BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Oseanografi Perairan Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong. Raja Ampat terdiri dari 4 pulau berukuran relatif besar, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Salawati dan Pulau Misool (Agustina, 2012). Waktu tempuh dari Kabupaten Sorong sampai ke daerah kajian (Kofiau dan Misool) memakan waktu kira-kira 4 jam menuju Kofiau, dan kira-kira 2 jam perjalanan dari Kofiau menuju Misool dengan menggunakan speed boat. Kofiau dan Misool terletak di bagian selatan Kabupaten Raja Ampat, dan Misool terletak di paling bawah. Wilayah Kofiau tidak hanya mempunyai Pulau Kofiau, tetapi juga Pulau Boo Besar dan Boo Kecil yang tidak berpenghuni. Kofiau tidak mempunyai gugus-gugus pulau seperti di Misool. Pulau Kofiau maupun Pulau Boo memiliki batimetri yang cukup dangkal di sekitar pulau-pulau kecilnya, berkisar antara m. Di luar itu, kedalaman berubah drastis menjadi 200 m lebih. Perairan yang memisahkan Pulau Kofiau dan Pulau Boo memiliki kedalaman kurang lebih 500 m. Daerah tempat penyelaman Dona Carmalita yang berada di bagian selatan Pulau Boo memiliki kedalaman kurang dari 10 m, dan diantara kedua tempat tersebut adalah perairan dalam, lebih dari 200 m. Dikarenakan Misool memiliki gugus-gugus pulau, batimetri antar pulau tersebut lebih dangkal dibandingkan Kofiau, dimana yang paling dalam adalah 100 m. Demikian juga dengan perairan antara Misool dan Kofiau. Dikarenakan adanya pulau-pulau kecil juga (lebih dekat dengan perairan Misool), kedalaman perairan hingga pulau terluar di bagian tersebut cukup rendah. Setelah pulau tersebut, kedalaman perairan berubah menjadi lebih dari 160 m. 24

2 Pengambilan Data Di Lapangan Pengambilan data untuk lumba-lumba dan paus di perairan Raja Ampat dilakukan secara insidental, dimana pengambilan data dilakukan saat monitoring reef health ataupun monitoring resource use setiap bulannya yang dilakukan oleh The Nature Conservancy Raja Ampat. Total hari pelaksanaan monitoring adalah 8 hari, 4 hari dilaksanakan di KKLD Kofiau, dan 4 hari lainnya dilaksanakan di KKLD Misool. Monitoring cetacea juga tetap dilakukan saat perjalanan dari dan menuju Sorong. Alat-alat yang dipakai saat pengamatan cetacea sub ordo odonticeti di lapangan dapat dilihat di Tabel berikut: Tabel 1. Alat dan bahan di lapangan No. Alat Kegunaan 1 Speed Boat Jou Sarana transportasi keliling pulau 2 Teropong binokuler Melihat cetacea dari kejauhan 3 Global Positioning System (GPS) Mencatat koordinat dimana cetacea ditemukan 4 Mencatat behaviour, jumlah dan jenis Alat tulis (pulpen dan sheet) cetacea 5 Buku Whales, Dolphins and Porpoises: The Clearest Recognition Guides Available Membantu mengidentifikasi cetacea yang ditemukan Dalam 8 hari pengamatan insidental yang dilakukan bersamaan dengan monitoring resource use, ditemukan beberapa jenis cetacea sub ordo odonticeti, yaitu lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba spinner (Stenella longirostris), dan short-finned pilot whale (Globicephala macrorhynchus), dimana satu pertemuan di sebelah timur Kofiau, ketiga spesies diatas ditemukan dalam satu kelompok. Jefferson et al. (1993) menyatakan bahwa pilot whale memang jenis yang memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Mereka sering ditemukan satu kelompok dengan jenis lain seperti lumba-lumba hidung botol, lumba-lumba Risso, terkadang juga bersama paus sperma.

3 26 Gambar 1. Cetacea yang ditemukan saat di lapangan (Dokumentasi Pribadi, 2013) 4.3 Distribusi Cetacea Sub Ordo Odonticeti Data yang dipakai untuk mengetahui distribusi spasio temporal cetacea sub ordo odonticeti adalah dari tahun 2007 hingga 2011, yang bulan dalam tiap tahunnya tidak semuanya ada. Distribusi ini tidak hanya sebatas di KKLD Kofiau dan Misool saja, tetapi perairan disekitarnya juga. Lumba-lumba yang ditemukan selama rentang waktu lima tahun ini ( ) adalah lumba-lumba spinner (Stenella longirostris), lumba-lumba bungkuk Indo-Pasifik (Sousa chinensis), lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba Fraser (Lagenodelphis hosei), lumba-lumba Risso (Grampus griseus) dan beberapa kelompok lumba-lumba yang tidak dapat diidentifikasi. Kemunculan lumba-lumba di perairan sekitar Kofiau dan Misool semakin lama semakin menurun, yang dapat dilihat pada grafik diatas bahwa puncak kemunculan lumba-lumba berada pada bulan Oktober dan November 2007, dimana masing-masing jumlah kemunculan dalam bulan tersebut adalah 351 dan 391 ekor. Dalam dua kali pertemuan pada bulan Oktober 2007 pun terdapat 100 ekor lumba-lumba dan juga pada bulan November 2007 dengan jumlah yang sama. Mereka tersebar bukan hanya di sekitar Kofiau dan Misool saja, tetapi juga

4 27 di dekat perairan Selat Sagewin yang terletak di antara Pulau Batanta dan Pulau Salawati. Pada bulan November 2008 jumlah kemunculan lumba-lumba berkurang walaupun lebih banyak daripada bulan-bulan yang lain, kecuali dengan bulan Februari pada tahun tersebut. Untuk bulan Juni, Juli dan Agustus, lumba-lumba hanya ditemukan pada bulan Juni tahun 2007 saja, sedangkan untuk tahun lainnya tidak ditemukan dikarenakan tidak dilaksanakan monitoring yang diakibatkan oleh cuaca yang tidak baik. Gambar 2. Grafik jumlah lumba-lumba per bulan pada tahun Jenis-jenis paus yang ditemukan di perairan kajian adalah paus pembunuh (Orcanus orca), paus sperma (Physeter macrocephalus), short-finned pilot whale (Globicephala macrorhynchus), paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens), paus pembunuh kerdil (Feresa attenuata) (dapat dilhat di Lampiran 1) dan beberapa paus yang tidak dapat diidentifikasi. Banyaknya kemunculan paus odonticeti tidak sebanyak kemunculan lumba-lumba, walaupun sama dengan kemunculan pada lumba-lumba di perairan Kofiau dan Misool, kemunculan paus setiap tahunnya berkurang. Dalam satu tahun, kemunculan mereka bisa hanya ada pada dua bulan. Bahkan untuk tahun 2011 tidak ditemukannya kemunculan sama sekali untuk paus odonticeti atau paus bergigi. Pada grafik diatas dapat kita lihat bahwa kemunculan paus dalam tahun

5 hingga 2011 yang paling banyak adalah pada bulan November 2007, yaitu sebanyak 82 ekor. Paus ini seluruhnya ditemukan di sekitar perairan Pulau Kofiau. Bulan Januari 2008 juga banyak ditemukan paus dengan jumlah sebanyak 70 ekor. Gambar 3. Grafik jumlah paus per bulan pada tahun

6 Distribusi Cetacea Terhadap Faktor Oseanografi Suhu Permukaan Laut Lumba-lumba Gambar 4. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) Januari 08, b) Januari 09, c) Januari 10 Bulan Januari memiliki kisaran suhu permukaan laut yang cukup variatif, yaitu antara 26 o C-30.8 o C. Pada bulan ini, distribusi lumba-lumba banyak terdapat pada perairan sekitar Pulau Kofiau, yang rata-rata suhu permukaan lautnya adalah 29 o C pada tahun 2008 dan 2009, sedangkan untuk tahun 2010, terjadi sedikit penurunan suhu permukaan laut dimana tempat ditemukannya sekelompok lumbalumba berjumlah 10 ekor, yaitu 28.7 o C. Beberapa lumba-lumba juga dapat ditemukan di dalam perairaan KKLD Misool dengan keadaan suhu permukaan laut sekitar 30 o C dimana ditemukannya sekelompok lumba-lumba yang berjumlah 4-10 ekor dalam setiap pertemuannya.

7 30 Dua kelompok lumba-lumba juga ditemukan di perairan setelah Selat Sagewin, yang suhunya adalah 28 o C dan 27.2 o C dengan 15 sampai 20 ekor lumba-lumba. Gambar 5. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) Februari 07, b) Februari 08, c) Februari 09, d) Februari 11 Dapat dilihat pada Gambar 14 bahwa sebaran lumba-lumba pada bulan Februari ini tidak mempunyai pola. Pada tahun 2007, lumba-lumba ditemukan di bagian atas Pulau Misool dengan kisaran suhu permukaan laut antara 29.4 o C o C. Suhu permukaan laut pada tahun 2008 naik di tempat-tempat ditemukannya lumba-lumba. Satu kelompok besar lumba-lumba sebanyak 200 ekor yang ditemukan di Selat Sagewin dengan suhu permukaan laut 30.3 o C, cukup tinggi dibandingkan dengan seluruh pertemuan lumba-lumba pada tahun Pada tahun 2009, mereka pun muncul kembali di Selat Sagewin dengan jumlah 8-15 ekor. Jauh lebih sedikit daripada kemunculan tahun sebelumnya. Ini mungkin dikarenakan suhu permukaan laut yang menurun menjadi 29.7 o C-

8 o C. Pada tahun ini didapatkan jumlah pertemuan yang paling banyak diantara tahun-tahun yang lainnya, dimana suhu permukaan laut berkisar antara 29.2 o C o C. Jumlah lumba-lumba yang ditemukan pada tahun 2011 menurun drastis, bukan hanya dalam jumlah pertemuannya, tetapi juga dalam jumlah di dalam kelompok saat ditemukan, dengan hanya 2-6 ekor saja. Walaupun lumba-lumba hampir selalu ditemukan berkelompok, tetapi menurut Wursig (1986) dalam Moreno (2005) bahwa terkadang lumba-lumba ditemukan dengan kelompok kurang dari 10 ataupun hanya 1 ekor apabila mereka mencari makan di perairan yang cukup dangkal. Gambar 6. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) Maret 07, b) Maret 08, c) Maret 09, d) Maret 10, e) Maret 11

9 32 Pertemuan lumba-lumba pada bulan Maret memiliki kisaran suhu permukaan laut yang stabil, yaitu 29 o C-31 o C. Jumlah lumba-lumba dalam satu pertemuan yang paling banyak yaitu pada tahun 2010 dengan jumlah 35 ekor, ditemukan di dekat Pulau Kofiau dengan suhu permukaan laut 29.4 o C. Gambar 7. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) April 07, b) April 08, c) April 09 Dapat dilihat pada Gambar 16 a), bahwa variasi suhu permukaan laut pada tahun 2007 berbeda dengan tahun 2008 dan tahun Tahun 2007 memiliki kisaran suhu 29.2 o C-31 o C, sedangkan pada tahun 2008 dan 2009 suhu permukaan lautnya lebih bervariasi, berkisar antara 26 o C-30.8 o C. Dari peta sebaran diatas, lumba-lumba dengan jumlah kelompok yang banyak (10-20 ekor) lebih memilih perairan sekitar Pulau Kofiau dengan suhu permukaan laut 29.6 o C-29.8 o C, sedangkan lumba-lumba yang ditemukan di dalam daerah KKLD Misool dengan kisaran suhu 29.8 o C-30.2 o C memiliki jumlah yang lebih sedikit.

10 33 Gambar 8. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) Mei 07, b) Mei 08, c) Mei 09, d) Mei 10, e) Mei 11 Tidak seperti bulan-bulan sebelumnya, pada bulan Mei kemunculan lumba-lumba selalu terdapat setidaknya satu pada perairan Pulau Kofiau yang pada bulan ini memiliki kisaran suhu permukaan laut 29 o C-29.9 o C kecuali pada tahun 2008 yang memiliki variasi yang berbeda dari tahun yang lainnya, yaitu 28.2 o C-28.9 o C. Pada tahun 2010, lumba-lumba lebih memilih perairan di gugusgugus pulau di daerah KKLD Misool, yang mempunyai kisaran suhu sebesar 29.2 o C-29.9 o C dengan jumlah setiap pertemuan tidak lebih dari 10 ekor.

11 34 Pada bulan ini ditemukannya sekelompok lumba-lumba berjumlah 15 ekor di Selat Sagewin, jumlah yang hampir sama dengan jumlah yang ditemukan pada bulan Februari 2009 dengan suhu permukaan laut 29.6 o C. Pada tahun 2010 ditemukan lumba-lumba di antara Pulau Salawati dan Kabupaten Sorong dengan jumlah 7 dan 8 ekor dengan perbedaan suhu yang mencolok, yaitu kelompok yang ditemukan pada perairan yang sudah mendekati Sorong memiliki suhu permukaan laut 30.1 o C, sedangkan kelompok lumba-lumba yang ditemukan pada perairan dekat selat kecil memiliki suhu 30.7 o C. Gambar 9. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan Juni 2007 Untuk bulan Juni, perjumpaan dan monitoring hanya dilakukan pada tahun 2007 saja. Ini dimungkinkan pada bulan Juni sampai Agustus kondisi perairan di Raja Ampat tidak bagus (gelombang besar, angin kencang, dll). Perjumpaan lumba-lumba pada tahun 2007 cukup banyak, dengan setiap perjumpaan kemunculannya sangat bervariasi, yaitu dari hanya 2 ekor sampai ditemukannya 70 ekor. Mereka ditemukan di sebelah selatan Pulau Kofiau dengan suhu permukaan laut 29.6 o C.

12 35 Gambar 10. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) September 07, b) September 08 Pada bulan September kisaran suhu secara keseluruhan di Raja Ampat menurun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, dikarenakan suhu pada bulan Juni, Juli dan Agustus juga menurun. Tetapi suhu permukaan laut dimana ditemukannya lumba-lumba hampir sama dengan bulan-bulan sebelumnya. Dapat dilihat pada Gambar 19 a) perjumpaan lumba-lumba berada pada perairan terbuka antara Kofiau dan Salawati dengan suhu permukaan laut sebesar 28.5 o C. Ini membuktikan bahwa lumba-lumba yang berada di perairan ini lebih memilih perairan yang cukup hangat. Bulan Oktober 2007 memiliki sebaran lumba-lumba yang paling banyak dibandingkan pada tahun lainnya. Mereka tersebar di Pulau Kofiau, Pulau Boo Besar dan Kecil, juga di sekitar gugus-gugus Pulau Misool. Kisaran suhu permukaan laut pada tahun 2007 adalah 29.4 o C-30.2 o C. Pada tahun tersebut pun sebanyak dua perjumpaan muncul 200 ekor lumba-lumba. Kelompok yang ditemukan di perairan Boo Kecil memiliki suhu 29.8 o C, sedangkan kelompok yang ditemukan di sebelah selatan Pulau Kofiau memiliki suhu 30 o C.

13 36 Gambar 11. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) Oktober 07, b) Oktober 08, c) Oktober 09, d) Oktober 10, e) Oktober 11 Walaupun pada tahun 2007 dan 2010 perjumpaan lumba-lumba banyak di Misool, akan tetapi pada tahun 2009 dan 2011 hanya satu kali pertemuan tiap tahunnya di daerah tersebut, padahal suhu permukaan laut pada dua tahun tersebut tidak terlalu berbeda dengan 2007 dan 2010 yaitu 29.6 o C dan 29.9 o C.

14 37 Gambar 12. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) November 07, b) November 08, c) November 09, d) November 10, e) November 11 Sama seperti pada bulan Oktober 2007, bulan November 2007 memiliki sebaran dan jumlah pertemuan lumba-lumba yang sangat banyak daripada tahun lainnya. Suhu permukaan laut pada tahun tersebut berkisar antara 29.4 o C-30.7 o C dimana di perairan Pulau Kofiau, Pulau Boo besar dan kecil juga di perairan antara Kofiau dan Boo ditemukan lebih banyak individu lumba-lumba dibandingkan di perairan Pulau Misool.

15 38 Sekelompok lumba-lumba berjumlah 30 ekor ditemukan di perairan terbuka antara Pulau Kofiau dan Selat Sagewin dengan suhu permukaan laut 29.7 o C. Dua kelompok lumba-lumba juga ditemukan di sebelah utara Pulau Salawati dengan suhu permukaan laut sebesar 30.3 o C dan 29.9 o C. Dapat dilihat juga pada Gambar 21 bahwa setidaknya satu perjumpaan terjadi di sekitar perairan Kofiau pada bulan November ini kecuali pada tahun 2011, yang seluruh perjumpaan terjadi di perairan Misool yang memiliki suhu 30.6 o C-30.8 o C. Gambar 13. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) Desember 08, b) Desember 09, c) Desember 10 Perubahan suhu permukaan laut secara keseluruhan setiap tahunnya pada bulan Desember ini cukup drastis. Perjumpaan lumba-lumba pada Desember 2008 memiliki suhu permukaan laut sebesar 31 o C dan 32 o C, sedangkan perjumpaan pada tahun 2009 dan 2010 hanya berkisar 28.8 o C-29.9 o C. Walaupun untuk

16 39 seluruh bulan Desember sendiri perjumpaan dengan lumba-lumba sangat sedikit (2-3 perjumpaan) dibandingkan dengan bulan lainnya. Gambar 14. Grafik jumlah lumba-lumba terhadap perubahan SPL tahun Suhu permukaan laut di wilayah Raja Ampat memiliki perubahan yang cukup konstan. Dari bulan Januari hingga bulan Mei suhu permukaan lautnya mempunyai rata-rata 29.5 o C-30.3 o C dan saat memasuki bulan Juni hingga Agustus (terkadang hingga bulan September), suhu permukaan laut menurun menjadi 27.7 o C-29.5 o C. Dapat terlihat pada grafik diatas bahwa semakin tinggi suhu permukaan laut, semakin banyak lumba-lumba yang muncul. Seperti kelompok lumba-lumba yang berjumlah 200 ekor yang ditemukan di Selat Sagewin dengan suhu permukaan laut sebesar 30.3 o C, dan juga beberapa kelompok lumba-lumba dengan jumlah 100 ekor ditemukan di perairan yang mempunyai kisaran suhu pemukaan laut sebesar 29.5 o C-30 o C. Pada bulan Juni hingga Agustus, kecuali untuk Juni 2007, monitoring tidak dilakukan dikarenakan cuaca yang buruk. Dapat dimungkinkan juga dikarenakan adanya penurunan suhu permukaan laut pada bulan-bulan tesebut. Ini menunjukan bahwa lumba-lumba yang ditemukan di perairan Raja Ampat lebih memilih perairan yang hangat. Satu jenis lumba-lumba, yaitu lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) yang ditemukan di perairan ini adalah lumba-lumba yang bersifat kosmopolitan, dimana mereka dapat ditemukan di berbagai negara dengan suhu berkisar antara o C, dan lumba-

17 40 lumba jenis hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) memang hanya tersebar di perairan Pasifik barat dan perairan sekitar Samudera Hindia. Pada tahun 2010 dan 2011, terjadinya penurunan jumlah lumba-lumba yang ditemukan di perairan Raja Ampat dikarenakan adanya aktivitas survei seismik pada tahun Penurunan ini dimungkinkan lumba-lumba merasa terganggu dengan sonar yang dikeluarkan oleh alat survei tersebut, yang mengacaukan sistem ekolokasi mereka, sedangkan ekolokasi sangat penting bagi mereka dalam mencari makanan, memberi arah migrasi, juga untuk memberitahu mereka jika ada suatu ancaman di depan mereka Paus Gambar 15. Distribusi paus pada SPL bulan a) Januari 08, b) Januari 09 Suhu permukaan laut pada bulan Januari 2008 dan 2009 cukup bervariatif, yaitu 26 o C-30.8 o C. Pertemuan paus yang paling banyak dalam bulan ini ditemukan di sebelah barat perairan Pulau Kofiau pada tahun 2008, yaitu sebanyak 50 ekor dengan suhu permukaan laut 29.4 o C. 20 ekor paus ditemukan pada suhu permukaan sebesar 27.3 o C, suhu dimana jarang ditemukannya seekor cetacea di Raja Ampat.

18 41 Gambar 16. Distribusi paus pada SPL bulan a) Februari 08, b) Februari 09 Pada tahun 2008 bulan Januari dan Februari, kelompok paus ditemukan di perairan antara Kofiau dan Boo. Pada bulan Februari, mereka ditemukan dengan jumlah 15 ekor dengan suhu permukaan laut 30.8 o C. Pada tahun 2009 ditemukan tidak lebih dari 7 ekor paus pada suhu berkisar 29.7 o C-30.4 o C. Gambar 17. Distribusi paus pada SPL bulan a) April 09, b) April 10 Pada tahun 2009, kelompok paus ditemukan di perairan dekat gugus-gugus pulau di Misool dengan jumlah 29 ekor dan dengan suhu permukaan laut sebesar 29.9 o C, sedangkan pada tahun 2010 kelompok paus ditemukan di perairan sebelum Selat Sagewin, dekat dengan Kabupaten Sorong. Mereka berjumlah 7 ekor dan ditemukan pada suhu permukaan laut 29.2 o C.

19 42 Gambar 18. Distribusi paus pada SPL bulan a) Mei 07, b) Mei 09 Jika pada bulan Januari dan Februari suhu permukaan laut di Raja Ampat cukup panas, pada bulan Mei yang sudah memasuki musim peralihan I. Kisaran suhu permukaan laut pada bulan ini adalah 29 o C-30.5 o C. Pada bulan ini paus lebih memilih berada di perairan antara Pulau Kofiau dan Pulau Boo Kecil yang memiliki kisaran suhu 29.9 o C-30.1 o C, sama dengan tempat mereka ditemukan pada Januari 2008 maupun Februari Gambar 19. Distribusi paus pada SPL bulan Juli 2008 Tidak seperti lumba-lumba yang jarang ditemukan pada bulan Juni sampai Agustus, beberapa kelompok paus ditemukan pada bulan Juli ini, karena bulanbulan tersebut sudah memasuki musim timur dan suhu permukaan laut di wilayah Raja Ampat menurun menjadi 28.2 o C-29.2 o C. Sama seperti pada pertemuan pada

20 43 bulan Januari 2008 dimana 20 ekor paus ditemukan di perairan bersuhu 27.3 o C, di bulan ini pun satu kelompok paus berjumlah 30 ekor ditemukan dalam suhu permukaan laut sebesar 27.6 o C, sedangkan kelompok lain hanya berjumlah 2 atau 3 ekor dengan suhu permukaan laut yang hampir sama. Gambar 20. Distribusi paus pada SPL bulan September 2010 Pola pada bulan September 2010 ini sepertinya mengikuti dengan pola paus yang ditemukan pada Januari dan Februari Mereka ditemukan dekat gugus-gugus pulau di Misool. Kelompok paus yang ditemukan pada bulan ini hanya berjumlah 2 ekor dengan suhu permukaan laut sebesar 30 o C. Gambar 21. Distribusi paus pada SPL bulan a) Oktober 07, b) Oktober 08 Dengan ditemukannya paus sebanyak 30 ekor pada tahun 2007 dan 20 ekor pada tahun 2008, dapat dikatakan bahwa bukan hanya lumba-lumba saja

21 44 yang mempunyai jumlah yang banyak pada bulan Oktober ini, tetapi paus juga. Akan tetapi suhu permukaan laut dimana kelompok paus ini ditemukan berbeda cukup jauh. Kelompok paus yang ditemukan pada bagian selatan Pulau Kofiau, ditemukan pada suhu 30.1 o C sedangkan kelompok paus yang ditemukan di perairan setelah Selat Sagewin ditemukan pada suhu permukaan laut sebesar 28.8 o C. Gambar 22. Distribusi paus pada SPL bulan a) November 2007, b) November 2009 Pola penyebaran pada bulan November 2007 masih mengikuti dengan pola pada bulan-bulan sebelumnya yang mana kelompok paus ditemukan di perairan Pulau Kofiau ataupun perairan antara Pulau Kofiau dan Boo kecil. Pada tahun 2007, 4 kelompok ditemukan berjumlah antara 1-30 ekor dengan suhu permukaan laut sebesar 29.9 o C-30.2 o C. Untuk tahun 2009, pola sebaran paus tidak mengikuti pola, melainkan mereka ditemukan di perairan terbuka antara pulau-pulau. Kelompok yang ditemukan di perairan terbuka antara Selat Sagewin dan Pulau Kofiau berjumlah 10 ekor dengan suhu pemukaan laut sebesar 29 o C sedangkan kelompok paus yang ditemukan di perairan terbuka antara Kofiau dan Misool berjumlah sama dengan suhu permukaan laut 29.4 o C.

22 45 Gambar 23. Distribusi paus pada SPL bulan Desember 2009 Sama dengan perjumpaan pada bulan Januari dan Oktober 2008, kelompok paus pada bulan ini ditemukan di dekat perairan setelah Selat Sagewin. Kelompok paus pada bulan ini ditemukan dengan jumlah 1 ekor, dengan suhu permukaan laut sebesar 29.7 o C. Gambar 24. Grafik jumlah paus terhadap perubahan SPL tahun Sama seperti jumlah lumba-lumba, jumlah paus dari tahun ke tahun berkurang. Jumlah paling banyak ditemukannya mamalia besar ini adalah pada bulan November 2007 dan Januari Tidak seperti lumba-lumba, dari grafik diatas terlihat bahwa banyaknya jumlah paus tidak terlalu mengikuti perubahan suhu permukaan laut. Ini dapat dibuktikan bahwa pada Januari 2008, sekelompok

23 46 paus berjumlah 50 ekor ditemukan dengan suhu permukaan laut sebesar 29.4 o C, sedangkan beberapa kelompok paus berjumlah 30 ekor yang ditemukan pada bulan dan tahun yang berbeda memiliki kisaran suhu permukaan laut yang cukup bervariasi, yaitu dari 27.6 o C hingga 30.1 o C. Dikarenakan pada satu jenis paus yang ditemukan di perairan ini, yaitu paus sperma, memiliki pola migrasi yang berbeda antara jantan dewasa dan betinanya, kemungkinan paus sperma yang ditemukan di Raja Ampat adalah betina dan paus sperma yang baru lahir ataupun belum dewasa. Karena paus sperma jantan akan bermigrasi ke daerah yang mempunyai suhu yang lebih dingin untuk mencari makan, sedangkan betina dan yang lain akan tetap berada di perairan yang cukup hangat. Untuk paus pembunuh, atau yang biasa disebut orca, mereka ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, habitat mereka tidak dibatasi oleh suhu maupun kedalaman (Reeve et al., 2002), sedangkan untuk paus jenis lainnya, mereka hampir selalu ditemukan di perairan tropis maupun subtropis.

24 Klorofil-a Lumba-lumba Gambar 25. Distribusi lumba-lumba pada klorofil-a bulan a) Januari 08, b) Januari 09, c) Januari 10 Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 34 diatas, sebaran klorofil-a di perairan sekitar Kofiau dan Misool setiap bulannya hanya berubah sedikit, tidak terlalu terlihat. Tingkat klorofil-a yang tinggi hanya berada di daerah Pulau Salawati dan Kabupaten Sorong. Ini dimungkinkan karena Kofiau dan Misool memiliki bentuk kontur dimana perairan dekat pulau cukup dangkal namun perairan sekitar pulau di kelilingi oleh laut dalam. Tingkat klorofil-a ditemukannya lumba-lumba pada bulan Januari ini tidak terlalu tinggi, berkisar antara mg/m 3. Kelompok lumba-lumba dengan klorofil-a paling tinggi saat ditemukan yaitu pada tahun 2009 di gugus-gugus pulau Misool, yang kemungkinan melewati kampung-kampung kecil.

25 48 Gambar 26. Distribusi lumba-lumba pada klorofil-a bulan a) Februari 07, b) Februari 08, c) Februari 09, d) Februari 11 Seperti sudah dijelaskan pada distribusi lumba-lumba pada SPL, pada tahun 2008, ditemukan kelompok lumba-lumba sebanyak 200 ekor yang ditemukan di Selat Sagewin. Pada peta klorofil-a ini, mereka ditemukan pada klorofil sebesar 0.24 mg/m 3. Untuk rata-rata klorofil-a terbesar adalah pada sebaran lumba-lumba tahun 2007, yaitu mg/m 3 perjumpaan terdapat 3-15 ekor. dengan dalam satu

26 49 Gambar 27. Distribusi lumba-lumba pada klorofil-a bulan a) Maret 07, b) Maret 08, c) Maret 09, d) Maret 10, e) Maret 11 Sebaran lumba-lumba pada Maret 2007 memiliki nilai klorofil-a yang paling tinggi dibandingkan tahun lainnya, dengan kisaran klorofil-a mg/m 3, bahkan dengan bulan Maret 2009 yang mana sebaran lumba-lumbanya juga di gugus-gugus pulau Misool.

27 50 Gambar 28. Distribusi lumba-lumba pada klorofil-a bulan a) April 07, b) April 08, c) April 09 Pada tahun 2009 terdapat 2 ekor lumba-lumba yang ditemukan secara terpisah dengan klorofil-a sebesar 0.57 mg/m 3. Pada tahun yang sama di perairan pulau Kofiau ditemukan sekelompok lumba-lumba berjumlah 20 ekor tetapi dengan kandungan klorofil-a yang rendah, yaitu 0.17 mg/m 3. Dimungkinkan kandungan klorofil rendah karena tidak adanya kegiatan di darat yang menyebabkan runoff yang membawa suplai nutrien. Kisaran kandungan klorofil-a pada bulan Mei (Gambar 38) ini sangatlah variatif. Kelompok lumba-lumba berjumlah 8 ekor yang ditemukan di perairan sempit antara Pulau Salawati dan Sorong memiliki kandungan klorofil-a yang paling tinggi diantara titik lumba-lumba dalam bulan maupun tahun lainnya, yaitu 4.2 mg/m 3. Ini dikarenakan banyak kegiatan di daratan Sorong dan banyaknya kapal kecil maupun besar yang melewati perairan tersebut setiap harinya. Sama

28 51 halnya dengan perjumpaan lumba-lumba yang ditemukan di dekat Kabupaten Sorong. Perairannya memiliki kandungan klorofil-a sebesar 1.1 mg/m 3. Kisaran kandungan klorofil-a pada Mei 2008 juga cukup tinggi, yaitu mg/m 3, dimana 50 ekor lumba-lumba yang dijumpai paling banyak pada tahun itu ditemukan pada wilayah yang memiliki kandungan klorofil-a sebesar 0.36 mg/m 3. Gambar 29. Distribusi lumba-lumba pada klorofil-a bulan a) Mei 07, b) Mei 08, c) Mei 09, d) Mei 10, e) Mei 11

29 52 Gambar 30. Distribusi lumba-lumba pada klorofil-a bulan Juni 2007 Kisaran klorofil-a pada bulan ini pada saat lumba-lumba ditemukan sangat bervariasi, yaitu mg/m 3. Tetapi lumba-lumba yang ditemukan pada perairan yang memiliki kandungan klorofil 1.03 mg/m 3 hanya ditemukan 4 ekor, sedangkan kelompok lumba-lumba dalam jumlah 70 ekor ditemukan di bagian selatan Pulau Kofiau memiliki kandungan klorofil-a sebesar 0.43 mg/m 3. Gambar 31. Distribusi lumba-lumba pada klorofil-a bulan a) September 07, b) September 08 Pada tahun 2007, kandungan klorofil-a dimana kelompok lumba-lumba ditemukan cukup tinggi yaitu 0.85 mg/m 3 dan 0.97 mg/m 3, di perairan terbuka antara Pulau Salawati dan Pulau Kofiau, juga kelompok lumba-lumba sebanyak 2 ekor yang ditemukan di gugus-gugus pulau Misool. Tahun 2008 memiliki

30 53 kandungan klorofil-a yang jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2007, yaitu mg/m 3. Jumlah lumba-lumba sebanyak 20 ekor yang ditemukan di antara Pulau Boo besar dan Boo kecil memiliki kandungan klorofil-a sebesar 0.33 mg/m 3. Gambar 32. Distribusi lumba-lumba pada SPL bulan a) Oktober 07, b) Oktober 08, c) Oktober 09, d) Oktober 10, e) Oktober 11 Bulan Oktober tahun 2007 yang memiliki salah satu sebaran dan jumlah lumba-lumba terbanyak dibandingkan bulan maupun tahun lainnya memiliki kandungan klorofil-a yang cukup tinggi di sekitar gugus-gugus pulau Misool,

31 54 yaitu mg/m 3 dengan jumlah dalam masing-masing pertemuan antara 1-12 ekor. Akan tetapi kelompok lumba-lumba dengan jumlah 100 ekor yang ditemukan di peraian Boo Kecil hanya mengandung 0.26 mg/m 3 sedangkan 100 ekor kelompok lumba-lumba yang ditemukan di bagian selatan Pulau Kofiau mengandung 0.35 mg/m 3. Gambar 33. Distribusi lumba-lumba pada klorofil-a bulan a) November 07, b) November 08, c) November 09, d) November 10, e) November 11 Sama seperti Oktober 2007, November 2007 mempunyai sebaran lumbalumba yang paling tinggi diantara bulan maupun tahun yang lain. Begitu juga

32 55 kandungan klorofil-a di beberapa titik ditemukannya lumba-lumba. Pada bulan Oktober 2007 kandungan klorofil-anya dapat dikatakan cukup tinggi, begitu juga dengan bulan ini pada tahun 2007 yaitu mg/m 3. Tetapi jumlah lumbalumba sebanyak 100 ekor yang ditemukan di perairan antara Pulau Kofiau dan Pulau Boo, kandungan klorofil-anya adalah 0.36 mg/m 3. Ini mungkin dikarenakan perairan tempat ditemukannya kelompok lumba-lumba tersebut merupakan perairan dalam. Pada tahun 2008 juga ditemukan kelompok lumba-lumba berjumlah 100 ekor, ditemukan di bagian barat Pulau Kofiau dengan kandungan klorofil-a sebesar 0.29 mg/m 3, sedangkan untuk tahun lainnya pada bulan ini, kandugan klorofil berkisar antara mg/m 3. Gambar 34. Distribusi lumba-lumba pada klorofil-a bulan a) Desember 08, b) Desember 09, c) Desember 10 Pada bulan Desember selama tiga tahun ditemukannya kelompok lumbalumba, kandungan klorofil-a pada perairan tersebut cukup tinggi. Pada tahun

33 , kelompok lumba-lumba yang ditemukan di dekat pulau-pulau kecil di sebelah utara Misool berjumlah 5 ekor dengan kandungan klorofil-a sebesar 0.67 mg/m 3. Kelompok lumba-lumba berjumlah 7 ekor yang ditemukan pada tahun 2009 di perairan antara gugus-gugus pulau di Misool mempunyai kandungan klorofil-a 0.64 mg/m 3. Kelompok lumba-lumba yang ditemukan pada tahun 2010 di Selat Sagewin yang berjumlah 9 ekor mempunyai kandungan klorofil-a sebesar 0.65 mg/m 3. Gambar 35. Grafik jumlah lumba-lumba terhadap perubahan klorofil-a tahun Perubahan klorofil-a dari tahun 2007 hingga 2011 cukup konstan dimana rata-rata pada bulan Juni hingga Agustus (pada beberapa tahun hingga bulan Oktober) adalah mg/m 3. Rata-rata tingkat kandungan klorofil-a paling tinggi adalah pada bulan Juni Bulan-bulan lainnya memiliki rata-rata tingkat klorofil-a yang lebih rendah, yaitu mg/m 3. Berbanding terbalik dengan perubahan suhu permukaan laut, perubahan klorofil-a dari tahun ke tahun walaupun konstan, tetapi perubahannya berbanding terbalik dengan jumlah lumba-lumba yang ditemukan. Ini dapat dilihat pada pembahasan yang sudah dijabarkan sebelumnya, yaitu pada saat beberapa kelompok lumba-lumba yang berjumlah 100 ekor ditemukan di perairan yang mempunyai kandungan klorofil-a sebesar mg/m 3. Kelompok lumbalumba yang paling banyak ditemukan dalam 5 tahun pengamatan juga ditemukan pada perairan yang memiliki kandungan klorofil-a sebesar 0.24 mg/m 3. Tiga kelompok lumba-lumba yang ditemukan pada tahun 2010 yang seluruhnya

34 57 berjumlah 7 ekor ditemukan di perairan yang mempunyai kandungan klorofil-a berkisar antara mg/m 3. Korelasi yang berbanding terbalik ini dimungkinkan karena cetacea odonticeti atau cetacea yang bergigi tidak seperti paus baleen (mysticeti) yang memdapatkan efek langsung dari tinggi atau rendahnya kandungan klorofil-a dikarenakan mereka memakan di tingkatan trophic yang lebih rendah, dan waktu antara banyaknya kandungan klorofil-a yang berada di suatu perairan dengan keberadaan mangsa lebih sedikit dibandingkan untuk lumba-lumba dan paus bergigi Paus Gambar 36. Distribusi paus pada klorofil-a bulan a) Januari 08, b) Januari 09 Kelompok paus yang paling banyak ditemukan pada bulan Januari 2008 ditemukan di bagian barat Pulau Kofiau, yaitu berjumlah 50 ekor walaupun kandungan klorofil-a di perairannya adalah 0.21 mg/m 3 saja. Berbanding terbalik dengan kelompok paus yang ditemukan pada tahun 2009 di gugus-gugus pulau Misool yang berjumlah hanya 2 ekor, tetapi dengan kandungan klorofil-a sebesar 0.6 mg/m 3.

35 58 Gambar 37. Distribusi paus pada klorofil-a bulan a) Februari 2008, b) Februari 2009 Tidak seperti kandungan klorofil-a bulan Januari, tempat ditemukannya kelompok paus pada bulan ini mengandung klorofil yang cukup rendah, berkisar antara mg/m 3. Kelompok paus yang paling banyak ditemukan pada bulan ini adalah pada tahun 2008 di perairan antara Pulau Kofiau dan Pulau Boo Kecil, berjumlah 15 ekor dengan kandungan klorofil-a 0.17 mg/m 3. Gambar 38. Distribusi paus pada klorofil-a bulan a) April 09, b) April 10 Apabila bulan-bulan sebelumnya (lumba-lumba maupun paus), jika kandungan klorofil-a rendah, maka jumlah lumba-lumba atau paus sedikit. Tetapi, pada bulan ini kelompok paus berjumlah 29 ekor yang ditemukan pada tahun 2009 di perairan gugus-gugus pulau Misool mengandung klorofil-a sebesar 0.58 mg/m 3, sedangkan kelompok paus yang berjumlah 7 ekor ditemukan di perairan yang kandungan klorofil-anya sebesar 0.32 mg/m 3.

36 59 Gambar 39. Distribusi paus pada klorofil-a bulan a) Mei 07, b) Mei 09 Pada bulan ini ditemukan 30 ekor paus pada tahun 2007 di perairan antara Pulau Kofiau dan Pulau Boo Kecil dengan kandungan klorofil-a sebesar 0.29 mg/m 3, sedangkan pada tahun 2009, pertemuan pada dua tahun ini sama-sama hanya satu kali, mereka ditemukan dengan kandungan klorofil-a sebesar 0.17 mg/m 3. Gambar 40. Distribusi paus pada klorofil-a bulan Juli 08 Walaupun dalam ketiga pertemuan kelompok paus pada bulan ini kandungan klorofilnya hampir sama yaitu mg/m 3, tetapi jumlah paus dalam satu kelompok berbeda-beda. Kelompok paus yang ditemukan di sebelah timur Pulau Kofiau berjumlah 30 ekor, sedangkan dua pertemuan lainnya hanya berjumlah 2-3 ekor saja.

37 60 Gambar 41. Distribusi paus pada klorofil-a bulan September 10 Apabila kebanyakan pada bulan dan tahun sebelumnya kelompok paus ditemukan di sekitar KKLD Kofiau, pada bulan ini paus lebih memilih berada di perairan dekat dengan gugus-gugus pulau Misool yang mempunyai kandungan klorofil-a yang cukup tinggi, yaitu 0.59 mg/m 3. Ini dimungkinkan pada bulan ini kandungan klorofil-a pada bagian Misool jauh lebih tinggi dibandingkan perairan bagian Kofiau. Gambar 42. Distribusi paus pada klorofil-a bulan a) Oktober 07, b) Oktober 08 Sama halnya dengan bulan April 2009, kandungan klorofil-a yang tinggi membuat jumlah paus dalam satu kelompok bertambah. Pada tahun 2008, ditemukan 20 ekor paus di perairan terbuka setelah Selat Sagewin dengan kandungan klorofil-a sebesar 0.76 mg/m 3. Tetapi, pada tahun 2007 ditemukan

38 61 kelompok paus yang mempunyai jumlah lebih banyak yaitu 30 ekor, perairan dimana mereka ditemukan mengandung klorofil yang lebih rendah dibandingkan tahun 2008, yaitu 0.36 mg/m 3. Gambar 43. Distribusi paus pada klorofil-a bulan a) November 07, b) November 09 Dibandingkan dengan bulan lainnya, bulan November 2007 dan 2009 memiliki perjumpaan paus yang paling banyak. Pertemuan yang mempunyai jumlah paling banyak ditemukan pada tahun 2007 di perairan sekitar Pulau Kofiau dengan jumlah 25 ekor dengan kandungan klorofil-a sebesar 0.36 mg/m 3. Tetapi pada tahun yang sama, 6 ekor paus ditemukan di perairan yang berdekatan, dengan kandungan klorofil-a yang lebih tinggi, yaitu 0.66 mg/m 3. Pada tahun 2009 kisaran klorofil-a di perairan pada saat kelompok paus ditemukan lebih rendah dibandingkan tahun 2007, yaitu berkisar antara mg/m 3. Dapat kita lihat pada grafik dalam Gambar 54 bahwa jumlah paus yang ditemukan di Raja Ampat semakin lama semakin berkurang. Pada bulan Desember (Gambar 53) hanya ditemukan satu kelompok dan hanya ditemukan pada tahun Jumlahnya pun hanya 1 ekor ditemukan di perairan setelah Selat Sagewin, berdekatan dengan saat ditemukan pada bulan Oktober Perairan dimana paus tersebut ditemukan mengandung klorofil-a sebesar 0.28 mg/m 3.

39 62 Gambar 44. Distribusi paus pada klorofil-a bulan Desember 09 Gambar 45. Grafik jumlah paus terhadap perubahan klorofil-a tahun Apabila pada lumba-lumba kandungan klorofil-a berbanding terbalik dengan jumlah lumba-lumba yang ditemukan, kandungan klorofil-a sepertinya tidak mempunyai korelasi yang signifikan pada jumlah paus yang ditemukan di perairan ini. Kelompok paus yang paling banyak ditemukan dalam 5 tahun ( ) ini berjumlah 50 ekor dengan kandungan klorofil-a sebesar 0.21 mg/m 3, sedangkan kandungan klorofil-a yang paling tinggi, yaitu 0.76 mg/m 3 saat ditemukannya kelompok paus hanya berjumlah 20 ekor. Juga, kelompok paus

40 63 yang berjumlah hanya 6 ekor justru ditemukan di perairan yang mempunyai kandungan klorofil-a sebesar 0.66 mg/m 3. Berdasarkan penjabaran dari Walker (2005), walaupun sudah ada penelitian yang di beberapa tempat di dunia bahwa adanya korelasi antara kandungan klorofil-a dengan distribusi paus maupun lumba-lumba, tetapi ia tidak menemukan korelasi yang signifikan dalam penelitiannya yang dilakukan di Bay of Biscay, Inggris. Hobbs (1994) dalam Walker (2005) juga mengatakan bahwa hal ini dapat dimungkinkan konsentrasi klorofil-a yang sesungguhnya bisa lebih tinggi dibandingkan yang terbaca oleh satelit. Teori ini dibuktikan Cresswell & Walker (2002) dalam Walker (2005) saat mereka menemukan kelompok paus fin (Balaenoptera physalus) yang banyak di Bay of Biscay walaupun dalam citra satelit terbaca bahwa kandungan klorofil-a di area tersebut rendah Batimetri Lumba-lumba Gambar 46. Distribusi lumba-lumba pada batimetri tahun

41 64 Dalam 5 tahun pengamatan lumba-lumba dan paus, lumba-lumba lebih banyak ditemukan di perairan Pulau Kofiau yang mempunyai kedalaman <500 m dan juga lebih sering ditemukan diantara gugus-gugus pulau Misool, yang mempunyai kedalaman lebih rendah dibandingkan Kofiau, yaitu <100 m. Ini dikarenakan banyaknya jenis lumba-lumba yang ditemukan di perairan tersebut mempunyai kebiasaan mencari makan di perairan yang cukup dangkal. Hal ini juga dapat dibuktikan dari lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, yang lebih sering terlihat di perairan <100 m di berbagai perairan di dunia. Mereka terkadang menyukai mengikuti kapal penangkap ikan untuk menunggu ikan ataupun hasil tangkapan lainnya terlepas dari jaring, yang sering dilakukan oleh lumba-lumba hidung botol. Jenis lumba-lumba yang lain memangsa ikan mesopelagis kecil, cumicumi dan udang yang berada di kedalaman sekitar m dari permukaan, dan terkadang juga mencari makan di sekitar daerah terumbu karang dan daerah bentik seperti lumba-lumba spinner (Stenella longirostris) (Reeves et al., 2002). Dimungkinkan juga banyaknya pertemuan mereka di kedua daerah tersebut dikarenakan adanya beberapa kampung dan beberapa bagan, dan rumah ikan yang ada. Selain lumba-lumba yang ditemukan di perairan sekitar Pulau Kofiau dan perairan antara gugus-gugus Pulau Misool, lumba-lumba juga ditemukan di perairan Pulau Boo, yaitu Boo Kecil dan Boo Besar yang memiliki kedalaman <200 m. Perairan antara Pulau Kofiau dengan Pulau Boo memiliki kedalaman <500 m, tempat beberapa jenis lumba-lumba juga dapat ditemukan pada bulanbulan tertentu. Lumba-lumba yang ditemukan di bagian utara Pulau Misool, memliki kedalaman <100 m hanya ditemukan pada bulan Februari 2007, dimana kemungkinan juga mereka lebih memilih mencari makan di perairan yang dangkal. Untuk beberapa kelompok lumba-lumba yang ditemukan di perairan terbuka yang memiliki kedalaman >300 m, kemungkinan perairan tersebut hanya sebagai jalur migrasi ke tempat mereka akan mencari makan, yaitu perairan yang lebih dangkal dan dekat dengan pulau.

42 Paus Gambar 47. Distribusi paus pada batimetri tahun Sama seperti lumba-lumba, paus yang ditemukan di perairan Raja Ampat lebih banyak menyukai perairan yang cukup dangkal, perairan yang mempunyai kedalaman >30 m. Dikarenakan KKLD Misool mempunyai kedalaman <100m, terlihat pada Gambar 56 diatas bahwa paus lebih banyak terlihat di perairan sekitar Pulau Kofiau, Pulau Boo Kecil, maupun perairan diantara kedua pulau tersebut, yang memiliki kedalaman >150 m. Meskipun paus besar lebih diketahui untuk ditemukan di perairan yang dalam dan luas, terkadang mereka juga dapat ditemukan di perairan seperti Raja Ampat ini, yang memiliki continental shelf yang dalam dan sempit diantara pulau-pulaunya, dimana mereka dapat mencari makan (cumi-cumi) di perairan dalam tersebut. Reeves et al. (2002) menyatakan bahwa beberapa paus kecil jarang ditemukan di perairan dangkal, yang dekat dengan pantai ataupun pulau. Mereka juga biasanya ditemukan di perairan yang mempunyai kedalaman >1000 m. Ini dapat membuktikan bahwa perairan Raja Ampat hanya dijadikan sebagai tempat mereka bermigrasi ke daerah tujuan mereka yang mempunyai kedalaman yang lebih tinggi, atau hanya mencari makan, yaitu tuna. Paus kecil lainnya mempunyai

43 66 ciri mencari makan dengan mengikuti kemana mangsa mereka pergi, yang dapat menjelaskan bahwa beberapa kelompok paus terkadang ditemukan di perairan yang cukup dangkal dan diantara gugus-gugus pulau Arus Gambar 48. a) Distribusi lumba-lumba, b) distribusi paus, c) pola arus musim barat (Wyrtki, 1961) Massa air pada musim ini dominan berasal dari Arus Khatulistiwa Utara dan memasuki perairan Laut Cina Selatan melalui Selat Luzon, sebagian juga masuk melalui Filipina dan Laut Sulu. Transportasi massa air juga terjadi melewati Selat Formosa. Massa air yang meninggalkan Laut Jawa mengarah ke timur bergabung dengan massa air yang berasal dari Selat Makassar, menuju ke timur menjadi arus yang kencang sepanjang pantai Flores bagian utara. Saat arus memasuki Laut Banda, arus muson terbagi, sebagian mengarah ke Laut Maluku dan Laut Halmahera menuju Samudera Pasifik. Sebagian dari arus muson berhenti di Laut Banda dan Laut Arafuru. Arus pada musim ini akan menumpuk di Indonesia bagian timur, yang akan menyebabkan downwelling, sedangkan untuk

44 67 perairan Indonesia bagian barat akan terjadi upwelling, mengisi kekosongan massa air. Berdasarkan perkiraan pola migrasi lumba-lumba pada Lampiran 4, pola arus pada musim ini memiliki pola yang berbeda dengan perkiraan pola migrasi, karena pola migrasi lumba-lumba bergerak dari arah utara ke selatan wilayah Indonesia sedangkan pola arusnya bergerak dari arah selatan ke utara wilayah Indonesia. Ini dapat mengindikasikan bahwa pola migrasi lumba-lumba pada musim ini bergerak melawan arus, sedangkan hubungan pola arus dengan perkiraan pola migrasi paus tidak dapat terlihat karena pola migrasi hanya ada pada bulan Januari. Gambar 49. a) Distribusi lumba-lumba, b) distribusi paus, c) pola arus musim peralihan I (Wyrtki, 1961) Pola arus pada bulan April akan merepresentasikan pola arus pada musim peralihan I. Air yang berada di Indonesia bagian timur lebih dipengaruhi oleh Samudera Pasifik, bukan hanya karena jalur masuknya lebih dalam dan luas dari Pasifik, tetapi juga karena kondisi dinamikanya. Sepanjang tahun tinggi permukaan laut di bagian barat Samudera Pasifik lebih tinggi dibandingkan

45 68 wilayah bagian selatan Jawa. Arus pada musim peralihan I maupun peralihan II memiliki ciri arus yang tidak beraturan. Dapat dilihat pada Gambar 58 bahwa arah arus yang masuk kedalam perairan Raja Ampat adalah arus yang berasal dari perairan utara Papua, yang mana Realino et al. (2006) mengatakan bahwa pada musim ini, bagian utara Papua, Laut Seram dan perairan di kepala burung (Bird s Head Seascape) cukup subur. Karena itu, distribusi paus maupun lumba-lumba pada musim ini cukup banyak, jumlahnya hampir sama dengan pada musim barat, yaitu 639 ekor. Arah arus pada musim ini tidak menentu. Musim peralihan masih dipengaruhi oleh pola arus musim sebelumnya (musim barat dan musim timur). Perkiraan pola migrasi lumba-lumba (Lampiran 4) pada musim ini yaitu bergerak dari wilayah Indonesia bagian barat ke Indonesia bagian timur, dimana lumbalumba mengikuti pola arus dari sebagian massa air Laut Cina Selatan yang mengalir ke Laut Jawa dan Laut Flores. Pada perkiraan pola migrasi paus, bulan Maret menuju Mei, migrasi paus melawan arah arus dari Laut Cina Selatan. Gambar 50. a) Distribusi lumba-lumba, b) distribusi paus, c) pola arus musim timur (Wyrtki, 1961)

46 69 Musim timur memiliki tingkat pertemuan lumba-lumba maupun paus paling rendah dibandingkan musim lainnya. Kebalikan dari musim barat, arah arus pada musim timur akan menumpuk ke arah barat yang akan menyebabkan downwelling di perairan barat, dan menyebabkan upwelling di bagian timur. Arus Khatulistiwa Selatan sedang pada puncaknya dan mengarah ke barat melewati pantai utara Papua Nugini dengan kecepatan tinggi sampai Laut Halmahera. Sebelum sampai ke Laut Halmahera, sebagian dari arus tersebut masuk ke perairan Raja Ampat. Walaupun pada musim ini terjadi pergerakan massa air dari Samudera Pasifik ke Laut Banda yang melewati perairan Raja Ampat, tetapi massa air tersebut hanya membawa sedikit bagian massa air dari wilayah upwelling. Pada musim inipun massa air dingin masuk dari Samudera Pasifik ke perairan Laut Halmahera dan sekitarnya (Wyrtki, 1961). Realino et al. (2006) mengatakan bahwa pada musim ini Laut Banda, Laut Maluku dan Samudera Hindia memiliki kesuburan tertinggi. Pola perkiraan migrasi lumba-lumba pada musim ini dominan berada pada wilayah Indonesia bagian timur, dimana lumba-lumba dominan bergerak dari arah selatan (perairan sekitar Laut Sawu menuju kearah utara (Laut Banda, Raja Ampat, Laut Halmahera) (Lampiran 4). Pola migrasi ini melawan pola arus pada musim ini, yaitu pada saat arus pada musim timur bergerak ke wilayah Indonesia bagian barat. Berbeda dengan lumba-lumba, perkiraan pola migrasi paus mengikuti pola arus pada musim timur ini dimana pada bulan Juni paus ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur dan pada bulan Juli dan Agustus paus sedikit demi sedikit bergerak menuju wilayah Indonesia bagian barat (Selat Sunda).

47 70 Gambar 51. a) Distribusi lumba-lumba, b) distribusi paus, c) pola arus musim peralihan II (Wyrtki, 1961) Musim peralihan II yang terjadi dari bulan September hingga Oktober memiliki ciri arus yang tidak terlalu berpola yang diakibatkan oleh turbulensi, yaitu pada musim ini arus musim barat dan arus musim timur bertemu. Pada musim ini distribusi lumba-lumba maupun paus ditemukan paling banyak dibandingkan musim lainnya, yaitu berjumlah total 1156 ekor. Meskipun pada musim ini tidak membawa massa air yang mengandung banyak klorofil, akan tetapi fenomena distribusi lumba-lumba maupun paus banyak pada musim ini mungkin terjadi karena adanya time lag (selang waktu) antara distribusi lumbalumba dan paus pada musim ini dengan kandungan klorofil-a yang tinggi pada musim timur, dimana mereka membutuhkan waktu untuk melakukan migrasi mencapai lokasi yang memiliki kesuburan tinggi. Ini dibuktikan juga oleh Realino et al. (2006) yang mengatakan bahwa pada bulan Juli, Agustus dan September perairan Laut Banda, Laut Maluku dan Samudera Hindia memiliki kesuburan tertinggi. Hal ini diperkuat dengan Perrin et al. (2008), yang juga menyatakan

48 71 bahwa jenis lumba-lumba hidung botol memiliki migrasi musiman, yaitu pada bulan-bulan ini mereka bermigrasi kearah bumi bagian selatan. Sama seperti perkiraan pola migrasi lumba-lumba pada musim timur, mereka dominan ditemukan di wilayah perairan Indonesia bagian timur. Pada bulan September dan Oktober mereka ditemukan di perairan bagian selatan (Laut Arafuru dan Laut Sawu), sedangkan pada bulan November mereka bergerak kearah utara (utara Laut Banda) dan ada juga yang bergerak kearah wilayah bagian barat Indonesia (Laut Jawa). Jika dilihat dari Gambar 60 c), perkiraan pola migrasi pada musim ini ada yang mengikuti pola arus, yaitu migrasi yang mengarah ke utara Indonesia. Dalam perkiraan pola migrasi paus (Lampiran 3), hubungan pola tidak dapat terlihat karena pada musim ini paus hanya ditemukan di perairan sekitar Pulau Lembata dan Laut Sawu. 4.5 Korelasi Antara Distribusi Cetacea Dengan Faktor Oseanografi Lumba-lumba

49 72 Gambar 52. Grafik korelasi suhu permukaan laut dengan jumlah lumba-lumba pada tiga kondisi yang berbeda Analisis korelasi untuk lumba-lumba dalam rentang waktu lima tahun ( ) akan dilihat pada kondisi dan waktu-waktu tertentu. Nilai korelasi antara faktor oseanografi (suhu permukaan laut, klorofil-a, dan batimetri) yang dikaji dengan jumlah kemunculan lumba-lumba memiliki nilai yang cukup tinggi. Dari data lima tahun jumlah total lumba-lumba dan data rata-rata suhu permukaan laut tiap bulannya, didapatkan tiga grafik korelasi yang memiliki nilai R 2 > Grafik 63 a) memperlihatkan kondisi dimana jumlah lumba-lumba yang ditemukan >100 ekor dengan suhu permukaan laut yang berkisar antara 29 o C-30.5 o C. Grafik 63 c) memiliki nilai korelasi yang paling tinggi diantara ketiga korelasi tersebut karena dalam korelasi ini jumlah lumba-lumba meningkat seiring dengan meningkatnya suhu permukaan laut pada bulan September 2007, Maret; April; dan Juni 2008, Januari 2009, Januari; Mei; dan Oktober Ini dapat dikatakan bahwa walaupun korelasi pada grafik c) tinggi, tetapi tidak adanya pola dalam bulan pada tiap tahunnya. Suatu pola dapat terlihat pada Grafik b) yaitu pada saat bulan Maret, April, dan Mei selalu muncul dalam grafik korelasi ini setiap tahunnya dengan nilai R 2 = 0.76 atau dapat diartikan bahwa suhu permukaan laut berpengaruh sebesar 76% terhadap kemunculan lumba-lumba pada bulan-bulan tersebut, dan pada ketiga bulan tersebut, suhu permukaan laut memiliki pengaruh paling tinggi dibandingkan bulan lainnya. Bulan Maret, April dan Mei masuk kedalam musim peralihan I. Apabila dilihat pada Gambar 61 a), sebaran lumba-lumba pada musim ini cukup banyak. Grafik ini juga menunjukan bahwa semakin rendah suhu permukaan lautnya, semakin banyak jumlah lumba-lumba yang ditemukan. Ini

50 73 dimungkinkan karena adanya aktivitas upwelling di perairan Raja Ampat saat ditemukannya lumba-lumba dengan jumlah yang cukup banyak. Gambar 53. Grafik korelasi klorofil-a dengan jumlah lumba-lumba pada dua kondisi yang berberda Kondisi yang ditemukan dalam kedua grafik diatas untuk korelasi antara klorofil-a dengan jumlah kemunculan lumba-lumba cukup sama apabila dilihat dari besarnya nilai korelasi. Grafik pada Gambar 62 a) memiliki nilai R 2 = sedangkan grafik pada Gambar 62 b) memiliki nilai R 2 = Tetapi, grafik a) lebih memiliki pola dalam bulannya, sama seperti grafik pada Gambar 61 b), bulan Maret, April maupun Mei selalu muncul tiap tahunnya pada kelompok korelasi tersebut. Grafik a) juga menunjukan bahwa semakin tinggi kandungan klorofil-a yang berada di perairan, semakin banyak jumlah lumba-lumba yang muncul. Ini mendukung teori pada grafik suhu permukaan laut b) dimana dikatakan kemungkinannya terjadinya upwelling pada bulan-bulan tersebut. Upwelling dapat menyebabkan produktivitas primer yang tinggi yang menjadi dasar rantai makanan yang mampu mendukung cetacea (Huffard, et al., 2010). Fenomena upwelling ini dapat berubah-ubah setiap musimnya dan tidak menentu, maka dari itu cetacea harus beradaptasi akan pola distribusi makanan mereka dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia memiliki luasan dengan luas kira-kira 5 juta km 2 (perairan dan daratan), dimana 62% terdiri dari lautan dalam batas 12 mil dari garis pantai (Polunin,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Kegunaan Kerangka Pemikiran.

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Kegunaan Kerangka Pemikiran. DAFTAR ISI BAB Hlm DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Identifikasi Masalah...... 1.3 Tujuan...... 1.4 Kegunaan.. 1.5 Kerangka Pemikiran. xi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan Kabupaten Raja Ampat Secara administratif, Kabupaten Raja Ampat terletak pada (BPS Raja Ampat 2011, dalam Agustina, 2012): Sebelah Utara : Samudera Pasifik, berbatasan

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Spasial Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Berdasarkan hasil visualisasi data arus geostropik (Lampiran 3) dan tinggi paras laut (Lampiran 4) dalam skala

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2013, dan praktik lapangan dilaksanakan pada tanggal 4 November 15 November 2013. Wilayah kajian

Lebih terperinci

Data yang dikeluarkan oleh Kantor Distrik Teluk Mayalibit. Tanggal 6 Januari

Data yang dikeluarkan oleh Kantor Distrik Teluk Mayalibit. Tanggal 6 Januari Bab Satu Pendahuluan Latar Belakang Masalah Kampung Warsambin adalah salah satu kampung yang terletak di distrik Teluk Mayalibit, kabupaten Raja Ampat. Sebelum mengalami pemekaran distrik, Teluk Mayalibit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Jenis dan lokasi perjumpaan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa lokasi yang diketahui sebagai jalur aktivitas dari mamalia. Lokasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 2011

LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 2011 LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 2011 Oleh : Toufik Alansar (WWF ID ) Khaifin (WWF ID ) Sutio Ambao (DKP

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga 29 5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri:

Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri: Mamalia laut Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri: Berdarah panas Bernafas dengan paru-paru Melahirkan dan menyusui Memiliki rambut (sebagian besar terdapat pada bagian pipi) Memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Karang Makassar, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, yang secara geografis terletak di koordinat 8

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06 00 40 dan 05 54

Lebih terperinci

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar V. HASIL 5.1 Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Perairan Selat Bali Musim Peralihan I1 ( September - Nopember) Sebaran suhu permukaan laut di perairan Selat Bali 8 September 2006 bkrkisar antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

Protokol: Pengamatan insidental di Kofiau, Raja Ampat

Protokol: Pengamatan insidental di Kofiau, Raja Ampat Protokol: Pengamatan insidental di Kofiau, Raja Ampat Versi 1.1 Juli, 2006 Protokol ini dihasilkan dari pengarahan oleh Peter Mous, Technical Manager TNC CTC (pmous@tnc.org) dan berdasarkan hasil lokakarya

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA OLEH : Dr. Kunarso FOKUSED GROUP DISCUSSION CILACAP JUNI 2016 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Dalam Purwanto

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar belakang

1. PENDAHULUAN Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sebagai salah satu pusat marine megabiodiversity dunia, Indonesia memiliki kekayaan spesies cetacea yang tinggi. Dari sekitar 80 extanct spesies cetacea, sedikitnya ada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR Raja Ampat surga bawah lautnya Papua, jangan mengaku menikmati bawah

Lebih terperinci

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total 8 Frekuensi siklon 160 140 120 100 80 60 40 20 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total Gambar 6 Frekuensi siklon tropis di perairan sekitar Indonesia (Pasifik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Wilayah Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06 00 40 dan 05 54 40 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 24 Oktober 2016 s/d 28 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 24 Oktober 2016 s/d 28 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 24 Oktober 2016 s/d 28 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 24 Oktober 2016 Senin, 24 Oktober 2016 0.5-1.25 m (Slight) : Laut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arlindo (Arus Lintas Indonesia) Arlindo adalah suatu sistem di perairan Indonesia di mana terjadi lintasan arus yang membawa membawa massa air hangat dari Samudra Pasifik menuju

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 23 November 2016 s/d 27 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 23 November 2016 s/d 27 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 23 November 2016 s/d 27 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 23 November 2016 Rabu, 23 November 2016 Laut Andaman, Perairan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna 24 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna Pendataan produksi tuna di PPN Palabuhanratu pada tahun 1993-2001 mengalami perbedaan dengan data produksi tuna pada tahun 2002-2011. Perbedaan ini

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Oleh: Ayu Destari C64102022 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 16 Desember 2016 s/d 20 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 16 Desember 2016 s/d 20 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 16 Desember 2016 s/d 20 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 16 Desember 2016 Jumat, 16 Desember 2016 Laut Andaman bagian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 27 Oktober 2016 s/d 31 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 27 Oktober 2016 s/d 31 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 27 Oktober 2016 s/d 31 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 27 Oktober 2016 Kamis, 27 Oktober 2016 Laut Andaman, Teuk Thailand,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 April 2016 s/d 25 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 21 April 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 April 2016 s/d 25 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 21 April 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 April 2016 s/d 25 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 21 April 2016 Kamis, 21 April 2016 Laut Andaman, Laut Cina Selatan,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 08 Maret 2016 s/d 13 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 08 Maret 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 08 Maret 2016 s/d 13 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 08 Maret 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 08 Maret 2016 s/d 13 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 08 Maret 2016 Selasa, 8 Maret 2016 Laut Andaman, Perairan Barat Aceh,

Lebih terperinci

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu I. PENDAHULUAN Hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai fenomena iklim yang berkaitan dengan daerah tropis.

Lebih terperinci

INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN Oleh: FAJAR ANSHORI K2D 000 287 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 April 2016 s/d 22 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 18 April 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 April 2016 s/d 22 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 18 April 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 April 2016 s/d 22 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 18 April 2016 Senin, 18 April 2016 Laut Andaman, Laut Cina Selatan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 19 November 2016 s/d 23 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 19 November 2016 s/d 23 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 19 November 2016 s/d 23 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 19 November 2016 Sabtu, 19 November 2016 Laut Andaman, Laut

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 17 April 2016 s/d 21 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 17 April 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 17 April 2016 s/d 21 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 17 April 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 17 April 2016 s/d 21 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 17 April 2016 Minggu, 17 April 2016 Laut Andaman, Laut CIna Selatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 13 Agustus 2016 Sabtu, 13 Agustus 2016 Teluk Thailand, Laut Cina

Lebih terperinci

Abstract. SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra )

Abstract. SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra ) SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra 2006-2008) Oleh Muhammad Ali Ulath* Abstract This jaurncl discasses the surface seawater temperotures in offshorewoters of

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Frekuensi Pemunculan, Tingkah Laku, dan...di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur (Dharmadi, et al.) FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Dharmadi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 05 Desember 2016 s/d 09 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 05 Desember 2016 s/d 09 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 05 Desember 2016 s/d 09 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 05 Desember 2016 Senin, 5 Desember 2016 Laut Cina Selatan, Teluk

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL KONSERVASI MAMALIA LAUT TAHUN 2018-2022 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 06 Januari 2017 s/d 10 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 06 Januari 2017 s/d 10 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 06 Januari 2017 s/d 10 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 06 Januari 2017 Jumat, 6 Januari 2017 Laut Andaman, Perairan Barat

Lebih terperinci

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.5 1. Bagi para nelayan yang menggunakan kapal modern, informasi tentang gerakan air laut terutama digunakan untuk... mendeteksi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 Desember 2015 s/d 26 Desember 2015 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 Desember 2015 s/d 26 Desember 2015 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 Desember 2015 s/d 26 Desember 2015 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 21 Desember 2015 Senin, 21 Desember 2015 SELAT MALAKA, PERAIRAN

Lebih terperinci

Family Neobalaenidae. Ordo Odontoceti

Family Neobalaenidae. Ordo Odontoceti Family Neobalaenidae Paus Kerdil Ordo Odontoceti Morfologi: Seluruh anggota sub-ordo tidak memiliki gigi dengan jumlah yang bervariasi (2-260 buah) Rangka Odontoceti asimetris bilateral di daerah dahi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 September 2016 s/d 04 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 September 2016 s/d 04 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 September 2016 s/d 04 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 30 September 2016 Jumat, 30 September 2016 Teluk Thailand, Laut

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIS AKHIR. Proyek Konservasi Cetacea Kalimantan Timur

LAPORAN TEKNIS AKHIR. Proyek Konservasi Cetacea Kalimantan Timur LAPORAN TEKNIS AKHIR Proyek Konservasi Cetacea Kalimantan Timur 2009-202 Konservasi dan Keragaman Cetacea dalam Daerah yang Berpotensi Sebagai Kawasan Konservasi Laut Baru di Kalimantan Timur, Indonesia

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 Januari 2017 s/d 18 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 Januari 2017 s/d 18 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 Januari 2017 s/d 18 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 14 Januari 2017 Sabtu, 14 Januari 2017 0.5-1.25 m (Slight) : Laut

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 11 November 2016 s/d 15 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 11 November 2016 s/d 15 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 11 November 2016 s/d 15 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 11 November 2016 Jumat, 11 November 2016 Laut Cina Selatan,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG Jakarta, 31 Januari 2014 SABTU, 1 FEBRUARI 2014 PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG WARNING : 1. POTENSI HUJAN LEBAT DISERTAI PETIR BERPELUANG TERJADI DI : GELOMBANG DAPAT TERJADI 2,0 M S/D 3,0 M DI : PERAIRAN

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal

5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal 73 5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal Secara temporal sebaran suhu permukaan laut (SPL) antara tahun 2008-2010 memperlihatkan adanya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA DENNY WAHYUDI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 04 Agustus 2016 s/d 08 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 04 Agustus 2016 s/d 08 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 04 Agustus 2016 s/d 08 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 04 Agustus 2016 Kamis, 4 Agustus 2016 SELAT MALAKA BAGIAN UTARA,

Lebih terperinci

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT PENDUGAAN FRONT DAN UPWELLING MELALUI INTERPRETASI CITRA SUHU PERMUKAAN LAUT DAN CLOROFIL-A DI PERAIRAN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA Forcasting of front and upwelling by the sea surface temperature and chlorophyl-a

Lebih terperinci

Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira

Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira Paus pembunuh (Orcinus orca) atau orca merupakan salah satu jenis ikan yang paling mudah dijumpai dan paling besar distribusinya dari

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 September 2016 s/d 29 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 September 2016 s/d 29 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 September 2016 s/d 29 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 25 September 2016 Minggu, 25 September 2016 PERAIRAN LHOKSEUMAWE,

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna 38 6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna Berdasarkan data statistik Palabuhanratu tahun 1997-2011, hasil tangkapan Yellowfin Tuna mengalami fluktuasi. Jika dilihat berdasarkan data hasil

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 26 November 2016 s/d 30 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 26 November 2016 s/d 30 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 26 November 2016 s/d 30 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 26 November 2016 Sabtu, 26 November 2016 Laut Cina Selatan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50/KEPMEN-K P/2017 TENTANG ESTIMASI POTENSI, JUMLAH TANGKAPAN YANG DIPERBOLEHKAN, DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jl Angkasa 1 No.2 Kemayoran, Jakarta 10720 Telp. 021-6546318 Fax. 021-6546314 / 6546315 Email : kontak.maritim@bmkg.go.id PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Desember 2016 s/d 17 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Desember 2016 s/d 17 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Desember 2016 s/d 17 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 13 Desember 2016 Selasa, 13 Desember 2016 Laut Andaman, Laut

Lebih terperinci

STUDI VARIASI KOMPOSISI CETACEA DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI VARIASI KOMPOSISI CETACEA DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI VARIASI KOMPOSISI CETACEA DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR SKRIPSI Oleh: FAJAR ANSHORI K2D 000 287 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI

DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jl Angkasa 1 No.2 Kemayoran, Jakarta 10720 Telp. 021-6546318 Fax. 021-6546314 / 6546315 Email : kontak.maritim@bmkg.go.id PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Februari 2016 s/d 01 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Februari 2016 s/d 01 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Februari 2016 s/d 01 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 25 Februari 2016 Kamis, 25 Februari 2016 Laut Andaman, Selat Malaka

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG Jakarta, 26 Februari 2015 JUM AT, 27 FEBRUARI 2015 GELOMBANG DAPAT TERJADI 2,0 M S/D 3,0 M DI : PERAIRAN BENGKULU, LAUT CHINA SELATAN, SELAT SUNDA BAGIAN SELATAN, LAUT SULAWESI BAGIAN TIMUR, PERAIRAN BITUNG-MANADO,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 01 Desember 2016 s/d 05 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 01 Desember 2016 s/d 05 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 01 Desember 2016 s/d 05 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 30 November 2016 Kamis, 1 Desember 2016 Laut Cina Selatan bagian

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci