LAP O RAN K I N E R J A KEME N T E R IAN K E U ANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAP O RAN K I N E R J A KEME N T E R IAN K E U ANGAN"

Transkripsi

1 LAP O RAN K I N E R J A KEME N T E R IAN K E U ANGAN 2017

2 ii

3 LAP O RAN K I N E R J A KEME N T E R IAN K E U ANGAN 2017 pendahuluan iii

4 D A F T A R I S I iv vi viii x xii D A F T A R I S I D A F T A R T A B E L D A F T A R G A M B A R S A M B U T A N M E N T E R I K E U A N G A N R I N G K A S A N E K S E K U T I F 2 P E N D A H U L U A N Latar Belakang Tugas, Fungsi dan Struktur Oganisasi Mandat dan Peran Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Sistematika Laporan P E R E N C A N A A N K I N E R J A Rencana Strategis Prioritas Nasional dan Penyusunan Renja Tahun 2017 Prioritas Nasional dan Penyusunan Renja Tahun 2018 Rencana Kerja dan Anggaran Refinement Kontrak Kinerja Tahun 2017 dan iv

5 52 A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A Capaian Kinerja Organisasi Realisasi Agenda Prioritas Realisasi Anggaran Kinerja Lain Evaluasi Internal I N I S I A T I F P E N I N G K A T A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N T E R I A N K E U A N G A N Tindak Lanjut Atas Evaluasi Akip Revitalisasi Manajemen Kinerja Kementerian Keuangan Melalui Optimalisasi Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) Program Peningkatan Integritas Penguatan Program Reformasi Birokrasi Dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun P E N U T U P 236 L A M P I R A N 242 P E R N Y A T A A N R E V I U pendahuluan v

6 D A F T A R T A B E L Tabel 1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang Didukung Kementerian Keuangan Tabel 2.1 Program Kementerian Keuangan yang mendukung Nawa Cita Tabel 2.2 Tujuan sasaran strategis dan Indikator Kinerja Kementerian Keuangan tahun 2017 Tabel 2.3 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung Prioritas Nasional tahun 2017 Tabel 2.4 Rincian Renja Kementerian Keuangan tahun 2017 Tabel 2.5 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung prioritas Nasional tahun 2018 Tabel 2.6 Rincian Renja Kementerian Keuangan tahun 2018 Tabel 2.7 Perbandingan pagu Anggara Kementerian Keuangan tahun 2017 dan 2018 Tabel 2.8 Alokasi Anggaran Kementerian keuangan untuk mendukung kegiatan Prioritas Nasional tahun 2017 Tabel 2.9 Perbandingan target IKU Kemenkeu-Wide tahun 2016 dan 2017 Tabel 2.10 Keterkaitan sasaran strategis pada Renstra, Renja, dan Kontrak Kinerja tahun 2017 Tabel 2.11 Keterkaitan Indikator Kinerja pada Renstra, Renja, dan Kontrak Kinerja tahun 2017 Tabel 2.12 Perubahan usulan target IKU 2018 Tabel 2.13 Bobot perspektif NKO Tabel 3.1 Nilai kinerja organisasi berdasarkan perspektif Tabel 3.2 Capaian IKU pada SS pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur Tabel 3.3 Capaian IKU kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif Tabel 3.4 Realisasi sementara APBN-P tahun 2017 Tabel 3.5 Rasio keseimbangan primer terhadap PDB Tabel 3.6 Perkembangan rasio keseimbangan primer terhadap PDB Tabel 3.7 Capaian IKU rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB Tabel 3.8 Pertumbuhan penerimaan pajak Tabel 3.9 Penerimaan pajak tidak berulang Tabel 3.10 Persentase pertumbuhan penerimaan pajak Tabel 3.11 Pertumbuhan penerimaan pajak per sektor Tabel 3.12 Capaian IKU pada SS pemenuhan layanan publik yang prima Tabel 3.13 Perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan tahun 2017 dengan tahun 2016 Tabel 3.14 Rincian indeks kepuasan untuk setiap jenis layanan tahun 2017 Tabel 3.15 Rencana target indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan Tabel 3.16 Isu-isu utama dan rekomendasi perbaikan layanan Kementerian Keuangan Tabel 3.17 Kegiatan Importasi berdasarkan jumlah dokumen PIB dan TEUs 4 pelabuhan laut utama 2017 Tabel 3.18 Perbandingan realisasi IKU tahun 2014 s.d 2017 Tabel 3.19 Peringkat ease of doing business tahun negara di kawasan ASEAN Tabel 3.20 Capaian IKU pada SS kepatuhan pengguna layanan yang tinggi Tabel 3.21 Daftar KPPBC kawasan berikat Tabel 3.22 Kepatuhan importir MITA kepabeanan dan AEO tahun 2017 Tabel 3.23 Kepatuhan pengusaha BKC tahun 2017 Tabel 3.24 Kepatuhan pengusaha kawasan berikat Tabel 3.25 Capaian IKU pada SS formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas Tabel 3.26 Capaian IKU deviasi proyeksi asumsi makro Tabel 3.27 Capaian IKU deviasi exercise I-account Tabel 3.28 Capaian IKU deviasi exercise I-account per komponen Tabel 3.29 Capaian IKU pada SS penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal Tabel 3.30 Capaian IKU persentase penerimaan negara Tabel 3.31 Realisasi penerimaan negara tahun 2017 (dalam triliun rupiah) Tabel 3.32 Capaian persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2017 Tabel 3.33 Realisasi penerimaan bea dan cukai tahun 2017 dan 2016 (dalam miliar rupiah) Tabel 3.34 Data realisasi penerimaan bea dan cukai 5 tahun terakhir (dalam Triliun) Tabel 3.35 Realisasi PNBP tahun 2016 dan 2017 (dalam miliar rupiah) Tabel 3.36 Rincian capaian IKU persentase kinerja pelaksanaan anggaran tahun 2017 Tabel 3.37 Capaian IKU persentase kinerja pelaksanaan anggaran tahun 2017 Tabel 3.38 Perbandingan antar triwulan realisasi IKU tahun 2015 s.d Tabel 3.39 Realisasi IKU indeks pemerataan kemampuan keuangan antar daerah tahun 2017 Tabel 3.40 Bobot variabel kebutuhan fiskal Tabel 3.41 Bobot variabel kapasitas fiskal Tabel 3.42 Target IKU IW pada renstra Tabel 3.43 Capaian IKU pada SS pengelolaan kas pemerintah pusat, kekayaan negara, dan pembiayaan yang optimal vi

7 Tabel 3.44 Realisasi deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat tahun 2017 Tabel 3.45 Capaian IKU deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat tahun 2017 Tabel 3.46 Perkembangan capaian IKU tahun 2014 s.d 2017 Tabel 3.47 Ruang lingkup utilisasi Aset Tabel 3.48 Perbandingan antara target dan realisasi KK, Renstra Tahun 2016 dan 2017 Tabel 3.49 Daftar top 10 nilai persetujuan utilisasi terbesar pada tahun 2017 Tabel 3.50 Posisi utang pemerintah tahun Tabel 3.51 Pagu dan realisasi belanja dan pembiayan utang tahun 2017 Tabel 3.52 Realisasi pengadaan pinjaman program tahun 2017 Tabel 3.53 Hasil penerbitan SUN tahun 2017 (dalam miliar rupiah) Tabel 3.54 Rincian penerbitan SBSN tahun 2017 Tabel 3.55 Capaian IKU Pengadaan Utang Selama 3 Tahun Tabel 3.56 Capaian IKU pada SS peningkatan pengendalian mutu Tabel 3.57 Rincian jumlah LKKL dan LKBUN yang mendapatkan opini WTP, WDP, TMP, dan TW dari tahun 2008 s.d Tabel 3.58 Temuan SPI Tabel 3.59 Temuan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan Tabel 3.60 Perkembangan opini BPK atas LKPP dari tahun 2010 s.d Tabel 3.61 Realisasi IKU indeks opini BPK atas LKPP 2017 Tabel 3.62 Perkembangan opini BPK atas LKBUN dari tahun 2010 s.d Tabel 3.63 Realisasi IKU indeks Opini BPK atas LK BUN tahun 2017 Tabel 3.64 Rincian capaian IKU persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindak lanjuti Tabel 3.65 Capaian IKU persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindak lanjuti Tabel 3.66 Perkembangan realisasi capaian IKU persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti dari tahun 2014 s.d Tabel 3.67 Capaian IKU pada SS penegakan hukum yang efektif Tabel 3.68 Realisasi persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) DJP tahun 2016 dan 2017 Tabel 3.69 Perbandingan Realisasi IKU P-21 Tahun 2011 s.d Perbandingan Realisasi IKU P-21 Tahun Tabel 3.70 Hasil Penyidikan yang Berstatus P-21 Tahun 2017 Tabel 3.71 Persentase Keberhasilan Pelaksanaan Joint Audit Tabel 3.72 Nilai Penyelesaian Pelaksanaan Joint Audit Tabel 3.73 Nilai Keberhasilan Penugasan Joint Audit Tabel 3.74 Capaian IKU pada SS SDM yang kompetitif Tabel 3.75 Nilai Peningkatan kompetensi SDM Tabel 3.76 Capaian IKU pada SS organisasi yang kondusif Tabel 3.77 Capaian implementasi 20 IS RBTK Tabel 3.78 Tren Capaian implementasi 20 IS RBTK Tabel 3.79 Pengkategorian peringkat (rating) nilai LAKIN Tabel 3.80 Perkembangan nilai LAKIN Kemenkeu Tahun 2012 s.d Tabel 3.81 Nilai integritas Kementerian Keuangan Tabel 3.82 Komparasi nilai persepsi integritas Tabel 3.83 Capaian IKU pada SS sistem manajemen informasi yang andal Tabel 3.84 Daftar Sistem TIK yang masuk dalam IKU tingkat downtime sistem TIK Tabel 3.85 Realisasi IKU tingkat downtime sistem TIK tahun 2017 Tabel 3.86 Riwayat IKU mengenai downtime sistem TIK Tabel 3.87 Capaian IKU pada SS pelaksanaan anggaran yang optimal Tabel 3.88 Realisasi anggaran per jenis belanja Tabel 3.89 Realisasi IKU kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I Tabel 3.90 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung pencapaian prioritas nasional tahun 2017 Tabel 3.91 Daftar kelompok barang migas yang dalam pengawasan Tabel 3.92 Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan berdasarkan 11 program di Tahun 2017 Tabel 3.93 Realisasi pagu Anggaran prioritas nasional tahun 2017 Tabel 3.94 Capaian amnesti pajak tahun 2017 Tabel 3.95 Jenis harta utama yang dideklarasikan dalam surat pernyataan harta Tabel 3.96 Perkembangan wajib pajak terdaftar amnesti pajak Tabel 3.97 Rincian alokasi dana BUN BA sesuai dengan APBN-P 2017 Tabel 3.98 Nilai LAKIN Kementerian Keuangan 2017 per komponen Tabel 4.1 Hasil implementasi gerakan efisiensi Tabel 4.2 Unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang memperoleh predikat WBK/WBBM pendahuluan vii

8 D A F T A R G A M B A R Gambar 2.1 Pagu Anggaran tahun 2015 s.d tahun2018 Gambar 2.2 Alokasi Anggaran tahun 2017 Gambar 2.3 Alokasi Anggaran tahun 2018 Gambar 2.4 Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2017 Gambar 2.5 Proses efinement Kontrak Kinerja pada Kementerian Keuangan Gambar 3.1 NKO Kementerian Keuangan tahun Gambar 3.2 Perkembangan defisit dan keseimbangan primer Gambar 3.3 Rasio utang terhadap PDB Gambar 3.4 Distribusi sektoral penerimaan pajak Gambar 3.5 Pertumbuhan kepatuhan formal wajib pajak Gambar 3.6 Tren realisasi indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan Gambar 3.7 Perbandingan realisasi IKU Gambar 3.8 Perkembangan persentase capaian penerimaan pajak Gambar 3.9 Target dan realisasi IW tahun Gambar 3.10 Data pertumbuhan aset tetap pada LKPP tahun 2004 Semester I 2017 (dalam triliun rupiah) Gambar 3.11 Pertumbuhan utilisasi aset dari tahun (dalam triliun rupiah) Gambar 3.12 Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 s.d Gambar 3.13 Capaian pejabat yang memenuhi SKJ Tahun 2014 s.d Gambar 3.14 Perbandingan target renstra, target IKU dan realisasi IKU tahun 2015 s.d Gambar 3.15 Hasil survei MOFIN Kementerian Keuangan tahun Gambar 3.16 Aspek penilaian survei integritas Gambar 3.17 Waktu pelaksanaan penilaian integritas berdasarkan wilayah Gambar 3.18 Demografi responden berdasarkan wilayah-wilayah Gambar 3.19 Nilai persepsi integritas Kementerian Keuangan berdasarkan unsur penilaian Gambar 3.20 Nilai persepsi integritas Kementerian Keuangan dan seluruh unit eselon I Gambar 3.21 Nilai persepsi integritas pada Kementerian Keuangan berdasarkan zona wilayah survei Gambar 3.22 Realisasi penyerapan pagu Anggaran 2015 s.d Gambar 3.23 Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan tahun 2017 Gambar 3.24 Tren aktivitas IBR (rata-rata harian) Gambar 3.25 Tren Rata-rata tax base dan Pembayaran per TUES Gambar 3.26 Peningkatan tren penindakan cukai 2017 Gambar 3.27 Simplifikasi laporan pertanggungjawaban penerima bantuan Pemerintah Gambar 3.28 Call center HAI-DJPb Gambar 3.29 Piagam Gold Medal kategori The Best Operation Corporate Gambar 3.30 Piagam INF Indonesia Gambar 4.1 Best Practices penganggaran berbasis kinerja Gambar 4.2 Tren alokasi biaya birokrasi dalam BA 15 Gambar 4.3 Spending Reviu (level mikro Contoh Benchmarking) Gambar 4.4 Foto Kementerian Keuangan menerima Penghargaan atas pembangunan WBK/ WBBM pada Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2017 Gambar 4.5 Aspek penilaian persepsi integritas viii

9 halaman kosong pendahuluan ix

10 SRI MULYANI INDRAWATI Menteri Keuangan Reformasi keuangan negara telah berjalan lebih dari satu dasawarsa. Berbagai prestasi dan pencapaian kinerja dalam pengelolaan keuangan negara sejatinya dapat dirasakan seluruh rakyat Indonesia. Kementerian Keuangan sebagai institusi publik yang menjalankan peran strategis sebagai pengelola APBN, terpacu untuk selalu memperbaiki kualitas pengelolaan keuangan dan kekayaan negara secara konsisten dan berkesinambungan. Pada tahun 2017, fokus agenda kerja Pemerintah tidak hanya terbatas pada upaya mendorong ekonomi yang tumbuh tinggi, namun juga mengakselerasi pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Belanja Pemerintah perlu diefektifkan sesuai dengan prioritas, yaitu membangun infrastruktur, meningkatkan kualitas SDM bidang pendidikan dan kesehatan, serta mengurangi kesenjangan. Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Keuangan telah mengembangkan berbagai program inovasi sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja (Renja). Pencapaian program selanjutnya diukur melalui pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) yang menjadi tanggung jawab seluruh jajaran Kementerian. Selanjutnya, untuk menjamin optimalisasi pencapaian IKU, Kementerian Keuangan telah mulai mengintegrasikan sistem manajemen kinerja dengan manajemen risiko pada tahun Setiap risiko yang berpotensi menghambat pencapaian sasaran/iku telah diidentifikasi dan dimitigasi secara optimal. Untuk menjamin kualitas pencapaian IKU, dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dalam Forum Dialog Kinerja Organisasi (DKO) setiap triwulan. Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan kinerja, Kementerian Keuangan menyusun Laporan Kinerja tahun 2017 yang didalamnya menguraikan rencana kinerja yang telah ditetapkan, pencapaian atas rencana kinerja tersebut, dan realisasi anggaran. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja tahun 2017, Kementerian Keuangan telah mencapai hampir seluruh target IKU dengan Nilai Kinerja Organisasi sebesar 111,14. Salah satu pencapaian kinerja yang sangat membanggakan yaitu kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk pertama kalinya mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI sejak tahun Selain itu, penerimaan bea dan cukai telah melebihi target, dengan realisasi sebesar 101,60%. Dari sisi layanan publik, Kementerian Keuangan terus berupaya meningkatkan kualitas layanan yang dibuktikan dengan pencapaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan sebesar 4,39 (skala 5), meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 4,12. x

11 Berbagai pencapaian kinerja tahun 2017 tidak terlepas dari penguatan sumber daya internal Kementerian Keuangan secara konsisten. Beberapa hal yang telah dilakukan antara lain peningkatan kompetensi SDM, perbaikan organisasi, pengembangan teknologi informasi, dan pengelolaan anggaran yang berkualitas. Capaian ini merupakan upaya sungguh-sungguh seluruh jajaran di Kementerian Keuangan yang telah berkontribusi untuk organisasi ini. Tentu saja, seluruh jajaran Kementerian Keuangan harus tidak cukup puas sampai disini. Masih terdapat bagian-bagian yang perlu lebih disempurnakan. Oleh karena itu, saya selalu mendorong agar seluruh pejabat dan pegawai bersama-sama dengan saya untuk terus-menerus mengupayakan perbaikan bagi Kementerian Keuangan dan bagi Indonesia dengan dijiwai sepenuhnya dengan nilai Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan. Selain itu, saya mengapresiasi seluruh pihak eksternal yang telah bekerja sama dengan Kementerian Keuangan baik seluruh Kementerian/ Lembaga, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, maupun seluruh masyarakat yang kerap bersentuhan dengan Kementerian Keuangan. Kami berharap agar ke depannya kerja sama ini dapat dilanjutkan dengan baik dan kami pun dapat melayani dengan lebih baik. Kontribusi kita semua tentu bermanfaat untuk membangun Indonesia yang lebih sejahtera dan berkeadilan. Akhir kata, semoga Laporan Kinerja ini dapat bermanfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban Kementerian Keuangan dan umpan balik bagi organisasi untuk mendorong peningkatan kinerja. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pendahuluan xi

12 RINGKASAN EKSEKUTIF Melalui Kabinet Kerja periode , Pemerintah telah menetapkan visi Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Dalam mewujudkan visi tersebut, Kementerian Keuangan memiliki peran strategis sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 yaitu sebagai pengelola fiskal yang berwenang dalam penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro. Peran strategis Kementerian Keuangan juga tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode Dari 9 (sembilan) agenda prioritas nasional sebagaimana tertuang dalam Nawa Cita, Kementerian Keuangan mendukung pencapaian 4 (empat) Agenda Pembangunan Nasional yaitu (Nawa Cita 1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara; (Nawa Cita 3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; (Nawa Cita 6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; dan (Nawa Cita 7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Sejalan dengan visi Pemerintah maupun RPJMN periode , Menteri Keuangan telah menetapkan visi Kementerian Keuangan yaitu Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21. Untuk mendukung pencapaian Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) serta mewujudkan visi dan misi organisasi, Kementerian Keuangan telah menyusun kegiatan prioritas untuk mencapai agenda prioritas Nawa Cita dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017, telah ditetapkan 24 Prioritas Nasional yang disusun dengan menggunakan pendekatan holistik-tematik, integratif, dan spasial, serta kebijakan anggaran belanja berdasarkan money follows program. Masing-masing Prioritas Nasional dimaksud diterjemahkan lebih lanjut dalam Program-Program Prioritas, yang selanjutnya didetilkan kembali ke dalam Kegiatan-Kegiatan Prioritas untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait. Berdasarkan hasil forum multilateral meeting yang dilanjutkan dengan trilateral meeting Penyusunan Renja Kementerian/Lembaga Tahun 2017, proyek Kementerian Keuangan ditujukan untuk mendukung pencapaian lima Prioritas Nasional. xii

13 Kelima Prioritas Nasional dimaksud adalah Reformasi Fiskal, Kedaulatan Energi, Desa dan Kawasan Perdesaan, Daerah Perbatasan, serta Konsolidasi Demokrasi dan Efektifitas Diplomasi. Untuk mencapai agenda prioritas Nawa Cita dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan serta Prioritas Nasional Tahun 2017, Kementerian Keuangan menetapkan 12 sasaran strategis sebagai penjabaran dari visi, misi dan tujuan Kementerian Keuangan. Setiap sasaran tersebut disertai dengan ukuran sebagai alat untuk mengetahui pencapaian sasaran dimaksud. Terdapat 28 Indikator Kinerja Utama (IKU) beserta targetnya yang ditetapkan sebagai standar kinerja tahun Pencapaian visi dan misi organisasi juga didukung dengan penetapan serangkaian inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan sebagai upaya penyempurnaan proses bisnis dan organisasi yang pada akhirnya diharapkan dapat mendongkrak kinerja, baik level Kementerian maupun nasional. Berdasarkan evaluasi kinerja tahun 2017, secara keseluruhan kinerja Kementerian Keuangan sudah baik dimana Nilai Kinerja Organisasi (NKO) adalah sebesar 111,14 naik dari NKP tahun lalu sebesar 106,25. Dari 28 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 24 IKU berstatus hijau (memenuhi ekspektasi), dan 4 IKU berstatus kuning (belum memenuhi ekspektasi). Adapun 4 IKU Kementerian Keuangan yang berstatus kuning tersebut adalah rasio penerimaan pajak terhadap PDB, rasio utang terhadap PDB, persentase penerimaan negara (pajak, bea, cukai dan PNBP), dan nilai peningkatan kompetensi SDM. Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah melakukan pemantauan atas kegiatan prioritas untuk mendukung 4 (empat) agenda prioritas Nawa Cita. Selama tahun 2017, telah dilakukan serangkaian kegiatan untuk menjamin agenda prioritas tersebut terlaksana. Pada sisi pengelolaan anggaran, Kementerian Keuangan telah merealisasikan penyerapan DIPA TA 2017 untuk semua jenis belanja sebesar 94,03%, yaitu Rp40.386,88 miliar dari total pagu sebesar Rp ,41 miliar. Kualitas pemanfaatan anggaran tidak direfleksikan dengan sekadar menyerap pagu anggaran, tetapi memperhitungkan juga ketercapaian output serta upaya efisiensi penyerapannya. Pemanfaatan anggaran harus memberikan dampak yang dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas. Kementerian Keuangan juga telah melakukan sejumlah inovasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Beberapa achievement Kementerian Keuangan diantaranya adalah optimalisasi penerimaan pajak melalui amnesti pajak, pendahuluan xiii

14 penilaian kembali (revaluasi) barang milik negara, call center HAI-DKPb dan lain sebagainya. Berbagai improvement dalam internal organisasi telah mengantarkan Kementerian Keuangan meraih beberapa penghargaan seperti World CIO 100 Award (Tingkat Dunia) yang merupakan penghargaan yang diberikan kepada organisasi sebagai pengakuan atas pemanfaatan teknologi secara inovatif, Best Security Transformation (Tingkat Asia Pasifik), dan lain sebagainya. Perbaikan terhadap organisasi dilakukan secara terus menerus melalui berbagai inovasi dan penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selain itu, internal organisasi secara aktif melakukan sejumlah upaya perbaikan dan perencanaan dalam rangka meningkatkan kinerja seperti optimalisasi pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan. Selain itu, Kementerian Keuangan secara konsisten juga melakukan kegiatan Spending Review (SR) sejak tahun Hasil spending review digunakan sebagai bahan masukan dalam penyusunan anggaran tahun berikutnya. xiv

15 halaman kosong pendahuluan xv

16 BAB 1 P E N D A H U L U A N Latar Belakang Tugas, Fungsi dan Struktur Oganisasi Mandat dan Peran Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Sistematika Laporan

17

18 P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG Dalam perjalanan mewujudkan tujuan nasional tahun , Pemerintah tentu akan menghadapi berbagai tantangan baik yang berasal dari dalam negeri maupun global. Sejalan dengan hal tersebut Pemerintah melalui Kabinet Kerja telah menetapkan visi Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong. Pencapaian visi tersebut dapat terwujud apabila segenap jajaran pemerintahan menjalankan tugas dan fungsinya secara tepat dan optimal, yang direfleksikan dari pencapaian kinerja dalam mendukung agenda prioritas nasional. Sebagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut maka fokus agenda kerja Pemerintah tahun 2017 tidak hanya terbatas pada upaya mendorong ekonomi yang tumbuh tinggi, namun juga mengakselerasi pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Untuk itu, belanja Pemerintah perlu diefektifkan sesuai dengan prioritas, yaitu membangun infrastruktur, meningkatkan kualitas SDM bidang pendidikan dan kesehatan, serta mengurangi kesenjangan. Melihat hal tersebut maka Kementerian Keuangan menjadi tonggak dalam pelaksanaan agenda kerja Pemerintah. perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan pembiayaan dan risiko. Dalam melaksanakan tugas pengelolaan keuangan negara tersebut, Kementerian Keuangan dituntut untuk melaksanakannya dengan prudent, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kementerian Keuangan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan, mempunyai tugas yang sangat strategis dalam pemerintahan Republik Indonesia. Kementerian Keuangan merupakan pengelola fiskal yang berwenang dalam penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro seperti penganggaran dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, pengelolaan kekayaan negara, Salah satu azas penyelenggaraan good governance yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah azas akuntabilitas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan Laporan Kinerja 4

19 Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2017 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Kementerian Keuangan atas pelaksanaan tugas dan fungsi selama Tahun 2017 dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi Kementerian Keuangan. Laporan Kinerja juga disusun sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan serta untuk mendapatkan masukan dari stakeholders demi perbaikan kinerja Kementerian Keuangan. Selain untuk memenuhi prinsip akuntabilitas, Laporan Kinerja tersebut juga merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. B. TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI Kementerian Keuangan merupakan salah satu Kementerian Negara yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Selanjutnya dalam rangka mengatur tugas, fungsi, serta span of control pada masing-masing unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan telah ditetapkan Perpres Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan kekayaan negara untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan, dan pengelolaan pembiayaan dan risiko; 2) Perumusan, penetapan, pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan; pendahuluan 5

20 3) koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan; 4) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan; 5) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan; 6) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Keuangan di daerah; 7) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah; 8) pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara; dan 9) pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan dibantu oleh Wakil Menteri Keuangan, 11 (sebelas) Unit Eselon I, yaitu Sekretariat Jenderal selaku unsur pembantu pemimpin; 7 (tujuh) Direktorat Jenderal (Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan) selaku unsur pelaksana; Inspektorat Jenderal selaku unsur pengawas; 2 (dua) Badan (Badan Kebijakan Fiskal dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan); dan 4 (empat) Pusat (Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan, Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan, Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik) selaku unsur pendukung. Menteri Keuangan juga dibantu oleh 8 (delapan) Staf Ahli (Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak, Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak, Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara, Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional, Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal, dan Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi) selaku pemberi rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri Keuangan sesuai keahliannya. 6

21 Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kementerian Keuangan MENTERI KEUANGAN WAKIL MENTERI KEUANGAN INSPEKTORAT JENDERAL SEKRETARIAT JENDERAL 8 STAF AHLI MENTERI KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA BADAN KEBIJAKAN FISKAL BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT SISTEM INFORMASI DAN TEKNOLOGI KEUANGAN PUSAT PEMBINAAN PROFESI KEUANGAN PUSAT ANALISIS DAN HARMONISASI KEBIJAKAN PUSAT LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK pendahuluan 7

22 Selain itu, pada Kementerian Keuangan terdapat organisasi di luar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, yaitu: 1) Pengelola Portal INSW, ditetapkan melalui PMK Nomor 138/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pengelola Portal INSW yang bertugas melaksanakan pengelolaan portal INSW dalam penanganan dokumen kepabeanan, perizinan, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan kegiatan ekspor, impor dan logistik secara elektronik; 2) Sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (Sekretariat KSSK) ditetapkan melalui PMK Nomor 92/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang bertugas untuk membantu pelaksanaan tugas Komite Stabilitas Sistem Keuangan baik secara substantif maupun administratif; 3) Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) ditetapkan melalui PMK Nomor 54/ PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Manajemen Aset Negara yang bertugas untuk pelayanan pengembangan usaha, analisis pasar properti, pengembangan strategi bisnis jasa penilaian dan konsultasi manajemen aset, penelitian di bidang properti, pemanfaatan dalam bentuk pendayagunaan dan kerjasama operasional aset negara termasuk pinjam pakai, pemindahtanganan, pelaporan, monitoring dan evaluasi manajemen aset negara, pengadaan, konstuksi, pengamanan, pemeliharaan, pengurusan perizinan, pendokumentasian, publikasi, pemasaran, dan penanganan hukum, penyusunan perjanjian, serta perencanaan kebutuhan dan pengembangan lahan/tanah, pengelolaan dana investasi pemerintah termasuk pendanaan pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; 4) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ditetapkan melalui PMK Nomor 143/ PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja yang bertugas untuk melaksanakan pengelolaan dana abadi (endowment fund) pendidikan yang bersumber dari DPPN dan sumber lainnya untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundangundangan; 5) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ditetapkan melalui PMK Nomor 113/ PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja yang bertugas untuk melaksanakan pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, yang selanjutnya disebut Dana, sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang -undangan; 6) Sekretariat Pengadilan Pajak (Set.PP) ditetapkan melalui PMK Nomor 206.1/ PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja yang bertugas untuk memberikan pelayanan di bidang tata usaha, kepegawaian, keuangan, rumah tangga, administrasi persiapan berkas banding dan/atau gugatan, administrasi persiapan persidangan, administrasi persidangan, administrasi penyelesaian putusan, dokumentasi, administrasi peninjauan kembali, administrasi yurisprudensi, pengolahan data, dan pelayanan informasi; 7) Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan (Set. Komwasjak) ditetapkan melalui PMK Nomor 133/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja yang bertugas untuk melaksanakan pelayanan teknis dan administratif dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas teknis Komite Pengawas Perpajakan; 8) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ditetapkan melalui PMK Nomor 91/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja yang bertugas untuk melaksanakan koordinasi di bidang pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah sesuai dengan kebijakan 8

23 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang -undangan; 9) Politeknik Keuangan STAN ditetapkan melalui PMK Nomor 137/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Keuangan STAN yang bertugas untuk menyelenggarakan pendidikan vokasi di bidang Keuangan Negara. Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Keuangan didukung oleh orang pegawai dari berbagai bidang keahlian seperti ekonomi, keuangan, bisnis, hukum, teknis, administrasi, dan lainnya. Pegawai Kementerian Keuangan tersebut ditempatkan pada 11 (sebelas) unit Eselon I yang tersebar ke dalam kantor pusat dan kantor vertikal di daerah. Dalam konteks perimbangan pegawai, terdapat 19,8% pegawai di kantor pusat dan 80,2% pegawai di instansi vertikal di daerah. Distribusi pegawai yang berimbang ini amat perlu dalam membentuk sumber daya manusia yang efektif dan efisien. Kementerian Keuangan juga telah mempertimbangkan komposisi dari segi jabatan, golongan, pendidikan, usia/generasi, serta kompetensi. Komposisi yang berimbang merupakan dukungan dalam pencapaian sasaran kinerja Kementerian Keuangan pada tahun 2017 ini sebagaimana tertuang dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2017 dalam perspektif learning and growth. C. MANDAT DAN PERAN STRATEGIS Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Gambar 1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan Dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara Chief Financial Officer CFO Bendahara Umum Negara Chief Operational Officer COO Pengguna Anggaran/Barang PRESIDEN Kementerian Keuangan Kementerian Teknis pendahuluan 9

24 Dalam rangka membantu Pemerintah dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Kementerian Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. Kementerian Keuangan sebagai pembantu Pemerintah dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap Kementerian/Lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Bertindak sebagai CFO, Kementerian Keuangan mempunyai beberapa mandat yang bersifat strategis di bidang keuangan negara, sebagaimana telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, mandat dimaksud : 1) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; 2) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; 3) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; 4) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; 5) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undangundang; 6) melaksanakan fungsi bendahara umum negara; 7) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; dan 8) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang. Selain itu, Kementerian Keuangan memiliki peran strategis yang lain dalam kehidupan bernegara. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun sebagaimana telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun , terdapat 9 (sembilan) agenda prioritas pemerintahan yang lebih dikenal dengan Nawa Cita. 9 (sembilan) agenda prioritas pemerintahan dimaksud adalah : 1) menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara; 2) membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; 3) membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; 4) memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya; 5) meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; 6) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; 7) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; 8) melakukan revolusi karakter bangsa; dan 9) memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Dari 9 (sembilan) agenda prioritas dimaksud, 4 (empat) di antaranya didukung oleh Kementerian Keuangan, di mana Kementerian Keuangan bertindak dan berperan aktif sebagai leading sector-nya. 10

25 Tabel 1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang Didukung Kementerian Keuangan NO. NAWA CITA SASARAN I Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan Regional Meningkatkan pengawasan dan penjagaan,serta penegakan hukum di laut dan daerah perbatasan; Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan daerah perbatasan; dan Meningkatkan sinergitas antar institusi pengamanan laut. Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di tingkat global G-20 dan APEC; Meningkatnya pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular; dan Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional. III Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan Pengembangan Kawasan Perbatasan Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang, terutama peningkatan bidang ekonomi, sosial dan keamanan, serta menempatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan. Mengawal implementasi UU Nomor 6 Tahun 2914 tentang Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan. eningkatkan kemampuan fiskal dan kinerja keuangan daerah. VI Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing Di Pasar Internasional Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman Peningkatan Efekti itas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Infrastruktur Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang Optimalisasi penyediaan layanan air minum Pengembangan alternatif pembiayaan infrastruktur Penerapan insentif fiskal dan non fiskal, untuk mendorong in estasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri VII Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik Penguatan Sektor Keuangan Peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas sistem keuangan dan penyusunan payung regulasi undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran; Penguatan Kapasitas Fiskal Negara Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring dengan potensinya (seperti pertumbuhan PDB); Merancang ulang lembaga pajak, berikut peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur perpajakan; Peningkatan realisasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perumahan; Pemberian insentif bagi lembaga dan daerah yang memiliki penyerapan anggaran yang tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan dan kebocorannya rendah; Pengurangan utang negara secara bertahap sehingga rasio utang terhadap PDB mengecil; Utang baru hanya ditujukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif; Perumusan kembali DAK dengan fokus mendanai urusan daerah yang menjadi prioritas nasional. pendahuluan 11

26 Untuk Nawa Cita (2) Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; (4) Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya; (5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; (8) Melakukan revolusi karakter bangsa; (9) Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia, Kementerian Keuangan bukan merupakan leading sector sehingga bukan merupakan kegiatan prioritas, namun Kementerian Keuangan memiliki komitmen yang besar untuk mendukung dan mengimplementasikannya. Sebagai contoh, Kegiatan pengarusutamaan gender dipimpin oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kegiatan Reformasi Birokrasi dipimpin oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. D. PROGRAM REFORMASI BIROKRASI DAN TRANSFORMASI KELEMBAGAAN Berdasarkan hasil Leaders Offsite Meeting (LOM) pada tanggal 2-3 Desember 2016 telah ditetapkan Inisiatif Strategis baru Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (IS RBTK) berdasarkan KMK Nomor 974/KMK.01/2016 tentang Implementasi IS RBTK. IS RBTK tersebut ditujukan untuk mencapai strategic outcome Kementerian Keuangan Terjaganya kesinambungan fiskal melalui pendapatan negara yang optimal, belanja negara yang efisien dan efektif, dan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas, dan sustainable. Strategic outcome Kementerian Keuangan tersebut diharapkan dapat dicapai melalui implementasi 20 inisiatif strategis baru pada tema sentral, tema penerimaan, tema perbendaharaan, dan tema penganggaran. Gambar 1.3 Inisiatif Strategis Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (IS RBTK) Pendapatan Negara yang Optimal #6. Modernisasi Sistem informasi DJP #5. Pengamanan Pajak atas belanja pemerintah #7. Joint program DJBC - DJP Penerimaan #2. Corporate University #9. Optimalisasi PNBP #8. Sistem kepatuhan pengguna jasa terintegrasi #10. Pengelolaan keuangan terintegrasi #11. Likuiditas Keuangan Negara #3. Kemenkeu Leaders Factory #1. Penguatan Budaya Kemenkeu #4. Integrasi Kebijakan Fiskal #12. SBN ritel online Perbendaharaan #13. Penjaminan obligasi infrastruktur Pengelolaan Keuangan Negara yang Accountable #14. Optimalisasi pengelolaan aset #15. Optimalisasi investasi pemerintah #16. Sinergi pengawasan anggaran BUN dan ICOFR #20. Pengelolaan dana pensiun Penganggaran #17. Belanja negara efisien & efektif #19. Sinkronisasi penganggaran pusat & daerah #18. Perbaikan kualitas belanja pendidikan dan kesehatan Belanja Negara yang Efektif dan Efisien JIwa reformasi Tema Sentral (IS #1-#4) Tema Inisiatif RBTK (core functions) Inisiatif Strategis core functions (#5-#20) Outcome Tematik 12

27 Arah kebijakan transformasi organisasi adalah sebagai berikut : 1) Tema Sentral Terdapat 4 (empat) inisiatif yang dirumuskan dalam tema sentral untuk mendukung pencapaian pendapatan negara yang optimal, pengelolaan keuangan negara yang akuntabel serta belanja negara yang efektif dan efisien. Keempat inisiatif tersebut diantaranya: a) Penguatan budaya organisasi Kementerian Keuangan Inisiatif penguatan budaya di Kementerian Keuangan yang berfokus pada penerapan nilai-nilai yang telah dimiliki Kementerian Keuangan (living the values) oleh seluruh pegawai dari jajaran pimpinan hingga staf. Inisiatif ini diharapkan mampu mendorong reformasi birokrasi dan menjadi branding Kemenkeu secara nasional. b) Penguatan SDM melalui Kementerian Keuangan Corporate University Dalam rangka menyelaraskan pengembangan SDM Kemenkeu dengan perencanaan strategis organisasi, diperlukan proses bisnis pengembangan SDM yang lebih aplikatif, relevan/adaptif, mudah diakses, dan berdampak tinggi melalui penerapan Corporate University. c) Optimalisasi Kemenkeu Leaders Factory untuk mendukung pengelolaan keuangan negara yang kredibel Inisiatif leaders factory bertujuan untuk mendukung pengelolaan keuangan negara melalui penyediaan talent/leader dalam bidang keuangan negara yang kompeten untuk memenuhi kebutuhan internal dan eksternal Kemenkeu. Inisiatif leaders factory dilaksanakan dengan penyediaan infrastruktur yang meliputi talent management, reward management, leadership framework dan leadership and culture academy. d) Perumusan Kebijakan Fiskal yang Terintegrasi Perumusan kebijakan fiskal terintegrasi diharapkan dapat menghasilkan rumusan kebijakan fiskal dan penganggaran yang optimal sebagai dasar penyusunan APBN yang berkelanjutan dan berdampak nyata dengan tetap menjaga iklim perekonomian yang kondusif. 2) Tema Penerimaan Tema penerimaan berfokus pada pencapaian pendapatan negara yang optimal melalui peningkatan pelayanan, pengawasan, dan kepatuhan WP/Pengguna Jasa/ pengusaha BKC/ Wajib Bayar serta peningkatan peran K/L dalam optimalisasi PNBP. Tema ini diimplementasikan melalui insiatif yang mencakup area pajak belanja pemerintah, pembenahan sistem IT DJP, joint program DJBC-DJP, sistem pengguna jasa DJBC dan optimalisasi PNBP. a) Pengamanan Penerimaan Pajak Atas Belanja Pemerintah Inisiatif pengamanan pajak belanja pemerintah bertujuan untuk mengurangi tax gap atau selisih antara potensi dan realisasi pajak atas belanja pemerintah, baik APBN maupun APBD. Upaya pengamanan pajak belanja pemerintah tersebut dilakukan melalui pertukaran data melalui sistem informasi manajemen data keuangan terintegrasi, pemotongan pajak di depan untuk belanja tertentu, dan sinergi pengawasan oleh APIP K/L. b) Modernisasi Sistem Informasi DJP Untuk Optimalisasi Penerimaan Pajak Modernisasi sistem informasi DJP bertujuan untuk menyediakan sistem informasi terintegrasi dengan platform teknologi baru, yang mencakup keseluruhan fungsi inti administrasi perpajakan (core tax system) serta memberikan layanan e-services yang stabil, handal, dan mudah serta aman bagi wajib pajak. c) Joint Program Optimalisasi Penerimaan Inisiatif joint program optimalisasi pendahuluan 13

28 penerimaan antara DJBC dan DJP diharapkan dapat mengoptimalkan penegakan hukum dan penerimaan di bidang perpajakan dan kepabeanan dan cukai. Joint program mencakup joint proses bisnis, joint data, joint analysis dan joint operation termasuk joint penagihan. d) Pembangunan Sistem Kepatuhan Pengguna Jasa Terintegrasi untuk optimalisasi penerimaan kepabeanan dan cukai Integrasi sistem kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dan cukai bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pengguna jasa melalui pengawasan yang handal di bidang kepabeanan dan cukai untuk percepatan pelayanan, dan perluasan fasilitasi serta optimalisasi penerimaan. e) Optimalisasi PNBP Inisiatif optimalisasi PNBP bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor non pajak melalui penyederhanaan penetapan jenis dan tarif, pemberian insentif pengelola PNBP dan pemetaan potensi PNBP, Monev Minerba dan peningkatan efisiensi dan kualitas biaya operasi KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) minyak dan gas (migas). 3) Tema Perbendaharaan Tema perbendaharaan berfokus pada pengelolaan keuangan negara yang akuntabel melalui peningkatan kepuasan pengguna layanan, penghematan biaya operasional, peningkatan akuntabilitas pelaporan keuangan, peningkatan partisipasi masyarakat dalam kepemilikan SBN, pemanfaatan aset yang optimal, penurunan cost of fund dan pengurangan exposure APBN untuk pembiayaan pembangunan. a) Pengelolaan Keuangan Negara yang Modern dan Terintegrasi Inisiatif pengelolaan keuangan negara yang terintegrasi bertujuan untuk membangun pengelolaan keuangan negara yang modern dan terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan anggaran, mempermudah pembayaran bagi wajib pajak/wajib bayar/wajib sektor, dan memperkuat akuntabilitas pelaporan. b) Pengelolaan Likuiditas Keuangan Negara Dengan Instrumen Keuangan Modern Pengelolaan likuiditas keuangan negara dengan instrumen keuangan modern bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan likuiditas (cash shortage) jangka pendek yang terpadu dan mendorong terciptanya suku bunga pasar yang rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. c) Peningkatan Partisipasi Masyarakat dengan Pengembangan Jalur Distribusi SBN Ritel secara Online Inisiatif peningkatan partisipasi masyarakat dalam kepemilikan surat berharga negara (SBN) yang dilakukan dengan mempermudah akses masyarakat dalam berinvestasi di SBN Ritel ditujukan untuk memperluas basis investor domestik untuk mendukung terwujudnya keuangan inklusif. d) Penjaminan Obligasi Infrastruktur Untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Inisiatif penjaminan obligasi infrastruktur bertujuan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur sehingga tercapai pemenuhan layanan publik yang baik dengan biaya yang efisien dan risiko fiskal yang minimal. e) Pemberdayaan Aset Untuk Mendorong Perekonomian Nasional Inisiatif pemberdayaan aset bertujuan untuk meningkatkan utilisasi aset idle, optimalisasi pemanfaatan aset (sewa) dan mendukung pembangunan infra- 14

29 struktur proyek strategis nasional. Terobosan yang dilakukan melalui inisiatif ini meliputi simplifikasi kebijakan terkait pengelolaan aset, digitalisasi pengelolaan aset dan evaluasi portofolio aset. f) Optimalisasi Investasi Pemerintah Untuk Mendukung Pembangunan yang Berkelanjutan Optimalisasi investasi pemerintah bertujuan untuk mengurangi exposure APBN dalam pembiayaan pembangunan dan meningkatkan penerimaan negara yang berasal dari portofolio investasi pemerintah. g) Sinergi Pengawasan Pelaksanaan Anggaran BUN dan Implementasi Pengendalian Intern Atas Pelaporan Keuangan Pada LKPP (K/L dan BUN) (Internal Control Over Financial Reporting ICOFR) Sinergi pengawasan pelaksanaan anggaran BUN dan implementasi ICOFR bertujuan untuk mempercepat implementasi dan penilaian terhadap pengendalian intern atas pelaporan keuangan oleh APIP K/L untuk mendukung pencapaian opini WTP dari BPK atas seluruh LK Pemerintah. Terobosan yang dilakukan meliputi penetapan kebijakan implementasi ICOFR kepada K/L, transfer of knowledge dan asistensi dalam implementasi ICOFR. 4) Tema Penganggaran Tema penganggaran berfokus pada belanja negara yang efektif dan efisien yang antara lain dicapai dengan pengurangan biaya birokrasi dengan output yang sama, perbaikan kualitas belanja pendidikan dan kesehatan, sinkronisasi penganggaran pusat dan daerah serta pengelolaan dana pensiun yang efisien. a) Mewujudkan APBN Berkualitas melalui Efisiensi dan Efektifitas Belanja Negara Inisiatif belanja negara yang efektif dan efisien bertujuan untuk menghasilkan outcomes berupa berkurangnya belanja K/L dalam rangka penyelenggaraan birokasi pemerintahan dengan output yang sama (strategic cost saving) dan Belanja K/L dan belanja subsidi yang tepat sasaran. b) Perbaikan Kualitas Belanja Bidang Pendidikan dan Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas SDM dan Standar Kesehatan Masyarakat Inisiatif perbaikan kualitas belanja pendidikan dan kesehatan bertujuan untuk menciptakan kebijakan perencanaan penganggaran pada bidang pendidikan dan kersehatan yang terpadu berdasarkan tools, arsitektur dan informasi kinerja anggaran dan monev yang handal (reliable). c) Sinkronisasi Penganggaran Pusat dan Daerah Inisiatif sinkronisasi penganggaran pusat dan daerah bertujuan untuk meningkatkan efektivitas transfer ke daerah dan dana desa dalam mendorong percepatan penyediaan layanan publik dasar yang berstandar nasional dalam rangka mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar daerah. d) Optimalisasi Kebijakan Penganggaran Terkait Pengelolaan Program Pensiun Inisiatif optimalisasi kebijakan terkait dana pensiun bertujuan untuk menghasilkan program pensiun dan Tunjangan Hari Tua (THT) yang lebih efektif dan efisien. Inisiatif ini diharapkan dapat menghasilkan sistem pensiun baru yang komprehensif dan mampu mendorong produktifitas dan integritas aparatur. pendahuluan 15

30 E. SISTEMATIKA LAPORAN Sistematika penyajian Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2017 adalah sebagai berikut: 1. BAB I Pendahuluan Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi, penjabaran mandat dan peran strategis Kementerian Keuangan sebagaimana tertuang dalam Nawa Cita dan RPJMN serta Inisiatif Strategis baru Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (IS RBTK). 2. Bab II Perencanaan Kinerja Pada bab ini diuraikan penjelasan rinci mengenai rencana strategis, rencana kerja, rencana kerja anggaran dan perjanjian kinerja tahun 2017 serta proses perumusannya. Selain itu, juga diuraikan pelaksanaan refinement Kontrak Kinerja Kemenkeu-Wide dan Piagam Risiko Kementerian Keuangan tahun Lebih lanjut diuraikan pula mengenai pengukuran kinerja organisasi. 3. Bab III Akuntabilitas Kinerja A. Capaian Kinerja Organisasi Pada subbab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. B. Realisasi Agenda Prioritas Pada subbab ini diuraikan realisasi agenda prioritas Kementerian Keuangan yang mendukung pencapaian Nawa cita pemerintah. C. Realisasi Anggaran Pada subbab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja. D. Kinerja Lain Pada sub bab ini diuraikan achievement Kementerian Keuangan dalam upaya penyempurnaan proses bisnis maupun peningkatan layanan publik. Selain itu, juga diuraikan penghargaan yang diperoleh Kementerian Keuangan pada level nasional maupun internasional. E. Evaluasi Internal Pada subbab ini diuraikan evaluasi internal atas pelaksanaan rencana strategis, program, kegiatan, dan anggaran. Selain itu diuraikan juga pelaksanaan reviu pengelolaan kinerja dan evaluasi mandiri APIP atas implementasi SAKIP di lingkungan Kementerian Keuangan. 4. Bab IV Inisiatif Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Keuangan Pada bab ini diuraikan langkah-langkah perbaikan (tindak lanjut) hasil rekomendasi Kementerian PAN dan RB atas evaluasi AKIP Kementerian Keuangan pada tahun 2017, serta upaya Kementerian Keuangan dalam merevitalisasi pengelolaan kinerja. 5. Bab V Penutup Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. 6. Lampiran A. Pernyataan Reviu oleh Inspektorat Jenderal B. Galeri foto Kegiatan Pengelolaan Kinerja C. Penghargaan 7. Perjanjian Kinerja Tahun 2018 (Lampiran terpisah) 16

31 halaman kosong pendahuluan 17

32 BAB 2 P E R E N C A N A A N K I N E R J A

33 Rencana Strategis Prioritas Nasional dan Penyusunan Renja tahun 2017 Prioritas Nasional dan Penyusunan Renja Tahun 2018 Rencana Kerja dan Anggaran Refinement Kontrak Kinerja Tahun 2017 dan 2018

34 P E R E N C A N A A N K I N E R J A A. RENCANA STRATEGIS Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2015. Penyusunan Renstra Kementerian Keuangan Tahun berpedoman pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No.5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Tahun Renstra Kementerian Keuangan memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi, kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, serta target kinerja dan kerangka pendanaan Kementerian Keuangan untuk tahun 2015 sampai dengan Menteri Keuangan telah menetapkan visi Kementerian Keuangan yaitu: VISI Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi indonesia yang inklusif di abad ke-21 Penggerak utama berarti bahwa Kementerian Keuangan, dalam perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai prime mover dalam mendorong pembangunan nasional di masa depan. Melalui manajemen pendapatan dan belanja negara yang proaktif, Kementerian Keuangan menggerakkan dan mengarahkan perekonomian negara menyongsong masa depan. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan pembangunan yang diarahkan oleh Kementerian Keuangan akan menghasilkan dampak yang merata di seluruh Indonesia. Hal ini akan tercapai melalui koordinasi yang solid antar pemangku kepentingan dalam pemerintahan serta melalui penetapan kebijakan fiskal yang efektif. Menekankan abad ke-21 sebagai periode waktu, menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan menyadari peran yang dapat dan harus dijalankan di dunia modern, dengan menghadirkan teknologi informasi serta proses-proses yang modern guna mewujudkan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam rangka pencapaian visi, Kementerian Keuangan juga memformulasikan misinya agar mencerminkan kegiatan inti dan mandatnya dengan lebih baik. Misi Kementerian Keuangan yaitu: 1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan penegakan hukum yang ketat; 2. Menerapkan kebijakan fiskal yang prudent; 3. Mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum; 20

35 4. Memastikan dana pendapatan didistribusikan secara efektif dan efisien; dan 5. Menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan menawarkan proposisi nilai pegawai yang kompetitif. Penyusunan Renstra Kementerian Keuangan berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun , di dalamnya terdapat 9 (sembilan) agenda nasional pemerintahan yang dikenal dengan Nawa Cita. Sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, dari 9 (sembilan) agenda dimaksud Kementerian Keuangan mendukung beberapa tema serta arah kebijakan dan strategi nasional khususnya pada Nawa Cita I, III, VI, dan VII. Dimana pada Nawa Cita dimaksud, Kementerian Keuangan menjadi leading sector-nya. Arah kebijakan dan strategi nasional dijabarkan dalam Renstra sampai dengan level Kegiatan pada unit-unit eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan. Kegiatan-kegiatan yang mendukung pencapaian Nawa Cita menjadi Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan untuk tahun Kementerian Keuangan memiliki 11 (sebelas) Program yang dilaksanakan oleh 11 (sebelas) unit eselon I. 8 (delapan) Program dilaksanakan oleh unit teknis Kementerian Keuangan (BKF, DJA, DJP, DJBC, DJPB, DJKN, DJPK, DJPPR), sementara 3 (tiga) Program yang lain dilaksanakan oleh unit pendukung (Setjen, Itjen, dan BPPK). Program yang dilaksanakan unit teknis Kementerian Keuangan secara langsung mendukung pencapaian Nawa Cita pada beberapa Kegiatannya, dengan penjelasan sebagai berikut: Tabel 2.1 Program Kementerian Keuangan yang mendukung Nawa Cita NO. UNIT PROGRAM Dukungan Nawa Cita 1 BKF Program perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan I dan II 2 DJA Program pengelolaan anggaran negara II 3 DJP Program peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak II 4 DJBC Program pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai I dan III 5 DJPB Program pengelolaan perbendaharaan negara I dan II 6 DJKN Program pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang I 7 DJPK Program peningkatan kualitas hubungan keuangan pusat dan daerah III dan II 8 DJPPR Program pengelolaan pembiayaan dan risiko I perencanaan kinerja 21

36 Selanjutnya, dalam Renstra Kementerian Keuangan juga ditetapkan tujuan yang akan dicapai pada tahun Kebijakan fiskal pada tahun diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal. Pencapaian tujuan dilakukan melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara, peningkatan kualitas belanja Negara, optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/ utang, dan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara. Untuk mendukung pencapaian tujuan agar terukur dan dapat dicapai secara nyata, telah ditetapkan 16 sasaran strategis yang merupakan kondisi riil yang diinginkan/dicapai oleh Kementerian Keuangan pada akhir periode perencanaan (tahun 2019). Adapun Tujuan, Sasaran Strategis serta Indikator Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2017 adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Tujuan sasaran strategis dan Indikator Kinerja Kementerian Keuangan tahun 2017 NO. TUJUAN SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 2017 Meningkatnya tax ratio Rasio Penerimaan Pajak terhadap PDB (dalam arti luas) 14% 1. Terjaganya Kesinambungan Fiskal Terjaganya rasio utang pemerintah Rasio utang terhadap PDB 23% Terjaganya defisit anggaran Rasio defisit APBN terhadap PDB -1,68% Penerimaan pajak negara yang optimal Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target 100% 2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance) 100% 1,3 hari 3. Pembangunan sistem PNBP yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara Sistem Pelayanan PNBP yang optimal Persentase implementasi Single Source Database PNBP 50% 4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan. Akurasi Perencanaan APBN Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/ Lembaga Indeks pemerataan keuangan antar daerah 96% 75% 0,73 5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran Pengelolaan kekayaan negara yang optimal Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap Rasio dana aktif BUMN/Lembaga di bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan 44% 2,66 100% 6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai 80% 22

37 Tabel 2.2 Tujuan sasaran strategis dan Indikator Kinerja Kementerian Keuangan tahun 2017 NO. TUJUAN SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 2017 Indeks kepuasan pengguna layanan 4,12 (skala 5) 7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan Organisasi yang fit for purpose SDM yang kompetitif Sistem informasi manajemen yang terintegrasi Indeks kesehatan organisasi 77 Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan 85% Nilai peningkatan kompetensi SDM 22 Persentase integrasi TIK 100% Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Keuangan Kementerian Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN WTP (skala 4) B. PRIORITAS NASIONAL DAN PENYUSUNAN RENJA TAHUN Prioritas Nasional Tahun 2017 Dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017, Bappenas menggunakan metode baru dengan mengadopsi pendekatan Holistik-Tematik, Integratif, dan Spasial, serta kebijakan anggaran belanja berdasarkan money follows program. Money follows program adalah memastikan bahwa anggaran dialokasikan berdasarkan program yang benar-benar bermanfaat kepada rakyat, bukan sekedar untuk pembiayaan tugas fungsi Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. Hal ini mengisyaratkan bahwa pencapaian prioritas pembangunan nasional memerlukan koordinasi dari seluruh pemangku kepentingan, melalui pengintegrasian prioritas nasional/program prioritas/kegiatan prioritas yang dilaksanakan dengan berbasis kewilayahan. Sehubungan dengan hal tersebut, penyusunan program dan kegiatan prioritas nasional dalam RKP Tahun 2017 berpengaruh dalam penentuan kegiatan prioritas pada seluruh Kementerian/ Lembaga. Terdapat 24 Prioritas Nasional yang ditetapkan dalam RKP Tahun 2017, yaitu: Kedaulatan Pangan; Kedaulatan Energi; Kemaritiman dan Kelautan; Revolusi Mental; Daerah Perbatasan; Daerah Tertinggal; Pelayanan Kesehatan; Pelayanan Pendidikan; Antar Kelompok Pendapatan; Desa dan Kawasan Pedesaan; Perumahan dan Permukiman; Stabilitas Keamanan dan Ketertiban; Kepastian dan Penegakan Hukum; Konsolidasi Demokrasi dan Efektivitas Diplomasi; Reformasi Birokrasi; Perkotaan; Percepatan Pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); Pembangunan Pariwisata; Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha; Peningkatan Ekspor Non Migasl; Pengembangan Konektivitas Nasional; Reformasi Fiskal; Reformasi Agraria; dan Prioritas Presiden. Masing-masing Prioritas Nasional dimaksud diterjemahkan lebih lanjut dalam Program-Program Prioritas, yang selanjutnya didetailkan kembali ke dalam Kegiatan-Kegiatan Prioritas untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait. 2. Penyusunan Renja Tahun 2017 dan Dukungan Kementerian Keuangan atas Prioritas Nasional 2017 Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Kementerian Keuangan Tahun 2017 telah dilakukan pada tahun Renja Kementerian Keuangan Tahun 2017 disusun sejalan dengan informasi Bappenas terkait perencanaan kinerja 23

38 rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun Renja memuat kebijakan, program, kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil sesuai program induk. Renja dirinci menurut indikator keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun berikutnya, lokasi, pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta cara pelaksanaannya. Proses penyusunan Renja diawali dengan arahan dari Sekretariat Jenderal pada Forum Sekretaris (Forses) terkait perencanaan penganggaran Tahun Arahan tersebut ditindaklanjuti dengan melaksanakan Resource Forum dalam bentuk Bilateral Meeting. Resource Forum merupakan sarana koordinasi antara fungsi pengelola sumber daya dan fungsi teknis yang diinisiasi oleh fungsi perencanaan kinerja dan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan. Resource Forum dilaksanakan dalam rangka penetapan target kinerja dan anggaran untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan sesuai sasaran strategis Kementerian Keuangan. Pelaksanaan Resource Forum diatur dalam Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-6/MK.1/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Resource Forum dalam Rangka Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Keuangan. Resource Forum bersifat terbuka, dua arah, berbasis bukti dan berorientasi pada perbaikan ke depan serta fokus pada pencapaian outputs dan outcomes. Kegiatan ini dilaksanakan oleh seluruh unit eselon I sebagai bahan dalam pelaksanaan Bilateral Meeting dan Trilateral Meeting. Tujuan dilakukannya Resource Forum adalah untuk meningkatkan kualitas penyusunan Renja dalam mengimplementasikan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) lingkup Kementerian Keuangan. Di samping itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk mewujudkan komitmen, koordinasi dan rasa memiliki (sense of ownership) dalam proses perencanaan anggaran dengan melibatkan semua sumber daya organisasi (resource). Sejalan dengan hal tersebut di atas, penyelenggaraan Resource Forum diselaraskan dengan struktur rencana kerja berdasarkan logic model penataan Arsitektur Dan Informasi Kinerja (ADIK). Sehingga, pelaksanaan pembahasan difokuskan pada outcome, output, aktivitas, input, serta indikator kesuksesan dari suatu output dan outcome. Resource Forum mengacu pada beberapa prespektif yaitu historis pencapaian tahun lalu, proyeksi pelaksanaan anggaran tahun berjalan, dan usulan rencana kerja serta inisiatif strategis tahun yang akan datang. Selain mengacu pada dokumen di atas, penyusunan Renja juga mempertimbangkan hasil evaluasi Renstra. Di mana hasil evaluasi Renstra baik terhadap pencapaian agenda prioritas nasional (Nawa Cita) maupun pelaksanaan program, dilakukan proses penyesuaian dalam pencapaian target jangka menengah. Proses penyesuaian ini tidak dilakukan dengan melakukan perubahan Renstra Kementerian Keuangan, namun dengan melakukan penyesuaian target dalam dokumen Renja maupun pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan dengan memperhatian kondisi internal maupun eksternal terkini. Dalam proses penyusunan Renja Tahun 2017, terkait dengan penyesuaian target dalam Renstra Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q DJA dapat menyepakati tidak perlu merubah Renstra Kementerian Keuangan tahun , melainkan dilakukan penyesuaian pada Renja tahun berkenaan. Hal tersebut sesuai dengan pasal 14 Permen PPN/Kepala Bappenas no. 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L tahun yang menyebutkan bahwa perubahan terhadap Renstra K/L berjalan dapat dilakukan sepanjang (1) terdapat UU yang mengamanatkan perubahan Renstra K/L; atau (2) adanya perubahan struktur organisasi dan/atau tugas dan fungsi K/L. Selanjutnya, dalam rangka penyusunan Renja pada tahun-tahun berikutnya, apabila terdapat kondisi di mana terdapat peraturan perundang-undangan yang mengharuskan perubahan atas target kinerja pada Renja/RKA-K/L Kementerian Keuangan, disepakati bahwa Kementerian Keuangan selaku K/L cukup menyampaikan informasi perubahan tersebut kepada Kementerian PPN/Bappenas 24

39 dan Kementerian Keuangan c.q. DJA untuk selanjutnya ditetapkan dalam dokumen kesepakatan selayaknya forum Trilateral Meeting. Dalam hal dukungan untuk Prioritas Nasional Tahun 2017, dilakukan pembahasan dan harmonisasi dalam forum Multilateral Meeting dan dilanjutkan dengan pembahasan intensif dalam trilateral meeting Penyusunan Renja Kementerian/ Lembaga Tahun Sesuai hasil pembahasan, untuk tahun 2017 pada Kementerian Keuangan terdapat proyek-proyek yang mendukung pencapaian 6 (enam) Prioritas Nasional. Keenam Prioritas Nasional dimaksud adalah Reformasi fiskal (Pengoptimalan pendapatan negara), Reformasi fiskal (Kualitas belanja negara), Kedaulatan energi, Desa dan kawasan perdesaan, Daerah perbatasan, serta Konsolidasi demokrasi dan efektifitas diplomasi. Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung pencapaian Prioritas Nasional Tahun 2017 adalah sebagai berikut. Tabel 2.3 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung Prioritas Nasional tahun 2017 NO. PRIORITAS NASIONAL PROGRAM PRIORITAS KEGIATAN PRIORITAS PROYEKKEMENTERIAN KEUANGAN UIC 1. Reformasi Fiskal (Pengoptimalan Pendapatan Negara) Pengoptimalan Pendapatan Negara Peningkatan tax coverage Pembenahan sistem administrasi perpajakan. Penyediaan layanan yang mudah, cepat dan akurat. DJP Peningkatan kepatuhan pajak Peningkatan efektivitas penegakan hukum bagi penyelundup pajak (tax evasion). Dukungan Regulasi Harmonisasi Peraturan Harmonisasi peraturan. DJP, DJBC, BKF Revisi UU terkait Ketentuan Fiskal Revisi UU terkait Ketentuan Fiskal. DJP, DJBC, BKF Pengoptimalan PNBP Pengoptimalan potensi PNBP di sektor/ komoditas yang potensial Review Tarif dan Jenis PNBP. DJA Review Tarif dan Jenis PNBP Implementasi single source database (SSD) Implementasi Single Source Database (SSD) DJA Penguatan Institusi Perbaikan sistem informasi perpajakan Peningkatan Kualitas dan Kuantitas SDM Perpajakan DJP Peningkatan Kualitas dan Kuantitas SDM perpajakan Restrukturisasi Organisasi Penataan Struktur Organisasi yang Efektif DJP, DJPB 2. Reformasi Fiskal (Peningkatan Kualitas Belanja Negara) Perbaikan Pelaksanaan Anggaran Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan Anggaran Perbaikan Regulasi Penguatan Kapasitas Kualitas SDM Optimalisasi regulasi dengan mempertimbangkan kondisi pelaksanaan anggaran yang semakin kompleks DJPB Penyempurnaan sistem monitoring dan evaluasi perencanaan kinerja 25

40 Tabel 2.3 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung Prioritas Nasional tahun 2017 NO. PRIORITAS NASIONAL PROGRAM PRIORITAS KEGIATAN PRIORITAS PROYEKKEMENTERIAN KEUANGAN UIC Peningkatan efektivitas dan efisiensi belanja produktif Menjamin belanja yang mempunyai daya ungkit ekonomi Sikronisasi dan Harmonisasi regulasi Menjamin kesiapan pelaksanaan proyek Pengurangan pendanaan bagi kegiatan yang konsumtif dalam alokasi anggaran K/L. Pemantapan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) untuk meningkatkan disiplin dan kepastian Fiskal. DJA Peningkatan efektivitas dan efisiensi transfer ke daerah dan dana desa Penetapan kriteria, formulasi, perhitungan, serta persyaratan/ prioritas penerimaan Peningkatan porsi dana desa dan transfer untuk belanja produktif Harmonisasi Peraturan Perbaikan Mekanisme Penyaluran dana Penerapan Reward and Punishment bagi Daerah Peningkatan Kapasitas SDM pengelola Dana Harmonisasi peraturan dan Perbaikan Mekanisme Penyaluran Dana Penerapan Reward dan Punishment bagi Daerah DJPK Belanja Subsidi dan Bantuan Sosial yang tepat sasaran Peningkatan Akurasi Data penerima Harmonisasi dan Regulasi Merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi yang rasional penganggarannya dan tepat sasaran DJA 3. Kedaulatan Energi Peningkatan Aksesibilitas Energi Peningkatan transmisi dan distribusi tenaga listrik Penyiapan skema-skema dukungan pemerintah untuk pembiayaan proyek infrastruktur listrik. DJPPR Penyediaan Energi Primer Perbaikan Tata kelola Migas Pengawasan arus keluar masuk barang khususnya barang komoditas migas di daerah perbatasan dalam rangka menjaga pemenuhan kebutuhan migas dalam negeri. DJBC 4. Desa dan Kawasan Perdesaan Pengawalan Implementasi UU Desa secara Sistematis, Konsisten, dan Berkelanjutan Distribusi, Supervisi, Pemantauan DD dan ADD agar Berjalan Secara Efektif dan Efisien Sosialisasi dan penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan UU Desa. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas distribusi Dana Desa secara periodik. DJPK 5. Daerah Perbatasan Pembangunan Pos Lintas Batas Terpadu Pengadaan Fasilitas Penunjang Kegiatan Custom, Imigrasi, Quarantine and Security Pengadaan fasilitas penunjang kegiatan CustomImmigration, QuarantineandSecurity (CIQS) diantaranya melalui pengadaaan mesin x-ray, dan pengadaaan sarana prasarana perkantoran DJBC 6. Konsolidasi Demokrasi dan Efektifitas Diplomasi Penguatan Diplomasi Ekonomi dan Kerja Sama Pembangunan Peningkatan Peran dalam Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular Knowledge sharing dengan negara-negara BCLMV (Brunei, Cambodia, Laos, Myanmar, Vietnam) terkat Capital Market Development dan Fiscal Decentralization BKF 26

41 Adapun rincian Renja Kementerian Keuangan Tahun 2017 berdasarkan Trilateral Meeting dengan Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q. DJA, secara garis besar adalah sebagai berikut. Tabel 2.4 Rincian Renja Kementerian Keuangan tahun 2017 NO. PROGRAM SASARAN PROGRAM INDIKATOR KINERJA TARGET Sekretariat Jenderal Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan Tata Kelola Kementerian yang baik Rata-rata indeks tata kelola Kementerian Keuangan Indeks kepuasan pengguna layanan Sekretariat Jenderal Indeks opini BPK atas LK BA (WTP) 2. Direktorat Jenderal Anggaran Pengelolaan Anggaran Negara Pengelolaan APBN yang berkualitas dan PNBP yang optimal Akurasi perencanaan PNBP Persentase implementasi single source database PNBP Indeks kepuasan pengguna layanan 96% 50% Direktorat Jenderal Pajak Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak Penerimaan pajak negara yang optimal Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target 100% Persentase tingkat kepatuhan formal WP pajak 75% Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan DJP 3,22 Indeks kepuasan pengguna layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai Meningkatnya kelancaran arus barang dalam rangka mendukung sislognas serta optimalnya penerimaan bea dan cukai dan meningkatnya kepatuhan pengguna jasa melalui pengawasan secara optimal Waktu penyelesaian proses kepabeanan (custom clearance) Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 1,2 hari 100% 60% Persentase keberhasilan joint audit 88,2% 5. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Pengelolaan Perbendaharaan Negara 6. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang Peningkatan kualitas pengelolaan perbendaharaan Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional, tertib, tepat guna dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik Indeks kepuasan pengguna layanan Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap Rasio dana aktif BUMN/lembaga di bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 75% % 2,66 60% perencanaan kinerja 27

42 Tabel 2.4 Rincian Renja Kementerian Keuangan tahun 2017 NO. PROGRAM SASARAN PROGRAM INDIKATOR KINERJA TARGET 2017 Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 7. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional, tertib, tepat guna dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder Hubungan keuangan pusat dan daerah yang adil dan transparan Jumlah penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran APBN Persentase hasil pengurusan piutang negara Indeks pemerataan keuangan antar daerah (Indeks Williamson) Rasio PDRD terhadap PDRB Indeks kepuasan pengguna layanan 88,2% 100% Persentase hasil lelang 100% Indeks kepuasan pengguna layanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Mengoptimalkan pengelolaan pembiayaan, risiko keuangan negara, dan dukungan pemerintah, yang aman dan terkendali untuk mendukung kesinambungan fiskal Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Persentase pencapaian target risiko portfolio utang Persentase pencapaian tingkat likuiditas pasar SBN Tingkat akurasi pembayaran kewajiban utang Persentase rekomendasi mitigasi risiko Keuangan Negara yang diterima/ditetapkan Menteri Keuangan Persentase pemenuhan dukungan Pemerintas Proyek KPS infrastruktur prioritas 100% 100% 100% 100% 80% 80% 9. Inspektorat Jenderal Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan 10. Badan Kebijakan Fiskal Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan Pengawasan Intern yang memberi nilai tambah Kebijakan fiskal dan sektor keuangan yang berkesinambungan serta kerjasama keuangan internasional yang optimal Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA dan LKA BA BUN Persentase Policy Recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti Persentase rekomendasi kebijakan yang ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro Persentase usulan kebijakan Indonesia yang diadopsi dalam kerjasama ekonomi dan keuangan internasional 4 (WTP) 90% 83% 100% Deviasi proyek APBN 5% 50% 11. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pendidikan, Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Keuangan Negara Mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetisi tinggi Nilai peningkatan kompetensi SDM Persentase jam pelatihan terhadap jam kerja pegawai Kementerian Keuangan Persentase lulusan pendidikan dan pelatihan dengan predikat minimal baik Indeks persepsi peserta diklat terhadap proses pembelajaran 23 4% 5% 4 28

43 C. PRIORITAS NASIONAL DAN PENYUSUNAN RENJA TAHUN Prioritas Nasional Tahun 2018 Dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018, Bappenas kembali merumuskan Prioritas Nasional. Penentuan program prioritas, kegiatan prioritas, dan proyek prioritas selanjutnya dilakukan melalui multilateral meeting yang diinisiasi oleh Kementerian PPN/Bappenas dengan beberapa Kementerian/Lembaga (K/L). Penyelenggaraan Multilateral Meeting oleh Kementerian PPN/Bappenas di Bulan April 2017 dilakukan secara terpisah dan pararel sesuai bidang Prioritas Nasional yang melibatkan Kementerian/ Lembaga (K/L) yang menjadi koordinator bidang (sesuai RPJMN), Kementerian PPN/Bappenas, Kantor Staf Presiden (KSP) serta K/L yang berkontribusi dalam Prioritas Nasional (PN). Dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018 telah disepakati Prioritas Nasional yang meliputi: (1) Pendidikan; (2) Kesehatan; (3) Perumahan dan Permukiman; (4) Pengembangan Dunia Usaha dan Pariwisata; (5) Ketahanan Energi; (6) Ketahanan Pangan; (7) Penanggulangan Kemiskinan; (8) Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman; (9) Pembangunan Wilayah; (10) Politik, Hukum, Pertahanan, dan Kemanan. Prioritas Nasional dimaksud selanjutnya diterjemahkan lebih lanjut dalam Programprogram Prioritas, untuk kemudian didetilkan kembali ke dalam Kegiatan-kegiatan Prioritas serta dijabarkan dalam bentuk Proyek Prioritas Nasional yang akan didukung oleh Proyek Pendukung Pro-PN pada setiap Kementerian/ Lembaga yang terkait. 2. Penyusunan Renja Tahun 2018 dan Dukungan Kementerian Keuangan atas Prioritas Nasional 2018 Renja memuat visi, misi, prioritas nasional/program prioritas, sasaran strategis, program, kegiatan (kegiatan pokok dan pendukung) untuk mencapai sasaran hasil sesuai program induk. Renja dirinci menurut indikator keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun berikutnya, lokasi, dan pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta cara pelaksanaannya. Proses penyusunan Rencana Kerja (Renja) Kementerian Keuangan Tahun 2018 dimulai sejak akhir tahun 2017 dengan pelaksanaan Joint Planning Session Kementerian Keuangan (JPS). JPS merupakan forum perencanaan Kementerian Keuangan yang bertujuan untuk: 1. Melakukan evaluasi penyusunan Renja periode sebelumnya; 2. Menyiapkan kebijakan penyusunan Rencana Kerja periode mendatang; dan 3. Sebagai sarana koordinasi awal perumusan kegiatan strategis Kementerian Keuangan pada tahun JPS juga merupakan media memperoleh informasi awal terkait penyusunan RKP dari Kementerian PPN/Bappenas serta salah satu upaya untuk peningkatan pemahaman SDM unit perencana dalam penyusunan Renja. JPS dilakukan dengan format Focus Group of Discussion antara Biro Perencanaan dan Keuangan (Sekretariat Jenderal) serta dari perwakilan setiap unit eselon I yang membidangi perencanaan dan keuangan. Selain itu dalam JPS juga melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan dan keuangan, yaitu dari Kementerian PPN/Bappenas selaku Chief Planning r (CPO) dan Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran selaku Chief Finance r (CFO) nasional. Secara garis besar hasil dari JPS adalah daftar identifikasi awal kegiatan strategis Kementerian perencanaan kinerja 29

44 Keuangan yang nantinya menjadi unsur-unsur inisiatif strategis pembentuk Renja Kementerian Keuangan Tahun Untuk pembahasan dan proses perencanaan lebih lanjut, kegiatankegiatan strategis tersebut dijabarkan dalam kegiatan prioritas dan kegiatan unggulan serta dituangkan dalam Comprehensive Budget Document (CBD). CBD merupakan dokumen perencanaan yang komprehensif dan informatif yang memuat informasi kegiatan prioritas dan kegiatan unggulan Kementerian Keuangan yang terdapat dalam dokumen Renja, RKA-KL, prioritas nasional, pengelolaan kinerja, pengelolaan risiko, Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan RAB (Rencana Anggaran Biaya). Dokumen ini akan digunakan dalam pembahasan lebih lanjut dan intensif sebelum diusulkan sebagai kegiatan prioritas dan kegiatan unggulan. Proses penyusunan Renja selanjutnya adalah pelaksanaan Forum Sekretaris terkait perencanaan penganggaran untuk mendapatkan arahan lebih lanjut dari Sekretaris Jenderal. Arahan tersebut ditindaklanjuti dengan melaksanakan Resource Forum tingkat Kementerian dalam bentuk Bilateral Meeting. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk: 1. Mendorong kebijakan dan alokasi sumber daya agar mendukung proyek prioritas dan kegiatan unggulan; dan 2. Mereviu struktur perencanaan anggaran unit eselon I Tahun Resource Forum melibatkan para pemilik resources antara lain Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Biro Hukum, Biro Sumber Daya Manusia, Biro Perlengkapan, Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan, dan Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik. Kegiatan serupa juga dilaksanakan pada tingkat unit eselon I sebagai bahan dalam pelaksanaan Bilateral Meeting dan Trilateral Meeting. Proses tersebut di atas dilaksanakan secara beriringan dengan forum-forum perencanaan nasional. Terkait perumusan kegiatan strategis Kementerian Keuangan yang mendukung yang mendukung Prioritas Nasional dilakukan melalui serangkaian forum bilateral meeting dan multilateral meeting yang dikoordinasikan oleh Kementerian PPN/Bappenas. Berdasarkan hasil pembahasan-pembahasan tersebut, disepakati bahwa Kementerian Keuangan mendukung 6 (enam) Prioritas Nasional yang diwujudkan dalam proyek prioritas dan menjadi output pada Renja Tahun Mengacu pada tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, pada tahun 2018 Kementerian Keuangan mendukung 6 (enam) pencapaian prioritas nasional 2018 yang dijabarkan pada tabel berikut di bawah ini: Tabel 2.5 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung prioritas Nasional tahun 2018 NO. PRIORITAS NASIONAL PROGRAM PRIORITAS KEGIATAN PRIORITAS PROYEKKEMENTERIAN KEUANGAN UIC 1. Kesehatan Pre entif dan Promotif (Gerakan Masyarakat idup Sehat) Peningkatan Pemahaman idup Sehat Rancangan regulasi kebijakan cukai hasil tembakau BKF 2. Pengembangan Dunia Usaha dan Pariwisata Pengembangan Ekspor Barang dan Jasa Peningkatan Fasilitas Ekspor Rancangan penyesuaian regulasi terkait insentif fiskal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) BKF Rancangan regulasi kebijakan bea masuk ditanggung pemerintah BKF Rumusan kebijakan fasilitas KITE IKM dalam rangka mendukung fasilitasi ekspor DJBC 3. Ketahanan Energi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dan Kon ersi Energi Pengembangan Industri Penunjang EBT dan Konser asi Energi Rancangan regulasi insentif untuk industri energi terbarukan dalam negeri BKF 30

45 Tabel 2.5 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung prioritas Nasional tahun 2018 NO. PRIORITAS NASIONAL PROGRAM PRIORITAS KEGIATAN PRIORITAS PROYEKKEMENTERIAN KEUANGAN UIC Penyempurnaan r, Subsidi dan Kelembagaan EBT Rekomendasi kebijakan pembentukan dana ketahanan energi BKF 4. Penanggulangan Kemiskinan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Peningkatan Tata Kelola Pelayanan Dasar RUU HKPD dan rancangan peraturan pelaksanaannya. DJPK 5. Peningkatan Tata Kelola Pelayanan Dasar 6. Jaminan dan Bantuan Sosial Tepat Sasaran Penguatan Pelaksanaan Bantuan Tunai Bersyarat Revisi UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Peraturan sistem penyaluran subsidi dan bantuan sosial DJPK DJPB 7. Pembangunan Wilayah Pembangunan Perdesaan Pengawalan Implementasi UU Desa secara Sistematis, Konsisten dan Berkelanjutan Reformulasi kebijakan dan pengelolaan Dana Desa DJPK 8. Penguatan Pemerintah Desa Layanan kediklatan pengelolaan Dana Desa BPPK 9. Politik, Hukum, Dan Stabilitas Politik dan Pemantapan Peran Pertahanan Keamanan di ASEAN Keamanan Rancangan regulasi fasilitasi pajak sektor jasa dalam MEA BKF Reformasi Birokrasi Perluasan e-government yang terintegrasi Coretax System Pengadaan software dan hardware SPAN, SAKTI, dan MPN DJP DJPB 12. Layanan Implementasi aplikasi SAKTI DJPB Adapun rincian Renja Kementerian Keuangan Tahun 2018 berdasarkan hasil Trilateral Meeting dengan Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q. DJA secara garis besar adalah sebagai berikut : Tabel 2.6 Rincian Renja Kementerian Keuangan tahun 2018 NO. PROGRAM SASARAN PROGRAM INDIKATOR KINERJA TARGET Sekretariat Jenderal Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan Tata Kelola Kementerian yang baik Indeks tata kelola Kementerian Keuangan Indeks kepuasan pengguna layanan Sekretariat Jenderal 100% Direktorat Jenderal Anggaran Pengelolaan Anggaran Negara Pengelolaan APBN yang berkualitas dan PNBP yang optimal Akurasi perencanaan PNBP Persentase implementasi single source database PNBP Indeks kepuasan pengguna layanan 97% 80% Direktorat Jenderal Pajak Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak Penerimaan pajak negara yang optimal Persentase realisasi penerimaan pajak 100% Persentase tingkat kepatuhan formal WP Badan dan OP Non Karyawan Indeks kepuasan pengguna layanan 50% 3.95 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai perencanaan kinerja 31

46 Tabel 2.6 Rincian Renja Kementerian Keuangan tahun 2018 NO. PROGRAM SASARAN PROGRAM INDIKATOR KINERJA TARGET Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai 5. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Pengelolaan Perbendaharaan Negara 6. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Meningkatnya kelancaran arus barang dalam rangka mendukung sislognas serta optimalnya penerimaan bea dan cukai dan meningkatnya kepatuhan pengguna jasa melalui pengawasan secara optimal Peningkatan kualitas pengelolaan perbendaharaan Waktu penyelesaian proses kepabeanan (custom clearance) Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik Indeks kepuasan pengguna layanan 1 hari 100% 60% 80% Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional, tertib, tepat guna dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap Rasio dana aktif BUMN/lembaga di bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas Persentase manfaat ekonomi pengelolaan kekayaan negara Indeks kepuasan pengguna layanan 75% % Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Hubungan keuangan pusat dan daerah yang adil dan transparan 8. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Mengoptimalkan pengelolaan pembiayaan, risiko keuangan negara, dan dukungan pemerintah, yang aman dan terkendali untuk mendukung kesinambungan fiskal Indeks pemerataan keuangan antar daerah (Indeks Williamson) Rasio PDRD terhadap PDRB Indeks kepuasan pengguna layanan Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Persentase pencapaian target risiko portfolio utang Persentase pencapaian target tingkat likuiditas pasar SBN Tingkat akurasi pembayaran kewajiban pembiayaan % 100% 100% 100% Persentase pencapaian target rekomendasi mitigasi risiko keuangan negara yang disetujui Menteri Keuangan 100% Persentase pencapaian target pemenuhan dukungan pemerintah 100% 9. Inspektorat Jenderal Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan Pengawasan Intern yang memberi nilai tambah Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA dan LKA BA BUN Persentase Policy Recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti 4 90% 32

47 Tabel 2.6 Rincian Renja Kementerian Keuangan tahun 2018 NO. PROGRAM SASARAN PROGRAM INDIKATOR KINERJA TARGET Badan Kebijakan Fiskal Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan 11. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pendidikan, Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Keuangan Negara Kebijakan fiskal dan sektor keuangan yang berkesinambungan serta kerjasama keuangan internasional yang optimal Mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetisi tinggi Persentase rekomendasi kebijakan yang ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan Deviasi proyeksi asumsi makro Deviasi proyeksi APBN Persentase usulan kebijakan Indonesia yang diadopsi dalam kerjasama ekonomi dan keuangan internasional Competency GAP index Persentase jam pelatihan terhadap jam kerja pegawai Kementerian Keuangan Persentase lulusan diklat Kementerian Keuangan dengan predikat minimal baik Indeks persepsi peserta diklat terhadap proses pembelajaran 85% 5% 5% 50% 3 (skala 4) 4.25% 90% 4 D. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN Di dalam kondisi keuangan negara yang terbatas, Kementerian Keuangan berusaha menjamin bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan, digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) sekaligus Pengguna Anggaran dituntut untuk senantiasa meningkatkan tata kelola keuangan negara, tidak hanya untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan organisasi, namun juga untuk membantu mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi negara adil, maju, makmur dan bermartabat. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga (RKA-KL), disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L) dan Pagu Anggaran K/L. Seperti kita ketahui, RKP berisi arah kebijakan pemerintah dan program prioritas yang diterjemahkan oleh K/L dalam Renja K/L. Dalam kerangka pengelolaan penganggaran, terdapat tiga instrumen penganggaran, yaitu Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK), Kerangka Pembangunan Jangka Menengah (KPJM), dan fi t. Penyusunan anggaran Kementerian Keuangan pada Tahun Anggaran 2017 berpedoman beberapa kebijakan umum, kebijakan pengendalian, dan harmonisasi pengalokasian anggaran. Kebijakan umum yang berlaku adalah sebagai berikut: 1. Kesesuaian Renja dengan RKA-K/L. 2. Penerapan proses perencanaan penganggaran yang lebih baik melalui resource forum antarmanajer yang mengelola sumber daya organisasi. Resource forum untuk penyusunan anggaran harus memperhatikan urutan prioritas, diantaranya: a. kebutuhan anggaran untuk biaya operasional yang sifatnya mendasar; b. program dan kegiatan yang mendukung pencapaian prioritas pembangunan nasional yang tercantum dalam dokumen RKP; c. kebutuhan dana pendamping untuk kegiatan yang anggarannya bersumber perencanaan kinerja 33

