BAB VI ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN
|
|
- Adi Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 145 BAB VI ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN Uraian bab-bab terdahulu, menyebutkan bahwa indikator ESB penghunian rumah susun, adalah: (1) memiliki sikap dan tindakan yang melestarikan fungsi lingkungan permukiman rumah susun; (2) mampu melakukan coping lingkungan penghunian rumah susun baik dalam bentuk adaptasi atau adjustment; (3) mampu bersikap dan bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga; dan (4) mampu bersikap dan bertindak untuk bekerja sama dalam institusi sosial kemasyarakatan (berorganisasi). Secara agregat ketercapaian performansi ESB setiap kawasan Blok bangunan adalah Apron = %, Boeing = %, Conver = 67.00, dan Dakota = %. Semua ketercapaian tersebut termasuk dalam kategori performansi sedang (< 39=tidak layak; = Rendah; = Sedang, dan = Tinggi). Hasil pengamatan rinci setiap indikator ESB dapat disajikan sebagai berikut Pelestarian Lingkungan Penilaian terhadap kepedulian pelestarian lingkungan penghuni rusun dilakukan dengan cara menilai sikap dan tindakan pelestarian lingkungan. Penilaian sikap untuk mengetahui perilaku yang tidak nampak penghuni rumah susun dilakukan dengan cara mengukur komponen sikap yaitu kognisi, afeksi dan konasi. Penilaian tindakan untuk mengetahui perilaku nampak penghuni rumah susun melalui pernyataan melakukan tindakan seperti turut memelihara Ketertiban, keamanan, dan ketertiban, turut menghemat sumberdaya hunian rumah susun, dan turut memelihara keindahan lingkungan. Sikap penghuni rumah susun dalam melestarikan lingkungan hunian rumah susun dapat dilihat sejauh mana kepedulian penghuni dalam melestarikan lingkungan hunian rumah susun yang mencakup lingkungan (a) unit rumah susun yang dihuni, (b) benda bersama lingkungan hunian rumah susun, dan (c) kawasan yang menjadi territorial lingkungan hunian rumah susun. Komponen sikap yang dinilai mencakup (a) kognisi, (b) afeksi, dan (c) konasi dari kepedulian penghuni dalam melestarikan lingkungan hunian rumah susun.
2 146 Bambang Deliyanto Hasil pengamatan sikap menunjukkan bahwa kepedulian pelestarian terhadap unit rumah susun yang dihuni rata-rata (4.06) lebih tinggi dibandingkan kepeduliannya terhadap benda bersama (3.96) dan kepeduliannya terhadap kawasan teritori hunian rumah susun (3.24). Dapat dilihat bahwa kepedulian penghuni rumah susun terhadap pelestarian kawasan teritori hunian rumah susun adalah paling rendah (lihat lampiran 6.1). Penilaian afeksi kepedulian pelestarian lingkungan unit rumah susun yang relatif tinggi (4.10) dengan kognisi kepedulian pelestarian lingkungan unit rumah susun lebih rendah (4.02), ternyata bisa meningkatkan konasi kepedulian pelestarian lingkungan unit rumah susun lebih tinggi (4.05) dibandingkan konasi kepedulian pelestarian lingkungan benda bersama (3.95) dan konasi kepedulian pelestarian lingkungan kawasan territorial hunian rumah susun (3.35). Gambar 6.1 Diagram balok dan boxplot sikap kepedulian pelestarian lingkungan hunian rumah susun Gambar 6.1, baik pada diagram balok maupun boxplot menunjukkan bahwa median sikap kepedulian lingkungan lebih rendah dari tindakannya dalam melestarikan lingkungan, pada boxplot terlihat bahwa median tindakan melestarikan lingkungan lebih tinggi dibandingkan sikapnya, dan garis tebal yang menunjukkan median berada agak ke atas, hal ini menunjukkan bahwa distribusi jawaban responden agak menceng ke atas yang berarti jawaban responden cenderung baik atau tinggi, walaupun ada 2 pencilan pada boxplot tindakan (responden 59 dengan nilai >120 dan responden 85 dengan nilai < 40) dan 1 (satu) pencilan pada Boxplot sikap
3 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 147 (responden 92 dengan nilai < 20). Ilustrasi ini menggambarkan bahwa walaupun sikap melestarikan lingkungan lebih rendah namun tindakan dalam melestarikan lingkungan bisa lebih tinggi karena adanya anteseden yang menstimulus penghuni seperti adanya aturan dan norma-norma subyektif yang mengharuskan penghuni melestarikan lingkungan (Bab VII Anteseden). Ilustrasi yang digambarkan pada Gambar 2.2 tentang komponen sikap yang menyatu dalam kontinum evaluatif (Bab 2) dapat juga menjelaskan bahwa selain anteseden, kognisi dan afeksi kepedulian lingkungan saling berinteraksi mempengaruhi tindakan penghuni dalam melestarikan lingkungan. Diagram balok pada Gambar 6.1 juga menunjukkan bahwa penghuni lebih memprioritaskan pelestarian lingkungan unit rumah susun yang dihuni dibandingkan pelestarian benda bersama maupun kawasan territorial hunian rumah susun atau dengan kata lain semakin jauh dari tempat yang dihuni langsung semakin kurang rasa tanggung jawab maupun kepedulian pelestariannya. Walaupun afeksi pelestarian lingkungan kawasan paling rendah (3.12), namun dengan adanya aturan penghunian yang telah ditetapkan oleh perhimpunan penghuni maka konasi penghuni terhadap pelestarian kawasan (3.35) masih dapat ditingkatkan (lampiran 6.1). Gambar 6.2 Tindakan pelestarian lingkungan hunian rumah Sama halnya dengan sikap penghuni rumah susun dalam melestarikan lingkung-an, perilaku nampak peng-huni berupa tindakan pelestarian lingkungan pun lebih memperhatikan pelestarian lingkungan unit rumah susun yang dihuni dibandingkan area yang tidak dihuni langsung seperti benda bersama dan lingkungannya. Dari lima macam tindakan, semua nilai tertinggi adalah untuk pemeliharaan unit rumah susun (turut memelihara ketertiban = 4.76; memelihara keamanan = 4.73, memelihara kerukunan = 4.70; turut menghemat sumberdaya hunian rumah susun = 4.83, dan turut memelihara keindahan lingkungan 4.72) dibandingkan dengan tindakan
4 148 Bambang Deliyanto pelestarian benda bersama (mean = 4.42) dan tindakan pelestarian kawasan (mean = 3.93) (Lampiran 6.2 dan gambar 6.2). Hal ini menunjukkan bahwa penghuni lebih merasa bertanggung jawab terhadap unit rumah susun yang dimiliki dan dimanfaatkan langsung dibandingkan dengan benda atau kawasan yang dimiliki secara bersama-sama, walaupun demikian penghuni tetap merasa harus menjaga ketertiban, keamanan, dan kerukunan terhadap benda maupun kawasan bersama Tindak Penyesuaian Diri (Coping) Terhadap Lingkungan Seperti diuraikan pada Bab 2, coping lingkungan adalah upaya tindak penyesuaian diri manusia dalam berinteraksi dengan sistem lingkungan hidup manusia, baik itu lingkungan sosial, lingkungan alami, maupun lingkungan buatan, dalam bentuk adaptasi dan adjustment fisik maupun adaptasi secara mental. Oleh karena itu penilaian coping lingkungan yang diaplikasikan pada kegiatan penghunian rumah susun adalah coping dalam bentuk adaptasi, adjustment dan coping mental. Hasil pengamatan coping secara mental menunjukkan bahwa upaya tindak penyesuaian diri melalui kesediaan taat akan peraturan penghunian yang ada cukup tinggi yaitu 4.37 dari skala 5, dan bersedia melakukan tolong menolong terhadap tetangga juga cukup tinggi yaitu Namun secara mental kesediaan menerima apa adanya akan kondisi unit rumah susun yang dihuni relativ lebih rendah (3.52) dibandingkan kedua coping mental tersebut di atas. Gambar 6.3 Diagram balok dan boxplot coping mental penghunian rumah susun
5 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 149 Gambar 6.3 boxplot menunjukkan bahwa median coping mental juga terendah (<12), coping mental mempunyai 2 pencilan (responden 42, 89) yang nilainya di bawah 6 dan 3 pencilan (responden 70, 77, dan 92) yang nilainya di bawah 4. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada 5 atau kurang dari 5% penghuni yang mengalami kesulitan dalam coping mental, kemungkinan ini disebabkan oleh belum siapnya penghuni untuk tinggal di hunian susun yang sangat berbeda dengan kehidupan di hunian horizontal atau hunian non vertikal. Walaupun mereka sudah tinggal cukup lama (69.5% di atas 5 tahun) coping mental terhadap fisik bangunan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan coping mental secara sosial (Lampiran 6.3 dan Gambar 6.3). Coping sosial atau adaptasi sosial penghuni rumah susun yang termasuk golongan ekonomi menengah ini, menurut Wirotomo (1993) lebih tinggi dibandingkan gol ekonomi lemah yang tinggal di rumah susun sewa sederhana. Temuan ini bisa menjelaskan mengapa mayoritas responden menyatakan betah (49,5%) dan sangat betah (36,2%), dengan mayoritas kekerabatan baik (60%), partisipasi masyarakat cukup baik 38,1% dan baik 28,6%, serta toleransi secara sosial yang baik (62,9%) seperti yang telah diuraikan pada Bab 5. Hasil pengamatan coping tindakan dalam bentuk adaptasi dan adjustment menunjukkan bahwa penghuni rumah susun cenderung lebih bisa beradaptasi (penyesuaian diri) terhadap seting spasial rumah susun tanpa melakukan perubahan (mean adaptasi = 4.25) dibandingkan adjustment atau upaya merubah seting spasial sesuai kebutuhan penghuni (mean adjustment = 2.95). Seperti halnya pada pelestarian lingkungan, coping tindakan dalam bentuk adjustment, penghuni juga lebih memperhatikan adjustment untuk unit rumah susun yang dihuni (3.31) dibandingkan dengan adjustment benda bersama (2.95) dan adjustment kawasan territorial hunian rumah susun (2.58). Bentuk adjustment penghuni terhadap unit satuan rumah susun adalah lebih pada penataan interior, pengecatan dinding dan plafon serta penambahan lantai keramik karena kondisi eksisting atau seting awal unit satuan rumah susun adalah berlantaikan semen. Adjustment dalam bentuk lain seperti membongkar dinding atau menambah kamar tidak dimungkinkan karena alasan struktur dan luas bangunan unit satuan rumah susun relativ sempit sehingga peluang
6 150 Bambang Deliyanto penghuni menata unit satuan rumah susun yang dihuni hanyalah melalui penataan interior (Gambar 6.4) khususnya unit satuan rumah susun yang terletak di lantai 1, 2, dan lantai 3 (Gambar 6.4 a, b, c, dan d). Tetapi untuk lantai 5 masih memungkinkan menata bagian bawah atap (loteng) menjadi ruangan untuk aktifitas istirahat, karena masih mempunyai ketinggian tertinggi 2,5 m sehingga memungkinkan adanya kegiatan di loteng tersebut, seperti ditemukan pada beberapa responden yang tinggal di tipe T18 Dakota (Gambar 6.4, gambar e dan f). a b c d e f Gambar 6.4 Bentuk coping tindakan adjustment terhadap unit rumah susun yang dihuni Keterangan Gambar 6.4: Gambar a, b, c dan d: Bentuk coping adjustment dalam menata interior unit rumah susun dengan cara memilih ukuran perabot yang kecil, memperbaiki kualitas lantai dengan keramik dan pengecatan ruang dalam sesuai dengan selera penghuni. Gambar e dan f : Bentuk coping penghuni di lantai 5 yang memanfaatkan ruang atap/loteng sebagai tambahan ruang tidur, dengan konstruksi lantai dari kayu/multipleks.
7 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 151 Perbandingan coping tindakan adaptasi dan coping tindakan adjustment penghuni rumah susun terhadap unit rumah susun, benda bersama dan kawasan territorial hunian rumah susun dapat dilihat pada Gambar 6.5 dan Lampiran 6 Tabel 6.4, yang menunjukkan bahwa adaptasi Gambar 6.5 Coping tindakan penghunian rumah susun terhadap unit rumah susun (4.20) lebih besar adjustment dibandingkan terhadap unit rumah susun (3.31), begitu juga adaptasi terhadap benda bersama (4.21) juga lebih besar dibandingkan dengan adjustment terhadap benda bersama (2.95). Hal yang sama juga terjadi pada adaptasi terhadap kawasan territorial (4.34) lebih besar dibandingkan dengan adjustment terhadap kawasan territorial (2.58). Hal ini dapat disimpulkan bahwa Gambar 6.6 Coping tindakan berdasarkan sifat ruang semakin bersifat publik suatu seting spasial semakin tinggi tingkat (adaptasi) sedangkan penerimaan nya, semakin bersifat privat suatu seting spasial semakin tinggi semakin tinggi tingkat adjustment nya (Gambar 6.6) Motivasi Kesejahteraan Motivasi menurut Gardner (1985) dalam Parrera (1993) adalah penggabungan antara keinginan untuk mencapai sesuatu tujuan ditambah usaha dan mempunyai sikap positif terhadap tujuan yang hendak dicapai atau Motivasi = f (keinginan, usaha, sikap positif). Dalam Bab Metodologi,
8 152 Bambang Deliyanto tujuan yang hendak dicapai adalah kesejahteraan yang mempunyai komponen (1) peningkatan kualitas unit rumah susun yang dihuni; (2) peningkatan penghasilan (3) kesehatan lingkungan (4) pengetahuan penghunian; dan (5) pemanfaatan waktu luang untuk kesenangan atau rekreasi (leisure). Hasil pengamatan motivasi penghuni dalam meningkatkan kesejahteraan penghunian rumah susun menunjukkan bahwa keinginan penghuni untuk meningkatkan kesejahteraan cukup tinggi yaitu sikap posistif penghuni terhadap tujuan peningkatan kesejahteraan yang mempunyai nilai antara 4.45 sampai dengan 4.56 pada skala 5.00 diikuti oleh keinginan dengan nilai 4.10 sampai dengan Walaupun sikap positif dan keinginan untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan penghuni rumah susun, ternyata upaya atau usahanya untuk mencapai tujuan tersebut tidak setinggi sikap positif dan keinginannya (nilai usaha antara ), karena setiap usaha untuk pencapaian tujuan tersebut membutuhkan pengelolaan tenaga, pikiran, modal dan waktu sehingga hasil dari usaha selalu di bawah dari nilai keinginan dan sikap positif. Keinginan dan sikap positif ini tinggi dimungkinkan karena lokasi penghunian rumah susun mereka terletak di pusat-pusat kegiatan bisnis seperti Jakarta Fair, pusat informasi perdagangan internasional, mall dan sebagainya, di samping itu lokasi penghunian mereka juga dilengkapi dengan ruang terbuka hijau (RTH) dan fasilitas penghunian lain, sehingga peluang untuk meningkatkan kesejahteraan cukup tinggi. Secara rinci keinginan, sikap positif dan upaya atau usaha untuk mencapai setiap komponen kesejahteraan dapat dilihat pada Gambar 6.7. Gambar 6.7 Motivasi kesejahteraan penghuni rumah susun
9 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 153 Upaya atau bentuk usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penghunian rumah susun antara lain pengecatan, penggantian lantai, perbaikan plafond dan lainnya untuk memelihara atau meningkatkan kualitas unit rumah susun yang dihuni. Usaha yang paling sering dilakukan untuk peningkatan kualitas unit rumah susun adalah pengecatan interior hunian (3.46), dan yang paling rendah adalah perbaikan plafond. Usaha untuk meningkatkan penghasilan adalah berdagang, pelayanan jasa, dan berjualan pada event-event khusus seperti 17 Agustusan, lebaran, HUT DKI dan lainnya. Usaha untuk menjaga kesehatan lingkungan dilakukan dalam bentuk kerja bakti yang sering dilakukan (3.50) dan menjaga kesegaran ruangan (4.57) dengan membuka jendela agar udara segar masuk ruangan melalui cross ventilasi. Usaha untuk meningkatkan pengetahuan dilakukan melalui diskusi atau tukar pengalaman untuk meningkatkan kenyamanan tinggal di rumah susun. Usaha untuk meningkatkan leisure dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas rumah susun seperti ruang terbuka hijau untuk bermain, berolah raga atau berekreasi. Terlihat bahwa usaha meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan penghasilan adalah yang terkecil (Tabel 6.1). Tabel 6.1 Bentuk usaha dalam meningkatkan kesejahteraan penghunian Meningkatkan kesejahteraan penghunian rumah susun Komponen Tindakan Kua. Penghasilan Kesehatan Pengeta- Leisure Total Unit RS Lingk huan Pengecatan Penggantian lantai Perbaikan plafond Perbaikan lainnya Berdagang Pelayanan jasa Berjualan di event2 khusus Kerja Bakti Lingkungan Menjaga kesegaran udara ruangan melalui cross ventilasi Update pengetahuan Pemanfaatan fasilitas rusun untuk bermain dan berekreasi Pemanfaatan fasilitas rusun kesenangan lain Rata-rata
10 154 Bambang Deliyanto 6.4. Keaktifan Berorganisasi Salah satu indikator apakah penghuni rumah susun berperilaku ESB adalah apakah penghuni tersebut mempunyai sikap dan tindakan untuk Gambar 6.8 Sikap dan tindakan penghuni rumah susun dalam berorganisasi bekerja sama dalam institusi sosial kemasyarakatan seperti keikutsertaannya mereka dalam Perhimpunan Penghuni Susun Rumah Kemayoran (PPRSK) yang harus diikuti penghuni dalam mengelola property hunian rumah susun, keikutsertaannya dalam lembaga sosial yang ada di rumah susun Kemayoran (LSRSK) seperti arisan warga, pengajian, karang taruna, perkumpulan olah raga maupun perkumpulan lainnya, dan keikutsertaannya dalam lembaga sosial yang ada di luar rumah susun Kemayoran (non LSRSK) seperti perkumpulan hobby yang tersedia di luar hunian rumah susun. Sikap dan tindakan untuk bekerja sama dalam institusi sosial kemasyarakatan ini sebagai salah satu indikator penghuni rumah susun berperilaku ESB adalah sebagai upaya untuk beradaptasi atau mengurangi dampak sosial seting spasial permukiman rumah susun secara kelembagaan. Hasil pengamatan terhadap sikap dan tindakan penghuni dalam berorganisasi menunjukkan bahwa sikap penghuni rumah susun KBBK dalam berorganisasi dapat dikategorikan rendah (skor < 3 dari skala 5) baik untuk sikapnya terhadap PPRSK (skor = 2.41), LSRSK (skor = 2.78), maupun sikapnya terhadap non LSRSK (skor = 2.42). Rendahnya sikap ini ditelusuri lebih lanjut ternyata 63.8% penghuni rumah susun menyatakan tidak setuju bahwa kesadaran lingkungan penghuni dapat ditunjukkan melalui kesediaan penghuni ikut aktif dalam organisasi penghuni PPRSK, walaupun 42.9% penghuni menyatakan kesediaannya mengikuti LSRSK sebagai perkumpulan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa
11 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 155 kewajiban penghuni berhimpun dalam PPRSK belum dirasakan manfaatnya, mereka masih menganggap bahwa PPRSK sama dengan kelembagaan administratif setingkat RW (Ketua RW merangkap Ketua PPRSK) padahal tugas dan kewajiban kedua lembaga tersebut berbeda, lembaga RW lebih fokus pada administrasi kependudukan sementara lembaga PPRSK di desain untuk mengelola property kawasan hunian yang mencakup benda-benda bersama hunian rumah susun (UURS Th 1985), oleh karena itulah pengelolaan property hunian rumah susun menjadi kurang optimal dan kelembagaan PPRSK dianggap sama dengan lembaga RW. Walaupun sikap berorganisasi penghuni rumah susun dikategorikan rendah akibat ketidaktepatan penerapan kelembagaan PPRSK dan kelembagaan RW, ternyata tindakan yang nampak dari perilaku/kesediaan penghuni rumah susun dalam berorganisasi dapat dikategorikan sedang (mempunyai skor mendekati 3 atau lebih). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keikutsertaan penghuni dalam berorganisasi adalah sedang, terutama keikutsertaan dalam LSRSK seperti kelompok arisan, pengajian, atau perkumpulan olah raga di KBBK yang mencapai skor 3.625, keikutsertaan PPRSK yang mencapai skor 3.075, dan yang paling rendah adalah keikutsertaan non LSRSK yang mencapai skor Kewajiban penghuni bergabung dalam PPRSK mencapai tingkat partisipasi atau 72.5% dari skor 5.00 dikarenakan hanya tinggal 56.2% penghuni yang wajib bergabung dalam PPRSK sebagai penghuni pertama rumah susun di KBBK, sisanya adalah penghuni dengan status kontrak yang tidak merasa wajib bergabung dalam PPRSK, tetapi masih bersedia mengikuti LSRSK yang sekaligus dimanfaatkan sebagai tempat bersosialisasi dengan warga lainnya. Gambaran tersebut di atas menunjukkan bahwa communal dweling masih terlihat di kehidupan rumah susun KBBK seperti kehidupan di rumah gadang (Minangkabau) dan rumah bentang (Dayak), tidak seperti yang dikemukakan oleh Achir (1993) yang menyatakan bahwa rumah susun mewah sebagai ruangan antara dinding-dinding yang mengisolasi manusia. Kondisi ini dimungkinkan karena mereka termasuk gol ekonomi menengah ke bawah yang proses adaptasi sosial cenderung melalui
12 156 Bambang Deliyanto interaksi sosial. Di bawah ini digambarkan seting spasial yang banyak digunakan dalam berinteraksi sosial atau berkumpul dan berorganisasi. a b c d e f Gambar 6.9 Seting spasial hunian rumah susun di KBBK terkait dengan tempat-tempat berorganisasi Keterangan Gambar: a. Halaman lantai dasar Apron yang diseting sebagai tempat berkumpul organisasi kelompok catur. b. Dua unit rumah susun yang terletak di lantai dasar dimanfaatkan sebagai kantor RW yang sedang menampung kegiatan kelompok pengajian. c. Unit rumah susun yang terletak di lantai dasar dimanfaatkan sebagai ruang serbaguna yang sedang berfungsi sebagai rumah duka bagi penghuni rumah susun yang meninggal dunia. d. Selasar Blok rumah susun Dakota dapat dimanfaatkan sebagai tempat bersosialisasi warga yang berada dalam satu lantai seperti pengajian dan arisan. e. Sebagian halaman parkir yang dimanfaatkan sebagai Masjid sekitar Blok rumah susun. f. Dua unit rumah susun yang terletak di lantai dasar dimanfaatkan sebagai kantor RW.
13 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy Analisis Keterkaitan Karakteristik Penghuni Rumah Susun Terhadap ESB Akumulasi penilaian keempat komponen sikap indikator ESB (covert) tersebut di atas dapat digambarkan bahwa komponen motivasi untuk peningkatan kualitas lingkungan permukiman yang dihuni mempunyai skor Gambar 6.10 Sikap dan tindakan penghuni rumah susun dalam berperilaku ESB yang tertinggi (4,18 pada skala 5) seperti merawat rumah, meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan pengetahuan penghunian dan memanfaatkan fasilitas lingkungan untuk aktivitas leisure. Skor yang terendah (2,54) adalah kesadaran komponen dalam berorganisasi, seperti kemauan ikut dan aktif baik perhimpunan penghuni rumah susun Kemayoran (PPRSK) maupun kelompok-kelompok kegiatan sosial seperti pengajian, arisan dan lain-lain. Gambaran komponen tindakan ESB (overt) yang memperoleh skor yang tertinggi (4,4) adalah tindakan pelestarian lingkungan, seperti: tindakan menjaga ketertiban, menjaga keamanan lingkungan, kerukunan warga merawat dan memanfaatkan benda dan enerji secara efisien., dan yang mendapat skor yang terendah (1,27) adalah sama dengan komponen sikap ESB yaitu keaktifan dan keikutsertaan dalam berorganisasi (Gambar 6.10). Atribut karakteristik yang ingin dilihat keterkaitan atau hubungannya dengan ESB adalah: (1) Tipe Bangunan Hunian; (2) Kesejahteraan penghuni; (3) Pendidikan penghuni; (4) Persepsinya terhadap ekosistem; (5) Penghasilan penghuni; (5) Fungsi seting hunian; (6) performansi teknis bangunan hunian; (7) persepsi spasial; (8) persepsi sosial; dan (9) lama tinggal.
14 158 Bambang Deliyanto Data yang dianalisis hubungan kedekatannya dengan atribut penghunian rumah susun berbasis pada seting spasial (tipe unit rumah susun) seperti dalam Tabel 6.2. Tabel 6.2. Tipe unit rumah susun berdasarkan atribut penghunian A T R I B U T P E N G H U N I A N R U S U N Tipe Persepsi Penghunian Karateristik Penghuni ESB Sejahtera Sosial Ekosistem Spatial Teknis Fungsi Lamting Pendi Penghsl T T T T Data tersebut di atas, dianalisis dengan metode Biplot untuk mengetahui keterkaitan atribut penghunian rumah susun yang mencakup ESB, persepsi penghunian, dan karakteristik penghuni berdasarkan tipe hunian rumah susun yang dihuni. Hasil analisis keterkaitan atau kedekatan antar atribut terhadap tipe rumah susun yang dihuni seperti yang disajikan pada Gambar Gambar 6.11 Biplot Penghunian Rumah susun di KBBK Hasil analisis menunjukkan adanya kedekatan jarak antar atribut persepsi penghunian yang ditunjukkan menggerombolnya atribut persepsi penghunian seperti persepsi keindahan lingkungan/ekosistem,
15 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 159 persepsi fungsi hunian, persepsi performansi teknis, persepsi sosial, dan persepsi terhadap seting spasial rumah susun. Kedekatan jarak ini menggambarkan kemiripan dan adanya hubungan antar atribut tersebut. Gerombol atribut persepsi penghunian penghuni T21 dan T36 mempunyai kedekatan atau kemiripan karakteristik kondisi ekosistem, fungsional seting hunian, seting spasial, dan persepsi sosial. Karena terletak pada kuadran yang berbeda persepsi penghuni rumah susun lainnya atau yang tinggal di tipe T18 dan T42 memiliki karakteristik yang berbeda dengan persepsi penghuni rumah susun T21 dan T36. Kedekatan T18 dengan atribut ESB, menunjukkan bahwa penghuni rumah susun T18 lebih berperilaku ESB dibandingkan penghuni rumah susun tipe lainnya, hal ini disebabkan karena seting spasial T18 walaupun mempunyai luas yang terkecil namun mempunyai teras bersama yang lebih luas dan berfungsi sebagai ruang publik sekelompok hunian yang terletak pada satu lantai yang sama sehingga dapat menstimulus penghuninya untuk saling berkomunikasi dan beraktivitas sehari-hari sesuai fungsi suatu hunian, yang pada akhirnya dapat mendorong penghuni berperilaku ESB. Walaupun demikian tidak berarti bahwa semua tipe kecil (T18) akan relevan dengan ESB, relevansi ESB dengan rumah tipe kecil akan terlihat bila didukung dengan seting spasial yang memadai. Karakteristik penghuni T42 lebih sejahtera dan mayoritas pendidikan penghuninya lebih tinggi dibandingkan dengan penghuni rumah susun tipe lainnya. Nilai keragaman ESB di rumah susun KBBK cukup tinggi dibandingkan nilai keragaman ekosistem, fungsi hunian, performansi teknis rumah susun, dan persepsi spasial yang mempunyai keragaman yang kecil, hal ini dapat diketahui hampir seragamnya jawaban penghuni tentang persepsi spasial. Nilai keragaman ini ditunjukkan oleh panjang pendeknya atribut vektor, semakin pendek panjang vektor semakin kecil keragamannya. Hubungan antar atribut atau peubah bisa ditunjukkan melalui sudut yang terbentuk, jika sudut yang terbentuk < 90 0 maka korelasi bersifat positif, sebaliknya jika sudut yang terbentuk > 90 0 maka korelasi
16 160 Bambang Deliyanto bersifat negatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa ESB mempunyai korelasi positif dengan lama tinggal, interaksi sosial, seting spasial, dan pendidikan.
BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB
Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 161 BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB Anteseden adalah suatu kondisi yang mendahului seseorang berperilaku, termasuk perilaku spasial yang ekologis
Lebih terperinciBAB V EVALUASI PASCAHUNI
Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 123 BAB V EVALUASI PASCAHUNI Snyder (1995) dan Laurens (2005), membagi evaluasi pascahuni menjadi tiga bagian, yaitu: 1) evaluasi teknis melalui penilaian
Lebih terperinciBAB IX DESAIN KEBIJAKAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN
Eco-spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 203 BAB IX DESAIN KEBIJAKAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN 9.1. Penyusunan Skenario Analisis kebijakan dilakukan melalui kajian
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1 Lampiran Bab V
ESB Bambang Deliyanto 247 5.1. Validitas Kuesioner Persepsi LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran Bab V SepSjhtera SepSosial SepEkosis SepSpatial SepPerformTek nis SepFungsiHuni an TotalSepsiHuni an Sep- Sjhtera
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 69 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Pemilihan Lokasi Penelitian dilakukan di KBBK yang terletak di Kecamatan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun
BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian diketahui telah terjadi suatu pola perubahan pada unit hunian rumah susun sewa Sombo. Perubahan terjadi terutama pada penataan ruang hunian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan sempitnya lahan untuk kegiatan pembangunan dan pertanian merupakan salah satu
Lebih terperinciPENDEKATAN ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN BAMBANG DELIYANTO
PENDEKATAN ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN BAMBANG DELIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 101 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kota Baru Bandar Kemayoran 4.1.1. Pembangunan Kota Baru Bandar Kemayoran Dengan dipindahkannya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI
62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG S K RI P S I Untuk Memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun
Lebih terperinciBAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa
BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Transformasi atau perubahan ruang komunal pada rumah susun berdasarkan kelebihan dan kekurangan pada rumah susun lain, sehingga didapat pola ruang komunal pada rumah
Lebih terperinciBAB VIII PENDEKATAN SISTEM
Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 169 BAB VIII PENDEKATAN SISTEM Tahapan dalam melakukan pendekatan sistem dinamik adalah melakukan: (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah, (3)
Lebih terperinciAR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN
BAB 5 HASIL PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan yang baru menjadi satu dengan pemukiman sekitarnya yang masih berupa kampung. Rumah susun baru dirancang agar menyatu dengan pola pemukiman sekitarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Antara lain disebabkan adanya peluang kerja dari sektor industri dan perdagangan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang termasuk dalam 14 kota terbesar di dunia. Berdasarkan data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 Jakarta
Lebih terperinci1 JURNAL VISUAL. Vol.12. No.1 (2016)
Studi Spatial Behavior Ruang Hunian Rumah Susun Studi Kasus Rumah Susun Sederhana Milik Tipe 36 di Jakarta Noeratri Andanwerti 1, Bambang Deliyanto 2 Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Tarumanagara
Lebih terperinciArahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara
C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciRUMAH SUSUN PENJARINGAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DINAS PERUMAHAN DAN GEDUNG PEMDA
RUMAH SUSUN PENJARINGAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DINAS PERUMAHAN DAN GEDUNG PEMDA Luas DKI Jakarta 662,33 km2 Jumlah Penduduk 9.607.787 jiwa (Sumber Jakarta dalam Angka 2012) Kepadatan penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tipologi bangunan rumah tinggal masyarakat lereng gunung Sindoro tepatnya di Dusun
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pasar Oeba selain sebagai layanan jasa komersial juga sebagai kawasan permukiman penduduk. Kondisi pasar masih menghadapi beberapa permasalahan antara lain : sampah
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab
Lebih terperinciJUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG
JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG LATAR BELAKANG PENDAHULUAN : a) Hunian merupakan kebutuhan dasar manusia, dan hak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri dari dua kata yaitu,- Geo yang berarti
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan suatu proses perencanaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi
BAB VI KESIMPULAN Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi penghuninya dari sinar matahari, berlindung dari hujan hingga berlindung dari cuaca buruk yang ada disekitar lingkungannya.
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dari penelitian ini didapati kesimpulan dan temuan-temuan sebagai berikut: 1. Karakteristik fisik permukiman kampung
Lebih terperinciBAB IV ANALISA PERENCANAAN
BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.
Lebih terperinciWALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN
WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA MILIK PEMERINTAH KOTA PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan mengenai identifikasi perubahan rumah tradisional desa Kurau, dalam upaya memberikan kontribusi secara deskriptif,
Lebih terperinciBAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK
BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK 4.1 Lama Tinggal Pada umumnya, penduduk bertempat tinggal di suatu daerah mulai dari lahir sampai dewasa. Akan tetapi ada juga penduduk yang tinggal dari lahir sampai setelah
Lebih terperinciBAB V KONSEP DESAIN Konsep desain interior Berdasarkan masalah yang ada, maka perancang menetapkan konsep desain yaitu konsep fungsional efisien.
BAB V KONSEP DESAIN Konsep desain interior Berdasarkan masalah yang ada, maka perancang menetapkan konsep desain yaitu konsep fungsional efisien. KONSEP RUANG o Organisasi ruang Organisasi ruang yang digunakan
Lebih terperinciRenny Melina. dan bersosialisasi antara keluarga dapat terganggu dengan adanya kehadiran pekerja dan kegiatan bekerja di dalamnya.
Rumah + Laundry : Strategi Privasi pada Ruang Tinggal dan Bekerja Renny Melina sebagai tempat beristirahat dan bersosialisasi di antara anggota keluarga. Ketika rumah tinggal juga dijadikan sekaligus sebagai
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KHUSUS
BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. Pengertian Tema 3.1.1. Green Architecture (Arsitektur Hijau) Banyak orang memiliki pemahaman berbeda-beda tentang Green Architecture, ada yang beranggapan besaran volume bangunan
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban
Lebih terperinciSolusi Hunian Bagi Pekerja dan Pelajar di Kawasan Surabaya Barat Berupa Rancangan Desain Rusunawa
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) G-58 Solusi Hunian Bagi Pekerja dan Pelajar di Kawasan Surabaya Barat Berupa Rancangan Desain Rusunawa Laras Listian Prasetyo
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PASURUAN
PEMERINTAH KOTA PASURUAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperincib e r n u a n s a h i jau
01 TOW N H O U S E b e r n u a n s a h i jau Penulis Imelda Anwar Fotografer M. Ifran Nurdin Kawasan Kebagusan di Jakarta Selatan terkenal sebagai daerah resapan air bagi kawasan ibukota sekaligus permukiman
Lebih terperinciBAB III: TAHAP FINALISASI METODE PENELITIAN
BAB III: TAHAP FINALISASI METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Pendekatan dengan menggunakan metode komparatif mengenai ergonomi sebagai landasan dalam penelitian yang telah banyak dilakukan oleh beberapa
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian tentang perilaku warga di rumah tinggal di kawasan pantai Purus kota Padang, maka telah di dapatkan jawaban tentang bagaimana orang
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Berbicara mengenai Kampung Kauman, tidak akan lepas dari identitasnya sebagai kampung santri. Dan dalam perkembangan permukimannya, kampung Kauman Surakarta membangkitkan
Lebih terperinciBAB III: DATA DAN ANALISA
BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan
Lebih terperinciEVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya)
EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) Widiastuti Hapsari dan Ria Asih Aryani Soemitro Bidang Keahlian Manajemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada peningkatan ekonomi. Orientasi ekonomi membuat aspek sosial dan lingkungan seringkali diabaikan sehingga
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA
BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA Dalam pembahasan bab ini akan menjelaskan persepsi dan preferensi masyarakat, analisis gap dan analisis kuadran. Dari hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR
Lebih terperinciHubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara Tamiya Miftau Saada Kasman Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur,
Lebih terperinciRENCANA TAPAK. Gambar 5.1 Rencana tapak
BB V HSIL RNCNGN Luas lahan rumah susun ini adalah ±1.3 ha dengan luas bangunan ±8500 m². seperempat dari luas bangunan ditujukan untuk fasilitas umum dan sosial yang dapat mewadahi kebutuhan penghuni
Lebih terperinciBUPATI KUDUS TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS,
1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 10 Tahun 2010. TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kelancaran pengelolaan rumah susun
Lebih terperinciKONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. perumahan di Kota Sleman dan lahan pertanian masih tetap. penggunaan tanah sebagai pertimbangan utama, juga harus
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5. 1 Konsep Dasar Perencanaan 5.1.1 Tata Ruang Makro A. Konsep Pola Ruang Rumah susun diharapkan akan menekan pembangunan perumahan di Kota Sleman dan lahan pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan, perubahan dalam pelayanan kesehatan terjadi sangat cepat, tumbuhnya beberapa rumah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar bebas dengan kerangka Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir tahun 2015 merupakan tantangan dan hambatan bangsa Indonesia kedepan. Khususnya bidang pelayanan
Lebih terperinciPerubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo
Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo Damianus Andrian 1 dan Chairil Budiarto 2 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciTeknis Menggambar Desain Interior
TEKNIK MEMBUAT GAMBAR KERJA DESAIN INTERIOR Pentingnya gambar teknik bagi orang yang bekerja di bidang teknik, dapat disamakan dengan pentingnya menulis bagi pengarang. Gambar teknik merupakan suatu media
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG TUGAS AKHIR DINITYA LAKSITHA PUTRI L2B
UNIVERSITAS DIPONEGORO PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA DENGAN PENEKANAN DESAIN EKO-ARSITEKTUR TUGAS AKHIR DINITYA LAKSITHA PUTRI L2B 009 044 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR
Lebih terperinciBAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE
BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE 4.1. Konsep Dasar Rumah susun sederhana sewa di Kalurahan Pandean Lamper ini direncanakan untuk masyarakat berpenghasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh
Lebih terperinciKISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA
LAMPIRAN 1 133 134 KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA Aspek Pertanyaan 1. Latar belakang 1. Bagaimanakah sejarah berdirinya LPIT BIAS? 2. Siapakah pendiri LPIT BIAS? 3. Apa tujuan didirikan LPIT BIAS? 4. Ada
Lebih terperinciAdaptasi Perilaku dan Modifikasi sebagai Proses Menciptakan Hunian Ideal Bagi Penghuni Perumahan Massal
TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Adaptasi Perilaku dan Modifikasi sebagai Proses Menciptakan Hunian Ideal Bagi Penghuni Perumahan Massal Feni Kurniati (1), Hanson E. Kusuma (2) (1) Program Studi Magister Arsitekur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik yang datang dari sesama manusia, makhluk hidup lainnya, maupun alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain pangan dan sandang. Kehidupan seseorang tanpa rumah tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kehidupan yang layak.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini merupakan akhir dari seluruh tahapan studi yang telah dilakukan. Bab ini berisi temuan dan kesimpulan studi yang menjelaskan secara umum mengenai ketersediaan
Lebih terperinciANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA
ANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA Muhammad Rahman Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Email: rahman2911@yahoo.com Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya perkembangan kota, membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang berbagai aktivitas masyarakat kota. Meningkatnya aktivitas
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL Ingerid Lidia Moniaga & Fela Warouw Laboratorium Bentang Alam, Program Studi Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciOLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA
OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA I. Latar Belakang 1 1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tingga dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat kebutuhan
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA
` BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang
Lebih terperinciRUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta
RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta Ariati 1) ABSTRAKSI Pembangunan perumahan baru di kota-kota sebagian besar berkembang
Lebih terperinciARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D
ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D 000 449 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciVI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET
42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.571, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Perumahan. Kawasan Permukiman. Hunian Berimbang. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek Judul Proyek : Rumah Susun Bersubsidi Tema : Green Architecture Lokasi : Jl. Tol Lingkar Luar atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) Kel. Cengkareng Timur -
Lebih terperinciEBOOK PROPERTI POPULER
EBOOK PROPERTI POPULER RAHASIA MEMBANGUN RUMAH TANPA JASA PEMBORONG M.FAIZAL ARDHIANSYAH ARIFIN, ST. MT User [Type the company name] M.FAIZAL ARDHIANSYAH ARIFIN, ST. MT Halaman 2 KATA PENGANTAR Assalamu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka ini membahas tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan ruang dan perilaku manusia di dalamnya, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Populasi dan Sampel. Populasi
56 METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi Populasi pada Penelitian ini adalah pemukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta yang terdiri dari tiga daerah daerah yaitu Jakarta Timur, Jakarta
Lebih terperinciJURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) F-48
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) F-48 Median Vertical Dwelling dan Horizontal Dwelling untuk Masyarakat Penggusuran Lidya Kartika dan Andy Mappajaya Jurusan Arsitektur,
Lebih terperinciADAPTASI SPASIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DABAG SLEMAN YOGYAKARTA
647 ADAPTASI SPASIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DABAG SLEMAN YOGYAKARTA SPATIAL ADAPTATION OF RESIDENT IN DABAG SIMPLE FLATS SLEMAN YOGYAKARTA Oleh: Muhamad Arif Afandi, Pendidikan Seni Rupa,
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT
PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang
Lebih terperinciPengembangan RS Harum
BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. KONSEP DASAR PENINGKATAN DENGAN GREEN ARCHITECTURE Dari penjabaran prinsi prinsip green architecture beserta langkahlangkah mendesain green building menurut: Brenda dan Robert
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan kejiwaan atau sakit jiwa bisa dialami semua kalangan masyarakat, baik kaya maupun miskin, pria maupun wanita, tua maupun muda. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Ada beberapa fasilitas fisik di kamar tidur 1 yang belum ergonomis, yaitu tempat tidur ukuran double, meja rias, kursi rias dan console table. 2. Fasilitas
Lebih terperinciCompact House. Fotografer Ahkamul Hakim
Compact House Penulis Mufliah Nurbaiti Fotografer Ahkamul Hakim Idealnya sebuah bangunan, khususnya rumah tinggal didirikan berdasarkan kebutuhan penghuninya. Selain itu, bentuk kaveling juga turut memengaruhi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan salah satu aktor dalam perguruan tinggi karena
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan salah satu aktor dalam perguruan tinggi karena aktivitasnya dalam perguruan tinggi tersebut, adapun mahasiswa dengan segala aktivitasnya dapat
Lebih terperinciEVALUASI BENTUK LAY OUT UNIT HUNIAN PADA RUSUN HARUM TEBET JAKARTA
EVALUASI BENTUK LAY OUT UNIT HUNIAN PADA RUSUN HARUM TEBET JAKARTA Susy Irma Adisurya Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Trisakti E-mail: susyirma@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Menurut Preiser, Rabinowitz, dan White (1988:3) Post Occupancy Evaluation (POE) atau lebih sering disebut dengan Evaluasi Pasca Huni adalah
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Pengertian Rumah Susun
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Pengertian Rumah Susun Pengertian atau istilah rumah susun, kondominium merupakan istilah yang dikenal dalam sistem hukum negara Italia. Kondominium terdiri
Lebih terperinciKEADAAN PERMUKIMAN PENDUDUK DI KELURAHAN TIGARAJA KECAMATAN GIRSANG SI PANGAN BOLON KABUPATEN SIMALUNGUN
KEADAAN PERMUKIMAN PENDUDUK DI KELURAHAN TIGARAJA KECAMATAN GIRSANG SI PANGAN BOLON KABUPATEN SIMALUNGUN Sonya Simangunsong 1 dan Walbiden Lumbantoruan 1 1 Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Lebih terperinciARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani
ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD Oleh : Linda Dwi Rohmadiani Abstrak Proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun
Lebih terperinciBAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA
BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 1.1.1.1 Narasi dan Ilustrasi Skematik Hasil Rancangan Hasil yang akan dicapai dalam perancangan affordable housing dan pertanian aeroponik ini adalah memecahkan
Lebih terperinci--~ -=- Orasi llmiah. Perilaku Spasial yang Ekologis Masyarakat Perkotaan. Dr. lr. Bambang Deliyanto, M.Si. Wisuda Periode Ill Tahun 2013 ' ) -~
17okUOJCn ' ' ' J ' ) -~ -=- --~ UNIVERSITAS TERBUKA ~. ~ :. : ~~\; _,.:.~ ~. -~.--.,.. ~~ :. ;>: ~.;l..~ Orasi llmiah Wisuda Periode Ill Tahun 2013 Perilaku Spasial yang Ekologis Masyarakat Perkotaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan
Lebih terperinci