DINAMIKA POLA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGENDALIAN PERUBAHANNYA DI KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH NUR ETIKA KARYATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA POLA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGENDALIAN PERUBAHANNYA DI KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH NUR ETIKA KARYATI"

Transkripsi

1 DINAMIKA POLA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGENDALIAN PERUBAHANNYA DI KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH NUR ETIKA KARYATI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Pola Penggunaan Lahan dan Pengendalian Perubahannya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Nur Etika Karyati NIM A

4 ABSTRAK NUR ETIKA KARYATI. Dinamika Pola Penggunaan Lahan dan Pengendalian Perubahannya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Dibimbing oleh DYAH RETNO PANUJU dan BAMBANG HENDRO TRISASONGKO Meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya pembangunan menyebabkan permintaan terhadap lahan meningkat, sedangkan lahan yang tersedia relatif tetap. Hal tersebut mendorong terjadinya konversi lahan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak. Alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain yang tidak terkendali akan menimbulkan dampak negatif dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan yang penanganannya memerlukan biaya besar. Mengingat dampak yang ditimbulkan cukup serius, fenomena konversi lahan perlu dikendalikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika perubahan penggunaan lahan, menganalisis faktor yang mempengaruhinya, memprediksi penggunaan lahan tahun 2013 dengan Markov Chain dan menguji akurasinya dan mengidentifikasi kebijakan pengendalian penggunaan lahan berdasarkan persepsi pemangku kepentingan (stakeholders) di Kabupaten Klaten. Analisis perubahan lahan tahun menunjukkan bahwa penggunaan lahan sawah dan tegalan mengalami penurunan sebesar ha (2.04%) dan ha (0.41%). Di lain pihak, badan air, kebun campuran dan permukiman mengalami peningkatan sebesar ha (0.04%), ha (0.03%), ha (2.38%). Luas hutan dan lahan terbuka teridentifikasi tetap yaitu sebesar ha (2.65%) dan ha (0.15%) sepanjang periode analisis. Secara umum faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan adalah jarak ke pusat kota, kemiringan lereng, jenis tanah, jumlah penduduk, keragaman fasilitas sosial dan keragaman fasilitas ekonomi dengan nilai Nagelkerke R % pada selang kepercayaan 95%. Prediksi penggunaan lahan tahun 2013 dengan Markov mendapatkan nilai akurasi sebesar 82.67%. Analisis persepsi tentang pengendalian pemanfaatan lahan di Kabupaten Klaten menunjukkan bahwa instrumen yang menjadi prioritas utama adalah mekanisme perijinan dengan persentase bobot 38%, diikuti oleh instrumen pengawasan dengan persentase bobot 33.73% dan penertiban dengan persentase bobot 28.25%. Menurut pendapat seluruh pemangku kepentingan, pengendalian pemanfaatan lahan seharusnya dilakukan oleh pemerintah (26.50%), dikuti oleh masyarakat (19.22%), perguruan tinggi (19.10%), LSM (18.87%) dan swasta (16.28%). Kata kunci: Analytic hierarchy process (AHP), Markov chain, pemodelan penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan, persepsi pengendalian, regresi logistik

5 ABSTRACT NUR ETIKA KARYATI. The Dynamics of Land Use Patterns and Their Regulation in Klaten Regency, Central Java. Supervised by DYAH RETNO PANUJU and BAMBANG HENDRO TRISASONGKO Increasing population and regional development lead to soaring demand of land, despite the resource is limitedly available. The increase urges land use conversion to cater the interest of parties. Uncontrolled agricultural land conversion to other uses poses detrimental impacts in economic, social as well as environmental deterioration, which in turn requires a substantial cost. Therefore, land conversion needs to be tightly regulated. This research aims to observe the dynamics of land use change, to analyze the affecting factors, to predict and assess 2013 land use through Markov Chain analysis and to identify the role of stakeholders in controlling land use in Klaten Regency. It was shown that paddy fields and upland decreased by (2.04%) and of ha ha (0.41%) during the research period ( ). On the other hand, waterbody, mixture-uses and settlements experienced an increase of ha (0.04%), 13 ha (0.03%), ha (2.38%) respectitively. Extensive forests and open land remains on ha (2.65%) and ha (0.15%) throughout the period of analysis. In general, factors affecting land use change are the distance to the city centre, slope, soil type, population, social and economical facilities growth. The pseudo squared distance (Nagelkerke) was R %. Markov Chain generated accuracy at 82.67% for land use prediction. Moreover, to control land use of Klaten Regency, stakeholders believed that permits mechanism was the most important aspect at 38% of weight, followed by monitoring (33.73%) and curbing (28.25%). According to stakeholders, land utilization control required participation of governments (33.99%), people (19%), higher education (19%), NGO (18.87%) and private (16%). Key words: Analytic hierarchy process (AHP), Markov chain, landuse modelling, land use change, land utilization control, logistic regression

6

7 DINAMIKA POLA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGENDALIAN PERUBAHANNYA DI KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH NUR ETIKA KARYATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8

9 Judul Skripsi : Dinamika Pola Penggunaan Lahan dan Pengendalian Perubahannya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah Nama : Nur Etika Karyati NIM : A Disetujui oleh Ir Dyah R. Panuju, MSi Pembimbing I Ir Bambang H. Trisasongko, MSc Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Syaiful Anwar, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan karunianya dalam melakukan penelitian ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Judul penelitian ini adalah Dinamika Pola Penggunaan Lahan dan Pengendalian Perubahannya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam proses penyelesaian penelitian ini banyak pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan kepada penulis berupa spirit, materi maupun finansial. Maka dari itu penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Ir Dyah R. Panuju, MSi selaku pembimbing pertama penulis atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan kesabaran yang telah diberikan selama proses penyelesaian karya ilmiah ini. 2. Ir Bambang H. Trisasongko, MSc selaku pembimbing kedua penulis yang telah memberikan arahan, masukan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Dr Boedi Tjahjono, DEA selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan pertanyaan berguna bagi penulis. 4. Kedua orang tua, Bapak Sutrisno dan Ibu Marsini serta kakak-kakaku tercinta dan Khoirul Aziz Husyairi atas doa, semangat, motivasi, perhatian, cinta dan kasih sayang yang tulus serta pengorbanan yang begitu besar kepada penulis. 5. Staf BAPPEDA Kabupaten Klaten dan seluruh instansi, masyarakat serta seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian ini atas kerjasama dan keterbukaanya dalam memberikan informasi dan data-data yang diperlukan oleh penulis. 6. Seluruh Staf dan dosen-dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, IPB atas bantuan, ilmu dan nasihat yang diberikan selama penulis menyelesaikan studi. 7. Sahabat seperjuangan di Lab.Bangwil : Grahan, Wuri, Tutuk, Muti, Aida, Robi, Jalal, Ghera, Bang.Ufi dan bangwilers 46 trimakasih atas bantuan dan kebersamaanya selama ini. 8. Seluruh sahabatku MSL 45 terutama Mega, Mei, Fika, Shella, Shelvi, Dian, Eva, Taufan terima kasih atas kebersamaan dan semangat kalian selama ini. 9. Sahabat Eky ers yang selalu memberi semangat dan canda tawa selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) terutama teman seperjuangan angkatan 45 (WE) terima kasih atas kebersamaan kalian selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi sesuatu yang bernilai di bidang perencanaan dan pengembangan wilayah. Bogor, September 2013 Nur Etika Karyati

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Lahan, Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan... 3 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya... 3 Pemodelan Penggunaan Lahan dengan Markov Chain... 5 Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang 6 Model Keputusan dengan AHP (Analytic Hierarchy Process)... 7 METODE PENELITIAN... 9 Tempat dan Waktu Penelitian... 9 Jenis Data dan Perangkat Penelitian... 9 Tahapan Penelitian Analisis Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Tahap Pengecekan Lapang Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan Analisis Prioritas Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan berdasarkan Persepsi Pemangku Kepentingan HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat Dinamika Penggunaan Lahan di Kabupaten Klaten Perubahan Penggunaan Lahan Tahun dan Perubahan Penggunaan Lahan Tahun Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Klaten Tahun Prediksi Penggunaan Lahan dan Pengujian Akurasinya Strategi Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Klaten 35 Kriteria Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dari Aspek Pengawasan... 36

12 Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dari Aspek Mekanisme Perijinan Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dari Aspek Penertiban Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dari Aspek Pemangku Kepentingan/Stakeholders Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP DAFTAR TABEL 1. Rincian jumlah responden Keterkaitan tujuan, data, sumber data dan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian Variabel dalam pendugaan penentu perubahan penggunaan lahan Jenis penggunaan lahan, luas dan proporsinya Tahun 1995, 2000, Luas dan proporsi perubahan lahan tahun Luas dan proporsi perubahan penggunaan lahan Tahun Luas dan proporsi perubahan penggunaan lahan Tahun Ringkasan koefisien hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan penggunaan lahan Tahun Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan sawah ke penggunaan lain (Tegalan dan Kebun Campuran) di Kabupaten Klaten Tahun Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan sawah ke permukiman di Kabupaten Klaten Tahun Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan lahan tegalan dan kebun campuran ke permukiman di Kabupaten Klaten Tahun Tingkat akurasi penggunaan lahan hasil prediksi Markov Chain Bobot, persentase dan skala prioritas aspek pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten Bobot, persentase dan skala prioritas pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten berdasarkan kriteria pengawasan Bobot, persentase dan skala prioritas pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten berdasarkan kriteria mekanisme perijinan Bobot, persentase dan skala prioritas pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten berdasarkan kriteria penertiban... 38

13 17. Bobot, persentase dan skala prioritas pelaku utama dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten DAFTAR GAMBAR 1. Lokasi penelitian Bagan alir analisis perubahan penggunaan lahan Sebaran spasial titik pengamatan lapang yang direncanakan Bagan alir analisis faktor perubahan penggunaan lahan Bagan alir analisis prediksi penggunaan lahan Struktur hierarki pengendalian perubahan penggunaan lahan Kabupaten Klaten Citra komposit Landsat Tahun 2009 dan kondisi lapang Tahun Sebaran spasial penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun (a) 1995 (b) 2000 (c) Dinamika perubahan penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun Sebaran spasial perubahan penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun a) b) c) Sebaran spasial penggunaan lahan hasil prediksi Markov Chain Tahun Bobot prioritas instrumen pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten Bobot prioritas aspek pengawasan dalam pengendalian perubahan pengunaan lahan di Kabupaten Klaten Bobot prioritas aspek mekanisme perijinan dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten Bobot prioritas aspek penertiban dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten Bobot prioritas pelaku utama dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten DAFTAR LAMPIRAN 1. Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan terus meningkat seiring dengan waktu. Perkembangan kedua hal tersebut menyebabkan permintaan lahan meningkat sedangkan lahan yang tersedia relatif tetap. Hal ini pada akhirnya akan mendorong terjadinya konversi lahan untuk memenuhi kepentingan dari berbagai pihak (Sitorus et al. 2009). Konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian merupakan fenomena yang sudah lama terjadi di Indonesia. Kajian ini mulai marak sejak pertengahan tahun 1980-an dimana pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menarik investor dalam maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya di bidang non pertanian. Keperluan lahan untuk kegiatan non pertanian meningkat seiring meningkatnya investasi tersebut. Pada awal tahun 1990-an keperluan lahan untuk kegiatan non pertanian semakin meningkat pesat dengan adanya isu pembangunan perumahan di berbagai kota besar di seluruh Indonesia. Dalam hal ini pemerintah mendukung kegiatan tersebut dan memberikan berbagai fasilitas untuk mendorong pembangunan wilayah (Sudaryanto, 2010). Kajian Verburg et al. (1999) mengindikasikan bahwa penentu sebaran penggunaan lahan adalah faktor kependudukan, ekonomi dan infrastruktur, iklim, geomorfologi dan tanah. Lebih lanjut Verburg et al. (2004) menyatakan bahwa faktor pendorong terjadinya konversi dapat dikelompokkan menjadi tiga hal, yaitu faktor sosio-ekonomi, karakteristik biofisik lahan dan pengelolaan sumberdaya lahan. Sementara itu Saefulhakim et al. (1999) menyatakan bahwa pemanfaatan sebelumnya, karakteristik pola interaksi wilayah dan status kawasan serta status perijinan atas suatu kawasan juga menjadi penentu dinamika perubahan penggunaan lahan. Selain yang disebutkan di atas Suputra (2012) juga menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan dapat dipengaruhi oleh kondisi lahan yang dapat dijabarkan menjadi beberapa faktor, termasuk jarak terhadap pusat kota. Fenomena alih fungsi lahan juga dapat dipicu oleh rendahnya harga komoditas pertanian di tingkat petani sehingga petani merasa tidak mendapatkan keuntungan secara ekonomis dari lahan yang dimiliki. Oleh karena itu petani memilih mengkonversikan lahannya menjadi penggunaan lain yang lebih menguntungkan secara ekonomi. Fenomena tersebut sejalan dengan teori land rent dan hasil kajian Mawardi (2006) yang menunjukkan bahwa jenis pemanfatan lahan yang kurang menguntungkan akan tergeser oleh jenis lahan yang nilainya lebih menguntungkan. Kajian terkait konversi lahan pertanian ke non pertanian di Indonesia dilakukan oleh berbagai peneliti dengan beberapa metode pendekatan. Verburg et al. (1999) mengidentifikasi pola spasial perubahan penggunaan lahan di Pulau Jawa berbasis data skala tinjau. Kajian lain lebih menekankan pada identifikasi perubahan penggunaan lahan berbasis data statistik (Irawan, 2005) sebagai masukan untuk pengembangan kebijakan terkait konversi lahan (Irawan, 2008). Dari berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain yang tidak terkendalikan akan menimbulkan dampak negatif

16 2 secara ekonomi, sosial dan lingkungan (Irawan, 2008; Ruswandi et al. 2007; Zulkaidi, 1999). Dampak negatif tersebut perlu dicegah karena penanganannya memerlukan biaya yang cukup besar. Pencegahan dilakukan melalui upaya pengendalian terhadap proses konversi. Namun demikian, penelitian terkait upaya pengendalian konversi lahan saat ini masih relatif terbatas. Di samping itu, pemahaman proses konversi lahan memerlukan data seri yang panjang dan sering kali spesifik terhadap lokasi tertentu. Kabupaten Klaten terletak di antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota Surakarta yang dilewati jalan raya Yogya Solo mempunyai peranan penting dalam memperlancar kegiatan perekonomian di antara kedua lokasi tersebut. Kondisi spesifik tersebut mengakibatkan Klaten sangat dipengaruhi oleh perkembangan yang simultan yang terjadi di kedua wilayah urban tersebut. Sampai saat ini, penelitian yang melibatkan pengaruh simultan dua wilayah urban masih belum banyak dilakukan. Mengingat Klaten merupakan salah satu sentra beras Jawa bagian tengah, maka dinamika perubahan penggunaan lahan perlu ditelaah sebagai salah satu masukan bagi proses perencanaan wilayah di kabupaten tersebut. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum dimaksudkan untuk mempelajari fenomena konversi lahan dan pengendaliannya di wilayah Kabupaten Klaten serta prediksi penggunaan lahannya ke depan. Secara lebih spesifik tujuan penelitian dibagi atas empat butir, yaitu: 1. Mengidentifikasi pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten pada tahun 1995, 2000 dan Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten. 3. Memprediksi penggunaan lahan di Kabupaten Klaten tahun 2013 menggunakan Markov Chain dan menguji akurasinya. 4. Mengidentifikasi pengendalian perubahan penggunaan lahan berdasarkan persepsi pemangku kepentingan.

17 3 TINJAUAN PUSTAKA Lahan, Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) menyatakan bahwa lahan adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup lingkungan fisik meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap potensi penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan manusia pada masa lampau maupun sekarang. Pengertian tentang konsep lahan dalam hal ini memiliki arti yang berbeda-beda tergantung pada pandanganya masing-masing. Dalam hal ini Barlowe (1986) menyatakan bahwa konsep lahan yang paling banyak diterima adalah yang memiliki pengertian sebagai bagian padat dari permukaan bumi, dan secara lebih luas lagi konsep lahan meliputi semua permukaan bumi termasuk air, es dan tanah yang ada di permukaan bumi. Pemahaman tentang penutupan lahan dan penggunaan lahan penting untuk diketahui dalam kegiatan perencanaan dan pengelolaan segala sesuatu yang berhubungan dengan permukaan bumi. Dalam hal ini Lillesand dan Kiefer (1989) menyatakan bahwa istilah penutupan lahan berhubungan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sebagai contoh yaitu bangunan perkotaan, danau dan pohon. Sedangkan istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada suatu lahan tertentu. Sebagai contoh yaitu perumahan yang berada pada lahan di pinggiran kota. Secara umum penggunaan lahan yang ada merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik secara materi maupun spiritual. Banyak ahli mengelompokkan jenis penggunaan lahan, salah satunya yaitu Arsyad (1989) membagi penggunaan lahan menjadi dua golongan, penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam berbagai macam penggunaan berdasarkan ketersediaan air dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal tersebut dikenal berbagai macam penggunaan lahan pertanian seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, padang rumput, perkebunan dan hutan. Penggunaan lahan non pertanian dibedakan atas penggunaan kota atau desa (permukiman), industri dan rekreasi. Pembagian lahan pertanian seperti yang disampaikan tersebut merupakan pembagian yang kasar karena belum mempertimbangkan aspek penggunaan lahan seperti skala usaha atau luas lahan yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja dan pasar. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya. Perubahan penggunaan lahan dalam proses pembangunan tidak dapat dihindari karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan

18 4 terkait pertumbuhan penduduk dan kedua berkaitan dengan tuntutan peningkatan mutu kehidupan (Wahyunto et al. 2001). Banyak istilah lain yang sering digunakan oleh para ahli untuk menyampaikan makna perubahan penggunaan lahan. Salah satunya Utomo et al. (1992) menggunakan istilah perubahan penggunaan lahan itu menjadi alih fungsi lahan atau lazim disebut konversi lahan. Kedua istilah tersebut memiliki maksud sama. Kajian perubahan penggunaan lahan telah banyak dilakukan oleh para ahli. Hal ini didukung karena banyaknya kasus perubahan penggunaan lahan di beberapa lokasi yang menyebar. Kajian yang dilakukan oleh As-syakur et al. (2008) tentang perubahan penggunaan lahan di DAS Bandung menunjukkan bahwa lahan yang cenderung mengalami peningkatan luas yaitu permukiman, tubuh air, mangrove, dan rumput. Sedangkan lahan yang mengalami penurunan luas yaitu kebun, sawah, tambak dan tegalan. Penelitian yang lain juga dilakukan oleh As-syakur (2011) tentang perubahan penggunaan lahan di Provinsi Bali. Hasilnya menunjukkan bahwa lahan yang relatif mengalami peningkatan terbesar antara tahun yaitu penggunaan lahan pemukiman, tegalan, semak, dan rumput. Sedangkan penggunaan lahan yang mengalami penurunan yaitu sawah, hutan, lahan terbuka, tambak dan kebun. Dari dua contoh kajian tersebut rata-rata lahan yang mengalami penurunan paling besar adalah lahan sawah. Menurut Nofarianty (2006) secara spasial sawah memiliki alasan kuat untuk dikonversi menjadi kegiatan non pertanian karena (1) kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian lebih menguntungkan di lahan datar dimana sawah pada umumnya berada, (2) infrastruktur seperti jalan relatif tersedia di daerah persawahan dan (3) daerah persawahan umumnya lebih mendekati wilayah konsumen yang relatif padat penduduk dibandingkan dengan lahan kering yang sebagian besar terdapat di daerah bergelombang, perbukitan dan pegunungan. Perubahan penggunaan lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan nonpertanian. Persaingan ini muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu keterbatasan sumberdaya lahan, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mendorong permintaan lahan non pertanian lebih tinggi daripada untuk pertanian. Hal ini disebabkan karena permintaan produk non pertanian lebih elastis terhadap pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan yang diakibatkan pertumbuhan penduduk dan dibarengi dengan meningkatnya permintaan akan lahan untuk kegiatan non pertanian akan mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian (Irawan, 2005). Ada dua faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses perubahan penggunaan lahan yaitu sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah serta sistem non kelembagaan yang kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya lahan. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh pemerintah yaitu peraturan tentang tata ruang, peraturan tentang pertanahan, kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan-kebijakan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yang terjadi (Winoto et al. 1995). Kajian lain yang dilakukan oleh Putra (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perubahan lahan di Kota Mataram adalah fasilitas umum, fasilitas ekonomi, usaha produktif di luar sektor pertanian, dan faktor kekuatan/kemampuan pelaku ekonomi. Kemampuan

19 pelaku ekonomi dalam hal ini diwakili variabel jumlah penduduk, pendapatan per kapita, tingkat pendidikan masyarakat dan pendapatan asli daerah. Pemodelan Penggunaan Lahan dengan Markov Chain Definisi model yang dikemukakan oleh Parker et al. (2001) yaitu sebuah abstraksi dari sebuah sistem pada dunia nyata yang memiliki kedetilan dan transparansi cukup signifikan terhadap masalah yang dipelajari sehingga faktor yang mempengaruhi masalah tersebut dapat diidentifikasi. Tujuan dari pemodelan ini adalah untuk memahami cara kerja sebuah sistem dengan cara yang lebih sederhana. Pemodelan penggunaan lahan merupakan salah satu kegiatan yang cukup menarik perhatian beberapa peneliti. Hal ini dikarenakan kegiatan tersebut memiliki beberapa kegunaan diantaranya yaitu mampu mengeksplorasi beberapa kegiatan dimana terjadinya suatu perubahan penggunaan lahan yang didorong faktor sosial ekonomi (Batty, 1994), memprediksi dampak ekonomi dan lingkungan dari adanya perubahan penggunaan lahan (Theobald dan Hobbs, 1998), dan mampu mengevaluasi dampak kebijakan pemerintah dalam menentukan alokasi lahan dan pengelolaanya (Bockstael et al. 1995). Salah satu model untuk memprediksi penggunaan lahan di masa akan datang adalah Markov Chain. Metode ini diperkenalkan sekitar tahun 1907 oleh ahli matematika Rusia yaitu Andrei A. Markov. Beberapa keuntungan dari metode tersebut diantaranya kesederhanaan model yang dapat dapat diimplementasikan dengan cepat dan tidak membutuhkan data spasial yang kompleks dalam pemodelan. Sedangkan kekuranganya adalah kesederhanaan model ini yang hanya cocok digunakan untuk wilayah dengan kondisi perkembangan yang relatif konstan. Metode Markov ini telah digunakan oleh Muller and Middleton (1994) untuk menganalisis dinamika perubahan perubahan lahan di Niagara, Ontario, Canada. Pemanfaatan di Indonesia telah dilakukan oleh Suryani (2012) dalam memprediksi penggunaan lahan di Kabupaten Bungo tahun 2011 dan 2020 dengan nilai akurasi sebesar 98.5%. Menurut Trisasongko et al. (2009) persamaan Markov Chain dibangun menggunakan distribusi penggunaan lahan pada tahun awal dan akhir pengamatan yang terrepresentasikan dalam suatu vektor (matriks satu kolom) serta sebuah matriks transisi (transition matrix). Hubungan dari ketiga matriks tersebut dapat dilihat pada matriks berikut ini : 5 M LC * M t = M t+1 LC LC LC LC LC LC LC LC LC U A U A = W W Keterangan : M LC = Peluang M t = Peluang tahun ke-t M t+1 = Peluang tahun ke t+1 LC uu = Peluang suatu kelas u menjadi kelas lainya pada rentang waktu tertentu = Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas u pada waktu t U t

20 6 Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang Di Indonesia, proses penataan ruang diatur dalam UU No. 24/1992 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 26/2007. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan tujuan penataan ruang yaitu mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan mempertimbangkan sumberdaya manusia, dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Merujuk pada UU No.26 tahun 2007, Haryanto dan Tukidi (2007) menyatakan bahwa dalam melakukan penataan ruang ada tiga proses utama yang dilakukan, yakni: proses perencanaan tata ruang wilayah yang menghasilkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), proses pemanfaatan ruang yang merupakan perwujudan dari rencana tata ruang tersebut, dan proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri dari mekanisme perijinan, pengawasan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan tujuan penataan ruang wilayahnya. Mengacu pada UU No.24/1992 apabila perencanaan tata ruang dianggap telah sempurna atau dianggap telah dapat dijadikan acuan maka fokus pengendalian perubahan pemanfatan ruang terletak pada aspek pemanfatan dan pengendaliannya (Zulkaidi, 1999). Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap melalui program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya berdasarkan perencanaan tata ruang yang telah disusun. Sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang. Perangkat kendali dalam pemanfaatan ruang adalah insentif dan disinsentif yang menghormati hak-hak penduduk. Insentif adalah pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang. Sedangkan disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang dalam bentuk pengenaan pajak yang tinggi atau ketidaktersediaan sarana dan prasarana. Perangkat dalam pengendalian pemanfaatan ruang terdiri dari perijinan, pengawasan, dan penertiban. Mekanisme perijinan yaitu usaha pengendalian melalui penetapan prosedur dan ketentuan yang ketat yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan ruang. Pengawasan yaitu usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang terdiri dari pelaporan, pemantauan, dan evaluasi. Sedangkan penertiban yaitu usaha untuk mengambil tindakan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. Aspek penertiban terdiri dari sangsi administratif, pidana, dan perdata yang diatur dalam undang-undang yang berlaku. Dalam rangka mewujudkan tujuan penataan ruang perlu dilakukan pelibatan seluruh pelaku pembangunan pada wilayah tersebut dari mulai perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Hal tersebut sejalan dengan semangat yang tubuh dalam era otonomi daerah yang mengedepankan pemerintah pusat sebagai fasilitator yang mendorong peningkatan pelayanan publik dan

21 pelibatan masyarakat serta aparatur pemerintahan. Sebagai pihak yang paling terkena akibat dari pemanfaatan ruang, masyarakat harus dilindungi dari berbagai tekanan dan paksaan pembangunan. Model Keputusan dengan AHP (Analytic Hierarchy Process) Analytic Hierarchy Process (AHP) yaitu teori pengukuran melalui perbandingan berpasangan dan bergantung pada penilaian ahli untuk memperoleh skala prioritas (Saaty, 2008). AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dari Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Metode AHP ini digunakan untuk menyederhanakan situasi yang kompleks, tidak terstruktur, menjadi beberapa komponen dan menata komponen-komponen tersebut dalam suatu hirarki. Komponen-komponen tersebut selanjutnya diberi angka numerik menurut pertimbangan subyektif terkait pentingnya setiap komponen serta melakukan sintesis bobot numerik tersebut untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas paling tinggi. AHP menurut Saaty (1991) merupakan model yang luwes yang memberikan kesempatan individu atau kelompok untuk membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan menyusun asumsi dan mendapatkan solusi yang diinginkan (Saaty, 1991). Tiga prinsip dasar dalam AHP menurut Saaty (1991) yaitu menggambarkan dan menguraikan secara hierarki dengan memecah persoalan menjadi unsur-unsur yang saling terpisah, pembedaan prioritas dan sintesis, yang disebut dengan penetapan prioritas yaitu menentukan peringkat relatif dari elemen-elemen, konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten. Pendekatan AHP menggunakan skala bobot 1 sampai dengan 9. Bobot 1 menggambarkan sama penting, ini berarti bahwa atribut yang sama skalanya nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang absolut penting dibandingkan yang lainnya. Secara khusus Saaty (1991) menyatakan bahwa AHP dapat digunakan untuk membuat keputusan dari berbagai jenis persoalan, diantaranya untuk menetapkan prioritas, menghasilkan seperangkat alternatif, memilih alternatif kebijakan yang terbaik, menetapkan berbagai persyaratan, mengalokasikan sumber daya, meramalkan hasil dan menaksir risiko, mengukur prestasi, merancang sistem, mengoptimumkan, merencanakan dan memecahkan konflik. Tahap dalam melakukan analisis data AHP menurut Saaty (1991) sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Proses identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. 2. Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria paling bawah. 3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan 7

22 8 judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person. Mereka dapat terdiri atas pengambil keputusan, para pakar, serta pihak yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. 4. Membangun matriks pendapat individu yang formulasinya dapat disajikan sebagai berikut: C 1 C 2... C n A=(a ij )= C 1 1 a a/ 1n C 2 1/a a 2n C n 1/a 1n 1/a 2n... 1 Dalam hal ini C1, C2, Cn adalah himpunan elemen pada satu tingkat dalam hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai a ij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan C 1 terhadap C n. 5. Matriks pendapat gabungan merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat. 6. Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden. 7. Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama. 8. Revisi pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (> 0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya.

23 9 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah yang secara geografis terletak pada 7º º48 33 LS dan 110º º47 51 BT. Wilayah administratif Kabupaten Klaten terbagi dalam 26 kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan. Luas keseluruhan wilayah Kabupaten Klaten sebesar ha. Jepara Kdy. Tegal Kdy. Pekalong Demak Kudus Pati Rembang Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Kdy. Semarang Grobogan Blora Cilacap Banyumas Temanggung Semarang Purbalingga Banjarnegara Kdy. Salatiga Wonosobo Boyolali Sragen Kdy. Magelang Magelang Kdy. Surakart Kebumen Karanganyar Purworejo KAB. SLEMAN Klaten Sukoharjo KAB. KULON PR KAB. BANTUL KAB. GUNUNG K Wonogiri N Kilometers W S E Gambar 1. Lokasi penelitian Analisis data dilakukan di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Pra penelitian yang meliputi pembuatan rencana penelitian dan pengumpulan data sekunder dilakukan sejak bulan Maret 2012 sedangkan penelitian lapang dilakukan pada bulan September Februari Jenis Data dan Perangkat Penelitian Data primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data wawancara lapang pada lima jenis kelompok responden yang terdiri dari pemerintah, swasta, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perguruan tinggi. Kuesioner disusun untuk menggali bobot prioritas pelaku pengendali perubahan lahan berdasarkan persepsi masing-masing responden. Jumlah keseluruhan responden adalah 23 orang. Rincian responden disajikan pada Tabel 1.

24 10 Tabel 1. Rincian jumlah responden No Kelompok responden Lembaga Jumlah 1 Akademisi Perguruan Tinggi Negeri dan swasta 3 2 Instansi pemerintah non Perguruan tinggi Bappeda 2 Sekretaris Daerah 1 Dinas Pertanian 1 Dinas Pekerjaan Umum 1 Badan Lingkungan Hidup 1 Dinas Penanggulangan Bencana 1 Satpol PP 1 Kantor Pelayanan Terpadu 1 3 Masyarakat Lembaga Swadaya Masyarakat 3 Tokoh masyarakat 5 Pengusaha (swasta) 3 JUMLAH 23 Data sekunder terdiri dari data laju pertumbuhan penduduk tahun 2000 dan 2008, data keragaman fasilitas sosial dan ekonomi tahun 2000 dan 2008 bersumber dari Kabupaten Klaten Dalam Angka dan Potensi Desa. Untuk menunjang penelitian, data penggunaan lahan diturunkan langsung dari citra Landsat tahun 1995, 2000, 2009 dan Landsat-8 tahun 2013 serta citra Quickbird tahun 2011 yang masing-masing diperoleh dari USGS (United States Geological Survey) dan Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W-IPB). Data spasial yang digunakan untuk analisis adalah peta administrasi, jaringan jalan dan sungai, jenis tanah, kemiringan lereng, serta peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun skala 1:50.000, yang keseluruhannya diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Klaten. Dari instansi yang sama juga diperoleh data pertumbuhan penduduk dan keragaman fasilitas sosial dan ekonomi. Perangkat yang digunakan dalam penelitian adalah komputer yang dilengkapi perangkat lunak SIG dan analisis statistika, GPS (Global Positioning System), kamera digital dan alat tulis. Secara lebih rinci keterkaitan antara tujuan, jenis data, sumber data dan teknik analisis yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

25 Tabel 2. Keterkaitan tujuan, data, sumber data dan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian No Tujuan Data dan Alat Sumber Data Teknik Analisis 1 Identifikasi perubahan penggunaan lahan tahun 1995, 2000, Menganalisis faktor yang mempenga ruhi perubahan penggunaan lahan 3 Prediksi penggunaan lahan tahun 2013 dengan Markov Chain 4 Identifikasi prioritas pengendalian perubahan penggunaan lahan berdasarkan persepsi stakeholders Peta administrasi Kabupaten Klaten, citra Landsat tahun 1995, 2000, 2009 citra Quickbird tahun 2011, peta dasar (Jalan dan Sungai), Arc-Map, Arc View GIS 3.3, Microsoft Office Excel, kuesioner cek lapang, GPS, Kamera digital. Peta RTRW, jenis tanah, kemiringan lereng, perubahan penggunaan lahan, laju pertumbuhan penduduk tahun 2000 dan 2008, keragaman fasilitas tahun 2000 dan Arc-Map, Arc-View GIS 3.3, Microsoft Office Excel, PASW Statistics 18 Hasil analisis tujuan 1, Landsat-8 tahun 2013, IDRISI Selva, Arc-Map, Arc-View GIS 3.3, Microsoft Office Excel Data primer hasil wawancara kuesioner AHP, Microsoft Office Excel Bappeda Kabupaten Klaten, USGS ( usgs.gov/) Bagian informasi spasial tanah IPB Bappeda Kabupaten Klaten, BPS Kabupaten Klaten P4W IPB Hasil analisis USGS ( usgs.gov/) Responden 11 Penggabungan kanal citra, pemotongan citra, koreksi geometri, klasifikasi visual, penarikan contoh acak berstratifikasi Analisis regresi logistik biner (binomial logistic) Markov Chain AHP (Analytic Hierarchy Process), Analisis deskriptif Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui enam tahapan. Tahapan tersebut adalah: (1) Tahap persiapan dan studi pustaka. Pada tahap ini dilakukan pemilihan topik penelitian, pengumpulan literatur sesuai dengan topik penelitian, penyusunan

26 12 rencana (proposal) penelitian, penyusunan kuesioner dan mengurus perijinan; (2) Tahap pengumpulan data. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Penjelasan detil tentang pengumpulan data dijelaskan pada sub bagian metode analisis; (3) Tahap pengolahan data. Pada tahap ini dilakukan beberapa teknik sesuai dengan tujuan penelitian. Secara lebih rinci teknik analisis data untuk setiap tujuan penelitian akan dijabarkan lebih detil pada sub bab di bagian ini; (4) Tahap pembahasan hasil pengolahan data serta; (5) Tahap pengecekan lapang. Secara detil pengecekan lapang, sebaran titik pengecekan dan penentuannya akan dijabarkan lebih lanjut. Pada tahap akhir yaitu penulisan hasil akhir. Analisis Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Analisis ini dilakukan untuk mengetahui struktur luas penggunaan lahan di Kabupaten Klaten pada tahun 1995, 2000, Pada tahap ini analisis dimulai dengan aktifitas pengunduhan citra Landsat, penggabungan kanal, pemotongan citra, koreksi geometri dan klasifikasi visual: 1. Pengunduhan citra Landsat Citra Landsat tahun 1995, 2000, 2009, diunduh dari Citra yang diunduh adalah citra Landsat 4, 5 yang berada pada path/row 120/65 dengan liputan awan yang minimum pada tahun yang bersesuaian. Jumlah citra yang diunduh adalah 6 scene. 2. Penggabungan kanal citra (layer stack) Pada tahap ini dilakukan penggabungan seluruh band kanal tampak dan infra merah pada setiap scene agar mempermudah pembuatan citra komposit warna alami (natural color) sesuai dengan kenampakan yang diharapkan. 3. Pemotongan citra sesuai lokasi penelitian Pemotongan citra dilakukan dengan bantuan data vektor batas administrasi lokasi penelitian. Tujuan dari pemotongan citra ini yaitu untuk memfokuskan pada wilayah yang akan diteliti. 4. Koreksi Geometri Sebelum melakukan klasifikasi, citra Landsat terlebih dahulu dikoreksi geometri. Tujuan dari koreksi ini adalah agar citra Landsat yang akan digunakan memiliki spesifikasi koordinat yang sama dengan koordinat yang digunakan pada peta dasar dan GPS (Global Positioning System). Koreksi geometri dilakukan dengan menggunakan acuan dari peta dasar (sungai dan jalan) yang juga dikenali pada citra Landsat. Berdasarkan 4 acuan titik kontrol GCP (Ground Control Point) tersebut, rektifikasi citra dilakukan dengan sistem proyeksi WGS Nilai ambang RMSE (Root Mean Square Error) yang digunakan pada penelitian ini adalah Klasifikasi visual Kegiatan klasifikasi ini dimulai dengan mengkompositkan citra Landsat dengan spesifikasi RGB agar mempermudah proses interpretasi penggunaan lahan. Pada tahap selanjutnya, dilakukan interpretasi citra visual dengan memperhatikan unsur-unsur interpretasi seperti: ukuran, pola, rona, tekstur dan warna. Hasil dari interpretasi ini adalah peta penggunaan lahan Kabupaten Klaten tahun 1995, 2000, dan Jenis penggunaan lahan yang diamati adalah badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbuka,

27 permukiman, sawah dan tegalan. Untuk membantu proses interpretasi visual, penelitian ini juga memanfaatkan citra Quickbird tahun 2011 sebagai sumber data sekunder. Hasil dari analisis ini selanjutnya dibuat matriks transisi untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan di wilayah kajian. Matriks transisi dibuat setiap periode pengamatan, yaitu tahun , dan Secara umum, tahapan analisis disajikan dalam diagram berikut. 13 Gambar 2. Bagan alir analisis perubahan penggunaan lahan Tahap Pengecekan Lapang Pengecekan lapang dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan penggunaan lahan hasil interpretasi citra dengan kondisi yang sebenarnya. Pengecekan lapang dilakukan dengan melihat perubahan penggunaan lahan periode dengan pertimbangan bahwa pada kurun waktu kurang lebih 14 tahun perubahan penggunaan lahannya akan terlihat nyata. Alat yang digunakan dalam pengecekan lapang adalah GPS (Global Positioning System) dan kamera digital. GPS digunakan untuk membantu melacak titik koordinat yang telah direncanakan di peta yang sudah terkoreksi. Pengambilan titik-titik cek lapang dilakukan secara acak dan menyebar berdasarkan jumlah poligon yang mengalami perubahan penggunaan lahan. Pada masing-masing penggunaan lahan yang mengalami perubahan, sebanyak 2-10 titik diamati dengan detil. Jumlah keseluruhan titik pengecekan adalah 70 yang terbagi atas 63 pada lokasi yang mengalami perubahan dan 7 lokasi yang tidak mengalami perubahan. Pada saat cek lapang juga dilakukan wawancara dengan masyarakat setempat terkait tentang kepemilikan lahan, pelaku perubahan lahan, sejarah lahan masa lampau, serta alasan melakukan perubahan lahan. Beberapa revisi pada data penggunaan lahan dilakukan berdasarkan informasi lapang. Adapun sebaran pengambilan titik pengamatan lapang disajikan pada Gambar 3.

28 14 Gambar 3. Sebaran spasial titik pengamatan lapang yang direncanakan Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Dalam menganalisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan diperlukan data fisik seperti peta jenis tanah, peta kemiringan lereng serta data statistik seperti data pertumbuhan penduduk dan keragaman fasilitas tahun 2000, Untuk analisis lebih lanjut, data spasial seperti peta penggunaan lahan, peta administrasi, peta RTRW , peta jenis tanah dan peta lereng ditumpangtindihkan sehingga diperoleh basis data yang mencakup informasi data spasial tersebut. Setelah itu dilakukan penggabungan data penduduk tiap desa dan jumlah jenis fasilitas ekonomi dan sosial dari data PODES dengan basis data spasial yang telah dibangun sebelumnya. Secara lebih rinci tahapan analisis ditampilkan dalam Gambar 4. Identifikasi faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan dieksplorasi dari empat lingkup analisis yaitu; (1) Pola umum perubahan penggunaan lahan; (2) Pola perubahan lahan sawah ke penggunaan lain; (3) Pola perubahan penggunaan lahan sawah ke permukiman; (4) Pola perubahan penggunaan pertanian non sawah (kebun campuran dan tegalan) ke permukiman. Variabel penjelas yang digunakan untuk menjelaskan empat ruang lingkup tersebut dipilih mengikuti analisis yang dilakukan oleh Verburg et al. (1999, 2004) dan Supriyati (2006) yang terdiri dari karakter fisik lahan (jenis tanah dan kemiringan lereng), keragaman fasilitas sosial dan ekonomi, pertumbuhan penduduk, jarak dari pusat kota dan alokasi ruang.

29 15 Peta Administrasi Kab.Klaten Peta Kemiringan Lereng Peta LU 1995, 2000, 2009 Peta Jenis Tanah Peta RTRW Kab.Klaten Tumpang tindih Jarak dari Pusat Kota Keluaran 1 Keragaman Fasilitas & Jumlah Penduduk Tahun 2000, 2008 Penggabungan Keluaran 2 Analisis Regresi Logistik Biner Gambar 4. Bagan alir analisis faktor perubahan penggunaan lahan Analisis dilakukan dengan menggunakan metode regresi logistik biner, karena variabel respon yang digunakan bersifat kategorik dan dikotomi ( Y=0 Jika tidak terjadi perubahan; Y=1 Jika terjadi perubahan penggunaan lahan pada poligon tersebut). Regresi logistik biner menghasilkan struktur persamaan yang serupa dengan analisis regresi berganda dengan perbedaan pada variabel terikatnya yang merupakan variabel dummy (0 dan 1). Pendekatan model persamaan regresi logistik dapat menjelaskan hubungan antara X dan Y yang bersifat tidak linier, ketidaknormalan sebaran dari Y, keragaman respon yang tidak konstan dan tidak berbeda dengan pendekatan model regresi biasa (Agresti, 1990). Umumnya pendugaan parameter menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood). Jumlah contoh untuk analisis persamaan satu yaitu sebanyak 9453 poligon, persamaan dua menggunakan contoh sebanyak 7176 poligon, persamaan tiga menggunakan contoh sebanyak 7138 poligon dan persamaan empat menggunakan contoh sebanyak 1776 poligon. Secara lebih rinci variabel dalam analisis regresi logistik biner disajikan pada Tabel 3. Secara umum model logistik biner adalah sebagai berikut : P(y = 1) = π = eβ 0 +β 1 X 1 + β k X k 1+e β 0 +β 1 X 1 + β k X k dimana π = Peubah respon berupa jenis perubahan penggunaan lahan β0, β1,..., βk = Parameter regresi logistik X 1,..., X k = Peubah penjelas

30 16 Tabel 3. Variabel dalam pendugaan penentu perubahan penggunaan lahan Peubah Respon (Y) Y 1 = Poligon penggunaan lahan yang berubah (1) atau tidak berubah (0) Y 2 = Sawah tetap sawah (0) atau sawah berubah ke penggunaan lain (1) Y 3 = Sawah tetap sawah (0) atau sawah ke permukiman (1) Y 4 = Penggunaan non sawah (kebun campuran dan tegalan) tetap (0) atau penggunaan non sawah (kebun campuran dan tegalan) ke permukiman (1) Peubah Penjelas (X) (X 1 ) Kelas kemiringan lereng (1= 0-5%; 2= 5-15%; 3= 15-40%; 4= >40%) (X 2 ) Jenis tanah (A= Aluvial Kelabu; B= Kompleks Litosol & Mediteran Latosol, Kompleks Litosol & Regosol Kelabu; C= Kompleks Regosol Coklat & Kelabu, Regosol Coklat Kelabu, Regosol Kelabu; D= Grumusol; E= Rawa) (X 3 ) Alokasi Ruang dalam RTRW (1= Kawasan Lindung, 2= Pertanian, 3= Pertambangan, 4= Hutan, 5= Industri, 6= Permukiman) (X 4 ) Laju pertumbuhan pnduduk (X 5 )Laju pertumbuhan fasilitas ekonomi (X 6 ) Laju pertumbuhan fasilitas sosial (X 7 ) Jarak poligon perubahan ke pusat kota Sebelum melakukan analisis regresi logistik biner terlebih dahulu dilakukan penyusunan dan perhitungan data yang akan dijadikan sebagai variabel penjelas dalam analisis tersebut. Penyusunan data dilakukan dengan cara tumpang tindih data spasial dan penggabungan data pertumbuhan penduduk dan keragaman fasilitas pada dua titik tahun, sedangkan untuk perhitungan laju pertumbuhan penduduk dan keragaman fasilitas (sosial dan ekonomi) digunakan rumus matematika sebagai berikut: ΔP = ((P 1 -P 0 )/P 0 )/8 ΔF = ((F 1 -F 0 )/F 0 )/8 ΔP = Laju pertumbuhan penduduk per tahun antara tahun ΔF = Laju pertumbuhan fasilitas (ekonomi & sosial) per tahun antara tahun P 1 = Jumlah penduduk per desa tahun 2008 P 0 = Jumlah penduduk per desa tahun 2000 F 1 = Jumlah fasilitas (ekonomi & sosial) per desa tahun 2008 F 0 = Jumlah fasilitas (ekonomi & sosial) per desa tahun = Selisih antara tahun awal dan tahun akhir Untuk mendapatkan nilai jumlah penduduk dan keragaman fasilitas pada setiap poligon yang termasuk poligon permukiman maka dilakukan perhitungan sebagai berikut : Pij = Σ ΣP dan Fijk = Σ ΣF P ij = Jumlah penduduk pada poligon ke-i desa ke-j

31 F ij = Jumlah fasilitas pada poligon ke-i desa ke-j L ij = Luas poligon penggunaan lahan permukiman ke-i desa ke-j ΣL TP ij = Total luas poligon penggunaan lahan permukiman ke-i desa ke-j ΣP ij = Jumlah penduduk pada poligon permukiman ke-i desa ke-j ΣF ij = Jumlah fasilitas (sosial & ekonomi) pada poligon permukiman ke-i desa ke-j 17 Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan Pada penelitian ini, metode Markov Chain digunakan untuk melakukan pemodelan dan prediksi penggunaan lahan tahun Metode ini digunakan dengan asumsi bahwa perubahan penggunaan lahan di wilayah studi memiliki pola yang cenderung tetap. Mengingat analisis Markov membutuhkan data raster, maka keseluruhan data hasil interpretasi visual perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi data raster. Data yang digunakan untuk memprediksi penggunaan lahan tahun 2013 adalah kombinasi data penggunaan lahan tahun 2000 dan tahun Untuk mengetahui akurasi hasil pemodelan Markov terhadap kondisi aktual, penelitian ini menggunakan perhitungan akurasi dengan memanfaatkan citra Landsat-8 tahun Akurasi dihitung dari titik-titik validasi yang dibangun dengan metode gridding dengan jarak antar pengamatan 3 km. Akurasi keseluruhan ditetapkan dengan membandingkan jumlah nilai yang berhasil divalidasi dengan total titik validasi (75). Gambar 5. Bagan alir analisis prediksi penggunaan lahan Analisis Prioritas Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan berdasarkan Persepsi Pemangku Kepentingan Analisis ini bermaksud untuk mengetahui kebijakan sistem pengendalian perubahan lahan di Kabupaten Klaten yang efektif sesuai dengan pendapat responden. Untuk mengetahui sistem pengendalian pemanfaatan lahan, penelitian ini memanfaatkan metode AHP (Analytic Hierarchy Process). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan kuisioner. Berdasarkan penelitian Suryadi (2008) yang memenuhi syarat sebagai responden dalam penelitian ini adalah orang yang memiliki keahlian/menguasai topik yang diteliti secara akademik, orang yang memiliki kedudukan/jabatan dan ahli pada bidang yang diteliti dan orang yang memiliki pengalaman pada bidang yang diteliti. Jumlah dan rincian responden telah ditampilkan pada Tabel 1.

32 18 Prinsip kerja Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya serta menata persoalan tersebut dalam suatu hirarki. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dibangun seperti diagram bertingkat yang dimulai dengan goal/sasaran, dilanjutkan kriteria level pertama, sub kriteria dan yang terakhir alternatif (Marimin, 2004). Struktur hirarki pengendalian perubahan lahan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Struktur hierarki pengendalian perubahan penggunaan lahan Kabupaten Klaten Pada penentuan besar bobot masing masing kriteria, digunakan persamaan sebagai berikut: W = a w (i = 1,2,, n) W i = a ij w j (i,j=1,2,..,n) W i = rataan dari a i1 w 1,..., a in w n dimana: W i w j a ij n = Rataan dari a i1 w 1,..., a in w n = Bobot input dalam kolom = Bobot elemen ke-i pada kolom ke-j = Ordo matriks Pengolahan data untuk menyusun prioritas elemen keputusan setiap hirarki dilakukan berdasarkan Saaty (1983) dalam Marimin (2010) yaitu : a) Perkalian baris (z) dengan rumus: Zi = a (i,j = 1,2,...,n) b) Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen a ij evpi = c) Perhitungan nilai eigen maksimum evpi, adalah elemen vektor prioritas ke-i

33 VA = a ij x VP dengan VA = (V ai ) VB =VA/VP dengan VB = (V bi ) ᵡmax = VBi untuk i = 1,2,...,n VA=VB= Vektor antara d) Perhitungan indeks konsistensi (CI): Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh pada kesahihan hasil. Rumusnya sebagai berikut: CI = α max n n 1 Dalam mengetahui CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR= 0.1. Persamaan CR adalah CR= Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oakridge Laboratory berupa tabel sebagai berikut ini: N RI e) Penggabungan pendapat responden Apabila responden diperoleh lebih dari satu maka harus dilakukan penggabungan pendapat responden dengan melakukan perhitungan rata-rata geometrik: XG = X n X i = Rata-rata geometrik = Jumlah responden = Penilaian oleh responden ke-i = Perkalian

34 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat Interpretasi citra merupakan suatu kegiatan dalam menafsirkan sebuah objek pada citra dengan memperhatikan unsur unsur interpretasi citra. Unsurunsur tersebut diantaranya yaitu warna (rona), tekstur, asosiasi, bentuk dan sebagainya (Lillesand et al. 2004). Hasil interpretasi citra tersebut menghasilkan tujuh jenis penggunaan lahan seperti badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbuka, permukiman, sawah dan tegalan. Hasil pengamatan terhadap tujuh jenis penggunaan lahan pada citra Landsat dan kondisi di lapang dijelaskan sebagai berikut. Permukiman meliputi lahan terbangun untuk perumahan baik di kawasan perkotaan maupun pedesaan, bangunan industri, sarana perekonomian, sosial dan pendidikan. Kenampakan pada citra Landsat dicirikan oleh warna merah muda hingga keungu-unguan yang berasosiasi dengan jaringan jalan, dengan tekstur yang relatif kasar dan bergerombol/mengelompok. Permukiman menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Klaten. Hutan pada citra Landsat dicirikan dengan warna hijau muda hingga tua, dengan tekstur kasar dan berasosiasi dengan lokasi berlereng curam dan kontigus. Hutan yang berada di lokasi penelitian meliputi hutan rakyat, hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan lindung yang berada di lokasi Taman Nasional Gunung Merapi. Hutan lindung memiliki kerapatan yang tinggi dan berada di lereng Gunung Merapi. Hutan produksi dan hutan rakyat berada di daerah karst dengan vegetasi kayu jati dan sengon yang dikelola oleh Perhutani setempat. Pada citra Landsat, sawah dicirikan dengan warna yang bermacam-macam mulai dari warna hijau muda, hjau kekuning-kuningan, merah muda dan biru tergantung fase penanamannya. Polanya berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang, serta memiliki luasan yang cukup besar dan umumnya berdekatan dengan jalan dan permukiman. Penggunaan lahan sawah mendominasi seluruh wilayah Kabupaten Klaten kecuali di daerah yang memiliki relief bergelombang. Tegalan merupakan representasi pertanian lahan kering yang dicirikan dengan warna hijau muda kekuning-kuningan, teksturnya agak kasar dan polanya tidak teratur pada citra. Tegalan ditemukan di daerah lahan kering di bagian utara wilayah Kabupaten Klaten. Tanaman yang biasa ditanam petani adalah tanaman palawija dan sayur-sayuran. Kebun campuran merupakan kelompok vegetasi campuran antara tanaman tahunan (buah-buahan) dengan tanaman semusim atau permukiman. Pada citra Landsat kebun campuran memiliki warna hijau yang lebih terang jika dibandingkan dengan hutan, teksturnya kasar dan bergerombol. Kebun campuran banyak ditemukan di daerah pinggiran lereng Gunung Merapi. Badan air dalam hal ini meliputi sungai dan danau/situ, dicirikan oleh warna biru hingga biru tua pada citra. Keberadaannya menyebar di seluruh wilayah dan untuk sungai memiliki pola yang berkelok-kelok. Lahan terbuka, yaitu lahan tanpa vegetasi, ditemukan di puncak Gunung Merapi hasil dari timbunan bahan letusan. Pada citra Landsat, lahan terbuka ini dicirikan dengan warna ungu tua kemerah-merahan, tekstur kasar dan berdekatan

35 dengan hutan. Gambar 7 menyajikan citra komposit Landsat (RGB 5-4-3) tahun 2009 dengan visualisasi kondisi lapang tahun Dokumentasi tersebut diambil pada penggunaan lahan yang tidak mengalami perubahan pada tiga titik tahun. Lokasi pengambilan dokumentasi lapangan ini dilakukan secara acak dan menyebar. 21 Dinamika Penggunaan Lahan di Kabupaten Klaten Analisis penggunaan lahan tahun 1995, 2000 dan tahun 2009 dilakukan secara manual dengan teknik edit poligon, sehingga dalam satu shapefile terdapat tiga informasi penggunaan lahan dalam tiga titik tahun. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya penelitian ini mengidentifikasi tujuh jenis penggunaan lahan yang terdiri dari permukiman, hutan, sawah, tegalan, kebun campuran, badan air dan lahan terbuka. Pada setiap titik tahun, komposisi penggunaan lahan tersebut memiliki luasan dan proporsi yang berbeda-beda, namun total luasannya tetap sama yaitu ha. Penggunaan lahan yang ada tidak semuanya terdapat di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Klaten. Penggunaan lahan tersebut terbentuk sesuai dengan keadaan geografis wilayah penelitian. Secara umum penggunaan lahan di Kabupaten Klaten didominasi oleh sawah (Gambar 7). Sawah, permukiman dan badan air merupakan penggunaan lahan yang tersebar hampir merata di setiap wilayah Kabupaten Klaten. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi geografis yang memiliki lereng relatif datar dan kemudahan untuk mendapatkan air irigasi. Kebun campuran, lahan terbuka, tegalan dan sebagian hutan terdapat di bagian barat dan utara berdekatan dengan lereng Gunung Merapi. Sebagian hutan juga terdapat di bagian timur dan selatan yang berbatasan dengan pegunungan kapur Gunung Kidul (Gambar 8). Tabel 4. Jenis penggunaan lahan, luas dan proporsinya Tahun 1995, 2000, 2009 Penggunaan Lahan Luas (ha) Proporsi Luas Proporsi Luas (%) (ha) (%) (ha) Proporsi (%) Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Total

36 Gambar 7. Citra komposit Landsat Tahun 2009 dan kondisi lapang Tahun

37 23 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun dan Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada kurun waktu lima tahun antara tahun ditemukan cukup signifikan (Tabel 5). Permukiman mengalami peningkatan disebabkan adanya peningkatan jumlah penduduk dan keinginan masyarakat yang ingin tinggal di daerah dekat dengan sarana dan prasarana. Selama kurun waktu kurang lebih 5 tahun terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar jiwa atau setiap tahunnya mengalami pertumbuhan sebesar 0.74 %. Tabel 5. Luas dan proporsi perubahan lahan Tahun Penggunaan Lahan Luas Proporsi Luas Proporsi Luas Proporsi Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Total Kebun campuran mengalami peningkatan karena banyak lahan tegalan dikombinasikan dengan tanaman lain seperti tanaman buah dan kayu sehingga lebih menguntungkan secara ekonomi. Peningkatan badan air disebabkan oleh adanya pelebaran lembah badan air untuk mengantisipasi adanya aliran lahar dari gunung Merapi ketika terjadi erupsi dan juga adanya penambangan pasir oleh masyarakat. Pada periode , lahan yang mengalami konversi paling besar masih ditemukan pada lahan sawah dan tegalan. Penurunan lahan sawah pada periode ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumya. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan rentang waktu pada periode I ( ) dan periode II ( ) sehingga kegiatan alih fungsi lahan lebih banyak pada periode II yang memiliki rentang waktu lebih panjang. Kebun campuran pada periode sebelumnya mengalami peningkatan sedangkan pada periode ini mengalami penurunan sebesar (0.02%) atau sebesar ha. Hal ini dikarenakan adanya alih fungsi kebun campuran ke permukiman. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah permukiman sebesar 1.38%, naik 0.38% dari periode sebelumnya. Disisi lain penggunaan lahan badan air, hutan dan lahan terbuka luasannya tetap. Pada tabel berikut ditampilkan tabel luas dan proporsi perubahan penggunaan lahan tahun

38 Gambar 8. Sebaran spasial penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun (a) 1995 (b) 2000 (c)

39 25 Tabel 6. Luas dan proporsi perubahan penggunaan lahan Tahun Penggunaan Lahan Luas Proporsi Luas Proporsi Luas Proporsi Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Total Perubahan Penggunaan Lahan Tahun Selama 14 tahun penggunaan lahan di Kabupaten Klaten telah mengalami dinamika perubahan yang cukup signifikan. Dinamika perubahan tersebut disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Luas dan proporsi perubahan penggunaan lahan Tahun Penggunaan Lahan Luas Proporsi Luas Proporsi Luas Proporsi Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Total Berdasarkan Tabel 5, 6, 7 terlihat bahwa jenis penggunaan lahan yang mengalami peningkatan pada tiga titik tahun pengamatan adalah permukiman, kebun campuran dan badan air. Permukiman mengalami peningkatan (Gambar 9), karena adanya peningkatan jumlah penduduk dan berdasarkan wawancara dengan masyarakat diketahui adanya keinginan masyarakat untuk memiliki fasilitas pelayanan lebih lengkap. Peningkatan penggunaan lahan permukiman terjadi hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten Klaten. Kebun campuran mengalami peningkatan karena adanya keinginan sebagian masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dari hasil usaha di lahan tegalan dengan mengkombinasikan tanaman palawija dengan tanaman lain seperti tanaman buah dan kayu. Persebaran penggunaan lahan kebun campuran yang meningkat ini tidak merata di seluruh wilayah. Fenomena ini hanya terjadi di

40 26 wilayah lahan pertanian lahan kering yaitu di sekitar lereng Merapi, tepatnya di bagian barat Kabupaten Klaten. Peningkatan kebun campuran ini juga terjadi pada penggunaan lahan yang awalnya berupa sawah. Pada lokasi ini kebun campuran dapat dianggap sebagai lahan transisi sebelum lahan sawah dikonversi menjadi permukiman. Peningkatan badan air terjadi karena adanya pelebaran badan air untuk mengantisipasi aliran lahar Gunung Merapi ketika terjadi erupsi dan juga adanya penambangan pasir oleh masyarakat yang mengakibatkan luas badan air semakin bertambah. Kondisi ini hanya terjadi pada sungai di sekitar Merapi (Kali Woro). Di lain pihak, penggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah sawah dan tegalan, sedangkan hutan dan lahan terbuka relatif tetap. Sawah dan tegalan merupakan salah satu jenis penggunaan yang memiliki daya tarik untuk dikonversikan ke penggunaan lain terutama bangunan karena faktor fisik, yaitu berlokasi di wilayah dengan kemiringan lereng yang landai sehingga dapat memperlancar aktivitas ekonomi dan mempermudah akses. Selain itu juga lahan sawah dan tegalan umumnya terletak dekat dengan permukiman atau pusat fasilitas. Mengingat lahan sawah yang dikonversikan umumnya merupakan lahan sawah yang masih produktif maka hal ini perlu mendapat perhatian karena masalah ini berhubungan dengan ketahanan pangan lokal maupun regional. Sebaran penurunan lahan sawah dan tegalan ini tidak merata di setiap wilayah. Hutan dan lahan terbuka dalam penelitian ini cenderung tetap dan tidak mengalami perubahan ke penggunaan lain. Hutan pada penelitian ini meliputi hutan lindung yang dijadikan taman nasional dan hutan produksi yang dikelola langsung oleh Perhutani sehingga pengawasannya sangat ketat dan kemungkinan untuk dikonversikan ke penggunaan lain sangat kecil. Lahan terbuka yang merupakan timbunan bahan letusan Gunung Merapi berdasarkan pengamatan citra satelit pada tiga titik tahun juga relatif tetap. Gambar 9. Dinamika perubahan penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun

41 Penggunaan lahan paling dinamis yang teramati adalah sawah yang diimbangi dengan peningkatan lahan terbangun/permukiman (Gambar 9). Kejadian ini merupakan gejala umum yang juga ditemukan di wilayah Bandung utara, dimana lahan sawah, tegalan, hutan, tanah kosong dan danau mengalami penurunan luasan, sedangkan kebun campuran, permukiman, dan semak mengalami peningkatan (Ruswandi et al. 2007). Dinamika pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten ini juga disajikan secara spasial pada Gambar Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Klaten Tahun Perubahan penggunaan lahan yang teramati di Kabupaten Klaten merupakan konsekuensi logis akibat peningkatan jumlah penduduk selama kurun waktu (14 tahun) pengamatan. Selain itu juga perkembangan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah dengan meningkatkan keragaman fasilitas di daerah semakin mendorong masyarakat untuk mengalihfungsikan lahannya menjadi penggunaan yang lebih menguntungkan. Sebagian besar lahan yang dialih fungsikan ini merupakan lahan pertanian pangan yang masih produktif menjadi bangunan sebagai tempat usaha maupun tempat tinggal. Pemerintah daerah Kabupaten Klaten telah berusaha menekan laju alih fungsi lahan tersebut agar lebih terkontrol dengan mengeluarkan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten. Hal ini dirasa cukup efektif karena di dalamnya terdapat arahan tentang penggunaan lahan dan diharapkan masyarakat melaksanakannya. Alih fungsi lahan dapat diperkenankan, namun lokasi sebaran dan kecepatannya harus mengikuti peraturan terkait tata ruang yang berlaku. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang merugikan semua pihak. Permasalahan yang dihadapi adalah terkait dengan status pemilik lahan yang tidak sepenuhnya terkontrol dan keberanian pemerintah daerah dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah. Hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi pengaruh berbagai variabel bebas yang dihipotesiskan berpengaruh terhadap konversi lahan disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis regresi logistik biner pada persamaan 1 menghasilkan model regresi dengan nilai Pseudo-R 2 (Nagelkerke R 2 ) sebesar 0.78%. Hal ini berarti bahwa 78% variabilitas sebaran perubahan penggunaan lahan dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel bebas yang digunakan, sedangkan 22% lainnya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimodelkan. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner disajikan dalam tabel berikut. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui faktor yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% mempengaruhi perubahan penggunaan lahan secara umum, dikelompokkan atas variabel yang berperan meningkatkan peluang terjadinya konversi lahan dan variabel yang berpeluang menurunkan terjadinya konversi lahan. Variabel yang meningkatkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah pertumbuhan jumlah penduduk, pertumbuhan fasilitas ekonomi serta jarak ke pusat kota. Sedangkan variabel lainnya yaitu kemiringan lereng, jenis tanah, serta pertumbuhan fasilitas sosial secara umum menurunkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan.

42 Gambar 10. Sebaran spasial perubahan penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun a) b) c)

43 Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ke/dari pusat kota akan meningkatkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan. Lebih lanjut nilai rasio Odds variabel tersebut sebesar 1.04 yang menunjukkan bahwa peluang perubahan penggunaan lahan meningkat 4% lebih tinggi setiap peningkatan 1 km jarak dari pusat kota. Di dekat pusat kota, jenis perubahan lahan yang terjadi biasanya adalah lahan pertanian sawah yang menjadi permukiman/bangunan yang luasannya tidak terlalu besar. Sebaliknya, perubahan lahan di lokasi yang agak berjauhan dari pusat kota adalah perubahan lahan pertanian ke lahan pertanian lain yang memiliki luasan relatif besar dan terjadi pada wilayah bertopografi berombak. Tabel 8. Ringkasan koefisien hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan penggunaan lahan Tahun Variabel B Wald df Sig Odds ratio 1.Jarak ke pusat kota Lereng (0-5%) (5-15%) (15-40%) Tanah (Aluvial kelabu) (Kompleks Litosol & Mediteran Latosol, Kompleks Litosol dan Regosol kelabu) (Kompleks Regosol coklat & kelabu, Regosol coklat kelabu, Regosol kelabu) (Grumusol) Pertumbuhan penduduk E+13 5.Pertumbuhan fasilitas sosial Pertumbuhan fasilitas ekonomi Secara umum, faktor-faktor sosial-ekonomi berperan penting dalam penelitian ini. Pertumbuhan penduduk berperan sangat besar dan dominan dalam meningkatkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan, diikuti dengan pertumbuhan fasilitas ekonomi. Nilai rasio odds variabel pertumbuhan penduduk mengindikasikan bahwa peningkatan pertumbuhan penduduk sangat dominan peranannya dalam meningkatkan peluang konversi lahan dan diikuti dengan perkembangan aktifitas ekonomi dengan pengaruh peluang peningkatan hingga lebih dari satu juta kali lipat. Sebaliknya pertumbuhan fasilitas sosial justru menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan. Fasilitas sosial yang banyak dibangun selama periode penelitian diantaranya fasilitas pendidikan, kesehatan, dan tempat ibadah. Persebaranya relatif merata diseluruh wilayah Kabupaten Klaten. Untuk mengakses fasilitas tersebut masyarakat tidak terlalu kesulitan karena biasanya fasilitas tersebut dibangun pada tempat yang strategis dan mudah dijangkau. Dengan demikian maka kebutuhan fasilitas sosial masyarakat telah

44 30 terpenuhi dan keinginan untuk urbanisasi ke kota menjadi berkurang sehingga dapat laju konversi lahan di kota juga berkurang. Informasi terkait jenis tanah secara umum berpengaruh menurunkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan. Dari besaran nilai rasio odds diketahui bahwa pengaruh beberapa jenis tanah terhadap peluang perubahan penggunaan lahan relatif sama. Jenis tanah Aluvial dan Kompleks Litosol lebih tinggi dalam penurunan peluang perubahan penggunaan lahan. Hal ini karena tanah Aluvial yang terdapat di sepanjang sepadan sungai dilindungi oleh aturan bahwa 100 m dari sepadan sungai tidak boleh diusahakan menjadi bentuk bangunan, oleh karena itu alih fungsi lahan pada tanah Aluvial cenderung rendah. Begitu juga pada tanah Latosol yang memiliki karakteristik seperti kandungan unsur hara rendah, kesuburanya rendah dan hanya cocok diusahakan untuk menanam tanaman besar maka jenis tanah ini cenderung tidak menarik orang untuk mengalihfungsikan menjadi penggunaan lain. Disisi lain tanah Grumusol dan Kompleks Regosol berpeluang lebih besar terkonversi karena kesuburanya relatif tinggi dan tanah Regosol ini keberadaanya mendominasi di wilayah Kabupaten Klaten. Tabel 9. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan sawah ke penggunaan lain (Tegalan dan Kebun Campuran) di Kabupaten Klaten Tahun Variabel B Wald df Sig Odds ratio 1.Jarak ke pusat kota Lereng (0-5%) (5-15%) Tanah (Aluvial kelabu) (Kompleks Litosol & Mediteran Latosol, Kompleks Litosol dan Regosol kelabu) -(Kompleks Regosol coklat & kelabu, Regosol coklat kelabu, Regosol kelabu) -(Grumusol) Alokasi Ruang (Kawasan lindung) (Pertanian) (Pertambangan) (Hutan) Hasil analisis penentu perubahan sawah ke tegalan atau kebun campuran mendapatkan nilai Pseudo-R 2 (Nagelkerke R 2 ) sebesar 0.98 yang menunjukkan bahwa 98% variabilitas sebaran perubahan penggunaan lahan dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel bebas yang digunakan. Sisanya sebesar 2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimodelkan.

45 Secara umum variabel yang meningkatkan peluang terjadinya perubahan lahan sawah ke tegalan atau kebun campuran yaitu jarak dari/ke pusat kota, alokasi ruang untuk kawasan lindung, pertanian dan pertambangan. Alokasi ruang untuk pertanian yang telah ditetapkan oleh pemerintah tidak menjadi penghalang masyarakat untuk mengubah penggunaan lahan tersebut menjadi lahan pertanian kering seperti tegalan dan kebun campuran. Hal ini dikarenakan status kepemilikannya yang merupakan hak milik masyarakat pribadi. Status hak milik pribadi ini yang menyebabkan alokasi ruang lahan pertanian kurang efektif dalam menurunkan laju konversi lahan pertanian, karena hak milik tersebut menjadi alasan masyarakat untuk memanfaatkan lahan pertanian tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Adapun variabel yang signifikan menurunkan perubahannya yaitu kemiringan lereng 0-5% dan kelompok jenis tanah kompleks Regosol coklat & kelabu, Regosol coklat kelabu, Regosol kelabu. Selanjutnya pada persamaan 3 yang memodelkan perubahan lahan sawah menjadi permukiman menghasilkan nilai Pseudo-R 2 (Nagelkerke R 2 ) sebesar 78% yang berarti bahwa seluruh ragam data yang berperan dalam pemodelan adalah sebesar 78% sedangkan 22% lainnya dijelaskan oleh variabel lain. Tabel 10. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan sawah ke permukiman di Kabupaten Klaten Tahun Variabel B Wald df Sig Odds ratio 1.Tanah (Aluvial kelabu) (Kompleks Litosol & Mediteran Latosol, Kompleks Litosol dan Regosol kelabu) -(Kompleks Regosol coklat & kelabu, Regosol coklat kelabu, Regosol kelabu) -(Grumusol) Pertumbuhan penduduk E+13 3.Pertumbuhan fasilitas sosial Pertumbuhan fasilitas ekonomi Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa variabel yang cenderung meningkatkan perubahan lahan sawah ke permukiman adalah pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan fasilitas ekonomi. Nilai rasio odds hasil analisis mengindikasikan bahwa jenis tanah Litosol, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan fasilitas ekonomi menjadi pemicu utama terjadinya perubahan penggunaan lahan sawah ke permukiman di Kabupaten Klaten selama 14 tahun. Jenis tanah Litosol yang memiliki kesuburan relatif rendah karena belum mengalami perkembangan lanjut menjadi salah satu alasan masyarakat untuk mengkonversikan lahan pertanianya menjadi permukiman. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang jumlahnya terus meningkat maka pemerintah berupaya menyediakan beberapa fasilitas ekonomi yang sebagian besar dibangun

46 32 di atas lahan pertanian. Adapun variabel jenis tanah Aluvial kelabu, kompleks Regosol, Grumusol serta pertumbuhan fasilitas sosial cenderung berpeluang menurunkan perubahan lahan sawah ke permukiman. Berikutnya pada Tabel 11 disajikan hasil analisis untuk mengetahui faktor penentu perubahan lahan non sawah (tegalan dan kebun campuran) ke permukiman. Hasil analisis tersebut mendapatkan nilai Pseudo-R 2 (Nagelkerke R 2 ) sebesar 86%. Hal tersebut berarti seluruh ragam variabel bebas yang dimodelkan pada pola perubahan penggunaan lahan ini sebesar 86%, sedangkan 22% lainnya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimodelkan. Dari tabel koefisien hasil analisis regresi logistik biner di bawah ini dapat diketahui bahwa secara umum sebagian besar variabel yang signifikan berpeluang menurunkan perubahan penggunaan lahan tegalan dan kebun campuran ke permukiman. Variabel yang menurunkan perubahan tersebut diantaranya yaitu kemiringan lereng kelas 0-5%, 5-15%, 15-40% dan alokasi ruang untuk kawasan lindung serta hutan. Jika dilihat dari nilai rasio odds lereng kelas 15-40% berpeluang menurunkan perubahan lahan lebih besar jika dibandingkan lereng kelas 0-5% dan 5-15%, sedangkan alokasi ruang untuk hutan peluang menurunkan perubahan lahannya lebih tinggi karena adanya pengawasan yang ketat. Variabel pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan fasilitas perekonomian cenderung meningkatkan peluang terjadinya pola konversi ini, namun secara statistik belum teruji. Hal ini terjadi karena fenomena ini bukan dominan di wilayah studi sehingga jumlah contoh untuk analisis tidak memadai. Tabel 11. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan lahan tegalan dan kebun campuran ke permukiman di Kabupaten Klaten Tahun Variabel B Wald df Sig Odds ratio 1.Lereng (0-5%) (5-15%) (15-40%) Alokasi Ruang (Kawasan lindung) (Pertanian) (Pertambangan) (Hutan) (Industri) Pertumbuhan penduduk E+84 4.Pertumbuhan fasilitas sosial Pertumbuhan fasilitas ekonomi E+35 Prediksi Penggunaan Lahan dan Pengujian Akurasinya Pada penelitian ini, prediksi penggunaan lahan tahun 2013 dibangun dari data penggunaan lahan tahun 2000 dan 2009 dan memanfaatkan matriks transisi

47 dari periode Gambar 11 menyajikan peta proyeksi penggunaan lahan tahun 2013 hasil aplikasi Markov Chain. Secara umum, tutupan lahan hasil proyeksi masih menunjukkan pola sebaran yang mirip dengan tahun pengamatan sebelumnya. Namun demikian, pada berbagai lokasi dapat diketahui adanya penggabungan beberapa poligon permukiman menjadi satu kesatuan. Agregasi ini terjadi di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Juwiring, Wonosari, dan Kalikotes. Model Markov berhasil memprediksi penggunaan lahan di Kabupaten Klaten Tahun 2013 dengan ketepatan yang cukup tinggi (82.67%). Namun demikian, sebaran keberhasilan ini terlihat tidak merata antar jenis penggunaan lahan. Ketepatan tertinggi terjadi pada wilayah hutan yang dapat dipahami mengingat luasan hutan yang tidak berubah dari berbagai periode pengamatan. Permukiman dan sawah memiliki ketepatan akurasi yang cukup tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode Markov Chain memiliki kemampuan yang cukup baik. Metode prediksi Markov terlihat memiliki kinerja agak rendah pada tutupan lahan kebun campuran dan tegalan. Hal ini mungkin diakibatkan oleh dinamika yang cukup tinggi pada kedua tutupan lahan tersebut. Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa masyarakat sangat aktif berbudidaya di kebun campuran, seperti mengusahakan sengon dan lain-lain. Kondisi yang sama juga terjadi pada tutupan lahan tegalan. Pengujian akurasi hasil prediksi dilakukan dengan membuat titik pengamatan dengan jarak antar titik 3 km. Sejumlah titik yang terletak di luar wilayah Klaten tidak diperhitungkan dalam analisis. Hasil pengujian akurasi disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Tingkat akurasi penggunaan lahan hasil prediksi Markov Chain Penggunaan lahan aktual 2013 Badan Air Hutan Kebun Campuran Prediksi Markov Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Jumlah Akurasi (%) Total akurasi (%) 82.67

48 Gambar 11. Sebaran spasial penggunaan lahan hasil prediksi Markov Chain Tahun

49 Strategi Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Klaten Peran pemangku kepentingan sangat penting dan saling berhubungan dan memiliki keterkaitan atau pengaruh terhadap lahirnya kebijakan pemanfaatan lahan dan pengendalianya. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pemangku kepentingan adalah pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, masyarakat dan perguruan tinggi. Untuk mendapatkan kebijakan pengendalian lahan yang adil bagi setiap pihak tersebut maka harus ada koordinasi yang baik antar pihak. Salah satunya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang merupakan pedoman dalam pemanfaatan lahan sekaligus di dalamnya terdapat pedoman pengendaliannya. Di Kabupaten Klaten kegiatan pelibatan seluruh pemangku kepentingan dalam menyusun sebuah kebijakan sudah dilakukan oleh pihak BAPPEDA, yaitu dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten melalui FGD (Focus Group Discussion). Kegiatan tersebut oleh pihak pemerintah dirasa cukup efektif karena melibatkan berbagai elemen masyarakat dari berbagai tingkat perwakilan. Namun kegiatan itu saja belum cukup untuk menciptakan Kabupaten Klaten sebagai kabupaten tertib tata ruang. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya sebagian besar masyarakat yang belum mengetahui tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten yang telah disusun bersama-sama. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat luas ini yang menjadi masalah dalam pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten. Pengendalian proses konversi juga menjadi lebih sulit dicapai karena pada waktu bersamaan juga perlu mensosialisasikan rencana tersebut secara lebih luas. Pada uraian selanjutnya disampaikan hasil identifikasi pengendalian konversi lahan di Kabupaten Klaten menurut persepsi para pemangku kepentingan. 35 Kriteria Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan Tiga komponen dalam pengendalian pemanfaatan lahan berdasarkan UU No.26 tahun 2007 yaitu pengawasan, penertiban dan mekanisme perijinan. Masing-masing komponen tersebut memiliki kriteria lagi seperti yang telah dijabarkan pada Gambar 6. Pendapat responden dari hasil analisis dengan AHP menunjukkan besarnya kontribusi masing-masing kriteria terhadap tujuan yang ingin dicapai yang dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 12. Tabel 13. Bobot, persentase dan skala prioritas aspek pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten No Kriteria Bobot Persentase Prioritas 1 Mekanisme Perijinan Pengawasan Penertiban Hasil pendapat dari pendapat responden secara gabungan menunjukkan bahwa, mekanisme perijinan memiliki bobot tertinggi yaitu dan merupakan prioritas urutan nomor pertama. Kemudian pengawasan dan penertiban menjadi prioritas kedua dan ketiga dengan nilai bobot masing-masing dan

50 36 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam pengendalian pemanfaatan lahan di Kabupaten Klaten mekanisme perijinan wajib menjadi pertimbangan. Namun bukan berarti penertiban dan pengawasan tidak menjadi pertimbangan dalam hal ini, hanya saja kedua aspek tersebut menjadi prioritas yang tidak didahulukan. Bobot Masya rakat Swasta Gambar 12. Bobot prioritas instrumen pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten LSM Peme rintah Penertiban Pengawasan Mekanisme Perijinan PT Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dari Aspek Pengawasan Pada kriteria level dua ini yang pertama yaitu pengawasan. Pada kriteia pengawasan terdiri dari tiga sub kriteria yang terdiri dari pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Bobot, presentasi dan prioritas dari kriteria tersebut disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 13. Tabel 14. Bobot, persentase dan skala prioritas pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten berdasarkan kriteria pengawasan No Kriteria Bobot Persentase Prioitas 1 Pelaporan Pemantauan Evaluasi Hasil analisis menunjukkan bahwa aspek pemantauan memiliki bobot paling tinggi yaitu Dengan demikian aspek pemantauan menjadi prioritas utama dalam melaksanakan pengawasan pada usaha pengendalian pemanfaatan lahan di Kabupaten Klaten. Sedangkan untuk aspek pelaporan dan evaluasi menempati urutan prioritas kedua dan ketiga dengan nilai bobot sebesar dan

51 37 Bobot Masya rakat Swasta Gambar 13. Bobot prioritas aspek pengawasan dalam pengendalian perubahan pengunaan lahan di Kabupaten Klaten LSM Peme rintah Evaluasi Pemantauan Pelaporan PT Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dari Aspek Mekanisme Perijinan Kriteria level kedua selanjutnya yaitu mekanisme perijinan. Mekanisme perijinan dijabarkan lagi pada sub kriteria penetapan prosedur dan ketentuan yang ketat. Penetapan prosedur berkaitan dengan proedur atau syarat dalam mengajukan perijinan, sedangkan ketentuan yang ketat berkaitan dengan sanksi apabila terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaannya. Persepsi masyarakat terhadap mekanisme perijinan sebagai salah satu komponen dalam pengendalian pemanfaatan lahan disajikan pada tabel dan gambar berikut ini. Tabel 15. Bobot, persentase dan skala prioritas pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten berdasarkan kriteria mekanisme perijinan No Kriteria Bobot Persentase Prioritas 1 Penetapan Prosedur Ketentuan yang ketat Hasil analisis menunjukkan bahwa penetapan prosedur menjadi prioritas utama pada aspek mekanisme perijinan dengan nilai bobot sebesar 0.197, sedangkan ketentuan yang ketat menjadi prioritas kedua dengan nilai bobot sebesar Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa mekanisme perijinan juga menjadi prioritas utama pada kriteria level satu maka dapat dikatakan bahwa aspek penetapan prosedur ini menjadi pertimbangan paling utama dalam pengendalian pemanfaatan lahan. Artinya apabila prosedur yang ditetapkan dalam proses perijinan pemanfaatan lahan di Kabupaten Klaten sudah baik dan sesuai maka penyimpangan di lapang kemungkinan terjadinya sangat kecil. Namun hal ini berbeda kenyataanya apabila dalam penetapan prosedur dan

52 38 pelaksanaan perijinannya menyimpang dari yang ditetapkan maka penyimpangan pemanfaatan lahan di lapang kemungkinan terjadi besar. Bobot Masya rakat Swasta Gambar 14. Bobot prioritas aspek mekanisme perijinan dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten LSM Peme rintah Ketentuan yang ketat Penetapan Prosedur PT Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dari Aspek Penertiban Kriteria level kedua selanjutnya yaitu penertiban. Aspek penertiban dijabarkan menjadi penertiban langsung dan penertiban tidak langsung. Hasil pendapat responden dalam pengendalian pemanfaatan lahan dilihat dari aspek penertiban disajikan pada tabel dan gambar berikut. Tabel 16. Bobot, persentase dan skala prioritas pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten berdasarkan kriteria penertiban No Kriteria Bobot Persentasi Prioritas 1 Penertiban Langsung Penertiban Tidak Langsung Hasil analisis menunjukkan bahwa penertiban tidak langsung memiliki bobot lebih tinggi yaitu daripada penertiban langsung dengan bobot Hal ini menunjukkan bahwa untuk melakukan pengendalian pemanfaatan lahan di Kabupaten Klaten dari segi penertiban hendaknya penertiban tidak langsung menjadi prioritas utama. Penertiban tidak langsung ini dapat dilakukan pemerintah dengan pengenaan retribusi secara progresif melalui pembatasan sarana dan prasarana, pengenaan pajak yang tinggi, dan penolakan perijinan apabila memang terbukti melakukan pelanggaran pemanfaatan lahan. Menurut pendapat dari sebagian responden, penertiban tidak langsung ini dirasa lebih baik dalam menangani penyimpangan pemanfaatan lahan. Selanjutnya penertiban langsung baru dilakukan ketika penertiban tidak langsung ini tidak mendapatkan respon positif dari pihak yang melakukan pelanggaran.

53 Bobot Penertiban Tidak Langsung Masya rakat Swasta Gambar 15. Bobot prioritas aspek penertiban dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten LSM Peme rintah Penertiban Langsung PT Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan dari Aspek Pemangku Kepentingan/Stakeholders Pengendalian pemanfaatan lahan akan dapat berjalan dengan baik apabila mendapat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. Hasil pendapat gabungan responden yang menunjukkan kontribusi peran yang di berikan oleh para pemangku kepentingan dalam mencapai tujuan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 17. Bobot, persentase dan skala prioritas pelaku utama dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten No Stakeholders Bobot Presentase Prioritas 1 Pemerintah Swasta Masyarakat LSM PT Berdasarkan tabel di atas gabungan pendapat responden menempatkan pemerintah pada prioritas urutan pertama dengan nilai bobot sebesar Kemudian disusul masyarakat dengan nilai bobot sebesar 0.192, perguruan tinggi dengan nilai bobot sebesar 0.191, LSM dengan nilai bobot sebesar dan terakhir swasta dengan nilai bobot sebesar Pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan memiliki kekuasaan penuh sehingga menurut sebagian responden pihak pemerintahlah yang paling berperan dalam pengendalian pemanfaatan lahan di Kabupaten Klaten. Namun pemerintah tidak akan mengetahui kasus pelanggaran di lapang tanpa laporan dari masyarakat, sehingga memang benar jika dalam pengendalian pemanfaatan lahan ini memerlukan kerjasama dan koordinasi yang

54 40 baik antar pemangku kepentingan pemanfaatan lahan. Disisi lain pihak swasta mendapatkan prioritas paling rendah dalam pengendalian pemanfaatan lahan. Banyak kasus penyimpangan pemanfaatan lahan dibeberapa daerah dilakukan oleh pihak swasta. Hal ini diduga karena tujuan pihak swasta dalam memanfaatkan lahan untuk mendapatkan profit yang tinggi namun sering melalaikan kondisi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Maka dari itu sebagian pendapat responden menempatkan pihak swasta pada prioritas terakhir dalam pengendalian pemanfaatan lahan. Untuk mengetahui nilai bobot prioritas pemangku kepentingan dalam pengendalian pemanfaatan lahan dari setiap kelompok responden dapat dilihat pada gambar berikut. Bobot Pemerin tah Swasta Masya rakat Gambar 16. Bobot prioritas pelaku utama dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten LSM PT LSM Masyarakat Swasta Pemerin tah PT

55 41 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam kurun waktu 14 tahun ( ) terjadi perubahan lahan sawah ke permukiman yang cukup signifikan, yaitu sawah tersebut mencapai ha (2.04%). Lahan lain yang mengalami konversi adalah tegalan dengan penurunan luasan sebesar ha (0.41%). Penggunaan lahan dengan luasan tetap adalah lahan terbuka dan hutan dengan luas berturut-turut ha (0.15%) dan ha (2.65%). Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan luasan adalah badan air, kebun campuran dan permukiman, masing-masing sebesar ha (0.04%), ha (0.03%) dan ha (2.38%). Berdasarkan hasil analisis regresi logistik biner, faktor yang meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten yaitu jarak ke pusat kota, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan fasilitas ekonomi. Sebaliknya variabel kemiringan lereng, jenis tanah, dan pertumbuhan keragaman fasilitas sosial berperan menurunkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan. Faktor yang mempengaruhi peluang peningkatan perubahan lahan sawah ke penggunaan lain (tegalan dan kebun campuran) antara lain jarak dari/ke pusat kota, alokasi ruang untuk kawasan lindung, pertanian dan pertambangan, sedangkan kemiringan lereng 0-5% dan kelompok jenis tanah kompleks Regosol coklat & kelabu, Regosol coklat kelabu, Regosol kelabu cenderung menurunkan peluang perubahan lahan tersebut. Peluang peningkatan perubahan penggunaan lahan sawah menjadi permukiman dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan fasilitas ekonomi. Variabel yang cenderung menurunkan peluang perubahan tersebut adalah tanah Aluvial, kompleks regosol dan Grumusol serta pertumbuhan fasilitas sosial. Selanjutnya faktor yang menurunkan peluang terjadinya perubahan lahan non sawah (tegalan dan kebun campuran) menjadi permukiman adalah kelas lereng 0-5%, 5-15%, 15-40% dan alokasi ruang untuk kawasan lindung serta hutan. Prediksi penggunaan lahan tahun 2013 dengan pendekatan Markov Chain mampu menghasilkan tingkat akurasi sebesar 82.67%, yang menunjukkan bahwa metode ini cukup layak diimplementasikan pada wilayah dengan percepatan yang relatif tetap. Markov Chain berhasil menduga penggunaan lahan secara tepat pada penggunaan lahan hutan, sedangkan badan air dan lahan terbuka kurang dapat diprediksi dengan baik. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa instrumen pengendalian pemanfaatan lahan yang prioritas adalah mekanisme perijinan disusul dengan pengawasan. Sedangkan pemangku kepentingan atau aktor yang mendapatkan prioritas utama untuk menangani masalah pengendalian pemanfaatan lahan di Kabupaten Klaten adalah pemerintah. Saran Besarnya konversi lahan sawah dan tegalan menjadi permukiman menjadi sinyal perlunya pencegahan perubahan penggunaan lahan kedua jenis penggunaan tersebut. Pemerintah, sebagaimana diindikasikan dari hasil analisis harus menjadi

56 42 pelaku utama yang mencegah melalui perijinan yang dikeluarkan dibantu oleh masyarakat, perguruan tinggi, LSM dan swasta dalam mengawasi proses konversi lahan. Pengawasan perubahan penggunaan lahan di lokasi yang jauh dari pusat kota harus lebih ditingkatkan. Lebih lanjut perlu dikembangkan upaya untuk mengatur pertumbuhan penduduk dan pembangunan fasilitas ekonomi agar lebih terkendali dan tidak melakukan pembangunan di lahan sawah dan lahan pertanian produktif lainnya. Beberapa metode alternatif yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian dengan topik yang hampir sama dengan penelitian ini diantaranya: (1) Pemodelan penggunaan lahan dengan metode lain seperti ANN (Artificial Neural Network), kombinasi cellular automata dan Markov Chain (CA-Markov), Cellatom, dll; (2) Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dapat dianalisis dengan regresi linier biasa jika variabel dependennya berupa data kontinu, selain itu juga dapat dianalisis dengan Multinomial logit jika variabel dependennya memiliki lebih dari dua kemungkinan; (3) Dalam menyusun alternatif pengendalian perubahan penggunaan lahan dapat dilakukan dengan metode Bayes, MPE (Metode Perbandingan Eksponensial), CPI (Composit Performance Index). Metode tersebut juga dapat digunakan untuk menyusun alternatif berdasarkan beberapa kriteria untuk mendapatkan keluaran yang optimal.

57 43 DAFTAR PUSTAKA Agresti A Categorical Data Analysis. Wiley-Interscience. New York. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. As-syakur AR, Suarna IW, Adnyana IWS, Rusna IW, Laksmiwati IAA, Diara IW Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Badung. Bumi Lestari, 10(2): As-syakur AR Perubahan Penggunaan Lahan di Provinsi Bali. Jurnal Ecotrophic, 6(1):4-8. Barlowe R Land Resource Economics. The Economics of Real Estate. Prentice-Hall Inc. New York. Batty, M and P. A. Longley Urban Modelling in Computer Graphic and Geographic Information System Environments. Environment and Planning,19: Bockstael N, Constanza R, Strand I, Boynton W, Bell K, Wainger L Ecological Economic Modelling and Valuation of Ecosystems. Ecological Economics 14: Hardjowegeno S, Widiatmaka Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta.Gadjah Mada University Press. Irawan B Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatanya, dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agroekonomi, 23(1):1-18. Irawan B Meningkatkan Efektifitas Kebijakan Konversi Lahan. Forum Penelitian Agroekonomi, 26 (2): Lillesand MT dan Kiefer RW Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Lillesand MT, Kiefer RW, Chipman JW Remote Sensing and Image Interpretation. 5th Ed. John Wiley and Sons. Hoboken. Marimin Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Marimin dan Maghfiroh, N Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai pasok. IPB Press. Bogor. Mawardi I Kajian Pembentuka Kelembagaan untuk Pengendalian Konversi dan Pengembangan Lahan, Peran dan Fungsinya. Jurnal Teknik Lingkungan, 7(2): Muller MR, Middleton J A Markov model of land-use change dynamics in the Niagara Region, Ontario, Canada. Landscape Ecology, 9: Nofarianty Analisa Potensi Lahan Sawah untuk Percadangan Kawasan Produksi Beras di Kabupaten Agam, Sumbar. [Tesis]. Bogor. IPB. Parker DC, Berger T, Manson SM Agent-Based Models Of Land-Use and Land-Cover Change. Proceedings of an International Workshop on Meeting the Challenge of Complexity. Oktober 6-7. Irvine, USA. Putra JKI Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Mataram. [Tesis]. Semarang. Universitas Diponegoro. Ruswandi A, Rustiadi E, Mudikdjo K Konversi Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara. Jurnal Tanah dan Lingkungan, 9 (2):63-70.

58 44 Saaty LT Decision making with the analytic hierarchy process. Katz Graduate School of Business. University of Pittsburgh. Pittsburgh, USA Saaty LT Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. diterjemahkan oleh LPPM dan Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Sitorus SRP, Putri R, Panuju DR Analisis Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang. Jurnal Tanah dan Lingkungan, 11(2): Sudaryanto T Konversi Lahan Dan Produksi Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Suputra DPA, Ambarawati IGAA, Tenaya IMN Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Studi Kasus di Subak Daksina, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 1(1): Suryadi Y Dinamika Pola Pemanfaatan Lahan dan Pengendalianya menuju Pembangunan Kota Bogor yang Berkelanjutan. [Disertasi]. Bogor. IPB. Suryani L Prediksi Penggunaan Lahan dengan Metode Markov Chain dan Pengujian Implementasi Alokasi Ruang di Kabupaten Bungo. [Skripsi]. Bogor. IPB. Theobald DM, Hobbs NT Forecasting Rural Land Use Change: A Comparison of Regression and Spatial Transition-based Models. Geographical and Environmental Modelling, 2(1): Trisasongko BH, Panuju DR, Iman LS, Harimurti, Ramly AF, Anjani V, Subroto H Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Tukidi, Hariyanto Konsep Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang Indonesia di Era Otonomi Daerah. Jurnal Geografi, 4(1) :2-9. Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Utomo M, Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung. Verburg PH, Veldkamp TA, Bouma J Land Use Change Under Conditions of High Population Pressure: the Case of Java. Global Environmental Change, 9: Verburg PH, Schot PP, Dijst MJ, Veldkamp A Land Use Change Modelling: Current Practice and Research Priorities. Geojurnal, 61: Wahyunto, M. Zaenal Abidin, A. Priyono, dan Sunaryo Studi Perubahan Penggunaan Lahan di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan Das Kaligarang, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Winoto J Alih Guna Lahan Pertanian, Permasalahan dan Implikasinya. Jurusan Tanah. Faperta IPB. Bogor. Zulkaidi D Pemahaman Perubahan Pemanfaatan Lahan Kota Sebagai Dasar Bagi Kebijakan Penangananya. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 10(2):

59 45 LAMPIRAN Lampiran 1. Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun Penggunaan lahan 1995 Badan Air Hutan Penggunaan lahan 2000 Kebun Lahan Permukiman Sawah Tegalan Campuran Terbuka Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Lampiran 2. Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun Penggunaan lahan 2000 Badan Air Hutan Kebun Campuran Penggunaan lahan 2009 Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Lampiran 3. Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Klaten Tahun Penggunaan lahan 1995 Badan Air Hutan Penggunaan lahan 2009 Kebun Lahan Campuran Terbuka Permukiman Sawah Tegalan Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Permukiman Sawah Tegalan

60 46 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 18 Desember 1989 dari pasangan Bapak Sutrisno dan Ibu Marsini. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Klaten dan pada tahun yang sama penulis di terima di Institut Pertanian Bogor jurusan Manegemen Sumberdaya Lahan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan diantaranya, sebagai panitia dalam Masa Perkenalan Departemen (MPD) pada tahun Penulis juga pernah begabung dalam organisasi Biro Lingkungan Hidup Azimuth pada tahun , selain itu penulis juga aktif dalam perkumpulan Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Klaten. Semasa kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Pengembangan Wilayah pada tahun 2012.

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Definisi lahan menurut Sitorus (2004) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan November 2009, bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian di lapangan ( pengecekan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutupan lahan) sering digunakan secara bersama-sama, namun kedua terminologi tersebut berbeda. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman yang terdiri dari Desa Caturtunggal, Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur (Gambar 3).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan 10 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelititan Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Pengolahan citra digital dan analisis data statistik dilakukan di Bagian Perencanaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten baru di Provinsi Jawa Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 12 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Batasan Kawasan Joglosemar Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang) yang dikembangkan selama ini hanya meliputi dua kota besar di Provinsi Jawa Tengah dan satu kota di Provinsi DIY. Menurut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 17 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penggunaan lahan masa lalu dan penggunaan lahan masa kini sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek yang saling berhubungan antara lain peningkatan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berikut adalah metode penelitian yang diusulkan : Pengumpulan Data Peta Curah Hujan tahun Peta Hidrologi Peta Kemiringan Lereng Peta Penggunaan Lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta

Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta Rekaracana Jurnal Online Institute Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas.x Vol xx Agustus 2014 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara astronomis terletak antara 6 08 LU - 11 15 LS dan 94 45 BT - 141 5 BT. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.997 mil di antara Samudra

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PREDIKSINYA UNTUK TAHUN 2025 SERTA KETERKAITANNYA DENGAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KABUPATEN BOGOR

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PREDIKSINYA UNTUK TAHUN 2025 SERTA KETERKAITANNYA DENGAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KABUPATEN BOGOR J. Tanah Lingk., 17 (1) April 2015: 8-15 ISSN 1410-7333 DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PREDIKSINYA UNTUK TAHUN 2025 SERTA KETERKAITANNYA DENGAN PERENCANAAN TATA RUANG 2005-2025 DI KABUPATEN BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS F.2. Pemodelan Profil Kesra Provinsi Jawa Tengah Dengan Sistem Informasi Geografis... (Budi Widjajanto) PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS F.10 Budi Widjajanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S -- BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012 dengan memilih Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sebagai studi kasus penelitian.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai bulan November 2009. Lokasi penelitian adalah wilayah administrasi Kota Jakarta Timur.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2009. Lokasi Penelitian adalah di Kawasan Agropolitan Cendawasari, Desa Karacak,

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Tulang yang terdiri dari 13 kecamatan. Waktu pelaksanaan penelitian selama kurang lebih 8 (delapan) bulan,

Lebih terperinci

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH PROGRAM DAN KEGIATAN Penyelenggaraan urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka mewujudkan desa mandiri/berdikari melalui kedaulatan energi,

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi dan kegiatan analisis data dilakukan di studio bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras

Lebih terperinci