48 dari pinjaman dan/atau hibah dalam negeri/luar negeri; d. kebutuhan anggaran untuk kegiatan lanjutan yang bersifat tahun jamak (multi years); dan e. penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan yang sesuai dengan peraturan perundangan. 3. Alokasi anggaran mengutamakan kegiatan prioritas (money follow program). Pengalokasian anggaran tidak lagi berbasis pada pelaksanaan tugas dan fungsi yang seluruhnya harus diberikan anggarannya, tetapi berdasarkan pada program prioritas yang mendukung pencapaian Nawa Cita. Kebijakan pengendalian dan pembatasan alokasi anggaran, meliputi: 1. Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian kantor/ proyek dan sejenisnya dibatasi pada halhal yang sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin; 2. Pembangunan gedung baru yang sifatnya tidak langsung menunjang untuk pelaksanaan tugas dan fungsi satker; 3. Pengadaan kendaraan bermotor, kecuali kendaraan fungsional seperti kendaraan roda dua untuk petugas lapangan, penggantian kendaraan operasional yang benar-benar rusak berat; 4. Membatasi pemberian honorarium tim; dan 5. Membatasi belanja profesi. Harmonisasi pengalokasian anggaran, diantaranya adalah: 1. Setiap unit eselon I mengintegrasikan kebutuhan teknologi informasi dan alokasi anggarannya ke Pusintek, Setjen serta usulan belanja modal terkait perangkat pengolah data sesuai standar spesifikasi perangkat pengguna di lingkungan Kementerian Keuangan; 2. Biaya Pemeliharaan dan belanja modal bagi satker-satker yang menempati GKN; dan 3. Diklat, sertifikasi pejabat fungsional perbendaharaan, dan pemberian beasiswa harus berkoordinasi dengan BPPK. Khusus Belanja Modal, Kementerian Keuangan mengalokasikan melalui mekanisme project selection. Pelaksanaan project selection ini dilaksanakan melalui tiga tahapan, yang dimulai sejak tiga tahun sebelum pelaksanaan belanja modal, yaitu: 1. Tahapan pertama (t-3) Merupakan tahap awal dari proses pengusulan sebuah proyek yang dilakukan tiga tahun sebelum rencana proyek tersebut dilaksanakan. 2. Tahapan kedua (t-2) Satker pengusul dan/atau unit eselon I menyampaikan update informasi awal yang telah disampaikan di t Tahapan ketiga (t-3) Pelaksanaan t-1 dilakukan sesuai dengan alur penyusunan RKA-KL. Berdasarkan Surat Sekretaris Jenderal Nomor S-1973/SJ/2016 tanggal 27 Desember 2016 tentang Implementasi Project Selection di lingkungan Kementerian Keuangan, masingmasing unit eselon I melakukan identifikasi dan menyampaikan rekapitulasi usulan belanja modal strategis dengan pagu di atas Rp500 juta. Setelah melalui proses penyusunan RKA-K/L, alokasi anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2017 adalah sebesar Rp42.952,41 miliar. Perkembangan pagu anggaran Kementerian Keuangan dari tahun 2015 s.d digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Pagu Anggaran tahun 2015 s.d tahun2018 (dalam miliar rupiah) , *) Grafik Pagu Anggaran , *) , **) Pagu Anggaran Keterangan ) Sumber data LK Audited ) M SPAN , **) 34

49 Pagu anggaran 2017 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, dimana pagu belanja barang dan modal mengalami penurunan sedangkan pagu belanja pegawai mengalami kenaikan. Dibandingkan dengan tahun 2017, pagu anggaran 2018 mengalami kenaikan yang disebabkan oleh: 1. Belanja Pegawai Untuk menampung kebutuhan penerimaan pegawai baru. 2. Belanja Barang a. Penanganan gugatan Indian Metals and Ferro Alloys Ltd. (IMFA); b. Penyelenggaraan Sidang Tahunan IMF/ World Bank di Bali; c. Pengendalian internal atas pelaporan LKPP (ICOFR), Kegiatan Joint Audit, pengawasan langsung kepabeanan; d. Pemenuhan operasional kantor baru DJBC; dan e. Pelaksanaan kegiatan Revaluasi Aset 3. Belanja Modal a. Core Tax System; b. Peremajaan software dan hardware, belanja modal prioritas (renovasi gedung kantor pusat dan call center DJP); c. Belanja modal perangkat pengolah data, renovasi, kendaraan bermotor, serta peremajaan peralatan IT DJA; d. Pengadaan sarana prasarana pengawasan dan belanja modal gedung bangunan DJBC; e. Belanja modal renovasi gedung DJPK; f. Peningkatan kapasitas sistem aplikasi dan hardware SPAN serta SAKTI; Pengadaan sarana dan prasarana pembukaan kantor baru DJKN Alokasi anggaran Kemenkeu tahun 2017 yang diklasifikasikan berdasarkan Badan Layanan Umum (BLU) dan Non BLU adalah sebagai berikut: Gambar 2.2 Alokasi Anggaran tahun 2017 Rp28,73T Non-BLU Rp23,33T Operasional Rp17,93T Pegawai Rp5,4T Barang Rp9,31T Kegiatan Strategis Rp28,74T Prioritas Nasional: 1. Reformasi Fiskal (Pengoptimalan Pendapatan Negara dan Peningkatan Kualitas Belanja Negara) 2. Kedaulatan Energi 3. Desa dan Kawasan Perdesaan 4. Daerah Perbatasan. Konsolidasi Demokrasi & Efektifitas Diplomasi Rp42,95T BA 015 Rp5,40T Non OPS Rp4,12T Barang Rp1,29T Modal Rp19,43T Dukungan TUSI Melaksanakan: 1. Optimalisasi Penerimaan 2. Efektivitas Belanja 3. Kesinambungan Pembiayaan 4. Pengelolaan Kekayaan Negara 5. Pengawasan Internal, Pengembangan Kapasitas dan Dukungan Manajemen (Pada 11 Program Unit Eselon I) Rp14,22T 5 BLU 1 Rp2,66T LPDP 2 Rp11,42T BPDPKS 3 Rp10,87M PIP 4 Rp92,24T LMAN 5 Rp38,34T PKN STAN Adapun alokasi anggaran Kemenkeu tahun 2018 yang diklasifikasikan berdasarkan Badan Layanan Umum (BLU) dan Non BLU adalah sebagai berikut: perencanaan kinerja 35

50 Gambar 2.3 Alokasi Anggaran tahun 2018 Kementerian Keuangan 45,68T PIP 23,99T LPDP 1,81T BPDPK 10,99T Alokasi BLU 12,95T LMAN 103,55M PKN STAN 18,89M Belanja Barang 1,07T Alokasi Unit 11 Eselon I 32,74T Kegiatan Strategis 1,69T Belanja Modal 822,08M Operasional 25,00T Non Operasional 7,74T Belanja Barang 4,52T Belanja Pegawai 20,26T Belanja Barang 4,84T Dukungan Tusi 6,05T Belanja Modal 1,55T Sedangkan alokasi anggaran pada Kementerian Keuangan yang diklasifikasikan berdasarkan 11 (sebelas) program di tahun 2017 dan 2018 adalah sebagai berikut: Tabel 2.7 Perbandingan pagu Anggara Kementerian Keuangan tahun 2017 dan 2018 (dalam miliar rupiah) NO. PROGRAM PAGU 2017 PAGU Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan 2 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan , ,75 109,38 118,34 3 Pengelolaan Anggaran Negara 147,40 154,54 4 Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 6.518, ,35 5 Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai 3.509, ,72 6 Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah 129,02 144,02 7 Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 113,71 119,51 8 Pengelolaan Perbendaharaan Negara , ,90 9 Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 10 Pendidikan, Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Keuangan Negara 833,64 872,91 729,55 731,71 11 Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan 156,28 157,41 Total , ,17 Alokasi Anggaran Kementerian Keuangan untuk mendukung Kegiatan Prioritas Nasional Tahun 2017 adalah sebagai berikut: Tabel 2.8 Alokasi Anggaran Kementerian keuangan untuk mendukung kegiatan Prioritas Nasional tahun 2017 PRIORITAS NASIONAL (dalam miliar rupiah) PAGU Reformasi Fiskal (Pengoptimalan Pendapatan Negara dan Peningkkatan Kualitas Belanja Negara) 8.008,41 Kedaulatan Energi 233,38 Desa dan Kawasan Perdesaan 14,42 Daerah Perbatasan 1.038,32 Konsolidasi Demokrasi & Efektifitas Diplomasi 10,75 36

51 E. Refinement Kontrak Kinerja Tahun 2017 dan Kontrak Kinerja Tahun 2017 Komitmen Kinerja Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, serta Kontrak Kinerja pejabat eselon I, eselon II, dan eselon III unit vertikal berisikan Peta Strategi yang terdiri dari beberapa Sasaran Strategis (SS) yang dikelompokkan dalam empat perspektif yaitu stakeholders, customers, internal process, dan learning and growth. Sasaran strategis dirumuskan dari visi dan misi organisasi serta tugas dan fungsi utama unit kerja serta kondisi terkini organisasi. Perumusan SS maupun IKU pada tahun 2017 juga mengacu pada rencana kerja tahun Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2017 memuat 12 SS, yang terdiri dari: 1. Pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur; 2. Pemenuhan layanan publik yang prima; 3. Kepatuhan atas pengelolaan keuangan negara yang tinggi; 4. Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas; 5. Penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal; 6. Pengelolaan kas pemerintah pusat, kekayaan negara, dan pembiayaan yang optimal; 7. Peningkatan pengendalian mutu; 8. Penegakan hukum yang efektif; 9. Sumber Daya Manusia yang kompetitif; 10. Organisasi yang kondusif; 11. Sistem manajemen informasi yang andal; 12. Pengelolaan anggaran yang optimal. Penggambaran SS dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: Gambar 2.4 Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2017 VISI Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi indonesia yang inklusif di abad ke-21 Stakeholder Perspective Presiden DPR BPK Masyarakat Bondholders 1. Pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur Customer Perspective ajib Pajak Pengguna asa Kepabeanan Pengusaha Kena ukai Kementerian/Lembaga 2. Pemenuhan layanan publik yang prima 3. Kepatuhan atas pengelolaan keuangan negara yang tinggi Internal Process Perspective Perencanaan 4. Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas 5. Penerimaan, belanja dan transfer yang optimal Pengelolaan APBN 6. Pengelolaan kas pemerintah pusat, kekayaan negara, dan pembiayaan yang optimal Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif 7. Peningkatan Pengendalian mutu 8. Penegakan hukum yang efektif Learning and Growth Perspective 9. SDM yang kompetitif 10. rganisasi yang kondusif 11. Sistem manajemen informasi yang andal 12. Pengelolaan anggaran yang optimal perencanaan kinerja 37

52 Pencapaian SS diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU). Kementerian Keuangan telah menetapkan IKU sebagai ukuran kinerja secara formal. Penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan. Semakin tinggi level organisasi atau kewenangan yang dimiliki pejabat terkait, semakin bersifat outcome atau impact. Kualitas IKU juga sangat tergantung kepada besarnya coverage IKU terhadap pencapaian SS. Semakin besar coverage IKU terhadap pencapaian SS, semakin bernilai exact. Sebaliknya, semakin kecil coverage IKU terhadap pencapaian SS, semakin bersifat activity. IKU pada level Menteri (Kemenkeu-Wide) sudah bersifat output atau outcome. Bahkan beberapa IKU pencapaian targetnya sangat dominan dipengaruhi oleh pihak eksternal seperti Rasio penerimaan negara terhadap PDB, Rasio utang terhadap PDB, Rasio Defisit APBN terhadap PDB, dan Indeks kepuasan pengguna layanan. Dalam rangka menjamin tercapainya SS yang lebih optimal, pada tahun 2017 Kementerian Keuangan melakukan penyempurnaan pada beberapa IKU. Penyempurnaan yang dilakukan diantaranya melalui perubahan ruang lingkup IKU dan Target IKU, penetapan IKU baru, dan penghapusan IKU, sebagai berikut: 1. Perubahan ruang lingkup IKU dan target IKU a. IKU Persentase implementasi inisiatif RBTK IKU dimaksud merupakan rewording dari IKU Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan. Rewording IKU bertujuan untuk memperluas lingkup pengukuran IKU tidak sebatas pada inisiatif transformasi kelembagaan namun juga termasuk inisiatif reformasi birokrasi yang selanjutnya disebut inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK). Pada tahun 2017 telah ditetapkan 20 inisiatif RBTK yang akan dilaksanakan oleh unit eselon I terkait. b. IKU Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti Dalam rangka menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara atas opini LKPP dan LK BUN, pada tahun 2017 target IKU dimaksud ditingkatkan dari 50% menjadi sebesar 75%. c. IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan joint audit Dalam rangka meningkatkan sinergi kegiatan pemeriksaan pajak, audit kepabeanan, dan/ atau audit cukai dalam rangka mendukung penerimaan negara maka target IKU dimaksud ditingkatkan dari 50% menjadi 60%. d. IKU Nilai peningkatan kompetensi SDM Dalam rangka mendorong peningkatan kompetensi pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan dan keberhasilan dalam melaksanakan program diklat maka target IKU ditingkatkan dari 23 menjadi 40. e. IKU Kualitas pelaksanaan anggaran Dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan dan menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Efisiensi Belanja Barang Kementerian/ Lembaga dalam Pelakasanaan APBN TA 2017 serta Instruksi Menteri Keuangan Nomor 346/IMK.01/2017 tentang Gerakan Efisiensi, dilakukan penyesuaian formulasi pengukuran IKU Kualitas pelaksanaan anggaran. Selain menghitung unsur penyerapan dan pencapaian output, formula ditambahkan dengan unsur efisiensi dengan bobot yang paling dominan. 2. Penetapan IKU baru, yaitu: a. IKU Rasio keseimbangan primer terhadap PDB dengan target -0,794%. IKU bertujuan untuk mengukur besaran kontribusi penerimaan negara dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia. IKU diukur dari total penerimaan negara dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga terhadap nilai PDB. 38

53 b. IKU Deviasi exercise I-account dengan target 5%. IKU bertujuan mengukur akurasi perencanaan APBN/APBN-P IKU dengan mengukur deviasi antara angka I-account dalam RUU APBN/P dengan angka I-account. c. IKU Persentase penerimaan negara (Pajak, bea & cukai, dan PNBP) dengan target 100%. IKU bertujuan mengukur optimalisasi penerimaan negara berdasarkan pecapaian target penerimaan negara yang terdiri dari penerimaan pajak, bea dan cukai, serta PNBP. d. IKU Indeks tata kelola organisasi dengan target 70. IKU bertujuan mengukur peningkatan budaya organisasi dan tata kelola organisasi yang diindikasi berdasarkan nilai Survei Kesehatan Organisasi, Indeks persepsi integritas, dan Nilai AKIP. e. IKU Indeks implementasi IT Service Management tahap I dengan target 100%. IKU bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan layanan TIK di Kementerian Keuangan yang efektif dan efisien berdasarkan metode pengelolaan layanan TIK yang secara filosofis terpusat pada perspektif pengguna layanan TIK terhadap proses bisnis organisasi. Komponen pengukuran IKU meliputi penyusunan katalog layanan TIK unit eselon I, Penyusunan katalog TIK layanan TIK Kementerian Keuangan, dan Penyusunan kajian/konsep kerangka kerja tata kelola ITSM Kementerian Keuangan. 3. Penghapusan IKU, yaitu: a. IKU Deviasi proyeksi APBN. b. IKU Akurasi perencanaan APBN. c. IKU Tingkat Penyelesaian Rancangan Pengembangan Jabatan Fungsional. Sasaran Strategi, IKU, dan target IKU Kemenkeu- Wide Tahun 2017 adalah sebagai berikut: Tabel 2.9 Perbandingan target IKU Kemenkeu-Wide tahun 2016 dan 2017 KODE SS/IKU SASARAN STRATEGIS/IKU TARGET 2016 TARGET 2017 STAKEHOLDER PERSPECTIVE 1 Pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur 1a Rasio Defisit APBN terhadap PDB 2,35% 2,41% 1b Rasio keseimbangan primer terhdap PDB - -0,79% 1c Rasio utang terhadap PDB 26,87% 28,30% 1d Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 12,17% 10,90% CUSTOMER PERSPECTIVE 2 Pemenuhan layanan publik yang prima 2a Indeks kepuasan pengguna layanan Kemenkeu 4,07 4,12 2b aktu penyelesaian proses kepabeanan 1 ari 3 Kepatuhan atas pengelolaan keuangan negara yang tinggi 3a Rata-rata persentase kepatuhan atas aturan perpajakan 76,25% 65% INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE 4 Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas 4a De iasi proyeksi asumsi makro - 5% 4b De iasi exercise I-account - 7,5% 5 perencanaan kinerja 39

54 4a KODE SS/IKU 4b Tabel 2.9 Perbandingan target IKU Kemenkeu-Wide tahun 2016 dan 2017 De iasi proyeksi asumsi makro De iasi e ercise I-account SASARAN STRATEGIS/IKU - TARGET TARGET , Penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal a Persentase penerimaan negara b Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga 7 7 c Indeks pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah 0,72 0,72 6 Pengelolaan kas pemerintah pusat, kekayaan negara, dan pembiayaan yang optimal 6a De iasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat 6b Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap c Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Peningkatan pengendalian mutu 7a Indeks opini BPK RI atas LKPP 4 ( TP) 4 ( TP) 7b Indeks opini BPK RI atas LK B N 4 ( TP) 4 ( TP) 7c Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK B N yang telah ditindaklanjuti Penegakan hukum yang efektif 8a Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) 8b Persentase keberhasilan pelaksanaan oint Audit 88, SDM yang kompetitif 9a Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan b Nilai peningkatan kompetensi SDM rganisasi yang kondusif 10a Persentase implementasi inisiatif RBTK b Indeks tata kelola organisasi Sistem informasi manajemen yang andal 11a Tingkat downtime sistem TIK b Indeks implementasi IT ser ice management tahap I Pengelolaan anggaran yang optimal 12a Indeks opini BPK atas LK BA 1 4 ( TP) 4 ( TP) 12b Persentase kualitas pelaksanaan anggaran 9 9 Pada triwulan III tahun 2017, dilakukan penyesuaian target IKU yang terkait dengan UU APBN-P. Berdasarkan KMK 467/KMK.01/2014 perubahan target yang diakibatkan adanya perubahan dasar penghitungan target sesuai UU APBN/APBN-P tidak perlu dilakukan perubahan kontrak kinerja. Adapuan IKU yang targetnya disesuaikan dengan APBN-P yaitu Rasio Defisit APBN terhadap PDB sebesar -2,92% dan Rasio keseimbangan primer terhdap PDB sebesar -1,03%. Selain itu, pada triwulan III juga dilakukan addendum target IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) untuk triwulan IV dari yang semula 55% menjadi 57,5%. Perubahan target dilakukan karena realisasi penyelesaian tindak pidana kepabeanan dan cukai telah melampaui target tahunan. Kontrak Kinerja pada level Kementerian dan eselon I merupakan penjabaran dari Sasaran dan Indikator pada Renstra dan Renja. Keterkaitan antara Sasaran Renstra/Renja dan Kontrak Kinerja adalah sebagai berikut: 40

55 Tabel 2.10 Keterkaitan sasaran strategis pada Renstra, Renja, dan Kontrak Kinerja tahun 2017 NO. TUJUAN PADA Renstra 1. Terjaganya Kesinambungan Fiskal 2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai 3. Pembangunan sistem PNBP yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara 4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah Renstra TAHUN Meningkatnya tax ratio Terjaganya rasio utang pemerintah Terjaganya defisit anggaran Penerimaan pajak negara yang optimal Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional Sistem Pelayanan PNBP yang optimal Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan. SASARAN STRATEGIS Renja TAHUN 2017 KONTRAK KINERJA TAHUN 2017 Terjaganya Kesinambungan Fiskal (Kementerian) Terjaganya Kesinambungan Fiskal (Kementerian) Terjaganya Kesinambungan Fiskal (Kementerian) Penerimaan pajak negara yang optimal (DJP) Meningkatnya kelancaran arus barang dalam rangka mendukung sislognas serta optimalnya penerimaan bea dan cukai dan meningkatnya kepatuhan pengguna jasa melalui pengawasan secara optimal (DJBC) Meningkatnya kelancaran arus barang dalam rangka mendukung sislognas serta optimalnya penerimaan bea dan cukai dan meningkatnya kepatuhan pengguna jasa melalui pengawasan secara optimal (DJBC) Pengelolaan APBN yang berkualitas dan PNBP yang optimal (DJA) a. Pengelolaan APBN yang berkualitas dan PNBP yang optimal (DJA) b. Peningkatan kualitas pengelolaan perbendaharaan (DJPB) Hubungan keuangan pusat dan daerah yang adil dan transparan (DJPK) Pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur (SS Kemenkeu-Wide) Pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur (SS Kemenkeu-Wide) Pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur (SS Kemenkeu-Wide) Penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal (SS Kemenkeu-Wide) Penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal (SS Kemenkeu-Wide) Pemenuhan layanan publik yang prima (SS Kemenkeu-Wide) Sistem pelayanan PNBP yang optimal (SS Kemenkeu-One DJA) Penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal (SS Kemenkeu-Wide) Penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal (SS Kemenkeu-Wide) perencanaan kinerja 41

56 Tabel 2.10 Keterkaitan sasaran strategis pada Renstra, Renja, dan Kontrak Kinerja tahun 2017 NO. TUJUAN PADA Renstra 5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran 6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan 7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan Renstra TAHUN Pengelolaan kekayaan negara yang optimal Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management Organisasi yang fit for purpose SDM yang kompetitif Sistem informasi manajemen yang terintegrasi Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Keuangan Kementerian SASARAN STRATEGIS Renja TAHUN 2017 KONTRAK KINERJA TAHUN 2017 Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional, tertib, tepat guna dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder (DJKN) Mengoptimalkan pengelolaan pembiayaan, risiko keuangan negara, dan dukungan pemerintah, yang aman dan terkendali untuk mendukung kesinambungan fiskal (DJPPR) Meningkatnya kelancaran arus barang dalam rangka mendukung sislognas serta optimalnya penerimaan bea dan cukai dan meningkatnya kepatuhan pengguna jasa melalui pengawasan secara optimal (DJBC) Tata Kelola Kementerian yang baik (Setjen) Tata Kelola Kementerian yang baik (Setjen) Tata Kelola Kementerian yang baik (Setjen) Tata Kelola Kementerian yang baik (Setjen) Pengelolaan kas pemerintah pusat, kekayaan negara, dan pembiayaan yang optimal (SS Kemenkeu-Wide) Pengelolaan kas pemerintah pusat, kekayaan negara, dan pembiayaan yang optimal (SS Kemenkeu-Wide) Peningkatan efektivitas pengawasan Kepabeanan dan Cukai (SS Kemenkeu-One DJBC) Organisasi yang kondusif (SS Kemenkeu-Wide) SDM yang kompetitif (SS Kemenkeu-Wide) Sistem manajemen informasi yang andal (SS Kemenkeu-Wide) Peningkatan pengendalian mutu (SS Kemenkeu-Wide) Pengelolaan anggaran yang optimal (SS Kemenkeu-Wide) Berdasarkan hasil pemetaan Sasaran Strategis di atas dapat dilihat bahwa seluruh SS yang ada di Renstra terdapat di dalam dokumen Kontrak Kinerja, meskipun terjadi penyesuaian SS baik diganti atau rewording. Adapun, keterkaitan indikator kinerja yang terdapat dalam Renstra dan kontrak kinerja tahun 2017 adalah sebagaimana dalam tabel berikut: 42

57 Tabel 2.11 Keterkaitan Indikator Kinerja pada Renstra, Renja, dan Kontrak Kinerja tahun 2017 NO. TUJUAN PADA Renstra Renstra TAHUN Meningkatnya tax ratio Rasio Penerimaan Pajak terhadap PDB (dalam arti luas) Terjaganya rasio utang pemerintah Terjaganya defisit anggaran 2. Penerimaan pajak negara yang optimal Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional 3. Sistem Pelayanan PNBP yang optimal 4. Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan. 5. Pengelolaan kekayaan negara yang optimal Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal 6. Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management Rasio utang terhadap PDB Rasio defisit APBN terhadap PDB Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance) Persentase implementasi Single Source Database PNBP Akurasi Perencanaan APBN Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L Indeks pemerataan keuangan antar daerah Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap Rasio dana aktif BUMN/Lembaga di bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai INDIKATOR KINERJA Renja TAHUN 2017 KONTRAK KINERJA TAHUN 2017 Rasio Penerimaan Pajak terhadap PDB Rasio utang terhadap PDB Rasio defisit APBN terhadap PDB Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target (DJP) Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target (DJBC) Waktu penyelesaian proses kepabeanan (custom clearance) (DJBC) Persentase implementasi single source database PNBP (DJA) Akurasi perencanaan APBN (DJA) Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L (DJPB) Indeks pemerataan keuangan antar daerah (Indeks Williamson) (DJPK) Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap (DJKN) Rasio dana aktif BUMN/ lembaga di bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas (DJKN) Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan (DJPPR) Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai (DJBC) Rasio penerimaan pajak terhadap PDB (Kemenkeu-Wide) Rasio utang terhadap PDB (Kemenkeu-Wide) Rasio Defisit APBN terhadap PDB (Kemenkeu-Wide) Persentase realisasi penerimaan pajak (DJP) Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai (DJBC) Waktu penyelesaian proses kepabeanan (DJBC) Persentase implementasi single source data PNBP (DJA) Akurasi perencanaan APBN (DJA) Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L (Kemenkeu-Wide) Indeks pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (Kemenkeu-Wide) Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap (Kemenkeu-Wide) Rasio dana aktif BUMN/Lembaga di bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas (DJKN) Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan (Kemenkeu-Wide) Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai (DJBC) perencanaan kinerja 43

58 Tabel 2.11 Keterkaitan Indikator Kinerja pada Renstra, Renja, dan Kontrak Kinerja tahun 2017 NO. TUJUAN PADA Renstra 7. Organisasi yang fit for purpose SDM yang kompetitif Sistem informasi manajemen yang terintegrasi Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Keuangan Kementerian Renstra TAHUN Indeks kepuasan pengguna layanan Indeks kesehatan organisasi Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan Nilai peningkatan kompetensi SDM Persentase integrasi TIK Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN INDIKATOR KINERJA Renja TAHUN 2017 KONTRAK KINERJA TAHUN 2017 Indeks kepuasan pengguna layanan (Seluruh Unit Eselon I (Kemenkeu-Wide) Indeks kepuasan pengguna layanan (Kemenkeu-Wide dan 10 Unit Eselon I - Indeks Tata Kelola Organisasi (Kemenkeu-Wide) Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan (Setjen, Biro SDM) Nilai peningkatan kompetensi SDM (BPPK) Persentase Integrasi Sistem Informasi Keuangan (Setjen, Pusintek) a. Indeks opini BPK atas LK BA 015 (Setjen) b. Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA dan LKA BA BUN (Itjen) Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan (Kemenkeu-Wide) Nilai peningkatan kompetensi SDM (BPPK) Persentase integrasi TIK Kementerian Keuangan (Setjen, Pusintek) a. Indeks opini BPK atas LK BA 015 (Kemenkeu-Wide) b. Indeks opini BPK RI atas LK BUN (Kemenkeu-Wide) 2. fi t Kontrak Kinerja Tahun 2018 Implementasi sistem pengelolaan kinerja berbasis BSC di lingkungan Kementerian Keuangan dari tahun 2008 hingga tahun 2017 terus mengalami perkembangan, sejalan dengan pembelajaran yang dilakukan oleh organisasi (learning process) dan dinamika yang terjadi. Peta Strategi, IKU, dan target kinerja Kemenkeu dan Unit Eselon I terus menerus bertransformasi sesuai dengan tuntutan stakeholders dan dinamika perubahan lingkungan. Pengelolaan kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan meliputi seluruh tahapan dalam pengelolaan strategi Kementerian Keuangan yakni perencanaan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja, reviu dan perbaikan Peta Strategi. Selain itu, sebagai bentuk komitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja maka dilakukan penyempurnaan dalam pelaksanaan setiap tahapan pengelolaan kinerja. Penetapan Peta Strategi, IKU, dan target IKU merupakan bagian dalam proses perencanaan yang akan dijadikan dasar dalam pengukuran kinerja dilingkungan Kementerian Keuangan. Untuk mendukung penetapan Peta Strategi, IKU, dan target IKU yang mencerminkan tugas dan fungsi, challenging, realistis dan selaras pada seluruh unit dilingkungan Kementerian Keuangan, dilakukan proses r fi t Peta Strategi dan IKU. Proses r fi t Kontrak Kinerja (Peta Strategi dan IKU) dan Piagam Manajemen Risiko (Penetapan Konteks, Profil dan Penanganan Risiko) dilakukan secara bersamaan. Hal ini merupakan kegiatan yang sudah berjalan secara rutin dan outputnya akan digunakan sebagai dasar penetapan Kontrak Kinerja dan Piagam Manajemen Risiko tahun berikutnya. Proses r fi t dimulai dengan membuat kebijakan r fi t, yang merupakan hasil kesepakatan Pengelola Kinerja Organisasi Pusat dan unit eselon I. Selain itu, untuk menjamin keseragaman, pelaksanaan r fi t berpedoman pada: 44

59 a. Dokumen perencanaan strategis Kementerian Keuangan, antara lain Renstra dan Renja; b. Inisiatif Strategis RBTK; dan c. Arahan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan dalam Dialog Kinerja Organisasi Tahun 2017 dan Rapim lainnya. Proses r fi t untuk Kontrak Kinerja tahun 2018 sedikit berbeda, hal ini dikarenakan mulai bergabungnya unit baru, yaitu Pengelola Portal Indonesia National Single Window (PP INSW). PP INSW adalah satker yang dibentuk untuk tugas melaksanakan pengelolaan portal INSW dalam penanganan dokumen kepabeanan, perizinan, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan kegiatan ekspor, impor dan logistik secara elektronik. Proses r fi t pada Kementerian Keuangan dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.5 Proses efinement Kontrak Kinerja pada Kementerian Keuangan Penyusunan KK dan Profil Risiko K-Wide Pembahasan KK K-Wide Pembahasan KK K-One MKOP MK P, MK, MR MK P, MK, MR 22 Jan 2018 Dialog Kinerja rganisasi Tahun 2017 dan Penandatangan KK dan Piagam Risiko Menteri Keuangan, amen, Pejabat Eselon I, dan Staf Ahli Rapim Eselon I Kinerja dan Risiko Menteri Keuangan, amen, Pejabat Eselon I, dan Staf Ahli Pembahasan Risiko Kementerian S, SA BTI, MK P, MK, MR Dokumen Acuan Renstra dan Renja IS RBTK Arahan Menkeu dan amenkeu Kebijakan fi t Rapat Forses Kinerja Ses Eselon I, MK P, MK, MR Pleno KK K-Wide MKOP, MKO Pembahasan Pro Risiko Kemenkeu MK P, MR Pleno Profil Risiko Kemenkeu MK P, MK, MR MK P Manajer Kinerja rganisasi Pusat (Biro ankeu SET EN) MK Manajer Kinerja rganisasi seluruh nit Eselon I MR Manajer Risiko nit seluruh nit Eselon I Proses r fi t Kontrak Kinerja dan Piagam Manajemen Risiko Kementerian tahun 2018 di mulai pada bulan November Pengelola Kinerja Organisasi Pusat yang berada di Sekretariat Jenderal akan menyusun konsep Kontrak Kinerja dan Piagam Manajemen Risiko Kementerian tahun Adapun untuk konsep Kontrak Kinerja Kemenkeu-One akan disusun oleh Pengelola Kinerja Organisasi unit eselon I. Konsep dimaksud selanjutnya akan dibahas dalam beberapa kali forum Pengelola Kinerja Organisasi dan Pengelola Risiko Pusat beserta unit eselon I. Untuk meningkatkan sinergi antar unit eselon I, pada forum Pengelola Kinerja juga dilaksanakan pembahasan IKU Mandatory. IKU Mandatory merupakan IKU usulan unit eselon I tertentu untuk ditetapkan pada unit eselon I lainnya dalam rangka mendukung pencapaian kinerja unit eselon I pengusul. IKU Mandatory diusulkan melalui Pengelola Kinerja Organisasi unit Eselon I kepada Manajer Kinerja Organisasi Pusat untuk dibahas bersama pada Forum Pengelola Kinerja Organisasi. Pada Forum tersebut usulan IKU Mandatory akan ditetapkan untuk dapat disetujui atau tidak. Unit pengusul IKU Mandatory juga memiliki tugas untuk dapat data dukung capaian IKU dimaksud. Konsep Kontrak Kinerja Kemenkeu-Wide-One dan Piagam Manajemen Risiko Kementerian tahun 2018, hasil kesepakatan pada forum Pengelola Kinerja Organisasi dan Pengelola Risiko selanjutnya akan dibahas pada perencanaan kinerja 45

60 Forum Sekretaris (Forses). Forses merupakan rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal dengan para Sekretaris unit Eselon I dan Eselon II atasan Pengelola Kinerja Organisasi. Pada forum tersebut, Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi selaku Ketua Tim Koordinasi Pengelolaan Kinerja dan Risiko (TKPKR) menyampaikan konsep Kontrak Kinerja Tahun 2018 hasil kesepakatan para Pengelola Kinerja Organisasi. Dalam forum ini pimpinan rapat dan peserta akan saling men-challenge IKU yang berkualitas dan target yang menantang namun realistis. Output dari Forum ini adalah disepakatinya Konsep Kontrak Kinerja dan Piagam Manajemen Risiko Tahun 2018 untuk disampaikan kepada Menteri Keuangan. Tahapan final dalam proses r fi t adalah menyampaikan hasil kesepakatan Forses pada forum Rapat Pimpinan yang dipimpin oleh Menteri Keuangan dan dihadiri oleh Wakil Menteri Keuangan beserta para pejabat Eselon I, perwakilan eselon II dan pengelola kinerja dan risiko dilingkungan Kementerian Keuangan. Dalam pembahasan tersebut, pimpinan kembali men-challenge IKU yang berkualitas dan target yang menantang namun realistis. Pada Rapim tersebut telah disepakati konsep Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan tahun 2018 yang terdiri dari 13 SS dan 33 IKU dengan rincian sebagai berikut: 1. Sasaran Strategis Pada tahun 2018 ditetapkan 13 SS, dengan rincian sebagai berikut: a. 9 (sembilan) SS tetap b. 1 (satu) SS baru SS baru yang ditetapkan adalah SS Kerjasama ekonomi dan keuangan internasional yang optimal, SS dirumuskan dalam rangka meningkatkan manfaat atas kerjasama ekonomi dan keuangan internasional. c. 5 (lima) SS berubah Rewording SS dilaksanakan dalam rangka penajaman kalimat SS menyesuaikan dengan sasaran yang akan diharapkan dicapai pada tahun Adapun rincian SS yang berubah adalah sebagai berikut: 1) SS Pelayanan publik yang prima. 2) SS Kepatuhan terhadap kebijakan pengelolaan keuangan negara yang tinggi. 3) SS Pengelolaan kas, kekayaan negara, dan pembiayaanyang optimal. 4) SS Organisasi yang fit for r o. 5) SS Pengelolaan anggaran yang berkualitas. 2. Indikator Kinerja Utama Pada tahun 2018 ditetapkan 33 IKU, dengan rincian sebagai berikut: a. 15 IKU tetap b. 3 (tiga) IKU rewording Rewording IKU bertujuan lebih menggambarkan tujuan pengukuran IKU dimaksud, adapun IKU yang yang di-rewording adalah sebagai berikut: 1) IKU Indeks kepuasan publik atas layanan Kemenkeu. 2) IKU Deviasi proyeksi indikator asumsi makro. 3) IKU Tingkat downtime sistem TIK. c. 7 (tujuh) IKU reformulasi Reformulasi IKU meliputi perluasan ruang lingkup pengukuran IKU serta penajaman formula pengukuran IKU sehingga lebih menggambarkan SS. IKU yang direformulasi adalah sebagai berikut: 1) IKU Rata-rata persentase kepatuhan terhadap aturan perpajakan. Reformulasi dilakukan dengan memperluas cakupan objek pengukuran yaitu pada lingkup DJP meliputi kepatuhan WP diukur dari kepatuhan WP Badan dan OP Pribadi Non Karyawan dalam menyampaikan SPT tahunan dan kepatuhan melakukan pembayaran. Sedangkan pada lingkup DJBC meliputi kepatuhan yang diukur terhadap importir MITA dan AEO, pengusaha pabrik Hasil Tembakau, dan pengusaha KB. 2) IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L. 46

61 Reformulasi dilakukan dengan memperluas cakupan komponen IKU dari 4 menjadi 10 indikator nasional yaitu Frekuensi Revisi DIPA, Deviasi Halaman III DIPA; Retur SP2D, Realisasi Anggaran, Penyelesaian Tagihan; Penerbitan SPM secara benar, Deviasi Renkas/RPD Harian; Ketepatan Waktu Data Kontrak, Pertanggungjawaban UP, Penyampaian LPJ. 3) IKU Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti. IKU lama yang direformulasi dengan mengubah cara penghitungan capaian IKU pada semester II menjadi: rekomendasi selesai + rekomendasi yang diusulkan selesai Outstanding rekomendasi s.d x 100% 4) IKU Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat. Reformulasi dilakukan dengan merubah batas waktu penyampaian proyeksi penerimaan dan pengeluaran dari 2 hari sebelum rapat CPIN menjadi 5 hari sebelum bulan berakhir. 5) IKU Persentase pengadaan utang dengan biaya yang terkendali. Reformulasi dilakukan dengan menyempurnakan cara penghitung-an IKU, yaitu mengukur tingkat akurasi antara realisasi pengadaan utang yang memenuhi target biaya dibandingkan dengan target kebutuhan utang yang telah ditetapkan. 6) IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan joint audit. Reformulasi dilakukan dengan memfokuskan pengukuran IKU pada output/outcome yang dihasilkan yaitu penyelesaian LHA, penerimaan negara hasil joint audit, serta rekomendasi yang meningkatkan penerimaan hasil joint audit. 7) IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran. Reformulasi dilakukan dengan menambahkan komponen kinerja pelaksanaan anggaran sehingga komponen penghitungan IKU ini menjadi: a) Persentase kualitas pelaksanaan anggaran (menggunakan formula dan indikator sesuai SE 35/2017) dengan komponen penyerapan anggaran; keluaran riil; efisiensi; dan konsistensi. b) Persentase kinerja pelaksanaan anggaran BA 15 dengan menggunakan 10 (sepuluh) indikator nasional yaitu Frekuensi Revisi DIPA, Deviasi Halaman III DIPA; Retur SP2D, Realisasi Anggaran, Penyelesaian Tagihan; Penerbitan SPM secara benar, Deviasi Renkas/ RPD Hari-an; Ketepatan Waktu Data Kontrak, Pertanggungjawaban UP, Penyampaian LPJ. d. 8 (delapan) IKU baru IKU baru yang ditetapkan dalam rangka mengukur proses bisnis dan resources Kementerian Keuangan yang selama ini belum terakomodasi dalam Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan. Adapun rincian IKU baru adalah sebagai berikut: 1) IKU Dwelling Time. IKU yang mengukur waktu pemrosesan barang dari pelabuhan sejak container barang impor dibongkar sampai dengan dikeluarkan dari pelabuhan, IKU tersebut mengakomodasi bergabungnya PP INSW. 2) IKU Persentase belanja infrastrutur, pendidikan, kesehatan, dan dana desa untuk kemisikinan terhadap Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). IKU yang mengukur kualitas belanja daerah yang diwakili oleh variabel belanja infrastruktur dalam APBD, belanja pendidikan dalam APBD, belanja kesehatan dalam APBD, dan alokasi Dana Desa untuk pengurangan kemiskinan. 3) IKU Persentase pemanfaatan hasil kerja sama ekonomi dan keuangan internasional di bidang keuangan. IKU yang mengukur kerjasama ekonomi dan keuangan internasional di bidang keuangan yang memberikan manfaat perencanaan kinerja 47

62 untuk Indonesia yang bertujuan untuk mengoptimalkan pelaksanaan komitmen kerjasama internasional. 4) IKU Persentase alumni pelatihan yang meningkat kinerjanya. IKU yang mengukur efektivitas pelaksanaan program pembelajaran berbasis Corpu yang memenuhi metode Kirkpatrick level 4 (peningkatan kinerja) dari skala 4. IKU ini bertujuan untuk mengoptimalkan outcome Corpu di Kementerian Keuangan. 5) IKU Tingkat pemenuhan unit kerja terhadap kriteria ZI WBK. IKU yang mengukur unit kerja Kementerian Keuangan yang memenuhi kriteria Zona Integritas (ZI) Wilayah Bebas Korupsi (WBK). IKU ini bertujuan untuk mempercepat perluasan unit kerja yang memenuhi kriteria ZI WBK. 6) IKU Indeks Persepsi Integritas. IKU yang mengukur penilaian persepsi integritas berdasarkan metode yang dikembangkan dari Integrity Assessment yang telah dilaksanakan oleh KPK dengan tujuan untuk meningkatkan budaya integritas Kementerian Keuangan. 7) IKU Persentase kapabilitas tata kelola TIK. IKU yang mengukur tingkat kapabilitas pengelolaan TIK melalui audit berdasarkan framework COBIT 5 dengan tujuan untuk meningkatkan tata kelola TIK Kementerian Keuangan agar memenuhi framework COBIT 5. 8) IKU Persentase rekomendasi atas LK BA 15 yang telah ditindak lanjuti. IKU yang mengukur progres tindak lanjut temuan BPK atas LK BA 15. IKU ini bertujuan untuk mempercepat penyelesaian tindak lanjut BPK dan menjaga opini BPK atas LK BA 15 e. 3 (tiga) IKU dihapus 1) IKU Nilai peningkatan kompetensi SDM. 2) IKU Indeks tata kelola organisasi. 3) IKU Indeks implementasi IT Service Management tahap I. Proses challenge target IKU pada Rapim, dapat dilihat pada perubahan target IKU Kementerian di bawah ini: Tabel 2.12 Perubahan usulan target IKU 2018 Kode SS/ IKU INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET 2017 TARGET RENSTRA/ RENJA 2018 USULAN TARGET 2018 TARGET a Rasio Defisit APBN terhadap PDB -2,41% -2,19% -2,19% -2,19% 1b Rasio keseimbangan primer terhadap PDB -0,794% - -0,59% -0,59% 1c Rasio utang terhadap PDB 28,30% 28,83% 28,87% 28,83% 1d Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 10,90% 10,90% 10,9% 10,90% 1e Indeks pemerataan keuangan antar daerah 0,73 0,73 0,70 0,58 2a Indeks kepuasan publik atas layanan Kemenkeu 4,12 4, ,35 2b aktu penyelesaian proses kepabeanan 1 hari 1,2 hari 1 hari 0,87 hari 2c Dwelling Time - - 3,5 hari 2,9 hari 3a Rata-rata persentase kepatuhan terhadap aturan perpajakan 65% - 67,5% 67,5% 4a De iasi proyeksi indikator asumsi makro 5% 5% 5% 3% 4b Deviasi exercise I-account 7,5% - 5% 3% 5a Persentase pemanfaatan hasil kerjasama ekonomi dan keuangan internasional di bidang keuangan % 85% 6a 100% 100% 100% 100% 48

63 2b aktu penyelesaian proses kepabeanan 1 hari 1,2 hari 1 hari 0,87 hari 2c Dwelling Time - - 3,5 hari 2,9 hari 3a Rata-rata persentase kepatuhan terhadap aturan perpajakan 65% - 67,5% 67,5% 4a 4b Kode SS/ 5a IKU De iasi proyeksi indikator asumsi makro 5% 5% Tabel 2.12 Perubahan usulan target IKU 2018 Deviasi exercise I-account 7,5% - TARGET TARGET Persentase pemanfaatan INDIKATOR hasil KINERJA kerjasama UTAMAekonomi dan - RENSTRA/ keuangan internasional di bidang keuangan RENJA % 5% USULAN TARGET 50% % 3% TARGET 85% a 1a Persentase penerimaan negara (pajak, bea & cukai, dan PNBP) -2,41% 100% -2,19% 100% -2,19% 100% -2,19% 100% 6b Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L 75% 80% 80% 80% 7a De iasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat 5% 5% 5% 5% 7b Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 70% 75% 85% 85% 7c Persentase pengadaan utang dengan biaya yang terkendali % 100% 8a Indeks opini BPK atas LKPP 4 (WTP) 4 (WTP) 4 (WTP) 4 (WTP) 8b Indeks opini BPK atas LK B N 4 (WTP) 4 (WTP) 4 (WTP) 4 (WTP) 8c Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK B N yang telah ditindaklanjuti 75% 46% 85% 89% 9a Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) 52,5% - 60% 65% 9b Persentase keberhasilan pelaksanaan joint audit 60% - 60% 81,20% 10a Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan 90% 85% 93% 94% 10b Persentase alumni pelatihan yang meningkat kinerjanya % 70% 11a Persentase implementasi inisiatif RBTK 90% - 90% 92% 11b Tingkat pemenuhan unit kerja terhadap kriteria I BK % 100% 11c Indeks Persepsi Integritas a Tingkat downtime sistem TIK 1% - 0,75% 0,35% 12b Persentase kapabilitas tata kelola TIK % 75% 13a Indeks opini BPK atas LK BA 1 4 (WTP) 4 (WTP) 4 (WTP) 4 (WTP) 13b Persentase rekomendasi BPK atas LK BA 1 yang telah ditindaklanjuti % 89% 13c Persentase kualitas pelaksanaan anggaran 95% - 95% 95% Berdasarkan kesepakatan di atas, dilaksanakan Rapim lanjutan yang dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan yang dihadiri seluruh pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Pada Rapim ini Wakil Menteri Keuangan memberikan challenge terkait target IKU pada Kontrak Kinerja pimpinan unit eselon I dan para staf ahli. Puncak kegiatan r fi t adalah penandatangan Komitmen Kinerja Oleh Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan serta Perjanjian Kinerja dan Kontrak Kinerja para pejabat Eselon I tahun 2018 di lingkungan Kementerian Keuangan pada tanggal 22 Januari Kegiatan dilakukan bersamaan dengan monitoring dan Evaluasi Kinerja dan Risiko (Dialog Kinerja dan Risiko) level Kementerian tahun Metode Penghitungan Nilai Kinerja Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014, Kementerian Keuangan melakukan evaluasi secara berkala atas perencanaan kinerja yang ditetapkan. Salah satu outputnya adalah Nilai Kinerja Organisasi (NKO) yang diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi, akan diperoleh indeks perencanaan kinerja 49

64 capaian IKU. Penghitungan indeks capaian IKU perlu memperhitungkan jenis polarisasi IKU yang berlaku yaitu maximize, minimize, dan stabilize. Ketentuan penetapan indeks capaian IKU adalah: 1. Angka maksimum adalah 120; 2. Angka minimum adalah 0; 3. Ketentuan IKU maximize dan minimize yang realisasinya tidak memungkinkan melebihi target: a. Indeks capaian dapat dikonversi menjadi 120 dengan ketentuan: 1) IKU mengukur kualitas, waktu atau biaya; 2) Jumlah IKU yang dapat dikonversi tersebut adalah maksimal 20% dari total IKU dalam kontrak kinerja (1 IKU dari 5 IKU, dan berlaku kelipatan); 3) Memprioritaskan IKU cascading Peta Strategi (CP), kemudian IKU cascading non peta (C), di atas IKU non cascading (N), dalam pemilihan IKU yang dikonversi; b. Penghitungan indeks capaiannya ditetapkan sebagai berikut: 1) Apabila realisasi IKU sama dengan target, di mana target yang ditetapkan merupakan target maksimal yang dapat dicapai maka indeks capaian IKU tersebut dikonversi menjadi 120; 2) Apabila realisasi IKU tidak memenuhi target, maka indeks capaian IKU tersebut tidak dilakukan konversi (menggunakan rumus perhitungan polarisasi). 4. Formula penghitungan indeks capain IKU untuk setiap jenis polarisasi adalah berbeda, sebagaimana penjelasan berikut: a. Polarisasi Maximize Pada polarisasi maximize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih tinggi dari target, dengan formula: Realisasi Indeks Capaian IKU = x 100% Target Apabila IKU dengan polarisasi maximize memiliki target minus (target < 0), formula yang digunakan: Realisasi Indeks Capaian IKU = Target b. Polarisasi Minimize ( ( x 100% Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih kecil dari target, dengan formula: Realisasi Indeks Capaian IKU = Target ( ( x 100% Apabila indeks capaian IKU kurang dari 0 atau menghasilkan angka minus, maka indeks capaian yang diakui adalah 0. Apabila IKU minimize memiliki target 0, maka indeks capaian IKU dihitung dengan menggunakan bantuan skala konversi sebagai berikut: Realisasi Terbaik Realisasi Terburuk Indeks Capaian IKU Formula yang digunakan adalah: Indeks Capaian IKU = c. Polarisasi Stabilize Realisasi Terburuk - Realisasi Realisasi Terburuk 0 x 100% Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang berada dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target, dengan formula: Indeks Capaian IKU = I n-1 + ( I n+1 - I n-1 (C n - C n-1 ) C n+1 - C n-1 ( 50

65 Capaian Indeks Capaian seluruh indeks capaian IKU dalam suatu SS dengan memperhitungkan bobot tertimbang IKU. Bobot IKU mencerminkan tingkat kualitas dan validitas IKU. Perhitungan NSS adalah sebagai berikut: 1) Perhitungan Bobot Tertimbang IKU Bobot tertimbang IKU dihitung dengan formula sebagai berikut: Bobot IKU Bobot Tertimbang IKU Bobot IKU dalam 1 SS 1 2) Perhitungan NSS NSS dihtung dengan formula sebagai berikut: In = Indeks capaian In-1 = Indeks capaian dibawahnya In+1 = Indeks capaian diatasnya Ca = Capaian awal Ca = Realisasi/Target X 100% Cn = Capaian, dengan ketentuan: a. Apabila Realisasi > Target, maka: Cn = 100 (Ca 100), dimana Ca maksimum adalah 200% b. Apabila Realisasi < Target, maka Cn = Ca Cn-1 = Capaian dibawah Cn 5. Perhitungan Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Untuk mendapatkan NKO, perhitungan dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: a. Perhitungan Indeks Capaian IKU Perhitungan indeks capaian IKU dilakungan dengan membandingan antara realisasi dengan target berdasarkan formula penghitungan indeks capain IKU untuk setiap jenis polarisasi sebagaimana telah dijelaskan pada poin 4 di atas. b. Perhitungan Nilai Sasaran Strategi Perhitungan nilai sasaran strategis (NSS) dilaksanakan dengan mengkosolidasikan NSS= (Indeks Capaian IKU X Bobot Tertimbang IKU ) 1 c. Perhitungan Nilai Perspektif Perhitungan Nilai Perspektif (Np) merupakan rata-rata NSS dalam satu perspektif dengan formula sebagai berikut: d. Perhitungan NKO NSS Np = SS Perhitungan NKO dilaksanakan dengan menjumlahkan Np berdasarkan bobot perspektif. Adapun bobot perspektif dan rumus perhitungan NKO adalah sebagai berikut: PERSPEKTIF Stakeholder Customer Internal Process Learning and Growt Tabel 2.13 Bobot perspektif NKO BOBOT 4 PERSPEKTIF 25% 15% 30% 30% NKO= (Np X Bobot Perspektif) 1 BOBOT 3 PERSPEKTIF 40% - 30% 30% 6. Adapun status indeks capaian dan NKO adalah sebagai berikut: (memenuhi ekspektasi) (belum memenuhi ekspektasi) (tidak memenuhi ekspektasi) perencanaan kinerja 51

66 BAB 3 A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A Capaian Kinerja Organisasi Realisasi Agenda Prioritas Realisasi Anggaran Kinerja Lain Evaluasi Internal

67

68 A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A Kinerja Kementerian Keuangan selama tahun 2017 dapat dilihat dari beberapa perspektif yang meliputi pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU), pelaksanaan agenda prioritas, anggaran dan kinerja lainnya yang menunjukkan achievement dan penghargaan yang diperoleh Kementerian Keuangan selama 2017 dan memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas. Selain itu pelaksanaan evaluasi internal yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam upaya meningkatkan pengelolaan kinerja. A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI Pengukuran capaian kinerja Kementerian Keuangan tahun 2017 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana) dan realisasi IKU pada masing-masing perspektif. Dari hasil pengukuran kinerja tersebut, diperoleh data bahwa capaian Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Kementerian Keuangan adalah sebesar 111,14. Nilai tersebut berasal dari capaian kinerja pada masing-masing perspektif sebagaimana tampak pada tabel 3.1. PERSPEKTIF Stakeholder Customer Internal Process Learning and Growth Tabel 3.1 Nilai kinerja organisasi berdasarkan perspektif BOBOT 4 PERSPEKTIF 25% 15% 30% 30% Nilai Kinerja Organisasi BOBOT 3 PERSPEKTIF 101,70 114,89 116,64 111,62 111,14 Perkembangan Nilai Kinerja Organisasi Kementerian Keuangan dari tahun 2012 sampai dengan 2017 dapat digambarkan sebagaimana grafik ,61 Gambar 3.1 NKO Kementerian Keuangan tahun ,46 107,42 106,25 111,14 101,8 Nilai kinerja Kementerian Keuangan tahun 2017 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2017, terdapat beberapa penajaman IKU dan peningkatan kualitas target. Perubahan-perubahan ini yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap nilai kinerja Kementerian Keuangan. Penajaman yang dilakukan pada tahun 2017, akan dijelaskan pada masing-masing IKU Selama tahun 2017, dari 28 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 24 IKU berstatus hijau dan 4 (empat) IKU berstatus kuning. Penjelasan capaian 54

69 IKU untuk setiap sasaran strategis adalah sebagai berikut. Sasaran Strategis 1: Pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur. Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal memiliki peran strategis dalam pengelolaan perekonomian. Kebijakan fiskal yang tercermin dalam alokasi pendapatan dan belanja pemerintah dalam APBN memiliki pengaruh yang besar terhadap alokasi sumber daya dalam perekonomian yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan dan stabilitas perekonomian. Dengan pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan maka diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 4 (empat) IKU yang masing-masing pencapaiannya sebagaimana tercantum dalam tabel 3.2. Tabel 3.2 Capaian IKU pada SS pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur SS 1. Pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan guna mendukung masyarakat adil dan makmur INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 1a Rasio defisit APBN terhadap PDB -2,92% -2,57% 111,99 1b Rasio keseimbangan primer terhadap PDB -1,03% -0,96% 106,80 1c Rasio utang terhadap PDB 28,30% 29,22% 96,75 1d Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 10,90% 9,95% 91,28 1a. Rasio defisit APBN terhadap PDB Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah selisih antara total pendapatan negara dan hibah dengan total belanja negara. Adapun rasio defisit APBN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan perbandingan antara nilai defisit APBN terhadap total PDB. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan pada penjelasan pasal 12 ayat (3) jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah pada penjelasan pasal 83 ayat (2) jo Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah akuntabilitas kinerja 55

70 dinyatakan bahwa Jumlah maksimal kumulatif defisit tidak melebihi 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto. Yang dimaksudkan dengan jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD adalah jumlah defisit APBN ditambah jumlah defisit seluruh APBD dalam suatu tahun anggaran. IKU ini bertujuan untuk mengendalikan besaran defisit yang sehat dalam rangka penerapan kebijakan defisit anggaran. Pencapaian IKU ini dianggap semakin baik apabila aktual/realisasi IKU semakin kecil dibandingkan target. Dasar penetapan defisit APBN-P tahun 2017 menggunakan Undang-undang nomor 8 tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran. Dalam UU nomor 8 Tahun 2017 tersebut, ditetapkan besaran perkiraan defisit APBN-P 2017 sebesar Rp397,2 triliun atau sekitar 2,92 persen terhadap PDB. Berdasarkan data press release Kementerian Keuangan tanggal 2 Januari 2018, Defisit APBN pada akhir tahun 2017 mencapai Rp345,8 triliun, dengan PDB Nominal tahun 2017 diperkirakan sebesar Rp T. Sesuai dengan data tersebut, Rasio Defisit APBN terhadap PDB tahun 2017 sebesar 2,57%. Realisasi tersebut lebih rendah dari yang ditetapkan dalam APBN-P 2017 sebesar 2,92% terhadap PDB. Terkendalinya defisit anggaran dalam batas aman (2,57% PDB) menunjukkan bahwa keberlanjutan fiskal masih tetap terjaga, baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Tabel 3.3 Capaian IKU kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif K-WIDE KEBIJAKAN FISKAL YANG PRUDENT GUNA MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI YANG INKLUSIF 1A RASIO DEFISIT APBN TERHADAP PDB T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-17 Pol/ K P Target Realisasi Capaian - -0,77% ,29% ,29% ,02% ,02% ,57% - -2,92% ** -2,57% Min/TLK Dari sisi pendapatan, realisasi Pendapatan Negara mencapai sebesar Rp1.655,8 triliun (95,4% APBN-P), yang terdiri atas atas realisasi penerimaan perpajakan (termasuk bea masuk, bea keluar, dan cukai) sebesar Rp1.339,8 triliun (91,0% terhadap APBN-P) dan PNBP sebesar Rp308,4 triliun (118,5% terhadap APBN-P). Adapun realisasi penerimaan perpajakan tersebut jauh di atas realisasi tahun 2016 yang hanya sekitar 83,5% dari target APBN-P 2016 (Rp triliun). Membaiknya realisasi penerimaan perpajakan tersebut didukung oleh penerimaan pajak yang tumbuh 15,5 persen (tanpa Tax Amnesty dan Revaluasi Aset) mencapai Rp1.147,5 triliun dan juga prestasi yang sangat baik dari penerimaan Kepabeanan dan Cukai tahun 2017 yang mencapai Rp192,3 triliun (101,7% terhadap APBN-P). Disisi lain, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2017 juga menunjukkan adanya peningkatan, yaitu tumbuh 17,7% dibanding realisasi tahun sebelumnya. Realisasi ini melebihi target APBN-P 2017 yaitu mencapai Rp308,4 triliun (target APBN-P sebesar Rp260,2 triliun). Lebih tingginya realisasi PNBP tahun 2017 dibanding tahun sebelumnya terutama akibat realisasi penerimaan PNBP SDA tahun 2017 yang mencapai Rp111,0 triliun (116,0% terhadap APBN-P), atau tumbuh 71,0%. Peningkatan capaian PNBP tahun 2017 tersebut selaras dengan semakin membaiknya harga komoditas di pasar internasional, perbaikan kinerja BUMN sektor pertambangan, dan perbaikan tata kelola serta kualitas pelayanan publik. 56

71 Dari sisi belanja, Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga agar program-program prioritas tetap terlaksana meskipun realisasi pendapatan belum optimal. Komitmen tersebut ditunjukkan pada realisasi belanja negara yang masih mampu mencapai realisasi Belanja Negara tahun 2017 mencapai Rp2.001,6 triliun (93,8% terhadap APBN-P), yang terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.259,6 triliun (92,1% terhadap APBN-P), dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp742,0 triliun (96,8% terhadap APBN-P). Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2016, maka realisasi Belanja Negara tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 7,4%. Peningkatan tersebut utamanya diakibatkan meningkatnya realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar 9,1% dan TKDD sebesar 4,5% dibandingkan tahun Lebih lanjut, realisasi Belanja Pemerintah Pusat tahun 2017 meliputi Belanja K/L sebesar Rp759,6 triliun (95,1% terhadap APBN-P) dan Belanja Non K/L sebesar Rp500,0 triliun (88,0% terhadap APBN-P). Belanja Pemerintah Pusat diantaranya meliputi Belanja Modal dan Belanja Bantuan Sosial. Tingginya realisasi Belanja Modal dan Belanja Bantuan Sosial Tahun 2017 menunjukkan kontribusi Pemerintah Pusat terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Realisasi Belanja Modal pada APBN-P 2017 mencapai 92,8% sedangkan realisasi Belanja Bantuan Sosial mencapai 100%. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat tahun 2017 merupakan penyerapan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir, terutama didukung dengan pertumbuhan penyerapan yang cukup tinggi pada belanja modal dan bantuan sosial. Pemerintah tetap berkomitmen melakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas belanja Pemerintah Pusat yang antara lain tercermin dari: 1. Perbaikan pola penyerapan anggaran, peningkatan efisiensi belanja barang, dan peningkatan kinerja pada belanja modal 2. Menjamin pencapaian output dan outcome 3. Simplifikasi pertanggungjawaban anggaran untuk meningkatkan efisiensi. Sementara itu, realisasi TKDD tahun 2017 sebesar Rp742,0 triliun (96,8% terhadap APBN-P), atau mengalami pertumbuhan sekitar 4,5% dibandingkan realisasi tahun Adapun realisasi TKDD tahun 2017 tersebut antara lain mencakup Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Jumlah realisasi Transfer ke Daerah terdiri Dana Transfer Umum sebesar Rp486,8 triliun (98,6% terhadap APBN-P), Dana Transfer Khusus sebesar Rp167,7 triliun (90,8% terhadap APBN-P), dan Dana Desa sebesar Rp59,8 triliun (99,6% terhadap APBN-P). Pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dilakukan berbasis kinerja dengan penerapan sistem reward dan punishment. Tabel 3.4 Realisasi sementara APBN-P tahun 2017 (dalam triliun rupiah) URAIAN APBN-P LKPP AUDITED % APBN-P APBN-P REALISASI SEMENTARA % APBN-P GROWTH % A. Pendapatan Negara 1.786, ,9 87, , ,8 95,4 6,4 I. Pendapatan Dalam Negeri 1.784, ,9 86, , ,1 95,1 6,5 1. Penerimaan Perpajakan 1.539, ,0 83, , ,8 91,0 4,3 2. PNBP 245,1 262,0 106,9 260,2 308,4 118,5 17,7 II. Penerimaan Hibah 2,0 9,0 455,0 3,1 7,6 244,9 (15,3) B. Belanja Negara 2.082, ,3 89, , ,6 93,8 7,4 I. Belanja Pemerintah Pusat 1.306, ,0 88, , ,6 92,1 9,1 1. Belanja K/L 767,8 684,2 89,1 798,6 759,6 95,1 11, 2. Belanja Non-K/L 538,9 469,8 87,2 568,4 500,0 88,0 6,4 II. Transfer ke Daerah dan Dana Desa 776,3 710,3 91,5 766,3 742,0 96,8 4,5 akuntabilitas kinerja 57

72 1. Belanja K/L URAIAN 2. Belanja Non-K/L 767,8 APBN-P 538, ,2 89,1 798,6 759, ,1 LKPP AUDITED 469,8 % REALISASI APBN-P 87,2 APBN-P 568,4 SEMENTARA 500,0 % APBN-P 88,0 11, GROWTH % 6,4 II. Transfer ke Daerah dan Dana Desa 776,3 710,3 91,5 766,3 742,0 96,8 4,5 1. Transfer ke Daerah 729,3 663,6 91,0 706,3 682,2 96,6 2,8 2. Dana Desa 47,0 46,7 99,4 60,0 59,8 99,6 28,0 C. Keseimbangan Primer (105,5) (125,6) 119,0 (178,0) (129,3) 72,6 2,9 D. Surplus/ (Defisit) Anggaran (A B) (296,7) (308,3) 103,9 (397,2) (345,8) 87,1 12,2 % Surplus/(Defisit) terhadap PDB (2,35) (2,49) (2,92) (2,57) E. Pembiayaan Anggaran 296,7 334,5 112,7 397,2 364,5 91,8 9,0 Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan Anggaran 0,0 26,2 0,0 18,7 Catatan: - Realisasi Tahun 2017 bersifat sementara. - Belanja K/L terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bansos yang dialokasikan melalui BA K/L. Kinerja yang positif pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tersebut mendorong terjaganya keberlanjutan fiskal. 1b. Rasio keseimbangan primer terhadap PDB IKU ini bertujuan untuk mengetahui rasio ini mencerminkan indikasi likuiditas. Semakin besar surplus kesimbangan primer, maka semakin baik kemampuan untuk membiayai defisit. Untuk itu, upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki rasio keseimbangan primer tersebut adalah melalui ekstra effort penerimaan perpajakan dan optimalisasi PNBP, mendorong efisiensi belanja terutama pada belanja yang non prioritas, menurunkan jumlah utang, dan meningkatkan efisiensi biaya utang antara lain melalui pemilihan komposisi instrumen utang yang tepat. Keseimbangan primer adalah total pendapatan negara dikurangi belanja negara namun tidak termasuk pembayaran bunga utang dalam besaran belanjanya tersebut. Berdasarkan data press release Kementerian Keuangan tanggal 2 Januari 2018, Keseimbangan Primer APBN pada akhir tahun 2017 mencapai negatif Rp129,3 triliun. Dengan PDB Nominal tahun 2017 diperkirakan sebesar Rp13.476,49 triliun, maka rasio keseimbangan primer terhadap PDB tahun 2017 sebesar negatif 0,96%. Tabel 3.5 Rasio keseimbangan primer terhadap PDB K-WIDE KEBIJAKAN FISKAL YANG PRUDENT GUNA MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI YANG INKLUSIF RASIO KESEIMBANGAN PRIMER TERHADAP PDB T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-17 Pol/ K P Target Realisasi Capaian - -0,29% ,50% ,50% ,76% ,76% ,96% - -1,03% ** -0,96% Min/TLK Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan, Pemerintah tetap berkomitmen untuk melakukan kebijakan ekspansif yang terarah dan terukur. Komitmen tersebut tercermin dari perkembangan defisit anggaran yang cenderung meningkat selama beberapa tahun terakhir, namun relatif terkendali dalam batas aman (di bawah 3% PDB). Sementara itu, sejak tahun 2012 keseimbangan primer juga mulai, yaitu negatif 0,64 persen terhadap PDB di tahun

73 Gambar 3.2 Perkembangan defisit dan keseimbangan primer Perkembangan Defisit dan keseimbangan Primer Triliun Rp 0, * APBN 2018 % thd PDB 0,0 (50,0) (100,0) (150,0) (200,0) (250,0) (0,64) (1,09) (0,92) (1,23) (1,01) (0,96) (0,59) (0,50) (1,00) (1,50) (300,0) (350,0) (400,0) (450,0) (500,0) (1,86) (2,33) (2,25) (2,59) (2,49) (2,57) (2,19) (2,00) (2,50) (3,00) Keseimbangan Primer (Rp Triliun) % Keseimbangan Primer thd PDB (RHS) Defisit (Rp Triliun) % Defisit thd PDB (RHS) Realisasi Sementara Keseimbangan primer yang terus negatif tersebut perlu dimitigasi agar tidak mengganggu keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah terus melakukan upaya perbaikan yang ditempuh dengan mengendalikan defisit dan rasio utang dalam batas aman dan diupayakan menurun dalam jangka menengah dan sekaligus mendorong keseimbangan primer menuju positif. Sejak tahun 2015, rasio keseimbangan primer terhadap PDB menunjukkan adanya perbaikan yang ditandai dengan trend yang menuju positif. Keseimbangan primer tahun 2018 juga tetap diupayakan menuju ke positif dengan target dalam APBN 2018 berkisar negatif 0,59 persen terhadap PDB. Hal ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah. Namun demikian, Pemerintah tetap berkomitmen untuk mewujudkan agenda prioritas pembangunan tahun 2018 dengan senantiasa memelihara pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan. 1c. Rasio utang terhadap PDB Pada tahun 2017, rasio utang terhadap PDB mengalami peningkatan sebesar 0,9% dari 28,3% (2016) menjadi 29,2% (2017). Peningkatan rasio ini disebabkan karena meningkatnya porsi pembiayaan utang dari Rp403,0 T dengan porsi pembiayaan non utang Rp(68,5) T di tahun 2016 menjadi Rp419,3 T dengan porsi pembiayaan non utang Rp(58,5) T di tahun Peningkatan pembiayaan utang disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk mendorong percepatan penyediaan infrastruktur salah satunya melalui Penyertaan Modal Negara/Dana Investasi Pemerintah. Triliun Rp Gambar 3.3 Rasio utang terhadap PDB % ,0 24,9 24,7 27,4 28,3 29, Pinjaman SBN PDB *) Rasio Total Utang terhadap PDB (RHS) akuntabilitas kinerja 59

74 Keterangan: *) Angka PDB untuk tahun 2012 hingga 2016 merupakan angka LKPP, sedangkan untuk PDB 2017 merupakan asumsi PDB sebagaimana proyeksi BKF hingga akhir tahun. **) Angka outstanding utang berdasar pinjaman dan SBN untuk tahun 2012 hingga 2016 merupakan angka LKPP. Khusus untuk tahun 2015 dan 2016 terdapat pre-funding pada tanggal 2 Desember 2015 sebesar USD3,5 miliar (untuk kebutuhan tahun anggaran 2016) dan tanggal 1 Desember 2016 (untuk kebutuhan tahun anggaran 2017) sebesar USD3,5 miliar. Namun, pre-funding tersebut selanjutnya dicatatkan sebagai bagian dari outstanding LKPP periode penerbitan. ***) Dalam LAKIN ini, outstanding 2017 sebagaimana data per 7 Januari 2018 sebesar Rp3.938,89 T tidak mengikutsertakan pre-funding sebesar USD4,0 miliar yang dilaksanakan tanggal 5 Desember 2017 (untuk kebutuhan tahun anggaran 2018). Tabel 3.6 Perkembangan rasio keseimbangan primer terhadap PDB KETERANGAN Pinjaman SBN Total utang PDB Rasio pinjaman terhadap PDB (RHS) Rasio SBN terhadap PDB (RHS) Rasio total utang terhadap PDB (RHS) ,2% 15,8% 23,0% ,5% 17,4% 24,9% LKPP ,4% 18,3% 24,7% ,5% 20,9% 27,4% ,9% 22,4% 28,3% DATA SEBELUM LKPP *) ,5% 23,7% 29,2% Keterangan: *) Data sementara pinjaman dan SBN hingga 7 Januari 2018, sedangkan untuk PDB merupakan proyeksi BKF atas PDB hingga akhir 2017 Rasio total utang terhadap PDB sebesar 29,2%, berada jauh dibawah batas maksimum rasio total utang terhadap PDB sesuai yang diatur dalam UU Keuangan Negara yaitu 60%. Hal ini banyak didukung oleh kinerja perekonomian nasional yang tumbuh cukup optimis, yaitu perkiraan 5,05% hingga akhir tahun Selain itu, laju inflasi nasional dan nilai tukar rupiah juga terjaga dan berdampak pada meningkatnya aktivitas perekonomian dalam negeri termasuk sektor industri pengolahan dan perdagangan. Realisasi penerimaan perpajakan dalam APBNP 2017 juga menunjukkan capaian yang membanggakan, yaitu Rp1.147,5 T (89,4% dari target APBNP 2017), yang merupakan kombinasi pertumbuhan positif hampir semua jenis pajak yaitu PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPN Dalam Negeri dan PPh Final 1% (PP 46). Kinerja positif juga terjadi dari penerimaan Kepabeanan dan Cukai, hingga mencapai 101,7% dari target APBNP Rp189,1 T. Realisasi belanja negara hingga akhir Desember 2017 mencapai Rp2.001,6 triliun (93,8% dari pagu APBNP). Kinerja yang positif dari sisi pendapatan negara dan juga belanja negara yang efisien telah mendorong terjaganya level defisit APBN dalam batas yang aman yaitu 2,57% dari PDB, yang jauh lebih rendah dari yang ditetapkan dalam APBNP 2017 yaitu 2,92%. Dengan penyesuaian defisit APBNP 2017, secara otomatis berpengaruh terhadap penyesuaian penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp441,8 triliun dengan biaya yang relatif rendah. Tercapainya efisiensi biaya utang menunjukkan perbaikan kredibilitas fiskal yang diharapkan dapat mengakselerasi pembangunan nasional yang berkeadilan. 1d. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB IKU ini bertujuan untuk mengetahui rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB sehingga dapat dilakukan pemantauan realisasi penerimaan perpajakan serta perencanaan dan proyeksi 60

75 target penerimaan pajak yang lebih akurat dan didukung oleh data yang dikoordinasikan secara lebih intensif dengan DJP dan DJBC. Penerimaan perpajakan merupakan jumlah dari penerimaan pajak serta penerimaan bea dan cukai. Sedangkan rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB dihitung dengan membandingkan penerimaan perpajakan terhadap PDB. Rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah perbandingan antara penerimaan perpajakan terhadap PDB nominal dalam satu tahun anggaran. Rasio tersebut menunjukkan besarnya penerimaan perpajakan yang diperoleh Pemerintah dari perekonomian nasional dalam satu tahun. Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak penghasilan migas, pajak non migas, dan kepabeanan dan cukai (arti sempit). Penerimaan perpajakan mencapai Rp1.339,8 triliun yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Sedangkan angka PDB Nominal tahun 2017 diperkirakan sebesar Rp13.476,49 triliun. Sesuai dengan data tersebut, Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB tahun 2017 sebesar 9,95%. Tabel 3.7 Capaian IKU rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB K-WIDE KEBIJAKAN FISKAL YANG PRUDENT GUNA MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI YANG INKLUSIF 1D. RASIO PENERIMAAN PERPAJAKAN TERHADAP PDB T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-17 Pol/ K P Target Realisasi Capaian - 7,37 % - - 8,67% - - 8,67% Sumber: Realisasi penerimaan pajak Q4 adalah buku merah per 31 Desember 2017 run 8 Januari ,71% - - 8,71% ,63% - 10,9 9,95 91,28 91,28 Realisasi penerimaan perpajakan dalam APBNP 2017 menunjukkan hasil yang mengembirakan. Hal ini tercermin dari Penerimaan Pajak tumbuh 15,5 persen (tanpa Tax Amnesty dan Revaluasi Aset), didukung oleh pertumbuhan yang positif pada seluruh sektor utama, khususnya industri pengolahan dan perdagangan. Penerimaan pajak (tanpa cukai) mencapai Rp1.147,5 triliun atau 89,4% dari target APBNP Jika dengan menghitung penerimaan Tax Amnesty pun masih mengalami pertumbuhan sebesar 3,8%. Angka pertumbuhan ini merupakan kombinasi pertumbuhan positif di hampir semua jenis pajak, yaitu: PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPN Dalam Negeri, dan PPh Final 1 persen (PP 46). Pertumbuhan yang sangat pesat terjadi di segmen PPh Orang Pribadi, terutama terjadi pada segmen pembayar pajak orang pribadi peserta Amnesti Pajak. Pertumbuhan yang tinggi juga terjadi di segmen PPh Final bagi Wajib Pajak dengan Penghasilan Bruto Tertentu (PPh Final 1%). Kondisi ini mengindikasikan semakin meningkatnya kontribusi sektor UMKM. Secara sektoral, lima sektor terbesar penerimaan pajak bersumber dari sektor Industri Pengolahan (Manufaktur), Perdagangan (Besar dan Eceran), Jasa Keuangan, Konstruksi, dan Pertambangan yang berkontribusi sekitar 76,0% dari total penerimaan. Dua sektor utama, yakni sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan secara umum merupakan kontributor utama perekonomian nasional (mencakup sekitar 33% PDB nasional). Peningkatan penerimaan pajak pada sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan menunjukkan sinyal positif aktivitas perekonomian baik dari sisi produksi (Sektor akuntabilitas kinerja 61

76 Industri Pengolahan) maupun dari sisi distribusi (Sektor Perdagangan). Sebagai bagian dari penerimaan perpajakan, kinerja yang positif juga terjadi pada penerimaan Kepabeanan dan Cukai. Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp192,3 triliun atau 101,7% dari target APBNP Rp189,1 triliun. Dalam tiga tahun terakhir, baru kali ini pencapaian melebihi target APBNP. Realisasi tahun 2015 hanya sebesar 92,1% dan tahun 2016 sebesar 97,3%. Capaian tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan kinerja konsumsi domestik yang menunjukkan masih cukup tingginya daya beli masyarakat, menguatnya kinerja ekspor-impor, meningkatnya harga komoditas internasional, dan penertiban importir berisiko tinggi (PIBT), serta penertiban cukai berisiko tinggi (PCBT). Pertumbuhan ekspor dan impor di tahun 2017 mencatat pertumbuhan positif, setelah pada tahun-tahun sebelumnya mencatat kontraksi pertumbuhan. Kinerja ekspor nasional mampu tumbuh tinggi didorong oleh peningkatan permintaan negara-negara mitra dagang utama dan harga komoditas global. Dari sisi impor, peningkatan pertumbuhan didorong oleh permintaan domestik yang masih cukup tinggi baik barang modal dan bahan baku maupun barang konsumsi. Kebijakan Kepabeanan dan Cukai terus didorong untuk mendukung daya saing industri nasional. Di sektor perdagangan, Kemenkeu ikut berkontribusi menciptakan kemudahan berbisnis di Indonesia melalui sistem single billing/single payment dalam pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), yang dianggap meningkatkan peringkat kemudahan melakukan usaha di Indonesia (Ease of Doing Business/ EoDB) dari tahun ke tahun. Di sektor industri, guna mendukung pembangunan industri nasional yang memiliki daya saing, diberikan melalui insentif fiskal antara lain berupa Fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP), Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), Kawasan Berikat (KB), Gudang Berikat (GB), Pusat Logistik Berikat (PLB), dan lain sebagainya. Penerimaan Pajak Tumbuh 15,5 persen, Seluruh Sektor Utama Tumbuh Positif. Tabel 3.8 Pertumbuhan penerimaan pajak URAIAN Pajak Penghasilan - Migas - Non Migas PPN & PPnBM PBB Pajak Lainnya Jumlah APBNP 784,0 41,8 742,2 475,5 15,4 8, ,6 (Penerimaan Pajak dalam Triliun) REALISASI (SEMENTARA * ) % RP % thd APBNP ,6 82,4% -3,1% 50,3 595,3 478,4 16,8 6, ,5 120,4% 80,2% 100,6% 109,0% 77,0% 89,4% 39,4% -5,5% 16,0% 13,7% 16,8% 3,8% * s.d hari minggu (31 Des) penerimaan pajak bertambah sekitar Rp. 4 T Penerimaan pajak di tahun 2017 mencapai Rp1.147,5 triliun atau 89,4% dari target APBNP 2017 dengan pertumbuhan yoy sebesar 3,8%. Secara umum pertumbuhan penerimaan pajak cukup baik seperti jenis pajak PPN yang tumbuh 16,0% dan PPh Migas yang tumbuh 39,4%. Pertumbuhan penerimaan pajak lebih banyak dipengaruhi oleh Rp 122,7 triliun penerimaan pajak yang sifatnya tidak berulang yaitu penerimaan dari Uang Tebusan Pengampunan Pajak dan PPh Final atas Revaluasi Aktiva Tetap, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.9 Penerimaan pajak tidak berulang JENIS PENERIMAAN Uang Tembusan Pengampunan Pajak PPh Final Revaluasi Aktiva Tetap Jumlah REALISASI ,0-12,0 (Triliun Rupiah) REALISASI ,0 18,7 122,7 Apabila penerimaan yang sifatnya tidak berulang ini dikeluarkan dari perhitungan, maka pertumbuhan penerimaan pajak di tahun 2017 menjadi 15,5%. Angka pertumbuhan di tahun 2017 merupakan kombinasi pertumbuhan positif di hampir semua jenis pajak, di antaranya adalah PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPN Dalam Negeri, dan PPh Final 1% (PP 46). Tabel 3.10 Persentase pertumbuhan penerimaan pajak PPh Badan PPh Orang Pribadi PPN Dalam Negeri PPh Final 1% JENIS PAJAK REALISASI ,79% 47,32% 15,74% 36,19% REALISASI ,35% -35,66% -2,50% 20,25% 62

77 Pertumbuhan yang sangat pesat terjadi di segmen PPh Orang Pribadi, terutama terjadi pada segmen pembayar pajak orang pribadi peserta Amnesti Pajak. Pertumbuhan yang tinggi juga terjadi di segmen PPh Final bagi Wajib Pajak dengan Penghasilan Bruto Tertentu (PPh Final 1 persen). Hal ini mengindikasikan semakin meningkatnya kontribusi sektor UMKM dan adanya perkembangan yang sehat di sektor ini. Seluruh Sektor Utama Tumbuh Positif, khususnya Industri Pengolahan dan Perdagangan. Secara keseluruhan, 5 sektor terbesar penerimaan pajak berkontribusi 76% dari total penerimaan. Adapun 5 sektor utama ini adalah sektor Industri Pengolahan (Manufaktur), Perdagangan (Besar & Eceran), Jasa Keuangan, Konstruksi, dan Pertambangan. Kinerja pertumbuhan sektor utama di tahun 2017 cukup baik, secara agregat mencapai 16,59%. Pertumbuhan tertinggi dicatatkan oleh sektor Pertambangan yang tumbuh 39,3% seiring dengan membaiknya harga komoditas tambang. Sementara itu, 2 sektor terbesar yaitu Industri Pengolahan dan Perdagangan tumbuh positif masing-masing sebesar 17,1% dan 22,9%. Gambar 3.4 Distribusi sektoral penerimaan pajak Distribusi Sektoral Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan memberikan indikasi yang positif terhadap kondisi perekonomian secara umum. Kondisi ini ditunjukkan dengan pertumbuhan penerimaan pajak yang sifatnya transaksional (aktivitas tahun berjalan) seperti PPN Impor, PPh Pasal 22 Impor, dan PPN Dalam Negeri (Masa). Tabel 3.11 Pertumbuhan penerimaan pajak per sektor Manufaktur Perdagangan Jasa Keuangan Konstruksi Pertambangan 5 Sektor Utama SEKTOR USAHA y-o-y ,1% 22,9% 13,4% 7,1% 39,3% 18,2% y-o-y ,2% 0,6% 0,7% -5,9% -28,1% -1,9% Khusus untuk sektor Perdagangan, pertumbuhan yang cukup signifikan juga terjadi pada jenis pembayaran PPh Final 1% yang menegaskan adanya peningkatan aktivitas ekonomi UKM dari sisi pembayaran pajak. Peningkatan penerimaan pajak pada sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan menunjukkan sinyal positif aktivitas ekonomi baik dari sisi produksi (sektor Industri Pengolahan) maupun dari sisi distribusi (sektor Perdagangan). Sementara itu, potret ekonomi rakyat dari sisi penerimaan pajak terlihat dengan kinerja penerimaan PPh Final 1% (merupakan kewajiban pajak utama UKM) yang tumbuh lebih dari 30%. Hal ini menjadi gambaran awal masih kuatnya aktivitas ekonomi dan permintaan pada sektor tersebut, setidaknya dari sisi penerimaan pajak. 24% 32% Pergerakan harga komoditas, khususnya komoditas tambang, yang cenderung menguat 5% di pasar internasional menjadi salah satu 5% 14% 20% pendorong peningkatan kinerja penerimaan sektor Pertambangan. Hampir seluruh sub-sektor pertambangan tumbuh signifikan, khususnya sektor batu bara yang tumbuh lebih dari 70%. Manufaktur Jasa Keuangan Pertambangan Perdagangan Konstruksi Lainnya Sumber pertumbuhan ini berasal dari peningkatan pembayaran angsuran bulanan PPh Badan, peningkatan PPh Pasal 23 khususnya yang berasal akuntabilitas kinerja 63

78 dari pemanfaatan jasa pertambangan, dan peningkatan signifikan PPh Pasal 22 atas Ekspor Komoditas Minerba (tumbuh di atas 70%). Tingginya output dan aktivitas di sektor pertambangan sejalan dengan kinerja ekspor golongan barang Bahan Bakar Mineral yang berdasarkan data BPS sampai dengan November 2017 tumbuh 46,1% yoy. Dari sisi sub-sektor pertambangan migas, kinerja penerimaan di tahun 2017 merupakan dampak penguatan harga komoditas migas dan tingkat lifting yang terjaga; tercermin pada pertumbuhan penerimaan PPh Migas sebesar 39,4%. Kepatuhan Formal (Penyampaian SPT PPh Tahunan) Gambar 3.5 Pertumbuhan kepatuhan formal wajib pajak 100% 50% 83% 87% 96% 0% Selain membawa tambahan penerimaan, program Pengampunan Pajak memberikan dampak positif bagi peningkatan kepatuhan formal dimana capaian rasio kepatuhan penyampaian SPT di tahun 2017 sebesar 96% atau lebih tinggi dibandingkan periode sebelum program Pengampunan Pajak. Jumlah Wajib Pajak sendiri pada tahun 2017 ini mencapai 36 juta Wajib Pajak, atau naik 3,3 juta dibandingkan jumlah Wajib Pajak pada tahun 2016 (32,8 juta). Di era digital ini, Direktorat Jenderal Pajak terus mendorong pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan pelayanan administrasi perpajakan yang diberikan kepada masyarakat. Salah satunya adalah terus dilakukannya peningkatan kapasitas dan penyederhanaan aplikasi penyampaian SPT Tahunan secara elektronik (e-filing). Dengan sosialisasi yang baik dan peningkatan kapasitas sistem yang terus dilakukan serta didorong oleh tingkat akses internet masyarakat yang semakin tinggi, pada tahun 2017 jumlah SPT Tahunan yang disampaikan melalui saluran e-filing mencapai 77 persen dari total SPT Tahunan; meningkat dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 60 persen. Dari sisi jumlah SPT yang diterima melalui e-filing, terjadi peningkatan hingga 30 persen dibandingkan dengan jumlah SPT e-filing tahun Inovasi Business Development Services Dalam upaya meningkatkan kepatuhan WP secara umum, berbagai inovasi peningkatan layanan dan pembinaan terus dilakukan oleh DJP salah satunya melalui program UKM Sahabat Pajak dengan menggunakan pendekatan Business Development Services khususnya kepada para pelaku UKM dimana kepada para peserta program diberikan pembinaan pengembangan usaha seperti pelatihan pemasaran, pelatihan penyusunan laporan keuangan sederhana, asistensi pengajuan kredit ke bank, bantuan mendapatkan izin dari instansi terkait, hingga pendampingan dalam menyusun laporan dan membayar pajak secara online. Melalui program Business Development Services ini, diharapkan para UKM dapat semakin berkembangan dan maju sehingga pada gilirannya dapat memberikan kontribusi lebih besar dalam bentuk peningkatan pembayaran pajak. Sejauh ini program BDS yang telah mulai diterapkan pada beberapa KPP dan menunjukkan hasil yang sangat positif. Pembayaran pajak dari PPh Final PP 46 tumbuh 44% dan kepatuhan formal tumbuh 41% (pada KPP yang melaksanakan BDS). Program Business Development Services ini akan terus dikembangkan dan dievaluasi untuk 64

79 penerapan secara nasional demi mendorong pertumbuhan UKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Kepabeanan dan Cukai Pembangunan dan modernisasi dalam berbagai aspek kehidupan terus digalakkan sebagai langkah nyata mencapai nawacita untuk Indonesia yang berdaulat secara politik serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Dalam rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional serta memajukan kemandirian ekonomi yang menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, Kemenkeu dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal serta memberikan fasilitas kepada industri dalam negeri sehingga dapat berdaya saing tinggi. Berbagai langkah strategis dan inovatif telah dilakukan oleh Kemenkeu melalui DJBC untuk menjadi institusi yang kredibel. Semangat reformasi ditujukan untuk memberantas perdagangan ilegal, menciptakan pelayanan yang bebas dari praktik pungutan liar dan korupsi, serta meningkatkan kepuasan pengguna jasa. Reformasi dalam bentuk penyempurnaan sistem manajemen kinerja kantor modern, yang berbasis otomasi sistem pengawasan dan pelayanan serta integrasi sistem manajemen resiko, dilakukan serentak di 16 kantor wilayah dan 3 kantor pelayanan utama dalam bentuk 19 inisiatif strategis, 88 program terobosan, dan 650 rencana aksi. Optimalisasi dan efisiensi pelayanan serta usaha memudahkan para pengguna jasa dalam melakukan kegiatan kepabeanan dan cukai juga terus ditingkatkan. Hal tersebut dilakukan dengan mengembangkan lebih dari 40 sistem informasi elektronik yang memanfaatkan teknologi terkini seperti sistem aplikasi berbasis web serta mobile. Komitmen tersebut digunakan sekaligus untuk program Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT) termasuk juga program Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT) dengan tujuan meningkatkan iklim bisnis yang sehat, memberantas perdagangan ilegal serta praktik penghindaran fiskal dan pemenuhan perizinan barang larangan dan/atau pembatasan (lartas). Kerjasama antar eselon 1 terkait telah dilakukan, misalnya DJP dan DJBC dengan melakukan joint analysis dan audit serta integrasi proses bisnis. Termasuk didalamnya adalah pembentukan single identity dan business profile yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh kementerian dan lembaga lain untuk kepentingan integrasi data. Kerja nyata yang dapat ditunjukkan selama tahun 2017 berupa peningkatan jumlah penindakan secara signifikan terhadap keluar masuknya barang ilegal (narkoba, flora dan fauna dilindungi, barang-barang terkait kegiatan terorisme dan kejahatan internasional, serta peredaran barang kena cukai lainnya) dari kasus pada tahun 2016 menjadi kasus pada tahun Di sektor perdagangan, Kemenkeu melalui DJBC ikut berkontribusi menciptakan kemudahan berbisnis di Indonesia melalui sistem single billing/single payment dalam pembayaran bea masuk dan PDRI, yang dianggap meningkatkan peringkat kemudahan melakukan usaha di Indonesia (Ease of Doing Business) dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia berada pada peringkat 106, terus membaik pada tahun 2016 dan 2017 masing masing pada peringkat 91 dan 72. Di sektor industri, guna mendukung pembangunan industri nasional yang memiliki daya saing, diberikan melalui insentif fiskal antara lain berupa Fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP), Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), Kawasan Berikat (KB), Gudang Berikat (GB), Pusat Logistik Berikat (PLB), dan lain sebagainya. Dalam usahanya meningkatkan kemudahan pelayanan kepada pengguna jasa khususnya IKM, akuntabilitas kinerja 65

80 Kemenkeu melalui DJBC berinisiatif membentuk klinik bersama pelayanan dan perizinan impor dengan instansi terkait dalam satu sistem IT yang terintegrasi. Dari beberapa program dan kebijakan yang dilakukan di atas, berdampak pada penerimaan kepabeanan dan cukai yang meningkat cukup signifikan di tahun Penerimaan kepabeanan dan cukai sampai akhir tahun 2017 mencapai Rp192,28 triliun atau 101,7% dari target APBN-P Rp189,14 triliun, yang terdiri dari: BM : Rp34,96 triliun atau 105,% (surplus 1,68 triliun) dari APBN-P 2017 yaitu Rp 33,28 triliun BK : Rp.4,05 triliun atau 149,9% (surplus 1,35 triliun) dari APBN-P 2017 yaitu Rp 2,70 triliun Cukai : Rp 153,27 triliun atau 100,1% (surplus 0,11 triliun) dari APBN-P 2017 yaitu Rp 153,17 triliun Sedangkan PDRI yang berhasil dikumpulkan sepanjang tahun 2017 adalah Rp triliun atau tumbuh 19,2% dibanding tahun lalu yang Rp164,26 triliun. Sehingga total penerimaan DJBC di tahun 2017 adalah Rp387,93 triliun atau berkontribusi sebesar 29,0% dalam penerimaan perpajakan. Sasaran Strategis 2: Pemenuhan layanan publik yang prima Layanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pemenuhan layanan publik diukur berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan oleh lembaga independen diberikan berdasarkan pemenuhan atas asas Penyelenggaraan pelayanan publik sesuai UU no 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu: (a) kepentingan umum; (b) kepastian hukum; (c) kesamaan hak; (d) keseimbangan hak dan kewajiban; (e) keprofesionalan; (f) partisipatif; (g) persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif; (h) keterbukaan; (i) akuntabilitas; (j) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; (k) ketepatan waktu; dan (l) kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Hasil survei yang positif akan meningkatkan citra Kementerian Keuangan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.12 berikut. Tabel 3.12 Capaian IKU pada SS pemenuhan layanan publik yang prima SS 2. Pemenuhan layanan publik yang prima INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 2a Indeks kepuasan pengguna layanan 4,12 4,39 106,55 2b Waktu penyelesaian proses kepabeanan 1 0,87 113,00 2a. Indeks kepuasan pengguna layanan IKU ini diukur berdasarkan Survei Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan (SKPL Kemenkeu), yang merupakan bagian dari agenda program Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan. Sejalan dengan gerakan reformasi birokrasi, guna membangun kepercayaan publik yang lebih baik, Kementerian Keuangan telah berupaya meningkatkan kualitas layanan melalui beberapa terobosan inovatif antara lain pengembangan kantor pelayanan percontohan, 66

81 pembentukan kantor pelayanan modern, dan penetapan standar-standar pelayanan yang terukur. Guna mengukur sejauh mana kualitas pelayanan yang telah diberikan Kementerian Keuangan kepada masyarakat dan untuk mendapatkan informasi yang objektif dan komprehensif terhadap kinerja layanan, perlu dilakukan pengukuran tingkat kepuasan pengguna layanan Kemenkeu berdasarkan indikatorindikator spesifik yang ditetapkan melalui Survei Kepuasan Pengguna Layanan. Tingkat kepuasan pengguna layanan merupakan sebuah ukuran atas seberapa berkualitas layanan publik yang diberikan Kemenkeu dalam memenuhi harapan para pengguna layanan. Ruang lingkup SKPL dari 2 (dua) variabel pengukuran yaitu kepentingan dan kepuasan, kemudian diterjemahkan dalam 11 (sebelas) aspek layanan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik meliputi: (a) keterbukaan/kemudahan akses informasi, (b) informasi layanan, (c) kesesuaian prosedur dengan ketentuan yang ditetapkan, (d) sikap pegawai, (e) kemampuan dan keterampilan pegawai, (f) lingkungan pendukung, (g) akses terhadap layanan, (h) waktu penyelesaian layanan, (i) pembayaran biaya sesuai aturan/ketentuan yang ditetapkan, (j) pengenaan sanksi/denda atas pelanggaran terhadap ketentuan layanan, dan (k) keamanan lingkungan dan layanan. Berdasarkan forum Rapat Pimpinan Kinerja, ditetapkan target untuk IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan tahun 2017 sebesar 4,12 dengan skala pengukuran 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Adapun realisasi yang diperoleh berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2017 yaitu sebesar 4,39 (untuk lingkup 7 Eselon I yaitu DJA, DJP, DJBC, DJPb, DJKN, DJPK, dan DJPPR) dan sebesar 4,39 (untuk lingkup 10 Eselon I yaitu Setjen, DJA, DJP, DJBC, DJPb, DJKN, DJPK, DJPPR, Itjen, BKF, dan BPPK). Target atas IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan tersebut menggunakan basis pengukuran untuk lingkup 7 Eselon I, sebagai unit pemilik proses bisnis utama Kementerian Keuangan serta dominan melayani pihak di luar Kementerian Keuangan. Sehingga capaian atas IKU ini adalah sebesar 106,55% dari target. Hasil dimaksud diperoleh berdasarkan data yang diolah dari jawaban pengguna layanan yang berpartisipasi sebagai responden. Berikut ini adalah hasil SKPL tahun 2017 yang menunjukkan perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan tahun 2017 dengan tahun 2016: Tabel 3.13 Perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan tahun 2017 dengan tahun 2016 NO. ASPEK LAYANAN INDEKS KEPENTINGAN INDEKS KEPUASAN Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi 4,56 4,66 4,13 4,35 0,22 2. Informasi Layanan (Persyaratan, Prosedur, dll.) 4,55 4,58 4,12 4,10 0,02 3. Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan 4,59 4,71 4,20 4,42 0,22 4. Sikap Pegawai 4,61 4,72 4,26 4,50 0,24 5. Kemampuan dan Keterampilan Pegawai 4,61 4,72 4,16 4,39 0,23 6. Lingkungan Pendukung 4,56 4,68 4,18 4,43 0,25 7. Akses terhadap Layanan 4,56 4,73 4,16 4,43 0,27 8. Waktu Penyelesaian Layanan 4,58 4,71 4,06 4,32 0,26 9. Pembayaran Biaya Sesuai Ketentuan 4,61 4,87 4,29 4,58 0, Pengenaan Sanksi/Denda Atas Pelanggaran 4,49 4,71 3,95 4,32 0, Keamanan Lingkungan dan Layanan 4,58 4,73 4,27 4,48 0,21 Rata-rata Indeks Kementerian Keuangan 4,57 4,71 4,16 4,39 0,23 **NA = not available atau tidak ada akuntabilitas kinerja 67

82 Pada tahun 2017 terdapat total 64 jenis layanan Kementerian Keuangan yang menjadi objek SKPL Kemenkeu, yang tersebar di 10 unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Berikut ini adalah rincian indeks kepuasan untuk setiap jenis layanan tahun 2017: Tabel 3.14 Rincian indeks kepuasan untuk setiap jenis layanan tahun 2017 UNIT NO. JENIS LAYANAN INDEKS ESELON I 1. DJA a) Layanan Penyelesaian usulan Standar Biaya Keluaran (SBK) 4,30 b) Layanan Pengesahan DIPA 4,31 c) Layanan penyelesaian revisi DIPA (non APBN-P) 4,25 d) Layanan Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Online (SIMPONI) 4,20 2. DJP a) Pelayanan Permohonan Surat Keterangan Fiskal (SKF) Wajib Pajak 4,33 b) Pelayanan Permohonan Pemindahbukuan (Pbk) karena adanya kelebihan pembayaran 4,24 pajak atau karena salah atau kurang jelas mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) c) Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 4,29 d) Pelayanan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) 4,25 3. DJBC a) Pelayanan Penyelesaian Barang Impor Untuk Dipakai Jalur MITA Prioritas dengan PIB 4,36 (Pemberitahuan Impor Barang) yang Disampaikan Melalui Sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik) Kepabeanan b) Pelayanan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau (CK-1) Secara Elektronik 4,37 c) Pelayanan Pengujian Laboratoris dan Identifikasi Barang bagi Pengguna Jasa Eksternal DJBC 4,46 d) Pelayanan Dokumen Impor 4,37 e) Pemberitahuan Pabean Free Trade Zone (PPFTZ) 4,18 4. DJPb a) Pelayanan Revisi DIPA Pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan 4,55 b) Penerbitan SP2D Belanja Non Pegawai pada KPPN 4,59 c) Pelayanan Rekonsiliasi Tingkat KPPN 4,55 5. DJKN a) Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara (BMN) Berupa Tanah dan/atau 4,04 Bangunan pada Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi (PKNSI) b) Persetujuan/Penolakan Penjualan BMN Selain Tanah dan/atau Bangunan pada Direktorat 4,15 PKNSI c) Penetapan Status Pengguna Barang Milik Negara (BMN) Berupa Tanah dan/atau Bangunan 4,30 pada Kantor Wilayah (Kanwil) DJKN d) Persetujuan/Penolakan Penjualan BMN Selain Tanah dan/atau Bangunan pada Kanwil DJKN 4,25 e) Penetapan Status Penggunaan BMN Berupa Tanah dan/atau Bangunan pada Kantor 4,37 Pelayanan Negara dan Lelang (KPKNL) f) Persetujuan/Penolakan Penjualan BMN Berupa Tanah dan/atau Bangunan pada KPKNL 4,36 g) Penerbitan Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL) 4,38 h) Penetapan Jadwal Lelang 4,35 i) Pelaksanaan Lelang 4,45 j) Pelayanan Pengembalian Uang Jaminan Penawaran Lelang 4,45 k) Pelayanan Pemberian Kuitansi Pembayaran Harga Lelang 4,41 l) Pelayanan Pemberian Kutipan Risalah Lelang dan Dokumen Kepemilikan barang 4,41 m) Penyetoran Hasil Bersih Lelang Kepada Penjual/Kas Negara melalui Bendahara Penerimaan 4,46 6. DJPK a) Pelayanan Penghitungan DAU 4,40 b) Pelayanan Penghitungan DAK per Daerah 4,38 c) Pelayanan Penerbitan SPP dan SPM Transfer ke Daerah 4,36 d) Pelayanan Ruang Pelayanan Terpadu Keuangan Daerah (RPTKD) 4,39 7. DJPPR a) Pelayanan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri 4,75 b) Pelayanan Lelang SUN di Pasar Perdana 4,90 c) Pelayanan Lelang SBSN di Pasar Perdana Dalam Negeri 4,68 d) Penjualan Obligasi Negara Kepada Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik 4,87 e) Pelayanan Penerbitan Sukuk Ritel 4,72 f) Pelayanan Setelmen Transaksi Utang 4,87 68

83 UNIT NO. JENIS LAYANAN INDEKS ESELON I 7. DJPPR f) Pelayanan Setelmen Transaksi Utang 4,87 INDEKS (7 Unit Eselon I) 4,39 8. SETJEN a) Layanan Revisi BA 999 4,21 b) Layanan Asistensi Penyusunan Laporan Keuangan 4,51 c) Penyelesaian SOP di Lingkungan Kementerian Keuangan 4,25 d) Penelaahan Perumusan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan 4,31 e) Penerbitan Pendapat Hukum (Legal Opinion) atas: (a) Pinjaman/Hibah Luar Negeri 4,11 Pemerintah, (b) Purchase Agreement/ Indenture/ Subsricption Agreement/Certificate of Authorization untuk Penerbitan/Penjualan Surat Utang Negara dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional; dan (c) Certificate Purchase Agreement/Declaration of Trust untuk Penerbitan/Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional f) Penanganan Perkara Perdata, Tata Usaha Negara dan Uji Materiil 4,42 g) Proses Penyelesaian Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan 4,15 h) Penerbitan Persetujuan Penjualan BMN Selain Tanah dan/atau Bangunan Yang Tidak 4,26 Memiliki Bukti Kepemilikan dengan Nilai Perolehan sampai dengan Rp (seratus juta rupiah) per unit/satuan i) Penyelenggaraan Konferensi Pers dan/atau Siaran Pers 4,24 j) Penyusunan Laporan Analisis Media Cetak 4,30 k) Penyiapan Komponen Fasilitasi Kunjungan Studi/Studi Banding Akademisi ke Kementerian 4,20 Keuangan l) Layanan Kesehatan 4,18 m) Layanan Service Desk 4,55 n) Layanan Koneksi Internet 4,52 o) Layanan Surat elektronik 4,31 p) Layanan Pengguna Perangkat Lunak Berlisensi 4,47 q) Layanan Instalasi Desktop/Notebook 4,52 r) Pelayanan Penyelesaian Perizinan Akuntan Publik dan Penilai Publik 4,59 s) Registrasi dan Verifikasi Dokumen Penyedia Barang/Jasa 4,15 t) Pelayanan elpdesk 4,17 u) Pelatihan e-procurement 4,18 9. ITJEN Layanan Konsultansi Pengadaan Barang/Jasa 4, BPPK a) Ujian Penerimaan Mahasiswa Baru Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi 4,19 Negara (PMB PKN-STAN) b) Seleksi Program Pascasarjana (APPS) 4,37 c) Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (DIKLAT) 4,44 INDEKS (10 Unit Eselon I) 4,39 Apabila dibandingkan dengan tahun 2016, capaian IKU Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan mengalami peningkatan 0,23 poin. Tren realisasi indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan sejak tahun 2007 dapat dilihat dalam grafik berikut. Gambar 3.6 Tren realisasi indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan 4,39 3,76 3,92 3,86 3,87 3,86 3,90 3,98 4,04 4,08 4, Indeks 3,76 3,92 3,82 3,87 3,86 3,90 3,98 4,04 4,08 4,16 4,39 Indeks akuntabilitas kinerja 69

84 Sampai dengan tahun 2019, telah disusun rencana target indeks yang ditargetkan untuk dicapai oleh Kementerian Keuangan sesuai dengan rencana strategis yaitu sebagai berikut. Tabel 3.15 Rencana target indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan TAHUN TARGET IKU 4,17 4,22 Hasil evaluasi terhadap 11 (sebelas) aspek layanan berdasarkan nilai indeks kepuasan menunjukkan keseluruhan aspek layanan memiliki indeks kepuasan lebih besar dari 4,00. Aspek layanan dengan indeks kepuasan tertinggi adalah aspek layanan nomor 8 Pembayaran Biaya Sesuai Ketentuan (4,58). Jika dibandingkan indeks kepuasan pengguna layanan antara skor per aspek layanan dan skor agregat Kemenkeu, terdapat 4 (empat) aspek layanan yang berada di bawah indeks agregat Kemenkeu (4,39), yaitu: 1. Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi (4,35). 2. Informasi Layanan (4,10). 3. Waktu Penyelesaian Layanan (4,32). 4. Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran (4,32). Dari kesebelas aspek layanan, 10 aspek layanan mengalami peningkatan dari tahun 2016 ke tahun Peningkatan terbesar terjadi pada aspek layanan nomor 10 Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran dengan angka kenaikan mencapai 37 poin. Pada tahun 2016, aspek layanan ini memiliki indeks kepuasan di bawah batas kritis (4,00) dan pada tahun 2017 ini berhasil meningkat dengan peningkatan terbesar dibanding aspek lainnya. Selain itu, terdapat satu aspek layanan mengalami penurunan dari tahun 2016 ke tahun 2017, yaitu aspek layanan nomor 2 Informasi Layanan (Persyaratan, Prosedur,dll.) dengan penurunan sebesar 2 poin. Dari hasil SKPL Kemenkeu, identifikasi isu-isu utama didasarkan pada selisih antara indeks kepentingan dan indeks kepuasan. Ketika harapan konsumen yang diwakili indeks kepentingan tidak terimbangi oleh indeks kepuasan yang setara, maka bisa diprediksi telah terjadi sebuah diskonfirmasi negatif yang berdampak pada ketidakpuasan. Sehingga dari beberapa simpulan yang diperoleh dari SKPL Kemenkeu tahun 2017, serangkaian rekomendasi yang diformulasikan oleh Tim Peneliti sebagai bentuk implikasi secara manajerial yang perlu dilakukan oleh Kementerian Keuangan disajikan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 3.16 Isu-isu utama dan rekomendasi perbaikan layanan Kementerian Keuangan NO. ASPEK LAYANAN ASPEK ISU UTAMA LAYANAN REKOMENDASI 1. Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi Akses informasi mengenai besarnya standar waktu proses layanan disampaikan secara terbuka. Adopsi teknologi informasi melalui penyediaan dashboard informasi untuk setiap pengguna layanan berbasis web atau apps android. Akses komunikasi bagi pengguna untuk menyampaikan keluhan (complaint) Pembukaan saluran komunikasi di media sosial seperti fan page facebook guna mempermudah akses dan menampung keluhan sebagai upaya mengantisipasi risiko keluhan menjadi viral di media sosial 2. Informasi tentang Prosedur dan Persyaratan Layanan Informasi layanan memuat semua informasi terkait standar waktu proses layanan Penyediaan saluran informasi yang lebih bersifat personal seperti aplikasi berbasis apps android yang mudah diunduh dan dipasang pada telepon pintar. Kemudian informasi yang disediakan berbasis mesin pencarian sehingga memudahkan pengguna layanan mencari informasi yang dimaksud. 70

85 NO. ASPEK LAYANAN ISU UTAMA REKOMENDASI 3. Akses terhadap Layanan Kualitas akses online terhadap layanan (khusus layanan yang menggunakan sistem online) Penyelenggaraan layanan online perlu selalu disupervisi dari menit ke menit guna menghindari kegagalan layanan. Kemudian disediakan bandwidth yang lebih longgar sesuai estimasi rata-rata jumlah pengguna layanan sekali waktu. 4. Waktu Penyelesaian Layanan Kualitas akses online terhadap layanan disediakan dengan baik (kecepatan, ramah bagi pengguna dll.) Rancangan sistem layanan online yang berfokus pada customer experience yang lebih baik dengan berupaya memberikan layanan yang bersifat user friendly dan tanpa jeda (seamless). Layanan diberikan secara tepat waktu sesuai standar waktu yang ditetapkan Kombinasi terintegrasi antara program pelatihan kualitas layanan, penyediaan SOP yang detail, serta manajemen supervisi yang handal. Layanan dapat dipantau penggunanya tentang proses/tahapan penyelesaiannya Adopsi teknologi informasi melalui penyediaan dashboard informasi untuk setiap pengguna layanan berbasis web atau apps android. Sistem untuk memonitor tahapan proses penyelesaian layanan yang sedang dilalui. Adopsi teknologi informasi melalui penyediaan dashboard informasi untuk setiap pengguna layanan berbasis web atau apps android. 5. Pembayaran Biaya Sesuai Aturan/Ketentuan Yang Ditetapkan Besarnya tarif resmi/biaya sesuai kewajaran Pembebanan tarif atau biaya sesuai ketentuan resmi bisa lebih dijelaskan secara rinci sehingga mengurangi risiko kesalahpahaman. 6. Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran terhadap Ketentuan Layanan (Syarat/Prosedur) Aturan mengenai pengenaan denda dikomunikasikan secara transparan Informasi mengenai pembebanan denda bisa disosialisasikan dengan menggunakan media yang lebih beragam sehingga bisa memaksimalkan ekspos informasi pada pengguna layanan. Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU antara lain: 1. Ekspektasi pengguna layanan yang terus meningkat seiring dengan perkembangan era digital, dibuktikan dengan peningkatan indeks kepentingan sebesar 0,14 dari tahun Bahkan peningkatan indeks kepuasan Kementerian Keuangan sebesar 0,23 dari tahun 2016 masih belum dapat mengimbangi harapan pengguna layanan yang ditunjukkan dengan indeks kepentingan layanan Kementerian Keuangan tahun 2017 di angka 4, Dalam 3 tahun terakhir, aspek layanan Waktu Penyelesaian Layanan selalu masuk ke dalam kategori 2 aspek yang memiliki indeks terendah. Bahkan pada tahun 2017, aspek ini adalah aspek dengan indeks terendah di angka 4,27. Salah satu penyebab terjadinya hal ini antara lain karena sebagian besar unit masih berfokus pada peningkatan di ranah output layanan yang bersinggungan langsung dengan stakeholder sebagai bagian dari proses stakeholder maintaining. Hal ini dibuktikan dengan aspek-aspek dengan indeks tertinggi yaitu Sikap Pegawai, Akses terhadap Layanan, dan Keamanan Lingkungan dan Layanan. Oleh karena itu, peningkatan di ranah proses belum begitu menjadi perhatian, diantaranya dibuktikan dengan rendahnya indeks pada aspek Waktu Penyelesaian Layanan dan Informasi Layanan. Rencana aksi yang akan dilakukan dalam rangka meningkatkan kepuasan publik atas layanan Kemenkeu antara lain perbaikan layanan yang dilakukan melalui upaya masing-masing unit Eselon I dalam rangka menindaklanjuti hasil Survei Kepuasan Pengguna Layanan tahun akuntabilitas kinerja 71

86 2b. Waktu penyelesaian proses kepabeanan Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance time) merupakan salah satu mata rantai dalam proses pergerakan arus barang sebagai bagian dari dwelling time. Dwelling time adalah lama waktu sejak barang impor dibongkar dari kapal sampai dengan barang keluar dari pelabuhan. Indikasi perhitungan dwelling time adalah lamanya kontainer impor ditumpuk di pelabuhan (waktu penumpukan kontainer di pelabuhan). Dwelling time terbagi menjadi tiga tahapan yaitu preclearance, customs clearance dan post-clearance. Sesuai arahan Presiden, ke depan agar dapat menaikkan peringkat Logistic Performance Index (LPI), dimana pada tahun 2016 turun menjadi peringkat 63 dari peringkat 53 pada tahun Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan menurunkan biaya dan waktu melalui penurunan angka dwelling time dari sebelumnya 6-7 hari menjadi 4,7 hari, kemudian 3 hari dan pada akhirnya menjadi 2 hari. Dwelling Time merupakan pendekatan World Bank untuk melakukan penghitungan waktu clearance barang sejak barang di bongkar sampai barang keluar dari TPS. Capaian Dwelling Time Tahun 2017 adalah 4,25 hari (sumber INSW). Dwelling time terbagi menjadi tiga tahapan yaitu pre-clearance, customs clearance dan postclearance. Aktivitas pre-clearance adalah proses sejak kedatangan sarana pengangkut hingga peti kemas diletakkan di tempat penimbunan sementara (TPS) dan peninjauan nomor pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Customs Clearance Time khususnya untuk kegiatan impor dimulai dari waktu importir/ppjk melakukan loading Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke sistem in house DJBC sampai dengan waktu penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Sementara aktivitas post-clearance adalah saat peti kemas diangkut keluar pelabuhan dan pembayaran ke operator pelabuhan. Pada tahun 2017, IKU waktu penyelesaian proses kepabeanan bertujuan untuk mengukur ratarata waktu penyelesaian dokumen PIB yang diajukan oleh pengguna jasa dengan tetap mempertimbangkan aspek pengawasan. IKU ini secara khusus dimonitor dengan pengukuran pencapaian IKU waktu penyelesaian proses kepabeanan terhadap kegiatan layanan importasi pada kantor pelayanan di 4 (empat) pelabuhan utama, yaitu: 1. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, 2. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, 3. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas, dan 4. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan. Waktu penyelesaian proses kepabeanan yang diukur meliputi penyelesaian seluruh dokumen impor yang meliputi jalur merah, jalur kuning, jalur hijau, dan jalur Mitra Utama karena merepresentasikan seluruh pengguna jasa yang terlibat dalam proses importasi di pelabuhan. Keempat pelabuhan tersebut memiliki persentase kegiatan importasi terbesar secara nasional. Hal ini dapat terlihat dari besarnya kontribusi total jumlah dokumen PIB (65,27%) dan total jumlah TEUs (93,28%), keempat pelabuhan tersebut dibandingkan data importasi nasional. Adapun rincian kontribusi dimaksud adalah sebagai berikut: Tabel 3.17 Kegiatan Importasi berdasarkan jumlah dokumen PIB dan TEUs 4 pelabuhan laut utama 2017 ASPEK LAYANAN JUMLAH PIB % JUMLAH TEUs % KPU Tanjung Priok KPPBC Tanjung Perak KPPBC Tanjung Emas KPPBC Belawan TOTAL Nasional ,28% 10,58% 4,26% 3,14% 65,27% ,38% 21,11% 6,68% 6,11% 93,28% Sumber : data CEISA Capaian IKU 8 Januari

87 Target IKU tahun 2017 meningkat dibandingkan dengan target tahun 2016 yaitu dari 1,2 hari menjadi 1 hari. Polarisasi data ditetapkan menggunakan minimize, dimana semakin kecil jumlah hari/ semakin cepat penyelesaian proses kepabeanan maka capaian menjadi semakin Namun demikian, capaian dwelling time masih di atas target yang diharapkan yaitu 4,25 hari (s.d. November 2017) dari target nasional dwelling time yang ditetapkan 2.5 hari. Waktu penyelesaian proses kepabeanan yang paling tinggi berada di pelabuhan Tanjung Emas. tinggi. Jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir). Selain melebihi target pada Kontrak Kinerja Tahun 2017, realisasi IKU sebesar 0,87 hari juga telah melebihi target yang telah ditetapkan pada Sampai dengan akhir tahun 2017, realisasi capaian waktu penyelesaian proses kepabeanan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2017, yaitu 1,3 hari. adalah 0.87 hari dari target yang ditetapkan 1 hari. Tabel 3.18 Perbandingan realisasi IKU tahun 2014 s.d 2017 Tg. Priok KANTOR REALISASI 2014 REALISASI 2015 REALISASI 2016 REALISASI ,24 hari 0,98 hari 0,78 hari 0,79 hari Tg. Perak 0,97 hari 0,81 hari 0,61 hari 0,80 hari Tg. Emas 2,05 hari 1,75 hari 1,51 hari 1,94 hari Belawan 1,38 hari 1,26 hari 0,79 hari 0,88 hari Target (3 hari) (1,5 hari) (1,2 hari) (1 hari) Capaian (rata-rata) 1,41 hari 1,2 hari 0,81 hari 0,87 hari Gambar 3.7 Perbandingan realisasi IKU Perbandingan Realisasi IKU Tahun 2014 s.d ,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Target Realisasi Langkah-langkah yang telah dilakukan DJBC dalam rangka percepatan dwelling time antara lain : NIK, Penguatan Kelembagaan PP INSW, Pengembangan InaPortNet, dan Pelayanan 24/7. a. Tahapan Pre-Clearance Pre-notification/pre-arrival, Otomasi Izin Barang Larangan dan Pembatasan/Pemotongan Kuota, Percepatan penerbitan survey oleh Lembaga Surveyor (L/S), Penetapan Service Level Agreement (SLA) pelayanan penerbitan izin lartas pada K/L, Percepatan pengurusan b. Tahapan Customs Clearance Penerapan MPN G-2 (pembayaran 24/7), Percepatan penyerahan dokumen pelengkap, Percepatan Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Fisik dilakukan pada Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT), Peningkatan pelayanan akuntabilitas kinerja 73

88 Pemeriksaan Fisik dengan Hi-CO Scan, Pengembangan Tempat Penimbunan Sementera (TPS) Online, Pengembangan Indonesia Single Risk Management (ISRM), Pendirian Pusat Logistik Berikat (PLB), Penambahan Perusahaan Penerima Fasilitas Mitra Utama Kepabeanan (MITA) / Authorized Economic Operator (AEO), dan Pelayanan 24/7. c. Tahapan Post-Clearance Penerapan Pindah Lokasi Penumpukan (PLP) atau Overbrengen (OB) peti kemas impor (untuk barang lewat 10 hari sejak penumpukan) (bertahap ke arah 3 hari), Delivery Order (D/O) Online (24/7), Implementasi Auto Gate System, Penerapan Tarif Progresif, Kloning penerapan penalty seperti di pelabuhan Tanjung Priok, dan pengaturan keterbatasan sarana pengangkut darat. Langkah-langkah lebih lanjut yang telah dilakukan DJBC dalam rangka percepatan waktu penyelesaian proses kepabeanan antara lain: 1. Melakukan sosialisasi kepada stakeholder mengenai percepatan pemeriksaan fisik dan penyiapan barang untuk diperiksa sesuai PER-12/BC/ Melakukan koordinasi dengan pengusaha TPS terkait peningkatan sarana dan prasarana terkait pemeriksaan fisik 3. Melakukan pembahasan draft final mengenai Peraturan bersama antara DJBC dan PP INSW mengenai Pemotongan kuota impor dan ekspor secara elektronik dan Perubahan PMK 226/PMK.04/2015 tentang pemberitahuan pabean 4. Membentuk Tim Tata Niaga penurunan lartas dan simplifikasi perizinan 5. Menyusun RPDJ Perubahan atas PER-12/ BC/2017 yang mengatur tingkat pemeriksaan fisik kemasan bernomor dan kemasan tidak bernomor. 6. Melakukan reviu dan pemetaan untuk mengetahui proses bisnis yang berada di luar kendali DJBC misal : penyiapan barang impor untuk pemeriksaan fisik, penyerahan hardcopy, waktu konfirmasi barang impor (PIB Jalur kuning), penyiapan pemeriksaan fisik terkait buruh, dan lainnya. 7. Melakukan penyesuaian tata cara perhitungan untuk IKU Waktu Penyelesaian Proses Kepabeanan Disamping proses percepatan layanan kepabeanan sebagaimana langkah-langkah yang telah disebutkan di atas, untuk menata praktikpraktik impor khususnya oleh importir borongan yang selama ini diindikasikan masih terdapat pelanggaran, sejak 12 Juli 2017 telah dicanangkan program Penertiban Importir Berisiko Tinggi (PIBT) yaitu program yang diinisiasi oleh DJBC dalam rangka mendorong kepatuhan importir dan meningkatkan penerimaan negara di sektor perpajakan. Sehingga dengan adanya program tersebut, sejak bulan Juli 2017, waktu penyelesaian proses kepabeanan meningkat, namun sebagaimana capaian yang telah disampaikan di atas masih dalam target yang ditetapkan. Langkah-langkah yang akan dilakukan DJBC dalam rangka percepatan Dwelling Time pada lingkup yang lebih luas dan Customs Clearance pada khususnya antara lain: a. Pemeriksaan barang larangan dan pembatasan akan dilakukan pada post border. b. Pengembangan dan pembentukan KLInIK (Kemudahan Layanan Informasi dan Ijin Kebeacukaian) di beberapa kantor utama. c. Pengembangan SKPJ (Sistem Kepatuhan Pengguna Jasa). d. Penerapan Online Single Submission (OSS) atau Single Entry Multi Lisence melalui INSW. e. Pemangkasan duplikasi persyaratan pemberian fasilitas prosedural dan fiskal. f. Koordinasi pengurangan ijin LARTAS impor di border. g. Koordinasi pergeseran ijin LARTAS impor ke post border. h. Pemberian Green Channel bagi Importir atau Eksportir kredibel (AEO, MITA, dan lain-lain). 74

89 i. Penerapan Single E-Billing system atau pembayaran pungutan negara. Peranan Percepatan Customs Clearance Time dalam Ease of Doing Business 2016), Indonesia bertengger pada rangking ke Ini berarti posisi Indonesia masih jauh dari ramah terhadap dunia bisnis. Karena itu Presiden meminta jajaran pembantunya untuk bersamasama menaikkan peringkat Indonesia secepatnya. Ease of Doing Business (EoDB) adalah survei tahunan yang dilaksanakan World Bank yang mencerminkan daya tarik investasi dari segi kebijakan pemerintah. EoDB dilakukan dengan melihat beberapa dimensi penting yang terjadi di dunia bisnis. Survey ini menyediakan analisis kuantitatif dari peraturan yang ada di suatu negara. EoDB dihasilkan dengan menggunakan dua jenis data. Data pertama menyediakan kompleksitas dan biaya dalam proses pembuatan peraturan. Data yang kedua berasal dari peraturan dan regulasi dalam setiap perekonomian. Untuk mendapatkan data yang akurat, EoDB menggunakan data dari responden ahli. Tujuan dari EoDB sendiri adalah untuk mengukur kesederhanaan, efisiensi dan aksesibilitas dari peraturan negara. Hasil EoDB adalah pemeringkatan ekonomi dengan skala (sesuai jumlah negara yang disurvei) yang diukur dari pengalaman responden dalam kegiatan berusaha atau berbisnis. Semakin kecil angka peringkat yang dimiliki suatu negara menunjukkan semakin ramahnya regulasi yang dibuat pemerintah terhadap dunia usaha. Begitu pula sebaliknya. World Bank mengukur indeks EoDB/kemudahan berusaha suatu negara berdasarkan 10 indikator dengan bobot yang sama, yaitu starting a business, dealing with construction permit, registering property, paying taxes, getting credit, enforcing contract, getting electricity, trading across border, resolving insolvency dan protecting minority investors. Dalam survei EoDB yang diselenggarakan World Bank pada 2015 (indeks diterapkan untuk tahun Peringkat Indonesia untuk EoDB 2018 (berdasarkan survei yang dilakukan di tahun 2017) secara keseluruhan adalah peringkat ke- 72 (tujuh puluh dua), atau naik 19 (sembilan belas) peringkat dari periode sebelumnya yang menempati peringkat 91 (sembilan puluh satu). Dalam EoDB ini ada salah satu indikator yang terkait dengan tugas dan fungsi DJBC yaitu Indikator Trading Across Border (TAB). Pada laporan Doing Bussiness 2018, area TAB merupakan area ke-3 tertinggi reformasi secara global (terdapat 33 negara yang mencatat reformasi), sehingga peringkat TAB Indonesia terpengaruh pergerakan peringkat negara lain. Meskipun pada periode sebelumnya TAB Indonesia menjadi salah satu area EoDB yang berhasil dalam reformasi, namun peringkat TAB periode tahun ini turun 4 (empat) peringkat dari peringkat 108 (seratus delapan) menjadi peringkat 112 (seratus dua belas). Tetapi perlu diperhatikan bahwa indikator tersebut tidak hanya melibatkan kepabeanan namun juga termasuk other government agency (a.l. perhubungan, perdagangan, dsb.), sektor publik (a.l. pengangkut, pengusaha tempat penimbunan, dsb.) dan infrastruktur terkait. Analisis penurunan peringkat TAB Indonesia karena adanya ketidaksetaraan proxy produk ekspor Indonesia dengan negara lain, proxy produk ekspor Indonesia (HS 1511) merupakan produk yang harus memenuhi: 1. ketentuan pembatasan ekspor (laporan surveyor); 2. kewajiban pembayaran dana pungutan sawit; dan 3. kewajiban pembayaran bea keluar, serta menjadi obyek pemeriksaan fisik dalam hal berdasarkan manajemen risiko ditetapkan untuk diperiksa. akuntabilitas kinerja 75

90 Namun demikian, tim Doing Business-World Bank mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan oleh DJBC dalam melakukan perbaikan khususnya terkait TAB World Bank mencatat kontribusi sistem single billing & single payment untuk mempermudah pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagai kunci perbaikan. Pelaksanaan single billing & single payment dapat menurunkan angka Time to Impor (documentary compliance) dari 132,9 jam menjadi 119,2 jam (turun 13,7 jam). Langkah-langkah yang akan dilakukan DJBC dalam rangka upaya peningkatan kemudahan berusaha antara lain: a. Percepatan perizinan berusaha. b. Penyederhanaan Impor dan Ekspor di Pelabuhan. c. Insentif Fiskal (Pembebasan atau Penangguhan Pajak). d. Strategi Komunikasi Publik. Tabel 3.19 Peringkat ease of doing business tahun negara di kawasan ASEAN NEGARA / TAHUN SURVEI Singapura Malaysia Thailand Brunei Darussalam Vietnam Indonesia Filipina Myanmar Sumber data : ( Sasaran Strategis 3: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi pihak eksternal Kementerian Keuangan yang secara langsung menerima layanan. Sebagai pengelola keuangan dan kekayaaan negara, Kementerian Keuangan memiliki ekspektasi terhadap pengguna layanan agar patuh terhadap berbagai peraturan dan kebijakan tertentu khususnya terkait bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai. Pengguna layanan adalah Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) yang mempunyai 2 (dua) sub indikator kinerja. Realisasi capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.20 berikut. Tabel 3.20 Capaian IKU pada SS kepatuhan pengguna layanan yang tinggi SS 3. Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 3a Rata-rata persentase kepatuhan atas aturan perpajakan 65,00% 79,10% 120,00 3a-1 Persentase tingkat kepatuhan formal WP Badan dan OP Non Karyawan 50% 62,96% 120,00 3a-2 Persentase kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dan cukai 80% 95,24% 119,05% 76

91 3a-1. Persentase tingkat kepatuhan formal WP Badan dan OP Non Karyawan Kepatuhan formal yang dimaksud adalah pemenuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak (WP) Badan dan WP Orang Pribadi (OP) Non Karyawan. Kinerja yang diukur adalah rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dengan membandingkan antara jumlah penyampaian SPT Tahunan PPh Badan dan OP Non Karyawan (tidak termasuk pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP Badan dan OP Non Karyawan terdaftar yang wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh. Adapun tujuan dari IKU Persentase Tingkat Kepatuhan Formal WP Badan dan OP Non Karyawan adalah untuk meningkatkan kepatuhan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (kepatuhan formal) WP Badan dan OP Non Karyawan yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan pajak. Pada tahun 2017, target rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan WP Badan dan OP Non Karyawan sebesar 50%. Realisasi rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan dan OP Non Karyawan sebesar 62,96%. Realisasi SPT PPh Badan dan OP Non Karyawan tumbuh 22,83% dari tahun sebelumnya yaitu WP menjadi WP di tahun Strategi Peningkatan Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh WP Badan dan OP Non Karyawan sebagai berikut: 1. Melakukan koordinasi dan sosialisasi mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan kepada asosiasi-asosiasi misalnya asosiasi pengusaha sektor jasa konstruksi, pedagang eceran, dan sebagainya. 2. Melakukan inventarisasi terhadap WP yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak 2016 dan tahun-tahun pajak sebelumnya. 3. Melakukan pemetaan terhadap WP yang tidak melaporkan SPT Tahunan PPh dengan memanfaatkan data-data yang bersumber dari Aplikasi Portal DJP dan Approweb maupun data-data lainnya untuk meningkatkan kepatuhan. 4. Menerbitkan dan mengirimkan himbauan/ teguran/surat Tagihan Pajak (STP) terhadap WP yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh. 5. Menangani WP TLTD (Tidak Lapor Terdapat Data) yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak 2012 sampai dengan 2016 sebagaimana telah disajikan di Aplikasi Portal DJP dan melakukan validasi data WP dengan cara visit, serta menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, Konseling, dan/atau usulan pemeriksaan. 6. Secara khusus melakukan pengawasan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh atas WP yang mengajukan permohonan Pengampunan Pajak sesuai dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. 7. Melakukan inventarisasi dan tindak lanjut surat himbauan/teguran/stp yang kembali pos. 8. Melakukan koordinasi dan penyuluhan kepada organisasi profesi tertentu seperti konsultan pajak, akuntan publik, notaris, dokter, pengacara, dan asosiasi lainnya. 9. lmplementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait pelayanan publik, terutama untuk Lembaga/Kementerian yang memiliki data keuangan. Untuk mengantisipasi tantangan di tahun mendatang, beberapa rencana aksi yang ditetapkan untuk dilaksanakan pada tahun 2018 adalah sebagai berikut : 1. Melakukan penyuluhan terhadap Calon WP (Program Inklusi Kesadaran WP ). 2. Melakukan penyuluhan terhadap WP Baru dan WP Terdaftar melalui program Bussiness Development Services (BDS). 3. Pemanfaatan KLIP dengan Outbond Call terkait WP yang belum mematuhi akuntabilitas kinerja 77

92 kewajiban perpajakan terkait pelaporan dan pembayaran. 4. Memanfaatkan momentum pasca TA (Pengampunan Pajak). 5. Peningkatan kepatuhan material WP OP Non- Karyawan dan Badan dengan memaksimalkan data internal dan eskternal. 6. Identifikasi dan analisa terhadap WP-WP yang selama ini melaporkan pembayaran nihil. 7. Penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD) secara maksimal. 8. Implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait layanan publik terutama untuk Lembaga/Kementerian yang memiliki data keuangan. 9. Memanfaatkan data-data yang terkait dengan berlakunya UU no 9 tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang- Undang. 3a-2. Persentase kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dan cukai Kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dan cukai adalah kondisi tingkat ketaatan pengguna jasa di bidang kepabeanan dan cukai dalam melaksanakan peraturan pelaksanaan perundangundangan kepabeanan dan cukai. Pada tahun 2017 Kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dan cukai ini diukur dari tingkat ketaatan 3 (tiga) pengguna jasa di bidang kepabeanan dan cukai yaitu: 1. Kepatuhan importir Mitra Utama Kepabeanan (MITA) dan/atau Authorized Economic Operator (AEO); 2. Kepatuhan pengusaha pabrik hasil tembakau yang mendapatkan kemudahan penundaan pembayaran cukai dengan jaminan perusahaan; dan 3. Kepatuhan Pengusaha Kawasan Berikat. Dengan kriteria penilaian sebagai berikut : I. Persentase kepatuhan importir Mitra Utama Kepabeanan dan/atau Authorized Economic Operator (AEO) Mitra Utama Kepabeanan yaitu importir dan/ atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan, sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Authorized Economic Operator yang selanjutnya disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu. Kriteria kepatuhan untuk MITA Kepabeanan dan AEO diukur dari catatan kesalahan yang bersifat material dan signifikan sebagai berikut: a) Pelanggaran yang bersifat material yang diperoleh dari laporan pelanggaran dari Kantor Wilayah, KPU dan/atau KPPBC. b) Melakukan kesalahan jumlah dan/ atau jenis barang yaitu lebih dari 3% dari pemberitahuan pada dokumen pabean impor dan/atau lebih dari 0,25% dibandingkan total barang dalam 3 (tiga) bulan terakhir. c) Melakukan kesalahan nilai pabean yaitu lebih besar dari 1% dibandingkan pemberitahuan pada dokumen pabean impor dan/atau lebih besar dari 0,025% dibandingkan dengan jumlah nilai pabean dalam 3 (tiga) bulan terakhir. d) Melakukan penyalahgunaan fasilitas berupa fasilitas tarif preferensial yaitu lebih besar dari 5% dibandingkan jumlah dokumen pemberitahuan pabean impor dalam 1 (satu) tahun terakhir. Khusus untuk perusahaan AEO ditambahkan ketentuan tidak melakukan 78

93 II. dan/atau menyampaikan audit internal atas kondisi dan persyaratan AEO. Dasar perhitungan untuk menentukan jumlah perusahaan MITA dan/atau Importir AEO dalam capaian IKU, dalam hal terjadi penambahan jumlah perusahaan MITA Kepabeanan dan/atau AEO di tanggal periode triwulan berjalan, maka jumlah MITA Kepabeanan dan/atau AEO yang digunakan sebagai dasar perhitungan capaian IKU adalah jumlah data perusahaan di akhir periode triwulan berjalan Persentase kepatuhan pengusaha pabrik Hasil Tembakau yang mendapatkan kemudahan penundaan pembayaran cukai dengan jaminan perusahaan Besaran IKU ini diukur dari tingkat kepatuhan pengusaha pabrik hasil tembakau Golongan I atas pemenuhan ketentuan di bidang Cukai, dengan komponen sebagai berikut: Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik dan Orang adalah orang pribadi atau badan hukum. Hasil Tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil tembakau lainnya sesuai Undang Undang tentang Cukai Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai sebagaimana diubah dengan UU No 39 Tahun 2007 tentang cukai. Pengusaha pabrik Hasil Tembakau Golongan I merupakan batasan jumlah produksi pabrik lebih dari 3 miliar batang pertahun, sesuai dengan Lampiran I PMK No 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga atas PMK No 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Kepatuhan Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Golongan I merupakan kepatuhan pemenuhan ketentuan PMK-200/PMK.08/2008 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau. Pengujian kepatuhan pengusaha Barang Kena Cukai dilakukan berdasarkan Kuesioner Kepatuhan yang disiapkan oleh Subdit Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena Cukai pada Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai melalui pelaksanaan monitoring kepatuhan Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Golongan I. Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Menentukan paramater penilaian indeks kepatuhan yang meliputi: a. Kesesuaian persyaratan perizinan NPP Barang Kena Cukai; b. Pencatatan dan pembukuan; c. Pelaporan pemberitahuan produksi Barang Kena Cukai; dan d. Kesesuaian kemasan dengan ketentuan yang berlaku (untuk HT) 2) Melakukan penilaian (scoring); 3) Menyampaikan Laporan Kegiatan Monitoring; dan 4) Menyampaikan rekomendasi kepada KPPBC yang mengawasi dan evaluasi di akhir periode monitoring. III. Persentase kepatuhan pengusaha Kawasan Berikat Pengukuran kepatuhan pengusaha Kawasan Berikat didasarkan pada kepatuhan pemenuhan ketentuan mengenai IT Inventory. Entitas yang diukur adalah pengusaha Kawasan Berikat, yaitu pengusaha yang mengelola Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor sesuai PMK 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat akuntabilitas kinerja 79

94 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK 120/PMK.04/2013. Pengujian kepatuhan ini sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-09/BC/2014 tentang Penerapan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer pada Perusahaan Pengguna Fasilitas Pembebasan, Pengembalian, dan Tempat Penimbunan Berikat, serta Kerahasiaan Data dan/atau Informasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta CCTV, yang dilakukan sesuai Instuksi Direktur Jenderal Nomor INS-04/BC/2016 tentang Peningkatan Pengawasan Terhadap Kawasan Berikat dan Gudang Berikat melalui : uji checklist pemenuhan kewajiban pendayagunaan IT Inventory uji checklist pemenuhan kewajiban pendayagunaan CCTV dengan kesimpulan kriteria yang dianggap patuh berupa Memadai/ Patuh/ Sesuai atau sejenisnya. Ruang Lingkup Pengusaha Kawasan Berikat yaitu Pengusaha Kawasan Berikat di bawah pengawasan: Tabel 3.21 Daftar KPPBC kawasan berikat - KPPBC Tangerang - KPPBC Semarang - KPPBC Bogor - KPPBC Bandung - KPPBC Bekasi - KPPBC Surakarta - KPPBC Purwakarta - KPPBC Sidoarjo - KPPBC Cikarang - KPPBC Pasuruan - KPPBC Marunda Realisasi IKU Persentase kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dan cukai adalah sebesar 95,24% dari target 80% dengan rincian masing-masing capaian indikator sebagai berikut : Tabel 3.22 Kepatuhan importir MITA kepabeanan dan AEO tahun 2017 NO KUARTAL JUMLAH IMPORTIR MITA KEPABEAANAN DAN AEO YANG TERDAFTAR PADA BULAN PELAPORAN JUMLAH IMPORTIR JALUR PRIORITAS YANG TIDAK PATUH*) Total % 1 Q1 308 (terdiri dari 264 MITA + 44 AEO) ,40% 2 Q2 308 (terdiri dari 264 MITA + 44 AEO) ,43% 3 Q3 322 (terdiri dari 264 MITA + 57 AEO) ,60% 4 Q4 326 (terdiri dari 264 MITA + 62 AEO) ,64% Rata-rata capaian IKU 95.52% Tabel 3.23 Kepatuhan pengusaha BKC tahun 2017 Kepatuhan Pengusaha BKC Kuartal S Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang mendapatkan kemudahan penundaan pembayaran cukai dengan jaminan perusahaan yang patuh S Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang mendapatkan kemudahan penundaan pembayaran cukai dengan jaminan perusahaan % Q % Q % Q % Q % Rata-rata Capaian IKU 100% 80

95 Tabel 3.24 Kepatuhan pengusaha kawasan berikat KEPATUHAN PENGUSAHA BKC KUARTAL S PENGUSAHA KB YANG PATUH IT INVENTORY DAN CCTV S PENGUSAHA KB % Q ,96% Q ,63% Q ,04% Q ,46% Rata-rata Capaian IKU 90,20% Sasaran Strategis 4: Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas Kebijakan Fiskal merupakan suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik melalui aspek penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Berkualitas maksudnya rekomendasi kebijakan yang memiliki tingkat akurasi proyeksi yang tinggi, dapat dipercaya dan memenuhi kebutuhan stakeholder, serta mampu menstimulus perekonomian sehingga dapat diterapkan/diimplementasikan secara riil dalam sebuah kebijakan. Kebijakan yang berkualitas mencakup kebijakan pemerintah mengenai pajak, hutang negara (public debt), pengadaan dan perbelanjaan dana pemerintah dan lain yang sejenis yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.25 berikut. Tabel 3.25 Capaian IKU pada SS formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas SS. ormulasi kebijakan fiskal yang berkualitas INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 4a Deviasi proyeksi asumsi makro 5% 1,53% 120,00 4b Deviasi exercise I-account 7,5% 1,56% 120,00 4a. Deviasi proyeksi asumsi makro IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi proyeksi indikator ekonomi makro dan sehingga dapat dilakukan penyempurnaan kebijakan fiskal tahun berikutnya. Indikator ekonomi makro merupakan indikator ekonomi (tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, tingkat suku bunga SPN, harga minyak internasional dan lifting minyak) yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Sedangkan proyeksi indikator ekonomi makro yang diukur meliputi proyeksi pertumbuhan ekonomi, proyeksi inflasi, proyeksi nilai tukar rupiah, dan proyeksi suku bunga SPN 3 bulan. Indikator ekonomi makro yang diukur sebagai IKU mencakup indikator yang lingkup kebijakannya dalam kendali Kementerian Keuangan yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar dan tingkat suku bunga SPN). A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi adalah proses dimana terdapat kenaikan produk nasional bruto riil akuntabilitas kinerja 81

96 atau pendapatan nasional riil. Deviasi proyeksi pertumbuhan ekonomi dihitung dengan jangka waktu lag 1 kuartal, karena data realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal dari BPS baru release paling cepat bulan kedua setelah berakhirnya kuartal. Pada Kuartal IV-2016 ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,94% (yoy) atau secara tahunan sebesar 5,02%. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen konsumsi LNPRT sebesar 6,72%. Kinerja ekspor-impor juga telah menunjukan perbaikan setelah 8 kuartal terakhir tumbuh negatif. Perbaikan harga komoditas menjadi salah satu faktor positif perbaikan perdagangan. Pada kuartal I 2017, pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,01 persen (yoy) atau -0,34 persen (qtq). Komponen terbesar pembentuk PDB yakni konsumsi dan investasi tumbuh relatif stabil. Dari sisi lapangan usaha, kecuali sektor pertambangan seluruh sektor mampu mencatat pertumbuhan positif di Q Sektor pertanian dan jasa tercatat menjadi penyumbang utama pertumbuhan. Pada kuartal II 2017, pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,01 persen (yoy) atau -4,00 persen (qtq). Sebagai kontributor terbesar PDB, konsumsi rumah tangga tumbuh relatif stabil sebesar 5 persen. PMTB tumbuh relatif tinggi, sementara ekspor dan impor melambat. Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian dan industri pengolahan melambat namun sektor jasa terkait infrastruktur dan logistik masih mampu tumbuh tinggi. Ekonomi Indonesia kuartal III-2017 terhadap kuartal III-2016 (yoy) tumbuh 5,06%. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 9,45 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 17,27%. B. Inflasi Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continued) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau terganggunya distribusi barang. Penghitungan proyeksi inflasi dilakukan setiap bulan dan data proyeksi tersedia pada minggu ketiga setiap bulannya. Pada periode Januari-Maret 2017, secara umum simpangan proyeksi inflasi terhadap realisasi disebabkan oleh kebijakan-kebijakan khusus yang dilakukan pada periode tersebut. Kebijakan kenaikan biaya administrasi STNK di Januari memberikan dampak pada laju inflasi yang lebih besar dibandingkan dengan perhitungan dampak dari model. Selain itu, dampak akibat kebijakan penyesuaian tarif listrik pada kuartal I agak sukar dijustifikasi karena pola konsumsi listrik dan jumlah proporsi pelanggan prabayar dan pascabayar cukup berbeda. Realisasi penurunan harga pangan yang cukup tajam di akhir Maret belum terindikasi secara jelas pada data harga pekan ketiga sehingga menghasilkan simpangan di bulan Maret Secara umum, inflasi s.d. bulan Juni 2017 cukup terkendali, khususnya karena keberhasilan pemerintah menjaga supply dan distribusi yang berakibat inflasi komponen volatile food dapat dijaga pada tingkat yang rendah. Sumber tekanan inflasi berasal dari komponen administered price, yaitu dampak penyesuaian subsidi listrik 900VA dan biaya administrasi STNK, serta tarif angkutan udara dan antarkota pada masa Lebaran. Namun, pada bulan Mei dan Juni, deviasi proyeksi sedikit melebar dikarenakan sulitnya prediksi peningkatan permintaan pada masa Hari Besar Keagamaan Nasional/HBKN, yaitu Ramadan dan Lebaran. 82

97 Inflasi s.d. bulan September 2017 cukup terkendali. Berakhirnya penyesuaian tarif listrik di akhir semester I menyebabkan tekanan inflasi administered price menurun. Inflasi komponen inti masih dapat terjaga dan terdapat tren penurunan sepanjang Terjaganya supply dan distribusi bahan makanan mendorong terkendalinya komponen volatile food sehingga mengalami tren penurunan sepanjang tahun. Secara umum, inflasi sepanjang 2017 masih realtif terkendali pada tingkat yang rendah sehingga mampu menjaga daya beli serta tetap mendorong pertumbuhan konsumsi. Pada kuartal IV 2017, laju inflasi didorong terutama oleh komponen bahan makanan yang dipengaruhi oleh gangguan cuaca dan mulai masuknya musim tanam. Selain itu, pengaruh peningkatan permintaan pada masa HBKN Natal dan liburan akhir tahun juga menjadi pertimbangan dalam proyeksi inflasi C. Nilai Tukar Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing. Dalam hal ini yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika (USD) adalah harga satu dolar Amerika (USD) dalam Rupiah (Rp). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar domestik, antara lain permintaan dan penawaran valuta asing. Yang termasuk dalam permintaan valuta asing, antara lain pembayaran impor barang dan jasa, aliran modal keluar (capital outflow), pembayaran modal penduduk dalam negeri ke luar negeri, dan kegiatan spekulasi. Sementara itu, yang termasuk dalam penawaran valuta asing, antara lain penerimaan ekspor barang dan jasa, aliran modal masuk (capital inflow), dan intervensi atau penjualan cadangan devisa bank sentral. Perhitungan proyeksi nilai tukar dilakukan setiap bulan dan data proyeksi tersedia pada minggu kedua setiap bulannya. Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah pada kuartal 1 Tahun 2017 adalah Rp per dolar AS, lebih kuat dari nilai proyeksi, yaitu sebesar Rp per dolar AS. Faktor-faktor yang mendorong penguatan nilai tukar rupiah, antara lain: kinerja perekonomian nasional yang relatif lebih baik, penguatan ekonomi Amerika yang berkontribusi positif dalam perekonomian di sektor riil, masih berlangsungnya Quantitative Easing yang diberlakukan oleh ECB dan BoJ menyebabkan potensi capital inflow masih cukup tinggi, dan peluang upgrade rating oleh S&P. Pada kuartal II Tahun 2017, realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah adalah sebesar Rp13.335,6 per dolar AS, berbeda tipis dengan nilai proyeksi, yaitu sebesar Rp per dolar AS. Faktor-faktor yang mendorong penguatan nilai tukar rupiah, antara lain pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (misalnya: akselerasi proyek infrastruktur) dan terjaganya tingkat inflasi, peningkatan upgrade rating oleh S&P ke investment grade (BBB-), penguatan ekonomi Amerika Serikat yang berkontribusi positif dalam perekonomian di sektor riil, serta masih berlangsungnya Quantitative Easing yang diberlakukan oleh ECB dan BoJ menyebabkan potensi capital inflow masih cukup tinggi. Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah pada kuartal III Tahun 2017 adalah Rp13.332,6 per dolar AS, berbeda tipis dengan nilai proyeksi, yaitu sebesar Rp13.332,3 per dolar AS. Faktor-faktor yang mendorong penguatan nilai tukar rupiah, antara lain pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (misalnya: akselerasi proyek infrastruktur) dan terjaganya tingkat inflasi, peningkatan upgrade rating oleh S&P ke investment grade (BBB-), penguatan ekonomi Amerika Serikat yang berkontribusi positif dalam perekonomian di sektor riil, serta masih berlangsungnya Quantitative Easing yang diberlakukan oleh ECB dan BoJ menyebabkan potensi capital inflow masih cukup tinggi. akuntabilitas kinerja 83

98 Memasuki kuartal IV Tahun 2017, realisasi ratarata nilai tukar Rupiah adalah sebesar Rp13.368,67 per dolar AS, berbeda tipis dengan nilai proyeksi, yaitu sebesar Rp13.368,33 per dolar AS. Kinerja perekonomian nasional relatif baik, ditunjukkan dengan akselerasi proyek infrastruktur, terjaganya tingkat inflasi, positifnya neraca pembayaran, terkendalinya defisit transaksi berjalan, dan kuatnya cadangan devisa. D. Tingkat Suku Bunga SPN Surat Perbendaharaan Negara atau yang disingkat SPN merupakan Surat Utang Negara yang berjangka waktu di bawah atau sama dengan 12 bulan dengan suku bunga diskonto melalui mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Pembentukan SPN 3 bulan disebabkan karena derasnya modal asing masuk ke instrument invetasi berjangka pendek yang berdampak pada fluktuasi nilai tukar yang berlebihan karena mudahnya pembalikan arus dana kembali ke negara investor dalam waktu singkat. Oleh karena itu, sejak November 2010, Bank Indonesia tidak lagi melakukan lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan dihentikan supaya modal asing tidak serta merta keluar dari Indonesia. Namun, dapat dimanfaatkan kembali untuk negeri ini. Penerbitan SPN dalam jangka waktu 3 bulan masih tetap diperlukan sebagai acuan untuk penentuan bunga obligasi seri variable rate. Tujuan dari diterbitkannya SPN adalah untuk menutup defisit APBN atau untuk membayar kekurangan kas negara jangka pendek. Kenaikan tingkat suku bunga SPN 3 bulan akan berdampak negatif terhadap postur APBN. Perubahan tingkat suku bunga tersebut hanya akan berdampak pada sisi belanja negara, terutama pembayaran bunga utang. Realisasi rata-rata suku bunga SPN 3 bulan pada kuartal pertama tahun 2017 mencapai 5,26% lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebesar 5,23%. Suku bunga acuan FFR AS telah dinaikkan 25 bps menjadi 1% pada tanggal 15 Maret Memasuki kuartal II Tahun 2017, realisasi ratarata suku bunga SPN 3 bulan mencapai 5,1% sesuai dengan yang diperkirakan. Suku bunga acuan FFR AS naik 25 bps menjadi 1,25% pada tanggal 14 Juni FFR diperkirakan akan naik 1 kali lagi menjadi 1,4-1,6% di akhir Kondisi tersebut dipengaruhi oleh kondisi perbankan Italia, dampak Brexit, geopolitik AS dan Korea Utara. Kondisi likuiditas di pasar keuangan global diperkirakan masih akan didukung oleh pelonggaran moneter di Zona Eropa (0%), Inggris (0,25%), dan Jepang (-0.1%). Peningkatan upgrade rating oleh S&P ke investment grade (BBB-). Inflasi domestik masih terkendali (4% ±1%) dan potensi kenaikan FFR memperkecil ruang BI untuk menaikan suku bunga acuan 7-DRR > 4.75%. Realisasi rata-rata suku bunga SPN 3 bulan pada kuartal ketiga tahun 2017 mencapai 5,053% berbeda tipis dengan yang diperkirakan, yaitu sebesar 5,056%. Suku bunga acuan FFR AS naik sebesar 25 bps menjadi 1,25% pada tanggal 14 Juni 2017 dan dipertahankan pada tanggal 20 September Normalisasi neraca The Fed akan dimulai Oktober FFR diperkirakan akan naik 1 kali lagi menjadi 1,5% di akhir Kondisi tersebut dipengaruhi oleh kondisi yang hampir sama pada kuartal II tahun Memasuki kuartal IV Tahun 2017, realisasi rata-rata suku bunga SPN 3 bulan mencapai 4,983% berbeda tipis dengan yang diperkirakan, yaitu sebesar 4,986%. FOMC Meeting pada tanggal 13 Desember 2017 menaikkan FFR di level 1,2 1,50% dengan mempertimbangkan kondisi pasar tenaga kerja yang membaik, prospek pertumbuhan ekonomi, dan penurunan laju inflasi di bawah target 2%. Selama 2017, FFR telah naik sebanyak tiga kali sebesar 75 bps. Bank of England tanggal 2 November 2017 menaikkan suku bunga acuan dari 0,25% ke 0,50% untuk pertama kalinya selama 10 tahun terakhir. Bank of Korea juga menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kali sejak 2011 dari 1,25% ke tingkat 1,50% pada 30 November Inflasi domestik masih terkendali (4% ±1%) dan BI menurunkan suku bunga acuan 7-DDR ke level 4,25%. 84

99 Tabel 3.26 Capaian IKU deviasi proyeksi asumsi makro K-Wide Formulasi Kebijakan FIskal yang Berkualitas Deviasi Proyeksi Asumsi Makro T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-17 Pol/ K P Target Realisasi Capaian 5% 3,12% 120 5% 1,15% 120 5% 2,12% 120 5% 1,15% 120 5% 1,81% 120 5% 0,99% 120 5% 1,31% 120 Min/TLK Ketersediaan model proyeksi dan sumber informasi yang memadai akan mampu mendukung pencapaian target IKU ini. Di sisi lain, masih terdapat beberapa tantangan terhadap akurasi proyeksi. Beberapa tantangan tersebut antara lain bahwa, masih terdapat variabel-variabel yang mengalami perubahan dari hari ke hari dan memiliki volatilitas yang tinggi. Di samping itu, terdapat faktor-faktor yang berada di luar kontrol Kementerian Keuangan dan akan mempengaruhi besaran variabel asumsi ekonomi makro, baik faktor luar negeri, faktor dalam negeri, serta ekspektasi pasar. Data-data untuk melakukan proyeksi sebagian besar merupakan data-data bulanan atau harian yang trennya sangat dipengaruhi berbagai dinamika dan perubahan arah kebijakan baik di dalam negeri maupun perekonomian global. Sementara itu proyeksi dilakukan 1 triwulan ke depan, sehingga mungkin belum memasukan berbagai perubahan variabel yang terjadi di kemudian hari. Kondisi tersebut akan mempengaruhi keakurasian angka proyeksi asumsi ekonomi makro terhadap realisasinya. Keakurasian proyeksi asumsi makro menjadi salah satu indikator untuk ketepatan dalam pemilihan respon kebijakan yang diambil Kementerian Keuangan. Dengan menyadari hal itu, Kementerian Keuangan mengambil beberapa langkah untuk menjaga dan meningkatakan keakurasian proyeksi asumsi makro, antara lain: 1. Pengembangan dan perbaikan model untuk keakurasian proyeksi (updating model dan koefisien-koefisien dari model yang digunakan) 2. Updating data-data indikator ekonomi ekonomi 3. Pertukaran data dengan Bank Indonesia, dan BPS 4. Diskusi dan sharing knowledge dengan beberapa lembaga lain, seperti BI, World Bank, dan pelaku pasar untuk menambah informasi yang tidak tertangkap dalam model dan perhitungan dasar Kemudian, untuk menjamin keakurasian proyeksi asumsi makro sesuai dengan target RPJMN yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan terus melakukan perbaikan perangkat analisa dan data serta diskusi dengan instansi terkait untuk lebih menjamin strategi pencapaian yang ditetapkan serta lebih mendorong penyesuaian sasaran ke tingkat yang lebih realistis dan sesuai dengan perkembangan yang telah terjadi. 4b. Deviasi exercise I-account Exercise I-account merupakan perhitungan ratarata perkiraan besaran APBN yang tertuang dalam tabel I-account (RUU APBN dan RUU APBN-P). Exercise I-account disusun berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro dan arah kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat akurasi atas ketepatan dan kesesuaian angka pada RUU APBN/APBN-P dibandingkan dengan UU APBN/ APBN-P atas komponen yang ada dalam I-account. Komponen yang dihitung meliputi pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan anggaran. akuntabilitas kinerja 85

100 Tingkat akurasi exercise ditunjukkan dari seberapa besar deviasi yang dihasilkan. Semakin kecil nilai deviasi, maka tingkat akurasi semakin baik. Tingkat akurasi tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya masukan-masukan dari stakeholder dan perubahan kebijakan pemerintah terkait dengan penyusunan APBN maupun APBN-P. Formula perhitungan IKU adalah sebagai berikut Angka I-account dalam RUU APBN atau APBN-P - Angka I-account dalam UU APBN atau APBN-P x 100% Angka I-account dalam RUU APBN atau APBN-P Capaian= (Angka Pendapatan Negara 40%)+(Angka Belanja Negara 40%)+(Angka Pembiayaan Anggaran 20%) Obyek yang menjadi pengukuran realisasi IKU tersebut adalah sebagai berikut: 1. Proyeksi usulan RUU APBN-P 2017 dibandingkan dengan UU APBN-P 2017, dimana realisasinya diukur pada triwulan III; 2. Proyeksi usulan RUU APBN 2018 dibandingkan dengan UU APBN 2018, dimana realisasinya diukur pada triwulan IV. Pada tahun 2017, Deviasi exercise I-account ditargetkan sebesar 7,5%. Berdasarkan hasil monitoring pencapaian IKU ini, diperoleh realisasi tahun 2017 sebesar 0,78% dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.27 Capaian IKU deviasi exercise I-account T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-17 Pol/ K P Target Realisasi Capaian ,5% 0,93% 187,64 7,5% 0,93% 187,64 7,5% 0,65% 191,44 7,5% 0,78% 189,60 Minimize / Average Rincian penghitungan untuk setiap komponen adalah sebagai berikut: Tabel 3.28 Capaian IKU deviasi exercise I-account per komponen NO. USULAN PERSETUJUAN AKUN (MILIAR RUPIAH) (MILIAR RUPIAH) CAPAIAN BOBOT Nilai APBN-P Pendapatan Negara , ,1 1,28% 1,28% 0,51% 2. Belanja Negara , ,9 1,04% 1,04% 0,42% 3. Pembiayaan , ,8 0,00% 0,00% 0,00% Nilai Deviasi APBN-P ,93% APBN Pendapatan Negara , ,3 0,87% 40% 0,35% 2. Belanja Negara , ,9 0,74% 40% 0,30% 3. Pembiayaan , ,6 0,00% 20% 0,00% Nilai Deviasi APBN ,65% Nilai Deviasi APBN ,78% Beberapa hal yang telah dilaksanakan dalam rangka mendorong pencapaian IKU antara lain: 1. Melakukan pemutakhiran data secara berkesinambungan; dan 2. Melakukan pemutakhiran model estimasi yang dilaksanakan untuk mendapatkan estimasi/exercise yang berkualitas. Tantangan pencapaian IKU ini ke depan cukup besar mengingat kendali pencapaian IKU ditentukan berdasarkan kesepakatan pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR. Beberapa upaya yang akan dilakukan dalam rangka meningkatkan pencapaian IKU pada tahun 2018 antara lain: 86

101 1. Monitoring dan evaluasi atas kebijakankebijakan yang diterbitkan; 2. Melakukan pemutakhiran model estimasi yang dilaksanakan untuk mendapatkan estimasi/exercise yang berkualitas; 3. Secara berkala dan berkelanjutan melakukan pemutakhiran data. Sasaran Strategis 5: Penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal Dalam rangka mendukung visi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, Kementerian Keuangan melakukan optimalisasi penerimaan, belanja dan transfer ke daerah. Optimalisasi penerimaan negara dilakukan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi. Di samping itu, Kementerian Keuangan juga berperan dalam optimalisasi pengelolaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana terdapat dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Dalam hal transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam UU no 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah, perlu penyaluran transfer yang optimal melalui suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,kondisi, dan kebutuhan daerah. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 3 (tiga) IKU yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.29 berikut: Tabel 3.29 Capaian IKU pada SS penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal SS 5. Penerimaan, belanja, dan transfer yang optimal INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 5a Persentase penerimaan negara (pajak, bea, cukai, dan PNBP) 100% 95,11% 95,11 5b Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga 75% 87,08% 116,11 5c Indeks pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah 0,72 0, ,08 5a. Persentase penerimaan negara (pajak, bea, cukai, dan PNBP) ditetapkan berdasarkan target dalam APBN atau APBNP. IKU ini mengukur persentase penerimaan negara yang terdiri penerimaaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan perpajakan terdiri dari penerimaan pajak, bea, dan cukai. Target penerimaaan negara Pada tahun 2017, Persentase penerimaan negara ditargetkan sebesar 100%. Berdasarkan hasil monitoring pencapaian IKU ini, diperoleh realisasi tahun 2017 sebesar 95,1% dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.30 Capaian IKU persentase penerimaan negara T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-17 Pol/ K P Target Realisasi Capaian 15% 16,85% 115,53 39% 41,27% 105,83 39% 41,27% 105,83 65% 63,26% 97,32 65% 63,26% 97,32 100% 95,11% 95,11 100% 95,11% 95,11 Minimize / Average akuntabilitas kinerja 87

102 Realisasi penerimaan negara tahun 2017 untuk setiap komponen disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.31 Realisasi penerimaan negara tahun 2017 (dalam triliun rupiah) KOMPONEN Penerimaan Pajak Penerimaan Bea dan Cukai PNBP Jumlah penerimaan negara TARGET APBN-P ,6 189,1 260, ,9 REALISASI ,5 PERSEN- TASE REALISASI 192,3 101,7% 308,4 118,5% 1.648,2 89,4% 95,1% Uraian mengenai penerimaan negara adalah sebagai berikut: berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran (LRA/Buku Merah DJPb) per tanggal 16 Januari 2018, penerimaan pajak tahun 2017 telah mencapai Rp1.151,10 triliun dari target Rp1.283,57 triliun, atau sebesar 89,68% sehingga masih terdapat shortfall sebesar Rp132 triliun dari target APBN-P Persentase capaian penerimaan pajak tahun 2018 ini lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 yaitu 81,60% dan pada tahun 2015 yaitu 82,00%. 96,00% Gambar 3.8 Perkembangan persentase capaian penerimaan pajak 1. Persentase penerimaan pajak 91,00% 92,57% 91,84% 89,68% Berdasarkan data pada APBN KITA edisi Januari 2018 yang disusun oleh tim publikasi Kinerja dan Fakta (KITA) dan diunggah pada website Kemenkeu, data penerimaan pajak adalah sebesar Rp1.147,5 Triliun, atau 89,4% dari target APBNP Data ini digunakan sebagai acuan dalam penghitungan IKU Persentase penerimaan negara. Namun demikian 86,00% 81,00% 76,00% 82,00% 81,60% Adapun detil capaian persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2017 beserta pertumbuhannya dapat dilihat dalam tabel berikut: NO JENIS PAJAK Tabel 3.32 Capaian persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2017 REALISASI 2016 APBN-P 2017 TARGET A% REALISASI S.D. 31 DESEMBER A% A% % PENC % PENC (1) (2) (B) (4) (5) (6) (7) (8) (9)=(7-6)*6 (10) (11)=7-4 A PPh Non Migas , ,00 17, , ,30 14,02 (5,32) 76,89 80,38 1. PPh Ps , ,69 35, , ,73 (4,22) 7,41 84,77 79,54 2. PPh Ps , ,85 (2,53) , ,42 33,90 43,33 115,82 147,05 3. PPh Ps 22 Impor , ,76 38, , ,39 (5,67) 13,64 87,26 82,14 4. PPh Ps , ,83 24, , ,42 4,52 16,69 92,50 93,45 5. PPh Ps 25/29 OP 5.313, ,63 275, , ,58 (35,66) 46,91 18,45 39,16 6. PPh Ps 25/29 Badan , ,59 41, , ,14 (7,35) 21,36 45,62 85,82 7. PPh Ps , ,10 27, , ,55 (10,35) 17,78 79,34 92,39 8. PPh Final , ,66 32, , ,38 (1,66) (9,65) 80,77 68,07 9. PPh Non Migas Lainnya , ,89 (80,57) , , ,50 (88,40) ,78 59,69 B PPN dan PPnBM , ,49 15, , ,05 (2,71) 16,62 86,92 101,10 1. PPN Dalam Negeri , ,07 20, , ,04 (2,50) 15,14 85,74 95,81 2. PPN Impor , ,79 7, , ,03 (5,65) 21,39 87,28 112,60 3. PPnBM Dalam Negeri , ,60 (9,89) , ,54 27,09 12,55 112,47 124,90 4. PPnBM Impor 4.295, ,04 (5,08) 4.295, ,35 7,16 (11,62) 99,13 93,12 5. PPN/PPnBM Lainnya 328,34 336,99 2,63 328,34 258,09 19,30 (21,40) 98,75 76,59 C PBB , ,10 (20,73) , ,56 (33,53) (13,74) 109,79 108,82 D Pajak Lainnya 8.104, ,00 7, , ,47 45,55 (16,86) 109,31 77,45 E PPh Migas , ,27 15, , ,70 (27,33) 39,39 99,32 120,46 Total Non PPh Migas , ,59 16, , ,39 5,81 2,89 81,12 88,65 Total tmsk PPh Migas , ,86 16, , ,09 4,25 4,08 81,61 89,68 Sumber: Laporan Penerimaan Pajak DJPb (Buku Merah) Sub-Ledger run data tanggal 16 Januari 2018 Penerimaan tahun 2015 & 2016 menggunakan data Dashboard Penerimaan 88

103 Penerimaan tahun 2017 tumbuh 4,1%, sedikit lebih rendah dibandingkan penerimaan periode yang sama tahun 2016 yaitu 4,2%. Namun demikian, apabila unsur Tax Amnesty dan revaluasi aktiva tetap dikeluarkan, penerimaan 2017 tumbuh 15,8% dibandingkan dengan realisasi A. PPh Non Migas Meskipun mencatatkan pertumbuhan positif untuk penerimaan PPh Pasal 21, 22 Impor, 23, 25/29 dan 26, secara keseluruhan pertumbuhan penerimaan PPh Non Migas mengalami penurunan sebesar -5,25%. Hal ini terutama diakibatkan oleh menurunnya penerimaan Tax Amnesty, yang pada tahun 2017 hanya menyisakan periode terakhir dengan tarif lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Apabila Tax Amnesty dikecualikan, PPh Non Migas secara keseluruhan naik 11,3%. PPh Final juga mengalami penurunan -9,47% terutama karena telah berakhirnya masa revaluasi aktiva tetap sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 s.t.d.d PMK-29/PMK.03/ PPh Pasal 21 Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 pada tahun anggaran 2017 mencapai Rp117,8 triliun atau tumbuh 7,4% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan PPh Pasal 21 ini jauh lebih baik dibandingkan pertumbuhan di tahun anggaran 2016 yang mencapai -4,2%. Naiknya batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) pada bulan Juli 2016 menyebabkan perlambatan pada penerimaan PPh Pasal 21 di semester I 2017 (tumbuh -4,4%). Perkembangan positif sektor tambang tercermin pula pada pertumbuhan positif PPh Pasal 21 yang mencapai 26,2% dan sektor industri pengolahan hasil tambang yang tumbuh 26,9%. Gambaran umum ketenagakerjaan di tahun 2017 (bulan Agustus) menunjukkan kondisi yang positif dengan jumlah penduduk bekerja sebanyak 121 juta jiwa (Agustus 2016 = 118,4 juta jiwa) dan jumlah pekerja formal mencapai 52 juta jiwa (Agustus 2016 = 50,2 juta jiwa). 2. PPh Pasal 22 Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 pada tahun anggaran 2017 mencapai Rp16,3 triluun atau tumbuh 43,3% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan ini selain didorong oleh pertumbuhan realisasi belanja barang dan modal yang mencapai hampir 15%, juga ditopang oleh kondisi ekonomi secara umum yang masih kuat seperti membaiknya harga komoditas pertambangan dengan pertumbuhan penerimaan PPh Pasal 22 atas Ekspor Komoditas Tambang Batu Bara dan Mineral sebesar 79,4%. Tingginya pencairan Dana Desa juga tercermin dari penerimaan PPh Pasal 22 yang berasal dari Bendaharawan Dana Desa dengan pertumbuhan 119,0%. 3. PPh Pasal 22 Impor Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Impor tahun anggaran 2017 mencapai Rp43,2 triliun atau tumbuh 13,6% dibandingkan realisasi tahun anggaran Kondisi ini sejalan dengan kinerja impor di tahun 2017 yang masih positif baik dari sisi nilai impor maupaun volume impor. Pertumbuhan nilai impor mencapai 15,7% sementara volume impor sendiri tumbuh 5,7%. Sementara itu, dari sisi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat relatif stabil jika dibandingkan dengan tahun 2016 dengan realisasi nilai tukar Rp13.384/US$ 1 (tahun 2016 = Rp13.307/US$ 1). Sebagai tambahan, pada bulan September 2017 terdapat penerbitan Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 yang menyebabkan penurunan PPh Pasal 22 Impor yang cukup signifikan di triwulan IV PPh Pasal 23 Realisasi penerimaan PPh Pasal 23 tahun anggaran 2017 mencapai Rp34,0 triliun atau tumbuh 16,7% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan ini lebih banyak ditopang oleh membaiknya Sektor Pertambangan dengan pertumbuhan 9,6% (tahun 2016 = -14,6%). Meningkatnya aktivitas usaha secara umum pada sektor utama akuntabilitas kinerja 89

104 juga mendorong peningkatan PPh Pasal 23 khususnya PPh Pasal 23 atas Jasa dan Sewa bagi WP di sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan. Pembagian dividen korporasi relatif meningkat di tahun 2017 dengan pertumbuhan PPh Pasal 23 atas Dividen yang mencapai 27,9%. Selain itu, terdapat peningkatan pembayaran SKPKB dan STP PPh Pasal 23 sebagai hasil dari upaya pemeriksaan serta penagihan di tahun 2017 dengan pertumbuhan 60,8%. 5. PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi (OP) Realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi tahun anggaran 2017 mencapai Rp7,8 triliun atau tumbuh 46,9% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan yang signifikan ini merupakan salah satu dampak langsung peningkatan kepatuhan pasca Program Pengampunan Pajak. Pertumbuhan yang signifikan dicapai oleh pembayaran PPh Pasal 29 (kurang bayar dalam SPT Tahunan) dengan pertumbuhan sebesar 83,9%. Pertumbuhan yang signifikan ini berasal dari Wajib Pajak yang sebelum Program Pengampunan Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan ataupun menyampaikan SPT Tahunan tetapi nilainya nihil (tidak ada pajak yang kurang dibayar) tetapi setelah mengikuti Program Pengampunan Pajak menyampaikan SPT Tahunan dengan nilai kurang bayar (PPh Pasal 29) yang signifikan. 6. PPh Pasal 25/29 Badan Realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan tahun anggaran 2017 mencapai Rp208,3 triliun atau tumbuh 21,4% dibandingkan realisasi tahun anggaran Kinerja positif sektoral secara umum kembali terlihat pada penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan dimana Sektor Industri Pengolahan tumbuh 24,4% sementara Sektor Pertambangan tumbuh hingga 64,5% sejalan dengan harga komoditas tambang yang terus menguat di semester II tahun Aktivitas pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum sendiri masih positif dengan realisasi yang mampu tumbuh 6,5% dibandingkan tahun PPh Pasal 26 Realisasi penerimaan PPh Pasal 26 tahun anggaran 2017 mencapai Rp50,9 triliun atau tumbuh 17,8% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan positif ini tidak lepas dari tingginya penerimaan yang berasal dari pembayaran SKPKB maupun STP PPh Pasal 26 yang tumbuh hingga 33,1%. Penerimaan yang berasal dari aktivitas pemeriksaan dan penagihan ini utamanya berasal dari WP yang bergerak di bidang usaha pertambangan migas. Sejalan dengan tingginya PPh Pasal 23 atas dividen korporasi, PPh Pasal 26 atas pembayaran dividen kepada Subyek Pajak Luar Negeri tumbuh signifikan mencapai 40,3%. Sebagai catatan, pertumbuhan PPh Pasal 26 pada tahun anggaran 2017 sedikit tertahan oleh tingginya restitusi yang tumbuh lebih dari 200%. 8. PPh Final Realisasi penerimaan PPh Final tahun anggaran 2017 mencapai Rp106,3 triliun atau tumbuh -9,7% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan negatif ini lebih disebabkan oleh pengaruh kebijakan yaitu: (1) selesainya masa insentif revaluasi aktiva tetap melalui PMK Nomor 191/ PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap, dimana pada tahun 2016 realisasinya mencapai Rp18,7 triliun; dan (2) penurunan tarif PPh Final Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan berdasarkan PP 34/2016, dimana tarif berlaku secara umum turun dari 5% menjadi 2,5% sehingga pada tahun 2017 realisasinya tumbuh -18,1%. Sementara itu relatif stabilnya suku bunga simpanan, khususnya simpanan berjangka di bank umum, turut menahan pertumbuhan PPh Final atas Bunga Deposito/Tabungan yang tumbuh 1,8% (secara rata-rata bunga simpanan berjangka di tahun 2017 sebesar 6,3% dibandingkan dengan tahun 2016 yang mencapai 6,9%). 90

105 9. PPh Non Migas Lainnya Realisasi penerimaan PPh Nonmigas lainnya di tahun 2017 adalah sebesar Rp12,08 triliun, atau turun 88,4% dibanding tahun Jumlah tersebut masih jauh lebih besar dibandingkan penerimaan tahun 2013 s.d karena di tahun jenis pajak PPh Nonmigas Lainnya menjadi placeholder setoran Tax Amnesty. Akibatnya, kontribusi terhadap penerimaan nasional meningkat dari normalnya berada di kisaran 0,01% di tahun 2014 dan 2015 menjadi 9,5% pada tahun 2016 dan 1,1%untuk tahun Tax Amnesty dilaksanakan dalam 3 periode, yaitu Juli s.d. September 2016, Oktober s.d. Desember 2016, dan Januari s.d. Maret Selain bagi Wajib Pajak UMKM, makin awal periodenya maka makin rendah tarif Tax Amnesty, sehingga dari sisi nominalnya Penerimaan di tahun 2017 jauh lebih kecil dibandingkan penerimaan dua periode sebelumnya di tahun 2016, meskipun Wajib Pajak yang melakukan pembayaran jauh lebih banyak. B. PPN dan PPnBM Pertumbuhan jenis pajak PPN & PPnBM yang mencapai 16,62%, menopang pertumbuhan penerimaan tahun 2017 dengan realisasi yang melampaui target yang ditetapkan (101,1%). 1. PPN Dalam Negeri (PPN-DN) Realisasi penerimaan PPN Dalam Negeri tahun anggaran 2017 mencapai Rp314,3 triliun atau tumbuh 15,1% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan ini didorong oleh kombinasi kondisi ekonomi secara umum yang masih positif dengan indikator pertumbuhan positif pada Sektor Industri Pengolahan (tumbuh 15,6%) dan Sektor Perdagangan Besar (tumbuh 15,4%) serta aktivitas pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum yang tinggi dengan pertumbuhan pembayaran Wajib Pajak mencapai 39,1%. Pertumbuhan realisasi belanja barang dan modal yang mencapai hampir 15% juga menjadi faktor positif pendorong pertumbuhan PPN Dalam Negeri termasuk tingginya Dana Desa yang tercermin pada pertumbuhan PPN Dalam Negeri yang berasal dari Bendahara Dana Desa sebesar 125%. 2. PPN Impor Realisasi penerimaan PPN Impor tahun anggaran 2017 mencapai Rp149,0 triliun atau tumbuh 21,4% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan PPN Impor ini sejalan dengan tingginya nilai impor di tahun 2017 yang tumbuh 15,7%. Salah satu pendorong utama peningkatan PPN Impor adalah masih tingginya konsumsi bahan bakar di dalam negeri yang ditunjukkan dengan nilai impor Hasil Minyak yang tumbuh hingga 40,5% dibandingkan nilai impor tahun Konsumsi domestik yang masih tinggi juga mendorong tingginya nilai impor kelompok Barang Konsumsi yang di tahun 2017 nilai impornya tumbuh hingga 14,7%. 3. PPnBM Realisasi penerimaan PPnBM tahun anggaran 2017 mencapai Rp17,1 triliun (dalam negeri dan impor) atau tumbuh 6,1% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan PPnBM sebagian besar berasal dari industri otomotif (termasuk perdagangan, kontribusi hingga 96%) dimana pada tahun 2017 penjualan mobil baru secara umum mencapai 1,08 juta unit atau tumbuh 1,6%. Masih tingginya konsumsi jenis kendaraan bermotor roda empat/lebih yang termasuk dalam kategori LCGC (fasilitas PPnBM) sedikit menahan pertumbuhan PPnBM dari sektor otomotif. Beberapa ATPM utama yang meluncurkan model kendaraan bermotor baru di tahun 2017 menunjukkan adanya peningkatan pembayaran PPnBM yang signifikan termasuk diantaranya yang mulai melakukan produksi di dalam negeri sehingga PPnBM khususnya atas penjualan domestik masih tumbuh positif. akuntabilitas kinerja 91

106 C. PBB Kinerja PBB pada tahun anggaran 2017 mampu melampaui target dalam APBN-P 2017: a. Penyusunan target PBB yang berdasarkan data pokok ketetapan, baik untuk PBB Sektor P3 maupun Migas sehingga meliputi basis pajak yang riil. b. Realisasi penerimaan PBB yang berasal dari pembayaran denda maupun ketetapan kurang bayar mencapai Rp967 miliar atau tumbuh 113% dibandingkan realisasi tahun anggaran D. Pajak Lainnya. Realisasi penerimaan Pajak Lainnya tahun anggaran 2017 mencapai Rp6,7 triliun atau tumbuh -16,9% dibandingkan realisasi tahun anggaran Pertumbuhan negatif ini lebih disebabkan oleh penerimaan yang tidak berulang berupa pembayaran atas bunga penagihan di tahun 2016 dengan nilainya cukup signifikan (mencapai Rp1,4 triliun). Sementara itu, penerimaan dari Penjualan Benda Meterai dan Bea Meterai masih tumbuh 5,7%. Faktor-faktor eksternal juga berkontribusi terhadap pencapaian realisasi penerimaan pajak. Diantaranya, berdasarkan data BPS triwulan III 2017, ekonomi Indonesia terhadap triwulan III 2016 (yoy) tumbuh 5,06%. Sentimen positif harga batubara di pasaran dunia turut mendorong pertumbuhan PPh Pasal 22, yang semula di tahun 2016 sempat menyentuh kisaran US$ 50 per metrik ton, per Desember 2017 harga berada di kisaran US$94 per metrik ton. Harga minyak (ICP) pada pada bulan Desember 2017 adalah senilai US$ 58,09 / Barrel, meningkat dari tahun sebelumnya senilai US$ 46,99 / Barrel, didukung kinerja lifting MiGas yang cukup baik (98,6% dari target APBN) menjadi salah satu faktor utama pertumbuhan penerimaan PPh Migas. Di sisi lain, kecenderungan penurunan bunga bank berpengaruh pada penerimaan PPh Final atas bunga deposito/tabungan, dengan nilai BI 7-Day Repo Rate yang terus menurun, dari 4,75% pada Januari 2017 menjadi 4,25% pada Desember Penurunan penjualan mobil impor juga berpengaruh pada penerimaan PPnBM impor. Atas kondisi dimaksud, beberapa tindakan yang telah dilaksanakan diantaranya: 1. Pengawasan pembayaran masa secara lebih intensif. 2. Penggalian potensi pajak berbasis sektoral nasional dan regional (kerjasama PPATK, KKP, Korsup KPK). 3. Peningkatan kegiatan pengawasan bersama (joint analysis) dengan Ditjen Bea Cukai yakni tindak lanjut KSWP Importir dan Eksportir serta Integrasi Nomor Induk Kepabeanan dengan NPWP. 4. Pemanfaatan data ILAP. 5. Penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD) dan Tidak Lapor Tidak Bayar (TLTB). 6. Optimalisasi Bea Meterai (sosialisasi, uji petik, penegakan hukum, koordinasi dengan kepolisian, dll.) 7. Implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2017 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. 8. Pengolahan data Approweb. 9. Pembentukan Satgas Pemeriksaan. Sedangkan rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian penerimaan pajak pada 2018 antara lain: 1. Pengawasan kewajiban perpajakan peserta TA; 2. Implementasi PP 36/2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Pengampunan Pajak; 3. Peningkatan kualitas dan efektivitas pemeriksaan pajak; 4. Optimalisasi data-data yang diperoleh dari lembaga-lembaga jasa keuangan sebagai 92

107 implementasi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang. 5. Optimalisasi peran Penilai PBB dalam rangka penggalian potensi WP; dan Penyelesaian saldo potensi SP2DK. 2. Persentase penerimaan bea dan cukai Berdasarkan data pada APBN KITA edisi Januari 2018 yang disusun oleh tim publikasi Kinerja dan Fakta (KITA) dan diunggah pada website Kemenkeu, data penerimaan bea dan cukai adalah sebesar Rp192,3 triliun, atau 101,7% dari target APBNP Data ini digunakan sebagai acuan dalam penghitungan IKU Persentase penerimaan negara. Namun demikian berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran (LRA/Buku Merah DJPb) per tanggal 16 Januari 2018, pencapaian penerimaan bea dan cukai adalah realisasi penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai yang datanya diperoleh dari Modul Penerimaan Online (MPO) yang di dalamnya sudah mencakup sanksi, denda administrasi serta pungutan lainnya. Realisasi penerimaan Bea dan Cukai tahun 2017 mencapai Rp192,2 triliun atau sebesar 101,6% dari target APBNP (Rp189,1 triliun). Disamping penerimaan dari bea masuk, bea keluar dan cukai, DJBC juga melakukan pungutan negara atas Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) sebesar Rp195,72 triliun. Realisasi bea dan cukai tahun 2017 lebih tinggi dibanding dengan realisasi tahun 2016 yaitu sebesar 97,3% dan mengalami pertumbuhan sebesar 7,36% secara (yoy). Berikut data realisasi penerimaan bea dan cukai Tahun 2017 dan 2016: Tabel 3.33 Realisasi penerimaan bea dan cukai tahun 2017 dan 2016 (dalam miliar rupiah) NO. JENIS PENERIMAAN TARGET APBN-P SPAN REALISASI 1 JAN S.D. 31 DES 2017 CEISA SPAN SUBLEDGER % PENCAPAIAN TARGET REALISASI S.D. 31 DESEMBER 2016 PERTUMBUHAN (YOY) SPAN CEISA SPAN % CEISA % 1 BEA MASUK 33, , , , % % 32, , % 2, % 2 CUKAI 153, , , , % % 143, , % 9, % Hasil Tembakau 147, , , % % , % 9, % Ethil Alkohol % 99.41% % % MMEA 5, , , % 99.68% 5, % % Pendapatan Cukai Lainnya % % 3 Bea Keluar 2, , , , % % 2, , % 1, % Total 189, , , , % % 178, , % 13, % PPN Impor 148, , , , % 26, % PPn BM Impor 3, , , % % PPh Pasal 22 Impor 43, , , , % 5, % Total PDRI lainnya 195, , , , % 30, % Total Pajak Impor 230, , , , % 33, % TOTAL DJBC + PERPAJAKAN 387, , , , % 44, % Catatan: 1. Data realisasi penerimaan s.d. 31 Desember pukul WIB 2. Sumber data: CEISA (Des) dan Buku Merah (1 Jan 30 Nov) akuntabilitas kinerja 93

108 JENIS PENERIMAAN Bea Masuk Cukai Bea Keluar Total Tabel 3.34 Data realisasi penerimaan bea dan cukai 5 tahun terakhir (dalam Triliun) Sumber: Direktorat PPS 31,5 108,4 15,8 155,8 32,9 118,1 144,67 143,51 153,29 11,3 31,48 3,69 32,22 2,99 34,74 4,15 162,3 179,84 178,72 192,18 3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Berdasarkan data pada APBN KITA edisi Januari 2018 yang disusun oleh tim publikasi Kinerja dan Fakta (KITA) dan diunggah pada website Kemenkeu, data penerimaan negara bukan pajak adalah sebesar Rp308,4 triliun, atau 118,5% dari target APBNP Data ini digunakan sebagai acuan dalam penghitungan IKU Persentase penerimaan negara. Namun demikian berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran (LRA/Buku Merah DJPb) per tanggal 16 Januari 2018, Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Realisasi PNBP mencapai Rp311,87 T atau 119,84% dari APBN-P Tahun 2017, lebih tinggi dibandingkan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya. Tabel 3.35 Realisasi PNBP tahun 2016 dan 2017 (dalam miliar rupiah) URAIAN APBNP REAL 31 DES % TERHADAP APBNP APBNP REALISASI (OUT- LOOK) % TERHADAP APBNP I Penerimaan Negara Bukan Pajak ,49% A Penerimaan SDA ,05% 1 Migas ,11% a Minyak Bumi ,66% b Gas Alam ,98% 2 Non Migas ,02% B Bagian Laba BUMN ,08% C PNBP Lainnya ,87% D Pendapatan BLU ,99% Beberapa faktor yang mendorong pencapaian realisasi PNBP Tahun 2017 antara lain: 1. Tingginya harga komoditas : a. Realisasi harga minyak mentah indonesia periode Januari s.d. Desember tahun 2017 mencapai USD51,19/barel, lebih tinggi dibandingkan realisasi 2016 pada periode yang sama sebesar USD40,16/barel. b. Realisasi rata-rata Harga Batubara Acuan (HBA) periode Januari-Desember 2017 mencapai US$85,92 per ton, lebih tinggi dibandingkan HBA periode Januari- Desember 2016 sebesar US$61,84 per ton. 2. Terdapat penyetoran bagian laba BUMN yang semula tidak ditargetkan, antara lain dari Deviden Interim PT. Freeport Indonesia. 3. Tingginya realisasi Pendapatan Badan Layanan Umum. 5b. Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga Indikator Kinerja Utama (IKU) Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran merupakan salah satu IKU Kemenkeu-Wide Kementerian Keuangan tahun 2017 yang juga menjadi IKU Kemenkeu-One Direktorat Jenderal Perbendaharaan tahun IKU ini disusun untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran secara kuantitatif, yang dapat terwakili oleh aspek kinerja pelaksanaan anggaran antara lain: (1) kesesuaian dengan perencanaan, (2) efektivitas pelaksanaan kegiatan, dan (3) efisiensi pelaksanaan kegiatan. IKU ini disusun dalam rangka memonitor perkembangan upaya peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran. Selain itu, IKU ini bertujuan untuk mengetahui kinerja satuan kerja Kementerian 94

109 Negara/Lembaga dalam kegiatan pelaksanaan anggaran secara optimal sebagaimana tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Nilai Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran didapatkan dengan menggabungkan 3 (tiga) aspek dengan 4 (empat) variabel sebagai berikut: 1. Kesesuaian dengan Perencanaan (variabel: Prerevisi DIPA, diberi bobot: 10%): dihitung dari persentase Selisih Total Jumlah DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran)/Petikan DIPA Satuan Kerja dengan Jumlah Total Revisi DIPA/Petikan yang tidak mengakibatkan perubahan pagu DIPA pada triwulan I sampai triwulan IV (tidak kumulatif) terhadap Total Jumlah DIPA. Nilai tersebut dapat ditunjukkan pada formulasi berikut: Perintah Membayar) yang telah teruji benar yang diproses menjadi SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif terhadap Jumlah total SPM yang diajukan satker ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang telah diterima oleh Middle Office pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif. Sementara itu, variabel ketepatan waktu pertanggungjawaban UP dihitung dari persentase jumlah pertanggungjawaban UP secara tepat waktu terhadap jumlah pertanggungjawaban UP. Nilai tersebut dapat ditunjukkan pada formulasi berikut: Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan: Penerbitan SPM secara Jumlah SPM teruji benar (diterbitkan SP2D) benar oleh = x 100% Jumlah SPM yang diajukan satker Kesesuaian dengan Perencanaan = Jumlah DIPA Jumlah Revisi DIPA x 100% Jumlah DIPA Ketepatan waktu Jumlah Pertanggungjawaban UP tepat waktu pertanggung- = x 100% Jumlah Pertanggungjawaban UP jawaban UP 2. Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan (variabel: penyerapan anggaran; bobot: 40%): dihitung dari persentase Penyerapan DIPA Kementerian Lembaga (K/L) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif terhadap Target persentase penyerapan DIPA K/L pada triwulan I sampai triwulan IV dengan besaran target untuk triwulan I sebesar 15%, triwulan II sebesar 45%, triwulan III sebesar 60%, dan triwulan IV sebesar 90%. Nilai tersebut dapat ditunjukkan pada formulasi berikut: Efektivitas Persentase Realisasi penyerapan DIPA Pelaksanaan = x 100% Kegiatan Persentase Target penyerapan DIPA 3. Efisiensi Pelaksanaan kegiatan (variabel: (a) penerbitan SPM secara benar oleh Satker K/L, diberi bobot 40% dan (b) ketepatan waktu pertanggungjawaban UP, diberi bobot 10%): variabel penerbitan SPM secara benar dihitung dari persentase Jumlah SPM (Surat Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran kemudian dihitung sebagai berikut: Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran = (0,1 x Kesesuaian dengan Perencanaan) + (0,4 x Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan) + (0,4 x Penerbitan SPM secara benar oleh satker) + (0,1 x Ketepatan waktu pertanggungjawaban UP) Target IKU tersebut untuk tahun 2017 adalah sebesar 75% dengan periode pelaporan triwulanan. Target tersebut sama dengan target tahun sebelumnya. Perhitungan polarisasi data menggunakan maximize (semakin tinggi realisasi terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dan jenis konsolidasi periode menggunakan average (realisasi yang digunakan adalah angka ratarata dalam periode bersangkutan). Target IKU tahun 2017 sebesar 75% tersebut sama dengan target yang dicantumkan dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan tahun untuk tahun Dengan demikian, realisasi IKU akan mencerminkan pula realisasi yang tercantum dalam akuntabilitas kinerja 95

110 Rencana Strategis Kementerian Keuangan tahun untuk tahun Namun demikian, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk tahun 2017 masih menargetkan IKU Persentase Penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L, sementara IKU tersebut seharusnya telah digantikan oleh IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran direncanakan (diterapkan mulai tahun 2016). Meskipun keduanya bertujuan untuk mengukur kualitas pelaksanaan anggaran, perbedaan kedua IKU tersebut terdapat pada variabel yang digunakan untuk mengukur realisasi IKU (IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran juga memperhitungkan variabel selain penyerapan anggaran). Realisasi IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran Tahun 2017 adalah 87,14%. Persentase tersebut diperoleh dari rata-rata persentase kinerja pelaksanaan anggaran tahun 2017 triwulanan, yaitu 86,65% (triwulan I), 85,37% (triwulan II), 83,81,% (triwulan III), dan 92,72% (triwulan IV) yang diuraikan sebagai berikut: Tabel 3.36 Rincian capaian IKU persentase kinerja pelaksanaan anggaran tahun 2017 Jumlah DIPA Jumlah Revisi DIPA Kesesuaian dengan Perencanaan URAIAN a. Setelah dibobot (0,1) % Realisasi Penyerapan DIPA % Target Penyerapan DIPA Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Jumlah SPM Benar Jumlah SPM b. Setelah dibobot (0,4) Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan I c. Setelah dibobot (0,4) Jumlah Pertanggungjawaban UP Jumlah Pertanggungjawaban UP tepat waktu Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan II d. Setelah dibobot (0,1) % Kinerja Pelaksanaan Anggaran triwulanan (a + b + c + d) % Kinerja Pelaksanaan Anggaran TA 2017 (rata-rata triwulan I-IV) TRIWULAN I II III IV ,89% 52,84% 5,06% 67,59% 6,69% 5,28% 0,51% 6,76% 12,48% 33,52% 55,41% 96,21% 15,00% 40,00% 60,00% 90,00% 83,20% 83,80% 92,35% 106,90% 33,28% 33,52% 36,94% 42,76% ,10% 95,89% 96,38% 86,99% 37,64% 38,35% 38,55% 34,80% ,39% 82,06% 78,11% 84,09% 9,04% 8,21% 7,81% 8,41% 86,65% 85,37% 83,81% 92,72% 87,14% Memperhatikan hal di atas, diperoleh nilai akhir IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran tahun 2017 sebagai berikut: Tabel 3.37 Capaian IKU persentase kinerja pelaksanaan anggaran tahun 2017 T/R Q1 Q2 Smt.1 Q3 sd. Q3 Q4 Y-17 IKU: Persentase penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L RPJMN (Th. 2017) 91% IKU: Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran Renstra Kemenkeu (Th.2017) 75% Target KK % 75% 75% 75% 75% 75% 75% Realisasi 86,65% 85,37% 86,01% 83,81% 85,28% 92,72% 87,14% Capaian 115,53 113,82 114,68 111,75 113,71 123,63 116,19 96

111 Dari tabel di atas diketahui bahwa realisasi IKU tersebut adalah sebesar 87,14% untuk tahun Nilai tersebut lebih tinggi dari target IKU tahun tersebut dan target yang dicantumkan dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan (75%). Perbandingan antar triwulan realisasi IKU tersebut untuk tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.38 Perbandingan antar triwulan realisasi IKU tahun 2015 s.d REALISASI Q1 Q2 Smt.1 Q3 sd. Q3 Q4 Y ,30% 76,37% 75,84% 82,61% 77,99% 94,28% 82,07% ,60% 85,14% 81,87% 80,22% 81,32% 92,58% 84,14% ,65% 85,37% 86,01% 83,81% 85,28% 92,72% 87,14% Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa realisasi tahunan IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 terus meningkat. Realisasi IKU tersebut tahun 2017 meningkat 3% dibandingkan tahun 2016, sementara realisasi IKU tahun 2016 meningkat 2,07% dibandingkan relisasi tahun Meskipun target IKU tercapai, terdapat beberapa hal dianggap membuat capaian IKU tersebut kurang optimal dan menjadi tantangan di antaranya: 1. Pola penyerapan anggaran yang kurang proporsional dan cenderung menumpuk di akhir tahun; 2. Kurang baiknya perencanaan anggaran dan kegiatan yang tercermin dari banyaknya jumlah revisi yang dilakukan K/L; dan 3. Kepatuhan/ketertiban/disiplin satker yang masih rendah dalam memenuhi ketentuan pelaksanaan anggaran, khususnya terkait percepatan penyelesaian tagihan jatuh tempo. Dengan demikian, dapat diidentifikasi sebagai akar permasalahan dalam optimalisasi pencapaian kinerja pelaksanaan anggaran antara lain: 1. Kebijakan terkait langkah-langkah pengendalian belanja Tahun Anggaran 2017; 2. Kepatuhan/ketertiban/disiplin satker yang masih rendah dalam memenuhi ketentuan pelaksanaan anggaran, khususnya terkait percepatan penyelesaian tagihan jatuh tempo dan UP; dan 3. Inkonsistensi K/L dalam melaksanakan perencanaan. Tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pencapaian IKU tersebut, yaitu: 1. Telah menerbitkan dan menyampaikan surat langkah-langkah strategis peningkatan kualitas kinerja pelaksanaan anggaran Tahun 2017 kepada K/L, Kanwil, dan KPPN terdiri dari: (i) S-153/MK/2017 tanggal 27 Februari 2017 Hal Langkahlangkah Strategis Pelaksanaan Anggaran Kementerian negara/lembaga TA.2017; (ii) S-2570/PB/2017 tanggal 9 Maret 2017 tentang Petunjuk Teknis Langkahlangkah Strategis Pelaksanaan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga TA Telah dilaksanakan Rakornas Pelaksanaan Anggaran dengan K/L pada tanggal 28 Februari 2017 di Jakarta. 3. Telah dilaksanakan 4 kali kegiatan EPA masing-masing pada tanggal 9 s.d 20 Februari 2017, tanggal 10 s.d 25 April 2017, tanggal 12 s.d 21 Juli tanggal 27 September s/d 5 Oktober 2017 di Jakarta. 4. Telah dilakukan penyempurnaan tools monev pelaksanaan anggaran melalui aplikasi MEBE, serta penyusunan Budget Execution in Brief (BeiB) secara mingguan untuk memonitor perkembangan realisasi anggaran secara rutin. akuntabilitas kinerja 97

112 5. Monitoring proyeksi dan realisasi belanja secara berkala dalam kegiatan Weekly Meeting, dan Morning Call untuk menjaga penyerapan tetap terkendali hingga akhir tahun. Rekomendasi rencana aksi terkait pencapaian IKU tersebut pada tahun 2018 antara lain: 1. Melaksanakan EPA K/L untuk memastikan langkah2 strategis berjalan dengan optimal; 2. Melaksanakan Spending Review untuk evaluasi dalam rangka perbaikan kebijakan dan alokasi anggaran tahun 2018; 3. Menggiatkan dialog kinerja saat dengan satker agar K/L fokus dalam merealisasikan belanja prioritas secara tepat dan menghemat belanja yang tidak bersifat prioritas; dan 4. Monitoring proyeksi dan realisasi belanja melalui tools BEiB untuk menjaga penyerapan tetap terkendali hingga akhir tahun. 5c. Indeks pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah Indeks Williamson (IW) yang paling optimal diperoleh dengan mengevaluasi bobot Alokasi Dasar dan/atau variabel Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal. Indeks ini diperoleh dari hasil rata-rata tertimbang IW provinsi dan kabupaten/ kota seluruh Indonesia dimana penentuan atas simulasi pembobotan variabel perhitungan disepakati bersama dengan DPR. Rumusan Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Antar Daerah adalah sebagai berikut: IW = (y y) 2 x p p n 1 2 Dimana : IW = Indeks Williamson Yi = Pendapatan daerah dalam APBD perkapita di daerah i Y = Pendapatan daerah dalam APBD perkapita rata-rata seluruh daerah secara nasional Pi = Jumlah penduduk daerah i Pn = Jumlah penduduk nasional Besarnya Indeks Williamson (IW) adalah 0 < IW < 1 IW = 0, berarti pemerataan kemampuan keuangan antardaerah sangat merata IW = 1, berarti pemerataan kemampuan keuangan antardaerah sangat tidak merata (kesenjangan sempurna) IW~0, berarti pemerataan kemampuan keuangan antardaerah semakin mendekati merata IW~1, berarti pemerataan kemampuan keuangan antardaerah semakin mendekati tidak merata. y Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Daerah merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang bertujuan untuk menentukan tingkat ketimpangan antar daerah dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan ketimpangan fiskal antar daerah. Dalam hal ini, alat yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan antar daerah dalam perhitungan DAU tersebut adalah Indeks Williamson. Target IKU tahun 2017 adalah indeks 0,72. Target ini lebih kecil dari tahun 2016, yaitu indeks 0,725. Polarisasi data ditetapkan menggunakan minimize, dimana semakin kecil nilai Indeks Williamson atau mendekati 0 (nol) menunjukkan semakin kecilnya tingkat ketimpangan antar daerah yang berarti tingkat pemerataan kemampuan keuangan daerah semakin baik. Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Antar Daerah dilaporkan pada triwulan IV tahun 2017 dengan jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir). Tabel 3.39 Realisasi IKU indeks pemerataan kemampuan keuangan antar daerah tahun 2017 APBNP 2017 FORMULA PENYESUAIAN DAU 2018 RP ,31 M RP ,58 M RP ,58 M PROV KAB/KOTA PROV KAB/KOTA PROV KAB/KOTA Proporsi 14.05% 85.95% 14.10% 85.90% 14.10% 85.90% Bobot AD.CF Aloksi Dasar 40.00% 45.00% 55.00% 47.50% 55.00% 47.50% Celah Fiskal 60.00% 55.00% 45.00% 52.50% 45.00% 52.50% VARIABEL KEBUTUHAN FISKAL INDEKS IKK 27.00% 28.00% 20.00% 24.00% 20.00% 24.00% 98

113 Tabel 3.39 Realisasi IKU indeks pemerataan kemampuan keuangan antar daerah tahun 2017 APBNP 2017 FORMULA PENYESUAIAN DAU 2018 RP ,31 M RP ,58 M RP ,58 M PROV KAB/KOTA PROV KAB/KOTA PROV KAB/KOTA INDEKS WILAYAH 15.00% 13.00% 15.00% 13.00% 15.00% 13.00% Perlakukan Luas Laut 45.00% 50.00% % % % % INDEKS PENDUDUK 30.00% 30.00% 31.00% 31.00% 31.00% 31.00% INDEKS IPM 17.00% 17.00% 22.00% 20.00% 22.00% 20.00% INDEKS PDRB/cap 11.00% 12.00% 12.00% 12.00% 12.00% 12.00% % % % % % % Data PDRB/Cap Murni Murni Murni Murni Murni Murni VARIABEL KAPASITAS FISKAL PAD 70.00% 60.00% 60.00% 60.00% 60.00% 60.00% DBH PAJAK 75.00% 60.00% % % % % DBH SDA 85.00% 80.00% % % % % IW (PROPORSI) Dimana : IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi IPM = Indeks Pembangunan Manusia Realisasi IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Antar Daerah tahun 2017 adalah 0,597 sehingga nilai capaiannya adalah 117,08. Realisasi IKU berhasil tercapai melebihi target dikarenakan telah dilaksanakan beberapa tindakan dalam rangka meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan daerah, antara lain: 1. Kebijakan perbaikan bobot dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sebagai berikut: a) Porsi DAU untuk provinsi sebesar 14,1% dari pagu DAU nasional dan kabupaten/ kota sebesar 85,9% dari pagu DAU nasional. b) Bobot Alokasi Dasar (AD) terhadap porsi DAU provinsi sebesar 55% dan DAU kabupaten/kota sebesar 47,5%, dan AD tidak dimaksudkan untuk menutup seluruh kebutuhan belanja gaji PNSD. Sehingga bobot Celah Fiskal (CF) terhadap porsi DAU provinsi sebesar 45% dan DAU kabupaten/kota sebesar 52,5%. c) Bobot masing-masing variabel Kebutuhan Fiskal adalah sebagai berikut : Tabel 3.40 Bobot variabel kebutuhan fiskal VARIABEL PROVINSI KAB/KOTA - Indeks IKK - Indeks Luas Wilayah (Luas Laut) - Indeks Jumlah Penduduk - Indeks Invers IPM - Indeks PDRB/kapita 20% 15% 100% 31% 22% 12% 24% 13% 100% 31% 20% 12% d) Bobot masing-masing variabel Kapasitas Fiskal adalah sebagai berikut : Tabel 3.41 Bobot variabel kapasitas fiskal VARIABEL PROVINSI KAB/KOTA - PAD - DBH Pajak - DBH SDA 60% 100% 100% 60% 100% 100% 2. Alokasi DAU per daerah dihitung berdasarkan formula sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah yaitu Alokasi Dasar (AD) dan Celah Fiskal (CF). Dalam rangka memperbaiki pemerataan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah yang ditunjukkan dengan Indeks Williamson yang semakin baik, dilakukan penyesuaian alokasi DAU per daerah: a) Penyesuaian ke bawah secara proporsional untuk daerah-daerah yang mengalami kenaikan alokasi DAU dengan tetap mempertahankan afirmasi kepada daerah kepulauan; dan b) Penyesuaian ke atas untuk daerah-daerah yang mengalami penurunan alokasi DAU, sehingga tidak ada daerah yang mengalami penurunan DAU 2018 dibandingkan dengan Alokasi DAU pada APBN-P TA Selama 6 (enam) tahun berturut-turut, realisasi Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Antar Daerah selalu tercapai, akuntabilitas kinerja 99

114 bahkan melebihi target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2016, realisasi IKU berhasil mencapai 0,706 dari target sebesar 0,725. Tahun 2015, realisasi IKU adalah 0,725 dari target 0,74. Tahun 2014, realisasinya adalah sebesar 0,73 dari target sebesar 0,76. Tahun 2013, realisasi IKU berhasil mencapai 0,75 dari target 0,76. Sedangkan, tahun 2012 adalah 0,74 dari target sebesar 0,8. Gambar 3.9 Target dan realisasi IW tahun Tahun dan Realisasi IW Tahun ,85 0,8 0,8 0,75 0,76 0,76 0,74 0,725 0,72 0,7 0,74 0,75 0,73 0,725 0,65 0,706 0,6 0,55 0,597 0, Target Realisasi Sementara itu, target IKU Indeks Pemerataan Keuangan Antar Daerah dalam dokumen Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun ditetapkan sebagai berikut: Tabel 3.42 Target IKU IW pada renstra ,74 0,74 0,73 0,73 0,72 Dengan realisasi IKU tahun 2017 adalah sebesar 0,597, menunjukkan bahwa nilai tersebut berhasil mencapai target yang tercantum pada Renstra Kementerian Keuangan, dengan kata lain pada tahun 2017 Kementerian Keuangan kembali berhasil menjaga capaian target IKU Indeks Pemerataan Keuangan Antar Daerah jangka menengah. Berdasarkan realisasi capaian IKU yang jauh mencapai target yang telah ditetapkan, maka pada tahun 2018 target IKU yang ditetapkan adalah 0,58. Target ini lebih tinggi dari pada target yang tercantum pada Renstra Kementerian Keuangan, yaitu sebesar 0,73. Angka Indeks Pemerataan Keuangan Daerah yang semakin kecil menunjukkan semakin kecilnya ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah di Indonesia. Hal ini tentu saja menunjukkan kondisi pemerataan kemampuan keuangan daerah yang lebih baik. Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU adalah adanya perubahan postur alokasi DAU dalam APBN-P. Sesuai ketentuan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2017, dalam hal terjadi perubahan PDN Neto yang mengakibatkan penurunan pagu DAU Nasional dan alokasi DAU per daerah, perlu perlakuan (perhatian) khusus terhadap daerah-daerah yang mempunyai kapasitas dan ruang fiskal yang sangat terbatas agar pagu alokasi daerah yang bersangkutan tetap, sehingga mampu membiayai belanja pegawai dan kebutuhan operasionalnya (tidak mengalami penurunan). Dalam postur APBN-P, DAU menjadi Rp ,31 miliar atau turun sebesar Rp12.256,95 miliar (2,98%) dari alokasi APBN TA 2017 sebesar Rp ,27 miliar, dengan rincian: 1. Tidak dianggarkannya kembali cadangan kurang bayar DAU TA 2016 sebesar Rp9.709,49 miliar, karena kurang bayar DAU 2016 semuanya telah dibayarkan pada tahun Penyesuaian Pagu DAU Murni sebagai dampak penurunan PDN neto sebesar Rp5.547,47 miliar dari Rp ,40 menjadi Rp ,94 miliar. 3. Tambahan beban pengalihan kewenangan dari kab/kota ke provinsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dari Rp15,468,93 miliar menjadi Rp18.468,93 miliar atau naik Rp3.000,00 miliar. Dalam rangka memperbaiki pemerataan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah kabupaten/kota (yang ditunjukkan dengan Indeks Williamson yang semakin baik), dilakukan 100

115 penyesuaian alokasi DAU kabupaten/kota dengan pokok-pokok kebijakan sebagai berikut: 1. Penyesuaian DAU kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas dan ruang fiskal yang sangat terbatas: a. Daerah dengan kapasitas fiskal sangat terbatas yaitu daerah yang mengalami penurunan DBH yang sangat besar (lebih dari Rp1.000,00 miliar); dan b. Daerah dengan ruang fiskal yang sangat terbatas yaitu daerah yang mempunyai ruang fiskal kurang dari 15% (lima belas persen) terhadap pendapatan yang penggunaannya bersifat umum, disepakati alokasi DAU kabupaten/ kota dalam APBN-P 2017 sama dengan pagu yang ditetapkan dalam APBN 2017 (induk) bagi daerah yang bersangkutan atau tetap tidak mengalami perubahan. 2. Penyesuaian DAU kabupaten/kota lainnya ditetapkan dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: a. Pembatasan rentang penurunan (capping) DAU sebagai berikut: Daerah yang terkoreksi di atas minus 1% ditetapkan penurunan 1%; Daerah yang turun antara 1% sampai dengan 2% ditetapkan penurunan sesuai persentase penurunan bagi daerah yang bersangkutan; dan Daerah yang turun di atas 2% ditetapkan penurunan 2%. b. Mengalokasikan sisa/kelebihan DAU pasca penyesuaian secara proporsional kepada seluruh kabupaten/kota kecuali kabupaten/kota yang alokasi DAU-nya tetap, sehingga hasil akhir pembatasan penurunan DAU kabupaten/kota menjadi berkisar antara 0,8% sampai dengan 1,8% dibandingkan pagu DAU dalam APBN Pada tahun 2018, target IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Antar Daerah naik menjadi 0,58. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat beberapa rencana aksi yang akan dilakukan DJPK untuk meningkatkan pencapaian IKU pada tahun 2018 adalah : 1. Menyempurnakan formulasi DAU dengan mengevaluasi bobot Alokasi Dasar (gaji PNSD) dan Celah Fiskal, dengan memperhitungkan beban pengalihan urusan antar tingkat pemerintahan, sehingga formulasi DAU semakin fokus pada tujuan pemerataan kemampuan fiskal antar daerah untuk penyelenggaraan pembangunan daerah; 2. Menyusun perencanaan dan pengalokasian DAU dengan kementerian teknis, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Badan Pusat Statistik, Kementerian PAN-RB, Badan Informasi dan Geospasial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait penjelasan data untuk penghitungan alokasi DAU. Sasaran Strategis 6: Pengelolaan kas pemerintah pusat, kekayaan negara, dan pembiayaan yang optimal Neraca Pemerintah Pusat menginformasikan Aset, Kewajiban dan Ekuitas Pemerintah. Kementerian Keuangan berfungsi mengelola komponen dalam neraca tersebut secara optimal yang meliputi pengelolaan penerimaan negara, pengeluaran negara, kekayaan negara dan pembiayaan negara. Menkeu berfungsi sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) yang berwenang untuk melaksanakan fungsi pengelolaan Rekening Kas Negara. Pengelolaan kas dikatakan optimal apabila dapat mewujudkan APBN yang efektif dan efisien. Upaya untuk mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal dilakukan melalui tertib hukum, tertib fisik, dan tertib administrasi. Pembiayaan APBN dikatakan optimal apabila dapat disediakan dalam jumlah yang cukup ketika diperlukan dan dengan biaya yang efisien serta tingkat risiko terkendali. Pembiayaan meliputi pembiayaan defisit (deficit financing), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (debt refinancing). akuntabilitas kinerja 101

116 Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 3 (tiga) IKU yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.43 berikut. Tabel 3.43 Capaian IKU pada SS pengelolaan kas pemerintah pusat, kekayaan negara, dan pembiayaan yang optimal SS 6. Pengelolaan kas pemerintah pusat, kekayaan negara, dan pembiayaan yang optimal INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 6a Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat 5% 4,09% 118,20 6b Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 70% 81,63% 116,61 6c Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan 100% 100% 120,00 6a. Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat IKU Devasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat merupakan salah satu IKU Kemenkeu-Wide Kementerian Keuangan tahun 2017 yang bertujuan untuk mendukung perencanaan kas pemerintah pusat agar lebih akurat. IKU tersebut merupakan refinement dari IKU Akurasi Perencanaan Kasi Permintah Pusat yang diterapkan pada tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, berupa rewording dan perhitungan dengan mengukur akurasi dari rencana penerimaan kas dan rencana pengeluaran kas, sedangkan pada tahun 2016 dan 2017 diukur dari sisi deviasi dari perencanaan tersebut. Dengan demikian, secara substansi yang diukur, IKU tersebut masih tetap dengan tahuntahun sebelumnya. Pada tahun 2016, IKU tersebut diusulkan untuk menjadi IKU Kemenkeu-Wide dan di-cascade ke seluruh unit eselon I terkait (Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Anggaran, Ditjen Perimbangan Keuangan, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Ditjen Kekayaan Negara, dan Ditjen Perbendaharaan sebagai koordinatornya). Hal tersebut bertujuan agar tingkat akurasi perencanaan kas lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya karena perencanaan kas yang akurat akan membantu pengelolaan likuiditas yang lebih baik dalam hal penyediaan kas untuk menyelesaikan kewajiban pemerintah. Deviasi proyeksi perencanaan kas adalah perbedaan antara perkiraan/proyeksi dengan realisasi yang merupakan gabungan dari penerimaan dan pengeluaran. Data proyeksi yang dimaksud bukan merupakan data yang terdapat pada target APBN-P, tetapi merupakan proyeksi riil terhadap pendapatan/belanja/pembiayaan yang dapat dieksekusi. Data proyeksi yang disusun pada awal tahun oleh Tim Cash Planning Information Network (CPIN) merupakan proyeksi satu tahun yang dirinci dalam bulanan. Jika terdapat perbaikan, dapat dilakukan pada rapat CPIN pertama (minggu pertama bulan berjalan) dan rapat kedua (minggu ketiga bulan berjalan). Proyeksi sesuai hasil perbaikan terakhir dijadikan acuan perhitungan capaian IKU. Dalam kondisi tertentu (misalnya pada akhir tahun) tidak dilaksanakan rapat CPIN, maka data proyeksi menggunakan hasil rapat komite Asset Liability Management (ALM) terakhir pada bulan tersebut. Rencana penerimaan kas adalah rencana penerimaan kas (cash inflows) yang berasal dari pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Realisasi penerimaan kas adalah realisasi penerimaan kas (cash inflows) yang berasal dari pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Perencanaan penerimaan kas dinyatakan akurat apabila standard deviasi antara realisasi penerimaan kas dan rencana penerimaan kas 102

117 dalam suatu waktu tertentu kurang dari sama dengan ( ) 5%. Rencana pengeluaran kas adalah rencana pengeluaran kas (cash outflows) yang berasal dari belanja negara dan pembiayaan. Realiasi pengeluaran kas adalah realisasi pengeluaran kas (cash outflows) yang berasal dari belanja negara dan pembiayaan. Perencanaan pengeluaran kas dinyatakan akurat apabila perbedaan antara realisasi pengeluaran kas dan rencana pengeluaran kas dalam suatu waktu tertentu kurang dari sama dengan ( ) 5%. Menengah Nasional (RPJMN) , pada ketiganya ditargetkan 95% untuk tahun Perlu diketahui bahwa deviasi dapat ditentukan dari nilai akurasi tersebut, dalam hal ini deviasi perencanaan kas adalah 5%, yaitu 100% (atau 1) dikurangi 95%. Perhitungan IKU tersebut menggunakan polarisasi data minimize (semakin rendah realisasi terhadap target, semakin baik capaian kinerjanya), jenis konsolidasi periode menggunakan average (realisasi yang digunakan adalah angka ratarata dari seluruh periode bersangkutan dalam setahun), dan trajectory IKU triwulanan. Target IKU tersebut sebagaimana ditetapkan pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2017 adalah sebesar 5%. Target tersebut sama dengan target tahun Target tahun 2015 IKU Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat (IKU sebelum refinement) adalah 95%. Demikian halnya dengan target pada Renstra Kementerian Keuangan tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Realisasi IKU Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat tahun 2017 diperoleh dengan merata-rata deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat triwulanan selama tahun Deviasi penerimaan kas bulanan dan triwulanan, deviasi pengeluaran kas bulanan dan triwulanan, dan deviasi perencanaan kas triwulanan diformulasikan sebagai berikut: Deviasi penerimaan bulanan: Proyeksi Penerimaan Kas - Realisasi Penerimaan Kas Deviasi Bulan (m) = x 100% Proyeksi Penerimaan Kas Deviasi penerimaan triwulanan: Deviasi Deviasi Bulan (m) + Deviasi Bulan (m+1) + Deviasi Bulan (m+2) Penerimaan Kas = 3 Deviasi pengeluaran bulanan: Proyeksi Pengeluaran Kas - Realisasi Pengeluaran Kas Deviasi Bulan (m) = x 100% Proyeksi Pengeluaran Kas Deviasi penerimaan triwulanan: Deviasi Deviasi Bulan (m) + Deviasi Bulan (m+1) + Deviasi Bulan (m+2) Pengeluaran Kas = 3 Deviasi perencanaan kas triwulanan: Deviasi Proyeksi Penerimaan Kas + Deviasi Proyeksi Deviasi Pengeluaran Kas Perencanaan Kas = x 100% 2 akuntabilitas kinerja 103

118 Realisasi deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat pada tahun 2017 adalah sebesar 4,32% untuk triwulan I, 4,44% untuk triwulan II, 3,85% untuk triwulan III, dan 3,67% untuk triwulan IV. Dari data realisasi IKU triwulanan tersebut dapat diperoleh nilai realisasi IKU tahunan sebesar 4,09% sehingga mengindikasikan capaian yang lebih baik dari target tahunan IKU (5%) dan juga dari trajectory triwulanan yang telah ditentukan. Nilai realisasi tersebut diperoleh dari perhitungan yang dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.44 Realisasi deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat tahun 2017 BULAN 1 PENERIMAAN Rp (miliar) PERKIRAAAN REALISASI , ,87 % DEVIASI 0,82 PENGELUARAN Rp (miliar) PERKIRAAAN REALISASI , ,17 % DEVIASI 3,72 % DEVIASI RENKAS 2, , ,07 7, , ,23 1,87 4, , ,29 10, , ,80 1,71 6,25 TRIWULAN I 4, , ,27 0, , ,97 4,80 2, , ,05 2, , ,34 10,89 6, , ,43 3, , ,80 3,84 3,83 TRIWULAN II 4,44 SEMESTER I 4, , , , , , ,16 5,83 2,97 0, , , ,30 TRIWULAN III , , ,30 3,89 6,05 3,79 4,86 4,51 2,19 3,85 s.d. TRIWULAN III 4, , , , , , ,83 10,18 6,25 2, , , ,,96 TRIWULAN IV SEMESTER II TAHUN , , ,18 3,14 0,29 0,02 6,66 3,27 1,24 3,72 3,78 4,09 Dengan demikian, capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat Tahun 2017 dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.45 Capaian IKU deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat tahun 2017 T/R Q1 Q2 Smt.1 Q3 sd. Q3 Q4 Y-17 IKU: Persentase akurasi perencanaan kas berdasarkan CPIN RPJMN (Th. 2017) Renstra Kemenkeu (Th.2017) 95% (deviasi=5%) 95% (deviasi=5%) IKU: Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat Target KK % 5% 5% 5% 5% 5% 5% Realisasi 4,32% 4,44% 4,38% 3,85% 4,20% 3,72% 4,09% Capaian 113,60 111,20 112, ,97 125,60 118,20 Sebagaimana ditunjukkan di atas, pada tahun 2017 realisasi IKU tersebut telah memenuhi targetnya pada Kontrak Kinerja Tahun Selain itu, setelah nilai deviasi ditentukan untuk target IKU pada RPJMN Tahun dan Renstra Kemenkeu Tahun dapat diketahui bahwa realisasi IKU tersebut tahun 2017 juga telah memenuhi target tahun 2017 IKU tersebut pada Renstra RPJMN Tahun dan Renstra Kemenkeu Tahun

119 Perbandingan capaian IKU tersebut tahun 2017 dengan capaian tahun 2016, 2015, dan 2014 dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.46 Perkembangan capaian IKU tahun 2014 s.d 2017 TARGET/REALISASI KETERANGAN Target Realisasi Deviasi 5% 4,09% 5% 3,84% 95% 95,36% 4,64% 95% 95,91% 4,09% Untuk dapat dibandingkan perlu diketahui nilai Deviasi (1-akurasi) Sebagaimana ditunjukkan di atas, realisasi IKU tersebut dari tahun 2014 s.d 2017 selalu memenuhi targetnya. Realisasi IKU tahun 2015 dan 2014 adalah berupa akurasi, sedangkan pada tahun 2016 dan 2017 berupa deviasi. Untuk dapat dibandingkan dan diketahui perkembangannya, nilai deviasi tahun 2015 dan 2014 harus dicari. Hasil perhitungan deviasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel tersebut adalah 4,64% untuk tahun 2015 dan 4,09%. Ini berarti capaian menurun dari tahun 2014 ke tahun 2015, meningkat dari tahun 2015 ke tahun 2016, dan menurun dari tahun 2016 ke tahun Deviasi perencanaan kas Pemerintah Pusat Triwulan IV sampai dengan run data I-Account tanggal 30 Januari 2018 berada pada nilai 3,72%. Angka tersebut diperoleh dari rata-rata deviasi perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas bulan Oktober s.d. Desember 2017 berturutturut sebesar 6,66%, 3,27% dan 1,24%. Deviasi perencanaan kas Pemerintah Pusat masih dimungkinkan untuk berubah karena data realisasi masih dapat berubah sampai dengan penyelesaian seluruh pertanggungjawaban belanja TA 2017 (Data realisasi APBN TA 2017 masih berjalan sampai dengan penyelesaian seluruh pertanggungjawaban belanja TA 2017). Secara umum. tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan selama tahun 2017 yang menyebabkan keberhasilan pencapaian IKU tersebut. yaitu: 1. Pada masing-masing eselon I terkait. 2. Komunikasi intensif dengan anggota CPIN dan ALM level teknis melalui telepon, dan pesan elektronik. 3. Rapat rutin bulanan anggota CPIN. 4. Berkoordinasi dengan Satker BUN yang bukan anggota CPIN melalui dan telepon. 5. Menyampaikan perencanaan secara realistis untuk 3 bulan kedepan. 6. Menyampaikan surat teguran kepada unit Eselon 1 terkait. Rekomendasi rencana aksi yang dilakukan pada tahun 2018 dalam pencapaian IKU, yaitu: 1. Tetap menjaga komunikasi intensif antar anggota CPIN; 2. Pelatihan berkesinambungan kepada operator perencanaan kas. 6b. Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap Utilisasi pada umumnya mengacu pada proses pendayagunaan sumber daya. Aset sebagai salah satu sumber daya yang harus benar-benar diutilisasi dengan optimal. Proses utilisasi aset harus dilakukan berdasarkan hasil analisis highest and best use principle. Berdasarkan prinsip ini, aset dapat optimal apabila seluruh kapasitas yang dimiliki difungsikan secara optimal sehingga mampu memenuhi asas legal (legally permissible), kelayakan fisik (physically possible), kelayakan finansial (financially feasible), dan produktivitas maksimal (maximally productive). Untuk memastikan utilisasi atas aset negara berjalan dengan optimal, maka ditetapkanlah Indikator Kinerja Utama (IKU) Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap. Objek utilisasi pada indikator ini meliputi aset-aset tetap yang dimiliki oleh negara. Berdasarkan data pada LKPP, aset tetap selalu memiliki porsi terbesar dengan nilai akuntabilitas kinerja 105

120 pertumbuhan yang meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Berikut ini adalah data pertumbuhan aset tetap pada LKPP tahun 2004 Semester I 2017 (dalam triliun rupiah). Gambar 3.10 Data pertumbuhan aset tetap pada LKPP tahun 2004 Semester I 2017 (dalam triliun rupiah) 1.921, , , , , , , ,68 673,34 979,00 229,07 314,17 344,61 443, S Oleh karena itu, penggunaan indikator ini berfungsi untuk memastikan aset negara, terutama aset tetap, benar-benar diberdayakan dengan optimal, sehingga berdampak pada adanya nilai tambah (value added) serta menghilangkan opportunity loss atas aset tersebut. Nilai tambah yang diharapkan dari utilisasi atas aset negara adalah sebagai berikut: 1. Utilisasi Aset Mencerminkan Efektivitas Belanja Pemerintah Aset yang diperoleh dari belanja ABPN-P harus benar-benar digunakan sesuai dengan perencanaan awal sehingga belanja pemerintah menjadi efektif. 2. Utilisasi Aset Mengurangi Opportunity Loss atas Aset Idle Dalam kondisi-kondisi tertentu, terutama akibat perencanaan yang tidak matang, aset yang diperoleh tidak selalu digunakan sesuai dengan perencanaan awal. Selain itu, negara juga memiliki kewenangan dalam menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan aset. Melalui kebijakan tersebut, maka aset-aset dalam kondisi idle atau di bawah kapasitas penggunaan dapat dioptimalkan, baik melalui pemanfaatan kepada sektor privat sehingga menambah penerimaan negara maupun digunakan untuk kepentingan publik. Ruang lingkup utilisasi yang diukur pada indikator ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.47 Ruang lingkup utilisasi Aset NO JENIS UTILISASI RINCIAN UTILISASI OBJEK PENGUKURAN 1. Pemanfaatan a. Sewa 2. Penetapan Status Penggunaan b. Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) c. Bangun Guna Serah (BGS) d. Bangun Serah Guna (BSG) e. Pinjam Pakai f. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) a. penetapan status penggunaan dari perolehan APBN atau perolehan lainnya yang sah b. penetapan status penggunaannya karena hibah masuk c. penetapan aset untuk penyertaan modal pemerintah, d. penetapan aset sebagai underlying asset penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) a. nilai aset yang disewakan b. nilai aset yang di-ksp-kan c. nilai aset yang di-bgs-kan d. nilai aset yang di-bgs-kan e. nilai aset yang dipinjampakaikan f. nilai aset yang di-kspi-kan a. nilai aset yang ditetapkan status penggunaannya, b. nilai aset yang ditetapkan status pengggunaannya karena hibah masuk, c. nilai aset yang dikonversi sebagai penyertaan modal d. nilai transaksi SBSN yang diterbitkan 3. Hibah hibah atas aset untuk kepentingan sosial, nilai aset yang dihibahkan 106

121 Tabel 3.47 Ruang lingkup utilisasi Aset NO JENIS UTILISASI RINCIAN UTILISASI OBJEK PENGUKURAN 3. Hibah hibah atas aset untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintah daerah nilai aset yang dihibahkan 4. Tukar Menukar tukar-menukar aset nilai aset baru hasil tukar menukar 5. Penetapan Bantuan Pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) Penetapan BPYBDS pada BUMN/badan usaha lainnya. nilai BPYBDS yang ditetapkan Target IKU tahun 2017 ditetapkan sebesar 70%. Hal ini berarti 70% dari total aset tetap yang dimiliki negara harus sudah memiliki status utilisasi. Total aset tetap didasarkan pada nilai aset tetap pada Laporan Barang Milik Negara, yang meliputi: tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi, dan jaringan; aset tetap lainnya; dan konstruksi dalam pengerjaan. Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap merupakan perbandingan antara akumulasi nilai aset yang telah diutilisasi dibandingkan dengan jumlah aset tetap dalam LBMN. Target sebesar 70% didasarkan pada tren realisasi dan target yang telah ditetapkan pada dokumen perencanaan strategis (renstra) tahun Berikut ini adalah perbandingan antara target dan realisasi tahun 2016, target dan realisasi tahun 2017, serta target pada renstra. Tabel 3.48 Perbandingan antara target dan realisasi KK, Renstra Tahun 2016 dan TARGET RENSTRA TARGET KONTRAK KINERJA REALISASI TARGET RENSTRA TARGET KONTRAK KINERJA REALISASI 40% 45% 62,40% 40% 44% 70% Formula pengukuran kinerja tahun 2017 ditetapkan sama dengan tahun 2016, dengan rincian sebagai berikut: Periode Pengukuran Formula nilai aset yang telah diutilisasi s.d.periode triwulan I tahun berjalan Triwulan I x 100% nilai aset tetap sesuai LBMN tahun 2016 unaudited nilai aset yang telah diutilisasi s.d.periode triwulan II tahun berjalan Triwulan II x 100% nilai aset tetap sesuai LBMN tahun 2016 audited nilai aset yang telah diutilisasi s.d.periode triwulan III tahun berjalan Triwulan III x 100% nilai aset tetap sesuai LBMN semester I tahun 2017 unaudited nilai aset yang telah diutilisasi s.d.periode triwulan IV tahun berjalan Triwulan IV x 100% nilai aset tetap sesuai LBMN semester I tahun 2017 unaudited Polarisasi data ditetapkan menggunakan maximize, dimana semakin tinggi nilai rasio aset yang diutilisasi, maka capaian akan semakin tinggi. Indikator ini diukur dan dilaporkan secara triwulanan dengan jenis konsolidasi periode take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka pada periode pengukuran terakhir). Realisasi tahun 2017 adalah sebesar 81,63% yang berarti sampai dengan tahun 2017, sebesar 81,63% (Rp1.568,68 triliun) dari total aset telah ditetapkan status utilisasinya. Berikut ini adalah grafik pertumbuhan utilisasi aset dari tahun (dalam triliun rupiah). akuntabilitas kinerja 107

122 Gambar 3.11 Pertumbuhan utilisasi aset dari tahun (dalam triliun rupiah) 1.568, , ,71 835,65 52,69 3,34 374,16 258,44 313,29 155,13 208,29 105,73 443,80 714,98 537,36 592, Target Realisasi Sumbangsih realisasi utilisasi aset pada tahun 2017 cukup besar, yaitu senilai Rp409, 97 triliun. Nilai ini sebagian besar bersumber dari penetapan status penggunaan aset yang berasal dari perolehan APBN dan penetapan aset sebagai underlying asset penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Berikut ini adalah daftar Top 10 Nilai Persetujuan Utilisasi Terbesar pada tahun Tabel 3.49 Daftar top 10 nilai persetujuan utilisasi terbesar pada tahun 2017 NO 1 SURAT PERSETUJUAN/ PENYAMPAIAN KMK-653/KM.6/2017 JENIS UTILISASI Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian Pertahanan RI NILAI (RP TRILIUN) 129,00 2 S-1349/KN/2017 dan S-1843/KN/2017 Penetapan Barang Milik Negara untuk Underlying Asset Penerbitan SBSN Tahun ,00 3 KMK-690/KM.6/2017 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 5,11 4 KMK-623/KM.6/2017 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 4,84 5 KMK-636/KM.6/2017 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia 4,41 6 KMK-688/KM.6/2017 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian Pertahanan 3,78 7 KMK-42/KM.6/2017 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada Lembaga Sandi Negara 2,99 8 KMK-13/KM.6/2017 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2,97 9 KMK-148/KM.6/2017 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian Pertahanan 2,54 10 KMK-695/KM.6/2017 Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian Pertahanan 1,77 Capaian ini dihasilkan dari beberapa tindakan, baik berupa perumusan maupun pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan, seperti: 1. Penerbitan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 229/KM.6/2016 tentang Pelimpahan Sebagian Wewenang Menteri Keuangan yang telah dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara kepada Pejabat di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk dan atas nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan/ atau Keputusan Menteri Keuangan, yang mampu merelaksasi (debottlenecking) proses pemberian persetujuan utilisasi pada kantor pusat, kantor wilayah, KPKNL, dan satuan kerja Kementerian/Lembaga sehingga menjadi lebih cepat dan efisien. 2. Implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.06/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor

123 /PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara, yang mampu mendorong peningkatan kepatuhan dan kesadaran Kementerian/Lembaga dalam menertibkan penatausahaan dan pengelolaan aset pada lingkup masing-masing Kementerian/ Lembaga. 3. Koordinasi intensif dengan Kementerian/ Lembaga yang memiliki nilai aset besar, seperti Kementerian PUPR, Kementerian Pertahanan, TNI, Kepolisian, Kementerian Perhubungan, dan lainnya untuk mengakselerasi utilisasi aset pada kementerian tersebut. 4. Pelaksanaan Program Penilaian Kembali Barang Milik Negara (BMN) pada seluruh Kementerian/Lembaga, dimana dalam program tersebut memeriksa kembali bagaimana kualitas utilisasi aset pada masingmasing satuan kerja Kementerian/Lembaga. 5. Koordinasi intensif dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko terkait dengan penyiapan dan penyampaian Daftar Nominasi Aset sebagai underlying asset penerbiatan SBSN. Utilisasi aset negara merupakan salah satu proses penting dalam standar pengelolaan aset yang profesional dan akuntabel. Jika ditilik dari sejarah, pengelolaan aset negara seringkali menjadi momok bagi pemerintah, ketika Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hingga tahun 2008, LKPP selalu mendapat opini disclaimer, dimana salah satu penyebabnya adalah terkait dengan pengelolaan aset negara. Namun, melalui reformasi keuangan negara, salah satunya di bidang pengelolaan aset, opini tersebut mulai menunjukkan peningkatan, hingga pemerintah mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk pertama kali pada tahun 2009, dan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun Opini WTP tersebut tentu tidak akan diperoleh ketika ada aset negara yang tidak dicatat dan dikelola dengan baik. Pada tahun 2017, banyak tantangan yang harus dihadapi untuk memaksimalkan pencapaian kinerja utilisasi, terutama berkaitan dengan beberapa hal seperti: 1. kepatuhan penyampaian laporan pengawasan dan pengendalian pengelolaan BMN oleh satuan kerja Kementerian/ Lembaga masih belum optimal (6.856 satuan kerja tidak menyampaikan dan 416 satuan kerja terlambat menyampaikan, dari total jumlah satuan kerja); 2. nilai kewenangan pemberian persetujuan utilisasi secara umum masih terpusat pada kantor pusat; dan 3. basis data dan digitalisasi proses bisnis pengelolaan aset yang masih belum optimal. Zero idle/fully utilized asset adalah sasaran akhir yang ingin diwujudkan. Oleh karena itu, diperlukan rencana aksi yang sistematis dan terukur untuk mewujudkannya secara bertahap. Rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian kinerja utilisasi pada tahun 2018 antara lain: 1. memaksimalkan penggunaan data hasil pelaksanaan Program Penilaian Kembali BMN dalam menelusuri aset idle dan menetapkan strategi pengelolaannya; 2. piloting permohonaan persetujuan utilisasi aset secara online melalui Sistem Informasi Manajemen Aset Negara; 3. menambah nilai kewenangan pemberian persetujuan utilisasi pada instansi vertikal (kantor wilayah dan kantor pelayanan) serta satuan kerja Kementerian/Lembaga; 4. merumuskan kebijakan pengelolaan portofolio aset untuk memetakan strategi pengelolaan di masa mendatang, sehingga setiap aset memiliki solusi atas utilisasi yang harus dilakukan; dan 5. meningkatkan jumlah portofolio aset kelolaan Lembaga Manajemen Aset Negara untuk mempercepat dan meningkatkan fleksibilitas utilisasi aset negara. akuntabilitas kinerja 109

124 6c. Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN bruto dan pengadaan pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada Kementerian/ Lembaga sebagai Executing Agency. Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/pengadaan pinjaman program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang. Adapun perhitungan target kebutuhan pembiayaan setiap triwulan dihitung dengan metode sebagai berikut: a. Triwulan I berdasarkan proyeksi kebutuhan pembiayaan yang disusun dari target APBN/ APBNP dan strategi pembiayaan tahunan; dan b. Triwulan II, III, dan IV berdasarkan keputusan rapat Komite ALM pada akhir periode triwulan sebelumnya, yang telah memperhitungkan kebutuhan pengelolaan kas dan kebutuhan pengelolaan utang, agar operasi pembiayaan (pengadaan/penerbitan utang) masih dapat dilakukan secara optimal baik dari aspek target biaya dan risiko. IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah capaian yang sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Realisasi pengadaan utang yang akurat didukung sentimen positif investor, yang dipengaruhi antara lain oleh: a. Peningkatan level investasi Pemerintah Indonesia ke level investment grade (BBB) oleh S&P pada 19 Mei 2017 dan perbaikan level investment grade (dari BBB- menjadi BBB) oleh Fitch pada 20 Desember 2017, telah mendorong peningkatan incoming bids dari investor asing, dimana hal ini menunjukan tingkat kepercayaan investor global terhadap kredibilitas pengelolaan pembiayaan pemerintah; b. Peningkatan surplus neraca perdagangan Indonesia periode s.d. Triwulan IV 2017 sebesar USD 10,87 miliar, lebih besar dari periode yang sama tahun 2016 yang sebesar USD 6,41 miliar; c. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan berada pada angka 5,1% serta menunjukkan tren peningkatan pada tahun 2017 sebagaimana yang dikutip dari pada laporan Indonesia Economic Quarterly oleh Bank Dunia; d. Stabilnya kondisi pasar uang, yang ditunjukkan dengan turunnya besaran BI 7 day reverse repo rate sebesar 25 bps dari 4,50% menjadi 4,25% oleh Bank Indonesia. Kebijakan ini sejalan dengan stabilitas makroekonomi, yang tercermin dari inflasi dan defisit transaksi yang terkendali, serta nilai tukar yang relatif stabil; dan e. Proyeksi perekonomian global yang semakin membaik di kisaran 3,6%, terutama didukung oleh penguatan ekonomi AS, Tiongkok dan Uni Eropa. Pada tahun 2017 Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan direncanakan sebesar 100%, dan realisasi yang dicapai sebesar 100,002% dengan demikian maka nilai capaian sebesar 120. Berikut ini disajikan posisi utang pemerintah pusat dari tahun 2012 sampai dengan bulan Desember 2017 serta data pagu dan realisasi belanja dan pembiayaan utang tahun

125 Tabel 3.50 Posisi utang pemerintah tahun #) 2013 #) 2014 #) 2015 #) 2016 #) NOVEMBER DESEMBER###) ANGKA DALAM TRILIUN RUPIAH NOMINAL % Total Utang Pemerintah Pusat 1, , , , , , , % a. Pinjaman % 1). Pinjaman Luar Negeri % Bilateral *) % Multilateral **) % Komersial ***) % Suppliers ***) % 2). Pinjaman Dalam Negeri % b. Surat Berharga Negara 1, , , , , , , % Denominasi Valas ##) % Denominasi Rupiah 1, , , , , , , % Nilai Tukar Rupiah (IDR thd US$1) 9,670 12,189 12,440 13,795 13,436 13,514 13,548 Tabel 3.51 Pagu dan realisasi belanja dan pembiayan utang tahun 2017 NO. URAIAN OUTLOOK APBNP REALISASI S.D. TGL 31 DESEMBER 2017 NOMINAL % SISA DARI PAGU NOMINAL % (1) (2) (3) (4) (5) = (4) : (3) (6) = (3) - (4) (7) = (6) : (3) A. Belanja Utang 218, , , Bunga Utang Dalam Negeri 202, , , Bunga Utang Luar Negeri 16, , (306.44) (1.9) B. Pembiayaan Utang 426, , I Surat Berharga Negara (Neto) 432, , (8,876.38) (2.1) II Pinjaman (Neto) (5,970.7) (15,688.8) , (162.8) 1. Pinjaman Dalam Negeri (Neto) 1, , F. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) 2, , , G. Pembayaran Cicilan Pokok PDN (767.0) (656.8) 85.6 (110.21) Pinjaman Luar Negeri (Neto) (7,703.7) (16,074.6) , (108.7) A. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 57, , , i. Pinjaman Tunai 20, , (847.97) (4.2) ii. Pinjaman Kegiatan 37, , , B. Pembayaran Cicilan Pokok PLN (65,203.9) (65,125.0) 99.9 (78.90) 0.1 (miliar Rp) Sampai dengan Triwulan IV, realisasi pembiayaan utang (gross) sebesar IDR 729,97 triliun atau setara 100,002% dari target sebesar IDR 729,96 triliun, sebagaimana yang ditetapkan oleh Komite ALM. Realisasi dimaksud terdiri dari instrumen: akuntabilitas kinerja 111

126 a. Pinjaman Program sebesar IDR 21,04 triliun; b. SUN sebesar IDR 516,44 triliun; dan c. SBSN sebesar IDR 192,49 triliun. Berikut ini diuraikan capaian dari masing-masing instrumen utang yang diterbitkan oleh DJPPR: a. Pembiayaan Melalui Pinjaman Terkait pembiayaan melalui pinjaman, semula pinjaman program dalam APBN 2017 direncanakan sebesar Rp13,4 Triliun. Dalam APBN-P 2017 target dimaksud dinaikkan menjadi Rp21,04 Triliun. Realisasi penarikan pinjaman program tahun 2017 adalah Rp. 21,04 atau sebesar 100 % terhadap target yang baru, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.52 Realisasi pengadaan pinjaman program tahun 2017 NO LENDERS PINJAMAN PROGRAM 2017 (TRILIUN RUPIAH) APBN APBN-P REALISASI 1. World Bank 2. ADB 1. First Indonesia Logistic Reform Development Policy Loan 2. Local Government Deconsentralization Program 1. Financial Market Development and Inclusive Program - Subprogram 2 5,36 5,43 5,43 3,30 3,30 5,36 5,29 5,29 3. AFD 1. Suistainable and Inclusive Energy Program - Sub Program 2 (co-financing dengan ADB) 2. Logistic Development Program Loan (co-financing dangan World Bank) 1,6 2,28 1,6 2,28 4. KFW 1. First Indonesia Logistic Reform Development Policy Loan (co-financing dangan World Bank) Total (dalam IDR) 2,68 2,68 3,14 13,4 21,04 21,04 b. Pengelolaan Surat Utang Negara Tahun 2017 Realisasi penerbitan SUN sampai 31 Desember 2017 sebesar Rp516,44 triliun atau sebesar 100% sesuai dengan target tahunan penerbitan dalam APBN-P tahun Dari sisi komposisi, penerbitan SUN melalui lelang di pasar domestik dalam mata uang rupiah sebesar Rp406,199 triliun. Di samping itu, penerbitan global bond selama tahun 2017 yang terdiri atas SUN dalam denominasi USD sebesar USD5,5 miliar (ekuivalen Rp73,83 triliun), SUN dalam denominasi Yen sebesar JPY100 miliar (ekuivalen Rp12,117 triliun) dan SUN dalam denominasi Euro sebesar EUR1,0 miliar (ekuivalen Rp15,35 triliun). Dalam rangka pengembangan basis investor domestik, pada tahun 2017 telah diterbitkan SUN ritel sebesar Rp8,95 triliun. Selain itu, pada tahun 2017 dilaksanakan penerbitan SUN denominasi rupiah melalui private placement sebesar Rp393,00 miliar dan penerbitan SUN denominasi Euro melalui private placement sebesar ekuivalen Rp726,01 miliar. Tabel 3.53 Hasil penerbitan SUN tahun 2017 (dalam miliar rupiah) JENIS Penerbitan domestik (lelang dan private placement) FR Rupiah FR USD SPN Obligasi Ritel ON Valas Total TOTAL PENAWARAN 914, , ,310 8, ,356 1,465,954 TOTAL PENAWARAN MEMENUHI BENCHMARK 572, , ,115 8, , ,846 TOTAL PENAWARAN DITERIMA 406, , ,100 8, , ,

127 c. Pembiayaan Melalui SBSN Target penerbitan SBSN untuk tahun 2017 adalah sebesar Rp192,48 miliar. Realisasi penerbitan s.d. 31 Desember 2017 sebesar Rp192,49 miliar atau 100% dari target penerbitan sampai dengan Akhir Tahun Realisasi penerbitan s.d. 31 Desember 2017 dirinci sebagai berikut: 1) Realisasi penerbitan SBSN dengan cara lelang sebesar Rp ,957 miliar; 2) Realisasi penerbitan Sukuk Ritel seri SR- 009 sebesar Rp miliar; 3) Realisasi penerbitan SBSN valas sebesar Rp miliar; 4) Realisasi penerbitan SDHI sebesar Rp2.000 miliar; 5) Realisasi penerbitan SBSN melalui private placement sebesar Rp1.350 miliar. Tabel 3.54 Rincian penerbitan SBSN tahun 2017 INSTRUMEN METODE PENERBITAN JUMLAH (RP JUTA) (%) Project-Based Sukuk (PBS) Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS) Sukuk Ritel seri SR-009 PBS (Project Based Sukuk) SDHI (Sukuk Dana Haji Indonesia) Sukuk Valas seri SNI0322 Sukuk Valas seri SNI0327 Total Lelang Lelang Bookbuilding Private Placement Private Placement Bookbuilding Bookbuilding ,0% 23,2% 7,3% 0,7% 1,0% 6,9% 13,8% 100% Total penerbitan SBSN pada tahun 2017 tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar Rp12,596 triliun, dengan rincian sebagai berikut: IKU Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan telah dilaksanakan mulai tahun Adapun capaian IKU tersebut selama tiga tahun berturut-turut seperti tertera pada tabel berikut: PERIODE PELAPORAN Tabel 3.55 Capaian IKU Pengadaan Utang Selama 3 Tahun TARGET REALISASI TARGET REALISASI TARGET REALISASI Tahunan 100% 100,19% 100% 99,83% 100% 100,002% Tercapainya target utang sesuai pembiayaan pada tahun 2017 oleh DJPPR tidak terlepas dari berbagai langkah-langkah strategis yang telah ditempuh, antara lain: a. Melakukan koordinasi dengan Kemenko Perekonomian, Bappenas, Kementerian calon Implementing Agency dalam mengidentifikasi persyaratan-persyaratan yang dapat dituangkan ke dalam policy matrix; b. Di samping itu, DJPPR juga sebelumnya telah melakukan pembicaraan awal dengan calon lender mengenai kapasitas penyediaan pembiayaan pinjaman program yang dapat disediakan, dan dengan para calon Implementing Agency guna memastikan kesediaan calon Implementing Agency untuk berpartisipasi dalam menyiapkan kebijakan yang menjadi bagian dari policy matrix. c. Melakukan koordinasi dengan Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dalam melakukan assessment terhadap rencana kebutuhan pembiayaan, dan assessment terhadap potensi ketersediaan pinjaman program. d. Melaksanakan penerbitan SBN, baik untuk pembiayaan kas maupun pembiayaan infrastruktur sesuai dengan strategi dan jadwal, antara lain: 1) Penerbitan SBN melalui lelang sebesar IDR 708,93 triliun, termasuk diantaranya dalam rangka mendukung pembangunan proyek infrastruktur pada Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan akuntabilitas kinerja 113

128 Kementerian Agama untuk tahun 2017 dengan skema Project Based Sukuk senilai Rp16,76 triliun; 2) Sukuk Negara Ritel (seri 009) sebesar IDR 14 triliun 3) Penerbitan Global Sukuk sebesar IDR 39,97 triliun; 4) Private Placement SDHI sebesar IDR 2 triliun; 5) Penerbitan SUN denominasi USD, EUR, dan JPY dengan total nilai sekitar IDR 102 triliun; dan 6) Penerbitan ORI sebesar IDR 8,95 triliun. e. Implementasi kebijakan shortening duration utang, khususnya melalui penambahan porsi penerbitan SPN untuk mendorong penurunan biaya; dan f. Penyusunan PMK nomor 36 /PMK.08/2017 tentang Transaksi Lindung Nilai Dalam Pengelolaan Utang Pemerintah. Indonesia ke AS antara lain rencana kenaikan suku bunga The Fed; c. Potensi volatilitas pasar yang dipicu oleh kondisi di tahun politik , yaitu adanya Pilkada serentak 2018 dan menjelang Pilpres Sebagai langkah antisipasi pada tahun 2018 mendatang, DJPPR telah menyiapkan beberapa rencana tindakan antisipasi sebagai berikut: a. Koordinasi secara intensif dengan unit eselon I terkait terutama melalui forum ALM terkait proyeksi kebutuhan utang riil untuk mengantisipasi penambahan pengadaan utang; b. Exercise proyeksi pengadaaan utang untuk tahun 2018; c. Penerbitan instrumen utang baru, antara lain Global USD Green Sukuk; d. Implementasi transaksi lindung nilai (hedging). Meskipun target 2017 dapat terealisasi, namun terdapat beberapa kondisi yang perlu diwaspadai dan diantisipasi untuk tahun 2018, yaitu : a. Potensi peningkatan target pembiayaan utang sebagai dampak pelebaran rasio defisit APBN terhadap PDB 2018, antara lain karena tidak tercapainya target penerimaan sebagaimana tahun sebelumnya; b. Potensi perubahan kebijakan moneter dan fiskal di AS yang dapat mendorong pengalihan investasi dari emerging markets termasuk Sasaran Strategis 7: Peningkatan pengendalian mutu Peningkatan pengendalian mutu merefleksikan upaya organisasi untuk mewujudkan good governance dan akuntabilitas internal. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 3 (tiga) IKU yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.56 berikut. Tabel 3.56 Capaian IKU pada SS peningkatan pengendalian mutu SS 7. Peningkatan pengendalian mutu INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 7a Indeks opini BPK RI atas LKPP ,00 7b Indeks opini BPK RI atas LK BUN ,00 7c Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti 75% 76,58% 102,11 7a. Indeks opini BPK RI atas LKPP Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) bertujuan menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan daya keuangan negara serta posisi keuangan pemerintah. Dengan mengetahui opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP, dapat diketahui tingkat 114

129 transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sehingga dapat dijadikan pedoman bagi para pengguna untuk kepentingan ekonomi, sosial, maupun politik. Indikator Kinerja Utama (IKU) Indeks Opini BPK atas LKPP bertujuan menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara. Pada tahun 2017, IKU tersebut mengukur kualitas LKPP Audited Tahun Indeks pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK sebagai berikut: Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse) Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer) Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan) Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan) Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan) Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Indeks opini tersebut dapat diketahui dengan sumber data dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016 (pemeriksaan dilakukan tahun 2017). Dengan memperoleh nilai indeks tersebut (realisasi capaian), dapat diketahui apakah capaian untuk IKU tersebut pada tahun 2017 telah memenuhi target yang telah ditetapkan. Terkait dengan pengukuran IKU tersebut tahun 2017, polarisasi data ditetapkan menggunakan maximize, di mana semakin sedikit temuan maka indeksnya semakin tinggi sehingga diharapkan laporan keuangan yang dibuat semakin akuntabel dan transparan (semakin tinggi realisasi terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya). Indeks opini BPK atas LKPP dilaporkan pada triwulan II tahun 2017 dengan jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir). Target IKU tersebut untuk tahun 2017 sebagaimana telah ditetapkan dalam Kontrak Kinerja antara Menteri Keuangan dan Presiden Republik Indonesia adalah indeks 4 yang mencerminkan Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan periode pelaporan tahunan. Target tersebut tahun 2017 sama dengan target yang telah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya (WTP) mengingat kualitas laporan keuangan pemerintah senantiasa diharapkan untuk menyajikan informasi keuangan kepada setiap pemangku kepentingan pemerintah secara wajar dan tidak terdapat kesalahan penyajian yang material. Rencana Strategis Kementerian Keuangan tahun menentukan target IKU indeks jumlah LKKL dan LKBUN yang andal dengan opini audit yang baik di mana jumlah yang ditargetkan merupakan jumlah nilai indeks opini untuk seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) dan BUN dibagi jumlah unit K/L dan BUN tersebut, yaitu ditargetkan sebesar 3,88 untuk tahun Mengingat LKKL dan LKBUN merupakan unsur pembentuk LKPP, target tersebut dapat dibandingkan dengan target dan realisasi IKU Indeks opini BPK atas LKPP. Target IKU yang sama dengan Renstra tersebut juga ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN), yaitu 3,88 untuk tahun Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian target IKU tersebut antara lain: 1. Penyelesaian rekomendasi atas temuan pemeriksaan yang menjadi pengecualian opini WDP atas LKPP Tahun 2015, yaitu: akuntabilitas kinerja 115

130 a. Ketidakpastian nilai Penyertaan Modal Negara pada PT PLN (Persero) akibat tidak diterapkannya ISAK 8 pada LK PT PLN (Persero) Tahun 2015; b. Penetapan harga jual eceran minyak solar bersubsidi yang lebih tinggi dari harga dasar termasuk Pajak dikurangi subsidi tetap; c. Piutang Bukan Pajak pada Kejaksaan Agung RI dan Kementerian ESDM tidak didukung dokumen sumber yang memadai serta tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar; d. Persediaan pada Kementerian Pertahanan belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi dan rekonsiliasi BMN serta Persediaan yang Diserahkan ke Masyarakat pada Kementerian Pertanian belum dapat dijelaskan status penyerahannya; e. Pencatatan dan penyajian catatan dan fisik SAL tidak akurat sehingga kewajaran transaksi dan/atau saldo terkait SAL tidak dapat diyakini kewajarannya; f. Koreksi langsung yang mengurangi ekuitas dan transaksi antar entitas yang tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai. 2. Perlunya upaya lebih untuk memberikan pemahaman kepada seluruh penyusun LKBUN terkait akuntansi akrual mengingat kompetensi SDM (penyusun LKBUN) yang tidak cukup memadai akan berpotensi pada penurunan kualitas LKPP. Beberapa tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas LKPP, antara lain: 1. Menyempurnakan sistem dan proses bisnis terkait penyusunan Laporan Keuangan, antara lain E-Rekon, SAIBA, dll; 2. Melakukan pembinaan secara intensif kepada Kementerian Negara/Lembaga; 3. Membentuk Task Force penyelesaian penyebab opini WDP pada LKPP dan disclaimer pada LKKL tahun 2015; 4. Membentuk Task Force penyelesaian permasalahan SAL pada LKPP Tahun Realisasi tahun 2017 atas IKU tersebut sebagaimana diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016 melalui surat Ketua BPK RI Nomor 56/LHP/XV/2016 tanggal 18 Mei 2017, adalah Indeks 4 yang mencerminkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan LKBUN dan LKKL tersebut adalah bahwa 74 LKKL dan 1 LKBUN (84% entitas yang diperiksa) memperoleh WTP, 8 LKKL (9% entitas yang diperiksa) memperoleh opini WDP, dan 6 LKKL (7% entitas yang diperiksa) mendapatkan opini TMP. Meskipun masih terdapat opini WDP dan TMP pada 16% entitas yang diperiksa (Kementerian Negara/Lembaga), hal tersebut tidak berpengaruh secara material pada LKPP Tahun Enam LKKL tahun 2016 yang mendapatkan opini TMP, yaitu dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut, dan Badan Ekonomi Kreatif. Rincian jumlah LKKL dan LKBUN yang mendapatkan opini WTP, WDP, TMP, dan TW dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2016 dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.57 Rincian jumlah LKKL dan LKBUN yang mendapatkan opini WTP, WDP, TMP, dan TW dari tahun 2008 s.d OPINI WTP WDP TMP TW 35 (K/L: 33; BUN: 3) 30 (K/L: 28; BUN: 2) 18 (K/L: 15; BUN: 3) 0 45 (K/L: 42; BUN: 3) 26 (K/L: 24; BUN: 2) 8 (K/L: 7; BUN: 1) 0 53 (K/L: 50; BUN: 3) 29 (K/L: 24; BUN: 5) 2 (K/L: 2) 0 67 (K/L: 61; BUN: 6) 18 (K/L: 16; BUN: 2) 2 (K/L: 2) 0 69 (K/L: 62; BUN: 7) 22 (K/L: 21; BUN: 1) 3 (K/L: 3) 0 65 (K/L: 65) 19 (K/L: 18; BUN: 1) 3 (K/L: 3) 0 62 (K/L: 62) 18 (K/L: 17; BUN: 1) 7 (K/L: 7) 0 56 (K/L: 56) 25 (K/L: 24; BUN: 1) 4 (K/L: 4) 0 74 (K/L: 73; BUN: 1) 8 (K/L: 8) 6 (K/L: 6) 0 116

131 BPK menilai Pemerintah telah menindaklanjuti rekomendasi permasalahan yang menjadi pengecualian opini WDP atas LKPP Tahun Pemerintah telah menyelesaikan Suspen dengan membangun single database melalui e-rekon dan sistem penyusunan LKPP yang lebih baik, sehingga tidak ada lagi Suspen pada LKPP Tahun BPK berpendapat LKPP Tahun 2016 telah menyajikan secara wajar untuk seluruh aspek yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Masih terdapat beberapa temuan dalam hal Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan yang rekomendasinya akan ditindaklanjuti oleh pemerintah, tetapi dijelaskan oleh BPK bahwa temuan tersebut tidak berpengaruh langsung terhadap kewajaran LKPP Tahun Beberapa temuan dimaksud dalam hal Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Kepatuhan dimaksud adalah sebagai berikut: A. Temuan SPI Tabel 3.58 Temuan SPI NO URAIAN TEMUAN SIKLUS Sistem informasi penyusunan LKPP dan LKKL Tahun 2016 belum terintegrasi Pelaporan Saldo Anggaran Lebih (SAL) belum memadai Penerapan tarif Pajak Penghasilan Minyak dan Gas Bumi (PPh Migas) tidak konsisten Kelemahan Sistem Pengendalian Interanl dalam penatausahaan piutang perpajakan Pengendalian penagihan sanksi administrasi pajak berupa bunga dan/atau denda belum memadai Pencatatan persediaan pada 57 Kementerian/Lembaga belum tertib Penatausahaan Aset Tetap pada 70 Kementerian/Lembaga belum tertib Penatausahaan Aset Tak Berwujud pada 23 Kementerian/Lembaga belum tertib Pengendalian atas pengelolaan program subsidi kurang memadai Pertanggungjawaban penggunaan APBN untuk penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik angkutan orang dengan kereta api kelas ekonomi belum jelas Penganggaran dana alokasi khusus (DAK) fisik bidang sarana prasarana penunjang dan tambahan DAK belum memadai Kebijakan pelaksanaan tindakan khusus untuk menyelesaikan aset dana jaminan sosial kesehatan yang bernilai negatif belum jelas Penyusunan LK Belanja Pembiayaan B. Temuan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan Tabel 3.59 Temuan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan NO Temuan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan URAIAN TEMUAN Pengelolaan PNBP pada 46 Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp1,30 Triliun serta pengelolaan Piutang pada 21 Kementerian Negara/Lembaga; Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Tahun 2016 pada DJP tidak memperhitungkan Piutang kepada Wajib Pajak sebesar Rp879,02 Miliar; Pengelolaan hibah langsung berupa uang/barang/jasa sebesar Rp2,85 triliun pada 16 Kementerian/Lembaga tidak sesuai dengan ketentuan; Penganggaran, pelaksanana, dan pertanggungjawaban belanja modal pada 70 K/L sebesar Rp9,80 triliun dan Belanja Barang pada 73 K/L sebesar Rp1,11 triliun dan USD1,299.20, dan Belanja Bantuan Sosial pada 5 K/L sebesar Rp497,38 miliar tidak sesuai ketentuan serta penatausahaan utang pada 9 K/L sebesar Rp4,88 triliun tidak memadai. SIKLUS Pendapatan Negara dan Hibah Belanja Perkembangan opini BPK atas LKPP dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2016 dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.60 Perkembangan opini BPK atas LKPP dari tahun 2010 s.d TMP TMP TMP TMP TMP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WTP akuntabilitas kinerja 117

132 Selama 7 (tujuh) tahun berturut-turut sejak tahun 2009, LKPP mendapatkan opini WDP. Sedangkan LKPP Tahun 2004 sampai dengan 2008 mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat (disclaimer). Dengan demikian, tahun 2017 merupakan tahun yang bersejarah, mengingat untuk pertama kalinya sejak awal disusunnya LKPP, opini WTP dari BPK berhasil diperoleh atas LKPP Tahun 2016 dan juga untuk pertama kalinya realisasi IKU Indeks Opini BPK atas LKPP memenuhi target yang telah ditentukan (WTP). Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 sampai dengan LKPP tahun 2016 dapat ditunjukkan sebagai berikut: Gambar 3.12 Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 s.d Pengecualian / Permasalahan Capaian IKU tersebut pada tahun 2017, yaitu perbandingan antara realisasi IKU dan target capaian, yaitu target IKU pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2017, Renstra Kementerian Keuangan Tahun (untuk tahun 2017), dan RPJMN Tahun (untuk tahun 2017), dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.61 Realisasi IKU indeks opini BPK atas LKPP 2017 T/R Q1 Q2 Smt.1 Q3 sd. Q3 Q4 Y-17 IKU: Indeks jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal dengan opini audit yang baik RPJMN (Th. 2017) 3,88 Renstra Kemenkeu (Th.2017) 3,88 IKU: Indeks opini BPK atas LKPP Target KK (WTP) 4 (WTP) - 4 (WTP) - 4 (WTP) Realisasi - 4 (WTP) 4 (WTP) - 4 (WTP) - 4 (WTP) Capaian - 100% 100% - 100% - 100% Sebagaimana ditunjukkan pada tabel di atas, realisasi IKU Indeks opini BPK atas LKPP telah memenuhi target yang telah ditetapkan, baik pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2017, maupun pada Renstra Kementerian Keuangan Tahun (untuk tahun 2017) dan RPJMN Tahun (untuk tahun 2017). menyelenggarakan bimbingan teknis dan penyuluhan akuntansi secara berkelanjutan; 2. melakukan monitoring atas tindak lanjut temuan pemeriksaan BPK atas LKKL tahun b. Indeks opini BPK RI atas LK BUN Menimbang pencapaian IKU tersebut pada tahun 2017 yang telah memenuhi target yang ditetapkan dan telah mencapai indeks opini BPK tertinggi atas LKPP, rekomendasi rencana aksi yang akan dilakukan pada tahun 2018 terutama diarahkan pada upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas LKPP, yaitu: 1. melakukan pembinaan secara intensif kepada Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dengan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) bersama dengan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) merupakan pembentuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia atas setiap LKKL dan LKBUN akan berkontribusi terhadap opini BPK atas LKPP. Dengan mengetahui perkembangan opini BPK atas LKKL dan LK BUN, dapat diketahui 118

133 peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sebagaimana diungkapkan dalam LKPP. Indikator Kinerja Utama (IKU) Indeks Opini BPK atas LK BUN merupakan salah satu IKU Kemenkeu- Wide Kementerian Keuangan tahun 2017 di mana Direktorat Jenderal Perbendaharaan bersama dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan berperan menjadi unit penanggung jawab bersama atas pencapaian IKU tersebut. IKU tersebut ditetapkan dengan tujuan untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban pengelolaan BUN dan mengukur kualitas laporan pengelolaan keuangan sebagai BUN. Nilai yang digunakan dalam mengukur pencapaian IKU tersebut menunjukkan jenis opini BPK terhadap LK BUN dengan indeks sebagai berikut: Indeks 1,00 = Tidak Wajar (Adverse) Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan) Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan) Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan) Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) telah memenuhi target yang telah ditetapkan. Pengukuran IKU tersebut sebagaimana ditentukan dalam manual IKU, menggunakan perhitungan polarisasi data menggunakan maximize (semakin tinggi realisasi terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dan jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir). Target IKU tersebut untuk tahun 2017 sebagaimana telah ditetapkan dalam Kontrak Kinerja antara Menteri Keuangan dan Presiden Republik Indonesia adalah indeks 4 (WTP) dengan periode pelaporan tahunan. Target tersebut tahun 2017 sama dengan target yang telah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya (WTP) mengingat kualitas laporan keuangan pemerintah senantiasa diharapkan untuk menyajikan informasi keuangan kepada setiap pemangku kepentingan pemerintah secara wajar dan tidak terdapat kesalahan penyajian yang material. Rencana Strategis Kementerian Keuangan tahun menentukan target IKU indeks jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal dengan opini audit yang baik di mana jumlah yang ditargetkan merupakan jumlah nilai indeks opini untuk seluruh Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan BUN dibagi jumlah unit K/L dan BUN tersebut, yaitu ditargetkan sebesar 3,88 untuk tahun Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk setiap unit (K/L dan BUN) dalam Renstra tersebut ditargetkan sebesar 3,88 untuk tahun Target IKU yang sama dengan Renstra tersebut juga ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN), yaitu 3,88 untuk tahun Indeks opini tersebut dapat diketahui dengan sumber data dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (juga meliputi pemeriksaan atas LKBUN dan LKKL) Tahun 2016 (pemeriksaan dilakukan tahun 2017). Dengan memperoleh nilai indeks tersebut (realisasi capaian), dapat diketahui apakah capaian untuk IKU tersebut pada tahun 2017 Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian target IKU tersebut, yaitu beberapa permasalahan yang dapat menurunkan/menghambat peningkatan kualitas LKBUN, antara lain: 1. Penyelesaian rekomendasi atas temuan pemeriksaan atas laporan keuangan (LKBUN) dan temuan terkait kepatuhan atas perundang-undangan dan sistem akuntabilitas kinerja 119

134 pengendalian internal yang belum tuntas dan material untuk mempengaruhi opini atas Laporan keuangan. Penyelesaian tindak lanjut rekomendasi atas temuan pemeriksaan BPK atas LKKL dan LKBUN yang belum sepenuhnya tuntas juga akan berpotensi pada penurunan opini atas Laporan Keuangan. 2. Perlunya upaya lebih untuk memberikan pemahaman kepada seluruh penyusun LKBUN terkait akuntansi akrual mengingat kompetensi SDM (penyusun LKBUN) yang tidak cukup memadai akan berpotensi pada penurunan kualitas LKBUN (tercermin pada perolehan opini BPK atas LKBUN). Untuk menjawab tantangan tersebut, beberapa tindakan yang telah dilaksanakan dalam mendukung pencapaian target IKU tersebut antara lain: 1. Pelaksanaan bimbingan akuntansi dalam penyusunan LKBUN. 2. Pendampingan penyusunan LKKL dan LKBUN di tingkat Pusat serta mengoptimalkan pembinaan dengan melibatkan unit vertikal DJPb (KPPN dan Kanwil DJPb) dalam pendampingan penyusunan LK UAKPA (Satker) dan LK UAPPAW pada akhir bulan Januari 2017, sehingga permasalahan penyusunan LK dapat terdeteksi lebih dini. 3. Pendampingan pada saat Rekonsiliasi Tiga Pihak yaitu pembahasan temuan pemeriksaan BPK atas LKKL dan LK BUN tahun 2015 antara Kementerian Keuangan, Kementerian Negara/Lembaga dan BPK pada tanggal 11 s.d. 13 April Pendampingan penyelesaian temuan LKKL tahun Pelaksanaan Rapat Kerja Nasional Akuntansi Pelaporan Keuangan tanggal 14 September 2017 untuk membahas persiapan penyusunan laporan keuangan tahun 2017 dan upaya mengantisipasi terjadinya temuan BPK yang berulang. Sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2016 melalui surat Ketua BPK RI Nomor 56/LHP/XV/2016 tanggal 18 Mei 2017, LKBUN Tahun 2016 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan LKBUN dan LKKL tersebut adalah bahwa 74 LKKL dan 1 LKBUN (84% entitas yang diperiksa) memperoleh WTP, 8 LKKL (9% entitas yang diperiksa) memperoleh opini WDP, dan 6 LKKL (7% entitas yang diperiksa) mendapatkan opini TMP. Meskipun masih terdapat opini WDP dan TMP pada 16% entitas yang diperiksa (Kementerian Negara/Lembaga), hal tersebut tidak berpengaruh secara material pada LKPP Tahun 2016 (sebagaimana LKBUN Tahun 2016, juga memperoleh opini WTP). Perkembangan opini BPK atas LKBUN dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2016 dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.62 Perkembangan opini BPK atas LKBUN dari tahun 2010 s.d No BA Kementerian Negara/Lembaga Bendahara Umum Negara WDP WDP WDP WDP WDP WDP WTP Dengan demikian, tahun 2017 merupakan tahun yang bersejarah, mengingat untuk pertama kalinya sejak awal disusunnya LKBUN, opini WTP dari BPK berhasil diperoleh dan juga untuk pertama kalinya realisasi IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN memenuhi target yang telah ditentukan (WTP). Capaian IKU tersebut pada tahun 2017, yaitu perbandingan antara realisasi IKU dan target capaian, yaitu target IKU pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2017, Renstra Kementerian Keuangan Tahun (untuk tahun 2017), dan RPJMN Tahun (untuk tahun 2017), dapat ditunjukkan sebagai berikut: 120

135 Tabel 3.63 Realisasi IKU indeks Opini BPK atas LK BUN tahun 2017 T/R Q1 Q2 Smt.1 Q3 sd. Q3 Q4 Y-17 IKU: Indeks jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal dengan opini audit yang baik RPJMN (Th. 2017) 3,88 Renstra Kemenkeu (Th.2017) 3,88 IKU: Indeks opini BPK atas LK BUN Target KK (WTP) 4 (WTP) - 4 (WTP) - 4 (WTP) Realisasi - 4 (WTP) 4 (WTP) - 4 (WTP) - 4 (WTP) Capaian - 100% 100% - 100% - 100% Sebagaimana ditunjukkan pada tabel di atas, realisasi IKU Indeks opini BPK atas LK BUN telah memenuhi target yang telah ditetapkan, baik pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2017, maupun pada Renstra Kementerian Keuangan Tahun (untuk tahun 2017) dan RPJMN Tahun (untuk tahun 2017). Menimbang pencapaian IKU tersebut pada tahun 2017 yang telah memenuhi target yang ditetapkan dan telah mencapai indeks opini BPK tertinggi atas LKBUN, rekomendasi rencana aksi yang akan dilakukan pada tahun 2018 terutama diarahkan pada upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas LKBUN, yaitu dengan menyelenggarakan bimbingan teknis dan penyuluhan akuntansi secara berkelanjutan. Selain itu, upaya yang dilakukan dalam perbaikan kualitas LKPP juga dilaksanakan monitoring atas tindak lanjut temuan pemeriksaan BPK atas LKKL tahun c. Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti IKU Persentase Rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) yang Telah Ditindaklanjuti merupakan salah satu IKU Kemenkeu-Wide Kementerian Keuangan tahun 2017 yang juga menjadi IKU Kemenkeu- One Direktorat Jenderal Perbendaharaan tahun IKU ini disusun untuk memonitor penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi BPK serta menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara. IKU tersebut pada tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya adalah IKU Kemenkeu-One yang diusulkan untuk dinaikkan levelnya ke Kemenkeu- Wide pada tahun 2016 dengan pertimbangan bahwa tidak semua rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN penyelesaiannya menjadi wewenang Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Tindak lanjut Pemerintah terhadap Temuan Pemeriksaan (TP) BPK atas LKPP dan LK BUN perlu diselesaikan sebagaimana yang direkomendasikan oleh BPK. Setiap Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (BUN) diwajibkan menyampaikan tindak lanjut atas rekomendasi terkait. Penyampaian TP BPK tersebut direncanakan setiap akhir bulan Maret, Juli, dan November Pengukuran penyelesaian rekomendasi adalah temuan yang telah selesai ditindaklanjuti terhadap temuan/rekomendasi BPK sebagaimana action plan dengan timeframe yang ditetapkan pemerintah dengan menggunakan dua kriteria, yaitu: 1. rekomendasi yang ditindaklanjuti merupakan rekomendasi yang diusulkan selesai kepada BPK. Status rekomendasi BPK yang diusulkan selesai, ditetapkan pada forum pembahasan bersama Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Inspektorat Jenderal, unit eselon I terkait dan Auditor BPK. 2. rekomendasi yang diselesaikan merupakan rekomendasi yang dinyatakan tuntas oleh BPK dan tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. akuntabilitas kinerja 121

136 Pengukuran IKU tersebut menggunakan periode pelaporan semesteran, dengan perhitungan polarisasi data menggunakan maximize (semakin tinggi realisasi terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya), dan jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir). Perhitungan IKU tersebut tahun 2017 didapatkan dari rata-rata capaian IKU tersebut tiap semester masing-masing yang diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut: Capaian Semester I = Capaian Semester II = ( ( a x 50% ) + ( e x 50% ) b f ( ( ( ( a x 50% ) + ( c x 50% ) ( e x 50% ) + ( g x 50% ) b d+ (b-a) f h+ (f-e) +( 2 ( Keterangan: a = Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP Tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan LKPP tahun 2016 yang dinyatakan selesai b = Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP Tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan LKPP tahun 2016 c = Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP LKPP yang diusulkan selesai dalam tahun 2017 d = Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP LKPP 2017 e = Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP Tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan BUN tahun 2016 yang dinyatakan selesai f = Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP Tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan BUN tahun 2016 g = Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP BUN yang diusulkan selesai dalam tahun 2017 h = Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP BUN 2017 Catatan: Dalam LHP tindak lanjut LKPP/LKBUN sudah terangkum rekomendasi tahun-tahun sebelumnya yang belum selesai ditindaklanjuti Target IKU tersebut untuk tahun 2017 sebagaimana telah ditetapkan dalam Kontrak Kinerja Menteri Keuangan adalah 75% dengan periode pelaporan semesteran. Target tahun 2017 tersebut meningkat dari target yang telah ditetapkan pada tahun 2016 (46%). Sementara itu, target IKU tersebut sebagaimana ditetapkan pada Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan tahun adalah sebesar 100% untuk tahun 2017 sebagaimana besar target yang ditetapkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). Perbedaan target antara kontrak kinerja dan Renstra Kemenkeu dan RPJMN tersebut didasari pada adanya perubahan kriteria yang diusulkan pada tahun 2016 dalam perhitungan capaian IKU tersebut (RPJMN dan Renstra Kemenkeu telah ditetapkan sebelumnya). Pada tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, capaian IKU tersebut didapatkan hanya didasarkan pada adanya tindak lanjut atas rekomendasi BPK pada tahun berkenaan tanpa melihat tuntasnya tindak lanjut tersebut dalam memenuhi rekomendasi BPK. Mulai tahun 2016, capaian IKU tersebut juga didasarkan pada tuntasnya tindak lanjut yang direkomendasikan BPK. Baseline IKU untuk 122

137 Kemenkeu-Wide adalah seluruh outstanding rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan dan juga Kementerian/Lembaga lainnya. Tindak lanjut rekomendasi atas temuan pemerikanaan BPK atas LKPP tahun berdasarkan LHP LKPP Pada semester I, 201 dari 224 rekomendasi terkait LKPP (89,73%) dinyatakan selesai dan 59 dari 190 rekomendasi terkait LKBUN (31,05%) dinyatakan selesai. Pada semester II, selain rekomendasi yang masih outstanding, terdapat rekomendasi baru yang juga harus diselesaikan. Dari jumlah tersebut (jumlah rekomendasi outstanding + jumlah rekomendasi baru), telah diusulkan selesai 67 dari 72 rekomendasi terkait LKPP (93,06%) dan 160 dari 173 rekomendasi terkait LKBUN (92,49%). Dengan demikian, sampai dengan semester II tahun 2017 dapat diperoleh nilai capaian tahunan penyelesaian rekomendasi atas LKPP sebesar 91,39% dan penyelesaian rekomendasi atas LKBUN sebesar 61,77%. Capaian tahunan atas IKU Persentase Rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) yang Telah Ditindaklanjuti dapat diketahui dari rata-rata capaian tahunan penyelesaian rekomendasi atas LKPP dan LKBUN, yaitu 76,58% sebagaimana ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.64 Rincian capaian IKU persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti REKOMEN- DASI JUMLAH REK. AWAL REKOMEN- DASI SELESAI (BER- DASARKAN LHP/PTL) REKOMEN- DASI ON PROGRESS (BER- DASARKAN LHP/PTL) CAPAIAN SEMESTER I REK. BARU DI LHP LKPP TA- HUN 2016 REKOMEN- DASI OUT- STANDING + REKOMEN- DASI BARU LHP 2016 REK. DIU- SULKAN SELESAI REK. ON PROGRESS CAPAIAN TAHUNAN LKPP ,73% ,39% LKBUN ,05% ,77% Capaian Tahunan 76,58% Tabel 3.65 Capaian IKU persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti T/R Q1 Q2 Smt.1 Q3 sd. Q3 Q4 Y-17 IKU: Persentase Rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang Telah Ditindaklanjuti RPJMN (Th. 2017) 100% Renstra Kemenkeu (Th.2017) 100% IKU: Indeks opini BPK atas LK BUN Target KK % 30% - 30% 75% 75% Realisasi - 60,39% 60,39% - 60,39% 76,58% 76,58% Capaian ,11 102,11 Tabel 3.66 Perkembangan realisasi capaian IKU persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti dari tahun 2014 s.d TARGET/REALISASI Target KK 100% 100% 46% 75% Realisasi 100% 100% 57,19% 76,58% akuntabilitas kinerja 123

138 Sebagaimana ditunjukkan pada tabel di atas, realisasi IKU Indeks opini BPK atas LK BUN telah memenuhi target yang telah ditetapkan pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun , tetapi tidak memenuhi besar target pada Renstra Kementerian Keuangan Tahun (untuk tahun 2017) dan RPJMN Tahun (untuk tahun 2017). Selain itu, ditunjukkan juga penurunan jumlah target dan realisasi secara signifikan antara tahun 2015 dan sebelumnya dengan tahun 2016 dan setelahnya. Hal tersebut disebabkan terdapat perubahan kriteria pencapaian IKU pada tahun 2016 di mana target yang ditetapkan pada Kontrak Kinerja tahun 2017 lebih sulit dilaksanakan karena didasarkan pada ketuntasan penyelesaian bukan ada tidaknya tindak lanjut atas rekomendasi. Rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti tahun 2017 telah mencapai target. Namun demikian, terdapat hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan menjadi tantangan yang perlu dihadapi dalam penyelesaian rekomendasi BPK, antara lain: 1. Tindak lanjut rekomendasi BPK atas temuan LKPP tersebar pada beberapa unit eselon I Kemenkeu dan unit terkait lainnya di luar Kementerian Keuangan. 2. Tindak lanjut atas rekomendasi BPK atas LKPP sebagian penyelesaiannya membutuhkan jangka waktu yang lama/lebih dari satu tahun. 3. Tindak lanjut atas rekomendasi BPK atas LKPP mengharuskan koordinasi lintas eselon I Lingkup Kementerian Keuangan. 4. Laporan monitoring tindak lanjut temuan BPK atas LKBUN Tahun 2015 dan tahuntahun sebelumnya disampaikan kepada BPK bersamaan dengan penyampaian LKBUN Tahun 2015 Audited melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-432/MK.05/2017 tanggal 13 Mei Meskipun telah dicapai target IKU tersebut pada tahun 2017, berbagai permasalahan tersebut berimplikasi pada penyelesaian rekomendasi menjadi tidak/belum bisa diselesaikan pada tahun berkenaan dan penyelesaian rekomendasi menjadi tidak sesuai tepat pada waktunya. Dalam rangka menyelesaikan tindak lanjut atas rekomendasi atas temuan pemeriksaan, Kementerian Keuangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah melaksanakan berbagai upaya antara lain: 1. Melakukan koordinasi langsung dan tidak langsung dengan unit-unit terkait yang menjadi penanggungjawab temuan pemeriksaan atas LKPP. 2. Melakukan komunikasi dengan auditor BPK dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK agar sesuai dengan rekomendasi BPK yang telah ditetapkan. 3. Menyampaikan monitoring tindaklanjut BPK atas LKPP kepada Auditor Utama Keuangan Negara II, BPK RI Melaui Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-2626/ PB/2017 tanggal 10 Maret Menyampaikan monitoring tindaklanjut BPK atas LKPP kepada Anggota II BPK RI Melaui Surat Menteri Keuangan Nomor S-3059/ MK.5/2017 tanggal 27 Maret Melakukan koordinasi dengan Tim Teknis BPK dalam rangka penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK. Menteri Keuangan telah menyampaikan Jawaban/Penjelasan Tindak Lanjut terhadap Rekomendasi BPK pada LHP atas LKBUN Tahun 2016 kepada Ketua BPK RI melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-539/MK.05/2017 tanggal 5 Juli Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah menyampaikan Laporan Monitoring Progres Tindak Lanjut terhadap Rekomendasi BPK pada LHP atas LKBUN Tahun 2016 dan Tahun- Tahun Sebelumnya kepada para pimpinan unit eselon I penanggungjawab penyelesaian rekomendasi BPK melalui surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-6396/ PB/2017 tgl 20 Juli Unit eselon I penanggungjawab penyelesaian rekomendasi BPK sudah memenuhi permintaan 124

139 Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana tertuang dalam surat tersebut di atas, dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah mengkompilasi progres tindak lanjut dari UIC penyelesaian rekomendasi BPK serta telah menyampaikan kepada Tortama BPK RI melalui Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-8026/PB/2017 tanggal 17 Juli 2017 hal Penyampaian Laporan Monitoring Progres Tindak Lanjut terhadap Rekomendasi BPK pada LHP atas LKBUN Tahun 2016 dan Tahun-Tahun Sebelumnya. Rekomendasi rencana aksi yang akan dilakukan pada tahun 2018 antara lain: 1. Melakukan pembahasan rekomendasi BPK dengan unit penanggung jawab (UIC) dan BPK secara intensif. 2. Menyampaikan dan melakukan pembahasan progress tindak lanjut rekomendasi dengan BPK secara regular. 3. Menyusun target waktu penyelesaian rekomendasi yang jelas dan terukur. 4. Melakukan update tindak lanjut rekomendasi BPK setiap bulan. 5. Direktorat Jenderal Perbendaharaan bersama-sama dengan UIC akan melakukan pembahasan atas tindak lanjut terhadap rekomendasi BPK pada LHP BPK atas LKBUN Tahun 2016 dan tahun-tahun sebelumnya yang belum selesai dengan auditor BPK. 6. Monitoring Penyelesaian berdasarkan rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN 7. Melakukan pembahasan dengan BPK dalam rangka penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK 8. Menyampaikan monitoring penyelesaian kepada BPK melalui surat Menteri Keuangan. Sasaran Strategis 8: Penegakan hukum yang efektif Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya mengawasi, mengamati, mengecek dengan cermat, memantau pekerjaan maupun laporan agar sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) IKU yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.67 berikut: Tabel 3.67 Capaian IKU pada SS penegakan hukum yang efektif SS 8. Penegakan hukum yang efektif INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 8a Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) 57,50% 103,57% 120,00 8b Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit 60% 78,08% 120,00 8a. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) Pada Direktorat Jenderal Pajak, penegakan hukum perpajakan dilakukan setelah tahapan pembinaan dan pengawasan oleh DJP. Salah satu kegiatan penegakan hukum yang dilakukan DJP adalah kegiatan penyidikan, yang diukur melalui IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21). IKU ini bertujuan untuk meningkatkan upaya penegakan hukum melalui penyidikan yang efektif terhadap kasus tindak pidana perpajakan untuk memberi efek jera (deterrent effect) bagi wajib pajak sehingga peraturan perpajakan dapat ditaati secara voluntary compliance. akuntabilitas kinerja 125

140 Adapun formula penghitungan IKU ini adalah sebagai berikut: Σ berkas perkara yang berstatus P-21 + Σ perkara yang diselesaikan melalui pasal 44B UU KUP + Σ perkara yang dihentikan terkait kebijakan Amnesti Pajak Saldo Sprindik pada awal tahun Σ penyidikan yang tidak dapat dilanjutkan X 100% X 100% = 115,52% 116 Berdasarkan formula tersebut, penghitungan penetapan target maupun realisasi IKU pada tahun 2017 adalah sebagai berikut: Tabel 3.68 Realisasi persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) DJP tahun 2016 dan 2017 NO URAIAN REALISASI 2016 REALISASI Jumlah berkas perkara berstatus P Jumlah perkara yang diselesaikan Pasal 44 B UU KUP Jumlah penghentian penyidikan karena Tax Amnesty Jumlah berkas perkara penyidikan yang dinyatakan lengkap (1+2+3) Jumlah outstanding Sprindik awal tahun Jumlah penyidikan yang tidak dapat dilanjutkan Jumlah berkas perkara yang ditindaklanjuti (5-6) Persentase penyidikan yang dinyatakan lengkap (P-21) (4:7) 63,04% 115,52% Realisasi tahun 2017 adalah sebesar 134 penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) dan disetarakan dari target 116 perkara, sehingga capaian realisasi diperoleh sebesar 115,52%. Capaian tersebut merupakan hasil kinerja yang optimal mulai dari tahap awal dalam penetapan target P-21, koordinasi intensif dengan aparat penegakan hukum lainnya, bimbingan dan dukungan terhadap unit vertikal dalam rangka menyelesaikan penyidikan yang sedang berjalan. Beberapa tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendorong penyelesaian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, seperti: 1. Koordinasi intensif dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam rangka membahas perkembangan, hambatan, dan tindak lanjut penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Salah satu bentuk koordinasi diwujudkan dalam Diklat bersama Jaksa dan Polisi dalam rangka menyamakan persepsi dan membangun sinergi sehingga diharapkan dapat mempercepat penanganan perkaraperkara tindak pidana perpajakan di seluruh Indonesia. 2. Direktorat Penegakan Hukum bekerja sama dengan Direktorat Intelijen Perpajakan menyelenggarakan workshop penegakan hukum di Kanwil DJP agar tiap KPP terlibat dalam penanganan tindak pidana perpajakan dengan mengusulkan 3 Informasi Data Laporan Pengaduan (IDLP) yang selanjutnya akan menjadi bahan pemeriksaan bukti permulaan. 3. Menetapkan target P-21 berdasarkan cluster jumlah PPNS, jumlah kelompok, dan anggaran penyidikan. 4. Menyelenggarakan Diklat PPNS tahun 2017 untuk 484 orang pegawai. 126

141 Rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian IKU tersebut pada tahun 2018 antara lain: 1. Menetapkan target P-21 untuk Kanwil DJP berdasarkan jumlah PPNS dan anggaran penyidikan. 2. Optimalisasi konsultasi dan koordinasi dengan Kepolisian dan Kejaksaan dilakukan secara rutin dan terencana. 3. Focusing obyek penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan tahun Pembentukan Satgas Intelijen untuk mendorong peningkatan jumlah IDLP yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan. 5. Asistensi dan supervisi ke Kanwil DJP dalam rangka pengembangan cakupan modus operandi kasus yang disidik dan perluasan ruang lingkup wilayah (locus) penyidikan. Pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, IKU ini bertujuan untuk mendorong kinerja penyidikan kasus tindak pidana Kepabeanan dan Cukai sampai dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan yang berasal dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai adalah segala perbuatan yang berhubungan dengan Kepabeanan dan Cukai yang atas perbuatan tersebut diancam dengan pidana. Penerbitan SPDP menandai dimulainya kegiatan penyidikan dengan pemberitahuan secara resmi kepada Kejaksaan. Penyidikan merupakan tahap dimana penyidik berupaya mengungkapkan fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut. Status P-21 merupakan status dimana berkas perkara pidana yang dilakukan penyidik DJBC dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan untuk menjalani proses persidangan. Jumlah berkas perkara yang berstatus P-21 pada tahun 2017 adalah berkas perkara kasus pidana (SPDP) di bidang kepabeanan dan cukai yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan selama 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu periode 2015 sampai dengan Jumlah penyidikan adalah akumulasi tunggakan penyidikan (SPDP) yang terbit sejak tahun 2015 sampai dengan 2016 ditambah dengan jumlah penyidikan (SPDP) yang diterbitkan pada tahun berjalan (2017). SPDP yang dihentikan penyidikannya berarti bahwa proses penyidikan telah dinyatakan berhenti yang mengacu pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP dimana memberi wewenang kepada penyidik untuk dapat menghentikan penyidikan yang sedang berjalan. Setiap penghentian penyidikan yang dilakukan oleh pihak penyidik secara resmi harus menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan memberitahukan hal itu kepada Jaksa Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya. Adapun alasanasalan penyidik dapat menghentikan penyidikan sesuai dengan Pasal 109 ayat (2) KUHAP adalah : 1. Karena tidak terdapat cukup bukti; 2. Karena peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana; atau 3. Penyidikan dihentikan demi hukum. IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) tidak termasuk Indikator Kinerja Program (IKP) pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan tahun Namun IKU ini mendukung pencapaian sasaran strategis Penegakan Hukum yang Efektif pada Peta Strategi Kemenkeu-Wide tahun Pada tahun 2017, realisasi IKU ini adalah 92,86% dari target yang ditetapkan sebesar 65%. Target di tahun 2017 sebesar 65% mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar 60%. Untuk realisasi tahun 2017 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar 96,45%. akuntabilitas kinerja 127

142 Tabel 3.69 Perbandingan Realisasi IKU P-21 Tahun 2011 s.d Perbandingan Realisasi IKU P-21 Tahun TAHUN SPDP P-21 REALISASI TARGET ,34% 50% ,67% 50% ,76% 55% ,31% 60% ,27% 60% ,45% 60% ,86% 65% Jumlah SPDP menjadi target kinerja penyidikan mencapai 168 SPDP yang terdiri dari 21 SPDP outstanding dari dan 149 SPDP yang terbit di tahun Dari total 170 SPDP tersebut terdapat 2 SPDP yang berstatus SP3 (dihentikan proses penyidikannya). Dengan demikian hanya sebanyak 168 SPDP yang diperhitungkan dalam pengukuran capaian IKU dengan jumlah SPDP yang berstatus P-21 adalah sebanyak 156. Tabel 3.70 Hasil Penyidikan yang Berstatus P-21 Tahun 2017 NO. UNIT KERJA SP3 SPDP P-21 % 1 Direktorat P ,71% 2 KPU BC Tipe A Tg. Priok ,00% 3 KPU BC Tipe B Batam ,00% 4 KPU BC Tipe C Soekarno-Hatta Kanwil DJBC Aceh ,00% 6 Kanwil DJBC Sumatera Utara ,00% 7 Kanwil DJBC Riau ,00% 8 Kanwil DJBC Khusus Kepulauan Riau ,87% 9 Kanwil DJBC Sumatera Bagian Barat ,00% 10 Kanwil DJBC Sumatera Bagian Timur ,00% 11 Kanwil DJBC Banten ,00% 12 Kanwil DJBC Jakarta ,00% 13 Kanwil DJBC Jawa Barat ,00% 14 Kanwil DJBC Jawa Tengah dan DIY ,00% 15 Kanwil DJBC Jawa Timur I ,91% 16 Kanwil DJBC Jawa Timur II ,00% 17 Kanwil DJBC Bali, NTB, dan NTT ,82% 18 Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat ,00% 19 Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Timur ,00% 20 Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Selatan ,00% 21 Kanwil DJBC Sulawesi Bagian Utara ,00% 22 Kanwil DJBC Sulawesi Bagian Selatan ,00% 23 Kanwil DJBC Maluku Kanwil DJBC Khusus Papua a. Kanwil DJBC Riau dan Sumatera Barat ,00% b. Kanwil DJBC Sumatera Bagian Selatan ,00% c. Kanwil DJBC Sulawesi ,00% d. Kanwil DJBC Maluku, Papua dan Papua Barat ,00% JUMLAH (SP3 dikeluarkan dari perhitungan) ,86% Sumber data: database Subdirektorat Penyidikan Direktorat P2 (23 Januari 2018) 128

143 SPDP Outstanding adalah SPDP yang terbit sejak 1 Januari 2015 s.d. 31 Desember 2016 yang belum diselesaikan s.d. 31 Desember 2016 SPDP yang terbit tahun 2017 adalah : a. SPDP yang terbit sejak 1 Januari 2017 s.d. 31 Oktober 2017 ditambah b. SPDP yang terbit 1 November 2017 s.d. 31 Desember 2017 dalam hal SPDP tersebut telah berstatus P-21 di tahun Untuk Kanwil Riau dan Sumbar, Sumbagsel, Sulawesi dan MPPB adalah data s.d. 15 September 2017 (tabel warna abu-abu) Hasil Rekonsiliasi Data Direktorat P2 dengan Data Kantor Wilayah dan KPU dan auditor bea dan cukai terhadap Auditor bea dan cukai terhadap Wajib Pajak/Auditee yang telah ditentukan oleh Komite Joint Audit, yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 351/KMK.09/2012 tanggal 5 November Pengukuran IKU berdasarkan dua parameter yaitu Persentase Pelaksanaan Joint Audit dan Persentase Joint Audit yang Berhasil. Realisasi IKU ini dihitung berdasarkan formula sebagai berikut: 1. Target Penerbitan ST Join Audit Dalam rangka mencapai target kinerja yang ditetapkan, didapati kendala antara lain sebagai berikut : a. Jumlah penyidik yang relatif sedikit, khususnya di level pelaksana dibanding dengan jumlah kegiatan penyidikan yang dilakukan di tahun 2017; b. Koordinasi dan sinergi dengan instansi penegak hukum masih dirasakan kurang; c. Pelaku tindak pidana kepabeanan dan cukai yang mulai piawai memanfaatkan celah/ kelemahan regulasi dengan memakai jasa penasihat hukum dalam upaya perlawanan di tingkat praperadilan; d. Pihak Kejaksaan masih minim pemahamannya terhadap tindak pidana kepabeanan dan cukai; dan e. Belum adanya kurikulum tindak pidana kepabeanan dan cukai di universitas serta lembaga pendidikan di Indonesia berakibat pula pada minimnya pemahaman masyarakat terhadap tindak pidana kepabeanan dan cukai. 8b. Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit Joint Audit adalah kegiatan pemeriksaan pajak, audit kepabeanan, dan/atau audit cukai yang dilakukan bersama-sama antara pemeriksa pajak Jumlah ST Joint Audit yang terbit Rencana Penerbitan ST Joint Audit X 100% 2. Nilai penyelesaian penugasan Unsur ini diukur dengan Rasio Laporan Joint Audit (LJA) yang diselesaikan tepat waktu, dengan formula sebagai berikut: LJA yang selesai tepat waktu Outstanding ST +ST tahun berjalan - ST belum jatuh tempo yang LJAnya belum ditetapkan -ST pemeriksaan yang dibatalkan 3. Nilai Hasil Audit Dihitung apabila terdapat nilai pajak, bea dan cukai yang dihasilkan oleh joint audit atau terdapat penegakan hukum. Formula nilai hasil audit berdasarkan nilai tambah bayar: Nilai pajak, bea dan cukai hasil Joint Audit X 100% Nilai tambah bayar minimal Jika terdapat indikasi pelanggaran pidana maka nilai penegakan hukum bernilai 100. Persentase Keberhasilan Pelaksanaan Joint Audit = (Target penerbitan ST Joint Audit * 10%) + (Nilai Penyelesaian Penugasan * 30%) + (Nilai Hasil Audit * 60%) akuntabilitas kinerja 129

144 Realisasi IKU ini pada tahun 2017 adalah sebesar 78,08% dari target yang ditetapkan sebesar 60% dengan indeks capaian 120%. Adapun rincian persentase keberhasilan joint audit dapat dilihat pada tabel berikut: TARGET PENERBITAN ST JOINT AUDIT (BOBOT 10%) RENCANA PENERBITAN ST JOINT AUDIT Tabel 3.71 Persentase Keberhasilan Pelaksanaan Joint Audit JUMLAH ST YANG TERBIT PERSENTASE PENERBITAN ST % Tabel 3.72 Nilai Penyelesaian Penugasan Joint Audit NILAI PENYELESAIAN PENUGASAN (BOBOT 30%) LJA YANG HARUS DISELESAIKAN TEPAT WAKTU OUT- STAND- ING ST AWAL TAHUN 2016 ST YANG TERBIT S.D. BULAN BER- JALAN ST BELUM JATUH TEMPO YANG LJA-NYA SUDAH DITETAP- KAN ST PEMER- IKSAAN YANG DI- BATAL- KAN LJA YANG DISELE- SAIKAN TEPAT WAKTU PERSEN- TASE PENYELE- SAIAN PENU- GASAN ,92% NAMA WP TAHUN PAJAK YANG DIPERIK- SA OMZET (BERDASAR- KAN SPT TAHUNAN) Tabel 3.73 Nilai Keberhasilan Pelaksanaan Joint Audit NILAI PAJAK. BEA. DAN CUKAI PERSEN- TASE NILAI PAJAK & BC TER- HADAP OMZET NILAI TAM- BAH BAYAR MINI- MAL PERSEN- TASE KEBER- HASILAN AUDIT KETE- RANGAN HA- SIL JA YANG BER- HASIL TOTAL ST JA YANG SELESAI MM 2014 Ikut TA sehingga tidak diperhitungkan dalam menghitung Nilai Hasil Audit % PERSEN- TASE NILAI HASIL AUDIT 2015 KSN DM LP 2014 DCI ,49% 0,70% 70,48% Tidak Berhasil KI 2014 Ikut TA sehingga tidak diperhitungkan dalam menghitung Nilai Hasil Audit PE 2014 Ikut TA sehingga tidak diperhitungkan dalam menghitung Nilai Hasil Audit - - FI ,15% 0,70% 736,37% Berhasil EP ,81% 0,70% 115,75% Berhasil 2 3 GG ,70% 0,70% 100,38% Berhasil

145 Persentase Keberhasilan Pelaksanaan Joint Audit = (100% * 10%) + (76,92 * 30%) + (75 * 60%) = 78,08% Kendala dan strategi dalam pencapaian sasaran yang telah dilakukan pada tahun 2016 antara lain : 1. Identifikasi masalah : Permasalahan terkait perencanaan Joint Audit DJP-DJBC yaitu belum adanya target waktu terkait penyusunan objek Joint Audit sehingga berdampak pada terlambatnya penerbitan Surat Perintah Joint Audit. Solusi masalah : a) Menyusun target waktu terkait penyusunan objek audit / pemeriksaan. b) Menjadwalkan rapat penyusunan objek joint audit secara berkala. c) Secara rutin melakukan pelatihan atau workshop terkait dengan penyelarasan program audit / pemeriksaan dan teknik analisis audit / pemeriksaan. 2. Identifikasi masalah : Permasalahan terkait pelaksanaan Joint Audit DJP-DJBC yaitu terjadinya reorganisasi yang berakibat pemindahan para pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selama tahun 2017 sehingga menjadi hambatan dalam penyelesaian penugasan joint audit. Solusi masalah : a) Menerbitkan perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 03/KM.03/2017 tentang Penetapan Susunan Keanggotaan Komite, Pengawas Mutu, dan Pelaksana Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun b) Meningkatkan pengawasan/penjagaan atas penyelesaian penugasan joint audit yang masih dalam proses dengan cara menginstrusikan kepada Tim Pelaksana untuk membuat laporan kemajuan pelaksanaan joint audit secara berkala setiap dua minggu. c) Melaksanakan progress report secara rutin dan meningkatkan peran Pengawas Mutu Joint Audit sehingga penugasan Joint Audit dapat segera diselesaikan. 3. Identifikasi masalah : Laporan Joint Audit (LJA) merupakan gabungan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) DJP dan Laporan Hasil Audit (LHA) DJBC. Permasalahan terkait penyelesaian Joint Audit DJP-DJBC yaitu lamanya waktu penyelesaian LJA karena perlunya konsolidasi antara LHP dan LHA terlebih dahulu. Solusi permasalahan tersebut yaitu perlunya koordinasi lebih intensif dalam Tim Joint Audit sehingga penyelesaian LHA dan LHP tidak terdapat jeda waktu yang cukup panjang untuk segera diolah menjadi LJA. a) Menerbitkan perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 142/ KM.04/2016 tentang Penetapan Susunan Keanggotaan Komite, Pengawas Mutu, dan Pelaksana Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun b) Meningkatkan monitoring dan evaluasi atas penyelesaian penugasan joint audit yang masih dalam proses dengan cara menginstruksikan kepada Tim Pelaksana untuk membuat laporan kemajuan pelaksanaan joint audit secara berkala setiap dua minggu. c) Melaksanakan progress report secara rutin. Sasaran Strategis 9: SDM yang kompetitif SDM yang Kompetitif adalah SDM yang memiliki kepemimpinan yang tepat, mengetahui apa yang akan dilakukan untuk semua informasi yang diterima dan kompetensi yang dibutuhkan untuk keberhasilan organisasi. akuntabilitas kinerja 131

146 Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) IKU yang capaiannya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.74 Capaian IKU pada SS SDM yang kompetitif SS 9. SDM yang kompetitif INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 9a Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan 90% 93,58% 103,98 9b Nilai peningkatan kompetensi SDM 40 39,58 98,95 9a. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan Assessment Center adalah penilaian berbasis Kompetensi yang dilakukan kepada pegawai dengan menggunakan berbagai teknik evaluasi, metode, dan alat ukur, oleh beberapa penilai Assessment Center sehingga diperoleh profil kompetensi yaitu daftar level kompetensi yang dimiliki oleh pegawai yang telah melakukan assessment. Assessment Center terdiri dari: 1. Assessment Center regular Assessment ini dilaksanakan dalam rangka pemetaan Profil Kompetensi Pegawai dan diperuntukkan bagi pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan/atau setara, pejabat Administrator dan/atau setara, pejabat Pengawas dan/atau setara, pejabat Pelaksana dan/atau setara, dan pejabat Fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan. 2. Assessment Center khusus. Assessment ini dilaksanakan untuk pengisian Jabatan Tertentu dalam hal: a. terdapat unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang belum dapat menyelenggarakan assessment; dan/atau b. terdapat arahan dan/atau penunjukan pimpinan paling rendah setingkat Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama. Standar Kompetensi Jabatan yang selanjutnya disingkat SKJ adalah daftar nama dan Level Kompetensi yang dipersyaratkan dalam suatu jabatan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh masing-masing Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan/atau Menteri Keuangan. Dari perbandingan level kompetensi dan SKJ diperoleh nilai Job Person Match. Pada tahun 2017, IKU tersebut mengukur persentase Pejabat Eselon II, III, dan IV Kementerian Keuangan yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya. Adapun pejabat yang memenuhi standar kompetensi adalah pejabat yang memiliki nilai JPM minimal 72%. Realisasi tahun 2017 adalah sebesar 93,58% dengan Indeks Capaian 103,98%. Realisasi tersebut telah memenuhi target karena pada tahun 2017 prioritas pelaksanaan Assessment adalah melakukan re-assessment bagi pejabat dengan JPM yang kurang dari 72% yang sebelumnya telah diberikan pengembangan kompetensi (training dan non training). Beberapa tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka memenuhi target capaian 2017 baik formal dan informal, seperti: 1. memetakan nilai JPM pejabat; 2. memetakan gap kompetensi yang dimiliki pejabat; 3. menyampaikan gap kompetensi yang dimiliki pejabat ke BPPK dalam rangka Diklat Berbasis Kompetensi. 132

147 Selama 4 (empat) tahun berturut-turut sejak tahun 2014, Capaian pejabat yang memenuhi jabatannya mengalami peningkatan sebagaimana ditunjukkan sebagai berikut: Gambar 3.13 Capaian pejabat yang memenuhi SKJ Tahun 2014 s.d ,00% 93,00% 92,00% 91,00% 90,00% 89,00% 88,00% 87,00% Capaian Pejabat Eselon II, III, IV Kementerian Keuangan yang Telah Memenuhi SKJ 89,33% 90,87% ,79% 93,58% Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU antara lain: 1. Hasil assessment belum menjadi acuan utama oleh user dalam penempatan. 2. Program pengembangan kompetensi pejabat belum optimal. 3. Program pengembangan kompetensi belum tersedia. 4. Hasil rekomendasi pengembangan kompetensi tidak dilaksanakan oleh user. Rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian IKU tersebut pada tahun 2018 antara lain: 1. Sosialisasi terkait penggunaan hasil assessment Kementerian Keuangan dalam proses mutasi dan promosi pegawai dan Individual Development Plan. 2. Melaksanakan sesi feedback bagi pejabat dengan hasil assessment kurang dari 72% dan dilanjutkan dengan re-assessment. 3. Dalam rangka peningkatan mutu assessment, akan dilaksanakan: a. Seleksi pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Assessor Sumber Daya Aparatur. b. Launching Aplikasi HRIS- Aplikasi Assessment Center. c. Stabilisasi jumlah peserta Assessment Center. d. Training teknik wawancara Assessment Investigasi. 9b. Nilai peningkatan kompetensi SDM Kementerian Keuangan memiliki peran strategis dalam mengelola keuangan Negara. Peranan tersebut harus didukung dengan sumber daya manusia yang kompeten, akuntabel, dan handal. Pembentukan SDM yang memiliki kualitas tersebut dilaksanakan melalui proses pembelajaran. Pembelajaran tersebut harus link and match dengan tujuan dan kebutuhan organisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut Kemenkeu telah memiliki Kemenkeu Corporate University. IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM bertujuan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi peserta diklat Kementerian Keuangan. Kompetensi SDM adalah karakteristik dan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan. IKU ini dimaksudkan untuk mengukur outcome dari program-program pengembangan SDM melalui diklat yang diselenggarakan. Nilai peningkatan kompetensi SDM didapatkan dari rata-rata raw data selisih level kompetensi akhir dengan level kompetensi awal setiap responden. Adapun tahapan pengukurannya dilakukan dalam dua fase: 1. Pengukuran level kompetensi awal dengan menggunakan pre-assessment melalui metode survei 360. Tahap ini dilaksanakan sebelum pegawai mengikuti diklat. Pegawai yang akan dianalisis adalah pegawai yang memiliki nilai pre-assessment dibawah Pengukuran level kompetensi akhir menggunakan metode yang sama dengan tahapan pertama. Kegiatan ini secepatcepatnya 3 bulan dan selambat-lambatnya 6 bulan setelah peserta kembali bekerja sesuai dengan kompetensi yang diperoleh dari diklat yang diikuti. akuntabilitas kinerja 133

148 Sample yang akan digunakan dalam IKU ini adalah diklat-diklat yang memenuhi syarat sebagai berikut: Diutamakan diklat dengan peserta homogen (berasal dari eselon I yang sama); Spesifik (peserta sudah berada dalam jabatan); Diutamakan bukan merupakan diklat penyegaran maupun diklat lanjutan; Diklat yang memiliki tujuan sesuai dengan kriteria C3 pada Taksonomi Bloom (mampu menerapkan/mengaplikasikan). Jenis diklat yang dievaluasi meliputi Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS), Diklat Teknis Substansif Dasar (DTSD), Diklat Fungsional (DF), dan Diklat Peningkatan Kompetensi (DPK). Target pada tahun 2017 sebesar 40 mengalami peningkatan dari target yang ditentukan tahun 2016 sebesar 23. Sesuai dengan ketentuan di atas, pengukuran peningkatan kompetensi alumni dilakukan pada 23 program diklat yang diselenggarakan pada tahun Dari 23 program diklat tersebut, 13 diantaranya belum mencapai target peningkatan yang optimal. Adapun rincian capaian tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 3.75 Nilai Peningkatan kompetensi SDM NO. PROGRAM DIKLAT REALISASI NILAI 1 Diklat Manajemen SDM (PPPK) 48,6 2 Diklat Analisis Bebas Kerja 35,4 3 Diklat staf PPK 37,4 4 Diklat bendahara pengeluaran 41,9 5 Diklat PBJ 40,74 6 DF Pemeriksa Ahli 35,21 7 DTSS Penelaah Keberatan Dasar 40,53 8 DTSS Forensik Digital Perpajakan Angkatan II 39,78 9 DTSS Operator Console Angkatan III 41,85 10 DTSS Kepala Hanggar Kepabeanan dan Cukai 37,30 11 DTSS Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan KITE Angkatan I 40,90 12 DTSS Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan KITE Angkatan II 36,90 13 DTSS Pemeriksaan Barang Impor Angkatan I 42,50 14 DTSS Pemeriksaan Barang Impor Angkatan II 43,50 15 DTSS Pengurusan Piutang Negara 35,2 16 DTSS Pengawasan dan Pengendalian BMN 34,9 17 DTSS Supervisor TIK DJKN Tingkat Madya 32,8 18 DTSS Penilaian Properti Lanjutan 58,6 19 Diklat Aksi UKI Akt 12 45,4 20 Diklat Aksi UKI 14 37,28 21 Diklat Adm Jaringan Komputer 37,6 22 Diklat Audit TIK Tk Dasar 25,5 23 Diklat Evaluasi Pasca Diklat 38,5 Total Nilai Peningkatan Kompetensi 39,58 Sesuai dengan sasaran Renstra Kementerian Keuangan Tahun yaitu mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetisi tinggi, peningkatan kompetensi memiliki peranan penting dalam menunjang pencapaian tujuan Kementerian Keuangan, dengan indikator kinerja dan target yang telah ditetapkan. Adapun, perbandingan target Renstra, target IKU dan realisasi IKU tahun adalah sebagai berikut: 134

149 Gambar 3.14 Perbandingan target renstra, target IKU dan realisasi IKU tahun 2015 s.d Target Renstra Target IKU Realisasi IKU Berdasarkan grafik di atas, target IKU pada tahun yaitu sebesar 22, 23, dan 40 meningkat atau lebih tinggi dari target renstra pada tahun sebesar 22, 22 dan 23. Adapun realisasi peningkatan kompetensi juga terus meningkat yaitu dari sebesar 28,94 pada 2015 menjadi 34,16 pada 2016 dan 39,58 pada tahun Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU ini yaitu Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) belum sepenuhnya memetakan kebutuhan riil kompetensi untuk meningkatkan kinerja. Hal ini berimplikasi pada pembelajaran yang belum optimal dalam memenuhi kebutuhan kompetensi pegawai dalam pencapaian kinerja. Akar masalahnya adalah belum tepatnya mekanisme link and match antara pelatihan yang dilaksanakan dengan kebutuhan kompetensi pegawai dalam upaya peningkatan kinerja organisasi. Dalam menghadapi tantangan tersebut, rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian IKU tersebut pada tahun 2018 antara lain: 1. Penyempurnaan proses TNA melalui penyusunan pedoman Analisis Kebutuhan Pembelajaran (proses legal drafting). 2. Penetapan pedoman ISD (Instructional System Design). 3. Penyempurnaan pedoman evaluasi. Selain hal di atas, BPPK berupaya pula untuk melakukan rencana aksi di triwulan I Tahun 2018 dengan mengimplementasikan AKP pola baru. Dengan diterapkannya rencana aksi tersebut, diharapkan peningkatan kompetensi pegawai dapat lebih ditingkatkan dan sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam mencapai tujuan Kementerian Keuangan. Sasaran Strategis 10: Organisasi yang kondusif Organisasi yang kondusif tercermin dengan adanya perilaku anggota organisasi yang memiliki komitmen kuat terhadap organisasi, hubungan yang harmonis di antara setiap anggota organisasi, serta motivasi dan etos kerja yang tinggi. Organisasi kondusif dapat tercipta jika beberapa faktor berikut dapat berjalan dengan baik antara lain pola komunikasi dan hubungan-hubungan dalam interaksi antar personal yang mempengaruhi suasana kerja; program pengembangan SDM dan kualitas kerja; alur dan prosedur pelaksanaan kegiatan, model jalur koordinasi dan konsultasi dalam pelaksanaan kerja; mekanisme penyampaian pendapat dan tingkat kebebasan dalam menyampaikan pendapat; serta program peningkatan kesejahteraan (termasuk pola jenjang karir). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) IKU yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.76 berikut. Tabel 3.76 Capaian IKU pada SS organisasi yang kondusif SS 10. Organisasi yang kondusif INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 10a Persentase implementasi inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan 90% 93,50% 103,89 10b Indeks tata kelola organisasi 70 82,72 118,17 akuntabilitas kinerja 135

150 10a. Persentase implementasi inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun 2014 merupakan program strategis Kementerian Keuangan dalam upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang, dan tantangan yang terjadi baik dalam skala nasional, regional, maupun global untuk mewujudkan Kementerian Keuangan yang lebih efektif dan efisien serta mampu meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders. Implementasi program RBTK pada tahun 2017 difokuskan pada implementasi 20 Inisiatif Strategis (IS) RBTK baru yang tersebar dalam 4 tema utama sebagaimana ditetapkannya dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 974/MK.01/2016. Implementasi 20 Inisiatif Strategis RBTK ditujukan untuk mencapai strategic outcomes Kemenkeu yaitu Terjaganya kesinambungan fiskal melalui pendapatan negara yang optimal, belanja negara yang efisien dan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Fokus tahun 2017 tersebut menggantikan fokus pelaksanaan pada tahun sebelumnya yaitu Implementasi 87 IS RBTK sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.01/2014 dan 7 Inisiatif tambahan, yang saat ini mayoritas telah diserahkan pengelolaannya pada unit terkait. Implementasi 20 Inisiatif Strategis RBTK di tahun 2017 dinilai dapat berjalan dengan baik (ontrack) dan telah menghasilkan berbagai output/ outcome yang cukup signifikan. Melalui program monitoring yang diselenggarakan, capaian implementasi 20 IS RBTK adalah sebesar 93,50% dari target 90%, dengan capaian pada masingmasing tema sebagai berikut: Tabel 3.77 Capaian implementasi 20 IS RBTK NO TEMA TARGET CAPAIAN Sentral (Setjen, BKF, BPPK) Penerimaan (DJP, DJBC, DJA, Itjen) Perbendaharaan (DJPB, DJKN, DJPPR, Itjen) 90% 97% 90% 90% 90% 94% 4 Penganggaran (DJA, DJPK) 90% 93% Capaian Implementasi IS RBTK yang di atas target tersebut tidak terlepas dari pelaksanaan program change management, monitoring, dan langkahlangkah strategis lainnya baik yang dilakukan oleh pemilik inisiatif, Project Management Office, Central Transformation Office, maupun pimpinan Kementerian Keuangan. Beberapa capaian signifikan per tema sebagai berikut: 1. Tema Sentral: Diagnostic Budaya yang melibatkan 97% Pegawai Kemenkeu dan Launching Gerakan Efisiensi (IMK 346/ IMK.01/2017); Program Secondment antara BKF-DJP- DJBC serta MoU dengan BI, OJK, & LPS. Launching Portal Knowledge Management System (klc.kemenkeu.go.id), dengan jumlah knowledge capture (video pembelajaran) tahun 2017 mencapai 631 Video termasuk executive knowledge capture tentang APBN 2016 dan Tax Amnesty; Penetapan format dan standard penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM- PPKF), sebagaimana telah disampaikan kepada DPR; 2. Tema Penerimaan: Pengembangan SIKD (Sistem Informasi Keuangan Daerah) untuk menampung DTH-RTH (Daftar Transaksi Harian Rekapitulasi Transaksi Harian) yang dibutuhkan oleh DJP; 136

151 Implementasi Joint Program DJP-DJBC (joint analysis dan joint audit) dengan total realisasi penerimaan mencapai Rp3,49 triliun & USD 5,13jt; Integrasi Nomor Induk Kepabeanan (NIK) dan NPWP; Interkoneksi SIMPONI (Sistem Informasi PNBP Online) dengan sistem pemungutan PNBP di beberapa K/L (Kemen LHK, Kemenkes, dan BATAN) dan proses development dengan Kemen ESDM; Komitmen sinergi APIP K/L/Pemda dalam pengawasan penerimaan perpajakan; 3. Tema Perbendaharaan: Implementasi simplifikasi proses pertanggungjawaban keuangan untuk penerima bantuan sosial; Piloting SAKTI pada seluruh satuan kerja DJPB; Penerbitan SPN tenor kurang dari 3 bulan; Penetapan dan piloting pedoman penerapan, penilaian, dan reviu pengendalian intern atas pelaporan Keuangan pemerintah pusat ICOFR (Internal Control Over Financial Reporting) (PMK-14/2017); Pelaksanaan revaluasi atas aset/bmn dengan nilai koreksi/kenaikan BMN per 31 Desember 2017 mencapai Rp1.821 T (271,3% dari nilai buku). 4. Tema Penganggaran: Penetapan PP Nomor 17/2017 tentang sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional yang dilanjutkan dengan pembangunan aplikasi KRISNA yang telah dijadikan rujukan dalam RKA K/L; Penetapan PMK 50/PMK.07/2017 jo. PMK 112/PMK.07/2017: penyempurnaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang mencakup rambu-rambu penggunaan block grant, perbaikan pengalokasian DAK Fisik berbasis proposal (melalui aplikasi e-planning dan Aplikasi SINKRON DAK Fisik) dan penerapan performance based dalam penyaluran TKDD; Penentuan dan simulasi Skema Pensiun baru bersama KemenPAN-RB (manfaat pasti untuk PNS Lama, dan iuran pasti untuk PNS baru); Adapun tren capaian dari tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut: Tabel 3.78 Tren Capaian implementasi 20 IS RBTK PERIODE TAR- GET REALI- SASI TAR- GET REALI- SASI TAR- GET REALI- SASI Smt I n/a n/a 30% 47% 30% 46% Smt II n/a n/a 87% 98% 90% 93,5% Tahunan 85% 100% 87% 98% 90% 93,5% Tantangan atas implementasi 20 IS RBTK di Kementerian Keuangan sangat beragam, mengingat implementasi IS RBTK dimaksud tersebar pada beberapa unit eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan dan melibatkan stakeholder yang sangat beragam. Beberapa tantangan yang signifikan diantaranya: 1. Tema Sentral: Untuk milestone gerakan efisiensi Kementerian Keuangan perlu dukungan kebijakan Standar Biaya Masukan, dan arahan serta komitmen pimpinan secara berkelanjutan untuk implementasi penguatan budaya. Untuk Inisiatif Leaders Factory, remunerasi dan reward pegawai yang akan mengikuti program Leaders Factory menjadi isu yang menjadi tantangan tersendiri. Selain itu perlu komitmen dan koordinasi yang intensif untuk pembangunan Enterprise Architecture dan perumusan disired state Kementerian Keuangan. akuntabilitas kinerja 137

152 2. Tema Penerimaan: Jangka waktu implementasi Core Tax System cukup pendek, dengan jumlah sumber daya yang tersedia kurang mencukupi serta tidak dialokasikan secara khusus (fully dedicated). Terdapat substansi/materi pasal dalam RUU PNBP untuk implementasi optimalisasi PNBP yang belum disepakati dan akan dilanjutkan kembali pada masa sidang DPR Tahun 2018, dan koordinasi yang intensif antar unit eselon 1 di Lingkungan Kementerian Keuangan untuk inisiatif pengamanan pajak atas belanja pemerintah. 3. Tema Perbendaharaan: Implementasi SAKTI memerlukan berbagai persiapan, baik dari sisi penyempurnaan proses bisnis, pengembangan aplikasi, penyiapan infrastruktur, dan pelaksanaan program manajemen perubahan. Untuk implementasi Sinergi Pengawasan Pelaksanaan Keuangan BUN dan ICOFR, pemahaman K/L terkait ICOFR belum memadai. 4. Tema Penganggaran: Tantangan untuk implementasi Efisiensi dan Efektifitas Belanja Negara adalah resistensi K/L terkait pelaksanaan Inpres No. 4 Tahun 2017 tentang Efisiensi Belanja Barang K/L dalam Pelaksanaan APBN TA 2017 dan terkait perubahan SBM (perjadin/honor tim/biaya rapat). Tantangan untuk inisiatif Reformasi Program Pensiun adalah pembahasan regulasi reformasi program pensiun PNS (internal dan eksternal). Terlepas dari capaian tahun 2017 yang cukup memuaskan, terdapat beberapa isu strategis yang perlu mendapat perhatian dalam implementasi IS RBTK pada tahun 2018, antara lain: 1. Perlu dukungan pimpinan dalam Penguatan Budaya Kemenkeu melalui penetapan Program Budaya Kemenkeu dan akselerasi Gerakan Efisiensi; 2. Adanya resistensi K/L/Pemda dalam perubahan kebijakan Standar Biaya Masukan yang mendorong perilaku efisien (perjadin/ honor tim/biaya rapat). 3. Perlu dukungan pimpinan untuk penetapan Perpres Reformasi Perpajakan yang di dalamnya juga memuat klausul pengadaan core tax system; 4. Perlu dukungan pimpinan dalam pembahasan lanjutan RUU PNBP bersama DPR; 5. Koordinasi dengan Bappenas untuk menginisiasi integrasi aplikasi e-planning dan SINKRON DAK Fisik dengan aplikasi KRISNA (RKA K/L); 6. Pembangunan joint profile DJP-DJBC. 7. Persiapan dan pembahasan reformasi program pensiun bersama Presiden dan para Menteri Koordinator. 8. Pembangunan Enterprise Architecture (EA) sebagai gateaway transformasi Digital Kementerian Keuangan. 10b. Indeks tata kelola organisasi Tata kelola organisasi diukur melalui hasil survei MOFIN (Ministry of Finance Organizational Fitness Index), Nilai Pembangunan Integritas, dan Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) oleh KemenPAN-RB. 1. Nilai MOFIN Kementerian Keuangan adalah 86 (skala 100). Survey telah dilaksanakan pada tanggal April 2017 dengan total pegawai yang berpartisipasi sebanyak pegawai, Namun total responden final yang dijadikan dasar perhitungan skor adalah pegawai, karena 223 adalah CPNS dan responden tidak valid karena tidak lulus uji konsistensi jawaban atau tidak teridentifikasi unit asalnya. 2. Nilai AKIP Kementerian Keuangan adalah 83,79 (skala 100), nilai ini merupakan hasil penilaian KemenPAN-RB atas AKIP Kementerian Keuangan. 3. Nilai Persepsi Integritas Kementerian Keuangan adalah 83,11 (skala 100). 138

153 Berikut penjelasan lengkap masing-masing komponen penilaian: 1. Nilai MOFIN Kementerian Keuangan IKU Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan Tahun 2017 diukur berdasarkan hasil survei penilaian kesehatan organisasi Kementerian Keuangan (MOFIN), yang pelaksanaannya berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.01/2014 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan. Survei dilaksanakan pada tanggal 17 s.d. 30 April 2017 melalui pengisian kuesioner secara online terhadap seluruh pegawai Kementerian Keuangan. Penilaian yang komprehensif secara berkala terhadap kondisi kesehatan organisasi diperlukan untuk memastikan bahwa organisasi Kementerian Keuangan senantiasa berada pada kondisi yang sehat, serta aspek-aspek yang perlu diperbaiki dapat terdeteksi secara aktual dan akurat. Penilaian kesehatan organisasi Kementerian Keuangan diukur berdasarkan pada 3 cluster, 9 dimensi, dan 37 indikator, dan dilakukan melalui sebuah survei berskala nasional. Definisi dari kesehatan organisasi adalah kemampuan organisasi untuk: 1. Melakukan penyelarasan internal, yaitu memiliki tujuan bersama yang didukung oleh budaya dan iklim kerja serta memiliki arti yang mendalam bagi para pegawainya; 2. Mengeksekusi strategi, yaitu memiliki kemampuan, proses manajemen dan motivasi yang baik untuk melaksanakan programnya dengan sempurna; dan 3. Memperbaharui diri, yaitu secara efektif memahami, berinteraksi, membentuk dan beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya. Target Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan tahun 2017 ditetapkan sebesar 77 dari skala pengukuran 1 (satu) sampai dengan 100 (seratus). Adapun realisasi yang diperoleh berdasarkan hasil survei MOFIN adalah 84. Dengan demikian, realisasi indeks kesehatan organisasi Kementerian Keuangan telah melebihi target yang ditetapkan. Indeks dimaksud diperoleh berdasarkan data yang diolah dari jawaban responden. Dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, jumlah reponden tahun 2017 meningkat dibandingkan pelaksanaan survei MOFIN selama tiga periode sebelumnya, yaitu pegawai pada tahun 2015, pegawai pada tahun 2014 dan pegawai pada tahun Berikut ini adalah hasil penilaian kesehatan organisasi Kementerian Keuangan dari tahun : Gambar 3.15 Hasil survei MOFIN Kementerian Keuangan tahun OHI 2013 MOFIN 2014 MOFIN 2015 MOFIN Sumber: Survei OHI & MOFIN ( ) akuntabilitas kinerja 139

154 Peningkatan nilai pada tahun 2017 dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain telah dilaksanakannya rekomendasi tindak lanjut survei MOFIN tahun 2015 pada tahun 2016, butir kuesioner yang lebih jelas dan sederhana, serta sosialisasi kesehatan organisasi yang dilaksanakan pada tingkat Kementerian Keuangan maupun pada masing-masing unit eselon I. Adapun kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan untuk mendukung tercapainya Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan tahun 2017 adalah sebagai berikut: 1. Penyempurnaan aplikasi survei online MOFIN untuk menyesuaikan dengan perubahan metodologi penilaian kesehatan organisasi. 2. Sosialisasi penilaian kesehatan organisasi kepada para pejabat/pegawai Kementerian Keuangan. Sosialisasi dilakukan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu sosialisasi secara formal dan informal. Sosialisasi secara formal dilakukan melalui pertemuan tatap muka dengan kegiatan workshop dan internalisasi penilaian kesehatan organisasi. Peserta workshop dan internalisasi adalah: a. Peserta workshop penilaian kesehatan organisasi antara lain para Sekretaris Direktorat/Badan/Inspektorat dan pejabat eselon II lingkup Setjen, serta para Kepala Bagian yang membidangi organisasi pada masing-masing Unit Eselon I. Workshop diselenggarakan pada tanggal 4 April b. Peserta internalisasi penilaian kesehatan organisasi antara lain para pelaksana perwakilan Unit Eselon II Setjen dan para pelaksana perwakilan Unit Eselon I. Internalisasi diselenggarakan pada tanggal 5 dan 6 April Sosialisasi secara informal dilakukan dengan tujuan menyampaikan informasi terkait pelaksanaan survei MOFIN kepada sebanyak mungkin pegawai, dan dilaksanakan melalui: a. Artikel mengenai penilaian kesehatan organisasi pada web Kemenkeu dengan tautan berita/survei-kesehatan-organisasi-dankepemimpinan-untuk-kesempurnaanorganisasi-kemenkeu dan web masingmasing unit eselon I; b. Artikel di media cetak Kemenkeu, antara lain Buletin Kinerja dan Media Keuangan; c. Media publikasi cetak lainnya, seperti leaflet, booklet, dan manual book; d. Video lift & videotron; e. blast; f. Infografis; dan g. Surat Edaran Menteri Keuangan. 3. Pelaksanaan survei MOFIN secara online pada tanggal 17 s.d. 30 April 2017 kepada seluruh pegawai Kementerian Keuangan, baik di kantor pusat, UPT, unit organisasi non eselon, maupun instansi vertikal. 4. Pengolahan data hasil survei MOFIN. Skor MOFIN diperoleh untuk level Kementerian Keuangan hingga unit terkecil setelah dilakukan verifikasi data responden berdasarkan basis data HRIS. 5. Focus Group Discussion (FGD) pendalaman hasil survei MOFIN pada instansi vertikal dan kantor pusat. a. FGD pada instansi vertikal dilakukan pada: 1) Kanwil DJKN Pontianak, tanggal 9-11 Agustus ) Kanwil DJBC Khusus Kepulauan Riau, tanggal Agustus ) Kanwil DJPB Papua, tanggal Agustus ) Kanwil DJP Jawa Barat II, tanggal 30 Agustus ) Kanwil DJPB Sulawesi Selatan, tanggal 4-6 September b. FGD pada kantor pusat dilakukan pada tangggal 31 Oktober 2017, yang dihadiri oleh: 1) Pewakilan pejabat Eselon III, Eselon IV, dan Pelaksana dari masingmasing unit eselon I. 140

155 2) Perwakilan pejabat dan pegawai dari Biro SDM dan Biro Perencanaan dan Keuangan. 6. Exit Meeting dengan seluruh unit Eselon I di Lingkungan Kementerian Keuangan mengenai hasil Penilaian Kesehatan Organisasi Tahun 2017, yang dilaksanakan pada tanggal 13 Desember Hasil Penilaian Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan Tahun 2017 telah dilaporkan kepada Sekretaris Jenderal dengan ND-844/SJ.2/2017 tanggal 12 Desember 2017 dan kepada Menteri Keuangan dengan ND- 1091/SJ/2017 tanggal 14 Desember Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU antara lain: 1. Tingkat pemahaman yang tidak seragam atas substansi butir-butir kuesioner menyebabkan jawaban responden kurang mencerminkan kondisi kesehatan organisasi yang sebenarnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah dilaksanakan: a. pada tahun 2016, telah dilakukan penyempurnaan dan uji coba butir kuesioner kepada para pegawai di kantor pusat maupun beberapa instansi vertikal untuk memastikan butir kuesioner valid dan reliabel; dan b. pada tahun 2017, telah dilaksanakan sosialisasi kesehatan organisasi kepada seluruh pegawai untuk memberikan pemahaman mengenai indikatorindikator kesehatan organisasi, serta praktik-praktik manajemen yang telah dilaksanakan di Kementerian Keuangan untuk menjaga kondisi masing-masing indikator kesehatan organisasi tersebut. 2. Akses internet yang lambat pada beberapa wilayah kerja serta pada akhir periode pengisian menyebabkan terkendalanya proses pengisian kuesioner oleh responden. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada Surat Edaran Nomor SE-6/MK.1/2017 pengisian kuesioner dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: a. pengisian kuesioner oleh pegawai DJP pada pukul 12:01 s.d. 24:00; dan b. pengisian kuesioner oleh pegawai non DJP pada pukul 24:01 s.d. 12: Data responden tidak dapat di-update secara mandiri oleh responden karena kesalahan sistem aplikasi, yang berpotensi menyebabkan segmentasi hasil survei berdasarkan karakteristik responden tidak sesuai dengan kondisi terkini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, setelah periode survei berakhir, kembali dilakukan konfirmasi ulang terhadap data responden dengan basis data HRIS. Rencana aksi yang akan dilakukan terkait indeks kesehatan organisasi Kementerian Keuangan: 1. Simplifikasi metodologi penilaian kesehatan organisasi Kemenkeu (MOFIN), yang dilakukan untuk menyederhanakan kuesioner MOFIN sehingga responden dapat lebih cepat, mudah, dan nyaman di dalam berpartisipasi pada survei tersebut. 2. Penyempurnaan pedoman penilaian kesehatan organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, yang dilakukan untuk menyesuaikan ketentuan yang ada dengan perkembangan terkini penilaian kesehatan organisasi Kementerian keuangan. 2. Nilai AKIP Kementerian Keuangan Nilai Laporan Kinerja (LAKIN) Kemenkeu merupakan hasil evaluasi atas akuntabilitas kinerja yang dilakukan oleh KemenPAN-RB tahun 2017 atas LAKIN Kemenkeu tahun 2016 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). akuntabilitas kinerja 141

156 Komponen yang diukur pada IKU ini sama dengan komponen dalam penilaian LAKIN oleh KemenPAN-RB yaitu Perencanaan Kinerja, Pengukuran Kinerja, Pelaporan Kinerja, Evaluasi Internal dan Capaian Kinerja dengan penjelasan sebagai berikut: a. Aspek perencanaan (bobot 30%), komponenkomponen yang dievaluasi antara lain: (1) perencanaan strategis; (2) perencanaan kinerja; (3) penetapan kinerja; dan keterpaduan serta keselarasan diantara subkomponen tersebut. b. Aspek pengukuran kinerja (bobot 25%), komponen-komponen yang dievaluasi adalah: (1) indikator kinerja secara umum dan indikator kinerja utama (IKU), (2) pengukuran, serta (3) analisis hasil pengukuran kinerja. c. Aspek pelaporan kinerja (bobot 15%), yang dinilai adalah ketaatan pelaporan, pengungkapan dan penyajian, serta pemanfaatan informasi kinerja guna perbaikan kinerja. d. Aspek evaluasi kinerja (bobot 10%), yang dinilai adalah pelaksanaan evaluasi kinerja dan pemanfaatan hasil evaluasi. e. Aspek Capaian kinerja (bobot 20%), dalam hal mana MENPAN & RB melakukan reviu atas prestasi kerja atau capaian kinerja yang dilaporkan dengan meneliti berbagai indikator pencapaian kinerja, ketetapannya, pencapaian targetnya, keandalan data, dan keselarasan dengan pencapaian sasaran pembangunan dalam dokumen perencanaan (RPJMN, Renstra). Pengkategorian Peringkat (rating) Nilai LAKIN adalah sebagai berikut: Tabel 3.79 Pengkategorian peringkat (rating) nilai LAKIN NO. SKOR NILAI INTERPRETASI DAN KARAKTERISTIK INSTANSI 1 di atas 85 AA 2 di atas 75 s.d. 85 A 3 di atas 65 s.d. 75 B 4 di atas 50 s.d. 65 CC 5 di atas 30 s.d. 50 C 6 0 s.d. 30 D Memuaskan: Memimpin perubahan, berbudaya kinerja, berkinerja tinggi, dan akuntabel, perlu terus berinovasi Sangat Baik: Akuntabilitas kinerjanya baik, berkinerja baik, memiliki sistem manajemen kinerja yang andal, menggunakan knowledge management untuk membangun budaya berkinerja, perlu banyak inovasi Baik: akuntabilitas kinerjanya baik, memiliki sistem yang dapat digunakan untuk manajemen kinerja, perlu sedikit perbaikan untuk systems dan perlu banyak berfokus perbaikan soft systems. Cukup Baik (memadai): Akuntabilitas kinerjanya cukup baik, taat kebijakan, memiliki sistem yang dapat digunakan untuk memproduksi informasi kinerja bagi pertanggungjawaban, tapi perlu banyak perbaikan, termasuk sedikit perbaikan yang mendasar Agak Kurang: Memiliki sistem untuk manajemen kinerja tapi kurang dapat diandalkan, perlu banyak perbaikan dan termasuk perbaikan yang mendasar Kurang: sistem dan tatanan tidak dapat diandalkan untuk manajemen kinerja, perlu banyak sekali perbaikan dan perubahan yang sangat mendasar. Target Nilai LAKIN tahun 2017 adalah sebesar 83,35. Target ini ditetapkan dengan mempertimbangkan realisasi tahun sebelumnya. Hasil penilaian yang digunakan sebagai acuan penghitungan capaian komponen IKU adalah hasil penilaian yang telah dirilis oleh KemenPAN- RB atau telah disampaikan oleh KemenPAN-RB kepada Kemenkeu pada tahun berjalan. Berdasarkan surat Menteri PAN-RB No. B/571/M. AA.05/2017 tanggal 16 Februari 2017 (diterima tanggal 11 April 2017) tentang Hasil Evaluasi atas AKIP Tahun 2016, Kemenkeu memperoleh nilai sebesar 83,79. Hasil penilaian tersebut merupakan penilaian terhadap implementasi SAKIP yang dilaksanakan pada tahun 2015 dan dilaporkan kepada KemenPAN-RB pada tahun

157 Berdasarkan hasil penilaian Kemenpan-RB atas akuntabilitas kinerja, Kementerian Keuangan selama empat tahun berturut-turut (2012 s.d. 2016) telah mendapatkan nilai A. Untuk tahun 2013 s.d 2015 Kemenkeu mendapatkan nilai tertinggi dibandingkan K/L lainnya. Tren nilai LAKIN Kemenkeu adalah sebagai berikut: Tabel 3.80 Perkembangan nilai LAKIN Kemenkeu Tahun 2012 s.d KOMPONEN a. Perencanaan Kinerja b. Pengukuran Kinerja c. Pelaporan Kinerja d. Evaluasi Kinerja e. Capaian Kinerja Nilai AKIP Kemenkeu Tingkat Akuntabilitas Kinerja 27,62 28,93 29,00 25,12 25,34 15,10 16,20 16,35 20,78 20,94 11,19 12,53 12,55 13,31 13,45 7,07 7,17 7,28 7,97 8,14 14,11 15,21 15,51 15,75 15,92 76,07 80,04 80,69 82,93 83,79 A A A A A Dari hasil reviu KemenPAN-RB atas AKIP yang dilaksanakan pada tahun 2016, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : 1. Menyempurnakan dokumen perencanaan, terutama penyempurnaan indikator kinerja yang menjawab peran dan tanggung jawab Kemenkeu dalam pelaksanaan mandat yang diemban, misalnya peran terkait pelaksanaan UU Keuangan Negara dalam mewujudkan penganggaran berbasis kinerja, maupun mengenai fungsi yang terkait pertumbuhan aset atau kekayaan negara; 2. Melakukan integrasi proses penganggaran dengan penentuan target kinerja sehingga lebih menggambarkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja; 3. Renstra unit kerja masih perlu disempurnakan, misalnya Renstra DJKN, belum menggambarkan peran strategis DJKN dalam pencapaian keberhasilan pembangunan; 4. Memperkuat kepatuhan dan ketaatan individu dalam melaporkan capaian kinerja IKU yang telah disepakati dan kontrak kinerja melalui optimalisasi monitoring dan evaluasi kinerja; dan 5. Sebagai bentuk akuntabilitas kepada masyarakat dokumen terkait akuntabilitas kinerja di seluruh unit eselon I seharusnya di publikasikan di masing-masing halaman website unit kerja. Tindakan yang telah dilaksanakan antara lain: 1. LAKIN Kementerian Keuangan Tahun 2016 telah selesai dan disampaikan kepada KemenPAN-RB dan BAPPENAS melalui surat Menteri Keuangan No. S-152/MK.01/2017 tanggal 24 Februari LAKIN ini menjadi bahan reviu implementasi AKIP pada Tahun 2017 yang hasilnya akan dirilis pada tahun 2018; 2. Telah disampaikan surat Menteri Keuangan nomor S-370/MK.01/2017 tanggal 2 Mei 2017 perihal Tanggapan Atas Hasil Evaluasi AKIP tahun 2016 kepada KemenPAN-RB. 3. Pelaksanaan dialog kinerja organisasi setiap triwulan yang mengintegrasikan monitoring kinerja dengan pemantauan risiko pada Kementerian Keuangan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 590/ KMK.01/ Reviu Pengelolaan Kinerja tahun 2017 yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas implementasi pengelolaan kinerja sekaligus impelementasi SAKIP pada Kementerian Keuangan. Beberapa rencana tindak lanjut untuk meningkatkan nilai LAKIN 2017 antara lain: 1. Terkait dengan perwujudan penganggaran berbasis kinerja dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: a. Melaksanakan PP Nomor 17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional; b. Implementasi Arsitektur dan Informasi akuntabilitas kinerja 143

158 Kinerja (ADIK) yang dilaksanakan secara penuh pada Dokumen Perencanaan dan Penganggaran seluruh unit eselon I Kementerian Keuangan tahun 2017; c. Penggunaan aplikasi KRISNA yang merupakan bentuk sinergi dari aplikasi Renja dan aplikasi ADIK, sehingga dalam penyusunan anggaran tahun 2018 tidak menggunakan aplikasi yang terpisah; d. Sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional, melalui penetapan petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA/KL dan pengesahan DIPA (Peraturan Menteri Keuangan No. 94/PMK.02/2017); e. Penunjukan sebagai piloting pencatuman volume pada komponen dalam aplikasi RKA K/LTahun 2018 ; 6. Publikasi dokumen terkait akuntabilitas kinerja (LAKIN) dipublikasikan pada website masing-masing unit Eselon I. 3. Nilai Persepsi Integritas Kementerian Keuangan Latar Belakang Penilaian Persepsi Integritas Kementerian Keuangan Tahun 2017 dilaksanakan dalam rangka penguatan budaya organisasi, yang merupakan salah satu Inisiatif Strategis dalam pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (IS RBTK) Kementerian Keuangan. sebagaimana ditetapkan dalam KMK Nomor 974/ KMK.01/ Menyempurnakan indikator kinerja yang mengukur kualitas pelaksanaan anggaran yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas daya serap, menyelaraskan output dengan prioritas nasional/program prioritas, dan mendorong efisiensi dan konsistensi dalam pencairan anggaran sesuai perencanaan. 3. Melakukan penilaian kembali terhadap aset tetap berupa tanah, bangunan, jalan, jembatan, dan irigasi sesuai Perpres 75/2017 tentang Penilaian Kembali BMN/BMD dan PMK 118/2017 tentang Pedoman Penilaian Kembali BMN. Kegiatan penilaian kembaii bertujuan antara lain untuk 1) pemutakhiran nilai aset dalam LKPP; 2) pemuktahiran database; 3) underlying SBSN. 4. Mengoptimalkan pelaksanaan dialog kinerja pada seluruh unit kerja di Kementerian Keuangan, baik dialog kinerja organisasi maupun individu dalam rangka mendorong pencapaian kinerja. 5. Menyempurnakan standar penetapan kualitas kontrak kinerja pada Kementerian Keuangan yang ditujukan untuk mendorong pegawai meningkatkan kualitas IKU maupun target dalam rangka mendukung pencapaian strategi organisasi. Penilaian ini ditujukan untuk mewujudkan salah satu outcome dari IS RBTK dimaksud yaitu meningkatnya Nilai Pembangunan Integritas pada Kementerian Keuangan berdasarkan hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk mengoptimalkan pencapaian outcome tersebut, Kementerian Keuangan mencanangkan program penilaian persepsi integritas yang dilakukan secara mandiri yang dikoordinasikan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan bekerjasama dengan KPK. Metode Penilaian Penilaian Persepsi Integritas dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal bekerja sama dengan Unit Kepatuhan Internal dari seluruh unit eselon I di Lingkungan Kementerian Keuangan. Kegiatan Penilaian ini juga disupervisi oleh KPK. Metode penilaian yang digunakan dikoordinasikan terlebih dahulu dengan KPK. Berdasarkan hasil pembahasan dengan KPK, kemudian dilakukan pembahasan internal 144

159 baik di internal Inspektorat Jenderal maupun bersama Unit Kepatuhan Internal (UKI) seluruh unit Eselon I. Secara umum metode penilaian terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut : 1. Survei Pelaksanaan survei dilakukan secara online yang ditujukan kepada pegawai internal Kementerian Keuangan dan eksternal yaitu stakeholder atau pengguna layanan Kementerian Keuangan. Responden internal ditentukan oleh Unit Kepatuhan Internal Pusat masing-masing. Kriteria pemilihan unit vertikal yang menjadi sampel dilihat berdasarkan: jumlah penerimaan/ pengeluaran Negara, frekuensi layanan kepada pengguna eksternal, dan tingkan kerawanan KKN. Responden eksternal diambil dari pengguna layanan unit eselon II yang menjadi sampel responden internal baik pusat maupun vertikal. Gambar 3.16 Aspek penilaian survei integritas Aspek Penilaian Budaya Integritas Organisasi Budaya Organisasi Sistem Anti Korupsi Indeks Persepsi Integritas Internal Budaya Integritas Pegawai Integritas Pengelolaan SDM Integritas Pengelolaan Anggaran Eksternal Transparansi dan Akuntabilitas Pelayanan Transparansi Layanan Publik Akuntabilitas Penanganan Laporan Korupsi Akuntabilitas dan Perilaku Anti Korupsi Akuntabilitas Pegawai 2. Focus Group Discussion (FGD) Dilakukan di pusat dan di 6 kota di tiap zona wilayah. Kantor yang menjadi peserta FGD Internal ditentukan oleh Unit Kepatuhan Internal Pusat eselon I masing-masing. Dalam setiap sesi pelaksanaan FGD terdiri dari 2 orang moderator yang berasal dari Inspektorat Jenderal, 1 notulis, dan 1 observer yang berasal dari Unit Kepatuhan Internal eselon I masing-masing. Sesi pelaksanaan FGD juga disupervisi oleh KPK. Di dalam pelaksanaannya peserta FGD diberikan form kuesioner pendalaman sebagai alat untuk mengukur kembali persepsi integritas yang telah terkonfirmasi melalui FGD. 3. Penilaian Lapangan Dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan FGD. akuntabilitas kinerja 145

160 Kegiatan yang dilakukan antara lain: interview, pembagian kuesioner kepada pengguna layanan kantor yang dilakukan penilaian, dan permintaan matriks hukuman disiplin (hukdis). Hasil Penilaian Unit yang menjadi sampel survei pada tahun 2017 terdiri dari 27 unit eselon II di kantor pusat, 16 unit eselon II dan 97 unit eselon III di kantor vertikal. FGD dan observasi lapangan dilaksanakan di Balikpapan, Makassar, Ambon, Medan, Surabaya, dam Denpasar. Gambar 3.17 Waktu pelaksanaan penilaian integritas berdasarkan wilayah BALIKPAPAN 30 Oktober - 3 November unit partisipan MAKASSAR 30 Oktober - 3 November unit partisipan AMBON 6-10 November unit partisipan MEDAN Oktober unit partisipan JAKARTA November 2017 SURABAYA Oktrober unit partisipan DENPASAR 6-10 November unit partisipan Gambar 3.18 Demografi responden berdasarkan wilayah wilayah Pusat Maluku dan Papua Sulawesi 9% 12% 18% 10% 15% 11% 25% Sumatera Jawa Gambar 3.19 Nilai persepsi integritas Kementerian Keuangan berdasarkan unsur penilaian Pengelolaan Anggaran 83,48 Budaya Integritas Organisasi, 80,44 Eksternal Budaya Integritas Kerja 96,84 Bali dan Nusra Kalimantan Pengelolaan SDM 82, 07 Budaya Organisasi 69,89 Berdasarkan hasil survei pada unit sampel, secara umum tingkat integritas Kementerian Keuangan sudah baik. Sistem anti korupsi di Kementerian Keuangan, baik organisasi maupun pegawai, juga sudah berjalan efektif dalam mendukung budaya integritas di Kementerian Keuangan. Internal Sistem Anti Korupsi, 70,77 Tabel 3.80 Nilai integritas Kementerian Keuangan KEMENKEU INTERNAL EKSTERNAL NILAI AKHIR 77,5 89,2 83,11 146

161 Gambar 3.20 Nilai persepsi integritas Kementerian Keuangan dan seluruh unit eselon I 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 Kemenkeu SETJEN DJA DJP DJBC DJPB DJKN DJPK DJPPR ITJEN BKF BPPK Internal Eksternal Nilai Akhir 77,50 89,20 83,11 77,80 89,50 81,56 77,40 90,70 84,86 76,60 87,70 80,07 78,90 90,40 82,70 83,90 91,50 86,16 77,80 91,50 85,31 77,50 78,50 78,81 77,80 91,00 85,01 75,90 93,60 85,56 72,70 86,50 80,24 76,00 90,70 83,92 Gambar 3.21 Nilai persepsi integritas pada Kementerian Keuangan berdasarkan zona wilayah survei 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 Sumatera Jawa Kalimantan Bali & Nusra Sulawesi Maluku & Papua Pusat Internal Eksternal 78,4 93,6 79,3 92,2 78,0 92,2 78,6 97,3 77,9 96,1 76,9 91,2 77,3 80,1 Selain penilaian integritas yang dilakukan oleh Tim internal Kementerian Keuangan, penilaian terkait dengan integritas juga dilakukan oleh pihak eksternal Kementerian Keuangan yaitu Penilaian Zona Integritas oleh KemenPAN-RB yang dilaksanakan pada tahun 2017 dan Penilaian Integritas yang dilakukan oleh KPK pada tahun 2016 yang lalu. Namun demikian, responden dari masingmasing survei tersebut berbeda. Berdasarkan hasil penilaian zona integritas yang dilakukan oleh KemenPAN-RB, Kementerian Keuangan memperoleh nilai 3,28 (skala 4) sedangkan dari hasil penilaian integritas yang dilakukan oleh KPK, Kementerian Keuangan memperoleh nilai 76,53. Tabel 3.82 Komparasi nilai persepsi integritas PENILAIAN INTEGRITAS UNIT SAMPEL JUMLAH RESPONDEN NILAI Penilaian Zona Integritas oleh Menpan RB (2017) Tujuh Unit Es. 1 (DJP, DJBC, DJBP, DJKN, DJPPR, SETJEN, BPPK) Penilaian Integritas oleh KPK (2016) Satu Unit Es. 1 (DJBC) 255 (I) 251 (E) Penilaian Integritas oleh Tim Internal Kemenkeu (2017) Keterangan : I (Responden Internal) E (Responden Eksternal) Seluruh Unit Es ,28 (skala 4) atau 82, (I) 746 (E) 76,53 83,11 akuntabilitas kinerja 147

162 Rencana Aksi 1. Mengembangkan rencana tindak lanjut hasil penilaian, berupa rencana pencegahan dan penanganan modus-modus KKN; 2. Meningkatkan kerjasama dan sinergi di lingkungan Kementerian Keuangan dalam mengembangkan program budaya integritas; 3. Sosialisasi penilaian integritas di lingkungan Kementerian Keuangan; 4. Penyusunan peta tingkat integritas unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka membantu fokus program pencegahan dan penanganan KKN. Sasaran Strategis 11: Sistem manajemen informasi yang andal Untuk meningkatkan layanan bagi stakeholder Kementerian Keuangan, dibutuhkan dukungan TIK dalam mengotomasi proses bisnis yang ada di lingkungan Kementerian Keuangan. Saat ini, terdapat beberapa aplikasi dengan kritikalitas sangat tinggi yang digunakan oleh seluruh unit Eselon I untuk mendukung pelayanan bagi stakeholdernya. Untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan, diperlukan jaminan kepada stakeholder bahwa layanan yang didukung oleh aplikasi memiliki tingkat ketersediaan yang tinggi dengan tingkat downtime yang seminimal mungkin. Sistem Manajemen Informasi yang andal akan terwujud dengan adanya pengelolaan layanan TIK yang andal yaitu dengan penyediaan dan pemenuhan layanan TIK, serta penyelesaian gangguan layanan TIK kepada pengguna layanan TIK sesuai ketentuan yang disepakati pada Katalog Layanan TIK, SLA, dan atau Business Impact Analysis (BIA). Salah satu pengukuran pencapaian sasaran strategis diatas adalah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Tingkat Downtime Sistem TIK. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) IKU yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.83 berikut. Tabel 3.83 Capaian IKU pada SS sistem manajemen informasi yang andal SS 11. Sistem manajemen informasi yang andal INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 11a Tingkat downtime sistem TIK 1% 0,0827% 120,00 11b Indeks implementasi IT Service Management tahap I ,54 116,54 11a. Tingkat downtime sistem TIK Tingkat downtime sistem TIK adalah terhentinya layanan TIK yang memiliki tingkat kritikalitas sangat tinggi milik Unit Eselon I dikarenakan gangguan pada infrastruktur TIK dan Layanan TIK yang disebabkan oleh gangguan pada infrastruktur TIK ataupun core system layanan TIK meliputi komponen layanan: Internet, Intranet, Server/Operating System (OS), Aplikasi/Database, dan kelistrikan. Layanan TIK dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi ditentukan berdasarkan dampak terhadap kelangsungan operasional organisasi dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: a) Potensi kerugian finansial; b) Potensi tuntutan hukum; c) Citra Kemenkeu; dan d) Jumlah pengguna yang dirugikan. Perhitungan downtime layanan tidak termasuk downtime yang direncanakan (Planned Downtime), downtime untuk tujuan pemeliharaan (Preventive 148

163 Maintenance), dan downtime di luar waktu layanan. Layanan TIK yang di dukung dengan teknologi High Availability, perhitungan downtime menggunakan data yang paling rendah. Penentuan waktu ketersediaan layanan TIK disesuaikan dengan karakteristik masing-masing layanan TIK. Laporan downtime layanan TIK disusun berdasarkan hasil pemantauan ketersediaan layanan dengan menggunakan alat ukur atau alat monitoring yang disepakati dan hasil penyelarasan dengan pelaporan Service Level Agreement (SLA). Ruang lingkup yang masuk dalam laporan IKU tersebut adalah: 1. Unit Eselon I selain Sekretariat Jenderal dan Pajak yang bertanggung jawab atas Server/ OS untuk layanan Co-Location, Aplikasi dan Database; 2. Sekretariat Jenderal, yang diwakili oleh Pusintek sebagai unit TIK Pusat Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas kelistrikan, Internet, Intranet, dan Server/ OS serta Aplikasi dan Database dari layanan kritikal Sekretariat Jenderal; 3. Direktorat Jenderal Pajak yang bertanggung jawab atas kelistrikan, Internet, Intranet, Server/OS, serta Aplikasi dan Database atas layanan kritikal DJP. Tabel 3.84 Daftar Sistem TIK yang masuk dalam IKU tingkat downtime sistem TIK NO UNIT APLIKASI WAKTU LAYANAN 1 Setjen 2 DJA 3 DJP 4 DJBC 5 DJPB 6 DJKN Portal Kemenkeu 24 Jam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) 24 Jam Custom Web DJA 24 Jam SIMPONI Web Service 24 Jam e-filing 24 Jam e-billing 24 Jam e-faktur 24 Jam e-registration 24 Jam Situs pajak.go.id 24 Jam CEISA Impor 24 Jam CEISA Ekspor 24 Jam CEISA Inward 24 Jam CEISA Outward 24 Jam CEISA BC23 Jam Kerja CEISA Cukai Jam Kerja CEISA KITE Jam Kerja SPAN Jam Kerja MPN G2 24 Jam OMSPAN Jam Kerja FTP DJPB 24 Jam Website DJPB 24 Jam Modul KND 24 Jam SIMAN 24 Jam e-auction 24 Jam 7 DJPK SIKD 24 Jam Website DJPPR 24 Jam 8 DJPPR DMFAS WIB DMFAS Interface WIB akuntabilitas kinerja 149

164 Tabel 3.84 Daftar Sistem TIK yang masuk dalam IKU tingkat downtime sistem TIK NO UNIT APLIKASI WAKTU LAYANAN SASPEM WIB 8 DJPPR Data Warehouse WIB Decision Support System (DSS) WIB 9 ITJEN Whistleblowing System (Wise) 24 Jam Website Fiskal 24 Jam 10 BKF Executive Economic Dashboard (EED) 24 Jam 11 BPPK Penerimaan STAN Jam Kerja Adapun Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan tahun 2017 berdasarkan layanan kritikal unit eselon I sebagai berikut: Tabel 3.85 Realisasi IKU tingkat downtime sistem TIK tahun 2017 NO UNIT ESELON I DOWNTIME % 1 Setjen 0,030% 2 DJA 0,00077% 3 DJP 0,0223% 4 DJBC 0,020% 5 DJPB 0,1% 6 DJKN 0,175% 7 DJPK 0,005% 8 DJPPR 0,329% 9 Itjen 0,210% 10 BKF 0,018% 11 BPPK 0,00% Kemenkeu 0,0827% Dari tabel realisasi IKU Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan tahun 2017 diatas, dari target 1% terealisasi sebesar 0,0827%. Adapun penjelasan penyebab downtime dimaksud diantaranya sebagai berikut: 1. Down pada Portal Kemenkeu tanggal 19 April 2017 (selama 5 menit), 16 Mei 2017, 14 Juli 2017, dan 9 Oktober 2017; 2. Down pada SPSE tanggal Januari 2017 selama 300 menit, dan 28 Februari 2017 selama 20 menit; 3. Down pada Simponi di triwulan I tanggal 24 Mei 2017 selama 30 menit, pukul 19:30 s.d 25 Mei 2017 pukul 05.00; 4. Down pada Custom Web di triwulan I selama 100 menit, triwulan III selama 40 menit; 5. Down pada aplikasi e Filing (DJP) terjadi pada Q1 tanggal 27 Maret 2017 selama 46 menit, terhitung mulai pukul s.d WIB yang dikarenakan adanya gangguan pada server SOA. 6. Down pada aplikasi e-billing (DJP) tanggal 10 Maret 2017 s.d 11 Maret 2017, selama 9 Jam 1 menit, terhitung mulai pukul 23:44 WIB (10 Maret 2017) s.d 08:45 WIB (11 Maret 2017) yang dikarenakan adanya gangguan pada server Database e-biling. Adapun beberapa downtime yang disebabkan karena planned downtime dan downtime untuk tujuan pemeliharaan (preventive maintenance) yang terjadi di tahun 2017 antara lain: 1. Downtime SIKD pada server Application dan Database terjadi selama 6 menit di triwulan IV dikarenakan konfigurasi fail over ke DRC yang mengharuskan adanya restart server. 2. Downtime DMFAS pada server backup, tetapi server berjalan secara redundan sehingga tidak mengganggu operasional aplikasi. 3. Adanya DRC Drill pada tanggal November 2017 yang menyebabkan beberapa aplikasi down termasuk aplikasi WISE. 4. Downtime Dashboard Badan Kebijakan Fiskal (BKF) terjadi karena maintenance yaitu perpindahan dari DC ke DRC. 5. Downtime aplikasi e-faktur (DJP) pada tanggal 6 s.d 8 Januari 2017 terjadi karena maintenance yaitu penggantian infrastuktur dan pemeliharaan sistem. 6. Downtime aplikasi e-billing (DJP) pada tanggal 3 s.d 4 Februari 2017 terjadi karena maintenance yaitu penggantian infrastruktur dan pemeliharaan sistem. 150

165 Hal-hal yang telah dilakukan untuk menjaga Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan perbaikan power house, penggantian battery dan uji beban secara berkala; 2. Migrasi Server SIMPONI (upgrade Operating system, web server, dan PHP) pada tanggal 24 Mei 2017; 3. Penyusunan call tree handling penanganan Sistem TIK Kemenkeu; 4. Pemanfaatan Tools Monitoring Availability Kemenkeu dan Deployment Tool Monitoring Monit dan PHP Server Monitoring dengan notifikasi menggunakan melalui mail relay Kementerian Keuangan agar segera dapat ditindaklanjuti apabila terdapat error/ downtime yang terjadi; 5. Konfigurasi atau tuning di server/infrastruktur terkait; 6. Penambahan memori menjadi 16 GB, yang awalnya 12GB; 7. Penambahan storage appserver dari 50GB menjadi 75GB; 8. Penambahan CPU dari 2 core menjadi 4 core; 9. Pengaturan load balancer; 10. Penggunaan web service baru, dan terpisah dari app lain; 11. Channeling aplikasi e-filing yaitu e-form, dan; 12. Monitoring availability system. Menyusun laporan monitoring bulanan atas komponen layanan TIK yang meliputi kelistrikan, internet, intranet, server/operating system dan aplikasi/ database dengan kritikalitas sangat tinggi; dan 13. Melaksanakan koordinasi berkala dengan penyedia jasa yang terkait dengan kegiatan keberlangsungan Layanan TIK. Pengukuran mengenai downtime sistem TIK telah menjadi IKU Kemenkeu-Wide sejak tahun 2016 dengan nama Tingkat Downtime Sistem TIK. Riwayat target dan realisasi IKU mengenai downtime sistem TIK sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 disajikan dalam Tabel Tabel 3.86 Riwayat IKU mengenai downtime sistem TIK Target 1% 1% Realisasi 0,16% 0,0827% Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU Tingkat Downtime Sistem TIK Tahun 2017 antara lain: 1. Tools downtime yang digunakan pada tahun 2017 dirasa belum cukup andal dalam mengakomodir kebutuhan monitoring downtime sistem TIK di DC dan DRC Kemenkeu. 2. Dalam mengimplementasikan teknologi High Availability (HA) atas komponen kelistrikan, Internet, serta Aplikasi dan Database, belum semua aplikasi siap untuk digunakan dengan menggunakan teknologi HA. 3. Dalam melaksanakan fungsionalitas DC dan DRC Kementerian Keuangan 1:1 secara bertahap, memerlukan kesiapan baik dari aspek infrastruktur maupun sistem TIK itu sendiri. 4. Awareness unit TIK eselon I terhadap pelaksanaan pengujian fungsionalitas yang perlu dilakukan secara berkala. Rencana aksi yang akan dilakukan dalam rangka mengendalikan downtime sistem TIK terutama untuk sistem TIK yang termasuk dalam perhitungan IKU Tingkat downtime sistem TIK antara lain: 1. Menyusun kajian tools monitoring downtime, serta melakukan pencatatan secara manual pada Kertas Kerja Pemantauan harian oleh seluruh unit TIK eselon I. 2. Menyamakan infrastruktur di DC dan DRC, serta mengimplementasikan HA atas komponen intranet dan server. 3. Rencana aksi dalam rangka melaksanakan replikasi 1:1 meliputi: a. Aspek infrastruktur, yaitu dengan menyiapkan perangkat infrastruktur seperti server dan storage dalam rangka replikasi 1:1. akuntabilitas kinerja 151

166 b. Aspek sistem TIK, yaitu mencakup kegiatan: 1) Membuat sistem TIK di DRC; 2) Melakukan pengujian switch over termasuk mendefinisikan Business Impact Analysis (BIA) dan menyusun Disaster Recovery Plan (DRP), dengan mengutamakan sistem yang dikelola secara hosting dan mereplikasi sistem TIK yang dikelola secara colocation dan cloud co-location. 4. Menjadikan kegiatan pelaksanaan uji fungsionalitas sistem TIK sebagai Inisiatif Strategis pada Unit TIK Eselon I dalam rangka implementasi budaya Business Continuity Plan (BCP). 11b. Indeks implementasi IT Service Management tahap I IT Service Management (ITSM) atau Manajemen Layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah suatu metode pengelolaan layanan TIK yang berorientasi pada pengguna layanan TIK. ITSM bertujuan memastikan layanan TIK dapat dipenuhi sesuai kebutuhan dan kemampuan organisasi. Implementasi ITSM Tahap I diterjemahkan sebagai ketersediaan Katalog Layanan TIK (ICT Service Catalog) Kementerian Keuangan yang merupakan layanan TIK yang dikelola oleh Unit TIK Pusat dan Unit Eselon I bagi pengguna di Lingkungan Kementerian Keuangan dan penyusunan kajian/konsep kerangka kerja tata kelola ITSM Kementerian Keuangan. Katalog Layanan TIK adalah basis data atau dokumen terstruktur yang berisi informasi mengenai semua layanan TIK yang masih aktif, termasuk layanan yang tersedia untuk penggelaran (deployment). Katalog Layanan TIK Kemenkeu merupakan layanan TIK yang dikelola oleh Unit TIK Pusat dan Unit TIK Eselon I. Implementasi ITSM Tahap I dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: 1. Penyusunan Katalog Layanan TIK Unit Eselon I 2. Penyusunan Katalog Layanan TIK Kementerian Keuangan 3. Penyusunan Kajian/Konsep Kerangka Kerja Tata Kelola ITSM Kementerian Keuangan Realisasi IKU Indeks Implementasi IT Service Management Tahap I tahun 2017 sebesar 116,54 dari target yang ditetapkan. Hal-hal yang telah dilakukan untuk capaian IKU Indeks Implementasi IT Service Management Tahap I adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pembahasan bersama dengan Unit Eselon 1 mengenai rencana penyusunan katalog layanan Kemenkeu. 2. Identifikasi layanan TIK dari Unit Eselon I Kementerian Keuangan. 3. Menyusun katalog layanan TIK Unit Eselon Menyusun katalog layanan TIK Kemenkeu. 5. Menyusun rancangan kebijakan tentang penetapan katalog layanan TIK Kementerian Keuangan. 6. Rapat koordinasi pembahasan rancangan kebijakan bersama dengan perwakilan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. 7. Penetapan katalog layanan TIK Kementerian Keuangan melalui Keputusan Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi selaku CIO (Chief Information Officer) Nomor 05/SA.8/ Melakukan rapat koordinasi dengan unit Eselon 1 mengenai rencana pengintegrasian ITSM Kementerian Keuangan. 9. Melaksanakan workshop ITSM Terintegrasi dengan mengundang praktisi ITSM sebagai narasumber. 10. Melaksanakan workshop finalisasi Kajian ITSM Terintegrasi Kemenkeu bersama perwakilan unit eselon I. 11. Pengesahan dokumen kajian Kerangka Kerja Tata Kelola ITSM Terintegrasi di Lingkungan Kementerian Keuangan. 152

167 Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU Indeks Implementasi IT Service Management Tahap I tahun 2017 antara lain: 1. Penentuan tingkat layanan yang dituangkan dalam Katalog Layanan setidaknya perlu diformulasikan bersama dengan unit teknis terkait untuk selanjutnya dapat menjadi komitmen bersama dalam pemenuhan setiap layanan dalam Katalog Layanan; 2. Proses-proses ITSM dalam best practice yang diadopsi di Kementerian Keuangan sejumlah 19 proses menjadi tantangan yang cukup berat untuk diimplementasikan pada seluruh unit TIK eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan; 3. Perbedaan levelling pada unit TIK di masing masing eselon I menyebabkan pelaksanaan integrasi Manajemen Layanan TIK memiliki beban kerja yang berbeda-beda di setiap unit, terutama disebabkan oleh keterbatasan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) TIK; 4. Pengintegrasian standar internasional yang mencakup Sistem Manajemen Mutu (ISO/ IEC 9001), Sistem Manajemen Layanan TIK (ISO/IEC 20000), dan Sistem Manajemen Keamanan Informasi (ISO/IEC 27001) belum dapat dilaksanakan secara penuh (fully integrated), karena terdapat perbedaan ruang lingkup. Dimana ruang lingkup untuk Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Manajemen Layanan TIK adalah mencakup layanan hosting, surat elektronik, dan internet sedangkan untuk Sistem Manajemen Keamanan Informasi mencakup area Data Center untuk perangkat pendukung dan jaringan. Rencana aksi yang akan dilakukan dalam rangka implementasi ITSM di Lingkungan Kementerian Keuangan: 1. Melakukan pemantauan pemenuhan atas permintaan layanan dalam Katalog Layanan sesuai dengan waktu yang disepakati; 2. Kerangka kerja tata kelola ITSM di Lingkungan Kementerian Keuangan sebagaimana diatur dalam keputusan-keputusan yang berkaitan dengan manajemen layanan TIK Kementerian Keuangan perlu disesuaikan dan dilakukan simplifikasi dengan mengevaluasi dan memutakhirkan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan manajemen layanan TIK; 3. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan melakukan persiapan penerapan proses ITSM sesuai dengan kondisi di unitnya masing-masing; dan 4. Pengintegrasian standar internasional yang mencakup sistem manajemen mutu, sistem manajemen layanan TIK, dan sistem manajemen keamanan informasi dilakukan secara kombinasi dengan berpedoman pada Publicly Available Specification 99 (PAS99), yaitu dengan menggabungkan dokumen-dokumen wajib yang saling beririsan dan menyediakan dokumen lain yang tidak beririsan serta menggabungkan jadwal pelaksanaan audit ketiga standar sistem manajemen tersebut. Sasaran Strategis 12: Pelaksanaan anggaran yang optimal Sebagaimana diamanatkan dalam Undangundang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Barang mempunyai tugas antara lain menyusun dan menyampaikan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) IKU yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.87 berikut. akuntabilitas kinerja 153

168 Tabel 3.87 Capaian IKU pada SS pelaksanaan anggaran yang optimal SS 12. Pelaksanaan anggaran yang optimal INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI KINERJA 12a Indeks opini BPK RI atas LK BA ,00 12b Persentase kualitas pelaksanaan anggaran 95% 103,86% 109,33 12a. Indeks opini BPK RI atas LK BA 15 Laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan daya keuangan negara serta posisi keuangan pemerintah. Dengan mengetahui Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dapat diketahui tingkat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sehingga dapat dijadikan pedoman bagi para pengguna untuk kepentingan ekonomi, sosial, maupun politik. Indikator Kinerja Utama (IKU) Indeks Opini BPK atas LK Kementerian Keuangan BA 15 bertujuan menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara. Pada tahun 2017, IKU tersebut mengukur kualitas LK Kementerian Keuangan BA 15 Audited Tahun Indeks pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK sebagai berikut: Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse) Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/ Disclaimer) Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan) Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan) Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan) Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Target IKU tahun 2017 sama dengan tahun 2016 yaitu indeks 4 yang mencerminkan Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Polarisasi data ditetapkan menggunakan maximize, dimana semakin sedikit temuan maka indeksnya semakin tinggi sehingga diharapkan laporan keuangan yang dibuat semakin akuntabel dan transparan. Indeks opini BPK atas LK Kementerian Keuangan dilaporkan pada Triwulan II tahun 2017 dengan jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir). Realisasi tahun 2017 adalah sebesar 4,00 yang mencerminkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Sedangkan pada tahun 2016, BPK memberikan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) atas LK Kementerian Keuangan BA 15. BPK berpendapat LK Kementerian Keuangan Tahun 2016 telah menyajikan secara wajar untuk seluruh aspek yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemeritahan (SAP), demikian juga dengan sistem pengendalian intern telah memadai, kepatuhan atas peraturan perundangundangan serta kecukupan pengungkapan atas penyajian laporan keuangan. Beberapa tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka pemeriksaan BPK atas LK Kementerian Keuangan baik formal dan informal, antara lain: 1. Pelaksanaan inventarisasi saldo Piutang Perpajakan sebagai bentuk komitmen Menteri Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan; 2. Bekerjasama dan bersinergi dengan pihakpihak di internal Kementerian Keuangan untuk membangun aplikasi Monitoring dan 154

169 Rekonsiliasi Penerimaan Perpajakan pada MPN G-II; 3. Pembinaan dan pelatihan-pelatihan kepada pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan keuangan dan pengadaan barang jasa; 4. Penyusunan petunjuk teknis pelaporan keuangan sebagai pedoman bagi para penyusun laporan keuangan seluruh entitas akuntansi dan entitas pelaporan di lingkungan Kementerian Keuangan; 5. Menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan BA 15 baik tahun 2017 maupun tahun-tahun sebelumnya yang menurut BPK belum tuntas/belum sesuai rekomendasi. Selama 6 (enam) tahun berturut-turut sejak tahun 2011, Laporan Keuangan Kementerian Keuangan BA 15 telah berhasil mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Namun demikian, keberhasilan tersebut dicapai dengan banyak tantangan. Adapun tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU antara lain: 1. Sumber daya manusia yang silih berganti, cepat dan dinamis dengan transfer knowlege yang kurang memadai, mengharuskan Kementerian Keuangan untuk melaksanakan diklat-diklat dalam bentuk workshop maupun bimbingan teknis kepada pihak-pihak terkait dalam pengelolaan keuangan, tidak hanya kepada operator penyusun laporan keuangan namun termasuk juga memberikan pembinaan kepada pejabat pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Keuangan. 2. Sistem informasi yang terus menerus mengalami transformasi, mulai dari Aplikasi SAKPA menjadi Aplikasi SAIBA dan nantinya akan berganti menjadi Aplikasi SAKTI, memotivasi Kementerian Keuangan untuk dapat menyesuaikan diri dalam waktu yang cepat. 3. Standar akuntansi pemerintahan dari basis Cash Towards Accrual (PP No. 24 Tahun 2005) menjadi Full Accrual Basis (PP No. 71 Tahun 2010) beserta dengan aturan turunannya yaitu Buletin Teknis dan Kebijakan Akuntansi mengharuskan Kementerian Keuangan untuk melakukan kajian-kajian yang diperlukan untuk dapat menyesuaikan dengan peraturan-peraturan tersebut. 4. Ketersediaan anggaran yang terbatas mengharuskan Kementerian Keuangan berpikir strategis agar penggunaan dana dapat efisien dan efektif untuk menjaga kualitas transparansi dan akuntabilitas LK Kementerian Keuangan yang telah disusun. 5. Memperbaiki, menjaga dan meningkatkan komitmen pimpinan seluruh entitas akuntansi dan entitas pelaporan di lingkungan Kementerian Keuangan atas terselenggaranya dan tersajinya laporan keuangan Kementerian Keuangan yang transaparan dan akuntabel. Rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian IKU tersebut pada tahun 2018 antara lain: 1. Menjaga kualitas akurasi penyajian pendapatan perpajakan dan piutang perpajakan yang disajikan dalam Laporan Keuangan Kementerian Keuangan BA Melakukan pelatihan kepada seluruh pihak yang terkait dalam pengelolaan keuangan di lingkungan Kementerian Keuangan terkait dengan penerapan Aplikasi SAKTI. 3. Mengatur kebijakan-kebijakan akuntansi yang khusus berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan dengan tetap berkoordinasi dan konsultasi kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku entitas yang berwenang dalam menetapkan pedoman akuntansi yang berlaku di lingkungan pemerintah pusat. 4. Berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan untuk menyusun aturan dan sistem informasi yang dibutuhkan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas data dan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan Kementerian Keuangan BA 15. akuntabilitas kinerja 155

170 12b. Persentase kualitas pelaksanaan anggaran IKU Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan dalam satu tahun anggaran. Sesuai dengan prinsip Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) pencapaian atas pelaksanaan anggaran tidak cukup dilihat dari sisi realisasi penyerapan anggaran saja namun juga perlu mengukur pencapaian outputnya. Sebagai panduan dalam rangka pengukuran indikator kinerja dimaksud, telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-35/ MK.1/2017 pada tanggal 26 Oktober 2017 tentang Tata Cara Pengukuran Indikator Kinerja Utama Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran di Lingkungan Kementerian Keuangan. Realisasi s.d. triwulan IV 2017 dihitung dari: 1. Penyerapan anggaran atas pagu neto adalah realisasi anggaran atas belanja barang dan belanja modal terhadap anggaran sebagaimana tercantum dalam RKA-K/L dan DIPA, tidak termasuk self-blocking, hasil efisiensi, dan dana khusus. 2. Keluaran Riil adalah barang/jasa sebagai hasil akhir setiap/serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh unit/satker pada satu tahun anggaran dalam rangka mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. 3. Efisiensi adalah hasil lebih atau sisa dana belanja barang dan belanja modal. Berdasarkan data yang telah diperoleh, sampai dengan triwulan IV 2017 data realisasi anggaran per jenis belanja adalah sebagai berikut: Tabel 3.88 Realisasi anggaran per jenis belanja JENIS BELANJA REALISASI SISA PAGU Belanja Pegawai 96,35% 3,65% Belanja Barang 92,61% 7,39% Belanja Modal 87,73% 12,27% Adapun realisasi kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I dapat dilihat pada Tabel Dapat dilihat dalam tabel diatas bahwa hampir seluruh unit eselon I memiliki capaian penyerapan atas pagu neto yang tinggi, dari 11 unit eselon I, sepuluh diantaranya memiliki persentase penyerapan di atas 97% sedangkan satu unit eselon I, yaitu DJKN, persentase penyerapannya masih di bawah 90% dan pada level Kementerian persentase penyerapan atas pagu netto adalah 97,87%. Komponen selanjutnya adalah capaian keluaran riil, pada level Kementerian mencapai 99,36% dan tingkat efisiensi yang dihitung menurut formula SE- 35/2017 sebesar 108,48%. Sehingga capaian atas IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran tahun 2017 pada level kementerian sebesar 103,86%. B. REALISASI AGENDA PRIORITAS Dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017, Bappenas menggunakan metode baru dengan mengadopsi pendekatan Holistik-Tematik, Integratif, dan Spasial, serta kebijakan anggaran belanja berdasarkan money follows program. Money follows program memastikan bahwa anggaran dialokasikan berdasarkan program yang benar-benar bermanfaat kepada rakyat bukan sekedar untuk pembiayaan tugas fungsi Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. Hal ini mengisyaratkan bahwa pencapaian prioritas pembangunan nasional memerlukan koordinasi dari seluruh pemangku kepentingan, melalui pengintegrasian prioritas nasional/ program prioritas/kegiatan prioritas yang dilaksanakan dengan berbasis kewilayahan. 156

171 Tabel 3.89 Realisasi IKU kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I PENYERAPAN ANGGARAN NO UNIT PAGU BRUTO FAKTOR PENGURANG BELANJA PEGAWAI SELFBLOCKING HASIL EFISIENSI DANA KHUSUS PAGU NETTO REALISASI PERSENTASE PENERAPAN KELUARAN RIIL EFISIENSI INDEKS CAPAIAN 1 SETJEN ,40% 99,21% 120,49% 109,88% 2 DJA ,00% 100,00% 111,32% 105,77% 3 DJP ,00% 98,50% 98,83% 98,82% 4 DJBC ,29% 98,40% 108,40% 103,39% 5 DJPB ,27% 99,82% 102,50% 101,13% 6 DJKN ,76% 99,67% 106,60% 101,61% 7 DJPK ,94% 100,10% 108,61% 104,42% 8 DJPPR ,47% 100,00% 104,32% 102,15% 9 ITJEN ,15% 99,86% 118,26% 108,97% 10 BKF ,49% 97,57% 107,19% 102,47% 11 BPPK ,54% 99,82% 106,79% 103,25% KEMEN ,87% 99,36% 108,48% 103,86% KEU Sumber: diolah dari NKO Kemenkeu-Wide triwulan IV 2017 akuntabilitas kinerja 157

172 Sehubungan dengan hal tersebut, penyusunan program dan kegiatan prioritas nasional dalam RKP Tahun 2017 berpengaruh dalam penentuan kegiatan prioritas pada seluruh Kementerian/ Lembaga, termasuk Kementerian Keuangan. Terdapat 24 (dua puluh empat) Prioritas Nasional yang ditetapkan dalam RKP Tahun 2017, yaitu: Kedaulatan Pangan; Kedaulatan Energi; Kemaritiman dan Kelautan; Revolusi Mental; Daerah Perbatasan; Daerah Tertinggal; Pelayanan Kesehatan; Pelayanan Pendidikan; Antar Kelompok Pendapatan; Desa dan Kawasan Pedesaan; Perumahan dan Permukiman; Stabilitas Keamanan dan Ketertiban; Kepastian dan Penegakan Hukum; Konsolidasi Demokrasi dan Efektivitas Diplomasi; Reformasi Birokrasi; Perkotaan; Percepatan Pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi (KEK); Pembangunan Pariwisata; Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha; Peningkatan Ekspor Non Migas; Pengembangan Konektivitas Nasional; Reformasi Fiskal; Reformasi Agraria; dan Prioritas Presiden. Masing-masing Prioritas Nasional dimaksud diterjemahkan lebih lanjut dalam Program-Program Prioritas, yang selanjutnya didetilkan kembali ke dalam Kegiatan-Kegiatan Prioritas untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait. Setelah dilakukan pembahasan dan harmonisasi dalam forum multilateral meeting yang dilanjutkan dengan Trilateral Meeting Penyusunan Renja Kementerian/Lembaga Tahun 2017, ditetapkan bahwa Kementerian Keuangan pada tahun 2017 memiliki proyek-proyek yang mendukung pencapaian lima Prioritas Nasional. Kelima Prioritas Nasional dimaksud adalah Reformasi Fiskal, Kedaulatan Energi, Desa dan Kawasan Perdesaan, Daerah Perbatasan, serta Konsolidasi Demokrasi dan Efektifitas Diplomasi. Detil dari Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung pencapaian Prioritas Nasional Tahun 2017 adalah sebagai berikut. Tabel 3.90 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung pencapaian prioritas nasional tahun 2017 No PRIORITAS PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN NO PROGRAM PRIORITAS KEGIATAN PRIORITAS PROYEK PROYEK KEMENTERIAN PRIORITAS KEUANGAN UIC UIC NASIONAL NASIONAL PRIORITAS PRIORITAS 1 1Reformasi Reformasi Fiskal Pengoptimalan Optimalisasi Peningkatan Optimalisasi tax coverage - Pembenahan 1. sistem sistem administrasi DJP Fiskal (Pengoptimalan Pendapatan Perpajakan Penerimaan Negara Perpajakan perpajakan. administrasi perpajakan. - Penyediaan 2. Penyediaan layanan layanan yang yang mudah, cepat mudah, dan akurat. cepat dan akurat. Negara) 3. Peningkatan efektivitas Peningkatan kepatuhan Peningkatan efektivitas penegakan penegakan hukum bagi pajak hukum bagi penyelundup pajak (tax penyelundup pajak (tax evasion). evasion). Penguatan Institusi 1. Peningkatan Kualitas dan DJP, Dukungan Regulasi Harmonisasi Peraturan Harmonisasi peraturan. DJP, DJBC, Kuantitas SDM Perpajakan. DJBC BKF 2. Penataan Struktur Organisasi Revisi UU terkait Ketentuan Revisi yang UU terkait Efektif. Ketentuan Fiskal. DJP, DJBC, Fiskal Dukungan Regulasi 1. Harmonisasi peraturan. BKF DJP, Pengoptimalan PNBP Pengoptimalan potensi PNBP di sektor/ komoditas 2. Revisi UU terkait Ketentuan Fiskal. DJBC, DJA BKF yang potensial Optimalisasi PNBP Review Tarif dan Jenis PNBP Review 1. Review Tarif Tarif dan Jenis dan Jenis PNBP. PNBP. 2. Implementasi Single Source Database (SSD) DJA Peningkatan Kualitas Implementasi Peningkatan single source Belanja Negara database Efektivitas (SSD) Belanja Produktif Penguatan Institusi Perbaikan sistem informasi perpajakan Peningkatan Kualitas dan Kuantitas SDM perpajakan Restrukturisasi Organisasi Implementasi 1. Pengurangan Single pendanaan Source Database bagi (SSD) kegiatan yang konsumtif dalam alokasi anggaran K/L. 2. Pemantapan penerapan Peningkatan Penganggaran Kualitas Berbasis dan Kuantitas Kinerja SDM (PBK) Perpajakan dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) untuk meningkatkan disiplin dan Penataan Struktur Organisasi yang kepastian Fiskal. Efektif DJA DJP DJP, DJBC 158

173 Tabel 3.90 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung pencapaian prioritas nasional tahun 2017 No NO PRIORITAS PRIORITAS PROGRAM PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL NASIONAL PRIORITAS PRIORITAS PROYEK KEMENTERIAN KEUANGAN PROYEK PRIORITAS UIC UIC 2 Reformasi Perbaikan Pelaksanaan Efektivitas dan efisiensi 1 Reformasi Fiskal Optimalisasi Belanja Subsidi Dan Merancang ulang kebijakan subsidi DJA Fiskal Anggaran pelaksanaan Anggaran Optimalisasi regulasi dengan Penerimaan Negara Bantuan Sosial Yang guna mewujudkan subsidi yang (Peningkatan mempertimbangkan kondisi Perbaikan Tepat Regulasi Sasaran rasional penganggarannya dan Kualitas Belanja pelaksanaan anggaran yang semakin tepat sasaran Negara) Penguatan Kapasitas kompleks DJPB Kualitas Perbaikan SDM 1. Modernisasi kontrol dan DJPB Penyempurnaan Pelaksanaan sistem monitoring Anggaran dan evaluasi Modernisasi monitoring kontrol pelaksanaan dan monitoring pelaksanaan anggaran anggaran dengan sistem dengan sistem informasi informasi yang yang terintegrasi terintegrasi. DJPB 2. Optimalisasi regulasi dengan Peningkatan efektivitas Menjamin belanja yang Pengurangan pendanaan bagi kegiatan DJA mempertimbangkan kondisi dan efisiensi belanja mempunyai daya ungkit yang konsumtif dalam alokasi anggaran pelaksanaan anggaran yang produktif ekonomi K/L. semakin kompleks. Sikronisasi Peningkatan dan Harmonisasi Efektivitas regulasi Transfer Ke Daerah Dan Dana Menjamin Desa kesiapan pelaksanaan proyek 2 Kedaulatan Energi Peningkatan Peningkatan efektivitas Penetapan Peningkatan kriteria, dan efisiensi Aksesibilitas transfer ke Energi formulasi, transmisi perhitungan, dan daerah dan dana desa Peningkatan efektivitas serta persyaratan/ distribusi tenaga prioritas penerimaan listrik dan efisiensi Penyediaan transfer Energi ke Peningkatan Perbaikan porsi Tata dana Kelola daerah dan Primer dana desa desa dan Migas transfer untuk (lanjutan) belanja produktif 3 Desa dan Kawasan Perdesaan 4 Daerah Perbatasan Pembangunan Pos Harmonisasi Peraturan Pengawalan Perbaikan Distribusi, Mekanisme Supervisi, Implementasi Penyaluran Pemantauan dana DD dan UU Desa secara ADD agar Berjalan Penerapan Reward and Sistematis, Konsisten, Secara Efektif dan Punishment bagi Daerah dan Berkelanjutan Efisien Peningkatan Kapasitas Pengadaan Fasilitas SDM pengelola Dana Lintas Batas Terpadu Penunjang Kegiatan Belanja Subsidi dan Bantuan Sosial yang tepat sasaran Peningkatan Custom, Akurasi Imigrasi, Data penerima Quarantine and Harmonisasi Security dan Regulasi 5 Konsolidasi Demokrasi dan Penguatan Diplomasi Ekonomi dan Kerja Peningkatan Peran dalam Kerja Sama 3 Kedaulatan Efektifitas Diplomasi Peningkatan Sama Pembangunan Pembangunan Selatan-Selatan Pembangkit, dan Energi Aksesibilitas Energi transmisi Triangular dan distribusi tenaga listrik 4 Desa dan Kawasan Perdesaan Penyediaan Energi Primer Pengawalan Implementasi UU Desa secara Sistematis, Konsisten, dan Berkelanjutan Perbaikan Tata kelola Migas Distribusi, Supervisi, Pemantauan DD dan ADD agar Berjalan Secara Efektif dan Efisien Pemantapan Harmonisasi penerapan peraturan Penganggaran dan DJPK DJA Berbasis Perbaikan Kinerja Mekanisme (PBK) dan Penyaluran Kerangka Pengeluaran Dana. Jangka Menengah (KPJM) untuk Penerapan meningkatkan Reward dan disiplin Punishment dan kepastian bagi Daerah. Fiskal. Harmonisasi Penyiapan skema-skema peraturan dan dukungan Perbaikan DJPPR Mekanisme pemerintah Penyaluran untuk pembiayaan Dana proyek infrastruktur listrik. Pengawasan arus keluar masuk barang khususnya barang komoditas migas di daerah perbatasan dalam rangka menjaga pemenuhan kebutuhan migas dalam negeri. Sosialisasi dan penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan UU Desa. Pelaksanaan monitoring Penerapan Reward dan Punishment bagi dan evaluasi atas distribusi Dana Daerah Desa secara periodik. DJBC DJPK DJPK Pengadaan fasilitas penunjang DJBC kegiatan Custom, immigration, quarantine, and security (CIQS) Merancang diantaranya ulang melalui kebijakan pengadaaan subsidi guna mesin mewujudkan x-ray, dan pengadaaan subsidi yang rasional penganggarannya sarana prasarana dan perkantoran tepat sasaran Knowledge sharing dengan negaranegara BCLMV (Brunei, Cambodia, Penyiapan Laos, Myanmar, skema-skema Vietnam) dukungan terkat pemerintah Capital Market untuk Development pembiayaan dan proyek infrastruktur Fiscal Decentralization listrik. Pengawasan arus keluar masuk barang khususnya barang komoditas migas di daerah perbatasan dalam rangka menjaga pemenuhan kebutuhan migas dalam negeri. Sosialisasi dan penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan UU Desa. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas distribusi Dana Desa secara periodik. BKF DJPK DJA DJPPR DJBC DJPK akuntabilitas kinerja 159

174 Tabel 3.90 Proyek Kementerian Keuangan yang mendukung pencapaian prioritas nasional tahun 2017 No PRIORITAS NASIONAL 5 Daerah Perbatasan 6 Konsolidasi Demokrasi dan Efektivitas Diplomasi PROGRAM PRIORITAS KEGIATAN PRIORITAS PROYEK KEMENTERIAN KEUANGAN UIC Pembangunan Pos Lintas Batas Terpadu Penguatan Diplomasi Ekonomi dan Kerja Sama Pembangunan Pengadaan Fasilitas Penunjang Kegiatan Custom, Imigrasi, Quarantine and Security Peningkatan Peran dalam Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular Pengadaan fasilitas penunjang kegiatan Custom, immigration, quarantine, and security (CIQS) diantaranya melalui pengadaaan mesin x-ray, dan pengadaaan sarana prasarana perkantoran Knowledge sharing dengan negaranegara BCLMV (Brunei, Cambodia, Laos, Myanmar, Vietnam) terkait Capital Market Development dan Fiscal Decentralization DJBC BKF Berdasarkan program prioritas nasional yang ditetapkan, Kementerian Keuangan melakukan monitoring atas progres pelaksanaannya dengan hasil sebagai berikut: 1. Agenda prioritas nasional Reformasi Fiskal: Pengoptimalan Pendapatan Negara Agenda prioritas nasional yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan yang pertama yaitu reformasi fiskal pengoptimalan pendapatan negara. Adapun capaian prioritas nasional tersebut adalah sebagai berikut: 1.1 Pengoptimalan perpajakan Program prioritas ini memiliki 2 (dua) kegiatan prioritas, yaitu: Peningkatan tax coverage Upaya untuk peningkatan tax coverage dilakukan dengan pembenahan sistem administrasi perpajakan antara lain: a) Faktur Pajak elektronik bagi semua PKP Implementasi Faktur Pajak elektronik kepada seluruh PKP secara nasional telah dilakukan sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP-136/PJ/2014 mulai 1 Juli Selain itu, pada tanggal 1 Oktober 2017 telah diluncurkan update e-faktur versi 2.0 untuk aplikasi e-faktur desktop. b) Implementasi e-faktur versi web based Telah dilaksanakan testing aplikasi dan akan dilakukan piloting kepada Pengusaha Kena Pajak dengan kriteria penerbitan FP maksimal 100 per bulan. Selain itu, Direktorat Peraturan Perpajakan I bekerja sama dengan Ditrektorat P2Humas telah melakukan sosialisasi lebih lanjut kepada PKP yang memiliki profil sesuai dengan spesifikasi e-faktur versi web. c) Implementasi e-faktur versi host to host e-faktur Host-to-host secara efektif telah digunakan oleh Pertamina dan Mitra Pajakku (ASP). Pada tahun 2018 akan dilakukan evaluasi untuk memperluas penggunaan e-faktur Host-to-Host kepada PKP lain. d) Implementasi cash receipt system (CRS) Saat ini masih dalam proses pembahasan RPMK di Staf Ahli Menteri dan proses Public Private Partnership (PPP) untuk pengadaan mesin cash register untuk implementasi CRS. Kedepannya akan dilakukan kajian penerapan CRS dengan melibatkan pihak ketiga sebagai CRS Operator dengan sasaran piloting adalah pengusaha ritel besar. Tantangan program terdapat pada proses pengadaan, terutama berkaitan dengan 160

175 pertanggungjawaban Barang Milik Negara (BMN), karena mesin ini akan tersebar di banyak tempat dan lokasinya bukan di kantor DJP. e) Modernisasi SIDJP untuk optimalisasi Penerimaan Pajak (Core Tax System) Tahap yang telah dilalui antara lain: (1) POC Core Tax Administration System, dimana telah dilaksanakan POC dengan Qualisoft, Microsoft, Tata Consultancy Services, Oracle Indonesia, SAP Indonesia, Fast Enterprise (GenTax). Selain itu telah dilaksanakan workshop Trial Aplication oleh Qualisoft, Oracle Indonesia, SAP Indonesia, Tata Consultancy Services. (2) Penyusunan Analisis Document Core Tax System, yang meliputi proses: (a) Problem Mapping (b) Kajian Gap Analysis (c) Konsultansi Penyusunan Analysis Document (d) Finalisasi Penyusunan Analysis Document (3) Penyusunan Bidding Document Core Tax System, yang meliputi proses: (a) Finalisasi Penyusunan System Requirement Specification Document termasuk estimasi biaya yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan Bidding Document. (b) Persiapan pelaksanaan Market Sounding. (c) Pelaksanaan Rapat antar Kementerian penyusun konsep Peraturan Presiden mengenai pembaharuan Sistem Administrasi Perpajakan. (d) Penyusunan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai Pembentukan Tim Persiapan Pengadaan Sistem Informasi DJP. Kendala dalam tahap ini antara lain berupa proses bidding masih belum dapat dilaksanakan karena menunggu ditandatanganinya Peraturan Presiden yang mengatur teknis pengadaan untuk keperluan khusus (pekerjaan tertentu). (4) Data Transformation/Migration Tool, dimana telah dilalui proses: (a) Penyusunan Rencana Strategis Pelaksanaan Migrasi Data (b) Penyusunan Vendor Inspection Database f) Penerapan stratifikasi dan klasifikasi kantor berdasarkan segmen WP Capaian program ini antara lain: (1) SDM dan IT sudah berhasil diimplementasikan pada 5 lokasi uji coba KPP Mikro (Kantor Pajak Tipe D). (2) Telah dilakukan pembahasan untuk rencana uji coba Kantor Pajak Tipe B dan Tipe C. (3) Telah disusun Konsep Perdirjen Pedoman Uji Coba Kantor Pajak Tipe B dan Tipe C dan Konsep Kepdirjen Penunjukan Lokasi Kantor Pajak Tipe B dan Tipe C. Tantangan dalam penerapan stratifikasi dan klasifikasi kantor berdasarkan segmen WP, antara lain: (1) tidak lengkapnya data pendukung (2) usul tidak disetujui/hanya disetujui sebagian (3) sumber daya yang tidak terpenuhi (4) terdapat kekhawatiran akan adanya kemungkinan pengurangan jabatan g) Model Manajemen Kepatuhan Wajib Pajak Berbasis Risiko atau Compliance Risk Management (CRM) Program ini bertujuan untuk menyusun risk engine yang dapat menghasilkan peta risiko Wajib Pajak untuk 5 Fungsi yaitu: (1) pemeriksaan dan pengawasan; (2) penagihan; (3) ekstensifikasi; akuntabilitas kinerja 161

176 (4) keberatan dan banding; dan (5) penyuluhan dan pelayanan Capaian program ini antara lain: (1) saat ini telah selesai dilakukan Rapat Monitoring dan Evaluasi Piloting CRM tahun 2017 untuk fungsi pemeriksaan dan pengawasan, serta fungsi penagihan, (2) telah menyelesaikan piloting CRM Fungsi Pemeriksaan dan Pengawasan, Fungsi Penagihan, dan Fungsi Ekstensfikasi pada 16 KPP, (3) saat ini Tim CRM sedang melakukan refinement risk engine untuk fungsi pemeriksaan dan pengawasan, fungsi ekstensifikasi, dan fungsi penagihan, dan (4) saat ini Tim CRM juga sedang menyusun risk engine awal untuk fungsi Keberatan keberatan banding, dan fungsi penyuluhan dan pelayanan. Tantangan program ini antara lain berupa: (1) peraturan yang menghambat efektivitas CRM, (2) komitmen dan ownership dari seluruh pegawai DJP masih kurang, (3) resistensi dari user, dan (4) risk engine menghasilkan peta risiko kepatuhan WP yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. h) Pengolahan SPT kertas yang diterima oleh KPP langsung dikirim ke UPDDP. Capaian program ini antara lain: (1) telah ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-108/PJ/2017 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-289/PJ/2014 Tentang Penetapan Kantor Pelayanan Pajak dan Jenis Surat Pemberitahuan yang Diolah dalam Rangka Uji Coba Perluasan dan Penerapan Wilayah Kerja Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan dan Kantor Pengolahan Data dan Dokumen, dan (2) pembahasan rencana menambahkan prakondisi SPT kirim langsung yaitu jika tingkat penyampaian SPT secara elektronik 90% (usul UPDDP). Optimalisasi fungsi UPDDP fokus pada pengolahan SPT kertas dahulu. Capaian sasaran strategis (SS) yang lain, dalam hal ini migrasi ke e-filing dan e-withholding slip misalnya, berdampak cukup signifikan dalam pembangunan database perpajakan, dalam hal ini pengolahan SPT kertas akan dianggap sebagai pelengkap, bukan point penting yang harus diutamakan sehingga mengesampingkan program lain yang lebih siginifikan. i) e-withholding Slip (Bukti Potong Elektronik) Pelaksanaan piloting bukti potong elektronik pada 15 WP yang ditunjuk, telah diatur melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-178/PJ/2017. Tantangan program ini berupa masih diperlukannya penyempurnaan regulasi terkait tim pendamping pada saat piloting. Tim pendamping akan melakukan pendampingan kepada Wajib Pajak (WP) sesuai dengan perannya (role). Contohnya, berkaitan dengan regulasi akan dilakukan oleh tim pendamping dari Direktorat Peraturan Perpajakan I, berkaitan dengan proses bisnis dengan Direktorat Transformasi Proses Bisnis, berkaitan dengan aplikasi dengan Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan. Selain itu, tim pendamping juga akan melibatkan Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan DJP (KLIP) dan juga Account Representative dari KPP. j) Standardisasi Penyimpanan Arsip 162

177 Capaian program ini antara lain: (1) Program ini telah diatur melalui KEP-290/PJ/2017 tentang Cetak Biru Majemen Kearsipan. (2) Jangkauan dokumen yang diolah oleh Data Processing Center (DPC) telah diperluas dengan terbitnya Kepdirjen Nomor KEP-19/PJ/2016 tanggal 26 Februari 2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Nomor Kep-289/Pj/2014 Tentang Penetapan Kantor Pelayanan Pajak Dan Jenis Surat Pemberitahuan Yang Diolah Dalam Rangka Uji Coba Perluasan Dan Penerapan Wilayah Kerja Pusat Pengolahan Data Dan Dokumen Perpajakan Dan Kantor Pengolahan Data Dan Dokumen Perpajakan Direktur Jenderal Pajak. (3) Kapabilitas perolehan data makin meningkat dengan penyamaan fungsi pengolahan PPDDP dan KPDDP serta tersedianya hardware dan software terkait implementasi single platform di UPDDP yang sudah selesai dilaksanakan. Terdapat tantangan dalam implementasi pengolahan seluruh jenis SPT di UPDDP dan Pengiriman langsung SPT berbasis kertas dari WP ke DPC karena terdapat banyak prakondisi yang harus dipenuhi dan membutuhkan koordinasi yang tinggi antara unit yang terkait. k) Menghilangkan tumpang tindih fungsi, baik internal DJP maupun dengan Kemenkeu Capaian program ini antara lain: (1) Telah disahkan Kepdirjen tentang Penataan Tugas dan Fungsi Unit Vertikal KEP-226/ PJ/2017 tanggal 11 September (2) Berdasarkan persetujuan MenPAN-RB tentang pembentukan instansi vertikal baru, maka penataan tugas dan fungsi dalam KEP-226/PJ/2017 akan dicantumkan dalam RPMK tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJP. (3) Telah dilaksanakan finalisasi RPMK di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan pada tanggal 2 November (4) Telah diterbitkan PMK.210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJP. l) Penyempurnaan Fungsi dan Struktur Kantor Pusat Ditjen Pajak Capaian program ini antara lain: (1) Penyusunan naskah akademis penyempurnaan organisasi KPDJP dan pembahasan dengan POKJA Organisasi dan SDM, (2) Gambaran umum penataan Kantor Pusat DJP telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak, dan (3) Telah dilaksanakan pembahasan konsep struktur KPDJP berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan Dalam rangka peningkatan tax coverage, Kementerian Keuangan melakukan penyediaan layanan yang mudah, cepat dan akurat dengan bentuk: a) Penjangkauan Wajib Pajak untuk Kemudahan Pelayanan (1) Pembentukan KPP mikro. Hingga saat ini telah disusun kajian atas pembentukan KPP Mikro dan telah dilaksanakan piloting di 5 KP2KP. (2) Pengadaan Mobile Tax Unit. Telah dilakukan percontohan di 9 KPP. Selain itu telah dilakukan pengadaan 3 mobil akuntabilitas kinerja 163

178 mikro bus untuk percontohan selanjutnya. Tantangan dalam menjalankan Program Mobile Office, antara lain berupa: (a) Proses pengadaan mobil atau alat transportasi lainnya untuk MTU. (b) Keterbatasan sarana dan prasarana, terutama jaringan yang kurang stabil. (3) Standardisasi TPT (Tempat Pelayanan Terpadu) dan corporate identity. Saat ini telah diterapkan PER-27/PJ/2016 tentang Standar Pelayanan Di Tempat Pelayanan Terpadu Kantor Pelayanan Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang penunjukan KPP Badung Utara dalam rangka piloting Standardisasi TPT. b) Kemudahan dalam Pelaporan SPT. Sudah tersedia berbagai kemudahan pelaporan SPT secara elektronik bagi Wajib Pajak, yaitu: (1) Sudah tersedia loader e-spt pada website DJP sehingga Wajib Pajak dapat mengupload SPT melalui website DJP tanpa harus datang ke KPP. (2) Tersedia layanan pengisian SPT secara online untuk SPT Tahunan Form (3) Sedang dilakukan piloting pelaporan bukti potong secara elektronik (e-withholding slip) mulai September 2017 pada 15 Wajib Pajak untuk bukti potong SPT Masa 23/26. Ditargetkan pada tahun 2020 e-withholding slip dapat diimplementasikan di seluruh Indonesia. c) Kemudahan dalam Pembayaran Pajak. (1) Pembayaran pajak sudah dapat dilakukan melalui berbagai saluran, seperti Anjungan Tunai Mandiri (ATM), internet banking, mobile banking, counter, Electronic Data Capture (EDC). Tantangan program ini antara lain berupa keterbatasan anggaran dalam hal sosialisasi layanan. Selain itu, tantangan lainnya adalah kesulitan dalam meminta bank untuk menambah service point. Alternatif solusinya adalah dengan meminta bank untuk membuka akses pembayaran pajak melalui mesin EDC. (2) Pengembangan billing system, dimana pada saat ini billing system sudah tersedia dan dapat digunakan oleh Wajib Pajak. d) Kemudahan Dalam Akses Informasi Perpajakan. (1) Peningkatan infrastruktur dan multichannel access: integrasi antara layanan KLIP DJP dengan layanan situs pajak melalui live chat dan informasi (2) Telah dilakukan Peningkatan layanan kring pajak, berupa informasi dan twitter (sosial media), serta implementasi live chat dalam situs pajak.go.id. Tantangan program ini berupa penggunaan aplikasi yang masih berbasis blog personal, bukan website corporate/service corporate, yang berakibat kurang stabilnya koneksi. (3) Penambahan 1 unit eselon IV di KLIP DJP untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak yang dilakukan melalui penambahan satu unit operasional untuk yang bertugas membawahi agen sosial media dan inbound. (4) Peningkatan infrastruktur dan multichannel access: layanan dalam dua bahasa: Indonesia dan Inggris (IVR), peningkatan kapasitas KLIP untuk menjangkau zona beda wilayah, dan penambahan agen KLIP. Tantangan program ini berupa masih dilaksanakan koordinasi dengan direktorat terkait, berkaitan dengan layanan untuk menjangkau zona beda wilayah (5) Ekspansi fungsionalitas website Secara keseluruhan terdapat konten segmentasi yang telah diunggah di Situs 164

179 Pajak, pengayaan dan pemutakhiran konten segmentasi akan terus dilakukan mengikuti perkembangan peraturan yang berlaku. Segmentasi konten untuk segmen WP Badan, Bendahara, dan Konsultan di situs pajak telah dilaksanakan dan sudah tampak di halaman muka situs pajak Selain itu, kapasitas server situs pajak telah ditingkatkan untuk mampu menangani 13 juta pengunjung. (6) Pengaplikasian fitur e-faktur (e-tax invoice), e-filling, live chat, sudah berjalan dengan baik di situs pajak.go.id. Mobile Application sudah tersedia di Playstore. Penambahan fitur Single Sign On (SSO) dengan Twitter, telah dilakukan. Dengan penambahan ini, SSO dengan situs media sosial utama telah terpenuhi. Untuk pengembangan lebih lanjut akan dilakukan penambahan fitur SSO dengan portal layanan aplikasi online Direktorat Jenderal Pajak, DJP Online Peningkatan kepatuhan pajak Upaya untuk peningkatan tax coverage dilakukan dengan meningkatkan Peningkatan efektivitas penegakan hukum bagi penyelundup pajak (tax evasion) antara lain: a) Kerjasama antara DJP dengan Penegak Hukum Lainnya. Telah disusun Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung RI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). b) Pelatihan Bersama Dengan Penegak Hukum Lainnya Telah dilaksanakan kegaitan peningkatan kapasitas penyidik melalui pelatihan dan koordinasi bersama antara Kepolisian RI, Kejaksaan, dan DJP. Selain itu, telah dilaksanakan kerjasama dalam penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). c) Pengadaan Laboratorium Forensik Telah dilaksanakan rapat berkaitan dengan pengumpulan bahan kajian atas kebutuhan Laboratorium Forensik. Tantangan yang dihadapi berupa sumber daya (SDM, anggaran, dan lain-lain) di DJP yang terbatas. d) Rencana Aksi Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Telah dilaksanakan penentuan daerah/wilayah yang menjadi fokus korsup Kelapa Sawit dengan KPK tahun e) Usulan Perubahan terkait Teknis Penegakan Hukum, Penugasan Lintas Wilayah, Serta Regulasi yang Mendukung Kegiatan Penegakan Hukum Telah disusun dan dilakukan permintaan pendapat dari direktorat-direktorat terkait, berkaitan dengan konsep perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/ PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan. f) Penerapan Tax Amnesty Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) telah dilaksanakan pada triwulan III dan IV tahun 2016 dan triwulan I tahun Program tersebut diikuti oleh Wajib Pajak dan menghasilkan deklarasi harta sebesar Rp4.881 triliun, yang terbagi atas deklarasi dalam negeri, deklarasi luar negeri, dan repatriasi. g) Penegakan Hukum Secara Selektif untuk Memberikan Efek Jera kepada Wajib Pajak. Tugas Satgas Faktur Pajak Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya (FPTBTS) telah akuntabilitas kinerja 165

180 selesai melaksanakan tugas dengan capaian sebagai berikut: (1) dari WP (79%) mengaku menggunakan FPTBTS, berkomitmen untuk membayar dan melakukan pembetulan SPT Masa PPN. (2) komitmen pembayaran PPN sebesar Rp 4,1 triliun atau 77% dari nilai PPN yang diklarifikasi. (3) efektif mencegah penyalahgunaan PKP dan faktur pajak yang memberikan kontribusi dalam pencapaian target penerimaan negara. Selain itu, telah dilakukan kerjasama antara DJP dan OJK melalui program Percepatan Perintah Tertulis Membuka Rahasia Perbankan Nasabah Penyimpan. 1.2 Dukungan regulasi Program prioritas ini memiliki 2 (dua) kegiatan prioritas, yaitu: Harmonisasi Peraturan Harmonisasi peraturan dan perundang-undangan terkait telah dilaksanakan, di antaranya dalam bentuk koordinasi dengan Direktorat Keberatan dan Banding pada Direktorat Jenderal Pajak dan Penyusunan 16 PMK terkait kepabeanan dan cukai pada Direktorat Bea dan Cukai Revisi Undang-Undang terkait ketentuan fiskal Dalam rangka mendukung kegiatan prioritas ini, beberapa upaya terkait revisi UU Ketentuan Fiskal antara lain : a) Melakukan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dalam rangka penguatan penegakan hukum di bidang perpajakan. Revisi Undang-Undang KUP telah melalui proses/tahap: (1) Draft dan Naskah Akademik telah disampaikan kepada DPR dan DPD melalui Surat Presiden Nomor R-28/Pres/05/2016 tanggal 4 Mei (2) Penyampaian keterangan Pemerintah mengenai RUU KUP telah dilakukan pada sidang Komisi XI DPR pada tanggal 8 Juni (3) Komisi XI DPR telah melakukan kunjungan kerja (public hearing) mengenai RUU KUP di Medan dan Yogyakarta pada tanggal 17 Juni (4) Menteri Keuangan telah membentuk Tim Pembahas RUU KUP sebagai perwakilan Pemerintah dalam pembahasan dengan DPR melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.01/2016 tanggal 9 Agustus (5) Pembahasan selanjutnya menunggu terbentuknya Panita Kerja RUU KUP dari Komisi XI DPR RI. b) Melakukan revisi Undang-Undang Bea Materai Konsep Rancangan Undang-Undang Bea Materai telah disampaikan oleh Pemerintah (sampai dengan saat ini belum ada pembahasan kembali). c) Melakukan revisi Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Draf Rancangan Undang-Undang PBB (RUU PBB) dan Naskah Akademik RUU PBB telah selesai disusun. Selain itu, telah diterbitkan surat keterangan penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang PBB oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Surat Nomor PHN. KP tanggal 30 Desember Draf RUU PBB juga telah dibahas dalam panitia antar kementerian dan akan dilakukan finalisasi. 166

181 Kementerian Keuangan telah melakukan finalisasi penyusunan draft RUU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan serta Naskah Akademis. Revisi UU diperlukan untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor perpajakan, mendorong efisiensi pengumpulan pajak, mengurangi kerumitan pelaksanaannya, dan menjamin kepastian hukum. Kementerian Keuangan juga melakukan perluasan basis pajak atas konsumsi dengan tetap mempertahankan unsur keadilan, kemudahan, dan kepastian hukum. Di samping itu, Kementerian Keuangan juga melakukan berbagai langkah perbaikan dan penyempurnaan sistem administrasi PPN yang mengakomodasi perkembangan ekonomi dan teknologi informasi terkini. Selama tahun 2017, DJBC telah menyusun dan menerbitkan 16 (enam belas) Peraturan Menteri Keuangan dalam rangka mendukung penerimaan negara yang optimal. Penerbitan keibjakan ini terkait dengan peran DJBC sebagai revenue collector, industrial assisstance, dan trade facilitator, yang antara lain meliputi harmonisasi dan pengaturan di bidang impor-eskpor, cukai, penanganan keberatan, penagihan bea masuk, dan sebagainya. 1.3 Pengoptimalan PNBP Program prioritas ini memiliki 3 (tiga) kegiatan prioritas, yaitu: Pengoptimalan potensi PNBP di sektor/komoditas yang potensial Review tarif dan jenis PNBP Kedua kegiatan prioritas ini didukung dengan Review Tarif dan Jenis PNBP yaitu : a) Pada tahun 2017 telah dilakukan harmonisasi dan penyelesaian 5 (lima) PP Jenis dan Tarif atas jenis PNBP pada Kemendikbud, LPP TVRI, Kementerian Perdagangan, BPOM, dan Badan Kepegawaian Negara. b) Direktorat PNBP melaksanakan reviu seluruh PP Tarif dan Jenis PNBP Implementasi Single Source Database (SSD) Hingga akhir tahun 2017 telah terdapat 16 sistem layanan Kementerian Negara/Lembaga yang terintegrasi dengan SIMPONI. Adapun penyusunan database SDA Non Migas dan monev satker telah mencapai perusahaan dan satuan kerja. Terkait pengoptimalan PNBP, upaya yang dilakukan adalah menyampaikan tagihan kepada semua debitur (lancar dan menunggak) sebulan sebelum jatuh tempo, segera melakukan koordinasi dengan debitur apabila terdapat indikasi ketidaktepatan debitur dalam melakukan pembayaran atas kewajiban dan berkoordinasi dengan regulator dalam penyelesaian utang debitur telah dilaksanakan. Upaya tersebut membawa dampak atas tercapainya target IKU yang telah ditetapkan. Perbedaan capaian masing-masing kuartal disebabkan karena penerimaan pokok dan bunga didasarkan atas jadwal jatuh sesuai perjanjian yang ditandatangai antara pemerintah dengan debitur. Angka yang dijadikan dasar perhitungan akuntabilitas kinerja 167

182 adalah jumlah pembayaran debitur yang telah diterima di Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) sebagai Sub Rekening Kas Umum Negara. 1.4 Penguatan Institusi Program prioritas ini memiliki 3 (tiga) kegiatan prioritas, yaitu: Perbaikan sistem informasi perpajakan Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM perpajakan Kedua kegiatan prioritas ini didukung dengan Peningkatan Kualitas dan Kuantitas SDM Perpajakan. Program peningkatan kapasitas pegawai sudah rutin diselenggarakan oleh BPPK bekerja sama dengan Direktorat KITSDA dan Bagian Kepegawaian Setditjen Restrukturisasi organisasi a) DJP (1) Penerapan stratifikasi dan klasifikasi kantor berdasarkan segmen WP Capaian program ini antara lain: (a) SDM dan IT sudah berhasil diimplementasikan pada 5 lokasi uji coba KPP Mikro (Kantor Pajak Tipe D). (b) Telah dilakukan pembahasan untuk rencana uji coba Kantor Pajak Tipe B dan Tipe C. (c) Telah disusun Konsep Perdirjen Pedoman Uji Coba Kantor Pajak Tipe B dan Tipe C dan Konsep Kepdirjen Penunjukan Lokasi Kantor Pajak Tipe B dan Tipe C. (2) Menghilangkan tumpang tindih fungsi, baik internal DJP maupun dengan Kemenkeu Capaian program ini antara lain: (a) Telah disahkan Kepdirjen tentang Penataan Tugas dan Fungsi Unit Vertikal KEP- 226/PJ/2017 tanggal 11 September (b) Berdasarkan persetujuan MenPAN-RB tentang pembentukan instansi vertikal baru, maka penataan tugas dan fungsi dalam KEP-226/PJ/2017 akan dicantumkan dalam RPMK tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJP. (c) Telah dilaksanakan finalisasi RPMK di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan pada tanggal 2 November (d) Telah diterbitkan PMK.210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJP. (3) Penyempurnaan Fungsi dan Struktur Kantor Pusat Ditjen Pajak Capaian program ini antara lain: (a) Penyusunan naskah akademis penyempurnaan organisasi KPDJP dan pembahasan dengan POKJA Organisasi dan SDM, (b) Gambaran umum penataan Kantor Pusat DJP telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak, dan (c) Telah dilaksanakan pembahasan konsep struktur KPDJP berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan. b) DJBC (1) naiknya tipe kantor di perbatasan, seperti di KPPBC TMP C Merauke, KPPBC TMP C Jagoi Babang. (2) Penyempurnaan organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis DJBC: (a) a. Penyusunan Naskah Akademik revitalisasi Balai Pengujian dan Identifikasi 168

183 Barang (BPIB) dan telah diteruskan kepada Menteri Keuangan; b. Proses telaahan penguatan Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai (PSO BC) 2. Agenda prioritas nasional Reformasi Fiskal: Peningkatan Kualitas Belanja Negara Agenda prioritas nasional yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan yang kedua yaitu reformasi fiskal peningkatan kualitas belanja negara. Adapun capaian prioritas nasional tersebut adalah sebagai berikut: 2.1 Perbaikan pelaksanaan anggaran Program prioritas ini memiliki 4 (empat) kegiatan prioritas, yaitu: Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan anggaran Penyempurnaan sistem monitoring dan evaluasi Kegiatan prioritas ini dilaksanakan melalui proyek Kementerian Keuangan: Modernisasi kontrol dan monitoring pelaksanaan anggaran dengan sistem informasi yang terintegrasi. Capaian modernisasi dan monitoring pelaksanaan anggaran dengan sistem informasi yang terintegrasi adalah sebagai berikut: a) Indeks ketepatan waktu penyusunan RPA, SR dan Laporan Khatulistiwa (KFR gabungan) adalah angka yang menunjukkan ketepatan waktu penyelesaian Laporan RPA, SR dan Khatulistiwa (KFR gabungan) yang kualitasnya dapat diterima sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran atau yang dipersamakan, terkait petunjuk teknis penyusunan RPA, SR dan Laporan Khatulistiwa (KFR gabungan). b) Laporan Spending review tahun 2017 telah disampaikan kepada Dirjen Perbendaharaan sesuai dengan Nota Dinas Direktur Pelaksanaan Anggaran nomor ND-116/PB.2/2017 tanggal 9 Februari 2017 lebih awal dari target yaitu hari Jumat, minggu terkahir bulan Februari tahun bersangkutan. c) Laporan Reviu Pelaksanaan Anggaran Nasional TA 2016 yang diselesaikan pada semester I tahun 2017, telah disampaikan kepada Dirjen Perbendaharaan sesuai Nota Dinas Direktur Pelaksanaan Anggaran nomor ND-257A/PB.2/2017 tanggal 22 Maret 2017, lebih awal dari target waktu penyampaian yaitu tanggal 24 Maret 2017 sebagaimana Nota Dinas Direktur PA nomor 222A/PB.2/2017 tanggal 10 Maret d) KFR Khatulistiwa diselesaikan di Bulan Juni 2017 dan dilaporkan kepada Dirjen Perbendaharaan sesuai nota dinas Direktur PA nomor ND-520/PB.2/2017 tanggal 20 Juni 2017 dan kepada Menteri Keuangan sesuai ND Dirjen Perbendaharaan nomor ND-3906/ PB/2017 tanggal 21 Juni Perbaikan regulasi Penguatan kapasitas kualitas SDM Untuk melaksanakan 2 (dua) kegiatan prioritas di atas, proyek yang dijalankan oleh Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: Optimalisasi regulasi dengan mempertimbangkan kondisi pelaksanaan anggaran yang semakin kompleks. Pada tahun 2017, penyelesaian perumusan kebijakan pelaksanaan anggaran (termasuk dispensasi) adalah sebanyak 415 rumusan kebijakan dari 415 usulan. akuntabilitas kinerja 169

184 Dalam program prioritas perbaikan pelaksanaan anggaran, Kementerian Keuangan telah melakukan spending review, review pelaksanaan anggaran dan pembinaan yang dapat digunakan dalam memonitor pelaksanaan anggaran K/L dan mengevaluasi kinerja belanja K/L. Seluruh laporan pelaksanaan kegiatan dalam rangka perbaikan pelaksanaan anggaran tersebut telah disampaikan kepada Dirjen Perbendaharaan sesuai norma waktu yang telah ditentukan. Selain itu, Kementerian Keuangan telah melakukan peningkatan pemahaman/pengetahuan Satker K/L terhadap ketentuan yang berkaitan dengan tugas di Bidang Perbendaharaan. Kementerian Keuangan juga melakukan peningkatan kapasitas pengguna sistem perbendaharaan dengan melakukan pengembangan dan penyempurnaan aplikasi SIMSERBA dan aplikas CBT untuk pelaksanaan ujian sertifikasi bendahara, sebagai bentuk simplifikasi dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi.. Peningkatan e ekti itas dan efisiensi belanja rodukti Program prioritas ini memiliki 3 (tiga) kegiatan prioritas, yaitu: Menjamin belanja yang mempunyai daya ungkit ekonomi Sinkronisasi dan harmonisasi regulasi Menjamin kesiapan pelaksanaan proyek Untuk melaksanakan 3 (tiga) kegiatan prioritas di atas, proyek yang dijalankan oleh Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: (1) Pengurangan pendanaan bagi kegiatan yang konsumtif dalam alokasi anggaran K/L. Dalam rangka perbaikan kualitas belanja K/L dilakukan kebijakan efisiensi belanja barang K/L dengan mengacu pada realisasi belanja barang tahun 2016 untuk kemudian dialokasikan ke belanja/kegiatan yang lebih produktif, mendesak, dan prioritas. Kebijakan ini dilakukan dengan tetap memperhatikan dan menjaga capaian target kinerja dari tiap-tiap K/L. Besaran efisiensi belanja K/L tahun 2017 ditetapkan sebesar Rp16.000,00 miliar pada komponen belanja perjalanan dinas dan paket meeting, honorarium, belanja operasional,belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja barang non-operasional lainnya, serta belanja barang lainnya. Ketentuan tersebut dituangkan ke dalam Inpres No.4 Tahun 2017 tentang Efisiensi Belanja Barang Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Secara teknis, pelaksanaan efisiensi belanja barang K/L dilakukan dengan cara (1). Masingmasing K/L melakukan identifikasi secara mandiri terhadap program/kegiatan pada pos belanja barang yang akan dihemat, dan (2). Dalam rangka penghematan, K/L menyampaikan usulan revisi DIPA kepada Kementerian Keuangan. Terkait program prioritas peningkatan efektivitas dan efisiensi belanja produktif, terdapat keberhasilan proyek dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal selama tahun 2017 sehingga penyerapan mencapai 91,93%. Demikian halnya dengan investasi, yaitu penyaluran kepada BLU PIP sebesar Rp1.500 miliar telah selesai disalurkan pada bulan November 2017 dan penyaluran kepada BLU LPDP sebesar Rp miliar pada bulan Desember

185 (2) Pemantapan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) untuk meningkatkan disiplin dan kepastian Fiskal. Untuk meningkatkan disiplin dan kepastian fiskal, sejak tahun 2014 dilakukan pemantapan penerapan PBK dan KPJM. Penyempurnaan-penyempurnaan yang telah dilakukan adalah: a) Dalam rangka pemantapan penerapan PBK, telah dilakukan langkah sebagai berikut: (1) Evaluasi rumusan informasi/indikator kinerja dalam RKA-K/L DIPA; (2) Pengembangan dan penerapan konsep logic model dalam rumusan informasi/ indikator kinerja (kesesuaian rumusan outcome, output, dan input harus terdapat hubungan yang jelas); (3) Penggunaan single database rumusan informasi/indikator kinerja dalam proses Perencanaan (di Bappenas) dan Penganggaran (di Kementerian Keuangan); (4) Penyempurnaan format RKA-K/L DIPA untuk menyesuaikan dengan arsitektur informasi/indikator kinerja. b) Sedangkan untuk pemantapan penerapan KPJM, telah dilakukan sebagai berikut: (1) Evaluasi penerapan KPJM dalam proses perencanaan dan penganggaran; (2) Penyempurnaan dan penerapan konsep KPJM yang baru (bottom-up menjadi topdown, prakiraan maju tahun I menjadi angka dasar perhitungan pagu indikatif tahun berikutnya, dilakukan oleh unit organisasi eselon I dan/atau unit perencana K/L); (3) Pembangunan dan penerapan aplikasi KPJM.. Peningkatan e ekti itas dan efisiensi trans er ke daerah dan dana desa Program prioritas ini memiliki kegiatan prioritas, yaitu: Penetapan kriteria, formulasi perhitungan, serta persyaratan/prioritas penerimaan Peningkatan porsi dana desa dan transfer untuk belanja produktif Harmonisasi peraturan Perbaikan mekanisme penyaluran dana Pencapaian atas Harmonisasi peraturan dan Perbaikan Mekanisme Penyaluran Dana yang telah dilakukan Kementerian Keuangan sebagai berikut: a) Telah ditetapkan PMK No. 50/PMK.07/2017sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 112/ PMK.07/2017 dan PMK No. 225/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. b) Berdasarkan PMK tersebut, penyaluran Transfer Khusus dan Dana Desa berbasis kinerja sehingga dapat terukur capaian output. c) Penyaluran DID dan Otsus berdasarkan laporan kinerja penyaluran dana tahap sebelumnya. d) Penyaluran DBH memperhatikan realisasi penyaluran sebelumnya untuk meminimalisasi Lebih Bayar. e) Untuk mempermudah pemantauan capaian realisasi DAK Fisik dan Dana Desa serta mempermudah penyampaian persyaratan penyaluran oleh Pemerintah Daerah, penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa tidak lagi terpusat namun melalui KPPN setempat. akuntabilitas kinerja 171

186 2.3.5 Penetapan Reward dan Punishment bagi daerah a) Dana Insentif Daerah (DID) dialokasikan setiap tahun berdasarkan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pengalokasian DID berdasar kriteria utama dan kriteria kinerja. Kriteria utama meliputi opini BPK minimal Wajar Dengan Pengecualian dan penetapan Perda APBD tepat waktu. Kriteria Kinerja meliputi kinerja kesehatan fiskal dan pengelolaan keuangan daerah, kinerja pelayanan dasar publik, serta kinerja ekonomi dan kesejahteraan sebagai pemeringkatan kesehatan fiskal dan pengelolaan keuangan daerah. Dalam ketiga kriteria kinerja tersebut, terdapat 22 indikator perhitungan. b) Alokasi DID 2017 terdiri dari alokasi minimum dan alokasi kinerja. Alokasi minimum diberikan kepada daerah yang laporan keuangan daerahnya beropini Wajar Tanpa Pengecualian dan penetapan perda APBD tepat waktu. Besaran alokasi minimum DID tahun 2017 sebesar Rp7,5 miliar. Alokasi kinerja diberikan kepada daerah yang beropini minimal Wajar Dengan Pengecualian, penetapan perda APBD tepat waktu, dan memenuhi passing grade pemeringkatan kesehatan fiskal dan pengelolaan keuangan daerah yaitu kategori BB. c) Daerah penerima alokasi DID tahun 2017 sebanyak 317 daerah yang terdiri dari 21 provinsi, 64 kota, dan 232 kabupaten. Dari 317 daerah penerima DID 2017 terdiri dari 196 daerah hanya menerima alokasi minimum, 38 daerah hanya menerima alokasi kinerja, dan 83 daerah menerima alokasi minimum dan alokasi kinerja. d) Terhadap 83 daerah penerima alokasi minimum dan alokasi kinerja tersebut, diberikan anugerah Dana Rakca. Dalam pelaksanaannya terdapat kendalakendala sebagai berikut: a) Pengalokasian menggunakan 2 indikator, kriteria utama dan 22 indikator kinerja. Terdapat indikator kinerja yang sulit untuk dikendalikan oleh daerah yaitu penurunan tingkat pengangguran dan pengendalian inflasi. b) Data dasar perhitungan alokasi DID tidak lengkap untuk seluruh daerah. Terdapat perubahan metodologi perhitungan data dasar yang digunakan untuk pengalokasian DID Peningkatan kapasitas SDM pengelola dana 2.4. Belanja subsidi dan bantuan sosial yang tepat sasaran Program prioritas ini memiliki 2 (dua) kegiatan prioritas, yaitu: Peningkatan akurasi data penerima Harmonisasi dan regulasi Untuk melaksanakan 2 (dua) kegiatan prioritas di atas, proyek yang telah dijalankan oleh Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: Merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi yang rasional penganggarannya dan tepat sasaran Dalam rangka perbaikan kualitas bantuan dan ketepatan target sasarannya, program Rastra yang sebelumnya diberikan dalam bentuk beras bersubsidi, secara bertahap sejak tahun 2017 disalurkan dalam bentuk bantuan langsung melalui mekanisme nontunai/voucher bantuan pangan. Sebagai tahapan awal, penyaluran voucher bantuan 172

187 pangan tersebut telah dilakukan di 44 kota besar di tahun Untuk tahun 2018, subsidi Renstra akan dialihkan menjadi bantuan pangan berupa bantuan sosial Rastra dan BPNT kepada 15,6 juta KPM. Melalui skema tersebut, pelaksanaan dan penyaluran bantuan pangan diharapkan bisa lebih terarah, tepat sasaran, dan penerima bantuan mempunyai fleksibilitas, baik kualitas maupun bentuk pangan yang diinginkan. Perkembangan realisasi subsidi bunga kredit program dalam kurun waktu mengalami peningkatan rata-rata 65,3 persen per tahun, semula sebesar Rp1,1 triliun pada tahun 2013 menjadi Rp5,1 triliun pada tahun Sedangkan dalam outlook tahun 2017, subsidi bunga kredit program mengalami peningkatan signifikan menjadi Rp13,0 triliun. Kenaikan anggaran subsidi bunga kredit program yang signifikan dalam kurun waktu tersebut, dipengaruhi oleh pengalokasian subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp9,0 triliun pada tahun Subsidi Bunga KUR ditujukan untuk membiayai sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan perdagangan terkait serta tenaga kerja Indonesia (TKI), di samping program penjaminan. Adapun skema KUR ditujukan untuk usaha mikro, ritel, dan TKI. Dalam program prioritas belanja subsidi dan Bansos yang tepat sasaran, Kementerian Keuangan membangun suatu sistem aplikasi untuk mempermudah pelaksanaan Kredit Program khususnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu Sistem Informasi Kredit Program (SIKP). Beberapa langkah yang dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan SIKP oleh stakeholders adalah koordinasi dengan BPP2TKI, Komite Kebijakan, Ditjen Pajak dan TNP2K, penyusunan bisnis proses dan user requirement SIKP Tahap II, pengembangan aplikasi SIKP Tahap II, pertukaran data dan implementasi. 3. Agenda prioritas nasional Kedaulatan Energi Dalam agenda prioritas ini, program prioritas yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan yaitu Peningkatan Aksesibilitas Energi dan Penyediaan Energi Primer. Adapun pelaksanaan program prioritas tersebut adalah sebagai berikut: 3.1 Peningkatan Aksesibilitas Energi Pelaksanaan program prioritas nasional ini dilaksanakan melalui kegiatan prioritas pembangunan pembangkit, transmisi dan distribusi tenaga listrik. Kementerian Keuangan menyiapkan skema-skema dukungan pemerintah untuk pembiayaan proyek infrastruktur listrik. Capaian yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1) Penerbitan Sukuk (Project Based Sukuk) yang di-earmarked untuk membiayai proyek proyek Infrastruktur; 2) Pemberian dukungan pemerintah sesuai kebutuhan atas infrastruktur Non-KPBU; 3) Penyusunan peraturan perundangundangan dan kebijakan terkait pemberian jaminan Sesuai dengan lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, terdapat 2 proyek dengan kategori proyek strategis nasional pada kegiatan peningkatan transmisi dan distribusi tenaga listrik (X. Program Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan) yang dibiayai dari pinjaman sebagai berikut: i) Indramayu Coal Fired Power Plant Project (E/S) / JICA IP-561 Lender : JICA Amount : JPY 1,727,000,000 Signing Date : 30 September 2013 Efektif : 23 Oktober 2013 Closing Date : 23 Oktober 2022 akuntabilitas kinerja 173

188 Deskripsi : Pinjaman digunakan untuk membiayai engineering services (persiapan) untuk proyek infrastruktur (fisik) Indramayu Coal Fired Power Plant Project senilai USD 300 juta, dimana perjanjian pinjaman dijadwalkan untuk ditandatangani pada bulan Maret Walaupun sudah masuk dalam Green Book tahun 2017, penyiapan pendanaan ini terkendala dengan adanya gugatan dari masyarakat desa Mekarsari terhadap izin lingkungan PLTU Indramayu yang diterbitkan Bupati Indramayu. Gugatan ini sudah diputuskan pada tanggal 6 Desember 2017 dengan mengabulkan gugatan penggugat dan mencabut izin lingkungan yang dikeluarkan oleh Bupati Indramayu. Progress PQ dan bidding document mengalami kemunduran terkait approval dari JICA karena adanya gugatan warga. ii) Java-Sumatra Interconnection Transmission Line Project II / IP-570 Lender : JICA Amount : JPY 62,914,000,000 Signing Date : 18 Desember 2015 Efektif : belum efektif (telah mengalami 4 kali perpanjangan masa pengefektifan) Deskripsi : Terdapat perubahan kebijakan pimpinan PT. PLN untuk men-suspend proses procurement proyek ini, baik untuk E/S maupun konstruksinya, dengan alasan adanya perubahan harga batu bara. PT. PLN akan melanjutkan proyek sekitar tahun 2021 dengan COD tahun 2024 setelah sistem kelistrikan Pulau Sumatera selesai diperkuat. (pembiayaan dengan direct lending dari ADB). DJPPR telah menyampaikan reminder kepada PT. PLN sebanyak 3 kali, termasuk surat dari Menteri Keuangan terkait dengan kelanjutan proyek ini namun belum mendapatkan penjelasan secara rinci yang berdasarkan studi kelayakan terbaru. 3.2 Penyediaan Energi Primer Pelaksanaan program prioritas nasional ini dilaksanakan melalui kegiatan prioritas Perbaikan Tata Kelola Migas. Pelaksanaan kegiatan ini diwujudkan dalam proyek prioritas nasional Pengawasan arus keluar masuk barang khususnya barang komoditas migas di daerah perbatasan dalam rangka menjaga pemenuhan kebutuhan migas dalam negeri. Pelaksanaan ini dilakukan dalam bentuk pemberian dukungan terhadap pengawasan Migas dengan nilai importasi sejumlah USD ,92 berupa gas, minyak petroleum, kondensat, bitumen, dan residu lainnya dengan HS code sebagai berikut: 174

189 Tabel 3.91 Daftar kelompok barang migas yang dalam pengawasan NO URAIAN KELOMPOK BARANG HS CODE 1 Minyak petroleum dan minyak yang diperoleh dari mineral mengandung bitumen mentah 2 Minyak petroleum dan minyak yang diperoleh dari mineral mengandung bitumen, selain mentah; preparat tidak dirinci atau termasuk dalam pos manapun, mengandung minyak petroleum atau minyak yang diperoleh dari mineral mengandung bitumen 70% atau lebih menurut beratnya, minyak ini merupakan unsur dasar dari preparat tersebut; minyak sisa Gas petroleum dan gas hidrokarbon lainnya Jeli petroleum; malam parafin malam petroleum micro-crystalline slack wax ozokerit Kokas petroleum bitumen petroleum dan residu lainnya dari minyak petroleum atau dari minyak yang diperoleh dari mineral mengandung bitumen Agenda prioritas nasional Desa dan Kawasan Perdesaan Dalam agenda prioritas ini, program prioritas yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan yaitu Pengawalan Implementasi UU Desa secara Sistematis, Konsisten, dan Berkelanjutan yang dilaksanakan melalui kegiatan prioritas Distribusi, Supervisi, Pemantauan DD dan ADD agar Berjalan Secara Efektif dan Efisien. 1) Sosialisasi dan penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan UU Desa. DJPK telah menetapkan beberapa peraturan pelaksanaan UU Desa, diantaranya: a) PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa b) PMK Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan atas PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa c) PMK Nomor 199/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap Kabupaten/Kota dan Penghitungan Rincian Dana Desa setiap Desa d) PMK Nomor 225/PMK.07/2017 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa e) PMK Nomor 226/PMK.07/2017 tentang Perubahan Rincian Dana Desa Menurut Kabupaten/Kota TA 2018 Adapun kendala dalam pelaksanaan kegiatan tersebut adalah dinamika perubahan kebijakan Dana Desa yang begitu cepat, sehingga perlu dilakukan berbagai perubahan peraturan. a) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas distribusi Dana Desa secara periodik. Untuk tahun 2017, DJPK telah melaksanakan monev penyaluran Dana Desa di 35 daerah. Monev dilengkapi dengan pembagian kuesioner terkait DD TA 2016 ke dinas pengelola Dana Desa untuk melakukan evaluasi atas kinerja penyaluran Dana Desa TA Untuk Monev DD TA 2017, DJPK dan DJPB dapat melakukan pemantauan secara online dengan mengakses aplikasi OM- SPAN dengan melakukan perbaikan mekanisme pelaporan melalui aplikasi secara online yang dapat dipantau secara realtime online baik kinerja penyaluran, kinerja penyerapan maupun capaian output baik melalui Aplikasi Om SPAN maupun MONSAKTI. Namun dalam pelaksanaannya, DJPK lebih banyak melakukan monev ondesk melalui Monsakti dan OMSPAN karena untuk langsung ke daerah terkendala masalah pendanaan. akuntabilitas kinerja 175

190 5. Agenda prioritas nasional Daerah Perbatasan Dalam agenda prioritas ini, program prioritas yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan yaitu Pembangunan Pos Lintas Batas Terpadu yang dilaksanakan melalui kegiatan prioritas Pengadaan Fasilitas Penunjang Kegiatan Custom, Imigrasi, Quarantine and Security. Terkait prioritas nasional daerah perbatasan/ Pembangunan pos lintas batas terpadu, naiknya tipe kantor di perbatasan, seperti di KPPBC TMP C Merauke, KPPBC TMP C Jagoi Babang. Peningkatan status kantor tersebut dilakukan mengingat perbatasan menjadi garda terdepan dengan Negara Lain. Peningkatan status ini ditujukan untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan serta penyesuaian jumlah personil yang mencukupi. Dengan penambahan jumlah pegawai agar dapat meningkatkan pengawasan di daerah perbatasan, secara tidak langsung dapat memajukan wilayah perbatasan dan sekitarnya, khususnya di bidang ekonomi. Untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan di wilayah perbatasan, telah dikembangkan sistem otomasi untuk memudahkan pergerakan penduduk lintas batas dengan sistem yang dikenal dengan nama SISKA (Sistem Otomasi Kartu Identitas Lintas Batas). Sistem ini dibuat untuk memudahkan penduduk lintas batas untuk membuat kartu identitas lintas batas secara online. Keterbatasan akses maupun sarana transportasi untuk ke KPPBC setempat membutuhkan waktu yang cukup lama, maka dari itu dibuatlah kartu identitas lintas batas. Selain itu penerapan SISKA untuk dapat mendata penuduk yang sudah atau belum memiliki kartu identitas lintas batas, agar tidak terjadi duplikasi kartu identitas lintas batas. Dalam upaya mendukung program prioritas nasional tersebut, pada tahun 2017 Pemerintah telah membangun 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN), yakni : Pos Lintas Batas Negara Terpadu Aruk, Kabupaten Sambas; Pos Lintas Balas Negara Terpadu Entikong, Kabupaten Sanggau; Pos Lintas Batas Negara Terpadu Nanga Badau, Kabupaten Kapuas Hulu; Pos Lintas Batas Negara Terpadu Motaain, Kabupaten Belu; Pos Lintas Batas Negara Terpadu Motamasin, Kabupaten Malaka; Pos Lintas Batas Negara Terpadu Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara; dan Pos Lintas Batas Negara Terpadu Skouw, Kota Jayapura. Penyelesaian pembangunan zona inti PLBN tidak serta merta memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan khususnya di bidang perekonomian. Maka dari itu, pembangunan PLBN ini perlu didukung dengan kebijakan lintas sektoral sehingga euforia pembangunan tidak berhenti di tahapan fisik namun secara fungsi, PLBN dapat memberikan konstribusi yang optimal untuk kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar perbatasan. Selanjutnya, sebagai tindak lanjut dari implementasi Nawacita ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan serta lanjutan atas pembangunan 7 (tujuh) PLBN di atas, Pemerintah berencana akan membangun 9 (sembilan) PLBN berikutnya. Program pembangunan tersebut diharapkan juga diimbangi dengan program konkrit yang dapat menyentuh kesejahteraan masyarakat sekitar perbatasan dan dapat meningkatkan perekonomian daerah sekitar perbatasan sebagaimana yang dituangkan dalam penjelasan Inisiatif Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Khususnya Nomor

191 PLBN sendiri merupakan salah satu program pemerintah dalam rangka mendukung Nawa Cita Pemerintah yakni Perbatasan sebagai serambi Negara sehingga perbatasan sekarang bukan sebagai tempat yang terbelakang dan tidak diperhatikan. Pembangunan 7(tujuh) Pos tersebut digunakan oleh beberapa instansi terkait dalam menjalankan tugasnya. Peran DJBC di perbatasan selain dari penerimaan Bea Masuk dan Bea Keluar, erat kaitannya dengan tugas melindungi masyarakat dari masuknya barang berbahaya dari luar negeri serta barang ilegal yang dapat merugikan perekonomian dan industri di dalam negeri. Pembangunan PLBN di wilayah perbataasan tersebut menjadi upaya pemerintah dalam memajukan kesejahteraan masyarakat di sekitar perbatasan, meskipun kita menyadari untuk memajukan perekonomian masyarakat di perbatasan bukan hanya sebatas membangun pos secara fisik saja. Diperlukan kerja sama antar instansi pemerintah dan antar sektoral agar penduduk di perbatasan tidak menggantungkan kebutuhan ekonominya dengan membeli ke negara tetangga. Sebagai wajah terdepan Indonesia, PLBN menjadi gerbang masuknya lalu lintas orang dan barang dari dan ke negara tetangga, Pembangunan PLBN ini diharapkan dapat membawa perubahan dalam peningkatan pelayanan dan pengawasan lalu lintas barang. Dengan dukungan otomasi pelayanan barang-barang fasilitas pelintas batas yang diterapkan dalam aplikasi SISKA, serta aplikasi Analisis Profil Orang, Sarana Pengangkut dan Kartu Identitas Lintas Batas (KILB), yang terbukti membantu kecepatan arus barang dan kegiatan pengawasan Bea Cukai, DJBC mengharapkan semakin banyak perubahan ke arah yang lebih baik. DJBC menyatakan kesiapan untuk mendukung kegiatan ekspor melalui perbatasan bagi pelaku usaha di daerah perbatasan dan siap melayani pemasukan kendaraan umum yg pastinya mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia. Selain itu, didukung sarana prasarana yang ada, Bea Cukai siap menangkal masuknya narkotika ke Indonesia. Untuk menunjang kegiatan tersebut, DJBC melakukan pengadaan peralatan surveilance berupa: Trace Detector Portable X-Ray Dual View Bagasi X-Ray Dual View Cabin Chemical Identifier 5. Agenda prioritas nasional Konsolidasi Demokrasi dan Efektifitas Diplomasi Dalam agenda prioritas ini, program prioritas yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan yaitu Penguatan Diplomasi Ekonomi dan Kerja Sama Pembangunan yang dilaksanakan melalui kegiatan prioritas Peningkatan Peran dalam Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular. Dalam mewujudkan kegiatan prioritas Kementerian Keuangan telah melaksanakan pemberian langsung ke negara tertentu (Mesir) pemberian pelatihan, pengiriman narasumber ke Mesir, kajian operasional BLU Pengelolaan Dana Bantuan Internasional, dan kajian formulasi kebijakan pembiayaan bencana (disaster risk). Terkait penyusunan kajian, output yang dihasilkan berupa draft perpres, RPMK (organisasi dan tata kelola BLU) dan RKMK penunjukan dirut BLU. akuntabilitas kinerja 177

192 C. REALISASI ANGGARAN Realisasi penyerapan anggaran Tahun 2017 untuk semua jenis belanja sebesar Rp ,87 miliar atau mencapai 94,03% dari total pagu sebesar Rp ,41 miliar. Realisasi ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 89,52%. Realisasi penyerapan terhadap pagu dalam periode tahun sebagaimana terlihat dalam grafik berikut: Gambar 3.22 Realisasi penyerapan pagu Anggaran 2015 s.d dalam milliar rupiah Keterangan : *) Sumber data LK Audited **) OM SPAN , , ) Grafik Realisasi Penyerapan Pagu Anggaran , , , ,89 Pagu 2016 ) Realisasi 2017 ) Realisasi anggaran pada Kementerian Keuangan tahun 2017 yang diklasifikasikan berdasarkan Badan Layanan Umum (BLU) dan Non BLU dapat dilihat pada Gambar Sedangkan realisasi anggaran pada Kementerian Keuangan yang diklasifikasikan berdasarkan 11 program di tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel Adapun khusus untuk kegiatan Prioritas Nasional, realisasi anggaran yang terserap sebesar Rp 8,7T (94,4%) dari alokasi sebesar Rp 9,3T. Realisasi tersebut terbagi dalam 5 Prioritas Nasional yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan yakni: Tabel 3.93 Realisasi pagu Anggaran prioritas nasional tahun 2017 PRIORITAS NASIONAL Reformasi Fiskal (Pengoptimalan Pendapatan Negara dan Peningkatan Kualitas Belanja Negara) PAGU REALISASI % 8.008, ,52 94,83% Kedaulatan Energi 233,38 216,36 92,71% Desa dan Kawasan Pedesaan ,61 73,59% Daerah Perbatasan 1.038,32 953,79 91,86% Konsolidasi Demokrasi dan Efektifitas Diplomasi 10,75 9,82 91,31 Gambar 3.23 Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan tahun 2017 Rp17,2T (96,4%) Pegawai Rp40,38T (94,03%) BA 015 Rp27,01T (94,01%) Non-BLU Rp13,3T (94,05%) 5 BLU 1 Rp22,2T (95,3%) Operasional Rp4,7T (88,6%) Non OPS Rp2,6T (97,81%) LPDP 2 Rp4,9T (91,6%) Barang Rp3,6T (88,89%) Barang Rp1,1T (87,8%) Modal Rp10,6T (93,64%) BPDPKS 3 Rp8,8T (94,4%) Kegiatan Strategis Rp18,2T (93,8%) Dukungan TUSI Rp7,3M (67,32%) PIP Rp27,01T 4 Prioritas Nasional: 1. Reformasi Fiskal (Pengoptimalan Pendapatan Negara dan Peningkatan Kualitas Belanja Negara) 2. Kedaulatan Energi 3. Desa dan Kawasan Perdesaan 4. Daerah Perbatasan 5. Konsolidasi Demokrasi Efektifitas Diplomasi Melaksanakan: 1. Optimalisasi Penerimaan 2. Efektivitas Belanja 3. Kesinambungan Pembiayaan 4. Pengelolaan Kekayaan Negara 5. Pengawasan Internal, Pengembangan Kapasitas dan Dukungan Manajemen (Pada 11 Program Unit Eselon I) Rp35,4T (38,46%) LMAN 5 Rp37,7T (98,32%) PKN STAN 178

193 Tabel 3.92 Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan berdasarkan 11 program di Tahun 2017 PROGRAM PAGU 2017 REALISASI 2017 PERSENTASE Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan , ,86 94,98% 109,38 94,45 86,35% Pengelolaan Anggaran Negara 147,40 127,81 86,71% Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 6.518, ,51 95,64% Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai 3.509, ,78 91,54% Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah 129,02 109,88 85,17% Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 113,71 105,67 92,93% Pengelolaan Perbendaharaan Negara , ,81 94,09% Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang Pendidikan, Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Keuangan Negara 833,64 672,87 80,72% 729,55 650,13 89,11% Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan 156,28 132,15 84,56% Total , ,89 94,03% Beberapa hal yang mempengaruhi penyerapan anggaran tahun 2017 antara lain: 1. Belanja Barang a. Adanya kebijakan internal terkait efisiensi anggaran terutama pada area perjalanan dinas, honorarium, rapat dalam kantor, lembur dan penggunaan ATK (sesuai IMK 346/2017). Kebijakan ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2017 tentang Efisiensi Belanja Barang Kementerian/ Lembaga Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran b. Adanya efisiensi anggaran dari pengadaaan sewa dan pengadaaan barang lainnya akibat negosiasi dari hasil lelang. c. Adanya pembatalan kegiatan penagihan dengan penyanderaan (gijzeling) karena adanya program Tax Amnesty (TA). Dimana kegiatan penyanderaan tersebut dialokasikan menggunakan Standar Biaya Keluaran (SBK). d. Adanya beberapa kegiatan yang dibatalkan/ditunda pelaksanaannya untuk kegiatan kediklatan/seminar maupun non kediklatan. e. Target penyaluran dana peremajaan sebesar Rp 519 Milyar untuk lahan seluas hektar belum dapat direalisasikan s.d. Triwulan IV tahun Hal ini dikarenakan keterlambatan penyelesaian peraturan yang diakibatkan ketidaksesuaian peraturan yang mengatur perkebunan, perhutanan, dan tata ruang lahan (BPDPKS, DJPB). Keterlambatan peraturan tersebut berimplikasi pada mundurnya pelaksanaan verifikasi teknis dan lambatnya proses verifikasi teknis oleh Ditjen Perkebunan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2. Belanja Modal a. Pengaruh Eksternal 1) Adanya gagal lelang yang disebabkan: a) Ruang lingkup pekerjaan belum dipahami oleh penyedia; b) Keterbatasan pihak penyedia yang lolos dalam syarat kualifikasi lelang; akuntabilitas kinerja 179

194 c) Adanya penyedia yang belum melengkapi dokumen administrasi; d) Ketidaksesuaian speksifikasi oleh penyedia; e) Harga penawaran di atas HPS; f) Adanya harga produk yang tidak remarketable; g) Pembatasan peserta lelang dengan aturan perusahaan non kecil. 2) Adanya pekerjaan yang batal dilaksanakan yang disebabkan: a) Perbedaan spesifikasi barang yang disediakan penyedia dengan yang diharapkan PPK; dan b) Adanya pekerjaan yang sudah tidak perlu dilakukan lagi sesuai penilaian konsultan. 3) Adanya kendala cuaca yang menyebabkan keterlambatan pengiriman bahan-bahan proyek sehingga pekerjaan belum selesai hingga akhir tahun anggaran. 4) Keterbatasan stok barang di e-katalog, sehingga tidak jadi dilaksanakan. 5) Adanya pekerjaan konstruksi yang tidak selesai dan dilanjutkan pekerjaannya di Tahun b. Pengaruh Internal 1) Kesulitan dalam menyusun HPS, terutama untuk pengadaan IT yang merupakan intangible asset. 2) Keterlambatan penunjukan Pejabat Perbendaharaan pada satker mengakibatkan keterlambatan melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa. 3) Adanya pergantian PPK sehingga mengganggu proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. 4) Keterlambatan pelaksanaan lelang akibat adanya revisi KAK maupun revisi DIPA yang disebabkan adanya kebutuhan baru, penyesuaian terhadap kondisi terkini, serta terdapat paket pengadaan yang memerlukan adanya koordinasi/ persetujuan para pimpinan dalam penyusunan KAK. 5) Temuan pemeriksaan BPK yang belum selesai ditindaklanjuti akibat kelebihan pembayaran pelaksanaan pekerjaan, sehingga KPA dan PPK belum berani untuk melanjutkan pekerjaan sebelum temuan tersebut selesai ditindaklanjuti. Beberapa hal yang dilakukan untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1. Melakukan revisi KAK dengan menyesuaikan ruang lingkup dan kuantitas paket pengadaan agar sesuai dengan harga penawaran yang masuk dan menyesuaikan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan. 2. Mempercepat proses revisi KAK maupun DIPA serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. 3. Pekerjaan dilanjutkan pada tahun 2018 dengan jangka waktu penyelesaian pekerjaan maksimal 90 hari kalender sesuai PMK nomor 194/PMK.05/2014 sebagaimana diubah dengan PMK nomor 243/PMK.05/2015, dan penyedia jasa dikenakan denda keterlambatan sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Mengalokasikan kembali anggaran untuk tahun 2018 dari beberapa paket pengadaan di tahun 2017 yang mengalami gagal lelang dan direalokasi ke Kantor Pusat. 5. Melakukan asistensi secara intensif terhadap PPK yang baru. 6. Melakukan koordinasi dengan semua pihak terkait antara lain kantor pusat, Inspektorat Jenderal, Biro Perlengkapan dan Biro Perencanaan dan Keuangan agar temuan pemeriksaan BPK dapat segera diselesaikan. 7. Penyelesaian Peraturan Direktur Utama 180

195 BPDPKS yang terkait peremajaan perkebunan kelapa sawit, yaitu : Perdirut Nomor 11/DPKS/2017, Perdirut Nomor 12/DPKS/2017, dan Kepdirut Nomor 51/ DPKS/2017. Koordinasi dengan Ditjen Perkebunan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur, dan Dinas Perkebunan untuk mencari solusi percepatan program peremajaan perkebunan kelapa sawit. Penandatanganan MoU pelaksanaan verifikasi teknis dengan Ditjen Perkebunan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPD-PKS, DJPB). D. KINERJA LAIN Kementerian Keuangan juga memiliki kinerja-kinerja lainnya selain yang tertuang dalam 12 (dua belas) Sasaran Strategis Kementerian Keuangan dengan capaian yang telah dijelaskan di atas. Kinerja yang dimaksud adalah kinerja yang tidak tercantum dalam kontrak kinerja 2017, namun masih berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. Adapun rincian kinerja lain lain tersebut adalah sebagai berikut: Achievement Kementerian Keuangan A. Aplikasi KRISNA (Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran) Proses perencanaan pembangunan dan penganggaran di Indonesia belum bisa dikatakan selaras karena tidak adanya keterkaitan kedua proses tersebut melalui dua payung hukum yang berbeda. Kementerian PPN/Bappenas sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap proses penyusunan perencanaan pembangunan berpedoman kepada UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Sementara itu, Kementerian Keuangan sebagai institusi yang berwenang di dalam mengelola anggaran negara dipayungi oleh UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam rangka mewujudkan suatu proses manajemen pemerintahan yang lebih produktif, efektif, dan efisien dengan berorientasi pada outcome, serta tetap menjaga akuntabilitas, pada tanggal 29 Mei 2017 lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional. Pemerintah menyadari bahwa di era digital saat ini, utilisasi teknologi informasi (TI) harus dioptimalkan untuk mendukung sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional. Untuk itu, komitmen Pemerintah dalam pemanfaatan TI ini dimanifestasikan oleh satu pasal dalam PP ini. Tepatnya, pada pasal 34 mengamanatkan bahwa Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas melakukan berbagi pakai data (data sharing) perencanaan dan penganggaran, serta realisasi belanja dan menyelenggarakan sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi. Untuk memenuhi amanat pasal tersebut, dikembangkan aplikasi KRISNA (Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran). Proses pengembangan aplikasi tersebut sebenarnya sudah dimulai sejak bulan Februari Pengembangannya berjalan simultan dengan proses penyusunan, pembahasan dan penetapan PP 17 Tahun 2017 yang saat itu masih dalam bentuk RPP. Fungsi utama dari aplikasi KRISNA adalah sebagai alat bantu (tools) bagi K/L dalam proses penyusunan (input dan update) Renja K/L. Tool ini digunakan untuk melakukan pengecekan dan validasi terhadap data dan informasi dalam Rancangan Renja K/L bagi Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan. Di samping itu, menjadi referensi RKA- K/L bagi Kementerian Keuangan. akuntabilitas kinerja 181

196 B. Peta Data APBN Kementerian Keuangan meluncurkan portal Peta Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN) pada tanggal 22 November Portal yang beralamat go.id/ ini berfungsi untuk memantau pelaksanaan APBN. Awalnya, keberadaan portal ini ditujukan untuk membantu pemerintah dalam menyusun dan mengambil kebijakan sesuai dengan tusi Kementerian Negara/Lembaga masing-masing Peta data dimaksud merupakan inovasi yang menyediakan data dan informasi APBN. Datadata yang tersaji mencakup data mengenai alokasi anggaran pemerintah pusat yang terinci sampai dengan tingkat provinsi, capaian program untuk sektor tertentu, tingkat inflasi, serta tingkat kemiskinan. Peta Data APBN juga menyajikan data mengenai alokasi transfer ke daerah dan Dana Desa, Anggaran Pendidikan, dan Anggaran Kesehatan. Anggaran pendidikan dan anggaran kesehatan juga yang dirinci dalam alokasi anggaran per kapita, melalui belanja K/L. C. Aplikasi e-revisi Aplikasi e-revisi adalah terobosan penyampaian dan penyelesaian usulan revisi anggaran Kementerian Negara/Lembaga melalui dokumen elektronik. Melalui inovasi ini, diharapkan dapat meningkatkan kecepatan layanan kepada K/L mitra kerja khususnya proses pengusulan dan penyelesaian usulan revisi. Untuk dapat menggunakan aplikasi e-revisi, Kementerian Negara/Lembaga harus memiliki alamat surat elektronik ( ) resmi berdomain.go.id yang terdaftar sebagai korespondensi. Bila alamat tersebut belum terdaftar, Kementerian Negara/Lembaga harus mengajukan surat resmi untuk mendaftarkan alamat korespondensi. yang tersedia pada notifikasi, atau scan QR Barcode pada notifikasi. Ke depan aplikasi ini rencananya akan dikembangkan hingga pengajuan usulan revisi di tingkat daerah. D. Optimalisasi Penerimaan Negara melalui Amnesti Pajak Pengampunan Pajak atau Amnesti Pajak adalah kebijakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar sejumlah uang tebusan dengan tarif yang sangat ringan. Terdapat tiga sasaran utama yang dituju dengan pemberian Amnesti Pajak, yaitu: akselerasi pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi yang akan mempengaruhi performa moneter dan investasi, reformasi perpajakan yang lebih berkeadilan, komprehensif dan terintegrasi; serta penambahan penerimaan negara yang antara lain akan digunakan untuk membiayai pembangunan. Pemberlakuan Amnesti Pajak dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, dimulai sejak 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret Tabel 3.94 Capaian amnesti pajak tahun 2017 Partisipasi Wajib Pajak Uang Tebusan CAPAIAN AMNESTI PAJAK Orang Pribadi Badan Jumlah Surat Setoran Pajak Pengajuan Surat Pernyataan Harta Harta yang Diungkapkan Deklarasi Dalam Negeri Deklarasi Luar Negeri Repatriasi Jumlah Wajib Pajak Wajib Pajak Wajib Pajak Rp114,54 triliun surat surat Rp3.700,80 triliun Rp1.036,76 triliun Rp146,70 triliun Rp4.884,26 triliun Salah satu kelebihan dari aplikasi e-revisi ini, Kementerian Negara/Lembaga dapat melacak proses penyelesian usulan revisi di tempat kerjanya masing-masing melalui klik tautan (link) 182

197 Keterangan: Sumber Dashboard Amnesti Pajak per 29 Mei 2017 (diolah). Surat Pernyataan Harta adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan harta, utang, nilai harta bersih, penghitungan dan pembayaran uang tebusan. Keberhasilan program Amnesti Pajak tentunya tidak hanya dilihat dari angka pencapaian penerimaan negara dari sektor pajak, tetapi juga mencakup perluasan basis pajak untuk periode mendatang. Dengan data harta yang lengkap, tentunya potensi penerimaan pajak bisa meningkat pada tahun-tahun mendatang. Tabel 3.95 Jenis harta utama yang dideklarasikan dalam surat pernyataan harta Jenis Harta Utama yang Dideklarasi dalam Surat Pernyataan Harta Nilai Harta (triliun rupiah) HAKI & Harta Tak Berwujud Lainnya 8,14 Kendaraan Bermotor 107,22 Logam Mulia, Barang Berharga & Harta Bergerak Lainnya 243,54 Piutang & Persediaan 734,29 Tanah, Bangunan & Harta Tak Bergerak Lainnya 1.039,36 Investasi & Surat Berharga 1.275,04 Kas & Setara Kas 1.743, Sumber: Dashboard Amnesti Pajak per 29 Mei 2017 (diolah) Selain perluasan basis data harta Wajib Pajak, Amnesti Pajak juga memberikan gambaran bahwa lebih dari 90 persen Wajib Pajak yang memanfaatkan amnesti pajak adalah Wajib Pajak lama yang sudah terdaftar sejak tahun 2015 dan sebelumnya. Sementara itu, hanya sekitar 5 persen Wajib Pajak yang merupakan Wajib Pajak yang baru terdaftar pada tahun 2016 ketika program Amesti Pajak berlangsung. Selebihnya, kurang dari 1 persen merupakan Wajib Pajak yang terdaftar pada tahun 2016 sebelum Amnesti Pajak. Tabel 3.96 Perkembangan wajib pajak terdaftar amnesti pajak PERKEMBANGAN WAJIB PAJAK TERDAFTAR PESERTA AMNESTI PAJAK Terdaftar 2015 dan sebelumnya Terdaftar 2016 sebelum Amnesti Pajak Terdaftar 2016 selama Amnesti Pajak 912,1 ribu 8,4 ribu 52,7 ribu Sumber: Dashboard Amnesti Pajak per 29 Mei 2017 (diolah) E. Optimalisasi Data Perpajakan melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) Sebuah langkah maju sekaligus bentuk komitmen Pemerintah Indonesia dalam inisiatif global ditandai dengan penerbitan landasan hukum terkait Automatic Exchange of Information (AEoI), yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang ditetapkan pada tanggal 8 Mei 2017 dan selanjutnya ditingkatkan menjadi Undang-Undang melalui penerbitan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang yang ditetapkan pada tanggal 23 Agustus akuntabilitas kinerja 183

198 Penerbitan landasan hukum atas pelaksanaan terhadap akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/ PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang berlaku pada tanggal 31 Mei Selanjutnya, peraturan ini diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang berlaku pada tanggal 12 Juni Berdasarkan peraturan dimaksud, Kementerian Keuangan cq. DJP diberikan kewenangan untuk mengakses informasi keuangan yang dimiliki lembaga keuangan, seperti asuransi, perbankan, dan pasar modal. Dengan berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 2017, maka permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sudah dapat dilakukan kepada lembaga jasa keuangan. Selanjutnya, mulai tahun 2018 lembaga keuangan akan secara otomatis dan rutin memberikan data keuangan setiap tahunnya, untuk kepentingan perpajakan domestik dan kerja sama pertukaran informasi keuangan, secara otomatis dengan lebih dari 100 negara/yurisdiksi di dunia. Secara resiprokal, Indonesia akan memperoleh informasi keuangan yang dimiliki subjek pajak Indonesia yang disimpan di negara/yurisdiksi tersebut. Informasi ini sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan mencegah terjadinya praktik penghindaran pajak dengan cara menyembunyikan aset keuangan di luar negeri. F. Penertiban Importir Berisiko Tinggi (PIBT) Program ini merupakan bagian dari Program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC) yang di-launching pada tanggal 20 Desember 2016 oleh Menteri Keuangan dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 361/KMK.04/2017 tentang Program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai. PIBT telah mendorong kepatuhan importir dan meningkatkan penerimaan negara di sektor perpajakan. Tujuan program ini adalah untuk menata praktik-praktik impor khususnya oleh importir borongan yang selama ini diindikasikan masih terdapat pelanggaran. Terdapat dua modus yang sering digunakan oleh impor borongan, yaitu dengan pemberitahuan harga yang lebih rendah dari harga seharusnya (under invoicing) dan dengan penghindaran izin impor. Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam menyukseskan program PIBT Tahun 2017 adalah sebagai berikut : 1. Sinergi dengan TNI, POLRI, Kejaksaan Agung, PPATK, Staf Kepresidenan dan KPK yang ditandai dengan deklarasi bersama pada tanggal 12 Juli Sinergi antar unit eselon I yaitu antara DJBC dengan DJP baik di fase front-office, middleoffice, maupun back-office untuk pengamanan penerimaan perpajakan. 3. Pengetatan pengawasan. 4. Koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penyederhanaan perizinan impor. 5. Monitoring program PIBT secara rutin. 6. Implementasi strategi komunikasi yang efektif. Beberapa hasil nyata yang telah dirasakan oleh stakeholder Kementerian Keuangan melalui program PIBT ini antara lain: 1. Penurunan jumlah importir berisiko tinggi yang aktif sebesar 32%; 2. Penurunan aktivitas importir berisiko tinggi (jumlah PIB turun 47%, Jumlah volume (TEUs) turun 36%); 3. Peningkatan tax base sekitar 41%; 4. Peningkatan pembayaran pajak impor (BM & PDRI) sebesar 26%; 5. Penyederhanaan beberapa perizinan impor, antara lain untuk komoditas tekstil dan komoditas besi baja melalui koordinasi dengan K/L terkait; 6. Pertumbuhan IKM dalam negeri sekitar 30% (sumber: Ditjen IKM, Kemenperin); 7. Peningkatan investasi beberapa perusahaan di industri tekstil dalam rangka penambahan kapasitas produksi. 184

199 Berikut adalah grafik tren aktivitas IBT (rata-rata harian). Gambar 3.24 Tren aktivitas IBR (rata-rata harian) Jml IBT, PIB, dan TEUS Tren Aktivitas IBT (rata2 Harian) Tax Base Billions Deklarasi PIBT Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 0 IBT Tren IBT PIB TEUS Tax Base Tren PIB Tren TEUS Tren Tax Base Sumber: DJBC Sedangkan untuk grafik tren rata-rata tax base dan pembayaran per TEUS dapat disajikan dalam gambar berikut: Gambar 3.25 Tren Rata-rata tax base dan Pembayaran per TUES BM dan PDRI Millions Tren Rata-rata Tax Base dan Pembayaran per TEUS Tax Base Millions Deklarasi PIBT Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 0 Rata2 BM Rata2 PDRI Rata2 BM+PDRI Rata2 Tax Base Sumber: DJBC akuntabilitas kinerja 185

200 G. Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT) Program PCBT merupakan salah satu bagian penting dari keseluruhan Program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC). Program ini merupakan program lanjutan dari PIBT yaitu Pengawasan Cukai Terkoneksi (Excise Connection). Tujuan program ini adalah untuk memberantas praktik perdagangan ilegal dan tidak sehat (unfair) serta dalam rangka pengamanan hak keuangan negara khususnya terkait dengan produksi, peredaran, dan perdagangan barang kena cukai. Obyek utama yang menjadi sorotan dalam PCBT ini adalah pemberantasan Hasil Tembakau (HT), Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan Etil Alkohol (EA) ilegal. Beberapa kegiatan dalam PCBT adalah berikut ini: 1. Hasil Tembakau (HT): a. Kampanye STOP Rokok Ilegal dilakukan dalam bentuk sosialisasi, penempelan stiker STOP Rokok Ilegal, penanyangan video, dan bentuk publikasi lainnya b. Penelitian lebih mendalam atas rekomendasi unit pengawasan peredaran rokok di wilayah pemasaran. c. Penindakan dan penanganan pasca penindakan secara berkelanjutan. 2. EA dan MMEA: a. Kegiatan pendataan, pemeriksaan pencatatan, dan penindakan Tempat Penjualan Eceran (TPE). b. Analisis kewajaran transaksi Pengusaha TPE. c. Penyusunan peraturan tentang kewajiban pencatatan yang salah satunya terkait pelaporan atas transaksi sediaan oleh Pengusaha TPE. d. Peningkatan pengawasan melaui kegiatan, pendataan, pemeriksaan pencatatan, dan penindakan untuk MMEA ilegal oleh Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan. Kinerja PCBT menghasilkan penurunan pelanggaran pada rokok ilegal sebesar 10,9% (berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan) dan peningkatan jumlah penindakan cukai sebesar 74,8% dari tahun Berikut adalah grafik tren penindakan cukai Tahun 2017: Gambar 3.26 Peningkatan tren penindakan cukai Peningkatan Tren Penindakan Cukai H. Simplifikasi Laporan Pertanggungjawaban Penerima Bantuan Pemerintah pada Kementerian/Lembaga Simpilfikasi Laporan Pertanggungjawaban Penerima Bantuan Pemerintah pada Kementerian/ Lembaga merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna tanggal 29 Agustus Simplifikasi atau Penyederhanaan SPJ/LPJ pada Bantuan Pemerintah dilaksanakan berdasarkan PMK No. 173/PMK.05/2016 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan. Adapun simplifikasi meliputi pengurangan laporan pada Juknis, percepatan seleksi penerima, percepatan penyaluran bantuan dan penggunaan aplikasi IT pada pelaporan. Harapannya melalui simplifikasi tersebut akan memberikan kemudahan bagi 186

201 para satker K/L pelaksana bantuan dan para penerima bantuan (guru/kepala sekolah, penyuluh, dan lainnya) dalam menyampaikan pertanggungjawaban bantuan pemerintah. Dengan dukungan IT dalam simplifikasi, laporan terkait penyaluran bantuan pemerintah yang sebelumnya mencapai 40 jenis laporan, saat ini hanya cukup 3-5 jenis laporan saja. Dampak dari hal ini tentunya selain berhasil menyederhanakan dokumen, juga menyederhanakan prosedur, dan serta dapat lebih difokuskan pada pelaksanaan tugas dan fungsi Gambar 3.27 Simplifikasi laporan pertanggungjawaban penerima bantuan Pemerintah Sebelum Sesudah Rehab/Gedung Pembangunan 14 Jenis Laporan 1-2 Jenis Laporan Bantuan Pemerintah Sarana Prasarana 15 Jenis Laporan Dukungan IT 1-2 Jenis Laporan Bantuan Operasional 11 Jenis Laporan 1 Jenis Laporan Dampak 1. Menyederhanakan dokumen 2. Menyederhanakan prosedur 3. Memfokuskan pada tugas dan fungsi I. Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Berdasarkan data BPS, masih terdapat sekitar 44 juta UMKM yang belum terfasilitasi kredit program dari pemerintah (sebagian besarnya usaha mikro). Terkait hal tersebut, Kementerian Keuangan c.q. DJPb bekerja sama dengan IPB (Institut Pertanian Bogor) dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) melakukan evaluasi atas kredit program yang dilaksanakan Pemerintah. Segmen usaha mikro, pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Dari hasil evaluasi tersebut, ditetapkan skema pembiayaan baru untuk segmen usaha mikro di lapisan terbawah yang disebut pembiayaan ultra mikro (UMi). Pembiayan tersebut dilaksanakan dengan plafon pembiayaan maksimum Rp10 juta/ nasabah dan disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank. akuntabilitas kinerja 187

202 Dalam menjalankan program pembiayaan UMi, pemerintah menunjuk Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang merupakan Badan Layanan Umum dibawah Kementerian Keuangan untuk berperan sebagai koordinator dana dan menyalurkan dana kepada usaha produktif melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Tujuan pembiayaan UMi adalah untuk mengkolaborasi program-program pemerintah dalam pembiayaan ekonomi rakyat dan bersifat sebagai pelengkap/komplementer program lain yang telah berjalan. Untuk kecepatan dan ketepatan sasaran, program ini didukung sistem TI yang dibangun oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Tahun 2017 merupakan tahun piloting pembiyaan UMi untuk memastikan bahwa skema, infrastruktur (sistem dan infomasi) telah sesuai dengan kebutuhan. Piloting dilaksanakan di 21 wilayah di seluruh Indonesia, wilayah barat penyaluran di Aceh sampai wilayah timur di Sorong. Dapat diketahui bahwa distribusi penyaluran telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan total peminjam debitur dan total penyaluran mencapai Rp753,23 M HAI-DJPb selaku service desk menjembatani penyampaian informasi maupun penerimaan permasalahan antara stakeholder dengan direktorat teknis. HAI-DJPb juga dilengkapi dengan knowledge base yang memuat kebijakan, layanan, dan permasalahan yang sering dihadapi satker berikut solusinya. Knowledge base yang juga dipublikasikan di web HAI-DJPb ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi pembelajaran mandiri oleh satuan kerja. Peluncuran call center HAI-DJPb dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pembukaan Treasury Festival 2017, Selasa 5 September 2017 di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat. Gambar 3.28 Call center HAI-DJPb J. Call Center HAI-DJPb Call Center HAI-DJPb Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan perbendaharan, telah dikembangkan layanan pengguna terintegrasi Help, Answer, Improve (HAI) DJPb sejak tahun Hanya saja, saat itu layanan berfokus pada web hai. djpbn.kemenkeu.go.id, di mana pengunjung dapat bertanya melalui fitur chat maupun mengirimkan . Layanan tersebut dimaksudkan agar penyampaian informasi maupun penerimaan permasalahan di bidang perbendaharaan lebih optimal dan berada dalam satu saluran. Kini, HAI- DJPb telah dilengkapi dengan call center di nomor yang siap melayani pada jam kerja mulai pukul s.d WIB. 188

203 K. Penilaian Kembali (Revaluasi) Barang Milik Negara Penilaian kembali (revaluasi) Barang Milik Negara (BMN) dilaksanakan dengan tujuan untuk: (i) memperoleh nilai aset tetap yang updated dalam laporan keuangan sesuai dengan nilai wajarnya; (ii) untuk meningkatkan leverage BMN sebagai underlying asset untuk penerbitan SBSN; (iii) untuk membangun database BMN yang lebih baik untuk kepentingan pengelolaan BMN di kemudian hari; dan (iv) untuk mengidentifikasi BMN idle. Lingkup Revaluasi BMN sebagaimana diamanatkan dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2017 tentang Penilaian Kembali Barang Milik Negara/Daerah, difokuskan pada aset tetap yang terdiri dari tanah, gedung/bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan. Revaluasi BMN ditargetkan selesai dilaksanakan pada akhir triwulan III tahun 2018, dengan total objek revaluasi sebanyak Nomor Urut Pendaftaran (NUP) yang tersebar di satuan kerja di seluruh tanah air. Untuk tahun 2017, target revaluasi direncanakan dilaksanakan pada NUP dan untuk tahun 2018 sebanyak NUP. 1. Berdasarkan data per 31 Desember 2017 diperoleh data kinerja revaluasi sebagai berikut: Revaluasi telah dilaksanakan atas NUP, lebih tinggi NUP (102,34%) dibandingkan target revaluasi sebanyak NUP. 2. Berdasarkan hasil revaluasi diperoleh nilai wajar atas NUP, sebesar Rp triliun, dengan demikian terdapat kenaikan sebesar Rp1.821 triliun (271,3%) dibandingkan nilai buku sebesar Rp678 triliun. 3. BMN idle yang berhasil diidentifikasikan sejumlah 375 NUP, dengan nilai buku sebesar Rp0,29 triliun dan nilai wajar hasil revaluasi sebesar Rp1,67 triliun. L. Investasi Pemerintah untuk Pembangunan Infrastruktur Hingga 31 Desember 2017, Pemerintah telah merealisasikan Rp60,71 triliun dari alokasi anggaran pembiayaan investasi sebesar Rp60,74 triliun atau sebesar 99,95%. Dari total realisasi tersebut sebesar Rp42,16 triliun atau 69,41% dari total investasi APBN-P 2017 ditujukan untuk pembiayaan sektor infrastruktur. Hal ini menunjukkan komitmen yang tinggi dari Pemerintah Republik Indonesia dalam mendorong percepatan infrastruktur nasional. Tabel 3.97 Rincian alokasi dana BUN BA sesuai dengan APBN-P 2017 URAIAN PENGELUARAN PEMBIAYAAN INVESTASI PEMERINTAH APBNP 2017 (MILIAR RP) REALISASI (MILIAR RP) % D. Pembiayaan Investasi ( ) 59, , % 1. Investasi Kepada BUMN 6, , % i) Kementerian Keuangan 4, , % a. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) 1, , % b. PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) 1, , % c. PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) 2, , % ii) Kementerian BUMN: 2, , % a. PT KAI (Persero) 2, , % b. PT Djakarta LIoyd (Persero) - Non Tunai % 2. Investasi kepada Lembaga/Badan lainnya 3, , % a. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia 3, , % 3. Investasi kepada BLU: 48, , % akuntabilitas kinerja 189

204 Tabel 3.97 Rincian alokasi dana BUN BA sesuai dengan APBN-P 2017 URAIAN PENGELUARAN PEMBIAYAAN INVESTASI PEMERINTAH APBNP 2017 (MILIAR RP) REALISASI (MILIAR RP) % a. Dana bergulir 5, , % - BLU Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (FLPP) 3, , % - BLU Lembaga Pengelola Dana Bergulir Kementerian KUMKM % - BLU LPMUKP Kementerian KKP % - BLU PIP 1, , % b. BLU LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara) 32, , % c. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (BLU LPDP) 10, , % 4. Investasi kepada O/LKI/Badan Usaha Internasional 2, , % E. Dana Kewajiban Penjaminan 1, , % a. Penjaminan Infrastruktur Nasional % b. Penjaminan Infrastruktur Daerah % TOTAL PEMBIAYAAN INVESTASI PEMERINTAH BA (A+B) 60, , % Porsi terbesar pembiayaan investasi dialokasikan pada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) sebesar Rp32,05 triliun atau sekitar 53% dari total investasi. Alokasi pembiayaan investasi BLU LMAN ditujukan untuk uang ganti kerugian pengadaan tanah proyek infrastruktur jalan tol, perkeretaapian, pelabuhan, dan bendungan. Pengadaan lahan tersebut khususnya diperuntukkan bagi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merupakan proyek infrastruktur sebagai upaya mewujudkan Nawacita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Manfaat proyek jalan tol dapat mendukung pencapaian sasaran pembangunan jalan tol sepanjang km pada tahun 2019 sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun multiplier effect dari meningkatnya konektivitas dan aksesibilitas. Proyek transportasi untuk menurunkan biaya logistik dan mendorong efisiensi waktu tempuh dan mendukung pencapaian pembangunan jalur Kereta Api sepanjang 3,258 km pada tahun 2019, untuk peningkatan pangsa muatan angkutan barang kereta api minimal 5% dan angkutan penumpang 7,5%. Proyek Bendungan untuk menjamin ketahanan air dan mendukung terpenuhinya kebutuhan air baku dalam melayani rumah tangga, perkotaan, dan industri. Keberadaan bendungan juga bermanfaat untuk penyediaan sumber irigasi pertanian, sumber energi PLTA, dan mereduksi potensi banjir. Alokasi pembiayaan investasi terkait infrastruktur lainnya adalah Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp2 triliun guna mendukung PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam rangka penugasan penyelenggaraan operasional prasarana dan sarana Light Rail Transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek). Proyek LRT mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/ LRT Terintegrasi di wilayah Jabodebek. Hal ini menunjukkan bentuk komitmen pemerintah untuk meyakinkan bahwa PT KAI (Persero) mendapatkan kecukupan ekuitas untuk meleverage pendanaan pinjaman. 190

205 Pemerintah juga mengalokasikan anggaran kewajiban penjaminan sektor infrastruktur sebesar Rp1.005,37 miliar dengan rincian Rp802,37 miliar untuk mendukung penugasan percepatan pembangunan infrastruktur nasional dan Rp203 miliar untuk penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada BUMN. Percepatan pembangunan pembangkit tenaga lsitrik yang menggunakan batu bara (Proyek MW Tahap 1), penyediaan air minum sesuai amanat Perpres nomor 29 tahun 2009, kerjasama pemerintah dengan badan usaha melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI), percepatan pembangunan jalan tol di Sumatera sebagaimana amanat Perpres nomor 38 tahun 2015, dan pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari Lembaga Keuangan Internasional kepada BUMN merupakan program pembangunan infrastruktur nasional yang dijamin oleh Pemerintah. Selanjutnya, terdapat alokasi Penyertaan Modal Negara sebesar Rp2 triliun pada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)/PT SMI dan Rp1 triliun pada PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia/PT PII. Sasaran output atas PMN kepada PT SMI (Persero) yaitu mendukung proyek-proyek infrastruktur strategis nasional, proyek prioritas, atau KPBU melalui pembiayaan, jasa konsultasi, maupun penyiapan proyek, antara lain pembiayaan proyek jalan tol Trans Sumatera ruas Bakauheni-Terbanggi Besar. Tak kalah penting adalah PMN untuk PT PII yang meningkatkan kapasitas PT PII (Persero) dalam melakukan penjaminan proyek, antara lain : 1) beberapa proyek yang sedang dalam proses penjaminan seperti proyek pembangunan PLTU dan proyek air minum; 2) beberapa proyek baru yang diusulkan oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) untuk mendapatkan penjaminan seperti proyek Jalan Tol dan rumah sakit; dan 3) mendukung penugasan dalam rangka pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari LKI kepada BUMN. Pemerintah juga berkomitmen untuk mengalokasikan investasi bagi infrastruktur perumahan. Hal tersebut ditunjukkan dengan alokasi dana bergulir pada BLU Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) sebesar Rp3,1 triliun dan alokasi PMN sebesar Rp1 triliun pada PT Sarana Multigriya Finansial (Persero)/ PT SMF. Alokasi dana bergulir pada BLU PPDPP digunakan untuk mendanai program FLPP dengan target kredit pemilikan rumah (KPR) bagi MBR dalam bentuk KPR Sejahtera dengan target output sebanyak unit. Sedangkan PMN kepada PT SMF (Persero) dalam APBN tahun 2017 akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan sehingga meningkatkan kemampuan PT SMF dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitas likuiditas (liquidity facility) dalam mendukung terselenggaranya penyaluran KPR- FLPP Kementerian Perumahan Rakyat dengan menyediakan likuiditas bagi penyalur KPR yang menjalankan program Pemerintah dan mendukung penurunan porsi/beban Pemerintah dalam KPR FLPP dan Program Subsidi Selisih Bunga (SSB). PMN kepada PT SMF juga memberikan daya ungkit (leverage) sumber dana bagi pasar primer pembiayaan perumahan sehingga dapat mendukung pengembangan pasar pembiayaan sekunder perumahan untuk mendukung program Pemerintah di bidang perumahan rakyat. akuntabilitas kinerja 191

206 Penghargaan 1. Predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) Tahun 2017 Kedua Penghargaan tersebut diserahkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) bersama Wakil Ketua KPK kepada setiap pimpinan unit dalam acara peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) tahun 2017 yang diselenggarakan oleh KPK di Bidakara Hotel, Jakarta, pada 12 Desember Terdapat 10 unit di Lingkungan Kementerian Keuangan yang memperoleh predikat WBK, dan 1 unit yang mendapat predikat WBBM. Salah satu yang menjadi penilaian dalam capaian tersebut adalah kualitas pelayanan publik dan juga tidak terlepas dari komitmen pimpinan dari setiap unit sebagai faktor utamanya. 2. Gold Medal untuk Kategori The Best Operation Corporate Gambar 3.29 Piagam Gold Medal kategori The Best Operation Corporate Penghargaan ini diberikan oleh Indonesia Contact Center Association (ICCA) atas keberhasilan service desk Pusintek sebagai Single Point of Contact dengan layanan 7x24 jam telah diakui ditingkat nasional. Selain penghargaan untuk kategori corporate, juga diperoleh penghargaan dengan kategori lainnya sebagai berikut: a. Gold Medal untuk Kategori The Best Smart Team. b. Bronze Medal untuk Kategori Individu, The Best Agent Publik. 3. Anugrah Media Humas (AMH) Penghargaan ini diberikan oleh Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). AMH merupakan acara rutin para insan kehumasan Pemerintah yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai bentuk apresiasi atas kinerja insan humas di Indonesia. Kementerian Keuangan berhasil meraih Juara Umum Anugrah Media Humas (AMH) 2017, Juara 1 untuk kategori media sosial, juara 2 untuk kategori penerbitan internal, dan juara 3 kategori pelayanan informasi melalui internet. 4. Rekor MURI atas Kegiatan Pajak Bertutur Kementerian Keuangan c.q. DJP menerima piagam penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) atas rekor edukasi Pajak Bertutur secara serentak kepada siswa di sekolah mulai SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi se-nusantara pada tanggal 11 Agustus

207 Pajak Bertutur merupakan bagian dari program Inklusi Kesadaran Pajak, yaitu program yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan bersama dengan kementerian yang membidangi pendidikan untuk meningkatkan kesadaran perpajakan peserta didik, guru dan dosen yang dilakukan melalui integrasi materi kesadaran pajak dalam kurikulum, pembelajaran dan perbukuan. Gerakan Pajak Bertutur dilaksanakan selama satu hari secara serentak di seluruh Indonesia, pada beberapa sekolah dan perguruan tinggi. Kegiatan tersebut diharapkan bisa menanamkan sejak dini akan pentingnya peran pajak di sektor pembangunan. 5. World CIO 100 Award (Tingkat Dunia) Pada tanggal Agustus 2017, Kementerian Keuangan c.q. DJP bersama dengan perusahaan dan organisasi terkemuka dunia mendapatkan anugerah World CIO 100 Award di Colorado, Amerika Serikat. Ini adalah penghargaan yang diberikan kepada organisasi sebagai pengakuan atas pemanfaatan teknologi secara inovatif. Penghargaan ini diberikan terkait dengan pemanfaatan teknologi big data dan analitik yang mulai diterapkan sejak tahun Teknologi big data dimanfaatkan dalam proyek Data Warehouse Terintegrasi (DAWET) untuk mengolah dan mengintegrasikan data internal maupun eksternal yang memiliki volume besar, kecepatan pergerakan data yang cepat dan variasi data yang tinggi. Dengan implementasi teknologi ini petugas pajak diharapkan dapat melaksanakan tugas pengumpulan penerimaan negara secara lebih efektif dan efisien melalui peningkatan kepatuhan sukarela dan pengawasan yang lebih optimal. 6. Best Security Transformation (Tingkat Asia Pasifik) Pada tahun 2017 Kementerian Keuangan c.q DJP mendapatkan penghargaan sebagai Best Security Transformation tingkat Asia Pasifik oleh Network World Asia. Penghargaan ini diberikan terkait dengan keberhasilan melakukan perombakan sistem keamanan yang paling lengkap dan efektif untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan ekonomi digital, memberikan perhatian khusus pada cloud, mobilitas, big data, dan Internet of Thing (IoT). 7. IFN Indonesia Deal of The Year for The Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III 144A Senior Unsecured Wakalah Fixed Rate Trust Certificates Pada bulan Februari 2017, bertempat di Kuala Lumpur Malaysia, Kementerian Keuangan menerima penghargaan Indonesia Deal of The Year 2016 dari Islamic Finance News. Penghargaan tersebut diberikan atas kesuksesan penerbitan Sukuk Negara di pasar internasional pada tahun 2016 (Sukuk Global 2016) sebesar USD 2,5 miliar. Melalui Sukuk Global 2016 tersebut, untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan Sukuk Global dalam dual-tranche yaitu seri SNI21 dengan tenor 5 tahun dan SNI26 dengan tenor 10 tahun. Transaksi ini merupakan bagian dari Islamic Global Medium Term Notes (Islamic GMTN). Program sebesar US$10 miliar dan dicatatkan di Singapore Stock Exchange dan NASDAQ Dubai. Penerbitan Sukuk Global ini menjadi penerbitan US Dollar Sukuk terbesar dari penerbit Asia dan penerbitan US Dollar Sukuk terbesar oleh Pemerintah Indonesia sampai dengan tahun Sukuk Global ini diterbitkan berdasarkan prinsip syariah dengan struktur akad Wakalah. Underlying asset yang digunakan adalah Barang Milik Negara yang berupa tanah dan bangunan sebesar 51% akuntabilitas kinerja 193

208 dan proyek-proyek Pemerintah sebesar 49%. Sukuk Global ini diterbitkan oleh Pemerintah melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III, sebuah badan hukum yang dibentuk oleh Pemerintah Republik Indonesia khusus untuk melakukan penerbitan SBSN. Sukuk Global yang diterbitkan ini mendapat rating Baa3 dari Moody s, BB+ dari Standard & Poor, dan BBB- dari Fitch. Setelah dilaksanakan roadshow di beberapa kota pusat keuangan syariah di kawasan Asia, Eropa dan Timur Tengah, transaksi ini mendapat respon yang sangat baik dari para investor global dan menghasilkan jumlah penawaran hingga US$8,6 miliar. Hal ini menunjukkan tingginya minat investor terhadap Surat Berharga yang diterbitkan Pemerintah Indonesia dan tingginya tingkat kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia. Gambar 3.30 Piagam INF Indonesia 8. Peningkatan peringkat EoDB melalui penerapan single billing dan single payment Berdasarkan hasil survey Ease of Doing Business (EoDB) yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2017 peringkat Indonesia mengalami peningkatan, dari sebelumnya berada pada peringkat 91 pada tahun 2016 menjadi peringkat 72 pada tahun Peningkatan peringkat tersebut salah satunya terkait dengan penerapan sistem single billing dan single payment untuk pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor yang merupakan kunci perbaikan terhadap kinerja Trading Across Border atau perdagangan lintas negara. Capaian kinerja lainnya yang turut mendukung hal ini adalah waktu proses penyelesaian kepabeanan (customs clearance) yang pada tahun 2017 membukukan 0,87 hari dari target 1 hari.selain itu, peningkatan dukungan terhadap perdagangan juga dilakukan melalui insentif fiskal dan prosedural. Selama tahun 2017 telah dilakukan pemberian izin terhadap 50 Pusat Logistik Berikat (PLB), Kawasan Berikat, 231 Gudang Berikat, 369 Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) termasuk KITE-IKM, 12 Kawasan Ekonomi Khusus, penerbitan 106 surat keputusan User Specific Duty Free Scheme (USDFS), penetapan 356 Klasifikasi Sebelum Impor, penetapan 80 Perusahaan bersertifikat Authorized Economic Operator (AEO), pemberian fasilitas Bea Masuk Di Tanggung Pemerintah terhadap 129 Perusahaan, dan Kebijakan Voluntary Declaration. Selain itu, sebagai upaya peningkatan kemudahan pelayanan kepada pengguna jasa khususnya IKM, telah dibentuk klinik bersama pelayanan dan perizinan impor dengan instansi terkait dalam satu sistem IT yang terintegrasi. 194

209 E. EVALUASI INTERNAL 1. Evaluasi/Reviu Renstra Sebagai salah satu bentuk akuntabilitas, pertanggungjawaban atas pelaksanaan program yang tertuang dalam Renstra dan untuk mengetahui perkembangan capaian Renstra Kementerian Keuangan Tahun terhadap target jangka menengah, dilakukan suatu evaluasi untuk menilai apakah pelaksanaan program-program tersebut telah sesuai dan mencapai target yang ditetapkan. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, dalam pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Pimpinan Kementerian/ Lembaga melakukan evaluasi pelaksanaan Renstra-K/L. Dalam pasal 12 ayat (1) juga menyebutkan bahwa evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan terhadap pelaksanaan Renja K/L dan RKP untuk menilai keberhasilan pelaksanaan dari suatu program/ kegiatan berdasar indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam Renstra K/L dan RPJM Nasional. Evaluasi dilakukan terhadap upaya pencapaian tujuan Kementerian Keuangan sebagaimana tertuang dalam Renstra melalui pelaksanaan kegiatan yang merupakan eksekusi strategi dalam pencapaian tujuan organisasi. Berdasarkan hasil evaluasi, secara umum strategi yang telah ditetapkan dalam Renstra telah dilaksanakan oleh seluruh unit eselon I secara optimal pada periode Namun demikian, ke depan masih perlu dilakukan beberapa improvement mengingat beberapa kinerja pencapaian tujuan belum mencapai target. Adapun rincian pelaksanaan kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: 1. Terjaganya Kesinambungan Fiskal Salah satu arah kebijakan fiskal adalah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi adalah terjaganya kesinambungan fiskal yang dijabarkan kembali dalam tiga strategi untuk menjaga kesinambungan fiskal. Strategi pertama melalui optimalisasi penerimaan negara dengan menjaga iklim investasi dan keberlanjutan usaha. Strategi tersebut diwujudkan dengan jalan mendorong investasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri yakni dengan merevisi PP No 52 Tahun 2011 melalui PP 18 Tahun 2015 mengenai fasilitas tax allowance, meningkatkan nilai tambah dan menjamin tersedianya bahan mineral untuk kebutuhan dalam negeri yakni melalui PMK Nomor 140/ PMK.010/2016, dan menyusun skema royalti bagi pengusaha smelter yakni dengan melakukan pembahasan dalam rangka revisi PP No 9 Tahun Selain itu dalam rangka optimalisasi penerimaan negara pada tahun 2017 disusun draft RUU Pajak Pertambahan Nilai dan draft RUU Pajak Penghasilan. Strategi berikutnya adalah dengan mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang manageable. Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung strategi ini antara lain melalui perbaikan dan updating perangkat analisis dan proyeksi model-model asumsi dan variabel ekonomi makro melalui pengembangan dan revitalisasi MODFI. Model MODFI merupakan model ekonomi makro permintaan dan penawaran agregat, dengan basis data Neraca Nasional (National Accounts) dan data lainnya serta teori ekonomi yang menjelaskan behavioral pelaku ekonomi dalam ekonomi pasar. Selain itu dilaksanakan pula perbaikan dan penguatan kegiatan monitoring melalui sistem Asset Liability akuntabilitas kinerja 195

210 Management (ALM), penguatan dan perbaikan proses diseminasi informasi ekonomi dan kebijakan fiskal melalui penguatan proses komunikasi dengan dunia usaha dan investor melalui program kerja Investor Relation Unit (IRU), koordinasi pemantauan dan pengendalian inflasi, pelaksanaan tindak lanjut kajian peningkatan peran pasar keuangan bagi pembiayaan pembangunan dan stabilitas perekonomian melalui penyusunan draft RUU BI, dan pelaksanaan tindak lanjut terkait koordinasi dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan melalui RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Strategi terakhir yang ditempuh adalah mengendalikan defisit anggaran dalam batas aman. Strategi ini diwujudkan melalui pengendalian rasio utang dalam batas yang terkendali, mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif, memanfaatkan pinjaman luar negeri secara selektif, mengoptimalkan peran serta masyarakat (financial inclusion) dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik, dan melakukan pengelolaan utang secara aktif dalam kerangka ALM. Namun demikian, perlu disadari pula bahwa strategi mendasar dalam menjaga kesinambungan fiskal adalah memperhatikan dan mencermati kondisi perekonomian global, perekonomian dan kerja sama kawasan (regional), dan kondisi perekonomian domestik serta stabilitas sektor keuangan. Oleh karena itu Kementerian Keuangan selalu turut serta berperan aktif dalam berbagai forum perekonomian seperti G-20 dan APEC. Beberapa usulan Indonesia diadopsi dalam kerjasama ekonomi dan keuangan internasional. Salah satunya adalah mendorong penguatan fungsi pemantauan ekonomi dan sektor keuangan pada ASEAN Integration Monitoring Office (AIMO) dalam menghadapi fase baru integrasi regional sepuluh tahun ke depan di bawah cetak biru baru AEC Pada tahun 2017 Kementerian Keuangan turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan Voyage to Indonesia. Voyage to Indonesia merupakan tema besar dari serangkaian kegiatan yang menjadi bagian dari persiapan penyelenggaraan sekaligus upaya optimalisasi manfaat IMF- WB Annual Meetings Sedangkan untuk kegiatan prioritas Penguatan Diplomasi Ekonomi dan Kerja Sama Pembangunan pada Prioritas Nasional Konsolidasi Demokrasi dan Efektivitas Diplomasi melalui program Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular, kegiatan yang telah dilaksanakan adalah Capacity Building for Egyptian Officials on International Negotiation and Investment in Cairo, Egypt dan kajian pendirian BLU (Badan Layanan Umum) Pengelola Dana Bantuan Internasional. 2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai; Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Keuangan tahun , Direktorat Jenderal Pajak mendukung pencapaian Sembilan Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) ketujuh yaitu Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik dengan sasaran Penguatan Kapasitas Fiskal Negara, dan juga mendukung tujuan kedua Kementerian Keuangan dalam rangka Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai. Dalam melaksanakan strategi Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi, telah dilaksanakan kegiatan Bussiness Development Services (BDS). BDS adalah kegiatan pembinaan yang dilakukan terhadap para pelaku UKM lewat acara penyuluhan/seminar dengan memberikan materi yang berisi cara-cara yang mendorong perkembangan usaha para pelaku UKM dan akan diikuti dengan pemberian materi tentang kewajiban perpajakan yang 196

211 seharusnya dilakukan. Pada tahun 2017, BDS telah dilakukan oleh 22 KPP dengan jumlah perserta sebanyak orang. Untuk memperluas dukungan pemberian data dan informasi perpajakan dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) dalam rangka penggalian potensi perpajakan, pada tahun 2017 Kementerian Keuangan (DJP) telah menjalin kerjasama dengan beberapa ILAP antara lain penandatanganan MOU dengan (1) OJK, (2) TASPEN, dan (3) TNI yang kemudian dengan koordinasi antara Kanwil DJP dengan Pangdam di wilayah masing-masing. DJP juga terus melakukan pembenahan sistem administrasi perpajakan dengan mulai membangun sistem informasi administrasi perpajakan dengan platform teknologi baru, yang mencakup keseluruhan fungsi inti administrasi perpajakan (core tax administration system). Pada Tahun 2017 DJP telah menyusun Analisis Dokumen dan Bidding Document Core Tax System yang meliputi problem mapping dan kajian gap analysis, penyusunan System Requirement Spesification hingga persiapan pelaksanaan Market Sounding dan juga menyiapkan rencana strategis pelaksanaan migrasi data. Demi menyediakan layanan yang mudah, cepat dan akurat kepada seluruh Wajib pajak, DJP telah menyediakan Mobile Tax Unit (MTU) yang merupakan mobil pajak keliling yang berfungsi sebagai salah satu sarana penyuluhan dan pelayanan perpajakan bagi masyarakat dan/ atau Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Tujuan pengadaan MTU adalah memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak yang sulit dijangkau oleh DJP dan/ atau memfasilitasi Wajib Pajak yang berada di pusat keramaian. Sampai dengan tahun 2017 DJP telah melakukan pengadaan MTU di 9 (sembilan) KPP Percontohan dan juga telah dilakukan pengadaan 3 (tiga) mobil mikrobus untuk percontohan selanjutnya. Sebagai bagian dari strategi peningkatan peningkatan efektifitas penyuluhan, pengawasan, dan penegakan hukum, DJP telah menyusun program inklusi kesadaran perpajakan. Program ini merupakan upaya bersama DJP dengan Kemendikbud dan Kemenristek Dikti selaku pihak yang membidangi pendidikan untuk menanamkan kesadaran pajak kepada peserta didik dan tenaga pendidik melalui integrasi materi kesadaran pajak dalam Pendidikan. Sebagai salah satu implementasinya DJP telah melaksanakan kegiatan pajak bertutur pada tahun Dari sisi peningkatan penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai beberapa strategi yang telah dilakukan antara lain penguatan kerangka hukum (legal framework) melalui penyelesaian/ penyempurnaan peraturan di bidang lalu lintas barang dan jasa, peningkatan efektivitas joint audit, peningkatan koordinasi terkait peran pemungutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), peningkatan aspek manajemen dan SDM, pengadaan sarana dan prasarana dan peningkatan IT, serta ekstensifikasi dan intensifikasi barang kena cukai. 3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara; Sedangkan salah satu dari strategi untuk mencapai tujuan Renstra Pembangunan sistem PNBP yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara, adalah pengembangan dan penyempurnaan sistem PNBP berbasis IT. Dalam strategi ini DJA mengembangkan aplikasi yang menjadi bagian dari sistem MPN G-2 yang dikelola Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) berupa Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI). Aplikasi SIMPONI memfasilitasi pembayaran/penyetoran PNBP dan penerimaan non anggaran. Keberadaan aplikasi SIMPONI ditujukan untuk memberi kemudahan bagi Wajib Bayar/Wajib Setor guna membayar atau menyetor PNBP dan penerimaan non anggaran. Hasil dari pelaksanaan strategi di atas adalah 10 (sepuluh) sistem telah terkoneksi dengan SIMPONI yaitu : (1) Ditjen Bina Karantina Pertanian, (2) akuntabilitas kinerja 197

212 Ditjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, (3) Kem. Perhubungan, (4) Ditjen HKI, (5) Ditjen Adminstrasi Hukum Umum, (6) BPN, (7) Bappeten, (8) Ditjen lmigrasi, (9) BPOM, dan (10) Ditjen Binapenta Kemenaker. Dengan interkoneksi ini diharapkan pertukaran data para pihak akan lebih mudah, agar tersaji informasi tentang PNBP yang lebih komprehensif. Di tahun yang sama, realisasi PNBP yang disetorkan melalui SIMPONI mencapai Rp177,3 Triliun dan USD1.788,03 Juta. 4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah; Dalam Renstra Kementerian Keuangan , DJA mendukung tujuan peningkatan kualitas perencanaan penganggaran dalam Renstra Kementerian Keuangan Salah satu strategi untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengurangan pendanaan bagi kegiatan yang konsumtif dalam alokasi anggaran Kementerian/Lembaga merupakan salah satu strategi tersebut. Melalui strategi tersebut, anggaran infrastruktur meningkat cukup signifikan dalam beberapa tahun. Peningkatan ini dipengaruhi oleh kebijakan efisiensi belanja melalui pengalihan anggaran belanja dari belanja konsumtif ke belanja produktif. Untuk meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran, upaya lainnya yang dilakukan oleh DJA adalah dengan menerbitkan buku Pedoman Perencanaan, Penganggaran, dan Pelaksanaan APBN, Buku Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, Buku Dasar-Dasar Praktik Penyusunan APBN, Buku Pokok-Pokok Siklus APBN di Indonesia, Buku Tanya Jawab Seputar Revisi Anggaran, Buku Postur APBN di Indonesia. Salah satu strategi dalam Renstra Kementerian Keuangan Tahun terkait tugas dan fungsi DJPB adalah mengintegrasikan informasi keuangan K/L secara nasional, online dan real time melalui implementasi Aplikasi SPAN dan SAKTI dengan akuntasi berbasis akrual. Dalam pelaksanaan strateis tersebut DJPB melakukan penyempurnaan Aplikasi SAKTI dan SPAN. Sedangkan untuk meningkatkan kapasitas pengelola keuangan bagi satker maka telah dilaksanakan pelaksanaan training aplikasi SAKTI, Trainer of Trainer SAKTI K/L Tahap I, serta Training Stabilitas SPAN untuk admin sistem SPAN. DJPB melaksanakan Piloting SAKTI yang dilakukan secara bertahap. Pada Tahun 2017 telah dilaksanakan Roll Out SPAN Tahap III serta penyempurnaan aplikasi SPAN untuk memaksimalkan operasional SPAN. Untuk mendukung implementasi SPAN SAKTI juga telah dilaksanakan training SPAN dan SAKTI di 4 (empat) kota yakni Batam, Yogyakarta, Makasar, dan juga Kanwil DJPb dan UAT SPAN dan SAKTI. Materi training meliputi Annual Technical Support SPAN dan SAKTI, Training One the Cash Management and Forecasting, Dissemination of the Book on Cash Management Reform in Indonesia, dan Training One the Cash Management and Forecasting. Hasil yang dicapai dari penyempurnaan aplikasi SPAN dan SAKTI adalah Aplikasi SAKTI telah diimplementasikan secara penuh pada satker-satker lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Target untuk tahun 2018 implementasi secara penuh di Kementerian Keuangan sebelum diperluas di level nasional. Dalam Renstra Kementerian Keuangan Tahun , salah satu strategi yang dilaksanakan DJPK untuk mencapai hubungan keuangan pusat dan daerah yang adil dan transparan adalah dengan melakukan percepatan pelaksanaan pengalihan anggaran pusat ke daerah untuk fungsi-fungsi yang telah menjadi wewenang daerah, mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan mempengaruhi pola belanja daerah untuk meningkatkan kualitas 198

213 pelayanan publik. Setelah dilakukan evaluasi pada strategi dimaksud, strategi dilaksanakan melalui kegiatan riil berupa (1) Pemetaaan belanja pemerintah pusat yang seharusnya dianggarkan dalam DAK Nonfisik, (2) Identifikasi dan Harmonisasi Pendanaan Dekon/TP dan Desentralisasi, dan (3) Rapat Koordinasi dengan Kementerian Negara/Lembaga terkait untuk mempercepat pengalihan anggaran belanja K/L (dekonsentrasi dan tugas pembantuan) yang sudah menjadi urusan daerah ke DAK. Serangkaian kegiatan dimaksud telah menghasilkan capaian berupa pengalihan Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Bantuan Operasional KB (BOKB); Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD (BOP PAUD); Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Ketenagakerjaan (P2UKM dan Naker); Dana Bantuan Pelayanan administrasi kependudukan yang sebelumnya merupakan belanja pusat menjadi Dana Alokasi Khusus Non fisik (DAK Non fisik). 5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran; Dalam Renstra Kementerian Keuangan Tahun , salah satu strategi yang dilaksanakan DJKN dalam menuju pengelolaan kekayaan negara yang optimal ialah dengan melakukan pengamanan kekayaan negara melalui tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum. Pada tahun 2017, dilaksanakan kegiatan riil berupa (1) penyelesaian peraturan turunan PP Nomor 27 Tahun 2014 untuk meningkatkan kualitas penatausahaan dan pengelolaan BMN; (2) penyusunan Laporan BMN berbasis akrual; (3) pelaksanaan Program Percepatan Sertifikasi BMN berupa Tanah; dan (3) prioritas pelaksanaan utilisasi pada K/L yang memiliki nilai aset besar, seperti Kementerian PUPR, Kemenhan, Kemenhub, Kemendikbud, Kepolsian, TNI, dan lainnya. Untuk kegiatan riil yang pertama yaitu penyelesaian peraturan turunan PP Nomor 27 Tahun 2014 untuk meningkatkan kualitas penatausahaan dan pengelolaan BMN, diperoleh capaian Penyelesaian 20 PMK dan 4 (empat) KMK di bidang pengelolaan BMN dengan dukungan dari Biro Hukum Sekretariat Jenderal. Selanjutnya, untuk kegiatan riil yang kedua berupa penyusunan Laporan BMN berbasis akrual yang didukung oleh Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Ditjen Perbendaharaan, diperoleh capaian deviasi nilai aset tetap antara LBMN dengan LKPP 0,15% (2015), 0,127% (2016), dan 0,059% (Semester I 2017). Dalam pelaksanaan kegiatan ini, ditemukan bahwa penatausahaan BMN pada K/L belum sepenuhnya optimal. Hal ini terlihat dari masih adanya temuan BPK terkait penatausahaan BMN. Terkait kegiatan riil ketiga yaitu pelaksanaan Program Percepatan Sertifikasi BMN berupa Tanah, diperoleh capaian jumlah bidang tanah yang direkomendasikan untuk disertifikatkan: bidang (2015), bidang (2016), dan bidang (Semester I 2017) dengan dukungan dari Kementerian ATR/BPN selaku pemilik kewenangan sertifikasi tanah. Berikutnya, melalui kegiatan riil keempat sekaligus terakhir yaitu prioritas pelaksanaan utilisasi pada K/L yang memiliki nilai aset besar, seperti Kementerian PUPR, Kemenhan, Kemenhub, Kemendikbud, Kepolisian, TNI, dan lainnya, telah dihasilkan capaian nilai utilisasi aset: Rp177,62 triliun (2015), Rp443,73 triliun (2016), Rp77,62 triliun (Semester I 2017). Sesuai Nawa Cita keenam, DJPPR turut memberikan kontribusi dalam kegiatan peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan infrastruktur. Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menyediakan dukungan pembiayaan untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur melalui penyediaan akuntabilitas kinerja 199

214 alternatif pembiayaan, seperti melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPS), pembentukan bank pembangunan/ infrastruktur dan skema innovative financing lainnya. Sesuai Nawa Cita ketujuh, DJPPR turut berperan melalui kegiatan pengelolaan strategi dan portofolio pembiayaan, yaitu mengendalikan rasio utang pemerintah terhadap PDB dan hanya mempergunakan utang baru untuk membiayai kegiatan pemerintah yang bersifat produktif. Salah satu arah kebijakan fiskal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi adalah peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran yang dijabarkan. Strategi pembiayaan yang aman diwujudkan antara lain dengan pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebagai fiscal buffer melalui kegiatan perluasan cakupan Bond Stabilization Framework dan menyempurnakan indikator CMP. Selain itu dilakukan optimalisasi perencanaan dan pemanfaatan pinjaman untuk kegiatan produktif antara lain melalui penerbitan project based sukuk yang di-earmarked untuk membiayai proyekproyek infrastruktur. Lebih lanjut dilakukan pula pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) melalui pengembangan pasar SBN domestik dan metode penerbitan SBN valas yang fleksibel antara lain dengan melakukan pengembangan Electronic Trading Platform (ETP) untuk perdagangan SBN, penerbitan SBR (Saving Bond Ritel), Sukuk Tabungan Ritel dengan fitur early redemption untuk menarik minat pasar domestik, pengembangan jalur distribusi SBN ritel secara online, dan penyusunan strategi pembiayaan yang bersumber dari berbagai instrumen antara lain dari SBN dan pinjaman. Selain itu sesuai dengan tugas dan fungsinya, DJPPR juga melaksanakan pengelolaan risiko keuangan negara yang terintegrasi. Hal tersebut diwujudkan antara lain dengan perumusan rekomendasi/ kebijakan pengelolaan risiko keuangan negara yang disetujui Menteri Keuangan, pengelolaan risiko keuangan negara secara holistik melalui neraca negara, perumusan Dana Cadangan Risiko Fiskal, analisis atas usulan proyek atau program yang mengajukan penjaminan kepada Menteri Keuangan, dan penyusunan peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait pemberian jaminan. Sehubungan dengan program pemerintah terkait pembangunan infrastruktur, maka DJPPR juga memberikan dukungan pemerintah sesuai kebutuhan atas infrastruktur Non- KPBU, pemberian jaminan pemerintah atas Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, pemberian Dukungan Kelayakan atas sebagian biaya konstruksi terhadap proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha (VGF), pelaksanaan dukungan pembiayaan melalui availibility payment, pengembangan penjaminan obligasi infrastruktur, penyusunan peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait implementasi pengembangan skema KPBU, edukasi dan asistensi terhadap Persiapan proyek KPBU, koordinasi dalam bentuk trilateral meeting serta monitoring dengan Bappenas dan K/L dalam rangka penerbitan daftar kegiatan untuk masing-masing proyek, penguatan PPP Unit melalui Capacity Building, dan Pengadaan Konsultan dari dana hibah. Dalam hal penguatan fungsi Investor Relations Unit (IRU) dilakukan melalui diseminasi informasi secara proaktif dan komunikasi yang efektif dengan investor dan stakeholder, melakukan edukasi dan komunikasi terhadap pelaku pasar dan masyarakat dalam meningkatkan investasi pada instrumen SBN, melakukan pertemuan secara berkala dengan investor, baik lokal maupun internasional. 6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan; Kondisi yang ingin dicapai atas tujuan nomor enam adalah optimalisasi pengawasan 200

215 dalam rangka mendukung fungsi Community Protection serta melaksanakan fungsi sebagai Border Management. yang dibutuhkan oleh Kementerian/Lembaga seperti misalnya, dokumen Sanitary dan Phitosanitary (e-sps). Terkait upaya meningkatkan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sislognas, beberapa strategi yang telah dilakukan antara lain pengembangan dan penyempurnaan sistem dan prosedur yang berbasis IT yang meliputi profilling perusahaan pengurusan jasa kepabeanan dan peningkatan implementasi pintu nasional Indonesia (Indonesia Nasional Single Window-INSW), persiapan operator ekonomi yang berwenang (Authorized Economic Operator - AEO) dan pengembangan tempat penimbunan sementara (TPS). Joint audit merupakan salah satu milestone inisiatif strategis Joint program disamping joint analysis dan joint operation. Unit in charge Joint audit adalah DJBC, DJP dan Itjen. Dengan pelaksanaan joint audit diharapkan terjadi penurunan upaya untuk menghindari pembayaran pajak dan bea masuk/bea keluar/cukai melalui importir berisiko tinggi dan semakin optimalnya pengawasan terhadap wajib pajak yang juga pengguna jasa kepabeanan dan cukai secara bersama sama oleh DJBC dan DJP. Pengelola Portal Indonesia National Single Window (PP INSW) bertugas melaksanakan pengelolaan portal INSW dalam penanganan dokumen kepabeanan, perizinan dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan/atau impor secara elektronik di bawah koordinasi DJBC. Tugas tersebut meliputi pengintegrasian layanan antar Kementerian/ Lembaga dalam bidang ekspor dan impor, pengintegrasian layanan antara Kementerian/ Lembaga dengan DJBC, dan pertukaran data dengan negara lain baik dalam kerangka ASEAN Single Window maupun bilateral, serta tidak hanya untuk dokumen pendukung pengurusan kepabeanan, namun juga dokumen lainnya Strategi yang dilakukan DJBC dalam rangka optimalisasi pengawasan untuk mendukung fungsi Community Protection serta melaksanakan fungsi Border Management antara lain penguatan aspek organisasi dan SDM untuk meningkatkan pengawasan laut dan darat, meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan lembaga penegak hukum dan stakeholder lainnya, pengembangkan Pos Lintas Batas Negara Terpadu (PLBN), Pengadaan sarana dan prasarana yang mendukung pengawasan laut maupun pos perbatasan, pengembangan dan penyempurnaan sistem dan prosedur yang berbasis IT, pembangunan kapal patroli interceptor dan dermaga dermaga kapal patroli. Pada tahun 2016 telah dibangun 7 (tujuh) PLBN antara lain PLBN Aruk, PLBN Entikong, PLBN Nanga Badau, PLBN Motain, PLBN Motamasin, PLBN Wini dan PLBN Skuow. Dengan berdirinya PLBN tersebut, fungsi DJBC sebagai community protection dan Border management telah dilaksanakan. Untuk mendukung fungsi tersebut, DJBC melakukan pengadaan sarana dan prasarana PLBN antara lain pengadaan perangkat pengolah data dan komunikasi, fasilitas dan inventaris kantor, serta kendaraan dinas dan anjing pelacak narkotik. Dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan sistem dan prosedur berbasis IT, DJBC telah melaksanakan pengadaan Coastal Surveillance System (CSS) pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Batam serta pengkajian awal untuk menyusun Naskah Akademik pembentukan Pusat Komando Pengendalian (Puskodal). 7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan. Sekretariat Jenderal sebagai prime mover Kementerian Keuangan mendukung tujuan Kementerian Keuangan yang ketujuh, yakni akuntabilitas kinerja 201

216 Kesinambungan Reformasi Birokrasi, Perbaikan Governance, dan Penguatan Kelembagaan. Salah satu sasaran strategis yang didukung langsung oleh Setjen adalah teruwujudnya sistem informasi manajemen yang terintegrasi. Strategi yang dilakukan untuk mencapai kondisi tersebut antara lain yaitu dengan pembangunan dan pengembangan Integrated Financial Management Information System (IFMIS). Dalam melaksanakan strategi pembangunan dan pengembangan IFMIS, Setjen telah melakukan beberapa kegiatan, antara lain Integrasi Service Desk Kementerian Keuangan, Fungsionalitas DC/DRC untuk Aplikasi Kritikal, dan Pengembangan Perangkat TIK DC/DRC, dan Pengembangan Integration Modules IFMIS. IFMIS atau Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Negara yang Terintegrasi merupakan paket pengelolaan keuangan negara yang terintegrasi dan terkomputerisasi, dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Adapun capaian dari pelaksanaan integrasi service desk Kemenkeu antara lain telah diselesaikan Kajian Arsitektur Integrasi Service Desk Kementerian Keuangan, Skema Pengelolaan dan Operasional Service Desk Terintegrasi, SOP Link Integrasi Service Desk (CEISA/MPN-G2), dan Dokumen Pengembangan Teknologi Integrasi Service Desk (Telephony). Selain itu juga dilakukan pengembangan Integration Modules IFMIS, yakni modul sistem TIK yang mendukung proses bisnis unit di lingkungan Kementerian Keuangan yang saling terkait agar dapat berkomunikasi (terhubung) dalam rangka mewujudkan sistem informasi manajemen keuangan terpadu. Pada tahun 2017 telah dilakukan analisis awal gap domain informasi dan aplikasi dari dokumen Baseline Enterprise Architecture (EA), serta telah disepakati untuk penyusunan Kajian Integration Modules IFMIS Tahap I dengan fokus pada tema Perbendaharaan. Kegiatan lainnya guna mewujudkan sasaran strategis sistem informasi manajemen yang terintegrasi berupa pemutakhiran Disaster Recovery Plan (DRP) Sistem Aplikasi Kritikal dan Uji Fungsionalitas DC/DRC. Terkait dengan pemutakhiran DRP Sistem Aplikasi Kritikal, telah dilakukan Pemutakhiran DRP Website DJPPR, DRP Website BKF, Portal BKF, Forum Registrasi Internasional, Sistem Layanan Data Kementerian Keuangan (SLDK), Website DJPK dan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Modul Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), Modul Kekayaan Negara Lain-lain (KNL), Wise, Alpha, dan Heritage. Untuk Uji Fungsionalitas DC/DRC dilakukan pada Website DJPPR, Portal Kemenkeu, Website BKF dan Portal BKF, Website DJPK dan SIKD, Modul KND dan Modul KNL DJKN, Wise, Teammate, Alpha, dan Heritage. Inspektorat Jenderal sebagai unit pengawasan internal di Kementerian Keuangan mendukung tujuan Kementerian Keuangan yang ketujuh, yakni Kesinambungan Reformasi Birokrasi, Perbaikan Governance, dan Penguatan Kelembagaan. Adapun sasaran strategis yang didukung langsung oleh Inspektorat Jenderal guna mencapai tujuan tersebut berupa Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan kementerian. Strategi yang dilakukan antara lain melalui pelaksanaan pengawasan atas pengelolaan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN). Kegiatan yang dilakukan pada Tahun 2017 guna mengimplementasikan strategi, yaitu sinergi pengawasan pelaksanaan anggaran BUN dan implementasi pengendalian intern atas pelaporan keuangan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang meliputi K/L dan BUN. Adapun aktivitas yang dilakukan berupa sosialisasi dan konsultasi kepada dua belas K/L mengenai Pelaksanaan Anggaran BA BUN , rapat Koordinasi Perencanaan, 202

217 pelaksanaan Pengawasan BA , , , , serta BA BUN pada Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UMKM. Selain itu dilaksanakan uji coba pelaksanaan Reviu Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR) pada LKBUN (LK tahun 2016) dan penyusunan Risk Control Matrix (RCM) untuk LK BUN, LK BA 015 dan LKPP, serta sosialisasi dan Pelaksanaan Reviu ICOFR pada LKBUN (untuk LK tahun 2017). Kegiatan ini merupakan implementasi dan penilaian terhadap pengendalian intern atas pelaporan keuangan di lingkungan APIP K/L dan BUN serta melaksanakan transfer of knowledge dan menyediakan asistensi dalam implementasi ICOFR yang bertujuan untuk mendukung pencapaian opini WTP dari BPK atas seluruh Laporan Keuangan Pemerintah. Terkait dengan penerapan ICOFR telah dihasilkan PMK Nomor 14/PMK.09/2017 tentang Pedoman Penerapan, Penilaian, dan reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan dan Konsep Risk Control Matrix (RCM) atas proses penyusunan LKBUN, LK BA 15, dan LKPP, serta Laporan Hasil Reviu PIPK (uji coba) atas LKBUN TA BPPK sebagai unit yang melaksanakan pendidikan dan pelatihan untuk seluruh pegawai di Kementerian Keuangan mendukung tujuan Kementerian Keuangan yang ketujuh, yakni Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan. Salah satu sasaran strategis dalam mencapai tujuan ketujuh adalah SDM yang kompetitif, sasaran ini didukung oleh unit eselon I Sekretariat Jenderal bersama dengan BPPK. Strategi yang dilakukan untuk mewujudkan sasaran strategi adalah melalui integrasi pendidikan dan pelatihan yang jelas dan menyeluruh dalam konsep Corporate university (Corpu) dengan penguatan lembaga pendidikan kedinasan yang saat ini ada dan penguatan fungsi perencanaan, pengembangan, dan evaluasi pelatihan untuk menjamin terjadinya link and match dengan tujuan strategik organisasi. Corporate University merupakan strategi yang digunakan untuk mencapai visi dan misi Kementerian Keuangan, dengan mewujudkan link and match antara pembelajaran, pengelolaan pengetahuan, dan penerapan nilai-nilai dengan target kinerja Kementerian Keuangan dan dilaksanakan oleh seluruh elemen Kementerian Keuangan dengan BPPK sebagai motor penggerak utama bagi SDM Keuangan Negara. Adapun timeline pengembangan Corpu di tahun 2017, BPPK melakukan perbaikan mekanisme Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP), menyusun Instructional System Design (ISD), menyempurnakan evaluasi pembelajaran, menyusun pola pembelajaran (pola diklat), membangun Knowledge Management, membentuk Communities of Practice (CoP), membangun smart classroom, menerapkan struktur governance Kemenkeu Corpu, menyelaraskan (terkait regulasi) peraturan SDM yang lain guna mendukung implementasi Human Capital Management melalui Corpu, melakukan perbaikan dalam metode penyelenggaraan pembelajaran, penguatan pengelolaan beasiswa di Kemenkeu, serta menyempurnakan proses bisnis manajemen kediklatan dan riset. Beberapa capaian yang dihasilkan antara lain konsep Instructional System Design ISD (tahap legal drafting) dan pola pembelajaran (learning journey) untuk beberapa crucial job. Selain itu telah dibuat 32 online learning material, 116 dokumen pengetahuan, 44 CoP, dan kriteria smart classroom yang akan segera dibangun di Pusdiklat KNPK. Konsep governance Corpu, pedoman penyelenggaraan, serta logo Kemenkeu Corpu juga telah ditetapkan. Sedangkan untuk penyempurnaan proses bisnis manajemen dan kediklatan, telah ditetapkan mekanisme penyusunan dan validasi soal dalam PER-1/PP/2017 dan penyempurnaan mekanisme penyelenggaraan kajian akademis dalam PER-2/ PP/2017. akuntabilitas kinerja 203

218 Untuk pengelolaan beasiswa di Kementerian Keuangan, BPPK telah melakukan penetapan tarif FETA melalui KMK Nomor 17/KMK.01/2017 dan peraturan pengelolaan beasiswa (pool of candidates) melalui PER-2/PP/2017. Adapun terkait penguatan kelembagaan PKN STAN telah dilakukan pembentukan dewan pertimbangan PKN STAN yang tertuang dalam KMK Nomor 491/KMK.011/2017 dan penyempurnaan dewan pengawas PKN STAN melalui KMK Nomor 516.1/ KMK.01/ Reviu Pengelolaan Kinerja Reviu Pengelolaan Kinerja diselenggarakan dalam rangka memberikan quality assurance atas sistem manajemen kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Reviu dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai implementasi sistem pengelolaan kinerja, menumbuhkan budaya yang mendukung pencapaian kinerja organisasi, meningkatkan awareness terhadap tata kelola yang baik, dan mendapatkan feedback untuk penyempurnaan sistem pengelolaan kinerja. Reviu Pengelolaan Kinerja dilakukan atas 6 (enam) aspek penilaian, yaitu: 1. Perencanaan strategis, mengukur proses perumusan perencanaan strategis dimana perumusan dokumen perencanaan strategi yang dilaksanakan pada tahun 2017 meliputi penyusunan Renja ahun 2018, Rencana Kerja dan Anggaran tahun 2018 serta Kontrak Kinerja tahun Penyusunan Renja dilaksanakan sesuai dengan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-11/MK.1/2017 tentang Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Keuangan Tahun Penyusunan Kontrak Kinerja tahun 2017 mengacu pada indikator-indikator kinerja beserta target pada Renja tahun 2017 yang telah ditetapkan pada tahun 2016 yang lalu. Sedangkan penetapan indikator kinerja pada renja 2018 menjadi acuan dalam kebijakan refinement Kontrak Kinerja tahun Selain itu, reviu juga dilakukan pada dokumen pengelolaan kinerja meliputi Kontrak Kinerja (Peta Strategi, Sasaran Strategis, IKU, dan Inisiatif Strategis). 2. Proses cascading dan alignment, mengukur kesesuaian cascading dan alignment dengan tugas dan fungsi serta distribusi IKU dan targetnya. 3. Perencanaan kegiatan dalam rangka mendukung pencapaian strategi, mengukur perencanaan kegiatan untuk mendukung pencapaian Sasaran Strategis/Inisiatif Strategis (SS/IS), dokumen/matriks kegiatan, serta kelengkapan dokumennya. 4. Pelaksanaan kegiatan, mengukur ketersediaan laporan progres pelaksanaan kegiatan yang mendukung pencapaian SS/IS, kesesuaian antara pelaksanaan dengan rencana, serta proses sosialisasi dan internalisasi pengelolaan kinerja kepada pegawai. 5. Monitoring dan evaluasi, mengukur ketersediaan dan kesesuaian laporan capaian kinerja, pelaksanaan pembahasan capaian kinerja melalui Dialog Kinerja Organisasi sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-590/KMK.01/2016 tentang Pedoman Dialog Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Selain itu, reviu juga mengukur ketepatan waktu pelaporan capaian kinerja, pelaksanaan reviu Kontrak Kinerja oleh Pengelola Kinerja sesuai dengan lingkup dan tanggung jawabnya, validasi nilai Kualitas Kontrak Kinerja bersasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-291/KMK.01/2017 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja, serta kelengkapan dokumen pendukung capaian kinerja. 6. Tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi, mengukur realisasi pelaksanaan kegiatan hasil monitoring dan evaluasi dalam Dialog Kinerja Organisasi serta kelengkapan dokumentasinya. Pengumpulan data dilaksanakan secara sampling terhadap dokumen implementasi sistem pengelolaan kinerja pada satuan kerja (satker) tertentu, baik yang berkedudukan di kantor pusat maupun kantor vertikal. Data reviu berasal dari unit kerja yang ditetapkan sebagai sampel. Pada tahun 2017, sampel reviu adalah sebanyak 36 unit kerja tersebar pada

219 (sebelas) unit eselon I, meliputi 22 unit eselon II di Kantor Pusat, 5 (lima) Kantor Wilayah, dan 9 (sembilan) Kantor Pelayanan/unit setara eselon III. Level implementasi Pengelolaan Kinerja dikategorikan dalam 5 (lima) tingkatan yaitu nilai 90 X 100 berarti Kami mengelola kinerja dengan sangat baik, nilai 80 X < 90 berarti Kami mengelola kinerja dengan baik, nilai 70 X < 80 berarti Kami mengelola kinerja dengan cukup baik, nilai 50 X < 70 berarti Kami mengelola kinerja dengan kurang baik, dan nilai < 50 berarti Kami mengelola kinerja dengan tidak baik. Berdasarkan hasil reviu, nilai pengelolaan kinerja Kemenkeu tahun 2017 adalah sebesar 90,11 yang menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan telah mengelola kinerja dengan sangat baik. Terjadi peningkatan nilai dibandingkan hasil reviu tahun 2016 yaitu 84,77. Langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas implementasi pengelolaan kinerja pada Kementerian Keuangan adalah (i) meningkatkan peran setiap pimpinan unit dalam kegiatan pengelolaan kinerja terutama dalam penetapan Kontrak Kinerja (KK) dan Dialog Kinerja Organisasi (DKO), (ii) meningkatkan kualitas dan target IKU yang lebih menantang, (iii) meningkatan tata kelola dokumentasi seluruh proses pengelolaan kinerja, seperti notula monev, tindak lanjut monev, manual IKU dan matriks cascading, (iv) optimalisasi peran pengelola kinerja organisasi untuk peningkatan kualitas kontrak kinerja melalui pelaksanaan reviu internal, serta (v) meningkatkan internalisasi visi, misi, strategi, dan sistem pengelolaan kinerja dalam rangka meningkatkan pemahaman pegawai terhadap sistem pengelolaan kinerja. 3. Evaluasi Mandiri atas Implementasi SAKIP Kemenkeu Dalam rangka meningkatkan manajemen dan akuntabilitas kinerja dan keuangan terkait pengelolaan keuangan negara, Inspektorat Jenderal selaku APIP Kementerian Keuangan, secara berkelanjutan melakukan evaluasi internal atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di lingkungan Kementerian Keuangan. Evaluasi internal dilaksanakan setiap tahun atas implementasi SAKIP Kementerian Keuangan serta implementasi SAKIP masing-masing Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Hasil evaluasi disampaikan kepada masingmasing pimpinan Unit Eselon I serta ikhtisarnya dilaporkan kepada Menteri Keuangan. Selama tahun 2017, Inspektorat Jenderal telah melaksanakan evaluasi atas implementasi SAKIP Kementerian Keuangan dan implementasi SAKIP masingmasing Unit Eselon I Kementerian Keuangan tahun Evaluasi dilaksanakan berdasarkan pedoman baru, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.09/2016 tentang Evaluasi atas Implementasi SAKIP di Lingkungan Kementerian Keuangan (PMK 239) dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 14/KMK.09/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Keuangan (KMK 14). Kedua pedoman ini memberikan panduan yang lebih jelas dan komprehensif serta mendorong evaluator untuk dapat melakukan penilaian secara objektif, tidak hanya menilai dari pemenuhan formal tetapi juga pemenuhan substansi. Petunjuk pelaksanaan evaluasi dalam KMK 14 dibuat sejalan dengan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 15 tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. 1. Pelaksanaan evaluasi atas Implementasi SAKIP pada unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan tahun Evaluasi atas implementasi SAKIP masing-masing Unit Eselon I tahun 2016 telah dilakukan sesuai kriteria evaluasi menurut KMK 14. Lingkup evaluasi meliputi 4 (empat) aspek, yaitu: aspek perencanaan akuntabilitas kinerja 205

220 kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, dan pencapaian kinerja. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa nilai dari rata-rata Implementasi SAKIP dari unit eselon I Kementerian Keuangan tahun 2016 adalah 89,59 (Predikat A: Memuaskan). Nilai ini mengalami penurunan sebesar 1,24 poin dari nilai tahun sebelumnya sebesar 90,83. Hal ini karena evaluasi atas implementasi SAKIP tahun 2016 telah menggunakan KMK 14 sebagai kriteria evaluasi, dengan mekanisme dan tolak ukur penilaian yang lebih substansial dan komprehensif, dibandingkan dengan kriteria evaluasi yang digunakan pada tahun sebelumnya. Namun demikian, secara umum implementasi SAKIP pada 11 (sebelas) Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan tahun 2016 telah menunjukkan adanya komitmen perubahan, berkinerja tinggi, dan sangat akuntabel. 2. Pelaksanaan evaluasi atas Implementasi SAKIP tingkat Kementerian Keuangan Mulai tahun 2016, evaluasi oleh Itjen dilaksanakan tidak hanya atas implementasi SAKIP di masingmasing Unit Eselon I, namun juga implementasi SAKIP di Kementerian Keuangan. Evaluasi implementasi SAKIP tingkat Kementerian Keuangan dilaksanakan dengan tujuan untuk melakukan penilaian atas implementasi SAKIP tingkat Kementerian serta memberikan rekomendasi dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pengelolaan dan akuntabilitas kinerja ke depan. Evaluasi ini diharapkan dapat membantu mendorong efektivitas implementasi SAKIP Kementerian Keuangan serta meningkatkan nilai hasil evaluasi SAKIP Kementerian Keuangan oleh Kementerian PAN dan RB. Pada tahun 2017, telah dilakukan evaluasi atas implementasi SAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2016 dengan berpedoman pada KMK 14. Ruang lingkup evaluasi mencakup penilaian atas 5 (lima) komponen manajemen kinerja, yaitu: perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi internal, serta pencapaian kinerja. Nilai hasil evaluasi atas implementasi SAKIP tingkat Kementerian Keuangan tahun 2016 adalah 87,38 dengan predikat A (Memuaskan), dengan rincian: Tabel 3.98 Nilai LAKIN Kementerian Keuangan 2017 per komponen KOMPONEN NILAI Perencanaan Kinerja (bobot 30) 26,42 Pengukuran Kinerja (Bobot 25) 22,23 Pelaporan Kinerja (Bobot 15) 12,96 Evaluasi Internal (Bobot 10) 9.07 Pencapaian Kinerja (Bobot 20) 16,71 Total 87,38 Nilai ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya, yaitu 86,90. Nilai ini menunjukkan bahwa implementasi SAKIP di Kemenkeu telah dijalankan dengan menunjukkan adanya komitmen perubahan, berkinerja tinggi, dan sangat akuntabel. Nilai ini merupakan hasil akumulasi dari nilai masingmasing komponen pengelolaan kinerja tingkat Kementerian, yang digabungkan dengan hasil evaluasi atas implementasi SAKIP pada tingkat unit Eselon I yang dijadikan sampel sebagaimana disebutkan di atas. 3. Perbaikan dan Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan tahun 2017 Berdasarkan hasil evaluasi atas implementasi SAKIP Kementerian Keuangan dan implementasi SAKIP masing-masing Unit Eselon I tahun 2016, diketahui beberapa perbaikan manajemen kinerja dan peningkatan akuntabilitas kinerja yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan, antara lain: a. Penerapan Enterprise Risk Management (ERM) Kemenkeu dalam rangka menyelaraskan sistem pengelolaan risiko dengan sistem pengelolaan kinerja; b. Perbaikan berkelanjutan serta sinkronisasi perencanaan kinerja dan penganggaran di lingkungan Kementerian Keuangan, melalui inisiatif: 1) Resource forum antara fungsi pengelola sumber daya dan fungsi teknis di lingkungan Kementerian Keuangan untuk mengidentifikasi prioritas kebutuhan dalam rangka penetapan 206

221 target kinerja dan anggaran yang sejalan dengan Sasaran Strategis Kemenkeu (SS); 2) Joint Planning Session antar unit perencana Unit Eselon I untuk mendorong inovasi dan perbaikan berkelanjutan atas proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan Kementerian Keuangan; c. Peningkatan kualitas Kontrak Kinerja pegawai melalui penetapan koefisien Kualitas Kontrak Kinerja (K3) untuk mendorong diferensiasi kinerja pegawai secara lebih fair; d. Penyajian Informasi mengenai efisiensi penggunaan sumber daya dalam Laporan Kinerja Kemenkeu tahun 2016, antara lain informasi mengenai capaian IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran, informasi efisiensi dari penggunaan IT, serta efisiensi dari penerapan layanan bersama (co-location) antara DJPB, DJKN, dan DJPPR. e. Peningkatan monitoring tindak lanjut rencana aksi pencapaian IKU melalui pelaksanaan Dialog Kinerja Organisasi (DKO) dan Dialog Kinerja Individu (DKI) secara efektif; dan f. Peningkatan efektivitas pelaksanaan tindak lanjut oleh klien pengawasan atas rekomendasi hasil evaluasi implementasi SAKIP internal oleh Itjen melalui suatu aplikasi web-based. Sejumlah rencana aksi perlu dilakukan Kementerian Keuangan untuk memperbaiki/ meningkatkan kualitas manajemen dan akuntabilitas kinerja Kementerian Keuangan ke depan, antara lain: a. menjaga koordinasi internal dalam melaksanakan proses perencanaan kinerja dan penganggaran untuk memastikan keselarasan Sasaran dan Indikator Kinerja pada Renstra, Renja, dan Kontrak Kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan; b. mengembangkan aplikasi e-performance agar dapat mengakomodasi konsolidasi capaian kinerja organisasi yang didasarkan pada hasil input capaian kinerja pegawai secara berjenjang pada unit masing-masing; c. meningkatkan kualitas pelaporan kinerja dengan menambahkan informasi mengenai hasil reviu atas Renstra tahun berjalan dan informasi pencapaian tujuan jangka menengah (indikator kinerja dan target) Renstra dan/atau Renja tahun 2017 serta bagaimana proyeksi pencapaian target tersebut untuk periode Renstra berikutnya (2018 dan 2019) pada Laporan Kinerja Kementerian Keuangan tahun 2017; d. terus meningkatan upaya dan inisiatif pencegahan/pemberantasan korupsi untuk menciptakan kondisi bebas korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan yang diakui masyarakat. 4. Otomasi Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Evaluasi atas Implementasi SAKIP melalui Modul Team Central Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan kualitas pemantauan dan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil evaluasi atas implementasi SAKIP di lingkungan Kementerian Keuangan, Inspektorat Jenderal telah mengembangkan Sistem Manajemen Audit yang di dalamnya termasuk modul Team Central yang dapat mengotomasi pelaksanaan pemantauan dan penyelesaian tindak lanjut oleh Auditi. Auditi dapat menginput dan menyampaikan buktibukti pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Inspektorat Jenderal secara online melalui jaringan intranet, dan evaluator Itjen dapat menilai tindak lanjut tersebut juga secara online melalui modul Team Central tersebut. akuntabilitas kinerja 207

222 BAB 4 I N I S I A T I F P E N I N G K A T A N A K U N T A B I L I T A S K E M E N T E R I A N K I N E R J A K E U A N G A N Tindak Lanjut Atas Evaluasi AKIP Revitalisasi Manajemen Kinerja Kementerian Keuangan Melalui Optimalisasi Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) Program Peningkatan Integritas Penguatan Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2018

223

224 I N I S I A T I F P E N I N G K A T A N A K U N T A B I L I T A S K I N E R J A K E M E N T E R I A N K E U A N G A N Upaya untuk meningkatkan kinerja institusi secara optimal dan berkesinambungan selaras dengan program pembangunan nasional, Kementerian Keuangan merancang dan melakukan inisiatif sebagai rencana aksi untuk dijalankan pada tahun Inisiatif tersebut disusun dengan mengacu hasil evaluasi eksternal (dari KemenPAN-RB) atas akuntabilitas kinerja Kementerian Keuangan, hasil evaluasi internal (dari Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan), arahan pimpinan Kementerian Keuangan, program reformasi dan transformasi kelembagaan, dan reviu pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan. A. TINDAK LANJUT ATAS EVALUASI AKIP TAHUN 2016 Evaluasi terhadap AKIP yang dilakukan oleh pihak eksternal maupun internal merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka peningkatan kualitas akuntabilitas kinerja Kementerian Keuangan. Untuk itu, Kementerian Keuangan berupaya menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut dengan melakukan beberapa inisiatif sebagai berikut: 1. Penetapan Indikator Kinerja yang Lebih Relevan Sejak tahun 2008 Kementerian Keuangan telah menetapkan penggunaan metode BSC dalam pengelolaan kinerja yang bertujuan agar kinerja menjadi lebih terukur dan terarah. Metode BSC digunakan untuk mengeksekusi strategi dalam Renstra menjadi kerangka operasional yang dapat dilaksanakan oleh seluruh unit di lingkungan Kementerian Keuangan. Strategi dalam Renstra diekstraksi menjadi Sasaran Strategis (SS) yang kemudian divisualisasikan dalam Peta Strategi. Untuk mengukur pencapaian setiap Sasaran Strategis ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang dirumuskan dengan memperhatikan prinsip SMART-C (Spesific, Measurable, Agreeable, Realistic, Time-bounded dan Continuously Improved). IKU harus bersifat spesifik, yaitu mampu menyatakan sesuatu secara definitif (tidak normatif), tidak bermakna ganda, relevan dan khas/unik dalam menilai dan mendorong pencapaian kinerja atau SS. Measurable yaitu IKU dapat diukur dan jelas cara pengukurannya. Aggreable yaitu disepakati sebagai instrumen pengukuran SS oleh pemilik IKU dan atasan. Realistic yaitu IKU yang dirumuskan harus memiliki target yang menantang namun tetap dapat dicapai. Time-bounded yaitu IKU harus memiliki horison jangka waktu pengukuran tertentu. Contiuously Improved yaitu kualitas dan target IKU disesuaikan dengan perkembangan strategi organisasi dan selalu disempurnakan. Di samping itu, sejak tahun 2016 Kementerian Keuangan telah menerapkan metode penghitungan kinerja pegawai berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja (K3) yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/ 210

225 KMK.01/2016. Tujuan penerapan metode ini yaitu untuk mendiferensiasi nilai kinerja antar pegawai sesuai dengan tinggi rendahnya kualitas IKU dan kualitas target IKU. Dalam perkembangannya, setiap tahun Kementerian Keuangan selalu melakukan penyempurnaan terhadap pedoman perhitungan kinerja pegawai berdasarkan K3 tersebut. Hal ini dilakukan agar penilaian kualitas kinerja pegawai dapat lebih obyektif, adil dan andal. Pada tahun 2017, Kementerian Keuangan melakukan penyempurnaan lagi dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.01/2017 terkait hal-hal sebagai berikut: a. Penyempurnaan bobot IKU berdasarkan jenis IKU; dan b. Penyesuaian standar kualitas dan target IKU. Awal tahun 2018, metode penghitungan nilai kinerja pegawai berdasarkan kualitas kontrak kinerja sedang dievaluasi untuk penyempurnaan. Hal lain yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan terkait pengelolaan kinerja adalah dengan melaksanakan forum Dialog Kinerja Organisasi (DKO) dalam bentuk rapat kinerja dan Dialog Kinerja Individu (DKI) dalam bentuk employee couching. Pedoman DKO dan DKI tersebut ditetapkan melalui keputusan Menteri Keuangan nomor KMK 590/KMK.01/2016 tentang Pedoman Dialog Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Tujuan forum DKO dan DKI dilakukan agar pelaksanaan monitoring kinerja pegawai dapat semakin efektif dalam mendukung pencapaian kinerja organisasi yang optimal. Periode pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan secara berkala paling sedikit setiap triwulanan. Dalam forum DKO, dibahas mengenai isu strategis (issue), dampak terhadap pencapaian kinerja (impact) dan penetapan rencana aksi (action). Selain itu, ditunjuk unit yang bertanggung jawab (accountabilty) untuk melaksanakan rencana aksi yang telah ditetapkan oleh pimpinan rapat (metode IIAA). Selanjutnya, rencana aksi yang dihasilkan akan dimonitor dan ditindaklanjuti oleh unit terkait melalui aplikasi Daily Activity Monitoring System (DAMS). Dengan demikian sistem monitoring dan evaluasi kinerja dapat lebih efektif. Selanjutnya, untuk memastikan pencapaian sasaran organisasi, Kementerian Keuangan juga menerapkan manajemen risiko sejak tahun 2008 dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/ PMK.07/2008. Tahun 2017, Kementerian Keuangan menyempurnakan sistem manajemen risiko dengan menerapkan Enterprise Risk Management (ERM) yang lebih menyeluruh. Penyempurnaan tersebut ditetapkan melalui Peratuan Menteri Keuangan nomor 12/ PMK.07/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Di Lingkungan Kementerian Keuangan yang kemudian disempurnakan kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 171/PMK.01/2016 tentang Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 845/ KMK.01/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Risiko Di Lingkungan Kementerian Keuangan. Pada tahun 2018, penyempurnaan inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 211

226 manajemen risiko juga dilakukan dengan menetapkan seluruh Sasaran Strategis dalam Peta Strategi sebagai sasaran organisasi dan identifikasi risiko mengacu pada indikator kinerja dalam rangka mengawal pencapaian target IKU tersebut. Dengan implementasi semua sistem terkait manajemen kinerja tersebut, penetapan IKU lebih mempertimbangkan hal-hal prioritas dan lebih relevan bagi kepentingan pencapaian tujuan organisasi sehingga dihindari IKU yang redundant dalam mengukur pencapaian SS. IKU yang ditetapkan merupakan IKU yang mampu mengukur pencapaian SS. lebih menggambarkan pencapaian IKU tersebut; c. 7 (tujuh) IKU reformulasi yang meliputi perluasan ruang lingkup pengukuran IKU serta penajaman formula pengukuran IKU sehingga lebih menggambarkan Sasaran Strategisnya; dan d. 8 (delapan) IKU baru yang ditetapkan dalam rangka mengukur proses bisnis dan resources Kementerian Keuangan yang selama ini belum terakomodasi dalam Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan. 2. Cascading IKU yang sesuai Proses Bisnis Organisasi Kementerian Keuangan telah melakukan refinement kontrak kinerja tahun 2018 dari level Kemenkeu-Wide hingga Kemenkeu-Five. Kegiatan refinement Kemenkeu-Wide-One merupakan proses rutin yang dilakukan Kementerian Keuangan dengan melibatkan Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan, dan seluruh unit eselon I. Refinement bertujuan merumuskan Peta Strategi, IKU, dan target IKU yang mencerminkan tugas dan fungsi, sehingga lebih challenging, realistis dan selaras dengan tujuan organisasi dan kebijakan strategis di level nasional. Untuk lebih meningkatkan kualitas kontrak kinerja tahun 2018, proses refinement berpedoman pada hal-hal sebagai berikut: a. Dokumen perencanaan strategis Kementerian Keuangan, antara lain Renstra dan Renja; b. Inisiatif Strategis RBTK; c. Arahan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan dalam Dialog Kinerja Organisasi Tahun 2017 dan Rapim lainnya; dan d. Pokok-pokok Kebijakan refinement tahun Berdasarkan hasil refinement tersebut, ditetapkan 33 IKU yang diharapkan mampu mengukur pencapaian Sasaran Strategis (SS) Kementerian Keuangan dengan rincian sebagai berikut: a. 15 IKU tetap; b. 3 (tiga) IKU rewording yang bertujuan untuk Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan baik sasaran strategis maupun indikator kinerja dilakukan proses cascading ke level di bawahnya. Cascading dari level Kemenkeu- Wide sampai dengan level Kemenkeu-Five harus memperhatikan tugas dan fungsi, kewenangan, dan rentang kendali masing-masing unit/jabatan. Untuk IKU tahun 2018, proses tersebut dilakukan pada saat kegiatan refinement kontrak kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan pada bulan November 2017 s.d. Januari Melalui proses cascading, beberapa indikator kinerja pada level Kementerian dan unit eselon I akan dijabarkan ke level di bawahnya. Selain itu, pada unit kerja juga ditetapkan IKU lain yang mendukung pencapaian IKU unit di atasnya sesuai dengan proses bisnis yang dijalankan oleh unit dimaksud. Oleh karenanya terdapat beberapa IKU yang sama pada beberapa level, mengingat IKU tersebut merupakan indikator outcome yang harus didukung oleh beberapa level unit di bawahnya sesuai ruang lingkup tugas dan fungsi organisasi. Meskipun berdasarkan hasil cascading, beberapa IKU tersebut akan sama pada beberapa level namun pada prinsipnya IKU ini menggambarkan pencapaian kinerja dari perspektif yang berbeda. 212

227 Misalnya, penetapan indikator kinerja pada level kantor pusat ditujukan untuk menggambarkan keberhasilan dalam perumusan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh seluruh unit vertikal (termasuk seluruh kantor pelayanan) secara nasional. Sedangkan IKU yang sama dan ditetapkan pada level kantor pelayanan ditujukan untuk menggambarkan keberhasilan kantor pelayanan dalam melaksanakan kebijakan dari kantor pusat. 3. Penyelarasan kegiatan organisasi dengan Renstra Renstra merupakan salah acuan utama dalam merancang kegiatan tahunan Kementerian Keuangan maupun seluruh unit Renstra di lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan demikian, kegiatan yang berimplikasi terhadap suatu tujuan strategis menjadi hal krusial untuk dijalankan dan diselaraskan dengan Renstra. Namun demikian, agar dapat menyesuaikan dinamika lingkungan organisasi yang senantiasa berubah setiap saat dimana Renstra merupakan dokumen strategis yang relatif tidak berubah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, beberapa kegiatan yang bersifat inovatif dan strategis dapat dijalankan sebagai upaya untuk mencapai tujuan strategis yang telah ditetapkan dalam Renstra. Pada tataran eselon I, strategi tersebut juga telah tercantum dalam Renstra DJPB yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Perbendaharaan Nomor KEP-239 /PB/2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tahun Dalam Renstra DJPB dimaksud dijelaskan pula bahwa salah satu usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional yang sejalan dengan arah kebijakan fiskal yang mencakup pro poor, pro growth, pro job dan pro environment diwujudkan salah satunya melalui pemberdayaan sektor usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKM-K). Dalam mendukung program tersebut, pemerintah berusaha meningkatkan akses permodalan UMKMK dari sektor perbankan, beberapa bentuk dukungan pemerintah antara lain: Kredit Program Berupa Penyediaan Dana Kredit Bagi Perbankan, Kredit Program Skema Subsidi Bunga, dan Kredit Program Skema Penjaminan (Kredit Usaha Rakyat). Sejalan dengan strategi yang telah ditetapkan dalam Renstra Kementerian Keuangan dan Renstra DJPB, telah ditetapkan pula Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.05/2017 tentang Pembiayaan Ultra Mikro dan Nomor 91/ PMK.01/2017 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/ KMK.01/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun menyatakan bahwa salah satu strategi dalam mencapai tujuan Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah dengan sasaran strategis pelaksanaan anggaran yang berkualitas adalah melalui penyempurnaan dan perbaikan regulasi dan kebijakan untuk memperbaiki penyediaan dan penyaluran dana di bidang investasi, pinjaman dan kredit program sesuai dengan program kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan infrastruktur dan iklim investasi pemerintah. Adapun peran Kanwil dalam kegiatan pendampingan pada usaha ultra mikro dalam rangka peningkatan perekonomian juga telah tercantum dalam PMK Nomor 169/PMK.01/2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Ditjen Perbendaharaan sebagaimana telah dirubah dengan PMK Nomor 262/ PMK.01/2016. Peran kanwil dalam kegiatan tersebut juga telah dicantumkan dalam Renstra DJPB sebagai berikut: Kanwil berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Kanwil mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pembinaan, supervisi, bimbingan inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 213

228 teknis, dukungan teknis, monitoring, evaluasi, penyusunan laporan, verifikasi dan pertanggung jawaban di bidang perbendaharaan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam periode , Kanwil Ditjen Perbendaharaan diharapkan dapat semakin memperkuat dan mengembangkan fungsinya sebagai unit representasi Kementerian Keuangan di tingkat regional sebagai mitra kerja pemerintah daerah. Untuk itu, Kanwil Ditjen Perbendaharaan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan fungsi sebagai unit yang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi unit eselon I lainnya di Lingkungan Kementerian Keuangan di bidang penganggaran (monev serta bimtek penganggaran, PNBP dan standar biaya), perimbangan keuangan (bimtek dan monev dana transfer dan dana desa) serta bidang administrasi pinjaman/hibah di daerah (monev dan konsultasi hibah). Sejalan dengan hal tersebut, Kanwil Ditjen Perbendaharaan ikut serta berperan dalam rangka peningkatan perekonomian nasional dengan melakukan pendampingan pada usaha mikro sesuai tertuang dalam Renstra DJPB Optimalisasi evaluasi dan reviu internal Kementerian Keuangan dalam upaya perbaikan kinerja Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja, Kementerian Keuangan telah melakukan evaluasi internal pada tahun Evaluasi internal dilakukan oleh Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawasan internal pemerintah (APIP), pengelola kinerja pusat dan pengelola kinerja eselon I. Hasil evaluasi tersebut dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan. Sesuai dengan PermenPAN-RB Nomor 12 Tahun 2015 APIP Kementerian wajib melakukan evaluasi atas implementasi SAKIP yang digunakan untuk memperbaiki manajemen kinerja dan peningkatan akuntabilitas kinerja pemerintah. APIP Kemenkeu melakukan evaluasi atas implementasi SAKIP Kementerian Keuangan berdasarkan PMK Nomor 239/2016 tentang Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Keuangan dan KMK Nomor 14/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Keuangan. Tujuan evaluasi yang dilakukan APIP Kementerian Keuangan adalah untuk memperoleh informasi terkait implementasi SAKIP, menilai tingkat implementasi SAKIP, memberikan saran perbaikan untuk peningkatan, implementasi SAKIP dan memonitor tindak lanjut rekomendasi hasil Evaluasi atas Implementasi SAKIP periode sebelumnya. Dari hasil evaluasi tahun 2016, APIP Kementerian Keuangan mengapresiasi upaya perbaikan pengelolaan kinerja yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan di antaranya: a. Penerapan manajemen risiko yang berbasis Enterprise Risk Management (ERM) untuk mengelola risiko Kementerian Keuangan; b. Pelaksanaan Resource Forum dan Joint Planning Session (JPS) untuk lebih mendorong inovasi dan perbaikan yang berkelanjutan dalam proses perencanaan dan penganggaran. c. Peningkatan kualitas kontrak kinerja pegawai melalui penetapan koefisien Kualitas Kontrak Kinerja (K3) untuk mendorong penilaian kinerja pegawai yang lebih obyektif dan fair. d. Penyajian informasi efisiensi penggunaan sumber daya antara lain dengan pengukuran capaian IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran. e. Pelaksanaan Dialog Kinerja Organisasi (DKO) dalam rangka monitoring tindak lanjut rencana aksi pencapaian target IKU. Pembahasan kinerja menjadi semakin efektif serta 214

229 difokuskan pada pembahasan isu strategis (issue), dampak terhadap pencapaian kinerja (impact) dan penetapan rencana aksi (action). Selain itu, juga ditunjuk unit yang bertanggung jawab (accountabilty) untuk melaksanakan rencana aksi yang telah ditetapkan oleh pimpinan rapat (metode IIAA). f. Peningkatan efektivitas pelaksanaan tindak lanjut evaluasi APIP dengan memanfaatkan aplikasi web-based. Di samping itu APIP juga merekomendasikan beberapa hal untuk peningkatan kualitas pengelolaan kinerja di masa mendatang. Sebagai tindak lanjut rekomendasi tersebut, Kementerian Keuangan melakukan beberapa perbaikan di antaranya: a. Penyelarasan sasaran strategis dan indikator kinerja pada Renstra, Renja dan kontrak kinerja pada tahun 2018 di lingkungan Kementerian Keuangan. b. Penyempurnaan aplikasi e-performance sebagai tools penilaian kinerja pegawai Kementerian Keuangan. c. Kementerian Keuangan telah melakukan reviu atas renstra pada tahun Tujuan reviu Renstra adalah untuk menverifikasi capaian renstra, hambatan dan upaya perbaikan agar tujuan yang ada pada Renstra dapat tercapai. d. Pada tahun 2018 Kementerian Keuangan melakukan penyempurnaan penilaian penggunaan sumber daya anggaran pada IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran dengan menambahkan unsur konsistensi perencanaan anggaran. e. Peningkatan kualitas Laporan Kinerja (LAKIN) dengan penyajian informasi pelaksanaan reviu Renstra, pencapaian tujuan jangka menengah dan informasi realisasi anggaran per program serta optimalisasi penganggaran berbasis kinerja. f. Pada tahun 2018 Kementerian Keuangan menargetkan unit kerja yang melakukan ZI WBK WBBM terdapat peningkatan menjadi 51 unit kerja dari tahun sebelumnya yaitu 29 unit kerja. Di sisi lain, untuk meningkatkan kualitas implementasi sistem pengelolaan kinerja pada Kementerian Keuangan, pengelola kinerja Kementerian Keuangan juga melakukan evaluasi internal melalui survei kesehatan Organisasi (MOFIN), survei Strategy Focus Organization (SFO) dan reviu pengelolaan kinerja baik level Kementerian Keuangan maupun Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan berpedoman pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/ KMK.01/2014. Pada tahun 2017, Jumlah unit kerja yang direviu meliputi 11 (sebelas) unit eselon I dan sampel 36 satuan kerja. Hasil reviu menunjukkan adanya peningkatan kualitas pengelolaan kinerja dibandingkan tahun sebelumnya dengan predikat memuaskan. Dalam laporan reviu tersebut termuat saran perbaikan yang harus dilakukan oleh unit eselon I dalam upaya meningkatkan pengelolaan kinerja pada tahuntahun berikutnya. Selain kegiatan reviu yang dilakukan oleh pengelola kinerja pusat, pengelola kinerja unit eselon I juga melakukan reviu di internal unit eselon I masing-masing dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja di lingkungan unit eselon I masing-masing. Tujuan reviu tersebut adalah untuk memperoleh gambaran mengenai implementasi sistem pengelolaan kinerja, menumbuhkan budaya yang mendukung pencapaian kinerja organisasi, meningkatkan awareness terhadap tata kelola manajemen kinerja yang baik, dan mendapatkan feedback untuk penyempurnaan sistem pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan. 5. Pemanfaatan laporan kinerja dalam upaya perbaikan kinerja Kementerian Keuangan Setiap tahun Kementerian Keuangan menyusun laporan kinerja dalam rangka akuntabilitas kinerja organisasi. Tujuan pelaporan kinerja tersebut adalah untuk memberikan informasi inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 215

230 yang memadai dan terukur atas capaian kinerja Kementerian Keuangan. Selain itu, laporan kinerja digunakan sebagai pertimbangan dalam upaya perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan capaian kinerja. Beberapa informasi LAKIN yang dijadikan pertimbangan antara lain: a. Dari hasil evaluasi yang dilakukan KemenPAN- RB, nilai kualitas LAKIN Kementerian Keuangan setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2017 Kementerian Keuangan memperoleh predikat A dengan skor Nilai tersebut menjadi acuan dalam melakukan perbaikan pengelolaan kinerja pada tahun berikutnya. Pada tahun 2018 Kementerian Keuangan terus melakukan improvement pengelolaan kinerja dengan harapan nilai LAKIN tahun 2018 dapat lebih meningkat lagi. Laporan capaian kinerja memberikan informasi perkembangan setiap indikator kinerja tahun bersangkutan baik target maupun realisasinya. Pada tahun 2017, terdapat 28 IKU dimana terdapat 2 (dua) IKU hijau dan 4 (empat) IKU kuning. Dalam forum DKO Kementerian Keuangan, capaian kinerja tersebut dianalisis isu utama, akar masalah dan dampaknya untuk kemudian menjadi evaluasi bagi Kementerian Keuangan pada proses refinement tahun berikutnya. Pada tahun 2018, Kementerian Keuangan telah melakukan penajaman kontrak kinerja baik IKU maupun targetnya agar lebih menggambarkan pencapaian sasaran strategis Kementerian. Dari hasil refinement tersebut, ditetapkan 33 IKU yang akan digunakan untuk mengukur kinerja Kementerian Keuangan. Perkembangan capaian IKU tersebut akan disajikan secara triwulanan baik target maupun realisasinya dalam bentuk laporan capaian kinerja. b. Informasi evaluasi dan reviu atas AKIP yang dilakukan oleh pihak eksternal maupun internal Kementerian Keuangan akan menjadi salah satu pedoman dalam melakukan improvement pengelolaan kinerja. Rekomendasi yang diberikan telah ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan. Tindak lanjut tersebut akan terus dimonitoring dan dievaluasi untuk untuk memastikan tindak lanjut telah sesuai dengan yang direkomendasikan. c. Unit kerja dan/atau pejabat/pegawai yang tidak menindaklanjuti rekomendasi audit/ reviu/laporan kinerja akan berimplikasi terhadap penilaian kinerja berdasarkan kualitas kontrak kinerja. Setiap upaya peningkatan kinerja yang direfleksikan dengan kualitas IKU dan peningkatan target IKU akan direfleksikan dengan nilai Kualitas Kontrak Kinerja (K3) yang lebih tinggi. B. REVITALISASI MANAJEMEN KINERJA KEMENKEU MELALUI OPTIMALISASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA (PBK) Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) pertama kali diterapkan di Kementerian Keuangan sejak tahun Selama lebih dari 1 (satu) dekade, Kementerian Keuangan telah melakukan berbagai langkah penyempurnaan sistem perencanaan penganggaran yang dapat menunjukkan keterkaitan antara alokasi pendanaan dan kinerja yang diharapkan. Berdasarkan assessment Paladium terkait strategy execution, saat ini Kementerian Keuangan berada pada tahap maturing, di mana Kementerian Keuangan memasuki proses penyelarasan penganggaran dengan manajemen kinerja. Untuk mencapai tahapan berikutnya, yaitu tahap advanced, Kementerian Keuangan harus memenuhi salah satu persyaratan yaitu driver based rolling forecast and dynamic resource allocation. (Gambar 4.1) 216

231 Gambar 4.1 Best Practices penganggaran berbasis kinerja Strategy Execution Capability Maturity Model: Ministry of Finance is in early stage two with some aspects to be improved from stage one* Saat ini pada tahap Maturing dengan memantapkan process alignment budgeting and performance management existing Initial work on strategy (objectivities) Early work on measures and initiatives Untuk mencapai tahap Advanced pengelolaan BSC Kemenkeu, salah satu persyaratannya adalah: driver based rolling forecast and dynamic resource allocation. Vision, value gap and strategic themes defined Strategy Map developed Measures and targets defined Inintiative framework developed Accountability established Reporting and Govermance in place Strategy communications plan established BSC cascaded from Minister to next levels 6-10 govermance cycles achieved Core group of experts established Basic initiative portfolio management Link to operational planning established (driver modelling) Information and data linkages established BSC process automation Initial process alignment (budgeting, performance management) Performance analystics in place (casual analysis, financial modelling, etc.) Operational dashboards established Tight linkages-strategy, operations, and risk management Driver based rolling forecasts and dynamic resource allocation Advanced initiative protofolio management Strategy design/refresh enhancements (e.g., scenario planning, war gaming, business model innovation) Individual reward and recognition linked to organisational strategic performance Deeply embedded capability at multiple levels of the organisation Leadership for execution Change Focus Stage 0: Preparing Stage 1: Developing Stage 2: Maturing Stage 3: Advanced Assess/prepare the Business readiness Educate Programme Leaders Assesment Paladium TA 2014 terkait Strategy Execution di Kementerian Keuangan Mobilise the organisation Alignment of strategic priorities Embed the approach Build internal capability Build support infrastructure Integrate into management system Harvest initial benefits Long term sustainability and permanence Educate the wider organisation Master advanced practices Harvest tangible benefits Salah satu upaya Kementerian Keuangan dalam percepatan pencapaian ke tahap advanced, dilakukan optimalisasi PBK di lingkungan Kementerian Keuangan melalui penataan elemen dalam PBK. Terdapat 3 (tiga) elemen PBK, yaitu indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja. Indikator kinerja merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu instansi pemerintah. Dalam rangka sinkronisasi dengan perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional, indikator kinerja dalam penyusunan RKA-K/L di Kemenkeu menggunakan indikator kinerja hasil pembahasan pertemuan 3 (tiga) pihak atas Renja K/L. Selain itu, Kementerian Keuangan juga melakukan penyelarasan timeline refinement Kontrak Kinerja dengan timeline penyusunan Renja dan RKA-K/L dan. Selain penataan elemen indikator kinerja, Kemenkeu juga melakukan penyempurnaan terkait elemen standar biaya. Standar biaya merupakan satuan biaya yang ditetapkan berupa standar biaya masukan, standar biaya keluaran, dan standar biaya struktur biaya sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran. Adanya standar struktur biaya inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 217

232 dalam penyusunan anggaran diharapkan dapat menjelaskan hubungan antara biaya yang dibutuhkan dengan ekspektasi hasil yang akan dicapai, sehingga akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitasnya dapat diukur. Tahun 2017, Kementerian Keuangan menerbitkan SE-30/ SJ/2017 tentang Standar Struktur Biaya Output Layanan Perkantoran, Output untuk Layanan Kesekretariatan, dan Output Generik lingkup Kementerian Keuangan Tahun Anggaran Di samping itu, Kementerian Keuangan juga akan melakukan penataan struktur anggaran melalui efisiensi berdasarkan standard cost dari historis aktivitas. Dalam pemantapan implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, selain penataan elemen arsitektur anggaran dan kinerja serta elemen standar biaya, tak kalah pentingnya adalah penajaman elemen evaluasi atas anggaran dan kinerja Bagian Anggaran 015 Kementerian Keuangan. Evaluasi kinerja merupakan penilaian terhadap capaian sasaran kinerja, konsistensi perencanaan dan implementasi, serta realisasi penyerapan anggaran. Selain evaluasi rutin atas seluruh Program dan Kegiatan, Kementerian Keuangan secara konsisten melakukan Spending Review (SR) sejak tahun Hasil SR digunakan sebagai bahan masukan dalam penyusunan anggaran tahun berikutnya. Secara khusus pada tahun 2017 Kementerian Keuangan melakukan SR melalui dua tahapan. Tahapan pertama dilakukan reviu atas belanja secara makro, dengan melihat profil belanja Kementerian Keuangan BA 15 selama 6 (enam) tahun terakhir. Gambar 4.2 Tren alokasi biaya birokrasi dalam BA Belanja Birokrasi merupakan bagian dari belanja non-operasional (di luar layanan perkantoran): Terjadi penurunan signifikan alokasi honor tim (sebagai dampak kebijakan pembatasan). Perjadin Dalam Negeri dan RDK cenderung meningkat Perjadin Luar Negeri relatif stabil rdk perjadin ln perjadin honorarium atk, penjilidan, pencetakan, konsumsi Hasil profil belanja tersebut dipaparkan dalam forum pimpinan, yang salah satu hasilnya adalah Gerakan Efisiensi Belanja Birokrasi di lingkup Kementerian Keuangan TA Implementasi gerakan efisiensi ini menghasilkan penghematan sebesar Rp345,8 miliar terutama bersumber dari penghematan Perjalanan Dinas, Konsinyering, Rapat Dalam Kantor, Honorarium Tim maupun Narasumber, serta penggunaan ATK dan penyediaan konsumsi. 218

233 Tabel 4.1 Hasil implementasi gerakan efisiensi AREA EFISIENSI NO UNIT PENGELOLAAN JAM LEMBUR PERJALANAN DINAS RAPAT DALAM KANTOR PEMBERIAN KUDAPAN DAN MAKAN SIANG PEMBERIAN HONORARIUM TIM DAN NARASUMBER PEMAKAIAN AIR, LISTRIK, ATK DAN INTERNET PENGADAAN BARANG DAN JASA TOTAL (JUTA RUPIAH) 1 Setjen Itjen DJA DJP DJBC DJPK DJPPR DJPb DJKN BPPK BKF Total Pagu Efisiensi/Pagu Alokasi Awal ,15% 4,91% 14,92% 3,38% 10,62% 4,20% 4,27% Catatan: Data nilai uang dalam juta rupiah per tanggal 15 Desember 2017 Tahapan kedua adalah melakukan reviu belanja secara mikro pada satuan kerja di tingkat kantor pelayanan yang meliputi KPP, KPPBC, KPKNL, KPPN dan BDK. Adanya variasi alokasi di atas standar deviasi antar satuan kerja dalam tipologi sejenis menunjukkan masih adanya ruang untuk melakukan efisiensi belanja baik operasional maupun non-operasional. Hasil SR tersebut menjadi masukan dalam alokasi anggaran tahun berikutnya sehingga proporsi anggaran lebih mencerminkan jumlah pegawai, jumlah pengguna layanan, letak geografis serta produktivitas satuan kerja. Gambar 4.3 Spending Reviu (level mikro Contoh Benchmarking) Millions Sebaran Realisasi Anggaran Operasional pada KPP Pratama KPP PRATAMA JKT MENTENG II KPP PRATAMA SAWAH BESAR II Pegawai: 80 WP: Pegawai: 82 WP: KPP Menteng menanggung biaya pemeliharaan 5 KPP lainnya Benchmark Range Catatan: Variasi belanja KPP Pratama sangat tinggi Benchmark = rata-rata biaya operasi kluster tersebut plus/minus 10% KPP PRATAMA TAHUNAN Pegawai: 46 WP: inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 219

234 Dengan adanya SR, kualitas penyusunan anggaran Kementerian Keuangan dapat ditingkatkan secara terus menerus (continuous improvement) sehingga konsep Value for Money benar-benar dapat diimplementasikan. Selaras dengan semangat Kementerian Keuangan sebagai penggerak utama (Prime Mover) pengelolaan anggaran yang efektif, efisien dan akuntabel. C. PROGRAM PENINGKATAN INTEGRITAS 1. Pelaksanaan Penilaian Mandiri Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi/ Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (ZI WBK-WBBM) a. Pelaksanaan Pembangunan dan Penilaian Zona Integritas WBK/WBBM Tahun 2017 Sejalan dengan semangat dan visi Kabinet Kerja serta program revolusi mental dalam pemberantasan korupsi, berbagai program terkait dengan peningkatan kualitas aparatur sipil negara dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan. Program ini untuk mendukung dan berusaha proaktif dengan kebijakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN dan RB). Pelaksanaan program tersebut antara lain ditujukan agar keuangan dan kekayaan negara dapat didayagunakan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Salah satu program penting Kementerian Keuangan dalam melakukan usaha pencegahan dan pemberantasan korupsi yaitu sejak tahun 2012 melaksanakan program Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM) yang diatur dalam Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 52 Tahun Dalam membangun unit-unit kerja berpredikat WBK/WBBM di lingkungan Kementerian Keuangan, Sekretaris Jenderal berkoordinasi dengan para pimpinan unit eselon I dan melakukan pembinaan kepada unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan. Pada tahun 2017, Kementerian Keuangan c.q. Sekretaris Jenderal menyeleksi dan memilih 21 unit kerja terbaik di lingkungan Kementerian Keuangan untuk dilakukan penilaian bersama Inspektorat Jenderal sebagai unit kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi/ Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM), sesuai kriteria Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 52 Tahun Hasil Penilaian Nasional oleh Kementerian PAN dan RB telah diumumkan bersamaan dengan Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) pada tanggal 12 Desember 2017 bertempat di Hotel Bidakara Jakarta. Berdasarkan hasil tersebut, Menteri Keuangan memperoleh penghargaan atas prestasi dalam membangun unit kerja pelayanan percontohan secara sistematis menuju Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani serta 11 (sebelas) unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan memperoleh predikat WBK/WBBM sebagai berikut: 220

235 Tabel 4.2 Unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang memperoleh predikat WBK/WBBM NO UNIT KERJA KETERANGAN 1 KPPN Kuningan WBBM 2 Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Setjen WBK 3 Direktorat Pembiayaan dan Transfer Non Dana Perimbangan, DJPK WBK 4 Direktorat Surat Utang Negara, DJPPR WBK 5 Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Umum, BPPK WBK 6 KPP Pratama Sumbawa Besar WBK 7 KPPBC TMP A Bogor WBK 8 KPPBC TMP C Cilacap WBK 9 KPPN Yogyakarta WBK 10 KPPN Padang WBK 11 KPPN Kotamobagu WBK Kementerian PAN dan RB memberikan catatan terhadap pelaksanaan evaluasi zona integritas Kementerian Keuangan Tahun 2017 sebagai berikut: 1. Mekanisme penilaian internal organisasi (TPI) sudah dilaksanakan dengan baik, yaitu dengan mekanisme berjenjang sehingga hasil evaluasi internal mampu menghasilkan unit kerja yang baik. 2. Pelaksanaan Zona Integritas masih dimaknai sebagai pemenuhan dokumen yang ada pada komponen proses evaluasi. 3. Pada beberapa satuan kerja belum dibangun tingkat kedekatan (intimacy) dengan stakeholders secara intensif sehingga hal-hal baik yang sudah dibangun di unit kerja belum tersampaikan dengan baik pada stakeholders (masyarakat belum mengetahui perubahanperubahan yang telah dilakukan oleh unit kerja). Gambar 4.4 Foto Kementerian Keuangan menerima Penghargaan atas pembangunan WBK/WBBM pada Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2017 inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 221

236 b. Rencana Aksi yang dilakukan Tahun 2018 dalam rangka meningkatkan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM pada Kementerian Keuangan Sampai dengan tahun 2017, Kemenkeu telah menyumbang 29 unit kerja (10 unit kerja WBBM dan 19 unit kerja WBK) dari 132 unit kerja dengan predikat WBK/WBBM di seluruh Indonesia. Jika dibandingkan dengan jumlah seluruh unit kerja di Kemenkeu yaitu sejumlah 962 unit kerja, maka persentasenya hanya sekitar 3,01% unit kerja yang telah mendapatkan predikat WBK/WBBM. Dalam rangka melakukan akselerasi jumlah unit kerja berpredikat WBK/WBBM di lingkungan Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan telah menetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.01/2017 tentang Pedoman Pembangunan dan Penilaian Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan berpedoman pada KMK 426/KMK.01/2017 tersebut, pelaksanaan penilaian internal Kementerian Keuangan pada tahun 2018 akan dilaksanakan dengan melibatkan Unit Kepatuhan Internal Unit Eselon I dan Inspektorat Jenderal dengan tahapan sebagai berikut. 1) Tingkat Unit Eselon I Penilaian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Penilaian dilakukan oleh unit yang menjalankan fungsi kepatuhan internal (UKI) pada masing-masing Unit Eselon I atau dapat dibentuk Tim Penilai Eselon I (TPE I). TPE I melibatkan Sekretariat pada masing-masing Unit Eselon I dan unit yang menjalankan fungsi kepatuhan internal pada masing-masing Unit Eselon I; b) UKI pada masing-masing Unit Eselon I mengusulkan unit kerja kepada Pimpinan Unit Eselon I; c) Penilaian mandiri oleh UKI atau TPE I; dan Penilaian dilakukan dengan memperhatikan komponen penilaian Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi sesuai Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah yaitu: 1) Komponen pengungkit (60%), dan 2) Komponen hasil (40%). d) Penyusunan laporan oleh UKI atau TPE I kepada Pimpinan Unit Eselon I. 2) Tingkat Kementerian Penilaian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Pimpinan Unit Eselon I menyampaikan laporan TPE I kepada Sekretaris Jenderal c.q. Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan; b) Sekretaris Jenderal menyampaikan laporan TPE I kepada Tim Penilai Kementerian (Inspektorat Jenderal); c) Evaluasi dan verifikasi oleh Inspektorat Jenderal; d) Biro Organta melakukan pembinaan dan asistensi kepada Unit kerja yang diusulkan; dan e) Tim Penilai Kementerian merekomendasikan unit kerja untuk mendapatkan predikat WBK kepada Menteri Keuangan. 222

237 3) Tingkat Nasional Unit kerja yang telah mendapatkan predikat Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi sesuai dengan KMK 426/KMK.01/2017 dapat dipertimbangkan sebagai unit kerja yang akan diusulkan untuk mendapatkan predikat Zona Integritas menuju WBK/WBBM kepada Kementerian PAN dan RB. Implementasi KMK 426/KMK.01/2017 pada tahun 2018 diharapkan dapat meningkatkan jumlah unit kerja berpredikat WBK/WBBM serta efisiensi sumber daya Kementerian Keuangan dalam melaksanakan pembangunan dan penilaian Zona Integritas menuju WBK/WBBM. 2. Pelaksanaan survei persepsi integritas a. Latar Belakang Penilaian Persepsi Integritas Kementerian Keuangan Tahun 2017 dilaksanakan dalam rangka penguatan budaya organisasi, yang merupakan salah satu Inisiatif Strategis dalam pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (IS RBTK) Kementerian Keuangan sebagaimana ditetapkan dalam KMK Nomor 974/KMK.01/2016. Penilaian ini ditujukan untuk mewujudkan salah satu outcome dari IS RBTK dimaksud yaitu meningkatnya Nilai Pembangunan Integritas pada Kementerian Keuangan berdasarkan hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk mengoptimalkan pencapaian outcome tersebut, Kementerian Keuangan mencanangkan program penilaian persepsi integritas yang dilakukan secara mandiri yang dikoordinasikan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan bekerjasama dengan KPK. b. Metode Penilaian Penilaian Persepsi Integritas dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal bekerja sama dengan Unit Kepatuhan Internal dari seluruh unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Kegiatan Penilaian ini juga disupervisi oleh KPK. Metode penilaian yang digunakan dikoordinasikan terlebih dahulu dengan KPK. Berdasarkan hasil pembahasan dengan KPK, kemudian dilakukan pembahasan internal baik di internal Inspektorat Jenderal maupun bersama Unit Kepatuhan Internal (UKI) seluruh unit Eselon I. Secara umum metode penilaian terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut: 1) Survei a) Pelaksanaan survei dilakukan secara online yang ditujukan kepada pegawai internal Kementerian Keuangan dan eksternal yaitu stakeholder atau pengguna layanan Kementerian Keuangan; b) Responden internal ditentukan oleh Unit Kepatuhan Internal Pusat masingmasing. Kriteria pemilihan unit vertikal yang menjadi sampel dilihat berdasarkan: jumlah penerimaan/pengeluaran Negara, frekuensi layanan kepada pengguna eksternal, dan tingkan kerawanan KKN; dan c) Responden eksternal diambil dari pengguna layanan unit eselon II yang menjadi sampel responden internal baik pusat maupun vertikal. inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 223

238 Gambar 4.5 Aspek penilaian persepsi integritas Budaya Integritas Organisasi Budaya Organisasi Sistem Anti Korupsi Indeks Persepsi Integritas Internal Budaya Integritas Pegawai Integritas Pengelolaan SDM Integritas Pengelolaan Anggaran Eksternal Transparansi dan Akuntabilitas Pelayanan Transparansi Layanan Publik Akuntabilitas Penanganan Laporan Korupsi Akuntabilitas dan Perilaku Anti Korupsi Akuntabilitas Pegawai 2) Focus Group Discussion (FGD) a) Dilakukan di pusat dan di 6 (enam) kota di tiap zona wilayah; b) Kantor yang menjadi peserta FGD Internal ditentukan oleh Unit Kepatuhan Internal Pusat eselon I masing-masing; c) Dalam setiap sesi pelaksanaan FGD terdiri dari dua orang moderator yang berasal dari Inspektorat Jenderal, satu notulis, dan satu observer yang berasal dari Unit Kepatuhan Internal eselon I masing-masing. Sesi pelaksanaan FGD juga disupervisi oleh KPK; dan d) Di dalam pelaksanaannya peserta FGD diberikan form kuesioner pendalaman sebagai alat untuk mengukur kembali persepsi integritas yang telah terkonfirmasi melalui FGD. 3) Penilaian Lapangan Penilaian Lapangan dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan FGD. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah interviu, pembagian kuesioner kepada pengguna layanan kantor yang dilakukan penilaian, dan permintaan matriks hukuman disiplin (hukdis). c. Pelaksanaan Penilaian Persepsi Integritas Kementerian Keuangan Tahun 2017 Penilaian Persepsi Integritas Kementerian Keuangan Tahun 2017 dilaksanakan selaras dengan pelaksanaan penilaian ZI WBK-WBBM Kementerian Keuangan Tahun Unit kerja yang dijadikan sampel dalam penilaian ZI WBK-WBBM juga sekaligus menjadi sampel dalam pelaksanaan penilaian persepsi Integritas. Hal ini sebagai upaya optimalisasi peningkatan integritas pada unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan. Selain itu, juga ditujukan untuk mempercepat tindak lanjut arahan pimpinan Kemenkeu untuk mewujudkan seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan untuk membangun integritas serta memenuhi kriteria ZI WBK-WBBM. 224

239 3. Pencegahan Tindak Pidana Korupsi melalui Pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, korupsi dapat diklasifikan menjadi 7 (tujuh) area, yaitu: (1) kerugian keuangan negara; (2) suap; (3) gratifikasi; (4) penggelapan dalam jabatan; (5) pemerasan; (6) perbuatan curang; dan (7) konflik kepentingan dalam pengadaan. Gratifikasi merupakan salah satu area dalam praktik korupsi yang menurut KPK adalah akar dari korupsi. Hal ini karena jika dibandingkan dengan area-area yang lain besaran nilai gratifikasi biasanya tidak terlalu besar dan bahkan sangat kecil. Tetapi kebiasaan dalam menerima hal-hal yang kecil ini dapat menyebabkan tumbuhnya sikap permisif terhadap praktik-praktik korupsi yang lain. Dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi melalui pengendalian Gratifikasi, Komisi Pemberantasan Korupsi menerbitkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi. Menindaklanjuti peraturan tersebut, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.01/2015 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan selanjutnya menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.09/2017 Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan sebagai revisi atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.01/2015 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan. Beberapa kegiatan terkait program pengendalian gratifikasi yang telah dilakukan Kementerian Keuangan selama tahun 2017 diantaranya adalah: a. Pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) di seluruh eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan; b. Pelaporan penolakan/penerimaan gratifikasi oleh pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan baik ke UPG maupun secara langsung ke KPK; c. Pemrosesan laporan penolakan/ penerimaan gratifikasi oleh UPG di lingkungan Kementerian Keuangan; d. Penguatan Program Pengendalian Gratifikasi pada unit kerja yang diusulkan untuk memperoleh predikat Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM) tahun 2017; e. Penyusunan rancangan Aplikasi Pelaporan Gratifikasi secara online di lingkungan Kementerian Keuangan; f. Pelaksanaan internalisasi dan sosialisasi Program Pengendalian Gratifikasi Kementerian Keuangan yang telah ditetapkan dalam PMK-7/PMK.09/2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di lingkungan Kementerian Keuangan, baik kepada pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan maupun kepada stakeholders/pengguna layanan; g. Sharing session Program Pengendalian Gratifikasi di lingkungan Kementerian Keuangan dengan K/L lain; dan h. Berpartisipasi sebagai narasumber dalam rapat koordinasi nasional pengendalian gratifikasi yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Desember 2017 di Jakarta. inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 225

240 D. PENGUATAN PROGRAM REFORMASI BIROKRASI DAN TRANSFORMASI KELEMBAGAAN KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2018 Dalam rangka penguatan program Reformasi Birokrasi Dan Transformasi Kelembagaan (RB-TK) Kementerian Keuangan, pada tahun 2018 ditetapkan beberapa milestones yang ditujukan untuk mencapai strategic outcome Kementerian Keuangan Terjaganya kesinambungan fiskal melalui pendapatan negara yang optimal, belanja negara yang efisien dan efektif, dan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas, dan sustainable. 1. Penguatan Budaya Organisasi Kementerian Keuangan Beberapa outcomes yang akan dicapai pada tahun 2018 adalah sebagai berikut: a. Meningkatnya Indeks Efisiensi Birokrasi; b. Meningkatnya Nilai Pembangunan Integritas (Indeks Persepsi Korupsi); c. Terwujudnya inspirasi program budaya Kementerian Keuangan untuk instansi pemerintah lainnya; d. Meningkatnya Indeks Persepsi Kesehatan Organisasi (MOFIN/ SFO); dan e. Meningkatnya Indeks Persepsi Publik. a. Menerapkan struktur governance Kemenkeu Corpu sebagai learning organization; b. Menyelaraskan (terkait regulasi) peraturan SDM yang lain guna mendukung implementasi HCM melalui Corpu; c. Menetapkan Learning Quality System; d. Melakukan perbaikan dalam metode penyelenggaraan pembelajaran; e. Menginisiasi retire faculty program dan leader as teacher; dan f. Membangun Learning Organization. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dirumuskan konsep living the values melalui: a. Implementasi culture quality management; b. Implementasi kebijakan efisiensi belanja; dan c. Sinergi dengan program reformasi birokrasi nasional. 2. Penguatan SDM melalui Kementerian Keuangan Corporate University Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Competency Gap Index Pegawai Kementerian Keuangan (piloting); b. Ketercapaian target Inisiatif Strategis seluruh tema dan seluruh unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: 3. Optimalisasi Kemenkeu Leaders Factory untuk mendukung pengelolaan keuangan negara yang kredibel Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Distribusi Leaders lingkup internal Kementerian Keuangan untuk mendukung Pengelolaan Keuangan Kemenkeu yang akuntabel; b. Tingkat kepuasan user unit internal Kemenkeu; c. Distribusi Leaders lingkup eksternal Kemenkeu untuk mendukung Pengelolaan Keuangan Negara yang akuntabel; dan d. Tingkat kepuasan user unit eksternal Kementerian Keuangan. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Piloting Leaders Factory Kemenkeu (eksternal); 226

241 b. Penetapan aturan Leaders Factory; dan c. Penyiapan Infrastruktur Leadership and Culture Academy; d. Perumusan Kebijakan Fiskal yang Terintegrasi Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Menjaga sustainability pertumbuhan ekonomi dan memenuhi kriteria pada tahun 2018, sebagai berikut: 1) Meningkatnya Tax ratio; 2) Meningkatnya anggaran infrastruktur; 3) Membaiknya Keseimbangan Primer (Primary balance); 4) Menjaga Rasio defisit APBN terhadap PDB lebih terkendali; dan 5) Menjaga Debt to GDP ratio lebih terkendali. b. Meningkatnya ruang fiskal pemerintah dengan indikator: 1) Growth belanja investasi lebih besar dari belanja konsumsi; 2) Turunnya defisit anggaran pemerintah; 3) Efisiensi belanja melalui pengurangan belanja birokrasi (honor tim, perjadin, dll); dan 4) Peningkatan anggaran pendapatan negara dan hibah yang tidak terikat dengan mandatory spending. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Implementasi protokol tata kelola perumusan kebijakan; b. Evaluasi bersama terkait kebijakan penerimaan negara; c. Paket kebijakan penerimaan negara; d. Penguatan KEM PPKF; e. Utilisasi hasil spending review dan strategi peningkatan ruang fiskal dalam penyusunan APBN tahun 2019/2020; dan f. Pelaksanaan spending review secara nasional 5. Pengamanan Penerimaan Pajak Atas Belanja Pemerintah Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Menurunnya tax gap atas belanja APBN; dan b. Menurunnya tax gap atas belanja APBD. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Sistem Informasi Manajemen Data Keuangan (SIMDK) Pusat dan Daerah yang terintegrasi; b. Modul dashboard penganggaran, realisasi, pelaporan dan penerimaan pajak terpadu; c. Prepopulated SPT Bendahara; d. Implementasi forum asistensi dan konsultasi pengawasan penerimaan Negara; dan e. Penetapan Inpres terkait pengawasan penerimaan oleh APIP K/L dan Pemda (termasuk pengawasan PNBP dan BUN) serta koordinasi pelaksanaan inpres pengawasan oleh APIP K/L. 6. Modernisasi Sistem Informasi DJP Untuk Optimalisasi Penerimaan Pajak Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Kepuasan WP terhadap layanan e-services; b. Peningkatan jumlah WP yg menggunakan layanan e-services; c. Peningkatan kepatuhan formal WP pengguna e-services; d. Penurunan Unplanned downtime; dan e. Kepuasan pengguna sistem core tax. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Tersedianya Multichannel e-services; dan b. Kontrak pengadaan integrated core tax system. inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 227

242 7. Joint Program Optimalisasi Penerimaan Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Tambahan penerimaan negara dari joint operation DJP dan DJBC sebesar Rp 1 triliun; b. Menurunnya persentase piutang macet. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Fully Dedicated tim Joint Analysis; b. Pembuatan dan implementasi aplikasi joint analyst tools; c. Sinkronisasi regulasi tindak lanjut konsep paper; d. Kebijakan penagihan bersama: Sistem kontrol (regulasi) utang, piutang perpajakan dan pemblokiran bea dan cukai yang terintegrasi satu sama lainnya; e. Penyitaan bersama; f. Gijzeling (penyanderaan) bersama; dan g. Sistem kontrol (aplikasi) utang, piutang perpajakan dan pemblokiran bea dan cukai yang terintegrasi satu sama lainnya. 8. Pembangunan Sistem Kepatuhan Pengguna Jasa Terintegrasi untuk optimalisasi penerimaan kepabeanan dan cukai Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Meningkatnya jumlah pengguna jalur Mitra Utama (MITA) Kepabeanan dan Authorized Economic Operator (AEO); b. Menurunnya temuan audit; dan c. Peningkatan hit-rate. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Finalisasi ketentuan tentang Sistem Kepatuhan; b. Single Profile Pengguna Jasa; c. Pembuatan Risk Engine Pengguna Jasa Reguler; d. Piloting Risk Engine Pengguna Jasa Reguler; e. Database yang terintegrasi; f. Implementasi Sistem Manajemen Risiko Baru; dan g. Pemanfaatan single profile untuk stakeholder eksternal DJBC. 9. Optimalisasi PNBP Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Meningkatnya kontribusi PNBP tahun 2018: 1) 10% dari target PNBP lainnya (PNBP KL) dalam APBN Tahun 2017; dan 2) 10% dari target PNBP sektor Minerba dalam APBN Tahun b. Realisasi Cost recovery tidak melebihi dari yang ditargetkan. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Pemberian insentif pengelola PNBP; b. Implementasi pengendalian cost recovery; c. Koordinasi pelaksanaan inpres pengawasan oleh APIP K/L; dan d. Penetapan Inpres terkait pengawasan PNBP oleh APIP K/L (termasuk pengawasan pajak belanja pemerintah dan anggaran BUN) serta koordinasi pelaksanaan inpres pengawasan oleh APIP K/L. 10. Pengelolaan Keuangan Negara yang Modern dan Terintegrasi Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Efisiensi dan Efektifitas proses pengadaan dan pembayaran Belanja Pemerintah melalui peningkatan penghematan Biaya Operasional Satker K/L untuk keperluan belanja rutin; b. Kemudahan pembayaran bagi wajib pajak/wajib setor/wajib bayar melalui pemenuhan tingkat kepuasan WP/WS/ WB atas layanan MPN G2 dengan target 3 dari skala 5; dan 228

243 c. Ketersediaan informasi pada LKKL untuk akuntabilitas dan pengambilan keputusan melalui peningkatan akurasi LKKL satker pengguna SAKTI. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Portal Kemenkeu dan Single sign-on Penerimaan Negara; b. Interkoneksi SPAN dengan sistem LKPP (data vendor); c. Integrasi RKA-KL ke dalam SAKTI; d. Interkoneksi SIMAN dengan SAKTI; e. Penerapan SAKTI beberapa SATKER Kemenkeu dan beberapa satker K/L lainnya; f. Interkoneksi SPAN dengan portal program K/L; dan g. Penyiapan dan penyempurnaan sistem sentralisasi pembayaran gaji PNS. 11. Pengelolaan Likuiditas Keuangan Negara Dengan Instrumen Keuangan Modern Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Tersedianya pendanaan yang cukup untuk pembayaran beban APBN melalui berbagai opsi pembiayaan jangka pendek; b. Penurunan cost of fund; dan c. Money market yang likuid. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Meluncurkan SOP Link dan Protokol cash mismatch BUN; b. Penyusunan dan publikasi strategi pengelolaan kas; c. Pengembangan instrumen jangka pendek dalam rangka pembiayaan (SPN<3bln, Repo, Credit line); d. Pengembangan instrumen jangka pendek dalam rangka investasi (Peningkatan Limit TDR, Term Deposit di BI, Reverse Repo); e. Regulasi dan implementasi penggunaan kartu kredit/pinjaman perbankan dalam dukungan belanja pemerintah; f. Penetapan cash buffer level dan opsi pemenuhan kas pada kuartal IV sebagai mitigasi tekanan kas akhir tahun; dan g. Peningkatan akurasi data Perencanaan Kas. 12. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dengan Pengembangan Jalur Distribusi SBN Ritel secara Online Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai outcomes berupa bertambahnya jumlah investor SBN ritel baru. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan milestones berupa uji coba dan peluncuran (Go Live). 13. Penjaminan Obligasi Infrastruktur untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai outcomes yaitu jumlah dan nilai proyek infrastruktur yang terealisasi dengan skema penjaminan obligasi infrastruktur. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan milestones berupa implementasi penjaminan obligasi infrastruktur. 14. Pemberdayaan Aset untuk Mendorong Perekonomian Nasional Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Optimalisasi Aset Idle; b. Terutilisasinya aset melalui pemanfaatan aset (sewa); dan c. Kontribusi Lahan untuk pembangunan infrastruktur Proyek Strategis Nasional. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Inventarisasi dan penilaian aset untuk tanah dan bangunan; b. Terbentuknya Laporan Potensi Fiskal SDA untuk akun Timah; inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 229

244 c. IT based dalam pengelolaan aset; d. Implementasi evaluasi portofolio aset; dan e. Optimalisasi aset melalui utilisasi aset idle dan penerapan strategi pengelolaan aset. 15. Optimalisasi Investasi Pemerintah Untuk Mendukung Pembangunan yang Berkelanjutan Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Mengurangi exposure APBN untuk pembiayaan pembangunan; dan b. Meningkatnya penerimaan negara yang berasal dari portofolio investasi pemerintah; Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Regulasi terkait dengan manajemen portofolio investasi telah ditetapkan; b. Terbangunnya interkoneksi data antara Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan; c. Penyempurnaan Modul KND terkait integrasi fungsi perencanaan investasi, kinerja keuangan, analisis dan proyeksi, penatausahaan KND, serta penilaian kinerja hasil investasi pemerintah pada KND (aplikasi EWS Kinerja BUMN versi 3.0); dan d. Mulai melaksanakan kegiatan monitoring terkait efektivitas pelaksanaan holding BUMN. 16. Sinergi Pengawasan Pelaksanaan Anggaran BUN dan Implementasi Pengendalian Intern Atas Pelaporan Keuangan Pada LKPP (K/L dan BUN) (Internal Control Over Financial Reporting ICOFR) Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Opini BPK atas LKBUN dan LKPP; dan b. Opini BPK atas LK KemenPUPera dan Kemensos. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Pelaksanaan reviu ICOFR pada LKBUN, BA 15 dan LKPP (LK tahun 2017); b. TOT penerapan, penilaian, dan reviu ICOFR untuk seluruh APIP K/L; c. Asistensi penerapan, penilaian, dan reviu ICOFR pada seluruh K/L; dan d. Uji coba pelaksanaan reviu ICOFR pada seluruh K/L. 17. Mewujudkan APBN Berkualitas melalui Efisiensi dan Efektifitas Belanja Negara Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Berkurangnya belanja K/L dalam rangka penyelenggaraan birokasi pemerintahan dengan output yang sama (strategic cost saving); dan b. Belanja K/L dan belanja subsidi yang tepat sasaran. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Merumuskan sistem penyaluran subsidi dan bantuan sosial untuk menggunakan basis data terpadu TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan); b. Mengalihkan belanja konsumsi ke belanja yang lebih produktif; c. Integrasi Pengaturan Mengenai Pengelolaan Keuangan Negara; d. Pembandingan biaya birokasi pada tiap level pemerintahan; e. Standardisasi Biaya bersifat generik; dan f. Sinkronisasi standar biaya kantor vertikal internal yang disusun Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan dan Keuangan dengan Standar Biaya yang disusun Direktur Jenderal Anggaran. 18. Meningkatnya Kualitas SDM dan Standar Kesehatan Masyarakat melalui Perbaikan Kualitas Belanja Bidang Pendidikan dan Kesehatan 230

245 Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Terwujudnya efisiensi dan efektifitas anggaran untuk mewujudkan peningkatan akses dan kualitas bidang pendidikan dan kesehatan pada pusat dan daerah, terutama dengan indikator proporsi anggaran untuk nonoperasional/non-aparatur; dan b. Meningkatnya total anggaran bidang pendidikan dan anggaran bidang kesehatan pada daerah tertentu/ pinggiran. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Rumusan arsitektur dan informasi kinerja anggaran, tool monitoring dan evaluasi kinerja anggaran, dashboard dan Budget Map bidang pendidikan dan kesehatan fully running and published; b. Komunikasi dan koordinasi penggunaan dan pemanfaatannya (spending policy intervention); dan c. Bekerjanya task force untuk mendukung implementasi PBK (lanjutan). 19. Menghadirkan Pemerintah pada Seluruh Wilayah Indonesia melalui Sinkronisasi Penganggaran Pusat dan Daerah Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi; b. Meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan kualitas layanan dasar publik; dan c. Meningkatkan kesehatan fiskal; Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Sinkronisasi DAK berbasis proposal dengan program-program belanja K/L yang dihimpun dari Musrenbang; 1) Adanya kesepakatan para pihak (payung hukum); 2) Penyusunan aplikasi yang terintegrasi; dan 3) Tahapan Implementasi; b. Penerapan web based reporting system dalam pelaporan Transfer Spesifik; c. Pembangunan Executive Information System (EIS) SIKD; dan d. Pengembangan peran fungsional analis keuangan daerah untuk meningkatkan kualitas kebijakan/penyusunan anggaran. 20. Optimalisasi kebijakan penganggaran terkait pengelolaan program pensiun Pada tahun 2018 ditargetkan untuk mencapai beberapa outcomes sebagai berikut: a. Perbaikan dasar hukum pengelolaan program pensiun PNS; b. Adanya efisiensi belanja dana pensiun; dan c. Peningkatan hasil investasi akumulasi iuran pensiun. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan IS RBTK tahun 2017, pada tahun 2018 akan dilakukan beberapa milestones sebagai berikut: a. Proses transisi implementasi program pensiun yang baru; dan b. Harmonisasi kebijakan (UU/dasar hukum) program pengelolaan pensiun di Indonesia melalui regulasi skema pensiun yang baru. inisiatif peningkatan akuntabilitas kinerja kemenkeu 231

246 BAB 5 P E N U T U P

247

248 P E N U T U P Laporan Kinerja Kementerian Keuangan disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan selama tahun 2017 dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi. Laporan Kinerja ini telah memasuki tahun ketiga pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Penyusunan Laporan Kinerja Kementerian Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Penetapan indikator kinerja merupakan salah satu tools Kementerian Keuangan dalam mencapai tujuan dan sasaran strategis organisasi. Pencapaian kinerja merupakan perwujudan sinergi seluruh jajaran Kementerian Keuangan dalam menghadapi berbagai tantangan di tahun Namun demikian, upaya penyempurnaan dan perbaikan indikator kinerja harus terus dilakukan melalui penetapan indikator kinerja yang lebih berkualitas dengan target yang menantang. Selain itu, setiap risiko yang berpotensi menghambat pencapaian kinerja harus dapat diidentifikasi dan dimitigasi. Sepanjang tahun 2017, perekonomian nasional menunjukkan perbaikan dan pertumbuhan dengan didukung terjaganya stabilitas makroekonomi, di tengah berbagai potensi risiko yang bersumber dari perekonomian global. Namun demikian, Kementerian Keuangan perlu mengantisipasi dinamika sosial dan politik di tahun 2018 yang berpotensi mempengaruhi perekonomian nasional. Untuk itu, beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam upaya mendorong peningkatan kinerja dan menghadapi tantangan ke depan antara lain: 1. Meningkatkan basis pajak dan mencegah praktik penghindaran pajak dan erosi perpajakan (Base Erosion Profit Shifting) melalui Automatic Exchange of Information (AEoI); 2. Meningkatkan kualitas data dan sistem informasi perpajakan dan kepatuhan Wajib Pajak (WP) namun tetap menjaga perbaikan iklim investasi dan dunia usaha; 3. Meningkatkan pengawasan pada post border, meningkatkan kemudahan layanan informasi dan perijinan kebeacukaian, koordinasi ijin LARTAS, serta penerapan Online Single Submission (OSS) atau Single Entry Multi Lisence melalui INSW. 4. Mendorong alokasi belanja barang agar dapat lebih efisien dan produktif untuk mendukung pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan; 234

249 5. Menurunkan jumlah utang, dan meningkatkan efisiensi biaya utang antara lain melalui pemilihan komposisi instrumen utang yang tepat; 9. Menyusun peta tingkat integritas unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka membantu fokus program pencegahan dan penanganan KKN; dan 6. Meningkatkan kualitas LKPP melalui pembinaan secara intensif kepada Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan monitoring atas tindak lanjut temuan pemeriksaan BPK atas LKKL; 7. Melakukan penguatan desentralisasi fiskal untuk mengakselerasi pengurangan kemiskinan dan kesenjangan melalui harmonisasi peraturan dan perbaikan mekanisme penyaluran dana serta penerapan reward dan punishment bagi daerah; 8. Memaksimalkan penggunaan data hasil pelaksanaan Program Penilaian Kembali BMN dalam menelusuri aset idle dan menetapkan strategi pengelolaannya; 10. Melaksanakan Spending Review untuk evaluasi dalam rangka perbaikan kebijakan dan alokasi anggaran tahun 2018 Laporan Kinerja Kementerian Keuangan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif dan transparan atas capaian kinerja dan strategi organisasi dalam menghadapi tantangan yang akan datang. Dengan disusunnya laporan ini, diharapkan pula dapat menjadi bahan evaluasi dalam meningkatkan capaian kinerja Kementerian Keuangan yang akan berdampak positif dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21. penutup 235

250 BAB 5 LAMPIRAN P E N U T U P 236

251 penutup 237

252 G A L E R I F O T O P E N G E L O L A A N K I N E R J A Penyerahan Penghargaan Pengelola Kinerja Terbaik Kementerian Keuangan Tahun 2017 Bandung, 1 November 2017 Foto: Dok. Biro Cankeu Forum Sekretaris (Forses) Refinement Peta Strategi dan IKU Kemenkeu-Wide-One serta Piagam Manajemen Risiko Kementerian Keuangan Tahun 2018 Jakarta, 29 Desember 2017 Foto: Dok. Biro Cankeu 238

253 Rapat Pimpinan Terbatas (Rapimtas) Refinement Peta Strategi dan IKU Kemenkeu-Wide-One serta Piagam Manajemen Risiko Kementerian Keuangan Tahun 2018 Jakarta, 8 Januari 2018 Foto: Dok. Biro KLI Dialog Kinerja Organisasi Triwulan IV Tahun 2017 dan Penandatanganan Komitmen Kinerja Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, Kontrak Kinerja Kemenkeu-One dan Staf Ahli Tahun 2018, serta Piagam Manajemen Risiko Kementerian Keuangan Tahun 2018 Jakarta, 22 Januari 2018 Foto: Dok. Biro KLI Rapat Wakil Menteri Keuangan Refinement Peta Strategi dan IKU Kemenkeu One dan IKU Staf Ahli Tahun 2018 Jakarta, 15 Januari 2018 Foto: Dok. Biro KLI penutup 239

FORMULIR 2 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2017 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN KEUANGAN 2. Sasaran Strategis K/L : 1.Terjaganya Kesinambungan Fiskal 3. Program : Program

Lebih terperinci

21 Universitas Indonesia

21 Universitas Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN DAN BALANCED SCORECARD TEMA BELANJA NEGARA 3.1. Tugas, Fungsi, dan Peran Strategis Departemen Keuangan Republik Indonesia Departemen Keuangan Republik Indonesia

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Laporan Kinerja. Kementerian Keuangan Tahun 2016

Laporan Kinerja. Kementerian Keuangan Tahun 2016 Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2016 1 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Isi 02 Daftar Tabel 04 Daftar Gambar 06 Daftar Grafik 07 Pengantar 08 Ringkasan Eksekutif 10 01. Pendahuluan A. B. C. Latar

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal.

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

FORMULIR 1 PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

FORMULIR 1 PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 FORMULIR 1 PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 1.Kementerian/Lembaga : KEMENTERIAN KEUANGAN 2. VISI : Menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 Daftar Isi i Kata Pengantar ii Ringkasan Eksekutif iv Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 v BAB I Pendahuluan 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.12-0/2015 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang PENGANTAR

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang PENGANTAR PENGANTAR (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja DJPU tahun 2011 sebagai salah satu Unit Eselon I Kementerian Keuangan. LAKIP DJPU disusun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1792, 2016 KEMENKEU. PPK-BLU Satker. Penetapan. Pencabutan Penerapan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.05/2016 TENTANG PENETAPAN DAN PENCABUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI. Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI)

KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI. Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI) KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI) Disampaikan Dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Peningkatan Kapasitas Pengendalian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh i KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Rencana Strategis (Renstra) merupakan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 Jakarta, 10 Februari 2015 Dalam rangka penguatan penganggaran berbasis kinerja, dilakukan penataan Arsitektur

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-15.12-/AG/214 DS 198-8264-795-2 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun 213 tentang

Lebih terperinci

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2014

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2014 FORMULIR RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 04 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI No 0 II. MISI No 0 0 03 04 05 06 III. SASARAN STRATEGIS No 0 Tingkat pendapatan

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kinerja dan institusi kelembagaannya, Kementerian Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu peningkat- an efisiensi, efektivitas,

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi Aplikasi SAK BLU 2015 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten di The Royale Krakatau Hotel - Cilegon

Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi Aplikasi SAK BLU 2015 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten di The Royale Krakatau Hotel - Cilegon ARAH DAN SASARAN PEMBINAAN PENGELOLAAN APBN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN RISTEK DAN DIKTI Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum. Inspektur Jenderal Kemenristekdikti Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI. Uraian Misi II.

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI. Uraian Misi II. FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 23 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI II. MISI No No 02 03 04 05 06 III. SASARAN STRATEGIS No 02 03 04 05 06 07 08

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN Rencana Kinerja (Renja) BPPTPM Prov.Kep.Babel TA.2016 BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1. Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional dan Provinsi Visi BKPM dalam periode 2015-2019 adalah sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai lima tahun secara

Lebih terperinci

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN - 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 4029-0066-4219-0429 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Puji Syukur ke hadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Bagian Keuangan dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Bagian

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEBIJAKAN Reformasi Birokrasi NASIONAL ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI Pengorganisasian Pelaksanaan Tim Pengarah Kementerian/Lembaga Ketua: Pimpinan K/L Sekretaris: Sekjen Anggota: Pejabat Eselon I Pemerintah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, 2013 KEPALA BPPT KOTABANDUNG. Drs. H. DANDAN RIZA WARDANA, M.Si PEMBINA TK. I NIP

KATA PENGANTAR. Bandung, 2013 KEPALA BPPT KOTABANDUNG. Drs. H. DANDAN RIZA WARDANA, M.Si PEMBINA TK. I NIP KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-nya, kami dapat menyelesaikan Rencana Kerja (RENJA) Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Bandung Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pengawasan Intern pemerintah merupakan unsur manajemen yang penting dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai pelaksana pengawasan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BIRO PERENCANAAN ANGGARAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI TAHUN

RENCANA STRATEGIS BIRO PERENCANAAN ANGGARAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI TAHUN RENCANA STRATEGIS BIRO PERENCANAAN ANGGARAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI TAHUN 2015-2019 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DAFTAR ISI Kata Pengantar...... Daftar Isi......

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF disusun untuk menyajikan informasi tentang capaian komitmen kinerja yang telah diperjanjikan Sekretariat Kabinet kepada kepada pimpinan dan stakeholders selama tahun 2015. Laporan Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dubnick (2005), akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku

Lebih terperinci

AH UN H f ls I. sm? Iftwsfiiist#' ".-» ( */ ji»«*i «"HJ" inni«r7! V"'' EKRETARIAT JENDERAL. KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN

AH UN H f ls I. sm? Iftwsfiiist#' .-» ( */ ji»«*i «HJ inni«r7! V'' EKRETARIAT JENDERAL. KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN AH UN 2 0 1 7 H f ls I sm? Iftwsfiiist#' ".-» ( */ ji»«*i «"HJ" inni«r7! V"''. EKRETARIAT JENDERAL KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN DAFTAR ISI BAB I - PENDAHULUAN... 1 A. TUGAS DAN FUNGSI BIRO PERENCANAAN...

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROFIL APLIKASI SMART. Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai misi sebagai berikut: meningkatkan kualitas perencanaan;

BAB III DESKRIPSI PROFIL APLIKASI SMART. Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai misi sebagai berikut: meningkatkan kualitas perencanaan; BAB III DESKRIPSI PROFIL APLIKASI SMART A. Profil Direktorat Jenderal Anggaran Sebagai bagian dari Kementerian Keuangan yang bertugas perihal penganggaran negara, Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Setiap daerah di era Otonomi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat mengatur proses pembangunannya sendiri, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2016, No Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.793, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Tata Laksana. Penataan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TATALAKSANA KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M. KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja merupakan wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders dan memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 yang mengamanatkan setiap instansi pemerintah/lembaga

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018 KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018 Bandung, 11 Januari 2018 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 1 A. Program Kerja 2018 2 Visi-Misi Pembangunan 2015-2019 VISI : Terwujudnya

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH Melalui PENINGKATAN KAPABILITAS APIP dan MATURITAS SPIP Dr. Ardan Adiperdana, Ak., MBA., CA, CFrA, QIA Kepala BPKP Rakorwas Kementerian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 15/PRT/M/2015 TANGGAL 21 APRIL 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI TINGKAT MAKRO

KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI TINGKAT MAKRO Lampiran A 73 KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI 2015 2019 TINGKAT MAKRO Sasaran Reformasi A. yang bersih dan akuntabel. 1. Penerapan sistem nilai dan integritas birokrasi yang efektif. 2.

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Rencana Kerja (Renja) adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) serta disusun mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana Kerja

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

INSPEKTORAT KOTA BANDUNG KATA PENGANTAR

INSPEKTORAT KOTA BANDUNG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Kasih sayang-nya sehingga Laporan Inspektorat Kota Bandung Tahun 2015 ini dapat tersusun Laporan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM 1.1.1. Kedudukan Balai Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.1/2011 tanggal 22 Maret 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sisten Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa Pemerintah maupun Pemerintah Daerah setiap

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-37PJ/2010 TENTANG : KEBIJAKAN TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapantahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan, guna pemanfaatan dan pengalokasian

Lebih terperinci

LAPOR A N KIN ERJA K E M E N TERIAN KEUANG A N

LAPOR A N KIN ERJA K E M E N TERIAN KEUANG A N 2015 LAPOR A N KIN ERJA K E M E N TERIAN KEUANG A N LAPOR AN KIN ERJA Kementerian Keuangan 2015 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF ii iv viii

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM SOSIALISASI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.12-/217 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

1. NAMA JABATAN: Direktur Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah.

1. NAMA JABATAN: Direktur Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah. LAMPIRAN IV KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KM.1/2016 TENTANG URAIAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 1. NAMA JABATAN: Direktur Pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Kondisi Saat Ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Kondisi Saat Ini BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Saat Ini telah melaksanakan program reformasi birokrasi pada periode 2005-2009. Sampai saat ini program reformasi birokrasi masih terus berlanjut, dan telah memberikan manfaat

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci