HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi Bahan Baku. Tabel 6. Kandungan gizi daun pegagan segar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi Bahan Baku. Tabel 6. Kandungan gizi daun pegagan segar"

Transkripsi

1 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Bahan Baku Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui mutu awal daun pegagan segar. Karakterisasi bahan baku meliputi analisis kandungan gizi daun pegagan segar yaitu kandungan air, abu, lemak, protein, karbohidrat, vitamin C dan β-karoten, mineral Fe, Ca, dan Se, serta senyawa aktif asam asiatik. Data analisis kandungan gizi daun pegagan segar disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan gizi daun pegagan segar Jumlah Kandungan Gizi Rata-rata Referensi Air (%wb) 79,63 85,91 a Abu (%db) 12,03 2,11 a Lemak (%db) 1,32 2,24 a Protein (%db) 4,64 2,29 a Karbohidrat* (%db) 7,30 7,47 a Vitamin β-karoten (ppm) 88,76 65,80 b Vitamin C (mg/100g) 79,14 4 b Fe (mg/100g) 43,26 31 b Ca (mg/100g) 1994, c Se (mcg/100g) 4,55 - Asam asiatik (%db) 0,64 0,99 d Serat Makanan total (%db) Serat makanan larut (%db) Serat makanan tidak larut (%db) Sumber : a. Widha 2010 b. Duke 1987 c. Odhav et al 2007 d. Kristina et al 2009 Keterangan : * By different 5,46 4,51 0,84 1,92 c Tabel 6 menunjukkan bahwa daun pegagan segar mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, yaitu zat gizi makro (lemak, protein dan karbohidrat), zat gizi mikro (vitamin C dan beta-karoten serta beberapa mineral; kalsium, zat besi dan selenium) serta komponen aktif asam asiatik yang di duga berperan dalam peningkatan fungsi kognitif. Asam asiatik merupakan salah satu komponen aktif yang terdapat pada tanaman pegagan tergolong dalam senyawa triterpine yang digunakan dalam penanganan demensia dan dapat meningkatkan kognitif (Rao et al 2005).

2 42 Air merupakan komponen terbesar yang terdapat pada daun pegagan segar. Nilai kandungan air mencapai hingga 80% dari total berat seluruh kandungan gizi daun pegagan segar. Air dalam bahan pangan memiliki peranan cukup besar, pada buah dan sayur, kandungan air mencerminkan kesegarannya. Air merupakan media pelarut pigmen, vitamin dan mineral yang larut dalam air, garam yang larut air serta senyawa citarasa lainnya. Tabel 6 juga menunjukkan adanya perbedaan jumlah kandungan gizi dengan referensi. Kandungan asam asiatik daun pegagan penelitian lebih rendah dibandingkan referensi, namun kandungan protein, vitamin C, beta-karoten, dan Fe-nya lebih tinggi dibandingkan referensi. Hal ini dapat disebabkan karena adanya beberapa faktor, baik jenis varietas, pengaruh cahaya, iklim, lokasi, tanah, maupun masa panen (Salunkhe, et al 2000). Proses Pembuatan Serbuk Tabur Pegagan Proses pembuatan serbuk tabur pegagan diawali dengan pengambilan tanaman pegagan segar dari kebun percobaan Balitro Lembang-Bandung. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian untuk membuang kotoran yang melekat pada sela-sela tanaman, kemudian dilakukan penirisan dengan menggunakan karung berpori besar agar sisa-sisa air dari proses pencucian dapat keluar. Pegagan segar yang telah bersih selanjutnya dibawa ke Balai Besar Pascapanen Karawang untuk dilakukan pengeringan. Namun sebelumnya pegagan tersebut dipisahkan terlebih dahulu antara tangkai daun dan daunnya, karena bagian pegagan yang digunakan untuk pembuatan serbuk tabur adalah bagian daunnya. Pengeringan adalah sebuah proses dimana kadar air dari sebuah produk pangan dikurangi agar rasa, dan bentuk tetap terjaga dengan meningkatnya kemampuan untuk disimpan lebih lama dan juga kemudahan pengangkutannya. Pengeringan tidak hanya ditujukan agar bahan kering dan aman disimpan, tetapi juga agar perubahan kandungan nutrisi, vitamin, aroma, warna dan rasa terjadi seminimal mungkin, khususnya pada komoditas yang mengandung senyawa aktif dan bersifat volatil (Rachmat, et al 2010). Proses pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan alat oven blower dengan memanfaatkan radiasi panjang gelombang lebih besar dari infrared dan

3 43 lebih kecil dari microwave (3-1000µm), yaitu radiasi sinar Far Infra Red (FIR). Perlakuan suhu yang dilakukan pada tahap pengeringan adalah 45 0 C, 50 0 C dan 55 0 C dengan waktu pengeringan satu jam (60 menit) dengan 1-2 kali pembalikan daun di dalam nampan oven. Dalam proses pengeringan suhu pengeringan memegang peranan penting. Jika suhu pengeringan terlalu tinggi akan mengakibatkan penurunan nilai gizi dan perubahan warna produk yang dikeringkan. Bila suhu yang digunakan terlalu rendah, maka produk yang dihasilkan basah dan lengket atau berbau busuk. Suhu pengeringan 50 0 C memberikan hasil terbaik dilihat dari nilai rehidrasi yang tinggi (520,44%), kadar air rendah (9,15%bb), kadar beta karoten tinggi (0,019%) dan penilaian organoleptik yaitu warna dan tekstur irisan wortel kering yang masih dapat diterima panelis (Histifarina et al 2003). Keunggulan dari FIR adalah mampu menghasilkan produk sayur kering/instan berkualitas lebih baik dan higienis, daya simpan lama, nilai gizi stabil/terjaga karena perubahan karakteristik fisik dan kimia minimal. Teknologi FIR sangat efisien karena panas radiasi langsung menembus bagian dalam molekul dan memutus ikatan molekul air pada molekul bahan tanpa melalui media perantara (udara) jika dibandingkan dengan pengeringan konveksi dan konduksi, sehingga dapat meminimalkan kehilangan zat gizi yang mudah menguap (Rachmat et al 2003). Selanjutnya daun pegagan yang telah kering (kadar air berkisar 7-10%, diketahui secara fisik dengan cara melihat kerapuhan daun saat digenggam) diuji sifat fisiknya yaitu warna dengan chromameter. Uji ini dilakukan untuk mendapatkan satu perlakuan suhu yang memberikan warna hijau yang terbaik sebagai serbuk tabur pada MP-ASI. Hasil uji chromameter dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis daun pegagan kering dengan chromameter Suhu Pengeringan L a b b/a 0 Hue 45 o C 54,92-2,37 12,79-5,40 178,61 50 o C 54,18-3,08 12,90-4,19 178,66 55 o C 53,96-3,76 11,04-2,94 178,76

4 44 Warna daun kering pegagan dianalisis dengan sistem Hunter menggunakan alat Chromameter Minolta CR 300, dengan parameter yang digunakan adalah L, a dan b. Parameter L (lightness) menggambarkan tingkat kecerahan minimum. Semakin besar nilai L semakin besar pula tingkat kecerahan. Nilai a menunjukkan warna kromatik campuran antara merah dan hijau. Nilai a positif menunjukkan warna merah, sedangkan nilai a negatif menunjukkan warna hijau. Semakin besar nilai positif a berarti warna semakin merah, semakin tinggi nilai negatif a maka warna semakin hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran biru dan kuning. Nilai b positif menunjukkan warna kuning sedangkan nilai b negatif menunjukkan warna biru. Nilai 0 Hue diperoleh dari nilai a dan b dengan rumus perhitungan: 0 Hue = tan -1 (b/a). Deskripsi warna o Hue berwarna hijau adalah Tabel 7 menunjukkan hasil bahwa dari ketiga perlakuan suhu pengeringan yaitu 45 0 C, 50 0 C dan 55 0 C, suhu pengeringan 55 0 C yang memiliki nilai a negatif tertinggi (-3,76) dengan nilai Hue tertinggi pula (178,76) yang berarti daun kering yang dihasilkan memberikan warna hijau yang terbaik diantara suhu pengeringan lainnya. Warna bahan pangan bergantung pada kenampakan bahan pangan itu sendiri, dan kemampuan dari bahan pangan untuk memantulkan, menyebarkan, menyerap, atau meneruskan sinar tampak. Pengeringan bahan pangan akan mengubah sifat-sifat fisik dan kimia dan diduga dapat mengubah kemampuannya memantulkan, menyebarkan, menyerap, dan meneruskan sinar, sehingga mengubah warna bahan pangan. Zat warna hijau alami dari semua tumbuhan tingkat tinggi merupakan campuran klorofil a dan klorofil b (Desrosier 1988). Perbedaan kedua klorofil tersebut terdapat pada atom C no 3; metil pada klorofil a diganti dengan aldehida pada klorofil b (Winarno 2002). Daya tahan hijau alami klorofil berhubungan langsung dengan daya tahan magnesium di dalam molekul zat warna tersebut. Pengaruh adanya pemanasan akan memudahkan terlepasnya ion Mg disubstitusi oleh ion H (Desrosier 1988). Hasil uji chromameter menunjukkan bahwa pengeringan daun pegagan segar dengan suhu 55 0 C selama satu jam memberikan warna yang lebih baik dan tingkatan warna hijau yang lebih hijau daripada suhu lainnya. Selanjutnya

5 45 pengeringan daun pegagan segar dilakukan pada suhu 55 0 C. Daun pegagan kering selanjutnya dibawa ke Balai Besar Pascapanen Cimanggu-Bogor untuk dilakukan penggilingan dengan alat diskmill mesh 40 dan diayak dengan mesh 60 dan 80 agar mendapatkan serbuk pegagan yang seragam yaitu 60 mesh. Serbuk pegagan ini selanjutnya akan digunakan dalam proses pembuatan MP-ASI dengan tingkatan konsentrasi pemberian serbuk pegagan 5%; 7,5% dan 10%. Tingkat konsentrasi serbuk pegagan yang diberikan dihitung berdasarkan hasil konversi banyaknya ekstrak pegagan yang dapat ditambahkan pada perlakuan uji praklinis pada tikus dan juga pertimbangan pengaruhnya terhadap organoleptik MP-ASI. Serbuk kering pegagan sebelum ditambahkan pada MP-ASI terlebih dahulu dilakukan tahap pengujian kandungan gizi serta uji mikrobiologis serbuk kering pegagan. Pengujian kandungan gizi meliputi kandungan air, abu, lemak, protein, vitamin β- karoten dan C, mineral Fe, Ca dan Se, serat pangan, dan asam asiatik. Pengujian ini dilakukan sebagai pertimbangan untuk menentukan formula pada proses pembuatan MP-ASI bubuk instan pegagan. Hasil uji analisis kandungan gizi serbuk kering pegagan yang dibandingkan dengan nilai kandungan daun pegagan segar disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan kandungan gizi daun pegagan segar dengan serbuk kering pegagan Kandungan Gizi Daun pegagan Serbuk kering pegagan segar Air (%wb) 79,63 7,31 Abu (%db) 12,03 15,38 Lemak (%db) 1,32 5,12 Protein (%db) 4,64 21,03 Karbohidrat* (%db) 7,30 15,87 Vitamin β-karoten (ppm) 88,76 317,56 Vitamin C (mg/100g) 79,14 245,27 Fe (mg/100g) 43,26 40,52 Ca (mg/100g) 1994, ,99 Se (mcg/100g) 4,55 33,42 Asam asiatik (%db) 0,64 9,15 Serat Makanan total (%db) Serat makanan larut (%db) Serat makanan tidak larut (%db) 5,46 4,51 0,84 45,56 1,48 39,24

6 46 Pada Tabel 8 terlihat bahwa terjadi perbedaan nilai kandungan zat gizi antara daun pegagan segar dengan daun pegagan yang telah dikeringkan menjadi serbuk kering. Penurunan jumlah kadar air seiring dengan adanya peningkatan jumlah kandungan gizi zat lainnya. Selama pengeringan, bahan pangan kehilangan kadar air yang menyebabkan naiknya kadar zat gizi di dalam massa yang tertinggal. Jumlah protein, lemak dan karbohidrat yang ada per satuan berat di dalam bahan pangan kering lebih besar daripada dalam bahan pangan segar (Desrosier 1988). Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, aktivitas kimiawi yaitu terjadinya ketengikan, dan rekasi-reaksi non-enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur dan citarasa serta nilai gizi (Syarif dan Halid 1993). Suatu bahan pangan kering yang dapat diterima diusahakan memiliki rasa, bau dan kenampakan sebanding dengan produk segar, dapat direkontruksi dengan mudah, masih mempunyai nilai gizi yang tinggi dan memiliki stabilitas penyimpanan yang baik (Desrosier 1988). Persyaratan keamanan pangan harus dipenuhi untuk mencegah makanan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (BPOM RI 2008). Cemaran adalah bahan yang tidak dikehendaki ada dalam makanan yang mungkin berasal dari lingkungan atau sebagai akibat proses produksi makanan, dapat berupa cemaran biologis, kimia dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Cemaran biologis adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari bahan hayati, dapat berupa cemaran mikroba atau cemaran lainnya seperti cemaran protozoa dan nematoda. Cemaran mikroba adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari mikroba yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (BPOM RI 2008). Uji mikrobiologis yang dilakukan pada penelitian iani yaitu uji TPC (Total Plate Count), MPN (Most Probably Number) coliform, Salmonella, Escheria coli dan Staphylococcus sp. Dilakukan untuk mengetahui keamanan pangan serbuk

7 47 kering pegagan sebelum digunakan sebagai serbuk tabur pada MP-ASI. Hasil uji mikrobiologis serbuk pegagan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji mikrobiologi serbuk kering pegagan Jenis Analisis Jumlah Serbuk tabur pegagan BPOM (HK ) TPC <2,4x10 2 koloni/g <1x10 5 koloni/g MPN Koliform >1100 koloni/g <5x10 2 koloni/g Escheria Coli <3/g <3/g Salmonella sp negatif negatif Stapilacoccus sp <1x10 1 koloni/g <1x10 2 koloni/g Hasil uji mikrobiologis (Tabel 9) menunjukkan bahwa kandungan total mikroba dalam serbuk tabur pegagan sudah cukup memenuhi standar dari syarat maksimum batasan yang telah ditetapkan oleh BPOM RI (HK ) tentang batasan maksimum cemaran mikroba pada sayuran kering, kecuali pada MPN Koliform melampaui batas maksimum cemaran. Hal ini mungkin disebabkan karena kurang sterilnya air yang digunakan pada saat proses pencucian daun pegagan segar yang baru dipanen dari lahan, sehingga mikroba yang terdapat di dalam air melekat pada daun pegagan. Namun setelah diuji lanjut ternyata salah satu mikroba yang dikhawatirkan tinggi pada uji MPN Koliform yaitu Escheria coli hasil analisis telah memenuhi syarat yang ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa serbuk kering pegagan yang akan digunakan sebagai serbuk tabur pada MP-ASI telah memenuhi syarat keamanan pangan sehingga aman untuk dikonsumsi. Proses pengeringan umumnya mampu mengurangi kandungan mikroba pada produk, karena mikroba hidup memerlukan air (Desrosier 1988). Proses pengeringan dapat menghancurkan beberapa sel mikroorganisme tetapi tidak mematikan mikroorganisme. Pengeringan hanya menghambat pertumbuhan mikoba dengan cara menurunkan jumlah ketersediaan air dan a w (aktivitas air) sehingga dengan adanya penurunan ketersediaan air maka pertumbuhan mikroba dapat dihambat dan memperpanjang umur simpan dari produk yang dikeringkan (Jay et al 2005).

8 48 Proses Pembuatan MP-ASI Bubuk Instan Pegagan Proses pembuatan MP-ASI bubuk instan pegagan diawali dengan tahap perendaman kacang hijau. Tujuan dari tahap perendaman ini adalah untuk membuat tekstur kacang yang awalnya keras menjadi sedikit lebih lunak sehingga akan mempercepat proses pematangan pada tahap perebusan, selain itu juga untuk mengurangi bau dan rasa langu yang disebabkan oleh enzim lipoksigenase. Tahap selanjutnya adalah perebusan kacang hijau bersama airnya hingga mendidih selama 10 menit. Perebusan ini bertujuan untuk inaktivasi senyawa antitripsin. Antitripsin merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja enzim tripsin untuk memecah protein menjadi asam amino. Keberadaan antitripsin dapat menyebabkan protein tidak dapat dicerna dengan baik di dalam tubuh. Kacang yang telah direbus selanjutnya digiling basah dengan air sebanyak setengah dari 60 persen penambahan air total. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pembuatan puree kacang hijau. Bahan baku lain yang digunakan dalam pembuatan MP-ASI bubuk instan pegagan ini adalah tepung beras, tepung susu, minyak kelapa, gula, garam dan perisa vanili dicampur dan digiling basah dengan penambahan air setengah dari 60 persen penambahan air total, kemudian puree kacang hijau ditambahkan hingga semua bahan tercampur merata. Campuran yang telah rata selanjutnya dimasak pada suhu 75 0 C selama 10 menit agar terjadi proses gelatinisasi pati. Proses gelatinisasi pati ini terjadi karena adanya proses pemberian air pada pati yang akan memisahkan kristal amilosa dan mengganggu struktur heliksnya, sehingga granula pati mengembang dan volumenya menjadi kali lebih besar. Apabila panas dan air diberikan terus-menerus maka amilosa mulai keluar dari granula. Bila proses gelatinisasi terus berlanjut maka granula pati menjadi pecah dan terbentuk struktur gel koloidal (Winarno 2002). Suhu pemasakan 75 0 C tersebut merupakan suhu untuk tujuan pasteurisasi. Pasteurisasi adalah pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari C dengan waktu yang bervariasi tergantung tinggi rendahnya suhu yang digunakan. Tujuannya adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, pembentuk toksin maupun pembusuk (Wirakartakusumah et al 1992).

9 49 Campuran yang telah dimasak, selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan alat drum dryer. Model pengering ini menggunakan proses konduksi untuk menguapkan air dari produk yang akan dikeringkan. Hasil dari pengeringan dengan alat drum dryer adalah berupa flake (serpihan) yang kemudian digiling hingga menjadi bubuk halus. Perubahan ukuran ini bertujuan untuk memudahkan konsumsi, pengemasan, daya serap air dan penampakan yang baik. MP-ASI bubuk instan pegagan selanjutnya dianalisis sifat fisik, kandungan gizi, uji organoleptik dan uji mikrobiologi dan serat pangan untuk produk yang terpilih. Analisis Sifat Fisik, Kandungan Gizi, dan Uji Organoleptik MP-ASI a. Densitas kamba Densitas kamba merupakan salah satu sifat bahan yang dinyatakan dalam satuan g/ml. Suatu bahan dinyatakan kamba jika nilai densitas kambanya kecil, berarti untuk berat yang ringan dibutuhkan ruang (volume) yang besar. Densitas kamba sangat penting dalam hal pengemasan dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi densitas kamba, antara lain karakteristik ukuran partikel atau granula, ruang kosong (void) dan porositas. Densitas kamba MP-ASI tersajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Densitas kamba MP-ASI (g/ml) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan kering pegagan Saat proses Setelah proses Rataan 5% 0,06 0,11 0,085 a 7,5% 0,06 0,12 0,090 a 10% 0,07 0,12 0,095 a Rataan 0,063 a 0,117 b huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. Tabel 10 menunjukkan densitas kamba MP-ASI berada antara 0,06 hingga 0,12. Densitas kamba MP-ASI yang diberi perlakuan penambahan serbuk kering pegagan saat proses pengolahan MP-ASI (MP-ASI A) lebih rendah dibandingkan dengan MP-ASI yang diberi perlakuan penambahan serbuk kering pegagan setelah proses pengolahan MP-ASI (MP-ASI B). Hal ini disebabkan

10 50 karena MP-ASI A memiliki kadar air lebih rendah yaitu rata-rata 3,16% dibandingkan dengan MP-ASI B yaitu rata-rata 4,20%. Kadar air MP-ASI yang rendah tersebut disebabkan karena ikut menguapnya volume air serbuk kering pegagan saat pengeringan di drum dryer. Akibatnya, makin rendah kadar air MP- ASI yang terbentuk dari drum tersebut, makin kecil volume butiran bubuk MP- ASI sehingga makin kecil densitas kamba MP-ASI. Jika dilihat dari hasil sidik ragam (Lampiran 7) perlakuan waktu proses penambahan serbuk kering pegagan berpengaruh nyata terhadap densitas kamba MP-ASI (F hitung > F tabel), namun perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap densitas kamba MP-ASI (F hitung < F tabel). Makanan bayi sebaiknya tidak bersifat kamba, yaitu volume makanan yang besar, tetapi kandungan gizinya rendah, sebab makanan yang bersifat kamba akan cepat memberikan rasa kenyang pada bayi (Muchtadi 2002). b. Kandungan gizi Makanan bayi sebaiknya memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi, mengandung vitamin dan mineral yang cukup, dapat diterima dengan baik, harganya relatif murah dan dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal (Muchtadi 2002). Kadar Air. Hasil analisis kadar air MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) MP-ASI Bubuk Instan dan Protein Advisory Group (PAG) Makanan Tambahan Balita disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Kandungan air MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan SNI dan PAG (%wb) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan kering pegagan Saat proses Setelah proses Rataan SNI PAG 5% 2,24 3,73 2,99 a Maks ,5% 3,30 4,15 3,73 a 4 10% 3,93 4,72 4,33 a Rataan 3,16 a 4,20 b huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel.

11 51 Pada Tabel 11 terlihat adanya perbedaan jumlah kadar air pada setiap konsentrasi dan jenis MP-ASI. Semakin tinggi konsentrasi serbuk kering pegagan yang diberikan semakin tinggi pula jumlah kadar airnya. Rata-rata jumlah kadar air perlakuan penambahan serbuk kering pegagan pada saat proses pengolahan MP-ASI lebih rendah (3,16) daripada perlakuan penambahan serbuk kering pegagan pada setelah proses pengolahan MP-ASI. Hal ini disebabkan karena serbuk kering pegagan yang diberikan pada saat proses pengolahan MP-ASI ikut serta dalam proses pengeringan MP-ASI, yang menyebabkan volume air dalam serbuk kering pegagan turut menguap bersama adonan MP-ASI. Jika dilihat dari hasil sidik ragam (Lampiran 8) perlakuan waktu proses penambahan serbuk kering pegagan berpengaruh nyata terhadap kadar air MP-ASI (F hitung > F tabel), namun perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air MP-ASI (F hitung < F tabel). Kadar air yang disyaratkan untuk MP-ASI bubuk instan maksimal 4%/100g (SNI) dan 5-10%/100g (PAG). Hasil analisis kadar air rata-rata MP-ASI pegagan adalah sekitar 2,24 4,72%/100g. Secara keseluruhan kadar air MP-ASI pegagan telah memenuhi persyaratan sebagai MP-ASI. Kadar Abu. Hasil analisis kadar abu MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) MP-ASI Bubuk Instan dan Protein Advisory Group (PAG) Makanan Tambahan Balita tersajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Kandungan abu MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan SNI dan PAG (%db) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan kering pegagan Saat proses Setelah proses Rataan SNI PAG 5% 1,73 1,90 1,82 a Maks Maks 5 7,5% 1,85 2,29 2,07 a 3,5 10% 2,19 2,61 2,40 a Rataan 1,92 a 2,27 a huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. Pada Tabel 12 kadar abu rata-rata MP-ASI berkisar 1,73-2,61 %db/100g. Semakin tinggi konsentrasi serbuk kering pegagan yang diberikan semakin tinggi pula kadar abu MP-ASI. Hasil sidik ragam (Lampiran 8) perlakuan waktu proses

12 52 penambahan serbuk kering pegagan dan konsentrasi serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu MP-ASI (F hitung < F tabel). Nilai kadar abu produk secara keseluruhan telah memenuhi persyaratan SNI dan PAG dengan batas maksimum 3,5 dan 5 %db. Kadar abu yang terdapat dalam bahan pangan menunjukkan jumlah kandungan mineralnya. Mineral-mineral tersebut diantaranya natrium (Na), kalsium (Ca), seng (Zn), iodium (I) dan besi (Fe). Kadar Lemak. Hasil analisis kadar lemak MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) MP-ASI Bubuk Instan dan Protein Advisory Group (PAG) Makanan Tambahan Balita tersajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Kandungan lemak MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan SNI dan PAG (%db) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan kering pegagan Saat proses Setelah proses Rataan SNI PAG 5% 1,92 1,95 1,94 a Min 6 Maks 15 Maks 10 7,5% 1,96 2,02 1,99 a 10% 2,04 2,04 2,04 a Rataan 1,97 a 2,00 a huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. Tabel 13 menunjukkan semakin besar konsentrasi serbuk kering pegagan yang diberikan semakin tinggi pula kadar lemak MP-ASI. Namun jika dilihat dari hasil sidik ragam (Lampiran 8) perlakuan waktu penambahan serbuk kering pegagan dan konsentrasi serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak MP-ASI (F hitung < F tabel). Nilai kadar lemak secara keseluruhan (1,92-2,04) masih dibawah standar (6-15%db), baik SNI maupun PAG dalam 100g bahan. Hal ini dapat disebabkan karena formula bahan baku MP-ASI menghasilkan lemak yang rendah. Lemak MP-ASI banyak berasal dari susu full cream dan minyak kelapa sawit yang kaya asam lemak rantai sedang. Oleh karena itu perlu adanya penambahan kandungan lemak pada formula bahan baku MP-ASI yaitu penambahan jumlah persentase minyak yang digunakan agar lemak yang dihasilkan dapat memenuhi syarat SNI dan PAG. Nilai kadar lemak yang rendah pada MP-ASI masih dapat diterima,

13 53 karena balita lebih membutuhkan protein daripada lemak sebagai sumber tenaga dan pertumbuhan. Kadar Protein. Hasil analisis kadar protein MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) MP-ASI Bubuk Instan dan Protein Advisory Group (PAG) Makanan Tambahan Balita tersajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Kandungan protein MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan SNI dan PAG (%db) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan kering pegagan Saat proses Setelah proses Rataan SNI PAG 5% 11,21 11,90 11,56 a Min 8 Maks 22 Min 20 7,5% 13,22 13,02 13,12 b 10% 14,58 14,06 14,32 c Rataan 13,00 a 12,99 a huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. Jumlah kandungan protein pada setiap sampel MP-ASI pegagan terlihat berbeda-beda. Kadar rata-rata protein MP-ASI pegagan adalah antara 11,21 sampai 14,58 %db. Semakin tinggi konsentrasi serbuk kering pegagan yang diberikan, maka semakin tinggi pula jumlah kandungan proteinnya. Hal ini sesuai dari hasil sidik ragam (Lampiran 8) perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan berpengaruh nyata terhadap kadar protein MP-ASI pegagan (F hitung > F tabel), namun perlakuan waktu penambahan serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein MP-ASI pegagan (F hitung < F tabel). Rata-rata kadar protein MP-ASI pegagan cukup memenuhi standar SNI namun masih dibawah standar PAG. Kadar protein tinggi yang disyaratkan terkandung dalam produk MP-ASI dapat dijadikan acuan penting karena zat gizi protein dengan potensi asam aminonya sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi untuk kelangsungan tahap perkembangan berikutnya. Protein untuk bayi sebaiknya yang bermutu tinggi, yang mirip dengan kasein dan protein whey yang terdapat pada ASI. Kebutuhan protein untuk bayi selama usia 12 bulan pertama adalah 1,0g 100 Kal. FAO/WHO menyarankan tingkat konsumsi perhari bayi usia 6-12 bulan adalah 1,3g/kg (Haryati 2008). Angka kecukupan gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan untuk bayi usia 7-11

14 54 bulan adalah 16g/hari dan usia 1-3 tahun 25g/hari (WNPG 2004). Jika MP-ASI dikonsumsi sebanyak tiga kali sehari minimal 40-50g/saji maka dapat memenuhi AKG protein bayi sesuai dengan usia bayi. Kadar Vitamin C. Hasil analisis kadar vitamin C MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) MP-ASI Bubuk Instan dan Protein Advisory Group (PAG) Makanan Tambahan Balita tersajikan pada Tabel 15. Hasil analisis vitamin C MP-ASI pegagan rata-rata berkisar 79,91 hingga 133,56mg/100g. Nilai tertinggi ada pada MP-ASI dengan konsentrasi serbuk kering pegagan 10%. Semakin tinggi konsentrasi serbuk pegagan yang diberikan maka menghasilkan jumlah kandungan vitamin C MP-ASI semakin tinggi pula. Tabel 15 Kandungan vitamin C MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan SNI dan PAG (mg/100g) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan tabur pegagan Saat proses Setelah proses Rataan SNI PAG 5% 79,91 87,39 84,15 a Min 20 7,5% 108,05 117,51 112,78 b 27 10% 121,98 133,56 127,77 c Rataan 103,31 a 113,15 b huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. MP-ASI pegagan yang diberi perlakuan penambahan serbuk kering pegagan pada saat proses memiliki nilai rataan kandungan vitamin C lebih rendah daripada MP-ASI pegagan yang diberi perlakuan penambahan serbuk kering pegagan setelah proses. Hal ini dapat disebabkan karena serbuk kering pegagan ikut dalam proses pengeringan yang menyebabkan kandungan vitamin C menjadi turun karena vitamin C sensitif terhadap panas. Hasil sidik ragam (Lampiran 8) juga menunjukkan bahwa perlakuan waktu proses penambahan serbuk kering pegagan dan perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin C MP-ASI (F hitung > F tabel). Vitamin C merupakan salah satu jenis vitamin yang disyaratkan wajib ada pada MP-ASI. AKG vitamin C dalam sehari untuk bayi usia 7-11 bulan adalah 40mg/hari, sedangkan usia 1-3 tahun adalah 50mg/hari. Nilai rata-rata kandungan vitamin C MP-ASI pegagan sudah memenuhi persyaratan SNI dan PAG MP-ASI.

15 55 Namun jumlahnya jauh lebih tinggi daripada yang disyaratkan. Kandungan vitamin C yang tinggi diduga berasal dari serbuk kering pegagan yang ditambahkan pada MP-ASI. Konsumsi vitamin C yang berlebih akan menurunkan efisiensi absorpsi dan meningkatkan ekskresi, sehingga kelebihan konsumsi vitamin C secara normal akan dibuang melalui urine (Syafiq A et al 2010). Kadar β-karoten. Hasil analisis kadar β-karoten MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) MP-ASI Bubuk Instan dan Protein Advisory Group (PAG) Makanan Tambahan Balita tersajikan pada Tabel 16. Hasil analisis β-karoten MP-ASI rata-rata berkisar 208,25 hingga 492,99ppm. Nilai tertinggi ada pada MP-ASI dengan konsentrasi serbuk kering pegagan 10%. Semakin tinggi konsentrasi serbuk kering pegagan yang diberikan maka menghasilkan jumlah kandungan β-karoten MP-ASI semakin tinggi pula. Tabel 16 Kandungan β-karoten MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan SNI dan PAG (ppm) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan SNI PAG tabur pegagan Saat proses Setelah proses Rataan Vit. A Vit.A 5% 201,47 216,76 209,12 a mcg 400 mcg 7,5% 271,78 396,59 334,19 a 10% 464,85 484,51 474,68 a Rataan 312,70 a 365,95 a huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan waktu proses penambahan serbuk kering pegagan dan perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan β-karoten MP-ASI pegagan (F hitung < F tabel). β-karoten merupakan provitamin A yang terdapat dalam tanaman hijau. Provitamin A merupakan prekursor vitamin A (Winarno 2002). Di dalam tubuh setiap 6 mcg β-karoten akan dikonversi menjadi 1 mcg vitamin A. Senyawa β- karoten lebih aman dikonsumsi dibandingkan dengan vitamin A yang dibuat secara sintetis karena β-karoten tidak memberikan efek keracunan (Almatsier 2005).

16 56 Kadar Kalsium. Hasil analisis kadar kalsium MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) MP-ASI Bubuk Instan dan Protein Advisory Group (PAG) Makanan Tambahan Balita tersajikan pada Tabel 17. Kalsium (Ca) sangat diperlukan pada awal kehidupan bayi karena untuk menunjang pertumbuhan tulang dan pembentukan gigi yang sempurna. Hal ini begitu penting karena tulang bayi tidak banyak mengandung kalsium waktu baru dilahirkan (Muchtadi 2002). Tabel 17 Kandungan kalsium MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan SNI dan PAG (mg/100g) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan tabur pegagan Saat proses Setelah proses Rataan SNI PAG 5% 230,41 191,73 211,07 a Min 300 7,5% 315,40 285,93 300,67 b % 328,88 307,41 318,15 c Rataan 290,56 b 261,69 a huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. Hasil analisis kalsium MP-ASI rata-rata berkisar 191,73-328,88mg/100g. Semakin tinggi tingkat konsentrasi serbuk pegagan yang diberikan maka semakin tinggi pula jumlah kandungan kalsium MP-ASI. Jumlah kandungan rata-rata kalsium pada MP-ASI pegagan yang mendapat perlakuan penambahan serbuk kering pegagan pada saat proses pengolahan MP-ASI pegagan lebih besar daripada MP-ASI pegagan setelah proses. Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan waktu proses penambahan serbuk kering pegagan dan perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan berpengaruh nyata terhadap kandungan kalsium MP-ASI (F hitung > F tabel). Nilai rata-rata kandungan kalsium MP-ASI sudah cukup memenuhi standar SNI dan PAG yang mensyaratkan kalsium minimal sebesar 200 dan 300 mg/100g. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk bayi usia 7-11 bulan adalah 400mg/hari dan usia 1-3 tahun 500mg/hari (WNPG 2004). Jika MP-ASI dikonsumsi sebanyak tiga kali sehari minimal g/saji maka dapat memenuhi sekitar 96% AKG kalsium.

17 57 Kadar Fe. Hasil analisis kadar Fe (zat besi) MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) MP-ASI Bubuk Instan dan Protein Advisory Group (PAG) Makanan Tambahan Balita tersajikan pada Tabel 18. Kebutuhan bayi akan zat besi sangat ditentukan oleh umur kehamilan. Bayi yang dikandung cukup umur akan menerima sejumlah besar zat besi dari ibunya selama dalam kandungan, tetapi bayi yang dilahirkan prematur akan menerima lebih sedikit zat besi (Muchtadi 2002). Tabel 18 Kandungan Fe MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan SNI dan PAG (mg/100g) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan kering pegagan Saat proses Setelah proses Rataan SNI PAG 5% 9,67 14,27 11,97 a Min 10 7,5% 11,84 16,28 14,06 b 5 10% 13,77 19,88 33,65 c Rataan 11,76 a 16,81 b huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. Hasil analisis zat besi MP-ASI pegagan rata-rata berkisar 9,67-19,88 mg/100g. Semakin tinggi tingkat konsentrasi serbuk kering pegagan yang diberikan maka semakin tinggi pula jumlah kandungan zat besi MP-ASI. Jumlah kandungan rata-rata zat besi pada MP-ASI pegagan setelah proses lebih besar daripada MP-ASI pegagan saat proses. Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan waktu proses penambahan serbuk kering pegagan dan perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan berpengaruh nyata terhadap kandungan zat besi MP-ASI (F hitung > F tabel). Nilai rata-rata kandungan zat besi MP-ASI sudah cukup memenuhi standar SNI dan PAG yang mensyaratkan zat besi minimal sebesar 5-10 mg/100g. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk bayi usia 7-11 bulan adalah 7 mg/hari dan usia 1-3 tahun 8 mg/hari (WNPG 2004). Kadar Selenium (Se). Selenium berperan dalam sistem imunitas untuk mengaktifkan sel darah putih. Hasil analisis kadar Se (selenium) MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) MP-ASI

18 58 Bubuk Instan dan Protein Advisory Group (PAG) Makanan Tambahan Balita tersajikan pada Tabel 19. Hasil analisis selenium MP-ASI rata-rata berkisar 22,40-29,06 mcg/100g. Semakin tinggi tingkat konsentrasi serbuk kering pegagan yang diberikan maka semakin tinggi pula jumlah kandungan selenium MP-ASI. Jumlah kandungan rata-rata selenium pada MP-ASI yang diberi perlakuan penambahan serbuk kering pegagan setelah proses lebih besar daripada MP-ASI yang diberi perlakuan penambahan serbuk kering pegagan setelah proses. Tabel 19 Kandungan selenium MP-ASI bubuk instan pegagan dibandingkan SNI dan PAG (mcg/100g) Konsentrasi serbuk Waktu penambahan tabur pegagan Saat proses Setelah proses Rataan SNI PAG 5% 22,40 23,19 22,80 a Min - 7,5% 26,06 27,33 26,70 b 10 10% 28,03 29,06 28,55 c Rataan 25,50 a 26,53 b huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan waktu proses penambahan serbuk kering pegagan dan perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan berpengaruh nyata terhadap kandungan selenium MP-ASI (F hitung > F tabel). Nilai rata-rata kandungan selenium MP-ASI sudah cukup memenuhi standar SNI dan PAG yang mensyaratkan zat besi minimal sebesar 10 mcg/100g. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk bayi usia 7-11 bulan adalah 10 mcg/hari dan usia 1-3 tahun 17 mcg/hari (WNPG 2004). Asam asiatik. Asam asiatik merupakan salah satu senyawa aktif yang terdapat pada pegagan. Senyawa ini tergabung dalam kelompok β-amyrin (triterpenoid). Karakteristik kelompok β-amyrin yang dapat larut dalam lipid memungkinkan senyawa-senyawa ini mampu menembus sawar otak karena salah satu karakteristik sawar otak adalah permeabel terhadap air, glukosa dan senyawasenyawa yang larut dalam lipid, sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat mempengaruhi berbagai fungsi sistem saraf pusat di otak, termasuk proses

19 59 belajar-mengingat dan regulasi emosi (Annisa 2006). Hasil analisis kadar asam asiatik MP-ASI bubuk instan pegagan disajikan pada Tabel 20. Hasil analisis asam asiatik MP-ASI rata-rata berkisar 0,51-0,83%db. Semakin tinggi tingkat konsentrasi serbuk kering pegagan yang diberikan maka semakin tinggi pula jumlah kandungan asam asiatika MP-ASI. Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa dan perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan dan perlakuan waktu proses penambahan serbuk kering pegagan berpengaruh nyata terhadap kandungan asam asiatik MP-ASI pegagan (F hitung > F tabel). Hal ini dapat terjadi karena suhu pengeringan pada proses pengolahan MP-ASI pegagan tidak mampu mempertahankan kandungan asam asiatik pada serbuk kering pegagan, karena senyawa ini bersifat volatil ketika adanya pemanasan yang cukup tinggi. Tabel 20. Kandungan asam asiatik MP-ASI bubuk instan pegagan (%db) Konsentrasi serbuk Waktu proses penambahan Rerata tabur pegagan Saat proses Setelah proses 5% 0,51 0,58 0,55 a 7,5% 0,60 0,66 0,63 b 10% 0,78 0,83 0,81 c Rerata 0,63 a 0,69 b huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan beda nyata F hitung > daripada F tabel. MP-ASI yang mengandung sejumlah kecil senyawa aktif kelompok β- amyrin diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada MP-ASI yaitu sebagai makanan fungsional yang dapat memberikan pengaruh pada peningkatan kecerdasan anak pada usia dewasa. c. Organoleptik MP-ASI Penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada faktor rasa, warna, tekstur, aroma dan nilai gizinya serta faktor lain yaitu sifat mikrobiologis (Winarno 2002). Organoleptik MP-ASI dilakukan pada Ibu rumah tangga dan penerimaan MP-ASI pada bayi. Organoleptik pada Ibu Rumah Tangga. Uji organoleptik MP-ASI dilakukan melalui uji hedonik dan uji mutu hedonik panelis terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dari empat jenis MP-ASI, yaitu MP-ASI A (pemberian

20 60 serbuk kering pegagan saat proses pengolahan MP-ASI); MP-ASI B (pemberian serbuk kering pegagan setelah proses pengolahan MP-ASI); MP-ASI komersial dan MP-ASI dapur dengan masing-masing tiga tingkat konsentrasi serbuk tabur pegagan, yaitu 5%; 7,5% dan 10% sehingga ada total keseluruhan ada 12 sampel MP-ASI. Panelis berjumlah 20 orang yang terdiri dari ibu rumah tangga yang memiliki anak dengan usia baduta (bawah dua tahun). Uji organoleptik dilakukan dengan skala garis, 1 hingga 9. Formulir uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4. Data rata-rata uji hedonik jenis MP-ASI disajikan pada Tabel 20 dan data rata-rata uji mutu hedonik MP-ASI disajikan pada Tabel 21. Warna. Umumnya penilaian awal seseorang (konsumen) terhadap suatu produk makanan suka atau tidak sukanya seringkali dimulai dengan warna. Oleh karena itu penilaian secara subjektif dengan indera penglihatan masih sangat menentukan dalam menilai suatu komoditi maupun produk makanan. Penampakan warna produk MP-ASI adalah hijau pucat sampai hijau tua (Tabel 22). Penampakan warna tersebut disebabkan oleh pembawaan warna hijau oleh serbuk pegagan yang ditambahkan pada MP-ASI. Tabel 21. Data rata-rata uji hedonik MP-ASI Nilai rata-rata uji hedonik jenis MP-ASI Jenis MP-ASI Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan MP-ASI A 5,30 b 5,80 b 5,46 b 5,36 b 5,57 b MP-ASI B 5,40 b 5,90 b 5,71 b 5,95 b 5,92 b MP-ASI Komersial 5,98 b 5,93 b 6,05 b 6,21 b 6,03 b MP-ASI Dapur 3,95 a 3,33 a 3,70 a 2,43 a 3,28 a Konsentrasi serbuk Nilai rata-rata uji hedonik konsentrasi MP-ASI kering pegagan Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan 5% 5,41 a 5,37 a 5,46 a 5,23 a 5,37 a 7,5% 5,23 a 5,32 a 5,40 a 5,08 a 5,07 a 10% 4,82 a 5,02 a 4,83 a 4,65 a 5,15 a huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (F hitung > F tabel), semakin tinggi angka maka semakin besar tingkat kesukaan panelis terhadap sampel Hasil penilaian uji hedonik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna pada MP-ASI memiliki kisaran 3,95-5,98 atau berada pada kisaran agak tidak suka sampai biasa saja. Jika dilihat dari hasil sidik

21 61 ragam uji kesukaan MP-ASI (Lampiran 9) menunjukkan bahwa adanya perlakuan jenis MP-ASI berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan warna MP-ASI (F hitung > F tabel), sedangkan perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan warna MP-ASI (F hitung < F tabel). Namun jika dilihat dari hasil sidik ragam uji mutu hedonik MP-ASI (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan jenis MP-ASI memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna MP-ASI begitu juga dengan perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan (F hitung > F tabel). Skor tertinggi adalah konsentrasi serbuk kering pegagan 10% yang memberikan warna agak kehijau-hijauan (6,08). Tabel 21 dan 22 memperlihatkan bahwa tingkat kesukaan terhadap warna MP-ASI dapur berbeda dengan MP-ASI lainnya. MP-ASI dapur memiliki nilai rata-rata 3,95 yang berkisar agak tidak suka, sedangkan MP-ASI lainnya berkisar biasa. Hasil uji mutu hedonik MP-ASI dapur memiliki warna yang lebih hijau (7,34) daripada MP-ASI lainnya (3,56-5,67) agak pucat hingga agak hijau. Tabel 22. Data rata-rata uji mutu hedonik MP-ASI Nilai rata-rata uji mutu hedonik MP-ASI Jenis MP-ASI Warna Aroma Rasa Tekstur MP-ASI A 5,67 b 6,24 b 5,32 a 5,65 b MP-ASI B 4,91 b 5,91 b 5,04 a 5,88 b MP-ASI Komersial 3,56 a 4,68 a 4,81 a 7,25 c MP-ASI Dapur 7,34 c 6,49 b 7,33 b 4,70 a Konsentrasi serbuk Nilai rata-rata uji mutu hedonik MP-ASI kering pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur 5% 4,83 a 5,59 a 5,37 a 6,44 a 7,5% 5,19 a 5,78 a 5,41 a 5,76 ab 10% 6,08 b 6,13 a 6,10 a 5,41 b huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (F hitung > F tabel), semakin tinggi angka maka semakin besar skor mutu sampel. Skor tertinggi mutu hedonik dimiliki oleh konsentrasi serbuk kering pegagan 10%. Hal ini berarti bahwa perlakuan pemberian konsentrasi serbuk kering pegagan pada jenis MP-ASI yang berbeda-beda memberikan tingkat warna yang berbeda-beda dan memberikan tingkat kesukaan panelis terhadap warna MP-ASI yang berbeda pula. Hasil uji ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna yang agak kehijau-hijaun.

22 62 Aroma. Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan dan kemudian mempengaruhi tingkat penerimaan. Keterangan mengenai jenis bau yang keluar dari makanan dapat diperoleh melalui epitel olfaktori, yaitu suatu bagian yang berwarna kuning kira-kira sebesar perangko yang terletak pada bagian atap dinding rongga hidung di atas tulang turbinate. Setiap sel olfaktori memiliki silia. Bau-bauan baru dapat dikenali bila berbentuk uap, dan molekulmolekul komponen bau harus sempat menyentuh silia olfaktori, dan diteruskan ke otak dalam bentuk implus listrik oleh ujung-ujung syaraf olfaktori (Winarno 2002). Hasil penilaian uji hedonik (Tabel 21) menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma MP-ASI memiliki kisaran 3,33-5,93 atau berada pada kisaran tidak suka sampai agak suka. Daun pegagan yang ditambahkan ke dalam MP-ASI sudah dalam bentuk serbuk kering. Pengeringan dapat merubah sifat fisik dan kimia daun pegagan. Akibat pengeringan aroma daun pegagan segar berubah menjadi aroma seperti daun kering sehingga akan mempengaruhi kualitas aroma MP-ASI. Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu aroma MP-ASI (Tabel 22) menunjukkan nilai rata-rata 4,68-6,49; biasa hingga beraroma seperti daun kering. Hasil sidik ragam uji kesukaan MP-ASI (Lampiran 9) menunjukkan bahwa adanya perlakuan jenis MP-ASI berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan aroma MP-ASI (F hitung > F tabel) sedangkan perlakuan konsentrasi serbuk kering tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan aroma MP-ASI (F hitung < F tabel). Begitu pula jika dilihat dari hasil sidik ragam uji mutu hedonik MP-ASI (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan jenis MP-ASI juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma MP-ASI, namun perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma MP- ASI (F hitung < F tabel) terhadap aroma MP-ASI. Perbedaan aroma yang dihasilkan pada uji hedonik oleh MP-ASI A, B dan komersial dengan MP-ASI dapur mungkin disebabkan oleh perbedaan jenis dan komposisi campuran bahan penyusunnya. Bahan baku MP-ASI A,B dan komersial merupakan campuran dari tepung beras, kacang hijau, tepung susu, gula pasir, dan vanili ketika ditambahkan serbuk kering pegagan tidak begitu

23 63 tercium aroma daun keringnya sehingga disukai oleh panelis, sedangkan MP-ASI 4 merupakan campuran bahan baku MP-ASI dapur yang sering dibuat oleh ibu rumah tangga; nasi saring, ati ayam dan wortel rebus sehingga masih memberikan aroma yang sedikit amis dan bercampur dengan aroma daun kering dari serbuk kering pegagan sehingga kurang disukai panelis. Pada uji mutu hedonik memperlihatkan bahwa MP-ASI komersial berbeda nyata dengan MP- ASI lainnya dan memiliki nilai terendah 4,68 yang berkisar biasa saja. Hal ini dapat disebabkan karena MP-ASI dapur adalah MP-ASI komersial yang dalam proses pengolahannya ada penambahan zat-zat yang dapat menutupi aroma serbuk kering pegagan, sehingga aroma seperti daun kering tidak begitu tercium oleh indera pembau. Rasa. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. Agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan implus yang terbentuk dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Manis dan asin paling banyak dideteksi oleh kuncup pada ujung lidah, kuncup pada sisi lidah paling peka asam, sedangkan kuncup di bagian pangkal lidah peka terhadap pahit. Rasa menjadi faktor yang penting dalam menilai suatu produk makanan diterima atau tidaknya (Winarno 2002). Hasil penilaian uji hedonik (Tabel 21) menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa pada MP-ASI memiliki kisaran 2,43-6,2 atau berada pada kisaran agak tidak suka sampai agak suka. Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu rasa MP-ASI (Tabel 22) menunjukkan nilai rata-rata 2,43-6,12; tidak terasa pahit hingga terasa agak pahit. Hal ini disebabkan karena adanya perlakuan penambahan serbuk pegagan yang memiliki sedikit rasa pahit sehingga akan mempengaruhi kualitas rasa MP-ASI yang dihasilkan. Menurut Winarno (2002) rasa pahit disebabkan oleh alkoloid-alkoloid, misalnya kafein, teobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti naringin, garam-garam Mg, NH 4, dan Ca. Daun pegagan mengandung beberapa senyawa saponin, termasuk asiacoside, asam asiatat, dan madecassoside, triterpen acid,

24 64 carotenoid, garam K, Na, Ca, Fe, Posfor, vellarine, tannin, resin, pektin, gula, vitamin B, minyak lemak, kalsium oksalat dan amygladin (Mahendra 2006). Hasil sidik ragam uji kesukaan MP-ASI (Lampiran 9) menunjukkan bahwa adanya perlakuan jenis MP-ASI berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan rasa MP-ASI (F hitung > F tabel) sedangkan perlakuan konsentrasi serbuk kering dan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan rasa MP-ASI (F hitung < F tabel). Hal yang sama juga ditunjukkan pada hasil sidik ragam uji mutu hedonik MP-ASI (Lampiran 9) yang menunjukkan bahwa perlakuan jenis MP-ASI juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa MP-ASI namun perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa pahit MP-ASI. Perbedaan rasa yang dihasilkan oleh MP-ASI A, B dan komesial dengan MP-ASI 4 pada uji hedonik mungkin disebabkan oleh perbedaan jenis dan komposisi campuran bahan penyusunnya serta adanya perbedaan jumlah konsentrasi serbuk pegagan yang ditambahkan, sehingga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap rasa MP-ASI. Bahan baku MP-ASI A, B dan komersial merupakan campuran dari tepung berasa, kacang hijau, tepung susu, gula pasir, dan vanili ketika ditambahkan serbuk kering pegagan masih dapat memberikan rasa sedikit manis dan rasa kacang hijau yang disukai oleh panelis, sedangkan MP-ASI dapur merupakan campuran bahan baku MP-ASI dapur yang sering dibuat oleh ibu rumah tangga; nasi saring, ati ayam dan wortel rebus ketika ditambahkan serbuk kering pegagan memberikan rasa yang kurang disukai panelis. Tekstur. Selain warna, aroma dan rasa, tekstur merupakan salah satu sifat inderawi untuk menilai suatu produk pangan. Pada penelitian ini untuk menilai tekstur MP-ASI, MP-ASI disajikan dengan menambahkan air hangat ( C) sehingga MP-ASI berbentuk bubur agar mudah dikonsumsi. Hasil penilaian uji hedonik (Tabel 21) menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur pada MP-ASI memiliki kisaran 3,70-6,05 atau berada pada kisaran tidak suka sampai agak suka. Hasil uji mutu hedonik (Tabel 22) nilai rata-rata tekstur MP-ASI berkisar dari 4,70-7,25 atau berkisar lunak hingga lunak. Hal ini dapat disebabkan karena adanya keragaman

25 65 dalam bahan baku maupun proses pengolahan MP-ASI dan karena adanya perlakuan penambahan serbuk kering pegagan sehingga memberikan pengaruh pada tekstur MP-ASI. Hasil sidik ragam uji kesukaan MP-ASI (Lampiran 9) menunjukkan bahwa adanya perlakuan jenis MP-ASI berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan tesktur MP-ASI (F hitung > F tabel) sedangkan perlakuan konsentrasi serbuk kering tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan tekstur MP-ASI (F hitung < F tabel). Hal yang sama juga ditunjukkan pada hasil sidik ragam uji mutu hedonik MP-ASI (Lampiran 9) yang menunjukkan bahwa perlakuan jenis MP-ASI juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur MP-ASI namun perlakuan konsentrasi serbuk kering pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur MP-ASI. Hasil uji hedonik dan mutu hedonik menunjukkan bahwa tekstur MP-ASI dapur berbeda dengan MP-ASI lainnya, dan MP-ASI komersial berbeda dengan MP-ASI lainnya. Tekstur MP-ASI komersial lebih disukai oleh panelis daripada tekstur MP-ASI lainnya. Karena tekstur MP-ASI komersial berkisar padat, sedangkan tekstur MP-ASI dapur berkisar agak lunak. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan bahan baku, proses pengolahan dan cara penyajian masing-masing MP-ASI dengan yang lainnya, sehingga menghasilkan tekstur MP-ASI yang berbeda pula. Keseluruhan. Pada Tabel 21 terlihat bahwa ada perbedaan tingkat kesukaan secara keseluruhan antar MP-ASI. MP-ASI dapur memiliki nilai rata-rata tingkat kesukaan yang terendah 3,28; sangat tidak suka dibandingkan dengan MP-ASI lainnya yaitu 5,57-6,03; berkisar biasa dan agak suka. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan komposisi campuran bahan penyusun MP-ASI dapur dengan yang lainnya sehingga memberikan kesan yang berbeda ketika ditambahkan serbuk kering pegagan. Hasil sidik ragam uji kesukaan MP-ASI (Lampiran 9) menunjukkan bahwa adanya perlakuan jenis MP-ASI berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan keseluruhan MP-ASI (F hitung > F tabel) sedangkan perlakuan konsentrasi serbuk kering tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan keseluruhan MP-ASI (F hitung < F tabel).

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) yang berjudul Pengembangan Produk Pangan Fungsional

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN FIRMAN SANTHY GALUNG Email : firman_galung@yahoo.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 2014 Wilayah Indonesia Rawan Bencana Letak geografis Wilayah Indonesia Pertemuan 3 lempengan

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

A. Bubur Beras Instan

A. Bubur Beras Instan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bubur Beras Instan Bubur dikenal juga dengan sebutan pure yang berasal dari bahasa Inggris pure yang berarti sup yang kental. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), bubur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Kimia pada Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji Bangkok (Psidium guajava L.) Rerata hasil analisis statistik untuk uji kualitas kimia yang meliputi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pegagan (Centella asiatica)

TINJAUAN PUSTAKA. Pegagan (Centella asiatica) 21 TINJAUAN PUSTAKA Pegagan (Centella asiatica) Pegagan (Centella asiatica) merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah penyebaran sangat luas, terutama di daerah tropis dan subtropis. Gelar Asiatica

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan 4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan Antioksidan berperan untuk menetralkan radikal bebas dengan cara menambah atau menyumbang atom pada radikal bebas (Pokorny et al., 2001). Didukung dengan pernyataan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang

I. PENDAHULUAN. hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan salah satu faktor yang penting yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang memadukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Kandungan β-karoten dan Aktivitas Vitamin A Selama Penyimpanan Metode pertanian mempengaruhi komposisi kandungan gizi pada produk buah dan sayuran segar (Worthington 2001),

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA RED PALM OLEIN (RPO) Penelitian ini menggunakan RPO yang diproses dari CPO yang diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama (Bimoli), Jakarta.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Proses pembuatan dari Tape Ketan Beta karoten ini akan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 1 Mei 2015 pukul 09.00-17.00 di Jln. Gombang alas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Gaplek Menurut Soetanto (2008), umbi ketela atau singkong umumnya dapat dipanen saat tanaman berumur 6-12 bulan setelah tanam. Pada penelitian ini bahan dasar tepung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci