VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA"

Transkripsi

1 101 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan gula Indonesia dalam penelitian ini merupakan model simultan yang dinamis dan dibangun dari 30 persamaan yang terdiri dari 20 persamaan struktural dan 10 persamaan identitas. Model tersebut sudah melalui beberapa tahapan respesifikasi model. Data yang digunakan adalah deret waktu (time series) dengan periode pengamatan tahun 1981 sampai dengan tahun Berdasarkan kriteria ekonomi, semua variabel penjelas telah menunjukkan tanda parameter estimasi yang sesuai dengan harapan (hipotesis). Berdasarkan kriteria statistik, nilai koefisien determinasi (R 2 ) secara umum cukup tinggi. Sebagian besar (83.33 persen) persamaan struktural mempunyai nilai R 2 diatas 50 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat persen variabel penjelas yang mampu menjelaskan dengan baik lebih dari 50 persen perilaku variabel endogen. Kemudian apabila dilihat dari nilai peluang uji F-statistik, sebesar persen persamaan memiliki nilai peluang uji F-statistik yang lebih kecil dari taraf α = Pengujian asumsi klasik autokorelasi yang menggunakan uji statistik durbin watson (d w ) diperoleh nilai d w berkisar antara sampai sedangkan yang menggunakan uji statistik durbin-h (d h ) diperoleh kisaran nilai sampai Dari hasil tersebut diperoleh 11 persamaan yang mengalami masalah serial korelasi, 7 persamaan yang tidak terdeteksi serial korelasinya dan 2 persamaan yang mengalami masalah serial korelasi. Terlepas dari ada tidaknya masalah serial korelasi yang serius, Pindyck dan Rubinfield (1998) menjelaskan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi estimasi parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias regresi. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut dan mempertimbangkan model yang cukup besar serta periode pengamatan yang cukup panjang, maka hasil estimasi model cukup representatif menangkap fenomena ekonomi dari industri gula di pasar domestik maupun pasar dunia.

2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Gula di Pasar Domestik dan Dunia Areal Perkebunan Tebu Indonesia Persamaan luas areal perkebunan di Indonesia didisagregasi menjadi 3 persamaan berdasarkan status pengusahaan perkebunan, yaitu : (1) luas areal perkebunan besar negara, (2) luas areal perkebunan besar swasta, dan (3) luas areal perkebunan rakyat. Luas areal perkebunan besar negara berhubungan positif dengan harga gula tingkat pedagang besar, sedangkan jumlah pabrik gula, tren waktu, dan luas areal perkebunan besar negara t-1. harga riil gabah dan suku bunga BI riil berhubungan negatif dengan luas areal perkebunan besar negara di Indonesia. Hasil estimasi pada Tabel 17 menunjukkan bahwa luas areal pada perkebunan besar negara dipengaruhi secara nyata oleh jumlah pabrik gula dan luas areal perkebunan besar negara tahun t-1 Tabel 17. Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Perkebunan Besar Negara (APTN) Parameter Elastisitas Prob > T Label Estimate SR LR Intercept Intercept HRGPB Harga riil gula pedagang besar HRGB Harga riil gabah JPG Jumlah pabrik gula LSBR Suku bungabi riil t-1 T Tren waktu Luas areal perkebunan besar LAPTN negara t-1 Prob> F : R 2 : Dw : Dh : - Keterangan : taraf signifikansi yang digunakan α= 0.15 Harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga gula tidak mempengaruhi keputusan petani pada perkebunan besar negara mengenai luas areal tanamnya. Harga riil gabah juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Perkebunan besar negara memang spesifik untuk fokus dalam membudidayakan komoditas perkebunan seperti tebu, sehingga kenaikan harga riil gabah tidak mempengaruhi luas areal perusahaan perkebunan tebu negara untuk beralih mengusahakan tanaman padi.

3 103 Jumlah pabrik gula berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Perkebunan tebu sangat mengandalkan adanya pabrik gula untuk mengolah tebu menjadi gula. Pertambahan jumlah pabrik gula di Indonesia menjadi pertimbangan tersendiri bagi perkebunan besar negara untuk menambah luas areal tanamnya. Hal ini diperkuat pula oleh respon luas areal perkebunan besar negara terhadap jumlah pabrik gula yang elastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penambahan 1 persen jumlah pabrik gula akan meningkatkan luas areal perkebunan besar negara sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Suku bunga BI riil t-1 berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Hal ini dikarenakan peningkatan luas areal perkebunan besar negara lebih ditentukan oleh kebijakan pemerintah sehingga tidak mengandalkan perbankan sebagai salah satu sumber permodalan. tren waktu yang merepresentasikan perbaikan teknologi, infrastruktur, dan manajemen berpengaruh secara tidak nyata terhadap areal perkebunan besar negara. Adopsi teknologi yang dilakukan oleh perkebunan besar negara tidak menjadi pertimbangan bagi perkebunan besar negara untuk meningkatkan luas areal perkebunannya, sedangkan luas areal perkebunan besar negara t-1 berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi luas areal perkebunan besar negara untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hasil estimasi persamaan luas areal perkebunan besar swasta yang ditunjukkan oleh Tabel 18 dipengaruhi oleh perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar, rasio harga riil gabah, jumlah pabrik gula, suku bunga BI riil, teknologi, dan luas areal perkebunan besar swasta t-1. Berdasarkan hasil estimasi persamaan luas areal perkebunan besar swasta dapat dijelaskan bahwa variabel luas areal perkebunan besar swasta dipengaruhi secara nyata oleh jumlah pabrik gula, suku bunga BI riil, tren waktu, dan luas areal perkebunan besar swasta t-1. Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar tidak berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar tidak mempengaruhi keputusan

4 104 perkebunan besar swasta mengenai luas arealnya. Rasio harga riil gabah juga tidak berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Perkebunan besar swasta lebih konsisten terhadap jenis tanaman yang ditanam sehingga kenaikan harga riil gabah tidak akan membuat perusahaan perkebunan besar swasta beralih mengusahakan tanaman padi sehingga menurunkan luas areal perkebunan. Tabel 18. Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Perkebunan Besar Swasta (APTS) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept SHRGPB Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar RHRGB Rasio harga riil gabah JPG Jumlah pabrik gula SBR Suku bunga BI riil T Tren waktu LAPTS Luas areal perkebunan besar swasta t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : Dw : Dh : Jumlah pabrik gula t-1 berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Perkebunan besar swasta pada umumnya lebih progresif dalam melakukan pengembangan perkebunan. Hal ini diperkuat dengan perubahan luas areal perkebunan besar swasta yang sangat responsif terhadap perubahan jumlah pabrik gula baik dalam jangka panjang. Peningkatan 1 persen jumlah pabrik gula akan meningkatkan luas areal perkebunan besar swasta sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Suku bunga BI riil juga berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan besar swasta mengandalkan perbankan sebagai salah satu sumber dalam permodalan untuk peningkatan areal. Namun, respon luas areal perkebunan besar swasta terhadap perubahan suku bunga BI riil adalah ineslastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan 1 persen suku bunga BI riil akan menurunkan luas areal perkebunan besar swasta sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. tren waktu yang merepresentasikan perbaikan teknologi, infrastruktur, dan manajemen juga berpengaruh secara nyata terhadap luas areal

5 105 perkebunan besar swasta. Peningkatan terhadap adaposi inovasi dan teknologi akan mendorong peningkatan luas areal pada perkebunan besar swasta. Luas areal perkebunan besar swasta t-1 juga berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi luas areal perkebunan besar swasta untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa persamaan luas areal perkebunan rakyat dipengaruhi oleh harga riil gula tingkat petani, harga riil gabah, jumlah pabrik gula, suku bunga BI riil, tren waktu, dan luas areal perkebunan rakyat t-1. Hasil estimasi menunjukkan bahwa luas areal perkebunan rakyat hanya dipengaruhi secara nyata oleh jumlah pabrik gula dan luas areal perkebunan rakyat t-1. Peningkatan harga riil gula tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan luas areal perkebunan rakyat. Hal ini mengindikasikan peningkatan harga gula tingkat petani tidak mampu menjadi insentif bagi petani tebu rakyat untuk meningkatkan luas areal perkebunannya. Kenaikan harga gula tingkat petani seringkali juga diikuti dengan kenaikan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani selama masa tanam. Hal ini yang membuat kenaikan harga gula petani tidak membuat petani meningkatkan luasan areal perkebunannya. Tabel 19. Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Perkebunan Rakyat (APTR) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Intercept Label HRGP Harga riil gula tingkat petani HRGB Harga riil gabah JPG Jumlah pabrik gula SBR Suku bunga BI riil T Tren waktu LAPTR Luas areal perkebunan rakyat t-1 Prob> F : R 2 : Dw : Dh : - Harga riil gabah berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa petani relatif konsisten dalam membudidayakan tebu dan tidak serta merta mengganti luas areal pertanamannya dengan padi sekalipun harga gabah mengalami peningkatan. Jumlah pabrik gula

6 106 berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan luas areal perkebunan rakyat. Namun peningkatan jumlah pabrik gula ini responsif pada jangka panjang dalam mempengaruhi luas areal perkebunan rakyat. Peningkatan 1 persen jumlah pabrik gula akan meningkatkan luas areal perkebunan rakyat sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Suku bunga BI riil t-1 juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa petani pada perkebunan rakyat kurang tertarik untuk mengakses permodalan dengan pihak perbankan, demikian pula dengan perbankan yang tidak tertarik untuk membiayai usaha pertanian dengan alasan resiko yang terlalu tinggi (high risk) dan keuntungan yang relatif rendah (low profit). Hal ini yang kemudian membuat petani beralih pada rentenir untuk memperoleh modal pembiayaan usahataninya. tren waktu yang merepresentasikan perbaikan teknologi, infrastruktur, dan manajemen juga tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan luas areal perkebunan rakyat. Petani perkebunan rakyat relatif masih tertinggal dalam melakukan adopsi teknologi. Luas areal perkebunan rakyat t-1 juga berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi luas areal perkebunan besar negara untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi Produktivitas Gula Hablur Indonesia Sama halnya dengan persamaan luas areal perkebunan, persamaan produktivitas gula hablur Indonesia juga didisagregasi menjadi 3 persamaan, yaitu : (1) produktivitas gula hablur negara, (2) produktivitas gula hablur swasta, dan (3) produktivitas gula hablur rakyat. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 20 produktivitas gula hablur negara dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula tingkat pedagang besar, perubahan harga riil pupuk, luas areal perkebunan besar negara t-1, rendemen tebu, dan tren waktu. Harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Respon produktivitas gula hablur negara terhadap harga riil gula tingkat pedagang besar adalah inelastis dalam jangka pendek. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga riil gula tingkat pedagang

7 107 besar 1 persen akan menyebabkan produktivitas gula hablur meningkat sebesar persen dalam jangka pendek. Perubahan harga riil pupuk juga berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Peningkatan harga pupuk membuat produktivitas perkebunan besar negara mengalami penurunan. Namun, respon penurunan perubahan harga riil pupuk terhadap produktivitas gula hablur negara adalah inelastis. Peningkatan perubahan harga riil pupuk sebesar 1 persen akan menurunkan produktivitas gula hablur sebesar persen dalam jangka pendek. Tabel 20. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Gula Hablur Negara (YGHN) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept HRGPB Harga riil gula tingkat pedagang besar SHRPUK Perubahan harga riil pupuk LAPTN Luas areal perkebunan besar negara t-1 REND <.0001 Rendemen tebu LURBUN Upah pekerja perkebunan t-1 T Tren waktu Prob> F : <.0001 R 2 : Dw : Luas areal perkebunan besar negara t-1 berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Ini juga menunjukkan bahwa peningkatan luas areal perkebunan besar negara dapat menjadi tolak ukur bagi peningkatan produktivitas gula hablur negara. Namun respon produktivitas gula hablur negara terhadap luas areal perkebunannya adalah inelastis. Peningkatan 1 persen luas areal perkebunan besar negara hanya akan meningkatkan persen produktivitas gula hablur negara dalam jangka pendek. Lebih lanjut, rendemen tebu juga berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Peningkatan rendemen tebu akan meningkatkan produksi sehingga meningkatkan produktivitas gula hablur negara. Respon produktivitas gula hablur pada perkebunan besar negara terhadap rendemen adalah elastis, artinya perubahan tingkat rendemen akan memberikan perubahan yang cukup besar bagi produktivitas gula hablur pada perkebunan besar negara sehingga akan meningkatkan produksi gula di Indonesia.

8 108 Upah riil pekerja perkebunan t-1 tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur negara. Peningkatan upah pekerja perkebunan tidak menyebabkan turunnya produktivitas perkebunan gula hablur negara. tren waktu yang merepresentasikan perbaikan teknologi, infrastruktur dan manajemen berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Berkembangnya teknologi budidaya tebu yang dilakukan oleh perkebunan besar negara ternyata memberikan manfaat ekonomi melalui peningkatan produktivitas gula hablur pada perkebunan besar negara. Hasil estimasi terhadap persamaan produktivitas gula hablur pada perkebunan besar swasta di Tabel 21 menunjukkan bahwa produktivitas gula hablur dipengaruhi oleh perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar, rasio harga riil pupuk, luas areal perkebunan besar swasta t-1, curah hujan, rendemen tebu, upah riil pekerja perkebunan, dan produktivitas gula hablur swasta t-1. Dapat dijelaskan bahwa produktivitas gula hablur swasta hanya dipengaruhi secara nyata oleh luas areal perkebunan besar swasta t-1 dan rendemen tebu. Tabel 21. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Gula Hablur Swasta (YGHS) Parameter Estimate SR Elastisitas LR Prob > T Label Intercept SHRGPB Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar RHPUK Rasio harga riil pupuk LAPTS Luas areal perkebunan besar swasta t-1 CHJ Curah hujan REND Rendemen tebu URBUN Upah riil pekerja perkebunan LYGHS Produktivitas gula hablur swasta t-1 Prob> F : R 2 : Dw : Dh : - Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur pada perkebunan besar swasta. Perkebunan besar swasta umumnya mempunyai tata cara budidaya tersendiri dalam upaya meningkatkan produktivitas gula hablur sehingga perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar tidak mempengaruhi produktivitas gula hablur swasta. Rasio harga riil pupuk juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap

9 109 produktivitas gula hablur swasta. Demikian juga dengan upah riil pekerja perkebunan yang juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur swasta. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan besar swasta memiliki ketahanan modal yang kuat sehingga peningkatan harga pupuk dan upah riil pekerja perkebunan tidak membuat perkebunan besar swasta mengurangi kuantitas input tersebut sehingga tidak menurunkan produktivitas gula hablurnya. Pada perkebunan besar swasta curah hujan berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur swasta. Curah hujan tidak menjadi penghalang dalam upaya peningkatan produktivitas gula hablur pada perkebunan besar swasta. Hal ini diduga karena perkebunan besar swasta telah memiliki sistem tata kelola air yang baik. Begitu pula dengan luas areal perkebunan besar swasta tahun t-1 yang berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur swasta. Ini berarti peningkatan luas areal perkebunan besar swasta tidak menjadi tolok ukur bagi peningkatan produktivitas gula hablur swasta. Luas areal perkebunan besar swasta t-1 berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur swasta. Akan tetapi respon yang diberikan oleh luas areal perkebunan besar swasta t-1 terhadap produktivitas gula hablur swasta swasta adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan luas areal perkebunan t-1 sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produktivitas gula hablur swasta sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Rendemen tebu berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula swasta. Rendemen tebu pada perkebunan besar swasta pada umumnya lebih tinggi karena mesin penggiling gula yang digunakan lebih modern sehingga lebih efisien dan mampu meningkatkan produktivitas gula hablur. Namun demikian, respon produktivitas terhadap rendemen tebu pada perkebunan besar swasta tidak lebih elastis daripada perkebunan besar negara. Peningkatan rendemen tebu sebesar 1 persen hanya akan meningkatkan produktivitas gula hablur sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Produktivitas gula hablur swasta t-1 berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur swasta. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada tenggang waktu yang dibutuhkan oleh

10 110 produktivitas gula hablur swasta untuk menyesuaikan diri kembali kepada tingkat keseimbangannya dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Produktivitas gula hablur rakyat dipengaruhi oleh rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk, luas areal perkebunan rakyat t-1, upah riil pekerja perkebunan, dummy kredit ketahanan pangan dan energi, rendemen tebu, dan produktivitas gula hablur rakyat t-1. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 22 dapat dijelaskan bahwa produktivitas gula hablur rakyat hanya dipengaruhi secara nyata oleh rendemen tebu dan produktivitas gula hablur rakyat t-1. Tabel 22. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Gula Hablur Rakyat (YGHR) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Label Intercept HGPUK Rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk LAPTR Luas areal perkebunan rakyat t-1 URBUN Upah riil pekerja perkebunan DKKPE Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi REND Rendemen tebu LYGHR Produktivitas gula hablur rakyat t-1 Prob> F : R 2 : Dw : Dh : Rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur rakyat. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk tidak dapat menjadi tolak ukur peningkatan produktivitas gula hablur pada perkebunan rakyat. Demikian pula dengan luas areal perkebunan rakyat t-1 tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur. Peningkatan luas areal perkebunan rakyat juga tidak dapat menjadi tolak ukur bagi peningkatan produktivitas gula hablurnya. Upah riil pekerja perkebunan berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan upah riil pekerja perkebunan membuat petani tebu mengurangi penggunaan input lainnya sehingga menurunkan produktivitas gula hablurnya.

11 111 Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi merupakan bantuan kredit untuk usaha budidaya tebu yang diberikan kepada petani perkebunan rakyat utamanya untuk program bongkar ratoon dan rawat ratoon dalam upaya peningkatan produktivitas. Namun, Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi ini berpengaruh secara tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur rakyat. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi belum optimal dalam membantu petani perkebunan rakyat dalam meningkatkan produktivitasnya. Pada penyaluran kredit ketahanan pangan dan energi ini pemerintah perlu menyertainya dengan bimbingan dan pendampingan sehingga target kredit untuk peningkatan produktivitas gula hablur rakyat terealisasi sesuai dengan tujuannya. Sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan ketangguhan produksi tebu maka bantuan kredit tersebut dapat terus dilanjutkan dan menjangkau lebih banyak petani tebu lagi sehingga dapat menjadi kail bagi petani tebu untuk meningkatkan kesejahteraannya. Selanjutnya berdasarkan Tabel 22 dapat dijelaskan pula bahwa rendemen tebu berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur. Respon produktivitas perkebunan rakyat terhadap rendemen tebu adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis pada jangka panjang. Peningkatan 1 persen rendemen tebu akan meningkatkan persen gula hablur perkebunan rakyat pada jangka pendek dan persen pada jangka panjang. Demikian pula dengan variabel produktivitas gula hablur rakyat tahun t-1 berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi produktivitas gula hablur rakyat untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi Permintaan Gula Indonesia Permintaan Gula Rumah Tangga Hasil estimasi permintaan gula Indonesia untuk konsumsi dapat dilihat pada Tabel 23. Permintaan gula rumah tangga dipengaruhi oleh harga riil gula eceran, rasio harga riil gula merah, harga riil kopi, pertumbuhan PDB riil Indonesia, populasi penduduk Indonesia dan permintaan gula rumah tangga t-1. Permintaan gula rumah tangga dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula

12 112 eceran, pertumbuhan PDB riil Indonesia, populasi penduduk Indonesia, dan permintaan gula rumah tangga t-1. Tabel 23. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Gula Rumah Tangga (DGRT) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob> T Label Intercept HRGE Harga riil gula eceran RHRGM Rasio harga riil gula merah HRKO Harga riil kopi LJPDBR Pertumbuhan PDB riil Indonesia POPINA Populasi penduduk Indonesia LDGRT Permintaan gula rumah tangga t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : Dw : Dh : - Harga eceran gula berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah tangga. Konsumen gula rumah tangga akan cenderung mengurangi konsumsi gula ketika harga gula mengalami kenaikan. Namun, respon permintaan gula terhadap peningkatan harga riil gula eceran adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan gula merupakan salah sumber pemanis utama yang digunakan oleh mayoritas penduduk Indonesia. Kenaikan 1 persen harga riil gula eceran hanya akan mengurangi persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang permintaan gula rumah tangga. Permintaan gula dipengaruhi secara tidak nyata oleh rasio harga riil gula merah. Kenaikan perubahan harga riil gula merah tidak akan membuat konsumen meningkatkan permintaan gula. Gula merah merupakan salah satu komoditas substitusi gula. Hal ini ditunjukkan oleh nilai elastisitas yang bernilai positif dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Namun demikian, permintaan gula tidak responsif terhadap perubahan rasio harga gula merah. Sekalipun gula merah merupakan komoditas substitusi, namun gula merah tidak mempunyai ikatan yang erat dengan gula. Harga riil kopi memberikan pengaruh secara tidak nyata terhadap permintaan gula rumah rangga. Kenaikan harga riil kopi tidak akan membuat konsumen menurunkan permintaan gula. Kopi merupakan salah satu komoditas komplementer gula. Hal ini ditunjukkan oleh elastistias harga kopi yang bernilai

13 113 negatif yaitu persen pada jangka pendek dan dalam jangka panjang. Pertumbuhan GDP riil Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah tangga. Namun respon permintaan gula terhadap GDP riil Indonesia adalah inelastis. Kenaikan 1 persen pertumbuhan GDP riil Indonesia hanya akan meningkatkan persen permintaan gula dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Populasi penduduk Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah rangga. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan akan gula rumah tangga. Respon yang ditunjukkan oleh permintaan gula rumah tangga terhadap perubahan jumlah penduduk adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis pada jangka panjang. Kenaikan 1 persen jumlah penduduk Indonesia akan meningkatkan persen permintaan gula rumah tangga dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Permintaan gula rumah tangga tahun t-1 berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah tangga tahun t. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi permintaan gula Indonesia untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi Permintaan Gula Industri Hasil estimasi permintaan gula industri dapat dilihat pada Tabel 24. Permintaan gula industri dipengaruhi oleh harga riil gula tingkat pedagang besar t-1, harga riil komposit produk makanan dan minuman, pertumbuhan industri makanan dan minuman, PDB riil sektor makanan dan minuman, dan permintaan gula Indonesia t-1. Permintaan gula industri hanya dipengaruhi secara nyata oleh harga riil komposit produk makanan dan minuman, PDB riil sektor makanan dan minuman, serta permintaan gula industri t-1. Harga riil gula tingkat pedagang besar t-1 berpengaruh secara secara tidak nyata terhadap permintaan gula industri. Hal ini dikarenakan gula menjadi bahan baku yang sangat esensial bagi industri makanan dan minuman maupun olahannya, sehingga peningkatan harga riil gula tingkat pedagang besar tidak akan langsung direspon dengan penurunan permintaan gula oleh industri makanan dan minuman. Sebagai produk industri makanan dan minuman yang paling banyak

14 114 diekspor confectionary sugar (permen gula) berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula industri. Kenaikan harga riil komposit produk makanan dan minuman ini akan membuat konsumen industri meningkatkan permintaan mereka terhadap gula. Tabel 24. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Gula Industri (DGIN) Parameter Elastisitas Prob > T Label Estimate SR LR Intercept LHRGPB Harga riil gula pedagang besar t-1 HRKIN Harga riil komposit produk makanan dan minuman LJJIM Pertumbuhan industri makanan dan minuman L2PDBIN PDB riil sektor makanan dan minuman t-2 LDGIN Permintaan gula industri t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : Dw : Dh : - Pertumbuhan jumlah industri makanan dan minuman berpengaruh secara tidak nyata terhadap permintaan gula industri. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan permintaan gula industri tidak semata-mata disebabkan oleh peningkatan jumlah industri makanan dan minuman di Indonesia. Selain itu pula, diduga sejak beberapa dekade terakhir industri makanan dan minuman tidak hanya menggunakan gula sebagai perasa manis, adanya tambahan fruktosa sebagai penguat rasa manis mulai banyak digunakan pula oleh industri gula. PDB riil sektor makanan dan minuman tahun t-2 berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula. Bahkan respon permintaan gula terhadap PDB sektor makanan dan minuman tahun t-2 adalah inelastis pada jangka pendek namun sangat elastis pada jangka panjang. Peningkatan 1 persen PDB riil sektor makanan dan minuman tahun t-2 akan meningkatkan permintaan gula industri sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Demikian pula dengan permintaan gula industri tahun t-1 yang berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula industri tahun t. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi permintaan gula industri untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi.

15 Harga Gula Indonesia Harga Riil Gula Tingkat Petani (HRGP) Hasil estimasi harga riil gula tingkat petani yang ditunjukkan oleh Tabel 25 dapat dijelaskan bahwa harga riil gula tingkat petani dipengaruhi secara positif oleh harga riil gula tingkat pedagang besar, dummy kebijakan Harga Patokan Petani (HPP), tren waktu, dan harga riil gula tingkat petani tahun t-1. Adapun variabel rasio produksi gula tahun t dengan tahun t-1 berpengaruh secara negatif terhadap harga riil gula tingkat petani. yang berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani adalah harga riil gula tingkat pedagang besar, rasio produksi gula Indonesia tahun t terhadap tahun t-1, dan harga riil gula tingkat petani t-1. Tabel 25. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gula Tingkat Petani (HRGP) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Intercept Label Harga riil gula tingkat HRGPB <.0001 pedagang besar RQGINA Rasio produksi gula Indonesia tahun t terhadap tahun t-1 DHPP Dummy Kebijakan HPP T Tren waktu LHRGP Harga riil gula tingkat petani t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : Dw : Dh : Harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Peningkatan harga riil gula di tingkat pedagang besar akan meningkatkan harga riil gula di tingkat petani. Hal ini diduga karena adanya transmisi harga yang besar antara harga riil gula tingkat pedagang besar dengan harga riil gula tingkat petani. Respon harga riil gula tingkat petani terhadap harga riil gula tingkat pedagang besar adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis pada jangka panjang. Peningkatan harga riil gula tingkat pedagang besar sebesar 1 persen akan meningkatkan harga riil gula tingkat petani dalam jangka pendek sebesar persen dan persen dalam jangka panjang. Rasio produksi gula Indonesia tahun t dengan tahun sebelumnya berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Peningkatan

16 116 produksi gula Indonesia akan menurunkan harga gula tingkat petani. Oleh karena itu, target swasembada yang dicanangkan oleh pemerintah hendaknya diikuti dengan kebijakan penetapan harga yang sesuai bagi petani, sehingga kesejahteraan petani tidak mengalami penurunan. Dummy kebijakan HPP gula berpengaruh secara tidak nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kebijakan HPP tidak efektif dalam meningkatkan harga gula petani. Kebijakan HPP gula memang tidak dimaksudkan untuk meningkatkan harga gula, karena sistem penetapan harga gula tingkat petani dilakukan dengan sistem lelang yang menggunakan HPP sebagai referensi harga atau sebagai batas harga minimum. Harga riil gula kecenderungan waktu tidak menunjukkan adanya peningkatan harga gula tingkat petani. Dalam hal ini harga riil gula tingkat petani relatif tidak stabil, sedangkan harga riil gula tingkat petani t-1 berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat tenggang waktu yang cukup bagi harga riil gula tingkat petani untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi Harga Riil Gula Tingkat Pedagang Besar (HRGPB) Hasil estimasi persamaan harga riil gula tingkat pedagang besar disajikan pada Tabel 26. Harga riil gula tingkat pedagang besar dari model yang diestimasi ditentukan oleh variabel harga riil gula eceran, tren waktu, dan harga riil gula tingkat pedagang besar t-1. Berdasarkan kriteria statistik maka harga riil gula tingkat pedagang besar dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula eceran dan tren waktu. Tabel 26. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gula Tingkat Pedagang Besar (HRGPB) Parameter Elastisitas Prob > T Label Estimate SR LR Intercept HRGE <.0001 Harga riil gula eceran T Tren waktu Harga riil gula tingkat LHRGPB pedagang besar t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : Dw : Dh : 1.776

