Laporan Kinerja. Kementerian Keuangan Tahun 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Kinerja. Kementerian Keuangan Tahun 2016"

Transkripsi

1

2

3 Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun

4 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Isi 02 Daftar Tabel 04 Daftar Gambar 06 Daftar Grafik 07 Pengantar 08 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan A. B. C. Latar Belakang Tugas, Fungsi, Dan Struktur Organisasi Mandat dan Peran Strategis D. Program Reformasi Birokrasi Dan Transformasi Kelembagaan 24 E. Sistematika Laporan A. Rencana Strategis 30 Perencanaan Kinerja B. Rencana Kerja, Rencana Kerja Dan Anggaran, Dan Perjanjian Kinerja 44 C. Evaluasi Internal: Evaluasi Renstra Dan Evaluasi Mandiri Atas Implementasi Sistem Instansi Pemerintah (SAKIP) Kementerian Keuangan 52 D. Pengukuran Kinerja 56 2

5 Daftar Isi 03. A. Capaian Kinerja Organisasi 68 B. C. Realisasi Agenda Prioritas Realisasi Anggaran D. Kinerja Lain A. Tindak Lanjut Atas Evaluasi AKIP 212 Inisiatif Peningkatan Kinerja B. Revitalisasi Manajemen Kinerja Kementerian Keuangan C. D. Kementerian Keuangan Program Peningkatan Integritas Penguatan Program Reformasi Birokrasi Dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Tahun Penutup Penutup Lampiran Pernyataan Reviu Inspektorat Jenderal 240 3

6 Daftar Tabel Daftar Tabel 1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang didukung Kementerian Keuangan 2.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Pertama Pemerintah 2.2 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketiga Pemerintah 2.3 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Keenam Pemerintah 2.4 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketujuh Pemerintah 2.5 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Target Kinerja Kementerian Keuangan Tahun Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan 2.7 Rincian Renja Kementerian Keuangan Tahun Hubungan Sasaran dalam Renstra/Renja dengan Perjanjian Kinerja 2.9 Hubungan Indikator Kinerja Renstra dengan Perjanjian Kinerja Tahun Penyesuaian Target dalam Dokumen Renja/Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan Hubungan Sasaran Strategis, IKU dan Target IKU 2.12 Periode Monitoring Kinerja berdasarkan Level Unit Organisasi 2.13 Klasifikasi Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP 3.1 Nilai Kinerja Organisasi berdasarkan Perspektif 3.2 Capaian IKU pada SS Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukun pertumbuhan ekonomi yang inklusif 3.3 Capaian IKU Rasio Defisit APBN terhadap PDB Realisasi APBN-P tahun 2016 s.d. Desember Rincian capaian IKU Rasio utang terhadap PDB SBN Tradable yang Dimiliki oleh Investor Domestik dan Asing 3.7 Capaian IKU Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB 3.8 Penerimaan Perpajakan Tahun 2015 dan Persentase Realisasi Penerimaan Pajak (triliun rupiah) 3.10 Pertumbuhan penerimaan pajak tahun Persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun Realisasi penerimaan DJBC Tahun 2016 dan Data realisasi DJBC 3 tahun terakhir 3.14 Capaian IKU pada SS Pemenuhan layanan publik 3.15 Rincian capaian IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 3.16 Rincian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan per unit Eselon I 3.17 Perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan 3.18 Rencana Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 3.19 Perbandingan realisasi IKU tahun 2015 dan Waktu penyelesaian proses kepabeanan tahun Capaian realisasi SS Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi 3.22 Rasio kepatuhan penyampaian SPT tahunan PPh tahun 2013 s.d Realisasi IKU Kepatuhan Importir Jalur Prioritas tahun

7 Daftar Tabel 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas 3.25 Capaian IKU Tingkat Akurasi Proyeksi Asumsi Makro 3.26 Deviasi Proyeksi Penerimaan Perpajakan (non-migas) 3.27 Deviasi Proyeksi Belanja K/L 3.28 Capaian IKU Deviasi Proyeksi APBN 3.29 Capaian IKU pada SS Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP tahun Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN tahun Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN 3.33 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat 3.34 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat, per bulan tahun Capaian IKU pada SS Belanja dan transfer yang optimal 3.36 Capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN 3.37 Persentase kesesuaian dengan perencanaan 3.38 Persentase efektivitas pelaksanaan kegiatan 3.39 Persentase efisiensi pelaksanaan kegiatan 3.40 Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/ Lembaga 3.41 Perbandingan realisasi Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga tahun Pembobotan dalam perhitungan Indeks Williamson tahun Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal 3.44 Perbandingan Utilisasi Aset Tahun Posisi Utang Pemerintah Tahun Pagu dan Realisasi Belanja dan Pembiayan Utang Tahun Rincian penerbitan SBSN tahun Perkembangan Penerbitan SBSN tahun Penawaran SUN yang memenuhi benchmark 3.50 Hasil penerbitan SUN melalui lelang dan private placement tahun Penerbitan SUN berdenominasi USD di Pasar Perdana Internasional 3.52 Penerbitan Surat Utang Negara berdenominasi Euro 3.53 Penerbitan SUN berdenominasi Yen 3.54 Penerbitan SUN metode private placement tahun Kinerja pengelolaan SUN tahun Realisasi pengadaan pinjaman program tahun Capaian IKU Pengadaan Utang tahun Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal 3.59 Realisasi Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) DJP tahun Perkembangan capaian IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) - DJBC

8 Daftar Gambar 3.61 Hasil penyidikan yang berstatus P-21 tahun Persentase penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP 3.63 Persentase Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LK BUN 3.64 Capaian IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit 3.65 Capaian IKU pada SS SDM yang kompetitif 3.66 Jumlah pegawai yang telah mengikuti Assessment Centre tahun Capaian IKU Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan periode Q4 tahun Capaian IKU Nilai peningkatan kompetensi SDM 3.69 Realisasi nilai per jenis diklat 3.70 Capaian IKU pada SS Organisasi yang kondusif 3.71 Capaian Implementasi Program RBTK pada MITRA per 31 Desember Persentase tahapan pembentukan jabatan fungsional 3.73 Capaian IKU Tingkat penyelesaian pengembangan jabatan fungsional 3.74 Capaian IKU pada SS Sistem manajemen informasi yang andal 3.75 Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi 3.76 Rata-rata capaian IKU Tingkat Downtime tahun Capaian IKU pada SS Pelaksanaan anggaran yang optimal 3.78 Perkembangan Opini BPK atas LK BA15 tahun Capaian realisasi IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran 3.80 Persentase kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I tahun Rincian realisasi per jenis belanja tahun Realisasi DIPA per program tahun Realisasi pengampunan pajak 3.84 Penghargaan Kementerian Keuangan dalam pemeringkatan e-government Indonesia tahun Target Customs Clearance Time 4.2 Periode Pelaksanaan Monitoring Kinerja sesuai Level Unit Organisasi 4.3 Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP K Daftar Gambar 1.1 Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan 1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara 2.1 Alur Penyusunan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2.2. Alur Penyusunan Dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan 2.3 Peta strategi kemenkeu Strategi Umum Penerimaan Pajak tahun Proses bongkar muat barang 3.3 Komponen dwelling time barang impor

9 Daftar Grafik 3.4 Suasana Pelabuhan 3.5 Klasifikasi penjaluran importir 3.6 Aplikasi MITRA 3.7 tampilan portal APBN 3.8 Poster dan Slogan sadar pajak 3.9 Dirjen Perbendaharaan memantau Treasury dealing room 3.10 Penandatanganan MOU penggunaan SIKP dengan Pemda 3.11 Program penjaminan pemerintah tahun Tampilan aplikasi e-rekon-lk 3.13 Sertifikat QMS 3.14 Poster Kemenkeu Mengajar tanggal 24 Oktober 2017 di 6 kota di Indonesia 3.15 Homepage website #SadarAPBN 3.16 Penerima Beasiswa LPDP 4.1 Periode pelaksanaan DKO dan monitoring rencana aksi 4.2 Mekanisme penghitungan NKP K3 4.3 Penyerahan Penghargaan WBK/WBBM oleh Menteri PAN-RB 4.4 Conceptual Frame Work Perumusan IS RBTK 4.5 Peta Inisiatif Strategis Program RBTK Daftar Grafik 3.1 NKO Kementerian Keuangan Tahun Perkembangan Defisit Anggaran Tahun Rasio Utang Terhadap PDB 3.4 Tren capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 3.5 Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 s.d LKPP tahun Tren capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN 3.7 Perkembangan capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah 3.8 Perkembangan target dan realisasi IKU Rasio Utilisasi Aset Terhadap Total Aset Tetap tahun (triliun rupiah) 3.9 Nilai aset tetap sesuai LBMN 3.10 Kinerja pengelolaan SUN tahun Tren target dan realisasi IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi SKJ Tahun Perkembangan target dan realisasi IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM tahun Tren target dan realisasi capaian IKU implementasi inisiatif TRBTK tahun Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan tahun Daerah penerima DID tahun 2016 & Pertumbuhan Nilai BMN berupa Aset Tetap Tahun 2004 s.d (dalam triliun) Hasil dari Pelaksanaan Invetarisasi dan Penilaian 4.2 Perkembangan Penyelesaian Sertifikasi BMN berupa Tanah Periode 2013 s.d (dalam bidang)

10 Sambutan Sambutan Menteri Keuangan Kementerian Keuangan mengemban amanah untuk mengelola keuangan negara dan kekayaan negara dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sebagai institusi publik, Kementerian Keuangan bertanggung jawab melaksanakan tugas dan fungsi secara akuntabel. Laporan Kinerja Kementerian Keuangan merupakan perwujudan akuntabilitas dan transparansi kinerja Kementerian Keuangan yang didalamnya menguraikan rencana kinerja yang telah ditetapkan, pencapaian atas rencana kinerja tersebut, dan realisasi anggaran. Peran strategis Kementerian Keuangan tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) periode sebagai bagian dalam pencapaian Sembilan Agenda Prioritas yang disebut dengan Nawa Cita. Dari Sembilan Agenda Prioritas tersebut, empat diantaranya terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan yang dijabarkan menjadi 18 (delapan belas) agenda prioritas Kementerian Keuangan. Agenda prioritas ini menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan. Renstra Kementerian Keuangan memuat 16 (enam belas) sasaran strategis yang pencapaiannya didukung oleh serangkaian rencana kerja, rencana kerja dan anggaran, serta Indikator Kinerja Utama (IKU) dan target kinerja sebagaimana dituangkan dalam Perjanjian Kinerja. 8

11 Sambutan Penetapan ukuran kinerja, yang dituangkan dalam Perjanjian Kinerja di setiap awal tahun berjalan, tidaklah semata-mata hanya ditujukan untuk menggambarkan ketercapaian target kinerja organisasi di akhir tahun. Akan tetapi, ada hal yang jauh lebih penting dari hal tersebut, dimana penetapan ukuran kinerja dijadikan sebagai acuan manajemen dalam mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai kinerja yang paling maksimal. Sehingga, baik ukuran maupun kinerja yang ditetapkan diupayakan ditetapkan secara lebih ambisius dan menantang. Kondisi perekonomian domestik maupun internasional pada tahun 2016 yang cukup bergejolak merupakan tantangan bagi pencapaian kinerja Kementerian Keuangan dan mendorong dikeluarkannya berbagai kebijakan untuk mengamankan kondisi fiskal. Evaluasi kinerja yang dilakukan secara periodik menunjukkan meskipun secara umum target kinerja di tahun 2016 telah terlampaui, masih terdapat beberapa target kinerja yang masih memerlukan sejumlah perbaikan inisiatif untuk mendongkrak kinerja di tahun berikutnya. Saya mengajak seluruh komponen organisasi untuk menjadikan sistem pengelolaan kinerja sebagai instrumen manajemen yang efektif bukan sekadar pemenuhan formalitas. Seluruh IKU dan target IKU yang ditetapkan harus merefleksikan tujuan dan ambisi dalam bekerja untuk memberikan upaya terbaik bagi organisasi, bangsa, dan negara. Saya mengapresiasi kinerja seluruh jajaran di Kementerian Keuangan yang telah berkontribusi untuk organisasi ini. Saya melihat masih terdapat bagian-bagian yang perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, saya mendorong agar seluruh pejabat dan pegawai bersama-sama dengan saya untuk terus-menerus mengupayakan perbaikan bagi Kementerian Keuangan dan bagi Indonesia. Selain itu, saya mengapresiasi seluruh pihak eksternal yang telah bekerja sama dengan Kementerian Keuangan baik seluruh Kementerian/Lembaga, Dewan Perwakilan Rakyat, dan seluruh masyarakat yang kerap bersentuhan dengan Kementerian Keuangan. Kami berharap agar ke depannya kerja sama ini dapat dilanjutkan dengan baik dan kami pun dapat melayani dengan lebih baik. Kontribusi kita semua tentu bermanfaat untuk membangun Indonesia yang lebih sejahtera. Akhir kata, semoga Laporan Kinerja ini dapat bermanfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban Kementerian Keuangan dan umpan balik bagi organisasi untuk mendorong peningkatan kinerja. Menteri Keuangan SRI MULYANI INDRAWATI 9

12 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Visi pemerintah dalam Kabinet Kerja Periode Tahun adalah Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Sebagai bagian pemerintah, Kementerian Keuangan mempunyai tugas strategis berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 sebagai pengelola fiskal yang berwenang dalam penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro. Peran Kementerian Keuangan juga tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode untuk mendukung Agenda Prioritas yang disebut Nawa Cita. Ada 4 (empat) Agenda Pembangunan Nasional yang menjadi bagian Kementerian Keuangan yaitu: (Nawa Cita 1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara; (Nawa Cita 3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; (Nawa Cita 6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; dan (Nawa Cita 7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Menteri Keuangan telah menetapkan visi Kementerian Keuangan yaitu Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21. Untuk mendukung pencapaian Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) serta mewujudkan visi dan misi organisasi, Kementerian Keuangan telah menyusun kegiatan prioritas untuk mencapai agenda prioritas Nawa Cita dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun Renstra memuat tujuh tujuan Kementerian Keuangan yaitu: (1) Terjaganya kesinambungan fiskal; (2) Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai; (3) Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara; (4) Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah; (5) Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran; (6) Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan; (7) Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan. Untuk mencapai visi dan misi serta tujuan yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan menjabarkan 16 sasaran strategis sebagai rincian atas tujuan tersebut. Setiap sasaran tersebut disertai dengan ukuran sebagai alat untuk mengetahui pencapaian sasaran dimaksud. Terdapat 20 indikator kinerja utama beserta targetnya yang ditetapkan sebagai standar kinerja selama tahun 2015 sampai dengan Pencapaian visi dan misi organisasi juga didukung dengan penetapan serangkaian inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan 10

13 Ringkasan Eksekutif sebagai upaya penyempurnaan proses bisnis dan organisasi yang pada akhirnya diharapkan dapat mendongkrak kinerja, baik level Kementerian maupun nasional. Berdasarkan evaluasi kinerja tahun 2016, secara keseluruhan kinerja Kementerian Keuangan sudah baik dimana Nilai Kinerja Organisasi (NKO) adalah sebesar 106,25. Dari 26 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 20 IKU berstatus hijau (memenuhi ekspektasi), 4 IKU berstatus kuning (belum memenuhi ekspektasi), dan 2 IKU berstatus merah (tidak memenuhi ekspektasi). Selain itu, kementerian juga telah melakukan pemantauan atas kegiatan prioritas untuk mendukung empat agenda prioritas Nawa Cita. Selama tahun 2016, telah dilakukan serangkaian kegiatan untuk menjamin agenda prioritas tersebut terlaksana. Pada sisi pengelolaan anggaran, Kementerian Keuangan telah merealisasikan penyerapan DIPA TA 2016 untuk semua jenis belanja sebesar 89,52%, yaitu Rp39.234,46 miliar dari total pagu sebesar Rp ,54 miliar. Kualitas pemanfaatan anggaran tidak direfleksikan dengan sekadar menyerap pagu anggaran, tetapi memperhitungkan juga ketercapaian output serta upaya efisiensi penyerapannya. Pemanfaatan anggaran harus memberikan dampak yang dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas. Kementerian Keuangan juga telah melakukan sejumlah inovasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Beberapa achievement Kementerian Keuangan diantaranya adalah penyederhanaan tahapan penyaluran dana desa dan berbasis kinerja daerah, penerapan reward bagi daerah melalui dana insentif daerah, pengampunan pajak, penerapan Mini ATM secara nasional, telaah sejawat dalam pengawasan, kegiatan Kemenkeu mengajar, dan lain sebagainya. Berbagai improvement dalam internal organisasi telah mengantarkan Kementerian Keuangan meraih beberapa penghargaan seperti penghargaan atas pengelolaan call center, penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya Tingkat Mentor dari Presiden RI dalam rangka implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG), penghargaan JDIH terbaik dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, BKN Awards tahun 2016 dan lain sebagainya. Perbaikan terhadap organisasi dilakukan secara terus menerus melalui berbagai inovasi dan penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selain itu, internal organisasi secara aktif melakukan sejumlah upaya perbaikan dan perencanaan seperti penyempurnaan sistem pengelolaan kinerja melalui pengukuran Kualitas Kontrak Kinerja Pegawai untuk diferensiasi kinerja pegawai yang lebih objektif, program peningkatan integritas, dan penguatan Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) tahun

14 BAB 1 Pendahuluan 01. Pendahuluan 12

15 BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang B. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi C. Mandat dan Peran Strategis D. Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan E. Sistematika Pelaporan 13

16 BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Kementerian Keuangan dituntut untuk melaksanakan tugas pengelolaan keuangan negara dengan prudent, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 14

17 BAB 1 Pendahuluan Pemerintah, melalui Kabinet Kerja Periode Tahun , berupaya untuk mewujudkan tujuan nasional yang tentu dalam perjalanannya menghadapi berbagai tantangan baik yang berasal dari dalam negeri maupun global. Untuk itu, pemerintah telah menetapkan visi baru yaitu terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Pencapaian visi mulia ini hanya mungkin diwujudkan apabila segenap jajaran pemerintahan dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara tepat yang direfleksikan dengan pencapaian kinerja untuk mendukung agenda prioritas nasional. Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan mempunyai tugas yang sangat strategis dalam pemerintahan Republik Indonesia. Hal ini karena Kementerian Keuangan merupakan pengelola fiskal yang berwenang dalam penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro seperti penganggaran dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan pembiayaan dan risiko. Dalam melaksanakan tugas pengelolaan keuangan negara tersebut, Kementerian Keuangan dituntut untuk melaksanakannya dengan prudent, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Salah satu azas penyelenggaraan good governance yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah azas akuntabilitas yangmenentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan Laporan Kinerja. Laporan Kinerja disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi selama Tahun 2016 dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi Kementerian Keuangan dan sekaligus sebagai alatkendali dan pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, serta sebagai salah satu alat untuk mendapatkan masukan bagi stakeholders demi perbaikan kinerja Kementerian Keuangan. Selain untuk memenuhi prinsip akuntabilitas, Laporan Kinerja tersebut juga merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. 15

18 BAB 1 Pendahuluan B. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dalam melaksanakan peran strategis seperti diuraikan diatas, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan kekayaan negara untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Keuangan mempunyai fungsi: (a) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan, dan pengelolaan pembiayaan dan risiko; (b) perumusan, penetapan, pemberian rekomendasi (c) kebijakan fiskal dan sektor keuangan; koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan; (d) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan; (e) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan; (f) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Keuangan di daerah; (g) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah; (h) pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara; dan (i) pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan dibantu oleh Wakil Menteri Keuangan, 11 (sebelas) Unit Eselon I, 8 (delapan) Staf Ahli, dan 5 (lima) Pusat. Selain itu, untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian Keuangan telah dibentuk Sekretariat Pengadilan Pajak, Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Berbeda dengan Kementerian lainnya yang bersifat integrated type, dimana Direktorat- Direktorat Jenderalnya melaksanakan tugas yang sejenis. Kementerian Keuangan memiliki karakteristik holding type organization dengan permasalahan yang sangat kompleks, 16

19 BAB 1 Pendahuluan dimana Kementerian Keuangan memiliki instansi vertikal terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi di wilayah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/ PMK.01/2015 mengakomodir penataan organisasi dalam rangka pelaksanaan program kerja Kabinet Jokowi-JK, serta tindak lanjut ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan dan Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Secara garis besar, penataan organisasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Dalam rangka membantu Direktur Jenderal Pajak dalam mengoordinasikan pelaksanaan tugas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dilakukan penambahan 3 (tiga) Staf Ahli Menteri Keuangan dari awalnya berjumlah 5 (lima) yaitu Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak, dan Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak. Selain itu, dalam rangka menangani tugas-tugas perpajakan internasional (optimalisasi penanganan transfer pricing dan tax treaty) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dilakukan pembentukan Direktorat Perpajakan Internasional. Terkait penguatan instansi perpajakan dan peningkatan efektivitas pengawasan dalam sistem self assesment, pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan penerimaan pajak secara nasional, serta mengoptimalkan penerimaan pajak, dilakukan pemecahan Direktorat Intelijen dan Penyidikan menjadi Direktorat Intelijen Perpajakan dan Direktorat Penegakan Hukum. b. Dalam rangka mendukung pelaksanaan transformasi kelembagaan dan peningkatan fungsi manajemen khususnya fungsi perencanaan yang komprehensif di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dilakukan pembentukan Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategis. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepatuhan, pengawasan, evaluasi kinerja, penjaminan kualitas, dan pemeriksaan internal sumber daya aparatur, dilakukan reposisi Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai menjadi Direktorat Kepatuhan Internal. c. Dalam rangka memberikan kemudahan kepada para investor, lenders, maupun masyarakat luas untuk lebih mengetahui pengelolaan pembiayaan dan Surat Berharga Negara, dilakukan pembentukan Investor Relation Unit pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan utang negara. d. Perubahan nomenklatur terkait penajaman tugas dan fungsi,serta penyeimbangan beban kerja sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan stakeholder pada beberapa unit eselon II dilakukan pada unit Sekretariat Jenderal (Setjen), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), DJP, DJBC, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). 17

20 BAB 1 Pendahuluan Bagan struktur organisasi Kementerian Keuangan dapat dilihat dalam gambar berikut : Inspektorat Jenderal 8 Staf Ahli Sekretariat Jenderal Gambar 1.1 Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan 18

21 BAB 1 Pendahuluan Sebagaimana struktur organisasi di atas, dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Keuangan didukung oleh orang pegawai dari berbagai bidang keahlian seperti ekonomi, keuangan, bisnis, hukum, teknis, administrasi, dan lainnya. Pegawai Kementerian Keuangan tersebut ditempatkan pada 11 unit Eselon I yang tersebar ke dalam Kantor Pusat dan Kantor Vertikal di daerah. Dalam konteks sebaran pegawai, terdapat 17,96% pegawai di Kantor Pusat dan 82,04% pegawai di kantor Vertikal di daerah. Distribusi pegawai yang berimbang ini amat perlu dalam membentuk workforce yang efektif dan efisien. Selain itu Kementerian Keuangan juga mempertimbangkan komposisi dari segi jabatan, golongan, pendidikan dan usia/generasi serta kompetensi. Komposisi yang berimbang merupakan dukungan dalam pencapaian sasaran kinerja Kementerian Keuangan ini sebagaimana tertuang dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun

22 BAB 1 Pendahuluan C. Mandat dan Peran Strategis Kementerian Keuangan mempunyai peran yang strategis yaitu pengelola keuangan dan kekayaan negara. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara memberi kuasa kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian Negara/ Lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO), sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Presiden Chief Financial officer (CFO) Bendahara Umum Negara Chief Operational Officer (COO) Pengguna Anggran Menteri Keuangan Menteri Teknis Gambar 1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. 20

23 BAB 1 Pendahuluan Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; 2. Menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; 3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; 4. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; 5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang; 6. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara (BUN); 7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban APBN; 8. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola kekayaan negara, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Merumuskan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 2. Melaksanakan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 3. Menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. Peran strategis Kementerian Keuangan juga tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode Untuk menunjukkan prioritas pada jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, telah dirumuskan Sembilan Agenda Prioritas dalam pemerintahan ke depan, yang disebut Nawa Cita. Sebagai ruh dalam pembangunan nasional, Nawa Cita harus menjadi acuan dalam penyusunan RPJMN. 21

24 BAB 1 Pendahuluan Adapun Nawa Cita tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara; 2. Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokratis dan Terpercaya; 3. Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan; 4. Memperkuat Kehadiran Negara Dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum Yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya; 5. Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia; 6. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional; 7. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; 8. Melakukan Revolusi Karakter Bangsa; 9. Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Kementerian Keuangan secara langsung mendukung 4 (empat) Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) tersebut yaitu: (1) Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara; (3) Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan; (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional; dan (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik. Adapun sasaran yang ingin diwujudkan sebagaimana dimuat dalam RPJMN terkait agenda Nawa Cita dimaksud adalah sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut: 22

25 BAB 1 Pendahuluan Tabel 1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang Didukung Kementerian Keuangan No. Nawa Cita Sasaran 1. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan Regional Menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di tingkat global G-20 dan APEC; Meningkatnya pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular; Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional. 3. Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan Pengembangan Kawasan Perbatasan Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah Meningkatnya kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan negara tetangga, ditandai dengan meningkatnya perdagangan eksporimpor di perbatasan, dan menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan. Mengurangi jumlah desa tertinggal sampai desa atau meningkatkan desa mandiri sedikitnya desa. Meningkatnya kemampuan fiskal dan kinerja keuangan daerah. 5. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Di Pasar International Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Infrastruktur Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang Optimalisasi penyediaan layanan air minum, melalui fasilitasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yaitu bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat Menyediakan dukungan pembiayaan untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur melalui penyediaan alternatif pembiayaan, seperti melalui skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPS), pembentukan bank pembangunan/infrastruktur dan skema innovative financing lainnya. Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam negeri; Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan (sustainable mining), baik untuk perusahaan besar maupun pertambangan rakyat 7. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik Penguatan Sektor Keuangan Penguatan Kapasitas Fiskal Negara Meningkatnya daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh ketahanan dan stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien. Meningkatnya kapasitas fiskal negara dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang. 23

26 BAB 1 Pendahuluan D. Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Pimpinan Kementerian Keuangan, telah menyatakan komitmen untuk meneruskan pemantapan dan pengembangan upaya transformasi yang sudah diraih sebelumnya. Dalam dekade terakhir, gelombang pertama percepatan reformasi birokrasi dalam Kementerian Keuangan dimulai sejak 2005, dimana kegiatan reformasi ini berfokus pada transformasi Kementerian Keuangan menjadi organisasi berkinerja dan meningkatkan tata kelola dan transparansi pada organisasi-organisasi yang berfokus pada pendapatan, yaitu DJP dan DJBC. Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan diinisiasi mulai tahun 2014, dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 36/ KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun Program RBTK ini merupakan program strategis Kementerian Keuangan dalam upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang, dan tantangan yang terjadi baik dalam skala nasional, regional, maupun global untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, beretika, dan kredibel, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders. 24

27 BAB 1 Pendahuluan Program RBTK ini merumuskan kembali cara kerja Kementerian Keuangan dengan menyempurnakan, memperbaiki dan merampingkan proses bisnis utama dalam tiap bidang operasional inti, yaitu: pajak, bea dan cukai, penganggaran dan perbendaharaan. Hal ini tercermin melalui lima tema transformasi yang menjadi dasar pembangunan keseluruhan program RBTK: 1. Memperkuat budaya akuntabilitas berorientasi outcome; 2. Merevisi model operasional, merampingkan proses bisnis, mempercepat digitalisasi pada skala besar; 3. Membuat struktur organisasi lebih fit-for-purpose dan efektif; 4. Menghargai kontribusi pegawai berprestasi dengan mengembangkan dan memberdayakan mereka untuk memperoleh dan membangun keahlian fungsional yang vital; 5. Menjadi lebih proaktif dalam mempengaruhi stakeholders untuk menghasilkan terobosan nasional. 25

28 BAB 1 Pendahuluan E. Sistematika Laporan Sistematika penyajian Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. BAB I Pendahuluan Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issues) yang sedang dihadapi organisasi. 2. Bab II Perencanaan Kinerja Pada bab ini diuraikan rencana strategis, rencana kerja, rencana kerja anggaran dan perjanjian kinerja tahun Selain itu juga diuraikan evaluasi internal atas pelaksanaan rencana strategis dan pelaksanaan program, serta evaluasi yang dilaksanakan oleh APIP. Lebih lanjut diuraikan pula mengenai pengukuran kinerja organisasi. 3. Bab III A. Capaian Kinerja Organisasi Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis Organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. B. Realisasi Program Agenda Prioritas Pada sub bab ini diuraikan realisasi program agenda prioritas yang mendukung pencapaian Nawa Cita pemerintah. C. Realisasi Anggaran Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah digunakan untuk dalam rangka mewujudkan mendukung kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja. 26

29 BAB 1 Pendahuluan D. Kinerja Lain Pada subbab ini diuraikan kinerja-kinerja lain yang tidak masuk dalam Perjanjian Kinerja Menteri Keuangan, namun terkait dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. 4. Bab IV Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Pada bab ini diuraikan langkah-langkah perbaikan (tindak lanjut) hasil rekomendasi Kementerian PAN dan RB atas evaluasi AKIP Kementerian Keuangan Tahun Selain itu juga diuraikan tindak lanjut rekomendasi evaluasi internal yang dilakukan oleh Itjen, pengembangan pengelolaan kinerja dan risiko Kementerian Keuangan upaya revitalisasi manajemen kinerja, program-program yang dilakukan dalam rangka peningkatan integritas, serta penguatan program RBTK Tahun Bab V Penutup Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. 6. Lampiran Pernyataan Reviu oleh Inspektorat Jenderal 27

30 BAB 2 Perencanaan Kinerja 02. Perencanaan Kinerja

31 BAB 2 Perencanaan Kinerja 2016 A. Rencana Strategis B. Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan Perjanjian Kinerja C. Evaluasi Internal: Evaluasi Renstra dan Evaluasi Mandiri atas implementasi Sistem instansi Pemerintah (SAKIP) kementerian Keuangan D. Pengukuran Kinerja 29 29

32 BAB 2 Perencanaan Kinerja A. Rencana Strategis Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Dalam rangka membantu Pemerintah dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Kementerian Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Kementerian/ Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. Kementerian Keuangan sebagai pembantu Pemerintah dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah merupakan Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap Kementerian/Lembaga pada hakekatnya adalah merupakan Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu dalam pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Sebagai bagian dari upaya pengembangan pengelolaan administrasi yang bijak dan transparansi penggunaan dana publik serta adanya tuntutan stakeholders atas perbaikan kinerja dan pelayanan publik, Kementerian Keuangan menjalankan program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan. Dalam konteks ini Kementerian Keuangan kembali menyempurnakan visi kementerian yang berorientasi pada outcome serta mencerminkan peralihan dari pola pikir lama yang berorientasi kepada kepatuhan dan proses. 30

33 BAB 2 Perencanaan Kinerja Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif diabad ke-21 Penggerak utama berarti bahwa Kementerian Keuangan, dalam perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai prime mover dalam mendorong pembangunan nasional di masa depan. Melalui manajemen pendapatan dan belanja negara yang proaktif, Kementerian Keuangan menggerakkan dan mengarahkan perekonomian negara menyongsong masa depan. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan pembangunan yang diarahkan oleh Kementerian Keuangan akan menghasilkan dampak yang merata di seluruh Indonesia, hal ini akan tercapai melalui koordinasi yang solid antar pemangku kepentingan dalam pemerintahan serta melalui penetapan kebijakan fiskal yang efektif. Menekankan abad ke-21 sebagai periode waktu yang menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan menyadari peran yang dapat dan harus dijalankan di dunia modern, dengan menghadirkan teknologi informasi serta proses-proses yang modern guna mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan. Dalam rangka pencapaian visi, Kementerian Keuangan juga memformulasikan misinya agar mencerminkan kegiatan inti dan mandatnya dengan lebih baik. Misi Kementerian Keuangan yaitu: 1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan penegakan hukum yang ketat; 2. Menerapkan kebijakan fiskal yang prudent; 3. Mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum; 4. Memastikan dana pendapatan didistribusikan secara efektif dan efisien; dan 5. Menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan menawarkan proposisi nilai pegawai yang kompetitif. Untuk mendukung pencapaian Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) sebagaimana tertuang dalam RPJMN serta mewujudkan visi dan misi organisasi, Kementerian Keuangan telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun Secara umum alur penyusunan Renstra Kementerian Keuangan adalah sebagaimana dalam gambar berikut: 31

34 BAB 2 Perencanaan Kinerja KSKK TK RPJMN QW- PL Gambar 2.1 Alur Penyusunan Renstra Kementerian Keuangan Penyusunan Renstra Kementerian Keuangan Tahun berpedoman pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No.5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Tahun Sesuai dengan peraturan dimaksud, selain visi dan misi, dalam Renstra Kementerian Keuangan juga memuat tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi, kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, serta target kinerja dan kerangka pendanaan Kementerian Keuangan untuk tahun 2015 sampai dengan Selain itu, penyusunan Renstra Kementerian Keuangan juga memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun yang di dalamnya terdapat sembilan prioritas nasional yang dikenal dengan Nawa Cita. Sesuai dengan tugas dan fungsi, dari sembilan prioritas nasional 32

35 BAB 2 Perencanaan Kinerja dimaksud Kementerian Keuangan mendukung beberapa tema serta arah kebijakan dan strategi nasional khususnya pada Nawa Cita 1, 3, 6, dan 7. Kegiatan prioritas Kementerian Keuangan dalam mendukung arah kebijakan dan strategi nasional tersebut dijabarkan dalam Renstra Kementerian. Tabel 2.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Pertama Pemerintah Nawa Cita Pertama: Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bangsa Dan Memberikan Rasa Aman Pada Seluruh Warga Negara. Memperkuat Jatidiri Sebagai Negara Maritim Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan Strategi Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta penegakan hukum di laut dan daerah perbatasan; Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan daerah perbatasan; Meningkatkan sinergitas antar institusi pengamanan laut. Meningkatkan operasi pengamanan dan keselamatan di laut dan wilayah perbatasan; Menambah dan meningkatkan pos pengamanan perbatasan darat dan pulau terluar; Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama. Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelejen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan Regional Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia di G-20 dan APEC; Meningkatkan pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular; Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional. 1. Kegiatan Perumusan Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, 2. Kegiatan Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Kerja Sama Keuangan Regional dan Bilateral DJBC BKF Strategi 1. Perumusan Cetak Biru peran Indonesia di APEC dan G-20 untuk memperjuangkan kerjasama yang berimbang dan relevan; 2. Pelaksanaan partisipasi aktif dan strategis Indonesia di forum APEC dan G-20; 3. ntervensi kebijakan pengembangan kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular; 4. Mendorong peran aktif Indonesia dalam forum multilateral; 5. Peran aktif Indonesia dalam forum G-20 akan dititikberatkan pada upaya-upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi dan berkualitas, dengan tetap memperhatikan kestabilan ekonomi dan keuangan. 6. Meningkatkan peran Indonesia dalam kerjasama keuangan regional 33

36 BAB 2 Perencanaan Kinerja Tabel 2.2 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketiga Pemerintah Nawa Cita Ketiga: Membangun Indonesia dari Pinggiran Dengan memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam kerangka Negara Kesatuan. Pengembangan Kawasan Perbatasan Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang, terutama peningkatan bidang ekonomi, sosial dan keamanan, serta menempatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan. Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelejen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabean dan Cukai DJBC Strategi Melakukan transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu Custom, Immigration, Quarantine, Security (CIQS) sesuai dengan standar internasional dalam suatu sistem pengelolaan yang terpadu; Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan Negara. Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan Pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan. Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa DJPK Strategi Memastikan berbagai perangkat peraturan pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi, jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP Sistem Keuangan Desa; Memastikan distribusi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa berjalan secara efektif, berjenjang, dan bertahap. Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan Peningkatan Kemampuan Fiskal dan Kinerja Keuangan Daerah. 1. Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, DJPK 34

37 BAB 2 Perencanaan Kinerja Pengembangan Kawasan Perbatasan Kegiatan Prioritas UIC Strategi Meningkatkan kemampuan fiskal daerah; Meningkatkan kualitas belanja dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah; dan Meningkatkan keterkaitan alokasi dana transfer dan pelayanan publik. 2. Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pemantauan dan Evaluasi di Bidang Pendanaan Daerah dan Ekonomi Daerah, Penyusunan Laporan Keuangan Transfer ke Daerah, serta Pengembangan Sistem Informasi Keuangan Daerah, 3. Kegiatan Perumusan Kebijakan, dan Pembinaan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tabel 2.3 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Keenam Pemerintah Nawa Cita Keenam: Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan danstrategi Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional. Sasaran yang ingin diwujudkan adalah optimalisasi penyediaan layanan air minum, melalui fasilitasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yaitu bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat. Kegiatan Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman DJPB Peningkatan efektifitas dan Efisiensi Dalam Pembiayaan Infrastruktur Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan alternatif pembiayaan infrastruktur dengan strategi: 1. Mengadopsi sistem penganggaran tahun jamak jangka panjang (lebih dari 5 tahun) dalam UU No. 17/2003 Tentang Keuangan Negara. 2. Mengkaji dan mengujicobakan berbagai model KPS berbasis pendanaan Pemerintah (innovative financing scheme). 1. Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standarisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi, dan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan, 35

38 BAB 2 Perencanaan Kinerja 1. Menyempurnakan mekanisme pemberian berbagai bentuk dukungan Pemerintah termasuk viability gap funding (VGF) untuk proyek KPS berbasis pendanaan swasta. 2. Pembentukan fasilitas pembiayaan infrastruktur berupa pembentukan bank pembangunan/infrastruktur, dana amanah (trust fund) infrastruktur, obligasi infrastruktur, dan instrumen pembiayaan lain khusus untuk infrastruktur. 2. Kegiatan Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan dan Strategi Penerapan Insentif Fiskal dan Non-Fiskal, untuk mendorong investasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri melalui pengembangan insentif keringanan bea keluar,tax allowance, dan skema pembayaran royalti bagi pengusahaan smelter yang terintegrasi dengan pengusahaan tambang. Kegiatan Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai, dan PNBP BKF Tabel 2.4 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketujuh Pemerintah Nawa Cita Ketujuh: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Penguatan Sektor Keuangan Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan dan Strategi Peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas sistem keuangan dan penyusunan payung regulasi UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Kegiatan Perumusan Kebijakan Sektor Keuangan BKF Penguatan Kapasitas Fiskal Negara Kegiatan Prioritas UIC Arah Kebijakan dan Strategi 1. Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran; 2. Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring dengan potensinya (seperti pertumbuhan PDB); 3. Merancang ulang lembaga pajak, berikut peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur perpajakan; 1. Kegiatan Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat; 2. Kegiatan Penyusunan Rancangan APBN; 3. Kegiatan Pengembangan Sistem Penganggaran; DJA DJP DJPB DJPK DJPPR 36

39 BAB 2 Perencanaan Kinerja 4. Peningkatan realisasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perumahan; 5. Pemberian insentif bagi lembaga dan daerah yang memiliki penyerapan anggaran yang tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan dan kebocorannya rendah 6. Pengurangan utang negara secara bertahap sehingga rasio utang terhadap PDB mengecil; 7. Utang baru hanya ditujukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif. 4. Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standarisasi dan Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pelaksanaan di Bidang Analisis dan Evaluasi Penerimaan Perpajakan; 5. Kegiatan Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Organisasi; 37

40 BAB 2 Perencanaan Kinerja Selanjutnya, dalam Renstra Kementerian Keuangan juga ditetapkan tujuan yang akan dicapai pada tahun 2019 Kebijakan fiskal pada tahun diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal. Pencapaian tujuan dilakukan melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara, peningkatan kualitas belanja Negara, optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang, dan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara. Tujuan Kementerian Keuangan untuk periode adalah: 1. Terjaganya kesinambungan fiskal; 2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai; 3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara; 4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah; 5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran; 6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan; 7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan. Tujuan Kementerian Keuangan terjaganya kesinambungan fiskal merupakan ultimate goal dan isu strategis Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal. Adapun keenam tujuan yang lain merupakan intermediate goals Kementerian Keuangan yang akan dicapai oleh unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan selama periode Untuk mendukung pencapaian tujuan agar terukur dan dapat dicapai secara nyata, telah ditetapkan 16 sasaran strategis yang merupakan kondisi riil yang diinginkan/dicapai oleh Kementerian Keuangan pada akhir periode perencanaan (tahun 2019). Untuk mengukur pencapaian Sasaran Strategis, ditetapkan indikator-indikator kinerja beserta targetnya yang di-break-down per tahun. Penetapan indikator kinerja Sasaran Strategis menggunakan kriteria SMART-C yaitu Specific (spesifik), Measurable (dapat diukur), Agreeable (dapat disetujui), Realistic (realistis, dapat dicapai namun menantang), Time-bounded (memiliki batas waktu pencapaian), dan Countinously improved (dapat menyesuaikan dengan perkembangan strategi oganisasi). Demikian pula dengan target indikator Sasaran Strategis. Penentuan besaran target ditetapkan berdasarkan harapan stakeholder, atau melihat kondisi internal dan eksternal. Selain itu, penetapan target dilakukan melalui pembahasan bersama dengan seluruh jajaran pimpinan Kementerian Keuangan. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan target kinerja Kementerian Keuangan sesuai Renstra Kementerian Keuangan Tahun adalah sebagai berikut: 38

41 BAB 2 Perencanaan Kinerja Tabel 2.5 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Target Kinerja Kementerian Keuangan Tahun No Tujuan/ Sasaran Strategis 1 Terjaganya Kesinambungan Fiskal Indikator Kinerja Target UIC Meningkatnya tax ratio Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 12% (Arti Luas) 13% (Arti Luas) 14% (Arti Luas) 15% (Arti Luas) 16% (Arti Luas) DJP, DJBC, DJA dan BKF (Kebijakan) Terjaganya rasio utang pemerintah Terjaganya defisit anggaran Rasio utang terhadap PDB 25% 24% 23% 22% 21% Rasio defisit APBN terhadap PDB -1,9-1,8-1,68-1,48-1,17 2 Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai Penerimaan pajak negara yang optimal Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance) 3 Pembangunan sistem PNBP yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara Sistem Pelayanan PNBP yang optimal Persentase implementasi Single Source Database PNBP 100% 100% 100% 100% 100% DJP DJPPR, dan BKF (Kebijakan) DJA, dan BKF (Kebijakan) 100% 100% 100% 100% 100% DJBC 1,5 hari 1,4 hari 1,3 hari 1,2 hari 1 hari DJBC 5% 25% 50% 80% 100% DJA 4 Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan. Akurasi Perencanaan APBN 95% 95% 96% 97% 98% DJA Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga Indeks pemerataan keuangan antar daerah 5 Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran Pengelolaan kekayaan negara yang optimal Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap Rasio Dana Aktif BUMN/ lembaga di Bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan 6 Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan 70% 75% 75% 80% 80% DJPB 0,74 0,74 0,73 0,73 0,72 DJPK 35% 40% 44% 48% 52% DJKN 2,23 2,29 2,66 3,04 3,44 DJKN 100% 100% 100% 100% 100% DJPPR 39

42 BAB 2 Perencanaan Kinerja No Tujuan/ Sasaran Strategis Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai 80% 80% 80% 80% 80% DJBC 7 Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan Organisasi yang fit for purpose SDM yang kompetitif Sistem informasi manajemen yang terintegrasi Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Keuangan Kementerian Indikator Kinerja Indeks kepuasan pengguna layanan Indeks kesehatan organisasi Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan Nilai peningkatan kompetensi SDM 4,02 (skala 5) 4,07 (skala 5) 4,12 (skala 5) 4,17 (skala 5) 4,22 (skala 5) SETJEN SETJEN 85% 85% 85% 85% 85% SETJEN BPPK Persentase integrasi TIK 100% 100% 100% 100% 100% SETJEN Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN Sasaran Strategis Kementerian Keuangan di atas akan dicapai melalui 11 (sebelas) Program yang dilaksanakan oleh masing-masing unit eselon I sesuai tugas dan fungsinya. Adapun kesebelas Program tersebut adalah: a. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan; b. Program Pengelolaan Anggaran Negara; c. Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak; d. Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai; e. Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara; f. Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang; g. Program Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah; h. Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko; i. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan; WTP (skala 4) WTP (skala 4) Target WTP (skala 4) WTP (skala 4) WTP (skala 4) ITJEN UIC j. Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan; dan k. Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara. Perencanaan strategis Kementerian Keuangan juga mengacu pada Inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan. Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun Inisiatif strategis RBTK terdiri dari lima tema utama transformasi, yaitu Tema Sentral, Tema Perpajakan, Tema Kepabeanan dan Cukai, Tema Penganggaran dan Tema Perbendaharaan. Program RBTK Kementerian Keuangan merupakan program jangka panjang yang akan dilaksanakan pada tahun melalui inisiatif strategis pada tiap unit Eselon I sebagai berikut: 40

43 BAB 2 Perencanaan Kinerja Tabel 2.6 Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Fungsi Utama Inisiatif Strategis Pajak (DJP) Memperbaiki segmentasi wajib pajak dan coverage model Perbendaharaan (DJPB, DJPU, DJKN) Menjangkau ekonomi informal melalui pendekatan end-to-end Membenahi sistem administrasi PPN Mengembangkan model kepatuhan yang prediktif, berbasis-risiko terkait dengan proses bisnis Meningkatkan efektivitas pemeriksaan dan penagihan (hingga CRM terimplementasi penuh) Memastikan kualitas dan konsistensi penegakan hukum Meluncurkan strategi komunikasi terintegrasi Secara sistematis melibatkan pihak ketiga untuk data, penegakan dan penjangkauan wajib pajak Menyempurnakan KPP Secara selektif memperluas jangkauan DPC dan meningkatkan kapabilitas perolehan data Migrasi wajib pajak ke e-filing Secara drastis meningkatkan kapasitas call centers Memperluas fungsionalitas website Menyelaraskan kembali staf fungsional dan secara selektif meningkatkan kapasitas Merestrukturisasi organisasi Menjamin adanya otonomi yang diperlukan untuk transformasi Menuju sistim pembayaran, pengumpulan yang terpusat, dan verisifikasi yang bersifat elektronik serta dengan saluran pembayaran yang modern Meluncurkan basis data penerimaan yang terintegrasi dengan saluran pengumpulan modern Memusatkan fungsi back office Shared service untuk seluruh K/L, di Kementerian Keuangan Meningkatkan proses pengelolaan likuiditas yang bersifat end-to-end Meninjau kapabilitas TDR dan memastikan prudensi dalam operasional TDR Memandu perencanaan kas dengan target saldo cadangan terdefinisi Memperbaiki prakiraan belanja dari para satker Mempererat koordinasi pengelolaan likuiditas dengan Bank Indonesia Memperluas jangkauan TSA Menetapkan strategi dan pedoman pengelolaan valuta asing jangka pendek untuk pengelolaan likuiditas Mengenalkan platform perdagangan elektronik Meluncurkan sistem baru primary dealer Meningkatkan kerangka kerja stabilisasi obligasi secara berkelanjutan Mengelola utang: Konsolidasi benchmark surat berharga negara domestik Memperkuat Hubungan Investor (IR) Mendukung OJK dalam mengembangkan pasar repo yang likuid dan dalam 41

44 BAB 2 Perencanaan Kinerja Fungsi Utama Inisiatif Strategis Meningkatkan partisipasi domestik dari investor-investor utama Mengoordinasikan tata kelola risiko untuk keseluruhan sovereign risk Meluncurkan kerangka kerja risiko yang bersifat holistik Mengaktifkan pengelolaan risiko pada area-area risiko utama Membuat kebijakan terkait inventarisasi dan penilaian Membuat pengelolaan aset dan pengelolaan portofolio dalam bentuk digital Menegakkan regulasi, panduan dan proses untuk memastikan aset teroptimalkan secara penuh oleh K/L Mengoptimalkan jenis aset tertentu yang berada di bawah tanggung jawab Kementerian Keuangan langsung Memaksimalkan pemanfaatan aset dan return on asset Melaksanakan kajian portofolio aset setiap tahun Memperjelas mandat dan strategi dari setiap unit special missions dan meningkatkan kinerja mereka Menerapkan tata kelola, pelaporan, dan struktur hukum yang jelas Menempatkan proses-proses yang tepat Implementasi road map strategi akuntansi akrual Mengintegrasikan sistem akuntansi antara pemerintah pusat dan daerah Meningkatkan pengelolaan keuangan K/L dan BUN Meningkatkan sistem pengendalian internal Bea dan Cukai (DJBC) Memperbaiki system manajemen kinerja Pilot kantor pelayanan modern 2.0 untuk menurunkan dwelling time Meluncurkan customs call center Future proofing kawasan berikat Memperbaiki layanan dan mengoptimasi pengawasan impor melalui kantor pos Otomasi proses pelayanan dan pengawasan Meningkatkan citra dengan mengoptimalkan kegiatan kehumasan Mengintegrasikan sistem manajemen risiko Memulai lab stakeholder eksternal untuk mengurangi waktu impor Menyelaraskan fondasi dengan mandat Penganggaran (DJA) Menuju kepada Arsitektur anggaran yang terfokus pada outcome Teknologi Informasi (SetJen) Memperkuat monitoring dan evaluasi pada outcome anggaran Merampingkan proses anggaran end-to-end Memperkuat efektivitas interaksi dengan para stakeholder eksternal Membangun kapabilitas K/L Meningkatkan kapabilitas internal DJA Mulai menjalankan arsitektur aplikasi dan data end-state Membentuk struktur organisasi TI dan proses tata kelola Menetapkan proses penganggaran TI dengan tanggung jawab yang jelas Membuat arsitektur keamanan end-state dan mengembangkan langkah-langkah penanganan ancaman utama Menetapkan organisasi Disaster Recovery dan prosedur pengoperasiannya Membuat e-catalogue untuk semua produk TI standar Mengonsolidasikan semua kontrak pemeliharaan di bawah Pusintek Memperkenalkan program pelatihan bertarget guna memenuhi kebutuhan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan 42

45 BAB 2 Perencanaan Kinerja Fungsi Utama Inisiatif Strategis Fungsi-fungsi Strategis dan Layanan Korporat (SetJen) Memperkuat organisasi dan tata kelola Kementerian Keuangan Memfokuskan kembali organisasi Sekretariat jenderal Merevitalisasi manajemen kinerja Menyelaraskan strategi, perencanaan dan kinerja melalui penganggaran berbasis kinerja Memusatkan dan memperkuat pengadaan Memperkuat proses hukum Sumber Daya Manusia Menstandardisasi dan melembagakan mekanisme perencanaan pegawai yang dikendalikan oleh Unit Eselon I (termasuk perencanaan suksesi) Melembagakan inisiatif khusus: Mendirikan redeployment unit untuk menyeimbangkan kebutuhan pegawai Memperkenalkan program Government Goes to Campus (bekerja sama dengan KemenPAN RB) yang dikendalikan unit Eselon I dengan proposisi nilai yang diperbarui Melakukan rekrutmen eksternal untuk jabatan-jabatan strategis Melembagakan mekanisme end-to-end appraisal yang menyertakan manajemen rewards dan konsekuensi Meninjau dan menyempurnakan desain skema benefit bagi unit-unit operasional utama dengan kebutuhan khusus Mendesain dan melembagakan program pengembangan end-to-end talent pool: penilaian, penempatan, pelatihan, pembinaan Menetapkan jenjang karier untuk jabatan-jabatan strategis: middle management dan spesialis fungsional berprestasi Merancang rencana transisi menuju organisasi SDM terintegrasi, dengan pemberdayaan Unit Eselon I Memperbaiki dan melembagakan HRIS Untuk membantu proses monitoring implementasi 87 inisiatif strategis RBTK saat ini digunakan aplikasi Ministry of Finance Institutional Transformation Application (MITRA). Aplikasi MITRA ini merupakan salah satu tools yang membantu pemantauan penyelesaian seluruh tindakan yang dijabarkan dari seluruh milestones pada Initiatives Charter. Selain menggunakan aplikasi ini, digunakan juga sarana-sarana yang lain seperti pelaksanaan pertemuan one-on-one dengan PMO-CTO-Initiative Owner juga laporan PMO secara tertulis. Kinerja 87 inisiatif strategis program RBTK pada tahun telah diukur dengan IKU Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan untuk monitoring progress pelaksanaan terobosan dan milestones pada Kemenkeu-Wide dan Kemenkeu-One di unit eselon I yang menjadi initiative owner. 43

46 BAB 2 Perencanaan Kinerja Dokumen Renstra selanjutnya dijabarkan ke dalam Rencana B. Kerja Tahunan (Renja) yang disusun dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Renja memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil sesuai program induk. Renja dirinci menurut indikator keluaran, sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun berikutnya, lokasi, pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta cara pelaksanaannya. Rencana Kerja, Rencana Kerja Dan Anggaran, Dan Perjanjian Kinerja Renja Kementerian Keuangan selanjutnya dijadikan acuan dalam penyusunan Peta Strategi dan IKU Kementerian Keuangan dan unit eselon I, yang selanjutnya ditetapkan dalam Kontrak Kinerja. Seluruh sasaran yang terdapat dalam Renstra diterjemahkan kedalam Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan. Adapun indikator yg ada pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan diselaraskan dengan indikator yang ada di dokumen perencanaan penganggaran misalnya di RKAKL (Rencana Kerja dan Anggaran K/L). Alur penyusunan dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut. Renstra K/L Renja K/L *) Kebijakan stategis Kementerian Keuangan tahun sesuai KMK nomor 183/ KMK01/2013 **) Nawa Cita dijabarkan dalam RPJMN dan RKP Gambar 2.2 Alur Penyusunan Dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan 44

47 BAB 2 Perencanaan Kinerja 45

48 BAB 2 Perencanaan Kinerja Berdasarkan RKP dan Pagu Anggaran serta Renja yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA memuat informasi kinerja yang meliputi program, kegiatan dan sasaran kinerja, serta rincian anggaran. Informasi pendanaan dalam RKA memuat informasi Rincian Anggaran, antara lain: output, komponen input, jenis belanja, dan kelompok belanja. Proses penyusunan renja diawali dengan arahan dari Sekretariat Jenderal pada Forum Sekretaris terkait perencanaan penganggaran Tahun 2017, dan ditindaklanjuti dengan melaksanakan Resource Forum dalam bentuk Bilateral Meeting. Resource Forum merupakan sarana koordinasi antara fungsi pengelola sumber daya dan fungsi teknis yang diinisiasi oleh fungsi perencanaan kinerja dan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan. Forum ini diselenggarakan dalam rangka penetapan target kinerja dan anggaran untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan sesuai sasaran strategis Kementerian Keuangan serta memberikan panduan dalam rangka penyusunan Renja Kementerian Keuangan. Resource Forum melibatkan beberapa unit di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan antara lain Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Biro Hukum, Biro Sumber Daya Manusia, Biro Perlengkapan, Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan, Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik. Pelaksanaan Resource Forum diatur oleh Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-6/MK.1/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Resource Forum dalam Rangka Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Keuangan. Resource Forum bersifat terbuka, dua arah, berbasis bukti dan berorientasi pada perbaikan ke depan serta fokus pada pencapaian outputs dan outcomes. Resource Forum dilaksanakan oleh seluruh unit eselon I sebagai bahan dalam pelaksanaan Bilateral Meeting dan Trilateral Meeting. Resource Forum dilakukan untuk meningkatkan kualitas penyusunan renja lingkup Kementerian Keuangan dalam mengimplementasikan Penganggaran Berbasis Kinerja. Disamping itu, Resource Forum dilakukan untuk mewujudkan komitmen, koordinasi dan rasa memiliki (sense of ownership) dalam proses perencanaan anggaran dengan melibatkan semua sumber daya organisasi (resource). Sejalan dengan tujuan peningkatan kualitas penyusunan renja, penyelenggaraan Resource Forum diselaraskan dengan struktur rencana kerja berdasarkan logic model penataan Arsitektur Dan Informasi Kinerja (ADIK). Sehingga, pelaksanaan dialog difokuskan pada Outcome, Output, Aktivitas, Input, serta indikator kesuksesan dari suatu output dan outcome. Resource Forum mengacu pada beberapa prespektif yaitu historis pencapaian tahun lalu, proyeksi pelaksanaan anggaran tahun berjalan, dan usulan rencana kerja serta inisiatif strategis tahun yang akan datang. 46

49 BAB 2 Perencanaan Kinerja Renja Kementerian Keuangan tahun 2016 adalah sebagai berikut: Tabel 2.7 Rincian Renja Kementerian Keuangan Tahun 2016 No Sasaran Strategis Indikator Sasaran Strategis 1 Meningkatnya tax ratio Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 13 % 2 Terjaganya rasio utang pemerintah Rasio utang terhadap PDB 24 % Target Terjaganya defisit anggaran Rasio defisit APBN terhadap PDB -1,8 % 4 Penerimaan pajak negara yang optimal Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target 5 Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal 6 Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional 7 Sistem Pelayanan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang optimal 8 Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas 9 Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan. Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance) Persentase implementasi Single Source Database Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 100 % 100% 1,4 hari 25% Akurasi Perencanaan APBN 95% Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga 75% Indeks pemerataan keuangan antar daerah 0,74 10 Pengelolaan kekayaan negara yang optimal Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 40 % 11 Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal 12 Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai 13 Organisasi yang fit for purpose Indeks kepuasan pengguna layanan 4,07 Indeks kesehatan organisasi SDM yang kompetitif Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan Nilai peningkatan kompetensi SDM 22 2,29 % 100 % 15 Sistem informasi manajemen yang terintegrasi Persentase integrasi TIK 100 % 16 Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Keuangan Kementerian Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN 80 % 85 % 4 (WTP) Mengacu pada Renstra Kementerian Keuangan dan Renja Kementerian Keuangan Tahun 2016, dilakukan penyusunan Perjanjian Kinerja Menteri Keuangan (Kemenkeu-Wide) dan seluruh pejabat Eselon I Kementerian Keuangan yang kemudian dituangkan dalam Kontrak Kinerja. Hal ini menjadi dasar penetapan Kontrak Kinerja seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Penyusunan Kontrak Kinerja dimulai dari level pejabat tertinggi sampai ke pelaksana berdasarkan tugas dan fungsi serta hasil turunan dari Kontrak Kinerja atasannya sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/ KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan yang telah diubah dengan KMK 556/KMK.01/2015 tentang 47

50 BAB 2 Perencanaan Kinerja Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Kontrak Kinerja untuk level organisasi dimulai sejak tahun 2009, sedangkan Kontrak Kinerja untuk semua pegawai Kementerian Keuangan mulai tahun 2011 Pada tahun 2016, Kementerian Keuangan menetapkan Kontrak Kinerja yang terdiri dari: 1. Pernyataan Kesanggupan; 2. Peta Strategi, untuk unit pemilik peta strategi; 3. Perjanjian Kinerja, untuk unit pemilik peta strategi; 4. Rincian Target Kinerja (Trajectory Indikator Kinerja Utama); 5. Inisiatif Strategis, untuk unit pemilik peta strategi; dan 6. Sasaran Kerja Pegawai. Penyusunan dokumen Renja, RKA dan Kontrak Kinerja telah melalui koordinasi beberapa unit kerja seperti Biro Perencanaan dan Keuangan serta Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan. Sinergi ini menghasilkan dokumen perencanaan, penganggaran dan pelaporan kinerja yang terintegrasi dengan strategi organisasi dan juga sekaligus mempunyai indikator kinerja selaras pada semua dokumen tersebut. Sasaran dan Indikator pada Renstra dan Renja dijabarkan dalam perjanjian kinerja/ kontrak kinerja tahun 2016, baik pada level Kementerian Keuangan maupun level eselon I. Keterkaitan antara Sasaran pada Renstra/Renja dan Kontrak Kinerja adalah sebagai berikut 48

51 BAB 2 Perencanaan Kinerja Tabel 2.8 Hubungan Sasaran dalam Renstra/Renja dengan Perjanjian Kinerja No Tujuan pada Renstra Sasaran Strategis (SS) pada Renstra SS pada Kontrak Kinerja Tahun 2016 Level Kemenkeu 1 Terjaganya kesinambungan fiskal Meningkatnya Tax Ratio Level Eselon I 2 Terjaganya rasio utang pemerintah 3 Terjaganya defisit anggaran 4 Optimalisasi penerimaan negara dan Penerimaan pajak negara yang optimal 5 reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai Penerimaan negara di sektor Kepabenanan dan Cukai yang optimal 6 Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung sistem logistik nasional 7 Pembangunan Sistem PNBP yang andal untuk optimalisasi penerimaan negara 8 Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah Sistem pelayanan PNBP yang optimal Perencanaan dan pelaksanaan anggaran yang berkualitas 9 Hubungan keuangan pusat dan daerah yang adil dan transparan 10 Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran Pengelolaan kekayaan negara yang optimal 11 Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal 12 Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protector serta melaksanakan fungsi sebagai border management 13 Kesinambungan reformasi birokrasi, Organisasi yang fit for purpose perbaikan governance, dan penguatan 14 kelembagaan SDM yang kompetitif 15 Sistem Manajemen Informasi yang terintegrasi 16 Peningkatan kepercayaan terhadap pengelolaan keuangan Kementerian Keuangan 49

52 BAB 2 Perencanaan Kinerja Adapun indikator kinerja yang terdapat pada Renstra Kementerian Keuangan tahun telah tertuang dalam kontrak kinerja tahun Rincian indikator dimaksud adalah sebagai berikut: Tabel 2.9 Hubungan Indikator Kinerja Renstra dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 No IKU pada Renstra IKU pada KK Kementerian Keuangan Level Kemenkeu Level Eselon I 1 Rasio penerimaan pajak terhadap PDB - 2 Rasio utang terhadap PDB - 3 Rasio defisit APBN terhadap PDB - 4 Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target - (DJP) 5 Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target - (DJBC) 6 Waktu penyelesaian proses kepabeanan (DJBC) 7 Persentase implementasi single source database - (DJA) 8 Akurasi perencanaan APBN (DJA) 9 Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L (DJPB) 10 Indeks pemerataan keuangan antar daerah (DJPK) 11 Rasio utilisasi aset terhadap total aset (DJKN) 12 Rasio dana aktif BUMN/lembaga di bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas - (DJKN) 13 Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan (DJPPR) 14 Persentase Tindak Lanjut temuan pelanggaran Kepabeanan dan Cukai - (DJBC) 15 Indeks kepuasan layanan pengguna (Seluruh unit eselon I) 16 Indeks kesehatan organisasi (Seluruh unit eselon I) 17 Persentase pejabat yang memenuhi SKJ (Seluruh unit eselon I) 18 Nilai peningkatan kompetensi SDM (BPPK) 19 Persentase integrasi TIK - 20 Rata-rata indeks Opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN (Setjen dan Itjen) 50

53 BAB 2 Perencanaan Kinerja Halaman ini sengaja dikosongkan 51

54 BAB 2 Perencanaan Kinerja C. Evaluasi internal: Evaluasi Renstra dan Evaluasi Mandiri atas Implementasi Sistem Instansi Pemerintah (SAKIP) Kementerian Keuangan Sebagai salah satu bentuk akuntabilitas, pertanggungjawaban atas pelaksanaan program yang tertuang dalam Renstra dan untuk mengetahui perkembangan capaian Renstra Kementerian Keuangan Tahun terhadap target jangka menengah, dilakukan evaluasi untuk menilai apakah pelaksanaan program-program tersebut telah sesuai dan mencapai target yang ditetapkan. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, dalam pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Pimpinan Kementerian/ Lembaga melakukan evaluasi pelaksanaan Renstra-K/L. Dalam pasal 12 ayat (1) juga menyebutkan bahwa evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan terhadap pelaksanaan Renja K/L dan RKP untuk menilai keberhasilan pelaksanaan dari suatu program/kegiatan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam Renstra K/L dan RPJM Nasional. Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan, serta untuk menilai pencapaian pelaksanaan agenda prioritas nasional (nawa cita), tujuan dan sasaran strategis, sebagaimana ditetapkan dalam dokumen Renstra tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi renstra baik terhadap pencapaian agenda prioritas nasional (nawa cita) maupun pelaksanaan program, dilakukan proses penyesuaian dalam pencapaian target jangka menengah Kementerian Keuangan yang dituangkan dalam nota kesepakatan meliputi: 52

55 BAB 2 Perencanaan Kinerja Tabel 2.10 Penyesuaian Target dalam Dokumen Renja/Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan No Indikator Kinerja Target Renstra Target Kontrak Kinerja 1 Rasio Defisit APBN terhadap PDB -1,80% -2,15% 2 Rasio utang terhadap PDB 24% 26,87% 3 Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 13% 12,17% Berdasarkan hasil forum Trilateral Meeting Kementerian PPN/ Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q DJA, disepakati bahwa proses penyesuaian ini tidak perlu dilakukan dengan melakukan perubahan Renstra Kementerian Keuangan, namun cukup dengan melakukan penyesuaian target dalam dokumen Renja maupun pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan. Hal tersebut sesuai dengan pada pasal 14 Permen PPN/Kepala Bappenas no. 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L tahun yang menyebutkan bahwa perubahan terhadap Renstra K/L berjalan dapat dilakukan sepanjang (1) terdapat UU yang mengamanatkan perubahan Renstra K/L; atau (2) adanya perubahan struktur organisasi dan/atau tugas dan fungsi K/L. Selanjutnya, dalam rangka penyusunan Renja pada tahuntahun berikutnya, apabila terdapat kondisi dimana terdapat perundang-undangan yang mengharuskan perubahan atas target kinerja pada Renja/RKA-K/L Kementerian Keuangan, disepakati bahwa Kementerian Keuangan selaku K/L cukup menyampaikan informasi perubahan tersebut kepada Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q. DJA untuk selanjutnya ditetapkan dalam dokumen kesepakatan selayaknya forum Trilateral Meeting. Selain melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan renstra maupun renja, Kementerian Keuangan juga melaksanakan evaluasi mandiri atas implementasi SAKIP Kementerian Keuangan yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan penilaian atas implementasi SAKIP tingkat Kementerian Keuangan sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai penyelenggaraan SAKIP di lingkungan Kementerian Keuangan secara menyeluruh. Selain itu juga ditujukan untuk melakukan perbaikan, peningkatan manajemen serta akuntabilitas kinerja Kementerian Keuangan. Evaluasi mandiri atas Implementasi SAKIP Kementerian Keuangan dilaksanakan sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang diterbitkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). 53

56 BAB 2 Perencanaan Kinerja Ruang lingkup evaluasi mandiri atas Implementasi SAKIP Kementerian Keuangan mencakup penilaian atas lima komponen manajemen kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan, yaitu: a. perencanaan kinerja, meliputi aspek pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan perencanaan strategis serta perencanaan kerja tahunan; b. pengukuran kinerja, meliputi aspek pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan hasil pengukuran kinerja; c. pelaporan kinerja, meliputi aspek pemenuhan, penyajian informasi, dan pemanfaatan informasi kinerja dalam Laporan Kinerja; d. evaluasi internal, meliputi aspek pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan hasil evaluasi internal; serta e. pencapaian kinerja, meliputi capaian kinerja output, capaian kinerja outcome, serta capaian kinerja lainnya. Berdasarkan evaluasi mandiri yang dilakukan oleh APIP Kementerian Keuangan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a. Terkait komponen perencanaan kinerja, Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun (Renstra Kementerian Keuangan) serta Rencana Kerja dan Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015 (Renja dan KK) secara umum telah memenuhi kriteria yang diharapkan, baik dari aspek pemenuhan, kualitas, maupun implementasi. Namun demikian, terdapat satu hal yang perlu mendapat perhatian untuk perbaikan dan peningkatan kualitas perencanaan kinerja, yaitu perlunya penjelasan mengenai hubungan logis antara Tujuan, Sasaran, Indikator Kinerja, dan Program pada Renstra Kementerian Keuangan dengan Sasaran Strategis (SS) dan Indikator Kinerja Utama (IKU) pada KK dalam Laporan Kinerja Kementerian Keuangan b. Dalam hal pengukuran kinerja, Kementerian Keuangan telah memiliki dan melaksanakan mekanisme pengumpulan dan pengukuran data kinerja yang memadai. Namun demikian, perlu dilakukan pengembangan terhadap aplikasi e-performance Kementerian Keuangan yang lebih mempermudah pengukuran kinerja secara berjenjang di lingkungan Kementerian Keuangan. c. Terkait komponen pelaporan kinerja, Laporan Kinerja Kementerian Keuangan tahun 2015 umumnya telah memenuhi kriteria pemenuhan, penyajian, dan pemanfaatan informasi kinerja dengan baik. d. Dalam hal evaluasi internal, Kementerian Keuangan telah melaksanakan monitoring dan evaluasi capaian kinerja triwulanan oleh manajemen serta evaluasi akuntabilitas kinerja akhir tahun oleh Itjen selama tahun Evaluasi triwulanan dilaksanakan melalui evaluasi capaian IKU serta pemantauan pelaksanaan inisiatif strategis dan rencana aksi untuk mengendalikan pencapaian kinerja. Evaluasi akuntabilitas kinerja tahun 2015 telah dilakukan oleh Itjen terhadap implementasi SAKIP pada 11 (sebelas) Unit Eselon I Kementerian Keuangan. Itjen telah menyampaikan rekomendasi untuk perbaikan implementasi SAKIP di masingmasing Unit Eselon I yang pelaksanaannya dipantau melalui aplikasi teamcentral yang memungkinkan auditi menindaklanjuti rekomendasi secara web-based. e. Terakhir, terkait pencapaian kinerja tahun 2015, Kementerian Keuangan telah menunjukkan capaian kinerja, baik capaian kinerja output (IKU), capaian kinerja outcome (SS), dan capaian kinerja lainnya, yang cukup optimal. Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Kementerian Keuangan tahun 2015, yang menggambarkan capaian IKU dan SS Kementerian Keuangan secara keseluruhan. Kinerja lainnya dalam hal inovasi dalam manajemen kinerja dan penghargaanpenghargaan yang diperoleh selama tahun 2015 juga menunjukkan kinerja yang memuaskan. Namun, informasi mengenai inisiatif pemberantasan korupsi di Kementerian Keuangan yang diakui oleh masyarakat, misalnya hasil survei eksternal, belum cukup memadai disajikan dalam Laporan Kinerja Kementerian Keuangan. 54

57 BAB 2 Perencanaan Kinerja Halaman ini sengaja dikosongkan 55

58 BAB 2 Perencanaan Kinerja D. Pengukuran Kinerja Komitmen Kinerja Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, serta Kontrak Kinerja pejabat eselon I, eselon II, dan eselon III unit vertikal berisikan Peta Strategi yang terdiri dari kumpulan beberapa sasaran strategis yang dikelompokkan dalam empat perspektif yaitu stakeholders, customers, internal process, dan learning and growth. Sasaran strategis dirumuskan dari visi dan misi organisasi serta tugas dan fungsi utama unit kerja serta kondisi terkini organisasi. 56

59 Visi Kementerian Keuangan BAB 2 Perencanaan Kinerja Visi: Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke Stakeholder Perspective Presiden, DPR, BPK Masyarakat, Bondholders Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif Customer Perspective Wajib Pajak, Pengguna jasa Kepabeanan, Pengusaha Kena Cukai, Kementerian/Lembaga 2 Pemenuhan layanan publik 3 Kepatuhan Kepatuhan pengguna atas pengelolaan layanan yang keungan tinggi negara yang tinggi Perencanaan Pengelolaan APBN Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif Internal Process Perspective 4 Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal Belanja dan transfer yang optimal Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif Learning and Growth Perspective SDM yang Organisasi Sistem manajemen Pengelolaan kompetitif yang kondusif informasi yang anggaran yang andal optimal Gambar 2.3 Peta Strategi Kementerian Keuangan Tahun

60 BAB 2 Perencanaan Kinerja Peta Strategi Kementerian Keuangan 2016 memuat 12 Sasaran Strategis (SS). Sasaransasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif; 2. Pemenuhan layanan publik; 3. Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi; 4. Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas; 5. Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal; 6. Belanja dan transfer yang optimal; 7. Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal; 8. Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif; 9. Sumber Daya Manusia yang kompetitif; 10. Organisasi yang kondusif; 11. Sistem manajemen informasi yang andal; 12. Pelaksanaan anggaran yang optimal. Keuangan telah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai ukuran kinerja secara formal. Penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan. Semakin tinggi level organisasi atau kewenangan yang dimiliki pejabat terkait, semakin bersifat outcome atau impact. Kualitas IKU juga sangat tergantung kepada besarnya coverage IKU terhadap pencapaian SS. Semakin besar coverage IKU terhadap pencapaian SS, semakin bernilai exact. Sebaliknya, semakin kecil coverage IKU terhadap pencapaian SS, semakin bersifat activity. IKU pada level Menteri (Kemenkeu-Wide) sudah bersifat output atau outcome. Bahkan beberapa IKU pencapaian targetnya sangat dominan dipengaruhi oleh pihak eksternal seperti Rasio penerimaan negara terhadap PDB, Rasio utang terhadap PDB, Rasio Defisit APBN terhadap PDB, dan Indeks kepuasan pengguna layanan. Pencapaian sasaran strategis diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU). Kementerian Tabel 2.11 Hubungan Sasaran Strategis, IKU dan Target IKU Keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU serta target IKU dapat disajikan dalam tabel berikut. Indikator Kinerja Satuan Target Sasaran Strategis 1 Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif; 1a Rasio Defisit APBN terhadap PDB % -2,15 1b Rasio utang terhadap PDB % 26,87 1c Rasio penerimaan pajak terhadap PDB % 12,17 Sasaran Strategis 2 Pemenuhan Layanan Publik 2a Indeks kepuasan pengguna layanan Indeks 4,07 (skala 5) 2b Waktu penyelesaian proses kepabeanan hari 1,2 Sasaran Strategis 3 Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi 3a Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan % 76,25 Sasaran Strategis 4 Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas 4a Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro % 100 4b Deviasi proyeksi APBN % 5 Sasaran Strategis 5 Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal 58

61 BAB 2 Perencanaan Kinerja Indikator Kinerja Satuan Target 5a Indeks opini BPK atas LKPP Indeks 4 (WTP) 5b Indeks opini BPK atas LK BUN Indeks 4 (WTP) 5c Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat % 5 Sasaran Strategis 6 Belanja dan transfer yang optimal 6a Akurasi Perencanaan APBN % 95 6b Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga % 75 6c Indeks pemerataan keuangan antar daerah Indeks 0,725 (Skala 1) Sasaran Strategis 7 Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal 7a Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap % 45 7b Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan % 100 Sasaran Strategis 8 Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif 8a 8b Persentase hasil penyelidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti % 55 % 45 8c Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit % 88,2 Sasaran Strategis 9 Sumber Daya Manusia yang kompetitif 9a Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan % 89 9b Nilai peningkatan kompetensi SDM Indeks 23 Sasaran Strategis 10 Organisasi yang kondusif 10a Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan % 87 10b Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional % 75 Sasaran Strategis 11 Sistem informasi manajemen yang andal 11a Tingkat downtime sistem TIK % 1 Sasaran Strategis 12 Pelaksanaan anggaran yang optimal 12a Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 Indeks 4 (WTP) 12b Persentase kualitas pelaksanaan anggaran % 95 59

62 BAB 2 Perencanaan Kinerja Dalam rangka menjamin tercapainya sasaran strategis agar lebih optimal, maka Kementerian Keuangan melakukan penyempurnaan atas pada beberapa IKU pada tahun Penyesuaian yang dilakukan diantaranya Perubahan IKU dan Target IKU, Penetapan IKU Baru, dan Penghapusan IKU. Perubahan ruang lingkup IKU dan target IKU atas dua IKU sebagai berikut: 1. Perubahan ruang lingkup IKU dan target IKU atas dua IKU sebagai berikut: a. IKU Rasio defisit APBN terhadap PDB Target IKU ini bersifat dinamis sesuai amanat pasal 22 UU No. 14 Tahun 2015 tentang APBN TA 2016 yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk melakukan perubahan perkiraan defisit. Dasar penetapan target Defisit APBN-P 2015 menggunakan PMK nomor 163/PMK.05/2015, yang mendasarkan pada UU nomor 27 tahun 2014 tentang APBN 2015, dan KMK nomor 1275/KMK.05/2015. Pada tahun 2016, Kementerian Keuangan tetap menggunakan target defisit sesuai APBN-P 2016 sehingga menjadikan target IKU ini lebih menantang. b. IKU Rasio penerimaan pajak terhadap PDB Target IKU ini berdasarkan Renstra Kementerian Keuangan menggunakan definisi penerimaan pajak dalam arti luas dimana mencakup penerimaan pajak daerah. Mengingat sulitnya memperoleh data penerimaan pajak daerah pada akhir tahun penilaian, maka pada tahun 2015, ruang lingkup yang diukur dalam IKU ini mencakup penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai dan penerimaan negara bukan pajak. Pada tahun 2016, ruang lingkup IKU ini dibatasi hanya pada penerimaan pajak serta penerimaan bea dan cukai agar lebih menggambarkan usaha Kementerian Keuangan dalam mencapainya. 2. Pemisahan IKU atas IKU Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN menjadi 2 (dua) IKU yaitu: a. Indeks opini BPK RI atas LK BUN IKU ini merupakan reposisi IKU Rata-rata indeks opini BPK atas LK BA 15 dan LK BUN yang diletakkan ke Internal Proses untuk merefleksikan fungsi Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO). IKU ini merupakan joint KPI antara DJPB dan Itjen. b. Indeks opini BPK atas LK BA 15 Rewording IKU ini merupakan penyempurnaan atas IKU Rata-rata indeks opini BPK atas LK BA 15 dan LK BUN agar lebih merefleksikan fungsi Menteri Keuangan sebagai Chief Operating Officer (COO). IKU ini merupakan joint KPI antara Setjen dan Itjen. 3. Penetapan IKU Baru, yaitu: a. IKU Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat dengan target 5%. b. IKU Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti dengan target 50%. 60

63 BAB 2 Perencanaan Kinerja c. IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan joint audit dengan target 88,2%. d. IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran dengan target 95%. 4. Penghapusan IKU, yaitu: a. IKU Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai. b. IKU Indeks Kesehatan Organisasi. d. IKU Persentase Integrasi TIK. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014, Kementerian Keuangan melakukan evaluasi secara berkala atas perencanaan kinerja yang ditetapkan. Salah satu outputnya adalah Nilai Kinerja Organisasi (NKO) yang diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akan diperoleh indeks capaian IKU. Penghitungan indeks capaian IKU perlu memperhitungkan jenis polarisasi IKU yang berlaku yaitu maximize, minimize, dan stabilize. Ketentuan penetapan indeks capaian IKU adalah: 1. Angka maksimum adalah 120; 2. Angka minimum adalah 0; 3. Ketentuan IKU maximize dan minimize yang realisasinya tidak memungkinkan melebihi target: a. Indeks capaian dapat dikonversi menjadi 120 dengan ketentuan: (i) IKU mengukur kualitas, waktu atau biaya; (ii) jumlah IKU yang dapat dikonversi tersebut adalah maksimal 20% dari total IKU dalam kontrak kinerja (1 IKU dari 5 IKU, dan berlaku kelipatan); (iii) memprioritaskan IKU cascading peta strategi (CP), kemudian IKU cascading non peta (C), di atas IKU non cascading (N), dalam pemilihan IKU yang dikonversi; b. Penghitungan indeks capaiannya ditetapkan sebagai berikut: (i) apabila realisasi IKU sama dengan target, dimana target yang ditetapkan merupakan target maksimal yang dapat dicapai maka indeks capaian IKU tersebut dikonversi menjadi 120; (ii) apabila realisasi IKU tidak memenuhi target, maka indeks capaian IKU tersebut tidak dilakukan konversi (menggunakan rumus perhitungan polarisasi). 4. Formula penghitungan indeks capain IKU untuk setiap jenis polarisasi adalah berbeda, sebagaimana penjelasan berikut: 1. Polarisasi Maximize Pada polarisasi maximize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih tinggi dari target, dengan formula: Indeks Capaian IKU = Realisasi Target x 100 % Apabila IKU dengan polarisasi maximize memiliki target minus (target < 0), formula yang digunakan: 61

64 BAB 2 Perencanaan Kinerja Indeks Capaian IKU = Realisasi Target x 100 % 2. Polarisasi Minimize Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih kecil dari target, dengan formula: Indeks Capaian IKU = Realisasi Target x 100 % Apabila indeks capaian IKU kurang dari 0 atau menghasilkan angka minus, maka indeks capaian yang diakui adalah 0. Apabila IKU minimize memiliki target 0, maka indeks capaian IKU dihitung dengan menggunakan bantuan skala konversi sebagai berikut: Realisasi Terbaik 0 Indeks Capaian IKU 100 Realisasi Terburuk 0 Formula yang digunakan adalah: Indeks Capaian IKU = (Realisasi terburuk - realisasi) Realisasi Terburuk x 100 % 3. Polarisasi Stabilize Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang berada dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target, dengan formula: I n = I n-1 + I c n+1 n I c n-1 n-1 ( cn - c n-1 ) 62

65 BAB 2 Perencanaan Kinerja capaian Indeks Capaian In = Indeks capaian In-1 = Indeks capaian dibawahnya In+1 = Indeks capaian diatasnya Ca = Capaian awal Ca = Realisasi/Target X 100% Cn = Capaian, dengan ketentuan: a. Apabila Realisasi > Target, maka: Cn = 100 (Ca 100), dimana Ca maksimum adalah 200% b. Apabila Realisasi < Target, maka Cn = Ca Cn-1 = Capaian dibawah Cn 5. Adapun status indeks capaian IKU adalah sebagai berikut: Hijau Kuning Merah 100 X 120 (memenuhi ekspektasi) 80 X < 100 (belum memenuhi ekspektasi) X < 80% (tidak memenuhi ekspektasi) Penghitungan capaian IKU pada Kementerian Keuangan telah didukung oleh sistem aplikasi berbasis web yang dapat diakses melalui internet dan intranet. Monitoring dilakukan untuk melihat kemajuan capaian IKU dilakukan secara periodik. Periode monitoring kinerja disesuaikan dengan level unit organisasi sebagai berikut: Tabel 2.12 Periode Monitoring Kinerja berdasarkan Level Unit Organisasi No. Tingkat Periode Monev Peserta Rapat Pimpinan Kinerja Penanggung Jawab 1. Kemenkeu- Wide Triwulanan (Kuartalan) Menteri Keuangan dan Pejabat Eselon I 2. Kemenkeu-One Bulanan Masing-masing Pimpinan Unit Eselon I dan Pejabat Eselon II-nya 3. Kemenkeu-Two Bulanan Masing-masing Pimpinan Unit Eselon II dan Pejabat Eselon III-nya 4. Kemenkeu- Three * Bulanan *) Untuk instansi vertikal / Unit yang memiliki Peta Strategi Masing-masing Pimpinan Unit Eselon III dengan Pejabat Eselon IV-nya Kepala Biro Cankeu Manajer Kinerja Organisasi Sub Manajer Kinerja Organisasi Mitra Manajer Kinerja Organisasi Capaian IKU pada Kementerian Keuangan khususnya pada pegawai telah dimanfaatkan untuk penilaian kinerja baik untuk keperluan internal Kementerian Keuangan maupun keperluan di luar Kementerian Keuangan. Untuk keperluan internal Kementerian Keuangan, capaian IKU menjadi komponen Nilai Kinerja Pegawai yang terdiri dari capaian IKU dan Nilai Perilaku. Dalam rangka mewujudkan penilaian kinerja yang lebih objektif, disusun mekanisme yang dapat mendorong diferensiasi kinerja antarpegawai, pada tahun 2016, telah ditetapkan KMK 234/KMK.01/2016 tentang Pedoman Penghitungan NKP Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Berdasarkan KMK dimaksud, klasifikasi status kinerja peagawai menjadi sebagai berikut: Tabel 2.13 Klasifikasi Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP Kinerja Pegawai Keterangan X 100 Baik Sekali 90 X<100 Baik X<90 Cukup 63

66 03. Akuntabilitas Kinerja 64 64

67 A. Capaian Kinerja Organisasi B. Realisasi Agenda Prioritas C. Realisasi Anggaran D. Kinerja Lain 65 65

68 Kinerja Kementerian Keuangan selama tahun 2016 dapat dilihat dari beberapa perspektif yang meliputi pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU), anggaran, dan pelaksanaan agenda prioritas. Selain itu, terdapat kinerja lainnya yang merefleksikan achievement dan penghargaan yang diperoleh Kementerian Keuangan selama 2016 dan memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas. 66

69 Halaman ini sengaja dikosongkan 67

70 A. Capaian Kinerja Organisasi Pengukuran capaian kinerja Kementerian Keuangan tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana) dan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) pada masing-masing perspektif. Dari hasil pengukuran kinerja tersebut, diperoleh data bahwa capaian Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Kementerian Keuangan adalah sebesar 106,25. Nilai tersebut berasal dari capaian kinerja pada masing-masing perspektif sebagaimana tampak pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Nilai Kinerja Organisasi berdasarkan Perspektif Perspektif Bobot Nilai Stakeholder 25% 92,16 Customer 15% 104,76 Internal Process 30% 110,66 Learning & Growth 30% 114,36 Nilai Kinerja Organisasi 106,25 Nilai kinerja Kementerian Keuangan tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, terdapat peningkatan kualitas pengukuran dan target kinerja dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016, terdapat beberapa penajaman IKU, antara lain perubahan acuan data dalam penetapan target IKU rasio defisit APBN terhadap PDB dan perubahan ruang lingkup pada IKU rasio penerimaan pajak terhadap PDB. Perubahan ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap nilai kinerja Kementerian Keuangan. Penajaman yang dilakukan pada tahun 2016, akan dijelaskan pada masing-masing IKU. 68

71 Perkembangan Nilai Kinerja Organisasi Kementerian Keuangan dari tahun 2012 sampai dengan 2016 dapat digambarkan sebagaimana grafik 3.1. Grafik 3.1 NKO Kementerian Keuangan Tahun Selama tahun 2016, dari 26 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 20 IKU berstatus hijau, 4 IKU berstatus kuning, dan 2 IKU berstatus merah. Penjelasan capaian IKU untuk setiap sasaran strategis adalah sebagai berikut. Pengelolaan fiskal ini dapat dilaksanakan, salah satunya, dengan menerapkan kebijakan fiskal yang prudent. Kebijakan fiskal yang prudent merupakan kebijakan fiskal yang ditetapkan berdasarkan prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan ditetapkan secara konsisten sesuai peraturan perundang-undangan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik, dengan tujuan menjaga keamanan, kestabilan dalam rangka mendukung daya saing ekonomi. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 3 (tiga) IKU yang masing-masing pencapaiannya sebagai tercantum dalam tabel 3.2. Tabel 3.2 Capaian IKU pada SS Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukun pertumbuhan ekonomi yang inklusif SS 1. Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Sasaran Strategis 1: Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal memiliki peran strategis dalam pengelolaan perekonomian. Kebijakan fiskal yang tercermin dalam alokasi pendapatan dan belanja permerintah dalam APBN memiliki pengaruh yang besar terhadap alokasi sumber daya dalam perekonomian yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan dan stabilitas perekonomian. Dengan pengelolaan fiskal yang baik, maka diharapkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan yang menjadi cita-cita bangsa dapat terwujud. 1a 1b 1c Rasio defisit APBN terhadap PDB Rasio utang terhadap PDB Rasio penerimaan pajak terhadap PDB -2,35% -2.46% 95,32 26,87% 27,69% 96,95 12,17% 10,25% 84,22 69

72 1a. Rasio defisit APBN terhadap PDB Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah selisih antara total pendapatan negara dan hibah dengan total belanja negara. Adapun rasio defisit APBN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan perbandingan antara nilai defisit APBN terhadap total PDB. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB tahun bersangkutan. IKU ini bertujuan untuk mengendalikan besaran defisit yang sehat dalam rangka penerapan kebijakan defisit anggaran. Pencapaian IKU ini dianggap semakin baik apabila aktual/realisasi IKU mendekati target dalam suatu rentang Tabel 3.3 Capaian IKU Rasio Defisit APBN terhadap PDB 2016 K-Wide Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif 1a Rasio defisit APBN terhadap PDB tertentu (stabilize). Dasar penetapan target defisit APBN-P tahun 2016 menggunakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 Tentang APBN Tahun Anggaran Dalam UU nomor 12 Tahun 2016 tersebut, ditetapkan besaran perkiraan defisit APBN-P 2016 sebesar Rp296,72 triliun atau sekitar 2,35 persen terhadap PDB. Jika dibandingkan dengan tahun 2015, terdapat perbedaan acuan dalam penetapan target. Target 2015 adalah sesuai penetapan defisit oleh Menteri Keuangan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan data press release Kementerian Keuangan tanggal 3 Januari 2017, Defisit APBN pada akhir tahun 2016 mencapai Rp307,7 T, dengan PDB Nominal tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp12.521,5 T. Sesuai dengan data tersebut, Rasio Defisit APBN terhadap PDB tahun 2016 sebesar 2,46%. Realisasi tersebut melampaui target yang ditetapkan dalam APBN-P 2016 sebesar 2,43% terhadap PDB. T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol / KP Target ,35% -2,35% Realisasi -4,87% -3,83% -3,83% -2,43% -2,43% -2,46% -2,46% Min/TLK Capaian ,32 95,32 70

73 Tabel 3.4 Realisasi APBN-P tahun 2016 s.d. Desember 2016 Uraian (Triliun Rupiah) LKPP % thd APBN-P APBN-P Outlook (penghematan) Realisasi Sementara % thd APBN-P % thd Outlook (penghematan) A. Pendapatan Negara I. Pendapatan dalam negeri 1. Penerimaan Perpajakan a. Penerimaan DJP b Penerimaan DJBC 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Penerimaan Hibah , B. Belanja Negara I. Belanja pemerintah Pusat Belanja K/L Belanja non K/L II. Transfer ke daerah dan dana desa 1. Transfer ke Daerah , Dana desa C. Keseimbangan Primer D. Surplus (defisit), Anggaran (A-B) % surplus/ (defisit) terhadap PDB E. Pembayaran anggran (I+II) I. Pembiayaan dalam negeri II. pembiayaan Luar Negeri ( neto) Kelebihan (kekurangan) pembiayaan anggaran (142.5) (105.5) (126.4) (124.9) (298.5) (296.7) (2.35) (315.7) (2.50) (307.7) (2.46) (76.2) (2.5) (3.4) (14.6) (0.0) Kinerja APBN-P 2016 menghadapi tantangan yang cukup berat terutama akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global serta melemahnya harga komoditas. Meskipun dibayangi ketidakpastian perekonomian global, Pemerintah telah berhasil menjaga APBN 2016 terkendali dalam batas aman. Keberhasilan ini merupakan komitmen Pemerintah untuk terus menjaga keberlanjutan fiskal melalui fiscal rule-nya (UU No.17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara) serta reformasi ekonomi yang dilakukan secara komprehensif. Adapun reformasi ekonomi tersebut terdiri dari reformasi struktural yang ditujukan untuk memperbaiki iklim investasi dan menjaga daya beli masyarakat, reformasi anggaran untuk menciptakan kebijakan fiskal dan APBN yang kredibel, serta kebijakan moneter yang akomodatif dan menjaga stabilitas. 71

74 Ditengah dinamika ekonomi makro yang terjadi pada tahun 2016, defisit APBN tahun 2016 dapat dijaga pada batas yang aman, yaitu 2,46 persen terhadap PDB atau sebesar Rp307,7 Triliun. Realisasi sementara defisit tersebut lebih tinggi dibandingkan target dalam APBN-P tahun 2016, yaitu sebesar Rp296,7 Triliun (2,35 persen terhadap PDB). Adapun secara lengkap pencapaian kinerja APBN-P 2016 tersebut adalah sebagai berikut: A. Realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.551,8 triliun atau 86,9 persen dari target APBN-P 2016, (i) Realisasi pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.283,6 triliun (83,4 persen dari target APBN-P) dan PNBP sebesar Rp262,4 triliun (107,0 persen dari target APBN-P). (ii) Realisasi penerimaan perpajakan yang lebih rendah dibandingkan target dalam APBN-P tahun 2016 dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dibandingkan dengan asumsi APBN-P tahun 2016 dan belum pulihnya harga komoditas. (iii) Meskipun di tengah pelemahan harga komoditas, pencapaian PNBP mampu melebihi target APBN-P 2016 yaitu sebesar Rp262,4 triliun atau 107 persen dari target APBN-P 2016 seiring dengan perbaikan kinerja BUMN dan peningkatan kualitas layanan publik. (iv) Apabila dibandingkan dengan tahun 2015, kinerja penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen. Utamanya didorong oleh pertumbuhan PPh non-migas sekitar 14 persen dibanding tahun sebelumnya. (v) Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut tidak terlepas dari keberhasilan program tax amnesty. Penerimaan uang tebusan dari tax amnesty mencapai Rp107,0 triliun. Keberhasilan program tax amnesty tersebut memberi kontribusi positif bagi pendapatan negara, memperkuat fondasi basis pajak sekaligus membangkitkan optimisme iklim investasi dan perekonomian di masa mendatang. 72

75 B. Walaupun mengalami tekanan pada sisi pendapatan namun Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga agar programprogram prioritas tetap terlaksana secara optimal. Hal tersebut ditunjukkan pada realisasi belanja negara masih mampu mencapai Rp1.859,46 triliun atau 89,3% dari pagunya dalam APBN-P Adapun rincian realisasi belanja sebagai berikut: (i) Realisasi belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.148,6 triliun atau 87,9% dari pagu APBN-P 2016, sedikit lebih rendah dibandingkan pencapaian di tahun 2015 (91,0 persen dari pagu APBN-P 2015). Adapun realisasi belanja Pemerintah Pusat tersebut terdiri dari realisasi belanja Kementerian/ Lembaga (K/L) sebesar Rp677,62 triliun (88,3 persen) dan realisasi belanja non-k/l sebesar Rp 470,98 triliun (87,4 persen). (ii) Apabila dibandingkan dengan outlook setelah penghematan (termasuk penghematan alamiah), maka kinerja penyerapan belanja K/L mencapai 100,8 persen atau lebih tinggi dibandingkan pencapaian di tahun 2015 (92,0 persen). Peningkatan kinerja penyerapan belanja K/L utamanya dipengaruhi oleh kebijakan percepatan pelaksanaan anggaran antara lain melalui pelelangan dini. (iii) Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 yang ditujukan untuk mendorong efisiensi dan efektivitas belanja agar kualitas belanja negara dapat ditingkatkan untuk menstimulasi perekonomian di tengah upaya pengendalian defisit. (iv) Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp710,85 triliun atau 91,6% dari pagu APBN-P 2016, sedikit lebih rendah dibandingkan pencapaian di tahun 2015 (93,8 persen dari pagu APBN-P 2015). Realisasi tersebut utamanya dipengaruhi oleh rendahnya realisasi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Transfer Khusus, baik DAK fisik dan DAK non-fisik (tunjangan profesi guru PNSD) akibat optimalisasi penggunaan akumulasi dana tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, penundaan DAU sebesar Rp 19,4 triliun sudah dibayarkan seluruhnya di akhir tahun C. Realisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp330,3 triliun atau mencapai 111,3 persen dari APBN-P Adapun rincian realisasi pembiayaan tersebut sebagai berikut: (i) Realisasi penerbitan penerbitan Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp407,3 triliun atau mencapai 111,6 persen dari APBN-P (ii) Penyertaan modal negara kepada BUMN sebesar Rp65,2 triliun, sesuai dengan target dalam APBN-P tahun Diharapkan BUMN dapat berperan penting dalam pembangunan infrastruktur serta meningkatkan kontribusinya terhadap pendapatan negara. (iii) Penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp59,0 triliun atau 80,8 persen dari APBN-P (iv) Pembiayaan anggaran termasuk utang telah dilakukan secara hati-hati sehingga rasio utang tetap dijaga dalam batas manageable (27,7 persen PDB). D. Berdasarkan realisasi defisit anggaran sebesar Rp307,7 triliun dan realisasi pembiayaan anggaran yang mencapai Rp330,3 triliun tersebut, maka dalam pelaksanaan APBN-P tahun 2016 terdapat SiLPA sebesar Rp22,7 triliun. 73

76 Seiring dengan kebijakan fiskal ekspansif yang dilakukan Pemerintah, maka pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan harus tetap terjaga. Sehubungan dengan hal tersebut, defisit perlu terus dikendalikan dalam batas aman sehingga pengelolaan APBN tetap sehat dan kredibel. Oleh karena itu, realisasi defisit anggaran tahun 2016 tetap dijaga dalam batas aman, yaitu 2,46 persen PDB. Meskipun demikian, realisasi defisit anggaran di tahun 2016 tersebut relatif besar jika dibandingkan dengan realisasi defisit anggaran selama beberapa tahun terakhir. Hal ini terutama dipicu oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan masih lemahnya harga komoditas yang berdampak pada kurang optimalnya pencapaian pendapatan negara terutama pada sisi penerimaan perpajakan. Untuk itu, Pemerintah tetap menjaga agar kebijakan belanja dapat dilakukan secara lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Rp Triliun 2017 % APBN 0 0, , (153,3) ,0-250 (211,7) -3,0 (226,7) -300 (298,5) (307,7) -350 (330,2) -4,0 Defisit % thd PDB Batas Defisit Grafik 3.2 Perkembangan Defisit Anggaran Tahun Risiko fiskal yang dihadapi dalam pelaksanaan APBN-P 2016 lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal yang uncontrollable. Meskipun demikian, dengan adanya fleksibilitas dalam pengelolaan fiskal maka keberlanjutan fiskal masih relatif terjaga di tengah tekanan perekonomian makro yang cukup kuat. Dalam menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Keuangan terus mengupayakan langkah-langkah antisipatif untuk mengatasi kendala yang dihadapi, antara lain dengan: Melakukan analisa risiko fiskal terhadap pelaksanaan APBN-P 2016 serta menyampaikan policy paper untuk memitigasi potensi risiko fiskal atas kurang optimalnya pendapatan negara. 1. Melakukan monitoring secara periodik terkait kondisi ketahanan fiskal (Crisis Management Protocol/CMP Fiskal) dan menyampaikan kepada Sekretariat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). 74

77 1b. Rasio Utang Terhadap PDB Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan kemampuan suatu negara dalam memenuhi pembayaran utangnya dengan barang dan jasa yang dihasilkan. Semakin rendah rasio utang terhadap PDB pada suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki risiko yang lebih rendah dalam pengelolaan utangnya dan meminimalisasi risiko gagal bayar. IKU ini bertujuan untuk mengukur kemampuan ekonomi Indonesia dalam membayar utang baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri. Polarisasi data yang digunakan adalah minimize, dimana semakin kecil rasio maka kinerjanya semakin baik. Rasio utang terhadap PDB dihitung dengan membandingkan antara jumlah utang yang dimiliki suatu negara dengan jumlah PDB. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja dan Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibatasi tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari PDB tahun bersangkutan. Perhitungan realisasi IKU Rasio Utang terhadap PDB adalah: Rasio Utang Terhadap PDB = = Jumlah Utang Jumlah PDB Rp triliun Rp ,25 triliun = 27.69% Tabel 3.5 Rincian capaian IKU Rasio utang terhadap PDB K-Wide Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif 1b-Rasio utang terhadap PDB T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/ K P Target ,87% 26,87% Min/ TLK Realisasi 25,75% 26,63% 26,63% 27,28% 27,28% 27,69% 27,69% Capaian ,95 96,95 75

78 Rasio utang terhadap PDB akhir tahun 2016 naik sebesar 0,24%, yaitu dari 27,43% tahun 2015 menjadi 27,69% tahun Peningkatan rasio ini disebabkan oleh meningkatnya outstanding pembiayaan utang (neto) dari Rp3.165 triliun tahun 2015 menjadi Rp3.466,96 triliun tahun Pembiayaan utang (netto) sebesar Rp398,4 triliun pada tahun 2016 ditujukan untuk pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp330,3 triliun dan pembiayaan non-utang (neto) sebesar Rp68,1 triliun. Peningkatan pembiayaan non-utang (neto) disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk mendorong percepatan penyediaan infrastruktur salah satunya melalui penyertaan modal negara kepada BUMN. Triliun Rupiah 12, % 10,000 80% 8,000 60% 6,000 23,10% 24,90% 24,74% 27,43% 27,69% 40% 4,000 22,95% 2,000 20% * Total Utang PDB Rasio Total Utang thd. PDB (RH S) *Realisasi total utang sementara dengan menggunakan PDB realisasi Grafik 3.3 Rasio Utang Terhadap PDB Kebutuhan pembiayaan utang yang tinggi dihadapkan pada kondisi perekonomian dan pasar keuangan global yang kurang menguntungkan, yang ditandai dengan moderasi pertumbuhan ekonomi global dan potensi peningkatan suku bunga. Kebijakan ekonomi pemerintahan baru Amerika Serikat diyakini akan berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi global, misalnya rencana kebijakan pengetatan impor untuk melindungi kepentingan Amerika Serikat dalam perdagangan internasional. Ketidakpastian global tersebut juga akan berdampak pada perekonomian dan pasar keuangan domestik, namun dapat dikelola dengan kebijakankebijakan dalam negeri di antaranya adalah: a. Paket-paket kebijakan yang bertujuan untuk mendorong peningkatan investasi dan penanaman modal asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi b. Percepatan pembangunan infrastruktur c. Kebijakan tax amnesty d. Kewajiban minimum investasi untuk Industri Keuangan Non Bank (IKNB yang ditetapkan melalui peraturan OJK Nomor 01/POJK.05/

79 Kebijakan-kebijakan tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas pasar keuangan domestik. Namun demikian, bayangan ketidakpastian global masih harus diwaspadai mengingat porsi kepemilikan investor asing atas SBN, terutama SBN tradable yang diterbitkan oleh Pemerintah cukup tinggi. Perbandingan jumlah nominal SBN tradable yang dimiliki oleh investor domestik dan asing adalah sebagai berikut: Tabel 3.6 SBN Tradable yang Dimiliki oleh Investor Domestik dan Asing Jenis SBN 2015 (IDR triliun) 2016 (IDR triliun) % Pertumbuhan SUN Tradable Domestik 752,23 870,63 15,74% Asing 550,38 656,94 19,36% SBSN Tradable Domestik 151,1 236,84 56,75% Asing 8,14 8,87 8,96% SBN (Total) Domestik 903, ,60% Asing 558,52 665,81 19,21% Sejauh ini, kepemilikan SBN tradable, baik instrumen SUN ataupun SBN masih didominasi investor domestik dengan proporsi 62,44%. Meskipun proporsi nominal kepemilikan investor domestik masih dominan (± 62%) sebagaimana diuraikan sebelumnya, namun pertumbuhan nominal SBN yang dimiliki investor domestik yang sebesar 22,60% sangat kecil selisihnya dibanding nominal kepemilikan oleh investor asing yang mencapai 19,21%. Hal ini dikarenakan pola perilaku investor domestik dalam bertransaksi cenderung masih dipengaruhi oleh perilaku investor asing (investor domestik sebagai follower) Untuk menjaga proporsi kepemilikan SBN oleh investor domestik, Pemerintah menerbitkan seri-seri SBN untuk menarik lebih banyak minat investor domestik misalnya melalui penerbitan Sukuk Tabungan dengan fitur early redemption serta menggali potensi pasar domestik melalui peningkatan edukasi dan komunikasi kepada pelaku pasar dan masyarakat agar meningkatkan investasi pada instrumen SBN, mengoptimalkan penempatan dana hasil tax amnesty pada instrumen SBN serta mengembangkan jalur distribusi SBN ritel secara online. 77

80 1c. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB Rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah perbandingan antara penerimaan perpajakan terhadap PDB nominal dalam satu tahun anggaran. Rasio tersebut menunjukkan besarnya penerimaan perpajakan yang diperoleh Pemerintah dari perekonomian nasional dalam satu tahun. Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak penghasilan migas, pajak non migas, dan kepabeanan cukai (arti sempit). Jika dibandingkan dengan tahun 2015, penerimaan perpajakan terdiri dari pajak penghasilan migas, pajak non migas, kepabeanan cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) (arti luas). Berdasarkan data press release Kementerian Keuangan tanggal 3 Januari 2017, realisasi penerimaan perpajakan tahun 2016 sebesar Rp1.283,6 triliun atau sebesar 83,4 persen terhadap target dalam APBN-P Dibandingkan tahun 2015, penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat sekitar 3,5 persen. Penerimaan perpajakan tersebut terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp1.104,9 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp178,7 triliun. PDB nominal tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp12.521,5 triliun. Berdasarkan data penerimaan perpajakan dan PDB tersebut, maka rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB sebesar 10,25 persen. Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB secara kumulatif triwulanan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 3.7 Capaian IKU Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB K-Wide Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif 1c Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol / KP Target ,17% 12,17% Max/TLK Realisasi 6,96% 8,66% 8,66% 9,69% 9,69% 10,25% 10,25% Capaian ,22 84,22 78

81 Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2016 lebih rendah dibandingkan target dalam APBN-P 2016, antara lain dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dibandingkan dengan asumsi APBN-P tahun 2016, serta belum pulihnya harga komoditas. Penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen dibandingkan tahun 2015 terutama didorong oleh penerimaan PPh nonmigas yang meningkat sekitar 14,2 persen. Peningkatan PPh nonmigas tersebut tidak lepas dari keberhasilan program tax amnesty. Tabel 3.8 Penerimaan Perpajakan Tahun 2015 dan 2016 Penerimaan Perpajakan (Triliun Rupiah) APBN-P LKPP Audited % thd APBN-P APBN-P Realisasi Sementara % thd APBN-P 1. PPh Migas Pajak Non-Migas a. PPh Non-Migas b. Pajak Pertambahan Nilai c. Pajak Bumi dan Bangunan d. Pajak Lainya Bea dan Cukai a. Cukai b. Bea Masuk c. Bea Keluar Total Uraian mengenai penerimaan negara adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan Pajak Realisasi penerimaan pajak adalah realisasi penerimaan pajak netto yaitu jumlah penerimaan bruto SSP dari MPN, SPM, penerimaan valas, penerimaan DTP, penerimaan PBB, dan PPh Migas, dikurangi SPMKP dan SPMIB. Target Penerimaan Pajak adalah target yang telah ditetapkan dalam APBN/APBN-P. Realisasi penerimaan pajak sampai dengan 31 Desember 2016 mencapai Rp1.105,81 triliun atau 81.60% dari target tahun APBN-P 2016 sebesar Rp 1.355,20 triliun. Kinerja capaian penerimaan pajak tahun 2016 ini sedikit lebih rendah dari tahun 2015 sebesar 81,96%, namun realisasi ini masih tumbuh positif dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,81% (total pajak non PPh Migas) atau 4,24% (total pajak termasuk PPh Migas). Berdasarkan data dashboard Penerimaan DJP, yang mencakup seluruh penerimaan pajak baik penerimaan Pajak Non Migas maupun Pajak Migas, diperoleh capaian persentase realisasi penerimaan pajak selama tiga tahun terakhir adalah: 79

82 Tabel 3.9 Persentase Realisasi Penerimaan Pajak (triliun rupiah) Tahun Target Realisasi Capaian 91.56% 81.96% 81.60% Sumber: Menu Kinerja Penerimaan Portal DJP Berdasarkan tabel di atas, meskipun persentase penerimaan pajak dari target selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan, namun penerimaan pajak (termasuk PPh Migas) tahun tumbuh positif sebesar 7,68%, dan tahun tumbuh positif sebesar 4,24%. Tabel 3.10 Pertumbuhan penerimaan pajak tahun Tahun Δ Δ Δ Growth 6,92 % 7,68 % 4,24 % Kinerja penerimaan pajak tahun 2016, salah satunya ditopang oleh penerimaan dari amnesti pajak periode I dan II tahun 2016 yang berhasil menghimpun uang tebusan sebesar Rp 104,679 triliun (data per 5 Januari 2017). Adapun, detail capaian persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2016 beserta pertumbuhannya ditampilkan dalam tabel berikut: 80

83 Tabel 3.11 Persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2016 (miliar rupiah) Jenis Pajak Realisasi 2015 APBN-P 2016 Target Δ% Realisasi s.d. 31 Desember Δ% Δ% % Penc a. PPh Non Migas , ,77 48, , ,87 20,47 14,02 87,74 76,89 1. PPh Ps , ,38 12, , ,00 8,36 (4.65) PPh Ps , ,33 15, , ,21 16,84 33,57 87,89 115,54 3. PPh Ps 22 Impor , ,46 8, , ,23 2,04 (5,66) 70,48 87,27 4. PPh Ps , ,84 13, , ,91 9,27 3,95 83,28 91,99 5. PPh Ps 25/29 OP 8.258, ,02 248, , ,17 75,54 (36,12) 158,36 18,32 6. PPh Ps 25/29 Badan , ,06 103, , ,62 24,05 (7,12) 83,85 45,73 7. PPh Ps , ,70 13, , ,00 22,25 (10,29) 96,87 79,39 8. PPh Final , ,95 21, , ,84 37,05 (1,85) 94,37 80,61 9. PPh Non Migas Lainnya % Penc ,33 212,03 11,99 189, ,89 113, ,14 287, ,87 B. PPN dan PPnBM , ,34 11, , ,68 3,55 (2,70) 73,50 86,93 1. PPN Dalam Negeri , ,84 13, , , (2,34) 82,80 85,89 2. PPN Impor , ,77 8, , ,02 (14,56) (5,72) 62,71 87,21 3. PPnBM Dalam Negeri 9.293, ,23 13, , ,14 (9,26) 24,24 48,03 109,95 4. PPnBM Impor 4.008, ,99 8, , ,02 (24,88) 7,18 37,28 99,15 5. PPN/PPnBM Lainnya 275,23 332,51 20,81 275,23 286,01 77,71 3,92 41,30 86,02 C. PBB , ,60 (39,45) , ,91 24,60 (33,52) 109,59 109,79 D. Pajak Lainnya 5.568, ,88 33, , ,24 (11,52) 45,54 47,47 109,30 E. PPh Migas , ,93 (26,83) , ,01 (43,20) (27.80) 100,28 98,67 Total Non PPh Migas , ,59 30, , ,70 12,64 5,81 81,24 81,13 Total tmsk PPh Migas , ,52 27, , ,70 7,68 4,24 81,96 81,80 Sumber: Menu Kinerja Penerimaan Portal DJP diakses tanggal 5 Januari 2017 pkl WIB Penerimaan tahun 2014 dan 2015 menggunakan LKPP Audited 81

84 Kinerja penerimaan pajak tahun 2016 untuk beberapa jenis pajak diantaranya adalah sebagai berikut : A. Secara umum PPh Non Migas tumbuh positif 14,02% di tahun 2016, yang ditopang oleh peningkatan realisasi PPh Non Migas Lainnya yang sangat signifikan mencapai 55,190.14% sebagai hasil dari amnesti pajak yang dikategorikan sebagai penerimaan PPh Non Migas Lainnya. Penjelasan penerimaan PPh Non Migas secara rinci adalah sebagai berikut: 1. PPh Pasal 21 Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 Tahun 2016 sebesar Rp ,00 miliar (84,39%). Penerimaan PPh Pasal 21 Tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 4,65% dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan oleh penurunan setoran Masa/Angsuran PPh Pasal 21. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah mengenai penyesuaian besaran PTKP Tahun 2016, yang berdampak pada berkurangnya jumlah WP orang pribadi karyawan yang wajib dipotong PPh 21 oleh pemberi kerja. Kebijakan penyesuaian PTKP tahun 2016 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tanggal 22 Juni 2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan. Berdasarkan ketentuan ini, PTKP WP orang pribadi naik dari semula Rp 36 juta menjadi Rp 54 juta per tahun. 2. PPh Pasal 22 Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Tahun 2016 sebesar Rp ,21 miliar (115,54%). Penerimaan PPh Pasal 22 Tahun 2016 mengalami pertumbuhan 33,57% dibandingkan tahun 2015, yang ditopang oleh adanya perluasan cakupan pemungut PPh Pasal 22, khususnya pemungut non bendaharawan. Indikator perluasan pemungut tersebut tercermin dari adanya peningkatan yang sangat signifikan pada pertumbuhan realisasi PPh 22 dari total setoran pemungut yaitu sebesar 197%. 3. PPh Pasal 22 Impor Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Impor Tahun 2016 sebesar Rp ,23 miliar (87,27%). Penerimaan PPh Pasal 22 Tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 5.66% jika dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan oleh adanya penurunan aktivitas impor. 4. PPh Pasal 23 Realisasi penerimaan PPh Pasal 23 Tahun 2016 mencapai Rp ,91 miliar (91,99%). Penerimaan PPh Pasal 23 tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 3,95% jika dibandingkan tahun 2015, yang ditopang oleh pemanfaatan jasa pihak ketiga sebesar Rp ,98 miliar atau 46,22% dari total penerimaan PPh Pasal 23. Di tahun 2016, penerimaan dari jenis setor obyek pemanfaatan jasa pihak ketiga mengalami pertumbuhan 8,2% dibandingkan tahun PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi (OP) Realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 OP Tahun 2016 mencapai Rp 5.275,17 miliar (18,32%). Penerimaan PPh Pasal 25/29 OP tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 36,12% jika dibandingkan tahun 2015, yang tercermin dari penurunan di hampir semua jenis setoran meliputi setoran Tahunan, SKPKB, STP, dan lainnya. Realisasi penerimaan PPh 25/29 OP tahun 2016 didominasi oleh penerimaan dari sektor Perdagangan Besar dan Eceran dan sektor Kegiatan Jasa Lainnya. 6. PPh Pasal 25/29 Badan Realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan Tahun 2016 mencapai Rp ,62 miliar (45,73%). Penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 7,12% jika dibandingkan tahun 2015 yang tercermin dari penurunan di semua jenis setoran, yaitu setoran Masa/Angsuran (0,60%), Tahunan (23,13%), SKPKB (29,49%), STP (38,42%), dan lainnya (55,51%). Realisasi penerimaan PPh 25/29 Badan tahun 2016 didominasi oleh sektor Industri Pengolahan dan sektor Jasa Keuangan dan Asuransi yang salah satunya disebabkan adanya perbaikan di subsektor Industri Produk dari Batu Bara dan Pengilangan Minyak Bumi. 7. PPh Pasal 26 Realisasi penerimaan PPh Pasal 26 Tahun 2016 mencapai Rp ,00 miliar (79,39%). Penerimaan tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 10,29% jika dibandingkan tahun 2015, yang dipengaruhi oleh penurunan penerimaan dari setoran SKPKB dividen, bunga, jasa, laba, dan royalti. 82

85 Penerimaan PPh 26 tahun 2016 ditopang dari pembayaran dividen dan setoran Ditanggung Pemerintah (DTP) berupa SBN Valas. Namun demikian, terdapat penurunan dari beberapa jenis setoran diantaranya dari pembayaran bunga, pembayaran royalti, setoran masa, setoran SKPKB Div, Bunga, Jasa, Laba, Roy, dan setoran pemanfaatan jasa pihak ke tiga. 8. PPh Final Realisasi penerimaan PPh Final Tahun 2016 mencapai Rp ,84 miliar (80,61%). Penerimaan PPh Final Tahun 2016 diperoleh dari penerimaan PPh Final atas setoran Bunga Deposito/Tabungan, setoran Pengalihan Hak Tanah/Bangunan, Jasa Konstruksi. Penerimaan PPh Final tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 1,85% jika dibandingkan tahun 2015, yang dipengaruhi oleh penurunan penerimaan dari Revaluasi Aktiva Tetap dan juga penurunan penerimaan dari Pengalihan Hak Tanah/Bangunan akibat adanya penurunan tarif dari semula 5% menjadi 2,5% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun PPh Non Migas Lainnya Realisasi PPh Non Migas Lainnya ditopang oleh penerimaan uang tebusan hasil Amnesti Pajak yaitu sebesar 104,67 triliun. B. PPN 1. PPN Dalam Negeri (PPN DN) Realisasi penerimaan PPN DN Tahun 2016 mencapai Rp ,49 miliar (85,89%). Penerimaan PPN DN tahun 2016 mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,34% jika dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan antara lain oleh penurunan penerimaan dari setoran Masa (11,10%), sebagai dampak dari tingkat konsumsi yang rendah serta adanya perlambatan belanja pemerintah. Inflasi tahun 2016 sebesar 3,02% tergolong rendah dan berada di batas bawah sasaran target inflasi Bank Indonesia sebesar 4±1%. Rendahnya tingkat inflasi tersebut antara lain didorong oleh masih terbatasnya permintaan domestik. Penerimaan PPN DN juga didominasi oleh sektor Industri Pengolahan (Batu Bara, Pengilangan Minyak Bumi, dan Tembakau) dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran (Perdagangan Besar Bukan Kendaraan, Perdagangan Eceran Bukan Kendaraan, dan Perdagangan Kendaraan). 2. PPN Impor Realisasi penerimaan PPN Impor Tahun 2016 mencapai Rp ,02 miliar (87,21%). Penerimaan PPN DN tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 5,72% jika dibandingkan tahun 2015, yang antara lain disebabkan adanya penurunan penerimaan dari setoran Masa sebagai dampak dari penurunan aktivitas impor di tahun PPnBM Dalam Negeri (PPnBM DN) Realisasi penerimaan PPnBM DN Tahun 2016 mencapai Rp ,14 miliar (109,95%). Penerimaan PPnBM DN tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 24,24% jika dibandingkan tahun 2015, yang antara lain didorong oleh peningkatan setoran STP sebesar 3.730,67%. Jika dilihat dari realisasi penjualan mobil nasional, peningkatan realisasi PPnBM DN pada tahun 2016 lebih dipengaruhi oleh peningkatan harga jual mobil baru. Hal ini terlihat dari adanya penurunan realisasi penjualan mobil LCGC pada tahun 2016 dan adanya Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2013 yang mengatur bahwa penjualan mobil LCGC dikenakan PPnBM dengan tarif 0%. 4. PPnBM Impor Realisasi penerimaan PPnBM Impor Tahun 2016 mencapai Rp 4.296,02 miliar (99,15%). Penerimaan PPnBM Impor tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 7,18% jika dibandingkan tahun 2015, yang terutama didorong oleh adanya beberapa Wajib Pajak utama di bidang otomotif yang melakukan peningkatan aktivitas impor, khususnya dalam bentuk kendaraan CBU. Hal ini dilatarbelakangi oleh peluncuran model baru kendaraan roda empat. 83

86 C. Pajak Lainnya Realisasi penerimaan Pajak Lainnya Tahun 2016 mencapai Rp 8.104,24 miliar (109,30%). Penerimaan Pajak Lainnya tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 45,54% jika dibandingkan tahun 2015, terutama didorong oleh adanya extra effort khususnya berupa pembayaran bunga penagihan. Upaya yang akan dilakukan untuk mengamankan pencapaian target penerimaan pajak tahun 2017 dan program Pengampunan Pajak sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. Penelitian harta untuk mendorong program Pengampunan Pajak Periode III; 2. Peningkatan kepatuhan material WP OP Non-Karyawan dan Badan dengan memanfaatkan data internal dan eksternal; 3. Penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD); 4. Penggalian potensi pajak berbasis sektoral nasional dan regional (disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-masing), dan WP lainnya; 5. Peningkatan kegiatan pengawasan bersama (joint analysis) dengan Ditjen Bea dan Cukai; 6. Pengawasan Pengusaha Kena Pajak (PKP); 7. Penyempurnaan peraturan di bidang perpajakan yang mendukung intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan; 8. Penelitian Bukti Potong; 9. Peningkatan pengawasan terhadap transaksi e-commerce dan (OTT); 10. Exchange of Information (EOI) untuk Program Intensifikasi; 11. Pengamanan Penerimaan Pajak atas Belanja Pemerintah; 12. Implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait pelayanan publik; 13. Pemanfaatan data Devisa Hasil Ekspor (DHE); 14. Pengawasan terhadap WP yang melakukan tax planning secara agresif melalui praktik transfer pricing. 15. Analisis basis data perpajakan setelah berlakunya program Pengampunan Pajak dan Pengawasan atas Surat Pernyataan Harta (SPH) Tax Amnesty sesuai Pasal 18 UU Pengampunan Pajak; 16. Penguatan basis data perpajakan melalui optimalisasi pemanfaatan data pihak ketiga dan Alat Keterangan (Alket). Gambar 3.1 Strategi Umum Penerimaan Pajak Tahun 2017 Fokus di triwulan (Jan - Mar) 84

87 2. Penerimaan Bea dan Cukai Realisasi penerimaan bea dan cukai adalah realisasi penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai yang datanya diperoleh dari Modul Penerimaan Online (MPO) yang di dalamnya sudah mencakup sanksi, denda administrasi serta pungutan lainnya. Target penerimaan bea dan cukai adalah target penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai sesuai dengan yang ditetapkan dalam APBN atau APBN-P. Realisasi penerimaan bea dan cukai s.d 31 Desember 2016 mencapai Rp. 178,7 Triliun atau sebesar 97,15% dari target APBN-P (Rp. 183,9 Trilliun). Selama 5 (lima) tahun terakhir rata-rata peningkatan realisasi DJBC sebesar 8,32% setiap tahun. Tabel 3.12 Realisasi Penerimaan DJBC Tahun 2016 dan 2015 No. Jenis Penerimaan Target APBN-P Realisasi Tahun 2016 % Pencapaian Target Realisasi Tahun 2015 Pertumbuhan % (5/3) (5-11) 13 (12/11) 1 BEA MASUK 33, , % 31, , % 2 CUKAI 148, , % 144, (1,133.52) -0.78% Hasil Tembakau 141, , % 139, (1,968.83) -1.41% Ethil Alkohol % % Pendapatan Cukai Lainnya MMEA 5, , % 4, % 1, % BEA KELUAR 2, , % 3, (728.78) % Catatan: TOTAL 183, , % 179, (854.12) -0.48% Data realisasi penerimaan s.d. 31 Desember pukul WIB Sumber data: CEISA (Des) dan Buku Merah (1 Jan 30 Nov) Capaian persentase realisasi penerimaan bea dan cukai selama 3 tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 3.13 Data Realisasi DJBC 3 tahun terakhir (dalam Triliun) Tahun Target 173,73 194,99 183,96 Realisasi 162,3 179,84 178,72 Capaian 93,42% 92,23% 97,15% 85

88 Sasaran Strategis 2: Pemenuhan layanan publik Layanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pemenuhan layanan publik diberikan berdasarkan pemenuhan atas asas Penyelenggaraan pelayanan publik sesuai UU no 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu: (a) kepentingan umum; (b) kepastian hukum; (c) kesamaan hak; (d) keseimbangan hak dan kewajiban; (e) keprofesionalan; (f) partisipatif; (g) persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif; (h) keterbukaan; (i) akuntabilitas; (j) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; (k) ketepatan waktu; dan (l) kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.12 berikut. Tabel 3.14 Capaian IKU pada SS Pemenuhan layanan publik SS 2: Pemenuhan layanan publik Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 2a Indeks kepuasan pengguna layanan 4,07 4,16 102,21 2b Waktu penyelesaian proses kepabeanan 1,2 hari 0,81 hari 120,00 2a. Indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan IKU ini diukur berdasarkan Survei Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan (SKPL Kementerian Keuangan), yang merupakan bagian dari agenda program Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan senantiasa dituntut untuk selalu memperbaiki kualitas pelayanan secara terus menerus (continuous improvement) kepada pengguna layanan maupun pihak-pihak terkait lainnya (stakeholders). Guna mengukur sejauh mana kualitas pelayanan yang telah diberikan Kementerian Keuangan kepada masyarakat dan untuk mendapatkan informasi yang obyektif dan komprehensif terhadap kinerja layanan, perlu dilakukan pengukuran tingkat kepuasan pengguna layanan berdasarkan indikator-indikator spesifik yang ditetapkan melalui Survei Kepuasan Pengguna Layanan. Tingkat kepuasan pengguna layanan merupakan sebuah ukuran atas seberapa berkualitas layanan publik yang diberikan Kementerian Keuangan dalam memenuhi harapan para pengguna layanan. 86

89 Pada tahun 2016 ini, terdapat total 70 jenis layanan Kementerian Keuangan yang menjadi obyek survei, yang tersebar dari 10 unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Survei dilakukan secara swakelola dengan melibatkan Tim Peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. IKU ini memiliki polarisasi maximize dimana indeks kepuasan pengguna layanan diharapkan melebihi target yang ditetapkan. Target Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan tahun 2016 ditetapkan sejumlah 4,07 dari skala pengukuran 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Adapun realisasi yang diperoleh berdasarkan hasil survei adalah sebesar 4,16 (untuk lingkup 7 Eselon I) dan sebesar 4,19 (untuk lingkup 10 Eselon I). Target atas IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan tersebut menggunakan basis pengukuran untuk lingkup 7 Eselon I, sebagai unit pemilik proses bisnis utama Kementerian Keuangan. Sehingga capaian atas IKU ini adalah sebesar % dari target. Tabel 3.15 Rincian capaian IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan K-Wide Pemenuhan Layanan Publik 2a - Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 Q4 Y-16 Pol / KP Target ,07 4,07 Max/TLK Realisasi ,16 4,16 Capaian ,21 102,21 Populasi dalam survei ini adalah seluruh pengguna layanan Kemenkeu yang pernah menggunakan salah satu layanan dari 10 (sepuluh) unit Eselon I yakni: Eselon I yang Memberikan Layanan Eksternal Kemenkeu: 1. Ditjen Anggaran 2. Ditjen Pajak 3. Ditjen Bea dan Cukai 4. Ditjen Perbendaharaan 5. Ditjen Kekayaan Negara 6. Ditjen Perimbangan Keuangan 7. Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 87

90 Eselon I yang Memberikan Layanan Internal Kemenkeu: 8. Sekretariat Jenderal 9. Inspektorat Jendral 10. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Adapun pengguna-pengguna layanan tersebut mencakup: 1. Lingkungan Lembaga Pemerintahan baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan 2. Perusahaan (BUMN, Nasional, Asing, dan Swasta); 3. Individu (WNI maupun non WNI) Hasil dimaksud diperoleh berdasarkan data yang diolah dari jawaban pengguna layanan yang berpartisipasi sebagai responden. Lokasi SKPL tahun 2016 sama seperti pelaksanaan periode sebelumnya, yaitu 6 (enam) lokasi: (a) Medan, (b) Batam, (c) Jakarta, (d) Surabaya, (e) Balikpapan, dan (f) Makassar. Adapun rincian detil Indeks Kepuasan Pengguna Layanan per unit eselon I adalah sebagai berikut: Tabel 3.16 Rincian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan per unit Eselon I Kementerian Keuangan 7 unit 10 unit DJA DJP DJBC DJPB DJKN DJPK DJPPR SETJEN ITJEN BPPK ,06 4,08 3,96 3,87 3,89 4,32 4,10 4,23 4,01 4,10 4,32 4, ,16 4,19 4,20 4,10 4,04 4,40 4,20 4,23 4,40 4,22 4,33 4,33 Jika dibandingkan dengan pencapaian tahuntahun sebelumnya, capaian tahun 2016 merupakan capaian tertinggi dan mengalami peningkatan 0.10 poin dibandingkan tahun Hal ini menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan senantiasa melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Tren capaian indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan sejak tahun 2007 dapat dilihat dalam grafik berikut. 5 4,5 4 3, Indeks 3,76 3,92 3,86 3,87 3,86 3,9 3,98 4,04 4,08 4,16 Indeks Grafik 3.4 Tren capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 88

91 Lebih lanjut, ruang lingkup SKPL dari 2 (dua) variabel pengukuran yaitu kepentingan dan kepuasan, kemudian diterjemahkan dalam 11 (sebelas) aspek layanan sesuai dengan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik meliputi: (a) keterbukaan/kemudahan akses informasi, (b) informasi layanan, (c) kesesuaian prosedur dengan ketentuan yang ditetapkan, (d) sikap pegawai, (e) kemampuan dan keterampilan pegawai, (f) lingkungan pendukung, (g) akses terhadap kantor layanan, (h) waktu penyelesaian layanan, (i) pembayaran biaya sesuai aturan/ketentuan yang ditetapkan, (j) pengenaan sanksi/denda atas pelanggaran terhadap ketentuan layanan, dan (k) keamanan lingkungan dan layanan. Berikut ini adalah hasil SKPL tahun 2016 yang menunjukkan perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan tahun 2016 dengan tahun 2015: Tabel 3.17 Perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan No Aspek Layanan Indeks Kepentingan Indeks Kepuasan Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi 4,49 4,56 3,97 4,13 0,16 2. Informasi Layanan (Persyaratan, Prosedur, dll.) 4,52 4,55 4,03 4,12 0,09 3. Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan 4,51 4,59 4,02 4,20 0,18 4. Sikap Pegawai 4,53 4,61 4,13 4,26 0,13 5. Kemampuan dan Keterampilan Pegawai 4,55 4,61 4,01 4,16 0,15 6. Lingkungan Pendukung 4,47 4,56 4,12 4,18 0,06 7. Akses terhadap Layanan 4,52 4,56 4,12 4,16 0,04 8. Waktu Penyelesaian Layanan 4,52 4,58 3,92 4,06 0,14 9. Pembayaran Biaya Sesuai Ketentuan 4,48 4,61 4,13 4,29 0, Pengenaan Sanksi/Denda Atas Pelanggaran 4,35 4,49 3,90 3,95 0, Keamanan Lingkungan dan Layanan 4,56 4,58 4,24 4,27 0,03 Rata-rata Indeks Kementerian Keuangan 4,50 4,57 4,06 4,16 0,10 Mengacu pada skala sikap yang digunakan dalam survey ini (5 skala), maka dapat dikatakan bahwa nilai kepuasan di atas atau sama dengan 4 ( 4,00) disebut baik. Dengan demikian, Indeks Kepuasan Kemenkeu Tahun 2015 disimpulkan sebagai baik karena skor di atas angka 4. Pengguna layanan Kemenkeu mengaku puas untuk sepuluh dari sebelas aspek layanan, karena memiliki nilai rerata lebih besar atau sama dengan 4 ( 4,00), sedangkan satu aspek layanan dengan nilai rerata kurang dari 4 (empat) adalah aspek layanan nomer 10 yaitu Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran. Evaluasi terhadap 11 aspek layanan berdasarkan nilai indeks kepuasan, 3 (tiga) aspek layanan yang memiliki indeks tertinggi secara berurutan adalah: (1) Pembayaran Biaya Sesuai Ketentuan (4,29); (2) Keamanan Lingkungan dan Layanan (4,27); (3) Sikap Pegawai (4,26). Kemudian 3 (tiga) aspek layanan dengan indeks terendah secara berurutan adalah: (1) Pengenaan sanksi atau denda atas pelanggaran (3,95); (2) Waktu penyelesaian layanan (4,09); (3) Informasi Layanan (Persyaratan, Prosedur, dan lain-lain) (4,12). Dari kesebelas aspek layanan, seluruh aspek layanan mengalami peningkatan indeks kepuasan pengguna layanan dari tahun 2015 ke tahun Laju peningkatan terbesar terjadi pada aspek layanan No.3 Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan yang memiliki angka kenaikan mencapai 18 poin. Dua aspek layanan yang pada tahun 2015 masih memiliki indeks kepuasan di bawah batas kritis (4,00) yakni Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi dan Waktu Penyelesaian Layanan, pada tahun 2016 ini berhasil meningkatkan diri dengan nilai indeks di atas batas kritis (4,00). Namun masih terdapat 1 (satu) aspek yang berada di bawah batas kritis, yaitu aspek Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran (3,95). 89

92 Adapun sebagai komitmen Kementerian Keuangan untuk memperteguh keberlangsungan reformasi birokrasi, profesionalisme dalam pelayanan, dan integritas seluruh jajaran pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan, dalam beberapa tahun ke depan Kementerian Keuangan menetapkan target indeks kepuasan yang terus meningkat. Hal ini adalah suatu bentuk upaya dalam mewujudkan peningkatan kualitas dan kinerja pelayanan publik yang pada gilirannya akan meningkatkan pula public trust terhadap organisasi dan aparatur Kementerian Keuangan. Upaya tersebut dapat direpresentasikan dalam target capaian indeks survei kepuasan pelanggan Kementerian Keuangan yang tercantum dalam Renstra Kementerian Keuangan sebagai berikut: Tabel 3.18 Rencana capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran Target b. Waktu penyelesaian proses kepabeanan IKU Waktu Penyelesaian Proses Kepabeanan (Customs Clearance Time) bertujuan untuk mempercepat kinerja proses pengeluaran barang impor sebagai upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik serta untuk mengukur kehandalan sistem yang telah diterapkan dalam rangka mendukung sistem logistik nasional (sislognas). Gambar 3.2 Proses bongkar muat barang 90

93 Customs clearance time merupakan salah satu mata rantai dalam proses pergerakan arus barang sebagai bagian dari dwelling time. Dwelling time adalah lama waktu sejak barang impor dibongkar dari kapal sampai dengan barang keluar dari pelabuhan. Indikasi perhitungan dwelling time adalah lamanya kontainer impor ditumpuk di pelabuhan (waktu penumpukan kontainer di pelabuhan). Gambar 3.3 Komponen dwelling time barang impor Dwelling time dapat dibagi menjadi pre-clearance, customs clearance dan post-clearance. Aktivitas pre-clearance adalah proses sejak kedatangan sarana pengangkut hingga peti kemas diletakkan di tempat penimbunan sementara (TPS) dan peninjauan nomor pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Customs Clearance Time khususnya untuk kegiatan impor dimulai dari waktu importir/ppjk melakukan loading Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke sistem in house Bea Cukai sampai dengan waktu penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Aktivitas post-clearance adalah peti kemas diangkut keluar pelabuhan dan pembayaran ke operator pelabuhan. Dalam hal ini Kementerian Keuangan berkontribusi terhadap kinerja Customs clearance time untuk mempercepat proses penyelesaian kewajiban kepabeanan barang impor sehingga diharapkan dapat menurunkan dwelling time secara keseluruhan. Waktu penyelesaian proses kepabeanan yang diukur meliputi penyelesaian seluruh dokumen impor yang meliputi jalur merah, jalur kuning, jalur hijau, dan jalur Mitra Utama karena merepresentasikan seluruh pengguna jasa yang terlibat dalam proses importasi di pelabuhan. Hal ini sejalan dengan pengukuran dwelling time yang mengukur waktu pengeluaran kontainer sejak dibongkar dari kapal sampai dengan kontainer keluar dari pelabuhan untuk semua jalur. Penyelesaian Customs Clearance di jalur kuning dan jalur merah lebih lama dibandingkan dengan jalur Mitra Utama atau pun jalur hijau. Untuk itu dilakukan evaluasi atas importansi di kedua jalur tersebut. Hasil evaluasi di jalur kuning berupa usulan untuk upgrade dan downgrade dengan kriteria sebagai berikut : 1. Jenis Importir (IP/IU); 2. Volume Importansi; 3. Jumlah Notul; 4. Uji Eksistensi; 5. Nature of Business; 6. Jumlah PPJK yang mengurus; 7. Tunggakan, tagihan dan keberatan; 8. Hasil surveillance dan Nota Hasil Intelijen (NHI); dan 9. Pengaduan. 91

94 Sedangkan upaya untuk menurunkan dwelling time di jalur merah diawali dengan mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam menurunkan customs clearance yaitu: 1. Masih lamanya penarikan kontainer untuk periksa fisik; dan 2. Lamanya pengurus perusahaan barang siap dalam pendampingan periksa fisik. Berdasarkan hasil identifikasi kendala pelaksanaan customs clearance, maka disusun langkah-langkah kegiatan yang diharapkan dapat mempercepat proses customs clearance di jalur kuning yaitu sebagai berikut: 1. Integrasi sistem antara beberapa tempat Tempat Penimbunan Sementara (TPS) dalam hal penarikan kontainer untuk periksa fisik dari terminal bongkar; 2. Percepatan eksekusi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dokumen yang disaksikan oleh kuasa importir (pengusaha TPS) tanpa harus menunggu pengurus barang hadir menyaksikan pemeriksaan fisik. Ini merupakan implementasi Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-12/ BC/2016 tentang Pemeriksaan Fisik Barang Impor. Pengukuran IKU customs clearance time dilakukan terhadap kegiatan layanan importasi pada kantor pelayanan Bea dan Cukai di 4 (empat) pelabuhan utama, yaitu: IKU ini merupakan IKU dengan polarisasi minimize (semakin kecil realisasinya dibandingkan target, semakin baik). Pada tahun 2016 realisasi IKU ini adalah 0,81 hari dari target yang ditetapkan sebesar 1,2 hari Target ini lebih tinggi dibandingkan target Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2016, yaitu 1,4 hari dan meningkat dibandingkan target tahun 2015 yaitu 1,5 hari. Realisasi IKU ini juga mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yaitu 1,20 hari. Tabe 3.19 Perbandingan Realisasi IKU Tahun 2015 dan 2016 Kantor Realisasi 2015 Realisasi 2016 Tg. Priok 0,98 hari 0,78 hari Belawan 1,26 hari 0,79 hari Tg. Emas 1,75 hari 1,51 hari Tg. Perak 0,81 hari 0,61 hari Rata-rata 1,2 hari 0,81 hari Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tren peningkatan percepatan ustoms clearance time sehingga proses pengeluaran barang impor di pelabuhan menjadi lebih cepat yang sejalan bahkan lebih cepat dari target sampai dengan tahun 2019 pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan yang menjadi 1 hari. 1. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, 2. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, 3. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan, dan 4. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas. 92

95 Tabel 3.20 Waktu penyelesaian proses kepabeanan tahun 2016 Kantor Jalur Mita Jalur Hijau Jalur Kuning Jalur Merah Ratarata waktu dok Ratarata waktu dok Ratarata waktu dok Ratarata waktu Ratarata waktu total Tg. Priok 0, , , , ,78 0,98 hari Belawan 0, , , , ,79 1,27 hari Tg. Emas 0, , , , ,51 1,75 hari Tg. Perak 0, , , , ,61 0,81 hari Rata-Rata ,81 1,2 hari dok Target waktu Catatan : Satuan waktu dalam hari (Polarisasi Minimize) Rata-rata waktu Januari Agustus : waktu load PIB s.d. waktu SPPB Rata-rata waktu September Desember : waktu ambil jalur s.d. waktu SPPB (sesuai ketentuan Per-16/ BC/2016) 93

96 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata waktu penyelesaian proses kepabeanan pada 4 kantor yang mengawasi pelabuhan utama mencapai 0,81 hari, dengan waktu paling cepat 0,78 hari pada KPU BC Tipe A Tanjung Priok, dan waktu terlama 1,51 hari pada KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas. Hal ini disebabkan karena pada KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas belum diberlakukan pelayanan 24/7 (24 jam dalam 7 hari seminggu). Gambar 3.4 Suasana pelabuhan Terkait dengan dwelling time pada Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan terbesar yang melayani sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan target dwelling time 2,5 hari pada Pelabuhan Tanjung Priok yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Pre customs clearance 1 hari (40%); b. Customs clearance 0,5 hari (20%); dan c. Post customs clearance 1 hari (40%). Rata-rata waktu penyelesaian proses kepabeanan pada KPU Tanjung Priok sesuai dengan perhitungan IKU pada tahun yaitu 0,78 hari. Perhitungan ini hanya diperoleh dari waktu penyelesaian dokumen PIB (BC 2.0) sedangkan untuk perhitungan customs clearance pada dwelling time secara keseluruhan diperoleh dari waktu penyelesaian dokumen BC 2.0, BC 2.3, dan empty container. Dari sisi pencapaian IKU, rata-rata waktu penyelesaian proses kepabeanan telah melebihi target yang ditetapkan. Walaupun demikian, dalam pemenuhan target dwelling time yang ditetapkan pemerintah masih terdapat kendala yang dihadapi DJBC di Pelabuhan Tanjung Priok antara lain: 1. Belum optimalnya sinergi para stakeholder di pelabuhan; 2. Masih lamanya waktu penarikan kontainer jalur merah oleh pihak TPS ke area pemeriksaan; 3. Masih lamanya waktu penyerahan hardcopy PIB yang dilakukan oleh pihak importir/ppjk. 94

97 Terkait hal tersebut, di tahun 2016 ini DJBC baik secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan instansi lain di pelabuhan telah melakukan berbagai macam upaya untuk mencapai target dwelling time yang ditetapkan sebesar 2,5 hari, baik yang bersifat operasional maupun yang bersifat kebijakan. 1. Upaya-upaya meliputi: a. Pre Customs Clearance: Koordinasi dengan importir untuk percepatan penyampaian PIB; Mendorong tingkat pemanfaatan fasilitas pre-notification untuk jalur prioritas; Pengusulan perbaikan sistem INSW; Koordinasi terkait percepatan proses pemeriksaan Karantina dan Lartas; Koorinasi dengan Shipping Line terkait kode timbun; Mendorong mekanisme pembayaran 24/7 (e-billing, perbankan, pelayaran); dan Melakukan pendampingan terhadap PIB Jalur Hijau. b. Customs Clearance: Percepatan penyerahan hardcopy PIB; Percepatan penarikan kontainer dari TPS ke TPFT; Percepatan penelitian dokumen oleh PFPD, saldo nol; Evaluasi dan Upgrade Importir Jalur Kuning ke Hijau; Peningkatan janji layanan terkait Dwelling Time (redress, empty container, BC 2.3, PLP, BC 1.1a, BC 1.2) c. Post Customs Clearance: Mendorong pemanfaat 24/7 TPS, Shipping Line, Trucking, dan Depo Kontainer; dan Audiensi dengan importir, PKB dan asosiasi terkait. Sasaran Strategis 3: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi Sebagai pengelola keuangan dan kekeyaaan negara, Kementerian Keuangan memiliki ekspektasi terhadap pengguna layanan agara patuh terhadap berbagai peraturan dan kebijakan yang ditetapkan baik dalam bidang penerimaan, belanja, transfer daerah, pembiayaan. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 1 (satu) IKU yaitu ratarata persentase kepatuhan pengguna layanan. IKU tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 2 (dua) sub IKU sebagaimana ditabulasikan dalam tabel 3.19 berikut. 95

98 Tabel 3.21 Capaian realisasi SS Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi Sasaran Strategis 3: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi 3a Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan 3a.1 Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak 3a.2 Persentase Kepatuhan Importir Jalur Prioritas Kepabeanan (IJP) 76,25% 75,05% 98,42 72,50% 63,15% 87,1 80% 86,94% 108,68 3a. Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan 3a.1 Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak Kepatuhan formal yang dimaksud adalah pemenuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak dengan membandingkan antara jumlah penyampaian SPT Tahunan dengan jumlah wajib pajak (WP) terdaftar yang wajib menyampaikan SPT Tahunan, baik Orang Pribadi (OP) maupun Badan. SPT merupakan surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. SPT tersebut merupakan SPT Tahunan PPh untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang disampaikan oleh WP (WP Badan dan WP OP) pada tahun berjalan, yang meliputi: a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Badan adalah SPT 1771 dan SPT 1771S; b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Orang Pribadi (OP) Karyawan adalah SPT 1770S dan SPT 1770 SS; c. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP OP Non Karyawan adalah SPT 1770; WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh terdiri dari: a. WP Badan; b. WP OP Karyawan dengan Kelompok Lapangan Usaha (KLU) 96301, 96302, 96303, 96304, dan 96305; c. WP OP Non Karyawan dengan KLU selain dari KLU WP OP Karyawan; dengan status domisili/pusat (kode status NPWP 000) yang mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh, tidak termasuk bendahara, joint operation, cabang/lokasi, WP Pajak Penghasilan Tertentu sesuai dengan pasal 2 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2007, WP Non Efektif, dan sejenis lainnya yang dikecualikan atau tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh. 96

99 Pada tahun 2016, realisasi rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan sebesar 63,15% dari target yang telah ditetapkan sebesar 72,50%. Rasio kepatuhan tahun 2016 tumbuh dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 2,73% (realisasi rasio kepatuhan tahun 2015 sebesar 60,42%). Pencapaian rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2013 s.d dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.22 Rasio kepatuhan penyampaian SPT tahunan PPh tahun 2013 s.d No Uraian/Tahun WP Terdaftar WP Terdaftar Wajib SPT Target Rasio Kepatuhan (%) 4 Target Rasio Kepatuhan - SPT ( 3 X 2) 65,00% 70,00% 70,00% 72,50% Realisasi SPT Rasio Kepatuhan ( 5 : 2 ) 56,21% 59,12% 60,42% 63,15% Untuk mendukung tercapainya target rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan 2016, telah dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Mengirimkan himbauan terhadap WP Badan dan WP OP Non Karyawan yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2014 dan tahun-tahun sebelumnya; 2. Melakukan pemetaan dan sosialisasi kepada pemberi kerja baik instansi pemerintah maupun perusahaan swasta; 3. Melakukan inventarisasi dan menyampaikan himbauan/teguran/ Surat Tagihan Pajak (STP) terhadap WP yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh; 4. Meningkatkan penyuluhan terhadap WP melalui kerjasama dengan konsultan pajak, akuntan publik, dan asosiasi-asosiasi; 5. Instruksi untuk memanfaatkan momentum program Pengampunan Pajak Tahun 2016; 6. Melakukan upaya-upaya peningkatan penyampaian SPT Tahunan secara elektronik oleh WP OP (e-filing). Beberapa permaslahan yang menyebabkan masih rendahnya rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan pada tahun 2016 adalah: 1. Struktur WP terdaftar didominasi WP OP Karyawan, sehingga peningkatan realisasi rasio kepatuhan pembayaran dan pelaporan WP Badan dan OP Non Karyawan tidak secara signifikan mendorong pencapaian rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan secara total. 97

100 2. Masih banyaknya WP OP Terdaftar yang sebenarnya tidak memenuhi kewajiban objektif (WP OP dengan penghasilan di bawah PTKP) sehingga menjadi beban administratif. 3. Belum optimalnya pemanfaatan data internal (Approweb dan Aplikasi Portal DJP) dan data eksternal atas WP yang tidak menyampaikan SPT. 4. Kesadaran WP yang masih rendah dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, beberapa rencana aksi yang ditetapkan untuk dilaksanakan pada tahun 2017 berdasarkan tax reform terkait kepatuhan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan kepatuhan material WP OP Non-Karyawan dan Badan dengan memanfaatkan data internal dan eskternal 2. Penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD) 3. Implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait layanan publik 3a2 Persentase Kepatuhan Importir Jalur Prioritas Kepabeanan (IJP) IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepatuhan sekaligus sebagai media evaluasi importir jalur prioritas. Importir Jalur Prioritas (IJP) adalah Importir yang ditetapkan sebagai importir penerima fasilitas jalur prioritas untuk mendapatkan pelayanan khusus sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal (P-11/BC/2005 tentang Jalur Prioritas jo. P-06/BC/2006). Adapun kriteria untuk ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas antara lain mempunyai reputasi yang sangat baik yang tercermin dari profil perusahaan, mempunyai bidang usaha (nature of bussiness) yang jelas dan spesifik, serta berdasarkan audit oleh Kantor Akuntan Publik tidak pernah mendapatkan opini disclaimer atau adverse. Sedangkan kriteria Importir Jalur Prioritas yang tidak patuh adalah: 1. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) telah terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut: a. Mempunyai tunggakan utang berupa kekurangan pembayaran Bea Masuk (termasuk Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan Bea Masuk Imbalan) kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) (termasuk penundaan pembayaran berkala); atau b. Meminjamkan modul ke pihak lainnya. 2. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) dan setelah melalui penelitian lebih lanjut di bawah koordinasi Direktorat Teknis Kepabeanan terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut: a. Menyalahgunakan fasilitas di bidang kepabeanan selama satu tahun terakhir; b. Salah dalam memberitahukan jumlah barang, jenis barang, dan/atau nilai pabean selama satu tahun terakhir. 98

101 Importir Jalur Prioritas yang patuh adalah importir jalur prioritas yang tidak terbukti melakukan pelanggaran tersebut pada butir 1 dan 2 di atas. Realisasi IKU Persentase kepatuhan importir jalur prioritas kepabeanan tahun 2016 adalah sebesar 86,94% dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.23 Realisasi IKU Kepatuhan Importir Jalur Prioritas tahun 2016 Triwulan Jumlah Importir Jalur Prioritas Jumlah Importir Jalur Prioritas Yang Tidak Patuh Realisasi Q ,50% Q ,61% Q ,84% Q ,84% Realisasi 2016 (Rata-rata Realisasi Triwulan) 86,94% Target IKU % Indeks Capaian IKU 108,67% Sumber : Direktorat Teknis Kepabeanan Realisasi sebesar 86,94% telah melebihi target yang telah ditetapkan pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2016, yaitu sebesar 80% sehingga indeks capaian IKU ini sebesar 108,67%. Target tahun 2016 masih sama dengan target tahun 2015 sebesar 80% sedangkan dari sisi realisasi mengalami penurunan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yaitu sebesar 90,43%. Gambar 3.5 Klasifikasi penjaluran importir Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab ketidakpatuhan Importir Jalur Prioritas pada tahun 2016 antara lain adanya human error/kelalaian karena kesalahan manusiawi, masih terdapatnya kelemahan pada Sistem Pengendalian Internal perusahaan, kurangnya pemahaman IJP terhadap ketentuan yang ada, dan pengaturan gradasi sanksi terhadap IJP yang tidak patuh belum sempurna. 99

102 Meskipun capaian pada tahun 2016 telah melebihi target yang ditetapkan, namun masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi antara lain terbatasnya SDM serta kapasitas unit yang mengelola IJP, mekanisme monitoring dan evaluasi IJP yang masih perlu penyempurnaan, dan pengaturan gradasi sanksi terhadap IJP yang tidak patuh masih belum sempurna. Terkait hal tersebut, upaya yang telah dilakukan DJBC untuk mendukung pencapaian target IKU tahun 2016 dilakukan melalui: 1. Menyusun lebih lanjut PMK Nomor 229/PMK.04/2015 tentang Mitra Utama Kepabeanan yang didalamnya sudah memuat sanksi termasuk kesalahan mayor maupun kesalahan minor (dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Direktur Jenderal); 2. Penyusunan Gradasi Sanksi (Surat Peringatan, Pembekuan dan Pencabutan); 3. Peningkatan peran Client Coordinator untuk melakukan asistensi, konsultasi, bimbingan, serta monitoring dan evaluasi terhadap perusahaan IJP; 4. Peningkatan sosialisasi dan asistensi kepada IJP dan calon perusahaan IJP; Sasaran Strategis 4: Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas Kebijakan yang berkualitas mencakup kebijakan pemerintah mengenai pajak, hutang negara (public debt), pengadaan dan perbelanjaan dana pemerintah dan lain yang sejenis yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU), sebagaimana ditabulasikan dalam tabel berikut. Tabel 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas Sasaran Strategis 4: Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas 4a Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro 4b. Deviasi proyeksi APBN 4a. Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro 100% 114,62% 114,62 5% 1,95% 120 IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi proyeksi indikator ekonomi makro dan sehingga dapat dilakukan penyempurnaan kebijakan fiskal tahun berikutnya. Indikator ekonomi makro merupakan indikator ekonomi (tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, tingkat suku bunga SPN, harga minyak internasional dan lifting minyak) yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Sedangkan proyeksi indikator ekonomi makro yang diukur meliputi proyeksi pertumbuhan ekonomi, proyeksi inflasi, proyeksi nilai tukar rupiah, dan proyeksi suku bunga SPN 3 bulan. Indikator ekonomi makro yang diukur sebagai IKU mencakup indikator yang lingkup kebijakannya dalam kendali Kementerian Keuangan. 100

103 A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2015 diperkirakan mencapai 4,8 persen (yoy), namun realisasinya lebih tinggi yakni mencapai 5,04 persen (yoy). Realisasi yang lebih tinggi ini didorong oleh tingginya belanja pemerintah pada akhir tahun 2015 terutama pada komponen belanja barang dan belanja modal termasuk penyerapan belanja pembangunan infrastruktur sehingga memberikan dorongan yang relatif besar terhadap kinerja konsumsi pemerintah dan PMTB. Sementara itu, konsumsi rumah tangga tumbuh cukup stabil meskipun aktivitas ekonomi relatif lemah. Pada kuartal I 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,9 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan proyeksi sebesar 5,1 persen (yoy). Dalam hal ini, dampak pelemahan ekonomi global dan penurunan permintaan dunia memberikan tekanan yang cukup besar pada ekspor impor sehingga menyebabkan kedua komponen ini tumbuh negatif. Sementara itu, konsumsi rumah tangga, sebagai komponen terbesar pembentuk PDB, tumbuh moderat akibat lemahnya aktivitas ekonomi. Meskipun begitu, pertumbuhan kuartal I 2016 lebih tinggi dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya. Pada kuartal II 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan perkiraan yang sebesar 5,0 persen (yoy). Konsumsi rumah tangga dapat tumbuh cukup baik dengan adanya bulan puasa dan libur panjang sehingga dapat mengurangi dampak negatif akibat pelemahan ekonomi global yang menekan kinerja ekspor dan impor. Tingkat inflasi yang stabil pada hari besar juga memberikan dorongan positif bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, realisasi belanja pemerintah yang tinggi mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah hingga tumbuh diatas 6 persen. Pada kuartal III 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1 persen (yoy), lebih tinggi 0,1% dibandingkan realisasi yang sebesar 5,0 persen (yoy). Realisasi yang lebih rendah disebabkan oleh kontraksi yang cukup dalam pada komponen eksporimpor akibat belum adanya peningkatan harga komoditas yang signifikan serta permintaan domestik yang masih relatif lemah. Selain itu, konsumsi pemerintah tumbuh negatif karena adanya base effect 2015 yang cukup tinggi. Secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2016 sebesar 4,94 persen (yoy) atau -1,77 persen (qoq). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan konsumsi RT yang tumbuh 5,0 persen. Hal ini didukung oleh inflasi yang cukup terjaga khususnya harga pangan pada saat perayaan Natal dan Tahun Baru serta tingginya kegiatan sosial sepanjang tahun dan kampanye pemilukada pada periode ini. Dari sisi investasi, PMTB mampu tumbuh 4,8 persen ditopang oleh peningkatan komponen kendaraan yang terus tumbuh terutama pada kuartal IV Komponen peralatan baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor juga turut mendukung kinerja pertumbuhan PMTB. Namun, pertumbuhan PMTB sedikit tertahan oleh pelemahan pertumbuhan komponen bangunan seiring dengan pelemahan pertumbuhan sektor konstruksi dan realisasi belanja modal Pemerintah Pusat. Pengeluaran pemerintah tumbuh negatif -4,0 persen pada kuartal IV 2016 terkait dengan penyesuaian anggaran Pemerintah pusat. Pada saat yang bersamaan, realisasi belanja pemerintah pada kuartal IV tahun 2015 cukup besar terkait penundaan kegiatan karena perubahan nomenklatur pada beberapa Kementerian/ Lembaga 101

104 sehingga basis perhitungan menjadi sangat tinggi. Di sisi lain, pertumbuhan ekspor dan impor mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada kuartal IV 2016 seiring dengan kenaikan harga komoditas internasional dan perbaikan ekonomi beberapa negara mitra dagang. Dari sisi produksi, seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif pada kuartal IV Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor informasi dan komunikasi sebesar 9,6 persen, disusul oleh sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh sebesar 7,9 persen. Pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi dipicu oleh adanya perluasan infrastruktur fiber optic dan BTS serta kampanye persiapan Pilkada yang mendorong peningkatan pendapatan iklan dan media. Sementara itu, pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan didorong oleh tingginya pertumbuhan angkutan udara akibat penambahan rute baru dan jumlah frekuensi penerbangan. Aktivitas bongkar muat kargo diakhir tahun juga mendorong pertumbuhan sektor ini. Lebih lanjut, sektor pertanian dan pertambangan tumbuh relatif tinggi pada kuartal IV Masa panen yang bergeser akibat El-Nino serta adanya kenaikan harga karet dan kelapa sawit mendorong kinerja sektor pertanian hingga tumbuh 5,3 persen. Sementara itu, sektor pertambangan tumbuh 1,6 persen didorong oleh kenaikan produksi tembaga dan emas PT Freeport dan kenaikan harga batubara. Sebagai sektor yang berkontribusi paling besar terhadap PDB, sektor industri pengolahan tumbuh 3,4 persen pada kuartal IV Pertumbuhan sektor ini utamanya ditopang oleh subsektor industri makanan dan minuman serta industri kimia dan farmasi. Namun kinerja sektor industri sedikit melemah di triwulan IV 2016 akibat kontraksi industri pengilangan batubara dan migas serta beberapa industri non migas. Pelemahan ini seiring dengan penurunan pertumbuhan indeks produksi baik indeks industri besar dan sedang (IBS) maupun industri mikro dan kecil (IMK). B. Inflasi Realisasi inflasi pada akhir triwulan I berada pada level 4,45% (yoy), lebih rendah dari proyeksi yang sebesar 4,90% (yoy). Kondisi tersebut disebabkan oleh realisasi inflasi yang berbeda dari pola historisnya. Pada bulan Januari inflasi cukup rendah, sementara pada bulan Februari terjadi deflasi. Hal tersebut lebih didorong oleh dampak beberapa kebijakan pemerintah antara lain, koreksi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, tarif listrik, serta harga elpiji seiring dengan masih lemahnya harga minyak dunia. Hal ini juga mendorong koreksi terhadap angka inflasi pada triwulan awal tahun Laju inflasi triwulan II 2016 diproyeksikan mencapai 3,79% (yoy), lebih tinggi dari realisasinya yang mencapai sebesar 3,45% (yoy). Seperti halnya pada triwulan I, perbedaan tersebut terutama dipicu oleh penurunan harga-harga komoditas yang dipengaruhi oleh kondisi global, yaitu penurunan harga minyak mentah dunia disertai dengan kebijakan Pemerintah dalam hal reformasi kebijakan energi. Beberapa komoditas yang terdampak penurunan harga antara lain, BBM, tarif listrik, Bahan Bakar Rumah Tangga, dan tarif angkutan. Pada triwulan III 2016, rata-rata laju inflasi diprediksi mencapai 3,74%, namun realisasinya hanya mencapai 3,07%. Penyimpangan prediksi tersebut terutama bersumber dari adanya penundaan kebijakan migrasi pelanggan listrik golongan 900VA ke 1300VA dalam rangka penyesuaian besaran subsidi listrik sehingga realisasi 102

105 laju inflasi komponen administered price lebih rendah. Di samping itu, berbagai langkah kebijakan persiapan pengendalian inflasi menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu Ramadan dan Idul Fitri telah berdampak positif. Hal ini terlihat dari sumbangan inflasi yang dipicu oleh peningkatan permintaan masyarakat menjadi lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Realisasi inflasi di triwulan IV 2016 mencapai 3,02% (yoy), lebih rendah dibanding proyeksi yang sebesar 3,29% (yoy). Deviasi ini dipengaruhi oleh tekanan inflasi akibat HBKN (Natal) dan faktor musiman, seperti liburan akhir tahun dan akhir tahun ajaran sekolah yang relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dalam kaitan ini, perkiraan permintaan yang masih moderat menjadi faktor relatif rendahnya tekanan inflasi. Hal ini diindikasikan juga oleh pergerakan beberapa indikator konsumsi dalam negeri seperti penurunan uang beredar dan kredit konsumsi. Selain itu, langkah pemerintah dalam pengendalian inflasi sebagai antisipasi pada masa HBKN mendorong inflasi bahan makanan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pola historisnya. Meskipun begitu, risiko La Nina tetap mempengaruhi produktivitas hortikultura yang mendorong peningkatan inflasi komponen volatile food pada triwulan ini. C. Nilai Tukar Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah pada triwulan I tahun 2016 adalah Rp per dolar AS, lebih kuat dari nilai proyeksi yaitu sebesar Rp per dolar AS. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh isu global dan domestik. Kondisi ekonomi global masih diliputi ketidakpastian perekonomian global akibat kenaikan suku bunga acuan di AS, pelemahan ekonomi Tiongkok dan quantitative easing yang masih berlangsung di Jepang, Eropa dan Tiongkok. Tekanan depresiasi rupiah akibat rencana kenaikan suku bunga AS yang dikhawatirkan tidak terjadi seiring penundaan rencana tersebut seiring masih lemahnya perekonomian AS. Pada saat yang sama, negara negara Eropa dan Jepang tetap menempuh kebijakan quantitative easing walaupun suku bunga riil di negara-negara tersebut telah mencapai nilai negatif. Kondisi ini menyebabkan terjadinya aliran modal ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sementara itu, dari sisi domestik peningkatan kualitas infrastruktur tidak hanya menyebabkan sentimen positif pelaku pasar tetapi juga berkontribusi positif terhadap perbaikan kinerja transaksi berjalan dan perekonomian secara umum sehingga membantu penguatan Rupiah. Pada triwulan II 2016, realisasi nilai tukar Rupiah (Rp ) lebih lemah dari nilai proyeksi (Rp ), atau menyimpang sebesar 1%. Penyimpangan tersebut terutama disebabkan oleh pelemahan rupiah dipertengahan kuartal ke II 2016 yang lebih dalam dari perkiraan. Menurunnya surplus perdagangan pada bulan Mei dan juga kekhawatiran lonjakan inflasi menjelang bulan puasa menyebabkan tekanan tambahan pada nilai tukar rupiah. Memasuki kuartal III tahun 2016, nilai tukar rupiah kembali menguat dan mencapai rata rata Rp per dolar AS, lebih kuat dari proyeksinya sebesar Rp per dolar AS. Hasil referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) beserta masih belum jelasnya keputusan kenaikan suku bunga acuan di AS, membuat sentimen positif bagi nilai tukar rupiah. Di sisi domestik, adanya potensi capital inflow dampak kebijakan pengampunan pajak dan positifnya kinerja perekonomian turut membantu penguatan Rupiah. 103

106 Pada triwulan IV 2016, realisasi nilai tukar tidak berbeda jauh dari proyeksinya. Dengan realisasi sebesar Rp per dolar AS dibanding dengan proyeksinya sebesar Rp per dolar AS, maka penyimpangan proyeksi rata-rata nilai tukar rupiah hanya sebesar 0,4%. Pergerakan nilai tukar Rupiah ini didorong oleh kinerja perekonomian Indonesia yang relatif baik, keberhasilan program kebijakan pengampunan pajak, akselerasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur, terjaganya tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta perbaikan surplusnya transaksi modal dan neraca pembayaran. Di sisi lain, pengaruh faktor eksternal lebih banyak diwarnai oleh sentimen negatif seperti lambatnya pemulihan ekonomi di negara maju, rebalancing ekonomi Tiongkok, ketidakpastian permasalahan geopolitik, tingginya volatilitas pasar keuangan dan masih rendahnya harga komoditas, dan ketidakjelasan kebijakan ekonomi pemerintah AS yang baru, termasuk dampak kenaikan suku bunga acuan FFR pada tanggal 14 Desember D. Rata-rata suku bunga SPN 3 Bulan Realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan pertama tahun 2016 mencapai 5,9%, lebih rendah daripada yang diperkirakan yang sebesar 6,2%. Hal ini terjadi karena banyaknya aliran dana masuk ke Indonesia sebagai akibat dari quantitative easing yang masih berlangsung di Jepang, Eropa dan ditundanya kenaikan suku bunga the Fed, serta kinerja perekonomian nasional yang relatif lebih baik dibandingkan negara lainnya di kawasan regional. Memasuki triwulan II 2016, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan triwulan II 2016 menurun dan mencapai 5,55%, lebih rendah dari proyeksinya sebesar 6,2%. Faktor eksternal yang terjadi selama triwulan pertama masih menjadi dasar sentimen positif pada kondisi pasar domestik. Dari sisi dalam negeri, relatif terjaganya dan stabilitas nilai tukar Rupiah turut mempengaruhi penurunan tingkat suku bunga ini. Realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan III 2016 relatif stabil dibanding kuartal sebelumnya yaitu mencapai 5,4%. Namun demikian, tingkat suku bunga tersebut sedikit lebih tinggi dari proyeksinya sebesar 5,3%. Di dua bulan awal kuartal tersebut, suku bunga SPN 3 bulan masih menunjukkan tren menurun, seiring banyaknya capital inflow ke Indonesia. Namun adanya isu kenaikan suku bunga the Fed pada bulan September, menyebabkan terjadinya tekanan pada suku bunga SPN 3 bulan. Sementara itu, realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan IV 2016 sebesar 5,76%, lebih tinggi daripada yang diproyeksikan sebesar 5,3%. Pergerakan nilai suku bunga ini terjadi karena adanya dampak dari hasil pemilu AS dan isu kenaikan suku bunga the Fed sejak bulan September yang kemudian terealisasi pada awal Desember Sementara itu capital inflow dari kebijakan pengampunan pajak periode 2 tidak sebesar periode 1. Dengan demikian, realisasi IKU tingkat akurasi proyeksi asumsi makro di tahun 2016 ialah 114,62% atau melebihi target yang ditetapkan sebesar 100%. Realisasi IKU ini juga lebih tinggi 1,1% dari tahun 2015 yang hanya sebesar 113,52%. Hal ini berarti proyeksi yang dilakukan masih cukup baik dan mengalami peningkatan keakurasian dibandingkan tahun sebelumnya. 104

107 Tabel 3.25 Capaian IKU Tingkat Akurasi Proyeksi Asumsi Makro K-Wide Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas 4a - Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/ KP Target 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Max/ Ave Realisasi % % % % % 117% % Capaian Ketersediaan model proyeksi dan sumber informasi yang memadai akan mampu mendukung pencapaian target IKU ini. Di sisi lain, masih terdapat beberapa tantangan terhadap akurasi proyeksi. Beberapa tantangan tersebut antara lain bahwa, masih terdapat variabel-variabel yang mengalami perubahan dari hari ke hari dan memiliki volatilitas yang tinggi. Di samping itu, terdapat faktor-faktor yang berada di luar kontrol Kementerian Keuangan dan akan mempengaruhi besaran variabel asumsi ekonomi makro, baik faktor luar negeri, faktor dalam negeri, serta ekspektasi pasar. Data-data untuk melakukan proyeksi sebagian besar merupakan data-data bulanan atau harian yang trendnya sangat dipengaruhi berbagai dinamika dan perubahan arah kebijakan baik di dalam negeri maupun perekonomian global. Sementara itu proyeksi dilakukan 1 triwulan ke depan, sehingga mungkin belum memasukan berbagai perubahan variabel yang terjadi di kemudian hari. Kondisi tersebut akan mempengaruhi keakurasian angka proyeksi asumsi ekonomi makro terhadap realisasinya. Keakurasian proyeksi asumsi makro menjadi salah satu indikator untuk ketepatan dalam pemilihan respon kebijakan yang diambil Kementerian Keuangan. Dengan menyadari hal itu, Kementerian Keuangan mengambil beberapa langkah untuk menjaga dan meningkatakan keakurasian proyeksi asumsi makro, antara lain: 1. Pengembangan dan perbaikan model untuk keakurasian proyeksi (updating model dan koefisien-koefisien dari model yang digunakan) 2. Updating data-data indikator ekonomi ekonomi 3. Pertukaran data dengan Bank Indonesia, dan BPS 4. Diskusi dan sharing knowledge dengan beberapa lembaga lain, seperti BI, World Bank, dan pelaku pasar untuk menambah informasi yang tidak tertangkap dalam model dan perhitungan dasar Kemudian, untuk menjamin keakurasian proyeksi asumsi makro sesuai dengan target RPJMN yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan terus melakukan perbaikan perangkat analisa dan data serta diskusi dengan instansi terkait untuk lebih menjamin strategi pencapaian yang ditetapkan serta lebih mendorong penyesuaian sasaran ke tingkat yang lebih realistis dan sesuai dengan perkembangan yang telah terjadi. 105

108 4b. Deviasi proyeksi APBN IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi proyeksi APBN sehingga dapat dilakukan penyempurnaan kebijakan fiskal tahun berikutnya. Proyeksi APBN meliputi proyeksi terhadap penerimaan perpajakan dan belanja K/L. Penerimaan perpajakan meliputi penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional dalam APBN. Sedangkan belanja K/L adalah alokasi anggaran APBN kepada Kementerian/ Lembaga. Berikut selengkapnya penjelasan dari realisasi deviasi proyeksi APBN yang terdiri atas deviasi proyeksi penerimaan perpajakan (non migas) dan belanja K/L. Tabel 3.26 Deviasi Proyeksi Penerimaan Perpajakan (non-migas) Periode Proyeksi Realisasi (miliar Rp) (miliar Rp) Deviasi Q , ,0 2,7% Q , ,1 2,2% Q , ,8 0,2% Q , ,1 0,8% Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan I tahun 2016 diproyeksikan sebesar Rp203,62 triliun dengan realisasi mencapai Rp198,07 triliun sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada triwulan I tahun 2016 sebesar 2,7%. Realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan Maret 2016 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2015, terutama: 1. Belum pulihnya aktivitas ekspor impor pada triwulan I 2016 yang mengakibatkan perlambatan pada PPh nonmigas dan penurunan PPN 2. Meningkatnya beban restitusi triwulan I Penurunan penerimaan cukai pada bulan Januari-Februari 2016 sebagai bentuk penyesuaian pemberlakuan PMK 20 Tahun 2015, namun hal ini sudah diperkirakan sebelumnya sehingga tidak akan akan memberikan tekanan pada pencapaian target cukai sampai dengan akhir tahun. Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan II tahun 2016 diproyeksikan sebesar Rp310,12 triliun dengan realisasi mencapai Rp307,62 triliun sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada triwulan II tahun 2016 sebesar 2,2%. Penerimaan perpajakan s.d. 30 Juni 2016 secara nominal dan capaian thd APBN-P masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015, antara lain dipengaruhi: 106

109 1. Belum pulihnya aktivitas ekspor impor pada triwulan II 2016 yang mengakibatkan perlambatan pada PPh nonmigas dan penurunan PPN 2. Meningkatnya beban restitusi triwulan II Penerimaan cukai relatif rendah karena belum meningkatnya pembelian pita cukai triwulan II 2016 dan perubahan pola pembayaran pita cukai Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan III tahun 2016 diproyeksikan sebesar Rp366,33 triliun dengan realisasi mencapai Rp365,78 triliun sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada triwulan III tahun 2016 sebesar 0,2%. Penerimaan perpajakan sampai dengan September 2016 secara nominal dan pencapaian terhadap target lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, antara lain dipengaruhi: 1. Realisasi penerimaan tax amnesty periode Juli s.d September PPN dan PPh non tax amnesty masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 karena belum pulihnya aktivitas ekspor impor triwulan III 2016 Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan IV tahun 2016 diproyeksikan sebesar Rp379,11 triliun dengan realisasi mencapai Rp376,25 triliun sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada triwulan III tahun 2016 sebesar 0,8%. Realisasi penerimaan perpajakan s.d. 31 Desember 2016 secara nominal lebih besar dari periode yang sama tahun lalu terutama didorong oleh pertumbuhan PPh non-migas sekitar 14 persen dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada tahun 2016, khususnya program tax amnesty. Penerimaan uang tebusan dari tax amnesty mencapai Rp107,0 triliun. Data realisasi deviasi proyeksi Belanja K/L sepanjang tahun 2016 adalah sebagai berikut: Tabel 3.27 Deviasi Proyeksi Belanja K/L Periode Proyeksi (miliar Rp) Realisasi (miliar Rp) Deviasi Q , ,8 0,1% Q , ,7 5,0% Q , ,5 0,2% Q , ,0 4,4% Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan masih melemahnya harga komoditas, Pemerintah terus mendorong agar kebijakan belanja ekspansif terutama yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) dapat lebih optimal dalam menstimulasi perekonomian. Namun demikian, Pemerintah juga perlu tetap menjaga defisit dalam batas aman. Oleh karena itu Pemerintah terus melakukan berbagai terobosan dan upaya perbaikan agar kebijakan belanja menjadi lebih efesien dan efektif. Terobosan kebijakan yang dilakukan Pemerintah telah berkontribusi positif dalam mengakselerasi dan memperbaiki pola penyerapan belanja K/L. Adapun terobosan kebijakan tersebut antara lain berupa percepatan pelaksanaan kegiatan melalui proses pelelangan yang dilakukan sebelum tahun anggaran 2016 dimulai. Dapat dimulainya pelaksanaan anggaran sejak awal tahun 2016 telah berhasil meningkatkan penyerapan bulanan di tahun 2016 yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan 107

110 adanya percepatan dan sekaligus perbaikan pola penyerapan tersebut maka diharapkan dapat meningkatkan daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi. Di tengah tekanan ekonomi global yang dihadapi pada tahun 2016, Pemerintah terus mendorong efisiensi dan efektifitas belanja agar mempunyai daya dorong yang optimal dalam menstimulasi perekonomian. Hal ini dilakukan dengan diterbikannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran Dengan diterbitkannya Inpres tersebut, maka K/L diminta untuk melakukan efisiensi belanja terutama pada anggaran belanja barang (antara lain honorarium, perjalanan, dinas, paket meeting, langganan daya dan jasa, biaya iklan, pengadaan kantor, dan sebagainya) serta pada anggaran dari kegiatan yang belum dikontrakkan atau tidak akan dilaksanakan hingga akhir tahun. Kebijakan efisiensi terutama pada belanja barang tersebut dilakukan untuk menjaga kredibiltas APBN ditengah dinamika perekonomian global. Untuk itu, kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak mendesak untuk dilakukan di tahun 2016 diminta untuk dapat dilanjutkan (carry over) ke tahun anggaran berikutnya. Di sisi lain, Pemerintah tetap mengupayakan peningkatan kinerja penyerapan belanja modal di tahun 2016 agar dapat menggerakkan sektor riil, memperluas kesempatan kerja serta meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga tetap konsisten mendorong belanja yang produktif dan prioritas antara lain melalui anggaran infrastruktur, anggaran kesehatan 5 persen, anggaran pendidikan 20 persen, dan anggaran perlindungan sosial. Tabel 3.28 Capaian IKU Deviasi Proyeksi APBN tahun 2016 K-Wide Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas 4b - Deviasi Proyeksi APBN T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/KP Target 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% Min/ Realisasi 1,4% 3,6% 2,5% 0,2% 1,7% 2,6% 1,95% Ave Capaian Rata-rata realisasi IKU deviasi proyeksi APBN triwulanan selama tahun 2016 adalah 1,95%. Capaian tersebut menunjukkan bahwa deviasi proyeksi APBN masih terkendali di bawah target yang ditetapkan sebesar 5%. Hal ini berarti proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan masih cukup baik dan akurat. Realisasi IKU ini pada tahun 2016 juga meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang deviasinya mencapai 3,2%. Proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan tentu didukung dengan adanya model proyeksi yang cukup akurat serta ketersediaan data-data yang terkait dengan penerimaan dan belanja K/L. Untuk mengatasi permasalahan/hambatan yang dihadapi, Kementerian Keuangan melakukan hal-hal sebagaimana berikut: 1. Updating data realisasi penerimaan pajak non migas 2. Updating data realisasi belanja K/L 3. Melakukan pengembangan model proyeksi 108

111 Pada tahun-tahun selanjutnya, harus terus dilakukan updating data secara periodik serta pertukaran data antar unit di Kementerian Keuangan (BKF, DJP, DJBC, DJA, DJPb, DJPPR) sehingga proyeksi yang dilakukan semakin akurat. Sasaran Strategis 5: Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal Neraca Pemerintah Pusat menginformasikan aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah. Kementerian Keuangan berfungsi mengelola komponen dalam neraca tersebut secara optimal yang meliputi pengelolaan penerimaan negara, pengeluaran negara, kekeayaan negara dan pembiayaan negara. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 3 (tiga) IKU sebagaimana dijabarkan pada tabel berikut. Tabel 3.29 Capaian IKU pada SS Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal SS 5: Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 5a Indeks opini BPK atas LKPP 4 (WTP) 3 (WTP) 75,00 5b Indeks opini BPK atas LK BUN 4 (WTP) 3 (WTP) 75,00 5c Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat 5% 3,84% 120,00 5a. Indeks opini BPK atas LKPP Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) bertujuan menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan daya keuangan negara serta posisi keuangan pemerintah. Dengan mengetahui Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP, dapat diketahui tingkat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sehingga dapat dijadikan pedoman bagi para pengguna untuk kepentingan ekonomi, sosial, maupun politik. Indikator Kinerja Utama (IKU) Indeks Opini BPK atas LKPP bertujuan menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara. Pada tahun 2016, IKU tersebut mengukur kualitas LKPP Audited Tahun Indeks pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK sebagai berikut: 1. Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse) 2. Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer) 3. Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih 4. Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan) 5. Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan) 6. Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan) 7. Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) 8. Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Target IKU tahun 2016 sama dengan tahun 2015 yaitu indeks 4 yang mencerminkan Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Polarisasi data ditetapkan menggunakan maximize, dimana semakin sedikit temuan maka indeksnya semakin tinggi sehingga diharapkan laporan keuangan yang dibuat semakin akuntabel dan transparan. 109

112 Capaian tahun 2016 atas IKU Indeks Opini BPK atas LKPP adalah sebagai berikut: Tabel 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP tahun 2016 T/R Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y-16 Pol /KP Target - 4 (WTP) 4 (WTP) - 4 (WTP) - 4 (WTP) Realisasi - 3 (WDP) 3 (WDP) - 3 (WDP) - 3 (WDP) Max/ TLK Capaian Realisasi tahun 2016 adalah sebesar 3,00 yang mencerminkan opini wajar dengan 4 (empat) permasalahan (temuan) atau lebih. Dalam hal ini, terdapat 6 (enam) pengecualian atas opini WDP BPK terhadap LKPP Audited tahun 2015, yaitu: 1. Ketidakpastian nilai Penyertaan Modal Negara pada PT PLN (Persero) akibat tidak diterapkannya Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 8 (ISAK 8) pada LK PT PLN (Persero) Tahun 2015; 2. Penetapan harga jual eceran minyak solar bersubsidi yang lebih tinggi dari harga dasar termasuk pajak dikurangi subsidi tetap; 3. Piutang Bukan Pajak pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak didukung dokumen sumber yang memadai serta tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar; 4. Persediaan pada Kementerian Pertahanan belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi, dan rekonsiliasi BMN, serta Persediaan yang Diserahkan ke Masyarakat pada Kementerian Pertanian belum dapat dijelaskan status penyerahannya; 5. Pencatatan dan penyajian catatan dan fisik Saldo Anggaran Lebih (SAL) tidak akurat sehingga kewajaran transaksi dan/atau saldo terkait SAL tidak dapat diyakini kewajarannya; 6. Koreksi langsung yang mengurangi ekuitas dan transaksi antar entitas yang tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2015, terdapat penambahan pengecualian, dimana LKPP tahun 2014 mendapatkan 4 (empat) pengecualian. Namun demikian, capaian tahun 2016 dan 2015 menunjukkan nilai indeks yang sama yaitu 3,00. Berdasarkan opini BPK tahun 2015, dapat dilihat bahwa LKPP telah mendapatkan opini WDP selama 7 (tujuh) tahun berturut-turut sejak pertama kali diperoleh pada tahun Sedangkan LKPP Tahun 2004 sampai dengan 2008 mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat (disclaimer). Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 sampai dengan LKPP tahun 2015 dapat ditunjukkan sebagai berikut: 110

113 Pengecualian / Permasalahan Grafik 3.5 Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 s.d 2015 Walaupun LKPP tahun 2015 terdapat penambahan pengecualian, namun mengingat tahun 2015 merupakan tahun pertama implementasi akuntansi berbasis akrual, maka kualitas LKPP dapat dikatakan mengalami peningkatan. LKPP merupakan konsolidasi dari Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LK K/L) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN), maka BPK juga melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut. Selanjutnya, hasil pemeriksaan akan digunakan sebagai dasar penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun Dari hasil Hasil Pemeriksaan atas 85 LK K/L (termasuk BPK yang diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik) dan LK BUN, menunjukkan bahwa terdapat 56 LK K/L yang mendapatkan WTP, 26 LK K/L dan LK BUN mendapatkan opini WDP, serta 4 (empat) LK K/L mendapatkan opini TMP yaitu: Kementerian Sosial; Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; Kementerian Pemuda dan Olahraga; dan Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia. Jumlah LK K/L yang mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) mengalami menurun dari 7 K/L pada LK 2014 menjadi 4 K/L pada LK 2015, hal ini menunjukkan kesiapan K/L dalam implementasi akuntansi berbasis akrual. Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN dari tahun 2009 sampai dengan 2015 adalah sebagai berikut: Tabel 3.31 Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN Tahun Opini Wajar Tanpa (K/L:42; (K/L:50; (K/L:61; (K/L: 62 ; (K/L: 65) (K/L: 62) (K/L: 56) Pengecualian (WTP) BUN:3) BUN:3) BUN:6) BUN: 7) Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 26 (K/L:24; BUN:2) 29 (K/L:24 ; BUN:5) 18 (K/L:16 ; BUN:2 ) 22 (K/L: 21 ; BUN: 1 ) 19 (K/L: 18 ; BUN: 1) 18 (K/L: 17 ; BUN: 1) 26 (K/L:25; BUN: 1) Tidak Memberikan (K/L:7; (K/L: 2) (K/L: 2) (K/L: 3) (K/L: 3) (K/L: 7) (K/L: 4) Pendapat (TMP) BUN:1) Tidak Wajar (TW)

114 Tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka penyusunan dan peningkatan kualitas Laporan Keuangan antara lain: 1. Menyusun Peraturan Menteri Keuangan dalam rangka Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. 2. Pembinaan terhadap penyusun LK K/L dan LK BUN terkait dengan penerapan sistem akuntansi berbasis akrual. 3. Pendampingan penyusunan LK K/L agar dapat diidentifikasi permasalahan secara lebih dini. 4. Reviu LKPP oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu. 5. Pembahasan temuan pemeriksaan BPK atas LK K/L dan LK BUN tahun 2015 antara Kementerian Keuangan, Kementerian Negara/Lembaga dan BPK. 6. Melakukan Pembahasan TP di tingkat High Level Meeting untuk membahas TP yang tidak bisa diselesaikan dalam pembahasan Temuan Pemeriksaan. 7. Forum Group Discussion oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN terkait penyusunan kajian terkait penerapan kebijakan akuntansi ISAK 8 pada LK PT PLN (Persero). 8. Penyusunan kajian kebijakan pengendalian internal terkait penyusunan LK K/L dan LK BUN. 9. Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun Menyampaikan action plan penyelesaian TP kepada BPK. 11. Menyampaikan surat permintaan untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam LHP atas LKPP Tahun 2015 dan permintaan Laporan Progres Tindak Lanjut Terhadap Rekomendasi BPK dalam LHP atas LKPP Tahun 2015 kepada unit terkait yang bertanggung jawab. Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU antara lain: 1. Perubahan basis akuntansi dari Kas Menuju Akrual (Cash Toward Accrual) menjadi Akrual berdampak pada sistematika penyusunan laporan keuangan pemerintahan, baik dari sisi kebijakan, peraturan, dan aplikasi penunjang. 2. Kementerian Keuangan belum memiliki kebijakan, pedoman, dan prosedur terkait dengan mekanisme Control Self Assessment (CSA) dalam rangka pelaporan keuangan berbasis akrual. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah tidak memiliki dokumentasi yang memadai atas risiko dan efektivitas pengendalian internal dalam penyusunan LK BUN dan LKPP. 3. Aplikasi SPAN masih dalam proses penyempurnaan, sehingga konsolidasi LK BUN dan LKPP belum dapat dilakukan dengan menggunakan SPAN. 4. Keterbatasan pemahaman penyusun LK K/L dan LK BUN terkait akuntansi berbasis akrual pada Kementerian/Lembaga. Rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian IKU tersebut pada tahun 2017 antara lain: 1. Penyempurnaan aplikasi SPAN. 2. Penyusunan pedoman nasional terkait penerapan pengendalian internal atas penyusunan LK (Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR)) 3. Menyelenggarakan pembinaan akuntansi dan pelaporan keuangan kepada Kementerian Negara/ Lembaga. 4. Menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun

115 5b. Indeks opini BPK atas LK BUN Indeks opini BPK atas LK BUN mengukur kualitas laporan pengelolaan BUN. IKU ini bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban pengelolaan BUN. Indeks Opini BPK atas LK BUN merupakan salah satu IKU Kementerian Keuangan yang diturunkan ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) dan Inspektorat Jenderal (Itjen). Pada tahun 2016, IKU tersebut mengukur kualitas LK BUN Audited Tahun Indeks pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK sebagai berikut: 1. Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse) 2. Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer) 3. Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih 4. Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan) 5. Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan) 6. Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan) 7. Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) 8. Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Target IKU tersebut untuk tahun 2016 adalah indeks 4 dengan periode pelaporan tahunan sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak Kinerja Tahun Target tersebut sesuai dengan target dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan tahun Polarisasi data yang digunakan adalah maximize (semakin tinggi realisasi terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dengan jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir). 113

116 Capaian tahun 2016 atas IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN adalah sebagai berikut: Tabel 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN Tabel 3.32 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN T/R Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y-16 Pol /KP Target - 4 (WTP) 4 (WTP) - 4 (WTP) - 4 (WTP) Realisasi - 3 (WDP) 3 (WDP) - 3 (WDP) - 3 (WDP) Max/ TLK Capaian Sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, LK BUN Tahun 2015 mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). BPK memberikan opini WDP atas LK BUN Tahun 2015 dengan 4 (empat) permasalahan sebagai berikut 1. Dari nilai investasi permanen yang disajkan pada LK BUN tahun 2015, di antaranya sebesar Rp848,38 triliun merupakan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero). PT PLN (Persero) mengubah kebijakan akuntansinya dari sejak tahun yang menerapkan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 menjadi tidak menerapkan ISAK 8, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap mewajibkan PT PLN (Persero) untuk menerapkan ISAK. Dampak penerapan ISAK 8 dan tanpa penerapan ISAK 8 dapat menimbulkan perbedaan nilai PMN PT PLN (Persero) per 31 Desember 2015 unaudited yang disajikan sebesar Rp43,44 tiriliun. Sampai dengan 20 Mei 2016, Manajemen PT PLN (Persero) belum dapat menyajikan laporan keuangan per 31 Desember 2015 audited. 2. Dari nilai belanja dan beban subsidi tahun 2015, di antaranya merupakan belanja dan beban subsidi Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) Solar yang membebani konsumen sebesar Rp3,19 triliun karena Pemerintah menerapkan Harga Jual Eceran (HJE) Minyak Solar Bersubsidi lebih tinggi dari seharusnya, yaitu sebesar harga dasar termasuk pajak dikurangi subsidi tetap. Dengan skema subsidi tetap, penetapan HJE Minyak Solar bersubsidi yang lebih tinggi dari yang seharusnya menguntungkan badan usaha karena subsidi yang lebih tinggi dari yang layak diterima. Pemerintah belum menetapkan status dana tersebut. 3. Terdapat permasalahan pada transaksi dan/atau saldo yang membentuk Saldo Anggaran Lebih (SAL) sehingga penyajian catatan dan fisik SAL tersebut tidak akurat. Selain itu, pemerintah juga belum menyelesaikan penelusuran atas permasalahan SAL tahun 2014 terkait dengan perbedaan nilai realisasi belanja antara K/L dan BUN dan ketidakakuratan pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran Kiriman Uang. 4. Menteri Keuangan selaku BUN belum sepenuhnya memiliki sistem pengendalian pencatatan yang memadai atas penambahan dan/atau pengurangan nilai ekuitas. 114

117 Tindakan yang telah dilaksanakan terkait penyusunan dan peningkatan kualitas LK BUN antara lain: 1. Menyamakan persepsi dalam penyusunan LK BUN tahun 2015 terkait dengan penerapan sistem akuntansi berbasis akrual. 2. Identifikasi awal permasalahan penyusunan LK BUN melalui pendampingan penyusunan LK Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (LK UAKPA Satker) dan LK Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (LK UAPPA-W). 3. Reviu LK BUN oleh Inspektorat Jenderal selaku APIP Kementerian Keuangan. 4. Pembahasan temuan pemeriksaan BPK atas LKKL dan LK BUN tahun 2015 antara Kementerian Keuangan, Kementerian Negara/Lembaga dan BPK. 5. Penyusunan kajian terkait penerapan kebijakan akuntansi ISAK 8 pada LK PT PLN (Persero). 6. Penyusunan kajian kebijakan pengendalian internal terkait penyusunan LK BUN. 7. Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun Tantangan yang dihadapi dan rencana aksi yang akan dilakukan dalam rangka penyusunan dan peningkatan kualitas LK BUN sama seperti dalam penyusunan LKPP. 5c. Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat Deviasi proyeksi perencanaan kas merupakan perbedaan antara perkiraan/proyeksi dengan realisasi yang merupakan gabungan dari penerimaan dan pengeluaran. Data proyeksi yang dimaksud bukan merupakan data yang terdapat pada target APBN/P, tetapi merupakan proyeksi riil terhadap pendapatan/belanja/pembiayaan yang dapat dieksekusi. Data proyeksi yang disusun pada awal tahun oleh Tim Cash Planning Information Network (CPIN) merupakan proyeksi satu tahun yang dirinci dalam bulanan. Jika terdapat perbaikan, dapat dilakukan pada rapat CPIN pertama (minggu pertama bulan berjalan) dan rapat kedua (minggu ketiga bulan berjalan). Proyeksi sesuai hasil perbaikan terakhir dijadikan acuan perhitungan capaian IKU. Dalam kondisi tertentu (misalnya pada akhir tahun) tidak dilaksanakan rapat CPIN, data proyeksi menggunakan hasil rapat komite Asset Liability Management (ALM) terakhir pada bulan tersebut. Rencana penerimaan kas adalah rencana penerimaan kas (cash inflows) yang berasal dari pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Realisasi penerimaan kas adalah realisasi penerimaan kas (cash inflows) yang berasal dari pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Perencanaan penerimaan kas dinyatakan akurat apabila standar deviasi antara realisasi penerimaan kas dan rencana penerimaan kas dalam suatu waktu tertentu 5%. Rencana pengeluaran kas adalah rencana pengeluaran kas (cash outflows) yang berasal dari belanja negara, pembiayaan. Realiasi pengeluaran kas adalah realisasi pengeluaran kas (cash outflows) yang berasal dari belanja negara dan pembiayaan. Perencanaan pengeluaran kas dinyatakan akurat apabila perbedaan antara realisasi pengeluaran kas dan rencana pengeluaran kas dalam suatu waktu tertentu 5%. IIKU ini bertujuan agar kas pemerintah semakin sehat, sehingga akan membantu pengelolaan likuiditas yang lebih baik dalam hal penyediaan kas untuk menyelesaikan kewajiban pemerintah. Polarisasi data yang digunakan adalah minimize, dengan harapan semakin kecil deviasi maka kas pemerintah akan semakin sehat. Adapun jenis konsolidasi periode yang digunakan adalah average, dimana target dan realisasi yang digunakan adalah angka rata-rata dari seluruh periode bersangkutan dalam setahun. 115

118 Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat tahun 2016 diperoleh dari rata-rata deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat setiap triwulan selama tahun Formulasi deviasi penerimaan, pengeluaran, dan perencanaan kas adalah Deviasi penerimaan bulanan: Deviasi bulan (m) = Proyeksi penerimaan kas- Realisasi penerimaan kas x 100 Proyeksi penerimaan kas Deviasi penerimaan triwulan: Deviasi penerimaan kas = Deviasi bulan (m) + Deviasi Bulan (m+1) + Deviasi Bulan (m +3) 3 Deviasi pengeluaran bulanan: Proyeksi pengeluaran kas - Realisasi pengeluaran kas Deviasi bulan (m) = Proyeksi pengeluaran kas x 100 Deviasi pengeluaran triwulanan Deviasi pengeluaran kas = Deviasi bulan (m) + Deviasi bulan (m+1) + Deviasi bulan (m+2) 3 Deviasi perencanaa kas triwulanan : Deviasi pengeluaran kas = Deviasi proyeksi Penerimaan Kas + Deviasi Proyeksi Pengeluaran Kas 2 x

119 Realisasi deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat pada tahun 2016 adalah 3,84%, dengan capaian sebagai berikut: Tabel 3.33 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat T/R Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y-16 Pol /KP Target 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% Realisasi 2,71% 2,43% 2,57% 5,14% 3,43% 5.08% 3,84% Min/ Average Capaian , Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat secara bulanan dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.34 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat, per bulan tahun 2016 BULAN Penerimaan Pengeluaran % Rp (miliar) % Rp (miliar) % DEVIASI DEVIASI Perkiraaan Realisasi DEVIASI Perkiraan Penerimaan RENKAS , ,26 5, , ,73 1,27 3, , ,15 5, , ,66 2,41 3, , ,12 0, , ,55 1,03 0,733 TRIWULAN I 2, , ,68 2, , ,09 1,19 1, , ,81 0, , ,50 3,42 2, , ,94 4, , ,60 3,06 3,657 TRIWULAN II 2,434 SEMESTER I 2,575 BULAN Penerimaan % DEVIASI Pengeluaran % DEVIASI Rp (miliar) Rp (miliar) % DEVIASI RENKAS Perkiraaan Realisasi Perkiraan Penerimaan , ,64 9, , ,58 7,16 8, , ,79 1, , ,01 1,68 1, , ,85 9, , ,10 0,94 5,197 TRIWULAN III 5,144 s.d. TRIWULAN III , ,24 10, , ,88 0,98 5, , ,98 1, , ,83 1,72 1, , ,75 7, , ,10 8,93 8,048 TRIWULAN IV 5,085 SEMESTER II 5,115 TAHUN ,

120 Capaian deviasi perencanaan kas pada triwulan I, II, dan IV di bawah target deviasi triwulanan, sedangkan pada triwulan III deviasi melebihi batas target 5%. Hal ini disebabkan oleh kesuksesan program Tax Amnesty tahap I sehingga realisasi penerimaan sektor pajak jauh melebihi target penerimaan. Penambahan penerimaan dari sektor pajak yang cukup signifikan mempunyai dampak yang baik bagi pemerintah, namun di sisi lain mengurangi kualitas capaian IKU karena deviasi antara proyeksi dan rencana terlalu lebar dari yang ditargetkan. Pada triwulan IV, realisasi penerimaan dan belanja berada di bawah proyeksi serta realisasi/ penarikan pinjaman program dan proyek bergeser dari target yang telah ditetapkan. Tingginya proyeksi penerimaan pada triwulan IV adalah untuk memenuhi jumlah yang dibutuhkan untuk mencapai target defisit yang harus dicapai Pemerintah agar tidak melampaui batas yang ditetapkan Undang-Undang, namun pada akhirnya terdapat tambahan shortfall penerimaan perpajakan. Dengan demikian, defisit APBN tetap terjaga dikarenakan adanya measures Penghematan Belanja oleh Kementerian/Lembaga. Secara umum, tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan selama tahun 2016 yang mendukung keberhasilan pencapaian IKU tersebut, yaitu: 1. Komunikasi intensif dengan anggota CPIN melalui telepon, , dan pesan elektronik; 2. Rapat rutin bulanan anggota CPIN; 3. Berkoordinasi dengan Satuan kerja Bendahara Umum Negara (BUN) yang bukan anggota CPIN melalui dan telepon; 4. Menyampaikan perencanaan secara realistis untuk 3 (tiga) bulan ke depan. Tantangan ke depan dalam pencapaian IKU ini adalah penyusunan proyeksi atas penerimaan dan pengeluaran yang lebih akurat dengan rentang waktu yang lebih awal, dari semula 3 (tiga) hari kerja sebelum akhir bulan menjadi 5 (lima) hari kerja sebelum akhir bulan. Hal ini dilakukan agar data proyeksi dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan terkait pembiayaan. Rencana aksi yang dilakukan pada periode tahun 2017 adalah menjaga komunikasi intensif antar anggota CPIN dan pelatihan berkesinambungan kepada operator perencanaan kas. Sasaran Strategis 6: Belanja dan transfer yang optimal Pelaksanaan belanja negara yang optimal merupakan kemampan satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga dalam mengelola belanja pada pelaksanaan kegiatan yang ada pada dokumen pelaksanaan anggaran sesuai perencanaan anggaran. Sedangkan penyaluran transfer yang optimal adalah penyaluran transfer melalui suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Salah satu ukuran dari penyaluran transfer yang optimal apabila gap kemampuan keuangan antar pemerintah daerah semakin mengecil. 118

121 Tabel 3.35 Capaian IKU pada SS Belanja dan transfer yang optimal SS 6: Belanja dan transfer yang optimal Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 6a Akurasi perencanan APBN 95% 96,73% 101,82 6b 6c Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga Indeks pemerataan keuangan antar daerah 75% 84,14% 112,19 0,725 0, ,62 6a. Akurasi perencanaan APBN Tingkat akurasi perencanaan APBN adalah kesesuaian atau ketepatan antara angka exercise DJA yang disusun berdasarkan formula yang telah ditetapkan dan masukan dari stakeholder terkait dengan realisasi pada saat laporan. IKU tersebut disusun dalam rangka mengukut kualitas perencanaan RAPBN dan RAPBN-P. Penghitungan akurasi perencanaan APBN meliputi 3 (tiga) unsur, yaitu: a. Perencanaan PNBP (bobot 25%), b. Perencanaan belanja pemerintah pusat (bobot 50%), dan c. Perencanaan pembiayaan (bobot 25%). Unsur-unsur di atas tertuang dalam penghitungan perkiraan besaran APBN/APBN-P pada tabel I-account. Polarisasi data yang digunakan adalah maximize, semakin akurat perencanaan APBN/APBN-P maka kinerjanya semakin baik. Jenis konsolidasi periode yang digunakan adalah take last known value, dimana realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir. Target tahun 2016 adalah sebesar 95%, sama dengan target yang dicantumkan dalam Rencana Strategis Kemenkeu tahun Adapun untuk mengukur ketercapaian IKU ini, ditetapkan formula sebagai berikut: Akurasi Perencanaan APBD = 100%- Nilai Mutlak Devisa Deviasi Realisasi - (Proyeksi Realisasi Anggaran ± a = x 100% Proyeksi Realisasi Anggaran ± a 119

122 Keterangan: Realisasi akurasi perencanaan APBN semester I merupakan angka proyeksi realisasi semester I dalam ALM dibandingkan dengan realisasi dalam buku laporan semester I pelaksanaan APBN Adapun realisasi akurasi perencanaan APBN akhir tahun merupakan angka proyeksi realisasi akhir tahun dalam ALM dibandingkan dengan realisasi dalam konferensi pers yang disampaikan oleh pimpinan Kementerian Keuangan pada awal tahun berikutnya a adalah perubahan kebijakan yang mempengaruhi proyeksi yang konstanta nya dihitung berdasarkan dampak kebijakan Bobot Capaian = (Akurasi Perencanaan PNBP x 25%) + (Akurasi Perencanaan Belanja Pemerintah Pusat x 50%) + (Akurasi Perencanaan Pembiayaan Anggaran x 25%) Dalam siaran pers Nomor 01/KLI/2017 tanggal 3 Januari 2017 disampaikan bahwa APBN 2016 terkendali dalam batas aman. Hal ini merupakan keberhasilan pemerintah menjaga APBN sebagai instrumen kebijakan yang kredibel, efektif dan efisien serta berkelanjutan (sustainable), meskipun sepanjang tahun 2016 perkembangan ekonomi global diwarnai berbagai tantangan, dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Situasi global tersebut disebabkan tingkat permintaan global dan harga komoditas yang masih lemah. Ditambah lagi kondisi perekonomian global masih tidak pasti dengan berlanjutnya moderasi perlemahan Tiongkok, proyeksi kenaikan suku bunga AS dan ketidakpastian geopolitik di beberapa kawasan. Capaian IKU Akurasi perencanaan APBN adalah sebagai berikut: 120

123 Tabel 3.36 Capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN PNBP Belanja Pemerintah Pusat Pembiayaan a. Realisasi (triliun) Rp262,35 Rp1.148,60 Rp330,33 b. Proyeksi realisasi ALM Rp260,72 Rp1.195,26 Rp315,66 c. Tingkat Akurasi 99,37% 96.10% 95,35% d. Bobot perhitungan 25% 50% 25% e. Nilai 24,84% 48,05% 23,84% f. Realisasi IKU 96,73% g. Target IKU 95,00% h. Indeks capaian IKU 101,82 Keterangan: Penghitungan capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN mengalami perubahan pada komponen yang dibandingkan. Pada tahun 2015, akurasi dihitung dengan membandingkan realisasi anggaran dengan pagu APBN/P, sedangkan pada tahun 2016 realisasi anggaran dibandingkan dengan proyeksi realisasi pada saat forum ALM. Realisasi (sementara) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam tahun 2016 mencapai Rp262,35 triliun atau 107 persen dari targetnya dalam APBN-P tahun 2016 sebesar Rp245,1 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasi PNBP tahun 2015, terdapat peningkatan penerimaan sebesar Rp8,6 triliun atau naik sebesar 3,40%. Secara keseluruhan, realisasi (sementara) belanja K/L mencapai Rp677,6 triliun atau 88,3 persen dari pagu APBN-P tahun Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp triliun atau sebesar 87,9 persen dari pagunya dalam APBN-P tahun 2016 sebesar Rp1.306,7 triliun. Apabila dibandingkan terhadap outlook setelah penghematan (termasuk penghematan alamiah), maka penyerapan belanja K/L tersebut sebesar 100,8 persen. Realisasi belanja pemerintah ini turun sebesar 2,13% dari realisasi tahun 2015 yaitu sebesar Rp1.173,60 triliun. Berdasarkan realisasi (sementara) pendapatan negara sebesar Rp1.551,8 triliun (penjumlahan penerimaan pajak, bea dan cukai, serta PNBP) dan 121

124 belanja negara sebesar Rp1.859,4 triliun sehingga realisasi defisit anggaran dalam APBN-P tahun 2016 mencapai Rp330,3 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun 2015, realisasi pembiayaan anggaran pemerintah pusat tahun 2016 meningkat sebesar 3,8%. Upaya peningkatan pendapatan negara yang hanya tercapai 86,9% diiringi dengan kebijakan penajaman alokasi belanja sehingga diperoleh persentase defisit terhadap PDB sebesar 2,46%. Realisasi defisit anggaran ini lebih tinggi dari target defisit anggaran dalam APBN-P tahun 2016 yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp296,7 triliun (sebesar 2,35% terhadap PDB). Adapun perkembangan target dan realisasi IKU Akurasi Perencanaan APBN dari tahun 2014 sampai dengan 2016 dapat dilihat pada grafik di bawah ini: 98.00% 96.00% 95.70% 95.00% 96.73% 95.00% 94.00% 92.00% 90.00% 88.00% 86.00% 90.00% 92.18% Target Realisasi Grafik 3.6 Tren capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN Faktor eksternal di luar pemerintah memiliki peran sangat besar dalam pencapaian IKU ini. Di samping itu, melambatanya realisasi pendapatan negara dan meningkatnya penyerapan anggaran belanja menjadi tantangan pencapaian IKU. Berbagai langkah telah dilakukan agar perencanaan APBN tetap akurat, antara lain : 1. Monitoring secara intensif pelaksanaan APBN 2016 dan menyusun opsiopsi kebijakan dalam rangka mitigasi risiko pelaksanaan APBN. 2. Melakukan rapat koordinasi secara berkala dalam rangka pengamanan pelaksanaan APBN tahun 2016, yaitu pertemuan bulanan Asset Liability Management (ALM), pertemuan bulanan/mingguan Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (Tepra), dan pertemuan bulanan/ mingguan Cash Planning Information Network (CPIN). 3. Melakukan penyusunan analisis sensitivitas APBN 2016 terhadap asumsi dasar ekonomi makro. 4. Melakukan konsolidasi supporting belanja pemerintah pusat yang dapat digunakan untuk cross cek dengan pergerakan I-account. 122

125 Adapun rencana aksi untuk memenuhi IKU ini yang dijalankan pada tahun 2017 adalah penerapan kebijakan monitoring dan evaluasi dan pengamanan APBN dari sisi belanja melalui pembuatan berbagai exercise meliputi exercise belanja subsidi RAPBN/P, pembayaran bunga utang (RAPBN-P, Pagu Indikatif, dan MTBF ), pembiayaan utang dalam dan luar negeri, pembayaran cicilan pokok utang, kewajiban penjaminan RAPBN beserta proyeksinya, realisasi penarikan utang luar negeri, serta transfer ke daerah dan dana desa. Di samping itu, juga dilakukan penyusunan kajian mengenai risiko fiskal pembiayaan perumahan. 6b. Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran K/L disusun dalam rangka memonitor perkembangan upaya peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran. Selain itu, IKU ini bertujuan untuk mengetahui kinerja satuan kerja K/L dalam kegiatan pelaksanaan anggaran secara optimal sebagaimana tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran. IKU ini mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran K/L secara kuantitatif, yang dapat terwakili oleh 3 (tiga) variabel, yaitu: 1. kesesuaian dengan perencanaan, 2. efektivitas pelaksanaan kegiatan, dan 3. efisiensi pelaksanaan kegiatan. Nilai persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L didapatkan dengan menggabungkan nilai ketiga variabel tersebut dengan penjelasan masingmasing variabel sebagai berikut: 1. Formula penghitungan kesesuaian dengan Perencanaan (bobot 10%): Kesesuaian dengan Perencanaan Jumlah DIPA Jumlah Revisi DIPA* = x 100% Jumlah DIPA *) Jumlah total revisi DIPA/Petikan yang tidak mengakibatkan perubahan pagu DIPA pada triwulan I sampai triwulan IV (tidak kumulatif) 123

126 2. Formula penghitungan efektivitas pelaksanaan Kegiatan (bobot 50%): Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan = Persentase Realisasi penyerapan DIPA* Persentase Target penyerapan DIPA** x 100% *) Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Lembaga (K/L) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif **)Target persentase penyerapan DIPA K/L pada triwulan I sampai triwulan IV dengan besaran target untuk triwulan I sebesar 15%, triwulan II sebesar 45%, triwulan III sebesar 60%, dan triwulan IV sebesar 90%. 3. Formula penghitungan efisiensi pelaksanaan kegiatan (bobot 40%) Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan = Jumlah SPM teruji benar (diterbitkan SP2D)* Jumlah SPM yang diajukan** x 100% *) Jumlah SPM (Surat Perintah Membayar) yang telah teruji benar yang diproses menjadi SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif **) Jumlah total SPM yang diajukan satker ke KPPN yang telah diterima oleh middle office pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif. Jumlah SPM yang dianggap benar adalah SPM yang lolos dalam proses upload validasi SPM pada KPPN (tidak ditolak/dikembalikan dengan alasan kesalahan substansi) Penghitungan realisasi IKU adalah sebagai berikut: Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran = (10% x Kesesuaian dengan Perencanaan) + (50% x Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan) + (40% x Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan) 124

127 Adapun formula secara rinci adalah sebagai berikut: JDIPA - Jrev %Real KPA = ( 10% x x 100%) + (0,5x x 100%) JDIPA %Target JSPMBenar + (0,4x JSPM x 100%) Keterangan: KPA = Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L JDIPA = Total jumlah DIPA/Petikan Jrev = Jumlah total revisi DIPA/Petikan pada Triwulan I s.d IV (tidak kumulatif). Merupakan revisi pergeseran pagu, tanpa mengakibatkan perubahan pagu DIPA Satker. Tidak termasuk pula revisi perubahan pagu akibat APBN-P, kebijakan penghematan anggaran, kebijakan pemerintah pusat lain terkait APBN, serta revisi administratif % Real = Persentase realisasi penyerapan anggaran DIPA K/L (kumulatif) % Target = Target persentase penyerapan DIPA K/L (Kumulatif) JSPM = Jumlah total SPM yang diajukan Satker ke KPPN dan telah diterima oleh middle office pada Q1-Q4 (tidak kumulatif) JSPM Benar =Jumlah SPM benar yang diproses menjadi SP2D pada Q1-Q4 (tidak kumulatif) Polarisasi data IKU tersebut adalah maximize dengan periode pelaporan triwulanan dan jenis konsolidasi periode average (realisasi yang digunakan adalah angka rata-rata dalam periode bersangkutan). Target pada tahun 2016 adalah sebesar 75%, sama dengan target yang ditentukan dalam Renstra Kemenkeu tahun Target tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 70%. Realisasi IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran K/L Tahun 2016 adalah 84,14%. Persentase tersebut diperoleh dari rata-rata persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L tahun 2016 setiap triwulan, dengan rincian data sebagai berikut: 125

128 I. Kesesuaian dengan Perencanaan Tabel 3.37 Persentase kesesuaian dengan perencanaan URAIAN Triwulan I II III IV Jumlah DIPA Jumlah Revisi DIPA Persentase kesesuaian 65,60% 54,20% -3.77% 66,64% Setelah dibobot (0,1) 6,56% 5,42% -0.38% 6,66% II. Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Tabel 3.38 Persentase efektivitas pelaksanaan kegiatan Triwulan URAIAN I II III IV % Realisasi Penyerapan DIPA 10,25% 33,16% 54,66% 85,48% % Target Penyerapan DIPA 15,00% 40,00% 60,00% 90,00% Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan 68,33% 82,90% 91,10% 94,98% Setelah dibobot (0,5) 34,17% 41,45% 45,55% 47,49% III. Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan Tabel 3.39 Persentase efisiensi pelaksanaan kegiatan URAIAN Triwulan I II III IV Jumlah SPM Benar Jumlah SPM Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan 94,69% 95,67% 87,63% 96,08% Setelah dibobot (0,4) 37,88% 38,27% 35,05% 38,43% 126

129 Capaian setiap triwulan pada tahun 2016 dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3.40 Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga T/R Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y-16 Pol /KP Target IKU 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% Realisasi 78,60% 85,14% 81,87% 80,22% 81,32% 92,58% 84,14% Min/ Average capaian 104,8 113,52 109,16 106,96 108,43 123,44 112,19 Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yang sebesar 82,07%, pada tahun 2016 IKU ini mengalami peningkatan sebesar 2,07. Perbandingan realisasi antar triwulan tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.41 Perbandingan realisasi Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga tahun Realisasi Tahun Target Q1 Q2 Sm.1 Q3 Sd. Q3 Q4 Y ,30% 76,37% 75,84% 82,61% 77,99% 94,28% 82,07% 70% ,60% 85,14% 81,87% 80,22% 81,32% 92,58% 84,14% 75% Selisih 3,30% 8,77% 6,03% -2,39% 3,33% -1,70% 2,07% 5% Meskipun capaian IKU tersebut untuk setiap triwulannya pada tahun 2016 tidak seluruhnya meningkat dari tahun 2015, capaian secara akumulatif pada triwulan I, semester I, sampai dengan triwulan III, dan tahunan 2016 masingmasing lebih tinggi dibandingkan tahun Tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan untuk mendukung pencapaian IKU adalah: 1. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran 24 (dua puluh empat) K/L pada tanggal 10 s.d 12 Februari 2016 di Jakarta; 2. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran Triwulan I 2016 dengan 24 (dua puluh empat) K/L pada tanggal 19 s.d 21 April 2016 di Jakarta; 3. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran Triwulan II 2016 dengan 23 (dua puluh tiga) K/L pada tanggal 9 s.d 11 Agustus 2016 di Jakarta; 4. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran triwulan III 2016 pada tanggal 14 s.d. 25 November 2016 di Jakarta. 127

130 Dalam rangka peningkatan capaian IKU tersebut, rencana aksi yang dilakukan pada tahun 2017, yaitu: 1. Melaksanakan rapat koordinasi pelaksanan anggaran K/L; 2. Melaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran K/L. 6c. Indeks pemerataan keuangan antar daerah Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Daerah merupakan ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat ketimpangan antar daerah dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan ketimpangan fiskal antar daerah. Terdapat berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan antar daerah, namun demikian alat yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan antar daerah dalam perhitungan DAU adalah Indeks Williamson. Sehingga IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Daerah ini diukur dengan besaran nilai Indeks Wiiliamson yang digunakan dalam perhitungan DAU. Indeks Williamson (IW) yang paling optimal diperoleh dengan mengevaluasi bobot Alokasi Dasar dan/atau variabel Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal. Indeks ini diperoleh dari hasil rata-rata tertimbang IW provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia dimana penentuan atas simulasi pembobotan variabel perhitungan disepakati bersama dengan DPR. Dengan demikian semakin kecilnya nilai Indeks Williamson atau mendekati 0 (nol) menunjukkan tingkat ketimpangan yang kecil, dengan kata lain tingkat pemerataan kemampuan keuangan daerah semakin baik. Rumusan indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah adalah sebagai berikut: Keterangan : IW = Nilai/indeks ketimpangan wilayah/ provinsi/kabupaten/kota y i = Pendapatan perkapita masing-masing provinsi/kabupaten/kota y = Total pendapatan perkapita kawasan Indonesia fi = Jumlah penduduk masing-masing provinsi/kabupaten/kota n = Jumlah penduduk Indonesia 128

131 Besarnya indeks kesenjangan fiskal (Vw) adalah 0<Vw<1 Vw = 0, berarti pembangunan wilayah sangat merata Vw = 1, berarti pembangunan wilayah sangat tidak merata (kesenjangan sempurna) Vw ~ 0, berarti pembangunan wilayah semakin mendekati merata Vw ~ 1, berarti pembangunan wilayah semakin mendekati tidak merata Target IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah yang tertuang dalam Perjanjian Kinerja 2016 adalah sebesar 0,725. Adapun hasil perhitungan IW pada tahun 2016 berhasil mencapai 0,706, sehingga nilai capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah mencapai sebesar 102,6. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.40, nilai IW tahun 2016 mencapai nilai sebesar 0,706 karena adanya penurunan nilai IW Kab/Kota yang lebih besar dari kenaikan nilai IW Provinsi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Faktor yang signifikan menurunkan nilai IW Kab/Kota adalah faktor perbaikan bobot Alokasi Dasar (AD) yang berkurang dari 49% menjadi 45% pada tahun Komponen AD dalam formulasi DAU merupakan salah satu penyebab utama tingginya nilai IW, sehingga penurunan bobot AD akan secara signifikan menurunkan nilai IW. Walaupun penurunan nilai AD berdampak positif pada penurunan nilai IW, namun dalam penetapan bobotnya tetap berhati-hati mempertimbangkan penurunan/kenaikan baik dari sisi jumlah daerah maupun nominal pagu sehingga tidak ada daerah yang naik/turun secara signifikan. Dengan penetapan bobot AD yang turun menjadi 45% diperoleh hasil IW yang masih berada dibatas aman pemerataan, namun disisi lain tetap menjaga tidak terjadinya fluktuasi yang terlalu besar atas kenaikan/ penurunan DAU yang diterima daerah serta tetap dapat meminimalisasi daerah yang tidak memperoleh DAU. Pertimbangan dampak kenaikan/ penurunan DAU yang diterima daerah sangat penting untuk menjaga stabilitas fiskal daerah. 129

132 Tabel 3.42 Pembobotan dalam perhitungan Indeks Williamson tahun 2016 Variabel TA 2015 TA 2016 Variabel Kebutuhan Fiskal Prov Kab/Kota Prov Kab/Kota 10,00% 90,00% 10,00% 90,00% Indeks Penduduk 30,00% 30,00% 30,00% 30,00% Indeks Wilayah 14,00% 13,00% 15,00% 13,00% *Perlakuan Luas Laut 35,00% 40,00% 45,00% 50,00% INDEKS IKK 27,00% 28,00% 27,00% 28,00% INDEKS IPM 17,00% 17,00% 17,00% 17,00% INDEKS PDRB/cap 12,00% 12,00% 11,00% 12,00% Variabel Kapasitas Fiskal 100,00% 100,00% PAD 70,00% 65,00% 70,00% 60,00% DBH PAJAK 100,00% 80,00% 75,00% 60,00% DBH SDA 100,00% 95,00% 85,00% 80,00% Bobot Alokasi Dasar 40,00% 49,00% 40,00% 45,00% INDEKS WILLIAMSON 0, , , ,63455 RATA-RATA IW 0, ,70640 IW Terhadap IKU DJPK Dalam Batas Dalam Batas JML DAERAH YANG NAIK 6 Prov 169 Kab/Kota VALUE KENAIKAN 745, ,61 JML DAERAH YANG TURUN 27 Prov 339 Kab/Kota VALUE PENURUNAN (1.199,46) (9.575,41) DAU NOL 1 Prov 0 Kab/Kota SELISIH (+/-) (453,64) (4.082,80) Rata-rata Penerimaan DAU (miliar) 1.120,70 674,69 Rata-rata DAU (miliar) (13,34) (8,04) Dengan realisasi IW tahun 2016 sebesar 0,706 yang lebih kecil dari target yang tertera dalam Rencana Strategis DJPK, maka sebagaimana tahun 2015, pada tahun 2016 Kementerian Keuangan kembali berhasil menjaga capaian target IKU indeks pemerataan keuangan antardaerah jangka menengah. Pencapaian indeks pemerataan keuangan antar daerah yang konsisten memenuhi target selama dua periode pertama renstra ini, diharapkan tujuan yang ditetapkan dalam Renstra berupa peningkatan kualitas transfer ke daerah dapat tercapai dengan baik serta dapat menyelesaikan masalah ketimpangan horizontal antardaerah. Perkembangan capaian pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dicerminkan oleh nilai IW dapat dilihat pada grafik dibawah, dimana nilai indeks Williamson membaik dari tahun ke tahun (polarisasi minimize), hal ini menunjukkan bahwa kemampuan keuangan antardaerah dari tahun ke tahun semakin membaik. Nilai IW pada tahun 2016 meningkat dibandingkan nilai IW tahun Pada tahun 2015 nilai capaian IW adalah sebesar 102 dengan realisasi 0,725 dari target 0,74. Tahun 2014, realisasi IW adalah 0,73 dari target sebesar 0,76. Realisasi IW pada tahun 2013 berhasil mencapai 0,75 dari target 0,76, sedangkan tahun 2012 adalah 0,74 dari target sebesar 0,8. 130

133 Grafik 3.7 Perkembangan capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah Dalam pencapaian IKU indeks pemerataan kemampuan keuangan antardaerah tahun 2016, terdapat satu kendala yang dihadapi DJPK yaitu adanya penurunan nilai Pendapatan Dalam Negeri (PDN) netto TA.2017 dibandingkan dengan TA Nilai PDN netto menentukan besaran pagu DAU, sehingga pagu DAU 2017 lebih kecil daripada pagu DAU Atas kendala tersebut, DJPK melakukan penyesuaian terhadap kebijakan pembatasan (pegging) belanja pegawai PNSD dalam penghitungan bobot Alokasi Dasar (AD). Kedepan, dalam rangka menghasilkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang lebih baik, rencana aksi strategis yang akan dilakukan Kementerian Keuangan adalah menghapuskan komponen Alokasi Dasar dalam formulasi DAU, sehingga formulasi DAU murni dihitung dari Celah Fiskal. Rencana penghapusan Alokasi Dasar formulasi DAU tersebut akan dituangkan revisi Undang Undang nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang saat ini masih dalam proses penyusunan draft nya. Disamping itu, untuk meningkatkan pemerataan keuangan antar daerah, Kementerian Keuangan akan tetap meningkatkan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam rangka memperoleh data penghitungan DAU yang lebih valid serta melakukan analisis penghitungan DAU dengan menggunakan beberapa opsi dan memilih opsi terbaik dalam penghitungan alokasi DAU 131

134 Sasaran Strategis 7: Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal Pengelolaan kekayaan negara dikatakan optimal apabila dapat mewujudkan APBN yang efektif dan efisien. Upaya untuk mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal dilakukan melalui tertib hukum, tertib fisik, dan tertib administrasi. Pembiayaan APBN dikatakan optimal apabila dapat disediakan dalam jumlah yang cukup ketika diperlukan dan dengan biaya yang efisien serta tingkat risiko terkendali. Pembiayaan meliputi pembiayaan defisit (deficit financing), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (debt refinancing). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2(dua) IKU, yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan dalam tabel berikut: Tabel 3.43 Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal SS 7: Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 7a Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 45% 62,40% 120,00 7b Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan 7a. Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 100% 99,99% 119,98 Rasio Utilisasi aset terhadap total aset tetap merupakan perbandingan antara nilai kekayaan negara yang telah diutilisasi dengan nilai asset. IKU ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasi pengelolaan kekayaan negara dalam rangka pengelolaan APBN yang efisien, efektif, dan optimal melalui: (i) Peningkatan pembiayaan dalam negeri; (ii) Peningkatan penerimaan melalui hasil pengelolaan aset; dan (iii) Penghematan Belanja Modal dan Belanja Barang (Pemeliharaan) BMN. Capaian IKU ini menggunakan polarisasi maximize, dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Nilai kekayaan negara yang diutilisasi diperoleh dari nilai kekayaan negara yang ditetapkan utilisasinya dengan rincian sebagai berikut: 1. Utilisasi melalui pemanfaatan kekayaan negara diperoleh dari: a. Nilai BMN yang disewakan b. Nilai BMN yang di-ksp-kan c. Nilai BMN yang di-bgs/bsg-kan d. Nilai BMN yang di-pinjampakai-kan 2. Utilisasi melalui penetapan status penggunaan diperoleh dari: a. Nilai BMN yang ditetapkan status penggunaannya b. Nilai BMN yang ditetapkan statusnya karena hibah masuk c. Nilai aset yang ditetapkan statusnya yang berasal dari aset KKKS, aset eks. Kelolaan PT. PPA, dan aset eks. BPPN 132

135 3. Utilisasi melalui tukar menukar diperoleh dari nilai aset baru hasil tukar menukar 4. Utilisasi melalui penyertaan modal pemerintah dari nilai aset yang dikonversi sebagai penyertaan modal pemerintah 5. Utilisasi melalui underlying asset dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Realisasi Rasio Utilisasi aset terhadap total aset tetap tahun 2016 adalah sebesar 62,40% yang diperoleh dari total utilisasi di tahun 2010 s.d 2016 yaitu sebesar Rp1.158,71 T dibandingkan dengan nilai aset tetap per-30 Juni 2016 sesuai dengan Laporan BMN unaudited Semester I Tahun 2016 sebesar Rp1.857,03 T. Tabel 3.44 Perbandingan Utilisasi Aset Tahun Tahun Realisasi utilisasi aset per tahun Akumulasi utilisasi aset Nilai aset tetap Rasio utilisasi aset ,69 T 52,69 T 1.287,58 T 4,09% ,45 T 155,13 T 1.694,57 T 9,15% ,31 T 258,44 T 1.736,33 T 14,97% ,72 T 374,16 T 1.727,40 T 21,66% ,20 T 537,36 T 1.706,93 T 31,48% ,62 T 714,98 T 1.691,69 T 42,26% ,74 T 1.158,71 T 1.857,03 T 62,40% Berdasarkan data tersebut di atas, kinerja penetapan utilisasi aset dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2016 selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan nilai aset yang diutilisasi sebesar 51,16%. Pencapaian kinerja rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap sebesar 62,40% juga untuk mendukung pencapaian indikator pada dokumen Rencana Strategis (Renstra) dan Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK) tahun sesuai KMK Nomor 183/KMK.01/2013 dengan target sebesar 40% pada tahun Pencapaian target pada tahun 2016 didukung karena terdapat utilisasi aset dengan nilai yang signifikan antara lain: 1. Penetapan BMN sebagai underlying asset SBSN melalui surat nomor S-748/KN/2016 tanggal 30 Mei 2016, S-889/KN/2016 tanggal 01 Juli 2016, S-1034/KN/2016 tanggal 26 Agustus 2016 dengan nilai total sebesar Rp ,00 2. Utilisasi pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui S-27/MK.6/2016 sebesar Rp ,00 133

136 3. Utilisasi pada Kementerian Perhubungan melalui KMK-415/KM.6/2016 sebesar Rp ,00 4. Utilisasi pada Kementerian PUPR melalui KMK-122/KM.6/2016 sebesar Rp ,00 5. Utilisasi pada TNI Angkatan Udara melalui KMK-71/KM.6/2016 sebesar Rp ,00 6. Utilisasi pada TNI Angkatan Udara melalui KMK-73/KM.6/2016 sebesar Rp , Realisasi Target 0 Grafik Perkembangan target dan realisasi IKU Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap tahun (triliun rupiah) Target tersebut di atas dapat tercapai karena: Penetapan PMK 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas Dan Fungsi Kementerian Negara/ Lembaga serta menyurati K/L untuk menyerahkan BMN Idle melalui S-138/ MK.06/2016 tanggal 3 Maret 2016, 2. Melakukan sosialisasi dan koordinasi intensif dengan K/L, 3. Operasionalisasi Lembaga Manajemen Aset Negara. Rp % Rp. 1, % Sudah Diutilisasi Belum Diutilisasi Grafik 3.9 Nilai aset tetap sesuai LBMN 134

137 Action plan berikutnya adalah melakukan penyusunan mekanisme portofolio dan strategi aset BUN serta melaksanakan revaluasi aset sekaligus pengawasan dan pengendalian pengelolaan BMN pada K/L. Pada periode tertentu, nilai aset yang tersaji pada LKPP perlu dimutakhirkan. Selain untuk memberikan informasi yang akurat dan aktual, pemutakhiran tersebut juga bertujuan untuk memberikan gambaran yang utuh atas proses dan hasil kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai contoh, kebijakan pembiayaan selama ini selalu dilihat sebelah mata, terutama hanya dilihat dari sisi peningkatan jumlahnya. Penafsiran ini muncul karena metode pengukuran dan penyajian nilai liabilitas pada LKPP tidak sama dengan pengukuran dan penyajian nilai aset. Peningkatan sisi liabilitas tidak diiringi dengan peningkatan nilai wajar atas aset, sehingga seolah-olah kondisi keuangan negara menjadi tidak berimbang. Nilai yang tersaji pada LKPP, saat ini masih menggunakan nilai aset hasil inventarisasi dan penilaian tahun 2007 s.d Hal ini tentu berpotensi menimbulkan kesalahan penafsiran terhadap informasi keuangan negara, yang pada akhirnya berdampak pada adanya mismatch antar kebijakan. Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 2017 dan 2018, pemerintah akan melakukan penilaian kembali (revaluasi) atas aset tetap, untuk meningkatkan kevalidan dan keakuratan nilai aset yang disajikan dalam laporan keuangan. Selain itu, revaluasi juga dimaksudkan untuk meningkatkan leverage aset tetap sebagai underlying asset untuk pembiayaan, seperti penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Simultan dengan pelaksanaan revaluasi, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) juga akan secara aktif mengidentifikasi barang milik negara (BMN) berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga (idle). Basis data yang akurat dan aktual tersebut nantinya juga dapat digunakan dalam penyusunan portofolio serta strategi pengelolaan aset, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan utilisasi atas aset. Regulasi yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, telah mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan revaluasi atas nilai BMN yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat. Revaluasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Tahapan pelaksanaan revaluasi aset tahun 2017/2018 adalah sebagai berikut. 1. Menyusun/menyempurnakan regulasi yang diperlukan, yaitu Keputusan Presiden terkait dengan revaluasi, revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.06/2015 tentang Penilaian BMN, dan regulasi lainnya. 2. Menyusun perangkat proses bisnis dan standar pendokumentasian, seperti SOP, format laporan penilaian, dan format berita acara. 3. Melakukan pengembangan sistem aplikasi dan infrastruktur IT. 4. Melaksanakan sosialisasi kepada Kementerian/Lembaga serta bimbingan teknis kepada instansi vertikal di lingkungan DJKN. 5. Melakukan proses inventarisasi dan penilaian dengan melibatkan satuan kerja Kementerian/Lembaga. 6. Melakukan koreksi nilai aset pada Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP), Laporan Barang Pengguna (LBP), Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP). 7. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan revaluasi. Objek revaluasi yang akan dilakukan pada tahun 2017/2018 berbeda dengan objek inventarisasi dan penilaian yang dilakukan pada tahun Objek revaluasi pada tahun 2017/2018 hanya terbatas pada 1) tanah, 2) gedung dan bangunan, serta 3) jalan, jembatan, dan bangunan air. Ketiga kategori aset tersebut dipilih karena memiliki potensi kenaikan (perubahan nilai wajar) yang tinggi. Selain itu, nilai aset tetap yang dijadikan objek revaluasi tersebut memiliki porsi nilai/persentase yang signifikan dari keseluruhan nilai total aset tetap. 135

138 Revaluasi aset tetap tidak hanya sekedar kebijakan yang bertujuan untuk memenuhi asas akuntabilitas dan transparansi dalam pertanggungjawaban pelaporan keuangan negara, tetapi juga diharapkan mampu menghasilkan multiplier effect bagi peningkatan manfaat ekonomi atas pengelolaan aset. 7b. Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, yang menjadi IKU unit pengelola utang, dihitung dari realisasi penerbitan SBN bruto dan pengadaan pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada Kementerian/ Lembaga sebagai Executing Agency. Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/ pengadaan pinjaman program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang. Adapun perhitungan target kebutuhan pembiayaan setiap triwulan dihitung dengan metode sebagai berikut: a. Triwulan I berdasarkan proyeksi kebutuhan pembiayaan yang disusun dari target APBN/APBN-P dan strategi pembiayaan tahunan; dan b. Triwulan II, III, dan IV berdasarkan keputusan rapat Komite ALM pada akhir periode triwulan sebelumnya, yang telah memperhitungkan kebutuhan pengelolaan kas dan kebutuhan pengelolaan utang, agar operasi pembiayaan (pengadaan/penerbitan utang) masih dapat dilakukan secara optimal baik dari aspek target biaya dan risiko. IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah capaian yang sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Pada tahun 2016, target IKU Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan direncanakan sebesar 100%, Target tersebut setiap tahunnya sama dengan target yang sampai dengan Triwulan IV 2016, realisasi utang (gross) sebesar Rp687,19 triliun, atau setara 99,99%, dari target sebesar Rp687,29 triliun yang ditentukan melalui mekanisme persetujuan Komite ALM. Realisasi dimaksud terdiri dari: 1. SBSN sebesar Rp179,90 triliun 2. SUN sebesar Rp471,96 triliun 3. Pinjaman Program sebesar IDR 35,33 triliun 136

139 Posisi utang pemerintah pusat dari tahun 2011 sampai dengan bulan Desember 2016 adalah sebagai berikut: Tabel 3.45 Posisi Utang Pemerintah Tahun Nov 2016 Des 2016 Angka dalam triliun Rupiah Nominal % Total utang pemerintah Pusat % a. Pinjaman % 1. Pinjaman luar Negeri % Bilateral *) % Multilateral **) % Komersial ***) % Suppliers ***) % 2. Pinjaman Dalam Negeri % b. Surat Berharga Negara % Denominasi Valas ***) % Denominasi Rupiah % Angka Dalam Miliar US Dolar Total Utang Pemerintah Pusat a. Pinjaman % 1. Pinjaman Luar Negeri % Bilateral # ) % Multibilateral ## ) % Komersial ### ) % Suppliers ### ) % 2. Pinjaman Dalam Negeri % b. Surat Berharga negara % Denominasi Valas ## ) % Denominasi Rupiah % Nilai tukar Rupiah (IDR thd USS catatan : * Termasuk semi commercial ** Beberapa termasuk semi concessional *** Seluruhnya termasuk commercial # ) Revisi Angka LKPP/Audited ##) Termasuk SUN Valas Domestik ###) Tidak Termasuk Accrued Interest sebesar Rp Triliun dan tidak termasuk Pre-Funding Sumber: Buku Profil Utang Pemerintah Edisi Januari

140 Untuk rincian data pagu anggaran, realisasi belanja, dan realisasi pembiayaan utang sebagai bagian dari pelaksanaan APBN tahun 2016 dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 3.46 Pagu dan Realisasi Belanja dan Pembiayan Utang Tahun 2016 No Uraian APBN-P Realisasi s.d. tgl 30 Desember 2016 catatan : * Termasuk semi Realisasi Comitment Fee sebesar Rp Miliar Sisa dari Pagu Nominal % Nominal % (1) (2) (3) (4) (5) = (4) : (3) (6) = (3) - (4) (7)=(6):(3) A. Belanja Utang , ,3 95, ,01 4,4 1. Bunga Utang Dalam Negeri 2. Bunga Utang Luar Negeri *) , ,4 96, , ,9 87, ,11 12,7 B. Pembiayaan , ,9 107,8 (28.490,93) (7,8) I Pembiayaan Dalam Negeri A. Pinjaman Dalam Negeri (Netto) 1. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri , ,9 110,5 (38.646,02) (10,5) 3.389,0 973,9 28, ,11 71, ,1 33, ,93 66,1 2. Cicilan Pokok PDN (321,0) (283,2) 88,2 (37,83) 11.8 B. Surat Berharga Negara (Netto) II Pembiayaan Luar Negeri (Netto) 1. Penarikan Pinjaman Luar negeri (Bruto) , ,0 111,3 (41.061,13) (11,3) (2.526,9) (12.682,0) 501, ,09 (401,9) , ,6 83, ,56 16,8 a. Pinjaman program , ,9 98,7 450,05 1,3 b. Pinjaman Proyek , ,6 68, ,51 31,7 1. Pinjaman Proyek Pusat 2. SLA/ Penerusan Pinjaman 2. Penerusan Pinjaman (SLA) 3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar negeri , ,4 66, , , ,3 80, ,39) 19,6 (5.833,7) (4.688,3) 80,4 (1.145,39) 19,6 (69.652,4) (68.724,3) 98,7 (928,08) 1,3 Sumber: Buku Profil Utang Pemerintah Edisi Januari

141 Realisasi pembiayaan utang tahun 2016 di atas, dipengaruhi beberapa faktor baik di pasar domestik maupun global sebagai berikut: 1. Penerbitan SBN domestik dan SBN valas berdenominasi USD, EUR dan JPY sepanjang tahun 2016 menghasilkan permintaan penawaran yang oversubscribed dimana hal ini menunjukan tingkat kepercayaan investor domestik dan global terhadap kredibilitas pengelolaan pembiayaan pemerintah; 2. Kebijakan pemerintah, terutama Pengampunan Pajak (tax amnesty), memberikan dampak positif berupa aliran dana repatriasi program pengampunan pajak yang memberikan sentimen positif terhadap kinerja pasar obligasi dan pasar saham, sehingga mendorong meningkatnya capital inflow kepada transaksi keuangan di pasar domestik, termasuk peningkatan permintaan terhadap SBN di pasar perdana dan sekunder 3. Sentimen positif di pasar global dan nasional, antara lain terkait: a. Proyeksi perekonomian global yang semakin membaik, terutama didukung oleh AS dan Tiongkok yang kembali menunjukkan penguatan, serta isu keluarnya Britain dari Uni Eropa pada triwulan II lalu yang ternyata hanya berdampak sementara; b. Proyeksi peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis oleh Bank Dunia dari sekitar 4,8% pada tahun 2015 menjadi 5,5% pada tahun 2018, dimana peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan investasi publik dan keberhasilan upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dan peningkatan pendapatan; dan c. Semakin longgarnya kebijakan moneter dengan diturunkannya BI 7 day reverse repo rate sebesar 25 bps, dari 5,25% menjadi 5,00% pada bulan September dan kembali turun 25 bps menjadi 4,75% pada bulan Oktober Desember oleh Bank Indonesia. Kebijakan ini sejalan dengan stabilitas makroekonomi, yang tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi yang berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil. Penjelasan capaian masing-masing instrumen utang yang diterbitkan adalah sebagai berikut : 1. Pembiayaan Melalui SBSN Target penerbitan SBSN pada tahun 2016 adalah sebesar Rp180 triliun. Realisasi penerbitan s.d. Desember 2016 sebesar Rp179,898 triliun atau 99,94% dari target penerbitan tahun Realisasi penerbitan s.d. Desember 2016 dirinci sebagai berikut: 1. Realisasi penerbitan SBSN dengan cara lelang sebesar Rp miliar; 2. Realisasi penerbitan Sukuk Ritel seri SR-008 sebesar Rp miliar; 3. Realisasi Sukuk Tabungan seri ST-001 sebesar Rp2.585,12 miliar; 4. Realisasi penerbitan SBSN dengan cara private placement sebesar Rp7.585 miliar. 5. Realisasi penerbitan SBSN valas sebesar Rp33.407,5 miliar 139

142 Rincian realisasi penerbitan SBSN tahun 2016 sebagaimana terdapat pada tabel berikut: Tabel 3.47 Rincian penerbitan SBSN tahun 2016 Instrumen Metode Penerbitan Jumlah (Rp Juta) (%) Project-Based Sukuk (PBS) Lelang ,83% Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS) Lelang ,44% Sukuk Ritel seri SR-008 Bookbuilding ,51% Sukuk Tabungan seri ST-001 Bookbuilding ,44% PBS (Project Based Sukuk) Private Placement % SDHI (Sukuk Dana Haji Indonesia) Private Placement ,56% SPNS-NT(Surat Perbendaharaan Negara Syariah Non-Tradable) Private Placement ,41% Sukuk Valas seri SNI21 Bookbuilding ,57% Sukuk Valas seri SNI26 Bookbuilding ,00% Total % Total penerbitan SBSN pada tahun 2016 tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana perkembangan penerbitan SBSN per jenis instrumen SBSN sejak 2013 s.d dapat digambarkan sebagai berikut: 140

143 Tabel 3.48 Perkembangan Penerbitan SBSN tahun (juta rupiah) Tahun Instrumen PBS SPN-S SR SDHI SNI SPN-S NT ST Jumlah Pembiayaan proyek Pemerintah melalui SBSN (Project Financing Sukuk) meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun dengan jenis proyek yang semakin bervariasi dan lokasi proyek yang semakin menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun 2013 sebesar Rp.800 Miliar, naik menjadi Rp1,57 Triliun tahun 2014, Rp7,13 Triliun tahun 2015, dan Rp.13,7 Triliun di Tahun Pada tahun 2016, Pemerintah menerbitkan Project Financing Sukuk sebesar Rp13,7 triliun untuk membiayai proyek-proyek di 3 (tiga) Kementerian, yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Agama. 2. Pembiayaan Melalui SUN Realisasi penerbitan SUN sampai 31 Desember 2016 sebesar Rp471,9 triliun atau sebesar 100% sesuai dengan target tahunan penerbitan dalam APBN-P tahun Dari sisi komposisi, penerbitan SUN melalui lelang di pasar domestik dalam mata uang rupiah sebesar Rp307,4 triliun. Penerbitan global bond selama tahun 2016 yang terdiri atas SUN dalam denominasi USD sebesar USD3,5 miliar (ekuivalen Rp48,6 triliun) dan SUN dalam denominasi Euro sebesar EUR3 miliar (ekuivalen Rp44,9 triliun). Dalam rangka pengembangan basis investor domestik, pada tahun 2016 telah diterbitkan SUN ritel sebesar Rp23,7 triliun. Selain itu, pada tahun 2016 dilaksanakan penerbitan SUN melalui private placement sebesar Rp20,6 triliun 141

144 Tabel 3.49 Penawaran SUN yang memenuhi benchmark Jenis Penerbitan domestik (Lelang dan Private Placement) Total Penawaran Total Penawaran Memenuhi Benchmark (miliar rupiah) Total Penawaran Diterima 622, , ,965 FR Rupiah 506, , ,639 FR USD 2,659 2,659 2,659 SPN 113,131 94,421 57,667 Obligasi Ritel 23,778 23,610 23,610 ON Valas 250, , ,380 Total 896, , ,955 Penerbitan SUN tahun 2016 terdiri atas: a. Penerbitan SUN melalui lelang mata uang rupiah dan valas serta transaksi private placement. Pada tahun 2016 Pemerintah menerbitkan SUN melalui transaksi private placement sebanyak 8 kali (termasuk penerbitan SUN berdenominasi USD). Transaksi tersebut bertujuan dalam rangka menutup kekurangan kas jangka pendek, khususnya terkait dengan kebutuhan kas di awal tahun. Pelaksanaan penjualan SUN dengan metode private placement diatur dalam PMK Nomor 118/PMK.08/2015 tentang Penjualan SUN dalam Mata Uang Rupiah dan Valas di Pasar Perdana Domestik dengan cara private placement. Hasil Penerbitan SUN melalui Lelang dan Private Placement Tahun 2016 Tabel 3.50 Hasil penerbitan SUN melalui lelang dan private placement tahun 2016 Jenis Instrumen Frekuensi Lelang Nominal (triliun rupiah) Obligasi Negara (ON) ,639 Surat Perbendaharaan Negara (SPN)

145 b. Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi Valuta Asing di Pasar Internasional 1. Penerbitan SUN berdenominasi USD Penerbitan SUN dalam valuta asing berdenominasi USD di pasar perdana internasional (pre funding) dilakukan sebanyak satu kali dengan total penerbitan sebesar USD3,5 miliar (ekuivalen Rp48,6 triliun) dengan tanggal setelmen pada 8 Desember Ringkasan hasil penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional adalah sebagai berikut : Tabel 3.51 Penerbitan SUN berdenominasi USD di Pasar Perdana Internasional Seri SUN Keterangan RI0126 (New Issuance) RI0146 New Issuance) Jumlah nominal yang dimenangkan USD USD Tingkat kupon 4,750% 5,950% Tingkat yield yang dikenakan 4,800% 6,000% Jatuh tempo 8 Januari Januari 2046 Tanggal Setelmen 8 Desember 2015 Listing Singapore Stock Exchange Trustee, Registrar, Transfer Agent, Paying Agent Bank of New York Mellon 143

146 2. Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Euro Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Euro menggunakan format 144A/RegS dalam program Global Medium Term Notes (GMTN) dengan jumlah nominal penerbitan sebesar EUR3 miliar (ekuivalen Rp44,9 triliun dengan kurs Rp14.991,87/EUR). Ringkasan hasil penerbitan SUN berdenominasi Euro di pasar perdana internasional adalah sebagai berikut: Tabel 3.52 Penerbitan Surat Utang Negara berdenominasi Euro Seri SUN Keterangan RIEUR0623 (New Issuance) RIEUR0628 (New Issuance) Jumlah nominal yang dimenangkan EUR EUR Tingkat kupon 2,625% 3,750% Tingkat yield yang dimenangkan 2,772% 3,906% Jatuh tempo 14 Juni Juni 2028 Tanggal Setelmen 14 Juni 2016 Listing Singapore Stock Exchange (SGX) dan Frankfurt Open Market (FOM) 3. Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Yen (Samurai Bond) Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Yen (Samurai Bond) dengan total penerbitan sebesar JPY100 miliar (ekuivalen Rp12,8 triliun). Terdapat 2 (dua) seri Samurai Bonds yang diterbitkan, di mana merupakan Unguaranteed Samurai Bond. Ringkasan hasil penerbitan Samurai Bonds tahun 2016 adalah sebagai berikut: 144

147 Tabel 3.53 Penerbitan SUN berdenominasi Yen Seri SUN Keterangan RIJPY0619 (Un-Guaranteed) RIJPY0621 (Un-Guaranteed) Jumlah nominal yang dimenangkan JPY JPY Tingkat kupon 0,830% 1,160% Tingkat yield yang dimenangkan 0,830% 1,160% Jatuh tempo 21 Juni Juni 2021 Tanggal Setelmen 21 Juni 2016 c. Penerbitan Obligasi Negara kepada Investor Ritel Pada tahun 2016, Pemerintah menerbitkan SBR seri SBR002 dengan nominal penerbitan sebesar Rp3,9 triliun yang memiliki tenor 2 tahun. Pada SBR002 terdapat fasilitas pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) kepada Pemilik SBR pada tanggal 20 Juni 2017 dengan nilai maksimum early redemption sebesar 50% dari total kepemilikan investor di masing-masing Agen Penjual dengan kelipatan Rp5 juta. Dalam tahun yang sama, pemerintah kembali menerbitkan ORI dengan seri baru ORI013 dengan fitur Minimum Holding Period (MHP). Berdasarkan ketentuan ini, pemilik ORI tidak dapat memindahbukukan kepemilikan ORI-nya selama 2 (dua) periode kupon pertama. Untuk ORI013, MHP berlaku hingga tanggal 15 Desember ORI013 diterbitkan dengan tenor 3 tahun dan tingkat kupon tetap sebesar 6,60% per tahun yang dibayarkan secara bulanan. Berdasarkan hasil penjatahan ORI013 ditetapkan nominal penerbitan ORI013 sebesar Rp19,7 triliun. d. Penerbitan SUN dengan Metode Private Placement Pada tahun 2016 penerbitan melalui metode private placement dilakukan sebanyak 8 kali transaksi yaitu dengan LPS, OJK, LPDP, BCA, Danareksa Sekuritas, BNI, BRI, dan Pemda (konversi DAU) dengan jumlah sebesar Rp20,555 triliun, yang terdiri dari: 145

148 Tabel 3.54 Penerbitan SUN metode private placement tahun 2016 No. Seri Nominal Tanggal Setelmen Jatuh Tempo 1. FR0069 Rp1.700 miliar 05-Feb Apr SPNNT Rp1.054 miliar 11-Mar Jun SPNNTD Rp360 miliar 08-Apr Jul FR0062 Rp400 miliar 20-May Apr USDFR0002 USD Jun Jun SPNNTD Rp211 miliar 01-Jul Sep FR0045 Rp3.226 miliar 18-Jul May FR0071 Rp1.288 miliar 18-Jul Mar FR0070 Rp907 miliar 18-Jul Mar FR0057 Rp3.686 miliar 18-Jul May FR0067 Rp1.318 miliar 18-Jul Feb FR0061 Rp825 miliar 12-Aug May FR0063 Rp1.100 miliar 12-Aug May FR0046 Rp825 miliar 12-Aug Jul FR0062 Rp992 miliar 12-Aug Apr

149 Rincian kinerja pengelolaan SUN 2012 s.d. 2016, dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 3.55 Kinerja pengelolaan SUN tahun Instrumen Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar) ON SPN Global Bond USD Euro Samurai Bond USD Domestik SUN Ritel ORI SBR On SPN Global Bond Samurai Bond USD Domestik SUN Ritel Grafik 3.10 Kinerja pengelolaan SUN tahun Pembiayaan Melalui Pinjaman Realisasi pengadaan pinjaman program hingga akhir tahun 2016 mencapai USD 2.656,39 juta atau setara dengan Rp 35,86 triliun (asumsi kurs Rp /USD), melampaui target semula dalam APBN-P sebesar USD juta, sehingga nilai realisasinya adalah sebesar 100% dengan rincian sebagai berikut: 147

150 Tabel 3.56 Realisasi pengadaan pinjaman program tahun 2016 (juta USD) 2016 No Lenders Indikasi Akumulasi s.d. Realisasi Komitmen Des World Bank 1.106, , ,36 1.Local Government and Decentralization Project 206,39 206, ,96 (LGDP) II 2.Sustainable and Inclusive Energy Program (SIEP) 500,00 500, (Carry over dari 2015) 3.First Indonesia Fiscal Reform-DPL 400,00 400, ,4 2. ADB 1.000, , ,50 1.Stepping Up Investment for Growth Acceleration 500,00 500, ,00 Program (SIGAP) 2. Fiscal and Public Expenditure Management 500,00 500, ,50 Program 3. AFD 110,00 110, ,93 1.Fiscal Reform - Development Policy Loan 110,00 110, ,93 4. KFW 440,00 440, ,16 1. Stepping Up Investment for Growth Acceleration 220,00 220, ,76 Sub-Program 2 2. Fiscal and Public Expenditure Management 220,00 220, ,40 Program Total 2.656, , ,95 Realisasi yang melampaui target semula tersebut dapat dicapai dengan membangun mekanisme hubungan kerja yang baik khususnya dengan Kementerian Bidang Perekonomian. Kementerian Bidang Perekonomian berperan untuk mengkoordinasikan Bappenas dan Kementerian/lembaga yang menjadi Implementing Agencies untuk menyiapkan policy matrix, yang menjadi persyaratan pinjaman program. Kementerian Keuangan telah melakukan pembicaraan awal tripartit bersama calon lender dan calon Implementing Agency. Selain itu, juga aktif berkoordinasi dengan calon lender sehingga pada akhir tahun 2016 dapat menghasilkan kesepakatan nilai pinjaman program sebesar USD juta sesuai dengan target pinjaman program dalam APBN 2016 Upaya pemenuhan target pembiayaan APBN melalui tiga macam insrumen di atas ditunjang pula dengan upaya menekan biaya utang dan risiko portofolio utang seminimal mungkin melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pemilihan instrumen dan waktu yang tepat untuk pengadaan/penerbitan utang baru. 2. Pelaksanaan strategi front loading untuk mengantisipasi peningkatan biaya utang. 148

151 3. Optimalisasi pinjaman program dan pinjaman siaga yang memiliki biaya yang lebih rendah. 4. Melakukan koordinasi dengan BLU dan BUMN dibawah koordinasi Kementerian keuangan untuk membantu pemenuhan defisit APBN melalui penanaman dananya pada instrumen SBN domestik. 5. Penambahan utang valas tetap dilakukan secara selektif terutama dengan mengutamakan mata uang kuat yang memiliki fluktuasi rendah dan memiliki biaya utang yang relatif murah. 6. Penetapan komposisi pengadaan/penerbitan utang yang tepat, sehingga memberikan bauran portofolio yang memiliki biaya dan risiko yang sesuai dengan target yang ditetapkan 7. Penerbitan SBN mengutamakan sumber pembiayaan dari domestik untuk memitigasi risiko nilai tukar rupiah 8. Penerbitan SBN lebih mengutamakan SBN dengan tingkat bunga tetap untuk memitigasi risiko tingkat bunga 9. Upaya peningkatan penerbitan SPN 3 bulan dan 6 bulan sebagai penyeimbang portofolio, meningkatkan likuiditas pasar domestik dan menekan biaya utang Upaya menekan biaya dan risiko portofolio utang tersebut memiliki keterkaitan erat dengan sasaran strategis dalam Renstra DJPPR, yaitu dengan pengelolaan utang yang semakin efisien, maka hal ini dapat mendukung pencapaian target pengelolaan utang jangka panjang, yaitu memenuhi pembiayaan APBN dengan biaya yang optimum dan risiko yang terkendali. Adapun perbandingan capaian IKU selama tiga tahun berturut-turut seperti tertera pada tabel berikut: Tabel 3.57 Capaian IKU Pengadaan Utang tahun Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi 100% 100,19% 100% 99,83% 100% 99,99% a. Melakukan negosiasi pinjaman program dengan lenders, antara lain untuk pinjaman: i. Local Sustainable and Inclusive Energy Program (SIEP) dari World Bank; ii. Local Government and Decentralization Project (LGDP) I-II dari World Bank. b. Melaksanakan penerbitan SBN, baik untuk pembiayaan kas maupun pembiayaan infrastruktur sesuai dengan strategi dan jadwal yang telah direncanakan, a.l.: i. Penerbitan SBN di pasar domestik (denominasi IDR dan USD) dan pasar global (denominasi USD, EUR, JPY); ii. Penerbitan SBN melalui mekanisme private placement; iii. Penerbitan seri SBN ritel non-tradable; 149

152 iv. Penerbitan Sukuk (Project Based Sukuk) yang di-earmarked untuk membiayai proyek proyek Infrastruktur K/L tahun 2016 sebesar IDR 13,67 T yang terdiri dari 285 Proyek pada 3 Kementerian yang tersebar di 32 provinsi. c. Bersama eselon I dan unit lain yang terkait, menyusun peraturan dan produk hukum lain yang mendukung program tax amnesty, misalnya: i. PMK nomor 119, 123, 150/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah NKRI Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak; ii. PMK nomor 122, 151/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak; dan iii. MOU kerahasiaan data antara Pemerintah, BI, dan OJK. d. Revisi strategi pembiayaan tahunan melalui utang tahun 2016 untuk mengakomodasi potensi pelebaran rasio defisit terhadap PDB sebesar 2,7% Sasaran Strategis 8: Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya mengawasi, mengamati, mengecek dengan cermat, memantau pekerjaan maupun laporan agar sesuai dengan ketentuan/ peraturan yang berlaku. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 3 (tiga) IKU sebagaimana dijabarkan pada tabel berikut. Tabel 3.58 Capaian IKU pada SS Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif SS 8: Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 8a Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) 55% 79,75% 120,00 8b Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti 45% 51,29% 113,98 8c Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit 88,20% 104,78% 118,80 150

153 8a. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) Indikator penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan ini membandingkan antara jumlah berkas perkara yang berstatus lengkap dengan jumlah penyidikan. Status P21 adalah status dinyatakan lengkapnya berkas perkara pidana (dinyatakan memenuhi syarat untuk proses selanjutnya) oleh Kejaksaan. Termasuk dalam status P21 apabila WP menggunakan pasal 44B UU KUP. Jumlah penyidikan adalah jumlah akumulasi tunggakan penyidikan (Sprindik) dan SPDP yang outstanding sampai dengan awal tahun ditambah dengan jumlah penyidikan (Sprindik) dan SPDP yang diterbitkan pada periode berjalan. IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) pada level Kementerian Keuangan-Wide ini di-cascade kepada 2 unit Eselon I (DJP dan DJBC) yang memiliki target dan capaian sebagaimana uraian di bawah ini. 1. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) (DJP) Penegakan hukum perpajakan dilakukan setelah tahapan pembinaan dan pengawasan oleh DJP. Penegakan hukum dilakukan dengan prinsip keadilan terhadap Wajib Pajak yang menghindari pajak, terutama terhadap Wajib Pajak yang terindikasi melakukan kegiatan tindak pidana di bidang perpajakan. Salah satu kegiatan penegakan hukum yang dilakukan DJP adalah kegiatan penyidikan, yang diukur melalui IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21). IKU ini bertujuan untuk meningkatkan upaya penegakan hukum melalui penyidikan yang efektif terhadap kasus tindak pidana perpajakan untuk memberi efek jera (deterrent effect) bagi wajib pajak sehingga peraturan perpajakan dapat ditaati secara voluntary compliance. Adapun formula penghitungan IKU ini adalah sebagai berikut: Jumlah Berkas perkara yang berstatus P-21 + Jumlah perkara yang diselesaikan melalui Pasal 44B UU KUP + Jumlah penghentian penyidikan karena Amnesti Pajak Jumlah outstanding Sprindik pada awal tahun Jumlah penyidikan yang sudah tidak dapat dilanjutkan x 100% 46 = x 100% = 50%

154 Berdasarkan formula tersebut, penghitungan penetapan target maupun realisasi IKU pada tahun 2106 adalah sebagai berikut : Tabel 3.59 Realisasi Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) DJP tahun 2016 No URAIAN/TAHUN 2016 Realisasi Jumlah Berkas Perkara berstatus P Jumlah Perkara yang diselesaikan Pasal 44 B UU KUP Jumlah Penghentian Penyidikan karena Tax Amnesty 16 4 Jumlah Berkas Perkara Penyidikan yang dinyatakan Lengkap (1+2+3) Jumlah Outstanding Sprindik Awal Tahun Jumlah Penyidikan yang tidak dapat dilanjutkan Jumlah Berkas Perkara yang ditindaklanjuti (5-6) Persentase Penyidikan yang Dinyatakan Lengkap (P-21) (4 : 7) 50% 63.04% Sumber : Register Penyidikan Direktorat Penegakan Hukum Selain menjalankan tugas dan fungsi dalam penegakan hukum, pelaksanaan penyidikan perpajakan tahun 2016 juga berkontribusi dalam penerimaan negara tahun 2016 melalui pelaksanaan Pasal 44B UU KUP oleh WP yang menyampaikan permohonan penghentian penyidikan dengan melakukan pelunasan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi Pasal 44B UU KUP. Jumlah penerimaan negara yang diperoleh dari penyelesaian berkas perkara melalui Pasal 44B UU KUP Tahun 2016 adalah sebesar Rp 461,42 miliar (Pokok Pajak yang terutang Rp 92,28 miliar ditambah sanksi administrasi Pasal 44B UU KUP sebesar Rp 369,14 miliar). 152

155 Beberapa program yang telah dilakukan untuk menunjang keberhasilan pencapaian kinerja penyidikan tindak pidana perpajakan tahun 2016 adalah : a. Melaksanakan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang pidana asalnya (predicate crime) berasal dari tindak pidana di bidang perpajakan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tahun 2016 terdapat 2 (dua) berkas perkara yang P-21 atas penyidikan TPPU. b. Peningkatan kapasitas penyidik maupun jaksa mengenai penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dengan melibatkan para ahli dan aparat penegak hukum; c. Pembentukan kerja sama dengan Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung RI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU); d. Meminta dukungan Tenaga Forensik Digital dalam proses penyidikan, utamanya dalam pengumpulan dan pengolahan barang bukti digital. Kendala yang dihadapi dalam upaya optimalisasi penyidikan tindak pidana perpajakan adalah: a. Belum meratanya kapasitas aparat penegak hukum mengenai peraturan perpajakan dan juga terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ; b. Upaya perlawanan dalam pelaksanaan penyidikan dari Wajib Pajak tertentu; c. Dinamika hukum acara pidana yang mempengaruhi proses penyidikan; d. Belum meratanya kecukupan Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan (IDLP) sebagai bahan untuk ditindaklanjuti dengan pemeriksaan bukti permulaan dan ditingkatkan ke penyidikan pada Unit-Unit Pelaksana Penyidikan Pajak; Untuk mengatasi kendala yang dihadapi, telah ditetapkan beberapa rencana aksi yang akan dilaksanakan dalam tahun 2017 sebagai berikut: a. Meningkatkan koordinasi dan konsultasi dengan Kejaksaan dan Kepolisian dalam penanganan penyidikan; b. Menyempurnakan petunjuk pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dan menyusun petunjuk pelaksanaan penyidikan TPPU dengan predicate crime di bidang perpajakan; c. Menyelenggarakan workshop penegakan hukum bagi Account Representative serta diklat PPNS bagi fungsional pemeriksa pajak di KPP sehingga IDLP sebagai bahan untuk dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan meningkat; d. Melakukan kegiatan pengawasan, koordinasi, dan asistensi kepada seluruh Unit Pelaksana Penyidikan Pajak; e. Optimalisasi dan peningkatan SDM Penegakan Hukum dengan menyelenggarakan Diklat PPNS dan mengajukan usulan Diklat Penyegaran PPNS. 153

156 2. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) (DJBC) IKU ini bertujuan untuk mendorong kinerja penyidikan kasus tindak pidana kepabeanan dan cukai sampai dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan yang berasal dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai adalah segala perbuatan yang berhubungan dengan Kepabeanan dan Cukai yang atas perbuatan tersebut diancam dengan pidana. Penerbitan SPDP menandai dimulainya kegiatan penyidikan dengan pemberitahuan secara resmi kepada Kejaksaan. Penyidikan merupakan tahap dimana penyidik berupaya mengungkapkan fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut. Status P-21 merupakan status dimana berkas perkara pidana yang dilakukan penyidik DJBC dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan untuk menjalani proses persidangan. Status SP3 berarti proses penyidikan dinyatakan dihentikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum sesuai Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Pada tahun 2016 realisasi IKU ini adalah 96,45% dari target yang ditetapkan sebesar 60%. Realisasi tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 90,27%. Tabel 3.60 Perkembangan capaian IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) - DJBC Tahun SPDP P-21 Realisasi Target ,34% 50% ,67% 50% ,76% 55% ,31% 60% ,27% 60% ,45% 60% Sumber : LAKIN DJBC Tahun 2015 dan Realisasi IKU Kemenkeu-one

157 Realisasi IKU ini secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.61 Hasil penyidikan yang berstatus P-21 tahun 2016 No. SPDP P-21 Realisasi Target 1 Kantor Pusat ,00% 2 KPU Tg. Priok ,00% 3 KPU Batam ,00% 4 KPU Soekarno Hatta ,00% 5 NAD ,00% 6 Sumut ,00% 7 Riau & Sumbar ,00% 8 Khusus Kepri ,00% 9 Sumbagsel ,00% 10 Banten ,00% 11 Jakarta ,00% 12 Jabar ,00% 13 Jateng & DIY ,00% 14 Jatim I ,00% 15 Jatim II ,00% 16 Bali, NTB, NTT ,00% 17 Kalbagbar ,00% 18 Kalbagtim ,00% 19 Sulawesi ,00% 20 Maluku, Papua & Papua Barat ,00% JUMLAH (SP3 dikeluarkan dari perhitungan) ,45% Sumber: Hasil Rekonsiliasi Data Direktorat P2 dengan Data Kanwil dan KPU 155

158 Tercapainya target tahun 2016 tidak lepas dari upaya DJBC untuk meningkatkan profesionalisme para penyidik DJBC di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini bisa terjadi berkat asistensi dan workshop yang diadakan terkait dengan kegiatan penyidikan. Selain itu, tingkat kecepatan penyelesaian penyidikan yang masih bervariasi antar wilayah juga berdampak pada capaian IKU yang terlihat kurang cepat. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data/berkas serta syarat formal dan materiil dari unit yang melakukan penindakan, masih minimnya pemahaman sebagian jaksa terhadap tindak pidana kepabeanan dan cukai di beberapa daerah, belum optimalnya koordinasi antara DJBC dengan Kejaksaan, dan belum adanya kurikulum tindak pidana kepabeanan dan cukai di Universitas serta lembaga pendidikan di Indonesia sehingga berakibat pada minimnya pemahaman masyarakat terhadap hal tersebut. Strategi-strategi yang dilakukan DJBC untuk mendukung ketercapaian target capaian IKU pada tahun 2016 ini diantaranya melalui asistensi penyelesaian SPDP pada unit kerja yang mengalami kesulitan administrasi dan teknis dalam penyelesaian penyidikan (P21), pelaksanaan workshop administrasi penyidikan, dan pelaksanaan pra-seleksi bagi peserta yang akan mengikuti Diklat Penyidikan. 8b. Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti IKU Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti bertujuan untuk memonitor penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi BPK serta menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara. Realisasi IKU dillaporkan secara semesteran dengan polarisasi data menggunakan maximize, dengan harapan semakin banyak rekomendasi ayng diselesaikan maka semakin baik. Jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value, dimana data yang digunakan adalah angka periode terakhir. Pada tahun 2016, terdapat perubahan kriteria dalam penghitungan capaian IKU. Pada tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, penghitungan capaian hanya didasarkan pada adanya tindak lanjut atas rekomendasi BPK pada tahun berkenaan tanpa melihat tuntasnya tindak lanjut tersebut dalam memenuhi rekomendasi BPK. Mulai tahun 2016, penghitungan capaian didasarkan pada tuntasnya tindak lanjut yang direkomendasikan BPK. Outstanding rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang diperhitungkan adalah rekoemndasi rekomendasi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan dan juga K/L lainnya. Tindak lanjut Pemerintah terhadap TP BPK atas LKPP dan LK BUN perlu diselesaikan sebagaimana yang direkomendasikan oleh BPK. Setiap K/L dan Pengguna Anggaran BUN diwajibkan menyampaikan tindak lanjut atas rekomendasi terkait. Penyampaian TP BPK tersebut direncanakan setiap akhir bulan Maret, Juli, dan November Pengukuran dihitung dari penyelesaian rekomendasi yang ditindaklanjuti sebagaimana action plan dan timeframe yang ditetapkan pemerintah dengan menggunakan dua kriteria, yaitu: 1. Rekomendasi yang ditindaklanjuti, merupakan rekomendasi yang diusulkan selesai kepada BPK. Status rekomendasi BPK yang diusulkan selesai, ditetapkan pada forum pembahasan bersama DJPB, Itjen, unit eselon I terkait dan Auditor BPK. 2. Rekomendasi yang diselesaikan, merupakan rekomendasi yang dinyatakan tuntas oleh BPK dan tercantum dalam LHP. 156

159 Penghitungan realisasi adalah dengan kombinasi 2 (dua) kriteria tersebut di atas dengan bobot yang telah ditentukan. Adapun formula untuk tiap semester adalah sebagai berikut: Capaian Semester I = Capaian Semester II = Keterangan: a = b = c = d = e = f = g = h = Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP Tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan LKPP tahun 2015 yang dinyatakan selesai Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan LKPP tahun 2015 Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP LKPP yang diusulkan selesai dalam tahun 2016 Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP LKPP 2015 Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP Tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan BUN tahun 2015 yang dinyatakan selesai Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan BUN tahun 2015 Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP BUN yang diusulkan selesai dalam tahun 2016 Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP BUN 2015 Catatan: Dalam LHP tindaklanjut LKPP/LK BUN sudah terangkum rekomendasi tahun-tahun sebelumnya yang belum selesai ditindaklanjuti. Rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti tahun 2016 telah mencapai target 45%, yaitu sebesar 51,29%. Rekapitulasi penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN tahun 2016 di Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: 157

160 I. Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LKPP Tabel 3.62 Persentase penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP Semester I Semester II Jumlah Rekomen dasi Selesai (LHP LKPP 2015) % Jumlah Rekomendasi Selesai (LHP LKPP 2015) % % Rata-rata Tahunan ,57% ,91% 54,24% II. Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LK BUN Tabel 3.63 Persentase Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LK BUN Semester I Semester II Jumlah Rekomen dasi Selesai (LHP LKPP 2015) % Jumlah Rekomendasi Selesai (LHP LKPP 2015) % % Rata-rata Tahunan ,98% ,68% 48,33% Tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian rekomendasi BPK, antara lain: 1. Tindak lanjut rekomendasi BPK atas temuan LKPP dan LKBUN tersebar pada beberapa unit Eselon I Kemenkeu dan K/L terkait lainnya, seperti Kementerian ESDM (SKK migas dan Pertamina). Namun demikian, beberapa penyelesaian teknis atas rekomendasi BPK tersebut merupakan kewenangan K/L terkait, sehinga penyelesaian sebagian rekomendasi BPK tidak/belum bisa diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. 2. Tindak lanjut atas rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN sebagian penyelesaiannya membutuhkan jangka waktu lebih dari satu tahun. Dalam rangka menyelesaikan tindak lanjut atas rekomendasi atas temuan pemeriksaan, Kementerian Keuangan telah melaksanakan berbagai upaya antara lain: 1. Melakukan pembahasan progress penyelesaian tindak lanjut dengan UIC lingkup Kemenkeu secara berkala, termasuk dengan K/L terkait. Pada tahun 2016 telah dilakukan 10 kali pembahasan dengan UIC. 2. Melakukan pembahasan progress penyelesaian tindak lanjut dengan Pimpinan Kemenkeu secara berkala. Pada tahun 2016 telah dilakukan 4 kali pembahasan, terakhir pada tanggal 25 November

161 3. Melakukan pembahasan tindak lanjut rekomendasi dengan auditor BPK untuk memastikan tindak lanjut yang dilakukan sesuai dengan rekomendasi. Pada tahun 2016 telah dilakukan 5 kali pembahasan dengan BPK,terakhir pada tanggal 11 November Menyampaikan Laporan Monitoring Penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi BPK atas Pemeriksaan LKPP kepada BPK. Pada tahun 2016 telah dilakukan 7 kali penyempaian laporan monitoring kepada BPK, terakhir tanggal 28 Desember Membentuk Task Force yang keanggotaannya berasal dari Kemenkeu dan K/L yang mendapat opini Disclaimer pada tahun 2015 untuk mempercepat penyelesaian permasalahan yang menjadi penyebab opini WDP atas LKPP dan LKBUN, dan penyebab opini Disclaimer pada LK K/L. Dalam rangka peningkatan capaian IKU ini, terdapat beberapa rencana aksi yang akan dilakukan pada tahun 2017, yaitu: 1. Kemenkeu akan melakukan pembahasan atas tindak lanjut terhadap rekomendasi BPK pada LHP BPK atas LKBUN Tahun 2015 dan tahuntahun sebelumnya yang belum selesai dengan auditor BPK. 2. Monitoring penyelesaian berdasarkan rekomendasi BPK atas LKPP. 3. Komunikasi penyelesaian dengan BPK. 4. Menyampaikan monitoring penyelesaian berdasarkan action plan kepada BPK. 5. Menyurati K/L dan BA BUN untuk segera menyampaikan laporan monitoring dan tindak lanjut temuan BPK atas LKPP dan LK BUN tepat waktu sesuai PMK No.116/PMK.05/ Melakukan koordinasi dan pembahasan dengan pihak terkait untuk penyelesaian tindak lanjut atas temuan BPK atas LKPP. 8c. Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan dalam rangka: a. Mengoptimalkan penerimaan negara dan penegakan hukum di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; dan b. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai baik untuk tahun berjalan maupun untuk tahuntahun sebelumnya yang ditetapkan oleh Komite Joint Audit. Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah kegiatan pemeriksaan pajak, audit kepabeanan, dan/atau audit cukai yang dilakukan bersamasama oleh pemeriksa pajak dan auditor bea dan cukai terhadap Wajib Pajak/Auditee yang telah ditentukan oleh Komite Joint Audit. Pelaksanaan Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 504/KMK.09/2015 tentang Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit, mengukur keberhasilan pelaksanaan Joint Audit yang didasarkan secara akumulatif pada 3 unsur yaitu: 1. Kualitas penetapan auditee yang sesuai dengan kriteria Joint Audit; 2. Ketepatan waktu penyelesaian joint audit; 3. Keberhasilan Pelaksanaan Joint Audit berdasarkan Nilai Tambah Bayar Pajak Hasil Joint Audit Realisasi IKU ini pada tahun 2016 adalah sebesar 104,78% (118% dari target yang ditetapkan sebesar 88,2%) sebagaimana tabel berikut. Tabel 3.64 Capaian IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/ K P Target 13,2% 31% 31% 53% 53% 88,2% 88,2% Max / TLK Realisasi 1,88% 88,72% 88,72% 106,67% 106,67% 104,78% 104,78% Capaian 14,24 286,19 286,19 201,26 201,26 118,8 118,8 159

162 Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Joint Audit adalah sebagai berikut: 1. Penetapan obyek audit/pemeriksaan seringkali membutuhkan waktu yang lama sehingga audit tidak dapat diselesaikan dalam tahun berjalan. Hal ini berdampak pada pergeseran waktu perolehan penerimaan negara dari hasil Joint Audit. 2. Pelaksanaan pertukaran data dan pelaksanaan Joint Completion masih belum optimal. 3. Pelaksanaan Joint Audit harus dihentikan apabila Wajib Pajak memanfaatkan program Tax Amnesty, sehingga hasil Joint Audit tidak dapat secara optimal berkontribusi terhadap penerimaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah ditetapkan upaya optimalisasi pelaksanaan Joint Audit sebagai berikut: a. Menyusun batas waktu penetapan obyek audit/pemeriksaan yang mendukung percepatan proses pelaksanaan Joint Audit. b. Memperkuat Joint Analysis untuk mengoptimalkan penentuan obyek audit, pertukaran data terkait dengan pelaksanaan audit / pemeriksaan, dan Joint Completion terkait penyelesaian audit / pemeriksaan yang terkonsolidasi dan selaras. c. Secara rutin melakukan pelatihan atau workshop terkait dengan penyelarasan program audit/ pemeriksaan dan teknik analisis audit / pemeriksaan. Sasaran Strategis 9: SDM yang kompetitif Pembentukan SDM adalah upaya untuk menyiapkan SDM yang berkompetensi tinggi untuk kepentingan jangka panjang. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana dalam tabel 3.63 berikut: Tabel 3.65 Capaian IKU pada SS SDM yang kompetitif SS 9: SDM yang kompetitif Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 9a Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan 89% 92,79% 104,26 9b Nilai peningkatan kompetensi SDM 23 34,16 120,00 160

163 9a. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatan merupakan salah satu IKU Kemenkeu Wide Kementerian Keuangan tahun IKU ini disusun untuk mengukur persentase pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatannya. Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya, diperoleh dari jumlah pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki nilai Job Person Match (JPM) 72 dibandingkan dengan jumlah pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah mengikuti Assessment Center (AC). Dimana, SKJ (Standar Kompetensi Jabatan) adalah Jenis dan level kompetensi yang menjadi syarat keberhasilan pelaksanaan tugas suatu jabatan, sedangkan Job Person Match adalah Indeks kesesuaian antara kompetensi pejabat dengan SKJ.. JPM = Formula perhitungan IKU: Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan = Jumlah Pejabat (Eselon II s.d. IV) di lingkungan Kemenkeu yang telah memenuhi kompetensi jabatan Jumlah Pejabat (Eselon II s.d. IV) di lingkungan Kemenkeu yang telah mengikuti assessment x 100% Pada tahun 2016 telah dilaksanakan AC oleh terhadap pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan sebagaimana data pada tabel berikut: Tabel 3.66 Jumlah pegawai yang telah mengikuti Assessment Centre tahun 2016 Jabatan Jumlah Eselon II 28 Eselon III 395 Eselon IV Eselon IV 116 Fungsional 379 Pelaksana 498 TOTAL orang 161

164 Pada akhir tahun 2016, dari total pejabat Eselon II,III, dan IV Kementerian Keuangan yang telah mengikuti Assessment Center terdapat pejabat yang memenuhi standar JPM dan masih terdapat 737 pejabat yang belum memenuhi standar JPM. Sehingga capaian IKU Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi SKJ adalah 9.481/10.218= 92,79%, melampaui target tahun 2016, yaitu 89% sehingga diperoleh Indeks Capaian 104,26%. Tabel 3.67 Capaian IKU Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan periode Q4 tahun Periode Q Periode Q Eselon II,III, Dan IV < 72 Eselon II,III, Dan IV Eselon II,III, Dan IV Sudah AC Capaian JPM Capaian JPM Kenaikan ,79% 90,87% 1,92% Perolehan capaian yang melebihi target ini dan kenaikan 1,92% dari tahun sebelumnya didukung oleh prioritas AC dan pengembangan pegawai sebagai berikut. a. Prioritas pelaksanaan Re-Assessment Center (Re-AC) dapat dilakukan terhadap pejabat yang masih memiliki JPM <72% terhadap jabatannya namun telah dilakukan pengembangan kompetensi terlebih dahulu sebelumnya. b. Telah dilakukan monitoring pelaksanaan penyampaian hasil AC kepada pejabat Es II, III dan IV Kementerian Keuangan dalam bentuk Laporan Individual Assessment Center (LIAC) untuk membantu pegawai dalam menentukan pengembangan kompetensi baik secara mandiri atau penugasan dari pimpinan. c. Telah dilakukan penyusunan pemetaan gap kompetensi pegawai sehingga pengembangan yang dilakukan secara terencana dan spesifik sesuai dengan kebutuhan pegawai untuk memenuhi persyaratan kompetensi pada jabatannya atau SKJ. Dalam rangka transparansi hasil Assessment Center, telah disampaikan Hak Akses Modul Assessment Center pada web Biro Sumber Daya Manusia kepada Pejabat Eselon III pengelola kepegawaian masing-masing unit eselon I. Saat ini Pejabat Eselon III pengelola kepegawaian dapat melihat Laporan Individual Assessment Center (LIAC), GAP Kompetensi, dan melakukan simulasi JPM terhadap pejabat eselon II, III di lingkungan unitnya masing-masing. Selain itu, pejabat eselon II dan III Kementerian Keuangan dan Eselon IV, pelaksana Sekretariat Jenderal dapat melihat LIAC mereka masing-masing dengan mengakses menu Assessment Center. Kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target pejabat yang memenuhi SKJ-nya di lingkungan Kementerian Keuangan adalah penjadwalan pelaksanaan AC terhadap pejabat yang seringkali berubah terkait adanya penugasan lain terhadap pejabat dimaksud. Untuk itu diperlukan koordinasi lebih intensif dengan unit eselon I terkait penjadwalan AC pejabat. 162

165 Tren perbandingan antara target IKU Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan (SKJ) dengan realisasinya selama 5 (lima) tahun terakhir adalah sebagai berikut % 92.79% 92.00% 90% 90.88% 90.00% 88.52% 88.00% 89% 86.00% 84.00% 85.00% 87% 88%8 8% 82.00% 80.00% 82.50% 78.00% 76.00% Realisasi Target Grafik 3.11 Tren target dan realisasi IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi SKJ Tahun Dengan pertimbangan tren realisasi capaian yang selalu melebihi target dari tahun ke tahun, tahun 2017 target IKU ini ditingkatkan menjadi 90%. 9b. Nilai peningkatan kompetensi SDM Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan karakteristik dan kemampuan kerja SDM yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan. Pengembangan kompetensi SDM Kementerian Keuangan ditujukan untuk membangun pegawai Kementerian Keuangan yang berkompetensi tinggi, yang dilakukan melalui program pendidikan dan pelatihan dan didasarkan pada kebutuhan kompetensi masing-masing pegawai. IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM bertujuan mengukur keberhasilan program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan Kemenkeu untuk meningkatkan kompetensi peserta diklat. Nilai peningkatan kompetensi SDM didapatkan dari rata-rata raw data selisih level kompetensi akhir dengan level kompetensi awal setiap responden survey yang merupakan atasan, peers maupun bawahan peserta diklat (3600). IKU ini memiliki polarisasi maximize dimana nilai peningkatan kompetensi SDM diharapkan melebihi target yang ditetapkan. 163

166 Formula : Rata-rata (nilai kompetensi akhir nilai kompetensi awal) Tahapan pengukuran IKU ini adalah: 1. Pengukuran level kompetensi awal dengan menggunakan pre-assessment melalui metode survei 360. Tahap pertama ini dilaksanakan sebelum peserta mengikuti diklat. Pegawai yang akan dianalisis adalah pegawai yang memiliki nilai preassessment dibawah Pengukuran level kompetensi akhir dengan menggunakan metode yang sama dengan tahapan pertama. Kegiatan ini dilakukan secepat-cepatnya 3 bulan dan selambatlambatnya 6 bulan setelah peserta kembali bekerja sesuai dengan kompetensi yang diperoleh dari diklat yang diikuti. Skala penilaian assessment adalah 1-10 dengan konversi ke skor baik pada level kompetensi awal maupun level kompetensi akhir. Pada tahun 2016, evaluasi dilakukan terhadap alumni dari 23 program diklat yang obyek survei. Realisasi IKU tahun 2016 adalah sebesar 34,16 dari target sebesar 23. Tabel 3.68 Capaian IKU Nilai peningkatan kompetensi SDM K-Wide Sumber Daya Manusia yang kompetitif 9b - Nilai Peningkatan Kompetensi SDM T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-16 Pol/ KP Target Max/ TLK Realisasi ,16 34,16 Capaian ,53 148,53 Realisasi IKU sudah melampaui target IKU dan target Renstra selama tahun 2015 dan Realisasi IKU Target Renstra Target IKU Grafik 3.12 Perkembangan target dan realisasi IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM tahun

167 Rincian jenis diklat dan realisasi pada masing-masing diklat adalah: Tabel 3.69 Realisasi nilai per jenis diklat No. SPDP Realisasi Nilai 1 Diklat Coaching Mentoring 20,77 2 DTU Penyusunan Standard Operating Procedure 36,0 3 Diklat Pengelolaan Keuangan Daerah 42,85 4 Diklat Analisis Anggaran dan Biaya tingkat Satker 39,79 5 Diklat Penguji Tagihan 22,21 6 DTSS Manajemen Keberatan dan Banding 22,53 7 DTSD Pajak I 23,44 8 DF Pemeriksa Ahli 26,33 9 DTSS Petugas Ekstensifikasi 23,76 10 DTSS Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-lain 35,30 11 DTSS Aplikasi SIMAN TK. 40,00 12 DTSS Pengetahuan Lelang (bagi asisten pejabat lelang) 46,20 13 DTSS Juru Sita 35,62 14 DTSS Pemeriksaan Sarana Pengangkut Udara 47,79 15 DTSS Intelejen Analis Tk.I 31,55 16 DTSS Pelayanan Administrasi Manifes 40,93 17 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Saranan Pengangkut Laut 42,58 18 DTSS Kepatuhan Internal 32,34 19 DTSS Penggunaan Pemindai Kabin dan Kargo 45,82 20 DTU Tata Naskah Dinas 37,04 21 DTU Pengelolaan Kinerja 31,89 22 DTU Manajemen Risiko 36,22 23 DTU Curriculum Design 24,76 Total Nilai Peningkatan Kompetensi 34,16 165

168 Tantangan dalam pelaksanaan diklat ini adalah latar belakang dan tingkat kompetensi calon peserta diklat dalam suatu kelas yang cukup beragam. Sebagai akibatnya, kegiatan belajar terpaksa fokus pada peningkatan kompetensi salah satu kelompok peserta dengan tingkat kompetensi tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, telah disusun konsep blended learning yang mewajibkan peserta membekali diri terlebih dahulu sebelum mengikuti diklat sehingga level kompetensi antar peserta yang tidak terpaut jauh. Di samping itu dilakukan pula placement test untuk beberapa diklat tertentu. Tantangan bagi program pengembangan SDM BPPK ke depan adalah bukan hanya meningkatkan kompetensi SDM saja, namun juga turut berkontribusi secara riil terhadap peningkatan kinerja Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, BPPK Kemenkeu mengimplementasikan konsep Corporate University yang berarti bahwa terdapat pengintegrasian pengembangan SDM dalam rangka mencapai target-target kinerja Kementerian Keuangan. Sasaran Strategis 10: Organisasi yang kondusif Organisasi yang kondusif tercermin dengan adanya perilaku anggota organisasi yang memiliki komitmen kuat terhadap organisasi, hubungan yang harmonis di antara setiap anggota organisasi, serta motivasi dan etos kerja yang tinggi. Organisasi kondusif dapat tercipta jika beberapa faktor berikut dapat berjalan dengan baik antara lain pola komunikasi dan hubungan-hubungan dalam interaksi antarpersonal yang mempengaruhi suasana kerja; program pengembangan SDM dan kualitas kerja; alur dan prosedur pelaksanaan kegiatan, model jalur koordinasi dan konsultasi dalam pelaksanaan kerja; mekanisme penyampaian pendapat dan tingkat kebebasan dalam menyampaikan pendapat; serta program peningkatan kesejahteraan (termasuk pola jenjang karir). Dengan organisasi yang kondusif, pencapaian tujuan organisasi akan berjalan dengan baik. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.68 berikut. Tabel 3.70 Capaian IKU pada SS Organisasi yang kondusif Sasaran Strategis 10: Organisasi yang kondusif Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 10a 10b Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional 87% 98% 112,64 75% 85,83% 114,44 10a. Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun 2014 merupakan program strategis Kementerian Keuangan dalam upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang, dan tantangan yang terjadi baik dalam skala nasional, regional, maupun global untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, beretika, dan 166

169 kredibel, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders. Implementasi inisiatif program RBTK pada tahun 2016 dapat dikatakan berjalan dengan lancar walaupun tentunya tidak lepas dari tantangan dan dinamika pada proses implementasinya. Untuk membantu proses monitoring implementasi inisiatif, saat ini digunakan aplikasi Ministry of Finance Institutional Transformation Application (MITRA). Aplikasi MITRA ini merupakan salah satu tools yang membantu pemantauan penyelesaian seluruh tindakan yang dijabarkan dari seluruh milestones pada Initiatives Charter. Selain menggunakan aplikasi ini, digunakan juga sarana-sarana yang lain seperti pelaksanaan pertemuan one-on-one dengan PMO-CTO-Initiative Owner juga laporan PMO secara tertulis. Tantangan dalam pelaksanaan diklat ini adalah latar belakang dan tingkat kompetensi calon peserta diklat dalam suatu kelas yang cukup beragam. 25% % SentralP erpajkan Perbandaharaan 64% % Task Completed 20% % Task Incompleted Progres tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100% progres progres hingga berahirnya inisiatif : 82% Anggaran 100 Progres tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100% progres progres hingga berahirnya inisiatif : 80% Progres tahun ini : 96% Dar target s.d tahun ini : 100% progres hingga berahirnya inisiatif : 82% Bea dan Cukai 100 Progres tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100% progres progres hingga berahirnya inisiatif : 96% Progres tahun ini : 94% Dar target s.d tahun ini : 100% progres hingga berahirnya inisiatif : 83% On Track kegiatan dalam inisiatif telah sesai dilaksankan atau masih sesuai target s.d hari ini Warning kegiatan yang telah selsai dalam inisiatif mencapai : 80 % - 99% dari target s.d hari ini Gambar 3.6 Aplikasi MITRA IKU ini memiliki polarisasi maximize dimana rata-rata persentase capaian inisiatif diharapkan melebihi target yang ditetapkan. Formula : Rata-rata persentase capaian inisiatif Hingga akhir tahun 2016, implementasi ke-87 inisiatif sebagaimana tertuang dalam KMK- 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun (KMK-36) berjalan dengan baik dan melampaui target 2016, yaitu 87% dengan capaian implementasi inisiatif sebesar 98%. 167

170 Capaian implementasi 87 inisiatif pada tiap tema sebagai berikut: Tabel 3.71 Capaian Implementasi Program RBTK pada MITRA per 31 Desember 2016 No Tema Target 2016 Capaian Perpajakan 100% 96% 2. Kepabeanan dan Cukai 100% 100% 3. Perbendaharaan (DJPB, DJKN, DJPPR) 100% 94% 4. Penganggaran 100% 100% 5. Sentral (Setjen, Itjen, CTO) 100% 100% Program RBTK 87% 98% Adapun tren realisasi capaian implementasi inisiatif selama 5 (lima) tahun terakhir adalah sebagai berikut: 105% 100% 100% 98% 95% 90% 85% 80% 92% 85% 87% Realisasi Target 75% Grafik 3.13 Tren target dan realisasi capaian IKU implementasi inisiatif TRBTK tahun Selain 87 inisiatif sebagaimana diamanatkan pada KMK-36, CTO beserta PMO juga mengelola tambahan 7 inisiatif tambahan yang diajukan oleh DJBC serta DJPK. Hal ini menandai masuknya inisiatif-inisiatif terkait hubungan pusat dan daerah dalam program RBTK yang pada KMK-36 belum terakomodasi. Hal ini sejalan dengan penambahan tantangan dan penambahan porsi dana transfer ke daerah dan dana desa di tahun-tahun yang akan datang. 168

171 10b. Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional Kegiatan pengembangan jabatan fungsional (jafung) adalah kegiatan menciptakan/ membentuk dan/atau menyempurnakan serta mengimplementasikan jabatanjabatan fungsional yang menjadi core business Kementerian Keuangan, dan mengimplementasikan jabatan-jabatan fungsional yang sudah dikembangkan oleh Kementerian/Lembaga lain di lingkungan Kementerian Keuangan. Tingkat penyelesaian rancangan pengembangan jabatan fungsional meliputi pembentukan dan penyempurnaan jabatan-jabatan fungsional dalam bidang yang terkait dengan pelaksanaan tugas utama Kementerian Keuangan yaitu di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan negara. Jabatan fungsional yang akan dikembangkan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil identifikasi dan kajian. Formula: Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional = Tahapan pembentukan dan penyempurnaan jafung yaitu: Tabel 3.72 Persentase tahapan pembentukan jabatan fungsional Tahapan Persentase Penyusunan Naskah Akademis 35% Ekspose Naskah Akademis 35% Penyusunan matriks butir kegiatan 5% Uji petik beban kerja dan Pengolahan data 7,5% Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri PAN dan RB 2,5% Persetujuan MenpanRB terhadap Rancangan Peraturan Menteri PAN dan RB 15% Total 100% Pada Tahun 2016, jabatan fungsional yang telah dibentuk sebanyak 1 (satu) jabatan fungsional, yaitu jabatan fungsional Penata Laksana Barang yang diusulkan oleh DJKN dan jabatan fungsional yang telah dilaksanakan peryempurnaan adalah jabatan Fungsional Pemeriksa Bea dan Cukai (adanya penambahan tusi dan jenjang pemula dan utama) serta Penilai PBB (ada pelimpahan wewenang Pajak Bumi dan Bangunan kepada Pemda sehingga nomenklaturnya berubah menjadi jabatan fungsional Penilai Pajak). Detai capaian IKU ini tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. Telah disampaikan RPermenPANRB tentang JF Pemeriksa Bea dan Cukai melalui Surat Nomor S-1719/SJ/2016 tanggal 3 November Pada bulan Desember sudah di tandatangani oleh Menteri PANRB dan sekarang dalam proses pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM. (Realisasi 100%) 169

172 2. RPermenPANRB JF Penilai Pajak sedang dalam proses Penyusunan. (Realisasi 82.5%) 3. Telah selesai disusun matriks dan telah dilaksanakan pra uji petik beban kerja JF Penata Laksana Barang tanggal 30 November s.d. 14 Desember (Realisasi 75%) 4. Pada Tahun 2016 capaian IKU Tingkat Penyelesaian Pengembangan Jabatan Fungsional mencapai 85,83% atau sebesar 114,4 % dari target. Tabel 3.73 Capaian IKU Tingkat penyelesaian pengembangan jabatan fungsional K-Wide Organisasi Yang Kondusif 10b - Rata-rata Penyelesaian Pengembangan Jabatan fungsional T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d Q3 Q4 Y-16 Pol/ K P Target - 35% 35% 70% 70% 75% 75% Max/TLK Realisasi 11,6% 70% 70% 73,3% 73,3% 85.83% 85.83% Capaian ,71 104,71 114,44 114,44 Proses pembentukan jabatan fungsional serta penyempurnaan jabatan fungsional di atas membutuhkan proses yang cukup panjang dimulai dari penyusunan Naskah Akademis, ekspose Naskah Akademis, penyusunan matriks butir-butir kegiatan, uji petik beban kerja dan norma waktu, pengolahan data uji petik dan validasi, yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri PANRB (RPerMen PANRB) terkait jabatan fungsional dimaksud. Adapun dalam pencapaian target tersebut terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi diantaranya: 1. Belum adanya peraturan yang komprehensif dan terstruktur terkait dengan pengembangan jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh Kementerian PANRB dan BKN; 2. KemePANRB sedang melakukan penyusunan RPP Manajemen PNS dan RPP lainnya sebagai turunan dari UU ASN, sehingga pengembangan jafung tidak menjadi skala prioritas utama KemenPANRB; 3. Belum meratanya pemahaman pentingnya pengembangan jabatan fungsional di Kementerian Keuangan; 4. Pengembangan Jabatan Fungsional pada unit-unit belum dijadikan concern dalam mendukung kegiatan penataan organisasi. Menindaklanjuti kendala dalam penyelesaian pengembangan Jabatan Fungsional dimaksud Kementerian Keuangan melalui, Sekretariat Jenderal akan berkoordinasi intensif dengan Unit eselon I dan KemenPAN-RB dan BKN dalam rangka penyusunan butir-butir kegiatan dan pelaksanaan uji petik. 170

173 Sasaran Strategis 11: Sistem manajemen informasi yang andal Untuk meningkatkan layanan bagi stakeholder Kementerian Keuangan, dibutuhkan dukungan TIK dalam mengotomasi proses bisnis yang ada di lingkungan Kementerian Keuangan. Saat ini, terdapat beberapa aplikasi dengan kritikalitas sangat tinggi yang digunakan oleh seluruh unit Eselon I untuk mendukung pelayanan bagi stakeholdernya. Untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan, diperlukan jaminan kepada stakeholder bahwa layanan yang didukung oleh aplikasi memiliki tingkat ketersediaan yang tinggi dengan tingkat downtime yang seminimal mungkin. Sistem Manajemen Informasi yang andal akan terwujud dengan adanya pengelolaan layanan TIK yang andal yaitu dengan penyediaan dan pemenuhan layanan TIK, serta penyelesaian gangguan layanan TIK kepada pengguna layanan TIK sesuai ketentuan yang disepakati pada Katalog Layanan TIK, SLA, dan atau Business Impact Analysis (BIA). Salah satu pengukuran pencapaian sasaran strategis diatas adalah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Tingkat Downtime Sistem TIK. Tabel 3.74 Capaian IKU pada SS Sistem manajemen informasi yang andal No Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 11a Tingkat downtime system TIK 1% 0,132% 120,00 11a. Tingkat downtime sistem TIK Tingkat downtime sistem TIK adalah terhentinya layanan TIK yang memiliki tingkat kritikalitas sangat tinggi dari masing-masing Unit Eselon I yang disebabkan oleh gangguan pada infrastruktur TIK ataupun core system layanan TIK meliputi komponen layanan Internet, Intranet, Server/Operating System (OS), dan/atau Aplikasi/Database yang menjadi tanggung jawab unit TIK Eselon I. Layanan TIK dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi ditentukan berdasarkan dampak terhadap kelangsungan operasional organisasi dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut 1. Potensi kerugian finansial; 2. Potensi tuntutan hukum; 3. Citra Kemenkeu;dan 4. Jumlah pengguna yang dirugikan IKU ini memiliki polarisasi minimize dimana realisasi tingkat downtime sistem TIK diharapkan berada dibawah target yang ditetapkan. Formula : Jumlah downtime layanan TIK seluruh unit Eselon I Downtime Sistem TIK = Jumlah unit Eselon I x 100% 171

174 Perhitungan downtime layanan tidak termasuk downtime yang direncanakan (planned downtime) dan disetujui unit Eselon I terkait untuk tujuan pemeliharaan (Preventive Maintenance). Penentuan waktu ketersediaan layanan TIK disesuaikan dengan karakteristik masing-masing layanan TIK dan penyusunan laporan downtime layanan TIK berdasarkan hasil pemantauan ketersediaan layanan dengan menggunakan alat ukur atau alat monitoring yang disepakati. Pembagian ruang lingkup IKU Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan terdiri atas: 1. Unit Eselon I selain Sekretariat Jenderal dan Pajak yang bertanggung jawab atas Server/OS untuk layanan Co-Location, Aplikasi dan Database; 2. Sekretariat Jenderal, yang diwakili oleh Pusintek sebagai unit TIK Pusat Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas Internet, Intranet, dan Server/OS serta Aplikasi dan Database dari layanan kritikal Sekretariat Jenderal; 3. Direktorat Jenderal Pajak yang bertanggungj jawab atas Server/OS, Aplikasi dan Database. Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi yang termasuk dalam daftar layanan IKU Tingkat Downtime Sistem TIK sebagai berikut: Tabel 3.75 Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi No Unit Layanan 1 DJA Hyperion, Custom Web DJA, Simponi Web service, SI PNBP Online 2 DJBC Manifest, SAC Online, TPS Online Publik, Dokap, SAC1, BS 2.3, Impor, PAU (loader), SSO DJBC, Web Service Pool, Ekspor, Billing Online, SAC 2 3 DJPB SPAN, MPN G2, Portal DJPB 4 DJKN e-auction 5 DJPK Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Website DJPK 6 DJPPR DMFAS, DMFAS Interface 7 BKF Portal BKF, DWH BKF, Executive Econimic Dashboard 8 BPPK Penerimaan STAN 9 Itjen TeamMate, LP2P 10 SETJEN Kemenkeu, Portal Kemenkeu 11 DJP e-filing, e-faktur, e-registration, e-biling, situs Pajak.go.id 172

175 Adapun persentase rata-rata capaian Kementerian Keuangan dalam menjaga tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan tahun 2016 sebagai berikut: Tabel 3.76 Rata-rata capaian IKU Tingkat Downtime tahun 2016 Unit Eselon I Q1 Q2 Smtr I Q3 s.d Q3 Q4 Y DJA 0% 0,07% 0,35% 0,160% 0,077% 0,0281% 0,065% DJBC 0% 1,21% 0,61% 0,410% 0,540% 0,3% 0,48% DJPBN 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% DJKN 0,08% 0,08% 0,08% 0,010% 0,058% 0,03% 0,05% DJPK 0% 0% 0% 0% 0% 0,015% 0,004% DJPPR 0,60% 0,15% 0,37% 0,440% 0,396% 0,47% 0,414% BKF 0% 0% 0% 0% 0% 0,02% 0,005% BPPK 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% Itjen 0,31% 0,15% 0,23% 0,010% 0,154% 0,58% 0,261% Setjen 0,21% 0,26% 0,23% 0,130% 0,199% 0,05% 0,162% DJP 0% 0% 0% 0,005% 0,002% 0,041% 0,011% Rata-rata downtime Kemenkeu 0,11% 0,17% 0,14% 0,106% 0,130% 0,139% 0,132% 1. Down pada tanggal 15 Desember 2016 untuk custom web dan SIMPONI 2. Down pada tanggal 17 Mei 2016 dan tanggal 14 Juni 2016 untuk aplikasi CEISA 3. Down pada aplikasi FrontEnd Lelang 1 dan Lelang 2 4. Down yang disebabkan proses patching aplikasi 5. Down pada aplikasi DMFAS 1 dan DMFAS 2 6. Down yang disebabkan proses maintenance aplikasidi BKF 7. Down yang disebabkan kesalahan konfigurasi dan infrastruktur pada aplikasi LP2P 8. Down pada portal dan Kemenkeu, Komponen OS dan Intranet 9. Down untuk situs Pajak pada tanggal 11 Juli 2016 dan aplikasi e-filling pada tanggal 30 Desember

176 Hal-hal yang telah dilakukan untuk menjaga Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: 1. Menyusun laporan monitoring bulanan atas komponen layanan TIK yang meliputi internet, intranet, server/operating system dan aplikasi/database dengan kritikalitas sangat tinggi; 2. Melaksanakan koordinasi berkala dengan penyedia jasa terkait keberlangsungan Layanan TIK; 3. Melakukan monitoring ketersediaan dan performance layanan TIK; 4. Mengoptimalkan fungsionalitas DRC dalam peningkatan kelangsungan layanan TIK kritikal; 5. Melakukan penggantian operator ME; 6. Melakukan perbaikan power house, penggantian baterai dan uji beban secara berkala; 7. Melakukan peningkatan jenis layanan PLN menjadi premium platinum; 8. Melakukan re konfigurasi perangkat jaringan; 9. Menyusun Tim Pengawasan Operasional Layanan TIK yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 690/KMK.01/2016 tanggal 9 September 2016; 10. Standarisasi tools monitoring downtime unit Eselon I dengan rencana sosialiasi tools pemantauan Downtime Layanan TIK kepada seluruh unit Eselon I melalui undangan nomor UND-245/IT/2016 tanggal 28 September 2016; 11. Penyediaan Konsultan Kehandalan Kelistrikan dan Laik Operasi; 12. Melakukan preventive maintenance secara konsisten; 13. Pembaharuan metode backup yang lebih optimal; 14. Menyusun naskah akademis model kerja shift monitoring system secara on site selama 24 jam pada bulan Desember 2016 dan sudah disampaikan ke Biro Organta, Sekretariat Jenderal; 15. Melakukan Security Hardening; 16. Mengembangkan model baseline OS Cent, OS 7 dan platform lainnya sebagai Baseline Konfigurasi Keamanan Informasi IKU Tingkat Downtime Sistem TIK merupakan IKU baru yang ditetapkan di Kemenkeu- Wide Tahun 2016, pada tahun 2017 target IKU ini ditetapkan tidak berubah, yaitu sebesar 1% mengingat tahun 2017 baru merupakan tahun kedua penerapan IKU ini Sasaran Strategis 12: Pelaksanaan anggaran yang optimal Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Barang mempunyai tugas antara lain menyusun dan menyampaikan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu 174

177 Tabel 3.77 Capaian IKU pada SS Pelaksanaan anggaran yang optimal No Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 12a 12b Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 Persentase kualitas pelaksanaan anggaran 4 (WTP) 4 (WTP) 120,00 95% 97,98% 103,32 12a. Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 sebelumnya digabungkan dengan IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BUN. Di tahun 2016, untuk menyesuaikan karakteristik IKU masing-masing dengan pencapaian Sasaran Strategis yang lebih relevan maka kedua IKU ini ditempatkan pada perspektif dan SS yang berbeda. IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BUN mengukur kualitas laporan keuangan Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara yang tercermin dalam SS Pengelolaan Neraca Pemerintah Pusat dan BUN yang optimal, sementara IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 mengukur kualitas laporan keuangan Kementerian Keuangan yang digunakan untuk mengukur SS pengelolaan anggaran yang optimal. Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga serta kaidahkaidah pengelolaan keuangan yang sehat dalam Pemerintahan. Laporan Keuangan ini telah disusun dan disajikan dengan basis akrual dan menyajikan informasi keuangan yang transparan, akurat, dan akuntabel. Laporan Keuangan Kementerian Keuangan tahun 2015 merupakan laporan yang mencakup seluruh aspek keuangan yang dikelola oleh Kementerian Keuangan yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi (SAI). SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAIBA dirancang untuk menghasilkan LK Satuan Kerja yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Operasional (LO), dan Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. SIMAK-BMN adalah sistem yang menghasilkan informasi aset tetap, persediaan, dan aset lainnya untuk diperbandingkan dengan neraca dan laporan barang milik negara serta laporan manajerial lainnya. Jumlah Satker lingkup Kementerian Keuangan pada tahun 2015 adalah satker termasuk 4 satker BLU. Dari jumlah tersebut yang menyampaikan laporan keuangan dan dikonsolidasikan sejumlah satker (100%). Kemudian pada tahun 2015 Kementerian Keuangan mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual sesuai amanat PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Implementasi tersebut memberikan pengaruh pada beberapa hal dalam penyajian LK. Pertama, Pos-pos ekuitas dana pada neraca per 31 Desember 2014 (y-1) yang berbasis cash toward accrual harus direklasifikasi menjadi ekuitas sesuai dengan akuntansi berbasis akrual. 175

178 Kedua, keterbandingan penyajian akun-akun tahun berjalan dengan tahun sebelumnya dalam Laporan Operasional dan Laporan Perubahan Ekuitas tidak dapat dipenuhi. Hal ini diakibatkan oleh penyusunan dan penyajian akuntansi berbasis akrual untuk pertama kalinya pada tahun Pemeriksaan Laporan Keuangan dilakukan oleh BPK RI yang dimaksudkan untuk memberikan pendapat/opini tentang kewajaran penyajian laporan sesuai dengan kriteria yang digunakan dalam menilai kewajaran laporan keuangan meliputi kesesuaian LK dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan kehandalan Sistem Pengendalian Internal (SPI). Indeks Opini BPK RI merupakan konversi dari nilai capaian atas opini yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI terhadap Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (BA 015) tahun Indeks tersebut diberikan dalam skala 1 s.d. 4, dimana masing-masing skala memiliki makna: Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse) Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer) Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan) Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan) Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan) Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka mencapai target IKU Indeks Opini BPK RI tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Reviu Laporan Keuangan oleh Inspektorat Jenderal selaku APIP. 2. Melakukan koreksi-koreksi pengungkapan atas hal-hal yang perlu diungkapkan dalam laporan keuangan Kementerian Keuangan Audited TA Melakukan pembahasan temuan BPK serta menyampaikan rencana aksi atas temuan BPK atas LK BA 015 TA Melakukan perhitungan perkiraan sendiri tingkat materialitas / tollerable error atas temuan pemeriksaan BPK dalam LK BA Melakukan asistensi kepada seluruh satker di lingkungan Kementerian Keuangan terkait dengan penyusunan laporan keuangan. 6. Memastikan seluruh transaksi sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan 7. Memastikan pelaksanaan anggaran telah sesuai Peraturan terkait pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan Surat Badan Pemeriksa Keuangan RI nomor 59/S/IV-XV/06/2016 tanggal 24 Juni 2016 tentang Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan tahun 2015, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam semua hal yang material, posisi keuangan Kementerian Keuangan tanggal 31 Desember 2015, realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Hal tersebut juga sesuai dengan lampiran Laporan Hasil Pemeriksaan dengan nomor 55a/ LHP/XV/05/2016 tanggal 26 Mei

179 Perkembangan Opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (BA15) selama 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 3.78 Perkembangan Opini BPK atas LK BA15 tahun Tahun Anggaran Opini BPK atas LK BA Wajar Tanpa Pengecualian 2012 Wajar Tanpa Pengecualian 2013 Wajar Tanpa Pengecualian 2014 Wajar Tanpa Pengecualian 2015 Wajar Tanpa Pengecualian Tantangan yang dihadapi dalam penyusunan LK BA 015 ke depan adalah a. Pergantian operator karena pola mutasi yang cepat tanpa adanya transfer knowledge; b. Pengetahuan dan pemahaman operator terkait penyusunan LK berbasis akrual masih kurang memadai; c. Pengembangan aplikasi terkait penyusunan laporan keuangan sangat dinamis; d. Penerapan amortisasi pada aset tak berwujud yang dimulai pada tahun Untuk menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Keuangan telah menetapkan beberapa rencana aksi sebagai berikut: a. Melakukan bimbingan teknis kepada seluruh operator Penyusun Laporan Keuangan secara berkala di seluruh satker Kementerian Keuangan; b. Penyusunan petunjuk teknis/manual yang memudahkan satker dalam melakukan input pada aplikasi penyusunan laporan keuangan; c. Mengoptimalkan peran APIP untuk melakukan reviu sejak perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, penyusunan laporan keuangan, hingga pendampingan pada saat pemeriksaan oleh BPK. 177

180 12b. Persentase kualitas pelaksanaan anggaran IKU Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan dalam satu tahun anggaran. Sesuai dengan prinsip Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) pencapaian atas pelaksanaan anggaran tidak cukup dilihat dari sisi realisasi penyerapan anggaran saja namun juga perlu mengukur efisiensi, dan pencapaian keluaran. Di dalam IKU ini, yang dimaksud dengan penyerapan anggaran adalah realisasi anggaran atas belanja barang dan belanja modal, tidak termasuk belanja pegawai, yang mengacu pada Sistem Akuntansi Umum. Pencapaian keluaran adalah pencapaian atas barang/ jasa yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran serta tujuan program dan kebijakan. Adapun pengertian efisiensi disini adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan, yang target sasarannya telah dicapai (pencapaian output-nya lebih besar atau sama dengan 100%). Sebagai panduan dalam rangka pengukuran indikator kinerja dimaksud, telah dikeluarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-32/MK.1/2015 pada tanggal 30 Desember 2015 tentang Tata Cara Pengukuran Indikator Kinerja Utama Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Output Belanja di Lingkungan Kementerian Keuangan Formula: Realisasi IKU = (% penyerapan anggaran x 11,86%) + (% efisiensi x 34,96% ) + (% pencapaian keluaran x 53,18% ) Dalam hal satuan kerja tidak memiliki pagu kontrak, maka formula penghitungan realisasi IKU adalah: Realisasi IKU = (% penyerapan anggaran x 29,34%) + (% pencapaian keluaran x 70,66% ) Berdasarkan pengukuran sampai dengan tanggal 31 Desember 2016 tingkat Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran mencapai 97,98%, lebih besar dari target 95%. Realisasi tersebut merupakan perhitungan dari capaian realisasi anggaran (non belanja pegawai) sebesar 93% dan pencapaian output sebesar 104,59% serta komponen efisiensi sebesar 89,62%. Adapun realisasi per unit eselon I adalah sebagai berikut: Tabel 3.79 Capaian realisasi IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran K-Wide Pengelolaan anggaran Yang Optimal 12-b Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 Q4 Y-16 Pol/K P Target 12% 33% 33% 58% 95% 95% Max/ Realisasi 14,91% 37,31% 37,31% 68,10% 97,98% 97,98% TLK Capaian ,06 113,06 117,41 103,14 103,14 178

181 Adapun realisasi per unit eselon I adalah sebagai berikut: Tabel 3.80 Persentase kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I tahun 2016 Unit Penyerapan Anggaran Pencapaian Output Efisiensi Realisasi IKU Capaian IKU DJA 96.29% 99.89% 88.06% 95.33% % DJP 90.46% 97.26% % 97.41% % DJBC 95.51% % 90.92% 97.06% % DJPB 96.02% % 84.96% 97.69% % DJKN 87.22% % % % % DJPK 83.23% 99.22% 96.77% 96.47% % DJPPR 74.63% % 80.00% 98.47% % ITJEN 96.97% % 87.03% 99.93% % BKF 97.17% % 80.04% 99.95% % BPPK 97.90% % 89.32% 97.16% % KK 93.00% % 89.62% 97.98% % Realisasi anggaran non belanja pegawai pada TA 2016 meningkat dibandingkan dengan realisasi anggaran non belanja pegawai pada tahun 2015, yaitu dari 84,41% pada TA 2015 menjadi 93% pada TA Sedangkan realisasi capaian output pada TA 2016 mengalami peningkatan dari TA 2015, yaitu dari 102,43% menjadi 104,59%. Namun nilai efisiensi pada TA 2016 menurun dibandingkan dengan nilai efisiensi tahun 2015, yaitu dari 98,72% menjadi 89,62%. Secara umum, beberapa isu utama yang terkait dalam pelaksanaan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan adalah masih belum terlaksananya beberapa kegiatan secara optimal terutama dalam kegiatan belanja modal. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dalam rangka memitigasi isu terkait penyerapan anggaran dan pencapaian output diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Anggaran dengan mengundang Para Sekretaris, Kepala Bagian Keuangan, dan Kepala Bagian Perlengkapan dari semua unit Eselon I lingkup Kementerian Keuangan pada tanggal Maret Inventarisasi kegiatan belanja modal di atas Rp ,00 serta dilakukan pemantauan setiap bulannya. 3. Pelaksanaan Trilateral Meeting dan perubahan dokumen renja Kementerian Keuangan tahun Evaluasi rutin setiap triwulan atas pelaksanaan RKA K/L. 179

182 B. Realisasi Agenda Prioritas Kementerian Keuangan berkontribusi dalam mendukung empat agenda prioritas Nawa Cita yang meliputi sepuluh sub agenda prioritas. Dukungan tersebut dituangkan dalam kegiatan prioritas Kementerian Keuangan yang menjadi fokus kegiatan Kementerian Keuangan. Agenda prioritas Nawa Cita Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara terdiri atas dua sub-agenda prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah: 1. Sub agenda prioritas Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim Kementerian Keuangan meningkatkan pengawasan melalui operasi patroli laut. Selama tahun 2016, DJBC berhasil melakukan penindakan laut sebanyak 405 kasus yang mengalami peningkatkan hingga 127% dibandingkan tahun 2015 (178 kasus). Saat ini, Kementerian Keuangan sedang melaksanakan Revitalisasi Pengawasan Laut yang bertujuan menanggulangi penyelundupan ekspor-impor dan barang ilegal lainnya serta meminimalisir potensi kebocoran penerimaan negara. Kegiatan ini terdiri dari 3 (tiga) sub kegiatan utama, yaitu (1) penyelarasan organisasi, operasi dan infrastruktur; (2) revitalisasi pola operasi, SOP dan Indikator Kinerja Utama; dan (3) manajemen SDM, pembangunan norma dan tradisi. 2. Sub agenda prioritas Memperkuat Peran dalam Kerjasama Global Dan Regional Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengadakan dua sidang Internasional yang mengakomodasi dua kategori kegiatan strategis yaitu: (1) pembahasan masalah penting seputar ekonomi dan keuangan global; dan (2) kegiatan pameran potensi investasi dan usaha di Indonesia dalam rangka menjaring minat investasi dan kerja sama bisnis luar negeri. Kedua perhelatan internasional ini adalah: (1) Sidang Tahunan IDB ke-41 yang dibuka oleh Wakil Presiden RI; dan (2) Sidang tahunan World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12 yang dibuka oleh Presiden RI. Dalam kedua pertemuan penting ini telah ditandatangani serangkaian kegiatan penting terkait pengembangan kerja sama berusaha dan investasi infratruktur antara Indonesia dan mitra-mitra pentingnya di Asia dan Timur Tengah. 180

183 Agenda prioritas Nawa Cita Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan terdiri atas tiga sub-agenda prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah: 1. Sub agenda prioritas Pengembangan Kawasan Perbatasan Kementerian Keuangan melakukan pengawasan di perbatasan darat. Pada tahun 2016, terdapat kegiatan percepatan pembangunan 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang meliputi PLBN Aruk (wilayah kerja KPPBC Sintete), PLBN Entikong (wilayah kerja KPPBC Entikong), PLBN Nanga Badau (wilayah kerja KPPBC Nanga Badau), PLBN Skouw (wilayah kerja KPPBC Jayapura), PLBN Wini, PLBN Motamasin, dan PLBN Motaain (ketiganya wilayah kerja KPPBC Atambua). Pembangunan PBLN lainnya (wilayah kerja KPPBC Nunukan, KPPBC Jagoi Babang, dan KPPBC Merauke) akan diprioritaskan di tahun berikutnya. Selama tahun 2016, Direktorat P2 telah melaksanakan 6 (enam) kali operasi perbatasan. Operasi perbatasan yang dilakukan Bea Cukai ini merupakan aksi nyata dalam meningkatkan pengawasan dan penindakan di wilayah perbatasan dan berdampak pada penindakan Bea Cukai di tahun 2016 yang meningkat hingga 500% dibandingkan tahun Pasalnya, pada tahun 2016 Bea Cukai berhasil menindak kasus di perbatasan, sebelumnya hanya 330 penindakan kasus di tahun Sub agenda prioritas Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan dan Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah Anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) pada APBN TA 2016 mencapai Rp770,1 triliun, atau meningkat 10,6% dari APBN-P TA 2015 yang sebesar Rp664,6 triliun. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh naiknya pagu DAK Fisik dimana pada APBN-P TA 2016 DAK Fisik ditetapkan Rp89,8 triliun atau meningkat 56% dibanding TA 2015 yang sebesar Rp58,82 triliun. Selain pagu anggaran yang meningkat, juga dilakukan penataan TKDD melalui perubahan nomenklatur dan struktur dalam postur TKDD untuk menyederhanakan dan memfokuskan fungsi alokasi dari masing-masing jenis dana Transfer ke Daerah. Pada APBN-P, pelaksanaan penyaluran TKDD mengalami penyesuaian. Untuk itu telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 11 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Pengendalian Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Dalam Rangka Pengamanan Pelaksanaan APBN TA 2016, yang antara lain meminta kepada kepala daerah untuk melakukan penghematan belanja APBD yang kurang prioritas, dengan tetap menjaga terselenggaranya program/kegiatan prioritas, terutama untuk menjamin kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat. 181

184 Agenda prioritas Nawacita Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional terdiri atas tiga sub-agenda prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah: 1. Sub agenda prioritas Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman Untuk mencapai Nawa Cita ywang diwujudkan dalam salah satu target RPJMN yaitu 100% Akses Aman Air Minum, perlu segera mengupayakan perbaikan kondisi keuangan PDAM yang saat ini mengalami utang macet sebesar Rp4,3 triliun (tingkat NPL 85%), agar PDAM semakin bankable di tengah terbatasnya sumber pendanaan yang bersumber dari APBN/APBD. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan kebijakan percepatan penyelesaian piutang negara pada PDAM. Selama tahun 2016, Pemerintah telah berhasil memproses/menyelesaikan piutang negara pada 126 PDAM senilai Rp4,35 triliun melalui mekanisme Penghapusan Piutang Non Pokok dan Hibah-PMD. 2. Sub agenda prioritas Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Keuangan telah mengeluarkan beberapa regulasi tentang penyediaan fasilitas dan dukungan Pemerintah serta pengaturan skema pengembalian investasi untuk mendukung implementasi proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Selama dua tahun terakhir, kontribusi Kementerian Keuangan ini telah menunjukkan beberapa pencapaian dan perkembangan yang cukup signifikan dalam merealisasikan proyek infrastruktur dengan skema KPBU. Proyek KPBU tersebut antara lain (1) Proyek PLTU Batang 2x1.000 megawatt, yang dilaksanakan oleh PT PLN dengan PT Bhimasena Power Indonesia; (2) Proyek SPAM Umbulan dengan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) Gubernur Jawa Timur dengan PT Meta Adhya Tirta Umbulan selaku Badan Usaha Pelaksana; (3) Proyek Palapa Ring dengan PJPK Menteri Komunikasi dan Informatika. Beberapa regulasi yang disusun untuk mendukung penerapan skema KPBU adalah: a. PMK 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas Dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Telah direvisi menjadi PMK 129/PMK.08/2016 tentang Perubahan atas PMK 265/ PMK.08/2015. b. PMK 190/PMK.08/2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka KPBU Dalam Penyediaan Infrastruktur. Telah direvisi menjadi PMK 260/PMK.08/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Ketersediaan Layanan pada Proyek KPBU Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur c. PMK 8/PMK.08/2016 tentang Perubahan PMK 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek KPBU Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam hal penyediaan infrastuktur adalah: a. Kementerian Keuangan menggagas pembentukan Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) yang dikenal dengan istilah Bank Infrastruktur sebagai fasilitas pembiayaan infrastruktur. Tahun 2016, DJKN telah menyelesaikan penyusunan naskah akademis pembentukan lembaga tersebut dan telah disampaikan kepada DPR untuk dimasukkan dalam prolegnas. b. Dalam rangka mendukung program pemerintah di bidang infrastruktur, Kementerian Keuangan selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/pemilik modal pada BUMN/Lembaga di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri Keuangan terus mendorong agar BUMN/Lembaga tersebut memberikan kontribusi dalam pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur dan penyediaan dana bagi sektor perumahan. Kontribusi yang dilakukan, yaitu: 1) Pembiayaan proyek infrastruktur oleh PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI) 2) Penjaminan infrastruktur oleh PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT. PII) 3) Pembiayaan perumahan oleh PT. Sarana Multigriya Finansial (PT. SMF) 182

185 c. Pembiayaan infrastruktur melalui BUMN di luar Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan selaku Pembantu Pengguna Anggaran (PPA) untuk Bagian Anggaran Investasi Pemerintah (BA ) memproses pengalokasian Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN yang bergerak di bidang penyediaan infrastruktur dalam bentuk kas. Penyaluran PMN kepada BUMN tersebut pada tahun 2016 sebesar Rp23.326,5 miliar. Selain itu, dalam rangka mendukung program pemerintah dalam hal penyediaan infrastruktur, Kementerian Keuangan juga melakukan hal sebagai berikut: a. Pemberian dukungan atas program sejuta rumah melalui penyerahan aset eks. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (eks. BPPN) sebanyak 8 aset yang tersebar di seluruh Indonesia kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. b. Pembentukan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) guna mendukung optimalisasi manajemen aset negara guna meningkatkan manfaat ekonomi dan sosial sekaligus menggali potensi return on asets dan PNBP yang berasal dari BMN. Selain itu, LMAN juga mendapat penugasan khusus untuk menjalankan fungsi land bank guna mendukung penyediaan lahan dalam rangka mendukung program prioritas nasional, khususnya dalam penyediaan infrastruktur. 3. Sub agenda prioritas Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan menjamin tersedianya bahan mineral untuk kebutuhan dalam negeri, Pemerintah telah mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melakukan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Untuk mendorong pengembangan industri pengolahan dan pemurnian mineral, telah diatur pengenaan Bea Keluar atas ekspor konsentrat mineral sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 140/ PMK.010/2016 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan tarif Bea Keluar. Besaran tarif yang diatur dalam PMK tersebut dikenakan secara progresif sebesar 0%-7,5% sesuai tahapan pembangunan smelter. Pengenaan tarif secara progresif ditujukan agar perusahaan mineral yang berkomitmen membangun smelter sesuai progress yang direncanakan mendapat keringanan tarif yang lebih rendah. Untuk mendorong investasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, pada tahun 2015 Kementerian Keuangan telah menerbitkan revisi PP No 52 Tahun 2011 melalui PP 18 Tahun 2015 mengenai fasilitas tax allowance. Dalam revisi tersebut, insentif tax allowance diberikan kepada industri pengolahan mineral yang melakukan pembangunan dan perluasan smelter. Ada 12 industri yang diberikan fasilitas tersebut, yaitu (1) Bijih tembaga, (2) Emas dan perak, (3) Pasir Besi, (4) Bijih Besi, (5) Bijih Uranium dan Thorium, (6) Bijih Timah, (7) Bijih Timah Hitam, (8) Bijih Bauksit, (9) Bijih Tembaga, (10) Bijih Nikel, (11) Bijih Mangan, (12) Bijih Zink dan Bijih Zircon. Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah merevisi prosedur pemberian fasilitas tax allowance melalui PMK 89/PMK.010/2015 sehingga jangka waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian permohonan fasilitas tax allowance yang semula total 28 hari kerja, dipersingkat menjadi 25 hari kerja. Terkait skema royalti bagi pengusahaan smelter, Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan sedang membahas revisi PP 9/2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dimana tarif royalti produk smelter dikenakan lebih rendah dari tarif royalti mineral ore-nya. Agenda prioritas Nawacita Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik adalah sebagai berikut : 1. Sub agenda prioritas Penguatan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan berperan aktif dalam pendanaan pembangunan di sektor strategis berkelanjutan melaui mekanisme 183

186 pendanaan multilateral Green Climate Fund (GCF) dimana dalam hal ini Kementerian Keuangan mengambil peran sebagai Otoritas Nasional (NDA) yang memiliki peran penting dalam mekanisme pendanaan GCF. GCF memberikan fasilitas pendanaan berupa hibah, pinjaman, ekuitas, dan jaminan. Adapun proyek/ program yang dapat didanai oleh GCF meliputi kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim meliputi pengembangan energi berkelanjutan, transportasi hijau, perkotaan dan industri hijau, kehutanan dan penggunaan lahan, kesehatan dan ketahanan air serta pangan, peningkatan taraf hidup masyarakat, infrastruktur dan lingkungan, serta ekosistem dan keanekaragaman hayati. 2. Sub agenda prioritas Penguatan Kapasitas Fiskal Negara diukur dengan indikator kinerja kegiatan berikut: Dari sisi penerimaan negara, Kementerian Keuangan telah melaksanakan beberapa upaya sebagai berikut: a. Peningkatan kepatuhan wajib pajak, terutama kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan, antara lain melalui pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak. b. Mengupayakan peningkatan tax ratio dan tax buoyancy melalui kegiatan ekstensifikasi, intensifikasi, peningkatan efektivitas penegakan hukum, perbaikan administrasi, penyempurnaan regulasi, termasuk melalui upaya penagihan dan pemeriksaan pajak, serta peningkatan kapasitas Direktorat Jenderal Pajak. c. Peningkatan tax coverage melalui penggalian potensi perpajakan pada beberapa sektor unggulan seperti sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi serta sektor jasa keuangan. d. Penguatan dan perluasan basis data perpajakan, baik data internal maupun eksternal, melalui: 1. digitalisasi SPT dan implementasi e-spt dan e-filing, 2. implementasi e-tax invoice di seluruh Indonesia, 3. implementasi cash register dan electronic data capturing (EDC) yang online dengan administrasi perpajakan, dan 4. Implementasi penghimpunan data dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. e. Integrasi strategi pengamanan penerimaan dengan program Amnesti Pajak dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Amnesti Pajak. f. Mendorong Wajib Pajak yang sedang dalam proses pengawasan (himbauan), ekstensifikasi, pemeriksaan dan penagihan, serta pemeriksaan bukti permulaan untuk mengikuti Amnesti Pajak. g. Tetap konsisten melakukan kegiatan pengawasan & ekstensifikasi melalui: 1. Pengawasan pembayaran masa tahun berjalan dilakukan secara lebih optimal (seluruh Wajib Pajak untuk KPP Madya, Khusus & Wajib Pajak Besar dan 90% kontributor utama untuk KPP Pratama) dan penanganan Wajib Pajak TLTD (Tidak Lapor Terdapat Data) yang diselaraskan dengan program Geotagging; 2. Optimalisasi pemanfaatan data untuk mendukung program Amnesti Pajak antara lain data pembeli tanpa identitas lengkap yang membeli langsung dari pabrikan/pedagangan besar, data kepemilikan harta dan data lainnya khususnya atas Wajib Pajak Orang Pribadi, serta data hasil jointanalysis DJP dan DJBC atas WP di kawasan dengan fasilitas fiskal; 3. Pengamanan penerimaan pajak atas belanja pemerintah meliputi APBD dan APBN; dan 4. Peningkatan kegiatan pengamatan langsung di lokasi usaha maupun domisili Wajib Pajak untuk mendapatkan data potensi pajak yang akurat. 184

187 Dari sisi belanja melalui transfer daerah, Kementerian Keuangan berusaha menstimulasi peningkatan kinerja keuangan daerah, melalui reformulasi pemeringkatan daerah yang diikuti dengan pemberian reward kepada daerah dalam bentuk Dana Insentif Daerah (DID). Seleksi utama terhadap daerah yang akan mendapatkan DID dilakukan terhadap daerah yang bisa menetapkan Perda APBD tepat waktu dan minimal mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian WDP atas LKPD. Sedangkan penilaian kinerja daerah dilakukan dengan menggunakan beberapa indikator kesehatan fiskal dan pengelolaan keuangan daerah, pelayanan dasar publik, serta ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dengan pagu DID sebesar Rp5 triliun, maka daerah yang mempunyai kinerja yang baik bisa mendapatkan alokasi DID hingga Rp45 miliar. Sejak tahun 2016, penggunaan DID juga sepenuhnya menjadi diskresi daerah, yaitu sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. 185

188 C. Realisasi Anggaran Berdasarkan data per tanggal 2 Februari 2017 dengan menggunakan data E-Rekon LK, realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan TA 2016 untuk semua jenis belanja sebesar Rp39.234,46 miliar atau mencapai 89,52% dari total pagu sebesar Rp ,54 miliar. Realisasi penyerapan DIPA tahun 2016 ini meningkat atau naik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 83,89%. Realisasi penyerapan DIPA dalam periode sebagaimana terlihat dalam grafik berikut: % 96,38% 96.00% 92.00% 90.43% 89.52% 88.00% 90.45% 84.00% 80.00% 83.89% 76.00% Grafik 3.14 Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan tahun Untuk realisasi per jenis belanja pada tahun 2016 ini, realisasi belanja pegawai mencapai sebesar Rp15.337,28 (94,79% dari pagu sebesar Rp16.180,34), realisasi belanja barang mencapai sebesar Rp22.653,70 (86,58% dari pagu sebesar Rp26.060,93), dan realisasi belanja modal mencapai sebesar Rp1.333,46 (83,96% dari pagu sebesar Rp1.588,26). 186

189 Adapun rincian realisasi per jenis belanja selama periode adalah sebagai berikut : Tabel 3.81 Rincian realisasi per jenis belanja tahun Jenis Belanja TA 2012 *) Pagu Realisasi % Pegawai 8.375, ,25 95,44 Barang 7.127, ,90 85,66 Modal 1.899, ,85 86,13 Total , ,10 90,43 Jenis Belanja TA 2013 *) Pagu Realisasi % Pegawai 8.552, ,06 94,32 Barang 7.815, ,22 88,75 Modal 2.040, ,74 80,73 Total , ,02 90,45 Jenis Belanja TA 2014 *) Pagu Realisasi % Pegawai 9.225, ,23 98,19 Barang 7.727, ,82 94,42 Modal 1.806, ,20 95,47 Total , ,25 96,38 Jenis Belanja TA 2015*) Pagu Realisasi % Pegawai , ,35 88,67 Barang , ,86 80,58 Modal 4.595, ,30 77,00 Total , ,51 83,89 Jenis Belanja TA 2016*) Pagu Realisasi % Pegawai , ,28 94,79 Barang , ,70 86,58 Modal 1.588, ,46 83,96 Total , ,46 89,52 Keterangan : *) Audited **) Data E-RekonLK per tanggal 2 Februari

190 Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun 2016, Kementerian Keuangan melaksanakan 11 program yang masing-masing dilaksanakan oleh unit eselon I sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adapun realisasi DIPA atas 11 program tersebut adalah Tabel 3.82 Realisasi DIPA per program tahun 2016 No. Program Pagu (dalam miliar) 1. Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Keuangan 2. Pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kementerian Keuangan Realisasi (dalam miliar) % 15,593, ,52 93,18% 104,25 91,93 88,18% 3. Pengelolaan anggaran negara 149,34 133,88 85,65% 4. Peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak 7.620, ,75 92,74% 5. Pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai 6. Peningkatan kualitas hubungan keuangan pusat dan daerah 3.509, ,46 94,27% 126,07 90,65 71,90% 7. Pengelolaan pembiayaan dan risiko 100,71 75,95 75,41% 8. Pengelolaan perbendaharaan negara , ,27 83,41% 9. Pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang 10. Pendidikan dan pelatihan aparatur di bidang keuangan negara 651,69 533,58 81,88% 679,41 623,62 91,79% 11. Perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan 225,72 210,81 93,40% Total , ,46 89,52% Dalam pelaksanaan program, Kementerian Keuangan didukung dengan teknologi informasi/aplikasi online dan digitalisasi. Penggunaan teknologi tersebut tidak saja memudahkan dalam memberikan pelayanan, namun juga memberikan dampak positif terhadap simplifikasi proses bisnis serta efisiensi belanja. Dalam rangka peningkatan kualitas layanan, berdasarkan hasil kajian (spending review), terdapat potensi efisiensi sejak implementasi teknologi informasi dan digitalisasi yang cukup signifikan, yaitu total sebesar Rp ,-. 188

191 Halaman ini sengaja dikosongkan 189

192 D. Kinerja Lain Selain 12 (dua belas) Sasaran Strategis yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dengan capaian sebagaimana diuraikan di atas, Kementerian Keuangan juga menghasilkan kinerja-kinerja lain yang tidak masuk dalam Kontrak Kinerja Menteri Keuangan, namun terkait dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. Kinerja lain-lain tersebut adalah sebagai berikut: Achievement Kementerian Keuangan 1. Peluncuran portal APBN Portal APBN diluncurkan di tahun 2016 sebagai bentuk keterbukaan pemerintah yang berkomitmen untuk memberikan dukungan fiskal dalam pembangunan proyek infrastruktur, baik yang menggunakan skema penugasan BUMN maupun Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). 2. Penyederhanaan tahapan penyaluran dana desa dan berbasis kinerja daerah Gambar 3.7 Tampilan portal APBN 190

193 Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Pada tahun 2015, pengalokasian Dana Desa mengacu pada PMK 93 Tahun 2014 dimana Dana Desa disalurkan dari RKUN ke RKUD melalui tiga tahapan yaitu: tahap I pada bulan April sebesar 40%, tahap II pada bulan Agustus sebesar 40%, dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20%. Pada tahun 2016 mulai ditetapkan regulasi baru untuk menyederhanakan tahapan penyaluran dari sebelumnya tiga tahapan menjadi dua tahapan, yaitu bulan Maret sebesar 60% dan bulan Agustus sebesar 40%. Pada tahun 2016 DJPK telah menyalurkan Dana Desa kepada 433 daerah di tahap I sebesar 28,1 T. Nilai itu merupakan 99,2% dari pagu tahap I, karena Kota Batu belum menyampaikan syarat penyaluran sehingga tidak mendapat penyaluran Dana Desa. Pada tahap II tahun 2016, DJPK telah menyalurkan Dana Desa kepada 430 daerah sebesar 18,8 T. Nilai itu merupakan 99,5% dari pagu tahap II, karena terdapat empat daerah yang belum menyampaikan syarat penyaluran sehingga tidak mendapat penyaluran Dana Desa. Keempat Daerah tersebut adalah Kota Batu, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Mamberamo Tengah, dan Kabupaten Gunung Sitoli. Pelaksanaan kegiatan di desa telah berjalan menuju program Nawa Cita. Hal ini bisa dibuktikan dengan data penggunaan Dana Desa pada tahap I yang didominasi oleh program pembangunan sebesar 87,7%, diikuti dengan program pemberdayaan masyarakat sebesar 6,8%, penyelenggaraan pemerintahan sebesar 3,6%, pembinaan kemasyarakatan sebesar 1,8%, dan lain-lain tak terduga sebesar 0,02%. 3. Penerapan reward bagi daerah melalui dana insentif daerah Penggunaan APBD yang baik akan mendorong terciptanya pelayanan publik yang lebih baik dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah pusat dalam mendorong kinerja pemerintah daerah adalah dengan mengalokasikan Dana Insentif Daerah (DID) untuk memberikan penghargaan yang lebih besar kepada daerah yang berkinerja baik dalam pengelolaan keuangan, pelayanan publik, perekonomian dan kesejahteraan daerah. Hasil dari upaya tersebut menjadikan daerah memiliki kinerja yang lebih baik dalam hal kesehatan fiskal APBD; pelayanan dasar publik; dan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan peningkatan daerah penerima DID yang mana tahun 2016 sebanyak 271 daerah menjadi 317 daerah pada tahun Hal ini juga ditujukkan dengan peningkatan daerah yang memenuhi batas minimum nilai kinerja yaitu BB sebanyak 12 daerah, dari 109 daerah tahun 2016 menjadi 121 daerah tahun Selain itu juga terdapat peningkatan daerah yang mendapat Alokasi Minimum (AM) dan Alokasi Kinerja (AK) sebanyak 17 daerah, dari 66 daerah pada tahun 2016 menjadi 83 daerah tahun

194 Penerimaan DID Memenuhi bals minimum nilai kinerja Penerimaan hanya AM Penerimaan AM dan AK Penerimaan hanya AK Grafik 3.15 Daerah penerima DID tahun 2016 & Pengampunan Pajak Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Fasilitas Pengampunan Pajak yang akan didapat oleh Wajib Pajak yang mengikuti program Pengampunan Pajak antara lain: 1. Penghapusan pajak yang seharusnya terutang (PPh dan PPN dan/atau PPn BM), sanksi administrasi, dan sanksi pidana, yang belum diterbitkan ketetapan pajaknya; 2. Penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan; 3. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; 4. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; dan 5. Penghapusan PPh Final atas pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan serta saham Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan Pengampunan Pajak periode I dan II yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2016 adalah 192

195 Tabel 3.83 Realisasi pengampunan pajak Keterangan Deklarasi Harta: Periode I Periode II s.d. Periode II a. Repatriasi 130 T 10,5 T 140,51 T b. Deklarasi Luar Negeri 928 T 84,63 T 1.012,63 T c. Deklarasi Dalam Negeri T 533,45 T 3.143,14 T Total Deklarasi Harta T 628,58 T 4.296,28 T Jumlah Peserta TA WP WP WP Jumlah Surat Pernyataan Harta SPH SPH SPH Realisasi Penerimaan TA 97,2 T 12,3 T 109,5 T Pada Pengampunan Pajak periode I, realisasi penerimaan atas Pengampunan Pajak sebesar 97,2 T dan pada Pengampunan Pajak periode II sebesar 12,3 T. Total penerimaan atas Pengampunan Pajak sampai dengan periode II per 31 Desember 2016 adalah sebesar 109,5 T. 5. Inklusi Kesadaran Pajak dalam Pendidikan Gambar 3.8 Poster dan slogan sadar pajak Inklusi kesadaran pajak adalah upaya yang dilakukan oleh DJP bersama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk menanamkan kesadaran pajak kepada peserta didik dan tenaga pendidik melalui integrasi materi kesadaran pajak dalam proses pendidikan (kurikulum, pembelajaran, perbukuan dan kesiswaan/ kemahasiswaan). Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan nilai-nilai kesadaran pajak dalam sistem pendidikan nasional agar dapat diajarkan secara terstruktur, sistematis, dan berkesinambungan, melalui kurikulum, pembelajaran, perbukuan, dan kesiswaan/ 193

196 kemahasiswaan serta bertujuan untuk membangun generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkarakter, menunjukkan nilai-nilai kesadaran pajak sebagai bagian dari bela negara dan cinta tanah air. Sejak tahun telah dilakukan kajian, koordinasi dan kerja sama, kebijakan inklusi materi kesadaran pajak pada kurikulum pendidikan, pengembangan microsite yang dapat diakses melalui alamat serta pelatihan para pengajar dan piloting program. Pada tahun akan dilaksanakan implementasi bertahap di setiap kanwil, Edutax Award serta monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Inklusi Kesadaran Pajak dalam pendidikan. Strategi dan program yang dilaksanakan adalah melalui kurikulum, perbukuan, pembelajaran, dan kesiswaan/kemahasiswaan. Hingga saat ini penerapan inklusi kesadaran pajak dalam pendidikan sudah dilakukan pada tingkat perguruan tinggi, yaitu melakukan inklusi dengan menyisipkan materi/ bahasan pada Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU), antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Pancasila, dan Bahasa Indonesia. Ke depan, inklusi kesadaran pajak ini akan dilakukan secara nasional ke seluruh Indonesia secara bertahap. 6. Penerapan Mini ATM secara Nasional Mini ATM atau dapat juga disebut Electronic Data Capture (EDC) adalah alat yang dipergunakan untuk transaksi kartu debit/kredit yang terhubung secara online dengan sistem/jaringan Bank Persepsi. Mini ATM dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan dalam melakukan pembayaran pajak serta dalam rangka pelaksananan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan, yaitu untuk mendukung pelaksanaan Billing System dimana peralihan pembayaran dari MPN-G1 (secara manual) menuju MPN G-2 (secara elektronik menggunakan billing). Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai penyedia Mini ATM oleh Pemerintah adalah Bank BRI, Bank BNI, dan Bank Mandiri. Tahun 2016 pembayaran pajak secara elektronik melalui Mini ATM diimplementasikan secara nasional pada semua KPP dan KP2KP di seluruh Indonesia. 7. Transaksi perdana penempatan uang negara oleh Treasury Dealing Room (TDR) Ditjen Perbendaharaan pada Bank Umum Mitra Penempatan Uang Negara (BUMPUN) Untuk mengimplementasikan pengelolaan kas negara yang aktif, pada kurun waktu dibangunlah Treasury Dealing Room (TDR) sebagai tools pengelolaan kas pemerintah dengan tujuan utama untuk menjaga likuiditas pemerintah. Dalam hal terjadi kekurangan kas, TDR dapat memenuhi kekurangan kas dengan melakukan penarikan penempatan/ investasi, penjualan valas, dan penjualan SBN. Bila terjadi kelebihan kas, TDR dapat melakukan penempatan/investasi dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, TDR juga bertujuan untuk meminimalisasi cost of fund di mana melalui remunerasi penempatan/investasi yang diperoleh akan mengurangi cost of fund penerbitan instrumen utang. TDR juga berperan untuk meningkatkan optimalisasi PNBP dari pengelolaan kas. Melalui TDR, pengelolaan kas dilakukan secara aktif, yaitu dengan keleluasaan menempatkan/ menginvestasikan 194

197 kelebihan kas pada portofolio instrumen jangka pendek yang paling menguntungkan. Selanjutnya, Ditjen Perbendaharaan (DJPB) menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 30/PB/2016 tentang Petunjuk Teknis Penempatan Uang Negara pada Bank Umum yang menandakan bahwa secara legal formal TDR DJPB telah siap untuk melakukan aktivitas pengelolaan kas di pasar uang. Penandatangan Perjanjian Kemitraan Penempatan Uang Negara dengan Bank Umum pada awal 2016 oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan bersama Direktur Utama Bank Umum menjadi langkah awal rencana Go Live TDR DJPB. Penting diketahui bahwa dana yang dikelola TDR adalah dana publik sehingga investasi lebih diutamakan pada bank umum milik negara serta pada instrumen yang bersifat low risk investment. Gambar 3.9 Dirjen Perbendaharaan Memantau Treasury Dealing Room Peristiwa signifikan bagi tranformasi pengelolaan kas secara aktif melalui TDR adalah tercapainya kesepahaman antara Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Kesepahaman ini diharapkan dapat memberikan panduan dalam koordinasi pengelolaan kas negara sehingga aktivitas pengelolaan TDR DJPB dapat berdampak positif bagi kondisi moneter. Kesepahaman ini tertuang dalam Perjanjian Kerjasama tentang Koordinasi Operasionalisasi TDR DJPB No. PRJ-123/PB/2015 dan No. 17/3/PKS/ DpG/2015 yang ditandatangani Direktur Jenderal Perbendaharaan 195

198 bersama Deputi Gubernur BI pada tanggal 17 Desember Pada hari Senin 29 Februari 2016, bertempat di ruang front office TDR Subdit Optimalisasi Kas Direktorat Pengelolaan Kas Negara, dilaksanakan transaksi perdana penempatan uang negara pada Bank Umum Mitra Penempatan Uang Negara (BUMPUN), yang terdiri atas empat bank BUMN. Penempatan pada BUMPUN telah memperhatikan faktor risiko dengan memperhitungkan limit penempatan yang temuat dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-36/PB/2015 tentang Petunjuk Teknis Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum. Proses penempatan dikelompokkan menjadi tiga proses, yaitu permintaan kuotasi tingkat bunga kepada BUMPUN, penawaran tingkat bunga oleh BUMPUN, dan penempatan dan pengumuman pemenang. Penempatan perdana yang dilakukan adalah sebesar Rp200 milyar dengan masa tenor 7 hari. Transaksi penempatan dilakukan menggunakan Reuters FX Trading, sistem universal yang digunakan dalam bertransaksi keuangan. Proses penempatan ditandai dengan penekanan tombol Transmit yang menandai permintaan kuotasi tingkat bunga kepada Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Rakyat Inbdonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Selanjutnya, keempat bank tersebut memberikan penawaran kuotasi tingkat bunga bervariasi untuk tenor penempatan selama 7 hari yang kemudian dilakukan rapat penilaian penawaran BUMPUN. Proses penempatan perdana TDR dimenangkan oleh Bank BTN yang memberikan kuotasi tingkat bunga tertinggi dengan penetapan pemenang dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Pengelolaan Kas Negara Nomor KEP-111/PB.3/2016. Selama periode 29 Februari 2016 sampai dengan 31 Desember 2016 telah dilaksanakan 20 kali penempatan uang di BUMPUN dengan tenor penempatan antara 7 hari sampai dengan 21 hari. Selama periode tersebut, PNBP yang dihasilkan adalah sebesar Rp68,6 miliar, melebihi target PNBP sebesar Rp40 miliar. Apabila tidak dilakukan penempatan pada BUMPUN dan hanya ditempatkan di BI, PNBP yang dihasilkan adalah sebesar Rp46,2 miliar sehingga net PNBP yang dihasilkan TDR adalah sebesar Rp22,4 milyar. Operasionalisasi TDR di DJPB diharapkan menjadi langkah maju menuju pengelolaan likuiditas yang aktif dan modern. Pencapaian tersebut merupakan pencapaian visi Ditjen Perbendaharaan, yaitu menjadi pengelola perbendaharaan negara yang unggul di tingkat dunia. 196

199 8. Kesepakatan Bersama (MoU) Penggunaan SIKP Dengan Pemda Pada bulan September 2016, DJPB bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui penandatanganan Kesepakatan Bersama Penggunaan SIKP untuk mendukung pelaksanaan KUR pada tanggal 6 September Kerjasama tersebut dilakukan dalam upaya mendukung pelaksanaan KUR, yang memiliki keterkaitan dalam pemberdayaan UMKM yang merupakan tanggung jawab bagi pemerintah pusat maupun daerah. Peran aktif para kepala daerah diperlukan untuk memilih dan memilah UMKM di wilayahnya untuk dapat diajukan menjadi calon debitur potensial KUR melalui SIKP. Peran seluruh Pemda, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten-Kota, sangat menentukan sejauh mana kecepatan pertumbuhan UMKM dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan nasional. Pada acara ini, ditandatangani 30 nota kesepakatan bersama (MoU) antara Kepala Kanwil DJPB Jawa Tengah dengan Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Jawa Tengah, menyusul lima nota yang ditandatangani bersama pada kesempatan sebelumnya. Penandatanganan nota kesepahaman tersebut menjadi langkah konkret dan bentuk komitmen pemerintah pusat dan pemda atas perlunya sinergi dan peran aktif pemda selaku pembina UMKM di wilayah masing-masing guna meningkatkan meningkatkan sinergi, koordinasi, dan kerja sama dalam menjaga ketepatan sasaran dan meningkatkan pemberdayaaan UMKM melalui KUR. MoU serupa juga dilakukan antara Kantor Wilayah DJPB Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Kota Bekasi. Penandatanganan tersebut dilakukan pada tanggal 16 Desember 2016 di Gedung Sate, Kota Bandung. Selain Kota Bekasi, MoU tersebut diikuti oleh daerah lain, yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten Garut, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Melalui MoU tersebut, masyarakat diharapkan lebih mudah mendapatkan pinjaman KUR sehingga optimalisasi pemberdayaan masyarakat akan terwujud. Gambar 3.10 Penandatanganan (MoU) Penggunaan SIKP Dengan Pemda 197

200 9. Layanan bersama (Co-Location) Layanan bersama (co-location) dilaksanakan untuk memberikan pelayanan secara komprehensif kepada pengguna jasa di bidang keuangan negara, khususnya perbendaharaan dan kekayaan negara di daerah. Co-location bertujuan untuk mendekatkan layanan kepada Satker dan stakeholder terkait dengan konsep layanan satu atap antara DJPB, DJKN, dan DJPPR. Layanan yang diberikan rekonsiliasi terpadu, informasi terpadu, dan layanan registrasi hibah dan telah dilaksanakan di 20 kantor layanan (8 Kanwil dan 12 KPPN/KPKNL). 10. Dukungan pembiayaan pemerintah dalam proyek infrastruktur Dalam rangka mendukung proram prioritas terkait pembangungan infrastruktur, pemerintah secara berkelanjutan berkomitmen untuk memberikan dukungan fiskal dalam pembangunan proyek infrastruktur. Dukungan yang diberikan melalui program penjaminan pemerintah antara lain: Gambar 3.11 Program penjaminan pemerintah tahun

201 11. Telaah Sejawat Sebagai sebuah organisasi profesi, Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) yang beranggotakan perorangan dan unit kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) mengadakan kegiatan telaah sejawat yang dilaksanakan oleh APIP terhadap APIP lainnya setiap tiga tahun sekali. Pada tahun 2016, kegiatan telaah sejawat dilakukan atas 6 APIP kementerian sebagai sampel yaitu Itjen Kementerian Keuangan, Itjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Itjen Kementerian Perhubungan, Itjen kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Itjen Kementerian PPN/Bappenas, dan Itjen Kementerian Agama. Berdasarkan Komite Telaah Sejawat AAIPI, dari 6 APIP kementerian yang dijadikan sampel, Itjen Kementerian Keuangan mendapatkan hasil reviu secara total atau rata-rata gabungan sebesar 91% dengan predikat Sangat Baik. Predikat tersebut didapat karena beberapa praktik Itjen Kementerian Keuangan dinilai memiliki nilai positif. Dengan adanya telaah sejawat diharapkan kedepannya kapasitas APIP seluruh Kementerian/Lembaga dapat meningkat sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam RPJMN. 12. Aplikasi E-REKON Gambar 3.12 Tampilan aplikasi e-rekon-lk Dalam rangka rekonsiliasi data, DJPB menelurkan Aplikasi E-Rekon-LK, rekonsiliasi satker dengan KPPN yang berbasis web. Dengan adanya Aplikasi E-Rekon Satker harus melakukan rekonsiliasi elektronik dan wajib menggunakan E-Rekon-LK yang berbasis web. Aplikasi E-Rekon merupakan aplikasi berbasis web (web based) yang digunakan untuk menerima ADK rekonsiliasi dari satker (KPU Kota Kediri), aplikasi E-Rekon-LK menggunakan single database yang nantinya akan diintegrasikan kedalam satu aplikasi e-djpbn yang memungkinkan satu akun bisa mengakses berbagai aplikasi yang terintegrasi. 199

202 Karena berbasis web, maka operator satker tidak perlu lagi datang ke front office untuk melakukan rekonsiliasi pada KPPN. Terlebih dahulu operator masuk ke alamat e-rekon-lk.djpbn.kemenkeu. go.id/ dan login ke aplikasi E-Rekon menggunakan user dan password yang akan dibagikan oleh KPPN. User level satker ada 2 yaitu Operator dan KPA. User level operator melakukan upload ADK dan kegiatan administrasi lainnya seperti mengganti password dan lain-lain. Sedangkan user level KPA nantinya melakukan persetujuan terhadap BAR setelah ada persetujuan dari Kasi Vera KPPN setempat dengan cara klik menu persetujuan di level KPA. Rekonsiliasi secara mandiri dilakukan oleh operator satker yang meng-upload ADK melalui aplikasi E-Rekon dan hasilnya bisa langsung terlihat sama atau tidak samanya sehingga bisa langsung dimonitor dan tidak harus menunggu ADK diproses dulu oleh petugas di KPPN. ADK yang dibutuhkan adalah dari aplikasi SAIBA hanya saja harus dilakukan kompres file ke dalam bentuk zip terlebih dahulu. SAIBA versi terbaru menghasilkan ADK dalam format zip. Hasil rekonsiliasi bisa di-download dalam format excel dan pdf. Sedangkan untuk LHR dan BAR nya menunggu persetujuan kedua belah pihak yaitu KPA satker dan Kasi Vera KPPN tidak ada lagi. Unit eselon di atas hanya bisa melakukan monitoring (bukan rekonsiliasi berjenjang). Dengan adanya Aplikasi E- Rekon-LK ini dapat membantu mempermudah satuan kerja melakukan proses rekonsiliasi sendiri karena dapat melakukan mandiri, tanpa harus datang ke KPPN dan mengantri lama lagi. Disamping Keberadaan E-Rekon-LK yang bisa diakses via internet di PC/laptop/handphone, tentu memudahkan satker dan menghemat biaya perjalanan dinas ke KPPN. 13. Aplikasi BIOS Di penghujung akhir tahun anggaran 2016, tepatnya tanggal 28 Desember 2016 telah terbit Peraturan Dirjen Perbendaharaan tentang Penggunaan Aplikasi Badan Layanan Umum Integrated Online System (BIOS) yaitu PER 53/PB/2016 tanggal 28 Desember Dengan telah diterbitkannya peraturan tentang penggunaan aplikasi Bios ini diharapkan dapat lebih mempermudah, mempercepat dan transparan. Hal ini tidak hanya dapat dirasakan oleh BLU saja, namun juga bagi Dewas, Pembina Teknis, Pembina Keuangan dan juga bagi masyarakat. Dari hasil UAT (user acceptance test) yang dilaksanakan beberapa waktu lalu, dimungkinkan BAR tidak perlu lagi ditandatangani (basah). Meskipun begitu BAR tetap dianggap sah. Pada BAR akan tertera barcode yang berisi informasi keabsahan BAR tersebut sehingga satker tidak perlu lagi datang ke KPPN untuk menyerahkan BAR yang sudah ditandatangani KPA untuk ditandatangani Kasi Vera KPPN. Satker bisa melakukan cetak secara mandiri BAR Rekonsiliasi melalui aplikasi e-rekon. Setelah BAR disetujui oleh kedua belah pihak yaitu KPA KPU Kota Kediri dan Kasi Vera KPPN Kediri, maka baik satker maupun KPPN bisa men-download BAR dan melakukan pencetakan. Rekonsiliasi nantinya hanya rekon antara satker dengan KPPN, tidak ada lagi rekon wilayah ataupun rekon eselon dan kementerian sehingga kemungkinan perbedaan data di tengah jalan Manfaat penggunaan Aplikasi BIOS antara lain untuk mempermudah analisa data dan pengambilan keputusan manajerial karena adanya satu database terpusat, mempercepat proses pengajuan ijin, usulan tarif dan usulan remunerasi beserta monitoring statusnya, perbandingan dengan BLU sejenis, monitoring historis pembinaan dan tindak lanjutnya. Bagi masyarakat aplikasi BIOS dapat mempermudah masyarakat mengetahui keberadaan BLU terdekat untuk mendapatkan layanan BLU yang dibutuhkan. Selain aplikasi BIOS, DJPB juga menyediakan halaman web BLU yang menyediakan informasi seputar Pembinaan Keuangan BLU, Literatur, Peraturan, Data profil singkat BLU, FAQ dan helpdesk yang dapat diakses pada alamat blu. djpbn.kemenkeu.go.id pada browser oleh BLU maupun oleh masyarakat luas. 200

203 14. Aplikasi verifikasi penyetoran uang jaminan penawaran lelang secara otomatis Tuntutan masyarakat atas lelang yang transparan, cepat, akuntabel dan mudah diakses kapan saja, mengharuskan DJKN terus berbenah dan memperbaiki proses bisnisnya. Setelah e-auction, DJKN terus melakukan inovasi terkait pelayanan lelang kepada masyarakat. Salah satunya dengan memperbaiki administrasi penyetoran uang jaminan. Selama ini, mekanisme pemantauan ketersediaan virtual account dan mekanisme pemeriksaan setoran uang jaminan dilakukan secara manual oleh Bendahara Penerimaan KPKNL, sehingga dikhawatirkan terjadi kendala seperti habisnya virtual account yang akhirnya membuat lelang menjadi terhambat dan menimbulkan preseden buruk. Kendala lain yang sering ditemui adalah validasi peserta yang masih dilakukan secara manual menggunakan rekening koran sehingga terkesan lambat. DJKN didukung penuh bank-bank yang bermitra dengan KPKNL yaitu PT Bank BNI (Persero), PT Bank Mandiri (Persero) dan PT. BRI (Persero) telah berhasil mengembangkan fitur untuk pertukaran data yang diperlukan dalam pengelolaan uang jaminan lelang. Fitur ini secara otomatis diharapkan dapat mempermudah dan meminimalisir kesalahan pada lelang e-auction yang diakibatkan oleh verifikasi penyetoran uang jaminan secara manual. Fitur verifikasi otomatis uang jaminan lelang pertama kali sukses diimplementasikan oleh seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank BNI (Persero) Tbk pada awal tahun 2016, kemudian berturut-turut diikuti oleh seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang diimplementasikan secara nasional di KPKNL Palembang pada 25 Oktober 2016, selanjutnya pada tanggal 1 Desember 2016, bertempat di KPKNL Surakarta, fitur ini resmi diimplementasikan oleh seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank BRI (Persero) Tbk. 15. Aplikasi cuti online Aplikasi cuti online merupakan salah satu fitur yang terdapat dalam Aplikasi e-prime Kementerian Keuangan dan masuk dalam aplikasi Human Resources Integrated System (HRIS) Kementerian Keuangan. Implementasi aplikasi cuti online ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan terutama dalam urusan cuti. Proses permohonan, persetujuan, penetapan sampai dengan output cuti dilaksanakan secara online, sehingga menyederhanakan proses bisnis terkait cuti (simplify our works). Manfaat yang lainnya adalah proses cuti lebih efektif dari sisi alur proses dan efisien dari sisi waktu dan seluruh prosesnya paperless. 16. Kontribusi LPDP dalam riset facrikasi komponen kendaraan listrik meliputi motor listrik, inverter/controller dan baterai LI-FO4 Kementerian Keuangan dalam hal ini LPDP Kementerian Keuangan Ikut berkontribusi dalam berinovasi dalam pengembangan energi terbarukan serta meningkatkan citra dan branding Kementerian Keuangan di hadapan publik, yang meliputi: 1. Motor Listrik 10-15KW beserta inverter/controller-nya dari ITB difabrikasi guna produksi kendaraan listrik roda 3 untuk PT POS INDONESIA. Fabrikasi motor bekerja sama dengan PT PINDAD. Sementara itu, inverter/controller bekerja sama dengan PT LEN. 2. Motor Listrik 5-15KW beserta inverter/controller-nya dari ITS difabrikasi guna produksi kendaraan listrik roda 2 (skuter GESIT) untuk nasional bekerja sama dengan PT GARANSINDO. 3. Battery LiFePO4 dari UNS difabrikasi guna produksi powerbank, battery sepeda listrik dan mobil listrik city car di lingkungan perguruan tinggi nasional. 201

204 17. Indonesia sebagai tuan rumah World Islamic Economic Forum ke-12 Forum yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan RI bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Sekretariat Negara yang bertujuan untuk menjembatani para pelaku dunia usaha dan kolaborator bisnis ini, turut mengundang beberapa pemimpin dunia seperti Presiden Republik Tajikistan Emomali Rahmon, Presiden Republik Guinea Alpha Conde, dan Presiden IDB Dr Ahmad Mohamed Ali. Forum ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat muslim di seluruh dunia. 18. Indonesia sebagai tuan rumah Sidang Tahunan IDB ke-41 Dari 57 negara anggota IDB, sidang tahunan IDB ke 41 dihadiri 173 delegasi yang terdiri dari 31 Dewan Gubernur dan 22 perwakilan Dewan Gubernur. Sedangkan total peserta yang mengikuti seluruh seminar yang hadir dalam Sidang Tahunan IDB sebanyak orang. IDB dan negara-negara anggota menandatangani perjanjian-perjanjian pendanaan pembangunan senilai USD 1,6 milyar, yang diantaranya terdiri dari: 1) Indonesia: USD 824 juta untuk program infrastruktur, pendidikan, dan pembangkit tenaga listrik; 2) Kamerun: USD 157 juta untuk dua proyek pembangunan jalan dan transportasi; 3) Iran: USD 104 juta untuk program jaringan irigasi; dan 4) Nigeria: USD 84 juta untuk proyek pembangkit listrik. Sebelumnya, Indonesia dan IDB telah menandatangani kesepakatan dalam kerangka Member Country Partnership Strategy (MCPS) untuk jangka waktu sebesar USD 5,2 milyar. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, IDB juga menandatangani sejumlah nota kesepahaman dengan Mesir, UNDP, KADIN, dan Dewan Internasional untuk promosi dan pendidikan bahasa arab. Dalam Sidang Tahunan ke-41 di Jakarta, IDB menyuguhkan side events berupa pameran serta beragam seminar dan diskusi yang dihadiri oleh para pakar di bidang masing-masing dari berbagai negara. Seminar diantaranya membahas pengembangan investasi syariah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, pembiayaan syariah yang inovatif untuk pengentasan kemiskinan, pengembangan pasar syariah mikro bagi keuangan inklusif, pendanaan syariah di sektor infrastruktur, serta ketahanan, kemanusiaan, dan keamanan di negara anggota IDB. 19. Sertifikasi internasional teknologi informasi a. Information Security Management System (ISO 27001) Kementerian Keuangan memperoleh Sertifikat Internasional ISO 27001:2005 pada tahun 2016 yang merupakan standar internasional untuk Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI) atau Information Security Management System (ISMS). Penerapan standar internasional ini merupakan upaya Kementerian Keuangan untuk meningkatkan pengelolaan keamanan informasi, meminimalisir risiko dan mendukung kelangsungan proses bisnis sesuai aspek keamanan yaitu confidential, integrity, availability. Sertifikat ini diperoleh Kementerian Keuangan untuk kedua kalinya dengan perolehan pertama di tahun b. IT Service Management Systems (ISO 20000) Kementerian Keuangan memperoleh Sertifikat Internasional ISO 20000:2011 pada tahun 2016 tetang IT Service Management Systems (ITSMS) yang menunjukkan bahwa 202

205 standar pengelolaan TIK Kementerian Keuangan di Data Center Kementerian Keuangan telah sesuai w layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) internasional. Sertifikat ini diperoleh Kementerian Keuangan untuk kedua kalinya dengan perolehan pertama di tahun c. Sertifikasi International Quality Management System (ISO 9001). Kementerian Keuangan memperoleh Sertifikat Internasional ISO 9001:2015 pada tahun 2016 tentang Quality Management Systems (QMS) yang menunjukkan bahwa standar layanan TIK Kementerian Keuangan telah sesuai best practice standar internasional sistem manajemen mutu layanan. Berbeda dengan 2 sertifikasi sebelumnya, sertifikat QMS ini baru kali pertama diperoleh Kementerian Keuangan. Gambar 3.13 Sertifikat QMS 20. Peningkatan expertise keuangan negara melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi Negeri Kinerja Kementerian Keuangan yang optimal memerlukan dukungan dari Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya dan seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) serta masyarakat. Di sisi lain, upaya mengembangkan SDM di bidang keuangan negara masih terbatas dan lebih terkonsentrasi di Kementerian Keuangan, padahal expertise di bidang keuangan tersebut juga dibutuhkan di K/L lainnya, Pemda bahkan pemerintah desa. Mengingat jumlah expert di bidang keuangan negara saat ini masih terbatas, Kementerian Keuangan bekerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menargetkan untuk mempercepat proses munculnya tenaga-tenaga ahli yang spesifik di bidang keuangan negara. Perguruan Tinggi diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan ilmuwan dan profesional dalam bidang keuangan negara. Dalam tahap awal Perguruan Tinggi yang diharapkan menjadi mitra kerja sama adalah perguruan tinggi negeri (PTN) di lokasi wilayah kerja Balai Diklat Keuangan selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, namun demikian dalam perkembangannya akan diperluas meliputi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang lain. Sampai saat ini terdapat17 (tujuh belas) PTN yang melakukan kerja sama dengan Kementerian Keuangan. 203

206 Secara garis besar, bentuk kerjasama dilakukan dalam bentuk: a. pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat; b. pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia melalui diklat; c. pengkajian dan pengelolaan keuangan negara; d. perbantuan tenaga ahli; e. perbantuan pengembangan perguruan tinggi; dan f. lokakarya, workshop, pelatihan, dan seminar, 21. Kemenkeu Mengajar Kemenkeu Mengajar merupakan gerakan mengajar satu hari di sekolah dasar negeri yang tersebar di 6 kota besar di Indonesia pada peringatan Hari Oeang ke-70 dengan melibatkan 673 relawan. Gerakan ini berangkat dari semangat kesukarelawanan yang merupakan pegawai Kementerian Keuangan. Di hari mengajar, para relawan akan memperkenalkan peranan dan profesi yang ada di Kementerian Keuangan, disampaikan melalui metode pengajaran pedagogik. Inisiatif ini baru pertama kali diselenggarakan di Kementerian Keuangan yang mengusung semangat kesukarelawanan untuk lebih peduli terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Kegiatan ini diharapkan dapat mengaktivasi semangat kerelawanan di lingkungan birokrasi, meningkatkan institutional ownership pegawai, dan turut menjalin hubungan yang kuat antara institusi dengan masyarakat. Selain memperkenalkan peran dan profesi, relawan pegawai Kementerian Keuangan juga akan mengajarkan nilai-nilai baik yang perlu ditanamkan pada generasi muda. Semua hal ini dilakukan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih maju dan cerdas. Gambar 3.14 Poster Kemenkeu Mengajar tanggal 24 Oktober 2017 di 6 kota di Indonesia 204

207 22. #SadarAPBN: Kegiatan tersebut merupakan kampanye yang mengajak masyarakat untuk memahami anggaran negeri (APBN). Setelah meningkatkan kesadaran, diharapkan masyarakat dapat secara aktif memberikan kontribusi langsung untuk membangun negeri. Dengan memahami anggaran negeri, diharapkan masyarakat dapat: a. Mengetahui untuk apa penggunaan uang pajak mereka b. Mengetahui arah pembangunan Indonesia c. Memberikan kontribusi langsung/nyata untuk membangun Indonesia d. Mengawasi penggunaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah Target kampanye #SadarAPBN meliputi: a. Khusus: masyarakat usia produktif dengan range usia: tahun. Karena mereka yang akan meneruskan pembangunan negeri b. Umum: seluruh masyarakat Indonesia Beberapa contoh kontribusi langsung masyarakat yang digaungkan oleh#sadarapbn: a. Membayar pajak dengan benar; b. Membeli SUN, ORI, Sukuk Ritel, dll.; c. Mengisi customs declaration dengan benar; d. Mengikuti lelang aset negara; e. Membayar denda tilang langsung ke negara; f. Mengikuti program Amnesti Pajak; g. Mengawasi pelaksanaan anggaran negara dengan melaporkan melalui Wise jika terjadi pelanggaran, dll Untuk mendukung kampanye, terdapat fitur pada website Kementerian Keuangan yang berupa simulasi interaktif melalui yang memberikan edukasi atas penggunaan uang pajak dalam APBN-P 2016 (dalam proses update untuk APBN2017). Melalui fitur ini pengunjung website dapat mengetahui kontribusi pajak yang telah dibayarkan kepada negara secara proporsional pada 2 komponen besar Belanja Negara APBN, yaitu Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah & Dana Desa. Pengunjung cukup memasukkan input jumlah uang pajak yang telah dibayarkan selama 1 tahun untuk kemudian mendapatkan penjelasan alokasi uang pajaknya, berdasarkan fungsi pada Belanja Negara. Dengan mengetahui alokasi uang pajak dalam APBN, diharapkan menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk memahami pengelolaan anggaran negara. Gambar 3.15 Homepage website #SadarAPBN 205

208 Penghargaan 1. Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP) Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP) adalah unit pelaksana teknis yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan layanan pemberian informasi umum perpajakan, penyampaian informasi perpajakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan, dan pengelolaan pengaduan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. KLIP DJP berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat. Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya KLIP DJP dilengkapi dengan unit contact center yang didukung oleh SDM yang terampil dan terlatih. Untuk terus menerus memperluas wawasan dan benchmark dalam contact center, KLIP DJP secara rutin mengirimkan perwakilan pegawainya untuk mengikuti perlombaan dan event terkait contact center baik di tingkat nasional maupun internasional. Atas hal tersebut, telah banyak penghargaan dan prestasi yang diraih oleh KLIP DJP dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 KLIP DJP kembali meraih penghargaan atas prestasi yang diraihnya dalam event Asia Pacific Contact Center World (APAC) 2016 dan The Best Contact Center Award Pada event Asia Pacific Contact Center World (APAC) 2016 diselenggarakan oleh Contact Center World di Malaysia dan KLIP DJP berhasil meraih 4 medali. Sedangkan pada event The Best Contact Center Award 2016 diselenggarakan oleh Indonesia Contact Center Association KLIP DJP berhasil meraih 16 medali. Dengan menjadi Runner Up 3 atau Juara Umum ke-4, maka KLIP DJP berhak menghadiri Asia Pacific Contact Centre Association Leaders (APCCAL) EXPO 2016 yang diselenggarakan pada tanggal 2 s.d. 4 November 2016 di Singapura. 2. Penghargaan untuk contact center DJBC pada Contact Center World Award 2016 Upaya peningkatan kapasitas Pusat Kontak Layanan (contact center) Bravo membawa hasil yang baik pada tahun 2016, beberapa penghargaan telah diraih yaitu: Gold for Best Contact Center Leader; Silver for Best Small Contact Center; 4th place for Best Contact Center Design. Acara ini diselenggarakan oleh Contac Center World, sebuah asosiasi contact center dan customer engagement yang berbasis di Canada. Pada tahun 2016 juga telah dilaksanakan piloting untuk penerapan layanan 24/7, sebagai persiapan implementasi layanan telah dilaksanakan pengadaan infrastruktur IT serta benchmarking ke contact center yang menyelenggarakan 24/7. Serta untuk peningkatan layanan saat ini juga telah diterapkan ISO untuk inbound call. 206

209 3. Top 35 Inovasi Lomba Layanan Publik tahun 2016 Salah satu inovasi yang mewakili Kementerian Keuangan dalam ajang lomba inovasi layanan publik tahun 2016 yang diselenggarakan oleh KemenPAN-RB, yaitu Dashboard Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G-2), ditetapkan sebagai salah satu dari Top 99 Inovasi Pelayanan Publik (11 terbaik dari kategori inovasi kementerian/lembaga) melalui Keputusan Menteri PAN-RB No. 51 Tahun Selanjutnya, setelah diseleksi kembali, dashboard MPN G-2 kemudian ditetapkan sebagai salah satu pemenang Top 35 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016 melalui Keputusan Menteri PANRB No. 99/ 2016 tentang Penetapan Top 35 Inovasi Pelayanan Publik Tahun Top 35 inovasi tersebut merupakan inovasi dari 3 kementerian, 2 lembaga, 8 provinsi, 14 kabupaten, 5 kota, 3 BUMN/BUMD. Dashboard MPN G2 bersama inovasi Pemenang Top 35 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016 yang lain akan kembali menjalani seleksi menjadi top 5. Top 5 ini akan mewakili Indonesia dalam ajang The United Nations Public Service Awards, penghargaan pelayanan publik tingkat internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. 4. Penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya Tingkat Mentor dari Presiden RI dalam rangka implementasi Pengarusutamaan Gender sesuai dengan Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional; 5. Kementerian Keuangan memperoleh predikat 5 besar Kementerian/Lembaga Pengguna Anggaran; 6. Penghargaan JDIH terbaik dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia c.q. BPHN selama 3 (tiga) tahun berturut-turut ( ) atas Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Keuangan yang dikelola oleh Sekretariat Jenderal; 7. BKN awards tahun 2016: a. Peringkat pertama Pelayanan Pensiun Terbaik b. Peringkat kedua Implementasi CAT dalam Manajemen ASN 8. Penghargaan the 1st PR Indonesia Media Relations Award and Summit (PRIMAS) Februari 2016; peringkat III Kategori Kementerian dengan media exposure terbanyak sepanjang tahun 2015; 9. Penghargaan Anugrah Media Humas November 2016; a.peringkat I Kategori Penerbitan Media Internal (Media Keuangan Agustus 2016); b.peringkat I Kategori Laporan Tahunan Kinerja Humas; c.peringkat II Kategori Stan Pemeran Instansi. 10. Silver Winner of the Best Contact Center Operation kategori korporat Indonesia Contact Center Association (ICCA). Service desk Pusintek berhasil meraih Silver Winner of the Best Contact Center Operation kategori korporat dari ICCA. Kategori Best Operation yaitu lomba kemampuan Contact Center untuk menunjukkan program kerja dalam meningkatkan kinerja Pelayanan dan operasional terbaik pada kurun waktu yang dilombakan. 207

210 ICCA memberkan nilai lebih kepada Service Desk Pusintek yang membawa nama Kementerian Keuangan karena Service Desk Pusintek merupakan Single Point of Contact yang memiliki jam kerja selama 7x24 Jam dan telah diakui di tingkat nasional. 11. Pemeringkatan e-government Indonesia. Penghargaan Pemeringkatan e-government Indonesia (PeGI) merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memberikan acuan pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), mendorong peningkatan pemanfaatan TIK, dan mendapatkan peta kondisi pemanfaatan TIK di lingkungan pemerintah. Pemeringkatan e-government Indonesia diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kementerian Keuangan menduduki peringkat pertama dalam penghargaan tersebut sejak tahun 2012 sampai dengan tahun Tabel 3.84 Penghargaan Kementerian Keuangan dalam pemeringkatan e-government Indonesia tahun Nilai 3,51 (Baik) 3,57(Sangat Baik) 12. Penghargaan rekor MURI 3,57 (Sangat Baik) 3,67 (Sangat Baik) LPDP ditetapkan sebagai Lembaga Pemberi Beasiswa S2 dan S3 Luar Negeri terbanyak. Selain itu, LPDP juga ditetapkan sebagai Lembaga yang dapat menuliskan naskah sumpah pemuda dengan aksara daerah terbanyak. Penghargaan Rekor MURI tersebut berdampak pada meningkatkan citra dan branding LPDP di hadapan publik. 13. Prestasi penerima beasiswa LPDP Merupakan prestasi-prestasi tingkat nasional dan internasional yang diraih oleh penerima beasiswa LPDP. Penghargaan ini dapat meningkatkan citra dan branding LPDP di hadapan publik. Awardee sebagai duta bangsa dan perwakilan nama LPDP di luar. Gambar 3.16 Penerima Beasiswa LPDP 208

211 14. LKPP Award untuk Kategori Komitmen 100% e-procurement, Kerjasama Pemanfaatan LPSE Kementerian Keuangan oleh K/L/D/I, tingkat pusat 14 dan tingkat daerah 124, instansi yang bekerja sama, PPATK dan Sekretariat Kabinet. 209

212 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan 04. Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Upaya Kementerian Keuangan untuk meningkatkan kinerja institusi secara optimal dan berkesinambungan dilakukan dengan merancang inisiatif sebagai rencana aksi untuk dijalankan pada tahun Inisiatif tersebut disusun dengan mengacu hasil evaluasi eksternal (dari KemenPAN-RB) atas akuntabilitas kinerja Kementerian Keuangan tahun 2016, hasil evaluasi internal (dari Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan), arahan pimpinan Kementerian Keuangan, dan program reformasi dan transformasi kelembagaan

213 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan A. Tindak Lanjut Atas Rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Tahun 2016 B. Revitalisasi Manajemen Kinerja Kementerian Keuangan C. Program Peningkatan Integritas D. Penguatan Program Reformasi Birokrasi Dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Tahun

214 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan A. Tindak Lanjut Atas Evaluasi AKIP Evaluasi terhadap AKIP Kementerian Keuangan, baik dari pihak eksternal maupun internal, menjadi masukan dalam merancang inisiatif untuk peningkatan tata kelola yang lebih berorientasi hasil (result governance oriented) dan peningkatan kinerja yang lebih berorientasi outcome (outcome oriented). Oleh karena itu, pada tahun 2017, melakukan inisiatif sebagai berikut: 1. Penetapan Target IKU Lebih Challenging untuk Perbaikan Kinerja Dwelling Time Nasional Dwelling time adalah lama waktu sejak barang impor dibongkar dari kapal sampai dengan barang keluar dari pelabuhan. Indikasi perhitungan dwelling time adalah lamanya kontainer impor ditumpuk di pelabuhan (waktu penumpukan kontainer di pelabuhan). Dwelling time dapat dibagi menjadi pre-clearance, customs clearance dan post-clearance. Dalam proses dwelling time, Kementerian Keuangan c.q DJBC berkontribusi terhadap kinerja customs clearance time untuk mempercepat proses penyelesaian kewajiban kepabeanan barang impor sehingga waktu barang impor keluar dari pelabuhan juga menjadi lebih cepat, sehingga diharapkan dapat mendukung distribusi logistik nasional Indonesia. Customs Clearance Time khususnya untuk kegiatan impor dimulai dari waktu importir/ppjk melakukan loading Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke sistem in house Bea Cukai sampai dengan waktu penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Terkait hal tersebut, penetapan target custom clearance setiap tahunnya semakin meningkat (semakin cepat) sehingga dapat mendukung dwelling time agar dapat semakin cepat. Penetapan target customs clearance tidak semata-mata memperhatikan aspek kecepatan layanan yang diberikan, 212

215 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan namun harus juga mempertimbangkan aspek risiko yang melekat pada importir dan barang. Untuk memberikan pelayanan secara cepat namun tetap memperhatikan aspek risiko dalam kegiatan importir, maka dilakukan penjaluran barang impor berdasarkan perpaduan antara profil importir dan profil komoditi. Jenis penjaluran barang impor dikelompokkan menjadi jalur merah, jalur kuning, jalur hijau, jalur Mitra Utama (MITA) Non Prioritas, dan jalur MITA Prioritas. Tiap-tiap jalur tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, untuk jalur merah dilakukan proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan melakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Mempertimbangkan aspek layanan, risiko importir, serta kondisi sumber daya yang ada dari tahun ke tahun, target customs clearance time diupayakan terus meningkat. Peningkatan target customs clearance time dapat terlihat pada table berikut: Tabel 4.1 Target Customs Clearance Time Tahun Renstra - 1,5 hari 1,4 hari 1,3 hari Kontrak Kinerja 3 hari 1,5 hari 1,2 hari 1 hari Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa target customs clearance time yang ditetapkan dalam Kontrak Kinerja pada level Kemenkeu- Wide lebih cepat dari target dalam dokumen perencanaan (Renstra Kementerian Keuangan Tahun ). 2. Perbaikan Tata Kelola Aset Negara Secara Berkelanjutan Pengelolaan kekayaan negara (aset) merupakan salah satu representasi fungsi Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Pengelolaan kekayaan negara sebagai suatu fungsi pada Kementerian Keuangan, berkembang secara signifikan setelah fungsinya dilaksanakan secara full dedicated dalam unit setingkat eselon I, yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada tahun Dan secara fungsi, bentuk mature-nya telah terakomodasi dalam Pasal 28, Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015, di mana ruang lingkup kekayaan negara yang dikelola meliputi barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, dan kekayaan negara lain-lain. Selain melaksanakan fungsi kekayaan negara, DJKN juga melaksanakan fungsi penilaian, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015 s.d. 2019, dari sisi nilai, potensi kekayaan negara yang dimiliki oleh pemerintah sangat besar. Hal ini salah satunya terlihat dari nilai barang milik negara (BMN) berupa aset tetap yang mengalami peningkatan secara signifikan, dari nilai BMN per 31 Desember 2005 sebesar Rp237,78 triliun, pada tahun 2014 telah mencapai Rp1.796,73 triliun (Semester I LKPP 2014). Kemudian untuk kekayaan negara 213

216 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan lain-lain tercatat sebesar Rp 191,38 triliun. Selain itu, kekayaan negara yang berupa investasi pemerintah (kekayaan negara dipisahkan) juga memiliki nilai yang tidak kalah potensial. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015 s.d. 2019, nilai inventasi pemerintah s.d. tahun 2013 tercatat sebesar Rp1.218, triliun atau kurang lebih 34,15% dari total aset yang tersaji pada LKPP Grafik 4.1 Pertumbuhan Nilai BMN berupa Aset Tetap Tahun 2004 s.d (dalam triliun) Hasil dari Pelaksanaan Invetarisasi dan Penilaian Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan nilai aset yang cukup signifikan, terutama untuk nilai BMN berupa aset tetap, merupakan hasil dari pelaksanaan inventarisasi dan penilaian atas seluruh aset Kementerian/ Lembaga yang dilaksanakan pada tahun 2007 s.d Pelaksanaan inventarisasi dan penilaian merupakan bagian dari perbaikan tata kelola aset, yang juga terbukti mampu mendongkrak opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dari opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)/ disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian pada tahun Salah satu penyebab opini disclaimer atas LKPP sebelum tahun 2009 (2004 s.d. 2008) adalah terkait dengan penyajian data aset pada neraca yang belum dapat diyakini kewajarannya. Oleh karena itu, mulai tahun 2007, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) menggulirkan program 3 T, yaitu Tertib Administrasi, Tertib Fisik, dan Tertib Hukum, dimana salah satu kegiatan prioritasnya adalah pelaksanaan inventarisasi dan penilaian. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan aset dari sisi administrasi dan fisik, sekaligus memperbaiki penyajian nilai aset pada LKPP. Sampai dengan saat ini, perbaikan tata kelola aset negara senantiasa terus dilakukan secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang saat ini masih berjalan diantaranya adalah sertifikasi BMN berupa tanah. Kegiatan ini merupakan bagian dari program tertib hukum atas aset. Perkembangan sertifikasi BMN berupa tanah dapat diilustrasikan pada grafik berikut ini. 214

217 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Grafik 4.2 Perkembangan Penyelesaian Sertifikasi BMN berupa Tanah Periode 2013 s.d (dalam bidang) Program percepatan sertifikasi dimulai pada tahun 2012, yaitu melalui kegiatan identifikasi dan pendataan atas BMN berupa tanah. Pada tahun tersebut, BMN berupa tanah telah teridentifikasi sejumlah bidang. Sebagian diantaranya, yaitu bidang, telah bersertifikat, sementara sisanya sejumlah akan disertifikatkan secara bertahap. Program percepatan sertifikasi dilaksanakan mulai tahun 2013 dengan prioritas pada penyelesaian atas BMN berupa tanah yang telah berstatus free and clean (bukti kepemilikan lengkap, fisik dikuasai oleh K/L, dan tidak dalam sengketa). Melihat data statistik pencapaian sertifikasi BMN berupa tanah sebagaimana grafik diatas, diperoleh bahwa rata-rata realisasi penyelesaian sertifikasi per tahun hanya mencapai bidang. Oleh karena itu, diperkirakan proses sertifikasi akan memerlukan waktu penyelesaian kurang lebih selama 13 tahun. Namun demikian, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) senantiasa terus mengakselerasi program sertifikasi BMN dengan melakukan crash program bersama Kementerian ATR/BPN dan Bappenas, sehingga diharapkan penyelesaian sertifikasi bisa lebih cepat atau paling tidak sejalan dengan target Reforma Agraria Kementerian ATR/BPN, dimana seluruh bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025 harus sudah bersertifikat. Perbaikan tata kelola aset melalui program tertib administrasi, tertib fisik, dan tertib hukum merupakan standar minimal yang harus dilakukan (the minimum standard of state asset management). Oleh karena itu, simultan dengan pelaksanaan program tersebut, hal selanjutnya yang harus dilakukan oleh Kementerian Keuangan adalah memastikan bahwa aset negara telah digunakan secara optimal. Indikator kinerja rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap merupakan indikator yang dipilih untuk memantau utilisasi/ penggunaan atas aset negara. Selain bertujuan untuk memastikan tertib administrasi/pencatatan aset, indikator ini juga dapat memberikan informasi tentang seberapa nilai aset yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, nilai aset yang under capacity 215

218 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan sehingga dapat dimanfaatkan/dikerjasamakan dengan pihak ketiga, nilai aset yang diserahkan kepada pihak lain dalam rangka pelaksanaan progam pemerintah (hibah), atau nilai aset yang digunakan sebagai penyertaan modal negara. Artinya, melalui indikator ini, pertumbuhan portofolio nilai aset berikut utilisasinya senantiasa dipantau. Dalam perkembangannya, pengelolaan aset mengalami pergeseran paradigma, dari asset administrator menjadi asset manager. Oleh karena itu, pada tahun 2017, Kementerian Keuangan mulai mengukur kinerja pengelolaan aset ditinjau dari seberapa besar manfaat ekonomi yang diperoleh dari pengelolaan aset negara. Manfaat ekonomi tersebut diukur dari nilai penerimaan negara dan nilai penghematan belanja yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan aset. Melalui pengukuran ini, diharapkan aset yang dimiliki oleh negara tidak hanya sebatas pada penggunaan, namun juga dikelola secara optimal dan profesional sehingga nantinya juga berkontribusi dalam mendukung kapasitas keuangan negara. Pola optimalisasi penerimaan negara melalui pengelolaan aset dapat dilakukan melalui skema sewa, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna, dan lainnya. Sementara pola optimalisasi penghematan belanja dapat dilakukan dengan skema pengalihan aset idle pada suatu Kementerian/Lembaga kepada instansi lain yang membutuhkan baik untuk pelaksanaan tugas dan fungsi maupun mendukung program prioritas pemerintah. Contoh dukungan aset terhadap program prioritas pemerintah pada tahun 2016 adalah penyediaan aset di Lampung, Batam, Padang, dan Gowa untuk program sejuta rumah. Selain hal tersebut, pada tahun 2016, Kementerian Keuangan juga telah membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), sebagai salah satu unit yang bertugas secara khusus melakukan optimalisasi atas aset-aset idle yang berada di bawah pengelolaan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Selain sebagai operator aset idle, LMAN juga diberikan mandat oleh pemerintah untuk melaksanakan fungsi special land bank, yang berperan dalam penyediaan lahan untuk proyek strategis nasional. Pengelolaan aset negara memiliki peran yang semakin strategis dalam mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan secara serius sedang berupaya untuk mengoptimalkan peran tersebut, sehingga aset negara tidak lagi dipandang sebagai sumber daya pasif, namun secara produktif dapat dikelola dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Strategi yang akan digunakan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan pembangunan basis data aset yang aktual dan akurat, serta menjalankan strategi pengelolaan aset berbasis prinsip the highest and best use. Harapannya, setiap nilai aset yang dimiliki oleh negara ini dapat memberikan imbal balik/return yang positif sesuai dengan potensi terbaik atas aset tersebut 216

219 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan 3. Perumusan, Penetapan dan Monitoring Tindaklanjut Rencana Aksi Monitoring dan evaluasi atas kinerja Kementerian Keuangan telah dilakukan sejak pertama kali pengelolaan kinerja berbasis balanced scorecard (BSC) diimplementasikan ditahun 2007, dimana pelaksanaan monitoring kinerja dilakukan secara berkala setiap triwulan pada level Kemenkeu-Wide dalam forum Staf Ahli (FORSA). Pada tahun 2014, ditetapkan KMK 467/ KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan yang di dalamnya juga mengatur pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Forum Monitoring kinerja selanjutnya dikembangkan menjadi Rapat Pimpinan Kinerja (Rapimja) Menteri Keuangan dengan seluruh pimpinan unit Eselon I Kementerian Keuangan yang membahas kinerja level kementerian dan unit eselon I. Periode pelaksanaan monitoring kinerja disesuaikan dengan level unit organisasi sebagaimana tabel berikut: Tabel 4.2 Periode Pelaksanaan Monitoring Kinerja sesuai Level Unit Organisasi No. Level Periode Monitoring Peserta Rapat Pimpinan Kinerja 1. Kemenkeu-Wide Triwulanan Menteri Keuangan dan Pejabat Eselon I 2. Kemenkeu-One Triwulanan/ Bulanan 3. Kemenkeu-Two Triwulanan/ Bulanan 4. Kemenkeu-Three Triwulanan/ Bulanan 5. Kemenkeu-Four Triwulanan/ Bulanan Masing-masing Pimpinan Unit Eselon I dan Pejabat Eselon II Masing-masing Pimpinan Unit Eselon II dan Pejabat Eselon III Masing-masing Pimpinan Unit Eselon III dan Pejabat Eselon IV Masing-masing Pimpinan Unit Eselon IV dan Pelaksana Penanggung Jawab Manajer Kinerja Organisasi Pusat Manajer Kinerja Organisasi Sub Manajer Kinerja Organisasi Mitra Manajer Kinerja Organisasi Pejabat Eselon IV/ Eselon V Pelaksanaan monitoring kinerja telah berjalan dengan baik dan dilaksanakan secara rutin pada seluruh level unit. Dalam setiap pelaksanaan monitoring kinerja dihasilkan matriks tindak lanjut yang berisi rencana aksi sebagai upaya untuk mengoptimalkan sekaligus sebagai mitigasi risiko pencapaian strategi maupun target kinerja. Sebagai upaya untuk merevitalisasi manajemen kinerja pada Kementerian Keuangan, format pembahasan kinerja terus disempurnakan agar rapat pembahasan kinerja menjadi semakin efektif serta difokuskan pada pembahasan isu strategis (issue), dampak terhadap pencapaian kinerja (impact) dan penetapan rencana aksi (action). Selain itu, juga ditunjuk unit yang bertanggung jawab (accountabilty) untuk melaksanakan rencana aksi yang telah ditetapkan oleh pimpinan rapat (metode IIAA). Penyempurnaan sistem monitoring kinerja tersebut diformalkan pada tahun 2016 dengan ditetapkannya keputusan Menteri Keuangan nomor KMK 590/KMK.01/2016 tentang Pedoman Dialog Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam ketentuan tersebut, selain diatur mengenai pedoman Dialog Kinerja Organisasi (DKO) dalam format rapat kinerja juga ditetapkan pedoman Dialog Kinerja Individu (DKI) dalam bentuk couching dan counselling. Dengan ditetapkannya ketentuan mengenai dialog kinerja, pelaksanaan monitoring kinerja diharapkan dapat semakin efektif mendukung pencapaian kinerja yang optimal. Periode pelaksanaan DKO dan monitoring rencana aksi dilakukan secara berkala paling sedikit setiap triwulanan sebagai berikut: 217

220 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Gambar 4.1 Periode pelaksanaan DKO dan monitoring rencana aksi Rencana aksi yang dihasilkan dalam Rapimja selanjutnya dimonitor dan ditindaklanjuti oleh unit terkait melalui aplikasi DAMS (Daily Activity Monitoring System). Dalam aplikasi DAMS, rencana aksi yang telah ditetapkan di level kementerian dapat di-cascade sampai dengan unit terkait, sehingga dapat mempercepat pendistribusian arahan pimpinan/rencana aksi yang dihasilkan dalam setiap kegiatan monitoring kinerja. Update terkait progress tindak lanjut rencana aksi juga dapat dilihat dalam aplikasi DAMS dan dilakukan monitoring oleh Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan (PUSHAKA) selaku pengelola DAMS Kementerian dan pengelola DAMS pada masing-masing unit Eselon I. Bahkan pada tahun 2016, Sekretariat Negara melakukan benchmarking ke Kementerian Keuangan terkait dengan aplikasi DAMS dan telah mengadopsi aplikasi tersebut guna memonitor tindak lanjut arahan Presiden 4. Optimalisasi Monitoring dan Evaluasi atas Kinerja Proses monitoring dan evaluasi kinerja pada Kementerian Keuangan telah dilakukan secara berkala sebagaimana dijelaskan dalam butir 3. Sebagai upaya untuk merevitalisasi manajemen kinerja sekaligus menyelaraskan pengelolaan kinerja dengan pengelolaan risiko pada Kementerian Keuangan, agenda pelaksanaan pemantauan risiko pada Kementerian Keuangan dilakukan bersamaan dengan agenda pelaksanaan monitoring kinerja. Pemantauan risiko ditujukan untuk memantau pelaksanaan rencana aksi, penanganan risiko, analisis status Indikator Risiko Utama (IRU) serta tren perubahan besaran/level risiko. Hal ini ditujukan agar perumusan rencana aksi yang dihasilkan dalam rapat kinerja juga difokuskan pada upaya mitigasi risiko yang berpotensi menghambat pencapaian strategi maupun target kinerja. Penyelerasan agenda monitoring kinerja dan pemantauan risiko diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 865/KMK.01/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan. Selain monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja pada tahun berjalan, Kementerian Keuangan juga melakukan evaluasi terhadap Renstra yang ditujukan untuk mengoptimalkan pencapaian agenda prioritas nasional,. Dalam kegiatan evaluasi tersebut, dilakukan penilaian apakah pelaksanaan 218

221 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan program-program tersebut telah sesuai dan mencapai target yang ditetapkan. Hal ini sesuai dengan amanat pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, yang menyebutkan bahwa Pimpinan Kementerian/ Lembaga harus melakukan evaluasi pelaksanaan Renstra-K/L. Hasil evaluasi tahun 2016 yang dilakukan terhadap pelaksanaan agenda prioritas nasional (nawacita) pada tahun 2015 adalah sebagai berikut : Nawa Cita 1: Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara. a. Dalam rangka Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim, Kementerian Keuangan melalui DJBC telah melakukan beberapa hal diantaranya: Inventarisasi target pengawasan di perairan atau pemetaan titiktitik rawan; Revitalisasi Pangkalan Sarana Operasi (PSO) menjadi Pangkalan Operasi; Penyempurnaan sistem patroli laut gabungan dengan instansi penegak hukum lain (TNI AL) serta dengan instansi penegak hukum negara lain (Singapura, Malaysia, Philipina, Papua Nugini, Timor Leste, Australia); Peningkatan sarana dan prasarana, diantaranya pengadaan 16 unit kapal patrol cepat yang sedang dalam proses penyelesaian dan pengadaan Hi-Co Scan Container untuk ditempatkan pada pelabuhan-pelabuhan internasional yang strategis; Pengembangan dan peningkatan kualitas SDM, diantaranya dengan b. Dalam rangka Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan Regional, Kementerian Keuangan telah berpartisipasi aktif di dalam beberapa Lembaga Keuangan Internasional (LKI) seperti Islamic Development Bank (IDB), World Islamic Economic Forum (WIEF) dan Asia- Pacific Economic Cooperation (APEC). Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam forum internasional seperti G-20. Nawa Cita 3: Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan a. Dalam rangka Pengembangan Kawasan Perbatasan, Kementerian Keuangan melalui DJBC telah melakukan kegiatan pengawasan di daerah perbatasan baik di wilayah laut maupun darat untuk meningkatkan kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan negara tetangga. Capaian atas peran tersebut dapat ditandai dengan meningkatnya perdagangan ekspor-impor di perbatasan, dan menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan. b. Dalam rangka Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan, Kementerian Keuangan melalui DJPK melakukan pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan, dengan memastikan perangkat peraturan pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi, jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP Sistem Keuangan Desa. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan ikut memastikan bahwa distribusi dan alokasi dana desa berjalan secara efektif, berjenjang dan bertahap. 219

222 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan c. Dalam rangka Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemeringkatan Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Daerah. Peningkatan kualitas belanja dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah terlihat dari peningkatan yang cukup signifikan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang mendapatkan opini WTP. Nawa Cita 6: Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional a. Dalam rangka Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman, implementasi kebijakan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Sistem Manajemen Investasi, DJPB adalah melakukan Restrukturisasi Piutang Negara pada BUMN/Pemda/PDAM. b. Dalam rangka Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Dalam Pembiayaan Infrastruktur, beberapa hal yang telah dilakukan Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: Penyusunan RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) dan telah ditetapkan sebagai dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ; Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.08/2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan dalam rangka Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; Penyusunan RPMK tentang Fasilitas Fiskal dalam rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; c. Dalam rangka Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang, Kementerian Keuangan tengah merancang strategi penerapan insentif fiskal dan non fiskal untuk mendorong investasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri melalui insentif keringanan biaya keluar, tax allowance, dan skema pembayaran royalti bagi pengusahaan smelter yang terintegrasi dengan pengusahaan tambang. Nawa Cita 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik a. Dalam rangka Penguatan Sektor Keuangan, Kementerian Keuangan tengah melakukan peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas sistem keuangan, dengan menerbitkan Rancangan UU Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK). b. Dalam rangka Penguatan Kapasitas Fiskal Negara, pelaksanaan kegiatan difokuskan pada beberapa kegiatan antara lain: Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran; Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring dengan potensinya; 220

223 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Merancang ulang lembaga pajak, berikut peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur perpajakan; Peningkatan realisasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perumahan; Peningkatan pelayanan kepada stakeholders, seperti halnya penggunaan fasilitas e-banking dan e-billing system melalui penyempurnaan MPN G-2; Pelaksanaan implementasi Akuntansi Berbasis Akrual, serta pengembangan sistem aplikasi untuk pelaksanaan anggaran dan laporan keuangan berbasis akrual yang telah terintegrasi pada SPAN. Agar selaras dengan penerapan penganggaran berbasis kinerja, Kementerian Keuangan juga melaksanakan evaluasi anggaran dalam bentuk penelitian RKA-K/L. Hal ini merupakan amanah dari PMK No. 163/ PMK.02/2016 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L dan Pengesahan DIPA. Penelitian RKA-K/L Unit Eselon I di Kementerian Keuangan dilakukan oleh Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan dan Keuangan. Penelitian RKA-K/L dilakukan untuk memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran. Verifikasi atas kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran difokuskan untuk meneliti : a. Konsistensi penerapan sasaran kinerja dalam RKA-K/L sesuai dengan sasaran kinerja dalam Renja K/L dan rencana kerja Pemerintah; b. Kesesuaian total pagu dalam RKA-K/L dengan Pagu Anggaran K/L c. Kesesuaian sumber dana dalam RKA K/L dengan sumber dana yang ditetapkan dalam Pagu Anggaran RKA-K/L d. Kepatuhan dalam pencantuman tematik APBN pada level keluaran; e. Kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L, antara lain RKA Satker, RAB, dan dokumen pendukung terkait lainnya. Hasil penelitian RKA-K/L dituangkan dalam bentuk Catatan Hasil Penelitian (CHP). CHP kemudian disampaikan kepada unit Eselon I terkait untuk dilakukan perbaikan atau penyesuaian jika diperlukan. Berdasarkan CHP dan hasil reviu APIP (INSPEKTORAT VI), setiap Unit Eselon I di Kementerian Keuangan melakukan perbaikan/penyesuaian dan menyampaikan kembali RKA-K/L Unit Eselon I yang telah diperbaiki kepada Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan dan Keuangan untuk dikompilasi menjadi RKA-K/L Kementerian Keuangan. Sebagai komitmen atas pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja, kegiatan penelitian (Quality Assurance atas perencanaan dan anggaran) terhadap RKA-K/L menjadi salah satu layanan unggulan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. 221

224 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan B. Revitalisasi Manajemen Kinerja Kementerian Keuangan 1. Penerapan Enterprise Risk Management (ERM) Kementerian Keuangan dan Penyelarasan Sistem Pengelolaan Risiko dengan Sistem Pengelolaan Kinerja Sebagai institusi pemerintah yang mengemban tugas dan fungsi strategis sebagai pengelola keuangan negara, Kementerian Keuangan perlu terus menetapkan strategi yang mampu menjaga kesinambungan fiskal. Di tengah ketidakpastian perekonomian global yang terjadi saat ini, Kementerian Keuangan juga perlu terus berupaya melakukan berbagai terobosan yang ditujukan untuk meminimalisir kemungkinan munculnya risiko yang berpotensi menghambat pencapaian tujuan organisasi. Oleh karenanya, pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan perlu diselaraskan dengan sistem lainnya, termasuk sistem manajemen risiko. Proses manajemen risiko dilakukan untuk memastikan pencapaian sasaran organisasi, termasuk sasaran yang ditetapkan dalam pengelolaan kinerja. Serangkaian aktivitas yang disusun untuk menangani risiko berfungsi untuk membantu organisasi mengurangi kemungkinan terjadinya risiko atau dampak risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Keuangan perlu terus menyempurnakan sistem pengelolaan kinerja dan pengelolaan risiko serta mengimplementasikannya dengan optimal. Salah satu upaya yang dilakukan Kementerian Keuangan saat ini adalah melalui penyelarasan sistem pengelolaan kinerja dengan sistem pengelolaan risiko serta mengembangkan implementasi pengelolaan risiko pada seluruh satuan kerja. 222

225 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Implementasi pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan telah dimulai sejak tahun 2008 melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/ PMK.07/2008. Berdasarkan ketentuan tersebut, penerapan pengelolaan risiko baru dilaksanakan di level Unit Eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan yang disebut dengan Unit Pemilik Risiko (UPR). Pada perkembangannya, pengelolaan risiko dinilai belum optimal, mengingat pengelolaan risiko belum diimplementasikan pada setiap level. Selain itu, juga belum ada standar penetapan konteks risiko yang menjadi acuan seluruh UPR, beban administratif yang relatif cukup tinggi mengingat masih banyaknya form yang harus disusun, serta belum ditetapkannya sistem monitoring risiko secara berkala dan bersinergi dengan monitoring kinerja. Agar implementasi pengelolaan risiko dapat mendukung pencapaian tujuan Kementerian Keuangan secara optimal, Kementerian Keuangan melakukan penyempurnaan sistem serta mencoba menerapkan implementasi pengelolaan risiko secara holistik atau yang lebih dikenal dengan Enterprise Risk Management (ERM). Penyempurnaan sistem ditetapkan melalui Peratuan Menteri Keuangan nomor 12/ PMK.07/2016 yang kemudian disempurnakan kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 171/PMK.01/2016 dan Keputusan Menteri Keuangan nomor 845/KMK.01/2016. Mulai tahun 2017, ERM diterapkan mulai dari penetapan piagam risiko Kementerian Keuangan yang kemudian di-cascade ke seluruh unit pemilik peta strategi sebagai UPR secara berjenjang sampai Unit Eselon III kantor vertikal. Hal ini mendorong agar terbangun sinergi dalam pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan dan agar risiko yang dikelola bukan hanya risiko yang bersifat operasional namun juga risiko yang sifatnya strategis serta berdampak signifikan bagi pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, proses manajemen risiko sudah ditetapkan standar yang digunakan sebagai acuan bagi seluruh UPR, serta dilakukan penyederhanaan form. Sistem monitoring risiko secara berkala juga sudah ditetapkan dan dilaksanakan bersinergi dengan monitoring kinerja. Melalui penerapan ERM, maka implementasi three lines of defense pada Kementerian Keuangan diharapkan dapat berjalan efektif. Saat ini, ketiga fungsi tersebut sudah dipertajam melalui pemisahan fungsi pemilik risiko, unit pengawasan internal dan Inspektorat Jenderal sebagai auditor internal. Ketiga peran ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas implementasi sistem manajemen kinerja. 223

226 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan 2. Peningkatan Kualitas Kontrak Kinerja Pegawai Melalui Penetapan Koefisien Kualitas Kontrak Kinerja (K3) Dalam rangka mewujudkan penilaian kinerja yang lebih objektif, pada tahun 2016 disusun mekanisme yang dapat mendorong diferensiasi kinerja antarpegawai dan meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja secara berkesinambungan dengan menerapkan Kualitas Kontrak Kinerja (K3). Pedoman penghitungan K3 ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.01/2016 tentang Pedoman Penghitungan NKP Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Latar belakang perlunya penghitungan Nilai Kinerja Pegawai (NKP) berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja (K3): a. Implementasi distribusi normal dalam kategorisasi kinerja pegawai dinilai belum dapat mendiferensiasi kinerja antarpegawai secara fair; b. Secara best practice, penerapan distribusi normal umumnya hanya bersifat sementara (3-4 tahun); dan c. Rekomendasi Hasil Survei MOFIN tahun 2016 untuk merancang rumusan kebijakan yang dapat membedakan kinerja antarpegawai secara lebih fair. Tujuan penghitungan Nilai Kinerja Pegawai (NKP) berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja (K3): a. Menilai kualitas Kontrak Kinerja pegawai khususnya atas Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Target IKU; b. Menyesuaikan Capaian Kinerja Pegawai berdasarkan kualitas Kontrak Kinerja pegawai (CKP K3); c. Mengklasifikasikan kinerja pegawai yang lebih objektif; dan d. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja secara berkesinambungan. Pelaksanaan penghitungan nilai NKP berdasarkan K3 dilakukan dengan mengacu pada prinsip berikut: a. Objektifitas Diferensiasi kinerja pegawai dilakukan berdasarkan kriteria yang objektif dengan meminimalkan judgement yang bersifat subjektif. b. Keadilan Diferensiasi kinerja pegawai harus dapat memberikan penilaian Iebih baik, bagi pegawai dengan K3 yang lebih baik. 224

227 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan c. Mendorong perilaku positif Diferensiasi kinerja harus mendorong perilaku positif pegawai yang dapat meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja di masa rnendatang. d. Menggunakan data terbaik yang tersedia Diferensiasi kinerja dilakukan dengan menggunakan data yang tersedia dan andal. e. Sederhana Diferensiasi kinerja dilakukan dengan cara yang mudah dimengerti dan mudah dilaksanakan. Penghitungan NKP K3 merupakan kombinasi Capaian Kinerja Pegawai (CKP) K3 dan Nilai Perilaku (NP). Mekanisme penghitungan NKP K3 adalah sebagai berikut: Gambar 4.2 Mekanisme penghitungan NKP K3 NKP K3 dihitung dengan menjumlahkan CKP K3 dan NP dengan bobot CKP K3 sebesar 70%(tujuh puluh perseratus) dan bobot NP sebesar 30%, (tiga puluh perseratus). NP diperoleh berdasarkan penilaian perilaku sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.0l/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 556/ KMK.0l/2015. NKP K3 dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori status kinerja pegawai sebagai berikut: Tabel 4.3 Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP K3 Kinerja Pegawai Keterangan X 100 Baik Sekali 90 X<100 Baik X<90 Cukup 225

228 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan C. Program Peningkatan Integritas 1. Crash Program Tax Amnesty dan Saber Pungli Kementerian Keuangan melalui Inspektorat Jenderal selaku APIP menyelenggarakan crash program verifikasi kekayaan pegawai dalam rangka program Tax Amnesty, Saber Pungli, dan Anti Korupsi. Kegiatan sosialisasi bertempat di KPPBC tipe Madya Pabean Tanjung Perak tanggal 11 November 2016, dan GKN Makassar tanggal 15 Desember Di samping pelaksanaan sosialisasi, dilakukan pula klarifikasi atas harta kekayaan pegawai yang berpotensi mengikuti program Tax Amnesty, dan konfirmasi atas keikutsertaan pegawai Kementerian Keuangan dalam program Tax Amnesty. 2. Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar Sebagai tindak lanjut atas Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, pada tahun 2017 Kementerian Keuangan telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar yang terdiri atas 3 bidang kelompok kerja yaitu Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan, dan Bidang Yustisi serta membentuk satuan tugas pada setiap unit eselon I. 3. Pengendalian Gratifikasi Dalam rangka pengendalian gratifikasi sebagai perwujudan integritas pegawai dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, Kementerian Keuangan sedang menyusun Pedoman Pengendalian Gratifikasi. Beberapa hal yang diatur dalam pedoman ini diantaranya adalah pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) sebagai unit pelayanan dan informasi (helpdesk) pengendalian gratifikasi pada setiap unit kerja. 226

229 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan 4. Pelaporan Harta Kekayaan Pegawai Seluruh pejabat dan pegawai Kementerian Keuangan diwajibkan untuk melaporkan seluruh harta yang dimiliki, baik sebelum, selama, dan setelah memangku sebuah jabatan guna menjaga integritas dan akuntabilitas harta kekayaan, melalui LP2P, LHKPN, dan LHKASN sesuai dengan lingkup kewajibannya. Pelaporan harta kekayaan tersebut dipantau kepatuhannya oleh setiap bidang yang ditunjuk pada tiap unit eselon I. Saat ini, Kementerian Keuangan sedang mengembangkan aplikasi Laporan Perpajakan dan Harta Kekayaan yang mengakomodir integrasi pelaporan LP2P, LHKASN, dan LHKPN guna memudahkan pegawai Kementerian Keuangan dalam melakukan pelaporan harta kekayaan dan pajak-pajak pribadi. 5. Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) & Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Pada tanggal 10 Desember 2016, 3 (tiga) unit kerja pelayanan Kementerian Keuangan meraih predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan 1 (satu) unit kerja pelayanan Kementerian Keuangan meraih predikat Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan Festival Antikorupsi 2016 dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Internasional (HAKI 2016) yang diselenggarakan di Pekanbaru, Riau. Ditjen Perbendaharaan merupakan satu-satunya perwakilan Kementerian Keuangan yang berhasil memenuhi kriteria sebagai Wilayah Bersih dari Korupsi (WBK) tahun 2016 dalam penilaian oleh Kemenpan RB, yang diraih oleh KPPN Amlapura. Ditjen Perbendaharaan juga merupakan satusatunya unit eselon I Kementerian Keuangan yang mampu meraih predikat WBK/WBBM selama 3 tahun berturut-turut. WBK: KPPN Malang (2013), KPPN Semarang II dan KPPN Bangko (2014), KPPN Amlapura (2015), KPPN Kuningan (2016). WBBM: KPPN Malang (2013), KPPN Semarang II (2014), KPPN Amlapura (2016). Ketiga unit kerja Kementerian Keuangan yang meraih predikat WBK adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Kuningan, Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Pasuruan dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Untuk kemudian unit kerja Kementerian Keuangan yang meraih predikat WBBM adalah KPPN Amlapura. Hasil ini merupakan evaluasi terhadap 223 unit kerja pelayanan pada 175 kementerian/lembaga, 18 provinsi dan 30 kabupaten/kota. Dari evaluasi tersebut, Tim Penilai Nasional menetapkan sebanyak 19 unit kerja pelayanan yang berhak mendapatkan predikat WBK dan WBBM. 227

230 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Asman Abnur, dan diterima oleh masing-masing Kepala Kantor dari unit kerja pelayanan Kementerian Keuangan dan didampingi oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto Gambar 4.3 Penyerahan Penghargaan WBK/WBBM oleh Menteri PAN-RB Atas prestasi tersebut, MenPAN-RB menyampaikan bahwa keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik agar menjadi role model bagi daerah lain untuk dapat diimplementasikan di seluruh Indonesia. Ke depannya, Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam sistem pemerintahan di Indonesia diharapkan menjadi ASN yang modern dan berbasis teknologi. MenPAN-RB juga mengajak kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas dalam pelayanan publik agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Adapun unit kerja pelayanan yang menerima predikat WBK adalah sebagai berikut: 1. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Kuningan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan. 2. Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A, Pasuruan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan. 3. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Sekretariat Jenderal, Kementerian Keuangan. 4. Badan Pemeriksa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta. 5. Direktorat Pengendalian Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 6. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok. 7. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta III. 8. Kepolisian Resor Kabupaten Gresik. 9. Kepolisian Resor Sidoarjo. 10. Kepolisian Resor Kabupaten Jember. 228

231 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan 11. Sekolah Menegah Kejuruan, SMTI Yogyakarta, Kementerian Perindustrian. 12. Kantor SAR Surabaya. 13. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Purwodadi. 14. Balai Laboratorium Kesehatan, Dinas Kesehatan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 15. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Kota Balikpapan. 16. Dinas Perijinan, Kabupaten Bantul. 17. RSUD A M Parikesit, Kabupaten Kutai Kartanegara. Sementara untuk unit kerja penerima WBBM adalah: 1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK RI. 2. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Amlapura, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Zona Integritas (ZI) WBK dan WBBM merupakan salah satu upaya Kementerian PAN-RB dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Penilaian instansi yang memperoleh predikat WBK/WBBM didasarkan pada salah satunya adalah kualitas pelayanan publik yang telah terstandardisasi dan didukung oleh manajemen Sumber Daya Manusia yang baik serta memanfaatkan teknologi informasi. Pemberian penghargaan ZI WBK/WBBM merupakan salah satu agenda dalam Festival Anti Korupsi 2016 dalam rangka memeringati Hari Antikorupsi Internasional (HAKI 2016) yang diselenggarakan di Pekanbaru, Riau dengan mengusung tema Bersih Hati, Tegak Integritas, Kerja Profesional untuk Indonesia Tangguh. Ditjen Perbendaharaan bersama eselon I lainnya juga turut berpartisipasi dalam Integrity Expo (Pameran Tunjuk Integritas) dengan menampilkan produk dan inovasi anti korupsi yang tergabung dalam booth Kementerian Keuangan. Beberapa layanan unggulan Ditjen Perbendaharaan sebagai bentuk peningkatan pelayanan publik dan pencegahan korupsi diantaranya adalah MPN G2, SPAN dan SAKTI, serta layanan portal HAI DJPBN dan OM SPAN. 229

232 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan D. Penguatan Program Reformasi Birokrasi Dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Tahun Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun 2014, dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun merupakan program strategis Kementerian Keuangan dalam upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang, dan tantangan yang terjadi baik dalam skala nasional, regional, maupun global untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, beretika, dan kredibel, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders. Implementasi program RBTK pada tahun berjalan dengan baik dan menghasilkan output/outcome yang cukup signifikan. Untuk menjawab tantangan baru dalam pelaksanaan program RBTK, telah disusun 20 inisiatif baru program RBTK dengan strategic outcomes Terjaganya kesinambungan fiskal melalui pendapatan negara yang optimal, belanja negara yang efisien dan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang akan diselesaikan pada tahun Adapun penyelesaian lanjutan atas implementasi 87 IS RBTK dan 7 (tujuh) inisiatif tambahan di bidang perimbangan keuangan dan kepabeanan dan cukai, dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu: IS RBTK dipantau oleh CTO; IS RBTK dipantau oleh PMO; IS RBTK diserahkan kepada unit teknis terkait dan diusulkan untuk dinyatakan selesai (project closing). Secara umum conseptual framework perumusan IS RBTK baru sebagaimana dalam gambar di bawah ini. 230

233 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Gambar 4.4 Conceptual Frame Work Perumusan IS RBTK Strategic Outcomes Kementerian Keuangan pada prinsipnya terbagi dalam 3 (tiga) outcomes tematik yaitu: 1. Tema Penerimaan Pendapatan negara yang optimal, yang akan dicapai melalui 5 Inisiatif. 2. Tema Perbendaharaan Pengelolaan Keuangan Negara yang Akuntabel, yang akan dicapai melalui 7 Inisiatif. 3. Tema Penganggaran Belanja Negara yang Efektif dan Efisien, yang akan dicapai melalui 4 Inisiatif. Untuk mewujudkan 3 (tiga) outcomes tematik tersebut, selain dilakukan melalui IS RBTK yang bersifat substantif juga didukung oleh 4 IS RBTK Tema Sentral yang menjiwai, mendukung, dan menggerakkan pencapaian IS RBTK tema penerimaan, tema perbendaharaan, dan tema penganggaran dalam rangka pencapaian Strategic Outcomes Kementerian Keuangan. 231

234 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Gambaran ringkas mengenai Peta Inisiatif-Inisiatif pada keempat tema tersebut adalah sebagaimana gambar berikut: Gambar 4.5 Peta Inisiatif Strategis Program RBTK 232

235 BAB 4 Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Halaman ini sengaja dikosongkan 233

236 BAB 5 Penutup 05. Penutup

237 BAB 5 Penutup

238 BAB 5 Penutup Penutup Laporan Kinerja Kementerian Keuangan ini merupakan laporan pertanggungjawaban kinerja sebagai upaya pencapaian visi dan misi Kementerian Keuangan dengan mengacu pada Rencana Strategis tahun Laporan Kinerja ini merupakan Laporan Kinerja tahun kedua pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun Penyusunan Laporan Kinerja Kementerian Keuangan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Penetapan ukuran kinerja, yang dituangkan dalam Perjanjian Kinerja di setiap awal tahun berjalan, tidaklah semata-mata hanya ditujukan untuk menggambarkan ketercapaian target kinerja organisasi di akhir tahun. Akan tetapi, ada hal yang jauh lebih penting dari hal tersebut, dimana penetapan ukuran kinerja dijadikan sebagai acuan manajemen dalam mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai kinerja yang paling maksimal. Sehingga, baik ukuran maupun kinerja yang ditetapkan diupayakan ditetapkan secara lebih ambisius dan menantang. Kondisi perekonomian domestik maupun internasional pada tahun 2016 yang cukup bergejolak merupakan tantangan bagi pencapaian kinerja Kementerian Keuangan dan mendorong dikeluarkannya berbagai kebijakan untuk mengamankan kondisi fiskal. Evaluasi kinerja yang dilakukan secara periodik menunjukkan meskipun secara umum target kinerja di tahun 2016 telah terlampaui, masih terdapat beberapa target kinerja yang memerlukan sejumlah perbaikan inisiatif untuk mendongkrak kinerja di tahun berikutnya. 236

239 BAB 5 Penutup Langkah-langkah ke depan yang perlu dilakukan Kementerian Keuangan dalam upaya mendorong peningkatan kinerja dan menghadapi tantangan ke depan, antara lain: 1. Dalam upaya menjaga kesinambungan fiskal dan mendorong pertumbuhan ekonomi, serta mengamankan pencapaian target penerimaan pajak dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Mengendalikan besaran defisit yang sehat dalam rangka penerapan kebijakan defisit anggaran dengan melakukan langkah-langkah antisipatif antara lain dengan: 1) Melakukan analisa risiko fiskal terhadap pelaksanaan APBN-P 2016 serta menyampaikan policy paper untuk memitigasi potensi risiko fiskal atas kurang optimalnya pendapatan negara; 2) Melakukan monitoring secara periodik terkait kondisi ketahanan fiskal (Crisis Management Protocol/ CMP Fiskal) dan menyampaikan kepada Sekretariat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). b. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas pasar keuangan domestik antara lain dengan: 1) Menjaga proporsi kepemilikan SBN oleh investor domestik, dengan menerbitkan seri-seri SBN untuk menarik lebih banyak minat investor domestik, misalnya melalui penerbitan Sukuk Tabungan dengan fitur early redemption; 2) Menggali potensi pasar domestik melalui peningkatan edukasi dan komunikasi kepada pelaku pasar dan masyarakat agar meningkatkan investasi pada instrumen SBN; dan 3) Mengoptimalkan penempatan dana hasil tax amnesty pada instrumen SBN serta mengembangkan jalur distribusi SBN ritel secara online. c. Mengamankan pencapaian target penerimaan pajak tahun 2017 dan program Pengampunan Pajak sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 dengan melakukan strategi umum sebagai berikut: 1) Pengawasan wajib pajak berbasis mapping kepatuhan wajib pajak; 2) Kegiatan extra effort pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum; 3) Extraordinary effort: penegakan hukum pasca tax amnesty dan fokus kerja sama dengan pihak ketiga; 4) Amnesti pajak periode III: fokus di triwulan I (Jan-Mar); dan 5) Perluasan tax base berbasis harta deklarasi amnesti pajak. 2. Optimalisasi kepatuhan pengguna layanan terutama terkait peningkatan kepatuhan formal WP melalui (i) peningkatan kepatuhan material WP OP Non-Karyawan dan Badan dengan memanfaatkan data internal dan 237

240 BAB 5 Penutup eskternal, (ii) penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD), (iii) implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait layanan publik. 3. Meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan negara melalui peningkatan kualitas penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) dengan melakukan: a. Penyempurnaan aplikasi SPAN; b. Penyusunan pedoman nasional terkait penerapan pengendalian internal atas penyusunan LK (Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR)); dan c. Menyelenggarakan pembinaan akuntansi dan pelaporan keuangan kepada Kementerian Negara/Lembaga. d. Menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja diantaranya dengan: a. Melakukan evaluasi/penelaahan terhadap Kontrak Kinerja pada setiap satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan; b. Melakukan survei Strategy Focused Organization (SFO) yang diharapkan memberi gambaran yang mendalam mengenai kondisi pengelolaan kinerja organisasi di Kementerian Keuangan; dan c. Menerapkan penilaian kinerja pegawai yang lebih objektif dengan penerapan Kualitas Kontrak Kinerja (K3). 5. Melakukan berbagai perbaikan mulai dari penyempurnaan peraturan perundang-undangan sampai dengan penyederhanaan sistem administrasi, dalam memenuhi tuntutan pemangku kepentingan dan pengguna layanan Kementerian Keuangan. Laporan Kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan dan akuntabel bagi seluruh stakeholders Kementerian Keuangan. Laporan ini juga menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan. Akhirnya, Kementerian Keuangan berharap dapat terus meningkatkan kontribusi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di abad ke

241 BAB 5 Penutup Halaman ini sengaja dikosongkan 239

242 06. Lampiran 240

243 241

244 Halaman ini sengaja dikosongkan 242

245

246

FORMULIR 2 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2017 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN KEUANGAN 2. Sasaran Strategis K/L : 1.Terjaganya Kesinambungan Fiskal 3. Program : Program

Lebih terperinci

FORMULIR 1 PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

FORMULIR 1 PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 FORMULIR 1 PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 1.Kementerian/Lembaga : KEMENTERIAN KEUANGAN 2. VISI : Menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 Jakarta, 10 Februari 2015 Dalam rangka penguatan penganggaran berbasis kinerja, dilakukan penataan Arsitektur

Lebih terperinci

21 Universitas Indonesia

21 Universitas Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN DAN BALANCED SCORECARD TEMA BELANJA NEGARA 3.1. Tugas, Fungsi, dan Peran Strategis Departemen Keuangan Republik Indonesia Departemen Keuangan Republik Indonesia

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 Daftar Isi i Kata Pengantar ii Ringkasan Eksekutif iv Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 v BAB I Pendahuluan 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2014

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2014 FORMULIR RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 04 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI No 0 II. MISI No 0 0 03 04 05 06 III. SASARAN STRATEGIS No 0 Tingkat pendapatan

Lebih terperinci

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1792, 2016 KEMENKEU. PPK-BLU Satker. Penetapan. Pencabutan Penerapan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.05/2016 TENTANG PENETAPAN DAN PENCABUTAN

Lebih terperinci

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI. Uraian Misi II.

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI. Uraian Misi II. FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 23 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI II. MISI No No 02 03 04 05 06 III. SASARAN STRATEGIS No 02 03 04 05 06 07 08

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LAP O RAN K I N E R J A KEME N T E R IAN K E U ANGAN

LAP O RAN K I N E R J A KEME N T E R IAN K E U ANGAN LAP O RAN K I N E R J A KEME N T E R IAN K E U ANGAN 2017 ii LAP O RAN K I N E R J A KEME N T E R IAN K E U ANGAN 2017 pendahuluan iii D A F T A R I S I iv vi viii x xii D A F T A R I S I D A F T A R T

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal.

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang PENGANTAR

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang PENGANTAR PENGANTAR (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja DJPU tahun 2011 sebagai salah satu Unit Eselon I Kementerian Keuangan. LAKIP DJPU disusun

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh i KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Rencana Strategis (Renstra) merupakan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.12-0/2015 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia. Demi terciptanya suatu good governance, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia. Demi terciptanya suatu good governance, pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai upaya yang lebih nyata dalam meningkatkan kinerja pelayanan kepada para pemangku kepentingan dan pengguna jasa maka Kementerian Keuangan sejak tahun

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2016, No Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.793, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Tata Laksana. Penataan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TATALAKSANA KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pengawasan Intern pemerintah merupakan unsur manajemen yang penting dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai pelaksana pengawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Pridensial, yaitu pelaksanaan sistem pemerintahan dipimpin oleh

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Pridensial, yaitu pelaksanaan sistem pemerintahan dipimpin oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanakan pemerintahan di Indonesia menggunakan sistem pemerintahan Pridensial, yaitu pelaksanaan sistem pemerintahan dipimpin oleh Presiden. Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-15.12-/AG/214 DS 198-8264-795-2 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun 213 tentang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI. Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI)

KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI. Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI) KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI) Disampaikan Dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Peningkatan Kapasitas Pengendalian

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L No.1236, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-KEMARITIMAN. SAKIP. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA DI

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

LAPOR A N KIN ERJA K E M E N TERIAN KEUANG A N

LAPOR A N KIN ERJA K E M E N TERIAN KEUANG A N 2015 LAPOR A N KIN ERJA K E M E N TERIAN KEUANG A N LAPOR AN KIN ERJA Kementerian Keuangan 2015 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF ii iv viii

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Kecamatan Rancasari Tahun

Rencana Kerja Tahunan Kecamatan Rancasari Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam No.1809, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. SAKIP. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN

Lebih terperinci

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kinerja dan institusi kelembagaannya, Kementerian Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu peningkat- an efisiensi, efektivitas,

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi Aplikasi SAK BLU 2015 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten di The Royale Krakatau Hotel - Cilegon

Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi Aplikasi SAK BLU 2015 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten di The Royale Krakatau Hotel - Cilegon ARAH DAN SASARAN PEMBINAAN PENGELOLAAN APBN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN RISTEK DAN DIKTI Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum. Inspektur Jenderal Kemenristekdikti Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM 1.1.1. Kedudukan Balai Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.1/2011 tanggal 22 Maret 2011 tentang

Lebih terperinci

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Rencana Kerja (Renja) adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) serta disusun mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana Kerja

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI 2015-2019 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KATA PENGANTAR Rencana strategis (Renstra) 2015 2019 Biro Hukum dan Organisasi

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TAHUN ANGGARAN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TAHUN ANGGARAN 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TAHUN ANGGARAN 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI 2012 LAKIP DJBC

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 4029-0066-4219-0429 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Tahun 2015 merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 2019. Periode ini ditandai dengan fokus pembangunan pada pemantapan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018 KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018 Bandung, 11 Januari 2018 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 1 A. Program Kerja 2018 2 Visi-Misi Pembangunan 2015-2019 VISI : Terwujudnya

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RPJMN 2010-2014 Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) menjelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Arah kebijakan Inspektorat Kabupaten Bandung adalah Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintah yang bersih, akuntabel, efektif dan Profesional dan Peningkatan

Lebih terperinci

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN - 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dubnick (2005), akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan

Lebih terperinci

I. Pengertian BAB I PENDAHULUAN

I. Pengertian BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PADA LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

1 KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2017 a.n Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan, Kepala Bidang Sinkronisasi Kebijakan

1 KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2017 a.n Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan, Kepala Bidang Sinkronisasi Kebijakan ( REVISI I ) KATA PENGANTAR Rencana Strategis Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (PASKA) 205 209 merupakan turunan dari Rencana Strategis (Renstra) Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 RUANG LINGKUP PERMASALAHAN 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN 1.4 SISTEMATIKA BAB II TINJAUAN PELAKSANAAN REKOMENDASI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.12-/217 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERJANJIAN KINERJA BAB II PERJANJIAN KINERJA Untuk mencapai visi dan misi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, yang salah satu misinya adalah Mengajak masyarakat Katolik untuk berperan serta secara aktif dan

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI - 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

INSPEKTORAT KOTA BANDUNG KATA PENGANTAR

INSPEKTORAT KOTA BANDUNG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Kasih sayang-nya sehingga Laporan Inspektorat Kota Bandung Tahun 2015 ini dapat tersusun Laporan ini merupakan

Lebih terperinci

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT 2015 SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2014 Nomor : LAP-3/IPT/2/2015 Tanggal :

Lebih terperinci

Frequently Asked Questions (FAQ) Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan

Frequently Asked Questions (FAQ) Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan Frequently Asked Questions (FAQ) Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan A. Gambaran Umum Apa itu Inspektorat Jenderal? Tugas Inspektorat Jenderal Fungsi Inspektorat Jenderal Visi Inspektorat Jenderal

Lebih terperinci

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015 BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015 Jl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta 10720 Phone : (62 21) 65866230, 65866231, Fax : (62

Lebih terperinci

BAB III ISU - ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU - ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU - ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN SKPD Sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 23 mengamanatkan: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang- Undang dan dilaksanakan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.02-0/2016 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M. KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja merupakan wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders dan memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 yang mengamanatkan setiap instansi pemerintah/lembaga

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM SOSIALISASI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2018 Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Boediarso Teguh Widodo. Laporan Kinerja 2017

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2018 Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Boediarso Teguh Widodo. Laporan Kinerja 2017 i KATA PENGANTAR Laporan Kinerja merupakan penjelasan secara ringkas dan lengkap ikhtisar capaian kinerja sesuai dengan dokumen perjanjian kinerja yang telah ditetapkan. Sebagai tindak lanjut atas amanat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Rencana Strategis Biro Perencanaan dan Keuangan

BAB I. PENDAHULUAN. Rencana Strategis Biro Perencanaan dan Keuangan DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i KATA PENGANTAR... ii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Kondisi Umum... 2 1.1.1 Profil Biro Perencanaan dan Keuangan/Biro Perencanaan dan Organisasi... 2 1.1.2 Capaian Biro Perencanaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.2-/217 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 JAKARTA, FEBRUARI 2016 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar REFORMASI BIROKRASI Pengantar Keterpihakan serta dukungan terhadap pelaksanaan Reformasi Birokrasi di lingkungan Lembaga Administrasi Negara merupakan suatu amanah yang harus diikuti dengan akuntabilitas

Lebih terperinci

Pendahuluan. Latar Belakang

Pendahuluan. Latar Belakang Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan daerah Kabupaten Bangkalan yang dilaksanakan dalam kurun waktu Tahun 2008 2013 telah memberikan hasil yang positif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Namun

Lebih terperinci

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 BAPPEDA LITBANG KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015 DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis BAB II Renstra Tahun 2015 2019 merupakan panduan pelaksanaan tugas dan fungsi pada periode 2015 2019 yang disusun berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra Tahun 2010

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pembangunan yang berkeadilan dan demokratis

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROFIL APLIKASI SMART. Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai misi sebagai berikut: meningkatkan kualitas perencanaan;

BAB III DESKRIPSI PROFIL APLIKASI SMART. Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai misi sebagai berikut: meningkatkan kualitas perencanaan; BAB III DESKRIPSI PROFIL APLIKASI SMART A. Profil Direktorat Jenderal Anggaran Sebagai bagian dari Kementerian Keuangan yang bertugas perihal penganggaran negara, Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) BIRO PERENCANAAN 2014 BIRO PERENCANAAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja

Lebih terperinci