DAMPAK PEMBANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL LOMBOK TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT OLEH KEN ARDHANA NESWARI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK PEMBANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL LOMBOK TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT OLEH KEN ARDHANA NESWARI H"

Transkripsi

1 DAMPAK PEMBANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL LOMBOK TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT OLEH KEN ARDHANA NESWARI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 THE IMPACTS OF LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT S CONSTRUCTION ON THE REGIONAL ECONOMY OF WEST NUSA TENGGARA By KEN ARDHANA NESWARI ABSTRACT Nusa Tenggara Barat (NTB) is one of the provinces that indicate an improvement in its economy. In the last three years the NTB s Gross Regional Domestic Products (GRDP) indicates improvement annually. The construction of Lombok International Airport (LIA) is one of the efforts to boost NTB s economy. It was done so that this new airport that was built in Tanak Awu, Central Lombok could accommodate more passengers or visitors who come directly to NTB. This paper analyzes the contribution of LIA to the NTB s economy. The analytical method used is Input-Output Analysis which is applied in the NTB 2005 Input-Output Table with the 25 sector classification and in which aggregated to the 13 sector classification. LIA is included in the building sector classification approach. This classification causes the results of this paper are not thorough since the impacts caused are actually greater than those caused only by the building sector. In its progress, after LIA was operated, it can evoke other economic sectors besides building. The analysis done includes the linkage analysis, dispersion impact analysis, and multiplier analysis. From the results of the analysis, it can be concluded that the building sector (airport) has greater backward linkage compared to the forward linkage. This indicates that buildings sector (airport) has ability to attract strong growth in the upstream sector. The impact of external shock investment of LIA indicate that the investment potential for increasing output and household incomes province of NTB. To increase the role of the building sector (airport), government should be trying to push production capacity because it is still lacking in providing input for other sectors. Hence the government must be able to overcome various constraint to attract investor to invest in building sector (airport). Keywords: infrastructure, investment, input-output analysis

3 RINGKASAN KEN ARDHANA NESWARI. Dampak Pembangunan Bandara Internasional Lombok terhadap Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat (dibimbing oleh D.S PRIYARSONO). Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan yang tinggi, infrastruktur berfungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Infrastruktur dapat digolongkan sebagai modal atau kapital. Melalui karakteristik ini, perluasan infrastruktrur tidak hanya menambah stok dari kapital tetapi juga sekaligus meningkatkan produktivitas perekonomian dan taraf hidup masyarakat luas. Bagi negara berkembang, ketersediaan infrastruktur dipandang sebagai prasyarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu negara bagi berlangsungnya kegiatan pembangunan. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi yang mempunyai potensi ekonomi dalam pertanian dan pariwisata. Potensi tersebut membuat jumlah orang yang datang ke Provinsi ini meningkat. Pembangunan Bandar Udara Internasional Lombok (BIL) di Dusun Slanglit, Desa Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah ini, selain karena untuk alasan keselamatan, juga bertujuan untuk mengembangkan dan menggerakkan perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB). Penelitian ini bertujuan menganalisis sejauh mana peran pembangunan Bandara Internasional Lombok terhadap perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada penelitian ini sektor bandara dilihat melalui pendekatan kepada sektor bangunan. Hal tersebut karena terbatasnya klasifikasi sektor pada Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun Metode yang digunakan adalah analisis Input-Output dengan menggunakan program IOAP (Input Output Analysis for Practitioners) dan Microsoft Excel. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, klasifikasi 25 sektor. Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis keterkaitan, analisis dampak penyebaran, dan analisis pengganda (multiplier). Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa sektor bangunan (bandara) memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih besar dibandingkan dengan keterkaitan ke depannya. Hal tersebut berarti bahwa sektor banguan (bandara) lebih berpengaruh terhadap peningkatan output sektor lain untuk digunakan sebagai input dibandingkan dengan kemampuannya dalam menghasilkan output yang digunakan untuk input sektor lain. Artinya, bahwa sektor bangunan (bandara) mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Dampak dari adanya external shock investasi pembangunan BIL menunjukkan bahwa investasi tersebut berpotensi terhadap peningkatan output dan pendapatan rumah tangga Provinsi NTB. Dilihat dari nilai koefisien penyebaran, sektor banguan (bandara) memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal tersebut karena sektor ini mampu mendorong

4 pertumbuhan sektor hulunya. Untuk meningkatkan peranan sektor bangunan (bandara) di Provinsi NTB hendaknya pemerintah berupaya untuk mendorong kapasitas produksinya karena masih kurang dalam menyediakan input bagi sektor lain. Oleh karena itu pemerintah harus mampu mengatasi berbagai kendala agar dapat menarik kembali minat dari investor untuk berinvestasi pada sektor tersebut.

5 DAMPAK PEMBANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL LOMBOK TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Oleh KEN ARDHANA NESWARI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama : Ken Ardhana Neswari Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Dampak Pembangunan Bandara Internasional Lombok terhadap Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing, D.S. Priyarsono, Ph.D NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim NIP Tanggal Kelulusan:

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, April 2012 Ken Ardhana Neswari H

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ken Ardhana Neswari lahir pada tanggal 27 Maret 1990 di Lhokseumawe. Penulis anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Supiyanto dan Desak Made Anom Sukerthi. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1996 sampai 2002 di SDN Margahayu VI Bekasi. Selanjutnya melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Bekasi dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Labschool Rawamangun dan lulus pada tahun Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi ke jenjang Strata 1 di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kegiatan organisasi seperti UKM Futsal IPB, BEM FEM IPB 2010 dan KAREMATA FEM IPB serta berbagai kepanitiaan lainnya.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Dampak Pembangunan Bandara Internasional Lombok terhadap Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat. Topik ini berkaitan dengan pentingnya sebuah infrastruktur sebagai penunjang sebuah perekonomian suatu wilayah. Salah satu infrastruktur yang penting di Provinsi NTB adalah pembangunan Bandara Internasional Lombok. Karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian ini, khususnya di daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terwujudnya karya ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan dari semua pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada: 1. D.S. Priyarsono, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis, maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. M. Parulian Hutagaol, Ph.D sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penelitian ini. 3. Deni Lubis, MA sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang memberikan banyak informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik. 4. Dedi Budiman Hakim, Ph.D sebagai ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB 5. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi. i

10 6. Kedua orang tua penulis, Bapak Supiyanto dan Ibu Desak Made Anom Sukerthi, Mas Yugha Erlangga, serta Ilman Fazrin atas segala kasih sayang, perhatian, motivasi, dukungan, dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman satu bimbingan Alika Syahara, Dina Restiana, Diah Nugraheni, dan Rizki Yulianti atas semangat, doa, dan motivasi selama ini. 8. Teman-teman tercinta Adhayani Dewi, Eva Liana Sari, Mirna Yuliana, Raysah Yunita Rahma, Zhaviera Fetriza, Ahmad Fadhli Firsya, Dhany Saputra Bangun, Guruh Herman Was an, Agung Praditya, Dara Restu Maharani, Nur Azizah Inayah, serta teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 9. Kakak kelas Ilmu Ekonomi: Kak Fazlur, Kak Christina, Kak Putri Nilam atas bantuan dan dukungannya bagi penulis. 10. Keluarga KAREMATA FEM IPB, atas kebersamaannya selama ini. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, April 2012 Ken Ardhana Neswari H ii

11 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. i iii vi viii ix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Teori Pertumbuhan Teori Harrod-Domar Teori Pertumbuhan Solow Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Konstruksi Infrastruktur Bandara Tabel Input-Output Konsep dan Definisi Kerangka Tabel Input-Output Analisis Keterkaitan.. 25 iii

12 2.4.4 Analisis Dampak Penyebaran Analisis Pengganda (Multiplier) Tinjauan Empirik Kerangka Pemikiran Tahap-tahap Analisis. 32 III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Analisis Keterkaitan Analisis Dampak Penyebaran Analisis Pengganda (Multiplier) Analisis Simulasi Investasi 40 IV. GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Wilayah Struktur Ekonomi Provinsi NTB BIL dalam Perekonomian Provinsi NTB Rencana Pengembangan BIL 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor Bangunan (Bandara) di Provinsi NTB Struktur Konsumsi Rumah Tangga Struktur Konsumsi Pemerintah Struktur Investasi iv

13 Struktur Ekspor dan Impor Analisis Keterkaitan Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke Belakang Analisis Dampak Penyebaran Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran Analisis Pengganda (Multiplier) Pengganda Output Pengganda Pendapatan Analisis Simulasi Investasi Dampak Ekonomi Pembangunan BIL VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 81 v

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Aktivitas Bandara Selaparang. 3 Tabel 1.2. Kontribusi Bangunan (bandara) Terhadap Perekonomian Provinsi NTB 4 Tabel 2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output (3 sektor). 23 Tabel 3.1. Rumusengganda Output dan Pendapatan. 39 Tabel 4.1. Tabel 4.2. Kontribusi Masing-masing Sektor terhadap Pembentukan PDRB Provinsi NTB Atas Dasar Harga Berlaku.. 44 Banyaknya Pesawat, Penumpang, dan Barang Melalui Bandara Selaparang. 47 Tabel 4.3. Tahap Pembangunan BIL.. 52 Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB 53 Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB 54 Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB 55 Tabel 5.4. Pembentukan Modal Tetap, Struktur Perubahan Modal dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB.. 56 Tabel 5.5. Ekspor dan Impor Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB.. 57 Tabel 5.6. Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Depan Sektor Perekonomian 59 vi

15 Provinsi NTB... Tabel 5.7. Tabel 5.8. Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Belakang Sektor Perekonomian Provinsi NTB. 61 Koefisien Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB 62 Tabel 5.9. Kepekaan Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB 63 Tabel Tabel Pengganda Output Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB 65 Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB 66 vii

16 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan Nasional Riil 14 Gambar 2.2. Rincian Analisis Input-Output 32 Gambar 4.1. Peta Wilayah Provinsi NTB 41 Gambar 4.2. Perbandingan Kontribusi Sektor-sektor terhadap PDRB NTB Gambar 5.1. Perkiraan Tingkat Pertumbuhan PDRB Provinsi NTB. 67 viii

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Klasifikasi Sektor-sektor Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan Tabel Input-Output Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Lampiran 2. Tabel Input-Output Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2005, Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 13 Sektor (dalam ribu Rupiah).. 84 Lampiran 3. Matriks Koefisien Teknis Klasifikasi 13 Sektor.. 86 Lampiran 4. Matriks Kebalikan Leontief Klasifikasi 13 Sektor.. 88 Lampiran 5. Pengganda (Multiplier) Output Klasifikasi 13 Sektor. 89 Lampiran 6. Pengganda (Multiplier) Pendapatan Rumah Tangga Klasifikasi 13 Sektor 90 ix

18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah sebagai pengendali pembangunan dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi negara Indonesia sangat diperlukan. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan yang tinggi, infrastruktur berfungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Infrastruktur pembangunan terdiri atas dua jenis, yaitu infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial (Ramelan et al, 1997). Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur fisik baik yang digunakan dalam proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dalam pengertian ini meliputi semua prasarana umum seperti tenaga listrik, telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi. Sedangkan infrastruktur sosial antara lain meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan. Infrastruktur dapat digolongkan sebagai modal atau kapital. Melalui karakteristik ini, perluasan infrastruktrur tidak hanya menambah stok dari kapital tetapi juga sekaligus meningkatkan produktivitas perekonomian dan taraf hidup masyarakat luas. Bagi negara berkembang, ketersediaan infrastruktur dipandang sebagai prasyarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu negara bagi berlangsungnya kegiatan pembangunan.

19 Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan yang tinggi, infrastruktur berfungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Sebagai contoh, prasarana perhubungan yang tersebar merata ke seluruh pelosok daerah dengan kualitas yang semakin meningkat akan mempercepat arus barang, jasa, dan manusia sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi semakin singkat. Dengan demikian pembangunan infrastruktur tidak hanya meningkatkan efisiensi dalam perekonomian, tetapi lebih jauh juga akan mendorong perekonomian melalui peningkatan produktivitas ekonomi. Infrastruktur juga memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan. Selanjutnya infrastruktur yang mampu menghubungkan semua wilayah di tanah air juga akan mempersempit kesenjangan daerah. Untuk menjaga keseimbangan dari segi kesejahteraan hidup maupun dukungan untuk usaha, pelayanan infrastruktur harus ditingkatkan dan diperbaiki (Ramelan, 1997). Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi yang mempunyai potensi ekonomi dalam pertanian dan pariwisata. Potensi tersebut membuat jumlah orang yang datang ke Provinsi ini meningkat. Kenaikan jumlah pesawat, penumpang, dan barang yang datang ke Provinsi NTB melalui Bandara Selaparang sebelumnya membuat pemerintah Provinsi NTB merasa perlu memajukan daerahnya. Saat ini, fungsi Bandara Selaparang telah digantikan dengan bandara baru yaitu Bandara Internasional Lombok (BIL). Semua aktivitas penerbangan dari dan menuju Provinsi NTB telah dipindahkan ke BIL sejak tanggal 1 Oktober

20 Tabel 1.1 Aktivitas Bandara Selaparang Jumlah pesawat (buah) Jumlah penumpang (orang) Datang Berangkat Datang Berangkat Sumber: BPS Provinsi NTB, 2011 Aktivitas Bandara Selaparang lima tahun terakhir tergambar pada Tabel 1.1. Jumlah penumpang yang datang ke Provinsi NTB melalui Bandara Selaparang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009, jumlah penumpang yang datang mencapai orang. Untuk jumlah pesawat yang datang dan berangkat di Bandara Selaparang juga cenderung meningkat setiap tahunnya dan pada tahun 2010 jumlahnya mencapai buah. Pembangunan Bandar Udara Internasional Lombok (BIL) di Dusun Slanglit, Desa Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah ini, selain karena untuk alasan keselamatan, juga bertujuan untuk mengembangkan dan menggerakkan perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). BIL yang pembangunannya sempat tersendat, kini sudah diresmikan dan mulai beroperasi. Berdiri diatas tanah seluas 551 hektare dengan landasan pacu x 40 meter persegi, sehingga dapat didarati pesawat Air Bus 330 dan Boeing 767. BIL nantinya diharapkan akan menjadi pintu masuk investasi dan memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi bagi perkembangan perekonomian Provinsi NTB. Sektor pariwisata dianggap paling akan berpengaruh dari pembangunan BIL ini. Peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Provinsi NTB akan meningkat seiring dengan mudahnya akses menuju Lombok yang dianggap memiliki wisata alam yang 3

21 masih asli. Pembangunan BIL ini diharapkan mampu menjadikannya sebagai poros Lombok yang akan mendatangkan banyak penumpang demi kemajuan sektor Pariwisata, tenaga kerja, dan perdagangan di wilayah NTB. Untuk dapat melihat kontribusi sektor bandara selama ini, maka dilakukan pendekatan dengan melihat kepada sektor bangunan pada nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTB. Tabel 1.2 Kontribusi Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian Provinsi NTB PDRB NTB ADHK 2000 (Rp Triliun) Kontribusi Bangunan (Rp Triliun) Persentase (%) Laju Pertumbuhan PDRB Bangunan (%) Keterangan : *) Angka Sementara Sumber : BPS NTB, ,37 16,83 18,87 20,05 1,15 1,25 1,46 1,48 7,0 7,4 7,7 7,3 7,59 8,76 16,74 1,68* Kontribusi sektor bangunan (bandara) terhadap PDRB Provinsi NTB meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 kontribusi sektor bangunan (bandara) terhadap PDRB NTB sebesar Rp 1,248 triliun setelah ditahun sebelumnya 2007 hanya sebesar Rp 1,148 triliun. Pada tahun 2009 kontribusi sektor ini pun meningkat sangat tajam menjadi Rp 1,457 triliun. Seperti yang kita ketahui, bahwa di tahun 2006 adalah peletakkan batu pertama pembangunan BIL dan di tahun selanjutnya BIL sedang dibangun untuk segera dioperasikan. Di tahun 2010 kontribusinya kembali meningkat menjadi Rp 1,482 triliun. 4

22 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan transportasi di Indonesia yang masih dirasakan selama adalah (Bappenas, 2007): 1. Terjadinya penurunan kualitas dan keberlanjutan pelayanan infrastruktur transportasi akibat masih terbatasnya sumberdaya dalam memenuhi kebutuhan standar pelayanan minimal (SPM) jasa pelayanan prasarana dan sarana transportasi. 2. Belum optimalnya dukungan infrastruktur dalam peningkatan daya saing sektor riil dan daya saing jasa transportasi yang mandiri, terutama ditandai dengan masih belum efisiennya biaya transportasi dalam komponen biaya produksi maupun biaya pemasaran. 3. Belum berkembangnya peran serta masyarakat dan swasta untuk berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur transportasi. 4. Masih terbatasnya aksesibilitas pelayanan transportasi dalam mengurangi kesenjangan antarwilayah, meningkatkan pengembangan wilayah perbatasan, serta memberikan dukungan dalam penanganan bencana di berbagai wilayah. 5. Keterbatasan kemampuan penyediaan lahan untuk infrastruktur. Upaya penyediaan lahan sering menjadi penghambat percepatan pembangunan infrastruktur. Hal ini tidak semata-mata kurangnya kemampuan pendanaan, tetapi lebih kepada kepastian hukum. Pemindahan Bandara Selaparang ke BIL yang pembangunannya dimulai tahun 2006 mengeluarkan biaya yang sangat besar menimbulkan berbagai pertanyaan akan alasan pemindahan tersebut. Banyak pihak merasa tidak perlu 5

23 melakukan pemindahan bandara dan cukup dengan pengembangan bandara yang sudah ada serta menginvestasikan dana yang tersedia untuk pengembangan sektorsektor lain yang ada di Provinsi NTB. Akan tetapi, sebetulnya permasalahan utama yang dirumuskan oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTB saat ini adalah mengenai ketersediaan infrastruktur yang masih timpang antarwilayah pulau yang berakibat tidak berkembangnya dayasaing antarwilayah. Oleh karena itu, untuk dapat mengembangkan sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB lainnya diperlukan sebuah komponen pendukung yaitu infrastruktur. Pembangunan BIL ini dilakukan mengingat Provinsi NTB memang masih perlu untuk membuka akses berbagai kawasan strategis maupun kawasan ekonomis yang potensial memicu dayasaing. Adanya pembangunan BIL tersebut, maka diharapkan akan dapat menunjang dan mendorong sektor-sektor ekonomi lainnya di Provinsi NTB. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keterkaitan ke depan dan ke belakang serta dampak penyebaran pembangunan BIL terhadap perekonomian Provinsi NTB? 2. Bagaimana efek pengganda dari pembangunan BIL terhadap output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB? 3. Bagaimana dampak adanya investasi pembangunan BIL terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB? 6

24 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis keterkaitan ke depan dan ke belakang serta dampak penyebaran pembangunan BIL terhadap perekonomian Provinsi NTB. 2. Menganalisis efek pengganda dari pembangunan BIL terhadap output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB. 3. Menganalisis dampak yang ditimbulkan dari adanya investasi pembangunan BIL terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin didapat dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pembangunan infrastruktur khususnya bandara sehingga dapat menunjang sektorsektor lain guna meningkatkan perekonomian daerah. Selain itu penelitian ini juga dapat dijadikan bahan informasi serta rujukan bagi penelitian selanjutnya Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Analisis peran BIL dalam penelitian ini difokuskan pada analisis aspek makroekonomi dengan model Input Output tahun 2005, dengan analisis menggunakan Microsoft Excel dan IOAP (Input Output Analysis for Practitioners). Tabel Input Output yang digunakan adalah Tabel Input Output NTB tahun 2005 atas dasar transaksi domestik berdasarkan harga produsen. 7

25 Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Salah satunya adalah keterbatasan klasifikasi sektor dalam Tabel Input- Output NTB Tahun 2005, maka untuk melihat pengaruh dari bandara dilakukan pendekatan pada sektor bangunan. Selain dari keterbatasan klasifikasi sektor, keterbatasan dalam penelitian ini adalah data yang kurang terbarui. Penelitian ini juga tidak dapat melihat efek pengganda tenaga kerja dari masing-masing sektor karena keterbatasan data tenaga kerja sesuai dengan klasifikasi sektor pada tabel input-ouput. Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan BIL pada penelitian ini masih dilihat sebatas pada sektor bangunan (bandara) terhadap perekonomian. Dampak yang ditimbulkan dari beroperasinya BIL ini sesungguhnya dapat lebih besar lagi, terkait dengan berkembangnya sektor-sektor lainnya yang tidak tergambar dalam penelitian ini terutama sektor angkutan udara yang merupakan sektor yang paling terintegrasi dengan keberadaan BIL ini. Hal tersebut karena bangunan sendiri terdiri dari berbagai macam sektor yang mungkin saja justru sektor bandara lebih memiliki dampak yang besar dibanding dengan sektor bangunan itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa pada Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 klasifikasi 175 sektor, sektor bangunan terdiri dari bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; prasarana pertanian; jalan jembatan dan pelabuhan; bangunan dan instalasi, listrik, gas dan air bersih dan komunikasi; serta bangunan lainnya. Selain itu dilihat dari tingkat pengembaliannya, pada penelitian ini juga belum dihitung keuntungan yang didapat oleh pihak swasta karena keberadaan BIL tersebut. Oleh karena itu, nilainilai pada hasil penelitian ini masih dapat dikatakan underestimate dari dampak yang sesungguhnya. 8

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa. Pengejaran pertumbuhan merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua negara dewasa ini. Setelah hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional (Todaro dan Smith, 2003). Mankiw (2006) menyatakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, para ekonom menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB), yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian. Menurut Todaro dan Smith (2003), ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu: 1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia. 2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. 3. Kemajuan teknologi. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses pertumbuhan output ekonomi jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan (output perkapita untuk naik) yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri), bukan berasal dari luar dan bersifat 9

27 sementara, atau dengan kata lain bersifat self generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu kekuatan atau momentum bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya (Boediono dalam Norman, 2010). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dalam suatu perkembangan perekonomian. Todaro dan Smith (2003) juga menyatakan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa sumber-sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah adanya investasi-investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau sumberdaya manusia dan fisik, yang selanjutnya berhasil meningkatkan kuantitas sumberdaya produktif, dan yang bisa menaikkan produktivitas seluruh sumberdaya melalui penemuan-penemuan baru, inovasi, dan kemajuan teknologi Teori Harrod Domar Teori Harrod-Domar berusaha menjelaskan bahwa mekanisme perekonomian adalah mengandalakan investasi demi mempercepat pertumbuhan ekonomi. Setiap perekonomian harus senantiasa mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak (Todaro dan Smith, 2003). Namun untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Harrod-Domar berpandangan bahwa tabungan dan investasi merupakan faktor penentu terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Jika tabungan (S) 10

28 adalah bagian dalam jumlah tertentu (s) dari pendapatan nasional (Y). Maka dapat dituliskan sebagai berikut : S = sy..(1) Lalu investasi neto (I) didefinisikan sebagai perubahan dari stok modal (K) yang dapat diwakili oleh K, dapat dituliskan sebagai berikut: I = K..(2) Akan tetapi, karena jumlah stok modal (K) mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output (Y), seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output (k) maka: K/Y = k atau K/ Y = k atau K = k Y (3) Lalu mengingat tabungan neto (S) harus sama dengan investasi neto (I), maka persamaan berikutnya dapat ditulis sebagai berikut: S = I..(4) Jika melihat pada persamaan (1) S = sy, persamaan (2) I = K, dan persamaan (3) K = k Y. Maka diketahui bahwa: I = K = k Y Dengan demikian dapat dituliskan bahwa: S = sy = k Y = K = I..(5) Dan apabila diringkas menjadi sebagai berikut: sy = k Y (6) 11

29 Teori Harrod-Domar secara jelas menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan GNP ( Y/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional (s), serta rasio modal output nasional (k) Teori Pertumbuhan Solow Todaro dan Smith (2003) menyatakan bahwa pijakan berikutnya bagi argumen pasar bebas neoklasik adalah keyakinan bahwasanya liberalisasi pasarpasar nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun luar negeri, sehingga dengan sendirinya akan memacu tingkat akumulasi modal. Bila diukur berdasarkan satuan tingkat pertumbuhan GNP, hal tersebut sama dengan penambahan tingkat tabungan domestik yang pada gilirannya akan meningkatkan rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratios) dan pendapatan per kapita negara-negara berkembang yang pada umumnya miskin modal. Mankiw (2006) menyatakan model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan. Model pertumbuhan Solow merupakan pilar yang sangat memberi kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik. Todaro dan Smith (2003) menyatakan bahwa pada intinya, model ini merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yakni teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. 12

30 Dalam bentuknya yang lebih formal, model pertumbuhan Solow memakai fungsi produksi agregat standar, yakni: Y = K α (AL) 1-α Dimana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal manusia, L adalah tenaga kerja dan A adalah produktivitas tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. 2.2 Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Bruto (PDB) sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Tujuan PDB adalah meringakas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Ada dua cara yang dilakukan untuk melihat nilai PDB, salah satunya adalah sebagai pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian. Dalam Tabel Input-Output, nilai investasi termasuk dalam permintaan akhir, yang didapat dari penjumlahan antara pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Pengeluaran agregat menunjukkan besarnya output yang digunakan pada suatu negara, komponen pengeluaran agregat terdiri dari Konsumsi (C), Investasi (I), Pengeluaran Pemerintah (G), dan Net ekspor (X-M). Peningkatan pengeluaran yang terjadi bisa disebabkan karena respon terhadap pendapatan nasional atau meningkatnya pengeluaran yang diinginkan, yakni dengan meningkatnya konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net export (Lipsey et al, 1995). Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa kenaikan nilai investasi pemerintah mengakibatkan pergeseran kurva pengeluaran agregat ke atas, dari keseimbangan E 0 menuju keseimbangan E 1. Peningkatan pengeluaran agregat 13

31 menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan nasional riil dari Y 0 ke Y 1. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya peningkatan output. AE = Y E 1 AE 1 e 1 a e 1 AE 0 ΔA e 0 E 0 ΔY 0 Y 0 Y 1 Gambar 2.1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan Nasional Riil Secara bahasa, investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Mankiw (2006) menjelaskan bahwa baik perusahaan maupun rumah tangga membeli barangbarang investasi. Perusahaan membeli barang-barang investasi untuk menambah persediaan modalnya dan mengganti modal yang ada setelah habis pakai. Salah satu alasan yang bisa meningkatkan investasi adalah inovasi teknologi. Sebelum menikmati manfaat inovasi, perusahaan dan rumah tangga harus membayar barang-barang investasi. Penemuan jalan tol tidak bernilai sampai mobil-mobil diproduksi dan jalur jalan dibuat. Gagasan tentang komputer 14

32 tidak produktif sampai computer diproduksi. Jadi, inovasi teknologi akan meningkatkan investasi (Mankiw, 2006). 2.3 Konstruksi Well (1986) dalam Suraji (2007) menjelaskan bahwa kata konstruksi secara umum dipahami sebagai segala bentuk pembuatan/pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, bendungan, irigasi, gedung, dsb) serta pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur. Salah satu sektor ekonomi yang meliputi unsur perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan operasional berupa transformasi dari berbagai input material menjadi suatu bentuk konstruksi. Hendroid (1984) dalam Suraji (2007) menyatakan bahwa industri konstruksi sangat esensial dalam kontribusinya pada proses pembangunan, dimana hasil produk industri konstruksi seperti berbagai sarana dan prasarana merupakan kebutuhan mutlak pada proses pembangunan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Industri konstruksi secara luas yang terdiri dari pelaksanaan kegiatan dilapangan beserta pihak stake holder seperti kontraktor, material supplier, plant supplier, transport supplier, tenaga kerja, asuransi, dan perbankan dalam suatu transformasi input menjadi suatu produk akhir yang mana dipergunakan untuk mengakomodasi kegiatan sosial maupun bisnis dari masyarakat. Suraji, et al (2007) menyatakan konstruksi Indonesia dapat disederhanakan dengan cara dikonsepsikan sebagai representasi dari objek (produk), bisnis dan pelaku yang bergerak pada tingkat mikro, meso, dan makro dalam ranah domestik maupun global serta terkait dengan beragam pemangku kepentingan. Konstruksi sebagai objek digambarkan secara berbeda sebagai : 15

33 1. Jenis konstruksi penggunaan, termasuk residential-buildings, nonresidential buildings, industrial buildings, dan heavy construction. 2. Jenis konstruksi produk yang mencakup highrise buildings, lowrise buildings, dan heavy construction. 3. Jenis konstruksi campuran yang meliputi shopping dan hotels, rumah kantor, dan rumah toko 4. Jenis konstruksi campuran seperti buildings and housing, infrakstruksur, dan konstruksi lainnya. Sektor konstruksi merupakan salah satu andalan yang menggerakkan perekonomian di masa pemulihan ekonomi, terutama karena sektor ini telah menyerap tenaga kerja yang banyak. Sektor ini juga mampu memberikan stimulus melalui efek pengganda, khususnya pembangunan infastruktur bagi pengembangan sektor-sektor lainnya. Pentingnya sektor konstruksi bagi ekonomi nasional dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut: 1. Produk Domestik Bruto (PDB). 2. Kontribusi terhadap investasi yang diukur dari pembentukan aset tetap. 3. Jumlah penyerapan tenaga kerja. Output industri konstruksi sebagian besar merupakan barang investasi yang diperlukan untuk memproduksi barang, jasa, atau fasilitas seperti : 1. Fasilitas untuk produksi lebih lanjut seperti bangunan pabrik. 2. Pembangunan atau peningkatan infrastruktur ekonomi seperti jalan raya, pelabuhan, dan jalan kereta. 16

34 3. Investasi sosial seperti rumah sakit dan sekolah Infrastruktur Infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam pemenuhan infrastruktur atau fasilitas publik, diperlukan investasi yang cukup besar dan pengembalian investasi dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, manajemen operasionalnya juga membutuhkan cost yang tinggi (Ramelan, 1997). Dari dimensi ekonomi, infrastruktur mencakup infrastruktur transportasi (jalan, rel, dan pelabuhan), infrastruktur ekonomi (bank, pasar, mal, dan pertokoan), infrastruktur pertanian (irigasi, bendungan, dan pintu-pintu pengambilan distribusi air irigasi), serta infrastruktur sosial (bangunan ibadah, balai pertemuan, dan pelayanan masyarakat). Kemudian infrastruktur kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan balai kesehatan), infrastruktur energi (pembangkit listrik dan jaringan listrik), dan infrastruktur telekomunikasi (BTS dan jaringan telepon). Infrastruktur yang memadai akan memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat Bandar Udara Pelabuhan udara, bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan 17

35 penerbangan maupun bagi penggunanya. Menurut Annex 14 International Civil Aviation Organization (2004) bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi, dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan, dan pergerakan pesawat. Menurut PT. Angkasa Pura I (2008) bandar udara adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat. Pada masa awal penerbangan, bandara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin. Pada masa Perang Dunia I, bandara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya penggunaan pesawat terbang dan landas pacu yang mulai terlihat seperti sekarang. Setelah perang, bandara mulai ditambahkan fasilitas komersial untuk melayani penumpang. Saat ini, bandara bukan hanya memfasilitasi pergerakan orang dan barang dari dan menuju suatu tempat tertentu. Lebih dari itu, saat ini berbagai fasilitas ditambahkan seperti toko-toko, restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek ternama apalagi di bandara-bandara baru. Hal tersebut sekaligus membuat bandara berfungsi untuk pembangunan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup suatu wilayah. 18

36 2.4 Tabel Input-Output Analisis Tabel Input-Output pertama kali dikembangkan oleh Profesor Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Analisis Input-Output (I-O) dapat memprediksikan perubahan-perubahan struktur industri dalam perekonomian. Tabel Input-Output (I-O) merupakan suatu tabel yang menyajikan informasi transaksi barang dan jasa yang terjadi antarsektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks. Isian sepanjang baris dalam matriks menunjukkan bagaimana output suatu sektor ekonomi dialokasikan ke sektor lainnya untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, sedangkan isian dalam kolom menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksinya. Meskipun demikian, tabel I-O tidak mampu memberikan informasi tentang persediaan dan arus barang dan jasa secara rinci menurut komoditi. Informasi yang dimuat dalam suatu tabel I-O terbatas pada informasi untuk sektor ekonomi, yang merupakan gabungan dari berbagai kegiatan ekonomi dan komoditi. Hal ini berarti, tabel I-O bukan merupakan model atau perangkat yang mampu memberikan informasi secara rinci tentang berbagai stok dan arus barang dan jasa yang terjadi pada suatu entitas ekonomi. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan tabel I-O antara lain : 1. Tabel I-O dapat digunakan untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, penerimaan pajak, impor, dan penyerapan tenaga kerja. 19

37 2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa tenaga kerja dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. 3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi. 4. Memberikan deskripsi mengenai keadaan suatu perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah. 5. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasi ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik. 6. Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dan modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah. Sedangkan kelemahan-kelemahan dalam penggunaan tabel I-O adalah asumsi yang sedikit restriktif, biaya pengumpulan data yang besar, dan hambatanhambatan dalam mengembangkan model dinamik. Jika berbagai hambatan yang muncul dapat diatasi dengan baik, maka model I-O merupakan model yang canggih untuk merencanakan pembangunan ekonomi suatu wilayah secara terintegrasi. 20

38 2.4.1 Konsep dan Definisi Daryanto dan Hafizryanda (2010) menjelaskan bahwa dalam membaca tabel I-O diperlukan pengetahuan-pengetahuan tambahan agar dapat memahami keseluruhan isinya, berikut diuraikan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan tabel I-O: a. Output Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah dalam suatu periode waktu tertentu (umumnya satu tahun), tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksinya. b. Input Antara Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor. Barang tidak tahan lama adalah barang yang habis dalam sekali pakai, atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari setahun. Contoh dari input antara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya. c. Input Primer Input primer adalah balas jasa yang diciptakan atau diberikan kepada faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Faktor produksi antara lain terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal, dan kewiraswastaan. Balas jasa tersebut berupa upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal, dan pajak tak langsung neto. Nilai input primer dari suatu sektor akan sama dengan output dikurangi input antara pada sektor tersebut. 21

39 d. Permintaan Antara Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi. e. Permintaan Akhir Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir. Sesuai dengan pengertian ini maka permintaan akhir tidak mencakup barang dan jasa yang dgunakan untuk kegiatan produksi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor Kerangka Tabel Input-Output Format dari Tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran n x n dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu. Matriks-matriks yang disajikan dalam tabel I-O dibedakan sesuai dengan sifat dan jenis transaksinya. Untuk memperjelas gambaran mengenai penyajian tabel I-O, berikut ini diberikan ilustrasi tabel I-O dalam perekonomian yang terdiri dari n sektor produksi, yaitu sektor 1,2,..n. Ilustrasi tabel I-O dapat dilihat pada Tabel

40 Tabel 2.1 Ilustrasi Tabel Input-Output (3 sektor) Alokasi Permintaan Penyediaan Akhir Output Antara Permintaan Sektor Input Sektor Produksi Akhir Impor Jumlah Output Input Antara Kuadran I Kuadran II Sektor 1 x 11 x 12 x 13 F 1 M 1 X 1 Sektor 2 x 21 x 22 x 23 F 2 M 2 X 2 Sektor 3 x 31 x 32 x 33 F 3 M 3 X 3 Input Primer Kuadaran III Kuadaran IV V 1 V 2 V 3 Jumlah Input X 1 X 2 X 3 Sumber : BPS NTB, 2005 Kuadran pertama menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antarsektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis I-O, kuadaran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. Kuadran kedua menunjukkan permintaan akhir dan impor, serta menggambarkan penyediaan barang dan jasa. Penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi digolongkan sebagai permintaan akhir. Permintaan akhir ini 23

41 biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor. Kuadran ketiga memperlihatkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Kuadran keempat merupakan kuadran input primer permintaan akhir atau input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir, dan menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Informasi di kuadran empat ini bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan tabel I-O seringkali diabaikan. Pada tabel 2.1, untuk menghasilkan output X 1, sektor (1) membutuhkan input dari sektor (1), (2), dan (3) masing-masing sebesar x 11, x 21, dan x 31. Input primer yang dibutuhkan sebesar V 1. Gambaran di atas menunjukkan bahwa susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang saling terkait diantara beberapa sektor. Dalam tabel I-O terdapat suatu patokan yang sangat penting yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah inputnya. Jika dibaca menurut baris maka secara umum persamaannya adalah 24

42 Jika dibaca menurut kolom, secara umum persamaannya adalah Dimana: x ij F i X i M i V j X j = output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j = permintaan akhir terhadap sektor i = total output sektor i = impor produksi i = input primer sektor j = total input sektor j Isian sepanjang baris pada tabel tersebut memperlihatkan komposisi penyediaan dan permintaan pada suatu sektor. Penyediaan dapat berasal dari output domestik (X i ) dan impor (M i ) untuk produk sejenis. Sedangkan permintaannya terdiri dari permintaan antara (X ij ) dan permintaan akhir (F i ). Isian sepanjang kolom tabel menunjukkan susunan input yang digunakan dalam proses produksi oleh suatu sektor. Input tersebut dari input antara (X ij ) dan input primer (V i ) Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan biasanya digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke 25

43 belakang (backward linkage), yang menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi. Keterkaitan ke depan (forward linkage) menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Keterkaitan langsung antarsektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara dapat ditunjukkan oleh koefesien teknis. Oleh karena itu, keterkaitan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi (Priyarsono et al, 2007): 1. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct Forward Linkage) Menunjukkan akibat sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. 2. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Direct Backward Linkage) Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan sebagian input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan total Analisis Dampak Penyebaran Analisis dampak penyebaran merupakan pengembangan dari indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung agar indikator antarsektor yang ada dapat diperbandingkan. Pengembangan tersebut dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor dalam perekonomian. Analisis dampak penyebaran ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: 26

44 1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik) Koefisien ini digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar input. Hal ini berarti, kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan produksi sektor hulunya. 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong) Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Artinya, kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini sebagai inputnya Analisis Pengganda (Multiplier) Analisis multiplier digunakan untuk menghitung dampak yang ditimbulkan akibat peningkatan atau penurunan variabel suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya. Berdasarkan analisis multiplier input-output, pendorong perubahan ekonomi (pendapatan dan tenaga kerja) pada umumnya diasumsikan sebagai peningkatan penjualan sebesar satu-satuan mata uang kepada permintaan akhir suatu sektor. Analisis multiplier terbagi menjadi tiga, yaitu: a. Efek Pengganda Output Penghitungan efek pengganda (multiplier effect) output dilakukan per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief menunjukkan total pembelian input, baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i sebesar satu satuan unit moneter ke permintaan akhir, 27

45 sehingga matriks tersebut mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian, yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah. Koefisien matriks ini menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain. b. Efek Pengganda Pendapatan Efek pengganda (multiplier effect) pendapatan mengukur penerimaan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam suatu perekonomian. Dalam tabel I-O, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diperoleh rumah tangga. Pengertian pendapatan disini tidak hanya pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga deviden dan bunga bank. c. Efek Pengganda Tenaga Kerja Menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal di sisi output. Efek pengganda tenaga kerja tidak diperoleh dari elemenelemen dalam tabel I-O, seperti pada multiplier output dan pendapatan karena dalam tabel I-O tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Terdapat dua jenis multiplier, yaitu tipe I dan tipe II. Multiplier I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu wilayah. 28

46 2.5 Tinjauan Empirik Penelitian Mengenai Infrastruktur Transportasi dan Bandara Penelitian mengenai infrastruktur transportasi telah banyak dilakukan, termasuk didalamnya tentang bandara. Infrastruktur merupakan salah satu komponen penting penunjuang perekonomian. Beberapa penelitian mengenai infrastruktur transportasi dan bandara antara lain: Permana (2009) menganalisis mengenai peranan dan dampak investasi infrakstruktur terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Analisis Input-Output. Hasil analisisnya menyebutkan bahwa infrastruktur memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih tinggi daripada keterkaitan ke depannya yang berarti bahwa infrastruktur lebih berperan dalam meningkatkan output sektor lain untuk digunakan sebagai input dibandingkan dengan kemampuannya dalam meningkatkan output sektor lain yang menggunakan input dari infrastruktur. Pertumbuhan investasi pada sektor listrik, gas dan air bersih memberikan dampak terbesar terhadap perubahan output total, sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan dampak terbesar terhadap perubahan pendapatan dan tenaga kerja total. Legowo (2009) menganalisis mengenai infrastruktur transportasi, keterkaitan antarwilayah dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Penelitian ini menggunakan berbagai model ekonometrika seperti Two Stages Least Square (2SLS). Kemudian dilanjutkan dengan tahap simulasi model persamaan dengan menggunakan prosedur SIMNLIN. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh nyata investasi infrastruktur transportasi jaringan jalan (jalan raya, tol, dan rel) di satu wilayah 29

47 terhadap aktivitas ekonomi di wilayah tersebut dan wilayah sekitarnya. Keterkaitan antarwilayah secara nyata ditunjukkan di dalam model Infrastruktur Transportasi JABODETABEK, dengan kombinasi kategori jaringan jalan (jalan raya, jalan tol, dan jalan rel) dari dua wilayah atau lebih yang mempengaruhi aktivitas ekonomi tertentu di satu wilayah dan wilayah tetangganya. Investasi tol di tiap wilayah umumnya menaikkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) di wilayahwilayah, kecuali di wilayah Bekasi. Sebaliknya kebijakan investasi jalan raya menurunkan PDRB di hampir semua wilayah. Demikian pula pada beberapa simulasi memperlihatkan, dampak pembangunan Jalan Tol (menaikan investasi tol sebesar 10 persen ) secara signifikan akan menaikkan aktivitas ekonomi (sektor) perumahan-bangunan di hampir semua wilayah. Sebaliknya kebijakan menaikkan investasi jalan raya akan menurunkan aktivitas ekonomi perumahan-bangunan hampir di semua wilayah. Sari (2011) menganalisis mengenai pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap penurunan kemiskinan di Kabupaten tertinggal. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Data Panel, Ordinary Least Square (OLS), REM, FEM, GMM, serta Uji Spesifikasi Model. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur diterapkan Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) pada Kabupaten tertinggal dalam berbagai bidang bantuan. Infrastruktur transportasi dan energi merupakan infrastruktur yang diprioritaskan oleh Kementrian PDT. Dampak bantuan dapat dirasakan oleh masyarakat dalam jangka menengah dan panjang. Akan tetapi pertumbuhan di Kabupaten tertinggal masih dinikmati oleh penduduk yang berpendapatan tinggi. Sehingga menimbulkan kenaikan ketimpangan distribusi pendapatan. 30

48 Glusac et al (2006) melakukan penelitian yang berjudul The Economic Impact of the Detroit Metropolitan Wayne County Airport. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Bandara Detroit ini merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan pertumbuhan wilayahnya. Bandara tersebut mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan memudahkan akses banyak orang dari dan menuju Michigan. Lebih dari 36 juta orang datang dan pergi melalui bandara ini. Selain itu sebanyak 2,9 juta orang datang ke Michigan untuk berlibur dan bekerja. Keberadaan bandara ini juga sebagai pintu untuk menghubungkan bandarabandara lain di daerah Michigan. Akhirnya, berbagai bisnis yang ada di bandara menghasilkan penjualan yang menguntungkan bagi ekonomi lokal. 2.6 Kerangka Pemikiran Infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur adalah merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah (Ramelan, 1997) Pada Provinsi NTB, pembangunan BIL diharapkan dapat menggerakkan perekonomian dan dapat meningkatakan PDRB NTB. Hal ini ditujukan untuk dapat mempermudah akses para pendatang menuju NTB terutama di daerah Lombok yang daerahnya sangat diminati wisatawan baik asing maupun domestik. Pembangunan BIL ini sekaligus menunjukkan pentingnya sebuah investasi dalam pembangunan infrastruktur yang dinilai akan menjadikan Provinsi NTB lebih mandiri dan tidak selamanya bergantung dengan Provinsi Bali. 31

49 Salah satu sektor dalam perekonomian adalah sektor bangunan atau konstruksi. Sektor ini terbukti memberikan kontribusi yang meningkat tajam terhadap PDRB dan laju pertumbuhan nilai tambah sejak dijalankannya proyek pembangunan BIL tahun Agar sektor ini dapat dikembangkan secara optimal, maka perlu dilakukan studi tentang keterkaitan BIL yang dilihat dengan pendekatan sektor bangunan. Setiap aspek dalam kegiatan ekonomi, akan memiliki dampak tersendiri bagi setiap bagian yang terkait. Analisis dengan menggunakan Metode Input- Output digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan tentang seberapa besar keterkaitan antarsektor, dampak penyebaran, dan pengganda antarsektor bangunan dengan sektor lainnnya. Semua hasil dari aktivitas perekonomian akan bermuara pada pembangunan dan pertumbuhan wilayah. Analisis Input-Output Dampak Penyebaran Analisis Multiplier Analisis Keterkaitan Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran Output Pendapatan Rumah ke belakang ke depan Tangga Gambar 2.2 Rincian Analisis Input-Output 2.7 Tahap-tahap Analisis Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data pada Tabel Input- Output Provinsi NTB tahun Data yang dianalisis dari Tabel Input-Output tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen. Menurut BPS 32

50 dalam Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005, tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen adalah tabel transaksi yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa antarsektor ekonomi yang hanya berasal dari produksi dalam negeri, tanpa dipengaruhi oleh margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Adapun tahap-tahap analisis pada penelitian ini secara garis besar antara lain: 1. Mengagregasikan sektor-sektor pada tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Dalam Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005 klasifikasi 25 sektor kemudian sektor-sektor tersebut diagregasi menjadi tiga belas sektor. Agregasi menjadi tiga belas sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan sektor bangunan (bandara) secara keseluruhan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. 2. Mengelompokkan sektor-sektor yang telah diagregasi ke dalam tabel di Microsoft Excel dan memberi nama atau kode sesuai dengan yang tercantum dalam Tabel Input-Output NTB tahun Melakukan proses input data dari tabel di Microsoft Excel pada software IOAP (Input Output Analysis for Practitioners) untuk kemudian data diolah oleh software tersebut. 4. Setelah data selesai diolah, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil olahan data tersebut. 5. Menganalisis dokumen-dokumen BAPPEDA NTB. 33

51 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi NTB, BPS pusat, dan instansi lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah data Tabel Input-Output Nusa Tenggara Barat 2005 dengan klasifikasi 25 sektor dan kemudian diagregasi kedalam 13 sektor. Selain itu digunakan pula data PDRB NTB dan data-data pendukung lainnya. Referensi studi pustaka diperoleh dari buku panduan, jurnal, artikel, internet, skripsi, tesis, disertasi, dan sumber-sumber lainnya. 3.2 Metode Analisis Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antarsektor. Keterkaitan ini terdiri dari, keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Keterkaitan ke depan digunakan untuk melihat derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output yang digunakan sebagai input di sektor lain. Keterkaitan ke belakang digunakan untuk melihat derajat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lain yang memasok input padanya. 34

52 1. Keterkaitan Langsung ke Depan Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut: Dimana: F (d) i = keterkaitan langsung ke depan sektor i αij n = unsur matriks koefisien teknis = jumlah sektor 2. Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut: Dimana: B (d) j = keterkaitan langsung ke belakang sektor i αij n = unsur matriks koefisien teknis = jumlah sektor 35

53 3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut: Dimana: F (d + i) i = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i αij n = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = jumlah sektor 4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut: Dimana: B (d + i) j αij n = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = jumlah sektor 36

54 Analisis Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan analisis dampak penyebaran yang dibagi menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. 1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik) Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi apabila Pd mempunyai nilai lebih j besar dari satu, dan sebaliknya jika nilai Pd lebih kecil dari satu. Rumus yang j digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah: Dimana : Pd j = koefisien penyebaran sektor j α ij = unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sektor 37

55 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong) Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan/daya mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sd lebih besar dari i satu, dan sebaliknya jika nilai Sd lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan i untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah: Dimana: Sd j = koefisien penyebaran sektor i α ij = unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sektor Analisis Pengganda (Multiplier) Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka (α ij ) maupun untuk model tertutup (α* ij ) dapat ditentukan nilai-nilai dari pengganda output dan pendapatan rumah tangga berdasarkan rumus yang tercantum dalam tabel 3.1 berikut. 38

56 Tabel 3.1. Rumus Pengganda Output dan Pendapatan Pengganda Nilai Output Pendapatan Efek Awal 1 h i Efek Putaran Pertama i a ij i a ij h i Efek Dukungan Industri i α ij -1- i a ij i α ij h i - h i - i a ij h i Efek Induksi Konsumsi i α* ij - i α ij i α* ij h i - i α ij h i Efek Total i α* ij i α* ij h i Efek Lanjutan i α* ij 1 i α* ij h i - h i Sumber: Daryanto, 2010 dimana: a ij = koefisien output h i α ij = koefisien pendapatan rumah tangga = matriks kebalikan Leontief terbuka α* ij = matriks kebalikan Leontief tertutup Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan rumah tangga, dan tenaga kerja. Maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai berikut: Tipe I = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri efek awal Tipe II = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri + efek konsumsi efek awal Koefisien Pendapatan (h i ) Koefisien pendapatan rumah tangga merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang 39

57 diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan dirumuskan sebagai berikut: Dimana: h i S i X i = koefisien pendapatan sektor i = jumlah upah dan gaji sektor i = jumlah output total sektor i 3.3 Analisis Simulasi Investasi Walaupun dengan menggunakan analisis Input-Output dapat dihitung dan dianalisis peranan dan dampak sektor bangunan (bandara) terhadap perkonomian Provinsi NTB tahun 2005, tetapi akan lebih lengkap bila dapat disimulasikan dengan analisis investasi. Dalam penelitian ini, dilakukan simulasi adanya investasi untuk melihat dampak pembangunan BIL terhadap perekonomian Provinsi NTB dalam peningkatan output dan pendapatan rumah tangga. Investasi yang dikeluarkan PT. AP I, Pemerintah Provinsi NTB, dan Pemerintah Kabupaten Lombok dalam pembangunan BIL masing-masing sebesar Rp 796,35 milyar, Rp 110 milyar, dan Rp 40 milyar. Pada simulasi ini nilai investasi tersebut akan dikalikan dengan nilai efek pengganda yang ada untuk dapat melihat dampak dari pembangunan BIL terhadap pembentukan nilai tambah output dan pendapatan rumah tangga. Analisis simulasi investasi ini diperlukan karena dapat dijadikan pertimbangan untuk mengeluarkan investasi pada pengembangan BIL selanjutnya. 40

58 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB 4.1 Gambaran Umum Wilayah Provinsi NTB terdiri atas dua pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32 pulau yang berpenghuni. Luas Provinsi NTB mencapai ,15 km 2. Terletak antara 155º º 5 Bujur Timur dan 8º 10-9º 5 Lintang Selatan dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Laut Jawa dan Laut Flores : Samudera Indonesia : Selat Lombok/Provinsi Bali : Selat Sape/Provinsi Nusa Tenggara Timur Gambar 4.1 Peta Wilayah Provinsi NTB Luas Pulau Sumbawa mencapai ,5 km 2 (76,49%) atau 2/3 dari luas Provinsi NTB, dan luas Pulau Lombok hanya mencapai 1/3 saja. Luas seluruh wilayah Provinsi NTB sebesar ,19 km 2. Pusat pemerintahan Provinsi NTB 41

59 terdapat di Kota Mataram, Pulau Lombok. Provinsi NTB terdiri dari 8 kabupaten, 2 kota, yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram dan Kota Bima. Kabupaten Lombok Utara merupakan kabupaten termuda, yang mengalami pemekaran dari kabupaten induknya, Lombok Barat, pada tahun Kabupaten Lombok Utara yang beribukota di Tanjung memiliki 5 kecamatan dan 33 desa/kelurahan. Jumlah penduduk Provinsi NTB tahun 2010 sebanyak jiwa, di antaranya 70,41 persen tinggal di Pulau Lombok ( jiwa). Sementara sisanya yakni 29,59 persen tinggal di Pulau Sumbawa ( jiwa). Dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2009, penduduk Provinsi NTB 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 1,49 persen. Sebagai dampak langsung dari pertambahan penduduk, kepadatan penduduk di suatu wilayahpun akan meningkat. Kepadatan di Pulau Lombok pada tahun 2010 telah mencapai 669 jiwa/km 2. Adapun di Pulau Sumbawa pada tahun yang sama kepadatannya hanya 86 jiwa/km 2, sedangkan pada tahun 2005 mencapai 82 jiwa/km 2, dengan kata lain pada tahun 2010 meningkat 5,08 persen. Di Pulau Lombok, Kota Mataram merupakan daerah dengan tingkat kepadatan yang paling tinggi yaitu rata-rata jumlah penduduk per km 2 mencapai jiwa. Sedangkan di Pulau Sumbawa terjadi di Kota Bima dengan kepadatan 687 jiwa per km 2. 42

60 4.2 Struktur Ekonomi Provinsi NTB Dari waktu ke waktu, proses pembangunan ekonomi di suatu daerah akan mengakibatkan terjadinya pergeseran struktur perekonomian. Struktur perekonomian dicerminkan oleh kontribusi dari masing-masing sektor terhadap nilai PDRB. Struktur perekonomian di Provinsi NTB relatif tidak mengalami pergeseran yang berarti selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan tahun Gambar 4.2 Perbandingan Kontribusi Sektor-sektor terhadap PDRB NTB Perekonomian Provinsi NTB masih didominasi oleh sektor-sektor primer (sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian) yaitu mencapai 58,81 persen dari total PDRB NTB pada tahun Sementara pada tahun 2010 sektor primer masih mendominasi perekonomian Provinsi NTB, akan tetapi kontribusinya mengalami penurunan menjadi 56,19 persen. Hal tersebut tentunya didukung oleh peranan dari sektor pertambangan dan penggalian serta sektor pertanian, di mana dalam lima tahun terakhir masih memberikan nilai tambah yang sangat besar dalam PDRB Provinsi NTB. 43

61 Kelompok sektor kedua yang memberikan kontribusi yang besar adalah sektor-sektor tersier (sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa) pada tahun 2005 memberikan kontribusi sebesar 31,70 persen dari total PDRB NTB, kemudian meningkat menjadi 33,74 persen pada tahun Sektor terakhir adalah sektor sekunder (sektor industri; listrik, gas, dan air bersih; dan sektor bangunan) pada tahun 2005 memberikan kontribusi sebesar 9,50 persen sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 10,07 persen. Tabel 4.1 Kontribusi Masing-masing Sektor terhadap Pembentukan PDRB Provinsi NTB Atas Dasar Harga Berlaku Lapangan Usaha * 1. Pertanian 22,64 22,75 21,42 23,22 21,33 19,89 2. Pertambangan dan 36,16 35,34 37,79 30,84 31,10 36,30 Penggalian Industri Pengolahan 3,38 3,32 3,23 3,63 3,66 3,32 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,39 0,40 0,39 0,44 0,45 0,43 5. Bangunan 5,73 5,77 5,72 6,52 7,04 6,32 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Bank, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11,38 11,84 11,79 13,27 13,69 12,97 7,77 7,82 7,33 7,90 7,45 6,83 3,89 3,99 3,92 4,53 4,61 4,36 9. Jasa-jasa 8,66 8,79 8,40 9,65 10,68 9,58 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BAPPEDA dan BPS Provinsi NTB, 2010 Tahun 2010 sektor primer masih memberikan kontribusi tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. Sektor primer yang memberikan kontribusi paling tinggi dalam pembentukan PDRB Provinsi NTB adalah sektor 44

62 pertambangan dan penggalian. Namun dari tahun 2005 sampai 2010 sektor tersebut memberikan kontribusi yang fluktuatif dibandingkan dengan sektor lainnya. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2010 sebesar 36,30 persen, hal ini menunjukkan peningkatan dibanding tahun 2009 yang mencapai 31,10 persen. Sementara sektor pertanian juga memberikan kontribusi yang cukup besar yaitu 19,89 persen. Pada sektor-sektor tersier, sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada tahun 2010 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu sebesar 12,97 persen, diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar 9,58 persen sedangkan sektor tersier lainnya yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor bank, usaha persewaan dan jasa perusahaan masing-masing sebesar 6,83 persen dan 4,36 persen. Sektor sekunder memberikan kontribusi terkecil dibandingkan sektorsektor primer dan sekunder. Diantara sektor-sektor sekunder yang memberikan kontribusi paling besar adalah sektor bangunan dengan kontribusi sebesar 6,32 persen. Sektor industri pengolahan serta sektor listrik, gas, dan air bersih masingmasing sebesar 3,32 persen dan 0,43 persen. Melihat distribusi PDRB Provinsi NTB dari tahun ke tahun, dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2005 sampai 2010 tidak terjadi pergeseran struktur perekonomian yang signifikan, namun pada tahun 2010 telah terjadi pergeseran kontribusi pada sektor pertambangan dan penggalian akibat dari meningkatnya produksi sektor bersangkutan. 45

63 4.3 Keberadaan Bandara dalam Perekonomian Provinsi NTB Provinsi NTB yang selama ini perekonomiannya terlihat sangat bergantung dengan Provinsi Bali perlahan-lahan telah bangkit. Pertumbuhan ekonominya terlihat meningkat dengan stabil. Hal ini dapat dilihat dari nilai PDRB Provinsi NTB yang terus meningkat setiap tahunnya. Di tahun 2008, nilai PDRB Provinsi NTB atas dasar harga belaku adalah sebesar 35,314 triliun. Di tahun 2009 meningkat menjadi 43,985 triliun. Kemudian di tahun 2010 nilainya mencapai 49,362 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian NTB terus meningkat. Salah satu dari upaya pembangunan daerah Provinsi NTB adalah dengan membangun bandara baru di daerah Lombok Tengah yaitu Bandara Internasional Lombok (BIL). Keberadaan BIL merupakan salah satu kebanggaan Provinsi NTB. Pembangunan BIL ini diharapkan mampu mendorong masuknya investasi ekonomi terkait dengan program MP3EI dimana Provinsi NTB terfokus pada ketahanan pangan nasional dan pariwisata. Sebelum BIL resmi dioperasikan, bandara utama yang beroperasi di NTB adalah Bandara Selaparang. Bandara ini terletak di Kota Mataram dan tidak jauh dengan pusat kota. Jumlah penumpang yang datang ke Bandara Selaparang yang berdiri di atas lahan seluas 200 hektare ini cenderung meningkat setiap tahun nya sejak tahun 2006 sampai Jumlah penumpang yang datang di tahun 2006 sebanyak orang. Tahun 2007 jumlahnya naik menjadi orang. Di tahun 2010, jumlah penumpang yang datang sempat turun menjadi orang setelah sebelumnya di tahun 2009 jumlahnya mencapai orang. Setelah 46

64 BIL dioperasikan, peningkatan jumlah penumpang yang datang ke Provinsi NTB diperkirakan akan terus meningkat. Tabel 4.2 Banyaknya Pesawat, Penumpang, dan Barang Melalui Bandara Selaparang Jumlah pesawat (buah) Jumlah penumpang (orang) Jumlah barang (buah) Datang Berangkat Datang Berangkat Bongkar Muat Sumber: BPS Provinsi NTB, 2011 Selain jumlah penumpang yang cenderung meningkat setiap tahunnya baik dilihat dari kedatangan dan keberangkatan, jumlah pesawat yang datang dan berangkat serta jumlah bongkar dan muat juga cenderung naik setiap tahunnya. Pada tahun 2006 total jumlah pesawat yang datang dan berangkat dari Bandara Selaparang masing-masing buah dan buah. Lalu di tahun 2007 jumlah pesawat yang datang dan berangkat menurun menjadi dan Kemudian pada tahun 2008 dan 2009, jumlah pesawat yang datang dari Bandara Selaparang sebesar sedangkan jumlah pesawat yang berangkat di tahun 2008 berjumlah dan tahun 2009 sebesar Pada tahun 2010, baik jumlah pesawat yang datang maupun berangkat adalah sebesar Nilai bongkar dan muat yang terjadi di Bandara Selaparang pada tahun 2010 masing-masing adalah sebesar kg dan kg. Pada tahun sebelumnya jumlah bongkar yang terjadi di Bandara Selaparang adalah sebesar 47

65 kg dan nilai muatnya sebesar kg. Akan tetapi di tahun 2007 nilai bongkar dan muat menurun menjadi kg dan kg setelah sebelumnya di tahun 2006 nilai bongkar dan muat Bandara Selaparang sebesar kg dan kg. Kecenderungan peningkatan aktifitas di Bandara Selaprang ini menunjukkan bahwa aktifitas yang terjadi dari keberadaan bandara tersebut sangat mempengaruhi perekonomian NTB. Laju pertumbuhan sektor konstruksi selama lima tahun terakhir ( ) cenderung mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan tertinggi sektor konstruksi terjadi pada tahun 2009 mencapai 16,74 persen. Hal tersebut disokong oleh adanya pembangunan gedung-gedung pemerintahan dan pusat perbelanjaan serta adanya pembangunan BIL yang memasuki tahap perampungan tahun Setelah pembangunan BIL selesai, segala aktifitas angkutan udara dipindahkan dari Bandara Selaparang ke BIL. BIL yang berdiri diatas tanah seluas 551 hektare ini, memliki landas pacu yang lebih besar dan panjang dibandingkan dengan Bandara Selaparang. Oleh karena itu, BIL diharapkan mampu menampung lebih banyak jumlah penumpang baik yang datang maupun berangkat dari BIL. Selain jumlah penumpang, BIL ini mampu menampung jenis pesawat yang lebih banyak lagi. Hal tersebut menunjukkan bahwa BIL akan mampu menunjang masuknya investasi ekonomi baru. 48

66 4.4 Rencana Pengembangan BIL Angkasa Pura I merupakan Badan Usaha Milik Negara yang mengelola Bandar Udara di Indonesia. Saat ini Angkasa Pura I mengelola 13 (tiga belas) bandar udara di kawasan Tengah dan Kawasan Timur Indonesia yaitu: Ngurah Rai Bali, Juanda Surabaya, Sultan Hasanuddin Makassar, Sepinggan Balikpapan, Frans Kaisiepo Biak, Sam Ratulangi Manado, Adisutjipto Yogyakarta, Adi Soemarmo Surakarta, Syamsudin Noor Banjarmasin, Pattimura Ambon, Ahmad Yani Semarang, Selaparang Mataram, El Tari Kupang. AP I juga mengelola dua Cargo Warehousing di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dan Bandara Sepinggan Balikpapan. PT. Angkasa Pura I (2008) menyebutkan bahwa bandara dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) berdasarkan jumlah penumpang yang datang, berangkat dan transit di bandara setiap tahun, dengan kelompok sebagai berikut : 1. Bandara Growth, adalah bandara dengan jumlah penumpang di atas 3 juta orang per tahun dan telah menghasilkan profit. Strategi yang diterapkan, yaitu diversifikasi (Properti, Kargo), high quality service (Aero non ATS, non Aero Terminal) dan improve efficiency (Aero non ATS, non Aero Terminal). Dari data tahun Bandara Adisutjipto termasuk bandara take-off, di tahun 2009 penumpang mencapai lebih dari 3 juta dan telah mencapai profit, sehingga tergolong Bandara Growth. 2. Bandara lepas landas (Take-Off), adalah bandara dengan jumlah penumpang di atas 2 juta sampai dengan 3 juta orang per tahun. Strategi yang diterapkan meliputi Ekstensifikasi dan Diversifikasi (Investasi Selektif), competitive level of service (Aero non ATS, non Aero Terminal) 49

67 dan improve efficiency. Dari data tahun Bandara Syamsudin Noor termasuk bandara push to Break Even Point (BEP), di tahun 2009 penumpang mencapai lebih dari 2 juta, sehingga tergolong Bandara Take- Off. 3. Bandara Push to Break Even Point, adalah bandara dengan jumlah penumpang di atas 500 ribu sampai dengan 2 juta orang per tahun. Strategi yang diterapkan meliputi intensifikasi, keep level of service (Aero non ATS, non Aero Terminal), cost reduction & cost cutting dan multi function job (back office). 4. Bandara Loss/PSO (Publick Service Obligation), adalah bandara dengan jumlah penumpang di bawah 500 ribu orang per tahun. Strategi yang diterapkan meliputi keep minimum level of service (Aero non ATS, non Aero Terminal), cost oriented dan multi function job. Bandar Udara Selaparang di NTB, termasuk kedalam jenis Bandara Push to break even point yang artinya memiliki penumpang diatas 500 ribu sampai 2 juta orang per tahun. Saat ini di Provinsi NTB telah dibangun dan dioperasikan bandara baru yaitu Bandara Internasional Lombok (BIL). Semua aktivitas Bandara Selaparang telah dipindahkan ke Bandara baru ini sejak 1 Oktober Pengembangan Bandara Internasional Lombok, yang meliputi sisi udara dan sisi darat (Air Side & Land Side) pembangunannya dimulai tahun Namun karena pembangunannya sempat tersendat, maka Bandara ini baru dioperasikan di bulan Oktober tahun Sumber dana diperoleh dari dana Angkasa Pura I sebesar Rp 796,35 milyar, pemerintah Provinsi NTB membangun fasilitas Air Side yaitu pekerjaan Taxiway, Apron dan fasilitas penunjangnya, 50

68 dengan nilai sebesar Rp 110 milyar, sedangkan pemerintah Kabupaten Lombok Tengah membangun fasilitas Land Side yaitu pekerjaan parkir, jalan lingkungan & fasilitas penunjangnya dengan nilai sebesar Rp 40 miliar. Pekerjaan pengembangan Bandara Internasional Lombok adalah sebagai berikut: 1. Pekerjaan Master Plan, perataan tanah, Land Clearing beserta penunjangnya. 2. Pekerjaan AMDAL. 3. Pekerjaan Jasa Konsultasi Pengawasan Pekerjaan Pemindahan Saluran Irigasi. 5. Pekerjaan Taxiway dan Apron. 6. Pekerjaan Pembangunan Terminal dan fasilitas penunjangnya. 7. Pekerjaan Taxiway. Tabel 4.3 Tahap Pembangunan BIL Uraian Runway Selaparang m x 40m Tahap I ( ) m x 45m BIL Fase I Tahap II ( ) m x 45m BIL Fase II (2028) m x 45m Apron m m m m 2 Taxiway Exit Taiway : 2 Rapid Exit : - Parallel : - Exit Taiway : 2 Rapid Exit : - Parallel : - Exit Taiway : 2 Rapid Exit : - Parallel : - Exit Taiway : 2 Rapid Exit : 2 Parallel : 1 Terminal m pax m pax m pax m pax Car Park m m m m 2 Navigasi Penerbangan Telkom dan NAV-AIDs Sumber : BAPPEDA Provinsi NTB, 2008 TEL, NAV, dan MET TEL, NAV, dan MET TEL, NAV, dan MET 51

69 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB Pada penelitian ini, Tabel Input-Output Provinsi NTB termutakhir adalah tahun Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005 terdiri dari 25 klasifikasi sektor. Berdasarkan data-data yang telah diuraikan pada bagian struktur ekonomi Provinsi NTB, walaupun perekonomian Provinsi NTB berkembang (nilai PDRB meningkat), namun proporsi masing-masing sektor perekonomian dapat diasumsikan tidak banyak berubah atau dapat dikatakan bahwa selama tahun 2005 sampai 2010 tidak terjadi pergeseran struktur perekonomian yang signifikan. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan untuk memperkirakan struktur perekonomian Provinsi NTB tahun 2010 dengan melihat data PDRB penggunaan Provinsi NTB tahun 2010 yang telah disesuaikan dengan proporsi perekonomian Provinsi NTB tahun Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor Bangunan (Bandara) di Provinsi NTB Berdasarkan perkiraan jumlah permintaan sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB tahun 2010, total permintaan merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 20,312 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 55,710 triliun atau perkiraan total permintaan barang dan jasa yang dihasilkan Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 76,023 triliun (Tabel 5.1). Selain itu, dapat diketahui pula bahwa total permintaan sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 6,55 triliun atau sebesar 8,62 persen dari total permintaan (Tabel 5.1). 52

70 Dilihat dari permintaan akhir, tampak bahwa sektor bangunan (bandara) memiliki nilai sebesar Rp 6,12 triliun atau sebesar 11 persen menempati urutan kelima dari total permintaan akhir. Dilihat dari permintaan antara, sektor bangunan (bandara) memiliki nilai sebesar Rp 432,6 milyar atau sebesar 2,13 persen dari total permintaan antara. Untuk total permintaan barang dan jasa di Provinsi NTB, jumlah permintaan terbesar dipegang oleh sektor pertambangan dan penggalian, sedangkan yang terkecil adalah sektor angkutan laut. Tabel 5.1 Perkiraan Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Permintaan Antara (180) Permintaan Akhir (309) Jumlah Permintaan (310) Sektor Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % 1. Pertanian , , ,45 2. Pertambangan dan Penggalian , , ,38 3. Industri , , ,24 4. Listrik dan Air Bersih , , ,86 5. Bangunan , , ,62 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel , , ,22 7. Angkutan Jalan Raya , , ,77 8. Angkutan Laut , , ,23 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan , , , Angkutan Udara , , , Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain , , , , , , Jasa lain , , ,42 TOTAL Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 53

71 5.1.2 Struktur Konsumsi Rumah Tangga Berdasarkan perkiraan jumlah konsumsi rumah tangga sektor-sektor perekonomian tahun 2010 yang mengacu pada Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005, total konsumsi rumah tangga Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 20,13 triliun. Peran terbesar dari total konsumsi rumah tangga ini adalah sektor pertanian dengan nilai Rp 5,88 triliun dan yang terkecil adalah sektor bangunan (bandara) (Table 5.2). Tabel 5.2 Perkiraan Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Konsumsi Rumah Tangga (301) Sektor Jumlah (Ribu Rupiah) Persen (%) 1. Pertanian 5,887,242, Pertambangan dan Penggalian 56,375, Industri 6,515,430, Listrik dan Air Bersih 426,845, Bangunan Perdagangan, Restoran, dan 2,738,252, Hotel 7. Angkutan Jalan Raya 916,106, Angkutan Laut 70,469, Angkutan Sungai, Danau, dan 235,570, Penyebrangan 10. Angkutan Udara 209,395, Jasa Penunjang Angkutan dan 368,456, Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 769,126, Jasa lain 1,938,924, TOTAL 20,134,209, Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 54

72 5.1.3 Struktur Konsumsi Pemerintah Jumlah konsumsi pemerintah berdasarkan perkiraan permintaan akhir Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 7,10 triliun. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa Rp 7,10 triliun atau 100 persen dari total konsumsi pemerintah dialokasikan pada sektor jasa-jasa. Sektor jasa-jasa pada Tabel Input- Output Provinsi NTB tahun 2005 sebelum agregasi (klasifikasi 25 sektor) terdiri dari berbagai jenis jasa, diantaranya sewa bangunan dan jasa perusahaan, jasa pemerintahan, dan jasa lainnya. Tabel 5.3 Perkiraan Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor Konsumsi Pemerintah (302) Jumlah (Ribu Rupiah) % 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan 0 0 Penyebrangan 10. Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain 7,101,505, TOTAL 7,101,505, Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 55

73 5.1.4 Struktur Investasi Investasi dalam Tabel Input-Output merupakan jumlah dari pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Perkiraan nilai investasi seluruh sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB tahun 2010 sebesar Rp 12,16 triliun. Peranan terbesar di pegang oleh sektor bangunan (bandara) yaitu sebesar Rp 7,98 triliun atau 65,63 persen dari total nilai investasi seluruh sektor perekonomian Provinsi NTB. Nilai investasi tersebut terdiri dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 10,80 triliun dengan nilai perubahan modalnya Rp 1,35 triliun (Tabel 5.4). Tabel 5.4. Perkiraan Pembentukan Modal Tetap, Struktur Perubahan Modal dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor Pembentukan Modal Tetap (Ribu Rupiah) 303 Perubahan Modal (Ribu Rupiah) 304 Investasi ( ) (Ribu Rupiah) Investasi (%) 1. Pertanian ,53 2. Pertambangan dan Penggalian ,07 3. Industri ,69 15,61 4. Listrik dan Air Bersih Bangunan ,33 65,63 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel ,45 7,00 7. Angkutan Jalan Raya ,13 1,26 8. Angkutan Laut ,03 0,04 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan ,76 0, Angkutan Udara ,07 0, Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain ,62 0, Jasa lain ,16 1,72 TOTAL ,00 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 56

74 5.1.5 Struktur Ekspor dan Impor Berdasarkan perkiraaan nilai ekspor dan impor Provinsi NTB tahun 2010, total ekspor di Provinsi NTB sebesar Rp 16,32 triliun. Sektor yang memegang peran terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar Rp 14,37 triliun atau 88,06 persen dari total ekspor Provinsi NTB. Sedangkan untuk urutan terkecil adalah sektor listrik dan air bersih serta sektor bangunan (bandara). Dilihat dari sisi selisih ekspor dan impor, Provinsi NTB mengalami surplus perdagangan sebesar Rp 12,94 triliun (Tabel 5.5). Tabel 5.5 Perkiraan Ekspor dan Impor Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor Ekspor Impor Ekspor Netto Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % 1. Pertanian , , ,42 2. Pertambangan dan Penggalian , , , ,55 3. Industri , , ,55 4. Listrik dan Air Bersih , ,39 5. Bangunan , ,27 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel , , ,74 7. Angkutan Jalan Raya , , ,69 8. Angkutan Laut , , ,25 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan , , , Angkutan Udara , , , Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain , , , , , , Jasa lain , , ,27 TOTAL Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 57

75 5.2 Analisis Keterkaitan Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke depan (forward linkage) dibagi menjadi dua kategori, yaitu keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Besarnya nilai keterkaitan langsung ke depan diperoleh dari nilai koefisien teknis, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan diperoleh dari matriks kebalikan Leontief. Pada penelitian ini, matriks kebalikan Leontief yang digunakan adalah matriks kebalikan Leontief terbuka, artinya komponen konsumsi rumah tangga termasuk faktor eksogen. Nilai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor tersebut dan juga sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya. Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Pada tabel 5.6, sektor bangunan (bandara) memiliki nilai keterkaitan ke depan langsung sebesar 0,00570 dan keterkaitan langsung dan tidak langsung sebesar 1, Sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan baik langsung maupun langsung dan tidak langsung terbesar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor penyedia input bagi sektor lainnya sehingga sektor pertanian memiliki keterkaitan ke depan yang besar. 58

76 Tabel 5.6 Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Depan Sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Keterkaitan ke Depan Langsung Langsung dan Tak Langsung 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Nilai keterkaitan langsung ke depan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor bangunan (bandara) yang dijual atau dialokasikan secara langsung pada sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 0,00570 juta. Sementara nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung dari sektor bangunan (bandara) tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor bangunan yang dijual atau dialokasikan baik 59

77 secara langsung maupun tak langsung terhadap sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 1,12588 juta Keterkaitan ke Belakang Keterkaitan ke belakang (backward linkage) terdiri dari dua kategori, yaitu keterkaitan secara langsung ke belakang dan keterkaitan secara langsung dan tak langsung ke belakang. Besarnya nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri untuk menciptakan kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Tabel 5.7 menunjukkan bahwa di antara sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB, sektor bangunan (bandara) memiliki keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,44144 dan keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang sebesar 1, Dapat dilihat pula untuk nilai keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung yang terbesar adalah sektor industri. Hal tersebut disebabkan karena sektor industri memerlukan input yang banyak, dimana input tersebut didapat dari output yang dihasilkan sektor lain. Nilai keterkaitan ke belakang tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor bangunan (bandara) akan secara langsung meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri sebesar Rp 0,44144 juta. Sementara itu, arti dari keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang dari sektor bangunan (bandara) adalah apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor bangunan (bandara) akan meningkatkan permintan inputnya terhadap 60

78 sektor lainnya baik secara langsung maupun tak langsung sebesar Rp 1,66559 juta. Tabel 5.7 Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Belakang Sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Keterkaitan ke Belakang Langsung Langsung dan Tak Langsung 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 10. Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Analisis Dampak Penyebaran Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran menunjukkan efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output di sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagi input sektor tersebut baik 61

79 secara langsung maupun tidak langsung. Koefisien penyebaran bisa disebut juga sebagai daya penyebaran ke belakang. Tabel 5.8 menunjukkan nilai koefisien penyebaran dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi NTB. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sektor bangunan (bandara) memiliki koefisien penyebaran yang lebih dari satu yaitu sebesar 1, Tabel 5.8 Koefisien Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Koefisien Penyebaran 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Nilai Koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Sementara nilai koefisien penyebaran yang kurang dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini berarti sektor bangunan (bandara) memiliki keterkaitan yang erat 62

80 terhadap sektor-sektor hulunya atau sektor yang secara langsung maupun tidak langsung berperan sebagai penyedia input sektor bangunan (bandara) Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang menggunakan output dari sektorsektor hilirnya. Kepekaan penyebaran diperoleh dari keterkaitan secara langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada, kemudian dibagi total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Tabel 5.9 Kepekaan Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Kepekaan Penyebaran 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kepekaan penyebaran sektor bangunan (bandara) sebesar 0, Nilai tersebut menunjukkan bahwa sektor bangunan (bandara) masih kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor 63

81 hilirnya. Nilai kepekaan penyebaran yang terbesar adalah sektor angkutan jalan raya. Hal itu menunjukkan bahwa sektor angkutan jalan raya sering digunakan oleh sektor lainnya untuk membantu dalam proses produksi. 5.3 Analisis Pengganda (Multiplier) Tipe multiplier effect atau efek pengganda terdiri dari dua jenis yaitu efek pengganda tipe I dan tipe II. Analisis pengganda ini digunakan untuk melihat dampak perubahan dari variabel-variabel endogen tertentu, seperti output sektoral apabila terjadi perubahan dalam variabel-varibael eksogen, seperti permintaan akhir. Efek pengganda tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks koefisien Leontif terbuka, dan nilai pengganda ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan maka variabel endogen diseluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut. Sedangkan nilai pengganda tipe II menunjukkan jika sektor rumah tangga dijadikan sebagai faktor endogen, maka dengan terjadinya kenaikan variabel eksogen satu satuan maka variabel endogen seluruh sektor akan meningkat sebesar nilai tersebut. Penambahan efek rumah tangga menyebabkan nilai pengganda tipe II selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai pengganda tipe I Pengganda Output Berdasarkan Tabel 5.10 dapat dilihat bahwa nilai pengganda output tipe I sektor bangunan (bandara) sebesar 1, Hal ini menunjukkan bahwa, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor bangunan (bandara) sebesar 64

82 Rp 1 juta, maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,66559 juta. Jika rumah tangga dimasukkan ke dalam model sebagai faktor endogen, maka akan diperoleh nilai pengganda tipe II yang nilainya selalu lebih besar dari nilai multiplier tipe I. Berdasarkan tabel 5.10 nilai pengganda output tipe II sektor bangunan (bandara) sebesar 1, Artinya, dengan memasukkan efek rumah tangga, apabila terjadi peningkatan pemintaan akhir di sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 1,91301 juta. Tabel 5.10 Pengganda Output Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Awal Pertama Industri Kons Total Elastisitas Tipe I Tipe II 1 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,51310 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Pengganda Pendapatan Nilai yang terdapat dalam analisis pengganda pendapatan rumah tangga tipe I dan tipe II menunjukkan bahwa ada peningkatan pendapatan di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir suatu 65

83 sektor tertentu sebesar satu satuan. Tabel 5.11 menunjukkan nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe I sektor bangunan (bandara) sebesar 1, Nilai tersebut berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua sektor perekonomian sebesar Rp 1,32248 juta. Tabel 5.11 juga memperlihatkan nilai-nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe II sektorsektor perekonomian Provinsi NTB. Nilai pengganda tipe II dari sektor bangunan (bandara) adalah sebesar 1, Hal tersebut berarti, dengan memasukkan efek pengeluaran rumah tangga, jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka pendapatan di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,4073 juta. Tabel 5.11 Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Awal Pertama Industri Kons Total Elastisitas Tipe I Tipe II 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,46685 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 66

84 5.4 Analisis Simulasi Investasi Pada bagian 3.3 telah dijelaskan bahwa akan dilakukan simulasi investasi terhadap pembangunan BIL di daerah Lombok Tengah, Provinsi NTB. Simulasi investasi ini dilakukan untuk menunjukkan dampak yang akan timbul dengan adanya investasi pembangunan BIL terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga. Investasi pembangunan BIL senilai Rp 946,35 milyar dibiayai oleh PT. Angkasa Pura I, Pemerintah Provinsi NTB, dan Pemerintah Kabupaten Lombok. Nilai investasi tersebut akan dikalikan dengan nilai pengganda output dan pendapatan rumah tangga untuk melihat dampak adanya investasi tersebut terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di Provinsi NTB. Anggaran investasi untuk pembangunan BIL akan menghasilkan tambahan output untuk Provinsi NTB sebanyak 1,66559 x (Rp 946,35 milyar) = Rp 1.576,23 milyar atau sekitar 7,85 persen dari total PDRB. Gambar 5.1 menunjukkan bahwa keberadaan BIL dapat meningkatkan PDRB Provinsi NTB dibandingkan dengan tidak adanya investasi pembangunan BIL. (Juta Rupiah) Gambar 5.1 Perkiraan Peningkatan PDRB Provinsi NTB 67

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jasa. Pengejaran pertumbuhan merupakan tema sentral dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. jasa. Pengejaran pertumbuhan merupakan tema sentral dalam kehidupan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa. Pengejaran pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Todaro dan Smith (2003), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 4 (3) (2015) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DALAM PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

(Klasifikasi 14 Propinsi Berdasarkan Tabel IO Propinsi Tahun 2000) Dyah Hapsari Amalina S. dan Alla Asmara

(Klasifikasi 14 Propinsi Berdasarkan Tabel IO Propinsi Tahun 2000) Dyah Hapsari Amalina S. dan Alla Asmara 69 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) KETERKAITAN ANTAR SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA Dyah Hapsari Amalina S. 1 dan Alla Asmara 2 1 Alumni Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai latar belakang kegiatan penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik pembahasan yang akan diteliti, serta tujuan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Industri Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah-masalah perekonomian, dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK SEKTOR PERDAGANGAN DAN INDUSTRI TERHADAP PDRB JAWA TIMUR

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK SEKTOR PERDAGANGAN DAN INDUSTRI TERHADAP PDRB JAWA TIMUR ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK SEKTOR PERDAGANGAN DAN INDUSTRI TERHADAP PDRB JAWA TIMUR Yoalina Septriani Nur Arifah dan Retno Mustika Dewi Fakultas Ekonomi, Unesa, Kampus Ketintang Surabaya ABSTRACT

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor

Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor Zuhri Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Sukma zuhri_muin@yahoo.com Abstrak. Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT OUTPUT DALAM PERENCANAAN EKONOMI

ANALISIS INPUT OUTPUT DALAM PERENCANAAN EKONOMI ANALISIS INPUT OUTPUT DALAM PERENCANAAN EKONOMI Lili Masli Politeknik Negeri Bandung Elly Rusmalia H STIE INABA Bandung ABSTRAK Analisis Input Output dalam perencanaan ekonomi dapat menggambarkan: (1)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB Pada penelitian ini, Tabel Input-Output Provinsi NTB termutakhir adalah tahun 2005. Tabel Input-Output Provinsi NTB

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H14102072 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FITRI RAHAYU.

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H14094013 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN TITUK

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian Dalam penelitian ini, sektor-sektor perekonomian diklasifikasikan ke dalam 9 sektor perekonomian. Sembilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT

PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT THE ROLE OF THE LIVESTOK AND FISHERY SECTOR TO ECONOMY OF RIAU PROVINCE: ANALYSIS OF THE INPUT-OUTPUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

APLIKASI INPUT OUTPUT

APLIKASI INPUT OUTPUT APLIKASI INPUT OUTPUT Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa BAB II KAJIAN PUSTAKA Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 2001-2008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H 14094014 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Investasi Pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok, antara lain konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dan tingkat pendidikan) maupun dalam modal fisik, seperti

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dan tingkat pendidikan) maupun dalam modal fisik, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dihubungkan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang layak. Hasil yang diharapkan berupa peningkatan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN REGIONAL PROVINSI JAMBI : ANALISIS MULTISEKTORAL DENGAN METODE INPUT - OUTPUT OLEH : ALIKA SYAHARA H

PEREKONOMIAN REGIONAL PROVINSI JAMBI : ANALISIS MULTISEKTORAL DENGAN METODE INPUT - OUTPUT OLEH : ALIKA SYAHARA H PEREKONOMIAN REGIONAL PROVINSI JAMBI : ANALISIS MULTISEKTORAL DENGAN METODE INPUT - OUTPUT OLEH : ALIKA SYAHARA H14080101 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir merupakan suatu hal yang diperlukan dalam setiap penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H14084020 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah atas keperluan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. PENDAPATAN NASIONAL Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. Pokok-pokok Materi: 1. Konsep Pendapatan Nasional 2. Komponen Pendapatan Nasional 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga,

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga, 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekonomi dan Pertumnbuhan Ekonomi Sebuah Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2000-2008 OLEH ACHMAD SOBARI H14094015 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ACHMAD

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci