BAB V EVALUASI PASCAHUNI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V EVALUASI PASCAHUNI"

Transkripsi

1 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 123 BAB V EVALUASI PASCAHUNI Snyder (1995) dan Laurens (2005), membagi evaluasi pascahuni menjadi tiga bagian, yaitu: 1) evaluasi teknis melalui penilaian teknis berdasarkan peraturan dan ketentuan teknis bangunan, 2) evaluasi fungsional dan efektivitas pemanfaatan ruang, dan 3) evaluasi fenomena perilaku melalui penilaian gejala persepsi lingkungan. Evaluasi pascahuni ini dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian 1 yaitu: mengetahui performansi teknis dan fungsi hunian rumah susun, efektifitas pemanfaatan ruang, serta fenomena perilaku spasial penghuni. Pengamatan secara agregat, evaluasi pascahuni menunjukkan bahwa persentase ketercapaian performansi teknis blok rumah susun Apron (58.70%) dan Dakota (57.11%) masih dikategorikan performansi rendah (40% - 59%), sedangkan blok Boeing dan Conver masing-masing mempunyai ketercapaian performansi teknis sebesar 60.29% dengan kategori performansi teknis sedang (60% - 79%). Berbeda dengan ketercapaian performansi teknis, ketercapaian fungsi hunian untuk seluruh blok rumah susun mencapai performansi di atas 80 % (tinggi), kedua kondisi ini dipersepsikan oleh penghuni rumah susun cukup baik (60% - 79%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun secara teknis bangunan mempunyai performansi relatif rendah asalkan fungsi huniannya baik atau tinggi maka kegiatan penghunian di rusun bisa berlangsung dengan baik. Sebaliknya bila performansi fungsi bangunan yang rendah dan performansi teknisnya tinggi, maka belum tentu terjadi aktivitas penghunian dan kehidupan yang baik di rusun karena bangunan rusun hanya sebagai bangunan semata tanpa ada kehidupan di dalamnya. Tabel 5.1 Ketercapaian performansi Rumah Susun No Unsur Performansi % Nilai Ketercapaian Performansi Apron Boeing Conver Dakota 1 Teknis Fungsi Hunian Persepsi < 39 = tidak layak = Perform.Rendah = Perform. Sedang = Perform. Tinggi Gambaran rinci pencapaian performansi teknis blok rumah susun dengan kategori rendah dan sedang dapat dijelaskan sebagai berikut :

2 124 Bambang Deliyanto 5.1. Performansi Teknis Bangunan Rumah Susun Hasil Pengamatan Performansi Teknis Performansi teknis bangunan rumah susun dinilai berdasarkan 7 (tujuh) performansi yang diuraikan ke dalam 49 komponen, tujuh penilaian performansi teknis tersebut adalah: a. Sirkulasi & aksesibilitas (9 komponen penilaian). b. Aman dari bahaya kebakaran (9 komponen penilaian). c. Terlindung dari bahaya petir dan kelistrikan (3 komponen penilaian). d. Kesehatan bangunan gedung (2 komponen penilaian). e. Kenyamanan bangunan (13 komponen penilaian). f. Sarana evakuasi (4 komponen penilaian). g. Pengelolaan/perawatan & lingkungan (9 komponen penilaian). Setiap komponen teknis rumah susun diberi nilai 1 bila ada dan berfungsi baik, nilai 0.5 bila ada tetapi kurang berfungsi dengan baik, dan 0 bila tidak ada. Penilaian performansi teknis bangunan rumah susun dinilai secara cepat (rapid assessment) berdasarkan professional judgments seorang pakar. Dari 49 komponen teknis item performansi yang dinilai, hanya satu yang mencapai nilai 100% untuk masing blok bangunan rumah susun yaitu keterlindungan dari bahaya petir dan kelistrikan. Ketercapaian performansi yang terkecil (27.78%) adalah komponen aman dari bahaya kebakaran dan kenyamanan (19,23%). Untuk ketercapaian performansi teknis lainnya walaupun belum mencapai 100%, tetapi sudah di atas 50%. Performansi aman dari kebakaran rendah, karena bangunan tidak dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan hanya sedikit dilengkapi sistem proteksi aktif seperti: sistem deteksi dan alarm, pencahayaan darurat bila terjadi kebakaran, tanda arah keluar dan sistem peringatan kebakaran, dan manajemen penanggulangan kebakaran (lampiran Bab V Lampiran 2). Walaupun performasi aman dari kebakaran ini rendah, namun oleh warga dipersepsikan cukup baik (3,6), karena ketidak tahuan penghuni (Gambar 5.2) Ketercapaian teknis secara rinci untuk masing-masing komponen teknis yang digambarkan pada Gambar 5.1, menunjukkan bahwa performansi teknis item kenyamanan bangunan rendah (19,23), karena

3 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 125 belum optimalnya kenyamanan ruang gerak dalam bangunan, belum optimalnya kenyamanan termal (suhu) dalam ruang, kenyamanan pandangan dan kebisingan, serta belum tersedianya fasilitas dan aksesibilitas kemudahan bagi penyandang cacat dan lansia baik di unit rumah susun maupun di tempat-tempat umum (lampiran Bab V Lampiran 2). Kondisi ini dipersepsikan cukup baik (3,5) oleh penghuni (Gambar 5.2), hal ini dimungkinkan karena telah adanya proses adaptasi fisiologis penghuni. Walaupun masih ada beberapa ketercapaian performansi yang rendah, namun ketercapaian performansi teknis rata-rata untuk setiap Blok bangunan rumah susun dapat dikatakan sedang (Dakota = 57,11; Apron = 58,7; Boing dan Conver = 60,29). Tampak bangunan rumah susun di Blok Boing Prasarana jalan lingkungan di Blok Apron Gambar 5.1 Ketercapaian performansi teknis Persepsi Penghuni Terhadap Performansi Teknis Permukiman Rumah Susun Persepsi penghuni terhadap performansi teknis rumah susun mencakup persepsi penghuni terhadap sirkulasi, keamanan, kesehatan

4 126 Bambang Deliyanto gedung, kenyamanan, evakuasi dan pengelolaan (maintenance). Mayoritas responden menyatakan sirkulasi sangat baik (66,7%) dan baik (27,6%), keamanan baik (61,9%) dan cukup (22,9%), kesehatan gedung baik (52,4%) dan cukup (35,2%). Kenyamanan, mayoritas responden menyatakan baik (58,1%) dan cukup (28,6%), evakuasi cukup (40%), dan tidak baik (30,5%), sedangkan pengelolaan baik (35,2%), dan cukup (31,4%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran Bab V - Tabel Bila diakumulatif komponen persepsi performansi tersebut mencapai kategori dipersepsikan baik 54%, dipersepsikan sedang 46%, dan tidak terdapat bobot (0%) dengan kategori dipersepsikan buruk (Lampiran Bab V Tabel 5.11). Nilai Mean masing-masing persepsi adalah 4,59 untuk sirkulasi, 3,87 untuk keamanan bangunan, 3,48 untuk kesehatan bangunan, 3,65 untuk kenyamanan bangunan, 2,95 untuk persyaratan evakuasi, dan 3,07 untuk maintenance/perawatan bangunan dan nilai 5 untuk median persyaratan sirkulasi, nilai 4 untuk median keamanan kesehatan dan kenyamanan bangunan, dan yang terendah adalah 3 untuk median performansi evakuasi dan perawatan bangunan (Gambar 5.2). Gambar 5.2. Diagram balok dan boxplot persepsi performansi teknis Nilai mean dan median yang rata-rata tinggi ini dimungkinkan karena dalam perancangan arsitektural bangunan Rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis harus terpenuhi, dan bila persyaratan teknis ini tidak terpenuhi maka tidak akan terbit Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) maupun

5 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 127 Ijin Penggunaan Bangunannya (IPB). Persepsi persyaratan evakuasi menempati peringkat yang terendah (2,95) disebabkan sirkulasi tangga beberapa blok bangunan (Apron dan Dakota) tidak terasa longgar karena adanya tonjolan tembok yang mengganggu sirkulasi pada saat kondisi darurat, begitu juga persepsi terhadap maintenance bangunan rendah dikarenakan penghuni merasa bahwa kondisi bangunan semakin terasa kumuh atau kurang terawat terutama pada utilitas dan tampak bangunan. / Gambar 5.3 Bagian-bagian bangunan yang kurang terawat 5.2. Performansi Fungsional Bangunan Rumah Susun Penilaian performansi fungsional bangunan rumah susun mencakup penilaian performansi fungsional bangunan rumah susun sebagai hunian, efektifitas pemanfaatan ruang yang ada pada seting spasial rumah susun, dan persepsi penghuni terhadap fungsional bangunan hunian sebagai berikut Performansi fungsional bangunan rumah susun sebagai hunian. Performansi fungsional bangunan rumah susun sebagai bangunan hunian dinilai berdasarkan 9 (sembilan) performansi yang diuraikan ke dalam 25 komponen, sembilan performansi fungsional bangunan rumah susun tersebut adalah: a. Sebagai tempat hunian (Shelter) (2 komponen penilaian) b. Sebagai tempat yang aman (security) dari gangguan fisik dan psikologis (3 komponen penilaian) c. Sebagai tempat mengasuh anak (Child-rearing) (3 komponen penilaian)

6 128 Bambang Deliyanto d. Sebagai tempat untuk mengungkapkan identitas/jati diri penghuni (Symbolic identification) (3 komponen penilaian) e. Sebagai tempat terjadinya interaksi sosial (social interaction) (3 komponen penilaian) f. Sebagai tempat yang dapat memberikan kesenangan (leisure) (3 komponen penilaian) g. Sebagai tempat yang memfasilitasi kemudahan aksesibilitas ke tempat-tempat fasilitas sosial ekonomi (accessibility) (4 komponen penilaian) h. Sebagai benda bernilai ekonomi (financial investment) (2 komponen penilaian) i. Sebagai benda bersama yang dapat mengefesienkan biaya-biaya utilitas (public efficiency) (2 komponen penilaian) Agar penilaian bobot performa teknis (49 komponen) dan fungsional (25 komponen) mendekati sama maka penilaian performansi fungsional bangunan diberi skor 2 kali penilaian teknis. Seperti penilaian performansi teknis, performansi fungsional bangunan rumah susun juga dinilai secara cepat (rapid assessment) berdasarkan professional judgments seorang pakar. Dari 25 komponen fungsi bangunan sebagai tempat hunian yang terbagi ke dalam 9 item performansi yang dinilai, empat item telah mencapai nilai 100% untuk masing blok bangunan rumah susun kecuali Dakota (75%). Empat item tersebut adalah fungsi hunian (shelter, aman dari gangguan fisik dan psikologis, lokasi yang dekat dengan aksesibilitas fasilitas sosial ekonomi, dan rumah susun sebagai benda yang bernilai ekonomi yang dapat diperjualbelikan, karena mempunyai status kepemilikan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Empat performansi bangunan lainnya yang berfungsi sebagai tempat hunian dengan nilai ketercapaian di atas 60% adalah fungsi bangunan rumah susun sebagai tempat mengasuh anak (83,33%-100%), sebagai tempat sebagai simbol jati diri penghuni (50%-66,7%), sebagai tempat berinteraksi sosial (83,33%-100%) dan sebagai tempat yang dapat memberikan kesenangan di waktu luang (leisure). Hanya satu item yang ketercapaian performansi fungsi hunian yang kecil (25%) yaitu sebagai

7 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 129 tempat yang sudah memperhatikan kepentingan public efficiency untuk utilitasnya, hal ini disebabkan desain bangunan rumah susun ini belum dikembangkan sebagai bangunan yang ramah lingkungan atau green building, sehingga secara tidak langsung belum dapat mengedukasi penghuninya agar efisien terhadap sumber daya rumah susun dan enerji. Berdasarkan Gambar 5.16, kondisi performansi fungsional bangunan tersebut dipersepsikan oleh penghuni cukup baik (3,84) untuk aktifitas harian seperti kegiatan sehari-hari dan mengasuh anak karena bangunan telah berfungsi sebagai shelter. Bangunan rumah susun yang berfungsi sebagai tempat interaksi sosial yang mencapai 83,33%-100% dipersepsikan cukup baik oleh penghuni untuk fungsi sosial (3,74) dan kurang untuk fungsi kampung (2,73). Kawasan rumah susun KBBK belum dianggap sebagai kampung halaman karena mereka merasa bahwa adalah pendatang walaupun sudah tinggal puluhan tahun di rumah susun KBBK, mereka merasa bahwa kampung halaman mereka adalah di tempat lain atau tempat kampung halaman orang tua mereka berasal. Bangunan rumah susun berfungsi sebagai simbol jati diri penghuni mencapai performansi 50%-66,7% dan dipersepsikan cukup baik (3,54) oleh penghuni, karena lokasi rumah susun KBBK yang strategis dan dekat dengan fasilitas berskala nasional sehingga cukup membanggakan walaupun rumah susun di KBBK termasuk rumah susun tipe sederhana. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ratarata ketercapaian performansi fungsi hunian bangunan rumah susun perkelompok Blok susun adalah Apron=80.56; Boeing = 84.26; Conver 87.96; dan Dakota Secara rinci ketercapaian performansi fungsional bangunan rumah susun sebagai tempat hunian dapat dilihat pada Gambar 5.4 diagram balok di bawah ini.

8 130 Bambang Deliyanto Selasar T21 yang luas dan berfungsi sebagai teras bersama (Dakota) Selasar T36 yang sempit (apron) yang hanya berfungsi sebagai lalu lintas Gambar 5.4 Ketercapaian performansi fungsional bangunan hunian Efektifitas pemanfaatan ruang. Efektivitas pemanfaatan ruang terbagi menjadi beberapa pembahasan, yaitu kebutuhan ruang yang harus ada di unit rumah susun, tempat berkumpul keluarga di unit rumah susun, tempat main anak, tempat main remaja, dan tempat sosialisasi antar warga. a. Kebutuhan ruang yang harus ada di setiap Unit Rumah Susun Kebutuhan ruang yang harus ada di unit Rumah susun disusun berdasarkan kebutuhan responden yang tinggal di masing-masing tipe unit Rumah susun. Hasilnya responden menyatakan kebutuhan ruang yang harus ada di unit rumah susun terbagi menjadi 14 ruang, yaitu teras, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang serbaguna, ruang tidur utama, ruang tidur anak, dapur, kamar mandi, gudang, kamar pembantu, cuci/jemur, ruang kerja/belajar, dan ruang bermain. Kebutuhan ruang menurut responden terhadap 4 tipe unit rumah susun (T18, T21, T36, dan T42) adalah: untuk T18 dan T42 tidak

9 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 131 membutuhkan teras karena denah T18 sudah tersedia teras bersama seluas 45 m 2, dan T42 dengan keluasan ruang hunian yang cukup tidak lagi membutuhkan teras yang dipergunakan sebagai ruang tamu. Sedangkan untuk T21 dan T36 karena denah tidak tersedia teras bersama maka 56,25% penghuni T21 dan 44,44% penghuni T36 menyatakan butuh teras. Mayoritas penghuni rumah susun baik T18, T21, T36, dan T42 membutuhkan ruang tamu, ruang tidur utama, ruang tidur anak, dapur, kamar mandi dan ruang cuci/ruang jemur. Gudang dan ruang pembantu dalam unit rumah susun tidak terlalu dibutuhkan. Secara rinci ruang-ruang yang dibutuhkan dapat dilihat pada Gambar 5.5 diagram balok kebutuhan ruang yang harus ada di setiap unit rumah susun sebagai berikut: Gambar 5.5 Ruang yang dibutuhkan penghuni rumah susun berdasarkan tipe yang dihuni b. Tempat berkumpul keluarga di Unit Rumah Susun Berdasarkan tempat berkumpul keluarga di unit rumah susun, terdapat 5 jenis tempat kumpul, yaitu: teras, ruang tamu, ruang keluarga/ruang makan, ruang tidur, dan selasar, di mana sample juga diambil pada 4 tipe unit rumah susun. Untuk responden yang tinggal di tipe unit T18, mayoritas berkumpul di ruang keluarga/ruang makan (50%). Sedangkan untuk responden yang tinggal di tipe unit T21, mayoritas

10 132 Bambang Deliyanto berkumpul di ruang tamu (61,11%). Responden yang tinggal di tipe unit T36, mayoritas juga berkumpul di ruang tamu (90,48%). Responden yang tinggal di tipe unit T42, 100% berkumpul di ruang tamu. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.6 diagram di bawah ini. Gambar 5.6 Tempat-tempat dan suasana tempat berkumpul keluarga c. Tempat Bermain Anak Persepsi responden terhadap komponen sosial penghunian dapat dilihat melalui tempat main anak. Tempat yang dapat dijadikan sebagai tempat bermain anak antara lain: di dalam unit rumah susun, selasar depan rumah, halaman, dan taman/arena main, yang juga dilihat dari keempat tipe unit rumah susun. Anak dari responden yang tinggal di tipe unit T18, mayoritas bermain di selasar depan rumah (62,5%). Sedangkan anak responden yang tinggal di tipe unit T21 mayoritas bermain di halaman (30,56%). Untuk anak responden yang tinggal di tipe unit T36 mayoritas bermain di halaman (52,39%). Anak responden yang tinggal di tipe unit T42, 100% bermain di dalam unit rumah susun (Gambar 5.7). Achir (1993) menyatakan setiap anak perlu ruang gerak yang luas untuk mengembangkan fisiknya, bahkan mengembangkan potensi intelektual dan kreativitasnya. Beberapa penelitian menemukan bahwa kemampuan spasial anak dipengaruhi oleh kesempatan mengeksplorasi lingkungan fisik (biofisik) dan sosialnya (non fisik) yang biasanya kurang tersedia di lingkungan kawasan rumah susun, orang tua anak yang tinggal di rumah susun sederhana (rumah susun Klender) masih ada yang mengeluhkan (25%) mempunyai masalah untuk tempat anak bermain

11 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 133 (Deliyanto, 2000), tetapi fasilitas bermain di rumah susun KBBK relativ lebih banyak tersedia dibandingkan dengan rumah susun lainnya. Gambar 5.7 Tempat-tempat dan suasana tempat bermain anak d. Tempat Main Remaja Tempat main remaja terdapat di 4 lokasi, yaitu di dalam unit rumah susun, selasar depan rumah, halaman, dan taman atau arena main yang tersedia di setiap blok rumah susun. Anak remaja dari responden yang tinggal di tipe unit T18, tipe unit T21, dan tipe unit T36, ketiganya mayoritas bermain di taman atau arena main dan lapangan olah raga (56,25%; 52,78%; dan 47,62%). Anak remaja dari responden yang tinggal di tipe unit T42 100% bermain di halaman.(gambar 5.8) Rumah susun biasanya dilengkapi berbagai fasilitas rekreasi baik untuk anak-anak atau orang dewasa, namun tetap ditemukan kecenderungan terjadinya gejala kurangnya kesempatan anak dan remaja untuk bergerak dan bermain di lingkungan rumah susun (Achir, 1993). Hal ini tidak terjadi di lingkungan rumah susun KBBK dikarenakan banyaknya ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang main remaja di lingkungan rumah susun maupun di sekitar kawasan rumah susun KBBK, dan remaja tidak lagi dalam pengawasan orang tua dalam bermain sehingga bisa lebih jauh bermain.

12 134 Bambang Deliyanto Gambar 5.8 Tempat remaja bermain dan panggung hiburan sebagai salah satu tempat berkumpul remaja dalam berekspresi. e. Tempat Sosialisasi Antar Warga Setiap blok bangunan rumah susun mempunyai karakteristik masingmasing dalam memilih tempat dalam bersosialisasi dengan warga lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa seting spasial rumah susun mempunyai pengaruh terhadap cara seseorang memilih tempat bersosialisasi. Kelompok rumah susun Dakota yang mayoritas tipe unit rumah susunnya T18 diseting (ditata) setiap lantainya mempunyai 8 unit rumah susun seluas 18 m2, setiap 2 unit dapat menggunakan 1 kamar mandi dan 8 unit rumah susun memfaatkan 1 dapur bersama dan selasar bersama yang cukup luas (+/- 43 m2). Hasil penyebaran kuesioner, diketahui bahwa responden yang tinggal di T18 (Gambar 5.9) mayoritas memilih tempat untuk bersosialisasi adalah di selasar unit rumah susun (28,18%) dan dapur bersama (22,10%). Tipe T21, setiap lantai mempunyai 4 unit rumah susun T21 ini terdiri dari 4 buah ruang serbaguna berukuran 4,75 m x 3m, area dapur 1,75 m x 1,5 m dilayani oleh 1 tangga lurus (berbentuk I) dengan selasar mengelilingi tangga sepanjang 6 meter dan lebar ± 1 meter. Mayoritas penghuni rumah susun T21 bersosialisasi di musholla dan warung/kios sayur (23,08%), karena selasar tempat lalu lintas terlalu sempit bila ditambah kegiatan lain.

13 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 135 Gambar 5.9 Selasar/Teras Bersama yang luas dan dapur bersama unit rumah susun T18 sebagai tempat bersosialisasinya antar warga penghuni Tipe T36 dengan seting 4 unit rumah susun setiap lantai yang setiap unitnya terdiri dari sebuah ruang keluarga berukuran 3 m x 3 m + 1 m x 0,5 m, dua buah kamar tidur (3 m x 3 m), area dapur 1,75 m x 1 m, dan 1 tangga bersama berukuran 1 m x 5 m, serta selasar +/- 12 m2. Mayoritas penghuni T36 bersosialisasi di warung/kios sayur (27,17%) dan walaupun agak sempit masih ada bersosialisasi di selasar unit rumah susun (26,09%). Tipe 42 dengan seting 4 unit rumah susun T42 setiap lantainya Satu unit hunian tipe T42 ini terdiri dari sebuah ruang keluarga berukuran 4,6 m x 3,1 m, dua buah kamar tidur (keduanya berukuran 3,1 m x 3,1 m), sebuah area dapur 2,2 m x 3,1 m, kamar mandi 1,8 m x 1,55 m, di layani 1 tangga dengan selasar seluas 17 m2. Mayoritas bersosialisasi di warung/kios sayur 39%, halaman/jalan, taman, musholla, ruang serbaguna/kantor RW, dan selasar 29 % seperti Gambar Gambar 5.10 Warung yang terletak di lantai dasar dan halaman di sekitar Unit Rumah susun T21, T36, dan T42 sebagai tempat bersosialisasinya antar warga penghuni

14 136 Bambang Deliyanto Gambaran keseluruhan 7 (tujuh) tempat-tempat warga bersosialisasi, yaitu: saling kunjung, selasar unit rumah susun, halaman/jalan, taman, dapur bersama, musholla, ruang serbaguna/kantor RW, dan warung/kios sayur. dapat dilihat pada Gambar 5.11 dan diagram balok di bawah ini. Gambar 5.11 Tempat sosialisasi warga dan suasana halaman sebagai tempat sosialisasi antar warga Persepsi Penghuni Terhadap Fungsi Hunian Rumah Susun Persepsi penghuni terhadap fungsi hunian rumah susun mencakup aktivitas keseharian, fungsi sosial, fungsi privasi, fungsi kampung halaman, dan aktivitas untuk aktualisasi diri. Mayoritas responden menyatakan aktivitas keseharian baik (56,2%) dan cukup (28,6%); fungsi sosial baik (56,2%) dan cukup (30,5%), fungsi privasi baik (36,2%) dan cukup (28,6%); fungsi kampung halaman tidak baik (39%) dan cukup (25,7%); dan aktivitas untuk aktualisasi diri cukup (42,9%) dan baik (39%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran Bab V- Tabel Kelima komponen persepsi fungsi hunian tersebut bila diakumulasikan mencapai kategori baik 37%, sedang 63%, dan tidak terdapat akumulasi dalam kategori buruk (Lampiran Bab V Tabel 5.13). Nilai Mean untuk skala sampai dengan 5 persepsi fungsi aktivitas keseharian mencapai 3,84, persepsi Rumah Susun berfungsi sosial 3,74, Mean persepsi unit rumah susun yang berfungsi sebagai tempat untuk menyendiri/istirahat 3,45, Mean persepsi lingkungan Rumah Susun yang berfungsi sebagai kampung halaman 2,73, dan persepsi lingkungan rumah

15 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 137 susun sebagai pencerminan aktualisasi diri sebesar 3,54, seperti yang digambarkan pada Gambar 5.12 diagram balok dan boxplot berikut. Gambar 5.12 Diagram balok dan boxplot persepsi fungsi hunian Berdasarkan diagram balok dan boxplot tersebut di atas, ternyata rumah susun di Kemayoran dapat memenuhi seluruh fungsi hunian kecuali fungsi sebagai kampung halaman (mempunyai nilai terendah 2,73), hal ini disebabkan menurut persepsi mereka kampung halaman adalah suatu kawasan yang masih landed houses, walaupun mayoritas warga sudah menghuni hampir 20 tahun namun lingkungan rumah susun belum mereka anggap sebagai kampung halaman. Sedangkan persepsi yang mengatakan bahwa tinggal di rumah susun sederhana adalah kumuh dan tidak bisa mencerminkan aktualisasi diri, ternyata tidak terjadi (nilai Mean 3,54) di rumah susun sederhana Kota Baru Bandar Kemayoran. Hal ini disebabkan karena begitu strategisnya lokasi KBBK yang mempunyai fungsi utama dalam RTRW sebagai pusat informasi perdagangan skala internasional (mudah dicapai dari pelabuhan Tanjung Priuk dan Bandara Soekarno-Hatta), sehingga dapat memberikan gengsi tersendiri bagi yang tinggal di kawasan KBBK. Dari 6 komponen persepsi penghunian tersebut di atas, didapat gambaran tentang persepsi penghunian secara keseluruhan dengan nilai 2,69 untuk persepsi tingkat kesejahteraan; 3,73 untuk persepsi kehidupan sosial; 3,33 untuk persepsi kondisi lingkungan (ekosistem); 4,06 untuk

16 138 Bambang Deliyanto persepsi lingkungan seting spasial; 3,60 untuk persepsi performansi teknis rumah susun; dan 3,51 persepsi terhadap seting spasial rumah susun sebagai fungsi hunian dengan distribusi jawaban mendekati normal. Seperti yang disajikan pada diagram balok dan boxplot berikut ini. Gambar 5.13 Diagram balok dan boxplot persepsi penghunian 5.3. Perilaku Penghunian Evaluasi perilaku penghunian sulit diprediksi, maka pengamatan perilaku diamati melalui pernyataan persepsi penghuni terhadap kondisi penghunian di rumah susun, yaitu terdiri dari persepsi tentang kesejahteraan, persepsi sosial, dan persepsi spasial. Persepsi-persepsi tersebut digunakan untuk mengetahui gejala perilaku yang terkait dengan perilaku dalam mencapai kesejahteraan, perilaku hubungan sosial, dan gejala perilaku lingkungan. Untuk mendapatkan hasil yang valid dan reliabel, kuesioner persepsi terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas (Lampiran Bab V Tabel 1). Hasil uji validitas kuesioner dinyatakan valid dan reliabel dengan Alpha Cronbach s 0,780 di atas r kritis 0,7. Hasil rinci persepsi diuraikan berikut ini Perilaku Kesejahteraan Penghunian Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas (92,4%) responden mempunyai persepsi di atas cukup baik, baik dan sangat baik untuk tingkat

17 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 139 kesejahteraan, tetapi mayoritas (44,8%) untuk perilaku meningkatkan penghasilan dinyatakan tidak baik karena mereka merasakan tidak adanya peningkatan penghasilan selama tinggal di rumah susun. Begitu juga untuk kesempatan menambah penghasilan mayoritas (41%) responden menyatakan tidak ada kesempatan untuk menambah penghasilan selama tinggal di rumah susun di luar pendapatan rutin bulanan (Lampiran Bab V Tabel 2). Bobot-bobot yang tertuang pada Lampiran V-Tabel 2 tersebut didapat persepsi tentang kesejahteraan penghunian, yaitu 24% kategori mempunyai persepsi baik, 39% kategori mempunyai persepsi sedang dan 37% kategori mempunyai persepsi buruk terhadap kesejahteraan penghunian (Lampiran Bab V Tabel 3). Lampiran V-Tabel 2 tersebut mempunyai nilai mean dan median yang mendekati sama, yaitu 3,75 untuk tingkat kesejahteraan, 2,09 untuk adanya penambahan pendapatan dan 2,24 untuk adanya kesempatan menambah penghasilan tanpa adanya pencilan (jawaban outlier) baik pada persepsi tingkat kesejahteraan maupun persepsi kesempatan menambah penghasilan (Gambar 5.14). Gambar 5.10 menunjukkan bahwa, walaupun perilaku penghuni terhadap kesempatan menambah penghasilan rendah, tetapi masih ada 39% responden mendapat penambahan pendapatan melalui adanya kesempatan aktivitas yang menghasilkan (43,7%). Gambar 5.14 Diagram balok dan boxplot persepsi kesejahteraan

18 140 Bambang Deliyanto Perilaku Sosial Penghunian Persepsi penghuni terhadap sosial penghunian yang diamati untuk mengetahui perilaku sosial penghunian adalah persepsi penghuni terhadap kebetahan, kekerabatan, partisipasi masyarakat dan toleransi penghunian. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan betah (49,5%) dan sangat betah (36,2%), dengan mayoritas kekerabatan baik (60%), partisipasi masyarakat cukup baik 38,1% dan baik 28,6%, serta toleransi secara sosial yang baik (62,9%) (Lampiran Bab V Tabel 4). Nilai Mean untuk masing-masing komponen persepsi sosial penghunian adalah 4,16 untuk kebetahan, 3,83 untuk kekerabatan, 3,24 untuk partisipasi masyarakat, dan 3,82 untuk toleransi kehidupan sosial. Pada boxplot terlihat bahwa 3 responden (responden 63, 74, 76) mempunyai tingkat kebetahan yang rendah karena masa tinggal yang belum lama (1 tahun) sehingga ada kemungkinan penghuni belum berhasil dalam beradaptasi terhadap lingkungannya. Gambar boxplot juga menunjukkan ada 4 pencilan (responden 94, 96, 103 dan 104) mempunyai tingkat partisipasi yang rendah dikarenakan kebetahan penghuni yang rendah berpengaruh pada tingkat partisipasinya (Gambar 5.15). Jika nilai ketiga persepsi penghuni terhadap kehidupan sosial penghuni rumah susun tersebut diakumulatifkan maka dapat dikategorikan bahwa persepsi penghuni terhadap kehidupan sosial 44% adalah baik, sedang 51%, dan buruk 5% (Lampiran Bab V Tabel 5). Gambar 5.15 Diagram balok dan boxplot persepsi sosial

19 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy Perilaku Terhadap Kondisi Lingkungan Perilaku penghuni terhadap lingkungan digambarkan melalui persepsi penghuni terhadap kondisi lingkungan, mencakup estetika lingkungan dan pengelolaan lingkungan. Mayoritas responden menyatakan estetika lingkungan baik (43,8%) dan cukup (40,0%), dengan mayoritas pengelolaan lingkungan baik (51,4%) dan cukup (35,2%) (Lampiran Bab V- Tabel 6). Secara akumulatif atau agregat bobot-bobot tersebut mencapai kategori baik 35%, sedang 50%, dan buruk 14% (Lampiran Bab V Tabel 7). Estetika lingkungan mempunyai nilai Mean sebesar 3,27 dan 3,40 untuk pengelolaan lingkungan. Pencapaian nilai Mean 3,40 untuk persepsi pengelolaan lingkungan dari skala 5 dapat dikategorikan baik, hal ini dimungkinkan karena adanya suatu lembaga yang mengelola Rumah Susun yang disebut dengan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Kemayoran (PPRSK) di setiap kelompok Blok Rumah Susun (Apron, Boing, Conver, dan Dakota). Walaupun belum maksimal kinerja PPRSK namun hasilnya masih dipersepsikan tertata dengan rapi dengan nilai estetika lingkungan 3,27. Pada boxplot terlihat bahwa median tidak berada di tengah, distribusi jawaban miring ke bawah untuk persepsi estetika lingkungan, dan miring ke atas untuk persepsi pengelolaan lingkungan. Gambar 5.16 Diagram balok dan boxplot persepsi kondisi lingkungan Terdapat 1 pencilan untuk masing-masing persepsi yaitu responden 95 untuk estetika lingkungan dan responden 78 untuk pengelolaan

20 142 Bambang Deliyanto lingkungan yang mempersepsikan rendah untuk kondisi lingkungan, setelah diamati karakteristik kedua responden tersebut ternyata responden 95 sudah tinggal selama 17 tahun sehingga dapat membedakan kondisi awal estetika lingkungan memang cenderung turun, sedangkan responden 78 baru tinggal selama 1 tahun dan belum banyak terlibat dalam pengelolaan lingkungan, sehingga menganggap bahwa pengelolaan lingkungan masih buruk (Gambar 5.16) Perilaku Penghuni Terhadap Seting Spasial Permukiman Rumah susun Perilaku penghuni terhadap seting spasial permukiman dapat diamati melalui persepsi penghuni terhadap seting spasial permukiman rumah susun yang mencakup privasi, teritori, kesesakan dalam rumah, kesesakan luar rumah), peta kognitif (cognitive map), dan kelengkapan fasilitas. Mayoritas responden menyatakan privasi baik (50,5%) dan cukup (28,6%), mayoritas responden menyatakan teritori baik (57,1%) dan cukup (21%). Sedangkan untuk kese didalam rumah, mayoritas responden menyatakan sangat baik (63,8%) dan cukup (19%) dan kesesakan di luar rumah, mayoritas responden menyatakan tidak sesak atau sangat baik (88,6%). Peta kognitif, mayoritas responden menyatakan mengenal lingkungannya dengan sangat baik (60%) dan baik (27,6%). Kelengkapan fasilitas, mayoritas responden menyatakan baik (44,8%) dan cukup (28,6%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lamp. Bab V Tabel 8. Gambar 5.17 Diagram balok dan boxplot persepsi spasial lingkungan hunian

21 Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 143 Secara akumulatif keenam nilai persepsi spasial tersebut mencapai kategori baik 79%, sedang 21% dan tidak ada yang mempunyai persepsi yang buruk terhadap seting spasial rumah susun (Lamp Bab V Tabel 5.9), dengan nilai Mean masing-masing adalah 3,54 (privasi), 3,94 (teritori), 4,21 kesesakan di dalam rumah, 4,8 kesesakan di luar rumah, 4,43 (cognitive map), dan 3,40 (kelengkapan fasilitas). Nilai mean 3,54 dari skala 5 pada diagram balok dan median pada boxplot untuk privasi menunjukkan bahwa walaupun mereka tinggal di unit rumah susun yang relatif sempit dengan kepadatan penghuni 4,05 m 2 /jiwa untuk T18, 5,74 m 2 /jiwa untuk T21, 8,8 m 2 /jiwa untuk T36, dan 10,5 m 2 /jiwa untuk T42, privasi mereka relatif tidak terganggu dan mampu beradaptasi dengan unit rumah susunnya, hal ini juga dapat dilihat bahwa mereka tidak merasa sesak berada di dalam unit rumah susun (mean kesesakan = 4,21 dan median kesesakan hampir mencapai 5). Apalagi bila mereka berada di halaman, mereka sangat tidak merasakan sesak dengan adanya bangunan blok-blok rumah susun (mean kesesakan di halaman = 4,8 dan median kesesakan di halaman juga mendekati 5). Hal ini dimungkinkan karena mereka sebelum tinggal di rumah susun sudah terbiasa tinggal di permukiman padat penduduk dan luas rumah yang sempit, atau seperti yang dikemukakan Subroto (1988) yang menyatakan adaptasi penghuni rumah susun Tanah Abang terhadap rasa sesak dengan cara menggunakan seluruh waktu senggang di luar rumah, membiarkan pintu terbuka, meletakkan kursi di bawah-bawah tangga, membiarkan anak bermain di halaman. Nilai mean dan median 4,21 dari skala 5 untuk teritori menunjukkan bahwa batas lingkungan teritorial seting spasial rumah susun secara psikologis sangat terasa karena jarak antar unit rumah susun yang dekat, dan ada bagian yang dimiliki bersama sehingga ada rasa memiliki dan aman tinggal di rumah susun, sedangkan bagi pengunjung rumah susun juga merasakan bahwa mereka berada di wilayah teritori orang lain. Penguasaan teritori yang tinggi oleh penghuni didukung oleh pengenalan yang kuat setiap sudut lingkungan kawasan rumah susun yang ditunjukkan oleh nilai mean dan median untuk cognitive map yang tinggi juga (4,43 dan hampir 5), walaupun pada teritori terdapat 9 pencilan yang terdiri dari 4 responden sangat merasakan teritorialitas kawasan dan 5 responden yang

22 144 Bambang Deliyanto kurang merasakan teritorialitas kawasan. Rasa teritorial yang tinggi menunjukkan bahwa seting spasial rumah susun yang terdiri blok-blok bangunan, halaman parkir, area main dan prasarana lain rumah susun membentuk wilayah penguasaan penghuni atas lingkungan rumah susun, misalnya penghuni merasa aman meletakkan mobil di area parkir rumah susun karena dianggap wilayah rumah sendiri, begitu juga penghuni dapat tenang meninggalkan anak main di area main rumah susun karena merasa aman dari gangguan dari luar dengan adanya kepemilikan bersama, sehingga ada rasa saling melindungi dan mengawasi kepemilikan bersama. Penjelasan ini didukung oleh pernyataan Holahan (1984) dalam Sarwono (1992) yang mengemukakan bahwa teritorialitas adalah suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan dan hak seseorang atau sekelompok orang atas sebuah tempat atau lokasi geografis, yang mencakup pola tingkah laku personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari luar. Sarwono juga mengemukakan pendapat Altman (1984) bahwa teritori ini terbagi ke dalam 3 teritori, pertama adalah teritori primer yang bersifat sangat pribadi dan hanya orang tertentu yang boleh masuk (unit rumah susun); kedua adalah teritori sekunder, yaitu tempat-tempat milik bersama seperti selasar, tangga dan benda bersama lainnya; ketiga adalah teritori publik seperti halaman parkir, tempat bermain, dan lainnya.

BAB VI ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN

BAB VI ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 145 BAB VI ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN Uraian bab-bab terdahulu, menyebutkan bahwa indikator ESB penghunian rumah susun, adalah: (1)

Lebih terperinci

BAB IX DESAIN KEBIJAKAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN

BAB IX DESAIN KEBIJAKAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Eco-spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 203 BAB IX DESAIN KEBIJAKAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN 9.1. Penyusunan Skenario Analisis kebijakan dilakukan melalui kajian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 69 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Pemilihan Lokasi Penelitian dilakukan di KBBK yang terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 101 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kota Baru Bandar Kemayoran 4.1.1. Pembangunan Kota Baru Bandar Kemayoran Dengan dipindahkannya

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Lampiran Bab V

LAMPIRAN. Lampiran 1 Lampiran Bab V ESB Bambang Deliyanto 247 5.1. Validitas Kuesioner Persepsi LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran Bab V SepSjhtera SepSosial SepEkosis SepSpatial SepPerformTek nis SepFungsiHuni an TotalSepsiHuni an Sep- Sjhtera

Lebih terperinci

BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB

BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 161 BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB Anteseden adalah suatu kondisi yang mendahului seseorang berperilaku, termasuk perilaku spasial yang ekologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN BAB 5 HASIL PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan yang baru menjadi satu dengan pemukiman sekitarnya yang masih berupa kampung. Rumah susun baru dirancang agar menyatu dengan pola pemukiman sekitarnya

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis 185 BAB VI HASIL PERANCANGAN Bab enam ini akan menjelaskan tentang desain akhir perancangan apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis tapak dan objek. 6.1 Tata Massa

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian diketahui telah terjadi suatu pola perubahan pada unit hunian rumah susun sewa Sombo. Perubahan terjadi terutama pada penataan ruang hunian yang

Lebih terperinci

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE 4.1. Konsep Dasar Rumah susun sederhana sewa di Kalurahan Pandean Lamper ini direncanakan untuk masyarakat berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian tentang perilaku warga di rumah tinggal di kawasan pantai Purus kota Padang, maka telah di dapatkan jawaban tentang bagaimana orang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pasar Oeba selain sebagai layanan jasa komersial juga sebagai kawasan permukiman penduduk. Kondisi pasar masih menghadapi beberapa permasalahan antara lain : sampah

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Hasil perancangan Sekolah Dasar Islam Khusus Anak Cacat Fisik di Malang memiliki dasar konsep dari beberapa penggambaran atau abstraksi yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP PERANCANGAN

BAB 4 KONSEP PERANCANGAN BAB 4 KONSEP PERANCANGAN 4.1. Konsep Makro Perancangan pasar tradisional bantul menerapkan pendekatan analogi shopping mall. Yang dimaksud dengan pendekatan analogi shopping mall disini adalah dengan mengambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu rencana realistis, praktis dan pragmatis yang telah

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru. BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Beberapa hal yang menjadi dasar perencanaan dan perancangan Asrama Mahasiwa Bina Nusantara: a. Mahasiswa yang berasal dari

Lebih terperinci

JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG

JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG LATAR BELAKANG PENDAHULUAN : a) Hunian merupakan kebutuhan dasar manusia, dan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan sempitnya lahan untuk kegiatan pembangunan dan pertanian merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang.

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang. BAB V KONSEP V. 1. KONSEP DASAR PERENCANAAN Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di awal, maka konsep dasar perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Menciptakan sebuah ruang

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xv BAB 1 PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB V Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur

BAB V Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur BAB V Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur 5.1. Program Dasar Kebutuhan Ruang Program dasar kebutuhan ruang pada rumah susun sederhana milik di RW 01 Johar Baru dapat diuraikan sebagai

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PENGHUNI RUSUNAWA TERHADAP FISIK DAN LINGKUNGAN RUSUNAWA DI SURAKARTA

TINGKAT KEPUASAN PENGHUNI RUSUNAWA TERHADAP FISIK DAN LINGKUNGAN RUSUNAWA DI SURAKARTA TINGKAT KEPUASAN PENGHUNI RUSUNAWA TERHADAP FISIK DAN LINGKUNGAN RUSUNAWA DI SURAKARTA Masturina Kusuma Hidayati Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada (UGM) E-mail : rimamastur6@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Persentase penduduk lansia di dunia, Asia dan Indonesia tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Persentase penduduk lansia di dunia, Asia dan Indonesia tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang proyek Indonesia termasuk negara dengan proses penuaan penduduk cepat di Asia Tenggara. Upaya pembangunan dalam mengurangi angka kematian berdampak pada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG S K RI P S I Untuk Memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Dasar Rusunawa Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya

Lebih terperinci

Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo

Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo Damianus Andrian 1 dan Chairil Budiarto 2 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang termasuk dalam 14 kota terbesar di dunia. Berdasarkan data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERMUKIMAN TUMBUH DIATAS LAHAN BENCANA LUMPUR LAPINDO

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERMUKIMAN TUMBUH DIATAS LAHAN BENCANA LUMPUR LAPINDO BAB IV ANALISIS PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERMUKIMAN TUMBUH DIATAS LAHAN BENCANA LUMPUR LAPINDO Analisis konsep perencanaan merupakan proses dalam menentukan apa saja yang akan dirumuskan sebagai konsep

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERANCANGAN BAB V. KONSEP PERANCANGAN A. KONSEP MAKRO 1. Youth Community Center as a Place for Socialization and Self-Improvement Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota pendidikan tentunya tercermin dari banyaknya

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu kota industri terbesar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO REDESAIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN KELAS B TUGAS AKHIR INTAN PRAMESTI ROCHANA 21020112130037 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN ARSITEKTUR SEMARANG JULI 2017 TUGAS AKHIR 138 LANDASAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. seperti pencapaian lokasi hingga lingkungan yang memadai.

BAB IV ANALISA. seperti pencapaian lokasi hingga lingkungan yang memadai. BAB IV ANALISA IV.1. ANALISA ASPEK LINGKUNGAN IV.1.1. Analisis Pemilihan Tapak Penentuan tapak dilakukan melalui perbandingan 2 tapak yang dipilih sebagai alternatif dalam memperoleh tapak dengan kriteria-kriteria

Lebih terperinci

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar.  Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir BAB IV : KONSEP 4.1 Konsep Dasar Table 5. Konsep Dasar Perancangan Permasalahan & Kebutuhan Konsep Selama ini banyak bangunan atau gedung kantor pemerintah dibangun dengan hanya mempertimbangkan fungsi

Lebih terperinci

1 JURNAL VISUAL. Vol.12. No.1 (2016)

1 JURNAL VISUAL. Vol.12. No.1 (2016) Studi Spatial Behavior Ruang Hunian Rumah Susun Studi Kasus Rumah Susun Sederhana Milik Tipe 36 di Jakarta Noeratri Andanwerti 1, Bambang Deliyanto 2 Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Tarumanagara

Lebih terperinci

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah Di Sidoarjo dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin menurun.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki BAB V KONSEP 5.1 Konsep Perancangan Tapak 5.1.1 Pencapaian Pejalan Kaki Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki Sisi timur dan selatan tapak terdapat jalan utama dan sekunder, untuk memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI 62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur yang didasarkan dengan perilaku manusia merupakan salah satu bentuk arsitektur yang menggabungkan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri dari dua kata yaitu,- Geo yang berarti

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan 5.1.1 Program Ruang Topik dari proyek ini adalah perilaku atlet, dengan tema penerapan pola perilaku istirahat atlet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Atlet dituntut untuk selalu memiliki kondisi tubuh yang prima, terutama pada musim pertandingan untuk mencapai hasil yang optimal. Seperti yang dikemukakan oleh Sajoto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

DENAH LT. 2 DENAH TOP FLOOR DENAH LT. 1

DENAH LT. 2 DENAH TOP FLOOR DENAH LT. 1 0.15 8.60 2.88 Pada area lantai,1 ruang parkir di perluas dari yang sebelumnya karena faktor jumlah kendaraan pada asrama yang cukup banyak. Terdapat selasar yang difungsikan sebagai ruang tangga umum

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pernataan Orisinalitas... ii Halaman Pengesahan... iii Halaman PersetujuanPublikasi... iv Abstrak... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... x Daftar

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Pada penelitian ini materi yang diteliti adalah kendaraan roda 4 yang menggunakan fasilitas parkir Solo Grand Mall baik itu di dalam gedung

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PERILAKU AGRESI SISWA KELAS X TEKNIK OTOMOTIF DI SMK TAMAN SISWA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PERILAKU AGRESI SISWA KELAS X TEKNIK OTOMOTIF DI SMK TAMAN SISWA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PERILAKU AGRESI SISWA KELAS X TEKNIK OTOMOTIF DI SMK TAMAN SISWA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 Proses pendidikan manusia tidak selamanya akan berjalan lancar,

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. Tujuan dari perancangan Pusat Gerontologi di Jawa Barat merupakan

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. Tujuan dari perancangan Pusat Gerontologi di Jawa Barat merupakan BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1. TUJUAN PERANCANGAN Tujuan dari perancangan Pusat Gerontologi di Jawa Barat merupakan sebuah fasilitas kesehatan berupa hunian bagi kaum lansia agar dapat terlihat lebih nyaman

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DESAIN Konsep desain interior Berdasarkan masalah yang ada, maka perancang menetapkan konsep desain yaitu konsep fungsional efisien.

BAB V KONSEP DESAIN Konsep desain interior Berdasarkan masalah yang ada, maka perancang menetapkan konsep desain yaitu konsep fungsional efisien. BAB V KONSEP DESAIN Konsep desain interior Berdasarkan masalah yang ada, maka perancang menetapkan konsep desain yaitu konsep fungsional efisien. KONSEP RUANG o Organisasi ruang Organisasi ruang yang digunakan

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERANCANGAN 6.1. Konsep Multifungsionalitas Arsitektur Kesadaran bahwa perancangan youth center ini mempunyai fungsi yang lebih luas daripada sekedar wadah aktivitas pemuda, maka dipilihlah

Lebih terperinci

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya)

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) Widiastuti Hapsari dan Ria Asih Aryani Soemitro Bidang Keahlian Manajemen

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA

ANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA ANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA Muhammad Rahman Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Email: rahman2911@yahoo.com Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS BAB 4 ANALISIS 4.1. Analisis Kondisi Fisik Tapak 4.1.1. Tinjauan Umum Kawasan Kawasan Kelurahan Lebak Siliwangi merupakan daerah yang diapit oleh dua buah jalan yaitu Jalan Cihampelas (di sebelah barat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN BUATAN PADA PERILAKU MANUSIA

PENGARUH LINGKUNGAN BUATAN PADA PERILAKU MANUSIA PENGARUH LINGKUNGAN BUATAN PADA PERILAKU MANUSIA Pia Sri Widiyati Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain InterStudi Jl. Kapten Tendean No. 2 Kebayoran Baru Jakarta Selatan Abstrak Para ahli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek Judul Proyek : Rumah Susun Bersubsidi Tema : Green Architecture Lokasi : Jl. Tol Lingkar Luar atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) Kel. Cengkareng Timur -

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. kehidupan modern dengan tuntutan kebutuhan yang lebih tinggi. Seiring

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. kehidupan modern dengan tuntutan kebutuhan yang lebih tinggi. Seiring 151 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsep Perancangan Perkembangan jaman yang melaju dengan pesat, membuat sebuah kehidupan modern dengan tuntutan kebutuhan yang lebih tinggi. Seiring dengan itu, sebuah

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

KONSEP OPTIMALISASI BUILDING PERFORMANCE DALAM PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA Lokasi Studi : Rumah Susun Sukaramai, Medan

KONSEP OPTIMALISASI BUILDING PERFORMANCE DALAM PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA Lokasi Studi : Rumah Susun Sukaramai, Medan KONSEP OPTIMALISASI BUILDING PERFORMANCE DALAM PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA Lokasi Studi : Rumah Susun Sukaramai, Medan By : ROBINHOT JEREMIA LUMBANTORUAN 3208201816 LATAR BELAKANG Rumah susun sebagai

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP DASAR Konsep dasar dalam perancangan hotel ini adalah menghadirkan suasana alam ke dalam bangunan sehingga tercipta suasana alami dan nyaman, selain itu juga menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION. PERATURAN BANGUNAN NASIONAL NATIONAL BUILDING REGULATION. UNDANG-UNDANG NO 28 TAHUN 2002 BANGUNAN GEDUNG.. KEPUTUSAN MENTERI PU NO 441/KPTS/1998 PERSYARATAN TEKNIS

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. Pengertian Tema 3.1.1. Green Architecture (Arsitektur Hijau) Banyak orang memiliki pemahaman berbeda-beda tentang Green Architecture, ada yang beranggapan besaran volume bangunan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA GEDUNG PERTUNJUKAN SENI

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA GEDUNG PERTUNJUKAN SENI SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA GEDUNG PERTUNJUKAN SENI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku sering diucapkan,kata-kata yang

BAB I PENDAHULUAN. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku sering diucapkan,kata-kata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki tiga kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, dan papan dimana rumah merupakan salah satu yang termasuk di dalamnya. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku

Lebih terperinci

ADAPTASI SPASIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DABAG SLEMAN YOGYAKARTA

ADAPTASI SPASIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DABAG SLEMAN YOGYAKARTA 647 ADAPTASI SPASIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DABAG SLEMAN YOGYAKARTA SPATIAL ADAPTATION OF RESIDENT IN DABAG SIMPLE FLATS SLEMAN YOGYAKARTA Oleh: Muhamad Arif Afandi, Pendidikan Seni Rupa,

Lebih terperinci

PENDEKATAN ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN BAMBANG DELIYANTO

PENDEKATAN ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN BAMBANG DELIYANTO PENDEKATAN ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN BAMBANG DELIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

APARTEMEN HIJAU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

APARTEMEN HIJAU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN APARTEMEN HIJAU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA TEKNIK

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. perumahan di Kota Sleman dan lahan pertanian masih tetap. penggunaan tanah sebagai pertimbangan utama, juga harus

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. perumahan di Kota Sleman dan lahan pertanian masih tetap. penggunaan tanah sebagai pertimbangan utama, juga harus BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5. 1 Konsep Dasar Perencanaan 5.1.1 Tata Ruang Makro A. Konsep Pola Ruang Rumah susun diharapkan akan menekan pembangunan perumahan di Kota Sleman dan lahan pertanian

Lebih terperinci

Bab V Konsep Perancangan

Bab V Konsep Perancangan Bab V Konsep Perancangan A. Konsep Makro Konsep makro adalah konsep dasar perancangan kawasan secara makro yang di tujukan untuk mendefinisikan wujud sebuah Rest Area, Plasa, dan Halte yang akan dirancang.

Lebih terperinci

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) Perancangan Kota CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) OLEH: CUT NISSA AMALIA 1404104010037 DOSEN KOORDINATOR IRFANDI, ST., MT. 197812232002121003 PEREMAJAAN KOTA Saat ini, Perkembangan

Lebih terperinci

PERMUKIMAN SEHAT, NYAMAN FARID BAKNUR, S.T. Pecha Kucha Cipta Karya #9 Tahun 2014 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

PERMUKIMAN SEHAT, NYAMAN FARID BAKNUR, S.T. Pecha Kucha Cipta Karya #9 Tahun 2014 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM PERMUKIMAN SEHAT, NYAMAN DAN LAYAK HUNI Pecha Kucha Cipta Karya #9 Tahun 2014 FARID BAKNUR, S.T. KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM B A D A N P E N D U K U N G P E N G E M B A N G A N S I S T E M P E N Y E D I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada peningkatan ekonomi. Orientasi ekonomi membuat aspek sosial dan lingkungan seringkali diabaikan sehingga

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WISATAWAN ELITE

BAB III TINJAUAN WISATAWAN ELITE BAB III TINJAUAN WISATAWAN ELITE Dalam bab ini berisi tentang tinjauan wisatawan elite, yaitu berupa: batasan dan pengertian wisatawan elite, tuntutan dan kebutuhan pokok wisatawan elite selama mereka

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Pengertian Rumah Susun

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Pengertian Rumah Susun BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Pengertian Rumah Susun Pengertian atau istilah rumah susun, kondominium merupakan istilah yang dikenal dalam sistem hukum negara Italia. Kondominium terdiri

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. a. Memberikan ruang terbuka hijau yang cukup besar untuk dijadikan area publik.

BAB V KONSEP. a. Memberikan ruang terbuka hijau yang cukup besar untuk dijadikan area publik. BAB V KONSEP 5.1 Konsep Tapak Setelah merangkum hasil dari analisa dan studi tema maka dijadikan acuan untuk mengeluarkan konsep tapak dengan pendekatan ruang publik dengan cara sebagai berikut: a. Memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan, BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu

Lebih terperinci

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 Rizka Firdausi Pertiwi, S.T., M.T. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan Kelompok rumah

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN DAN PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN DAN PERENCANAAN BAB V KONSEP PERANCANGAN DAN PERENCANAAN 6.1 Konsep Umum Perancangan Menjawab permasalahan depresi yang dialami oleh penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta yang terjadi karena berbagai

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Building form Bentuk dasar yang akan digunakan dalam Kostel ini adalah bentuk persegi yang akan dikembangkan lebih lanjut.

Lebih terperinci

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara Tamiya Miftau Saada Kasman Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur,

Lebih terperinci

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 1.1.1.1 Narasi dan Ilustrasi Skematik Hasil Rancangan Hasil yang akan dicapai dalam perancangan affordable housing dan pertanian aeroponik ini adalah memecahkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa bencana kebakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN Burhanuddin Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Tadulako bur_arch07@yahoo.co.id Abstrak Perkembangan kota yang begitu cepat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PROYEK AKHIR SARJANA... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii PENDAHULUAN Data Ukuran Lahan...

DAFTAR ISI. PROYEK AKHIR SARJANA... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii PENDAHULUAN Data Ukuran Lahan... DAFTAR ISI PROYEK AKHIR SARJANA... i KATA PENGANTAR... ii LEMBAR PENGESAHAN....iv ABSTRAK... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xiii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

ASPEK-ASPEK ARSITEKTUR BENTUK DAN RUANG.

ASPEK-ASPEK ARSITEKTUR BENTUK DAN RUANG. ASPEK-ASPEK ARSITEKTUR BENTUK DAN RUANG. 1 ASPEK-ASPEK ARSITEKTUR BENTUK DAN RUANG 2 BENTUK alat untuk menyampaikan ungkapan arsitek kepada masyarakat Dalam Arsitektur Suatu wujud yang mengandung maksud

Lebih terperinci

Gedung Pengungsian Bersama yang Ideal pada Studi Kasus GOR Ganesha Kota Batu

Gedung Pengungsian Bersama yang Ideal pada Studi Kasus GOR Ganesha Kota Batu TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Gedung Pengungsian Bersama yang Ideal pada Studi Kasus GOR Ganesha Kota Batu Agung Murti Nugroho (1), Angga Pradana (2) sasimurti@yahoo.co.id (1) Pusat Studi Lingkungan Hidup, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Kepanjen merupakan ibukota baru bagi Kabupaten Malang. Sebelumnya ibukota Kabupaten Malang berada di Kota Malang ( Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Kepanjen merupakan ibukota baru bagi Kabupaten Malang. Sebelumnya ibukota Kabupaten Malang berada di Kota Malang ( Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Kepanjen merupakan ibukota baru bagi Kabupaten Malang. Sebelumnya ibukota Kabupaten Malang berada di Kota Malang ( Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun

Lebih terperinci