap kegiatan non pertanian. Pengaruh kegiatan migrasi sirkuler tersebut ternyata juga membawa dampak positif terhadap tingkat pendidikan anak dalam rumah tangga petani. Hal tersebut membuat tingkat pendidikan anak meningkat dibandingkan dengan para petani yang tidak melakukan migrasi sirkuler. Pada bab ini akan dibahas lebih rinci mengenai pengaruh migrasi terhadap tingkat pendidikan anak dan pola jam kerja petani. Pola Jam Kerja Petani Kegiatan migrasi sirkuler yang dilakukan oleh para migran mau tidak mau mempengaruhi pola jam kerja petani yang sejatinya merupakan profesi utama mereka saat berada di desa. Berdasarkan pekerjaan kepala keluarga (KK) yang dibedakan saat berada di desa dan saat berada di tempat tujuan migrasi, maka pembahasan berikut adalah struktur curahan waktu kerja KK yang bekerja pada rumah tangga petani migran dan non migran. Pada tabel 16 ditampilkan curahan waktu kerja KK dalam rumah tangga petani pada berbagai kegiatan ekonomi. Tabel 14 Rata-rata curahan jam kerja kepala keluarga (KK) dalam kegiatan mencari nafkah di bidang pertanian dan non pertanian menurut status KK pada rumah tangga petani migran dan non migran Jenis Kegiatan Jumlah Jam Kerja/1x Musim KK RT Petani Migran KK RT Petani Non Migran Rataan Curahan Jam Kerja Pertanian Responden Jam % Jam % Di Lahan Sawah Milik Sendiri ,95 Di Lahan Sawah Non Milik Sendiri 161 3, ,44 Buruh tani Sawah 155 3, ,69 Jumlah 316 6, ,08 Rataan Curahan Jam Kerja Non Pertanian Responden Karyawan , Pedagang , ,51 Buruh Pabrik , Buruh Bangunan , ,41 Pengumpul Barang Bekas , Jumlah , ,92 Total Curahan Jam Kerja

64 44 Tabel 14 menunjukkan bahwa secara umum curahan waktu kerja di sektor non pertanian lebih besar dibandingkan dengan curahan waktu kerja di sektor pertanian untuk kepala keluarga dalam rumah tangga petani yang melakukan migrasi sirkuler. Penyerapan waktu kerja di sektor non pertanian mencapai 93,75% bila dibandingkan di sektor pertanian yang hanya mencapai 6,25%. Hal ini dapat terjadi mengingat, kepala keluarga petani migran membagi waktu kerjanya di tempat tujuan migrasi selain menjadi petani di desa asalnya. Fenomena ini juga menggambarkan bahwa adanya kesempatan kerja di sektor pertanian yang bersifat musiman, menyebabkan terjadinya mobilisasi tenaga kerja ke sektor non pertanian dan dijadikan sebagai mata pencaharian lain bagi para buruh tani meskipun dengan keahlian yang minim. Curahan waktu kerja di sektor pertanian, lebih banyak dicurahkan oleh kelompok responden non migran. Penyerapan curahan waktu kerja yang dilakukan oleh kempok responden non migran di sektor pertanian ini mencapai 75,08% dibandingkan dengan sektor non pertanian yang hanya 24,92%. Hal ini dapat terjadi karena kelompok ini masih mengutamakan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama mereka, sehingga waktu kerja mereka dihabiskan untuk pergi bertani ke lahan sawah. Alokasi curahaan waktu kerja dalam sektor pertanian baik pada lahan milik sendiri, lahan non milik sendiri maupun pada kegiatan berburuh tani masih mengandalkan lahan sawah sebagai tempat bekerja, hal ini membuktikan bahwa lahan sawah di pedesaan masih memegang peranan penting sebagai sumber mata pencaharian sekaligus sumber pendapatan pada masyarakat desa. Curahan waktu kerja rumah tangga buruh tani didominasi oleh kegiatan berburuh dan pada rumah tangga petani tercurah pada lahan milik sendiri. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari distribusi penguasaan lahan. Tingginya curahan waktu kerja rumah tangga buruh tani dibandingkan dengan rumah tangga petani juga menunjukkan bahwa kegiatan berburuh masih dapat dijadikan sumber mata pencaharian dalam kegiatan mencari nafkah di Desa Pamanukan Hilir. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa secara rataan, alokasi waktu kerja pada rumah tangga petani migran lebih dominan di sektor non pertanian, sedangkan pada rumah tangga petani non migran lebih banyak tercurah pada sektor pertanian. Hal ini mengindikasikan mulai terjadinya perubahan pola jam kerja pada rumah tangga petani migran karena yang mulai mengutamakan pekerjaan di sektor non pertanian sebagai mata pencaharian utama selain sektor pertanian. Namun, jika dilihat secara keseluruhan, alokasi waktu kerja di sektor pertanian masih merupakan yang terbesar. Hal ini sesuai dengan gambaran secara makro bahwa peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja ternyata cukup tinggi. Fenomena yang menunjukkan bahwa secara rata-rata produktivitas tenaga kerja pada sektor pertanian di atas sektor non pertanian memang membuat Desa Pamanukan Hilir memiliki sumber PDDKB yang paling besar berasal dari hasil produksi sektor pertanian, yakni sebesar Rp.1,3 Miliar per tahunnya. Tingkat Pendidikan Anak Bagi para orang tua yang bekerja di sektor pertanian, memberikan pendidikan anak yang mendasar kurang begitu diminati. Penyebab kurang minatnya mengenyam pendidikan pada masyarakat petani dikarenakan sebagian

65 besar dari mereka memiliki pandangan bahwa pendidikan di sekolah belum atau tidak mampu menjamin kehidupan yang akan datang. Pandangan lainnya beranggapan bahwa pendidikan tidak akan pernah memiliki kemampuan untuk mempertahankan tradisi bertani yang mereka jalani. Pandangan terakhir selalu beranggapan bahwa biaya pendidikan tidaklah murah, sehingga masyarakat petani enggan memberikan pendidikan anaknya yang tinggi. Pentingnya memberikan pendidikan anak bagi masyarakat petani salah satunya agar dapat mengembangkan potensi anak yang akan dipakai di masa mendatang untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Oleh karena itu, peranan orang tua sangat menentukan, khususnya pola pikir orang tua terhadap masa depan anaknya. Orang tua memiliki peranan penting dalam pengembangan karakter, kualitas pendidikan dan tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan kesempatan yang ada. Dengan demikian orang tua harus memberikan pendidikan formal terhadap anaknya semenjak masuk pada usia sekolah mereka. Tingkat pendidikan yang akan dibahas dalam hal ini lebih mengacu pada aspirasi orang tua dalam hal kemampuan menyekolahkan anak sampai pendidikan tertinggi berdasarkan kondisi sosial ekonomi yang melekat pada rumah tangga saat ini. Artinya dalam hal ini merupakan suatu persiapan orang tua yang akan dilaksanakan nanti dalam jenjang pendidikan untuk anak. Oleh karena itu jawaban dari responden harus didasarkan pada keyakinan, bukan hanya keinginan semata orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Jika keingingan semata maka jawaban dari setiap responden akan sama yakni mencapai pendidikan setinggi-tingginya. Dalam kasus ini responden yang merupakan orang tua diminta untuk menyampaikan kesiapannya untuk menyekolahkan anaknya berdasarkan kondisi rumah tangga yang sebenarnya. Peneliti dalam hal ini mencoba memisahkan kemungkinan-kemungkinan yang muncul pada masa mendatang. Karena peneliti menyadari akan ada kemungkinan-kemungkinan yang berbeda jika didasarkan pada faktor lain seperti biaya pendidikan yang meninggi, kemamuan anak untuk mau atau tidak mau melanjutkan sekolah sampai jenjang yang tinggi, keberuntungan atau sukses di masa mendatang, mengalami kendala dalam bekerja di kota maupun di desa, memperoleh beasiswa sekolah dan faktor lain yang mungkin mengubah kemampuan ini. Kemampuan Mencapai Tingkat Pendidikan Anak Saat Ini Kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak saat ini merupakan kemampuan responden untuk memberikan pendidikan anak yang terjadi saat ini atau saat peneliti mengambil data di tempat penelitian. Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat kemampuan responden untuk menyekolahkan anak saat ini baik itu dari rumah tangga migran maupun non migran masih didominasi pada tingkat SD/sederajat. Hal ini terjadi karena mayoritas responden dalam penelitian ini merupakan rumah tangga baru yang masih memiliki anak dengan usia 6 sampai 13 tahun. Kemampuan responden untuk menyekolahkan anak pada tingkat SMP dan SMA baik pada rumah tangga petani migran dan non migran jumlahnya relatif hampir sama yang menandakan bahwa menyekolahkan anak sampai tersebut saat ini masih dirasa mampu bagi sebagian responden. Selain itu terdapat juga responden pada rumah tangga petani non migran yang saat ini sedang menyekolahkan anaknya sampai tingkat sajana. 45

66 46 Tabel 15 Perbedaan kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak saat ini antara rumah tangga petani migran dan non migran, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Kemampuan mencapai tingkat RT Migran RT Non Migran pendidikan anak saat ini Jumlah % Jumlah % SD/sederajat ,67 SMP/sederajat 8 26, SMA/SMK/sederajat 7 23, Sarjana ,33 Jumlah Berdasarkan uji statistik pada X 2 hitung = 4,751 < X 2 a (7,82) dan taraf nyata 5%, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak saat ini antara rumah tangga petani migran sirkuler dengan petani bukan migran sirkuler tidak berbeda nyata. Kemampuan Mencapai Tingkat Pendidikan Anak Masa Mendatang Kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak masa mendatang merupakan aspirasi responden untuk memberikan pendidikan anak setinggi-tingginya pada masa mendatang dengan memperhitungkan kondisi sosial ekonomi yang melekat pada rumah tangga saat ini. Kemampuan untuk menyekolahkan anak pada masa mendatang setiap responden berbeda-beda karena hal ini juga menyangkut pada motivasi orangtua dalam menyekolahkan anaknya, seperti petikan wawancara dari salah satu responden pada rumah tangga petani migran berikut ini: Saya maunya anak nanti di sekolahin sampai tingkat SMK aja, itu juga udah Alhamdulillah, saya belum pernah terpikir bakalan nyekolahin anak sampe kuliah nanti karena kondisi ekonomi saya yang seperti ini. Anak saya juga maunya langsung kerja buat bantubantu orang tua katanya (Si/32 Tahun) Tabel 16 Perbedaan kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak masa mendatang antara rumah tangga petani migran dan non migran, Desa Pamanukan Hilir, 2014 Kemampuan mencapai tingkat RT Migran RT Non Migran pendidikan anak masa mendatang Jumlah % Jumlah % Sampai tingkat SMP/sederajat 5 16, ,67 Sampai tingkat SMA/SMK/sederajat ,33 Sampai tingkat Akademi/Diploma 1 3,33 2 6,67 Sampai tingkat Sarjana Sampai tingkat Pascasarjana ,33 Jumlah

67 Tabel 15 menunjukkan bahwa pada rumah tangga petani migran masih terdapat lima responden yang mengatakan hanya sanggup memberikan pendidikan anaknya sampai tingkat SMP/sederajat saja. Selain itu, juga terdapat satu responden yang yakin bahwa dapat memberikan pendidikan anaknya sampai jenjang Akademi/Diploma. Tingkat pendidikan SMA/sederajat menjadi jawaban mayoritas dari rumah tangga migran dalam hal kemampuan menyekolahkan anak setinggi-tingginya sebanyak 24 responden atau 80% dari total responden yang diwawancarai. Hal ini mengingat bahwa rumah tangga petani migran mempunyai pendapatan yang lebih dari hasil bekerja di kota. Hasil dari migrasi tersebut digunakan untuk membiayai anaknya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara pada rumah tangga petani non migran, orangtua yang masih mengandalkan pendapatannya dari buruh tani hanya sanggup menyekolahkan anak sampai tingkat SMP/sederajat saja. Sebanyak 14 (46,67%) responden menilai bahwa menyekolahkan anak sampai tingkat SMP/sederajat merupakan hal yang dirasa sesuai dengan kondisi perekonomian rumah tangga mereka. Pendidikan sampai tingkat SMP/sederajat juga sudah merupakan program wajib belajar sembilan tahun dari pemerintah, sehingga mereka berpikir hanya untuk menuntaskan wajib belajar anaknya saja. Lalu menyekolahkan anak sampai tingkat SMA/sederajat juga terhitung cukup banyak jumlahnya sebanyak 10 (33,33%). Hanya sedikit yang ingin menyekolahkan anaknya sampai tingkat Akademi/Diploma dan Sarjana, bahkan terdapat responden yang yakin akan memberikan anaknya pendidikan sampai jenjang Pascasarjana nanti. Hal itu karena yang sanggup menyekolahkan anaknya sampai tingkat tersebut merupakan petani yang memiliki lahan besar di Desa Pamanukan Hilir. Berdasarkan uji statistik pada X 2 hitung = 14,361 > X 2 a (7,82) pada taraf nyata 5%, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak masa mendatang antara rumah tangga petani migran sirkuler dengan petani bukan migran sirkuler berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan motivasi antara rumah tangga petani migran dengan non migran. Rumah tangga petani migran memiliki motivasi yang lebih tinggi dibanding rumah tangga non migran untuk menyekolahkan anak sampai tingkat tertinggi yang mereka rasa mampu untuk dicapai karena memiliki pendapatan tambahan dari hasil bermigrasi mereka. 47

68 48

69 PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP PERUBAHAN PERANAN SOSIAL DAN PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAH TANGGA PETANI 49 Dampak gerak penduduk terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya bukan hanya pada individu yang melakukan migrasi sirkuler saja tetapi juga dapat mempengaruhi kehidupan ditingkat rumah tangga dan ditingkat komunitas Adanya gerak penduduk telah mempengaruhi peranan sosial dalam masyarakat dan pembagian kerja pada anggota rumah tangga petani yang menyebabkan terjadinya pengaturan kembali (penyesuaian) dalam melakukan fungsinya. Pada bab ini akan dibahas lebih rinci mengenai pengaruh migrasi sirkuler terhadap tingkat perubahan peranan sosial dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani. Peranan Sosial Peranan sosial yang dimaksud dalam hal ini merupakan peran suami dan istri dalam melakukan kegiatan sosialnya di masyarakat. Jarangnya suami berada di desa membuat peranan yang biasanya dilakukan oleh suami mulai bergeser dan diperankan juga oleh istri, sehingga kegiatan sosial tersebut terpaksa harus dilakukan oleh istri karena suaminya sering tidak ada di desa. Pada kasus Desa Pamanukan Hilir, istri dalam rumah tangga petani migran lebih banyak melakukan peranan sosialnya karena untuk menggantikan peran suami yang tidak ada ditempat, sedangkan pada rumah tangga petani non migran peranan sosial antara suami dan istri tidak jauh berbeda karena peranan sosial antara suami dan istri dijalankan oleh mereka masing-masing dan tidak ada peranan sosial yang digantikan satu sama lain. Perbandingan peranan sosial anggota rumah tangga di dalam masyarakat antara migran dan non migran ditunjukan pada Tabel 17. Tabel 17 Perbandingan peranan sosial antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran di dalam masyarakat Peranan Sosial Dalam Masyarakat RT Petani Migran RT Petani Non Migran S I AKL S I AKL Hadir dan terlibat dalam rapat Desa Hadir dan terlibat dalam kerja bakti Hadir dan terlibat dalam pengajian Hadir dan terlibat dalam arisan Hadir dan terlibat dalam acara syukuran Hadir dan terlibat dalam membantu pemakaman dan melayat Hadir dan terlibat dalam pesta pernikahan Hadir dan terlibat dalam berbagai kegiatan hari-hari besar nasional Hadir dan terlibat dalam berbagai kegiatan hari-hari besar keagamaan Jumlah ,8% 63,2% 9% 52,3% 42,6% 5,1% Keterangan: S (Suami), I (Istri), AKL (Anggota keluarga lain)

70 50 Adanya perbedaan pola migrasi sirkuler yang dilakukan oleh sebagian kepala keluarga (suami) yang menjadi migran sirkuler menyebabkan sedikitnya jumlah yang hadir dan terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan. Pola migrasi yang dimaksud ialah pola yang mempresentasikan waktu migran kembali lagi ke desanya dalam masa waktu 1 bulan atau 2 bulan sekali pulang ke desanya atau hanya pada musim panen dan musim tanam saja seorang migran kembali lagi ke desanya. Dengan melihat hasil penelitian yang ditunjukan pada Tabel 17, maka dapat dijelaskan jumlah yang hadir dan terlibat dalam berbagai kegiatan yang mempresentasikan peran sosial suami di dalam masyarakat dapat dikatan sedikit karena beberapa hal, yakni: (1) Tidak semua suami (migran sirkuler) dapat ikut dalam beberapa kegiatan di masyarakat karena tidak beradaannya suami pada saat kegiatan tersebut belangsung di desa, (2) Mayoritas suami yang dapat hadir dan terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan yang ada di desa merupakan suami dalam rumah tangga petani yang pola migrasinya setiap 1 bulan atau 2 bulan sekali pulang ke desanya walauapun tidak semua kegiatan dapat diikuti, (3) Tidak jarang ada suami yang selalu menyerahkan kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat tersebut kepada istrinya langsung karena memang suami tersebut hanya dapat berada di desa saat musim panen dan musim tanam saja sehingga tidak memungkinkan untuk hadir dan terlibat dalam setiap kegiatan kemasyarakatan yang ada di desa. Dengan beberapa alasan tersebut, dapat dikatakan bahwa ratarata suami dalam rumah tangga petani migran menyerahkan peranan sosial yang seharusnya mereka jalankan kepada istri yang membuat data hadir dan terlibat istri dalam rumah tangga petani migran menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan rumah tangga petani non migran. Peneliti kemudian membuat uji beda antara peranan sosial yang dilakukan anggota rumah tangga petani migran dengan non migran. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan uji T Independen didapatkan hasil bahwa secara umum terdapat perbedaan nyata antara peranan sosial yang dilakukan anggota rumah tangga petani migran dan non migran dengan nilai t hitung > t tabel (4,875>2,017) dan P value (0,000<0,05). Perbandingan menggunakan uji T independen juga dilakukan secara terpisah, yakni pada data suami saja dan data istri saja antara rumah tangga migran dengan non migran. Saat melakukan uji T independen pada data suami saja, maka terlebih dahulu dilakukan Levene s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians) pada data suami. Terdapat bahwa F=36,344 (sig=0,000) karena sig di bawah 0,05 maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan varians (data heterogen) pada data peranan sosial suami dalam rumah tangga migran dan non migran. Oleh karena nilai t hitung > t tabel (6,983>2,020) dan P value (0,000<0,05), artinya terdapat perbedaan nyata antara peranan sosial suami dalam rumah tangga migran dengan non migran. Selanjutnya pada data istri saja, juga terlebih dahulu dilakukan Levene s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians) pada data istri. Didapatkan bahwa nilai F=3,691 (sig=0,060) karena sig diatas 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan varians (data homogen) pada data peranan sosial istri dalam rumah tangga migran dan non migran. Oleh karena nilai t hitung < t tabel (0,668<2,002) dan P value (0,507>0,05), artinya tidak ada perbedaan nyata antara peranan sosial istri dalam rumah tangga migran dengan non migran.

71 Tabel 18 Independent Samples Test peranan sosial antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran di dalam masyarakat 51 Peranan Sosial Total Peranan Sosial Suami Peranan Sosial Istri Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances F Sig. T Df t-test for Equality of Means Sig. (2- tailed ) Mean Differe nce Std. Error Diffe rence 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 16,929,000-4,875 58,000-3,767,773-5,313-2,220-4,875 43,586,000-3,767,773-5,324-2,209 36,344,000-6,893 58,000-4,233,614-5,463-3,004-6,893 41,998,000-4,233,614-5,473-2,994 3,691,060,668 58,507,300,449 -,599 1,199,668 51,33,507,300,449 -,602 1,202 Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam rumah tangga petani migran, istri lebih banyak menggantikan peranan sosial dari kepala keluarga karena tidak adanya suami saat dibutuhkan untuk melakukan kegiatan sosial tersebut. Namun, istri harus memilih dalam memposisikan peranan sosial suami pada kegiatan-kegiatan tertentu yang dirasa mampu untuk digantikan oleh istri. Hal ini jelas membawa dampak pada terhambatnya proses sosialisasi antar tetangga. Beda halnya dengan rumah tangga petani non migran, peranan sosial antara suami dan istri dapat dilakukan secara bersama dan sesuai dengan posisi yang seharusnya dijalankan. Hal tersebut juga berdampak pada lancarnya proses soialisasi antar tetangga yang membutuhkan peran sosial suami. Pembagian Kerja Dampak gerak penduduk yang dilakukan oleh kepala keluarga telah mempengaruhi struktur rumah tangga yang ditinggalkannya. Hal tersebut berakibat pada pergeseran pola pembagian kerja pada anggota rumah tangga yang kepala keluarganya melakukan migrasi sirkuler. Untuk menyesuaikan ketiadaan suami sebagai kepala keluarga dalam jangka waktu tertentu, banyak dari rumah tangga migran sirkuler melakukan perubahan dan pengaturan kembali pembagian kerja dari masing-masing anggota rumah tangganya. Pembagian kerja berdasarkan gender merupakan pola pembagian peran antara anggota keluarga (suami-istri) berdasarkan peran domestik yang disebut peran reproduktif dan peran publik yang

