BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
|
|
- Yuliani Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 1 abad ( ), tercatat lebih dari 212,000 orang meninggal, lebih dari 16 juta orang terdampak, dan lebih dari 215 triliun rupiah kerugian ekonomi timbul karena bencana di Indonesia. Data tersebut belum memasukkan bencana-bencana kecil yang terjadi secara periodik dan jumlah korban jiwanya di bawah 10 orang per kejadian (EMDAT The International Disaster Database, 2012). Ronan and Johnston (2005) menyampaikan, ancaman bencana alam merupakan salah satu problem dan keprihatinan dunia yang semakin meningkat bahkan PBB memperkirakan populasi manusia yang terpapar oleh ancaman bencana alam pada tahun 2050 jumlahnya akan menjadi 1/5 dari populasi dunia atau 2 miliar orang. Walaupun secara umum jumlah korban jiwa menunjukkan kecenderungan menurun, kerugian ekonomis yang ditimbulkan bencana sebaliknya, menunjukkan peningkatan (United Nations, 2011). Selain itu, tsunami di Jepang tahun 2011 menjadi salah satu bukti terkini yang menunjukkan bahwa bencana yang terjadi di negara maju dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian yang lebih besar dan bahwa pembangunan harus selalu mempertimbangkan risiko bencana dan upayaupaya mitigasinya. Banyaknya kejadian bencana dalam 1 dasa warsa terakhir mendorong terjadinya perubahan paradigma dalam penanganan bencana dari yang berfokus pada respon kedaruratan (relief response) ke penanganan yang berorientasi pada peningkatan resiliensi terhadap bencana, baik di tingkat individu, komunitas, negara bahkan kawasan regional dan global (dunia). Salah satu yang mendorong perubahan tersebut adalah fakta bahwa respon kegawatdaruratan membutuhkan dana yang jauh lebih besar, sedangkan setiap 1 USD yang digunakan untuk program pengurangan risiko bencana untuk meningkatkan resiliensi dapat menghemat 7 USD dana untuk kegawatdaruratan (United Nations, 2012). 1
2 2 Terdapat beberapa penjelasan untuk istilah atau terminologi resiliensi dalam bencana tetapi yang digunakan secara luas dan sederhana di sini adalah resiliensi (terhadap bencana) dipahami sebagai kemampuan negara, komunitas dan individu untuk mengelola perubahan dengan mempertahankan atau mengubah standar penghidupan saat ada guncangan atau tekanan seperti gempa, kekeringan atau konflik kekerasan tanpa mengorbankan kelanjutan kehidupan ke depan (DFID 2011). Dalam buku yang sama, dijelaskan definisi resiliensi dari UNISDR (United Nations for International Strategy for Disaster Reduction), kemampuan sebuah sistem, komunitas atau masyarakat yang terpapar pada bencana untuk menahan, menyerap, mengakomodasi dan pulih dari dampak sebuah bencana secara tepat waktu dan efisien. Terdapat beberapa alasan konsep resiliensi saat ini menjadi pusat perhatian dan bahan diskusi dalam isu pembangunan, adaptasi perubahan iklim dan penanganan bencana. Jumlah orang terdampak bencana tampaknya tidak semakin berkurang dan hal tersebut menyebabkan kefrustrasian karena bantuan kemanusiaan yang masif harus diberikan berulang kali untuk bencana yang kurang lebih sama. Semakin disadari pentingnya melihat kerentanan yang menjadi akar masalah timbulnya bencana. Membangun resiliensi sebagai salah satu cara untuk mencegah agar penderitaan manusia tidak semakin buruk, menjadi prinsip antara United Nations (UN), donor dan non government organizations (NGOs) melalui biaya respon bencana yang lebih sedikit dan menjadikan adaptasi perubahan iklim sebagai arus utama dalam praktik pembangunan (Levine et al., 2012). Fokus dilaksanakan melalui promosi dengan orientasi kepada resiliensi terhadap bencana yang lebih efektif, mempunyai perspektif jangka panjang dan mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan (United Nations, 2011). DFID (2012) menyampaikan, terdapat 4 tantangan besar dalam mempromosikan pendekatan program humanitarian dan development yang berorientasi pada resiliensi bencana. Pertama adalah kurangnya akses informasi tentang risiko bencana untuk para pembuat kebijakan. Kedua, kurangnya bukti dan data tentang intervensi yang paling efektif. Ketiga, sumber pendanaan untuk
3 3 penanganan bencana semakin sulit sementara kapasitas pemerintah dan komunitas lokal sebagai kelompok rentan masih perlu ditingkatkan. Tantangan terakhir adalah tidak adanya sistem pendukung yang memastikan bahwa data dan bukti resiliensi tersedia dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Senada dengan pendapat DFID, penelitian oleh Global Network of Civil Society Organizations for Disaster Reduction/GNDR (2011) menemukan bahwa jika masyarakat terlibat dan mampu berpartisipasi, kapasitas lokal terdukung, informasi risiko tersedia dan akuntabilitas jelas, maka implementasi pengurangan risiko bencana di tingkat lokal akan menunjukkan dampak positif. Pemerintahan lokal dengan tata kelola yang baik merupakan kunci mata rantai tersebut. Tata kelola yang baik tersebut meliputi koordinasi sumber daya (termasuk pendanaan) pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak dan manajemen komunikasi informasi konsultasi multi pihak untuk memastikan alokasi pendanaan yang berfokus pada pengurangan risiko untuk meningkatkan resiliensi komunitas. Hal tersebut menjadi tantangan mengingat bahwa cara pandang dan kebijakan yang berorientasi pada resiliensi bencana belum menjadi prioritas, dan koordinasi untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya dalam program-program yang berjalan juga belum dapat dilakukan secara terintegrasi dan strategis. Penelitian GNDR sebelumnya di tahun 2009 menemukan bahwa kemajuan yang cukup signifikan dalam hal penyusunan kebijakan dan peraturan penanganan bencana di tingkat pemerintah nasional dan regional bahkan global belum diikuti dengan aksi nyata yang membawa dampak positif di tingkat masyarakat akar rumput. Hasil survei partisipatif yang diikuti oleh lebih dari orang di 69 negara, termasuk Indonesia, tersebut menguatkan bahwa pengurangan risiko bencana untuk meningkatkan resiliensi komunitas terhadap bencana masih menjadi tantangan. Padahal, di saat yang sama tingkat konteks kerentanan Indonesia sangat tinggi terhadap ancaman gangguan alam. Menurut UNISDR (2012), Indonesia dikategorikan sebagai negara yang paling rentan terhadap tsunami (dari 265 negara yang disurvei) dengan jumlah jiwa yang rentan terhadap risiko langsung tsunami sejumlah orang, sedangkan untuk kategori ancaman gempa, Indonesia menduduki rangking 3 (dari
4 4 153 negara yang rentan gempa) dengan jumlah penduduk terpapar ancaman gempa orang. Di tahun 2010 saja, Indonesia mengalami sekitar 644 bencana yang tersebar di berbagai wilayah, di antaranya terjadi 3 bencana besar yang hampir bersamaan di penghujung tahun, yaitu banjir bandang Wasior, gempa bumi dan tsunami di Mentawai, serta letusan Gunung Merapi yang telah menyebabkan lebih dari 1,000 orang meninggal dunia dan kerugian triliunan rupiah (BNPB, 2011). Gempa bumi berkekuatan 7,2 SR (atau 7,5 SR menurut USGS) yang terjadi di Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 25 Oktober 2010 telah memicu terjadinya gelombang tsunami yang mengakibatkan 509 orang meninggal dunia, 17 orang mengalami luka berat, dan masyarakat mengungsi sebanyak 11,425 jiwa. Gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai telah menimbulkan kerusakan dan kerugian Rp. 349 miliar dan biaya yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan pemulihan berjumlah Rp. 1,16 triliun, terutama untuk pemulihan ekonomi dan sarana prasarana. Indeks risiko potensi ancaman bencana alam di Kepulauan Mentawai ini tergolong tinggi baik berupa bencana alam gempa bumi (tektonik), tsunami maupun abrasi pantai. Hampir 90% desa dari 43 desa yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai terletak di daerah pesisir yang merupakan kawasan rawan terhadap bencana tsunami dan abrasi pantai (Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB dan Bappenas, 2010). Letusan Gunung Merapi telah menimbulkan kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 3,56 triliun. Selama kurun tahun 2010 dari 644 bencana besar dan kecil yang terjadi telah memaksa Pemerintah Indonesia untuk menganggarkan sedikitnya Rp 15 triliun guna kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi. Dampak lahar dingin Merapi di Kabupaten Magelang telah menyebabkan 4,559 orang mengungsi dan tinggal di hunian sementara selama lebih dari 2 tahun dan 422 rumah dinyatakan rusak atau hilang. Biaya yang dikeluarkan untuk masa tanggap darurat tahun pertama saja mencapai Rp. 70 miliar (Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB dan Bappenas, 2010). Kompleksitas bencana alam bukan hanya merupakan fenomena alam, tetapi juga fenomena sosial yang terkait dengan fenomena alam tersebut.
5 5 Kesiapan, respon dan penyesuaian (coping) manusia terhadap bencana alam, bencana teknologi atau konflik kekerasan sangat terkait dengan kemampuan masyarakat tersebut untuk lenting kembali (bounce back) setelah mengalami bencana. Hal itu membuat resiliensi atau kemampuan mandiri masyarakat untuk menghadapi dan pulih menjadi salah satu perhatian dan prioritas kebijakan. Negara maju seperti Amerika juga telah menempatkan resiliensi masyarakat sebagai faktor penting dalam sistem kesehatan dan keamanan nasional. Kebijakan dengan menempatkan resiliensi masyarakat sebagai aspek penting didasari bahwa sumber daya pemerintah tidak selalu dapat mencukupi dan tersedia saat bencana terjadi, sehingga kemampuan masyarakat untuk menghadapi bencana dan secara jangka panjang dapat memulihkan diri dengan kemampuan yang ada, menjadi kebutuhan penting. Masyarakat yang resilien menjadi faktor penting dalam menciptakan masa pemulihan (recovery) yang efektif dan efisien. Masyarakat dengan resiliensi rendah mengakibatkan proses recovery membutuhkan dana yang lebih besar dan waktu yang lebih lama. Negara-negara yang tertinggal dalam pembangunannya juga mempunyai ketangguhan yang lebih rendah dalam menghadapi ancaman bencana. Kerentanan geografis, konsekuensi finansial dan jiwa seperti dijelaskan di atas seharusnya menjadi salah satu motivasi utama berbagai pihak untuk mempromosikan resiliensi bencana dalam seluruh aspek penghidupannya (Ronan and Johnston, 2005). Menurut Simpson and Katirai (2006), indeks resiliensi ditentukan oleh indeks kesiapsiagaan terhadap bencana dan indeks kerentanan. Sementara DFID (2011) memberikan batasan 4 elemen penting yang mempengaruhi tingkat resiliensi bencana yaitu konteks, gangguan, kapasitas adaptasi dan reaksi akhirnya terhadap gangguan yang ada yang diakui dalam praktiknya elemen-elemen tersebut tidak dengan mudah dapat dibedakan dan hubungannya sangat fluktuatif. Situasi pascabencana adalah momen yang tepat untuk melakukan analisis tingkat resiliensi komunitas terhadap bencana sebelumnya, karena hal tersebut akan membantu berbagai pihak melihat kapasitas adaptasi komunitas. Selain itu, informasi tentang tingkat resiliensi bencana komunitas sangat penting bagi pemerintah dalam merancang program-program rehabilitasi pascabencana untuk
6 6 memastikan bahwa investasi pembangunan berikutnya akan lebih efisien dan efektif serta lestari (sustainable development) (United Nations, 2012). Wilayah Mentawai dan Magelang mempunyai konteks dan paparan bencana yang berbeda. Kepulauan Mentawai memiliki karakteristik bencana gempa tektonik dan tsunami dengan wilayah yang relatif terisolasi dibandingkan dengan wilayah terdampak bencana Gunung Merapi seperti di Kabupaten Magelang. Kondisi tersebut menarik untuk dikaji lebih lanjut perbedaan dan hubungannya dalam konteks resiliensi komunitas. Dengan mengetahui faktorfaktor resiliensi bencana yang ada di kedua komunitas tersebut, diharapkan dapat menjadi bukti dan contoh pembelajaran bagi pihak yang berwenang untuk membuat kebijakan dan strategi yang tepat bagi proses rehabilitasinya. B. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah tingkat resiliensi komunitas di daerah pasca bencana Mentawai yang relatif terisolasi dibandingkan dengan di Magelang yang relatif tidak terisolasi serta bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat resiliensi komunitas di kedua komunitas tersebut? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat resiliensi komunitas di daerah pascabencana dengan karakteristik wilayah dan jenis bencana yang berbeda. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui tingkat resiliensi komunitas terhadap bencana di daerah yang relatif terisolasi (Mentawai) dan di daerah yang relatif tidak terisolasi (Magelang). b. Mengetahui kapasitas adaptasi yang mempengaruhi tingkat resiliensi komunitas di daerah pasca bencana di daerah yang relatif terisolasi (Mentawai) dan daerah yang relatif tidak terisolasi (Magelang)
7 7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis Bagi pemerintah diharapkan penelitian ini akan memberikan informasi tentang tingkat resiliensi dan faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi komunitas pascabencana sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan strategi program penanganan bencana. Bagi lembaga swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat pemerhati masalah bencana, diharapkan penelitian ini akan memberikan informasi untuk bahan pertimbangan dalam menentukan strategi, advokasi kebijakan dan kerjasama lokal dan internasional dalam pengembangan tingkat resiliensi komunitas di daerah risiko bencana. 2. Manfaat ilmiah Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan masukan bagi peneliti lain yang akan meneliti topik yang berhubungan dengan promosi resiliensi masyarakat terhadap bencana. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang resiliensi komunitas sudah banyak dilakukan, berikut disampaikan beberapa penelitian dengan topik serupa atau subjek serupa : 1. UNDP (United Nations for Development Program) dan BNPB melakukan penelitian Baseline Survey Longitudinal Study Monitoring Pasca Erupsi Gunung Merapi (2010) dengan tujuan di antaranya mengidentifikasi dinamika perubahan beserta pengaruh bencana Gunung Merapi pada komunitas, monitoring perkembangan pemulihan kehidupan masyarakat, perkembangan ketangguhan masyarakat di wilayah berisiko tinggi. Penelitian berjalan sampai tahun 2014 dan telah dihasilkan instrument assessment dan manualnya serta kategorisasi wilayah terdampak di 4 kabupaten terdampak. 2. Penelitian tentang dampak ekonomi bencana alam di Ethiopia dan Honduras oleh Carter, et al (2006) dari International Food Policy Research and Institute. Penelitian ditujukan untuk melihat dampak jangka panjang bencana di kedua negara tersebut dalam bidang ekonomi dan sejauhmana gangguan,
8 8 sensitivitas dan resiliensi berpengaruh dalam mata pencaharian mereka dan implikasinya pada kebijakan dan program ekonomi pasar dan jaring sosial pemerintah. Metode penelitian: studi kasus dan pemetaan aset komunitas. 3. Penelitian berjudul Membangun Resiliensi Komunitas terhadap Bencana: Sebuah Upaya ke depan untuk Memperkuat Sistem Keamanan Kesehatan Nasional oleh Chandra et al. (2011) dilaksanakan di wilayah Amerika Serikat dengan menggunakan literature reviews, FGD dan wawancara semi terstruktur. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi elemenelemen yang penting bagi resiliensi komunitas untuk mendukung kebijakan kesehatan nasional yang berguna untuk memperkuat resiliensi komunitas sebelum bencana. 4. Penelitian tentang pengaruh tsunami di Mentawai terhadap kebijakan publik tentang peringatan dini tsunami dilakukan oleh Pariatmono (2011). Penelitian dilakukan dengan melalui literature review kebijakan Pemerintah Indonesia tentang peringatan dini, komponen dan performance indicatornya. Beberapa hal yang diidentifikasi sebagai hal yang harus ditingkatkan adalah isi pesan peringatan harus memuat perkiraan waktu ketibaan dan tinggi gelombang serta komponen budaya lokal. 5. Penelitian tentang aplikasi Operations Research and Management Science (OR/MS) dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Merapi 2010 yang dilakukan oleh Aman et al. (2010) untuk meminimalkan biaya dan waktu pemulihan pasca bencana khususnya dalam hal logistik dan pengerahan tenaga kemanusiaan. Metode yang digunakan adalah teori pengambilan keputusan, sistem dinamis dan teknik optimalisasi yang digunakan untuk menyusun model alokasi sumber daya komprehensif yang terdiri dari distribusi bantuan logistik dan distribusi tenaga kemanusiaan yang dilakkan di daerah bencana di Gunung Merapi dan daerah tidak terkena bencana. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pendekatan operations research and management science (OR/MS) tidak hanya menyelesaikan masalah distribusi logistik dan tenaga kemanusiaan secara efektif dan optimal namun juga menawarkan fleksibilitas
9 9 dalam memecahkan masalah dalam respon kegawat-daruratan dan masa pemulihan. Tabel 1. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Baseline Survey Topik penelitian serupa, Tujuan dan metode Longitudinal Study yaitu resiliensi masyarakat penelitian, luasan wilayah (4 Monitoring & Evaluasi pascaerupsi Merapi di kabupaten, 43 desa), fokus Rencana Aksi Rehabilitasi wilayah Jawa Tengah pada monitoring dan dan Rekonstruksi Pasca evaluasi dan ErupsiGunung Merapi kemanfaatannya (BNPB, 2010). Shocks, Sensitivity and Resilience Tracking the Economic Impacts of Environmental Disaster on Assets in Ethiopia and Honduras (Carter, et al., 2006) Building Community Resilience to Disasters : A Way Forward to Enhance National Health Security (Chandra et al., 2011) Aplikasi Operations Research and Management Science (OR/MS) dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Merapi Aman, et al. (2010) Penelitian tentang pengaruh tsunami di Mentawai terhadap kebijakan publik tentang peringatan dini tsunami Pariatmono (2011) Topik penelitian serupa yaitu resiliensi komunitas terhadap bencana alam Topik penelitian pada elemen-elemen penting dalam menciptakan masyarakat yang tangguh Lokasi penelitian di wilayah terdampak Gunung Merapi. Lokasi penelitian di wilayah Kabupaten Mentawai. Scope nya sama yaitu mengenai tsunami 2010 (penyusunan indeks) Framework resiliensi yang digunakan berbeda, metodologi, lokasi dan luasan berbeda. Ancaman bencana yang dipilih yaitu hanya yang terkait dengan iklim Wilayah, metode penelitian, fokus padaketangguhan masyarakat di sektor keamanan kesehatan nasional Tujuan penelitian, metode penelitian dan rancangan penelitian Tujuan penelitian, metode penelitian, rancangan penelitian
PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA
PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA Ida Ngurah Plan International Indonesia Ida.Ngurah@plan-international.org Konteks Bencana dan Dampak Pendidikan
Lebih terperinciPENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA
PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
Lebih terperinciEmpowerment in disaster risk reduction
Empowerment in disaster risk reduction 28 Oktober 2017 Oleh : Istianna Nurhidayati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.kom Bencana...??? PENGENALAN Pengertian Bencana Bukan Bencana? Bencana? Bencana adalah peristiwa atau
Lebih terperinciKERENTANAN (VULNERABILITY)
DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai
Lebih terperinciPERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA
PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy
Lebih terperinciPERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB PELUNCURAN DAN DISKUSI BUKU TATANAN KELEMBAGAAN PB DI DAERAH PUJIONO CENTER, 3 JUNI 2017 RANIE AYU HAPSARI Peran Serta Masyarakat SFDRR: Prioritas 1 (Memahami Risiko Bencana):
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan : (a) latar belakang, (b) perumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) ruang lingkup penelitian dan (f) sistematika penulisan. 1.1. Latar
Lebih terperinciI. Permasalahan yang Dihadapi
BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan
Lebih terperinciKerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional
Kegiatan Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional SFDRR (Kerangka Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana) dan Pengarusutamaan PRB dalam Pembangunan di Indonesia Tanggal 17 Oktober
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten
Lebih terperinciBencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana
Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini dihadapi oleh kota-kota di Indonesia karena dampaknya mengancam eksistensi kota dan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia menjadi salah satu perhatian penting dalam dunia kemanusiaan karena dapat terjadi di setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif
Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU
PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang
Lebih terperinciPowered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi geografis Indonesia yang berada di atas sabuk vulkanis yang memanjang dari Sumatra hingga Maluku disertai pengaruh global warming menyebabkan Indonesia
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,
Lebih terperinciOutline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs
Outline Presentasi PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II Bengkulu, 14 Oktober 2014 Kristanto Sinandang UNDP Indonesia Proses Penyusunan SDGs Tujuan dan sasaran
Lebih terperinciBAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling
BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan bencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang dilakukannya penelitian tugas akhir, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU
PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian
Lebih terperinciPerencanaan Partisipatif Kelompok 7
Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Anastasia Ratna Wijayanti 154 08 013 Rizqi Luthfiana Khairu Nisa 154 08 015 Fernando Situngkir 154 08 018 Adila Isfandiary 154 08 059 Latar Belakang Tujuan Studi Kasus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam seakan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada Nopember 2010 (seperti
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL
1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN
1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
Lebih terperinci- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi
Lebih terperinciRANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN
Lebih terperinciDeklarasi Dhaka tentang
Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi
Lebih terperinciManajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana
Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Teuku Faisal Fathani, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Wilayah Indonesia memiliki
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK
PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.
No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN DARI DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL MEWAKILI MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.
Lebih terperinciCatatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia
Catatan Pengetahuan 1 Catatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia Mengadopsi Pendekatan Berbasis Masyarakat untuk Pemulihan Pasca Bencana: Pelajaran dari
Lebih terperinciDUKUNGAN PENINGKATAN ALOKASI ANGGARAN SEBAGAI PERWUJUDAN PENINGKATAN INVESTASI PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI KEBIJAKAN POLITIK ANGGARAN
DUKUNGAN PENINGKATAN ALOKASI ANGGARAN SEBAGAI PERWUJUDAN PENINGKATAN INVESTASI PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI KEBIJAKAN POLITIK ANGGARAN (Disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Penanggulangan Bencana,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.
Lebih terperinciPeran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia. Oleh: Rudi Saprudin Darwis
Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia Oleh: Rudi Saprudin Darwis Pendahuluan Secara geografis, Indonesia berada di daerah rawan bencana; negara yang memiliki risiko gempa bumi lebih dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa
Lebih terperinciRANCANGAN KERTAS POSISI SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA
RANCANGAN KERTAS POSISI SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA Dibacakan oleh Inspektur Utama BNPB Working Session 2: Sekolah Aman Ballroom 3, The Sunan Hotel, Kota Surakarta I. Pengantar Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan
BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan menimbulkan banyaknya kerugian baik secara materil maupun
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA
Lebih terperinciPENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA
PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA 14 DESEMBER 2016 DISIAPKAN OLEH : DIREKTORAT PRB, BNPB INDONESIA DAN BENCANA Secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, badai dan banjir. Bencana tersebut datang hampir setiap
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DUKUNGAN ANGGARAN DALAM RANGKA PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DUKUNGAN ANGGARAN DALAM RANGKA PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA Indonesia Rentan terhadap Bencana Alam q Dikelilingi oleh +ga lempeng bumi yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng
Lebih terperinciPENGANTAR LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI. Painan, 29 November 3 Desember 2005 BAKORNAS PBP KABUPATEN PESISIR SELATAN
WORLD HEALTH ORGANIZATION BAKORNAS PBP PENGANTAR KABUPATEN PESISIR SELATAN LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI Painan, 29 November 3 Desember 2005 LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN
Lebih terperinciBAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN
BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGADA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten mempunyai
Lebih terperincixvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif
xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan
Lebih terperinciKEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Sekilas Berdirinya BNPB Indonesia laboratorium bencana Terjadinya bencana besar : Tsunami NAD dan Sumut, 26 Desember 2004,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Rencana Aksi Daerah (RAD) 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan bencana. Dari aspek geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terletak di antara
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa secara geografis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara
Lebih terperinciINSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH
INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana telah mengalami rentetan bencana dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir baik bencana alam maupun bencana
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat
Lebih terperinciVersi 27 Februari 2017
TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer
BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.
Lebih terperinciBUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
SALINAN NOMOR 1/2017 WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang
Lebih terperinciSiaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017
Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginisiasi Hari Kesiapsiagaan Bencana dengan mengajak semua
Lebih terperinciKONDISI TEKTONIK INDONESIA
KONDISI TEKTONIK INDONESIA 2 Bencana Tsunami Aceh dan Sumatra Utara Desember 2004 Bencana Gempabumi Yogyakarta dan Jawa Tengah Mei 2006 Bencana Tsunami Pangandaran Juli 2006 UU No. 24 Tahun 2007 : Penanggulangan
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1903, 2017 BNPB. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinci