KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA"

Transkripsi

1 KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Tingkah Laku, Distribusi dan Karakter Suara Lumba-Lumba di Perairan Pantai Lovina Bali dan Teluk Kiluan Lampung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2008 Stany Rachel Siahainenia NRP C

3 RINGKASAN STANY RACHEL SIAHAINENIA Kajian Tingkah Laku, Distribusi dan Karakter Suara Lumba-Lumba di Perairan Pantai Lovina Bali dan Teluk Kiluan Lampung. Dibimbing oleh Mulyono S. Baskoro sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Totok Hestirinoto sebagai Anggota. Lebih dari sepertiga jenis paus dan lumba-lumba dunia terdapat di perairan Indonesia termasuk juga beberapa jenis yang dikategorikan langka dan terancam punah. Kenyataan saat ini bahwa lumba-lumba sudah menjadi hewan buruan untuk dijadikan bahan konsumsi dan lain seperti daging paus. Pemburuan Lumba-lumba secara terus menerus dapat mengakibatkan berkurangnya populasi Cetacea di alam, meskipun dilakukan secara tradisional (Faizah et al. 2006). Untuk mengetahui keberadaan populasi lumba-lumba diperlukan suatu informasi awal yang akan berguna sebagai referensi untuk manajemen sumberdaya laut dan meningkatkan pemahaman mengenai ekologi Cetacea di habitat yang sebenarnya. Lumba-lumba mengandalkan sistem sonar yang disebut echolocation sebagai sensor utama mereka. Hal ini sangat berguna sebagai alat navigasi, untuk mencari mangsa dan menghindar dari predator. Karakter dari suara yang dihasilkan lumba-lumba dapat digunakan sebagai teknik untuk terapi bagi anakanak yang memiliki masalah psikis maupun keterbelakangan mental atau autisme dan untuk penderita stroke. Tujuan penelitian ini : (1) mengidentifikasi jenis lumba-lumba dan tingkah laku di Perairan Pantai Lovina Bali dan Teluk Kiluan Lampung secara visual, (2) menganalisis distribusi lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina Bali dan Teluk Kiluan Lampung dan (3) menganalisis karakter suara dari beberapa jenis lumbalumba. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah Penelitian ini diharapkan berguna sebagai : (1) sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak pengambil kebijakan untuk menetapkan suatu kawasan perlindungan laut bagi Cetacea, khususnya lumba-lumba dan (2) dengan mengetahui karakter suara dapat diterapkan teknik pembangkit frekuensi yang diharapkan dapat menjadi pemandu bagi lumba-lumba untuk menghindari bahaya serta terapi bagi anakanak yang memiliki masalah psikis maupun keterbelakangan mental atau autisme. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Perairan Pantai Lovina Kabupaten Buleleng Bali dan di Perairan Teluk Kiluan Kabupaten Tanggamus Lampung. Metode yang digunakan adalah (1) identifikasi Cetacea secara visual, (2) pengamatan tingkah laku lumba-lumba secara langsung (visual sensus on dolphin) dari atas kapal nelayan dengan menggunakan metode pengambilan contoh jarak jauh (distance sampling) dengan line transect zig-zag dimana pengamatan langsung oleh satu kelompok pengamat (single observer/platform) dan (3) pengambilan sampel suara lumba-lumba menggunakan hydrophone. Proses pengambilan sampel suara dilakukan dengan meletakkan hydrophone di bawah permukaan air. Data yang diambil untuk sampel suara adalah suara lumba-lumba, koordinat, lama perekaman, spesies dan tingkah laku lumba-lumba saat perekaman berlangsung.

4 Terdapat 3 (tiga) jenis spesies yang teridentifikasi selama pengamatan di Perairan Pantai Lovina antara lain Spinner dolphin (Stenella longirostris), Spotted dolphin (Stenella attenuata) dan Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus). Perairan Teluk Kiluan teridentifikasi 2 (dua) jenis spesies antara lain Spinner dolphin (Stenella longirostris) dan Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus). Selama pengamatan kedua perairan didominasi oleh Spinner Dolphin, antara lain 85,62% di Perairan Pantai Lovina dan 61,33% di Teluk Kiluan. Tingkah laku yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di kedua perairan adalah melakukan travelling, feeding dan bowriding. Gerakan travelling adalah gerakan yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di kedua perairan. Perairan Pantai Lovina sebesar 59% dan Perairan Teluk Kiluan sebesar 69%. Pergerakan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina berada pada kisaran kedalaman antara meter dan mengikuti garis pantai. Selama pengamatan terlihat bahwa di Perairan Pantai Lovina, kelompok lumba-lumba datang dari arah Timur Laut dan bergerak ke arah Barat Daya. Hal tersebut dibuktikan dengan bertambahnya nilai Bujur Timur dan diikuti dengan bertambahnya nilai Lintang Selatan. Diduga pergerakan lumba-lumba dari arah Timur Laut menuju Barat Daya adalah untuk mencari makanan dengan Perairan Pantai Seririt sebagai tujuan migrasinya. Di Perairan Teluk Kiluan lumba-lumba berada pada kisaran kedalaman antara meter dan menjauhi pantai. Diduga keberadaan lumba-lumba yang menjauhi pesisir pantai karena kondisi perairan yang berhadapan dengan perairan samudera yang terbuka dan curam. Berdasarkan letaknya kondisi Perairan Teluk Kiluan lebih dipengaruhi oleh Perairan Samudera Hindia. Terdapat 7 (tujuh) potong suara pada file suara yang berhasil dianalisis pada Perairan Pantai Lovina. Saat hydrophone diturunkan terdapat asosiasi Spinner dolphin dan Spotted dolphin yang terbagi dalam beberapa schooling. Potongan suara B1 merupakan suara Spotted dolphin berdurasi 0,85 detik, dengan intensitas rata-rata adalah 56,52 db pada frekuensi 12 khz dengan panjang gelombang 0,125 m. Potongan suara B2 merupakan suara Spinner dolphin berdurasi 1,35 detik, intensitas rata-rata 52,49 db, berfrekuensi 6 khz dan panjang gelombang suara 0,25 m. Potongan suara B3 merupakan suara Spotted dolphin berdurasi 0,75 detik. Intensitas rata-rata adalah 56,28 db terjadi pada frekuensi 19 khz, panjang gelombang suara 0,09 m. Potongan suara B4 merupakan suara Spinner dolphin berdurasi 0,8 detik, intensitas rata-rata 54,53 db terjadi pada frekuensi 19 khz dan Hz dengan panjang gelombang suara 0,09 m dan 0,007 m. Potongan suara B5 merupakan suara Spinner dolphin berdurasi 0,65 detik, intensitas rata-rata 48,36 db terjadi pada frekuensi 13 khz dan 22 khz dengan panjang gelombang suara 0,11 m dan 0,07 m. Potongan suara B6 merupakan suara Spinner dolphin berdurasi 0,45 detik, intensitas rata-rata 23,28 db terjadi pada frekuensi 16 khz dan panjang gelombang 0,09 m. Potongan suara B7 merupakan suara Spotted dolphin berdurasi 0,65 detik, intensitas rata-rata 50,22 db terjadi pada frekuensi 9 khz dan 22 khz dimana panjang gelombang suara 0,16 m dan 0,07 m. Berdasarkan nilai frekuensi yang tidak lebih dari 25 khz dapat dinyatakan bahwa tipe suara yang berhasil direkam di Perairan Pantai Lovina Buleleng menunjukkan bahwa suara yang terekam bukan merupakan tipe suara whistles yang sering digunakan untuk komunikasi. Kata Kunci : lumba-lumba, Pantai Lovina, Teluk Kiluan

5 ABSTRACT Stany Rachel Siahainenia Study in Behaviour, Distribution and Sound of Dolphin on the Coastal Water of Lovina Beach, Bali and Kiluan Bay. Lampung. Under supervisor of Mulyono S.Baskoro and Totok Hestirianoto. About one-third of dolphin species in the world is living in Indonesia, including some other types categorized by rareness and threatened of extinct. The purposes of this research are (1) to analyse visually the dolphin behaviour on the surface of water area at its real habitat (2) to compare the data the Lovina beach, Bali and Kiluan Bay, Lampung and (3) to analyse the sound character of dolphin. Equipments used in this research were (1) identification book of dolphin, (2) perception of dolphin s behaviour, and (3) sample sound of dolphin used the hydrophone. There were three species of dolphin found and successfully identified during research in Lovina Beach, namely Stenella longirostris (Spinner dolphin), Stenella attenuata (Spotted dolphin) and Tursiops truncatus (Bottlenose dolphin).in Kiluan Bay, there were two species of dolphin found, namely Stenella longirostris (Spinner dolphin) and Tursiops truncatus (Bottlenose dolphin). During perception, both of coastal water were predominated by Spinner dolphin, 85,62% in Lovina Beach and 61,33% in Kiluan Bay. Travelling around the both waters area is the main dolphin behaviour, this is done in looking effort for food. Dolphin movement in coastal water of Lovina appear and gyrate between 100 to 650 metres deepness along the coastaline, while in coastal water of Kiluan Bay between 100 to 800 metres. They avoid follow coastal are. Observation to the frequency value at the most 25 khz can expressed that a recorded sound type in coastal water Lovina Beach were whistles which used for communications. Keywords: Dolphin, Lovina Beach, Kiluan Bay

6 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

8 Penguji luar komisi pada ujian tesis : Ir. Agus Priyono MS

9 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Kajian Tingkah Laku, Distribusi dan Karakter Suara Lumba-Lumba di Perairan Pantai Lovina Bali dan Teluk Kiluan Lampung : Stany Rachel Siahainenia : C : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro,M.Sc Ketua Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.sc Anggota Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 4 Juli 2008 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Lumba-lumba merupakan mamalia laut yang sangat cerdas, sehingga banyak teknologi yang terinspirasi dari lumba-lumba.lumba-lumba memiliki sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi dan menerima rangsangan yang dinamakan sistem sonar. Dengan sistem ini dapat menghindari bendabenda yang ada didepan lumba-lumba sehingga terhindar dari benturan. Disamping itu lumba-lumba juga seringkali melakukan berbagai gerakan yang unik di permukaan air, hal ini sangat indah untuk dinikmati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang berbagai tingkah laku yang dilakukan lumba-lumba di permukaan air dan mengetahui tipe suara yang dikeluarkan oleh lumba-lumba saat lumba-lumba melakukan komunikasi di perairan. Selama penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas anugerannya penulis dapat menyelesaikan tesis tepat pada waktunya. Terima kasih dan Penghargaan penulis yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Mulyono S. Baskoro, M.Sc dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan serta kesabarannya dalam membimbing. Ir. Agus Priyono, MS selaku penguji luar komisi yang banyak memberi masukan kepada penulis. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku Ketua Program Studi atas arahannya selama menyelesaikan studi, Ir. Diniah,M.Si yang selalu memberikan masukan-masukan dalam penyelesaian tesis, seluruh staf dosen dan staf administrasi Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB atas bantuannya selama studi. Terima kasih atas doa dan dukungannya kepada keluargaku, Papa dan Mama tercinta, Fally, Heri, Chindy, Marc, seluruh keluarga Siahainenia/Tuhusula di Ambon, Jakarta dan Kel Mailoa di Bogor. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Universitas Pattimura, khususnya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan program magister. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada DIKTI yang telah mensponsori penulis dalam menyelesaikan program magister,

11 Yayasan Bantuan Dana Mandiri, Yayasan Dana Beasiswa Maluku (YDBM), Teman-teman TKL angkatan 2006 untuk kebersamaan dalam susah dan senang selama perkuliahan berlangsung. Penulis mengucapkan terima kasih untuk kasih sayang, perhatian serta kebersamaannya kepada my second family at Palem Merah (Kel Rahmat, Nana the Soul,K Deby, Ibu Atje, Yona, Delly, Emma, Tintin, Aline), kepada saudarasaudaraku yang terkasih Degen Kalay, Frederick Ayal, Max Wenno, Pa Alberth Nanlohy, Bung Nando Dangeubun, Bung James Abrahamsz yang telah banyak memberikan support dan masukan yang sangat berarti kepada penulis, Hakim atas bantuan petanya, Gerald, Simon dan Pa Bangle untuk bantuan selama penelitian di Pantai Lovina Bali, Theresia, Mas Ali, Pa Yusli, M. Zhia Ulhaq dan Sahabat-sahabatku di Lampung (Made, Henry, Lukman) yang sudah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung di Teluk Kiluan. Tak lupa juga terima kasih penulis untuk keluarga kecilku all crew Salak Sunset (Kel Havard, Ma Dian K robby Chatzzy Ester Ari Vodka K Jerry Rholly Jembo Yohan..serta teman2 lainnya.. thanks guys..sudah berikan warna dalam hidupku), rekan-rekan PERMAMA Bogor atas kebersamaannya selama ini serta semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu namanya. Terima kasih. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kesalahan baik dari segi isinya maupun dari segi penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak untuk perbaikan tesis ini. Bogor, Agustus 2008 Penulis

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 17 Mei 1979 dari ayah Drs. Johanis Siahainenia dan ibu Cornelly Tuhusula, S.Sos. Tahun 1997 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Ambon dan di terima di Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Tahun 2001 penulis menyelesaikan studi strata 1, tahun 2003 penulis mulai bekerja sebagai dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura dan pada tahun 2006 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan program magister pada Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Teknologi Kelautan dengan biaya BPPS.

13 DAFTAR ISTILAH Aerials : Gerakan lumba-lumba melakukan lompatan yang sangat tinggi, melakukan salto, berputar dan berbalik sebelum masuk kembali ke air. Avoidance : Gerakan lumba-lumba yang menghindar dari kapal. Blowhole : Lubang hidung lumba-lumba berguna untuk pernapasan pada saat berenang di permukaan air. Bow riding : Aktivitas berenang yang dilakukan lumba-lumba mengikuti gerakan ombak yang terjadi akibat gerakan kapal dan mengikuti kapal. Breaching : Aktivitas melompat ke udara lumba-lumba dengan kepala terlebih dahulu dan menjatuhkan diri kembali ke air. CITES : Convention on International Trade Endangered Species merupakan sebuah perjanjian internasional tentang pembatasan perdagangan satwa yang dilindungi. Click : Tipe suara lumba-lumba dengan frekuensi mencapai 150 khz dan berdurasi pendek yang digunakan untuk ekolokasi. Dolphin assisted therapy : Terapi lumba-lumba yang dipercaya dapat membantu penyembuhan stroke, autisme dan beberapa gangguan bergerak akibat kerusakan saraf. Echolocation : Kemampuan binatang untuk mentransmisikan suara dan mendeteksi pantulan dari suara tersebut setelah berbenturan dengan suatu obyek. Fast fourier transform : Proses memasukkan data suara berbentuk *.wav dan diproses sehingga akan muncul grafik yang disimpan dalam bentuk *.txt diproses lagi untuk mendapatkan nilai numerik. Hiss reduction : Proses perbaikan suara desah untuk memperjelas suara lumba-lumba. Hydrophones : Perangkat elektronik yang dapat mendeteksi tekanan suara di dalam air dan merubah energi akustik gelombang suara menjadi gelombang elektromagnetik sehingga dapat didengar, diamplifikasi dan dianalisis.

14 Line transect zig-zag : Metode yang digunakan dalam pengamatan lumba-lumba untuk memperoleh estimasi kepadatan jenis dan untuk menghindari cahaya yang menyilaukan dari sinar matahari. Lobtailing. : Gerakan mengangkat ekor ke dalam air. Noise reduction : Proses untuk menghilangkan suara latar yang diakibatkan dari perairan dan mesin kapal. Power spectral density : Proses memasukkan data suara yang berbentuk *.wav dan diproses menghasilkan suatu grafik hubungan intensitas dengan frekuensi. Schooling : Kumpulan atau gerombolan ikan yang berada disuatu perairan. Spyhop : Gerakan memunculkan kepala ke permukaan air berfungsi untuk mengamati keadaan disekitarnya. Stationary : Lumba-lumba diam tidak melakukan pergerakan. Streamline : Bentuk tubuh lumba-lumba seperti torpedo, tanpa sirip belakang. Travelling : Gerakan lumba-lumba membentuk kelompok dalam kegiatan mencari mangsa dan pergerakan untuk migrasi. Whistle : Tipe suara lumba-lumba yang digunakan untuk komunikasi antar grup. Memiliki frekuensi kurang dari 25 khz. Visual sensus on dolphin : Pengamatan jenis dan jumlah lumba-lumba yang dilakukan secara langsung dari atas kapal.

15 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1 PENDAHULUAN Latar belakang Perumusan masalah Kerangka pikir Tujuan penelitian Manfaat penelitian Hipotesis 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan morfologi Cetacea Karakteristik beberapa Cetacea Tingkah laku Cetacea Makanan dan cara makan Penggunaan suara oleh lumba-lumba Echolocation Komunikasi KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Deskripsi umum lokasi penelitian Perairan Pantai Lovina Perairan Teluk Kiluan Kondisi oseanografi lokasi penelitian 28 4 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian Alat dan bahan Prosedur penelitian Identifikasi Cetacea Pengamatan tingkah laku lumba-lumba Pengambilan sampel suara lumba-lumba Analisis data Proses perbaikan suara latar (noise reduction) Proses perbaikan suara desah (hiss reduction) Pemotongan data suara (cropping) PSD (power spectral density) FFT (fast fourier transform) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan lumba-lumba Tingkah laku lumba-lumba di permukaan air Distribusi lumba-lumba Perairan Pantai Lovina Perairan Teluk Kiluan xiv xv xvi

16 5.4 Distribusi lumba-lumba berdasarkan waktu pertemuan Perairan Pantai Lovina Perairan Teluk Kiluan Karakter suara lumba-lumba Tipe suara lumba-lumba Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Tipe suara dan tingkah laku lumba-lumba KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA. 64 LAMPIRAN. 69

17 DAFTAR TABEL Halaman 1 Kisaran frekuensi suara pada beberapa mamalia Perkembangan penduduk di Kabupaten Buleleng ( ) Luas wilayah Pekon Kiluan Negeri 27 4 Jenis mata pencaharian penduduk Teluk Kiluan 27 5 Arus, salinitas dan suhu saat pengukuran di lapangan Alat, bahan dan kegunaannya Deskripsi tingkah laku lumba-lumba Kisaran skala kondisi permukaan laut (skala beaufort) Hasil pengamatan lumba-lumba Spesies lumba-lumba teramati selama pengamatan. 51

18 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Alur kerangka pikir Morfologi mamalia laut ordo Cetacea Delphinus delphis (Linnaeus 1758) Tursiop truncatus (Carwardine 1995) Sousa chinensis (Osbeck 1765) 12 6 Stenella longirostris (Carwardine 1995) Stenella attenuata (Carwardine 1995) Steno bredanesis (Lesson 1828) Grampus griseus (G.Cuvier 1812) Lagenodelphis hosei (Fraser 1956) Mekanisme produksi dan penerimaan suara pada lumba-lumba (Evans 1987) Suasana pagi dan keindahan atrakasi lumba-lumba di Pantai Lovina Suasana pagi dan keindahan alam Teluk Kiluan Lokasi penelitian Alur pengambilan data di lapangan Posisi pengamat pada metode single observer Perhitungan jarak tegak lurus (perpendicular distance) Alur pengambilan sampel suara Data suara sebelum perbaikan Data suara setelah perbaikan Spektrum suara lumba-lumba per satu pulsa suara setelah dilakukan cropping Alur analisis data suara lumba-lumba Jenis spesies yang ditemukan selama pengamatan Pemunculan lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Pantai Lovina Jumlah pemunculan lumba-lumba yang teramati di perairan Pantai Lovina Pemunculan lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Teluk Kiluan Jumlah pemunculan lumba-lumba yang teramati di perairan Teluk Kiluan Tingkah laku traveling (a), aerials (b), feeding (c), bowriding (d) di Perairan Pantai Lovina Gerakan lumba-lumba yang sering dilakukan di Perairan Pantai Lovina Tingkah laku traveling (a), aerials (b), feeding (c), bowriding (d) di Perairan Teluk Kiluan Gerakan lumba-lumba yang sering dilakukan di Perairan Teluk Kiluan Distribusi lumba-lumba selama pengamatan lapangan di Perairan Pantai Lovina Distribusi lumba-lumba selama pengamatan lapangan di Perairan Teluk Kiluan Distribusi lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di perairan Pantai Lovina Distribusi lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Teluk Kiluan... 54

19 36 Lokasi perekaman suara lumba-lumba Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Potongan suara B Karakter suara hubungannya dengan tingkah laku 62

20 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil pengamatan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina Bali tanggal September Hasil pengamatan lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan Lampung tanggal November Potongan suara lumba-lumba yang terekam di Perairan Pantai Lovina, Bali Nilai FFT per 5 ms potongan suara B1 dengan durasi 85 ms di Perairan Pantai Lovina, Bali Nilai FFT per 5 ms potongan suara B2 dengan durasi 215 ms di Perairan Pantai Lovina, Bali Nilai FFT per 5 ms potongan suara B3 dengan durasi 245 ms di Perairan Pantai Lovina, Bali Nilai FFT per 5 ms potongan suara B4 dengan durasi 95 ms di Perairan Pantai Lovina, Bali Nilai FFT per 5 ms potongan suara B5 dengan durasi 65 ms di Perairan Pantai Lovina, Bali Nilai FFT per 5 ms potongan suara B6 dengan durasi 60 ms di Perairan Pantai Lovina, Bali Nilai FFT per 5 ms potongan suara B7 dengan durasi 70 ms di Perairan Pantai Lovina, Bali Intensitas suara lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina, Bali... 97

21 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus dan lumba-lumba dunia terdapat di perairan Indonesia, termasuk beberapa jenis yang dikategorikan langka dan terancam punah. kira-kira terdapat 30 jenis Cetacea yang hidup di perairan ini. Cetacea merupakan salah satu biota yang melakukan pergerakan dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang terjadi melalui terusan Kepulauan Sunda Kecil yang membentang sepanjang 900 km dari Selat Sunda sampai dengan paparan Sahul. Cetacea yang bermigrasi menjadikan terusan tersebut sebagai tempat pergerakan lokal atau migrasi jarak jauh (Klinowska 1991). Cetacea sangat rentan terhadap berbagai dampak lingkungan, seperti kerusakan habitat, gangguan suara bawah permukaan, polusi laut dan penangkapan berlebih atas sumberdaya perairan (Hofman 1995). Saat ini seluruh jenis Cetacea masuk dalam daftar Convention on International Trade Endangered Species (CITES), sebuah perjanjian internasional tentang pembatasan perdagangan satwa yang dilindungi. Indonesia juga telah meratifikasi Convention on International Trade Endangered Species pada tahun 1979, berarti bahwa Indonesia juga setuju untuk tidak melakukan perdagangan ekspor impor Cetacea dan produk-produk Cetacea. Disamping itu Cetacea merupakan mamalia laut yang dilindungi sesuai dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Salah satu famili dari Cetacea yang paling menarik perhatian, banyak terdapat di Perairan Indonesia dan sering dijumpai adalah famili Delphinidae atau dikenal dengan istilah oceanic dolphins dari genus Stenella dan Tursiops. Kebiasaan lumba-lumba yang bergerak berkelompok dan berlompatan di atas permukaan laut merupakan pemandangan yang menakjubkan. Lumba-lumba sering terlihat menyertai atau mengejar kapal-kapal ikan sambil berkejaran dan berlompatan. Perilaku ini juga berkaitan erat dengan usaha untuk mengejar kelompok ikan atau dalam pergerakan berpindah atau migrasi ke tempat lain. Hal ini juga sering dijadikan pedoman bagi para nelayan di laut dalam mendeteksi

22 2 keberadaan kelompok ikan. Oleh karena itu, lumba-lumba dianggap sebagai sahabat nelayan (Priyono 2001). Sejak tahun 2000 perhatian masyarakat dunia tertuju pada pola penyebaran, pola migrasi dan kelestarian mamalia laut ini. Usaha konservasi terhadap mamalia laut membutuhkan data dan informasi yang akurat dan terkini, sayangnya belum banyak peneliti Indonesia yang melakukan penelitian mengenai mamalia laut ini. Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia baru merintis penelitian tentang mamalia laut melalui Riset Inventarisasi Mamalia Air pada tahun 2003 yang lalu. Salah satu penelitian yang banyak dilakukan oleh peneliti cetacean dunia adalah mengenai kemampuan bio-sonar Odontoceti (paus bergigi) yang dapat mentransmisikan sinyal suara dan mendapatkan informasi mengenai lingkungan sekitar dari pantulan suara tersebut. Beberapa tahun terakhir ini di Indonesia, lumba-lumba sudah menjadi hewan buruan untuk dijadikan bahan konsumsi. Apabila dilakukan secara terus menerus dapat mengakibatkan berkurang populasi lumba-lumba di alam, meskipun dilakukan secara tradisional. Perairan Pantai Lovina di Kabupaten Buleleng Bali dan Perairan Teluk Kiluan Kabupaten Tanggamus Lampung merupakan salah satu jalur migrasi lumba-lumba di Indonesia. Di perairan tersebut, masyarakat bisa melihat secara langsung lumba-lumba melintas dan melompat di sekitar pantai. Diperkirakan, daerah tersebut merupakan home range dari sekumpulan lumba-lumba tersebut. Karena daya tarik lumba-lumba, maka pemerintah daerah setempat memusatkan kegiatan pariwisata di lokasi ini. Melalui penelitian ini diharapkan bisa mengetahui jumlah populasi lumbalumba yang ada di Perairan Pantai Lovina Bali dan Teluk Kiluan Lampung. Penelitian mengenai suara yang dihasilkan oleh lumba-lumba dilakukan dengan cara mendeteksi dan menganalisis karakteristik suaranya pada berbagai kondisi dan tingkah laku di habitatnya. Karakteristik suara jenis mamalia laut ini dapat digunakan sebagai alat pembangkit frekuensi untuk membangkitkan suara dengan karakteristik yang didapat dari penelitian awal. Suara yang dibangkitkan tersebut diharapkan dapat menjadi pemandu bagi lumba-lumba untuk menghindari atau keluar dari suatu perairan yang membahayakan bagi kelangsungan hidupnya.

23 3 1.2 Perumusan masalah Cetacea sudah menjadi hewan buruan untuk dijadikan bahan konsumsi dan lain seperti daging paus. Pemburuan Cetacea secara terus menerus dapat mengakibatkan berkurangnya populasi Cetacea di alam, meskipun dilakukan secara tradisional (Faizah et al. 2006). Untuk mengetahui keberadaan populasi lumba-lumba diperlukan suatu informasi awal yang akan berguna sebagai referensi untuk manajemen sumberdaya laut dan meningkatkan pemahaman mengenai ekologi Cetacea di habitat yang sebenarnya. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengetahui jumlah, distribusi dan tingkah laku dari Cetacea sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak pengambil kebijakan untuk mengadakan suatu kawasan perlindungan laut bagi lumbalumba. Lumba-lumba mengandalkan sistem sonar yang disebut echolocation sebagai sensor utama mereka, karena akustik merupakan sarana yang paling efektif dan efisien untuk berkomunikasi pada lingkungan perairan. Lumba-lumba mentransmisikan sinyal akustik dari nasal cavity pada bagian kepala dan menerima pantulannya dari rahang bawah. Pantulan tersebut memungkinkan lumba-lumba untuk mengetahui bentuk, ukuran, tekstur dan jarak dari obyek. Hal ini sangat berguna sebagai alat navigasi, untuk mencari mangsa dan menghindar dari predator. Suara dengan durasi, panjang gelombang, amplitudo, frekuensi, interval dan pola suara yang berbeda ditransmisikan untuk tujuan yang berbeda pula. Karakter dari suara yang dihasilkan lumba-lumba dapat digunakna sebagai teknik untuk terapi bagi anak-anak yang memiliki masalah psikis maupun keterbelakangan mental atau autisme dan untuk penderita stroke. 1.3 Kerangka pikir Keberadaan dan kelimpahan lumba-lumba di suatu perairan didukung juga oleh faktor mencari makanan dan kondisi oseanografi di perairan tersebut. Faktor oseanografi antara lain, suhu, salinitas, arus dan pasang surut. Silva et al. (2007) menyatakan bahwa Spinner dolphin berperan penting dalam rantai makanan di perairan Fernando de Noronha. Lumba-lumba memangsa ikan kecil, cumi, dan udang, Lumba-lumba dimangsa oleh ikan hiu kecil dan ikan hiu kecil dimangsa oleh ikan hiu yang besar. Hasil tracking Baird et al. (2001) memperlihatkan bahwa Spotted dolphin di Eastern Tropical Pasific (ETP)

24 4 mencari makanan pada malam hari dan memangsa spesies epipelagis sedangkan pada pagi hari memangsa spesies mesopelagis. Shane 1990 dalam Leatherwood and Reeves 1990 menyatakan bahwa Bottlenose dolphin memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungannya, sehingga mengakibatkan variasi pada tingkah laku lumba-lumba. Jenis Tursiops merupakan salah satu jenis lumba-lumba yang memiliki intelegensia yang tinggi sehingga memungkinkan untuk dilatih berbagai trik oleh manusia. Di Indonesia, Bottlenose dolphin dikenal oleh masyarakat melalui media hiburan untuk melakukan atraksi-atraksi yang menghibur. Disamping itu untuk kepentingan komersil, pelatihan lumba-lumba berguna untuk menjaga kondisi fisik dan psikologis lumba-lumba (The Dolphin Research Centre 2004). Lumba-lumba memiliki sifat yang unik seperti banyak melakukan tingkah laku dalam pergerakannya di permukaan air sambil mengeluarkan suara yang bertujuan untuk komunikasi antar sesama lumba-lumba. Lammers (2004) menyatakan ciri khusus dari Spinner dolphin adalah memiliki distribusi yang panjang dan sering melakukan gerakan akrobatik di permukaan air. Pada saat istirahat, Spinner dolphin mengeluarkan suara echolocation untuk mendeteksi lingkungan disekitarnya. Melalui karakteristik lumba-lumba dalam pola pemunculan dan pergerakan dapat diketahui pola distribusi yang dilakukan oleh lumba-lumba. Lumba-lumba berkomunikasi dengan sesama jenisnya atau dengan spesies lain dengan berbagai cara, terutama dalam bentuk sinyal akustik. Simmonds et al (2004), mengatakan bahwa echolocation menghasilkan informasi secara detail dan akurat mengenai lingkungan sekitar lumba-lumba dan memungkinkan lumba-lumba untuk mendeteksi benda dengan jarak beberapa sentimeter sampai puluhan meter. Echolocation biasanya dihasilkan pada frekuensi tinggi. Untuk mengetahui jenis suara yang dihasilkan oleh lumbalumba, dilakukan perekaman suara lumba-lumba kemudian dianalisis untuk mendapatkan frekuensi optimum dan panjang gelombang suara (Gambar 1). 1.4 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengidentifikasi jenis dan tingkah laku lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina Bali dan Teluk Kiluan Lampung secara visual ;

25 5 2) Menganalisis distribusi lumba-lumba di perairan Pantai Lovina Bali dan Teluk Kiluan Lampung ; 3) Menganalisis karakter suara dari beberapa jenis lumba-lumba yang ditemukan. 1.5 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan berguna sebagai : 1) Bahan pertimbangan bagi pihak-pihak pengambil kebijakan untuk menetapkan suatu kawasan perlindungan laut bagi Cetacea, khususnya lumba-lumba ; 2) Dengan mengetahui karakter suara dapat diterapkan teknik pembangkit frekuensi yang diharapkan dapat menjadi pemandu bagi lumba-lumba untuk menghindari bahaya serta terapi bagi anak-anak yang memiliki masalah psikis maupun keterbelakangan mental atau autisme. 1.6 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Lumba-lumba berada di perairan Pantai Lovina dan Teluk Kiluan untuk melakukan travelling dan mencari makan ; 2) Tingkah laku lumba-lumba pada saat melakukan pergerakan memiliki pola suara yang berbeda-beda.

26 Faktor Oseanografi Karakteristik lumba-lumba Arus Salinitas Suhu Pasang surut Pola pemunculan Pola pergerakan Arah gerak Suara yang dikeluarkan Kecepatan arus Gerakan yang dilakukan di permukaan air Jumlah individu Analisis suara Kondisi fisik perairan Tingkah laku di permukaan air Frekuensi optimum distribusi Panjang gelombang Tingkah laku, distribusi dan karakter suara lumba-lumba Tipe suara Gambar 1 Alur kerangka pikir. 6

27 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan morfologi Cetacea Lumba-lumba, paus dan pesut merupakan mamalia laut yang termasuk dalam ordo Cetacea, yang mempunyai 3 (tiga) sub-ordo yaitu Archaeoceti, Mysticeti dan Odontoceti. Saat ini hanya sub-ordo Odontoceti dan Mysticeti yang masih ada dibumi, sedangkan sub ordo Archaeoceti sudah punah. Paus baleen adalah anggota dari sub-ordo Mysticeti, sedangkan paus bergigi (toothed whale) termasuk dalam sub-ordo Odontoceti (Jefferson et al. 1993). Berikut adalah klasifikasi dari lumba-lumba. Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Cetacea Suborde : Odontoceti, (toothed whales) Familia : Delphinidae (oceanic dolphins) Genus Delphinus Delphinus capensis (Long-Beaked Common Dolphin) Delphinus delphis (Short-Beaked Common Dolphin) Genus Tursiops Tursiops truncatus (Lumba-lumba hidung botol) Tursiops aduncus (Indo-Pacific Bottlenose Dolphin) Genus Lissodelphis Lissodelphis borealis (Northern Rightwhale Dolphin) Lissiodelphis peronii (Southern Rightwhale Dolphin) Genus Sotalia Sotalia fluviatilis (Tucuxi) Genus Sousa Sousa chinensis (Indo-Pacific Hump-backed Dolphin) Sousa chinensis chinensis (Chinese White Dolphin) Sousa teuszii (Atlantic Humpbacked Dolphin) Genus Stenella Stenella frontalis (Atlantic Spotted Dolphin) Stenella clymen (Clymene Dolphin) Stenella attenuata (Pantropical Spotted Dolphin) Stenella longirostris (Spinner Dolphin) Stenella coeruleoalba (Striped Dolphin) Genus Steno Steno bredanensis (Rough-Toothed Dolphin)

28 8 Genus Cephalorynchus Cephalorhynchus eutropia (Chilean Dolphin) Cephalorhynchus commersonii (Commerson's Dolphin) Cephalorhynchus heavisidii (Heaviside's Dolphin) Cephalorhynchus hectori (Hector's Dolphin) Genus Grampus Grampus griseus (Risso's Dolphin) Genus Lagenodelphis Lagenodelphis hosei (Fraser's Dolphin) Genus Lagenorhyncus Lagenorhynchus acutus (Atlantic White-Sided Dolphin) Lagenorhynchus obscurus (Dusky Dolphin) Lagenorhynchus cruciger (Hourglass Dolphin) Lagenorhynchus obliquidens (Pacific White-Sided Dolphin) Lagenorhynchus australis (Peale's Dolphin) Lagenorhynchus albirostris (White-Beaked Dolphin) Genus Orcaella Orcaella heinsohni (Australian Snubfin Dolphin) Orcaella brevirostris (Irrawaddy Dolphin) Genus Peponocephala Peponocephala electra (Melon-headed Whale) Genus Orcinus Orcinus orca (Killer Whale) Genus Feresa Feresa attenuate (Pygmy Killer Whale) Genus Pseudorca Pseudorca crassidens (False Killer Whale) Genus Globicephala Globicephala melas (Long-finned Pilot Whale) Globicephala macrorhynchus (Short-finned Pilot Whale) Hewan-hewan dari ordo Cetacea adalah hewan menyusui yang sepanjang hidupnya ada di perairan dan telah melakukan berbagai adaptasi untuk kehidupan di lingkungan ini. Tubuhnya berbentuk seperti torpedo (streamline) tanpa sirip belakang. Sirip depannya mengecil dan memiliki sebuah ekor horisontal yang kuat untuk bergerak seperti baling-baling perahu. Lubang hidungnya (blowhole) berubah menjadi lubang peniup pada bagian atas

29 9 kepalanya. Lubang ini berguna untuk pernapasan pada saat hewan itu berenang di permukaan air. Morfologi mamalia laut dari ordo Cetacea seperti terlihat dalam Gambar 2. Gambar 2 Morfologi mamalia laut ordo Cetacea. Carwadine et al. (1997) menerangkan ciri-ciri umum yang terdapat pada Cetacea yaitu mereka memiliki bentuk bagian tubuh yang berbeda dengan kebanyakan mamalia yang lain. Kebanyakan mamalia memiliki lubang hidung yang menghadap ke depan, tetapi Cetacea memiliki lubang hidung diatas kepala. Lebih ke belakang, terdapat cekungan di samping kepala yang merupakan posisi dari kuping namun tidak terdapat daun telinga. Cetacea memiliki leher yang pendek, tidak fleksibel dan pergerakan kepala yang terbatas. Di belakang kepala terdapat lengan depan yang berbentuk seperti sirip tanpa jari dan lengan. Bentuk seperti ikan yang terdapat pada bagian tubuh Cetacea adalah sirip dorsal dan sirip ekor (fluks). Sirip dorsal berguna untuk kestabilan dan pengaturan panas tubuh. Pada beberapa spesies, sirip dorsalnya kecil atau bahkan tidak dijumpai sama sekali. Fluks horizontal terdapat di ujung ekor dan ditunjang hanya dibagian tengah oleh bagian akhir tulang ekor (tulang belakang), dan bagian lainnya terdiri dari jaringan non tulang. Menurut Reseck (1998), satu perbedaan mendasar antara ikan dan Cetacea adalah dari bentuk tubuh yaitu pada ekor, dimana ekor mamalia adalah horinzontal dan ketika berenang bergerak keatas dan kebawah dan dikombinasikan dengan sedikit gerakan memutar, sedangkan pada ikan ekornya berbentuk vertikal dan bergerak dari sisi ke sisi ketika berenang. Cetacea termasuk kedalam golongan hewan berdarah panas, sebagian besar energi tubuhnya dihabiskan untuk menstabilkan suhu tubuhnya. Rambut atau bulu pada mamalia laut berkurang atau bahkan menghilang, hal tersebut berhubungan dengan adaptasi mengurangi hambatan dalam pergerakan. Untuk kestabilan suhu, Cetacea memiliki lapisan lemak dibawah kulitnya. Fungsi

30 10 lapisan lemak tersebut untuk mempertahankan kondisi tubuh tetap pada suhu C, walaupun hidup pada lingkungan dengan suhu kurang dari 25 0 C dan mungkin dibawah 10 0 C. Lemak terdapat pula di bagian lain dari tubuh, pada organ seperti hati, jaringan otot dan didalam tulang dalam bentuk minyak, dengan jumlah sekitar 50 % dari berat tubuhnya (Evans 1987). 2.2 Karakteristik beberapa Cetacea 1) Delphinus delphis (Common dolphin) Priyono (2001) mengatakan bahwa lumba-lumba memiliki tubuh yang ramping serta moncong sedang hingga panjang serta sebuah sirip punggung yang tinggi dan agak membentuk sabit. Panjang spesies ini mencapai 2.3 m untuk betina dan 2.6 m untuk jantan, dengan bobot maksimum 150 kg. Memiliki sirip dorsal yang tinggi dan berbentuk sabit yang agak tegak. Punggungnya berwarna abu-abu gelap kecoklatan, perut berwarna putih, dan warna coklat kekuningan pada sisi belakang. Bibirnya gelap dan terdapat sebuah garis yang mengitari daerah seputar mata. Terdapat pola seperti jam pasir pada setiap sisinya (Evans 1987). Delphinus delphis (Common dolphin) seperti terlihat dalam Gambar 3. Gambar 3 Delphinus delphis (Linnaeus, 1758). Ukuran kelompok berkisar dari beberapa lusin hingga lebih dari ekor. Sangat aktif ke udara dan bersuara tinggi. Di beberapa lokasi, lumba-lumba ini makan pada malam hari memangsa satwa-satwa mangsa yang hidup pada lapisan dalam laut, dan bermigrasi ke permukaan pada saat siang hari (Priyono 2001). Genus Delphinus sebagian besar adalah jenis oseanik yang tersebar mempunyai di perairan tropis hingga sub tropis pada kisaran lintang 60 0 LU di Atlantik Utara, 50 0 LU di Pasifik Utara dan 50 0 di Kutub Selatan. Penyebaran genus ini di Indonesia adalah perairan laut dari Selat Malaka hingga Papua (Priyono 2001).

31 11 2) Tursiops truncates (Bottlenose dolphin) Lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) adalah jenis ordo Cetacea kecil yang paling dikenal karena menghuni perairan pantai dan dipergunakan dalam pentas satwa (Gambar 4). Memiliki ciri-ciri relatif tegap, moncongnya pendek atau cukup panjang dengan ukuran yang besar dan dengan jelas terpisah dari melon oleh suatu lapisan. Sirip punggung (dorsal fin) tinggi dan berujung agak bengkok seperti sabit serta muncul dari pertengahan punggung (Jefferson et al. 1993). Gambar 4 Tursiops truncatus (Carwardine 1995). Menurut Priyono (2001), warna kulit lumba-lumba hidung botol berbedabeda dari abu-abu terang hingga agak hitam pada bagian punggung dari sisi-sisi, berbayang ke arah putih pada bagian perut. Bagian perut dan sisi bagian bawah terkadang berbintik-bintik. Ada sebuah garis gelap dari mata ke flipper, dan sebuah tonjolan warna redup pada bagian punggung yang biasanya hanya nampak pada jarak dekat. Seringkali terdapat sebaran warna abu-abu pada tubuh, khususnya pada muka dan apri apex melon ke lubang hidung (blowhole). Memiliki pasang gigi yang tegak pada tiap rahang. Lumba-lumba dewasa memiliki panjang tubuh 1,9-3,8 m, panjang tubuh jantan lebih besar dari betina. Lumba-lumba hidung botol ditemukan di seluruh dunia pada perairan tropis dan sub tropis, inshore dan offshore (Klinowska 1991). Menurut Rudolph et al. (1997), spesies lumba-lumba hidung botol menyebar antara lain di Laut Jawa, Pulau Panaitan, sebelah barat Jawa, Pulau Sissie, sebelah timur Laut Seram, lepas pantai Papua, Samudera Pasifik, Lamalera, Pulau Solor, Pulau Biak, timur laut Papua, Selat Ambon, Selat Malaka, Selat Singapura, Kepulauan Riau, sebelah timur Pulau Bangka dan Selat Sunda. Corkeron (1990) menyatakan bahwa lumba-lumba hidung botol biasanya terdapat diantara nearshore dan offshore dan menghabiskan 92% waktunya pada kedalaman kurang dari 32 m dan berada pada 1 km dari pantai.

32 12 3) Sousa chinensis (Indo-Pacific humpback dolphin) Spesies ini sering disebut lumba-lumba putih Cina (Gambar 5), memiliki panjang badan 3.2 m untuk jantan dan 2.5 m untuk betina dan bobotnya bisa mencapai 284 kg. Badannya besar, kuat dan tegap dengan sebuah moncong panjang yang jelas. Terdapat melon yang kecil pada dahi. Selain itu, terdapat juga sebuah bongkok, yaitu sebuah tonjolan pada punggung tempat sirip dorsal berada. Di daerah tertentu, terkadang terdapat pula lipatan pada batang ekor. Lumba-lumba jantan biasanya mempunyai bongkok dan lipatan yang lebih besar dibandingkan betina. Pola warnanya bervariasi tergantung umur dan daerah tempat tinggal. Diantaranya adalah abu-abu gelap putih pada punggung dan sisi samping atas, kemudian biasanya lebih cerah pada sisi samping bawah sampai ke perut. Terdapat ujung putih pada moncong, flipper, dan sirip dorsal. Ketika dewasa terkadang terdapat bintik berwarna putih atau merah muda. Spesies ini terkadang melakukan akrobatik melompat berputar di udara (Evans 1987; Jefferson et al. 1993). Gambar 5 Sousa chinensis (Osbeck 1765). Sousa chinensis tersebar di pesisir perairan hangat 4 musim, daerah pesisir laut tropis, dan perairan lepas pantai Afrika Selatan sampai Laut Merah dan Thailand, Kepulauan Indo-Australia sampai bagian utara Laut Cina Selatan dan pesisir utara Australia (Jefferson et al. 1993). Spesies ini terdapat di laut Arafura dan daerah perairan sekitar Serawak, Malaysia (Rudolph et al. 1997). 4) Stenella longirostis (Long-snouted spinner dolphin) Terkenal dengan sebutan lumba-lumba paruh panjang (Gambar 6), memiliki 3 (tiga) pola warna yaitu abu-abu gelap pada bagian punggung, abu-abu terang pada bagian samping dan putih (abu-abu putih) di bagian perut. Ukuran tubuh jantan lebih besar daripada betina. Terdapat perbedaan morfologi antara lumba-lumba yang hidup di perairan pantai dan hidup di laut lepas (Bull 1999).

33 13 Gambar 6 Stenella longirostris (Carwardine 1995). Menurut Jefferson et al. (1993), jenis ini memiliki panjang tubuh dewasa antara 1,3-2,1 m dengan berat kg, sedangkan bayi yang baru lahir memiliki panjang tubuh 80 cm. Masa kehamilan adalah 11 bulan dan interval kelahiran anak adalah 2-3 tahun sekali. Carwadine (1995) menerangkan bahwa tanda untuk mengidentifikasi jenis ini di lapangan adalah dengan mengamati tingkat keseringan lumba-lumba melakukan gerakan memutar di udara. Cara terbaik untuk membedakan Stenella longirostis dengan spesies lain adalah dengan melihat moncongnya (mulutnya) yang panjang dan ramping dan dahinya yang melandai. Spesies ini hidup di laut tropis dan perairan hangat 4 (empat) musim di Samudera Atlantik, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, Kepulauan Hawai dan Teluk Thailand (Carwadine 1995). Daerah penyebaran spesies ini adalah Laut Timor, Laut Arafura, Selat Halmahera, Solor, Lembata, Laut Jawa, Laut Sawu, Selat Malaka, Laut Seram, Laut Flores, Laut Banda, Selat Sunda, Laut Sulawesi, pesisir utara Papua, Pulau Alor, Selat Sumba dan Perairan sekitar Taman Nasional Komodo (Rudolph et al. 1997). 5) Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin) Lumba-lumba Stenella attenuata (Gambar 7), memiliki totol di sekujur tubuhnya, namun kadang sulit untuk diidentifikasi karena ukuran dan warnanya yang bervariasi menurut lokasi geografis. Spesies ini memiliki flipper yang panjang dan tajam, sirip dorsal yang panjang dan tegak, mempunyai tiga pola warna dan biasanya dalam kelompok besar. Permukaan punggung berwarna abu-abu gelap tetapi ditutupi bintik-bintik pucat, sementara bagian bawah yang pucat ditutupi oleh bintik-bintik gelap. Ukuran tubuh jantan lebih besar daripada betina. Panjang total lumba-lumba totol dewasa berkisar 1,7-2,4 m dengan panjang anak 80 cm. Masa kehamilan 11,5 bulan dan bayi yang baru lahir belum memiliki totol. Totol muncul dan bertambah banyak seiring pertambahan usia.

34 14 Makanan mereka terdiri dari ikan, cumi-cumi dan kadang crustacea (Jefferson et al. 1993). Gambar 7 Stenella attenuata (Carwardine 1995). Lumba-lumba totol dapat ditemukan pada laut tropis dan perairan empat musim di Samudera Atlantik, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta lautlaut di sekitarnya. Daerah penyebaran spesies ini meliputi Laut Banda, sebelah barat Sumatera, Selat Haruku, Laut Sawu, Lamalera (Rudolph et al. 1997), perairan disekitar Taman Nasional Komodo dan sering dijumpai di Pantai Lovina, Bali (Khan 2001). 6) Steno bredanensis (Rough-toothed dolphin) Lumba-lumba Steno bredanensis (Gambar 8), memiliki tubuh yang relatif tegap dengan kepala agak kerucut dan tidak ada batas antara melon dan moncong (Priyono 2001). Panjang badan sekitar 2.8 m dengan bobot mencapai 150 kg. Spesies ini mempunyai flipper yang besar yang terletak jauh di sisi samping dan sirip dorsal yang berbentuk sabit. Tubuhnya berwarna abu-abu gelap dengan sebuah pola warna sempit yang memanjang kemudian membesar kearah samping bawah sirip dorsal. Perut, bibir dan sebagian besar rahang bawah berwarna putih. Kebanyakan permukaan tubuhnya dipenuhi dengan goresan dan bintik-bintik putih yang disebabkan oleh gigitan hiu dan sesama jenis spesies ini (Evans 1987; Jefferson et al. 1993). Gambar 8 Steno bredanensis (Lesson 1828).

35 15 Priyono (2001) menyatakan bahwa lumba-lumba ini hidup bergerombol ekor meskipun kadang dijumpai lebih dari 100 ekor. Sering bergerak pada malam hari dengan kecepatan tinggi dimana dagu dan kepala di atas permukaan air, dalam perilaku meluncur yang khas seperti berselancar. Di perairan tropis Pasifik cenderung berasosiasi dengan obyek-obyek terapung dan terkadang dengan Cetacea lainnya. Lumba-lumba gigi kasar adalah spesies oseanik yang terdapat di seluruh laut tropis dan subtropis yaitu dari 40 0 Lintang Utara sampai 35 0 lintang selatan (Jefferson et al.1993). Spesies ini pernah terlihat di perairan lepas pantai Lamalera, Pulau Lembata pada bulan September 1993 (Rudolph et al. 1997). 7) Grampus griseus (Risso s dolphin) Lumba-lumba Grampus griseus (Gambar 9), memiliki tubuh yang relative besar dan tegap dengan kepala yang bulat atau tumpul tanpa paruh yang jelas. Flipper panjang, runcing dan melengkung. Sirip punggung tinggi dan berbentuk sabit. Pada bagian mulut terdapat garis-garis mulut yang miring ke depan. Satu ciri khas lumba-lumba ini adalah sebuah jambul tegak pada bagian depan melon (Priyono 2001). Spesies ini memiliki panjang bisa mencapai 3.8 m untuk yang dewasa. Bobotnya bisa mencapai lebih dari 400 kg. Jantan berukuran sedikit lebih besar dibandingkan betina. Tubuhnya dipenuhi goresan berwarna putih dan ruamruam. Pola warna pada dewasa berkisar dari abu-abu gelap sampai mendekati putih. Pada daerah dada terdapat pola berbentuk jangkar putih (Evans, 1987; Jefferson et al.1993). Gambar 9 Grampus griseus (G. Cuvier 1812). Lumba-lumba besar ini sering berada di permukaan sambil berenang perlahan, meskipun mereka dapat menjadi energik, terkadang menyusur dan jarang bergerak berlompatan bersama. Biasanya dijumpai dalam kelompok 400

36 16 ekor dan biasanya berasosiasi dengan spesies Cetacea lainnya. Puncak musim beranak di Laut Atlantik Utara pada musim panas (Priyono 2001). Lumba-lumba abu-abu dapat ditemui di daerah laut tropis dan warm temperate water di seluruh dunia, umumnya pada perairan yang lautnya dalam (Jefferson et al. 1993). Penyebaran spesies ini adalah Samudera Hindia, lepas pantai Manokwari, Papua, Lamalera, Pulau Lembata; Selat Pantar (selat antara Pura dan Pulau Alor), Kepulauan Tanimbar, Laut Arafura, dan selatan Timor, Laut Timor (Rudolph et al. 1997). 8) Lagenodelphis hosei (Fraser s dolphin) Panjang maksimum spesies Lagenodelphis hosei (Gambar 10) adalah 2.7 m dengan bobot bisa mencapai lebih dari 210 kg. Lumba-lumba ini memiliki bentuk badan yang pendek, kuat dan gemuk dengan sirip dorsal berbentuk triangular yang pendek. Moncongnya pendek dan gemuk, namun terlihat jelas. Ciri-ciri yang paling jelas adalah pola warna yang sangat menarik perhatian yaitu pita berwarna gelap yang bervariasi ketebalan warnanya mulai dari muka sampai anus. Terdapat strip pada flipper yang dimulai dari tengah rahang bawah. Sebaliknya, punggungnya berwarna abu-abu gelap kecoklatan, dan perut berwarna putih atau merah muda (Jefferson et al. 1993). Gambar 10. Lagenodelphis hosei (Fraser 1956). Lumba-lumba fraser ditemukan di sebelah timur Australia sampai Jepang dan Taiwan, juga di Samudera Hindia sampai Afrika Selatan, Madagaskar dan Srilanka (Leatherwood and Revees, 1983). Spesies ini tersebar di Lamalera, Pulau Lembata; Natsepa, Teluk Baguala, Ambon; Pulau Alor, Laut Sawu; Selat Ombai, selatan Pulau Alor; Loh Liang, Pulau Komodo (Rudolph et al. 1997). 2.3 Tingkah laku Cetacea Mamalia laut melakukan berbagai macam gerakan dan tingkah laku yang berhubungan dengan kehidupannya. Tingkah laku mamalia laut ini sangat

37 17 beragam, mulai dari yang sangat jelas terlihat sampai yang sangat jarang dilakukan, namun dapat dipelajari beberapa jenis tingkah laku dari Cetacea sehingga bisa mengartikan tingkah laku tersebut. Paus dan lumba-lumba sering kali melakukan aktivitas melompat ke udara dengan kepala terlebih dahulu dan menjatuhkan diri kembali ke air. Aktivitas ini disebut dengan istilah breaching. Aktivitas breaching ini masih merupakan misteri namun terdapat beberapa alasan yaitu sebagai suatu tanda, menghilangkan parasit yang menempel pada tubuh mamalia tersebut, unjuk kekuatan, sekedar kesenangan dan suatu bentuk komunikasi pada kelompok mereka (Carwadine 1995). Beberapa mamalia laut kecil seperti lumba-lumba mampu melakukan lompatan yang sangat tinggi dan terkadang melakukan gerakan salto, berputar dan berbalik sebelum masuk kembali ke air dan gerakan ini disebut dengan aerials (Carwadine 1995). Disamping itu aktivitas lainnya adalah bowriding. Carwadine (1995) menjelaskan bahwa bowriding adalah aktivitas berenang yang dilakukan lumba-lumba mengikuti gerakan ombak yang terjadi akibat gerakan kapal dan mengikuti kapal tersebut. Aktivitas ini merupakan salah satu bentuk permainan yang dilakukan oleh lumba-lumba. Spyhop adalah gerakan memunculkan kepala ke permukaan air. Gerakan ini berfungsi untuk mengamati keadaan disekitarnya karena jarak pandang di udara lebih jauh dibandingkan di dalam air (Carwadine et al. 1997). Sementara aktivitas lainnya adalah gerakan mengangkat fluks atau ekor tersebut ke dalam air yang disebut dengan lobtailing. Diduga hal ini berkaitan dengan agresifitas lumba-lumba dan paus dengan salah satu cara berkomunikasi (Carwadine 1995). Paus dan lumba-lumba sering kali berdiam di suatu tempat pada permukaan perairan sehingga sering dilihat dari kapal, badan mamalia laut ini terlihat seperti sebongkah kayu. Menurut Shane (1990), lumba-lumba memiliki tingkah laku sosial yang ditandai dengan : 1) Greeting : lumba-lumba melakukan greeting pada beberapa keadaan ketika bertemu kelompoknya dengan cara berenang cepat diantara yang lainnya di permukaan air sambil ekornya digerakkan atau dengan cara mengeluarkan suara ;

38 18 2) Roughhousing : lumba-lumba dengan penuh semangat membuat keributan dan kegaduhan dengan menggunakan rostrum dan flukes untuk menyambut anaknya yang baru dilahirkan ; 3) Alloparental care : lumba-lumba muda berenang dan bermain bersama lumba-lumba dewasa lainnya (babysister) selama lebih dari 1 jam ketika ibunya mencari makan pada jarak beberapa ratus meter dari mereka. 2.4 Makanan dan cara makan Weber and Thurman (1991) mengatakan bahwa lumba-lumba kebanyakan pemakan ikan, walaupun mereka juga memakan cumi-cumi. Mereka memangsa bermacam-macam ikan dengan giginya dan menelannya bulat-bulat. Lumba-lumba kecil makanan utamanya ikan-ikan kecil dan cumi-cumi yang berada di zona epipelagik di perairan laut terbuka, beberapa spesies makanannya adalah ikan dasar di perairan dangkal dekat pantai, teluk dan sungai. Cockcroft and Ross (1986) mengemukakan bahwa lumba-lumba hidung botol di perairan Natal, Afrika Selatan memakan berbagai jenis ikan pelagis, cepalopoda, dan beberapa jenis ikan laut dalam. Barros and Odell (1990) mengatakan bahwa lumba-lumba hidung botol lebih memilih jenis Mullet sebagai makanannya. Sementara Barros and Odell (1990) mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaaan jenis makanan antara lumba-lumba hidung botol betina dan jantan. Makanan utama mereka adalah Cynoscion, Micropogonias dan Leiostomus. Menurut Shane (1990) lumba-lumba memiliki cara makan sebagai berikut : 1) Bottom feeding : lumba-lumba, sendiri atau pada saat bebas atau pada saat menyebar luas biasanya menyelam dengan batang ekor atau ujung ekor diangkat ke atas, kadang-kadang Lumpur teraduk ke atas ; 2) Against current feeding : lumba-lumba kadang-kadang melawan arus pasang surut yang kuat dan tetap berada di satu tempat kecuali sedang menangkap dan mengejar ikan, paling sering berada di permukaan ; 3) Horizontal circle feeding : lumba-lumba sering berenang membentuk lingkaran hanya di bawah permukaan dengan dua cara. Pertama, lumbalumba berenang cepat di sisi lingkaran dengan tubuh membongkok ke depan, lebih seperti kucing mengejar ekornya. Kedua, lumba-lumba berada pada posisi yang hamper vertikal di kolom perairan dengan kepala ke atas,

39 19 kemudian lumba-lumba itu akan memutar kepalanya atau sangat jarang seluruh tubuhnya akan berputar 360 derajat membentuk busur sehingga satu atau beberapa ikan kecil akan lari ke lingkaran dipinggir mulut lumba-lumba dibawah permukaan ; 4) Edge feeding : Lumba-lumba berenang sepanjang batas penghalang pasir (sand bar), penghalang tiram (oyster bar) di bawah permukaan air (submerged bar), kanal dan garis pantai mangrove untuk mencari makan ; 5) Cara makan dengan menyerbu (feeding rush) ini terlihat pada cara makan di tepi air. Lumba-lumba akan meningkatkan kecepatannya secara tiba-tiba sejauh meter kearah garis pantai. Sebelum mencapai pantai, lumbalumba akan bersandar pada salah satu sisi dan berputar atau membuat tikungan tajam ke bawah untuk menangkap mangsanya ; 6) Fish kicking atau menendang ikan adalah cara makan yang paling unik. Lumba-lumba menggunakan ujung atau batang ekornya untuk menendang ikan yang berada di dekat permukaan air ke udara. Fish kicking biasanya dilakukan oleh seekor lumba-lumba yang berenang ke arah schooling ikan ; 7) Sebelum membawa mangsanya ke bawah, lumba-lumba mengosongkan permukaan air dari mangsanya dengan cara menghentakkan ekornya ke permukaan. Hal ini menyebabkan hisapan ke bawah yang kemudian diikuti dengan feeding circles dan feeding rush ; 8) Pada beberapa kesempatan lumba-lumba diam di permukaan lalu melambung ke atas dan ke bawah atau menggerakkan badannya dengan kepala di bawah seperti memainkan sesuatu. 2.5 Penggunaan suara oleh lumba-lumba Peranan suara penting bagi mamalia laut, karena suara merambat dalam air lima kali lebih cepat daripada di udara dan mempunyai kisaran komunikasi yang lebih luas daripada penglihatan (Nybakken 1992). Bioakustik adalah ilmu yang mempelajari suara yang diproduksi oleh binatang. Banyak sekali biota laut yang dapat memproduksi suara, diantaranya beberapa spesies crustacea, ikan dan mamalia laut. Akustik merupakan sarana yang paling efektif dan efisien untuk berkomunikasi pada lingkungan perairan, karena suara di air adalah 1500 m/s atau 4,5 kali lebih cepat daripada kecepatan suara di udara. Menurut Caldwell and Caldwell (1990), suara lumba-lumba dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) click untuk echolocation, (2) burst

40 20 sering dideskripsikan sebagai lengkingan atau gonggongan, (3) whistle biasanya digunakan untuk komunikasi. Tabel 1 menyajikan kisaran frekuensi yang dihasilkan oleh beberapa spesies Cetacea dari sub ordo Odontoceti. Tabel 1 Kisaran frekuensi suara pada beberapa mamalia. Species Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus) Killer whale (Orcineus orca) River dolphin (Inia geoffrensis) Ringed seal (Pusa hispida) Hawaiian monk seal (Monacus schauinslandi) West Indian manatee (Trichechus manatus) Minimum Threshold f 0 (khz) f max (khz) Reference (mpa) (nms -1 ) 0,1 0,06 50,0 115,0 Jonson (1967) 0,02 0,013 15,0 31,0 Hall and Jhonson (1972) 0,32 0,21 30,0 100 Jacobs and Hall (1972) 2,6 1,7 40,0 55,0 Terhune and Ronald (1975) 1,8 1,2 16,2 30,0 Thomas et al. (1990) 0,38 0,25 18,0 30,0 Gerstein et al. (1999) Pada kedalaman lebih dari 200 meter dimana cahaya tidak lagi dapat menembus laut, dengan keadaan ini maka mamalia laut mengandalkan suara dibandingkan cahaya sebagai alat utama dalam komunikasi serta lebih berhatihati dari keadaan lingkungan sekitarnya. Selain itu banyak juga mamalia laut yang tinggal di lingkungan yang membatasi penglihatannya, seperti di daerah turbiditas. Maka mamalia laut akan mengandalkan kemampuannya dalam suara. Misalnya lumba-lumba sungai yang memiliki kemampuan penglihatan yang terbatas hanya pada saat membedakan yang gelap dan terang Echolocation Echolocation adalah kemampuan binatang dalam memproduksi frekuensi yang sedang atau tinggi serta mendeteksi echos dari suara tersebut untuk menentukan jarak dari suatu obyek dan untuk mengenali keberadaan fisik di sekitarnya. Echolocation ini memberikan informasi yang detail dan akurat tentang sekeliling dan memproduksi frekuensi tinggi (Supangat 2006). Proses pemancaran dan penerimaan gelombang dapat dilihat pada Gambar 11.

41 21 Gambar 11 Mekanisme produksi dan penerimaan suara pada lumba-lumba (Evans 1987). Mamalia laut yang mampu melakukan echolocation memiliki kemampuan yang luar biasa untuk membedakan detail obyek dengan baik. Hal ini diduga karena tulang pada tengkoraknya telah tersusun untuk membentuk pemantul parabolik yang menfokuskan suara di dahi. Melon, organ tubuh berlilin yang berbentuk lensa dan terletak di dahi, memfokuskan suara yang dihasilkan di nasa plugs sehingga suara tersebut akan dipancarkan ke arah yang dikehendaki oleh mamalia laut tersebut. Pada saat yang bersamaan, gelombang suara pantulan dari obyek yang kembali disalurkan melalui fatty channel, yang berisi minyak dan terletak di rahang bawah, hingga mencapai inner ear. Penyaluran suara dapat dibuat lebih tepat dan teliti dengan bantuan buih yang bergelembung (Evans 1987). Nybakken (1992) menyatakan bahwa alat penerima dan penghasil suara Cetacea yang digunakan untuk ekolokasi sudah sangat berkembang, sama seperi kita menggunakan sonar unuk menduga kedalaman. Gelombang suara pada ekolokasi atau sonar dikeluarkan dari sumber ke arah tertentu. Gelombang suara ini bergerak lancar dalam air sampai membentur benda padat. Jika membentur benda, maka gelombang itu akan terpantul dan kembali ke sumbernya. Interval waktu saat suara pertama kali dikeluarkan dan pergerakannya menuju sasaran serta kembalinya setelah terpantul merupakan ukuran jarak antara sumber dan benda. Dengan berubahnya jarak, waktu echo kembali juga berubah. Pengeluaran gelombang suara secara terus-menerus dan evaluasi sensorik dari gelombang yang terpantul selagi berenang merupakan cara hewan tersebut untuk memeriksa benda yang ada di sekitarnya dengan

42 22 mengetahui jarak benda itu, hewan tersebut dapat menjauhinya (predator) atau mendekatinya. Suara dengan frekuensi rendah digunakan hewan yang berekolokasi untuk menempatkan dirinya dalam badan air sesuai dengan benda-benda yang ada di sekitarnya. Namun suara dengan frekuensi rendah tidak memberikan informasi mengenai bentuk benda itu. Untuk mendapatkan informasi ini, diperlukan suara dengan frekuensi lebih tinggi yang memantul dari benda dan memberikan perincian lebih lanjut. Oleh karena itu, kebanyakan hewan laut yang mempunyai kemampuan ekolokasi yang berkembang dengan baik juga mempunyai kemampuan mengubah frekuensi suara yang dihasilkan (Nybakken 1992) Komunikasi Mamalia laut tidak memiliki pita suara dan jarang terlihat mengeluarkan gelembung ketika menghasilkan suara pada mamalia laut untuk berkomunikasi. Evans (1987) menyatakan bahwa dugaan pertama adalah bahwa suara diproduksi pada larynx (pangkal tenggorokan), sama seperti mamalia lainnya. Dugaan lainnya yaitu bahwa suara echolocation (click) maupun suara komunikasi (whistle) dihasilkan di daerah nasal plug. Udara yang ditekan diduga lewat dari nasal sacs ventral ke plug lalu ke dorsal sac sebagai sebuah rangkaian pulsa suara, dimana whistle diproduksi dari sisi kiri dan click dari sisi kanan. Udara lalu disimpan di dorsal nasal sac dan di daur ulang ke lower sac untuk letusan suara berikutnya. Menurut Supangat (2006), mamalia laut dalam berkomunikasi menggunakan suara dengan sinyal akustik tertentu, dimana sinyal ini bervariasi tergantung kebutuhan serta keadaan lingkungan. Ada beberapa macam fungsi komunikasi mamalia laut seperti seleksi intraseksual, seleksi interseksual, memandu anak, memandu kelompok, pengenalan individu serta menghindari bahaya. Leatherwood and Reeves (1990) mengatakan bahwa whistle like squeal pada lumba-lumba hidung botol bukan digunakan untuk echolocation tetapi dihasilkan dalam konteks komunikasi sosial. Lumba-lumba mengeluarkan whistle ketika terpisah dari induk, anak atau anggota kelompoknya. lumba-lumba hidung botol menghasilkan yelps terpulsa selama bercumbu, hal ini diduga sebagai komunikasi untuk tahapan selanjutnya (Evans 1987).

43 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik utamanya adalah pantai dengan air laut yang tenang, pasir berwarna kehitam-hitaman, karang laut dengan ikan tropisnya. Kabupaten Buleleng terletak di belahan utara Pulau Bali dan secara geografis terletak pada posisi LS dan BT. Batas utara dari Kabupaten Buleleng adalah Laut Bali, sebelah barat dengan Kabupaten Jembrana, sebelah timur dengan Kabupaten Karangasem, dan sebelah selatan berbatasan dengan empat kabupaten yaitu Kabupaten Badung, Bangli, Gianyar, dan Tabanan. Kabupaten Buleleng terdiri dari sembilan kecamatan, meliputi 146 Desa/Kelurahan dan 163 desa adat dengan luas wilayah 1.365,88 km 2 atau 24,25% dari luas Pulau Bali. Kabupaten Buleleng beriklim tropis dan dipengaruhi oleh angin musim yang berganti setiap enam bulan sekali. Musim kemarau berkisar antara bulan April hingga Oktober dan musim hujan dimulai dari bulan Oktober hingga April. Curah hujan terendah terdapat di daerah pantai dan curah hujan tinggi terdapat di daerah pegunungan. Keadaan topografi Kabupaten Buleleng sebagian besar merupakan daerah berbukit yang membentang di bagian selatan, sedangkan di bagian utara adalah dataran rendah dan membentang pantai dari barat ke timur sepanjang 144 km yang berbatasan dengan Laut Bali. Luas perairan laut Kabupaten Buleleng kurang lebih 1.196,8 km 2 dengan kedalaman batimetri perairan laut berkisar antara m. Jumlah penduduk berdasarkan hasil registrasi pada tahun 2005 berjumlah sebanyak jiwa, dari jumlah Kepala Keluarga. Dari jumlah tersebut terdiri dari penduduk perempuan sebanyak jiwa atau 50,63 % dan penduduk laki-laki sebanyak jiwa atau 49,37% dari kondisi tersebut tercermin penduduk perempuan relatif dominan jika dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Perkembangan penduduk di Kabupaten Buleleng disajikan pada Tabel 2. Rata-rata perkembangan penduduk di Kabupaten Buleleng selama kurun waktu 7 tahun yaitu sebesar 0,98 %, kondisi ini mengindikasikan tingkat laju

44 24 pertumbuhan penduduk di Kabupaten Buleleng termasuk dalam kategori rendah. Tabel 2 Perkembangan penduduk di Kabupaten Buleleng ( ). Tahun Jumlah Penduduk (orang) Perkembangan (%) , , , , , , ,72 rata-rata perkembangan 0,98 Sumber Data : Buleleng Dalam Angka (2006) Salah satu daya tarik dari Kabupaten Buleleng adalah melihat atraksi lumba-lumba dari dekat pada habitat aslinya. Daya tarik lainnya adalah adanya terumbu karang sebagai lokasi untuk aktifitas selam (diving) di Pantai Lovina. Pantai Lovina menyimpan pesona yang luar biasa. Gelombang laut yang tenang, pasir berwarna kehitam-hitaman dan dijumpai gerombolan lumba-lumba di pagi hari membuat Pantai Lovina amat digemari oleh turis mancanegara. Ketenangan air laut sangat cocok untuk rekreasi air seperti diving, snorkling, berenang, memancing, berlayar, mendayung dan berendam di air laut. Dari kawasan perairan Lovina juga dapat terlihat keindahan pemandangan deretan perbukitan yang biru dari timur ke barat sejauh mata memandang (Gambar 12). Tidak ada bukti-bukti atau sumber-sumber yang jelas bagaimana asal usulnya nama Lovina ini. Ada yang versi yang mengatakan bahwa nama Lovina diberikan karena adanya dua buah pohon santen yang ditanam oleh putra keturunan raja Buleleng yang kemudian tumbuh saling berpelukan. Dalam hal ini Lovina berasal dari bahasa latin berarti saling mengasihi atau saling menyayangi. Nama Lovina kemudian oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Buleleng, Drs I Ketut Ginantra selama masa jabatan beliau dari tahun 1988 sampai 1993, diartikan sebagai singkatan dari love dan ina yang artinya cinta Indonesia. Secara resmi, kawasan ini disebut wisata kalibukbuk, namun dikenal dengan kawasan wisata Lovina. Kawasan ini meliputi 2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan Buleleng yang terdiri atas Desa Pemaron, Desa Tukadmungga, Desa Anturan dan Desa Kalibukbuk ; dan Kecamatan Banjar yang terdiri atas Desa Kaliasem dan Desa Temukus. Kedua-duanya terletak di Kabupaten Daerah

45 25 Tingkat II Buleleng. Desa yang terletak paling timur, yaitu Desa Pemaron 5 km sebelah barat Singaraja dan desa paling barat, yaitu Desa Temukus 12 km sebelah barat Singaraja. Pusat kawasan Lovina terletak 10 km dari Kota Singaraja, sehingga panjang Pantai Lovina kurang lebih 8 km. Gambar 12 Suasana pagi dan keindahan atraksi lumba-lumba di Pantai Lovina. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, sebagian besar massa air perairan Lovina berada pada kisaran suhu 28,0-29,0 0 C dan kisaran salinitas Perairan Teluk Kiluan Propinsi Lampung berada di posisi paling ujung selatan Sumatera yang berbatasan dengan Pulau Jawa dengan luas wilayah daratan mencapai ,5 km. Luas wilayah ini sudah mencakup 54 pulau-pulau kecil yang berada di 2 (dua) buah teluk besar yaitu Teluk Lampung dan Teluk Semangka. Hal ini yang menjadikan daerah Lampung kaya akan potensi khususnya di bidang kelautan baik dibidang perikanan maupun pariwisata. Teluk Kiluan merupakan cekungan teluk yang berada di Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung. Berada di bagian timur pesisir Teluk Semangka yaitu di selatan Pulau Sumatera dan berbatasan langsung dengan Selat Sunda, memiliki luas wilayah teluk mencapai 10 km 2. Wilayah Teluk Kiluan merupakan bagian dari Pekon Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung. Secara Geografis Teluk Kiluan terletak antara LS dan BT. Bentuk Teluk Kiluan yang

46 26 memanjang ke arah timar laut sangat terlindung oleh Tanjung Tungtungkalik yang menjorok memanjang ke tengah laut dengan arah barat daya. Teluk Kiluan memiliki kedalaman antara m dan merupakan perairan yang relatif tenang karena terlindung oleh Pulau Kelapa dan Pulau Tungtungkalik. Berdasarkan letak geografis yang berada di bawah katulistiwa, Teluk Kiluan mempunyai iklim tropis humid yang dipengaruhi oleh tiupan angin laut lembab dan musim dari Samudera Indonesia. Pada bulan November sampai bulan Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut. Pada bulan Juli sampai bulan Agustus angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Perda Kabupaten Tanggamus Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Pekon, maka pada tahun 2004 Pekon Kiluan Negeri memiliki batas-batas geografis sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Register 25 Gunung Tanggang dan Desa Bawang, Kecamatan Punduhpidada Kabupaten Lampung Selatan ; 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Teluk Kelumbayan, Teluk Semangka dan Selat Legundi ; 3) Sebelah Barat berbatasan dengan Pekon Negeri Kelumbayan, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus ; 4) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bawang, Kecamatan Punduh pidada, Kabupaten Lampung Selatan. Pekon Kiluan Negeri terdiri atas beberapa dusun yaitu Dusun Teluk Kaur, Dusun Sukamahi, Dusun Bandung Jaya, Dusun Teluk Baru, Dusun Teluk Bekhak dan Dusun Rawong. Luas wilayah masing-masing dusun di Pekon Kiluan Negeri dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah penduduk wilayah Teluk Kiluan pada tahun 2006 sebanyak jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 6.08 jiwa/km 2. Sebagian besar penduduk Teluk Kiluan bermata pencaharian utama sebagai nelayan tradisional dan juga melakukan akitifitas pertanian dan berkebun (Tabel 4).

47 27 Tabel 3 Luas Wilayah Pekon Kiluan Negeri. Nama Dusun Luas Wilayah Jumlah Penduduk (ha) (Jiwa) Teluk Kaur Sukamahi Bandung Jaya Teluk Baru Teluk Bekhak Rawong Jumlah Sumber : Profil Pekon Negeri Kiluan (2006) Tabel 4 Jenis mata pencaharian penduduk Teluk Kiluan. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Pegawai Negeri Sipil 4 Guru Honorer 4 Petani 208 Pertukangan 15 Buruh tani 10 Nelayan 114 Lain-lain 30 Jumlah 385 Sumber : Profil Pekon Negeri Kiluan (2006) Gambar 13 Suasana pagi Teluk Kiluan. Teluk Kiluan memiliki kelebihan tersendiri dengan dua jenis perairan berupa laut dalam dan laut dangkal, yang menjadikan Perairan Teluk Kiluan kaya akan potensi perikanannya. Teluk Kiluan menyimpan banyak potensi, salah satunya sebagai habitat asli dari beberapa spesies yang dilindungi yaitu lumbalumba dan penyu serta berbagai satwa liar lainnya (Gambar 13).

48 Kondisi oseanografi lokasi penelitian Pengukuran arus, salinitas, suhu dilakukan secara langsung di lapangan (Tabel 5). Sebaran suhu air laut di permukaan pada Perairan Pantai Lovina dengan rata-rata 28,36 0 C hampir seragam dengan Perairan Teluk Kiluan dengan rata-rata 28,26 0 C. Salinitas Perairan Pantai Lovina adalah 34,0 dan Perairan Teluk Kiluan adalah 33,5. Arus yang terjadi selama pengamatan lapangan di kedua lokasi cenderung bergerak berlawanan arah dengan gerak kapal. Tabel 5 Arus, salinitas dan suhu saat pengukuran di lapangan. Lokasi : Pantai Lovina Teluk Kiluan Hari Pengamatan Arus (cm/detik)* Salinitas 34,0 34,0 34,0 34,0 34,0 33,5 33,5 33,5 33,5 33,5 ( )** Suhu ( 0 C)** 28,3 28,5 28,5 28,2 28,3 28,0 28,0 28,5 28,5 28,3 Sumber : * (hasil pengukuran DISHIDROS TNI-AL 2007) ** (data primer 2007) Menurut Pariwono (1999), pantai barat Lampung memanjang dari arah baratlaut ke tenggara dan berhadapan dengan perairan samudera yang terbuka, yang curam. Kecuraman pantai di bagian barat Lampung mempunyai gradasi dari yang curam di bagian utaranya hingga yang berkurang kecuramannya di bagian selatan. Kedalaman rata-rata perairan di Teluk Semangka adalah sekitar 60 m. Garis isobath 200 m berbelok memasuki Teluk Semangka. Kedalaman perairan makin besar dengan menuju ke arah selatan, dimana kedalaman hingga sekitar 360 m ditemui di sebelah timurlaut Pulau Tabuan (yang terletak di tengah mulut Teluk Semangka). Kondisi ini mencirikan bahwa Perairan Teluk Semangka lebih dipengaruhi oleh Perairan Samudera Hindia. Pariwono (1999) menyatakan suhu rata-rata bulanan permukaan laut di barat Sumatera relatif stabil sepanjang tahun, berkisar antara C, dengan suhu maksimum ditemui pada bulan Mei dan suhu minimum ditemui pada bulan Oktober. Diperkirakan kisaran suhu rata-rata bulanan permukaan perairan di Teluk Lampung diperkirakan lebih besar karena kondisi geografis perairan teluknya. Hal ini didasarkan pada kondisi Perairan Teluk Lampung yang mempunyai akses langsung dengan perairan lepas dari Lautan Hindia melalui

49 29 Selat Sunda. Sedangkan salinitas permukaan di perairan ini berkisar antara 32,50 33,60 dimana salinitas minimum ditemui pada bulan Januari dan nilai salinitas maksimum terjadi pada bulan Agustus. Pada bulan Februari salinitas di perairan ini meninggi mencapai 32,90.

50 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Perairan Pantai Lovina Kabupaten Buleleng Bali dan di Perairan Teluk Kiluan Kabupaten Tanggamus Lampung. Di Perairan pantai Lovina dilaksanakan pada tanggal Oktober Sedangkan di Perairan Teluk Kiluan dilaksanakan pada tanggal November 2007 yang merupakan bagian dari survei potensi pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi berbasis ekowisata di Kabupaten Tanggamus kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Lampung dan PT. Sumaplan Adicipta Persada. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 14. Gambar 14 Lokasi Penelitian. 4.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta kegunaannya disajikan pada Tabel 6 sedangkan analisis data lapangan menggunakan : 1) Program Cool Edit Pro 2.0 ; 2) Program Wavelab 5.0a ; 3) Program Matlab 7.1 ; 4) Program Microsoft Office 2003.

51 31 Tabel 6 Alat, bahan dan kegunaannya. No Alat dan Bahan Kegunaan papan sudut (angleboard) 11. Buku Identifikasi Smithsonian Handbook of Whales, Dolphins and Purpoises (Carwardine 2002) dan FAO Species Identification Guide to Marine Mammals of the World (Jefferson et al. 1993) 1. GPS (Global Positioning System) Menentukan koordinat ketika lumbalumba terlihat di permukaan perairan 2. Teropong Binokuler Melihat kemunculan lumba-lumba 3. Kamera Dokumentasi 4. Kompas Menentukan arah pergerakan lumbalumba 5. Handycam Merekam perilaku lumba-lumba di permukaan air 6. Kapal Sarana transportasi 7. Hydrophones CR-100 dan Alat perekam suara Amplifier 8. Digital voice recorder Alat perekam suara 9. Peta Batimetri Pantai Lovina Memetakan posisi lumba-lumba 10. Papan jalan (clipboard) dan Mencatat hasil pengamatan lumbalumba Mengidentifikasi jenis lumba-lumba yang ditemukan 4.3 Prosedur penelitian Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder, baik yang berkaitan langsung maupun sebagai penunjang dalam penelitian. Untuk data oseanografi dilakukan pengukuran secara langsung di lapangan terhadap parameter fisika oseanografi (suhu, salinitas, arus) dan pengumpulan data dari referensi atau pustaka ilmiah dari stasiun meterologi terdekat, data ramalan pasut, batimetri dan arus (DISHIDROS TNI-AL) dan gelombang permukaan (Departemen Perhubungan, BPPT). Alur pengambilan data di lapangan ditunjukkan pada Gambar 15.

52 32 Berangkat dari base Mencari gerombolan lumba-lumba Perjumpaan pertama dengan kelompok lumba-lumba Kapal bergerak mengikuti pergerakan lumba-lumba Pergerakan lumbalumba membentu kelompok yang besar Menggunakan Teropong binokuler Dicatat posisi,waktu dan jumlah, sudut obyek dari kapal dan arah renang Kapal berhenti, mesin dimatikan Dicatat posisi kapal Melihat tingkah laku dalam pergerakan Pengukuran oseanografi Perekaman suara Penurunan hydrophone Kembali ke base Kapal bergerak mengikuti pergerakan lumba-lumba sampai menghilang Gambar 15 Alur pengambilan data di lapangan. 32

53 Identifikasi Cetacea Menurut Carwadine (1995), terdapat 12 (dua belas) point dalam identifikasi Cetacea antara lain : 1) Ukuran tubuh ; 2) Tanda-tanda yang biasa pada tubuh Cetacea ; 3) Bentuk, warna, posisi dan tinggi sirip dorsal (dorsal fin) ; 4) Bentuk tubuh dan bentuk kepala ; 5) Warna dan tanda pada tubuh ; 6) Bentuk semburan (khusus pada spesies besar) ; 7) Bentuk dan tanda pada ekor (fluk) ; 8) Tingkah laku di permukaan air ; 9) Breaching dan tingkah laku lainnya ; 10) Jumlah hewan yang diamati ; 11) Habitat Cetacea ; 12) Geografis lokasi Pengamatan tingkah laku lumba-lumba Tingkah laku lumba-lumba yang diamati adalah tingkah laku di permukaan air yang teramati secara visual dari kapal (Tabel 7). Dalam pengamatan tingkah laku lumba-lumba di permukaan adalah berapapun jumlah individu yang melakukan tingkah laku di dalam satu pertemuan maka yang dicatatkan di lembar pengamatan adalah hanya satu kali per satu pertemuan. Tabel 7 Deskripsi tingkah laku lumba-lumba. No. Tingkah Laku Deskripsi 1. Bow riding Gerakan lumba-lumba berenang mengikuti gerakan kapal 2. Aerials Gerakan lumba-lumba melompat sangat tinggi, salto, berbalik dan berputar di udara 3. Stationary Lumba-lumba diam, tidak melakukan pergerakan 4. Travelling Gerakan lumba-lumba membentuk kelompok dalam kegiatan mencari mangsa dan pergerakan untuk migrasi 5. Lobtailing Gerakan mengangkat fluks ke luar permukaan air dan memukul-mukulkan ke permukaan air 6. Feeding Kegiatan yang dilakukan ketika sedang mencari makan, biasanya ditandai adanya schooling ikan di dekat lumba-lumba 7. Avoidance Gerakan lumba-lumba yang menghindar dari kapal

54 34 Penentuan jumlah mamalia laut dengan tepat sangatlah sulit, karena hewan tersebut menghabiskan lebih banyak waktunya hidup di dalam air. Diperlukan metode estimasi yang tepat untuk melakukan perhitungan jumlah mamalia laut tersebut (Hammond et al. 2002). Pengamatan terhadap jenis dan jumlah lumba-lumba yang melintas di Pantai Lovina dan Teluk Kiluan dilakukan secara langsung (visual sensus on dolphin) dari atas kapal nelayan. Metode yang dipakai adalah pengambilan contoh jarak jauh (distance sampling) dengan line transect zig-zag dan menggunakan pengamatan oleh satu kelompok pengamat (single observer/platform). Metode line transect zig-zag bertujuan untuk memperoleh estimasi kepadatan jenis Cetacea dan untuk menghindari glare (cahaya yang menyilaukan) dari sinar matahari. Asumsi yang digunakan untuk pendugaan kelimpahan pada line transect survey adalah bahwa seluruh binatang yang ada pada jalur survei dilihat oleh pengamat (Hammond et al. 2002). Metode pengamatan yang digunakan terdiri atas 3 orang, mengamati penampakan lumba-lumba pada satu dek (platform). Posisi ketiga pengamat (Gambar 16) adalah pengamat pertama berada di depan menggunakan teropong binokuler untuk mengamati daerah depan atau di haluan dengan batas pandangan ; pengamat kedua berada di daerah buritan menggunakan teropong binokuler dengan cakupan pandangan 90 0 ke kiri dan kanan ; dan pengamat ketiga berada di antara pengamat pertama dan kedua, untuk mencatat data dari pengamat pertama dan kedua sehingga akan mengetahui bila ada pengamatan yang sama. Ketiga pengamat akan berganti posisi setiap satu jam. Batas pandangan Buritan Haluan Ruang kemudi Batas pandangan Gambar 16 Posisi pengamat pada metode single observer.

55 35 Koordinat geografis pengamatan berasal dari koordinat kapal. Koordinat sesungguhnya dari sasaran diketahui dengan cara mengkonversi dari derajat lintang bujur kapal dengan sudut sasaran terhadap haluan dan perkiraan jarak langsung dari pengamat ke sasaran. Dengan mengetahui jarak tegak lurus dari kapal ke sasaran, maka diperoleh titik perkiraan dimana sasaran pertama dilihat (Gambar 17). Sasaran Pengamat y r σ kapal Pengamat Arah transek dan haluan kapal Ket : y = r sin σ (Jarak tegak lurus) r = perkiraan jarak dari pengamat ke sasaran σ = perkiraan sudut antara haluan kapal dengan sasaran Gambar 17 Perhitungan jarak tegak lurus (perpendicular distance). Pada saat pengamatan data yang diambil adalah nama spesies, jumlah, tanggal dan waktu pengamatan, posisi pengamatan, sudut obyek dari kapal dan arah renang Cetacea, keberadaan anak beserta jumlah, keadaan laut saat pengamatan (Tabel 8). Tabel 8 Kisaran skala kondisi permukaan laut (skala beaufort). Skala Keterangan Deskripsi 1 Bagus Seperti cermin, sedikit riak di permukaan 2 Lumayan Terdapat ombak kecil dengan skala tertentu, tidak terbentuk buih, abgin bertiup sepoi-sepoi 3 Agak Berombak Berombak, kecil tapi tidak bersuara. Puncak kelihatan seperti kaca namun lebih pecah 4 Berombak Mulai berombak besar, puncaknya mulai pecah. Buih kelihatan 5 Berombak besar Sumber : Khan (2001) Ombak yang kecil mulai memanjang, dan sudah mulai tinggi.beberapa terkadang menyemprot ke kapal

56 Pengambilan sampel suara lumba-lumba Proses pengambilan sampel suara (Gambar 18) dilakukan dengan meletakkan hydrophone di bawah permukaan air dan direkam dengan menggunakan digital recorder yang sudah disambungkan ke amplifier dari hydrophone. Hydrophone diturunkan dengan bantuan galah pada kedalaman 2-3 meter dari permukaan air sesuai dengan pengamatan secara visual. Data yang diambil untuk sampel suara adalah suara lumba-lumba, koordinat, lama perekaman, spesies dan tingkah laku lumba-lumba saat perekaman berlangsung. Hydrophone Amplifier Headphone Data*.VY4 Digital Voice Recorder Gambar 18 Alur pengambilan sampel suara. 4.4 Analisis data Hasil rekaman suara lumba-lumba dengan ekstensi.vy4 harus diubah terlebih dahulu menjadi data dengan ekstensi.wav dengan direkam ulang menggunakan program All Sound Recorder XP. Karena noise yang terlalu banyak, file suara masih harus dilakukan hiss reduction dan noise reduction dengan menggunakan program Cool Edit Pro 2.0 kemudian dianalisis dengan program Wavelab 5.0a. Dilakukan perubahan bentuk data dari bentuk suara ke bentuk angka dengan menggunakan analisis data FFT pada program Wavelab 5.0a yang kemudian dilakukan pemindahan data dari bentuk eksistensi *.wav menjadi *.txt. Setelah itu data diolah dengan menggunakan program Microsoft Excell melakukan rataan terhadap angka per 1000 Hz dan akan diperoleh rentang angka antara Hz. Rataan tersebut kemudian diubah ke dalam bentuk desibel dengan menggunakan persamaan : db = 10 x Log (n).. (1) Keterangan : n= jumlah rataan per 1000 Hz

57 Proses perbaikan suara latar (noise reduction) Untuk menghilangkan suara latar yang diakibatkan dari perairan dan mesin kapal maka data suara yang telah berada dalam bentuk *.wav, dibuka dengan menggunakan program Cool Edit Pro 2.0 (Gambar 19). Langkah selanjutnya mengubah tampilan ke bentuk edit view dengan menggunakan tombol F12. Apabila tampilan telah berada dalam bentuk edit view, sorot suara dari awal hingga akhir kemudian diolah dengan menggunakan pilihan effects pada menu bar, data diolah dengan menggunakan pilihan noise reduction. Untuk mendapatkan kontur suara yang ada maka pada pilihan noise reduction, tekan tombol yang bertuliskan get profile. Gambar 19 Data suara sebelum perbaikan Proses perbaikan suara desah (hiss reduction) Untuk memperjelas suara, dilakukan perbaikan suara desah. Data yang telah dibuka kemudian disorot suara dari awal hingga akhir dan diolah dengan menggunakan pilihan effects pada menu bar, data diolah dengan menggunakan pilihan hiss reduction. Pada pilihan hiss reduction, tekan tombol yang bertuliskan get noise floor untuk melihat kadar gangguan (noise) yang ada pada data. Setelah itu ditentukan tingkat penyesuaian dari noise floor untuk mendapatkan suara yang paling jernih dan keras, namun dalam penentuan noise floor upayakan tidak memberikan tingkatan tertinggi untuk mencegah suara menjadi pelan dan tidak terdengar (Gambar 20).

58 38 Gambar 20 Data suara setelah perbaikan Pemotongan data suara (cropping) Data yang telah diolah dengan pilihan pengurangan gangguan (noise) dibandingkan dengan suara ketika data belum dilakukan pengurangan gangguan (noise). Dengan menggunakan program Wavelab 5.0a dapat diketahui pada durasi berapa terdapat suara biota yang diamati. Setelah mengetahui durasi suara pada data suara yang belum dilakukan pengurangan gangguan (noise).selanjutnya dilakukan pemeriksaan kembali dan mendapatkan durasi pemotongan dengan selang batas antara 5 ms pada awal dan akhir suara sehingga tidak terjadi hilangnya potongan suara pada proses pemotongan (Gambar 21). Gambar 19 Spektrum suara lumba-lumba per satu pulsa suara setelah dilakukan cropping.

59 PSD (power spectral density) Power spectral density adalah proses dengan memasukkan data suara yang berbentuk *.wav dan memproses data melalui perintah Analysis dan memasukkan perintah 3D Frequency Analysis dan akan tampak suatu grafik yang memperlihatkan hubungan intensitas dengan frekuensi. Pada grafik akan ditentukan bagian yang tertinggi sebagai frekuensi optimum dan dilakukan perhitungan. Frekuensi sebuah gelombang secara alami ditentukan oleh frekuensi sumber. Laju gelombang melalui sebuah medium ditentukan oleh sifatsifat medium. Sekali frekuensi (f) dan laju suara (v) dari gelombang tertentu maka panjang gelombang λ dapat ditentukan. Dengan hubungan f = 1 maka dapat diperoleh persamaan (2) T v λ =...(2) f Karena dalam penelitian ini laju suara yang digunakan pada medium zat cair yaitu air laut, maka laju suara di udara yang dilambangkan dengan (v) dapat diubah dengan laju suara di air yang dilambangkan dengan (C), sehingga diperoleh persamaan (3) (Halliday dan Resnick 1978). C λ =...(3) f FFT (fast fourier transform) Fast fourier transform adalah proses dengan memasukkan data suara berbentuk *.wav dan memproses data melalui perintah Analysis dan memasukkan perintah Spectrum Analyser. Pada layar akan muncul grafik yang disimpan dalam bentuk *.txt yang nantinya dapat diproses untuk mendapatkan nilai numerik. Setelah mendapatkan nilai numerik, kemudian ditentukan nilai tengahnya (mean) sehingga selang kepercayaan akan dapat diketahui. Selang kepercayaan ini dapat memberikan batasan wilayah minimum dan maksimum dari suatu satuan nilai. Nilai x adalah nilai tengah contoh acak berukuran n yang diambil dari suatu populasi dengan ragam σ 2 diketahui, maka selang kepercayaan (1-α) 100% bagi µ adalah : X Z σ X + Z σ / 2 μ α /...(4) n n α 2

60 40 Z α / 2 adalah nilai Z yang luas daerah di sebelah kanan dibawah kurva normal baku adalah α/2 (Walpole 1982). Keseluruhan analisis suara lumba-lumba disajikan dalam Gambar 22. Data *.VY4 OK Rekam ulang All Sound Recorder XP OK Hiss reduction Noise reduction Cool Edit Pro 2.0 OK Pemotongan Data Wavelab 5.0a OK Analisis ulang PSD analysis MATLAB 7.1 FFT analysis per 5 ms Wavelab 5.0 OK OK Export to ASCII OK Grafik nilai puncak FFT per 5 ms Microsoft excel OK Selesai Gambar 22 Alur analisis data suara lumba lumba.

61 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil pengamatan lumba-lumba Hasil pengamatan lumba-lumba ditunjukkan dalam Tabel 9. Dari pengamatan lumba-lumba di dua lokasi, total waktu yang dibutuhkan per hari adalah ± 6 jam untuk pengamatan di Perairan Pantai Lovina dan ± 8 jam untuk pengamatan di Perairan Teluk Kiluan. Jumlah pemunculan lumba-lumba selama pengamatan di Perairan Pantai Lovina sebanyak 967 individu dan Perairan Teluk Kiluan sebanyak 541 individu. Tabel 9 Hasil pengamatan lumba-lumba. Jumlah Variabel Pantai Lovina Teluk Kiluan Jumlah pengamatan 5 5 Total waktu pengamatan per hari ± 6 jam ± 8 jam Jumlah pemunculan yang teramati 967 individu 541 individu Spesies teridentifikasi 3 spesies 2 spesies Sumber : Data primer (2007) Terdapat 3 (tiga) jenis spesies yang teridentifikasi selama pengamatan (Tabel 10). Perairan Pantai Lovina teridentifikasi antara lain Spinner dolphin (Stenella longirostris), Spotted dolphin (Stenella attenuata) dan Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus). Perairan Teluk Kiluan teridentifikasi 2 (dua) jenis spesies antara lain Spinner dolphin (Stenella longirostris) dan Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus). Tabel 10 Spesies lumba-lumba teramati selama pengamatan. Jenis lumba-lumba Jumlah (individu) Pantai Lovina Teluk Kiluan Spinner dolphin (Stenella longirostris) Spotted dolphin (Stenella attenuata) Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus) Jumlah Sumber : Data primer (2007)

62 42 Spotted Dolphin tidak dijumpai di Perairan Teluk Kiluan karena diduga Perairan Teluk Kiluan merupakan perairan samudera yang curam dan terbuka serta dipengaruhi oleh Perairan Samudera Hindia. Menurut Pariwono (1999), kecuraman pantai di bagian barat Lampung mempunyai gradasi dari yang curam di bagian utaranya hingga yang berkurang kecuramannya di bagian selatan. Baird et al.(2001) menyatakan bahwa Spotted dolphin jarang melakukan pergerakan ke perairan yang lebih dalam dan tidak sering melakukan pergerakan lebih dari 1000 m atau melakukan pergerakan yang lebih jauh antara pulau. Spotted dolphin diidentifikasi berdasarkan bentuk tubuhnya yang lebih ramping dan steamlined. Sirip punggung yang sempit, berbentuk sabit dan runcing ujungnya. Ciri lainnya adalah memiliki bintik-bintik pada bagian punggung. Dijumpai di antara perairan pantai dan pantai kontinental. Di perairan Pantai Lovina, Spooted dolphin ditemukan pada jarak ratarata 2,5 km hingga 3 km dari garis pantai.di kepulauan Hawaii, Spotted dolphin sering dijumpai pada kedalaman kurang dari 200 meter dan melakukan pergerakan sekitar 40 km selama 4 hari. Spinner dolphin diidentifikasi dengan ciri-cirinya yang sering melakukan gerakan aerials, yakni melakukan lompatan sangat tinggi, salto, berbalik dan berputar di udara. Memiliki paruh yang panjang dan ramping, sirip dorsal yang tegak, tubuhnya yang panjang dan ramping, dahi yang landai serta ekornya yang panjang dan lancip. Spinner dolphin merupakan salah satu dari kelas Delphinidae yang sering dijadikan bahan penelitian di Hawaii (Silva et al. 2007). Menurut Carwardine (1995), Spinner dolphin memiliki 3 (tiga) pola warna antara lain abu-abu terang pada bagian samping dan putih (abu-abu putih) pada bagian perut. Sering dijumpai dalam kelompok yang besar antara ekor bahkan sampai 1000 ekor (Kiefner 2002). Bottlenose dolphin termasuk hewan yang tidak menyerang sehingga dapat dengan mudah dan aman untuk dinikmati atraksinya. Sangat aktif dipermukaan dan sering mengikuti gelombang yang timbulkan oleh gerakan kapal. Bottlenose dolphin sering dijumpai bersamaan dengan kapal rekreasi dan pada perikanan pantai (Costantine and Baker 1997). Identifikasi Bottlenose dolphin di perairan dapat ditandai melalui tubuhnya yang relatif pendek dengan moncong yang pendek. Sirip punggung tinggi dan berujung agak bengkok seperti sabit serta muncul dari pertengahan punggung. Selama pengamatan di Perairan Pantai Lovina dan Teluk Kiluan, Bottlenose dolphin dijumpai dalam kelompok antara 4-10 ekor.

63 43 Menurut Priyono (2001), Bottlenose dolphin dijumpai dalam kelompok kurang dari 20 ekor. Shane et al. (1986) dalam Hansen (1990), menyatakan bahwa di perairan pantai di Gulf Mexico ditemukan komposisi dan ukuran grup dari Bottlenose dolphin yang selalu berubah-ubah dalam sehari. Lumba-lumba membentuk grup yang lebih besar adalah bagian dari strategi untuk memangsa karena sumber makanan mereka yang berupa schooling ikan menyebar di perairan terbuka. Distribusi Bottlenose dolphin sebagian besar di dalam 500 m dari pantai, adakalanya berada lepas pantai dekat tebing curam di mana mangsa mungkin secara relatif lebih berlimpah-limpah ( Bearzi 2003). Selama pengamatan di kedua perairan didominasi oleh Spinner dolphin, antara lain 85,62% di Perairan Pantai Lovina dan 61,33% di Teluk Kiluan (Gambar 23). Lammers et al. (2001) menyatakan bahwa selama pengamatan di dekat Kalaeloa Barbers Point Harbor, setiap hari dijumpai sekitar 40 sampai 100 ekor Spinner dolphin. Spotted dolphin 11% Bottlenos e dolphin 4% Bottlenos e dolphin 39% Pantai lovina Spinner dolphin 85% Teluk Kiluan Spinner dolphin 61% Gambar 23 Jenis spesies yang ditemukan selama pengamatan. Berdasarkan hari pengamatan di Perairan pantai Lovina, hari ke-1 tidak ditemukan gerombolan lumba-lumba. Hal ini terjadi bersamaan dengan kondisi perairan yang berombak (Skala 4). Menurut Lammers et al. (2001), keberadaan Spinner dolphin di dekat Kahe Point Hawaii yang merupakan pintu masuk pelabuhan, hanya bersifat sementara karena kondisi perairan yang keruh dan angin yang bertiup kencang, sehingga tidak memungkinkan untuk berisirahat dan mencari makan. Keberadaan lumba-lumba selama pengamatan di Perairan Pantai Lovina lebih banyak di pagi hari pada pukul WITA (Gambar 24). Lumba-lumba membentuk kelompok yang lebih besar menjelang siang hari. Menurut Lammers

64 44 (2004), frekuensi perjumpaan dengan Spinner dolphin di perairan Waianae,Oahu terjadi pada pagi hari pukul jumlah individu , waktu pengamatan (WITA) Stenella longirostis Stenella attenuata Tursiop truncatus Gambar 24 Pemunculan lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Pantai Lovina Menurut Perrin and Gilpatrick (1994), Spinner dolphin (Stenella longirostris) merupakan spesies kosmopolitan yang distribusinya tersebar luas pada laut tropis dan subtropis di dunia. Spinner dolphin banyak terdapat di laut lepas dan juga di perairan pantai. Pada wilayah Eastern Tropical Pasific sering dijumpai pada perairan dangkal (Reilly 1990 dalam Lammers 2004). Perjumpaan dengan Spinner dolphin lebih banyak terjadi pada pagi hari dibandingkan pada sore hari (Lammers et al. 2001). Kemunculan lumba-lumba tertinggi selama pengamatan terjadi pada hari ke- 3 sebanyak 41,47% terdiri atas Spinner dolphin 36,30%, Spotted dolphin 4,24% dan Bottlenose dolphin 0,93% (Gambar 25). 400 Jumlah Pemunculan Lumba-Lumba (individu) Hari Pengamatan Spinner dolphin Spotted dolphin Bottlenose dolphin Gambar 25 Jumlah pemunculan lumba-lumba yang teramati di Perairan Pantai Lovina.

65 45 Keberadaan lumba-lumba selama pengamatan di Perairan Teluk Kiluan lebih banyak di pagi hari antara pukul WITA (Gambar 26) jumlah individu , waktu pengamatan (WIB) Stenella longirostis Tursiop truncatus Gambar 26 Pemunculan lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Teluk Kiluan. Kemunculan lumba-lumba tertinggi selama pengamatan di Perairan Teluk Kiluan terjadi pada hari ke-4 sebanyak 32,20 %, terdiri atas Spinner dolphin 14,74% dan Bottlenose dolphin 17,46% (Gambar 27). Pada hari ke-3 tidak ditemukan gerombolan lumba-lumba bersamaan dengan keadaan alam yang turun hujan dan kondisi perairan yang berombak (Skala 4). 250 Jumlah Pemunculan Lumba-Lumba (individu) Hari Pengamatan Spinner dolphin Bottlenose dolphin Gambar 27 Jumlah pemunculan lumba-lumba yang teramati di Perairan Teluk Kiluan. Selama pengamatan berlangsung pada kedua lokasi, terlihat adanya fenomena lainnya seperti kemunculan lumba-lumba disertai dengan ditemukannya schooling ikan tongkol yang berlompatan di permukaan laut. Diduga keberadaan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina dan Teluk Kiluan berhubungan dengan

66 46 mencari makan. Kondisi suhu pada saat pengamatan adalah berkisar antara 28,0-29,0 0 C dan kisaran salinitas Menurut Bruyns (1971), lumba-lumba hidup pada suhu 24 0 C-30 0 C dan pada umumnya hidup di laut atau di samudera namun kadang hidup di daerah pantai. Scoot and Chivers (1990) menyatakan bahwa Spinner dolphin dan Spotted dolphin menetap pada perairan tropis dengan suhu lebih dari 25 0 C dan salinitas kurang dari 34. Lammers (2001) menyatakan bahwa keberadaan Bottlenose dolphin di perairan Kahe Point Hawaii diduga untuk mencari makan. Hasil pengamatan dari Perrin et al.(1973); Robertson and Chivers (1997); Scoot and Cattanach (1998) dalam Baird et al. (2001) tentang kebiasaan makan Spotted dolphin pada Eastern Tropical Pasific menyatakan bahwa Spotted dolphin mempunyai kebiasaan memakan spesies epipelagis pada malam hari dan spesies mesopelagis yang berada di permukaan laut menjelang pagi hari. Cockcroft and Ross (1986) mengemukakan bahwa lumba-lumba hidung botol di perairan Natal, Afrika Selatan memakan berbagai jenis ikan pelagis, cepalopoda, dan beberapa jenis ikan laut dalam. Scott and Chiver (1990) menyatakan bahwa Bottlenose dolphin adalah jenis lumba-lumba yang memiliki strategi dalam mencari makan. Menurut Shane (1990), lumba-lumba di bagian Afrika Utara dan Texas mencari makan pada pagi hari dan sore hari. Silva et al. (2007) menemukan bahwa Spinner dolphin sering bermain pada daerah yang memiliki banyak ketersediaan makanan pada perairan Fernando de Noronha yang terdiri atas cumi-cumi, ikan dan udang. Menurut Barros and Odell (1990) dari 76 lumba-lumba yang diteliti di Southeastern United States, 75 ekor memakan ikan, 28 ekor ada yang memakan cephalopoda dan 11 ekor yang memakan udang. 5.2 Tingkah laku lumba-lumba di permukaan air Kebiasaan lumba-lumba adalah sering melakukan berbagai macam gerakan dan tingkah laku yang berhubungan dengan kehidupannya. Tingkah laku yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina adalah melakukan travelling atau membentuk kelompok dalam kegiatan mencari mangsa dan pergerakan untuk migrasi. Gerakan lain yang teramati adalah aerials yang merupakan gerakan salto, berputar dan berbalik sebelum masuk ke dalam air. Perilaku lainnya seperti bowriding dan feeding juga sering terlihat selama pengamatan. Bowriding adalah tingkah laku lumba-lumba yang berenang mengikuti

67 47 kapal, sedangkan feeding merupakan kegiatan yang dilakukan ketika sedang mencari makan. Kegiatan feeding biasa ditandai dengan adanya schooling ikan pelagis di dekat keberadaan lumba-lumba (Gambar 28). (a) (b) (c) (d) Gambar 28 Tingkah laku travelling (a), aerials (b), feeding (c), bowriding (d) di Perairan Pantai Lovina. Gerakan travelling adalah gerakan yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina sebanyak 59%, diikuti dengan gerakan aerials dan feeding sebanyak 17% dan bowriding sebanyak 7% (Gambar 29). Tingkah laku yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan adalah melakukan travelling, aerials, feeding dan bowriding (Gambar 30). Shane (1990) menyatakan bahwa tingkah laku lumba-lumba yang di permukaan air yang sering dilakukan adalah untuk tujuan sosial dan komunikasi antar sesama lumba-lumba serta untuk mencari makan.

68 48 17% 7% 17% travelling aerials feeding bowride Pantai Lovina 59% Gambar 29 Gerakan lumba-lumba yang sering dilakukan di Perairan Pantai Lovina. (a) (b) (c) (d) Gambar 30 Tingkah laku travelling (a), aerials (b), feeding (c), bowriding (d) di Perairan Teluk Kiluan. Gerakan travelling adalah gerakan yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan sebanyak 69%, diikuti dengan gerakan aerials sebanyak 14 %, feeding sebanyak 11% dan bowriding sebanyak 6% (Gambar 31). Menurut Shane et al. (1986) dalam Hansen (1990), struktur habitat dan akitivitas pergerakan sangat berpengaruh pada keberadaan grup lumba-lumba yang lebih besar dan kemunculan lumba-lumba di suatu perairan.

69 49 Bearzi (2005) menyatakan bahwa tingkah laku yang sering dilakukan oleh Bottlenose dolphin di Teluk Santa Monica Bay, California adalah travelling dengan kecepatan rata-rata 4,3 km per hari. Lammers et al.(2001) menyimpulkan bahwa selama sehari dari pukul , tingkah laku yang sering dilakukan lumbalumba di Perairan Barbers Point Harbor adalah travelling dengan kecepatan normal antara 20.5 ± 13.3 m/sec. Wursig and Wursig (1979) mengemukakan bahwa kecepatan rata-rata lumba-lumba selama travelling di Perairan Argentina adalah 6.1 km/jam. 11% 6% 14% travelling aerials feeding bowride Teluk Kiluan 69% Gambar 31 Gerakan lumba-lumba yang sering dilakukan di Perairan Teluk Kiluan. Menurut Geise et al. (1999), tingkah laku aerial yang dilakukan oleh famili Delphinidae pada Cananeia Estuary Brazil terjadi setiap hari dengan frekuensi terbanyak terjadi pada sore hari sampai pukul 6.00 sebanyak 62,3% dan pada pagi hari sampai pukul sebanyak 37,7%. Menurut Lammers et al. (2001), tingkah laku aerials sedikit ditemukan pada pagi hari dibandingkan sore hari. Carwadine (1995) menjelaskan bahwa bowriding adalah aktivitas berenang yang dilakukan lumba-lumba mengikuti gerakan ombak yang terjadi akibat gerakan kapal dan mengikuti kapal tersebut. Aktivitas ini merupakan salah satu bentuk permainan yang dilakukan oleh lumba-lumba Distribusi lumba-lumba Perairan Pantai Lovina Gambar 32 menunjukkan distribusi lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina. Setiap pemunculan diawali oleh kelompok Spinner dolphin. Distribusi lumba-lumba tersebar di setiap pengamatan dengan jumlah dan frekuensi kemunculan yang berbeda. Distribusi dengan jumlah terbanyak ditemukan pada pengamatan hari ke-3

70 50 dan paling sedikit adalah pada hari ke-2. Pergerakan kelompok lumba-lumba memperlihatkan keberaturan waktu pergerakan, seperti dalam formasi baris. Gambar 32 Pergerakan lumba-lumba selama pengamatan lapangan di Perairan Pantai Lovina. Pergerakan lumba-lumba selama pengamatan berada pada kisaran kedalaman antara meter dan mengikuti garis pantai. Selama pengamatan diperoleh hasil bahwa di Perairan Pantai Lovina, kelompok lumba-lumba datang dari arah Timur Laut dan bergerak ke arah Barat Daya. Hal tersebut dibuktikan dengan bertambahnya nilai Bujur Timur dan diikuti dengan bertambahnya nilai Lintang Selatan. Diduga pergerakan lumba-lumba dari arah Timur Laut menuju Barat Daya adalah untuk mencari makanan dengan Perairan Pantai Seririt sebagai tujuan migrasinya. Berdasarkan pengamatan, pergerakan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina merupakan migrasi untuk mencari makanan. Hal ini dibuktikan dari fenomena bahwa kelompok lumba-lumba ditemukan dilokasi dimana terdapat burung-burung laut yang sedang mencari ikan. Dugaan ini diperkuat dengan dijumpai jenis ikan teri (Stolephorus spp) di Perairan Desa Seririt. Pada saat sinar matahari mencapai maksimum, kelompok lumba-lumba akan kembali ke perairan yang lebih dalam. Dalam hal ini lumba-lumba mendatangi perairan di sekitar Perairan Pantai Lovina adalah mengikuti pergerakan mangsanya. Hansen (1990), menyatakan bahwa lumba-lumba membentuk kelompok besar merupakan strategi mempermudah perolehan makanan terutama untuk mendapatkan schooling ikan target.

71 Perairan Teluk Kiluan Gambar 33 menunjukkan distribusi lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan. Gambar 33 Pergerakan lumba-lumba selama pengamatan lapangan di Perairan Teluk Kiluan. Pergerakan lumba-lumba selama pengamatan berada pada kisaran kedalaman antara meter dan menjauhi pantai. Banyak ditemukan pada kedalaman 600 meter. Hal ini berbeda dengan distribusi lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina. Diduga keberadaan lumba-lumba yang menjauhi pesisir pantai karena kondisi perairan yang berhadapan dengan perairan samudera yang terbuka dan curam. Berdasarkan letaknya kondisi Perairan Teluk Kiluan lebih dipengaruhi oleh Perairan Samudera Hindia. Menurut Pariwono (1999), Pantai barat Lampung memanjang dari arah baratlaut ke tenggara, membentuk garis pantai yang relatif lurus. Kondisi pantai di bagian barat Lampung, seperti halnya pantai-pantai yang berhadapan dengan perairan samudera yang terbuka, adalah curam. Kecuraman pantai di bagian barat Lampung mempunyai gradasi dari yang curam di bagian utaranya hingga yang berkurang kecuramannya di bagian selatan. Garis isobath 20 m di bagian baratlaut. Pantai Barat Lampung berjarak 1 km dari garis pantai. Jarak tersebut makin melebar menuju ke arah tenggara hingga sejauh 6 km di ujung selatan Pantai barat Lampung. Kondisi yang serupa terjadi untuk garis isobath 200 m (sebagai ciri batas landas/paparan benua). Kedalaman rata-rata perairan di Teluk Semangka adalah sekitar 60 m. Akan tetapi pada jarak sekitar 15 km dari kepala teluk, kedalaman sudah mencapai 200 m. Kedalaman perairan makin besar dengan menuju ke arah

72 52 selatan, kondisi ini mencirikan bahwa perairan Teluk di bagian barat Lampung lebih dipengaruhi oleh Perairan Samudera Hindia. Distribusi lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan selama pengamatan belum dapat dipastikan keberaturan pola pergerakannya. Hal ini diduga karena disamping faktor oseanografi, lumba-lumba di perairan ini juga diburu oleh nelayan-nelayan lokal, berbeda dengan lumba-lumba yang berada di Perairan Pantai Lovina. Bearzi (2005) menyatakan bahwa distribusi dari Bottlenose dolphin di Teluk Santa Monica California sebagian besar berada 500 m dari pantai. Hal ini disebabkan oleh perbedaan batimetri dan oseanografi antara pantai dan lepas pantai. Berbeda dengan kondisi pada California Utara dimana Bottlenose dolphin banyak dijumpai pada 1 km dari pantai dengan kedalaman 10 dan 30 meter namun memiliki perbedaan yang menyolok antara pantai dan lepas pantai. Kenney (1990) mengatakan bahwa Bottlenose dolphin bisa beradaptasi di perairan yang berbeda dengan habitatnya dan bisa berasosiasi dengan komunitas cetacea lainnya. Menurut Lammers et al. (2001), estimasi keberadaan Spinner dolphin pada Kalaeloa Barbers Point Harbor setiap hari berjumlah 29 ekor, Spotted dolphin 20 ekor dan Bottlenose dolphin 10 ekor dan berada pada jarak 4 km dari jalur masuk pelabuhan. Menurut Rudolph et al. (1997), Bottlenose dolphin menyebar antara lain di Laut Jawa, Lamalera, Selat Malaka, Kepulauan Riau, sebelah timur Pulau Bangka dan Selat Sunda. Spinner dolphin menyebar di Laut Timor, Lembata, Laut Jawa, Selat Malaka, Laut Seram, Laut Flores, Laut Banda, Selat Sunda, Laut Sulawesi, pesisir utara Papua, Pulau Alor, Selat Sumba dan Perairan sekitar Taman Nasional Komodo. Spotted dolphin menyebar di Laut Banda, Selat Haruku, Laut Sawu dan Lamalera. 5.4 Distribusi lumba-lumba berdasarkan waktu pertemuan Perairan Pantai Lovina Distribusi lumba-lumba berdasarkan waktu pertemuan ditunjukkan dalam Gambar 34.

73 53 Gambar 34 Distribusi lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Pantai Lovina. Pola distribusi yang dilakukan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina menunjukkan suatu keteraturan waktu pergerakan seperti formasi baris. Pergerakan lumba-lumba yang teratur diduga ada pemimpinnya saat lumba-lumba berenang menuju tempat tertentu. Umumnya dipimpin oleh lumba-lumba yang berukuran besar sementara lumba-lumba yang kecil berada ditengah. Pola pergerakan berkelompok seperti ini adalah sebagai adaptasi terhadap ancaman predator. Berdasarkan waktu pengamatan, kelompok lumba-lumba bergerak ke arah Barat Daya menyusuri Perairan Buleleng dengan jarak rata-rata 2,5 hingga 3 km dari garis pantai. Kecepatan renang rata-rata kelompok lumba-lumba adalah 6,5 km. menjelang siang hari sekitar pukul WITA, lumba-lumba sudah membentuk kelompok yang besar dan melakukan travelling ke arah Perairan Pantai Desa Seririt. Menjelang siang pukul WITA lumba-lumba cenderung berada di bawah permukaan air Perairan Teluk Kiluan Distribusi lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan ditunjukkan dalam Gambar 35.

74 54 Gambar 35 Distribusi lumba-lumba di Perairan berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Teluk Kiluan. Pola distribusi lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan tidak membentuk suatu keteraturan seperti halnya dengan pola pergerakan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina. Dari hasil pengamatan tidak dapat diketahui pasti darimana lumba-lumba tersebut datang. Hal ini diduga karena faktor kondisi lingkungan perairan yang berhadapan dengan perairan samudera yang terbuka dan curam. Selama pengamatan bisa disimpulkan bahwa lumba-lumba berada di sekitar Perairan Teluk melakukan travelling untuk mencari makan. Hal ini ditandai dengan keberadaan lumba-lumba di suatu lokasi yang bersamaan dengan burung-burung laut dan schooling ikan pelagis. 5.5 Karakter suara lumba-lumba Tipe suara lumba-lumba Di Perairan Pantai Lovina, terdapat 7 (tujuh) potong suara pada file suara (Gambar 36). Pada saat hydrophone diturunkan terdapat asosiasi Spinner dolphin dan Spotted dolphin yang terbagi dalam beberapa schooling.

75 55 Gambar 36 Lokasi perekaman suara lumba-lumba Potongan suara B1 Potongan suara B1 merupakan suara Spotted dolphin pada posisi ,4 LS dan ,0 BT. Potongan suara B1 berdurasi 0,85 detik, dengan intensitas rata-rata adalah 56,52 db dimana intensitas tertinggi adalah 71,83 db terjadi pada frekuensi 12 khz (Gambar 37). Kecepatan rambat suara di air adalah 1500 m/s, sehingga diketahui panjang gelombang dari potongan suara B1 adalah 0,125 m Potongan suara B2 Potongan suara B2 diperoleh dari suara Spinner dolphin pada posisi ,4 LS dan ,4 BT dengan durasi 1,35 detik. Intensitas rata-rata adalah 52,49 db dimana intensitas tertinggi adalah 98,35 db terjadi pada frekuensi 6 khz (Gambar 38). Panjang gelombang suara B2 adalah 0,25 m.

76 56 80 Intensitas S uara B1 (db) Durasi (Detik) Frekuensi (Hz) 2 x Gambar 37 Potongan suara B Intensitas S uara B2 (db) Durasi (Detik) Frekuensi (Hz) 2 x Gambar 38 Potongan suara B Potongan suara B3 Potongan suara B3 merupakan suara Spotted dolphin pada posisi ,6 LS dan ,8 BT dengan durasi 0,75 detik. Intensitas rata-rata adalah 56,28 db dimana intensitas tertinggi adalah 76,57 db terjadi pada frekuensi 19 khz (Gambar 39). Panjang gelombang suara B3 adalah 0,09 m.

77 Potongan suara B4 Potongan suara B4 merupakan suara Spinner dolphin pada posisi ,6 LS dan ,8 BT berdurasi 0,8 detik, dengan intensitas rata-rata adalah 54,53 db dimana intensitas tertinggi adalah 71,26 db terjadi pada frekuensi 19 khz yang diikuti dengan puncak dengan intensitas yang lebih kecil sebesar 29,36 db pada frekuensi Hz pada durasi 80 ms (Gambar 40). Panjang gelombang yang dimiliki oleh suara B4 adalah 0,09 m dan 0,007 m. 80 Intensitas S uara B3 (db) Durasi (Detik) Frekuensi (Hz) 2 x Gambar 39 Potongan suara B3. 80 Intensitas S uara B4 (db) Durasi (Detik) Frekuensi (Hz) 2 x Gambar 40 Potongan suara B4.

78 Potongan suara B5 Potongan suara B5 adalah potongan suara Spinner dolphin pada posisi ,5 LS dan ,2 BT berdurasi 0,65 detik, dengan intensitas rata-rata adalah 48,36 db dimana intensitas tertinggi adalah 67,44 db terjadi pada frekuensi 13 khz dengan durasi 0,25 detik dan diikuti dengan puncak yang lebih kecil pada frekuensi 22 khz sebesar 29,27 db di durasi 0,4 detik (Gambar 41). Panjang gelombang suara B5 adalah 0,11m dan 0,07 m. 70 Intensitas S uara B5 (db) Durasi (Detik) Frekuensi (Hz) 2 x Gambar 41 Potongan suara B Potongan suara B6 Potongan suara B6 adalah potongan suara Spinner dolphin pada posisi ,3 LS dan ,7 BT berdurasi 0,45 detik, dengan intensitas rata-rata adalah 23,28 db dimana intensitas tertinggi adalah 80,25 db terjadi pada frekuensi 16 khz dengan (Gambar 42). Panjang gelombang dari potongan suara B6 adalah 0,09 m Potongan suara B7 Potongan suara B7 merupakan potongan suara Spotted dolphin pada posisi ,0 LS dan ,6 BT berdurasi 0,65 detik dengan intensitas rata-rata adalah 50,22 db. Intensitas tertinggi adalah 68,69 db terjadi pada frekuensi 9 khz dengan durasi 0,55 detik dan diikuti dengan puncak yang lebih kecil sebesar 29,87 db terjadi pada frekuensi 22 khz dengan durasi 0,55 detik (Gambar 43). Panjang gelombang dari potongan suara B7 adalah sebesar 0,16 m dan 0,07 m.

79 59 Berdasarkan nilai frekuensi yang tidak lebih dari 25 khz dapat dinyatakan bahwa tipe suara yang berhasil direkam di perairan Pantai Lovina Buleleng menunjukkan bahwa suara yang terekam bukan merupakan tipe suara click yang digunakan untuk echolocation. Suara dengan deskripsi potongan B1 sampai B7 adalah tipe suara whistles yang sering digunakan untuk komunikasi. Beberapa potongan suara terkonsentrasi pada kedalaman kurang dari 600 meter. 100 Intensitas S uara B6 (db) Duras i (Detik) Frekuensi (Hz) 2 x Gambar 42 Potongan suara B6. 70 Intensitas S uara B7 (db) Durasi (Detik) Frekuensi (Hz) 2 x Gambar 43 Potongan suara B7.

80 60 Menurut Caldwell et al. (1990), frekuensi rendah dari jenis whistles berkisar adalah 1-8 khz sedangkan frekuensi tinggi berkisar antara 9-24 khz. Potongan suara B1, B3, B4 dan B6 merupakan jenis suara whistles dengan frekuensi tinggi antara 8-24 khz. Potongan suara B2 adalah jenis whistles dengan frekuensi rendah 6 khz. Potongan suara B5 memiliki dua puncak dengan frekuensi pertama 13 khz diikuti dengan frekuensi kedua 22 khz sehingga dapat digolongkan jenis suara whistles dengan frekuensi tinggi. Potongan suara B7 memiliki dua puncak namun dengan frekuensi yang berbeda. Frekuensi pertama merupakan jenis suara whistles dengan frekuensi rendah (9 khz) kemudian diikuti dengan frekuensi tinggi (22 khz). Nachtigall et al. (2000) yang menyatakan bahwa tipe suara whistles pada Spinner dolphin dan Spotted dolphin berada pada kisaran 1-21 khz. Tipe suara whistles pada lumba-lumba berada pada kisaran 4-15 khz (Dreher 1961 dalam Caldwell et al. 1990), 5-16 khz (Dreher and Evans 1964 dalam Caldwell et al. 1990), 4-20 khz (Evans and Prescott 1962 dalam Caldwell et al.1990), 2-30 khz (Evans 1973), 5-15 khz (Herman and Tavolga 1980 dalam Caldwell et al.1990). Leatherwood and Reeves (1990) mengatakan bahwa whistle like squeal pada lumba-lumba hidung botol bukan digunakan untuk echolocation tetapi dihasilkan dalam konteks komunikasi sosial. Lumba-lumba mengeluarkan whistles ketika terpisah dari induk, anak atau anggota kelompoknya. Evans (1987) mengatakan bahwa lumba-lumba hidung botol menghasilkan yelps terpulsa selama bercumbu, hal ini diduga sebagai komunikasi untuk tahapan selanjutnya. Suara lumba-lumba yang terekam di Perairan Pantai Lovina adalah tipe whistles karena durasi suara yang dihasilkan memiliki panjang 0,25-1,35 detik. Evans (1973) menyatakan bahwa durasi suara whistles tidak lebih dari 3 detik, 0,25-3 detik (Dreher 1961 dalam Caldwell et al. 1990), 0,1-3,6 detik (Evans and Prescott 1962 dalam Caldwell et al.1990). Lumba-lumba mengeluarkan jenis suara whistles karena dalam kondisi stress (Caldwell and Caldwell 1990) Tipe suara dan tingkah laku lumba-lumba Tingkah laku yang di lakukan oleh lumba-lumba saat dilakukan perekaman suara berbeda-beda tiap stasiunnya (Gambar 44). Pada stasiun B1 dan B6, lumbalumba melakukan gerakan travelling dan menunjukkan gerakan feeding yang ditandai dengan munculnya schooling ikan pelagis di sekitar gerakan lumba-lumba. Di stasiun B2, B5, dan B7 lumba-lumba melakukan beberapa kali gerakan aerials adalah dengan tujuan untuk siap-siap memangsa ikan target yang telah dilingkari

81 61 oleh gerombolan lumba-lumba di dalam perairan. Sementara di stasiun B3 dan B4, lumba-lumba terlihat sedang melakukan travelling dengan tujuan untuk mencari ikan target. Menurut Shane (1990) salah satu cara makan dari lumba-lumba adalah Horizontal circle feeding dimana lumba-lumba sering berenang membentuk lingkaran hanya di bawah permukaan dengan dua cara. Pertama, lumba-lumba berenang cepat di sisi lingkaran dengan tubuh membongkok ke depan, lebih seperti kucing mengejar ekornya. Kedua, lumba-lumba berada pada posisi yang hampir vertikal di kolom perairan dengan kepala ke atas, kemudian lumba-lumba itu akan memutar kepalanya atau sangat jarang seluruh tubuhnya akan berputar 360 derajat membentuk busur sehingga satu atau beberapa ikan kecil akan lari ke lingkaran dipinggir mulut lumba-lumba dibawah permukaan. Lopez (2006) mengemukakan bahwa teknik yang paling sering dilakukan oleh lumba-lumba dalam mencari makan adalah membuat sangkar lingkaran yang terdiri atas satu atau beberapa lumba-lumba yang berenang dan mengepung ikan target (32,6% dari pengamatan yang di dalam air; 58 pertemuan). Teknik ini terdiri atas dua kategori antara lain (1) kerjasama bersama kelompok lumba-lumba lainnya dan (2) individu sesama jenis. Dalam pergerakannya di perairan Pantai Lovina, lumba-lumba pada saat melakukan travelling dan feeding akan mengeluarkan suara whistles dengan frekuensi tinggi. Hal ini dibuktikan pada stasiun B1 (12 khz), B3 (19 khz), B4 (19 khz) dan B6 (16 khz). Sedangkan pada saat melakukan lompatan (aerials), lumbalumba mengeluarkan suara whistles dengan frekuensi rendah. Ini terjadi pada stasiun B2 (6 khz) dan B7 (9 khz). Hubungan antara tipe suara yang dihasilkan dengan tingkah laku selama pergerakan adalah bersifat komunikasi sosial. Lumba-lumba mengeluarkan whistle ketika terpisah dari induk, anak atau anggota kelompoknya (Evans 1987). Menurut Caldwell et al. (1990), dalam melakukan pergerakan travelling, biasanya lumbalumba mengeluarkan jenis suara whistles untuk memberitahukan kepada anggota kelompok lainnya tentang keberadaannya. Lumba-lumba akan sering mengeluarkan jenis suara whistles ketika mereka melakukan kontak dengan kelompok lumbalumba yang lainnya. Nachtigall et al. (2000) mengatakan whistles merupakan tipe suara pada lumba-lumba yang paling penting pada malam hari ketika melakukan pergerakan feeding.

82 Gambar 44 Karakter suara hubungannya dengan tingkah laku. 62

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA

KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Oleh: Ayu Destari C64102022 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Wilayah Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06 00 40 dan 05 54 40 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil pengamatan lumba-lumba Hasil pengamatan lumba-lumba ditunjukkan dalam Tabel 9. Dari pengamatan lumba-lumba di dua lokasi, total waktu yang dibutuhkan per hari adalah ±

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06 00 40 dan 05 54

Lebih terperinci

4 METODOLOGI PENELITIAN

4 METODOLOGI PENELITIAN 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Perairan Pantai Lovina Kabupaten Buleleng Bali dan di Perairan Teluk Kiluan Kabupaten

Lebih terperinci

JENIS DAN DISTRIBUSI LUMBA - LUMBA DI PERAIRAN TELUK KILUAN LAMPUNG OLEH : STANY R. SIAHAINENIA *) dan ISNANIAH **)

JENIS DAN DISTRIBUSI LUMBA - LUMBA DI PERAIRAN TELUK KILUAN LAMPUNG OLEH : STANY R. SIAHAINENIA *) dan ISNANIAH **) JENIS DAN DISTRIBUSI LUMBA - LUMBA DI PERAIRAN TELUK KILUAN LAMPUNG OLEH : STANY R. SIAHAINENIA *) dan ISNANIAH **) Abstract About one-third of dolphin species in the world is living in Indonesia, including

Lebih terperinci

Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri:

Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri: Mamalia laut Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri: Berdarah panas Bernafas dengan paru-paru Melahirkan dan menyusui Memiliki rambut (sebagian besar terdapat pada bagian pipi) Memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Oseanografi Perairan Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong. Raja

Lebih terperinci

DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI

DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BULELENG BALI. Stany Rachel Siahainenia *)

TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BULELENG BALI. Stany Rachel Siahainenia *) TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BULELENG BALI Stany Rachel Siahainenia *) *) Staf pengajar Univ.Pattimura E-mail : Stanyrachel_m@yahoo.com Abstract : About one-third of dolphin species

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia memiliki luasan dengan luas kira-kira 5 juta km 2 (perairan dan daratan), dimana 62% terdiri dari lautan dalam batas 12 mil dari garis pantai (Polunin,

Lebih terperinci

Family Neobalaenidae. Ordo Odontoceti

Family Neobalaenidae. Ordo Odontoceti Family Neobalaenidae Paus Kerdil Ordo Odontoceti Morfologi: Seluruh anggota sub-ordo tidak memiliki gigi dengan jumlah yang bervariasi (2-260 buah) Rangka Odontoceti asimetris bilateral di daerah dahi

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 2011

LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 2011 LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 2011 Oleh : Toufik Alansar (WWF ID ) Khaifin (WWF ID ) Sutio Ambao (DKP

Lebih terperinci

INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN Oleh: FAJAR ANSHORI K2D 000 287 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

KEBERADAAN LUMBA-LUMBA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI HABITAT DI PERAIRAN PULAU KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA

KEBERADAAN LUMBA-LUMBA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI HABITAT DI PERAIRAN PULAU KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA 1 KEBERADAAN LUMBA-LUMBA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI HABITAT DI PERAIRAN PULAU KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA MEGA DEWI ASTUTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

SEBARAN DAN TINGKAH LAKU Cetacea DI PERAIRAN SEKITAR TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR ADITYO SETIAWAN SKRIPSI

SEBARAN DAN TINGKAH LAKU Cetacea DI PERAIRAN SEKITAR TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR ADITYO SETIAWAN SKRIPSI SEBARAN DAN TINGKAH LAKU Cetacea DI PERAIRAN SEKITAR TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR ADITYO SETIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Frekuensi Pemunculan, Tingkah Laku, dan...di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur (Dharmadi, et al.) FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Dharmadi

Lebih terperinci

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Oleh: Ayu Destari C641222 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data dan Literatur Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain : Website - www.enchantedlearning.com

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Jenis dan lokasi perjumpaan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa lokasi yang diketahui sebagai jalur aktivitas dari mamalia. Lokasi

Lebih terperinci

Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira

Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira Paus pembunuh (Orcinus orca) atau orca merupakan salah satu jenis ikan yang paling mudah dijumpai dan paling besar distribusinya dari

Lebih terperinci

Judul : PAUS BELUGA Penulis Cerita : Renny Yaniar Penulis Pengetahuan : Christien Ismuranty Editor Bahasa : Niken suryatmini Desain dan Layout : Imam

Judul : PAUS BELUGA Penulis Cerita : Renny Yaniar Penulis Pengetahuan : Christien Ismuranty Editor Bahasa : Niken suryatmini Desain dan Layout : Imam Judul : PAUS BELUGA Penulis Cerita : Renny Yaniar Penulis Pengetahuan : Christien Ismuranty Editor Bahasa : Niken suryatmini Desain dan Layout : Imam Eckhow Adrian Ian Ilustrasi dan Warna : Rahmat M. H.

Lebih terperinci

oleh Bambang Sudjoko 1) ABSTRACT

oleh Bambang Sudjoko 1) ABSTRACT Oseana, Volume XIII, Nomor 2 : 73-84, 1988 ISSN 0216-1877 JENIS LUMBA-LUMBA (DOLFIN) YANG TERDAPAT DI PERAIRAN INDO MALAYA oleh Bambang Sudjoko 1) ABSTRACT THE SPECIES OF DOLPHINS THAT FOUND IN INDO-MALAYA

Lebih terperinci

Ordo Pinnipedia. Ordo Pinnipedia

Ordo Pinnipedia. Ordo Pinnipedia Ordo Pinnipedia Terdiri dari 3 famili: 1. Phocidae: True seals (anjing laut sejati) 2. Otariidae: Fur seals & Sea lions (anjing laut berbulu dan singa laut) 3. Odobenidae: Walrus Makanan utama Pinniped:

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 5 45' 9 8 7 5 44' 6 5 43' 5 42' 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa pulau di kawasan Kepulauan Seribu (P. Karang Congkak, P. Karang Lebar), Jakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian umum cetacean Lumba-lumba hidung botol ( Tursiops sp.)

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian umum cetacean Lumba-lumba hidung botol ( Tursiops sp.) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian umum cetacean Cetacean merupakan istilah golongan mamalia laut yang masuk kedalam ordo Cetacea.Ordo Cetacea mempunyai dua sub-ordo yaitu Mysticeti dan Odontoceti, sub-ordo Mysticeti

Lebih terperinci

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

Protokol: Pengamatan insidental di Kofiau, Raja Ampat

Protokol: Pengamatan insidental di Kofiau, Raja Ampat Protokol: Pengamatan insidental di Kofiau, Raja Ampat Versi 1.1 Juli, 2006 Protokol ini dihasilkan dari pengarahan oleh Peter Mous, Technical Manager TNC CTC (pmous@tnc.org) dan berdasarkan hasil lokakarya

Lebih terperinci

STUDI VARIASI KOMPOSISI CETACEA DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI VARIASI KOMPOSISI CETACEA DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI VARIASI KOMPOSISI CETACEA DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR SKRIPSI Oleh: FAJAR ANSHORI K2D 000 287 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG 1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG Istilah dugong sering dikacaukan dengan istilah lain seperti ikan duyung dan putri duyung. Dalam khasanah ilmiah, istilah dugong adalah satwa mamalia yang hidup di perairan

Lebih terperinci

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia.

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia. Cites CITES rutin mengadakan (Convention on sidang International dalam penentuan Endengered hewan-hewan Species of Wild yang Fauna and Apendiks dilarang Flora) yaitu untuk 1 adalah : jenis-jenis daftar

Lebih terperinci

KEBERADAAN PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR *)

KEBERADAAN PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR *) Keberadaan Pesut (Orcaella brevirostris) di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur (Oktaviani, D., et al.) ABSTRAK Pesut atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Irrawaddy dolphin dengan nama ilmiah

Lebih terperinci

(Tursiops truncatus) Studi Awal Karakteristik Suara Siulan ( (Burst) ) pada Lumba-Lumba Hidung Botol ( Abstrak. Abstract.

(Tursiops truncatus) Studi Awal Karakteristik Suara Siulan ( (Burst) ) pada Lumba-Lumba Hidung Botol ( Abstrak. Abstract. Ilmu Kelautan. September 24. Vol. 9 (3) : 13-13 ISSN 83-7291 Studi Awal Karakteristik Suara Siulan ( (Whistle) ) dan Lengkingan (Burst) ) pada Lumba-Lumba Hidung Botol ( (Tursiops truncatus) Gilang Aulia

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL KONSERVASI MAMALIA LAUT TAHUN 2018-2022 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan Kabupaten Raja Ampat Secara administratif, Kabupaten Raja Ampat terletak pada (BPS Raja Ampat 2011, dalam Agustina, 2012): Sebelah Utara : Samudera Pasifik, berbatasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Taksonomi lumba-lumba hidung botol telah lama menjadi perdebatan (Vermeulan & Cammareri 2008; Goodall et al. 2011).Sampai saat ini dua spesies Tursiops sp. yang dikenal adalah T. truncatus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2018 TENTANG LARANGAN PENGELUARAN IKAN HIU KOBOI (Carcharhinus longimanus) DAN HIU MARTIL (Sphyrna spp.) DARI WILAYAH NEGARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/KEPMEN-KP/2018 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN TERBATAS IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan Lumba-lumba Hasil pengamatan lumba-lumba ditunjukan oleh Tabel 5. Pengamatan lumba-lumba di perairan Pulau Karang Congkak dan Perairan Pulau Karang Lebar

Lebih terperinci

6/7/2012. Mamalia Laut adalah hewan menyusui yang telah beradaptasi sepenuhnya untuk hidup di laut.

6/7/2012. Mamalia Laut adalah hewan menyusui yang telah beradaptasi sepenuhnya untuk hidup di laut. Mamalia Laut adalah hewan menyusui yang telah beradaptasi sepenuhnya untuk hidup di laut. 1 Berdarah Panas Memiliki Rambut Melahirkan anak Menyusui Kapasitas otak besar, organ pendengaran lebih berkembang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) proyek ancol yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) proyek ancol yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancol taman impian atau biasa disebut Ancol sudah ditujukan sebagai sebuah kawasan wisata terpadu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

Pergerakan. Perilaku Makan

Pergerakan. Perilaku Makan Pergerakan Perilaku duyung umumnya tenang Berenang perlahan (5,4 13,5 knot) Sirip depan untuk mendayung, memutar dan mengurangi kecepatan. Sirip ekor untuk mendorong badan kedepan dan mengatur keseimbangan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode hidroakustik Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic instrumen), antara lain: echosounder,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Kegunaan Kerangka Pemikiran.

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Kegunaan Kerangka Pemikiran. DAFTAR ISI BAB Hlm DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Identifikasi Masalah...... 1.3 Tujuan...... 1.4 Kegunaan.. 1.5 Kerangka Pemikiran. xi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH (Kasus Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat) RISYAT ALBERTH FAR FAR SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR Oleh : Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Protokol: Pengamatan Insidental di Kabupaten Maluku Tenggara

Protokol: Pengamatan Insidental di Kabupaten Maluku Tenggara Protokol: Pengamatan Insidental di Kabupaten Maluku Tenggara Arief Firdaus/MPAG Disusun oleh: DKP Kabupaten Maluku Tenggara : S. P. Silubun, Rita Lakesubun, L, Lermatan, Soleman Rery BP4K Kabupaten Maluku

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

Data yang dikeluarkan oleh Kantor Distrik Teluk Mayalibit. Tanggal 6 Januari

Data yang dikeluarkan oleh Kantor Distrik Teluk Mayalibit. Tanggal 6 Januari Bab Satu Pendahuluan Latar Belakang Masalah Kampung Warsambin adalah salah satu kampung yang terletak di distrik Teluk Mayalibit, kabupaten Raja Ampat. Sebelum mengalami pemekaran distrik, Teluk Mayalibit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya 21 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Ikan gelodok adalah ikan yang hidup di habitat intertidal ditemukan di daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya ditemukan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition David G. Itano 1 1 Pelagic Fisheries Research Programme, Honolulu, Hawaii Translation by

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil HEWAN YANG HIDUP DI AIR 1. Hiu Kepala Martil Hiu kepala martil memiliki kepala berbentuk seperti martil. Dengan satu cuping hidung dan satu mata di setiap pangkal "martil"nya, mereka mengayunkan kepalanya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus macarellus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang tersebar luas di perairan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar

Lebih terperinci

Pasal 4. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Pasal 4. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN PENGELUARAN IKAN HIU KOBOI (Carcharhinus longimanus) DAN HIU MARTIL (Sphyrna spp.) DARI WILAYAH NEGARA

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

Kemampuan khusus Cetacea

Kemampuan khusus Cetacea Kemampuan khusus Cetacea Reproduksi: Cetacean bereproduksi dengan cara vivipar (melahirkan), setelah melahirkan kelompok betina saling menjaga bayi yang baru lahir, agar tidak tenggelam dan bisa ke perukaan

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

OSEANOGRAFI. Morfologi Dasar Laut

OSEANOGRAFI. Morfologi Dasar Laut OSEANOGRAFI Morfologi Dasar Laut Outline Teori Continental Drift Teori Plate Tectonic Morfologi Dasar Laut 2 Games!!! Bagi mahasiswa menjadi 3 kelompok. Diskusikan mengenai hal-hal berikut : - Kelompok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar belakang

1. PENDAHULUAN Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sebagai salah satu pusat marine megabiodiversity dunia, Indonesia memiliki kekayaan spesies cetacea yang tinggi. Dari sekitar 80 extanct spesies cetacea, sedikitnya ada

Lebih terperinci