72 52 disebut peran produktif. Namun pada kasus ini, peneliti membagi pembagian kerja dalam rumah tangga menjadi 2 yakni, pekerjaan domestik dan pekerjaan dalam usaha tani. Pekerjaan Domestik Seperti yang diutarakan oleh Sajogyo (1985) pekerjaan domestik atau reproduktif merupakan kegiatan yang tidak menghasilkan uang namun tetap harus dilaksanakan karena untuk keberlangsungan kehidupan rumah tangga dan mempunyai fungsi memberi dukungan bagi anggota rumah tangga lain, seperti suami untuk memanfaatkan peluang kerja. Pada umumnya pekerjaan domestik ini meliputi kegiatan reproduktif yang dilakukan setiap hari dalam rumah tangga, seperti merawat anak, membersihkan rumah, belanja kebutuhan rumah tangga, memasak makanan, mencuci dan menyetrika pakaian. Pekerjaan reproduktif ini biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Dalam kasus penelitian di Desa Pamanukan Hilir baik rumah tangga migran maupun non migran, pekerjaan domestik masih didominasi oleh kaum istri sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 19 yang menunjukkan hampir disetiap kegiatan dalam pekerjaan domestik, kaum istri lebih mendominasi baik pada rumah tangga migran maupun non migran. Akan tetapi terdapat perbedaan antara rumah tangga petani migran dengan non migran, istri pada rumah tangga migran melakukan hampir semua pekerjaan domestik secara mandiri sedangkan pada rumah tangga petani non migran suami ikut terlibat dalam membantu pekerjaan domestik istri walaupun tidak semua pekerjaan dibantu. Tabel 19 Perbandingan pembagian kerja domestik antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran Pekerjaan Domestik RT Petani Migran RT Petani Non Migran S I AKL S I AKL Merawat anak Mendampingi anak belajar Membersihkan rumah Memasak dan menyediakan makanan Mencuci dan menyetrika pakaian Belanja kebutuhan rumah tangga Jumlah % 90% 0% 30,8% 64,4% 4,6% Keterangan: S (Suami), I (Istri), AKL (Anggota keluarga lain) Peneliti kemudian membuat uji beda antara pembagian kerja domestik yang dilakukan anggota rumah tangga petani migran dengan non migran. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan uji T Independen didapatkan hasil bahwa secara umum terdapat perbedaan nyata antara pembagian kerja domestik yang dilakukan anggota rumah tangga petani migran dan non migran dengan nilai t hitung > t tabel (8,078>2,017) dan P value (0,000<0,05).

73 Tabel 20 Independent Samples Test pembagian kerja domestik antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran 53 Pembagian Kerja Domestik Total Pembagian Kerja Domestik Suami Pembagian Kerja Domestik Istri Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances F Sig. T Df t-test for Equality of Means Sig. (2- tailed ) Mean Differe nce Std. Error Diffe rence 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper,215,645-8,078 58,000-2,000,248-2,496-1,504-8,078 56,724,000-2,000,248-2,496-1,504,174,678-7,971 58,000-1,967,247-2,461-1,473-7,971 56,588,000-1,967,247-2,461-1,472 3,609,003 1,439 58,155,333,232 -,130,797 1,439 29,00,161,333,232 -,140,807 Perbandingan menggunakan uji T independen juga dilakukan secara terpisah, yakni pada data suami saja dan data istri saja antara rumah tangga migran dengan non migran. Saat melakukan uji T independen pada data suami saja, maka terlebih dahulu dilakukan Levene s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians) pada data suami. Terdapat bahwa F=0,174 (sig=0,678) karena sig diatas 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan varians (data homogen) pada data pembagian kerja domestik suami dalam rumah tangga migran dan non migran. Oleh karena nilai t hitung > t tabel (7,971>2.002) dan P value (0,000<0,05), artinya terdapat perbedaan nyata antara peranan sosial suami dalam rumah tangga migran dengan non migran. Selanjutnya pada data istri saja, juga terlebih dahulu dilakukan Levene s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians) pada data istri. Didapatkan bahwa nilai F=3,609 (sig=0,003) karena sig di bawah 0,05 maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan varians (data heterogen) pada data pembagian kerja domestik istri dalam rumah tangga migran dan non migran. Oleh karena nilai t hitung < t tabel (1,439<2,045) dan P value (0,161>0,05), artinya tidak ada perbedaan nyata antara pembagian kerja domestik istri dalam rumah tangga migran dengan non migran. Pekerjaan Dalam Usaha Tani Jarangnya suami berada di rumah pada rumah tangga petani migran sirkuler menyebabkan terjadinya pengaturan kembali atau penyesuaian pembagian kerja antara suami dan istri dalam hal mengelola dan mengolah lahan sawah. Hasil

74 54 penelitian menunjukkan bahwa dalam rumah tangga petani migran yang memiliki lahan pertanian sendiri, istri lebih banyak berperan dalam mengolah lahan sawah untuk menggantikan posisi suami yang sedang melakukan migrasi sirkuler ke kota. Tabel 21 menunjukkan perbandingan pembagian kerja dalam usaha tani antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran. Tabel 21 Perbandingan pembagian kerja dalam usaha tani antar anggota rumah tangga petani migran dan non migran Pekerjaan Dalam RT Petani Migran RT Petani Non Migran Usaha tani S I AKL B S I AKL B Persiapan lahan Pembibitan Persemaian Penanaman Padi Penyemprotan Pestisida Penyiangan Pengairan Pemupukan Pemanenan Mengelola uang hasil usaha tani Menyewa buruh tani Menyediakan Saprotan Memilih jenis varietas tanaman Ikut pelatihan keterampilan bertani Ikut penyuluhan pertanian Jumlah ,6% 49,7% 1,1% 11,6% 58,5% 15,7% 1,6% 24,3% Keterangan: S (Suami), I (Istri), AKL (Anggota keluarga lain), B (Buruh) Pembagian kerja dalam usaha tani saat sumi sedang melakukan migrasi sirkuler, lebih banyak dibebankan kepada isti. Suami hanya akan membantu dalam hal pengelolaan lahan saja pada saat masa tanam dan panen berlangsung di desa, sedangkan istri hanya ditugaskan untuk memeliharanya saja, tetapi dalam hal pemilihan jenis bibit padi, menyewa buruh tani, dan hal-hal lain yang diperlukan dalam pengelolaan lahan sawah hanyalah suami yang menentukan. Lain halnya dengan rumah tangga petani migran yang tidak memiliki lahan pertanian atau yang suaminya menjadi buruh tani, istri lebih banyak berperan menggantikan posisi suami untuk bekerja sebagai buruh tani. Tidak jarang banyak istri yang memiliki suami buruh tani juga ikut menjadi buruh tani untuk membantu kondisi perekonomian rumah tangganya. Suami bekerja sebagai buruh tani secara penuh pada saat musim tanam dan panen berlangsung saja, selain itu suami hanya akan membantu saat pulang ke desa.

75 Sementara pada rumah tangga petani non migran, suami lebih banyak melakukan peran produktifnya pada sektor pertanian. Hampir semua jenis pekerjaan dalam usaha tani baik dalam hal pengelolaan maupun pengolahan dikerjakan semua oleh suami. Bagi petani yang memiliki lahan pertanian, biasanya pekerjaan pengolahan sawah diserahkan kepada buruh tani, sedangkan untuk petani yang tidak memiliki lahan pertanian atau yang berpofesi berburuh tani pada pekerjaan pengolahan sawah dikerjakan semua oleh suami dan tak jarang sering dibantu oleh istrinya. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan usaha tani lebih didominasi oleh suami seorang diri baik pada rumah tangga petani migran maupun non migran seperti, pelatihan keterampilan bertani, penyuluhan bertani, penyediaan Saprotan, menyewa buruh tani, dan memilih varietas padi. Peneliti kemudian membuat uji beda antara pembagian kerja dalam usaha tani yang dilakukan anggota rumah tangga petani migran dengan non migran. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan uji T Independen didapatkan hasil bahwa secara umum terdapat perbedaan nyata antara pembagian kerja dalam usaha tani yang dilakukan anggota rumah tangga petani migran dan non migran dengan nilai t hitung > t tabel (5,238>2,035) dan P value (0,000<0,05). Tabel 22 Independent Samples Test pembagian kerja dalam usaha tani antara anggota rumah tangga petani migran dan non migran 55 Pembagian Kerja Usaha tani Total Pembagian Kerja Usaha tani Suami Pembagian Kerja Usaha tani Istri Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances F Sig. T Df t-test for Equality of Means Sig. (2- tailed ) Mean Differe nce Std. Error Diffe rence 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 31,971,000-5,238 58,000-4,233,808-5,851-2,616-5,238 33,585,000-4,233,808-5,851-2,590 34,973,000-5,493 58,000-5,000,910-6,822-3,178-5,493 35,690,000-5,000,910-6,847-3,153 19,565,000 5,795 58,000 3,433,592 2,247 4,619 5,795 37,548,000 3,433,592 2,234 4,633 Perbandingan menggunakan uji T independen juga dilakukan secara terpisah, yakni pada data suami saja dan data istri saja antara rumah tangga migran dengan non migran. Saat melakukan uji T independen pada data suami

76 56 saja, maka terlebih dahulu dilakukan Levene s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians) pada data suami. Terdapat bahwa F=34,973 (sig=0,000) karena sig di bawah 0,05 maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan varians (data heterogen) pada data pembagian kerja usaha tani suami dalam rumah tangga migran dan non migran. Oleh karena nilai t hitung > t tabel (5,493>2.030) dan P value (0,000<0,05), artinya terdapat perbedaan nyata antara peranan sosial suami dalam rumah tangga migran dengan non migran. Selanjutnya pada data istri saja, juga terlebih dahulu dilakukan Levene s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians) pada data istri. Didapatkan bahwa nilai F=19,565 (sig=0,000) karena sig di bawah 0,05 maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan varians (data heterogen) pada data pembagian kerja usaha tani istri dalam rumah tangga migran dan non migran. Oleh karena nilai t hitung > t tabel (5,795>2,026) dan P value (0,000<0,05), artinya terdapat perbedaan nyata antara pembagian kerja domestik istri dalam rumah tangga migran dengan non migran. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam rumah tangga petani migran, istri tidak hanya bertumpu pada pekerjaan-pekerjaan rumah tangga saja, namun juga di luar rumah tangga peranan istri bertumpu pada status posisi yang diberikan oleh suami, seperti membantu suami mengolah sawah dan mencari nafkah tambahan di dalam desa. Hal ini membuat istri memiliki peranan ganda dalam rumah tangga petani migran, baik itu peran reproduktif maupun produktif. Berbeda halnya dengan rumah tangga petani non migran, secara garis besar dapat dikatakan bahwa antara suami dan istri memiliki kerja sama yang baik dalam hal membagi peran kerja mereka masing-masing, artinya terdapat pembagian kerja yang cukup seimbang.

77 57 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh migrasi sirkuler terhadap kondisi sosial rumah tangga petani di Desa Pamanukan Hilir, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan diantaranya sebagai berikut: 1. Fenomena migrasi internal khususnya migrasi sirkuler saat ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Pamanukan Hilir dengan pola migrasi yang tidak terlalu berubah dari semenjak tahun 1990-an. 2. Faktor yang menjadi pendorong para petani melakukan migrasi sirkuler ialah karena tidak memiliki alat produksi, seperti kurangnya kepemilikan lahan dan kurangnya akses terhadap lahan pertanian mempengaruhi pendapatan petani (ekonomi). 3. Mudahnya mendapatkan informasi mengenai daerah tujuan membuat petani tertarik untuk mencoba melakukan migrasi demi mencari pendapatan tambahan. 4. Pendapatan rumah tangga petani migran sirkuler lebih besar dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga petani bukan migran sirkuler yang memberikan dampak postif pada kemajuan tingkat ekonomi dan kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak tertinggi pada rumah tangga migran sirkuler. 5. Petani yang melakukan migrasi sirkuler menjadi terbatas waktunya dalam kegiatan bertani karena terpakai sebagian waktunya untuk bekerja di tempat migrasi sehingga alokasi waktu kerja pada rumah tangga petani migran lebih dominan di sektor non pertanian. 6. Ketiadaan suami pada jangka waktu tertentu memaksa istri untuk lebih banyak berperan dalam menggantikan posisi suami pada kegiatan sosial di masyarakat, sehingga istri memiliki peran ganda di dalam masyarakat. 7. Kegiatan sirkulasi yang dilakukan kepala keluarga dalam rumah tangga petani tidak menyebabkan perubahan pembagian kerja dalam pekerjaan domestik, tetapi menyebabkan penyesuaian pembagian kerja dalam usaha tani yang membuat istri lebih banyak mengerjakan pekerjaan suami dalam mengolah sawah.

78 58 Saran Penulis memberikan beberapa saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Pamanukan Hilir mengenai pengaruh migrasi terhadap kondisi sosial rumah tangga petani diantaranya sebagai berikut: 1. Adanya program bantuan pemerintah yang memberikan dana kepada seluruh desa di Indonesia, diharapkan dapat digunakan untuk menjaga fungsi lahan pertanian di Desa Pamanukan Hilir tetap menjadi lahan persawahan yang produktif sehingga petani tidak kehilangan mata pencaharian utama mereka. 2. Memaksimalkan sumber daya alam yang ada di desa dengan mengolah lahan kosong yang tidak bisa ditanami padi menjadi kebun, tambak ikan, dan peternakan agar lebih produktif dan menambah pendapatan. 3. Diadakan penyuluhan kepada masyarakat Desa Pamanukan Hilir khususnya petani mengenai cara membuat usaha kecil menengah (UKM) agar kesempatan kerja di desa menjadi semakin banyak. 4. Pengembangan usaha kecil yang berbasis rumah tangga diperlukan untuk menambah pendapatan rumah tangga petani. 5. Program wajib belajar 9 tahun dan pemberian beasiswa pendidikan bagi anakanak petani yang kurang mampu, membantu anak-anak petani memperoleh pendidikan yang tinggi agar dapat digunakan untuk memajukan keluarga dan desanya sendiri.

79 59 DAFTAR PUSTAKA Alatas S Migrasi dan Distribusi Penduduk Indonesia. Jakarta (ID): Kantor Menteri Negara Kependudukan BKKBN. [BPS] Badan Pusat Statistik Sensus Pertanian Tahun 2003 (Series C) Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik Sensus Penduduk Tahun 2010 Data Agregat per Provinsi. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik Sensus Pertanian Tahun Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik Definisi Migrasi. [Internet]. Jurnal [dikutip tanggal 6 Maret 2014]. Dapat diunduh: 6&ist=1&var=M. Budiman A Pembagian Kerja Secara Seksual Sebuah Pembahasan Sosiologis Tentang Peranan Wanita di Dalam Masyarakat. Jakarta (ID): Gramedia. Erwidodo Dinamika Keterkaitan Desa-Kota di Jawa Barat: Arus Tenaga Kerja, Barang dan Kapital. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Geertz, Hildred Keluarga Jawa. Jakarta (ID): Grafiti Perss. Gould WTS People And Educations In The Third World. Logman Scientific and Technical. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastudi D Manajemen Sumberdaya Keluarga. [Diktat]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hendropuspito D Sosiologi Sistematik. Yogyakarta (ID): Kanisius. Herdiana S Tinjauan Negatif Positif Urbanisasi. Makalah Seminar Urbanisasi Dalam Dua Terminologi. Bandung. Hermawan A Faktor Faktor Penyebab Migrasi Sirkulasi dan Pengaruh Migrasi Sirkulasi Terhadap Daerah Asal (Kasus Desa Pangradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 75 Hal. Irawan T Mobilitas Penduduk Desa-Kota dan Dampaknya Terhadap Daerah Asal: Studi Kasus di Tiga Desa di Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. [internet]. [Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2013]. Dapat diunduh di: Lee ES Suatu Teori Migrasi. Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada. Mantra IB Pengantar Studi Demografi. Yogyakarta (ID): Nur Cahya. Mulyadi S Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Munir R Dasar-Dasar Demografi. Jakarta (ID): Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Oberai AS State Policies and Internal Migration: Studies in Market and Planned Economies. London (GB): Croombelm.

80 60 Refiani E Faktor Penyebab dan Dampak Migrasi Sirkuler di Daerah Asal (Kasus Desa Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 95 Hal. Rohmadiani LD Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus: Jalur Pantura Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang). Jurnal Teknik Waktu. [Internet]. Jurnal [dikutip tanggal 18 Februari 2014]. 9(2): Rusli S Pengantar Ilmu Kependudukan. Bogor (ID): IPB Press. Sajogyo P Peranan Wanita Dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta (ID): Rajawali Press. Singarimbun M, Effendi S Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES. 346 hal. Standing G Konsep Konsep Mobilitas di Negara Sedang Berkembang. Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada. Sudaryanto T, Sumaryanto Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Arus dan Pola Migrasi Tenagakerja Pedesaan. Prosiding Patanas Perkembangan Struktur Produksi, Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumah tangga Pedesaan. Bogor (ID): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Suharso Kaitan Desa-Kota: Migrasi Sirkuler dan Sektor Informal. Prosiding Kofrensi Nasional Pertumbuhan Penduduk, Urbanisasi, dan Kebijaksanaan Nasional Perkotaan. Jakarta Oktober Sumaryanto Kajian Tenaga Kerja dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. [Tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sunarto Penduduk Indonesia Dalam Dinamika Migrasi Jakarta (ID): Dua Dimensi. Supriyati Kajian Tingkat Upah di Pedesaan Jawa (Kasus di Jawa Barat). [Tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Supriyati, Saptana, Sumedi Dinamika Ketenagakerjaan Dan Penyerapan Tenaga Kerja di Pedesaan Jawa. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian., Departemen Pertanian RI. Tahitu ME Studi Tentang Migrasi Sirkuler di Kota Ambon. Jurnal Agroforestri. [Internet]. Jurnal [dikutip tanggal 2 Oktober 2013]. 2(3): Dapat diunduh: Todaro MP Pengembangan Ekonomi di Dunai 3 Kajian Migrasi Internal di Negara Sedang Berkembang. Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada. Wahyuni ES Migrasi di Jawa Barat Berdasarkan SUPAS Project Working Paper Series No: A-16. Bogor (ID): Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. 60 Hal. Wahyuni ES Migrasi Wanita dan Persoalan Perawatan Anak. Jurnal Sosiologi Indonesia. Jurnal. 4(tidak ada nomor): Waridin Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri. Jurnal Ekonomi Pembangunan (JEP). Jurnal [dikutip tanggal 2 Maret 2014]. 3(2): Desember 2002.

81 Widodo S Analisis Peran Perempuan Dalam Usaha Tani Tembakau. Jurnal Embryo. Jurnal [dikutip tanggal 6 Maret 2014]. 6(2): Winoto J Mengelola Pertanahan Untuk Kemakmuran Rakyat. Majalah Bhumi Bakti. Edisi 10. Hal 24. Zelinsky W The Hypothesis of the Mobility Transition. JSTOR. [Internet]. Jurnal [dikutip tanggal 6 Maret 2014]. 61(2): Dapat diunduh: Zulham, Armen, Widodo Kelompok Migrasi Komuter di Pedesaan Jawa Barat. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 61

82 62

83 63 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Desa Pamanukan Hilir Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang Gambar 4. Peta Desa Pamanukan Hilir Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang Lampiran 2. Panduan Pertanyaan Mendalam PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Pengaruh Migrasi Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial Rumah Tangga Petani Tujuan : Menggali informasi terkait dengan pengaruh migrasi sirkuler yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pamanukan Hilir Informan : Tokoh Masyarakat dan Pegawai Pemerintahan Desa Hari/Tanggal Wawancara : Lokasi wawancara : Nama Informan : Umur Informan : A. Profil Lokasi Penelitian (Diperuntukan bagi Kepala Desa Pamanukan Hilir, Ketua RW dan RT serta informan lainnya yang mampu memberikan informasi terkait lokasi yang dijadikan subjek penelitian ini) Pertanyaan Penelitian : 1. Bagaimana perkembangan kondisi kependudukan di lokasi penelitian hingga saat ini (terkait migrasi sirkuler)? 2. Bagaimana perkembangan kondisi pertanian di lokasi penelitian hingga saat ini?

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1.Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat penting guna untuk merancang penelitian yang akan dilakukan peneliti. Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang dibahas dalam penelitian antara lain mencakup (1) pengertian migrasi;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Migrasi 1. Pengertian Migrasi Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah tujuan dengan maksud menetap. Sedangkan migrasi sirkuler ialah gerak penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi penduduk atau population geography merupakan cabang ilmu geografi.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi penduduk atau population geography merupakan cabang ilmu geografi. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Penduduk Geografi penduduk atau population geography merupakan cabang ilmu geografi. Menurut Bintarto (1977: 10) geografi dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi BAB 1 PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Tujuan pembangunan daerah yaitu mencari kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas penduduk, terutama mobilitas dari pedesaan ke perkotaan. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas penduduk, terutama mobilitas dari pedesaan ke perkotaan. Banyak hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia berpengaruh terhadap perubahan sosial demografi. Salah satu perubahan itu tercermin dari meningkatnya mobilitas penduduk,

Lebih terperinci

MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh

MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh K. Yunitha Aprillia Ida Bagus Made Astawa, I Gede Astra Wesnawa *) Jurusan Pendidikan Geografi,Undiksha Singaraja

Lebih terperinci

MIGRASI POPULATION MOBILITY

MIGRASI POPULATION MOBILITY MIGRASI POPULATION MOBILITY PENGERTIAN MIGRASI MIGRASI: pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen (jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau pindah dari

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yang apabila dikelola dengan baik penduduk dapat menjadi salah satu modal dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 2,5 sampai 3 juta orang per tahun (Nehen, 2010:96).

Lebih terperinci

PERILAKU MOBILITAS PENDUDUK SIRKULER DI DESA JAYASARI KECAMATAN LANGKAP LANCAR KABUPATEN PANGANDARAN

PERILAKU MOBILITAS PENDUDUK SIRKULER DI DESA JAYASARI KECAMATAN LANGKAP LANCAR KABUPATEN PANGANDARAN PERILAKU MOBILITAS PENDUDUK SIRKULER DI DESA JAYASARI KECAMATAN LANGKAP LANCAR KABUPATEN PANGANDARAN Ufik Taufik (ochenkgrabes@yahoo.co.id) H. Nandang Hendriawan (nandang.hendriawan@yahoo.com) Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Kerja

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Kerja II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Kerja Migrasi kerja merupakan reaksi atas tekanan interaksi faktor-faktor positif, negatif dan netral (Hugo 1981). Suryana (1979) menyatakan tekanan itu berupa tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 2, No 1, Januari 2015 Halaman 1-12 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENGIKAT TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KARAWANG DAN KABUPATEN BOGOR ANJAS RAFSAN PALLAWA

FAKTOR-FAKTOR PENGIKAT TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KARAWANG DAN KABUPATEN BOGOR ANJAS RAFSAN PALLAWA FAKTOR-FAKTOR PENGIKAT TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KARAWANG DAN KABUPATEN BOGOR ANJAS RAFSAN PALLAWA SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV DISKUSI TEORITIK

BAB IV DISKUSI TEORITIK BAB IV DISKUSI TEORITIK Teori yang digunakan dalam analisa ini bermaksud untuk memahami apakah yang menjadi alasan para buruh petani garam luar Kecamatan Pakalmelakukan migrasi ke Kecamatan Pakal, Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pembangunan sebab mobilitas penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri.

I. PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Tidak terkecuali di Provinsi Lampung khususnya Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja (juta) (2009 est) 3 Angka pengangguran (%) Produk Domestik Bruto 1,918 7,033 35,163 42,421

BAB I PENDAHULUAN. kerja (juta) (2009 est) 3 Angka pengangguran (%) Produk Domestik Bruto 1,918 7,033 35,163 42,421 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Salah satu dampak dari adanya krisis ekonomi adalah melonjaknya angka pengangguran. Belum pulihnya perekonomian dan timpangnya perkembangan suatu wilayah

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR

PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh : KURNIAWAN DJ L2D 004 330 NOVAR ANANG PANDRIA L2D 004 340 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untukditeliti dan pengetahuan mengenai fenomena ini sangat berguna dalam

BAB I PENDAHULUAN. untukditeliti dan pengetahuan mengenai fenomena ini sangat berguna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada 20 tahun terakhir ini fenomena perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain atau bisa disebut juga urbanisasi menjadi salah satu fenomena sosial yang

Lebih terperinci

Mobilitas Penduduk I. Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1

Mobilitas Penduduk I. Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Mobilitas Penduduk I Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Mobilitas Ditinjau Secara Sosiologis Mobilitas o Mobilitas Geografis Perpindahan penduduk dari batas geografis yang satu

Lebih terperinci

laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.

laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. penelitian sebelumnya yang dipakai sebagai acuan dalam penulisan laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian Metode penelitian, menjelaskan mengenai metode penelitian yang

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Migrasi adalah salah satu fenomena penduduk yang dipelajari dalam studi geografi. Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang mepengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI. Drs. CHOTIB, M.Si

MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI. Drs. CHOTIB, M.Si MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI Drs. CHOTIB, M.Si chotib@ldfeui.org Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Program Pascasarjana Universitas Indonesia . Konsep dan Definisi Migrasi (1)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Sosial Demografi Demografi merupakan ilmu yang memepelajari struktur dan proses di suatu wilayah. Demografi menurut PhilipM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kependudukan mendasar yang terjadi di Indonesia selain pertumbuhan penduduk yang masih tinggi adalah persebaran penduduk yang tidak merata. Hasil sensus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

MIGRASI. Oleh : CHOTIB Donovan Bustami

MIGRASI. Oleh : CHOTIB Donovan Bustami MIGRASI Oleh : CHOTIB Donovan Bustami 1. Konsep dan Definisi Migrasi Migrasi merupakan salah satu dari tiga komponen dasar dalam demografi. Komponen ini bersama dengan dua komponen lainnya, kelahiran dan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA 3.1. Pengertian Demografi Untuk dapat memahami keadaan kependudukan di suatu daerah atau negara, maka perlu didalami kajian demografi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PERTANIAN ( )

SOSIOLOGI PERTANIAN ( ) SOSIOLOGI PERTANIAN (130121112) PEMBANGUNAN & PERUBAHAN MASYARAKAT (6) Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu Menemukan perbedaan proses pembangunan dan perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN PELUANG TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR INFORMAL

KARAKTERISTIK DAN PELUANG TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR INFORMAL KARAKTERISTIK DAN PELUANG TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR INFORMAL Armansyah Mahasiswa Kependudukan Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya Jalan Padang Selasa No.524, Bukit Besar Palembang 30139 E-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk suatu negara merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi atau peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi. Penduduk tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK

BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK 48 BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK 7.1 Sejarah Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak Fenomena mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah tenaga kerja dan kesempatan kerja merupakan salah satu diantara banyak permasalahan yang ada di Indonesia. dengan bertambahnya penduduk dari tahun ke tahun,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Penduduk Menurut Nursid Sumaatmaja, (1988:52) secara garis besar, Geografi dapat diklasifikasikan menjadi tiga cabang, yaitu Geografi Fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dasarnya. Pertama, diakui keberadaannya, kedua,

I. PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dasarnya. Pertama, diakui keberadaannya, kedua, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah homo homonicus yakni sebagai makhluk sosial untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Pertama, diakui keberadaannya, kedua, diterima dalam kelompoknya, dan ketiga,

Lebih terperinci

STUDI TENTANG MIGRASI SIRKULER DI KOTA AMBON (Studi Kasus : Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau Kota Ambon)

STUDI TENTANG MIGRASI SIRKULER DI KOTA AMBON (Studi Kasus : Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau Kota Ambon) STUDI TENTANG MIGRASI SIRKULER DI KOTA AMBON (Studi Kasus : Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau Kota Ambon) Jurusan Budidaya Fakultas Pertanian Universitas Pattimura ABSTRACT The objectives of this research

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) KONTRIBUSI PENDAPATAN BURUH TANI PEREMPUAN TERHADAP TOTAL PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DESA BABAKANMULYA KECAMATAN JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan dengan berbagai kelebihan, sehingga banyak topik yang diangkat dengan latar belakang perempuan. Kelebihan-kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, maka keadaan yang demikian itu menuntut Pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan. Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya studi tentang mobilitas penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya studi tentang mobilitas penduduk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Masalah dan Latar Belakang Pada umumnya studi tentang mobilitas penduduk di Indonesia menekankan pada gerak penduduk permanen, yakni mobilitas penduduk antar propinsi, migrasi antar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa pustaka yang dijadikan dasar teori

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa pustaka yang dijadikan dasar teori 10 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa pustaka yang dijadikan dasar teori dalam penelitian ini. Adapun pustaka tersebut adalah teori migrasi, penyebab migrasi, migrasi sebagai investasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang tentunya memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. Sekarang ini, Indonesia banyak menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Katalog BPS : 2301003.34 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Statistik BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nova Windasari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nova Windasari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor penting yang berfungsi bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang kian hari kian bertambah. Pertanian adalah seluruh kegiatan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja adalah dua hal yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk menjadi potensi terjaminnya ketersediaan

Lebih terperinci

POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR Oleh: NOVI SATRIADI L2D 098 454 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia terjadi akibat. ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia terjadi akibat. ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan di Indonesia terjadi akibat ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan kemampuan menciptakan lapangan kerja sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA. Oleh: Iwan Setiawan*)

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA. Oleh: Iwan Setiawan*) PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA Oleh: Iwan Setiawan*) ABSTRAKS Indonesia sedang dihadapkan pada masalah ketenagakerjaan yang cukup kompleks. Permasalahan tersebut, sebagian

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak

Lebih terperinci

ANALISIS MIGRASI KE KOTA BANDA ACEH

ANALISIS MIGRASI KE KOTA BANDA ACEH ANALISIS MIGRASI KE KOTA BANDA ACEH Analisis Migrasi Ke Kota Banda Aceh Abstract The aim of this study is to know the factors that influence the decision of migration to the city of Banda Aceh. This research

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa pembangunan sekarang ini sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan. Produktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja No : PER-05/MEN/1988

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja No : PER-05/MEN/1988 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) 1. Pengertian Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja No : PER-05/MEN/1988 tentang Antar Kerja Antar Negara yang dimaksud dengan tenaga kerja Indonesia

Lebih terperinci

MIGRASI DARI JAWA TENGAH KE JAWA TIMUR MASA KOLONIAL. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Kolonial

MIGRASI DARI JAWA TENGAH KE JAWA TIMUR MASA KOLONIAL. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Kolonial MIGRASI DARI JAWA TENGAH KE JAWA TIMUR MASA KOLONIAL Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Kolonial Dosen Pengampu: Drs. Mudji Hartono, M.Hum. (REVISI) Disusun oleh: Arief Wibowo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 1,97% Angkatan kerja NTT pada Februari 2014 mencapai 2.383.116 orang, bertambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap kebutuhan transportasi yang semakin meningkat. Dari fakta

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah

Lebih terperinci

Mobilitas Penduduk II

Mobilitas Penduduk II Mobilitas Penduduk II Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Sumber Data Mobilitas Penduduk Sumber data mobilitas penduduk Sensus penduduk disini diperoleh data yang lengkap Namun

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: perempuan, bekerja, sektor publik, adat

Abstrak. Kata kunci: perempuan, bekerja, sektor publik, adat Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perempuan Bali untuk Bekerja di Sektor Publik (Studi Kasus di Desa Adat Kerobokan Kuta Utara Kabupaten Badung). Nama : Ni Putu Devi Ekayanti Ningsih

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci :Curahan Jam Kerja, Umur, Pendidikan, Pendapatan Suami, Jumlah Tanggungan.

Abstrak. Kata Kunci :Curahan Jam Kerja, Umur, Pendidikan, Pendapatan Suami, Jumlah Tanggungan. Judul Nama : Pengaruh Umur, Tingkat Pendidikan, Pendapatan Suami, dan Jumlah Tanggungan Keluarga Terhadap Curahan Jam Kerja Pedagang Wanita di Pasar Kumbasari : Made Puspita Mega Swari NIM : 1306105063

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamnya, sehingga sangatlah wajar apabila Indonesia menjadi sebuah Negara

BAB I PENDAHULUAN. alamnya, sehingga sangatlah wajar apabila Indonesia menjadi sebuah Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terkenal dengan kesuburan alamnya, sehingga sangatlah wajar apabila Indonesia menjadi sebuah Negara agraris. Sebagaimana kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkatan kerja (pekerja) terdiri dari tenaga kerja sektor formal dan tenaga kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). tidak hanya mampu mendorong, tetapi juga dapat menganggu proses

BAB I PENDAHULUAN. timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). tidak hanya mampu mendorong, tetapi juga dapat menganggu proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Teori Kuznet pembangunan di Negara sedang berkembang identik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahap awal pembangunan namun disertai dengan timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu upaya untuk mencapai pertumbuhan kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi. Menurut Bintarto dalam Budiyono (2003:3) geografi ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

DI PROPINSI JAWA TENGAH

DI PROPINSI JAWA TENGAH FENOMENA MIGRASI TENAGA KERJA PERTANIAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI DI PROPINSI JAWA TENGAH the PHENOMENA OF AGRICULTURE LABOUR MIGRATION AND ITS IMPACT ON FARMER EMPOWEREMENT IN CENTRAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dalam konteks demografi cukup memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci