BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
|
|
- Hengki Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini merupakan akhir dari seluruh tahapan studi yang telah dilakukan. Bab ini berisi temuan dan kesimpulan studi yang menjelaskan secara umum mengenai ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending. Berdasarkan kesimpulan tersebut akan dibuat rekomendasi studi. Selain itu, pada bagian akhir akan dikemukakan keterbatasan studi dan usulan studi lanjutan. 5.1 Temuan Studi Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dilakukan dalam studi ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending, diperoleh temuan studi sebagai berikut. Ketersediaan Ruang Bermain Anak di Kelurahan Cigending 1. Kuantitas a. Berdasarkan standar penyediaan yang berlaku, kebutuhan jumlah dan luas lahan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending adalah sebagai berikut. Skala RT : 46 x 250 m² Skala RW : 11 ruang bermain dengan total luas lahan m² Skala Kelurahan : 1 x 3500 m² b. Berdasarkan hasil analisis dan observasi, ketersediaan ruang bermain terprogram di Kelurahan Cigending hanya berjumlah 1 ruang bermain dengan luas lahan 602 m² yang terdapat di wilayah permukiman terencana RW 11. Angka ini menunjukkan ruang bermain terprogram yang tersedia di skala RW Kelurahan Cigending baru memenuhi 10.33% dari total luas lahan yang dibutuhkan, dan 9.09% dari total jumlah ruang bermain yang dibutuhkan. Untuk ruang bermain pada skala RT dan Kelurahan sama sekali tidak tersedia ruang bermain terprogramkan, sehingga nilai kesesuaiannya 0%.
2 128 c. Ketersediaan ruang bermain tak terprogramkan memberikan kontribusi yang cukup besar bila dibandingkan dengan ketersediaan ruang bermain yang terprogramkan. Ruang bermain tak terprogramkan pada skala RT memperoleh nilai kesesuaian luas lahan sebesar 8.83% dan kesesuaian jumlah ruang 34.78%. Angka ini memang masih relatif kecil tetapi masih lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kesesuaian ruang bermain terprogram. Pada skala RW, ruang bermain tak terprogram yang tersedia berjumlah 8 ruang (72.73%) dengan total luas lahan 2200 m² (37.76%). d. Dari keseluruhan ruang bermain tak terprogramkan yang tersedia, jumlah ruang privat lebih banyak dibandingkan dengan ruang yang bersifat publik dengan perbedaan yang cukup signifikan. Dari 26 ruang bermain yang ada, hanya empat ruang yang sifat kepemilikannya publik dan atau semi publik. e. Pada skala kelurahan sama sekali tidak terdapat taman ataupun ruang bermain anak (0%). Pada skala kecamatan, terdapat Alun-alun Ujung Berung yang memenuhi 33% kebutuhan luas lahan. f. Ditinjau dari persebarannya, ruang bermain anak pada skala RT hanya terdapat di beberapa unit RW. Namun, pada penggunaannya, ruang bermain yang ada tetap melayani lebih dari satu unit RT. Untuk skala pelayanan RW, masih ditemukan tiga RW yang tidak memiliki ruang bermain skala RW. Selain itu, masih terdapat ketimpangan antara ketersediaan ruang bermain yang tersedia di perumahan terencana dengan perumahan tak terencana. g. Terdapat dua RW yang sama sekali tidak memiliki ruang untuk bermain ataupun berolahraga, yaitu RW 05 dan RW 06. Sebagai alternatif, Alun-alun Ujung Berung di RW 05 dan jalan buntu di depan halaman BKB di RW 06 yang sering menjadi tujuan anak bermain.
3 Kualitas a. Berdasarkan kriteria keamanan dan keselamatan, hanya satu ruang bermain yang dapat dikategorikan sesuai yaitu lapangan voli di RW 04. Pada dasarnya kriteria keamanan sudah cukup dapat terpenuhi dengan baik dibandingkan dengan keselamatan. Hal ini disebabkan adanya indikator penilaian kriteria keselamatan yang tidak dapat dipenuhi di hampir setiap ruang bermain yaitu tidak terdapat alat permainan yang membahayakan keselamatan anak, sebab pada umumnya tidak terdapat alat permainan di ruang bermain yang diobservasi sehingga penilaian tidak dapat dilakukan. Jika indikator tersebut dikesampingkan, maka lapangan badminton di RW 02 dan lapangan voli di RW 10 akan memenuhi kedua kriteria ini. b. Pemenuhan kriteria aksesibilitas dan kesesuaian fungsi masih didominasi oleh tidak sesuai sebesar 58% dan kurang sesuai sebesar 42%. Pada kriteria akses, dua indikator yang masih sulit dipenuhi adalah tidak dipisahkan topografi dan jalan yang menyulitkan dan membahayakan anak dan tersedianya jalur pejalan kaki yang memadai. Kriteria kesesuaian fungsi jelas masih sangat sulit untuk dipenuhi mengingat ruang bermain yang diobservasi didominasi oleh ruang tak terprogram, sehingga rata-rata belum memiliki luas yang ideal dan tidak menyediakan permainan yang dapat memberikan pengaruh pada perkembangan motorik, sosial, emosi dan kognitif anak. c. Dari hasil analisis penilaian kesesuaian kriteria kenyamanan diperoleh hasil 42% ruang bermain sesuai, 31% kurang sesuai dan sisanya 27% tidak sesuai. Hal ini disebabkan oleh lebih rendahnya bobot penilaian kenyamanan. Dari 26 ruang bermain yang diobservasi, tujuh diantaranya tidak memenuhi satu pun indikator yang terdapat pada penilaian kriteria kenyamanan. Indikator yang paling sulit untuk dipenuhi adalah adanya penggabungan aktivitas.
4 130 Pemanfaatan Ruang Bermain Anak di Kelurahan Cigending 3. Karakteristik Pengguna Ruang Bermain a. Pengguna sarana bermain anak di Kelurahan Cigending didominasi oleh lakilaki dan anak-anak kelompok usia 7-14 tahun. Hal ini mendukung karakteristik anak berusia 7-14 tahun yang memang sudah ingin lepas dari pengawasan orang tua dan mulai bergaul dengan teman sebaya. Namun, hal yang cukup menarik terjadi di RW 04 di mana ditemukan lebih banyak anak perempuan. b. Asal pengguna didominasi oleh pengguna dari dalam lingkup wilayah RW. Namun, hal yang kontradiktif terjadi di lapangan olahraga milik Wisma Resko RW 02, di mana penggunanya didominasi oleh anak-anak yang berasal dari RW 01. Faktor yang paling berpengaruh adalah aksesibilitas. Akses dari dan menuju ke lapangan Resko dari RW 01 memang lebih baik dan mudah dibandingkan dengan akses dari dan menuju ke RW 02. Oleh karena itu, akses menjadi salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam menyediakan sebuah sarana bermain, agar sarana tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. c. 40% responden mengaku tidak menggunakan ruang bermain yang tersedia di lingkungannya. 35% dari jumlah tersebut mengaku mengetahui keberadaan ruang bermain di lingkungannya, sedangkan 5% sisanya mengaku tidak mengetahui informasi adanya ruang bermain yang tersedia di lingkungannya. Faktor utama penyebab mereka tidak menggunakan ruang bermain yang ada adalah faktor jarak dan teman bermain, sedangkan faktor adanya larangan dari orang tua hanya berlaku pada anak dalam kelompok usia 2-6 tahun. d. Jenis pekerjaan orang tua didominasi oleh buruh dan swasta. Hal ini menggambarkan latar belakang ekonomi pengguna mayoritas adalah golongan menengah ke bawah (terutama di wilayah permukiman tak terencana).
5 Karakteristik Penggunaan Ruang Bermain a. Waktu kunjungan didominasi oleh sore hari, sehingga sore hari menjadi waktu efektif penggunaan ruang sebagai tempat bermain. Hal yang cukup berbeda terdapat di Alun-alun Ujung Berung. Waktu efektif untuk bermain di ruang tersebut adalah siang dan malam hari. Siang hari, alun-alun dipenuhi anak-anak yang bermain sepulang sekolah (dengan masih mengenakan seragam). Malam hari, alun-alun dijadikan tempat bermain anak-anak sambil menunggu waktu sholat Isya dan belajar mengaji. b. Frekuensi kunjungan didominasi oleh sering atau sekitar 5-7 kali seminggu. Hal ini disebabkan adanya waktu luang yang dimiliki anak dalam setiap harinya. Selain itu, bermain juga telah menjadi kebutuhan bagi anak-anak untuk menyalurkan energi dan potensi yang ada di dalam dirinya. Mereka membutuhkan interaksi sosial dalam bermain untuk mengembangkan kemampuan emosi, motorik maupun kognitifnya. c. Jenis permainan yang mendominasi hampir seluruh ruang bermain adalah bermain bola. Hal ini didukung oleh faktor ruang yang relatif kosong sehingga anak-anak lebih leluasa melakukan permainan fisik, seperti bermain bola, layang-layang, bersepeda, dan lain-lain. d. Penggabungan aktivitas masih terjadi di hampir seluruh ruang bermain anak yang ada di Kelurahan Cigending. Mulai dari aktivitas orang dewasa yang seringkali membuat anak-anak tersingkirkan, sampai aktivitas warga dalam membuang sampah ke ruang yang sering digunakan anak-anak untuk bermain. Selain itu, parkir kendaraan dan kegiatan berdagang pun masih terlihat di lokasi ruang bermain anak. 5. Preferensi pengguna mengenai ketersediaan ruang bermain anak di lingkungannya. a. Bentuk sarana bermain yang diharapkan warga adalah taman bermain anak (playground). Alasan utama terpilihnya bentuk ini adalah karena kelengkapannya sebagai suatu sarana bermain dan fungsinya yang sesuai
6 132 untuk perkembangan anak. Lapangan olah raga menjadi bentuk sarana bermain kedua yang diharapkan warga. Alasannya agar lebih optimal pemanfaatannya, bisa sekaligus melayani kebutuhan orang dewasa. b. Prioritas pengguna dalam menentukan aspek yang harus dipenuhi dalam penyediaan sarana bermain anak adalah keamanan sebagai prioritas pertama, keselamatan di tempat kedua, dan kenyamanan di prioritas ketiga. Selanjutnya aksesibilitas dan yang terakhir adalah kesesuaian fungsi. Urutan prioritas ini agak berbeda dengan urutan prioritas menurut literatur dan analisis studi, kecuali pada bagian keamanan dan keselamatan. Kenyamanan merupakan prioritas yang cukup penting menurut pengguna ruang bermain (orang tua) di Kelurahan Cigending. 5.2 Kesimpulan Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesesuaian ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending. Hasil identifikasi ini berguna sebagai bahan pertimbangan optimasi penyediaan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending pada masa yang akan datang. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan mengenai ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending adalah sebagai berikut. 1. Ditinjau dari kuantitasnya, ruang bermain tak terprogram di Kelurahan Cigending memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan ruang bermain terprogram, terutama dalam memenuhi kebutuhan jumlah ruang bermain. Namun, bila ditinjau dari kepemilikannya, ruang bermain tak terprogramkan yang tersedia lebih banyak yang bersifat privat. Pada dasarnya, baik ruang publik maupun ruang privat sama-sama memiliki potensi untuk digunakan sebagai tempat bermain. Namun, kepemilikan ruang yang lebih banyak bersifat privat daripada yang bersifat ruang publik membuat ketersediaan ruang bermain tak terprogram di Kelurahan Cigending menjadi kurang potensial untuk dikembangkan.
7 Hasil perbandingan antara kebutuhan ruang bermain berdasarkan standar dengan ketersediaan ruang bermain yang ada saat ini masih menunjukkan kesenjangan yang cukup besar, terutama dalam nilai kesesuaian luas lahan. Selain karena faktor ketersediaan ruang bermain yang memang masih minim di lapangan, faktor internal dari standar juga patut menjadi pertanyaan. Apakah standar yang digunakan sebagai perbandingan masih perlu disempurnakan atau membutuhkan penyesuaian untuk dapat diterapkan di sebuah lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu. 3. Kualitas ruang bermain yang ada saat ini masih perlu ditingkatkan lagi, terutama dalam memenuhi kriteria sebagai berikut: Tersedianya alat permainan yang tidak membahayakan keselamatan anak Tidak dipisahkan oleh topografi dan jalan yang menyulitkan anak Tersedianya jalur pejalan kaki yang memadai Memiliki luas ideal untuk menampung berbagai aktivitas permainan anak Tersedianya permainan yang dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan motorik, sosial, emosi dan kognitif anak Tidak terjadinya penggabungan aktivitas 4. Pemanfaatan ruang bermain yang ada saat ini menunjukkan tingginya frekuensi bermain anak setiap harinya. Frekuensi kunjungan di hampir setiap ruang bermain di Kelurahan Cigending adalah sering (5-7 kali dalam seminggu). Jumlah pengunjung ruang bermain setiap harinya juga cukup tinggi. Hal ini menunjukkan kebutuhan anak akan tersedianya tempat bermain yang berkualitas sangat tinggi. Oleh karena itu, ketersediaan ruang bermain di Kelurahan Cigending perlu ditingkatkan lagi jumlahnya, atau minimal ruang bermain yang saat ini telah tersedia perlu lebih dioptimalkan lagi kualitasnya.
8 Rekomendasi Studi Dari kesimpulan yang telah dikemukakan, pada bagian ini akan disampaikan rekomendasi untuk mengoptimalkan penyediaan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending. 1. Peran Pemerintah sangat diperlukan dalam usaha memenuhi kebutuhan anak-anak akan tersedianya tempat bermain yang berkualitas. Ruang-ruang bermain tak terprogramkan yang saat ini tersedia di Kelurahan Cigending dapat dioptimalkan fungsinya bila Pemerintah memanfaatkan ruang tersebut untuk menyediakan sebuah tempat bermain terprogramkan. Hal ini dapat dilakukan, salah satunya dengan berusaha membina kerja sama yang baik dengan pemilik tanah, yaitu dengan membeli lahan kosong yang tersedia, sehingga statusnya menjadi ruang publik. Hal ini didukung oleh adanya informasi bahwa tanah yang puluhan tahun tak terbangun di Kelurahan Cigending dikarenakan ketidakmampuan pemilik tanah untuk membangun serta tidak lakunya tanah tersebut untuk dijual. Langkah yang dapat dilakukan untuk dapat menjembatani tercapainya hal tersebut adalah perlu ditingkatkannya kemitraan antara Dinas Pertamanan dan Pemakaman dengan pihak Kelurahan. 2. Optimasi fungsi dan kualitas ruang bermain yang saat ini telah sering digunakan anak-anak akan lebih efektif daripada membangun sebuah tempat bermain baru di lokasi dan lingkungan yang baru. Oleh karena itu, Pemerintah sebaiknya berusaha memanfaatkan ruang-ruang yang ada saat ini untuk dikembangkan menjadi sebuah tempat bermain terprogramkan yang berkualitas. 3. Standar penyediaan fasilitas untuk daerah permukiman yang baru akan dikembangkan dengan standar penyediaan fasilitas untuk permukiman yang sudah berkembang, baik secara terencana maupun tak terencana, sebaiknya dibedakan. Untuk permukiman yang baru akan dikembangkan, standar penyediaan fasilitas dapat difokuskan pada jumlah, luas lahan dan distribusi fasilitas yang akan disediakan, dalam hal ini adalah tempat bermain. Lain halnya dengan
9 135 permukiman yang sudah berkembang, standar penyediaan fasilitasnya dapat lebih difokuskan pada pemenuhan kualitas dan fungsinya. 4. Penyediaan tempat bermain seharusnya dibedakan dengan penyediaan taman, sebab pada dasarnya taman dan tempat bermain memiliki fungsi utama yang berbeda. Selama ini penyediaan tempat bermain belum tercantum secara jelas dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota, padahal seharusnya penyediaan tempat bermain anak tercakup di dalamnya. 5. Bila ditinjau dari penggunaan ruang, pada umumnya anak-anak memanfaatkan ruang bermain yang ada untuk melakukan permainan fisik, seperti bermain bola, bersepeda, kejar-kejaran, dan lain-lain. Hal ini mendorong diperlukannya sebuah tempat bermain yang fleksibel. Maka dari itu, alat permainan yang sifatnya tidak permanen sangat direkomendasikan untuk mendukung fungsi dari tempat bermain. 6. Perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah tempat bermain yang layak dan memadai bagi anak-anak. Jika kesadaran ini telah berkembang dari lingkup yang paling kecil, setidaknya akan ada usaha untuk mengoptimalkan kualitas dari ruang bermain yang ada saat ini. Dengan adanya kesadaran tersebut, masyarakat akan lebih memberikan perhatian pada pemeliharaan ruang bermain. Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mencapainya adalah sosialisasi mengenai manfaat yang dapat diterima dari tersedianya ruang bermain yang berkualitas, di lingkup-lingkup organisasi terkait seperti BKB (Bina Keluarga Balita). 7. Mengoptimalkan fungsi dari ruang bermain tak terprogramkan dapat dilakukan dengan cara pembagian waktu penggunaan ruang ataupun pembagian ruang dalam melakukan aktivitas, terutama untuk ruang yang memiliki luas memadai, seperti Alun-alun Ujung Berung.
10 Keterbatasan Studi dan Usulan Studi Lanjutan Studi ini masih memiliki banyak keterbatasan. Berikut ini beberapa keterbatasan studi serta usulan studi lanjutan untuk menyempurnakan studi ini. 1. Kesediaan partisipasi masyarakat dalam penyediaan sarana bermain anak dalam studi ini belum dibahas secara mendalam dan hanya berfungsi sebagai data pendukung saja. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi mengenai partisipasi masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan sarana bermain anak di lingkungan permukiman. 2. Studi ini hanya mengambil wilayah studi dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang relatif rendah di satu kelurahan saja. Maka, sebagai bahan perbandingan, dapat dilakukan studi sejenis di wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang juga rendah, tetapi pada wilayah kelurahan yang berbeda karakteristiknya dengan Kelurahan Cigending.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota yang didasari oleh sebuah proses perencanaan, pada awalnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya yang senantiasa berkembang. Namun pelaksanaannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KETERSEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN CIGENDING KECAMATAN UJUNG BERUNG KOTA BANDUNG.
IDENTIFIKASI KETERSEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN CIGENDING KECAMATAN UJUNG BERUNG KOTA BANDUNG Tugas Akhir Oleh: Rezania Ady Putri 15403022 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN
Lebih terperinciKETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR
KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR 1) Joao Da Silva Gusmao, 2) Janthy Trilusianthy, 3) Indarti Komala Dewi. ABSTRAK Bermain sangatlah penting dalam proses
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI
62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,
Lebih terperinciKUESIONER KENYAMANAN PENGGUNA
LAMPIRAN-A STUDI KENYAMANAN PENGGUNA TERHADAP RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK PADA RUMAH SUSUN SUKARAMAI MEDAN DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 Tanggal: Waktu : (Pagi/
Lebih terperinciKarakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang
C534 Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang Dian Fajar Novitasari dan Ardy Maulidy Navastara Departemen Perencanaan
Lebih terperinciEvaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciKarakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-188 Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten
Lebih terperinciPOLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244
POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 Oleh : INDRA KUMALA SULISTIYANI L2D 303 292 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA Buku dan Referensi Tugas Akhir, Tesis dan Penelitian
DAFTAR PUSTAKA Buku dan Referensi Akbar, Reni dan Hawadi, Psikologi Perkembangan Anak, Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta: Grasindo, 2001. Chapin, F. Stuart, Urban Land Use Planning, United
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Dalam penelitian ini, peran ruang terbuka hijau dibagi menjadi fungsi utama dan fungsi tambahan. Fungsi utama terkait dengan fungsi ekologis, sedangkan fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan lahan di kota - kota besar maupun kota sedang berkembang di Indonesia dirasakan sangat sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karenanya pemenuhan
Lebih terperinciPRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN (Kasus: Taman Lesmana dan Taman Pandawa)
PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN (Kasus: Taman Lesmana dan Taman Pandawa) TUGAS AKHIR Oleh: ADRIADI DIMASTANTO 15403057 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya perkembangan kota, membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang berbagai aktivitas masyarakat kota. Meningkatnya aktivitas
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berkembangnya suatu kota membawa konsekuensi terhadap perubahan fisik kota yang biasanya juga dibarengi pertumbuhan penduduk dan pembangunan fasilitas ekonomi yang cukup
Lebih terperinciARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani
ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD Oleh : Linda Dwi Rohmadiani Abstrak Proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada peningkatan ekonomi. Orientasi ekonomi membuat aspek sosial dan lingkungan seringkali diabaikan sehingga
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan KRA Golo memiliki tujuh ruang publik yang digunakan untuk aktivitas bermain oleh anak, yaitu halaman Balai RW, selokan, lapangan, halaman SD, lahan kosong, dan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Taman Pintar telah
BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan, pembahasan dan temuan yang dihasilkan dalam kasus ruang publik anak di Kota Yogyakarta ini dapat dirumuskan bab kesimpulan dan saran meliputi ringkasan temuan,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil kesimpulan studi dari hasil penelitian. Selain itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil temuan studi yang menjelaskan
Lebih terperinciIndikator Konten Kuesioner
Indikator Konten Kuesioner No Variabel Pertanyaan 1 Internal (Kekuatan dan Kelemahan) 1. Bagaimana pendapat anda mengenai lokasi (positioning) kawasan jasa dan perdagangan di Jalan Pamulang Raya, Kecamatan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG
24 BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Kelurahan Empang merupakan kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Secara administratif, batas-batas
Lebih terperinciIDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016
Syauriansyah Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Esa Unggul LAMPIRAN I LEMBAR KUESIONER MASYARAKAT IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN
Lebih terperinciBAB IV PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGGUNA TERHADAP PENATAAN PASAR TRADISIONAL
BAB IV PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGGUNA TERHADAP PENATAAN PASAR TRADISIONAL Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai kriteria dan indikator kinerja yang diperlukan untuk dapat mendeskripsikan kondisi
Lebih terperinciTugas Akhir Analisa Taman Menteng Sebagai Taman Kota Berdasarkan Kriteria Kualitas Taman, Jakarta Pusat BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta yang memiliki tingkat perkembangan yang tinggi mendorong minat investor untuk berinvestasi di kota metropolitan ini. Dengan kondisi yang demikian, DKI
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
133 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari studi penelitian dan rekomendasi yang bisa di ambil dalam studi. Selain itu akan dibahas mengenai kelemahan studi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan
BAB V KESIMPULAN Dari hasil analisis, peneliti menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana kondisi sistem setting dan livabilitas di ruang terbuka publik di Lapangan Puputan dan bagaimana bentuk persepsi
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
47 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Pada Bagian ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum Kelurahan Tamansari yang diantaranya berisi tentang kondisi geografis dan kependudukan, kondisi eksisting ruang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia, Jakarta memegang peran yang cukup besar dalam skala nasional maupun internasional. Salah satu peranan yang dimaksud adalah
Lebih terperinciBAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN
BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN 4.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa temuan studi, yaitu: Secara normatif, terdapat kriteria-kriteria atau aspek-aspek yang
Lebih terperinciBAB V ARAHAN PERBAIKAN FISIK PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG
BAB V ARAHAN PERBAIKAN FISIK PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG Pada bab ini akan dibahas mengenai temuan studi berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Temuan studi tersebut disusun menjadi sebuah arahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
99 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal sebagai temuan studi yaitu sebagai berikut : 1. Karakteristik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan
Lebih terperinciKONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI
BAB 4 KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI Program Relokasi di Kelurahan Sewu dilatar belakangi oleh beberapa kondisi, diantaranya kondisi banjir yang tidak dapat di prediksi waktu terjadi seperti
Lebih terperinciKriteria Fasilitas Olahraga Ideal bagi Masyarakat Perkotaan
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Kriteria Fasilitas Olahraga Ideal bagi Masyarakat Perkotaan Medhiansyah P. Prawira Program Studi Rancang Kota, SAPPK, Institut Teknologi Bandung. Abstrak Berolahraga merupakan aktivitas
Lebih terperinciBAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa
BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan
Lebih terperinciPenerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara
TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara Sri Aliah Ekawati Prodi Pembangunan Wilayah dan Kota, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taman merupakan fasilitas publik yang disediakan oleh Pemerintah Kota, yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial dan memperindah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil KTT bumi di Rio de Janeiro (1992) dan Johannesburg
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil KTT bumi di Rio de Janeiro (1992) dan Johannesburg (2002) telah disepakati luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota yang sehat, minimal 30% dari total
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberikan kesimpulan sebagai berikut : prosedur pelayanan di UPTSA tergolong mudah sehingga kualitas
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan komposisi pengunjung yang menggunakan jasa pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka merupakan ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, dan sebagai sarana rekreatif. Keberadaan ruang terbuka juga bermanfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan yang signifikan merupakan wujud nyata pembangunan dalam perkembangan kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan tidak dapat dipungkiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi
Lebih terperinciTUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM
BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi
Lebih terperinciWali Kota Ajak Masyarakat Bangun Kota dengan Kebersamaan
Wali Kota Ajak Masyarakat Bangun Kota dengan Kebersamaan Menjelang berakhirnya tahun 2015 dan memasuki tahun baru 2016, Wali Kota Pontianak, Sutarmidji menyampaikan beberapa hal terkait capaian-capaian
Lebih terperinciPEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
Lebih terperinciBAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN
BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan
Lebih terperinciArahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara
C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciMATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
Lebih terperinci2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain
Lebih terperinciKuesioner Karakteristik Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Pasar Ruteng
Kuesioner Karakteristik Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Pasar Ruteng Mohon untuk menjelaskan: 1. Berapa usia Anda? a. < 20 th b. 21-34 th c. 35-54 th d. > 55 th 2. [JANGAN DITANYAKAN] Pewawancara, menandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di
Lebih terperinciBAB IV PENGAMATAN PERILAKU
BAB IV PENGAMATAN PERILAKU 3.1 Studi Banding Pola Perilaku Pengguna Ruang Publik Berupa Ruang Terbuka Pengamatan terhadap pola perilaku di ruang publik berupa ruang terbuka yang dianggap berhasil dan mewakili
Lebih terperinciSalah satunya di Kampung Lebaksari. Lokasi Permukiman Tidak Layak
Keberdayaan masyarakat dalam mendukung upaya perbaikan permukiman masih kurang Upayaupaya perbaikan permukiman menjadi tidak berarti Contohnya, luas Permukiman Tidak Layak Huni Kota Bogor meningkat Salah
Lebih terperinciKEBUTUHAN TAMAN KOTA RAMAH LANSIA DI KOTA BOGOR Eneng Dayu Saidah 1) ; Indarti Komala Dewi 2) ; Ni Made Esti Nurmani 3).
KEBUTUHAN TAMAN KOTA RAMAH LANSIA DI KOTA BOGOR Eneng Dayu Saidah 1) ; Indarti Komala Dewi 2) ; Ni Made Esti Nurmani 3). Abstrak Pada tahun 2050 penduduk perkotaan dunia didominasi oleh penduduk lansia,
Lebih terperinciDisajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)
PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ
BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang
Lebih terperinciVI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET
42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,
Lebih terperinciARAHAN PENATAAN PEMAKAMAN UMUM TRUNOJOYO BANYUMANIK DENGAN KONSEP TAMAN TUGAS AKHIR
ARAHAN PENATAAN PEMAKAMAN UMUM TRUNOJOYO BANYUMANIK DENGAN KONSEP TAMAN TUGAS AKHIR Oleh : Chalishak Wirdawati L2D 098 416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk menyelesaikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitan Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang saat ini masih dialami oleh negara-negara berkembang yang ada di dunia, termasuk negara Indonesia. Banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini
BAB VI KESIMPULAN Setelah dilakukannya analisa data statistik dan juga pemaknaan, kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini didapat dari hasil pemaknaan dan diharapkan pemaknaan
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG
ALIKOTA YOGYAKART WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG PERMOHONAN, PENGADAAN DAN PEMANFAATAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK SEBAGAI FASILITAS PENUNJANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini
BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI WILAYAH Hasil survei ini merupakan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini juga diperoleh dengan mengacu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan dan Pemeliharaan Lanskap Pengelolaan atau pengorganisasian suatu kegiatan pemeliharaan bergantung pada berbagai faktor yang terdapat pada lokasi seperti pengunjung
Lebih terperinciPENELUSURAN NODES BEBERAPA KECAMATAN DI KOTA MALANG
PENELUSURAN NODES BEBERAPA KECAMATAN DI KOTA MALANG Menurut teori KEVIN LYNCH Oleh Emiria Letfiani Mahasiswi Arsitektur Ang. Tahun 2009 Dosen pembimbing Dr. Ir. Lalu Mulyadi, MTA Menurut Kevin Lynch dalam
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )
IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
PENDEKATAN PENELITIAN TAHAPAN PENELITIAN METODE PENGUMPULAN DATA METODE ANALISA VARIABEL PENELITIAN METODE SAMPLING BAB III METODE PENELITIAN 10 PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA
BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA Dalam pembahasan bab ini akan menjelaskan persepsi dan preferensi masyarakat, analisis gap dan analisis kuadran. Dari hasil
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Kecamatan Gunungpati terletak di bagian Selatan Kota Semarang, berbatasan langsung dengan Ungaran. Dari pusat Kota Semarang jaraknya sekitar 17 km.
Lebih terperinciRUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR
RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR Oleh : BIMA SAKTI L2D005352 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR
ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : IKHSAN FITRIAN NOOR L2D 098 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciKELURAHAN SELINDUNG BARU
Tabel II.21 Ruang Terbuka Hijau Kelurahan Selindung Baru N0. JENIS RTH LOKASI LUAS (M 2 ) 1. Pekarangan SMP 7 RT.01 10.000,0 2. Pekarangan Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan RT.01 4.771,0 3. Kuburan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian disingkat dengan UUD 1945 bahwa Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ini pun di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak merupakan masa untuk tumbuh dan berkembang, hal ini pun di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
Lebih terperinciBAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH
31 BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 4.1 Kondisi Kemiskinan Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan tidak sematamata didefinisikan
Lebih terperinciSTUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH KELURAHAN GANDUS 1
STUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH Raghanu Yudhaji 2014280001 Retno Kartika Sari 2014280003 Resty Juwita 2014280021 Antya Franika 2014280013 Aprido Pratama 2014280024 Khoirurozi Ramadhan G 2014280005
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman lingkungan merupakan ruang terbuka yang dibangun dan dikembangkan di lingkungan perumahan atau permukiman, yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dan diatur
Lebih terperinciARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D
ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadan ruang terbuka publik di dalam suatu kota semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung tinggi dan kawasan industri yang merupakan trademark dari kemajuan suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
43 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Umum Kelurahan Depok Berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Depok Nomor : 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Lurah bertanggung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertama dituliskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan isi Undang-Undang dasar tahun 1945 pasal 31 ayat yang pertama dituliskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UUD tersebut
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. semarang utara yang memiliki luas Ha. Kecamatan ini
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Kelurahan dadapsari merupakan bagian dari kecamatan semarang utara yang memiliki luas 81.243 Ha. Kecamatan ini berbatasan langsung
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENOMORAN RUMAH DAN BANGUNAN DI KOTA BATU
SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENOMORAN RUMAH DAN BANGUNAN DI KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU,
Lebih terperinciRENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM
RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM 6 6.1 Rencana Penyediaan Ruang Terbuka Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan kepemilikannya terbagi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pemilihan moda dapat dikatakan sebagai tahapan terpenting dalam berbagai perencanaan dan kebijakan transportasi. Sebab hal ini menyangkut efisiensi pergerakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak
Lebih terperinci