PROFIL PETANI SAYURAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL PETANI SAYURAN"

Transkripsi

1 PROFIL PETANI SAYURAN Seperti telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya, penelitian ini dilakukan di empat kabupaten penghasil sayuran dataran tinggi di Jawa Barat dengan pemilihan beberapa lokasi kasus. Kasus yang terpilih adalah komunitas petani di mana terdapat proses kerjasama (kemitraan) antara petani tersebut dengan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul dalam kegiatan agribisnis sayuran dataran tinggi. Jumlah petani contoh (n= 285) tersaji pada Tabel ) Tabel 13 Jumlah Petani Menurut Status dan Lokasi No. Lokasi Status Total Bermitra Tidak Bermitra 1 Bogor Cianjur Bandung_Rancabali Bandung_Cisarua Garut Total Gambaran tentang profil petani yang berasal dari Variabel Umur (X1), Tingkat Pendidikan (X2), Dimensi Usaha (X3), Tingkat Kebutuhan (X4), Ciri Kewirausahaan, Variabel Lingkungan (X6), Variabel Pengetahunan tentang Pola Kemitraan (X7) dapat dijelaskan dengan seluruh sampel petani (n=285), sedangkan data persepsi (n=212) dan kinerja petani (n=259) tidak dapat dijelaskan dengan seluruh sampel karena datanya tidak lengkap atau variabel tersebut tidak relevan ditanyakan pada petani seluruh sampel. Data tentang persepsi, ciri inovasi pola kemitraan hanya relevan ditanyakan pada petani yang bermitra atau pernah bermitra (berhenti bermitra pada saat penelitian dilakukan). Dengan demikian jumlah sampel petani untuk data persepsi berjumlah 212 petani, yang terdiri dari 174 petani mitra dan 38 petani tidak bermitra. Untuk kepentingan uji statistik seluruh data kemudian 4 ) Jumlah petani contoh yang berstatus mitra lebih sedikit dari yang direncanakan karena: (1) petani berhenti bermitra pada saat penelitian dilakukan, (2) petani tersebut tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan karena penelitian ini menggunakan unit analisis rumahtangga. Misalnya: dua orang petani mitra atau lebih dalam satu rumahtangga akan diambil satu orang saja yang menjadi responden, atau di kasus lain santri yang masih belajar tidak dapat dijadikan responden.

2 101 disesuaikan dengan jumlah data tersebut, rincian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Selanjutnya gambaran tentang profil petani untuk masingmasing variabel akan dijelaskan dalam persen, pada tabulasi silang berikut. Umur (X1) dan Tingkat Pendidikan (X2) Tabel 14 menyajikan presentase petani menurut umur dan pendidikan. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berumur antara 18 tahun sampai 71 tahun. Sebagian besar termasuk kategori umur dewasa yaitu berumur antara 30 tahun sampai 50 tahun. Mereka yang termasuk kategori ini sebagian besar (60.2%) merupakan petani yang tidak bermitra. Petani muda yang bermitra (28.0%) lebih banyak dibanding petani tua (21,4 %). Tabel 14 Persentase Petani Menurut Umur dan Pendidikan Kategori Umur Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1 Muda 15,5 28,0 23,5 2 Dewasa 60,2 50,5 54,0 3 Tua 24,3 21,4 22,5 Kategori Tk. Pendidikan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Rendah 72,8 48,4 57,2 2. Sedang 8,7 20,3 16,1 3. Tinggi 18,4 31,3 26,7 Catatan: Umur Muda <30 tahun 30 <= Dewasa >= 50 tahun Tua, > 50 tahun Pendidikan Rendah <= SD SD < Sedang >=SLTA Tinggi > SLTA Tingkat Pendidikan petani responden beragam dari yang tidak sekolah sampai perguruan tinggi. Dari total petani, mayoritas berada pada kategori pendidikan rendah (57.2%), yaitu yang berpendidikan SD, tidak tamat SD atau tidak sekolah. Kondisi ini serupa dengan kondisi pendidikan penduduk di Jawa Barat (Tabel 15 ), di mana penduduk sebagian besar penduduk (56.16%) berpendidikan rendah. Responden berpendidikan rendah lebih banyak yang memilih untuk tidak bermitra (72.8%). Sedangkan mereka yang berpendidikan tinggi lebih banyak yang memilih untuk bermitra (31.3%), sama halnya dengan responden berpendidikan sedang, lebih banyak yang memutuskan untuk mengikuti pola kemitraan (20.3%).

3 102 Tabel 15 Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Jawa Barat Kriteria Tidak Sekolah 11,73 12,33 11,66 10,27 10,00 9,79 9,66 10,30 8,64 8,50 8,98 Tidak Tamat SD 30,32 30,57 28,35 26,56 26,39 25,45 24,29 24,11 22,63 21,87 15,31 Tamat SD 31,97 31,22 32,34 32,99 32,99 32,49 32,45 32,66 33,3 33,42 31,87 Tamat SLTP 12,16 11,94 12,72 14,01 13,92 14,62 15,28 14,87 15,92 16,65 20,12 SMA ke atas 13,83 13,94 14,92 16,16 16,70 17,65 18,32 18,06 19,53 19,56 23,72 Sumber : go.id/ 22 Mei 2005 Pekerjaan Utama dan Sampingan Tabel 16 dan Tabel 17 menyajikan presentase petani menurut pekerjaan utama dan sampingannya. Pekerjaan utama selain petani: bila di SM biasanya karyawan, wiraswasta, bila di PAI biasanya santri, bila di KMS biasanya pegawai koperasi dan pensiunan. Pekerjaan sampingan selain petani, antara lain buruh tani, pedagang pengumpul, buruh bangunan, ternak domba, supplier pupuk, aparat desa, buka warung, penjaga vila, tukang bangunan, sopir, guru agama, penjahit, penyalur TKW dan tukang ojek. Tabel 16 Persentase Petani Menurut Pekerjaan Utamanya No. Kategori Pekerjaan Utama Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Petani 87,4 78,0 81,4 2. Non Petani 12,6 22,0 18,6 3. Total 100,0 100,0 100,0 Dari total responden, mayoritas memiliki pekerjaan utama sebagai petani (81.4%). Mereka yang pekerjaan utamanya petani lebih banyak merupakan petani yang tidak bermitra (87.4%). Tabel 17 Persentase Petani Menurut Pekerjaan Sampingannya No. Kategori Pekerjaan Sampingan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Tidak punya 56,3 42,9 47,7 2. Petani 11,7 20,3 17,2 3. Non Petani 32,0 36,8 35,1

4 103 Dari total responden, mayoritas tidak memiliki pekerjaan sampingan, dapat dilihat dari persentase tertinggi sebesar 47.7 persen. Responden yang menyatakan bahwa bertani adalah pekerjaan sampingan sejumlah 11,7 persen petani non mitra, dan 20,3 persen petani mitra. Dari kedua tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan pola kemitraan akan memungkinkan seseorang melakukan kegiatan usahatani sebagai usaha sampingan (20,3 %) Lama Berusaha Tani Tabel 18 menyajikan presentase petani menurut lama berusaha tani. Petani memiliki pengalaman berusaha tani beragam dari 1 tahun sampai dengan 50 tahun. Mayoritas petani (50.5%) memiliki pengalaman berusahatani cukup lama, yaitu antara 5 tahun sampai 25 tahun. Tabel 18 Persentase Petani Menurut Lama Berusahatani No. Kategori Pengalaman Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Baru 21,4 25,3 23,9 2. Cukup Lama 48,5 51,6 50,5 3. Lama 30,1 23,1 25,6 Baru < 5 tahun Cukup Lama, 5 s/d 25 tahun Lama > 25 tahun Petani yang sudah lama berusahatani lebih banyak merupakan petani yang tidak bermitra (30,1 %) dibanding yang bermitra (23,1 %). Petani mitra lebih banyak yang merupakan petani baru (25,3 %) dan cukup lama pengalamannya (51,6 %). Lama berusaha tani ini berkaitan dengan umur tetapi dikontrol dengan riwayat pekerjaan seseorang. Dalam penelitian ini riwayat pekerjaan petani dapat dikategorikan menjadi (1) langsung bertani, (2) bekerja pada lingkup pertanian kemudian bertani, dan (3) bekerja di luar pertanian kemudian bertani (Tabel 19) Tabel 19 menyajikan presentase petani menurut riwayat pekerjaan. Mayoritas petani memulai pekerjaannya dengan langsung terjun dalam kegiatan bertani (56.5%). Mereka yang riwayat pekerjaannya langsung bertani lebih banyak yang merupakan petani yang tidak bermitra (58.3%).

5 104 Tabel 19 Persentase Petani Menurut Riwayat Pekerjaannya No. Kategori Riwayat Pekerjaan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Langsung Bertani 58,3 55,5 56,5 2. Lingkup Pertanian 16,5 20,3 18,9 3. Non Pertanian 25,2 24,2 24,6 Kategori Riwayat Pekerjaan Petani 1. Langsung bertani, biasanya dimulai dengan ikut orang tua mengelola suatu usahatani, atau berburuh tani pada orang lain. Setelah cukup mampu dari teknis budidaya, dan didukung oleh modal uang yang cukup, petani mulai mengelola usahatani sendiri. 2. Petani memulai karir bertani melalui pekerjaan lain yang berkaitan dengan pertanian seperti berdagang sayuran, buah, saprodi, dll, kemudian sambil berdagang ia mengelola usahatani. Pada akhirnya ada yang memilih bertani saja sebagai pekerjaan utamanya, tetapi ada juga yang sambil bertani tetap masih berdagang. 3. Bertani merupakan pekerjaan yang dimasuki setelah pada awalnya ia melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak berkaitan dengan pertanian. Responden pada kategori ini biasanya adalah orang-orang yang sering berpindah-pindah pekerjaan, mencari-cari peluang kerja di luar pertanian sebelum akhirnya memilih bertani sebagai pekerjaan utamanya. Ada juga pada kategori ini adalah mereka yang mempunyai modal cukup untuk diinvestasikan pada bisnis pertanian. Jadi bertani sebagai pekerjaan sambilan saja. Beberapa contoh riwayat pekerjaan petani untuk masing-masing kategori tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4 dalam kasus-kasus petani. Dimensi Usaha (X3) Variabel Dimensi Usaha meliputi variabel skala usaha (luas lahan), jumlah sayuran, dan kepastian pasar. Gabungan ketiga dimensi dari variabel usaha ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkat komersialitas usahatani.

6 105 Variabel luas lahan Lahan yang diusahakan untuk usahatani sayuran sebagian besar merupakan lahan sawah tadah hujan, pekarangan, dan kebun atau ladang. Berdasarkan data survei, lahan yang diusahakan petani untuk usahatani sayuran sebagian besar merupakan lahan sawah (46,4%), lahan kebun/ladang/pekarangan (44,4 %), dan Green House (9,2 %). Status kepemilikan lahan bagi sebagian besar tanah petani sayuran merupakan tanah dengan status kepemilikan sebagai hal milik (57,7 %), sewa (22,6%), meminjam tanpa bayar/hak pakai (12 %) dan lainnya seperti bagi hasil atau gadai (7,7 %). Lahan yang bukan milik sendiri dikelola dengan cara menyewa atau meminjam tanpa bayar. Besarnya nilai sewa bervariasi dari 1 juta sampai dengan 2 juta rupiah per hektar per tahun untuk lahan terbuka baik sawah maupun lahan darat. Untuk Green House, biasanya merupakan milik petani sendiri atau meminjam dari familinya. Di beberapa lokasi penelitian seperti di Desa Alamendah, Kec. Rancabali, dan di Desa Cipanas kecamatan Cimacan ditemukan kasus di mana lahan terbuka milik perorangan atau milik instansi tertentu juga seringkali dipinjamkan kepada petani untuk dikelola, tanpa bayaran apapun. Tabel 20 Persentase Petani Menurut Luas Lahan No. Kategori Luas Lahan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Sempit 23,3 24,2 23,9 2. Sedang 51,5 52,2 51,9 3. Luas 25,2 23,6 24,2 4 Total 100,0 100,0 100,0 Catatan : Sempit < Ha Sedang s/d 0.82 Ha Luas > 0.82 Ha Tabel 20 dan Tabel 21 menyajikan data luas lahan petani di lokasi penelitian. Data tersebut menunjukkan bahwa luas penguasaan lahan petani berkisar antara 0,01 hektar sampai dengan 15 hektar. Dengan rata-rata tertinggi 0,78 hektar untuk wilayah Garut, dan terendah 0,65 untuk wilayah Pasirlangu Bandung. (Tabel 21). Penguasaan lahan tersebut ada yang berada pada satu lokasi tapi kebanyakan terfragmentasi di 2 sampai 5 lokasi sehingga relatif lebih rumit dalam pengelolaannya. Mayoritas responden atau 51,9 persen memiliki luas lahan sedang yaitu antara Ha sampai 0.82 Ha. Kecuali di Bogor,

7 106 petani non mitra memiliki lahan yang relatif lebih luas dibandingkan yang bermitra. Tabel 21 Luas Lahan Petani Responden Masing-Masing Wilayah Berdasarkan Status 1. Bogor Lokasi 2. Cianjur 3. Bandung (Pasirlangu) 4. Bandung (Alamendah) 5. Garut Total Luas (Ha) Mitra (Ha) Non Mitra (Ha) Rata2 0,69 0,90 0,20 Maks 5,00 5,00 1,30 Min 0,01 0,00 0,00 Rata2 0,67 0,26 0,41 Maks 5,00 3,05 5,00 Min 0,04 0,00 0,00 Rata2 0,65 0,25 0,39 Maks 2,10 1,30 2,10 Min 0,02 0,00 0,00 Rata2 0,74 0,32 0,42 Maks 6,50 2,11 5,00 Min 0,01 0,00 0,00 Rata2 0,80 0,24 0,54 Maks 15,00 1,28 15,00 Min 0,10 0,01 0,00 Kondisi usahatani saat penelitian dilakukan selain mengidentifikasi luas lahan, jenis lahan dan status kepemilikan lahan, juga mengidentifikasi jenis sayuran yang diusahakan. Jenis Sayuran Tabel 22 dan Tabel 23 menyajikan jumlah dan persentase petani yang menanam jenis sayuran tertentu secara berurutan dari persentase jenis sayuran yang paling banyak diusahakan petani. Bawang daun merupakan jenis sayuran terbanyak yang diusahakan, yaitu 45,1 persen petani mitra dan 65 persen petani non mitra. Satu jenis sayuran seperti petsai disebut petani dengan nama yang berbeda-beda, antara lain sawi putih dan sampo. Labu siam bisa dipanen baby maupun besar. Beberapa jenis bunga juga di tanam terutama petani di daerah Pasirlangu, Cisarua Bandung dan Mega Mendung Bogor. Jenis Bunga tersebut antara lain : gerbera, krisan, bunga balon, dan sedap malam. Jenis tanaman lain

8 yang juga ditanam oleh beberapa petani adalah: bit, radis, timun, ubi, bawang bombay, bayam, dan bibit teh. 107 Tabel 22 Jumlah dan Persentase Petani Mitra yang Menanam Jenis Sayuran Tertentu No. Jenis Sayuran Jumlah Persen 1. Bawang ( Daun, Merah, Putih) 82 45,1 2. Cesin, Pakcoy, Selada/Lettuce, Sam po, Petsai, Sawi 80 44,0 3. Sayuran Jepang 77 42,3 4. Wortel 68 37,4 5. Brokoli, Bunga Kol, Kol/Kubis 66 35,7 6. Cabe ( Paprika, Keriting, Rawit) 61 33,5 7. Buncis 60 33,0 8. Lainnya 58 31,9 9. Edamame 40 22,0 10. Tomat 40 22,0 11. Kentang 38 20,9 12. Seledri 31 17,0 13. Jagung (Baby, Manis, Sayur) 30 16,5 14. Kacang-kacangan (Merah, Panjang, Tanah, Kapri, Kedelai) 25 13,7 15. Labu Siam 23 12,6 16. Strowbery 14 7,1 17. Ubi 13 7,1 18. Timun 12 6,6 19. Bunga (Balon, Garbera, Krisan) 8 4,4 20. Bayam 7 3,8 Total Petani 182 Jumlah sayuran yang berhasil diproduksi dengan baik oleh seorang petani rata-rata 4 jenis sayuran atau lebih. Beberapa jenis sayuran seperti zuchini, tang ho, kailan, radis, bit, okra, nasubi, lettuce/selada, kyuri, huan soi, horinso, daikon adalah merupakan sayuran dengan benih import yang juga diproduksi oleh petani. Biasanya petani menanam atas permintaan suplier. Keragaman jenis sayuran yang diusahakan petani menunjukkan bahwa petani sayuran masih menerapkan prinsip diversivikasi jenis untuk meminimalkan resiko, artinya kegagalan satu jenis sayuran diharapkan akan dapat ditutupi oleh jenis yang lain.

9 108 Beberapa petani masih menanam jenis tanaman pangan seperti ubi dan padi. Beberapa petani di Bogor mengatakan bahwa tanaman padi ditanam sebagai rotasi tanaman dalam upaya untuk mengembalikan kesuburan tanah setelah ditanami edamame. Tanaman ubi ditanam biasanya karena permintaan pasar antara lain kesepakatan dengan tengkulak. Seperti halnya ubi, petani juga seringkali bersepakat dengan tengkulak untuk menanam jenis buah-buahan tertentu seperti pepaya, pisang, melon dan semangka. Tabel 23 Jumlah dan Persentase Petani Non Mitra yang Menanam Jenis Sayuran Tertentu No. Jenis Sayuran Jumlah Persen 1. Bawang Daun 67 65,0 2. Wortel 46 44,7 3. Sayuran Jepang dan Paprika 39 37,9 4. Kol 38 36,9 5. Seledri 30 29,1 6. Caisim, Pakcoy, Petsai 30 29,1 7. Buncis 25 24,3 8. Brokoli 21 20,4 9. Tomat 17 16,5 10. Kentang 17 16,5 11. Edamame 16 15,5 12. Cabe 16 15,5 13. Strawberi 13 12,6 14. Lainnya 12 11,7 15. Bw. Merah &Putih 12 11,7 16. Labu Siam 10 9,7 17. Kacang2an 9 8,7 18. Bunga 8 7,8 19. Jagung 7 6,8 20. Padi 5 4,9 21. Buah 4 3,9 Jumlah petani 103

10 109 Tabel 24 Persentase Petani Menurut Jumlah Sayuran yang Ditanam No. Kategori Jumlah Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Banyak 25,2 29,1 27,7 2. Sedang 52,4 50,5 51,2 3. Sedikit 22,3 20,3 21,1 Catatan: Banya k >5 jenis Sedang, 3 s/d 5 Sedikit <3 Tabel 24 menyajikan persentase petani menurut jumlah sayuran yang ditanam. Data tersebut merupakan jenis sayuran yang ditanam saat penelitian dilakukan. Mayoritas petani menanam sayuran dalam jumlah sedang (51.2%) yaitu yang menanam tanaman antara tiga sampai lima jenis. Jumlah sayuran yang ditanam oleh petani mitra relatif lebih banyak dibanding petani yang tidak bermitra. Pola Tanam Setahun Terakhir Secara umum pola tanam setahun terakhir adalah tanaman sayuran sepanjang tahun. Pola tanam berbagai jenis sayuran bervariasi pada masingmasing lokasi. Beberapa responden menanam tanaman pangan seperti padi, ubi, singkong, talas, dan jagung dengan pola tanam: padi sayuran kenudian singkong, jagung, talas, dan ubi. Pada tanaman jenis bunga, responden biasanya menanam dengan pola tanam sepanjang tahun. Di daerah Bogor, umumnya petani menanam sayuran dengan pola tanam sepanjang tahun, tetapi dilakukan pergiliran dengan jenis sayuran yang berbeda, tanpa adanya jadwal khusus untuk jenis tanaman tertentu. Beberapa responden menanam tanaman pangan dengan pola tanaman sayuran tanaman pangan sayuran. Hal ini berlaku untuk responden mitra maupun non mitra, perbedaan hanya pada jenis komoditas yang ditanam, di mana untuk petani mitra sayuran yang ditanam seperti edamame, okra, zukini, jagung manis dan buncis mini. Beberapa responden yang memiliki lahan lebih banyak, juga melakukan diversifikasi dengan menanam jenis buah-buahan, seperti pepaya, bengkuang, melon, dan pisang. Buah-buahan ini biasanya ditanam sepanjang tahun. Responden yang menanam bunga melakukan pola tanam sepanjang tahun, karena permintaan akan bunga bisa setiap hari. Mereka umumnya mengikuti pola kemitraan, sehingga harus selalu bisa memenuhi permintaan perusahaan mitranya.

11 110 Di wilayah Desa Galudra (Cianjur) petani hanya bisa menanam cabe menjelang musim kemarau, karena menurut mereka jika kelebihan air, cabe akan banyak yang busuk. Biasanya Cabe ditanam pada bulan Februari dan panen pada bulan Juli sampai Agustus. Untuk tanaman sayuran seperti petsai, wortel, kol, caisim, dan brokoli, biasanya ditanam pada musim hujan, sekitar bulan September sampai Januari. Setelah itu selama kurang lebih satu bulan lahan biasanya diberakan atau sampai musim mendukung. Jenis sayuran seperti Bawang daun biasanya dapat ditanam sepanjang tahun. Hal ini biasanya dilakukan oleh responden yang tidak bermitra. Untuk responden yang bermitra, mereka menanam sesuai permintaan mitranya. Di wilayah Cisarua (Bandung), umumnya petani menanam paprika sepanjang tahun di Green House, sedangkan untuk lahan terbuka biasanya ditanami labu siam. Hal ini berlaku bagi petani mitra maupun non mitra. Beberapa responden juga menanam jenis bunga, seperti bunga Hebras atau Gerbera. Penanamannya dilakukan sepanjang tahun, karena permintaan pasar bisa setiap hari. Di daerah Ciwidey, petani umumnya menanam sayuran dan strawberry. Je nis sayuran terutama bawang daun, seringkali ditumpangsarikan dengan strawberry. Di wilayah Cisurupan, Cikajang Garut, umumnya petani menanam sayuran sepanjang tahun, baik untuk petani mitra maupun non mitra. Beberapa petani ada juga yang menanam tanaman pangan seperti padi dan jagung, biasanya ditanam dengan pola tanaman sayuran tanaman pangan sayuran. Tidak ada jadwal khusus mengenai jenis komoditas yang ditanam. Beberapa responden melakukan pergiliran dengan menanam tomat diantara dua jenis sayuran, hal ini dilakukan untuk menghambat atau memotong daur hidup hama thrips. Kepastian Pasar Tabel 25 menyajikan persentase petani menurut kepastian pasarnya. Petani mitra sebagian besar (57,1%) menyatakan pasar bagi hasil usahataninya cukup pasti dan 42 persen mengatakan pasti. Bagi petani non mitra sebagian besar (83,5%) menyatakan bahwa pasar bagi hasil usahataninya tidak pasti. Hal ini menunjukkan bahwa pola kemitraan dapat membantu petani dalam memperoleh kepastian pasar.

12 111 Tabel 25 Persenta se Petani Menurut Kepastian Pasar No. Kategori Kepastian Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1 Tidak Pasti 83,5 0,5 30,5 2 Cukup pasti 6,8 57,1 38,9 3 Pasti 9,7 42,3 30,5 4 Total 100,0 100,0 100,0 Tingkat Kebutuhan Bermitra (X4) Variabel tingkat kebutuhan bermitra diidentifikasi dari harapan akan pemenuhan kebutuhan melalui kemitraan. Tingkat kebutuhan tinggi bila petani mengharapkan pemenuhan kebutuhan melalui kemitraan dengan warga dari luar komunitasnya, atau organisasi formal. Tingkat kebutuhan rendah bila semua kebutuhan bisa dipenuhi sendiri. Bila petani tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri biasanya mereka melalui cara-cara informal dalam upaya penemuhan kebutuhan tersebut, seperti pinjam ke teman atau warga satu komunitas. Pemenuhan kebutuhan melalui cara-cara formal atau bermitra dengan warga luar komunitas dilakukan bila petani betul-betul membutuhkan. Tingkat Kebutuhan petani akan modal, pembinaan, dan pemasaran didalami dengan mengidentifikasi : 1. Persentase dari masing-masing sumber dana untuk kebutuhan usahanya 2. Tingkat Kesulitan dalam memperoleh modal, teknik budidaya, dan pemasaran 3. Pihak yang membantu mengatasi kesulitan Tabel 26 menyajikan persentase petani menurut tingkat kebutuhan bermitra, yang meliputi kebutuhan akan modal, pemasaran dan pembinaan teknis. Dari total responden, mayoritas termasuk memiliki kebutuhan modal rendah (52.5%), artinya dapat dipenuhi dari modal sendiri. Petani mitra mempunyai kebutuhan modal yang relatif tinggi dibanding petani non mitra. Petani mitra sebanyak 29,3 persen mempunyai tingkat kebutuhan modal yang tinggi, dalam hal ini mereka memenuhi kebutuhan tersebut dengan berinteraksi dengan pihak dari luar komunitas, antara lain perusahaan mitra atau kredit bank. Semakin tinggi kebutuhan modalnya suatu usahatani tingkat resikonya juga

13 112 semakin tinggi. Untuk menjamin keberhasilan usahanya maka petani kemudian bermitra dengan perusahaan atau pihak lain dalam hal pemasaran. Tabel 26 Persentase Petani Menurut Tingkat Kebutuhan Bermitra No. Jenis Kebutuhan Kategori Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Modal 2. Pemasaran 3. Pembinaan teknis Rendah 74,8 39,8 52,5 Sedang 20,4 30,9 27,1 Tinggi 4,9 29,3 20,4 Total 100,0 100,0 100,0 Rendah 37,9 25,3 29,8 Sedang 51,5 36,3 41,8 Tinggi 10,7 38,5 28,4 Total 100,0 100,0 100,0 Rendah 100,0 0,5 36,5 Sedang 0,0 39,6 25,3 Tinggi 0,0 59,9 38,2 Total 100,0 100,0 100,0 Kebutuhan akan pemasaran bagi petani berbeda -beda. Secara umum kebutuhan petani akan pemasarannya masih tergolong sedang dengan persentase 41.8 persen. Petani non mitra (37.9 %) dengan kebutuhan pasar rendah, sedangkan petani mitra (38.5 %) memiliki kebutuhan pasar tinggi. Petani dengan kebutuhan pemasaran tinggi akan memilih untuk mengikuti pola kemitraan. Kebutuhan petani akan pembinaan teknis budidaya tergolong tinggi. Dari total petani atau responden yang memiliki kebutuhan akan pembinaan teknis budidaya tergolong tinggi sebanyak 38.2 persen. Petani dengan kebutuhan akan pembinaan teknis budidaya yang rendah tidak akan mengikuti pola kemitraan. Petani dengan kebutuhan pembinaan teknis budidaya yang tinggi akan mengikuti pola kemitraan yaitu sebanyak 59.9 persen petani. Sifat Kewirausahaan Petani Tabel 27 menyajikan persentase petani menurut sifat kewirausahaannya, di mana terdiri dari sifat kewirausahaan total, keinovativan, dan kreativitas. Petani yang memiliki sifat kewirausahaan yang rendah tidak akan ikut bermitra

14 113 dalam berusahatani. Sebanyak 33.0 persen petani memiliki sifat kewirausahaan rendah, sedangkan petani dengan sifat kewirausahaan yang tinggi sebanyak 28.6 persen. Dari total responden 53.0 persen memiliki sifat kewirausahaan sedang, dan sifat kewirausahaan yang tinggi dan rendah memiliki persentase yang sama yaitu 23.5 persen. Tabel 27. Persentase Petani Menurut Sifat Kewirausahaan No. Sifat Kewirausahaan Kategori Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Kewirausahaan Total Rendah 33,0 18,1 23,5 Sedang 52,4 53,3 53,0 Tinggi 14,6 28,6 23,5 Total 100,0 100,0 100,0 2. Keinovativan Rendah 30,1 15,9 21,1 Sedang 58,3 65,4 62,8 Tinggi 11,7 18,7 16,1 Total 100,0 100,0 100,0 3. Kreativitas Rendah 38,8 15,9 24,2 Sedang 48,5 59,9 55,8 Tinggi 12,6 24,2 20,0 Total 100,0 100,0 100,0 Dalam penelitian ini ciri kewirausahaan petani dilihat dari tingkat keinovatifan dan kreatifitas petani. (1) Keinovatifan. Apabila dilihat dari keinovatifan sebanyak 62,8 persen petani mempunyai tingkat keinovatifan yang tergolong sedang. Jika dibandingkan berdasarkan status, petani mitra (18,7 %) mempunyai sifat keinovativan yang lebih tinggi dibanding petani non mitra (11,7 %). (2) Kreativitas. Apabila dilihat dari kreatifitas yang dimiliki petani sebanyak 55.8 persen petani memiliki tingkat kreativitas yang tergolong sedang. Jika dibandingkan berdasarkan status, petani mitra (24,2 %) mempunyai sifat kreativitas yang lebih tinggi dibanding petani non mitra (12,6 %).

15 114 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat konformitas dalam lingkungan, tingkat ketersedian sarana transportasi dan komunikasi, tingkat ketersediaan sarana pembelajaran, dan tingkat ketersediaan sarana kredit. Tabel 28 Persentase Petani Menurut Daya Dukung Lingkungan Sosial Ekonomi No. Kategori Lingkungan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Kurang Mendukung 28,9 19,5 21,2 2. Cukup Mendukung 50,0 55,2 54,2 3. Mendukung 21,1 25,3 24,5 Petani yang ikut pola kemitraan berada pada lingkungan sosial ekonomi yang mendukung. Sebanyak 25.3 persen petani berada pada lingkungan sosial ekonomi yang mendukung dan 28,9 persen petani berada pada lingkungan sosial ekonomi yang kurang mendukung sehingga mereka tidak mengikuti pola kemitraan. Dari total responden berada pada lingkungan yang cukup mendukung, sebanyak 50.0 persen petani tidak mengikuti kemitraan dan 55.2 persen petani mengikuti kemitraan. Tingkat Konformitas Petani dalam Lingkungannya Tingkat konformitas petani diidentifikasi dari kesamaan pekerjaan, tingkat hidup, tingkat pendidikan, kebiasaan, belief dan hobi dengan warga masyarakat di lingkungannya. Tabel 29 Persentase Petani Menurut Kesamaan Ciri dengan Lingkungannya No. Jenis Kesamaan Ciri Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Pekerjaan 93,2 86,8 89,1 2. Tingkat Hidup 47,6 45,6 46,3 3. Tingkat Pendidikan 62,1 51,1 55,1 4. Kebiasaan 66,0 66,5 66,3 5. Kepercayaan 98,1 98,9 98,6 6. Hobi 39,8 53,3 48,4

16 115 Tabel 29 menyajikan data tentang konformitas petani dan lingkungannya. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa petani relatif homogen dari ciri pekerjaan dan kepercayaan/agama. Dari ciri pendidikan, petani yang tidak bermitra memiliki kesamaan yang lebih besar dibanding petani mitra, atau petani mitra lebih bervariasi tingkat pendidikannya dibanding warga sekitar. Tingkat hidup petani relative bervariasi, terbukti bahwa hanya 46,3 persen yang menyatakan sama dengan warga sekitar. Berdasarkan dukungan data pengamatan selama penelitian, penulis dapat menduga bagwa 53,7 persen sisanya adalah petani yang hidup di atas rata-rata warga sekitar. Kebiasaan adalah hal-hal yang relatif sering dilakukan warga desa, karena mereka selain tempat tinggal yang berdekatan juga berkerabat, sehingga mereka saling membantu dalam mengatasi masalah hidup. Tidak ada persaingan dalam berusaha tani, mereka saling membantu dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam bertani. Kedekatan ini mereka wujudkan dalam kegiatan bersama yang berkaitan dengan pekerjaan maupun kegiatan lain seperti pengajian dan gotong royong. Tingkat Ketersediaan Sarana Transportasi dan Telekomunikasi Tabel 30 menyajikan data tentang tingkat ketersediaan sarana transportasi dan telekomunikasi di wilayah petani. Hampir semua wilayah petani terjangkau sarana transportasi ojek motor, namun belum terjangkau angkutan umum roda empat. Tabel 30 Persentase Petani Menurut Ketersediaan Sarana Transportasi dan Telekomunikasi No Jenis Sarana Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. a. Ojek Motor 98,1 95,1 96,1 b. Angkutan Umum Roda Empat 28,2 37,9 34,4 2. a. Telepon Rumah 26,2 37,9 33,7 b. Wartel 47,6 61,5 56,5 c. Hand Phone 35,9 40,7 38,9 Ketersediaan sarana telpon petani mitra lebih baik dibanding petani non mitra, baik berupa telpon rumah, wartel, maupun handphone.

17 116 Tingkat Ketersediaan Sarana Pembelajaran Ketersediaan sarana pembelajaran petani dapat dilihat dari pelatihan, kelompok tani, demontrasi farm, dan pameran atau lomba yang diikuti petani. Tabel 31 menyajikan data tentang tingkat ketersediaan sarana transportasi dan telekomunikasi di wilayah petani. Tabel 31 Persentase Petani Menurut Ketersediaan Sarana Pembelajaran No. Ketersediaan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Sarana Pelatihan 31,1 42,3 38,2 2. Kelompok Tani 24,3 45,6 37,9 3. Demonstrasi Farm 33,0 41,2 38,2 4. Pameran 16,5 24,2 21,4 5. Lomba 5,8 12,1 9,8 Petani mitra memiliki aksesibilitas terhadap sarana pembelajaran yang lebih besar dibanding petani yang tidak bermitra. Meskipun tidak bagi semua petani, namun sarana pelatihan, kelompok tani, dan demonstrasi farm merupakan sarana pembelajaran yang diakses lebih dari 40 persen petani mitra. Begitu juga dengan pameran dan lomba, meskipun jarang te tapi petani mitra memiliki aksesibilitas lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak bermitra. Tingkat Pemanfaatan Sarana Kredit Pemanfaatan sarana kredit untuk petani dalam penelitian ini melihat ketersediaan sarana kredit dari bank, perusahaan mitra, koperasi, dan relasi/teman. Tabel 32 Persentase Petani Menurut Pemanfaatan Sarana Kredit Bank No. Pemanfaatan Kredit Bank Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1 Tidak Pernah 82,5 78,6 80,0 2 Jarang 8,7 7,7 8,1 3 Sering 7,8 9,3 8,8 4 Selalu 1,0 4,4 3,2 5 Total 100,0 100,0 100,0

18 117 Sebanyak 80 persen petani tidak pernah meminjam modal ke bank. Secara umum petani mitra lebih sering menggunakan fasilitas kredit bank (Tabel 32). Sebanyak 22,5 persen petani mitra memperoleh kredit dari perusahaan mitranya, sedangkan bagi petani yang sekarang tidak bermitra yang pernah mendapatkan kredit sebanyak 5,8 persen. (Tabel 33) Tabel 33 Persentase Petani Menurut Pemanfaatan Sarana Kredit dari Perusahaan Mitra No. Pemanfaatan Kredit Perusahaan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Tidak Pernah 94,2 77,5 83,5 2. Jarang 3,9 11,5 8,8 3. Sering 1,9 4,9 3,9 4. Selalu 0,0 6,0 3,9 5. Total 100,0 100,0 100,0 Sebanyak 83.2 persen petani menyatakan tidak pernah memanfaatkan sarana kredit dari koperasi. Petani mitra sedikit lebih tinggi dalam memanfaatkan kredit dari koperasi (Tabel 34) Tabel 34 Persentase Petani Menurut Pemanfaatan Sarana Kredit dari Koperasi No. Pemanfaatan Kredit dari Koperasi Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1 Tidak Pernah 84,5 82,4 83,2 2 Jarang 11,7 8,2 9,5 3 Sering 1,9 3,3 2,8 4 Selalu 1,9 6,0 4,6 5 Total 100,0 100,0 100,0 Jika dilihat dari pemanfaat kredit yang berasal dari relasi/teman sebanyak 27,0 persen petani menyatakan memanfaat pinjaman dari relasi/teman, namun petani mitra lebih tinggi memanfaatannya dari petani yang tidak bermitra (Tabel 35). Jadi dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan kredit petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak bermitra, baik melalui bank, perusahaan, koperasi, maupun teman atau relasi lainnya.

19 118 Tabel 35 Persentase Petani Menurut Pemanfaatan Sarana Kredit dari Relasi No. Pemanfaatan Kredit dari Relasi Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1 Tidak Pernah 74,8 72,0 73,0 2 Jarang 15,5 17,6 16,8 3 Sering 5,8 6,0 6,0 4 Selalu 3,9 4,4 4,2 5 Total 100,0 100,0 100,0 Sumber Informasi yang Digunakan Dalam penelitian ini sumber informasi yang digunakan petani adalah teman, petugas perusahaan/penyuluh, pedagang pengumpul, dan lainnya (toko saprodi). Tabel 36 menyajikan persentase petani menurut sumber yang digunakan. Teman sesama petani merupakan sumber informasi yang paling banyak digunakan, baik oleh petani mitra maupun petani yang tidak bermitra. Pedagang pengumpul merupakan sumber informasi utama selain teman bagi petani yang tidak bermitra, sedang untuk petani mitra lebih banyak menggunakan petugas perusahaan. Tabel 36 Persentase Petani Menurut Sumber Informasi yang digunakan No. Sumber informasi Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Teman 87,4 82,4 84,2 2. Petugas Perusahaan 19,4 45,6 36,1 3. Pedagang Pengumpul 39,8 28,0 32,3 4. Lainnya 23,3 24,7 24,2 Pengetahuan Petani tentang Pola Kemitraan Pengetahuan tentang pola kemitraan meliputi: (1) siapa yang melakukan kerjasama dalam pola kemitraan, (2) di mana kerjasama itu dilakukan dan (3) bagaimana aturan atau prosedur kerjasamanya. Jika dilihat dari pengetahuan petani tentang pola kemitraan, dari total responden mayoritas memiliki tingkat pengetahuan sedang (52.6%).

20 119 Tabel 37 Persentase Petani Menurut Pengetahuan Tentang Pola Kemitraan No. Kategori Tk.Pengetahuan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Rendah 49,5 36,3 41,1 2. Sedang 45,6 56,6 52,6 3. Tinggi 4,9 7,1 6,3 Tabel 37 menyajikan bahwa, pengetahuan kemitraan petani mitra lebih tinggi jika dibandingkan petani yang tidak bermitra, yaitu sejumlah 56,6 persen untuk kategori sedang, dan 7,1 persen untuk kategori tinggi. Persepsi Petani Tentang Pola Kemitraan Persepsi petani tentang pola kemitraan adalah penilaian petani tentang cirri-ciri inovasi pola kemitraan. Tabel 38 menyajikan persentase petani menurut persepsinya tentang ciri inovasi pola kemitraan. Secara umum petani mitra menilai pola kemitraan lebih baik dibanding petani yang tidak bermitra. Hal ini dapat dilihat dari persentase petani mitra yang menilai tinggi pada ciri keuntungan relatif, kesesuaian, dan kemudahan dilihat hasilnya, dan menilai rendah pada tingkat kerumitan. Penilaian petani mitra tentang keuntungan relative, hanya 13, 2 persen yang menilai rendah, sedangkan petani yang tidak bermitra 31,6 persen. Keuntungan relatif ini diidentifikasi dari harga produk, pendapatan, produktivitas lahan, dan resiko usaha, membandingkan pola kemitraan dengan kondisi bila tidak bermitra. Petani yang tidak bermitra menilai tingkat kerumitan dalam pola kemitraan tinggi sebanyak 26,3 persen, sedangkan petani mitra hanya 17,8 persen. Hal ini berarti tingkat kerumitan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan petani keluar dari pola kemitraan sebelumnya. Tingkat kerumitan ini diidentifikasi dari teknis budidaya, aturan/ pro sedur, dan penetapan standar mutu produk Petani yang tidak bermitra yang menilai bahwa tingkat kesesuaian pola kemitraan rendah sebanyak 42,1 persen sedangkan petani mitra sebanyak 12, 1 persen. Tingkat kesesuaian ini diidentifikasi dari kesesuaian pelayanan dan

21 120 kebutuhan, kesesuaian jenis tanaman & kondisi lahan. Kesesuaian kunjungan petugas penyuluh, kesesuaian fasilitas angkut, dan kesesuaian harga. Tabel 38 Persentase Petani Menurut Persepsi tentang Ciri Inovasi Pola Kemitraan Ciri Inovasi Pola Kemitraan Kategori Petani A. Kategori Keuntungan Relatif Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Rendah 31,6 13,2 16,5 2. Sedang 57,9 64,4 63,2 3. Tinggi 10,5 22,4 20,3 B. Kategori Tingkat Kerumitan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Rendah 13,2 25,9 23,6 2. Sedang 60,5 56,3 57,1 3. Tinggi 26,3 17,8 19,3 C. Kategori Tingkat Kesesuaian Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Rendah 42,1 12,1 17,5 2. Sedang 42,1 69,5 64,6 3. Tinggi 15,8 18,4 17,9 D. Kategori Kemudahan dicoba Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Rendah 5,3 20,7 17,9 2. Sedang 63,2 59,8 60,4 3. Tinggi 31,6 19,5 21,7 E. Kategori Kemudahan dilihat hasilnya Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Rendah 36,8 20,1 23,1 2. Sedang 47,4 37,9 39,6 3. Tinggi 15,8 42,0 37,3 Persepsi tentang tingkat kemungkinan dicoba diidentifkasi dari kebutuhan modal dan tenaga kerja. Petani mitra yang menyatakan bahwa kemungkinan dicobanya dari pola kemitraan rendah sebanyak 20,7 persen, sedangkan petani yang tidak bermitra sebanyak 5,3 persen. Artinya penggunaan

22 121 modal dan tenaga kerja untuk komoditas yang diusahakan dengan pola kemitraan lebih tinggi dibanding yang tidak dengan pola kemitraan. Tingkat kemudahan dilihat hasilnya diidentifikasi dari kemudahan pencapaian mutu yang diharapkan, kontinyuitas dan kuantitas, kejelasan peranan, dan pelaksanaan kesepakatan kerjasama. Petani mitra yang menyatakan bahwa inovasi pola kemitraan mudah (tinggi) dilihat hasilnya sebanyak 42,0 persen, sedangkan petani yang tidak bermitra sebanyak 15,8 persen. Tingkat Penggunaan Teknologi Usahatani Tabel 39 menyajikan persentase petani menurut tingkat penggunaan teknologi usahataninya. Secara umum petani mitra menggunakan teknologi yang lebih tinggi dibanding petani yang tidak bermitra. Tabel 39 Persentase Petani Menurut Tingkat Penggunaan Teknologi Usahataninya No. Kategori Tk.Penggunaan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Rendah 33,7 19,8 24,7 2. Sedang 52,2 53,9 53,3 3. Tinggi 14,1 26,3 22,0 Penggunaan teknologi ini meliputi : lokasi usaha, lahan terbuka atau green house, ketersediaan gudang, teknologi dalam pengolahan lahan, pemupukan, jenis benih yang digunakan, ketepatan waktu panen, perlakuan pasca panen, dan manajemen usaha. Tingkat Penggunaan Pestisida Tepat Guna Tabel 40 menyajikan persentase petani menurut tingkat pengetahuan, sikap dan tindakannya dalam penggunaan pestisida tepat guna. Dilihat dari tingkat pengetahuan tentang pestisida tepat guna, petani mitra (17,4 %) mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding petani yang tidak bermitra (5,4 %). Dari total responden ma yoritas memiliki sikap kurang sesuai tentang pestisida tepat guna (63.7%). Mereka yang bermitra persentase petani yang mempunyai sikap yang sesuai lebih tinggi dibanding petani yang tidak bermitra.

23 122 Tabel 40 Persentase Petani Menurut Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakannya Tentang Pestisida Tepat Guna Kategori Perilaku Kategori Petani A. Tk. Pengetahuan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Rendah 12,0 13,2 12,7 2. Sedang 82,6 69,5 74,1 3. Tinggi 5,4 17,4 13,1 B. Sikap Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Tidak Sesuai 19,6 19,8 19,7 2. Kurang Sesuai 69,6 60,5 63,7 3. Sesuai 10,9 19,8 16,6 C. Tindakan Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%) 1. Tidak Sesuai 22,8 9,6 14,3 2. Kurang Sesuai 68,5 65,3 66,4 3. Sesuai 8,7 25,1 19,3 Menurut tindakan penggunaan pestisida tepat guna, sebanyak 66.4 persen responden melakukan tindakan penggunaan pestisida kurang sesuai. Petani mitra yang mempunyai tindakan yang sesuai lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak bermitra.

24 123 Korelasi Antara Status Bermitra dengan Karakteristik Individu No. Status Bermitra Ciri Individu Koefesien Korelasi Rs 1 Umur -.109(*) 2 Tingkat Pendidikan.220(**) 3 Luas Lahan Lama Usahatani Jumlah Sayur Kepastian Pasar.710(**) 7 N 285 * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). No. Variabel Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs 1. Kebut. Modal.361(**) 2. Kebut.Pasar.253(**) 3. Pemb.Teknis.882(**) 4. Kewirausahaan.202(**) 5. Penget.Pola Kemitraan.129(*) N 285 * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). No. Variabel Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs 1. Lingkungan.151(**) N 285 ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). No. Variabel Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs 1. Persepsi.174(**) 2. Lingkungan.077 N 212 ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ).

25 124 Korelasi Antara Status Bermitra dengan Tingkat Konformitas Petani No. Dimensi Konformitas Petani Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs 1. Pekerjaan -.099(*) 2. TK_Hidup Tk_pendidikan -.107(*) 4. Kebiasaan Belief Hobi.130(*) * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi Antara Status Bermitra dengan Tingkat Ketersediaan Sarana Transportasi dan Telekomunikasi Petani No. Tingkat Ketersediaan Sarana Transportasi dan Telekomunikasi Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs 1. Ojek Angkot.099(*) 3. TelponRmh.119(*) 4. Wartel.146(**) 5. HP.047 * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi Antara Status Bermitra dengan Tingkat Ketersediaan Sarana Pembelajaran Petani No. Tingkat Ketersediaan Sarana Pembelajaran Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs Petani 1. Pelatihan.111(*) 2. KelTani.211(**)

26 DemFarm Pameran Lomba.101(*) * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi Antara Status Bermitra dengan Tingkat Ketersediaan Sarana Kredit Petani No. Tingkat Ketersediaan Sarana Kredit untuk Petani Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs 1. Bank PershMitra.219(**) 3. Koperasi Relasi.029 * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi Antara Status Bermitra dengan Ketersediaan Sumber Informasi Petani No. Tingkat Ketersediaan Sumber Informasi Petani Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs 1. Teman Petugas.262(**) 3. Pedagang -.121(*) 4. Lainnya.072 * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi Antara Status Bermitra dengan Persepsi Petani tentang Ciri Inovasi Pola Kemitraan No. Ciri Inovasi Pola Kemitraan Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs 1. KeuntunganRelatif.190(**) 2. Kerumitan.125(*)

27 Kesesuaian.210(**) 4. Dicoba -.167(**) 5. Dilihat.218(**) N=212 * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ). Korelasi antara Kinerja dan Status Bermitra No. Variabel Status Bermitra Koefesien Korelasi Rs 1. Penggunaan Teknologi.183(**) 2. Tindakan Pestisida Tepat Guna.246(**) 3. Pengetahuan Ttg. Pestisida Tepat Guna Sikap Ttg. Pestisida Tepat Guna KinerjaTotal.185(**) N 259 * Korelasi signifikan pada level 0.05 (uji 1 arah ). ** Korelasi signifikan pada level 0.01 level (uji 1 arah ).

STRATEGI KEMITRAAN AGRIBISNIS BERKELANJUTAN. Makna Bisnis Sayuran Bagi Petani: Mencari Keuntungan dari Hasil Usahataninya

STRATEGI KEMITRAAN AGRIBISNIS BERKELANJUTAN. Makna Bisnis Sayuran Bagi Petani: Mencari Keuntungan dari Hasil Usahataninya STRATEGI KEMITRAAN AGRIBISNIS BERKELANJUTAN Pola kemitraan secara konsep terbukti memiliki beberapa kelemahan dalam praktek atau penerapannya di lapangan. Studi ini menemukan beberapa kelemahan tersebut

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Lampiran 1. Ekspor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Volume (Kg) Nilai (US$) Volume (Kg) Nilai (US$) Volum Nilai (US$) e (Kg) Tanaman pangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI INOVASI POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS SAYURAN DI JAWA BARAT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI INOVASI POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS SAYURAN DI JAWA BARAT JURNAL P ENYULUHAN ISSN: 1858-2664 Juni 2006, Vol. 2, No. 2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI INOVASI POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS SAYURAN DI JAWA BARAT (FACTORS RELATED TO THE ADOPTION OF VEGETABLE

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 109 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan dan hasil analisis data yang telah penulis lakukan dalam penelitian tentang Pengaruh Agribisnis Hortikultura Terhadap Kesejahteraan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili.

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor hortikultura memegang peranan penting dalam pertanian Indonesia secara umum. Salah satu jenis usaha agribisnis hortikultura yang cukup banyak diusahakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN*

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN* POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN* Muhammad Fauzan, S.P., M.Sc Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) I. PENDAHULUAN Pertanian pekarangan (atau budidaya tanaman

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Alam 1. Letak geografis dan batas administrasi Desa Banjararum merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 No. 76/12/33 Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI USAHA TANAMAN CABAI MERAH PER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 73 VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan Keberhasilan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian dan harapan petani bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Potensi Daerah Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah terletak pada bagian tengah Provinsi Lampung dengan luas areal seluas 4.789,82 km 2. Kabupaten Lampung Tengah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2009-2012 PADI LADANG PADI SAWAH JAGUNG 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 LAROMPONG - - 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas BA PUSAT STATISTIK DEPARTEMEN PERTANIAN LAPORAN TANAMAN SAYURAN BUAH-BUAHAN SEMUSIM RKSPH-SBS (Isian dalam Bilangan Bulat) PROPINSI : BANTEN 3 6 Bulan JANUARI 1 KAB./KOTA : LEBAK 2 Tahun 217 1 7 Luas Luas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan alam, keadaan pendududuk, keadaan sarana perekonomia dan keadaaan pertanian di Desa Sukerojo adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN (SAYURAN) : Produsen Oelon III, Kelurahan Sikumana Kec. Maulafa

IDENTIFIKASI PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN (SAYURAN) : Produsen Oelon III, Kelurahan Sikumana Kec. Maulafa IDENTIFIKASI PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN (SAYURAN) LOKASI I : Produsen Oelon III, Kelurahan Sikumana Kec. Maulafa No Jenis 1. Kangkung Suber Benih Toko Waris Toko Tani Lama Produksi 24-25 hari 2. Selada

Lebih terperinci

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN Menghias rumah tinggal dengan tanaman hias? Itu sudah biasa. Lain halnya yang dilakukan para ibu anggota Kelompok Wanita Tani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan 1)

Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan 1) ISSN : 1978-4333, Vol. 01, No. 03 4 Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan 1) Ninuk Purnaningsih 2), Ringkasan Penerapan pola kemitraan agribisnis bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah keterbatasan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT

H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sektor pertanian menghasilkan berbagai bahan yang digunakan untuk menunjang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang menopang kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu terus dikembangkan

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan dan industri. Apabila pertanian dianggap sebagai

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN ORANGTUA, TELEVISI, DAN TEMAN DENGAN SIKAP PEMUDA TERHADAP PEKERJAAN DI BIDANG PERTANIAN

KUESIONER HUBUNGAN ORANGTUA, TELEVISI, DAN TEMAN DENGAN SIKAP PEMUDA TERHADAP PEKERJAAN DI BIDANG PERTANIAN 101 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER HUBUNGAN ORANGTUA, TELEVISI, DAN TEMAN DENGAN SIKAP PEMUDA TERHADAP PEKERJAAN DI BIDANG PERTANIAN (Kasus Pemuda Di Desa Cipendawa dan Sukatani, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY 7.1. Karakteristik Responden 7.1.1. Tingkat Umur Tingkat umur responden berkisar antara 40-60 tahun.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Wilayah Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur yaitu di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari. Desa Pakusari memiliki lima Dusun yaitu Dusun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

A. Realisasi Keuangan

A. Realisasi Keuangan BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2008 A. Realisasi Keuangan 1. Belanja Pendapatan Realisasi belanja pendapatan (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka mencapai 100%

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

Daftar Harga Produk Sayuran

Daftar Harga Produk Sayuran Daftar Harga Produk Sayuran Blok D6 No. Griya Harapan Permai Bekasi 73 Telp: x @berandaorganik a @berandaorganik Pengkinian: 205-0-02 ID Produk SAY-0 Bayam Hijau 200 Rp 7.000 SAY-02 Bayam Merah 200 Rp

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1. Keadaan Geografis. Kabupaten Kerinci terletak di daerah bukit barisan, dengan ketinggian 5001500 mdpl. Wilayah ini membentang

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XIV, 1 April 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 98,45 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) tercatat sebesar 83,67 persen,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang diartikan pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani yang sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 -

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 - 56 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Administrasi Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20-50º30 LS dan 105º28-105º37 BT dengan luas wilayah 197,22 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar KOTA BALIKPAPAN I. KEADAAN UMUM KOTA BALIKPAPAN 1.1. LETAK GEOGRAFI DAN ADMINISTRASI Kota Balikpapan mempunyai luas wilayah daratan 503,3 km 2 dan luas pengelolaan laut mencapai 160,1 km 2. Kota Balikpapan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH

1. PENDAHULUAN 2. STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH Lampiran 1.b. BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 71/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, DAN JERUK TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN TOTAL

Lebih terperinci

HARGA SAYURAN KASYARA PER 1 NOVEMBER 2016

HARGA SAYURAN KASYARA PER 1 NOVEMBER 2016 HARGA SAYURAN KASYARA PER 1 NOVEMBER 2016 1. ASPARAGUS HIJAU 250 GR Rp30.000 2. ASPARAGUS PUTIH 250 GR Rp34.000 3. BASIL 100 GR Rp16000 4. BAYAM HIJAU 250 GR Rp9.500 5. BAYAM MERAH 250 GR Rp9.000 6. BIT

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografis Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

LAMPIRAN USULAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA TAHUN 2015

LAMPIRAN USULAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA TAHUN 2015 1 LAMPIRAN USULAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PENERAPAN POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS SAYURAN DI JAWA BARAT. Pengertian Pola Kemitraan sebagai Suatu Inovasi

GAMBARAN PENERAPAN POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS SAYURAN DI JAWA BARAT. Pengertian Pola Kemitraan sebagai Suatu Inovasi GAMBARAN PENERAPAN POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS SAYURAN DI JAWA BARAT Pengertian Pola Kemitraan sebagai Suatu Inovasi Konsep kemitraan mengacu pada konsep kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Bandung Barat 5.1.1. Keadaan Geografis Berdasarkan data, luas wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) yaitu 1.305,77 km persegi, terletak

Lebih terperinci