BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan negara yang banyak dijadikan tujuan oleh para imigran dari berbagai negara untuk mendapatkan perlindungan dan memulai kehidupan baru yang lebih baik. Hal ini dikarenakan Australia tergolong negara yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang mayoritas berasal dari negara konflik seperti Afghanistan, Iran, dan Sri Lanka datang ke Australia untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari ancaman, tindak kekerasan, serta perang yang terjadi di negara asalnya (Refugee Action Org, 2013). Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs) adalah istilah yang diberikan oleh Pemerintah Australia untuk menyebut para imigran yang memasuki teritori Australia melalui jalur laut secara ilegal (Migration Amendment Act, 2013). Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Australia dalam menangani kasus UMAs salah satunya adalah menjalin kerjasama bilateral dengan negara-negara di sekitar wilayahnya. Papua Nugini adalah salah satu negara yang menjalin kerjasama bilateral dengan Australia bidang asylum seeker ilegal jalur laut. Kerjasama ini berupa pemindahan dan pemrosesan UMAs tersebut ke wilayah Papua Nugini di bawah hukum Papua Nugini. Dalam arena internasional, Papua Nugini juga merupakan salah satu negara yang menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. 1

2 Gambar 1.1 Jalur Perjalanan UMAs tujuan Australia Sumber: dari laman Berbeda dengan Indonesia, wilayah Papua Nugini bukan merupakan jalur transit atau jalur yang dilewati oleh UMAs golongan non-melanesian yang jumlahnya 2/3 dari total keseluruhan UMAs tujuan Australia. Golongan non- Melanesian adalah istilah untuk menyebutkan warga negara selain masyarakat Kepulauan Pasifik. Golongan non-melanesian juga termasuk warga negara dari Afghanistan, Iran, dan Sri Lanka yang notabene tercatat sebagai negara mayoritas asal UMAs tujuan Australia. Pada tanggal 13 Agustus 2012, Pemerintah Australia mengumumkan system of third country processing for asylum seeker sesuai dengan isi dari The Migration Legislation Amendment (Regional Processing and Other Measures) Act 2012 subsections 5(1). Dalam sistem ini, UMAs yang tidak memiliki visa sah dan belum berstatus sebagai pengungsi akan dipindahkan ke negara penerima yang telah bekerja sama dengan Pemerintah Australia. UMAs akan ditampung di pusat detensi yang telah disediakan oleh Pemerintah Australia. Kemudian negara 2

3 penerima akan memproses klaim status pengungsi mereka berdasarkan hukum yang berlaku di negara setempat. Pada awalnya, system of third country processing for asylum seeker tersebut hanya berlaku bagi UMAs yang tiba di wilayah lepas pantai Australia seperti Pulau Christmas. Sesuai dengan Memorandum of Undesrtanding (MoU) yang telah ditandatangani pada bulan September 2012, negara ketiga atau regional processing country yang dimaksud adalah Pulau Manus di Papua Nugini (IMMI AU, 2012). Namun bulan Mei 2013, Pemerintah Australia meluaskan operasi pemindahan ini menjadi seluruh UMAs yang tiba di Australia menggunakan perahu baik itu di wilayah lepas pantai maupun di mainland. Penelitian ini membahas mengenai motivasi Papua Nugini menerima kerjasama bilateral dengan Australia dalam kasus kedatangan ilegal asylum seeker tujuan Australia. Kerjasama bilateral yang dimaksud adalah Regional Resettlement Arrangement (RRA) PNG Solution. Menurut Memorandum of Understanding (MoU) 2013 antara Australia dan Papua Nugini tanggal 19 Juli 2013 disebutkan bahwa UMAs yang akhirnya mendapatkan status sebagai pengungsi akan mendapatkan hak resettlement di Papua Nugini. Hal ini berkaitan dengan isi pidato PM Kevin Rudd yang diunduh ke situs Youtube secara resmi di channel pribadinya pada tanggal 19 Juli 2013; The rules have changed, from now on, any asylum seeker who arrives in Australia by boat will have no chance of being settled in Australia as refugees... If you come by boat you will never permanently live in Australia. PM Rudd mengatakan dengan tegas dan jelas bahwa Australia tidak akan menerima lagi pengajuan status pengungsi dari para pencari suaka jalur laut. 3

4 Pembahasan ini menarik untuk diangkat karena posisi Papua Nugini sebenarnya tidak terlibat langsung dalam keberadaan UMAs tujuan Australia. Terlebih lagi dalam penandatanganan Konvensi Pengungsi 1951, awalnya Papua Nugini telah mengajukan tujuh poin keberatan (seven reservations) yang menjadi pengecualian sikap Pemerintah Papua Nugini kepada para pengungsi. Tujuh poin tersebut adalah keberatan terhadap artikel 17(1) tentang wage-earning employment, artikel 21 tentang housing, artikel 22(1) tentang education, artikel 26 tentang freedom of movement, artikel 31 tentang non-penalisation of refugees unlawfully present in the country of refugee, artikel 32 tentang prohibiton against expulsion of refugees, dan artikel 34 tentang naturalization (Glazebrook, 2014). Namun pada akhirnya Papua Nugini turut berperan aktif dalam penanganan dan penyelesaian masalah asylum seeker dengan kesediaannya menjadi regional processing country dan tempat resettlement untuk Australia. Berdasarkan uraian di atas, judul penelitian yang diangkat yakni Keputusan Papua Nugini dalam Kerjasama Bilateral Papua New Guinea Solution (PNG Solution) dengan Australia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah Mengapa Papua Nugini bersedia menjadi regional processing centre dan resettlement untuk para pencari suaka ilegal tujuan Australia dalam bentuk kebijakan PNG Solution. 4

5 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini membatasi pembahasan hubungan bilateral Australia dengan Papua Nugini hanya dalam bidang penanganan Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs). Selanjutnya dalam penanganan UMAs tersebut, penelitian ini menjelaskan faktor yang menyebabkan Papua Nugini bersedia menerima kerjasama bilateral yang ditawarkan oleh Pemerintah Australia. Kerjasama bilateral yang dimaksud adalah pemindahan, penampungan, pemrosesan, dan resettlement para Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs) ke Papua Nugini berdasarkan kesepakatan PNG Solution. Penelitian ini mengkaji hubungan bilateral Australia dengan Papua Nugini mulai periode tahun 2001 sampai dengan tahun Pembahasan tulisan ini dimulai dari tahun 2001 karena pada tahun tersebut pertama kali dilaksanakan kebijakan Pasific Solution oleh Perdana Menteri Australia John Howard. Pasific Solution merupakan kebijakan transfer of asylum seeker pertama yang dibuat oleh Pemerintah Australia. Kemudian, pembahasan akan dilanjutkan ke bulan Februari 2008 karena pada saat itu regional processing centre dalam kebijakan Pacific Solution ditutup oleh Pemerintah Australia pada masa pemerintahan PM Kevin Rudd I. Tahun ini menandakan berakhirnya kerjasama bilateral antara Australia dengan Papua Nugini dalam hal pencari suaka. Pembahasan akan difokuskan pada tahun 2012 dimana Pemerintah Australia kembali mengumumkan system of third country processing for asylum seeker dan mengamandemen The Migration Act 1958 menjadi The Migration Legislation Amendment (Regional Processing and Other Measures) Act

6 Pada tahun 2012, Pemerintah Australia dan Pemerintah Papua Nugini juga menandatangani Memorandum of Undertstanding (MoU) 2012 yang selanjutnya diperbaharui dengan MoU 2013 tanggal 19 Juli Isi dari MoU 2012 tersebut menyatakan bahwa Republik Nauru dan Pulau Manus di Papua Nugini kembali menjadi regional processing countries UMAs tujuan Australia. Batas waktu pembahasan dalam penelitian ini adalah sampai dengan akhir tahun 2014 untuk melihat kondisi Papua Nugini dan hubungan bilateral antara Australia dengan Papua Nugini pasca kerjasama ini. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bersifat eksplanatif, yang mana penelitian eksplanatif bertujuan untuk menemukan penyebab dari suatu peristiwa atau fenomena. Tujuan penelitian ini antara lain: 1. Menjelaskan motivasi Papua Nugini bersedia membantu sekaligus menyelesaikan salah satu problematika Australia yang berkepanjangan yakni Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs). 2. Menjelaskan konsekuensi yang diterima Papua Nugini berdasarkan pelaksanaan kebijakan PNG Solution, baik konsekuensi positif maupun konsekuensi negatif. 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan judul penelitian Analisis Keputusan Papua Nugini dalam Kerjasama Bilateral Papua New Guinea Solution (PNG Solution) antara Papua 6

7 Nugini dengan Australia bidang Asylum Seeker, penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di ranah keilmuwan Hubungan Internasional. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai peran Papua Nugini dalam penyelesaian masalah Australia yakni kasus Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs). Dalam penelitian ini dipaparkan fakta-fakta dari kerjasama bilateral yang dilakukan oleh Australia dan Papua Nugini dari tahun 2001 sampai dengan tahun Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai alasan Papua Nugini bersedia membantu dan menyelesaikan masalah dalam negeri Australia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media informasi yang bermanfaat di bidang asylum seeker khususnya tujuan Australia. 1.6 Sistematika Penulisan Pada Bab I Pendahuluan, penelitian ini memaparkan tentang Latar Belakang permasalahan yang diangkat. Kemudian dilanjutkan dengan Rumusan Masalah yang dianggap menarik untuk dibahas. Selanjutnya, dalam penelitian ini dijelaskan tentang Batasan Masalah agar penelitian lebih fokus dan tidak melebar 7

8 jauh. Penelitian ini memaparkan pula Tujuan dan Manfaat Penelitian agar tulisan ini dapat memberikan sumbangsih di dalam kehidupan akademis. Pada Bab II Tinjauan Pustaka, penelitian ini memaparkan Kajian Pustaka yang digunakan sebagai acuan karena memiliki tema besar yang sama. Kemudian, penelitian ini menjelaskan tentang Kerangka Konseptual yang sesuai dengan penelitian ini yakni Model Aktor Rasional dan Kepentingan Nasional. Dalam Kerangka Konseptual, penelitian ini memaparkan Landasan Teori yang digunakan yakni Teori Rational Choice. Pada Bab III Metodologi Penelitian, penelitian ini memaparkan tentang Jenis Penelitian yang digunakan adalah eksplanatif-kualitatif. Sumber Data penelitian ini adalah sumber data sekunder (tidak langsung) dari berbagai literatur. Unit Analisis penelitian ini adalah negara. Teknik Pengumpulan Data pada penelitian ini adalah studi dokumen dan penelusuran data online. Teknik Analisis Data penelitian ini melalui dua tahapan yakni tahap pengolahan dan tahap interpretasi. Teknik Penyajian Data yang digunakan adalah bentuk narasi dengan jenis tematik. Keterbatasan Penelitian yang dirasakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah tidak mendapatkan narasumber langsung sebagai sumber data primer. Pada Bab IV Pembahasan, penelitian ini menjelaskan Gambaran Umum mengenai awal mula kedatangan UMAs ke Australia serta membahas tentang kebijakan apa saja yang pernah diambil oleh Pemerintah Australia dalam menghadapi fenomena ini. Kemudian, dilanjutkan dengan Hasil Temuan yang memaparkan visi-misi tertulis Perdana Menteri Papua Nugini. Setelah itu, 8

9 penjelasan dilanjutkan dengan analisis dari hasil temuan tadi terhadap teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini, kemudian menghasilkan analisa atas keputusan Papua Nugini yang dianggap menguntungkan. Bab ini ditutup dengan pemaparan faktor-faktor yang menyebabkan Papua Nugini bersedia menjadi regional processing countries dan tempat resettlement untuk para UMAs tujuan Australia. Faktor-faktor tersebut dijelaskan melalui beberapa poin keuntungan yang didapatkan oleh Papua Nugini melalui kerjasama ini. Pada Bab V Kesimpulan, dipaparkan mengenai rangkuman tentang permasalahan yang diangkat, data yang didapat, serta hasil analisis yang dilakukan berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga memberikan saran-saran yang sekiranya dapat dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya. 9

KEPUTUSAN PAPUA NUGINI DALAM KERJASAMA BILATERAL PNG SOLUTION DENGAN AUSTRALIA

KEPUTUSAN PAPUA NUGINI DALAM KERJASAMA BILATERAL PNG SOLUTION DENGAN AUSTRALIA KEPUTUSAN PAPUA NUGINI DALAM KERJASAMA BILATERAL PNG SOLUTION DENGAN AUSTRALIA I. A. A Wulansari Mahadewi 1), Putu Ratih Kumala Dewi 2), A. A. Bagus Surya 3) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs) oleh Pemerintah Australia tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs) oleh Pemerintah Australia tidak hanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tema penelitian ini adalah pemindahan asylum seeker oleh negara tujuan ke negara lain (third country) sebagai negara penerima, negara penampungan sementara, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB III POTENSI ANCAMAN YANG DIAKIBATKAN OLEH HADIRNYA IMIGRAN ILEGAL

BAB III POTENSI ANCAMAN YANG DIAKIBATKAN OLEH HADIRNYA IMIGRAN ILEGAL BAB III POTENSI ANCAMAN YANG DIAKIBATKAN OLEH HADIRNYA IMIGRAN ILEGAL Luasnya wilayah perairan Indonesia menjadi salah satu pendorong marak terjadinya kasus imigran ilegal di Indonesia yang turut diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. negara lain. Hak tersebut dikenal dengan The Right to Asylum yang diakui Persatuan

Bab I. Pendahuluan. negara lain. Hak tersebut dikenal dengan The Right to Asylum yang diakui Persatuan Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia internasional, setiap individu yang mengalami ketakukatan maupun penyiksaan yang disebabkan oleh konflik atau perang serta ketidakadilan di negara asalnya

Lebih terperinci

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km 2 serta terletak di posisi strategis yang diapit

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM.08.05 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PAPUA NUGINI DALAM KERJASAMA BILATERAL PNG SOLUTION DENGAN AUSTRALIA

KEPUTUSAN PAPUA NUGINI DALAM KERJASAMA BILATERAL PNG SOLUTION DENGAN AUSTRALIA KEPUTUSAN PAPUA NUGINI DALAM KERJASAMA BILATERAL PNG SOLUTION DENGAN AUSTRALIA SKRIPSI Disusun Oleh: Ida Ayu Agung Wulansari Mahadewi NIM: 1121105017 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat di silang lalu lintas dunia. Letak geografis tersebut menyebabkan kini menghadapi masalah besar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu para pencari suaka politik (asylum seeker 1 ) ke Australia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Isu para pencari suaka politik (asylum seeker 1 ) ke Australia menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu para pencari suaka politik (asylum seeker 1 ) ke Australia menjadi permasalahan nasional yang dihadapi oleh Australia. Gelombang kedatangan pencari suaka politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi, perpindahan atau pergerakan manusia dari negara asal ke negara yang baru bukanlah fenomena yang baru saja terjadi belakangan ini. Selama berabad-abad, jauh

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Coplin, W. D Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis. Bandung. Indonesia.

Daftar Pustaka. Coplin, W. D Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis. Bandung. Indonesia. Daftar Pustaka Buku dan Jurnal Bergin, Anthony and Sam Bateman. 2005. Future unknown: The terrorist threat to Australian maritime security. Australian Strategic Policy Institute. Canberra. Coplin, W. D.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pengungsi dan pencari suaka hingga saat ini menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia internasional. Ketimpangan pembangunan dan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN AUSTRALIA TERHADAP IMIGRAN GELAP PADA MASA PEMERINTAHAN PARTAI BURUH AUSTRALIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN AUSTRALIA TERHADAP IMIGRAN GELAP PADA MASA PEMERINTAHAN PARTAI BURUH AUSTRALIA Andhika Bayu Prastya, et.al Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Australia terhadap Imigran 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN AUSTRALIA TERHADAP IMIGRAN GELAP PADA MASA PEMERINTAHAN PARTAI

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah Australia dalam mengatasi masuknya pengungsi secara ilegal melalui jalur laut adalah dengan mengusir perahu sebelum memasuki teritori laut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

Missbach, Antje, Trouble transit. UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology. Resensi Buku

Missbach, Antje, Trouble transit. UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology. Resensi Buku Resensi Buku Antje Missbach, 2016, Troubled Transit: Asylum Seekers Stuck in Indonesia. Singapore: ISEAS-Yusof Ishak Institute. Jumlah halaman: xvii + 288 (25 hlm. bibliografi, 10 hlm. index) ISBN: 978-981-4620-56-7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI BAB III KEBIJAKAN JERMAN TERHADAP PENGUNGSI DI EROPA Pada bab III akan dijelaskan mengenai kebijakan Jerman terhadap masalah pengungsi. Bab ini akan diawali dengan penjelasan mengenai aturanaturan apa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap

BAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan serta dengan melakukan analisa terhadap hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Imigran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan kerjasama antar dua negara atau yang disebut juga Hubungan Bilateral, merupakan salah satu bentuk dari interaksi antar negara sebagai aktor dalam Hubungan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia dalam menjalani kehidupan yang berkualitas. Setiap individu memiliki hak atas kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peluang kerjasama dalam era globalisasi saat ini sangat diperlukan dalam konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan meningkatkan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudera, yaitu samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. samudera, yaitu samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia berada pada posisi yang amat strategis karena terletak di antara 2 (dua) benua yaitu Benua Asia dan Australia serta 2 (dua) samudera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada

BAB I PENDAHULUAN. Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada tanggal 16 September 1975. Sebelumnya negara ini berada di bawah mandat teritori Australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah di Negara sendiri membuat penduduk menjadi tidak nyaman dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah di Negara sendiri membuat penduduk menjadi tidak nyaman dan BAB 1 PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Perebutan wilayah kekuasaan, perang saudara dan pemberotakan terhadap pemerintah di Negara sendiri membuat penduduk menjadi tidak nyaman dan aman, menjadi sasaran

Lebih terperinci

Keterangan Pers Presiden RI pada acara Indonesia-Australia Annual Leaders Meeting, Bogor,5 Juli 2013 Jumat, 05 Juli 2013

Keterangan Pers Presiden RI pada acara Indonesia-Australia Annual Leaders Meeting, Bogor,5 Juli 2013 Jumat, 05 Juli 2013 Keterangan Pers Presiden RI pada acara Indonesia-Australia Annual Leaders Meeting, Bogor,5 Juli 2013 Jumat, 05 Juli 2013 KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA INDONESIA-AUSTRALIA ANNUAL

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan Oleh : HARYO PRADIPTA BAYUWEGA NPM : Internasional

JURNAL. Diajukan Oleh : HARYO PRADIPTA BAYUWEGA NPM : Internasional JURNAL PENERAPAN KEBIJAKAN SOLUSI PASIFIK OLEH PEMERINTAH AUSTRALIA DALAM MENGENDALIKAN LAJU KEDATANGAN PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL Diajukan Oleh : HARYO PRADIPTA BAYUWEGA

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH PERANAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION DALAM MENANGANI IMIGRAN ILEGAL ASAL TIMUR-TENGAH DI INDONESIA

JURNAL ILMIAH PERANAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION DALAM MENANGANI IMIGRAN ILEGAL ASAL TIMUR-TENGAH DI INDONESIA JURNAL ILMIAH PERANAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION DALAM MENANGANI IMIGRAN ILEGAL ASAL TIMUR-TENGAH DI INDONESIA Disusun oleh : Nama : Richard Erick Andea NPM : 080509836 Program studi : Ilmu

Lebih terperinci

Penerapan Prinsip Non-refoulement dalam Kasus Relokasi Pencari Suaka. Ilegal Australia Ke Pulau Manus dan Pulau Nauru. Oleh: Clara Ignatia Tobing

Penerapan Prinsip Non-refoulement dalam Kasus Relokasi Pencari Suaka. Ilegal Australia Ke Pulau Manus dan Pulau Nauru. Oleh: Clara Ignatia Tobing Penerapan Prinsip Non-refoulement dalam Kasus Relokasi Pencari Suaka Ilegal Australia Ke Pulau Manus dan Pulau Nauru. Oleh: Clara Ignatia Tobing 110120120015 ABSTRAK Australia merupakan salah negara di

Lebih terperinci

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA 1 THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA Yahya Sultoni, Setyo Widagdo S.H., M.Hum., Herman Suryokumoro S.H., M.S., Law Faculty of Brawijaya

Lebih terperinci

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) SKRIPSI oleh Satria Gunawan NIM 080910101030 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. memperkenalkan OrangIndonesiaID sebagai platform media online ke anak muda

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. memperkenalkan OrangIndonesiaID sebagai platform media online ke anak muda BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Penyelenggaraan Soft Skills Seminars merupakan salah satu kegiatan untuk memperkenalkan OrangIndonesiaID sebagai platform media online ke anak muda khususnya mahasiswa/i.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia internasional tidak luput dari masalah-masalah yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia internasional tidak luput dari masalah-masalah yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia internasional tidak luput dari masalah-masalah yang mengakibatkan timbulnya perang serta konflik di berbagai negara sehingga menimbulkan ketidakamanan yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian publik pada pertengahan tahun Pada saat itu salah satu stasiun

BAB I PENDAHULUAN. perhatian publik pada pertengahan tahun Pada saat itu salah satu stasiun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pekerja anak di perkebunan kakao Afrika Barat mulai menarik perhatian publik pada pertengahan tahun 2000. Pada saat itu salah satu stasiun televisi Inggris

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia Seminar 135 Nasional Andi Aina Hukum Ilmih Universitas Negeri Semarang Volume 3 Nomor 1 Tahun 2017, 135-148 Fakultas Hukum, Faculty of Law Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan

Lebih terperinci

PEMINDAHAN PENCARI SUAKA ( TRANSFER OF ASYLUM SEEKER

PEMINDAHAN PENCARI SUAKA ( TRANSFER OF ASYLUM SEEKER PEMINDAHAN PENCARI SUAKA (TRANSFER OF ASYLUM SEEKER) DALAM HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PEMINDAHAN PENCARI SUAKA DARI AUSTRALIA KE MALAYSIA DAN PAPUA NUGINI) TRI INAYA ZAHRA, NURDIN, S.H., M.Hum, HANIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecahnya Uni Soviet telah meninggalkan berbagai permasalahan dibekas wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi pasca jatuhnya

Lebih terperinci

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI JURNAL PELAKSANAAN OPERASI KOMANDO TUGAS (KOGAS) KEMANUSIAAN GALANG 96 DALAM RANGKA PEMULANGAN PENCARI SUAKA ASAL VIETNAM TAHUN 1996 DI PULAU GALANG DITINJAU DARI SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas wilayahnya baik darat, air, maupun udara, dimana hukum yang berlaku adalah hukum nasional negara masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal. 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Primer a. Wawancara dengan Briptu Rudi Sulistiawan selaku Penyidik Pembantu SATRESKRIM POLRES Kebumen Berdasarkan wawancara tanggal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND RESUME SKRIPSI Oleh: YULIA MARGARET YATUHIDIKA 151090297 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang cukup menjadi perhatian besar bagi umat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang cukup menjadi perhatian besar bagi umat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang, permasalahan perubahan iklim dianggap sebagai suatu masalah yang cukup menjadi perhatian besar bagi umat manusia, dimana perkembangan perubahan iklim

Lebih terperinci

ALASAN INDONESIA-AUSTRALIA BEKERJASAMA DALAM BALI PROCESS UNTUK MENANGGULANGI IRREGULAR MIGRATION

ALASAN INDONESIA-AUSTRALIA BEKERJASAMA DALAM BALI PROCESS UNTUK MENANGGULANGI IRREGULAR MIGRATION ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2017, 5 (2) 597-612 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2017 ALASAN INDONESIA-AUSTRALIA BEKERJASAMA DALAM BALI

Lebih terperinci

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal Online di

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal Online di Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal 250-260 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi PELANGGARAN PRINSIP NON-REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DAN PENCARI

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) 63 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni. DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. Intergovernmental Committee for European Migration. Intergovernmental Committee for Migration

DAFTAR SINGKATAN. Intergovernmental Committee for European Migration. Intergovernmental Committee for Migration vi DAFTAR SINGKATAN ICEM ICM IDP IGO IOM MCOF PICMME Intergovernmental Committee for European Migration Intergovernmental Committee for Migration Internally Displaced People Inter-Government Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat dikatagorikan sebagai salah satu negara yang maju dari benua Eropa. Republik Perancis saat ini adalah

Lebih terperinci

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) SKRIPSI oleh Satria Gunawan NIM 080910101030 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Perjanjian. Ekstradisi. Papua Nugini. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5674) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND

Lebih terperinci

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE INDEPENDENT

Lebih terperinci

MUHAMMAD RIFQI HERDIANZAH ABSTRACT

MUHAMMAD RIFQI HERDIANZAH ABSTRACT KEBIJAKAN PEMERINTAH AUSTRALIA TERKAIT PERMASALAHAN IRREGULAR MARITIME ARRIVALS PERIODE KEPEMIMPINAN PERDANA MENTERI JULIA GILLARD TAHUN 2010-2012 MUHAMMAD RIFQI HERDIANZAH ABSTRACT Australia is a country

Lebih terperinci

Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia

Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia Jesuit Refugee Service Indonesia Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia diterbitkan oleh Jesuit Refugee Service Indonesia Mei 2013 Foto Sampul: Staf JRS Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di muka maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di muka maka dapat. disimpulkan bahwa: 54 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di muka maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Internastional Organization for Migration dalam menangani

Lebih terperinci

1 BAB I 2 PENDAHULUAN

1 BAB I 2 PENDAHULUAN 1 1 BAB I 2 PENDAHULUAN 2.1 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan diplomatik yang terjadi antara dua negara tentu dapat meningkatkan keuntungan antara kedua belah pihak negara dan berjalan dengan lancar.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Meskipun dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan informasi terkait permasalahan pengungsi karena keterbatasan peneliti dalam menemukan data-data yang terkait

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah

Lebih terperinci

JURNAL PENGUSIRAN PENCARI SUAKA OLEH AUSTRALIA MENURUT KONVENSI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 (THE 1951 CONVENTION RELATING TO THE STATUS OF REFUGEES)

JURNAL PENGUSIRAN PENCARI SUAKA OLEH AUSTRALIA MENURUT KONVENSI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 (THE 1951 CONVENTION RELATING TO THE STATUS OF REFUGEES) JURNAL PENGUSIRAN PENCARI SUAKA OLEH AUSTRALIA MENURUT KONVENSI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 (THE 1951 CONVENTION RELATING TO THE STATUS OF REFUGEES) ARTIKEL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat

Lebih terperinci

(archipelagic state) dan sekaligus negara pantai yang memiliki banyak pulau

(archipelagic state) dan sekaligus negara pantai yang memiliki banyak pulau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan (archipelagic state) dan sekaligus negara pantai yang memiliki banyak pulau pulau terluar yang berbatasan

Lebih terperinci

Negara Maritim Indonesia, Migrasi Tidak Teratur, dan Hak Pengungsi Lintas Batas Nurul Azizah Zayzda, Sri Wijayanti 1

Negara Maritim Indonesia, Migrasi Tidak Teratur, dan Hak Pengungsi Lintas Batas Nurul Azizah Zayzda, Sri Wijayanti 1 Negara Maritim Indonesia, Migrasi Tidak Teratur, dan Hak Pengungsi Lintas Batas Nurul Azizah Zayzda, Sri Wijayanti 1 Abstrak Makalah ini membahas kebijakan Indonesia sebagai sebuah negara maritim dalam

Lebih terperinci

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL Maya I. Notoprayitno Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat Email: m.notoprayitno@ymail.com Abstract: Asylum and Law for International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya berbagai bidang pada era globalisasi ini telah mempermudah manusia dalam melakukan berbagai kegiatan dan mengakses bermacam-macam hal dengan sangat mudah,

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN ILLEGAL MARITIME ARRIVALS (IMA) AUSTRALIA TERHADAP HUBUNGAN AUSTRALIA-INDONESIA KONTEMPORER

DAMPAK KEBIJAKAN ILLEGAL MARITIME ARRIVALS (IMA) AUSTRALIA TERHADAP HUBUNGAN AUSTRALIA-INDONESIA KONTEMPORER DAMPAK KEBIJAKAN ILLEGAL MARITIME ARRIVALS (IMA) AUSTRALIA TERHADAP HUBUNGAN AUSTRALIA-INDONESIA KONTEMPORER THE IMPACT OF AUSTRALIAN POLICY ON ILLEGAL MARITIME ARRIVALS (IMA) TOWARDS CURRENT RELATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI LINTAS BATAS NEGARA DI INDONESIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Vindy Septia Anggrainy 2

PERLINDUNGAN PENGUNGSI LINTAS BATAS NEGARA DI INDONESIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Vindy Septia Anggrainy 2 PERLINDUNGAN PENGUNGSI LINTAS BATAS NEGARA DI INDONESIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Vindy Septia Anggrainy 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Implementasi Instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dan free movement merupakan salah satu konsekuensi yang tidak terelakan dari adanya proses globalisasi. Meski demikian, arus migrasi yang meningkat drastis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 & 5 Agustus, 2010 LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Pengenalan tentang Lacey Sejarah, Latar Belakang, Tujuan, Ketentuan,

Lebih terperinci