STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR"

Transkripsi

1 STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Oleh: Ayu Destari C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 27 i

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, Januari 27 Ayu Destari C ii

3 RINGKASAN AYU DESTARI. Studi Karakter Suara Beberapa Spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh BONAR P. PASARIBU dan TOTOK HESTIRIANOTO. Lumba-lumba dan sebagian besar paus bergigi lain mengandalkan sistem sonar yang disebut ekholokasi sebagai sensor utama mereka. Ekholokasi adalah kemampuan binatang untuk mentransmisikan suara dan mendeteksi pantulan dari suara tersebut setelah berbenturan dengan suatu objek. Pantulan tersebut memungkinkan mereka untuk mengetahui bentuk, ukuran, tekstur, dan jarak dari objek. Suara dengan durasi, panjang gelombang, amplitudo, frekuensi, interval dan pola suara yang berbeda ditransmisikan untuk tujuan yang berbeda pula. Suara yang ditransmisikan oleh lumba-lumba dibagi menjadi tiga kategori; (1) click untuk ekholokasi, (2) burst sering dideskripsikan sebagai lengkingan atau gonggongan, (3) whistle biasanya digunakan untuk komunikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati karakter suara dari beberapa spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Pengambilan data di lapangan dilakukan di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur yang dilaksanakan dari tanggal 27-3 Desember 25 dan merupakan bagian dari riset Inventarisasi Mamalia Air yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Metode yang dipakai dalam mengumpulkan data spesies lumba-lumba adalah pengambilan contoh jarak jauh (distance sampling) dengan transek zig-zag dan menggunakan metode pengamatan dengan satu kelompok pengamat (single observer/platform). Pengambilan sampel suara dilakukan dengan meletakkan hydrophone di bawah permukaan air dan direkam dengan menggunakan digital recorder yang sudah disambungkan ke amplifier dari hydrophone. Hasil rekaman suara lumba-lumba dengan ekstensi.vy4 harus diubah menjadi data dengan ekstensi.wav dengan direkam ulang menggunakan program All Sound Recorder XP. File suara ini harus dilakukan hiss reduction dan noise reduction dengan program Cool Edit Pro 2.. Setelah itu analisis dilakukan dengan program Wavelab 4.. Pada program ini dimunculkan grafik FFT (Fast Fourier Transform) dan setiap 5 ms data tersebut di-ekspor ke ASCII untuk diolah lebih lanjut di Microsoft Excell dan didapatkan grafik rata-rata FFT per 5 milisekon. Selain itu dilakukan juga analisis PSD dengan menggunakan program Matlab 7.1. Kondisi perairan dan cuaca yang tidak memungkinkan menyebabkan proses rekaman tidak dapat dilakukan setiap ditemukannya spesies Odontoceti. Dari empat file yang berhasil terekam suara Odontoceti, terdapat total 22 potongan suara. Durasi dari tiap potongan suara berkisar antara ms. Kisaran puncak frekuensi pada nilai FFT adalah antara 2 Hz- Hz, dengan kisaran panjang gelombang antara 7,5-75 cm dan kisaran intensitas antara -17 db dan -59 db. Lima potongan suara dari asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin memiliki kisaran frekuensi puncak pada Hz dengan nilai PSD maksimum antara -,28 dan -7 db/hz. File suara asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin memiliki kisaran frekuensi puncak pada Hz dengan nilai PSD maksimum antara -4,5 dan 3,76 db/hz. Sementara enam potongan suara pada asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin memiliki kisaran frekuensi puncak pada Hz dengan nilai PSD maksimum antara -12,77 dan -4,26 db/hz dan lima potongan suara dari Pygmy Killer Whale memiliki kisaran frekuensi puncak pada Hz dengan nilai PSD maksimum antara -7,6 dan 4 db/hz. Dilihat dari durasi yang lebih dari 1 ms dan frekuensi yang tidak lebih dari 25 khz, dapat disimpulkan bahwa suara yang terekam pada penelitian ini bukan merupakan tipe suara click yang digunakan untuk ekholokasi. Suara dengan deskripsi seperti tersebut di atas lebih mirip dengan suara jenis whistle yang digunakan untuk komunikasi dan burst yang diproduksi pada saat lumba-lumba sedang mengalami tekanan emosi. Namun jika dilihat dari periodogram PSD, beberapa potongan suara memiliki puncak yang cukup tajam dengan bandwidth yang sempit yang mencirikan tipe suara click. iii

4 STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: Ayu Destari C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 27 iv

5 Judul Nama NRP : STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR : Ayu Destari : C Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M.Sc NIP Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP Tanggal Lulus: 17 Januari 27 v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Karakter Suara Beberapa Spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Ucapan terima kasih ditujukan kepada Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M.Sc dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen pembimbing; Drs. Dharmadi dan Dr. Ngurah Wiadnyana serta Pusat Riset Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk berpartisipasi dalam kegiatan Inventarisasi Mamalia Air dan menggunakan datanya dalam tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua Orang Tua serta kakak atas doa, dukungan dan dorongannya; Fisheries Diving Club atas ilmu dan pengalaman yang sangat berharga; teman-teman ITK 39 atas kebersamaan yang luar biasa selama empat tahun terakhir; serta seluruh dosen pengajar, staf, senior dan adik-adik di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Sangat disadari oleh Penulis bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun sebagai masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan seluruh pihak yang memerlukan. Bogor, Januari 27 Ayu Destari vi

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... xii 1. PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Odontoceti Penggunaan suara oleh Cetacea Ekholokasi Komunikasi Pulsa suara burst Produksi suara oleh lumba-lumba Keunikan anatomi lumba-lumba Penggunaan suara oleh beberapa spesies ikan dan invertebrata Snapping shrimp (Alpheus heterochaelis) Ikan BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Pengambilan Data Pengamatan spesies Odontoceti Pengambilan sampel suara Odontoceti Analisa Data Noise dan hiss reduction Pemotongan data (Cropping) HASIL DAN PEMBAHASAN Asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin Asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin Asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin Pygmy Killer Whale KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP... 9 vii

8 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kisaran frekuensi suara pada beberapa spesies Odontoceti Perbandingan berat otak dan spinal cord pada beberapa hewan, lumba-lumba dan manusia File suara dan keterangan Spesies Odontoceti Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 1 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara viii

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Stenella longirostris (Long-snouted spinner dolphin) Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin) Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin) Globicephala macrorhynchus (Short-finned pilot whale) Feresa attenuata (Pygmy killer whale) Pseudorca crassidens (False killer whale) Produksi dan Penerimaan Suara pada Lumba-lumba Peta lokasi penelitian di Perairan Laut Sawu, NTT Kapal motor Elang Laut Hydrophone CR-1 dan Amplifier Digital voice recorder Posisi Pengamat pada metode single observer/platform Diagram alir analisa data suara Odontoceti File suara sebelum dan sesudah dihilangkan noise Satu potongan suara dari beberapa potongan suara dalam satu file rekaman suara Odontoceti Posisi perekaman suara Odontoceti Periodogram PSD dari potongan suara 1 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 15 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD dari potongan suara 2 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 4 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD dari potongan suara 3 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 25 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD dari potongan suara 4 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 25 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD dari potongan suara 5 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 32 ms, threshold -1 db/hz.. 33 ix

10 22. Periodogram PSD dari potongan suara 1 False Killer Whale, Shortfinned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 38 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD dari potongan suara 2 False Killer Whale, Shortfinned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 444 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD dari potongan suara 3 False Killer Whale, Shortfinned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 25 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD dari potongan suara 4 False Killer Whale, Shortfinned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 4 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD dari potongan suara 5 False Killer Whale, Shortfinned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 32 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD dari potongan suara 6 False Killer Whale, Shortfinned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 25 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 1 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 173 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 2 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 3 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 3 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 23 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 4 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 325 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 5 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 15 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 6 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 3 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 1 dari file suara Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 115 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 2 dari file suara Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 3 ms, threshold -1 db/hz x

11 36. Periodogram PSD potongan suara 3 dari file suara Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 24 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 4 dari file suara Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 515 ms, threshold -1 db/hz Periodogram PSD potongan suara 5 dari file suara Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 3 ms, threshold -1 db/hz xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Jalur-jalur pada daerah penelitian Data hasil pengamatan cetacean di Laut Sawu tanggal 27-3 Desember Peta distribusi Odontoceti di Perairan Laut Sawu, NTT Sebaran nilai intensitas tertinggi per satuan waktu Contoh program membuat periodogram PSD Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 2 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 1 asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 2 asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 4 asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 2 asosiasi Shortfinned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 3 asosiasi Shortfinned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 4 asosiasi Shortfinned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin Grafik nilai-fft per 1 ms dari potongan suara 1 Pygmy Killer Whale Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 2 Pygmy Killer Whale Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 5 Pygmy Killer Whale List spesies ikan yang dapat memproduksi suara di Perairan New England xii

13 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Laut Indonesia memiliki keanekaragaman jenis cetacean yang tinggi, terdapat sekitar 31 jenis paus dan lumba-lumba di perairan Indonesia dari total 86 jenis di dunia (Tomascik et al., 1997). Lumba-lumba merupakan salah satu mamalia laut yang dilindungi, sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 199 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Hewan ini juga dilindungi dunia dalam Apendix I Convention International in Trade Endangered Species (CITES), sebuah perjanjian internasional tentang pembatasan perdagangan satwa yang dilindungi. Usaha konservasi terhadap mamalia laut membutuhkan data dan informasi yang akurat dan terkini, sayangnya belum banyak peneliti Indonesia yang melakukan penelitian mengenai mamalia laut ini. Penelitian mengenai mamalia laut di perairan Indonesia tersebut justru banyak dilakukan oleh peneliti asing. Departemen Kelautan dan Perikanan sendiri baru merintis penelitian tersebut melalui Riset Inventarisasi Mamalia Air pada tahun 23 lalu. Salah satu penelitian yang banyak sekali dilakukan oleh peneliti cetacean dunia adalah mengenai kemampuan bio-sonar Odontoceti (paus bergigi) yang dapat mentransmisikan sinyal suara dan mendapatkan informasi mengenai lingkungan sekitar dari pantulan suara tersebut. Lumba-lumba dan sebagian besar paus bergigi lain mengandalkan sistem sonar yang disebut ekholokasi sebagai sensor utama mereka, karena akustik merupakan sarana yang paling efektif dan efisien untuk berkomunikasi pada lingkungan perairan ( cornell.edu). Ekholokasi adalah kemampuan binatang untuk mentransmisikan suara dan 1

14 2 mendeteksi pantulan dari suara tersebut setelah berbenturan dengan suatu objek (Simmonds et al., 24). Mereka mentransmisikan sinyal akustik dari nasal cavity pada bagian kepala dan menerima pantulannya dari rahang bawah. Pantulan tersebut memungkinkan mereka untuk mengetahui bentuk, ukuran, tekstur, dan jarak dari objek. Hal ini sangat berguna sebagai alat navigasi, untuk mencari mangsa dan menghindar dari predator. Suara dengan durasi, panjang gelombang, amplitudo, frekuensi, interval dan pola suara yang berbeda ditransmisikan untuk tujuan yang berbeda pula. Suara yang ditransmisikan oleh lumba-lumba dibagi menjadi tiga kategori; (1) click untuk ekholokasi, (2) burst sering dideskripsikan sebagai lengkingan atau gonggongan, (3) whistle biasanya digunakan untuk komunikasi (Caldwell dan Caldwell, 199). Penelitian mengenai hal tersebut telah dilakukan sejak akhir tahun 195 dan banyak dilakukan pada beberapa spesies Odontoceti yang hidup dalam penangkaran (captivity), namun belum dapat dipastikan bahwa sinyal yang ditransmisikan oleh Odontoceti yang hidup dalam penangkaran dapat mewakili sinyal yang ditransmisikan oleh Odontoceti liar yang hidup di laut lepas yang selalu menggunakan ekholokasi untuk navigasi dan berburu mangsa. Penelitian ini merupakan penelitian dasar untuk mengetahui karakter suara dari beberapa spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengamati karakter suara dari beberapa spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur.

15 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Odontoceti Lumba-lumba, paus dan pesut merupakan mamalia laut yang termasuk dalam ordo Cetacea, yang mempunyai dua sub-ordo yaitu Mysticeti dan Odontoceti. Paus baleen adalah anggota dari sub-ordo Mysticeti, sedangkan paus bergigi (toothed whale) termasuk dalam sub-ordo Odontoceti (Jefferson et al., 1993). Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Cetacea Sub-ordo : Odontoceti Famili : Delphinidae Genus: Stenella Spesies : Stenella longirostris-gray, 1828 (Long-snouted spinner dolphin) Genus: Tursiops Stenella attenuata-gray, 1846 (Pantropical spotted dolphin) Spesies: Tursiops truncatus-montagu, 1821 (Bottlenose dolphin) Genus: Globicephala Spesies: Globicephala macrorhynchus-gray,1846 (Short-finned pilot whale) Genus: Feresa Spesies: Feresa attenuata-gray, 1875 (Pygmy killer whale) Genus: Pseudorca Spesies: Pseudorca crassidens-owen, 1846 (False killer whale) 3

16 4 Stenella longirostris (Long-snouted spinner dolphin) Lumba-lumba paruh panjang terkenal dengan tingkah lakunya yang meloncat tinggi ke udara sambil berputar sampai dengan 7 kali dalam sekali loncatan. Memiliki paruh yang panjang dan tubuh ramping dengan degradasi warna abu-abu gelap, abu-abu terang dan putih (Gambar 1). Panjang tubuh lumba-lumba paruh panjang dewasa antara 1,3-2,1 m dengan berat kg, sedangkan bayi yang baru dilahirkan memiliki panjang tubuh 8 cm. Masa kehamilan adalah 11 bulan dan interval kelahiran anak adalah 2-3 tahun sekali. Makanan utamanya adalah ikan, cumi-cumi, dan udang. Memiliki distribusi yang sangat luas, mencakup seluruh perairan tropis dan sub-tropis di Samudera Atlantik, Pasifik dan Hindia. Sumber: Jefferson et al., 1993 Gambar 1. Stenella longirostris (Long-snouted spinner dolphin) Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin) Lumba-lumba totol memiliki totol di sekujur tubuhnya, namun kadang sulit untuk diidentifikasi karena ukuran dan warnanya yang bervariasi menurut lokasi geografis. Panjang total lumba-lumba totol dewasa berkisar 1,7-2,4 m dan panjang anak 8-9 cm ( Masa kehamilan 11,5 bulan dan bayi yang baru lahir belum memiliki totol. Totol muncul dan bertambah banyak seiring petambahan usia. Makanan mereka terdiri dari ikan, cumi-cumi dan kadang Crustacea. Lumba-lumba totol banyak ditemukan di perairan tropis Samudera Alantik, Pasifik dan Hindia.

17 5 Sumber: Jefferson et al., 1993 Gambar 2. Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin) Tursiops truncatus (Bottlenose dolphin) Lumba-lumba hidung botol merupakan spesies yang cukup terkenal karena sering ditangkap untuk dilatih dan dijadikan pertunjukan di aquarium, selain itu juga sering dijadikan objek penelitian di pusat penelitian mamalia laut. Ciri khas dari spesies ini adalah paruhnya yang pendek, serta dahinya yang bundar (Gambar 3). Panjang total lumba-lumba hidung botol dewasa berkisar 1,9-4 m, sedangkan panjang anak 85 cm 1,3 m. Sumber: Jefferson et al., 1993 Gambar 3. Tursiops truncatus (Bottlenose dolphin) Lumba-lumba betina melahirkan anak setiap 2-3 tahun sekali dengan masa kehamilan 12 bulan. Makanan utamanya ikan, udang, dan cumi-cumi. Spesies ini lebih sering ditemukan di dekat pantai di seluruh perairan tropis dan sub-tropis. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa spesies ini dapat mengagetkan mangsanya dengan mengeluarkan suara yang bising.

18 6 Globicephala macrorhynchus (Short-finned pilot whale) Tubuh paus pemandu sirip pendek berwarna hitam pekat dengan ciri khas kepala yang membundar (Gambar 4). Jantan jauh lebih besar daripada betina panjang total jantan dewasa dapat mencapai 6,1 m, sedangkan panjang maksimal betina hanya 4,9 m. Panjang anak 1,8 m, masa kehamilan bulan dengan interval kelahiran anak 3-5 tahun sekali. Makanan utamanya adalah cumi-cumi, namun juga memangsa gurita, sotong dan ikan herring jika cumi-cumi tidak tersedia. Ditemukan di perairan tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dapat bertahan baik di penangkaran dan mudah dilatih, serta menunjukkan kecerdasan yang sama dengan lumba-lumba hidung botol ( Spesies ini juga terkenal dengan perilaku mendamparkan diri secara masal (mass stranding), kejadian ini sering melibatkan ratusan paus pemandu sirip pendek. Sumber: Jefferson et al., 1993 Gambar 4. Globicephala macrorhynchus (Short-finned pilot whale) Feresa attenuata (Pygmy killer whale) Paus pembunuh kerdil memiliki kepala yang membundar dan tidak memiliki paruh, warna tubuh hitam, bagian berwana putih terdapat di mulut dan perut (Gambar 5). Walaupun disebut paus, spesies ini memiliki panjang tubuh yang mirip dengan lumba-lumba yaitu berkisar 2,1-2,6 m, sedangkan panjang bayi yang baru lahir adalah 8 cm. Makanan meliputi cumi-cumi, gurita, ikan besar seperti tuna, anjing laut dan cetacea lain. Distribusi meliputi seluruh perairan dalam di wilayah tropis dan sub-tropis.

19 7 Menunjukkan sifat yang sangat agresif pada manusia dan paus lain ketika ditangkap dan dipelihara di pengkaran. Sumber: Jefferson et al., 1993 Gambar 5. Feresa attenuata (Pygmy killer whale) Pseudorca crassidens (False killer whale) Paus pembunuh palsu sering disamakan dengan paus pembunuh kerdil karena bentuk tubuh yang mirip. Memiliki tubuh berwarna abu-abu gelap hingga hitam dengan kepala yang ramping dan paruh yang membundar (Gambar 6). Panjang total maksimal 5 m (betina) dan 6 m (jantan). Masa kehamilan adalah 15 bulan dan bayi yang baru lahir memilki panjang tubuh 1,6-1,9 m. Sumber: Jefferson et al., 1993 Gambar 6. Pseudorca crassidens (False killer whale) Spesies ini memangsa ikan dan cumi-cumi, kadang terlihat menyerang cetacea lain yang lebih kecil. Distribusi meliputi seluruh perairan dalam di wilayah tropis dan sub-tropis. Seperti paus pemandu, spesies ini juga sering terlibat peristiwa mendamparkan diri secara masal (mass stranding).

20 Penggunaan suara oleh lumba-lumba Bioakustik adalah ilmu yang mempelajari suara yang diproduksi oleh binatang. Banyak sekali biota laut yang dapat memproduksi suara, diantaranya beberapa spesies Crustacea, ikan dan mamalia laut. Akustik merupakan sarana yang paling efektif dan efisien untuk berkomunikasi pada lingkungan perairan, karena kecepatan suara di air adalah 15 m/s atau 4,5 kali lebih cepat daripada kecepatan suara di udara. Odontoceti hidup di perairan dimana penglihatan bukan merupakan indera utama, hal ini disebabkan oleh penetrasi cahaya yang tidak mencapai kedalaman laut dalam. Pada kedalaman 2 meter penetrasi cahaya hampir hilang sama sekali. Karena itu, mereka mengandalkan suara sebagai indera utama untuk komunikasi dan untuk mengetahui kondisi lingkungan sekitar. Beberapa spesies lumba-lumba hidup di perairan dengan visibilitas yang sangat rendah, seperti sungai dan estuari atau lautan yang kaya akan plankton. Spesies tersebut sangat mengandalkan suara sebagai indera utama mereka. Bahkan lumba-lumba yang hidup di Sungai Indus dan Gangga dapat dikatakan buta, karena lensa mata mereka kurang dapat bekerja. Namun lumba-lumba yang hidup di sungai tidak membutuhkan penglihatan untuk melakukan navigasi dan mencari makanan, karena mereka memiliki sistem sonar yang berkembang dengan sangat baik sehingga mereka dapat bertahan di perairan yang sangat keruh ( Menurut Caldwell dan Caldwell, 199 suara lumba-lumba dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) click untuk ekholokasi, (2) burst sering dideskripsikan sebagai lengkingan atau gonggongan, (3) whistle biasanya digunakan untuk komunikasi. Tabel 1 menunjukkan kisaran frekuensi yang dihasilkan oleh beberapa spesies cetacea dari Sub-ordo Odontoceti.

21 9 Tabel 1. Kisaran frekuensi suara pada beberapa Spesies Odontoceti. Spesies Delphinus delphis (Shortbeaked common dolphin) Grampus griseus (Risso s dolphin) Physeter macrocephalus (Sperm whale) Jenis Suara Whistles Click Whistles Click Kisaran Frekuensi (khz) 2-18,2-15 1,9-23,7 65,1-3 Kogia breviceps (Pygmy sperm whale) Click 6-2 Orcinus orca (Killer whale) Pseudorca crassidens (False killer whale) Globichepala macrorhyncus (Short-finned pilot whale) Whistles Click Whistles Click 1,5-18,1-35 1,87-18, ,5-2 Stenella coeruleoalba (Striped dolphin) Stenella longirostris (Spinner dolphin) Stenella attenuata (Spotted dolphin) Whistles 1, ,1-21,4 Tursiops truncatus (Bottlenose dolphin) Sumber: Simmonds et al. (24) Whistles Click,8-24, Ekholokasi Ekholokasi adalah kemampuan dari suatu hewan yang dapat menghasilkan suara berfrekuensi sedang atau tinggi dan menangkap pantulan suara tersebut setelah mengenai benda tertentu (Simmonds et al., 24). Dari pantulan tersebut dapat diketahui bentuk, ukuran, tekstur dan jarak dari objek. Ekholokasi menghasilkan informasi secara detil dan akurat mengenai lingkungan sekitar lumba-lumba dan memungkinkan mereka untuk mendeteksi benda dengan jarak beberapa centimeter sampai puluhan meter. Mereka bahkan dapat membedakan komposisi benda yang tampak identik (Kamminga dan Van der Ree, 1976 in Simmonds et al., 24). Ekholokasi

22 1 biasanya dihasilkan pada frekuensi tinggi. Semakin tinggi frekuensi yang dihasilkan, semakin tinggi pula resolusi dari click tersebut dan mampu mendeteksi obyek yang sangat kecil. Frekuensi dari click lebih tinggi daripada frekuensi yang digunakan untuk komunikasi. Frekuensi dari click dapat mencapai 15 khz dan merupakan pulsa wideband yang pendek dengan durasi 4-7 µs (Au, 1993 in dan dapat mencapai jarak 35 meter dalam air. Walaupun kemampuan ekholokasi baru bisa dibuktikan dengan eksperimen pada beberapa spesies odontoceti, bukti anatomi (keberadaan melon, nasal sacs, dan struktur tengkorak yang unik) menunjukkan bahwa semua spesies odontoceti dapat melakukannya Komunikasi Komunikasi adalah produksi dari stimulus atau sinyal yang diterima dari organisme lain sebagai respon. Lumba-lumba berkomunikasi dengan sesama spesies atau dengan spesies lain dengan berbagai cara, terutama dalam bentuk sinyal akustik. Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh lumba-lumba, antara lain : 1. Komunikasi dengan lawan jenis; 2. Komunikasi dengan sesama jenis; 3. Komunikasi ibu dengan anak atau sebaliknya; 4. Komunikasi grup; 5. Pengenalan individual; 6. Menghindar dari bahaya. Jenis suara yang biasa digunakan oleh lumba-lumba untuk berkomunikasi adalah whistle. Frekuensi dari whistle yang digunakan untuk komunikasi biasanya tidak lebih dari 25 khz dan dapat mencapai jarak 1-5 kilometer. Caldwell dan Caldwell (199) menyebutkan bahwa durasi dari

23 11 whistle pada lumba-lumba hidung botol adalah,1-3,6 s dengan kisaran frekuensi dari 4-2 khz. Penelitian yang dilakukan oleh Caldwell dan Caldwell (199) pada grup lumba-lumba hidung botol yang hidup dalam penangkaran menghasilkan hipotesis signature whistle. Hipotesis tersebut menyatakan bahwa setiap individu lumba-lumba dari grup tersebut dapat menghasilkan whistle yang memiliki karakter akustik yang sangat berbeda satu sama lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hartono (24) pada suara aerial (permukaan) lumba-lumba hidung botol yang hidup di penangkaran, menyebutkan bahwa pada tipe suara whistle memiliki frekuensi dominan pada Hz dengan PSD maksimum pada 17,82-36,6 db/hz Pulsa suara burst Lumba-lumba memproduksi tipe suara burst hanya pada saat mereka sedang mengalami tekanan emosi, seperti marah, ketakutan, atau frustasi ( Suara ini dapat diarahkan langsung menuju manusia, lumba-lumba lain atau suatu objek, seperti yang pernah dilakukan oleh seekor lumba-lumba yang merusak sebuah alat penelitian ketika mentransmisikan pulsa suara burst secara intensif. Peneliti juga menyebutkan bahwa tipe suara inilah yang digunakan lumba-lumba untuk melumpuhkan mangsanya. Hartono (24) menyebutkan bahwa tipe suara burst pada lumbalumba hidung botol yang hidup di penangkaran memiliki frekuensi dominan pada Hz dengan PSD maksimum pada 39,24-48,85 db/hz Produksi suara oleh lumba-lumba Dahulu para peneliti percaya bahwa suara yang diproduksi oleh lumbalumba berasal dari laring. Teori ini didukung karena lumba-lumba, seperti kebanyakan mamalia lain termasuk kelelawar yang juga ber-ekholokasi, mempunyai laring yang kompleks. Namun, studi anatomi lebih lanjut

24 12 mematahkan teori ini. Peneliti meletakkan hydrophone di sekitar kepala lumba-lumba ketika dia mentransmisikan sonar. Penelitian ini membuktikan bahwa sumber suara berasal dari nasal sacs yang terletak di belakang melon ( Penelitian lain yang melibatkan dua peneliti dari dua bidang yang berbeda, yaitu biologi dan fisiologi, menyebutkan bahwa pulsa suara diproduksi pada monkey lips (Gambar 7), yang terletak 2-3 cm di atas nasal sacs (Diamond, 1994). Mereka berhasil menciptakan simulasi proses produksi suara lumba-lumba pada program komputer, yang memperlihatkan pergetaran pada monkey lips ketika udara melewatinya, ketika monkey lips bersentuhan, pulsa suara terbentuk. Setelah suara diproduksi, jaringan lemak yang terdapat di dahi (melon) berfungsi sebagai lensa yang memfokuskan suara menjadi narrow beam yang langsung diproyeksikan ke air (Goodson, 199). Sumber: Gambar 7. Produksi dan penerimaan suara pada lumba-lumba (tampak samping) Ketika suara menyentuh suatu objek, sebagian energi dari gelombang suara dipantulkan kembali ke lumba-lumba. Tulang yang terletak di bagian bawah rahang menerima pantulan tersebut dan jaringan lemak di

25 13 belakangnya mentransmisikan pantulan tersebut ke telinga tengah kemudian ke otak (Gambar 7). Gigi lumba-lumba dan syaraf mandibular yang terhubung dengan tulang rahang dapat mentransmisikan informasi tambahan ke otak lumba-lumba (Goodson, 199). Segera setelah pantulan diterima, lumba-lumba mentransmisikan sinyal yang baru. Waktu antar click dan pantulannya memungkinkan mereka untuk mengetahui jarak dengan objek, variasi kekuatan suara saat suara tersebut diterima di kedua sisi kepala lumba-lumba, memungkinkan mereka untuk mengetahui arah dari pantulan tersebut. Dengan mentransmisikan click secara bertutrut-turut dan menerima pantulannya, lumba-lumba dapat mendeteksi objek dan mengetahui keadaan sekitar Keunikan anatomi lumba-lumba Lumba-lumba dan Spesies Odontoceti lainnya memililki struktur anatomi yang jauh berbeda dengan binatang lain, antara lain: 1. Volume otak yang relatif lebih besar, terutama pada temporal lobe. 2. Telinga bagian dalam yang sudah termodifikasi, dengan koklea yang panjang. 3. Sistem nasal sacs yang rumit. 4. Timbunan lemak yang besar pada rahang bagian bawah dan di atas rahang (melon). Lumba-lumba memiliki volume struktur pendengaran yang relatif lebih besar dibanding mamalia lain. Bagian korteks yang khusus untuk suara lebih besar pada lumba-lumba dibanding dengan manusia, sedangkan bagian yang khusus untuk penglihatan lebih kecil (Cousteau, 1999 in cornell. edu). Syaraf pendengaran (syaraf kranial ke-8) adalah syaraf kranial terbesar pada lumba-lumba dan berkembang dengan baik. Ridgway (199)

26 14 menyebutkan bahwa syaraf pendengaran pada cetacean memiliki tiga kali lebih banyak serabut syaraf dibanding manusia. Sperm Whale memiliki diameter serabut syaraf (pada syaraf kranial ke-8) yang lebih besar dibanding beberapa spesies cetacean lain, yaitu 9 µm. Bottlenose Dolphin memiliki diameter 7 µm dan Fin Whale 5 µm (Jacobs dan Jensen, 1964 in Ridgway, 1991). Lumba-lumba memiliki volume otak yang besar, bahkan hampir sama dengan volume otak manusia. Perbandingan antara berat otak dan sumsum tulang belakang sering digunakan untuk memperkirakan kecerdasan pada mamalia. Tabel 2 menunjukkkan perbandingan antara berat otak dan sumsum tulang belakang antara manusia dan lumba-lumba spesies Tursiops truncatus serta beberapa hewan lain. Tabel 2. Perbandingan berat otak dan spinal cord pada beberapa hewan, lumba-lumba dan manusia. Hewan Rasio berat otak dan sumsum tulang belakang Ikan < 1 Kuda 2.5 : 1 Kucing 5 : 1 Primata 8 :1 Lumba-lumba hidung botol 4 : 1 Manusia 5 : 1 Sumber: Bryden dan Harrison (1986) in www. instruct1. cit.cornell.edu. Telinga luar dari lumba-lumba adalah lubang kecil yang dikelilingi jaringan kulit (Hughes, 1999 in Tingkah laku lumba-lumba yang selalu menyelam kemudian naik dan menyelam kembali tidak memungkinkan hewan ini untuk memiliki telinga luar seperti manusia. Lumba-lumba mendengar atau menangkap suara dengan menggunakan rahangnya (www. instruct1. cit.cornell.edu). Saat masker yang tidak bisa tembus suara diletakkan pada rahang lumba-lumba, hewan ini mengalami disorientasi.

27 Penggunaan suara oleh beberapa spesies ikan dan invertebrata Laut adalah lingkungan perairan yang sangat berisik. Suara bawah laut berasal dari berbagai macam sumber dari alam, yaitu proses fisik di perairan, seperti ombak, hujan, gempa bawah laut dan lain sebagainya. Suara juga bersumber dari kegiatan antropogenik, seperti kapal, sonar yang digunakan untuk kepentingan militer, survei seismik, kegiatan industri lepas pantai, dan berbagai penelitian akustik kelautan. Banyak spesies biota laut, seperti ikan, invertebrata benthik dan mamalia laut juga memproduksi suara untuk berbagai tujuan. Berikut ini adalah beberapa contoh biota laut, selain lumba-lumba dan paus yang juga dapat memproduksi suara Snapping shrimp (Alpheus heterochaelis) Snapping shrimp adalah spesies Crustacea yang ditemukan di perairan tropis dan sub-tropis, dengan warna hijau lumut dan panjang hingga 5 cm. Ciri khas dari udang ini adalah salah satu capitnya yang jauh lebih besar dari capit lainnya dan bisa tumbuh hingga setengah dari panjang total tubuhnya. Spesies udang ini memproduksi suara yang keras untuk melumpuhkan mangsanya, untuk menghidar dari predator dan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Suara diproduksi karena meletusnya gelembung udara yang terbentuk saat capit terbuka dan tertutup secara cepat. Peneliti juga menyebutkan bahwa pada saat suara diproduksi, cahaya juga terbentuk karena suhu dan tekanan yang tinggi di dalam gelembung udara ( Ikan Ikan memproduksi suara dengan mekanisme yang berbeda dan untuk tujuan yang berbeda pula. Suara tersebut diproduksi secara sengaja dan ditujukan untuk menghindari predator, untuk menarik perhatian pasangan atau sebagai respon dari rasa takut. Suara yang diproduksi secara sengaja ini

28 16 biasa disebut sebagai vokalisasi, dan telah diketahui bahwa banyak spesies ikan yang vokal. Suara lain diproduksi secara tidak sengaja, sepeti suara yang tebentuk saat kegiatan makan dan berenang. Tiga cara utama dari mekanisme produksi suara pada ikan adalah dengan menggerakkan atau menggemertakkan bagian-bagian tubuh (stridulatory); dengan menggunakan sonic muscle yang terletak di dekat gelembung renang (drumming); dan dengan merubah arah dan kecepatan renang secara cepat (hidrodinamik). Kisaran frekuensi stridulatory adalah antara 1 Hz hingga 8 Hz, dengan frekuensi dominan pada 1-4 Hz. Sebagian besar suara yang diproduksi pada sonic muscle memiliki kisaran frekuensi antara 45-6 Hz (pada goliath grouper dan black drum) hingga 25-3 Hz (pada toadfish dan silver perch) ( Suara hidrodinamik memiliki frekuensi yang sangat rendah dan tidak harmonis, mencapai kisaran suara subsonic. Suara tersebut hanya merupakan hasil sampingan dari kegiatan renang dan tidak memiliki informasi yang digunakan untuk komunikasi. Wirawanto (22) melakukan penelitian mengenai suara stridulatory pada tingkah laku makan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis). Ledakan sinyal suara stridulatory Ikan Kerapu Tikus terjadi pada band frekuensi yang sangat lebar hingga mencapai 2751 Hz. Beberapa spesies dari famili Pomadasyidae memiliki gelembung renang yang berfungsi sebagai resonator untuk memperkuat suara stridulatory. Kuda laut (Hippocampus hudsonius) juga dapat memproduksi suara stridulatory. Suara diproduksi pada tulang pada tengkorak, yang menghasilkan suara snap dan click yang kemungkinan diperkuat oleh gelembung renang. Beberapa spesies ikan dari famili Pomacentridae (damselfish) memiliki sifat teritorial dan menggunakan suara untuk mempertahankan teritori, termasuk sarang mereka (Popper dan Platt, 1993).

29 17 Rountree et al. (21) menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat 51 spesies ikan yang dapat memproduksi suara di perairan New England (Lampiran 15). Beberapa famili ikan bahkan dapat memproduksi suara dengan intensitas yang kuat, diantaranya famili Gadidae, Ophidiidae, Batrachoididae, Dactyopteridae, Trigiidae, Carangidae, Haemulidae, dan Sciaenidae. Sebagian besar spesies ikan dari famili Sciaenidae dapat memproduksi suara yang dihasilkan di bagian sonic muscle. Pada famili ini, suara biasanya dikaitkan dengan tingkah laku kawin dan peneliti sering menggunakan suara ini untuk mencari lokasi spawning dari Sciaenidae. Penelitian skala laboratotium yang dilakukan oleh Connaughton (27), menyebutkan bahwa Atlantic croaker (Micropogon undulatus) menggunakan suara pada dua tingkah laku berbeda, yaitu saat kawin dan sebagai respon dari rasa takut. Connaughton juga menyebutkan bahwa terdapat perbedaan rataan ulangan pulsa pada suara yang digunakan untuk dua tingkah laku yang berbeda tersebut.

30 18 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilakukan selama 3 bulan, mulai dari persiapan untuk ke lapangan sampai tahap penulisan. Pengambilan data di lapangan dilakukan di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur yang dilaksanakan pada tanggal 27-3 Desember 25. Penelitian ini merupakan bagian dari riset Inventarisasi Mamalia Air yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Balai Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Sumber: Peta dasar digital PRPT-BRKP (26) Gambar 8. Peta lokasi penelitian di Perairan Laut Sawu, NTT Penelitian ini menitikberatkan pada daerah perairan Laut Sawu bagian timur dan sekitarnya, antara lain bagian selatan Pulau Alor dan Pulau Pantar, Pulau Pura, Selat Pantar, Selat Ombai serta Pulau Timor bagian barat (Gambar 8). 18

31 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Wahana penelitian Wahana yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kapal Motor Elang Laut 3 GT yang merupakan kapal penangkap Ikan Cakalang dengan spesifikasi: Panjang Mesin : 26 meter : Mitsubishi 2 PK Kecepatan maksimum : 1 knot Sumber: Dokumentasi pribadi Gambar 9. Kapal motor Elang Laut 2. Alat perekaman suara a. Hydrophone CR-1 dan Amplifier dengan spesifikasi Hydrophone: Kisaran frekuensi Kedalam maksimal Frekuensi resonansi Sensitivitas Arah rekaman Voltase/arus : 7 Hz to 1 khz : 4 meter : >2 khz : -179 db ±5dB re 1V/uPa : Omni-directional : volts DC / 1 ma

32 2 Sumber: Dokumentasi pribadi Gambar 1. Hydrophone CR-1 dan Amplifier b. Digital voice recorder Samsung Voice Yepp VY-H35 dengan spesifikasi: Dimensi/Berat Power Jumlah rekaman : 34 x 92 x 18 mm/69 gr : AAA/LR3 1.5V X 2EA : 495 rekaman Media perekaman : Flash memory (64MB/128MB) Kisaran frekuensi : 1 Hz 4 khz Sumber: Dokumentasi pribadi Gambar 11. Digital voice recorder 3. Alat dan bahan untuk pengamatan spesies Odontoceti Teropong binokuler Tasco OS36 7x5, Zenith 7x5, dan Nikon 12x5; Global Positioning System (GPS) Garmin; Jam atau stopwatch; Papan jalan (clipboard) dan papan sudut (angleboard);

33 21 Lembar pengamatan (data sheet) dan alat tulis; Buku Identifikasi Smithsonian Handbook of Whales, Dolphins, and Porpoises (Carwardine, 22) dan FAO Species Identification Guide to Marine Mammals of the World (Jefferson et al., 1993); Peta batimetri Laut Sawu dan sekitarnya yang diperoleh dari Badan Koordinasi Survei Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). 4. Program analisis data Program All Sound Recorder XP; Program Cool Edit Pro 2.; Program Wavelab 4.; Program Matlab 7.1; Program ArcView GIS 3.2; Program Microsoft Office Pengambilan data Pengamatan spesies Odontoceti Metode yang dipakai dalam mengumpulkan data spesies lumba-lumba adalah pengambilan contoh jarak jauh (distance sampling) dengan transek zig-zag dan menggunakan metode pengamatan dengan satu kelompok pengamat (single observer/platform). Kapal bergerak sepanjang daerah pengamatan dengan kecepatan rata-rata 7-8 knot. Waktu dilakukannya pengamatan dimulai pada pagi hari pukul 7. WITA sampai sore hari pukul 18. WITA. Metode zig-zag bertujuan untuk memperoleh estimasi kepadatan jenis lumba-lumba dan untuk menghindari glare (cahaya yang menyilaukan) dari sinar matahari. Metode pengamatan yang digunakan adalah yang telah dimodifikasi, yaitu kelompok pengamat (terdiri atas 4 orang) yang mengamati penampakan cetacean pada satu dek (platform). Posisi keempat pengamat (Gambar 12) dapat dijelaskan, antara lain posisi pertama berada di depan

34 22 pada daerah yang lebih tinggi (tengah-tengah haluan), menggunakan teropong binokuler untuk mengamati daerah depan dengan batas pandangan 18 ; posisi kedua dan ketiga berada di sebelah kiri dan kanan kapal, yaitu pada daerah yang lebih rendah dari posisi pertama (di belakang pengamat pertama), menggunakan teropong binokuler dengan cakupan pandangan masing-masing 9 ke kiri dan kanan; dan posisi keempat adalah pencatat data atau notulen yang mencatat data dari pengamat 1, 2, dan 3 dan berada di antara pengamat 2 dan 3, sehingga akan mengetahui bila ada pengamatan yang sama. Keempat pengamat berganti posisi setiap satu jam. Gambar 12. Posisi Pengamat pada metode single observer/platform. Pada saat lumba-lumba terlihat, Ketika pengamat melihat cetacean, maka kapal diarahkan ke tempat terlihatnya cetacean tersebut. Setelah hampir mendekati tempat tersebut kecepatan kapal dikurangi dan berhenti pada jarak ±3 m dari cetacean tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu, karena mereka sangat peka terhadap suara dan mereka dapat pergi jika merasa terancam dengan suara mesin kapal. Kemudian data-data yang diperlukan dicatat, dan setelah semua data yang diperlukan sudah didapatkan maka kapal kembali ke jalur trek semula, sehingga rutenya tidak putus (Kahn, 23). Data yang diambil adalah tanggal dan waktu ketika lumba-lumba terlihat, posisi GPS, sudut lumba-lumba dengan kapal, jarak relatif lumbalumba dari kapal dan arah renang lumba-lumba, spesies yang ditemukan,

35 23 jumlah, keberadaan anak beserta jumlahnya, keadaan laut saat pengamatan, asosiasi spesies, dan tingkah laku dari lumba-lumba (Lampiran 4). Jumlah Odontoceti yang dicatat adalah jumlah Odontoceti yang terlihat secara visual di permukaan Pengambilan sampel suara Odontoceti Pengambilan sampel suara dilakukan dengan meletakkan hydrophone di bawah permukaan air dan direkam dengan menggunakan digital recorder yang sudah disambungkan ke amplifier dari hydrophone. Hydrophone diturunkan dengan bantuan galah pada kedalaman 2-3 meter dari permukaan. Data yang di ambil untuk sampel suara adalah suara lumbalumba, koordinat, lama perekaman, spesies dan tingkah laku lumba-lumba saat perekaman berlangsung. Kondisi perairan yang sangat berombak dan juga kondisi cuaca yang tidak memungkinkan (hujan) menyebabkan proses perekaman tidak dapat dilakukan setiap ditemukannya Odontoceti. Selama kondisi perairan tidak mendukung, maka mesin kapal tidak memungkinkan untuk dimatikan, sehingga menghasilkan rekaman suara ber-noise Analisis Data Hasil rekaman suara lumba-lumba dengan ekstensi.vy4 harus diubah terlebih dahulu menjadi data dengan ekstensi.wav dengan direkam ulang menggunakan program All Sound Recorder XP. Karena noise yang terlalu banyak, file suara ini masih harus dilakukan hiss reduction dan noise reduction dengan menggunakan program Cool Edit Pro 2.. Setelah itu akan dianalisis dengan program Wavelab 4.. Pada program ini dimunculkan grafik FFT (Fast Fourier Transform) dan setiap 5 ms data tersebut di-ekspor ke ASCII untuk diolah lebih lanjut di Microsoft Excell dan didapatkan grafik ratarata FFT per 5 ms.

36 Analisis ulang 24 Data *.VY4 Ok Rekam ulang All Sound Recorder XP Ok *.wav Hiss reduction Noise reduction Cool Edit Pro 2. Ok Pemotongan data (Cropping) Wavelab 4. Ok PSD analysis Matlab 7.1 Ok FFT analysis per 5 ms Wavelab 4. Ok Export to ASCII Ok Grafik nilai puncak FFT per 5 ms Microsoft Excell Selesai Gambar 13. Diagram alir analisis data suara Odontoceti.

37 Noise dan hiss reduction Noise dan hiss reduction dilakukan untuk menghilangkan noise yang diakibatkan dari perairan dan propeler kapal. Berikut adalah urutan langkah dalam proses penghilangan noise pada program Cool Edit Pro 2.: 1. Buka file suara yang akan dihilangkan noise-nya; File>Open>(pilih nama file, 2. Lakukan noise reduction; Effects>Noise reduction>noise reduction, 3. Lakukan hiss reduction; Effects>Noise reduction>hiss reduction. (a) (b) Gambar 14. File suara sebelum (a) dan sesudah (b) dihilangkan noise.

38 Pemotongan data (Cropping) Pemotongan data dilakukan untuk mengambil data yang terdapat suara lumba-lumbanya saja atau mengambil data yang kita inginkan dari suatu file. Proses ini dilakukan dengan menggunakan progran Wavelab 4.. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pemotongan data: 1. Buka file yang akan dipotong datanya; File>Open>Wave, 2. Blok data yang diinginkan, 3. Pindahkan potongan tersebut ke file yang baru, kemudian save dengan nama baru. Gambar 15. Satu potongan suara dari beberapa potongan suara dalam satu file rekaman suara Odontoceti.

39 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hydrophone tidak diturunkan pada setiap ditemukannya Odontoceti karena kondisi perairan yang sangat berombak dan terjadinya hujan, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan proses perekaman suara (Gambar 16). Dari total sembilan kali perekaman suara dengan hydrophone, hanya empat file suara saja (dengan durasi total 1,5 menit) yang terekam suara odontoceti (Tabel 3). Gambar 16. Posisi perekaman suara Odontoceti. Setiap file suara terdiri dari beberapa potongan suara berdurasi ms dengan kisaran frekuensi puncak 2- Hz. Jarak antara satu potongan suara dengan potongan suara selanjutnya berkisar antara 1-53 detik. Setiap potongan suara dapat dideskripsikan seperti lengkingan atau siulan, jadi kemungkinan besar suara tersebut adalah jenis suara whistle yang digunakan untuk komunikasi. 27

40 28 Tabel 3. File suara dan keterangan Spesies Odontoceti. No. Nama file suara Spesies 1 C5 Spotted Dolphin Spinner Dolphin 2 C7 False Killer Whale Short-finned Pilot Whale Spinner Dolphin 3 C8 Short-finned Pilot Whale Bottlenose Dolphin Jumlah (ekor) Jarak dari kapal (m) Tingkah laku aerial, feeding, bowriding travelling travelling 4 C12 Pygmy Killer Whale 1 2 travelling 4.1. Asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin Terdapat enam potongan suara pada file suara ini. Pada saat hydrophone diturunkan terdapat 2 ekor Spotted Dolphin dan 316 ekor Spinner Dolphin yang terbagi dalam beberapa schooling. Kumpulan beberapa schooling tersebut terlihat melakukan beberapa tingkah laku yang berbeda, yaitu aerial, feeding, dan bowriding pada jarak 1 meter dari kapal Potongan suara 1 Potongan suara ini berdurasi 15 ms, dengan frekuensi puncak pada 3 Hz dan 4 Hz (Tabel 4). Kecepatan rambat suara di air adalah 15 m/s, sehingga dapat dihitung panjang gelombang dari potongan suara tersebut dengan rumus λ = c/f, maka diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375-,5 m. Tabel 4. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 1. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , ,5 Tabel 4 menunjukkan bahwa puncak frekuensi adalah pada 4 Hz dan bergeser ke 3 Hz pada 15 ms. Intensitas berkisar antara -25 db dan 32 db.

41 29 Gambar 17. Periodogram PSD dari potongan suara 1 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 15 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 17 menunjukkan nilai Power Spectral Density (PSD) dari potongan suara 1 file suara asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin. Nilai puncak atau PSD maksimum berada pada -7 db/hz pada frekuensi 31 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini dilihat pada -3 db dari puncak dan memiliki bandwidth sebesar 28 Hz Potongan suara 2 Potongan suara ini berdurasi 4 ms. Puncak konstan pada 3 Hz pada 3 ms pertama dan bergeser ke 2 Hz pada 35 ms (Tabel 5). Tabel 5. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 2. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) /-42 3/6,25-, , , , , , , ,75 Puncak frekuensi pada paruh waktu ke- 5 ms berada pada 3 Hz, yang diikuti dengan puncak dengan intensitas yang lebih kecil (-42 db) pada

42 3 6 Hz (Lampiran 6). Intensitas rata-rata berkisar antara -22 db dan -42 db. Dari puncak frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa panjang gelombang berkisar antara 25-5 cm. Gambar 18. Periodogram PSD dari potongan suara 2 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 4 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada - 2,5 db/hz pada frekuensi 2411 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 28 Hz. Kemungkinan besar potongan suara ini bukan merupakan tipe suara click karena bandwidthnya yang melebar Potongan suara 3 Potongan suara ini berdurasi 25 ms, dengan frekuensi puncak pada 3 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,5 m. Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak terjadi pergeseran puncak selama 25 ms tersebut, dengan intensitas rata-rata berkisar antara -24 db dan -32 db. Hal ini menunjukkan bahwa tipe suara dari potongan suara ini adalah burst (yang diproduksi pada saat lumba-lumba sedang mengalami tekanan emosional), karena memiliki frekuensi yang tetap untuk durasi yang lama.

43 31 Tabel 6. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 3. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , ,5 Nilai PSD maksimum berada pada -7 db/hz pada frekuensi 224 Hz (Gambar 19) dengan bandwidth sebesar 29 Hz. Gambar 19. Periodogram PSD dari potongan suara 3 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 25 ms, threshold -1 db/hz Potongan suara 4 Suara berdurasi 25 ms ini memiliki frekuensi puncak pada 2 Hz. Dari frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,75 m. Selama 25 ms puncak frekuensi konstan berada pada 2 Hz (Tabel 7), hal ini menunjukkan bahwa tipe suara dari potongan suara ini adalah burst. Rata-rata intensitas berkisar antara -22 db dan -32 db.

44 32 Tabel 7. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 4. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , ,75 Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -,28 db/hz pada frekuensi 172 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 23 Hz. Gambar 2. Periodogram PSD dari potongan suara 4 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 25 ms, threshold -1 db/hz Potongan suara 5 Potongan suara ini berdurasi 32 ms, dengan frekuensi puncak pada 3 Hz. Dari frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,5 m. Puncak frekuensi konstan pada 3 Hz dengan kisaran intensitas antara -23 db dan -37 db (Tabel 8). Sama seperti potongan suara sebelumnya, kemungkinan besar potongan suara ini adalah tipe suara burst, dimana frekuensi tidak berubah untuk durasi yang lama.

45 33 Tabel 8. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 5. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , , , ,5 Gambar 21 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -4,5 db/hz pada frekuensi 2584 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 265 Hz. Gambar 21. Periodogram PSD dari potongan suara 5 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 32 ms, threshold -1 db/hz Asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin Terdapat enam potongan suara pada file suara ini. Pada saat hydrophone diturunkan terdapat 5 ekor False Killer Whale, 15 ekor Shortfinned Pilot Whale, dan 18 Spinner Dolphin dengan tingkah laku travelling pada jarak 5 meter dari kapal. Pembedaan suara untuk menentukan dari spesies yang mana (dari ketiga sesies yang berasosiasi tersebut) suara bersumber tidak dapat dilakukan.

46 Potongan suara 1 Potongan suara ini berdurasi 38 ms dengan puncak frekuensi berubah-ubah pada 2-4 Hz. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada 5 ms pertama puncak frekuensi terdapat pada 2 Hz dan diikuti dengan puncak yang lebih kecil pada 4 Hz. Perbanyakan puncak terjadi pada 25 ms. Pada paruh waktu ini terdapat lima puncak, yaitu pada 3 Hz, 6 Hz, 1 Hz, 12 Hz dan Hz (Lampiran 7). Pada 35 ms, puncak utama pada 4 Hz diikuti dengan dua puncak dengan intensitas yang lebih kecil pada 12 Hz dan 15 Hz. Tabel 9. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 1. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) /-27 2/4,375-, , , , / ,75-, , /-49/-5 4/12/15,1-, ,375 Dilihat dari durasi serta frekuensi yang berirama (berubah-ubah), suara ini lebih mendekati tipe suara whistle. Thomas dan Turl (199) menyebutkan bahwa durasi dari click yang diproduksi oleh False Killer Whale adalah 5-7 µs, dengan frekuensi puncak berkisar antara khz. Gambar 22 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada 1 db/hz pada frekuensi 2755 Hz. Periodogram di bawah yang menunjukkan banyaknya puncak pada frekuensi yang berbeda-beda memperkuat kemungkinan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle.

47 35 Gambar 22. Periodogram PSD dari potongan suara 1 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 38 ms, threshold -1 db/hz Potongan suara 2 Potongan suara ini berdurasi 444 ms dengan puncak frekuensi yang berubah-ubah pada kisaran 2-4 Hz (Tabel 1). Tabel 1. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 2. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , /-48/-49 3/15/,83-, /-45 4/15,1-, /-46 4/12,125-, , , , ,75 Pada ms, puncak utama diikuti dengan puncak dengan intensitas yang jauh lebih kecil pada 12- Hz (Lampiran 8). Intensitas rata-rata berkisar antara -19 db dan -49 db. Puncak frekuensi yang berubah-ubah mencirikan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle.

48 36 Gambar 23. Periodogram PSD dari potongan suara 2 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 444 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 23 menunjukkan bahwa puncak PSD dari potongan suara ini melebar dan nilai maksimum berada pada -4,5 db/hz pada frekuensi 2756 Hz. Periodogram di atas memperkuat kemungkinan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle Potongan suara 3 Potongan suara ini berdurasi 25 ms, dengan frekuensi puncak pada 3 Hz dan 4 Hz (Tabel 11). Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375 m,5 m. Tabel 11. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 3. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , ,375 Frekuensi puncak berada pada 3 Hz pada 15 ms pertama dan bergeser ke 4 Hz pada 1 ms terakhir (Tabel 11). Rata-rata intensitas berkisar pada -19 dan -28 db.

49 37 Gambar 24. Periodogram PSD dari potongan suara 3 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 25 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 24 menunjukkan bahwa puncak PSD dari potongan suara ini melebar dan nilai maksimum berada pada -3 db/hz pada frekuensi 224 Hz. Periodogram di atas memperkuat kemungkinan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle Potongan suara 4 Potongan suara dengan durasi 4 ms ini memiliki puncak frekuensi 2 Hz pada 5 ms pertama, selanjutnya bergeser ke 3 Hz dan bergeser lagi ke 4 Hz pada 25 ms (Tabel 12). Tabel 12. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 4. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , , , /-43 4/12,125-, ,375

50 38 Pada 35 ms, puncak utama pada 4 Hz diikuti dengan puncak dengan intensitas yang lebih kecil pada 12 Hz (Lampiran 9). Dari frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa potongan suara ini memiliki panjang gelombang yang berkisar antara,125-,75 m. Kisaran intensitas adalah antara -19 db dan -43 db. Gambar 25. Periodogram PSD dari potongan suara 4 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 4 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 25 menunjukkan bahwa puncak PSD dari potongan suara ini melebar dan nilai maksimum berada pada -2 db/hz pada frekuensi 2928 Hz. Periodogram di atas memperkuat kemungkinan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle Potongan suara 5 Potongan suara berdurasi 32 ms ini memiliki frekuensi puncak pada 2 Hz dan 3 Hz. Dari frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,5-,75 m. Tabel 13 menunjukkan bahwa puncak frekuensi berada pada 3 Hz pada 15 ms pertama, kemudian bergeser ke 2 Hz. Intensitas rata-rata berkisar antara -23 db dan -3 db.

51 39 Tabel 13. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 5. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , , , ,75 Gambar 26 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -3 db/hz pada frekuensi 19 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 22 Hz. Gambar 26. Periodogram PSD dari potongan suara 5 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 32 ms, threshold -1 db/hz Potongan suara 6 Potongan suara ini berdurasi 25 ms, dengan frekuensi puncak pada 3 Hz dan 4 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375-,5 m. Puncak frekuensi berada pada 4 Hz selama 25 ms suara, kecuali pada 1 ms, dimana puncak berada pada 3 Hz (Tabel 14). Intensitas rata-rata berkisar pada -2 dan -29 db.

52 4 Tabel 14. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 6. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , ,375 Nilai PSD maksimum berada pada 4 db/hz pada frekuensi 31 Hz (Gambar 27) dengan bandwidth sebesar 25 Hz. Gambar 27. Periodogram PSD dari potongan suara 6 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 25 ms, threshold -1 db/hz Asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin Terdapat lima potongan suara pada file suara ini. Pada saat hydrophone diturunkan terdapat 12 ekor Short-finned Pilot Whale, dan 11 ekor Bottlenose Dolphin dengan tingkah laku travelling pada jarak 1 meter dari kapal Potongan suara 1 Potongan suara ini berdurasi 173 ms, dengan frekuensi puncak pada 3 Hz dan 4 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375-,5 m. Frekuensi puncak diawali dengan 4

53 41 Hz pada 5 ms pertama, kemudian 3 Hz pada 123 ms berikutnya (Tabel 15). Kisaran intensitas rata-rata adalah -24 db sampai -33 db. Tabel 15. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 1. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , ,5 Gambar 28 menunjukkan bahwa puncak PSD dari potongan suara ini melebar dan nilai maksimum berada pada -12,5 db/hz pada frekuensi 2411 Hz. Dilihat dari periodogram di bawah kemungkinan besar potongan suara ini merupakan tipe suara whistle. Gambar 28. Periodogram PSD potongan suara 1 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 173 ms, threshold -1 db/hz Potongan suara 2 Potongan suara ini berdurasi 3 ms. Terjadi banyak sekali pergeseran frekuensi puncak selama 3 ms suara ini. Pada beberapa paruh waktu, puncak utama didahului dan diikuti oleh puncak dengan intensitas yang lebih kecil. Pada 25 ms, puncak utama pada 3 Hz diikuti dengan puncak dengan intensitas yang lebih kecil (-59 db) pada 12 Hz. Pada

54 42 paruh waktu 15 ms terjadi perbanyakan puncak pada frekuensi 2 Hz sampai Hz. Puncak-puncak tersebut terjadi pada 2 Hz, 5 Hz, 7 Hz, 9 Hz, 12 Hz, 14 Hz, Hz dan Hz dengan intensitas yang semakin lama semakin melemah (Lampiran 1). Dilihat dari durasi serta frekuensi yang berirama (berubah-ubah), suara ini lebih mendekati tipe suara whistle. Tabel 16. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 2. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , ,75-, , /-59 3/12,125-, ,125 Gambar 29 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -1 db/hz pada frekuensi 224 Hz. Gambar 29. Periodogram PSD potongan suara 2 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 3 ms, threshold -1 db/hz. Periodogram di atas menunjukkan banyaknya puncak pada frekuensi yang berbeda-beda memperkuat kemungkinan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle.

55 Potongan suara 3 Potongan suara berdurasi 23 ms ini memiliki frekuensi puncak 2 Hz - 4 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375-,75 m. Tabel 17. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 3. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) /-41 2/4,375-, , , , /-33 2/4,375-,375 Tabel 17 menunjukkan bahwa puncak frekuensi di 5 ms pertama terjadi pada 2 Hz yang diikuti dengan puncak dengan intensitas lebih kecil di 4 Hz. Pada akhir suara, puncak dengan intensitas yang lebih kecil pada 2 Hz mengawali puncak utama pada 4 Hz (Lampiran 11). Kisaran intensitas rata-rata berkisar pada -25 dan -41 db. Gambar 3. Periodogram PSD potongan suara 3 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 23 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 3 menunjukkan bahwa puncak PSD dari potongan suara ini melebar dan nilai maksimum berada pada -12,7 db/hz pada frekuensi 2412

56 44 Hz. Kemungkinan besar potongan suara ini bukan merupakan tipe suara click karena bandwidthnya yang melebar Potongan suara 4 Potongan suara ini berdurasi 325 ms, dengan frekuensi puncak pada 4 Hz, sehingga diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375 m. Tabel 18. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 4. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) /-31 2/4,375-, /-38 2/4,375-, , , /-26 2/4,375-, /-29 2/4,375-, ,375 Selama durasi 325 ms puncak frekuensi konstan berada pada 4 Hz (Tabel 18). Pada beberapa paruh waktu, puncak utama diawali dengan anak puncak dengan intensitas yang lebih kecil pada 2 Hz (Lampiran 12). Rata-rata intensitas berkisar antara -26 db sampai dengan -4 db. Gambar 31. Periodogram PSD potongan suara 4 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 325 ms, threshold -1 db/hz.

57 45 Gambar 31 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -9,28 db/hz pada frekuensi 3445 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 115 Hz Potongan suara 5 Potongan suara ini berdurasi 122 ms, dengan frekuensi puncak pada 3 Hz dan 4 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375-,5 m. Puncak frekuensi berada pada 4 Hz pada awal suara, kemudian bergeser ke 3 Hz pada 1 ms (Tabel 19). Selama 122 ms, intensitas rata-rata berkisar antara -2 db dampai -31 db. Tabel 19. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 5. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , ,5 Nilai PSD maksimum berada pada -4,26 db/hz pada frekuensi 224 Hz (Gambar 32) dengan bandwidth sebesar 28 Hz. Gambar 32. Periodogram PSD potongan suara 5 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 15 ms, threshold -1 db/hz.

58 Potongan suara 6 Potongan suara ini berdurasi 3 ms, dengan frekuensi puncak pada 3 Hz dan 4 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375-,5 m. Terjadi banyak pergeseran puncak selama durasi 3 ms potongan suara ini (Tabel 2). Dimulai dengan puncak pada 3 Hz, kemudian bergeser ke 4 Hz selama 1 ms, lalu kembali lagi ke 3 Hz. Intensitas rata-rata berkisar antara -22 db dan 38 db. Tabel 2. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 6. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , , ,5 Gambar 33 menunjukkan bahwa puncak PSD dari potongan suara ini melebar dan nilai maksimum berada pada -1,42 db/hz pada frekuensi 267 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 38 Hz. Kemungkinan besar potongan suara ini adalah tipe suara whistle. Gambar 33. Periodogram PSD potongan suara 6 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 3 ms, threshold -1 db/hz.

59 Pygmy Killer Whale Terdapat lima potongan suara pada fle suara Pygmy Killer Whale ini. Pada saat hydrophone diturunkan terdapat sekitar 1 ekor Pygmy Killer Whale dengan tingkah laku travelling pada jarak 2 meter dari kapal Potongan suara 1 Potongan suara ini berdurasi sangat panjang yaitu 115 ms (Gambar 23), dengan frekuensi puncak utama pada 3 Hz dan 4 Hz. Pada 7 ms pertama, puncak utama pada 4 Hz seringkali diawali dan diikuti oleh puncak dengan intensitas yang lebih kecil (Lampiran 13). Pada 35 ms selanjutnya, puncak frekuensi konstan berada pada 3 Hz. Selama durasi 115 ms, intensitas rata-rata berkisar antara -19 db dan -41 db. Tabel 21. Puncak nilai-fft per 1 ms pada potongan suara 1. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) /-35 2/4,375-, , , /-22/-4 2/4/7,214-, /-2 2/4,375-, /-36/-41 4/7/1,15-, /-26/-38 2/4/6,25-, , , , , ,5 Sulit untuk memutuskan apakah suara tersebut merupakan click yang biasanya digunakan untuk navigasi dan mencari mangsa, atau hanya whistle yang digunakan komunikasi. Potongan suara ini memiliki durasi yang panjang serta frekuensi yang tidak terlalu tinggi untuk jenis suara click. Penelitian yang dilakukan oleh Madsen et al. (24) menyebutkan bahwa durasi click dari Pygmy Killer Whale berkisar antara 2-4 µs dengan kisaran

60 48 puncak frekuensi antara 45 dan 117 khz. Dilihat dari durasi serta frekuensi yang berirama (berubah-ubah), suara ini lebih mendekati tipe suara whistle. Gambar 34. Periodogram PSD potongan suara 1 Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 115 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 34 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada 4 db/hz pada frekuensi 2928 Hz. Selain puncak utama, terlihat juga dua puncak lain yang cukup tajam pada frekuensi 1137 Hz dan 1895 Hz Potongan suara 2 Potongan suara ini berdurasi 3 ms, dengan frekuensi puncak pada 4 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375 m. Tabel 22. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 2. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , /-23 2/4,375-, ,375 Tidak terjadi pergeseran puncak pada potongan suara ini, selama durasi 3 ms puncak frekuensi konstan berada pada 4 Hz (Tabel 22).

61 49 Pada paruh waktu ke 25 puncak utama pada 4 Hz diawali dengan puncak dengan intensitas lebih kecil (-35 db) pada 2 Hz (Lampiran 14). Intensitas rata-rata berkisar pada -23 db dan -55 db. Gambar 35. Periodogram PSD potongan suara 2 Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 3 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 35 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -4,2 db/hz pada frekuensi 3617 Hz. Potongan suara ini memiliki bandwidth yang cukup lebar, yaitu 46 Hz Potongan suara 3 Potongan suara ini berdurasi 24 ms, dengan frekuensi puncak pada 4 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375 m. Tabel 23 menunjukkan bahwa puncak frekuensi konstan berada pada 4 Hz dengan rata-rata intensitas berkisar pada -27 db dan - 32 db. Tabel 23. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 3. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , ,375

62 5 Gambar 36 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -7,6 db/hz pada frekuensi 31 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 23 Hz. Gambar 36. Periodogram PSD potongan suara 3 Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 24 ms, threshold -1 db/hz Potongan suara 4 Potongan suara ini berdurasi 515 ms, dengan frekuensi puncak pada 4 Hz. Dari frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa potongan suara ini memiliki panjang gelombang adalah,375 m. Tabel 24. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 4. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) , , , , , , , , , , ,375

63 51 Tabel 24 menunjukkan bahwa tidak terjadi pergeseran puncak selama durasi 515 ms potongan suara ini, puncak frekuensi konstan pada 4 Hz. Intensitas rata-rata berkisar antara -19 db dan -29 db. Gambar 37. Periodogram PSD potongan suara 4 Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 515 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 37 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada,1 db/hz pada frekuensi 3445 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 35 Hz Potongan suara 5 Potongan suara ini berdurasi 3 ms, dengan frekuensi puncak pada 4 Hz. Dari frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah,375 m. Intensitas rata-rata berkisar antara -19 db dan -44 db (Tabel 25). Tabel 25. Puncak nilai-fft per 5 ms pada potongan suara 5. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (db) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) /-4/-44 4/8/12,125-, /-39/-4 4/8/12,125-, , , , /-29 2/4,375-,75

64 52 Selama durasi 3 ms potongan suara ini, puncak utama konstan berada pada 4 Hz. Tabel 25 menunjukkan bahwa pada paruh waktu ke 5 dan 1, puncak utama diikuti dengan puncak dengan intensitas lebih kecil pada 8 Hz dan 12 Hz (Lampiran 15). Sedangkan pada 3 ms, puncak utama diawali dengan puncak yang lebih kecil pada 2 Hz. Gambar 37. Periodogram PSD potongan suara 5 Pygmy Killer Whale, durasi pulsa 3 ms, threshold -1 db/hz. Gambar 38 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -1,15 db/hz pada frekuensi 3617 Hz dengan lebar bandwidth 4 Hz. Selain itu terlihat juga puncak lain yang cukup tajam, dengan nilai PSD -35,88 db/hz pada frekuensi 1137 Hz.

65 53 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah bahwa durasi dari tiap potongan suara berkisar antara ms, dengan jarak antara satu potongan suara dengan potongan suara selanjutnya berkisar antara 1-53 detik. Kisaran puncak frekuensi pada nilai FFT adalah antara 2 Hz - Hz, dengan kisaran intensitas antara -17 db dan -59 db. Dari puncak frekuensi tersebut diketahui bahwa kisaran panjang gelombang antara 7,5-75 cm. Lima potongan suara dari asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin memiliki kisaran frekuensi puncak pada Hz dengan nilai PSD maksimum antara -,28 dan -7 db/hz. File suara asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin memiliki kisaran frekuensi puncak pada Hz dengan nilai PSD maksimum antara -4,5 dan 3,76 db/hz. Sementara enam potongan suara pada asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin memiliki kisaran frekuensi puncak pada Hz dengan nilai PSD maksimum antara -12,77 dan -4,26 db/hz. Lima potongan suara dari Pygmy Killer Whale memiliki kisaran frekuensi puncak pada Hz dengan nilai PSD maksimum antara -7,6 dan 4 db/hz. Seluruh potongan suara memiliki durasi lebih dari 1 ms dan frekuensi tidak lebih dari 25 khz, sehingga dapat disimpulkan bahwa suara yang terekam pada penelitian ini bukan merupakan tipe suara click yang digunakan untuk ekholokasi. Suara dengan deskripsi seperti tersebut di atas lebih mirip dengan tipe suara whistle yang digunakan untuk komunikasi dan burst yang diproduksi pada saat lumba-lumba sedang mengalami tekanan emosi. Namun jika dilihat dari periodogram PSD, beberapa potongan suara 53

66 54 memiliki puncak yang cukup tajam dengan bandwidth yang sempit yang mencirikan tipe suara click Saran Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar dilakukan perbandingan karakter suara antara spesies yang sama yang hidup di penangkaran dan di laut lepas. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian pada lokasi yang sama pada musim yang berbeda dengan waktu penelitian di lapangan yang lebih lama untuk mendapatkan sampel suara yang lebih banyak. Sebagai referensi atau tambahan informasi bisa juga dilakukan analisis pada suara Odontoceti yang tersedia di internet.

67 55 DAFTAR PUSTAKA American Cetacean Society. ACS Cetacean Fact Sheet. [7 November 25] Caldwell, M. C. dan D. K. Caldwell Review of the signature-whistle hypothesis for the Alantic Bottlenose Dolphin. In S. Leatherwood dan R. R. Reeves (ed.), The Bottlenose Dolphin. Academic Press, Inc. San Diego, CA. p Carwardine, M Smithsonian handbooks: Whales, dolphins, and porpoises. Dorling Kindersley Publishing, Inc. New York, NY. 256 h. Connaughton, M. Sound productin in family Sciaenidae. program.html [3 Januari 27] Diamond, N. L Dolphin sonar: a biologist and physicist team up to find the source of sound beam. [3 Agustus 26] Discovery of sound in the sea. Animals and sound in the sea: Sound production and reception. [4Januari 27] Discovery of sound in the sea. Snapping Shrimp (Alpheus heterochaelis) [3 Januari 27] Dolphin Research Center. Dolphin acoustics. [22 Desember 26] Goodson, A.D A proposed echolocation receptor for the Bottlenose Dolphin (Tursiops truncatus): Modelling the receive directivity from tooth and lower jaw geometry In J. A. Thomas dan R. A. Kastelein (ed.), Sensory abilities of cetaceans: Laboratory and field evidence. Plenum Press. New York. Hartono, C. 24. Studi bioakustik berdasarkan tipe suara Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops truncatus) di Gelanggang Samudera, PT. Pembangunan Jaya Ancol. Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. Jefferson T. A., S. Leatherwood, dan M. A. Webber FAO species identification guide: Marine mammals of the world. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome, Italy. vii+32 h. Kahn, B. 23. Solor-Alor visual and acoustic cetacean suvey: Interim report April-May 23 survey period. The Nature Concervancy South East Asia Center for Marine Protected Areas. Bali, Indonesia. Mei 26.

68 56 Madsen, P. T., I. Kerr dan R. Payne. 24. Source parameter estimates of echolocation click from wild Pygmy Killer Whales (Feresa attenuata). J. Acoust. Soc. Am. 116 (4): Meadows, R. River dolphins of no return. hins.cfm [8 September 25] Popper, A. N. dan C. Platt Inner ear and lateral line. In D.H. Evans (ed.), The physiology of fishes. CRC Press. Florida, USA. Ridgway, S. H The central nervous system of the Bottlenose Dolphin. In S. Leatherwood dan R. R. Reeves (ed.), The Bottlenose Dolphin. Academic Press, Inc. San Diego, CA. p Rountree, R., F. Juanes dan J. E. Blue. 21. Soniferous fishes of Massachusetts. extended.html [3 Januari 27] Simmonds, M., S. Dolman dan L. Weilgart. 24. Ocean of noise 24. Whale and Dolphin Conservation Society Science Report. Sonar in Dolphins: an exploration of the sonar system of Tursiops truncatus. behavior.html [3 Maret 26] Thomas, J. A. dan C. W. Turl Echolocation characteristics and range detection threshold of a False Killer Whale (Pseudocora crassidens) In J. A. Thomas dan R. A. Kastelein (ed.), Sensory abilities of cetaceans: Laboratory and field evidence. Plenum Press. New York. Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji, dan M. K. Moosa The ecology of Indonesian seas. Periplus Edition. Singapore. Whales and Dolphins Consevation Society. Spesies list D434D81 [7 November 25] Wirawanto, S. 22. Studi bioakustik suara stridulatory pada tingkah laku makan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis). Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

69 LAMPIRAN 56

70 Lampiran 1. Jalur-jalur pelayaran pada daerah penelitian. 57

71 Lampiran 2. Data hasil pengamatan cetacean di Laut Sawu tanggal 27-3 Desember 26. No Tgl. Jam Lintang Bujur Spesies Jumlah Des Des 25 17:24 7:4 3. 7: : : :1 7. 8:7 8. 8: : : : : : : : :42 S 9º E 123º S 8º E 124º 19 S 8º E 123º S 8º E 123º S 8º E 123º S 8º E 123º S 8º E 123º S 8º E 124º 11 S 8º 34 5 E 124º 11 S 8º E 124º 1 S 8º E 124º 9 S 8º E 124º 24 S 8º E 124º 25 S 8º E 124º 28 S 8º E 124º 26 S 8º E 124º 25 Jarak thd Kapal (m) Sudut Absolut (º) Jumlah Anak Skala Beaufort Spinner dolphin/id (+) Spotted dolphin Spinner dolphin/id (+) Dolphin/Id (-) Travelling Dolphin/Id (-) Travelling Dolphin/Id (-) Travelling Tingkah Laku, Arah Gerak Schooling, aerial, bowriding, feeding Asosiasi, aerial, feeding, bow-riding Whale/Id (-) 3 > Fluke rise, blowing Spotted dolphin/id (+) Travelling Dolphin/Id (-) Travelling Short finned pilot whale/id (+) Short finned pilot whale/id (+) Travelling Travelling Dolphin/Id (-) Travelling Dolphin/Id (-) Travelling Dolphin/Id (-) Travelling Short finned pilot whale/id (+) Short finned pilot whale/id (+) Travelling Travelling Fraser s dolphin/id (+) Travelling 58

72 Lampiran 2. Lanjutan No Tgl. Jam Lintang Bujur Spesies Jumlah 17. 8: : : : : : : 24. 1: : : : : : 3. 11: : :27 S 8º 32 6 E 124º 25 S 8º 32 3 E 124º 25 S 8º E 124º 3 5 S 8º E 124º 3 53 S 8º E 124º 4 1 S 8º E 124º 4 4 S 8º 36 5 E 124º 5 31 S 8º E 124º 5 54 S 8º E 124º 6 38 S 8º E 124º 7 3 S 8º E 124º 7 42 S 8º E 124º 1 22 S 8º E 124º 1 32 S 8º E 124º 1 45 S 8º E 124º 1 51 S 8º 34 9 E 124º Jarak thd Kapal (m) Sudut Absolut (º) Jumlah Anak Skala Beaufort Spinner dolphin/id (+) Travelling Spinner dolphin/id (+) Travelling Spinner dolphin/id (+) Travelling Spinner dolphin/id (+) Travelling False killer whale Short finned pilot whale Spinner dolphin/id (+) Short finned pilot whale Bottlenose dolphin/id (+) Tingkah Laku, Arah Gerak 2 Travelling, asosiasi 2 Travelling, asosiasi Dolphin/Id (-) Travelling Dolphin/Id (-) Travelling Fraser s dolphin/id (+) Travelling False killer whale/id (+) Travelling False killer whale/id (+) Travelling Sperm whale/id (+) Blowing, diving Sperm whale/id (+) Blowing, logging Spinner dolphin/id (+) Travelling Sperm whale/id (+) Logging, blowing Fraser s dolphin/id (+) Travelling 59

73 Lampiran 2. Lanjutan No Tgl. Jam Lintang Bujur Spesies Jumlah : : : : : : : : : : : Des 25 1: : : : :9 S 8º 34 5 E 124º S 8º E 124º S 8º 35 3 E 124º S 8º 34 3 E 124º 14 1 S 8º E 124º S 8º E 124º S 8º E 124º S 8º E 124º S 8º E 124º S 8º 3 33 E 124º S 8º 3 33 E 124º S 8º E 124º 3 56 S 8º E 124º S 8º E 124º S 8º E 124º S 8º E 124º Jarak thd Kapal (m) Sudut Absolut (º) Jumlah Anak Skala Beaufort Fraser s dolphin/id (+) Travelling Tingkah Laku, Arah Gerak False killer whale/id (+) Travelling, logging Fraser s dolphin/id (+) Travelling Sperm whale/id (+) Sperm whale Bottlenose dolphin/id (+) Bottlenose dolphin/id (+) Feeding Fraser s dolphin/id (+) Travelling Short finned pilot whale/id (+) Short finned pilot whale/id (+) Short finned pilot whale/id (+) Travelling Travelling Travelling Dolphin/Id (-) Travelling Short finned pilot whale/id (+) Short finned pilot whale/id (+) Short finned pilot whale/id (+) , hujan Travelling Blowing, logging, diving (fluke rise) Logging, blowing Feeding , hujan Feeding, travelling , hujan Travelling Dolphin/Id (-) , hujan - Short finned pilot whale Spinner dolphin/id (+) , hujan Asosiasi, travelling 6

74 Lampiran 2. Lanjutan No Tgl. Jam Lintang Bujur Spesies Jumlah Jarak thd Kapal (m) Sudut Absolut (º) Jumlah Anak Skala Beaufort Tingkah Laku, Arah Gerak :1 S 8º Short finned pilot E 124º whale/id (+) , hujan Asosiasi, schooling 5. 11:25 S 8º Pygmy killer whale/id E 124º (+) - 3, hujan Schooling :54 S 8º E 124º 2 27 Spinner dolphin/id (+) Feeding :9 S 8º 32 3 Short finned pilot E 124º whale/id (+) Feeding :18 S 8º E 124º Dolphin /Id (-) Feeding :23 S 8º 32 7 Short finned pilot whale E 124º 18 Spinner dolphin/id (+) 11-4 Asosiasi, feeding :25 S 8º 32 4 Short finned pilot E 124º 17 5 whale/id (+) Feeding :7 S 8º E 124º Spinner dolphin/id (+) Travelling :22 S 8º E 124º Spinner dolphin/id (+) Travelling :4 S 8º E 124º Spinner dolphin/id (+) Travelling :42 S 8º E 124º Spinner dolphin/id (+) Travelling, feeding, 6. 3 Des S 8º , 8:26 Dolphin/Id (-) E 124º mendung Feeding 61. 9:3 West, horizon Whale/Id (-) Breaching 62. 1:27 S 8º 35 5 Pygmy killer whale/id E 124º 4 43 (+) Travelling, 63. 1:35 S 8º E 124º Spinner dolphin/id (+) , cerah Travelling :2 S 8º 36 6 Pygmy killer whale/id E 124º 5 (+) Travelling :25 S 8º Pygmy killer whale/id E 124º 34 (+) Travelling 61

75 Lampiran 2. Lanjutan No Tgl. Jam Lintang Bujur Spesies Jumlah : : : : : : : : : : : : :48 S 8º 35 2 E 124º 21 S 8º 35 9 E 124º 21 S 8º E 123º S 8º E 123º S 8º E 123º S 8º E 123º S 8º E 123º S 8º E 123º S 9º 47 E 123º S 9º 1 5 E 123º S 9º 3 9 E 123º S 9º E 123º S 9º E 123º Pygmy killer whale Spinner dolphin/id (+) 1 7 Jarak thd Kapal (m) Sudut Absolut (º) 5 1 Jumlah Anak - - Skala Beaufort Tingkah Laku, Arah Gerak 3 Asosiasi, travelling Pygmy killer whale/id (+) Travelling Dolphin/Id (-) Travelling Dolphin/Id (-) Dolphin/Id (-) Spinner dolphin Pygmy killer whale/id (+) Spinner dolphin Pygmy killer whale/id (+) Asosiasi, feeding 4 Asosiasi, travelling Sperm whale/id (+) Travelling Spinner dolphin/id (+) Travelling Spinner dolphin/id (+) Feeding, travelling Spinner dolphin/id (+) Travelling Spinner dolphin/id (+) Feeding Spinner dolphin/id (+) Travelling 62

76 Lampiran 3. Peta distribusi Odontoceti di Perairan Laut Sawu, NTT. 63

77 64 Lampiran 4. Sebaran nilai intensitas tertinggi per satuan waktu. Frekuensi Intensitas tertinggi Stdev N kiri kanan kiri kanan

78 65 Lampiran 5. Contoh program membuat periodogram PSD. %mencari nilai PSD dari data suara lumba-lumba (c5.wav) [y,fs]=wavread('c51.wav'); [pyy,f]=psd(y,256,fs,hanning(256),128,'none'); ys = 1*log1(pyy); figure (1) plot (f,ys,'k.-') grid xlabel ('frekuensi (Hz)') ylabel ('PSD (db/hz)') title ('C5.1')

79 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 6. Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 2 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 1 ms ms 2 ms 66

80 67 Lampiran 6. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) Intensitas (db) ms 3 ms Intensitas (db) ms 4 ms

81 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 7. Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 1 asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 1 ms ms 2 ms 68

82 69 Lampiran 7. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) Intensitas (db) ms 3 ms Intensitas (db) ms 38 ms

83 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 8. Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 2 asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 1 ms ms 2 ms 7

84 71 Lampiran 8. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) Intensitas (db) ms 3 ms Intensitas (db) ms 4 ms

85 Intensitas (db) Lampiran 8. Lanjutan Frekuensi (Hz) ms 72

86 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 9. Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 4 asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 1 ms ms 2 ms 73

87 74 Lampiran 9. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) Intensitas (db) ms 3 ms Intensitas (db) ms 4 ms

88 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 1. Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 2 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 1 ms ms 2 ms 75

89 Intensitas (db) Lampiran 1. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 3 ms 76

90 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 11. Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 3 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 1 ms ms 2 ms 77

91 Intensitas (db) Lampiran 11. Lanjutan Frekuensi (Hz) ms 78

92 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 12. Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 4 asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 1 ms ms 2 ms 79

93 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 12. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 3 ms ms 8

94 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 13. Grafik nilai-fft per 1 ms dari potongan suara 1 Pygmy Killer Whale. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 2 ms ms 4 ms 81

95 82 Lampiran 13. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) Intensitas (db) ms 6 ms Intensitas (db) ms 8 ms

96 83 Lampiran 13. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) Intensitas (db) ms 1 ms Intensitas (db) ms 115 ms

97 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 14. Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 2 Pygmy Killer Whale. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 1 ms ms 2 ms 84

98 85 Lampiran 14. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) Intensitas (db) ms 3 ms

99 Intensitas (db) Intensitas (db) Lampiran 15. Grafik nilai-fft per 5 ms dari potongan suara 5 Pygmy Killer Whale. Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 1 ms ms 2 ms 86

100 Intensitas (db) Lampiran 15. Lanjutan Frekuensi (Hz) Frekuensi (Hz) ms 3 ms 87

101 88 Lampiran 16. List spesies ikan yang dapat memproduksi suara di Perairan New England. Nama ilmiah Nama umum Suara diproduksi secara Spontan (S) atau karena stimulasi Mekanis (M) atau Elektrik(E) Anguillidae Clupeidae Gadidae Ophidiidae Batrachoididae Dactylopteridae Triglidae Cottidae Percichthyidae Serranidae Pomatomidae Carangidae Anguilla rostrata American eel Lemah: M,E and S Brevoortia tyrannus Atlantic menhaden Lemah: M Clupea harengus Atlantic herring Lemah: M, E Opisthonema oglinum Atlantic thread herring Brosme brosme Cusk? Lemah: M,E Gadus morhua Atlantic cod Kuat: M, S Melanogrammus aeglefinus Haddock Kuat: S Merluccius bilinearis Silver hake Lemah: M Pollachius virens Pollock Lemah: M Urophycis chuss Red hake Lemah: E Urophycis regia Spotted hake Lemah: E Lepophidium profundorum Fawn cusk-eel? Ophidion marginatum Striped cusk-eel Kuat: S Opsanus tau Oyster toadfish Kuat: S Dactylopterus volitans Flying gurnard Kuat: M Prionotus carolinus Northern searobin Kuat: M, S Prionotus evolans Striped searobin Kuat: S Myoxocephalus aenaeus Grubby Lemah: M,E Myoxocephalus octodecemspinosus Longhorn sculpin Kuat: M,S Morone saxatilis Striped bass Sedang: M,E Centropristis striata Black sea bass Lemah: M,E Pomatomus saltatrix Bluefish Lemah: M,E Alectis ciliaris African pompano Kuat: M Caranx crysos Blue runner Sedang: M,S Caranx hippos Crevalle jack Kuat: M,S

102 89 Lampiran 16. Lanjutan Lutjanidae Haemulidae Sparidae Sciaenidae Labridae Balistidae Ostraciidae Tetraodontidae Molidae Nama ilmiah Nama umum Caranx latus Horse-eye jack Kuat: M,E,S Caranx ruber Bar jack Kuat: M,S Chloroscombrus chrysurus Atlantic bumper Sedang: M,E Selene setapinnis Atlantic moonfish Kuat: M Selene vomer Lookdown Kuat: M Seriola dumerili Greater amberjack Sedang: S Ocyurus chrysurus Yellowtail snapper Lemah: M,E,S Lutjanus griseus Gray snapper Lemah M,E Orthopristis chrysoptera Pigfish Kuat: M,S Stenotomus chrysops Scup Lemah: M Bairdiella chrysoura Silver perch Kuat: M,S Cynoscion nebulosus Spotted seatrout? Cynoscion regalis Lemahfish Kuat: M,S Leiostomus xanthurus Spot Sedang: M,E,S Menticirrhus saxatilis Northern kingfish Lemah: M Micropogon undulatus Atlantic croaker Kuat: M,S Pogonias cromis Black drum Kuat: M,S Tautoga onitis Tautog Sedang: E,S Tautogolabrus adspersus Cunner Lemah: E Aluterus schoepfi Orange filefish Sedang: M,E,S Balistes capriscus Gray triggerfish Sedang: M,E,S Monacanthus hispidus Planehead filefish Sedang: M,E Lactophrys quadricornis Scrawled cowfish Sedang: M Chilomycterus schoepfi Striped burrfish Sedang: M,E Sphoeroides maculatus Northern puffer Sedang: M Mola mola Ocean sunfish Kuat: M Sumber: Rountree, et al (21) Suara diproduksi secara Spontan (S) atau karena stimulasi Mekanis (M) atau Elektrik(E)

103 9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1984 sebagai anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan dr. Rusbandi Sarpini dan dr. Baiduri Hasnaini. Tahun penulis menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas SMU 7 Jakarta. Pada tahun 22 penulis diterima sebagai mahasiswa Intitut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi asisten mata kuliah Biologi Laut, Widya Selam, Ekologi Laut Tropis, dan Dasar-dasar Akustik. Penulis juga aktif di Fisheries Diving Club IPB dan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA-IPB). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul Studi Karakter Suara Beberapa Spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur.

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Oleh: Ayu Destari C64102022 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus

Lebih terperinci

4 METODOLOGI PENELITIAN

4 METODOLOGI PENELITIAN 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Perairan Pantai Lovina Kabupaten Buleleng Bali dan di Perairan Teluk Kiluan Kabupaten

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA

KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Oseanografi Perairan Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong. Raja

Lebih terperinci

Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri:

Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri: Mamalia laut Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri: Berdarah panas Bernafas dengan paru-paru Melahirkan dan menyusui Memiliki rambut (sebagian besar terdapat pada bagian pipi) Memiliki

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06 00 40 dan 05 54

Lebih terperinci

Family Neobalaenidae. Ordo Odontoceti

Family Neobalaenidae. Ordo Odontoceti Family Neobalaenidae Paus Kerdil Ordo Odontoceti Morfologi: Seluruh anggota sub-ordo tidak memiliki gigi dengan jumlah yang bervariasi (2-260 buah) Rangka Odontoceti asimetris bilateral di daerah dahi

Lebih terperinci

INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN Oleh: FAJAR ANSHORI K2D 000 287 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Frekuensi Pemunculan, Tingkah Laku, dan...di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur (Dharmadi, et al.) FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Dharmadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia memiliki luasan dengan luas kira-kira 5 juta km 2 (perairan dan daratan), dimana 62% terdiri dari lautan dalam batas 12 mil dari garis pantai (Polunin,

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 2011

LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 2011 LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 2011 Oleh : Toufik Alansar (WWF ID ) Khaifin (WWF ID ) Sutio Ambao (DKP

Lebih terperinci

DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI

DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil pengamatan lumba-lumba Hasil pengamatan lumba-lumba ditunjukkan dalam Tabel 9. Dari pengamatan lumba-lumba di dua lokasi, total waktu yang dibutuhkan per hari adalah ±

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) proyek ancol yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) proyek ancol yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancol taman impian atau biasa disebut Ancol sudah ditujukan sebagai sebuah kawasan wisata terpadu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA

KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data dan Literatur Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain : Website - www.enchantedlearning.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan pada : Waktu : Juni 2014 Maret 2015 Tempat : Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung

Lebih terperinci

STUDI VARIASI KOMPOSISI CETACEA DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI VARIASI KOMPOSISI CETACEA DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI VARIASI KOMPOSISI CETACEA DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR SKRIPSI Oleh: FAJAR ANSHORI K2D 000 287 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 5 45' 9 8 7 5 44' 6 5 43' 5 42' 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa pulau di kawasan Kepulauan Seribu (P. Karang Congkak, P. Karang Lebar), Jakarta

Lebih terperinci

(Tursiops truncatus) Studi Awal Karakteristik Suara Siulan ( (Burst) ) pada Lumba-Lumba Hidung Botol ( Abstrak. Abstract.

(Tursiops truncatus) Studi Awal Karakteristik Suara Siulan ( (Burst) ) pada Lumba-Lumba Hidung Botol ( Abstrak. Abstract. Ilmu Kelautan. September 24. Vol. 9 (3) : 13-13 ISSN 83-7291 Studi Awal Karakteristik Suara Siulan ( (Whistle) ) dan Lengkingan (Burst) ) pada Lumba-Lumba Hidung Botol ( (Tursiops truncatus) Gilang Aulia

Lebih terperinci

Bagaimana hewan laut berkomunikasi di dalam laut????

Bagaimana hewan laut berkomunikasi di dalam laut???? Dunia ini memang tidak lengkap tanpa kebisingan atau hingar bingar. Bayangkan saja setiap hari kita tidak terlepas dari yang namanya kebisingan bahkan boleh dibilang kita seolah berdamai dengan kebisingan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU Oleh: Arief Wijaksana C64102055 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Wilayah Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06 00 40 dan 05 54 40 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

Judul : PAUS BELUGA Penulis Cerita : Renny Yaniar Penulis Pengetahuan : Christien Ismuranty Editor Bahasa : Niken suryatmini Desain dan Layout : Imam

Judul : PAUS BELUGA Penulis Cerita : Renny Yaniar Penulis Pengetahuan : Christien Ismuranty Editor Bahasa : Niken suryatmini Desain dan Layout : Imam Judul : PAUS BELUGA Penulis Cerita : Renny Yaniar Penulis Pengetahuan : Christien Ismuranty Editor Bahasa : Niken suryatmini Desain dan Layout : Imam Eckhow Adrian Ian Ilustrasi dan Warna : Rahmat M. H.

Lebih terperinci

Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira

Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira Paus pembunuh (Orcinus orca) atau orca merupakan salah satu jenis ikan yang paling mudah dijumpai dan paling besar distribusinya dari

Lebih terperinci

Ordo Pinnipedia. Ordo Pinnipedia

Ordo Pinnipedia. Ordo Pinnipedia Ordo Pinnipedia Terdiri dari 3 famili: 1. Phocidae: True seals (anjing laut sejati) 2. Otariidae: Fur seals & Sea lions (anjing laut berbulu dan singa laut) 3. Odobenidae: Walrus Makanan utama Pinniped:

Lebih terperinci

JENIS DAN DISTRIBUSI LUMBA - LUMBA DI PERAIRAN TELUK KILUAN LAMPUNG OLEH : STANY R. SIAHAINENIA *) dan ISNANIAH **)

JENIS DAN DISTRIBUSI LUMBA - LUMBA DI PERAIRAN TELUK KILUAN LAMPUNG OLEH : STANY R. SIAHAINENIA *) dan ISNANIAH **) JENIS DAN DISTRIBUSI LUMBA - LUMBA DI PERAIRAN TELUK KILUAN LAMPUNG OLEH : STANY R. SIAHAINENIA *) dan ISNANIAH **) Abstract About one-third of dolphin species in the world is living in Indonesia, including

Lebih terperinci

KEBERADAAN PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR *)

KEBERADAAN PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR *) Keberadaan Pesut (Orcaella brevirostris) di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur (Oktaviani, D., et al.) ABSTRAK Pesut atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Irrawaddy dolphin dengan nama ilmiah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian umum cetacean Lumba-lumba hidung botol ( Tursiops sp.)

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian umum cetacean Lumba-lumba hidung botol ( Tursiops sp.) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian umum cetacean Cetacean merupakan istilah golongan mamalia laut yang masuk kedalam ordo Cetacea.Ordo Cetacea mempunyai dua sub-ordo yaitu Mysticeti dan Odontoceti, sub-ordo Mysticeti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik.

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik. 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisitik dari data hasil rekaman seismik refleksi saluran tunggal. Adapun metode penelitian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode hidroakustik Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic instrumen), antara lain: echosounder,

Lebih terperinci

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN 7.1. TUJUAN PENGUKURAN Ada banyak alasan untuk membuat pengukuran kebisingan. Data kebisingan berisi amplitudo, frekuensi, waktu atau fase informasi, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kelangsungan hidup hewan. Bagi hewan, komunikasi digunakan untuk mencari pasangan, menandai wilayah kekuasaan/teritori,

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Oleh: Retno Wulantari ( ) Rizka Oktavia ( )

Oleh: Retno Wulantari ( ) Rizka Oktavia ( ) Oleh: Retno Wulantari (1417021101) Rizka Oktavia (1417021103) PRODUKSI SUARA Mamalia laut telah berevolusi untuk menggunakan suara dan pendengaran sebagai alat utama mereka untuk berkomunikasi dan merasakan

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BULELENG BALI. Stany Rachel Siahainenia *)

TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BULELENG BALI. Stany Rachel Siahainenia *) TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BULELENG BALI Stany Rachel Siahainenia *) *) Staf pengajar Univ.Pattimura E-mail : Stanyrachel_m@yahoo.com Abstract : About one-third of dolphin species

Lebih terperinci

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU Oleh: Munawir C64102020 PR AN TEKNOLOGI KELAUTAN AN DAN I Lm KELAUTAN INSTITUT PERTANLAN

Lebih terperinci

KEBISINGAN DI BAWAH LAUT

KEBISINGAN DI BAWAH LAUT KEBISINGAN DI BAWAH LAUT Kebisingan merupakan bunyi atau suara yang tidak menyenangkan untuk di dengar. Bunyi ini memiliki volume tinggi yang membuat daerah sekitarnya menjadi bising dan bisa mengakibatkan

Lebih terperinci

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH P. Ika Wahyuningrum AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH Suatu teknologi pendeteksian obyek dibawah air dengan menggunakan instrumen akustik yang memanfaatkan suara dengan gelombang tertentu Secara

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 211, sedangkan survei data dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif ini, peneliti berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL KONSERVASI MAMALIA LAUT TAHUN 2018-2022 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dari suara tersebut dapat dilihat, sehingga dapat dibandingkan, ataupun dicocokan dengan

BAB III METODOLOGI. dari suara tersebut dapat dilihat, sehingga dapat dibandingkan, ataupun dicocokan dengan 23 BAB III METODOLOGI 3.1 Metodologi Penelitian Penelitian ini ingin membangun sistem yang dapat melakukan langkah dasar identifikasi, yaitu melakukan ektraksi suara Gamelan Bonang, dengan ekstrasi ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Jenis dan lokasi perjumpaan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa lokasi yang diketahui sebagai jalur aktivitas dari mamalia. Lokasi

Lebih terperinci

Captive Breeding (Penangkaran) Diana Ismawati Dibyo Mika P

Captive Breeding (Penangkaran) Diana Ismawati Dibyo Mika P Captive Breeding (Penangkaran) Diana Ismawati 1417021030 Dibyo Mika P 1417021031 I. Mamalia laut di penangkaran Mamalia laut pertama yang ada di penangkaran adalah beruang kutub (Ursus maritimus) dan berbagai

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

Kemampuan khusus Cetacea

Kemampuan khusus Cetacea Kemampuan khusus Cetacea Reproduksi: Cetacean bereproduksi dengan cara vivipar (melahirkan), setelah melahirkan kelompok betina saling menjaga bayi yang baru lahir, agar tidak tenggelam dan bisa ke perukaan

Lebih terperinci

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C64104004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT Oleh: Gading Putra Hasibuan C64104081 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6

Lebih terperinci

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar.

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar. BAB II DASAR TEORI 2.1 Suara (Speaker) Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan amplitudo tertentu melalui media perantara yang dihantarkannya seperti media air, udara maupun

Lebih terperinci

MINA WISATA SETASEAN DI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

MINA WISATA SETASEAN DI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR MINA WISATA SETASEAN DI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Nama : Rayzcha Hotty NIM : 1304051010 Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana Kupang 2015 Taman Nasional

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG 1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG Istilah dugong sering dikacaukan dengan istilah lain seperti ikan duyung dan putri duyung. Dalam khasanah ilmiah, istilah dugong adalah satwa mamalia yang hidup di perairan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Kegunaan Kerangka Pemikiran.

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Kegunaan Kerangka Pemikiran. DAFTAR ISI BAB Hlm DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Identifikasi Masalah...... 1.3 Tujuan...... 1.4 Kegunaan.. 1.5 Kerangka Pemikiran. xi

Lebih terperinci

Gelombang. Rudi Susanto

Gelombang. Rudi Susanto Gelombang Rudi Susanto Pengertian Gelombang Gelombang adalah suatu gejala terjadinya perambatan suatu gangguan (disturbane) melewati suatu medium dimana setelah gangguan ini lewat keadaan medium akan kembali

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini berisi landasan-landasan teori yang penulis gunakan untuk seluruh laporan penelitian ini. Landasan-landasan teori ini dijelaskan untuk membentuk pemahaman yang sama antara

Lebih terperinci

SEBARAN DAN TINGKAH LAKU Cetacea DI PERAIRAN SEKITAR TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR ADITYO SETIAWAN SKRIPSI

SEBARAN DAN TINGKAH LAKU Cetacea DI PERAIRAN SEKITAR TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR ADITYO SETIAWAN SKRIPSI SEBARAN DAN TINGKAH LAKU Cetacea DI PERAIRAN SEKITAR TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR ADITYO SETIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

oleh Bambang Sudjoko 1) ABSTRACT

oleh Bambang Sudjoko 1) ABSTRACT Oseana, Volume XIII, Nomor 2 : 73-84, 1988 ISSN 0216-1877 JENIS LUMBA-LUMBA (DOLFIN) YANG TERDAPAT DI PERAIRAN INDO MALAYA oleh Bambang Sudjoko 1) ABSTRACT THE SPECIES OF DOLPHINS THAT FOUND IN INDO-MALAYA

Lebih terperinci

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02.

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02. 01. t = 0.4s Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02. t = 0.4s Amplituda dari gelombang pada gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0

Lebih terperinci

DETEKSI TERDISTRIBUSI ROBUST DENGAN MENGGUNAKAN SENSOR AKUSTIK

DETEKSI TERDISTRIBUSI ROBUST DENGAN MENGGUNAKAN SENSOR AKUSTIK Company LOGO DETEKSI TERDISTRIBUSI ROBUST DENGAN MENGGUNAKAN SENSOR AKUSTIK Oleh : Lusia Tuties Kristianingrum (2206100627) Dosen Pembimbing : Dr. Ir Wirawan, DEA Januari 2011 1 Topik Pembahasan Pendahuluan

Lebih terperinci

Produksi Suara dan Tingkah Laku Lumba-Lumba Jantan Hidung Botol (Tursiops Aduncus) dengan Metode Bioakustik

Produksi Suara dan Tingkah Laku Lumba-Lumba Jantan Hidung Botol (Tursiops Aduncus) dengan Metode Bioakustik Jurnal Integrasi Vol. 8, No. 1, April 2016, 42-49 p-issn: 2085-3858 Article History Received February, 2016 Accepted March, 2016 Produksi Suara dan Tingkah Laku Lumba-Lumba Jantan Hidung Botol (Tursiops

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE Oleh: Dini Janiariska C64104059 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Frekuensi Dominan Dalam Vokal Bahasa Indonesia

Frekuensi Dominan Dalam Vokal Bahasa Indonesia Frekuensi Dominan Dalam Vokal Bahasa Indonesia Tjong Wan Sen #1 # Fakultas Komputer, Universitas Presiden Jln. Ki Hajar Dewantara, Jababeka, Cikarang 1 wansen@president.ac.id Abstract Pengenalan ucapan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN MESIN BERPUTAR BERDASARKAN SINYAL SUARA DENGAN METODE ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM

IDENTIFIKASI KERUSAKAN MESIN BERPUTAR BERDASARKAN SINYAL SUARA DENGAN METODE ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM IDENTIFIKASI KERUSAKAN MESIN BERPUTAR BERDASARKAN SINYAL SUARA DENGAN METODE ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM Seminar Tugas Akhir O L E H : M I F T A H U D D I N P E M B I M B I N G : I R. Y E R R

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 155 6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Simulasi Perubahan Fase 6.1.1 Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm Untuk memperoleh spektrum frekuensi dari gelombang ikan-ikanan berukuran 20 x

Lebih terperinci

Protokol: Pengamatan insidental di Kofiau, Raja Ampat

Protokol: Pengamatan insidental di Kofiau, Raja Ampat Protokol: Pengamatan insidental di Kofiau, Raja Ampat Versi 1.1 Juli, 2006 Protokol ini dihasilkan dari pengarahan oleh Peter Mous, Technical Manager TNC CTC (pmous@tnc.org) dan berdasarkan hasil lokakarya

Lebih terperinci

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

Protokol: Pengamatan Insidental di Kabupaten Maluku Tenggara

Protokol: Pengamatan Insidental di Kabupaten Maluku Tenggara Protokol: Pengamatan Insidental di Kabupaten Maluku Tenggara Arief Firdaus/MPAG Disusun oleh: DKP Kabupaten Maluku Tenggara : S. P. Silubun, Rita Lakesubun, L, Lermatan, Soleman Rery BP4K Kabupaten Maluku

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan 34 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan April 2015. Perancangan sistem, identifikasi kadar air pada kayu jati dan akasia daun

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Gelombang Mekanik - Latihan Soal Doc. Name: AR12FIS0198 Version: 2012-09 halaman 1 01. t = 0.4s Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara

Lebih terperinci

KEBERADAAN LUMBA-LUMBA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI HABITAT DI PERAIRAN PULAU KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA

KEBERADAAN LUMBA-LUMBA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI HABITAT DI PERAIRAN PULAU KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA 1 KEBERADAAN LUMBA-LUMBA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI HABITAT DI PERAIRAN PULAU KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA MEGA DEWI ASTUTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT

EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT Mujiyanto, Riswanto dan Adriani S. Nastiti Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan Jl. Cilalawi No. 01 Jatiluhur,

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PRODUKSI SUARA DAN TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA JANTAN HIDUNG BOTOL (Tursiops aduncus ) DENGAN METODE BIOAKUSTIK DI TAMAN SAFARI, CISARUA BOGOR, INDONESIA

PRODUKSI SUARA DAN TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA JANTAN HIDUNG BOTOL (Tursiops aduncus ) DENGAN METODE BIOAKUSTIK DI TAMAN SAFARI, CISARUA BOGOR, INDONESIA PRODUKSI SUARA DAN TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA JANTAN HIDUNG BOTOL (Tursiops aduncus ) DENGAN METODE BIOAKUSTIK DI TAMAN SAFARI, CISARUA BOGOR, INDONESIA Muhammad Zainuddin Lubis 1, Sri Pujiyati 2, Totok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

Data yang dikeluarkan oleh Kantor Distrik Teluk Mayalibit. Tanggal 6 Januari

Data yang dikeluarkan oleh Kantor Distrik Teluk Mayalibit. Tanggal 6 Januari Bab Satu Pendahuluan Latar Belakang Masalah Kampung Warsambin adalah salah satu kampung yang terletak di distrik Teluk Mayalibit, kabupaten Raja Ampat. Sebelum mengalami pemekaran distrik, Teluk Mayalibit

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. ketika pemberian pakan. Berikut adalah ilustrasi posisi ikan sebelum dan saat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. ketika pemberian pakan. Berikut adalah ilustrasi posisi ikan sebelum dan saat 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkah Laku ikan Dalam Karamba Perekaman suara dilakukan dengan meletakkan hidrofon dekat dengan permukaan air. Hal ini karena gerakan ikan secara dominan berada di permukaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

BIOACOUSTIC SOUND STRIDULATORY MOVEMENT OF GUPPY FISH (Poecilia reticulata) AT SALINE WATER

BIOACOUSTIC SOUND STRIDULATORY MOVEMENT OF GUPPY FISH (Poecilia reticulata) AT SALINE WATER Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1 November 2015: 119-127 ISSN 2087-4871 BIOAKUSTIK SUARA STRIDULATORY GERAK IKAN GUPPY (Poecilia reticulata) PADA AIR BERSALINITAS BIOACOUSTIC SOUND STRIDULATORY

Lebih terperinci

MODULPRAKTIKUM. M.K Dasar-dasar Akustik Kelautan ITK-IPB 2016 Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan

MODULPRAKTIKUM. M.K Dasar-dasar Akustik Kelautan ITK-IPB 2016 Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan PEMROSESAN SINYAL ( FFT, DE-NOISED, SPEKTOGRAM, BAND PASS FILTER DAN BIOAKUSTIK) MENGGUNAKAN MATLAB Tujuan Praktikum : 1. Mahasiswa dapat menghasilkan FFT, Waveform, spektogram, band pass filter, dan transformasi

Lebih terperinci

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil HEWAN YANG HIDUP DI AIR 1. Hiu Kepala Martil Hiu kepala martil memiliki kepala berbentuk seperti martil. Dengan satu cuping hidung dan satu mata di setiap pangkal "martil"nya, mereka mengayunkan kepalanya

Lebih terperinci

RIBBON SEAL (ANJING LAUT PITA) HISTRIOPHOCA FASCIATA. Di susun oleh: Nandia Putri Aulia Nida Nurhanifah

RIBBON SEAL (ANJING LAUT PITA) HISTRIOPHOCA FASCIATA. Di susun oleh: Nandia Putri Aulia Nida Nurhanifah RIBBON SEAL (ANJING LAUT PITA) HISTRIOPHOCA FASCIATA Di susun oleh: Nandia Putri Aulia 1417021083 Nida Nurhanifah 1417021084 KARAKTERISTIK DIAGNOSTIK DAN TAKSONOMI Merupakan spesies endemik Pasifik Utara.

Lebih terperinci