HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum"

Transkripsi

1 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih memiliki rata-rata daya berkecambah awal sebesar 94%. Kadar air awal benih sebelum mendapatkan perlakuan adalah 5-5.6%. Keterangan lebih lengkap mengenai kondisi awal benih dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode suhu rendah yaitu benih dioven pada suhu C berdasarkan ketetapan (ISTA, 2007). Kondisi suhu inkubator yang digunakan dalam pengusangan benih adalah 45 o C. Benih yang dikeluarkan dari inkubator didiamkan selama kurang lebih satu jam sebelum benih ditanam di atas kertas saring. Kadar air benih rata-rata selama pengusangan cepat terkontrol untuk setiap perlakuan kadar air adalah 19.8%, 22.1%, 23.4%, dan 25.7% (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa kadar air benih untuk setiap perlakuan adalah relatif sesuai dengan perlakuan. Keadaan benih setelah pengusangan cepat terkontrol sangat beragam. Benih yang mempunyai vigor tinggi tetap mampu menghasilkan kecambah normal meskipun ditemukan adanya pertumbuhan cendawan setelah beberapa hari penanaman (Lampiran 3). Kondisi ini tidak berpengaruh terhadap kecambah benih sampai akhir pengamatan. Benih yang telah kehilangan vigor ditandai dengan kematian jaringan benih sehingga mengalami pembusukan benih dan strukturnya menjadi lembek saat dipegang. Suhu harian rumah kaca terendah yang berhasil tercatat selama penanaman adalah 34 o C pada pukul 07: 00 pagi dan suhu tertinggi pada pukul 12:50 siang adalah 44 o C. Intensitas cahaya matahari yang diterima dalam rumah kaca kurang lebih selama 8 jam setiap hari. Hal ini karena selama penanaman terjadi musim kemarau panjang dan kondisi ini mengakibatkan media tanam yang digunakan lebih cepat mengering akibat penguapan yang tinggi. Daya tumbuh benih pada saat penanaman di rumah kaca hampir merata dan seragam sampai akhir pengamatan. Ketersediaan air yang tidak maksimal mengakibtkan tanaman lebih cepat mengalami kelayuan meskipun kondisi ini tidak mengakibatkan perbedaan pertumbuhan bibit dari setiap lot benih.

2 23 Hasil Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa interaksi dari kedua faktor yaitu faktor kondisi PCT dan faktor lot benih berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur yang diamati pada percobaan ini yaitu tolok ukur V PCT dan tolok ukur kecepatan tumbuh benih setelah PCT. Demikian juga faktor tunggal lot benih dan faktor tunggal kondisi PCT. Hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 4-5. Nilai tengah V PCT pengaruh interaksi dari kedua faktor dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Tolok Ukur Viabilitas setelah Pengusangan Cepat Terkontrol (V PCT ) dan Kecepatan Tumbuh (K CT ) setelah Pengusangan Tolok Sumber Keragaman KK (%) Ukur Kond. PCT Lot Benih Interaksi V PCT ** ** ** 8.38 K CT ** ** ** t Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata t = transformasi dengan ( x ) 0.5 KK = koefisien keragaman V PCT pada P0, P4, P8, dan P12 yang merupakan kondisi semua kadar air benih (20%, 22%, 24%, 26%) tanpa penderaan (0 jam) dari keempat lot benih berada pada kisaran 86-96% dengan rata-rata lebih dari 93%. Angka ini menunjukkan bahwa keempat lot benih yang digunakan memiliki viabilitas awal yang sama tinggi. Berdasarkan data pada Tabel 2, V PCT pada kondisi KA benih 20% dengan lama penderaan 24 jam (P1) telah berada pada kisaran yang lebih besar dibandingkan dengan vigor awal benih. Nilai rata-rata V PCT dari keempat lot benih berkisar 69.3%-96%. Lot 3 pada kondisi tersebut terlihat memiliki tingkat vigor yang tertinggi dengan angka V PCT masih mencapai 96 %. Benih lot 2 terlihat memiliki V PCT yang paling rendah dibandingkan dengan ketiga lot benih yang digunakan karena vigornya mengalami penurunan dari vigor awal benih hingga mencapai nilai rata-rata 69.3%.

3 24 Tabel 2. Nilai Tengah V PCT Pengaruh Interaksi Faktor Lot Benih dengan Kondisi KA benih serta Lama Penderaan PCT Lot ( KA+Periode) L1 L2 L3 L4 (%) 20 0 (P0) 90 abcd 88.6 abcde 95.3 ab 86 cdefg (P1) 81.3 efgh 69.3 ij 96 ab 78 gh (P2) 36.6 m 29.3 mno 76 ih 26 op (P3) 3.3 s 0 s 4 s 3.3 s 22 0 (P4) 90.6 abc 90.6 abc 96 ab 88.6 abcde (P5) 87.3 bcdef 68.6 ij 88.6 abcde 79.3 fgh (P6) 52.6 k 20 pq 67.3 j 14 qr (P7) 17.3 q 0 s 28 no 8 rs 24 0 (P8) 93.3 abc 89.3 abcde 93.3 abc 88.6 abcde (P9) 82 defgh 76 ih 79.3 fgh 68 j (P10) 44.6 l 35.3 mn 54 k 4 s (P11) 2 pq 0 s 32 mno 0 s 26 0 (P12) 94.6 ab 90.6 abc 96.6 a 86 cdefg (P13) 85 cdefg 36 m 91.3 abc 52 k (P14) 2.6 s 36.6 m 26 op 3.3 s (P15) 0 s 2 s 0 s 17.3 q Keterangan: Nilai pada baris dan kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% V PCT dengan kondisi KA benih 22% pada lama penderaan 24 jam (P5) juga telah memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap vigor benih yang digunakan. V PCT pada kondisi tersebut memiliki selang antara 68.6%-88.6%. Lot 3 masih tetap memiliki tingkat vigor yang paling tinggi dengan rata-rata V PCT adalah 88.6%, selain itu lot 2 masih tetap memiliki vigor terendah dibandingkan ketiga lot benih yang lain dengan rata-rata V PCT adalah 68.6%. Urutan viabilitas dari keempat lot benih mengalami perubahan ketika kondisi kadar air benih dinaikkan menjadi 24% dengan lama penderaan 24 jam (P9). Berdasarkan data pada Tabel 2, lot 1 terlihat memiliki vigor yang lebih tinggi dibandingkan ketiga lot benih lainnya dengan nilai V PCT pada kadar air benih tersebut adalah 82%. Lot 4 memiliki V PCT terendah yaitu 68%. Nilai V PCT pada kondisi KA benih menjadi 26% dengan lama penderaan 24 jam (P13) berada pada selang yang sangat besar. Hal ini karena nilai tertinggi dari V PCT adalah 91.3% untuk benih lot 3, sedangkan nilai terendah hanya mencapai angka 36% untuk benih lot 2.

4 25 V PCT pada kondisi semua kadar air benih (20%, 22%, 24%, 26%) dengan lama penderaan 48 jam (P2, P6, P10, P14) menunjukkan kecenderungan penurunan nilai vigor benih yang sangat signifikan. Nilai V PCT rata-rata dari semua kondisi tersebut berada di bawah angka 50% kecuali benih lot 3 pada kondisi P2 dan P6 yang masih terlihat memiliki nilai sebesar 76% dan 67.3%. Keempat lot benih kehilangan vigornya dan sebagian besar telah mengalami kematian ketika kondisi PCT berada pada KA 20%, 22%, 24%, 26% dengan penambahan lama penderaan menjadi 72 jam (P3, P7, P11, P15). Hasil sesuai dengan penelitian Modarresi dan Van Damme (2003) yang juga menunjukkan bahwa penderaan benih pada suhu 45 o C dengan kadar air 20% dan 22% selama 72 jam telah mematikan semua benih gandum. Gambaran kondisi penurunan V PCT benih karena pengaruh interaksi lot benih dengan seluruh kondisi PCT dapat dilihat pada Lampiran 6. Informasi yang diperoleh dari Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor yang digunakan pada penelitian ini juga memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh (K CT ) benih. Kecepatan tumbuh (K CT ) merupakan salah satu dari tiga tolok ukur yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tumbuh benih di lapang atau yang disebut dengan vigor kekuatan tumbuh (V KT ). Vigor kekuatan tumbuh adalah kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi suboptimum dan optimum dengan tiga tolok ukur yang dapat mengungkapkannya yaitu vigor spesifik, vigor kekuatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh (Sadjad et al., 1999). Nilai tengah K CT setelah pengusangan pengaruh interaksi kedua faktor dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 3. Kecepatan tumbuh benih rata-rata pada kondisi P0, P4, P8, dan P12 adalah di atas 22%/etmal dan berada pada kisaran %/etmal. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh benih awal masih cukup baik. Kecepatan tumbuh benih pada kondisi P1 sangat beragam antar lot benih seperti yang terlihat pada Tabel 3. Nilai K CT setelah pengusangan pada kondisi tersebut telah memiliki selang angka yang cukup lebar. Nilai kecepatan tumbuh tertinggi adalah lot 3 yaitu 25.4%/etmal dan kecepatan tumbuh terendah adalah lot 2 dengan nilai sebesar 16.1%. Urutan ini sesuai dengan urutan nilai pada V PCT benih dimana lot 3 masih memiliki vigor tertinggi dan lot 2 merupakan lot terendah.

5 26 Tabel 3. Nilai Tengah K CT setelah Pengusangan Pengaruh Interaksi Faktor Lot Benih dan Kondisi KA benih serta Lama Penderaan Lot PCT ( KA+Periode) L1 L2 L3 L4 (%/etmal) 20 0 (P0) 24.5 bcdefgh 23.3 bcdefghi 30.3 ab 22.8 cdefghij (P1) 21.6 defghijk 16.1 jklmno 25.4 abcdefg 19 ghijklm (P2) 8.2 qrstu 5.7 stuvwx 15.7 klmnop 6.3 stuvwx (P3) 0.6 vwx 0 x 0.6 vwx 0.5 vwx 22 0 (P4) 27.6 abcde 23.7 bcdefghi 29.3 abc 24.4 bcdefgh (P5) 22.7 cdefghij 14.6 lmnopq 24.7 abcdefgh 19.5 fghijkl (P6) 12.4 mnopqrs 3.7 tuvwx 14.4 lmnopqr 2.5 tuvw x (P7) 3.2 tuvwx 0 x 6.3 stuvwx 1.4 uvwx 24 0 (P8) 27.4 abcde 24.4 bcdefgh 28.7 abcd 23.6 bcdefghi (P9) 21.2 efghijkl 17.9 hijklmn 16.8 ijklmn 15.2 klmnop (P10) 9.3 opqrst 7.4 stuvw 12 nopqrs 0.6 vwx (P11) 4.5 tuvwx 0 x 7.7 rstuv 0 x 26 0 (P12) 28.1 abcde 26.5 abcdef 31.5 a 24 bcdefgh (P13) 24.4 bcdefgh 7.4 stuvw 20.2 fghijkl 12.4 mnopqrs (P14) 0.4 wx 9.1 pqrst 5.8 stuvwx 0.5 vwx (P15) 0 x 0.3 wx 0 x 3.7 tuvwx Keterangan: Nilai pada baris dan kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Perubahan kondisi menjadi P5 memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata dari kecepatan tumbuh benih pada kondisi P1. Berdasarkan data pada Tabel 3, kecepatan tumbuh benih masih relatif stabil dengan penurunan angka yang sangat kecil. Lot 3 masih mampu mempertahankan kecepatan tumbuh pada nilai tertinggi yaitu sebesar 24.7%/etamal dan lot 2 masih teridentifikasi sebagai lot benih terendah diantara ketiga lot benih lainnya dengan kecepatan tumbuh benih sebesar 14.6%/etmal. Nilai V PCT yang tinggi pada penelitian ini tidak selalu menggambarkan nilai kecepatan tumbuh benih juga tinggi. Hal ini terlihat pada kecepatan tumbuh benih ketika kondisi P9 dan P13. Benih lot 1 pada kedua kondisi tersebut memiliki V PCT sebesar 82% dan 85% dengan nilai kecepatan tumbuh benih adalah 21.2%/etmal dan 24.4%/etmal, akan tetapi benih lot 3 yang masih memiliki V PCT sebesar 79.3% dan 91.3% memiliki kecepatan tumbuh hanya mencapai nilai 16.8%/etmal dan 20.2%/etmal.

6 27 Nilai rata-rata kecepatan tumbuh benih pada semua tingkat kadar air dengan lama penderaan 48 jam dan 72 jam (Tabel 3) mengalami penurunan yang sangat signifikan. Hampir seluruh nilai K CT rata-rata pada kondisi P2, P6, P10, dan P14 berada dibawah 15%/etmal bahkan mencapai nilai 0.4%/etmal untuk benih lot 1 pada kadar air 26%. Kemampuan benih dalam menghasilkan kecambah normal setiap waktu telah sangat rendah bahkan sebagian besar benih mengalami kematian ketika benih pada semua kondisi kadar air didera selama 72 jam (P3, P7, P11, P15). Gambaran kondisi penurunan K CT benih karena pengaruh interaksi lot benih dengan seluruh kondisi PCT dapat dilihat pada Lampiran 7. Hubungan antara V PCT dengan Daya Tumbuh dan Vigor Bibit Penanaman benih dalam kondisi lingkungan yang tercekam pada umumnya dapat menunjukkan perbedaan vigor antar lot benih. Lot benih yang bervigor tinggi akan memiliki pertumbuhan yang baik dan begitu sebaliknya pada lot benih yang bervigor rendah. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh faktor lot benih terhadap daya tumbuh benih dan beberapa tolok ukur vigor bibit dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran Pada penelitian ini faktor tunggal lot benih tidak berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh benih dan tolok ukur vigor bibit pada suhu tinggi diantaranya tinggi tanaman, jumlah daun, panjang pucuk, rasio pucuk terhadap akar, dan bobot kering bibit kecuali dengan panjang akar bibit yang menunjukkan pengaruh nyata. Daya tumbuh benih pada suhu tinggi, keseragaman dalam pertumbuhan dan perkembangan bibit selama 5 MST dalam kondisi cekaman suhu tinggi pada berbagai lot benih dapat dilihat pada Lampiran 21 dan Lampiran 22. Suhu rumah kaca tertinggi selama penanaman adalah adalah 44 o C dan suhu terendah adalah 34 o C. Kisaran nilai tersebut merupakan kisaran suhu untuk perkecambahan dan pertumbuhan yang dikondisikan sebagai bentuk cekaman lingkungan berupa suhu tinggi pada penelitian ini. Berdasarkan data hasil pengamatan pada keempat lot benih yang diteliti, benih yang ditanam pada suhu tinggi memiliki rata-rata nilai daya tumbuh yang relatif sama besar. Nilai daya tumbuh sebesar 92.6% pada lot 3 dan lot 2 masih belum berbeda dengan nilai 92% pada lot 1 dan 89.3% pada lot 4. Meskipun demikian, lot 3 memiliki persentase daya tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan lot 1 dan lot 4.

7 28 Tabel 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Faktor Lot Benih terhadap Daya Tumbuh Benih dan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit Tolok Sumber Keragaman KK(%) Ukur Lot Ulangan Daya Tumbuh tn tn 5.55 Tinggi 2MST tn tn Tinggi 3MST tn tn 5.72 Tinggi 4MST tn tn 5.45 Tinggi 5MST tn tn 6.56 JD 2MST tn tn JD 3MST tn tn 6.66 JD 4MST tn tn 4.81 JD 5MST tn tn 3.76 PP tn tn 8.95 PA * tn P/A tn tn BK tn tn Keterangan: tn tidak nyata berkorelasi linier BK bobot kering * nyata pada taraf 5% P/A rasio pucuk per akar KK koefisien keragaman JD jumlah daun PP panjang pucuk PA panjang akar Metode pengusangan cepat terkontrol umumnya juga digunakan untuk memperkirakan kondisi vigor bibit saat di lapang dan umumnya dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi (Lampiran 23) antara viabilitas setelah pengusangan cepat terkontrol dengan daya tumbuh benih pada kondisi cekaman lingkungan. Korelasi antara V PCT dengan daya tumbuh benih pada suhu tinggi dalam penelitian ini tidak erat. Hal ini karena hampir seluruh nilai koefisien korelasi dari setiap kondisi PCT dan daya tumbuh benih sangat kecil bahkan mendekati nol. Nilai koefisien korelasi tertinggi hanya berada pada angka pada kondisi P15 dan nilai koefisien korelasi terkecil adalah sebesar pada kondisi P1. Hal tersebut berbeda dengan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa metode pengusangan cepat terkontrol memiliki korelasi yang erat dengan daya tumbuh benih di lapang pada beberapa kondisi cekaman. Hasil penelitian Basak et al. (2006) menunjukkan bahwa V PCT pada semua kondisi hampir seluruhnya memiliki korelasi yang erat dengan daya tumbuh benih cabai pada suhu tinggi.

8 29 Hasil penelitian Demir dan Mavi (2008) juga menunjukkan bahwa hasil V PCT benih mentimun memiliki korelasi yang erat dengan daya tumbuh benih di lapang pada suhu rendah. Tinggi merupakan satu karakter bibit yang sangat mudah diamati dan dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan tanaman. Faktor tunggal lot benih pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi bibit meskipun terjadi stress lingkungan berupa suhu tinggi selama penanaman. Nilai tengah tinggi bibit lot 3 sebesar 8 cm tidak berbeda nyata dengan nilai 6.9 cm pada bibit lot 2. Bibit dari keempat lot benih terlihat mengalami pertambahan tinggi setiap minggu dengan nilai yang relatif sama dan serempak. Tolok ukur tinggi bibit masih belum banyak dilaporkan sebagai tolok ukur vigor bibit di lapang ketika menguji vigor benih menggunakan metode PCT. Hal ini karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan analisis regresi, V PCT dengan tolok ukur tinggi bibit tidak memiliki korelasi. Hal ini karena nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi (Lampiran 24) dari semua perlakuan PCT dengan tinggi bibit sangat kecil. Nilai koefisien korelasi tertinggi sebesar pada P5 dan nilai terkecil hanya pada P4. Nilai koefisien determinasi tertinggi hanya mencapai 13% pada P0 dan terendah hanya 0.1 pada P3. Nilai koefisien korelasi tinggi tanaman pada 2 MST tertingi hanya mencapai angka dan nilai terendah telah mendekati angka nol yaitu Nilai koefisien korelasi pada saat bibit berumur 4 MST dan 5 MST sebagian besar berada di bawah nilai 0.2 Hal ini memperlihatkan bahwa V PCT belum mampu menggambarkan kondisi tinggi bibit wijen di rumah kaca yang bersuhu tinggi sampai umur bibit 5 MST. Tolok ukur penting yang juga perlu diamati dalam pertumbuhan tanaman adalah jumlah daun. Hal ini karena di dalam daun terjadi proses penting yaitu fotosintesis. Proses fotosintesis menghasilkan zat-zat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap jumlah daun bibit pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata. Rata-rata pertambahan jumlah daun tanaman dalam penelitian ini hampir sama dan seragam dalam setiap minggu pengamatan. Jumlah daun bibit umur 2 MST berada pada kisaran dan jumlah daun terbanyak adalah lot 3 yaitu 2.3. Jumlah daun bibit umur 4 MST berada pada kisaran dan jumlah daun

9 30 terbanyak adalah lot 1 dan lot 3 yaitu 7.6. Jumlah daun bibit umur 5 MST berada pada kisaran dan jumlah daun terbanyak adalah lot 4 yaitu 9.8. Rata-rata pertambahan jumlah daun antar lot hanya memiliki selisih yang sangat kecil yaitu berkisar antara setiap minggunya. Hal ini mengakibatkan karakter pertumbuhan dari benih yang berlot rendah maupun yang berlot tinggi.tidak dapat dibedakan. Berdasarkan nilai koefisien korelasi antara V PCT dan jumlah daun pada saat bibit berumur 2 MST, 4 MST, dan 5 MST hanya mencapai nilai tertingi dan nilai terendah telah mendekati nol yaitu sebesar Seluruh nilai koefisien korelasi pada 3 MST berada pada angka di atas Angka tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan pada saat bibit umur 2 MST, 4 MST, dan 5 MST. Meskipun demikian nilai tersebut belum mampu memperlihatkan korelasi yang nyata antara V PCT dengan jumlah daun sampai akhir pengamatan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa V PCT belum dapat menggambarkan dan menjelaskan pertambahan jumlah daun bibit di lapang pada suhu tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah daun bukan tolok ukur yang peka terhadap perubahan kondisi lingkungan terutama kondisi suhu tinggi dan hasil V PCT belum mampu menggambarkan pertumbuhan jumlah daun bibit. Panjang akar digunakan sebagai tolok ukur dalam uji vigor pada beberapa penelitian. Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 4 menginformasikan bahwa faktor lot benih memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar bibit di lapangan. Nilai tengah panjang akar bibit pengaruh faktor tunggal lot benih dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Tengah Panjang Akar (PA) Bibit Pengaruh Faktor Tunggal Lot Benih Lot Benih L1 L2 L3 L4 Panjang Akar Bibit 5 MST cm 6.4 b 6.6 b 9.7 a 7.3 b Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

10 p.akar 31 Berdasarkan Tabel 5 secara umum panjang akar bibit dari benih lot 3 (S3) lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga lot benih lainnya. Panjang akar bibit tertinggi sebesar 9.7 cm pada lot 3 telah berbeda nyata dengan panjang akar bibit sebesar 7.3 cm pada lot 4 (S4). Perbedaan kondisi perakaran antar lot benih dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2. Gambar 2. Keragaman Panjang Akar Bibit Sebagian besar nilai koefisien korelasi antara V PCT dengan tolok ukur panjang akar bibit pada berbagai kondisi KA benih dan lama penderaan adalah tidak signifikan kecuali korelasi antara V PCT pada kadar air 20% dan periode penderaan 24jam (P1). Korelasi pada kondisi tersebut adalah positif dan erat dengan nilai koefisien korelasi sebesar Nilai koefisien korelasi pada kondisi PCT yang lain (P0-P15) berada pada kisaran angka Berbeda dengan hasil penelitian Makkawi et al. (1999) yang menyatakan panjang akar benih lentil (Lens culinaris Medikus) belum terlihat memiliki korelasi dengan hasil beberapa uji vigor benih maupun daya tumbuh benih pa = P1 R2 = r = P< VPCT (20% 24 jam) Gambar 3. Hubungan antara V PCT pada Kondisi KA 20% serta Lama Penderaan 24 jam dengan Panjang Akar Bibit

11 32 Berdasarkan grafik hubungan antara V PCT dengan panjang akar bibit terlihat bahwa 66.3% pertambahan panjang akar bibit dapat digambarkan dengan model regresi linier yang terdapat pada Gambar 3. Setiap penurunan V PCT sebesar satu persen menggambarkan perubahan panjang akar bibit 0.11 cm. Hasil analisis regresi antara V PCT dengan tolok ukur panjang akar bibit selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25. Salah satu indikator yang baik untuk melihat respon pertumbuhan tanaman adalah panjang pucuk. Berdasarkan Tabel 4, lot benih juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang pucuk bibit. Data nilai tengah pengaruh lot benih terhadap panjang pucuk bibit bahwa nilai panjang pucuk sebesar 31.9 cm pada lot 3 tidak berbeda nyata dengan nilai pada lot 2 sebesar 29.9 cm. Selain itu, kondisi cekaman suhu tinggi pada saat penanaman belum dapat membedakan tingkat vigor pada tolok ukur panjang pucuk dari keempat lot benih yang digunakan. Hasil analisis korelasi antara vigor pengusangan cepat terkontrol dengan panjang pucuk bibit secara keseluruhan tidak ada yang signifikan. Koefisien korelasi maksimum hanya mencapai angka pada kondisi P9. Hal ini memperlihatkan bahwa V PCT belum dapat membuktikan adanya korelasi yang erat dengan tolok ukur panjang pucuk bibit. Berbeda dengan hasil penelitian Mavi dan Damir (2005) yang menunjukan hasil V PCT pada periode penderaan 96 jam mempunyai korelasi positif dan erat dengan panjang hipokotil dan nilai koofisien korelasinya sebesar 0.82 pada benih labu. Hasil analisis regresinya dapat dilihat dalam Lampiran 26. Rasio pucuk terhadap akar digunakan sebagai tolok ukur vigor bibit di lapang pada beberapa penelitian. Belum banyak hasil penelitian yang melaporkan korelasi antara hasil uji vigor benih termasuk metode PCT dengan rasio pucuk terhadap akar. Berdasarkan data pada penelitian ini, diperoleh informasi bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata dari rasio pucuk terhadap akar bibit setiap lot benih yang digunakan. Hal ini karena rasio pucuk terhadap akar berada pada kisaran nilai yaitu Hampir seluruh hasil analisis korelasi dan analisis regresi (Lampiran 27) antara V PCT dengan rasio pucuk terhadap akar menunjukkan hubungan yang tidak erat. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan tingkat korelasi dari beberapa tolok ukur

12 33 vigor bibit yang lainnya dengan viabilitas setelah pengusangan cepat terkontrol. Nilai koefisien korelasi sebagian besar mendekati nilai nol bahkan koefisien korelasi dari kondisi PCT P9 hanya sebesar Efisiensi pemanfaatan unsur hara dan zat-zat penting oleh tanaman dapat dilihat dari bobot kering total tanaman. Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 4, faktor lot benih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering bibit. Nilai tengah bobot kering bibit 1.1 gram dari lot 4 tidak berbeda nyata dengan nilai rasio sebesar 0.8 gram pada lot 3. Korelasi antara V PCT dan bobot kering bibit pada umumnya adalah negatif meskipun tidak erat bahkan hampir tidak ada korelasi yang linier antara kedua tolok ukur tersebut. Hal ini karena sebagian besar nilai koefisien korelasi dibawah nilai Hasil analisis regresi juga menunjukkan tidak adanya hubungan linier antar V PCT dengan tolok ukur bobot kering, karena nilai koefisien determinasi sangat kecil (Lampiran 28). Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa bobot kering bibit bukan merupakan tolok ukur yang peka dalam menggambarkan hasil uji vigor benih. Hal ini tersebut berbeda dengan hasil Makkawi et al. (1999) bahwa berat kering kecambah normal benih lentil yang di tanam di Sudan pada tahun 1992 memliki nilai koefisien korelasi positif dan sangat erat dengan daya tumbuh benih yaitu sebesar dan 0.897, akan tetapi tidak ada korelasi yang signifikan ketika benih ditanam pada tahun 1993 di Syria. Hasil penelitian Mavi dan Demir (2005) juga menunjukkan bahwa berat kering kecambah normal benih labu (Curcubita maxima) memilki korelasi yang erat dan positif dengan hasil V PCT pada lama penderaan 96 jam dalam kondisi cekaman garam 150mM NaCl. Pembahasan Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas Pengujian vigor benih di laboratorium menggunakan metode pengusangan cepat terkontrol menunjukkan hasil yang cukup bervariasi. Nilai V PCT pada semua kondisi KA benih dan lama penderaan dalam penelitian ini berada pada kisaran yang lebih besar dan memiliki perbedaan jelas antar lot dibandingkan dengan vigor awal benih terutama ketika kondisi kadar air benih tinggi dengan periode penderaan yang lebih lama. Hal ini ternyata senada dengan hasil penelitian Basak et al., (2006) yang

13 34 menunjukkan bahwa V PCT benih cabai terlihat memiliki selang yang jauh lebih besar dibandingkan dengan daya berkecambah awal benih. Powell dan Matthew (2005) menyatakan bahwa metode PCT dikembangkan untuk menguji vigor benih sayuran yang berukuran relatif kecil dan metode ini telah berhasil digunakan untuk menguji vigor beberapa benih sayuran diantaranya bawang (Allium cepa), selada (Lactuca sativa L), cabai (Capsicum annum), dan wortel. Pengujian vigor benih wijen menggunakan metode PCT dalam penelitian ini relatif mudah. Selain karena benih wijen mempunyai ukuran yang kecil, sifat permeabel dari benih mempermudah proses imbibisi air kedalam benih dan mengakibatkan proses kesetimbangan air benih tercapai lebih cepat. Berbeda dengan hasil penelitian Mavi dan Demir (2005) yang menunjukkan bahwa permasalahan utama dalam penggunaan metode uji PCT pada benih labu (Curcubita maxima) yang berukuran besar dan memiliki kulit lebih tebal adalah lambatnya proses imbibisi yang mengakibatkan variasi kadar air antar benih dan antar lot benih. Hal ini diperkirakan mempengaruhi hasil penelitian yang belum menemukan kombinasi kadar air dan periode penderaan yang cocok untuk benih labu. Berdasarkan nilai V PCT pada Tabel 2, terlihat jelas bahwa lama penderaan 24 jam merupakan waktu maksimum yang masih mampu memperlihatkan perbedaan tingkat vigor dari keempat lot benih meskipun vigor benih telah mengalami penurunan. Hal ini karena pada kondisi perlakuan kadar air benih yang didera lebih lama (48 dan 72 jam), benih terlihat telah kehilangan vigornya. Berdasarkan nilai tolok ukur V PCT dan K CT pada penelitian ini, vigor keempat lot benih telah dapat dibedakan dengan jelas. Penilaian vigor benih berdasarkan V PCT lebih bisa menggambarkan tingkat vigor dari lot benih yang digunakan dari pada penilaian berdasarkan vigor awal benih yang digambarkan berdasarkan tolok ukur daya berkecambah benih. Hal yang senada juga dinyatakan oleh Wang et al. (2004) bahwa V PCT merupakan tolok ukur yang lebih peka dalam menggambarkan potensi vigor antar lot benih pada benih rumput Siberia (Elymus sibiricus L.) dibandingkan dengan daya berkecambah benih, indeks vigor, dan panjang radikula. Hal ini menunjukkan bahwa V PCT memang tolok ukur yang peka untuk menggambarkan kondisi vigor benih.

14 35 Semua kondisi PCT pada penelitian ini telah berhasil dalam menggambarkan potensi vigor dari keempat lot benih wijen yang digunakan. Penurunan vigor benih pada penelitian ini mengikuti peningkatan tingkat kadar air benih dan lama penderaan benih. Benih semakin kehilangan vigornya ketika benih didera pada kadar air yang semakin tinggi dan periode yang semakin lama. Hasil ini hampir senada dengan hasil analisis Kruse (1999) yang menyatakan bahwa perbedaan vigor antar lot benih terlihat semakin jelas dengan semakin lamanya periode penderaan benih berdasarkan asumsi penyebaran normal. Penentuan kondisi kadar air benih dan lama penderaan yang sesuai untuk metode PCT pada umumnya didasarkan pada efektifitas dan efisiensi waktu dalam pelaksanaan. Lama penderaan 24 jam dalam penelitian ini lebih efisien dibandingkan dengan lama penderaan 48 jam dan 72 jam. Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian Demir et al, (2005) pada benih terong, dan Basak et al, (2006) pada benih cabai yang menyatakan bahwa lama penderaan 24 jam sangat dianjurkan digunakan untuk menguji vigor benih dengan PCT pada benih-benih tersebut, meskipun tingkat kadar air benihnya berbeda-beda. Hal ini hampir sama dengan pernyataan Basak et al. (2006) mengenai kesesuaian metode PCT untuk benih-benih berukuran kecil didasarkan pada pertimbangan dalam kemudahan benih menyerap air sehingga peningkatan kadar air benih tidak harus memerlukan waktu yang lama. Dasar lain yang digunakan untuk menentukan kondisi PCT pada penelitian adalah kecenderungan penurunan nilai V PCT serta peningkatan kisaran nilai V PCT antar keempat lot benih. Nilai V PCT dan K CT dari lot benih pada kondisi P1 telah mengalami penurunan yang signifikan serta menghasilkan kisaran yang lebih besar dibandingkan dengan kisaran nilai viabilitas awal benih. Walaupun kondisi P9 menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membedakan keempat lot benih, namun dampak terhadap nilai K CT nya sudah sangat rendah dibandingkan P1 Sehingga berdasarkan nilai V PCT dan K CT tersebut, P1 dianggap sebagai kondisi yang paling efektif. V PCT dan K CT pada P13 juga menghasilkan kisaran yang besar, tetapi nilai V PCT dan K CT dari benih L2 dan L4 telah sangat redah. Nilainilai tersebut telah berbeda nyata secara statistik dengan viabilitas awal benih (tanpa penderaan).

15 36 Benih telah kehilangan vigornya pada semua kadar air yang digunakan ketika lama penderaan ditambahkan menjadi 48 jam dan 72 jam. Kondisi tersebut diperkirakan akibat proses metabolisme dalam benih yang sangat cepat dan terus menerus ketika berada dalam inkubator yang bersuhu tinggi 45 o C. Selain itu, pengemasan benih dalam alumunium foil selama dalam inkubator yang memiliki sifat mudah mengantarkan panas dalam penelitian ini juga diduga mengakibatkan perubahan suhu dalam benih. Kondisi ini diduga menyebabkan proses kemunduran benih lebih cepat yang berdampak terhadap viabilitas benih. Hal ini senada dengan pernyataan Kuswanto (1996) bahwa suhu berkaitan dengan laju pernafasan dan aktivitas enzim-enzim yang terdapat dalam benih sehingga suhu sangat berpengaruh terhadap proses perkecambahan benih. Proses perombakan yang terjadi dengan cepat mengakibatkan ketahanan benih menjadi menurun karena cadangan energi benih berangsur habis sehingga benih tidak mampu lagi berkecambah normal bahkan mengalami kematian. Terjadinya proses-proses tersebut diduga yang mengakibatkan sebagian besar benih yang didera selama 72 jam mengalami kematian. Hubungan antara V PCT dengan Daya Tumbuh dan Vigor Bibit Daya tumbuh dari keempat lot benih pada suhu tinggi (34-44 o C) dan nilainilai dari beberapa tolok ukur vigor bibit yang diamati pada penelitian ini tidak berbeda nyata. Cekaman suhu tinggi yang diujikan ternyata belum berpengaruh terhadap keempat lot benih. Berbeda dengan hasil penelitian Basak et al. (2006) pada benih cabai (Capsicum annum L.) yang menunjukkan bahwa daya tumbuh benih pada suhu tinggi (19-42 o C) berbeda nyata antar lot benih yang digunakan. Cekaman suhu lingkungan yang tinggi pada penelitian ini menunjukkan daya tumbuh benih dan pertumbuhannya optimum. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai daya tumbuh benih yang sama tinggi serta keserempakan pertumbuhan hingga akhir pengamatan (Lampiran 31 dan Lampiran 33). Hal ini berbeda dengan pernyataan Godin dan Spensly dalam Juanda dan Cahyono (2005) bahwa kisaran suhu udara yang baik untuk pertumbuhan dan hasil yang optimal pada benih wijen adalah berkisar antara o C. Akan tetapi, keempat lot benih pada penelitian ini masih tahan terhadap kondisi suhu lingkungan yang tinggi dengan rata-rata 38 o C.

16 37 Pengaruh yang tidak nyata dari kondisi cekaman suhu tinggi terhadap vigor keempat lot benih yang digunakan pada penelitian ini diduga akibat pengaruh faktor pertumbuhan lain seperti persediaan air, komposisi dan strukur media tanam yang digunakan masih cukup optimum untuk pertumbuhan benih hingga menjadi bibit. Hal ini sejalan dengan pendapat Copeland dan Mc Donald (2001) yang menyatakan selain suhu, banyak sekali faktor lingkungan yang mempengaruhi proses perkecambahan dan pertumbuhan benih diantaranya ketersediaan air, kondisi udara atau oksigen, dan cahaya. Bibit dari keempat lot benih pada penelitian ini juga memiliki tinggi, jumlah daun, panjang pucuk, dan rasio pucuk terhadap akar yang relatif sama. Diduga bibit dari keempat lot benih memiliki kemampuan penyerapan akar terhadap unsur hara yang masih sama baik. Masih baiknya penyerapan unsur hara dan air pada bagian akar dengan proses fotosintesis pada bagian pucuk akan berpengaruh terhadap tinggi bibit, jumlah daun panjang pucuk, dan rasio pucuk terhadap akar yang juga baik. Dugaan ini sejalan dengan pendapat Aminah et al. (2006) yang menyatakan jumlah akar yang semakin banyak akan meningkatkan jumlah unsur hara yang diserap oleh tanaman dan hal ini mengakibatkan pertumbuhan bibit menjadi lebih cepat. Akan tetapi mengenai tolok ukur rasio pucuk terhadap akar Sudrajad et al. (2005) menyatakan bahwa rasio tunas dan akar yang tinggi belum dapat menjamin mutu bibit tanaman. Menurut Lakitan (2004) unsur hara yang diserap tanaman baik yang digunakan untuk sintesis senyawa organik maupun yang masih dalam bentuk ionik dalam jaringan tanaman juga memberikan pengaruh terhadap bobot kering tanaman. Bobot kering bibit pada penelitian ini memiliki nilai yang relatif sama. Daya serap akar bibit dan akumulasi unsur hara dan air yang masih sama baik diduga mengakibatkan nilai bobot kering bibit yang relatif sama. Hal ini hampir sama dengan pernyataan Sudrajad et al. (2005), bahwa berat kering tanaman merupakan gambaran dari akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis dari senyawa anorganik yang berupa unsur hara, air, dan karbondioksida. Media tanam berupa campuran tanah, pasir, dan pupuk organik yang digunakan dalam penelitian ini diduga memberikan kondisi yang optimum terhadap perkecambahan benih sehingga daya tumbuh benih masih sangat tinggi

17 38 meskipun suhu lingkungannya sangat tinggi. Hal ini karena menurut Juanda dan Cahyono (2005), jenis tanah yang baik untuk budidaya wijen umumnya memiliki tekstur berpasir seperti podsolik, aluvial, dan regosol. Sutopo (2004) juga menambahkan bahwa faktor media tumbuh dapat mempengaruhi perkecambahan benih dan media yang baik harus mempunyai sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyimpan air dan bebas dari patogen. Selain itu, kedalaman penanaman benih juga mempengaruhi perkecambahan benih. Kondisi media tanam yang gembur dan cocok untuk wijen dalam penelitian ini diduga juga mengakibatkan pertumbuhan bibit yang baik. Komposisi kimia benih wijen yang mengandung antioksidan cukup tinggi diduga juga mempengaruhi ketahanan benih terhadap kondisi cekaman lingkungan tanam. Antioksidan diketahui mampu menangkal radikal bebas dan dari beberapa hasil penelitian pada pengujian benih ternyata beberapa antioksidan mampu memperlambat proses kemunduran benih dalam penyimpanan. Hal ini yang diperkirakan juga mampu menahan efek kerusakan akibat kondisi cekaman suhu tinggi selama penanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Larsen et al., (1998) yang menyatakan bahwa perbedaan komposisi kimia antara benih lobak (Brassica) dan kacang polong (Pisum sativum) berpengaruh terhadap perbedaan respon yang diberikan pada berbagai macam kondisi tanah selama pertumbuhan. Berdasarkan hasil analisis korelasi, terlihat bahwa V PCT pada semua kondisi tidak memiliki korelasi dengan semua tolok ukur yang diamati di rumah kaca baik daya tumbuh benih maupun tolok ukur vigor bibit berupa tinggi tanaman, jumlah daun, panjang pucuk, rasio pucuk terhadap akar, dan bobot kering bibit kecuali dengan panjang akar bibit. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Larsen et al. (1998) pada benih kacang polong ( Pisum sativum ) yang berkadar minyak tinggi yang menunjukkan bahwa metode PCT telah mampu meningkatkan korelasi dari V PCT dan rata-rata waktu berkecambah dengan daya tumbuh di lapang, akan tetapi secara keseluruhan korelasi dengan pertumbuhan tanaman di lapang tidak erat. Faktor-faktor pertumbuhan yang diduga menjadi kondisi yang optimum bagi pertumbuhan bibit pada penelitian ini mengakibatkan pertumbuhan bibit sama baik. Berdasarkan data viabilitas awal dan KA awal benih (Lampiran 1), keempat lot benih terlihat masih memiliki vigor yang tidak jauh berbeda. Kondisi tersebut

18 39 yang diduga mengakibatkan tidak adanya korelasi antara V PCT dengan daya tumbuh dan tolok ukur vigor bibit yang diamati kecuali dengan panjang akar bibit. Dugaan ini sejalan dengan pernyataan Powell (1995), bahwa kondisi lapang tanam yang masih sangat baik dan optimum serta kecilnya perbedaan tingkat vigor benih yang digunakan dapat mengakibatkan kurang eratnya korelasi antara V PCT dan kondisi pertumbuhan benih di lapang. Hasil analisis regresi linier antara V PCT dengan daya tumbuh dan beberapa tolok ukur vigor bibit memberikan nilai koefisien determinasi yang masih sangat kecil. Keragaman V PCT dalam penelitian ini tidak dapat dijelaskan oleh daya tumbuh benih dan tolok ukur vigor bibit kecuali panjang akar. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan linier antara V PCT dengan tolok ukur vigor yang diamati dalam penelitian ini. Berdasarkan nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi, V PCT terbukti tidak tepat untuk menggambarkan kondisi benih saat di lapang. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis korelasi antara panjang akar bibit dengan beberapa tolok ukur vigor bibit lainnya yang memiliki nilai tertinggi dan nilai terkecil hanya menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara V PCT dengan tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih wijen di lapang. Diduga V PCT akan lebih sesuai dalam menggambarkan daya simpan benih wijen. Dugaan ini juga didasarkan pada kondisi benih yang terlihat jelas mengalami penurunan vigor saat di simpan beberapa waktu dalam inkubator yang bersuhu 45 0 C dibandingkan dengan kondisi pertumbuhan bibit yang relatif seragam saat mengalami cekaman suhu tinggi di rumah kaca. Penggunaan V PCT untuk menggambarkan daya simpan ternyata juga dilakukan Basak et al. (2006) yang menunjukkan bahwa kondisi PCT dengan kadar air benih 22% dan lama penderaan 24 jam selalu disarankan untuk memperkirakan daya simpan benih cabai (Capsicum annum L) dan V PCT pada semua kondisi perlakuan memiliki korelasi yang erat dengan vigor benih setelah penyimpanan selama 4 dan 8 bulan. Berdasarkan hasil penelitian ini, panjang akar bibit antar lot benih terlihat berbeda nyata dan bibit dari benih lot 3 (Sbr 3) memiliki akar yang lebih panjang dibandingkan dengan bibit lot 1 (Sbr 1), lot 2 (Sbr 1), dan lot 4 (Sbr 4). Varietas Sbr 3 berdasarkan deskripsi pada Lampiran 29 merupakan varietas yang dibudidayakan untuk lahan

19 40 kering dan varietas Sbr 4 merupakan varietas yang sesuai untuk lahan sawah. Hal ini yang diduga menyebabkan bibit dari benih Lot 3 memiliki akar yang lebih panjang dari pada ketiga lot yang lain. Pemanjangan akar merupakan satu bentuk pertahanan tanaman terhadap kondisi kering, karena akar akan terus mencari sumber air untuk kelangsungan proses metabolisme. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Islami dan Utomo (1995) bahwa salah satu bentuk mekanisme pertahanan tanaman dari cekaman kekeringan adalah pemanjangan akar. Diduga faktor perbedaan yang jelas antar varietas benih yang digunakan mengakibatkan eratnya korelasi antara V PCT dengan tolok ukur panjang akar bibit terutama V PCT pada kondisi kadar air benih 20% dan periode penderaan 24 jam. Selain itu, keragaman V PCT dapat dijelaskan 66.3% oleh panjang akar. Berdasarkan gambaran hasil dari percobaan di Laboratorium dan di Rumah Kaca, metode PCT mampu menguji vigor benih wijen dan V PCT memiliki korelasi dengan vigor bibit dengan tolok ukur panjang akar.

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Informasi umum mengenai kondisi awal benih sebelum digunakan dalam penelitian ini penting diketahui agar tidak terjadi kekeliruan dalam penarikan kesimpulan (misleading

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum 11 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak dan bisa mencapai ketinggian 1.5 m 2.0 m. Tanaman wijen berbentuk semak yang berumur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bahan Tanam Setelah Penyimpanan Penyimpanan bahan tanam dilakukan pada kondisi suhu yang berbeda dengan lama simpan yang sama. Kondisi yang pertama ialah suhu ruang yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan dengan tujuan mencari metode yang dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka yang diamati secara visual menunjukkan bahwa dari 65

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kacang tanah termasuk kelompok benih ortodoks yaitu benih yang memerlukan kadar air (KA) rendah agar viabilitas benih dapat dipertahankan selama di penyimpanan. Benih kacang tanah

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2011 sampai Agustus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN Oom Komalasari dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Mutu fisiologis jagung berpengaruh terhadap vigor awal tanaman dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan Februari April 2012. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan benih kopi A. Hasil Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih kopi, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel yaitu daya berkecambah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Vigor Benih dan Uji Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Vigor Benih dan Uji Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam tanaman kelas Dicotyledoneae, famili Leguminoceae, genus Glycine dan species Glycine

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat rampai atau tomat ranti banyak disukai oleh konsumen karena tomat mempunyai rasa yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Benih, Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Keanekaragaman Budidaya Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Keanekaragaman Budidaya Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Keanekaragaman Budidaya Padi Padi (Oryza sativa L.) termasuk ke dalam tanaman serelia.tanaman padi diklasifikasikan ke dalam ordo Poales, famili Poaceae, genus Oryza, dan spesies

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Indikator pertumbuhan dan produksi bayam, antara lain: tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan konsumsi pangan berupa beras juga ikut meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief: Pengaruh Lama Penyimpanan PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Lebih terperinci

Lampiran 1. Genotipe yang Digunakan sebagai Bahan Penelitian pada Percobaan Pendahuluan

Lampiran 1. Genotipe yang Digunakan sebagai Bahan Penelitian pada Percobaan Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Genotipe yang Digunakan sebagai Bahan Penelitian pada Percobaan Pendahuluan Varietas/Genotipe Padi Sawah Padi Gogo Padi Rawa Aek Sibundong Batu Tegi B11586F-MR-11-2-2 B11283-6c-PN-5-MR-2-3-Si-1-2-

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) berpengaruh nyata pada jumlah akar primer bibit tanaman nanas, tetapi tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Al-Qur an telah disebutkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah diisyaratkan dalam Al-Qur an jauh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung di Indonesia merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi Mengenai Buncis Secara Umum Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Amerika. Buncis merupakan tanaman musim panas yang memiliki tipe

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan penelitian terdiri atas pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang dilakukan di luar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyimpanan Benih Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah mengkondisikan benih pada suhu dan kelembaban optimum untuk benih agar bisa mempertahankan mutunya.

Lebih terperinci