17 117 Harga riil gula eceran berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat pedagang besar. Kenaikan harga riil gula eceran akan meningkatkan harga riil gula pedagang besar. Hal ini dikarenakan adanya transmisi harga yang besar antara harga riil gula eceran dengan harga riil gula tingkat pedagang besar. Respon harga riil gula tingkat pedagang besar terhadap harga riil gula eceran adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis dalam jangka panjang. Peningkatan harga gula eceran sebesar 1 persen akan meningkatkan harga riil gula tingkat pedagang besar sebesar persen pada jangka pendek dan pada jangka panjang. Selanjutnya harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara nyata terhadap tren waktu. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tenggang waktu yang relatif lambat bagi harga riil gula tingkat pedagang besar untuk kembali pada tingkat keseimbangannya, dalam hal ini harga riil gula tingkat pedagang besar relatif tidak stabil Harga Riil Gula Eceran Hasil estimasi terhadap persamaan harga riil gula eceran pada Tabel 27 menunjukkan bahwa harga riil gula eceran dipengaruhi secara positif oleh harga impor riil gula Indonesia, permintaan gula Indonesia dan secara negatif oleh penawaran gula t-1. Harga riil gula eceran dipengaruhi secara nyata oleh harga impor riil gula Indonesia dan permintaan gula Indonesia. Harga riil gula eceran tidak responsif terhadap perubahan harga impor riil gula Indonesia dengan nilai elastisitas dalam jangka pendek. Artinya, apabila harga impor riil gula meningkat 1 persen maka hanya akan meningkatkan harga riil gula eceran sebesar persen. Kebijakan impor yang bertujuan untuk memenuhi segmen pasar tertentu dan memenuhi kebutuhan domestik akan gula pada musim-musim tertentu dengan harga yang relatif murah dapat menekan kenaikan harga riil gula eceran, terlebih lagi banyaknya gula impor rafinasi yang seharusnya untuk pasar industri merembes ke pasar konsumsi dan akan mensubstitusi gula domestik begitu perbedaan harga keduanya menjadi tinggi. Meskipun hal ini dilarang, namun kenyataan dilapangan masih menunjukkan banyaknya jumlah gula impor (rafinasi) yang dipasarkan pada pasar konsumsi. Hal ini terjadi akibat harga impor gula kristal rafinasi lebih murah daripada harga gula domestik.

18 118 Tabel 27. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gula Eceran (HRGE) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Label Intercept <.0001 HRGINA Harga impor riil gula Indonesia DGINA Permintaan gula Indonesia SGINA Penawaran gula Indonesia Prob> F : R 2 : Dw : Selanjutnya pada Tabel 27 juga menunjukkan bahwa permintaan gula berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula eceran. Peningkatan permintaan gula akan menyebabkan kenaikan harga riil gula eceran. Namun, respon harga riil gula eceran terhadap perubahan permintaan adalah inelastis. Artinya, kenaikan 1 persen permintaan gula Indonesia hanya akan meningkatkan harga riil gula eceran sebesar persen. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa harga riil gula eceran kurang responsif terhadap permintaan gula Indonesiaedangkan penawaran gula Indonesia tidak berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula eceran. Perubahan pada penawaran gula Indonesia tidak dapat menjadi tolok ukur bagi perubahan harga riil gula eceran Indonesia Harga Impor Riil Gula Indonesia Hasil estimasi terhadap harga impor riil gula Indonesia yang disajikan pada Tabel 28 menunjukkan bahwa harga impor riil gula Indonesia dipengaruhi secara positif oleh harga riil gula dunia, tren waktu, dan harga impor riil gula Indonesia t-1. Berdasarkan kriteria statistik, dapat diketahui bahwa harga impor riil gula Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula dunia dan tren waktu. Tabel 28. Hasil Estimasi Persamaan Harga Impor Riil Gula Indonesia (HRGINA) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Label Intercept HRGW Harga riil gula dunia T Tren waktu LHRGINA Harga impor riil gula Indonesia t-1 Prob> F : R 2 : Dw : Dh : 1.159

19 119 Salah satu konsekuensi dari perekonomian terbuka yaitu adanya integrasi harga antara harga di tingkat pasar dunia dengan harga pada negara yang bersangkutan. Apabila ditinjau dari koefisien parameternya harga riil gula dunia sangat berpengaruh terhadap harga impor riil gula Indonesia dengan koefisien parameter yang menjelaskan bahwa dari setiap kenaikan harga riil gula dunia sebesar 1 US$ per ton, dengan asumsi ceteris paribus maka harga impor riil gula Indonesia akan meningkat sebesar Rp per kilogram. Apabila ditinjau dari elastisitasnya, respon harga impor riil gula Indonesia terhadap perubahan harga riil gula dunia bersifat inelastis baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan harga riil gula dunia sebesar 1 persen hanya akan menyebabkan peningkatan harga impor riil gula Indonesia persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Selanjutnya, harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara nyata terhadap tren waktu. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tenggang waktu yang relatif lambat bagi harga impor riil gula untuk kembali pada tingkat keseimbangannya. Dalam hal ini harga impor riil gula relatif tidak stabil. Sedangkan harga impor riil gula Indonesia t-1 berpengaruh secara tidak nyata terhadap harga impor riil gula Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada tenggang waktu yang cukup bagi harga impor riil gula Indonesia untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi Impor Gula Indonesia Thailand merupakan eksportir gula terbesar bagi Indonesia, sedangkan bagi China yang merupakan negara produsen gula, Indonesia masih menjadi tujuan ekspor nomor satu bagi negara ini. Disamping Thailand dan China sebagai negara pengekspor gula bagi Indonesia ada beberapa negara lain yang juga mengekspor gulanya ke Indonesia. Namun dalam penelitian ini negara selain Thailand dan China dikelompokkan dalam rest of the word. Persamaan impor gula Indonesia merupakan penjumlahan impor gula Indonesia dari Thailand, China, dan negara lain (selain Thailand dan China).

20 Impor Gula Indonesia dari Thailand Hasil estimasi persamaan impor gula Indonesia dari Thailand pada Tabel 29 menunjukkan bahwa impor gula Indonesia dari Thailand dipengaruhi secara positif oleh tren waktu dan impor gula Indonesia dari Thailand t-1. Adapun variabel harga impor riil gula Indonesia, produksi gula Indonesia, nilai tukar Indonesia terhadap Thailand, stok gula Indonesia t-1, dan tarif impor gula Indonesia berpengaruh secara negatif terhadap impor gula Indonesia dari Thailand. yang berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari Thailand adalah produksi gula Indonesia dan tren waktu. Tabel 29. Hasil Estimasi Persamaan Impor Gula Indonesia dari Thailand (MGITH) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept HRGINA Harga impor riil gula Indonesia QGINA Produksi gula Indonesia t-1 ERITH Nilai tukar Indonesia terhadap Thailand LSTG Stok gula Indonesia t-1 TIG Tarif impor gula Indonesia T Tren waktu LMGITH Impor gula Indonesia dari Thailand t-1 Prob> F : R 2 : Dw : Dh : - Harga impor riil gula Indonesia berpengaruh secara tidak nyata terhadap impor gula Indonesia dari Thailand. Indonesia mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap ekspor gula dari Thailand, sehingga peningkatan harga impor riil gula Indonesia tidak menyebabkan penurunan impor gula Indonesia dari Thailand. Produksi gula Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengurangi ketergantungan impor gula Indonesia dari Thailand maka pemerintah sebaiknya berupaya untuk meningkatkan produksi gula Indonesia dari produsen dalam negeri. Namun demikian respon perubahan impor gula Thailand terhadap perubahan produksi gula Indonesia adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan produksi gula Indonesia t-1 sebesar 1 persen

21 121 akan menurunkan impor gula Indonesia dari Thailand sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Hal ini dikarenakan impor gula dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan gula pada daerah non produsen di Indonesia. Seperti misalnya, di Kalimantan Barat yang tidak memungkinkan untuk menunggu pasokan gula karena terkendala trasportasi yang tidak bisa mengirim dalam waktu yang cepat sehingga pemerintah memberikan izin untuk melakukan impor bagi daerah tersebut. Lebih lanjut, hal ini pula yang turut menyebabkan banyaknya impor gula ilegal yang memenuhi pasar konsumsi di Indonesia sebab lemahnya pengawasan dari pemerintah. Nilai tukar riil Indonesia mempengaruhi impor gula Indonesia dari Thailand secara tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada nilai tukar tersebut tidak dapat digunakan sebagai tolak ukur perubahan jumlah impor gula Indonesia dari Thailand. Pengaruh tarif impor gula Indonesia dari Thailand juga tidak nyata. Peningkatan tarif impor gula oleh pemerintah Indonesia tidak menyebabkan turunnya impor gula Indonesia dari Thailand. Hal ini diduga karena besaran tarif yang ditetapkan pemerintah Indonesia terhadap impor gula selama ini masih rendah. Selain faktor-faktor tersebut, tren waktu juga berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tenggang waktu yang relatif lambat bagi impor gula Indonesia dari Thailand untuk kembali pada tingkat keseimbangannya. Impor gula Indonesia dari Thailand juga dipengaruhi secara tidak nyata oleh impor gula Indonesia dari Thailand t-1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat tenggang waktu yang cukup bagi impor gula Indonesia dari Thailand untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi Impor Gula Indonesia dari China China merupakan salah satu negara produsen gula terbesar di Dunia. Salah satu negara tujuan ekspor China adalah Indonesia. Hasil estimasi yang disajikan pada Tabel 30 menunjukkan bahwa impor gula Indonesia dari China dipengaruhi secara positif oleh tren waktu. Adapun perubahan harga impor riil gula Indonesia, produksi gula Indonesia, tarif impor gula Indonesia, perubahan nilai tukar Indonesia terhadap China dan perubahan stok gula Indonesia berpengaruh secara

22 122 negatif. Impor gula Indonesia dari China dipengaruhi secara nyata oleh produksi gula Indonesia, tarif impor gula Indonesia, dan tren waktu. Tabel 30. Hasil Estimasi Persamaan Impor Gula Indonesia dari China (MGICN) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept SHRGINA Perubahan harga impor riil gula Indonesia QGINA Produksi gula Indonesia TIG Tarif Impor Gula Indonesia SERICN Perubahan nilai tukar Indonesia terhadap China SSTG Perubahan stok gula Indonesia T <.0001 Tren waktu Prob> F : R 2 : Dw : Sama halnya dengan impor gula Indonesia dari Thailand, perubahan harga impor riil gula Indonesia juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap impor gula Indonesia dari China. Peningkatan harga impor riil gula Indonesia tidak menyebabkan penurunan impor gula Indonesia dari China. Demikian juga dengan perubahan nilai tukar Indonesia terhadap China yang berpengaruh secara tidak nyata terhadap impor gula Indonesia dari China. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada nilai tukar tersebut tidak dapat digunakan sebagai tolak ukur perubahan jumlah impor gula Indonesia dari China. Demikian halnya dengan perubahan stok gula Indonesia yang berpengaruh secara tidak nyata terhadap impor gula Indonesia. Peningkatan stok gula Indonesia tidak menyebabkan impor gula Indonesia dari China berkurang. Pemerintah masih kurang cermat dalam melakukan perhitungan stok gula di Indonesia, sehingga sering kali impor gula masih dilakukan sekalipun sebenarnya stok gula masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan domestik. Produksi gula Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari China. Penurunan produksi gula Indonesia menyebabkan peningkatan impor gula Indonesia dari China. Hal ini diperkuat oleh respon impor gula China terhadap produksi gula indonesia yang sangat elastis.

23 123 Peningkatan 1 persen produksi gula Indonesia menyebabkan impor gula Indonesia dari China menurun persen. Tarif impor gula juga berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari China. Respon perubahan impor gula China terhadap perubahan tarif impor gula adalah elastis. Penurunan tarif impor gula sebesar 1 persen akan meningkatkan impor gula Indonesia dari China sebesar persen. Impor gula Indonesia dari China juga dipengaruhi secara nyata oleh tremd waktu. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tenggang waktu yang relatif lambat bagi harga impor riil gula Indonesia dari China untuk kembali pada tingkat keseimbangannya Ekspor Impor Gula Dunia Ekspor Gula Ekspor Gula Brazil Brazil merupakan negara pengekspor gula terbesar di dunia saat ini. Hasil estimasi persamaan eskpor gula Brazil disajikan pada Tabel 31. Ekspor gula Brazil dapat ditentukan harga riil gula dunia, produksi gula Brazil, perubahan nilai tukar riil Brazil, dan ekspor gula Brazil t-1. Ekspor gula Brazil dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula dunia, produksi gula Brazil dan perubahan nilai tukar riil Brazil. Tabel 31. Hasil Estimasi Persamaan Ekspor Gula Brazil (XGBR) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept <.0001 HRGW Harga riil gula dunia QGBR <.0001 Produksi gula Brazil SERBR Perubahan nilai tukar riil Brazil LXGBR Ekspor gula Brazil t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : Dw : Dh : Harga riil gula dunia berpengaruh secara nyata terhadap ekspor gula Brazil. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan harga riil gula dunia dapat menjadi stimulus bagi Brazil meningkatkan volume ekspor gulanya. Namun, respon ekspor gula Brazil terhadap harga riil gula dunia adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan harga riil gula dunia

24 124 sebesar 1 persen akan meningkatkan ekspor gula Brazil sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Produksi gula Brazil berpengaruh secara nyata terhadap ekspor gulanya. Semakin besar jumlah gula yang diproduksi oleh Brazil maka akan mendorong pengusaha gula Brazil untuk meningkatkan jumlah ekspor gula yang lebih banyak lagi. Hal ini diperkuat dengan respon ekspor gula Brazil terhadap produksi gulanya yang sangat elastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kenaikan 1 persen produksi gula Brazil maka akan meningkatkan persen ekspor gulanya dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang. Perubahan nilai tukar riil Brazil juga berpengaruh secara nyata terhadap ekspor gula Brazil. Namun respon ekspor gula Brazil terhadap perubahan nilai tukar riil Brazil bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini berarti bahwa perubahan yang terjadi pada nilai tukar riil Brazil menyebabkan terjadinya perubahan volume gula yang diekspor oleh eksportir gula Brazil, walaupun perubahannya kecil baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebaliknya, ekspor gula Brazil t-1 berpengaruh secara tidak nyata terhadap ekspor gula Brazil. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada tenggang waktu yang dibutuhkan oleh ekspor gula Brazil untuk menyesuaikan diri kembali kepada tingkat keseimbangannya dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi Ekspor Gula Thailand Thailand merupakan eksportir gula terbesar kedua di dunia. Hasil estimasi persamaan ekspor gula Thailand disajikan pada Tabel 32. Ekspor gula Thailand dari model yang diestimasi ditentukan oleh harga riil gula dunia, produksi gula Thailand, perubahan nilai tukar riil Thailand, dan tren waktu. Ekspor gula Thailand dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula dunia, produksi gula Thailand, dan nilai tukar riil Thailand. Harga riil gula dunia yang berpengaruh secara nyata terhadap ekspor gula Thailand mengindikasikan bahwa peningkatan harga riil gula dunia menjadi stimulus bagi eksportir gula Thailand untuk meningkatkan ekspor gulanya. Respon ekspor gula Thailand terhadap harga riil gula dunia adalah inelastis. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan harga

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

MODEL EKONOMI DAN DAMPAK IMPLEMENTASI PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA BAGI PERDAGANGAN GULA INDONESIA

MODEL EKONOMI DAN DAMPAK IMPLEMENTASI PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA BAGI PERDAGANGAN GULA INDONESIA MODEL EKONOMI DAN DAMPAK IMPLEMENTASI PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA BAGI PERDAGANGAN GULA INDONESIA Economic Model and Impacts of ASEAN-China Free Trade Agreement on Indonesia Sugar Trade Rena

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 53 IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Jenis, Sumber, dan Pengolahan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan rentang waktu penelitian tahun 1981-2010.

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini perekonomian domestik tidak bisa berdiri sendiri melainkan dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi global. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA Hamdani 1), Ermi Tety 2), Eliza 2) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan parameter persamaan struktural dalam model ekonometrika perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT Data untuk membangun model ekonomi sebagaimana diuraikan pada Bab IV dianalisis untuk mendapatkan konfirmasi mengenai kualitas model yang dibangun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA I. DINAMIKA HARGA 1.1. Harga Domestik 1. Jenis gula di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKP adalah

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan yang memungkinkan dilakukannya proses

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Sembilan bahan pokok (Sembako) merupakan salah satu masalah vital dalam suatu Negara. Dengan demikian stabilitasnya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH Oleh : Erizal Jamal Khairina M. Noekman Hendiarto Ening Ariningsih Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

M. FARID RACHMAD B FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

M. FARID RACHMAD B FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERANAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA BERDASARKAN PADA LUAS PANEN KOMODITAS PADI, PRODUKSI PADI, AREAL PERTANIAN, DAN INVESTASI SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI 6.1. Pengujian Asumsi-Asumsi Klasik Regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan dengan rentang waktu penelitian dari tahun 1980 sampai 2008. Data dalam penelitian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja moneter difokuskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA. JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997

ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA. JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997 ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA S JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997 RTNGKASAN ERN1 SUKMADINI ASIKIN. Analisis Impor Serat Kapas di Indonesia.

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beras sebagai komoditas pokok Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011), dapat dilihat bahwa kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan Organisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula PENDAHULUAN Latar Belakang Gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula pasir merupakan salah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar penelitian yang digunakan ialah metode penelitian eksplanatoris. Penelitian eksplanatoris merupakan penelitian yang bersifat noneksploratif,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Penawaran dan Kurva Penawaran Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut

Lebih terperinci

DALAM IMPLEMENTASI KERANGKA PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA RENA YUNITA RAHMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

DALAM IMPLEMENTASI KERANGKA PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA RENA YUNITA RAHMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 1 PROSPEK PERDAGANGAN GULA INDONESIA DALAM IMPLEMENTASI KERANGKA PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA RENA YUNITA RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi permintaan dan relasi penawaran gula menghasilkan parameter estimasi yang konsisten dengan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1 Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai 2008, diperoleh hasil regresi sebagai

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, selisih tingkat suku bunga, selisih inflasi dan selisih neraca pembayaran terhadap kurs

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci