Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
|
|
- Ridwan Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Rekaracana Jurnal Online Institute Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas.x Vol xx Agustus 2014 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta RIZAL MUHAMMAD ANSHORI 1, HERMAN 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional rizal_gozwa@yahoo.com ABSTRAK Keberadaan pusat kegiatan pembangunan, ekonomi serta laju pertumbuhan penduduk di sekitar kabupaten-kota wilayah Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta mencerminkan kondisi variasi sosiol dan ekonomi yang beranekaragam. Nilai β diperlukan untuk memperkirakan arus sebaran pergerakan dimasa yang akan datang. Hasil data dianalisis dengan metode sintetis untuk mendapatkan gambaran pergerakan aktual. Kemudian data dibentuk model sebaran pergerakan menggunakan model Double Constraint Gravity Model (DCGR).Dengan menggunakan nilai β yang didapat secara empiris maka didapat nilai β aktual. Nilai β ini digunakan untuk menggambarkan sebaran pergerakan yang dibandingkan dengan matriks asal tujuan daerah Jawa Tengah serta D.I Yogyakarta. Kata Kunci : Pemodelan Transportasi, Pertumbuhan penduduk, Asal Tujuan Transportasi Nasional. ABSTRACT The existence of the center for economic development, activities as well as the rate of population growth around the city-county area of Central Java province and Yogyakarta reflectdiverse in social and economic conditions. The value of β is required to estimate the current spread of the movement in the future. The data analyzed by synthetic method to get an overview of the actual movement. Then data distribution model was formed using a Double Constraint model movement of the Gravity Model (DCGR). The actual value of β is obtained by using the value of β that btained empirically. The value of β is used to describe the distribution of movement compared to the original matrix destination area of Central Java and Yogyakarta. Keywords: Transportation Modeling, population growth, the National Transportation Origin Destination. Rekaracana 1
2 Rizal Muhammad Anshori, Herman 1. PENDAHULUAN Banyak negara sedang berkembang menghadapi permasalahan transportasi. Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh terbatasnya sistem prasarana dan sarana transportasi yang ada, tetapi sudah ditambah lagi dengan permasalahan lainnya. Perkembangan teknologi transportasi ini dituntut agar transportasi dapat berlangsung secara aman, cepat, nyaman, lancar, serta ekonomis dari segi waktu dan biaya yang sesuai dengan lingkungan. Perkembangan transportasi dapat berubah dengan dilakukannya perubahan sistem transportasi, yang jelas akan mengubah aksesibilitas dari zona tersebut. Untuk mengetahui besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan dimasa yang akan datang, diperlukan data arus lalulintas saat ini dan koefisien hambatan. Yang dikenal dengan β. Untuk mengetahui besaran nilai β dimasa yang akan datang maka dilakukan kajian dalam sebuah tugas akhir berjudul Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah serta D.I Yogyakarta. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks Asal Tujuan (MAT) Total jumlah perjalanan dalam suatu area studi selama periode waktu tertentu, dapat digunakan sebagai indikator kebutuhan transportasi. Salah satunya adalah dalam bentuk matriks asal tujuan (MAT). Contoh matriks asal tujuan pada Tabel 2.1 Tabel 1. Bentuk matriks asal tujuan (MAT) Zona O 1 O 2 O 3 Dst N Oi D 1 T 11 T 12 T T N1 D 1 D 2 T 21 T 22 T T N2 D 2 D 3 T 31 T 32 T T N3 D 3 Dst N T N1 T N2 T N3 T NN Sumber: Tamin, 2008 Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga setiap sel matriks menyatakan besarnya pergerakan dari zona asal ke zona tujuan. tasi Oi menyatakan jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i sedangkan Dd menyatakan jumlah pergerakan yang menuju ke zona d. Sel pada diagonal menunjukan pergerakan intrazona. tasi T menyatakan total matriks sedangkang N adalah jumlah zona. tasi T id menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, orang, barang) yang bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d selama periode waktu tertentu. Beberapa kondisi harus dipenuhi, diantaranya seperti: Total sel matriks untuk setiap baris i harus sama dengan jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i tersebut (Oi) Total sel matriks untuk setiap kolom d harus sama dengan jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d(dd) Reka Racana 2
3 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta 2.2 Model Gravity (GR) Metode ini berasusmsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan juga dengan aksebilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu, atau pun biaya. Newton menyatakan bahwa (F id ) gaya tarik atau tolak antara dua kutub massa berbanding lurus dengan massanya, m i dan m d, dan berbanding terbalik kuadratis dengan jarak antara kedua massa tersebut. Model UCGR Model ini sedikitnya mempunyai satu batasan, yaitu total pergerakan yang dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini bersifat tanpa-batasan, dalam arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model tersebut dapat dituliskan sebagai: T id = O i. D d. A i. B d. f(c id ) (1) A i = 1 untuk seluruh i dan B d = 1 untuk seluruh d. O i, D d = faktor bangkitan pergerakan f(c id )= faktor penghambat transportasi, jarak, waktu, biaya A i, B d = faktor penyeimbang Model PCGR Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan ; begitu juga, bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan. Akan tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Untuk jenis ini, model yng digunakan persis sama dengan persamaan dibawah, tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu B d = 1 untuk seluruh d dan A i = untuk seluruh i Model ACGR Dalam hal ini, total pergerkan secara global harus sama dan juga tarikan pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama. Untuk jenis ini, model yang digunakan persis sama dengan persamaan PCGR, tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu A i = 1 untuk seluruh i dan B d = untuk seluruh d. Model DCGR Dalam hal ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model yang digunakan persis sama dengan persamaan PCGR, tetapi dengan syarat atas : B d = untuk semua d dan A i = untuk semua i Rekaracana 3
4 Rizal Muhammad Anshori, Herman Kedua faktor penyeimbang (A i dan B d ) menjamin bahwa total baris dan kolom dari matriks hasil pemodelan harus sama dengan total baris dan kolom dari matriks hasil bangkitan pergerakan. 2.3 Root Mean Square Error (RMSE) Indikator uji statistik RMSE adalah suatu indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antar pasangan nilai sel MAT yang dapat didefinisikan pada rumus: RMSE = N = Jumlah baris atau kolom matriks Tid = nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi. (2) 3. ISI DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah dan Menentuan Topik Studi Pustaka Pemilihan Lokasi Studi Pengumpulan Data MAT 2011 Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta dan data jarak antar kota dalam propinsi. Menentukan β Cari selisih nilai MAT model dengan MAT hasil pengamatan yang terkecil dengan merubah-rubah nilai β Membandingkan MAT model dengan MAT hasil pengamatan Buat grafik antara nilai RMSE dengan β agar terlihat mana nilai β yang paling kecil Didapat nilai β Kesimpulan dan saran Gambar 1. Diagram alir metode pelaksanaan penelitian. Reka Racana 4
5 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta 3.1 Pemilihan Lokasi Studi Kriteria yang ditetapkan untuk menentukan lokasi penelitian adalah daerah yang mempunyai sebaran pergerakan antar kota, sehingga daerah studi ini diharapkan mempunyai model perencanaan transportasi dan sebaran pergerakan yang terbaik sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan 3.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder Data-data sekunder yang diperlukan untuk penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu data jumlah Asal Tujuan Transpotasi Nasional 2011 (ATTN) untuk Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta dan data parameter sosial-ekonomi. Data jumlah Asal Tujuan Transportasi Nasional merupakan data yang didapat dari Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo). Untuk data parameter sosial-ekonomi seperti jarak antar kota dalam provinsi merupakan data yang didapat dari internet. 3.3 Indikator Uji Statistik Penaksiran MAT dari data arus lalu lintas yang dihasilkan dengan menggunakan pendekatan penaksiran model kebutuhan akan transportasi akan menghasilkan arus lalu lintas yang semirip mungkin dengan data arus lalulintas hasil pengamatan. Akan tetapi, hal yang terpenting di sini selain dari tingkat kemiripan dari arus lalu lintas yang dihasilkannya, juga tingkat kemiripan dari MAT hasil penaksiran jika dibandingkandengan MAT hasil pengamatan. Tingkat akurasi MAT hasil penaksiran sangatlah tergantung dari beberapa faktor seperti model kebutuhan akan transportasi yang digunakan, metode penaksiran, teknik pembebanan lalu lintas, data arus lalu lintas, dan beberapa faktor lainnya. 3.4 Sistem Zona Pada pemodelan jaringan jalan, zona dapat diartikan sebagai titik awal dan akhir suatu perjalanan. Dalam hal ini digunakan sitem zona batas wilayah administrasi dalam provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta. Dalam wilayah provinsi Jawa Tengah terdapat 30 kabupaten dan 7 kota besar. Tabel 2. Sistem Zona Zona Kabupaten/ Kota Zona Kabupaten / Kota Zona Kabupaten / Kota Zona Kabupaten / Kota 1 Cilacap 18 Jepara 10 Sukoharjo 27 Kota Surakarta 2 Purbalingga 19 Demak 11 Wonogiri 28 Kota Salatiga 3 Banjarnegara 20 Temanggung 12 Karanganyar 29 Kota Semarang 4 Kebumen 21 Kendal 13 Sragen 30 Kulon Progo 5 Purworejo 22 Batang 14 Blora 31 Bantul 6 Wonosobo 23 Pekalongan 15 Rembang 32 Gunung Kidul 7 Magelang 24 Pemalang 16 Pati 33 Sleman 8 Boyolali 25 Tegal 17 Kudus 34 9 Klaten 26 Brebes Kota Yogyakarta Rekaracana 5
6 Rizal Muhammad Anshori, Herman 3.5 Data Trip Generation Data Trip Generation dibagi menjadi 2 jenis. Trip Attraction dan Trip Production. Trip Attraction untuk pergerakan manusia, sedangkan Trip Production untuk pergerakan barang. Pada kasus ini digunakan jenis Trip Attraction. Tabel 3. Matriks Aksesibilitas Cid Jarak (km) Zona Σ Zona Σ 1 Cilacap Jepara Purbalingga Demak Banjarnegara Temanggung Kebumen Kendal Purworejo Batang Wonosobo Pekalongan Magelang Pemalang Boyolali Tegal Klaten Brebes Sukoharjo Kota Surakarta Wonogiri Kota Salatiga Karanganyar Kota Semarang Sragen Kulon Progo Blora Bantul Rembang Gunung Kidul Pati Sleman Kudus Kota Yogyakarta Data Matriks Asal Tujuan (MAT) Hasil Pengumpulan data jumlah sebaran pergerakan merupakan data yang diperoleh dari informasi MAT kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah serta D.I Yogyakarta pada tahun Data jumlah pergerakan kendaraan Asal Tujuan Transportasi Nasional merupakan data yang didapat dari Departemen Perhubungan. Reka Racana 6
7 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta Tabel 4. MAT Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta Zona Σ Zona Σ 1 Cilacap ,78 18 Jepara ,14 2 Purbalingga ,86 19 Demak ,84 3 Banjarnegara ,32 20 Temanggung ,6 4 Kebumen ,43 21 Kendal ,74 5 Purworejo ,77 22 Batang ,86 6 Wonosobo ,76 23 Pekalongan ,19 7 Magelang ,02 24 Pemalang ,64 8 Boyolali ,94 25 Tegal ,71 9 Klaten ,82 26 Brebes ,62 10 Sukoharjo ,88 27 Kota Surakarta ,45 11 Wonogiri ,87 28 Kota Salatiga , Karanganyar ,78 29 Kota Semarang ,89 13 Sragen ,53 30 Kulon Progo ,12 14 Blora ,35 31 Bantul ,62 15 Rembang , Gunung Kidul ,2 16 Pati ,93 33 Sleman ,96 17 Kudus ,88 34 Kota Yogyakarta ,6 3.7 Data Jarak Antar Zona Hasil Pengumpulan data zona merupakan data statistik pada tahun 2011 yang diperoleh secara langsung dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah (dalam buku Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2011). Data Jarak antar zona di provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 4.2 serta Tabel 4.4 Tabel 5. Data Bangkitan Pergerakan Penumpang Tahun 2011 (smp/jam) Kabupaten / Bangkitan Tarikan Kabupaten / Bangkitan Tarikan kota Pergerakan Pergerakan kota Pergerakan Pergerakan 1 Cilacap Jepara Purbalingga Demak Banjarnegara Temanggung Kebumen Kendal Purworejo Batang Wonosobo Pekalongan Magelang Pemalang Boyolali Tegal Klaten Brebes Sukoharjo Kota Surakarta Wonogiri Kota Salatiga Karanganyar Kota Semarang Sragen Kulon Progo Blora Bantul Rembang Gunung Kidul Pati Sleman Kudus Kota Yogyakarta Rekaracana 7
8 Rizal Muhammad Anshori, Herman 3.8 Fungsi Hambatan F(Cid) Dalam Fid ada hal yang harus diketahui yaitu Fid harus dianggap sebagai ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dengan zona d. Jenis fungsi hambatan yang dapat digunakan dalam model gravity, yaitu: F(Cid) = Cid (fungsi pangkat) β = (3) Dimana Cid yang digunakan adalah matriks jarak. Total dari matriks Cid Jawa Tengah dan D.I Yogykarta adalah 157,1981 Maka β yang digunakan adalah = 0, Model DCGR Dalam model DCGR, bangkitan dan tarikan pergeraan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahapan bangkitan pergerakan. Model yang digunakan persis sama dengan persamaan (2.1). kedua faktor penyeimbang (Ai dan Bd) menjamin bahwa total baris dan kolom dari matriks hasil bangkitan pergerakan. Persamaan Ai dan Bd didapatkan secara berulang-ulang dan dapat dengan mudah dicek bahwa Tid sudah memenuhi batasan persamaan. B d = 1 untuk seluruh d dan A i = untuk seluruh i Ai = = ,78 hitung A1,A2 sampai seluruh data. Total seluruh data = , kemudian dibagi 1 = 4,23636E-11 Maka didapat nilai Ai = 4,23636E-11 Setelah memasukan nilai β = 0, , maka nilai Ai dan Bd harus sama dengan total pergerakan. Dalam arti nilai Ai dan Bd diulang sampai nilai nya tidak berubah lagi. Peng ulang an Tabel 6. Nilai Ai dan Bd A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5 1 4,30E-11 8,20E-11 2,90E-15 6,90E-11 3,20E-11 1,00E+00 1,00E+00 1,00E+00 1,00E+00 1,00E ,30E-10 1,00E-09 1,90E-09 9,50E-10 3,80E-10 5,10E-02 5,90E-02 5,60E-02 6,80E-02 9,60E ,90E-10 9,30E-10 1,80E-09 9,90E-10 5,50E-10 3,20E-02 5,30E-02 8,90E-02 6,20E-02 7,90E ,10E-10 6,40E-10 1,20E-09 6,00E-10 4,70E-10 4,60E-02 9,50E-02 1,80E-01 8,60E-02 9,00E ,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 5,90E-10 3,30E-02 5,10E-02 8,10E-02 6,40E-02 8,40E ,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,50E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,60E ,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,70E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,40E ,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,80E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,30E ,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,80E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,30E ,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,80E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,30E-02 Reka Racana 8
9 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta 3.10 Hubungan antara nilai β dengan RMSE Sebaran pergerakan dari data yang dihasilkan menggunakan pendeketan penaksiran model keburuhan akan transportasi akan menghasilkan sebaran pergerakan yang semirip mungkin dengan data hasil pengamatan. Setelah didapat nilai model dari β, maka RMSE dapat dihitung dengan cara: RMSE = ( ) (4) N = Jumlah baris atau kolom matriks id dan = nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi Dengan nilai β = 0, RMSE = = 1370,13 Tabel 7. Hubungan antara β dan RMSE β RMSE β RMSE 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Rekaracana 9
10 Rizal Muhammad Anshori, Herman RMSE β Gambar 2. Grafik hubungan β dengan RMSE Dari grafik hubungan β dengan RMSE diatas didapat model: Tabel 8. Persamaan Model Tahap Persamaan R 2 1 Y = x+1 0, Y = 6E + 07 x x 0, Y = 1E + 10x 3-6E + 08x 2 + 8E + 06x ,9889 Dari ketiga persamaan diatas, model ketiga yang mempunyai R 2 yang paling besar, yaitu Y = 1E + 10x 3-6E + 08x 2 + 8E + 06x Untuk mendapatkan β dengan RMSE terkecil dilakukan diferensial dari persamaan tersebut. Dengan = 0 Didapat x1 = 0,031 dan x2 = 0, Dari hasil x1 dan x2 tersebut, maka β yang terkecil adalah dengan RMSE 2245, KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari berbagai analisis pada bab-bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a) Berdasarkan hasil Pemodelan Sebaran Pergerakan, dapat disimpulkan bahwa: Model sebaran pergerakan di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode Double Constraint Gravity Model (DCGR) dengan jenis fungsi hambatan Cid Jarak Tid= Oi. Dd..Ai. Bd.exp(0, Cid ). b) Persamaan model didapat R 2 paling besar dengan persamaan Y = 1E + 10x 3-6E + 8x 2 + 8E + 06x c) x1 dan x2 dari persamaan model adalah 0,031 dan 0,00845 d) maka β yang terkecil adalah dengan RMSE 2245,602. Reka Racana 10
11 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta DAFTAR RUJUKAN, 2011, Jawa Tengah Dalam Angka 2011, Badan Pusat Statistik., 2011, Matriks Asal Tujuan Penumpang 2011 Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta Yogyakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Perhubungan. Tamin, O. Z.(2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Bandung, Institut Teknologi Bandung. Rekaracana 11
PERKIRAAN DISTRIBUSI PERGERAKAN PENUMPANG DI PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN ASAL TUJUAN TRANSPORTASI NASIONAL
Rekaracana Teknik Sipil Itenas Vol. 1 No. 1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2014 PERKIRAAN DISTRIBUSI PERGERAKAN PENUMPANG DI PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN ASAL TUJUAN TRANSPORTASI NASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN
No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t
PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.
Lebih terperinciLampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.
LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan
Lebih terperinciTABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN
TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0
Lebih terperinciJuang Akbardin. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudi No.207 Bandung
OPTIMALISASI SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI PERGERAKAN BARANG ANGKUTAN JALAN RAYA BERDASARKAN JARAK DISTRIBUSI TERPENDEK (STUDI KASUS PERGERAKAN BARANG POKOK DAN STRATEGIS INTERNAL REGIONAL JAWA TENGAH) (049T)
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH
No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013
No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471
Lebih terperinciJUDUL MAKALAH SEMINAR STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK
JUDUL MAKALAH SEMINAR STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK 1. PENDAHULUAN Sarana Transportasi sangat penting untuk membuka keterisolasian di daerah-daerah terpencil
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn :
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 PENGELOMPOKAN PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS MENURUT KABUPATEN/KOTA DAN PENDIDIKAN TERTINGGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat
Lebih terperinciKONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH
KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN ANGKUTAN KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK PUSAT KOTA MALALAYANG DAN TRAYEK PUSAT KOTA KAROMBASAN)
ANALISIS KEBUTUHAN ANGKUTAN KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK PUSAT KOTA MALALAYANG DAN TRAYEK PUSAT KOTA KAROMBASAN) Diah Anggraeni Damiyanti Masalle M. J. Paransa, Theo K. Sendow Fakultas Teknik Jurusan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09
Lebih terperinciPENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016
PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinci1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)
LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan
Lebih terperinciPENEMPATAN TENAGA KERJA
PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan
Lebih terperinciESTIMASI MATRIK ASAL TUJUAN DARI DATA LALU LINTAS DENGAN METODE ESTIMASI INFERENSI BAYESIAN MENGGUNAKAN PIRANTI LUNAK EMME/3
ESTIMASI MATRIK ASAL TUJUAN DARI DATA LALU LINTAS DENGAN METODE ESTIMASI INFERENSI BAYESIAN MENGGUNAKAN PIRANTI LUNAK EMME/3 (Studi Kasus Kota Surakarta) Wulan Septiyani Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Secara umum metodologi penelitian yang digunakan dapat digambarkan dalam diagram alir berikut ini : Start Data sosial, ekonomi dan jarak Pemodelan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan
Lebih terperinciKEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72
Lebih terperinciRUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH
RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99
Lebih terperinciLUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH
LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN
Lebih terperinciTABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012
Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)
Lebih terperinciKeadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar
Lebih terperinciGambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah
36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)
LAMPIRAN XI PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,
Lebih terperinciREKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017
REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi
Lebih terperinciBOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH
BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH 1. Perkembangan Jumlah BPR Merger Sejak paket kebijakan bidang perbankan digulirkan pada bulan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan Pakto 88, jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung
Lebih terperinci1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun
1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10
Lebih terperinciGambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,
No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan
Lebih terperinciPENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 016 p-issn : 550-0384; e-issn : 550-039 PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 009-013 MENGGUNAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya
Lebih terperinciKALIBRASI MODEL SEBARAN PERGERAKAN (GRAVITY MODEL) MENGGUNAKAN ADD-IN MICROSOFT EXCEL (SOLVER) Rudy Setiawan 1
KALIBRASI MODEL SEBARAN PERGERAKAN (GRAVITY MODEL) MENGGUNAKAN ADD-IN MICROSOFT EXCEL (SOLVER) Rudy Setiawan 1 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra, Jl. Siwalankerto 121-131 Surabaya,
Lebih terperinciIR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961
IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh
Lebih terperinciBAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
BAB I BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciBab 4 Hasil dan Pembahasan
Bab 4 Hasil dan Pembahasan Model prediksi variabel makro untuk mengetahui kerentanan daerah di Provinsi Jawa Tengah, dilakukan dengan terlebih dahulu mencari metode terbaik. Proses pencarian metode terbaik
Lebih terperinciTIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal
LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH,
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciKEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009
KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA TENGAH, Membaca : Surat Kepala Dinas Tenaga
Lebih terperinciSummary Report of TLAS Trainings in Community Forest on Java Year of Implementation :
Summary Report of TLAS Trainings in Community Forest on Java Year of Implementation : 2011-2012 No. Provinces and Groups of Participants Training Dates and Places Number and Origins of Participants Remarks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Persebaran Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kabupaten atau kota sejumlah 35 kabupaten dan kota (BPS,
Lebih terperinciMODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA
MODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA Mareta Uci Kartika Indrawati 1, Hera Widyastuti 2 dan Wahju Herijanto 3 1 Mahasiswa Program Magister, Jurusan
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang
BAB III PEMBAHASAN Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Asumsi-asumsi dalam analisis cluster yaitu sampel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Batasan Kawasan Joglosemar Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang) yang dikembangkan selama ini hanya meliputi dua kota besar di Provinsi Jawa Tengah dan satu kota di Provinsi DIY. Menurut
Lebih terperinciAPLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015)
APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 015) Rezzy Eko Caraka 1 (1) Statistics Center Undip, Jurusan Statistika,
Lebih terperinciPROPINSI KOTAMADYA/KABUPATEN TARIF KABUPATEN/KOTAMADYA HARGA REGULER. DKI JAKARTA Kota Jakarta Barat Jakarta Barat
PROPINSI KOTAMADYA/KABUPATEN TARIF KABUPATEN/KOTAMADYA HARGA REGULER DKI JAKARTA Kota Jakarta Barat Jakarta Barat 13.000 Kota. Jakarta Pusat Jakarta Pusat 13.000 Tidak Ada Other Kota. Jakarta Selatan Jakarta
Lebih terperinciDAFTAR NOMINASI SEKOLAH PENYELENGGARA UN CBT TAHUN 2015
280 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMA SMAN 1 Banjarnegara 281 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMA SMAN 1 Purwareja Klampok 282 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMK SMK HKTI 1 Purwareja Klampok 283 Jawa Tengah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota
Lebih terperinciAPLIKASI TEORI KOMBINATORIAL PADA TANDA NOMOR KENDARAAN BERMOTOR (TNKB) DI INDONESIA KHUSUSNYA KOTA SEMARANG
APLIKASI TEORI KOMBINATORIAL PADA TANDA NOMOR KENDARAAN BERMOTOR (TNKB) DI INDONESIA KHUSUSNYA KOTA SEMARANG Jonathan Ery Pradana Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung Jl. Kebon Bibit
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG
KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan
Lebih terperinciEVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro)
EVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan Setjen, Kemdikbud Jakarta, 2013 LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG KONSEP Masyarakat Anak
Lebih terperinciDIDIT DAMUR ROCHMAN DAN YASSER HADI WIBAWA Teknik Industri Universitas Widyatama
ALOKASI DONASI DARI CONSOLIDATION CENTER KE DISTRIBUTION CENTER DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSPORTASI (STUDI KASUS: GEMPA D.I. YOGYAKARTA, 27 MEI 2006) DIDIT DAMUR ROCHMAN DAN YASSER HADI WIBAWA Teknik
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG. Bab 1 Pendahuluan 1-1
Bab 1 Pendahuluan 1-1 1.1 TINJAUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN Sumber Daya Air merupakan salah satu unsur utama untuk kelangsungan hidup manusia, disamping itu air juga mempunyai arti penting dalam rangka
Lebih terperinci