IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS"

Transkripsi

1 53 IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Jenis, Sumber, dan Pengolahan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan rentang waktu penelitian tahun Periode dengan rentang waktu yang panjang ini dilakukan dengan harapan agar dapat memberikan performance yang lebih memuaskan. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi-instansi terkait dengan tema penulisan tesis ini seperti Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan Republik Indonesia, Dewan Gula Indonesia (DGI), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk kelengkapan serta penyesuaian data juga dilakukan pengumpulan data dari beberapa publikasi seperti Food Agricultural Organization (FAO), World Bank (WB), United States Development of Agricultural (USDA), dan International Monetary Fund (IMF). Sebelum dilakukan pengolahan data lebih lanjut, semua variabel dalam bentuk nominal diriilkan terlebih dahulu, termasuk untuk Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar, dan suku bunga Bank Indonesia (BI). Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer yaitu SAS 9.1 for Windows Spesifikasi Model Perdagangan Gula Indonesia Model merupakan suatu abstraksi atau penyederhanaan dari fenomena yang ada di dunia nyata. Melalui penyederhanaan ini idealnya yang dimunculkan adalah komponen-komponen penting dari fenomena yang sesungguhnya diamati, sehingga kita dapat menduga secara akurat atau mendekati kondisi dan perilaku fenomena tersebut. Salah satu model pendekatan kuantitatif yang sering digunakan untuk analisis masalah ekonomi adalah model ekonometrika (Hallam, 1990). Model ekonometrika adalah suatu model statistik yang menghubungkan variabel-variabel ekonomi dari suatu fenomena ekonomi yang mencakup unsur stochastic yang terdiri dari satu atau lebih variabel penganggu (Intriligator, 1978).

2 54 54 SHS Keterangan : = variabel endogen = variabel eksogen = faktor konstanta SHS Gambar 7. Diagram Keterkaitan Variabel dalam Model Perdagangan Gula Indonesia

3 55 Spesifikasi model ekonometrika disusun berdasarkan teori ekonomi, dan berbagai pengalaman empiris yang berhubungan dengan fenomena yang sedang dipelajari. Koutsoyiannis (1977) menyatakan bahwa spesifikasi model meliputi penentuan mengenai (1) endogenous dan exogenous variable yang dimasukkan dalam model, (2) harapan secara teori mengenai tanda dan besaran parameter estimasi dari setiap persamaan, dan (3) bentuk model matematis terkait dengan jumlah persamaan, bentuk persamaan linear atau non linear, dan lain-lain. Model yang baik harus dapat memenuhi kriteria ekonomi (theoritically meaningfull), kriteria statistik yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) biasanya dengan melihat R 2 signifikan secara statistik dan kriteria ekonometrika yaitu apakah suatu estimasi model memiliki sifat unbias, konsistensi, kecukupan, dan efisiensi. Salah satu hal yang sangat diperhatikan adalah tahapan spesifikasi model yang diharapkan dapat benar-benar mendekati fenomena sesungguhnya. Berdasarkan tinjauan perkembangan perdagangan gula, relevansi dengan penelitian terdahulu, dan kerangka teoritis, maka Model Perdagangan Gula Indonesia dispesifikasikan dalam bentuk persamaan simultan yang keterkaitan antar variabelnya disajikan dalam Gambar Luas Areal Perkebunan ebu Indonesia Analisis respon luas areal perkebunan tebu dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan status pengusahaannya yaitu perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta, dan perkebunan rakyat. Luas areal perkebunan dipengaruhi oleh harga gula, dimana dalam penelitian ini dilakukan pembedaan terhadap harga gula yang mempengaruhi perusahaan perkebunan rakyat dengan perusahaan perkebunan besar negara dan swasta. Perkebunan rakyat dipengaruhi oleh harga gula tingkat petani yang merupakan harga lelang dari hasil penggilingan tebu, sedangkan perkebunan besar negara dan swasta dalam pemasarannya menjual kepada distributor dan tidak berhubungan dengan petani, sehingga harga yang mempengaruhi adalah harga gula tingkat pedagang besar. Persamaan areal perkebunan pada ketiga wilayah tersebut dirumuskan masing-masing sebagai berikut :

4 56 APN t = a 0 + a 1 HRGPB t + a 2 HRGB t + a 3 JPG t + a 4 LSBR+ a 5 + a 6 LAPN + μ 1. (01) APS t = b 0 + b 1 SHRGPB + b 2 RHRGB + b 3 JPG t + b 4 SBR t + b 5 + b 6 LAPS + μ (02) APR t = c 0 + c 1 HRGP t + c 2 HRGB t + c 3 JPG t + c 4 SBR t + c 5 + c 6 LAPR + μ 3..(03) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : a 1, a 3, a 5, b 1, b 3, b 5, c 1, c 3, c 5 >0 ; a 2, a 4, b 2, b 4, c 2, c 4 <0 dan 0<a 6, b 6, c 6 <1 APN t APS t APR t HRGP t HRGPB t HRGB t = Luas areal panen perkebunan besar negara tahun t (ha) = Luas areal panen perkebunan besar swasta tahun t (ha) = Luas areal panen perkebunan rakyat tahun t (ha) = Harga riil gula tingkat petani tahun t (Rp/kg) = Harga riil gula tingkat pedagang besar tahun t (Rp/kg) = Harga riil gabah tingkat petani tahun t (Rp/kg) SHRGPB = HRGPB t - HRGPB t-1 : Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar (Rp/kg) RHRGB = HRGB t /HRGB t-1 : Rasio harga riil gabah tahun t dengan t-1 JPG t = Jumlah pabrik gula tahun t (unit) SBR t = Suku bunga BI riil tahun t (%) LSBR = SBR t-1 : Suku bunga BI riil tahun t-1 (%) LAPN LAPS LAPR = ren waktu = APN t-1 : Luas areal perkebunan besar negara tahun t-1 (ha) = APS t-1 : Luas areal perkebunan besar swasta tahun t-1 (ha) = APR t-1 : Luas areal perkebunan rakyat tahun t-1 (ha) μ 1, μ 2, μ 3 = Variabel pengganggu Produktivitas Gula Hablur Indonesia Produktivitas gula yang digunakan dalam wujud gula hablur yang merupakan salah satu hasil pengolahan nira tebu selain molases (tetes tebu) dan blotong (hasil endapan nira). Produktivitas gula hablur juga didisagregasi berdasarkan status pengusahaannya, yaitu produktivitas gula hablur perkebunan besar negara, produktivitas gula hablur perkebunan swasta, dan produktivitas gula

5 57 hablur perkebunan rakyat. Adapun persamaan produktivitas gula hablur dan tanda estimasi parameter yang diharapkan adalah : YGHN t = d 0 + d 1 HRGPB t + d 2 SHRPUK + d 3 LAPN + d 4 REND t + d 5 LURBUN + d 6 + μ 4 (04) YGHS t = e 0 + e 1 SHRGPB + e 2 RHPUK + e 3 LAPS+ e 4 CHJ t + e 5 REND t + e 6 URBUN t + e 7 LYGHS + μ 5...(05) YGHR t = f 0 + f 1 HGPUK + f 2 LAPR + f 3 URBUN t + f 4 DKKPE t + f 5 REND t + f 6 LYGHR + μ 6 (06) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : d 1, d 3, d 4, d 6, e 1, e 3, e 4, e 5, f 1, f 2, f 4, f 5 >0 ; d 2, d 5, e 2, e 6, f 3 < 0 dan 0< e 7, f 6 <1 YGHN t YGHS t YGHR t HRGPB t HGPUK = Produktivitas gula hablur perkebunan besar negara tahun t (ton/ha) = Produktivitas gula hablur perkebunan besar swasta tahun t (ton/ha) = Produktivitas gula hablur perkebunan rakyat tahun t (ton/ha) = Harga riil gula tingkat pedagang besar tahun t (Rp/kg) = HRGP t /HRPUK t : Rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk SHRGPB = HRGPB t -HRGPB t-1 : Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar (Rp/kg) SHRPUK = HRPUK t -HRPUK t-1 : Perubahan harga riil pupuk (Rp/kg) RHPUK LAPN LAPS LAPR = HRPUK t /HRPUK t-1 : Rasio harga riil pupuk tahun t dengan tahun t-1 = APN t-1 : Luas areal perkebunan besar negara tahun t-1 (ha) = APS t-1 : Luas areal perkebunan besar swasta tahun t-1 (ha) = APR t-1 : Luas areal perkebunan rakyat tahun t-1 (ha) URBUN t = Upah riil pekerja sektor perkebunan tahun t (Rp/hari) LURBUN = URBUN t-1 : Upah riil pekerja sektor perkebunan tahun t (Rp/hari) CHJ t DKKPE t = Curah hujan Indonesia tahun t (mm/tahun) = Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) untuk bongkar ratoon, dimana D = 1 jika ada KKPE dan D = 0 jika tidak ada KKPE REND t = Rendemen tebu Indonesia pada tahun t (%) = ren waktu

6 58 LYGHS LYGHR = YGHS t-1 : Produktivitas gula hablur pada perkebunan besar swasta tahun t-1 (ha) = YGHR t-1 : Produktivitas gula hablur pada perkebunan rakyat tahun t-1 (ha) μ 4, μ 5, μ 6 = Variabel pengganggu Produksi Produksi Gula Kristal Putih Produksi gula kristal putih didefinisikan sebagai hasil kali antara luas areal panen dengan produktivitasnya dengan faktor konstanta SHS = QGKPN t = (APN t * YGHN t )* (07) QGKPS t = (APS t * YGHS t )* (08) QGKPR t = (APR t * YGHR t )* (09) otal produksi gula kristal putih Indonesia QGKP t = QGKPN t + QGKPS t + QGKPR t... (10) QGKPN t = Produksi gula kristal putih perkebunan besar negara tahun t (ton) QGKPSt Produksi gula kristal putih perkebunan besar swasta tahun t (ton) QGKPR t = Produksi gula kristal putih perkebunan rakyat tahun t (ton) QGKP t APN t APS t APR t YGHN t YGHS t YGHR t = Produksi gula kristal putih Indonesia tahun t (ton) = Luas areal panen perkebunan besar negara tahun t (ha) = Luas areal panen perkebunan besar swasta tahun t (ha) = Luas areal panen perkebunan rakyat tahun t (ha) = Produktivitas gula hablur perkebunan besar negara tahun t (ton/ha) = Produktivitas gula hablur perkebunan besar swasta tahun t (ton/ha) = Produktivitas gula hablur perkebunan rakyat tahun t (ton/ha) Produksi Gula Indonesia Produksi gula di Indonesia tidak hanya dihasilkan oleh pabrik gula yang menggunakan bahan baku tebu, tetapi juga pabrik gula yang berbahan baku gula mentah. Pabrik gula yang berbahan baku gula mentah ini akan menghasilkan gula

7 59 yang disebut gula kristal rafinasi. Gula kristal rafinasi sendiri banyak digunakan untuk industri makanan, minuman, dan farmasi. Di Indonesia, pabrik gula kristal rafinasi mulai berproduksi tahun Gula kristal putih (GKP) dan gula kristal rafinasi (GKR) adalah dua jenis produk gula yang hampir sama, dimana yang membedakan hanya kualitas yang ditunjukkan oleh nilai ICUMSA gula. Oleh karena itu, dalam penelitian ini baik GKP maupun GKR dianggap sama atau homogen, sehingga persamaan produksi gula Indonesia sebagai berikut : QGINA t = QGKP t + QGKR t (11) QGINA t = Produksi gula Indonesia tahun t (ton) QGKP t = Produksi gula kristal putih Indonesia tahun t (ton) QGKR t = Produksi gula kristal rafinasi Indonesia tahun t (ton) Penawaran Gula Indonesia Penawaran gula dalam penelitian ini merupakan penjumlahan dari produksi gula, jumlah impor gula atau pengadaan luar negeri dan stok gula dalam negeri. Karena Indonesia merupakan net importir maka jumlah ekspor sangat kecil sehingga dalam penelitian ini dianggap nol. Adapun persamaan penawaran gula Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut : SGINA t = QGINA t + MGINA t + LSG (12) SGINA t = Penawaran gula Indonesia tahun t (ton) QGINA t = Produksi gula Indonesia tahun t (ton) MGINA t = Impor gula Indonesia tahun t (ton) LSG = SG t-1 : Stok gula Indonesia tahun t-1 (ton) Permintaan Gula Indonesia Permintaan Gula Rumah angga Permintaan gula oleh rumah tangga digunakan sebagai konsumsi langsung. Permintaan gula dipengaruhi oleh harga gula itu sendiri, harga barang substitusinya, harga barang komplementernya, pendapatan masyarakat, dan jumlah penduduk. Gula merah dianggap sebagai barang substitusi yang biasa

8 60 menjadi alternatif pengganti gula oleh konsumen di Indonesia, sedangkan kopi merupakan barang komplementer dari gula. Permintaan gula rumah tangga dirumuskan dalam persamaan berikut : DGR t = g 0 + g 1 HRGE t + g 2 RHRGM + g 3 HRKO t + g 4 LJPDBR + g 5 POPINA t + g 6 LDGR + μ 7...(13) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : g 2, g 4, g 5 > 0; g 1, g 3 < 0 dan 0<g 6 <1 DGR t HRGE t = Permintaan gula Indonesia tahun t (ton) = Harga riil eceran gula tahun t (Rp/kg) RHRGM = HRGM t /HRGM t-1 : Rasio harga riil gula merah tahun t dengan tahun t-1 HRKO t = Harga riil kopi tahun t (Rp/kg) LJPDBR = (PDBR t - PDBR t-1 )/PDBR t-1 : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia tahun t POPINA t = Jumlah penduduk Indonesia tahun t (jiwa) LDGR = DGR t-1 : Permintaan gula Indonesia tahun t-1 (ton) μ 7 = Variabel pengganggu Permintaan Gula oleh Industri Industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri makanan dan minuman yang menggunakan gula sebagai salah satu bahan baku produksinya. Gula yang biasa digunakan oleh industri makanan dan minuman adalah gula kristal rafinasi karena industri ini membutuhkan gula dengan kadar kotoran yang sedikit dan warna yang putih. Permintaan gula oleh industri makanan dan minuman dipengaruhi oleh harga gula tingkat pedagang besar, harga komposit makanan dan minuman, jumlah industri makanan dan minuman, serta PDB sektor industri makanan dan minuman. Harga komposit makanan dan minuman ditetapkan berdasarkan harga ekspor dari produk makanan dan minuman yang paling banyak diekspor, yaitu confectionary sugar (permen gula). Permintaan gula oleh industri makanan dan minuman dirumuskan dalam persamaan berikut : DGIN t = h 0 + h 1 LHRGPB + h 2 HRKIN t + h 3 LJJIM + h 4 L2PDBIN + h 5 LDGIN + μ 8. (14)

9 61 anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : h 2, h 3, h 4 >0; h 1 <0 dan 0<h 5 <1 DGIN t = Permintaan gula industri tahun t (ton) LHRGPB t = HRGPB t-1 : Harga riil gula pedagang besar tahun t (Rp/kg) HRKIN t LJJIM = Harga riil komposit produk makanan dan minuman tahun t (US$/kg) = (JIM t -JIM t-1 )/JIM t-1 : Pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun t L2PDBIN = PDBINR t-2 : Produk Domestik Bruto riil Sektor Industri Makanan dan Minuman tahun t-2 (Rp miliar) LDGIN μ 8 = DGIN t-1 : Permintaan gula industri tahun t-1 (ton) = variabel penganggu Permintaan Gula Indonesia Permintaan gula Indonesia merupakan penjumlahan dari permintaan gula oleh rumah tangga dan industri. Persamaan total permintaan gula di Indonesia adalah sebagai berikut : DGINA t = DGR t + DGIN t.... (14) DGINA t = Permintaan gula Indonesia tahun t (ton) DGR t = Permintaan gula rumah tangga tahun t (ton) DGIN t = Permintaan gula industri tahun t (ton) Harga Gula Indonesia Harga Gula ingkat Petani Harga gula tingkat petani yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah harga gula yang diterima oleh petani. Sebelum tahun 2000 harga gula yang diterima petani adalah harga provenue yang merupakan harga pembelian BULOG kepada petani tebu. ahun harga gula yang diterima petani adalah harga gula lelang kesepakatan antara petani dengan investor gula, sedangkan setelah tahun 2004 hingga saat ini harga gula yang diterima petani adalah harga lelang berdasarkan harga patokan petani (HPP) sebagai harga dasar pembelian

10 62 gula oleh investor. Adapun persamaan harga gula tingkat petani dirumuskan dalam persamaan berikut : HRGP t = i 0 + i 1 HRGPB t + i 2 RQGINA + i 3 DHPP + i 4 + i 5 LHRGP + μ 9...(16) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : i 1, i 3, i 4 >0; i 2 <0 dan 0<i 5 <1 HRGP t HRGPB t = Harga riil gula tingkat petani tahun t (Rp/kg) = Harga riil gula tingkat pedagang besar tahun t (Rp/kg) RQGINA = QGINA t /QGINA t-1 : Produksi gula Indonesia tahun t-1 (ton) DHPP LHRGP μ 9 = Dummy Kebijakan HPP Gula, dimana D = 1 jika ada kebijakan HPP dan D = 0 jika tidak ada kebijakan HPP = ren waktu = HRGP t-1 : Harga gula riil di tingkat petani tahun t-1 (Rp/kg) = Variabel pengganggu Harga Gula ingkat Pedagang Besar Harga gula di tingkat pedagang besar meliputi biaya pembelian dan biaya transportasi. Adapun persamaan harga gula di tingkat pedagang besar dirumuskan dalam persamaan berikut : HRGPB t = j 0 + j 1 HRGE t + j 2 + j 3 LHRGPB + μ 10.(17) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : j 1, j 2 >0 dan 0<j 3 <1 HRGPB t HRGE t = Harga riil gula di tingkat pedagang besar tahun t (Rp/kg) = Harga riil eceran gula tahun t (Rp/kg) = ren waktu LHRGPB = HRGPB t -1 : Harga riil gula tingkat pedagang besar tahun t-1 (Rp/kg) μ 9 = Variabel pengganggu

11 Harga Eceran Gula Indonesia Harga eceran gula merupakan harga yang diterima oleh konsumen. Persamaan harga eceran gula Indonesia dirumuskan dalam sebagai berikut : HRGE t = k 0 + k 1 HRGINA t + k 2 DGINA t + k 3 SGINA t + μ 11.(18) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : k 1, k 2 >0 dan k 3 <0 HRGE t = Harga riil eceran gula tahun t (Rp/kg) HRGINA t = Harga impor riil gula Indonesia tahun t (Rp/kg) DGINA t = Permintaan gula Indonesia tahun t (ton) SGINA t = Penawaran gula Indonesia tahun t (ton) μ 11 = Variabel pengganggu Harga Impor Gula Indonesia Harga impor gula Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga rata-rata impor gula Indonesia dari beberapa negara eksportir yang mengekspor gulanya ke Indonesia. Adapun persamaan harga impor gula Indonesia dirumuskan dalam persamaan berikut : HRGINA t = l 0 + l 1 HRGW t + l 2 + l 3 LHRGINA + μ (19) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : l 1, l 2 >0 dan 0<l 3 <1 HRGINA t HRGW t = Harga impor riil gula Indonesia tahun t (Rp/Kg) = Harga riil gula dunia tahun t (US$/ton) = ren waktu LHRGINA = HRGINA t-1 : Harga impor riil gula Indonesia tahun t-1 (Rp/kg) μ 12 = Variabel pengganggu

12 Impor Gula Indonesia Impor Gula Indonesia dari hailand hailand merupakan ekspotir gula utama bagi Indonesia, karena hailand merupakan produsen penghasil gula terbesar di Asia enggara. Adapun impor gula Indonesia dari hailand dapat dirumuskan dalam persamaan berikut : MGIH t = m 0 + m 1 HRGINA t + m 2 QGINA t + m 3 ERIH t + m 4 LSG + m 5 IG t + m 6 + m 7 LMGIH+ μ (20) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : m 6 >0; m 1, m 2, m 3, m 4, m 5 <0 dan 0<m 7 <1 MGIH t = Impor gula Indonesia dari hailand tahun t (kg) HRGINA t = Harga impor riil gula Indonesia tahun t (Rp/Kg) QGINA t ERIH t LSG = Produksi gula Indonesia (ton) = Nilai tukar riil Indonesia terhadap hailand tahun t (Rp/Bath) = SG t-1 : Stok gula Indonesia tahun t-1 (ton) IG t = arif impor gula Indonesia tahun t (%) = ren waktu LMGIH = MGIH t-1 : Impor gula Indonesia dari hailand tahun t-1 (ton) μ 13 = Variabel pengganggu Impor Gula Indonesia dari China China merupakan salah satu negara produsen gula terbesar di dunia. ujuan utama ekspor gula China adalah Indonesia. Indonesia dan China akan terlibat dalam perdagangan bebas gula melalui skema perjanjian perdagangan ACFA. Adapun impor gula Indonesia dari China dapat dirumuskan dalam persamaan berikut : MGICN t = n 0 + n 1 SHRGINA + n 2 QGINA t + n 3 IG t + n 4 SERICN + n 5 SSG+ n 6 + μ (21) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : n 1, n 2, n 3, n 4, n 5 <0 dan n 6 >0 MGICN t = Impor gula Indonesia dari China tahun t (ton) SHRGINA = HRGINA t - HRGINA t-1 : Perubahan harga impor riil gula Indonesia tahun t (Rp/Kg)

13 65 QGINA t = Produksi gula Indonesia tahun t (ton) IG t = arif impor gula Indonesia tahun t (%) SERICN = ERICN t - ERICN t-1 : Perubahan nilai tukar riil Indonesia terhadap China tahun t (Rp/Yuan) SSG = SG t - SG t-1 : Perubahan stok gula Indonesia tahun t (ton) = ren waktu μ 14 = Variabel pengganggu otal Impor Gula Indonesia otal impor gula Indonesia adalah penjumlahan dari permintaan impor gula Indonesia dari hailand, China, dan negara lain. Persamaan impor gula Indonesia dirumuskan sebagai berikut : MGINA t = MGIH t + MGICN t + MGIRW t.. (22) MGIH t = Impor gula Indonesia dari hailand tahun t (ton) MGICN t = Impor gula Indonesia dari China tahun t (ton) MGIRW t = Impor gula negara lain (rest of the world) tahun t (ton) Ekspor Impor Gula Dunia Ekspor Gula Dunia Ekspor Gula Brazil Brazil merupakan negara produsen dan eksportir gula baik untuk gula mentah maupun gula kristal rafinasi terbesar di dunia. Adapun persamaan ekspor gula Brazil dirumuskan sebagai berikut : XGBR t = o 0 + o 1 HRGW t + o 2 QGBR + o 3 SERBR t + o 4 LXGBR+ μ 15 (23) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : o 1, o 2, o 3 >0 dan 0<o 4 <1 XGBR t = Ekspor gula Brazil tahun t (ton) HRGW t = Harga riil gula dunia tahun t (US$/ton) QGBR t = Produksi gula Brazil tahun t (ton) SERBR = ERBR t - ERBR t-1 : Perubahan Nilai tukar riil Brazil terhadap Dollar Amerika tahun t (R$/US$)

14 66 LXGBR = XGBR t-1 : Ekspor gula Brazil tahun t-1 (ton) μ 15 = Variabel pengganggu Ekspor Gula hailand hailand juga merupakan produsen dan eksportir gula baik raw sugar maupun refined sugar dengan share terbesar kedua di dunia. Adapun persamaan ekspor gula hailand dirumuskan dalam persamaan berikut : XGH t = p 0 + p 1 HRGW t + p 2 QGH t + p 3 SERH + p 4 + μ 16..(24) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : p 1, p 2, p 3, p 4 >0 XGH t = Ekspor gula hailand tahun t (ton) HRGW t = Harga riil gula dunia tahun t (US$/ton) QGH t = Produksi gula hailand tahun t (ton) SERH = ERH t - ERH t-1 : Nilai tukar riil hailand terhadap Dollar Amerika (Bath/US$) μ 16 = ren waktu = Variabel pengganggu otal Ekspor Gula Dunia Ekspor gula dunia dibentuk melalui persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari ekspor gula negara eksportir terbesar dunia (Brazil dan hailand) dan negara lainnya. Setiap perubahan yang mempengaruhi ekspor gula negara-negara eksportir terbesar dunia mempengaruhi ekspor gula dunia. XGW t = XGBR t + XGH t + XGRW t...(25) XGW t XGBR t XGH t = Ekspor gula dunia tahun t (ton) = Ekspor gula Brazil tahun t (ton) = Ekspor gula hailand tahun t (ton) XGRW t = Ekspor gula sisa dunia (selain Brazil dan hailand) tahun t (ton)

15 67 Impor Gula Dunia Impor Gula India India yang merupakan salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia juga merupakan importir gula. Adapun persamaan gula India dirumuskan dalam persamaan berikut : MGIN t = q 0 + q 1 HRGW t + q 2 QGINt + q 3 LJPOPIN + q 4 SERIN + q 5 IRIN t + q 6 + μ (26) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : q 3, q 5, q 6 >0 dan q 1, q 2, q 4 <0 MGIN t HRGW t QGIN t = Impor gula India tahun t (ton) = Harga riil gula dunia tahun t (US$/ton) = Produksi gula India tahun t (ton) LJPOPIN = (POPIN t - POPIN t-1 )/POPIN t-1 : Pertumbuhan populasi penduduk India SERIN IRIN t μ 17 = ERIN t - ERIN t-1 : Nilai tukar India terhadap Dollar Amerika (Rupee/US$) = Pendapatan riil India (US$) = ren waktu = Variabel pengganggu Impor Gula Amerika Serikat Amerika Serikat yang merupakan negara produsen gula juga menjadi negara yang mengimpor gula dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan gula penduduknya. Adapun persamaan gula India dirumuskan dalam persamaan berikut : MGUS t = r 0 + r 1 SHRGW + r 2 QGUS t + r 3 CGUS t + r 4 SUS t + r 5 LMGUS + μ 18 (27) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : r 3 >0; r 1, r 2, r 4 <0dan 0<r 5 <1 MGUS t SHRGW = Impor gula Amerika Serikat tahun t (ton) = HRGW t - HRGW t-1 : Harga gula dunia tahun t-1 (US$/ton)

16 68 QGUS t CGUS t SUS t LMGUS μ 18 = Produksi gula Amerika Serikat tahun t (ton) = Konsumsi gula Amerika Serikat tahun t (ton) = Stok gula Amerika Serikat tahun t (ton) = MGUS t-1 : Impor gula Amerika Serikat tahun t-1 (ton) = Variabel pengganggu Impor Gula China China sekalipun merupakan negara penghasil gula terbesar di dunia juga masih kekurangan dalam memenuhi kebutuhan gula penduduknya yang terbesar di dunia sehingga harus melakukan impor gula dari negara lain. Adapun persamaan gula India dirumuskan dalam persamaan berikut : MGCN t = s 0 + s 1 LHRGW + s 2 QGCN t + s 3 CGCN t + s 4 SCN t + s 5 IRCN t + s 6 LJPOPCN + s 7 LMGCN+ μ (28) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : s 3, s 5, s 6 >0; s 1, s 2, s 4 <0dan 0<s 7 <1 MGCN t LHRGW QGCN t CGCN t SCN t IRCN t = Impor gula China tahun t (ton) = HRGW t-1 : Harga gula dunia tahun t-1 (US$/ton) = Produksi gula China tahun t (ton) = Konsumsi gula China tahun t (ton) = Stok gula China tahun t (ton) = Pendapatan riil China (US$) LJPOPCN = (POPCN t -POPCN t-1 )/POPCN t-1 : Populasi China tahun t (jiwa) LMGCN μ 19 = MGCN t-1 : Impor gula China tahun t-1 (ton) = Variabel pengganggu otal Impor Gula Dunia otal impor gula dunia merupakan penjumlahan dari impor negara terbesar gula di dunia, yaitu India, Amerika Serikat, China, dan Indonesia. Indonesia dalam penelitian ini diasumsikan sebagai negara importir gula yang cukup besar di dunia dengan pertimbangan share impor gula Indonesia terhadap impor gula dunia yang cukup tinggi dan masuk dalam sepuluh besar negara importir gula dunia. Negara lain yang mengimpor gula dikelompokkan sebagai

17 69 rest of the world atau sisa dunia. Adapun persamaan total impor gula dunia dirumuskan sebagai berikut : MGW t = MGIN t + MGUS t + MGCN t + MGINA t + MGRW t...(29) MGW t MGIN t MGUS t MGCN t MGINA t MGRW t Impor gula dunia tahun t (ton) Impor gula India tahun t (ton) Impor gula Amerika Serikat tahun t (ton) Impor gula China tahun t (ton) Impor gula Indonesia tahun t (ton) Impor gula sisa dunia tahun t (selain India, Amerika Serikat dan China) (ton) Harga Gula Dunia Setiap komoditas ekspor masing-masing memiliki harga yang ditentukan oleh keseimbangan pasar dunia. Harga dunia yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga dunia untuk white sugar. Harga dunia tersebut sangat ditentukan oleh penawaran ekspor dan permintaan gula dunia. Selain itu juga dipengaruhi oleh harga gula dunia sebelumnya. Oleh karena itu, persamaan harga gula dunia dapat dirumuskan sebagai berikut : HRGW t = t 0 + t 1 XGW t + t 2 MGW t + t 3 LHRGW + μ (30) anda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : HRGW t = Harga gula dunia tahun t (US$/ton) XGW t = Volume ekspor gula dunia tahun t (ton) MGW t = Volume impor gula dunia tahun t (ton) LHRGW = HRGW t-1 : Harga gula dunia tahun t-1 (US$/ton) μ 20 = Variabel pengganggu 4.3. Prosedur Analisis Identifikasi Model Identifikasi dilakukan sebelum estimasi model dan tidak hanya terkait dengan penentuan metode estimasi model, tetapi juga spesifikasi model

18 70 persamaan simultan. Identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition menurut Koutsoyiannis (1977) dapat ditentukan dengan rumus : (K-M) (G-1)..... (31) K = otal variabel dalam model (variabel endogen dan eksogen) M = Jumlah variabel endogen dan eksogen terbanyak dalam persamaan G = otal persamaan (jumlah variabel endogen dalam model) Apabila (K M) lebih besar dari (G 1) maka persamaan teridentifikasi berlebih dikatakan over-identified. Jika (K M) sama dengan (G 1) maka persamaan teridentifikasi tepat exactly-identified dan jika (K M) lebih kecil dari (G 1) maka persamaan dikatakan dikatakan under-identified. Hasil identifikasi setiap persamaan struktural haruslah exactly-identified atau over-identified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Model Perdagangan Gula Indonesia yang telah dirumuskan terdiri dari 30 persamaaan dengan 20 persamaan struktural dan 10 persamaan identitas. Model ini terdiri dari 30 variabel endogen (G) dan 74 predetermined variables yang terdiri dari 15 lag variabel endogen dan 59 variabel eksogen, sehingga total variabel dalam model adalah 104 variabel (K). Jumlah variabel yang paling banyak dalam persamaan adalah 7 variabel (M). Berdasarkan kriteria order condition, maka dapat disimpulkan bahwa setiap persamaan struktural yang terdapat dalam model adalah over identified Metode Estimasi Model Berdasarkan hasil identifikasi model yang menyatakan model over identified, maka estimasi model dapat dilakukan dengan metode 2SLS (wo Stage Least Squares) atau metode 3SLS (hree Stage Least Squares). Koutsoyiannis (1977) menjelaskan bahwa metode 3SLS sensitif terhadap perubahan spesifikasi model. Apabila terdapat perubahan spesifikasi pada salah satu persamaan dalam sistem maka dapat mempengaruhi semua estimasi parameter. Sedangkan menurut Gujarati (2004), metode 2SLS tidak terlalu sensitif terhadap terhadap kesalahan spesifikasi model serta dapat memberikan estimasi parameter secara konsisten dan

19 71 tidak bias. Selain itu, metode 3SLS memerlukan data sampel yang lebih besar daripada metode 2SLS karena semua parameter struktural diestimasi pada waktu yang sama (Sinaga, 1989). Berdasarkan pertimbangan ketersediaan data dan kemungkinan adanya perubahan dalam spesifikasi model untuk alternatif simulasi kebijakan, maka metode estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2SLS Uji Statistik F Pengujian statistik F digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Mekanisme untuk menguji hipotesis dari estimasi parameter secara bersama-sama (uji statistik F) adalah sebagai berikut : Hipotesis : H o : β 1 = β 2 = β 3 =..= β i = 0 H 1 : minimal ada satu β i 0 i = banyaknya variabel penjelas dalam suatu persamaan β= estimasi parameter Kriteria yang digunakan dalam pengujian estimasi model adalah : 1. Apabila nilai probabilitas (Pr) uji statistik F < taraf α = 5 persen maka H 0 ditolak. Artinya variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman dari variabel endogen. 2. Apabila nilai probabilitas (Pr) uji statistik F > taraf α = 5 persen maka H 0 diterima. Artinya variabel penjelas secara bersama-sama tidak mampu menjelaskan keragaman dari variabel endogen Uji Statistik-t Uji statistik-t digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas secara parsial berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogennya. Adapun mekanisme pengujian hipotesis dari estimasi parameter secara parsial (uji statistik t) adalah sebagai berikut :

20 72 Hipotesis : H 0 : β i = 0 (tidak ada pengaruh X i terhadap Y) H 1 : Pengujian satu arah a) β i > 0 (ada pengaruh positif X i terhadap Y) b) β i < 0 (ada pengaruh negatif X i terhadap Y) Pengujian dua arah c) β i 0 (ada pengaruh X i terhadap Y) Kriteria pengujian : 1. H 0 ditolak apabila H 1 : β i > 0 ; dengan probabilitas uji t < α 2. H 0 ditolak apabila H 1 : β i < 0 ; dengan probabilitas uji t < α 3. H 0 ditolak apabila H 1 : β i 0 ; dengan probabilitas uji t < α/2 Penelitian ini menggunakan uji satu arah dengan taraf α = 15 persen, sehingga apabila nilai probabilitas uji statistik-t < taraf α =15 persen maka H 0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel penjelas berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogennya. Pada program SAS, hasil uji statistik bisa dilihat dari nilai probabilitas (Pr). Nilai probabilitas ini merupakan probabilitas untuk uji dua sisi (two tails test), sehingga untuk pengujian satu arah nilai probabilitas harus dibagi dua Uji Statistik Durbin-h Metode pengujian yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi (autocorrelation) adalah dengan statistik d w (Durbin Watson Statistics). Namun, mengingat di dalam model terdapat persamaan yang mengandung variabel bedakala, maka penggunaan statistik d w sudah tidak valid. Oleh karena itu, digunakan uji statistik d h (Durbin-h Statistics) untuk mengetahui ada tidaknya serial korelasi pada persamaan yang mengandung variabel bedakala (Pindyck dan Rubinfield, 1998). Persamaan 32 berikut merupakan formula untuk memperoleh nilai Durbin-h Statistics atau h hitung. h h hitung N d 1 W 2 N...(32) 1 N Var = Nilai statistik durbin h = Jumlah pengamatan contoh

21 73 Var (β) = Varians dari koefisien lag endogen d W = Nilai durbin watson hitung (dari pengolahan komputer) Apabila digunakan taraf α = 5 persen, sehingga diketahui h hitung 1.96, maka dapat disimpulkan persamaan tidak mengalami masalah serial korelasi. Namun apabila diketahui h hitung <-1.96 maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya apabila nilai h hitung >1.96 maka terdapat autokorelasi positif Validasi Model ujuan dari validasi model adalah untuk menganalisis sejauh mana model dapat menggambarkan dunia nyata. Untuk mengetahui apakah model cukup valid digunakan untuk simulasi kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal, maka dilakukan validasi model. Kriteria statistik yang digunakan untuk validasi nilai estimasi Model Perdagangan Gula Indonesia dalam penelitian ini yaitu RMSPE (Root Mean Squares Percent Error) dan heil s Inequality Coefficient (U) (Pindyck dan Rubinfield, 1998). Adapun kriterita validasi tersebut dirumuskan sebagai berikut : RMSPE 1 t 1 s Yt Yt a Yt a 2 100%... (33) U 1 s 2 1 a Yt Yt t 1 1 t 1 Y s t Y a t t (34) s Y t a Y t U RMSPE = Nilai simulasi dasar dari variabel endogen = Nilai aktual variabel endogen = Jumlah periode pengamatan = heil s inequality coefficient = Root Mean Squares Percent Error Statistika RMSPE digunakan untuk mengukur presentase penyimpangan nilai-nilai estimasi variabel endogen dari nilai aktualnya selama periode pengamatan. Semakin kecil nilai RMSPE maka estimasi variabel endogen tersebut

22 74 semakin valid. Sitepu dan Sinaga (2006) juga menyatakan bahwa nilai statistik U dapat digunakan sebagai ukuran validasi model untuk mengevaluasi kemampuan model dalam analisis simulasi. Statistik U selalu bernilai antara 0 dan 1. Jika nilai U=1 maka estimasi variabel endogen adalah naif, sedangkan jika U=0 maka estimasi variabel endogen sempurna, sangat mendekati kenyataan. Oleh karena itu, semakin kecil nilai RMSPE dan U maka estimasi variabel endogen semakin baik Simulasi Model Prosedur selanjutnya setelah validasi model adalah simulasi model. Simulasi diperlukan untuk mempelajari dampak perubahan variabel eksogen terhadap variabel endogen dalam model. ujuan dari simulasi dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan dampak dari berbagai kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal terhadap Model Perdagangan Gula Indonesia dan terhadap surplus produsen, surplus konsumen, penerimaan pemerintah dari tarif, serta devisa impor. Pindyck dan Rubinfield (1998) menjelaskan bahwa simulasi model bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan masa lampau dan membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Dalam penelitian ini, simulasi digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan faktor eksternal melalui simulasi historis (ex post simulation) dan untuk meramalkan dampak alternatif kebijakan dan perubahan faktor eksternal melalui simulasi peramalan (ex ante simulation) Simulasi Historis (Ex Post Simulation) ujuan kedua mengenai evaluasi dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian terhadap permintaan dan penawaran gula Indonesia, penerimaan pemerintah dan kesejahteraan pelaku ekonomi gula Indonesia pada tahun diselesaikan dengan menggunakan simulasi historis. Pada analisis simulasi ini lebih lanjut dapat dilihat dampaknya terhadap perubahan tingkat kesejahteraan baik menurut pelaku pasar maupun masyarakat secara keseluruhan. Skenario simulasi kebijakan ekonomi di sektor pertanian yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain :

23 75 1. Peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen HPP untuk komoditas gula kristal putih selalu mengalami revisi setiap tahunnya. Beberapa pertimbangan mengenai kenaikan HPP gula ini antara lain disesuaikan dengan perhitungan biaya pokok produksi yang mengalami kenaikan dikarenakan biaya sewa lahan yang juga mengalami kenaikan. Selain itu, kenaikan inflasi juga menjadi perhitungan dalam kenaikan HPP gula. Peningkatan harga gula tingkat petani disimulasikan sebesar 25 persen. HPP gula pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar Rp menjadi Rp atau sebesar 18.7 persen sedangkan Dewan Gula Indonesia mengusulkan kenaikan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen. 2. Peningkatan harga eceran tertinggi pupuk 33 persen ata niaga pupuk diatur oleh pemerintah mengingat peranannya yang esensial dalam produksi gula Indonesia. Dasar pertimbangan simulasi kebijakan peningkatan harga eceran tertinggi (HE) pupuk adalah pernyataan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.32 ahun 2010 yang menaikkan harga eceran tertinggi (HE) untuk pupuk bersubsidi yang diaplikasikan di seluruh wilayah Indonesia dari harga sebelumnya Rp per kilogram meningkat menjadi Rp per kilogram atau sebesar persen. Adapun tujuan kebijakan tersebut antara lain (1) menghindari penggunaan pupuk urea berlebih guna meningkatkan produksi dan rendemen tebu, (2) mengurangi subsidi pupuk, dan (3) diharapkan dalam jangka panjang petani dapat beralih menggunakan pupuk organik. 3. Peningkatan luas areal perkebunan tebu Indonesia 20 persen Salah satu program revitalisasi industri gula yang dicanangkan pemerintah untuk pencapaian swasembada gula adalah ekstensifikasi pertanian. Dukungan lahan pertanian yang dicanangkan oleh pemerintah untuk tercapainya program tersebut adalah 350 ribu hektar. Namun, hingga saat ini target perluasan areal tersebut belum tercapai. Peningkatan luas areal tanam tebu di Indonesia hingga tahun 2010 hanya mencapai 3.75 persen per tahunnya, sedangkan harapan pemerintah peluang ekstensifikasi lahan perkebunan tebu untuk tahun 2011 bisa mencapai 20 persen.

24 76 4. Penurunan tarif impor 49 persen Seiring dengan penerapan kebijakan ACFA di Indonesia yang masih memperbolehkan penurunan tarif impor di Indonesia hingga 50 persen, maka berdasarkan kebijakan sebelumnya ingin diketahui dampak penurunan tarif impor sebesar 49 persen. Simulasi kebijakan penurunan tarif ini didasarkan atas Peraturan Menteri Keuangan No.83/PMK.01/2005 yang pernah memberikan keringanan tarif bea masuk atas impor gula menjadi Rp per kilogram dari sebelumnya Rp per kilogram atau sebesar 49 persen. 5. Penurunan kuota impor gula 50 persen Penurunan kuota impor ini didasarkan atas wacana pemerintah yang mengusulkan untuk penurunan kuota impor gula sampai 50 persen. Pembatasan kuota impor tersebut diharapkan dapat memacu para petani tebu untuk meningkatkan produksinya dan mengurangi rembesan gula kristal rafinasi ke pasar konsumsi Simulasi Peramalan (Ex Ante Simulation) Simulasi peramalan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga yaitu meramalkan dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal terhadap keragaan industri gula nasional, kesejahteraan pelaku ekonomi gula di Indonesia, dan penerimaan pemerintah dengan membandingkan pada 2 periode, yaitu sebelum diberlakukannya liberalisasi perdagangan gula ACFA ( ) dan pada saat liberalisasi perdagangan gula ACFA ( ). Simulasi peramalan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu simulasi tunggal dan simulasi kombinasi. Adapun skenario simulasi tersebut antara lain : Skenario Simulasi unggal Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian 1. Peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 30 persen. Peningkatan harga gula tingkat petani ini didasarkan atas keluhan petani melalui APRI (Asosiasi Petani ebu Rakyat Indonesia) yang menginginkan kenaikan HPP gula sebesar 30 persen. Usulan HPP sebesar 30 persen yang diinginkan petani tersebut diperoleh dengan asumsi kenaikan biaya produksi yang sebesar 30 persen yang terdiri dari biaya sewa lahan, sewa traktor, bibit,

25 77 biaya tanam, biaya tebang, biaya angkut, dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bukan 14.7 persen seperti survei yang dilakukan oleh tim independen. Dengan HPP yang ada dan memperhitungkan 10 persen besarnya keuntungan bagi petani dirasa terlalu kecil bagi petani sebab petani membutuhkan waktu satu tahun untuk mendapatkan keuntungan 10 persen. 2. Penguatan kembali peran BULOG Melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 25 ahun 1998, pemerintah telah menghapuskan peranan BULOG sebagai pengendali tunggal tata niaga gula di Indonesia. Penghapusan intervensi gula oleh BULOG ini juga berarti bahwa stok gula yang ada pada BULOG setelah kebijakan tersebut adalah nol atau tidak ada lagi. Namun kemudian pemerintah menyadari bahwa selama ini ketika produksi gula di dalam negeri tidak ada karena musim giling sudah selesai, pedagang sering kali memainkan harga gula di tingkat konsumen. Sementara pemerintah juga tidak dapat menstabilkan harga gula, karena tidak adanya stok gula. Oleh karena itu, muncul wacana dari Panitia Kerja swasembada gula DPR untuk mengembalikan peran BULOG sebagai buffer stock pengendalikan harga komoditas strategis ini. Wacana peningkatan kembali peran BULOG sebagai lembaga buffer stock disimulasikan dengan peningkatan stok gula sebesar 20 persen. 3. Peningkatan luas areal perkebunan tebu 30 persen Peningkatan luas areal perkebunan tebu ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai swasembada gula yang telah dirumuskan melalui Program Revitalisasi Industri Gula Nasional. Dalam program tersebut pemerintah berharap dapat membuka areal perkebunan baru untuk pertanaman tebu sebesar 350 ribu hektar atau meningkat sekitar 30 persen, baik yang diupayakan oleh pihak pemerintah maupun swasta. 4. Swasembada absolut gula di Indonesia Simulasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kesiapan industri gula Indonesia dalam permintaan dan penawarannya apabila pemerintah menutup kran impor. Hal ini sejalan dengan salah satu varian dari konsep swasembada pangan dengan pemenuhan kebutuhan pangan seluruhnya oleh produksi dalam negeri tanpa adanya impor gula.

26 78 5. Penghapusan tarif impor gula di Indonesia Sejak tanggal 1 Januari 2010 perjanjian antara China dan Indonesia efektif berlaku. Sesuai dengan skema kesepakatan ACFA dimana komoditas gula yang dimasukkan kategori HSL akan mengalami penghapusan atau penurunan tarif pada 1 Januari Untuk melihat performansi industri gula di Indonesia terkait dengan impor gula, maka dilakukan simulasi penghapusan tarif yang artinya tarif impor gula sebesar nol. 6. Penurunan arif Impor Gula Simulasi ini dimaksudkan untuk melihat alternatif penurunan tarif impor gula terbaik yang masih dapat diterapkan dalam era liberalisasi perdagangan gula ACFA pada komoditas yang masuk dalam kategori HSL. Karena batas penurunan tarif yang diperbolehkan dalam perjanjian tersebut adalah antara 0 sampai 50 persen, maka simulasi kebijakan penurunan tarif impor yang dilakukan antara lain penurunan tarif 10 persen, 30 persen, dan 50 persen. Skenario unggal Simulasi Perubahan Faktor Eksternal Simulasi perubahan faktor eksternal dalam penelitian ini meliputi : (1) peningkatan produksi gula China sebesar 20 persen dan (2) peningkatan produksi gula hailand dan Brazil sebesar 20 persen. Pertimbangan memasukkan China didasarkan pada proyeksi adanya peningkatan produksi gula negara ini akibat peningkatan efisiensi pabrik gula yang mampu menghasilkan gula lebih banyak, sedangkan pertimbangan memasukkan Brazil dan hailand sehubungan dengan terus menurunnya harga gula dunia menyusul keberhasilan panen kedua negara yang notabene menjadi eksportir gula terbesar di dunia. Besarnya perubahan sebesar 20 persen tersebut semata-mata hanya berdasarkan kecenderungan adanya peningkatan volume produksi dari negara bersangkutan mendekati 20 persen. Skenario Simulasi Kombinasi Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian 1. Kombinasi penurunan tarif impor 50 persen dan peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen. Skenario kebijakan kombinasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana kebijakan peningkatan harga gula tingkat petani yang direfleksikan dari peningkatan HPP gula dapat melindungi industri gula khususnya produsen domestik dari derasnya impor gula jika kebijakan penurunan tarif impor harus dilakukan.

27 79 2. Penurunan tarif impor 50 persen, peningkatan harga gula petani 30 persen, dan peningkatan luas areal 30 persen. Skenario kombinasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana kebijakan harga gula tingkat petani dan tercapainya target perluasan areal dalam Program Revitalisasi Industri Gula Nasional mampu melindungi industri gula dari serbuan gula impor. 3. Kombinasi peningkatan produksi gula China 20 persen, penurunan tarif impor 30 persen, peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen, dan peningkatan stok gula 20 persen. Simulasi ini dilakukan untuk melihat efektivitas dari kebijakan peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen dan peningkatan stok dalam melindungi industri gula nasional dari peningkatan produksi gula China yang diduga akan meningkatkan ekspornya ke Indonesia serta keharusan penurunan tarif impor sesuai skema ACFA yang menyebabkan peningkatan impor gula Indonesia. 4. Penurunan tarif impor 50 persen, peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen, peningkatan luas areal 30 persen, dan peningkatan stok gula 20 persen. Kombinasi simulasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana peningkatan luas areal, peningkatan stok gula, dan peningkatan harga gula tingkat petani mampu melindungi industri gula nasional dan kesejahteraan masyarakat Metode Peramalan Proses simulasi pada periode peramalan dilakukan melalui beberapa tahapan. ahap pertama adalah meramalkan variabel eksogen. Prosedur yang digunakan untuk meramalkan nilai-nilai variabel eksogen adalah prosedur FORECAS. Prosedur tersebut merupakan prosedur ekstrapolasi yang praktis dan efisien dalam meramalkan nilai variabel tertentu dibandingkan dengan prosedur ilmiah yang memerlukan pengujian hipotesis yang lebih rumit (Sitepu dan Sinaga, 2006). Metode yang dapat digunakan untuk meramalkan nilai-nilai variabel eksogen antara lain Stepwise Autoregressive Method (SEPAR), Exponential Smoothing Method (EXPO), dan Winters Exponentially Smoothed rend-seasonal Method (WINERS). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode SEPAR. Metode ini mengkombinasikan kecenderungan waktu dengan autoregressive dan menggunakan metode stepwise untuk memilih lag yang

28 80 digunakan pada prosedur autoregressive. Program dan hasil peramalan variabel eksogen dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. ahap kedua adalah peramalan nilai variabel endogen menggunakan prosedur SIMNLIN dan metode NEWON. Program dan hasil peramalan variabel endogen dapat dilihat pada Lampiran 11 dan Lampiran Analisis Perubahan Indikator Kesejahteraan Surplus produsen dan konsumen menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan merupakan indikator penentu arah kebijakan yang dilakukan. Perubahan kesejahteraan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Perubahan Surplus Produsen Gula = a + b + c a. Produsen Perkebunan Besar Negara QGKPNb(HRGPBs HRGPBb) + ½ (QGKPNs QGKPNb) (HRGPBs HRGPBb) b. Produsen Perkebunan Besar Swasta QGKPSb(HRGPBs HRGPBb) + ½ (QGKPSs QGKPSb) (HRGPBs HRGPBb) c. Produsen Perkebunan Rakyat QGKPN b (HRGP s HRGP b ) + ½ (QGKPN s QGKPN b ) (HRGP s HRGP b ) 2. Perubahan Surplus Konsumen = a + b + c a. Konsumen Rumah angga DGR b (HRGE b HRGE s ) + ½(DGR b DGR s )(HRGE s HRGE b ) b. Konsumen Industri DGIN b (HRGPB b HRGPB s ) + ½(DGIN b DGIN s )(HRGPB s HRGPB b ) 3. Perubahan Penerimaan Pemerintah dari arif Impor Gula = a + b + c a. Impor Gula Indonesia dari hailand (IG s *MGIH s *(HRGINA s *1000))/100 - (IG d *MGIH d *(HRGINA d *1000))/100 b. Impor Gula Indonesia dari China (IG s *MGICN s *(HRGINA s *1000))/100 - (IG d *MGICN d *(HRGINA d *1000))/100 c. Impor Gula Indonesia dari Negara Lain (IG s *MGIRW s *(HRGINA s *1000))/100 - (IG d *MGIRW d *(HRGINA d *1000))/ Penerimaan Devisa Negara a. Impor Gula Indonesia dari hailand (MGIH s *HRGINA s *1000) - (MGIH d *HRGINA d *1000)

29 81 b. Impor Gula Indonesia dari China (MGICN s *HRGINA s *1000) - (MGICN d *HRGINA d *1000) c. Impor Gula Indonesia dari Negara Lain (MGIRW s *HRGINA s *1000) - (MGIRW d *HRGINA d *1000) 5. Kesejahteraan Pelaku Pasar Net Surplus = Perubahan surplus produsen + Perubahan surplus konsumen + Penerimaan pemerintah dari tarif impor gula Keterangan : Subscript d Subscript s QGKPN QGKPS QGKPR DGR DGIN HRGE HRGPB HRGP HRGINA = menyatakan nilai simulasi dasar = menyatakan nilai simulasi kebijakan = Produksi gula kristal putih perkebunan besar negara (ton) = Produksi gula kristal putih perkebunan besar swasta (ton) = Produksi gula kristal putih perkebunan rakyat (ton) = Permintaan gula rumah tangga (ton) = Permintaan gula industri (ton) = Harga riil eceran gula (Rp/Kg) = Harga riil gula tingkat pedagang besar (Rp/Kg) = Harga riil gula tingkat petani (Rp/Kg) = Harga impor riil gula Indonesia (Rp/Kg) IG = arif impor gula Indonesia (%) MGIH MGICN MGIRW = Impor gula Indonesia dari hailand (ton) = Impor gula Indonesia dari China (ton) = Impor gula Indonesia dari Negara Lain (ton)

30 82

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 101 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan gula Indonesia dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

MODEL EKONOMI DAN DAMPAK IMPLEMENTASI PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA BAGI PERDAGANGAN GULA INDONESIA

MODEL EKONOMI DAN DAMPAK IMPLEMENTASI PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA BAGI PERDAGANGAN GULA INDONESIA MODEL EKONOMI DAN DAMPAK IMPLEMENTASI PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA BAGI PERDAGANGAN GULA INDONESIA Economic Model and Impacts of ASEAN-China Free Trade Agreement on Indonesia Sugar Trade Rena

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan dengan rentang waktu penelitian dari tahun 1980 sampai 2008. Data dalam penelitian

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia Model merupakan abstraksi atau penyederhanaan dari fenomena yang terjadi. Dengan penyederhanaan itu,

Lebih terperinci

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Spesifikasi Model Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

31 Universitas Indonesia

31 Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Setelah memperhatikan karakteristik permintaan kedelai di Indonesia pada bab terdahulu maka sekarang tiba saatnya untuk memodelkan faktor faktor yang mempengaruhi permintaan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pool data 13 kabupaten dan satu kota di Kalimantan Tengah selama periode 1995-2005. Data sekunder yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA I. DINAMIKA HARGA 1.1. Harga Domestik 1. Jenis gula di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKP adalah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series 35 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series tahunan dengan rentang waktu dari tahun 1990 sampai 2010. Data dalam penelitian

Lebih terperinci

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Sembilan bahan pokok (Sembako) merupakan salah satu masalah vital dalam suatu Negara. Dengan demikian stabilitasnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

DALAM IMPLEMENTASI KERANGKA PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA RENA YUNITA RAHMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

DALAM IMPLEMENTASI KERANGKA PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA RENA YUNITA RAHMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 1 PROSPEK PERDAGANGAN GULA INDONESIA DALAM IMPLEMENTASI KERANGKA PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA RENA YUNITA RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER P R O S I D I N G 186 DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER Novi Haryati, Soetriono, Anik Suwandari Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Sampel, Sumber Data dan Pengumpulan Data Penelitian kali ini akan mempergunakan pendekatan teori dan penelitian secara empiris. Teori-teori yang dipergunakan diperoleh

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah ini dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011), dapat dilihat bahwa kontribusi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014 ANALISIS POSISI DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN IMPOR GULA KRISTAL PUTIH DAN GULA KRISTAL RAFINASI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Analysis of the Position and Level of Dependency on Imported White Sugar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan

METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Model dapat diartikan sebagai suatu penjelasan dari fenomena nyata sebagai suatu sistem atau proses yang sistematis (Koutsoyiannis, 1977). Suatu model merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA Hamdani 1), Ermi Tety 2), Eliza 2) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. The Demand for Raw Sugar in Indonesia

Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. The Demand for Raw Sugar in Indonesia Ilmu Pertanian Vol. 18 No.1, 2015 : 24-30 Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia The Demand for Raw Sugar in Indonesia Rutte Indah Kurniasari 1, Dwidjono Hadi Darwanto 2, dan Sri Widodo 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Data time series merupakan data

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, perancangan tujuan penelitian, pengumpulan data dari berbagai instansi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Riau. Penelitian ini berlangsung dari bulan Oktober 2007- Maret 2008. Kegiatannya meliputi penyusunan proposal,

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia tahun 2005-2009 yang diperoleh dari Dirjen Perimbangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari publikasi dinas atau instansi pemerintah, diantaranya adalah publikasi dari

Lebih terperinci

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan yang memungkinkan dilakukannya proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi, BAB III 3.1. Jenis dan Sumber Data METODE PENELITIAN 3.1.1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data yang dicatat secara

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (The Impacts of Government s Policies on Cassava Economic Stockhorders Welfare In Lampung Provience) Septaria

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan Model dan Data yang Digunakan Model yang digunakan dalam studi penelitian ini mengacu pada sejumlah literatur dan sebuah penelitian yang dilakukan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A14302003 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas kakao dunia tidak ditentukan. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. tahunan dalam runtun waktu (time series) dari periode 2005: :12 yang

METODE PENELITIAN. tahunan dalam runtun waktu (time series) dari periode 2005: :12 yang III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data tahunan dalam runtun waktu (time series) dari periode 2005:01 2012:12 yang diperoleh

Lebih terperinci

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD P3GI 2017 IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Bab IV. Metode dan Model Penelitian Bab IV Metode dan Model Penelitian 4.1 Spesifikasi Model Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti adalah pengaruh real exchange rate, pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan ekonomi Jepang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau kuatitatif. Data kuantitatif ialah data yang diukur dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa seberapa besar volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak kelapa

Lebih terperinci

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu. 52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau broad money merupakan merupakan kewajiban sistem moneter (bank sentral)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan

III. METODE PENELITIAN. data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, dimana data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci