ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP"

Transkripsi

1 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 Analisis Kelayakan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri ABDULLAH PAUZI ASAGAP E Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN ABDULLAH PAUZI ASAGAP. Analisis Kelayakan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri. Dibimbing oleh Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Taufik Ismina, ST Jalan tol (di Indonesia disebut juga sebagai jalan bebas hambatan) adalah suatu jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain. Salah satu perusahaan yang mengelola jalan tol adalah PT. Jasa Marga. Jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) adalah salah satu jalan tol yang dikelola oleh PT. Jasa Marga. Selama ini lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi khususnya pada jalur hijau ditanami rumput, tanaman pisang, tanaman singkong, bambu dan jenis-jenis tanaman penghijauan lainnya. Padahal lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi juga dapat dimanfaatkan untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman kehutanan yang dapat menghasilkan kayu dan mempunyai nilai ekonomi atau nilai komersial yang cukup tinggi. Melihat kenyataan tersebut rasanya cukup rasional jika lahan di sepanjang daerah milik jalan tol Jagorawi dimanfaatkan untuk pengusahaan tanaman kehutanan dengan tujuan kayu-kayu yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pasokan (supply) kayu. Selain itu juga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pengelola jalan tol Jagorawi. Sehubungan dengan hal tersebut penelitian mengenai analisis kelayakan pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol jagorawi sebagai unit usaha mandiri perlu dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu aspek finansial, aspek pemilihan dan pengelolaan jenis-jenis tanaman kehutanan, aspek penataan areal dan teknis pemanenan berdasarkan estetika serta aspek sosial. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Jasa Marga Indonesia Highway Corporation cabang Jagorawi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi (pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan), wawancara dan penyebaran kuesioner. Pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan untuk mengetahui pertumbuhan dan kondisi fisik tanaman secara visual. Pengambilan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling. Jumlah pohon contoh untuk masing-masing jenis, yaitu Jati (Tectona grandis) sebanyak 10 pohon, Pinus (Pinus sp.) sebanyak 9 pohon, Meranti (Shorea sp.) sebanyak 9 pohon, Mahoni (Swietenia sp.) sebanyak 10 pohon, Sengon (Paraserianthes falcataria) sebanyak 14 pohon dan Akasia (Acacia sp.) sebanyak 11 pohon. Kemudian diukur diameter setinggi dada (Dbh) dan tingginya, baik tinggi bebas cabang (TBC) maupun Tinggi total (TT). Wawancara dilakukan terhadap berbagai pihak yang terkait untuk melengkapi data dan informasi. Penyebaran kuesioner. Responden yang digunakan adalah pengguna jalan tol Jagorawi yang berjumlah 120 orang. Jumlah yang disebar sebanyak 120 kuesioner dibagi ke dalam 2 tahap. Lokasi penyebaran kuesioner di rest area. Jenis tanaman kehutanan adalah Sengon sebanyak pohon, Akasia sebanyak pohon dan paling sedikit adalah Trembesi sebanyak 100 pohon.

4 Jumlah keseluruhan jenis-jenis tanaman kehutanan sebanyak pohon. Sedangkan jenis tanaman penghias adalah Salak sebanyak tanaman, Jarak pagar sebanyak tanaman dan paling sedikit adalah Kelapa sawit sebanyak 5 tanaman. Jumlah keseluruhan jenis-jenis tanaman penghias sebanyak tanaman. Sistem pengelolaan tanaman menggunakan pola tanam campuran dan melibatkan berbagai pihak antara lain Departemen Kehutanan, Pemda (Pemda DKI Jakarta dan Pemda Bogor) atau Instansi-instansi pemerintah/swasta, mitra kerja dan PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi. Pengguna lahan terbesar adalah CV. Gumelar Persada seluas 36,03 Ha atau 60,24%, Pemda/Instansi pemerintah/swasta seluas 8,12 Ha atau 13,58%, kemudian PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi seluas 7,57 Ha atau 12,65%, PT. Widyamita seluas 6,98 Ha atau 11,67%, dan Departemen Kehutanan seluas 1,11 Ha atau sebesar 1,86%. Luas total penggunaan lahan sebesar 59,81 ha. Berdasarkan hasil analisa persepsi pengguna jalan mengenai pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi, pandangan terhadap adanya jalur hijau di sepanjang tol Jagorawi, 90,00% responden berpandangan baik, 9,17% responden berpandangan biasa dan 0,83% responden berpandangan kurang baik. Kemudian dampak positif yang diperoleh dengan adanya jalur hijau di sepanjang tol Jagorawi, 45,95% responden berpendapat sebagai penyerap dan penjerap emisi kendaraan, 39,86% responden berpendapat untuk meningkatkan keindahan dan estetika, 6,76% responden berpendapat untuk mengurangi stress, 4,05% responden berpendapat sebagai peredam kebisingan, 1,35% responden berpendapat untuk meningkatkan pengamanan dan 2,03% responden berpendapat sebagai daerah resapan air. Selanjutnya mengenai lebar jalur hijau yang dianggap memadai, yaitu sebanyak 35,83% responden berpendapat selebar 20 meter, 22,50% responden berpendapat selebar 10 meter, 20,83% responden berpendapat selebar 30 meter, 10,00% responden berpendapat selebar 50 meter dan 4,17% responden berpendapat selebar >50 meter. Adapun mengenai jenis-jenis tanaman kehutanan yang paling disukai responden, Jati sebanyak 13,68% responden, Meranti sebanyak 10,26% responden, Akasia sebanyak 10,83% responden, Pinus sebanyak 14,81% responden, Mahoni sebanyak 11,68% responden dan Sengon sebanyak 6,84% responden, Puspa sebanyak 4,84% responden, Ekaliptus, Eboni dan Rasamala masing-masing sebanyak 4,27% responden, Matoa sebanyak 3,99% responden, Gmelina sebanyak 2,85% responden, Karet sebanyak 1,99% responden, Afrika sebanyak 1,71% responden, Sungkai, Sonokeling, Mindi dan Krey payung berturut-turut masing-masing sebanyak 1,14% responden, 1,42% responden, 0,28% responden, dan 0,85% responden. Selanjutnya dalam penataan dan pengaturan tanaman, 40% responden berpendapat komposisi 80% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 20% lahan ditanami dengan tanaman penghias, 22,50% responden berpendapat komposisi 60% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 40% lahan ditanami dengan tanaman penghias, 15,00% responden berpendapat komposisi 100% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan, 14,17% responden berpendapat komposisi 20% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 80% lahan ditanami dengan tanaman penghias, serta 8,33% responden berpendapat komposisi 40% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 60% lahan ditanami dengan tanaman penghias. Kemudian dalam menentukan teknik

5 pemanenan tanaman kehutanan, model sketsa yang paling diminati oleh responden adalah model sketsa b sebanyak 38,33% responden, sketsa c sebanyak 20,00% responden, sketsa d sebanyak 10,83% responden, sketsa a sebanyak 9,17% responden, sketsa e sebanyak 7,50% responden, sketsa f sebanyak 6,67% responden dan 7,50% responden berpendapat tidak dilakukan kegiatan pemanenan tanaman kehutanan. Pola pengusahaan tanaman kehutanan, yaitu komposisi 80% lahan atau seluas 48 ha ditanami dengan tanaman kehutanan dan 20% lahan atau seluas 12 ha ditanami dengan tanaman penghias, komposisi 60% lahan atau seluas 36 ha ditanami dengan tanaman kehutanan dan 40% lahan atau seluas 24 ha ditanami dengan tanaman penghias dan komposisi 80% lahan atau seluas 48 ha ditanami dengan tanaman kehutanan tanpa tanaman penghias. Jenis tanaman kehutanan yang dikembangkan yaitu, Jati (Tectona grandis), Pinus (Pinus sp.), Meranti (Shorea sp.), Mahoni (Swietenia sp.), Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Akasia (Acacia sp.) sedangkan jenis tanaman penghias, yaitu Beringin (Ficus benyamina), Dadap merah (Erythrina cristagalli), Flamboyan (Delonix regia), Kembang kupu-kupu (Bauhinia purpurea), Kembang sapu tangan (Maniltoa grandiflora), Tanjung (Mimusops elengi) dan Trembesi (Samanea saman). Tahapan kegiatan pengusahaan tanaman kehutanan antara lain : pekerjaan persiapan, pengadaan bibit, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan (tahun pertama, tahun ke-2, tahun ke-3 dan tahun ke-4, lanjutan) dan penebangan. Berdasarkan 3 skenario yang diajukan, kondisi tanaman yang ada saat ini diubah secara perlahan-lahan. Sistem penanaman pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi dari 3 skenario yang dirancang adalah sistem blok. Hal ini bertujuan untuk memudahkan sistem pemanenan tanaman kehutanan. Selain itu, sistem blok penanaman dilakukan secara berseling, dimulai dari tanaman penghias kemudian tanaman kehutanan berdaur panjang dan seterusnya. Perkiraan penghasilan pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi didasarkan pada harapan hasil kayu sesuai dengan daur masingmasing tanaman. Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni dengan daur 30 tahun sedangkan Akasia dan Sengon dengan daur 10 tahun. Perkiraan produksi kayu untuk Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni berturut-turut adalah 118,80 m³/ha, 179,52 m³/ha, 176,88 m³/ha dan 71,28 m³/ha. Sedangkan untuk Sengon dan Akasia berturut-turut adalah 275,44 m³/ha dan 169,84 m³/ha. Berdasarkan analisa biaya, total biaya yang dikeluarkan pada skenario 1 sebesar Rp ,-, skenario 2 sebesar Rp ,- dan skenario 3 sebesar Rp ,-. Total penghasilan pada skenario 1 dan skenario 3 sebesar Rp ,- sedangkan pada skenario 2 sebesar Rp ,-. Proyeksi laba/rugi pengusahaan tanaman kehutanan skenario 1 mengalami kerugian sebesar Rp ,-, skenario 2 mengalami kerugian sebesar Rp ,- dan skenario 3 mengalami kerugian sebesar Rp ,- Pada penilaian finansial ketiga pola pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi didapatkan hasil NPV negatif pada suku bunga yang berlaku yaitu 14%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga pola pengusahaan tanaman kehutanan tidak layak diusahakan pada tingkat suku bunga tersebut. Pendapatan pengusahaan tanaman kehutanan yang besarnya sama dengan Nilai

6 NPV diperoleh. Pada pola skenario 1 nilai NPV yang diperoleh negatif sebesar Rp ,-, pada pola skenario 2 nilai NPV yang diperoleh negatif sebesar Rp ,- dan pada pola skenario 3 nilai NPV yang diperoleh negatif Rp ,-. Nilai BCR dicapai pada tingkat suku bunga 14% untuk pola skenario 1, yaitu 0,23, untuk pola skenario 2 sebesar 0,18 dan untuk pola skenario 3 sebesar 0,24. Nilai IRR untuk masing-masing pola pengusahaan tanaman skenario 1, skenario 2 dan skenario 3 berturut-turut tidak dapat dihitung sebab nilai NPV dari ketiga pola pengusahaan tersebut bernilai negatif pada semua tingkat suku bunga. Berdasarkan penilaian finansial, ketiga pola pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi yang dirancang tidak layak untuk diusahakan. Hal ini disebabkan adanya komponen biaya pengusahaan yang terlalu tinggi, yaitu biaya pengadaan bibit rata-rata sebesar Rp ,- per hektar, biaya pemeliharaan rata-rata sebesar Rp ,- per hektar dan biaya gaji pegawai rata-rata sebesar Rp ,- per hektar. Analisa kepekaan yang dirancang, yaitu kepekaan terhadap perubahan biaya pengusahaan dengan persentase perubahan pada kisaran 40%, 50%, 60%, 70%, dan 80%. Apabila biaya pengusahaan turun sebesar 40-70%, maka ketiga pola pengusahaan tidak layak untuk diusahakan. Apabila biaya pengusahaan turun sebesar 80%, maka pola pengusahaan skenario 1 dan skenario 3 layak untuk diusahakan. Sedangkan pola pengusahaan skenario 2 tidak layak untuk diusahakan sebab tidak memenuhi ketiga kriteria yang dipakai. Besarnya nilai NPV untuk pola pengusahaan skenario 1 dan skenario 3 berturut-turut sebesar Rp ,- dan Rp ,-. Sedangkan nilai BCR untuk pola pengusahaan skenario 1 dan skenario 3 berturut-turut sebesar 1,16 dan 1,21. Nilai IRR untuk masing-masing pola pengusahaan tanaman skenario 1 dan skenario 3 berturut-turut sebesar 15,66% dan 16,24% artinya dengan penurunan biaya pengusahaan sebesar 80% kedua pola pengusahaan tanaman kehutanan ini masih memberikan gambaran yang layak pada tingkat suku bunga tersebut untuk masing-masing pola pengusahaan.

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2009 ABDULLAH PAUZI ASAGAP NRP E

8 Judul Penelitian : Analisis Kelayakan Pengusahaan Tanaman Kehutanan di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri Nama Nrp Departemen Fakultas : Abdullah Pauzi Asagap : E : Hasil Hutan : Kehutanan Menyetujui : Dosen Pembimbing Ketua, Anggota, Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS Taufik Ismina, S.T NIP NPP Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta Barat, DKI Jakarta pada tanggal 2 Februari 1985 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan H. Romlih dan Hj. Rohilah. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu di Madrasah Ibtidaiyah Da il Khairaat Kalideres, Jakarta Barat tahun Kemudian penulis melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Da il Khairaat Kalideres, Jakarta Barat tahun Pada tahun , penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Umum Negeri 84 Kalideres, Jakarta Barat. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tahun 2005 penulis mengambil Sub-Program Studi Pemanenan Hasil Hutan dan pada tahun 2006 memilih Analisis Pemanenan sebagai bidang keahlian. Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa praktek lapang antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juli - Agustus 2006 di Getas, Baturraden, Cilacap, dan di Pulau Nusakambangan. Pada bulan Februari April 2006, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK Sarmiento Parakantja Timber (Sarpatim), Sampit, Kalimantan Tengah. Penulis juga pernah aktif dalam organisasi kampus baik internal maupun eksternal. Organisasi internal kampus yang pernah diikuti adalah Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang Analisis Pemanenan dengan judul penelitian Analisis Kelayakan Pengusahaan Tanaman Kehutanan di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri di bawah bimbingan Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Taufik Ismina, S.T.

10 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat, karunia, dan ridho-nya karena penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Bapak Taufik Ismina, S.T selaku dosen pembimbing yang telah memberi bantuan, arahan, bimbingan, dan dukungan selama penelitian sampai penulisan skripsi ini selesai beserta Ibu Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS dan Bapak Dr. Ir. Agus Prijono Kartono, M.Si yang telah memberikan wawasan kepada penulis. 2. Ayah tercinta H. Romlih, Ibu tersayang Hj. Rohilah, Kakak tercinta Siti Nur Azizah, S.SI beserta suami Endin Syahrudin, S.SI, Adik tercinta Rifkah Nur Farhah dan Azka Fauzanil Haq beserta keluarga di Jakarta atas kasih sayang, doa, dukungan dan bantuan baik spiritual maupun material. 3. Bapak Muslim selaku pembimbing lapangan di PT. Widyamita Insan Madani atas bantuannya selama penelitian. 4. Kelompok Usaha Nilam IPB khususnya Mujahid Nainggolan, S.Hut dan Adam Bahtiar, S.Hut sebagai rekan satu profesi serta teman-teman THH 40 atas bantuan dan semangat yang telah diberikan. 5. Sahabat-sahabat Vilbad terbaik dan terhebat yang selalu memberi semangat serta bantuan. 6. Keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga bermanfaat. Bogor, Juli 2009 Penulis

11 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat Hipotesa... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kelayakan Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan Jalur Hijau Dinamika Tegakan Prospek Jenis-jenis Tanaman di Tol Jagorawi Pemanenan Berdasarkan Estetika Unit Usaha Mandiri BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Jenis Data Bahan dan Alat Metode Pengumpulan Data Skenario Pengaturan Tanaman Pengolahan dan Analisis Data BAB IV INFORMASI UMUM JALAN TOL JAGORAWI 4.1 Sejarah Jalan Tol Jagorawi Lingkungan Fisik dan Kimia Lingkungan Biologi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jenis dan Keadaan Tanaman... 37

12 ii 5.2 Keadaan Pengelolaan Tanaman Penggunaan Lahan di Tol Jagorawi Analisa Persepsi Pengguna Jalan Mengenai Pengusahaan Tanaman Kehutanan di daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Perencanaan Lokasi dan Kegiatan serta Proyeksi Produksi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Alokasi Lahan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Perencanaan Kegiatan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Proyeksi Produksi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Perencanaan Organisasi dan Tenaga Kerja Struktur Organisasi Tenaga Kerja Analisa Biaya dan Penghasilan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Analisa Biaya Pengusahaan Tanaman Kehutanan Analisa Penghasilan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Analisa Laba/Rugi dan Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan Analisa Laba/Rugi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Analisa Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan Analisa Kepekaan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Kepekaan Terhadap Perubahan Biaya Pengusahaan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 97

13 iii DAFTAR TABEL No Halaman 1. Kriteria Kelayakan Finansial dengan Analisis Arus Uang Berdiskonto Jenis-jenis Tanaman Penyerap Karbon Dioksida Jenis-jenis Tanaman yang Dianjurkan untuk Kayu Bakar Jenis-jenis Pohon dan Tanaman Hias di Jalan Tol Jagorawi Jenis-jenis Tanaman Kehutanan di Tol Jagorawi Jenis-jenis Tanaman Penghias di Tol Jagorawi Jenis-jenis Tanaman yang dapat Diperdagangkan Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh Departemen Kehutanan Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh Pemda/Instansi Swasta Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh CV. Gumelar Persada Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh PT. Widyamita Jenis-jenis Tanaman Kehutanan yang Ditanam oleh PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi Jenis-jenis Tanaman Penghias yang Ditanam oleh PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi Persentase Pengguna Lahan Jalur Hijau di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Jenis-jenis Tanaman Penghias Jenis-jenis Tanaman Penyerap Karbon Dioksida Proporsi Penggunaan Lahan Jenis-jenis Tanaman Kehutanan dan Tanaman Penghias Skenario Proporsi Penggunaan Lahan Jenis-jenis Tanaman Kehutanan dan Tanaman Penghias Skenario Proporsi Penggunaan Lahan Jenis-jenis Tanaman Kehutanan dan Tanaman Penghias Skenario Hasil Pengukuran Jenis Pohon Jati Hasil Pengukuran Jenis Pohon Pinus Hasil Pengukuran Jenis Pohon Meranti Hasil Pengukuran Jenis Pohon Mahoni Hasil Pengukuran Jenis Pohon Sengon Hasil Pengukuran Jenis Pohon Akasia Perkiraan Penghasilan Setiap Jenis Tanaman Perhektar... 81

14 iv 27. Harga Kayu di Klender, Jakarta Timur Hasil Analisa Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan pada Tingkat Suku Bunga yang Berlaku (14%) Hasil Analisa Kepekaan Pengusahaan Tanaman Kehutanan pada Tingkat Suku Bunga yang Berlaku (14%)... 89

15 v DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Model Pemanenan Berdasarkan Estetika Persentase Pandangan Terhadap Adanya Jalur Hijau di Jalan Tol Jagorawi Persentase Dampak Positif yang Diperoleh dengan Adanya Jalur Hijau di Jalan Tol Jagorawi Persentase Lebar Jalur Hijau yang Dianggap Memadai Persentase Jenis-jenis Tanaman Kehutanan yang Paling Disukai Persentase Penataan dan Pengaturan Tanaman Persentase Model Sketsa Pemanenan Tanaman Kehutanan Sistem Penanaman Pengusahaan Tanaman Kehutanan Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Jati di KM (B) Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Pinus di KM (B) Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Meranti di Hutan Penelitian Dramaga Petak Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Mahoni di KM (B) Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Sengon di KM (A) Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Akasia di KM (A) Rancangan Struktur Organisasi Pengusahaan Tanaman Kehutanan di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi... 75

16 vi No. DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Jalan Tol Jagorawi Data Pohon dan Tanaman Pelindung/Penghijauan di Jalan Tol Jagorawi Jenis-jenis Tanaman yang ditanam oleh CV. Gumelar Persada Jenis-jenis Tanaman yang ditanam oleh PT. Widyamita Jenis-Jenis Tanaman yang Ditanam oleh PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi Model Sketsa Pemanenan Tanaman Kehutanan Perencanaan Kegiatan Pengusahaan Skenario Perencanaan Kegiatan Pengusahaan Skenario Perencanaan Kegiatan Pengusahaan Skenario Komponen Biaya Pengusahaan Tanaman Kehutanan Perhektar Struktur Kebutuhan Biaya Skenario 1 (Dalam Ribuan Rupiah) Struktur Kebutuhan Biaya Skenario 2 (Dalam Ribuan Rupiah) Struktur Kebutuhan Biaya Skenario 3 (Dalam Ribuan Rupiah) Perkiraan Penghasilan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario 1 dan Skenario Perkiraan Penghasilan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario Perhitungan Laba Rugi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario Perhitungan Laba Rugi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario Perhitungan Laba Rugi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario Perhitungan Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario Perhitungan Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario Perhitungan Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.48/MENHUT-II/ Perhitungan Analisa Kepekaan Skenario 1 Jika Terjadi Penurunan Biaya Pengusahaan Perhitungan Analisa Kepekaan Skenario 2 Jika Terjadi Penurunan Biaya Pengusahaan Perhitungan Analisa Kepekaan Skenario 3 Jika Terjadi Penurunan Biaya Pengusahaan

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan tol (di Indonesia disebut juga sebagai jalan bebas hambatan) adalah suatu jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain. Untuk menikmatinya, para pengguna jalan tol harus membayar sesuai tarif yang berlaku. Penetapan tarif didasarkan pada golongan kendaraan (Anonim 2007). Salah satu perusahaan yang mengelola jalan tol adalah PT. Jasa Marga. Sebagai Perusahaan jalan tol pertama di Indonesia, dengan pengalaman lebih dari 29 tahun dalam membangun dan mengoperasikan jalan tol, saat ini PT. Jasa Marga mengelola lebih dari 496 km jalan tol atau 79 % dari total jalan tol di Indonesia. Jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) adalah salah satu jalan tol yang dikelola oleh PT. Jasa Marga. Jalan tol Jagorawi merupakan jalan tol tertua di Indonesia yang dibangun sejak tahun 1972 dan mulai dioperasikan pada tahun 1978 sebagai jalan utama yang menghubungkan provinsi DKI Jakarta dengan kota Bogor dan Ciawi. Jalan tol Jagorawi merupakan jalan bebas hambatan yang membentang dari provinsi DKI Jakarta (Cawang) dan berakhir di kota Bogor dan Ciawi, Jawa Barat. Daerah milik jalan tol Jagorawi meliputi daerah manfaat jalan tol dan sejalur lahan tertentu di luar daerah manfaat jalan tol. Daerah milik jalan tol merupakan semua daerah dari pal batas berwarna kuning sebelah kiri hingga pal batas berwarna kuning sebelah kanan sedangkan daerah manfaat jalan tol adalah badan jalan tol itu sendiri (lajur jalan tol dan bahu jalan), saluran tepi jalan dan ambang pengaman. Sejalur lahan tertentu di luar daerah manfaat jalan tol Jagorawi dimanfaatkan sebagai jalur hijau (green belt). Menurut Dahlan (1992) jalur hijau di sepanjang jalan bebas hambatan merupakan salah satu bentuk hutan kota dengan tipe pengamanan. Pada jalur hijau di tepi jalan bebas hambatan yang terdiri dari jalur tanaman pisang dan jalur

18 2 tanaman yang merambat serta tanaman perdu yang liat yang ditanam secara berlapis-lapis diharapkan dapat berfungsi sebagai penyelamat bagi kendaraan yang keluar dari badan jalan. Sedangkan pada bagian yang lebih luar dapat ditanami dengan tanaman yang tinggi dan rindang untuk menyerap zat pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Adapun menurut Sari et. al. (2004) beberapa jenis tanaman yang ditanam pada jalur hijau tol Jagorawi sebagai tanaman penghijauan yang berfungsi untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor antara lain Akasia mangium (Acacia mangium), Akasia auriculiformis (Acacia auriculiformis), Kayu manis (Cinnamommum sp.), Gmelina (Gmelina arborea), Saga (Adenanthera pavoniana) dan Sengon (Paraserianthes falcataria), yang ditanam pada tahun 1997/1998. Selain fungsi-fungsi tersebut, tanaman penghijauan yang ditanam pada jalur hijau tol Jagorawi juga mempunyai fungsi estetika yang diharapkan dapat memberikan suasana kontras terhadap pandangan pemakai jalan tol sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pada saat mengemudi di jalan tol. Selama ini lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi khususnya pada jalur hijau ditanami rumput, tanaman pisang, tanaman singkong, bambu dan jenis-jenis tanaman penghijauan lainnya yang dapat menghasilkan fungsi-fungsi yang telah dikemukakan sebelumnya. Padahal lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi juga dapat dimanfaatkan untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman kehutanan yang dapat menghasilkan kayu dan mempunyai nilai ekonomi atau nilai komersial yang cukup tinggi. Selain itu juga beberapa jenis tanaman penghijauan yang telah ditanam pada jalur hijau tol Jagorawi pada hakekatnya termasuk dalam jenis-jenis tanaman kehutanan yang cepat tumbuh, mempunyai nilai ekonomi atau nilai komersial yang cukup tinggi dan kayunya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan seperti bubur kertas (pulp) dan kertas, bahan konstruksi ringan, mebel, papan partikel dan sebagainya. Melihat kenyataan di atas rasanya cukup rasional jika lahan di sepanjang daerah milik jalan tol Jagorawi dimanfaatkan untuk pengusahaan tanaman kehutanan dengan tujuan kayu-kayu yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan

19 3 pasokan (supply) kayu untuk masyarakat baik industri maupun rumah tangga. Selain itu juga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pengelola jalan tol Jagorawi sebagai dana untuk membiayai pengelolaan lahan dalam rangka pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi sehingga dalam pengelolaan lahan tersebut tidak diperlukan alokasi dana dari pendapatan tarif tol. Jika tujuan-tujuan tersebut nantinya dapat direalisasikan maka pihak pengelola jalan tol Jagorawi dapat membentuk suatu unit usaha mandiri yang berfungsi sebagai pengelola pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi. Dengan demikian, dalam upaya meningkatkan kegunaan lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi perlu adanya suatu penelitian mengenai Analisis Kelayakan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu aspek finansial pengusahaan tanaman kehutanan sebagai unit usaha mandiri, aspek pemilihan dan pengelolaan jenis-jenis tanaman kehutanan, aspek penataan areal dan teknis pemanenan berdasarkan estetika serta aspek sosial kemasyarakatan tanpa mengabaikan fungsi-fungsi dari lahan itu sendiri khususnya jalur hijau antara lain fungsi ekologi, fungsi pengamanan dan fungsi estetika sehingga kegunaan lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi dapat dimanfaatkan secara maksimal dan kontinu. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui tingkat kelayakan pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi sebagai unit usaha mandiri dengan menggunakan kriteria Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR). 2. Mengetahui persepsi pengguna jalan tol Jagorawi mengenai pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi. 3. Menentukan pola-pola pengusahaan dan jenis-jenis tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi. 4. Menentukan penataan areal dan teknik pemanenan tanaman kehutanan di sekitar daerah milik jalan tol Jagorawi.

20 4 1.3 Manfaat Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi dalam memanfaatkan lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi dan juga diharapkan dapat dikembangkan dalam pemanfaatan lahan di daerah milik jalan tol lainnya yang dikelola oleh PT. Jasa Marga dengan melibatkan berbagai stakeholders baik dari pihak PT. Jasa Marga, akademisi, pengguna jalan tol maupun masyarakat yang berada di sekitar daerah milik jalan tol. 1.4 Hipotesa Dengan analisis Arus Uang Berdiskonto (Discounted Cash Flow), pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi layak untuk diusahakan.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kelayakan Arti kelayakan pada kegiatan mengkaji kelayakan suatu gagasan dikaitkan dengan kemungkinan tingkat keberhasilan dari tujuan yang hendak diraih. Bila gagasan tersebut adalah investasi dalam pembangunan proyek berupa fasilitas produksi baru, maka untuk menilai kelayakannya perlu dilakukan serangkaian kegiatan mulai dari mengembangkan, menganalisa, dan menyaring prakarsa atau gagasan yang timbul sampai kepada menelusuri berbagai aspek proyek serta unit usaha hasil proyek. Gagasan ini dapat pula berupa tanggapan atas situasi yang disebabkan oleh desakan untuk meningkatkan fasilitas yang tersedia. Pengkajian tersebut bersifat menyeluruh dan berusaha menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau investasi. Inilah yang dikenal sebagai studi kelayakan. Di samping sifatnya yang menyeluruh, studi kelayakan juga harus dapat menyuguhkan hasil analisis secara kuantitatif tentang manfaat yang akan diperoleh dibandingkan dengan sumber daya yang diperlukan. Kriteria kelayakan berkaitan erat dengan keberhasilan, selain itu juga kriteria kelayakan juga tergantung pada jenis proyek yang akan diusahakan. Semakin besar proyek, semakin besar dana yang akan ditanam, sehingga semakin luas jangkauan dan semakin dalam sifat pengkajiaannya. Tingkat keberhasilan suatu proyek dapat dilihat dari aspek finansial dan ekonomi. Hal ini bukan berarti mengabaikan pengkajian aspek lainnya seperti pemasaran, teknik dan engineering, dampak lingkungan, dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut juga perlu dilihat karena memberi masukan penting kepada masalah finansial dan ekonomi proyek investasi (Soeharto 2001). Di dalam kata keteknikan (engineering) terkandung hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan matematik dan ilmu pengetahuan alam yang diperoleh dari penelitian, pengalaman maupun praktek sehari-hari yang dengan pertimbangan masak diterapkan untuk pemanfaatan sumberdaya secara ekonomis untuk kesejahteraan umat manusia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa di dalam pemanfaatan sumberdaya untuk kesejahteraan umat manusia, maka perhatian

22 6 terhadap masalah teknis disejajarkan dengan masalah-masalah ekonomis. Dengan demikian masalah-masalah ekonomis perlu dipertimbangkan pula dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masalah-masalah teknis (Nugroho 2005). Menurut Darusman (1981) untuk menilai suatu proyek terdapat berbagai macam cara, tetapi yang paling banyak digunakan untuk penilaian jangka panjang adalah analisis Arus Uang Berdiskonto (Discounted Cash Flow), yaitu suatu metode pengukuran biaya dan manfaat proyek yang memperhatikan pengaruh waktu secara menyeluruh dengan cara mendiskonto semua biaya dan manfaat yang dianalisis. Ciri-ciri pokok Arus Uang Berdiskonto adalah direncanakan untuk menilai harga suatu proyek dengan memperhitungkan waktu kejadian (timing) dan besarnya cash flow. Istilah cash flow diartikan sebagai arus pembayaran tunai kepada suatu usaha. Biaya dipandang sebagai suatu cash flow negative, sedangkan penerimaan sebagai cash flow positif. Satu asumsi kunci ialah bahwa uang yang ada sekarang ini lebih berharga dari jumlah uang yang sama di masa yang akan datang. Nilai uang di masa mendatang yang dihitung dengan bunga ialah nilai uang yang telah diper anak an dan proses perhitungannya disebut pemajemukan (compounding). Tarif penukaran untuk mengkonversi nilai masa depan ke nilai kini disebut suku bunga diskon (discount rate) sedangkan proses mengkonversi disebut dengan discounting. Analisis Arus Uang Berdiskonto yang sering digunakan yaitu : 1. Nilai Kini Bersih (Net Present Value NPV), yang didapat dengan mendiskonto semua biaya dan penerimaan pada tingkat diskonto tertentu dan kemudian hasil diskonto pendapatan dikurangi hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan berguna atau dapat diterima apabila proyek tersebut mempunyai NPV bernilai positif. 2. Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return IRR), yaitu tingkat diskonto yang menyebabkan jumlah hasil diskonto penerimaan sama dengan hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan berguna atau dapat diterima

23 7 apabila proyek tersebut mempunyai IRR lebih besar daripada suku bunga yang berlaku saat itu. 3. Rasio Manfaat-Biaya (Benefit Cost Ratio- BCR), yang didapat dengan membagi jumlah hasil diskonto penerimaan dengan jumlah hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan berguna atau dapat diterima apabila proyek tersebut mempunyai BCR bernilai lebih dari satu. Kriteria kelayakan finansial dengan analisis arus uang berdiskonto ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Kriteria Kelayakan Finansial dengan Analisis Arus Uang Berdiskonto No. Komponen DCF Nilai Kelayakan 0 layak 1. NPV < 0 tidak layak suku bunga bank layak 2. IRR < suku bunga bank tidak layak 1 layak 3. BCR < 1 tidak layak Nilai BCR dan IRR akan menentukan tingkat efisiensi suatu proyek dalam menggunakan sejumlah sumberdaya. Makin besar nilai BCR dan IRR berarti penggunaan sumberdaya makin efisien, sedangkan NPV adalah ukuran absolut yang ditentukan oleh umur dan besarnya ukuran proyek. Oleh karena itu, NPV tidak mengukur efisiensi dalam menggunakan sumberdaya tetapi jika terdapat sejumlah modal yang cukup pada suku bunga tertentu biasanya akan dipilih proyek yang mendapat NPV sebesar-besarnya. Menurut Nugroho (2005) teknik analisis nilai kini (present worth analysis) adalah suatu teknik analisis yang menghitung jumlah uang pada saat sekarang, umumnya pada awal investasi/proyek, dari serangkaian biaya-biaya dan manfaatmanfaat atau perbedaan antara biaya dan manfaat yang terjadi pada waktu yang akan datang. Apabila yang kita evaluasi adalah nilai kini dari biaya-biaya yang keluar (outflow) di masa akan datang selama rentang periode analisis (n) pada tingkat pengembalian minimum yang atraktif (TPMA = i%), maka kita sebut sebagai analisis nilai biaya kini (present worth of cost). Apabila yang kita evaluasi adalah nilai kini dari manfaat yang diperoleh (inflow) di masa akan datang selama

24 8 rentang periode analisis (n) pada tingkat pengembalian minimum yang atraktif (TPMA = i%), maka kita sebut sebagai analisis nilai manfaat kini (present worth of benefits). Sedangkan apabila yang kita evaluasi adalah nilai kini dari perbedaan/selisih manfaat dan biaya, maka kita sebut sebagai analisis nilai manfaat bersih kini (present worth of net benefits = NPW atau juga dikenal sebagai net present value = NPV). Secara umum tingkat pengembalian dapat diartikan sebagai besarnya imbalan yang dapat diberikan atas suatu dana yang ditanamkan untuk suatu kegiatan hingga seluruh dana tersebut kembali seluruhnya. Imbalan tersebut biasanya dalam persen (%). Sementara dana yang ditanamkan untuk suatu kegiatan tidak saja meliputi dana untuk investasi pada suatu usaha yang menghasilkan pemasukan (inflow), tetapi bisa juga berupa uang/dana yang dipinjamkan kepada seseorang (individu) atau suatu perusahaan (firm) atau yang didepositokan kepada seseorang, bank atau lembaga keuangan lainnya. Namun demikian, tidak berarti bahwa tingkat pengembalian tersebut merupakan imbalan persatuan waktu tertentu (misal tahun, bulan, dan lain sebagainya) atas dana yang masih tertanam sebelum dana tersebut kembali sebelumnya (Nugroho 2005). Menurut Nugroho (2005) analisis rasio manfaat-biaya (RMB) pada dasarnya akan membandingkan antara manfaat yang diperoleh dari suatu investasi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan investasi tersebut. Pembandingan tersebut haruslah kompatibel. Untuk itu harus didasarkan pada referensi waktu yang sesuai. Berdasarkan referensi waktu memandangnya, perolehan manfaat dan pengeluaran biayanya dapat didasarkan pada saat ini (present), saat akan datang (future), dan dapat pula merupakan rataan tahunannya (annual equivalent). Dari ketiga kemungkinan tersebut hanya referensi waktu saat ini dan rataan tahunan yang umum digunakan, sedangkan referensi waktu saat akan datang jarang dimanfaatkan. Manfaat adalah segala sesuatu yang dapat membuat seseorang atau sekelompok orang diuntungkan (better off). Orang yang diberi sesuatu, dan karenanya kesejahteraan meningkat, maka orang tersebut diuntungkan (better off).

25 9 Dan orang tersebut akan merasa dirugikan (worse off), apabila sejumlah manfaat diambil darinya (Field 1994 dalam Nugroho 2001). Sedangkan menurut Mulyadi (1990) dalam Nugroho (2002) biaya adalah pengorbanan sumberdaya ekonomi yang dinyatakan dalam satuan moneter (uang), yang telah terjadi atau akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dengan demikian terdapat 4 unsur pokok dalam definisi tersebut, yaitu : 1. Biaya merupakan pengorbanan sumberdaya ekonomi. Dalam proses produksi umumnya berupa lahan, tenaga kerja, modal (tetap dan kerja) dan manajemen/ teknologi. 2. Biaya harus dapat diukur dalam satuan uang/moneter. 3. Yang telah terjadi atau potensial terjadi 4. Untuk tujuan tertentu 2.2 Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan Secara lebih rinci lahan atau land didefinisikan sebagai suatu wilayah permukaan bumi mencakup semua komponen biosfer yang dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfir, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang, yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Perencanaan persediaan, peruntukan, dan pemeliharaan lahan disebut tata guna lahan (FAO 1976 dalam Rakhman 2000). Menurut Basuni (2003) pola penggunaan lahan adalah cerminan aktivitas ekonomi masyarakat dalam memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada suatu tempat dan kurun waktu tertentu. Rakhman (2000) menyatakan bahwa semua penggunaan lahan sebenarnya bersifat ekonomi dan memerlukan lahan untuk tujuan-tujuan produksi (barang dan jasa). Karena potensi lahan memberikan berbagai alternatif aktivitas ekonomi, maka setiap aktivitas ekonomi pada sebidang lahan akan mempunyai nilai opportunity cost jika lahan tersebut digunakan untuk aktivitas ekonomi lain. Tujuan penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi dua konsepsi penggunaan lahan, yaitu konsepsi penggunaan tunggal (single-use) dan konsepsi

26 10 penggunaan ganda (multiple-use). Konsepsi single-use digambarkan sebagai spesialisasi penggunaan lahan yang terorganisasi dan terkoordinasi untuk penggunaan tertentu, misalnya lahan subur digunakan untuk padi sawah, lahan bergelombang untuk palawija dan perkebunan, dan lahan yang kurang subur diperuntukkan bagi padang perumputan atau peternakan. Sedangkan konsepsi multiple-use digambarkan sebagai penggunaan suatu unit lahan bagi beberapa tujuan penggunaan dalam suatu waktu tertentu (Rakhman 2000). Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2004) pembangunan jalan tol di Indonesia telah menghadirkan ruang-ruang kosong di sekitarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa lahan-lahan tersebut pada umumnya mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal yang paling penting dilakukan adalah adanya pedoman pemanfaatan lahan sekitar jalan tol, dengan disusunnya pedoman tersebut maka pemanfaatan lahan sekitar jalan tol sudah dapat dilakukan yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat pemanfaatan lahan sekitar jalan tol sebagai bagian yang berkepentingan langsung terhadap peningkatan kesejahteraan harus dapat memberdayakan diri sendiri. Untuk melakukan hal tersebut tidak bisa dilakukan secara orang perseorangan, tetapi harus melalui penumbuhan kelembagaan masyarakat dan pengembangan jaringan kemitraan dengan pihak lain. Pedoman pemanfaatan lahan sekitar jalan tol diarahkan kepada pendekatan merancang konsep pengembangan peran stakeholders dalam hal ini peran pemerintah, pengelola, dan swasta dipandang sebagai unsur pengatur (regulator) yang perlu fleksibel dan masyarakat (community based development). Masyarakat sekitar jalan tol dipandang sebagai unsur subyek yang perlu dirumuskan pola keterlibatan serta peran sertanya beserta dukungan kebijakan perangkat hukum sehingga sejak awal dapat disediakan acuan peran aktif dalam merencanakan, melaksanakan, dan memelihara pemanfaatan lahan sekitar jalan tol sesuai pentahapan kemampuan perannya. Pola pendekatan yang dilakukan dalam kaitan antara permasalahan manajemen transportasi dengan berkembangnya tata guna lahan sekitar jalan tol adalah :

27 11 1. Pendekatan sosial dalam penataan ruang. Penyusunan peran masyarakat diarahkan pada tahapan penataan RTRWK dan lahan sekitar jalan tol, bahkan termasuk tahapan Pra/Proses/Pasca pengosongan lahan; 2. Pendekatan kelembagaan (institusi). Peranan setiap lembaga pelaku atau stakeholders (pemerintah, pengelola, lembaga adat atau masyarakat) diuraikan fungsi dan tanggung jawabnya dalam setiap aktivitas; 3. Pendekatan kebijakan hukum (law policy). Kebijakan yang telah ada dikaji untuk disusun kebutuhan lainnya agar dapat memberi rambu dan dukungan mengikat bagi tindak sosial hukum pemanfaatan lahan sekitar jalan tol. 2.3 Jalur Hijau Jalur hijau di sepanjang jalan bebas hambatan (jalan tol) berada di luar daerah manfaat jalan, yang diharapkan dapat memberikan suasana kontras terhadap pandangan pemakai jalan tol sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pada saat mengemudi di jalan tol tersebut. Selain itu, tanaman di tepi sepanjang jalur jalan tol, pada tempat-tempat tertentu juga berfungsi sebagai jalur penuntun, misalnya pada daerah tikungan jalan dan mendekati gerbang tol (Rachmawati 2005). Jalur hijau di tepi jalan tol selain memiliki fungsi pelindung dan fungsi estetika untuk mengurangi kejenuhan para pengendara, juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas dan dampak negatif dari polusi yang dihasilkan oleh kendaraan yang melintas (Permana 2006). Menurut Dahlan (1992) jalur hijau di sepanjang jalan bebas hambatan merupakan hutan dengan tipe pengamanan, yang terdiri dari jalur tanaman pisang dan jalur tanaman yang merambat serta tanaman perdu yang liat yang ditanam secara berlapis-lapis diharapkan dapat berfungsi sebagai penyelamat bagi kendaraan yang ke luar dari badan jalan. Sedangkan pada bagian yang lebih luar dapat ditanami dengan tanaman yang tinggi dan rindang untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Duryatmo (2008) menyatakan jenis-jenis tanaman yang mampu menyerap karbon dioksida yang cukup banyak atau yang biasa digunakan untuk penghijauan disajikan pada Tabel 2.

28 12 Tabel 2. Jenis-jenis Tanaman Penyerap Karbon Dioksida No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya serap per pohon (kg/tahun) 1 Trembesi Samanea saman ,39 2 Cassia Cassia sp 5.295,47 3 Kenanga Canangium odoratum 756,59 4 Pingku Dyxoxylum excelsum 720,49 5 Beringin Ficus benyamina 535,90 6 Krey payung Fellicium decipiens 404,83 7 Matoa Pometia pinnata 329,76 8 Mahoni Swettiana mahagoni 295,73 9 Saga Adenanthera pavoniana 221,18 10 Bungur Lagerstroemia speciosa 160,14 11 Jati Tectona grandis 135,27 12 Nangka Arthocarpus heterophyllus 126,51 13 Johar Cassia grandis 116,25 14 Sirsak Annona muricata 75,29 15 Puspa Schima wallichii 63,31 16 Akasia Acacia auriculiformis 48,68 17 Flamboyan Delonix regia 42,20 18 Sawo kecik Manilkara kauki 36,19 19 Tanjung Mimusops elengi 34,29 20 Kembang kupu-kupu Bauhinia purpurea 30,95 21 Sempur Dilenia retusa 24,24 22 Khaya Khaya anthotheca 21,90 23 Merbau pantai Intsia bijuga 19,25 24 Akasia Acacia mangium 15,19 25 Angsana Pterocarpus indicus 11,12 26 Asam kranji Pithecelobium dulce 8,48 27 Kembang Sapu tangan Maniltoa grandiflora 8,26 28 Dadap merah Erythrina cristagalli 4,55 29 Rambutan Nephelium lappaceum 2,19 30 Asam Tamarindus indica 1,49 31 Kempas Coompasia excels 0,20 Menurut Doelle (1985) penggunaan jalur hijau pelindung dan pertamanan dibuat untuk berlindung terhadap bising industri, perdagangan dan jalan raya yang padat karena halaman rumput yang banyak menyebabkan penyerapan bunyi yang hampir sama dengan karpet berkualitas tinggi dan karena pohon-pohon, walaupun kurang menyerap, bertindak sebagai elemen-elemen penyebar dan cenderung memperbanyak penyerapan oleh tanah pertamanan sekitar. Hanya semak-semak yang padat dan banyak daunnya dan pohon-pohon yang tinggi atau pohon-pohon

29 13 yang selalu berdaun hijau (untuk perlindungan di musim dingin) yang ditanam meliputi daerah yang luas akan menghasilkan reduksi bising yang berarti. Vegetasi dalam suatu kota atau pinggiran kota dalam bentuk taman, jalur hijau, kebun dan pekarangan serta hutan berfungsi sebagai paru-paru suatu kota sebab tumbuhan dapat menyediakan oksigen yang diperlukan manusia dan dapat menetralisir beberapa pencemaran udara, selain itu dapat memberikan keindahan, keasrian, serta kesegaran (Fakuara 1987). Menurut Irwan (1989) taman-taman, tepi jalan, jalan tol, jalan kereta api, bangunan umum, lahan-lahan yang terbuka, kawasan luar kota, kawasan pemukiman, kawasan perdagangan dan kawasan industri dapat dikatakan sebagai hutan kota yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau. 2.4 Dinamika Tegakan Menurut Vanclay (1994) dalam Aminah (2003) model pertumbuhan tegakan adalah sebuah abstraksi alami dinamika tegakan hutan dan dapat meliputi pertumbuhan, kematian dan perubahan lain dalam struktur dan komposisi tegakan. Menurut Alder (1995) dalam Aminah (2003) perubahan yang terjadi dalam tegakan setiap periode waktu dijabarkan dalam ingrowth, upgrowth, kematian dan panen, dimana ingrowth yaitu pohon-pohon yang tumbuh ke dalam suatu kelas diameter setelah satu periode tertentu, upgrowth yaitu pohon-pohon yang keluar dari kelas diameter tertentu setelah satu periode waktu. Dalam tegakan seumur, sebuah persamaan pertumbuhan dapat diprediksikan dengan pertumbuhan diameter atau volume dalam unit pertahun seperti sebuah fungsi umur dan karakteristik lain tegakan, begitu pula sebuah persamaan hasil dapat diprediksikan dengan diameter atau total volume produksi yang dicapai dalam satu umur spesifik (Vanclay 1994 dalam Aminah 2003) 2.5 Prospek Jenis-jenis Tanaman di Tol Jagorawi Beberapa jenis-jenis tanaman di tol Jagorawi yang memiliki prospek yang cukup baik antara lain : 1. Jati (Tectona grandis) Jati (Tectona grandis) terkenal sebagai kayu komersil bermutu tinggi,

30 14 termasuk dalam famili Verbenaceae. Penyebaran alami meliputi negara-negara India, Birma, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia, Jati terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara. Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan pertahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan C. Daerahdaerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan ph netral hingga asam. Kayu Jati termasuk kelas kuat I dan kelas awet II. Penyebab keawetan dalam kayu teras Jati adalah tectoquinon (2-methylanthraquinone). Kayu Jati mengandung 47,5% selulosa, 30% lignin, 14,5% pentosan, 1,4 % abu dan 0,4-1,5% silika. Kayu Jati banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, kayu Jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis (Irwanto 2006). 2. Pinus (Pinus sp.) Tegakan Pinus merupakan salah satu jenis tumbuhan berkayu dari famili Pinaceae. Pohon Pinus merupakan jenis pohon konifer yang terkenal sebagai tumbuhan/tanaman pelopor. Jenis ini memiliki beberapa nama daerah, yaitu sala, uyeum, sulu, tusam, huyam, susugi, sigi dan pinus. Tanda- tanda lapangan dari jenis Pinus sp. adalah tajuknya berbentuk kerucut dan tinggi bisa mencapai 60 m, diameternya bisa mencapai 150 cm, batang lurus dan bulat, tidak memilin dan biasanya tidak bercabang. Daun berbentuk jarum, kulitnya agak tebal dan membentuk alur yang dalam (Samingan 1982). Menurut Tedja (1977) pohon Pinus dapat hidup subur di daerah-daerah yang berbatu-batu, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Direktorat Jendral Kehutanan (1976) mengungkapkan di Sumatera Pinus sp. merupakan jenis pohon

31 15 ciri khas hutan musim tengah atas ( mdpl). Di Jawa pohon ini dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian mdpl dan tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh yang tinggi. Walaupun demikian untuk tumbuh dengan baik dibutuhkan ketinggian tempat di atas 400 mdpl dengan curah hujan mm per tahun. Penyebaran Pinus sp. di Indonesia meliputi daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Bali (Samingan 1982). Selain itu, menurut Sastrapradja (1982) Pinus sp. juga tumbuh secara alami di Burma, Thailand, Kamboja, Laos dan Vietnam pada ketinggian mdpl. Pohon Pinus termasuk jenis kayu cepat tumbuh, yaitu riap rata-rata umur 20 tahun sebesar 18 m 3 per hektar dan kemudian turun sampai 14,6 m 3 pada umur 35 tahun. Berdasarkan indikator riap diperkirakan daur fisik Pinus sp. jatuh pada umur 25 tahun. Pada umur ini diameter rata-rata 42,7 cm dan tinggi 31,8 m dengan volume pohon sekitar 2,3 m 3 per pohon (Soediono 1983). 3. Meranti (Shorea sp.) Meranti (Shorea sp.) adalah salah satu jenis pohon hutan penghasil kayu utama Indonesia dan merupakan komoditas penting. Sebagai anggota suku Dipterocarpaceae, Meranti mendominasi hutan hujan dataran rendah di wilayah Indonesia bagian barat, dan merupakan marga terpenting yang paling banyak dieksploitasi di kawasan hutan basah Asia. Di Kalimantan, diperkirakan 67% dari tegakan pohon yang ada adalah marga Shorea. Manfaat kayu Meranti meliputi berbagai penggunaan untuk konstruksi berat sampai konstruksi ringan. Sedangkan manfaat non-kayunya adalah sebagai penghasil damar dan biji tengkawang yang merupakan bahan penting untuk berbagai keperluan. Beberapa jenis tertentu menunjukkan manfaat sebagai obat. Karena sifatnya yang awet, kayu ini juga dimanfaatkan untuk keperluan di tempat-tempat lembab seperti untuk konstruksi rumah maupun bangunanbangunan pabrik. Meranti merupakan kelompok penting dalam perdagangan kayu dunia. Meranti menduduki urutan pertama dalam ekspor kayu gergajian dan kayu bulat

32 16 di Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 1989, nilai ekspor kayu gergajian Indonesia untuk jenis Meranti sebesar US$ 301 juta. Nilai ini hampir setara dengan setengah nilai ekspor kayu gergajian nasional (48,4%). Tahun 1992, nilai ekspor kayu meranti Malaysia sebesar US$ 881 juta, yang berarti melebihi setengah nilai ekspor kayu negara tersebut (58,9%). Disamping menghasilkan kayu komersial, kelompok Meranti juga merupakan penghasil biji tengkawang yang mempunyai nilai ekonomis penting. Sejak tahun 1985 sampai 1989, ekspor biji tengkawang Indonesia mencapai volume ,01 ton senilai US$ ,75. Sementara itu, nilai ekspor minyak tengkawang selama tahun 1985 sampai tahun 1988 sangat berfluktuasi. Hal ini disebabkan oleh masa panen tengkawang yang sangat tergantung musim dan kondisi harga di pasaran (Sudarto 1997). Nilai ekonomis kelompok Meranti tersebut belum termasuk nilai produksi dari komponen kayu lapis (plywood), pulp, dan hasil non-kayu lainnya seperti damar, resin, bungkil, dan lain-lain. Sebagai gambaran, harga getah damar per kilogramnya adalah Rp ,-. Untuk sebuah pohon penghasil damar dengan tinggi meter dan diameter cm, getah yang dihasilkan perbulannya adalah 3-4 kilogram. Jika satu hektar lahan dapat ditumbuhi 200 batang pohon, maka hasil getah damar pertahunnya bisa mencapai 9,6 ton. Dengan harga getah damar Rp ,- per kilogram, maka pendapatan dari kebun damar tersebut adalah Rp ,- per tahun (Idoes 1998). 4. Mahoni (Swietenia sp.) Mahoni (Swietenia sp.) termasuk dalam famili Meliaceae dengan nama lokal Mahoni berdaun lebar. Pohon ini selalu hijau dengan tinggi antara cm. Kulit berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua. Daun bertandan dan menyirip yang panjangnya berkisar cm, tersusun bergantian, halus berpasangan, 4-6 pasang tiap daun dan panjangnya berkisar 9-18 cm. Kayu Mahoni ini termasuk bahan mebel bernilai tinggi karena dekoratif dan mudah dikerjakan. Ditanam secara luas di daerah tropis dalam program reboisasi dan penghijauan. Dalam sistem agroforestry digunakan sebagai

33 17 tanaman naungan dan kayu bakar (Joker 2001 dalam Irwanto 2007). 5. Sengon (Paraserianthes falcataria) Sengon (Paraserianthes falcataria/albizia falcataria) termasuk famili Mimosaceae, mempunyai sebaran alami di Maluku, Irian Jaya, Malaysia, India dan Srilangka. Jenis ini telah dibudidayakan dalam bentuk hutan tanaman atau kebun rakyat di Jawa, Sumatera dan beberapa daerah lainnya. Sengon tumbuh di daerah ketinggian sampai mdpl, pada tanah bertekstur ringan sampai berat, bereaksi masam sampai netral (ph 5-7). Kondisi iklim yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal dari jenis ini adalah curah hujan mm/tahun, dengan jumlah bulan kering 0-3 bulan dan temperatur maksimal ± 34 o C. Tergantung kepada kesuburan tanahnya, jenis yang tergolong tumbuh cepat ini dapat mencapai riap m 3 /ha/tahun pada akhir daur tanaman yang lazim digunakan yaitu 8-10 tahun. Kayunya berbobot jenis 0,42-0,46, tergolong kelas awet dan kelas kuat IV-V, dapat digunakan antara lain sebagai kayu pertukangan, konstruksi ringan di bawah atap, bahan baku pulp serat pendek dan untuk pengepakan (Dinas Kehutanan Provinsi Dati I Sulawesi Selatan 1990). 6. Akasia (Acacia sp.) Acacia sp. termasuk dalam sub famili Mimosoideae, famili Leguminosae dan ordo Rosales. Pada umumnya Acacia sp. mencapai tinggi lebih dari 15 meter, kecuali pada tempat yang kurang menguntungkan akan tumbuh lebih kecil antara 7-10 meter. Pohon Acacia sp. yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang. Dapat dikemukakan pula bahwa bibit Acacia sp. yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun. Daun ini sama dengan subfamili Mimosoideae misalnya Paraserianthes falcataria, Leucaena sp, setelah tumbuh beberapa minggu Acacia sp tidak menghasilkan lagi daun sesungguhnya tetapi tangkai daun sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah menjadi phyllodae atau phyllocladus yang dikenal dengan daun semu, phyllocladus kelihatan seperti daun tumbuh umumnya. Bentuknya sederhana tulang daunnya paralel dan

34 18 besarnya sekitar 25 cm x 10 cm. Acacia sp. termasuk jenis Legum yang tumbuh cepat, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman Acacia sp yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik. Faktor yang lain yang mendorong pengembangan jenis ini adalah sifat pertumbuhan yang cepat. Pada lahan yang baik, umur 9 tahun telah mencapai tinggi 23 meter dengan rata-rata kenaikan diameter 2-3 meter dengan hasil produksi 415 m 3 /ha atau rata-rata 46 m 3 /ha/tahun. Pada areal yang ditumbuhi alang-alang umur 13 tahun mencapai tinggi 25 meter dengan diameter ratarata 27 cm serta hasil produksi rata-rata 20 m 3 /ha/tahun. Kayu Acacia sp. termasuk dalam kelas kuat III-IV, berat 0,56-0,60 dengan nilai kalori rata-rata antara k.cal/kg (Badan Litbang Departemen Kehutanan 1994 dalam Irwanto 2007). lain : Simon (2008) menyatakan beberapa kegunaan tanaman perkayuan antara 1. Untuk Kayu Bakar Untuk kayu bakar biasanya dipilih jenis-jenis yang mempunyai persyaratan cepat tumbuh, menghasilkan trubusan (tunas baru) bila dipangkas dan mempunyai nilai kalori panas yang tinggi. Pembangunan hutan rakyat ini dikaitkan dengan penyediaan bahan bakar untuk industri perusahaan genteng, batu kapur dan pembuatan arang. Jenis-jenis yang dianjurkan untuk kayu bakar terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis-jenis Tanaman yang Dianjurkan untuk Kayu Bakar No Jenis Tanaman Kalori 1 Lamtorogung (Leucanea heucocephala) Akasia (Accacia auriculiformis) Kaliandra (Caliandra calothyrsus) Gamala (Glirisdae maculate) 4.548

35 19 2. Untuk Kayu Pertukangan Pemilihan jenis kayu untuk pertukangan dipilih jenis yang mempunyai nilai ekonomi, cepat tumbuh, berkualitas batang baik, produksinya tinggi dan pasarannya cukup baik, jenis-jenis yang dianjurkan adalah: a. Sengon (Pareserianthes falcataria) mempunyai riap (pertambahan tumbuh) 37,4 m 3 /ha/tahun dengan rotasi 5 tahun. b. Mahoni (Swietenia macrophylla) mempunyai riap 16,7 m 3 /ha/tahun dengan rotasi 10 tahun. c. Sonokeling (Delbergia lafifolia) mempunyai riap 16 m 3 /ha/tahun dengan rotasi 15 tahun. d. Jati (Tectona grandis) mempunyai riap 7,9 10,9 m 3 /ha/tahun dengan rotasi 60 tahun. 3. Untuk Bahan Baku Industri Untuk penyediaan bahan baku industri misalnya untuk kertas, pulp atau pabrik korek api, pemilihan ini ditekankan pada nilai ekonomi, bersifat cepat tumbuh dalam berbagai kondisi lahan dan mempunyai riap tinggi. Jenis untuk bahan baku ini adalah: a. Paraserianthes falcataria mempunyai riap 37,4 m 3 /ha/tahun dengan rotasi 5 tahun. b. Eucalypthus deglupta mempunyai riap 24,5 m 3 /ha/tahun dengan rotasi 9 tahun. c. Kayu Afrika/Kayu manis (Maesopsis emenii) mempunyai riap 13,34 m 3 /ha/tahun dengan rotasi 15 tahun. d. Damar (Agathis larantifolia) mempunyai riap 27,4 m 3 /ha/tahun dengan rotasi 25 tahun. e. Pinus (Pinus merkusii) mempunyai riap 19,9 m 3 /ha/tahun dengan rotasi 15 tahun. 4. Untuk Perbaikan Hydroorologi Pemilihan jenis dititikberatkan kepada jenis-jenis yang ideal dengan syaratsyarat: a. Cepat tumbuh b. Bertajuk lebat dan dapat memberikan serasah yang banyak

36 20 c. Dapat tumbuh di tempat-tempat yang lahannya kritis d. Mempunyai sistem perakaran yang dalam, melebar dan kuat, sehingga mampu mengikat tanah e. Mudah ditanam dan tidak memerlukan pemeliharaan f. Tahan terhadap hama penyakit g. Mampu memperbaiki tanah h. Berkemampuan menghasilkan trubusan (turunan baru) bila dipangkas Jenis-jenis untuk tujuan hydroorologi: a. Trembesi (Samanea saman) b. Akasia (Acacia auriculiformis) c. Mahoni (Swietenia marciophylla) d. Puspa (Schima noronhae) e. Asam (Tamarindus indica) f. Turi (Sesbania grandiflora) g. Kaliandra (Caliandra calothyrsus) h. Beringin (Ficus benyamina) 2.6 Pemanenan Berdasarkan Estetika Pemanenan hasil hutan merupakan puncak usaha dan kegiatan utama dalam menghasilkan kayu perdagangan atau dikenal dengan semboyan Logging is the crown of forestry. Pemanenan hasil hutan merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dari suatu industri yang mengubah pohon berdiri (standing stock) menjadi kayu bulat dan mengangkutnya ke luar hutan. Perencanaan pemanenan kayu dapat diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi, peralatan dan dana untuk memproduksi kayu secara lestari bagi masyarakat yang membutuhkannya dan mendapatkan nilai tambah bagi perusahaan maupun bagi masyarakat lokal (sekitar hutan), regional dan nasional pada kurun waktu tertentu (Nugroho 1995) Menurut Budiaman (1996) sistem pemanenan yang baik adalah sistem pemanenan yang dapat mempertimbangkan tiga (3) syarat utama, yaitu : 1. Dapat diterima oleh masyarakat (socially acceptable) Syarat ini mencakup tiga (3) aspek utama : silvikultur, lingkungan dan politik.

37 21 2. Layak secara ekonomi (economically feasible) 3. memungkinkan secara fisik lapangan (physically possible) Menurut Staaf dan Wiksten (1984) faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan sistem pemanenan adalah tujuan akhir pemanenan, volume dan total volume kayu perhektar, ukuran kayu, kondisi lapangan, standar jalan dan curah hujan. Dahlan (1992) menyatakan bahwa beberapa metoda yang dapat dipergunakan untuk menebang pohon adalah : 1. Tumpangan (Toping) Cara ini sangat biasa dipakai untuk menebang kayu di hutan. Penebang (belandong) pertama-tama akan menentukan arah rebah. Takik rebah dan takik balas dibuat baik dengan gergaji maupun dengan kapak. Cara ini hanya dapat dilakukan di daerah yang luas dan jauh dari jalan raya, pemukiman, jalur listrik, telepon dan lain-lain. 2. Penggalan (Sectioning) Pemanjat pohon yang telah dilengkapi dengan tali pengaman yang dikaitkan ke tubuhnya kemudian memanjat pohon. Pemanjat menuju cabang pertama kemudian memotong dengan gergaji mesin atau kapak dan memotong cabang tersebut. Kemudian naik lagi dan memotong cabang yang lain dengan cara bersandar pada cabang lain yang aman. Demikian selanjutnya, pekerjaan diteruskan sampai ke atas. Pada saat tersebut, orang yang berada di tanah memotong-motong cabang dan ranting yang baru jatuh. Setelah cabang-cabang terpotong, orang yang berada di bawah mulai membereskan cabang-cabang tersebut. Kemudian pemanjat turun dan pekerjaannya digantikan oleh yang lain untuk memenggal pohon bagian demi bagian yang dimulai dari bagian atas. Bila pohon yang hendak ditebang memiliki dahan yang panjang, melintang di atas rumah, pagar, tanaman berharga dan kabel listrik, maka salah satu cara adalah dengan menggunakan tali. Pengikatan, pemotongan dan penurunan, bagian demi bagian, walaupun ketinggalan jaman, tetapi kadang-kadang merupakan jalan yang terbaik.

38 22 3. High-lining Cara lain yang menarik adalah high-lining. Jika pohon yang akan dipotong dikelilingi oleh benda-benda berharga yang tidak dapat disingkirkan, maka cabang dapat dipotong bagian demi bagian dan dijatuh-arahkan ke sasaran yang diinginkan. Cara ini dapat dilakukan dengan jalan menambatkan salah satu ujung tambang yang kuat pada pohon dan ujung lain di lokasi sasaran yang menjadi tempat jatuhnya bagian-bagian pohon. Tambang tersebut diusahakan mempunyai sudut kemiringan yang cukup. Tidak terlalu tajam, agar bagian pohon tidak meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi, namun sebaliknya tidak terlalu landai. Jika sudut kemiringan tambang terlalu landai, maka jatuhnya dahan tersebut mungkin akan terganggu, bahkan terhenti selain itu membutuhkan areal yang lebih jauh. Operasi pemindahan potongan cabang pohon ini berdasarkan gaya gravitasi. Dengan cara ini semua cabang dapat dipindahkan ke tempat lain dengan aman. Penebangan pohon dilakukan seperti pada cara penggalan. 4. Potong bawah (Bottoming) Penebangan dengan cara menumbangkannya serta pembagian batang bagian demi bagian dari ujung sampai ke pangkal merupakan dua cara standar dalam penebangan pohon. Cara lainnya yang jarang ditemui adalah potong bawah (bottoming). Teknik ini hanya dapat dilakukan bila ada satu atau lebih pohon lain yang berukuran sama atau lebih besar di dekat pohon yang akan ditebang. Dalam cara ini, tali diikatkan di sekeliling tajuk pohon yang akan ditebang ke pohon yang tidak ditebang. Pohon yang telah diikat dengan tali di sekitar puncaknya kemudian bagian pangkalnya digergaji. Bagian pangkal/bawah dari pohon dipotong dengan posisi tetap berdiri. Panjang bagian batang yang dipotong sesuai dengan yang dikehendaki. Setelah pemotongan pohon diturunkan dengan cara mengulurkan tali sambil menjaga agar batang tetap tegak, kemudian sedikit demi sedikit pohon dipotong lagi. Demikian seterusnya sampai pohon habis terpotong. Menurut Stenzel et. al. (1985) aesthetics adalah ilmu yang mempertimbangkan dalam merencanakan pemanenan hutan yang digunakan oleh masyarakat untuk rekreasi, seorang perencana berusaha untuk menggambarkan pemandangan alami yang dapat dilakukan. Areal-areal yang ditebang dapat dilihat dengan meninggalkan jalur-jalur sisa dari kayu yang belum ditebang sebagai batas

39 23 jalan utama yang akan dilewati oleh masyarakat atau jalan-jalan yang dapat dilewati dan areal-areal yang ditebang dapat dialokasikan sehingga kondisi topografi akan membantu perlindungan. Proses perlindungan digambarkan dalam Gambar 1. Gambar 1. Model Pemanenan Berdasarkan Estetika Jalur yang belum ditebang harus cukup lebar untuk dijadikan penahan angin. Hal ini diperlukan untuk melintasi jalan suatu unit penebangan, unit yang direncanakan harus dekat dan tegak lurus dari persimpangan jalan. Sebagian cahaya dari jalur yang ditebang pada sisi jalan akan meningkat antara sisi jalan dari kayu yang belum ditebang dengan jalan dari kayu yang ditebang. Hal ini diperlukan untuk pemanfaatan dan bekas tebangan secara intensif. 2.6 Unit Usaha Mandiri Menurut Umar (2003) sebelum melakukan pengembangan usaha hendaknya dilakukan suatu kajian yang cukup mendalam dan komprehensif untuk mengetahui apakah usaha yang akan dilakukan itu layak atau tidak layak. Mengembangkan suatu usaha merupakan jawaban dari analisis yang sifatnya strategis yang diputuskan oleh manajemen tingkat atas. Mengembangkan usaha caranya adalah bermacam-macam, misalnya : 1. Membuat perusahaan baru, yang dikenal secara umum sebagai anak perusahaan atau secara akademis sebagai SBU (Strategic Bussiness Unit),

40 24 dimana produk baru yang akan dibuat berada di bawah perusahaan yang baru ini. 2. Hanya membuat produk baru tetapi tidak dengan membuat perusahaan baru. Menurut Sudaryanto (1988) pada pengusahaan hutan tanaman sampai tahun tertentu secara kumulatif akan dibutuhkan sejumlah dana tanpa adanya penghasilan. Kemudian pada tahun tertentu perusahaan mulai menerima penghasilan dan selanjutnya pada tahun ke-n perusahaan telah mampu membiayai sendiri kegiatannya. Periode tersebut dapat kita sebut sebagai tahap pembangunan. Selanjutnya perusahaan mulai mampu menghasilkan keuntungan dan pada tahuntahun berikutnya keuntungannya semakin besar sampai perusahaan melaksanakan tebang akhir. Periode tersebut disebut tahap perkembangan. Setelah itu perusahaan dalam tahap pemantapan.

41 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian adalah 4 bulan terhitung dari September - Desember 2008 dengan rincian pengambilan data selama dua bulan dan pengolahan data selama dua bulan. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Jasa Marga Indonesia Highway Corporation cabang Jagorawi yang berlokasi di Jl. Raya Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. 3.2 Jenis Data Data Primer Data potensi fisik lapangan, meliputi : 1. Pengukuran riap tanaman yang akan dikembangkan, yaitu Jati (Tectona grandis), Pinus (Pinus sp.), Meranti (Shorea sp.), Mahoni (Swietenia sp.), Sengon (Paraserianthes falcataria), dan Akasia (Acacia sp.) serta tahun tanam tanaman. 2. Cara atau pola pemanfaatan lahan daerah milik jalan tol Jagorawi berupa kegiatan persiapan lapangan, kegiatan penanaman (pemasangan ajir, pengangkutan bibit, pembuatan lubang tanam, pemupukan dasar), serta kegiatan pemeliharaan (penyulaman, pembuangan cabang dan tunas, penyiangan) Data Sekunder 1. Luas lahan di luar daerah manfaat jalan pada daerah milik jalan tol Jagorawi 2. Data biaya (cost), meliputi biaya kegiatan pemanfaatan lahan yaitu biaya persiapan lapangan, biaya penanaman, biaya pemeliharaan selama satu tahun. 3. Data tentang kondisi umum lokasi penelitian yang terdiri dari letak dan luas lokasi, topografi, iklim serta keadaan tanah. 4. Data-data lain yang diperkirakan untuk melengkapi data-data yang akan diperoleh seperti pencatatan dan pengutipan dari sumber-sumber pustaka yang sesuai.

42 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan Jati (Tectona grandis) lokasi KM (B) tahun tanam 2001, Pinus (Pinus sp.) lokasi KM (B) tahun tanam 1980, Meranti (Shorea sp.) lokasi Hutan Penelitian Dramaga Petak 53 tahun tanam 1995, Mahoni (Swietenia sp.) lokasi KM (B) tahun tanam 2005, Sengon (Paraserianthes falcataria) lokasi KM (A) tahun tanam 1996 dan Akasia (Acacia sp.) lokasi KM (A) tahun tanam Alat yang digunakan dalam penelitian ini tally sheet, meteran 30 m, pita ukur 150 cm, hagahypsometer, alat tulis, kalkulator, kamera dan seperangkat komputer. 3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1. Observasi, yaitu pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan untuk mengetahui pertumbuhan dan kondisi fisik tanaman secara visual. Pengambilan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling. Jumlah pohon contoh untuk masing-masing jenis, yaitu Jati (Tectona grandis) sebanyak 10 pohon, Pinus (Pinus sp.) sebanyak 9 pohon, Meranti (Shorea sp.) sebanyak 9 pohon, Mahoni (Swietenia sp.) sebanyak 10 pohon, Sengon (Paraserianthes falcataria) sebanyak 14 pohon dan Akasia (Acacia sp.) sebanyak 11 pohon. Kemudian diukur diameter setinggi dada (Dbh) dan tingginya, baik tinggi bebas cabang (TBC) maupun Tinggi total (TT). 2. Wawancara, dilakukan terhadap berbagai pihak yang terkait untuk melengkapi data dan informasi. Dalam hal ini dilakukan dengan pihak PT. Jasa Marga, pengguna jalan tol Jagorawi dan masyarakat sekitar daerah milik jalan tol Jagorawi. 3. Kuesioner, menggunakan daftar isian. Data yang diperlukan dari pengumpulan data ini adalah pandangan terhadap adanya jalur hijau, dampak positif yang diperoleh, jenis-jenis tanaman yang paling disukai, penataan dan pengaturan tanaman dan penataan pemanenan tanaman. Responden yang digunakan adalah pengguna jalan tol Jagorawi yang berjumlah 120 orang. Jumlah yang disebar

43 27 sebanyak 120 kuesioner dibagi ke dalam 2 tahap, yaitu tahap 1 pada hari-hari kerja (Senin-Jum at) sebanyak 60 kuesioner dan tahap 2 pada akhir pekan (Sabtu-Minggu) sebanyak 60 kuesioner. Lokasi penyebaran kuesioner di rest area. Sebanyak 60 kuesioner disebar di rest area arah Jakarta-Bogor dan 60 kuesioner disebar di rest area arah Bogor-Jakarta. Teknik wawancara dilakukan secara langsung (tatap muka) yang dipandu oleh pewawancara. 3.5 Skenario Pengaturan Tanaman Skenario pengaturan tanaman kehutanan yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Skenario 1 : Manajemen tanaman dengan komposisi 80% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 20% lahan ditanami dengan tanaman penghias serta menganalisis keragaan finansialnya. 2. Skenario 2 : Manajemen tanaman dengan komposisi 60% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 20% lahan ditanami dengan tanaman penghias serta menganalisis keragaan finansialnya. 3. Skenario 3 : Manajemen tanaman dengan komposisi 80% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan tanpa tanaman penghias serta menganalisis keragaan finansialnya. 3.6 Pengolahan dan Analisis Data Perhitungan Dinamika Tanaman Perhitungan dinamika tanaman pada penelitian ini menggunakan riap MAI (Mean Annual Increament) atau riap rata-rata tahunan dengan pendekatan tahun tanam dengan rumus sebagai berikut : V(t) MAI = t 1 t 2 Keterangan : MAI : riap volume rata-rata tahunan (m 3 /pohon/th) V(t) : volume rata-rata tegakan pada tahun tanam t (m 3 /pohon) t 1 t 2 : tahun dilakukannya pengukuran : tahun tanam

44 Perhitungan Analisa Kelayakan Secara umum tahapan analisia kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan umur/lamanya usaha. Penentuan umur/lamanya usaha dalam penelitian ini didasarkan pada daur finansial terpanjang tanaman komersial. 2. Menentukan suku bunga. Suku bunga dipakai untuk menentukan nilai kini dari biaya dan manfaat. Tingkat suku bunga yang dipergunakan dalam penelitian ini didasarkan pada tingkat biaya investasi jangka panjang yang diberikan oleh bank, yaitu 14%. 3. Identifikasi komponen biaya dan manfaat. Komponen biaya dan manfaat dari kegiatan pengelolaan lahan. Komponen-komponen biaya antara lain : 1. Biaya penyiapan lahan 2. Biaya penanaman 3. Biaya pemeliharaan 4. Biaya pemanenan 5. Biaya personal Komponen-komponen manfaat antara lain : 1. Harga kayu 2. Taksiran produksi kayu masing-masing daur tanaman. 4. Analisis finansial. Menentukan kelayakan pemanfaatan lahan daerah milik jalan tol Jagorawi secara finansial dengan menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut : 1. Nilai Kini Manfaat Bersih (Net Present Value NPV/NMB) NPV diperoleh dengan cara mendiskonto semua biaya (cost) dan manfaat (benefit) pada suku bunga tertentu, kemudian hasil diskonto pendapatan dikurangi dengan hasil diskonto biaya. Secara matematis rumus umum NPV/NMB pada tingkat bunga (i%) selama periode analisis tertentu (n), adalah : NMB = P (pada i%) = n t= 0 (B t t C t )(1+ i)

45 29 Apabila manfaat bersih yang akan diperoleh pada masa akan datang (B t C t ) dinyatakan sebagai nilai akan datang (F), maka secara fungsional rumus di atas dapat ditulis sebagai berikut : Keterangan : i NMB = P = n t= 0 F(P/F, i%, t) = tingkat pengembalian minimum yang atraktif (TPMA) t = periode pembungaan ke-t (0 t n) B t C t N F = manfaat pada akhir setiap periode pembungaan ke-t = biaya pada akhir setiap periode pembungaan ke-t = jumlah periode pembungaan selama periode analisis = manfaat dan atau biaya yang terjadi pada saat akan datang 2. Rasio Manfaat Biaya (Benefit Cost Ratio BCR/RMB) BCR diperoleh dengan cara membagi hasil diskonto pendapatan dengan diskonto pengeluaran. Apabila pendapatan disimbolkan dengan M, dan pengeluaran disimbolkan dengan B dan bila didasarkan pada referensi waktu saat ini, maka rumus untuk menentukan nilai BCR secara matematis adalah sebagai berikut : NKM NKB n t= 0 t= 0 = = n n n t= 0 M(1+ i) B(1+ i) n n t= 0 M(P/F,i%,n) B(P/F,i%, n) Bila didasarkan pada referensi nilai rataan tahunan (NRT), maka rumus untuk menentukan nilai BCR secara matematis adalah sebagai berikut : Keterangan : i NRMT NRBT n t= 0 t= 0 = = n n t= 0 NKM(A/P, i%, n) NKB(A/P, i%, n) n t= 0 M(P/F,i%, n)(a/p, i%, n) B(P/F,i%, = tingkat pengembalian minimum yang atraktif (TPMA) t = periode pembungaan ke-t (0 t n) M B n = manfaat pada akhir setiap periode pembungaan ke-t = biaya pada akhir setiap periode pembungaan ke-t = jumlah periode pembungaan selama periode analisis n)(a/p, i%, n)

46 30 3. Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return IRR) IRR adalah tingkat bunga yang diperoleh dari investasi yang belum tertutupi/dikembalikan oleh manfaat (benefit) yang diperoleh dari investasi tersebut atau yang masih tersisa/tertanam dalam investasi hingga seluruh manfaat dapat menutupi investasi tersebut (Nugroho 2005). Jika didasarkan pada nilai kini, maka perhitungan IRR terdapat tiga kemungkinan, yaitu : 1. NKM = NKB Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : n t= 0 B n t t t (1+ i) = C t (1 + i) t= 0 2. NKM NKB = 0 atau NMB = 0 Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : n t= 0 t (B t C t )(1 + i) = 0 3. NKM NKB = 1 Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : n t= 0 n t= 0 B (1+ i) t C (1+ i) t t t = 1 Keterangan : i = tingkat pengembalian minimum yang atraktif (TPMA) t = periode pembungaan ke-t (0 t n) B t C t n = manfaat pada akhir setiap periode pembungaan ke-t = biaya pada akhir setiap periode pembungaan ke-t = jumlah periode pembungaan selama periode analisis Biasanya perhitungan IRR dihitung dengan teknik interpolasi, yaitu secara coba-coba (trial and error) dengan prosedur sebagai berikut : 1. Dipilih nilai suku bunga i yang dianggap mendekati nilai IRR yang benar, lalu dihitung NPV dari arus pendapatan (benefit) dan biaya (cost) 2. Jika hasil NPV negatif, berarti nilai percobaan i terlalu tinggi, pendapatan yang akan didiskonto terlalu besar sehingga nilai sekarang (present

47 31 value) biaya melebihi nilai sekarang (present value) pendapatan. Jadi dipilih nilai percobaan i baru yang lebih rendah. 3. Jika sebaliknya, nilai sekarang tersebut positif, dapat diketahui bahwa nilai percobaan i terlalu rendah sehingga dipilih nilai i yang lebih tinggi. Adapun teknik interpolasi jika nilai percobaan pertama untuk suku bunga didiskonto dilambangkan dengan i sedangkan percobaan kedua dilambangkan dengan i. Nilai percobaan pertama untuk NPV positif dilambangkan dengan NPV sedangkan NPV negatif dilambangkan dengan NPV dapat dirumuskan dengan persamaan : Keterangan : NPV NPV i i ' ' " ' NPV IRR = i + (i i ) ' " NPV NPV = nilai kini bersih positif = nilai kini bersih negatif = tingkat bunga yang menyebabkan NPV positif = tingkat bunga yang menyebabkab NPV negatif 4. Kriteria Penilaian Finansial, menentukan kelayakan pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi berdasarkan pada kriteria nilai-nilai NPV 0, BCR 1 dan IRR suku bunga yang berlaku pada saat penilaian.

48 IV. INFORMASI UMUM JALAN TOL JAGORAWI 4.1 Sejarah Jalan Tol Jagorawi Jalan Tol Jagorawi adalah jalan tol tertua di Indonesia yang dibangun sejak tahun tahun 1972 dan mulai dioperasikan pada tahun 1978 sebagai jalan utama yang menghubungkan provinsi DKI Jakarta dengan kota Bogor dan Ciawi. Jalan tol Jagorawi merupakan jalan bebas hambatan yang membentang dari provinsi DKI Jakarta (Cawang) dan berakhir di kota Bogor dan Ciawi, Jawa Barat dengan panjang jalan 40,8 km. Karena jalan tol Jagorawi ini menghubungkan wilayahwilayah yang strategis, maka volume lalu lintas kendaraan yang melalui jalan tol Jagorawi ini cukup padat. Jalan tol Jagorawi terdiri dari dua buah jalur yang dipisah oleh bidang median, yaitu dari arah selatan ke utara dan sebaliknya. Jalan tol Jagorawi memotong wilayah dari 28 desa, 9 desa berada di wilayah administrasi provinsi DKI Jakarta dan 19 desa lainnya berada di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Pada perkembangannya, jalan tol Jagorawi mengalami penambahanpenambahan pintu gerbang tol. Penambahan-penambahan ini dilakukan untuk penyesuaian perkembangan jalan-jalan yang dibangun sepanjang jalan tol Jagorawi. Saat ini terdapat 9 pintu gerbang di sepanjang jalan tol Jagorawi. Pada tiap-tiap jalur terdapat tujuh buah gerbang pembayaran tol yang menandai bahwa kendaraan dapat keluar masuk jalan tol Jagorawi melalui gerbang-gerbang tersebut, yaitu gerbang tol Ramp TMII (Km,4,2) TMII (Km 5,25), Pasar Rebo (Km 7,45), Cibubur (Km 13,90), Gunung Putri (Km 24,20), Cibinong (Km 27,50), Sentul (Km 33,2), Bogor (Km 40,50) dan Ciawi (Km 44,6). Sejarah perkembangan jalan tol Jagorawi adalah sebagai berikut : 1. Jalan tol Jagorawi ruas Jakarta-Cibinong dioperasikan dengan sistem terbuka, yaitu sistem pembayaran tol yang dibayar di muka saat memasuki gerbang tol dan diresmikan pada tanggal 9 Maret Pembangunannya dilakukan oleh Ditjen Bina Marga Departemen Umum dengan kontraktor pelaksana adalah Hyundai Construction Co. Ltd dari Korea Selatan dan konsultannya adalah Supervisi Amman dan Whitney dari Amerika Serikat dan Trans Asia Eng. Associates dari Filipina. Desain disiapkan oleh Svendrup dan Oracel of Saints

49 33 Louis dari Amerika Serikat. Saat pelaksanaan konstruksi patok kilometer dimulai dari Ciawi ke arah Cijeruk, yang dimulai pada sta dan diakhiri pada sta Tanggal 24 Juni 1996 patok kilometer tersebut disesuaikan dengan mengambil titik acuan sta berada di pusat simpang susun cawang. Gerbang tol Cibinong terletak pada patok kilometer Pada 19 April 1979 ruas Cibinong-Bogor mulai dibuka dan dioperasikan dengan sistem tol terbuka. Gerbang tol Bogor terletak pada patok kilometer Ramp Barat dan Timur TMII dioperasikan pada tanggal 19 April 1979, dengan lokasi Ramp Barat dan Timur TMII pada kilometer dan lokasi gerbang tol TMII pada kilometer Pada Agustus 1979, sebagian ruas Bogor-Ciawi dibuka dan dioperasikan dengan sistem tol tertutup, yaitu sistem pembayaran tol dilakukan pada saat mengembalikan karcis tanda bayar tol. Lokasi gerbang tol Ciawi terletak pada kilometer Berita acara serah terima jalan tol Jagorawi ditandatangani oleh Ditjen Bina Marga dan Direktur Utama PT. Jasa Marga (Persero) pada Januari Gerbang tol Cibubur dibuka pada bulan Juni 1980 terletak pada kilometer dan pada tahun 1977 dimodifikasi jumlah lajurnya dari 4 lajur 2 arah menjadi 6 lajur 2 arah. 6. Tambahan Ramp Barat dan Timur TMII arah selatan dioperasikan tahun 1984, termasuk penambhan gardu tol pada gerbang utama TMII sehingga berjumlah 13 gardu, yang pelaksana pembangunannya dilakukan oleh PT. Hutama Karya. 7. Jagorawi stage II dioperasikan pada bulan Mei 1985, yang dimulai dari Bogor Interchange (Km /B) sampai Gadog (47+000/Gd). Pelaksana pembangunannya dilakukan oleh PT. ICCI. 8. Gunung Putri Interchange (Km ) dibuka untuk umum pada bulan Mei 1985, yang pembangunannya dilakukan oleh PT. Hutama Karya sebagai pelaksana. 9. Bulan Juli 1986, mulai dilaksanakan overlay pada sebagian ruas Jakarta- Cibinong dengan tebal perkerasan 3-4 cm, dengan kontraktor PT. Hutama Karya sebagai pelaksana.

50 Bulai Mei 1988, proyek pelebaran Ramp Barat dan Timur TMII mulai dibuka untuk umum. 11. Gerbang tol Sentul dioperasikan pada bulan April 1981 yang menuju sirkuit Sentul yang terletak pada kilometer Gerbang tol Sentul dioperasikan pada tanggal 20 Juni 1986 yang terletak pada kilometer Gerbang tol Pasar Rebo 1 dioperasikan pada tanggal 6 Juli 1991 yang masih berupa gerbang keluar. Terletak pada kilometer Gerbang tol Cimaggis mulai dioperasikan pada tanggal 6 Juli 1996 dengan lokasi pada kilometer yang hanya melayani arus lalu lintas dari Jakarta menuju Cimanggis. 15. Gerbang tol Pasar Rebo 2 mulai dioperasikan pada tanggal 3 Oktober 1996 ke arah Bogor dengan lokasi pada kilometer berdasarkan Keppres No. 46 tahun 1996 tanggal 18 Juni Gerbang tol Karanggan mulai dioperasikan pada tanggal 20 Agustus 1997 dengan lokasi pada kilometer Lingkungan Fisik dan Kimia Jalan tol Jagorawi memiliki topografi yang datar (kelerengan 0-2%), berombak (kelerengan 3-8%) dan bergelombang (kelerengan 9-15%). Namun, topografinya relatif datar dari arah Jakarta dan mulai berombak dan bergelombang di wilayah yang mendekati Bogor, terutama di wilayah sekitar Citeureup hingga Cibinong. Ketinggian tempat di wilayah jalan tol Jagorawi bervariasi, dari Jakarta hingga Cibubur ketinggiannnya 20 mdpl, di sekitar Cibinong ketinggiannya 125 mdpl dan di wilayah Bogor berada pada ketinggian mdpl. Dari arah Bogor ke Jakarta, jalan tol Jagorawi melintasi tiga buah sungai, yaitu sungai Ciliwung (Km 12) dan sungai Cikeas (Km 22 dan Km 38) yang berada di wilayah Kabupaten Bogor serta sungai Cisunter (Km 40) yang berada di wilayah provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidth-Ferguson, jalan tol Jagorawi termasuk dalam wilayah yang memiliki iklim tipe A, yaitu mempunyai curah hujan rata-rata yang lebih besar dari mm/tahun disertai pula dengan

51 35 penyebaran hujan tahunan yang cukup tinggi. Jalan tol Jagorawi yang berada di wilayah Jakarta curah hujan rata-rata sebesar mm/tahun sedangkan di wilayah Bogor dapat mencapai mm/tahun. Hujan yang cukup lebat terjadi pada bulan November hingga Maret. Di wilayah Cibinong sampai dengan Bogor rata-rata curah dan jumlah hari hujannya cukup tinggi mulai bulan November hingga April. Suhu udara antara Jakarta, Cibinong maupun Bogor relatif sama dan tidak terlalu bervariasi. Menurut Peta Tinjau Kabupaten Bogor (1966) dan Peta Tanah Semidetail Kabupaten Bogor (1979) pada areal jalan tol Jagorawi terdapat dua jenis tanah, yaitu sebagian jenis Latosol Merah yang terdapat di wilayah Cibinong hingga Jakarta dan sebagian jenis Latosol Coklat Kemerahan yang terdapat di wilayah sekitar Bogor hingga mendekati Cibinong (Gunung Putri). 4.3 Lingkungan Biologi Sepanjang median luar dan median dalam jalan tol Jagorawi terdapat berbagai jenis tanaman terdiri dari jenis rumput, semak, bambu dan pohon. Beberapa jenis tanaman yang digunakan sebagai penutup tanah untuk melindungi tanah dari kemungkinan erosi adalah Centroccema pubescens, Calopogonium mucinoides dan Pueraria javanica. Jenis-jenis pohon dan tanaman hias yang berada di jalan tol Jagorawi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis-Jenis Pohon dan Tanaman Hias di Jalan Tol Jagorawi No. Jenis Jenis Jenis No. No. Pohon Tanaman Hias Tanaman Hias 1 Akasia 1 Agave 21 Kembang sapu tangan 2 Sengon 2 Akalipa 22 Kembang sepatu 3 Beringin 3 Alamanda tegak 23 Lamtana 4 Bintaro 4 Bayem Merah 24 Lily paris 5 Gmelina 5 Bougenvile 25 Nusa indah 6 Jati 6 Dadap merah 26 Oliander 7 Ketapang 7 Evorbia 27 Pagoda 8 Mahoni 8 Evodia hortensia 28 Palm bismarkia 9 Meranti 9 Excoecaria bicolor 29 Pangkas kuning 10 Mindi 10 Ficus hilli 30 Portoforoum 11 Tanjung 11 Flumbago 31 Salak 12 Trembesi 12 Golodokan 32 Soka 13 Flamboyan 13 Jarak pagar 33 Stepertya

52 36 Tabel 4 Lanjutan No. Jenis Jenis Jenis No. No. Pohon Tanaman Hias Tanaman Hias 14 Pinus 14 Kaca piring 34 Stepertya 15 Afrika 15 Kamboja 35 Syzium 16 Kana 36 Syzium oleneae 17 Kelapa sawit 37 Tabebuia argenta 18 Kembang kupu-kupu 38 Teh-tehan 19 Kembang merak 39 Ubi-ubian Sumber : PT. Jasa Marga (2004) Beberapa tanaman yang berada di luar lokasi jalan tol Jagorawi (di desa yang berbatasan dengan jalan tol) diantaranya adalah padi (sawah irigasi dan tadah hujan), ketela (singkong) dan tanaman buah-buahan. Penanaman padi dilakukan rata-rata hanya dua kali dalam setahun, terutama pada sawah tadah hujan seringkali tampak pada musim kering. Biasanya untuk mengejar waktu tanam kedua, yaitu sekitar bulan Februari, petani membakar jerami sisa panen pada penanaman pertama. Asap yang berasal dari pembakaran jerami tersebut dapat mengganggu pandangan dan konsentrasi pengemudi sehingga dapat berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas (Rachmawati 2005).

53 5.1 Jenis dan Keadaan Tanaman V. HASIL DAN PEMBAHASAN Lahan di sepanjang jalan tol Jagorawi khususnya pada jalur hijau telah ditanami berbagai jenis tanaman, baik jenis-jenis tanaman kehutanan maupun jenis-jenis tanaman penghias. Hal ini dilakukan dalam upaya peningkatan nilai estetika dan nilai lingkungan sebagai akibat adanya jalan tol Jagorawi. Berdasarkan hasil inventarisasi tanaman yang dilakukan oleh PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi pada tahun 2007, hasil inspeksi CV. Gumelar Persada tahun 2005 dan surat perjanjian pemanfaatan lahan Damija Tol Jagorawi PT. Widyamita tahun 2005 yang disajikan pada Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4 diketahui bahwa jenis-jenis tanaman yang ditanam di sepanjang jalan tol Jagorawi terdapat 21 jenis tanaman terdiri dari 11 jenis tanaman kehutanan dan 10 jenis tanaman penghias. Jumlah total tanaman sebanyak Untuk berbagai jenis tanaman kehutanan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis-jenis Tanaman Kehutanan di Tol Jagorawi No. Jenis Tanaman Jumlah Tanaman 1 Afrika 22 2 Akasia Sengon Beringin Gmelina Jati Mahoni Mindi Meranti Tanjung Trembesi 100 Total Sumber : Hasil Inventarisasi PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi (2007) Berdasarkan Tabel 5 Jenis tanaman kehutanan yang paling dominan adalah Sengon dengan jumlah tanaman sebanyak , diikuti oleh Akasia dengan jumlah tanaman sebanyak dan yang paling sedikit adalah Trembesi dengan jumlah tanaman sebanyak 100. Jumlah keseluruhan jenis-jenis tanaman kehutanan yang ditanam sebanyak Sedangkan untuk jenis-jenis tanaman penghias yang ditanam di tol Jagorawi disajikan pada Tabel 6.

54 38 Tabel 6. Jenis-jenis Tanaman Penghias di Tol Jagorawi No. Jenis Tanaman Jumlah Tanaman 1 Dadap merah Golodokan 75 3 Jarak pagar Kamboja 50 5 Kelapa sawit 5 6 Kembang kupu-kupu Salak Stepertya Syzium Teh-tehan Total Sumber : Hasil Inventarisasi PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi (2007) Dari Tabel 6 diketahui bahwa jenis tanaman penghias yang paling dominan adalah Salak dengan jumlah tanaman sebanyak 9.800, diikuti oleh Jarak pagar dengan jumlah tanaman sebanyak dan yang paling sedikit adalah Kelapa sawit dengan jumlah tanaman sebanyak 5. Jumlah keseluruhan jenis-jenis tanaman penghias yang ditanam sebanyak Secara keseluruhan jenis-jenis tanaman tersebut difungsikan sebagai tanaman penghijauan yang berfungsi sebagai penyerap dan penjerap zat pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Hal ini dinyatakan dalam hasil penelitian Sari et. al. (2004) yang menjelaskan bahwa tanaman penghijauan yang ditanam di tepi jalan tol Jagorawi memiliki kemampuan menjerap Timbal (Pb) yang berbeda tergantung jarak tanaman dari tepi jalan tol. Jenis tanaman yang mampu mereduksi Pb paling tinggi pada kisaran jarak 0-10 m dari tepi jalan tol adalah Saga (15,99 ppm), diikuti oleh Kayu manis (12,29 ppm), Sengon (11,51 ppm), Akasia (9,47 ppm) dan Gmelina (5,89 ppm). Sedangkan pada kisaran jarak m dari tepi jalan tol, tanaman yang mampu mereduksi Pb paling tinggi adalah Sengon (13,74 ppm) diikuti oleh Kayu manis (9,73 ppm), Saga (7,30 ppm), Akasia (5,29 ppm) dan Gmelina (3,40 ppm). Adapun fungsi lain yang dihasilkan dengan adanya jenis-jenis tanaman yang ditanam di jalur hijau tol Jagorawi adalah untuk meredam kebisingan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Doelle (1985) menyatakan bahwa penggunaan jalur hijau pelindung dan pertamanan dibuat untuk berlindung terhadap bising industri, perdagangan dan jalan raya yang padat karena halaman

55 39 rumput yang banyak menyebabkan penyerapan bunyi yang hampir sama dengan karpet berkualitas tinggi dan karena pohon-pohon, walaupun kurang menyerap, bertindak sebagai elemen-elemen penyebar dan cenderung memperbanyak penyerapan oleh tanah pertamanan sekitar. Hanya semak-semak yang padat dan banyak daunnya dan pohon-pohon yang tinggi atau pohon-pohon yang selalu berdaun hijau (untuk perlindungan di musim dingin) yang ditanam meliputi daerah yang luas akan menghasilkan reduksi bising yang berarti. Selain itu, berfungsi juga untuk meningkatkan nilai estetika jalur hijau yang dapat meminimalkan kejenuhan bagi pengguna jalan tol Jagorawi. Carpenter et. al. (1975) dalam Nugrahani (2005) menyatakan bahwa tanaman yang ditanam pada jalur hijau jalan dan median jalan di perkotaan dimaksudkan untuk memenuhi beberapa fungsi, antara lain fungsi untuk memperbaiki iklim mikro, yaitu menurunkan suhu, meningkatkan kelembaban udara dan menurunkan intensitas sinar matahari. Fungsi lain adalah untuk meningkatkan kualitas visual lingkungan dengan penampilan warna, tekstur dan bentuk arsitektur tanaman. Fungsi secara teknis adalah untuk mengurangi dan menurunkan tingkat pencemaran udara dengan cara menyerap polutan. Jika dianalisa lebih dalam, dari 21 jenis tanaman yang ditanam di sepanjang jalan tol Jagorawi ternyata terdapat 8 jenis tanaman yang tidak hanya mampu mereduksi zat pencemar yang dihasilkan kendaraan bermotor, tetapi juga mempunyai nilai komersial yang menguntungkan, yaitu Afrika, Akasia, Sengon, Gmelina, Jati, Mahoni, Meranti dan Mindi. Akasia dan Sengon termasuk dalam kelompok jenis tanaman kehutanan yang berdaur pendek ( 10 tahun) atau dapat dipanen kayunya pada umur 5-10 tahun. Sifat-sifat yang dimiliki kedua jenis tanaman ini antara lain pertumbuhannya cepat, pemeliharaannya tidak sukar (tidak memerlukan pemeliharaan khusus), serasahnya banyak dan mudah hancur sehingga mempunyai dampak yang lebih baik dalam mengembalikan kesuburan tanah, dapat tumbuh di lahan yang kurus dan telah diketahui bahwa kayu dari kedua jenis tanaman ini banyak kegunaanya sehingga mudah dipasarkan. Sedangkan Afrika, Gmelina, Jati, Mahoni, Meranti dan Mindi termasuk dalam kelompok jenis tanaman kehutanan yang berdaur panjang (>10 tahun) atau

56 40 dapat dipanen kayunya pada umur lebih dari 10 tahun. Meskipun pertumbuhan jenis-jenis tanaman ini relatif lambat dengan daur yang lebih lama jika dibandingkan dengan Akasia dan Sengon, tetapi kayu yang dihasilkan termasuk dalam kelompok kayu mewah sehingga mempunyai harga jual yang tinggi dan mudah dipasarkan. Selain itu juga jenis-jenis tanaman ini tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Jenis-jenis tanaman yang dapat diperdagangkan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis-jenis Tanaman yang dapat Diperdagangkan No. Jenis Tanaman Jumlah Tanaman 1 Afrika 22 2 Akasia Sengon Gmelina Jati Mahoni Meranti Mindi Total Sumber : Hasil Inventarisasi PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi (2007) Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa jenis tanaman yang paling banyak ditanam di sepanjang jalan tol Jagorawi adalah Sengon dengan jumlah tanaman sebanyak , diikuti oleh Akasia sebanyak , Gmelina sebanyak 7.642, Mindi sebanyak 5.090, Mahoni sebanyak 1.877, Meranti sebanyak 1.200, Jati sebanyak 125 dan Afrika sebanyak 22. Jumlah keseluruhan jenis-jenis tanaman kehutanan yang ditanam sebanyak Keadaan Pengelolaan Tanaman Sistem pengelolaan tanaman di sepanjang jalan tol Jagorawi menggunakan pola tanam campuran dan melibatkan berbagai pihak antara lain Departemen Kehutanan, Pemda (Pemda DKI Jakarta dan Pemda Bogor) atau Instansi-instansi pemerintah/swasta, Mitra kerja dan PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi. Jenisjenis tanaman yang ditanam oleh Departemen Kehutanan di jalur hijau tol Jagorawi disajikan pada Tabel 8.

57 41 Tabel 8. Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh Departemen Kehutanan No. Lokasi (KM) Jenis Jumlah Luas Luas Tanaman Tanaman (m²) (ha) Jarak pagar ,33 0, Jarak pagar ,33 0, Jarak pagar ,33 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,33 0, Jarak pagar ,33 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,33 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,33 0, Jarak pagar ,33 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,00 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,67 0, Jarak pagar ,33 0, Meranti ,00 0,60 Jumlah ,67 1,11 Sumber : Hasil Inventarisasi PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi (2007) Dari Tabel 8 di atas diketahui bahwa jenis tanaman yang ditanam oleh pihak Departemen Kehutanan adalah Jarak pagar sebanyak dengan luas lahan tanam sebesar 0,51 Ha menggunakan jarak tanam 1 m x 1 m dan Meranti sebanyak dengan luas lahan sebesar 0,60 Ha menggunakan jarak tanam 2,23 m x 2,23 m. Jenis-jenis tanaman tersebut selain sebagai tanaman penghijauan, diduga juga sebagai bahan riset pihak Departemen Kehutanan. Tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai PT. Jasa Marga cabang Jagorawi menerangkan bahwa jenis tanaman tersebut sudah banyak yang mati dan tidak dilakukan kegiatan penyulaman tanaman. Dalam hal pengelolaan tanaman tersebut, PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi hanya melakukan pemeliharaan tanaman, sedangkan untuk penyediaan bibit tanaman serta hal-hal yang terkait dengan penanaman sepenuhnya ditanggung oleh pihak Departemen Kehutanan. Untuk jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh Pemda (Pemda DKI Jakarta dan Pemda Bogor)/Instansi Swasta disajikan pada Tabel 9.

58 42 Tabel 9. Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh Pemda/Instansi Swasta No. Lokasi Jenis Jumlah Luas Luas (KM) Tanaman Tanaman (m²) (ha) Tanjung ,00 0,35 Syzium ,00 0,68 Golodokan ,00 0, Kembang kupu-kupu ,00 0,05 Beringin ,00 0,32 Tanjung ,00 0,95 Trembesi ,00 0,09 Subtotal ,00 2, Mahoni ,00 0, Mahoni ,00 0,27 Jati ,00 0,11 Gmelina ,00 1, Mahoni ,00 0,37 Sengon ,00 1, Gmelina ,00 1,36 Mahoni ,00 0,17 Subtotal ,00 5,63 Total ,00 8,12 Sumber : Hasil Inventarisasi PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi (2007) Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa jenis tanaman yang ditanam oleh Pemda/Instansi Swasta dapat dibagi menjadi dua, yaitu tanaman penghias dan tanaman kehutanan. Untuk jenis tanaman penghias antara lain Syzium, Golodokan dan Kembang kupu-kupu dengan jumlah total tanaman sebanyak 875 dengan luas lahan tanaman sebesar 0,80 ha. Untuk jenis tanaman kehutanan antara lain Tanjung sebanyak dengan luas lahan tanam 1,30 ha, Beringin sebanyak 350 dengan luas lahan tanam 0,32 ha, Trembesi sebanyak 100 dengan luas lahan tanam 0,09 ha, Mahoni sebanyak dengan luas lahan tanam 0,92 ha, Jati sebanyak 125 dengan luas lahan tanam 0,11 ha, Gmelina sebanyak dengan luas lahan tanam 2,93 ha dan Sengon sebanyak dengan luas lahan tanam 1,68 ha sehingga jumlah keseluruhan untuk jenis tanaman kehutanan sebanyak dengan luas lahan tanam sebesar 7,35 ha. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m. Jumlah keseluruhan tanaman yang ditanam oleh Pemda/Instansi Swasta adalah dengan luas lahan tanam sebesar 8,12 Ha. Secara keseluruhan jenis-jenis tanaman yang ditanam tersebut diduga mampu menyerap zat emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan juga

59 43 mempunyai tajuk yang rindang sehingga dapat meningkatkan nilai estetika jalur hijau tol Jagorawi. Dalam hal pengelolaan tanaman tersebut, PT. Jasa marga cabang tol Jagorawi hanya melakukan pemeliharaan tanaman, sedangkan untuk penyediaan bibit tanaman serta hal-hal yang terkait dengan penanaman sepenuhnya ditanggung oleh pihak Pemda/Instansi pemerintah/swasta terkait. Lain halnya bagi pihak mitra kerja, PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi melakukan kerjasama pemanfaatan lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi dalam kegiatan penanaman pohon penghijauan sesuai dengan perjanjian kerjasama yang telah disepakati. Karena kegiatan yang dilakukan bertujuan bisnis atau investasi, maka biaya-biaya pengelolaan tanaman, mulai dari penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan sepenuhnya ditanggung oleh pihak mitra kerja. Mitra kerja yang melakukan kerjasama dengan PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi, yaitu : 1. CV. Gumelar Persada Berdasarkan hasil inspeksi terakhir yang dilakukan oleh CV. Gumelar Persada pada bulan Mei 2005 yang terdapat pada Lampiran 3, diketahui bahwa jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh pihak CV. Gumelar Persada adalah termasuk dalam jenis yang cepat tumbuh (fast growing species) antara lain Sengon, Mindi, Akasia dan Afrika. Adapun mengenai jumlah tanaman dan tahun tanam dapat disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh CV. Gumelar Persada No. Jenis Tahun Tanam Luas Luas Subtotal (m²) (ha) (Pohon) (Pohon) (Pohon) 1 Sengon ,29 2 Mindi ,58 3 Akasia ,14 4 Afrika ,02 Jumlah ,03 Sumber : Hasil Inventarisasi CV. Gumelar Persada (2005) Pada Tabel 10 di atas menjelaskan bahwa jenis tanaman yang paling dominan ditanam oleh CV. Gumelar Persada adalah Akasia sebanyak dengan luas lahan tanam sebesar 17,41 Ha, kemudian Sengon sebanyak dengan luas lahan tanam sebesar 14,29 Ha, Mindi sebanyak dengan luas

60 44 lahan tanam 4,58 Ha dan Afrika sebanyak 22 dengan luas lahan tanam sebesar 0,02 Ha. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m. Untuk jumlah keseluruhan tanaman yang ditanam oleh pihak CV. Gumelar Persada adalah dengan luas lahan tanam sebesar 36,03 Ha. Jika jenis-jenis tanaman tersebut dikategorikan berdasarkan daur, maka jenis tanaman Akasia dan Sengon termasuk kelompok jenis tanaman yang berdaur pendek ( 10 tahun) sedangkan Mindi dan Afrika termasuk kelompok jenis tanaman yang berdaur panjang (>10 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi tanaman yang dilakukan oleh pihak CV. Gumelar Persada cukup baik, tidak hanya dari segi ekonomi dan produksi, tetapi juga dari segi ekologi yang sangat membantu PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi dalam kegiatan penghijauan di sepanjang jalan tol Jagorawi. 2. PT. Widyamita Berdasarkan surat perjanjian pemanfaatan lahan Damija Tol Jagorawi Nomor 30/SPK/AD/2005 tanggal 10 Maret 2005 menerangkan bahwa PT. Widyamita telah melakukan pemerikasaan penanaman pohon di damija tol Jagorawi sebagaimana yang terdapat pada lampiran 4. Jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh PT. Widyamita disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh PT. Widyamita No. Jenis Tahun Jumlah Luas Luas Tanam Tanaman (m²) (ha) 1. Gmelina ,00 3,95 2. Sengon ,00 2,25 3. Mahoni ,00 0,78 Jumlah ,00 6,98 Sumber : Hasil Inventarisasi PT. Widyamita (2005) Pada Tabel 11 di atas menjelaskan bahwa jenis tanaman yang paling dominan ditanam oleh PT. Widyamita adalah Gmelina sebanyak dengan luas lahan tanam sebesar 3,95 Ha, kemudian Sengon sebanyak dengan luas lahan tanam sebesar 2,25 Ha dan Mahoni sebanyak 862 dengan luas lahan tanam 0,78 Ha. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m. Untuk jumlah keseluruhan tanaman yang ditanam oleh pihak PT. Widyamita adalah dengan luas lahan tanam sebesar 6,98 Ha.

61 45 Jika jenis-jenis tanaman tersebut dikategorikan berdasarkan daur, maka jenis tanaman Sengon termasuk kelompok jenis tanaman yang berdaur pendek ( 10 tahun) sedangkan Gmelina dan Mahoni termasuk kelompok jenis tanaman yang berdaur panjang (>10 tahun). Hal ini pun menunjukkan bahwa kombinasi tanaman yang dilakukan oleh pihak PT. Widyamita cukup baik, tidak hanya dari segi ekonomi dan produksi, tetapi juga dari segi ekologi yang sangat membantu PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi dalam kegiatan penghijauan di sepanjang jalan tol Jagorawi. Sebagai institusi yang paling bertanggung jawab mengenai penghijauan di jalur hijau jalan tol Jagorawi, PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi juga melakukan kegiatan penanaman. Jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh pihak PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi disajikan pada Lampiran 5. Pada Lampiran 5 dapat diketahui bahwa jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi dapat dibagi menjadi dua, yaitu jenis tanaman kehutanan dan jenis tanaman penghias. Untuk jenis-jenis tanaman kehutanan yang ditanam oleh PT. Jasa Marga cabang to Jagorawi disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Jenis-jenis Tanaman Kehutanan yang Ditanam oleh PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi Jenis & Jumlah Luas Lahan No. Lokasi Tanaman Akasia Sengon Akasia Sengon m 2 ha m 2 ha ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0,07 810,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0, ,00 0,45 Jumlah ,00 3, ,00 2,26 Sumber : Hasil Inventarisasi PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi (2007) Dari Tabel 12 diketahui bahwa jenis-jenis tanaman kehutanan ditanam oleh PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi adalah Akasia sebanyak dengan luas lahan tanam sebesar 3,21 ha dan Sengon sebanyak dengan luas lahan tanam

62 46 sebesar 2,26 ha. Jarak tanam yang umumnya digunakan adalah 3 m x 3 m. Sedangkan jenis-jenis tanaman penghias disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Jenis-jenis Tanaman Penghias yang Ditanam oleh PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi No. Lokasi Jenis Jumlah Luas Luas (KM) Tanaman Tanaman (m²) (ha) Kembang kupu-kupu ,00 0, Kelapa sawit 5 50,00 0,01 Kamboja ,00 0, Dadap merah ,00 0,08 Kembang kupu-kupu ,00 0, Salak ,00 0, Salak ,00 0, Salak ,00 0, Salak ,00 0, Dadap merah ,00 0,16 Salak ,00 0, Salak ,00 0, Salak ,00 0, Teh-tehan ,00 0, Dadap merah ,00 0,30 Stepertya ,00 0, Salak ,00 0, Salak ,00 0, Jarak pagar ,00 0, Salak ,00 0, Salak ,00 0,04 Total ,00 2,10 Sumber : Hasil Inventarisasi PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi (2007) Pada Tabel 13 diketahui bahwa jenis-jenis tanaman penghias yang ditanam oleh PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi terdapat 9 jenis tanaman, yaitu Kembang kupu-kupu, Kelapa sawit, Kamboja, Bougenvile, Dadap merah, Salak, Teh-tehan, Stepertya dan Jarak pagar dengan jumlah keseluruhan tanaman sebanyak dengan luas lahan tanam sebesar 2,10 Ha. 5.3 Penggunaan Lahan di Tol Jagorawi Istilah penggunaan lahan biasanya digunakan dalam pengertian penggunaan lahan masa kini (present or current land use) oleh karena aktivitas manusia di bumi ini sama sekali tidak statis, maka perhatian seringkali ditujukan baik pada

63 47 perubahan-perubahan penggunaan lahan (secara kuantitatif maupun secara kualitatif). Secara garis besar penggunaan lahan di lokasi penelitian sepenuhnya digunakan sebagai jalur hijau yang mempunyai fungsi-fungsi antara lain fungsi estetika, penyerap dan penjerap emisi kendaraan bermotor, pengamanan, peredam kebisingan dan penahan angin. Pada hakekatnya jalur hijau di sepanjang jalan tol Jagorawi tidak hanya dapat digunakan untuk menghasilkan fungsi-fungsi tersebut, tetapi juga dapat menghasilkan nilai ekonomis yang sangat tinggi apabila jalur hijau di jalan tol Jagorawi ditanami dengan jenis-jenis tanaman kehutanan yang komersial seperti yang dilakukan oleh pihak mitra kerja. Adapun persentase pengguna lahan jalur hijau di daerah milik jalan tol Jagorawi dalam hal pengkayaan jenis-jenis tanaman disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Persentase Pengguna Lahan Jalur Hijau di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi No Nama Instansi Penggunaan Persentase Luas Lahan (%) m 2 Ha 1 Departemen Kehutanan* ,67 1,11 1,86 2 Pemda/Instansi Pemerintah/Swasta* ,00 8,12 13,58 3 CV. Gumelar Persada** ,00 36,03 60,24 4 PT. Widyamita*** ,00 6,98 11,67 5 PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi* ,00 7,57 12,65 Jumlah ,67 59,81 100,00 Sumber : * Hasil Inventarisasi PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi (2007) ** Hasil Inventarisasi CV. Gumelar Persada (2005) *** Hasil Inventarisasi PT. Widyamita (2005) Tabel 14 di atas menginformasikan bahwa pengguna lahan terbesar di jalur hijau jalan tol Jagorawi adalah CV. Gumelar Persada seluas 36,03 Ha atau sebesar 60,24% dari seluruh luas lahan tanam, diikuti oleh Pemda/Instansi pemerintah/swasta seluas 8,12 Ha atau sebesar 13,58%, kemudian PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi seluas 7,57 Ha atau sebesar 12,65%, PT. Widyamita seluas 6,98 Ha atau sebesar 11,67%, dan terakhir adalah Departemen Kehutanan seluas 1,11 Ha atau sebesar 1,86%. Sebagai pengguna lahan terbesar, pihak mitra kerja melakukan pengkayaan jenis tanaman di jalur hijau tol Jagorawi dengan jenis tanaman yaitu Akasia, Sengon, Jati dan Mindi. Adapun mengenai jumlah tanaman dan luas lahan tanam

64 48 untuk masing-masing jenis disajikan pada Tabel 11 sebelumnya. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (2004) bahwa pembangunan jalan tol di Indonesia telah menghadirkan ruang-ruang kosong di sekitarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa lahan-lahan tersebut pada umumnya mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal yang paling penting dilakukan adalah adanya pedoman pemanfaatan lahan sekitar jalan tol, dengan disusunnya pedoman tersebut maka pemanfaatan lahan sekitar jalan tol sudah dapat dilakukan yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat pemanfaatan lahan sekitar jalan tol sebagai bagian yang berkepentingan langsung terhadap peningkatan kesejahteraan harus dapat memberdayakan diri sendiri. Untuk melakukan hal tersebut tidak bisa dilakukan secara orang perseorangan, tetapi harus melalui penumbuhan kelembagaan masyarakat dan pengembangan jaringan kemitraan dengan pihak lain. 5.4 Analisa Persepsi Pengguna Jalan Mengenai Pengusahaan Tanaman Kehutanan di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Pengumpulan data untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi pengguna jalan tol Jagorawi apabila lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi dilakukan kegiatan pengusahaan tanaman kehutanan salah satunya dilakukan dengan pengisian kuesioner kepada responden. Penilaiannya bersifat subyektif, hal ini terlihat dari nilai kualitas yang berbeda untuk tiap-tiap responden. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan dan pengetahuan responden. Berdasarkan kriteria pandangan terhadap adanya jalur hijau, sebanyak 90,00% responden memiliki pandangan yang baik terhadap adanya jalur hijau, kemudian 9,17% responden memiliki pandangan yang biasa terhadap adanya jalur hijau, dan 0,83% responden memiliki pandangan yang kurang baik terhadap adanya jalur hijau. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan jalur hijau yang ada di sepanjang jalan tol Jagorawi yang ditanami berbagai jenis tanaman mempunyai dampak yang sangat positif bagi pengguna jalan tol. Untuk lebih jelas mengenai persentase pandangan terhadap adanya jalur hijau di jalan tol Jagorawi disajikan pada Gambar 2.

65 49 Gambar 2 Persentase Pandangan Terhadap Adanya Jalur Hijau di Jalan Tol Jagorawi Kemudian mengenai dampak positif yang diperoleh dengan adanya jalur hijau, sebanyak 45,95% responden berpendapat bahwa jalur hijau berperan sebagai penyerap dan penjerap emisi kendaraan, kemudian sebanyak 39,86% responden berpendapat untuk meningkatkan keindahan dan estetika, lalu sebanyak 6,76% responden berpendapat untuk mengurangi stress, kemudian sebanyak 4,05% responden berpendapat sebagai peredam kebisingan, kemudian sebanyak 1,35% responden berpendapat untuk meningkatkan pengamanan dan ada juga yang berpendapat bahwa jalur hijau di sepanjang tol Jagorawi berfungsi sebagai daerah resapan air, yaitu sebanyak 2,03%. Hal ini menunjukkan bahwa dampak positif yang dirasakan pengguna jalan tol Jagorawi cukup variatif. Untuk lebih jelas mengenai persentase dampak positif yang diperoleh dengan adanya jalur hijau di jalan tol Jagorawi disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Persentase Dampak Positif yang Diperoleh dengan Adanya Jalur Hijau di Jalan Tol Jagorawi

66 50 Keterangan : a = Meningkatkan keindahan dan estetika b = Meningkatkan pengamanan c = Peredam kebisingan d = Penyerap dan penjerap emisi kendaraan e = Mengurangi stress f = Sebagai daerah resapan air Selanjutnya mengenai lebar jalur hijau yang dianggap memadai oleh responden, yaitu sebanyak 35,83% responden berpendapat selebar 20 meter, kemudian sebanyak 22,50% responden berpendapat selebar 10 meter, kemudian sebanyak 20,83% responden berpendapat selebar 30 meter, kemudian sebanyak 10,00% responden berpendapat selebar 50 meter dan sebanyak 4,17% responden berpendapat selebar >50 meter. Hal ini menunjukkan bahwa lebar jalur hijau yang memadai terdapat pada kisaran meter, baik sebelah kiri maupun sebelah kanan dari badan jalan tol. Selain itu, responden beranggapan bahwa dengan lebar jalur hijau yang memadai diharapkan adanya penambahan jenis-jenis tanaman yang berdampak positif terhadap pengguna jalan tol sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Untuk lebih jelas mengenai persentase lebar jalur hijau yang dianggap memadai oleh responden disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Persentase Lebar Jalur Hijau yang Dianggap Memadai Adapun mengenai jenis-jenis tanaman kehutanan yang paling disukai responden, yaitu Jati, Meranti, Akasia, Pinus, Mahoni dan Sengon. Secara berturut-turut persentase masing-masing jenis tanaman tersebut, yaitu untuk Jati sebanyak 13,68% responden, Meranti sebanyak 10,26% responden, Akasia sebanyak 10,83% responden, Pinus sebanyak 14,81% responden, Mahoni sebanyak 11,68% responden dan Sengon sebanyak 6,84% responden. Sedangkan untuk jenis-jenis tanaman kehutanan yang lain diantaranya Puspa sebanyak 4,84%

67 51 responden, Ekaliptus, Eboni dan Rasamala masing-masing sebanyak 4,27% responden, Matoa sebanyak 3,99% responden, Gmelina sebanyak 2,85% responden, Karet sebanyak 1,99% responden, Afrika sebanyak 1,71% responden, Sungkai, Sonokeling, Mindi dan Krey payung berturut-turut masing-masing sebanyak 1,14% responden, 1,42% responden, 0,28% responden, dan 0,85% responden. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan jenis tanaman kehutanan yang dominan dipilih oleh responden, yaitu Jati, Meranti, Akasia, Pinus, Mahoni dan Sengon. Hal ini diduga jenis-jenis tanaman kehutanan tersebut sudah sangat dikenal oleh responden. Kemudian ke-6 jenis tanaman kehutanan tersebut yang akan dikembangkan dalam penelitian ini. Untuk lebih jelas mengenai persentase jenis-jenis tanaman kehutanan yang paling disukai responden disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 Persentase Jenis-jenis Tanaman Kehutanan yang Paling Disukai Selanjutnya dalam penataan dan pengaturan tanaman, sebanyak 40% responden berpendapat bahwa penataan dan pengaturan tanaman dengan komposisi 80% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 20% lahan ditanami dengan tanaman penghias, kemudian sebanyak 22,50% responden berpendapat dengan komposisi 60% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 40% lahan ditanami dengan tanaman penghias, kemudian sebanyak 15,00% responden berpendapat dengan komposisi 100% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan, kemudian sebanyak 14,17% responden berpendapat dengan komposisi 20% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 80% lahan ditanami dengan tanaman penghias, serta sebanyak 8,33% responden berpendapat dengan komposisi 40% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 60% lahan

68 52 ditanami dengan tanaman penghias. Hal ini diduga bahwa responden sudah mengenal fungsi dan manfaat dari jenis-jenis tanaman kehutanan yang terdapat di jalur hijau jalan tol Jagorawi. Selain itu, pendapat responden dalam hal ini dijadikan dasar untuk merancang skenario-skenario dalam penelitian ini, yaitu komposisi 80% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 20% lahan ditanami dengan tanaman penghias dan komposisi 60% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 40% lahan ditanami dengan tanaman penghias. Untuk lebih jelas mengenai persentase penataan dan pengaturan tanaman yang paling disukai responden disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Persentase Penataan dan Pengaturan Tanaman Keterangan : a = 100% lahan ditanami tanaman kehutanan b = 80% lahan ditanami tanaman kehutanan dan 20% lahan ditanami tanaman penghias c = 60% lahan ditanami tanaman kehutanan dan 40% lahan ditanami tanaman penghias d = 40% lahan ditanami tanaman kehutanan dan 60% lahan ditanami tanaman penghias e = 20% lahan ditanami tanaman kehutanan dan 80% lahan ditanami tanaman penghias Kemudian dalam menentukan teknik pemanenan tanaman kehutanan dirancang pula beberapa model sketsa pemanenan (Lampiran 6). Model sketsa yang paling diminati oleh responden adalah model sketsa b sebanyak 38,33% responden, kemudian sketsa c sebanyak 20,00% responden, sketsa d sebanyak 10,83% responden, sketsa a sebanyak 9,17% responden, sketsa e sebanyak 7,50% responden, sketsa f sebanyak 6,67% responden dan sebanyak 7,50% responden berpendapat tidak dilakukan kegiatan pemanenan tanaman kehutanan. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa sketsa yang paling banyak diminati oleh responden adalah sketsa b, yaitu baris pohon pertama terdekat dengan jalan tidak ditebang dan baris kedua dan ketiga pemanenan dilakukan secara berseling. Hal ini diduga bahwa pohon yang berada pada baris pertama paling berperan dalam

69 53 menyerap emisi yang dihasilkan dari kendaraan. Untuk lebih jelas mengenai persentase model sketsa pemanenan tanaman kehutanan yang paling diminati disajikan pada Gambar 7. Gambar 7. Persentase Model Sketsa Pemanenan Tanaman Kehutanan 5.5 Perencanaan Lokasi dan Kegiatan serta Proyeksi Produksi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Alokasi Lahan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, alokasi lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi tidak hanya untuk ditanami berbagai jenis tanaman penghijauan, tetapi juga di lahan tersebut diperuntukan untuk pembangunan beberapa unit perkantoran, beberapa tempat istirahat (rest area) dan tempat pengisian bahan bakar. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1990 Pasal 6 Ayat 2 Tentang Jalan Tol yang menyatakan bahwa pada Jalan Tol antarkota di masing-masing jurusan setiap jarak 50 (lima puluh) kilometer tersedia sekurang-kurangnya satu tempat istirahat. Di sepanjang jalan tol Jagorawi sudah terdapat kantor pusat PT. Jasa Marga, kantor cabang Tol Jagorawi, 1 tempat istirahat di setiap jalurnya, 1 tempat istirahat yang sedang dalam proses pembangunan sehingga terdapat 3 tempat istirahat dan 1 tempat pengisian bahan bakar Advance Shell di sebelah kiri dari arah Bogor ke Jakarta. Sedangkan untuk lahan yang ditanami berbagai jenis tanaman penghijuan seluas ,67 m 2 atau 59,81 ha yang dibagi menjadi 2 jalur, yaitu jalur A terdapat di sebelah kiri (Jakarta-Bogor) dan jalur B terdapat di sebelah kanan (Bogor-Jakarta) jalan tol. Hasil perhitungan luas ini didasarkan

70 54 pada jumlah tanaman yang sudah ditanam dikalikan dengan jarak tanam masingmasing jenis tanaman. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi, untuk perbandingan luas lahan jalur A dan jalur B diperkirakan 55 % : 45 %, sehingga luas lahan di jalur A seluas 32,89 ha sedangkan luas lahan di jalur B seluas 26,92 ha. Untuk memudahkan perhitungan, luas lahan di jalur A dibulatkan menjadi 33 ha dan luas lahan di jalur B dibulatkan menjadi 27 ha sehingga luas total lahan menjadi 60 ha Perencanaan Kegiatan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Tahapan kegiatan pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi antara lain : 1. Pekerjaan persiapan, meliputi kegiatan pengukuran, dokumentasi dan perambuan (Et) 2. Pengadaan bibit (Et) 3. Penyiapan lahan dan penanaman (Et) 4. Pemeliharaan tahun berjalan pertama (Et) 5. Pemeliharaan tanaman muda dilakukan tahun ke-2 (Et+1), tahun ke-3 (Et+2) dan tahun ke-4 (Et+3). 6. Pemeliharaan lanjutan dilakukan pada saat umur tanaman mencapai 5 tahun (Et+4) dan seterusnya. 7. Penebangan dilakukan sesuai daur masing-masing tanaman. Adapun penjelasan masing-masing komponen kegiatan sebagai berikut : 1. Pekerjaan persiapan Pekerjaan persiapan adalah kegiatan yang dilakukan sebelum kegiatan penanaman. Kegiatan pengukuran dilakukan pembagian blok-blok tanaman. Dalam penelitian ini pembagian blok-blok tanaman disesuaikan dengan daur masing-masing tanaman dan skenario-skenario yang dirancang. Sedangkan kegiatan dokumentasi adalah kegiatan yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengukuran. Hal ini diperlukan sebagai dokumen atau arsip bagi perusahaan. Kegiatan perambuan dilakukan agar tidak mengganggu aktivitas pengguna jalan

71 55 tol Jagorawi dan juga menandakan bahwa di sepanjang jalan tol Jagorawi terdapat kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengusahaan tanaman kehutanan. 2. Pengadaan bibit Kegiatan pengadaan bibit yang biasa dilakukan oleh PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi adalah membeli langsung dari supplier-supplier bibit. Menurut keterangan dari salah satu pegawai PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi suppliersupplier bibit berasal dari wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat. 3. Penyiapan lahan Dalam kegiatan penyiapan lahan dilakukan kegiatan pembersihan lahan tanam dan pengolahan tanah dengan cara cemplongan yaitu berbentuk piringan dengan jari-jari 0,5 meter. Setelah itu dilakukan kegiatan pemasangan ajir tanam dan pembuatan lubang tanam. Ukuran lubang tanam adalah 30cm x 30cm x 30cm. Setelah kegiatan tersebut dilakukan kegiatan penanaman. Penanaman dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu pada musim penghujan dan diusahakan agar jangka waktu pengolahan tanah dengan saat penanaman tidak lebih dari satu bulan. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 meter x 3 meter. 4. Pemeliharaan Yang dimaksud kegiatan pemeliharaan ialah semua upaya yang diperlukan agar tanaman muda mampu tumbuh menjadi tegakan akhir dengan tingkat pertumbuhan yang optimal. Beberapa kegiatan pemeliharaan tanaman antara lain : a. Penyulaman : kegiatan penyulaman dilakukan pada masa-masa awal penanaman terhadap tanaman yang mati dan tertekan. Penyulaman tanaman dilakukan maksimal dua kali selama daur yaitu 1-2 bulan setelah penanaman pada tahun pertama dan pada akhir tahun kedua selama musim penghujan. b. Penyiraman : kegiatan penyiraman tanaman dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiangan. Kegiatan ini dilakukan hanya sekali bersamaan dengan kegiatan penyiangan pada tahun pertama. c. Penyiangan : kegiatan penyiangan tanaman bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi gulma. Dalam pelaksanaannya diprioritaskan gulma yang sangat merugikan seperti alang-alang, rumput-rumputan dan tumbuhan liar lainnya. Kegiatan penyiangan biasanya dilakukan 3 kali pada tahun pertama

72 56 setelah penanaman. Kemudian 2 kali pada tahun ke-2 dan tahun ke-3 setelah itu dibiarkan tanpa penyiangan. d. Pemupukan : kegiatan pemupukan dilakukan pada saat pengolahan tanah dan pembuatan lubang tanam dengan menggunakan pupuk kandang. Setelah tanaman berumur 3-4 bulan baru diberikan pupuk kimia (anorganik). Pemberian pupuk kandang dilakukan pada akhir musim kemarau atau menjelang musim penghujan. Pemupukan dilakukan 1 tahun sekali selama jangka waktu pemeliharaan yaitu 3 tahun. e. Pendangiran : pendangiran tanaman perlu dilakukan jika pertumbuhan tanaman terhambat oleh kondisi tanah yang padat dan berdrainase jelek. Cara mendangir dilakukan dengan membuat piringan tanaman berjari-jari 0,5 m, tanahnya digemburkan memakai cangkul, sekop atau peralatan lainnya. Cara pendangiran dengan menggunakan cangkul harus hati-hati jangan terlalu dalam untuk menghindari terpotongnya akar tanaman. Pendangiran tanaman dilaksanakan bersamaan waktunya dengan kegiatan penyiangan pertama dan kedua. f. Pemangkasan : pemangkasan adalah kegiatan pembuangan cabang bagian bawah untuk memperoleh batang bebas cabang yang panjang dan bebas dari mata kayu. Kegiatan pemangkasan cabang dilakukan pada saat tanaman berumur 3 tahun dan dilakukan terus-menerus sampai tanaman mencapai umur masak tebang. Selain untuk tujuan tersebut, kegiatan pemangkasan cabang dilakukan agar cabang yang mengarah ke jalan tol dan rumah penduduk tidak mengganggu aktivitas jalan tol dan penduduk sehingga mengurangi hal-hal yang dapat membahayakan pengguna jalan dan penduduk di sekitar jalan tol Jagorawi. 5. Penebangan Penebangan dilakukan pada saat tanaman mencapai umur masak tebang dan tidak dengan cara tebang habis. Masak tebang dan luas tebangan setiap tanaman disesuaikan dengan rotasi tebang masing-masing tanaman yang akan diusahakan. Berdasarkan hasil analisa persepsi yang telah diuraikan sebelumnya dan berdasarkan hasil survey yang dilakukan bahwa jenis tanaman kehutanan yang dapat dikembangkan untuk pengusahaan di sepanjang jalan tol Jagorawi sebanyak

73 57 6 jenis tanaman kehutanan dan mempunyai nilai komersial, yaitu Jati, Pinus, Meranti, Mahoni, Sengon dan Akasia. Dalam penelitian ini, akan dikembangkan enam jenis tanaman kehutanan tersebut yang dikelompokkan menjadi 2, yaitu tanaman yang berdaur pendek ( 10 tahun) dan berdaur panjang (>10 tahun). Jenis Sengon dan Akasia termasuk dalam kelompok jenis tanaman kehutanan yang berdaur pendek ( 10 tahun) atau dapat dipanen kayunya pada umur 5-10 tahun. Sedangkan Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni termasuk dalam kelompok jenis tanaman kehutanan yang berdaur panjang (>10 tahun) atau dapat dipanen kayunya pada umur lebih dari 10 tahun. Selanjutnya keenam jenis tanaman tersebut akan dikembangkan berdasarkan hasil analisa persepsi dengan beberapa skenario sesuai dengan daur masingmasing tanaman. Untuk jenis Sengon dan Akasia daur yang ditetapkan selama 10 tahun sedangkan Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni selama 30 tahun. Jangka waktu pengusahaan ditetapkan 2 kali daur terpanjang, yaitu 60 tahun. 1. Skenario 1 Dalam skenario ini lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi seluas 60 ha ditanami dengan masing-masing jenis tanaman dengan komposisi 80% lahan atau seluas 48 ha ditanami dengan tanaman kehutanan dan 20% lahan atau seluas 12 ditanami dengan tanaman penghias. Adapun jenis-jenis tanaman penghias yang digunakan dalam skenario ini adalah jenis-jenis tanaman yang umumnya ditanam di daerah milik jalan tol Jagorawi yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Jenis-jenis Tanaman Penghias No Jenis Tanaman Nama Ilmiah 1 Beringin Ficus benyamina 2 Dadap merah Erythrina cristagalli 3 Flamboyan Delonix regia 4 Kembang kupu-kupu Bauhinia purpurea 5 Kembang sapu tangan Maniltoa grandiflora 6 Tanjung Mimusops elengi 7 Trembesi Samanea saman Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi (2007) Tabel 15 menunjukkan bahwa jenis-jenis tanaman penghias yang umumnya ditanam di daerah milik jalan tol Jagorawi digunakan sebagai tanaman pelindung

74 58 yang berfungsi untuk menyerap emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Duryatmo (2008) menyatakan jenis-jenis tanaman yang mampu menyerap karbon dioksida yang cukup banyak atau yang biasa digunakan untuk penghijauan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Jenis-jenis Tanaman Penyerap Karbon Dioksida No Jenis Tanaman Daya Serap Per pohon (kg/tahun) 1 Beringin (Ficus benyamina) 535,90 2 Dadap merah (Erythrina cristagalli) 4,55 3 Flamboyan (Delonix regia) 42,20 4 Kembang kupu-kupu (Bauhinia purpurea) 30,95 5 Kembang sapu tangan (Maniltoa grandiflora) 8,26 6 Tanjung (Mimusops elengi) 34,29 7 Trembesi (Samanea saman) ,39 Sumber : Duryatmo (2008) Berdasarkan Tabel 16 jenis tanaman yang paling besar meyerap karbon dioksida adalah Trembesi sebesar ,39 kg/pohon/tahun, kemudian Beringin 535,90 kg/pohon/tahun dan yang paling kecil adalah Dadap merah sebsesar 4,55 kg/pohon/tahun. Jenis-jenis tanaman tersebut sudah ada di daerah milik jalan tol Jagorawi sebagaimana yang tercantum pada Tabel 4 dan Tabel 5 sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan penghijauan yang diterapkan oleh PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi sudah cukup terpenuhi. Proporsi penggunaan lahan yang dirancang pada skenario ini untuk masingmasing jenis tanaman kehutanan yang akan dikembangkan dan juga mempertimbangkan daya serap karbon dioksida yang dimiliki oleh jenis-jenis tanaman penghias disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Proporsi Penggunaan Lahan Jenis-jenis Tanaman Kehutanan dan Tanaman Penghias Skenario 1 No Jenis Tanaman Luas Proporsi Daur Luas Luas Total Lahan (tahun) (ha) (ha/tahun) (ha) (%) 1 Jati ,20 0,24 2 Pinus ,20 0,24 3 Meranti ,20 0,24 4 Mahoni ,20 0,24 5 Sengon ,60 0,96

75 59 Tabel 17. Lanjutan No Jenis Tanaman Luas Total (ha) Daur (tahun) Proporsi Lahan (%) Luas (ha) Luas (ha/tahun) 6 Akasia ,60 0,96 48 Subtotal ,00 2,88 1 Trembesi ,00 0,30 2 Beringin ,00 0,30 3 Dadap merah ,20 0,12 4 Flamboyan ,20 0, Kembang kupu-kupu ,20 0,12 6 Kembang sapu tangan ,20 0,12 7 Tanjung ,20 0,12 Subtotal ,00 1,20 Berdasarkan Tabel 17 proporsi penggunaan lahan untuk jenis tanaman kehutanan yang berdaur panjang, yaitu Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni masingmasing sebesar 15% atau seluas 7,2 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,24 ha sedangkan untuk jenis tanaman kehutanan yang berdaur pendek, yaitu Sengon dan Akasia masing-masing sebesar 20% atau seluas 9,6 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,96 ha. Asumsi penetapan proporsi lahan adalah untuk menjaga keseimbangan lingkungan di sekitar jalan tol Jagorawi pada saat dilakukan kegiatan pemanenan tanaman. Adapun untuk jenis tanaman penghias, jenis Trembesi dan Beringin masing-masing sebesar 25% atau seluas 3 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,3 ha sedangkan untuk jenis Dadap merah, Flamboyan, Kembang kupu-kupu, Kembang sapu tangan dan Tanjung masing-masing sebesar 10% atau seluas 1,2 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,12 ha. Asumsi penetapan proporsi lahan untuk jenis tanaman penghias adalah daya serap karbon dioksida masing-masing jenis tanaman sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Rencana kegiatan pengusahaan tanaman pada skenario ini khususnya untuk jenis tanaman penghias mengikuti daur tanaman yang paling pendek, yaitu 10 tahun. Hal ini diduga akan memberikan efek positif dan menjaga keseimbangan lingkungan di daerah milik jalan tol Jagorawi. Adapun rencana kegiatan pengusahaan tanaman pada skenario ini disajikan pada Lampiran 7.

76 60 Berdasarkan Lampiran 7 dapat dijelaskan bahwa volume kegiatan pertahun seluas 4,08 ha sampai tahun ke-10 terdiri dari Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni masing-masing seluas 0,24 ha, Sengon dan Akasia masing-masing seluas 0,96 ha, Trembesi dan Beringin masing-masing seluas 0,3 ha serta Dadap merah, Flamboyan, Kembang kupu-kupu, Kembang sapu tangan dan Tanjung masingmasing seluas 0,12 ha. Sedangkan pada tahun ke-11 hingga tahun ke-60 volume kegiatan seluas 2,88 ha pertahun. Volume kegiatan tersebut diperoleh dari pembagian antara proporsi luas masing-masing tanaman dengan daur masingmasing tanaman yang sudah ditetapkan pada penelitian ini. Khusus untuk jenis tanaman penghias seperti yang telah dikemukakan sebelumnya mengikuti daur jenis tanaman yang paling pendek, yaitu 10 tahun sehingga pada tahun ke-10 kegiatan penanaman sudah dapat diselasaikan. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam menjaga keseimbangan lingkungan di daerah milik jalan tol Jagorawi. Semakin cepat jenis-jenis tanaman penghias ditanam, maka akan semakin baik dampak positif yang dihasilkan. Hal ini pun disebabkan jenis-jenis tanaman penghias tidak dilakukan kegiatan penebangan melainkan hanya dilakukan kegiatan pemeliharaan secara terus-menerus dimulai dari tahun ke-11. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman kehutanan adalah 3 m x 3 m sehingga kebutuhan bibit pertahun termasuk sulaman sebesar 20% untuk masingmasing jenis tanaman antara lain : Jati, Pinus Meranti dan Mahoni masing-masing sebanyak 317 bibit, Sengon dan Akasia masing-masing sebanyak bibit. Sedangkan untuk jenis tanaman penghias jarak tanam yang digunakan adalah 5 m x 5 m sehingga kebutuhan bibit pertahun termasuk sulaman sebesar 1% untuk masing-masing jenis tanaman antara lain : Trembesi dan Beringin masing-masing sebanyak 121 bibit serta Dadap merah, Flamboyan, Kembang kupu-kupu, Kembang sapu tangan dan Tanjung masing-masing sebanyak 49 bibit. Kegiatan penebangan pertahun dilakukan pada tahun ke-11 dan seterusnya untuk jenis Sengon dan Akasia yang telah berumur 10 tahun, kemudian pada tahun ke-31 dan seterusnya dilakukan penebangan untuk jenis Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni yang telah berumur 30 tahun.

77 61 2. Skenario 2 Dalam skenario ini lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi seluas 60 ha ditanami dengan masing-masing jenis tanaman dengan komposisi 60% lahan atau seluas 36 ha ditanami dengan tanaman kehutanan dan 40% lahan atau seluas 24 ha ditanami dengan tanaman penghias. Adapun jenis-jenis tanaman penghias yang digunakan dalam skenario ini sama dengan yang digunakan pada skenario 1. Proporsi penggunaan lahan yang dirancang pada skenario untuk masing-masing jenis tanaman kehutanan yang akan dikembangkan dan juga mempertimbangkan daya serap karbon dioksida yang dimiliki oleh jenis-jenis tanaman penghias disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Proporsi Penggunaan Lahan Jenis-jenis Tanaman Kehutanan dan Tanaman Penghias Skenario 2 No Jenis Tanaman Luas Proporsi Daur Luas Luas Total Lahan (tahun) (ha) (ha/tahun) (ha) (%) 1 Jati ,40 0,18 2 Pinus ,40 0,18 3 Meranti ,40 0,18 4 Mahoni ,40 0,18 5 Sengon ,20 0,72 6 Akasia ,20 0,72 Subtotal ,00 2,16 1 Trembesi ,00 0,60 2 Beringin ,00 0,60 3 Dadap merah ,40 0,24 4 Flamboyan ,40 0, Kembang kupu-kupu ,40 0,24 6 Kembang sapu tangan ,40 0,24 7 Tanjung ,40 0,24 Subtotal ,00 2,40 Berdasarkan Tabel 18 proporsi penggunaan lahan untuk jenis tanaman kehutanan yang berdaur panjang, yaitu Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni masingmasing sebesar 15% atau seluas 5,4 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,18 ha sedangkan untuk jenis tanaman kehutanan yang berdaur pendek, yaitu Sengon dan Akasia masing-masing sebesar 20% atau seluas 7,2 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,72 ha. Adapun untuk jenis tanaman

78 62 penghias, jenis Trembesi dan Beringin masing-masing sebesar 25% atau seluas 6 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,6 ha sedangkan untuk jenis Dadap merah, Flamboyan, Kembang kupu-kupu, Kembang sapu tangan dan Tanjung masing-masing sebesar 10% atau seluas 2,4 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,24 ha. Rencana kegiatan pengusahaan tanaman pada skenario ini khususnya untuk jenis tanaman penghias mengikuti daur tanaman yang paling pendek, yaitu 10 tahun. Hal ini pun diduga akan memberikan efek positif dan menjaga keseimbangan lingkungan di daerah milik jalan tol Jagorawi. Adapun rencana kegiatan pengusahaan tanaman pada skenario ini disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan Lampiran 8 dapat dijelaskan bahwa volume kegiatan pertahun seluas 4,56 ha sampai tahun ke-10 terdiri dari Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni masing-masing seluas 0,18 ha, Sengon dan Akasia masing-masing seluas 0,72 ha, Trembesi dan Beringin masing masing seluas 0,60 ha serta Dadap merah, Flamboyan, Kembang kupu-kupu, Kembang sapu tangan dan Tanjung masingmasing seluas 0,24 ha. Sedangkan pada tahun ke-11 hingga tahun ke-60 volume kegiatan seluas 2,16 ha pertahun. Volume kegiatan tersebut diperoleh dari pembagian antara proporsi luas masing-masing tanaman dengan daur masingmasing tanaman yang sudah ditetapkan pada penelitian ini. Khusus untuk jenis tanaman penghias seperti yang telah dikemukakan sebelumnya mengikuti daur jenis tanaman yang paling pendek, yaitu 10 tahun sehingga pada tahun ke-10 kegiatan penanaman sudah dapat diselasaikan. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam menjaga keseimbangan lingkungan di daerah milik jalan tol Jagorawi. Semakin cepat jenis-jenis tanaman penghias ditanam, maka akan semakin baik dampak positif yang dihasilkan. Hal ini pun disebabkan jenis-jenis tanaman penghias tidak dilakukan kegiatan penebangan melainkan hanya dilakukan kegiatan pemeliharaan secara terus-menerus dimulai dari tahun ke-11. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman kehutanan adalah 3 m x 3 m sehingga kebutuhan bibit pertahun termasuk sulaman sebesar 20% untuk masingmasing jenis tanaman antara lain : Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni masing-

79 63 masing sebanyak 238 bibit, Sengon dan Akasia masing-masing sebanyak 950 bibit. Sedangkan untuk jenis tanaman penghias jarak tanam yang digunakan adalah 5 m x 5 m sehingga kebutuhan bibit pertahun termasuk sulaman sebesar 1% untuk masing-masing jenis tanaman antara lain : Trembesi dan Beringin masing-masing sebanyak 242 bibit serta Dadap merah, Flamboyan, Kembang kupu-kupu, Kembang sapu tangan dan Tanjung masing-masing sebanyak 98 bibit. Kegiatan penebangan pertahun dilakukan pada tahun ke-11 dan seterusnya untuk jenis Sengon dan Akasia yang telah berumur 10 tahun, kemudian pada tahun ke-31 dan seterusnya dilakukan penebangan untuk jenis Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni yang telah berumur 30 tahun. 3. Skenario 3 Dalam skenario ini dirancang dengan komposisi 80% lahan atau seluas 48 ha ditanami dengan tanaman kehutanan tanpa tanaman penghias. Adapun proporsi penggunaan lahan yang dirancang pada skenario ini untuk masing-masing jenis tanaman kehutanan yang akan dikembangkan disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Proporsi Penggunaan Lahan Jenis-jenis Tanaman Kehutanan Skenario 3 No Jenis Tanaman Luas Proporsi Daur Luas Luas Total Lahan (tahun) (ha) (ha/tahun) (ha) (%) 1 Jati Meranti Pinus Mahoni Sengon Akasia Total Berdasarkan Tabel 19 proporsi penggunaan lahan untuk jenis tanaman kehutanan yang berdaur panjang, yaitu Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni masingmasing sebesar 15% atau seluas 7,2 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,24 ha sedangkan untuk jenis tanaman kehutanan yang berdaur pendek, yaitu Sengon dan Akasia masing-masing sebesar 20% atau seluas 9,6 ha sehingga kegiatan penanaman pertahun sebesar 0,96 ha. Adapun rencana kegiatan pengusahaan tanaman pada skenario ini disajikan pada Lampiran 9.

80 64 Berdasarkan Lampiran 9 dapat dijelaskan bahwa volume kegiatan pertahun seluas 2,88 ha terdiri dari Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni masing-masing seluas 0,24 ha, Sengon dan Akasia masing-masing seluas 0,96 ha. Volume kegiatan tersebut diperoleh dari pembagian antara proporsi luas masing-masing tanaman dengan daur masing-masing tanaman yang sudah ditetapkan pada penelitian ini. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m sehingga kebutuhan bibit pertahun termasuk sulaman sebesar 20% untuk masing-masing jenis tanaman antara lain : Jati, Pinus Meranti dan Mahoni masing-masing sebanyak 317 bibit, Sengon dan Akasia masing-masing sebanyak bibit. Kegiatan penebangan pertahun dilakukan pada tahun ke-11 dan seterusnya untuk jenis Sengon dan Akasia yang telah berumur 10 tahun, kemudian pada tahun ke-31 dan seterusnya dilakukan penebangan untuk jenis Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni yang telah berumur 30 tahun. Berdasarkan 3 skenario yang diajukan di atas, kondisi tanaman yang ada di daerah milik jalan tol Jagorawi saat ini diubah secara perlahan-lahan. Adapun sistem penanaman pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi dari 3 skenario yang diajukan dengan sistem blok. Hal ini bertujuan untuk memudahkan sistem pemanenan tanaman kehutanan. Selain itu, sistem blok penanaman dilakukan secara berseling, dimulai dari tanaman penghias kemudian tanaman kehutanan berdaur panjang dan seterusnya. Sketsa sistem penanaman pengusahaan tanaman kehutanan dari 3 skenario yang dirancang disajikan pada Gambar 8. Tre Jat Ber Sg Dad Pin Fla Mer K.k Aka K.s Ma Tan BOGOR JAKARTA Tre Jat Ber Sg Dad Pin Fla Mer K.k Aka K.s Ma Tan Gambar 8 Sistem Penanaman Pengusahaan Tanaman Kehutanan

81 65 Keterangan : Tre = Trembesi Mer = Meranti Jat = Jati K.k = Kembang kupu-kupu Ber = Beringin Aka = Akasia Sg = Sengon K.s = Kembang sapu tangan Dad = Dadap merah Ma = Mahoni Pin = Pinus Tan = Tanjung Fla = Flamboyan Proyeksi Produksi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Proyeksi produksi pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi didasarkan atas tujuan peruntukan jenis dan taksiran produksi. Tujuan peruntukan jenis dalam penelitian ini adalah menghasilkan kayu pertukangan. Sedangkan taksiran produksi bertujuan untuk mengetahui perkiraan produksi pada akhir daur dengan melakukan inventarisasi tanaman setiap jenis tanaman yang akan dikembangkan, yaitu Jati, Meranti, Pinus, Mahoni, Sengon dan Akasia antara lain : 1. Jati (Tectona grandis) Proyeksi produksi jenis pohon Jati berdasarkan hasil pengukuran pohon yang dilakukan di daerah milik jalan tol Jagorawi pada KM (B) yang disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Jati TAHUN TANAM 2001 Lokasi Jenis Keliling Diameter TBC (KM) No Pohon (cm) (cm) (m) TT (m) VBC (m³) VT (m³) 1 Jati Jati Jati Jati Jati (B) 6 Jati Jati Jati Jati Jati Jumlah Rata-rata Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa rata-rata diameter pohon Jati sebesar 13,89 cm dengan tinggi bebas cabang (TBC) rata-rata sebesar 2,95 m dan tinggi

82 66 total (TT) rata-rata sebesar 7,50 m. Adapun volume bebas cabang (VBC) rata-rata sebesar 0,031 m 3 dan volume total (VT) rata-rata sebesar 0,080 m 3. Hal ini menunjukkan bahwa riap diameter pohon Jati per tahun yang ditanam di daerah milik jalan tol Jagorawi sebesar 1,98 cm, riap tinggi bebas cabang (TBC) per tahun sebesar 0,42 m dan riap tinggi total (TT) per tahun sebesar 1,07 m. Sedangkan riap volume bebas cabang (VBC) per tahun sebesar 0,0045 m 3 /pohon dan riap volume total (VT) sebesar 0,0114 m 3 /pohon. Dengan demikian, proyeksi produksi per pohon untuk jenis Jati diperkirakan sebesar 0,135 m 3 atau sebesar 118,80 m 3 /ha pada umur 30 tahun atau pada tahun ke-31. Menurut Sudiyono (1975) dalam Sumarna (2001) menyatakan bahwa potensi Jati pada umur 30 tahun sebesar 181 m 3 dengan kerapatan 890 pohon/ha sehingga volume per pohon sebesar 0,203 m 3. Hasil penelitian Sofiyuddin (2007) menyatakan bahwa potensi Jati pada umur 20 tahun di Desa Selopuro Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri sebesar 68,64 m 3 dengan kerapatan 233 pohon/ha sehingga volume per pohon sebesar 0,294 m 3. Selain itu, hutan rakyat dengan tanaman Jati di Desa Pabentengan Kecamatan Bantaeng Kabupaten Bantaeng, potensi volume kayu antara 64,724 m 3 hingga 183,556 m 3 atau rata-rata 168,53 m 3 /ha (Iskandar dan Sumijorto 2001). Adapun lokasi pengukuran jenis pohon Jati yang terdapat di KM (B) disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Jati di KM (B)

83 67 2. Pinus (Pinus sp.) Proyeksi produksi jenis pohon Pinus berdasarkan hasil pengukuran pohon yang dilakukan di daerah milik jalan tol Jagorawi pada KM (B) yang disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Pinus TAHUN TANAM 1980 Lokasi (KM) Jenis Keliling Diameter TBC TT No Pohon (cm) (cm) (m) (m) VBC (m³) VT (m³) 1 Pinus Pinus Pinus Pinus Pinus (B) 6 Pinus Pinus Pinus Pinus Jumlah Rata-rata Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa rata-rata diameter pohon Pinus sebesar 35,88 cm dengan tinggi bebas cabang (TBC) rata-rata sebesar 2,72 m dan tinggi total (TT) rata-rata sebesar 16,17 m. Adapun volume bebas cabang (VBC) rata-rata sebesar 0,190 m 3 dan volume total (VT) rata-rata sebesar 1,145 m 3. Hal ini menunjukkan bahwa riap diameter pohon Pinus per tahun yang ditanam di daerah milik jalan tol Jagorawi sebesar 1,281 cm, riap tinggi bebas cabang (TBC) per tahun sebesar 0,097 m dan riap tinggi total (TT) per tahun sebesar 0,578 m. Sedangkan riap volume bebas cabang (VBC) per tahun sebesar 0,0068 m 3 /pohon dan riap volume total (VT) per tahun sebesar 0,0418 m 3 /pohon. Dengan demikian proyeksi produksi per pohon untuk jenis Pinus diperkirakan sebesar 0,204 m 3 atau sebesar 179,52 m 3 /ha pada umur 30 tahun atau pada tahun ke-31. Menurut Soediono (1983) menyatakan pohon Pinus termasuk jenis kayu cepat tumbuh, yaitu riap rata-rata umur 20 tahun sebesar 18 m 3 per hektar dan kemudian turun sampai 14,6 m 3 pada umur 35 tahun. Berdasarkan indikator riap diperkirakan daur fisik Pinus sp. jatuh pada umur 25 tahun. Pada umur ini diameter rata-rata 42,7 cm dan tinggi 31,8 m dengan volume pohon sekitar 2,3 m 3

84 68 per pohon. Hasil penelitian Suparno (2000) menyatakan bahwa potensi Pinus pada umur 30 tahun di KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat sebesar 138 m 3 dengan kerapatan 451 pohon/ha sehingga volume per pohon sebesar 0,306 m 3. Adapun lokasi pengukuran jenis pohon Pinus yang terdapat di KM (B) disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Pinus di KM (B) 3. Meranti (Shorea sp.) Proyeksi produksi jenis pohon Meranti berdasarkan hasil pengukuran pohon yang dilakukan di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor petak 53. Hal ini dilakukan dengan asumsi sistem penanaman dan pemeliharaan hampir sama dengan yang dilakukan oleh PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m. Adapun hasil pengukuran jenis pohon Meranti di Hutan Penelitian Dramaga petak 53 disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Meranti TAHUN TANAM 1995 Lokasi (KM) Jenis Keliling Diameter TBC TT VBC V T No Pohon (cm) (cm) (m) (m) (m³) (m³) 1 Meranti Meranti HPD 3 Meranti Petak 4 Meranti Meranti Meranti Meranti

85 69 Tabel 22. Lanjutan TAHUN TANAM 1995 Lokasi Jenis Keliling Diameter TBC TT VBC V T (KM) No Pohon (cm) (cm) (m) (m) (m³) (m³) HPD 8 Meranti Pet Meranti Jumlah Rata-rata Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa rata-rata diameter pohon Meranti sebesar 14,26 cm dengan tinggi bebas cabang (TBC) rata-rata sebesar 7,72 m dan tinggi total (TT) rata-rata sebesar 14,33 m. Adapun volume bebas cabang (VBC) rata-rata sebesar 0,087 m 3 dan volume total (VT) rata-rata sebesar 0,162 m 3. Hal ini menunjukkan bahwa riap diameter pohon Meranti per tahun yang ditanam di daerah milik jalan tol Jagorawi sebesar 1,097 cm, riap tinggi bebas cabang (TBC) per tahun sebesar 0,594 m dan riap tinggi total (TT) per tahun sebesar 1,102 m. Sedangkan riap volume bebas cabang (VBC) per tahun sebesar 0,0067 m 3 /pohon dan riap volume total (VT) per tahun sebesar 0,0124 m 3 /pohon. Dengan demikian proyeksi produksi per pohon untuk jenis Meranti diperkirakan sebesar 0,201 m 3 atau sebesar 176,88 m 3 /ha pada umur 30 tahun atau pada tahun ke-31. Menurut Heriansyah (2006) menyatakan bahwa tanaman Shorea sp. di HP Haurbentes menghasilkan volume kayu perdagangan masing-masing 38,4-45,0 m 3 /ha/tahun. Di samping itu, daur/rotasi tebang Meranti (antara 30 sampai 50 tahun), merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap konservasi tanah dan air, konservasi biodiversitas, serta dalam pemeliharaan daya dukung ekosistem hutan. Soekotjo (2004) menyatakan bahwa siklus tebang Meranti bisa mencapai tahun, dengan perkiraan riap diameter rata-rata tanaman Meranti terpilih sebesar 1,94 cm/tahun, dengan tinggi bebas cabang pada umur tebang sepanjang 18 meter. Adapun Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Meranti di Hutan Penelitian Dramaga Petak 53 disajikan pada Gambar 11.

86 70 4. Mahoni (Swietenia sp.) Gambar 11 Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Meranti di Hutan Penelitian Dramaga Petak 53 Proyeksi produksi jenis pohon Mahoni berdasarkan hasil pengukuran pohon yang dilakukan di daerah milik jalan tol Jagorawi pada KM (B) yang disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Mahoni TAHUN TANAM 2005 Lokasi (KM) Jenis Keliling Diameter TBC TT No Pohon (cm) (cm) (m) (m) VBC (m³) VT (m³) 1 Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni (B) 6 Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Jumlah Rata-rata Berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa rata-rata diameter pohon Mahoni sebesar 7,29 cm dengan tinggi bebas cabang (TBC) rata-rata sebesar 2,60 m dan tinggi total (TT) rata-rata sebesar 6,75 m. Adapun volume bebas cabang (VBC) rata-rata sebesar 0,008 m 3 dan volume total (VT) rata-rata sebesar 0,020 m 3. Hal ini menunjukkan bahwa riap diameter pohon Mahoni per tahun yang ditanam di

87 71 daerah milik jalan tol Jagorawi sebesar 2,430 cm, riap tinggi bebas cabang (TBC) per tahun sebesar 0,867 m dan riap tinggi total (TT) per tahun sebesar 2,250 m. Sedangkan riap volume bebas cabang (VBC) per tahun sebesar 0,0027 m 3 /pohon dan riap volume total (VT) per tahun sebesar 0,0067 m 3 /pohon. Dengan demikian proyeksi produksi per pohon untuk jenis Mahoni diperkirakan sebesar 0,081 m 3 atau sebesar 71,28 m 3 /ha pada umur 30 tahun atau pada tahun ke-31. Berdasarkan hasil penelitian Sofiyuddin (2007) menyatakan bahwa potensi Mahoni pada umur 20 tahun di desa Selopuro, kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri sebesar 93,65 m 3 dengan kerapatan 508 pohon/ha sehingga volume per pohon sebesar 0,184 m 3. Adapun Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Mahoni di KM (B) disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Mahoni di KM (B) 5. Sengon (Paraserianthes falcataria) Proyeksi produksi jenis pohon Sengon berdasarkan hasil pengukuran pohon yang dilakukan di daerah milik jalan tol Jagorawi pada KM (A) yang disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Sengon TAHUN TANAM 1996 Lokasi Jenis Keliling Diameter TBC TT VBC VT (KM) No Pohon (cm) (cm) (m) (m) (m³) (m³) 1 Sengon Sengon (A) 3 Sengon Sengon

88 72 Tabel 24. Lanjutan Lokasi (KM) No Jenis Pohon TAHUN TANAM 1996 Keliling Diameter TBC TT (cm) (cm) (m) (m) VBC (m³) VT (m³) 5 Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon (A) 10 Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Jumlah Rata-rata Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa rata-rata diameter pohon Sengon sebesar 39,51 cm dengan tinggi bebas cabang (TBC) rata-rata sebesar 4,29 m dan tinggi total (TT) rata-rata sebesar 16,07 m. Adapun volume bebas cabang (VBC) rata-rata sebesar 0,375 m 3 dan volume total (VT) rata-rata sebesar 1,440 m 3. Hal ini menunjukkan bahwa riap diameter pohon Sengon per tahun yang ditanam di daerah milik jalan tol Jagorawi sebesar 3,292 cm, riap tinggi bebas cabang (TBC) per tahun sebesar 0,358 m dan riap tinggi total (TT) per tahun sebesar 1,339 m. Sedangkan riap volume bebas cabang (VBC) per tahun sebesar 0,0313 m 3 /pohon dan riap volume total (VT) per tahun sebesar 0,1200 m 3 /pohon. Dengan demikian proyeksi produksi per pohon untuk jenis Sengon diperkirakan sebesar 0,313 m 3 atau sebesar 275,44 m 3 /ha pada umur 10 tahun atau pada tahun ke-11. Hasil penelitian Jauhari (2003) menyatakan bahwa potensi pohon Sengon pada umur 5 tahun di kabupaten Garut kecamatan Karangpawitan sebesar 556,449 m 3 dengan kerapatan 682,91 pohon/ha sehingga volume per pohon sebesar 0,815 m 3. Hasil prediksi potensi hutan rakyat Sengon di Wonosobo pada umur 8 tahun rata-rata sebesar 284,27 m 3 /ha dan di Klaten 245,45 m 3 /ha (Donie 2003). Adapun Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Sengon di KM (A) disajikan pada Gambar 13.

89 73 Gambar 13 Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Sengon di KM (A) 6. Akasia (Acacia sp.) Proyeksi produksi jenis pohon Akasia berdasarkan hasil pengukuran pohon yang dilakukan di daerah milik jalan tol Jagorawi pada KM (A) yang disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Akasia TAHUN TANAM 2004 Lokasi Jenis Keliling Diameter TBC TT VBC VT (KM) No Pohon (cm) (cm) (m) (m) (m³) (m³) 1 Akasia Akasia Akasia Akasia Akasia Akasia (A) 7 Akasia Akasia Akasia Akasia Akasia Jumlah Rata-rata Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa rata-rata diameter pohon Akasia sebesar 22,06 cm dengan tinggi bebas cabang (TBC) rata-rata sebesar 2,82 m dan tinggi total (TT) rata-rata sebesar 11,50 m. Adapun volume bebas cabang (VBC) rata-rata sebesar 0,077 m 3 dan volume total (VT) rata-rata sebesar 0,311 m 3. Hal

90 74 ini menunjukkan bahwa riap diameter pohon Akasia per tahun yang ditanam di daerah milik jalan tol Jagorawi sebesar 5,515 cm, riap tinggi bebas cabang (TBC) per tahun sebesar 0,705 m dan riap tinggi total (TT) per tahun sebesar 2,875 m. Sedangkan riap volume bebas cabang (VBC) per tahun sebesar 0,0193 m 3 /pohon dan riap volume total (VT) per tahun sebesar 0,0778 m 3 /pohon. Dengan demikian proyeksi produksi per pohon untuk jenis Akasia diperkirakan sebesar 0,193 m 3 atau sebesar 169,84 m 3 /ha pada umur 10 tahun atau pada tahun ke-11. Hasil penelitian Rahmadi (2003) menyatakan bahwa potensi pohon Akasia pada umur 10 tahun di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten sebesar 73,640 m 3 dengan jumlah pohon contoh sebanyak 150 sehingga volume per pohon sebesar 0,491 m 3. Hasil penelitian Hendrawan (2006) menyatakan bahwa potensi pohon Akasia pada umur 9 tahun di BKPH Parungpanjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten sebesar 145,300 m 3 dengan jumlah pohon contoh sebanyak 219 sehingga volume per pohon sebesar 0,663 m 3. Irwanto (2007) menyatakan bahwa pada lahan yang baik, umur 9 tahun telah mencapai tinggi 23 meter dengan rata-rata kenaikan diameter 2-3 meter dengan hasil produksi 415 m 3 /ha atau rata-rata 46 m 3 /ha/tahun. Pada areal yang ditumbuhi alang-alang umur 13 tahun mencapai tinggi 25 meter dengan diameter rata-rata 27 cm serta hasil produksi ratarata 20 m 3 /ha/tahun. Adapun Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Akasia di KM (A) disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Akasia di KM (A)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Komponen 4 PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Bimbingan Teknis Adiwiyata 2014, Jakarta 25-27 Maret 2014 Linda Krisnawati & Stien J. Matakupan 1 Lader of Participation developed by Hart (1992)

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan)

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan) SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan) Oleh : Soegih Ratri Widyanadiari

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA L. BINTANG SETYADI B. DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota. Serang, 14 Oktober 2014

Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota. Serang, 14 Oktober 2014 Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota Serang, 14 Oktober 2014 Hutan kota : pepohonan yg berdiri sendiri / berkelompok / vegetasi berkayu di kawasan perkotaan yg pada

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

FOR SALE.

FOR SALE. SOLD OUT READY FOR SALE www.i-gist.com 2 Pendahuluan Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan merupakan salah satu dari 6 (enam) Kebijakan Prioritas Kementerian Kehutanan 2009-2014. Menteri

Lebih terperinci

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D PERENCANAAN VEGETASI PADA JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA Muhimmatul Khoiroh 3310

Lebih terperinci

Oleh Driananta Praditiyas NRP Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT NIP

Oleh Driananta Praditiyas NRP Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT NIP ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS : SURABAYA UTARA DAN TIMUR) Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT JUMLAH EMISI GAS CO 2 DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN BERDAYA ROSOT SANGAT TINGGI: STUDI KASUS DI KOTA BOGOR (The Amount of CO 2 Gasses Emission and Selection of Plant Species with Height Carbon Sink Capability:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kekayaan alam bangsa Indonesia yang menjadi aset berharga dalam mendatangkan devisa bagi negara, sehingga dapat memberi kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang digunakan dalam analisa dan pembahasan penelitian ini satu persatu secara singkat dan kerangka berfikir

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

layak atau tidak maka digunakan beberapa metode dengan harapan mendapatkan

layak atau tidak maka digunakan beberapa metode dengan harapan mendapatkan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Umum Analisis kelayakan investasi proyek jalan tol pada dasaraya adalah mencoba mengkaji ulang suatu rencana penanaman sejumlah uang dengan memperhatikan manfaat yang dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fotosintesis Menurut Dwijoseputro (1980), fotosintesis adalah proses pengubahan zatzat anorganik berupa H 2 O dan CO 2 oleh klorofil (zat hijau daun) menjadi zat-zat organik

Lebih terperinci

Ahmad Rivai 2, Pindi Patana 3, Siti Latifah 3

Ahmad Rivai 2, Pindi Patana 3, Siti Latifah 3 Pendugaan Emisi CO 2 dan Kebutuhan O 2 Serta Daya Serap CO 2 dan Penghasil O 2 Pada Taman Kota dan Jalur Hijau di Kota Medan 1 Esstimation Emissions of CO 2 and needs of O 2 and Absorption of CO 2 and

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET OPTIMASI PENGEMPAAN BIJI KARET dan SIFAT FISIKO- UNTUK PENYAMAKAN KULIT KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) Muhammad Idham Aliem DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Buah Naga Terdapat empat jenis buah naga yang dikembangkan, yaitu buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus polyrhijus),

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM TATANIAGA KAYU JENIS SENGON

ANALISIS SISTEM TATANIAGA KAYU JENIS SENGON ANALISIS SISTEM TATANIAGA KAYU JENIS SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA (Kasus di Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat) Oleh : Anggun Eka Nugraha Putra A 14101658

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati 2.1.1 Klasifikasi, penyebaran dan syarat tumbuh Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona

Lebih terperinci

Kata kunci: Emisi Karbon, Daya Serap Vegetasi,Kecamatan Genteng, dan Ruang Terbuka Hijau.

Kata kunci: Emisi Karbon, Daya Serap Vegetasi,Kecamatan Genteng, dan Ruang Terbuka Hijau. ANALISA KEMAMPUAN JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN GENTENG SURABAYA ANALYSIS OF THE ABILITY OF

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Volume 20, Nomor 3 September 2012

Jurnal Ekonomi Volume 20, Nomor 3 September 2012 PENYEIMBANGAN LINGKUNGAN AKIBAT PENCEMARAN KARBON YANG DITIMBULKAN INDUSTRI WARUNG INTERNET DI KOTA PEKANBARU Nobel Aqualdo, Eriyati dan Toti Indrawati Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN DODOL PULUT (Studi Kasus: Desa Paya Perupuk, Kec. Tanjung Pura, Kab. Langkat) SKRIPSI

STUDI KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN DODOL PULUT (Studi Kasus: Desa Paya Perupuk, Kec. Tanjung Pura, Kab. Langkat) SKRIPSI STUDI KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN DODOL PULUT (Studi Kasus: Desa Paya Perupuk, Kec. Tanjung Pura, Kab. Langkat) SKRIPSI OLEH : M. ADI KURNIAWAN NASUTION 100304081 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya strategis dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik di Indonesia. Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN.

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. Dwi Nugroho Artiyanto E 24101029 DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Afnita Widya Sari A14105504 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nama : Dwitanti Wahyu Utami NRP : 3110106053 Dosen Pembimbing : Retno Indryanti Ir, MS. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau. RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau. RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu sebagai bahan baku industri mengakibatkan perlunya pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lestari. Kurangnya pasokan bahan baku

Lebih terperinci

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda Reka racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda GLEN WEMPI WAHYUDI 1, DWI PRASETYANTO 2, EMMA AKMALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA Peluang bisnis INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA OLEH : NAMA : WIRO FANSURI PUTRA NIM : 11.12.6300 KELAS : 11-S1SI-13 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Tahun 2011/2012 Industri Serat Sabut Kelapa PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI

KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI 114 Lampiran 1. Format Kuesioner Analytical Hierarchy Process KUESIONER AHP KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI IDENTITAS PAKAR Nama : Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan Umur : Tingkat

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-17 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci