BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6 famili dengan 8 jenis ikan yang tertangkap merupakan ikan demersal. Sedangkan ikan pelagis yang tertangkap sebanyak 5 famili dengan 6 jenis ikan. Ikan jenaha (Lutjanus russelli) merupakan ikan yang paling banyak tertangkap selama penelitian, yaitu sebanyak 223 ekor atau 54,52% dari total hasil tangkapan. Ikan yang paling banyak tertangkap berikutnya adalah kakap merah (Lutjanus campechanus) sebesar 18,34%, (75 ekor), kerapu (Epinephelus fuscoguttatus) dan tanda-tanda (Lutjanus fulviflamma) masing-masing 7,58% (31 ekor) (Gambar 6). 7.58% 7.58% 1.47% 4.16% 2.44% 0.49% 18.34% 1.22% 0.49% 0.73% 0.49% 0.24% 0.24% 54.52% Kakap Merah Jenaha Tanda-tanda Kerapu Kuniran Barakuda Giant Trevally Talang Kerong-kerong Tengkurung Gerok Kapasan Lencam Beloso Gambar 6. Proporsi jenis ikan hasil tangkapan pancing ulur 27

2 28 Ikan tangkapan utama adalah jenis ikan demersal. Ikan pelagis yang tertangkap bukan target utama pancing ulur. Adapun ikan pelagis yang tertangkap, bobot maksimalnya ± 1,5 kg. Ikan tangkapan utama merupakan ikan bernilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas ekspor. Ikan hasil tangkapan selain ikan hasil tangkapan utama biasanya dijual baik ke bakul maupun langsung dijual sendiri ke pasar, atau dibawa sebagian oleh nelayan dan ABK-nya untuk dikonsumsi. Berdasarkan kelompok jenis ikan yang tertangkap, secara keseluruhan ikan demersal lebih banyak tertangkap dibandingkan ikan pelagis. Proporsi ikan demersal yang tertangkap sebanyak 94% atau 383 ekor sedangkan ikan pelagis sebanyak 6% atau 26 ekor. Proporsi ikan pelagis dan demersal yang tertangkap, berbeda pada waktu penangkapan pagi dan siang hari (Gambar 7). Proporsi Kelompok Ikan Hasil Tangkapan Pagi 5.62% Proporsi Kelompok Ikan Hasil Tangkapan Siang 3.37% % 96.63% Demersal Pelagis Demersal Pelagis Gambar 7. Proporsi kelompok ikan hasil tangkapan pancing ulur per waktu penangkapan Berdasarkan kelompok jenis ikan yang tertangkap baik pada pagi maupun pada siang hari didominasi oleh ikan demersal (Gambar 7). Sebanyak 168 ekor ikan demersal tertangkap pada pagi hari dan 88 ekor pada siang hari. Sedangkan ikan pelagis yang tertangkap pada pagi hari sebanyak 10 ekor dan siang hari 3 ekor. Besarnya proporsi ikan demersal baik pada pagi maupun siang hari dikarenakan posisi alat pancing yang dioperasikan selalu di dasar perairan baik pada pagi maupun siang hari sehingga ikan-ikan yang banyak tertangkap adalah

3 29 ikan-ikan dasar (demersal). Biasanya organisme membatalkan kesempatan mencari makan pada permukaan air yang kaya sumber makanan untuk menghindari overlap spasio-temporal dengan predator yang memiliki ketajaman visual dibawah intensitas cahaya yang tinggi selama siang hari atau ikan yang lebih kecil dan lebih rentan diserang sebagai mangsa harus naik ke permukaan lebih awal (Robertis 2002). Diduga karena ikan pelagis yang tertangkap umumnya ikan pelagis kecil atau ikan pelagis besar yang berukuran kecil dan rentan diserang oleh pemangsa maka kebanyakan ikan pelagis yang berukuran kecil tersebut tertangkap di pagi hari karena beraktifitas lebih pagi untuk menghindari ikan-ikan besar atau predator ketika waktunya mencari makan siang hari. Ikan pelagis yang tertangkap umumnya merupakan ikan pelagis kecil. Adapun ikan pelagis besar yang tertangkap namun ukurannya masih relatif kecil. Para nelayan cangkol biasanya menggunakan pancing berjoran untuk memancing ikan pelagis besar. Akan sulit melakuan hauling ketika memancing dengan pancing ulur dan mendapatkan ikan pelagis besar karena kecepatan renangnya. 4.2 Berat Hasil Tangkapan Adapun berat total hasil tangkapan selama penelitian adalah sebanyak 145,99 kg. Waktu penangkapan yang diambil selama penelitian adalah pada saat pagi ( ) dan siang hari ( ). Berat hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian setiap waktu penangkapan hasilnya berbeda (Gambar 8). Pada pagi hari diperoleh hasil tangkapan sebanyak 114,25 kg dan pada siang hari 31,74 kg (Lampiran 7).

4 Berat (kg) Pagi 10 Siang Ulangan ke- Gambar 8. Diagram berat total hasil tangkapan per waktu penangkapan Berat total hasil tangkapan lebih besar diperoleh pada pagi hari (Gambar 8). Berat ikan yang tertangkap dipagi hari rata-rata sebanyak 7,62 kg, sedangkan ikan yang tertangkap pada siang hari sebanyak 2,12 kg. Hasil tangkapan paling tinggi pada pagi hari diketahui sebanyak 16,84 kg sementara hasil tangkapan paling tinggi pada siang hari hanya 4,98 kg. Hasil uji t-student yang dilakukan pada berat hasil tangkapan secara keseluruhan (Lampiran 13) diperoleh t hit > t tab0.05 yang berarti pada penelitian ini terdapat perbedaan jumlah hasil tangkapan antara pagi dan siang hari. Kegiatan penangkapan yang dilakukan pada waktu penangkapan pagi hari menghasilkan ikan dengan berat yang lebih banyak dibandingkan siang hari. Selain pada berat hasil tangkapan secara total, berat hasil tangkapan utama yang lebih banyak juga terjadi pada pagi hari (Gambar 9).

5 Berat (kg) Pagi Siang 0 Kakap Jenaha Tanda Kerapu Ikan Hasil Tangkapan Utama Gambar 9. Diagram berat hasil tangkapan utama pancing ulur per waktu penangkapan Ikan kakap merah tertangkap sebanyak 38,77 kg pada pagi hari dan 6,91 kg pada siang hari. Ikan jenaha tertangkap 37,84 kg pada pagi hari dan 15,64 kg pada siang hari. Ikan tanda-tanda tertangkap 6,27 kg pada pagi hari dan 1,5 kg pada siang hari. Ikan kerapu tertangkap 26,82 kg pada pagi hari dan 5,41 kg pada siang hari (Lampiran 10). Hasil uji t-student yang dilakukan pada berat hasil tangkapan utama (Lampiran 16) juga diperoleh t hit > t tab0.05 yang berarti terdapat perbedaan berat hasil tangkapan utama antara pagi dan siang hari. Kegiatan penangkapan yang dilakukan pada pagi hari menghasilkan ikan tangkapan utama dengan berat yang lebih banyak dibandingkan siang hari. Hasil tangkapan pagi hari yang lebih banyak dibandingkan siang hari, diduga karena pada pagi hari ikan-ikan lebih aktif baik bergerak salah satunya untuk mencari makan. Besarnya hasil tangkapan menunjukan bahwa banyak ikan yang merespon terhadap umpan sehingga banyak ikan yang tertangkap. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarso (1998) dalam Yanti (2012) bahwa puncak keaktifan ikan adalah pada waktu pagi dan sore hari sedangkan pada siang hari ikan tidak terlalu aktif untuk bergerak. Berdasarkan berat hasil tangkapan utama

6 32 yang lebih besar pada pagi hari dibandingkan siang hari, dikarenakan sifat alami dari ikan demersal yang merupakan ikan hasil tangkapan utama pancing ulur. Menurut Yanti (2012), ikan demersal pada siang hari cenderung tidak aktif dan hanya menetap di gua atau celah karang. Menurut Gunarso dalam Urbinas (2004), ikan yang aktif pada siang hari yang biasanya ditemukan di lapisan yang banyak menerima sinar matahari, merupakan ikan yang menggunakan indera penglihatan sebagai indera utamanya. Dilihat dari hasil tangkapan yang jumlahnya lebih kecil pada siang hari, maka pada umumnya ikan hasil tangkapan pancing ulur ini merupakan ikan yang indera utamanya bukan mata. Ikan yang tidak aktif disiang hari namun aktif dimalam hari alat penerima utamanya adalah linea lateralis, indera penciuman dan indera peraba (Gunarso dalam Urbinas 2004). Ikan dapat mengenali umpan melalui chemical sense. Pada crustacea, umpan yang memberikan respon tercepat menarik perhatian kepiting bakau (Scylla serrata) adalah umpan mati yang masih segar dibandingkan umpan yang sudah busuk (Widhiastuti 2007 dalam Purbayanto 2010). Umpan yang digunakan pada penelitian ini adalah udang yang masih segar dan hidup. Kondisi umpan yang masih segar di pagi hari karena belum lama ditangkap menimbulkan chemical sense yang lebih besar terhadap penciuman ikan-ikan target sehingga responnya lebih cepat, sehingga tangkapan pada pagi hari lebih banyak dibanding siang hari. 4.3 Jumlah Individu Hasil Tangkapan Jumlah individu total yang tertangkap selama penelitian adalah sebanyak 269 ekor, dimana 178 ekor diantaranya tertangkap pada pagi hari dan 91 ekor tertangkap pada siang hari. Jumlah ikan yang tertangkap di pagi hari maksimal 22 ekor dan pada siang hari maksimal 11 ekor. Jumlah indvidu ikan hasil tangkapan rata-rata lebih banyak pada pagi hari (Gambar 10). Rata-rata ikan tertangkap 12 ekor dipagi hari dan 6 ekor di siang hari (Lampiran 8).

7 Jumlah individu (ekor) Pagi Siang Ulangan ke- Gambar 10. Diagram jumlah individu hasil tangkapan per waktu penangkapan Hasil uji t-student yang dilakukan terhadap total jumlah individu hasil tangkapan secara keseluruhan (Lampiran 14) diperoleh bahwa t hit > t tab0.05 yang berarti H o ditolak dan H 1 diterima. Berarti pada penelitian ini terdapat perbedaan jumlah individu hasil tangkapan antara pagi dan siang hari. Dimana jumlah individu paling banyak diperoleh pada waktu pagi hari. Dilihat dari jumlah individu hasil tangkapan utama pancing ulur, jumlah individu paling banyak juga diperoleh pada pagi hari (Gambar 11). Ikan kakap merah tertangkap sebanyak 45 ekor pada pagi hari dan 17 ekor pada siang hari. Ikan jenaha tertangkap 75 ekor pada pagi hari dan 50 ekor pada siang hari. Ikan tanda-tanda tertangkap 19 ekor pada pagi hari dan 7 ekor pada siang hari. Ikan kerapu tertangkap 23 ekor pada pagi hari dan 7 ekor pada siang hari (Lampiran 10).

8 Berat (kg) Kakap Jenaha Tanda Kerapu Ikan Hasil Tangkapan Utama Gambar 11. Diagram jumlah individu hasil tangkapan utama pancing ulur per waktu penangkapan Pagi Siang Hasil uji t-student yang juga dilakukan terhadap total jumlah individu hasil tangkapan utama (Lampiran 17) diperoleh bahwa t hit > t tab0.05 yang berarti H o ditolak dan H 1 diterima. Berarti pada penelitian ini terdapat perbedaan jumlah individu hasil tangkapan antara pagi dan siang hari. Dimana jumlah individu ikan tangkapan utama paling banyak diperoleh pada waktu pagi hari. Dilihat dari hasil tangkapan secara keseluruhan, ikan banyak tertangkap di pagi hari. Suhu optimal ikan-ikan tangkapan utama berkisar antara C. Hasil pengukuran suhu di perairan pada saat pagi hari berkisar antara C. Suhu berperan dalam orientasi pergerakan ikan baik jarak jauh maupun dekat. Seperti diketahui bahwa baik ikan air tawar maupun laut memiliki kemampuan untuk mendeteksi perubahan suhu hingga 0,03 C (Lagler et.al. 1997). Suhu lingkungan yang sama atau mendekati suhu optimal dari ikan-ikan yang tertangkap mendukung ikan-ikan untuk banyak beraktivitas dan bergerak, termasuk untuk mencari makan. Selain itu, karena pada pagi hari perairan sedang mengalami pasang sehingga ada beberapa spesies yang meninggalkan sarangnya (Triputra, dkk 2008) atau berpindah dari satu tempat di perairan ke tempat lain (Yuspardianto, dkk 2004).

9 35 Ikan tangkapan utama pancing ulur merupakan ikan demersal yang umumnya bersifat fototaksis negatif, maka kebanyakan aktif disaat cahaya matahari tidak terlalu terik. Besarnya intensitas cahaya di dalam perairan pada saat pagi hari berkisar antara lux (Lampiran 5). Selain itu, menurut Yanti (2012) bahwa ikan demersal pada siang hari cenderung tidak aktif dan hanya menetap di gua atau celah karang. Faktor lainnya yang berasal dari faktor internal ikan, terkait laju pengosongan perut dan waktu makan. Salah satu studi menunjukkan bahwa waktu pengosongan perut ikan kakap merah antara pukul 07:00 malam - 03:00 pagi. Ikan kakap merah akan mulai makan dan mencapai puncaknya pada pukul 04:00 pagi, tapi terus makan hingga pagi 6:00 pagi (Louisiana State University Agricultural ). Sehingga pada saat penangkapan pagi hari yang dilakukan selama penelitian adalah antara pukul hasil tangkapan ikan kakap merah jumlahnya lebih banyak yang tertangkap dibandingkan pada siang hari. Sementara untuk ikan kerapu, diduga pada siang hari merupakan waktu ikan kerapu untuk mencerna makanannya. Suhu perairan pada siang hari selama penelitian berkisar antara C (Lampiran 5). Menurut Boonyaratpalin (1997), waktu pencernaan makanan kerapu adalah sekitar tiga puluh enam jam, di mana lebih dari 95% waktu makanan dicerna terjadi pada suhu air 30 ± 1 C. Diduga pada saat siang hari dimana suhu rata-rata selama penelitian 31,5 C ikan kakap merah sedang mencerna makanannya dan tidak aktif mencari makan sehingga jumlah yang tertangkap pada siang hari cenderung lebih sedikit. 4.4 Proporsi Tangkapan Utama Ikan yang tertangkap oleh nelayan pancing ulur umumnya adalah ikan demersal. Ikan pelagis sesekali tertangkap oleh pancing ulur, namun sangat sedikit dengan proporsi berat yang kecil. Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan pancing ulur berdasarkan berat dan jumlah individu selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.

10 36 Proporsi Berat Hasil Tangkapan 9% Proporsi Jumlah Individu Hasil Tangkapan 12% 91% 88% Main Catch By Catch Main Catch By Catch Gambar 12. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan pancing ulur Sebanyak 91% (172,94 kg) dari berat total hasil tangkapan pancing ulur merupakan ikan tangkapan utama (main catch) dan 9% (17,74 kg) merupakan hasil tangkapan sampingan (by catch) dari total berat ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 109,68 kg. Berdasarkan jumlah individunya dari total 409 ekor yang tertangkap selama penelitian, 88% atau 360 ekor merupakan ikan hasil tangkapan utama dan 12 % atau 49 ekor adalah ikan hasil tangkap sampingan. Hasil tangkapan utama sebanyak 360 ekor terdiri dari ikan kakap 75 ekor, ikan jenaha 223 ekor, ikan kerapu dan tanda tanda masing-masing 31 ekor. Sementara untuk berat hasil tangkapan utama sebesar 172,92 kg terdiri dari ikan kakap merah 53,32 kg, jenaha 77,73 kg, tanda-tanda 9,52 kg dan kerapu 32,37 kg (Lampiran 10). Menurut Suadela (2004) dalam Ramdhan (2008) jika proporsi hasil tangkapan sasaran utama 60% maka suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan. Berdasarkan kriteria tersebut, dilihat dari perbandingan berat dan jumlah individu antara main catch dan by-catch-nya alat tangkap pancing ulur adalah alat tangkap yang ramah lingkungan karena masing-masing lebih dari 60 %. Lebih tingginya hasil tangkapan utama ini juga karena sifat pancing ulur yang berbeda dengan alat tangkap jaring yang terkadang menangkap ikan-ikan yang bukan ikan hasil tangkapan utamanya sepanjang ikan tersebut berada dalam jalur sapuan alat tangkap jaring tersebut, baik disengaja ataupun tidak. Menurut

11 Berat (kg) 37 Sarmintohadi (2002) dalam Ramdhan (2008) keragaman spesies yang tertangkap juga disebabkan karena kesamaan habitat antara ikan target dan ikan non target. 4.5 Berat Rata-Rata Individu Hasil Tangkapan Berdasarkan hasil analisis total berat dan jumlah individu hasil tangkapan menunjukan bahwa jumlah paling banyak diperoleh pada pagi hari (Gambar 13). Berat rata-rata individu hasil tangkapan pagi hari menghasilkan berat rata-rata lebih tinggi dibandingkan pada siang hari. Rata-rata berat individu yang paling tinggi adalah sebesar 1,28 kg, sedangkan rata-rata berat paling tinggi yang diperoleh pada siang hari 0,71 kg. Hasil uji t-student yang dilakukan terhadap berat rata-rata individu hasil tangkapan secara keseluruhan (Lampiran 15) diperoleh bahwa t hit > t tab0.05 yang berarti H o ditolak dan H 1 diterima. Berarti pada penelitian ini terdapat perbedaan berat rata-rata individu hasil tangkapan antara pagi dan siang hari. Dimana jika dilihat dari rata-rata beratnya, ikan yang tertangkap pada pagi hari berukuran lebih besar dibandingkan ikan yang tertangkap pada siang hari. Hal ini berarti bahwa ikan-ikan besar banyak terdapat pada pagi hari Pagi Siang Ulangan ke- Gambar 13. Diagram berat rata-rata individu hasil tangkapan per waktu penangkapan

12 Berat rata-rata (kg) 38 Berat rata-rata individu hasil tangkapan utama juga lebih besar pada waktu penangkapan pagi hari (Gambar 18). Berat rata-rata individu ikan kakap, jenaha, tanda-tanda dan kerapu yang tertangkap pada pagi hari adalah 0,85 kg, 0,5 kg, 0,37 kg dan 1,28 kg. Sedangkan ikan kakap, jenaha, tanda-tanda dan kerapu yang tertangkap pada siang hari beratnya adalah 0,38 kg, 0,31 kg, 0,21 kg dan 0,77 kg. Nilai rata-rata berat individu paling besar diperoleh pada pagi hari yaitu ikan kerapu dengan berat 1,28 kg (Lampiran 10). Hasil uji t-student yang dilakukan terhadap berat rata-rata individu tangkapan utama (Lampiran 18) juga diperoleh bahwa t hit > t tab0.05 yang berarti H o ditolak dan H 1 diterima. Berarti terdapat perbedaan berat rata-rata individu hasil tangkapan utama antara pagi dan siang hari. Dimana berat rata-rata individu yang besar diperoleh pada penangkapan yang dilakukan pada siang hari Pagi Siang Kakap Jenaha Tanda Kerapu Ikan Hasil Tangkapan Utama Gambar 14. Diagram berat rata-rata individu hasil tangkapan utama pancing ulur per waktu penangkapan Ikan-ikan besar biasanya bersifat predator bagi ikan-ikan yang berukuran kecil. Menurut Werner dan Hall (1988); Sinclair et al. (2003) dalam Busch dan Mehner (2011), hewan yang lebih kecil mengalami tekanan predasi lebih tinggi dan lebih luas dari predator daripada yang lebih besar. Diduga pada saat waktu makan, ikan-ikan kecil telah mengurangi aktifitas mencari makannya atau

13 39 berlindung ke tempat lain untuk menghindari ikan-ikan besar. Hal ini sesuai dengan Brown (1999) Werner et al. (1983) dan Cowlishaw (1997) dalam Busch dan Mehner (2011), hewan dapat merespon predator dengan perubahan perilaku di lokasi yang dipilih (misalnya, meningkatkan kewaspadaan, berkelompok, dan mengurangi aktifitasnya) atau dengan memilih lokasi lain yang menawarkan perlindungan yang lebih besar dari predator. Sehingga yang didapat pada waktu makan ikan kebanyakan ikan-ikan yang berukuran besar. Sehingga yang didapat pada waktu makan ikan kebanyakan ikan-ikan yang berukuran besar. 4.6 Komposisi Ukuran Hasil Tangkapan Utama Ikan Kakap Merah Ikan kakap merah (Lutjanus campechanus) merupakan salah satu ikan bernilai ekonomis tinggi dan menjadi tangkapan utama para nelayan di Cangkol. Selain itu, ikan kakap merah juga merupakan ikan yang paling banyak diminati para pemancing baik nelayan maupun pemancing wisata. Ikan kakap merah yang tertangkap selama penelitian pada dua waktu penangkapan adalah sebanyak 62 ekor dengan beragam ukuran baik berat maupun panjangnya. Komposisi ukuran ikan kakap merah yang tertangkap memiliki panjang total antara 20-76,7 cm dengan rata-rata ukuran ikan yang tertangkap pada pagi hari lebih besar (38,16 cm )dibandingkan pada siang hari (28,31 cm). Ukuran panjang cagak ikan kakap merah yang tertangkap selama penelitian mulai dari ukuran antara 19,2 cm-75,1 cm (Tabel 2). Tabel 2. Komposisi Ukuran Ikan Kakap Merah Kelas Ke - Interval kelas Frekuensi (cm) (ekor) Persentase (%) 1 19,2-25,4 9 14,5 2 25,5-31, ,2 3 31,8-38, ,2 4 38,1-44, ,0 5 44,4-50,6 2 3,2 6 50,7-56,9 1 1,6 7 57,0-63,2 1 1,6 8 63,3-69, ,6-75,8 1 1,6

14 Frekuensi (ekor) 40 Berdasarkan Tabel 2, ikan kakap merah banyak tertangkap pada selang kelas ke-3 dengan ukuran antara 33,8 41,0 cm. Ukuran pertama kali matang gonad ikan kakap merah adalah 39,3 cm. Standar ukuran panjang cagak ini diperoleh dari Berdasarkan standar panjang cagak pertama kali matang gonad, ikan-ikan yang tertangkap pada selang kelas 1, 2 dan 3 belum layak tangkap karena masih dibawah ukuran cagak standar. Ikan yang tertangkap pada kelas ke-4 juga belum semuanya layak tangkap karena tidak semuanya berukuran lebih dari 39,3 cm. Sebanyak 7 ekor dari 18 ekor masih berukuran dibawah length at first maturity. Berdasarkan length at first maturity 16 ekor yang sudah layak tangkap dengan ukuran lebih besar dari 39,4 cm dan 46 ekor masih belum layak tangkap. 20 Lm = 39,3 cm Tidak layak tangkap (46 ekor) Layak tangkap (19 ekor) n = 62 ; rata-rata = 34,84 cm ,2-25,4 25,5-31,7 31,8-38,0 38,1-44,3 44,4-50,6 50,7-56,9 57,0-63,2 63,3-69,5 69,6-75,8 Interval kelas (cm) Keterangan : Lm = Length at first maturity kakap merah Gambar 15. Diagram komposisi ukuran ikan kakap merah Berdasarkan Gambar 15, sebanyak 74,19% atau 46 ekor hasil tangkapan ikan kakap merah oleh nelayan cangkol selama penelitian masih belum layak tangkap. Aspek biologi ikan, terutama ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu rujukan dalam kajian selektivitas suatu alat tangkap ikan. Rujukan biologis salah satu hal mendasar yang harus ada dalam rangka

15 41 menerapkan kode etik perikanan berkelanjutan (Coremap II, 2009). Salah satu usaha yang dilakukan para nelayan di Cangkol adalah menerapkan kebijakan ukuran ikan yang tidak boleh ditangkap. Ikan berukuran dibawah 0,2 kg atau 200 g harus dilepaskan kembali jika tertangkap. Hal ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan dari sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan para nelayan. Selain pertimbangan biologis, aspek penerimaan pasar yang membatasi ukuran ikan yang diterima untuk kemudian diekspor atau diolah dalam skala industri juga menjadi alasan diterapkannya kebijakan batas minimal berat ikan yang boleh ditangkap. Berdasarkan kebijakan yang diterapkan diantara nelayan Cangkol dilihat dari berat hasil tangkapan ikan kakap selama penelitian, berat ikan kakap paling kecil adalah 0,25 kg dengan panjang 19,2 cm sehingga dianggap tidak perlu dilepaskan kembali. Namun jika berdasarkan standar length at first maturity ikan kakap, pada ikan dengan panjang cagak 39,5 cm memiliki berat 0,57 kg, sehingga ikan dibawah berat 0,57 kg sebaiknya dilepaskan kembali ke perairan Ikan Jenaha Ikan jenaha (Lutjanus russelli) adalah salah satu ikan yang termasuk famili Lutjanidae dan merupakan ikan yang paling banyak tertangkap selama penelitian (125 ekor). Ikan jenaha berwarna kemerahan mirip dengan kakap merah kecuali warna kekuningan pada bagian dada hingga anus, sirip anal, sirip ventral dan sirip pektoralnya serta memiliki black spot dipunggung dekat ekornya (Lampiran 2). Ikan jenaha yang tertangkap memiliki panjang total paling kecil 18,8 cm dan paling besar 49,6 cm. Ikan jenaha yang tertangkap pada pagi hari memiliki ukuran lebih besar dibandingkan yang tertangkap pada siang hari. Ikan jenaha yang tertangkap pada pagi hari memiliki ukuran rata-rata 30,58 cm sedangkan ikan jenaha yang tertangkap siang hari memiliki ukuran rata-rata sebesar 25,64 cm. Berdasarkan panjang cagaknya, ikan jenaha yang tertangkap berukuran antara 17,8-48,6 cm (Tabel 3).

16 42 Tabel 3. Komposisi Ukuran Ikan Jenaha Kelas ke - Interval kelas Frekuensi Persentase (cm) (ekor) (%) 1 17,8-21, ,4 2 21,3-24, ,8 3 24,8-28, ,0 4 28,3-31,7 11 8,8 5 31,8-35, ,8 6 35,4-38, ,2 7 38,9-42,3 7 5,6 8 42,4-45,8 2 1,6 9 45,9-49,4 1 0,8 Ikan jenaha banyak tertangkap pada kelas ke-2 dengan ukuran antara 21,3-24,7 cm yaitu 36 ekor dan paling sedikit tertangkap sebanyak 1 ekor pada kelas ke-9 dengan ukuran antara 45,9-49,4 cm (Tabel 3). Analisis filogenetik molekuler yang kongruen dengan morfologi umum dan warna eksternal dari jenis Lutjanus menunjukan bahwa hal tersebut yang membagi kelompok Lujanus. Hal ini ditunjukan dengan black spot yang dimiliki L. fulviflamma, L. monostigma, L. russelli dan juga L. carponotatus. Morfologi L. carponotatus mengindikasikan kelompok ikan tersebut memiliki hubungan dekat (Miller 2007). Sehingga standar ukuran length at first maturity pada ikan jenaha mengambil standar ukuran ikan tanda-tanda yaitu antara cm.

17 Frekuensi (ekor) Lm = Layak tangkap (113 ekor) n = 125 ; rata-rata = 27, ,8-21,2 21,3-24,7 24,8-28,2 28,3-31,7 31,8-35,3 35,4-38,8 38,9-42,3 42,4-45,8 45,9-49,4 Interval kelas (cm) Keterangan : Lm = Length at first maturity ikan jenaha Gambar 16. Diagram komposisi ukuran ikan jenaha Berdasarkan standar ukuran length at first maturity, sebanyak 12 ekor dari 23 ekor yang tertangkap pada kelas ke-1 masih berada dibawah ukuran 20 cm. Hal ini berarti, 11 ekor yang tertangkap pada kelas ke-1 dan 102 ekor yang tertangkap pada kelas selanjutnya sudah layak tangkap karena sudah mencapai atau melebihi ukuran length at first maturity. Berdasarkan Gambar 16, sebanyak 90,4% dari total ikan jenaha yang tertangkap selama penelitian sudah layak tangkap. Sebanyak 20 ekor ikan jenaha yang berukuran dibawah 20 cm rata-rata memiliki berat 0,13 kg. Berarti, usaha yang dilakukan nelayan dengan melepaskan ikan pada ukuran dibawah 0,2 kg untuk ikan jenaha sesuai dengan standar ukuran length at first maturity ikan jenaha.

18 Ikan Tanda-tanda Ikan tanda-tanda (Lutjanus fulviflamma) juga merupakan ikan famili lutjanidae. Ikan tanda-tanda hampir mirip seperti ikan kakap namun warnanya didominasi warna coklat pada punggung dan kekuningan pada bagian perutnya, memiliki black spot di bawah sirip punggung hampir mendekat bagian ekornya (Lampiran 12). Panjang total ikan jenaha yang tertangkap berukuran antara 21-38,9 cm. Rata-rata ukuran ikan tanda-tanda yang tertangkap pada pagi hari berukuran lebih besar yaitu 28,48 cm. Sedangkan rata-rata ukuran ikan tanda-tanda yang tertangkap pada siang hari berukuran 24,04 cm. Ikan tanda-tanda yang tertangkap pada dua waktu penangkapan berjumlah 26 ekor dimana sebanyak 19 ekor diantaranya tertangkap pada pagi hari 7 ekor pada siang hari. Ikan tanda-tanda yang tertangkap memiliki panjang cagak antara 20-29,2 cm dengan sebaran panjang dan jumlah individu setiap kelas dapat dilihat pada Tabel 4. Ikan tandatanda banyak tertangkap pada ukuran antara 24,6-26,6 cm yaitu sebanyak 11 ekor. Ikan tanda-tanda matang gonad pada ukuran antara cm (FAO Species Catalogue Vol. 6. Snappers Of The World 1985). Tabel 4. Komposisi Ukuran Ikan Tanda-tanda Kelas ke- Panjang cagak Frekuensi Persentase (cm) (ekor) (%) 1 20,4-22,4 2 6,5 2 22,5-24,5 4 12,9 3 24,6-26, ,9 4 26,7-28,7 6 19,4 5 28,8-30,8 1 3,2 6 30,9-32,9 1 3,2 7 33,0-35,0 2 6,5 8 35,1-37,1 1 3,2 9 37,2-39,2 1 3,2

19 Frekuensi (ekor) 45 Berdasarkan ukuran pertama kali matang gonad ikan tanda-tanda yang berkisar antara cm dan ukuran minimal ikan tanda-tanda yang tertangkap penelitian minimal berukuran 20,4 cm maka bisa diasumsikan bahwa ikan tandatanda yang tertangkap selama penelitian sudah termasuk ukuran matang gonad dan sudah layak tangkap (Gambar 17) Lm = cm Layak tangkap (26 ekor) 8 6 n = 26 ; rata-rata = 26,83 cm ,4-22,4 22,5-24,5 24,6-26,6 26,7-28,7 28,8-30,8 30,9-32,9 33,0-35,0 35,1-37,1 37,2-39,2 Interval kelas (cm) Keterangan : Lm = Length at first maturity ikan tanda-tanda Gambar 17. Diagram komposisi ukuran ikan tanda-tanda Sementara itu, terkait dengan kebijakan nelayan yang melepaskan kembali ikan yang berukuran dibawah 0,2 kg, ikan jenaha yang tertangkap pada berat 0,12-0,17 kg memiliki panjang cagak 21-23,2 cm yang artinya jika dilihat dari ukuran length at first maturity ikan-ikan tersebut sudah layak tangkap walaupun ukurannya masih dibawah 0,2 kg. Jadi sebanyak 26 ekor ikan tanda-tanda yang tertangkap, semuanya sudah layak tangkap jika mengacu pada standar ukuran length at first maturity-nya

20 Ikan Kerapu Ikan kerapu merupakan salah satu ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan kerapu yang menjadi tangkapan utama nelayan Cangkol adalah ikan kerapu macan atau nelayan sering menyebutnya ikan kerapu balong. Ikan kerapu betina mulai matang gonad pada ukuran panjang total 51 cm atau bobot 3,0 kg sedangkan jantan mulai matang pada ukuran panjang total 60 cm atau bobot 7,0 kg (Slamet et al dalam Kurnia 2012). Ukuran paling kecil ikan kerapu yang tertangkap selama penelitian adalah 20 cm dan paling besar 75,6 cm. Rata-rata ukuran ikan kerapu yang tertangkap pada pagi hari lebih besar yaitu 40,67 cm dan pada siang hari 34,31 cm. Komposisi panjang ikan kerapu selama selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Ukuran Ikan Kerapu Kelas ke- Panjang cagak Frekuensi Persentase (cm) (ekor) (%) 1 20,0-26,2 6 20,0 2 26,3-32,5 5 16,7 3 32,6-38,8 5 16,7 4 38,9-45,1 6 20,0 5 45,2-51,4 3 10,0 6 51,5-57,7 3 10,0 7 57,8-64, ,1-70,3 1 3,3 9 70,4-76,6 1 3,3 Berdasarkan Tabel 5, ikan kerapu banyak tertangkap pada kelas ke-1 dan 4 dengan ukuran antara 20,0-26,2 cm dan 38,9-45,1 cm. Jika mengacu kepada Slamet et al. (2001) dalam Kurnia (2012) ukuran length at first maturity ikan kerapu macan betina adalah 51 cm, maka ikan kerapu betina dibawah 51 cm masih belum layak tangkap. Ikan yang tertangkap pada kelas ke-1 hingga ke-5 masih dibawah 51 sehingga ikan kerapu macan betina yang masih belum layak tangkap berdasarkan standar ukuran length at first maturity adalah sebanyak 25 ekor. Sementara ikan kerapu yang diperkirakan betina berukuran lebih besar dari

21 Frekuensi (ekor) cm atau yang sudah layak tangkap sebanyak 3 ekor yaitu yang tertangkap pada kelas ke- 6. Sedangkan untuk ikan kerapu macan jantan yang berukuran lebih besar dari 60 cm atau sudah layak tangkap sebanyak 2 ekor (Gambar 18). 7 6 Lm = 51 cm Tidak layak tangkap (25 ekor) Lm = 60 cm Layak tangkap (2 ekor) 5 4 n = 30 ; rata-rata = 39,18 cm ,0-26,2 26,3-32,5 32,6-38,8 38,9-45,1 45,2-51,4 51,5-57,7 57,8-64,0 64,1-70,3 70,4-76,6 Interval kelas (cm) Keterangan : Lm = Length at first maturity Kerapu Gambar 18. Diagram komposisi ukuran ikan kerapu Sementara itu terkait kebijakan nelayan yang melepaskan kembali ikan yang berukuran dibawah 0,2 kg, ikan kerapu yang tertangkap pada berat 0,2 kg memiliki panjang total kurang dari 51 cm. Namun jika berdasarkan length at first maturity-nya ikan yang berukuran lebih kecil dari 51 cm rata-rata memiliki ukuran dibawah 2 kg. Jika berdasarkan berat dengan mengacu pada length at first maturity-nya, ikan kerapu yang masih dibawah 2 kg sebaiknya dilepaskan kembali.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cangkol Kampung Cangkol Kelurahan Lemah Wungkuk Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon Jawa Barat. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia (Noviyanti

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 50 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan bubu di Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak ditujukan untuk menangkap ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus),

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Karangsong Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian peranan apartemen ikan pada penangkapan ikan dengan pancing ulur ini dilakukan di perairan Kota Cirebon dengan berpusat di Pangkalan Pendaratan

Lebih terperinci

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7.1 Pendahuluan Bubu merupakan alat tangkap yang bersifat pasif. Secara umum, menangkap ikan dengan bubu adalah agar ikan berkeinginan masuk ke dalam

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Alat Tangkap di Kabupten Indramayu Hasil inventarisasi jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Indramayu (Tabel 6) didominasi oleh alat tangkap berupa jaring, yakni

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN RAWAI (LONG LINE) PAGI DAN SIANG HARI DI PERAIRAN TELUK PAMBANG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU

ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN RAWAI (LONG LINE) PAGI DAN SIANG HARI DI PERAIRAN TELUK PAMBANG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU 1 ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN RAWAI (LONG LINE) PAGI DAN SIANG HARI DI PERAIRAN TELUK PAMBANG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU Oleh Nurlela yanti 1), Eryan Huri 2), Bustari 2)

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna 38 6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna Berdasarkan data statistik Palabuhanratu tahun 1997-2011, hasil tangkapan Yellowfin Tuna mengalami fluktuasi. Jika dilihat berdasarkan data hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Kejer Hasil tangkapan jaring kejer selama penelitian menunjukkan bahwa proporsi jumlah rajungan tertangkap adalah 42,07% dari total hasil

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi 5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi Fyke net yang didisain selama penelitian terdiri atas rangka yang terbuat dari besi, bahan jaring Polyetilene. Bobot yang berat di air dan material yang sangat

Lebih terperinci

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN 123 8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN Interaksi trofik merupakan salah satu kunci untuk mengetahui peran ekologis suatu populasi atau spesies di dalam ekosistem.

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan

Lebih terperinci

Ikan Pelagis Ekonomis Penting dan Karakteristik DPI Demersal

Ikan Pelagis Ekonomis Penting dan Karakteristik DPI Demersal Ikan Pelagis Ekonomis Penting dan Karakteristik DPI Demersal Pertemuan ke 13 Oleh: Ririn Irnawati Pokok Bahasan: 1. Jenis-jenis sumberdaya perikanan pelagis dan demersal 2. Jenis-jenis ikan pelagis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6488.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar ini diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan wilayah yang memiliki ciri khas kehidupan pesisir dengan segenap potensi baharinya seperti terumbu karang tropis yang terdapat di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2 HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa 2) Politeknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

Rizka Oktafiani*), Asriyanto, dan Pramonowibowo

Rizka Oktafiani*), Asriyanto, dan Pramonowibowo PENGARUH PERBEDAAN KONSTRUKSI MATA PANCING DAN JENIS UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KAKAP MERAH (Lutjanus DENGAN PANCING ULUR (hand line) DI PERAIRAN CIREBON CANGKOL, JAWA BARAT The Effect of Differences

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2)

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) BAWAL: Vol.1 No.1-April 26: 33-37 TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) **) Dharmadi *) dan Fahmi **) *) Peneliti pada Pusat Riset Perikanan

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA Indah Wahyuni Abida Firman Farid Muhsoni Aries Dwi Siswanto Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo E-mail:

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian pengaruh periode hari bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap dilakukan selama delapan bulan dari bulan Mei 2009 hingga Desember

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis ikan yang hidup di daerah terumbu karang dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia digolongkan menjadi dua, yaitu ikan hias (ornamental fish) dan ikan

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur

Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur Eko Setyobudi 1, Suadi 1, Dwi Ariyogagautama 2, Faizal Rachman 1, Djumanto 1, Ranny Ramadhani Yuneni 2, Jhony Susiono 3, Galen Rahardian 3 1)

Lebih terperinci

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 1: Induk

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 1: Induk Standar Nasional Indonesia Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 1: Induk ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

Laporan Keanggotaan PT Samudera Eco Anugerah (SEA) dalam Seafood Savers

Laporan Keanggotaan PT Samudera Eco Anugerah (SEA) dalam Seafood Savers Laporan Keanggotaan PT Samudera Eco Anugerah (SEA) dalam Seafood Savers Ringkasan dari perkembangan perbaikan, Ikan Karang, Rawai Dasar/Pancing Ulur Sulawesi Selatan, Indonesia (Juli 2015) (Desember 2015)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN LONTAR KABUPATEN SERANG BANTEN

WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN LONTAR KABUPATEN SERANG BANTEN WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN LONTAR KABUPATEN SERANG BANTEN (Mud Crab Fishing Time in Lontar Water Serang Regency Banten) Ririn Irnawati 1), Adi Susanto 1), Siti Lulu Ayu

Lebih terperinci

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 289 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 216 e ISSN 254 9484 Halaman : 95 13 Efektifitas Celah Pelolosan Pada Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan di Teluk Banten

Lebih terperinci

Laporan Keanggotaan PT Samudera Eco Anugerah (SEA) dalam Seafood Savers

Laporan Keanggotaan PT Samudera Eco Anugerah (SEA) dalam Seafood Savers Laporan Keanggotaan PT Samudera Eco Anugerah (SEA) dalam Seafood Savers Ringkasan dari perkembangan perbaikan, Ikan Karang, Rawai Dasar/Pancing Ulur Sulawesi Selatan, Indonesia Juli 2016 Desember 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (90%) hidup diperairan laut dan sisanya 300 spesies (10%) hidup di perairan air

BAB I PENDAHULUAN. (90%) hidup diperairan laut dan sisanya 300 spesies (10%) hidup di perairan air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Indonesia yang strategis menyebabkan hasil perikanan di Indonesia berkembang pesat. Letak Indonesia diantara Samudera Hindia dan Pasifik menyebabkan kondisi yang

Lebih terperinci

KEBIASAAN MAKAN DAN HUBUNGAN PANJANG BOBOT IKAN GULAMO KEKEN (Johnius belangerii) DI ESTUARI SUNGAI MUSI

KEBIASAAN MAKAN DAN HUBUNGAN PANJANG BOBOT IKAN GULAMO KEKEN (Johnius belangerii) DI ESTUARI SUNGAI MUSI KEBIASAAN MAKAN DAN HUBUNGAN PANJANG BOBOT IKAN GULAMO KEKEN (Johnius belangerii) DI ESTUARI SUNGAI MUSI ABSTRAK Eko Prianto dan Ni Komang Suryati Peneliti pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, MarianaPalembang

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 106 10-106 30 BT dan 6 50-7 30 LS dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAMAHAN LINGKUNGAN BUBU RAJUNGAN MODIFIKASI CELAH PELOLOSAN DI PERAIRAN KABUPATEN REMBANG

ANALISIS KERAMAHAN LINGKUNGAN BUBU RAJUNGAN MODIFIKASI CELAH PELOLOSAN DI PERAIRAN KABUPATEN REMBANG ANALISIS KERAMAHAN LINGKUNGAN BUBU RAJUNGAN MODIFIKASI CELAH PELOLOSAN DI PERAIRAN KABUPATEN REMBANG Environmental Friendlyness Analysis of Bubu Rajungan Modification of Exploration Pass in Rembang Waters

Lebih terperinci

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) 1 Nurintang dan 2 Yudi ahdiansyah 1 Mahasiswa Manajemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

PASI SEBAGAI DAERAH PENANGKAPAN IKAN BAE (Etelis spp) DI

PASI SEBAGAI DAERAH PENANGKAPAN IKAN BAE (Etelis spp) DI PASI SEBAGAI DAERAH PENANGKAPAN IKAN BAE (Etelis spp) DI KEPULAUAN LEASE PROVINSI MALUKU Delly D Paulina Matrutty Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Universitas Pattimura, Jl. Ir. M. Putuhena,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan sumberdaya alam yang sering dijadikan objek atau target terakhir dari suatu proses pemanfaatan sumberdaya hayati akuatik. Ikan juga merupakan organisme

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 59 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Karakteristik konsumen di RW 11 Muara Angke Penjelasan tentang karakteristik individu konsumen yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU Proporsi dan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Tiga Lapis (Trammel Net) di Pelabuhan Ratu (Hufiadi) PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU ABSTRAK Hufiadi

Lebih terperinci

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Prinsip dari metode ini adalah mengumpulkan ikan dalam ruang lingkup suatu alat tangkap. Dalam menarik perhatian ikan, digunakan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km 2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna 24 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna Pendataan produksi tuna di PPN Palabuhanratu pada tahun 1993-2001 mengalami perbedaan dengan data produksi tuna pada tahun 2002-2011. Perbedaan ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penangkapan Ikan Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainnya di perairan, keberhasilan usaha penangkapan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di atas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu (Traps) Bubu merupakan alat penangkapan ikan yang pasif (pasif gear). Alat tangkap ini memanfaatkan tingkah laku ikan yang mencari tempat persembunyian maupun

Lebih terperinci

pechanus&at=lutjanus+campechanus&lang=english. diakses pada tanggal 28 mei 2012 pukul WIB. Food and Agriculture Organization

pechanus&at=lutjanus+campechanus&lang=english. diakses pada tanggal 28 mei 2012 pukul WIB. Food and Agriculture Organization DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, D. V. S. 2008. Studi Biologi Reproduksi Ikan Layur (Superfamili Trichiuroidea) Di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

7 KONSEP PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN TELUK BONE

7 KONSEP PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN TELUK BONE 7 KONSEP PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN TELUK BONE 7.1 Pendahuluan Menurut Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang perikanan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baik di dunia maupun di Indonesia, perikanan tangkap mendominasi hasil produksi perikanan walaupun telah terjadi over fishing diberbagai tempat. Kegiatan penangkapan

Lebih terperinci