BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan bagi FBO (faith-based organizations) yang menganut nilai-nilai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan bagi FBO (faith-based organizations) yang menganut nilai-nilai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang diketahui Indonesia merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dimana menurut sensus penduduk 2010 lebih dari 87% penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam. 1 Dengan demikian nilai-nilai Islami sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan bagi FBO (faith-based organizations) yang menganut nilai-nilai berbeda untuk tetap melakukan aksi-aksi kemanusiaannya di Indonesia. Salah satu FBO yang tetap melakukan aksi kemanusiaannya walaupun nilainilai yang mereka anut berbeda dengan mayoritas penduduk Indonesia adalah JRS (Jesuit Refugee Service). JRS merupakan FBO dengan nilai-nalai kristiani yang sangat kental. JRS sudah hadir di Indonesia lebih dari 30 tahun yang lalu, pada awalnya JRS masuk ke Indonesia untuk merespon adanya manusia perahu asal Vietnam yang berada di Pulau Galang. Salah satu wilayah kerja JRS di Indonesia berada di wilayah Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang melayani pengungsi di Sewon Refugee Community Housing. Mayoritas penduduk Bantul merupakan pemeluk agama Islam dengan presentasi 95,26%, pemeluk agama Kristen sebesar 1,54%, pemeluk agama Katolik sebesar 2,94%, dan agama lainnya sebesar 1 Badan Pusat Statistik Indonesia, Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut: Indonesia, < diakses pada 14 November Halaman 1

2 0,26%. 2 Saat ini komunitas pengungsi Sewon dihuni 51 pengungsi yang berasal dari wilayah konflik di Timur Tengah seperti Iran, Irak, dan juga wilayah Asia seperti Afganistan dan Sri Lanka yang juga mayoritasnya merupakan pemeluk agama Islam. 3 Kehadiran pengungsi di Sewon tentunya dapat menimbulkan konflik dengan para penduduk disana. Hal ini dapat disebabkan perbedaan budaya antara masyarakat Sewon dengan para pengungsi. 4 Disisi lain dengan masuknya JRS kesana dengan nilai-nilai kristiani yang dianut JRS maka juga dapat memungkinkan terjadinya pergesekan nilai-nilai yang dapat berujung pada konflik. Tetapi pada kenyataannya hingga saat ini Sewon Refugee Community Housing masih menerima pengungsi dan hidup berdampingan dengan masyarakat lokal. Masyarakat Sewon maupun para pengungsi juga sangat menerima kehadiran JRS diantara mereka. Penulis menilai hal ini menarik diteliti karena walaupun terdapat perbedaan nilai-nilai diantara masyarakat Sewon pengungsi, dan JRS tetapi pada kenyataannya JRS masih dapat bekerja di sana dan melakukan bina damai untuk dapat mencegah terjadinya konflik. Salah satu strategi yang dilakukan JRS untuk merespon keberadaan para pengungsi di Sewon adalah dengan melakukan advokasi untuk membantu menjamin pemenuhan hak para pengungsi. 5 Disisi lain untuk dapat menerapkan strategi-strategi kemanusiaannya JRS juga menghadapi tantangan. Dari penjelasan singkat di atas 2 Badan Pusat Statistik Indonesia, Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut: DI Yogyakarta, < diakses pada 5 Maret Lars Stenger, Materi Orientasi Volunteer JRS Sewon, 9 Maret 2015, tidak dipublikasikan. 4 Hasil pertemuan dengan pengungsi di Sewon pada 11 Maret Jesuit Refugee Service, Pengungsi Urban, < diakses pada 5 Maret Halaman 2

3 meskipun terdapat tantangan yang menjadi penghambat, tetapi diplomasi kemanusiaan yang dilakukan JRS di Sewon, Yogyakarta tetap mampu bertahan ditengah-tengah masyarakat Muslim. Oleh karena itu penulisan tesis ini memfokuskan pada strategi dan tantangan JRS dalam melakukan diplomasi humaniter di Sewon, Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan singkat di atas, tesis ini dirancang untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi strategi diplomasi kemanusiaan JRS Indonesia di Sewon, Yogyakarta? 2. Apa tantangan yang muncul dalam mengimplementasikan strategi tersebut? C. Tinjauan Literatur Terdapat beberapa tulisan terdahulu yang secara substansial memiliki relevansi dengan penelitian ini dan dianggap dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang signifikan dalam proses penulisan. Pertama, artikel yang ditulis oleh A. K. M. Hedayetul Huq dengan judul Aspect of Christian NGO Work in a Muslim Society: Challenges and Responds in Bangladesh (2009). Dalam artikel ini penulis memberi penjelasan mengenai kinerja NGO (Non-Governmental Organizations) berbasis agama khususnya Kristen di Bangladesh yang masyarakatnya mayoritas adalah Muslim dalam rentang tahun Halaman 3

4 Menurut Huq sebagian besar penelitian yang ada di Bangladesh hanya berfokus pada bagaimana mengurangi masalah kemiskinan dengan berbagai macam cara. Hanya sedikit yang mempertimbangkan kinerja NGO berdasar asal usul, sifat, dan keyakinan mereka apakah hal tersebut dapat berpengaruh pada negara dan masyarakat yang dibantu. Dan dalam hasil penelitiannya ternyata memang latar belakang keyakinan dari suatu NGO itu memengaruhi kinerja mereka di wilayah yang berbeda keyakinan. Oleh karena itu jika NGO Kristen ingin tetap bekerja di masyarakat Muslim harus dapat membina hubungan dekat dengan komunitaskomunitas Muslim di wilayah kerjanya dengan komunikasi dan juga dialog dalam semangat toleransi. Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan adalah strategi diplomasi humaniter apa yang dilakukan JRS sebagai FBO berbasis nilai-nilai kristiani untuk dapat bekerja di wilayah yang penerima bantuan dan penduduknya mayoritas muslim di Sewon, Yogyakarta. Kedua, artikel yang dipresentasikan pada IHAF (International Humanitarian Action Forum) yang diadakan di UGM pada tanggal 6 November 2014 yang berjudul Tantangan Faith-Based Organization (FBO) International di Indonesia yang Multikultur (Studi Perbandingan Muslim Aid dan Catholic Relief Services) yang ditulis oleh Dr. Suhadi, menjelaskan tantangan apa saja yang dihadapi Muslim Aid dan Catholic Relief Service di dalam melakukan aksi-aksi kemanusiaan di dalam masyarakat yang memiliki berbagai macam budaya. Keadaan yang multukultur ini kemudian menjadi tantangan bagi kinerja FBO di Indonesia. Dr. Suhadi menjelaskan terdapat beberapa tantangan yang dihadapi, yaitu tantangan internal, eksternal, dan Halaman 4

5 dari organisasi lainnya. Tantangan internal misalnya program yang dilakukan ternyata tanpa penilaian awal yang mendalam sehingga program tidak menjadi program yang keberlanjutan. Tantangan yang datang dari organisasi lainnya adalah seringkali organisasi yang satu dan yang lain memiliki program yang sama di tempat yang sama sehingga terjadi program ganda. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan mengambil JRS sebagai studi kasus dan berfokus pada tantangan FBO dengan nilai Kristiani di dalam masyarakat Muslim. Ketiga, artikel yang juga dipresentasikan pada IHAF (International Humanitarian Action Forum) yang diadakan di UGM pada tanggal 6 November 2014 yang berjudul A New Approach to Refugee s Walfare through the Role of Community: Case Study of Refugee s Community Center in Sewon yang ditulis oleh Nurul A. Zayzda, dkk. Dalam artikel ini Nurul, dkk menjelaskan peran aktor di luar negara dalam permasalahan pemenuhan kesejahteraan pengungsi. Dalam artikel ini dijelaskan bahwa pemerintah masih kurang dalam memenuhi kesejahteraan para pengungsi karena biasanya para pengungsi akan dimasukkan kedalam rumah detensi. Komunitas pengungsi di Sewon menjadi studi kasus bahwa terdapat suatu pendekatan baru dalam pemenuhan kesejahteraan pengungsi melalui komunitas. Penelitian ini juga menunjukkan peran aktor non negara, IOM (International Organization for Migration) dan JRS, yang mampu memberi respon yang baik dalam pemenuhan kebutuhan para pengungsi. Sedangkan perbedaan dari penelitian yang akan penulis lakukan adalah penulis akan lebih memfokuskan pada strategi dan tantangan yang Halaman 5

6 dihadapi JRS di komunitas pengungsi di Sewon, Yogyakarta dalam melakukan diplomasi kemanusiaan. D. Kerangka Konseptual 1. Humanitarian diplomacy Diplomasi merupakan hal yang tidak dapat kita pisahkan dari aktivitas dalam hubungan internasional. Diplomasi humaniter pun menjadi salah satu aspek dalam diplomasi yang sedang banyak dilakukan karena isu-isu mengenai kemanusiaan sedang menjadi fokus penelitian. Diplomasi humaniter menjadi penting karena ketika berbicara mengenai isu-isu kemanusiaan pendekatan yang dilakukan pun berbeda ketika melakukan diplomasi tradisional. Larry Minear menulis dalam bukunya bahwa diplomasi tradisional dijalankan dalam kerangka negara berdaulat yang sudah diatur dalam Konvensi Wina 1949 mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sedangkan diplomasi humaniter tidak dibingkai oleh rezim. Diplomasi humaniter ditandai dengan keadaan yang mendesak yang tidak melihat batas negara selayaknya yang dilakukan diplomat pada diplomasi tradisional. Diplomasi humaniter lebih dapat diimprovisasi dan ad hoc, lebih oportunis dan ad hominem. 6ʾ7 6 L. Minear & H. Smith, Humanitarian Diplomacy: Practitioners and Their Crafts, United Nations University Press, New York, 2007, hal: Ad hominem merupakan serangan terhadap lawan melalui argumen yang bertujuan untuk mendiskreditkan argument dan opini lawan. Hal ini dimungkinkan dalam diplomasi humaniter karena sering kali institusi kemanusiaan memiliki kemampuan dan otoritas yang terbatas dalam memberi sanksi ekonomi atau militer terhadap lawannya sehingga ad hominem menjadi salah satu cara mereka berdiplomasi. Halaman 6

7 Menurut International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies diplomasi humaniter adalah, Humanitarian diplomacy is persuading decision makers and opinion leaders to act, at all times, in the interests of vulnerable people, and with full respect for fundamental humanitarian principles. 8 Sedangkan Menurut Hazel Smith diplomasi humaniter adalah, humanitarian officials have functions in common with state diplomats in that they must rely on negotiation, persuasion and dialogue to try to reach agreements with those with whom they may not share values and interest. 9 Dapat dikatakan juga bahwa diplomasi humaniter merupakan proses menciptakan dan memelihara ruang bagi kemanusiaan agar aksi-aksi kemanusiaan dapat dilakukan juga memelihara atau memberi akses kepada mereka yang membutuhkan seperti dalam keadaan konflik, bencana, dan juga situasi politik yang kacau. Dalam menjalankan diplomasi humaniter Minear & Smith memberi penjelasan beberapa aktivitas yang dilakukan yaitu, These activities comprises such efforts as arranging for the presence of international humanitarian organizations and personnels in a given country, negotiating access to civilian populations in need of assistance and protection, monitoring assistance programmes, promoting respect for international law and norms, supporting indigenous individuals and institutions, and 8 International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, Humanitarian Diplomacy Policy, < diakses pada 6 April Minear & Smith, hal: 50. Halaman 7

8 engaging in advocacy in various levels in support of humanitarian objectives. 10 Menurut IFRC aksi diplomasi humaniter termasuk tanggung jawab untuk meyakinkan dan meyakinkan dengan alat dan aksi yang tepat, fokus pada wilayah yang dikuasai dan diketahui, dan melibatkan pihak-pihak lain disaat yang tepat. 11 Untuk dapat mencapai diplomasi kemanusiaan yang efektif maka harus didukung dengan kemampuan berdiplomasi yang baik pula dari para diplomatnya. Kemampuan yang dibutuhkan yaitu, memiliki pemahaman mengenai Hukum Humaniter Internasional, dapat memahami sifat konflik yang berbeda tergantung dari situasi budaya masing-masing wilayah; kemampuan untuk menyediakan pemimpin dalam keberagaman dan dalam tahap kesuksesan ataupun sebaliknya; memiliki kemampuan untuk membuka dan memelihara ruang kemanusiaan; menjadi batrai hubungan antar personal; dan peka terhadap menajemen waktu. 12 Dalam melakukan diplomasi humaniter juga harus memperhatikan strategi apa yang akan dilakukan untuk dapat memastikan bahwa setiap program kemanusiaan yang dijalankan akan bermanfaat bagi target grup yang sudah ditentukan. Salah satu strategi yang bisa digunakan adalah dengan melakukan srategi Do No Harm yang ditulis Marry B. Anderson. Do No Harm sebenarnya merupakan prinsip dalam ilmu kedokteran di mana ketika akan melakukan suatu tindakan kepada pasien akan memperhatikan kepentingan dan juga kebutuhan pasien. Begitu pun 10 Minear & Smith, hal: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, Humanitarian Diplomacy Policy, < diakses pada 6 April Minear & Smith, hal 28. Halaman 8

9 dalam studi bantuan kemanusiaan asas ini digunakan untuk menghindari konflik, karena bantuan kemanusiaan yang diterima suatu kelompok itu dapat mendukung tercapainya perdamaian atau sebaliknya mendorong terjadinya konflik. Untuk dapat melakukan prinsip Do No Harm ini dapat dilakukan dengan 7 langkah sebagai berikut. 13 Step 1: Understanding the Context of Conflict Ketika akan melakukan aksi kemanusiaan pada awalnya harus melakukan penaksiran yang mendalam di wilayah yang akan dituju. Para diplomat humaniter harus dapat memahami konteks konflik dan juga mempelajari bagaimana masyarakatnya hidup di wilayah tersebut sehingga menghindari do harm. Step 2: Analyzing dividers and tensions Dalam setiap masyarakat dalam konflik terkadang memiliki kapasitas untuk melakukan kekerasan dan berperang, juga hal-hal yang membuat masyarakat tersebut menjadi terpisah. Hal-hal yang menjadi pembagi dalam masyarakat inilah yang dapat memicu terjadinya ketegangan diantara kelompok masyarakat. Di dalam bukunya Anderson memberi 5 kategori untuk mengidentifikasi pembagi masyarakat, yaitu sistem dan institusi, sikap dan aksi, perbendaan nilai dan kepentingan, perbedaan pengalaman, serta simbol dan peristiwa. 14 Step 3: Analyzing connectors and local capacities for peace 13 Kevin Chang & S. R. Panggabean, Materi Mata Kuliah Foundation in Peace Studies, tidak dipublikasikan. 14 Mary B. Anderson, Do No Harm: How Aid Can Support Peace or War, Lynne Rinner Publishers, Boulder, 1999, hal Halaman 9

10 Dalam suatu keadaan konflik setiap kelompok masyarakat memiliki sistem dalam menangani ketidakpersetujuan dan ketegangan tanpa kekerasan. Setiap kelompok masyarakat memiiki sistem yang membatasi dan mengakhiri kekerasan jika meletus atau dalam keadaan darurat. Konektor dan juga kapasitas lokal untuk perdamaian dapat dianalisis melalaui 5 kategori juga, yaitu sistem dan institusi, sikap dan aksi, kesamaan nilai dan kepentingan, kesamaan pengalaman, serta simbol dan peristiwa. Step 4: Analyzing the assistance programme Tahap selanjurnya adalah menganalisis program bantuan apa yang paling dibutuhkan masyarakat yang menjadi target grup. Ada beberapa pertanyaan yang harus diperhatikan dan dijawab ketika melakukan analisis program, seperti kenapa program ini di buat, di mana, apa, berapa lama, kepada siapa, oleh siapa, dan juga bagaimana menjalankan program tersebut. Step 5: Analyzing the programme s impact on dividers and connectors using the concepts of resource transfers and ethical messaging Tahap selanjutnya adalah menganalisis bagaimana program yang telah di buat memberi dampak terhadap pembagi dan juga konektor dalam masyarakat. Transfer sumber daya ini termasuk didalamnya barang-barang dan jasa, pelatihan dan pengetahuan, kontrak, pendanaan, legitimasi, kekuasaan, dan harapan. Step 6: Considering and generating programme options Halaman 10

11 Setelah melakukan transfer sumber daya maka selanjutnya menentukan opsi-opsi apa saja yang dimiliki diplomat humaniter jika program yang dijalankan gagal. Step 7: Test programming options and re-design programme Tahap terakhir adalah melakukan tes terhadap opsi-opsi yang sudah dibuat dan kemudian mendisain ulang program yang gagal. 2. Bina-damai Upaya bina damai pasca konflik berakhir merupakan fase yang sangat penting dalam tahapan konflik.ketika konflik sudah berakhir masalah yang muncul kemudian adalah masyarakat yang hancur karena konflik. Dalam tahap bina damai inilah masyarakat pasca konflik tersebut dibantu untuk kembali menata hidup mereka. Menurut Boutros-Ghali dalam laporannya An Agenda for Peace, bina damai adalah serangkaian aktivitas yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan mendukung berbagai struktur yang bertujuan untuk memperkuat dan mempersolid perdamaian sehingga dapat mencegah terulangnya konflik. Menurut Kofi Annan bina damai berbagai kegiatan integral yang dijalankan secara bersamaan di akhir konflik untuk mengkonsolidasikan perdamaian dan mencegah terulangnya konflik bersenjata. Bina damai bertujuan untuk membangun perdamaian positif yang meliputi tiga elemen sebagai berikut Ririn Tri Nurhayati, Materi Mata Kuliah Bina Damai dan Rekonstruksi Masyarakat, 3 Juni Halaman 11

12 1. Upaya menyelesaikan akar konflik seperti eksklusi sosial, politik dan ekonomi berdasar etnis, agama, gender atau hubungan kekuasaan yangg timpang antara pusat dan daerah. 2. Mekanisme untuk memperkuat kapasitas untuk mencegah dan menyelesaikan konflik dengan cara-cara damai. 3. Inclusive peace process & agreements bertujuan utk mencapai perjanjian damai yang akan menjadi fondasi yang kuat bagi upaya political settlement yang dapat mengatasi akar konflik dan membangun mekanisme resolusi konflik yang komprehensif. Salah satu pendekatan mengenai bina damai yang akan penulis gunakan adalah dengen pendekatan comprehensive framework for peacebuilding oleh John Paul Lederach. 16 Kunci utama dari pendekatan ini adalah fokus kepada konstituen perdamaian di semua level masyarakat dengan mengidentifikasikan individu atau kelompok mid-level dan mendukung mereka untuk menciptakan perdamaian dan rekonsiliasi. Dengan mendukung mid-level ini diharapkan dapat mempengaruhi bina damai pada level makro dan akar rumput. Lederach kemudian membagi masyarakat kedalam tiga level, dimana pendekatan di tiap level mengunakan strategi bina damai yang berbeda. Level 1 merupakan pendekatan yang dilakukan para pemimpin utama pada level negara yang berfokus pada negosiasi tingkat tinggi dan hasil. Level 2 16 John P. Lederach, Civil Society and Reconciliation in Turbulent Peace: The Challeges of managing Internatonal Conflict, eds. Chester A. Croker, Fen Osler Hampson, dan Pamela Aall, United States Institute of Peace Press, Washington D.C., 2001 Halaman 12

13 merupakan pendekatan yang dilakukan pada mid-level kepemimpinan dan lebih berfokus pada resolusi seperti lokakarya penyelesaian masalah dan pelatihan resolusi konflik. Level 3 merupakan pendekatan pada level akar rumput melalui pendekatan bina damai seperti komisi perdamaian lokal, dialog antar komunitas, dan juga trauma healing. 17 Untuk lebih jelasnya dapat meliha gambar dibawah ini. Gambar 1. Level pendekatan bina damai Selain itu, ada juga hal-hal yang dapat mengahambat jalannya proses bina damai. Konflik bersenjata yang terjadi merupakan penghambat dalam proses 17 T. Paffenholz & Christoph Spurk, Civil Society, Civil Engagement, and Peacebuilding, Social Development Papers, No. 36, 2006, hal 22. Halaman 13

14 pembangunan, misalnya orang-orang meninggalkan rumah mereka, pendidikan mereka, pekerjaan mereka, atau meninggal, infrastruktur rusak atau hancur, dan sebagainya. Kerusakan akibat perang sulit untuk diukur, tetapi diperkirakan sekitar miliaran dolar. Untuk memperbaiki semua kerusakan akibat konflik bersenjata seringakali di luar kemampuan pemerintah pasca konflik, seperti pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan, penyediaan layanan publik, dan lain sebagainya. 18 Oleh karena itulah aktor lain selain pemerintah sangat dibutuhkan dalam proses bina damai di wilayah pasca konflik. Salah satu aktor yang paling aktif ikut serta dalam proses bina damai adalah NGO. Dalam melakukan proses bina damai di dalam masyarakat pasca konflik terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Menurut Nicole Ball tantangan dalam proses bina damai dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: 1) Tantangan institusi: institusi yang menjalankan pemerintahan tidak berjalan dengan baik dikarenakan beberapa karakteristik, seperti lemahnya sistem administrasi, sistem yang non-partisipasi, persaingan tidak sehat dalam institusi, pemimpin memiliki legitimasi terbatas, dan kurangnya konsensus. 2) Tantangan ekonomi dan sosial: kondisi sosial dan ekonomi tidak kondusif untuk mendukung jalannya bina damai. Kondisi tersebut seperti, kerusakan parah pada infrastruktur ekonomi dan sosial, tingginya level hutang, perluasan ekonomi 18 Nicole Ball, The Challenge of Rebuilding War-Torn Socieites dalam Chester A. Crocker, Fen Osler Hampson, dan Pamela Aall, Turbulent Peace: The Challenges of Managing International Conflict, eds., Washington, D.C.: United States Institute of Peace Press, 2001, halaman: 719. Halaman 14

15 illegal, sumber daya manusia rusak, ketimpangan gender, kerusakan lingkungan, lemahnya struktur sosial, dan kurangnya indikator sosial 3) Tantangan keamanan: situasi dan kondisi dalam masyarakat yang dapat mengancam keberlasungan pencapaian bina damai. Kondisi-kondisi tersebut termasuk kekerasan terhadap hak asasi manusia, oposisi bersenjata, kurangnya transparansi dan akuntabilitas, jumlah peredaran senjata banyak, jumlah pasukan keamanan banyak, dan terlibatnya politik dalam keamanan. 3. Prinsip Humaniter Banyak organisasi humaniter melihat prinsip humaniter sebagai Bintang Utara mereka ketika menjalankan program-program kemanusiaan. Sebagian besar agensi kemanusiaan menganut suatu kode etik yang diartikulasikan kedalam prinsip-prinsip utama. 19 Terdapat empat prinsip humaniter yang paling umum dijadikan sebagai pedoman banyak organisasi humaniter, yaitu humanity, neutrality, impartiality, dan independence. Ketiga prinsip pertama (humanity, neutrality, impartiality) disahkan PBB melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 46/182 pada tahun 1991, sedangkan prinsip keempat (independence) disahkan melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 58/ Minear & Smith, hal: United Nations Office for the Coordination on Humanitarian Affairs, OCHA on Message: Humanitarian Principles, diakses pada 14 Juli Halaman 15

16 Humanity Neutrality Impartiality Independence Penderitaan setiap manusia harus dibantu tidak peduli hal itu ditemukan dimana. Tujuan dari aksi kemanusiaan adalah melindungi kehidupan dan kesehatan dan menjamin kehormatan setiap manusia. Aktor humaniter tidak diperkenankan untuk mengambil bagian atau terlibat dalam keadaan konflik. Aksi kemanusiaan yang dilakukan harus tanpa agenda politik atau agenda lain yang tidak ada hubungannya dengan kemanusiaan. Aksi kemanusiaan harus dilaksanakan atas dasar kebutuhan, memberi prioritas kepada kasus darurat tanpa melihat asal usul orang yang akan ditolong (tanpa diskriminasi). Aksi kemanusiaan harus bebas dari tujuan politik, ekonomi, militer, atau hal lain. Aksi kemanusiaan harus dapat menolak campur tangan dari pihak-pihak yang dapat mencoreng ketiga prinsip dasar. E. Argumen Utama Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual di atas maka argumen utama yang penulis ajukan adalah Jesuit Refugee Service sebagai FBO berbasis nilainilai Kristiani yang bekerja di dalam masyarakat Muslim melakukan diplomasi humaniter melalui aksi-aksi kemanusiaan yang difokuskan pada pengungsi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara ruang bagi kemanusiaan agar aksi-aksi tersebut dapat memberi akses kepada mereka yang membutuhkan seperti dalam keadaan konflik, bencana, dan juga situasi politik yang kacau. Penerapan diplomasi humaniter yang dilakukan JRS didasari pada prinsip-prinsip Do No Harm sehingga bantuan Halaman 16

17 kemanusiaan yang diberikan JRS tidak menjadi pemisah antara kelompok Islam maupun Kristen di wilayah kerjanya dan juga antara pengungsi dengan masyarakat lokal. Selain itu diplomasi humaniter melalui upaya bina damai yang dilakukan JRS di Sewon, Yogyakarta diaktualisasikan dalam bentuk pendekatan di semua level melalui upaya advokasi. Pemilihan aplikasi strategi diplomasi kemanusiaan tersebut membuat masyarakat di wilayah kerja JRS dapat menerima FBO tersebut dengan baik dan dapat bertahan hingga sekarang. Untuk dapat menjalankan diplomasi humaniter di Indonesia terdapat beberapa tantangan yang menghambat diplomasi humaniter yang dilakukan JRS. Tantangan yang dihadapi yaitu, adanya divider dalam masyarakat Indonesia, dan tantangan di bidang institusi, sosial dan ekonomi, serta keamanan. Walaupun demikian, JRS dapat mengatasinya hingga sampai sekarang masih dapat bekerja membantu para pengungsi di Sewon, Yogyakarta. F. Metodologi Penelitian Aktivitas keilmuan yang akan dilakukan adalah dengan melakukan penelitian lapangan ke kantor pusat Jesuit Refugee Service Indonesia di Yogyakarta dan juga di komunitas pengungsi di Sewon, Bantul. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder. Untuk data primer akan diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dengan sejumlah narasumber yang berkompeten dari pihak JRS Indonesia, pengungsi penghuni Community Housing, dan sejumlah masyarakat di Sewon dengan sampel acak. Selain Halaman 17

18 itu penulis juga melakukan observasi partisipan dengan mengikuti kegiatan yang diadakan JRS Indonesia di Sewon. Penulis menjadi relawan asisten pengajar Bahasa Inggris bagi para pengungsi penghuni Komunitas pengungsi di Sewon Sejak Maret Juni Sedangkan data sekunder mengenai laporan dan kinerja Jesuit Refugee Service Indonesia, serta topik-topik yang berhubungan dengan pembahasan penelitian ini akan diperoleh melalui metode telaah pustaka dari berbagai sumber, sepert buku, jurnal cetak, jurnal online, majalah, surat kabar, dan berita online. Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah metode analisis data kualitatif dengan mengaplikasikan konsep ke dalam situasi konkret, tatanan sosial dan pengalaman yang nyata. Setelah semua data telah terkumpul maka data-data tersebut akan penulis olah untuk menganalisis apa saja strategi dan tantangan bagi Jesuit Refugee Service di Sewon, Yogyakarta. Dengan demikian nantinya akan memberikan gambaran jelas mengenai strategi apa saja telah dilakukan Jesuit Refugee Service agar dapat diterima masyarakat Sewon dan bagaimana efektivitas strategi yang tersebut terhadap pencapaian perdamaian positif di sana. Selain itu dijelaskan juga bentuk-bentuk tantangan yang masih harus dihadapi Jesuit Refugee Service. G. Sistematika Penulisan berikut: Tesis ini akan terdiri atas lima bab dengan sistematika penulisan sebagai Halaman 18

19 Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, studi literatur, kerangka konseptual, argumen utama, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II akan berisi data hasil penelitian mengenai beberapa hal, yaitu 1) gambaran isu dan tren pengungsi global yang berpengaruh pada situasi dan kondisi pengungsi di Indonesia; 2) gambaran mengenai pengungsi di Indonesia; dan 3) analisis berisi data hasil penelitian mengenai JRS, meliputi profil dan juga programprogram kemanusiaan apa saja yang telah dilakukan JRS di Indonesia. Bab III menjelaskan proses implementasi strategi yang digunakan JRS Indonesia agar dapat diterima para penerima bantuannya dan juga masyarakat sekitar komunitas pengungsi Sewon, dan bagaimana efektivitas strategi tersebut terhadap pencapaian diplomasi kemanusiaan di sana. Bab IV juga merupakan bagian mengenai analisis tantangan apa saja yang dihadapi Jesuit Refugee Service di Sewon, Yogyakarta. Terakhir adalah bab V yang merupakan kesimpulan dari penjelasan dari bab-bab sebelumnya. Halaman 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM Drs. Usmar Salam, M. Int. Stu (Jelita Sari Wiedoko Vicky Anugerah Tri Hantari Ignatius Stanley Andi Pradana) A.

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Internasional yang bergerak untuk tujuan kemanusiaan. Pertama kali didirikan untuk

BAB V KESIMPULAN. Internasional yang bergerak untuk tujuan kemanusiaan. Pertama kali didirikan untuk BAB V KESIMPULAN Islamic Relief Worldwide merupakan salah satu organisasi Islam Internasional yang bergerak untuk tujuan kemanusiaan. Pertama kali didirikan untuk merespon kelaparan yang terjadi di Afrika

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan Hukum Humaniter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan peace building atau pembangunan damai pasca konflik menjadi salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Publishers, Inc., Plymouth, 2011, Seung Yoon Yang & Nur Aini Setiawati, Sejarah Korea Sejak Awal Abad hingga Masa

BAB I PENDAHULUAN. Publishers, Inc., Plymouth, 2011, Seung Yoon Yang & Nur Aini Setiawati, Sejarah Korea Sejak Awal Abad hingga Masa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik berkepanjangan antara Korea Utara dan Korea Selatan tidak kunjung mereda hingga saat ini. Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tesis ini akan membahas tentang peran Komunitas Internasional dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia Herzegovina pada proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konflik atau perang sipil merupakan salah satu fenomena yang terjadi di negara-negara yang memiliki tatanan pemerintahan yang belum stabil. Afrika adalah kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Islamic Relief Worldwide adalah salah satu organisasi Islam Internasional yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BONUS DEMOGRAFI SEBAGAI ANCAMAN KONFLIK. Disusun sebagai Karya Esai Kritis Limas Oleh: Elsa Safira Hestriana Ilmu Hubungan Internasional 2013

BONUS DEMOGRAFI SEBAGAI ANCAMAN KONFLIK. Disusun sebagai Karya Esai Kritis Limas Oleh: Elsa Safira Hestriana Ilmu Hubungan Internasional 2013 BONUS DEMOGRAFI SEBAGAI ANCAMAN KONFLIK Disusun sebagai Karya Esai Kritis Limas 2015 Oleh: Elsa Safira Hestriana Ilmu Hubungan Internasional 2013 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PUITIK UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia mempunyai beberapa konflik yang mewujud ke dalam bentuk separatisme. Salah satunya adalah gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di tanah Papua. Tulisan

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21, yang dideklarasikan pada Konferensi PBB tahun 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan, atau KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil; merupakan cetak biru

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

GEMA BHAKTI 15 Civil-Military Coordination Lane

GEMA BHAKTI 15 Civil-Military Coordination Lane GEMA BHAKTI 15 Civil-Military Coordination Lane 14 September 2015 Jakarta, Indonesia This brief is classified: Objective: Participants understand the roles of Assisting State militaries in supporting a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

Pengantar Prinsip Kemanusiaan

Pengantar Prinsip Kemanusiaan Pengantar Prinsip Kemanusiaan TUJUAN PEMBELAJARAN Mengenal Prinsip-prinsip Kemanusiaan Memahami berbagai jenis standar dan akuntabilitas dalam tanggap darurat Dari Mana Prinsip-prinsip Kemanusiaan Berasal?

Lebih terperinci

There are no translations available.

There are no translations available. There are no translations available. Kapolri, Jenderal Polisi H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D menjadi salah satu pembicara dalam Panel Discussion yang diselenggarakan di Markas PBB New York, senin 30

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan terjadi bencana alam. Bencana gempa bumi dan Tsunami Aceh pada tahun 2004 merupakan salah satu bencana terbesar yang terjadi di Indonesia.

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan negara yang banyak dijadikan tujuan oleh para imigran dari berbagai negara untuk mendapatkan perlindungan dan memulai kehidupan baru yang lebih

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan negara yang unik karena konsep pasifis dan anti militer yang dimilikinya walaupun memiliki potensi besar untuk memiliki militer yang kuat. Keunikan

Lebih terperinci

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA Diajukan Oleh: Ni Made Maha Putri Paramitha NPM : 120510952 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum tentang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Hendra Wijayanto PERTANYAAN Apa yang dimaksud government? Apa yang dimaksud governance? SEJARAH IDE GOVERNANCE Tahap 1 Transformasi government sepanjang

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 3 Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Pengembangan Masyarakat (Community Development) berkembang sebagai kritik terhadap pendekatan kesejahteraan (welfare approach) atau pendekatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam peneltian ini peneliti dapat melihat bahwa, Menteri Luar Negeri Ali Alatas melihat Timor Timur sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Dalam Perlindungan Anak Korban Lumpur Lapindo dapat disimpulkan

BAB III PENUTUP. Dalam Perlindungan Anak Korban Lumpur Lapindo dapat disimpulkan 54 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tersebut, mengenai Peranan UNICEF Dalam Perlindungan Anak Korban Lumpur Lapindo dapat disimpulkan sebagai berikut: Dalam hal perindungan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 1 abad (1900-2012), tercatat lebih dari 212,000 orang meninggal, lebih

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK Sebagai para pemimpin partai politik, kami memiliki komitmen atas perkembangan demokratik yang bersemangat dan atas partai

Lebih terperinci

PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI

PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI A. Manusia, Politik dan Moral. Manusia adalah mahluk yang bermoral. Hal ini menjadi sesuatu yang mulai kabur dan berubah dalam hal keilmuan,

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia BAB I - PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini ingin melihat kebijakan eksternal Uni Eropa (UE) di Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai bentuk implementasi dari konsep kekuatan normatif. Konsep

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kemerdekannya, Indonesia memiliki kondisi yang belum stabil, baik dari segi politik, keamanan, maupun ekonomi. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era kontemporer, pendekatan yang diambil Jepang dalam melakukan politik luar negeri dengan Myanmar kerap disebut sebagai critical engagement policy. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berupa keseimbangan tiga pilar keberlanjutan usaha, yaitu People (sosial), Planet

BAB 1 PENDAHULUAN. berupa keseimbangan tiga pilar keberlanjutan usaha, yaitu People (sosial), Planet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sinar Mas merupakan sebuah brand yang digunakan oleh berbagai perusahaan lintas bidang industri dengan nilai-nilai dan sejarah yang sama. Perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi bukanlah isu yang baru, baik bagi negara Indonesia maupun masyarakat internasional. Masalah pengungsi ini semakin mengemuka seiring terjadinya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP DASAR PKN

PENGEMBANGAN KONSEP DASAR PKN Handout Perkuliahan PENGEMBANGAN KONSEP DASAR PKN Program Studi PGSD Program Kelanjutan Studi Semester Gasal 2011/2012 Kelas G, H, dan I. Oleh: Samsuri E-mail: samsuri@uny.ac.id Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (PUTUSAN ICJ NOMOR 143 TAHUN

DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (PUTUSAN ICJ NOMOR 143 TAHUN ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM TRAKTAT PERDAMAIAN (PEACE TREATY) TAHUN 1947 ANTARA ITALIA DAN JERMAN BERDASARKAN PRINSIP JUS COGENS DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

Lebih terperinci

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial Ringkasan terjemahan laporan Persons with Disabilities in Indonesia: Empirical Facts and Implications for Social Protection Policies (Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian publik pada pertengahan tahun Pada saat itu salah satu stasiun

BAB I PENDAHULUAN. perhatian publik pada pertengahan tahun Pada saat itu salah satu stasiun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pekerja anak di perkebunan kakao Afrika Barat mulai menarik perhatian publik pada pertengahan tahun 2000. Pada saat itu salah satu stasiun televisi Inggris

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P.

KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P. KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO Oleh : Any Rizky Setya P. Latar Belakang Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang

Lebih terperinci

Pekerjaan yang Layak untuk Ketahanan Pangan

Pekerjaan yang Layak untuk Ketahanan Pangan Pekerjaan yang Layak untuk Ketahanan Pangan Program sektoral ILO untuk mempromosikan pekerjaan yang layak dan mata pencaharian yang berkelanjutan melalui pengembangan rantai nilai pangan berbasis pertanian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diplomasi yang dibawa oleh TNI yang bergabung dalam Kontingen Garuda adalah

BAB V PENUTUP. diplomasi yang dibawa oleh TNI yang bergabung dalam Kontingen Garuda adalah BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tugas pokok TNI tidak hanya sebagai pasukan perang, tetapi juga menjadi pasukan pemelihara perdamaian dalam menjalani

Lebih terperinci

1. Membangun kemitraan dengan masyarakat dan pemangku kepentingan

1. Membangun kemitraan dengan masyarakat dan pemangku kepentingan KODE UNIT : O.842340.003.01 JUDUL UNIT : Menjalin Hubungan yang Positif dengan Pemangku Kepentingan DESKRIPSI UNIT : Unit ini menjelaskan keterampilan, pengetahuan, dan Sikap kerja yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berakhirnya Perang Dunia Kedua, disusul pula dengan berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin yang memisahkan Jerman Barat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Fredrike Bannink, Handbook Solution-Focused Conflict Management, (Gottingen: Hogrefe Publishing, 2010) 2

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Fredrike Bannink, Handbook Solution-Focused Conflict Management, (Gottingen: Hogrefe Publishing, 2010) 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konflik dapat dipahami dalam dua dimensi, yaitu bahaya dan peluang 1. Bila dalam krisis, seseorang atau kelompok orang memiliki pikiran negatif yang kuat, ia atau mereka

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Latar Belakang Masalah Implementasi kebijakan tidak pro rakyat Kerentanan terhadap pluralisme budaya dan sentimen agama Penguasaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km 2 serta terletak di posisi strategis yang diapit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulisan Philista Sang (2013) yang berjudul The Role of NGOs in Conflict

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulisan Philista Sang (2013) yang berjudul The Role of NGOs in Conflict 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian pertama yang menjadi tinjauan pustaka bagi penulis adalah tulisan Philista Sang (2013) yang berjudul The Role of NGOs in Conflict Transformation:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca serangan kelompok teroris Al Qaeda di pusat perdagangan dunia yaitu gedung WTC (World Trade Centre) pada 11 September 2001 lalu, George Walker Bush sebagai Presiden

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan, 129 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya terkait langkah diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan, maka dapat

Lebih terperinci

Ombudsman dalam Perspektif Hukum Tata Negara: Beberapa Catatan 1. Satya Arinanto 2

Ombudsman dalam Perspektif Hukum Tata Negara: Beberapa Catatan 1. Satya Arinanto 2 Ombudsman dalam Perspektif Hukum Tata Negara: Beberapa Catatan 1 Satya Arinanto 2 Good governance telah menjadi salah satu isu penting di dunia dewasa ini. 3 Menurut Transparency International, suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. diskriminasi antar etnis yang telah berlangsung sejak lama merupakan salah

BAB V KESIMPULAN. diskriminasi antar etnis yang telah berlangsung sejak lama merupakan salah BAB V KESIMPULAN Genosida pada tahun 1994 sangat merugikan masyarakat. Adanya diskriminasi antar etnis yang telah berlangsung sejak lama merupakan salah satu penyebab terjadinya genosida di Rwanda selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan Terlibat Dalam Lord's Resistance Army Disarmament and Northern Uganda Recovery Act Lord s Resistance Army (LRA) suatu kelompok pemberontak

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

WORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan. Yogyakarta, Juni 2010 MAKALAH. Otda & Konflik Tata Ruang Publik. Oleh: Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM

WORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan. Yogyakarta, Juni 2010 MAKALAH. Otda & Konflik Tata Ruang Publik. Oleh: Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM WORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan Yogyakarta, 21-22 Juni 2010 MAKALAH Otda & Konflik Tata Ruang Publik Oleh: Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM Otda & Konflik Tata Ruang Publik Wawan Mas udi JPP Fisipol

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.14,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Peran serta, Lembaga Usaha, penyelenggaraan, penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci