BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Kecamatan Ambarawa Kecamatan Bandungan Kecamatan Sumowono 4824 ha. Sumowono. Bawen. Bergas.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Kecamatan Ambarawa Kecamatan Bandungan Kecamatan Sumowono 4824 ha. Sumowono. Bawen. Bergas."

Transkripsi

1 BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Secara administratif Kabupaten Semarang terbagi menjadi 19 Kecamatan, 27 Kelurahan dan 208 desa. Batas-batas Kabupaten Semarang adalah sebelah utara berbatasan dengan Kota Semarang dan Kabupaten Demak. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Boyolali. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Kendal. Dalam bab sebelumnya peneliti memberi batasan wilayah untuk diteliti. Penelitian ini hanya membatasi tiga kecamatan saja yakni: Ambarawa, Bandungan dan Sumowono. Berikut gambaran umum mengenai keadaan di tiap Kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Ambarawa, Bandungan dan Sumowono. Penelitian Kecamatan Ambarawa Kecamatan Bandungan Kecamatan Sumowono -Luas areal 4840,020 ha ha ha -Pembagian Terbagi menjadi 8 Terbagi menjadi 1 Terbagi menjadi 16 desa. desa kelurahan dan 2 desa. kelurahan dan 9 desa. -Jumlah jiwa jiwa jiwa penduduk -Batas wilayah Sebelah barat = Kec. Sebelah barat = Kec. Sebelah barat = Kab. Jambu Sumowono Temanggung Sebelah timur = Kec. Sebelah timur = Kec. Sebelah timur = Kec. Bawen Bawen Bandungan Sebelah utara = Kec. Sebelah utara = Kec. Sebelah utara = Kab. Kendal Bandungan Bergas Sebelah selatan = Kab. Sebelah selatan = Kec. Sebelah selatan = Kec. Temanggung dan Kec. Jambu Banyu Biru Ambarawa Sumber : Data Sekunder ( BPS 2010, Kabupaten Semarang) 4.2. Gambaran Umum Partisipan dan Key Informant Partisipan Dalam penelitian ini terdapat 9 orang sebagai partisipan, diantaranya 3 petani dan 6 pedagang perantara yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang 12

2 pengecer. Partisipan tersebut ditetapkan sesuai dengan kriteria umum yaitu petani Cabai, sudah menekuni usahataninya dengan pengalaman menjadi petani lebih dari 15 tahun, sedangkan Pedagang perantara Cabai memiliki pengalaman berdagang minimal 3 tahun. Selain itu ada kriteria khusus yaitu partisipan mampu untuk menjawab setiap pertanyaan dalam kuisioner yang diberikan secara menyakinkan dan berwawasan luas. Berdasarkan kriteria tersebut, maka ditetapkan bahwa para partisipan yang akan menjadi obyek penelitian adalah bapak Puji Slamet, ibu Pariah atau ma tofah, bapak Sarrodin, ibu Sri Rumiati, ibu Siti Nuraini, ibu Kotimah,ibu Ngatinem, Mak yem atau Ngatiyem dan bapak Mujianto. Hal tersebut dapat dilihat data umum partisipan berdasarkan tabel 4.2. Tabel 4.2 Gambaran Umum Partisipan No. Nama Pendidikan Umur Luas lahan Lama menjadi Pekerjaan (tahun) petani/pedagang 1. Puji Slamet SLTA m² 21 Petani 2. Ma tofah SD m² 35 Petani 3. Sarrodin SLTA m² 45 Petani 4. Sri Rumiati Tidak sekolah 50-6 Pedagang pengecer 5. Ngatinem SD 40-4 Pedagang pengecer 6. Siti Nuraini SLTA 42-3 Pedagang grosir 7. Mak yem Tidak sekolah Pedagang grosir 8. Kotimah SD 43-5 Pedagang pengumpul 9. Mujianto SLTP 30-5 Pedagang pengumpul Sumber : Data Primer, 2011 Berdasarkan tabel 4.2 diketahui usia partisipan petani dan pedagang ditiga kecamatan kabupaten Semarang pada sampel yang didapat berkisar antara tahun. Dengan luas lahan berkisar antara m² dari keseluruhan partisipan, telah memiliki pengalaman menjadi petani berkisar antara tahun sedangkan pedagangnya berkisar antara 3-21 tahun. Pada jenjang pendidikan, terdapat berbagai macam partisipan yang berpendidikan rendah maupun tinggi mulai dari yang tidak sekolah hingga tamatan SLTA. Hal ini terjadi karena adanya syarat atau kriteria umum maupun khusus yang dipakai oleh peneliti untuk mempermudah proses penelitian. Semisal ibu Sri Rumiati beliau saat diwawancarai mengaku tidak pernah sekolah 13

3 karena faktor lingkungan dimasa kecilnya, tetapi beliau diajari oleh teman dan orang tua untuk belajar membaca dan menulis. Meskipun beliau tidak sekolah, tetapi sesuai kriteria beliau dapat dipilih sebagai partisipan, sama seperti Mak yem. Beliau juga tidak pernah merasakan duduk dibangku sekolah tetapi karena orang tuanya sebagai pedagang maka Mak yem belajar dari kedua orang tuanya sehingga beliau lebih berpengalaman Key Informant Untuk pengambilan data, selain dari para partisipan di atas diambil juga data dari para key informant yang bertujuan untuk melengkapi dari hasil wawancara dengan para partisipan. Data umum mengenai key informant dapat dilihat dari tabel 4.3 dibawah ini: Tabel 4.3 Gambaran umum key informant Nama Keterangan Kecamatan Didik Cahyadi Wakil ketua kelompok tani Albarokah Ambarawa Dedi Suhanto Ketua kelompok tani Kuda Manunggal Ambarawa Rosamaji Ketua kelompok tani Subur Makmur Bandungan Bandhi Anggota Kelompok tani Maju Makmur Sumowono Sumber: Data Primer, 2011 Dari tabel 4.3 yang menjadi key informant dalam penelitian ini sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti agar lebih terarah. Yang menjadi key informant terdapat ketua, wakil dan anggota dimana orang tersebut dianggap pas dan mampu untuk dipilih sebagai informasi kunci. Pemilihan key informant tidak selalu didasarkan dengan jabatan yang dimiliki, melainkan pengetahuan yang dimiliki. Seperti bapak Bandi, beliau tidak memiliki jabatan sebagai ketua maupun wakil dalam suatu kelompok tani, tetapi oleh masyarakat sekitar beliau dianggap sebagai panutan dalam teknik budidaya serta penyalurannya sehingga peneliti memilihnya sebagai key informant Pola Distribusi Pemasaran Cabai Pola distribusi adalah rute dan status kepemilikan yang ditempuh oleh suatu komoditas ketika Cabai ini mengalir dari penyedia produk melalui petani sampai ke konsumen akhir. Pola ini terdiri dari pedagang perantara yang memasarkan komoditas Cabai dari petani sampai ke konsumen (Dillon, 2007). Menurut Kartasapoetra (1986), pemasaran produk pertanian harus menjamin agar produk tersebut dapat cepat tersalurkan, mengingat produk tersebut cepat busuk 14

4 dan rusak, sehingga ketepatan dalam penggunaan pedagang perantara perlu diperhatikan. Dari hasil penelitian di kabupaten Semarang ditemukan pola distribusi pemasaran Cabai seperti pada gambar 4.1 sebagai berikut: PETANI PEDAGANG PENGUMPUL GROSIR PENGECER KONSUMEN Gambar 4.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Pola Distribusi Panjang Menurut Soekartawi (2001), untuk mata rantai pemasaran panjang, produsen sering menggunakan beberapa pedagang pengumpul sebagai perantara, dalam penyaluran produk kepada pedagang pengumpul ke pedagang grosir yang kemudian menjualnya ke pedagang pengecer dan berakhir ke konsumen. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: Petani Pedagang Pengumpul Grosir Pengecer Konsumen Gambar 4.2 Pola Distribusi Panjang Setiap petani memiliki karakter masing-masing dalam penyaluran Cabainya. Seperti yang dilakukan oleh bapak Sarrodin dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penyalurannya terdapat beberapa jalur untuk memasarkan Cabainya, dengan mempertimbangkan harga tinggi dan kecocokan harga. Penyaluran yang dilakukan oleh bapak Sarrodin merupakan pola distribusi panjang, mengenai hal tersebut terdapat ketentuan hasil panen yang diberikan ke pedagang grosir yakni kilogram. Berikut penuturan dari bapak Sarrodin mengenai hal diatas: Sesuai dengan kecocokan harga dalam penyalurannya, saya melakukan penjualan kepedagang pengumpul menurut informasi yang saya dapatkan, selanjutnya akan disalurkan kepedagang grosir di pasar Ngasem, dan berlanjut disalurkan kepedagang pengecer yang ada di daerah Ambarawa, serta untuk menyediakan pedagang keliling di pasar Sumowono dan sekitar rumah saya. Bapak Bandi juga menambahkan mengenai hal diatas berikut penuturannya: Hasil panen Cabai saya jual sendiri dan beberapa pedagang perantara agar dapat tersalurkan ke berbagai daerah tidak hanya di Sumowono, Bandungan dan sekitarnya saja, biasanya bagi pedagang grosir dipasar Ngasem terdapat ketentuan untuk hasil panen 15

5 15-50 kilogram. Saya selalu mencari informasi harga dari pedagang maupun teman sesama petani. Pedagang pengumpul yang dimaksud yakni ibu Kotimah. Beliau mencari Cabainya dengan terjun langsung ke lokasi penanaman untuk dikumpulkan terlebih dahulu sebelum komoditas Cabai yang dikumpulkan akan dijual ke pedagang grosir. Dalam melakukan pembelian, biasanya pedagang pengumpul langsung membeli hasil produksi Cabai dari petani atau dilokasi panen (Soekartawi, 2001). Berikut penuturan dari ibu Kotimah mengenai hal diatas: Biasanya saya ambil produk Cabai dari para petani disekitar Sumowono. Untuk pengambilan Cabai saya datang langsung ke lapangan baik sawah maupun tempat tinggal petaninya yang nantinya saya jual ke pedagang grosir. Bapak Mujianto menambahkan mengenai hal diatas: Penjualan ke pedagang grosir dapat memberi keuntungan tersendiri baik pihak saya maupun pedagang grosir. Pedagang grosir untuk pasokan Cabai dapat terjamin dengan adanya pedagang pengumpul, karena grosir tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan jumlah Cabai yang memadai. Pedagang grosir yang dimaksud adalah ibu Siti Nuraini sebagai perwakilan pedagang grosir di pasar Ngasem. Ibu Siti untuk mendapatkan komoditas Cabainya, beliau biasanya mengambil dari para pedagang pengumpul langganananya. Dari hasil Cabai yang didapat beliau selalu memperhatikan mutu dan kualitas agar dapat bertahan lama. Untuk penyaluran komoditas Cabai selanjutnya akan dijual ke pedagang pengecer dan berlanjut ke konsumen. Menurut Soekartawi (2001), pedagang grosir pada umumnya menjual ke pedagang pengecer. Berikut penuturan dari ibu Siti Nuraini mengenai hal diatas: Untuk mendapatkan Cabai saya dapat dari para pedagang pengumpul, sehingga dalam penyaluran cabainya akan menjadi lebih lama. Hal ini diperlukan tambahan penanganan khusus untuk menjaga mutu dan kualitasnya yang nantinya saya jual kembali ke pedagang pengecer. Seperti ibu Sri Rumiati agar penjualan dapat berlangsung, beliau akan mengambil dari pedagang grosir apabila tidak ada pasokan dari pedagang pengumpul, maka partisipan menggunakan dua alternatif untuk dapat berjualan yakni dari pedagang pengumpul maupun pedagang grosir. Berikut penuturan dari ibu Sri Rumiati mengenai hal diatas: 16

6 Untuk memperoleh Cabai yang akan dijual, sudah menjadi kebiasaan bagi saya untuk mengambil Cabai dari pedagang grosir di pasar Ngasem sebagai cadangan bila dari pengumpul tidak ada yang setor atau memasok. Pedagang pengecer banyak terdapat di berbagai daerah konsumsi (Soekartawi, 2001). Seperti yang diungkapkan diatas, yang merupakan salah satu daerah konsumsi Cabai adalah Ambarawa. Para pedagang pengecer di daerah Ambarawa dan sekitarnya dalam memenuhi permintaan konsumen akan komoditas Cabai, biasanya mengambil dari grosir dipasar Ngasem. Pendistribusian yang dilakukan dengan melibatkan beberapa pedagang perantara memberikan kepuasan tersendiri dalam pemasaran Cabai, karena dengan melibatkan beberapa pedagang perantara maka petani dapat diberi pengetahuan mengenai berbagai informasi usahatani Cabai maupun harga dipasaran. Distribusi ini merupakan jalur panjang, karena melibatkan tiga pedagang perantara yakni pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Distribusi semacam ini mempunyai keunggulan yakni: dengan adanya pedagang pengumpul maka akan menjamin pasokan Cabai bagi para pedagang grosir dan dapat menjangkau berbagai daerah yang lebih luas. Sedangkan kelemahannya: dapat memakan waktu lebih lama dan membutuhkan penanganan yang lebih dalam menjaga mutu dan kualitas Cabai tersebut Pola Distribusi Menengah Pola distribusi menengah tergolong yang sering di pakai oleh petani untuk mempermudah penjualannya. Menurut Soekartawi (2001), pola ini disebut juga pola tradisional karena hanya memakai pedagang grosir dan pengecer yang banyak digunakan oleh petani. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: Petani Grosir Pengecer Konsumen Gambar 4.3 Pola Distribusi Menengah Menurut Kotler (1997), petani hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang grosir. Dari hasil temuan dilapangan menunjukkan bahwa penyaluran yang dilakukan oleh Ma tofah,yang sudah menjadi kebiasaan selalu menjual ke pedagang grosir. Bagi pedagang grosir untuk mendapatkan Cabainya terdapat dua alternatif. Pedagang grosir dapat langsung berhubungan dengan petaninya maupun mengambil dari pedagang pengumpul. Dari hasil temuan 17

7 dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar petaninya menjual produk Cabai ke pedagang grosir. Untuk menyalurkan Cabainya para pedagang grosir selalu menjamin akan disalurkan ke pedagang pengecer lainnya. Berikut penuturan dari Ma tofah mengenai hal diatas: Dengan memperhatikan mutu dan kualitas hasil Cabai setelah dipanen biasa saya berikan ke pedagang grosir di pasar Ngasem yang selanjutnya akan diecerkan di pasar tradisional yang lain untuk melewati proses distribusi selanjutnya. Bapak Rossamaji juga menuturkan mengenai hal diatas: Hasil panen Cabai biasanya saya memanfaatkan pedagang perantara yakni pedagang grosir di pasar Ngasem, soalnya sudah menjadi kebiasaan baik saya maupun masyarakat sekitar. Apalagi di pasar Ngasem ini merupakan Sub Terminal Agribisnis (STA) sehingga saya berfikiran Cabai saya pasti laku dan terjamin bila saya jual kesana. Melalui pernyataan Ma tofah diatas didukung oleh pendapat dari bapak Rosamaji yakni menjual hasil panen ke pedagang grosir memberi keuntungan, diantaranya dalam proses pendistribusian dimudahkan dalam memasarkan hasil panenanya. Di pasar Ngasem yang merupakan STA yakni tempat berkumpulnya para pedagang grosir sehingga banyak pedagang pengecer yang datang ke pasar tersebut. Selain itu sudah menjadi kebiasaan bagi partisipan setelah panen langsung menjual ke pedagang grosir. Pedagang grosir yang dimaksud adalah ibu Ngatiyem yang lebih akrab dipanggil mak Yem. Beliau berprofesi sebagai pedagang sudah mencapai 21 tahun. Pembelian Cabai selalu dari petaninya langsung di daerah Bandungan, karena kebanyakan petani disana selalu menjual Cabainya dalam jumlah besar dan menjadi kebiasaan untuk memakai pedagang grosir. Berikut penuturan dari Mak Yem mengenai hal diatas: Selama 21 tahun menjadi pedagang grosir, yang menjadi pemasok utama yakni dari petaninya langsung. Bagi saya dengan jumlah Cabai yang dipasok dari petani saja untuk mengumpulkannya tidak butuh waktu lama. Dengan strategi khusus guna menekan harga bagi petaninya, maka saya dapat memenuhi kebutuhan bagi para pedagang pengecer. Seperti ibu Ngatinem salah satunya yang menjadi pedagang pengecer di pasar Ngasem. Beliau selalu berjualan pada pagi dan siang hari untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pada pasar Ngasem ini tidak banyak pedagang pengecer yang berjualan, karena kebanyakan merupakan pedagang besar. Perlu diketahui bahwa pasar Ngasem ini para pedagang grosir mulai aktif mulai pukul WIB dan pagi harinya pasar ini sepi, terkecuali bila ada pedagang 18

8 pengecer yang berjualan. Untuk menyediakan para konsumen, sebelum pulang selalu ibu Ngatinem membeli Cabai ke pedagang grosir untuk dijual keesokan harinya. Berikut penuturan dari ibu Ngatinem mengenai hal diatas: Untuk menjamin kebutuhan konsumen dapat terpenuhi maka sudah menjadi kebiasaan tiap sore hari, saya membeli Cabai dari pedagang grosir agar dapat berjualan pada paginya, karena pasar Ngasem mulai beraktifitas pukul wib. Dari uraian diatas, distribusi ini dapat dikatakan sebagai jalur menengah, karena melibatkan dua pedagang perantara yakni pedagang grosir dan pedagang pengecer. Distribusi semacam ini mempunyai keunggulan yakni: pasokan Cabai sampai ke konsumen terjamin jumlahnya, dengan demikian tanpa pedagang pengumpul grosir masih dapat lebih cepat mengumpulkan Cabai. Sedangkan kelemahannya: ada upaya untuk menekan harga ditingkat petani untuk memperebutkan jumlah Cabai di pasaran Pola Distribusi Pendek Pada jalur pemasaran Cabai dari petani langsung dijual ke konsumen maka pola ini dapat dikatakan sebagai pola distribusi pendek. Menurut Soekartawi (2001), distribusi pendek merupakan saluran yang sangat efisien karena rantai pemasarannya lebih singkat, sehingga dalam penyalurannya tidak banyak berhubungan dengan pedagang perantara. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: Petani Pengecer Gambar 4.4 Pola Distribusi Pendek Konsumen Pendistribusian yang dilakukan dengan jenis saluran secara langsung dapat memberi keuntungan sendiri bagi petani, meskipun pendapatan yang diterima antara petani menjual langsung ke konsumen, maupun petani menjual ke pedagang pengecer, hasil yang didapat sama. Pada pola secara langsung dapat digunakan oleh semua petani sebagai alternatif kedua apabila petani tersebut juga bertindak sebagai pedagang pengecer. Penyaluran secara langsung juga dilakukan oleh petani apabila hasil Cabai sedikit, kurang dari 15 kilogram ataupun faktor kepercayaan dengan pedagang perantara dalam pemasaran Cabainya. Hal diatas dibuktikan dari penuturan bapak Puji Slamet sebagai berikut: Biasanya saya langsung jual ke pasar tanpa menggunakan jasa perantara. Menurut saya pendapatan dari jual langsung ke konsumen maupun ke pengecer sama saja. Sebenarnya 19

9 lebih efisien bila saya jual langsung ke konsumennya, karena bila saya titipkan ke pengecer takut kalau nanti di bohongi masalah harganya. Bapak Didik Cahyadi juga menambahkan mengenai hal diatas. Dalam penjualan terdapat ketentuan yang harus diperhatikan yakni hasil panen kurang dari 15 kilogram langsung saya jual ke konsumennya dan bila lebih dari itu maka dapat di jual ke pengecer, tetapi hal tersebut jarang saya lakukan. Bagi saya dengan menanam Cabai hanya sebagai selingan saja biar mendapat tambahan pendapatan, bukan sebagai prioritas utama, meski demikian sepetak dua petak saya selalu tanam Cabai. Dari penuturan diatas menunjukkan bahwa pak Puji dalam pendistribusian Cabainya selalu menjual langsung ke konsumen. Pak Didik Cahyadi menambahkan mengenai jumlah panenan Cabai yang didapat terdapat dua ketentuan untuk penjualan ke pedagang pengecer maupun lagsung ke konsumen. Kebiasaan pemasaran Cabai seperti yang diterapkan oleh bapak Dedi Suhanto sejalan dengan yang dituturkan oleh bapak Didik, untuk hasil panen Cabai dijual ke pedagang pengecer apabila hasil panenan lebih dari 15 kilogram. Berikut penuturan dari bapak Dedi Suhanto mengenai hal diatas: Terkadang saya melakukan penjualan ke pedagang pengecer yang ada di pasar Ngasem, bila hasil panennya lebih dari 15 kilogram tetapi lebih sering saya menjual ke konsumennya langsung karena lahan di sekitar sini sempit-sempit. Tanaman Cabai bukan sebagai prioritas utamanya hanya sebagai pelengkap untuk menambah pendapatan. Pendistribusian yang diterapkan oleh bapak Puji, bapak Didik dan bapak Dedi Suhanto merupakan jalur yang pendek, karena selalu menjual ke konsumennya langsung. Dari distribusi ini mempunyai keunggulan yakni: distribusi pemasaran Cabai lebih efisien karena rantai pemasarannya lebih singkat dan penyampaian Cabai lebih cepat karena langsung di distribusikan ke konsumen. Sedangkan kelemahannya: tanaman Cabai bukan sebagai prioritas utama melainkan sebagai pelengkap untuk menambah pendapatan. 4.4 Aktifitas Distribusi Fisik Bagian Dari Pola Distribusi Pemasaran Cabai Penanganan Pasca Panen Penanganan pascapanen Cabai di Indonesia umumnya masih sederhana sehingga tingkat kerusakannya sangat tinggi. Hal ini terjadi karena fasilitas dan pengetahuan petani tentang penanganan pasca panen masih terbatas. Oleh karena itu, petani Cabai perlu memiliki 20

10 pengetahuan tentang penanganan komoditas yang mudah rusak dan busuk, agar cara penanganannya dapat ditentukan secara tepat sehingga kesegaran komoditi dapat dipertahankan lebih lama (Hendra, 2008). Setiap komoditi mempunyai tingkat kematangan tertentu untuk dipanen. Pemanenan yang terlalu muda dan terlalu tua, maka akan menghasilkan mutu yang kurang baik (terlampir pada gambar 4.5). Buah Cabai yang dipanen tepat masak dan tidak segera dipasarkan akan terus melakukan proses pemasakan, sehingga perlu adanya tempat pengemasan khusus. Hal ini dibuktikan dari penuturan bapak Rosamaji selaku key informant: Untuk pemanenan Cabai itu dalam proses pematangannya tidak serempak sehingga perlu dipilih mana yang layak untuk dipetik, sehingga bila sembarangan cara pemanenannya itu nantinya akan menimbulkan kerugian. Yang layak dipanen apabila warna Cabai sudah berwarna merah dan bila dipegang maka buahnya terasa keras. Pengalaman dalam penilaian tingkat kematangan secara visual dan perbedaan warna, bentuk, ukuran dapat digunakan sebagai kriteria panen. Proses pemanenan untuk komoditas Cabai dilakukan secara bertahap sehingga hasil panennya dapat dilakukan berulang kali. Hal ini dapat menguntungkan bagi petani apabila pemahaman dari petani untuk pemetikan yang tepat karena dapat memberikan kualitas dan mutu yang baik. Pengelompokan sangat tergantung pada jenis Cabai. Cara sortasi dan pengelompokan dapat berbeda-beda tetapi tujuannya adalah untuk membuat keseragaman dalam ukuran, warna dan jenis Cabainya (Anonimous, 2005). Pengelompokan pada komoditi hortikultura biasanya terdiri atas kelas super, kelas I, kelas II dan apkir (terlampir pada gambar 4.6). Hasil penelitian untuk menjaga mutu dan kualitas Cabai, dengan melakukan sortasi dan pengelompokan jenis Cabai perlu diperhatikan sebelum ke pelanggan. Sortasi perlu dilakukan untuk mempermudah penjualan. Kelas super merupakan kelompok yang dianggap sangat baik untuk penilaian faktor mutu dan cocok untuk diekspor maupun dikonsumsi dalam negri, selain itu dapat berpengaruh terhadap harga. Jenis-jenis kemasan (packing) yang biasa digunakan untuk Cabai adalah karung jala dan karung plastik (terlampir pada gambar 4.7). Prinsip pembuatan kemasan yang perlu diperhatikan adalah ekonomis, banyak tersedia, ringan, kuat dan dapat melindungi komoditi. Kapasitas kemasan khususnya Cabai adalah 5-20 kilogram cukup baik untuk Cabai. Semakin besar kapasitas kemasan maka akan semakin besar timbunan dan tekanan sehingga Cabai 21

11 didalamnya akan mengalami kerusakan yang lebih besar saat pengangkutan (Anonimous, 2005). Bagi petani yang menggunakan beberapa pedagang perantara selalu mempertimbangkan dengan hal diatas yakni pembagian kemasan dibagi atas dua bagian diantaranya pengemasan untuk pedagang grosir dan pedagang pengecer. Dalam proses pasca panen dilakukan pengemasan setelah pemanenan Cabai di lahan guna mempertahankan mutu dan kualitas. Pengemasan dilihat dari kebutuhan pelanggannya mengingat sifat Cabai yang mudah rusak dan busuk maka diperlukan penaganan khusus agar kesegaran Cabai dapat terjaga. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut: Tabel 4.4 Kegiatan Penanganan Pasca Panen Pemasaran Cabai Saluran Penanganan pasca panen Distribusi Sortasi Pengemasan Panjang Lebih mengutamakan mutu dan kualitas Pengemasan dibagi menjadi dua sesuai untuk penyaluran yang relatif lama. Menyortasi sesuai keseragaman warna, ukuran dan tidak adanya cacat oleh kelompok tersebut sebagai kelas super kebutuhan pelanggannya baik menggunakan karung jala dengan berat 20 kilogram untuk pedagang besar maupun plastik, 1 kilogram Cabai dibagi 4-10 guna pedagang pengecer. Menengah Melakukan sortasi hanya sekedar untuk memudahkan bagi pelanggannya, karena biasanya dari petani belum disortir. Pengemasan secara khusus menggunakan karung jala dengan berat lebih dari 15 kilogram karena sasaran utamanya grosir. Pendek Saat kegiatan petik, petani langsung menyortir untuk keseragaman Cabainya. Pengemasan menggunakan plastik, biasanya dengan berat kurang dari 15 kilogram. Sumber : Data Primer, Sarana Transportasi Pengangkutan Cabai yang akan dikirim ke pasar dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun angkutan roda empat (terlampir pada gambar 4.8) dapat memberi kemudahan bagi pemakainya apabila penggunaanya tepat. Menggunakan jenis transportasi umum seperti kendaraan roda dua maupun roda empat merupakan alat transportasi yang sangat dibutuhkan dalam proses penyaluran dari petani ke konsumen (Anonim, 2012). Pemilihan kendaraan roda dua maupun roda empat dilihat dari jumlah Cabai yang akan dibawa untuk disalurkan perlu diperhatikan, agar mutu dan kualitasnya dapat tetap baik. Pemasaran yang diterapkan oleh partisipan, komoditas Cabai di salurkan ke pasar Ngasem dan Ambarawa. Hal ini dapat 22

12 mendatangkan keuntugan dan kerugian dalam usahataninya oleh karena itu pemilihan sarana transportasi secara efektif dapat memberi keuntungan. Pemilihan sarana transportasi dapat memberi nilai lebih untuk menjaga agar mutu dan kualitas suatu komoditas dalam proses penyalurannya dapat terjaga dan berjalan dengan baik. Dengan adanya sarana transportasi yang tepat untuk dipilih dalam penyalurannya dapat memberi keuntungan tersendiri bagi pemakainya. Kendaraan roda dua dapat dipakai bila Cabai yang akan dikirim dalam jumlah sedikit dengan ketentuan kurang dari 15 kilogram akan lebih efisien, sedangkan kendaraan roda empat atau mobil sayur lebih sering digunakan untuk mengangkut dalam jumlah yang banyak yakni lebih dari 15 kilogram, selain itu pengangkutannya mudah. Berikut penuturan dari bapak Dedi Suhanto mengenai hal diatas: Karena hasil Cabai yang saya panen tidak begitu banyak atau biasanya kurang dari 15 kilogram maka untuk penyalurannya menggunakan kendaraan roda dua. Bapak Rosamaji menambahkan mengenai hal diatas: Untuk memasok Cabai ke pedagang grosir dalam sekali panen biasanya Cabai yang terkumpul lebih dari 15 kilogram sehingga biasa saya menggunakan kendaraan roda empat untuk menyalurkannya selain mudah dan tidak repot. Dengan pemilihan alat transportasi yang tepat dapat mempermudah penyaluran. Demikian dengan jarak yang ditempuh dalam pengangkutan dengan kondisi jalan yang baik maka dapat memberi kemudahan bagi pemakainya, sehingga faktor terjadinya kehilangan hasil dapat terhindarkan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.5 Tabel 4.5 Penggunaan Sarana Transportasi Saluran Distribusi Panjang Menengah Pendek Sarana Transportasi Penggunaan alat transportasi dengan kendaran roda empat untuk menyediakan pedagang grosir dengan berat minimal kilogram, sedangkan untuk roda dua dapat dipakai apabila jumlah Cabai yang akan di bawa antara 5-15 kilogram, agar lebih efisien. Sumber : Data Primer, 2011 Kendaraan roda empat merupakan kendaraan yang umum dipakai dengan berat lebih dari 15 kilogram karena sasaran utamanya grosir. Pengangkutan dilakukan dengan kendaraan roda dua, karena biasanya dengan berat kurang dari 15 kilogram. 23

Gambar 4.5 Kriteria Panen, Penilaian Tingkat Kematangan Secara Visual

Gambar 4.5 Kriteria Panen, Penilaian Tingkat Kematangan Secara Visual LAMPIRAN Gambar 4.5 Kriteria Panen, Penilaian Tingkat Kematangan Secara Visual Keterangan : a. Cabai siap panen. b. Cabai belum siap panen. c. Cabai tidak diperkenakan untuk a b c dipanen. 28 Gambar 4.6

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN. Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN

SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN. Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam memasarkan sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Produk hortikultura tomat dapat dikatakan sebagai produk yang dikonsumsi pada kualitas tinggi, tetapi tidak mudah menanganinya. Penangan pengemasan pascapanen

Lebih terperinci

APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD PADA PENANGANAN PASCAPANEN JERUK KEPROK (Citrus reticulata) DARI KECAMATAN PUPUAN SAMPAI DENPASAR.

APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD PADA PENANGANAN PASCAPANEN JERUK KEPROK (Citrus reticulata) DARI KECAMATAN PUPUAN SAMPAI DENPASAR. APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD PADA PENANGANAN PASCAPANEN JERUK KEPROK (Citrus reticulata) DARI KECAMATAN PUPUAN SAMPAI DENPASAR. Sri Mulyani, Bambang Admadi H dan I Gede Nyoman Arya Suyasa

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) DARI KECAMATAN BATURITI KE KOTA DENPASAR A A Gede Ary Gunada 1, Luh Putu Wrasiati 2, Dewa Ayu Anom Yuarini 2 Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI PEMASARAN CABAI ( STUDI KASUS DI TIGA KECAMATAN KABUPATEN SEMARANG ) Oleh : SKRIPSI PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

POLA DISTRIBUSI PEMASARAN CABAI ( STUDI KASUS DI TIGA KECAMATAN KABUPATEN SEMARANG ) Oleh : SKRIPSI PROGRAM STUDI AGRIBISNIS POLA DISTRIBUSI PEMASARAN CABAI ( STUDI KASUS DI TIGA KECAMATAN KABUPATEN SEMARANG ) DISTRIBUTION PATTERNS OF CHILI MARKETING ( CASE STUDY IN THREE SUBDISTRICT SEMARANG DISTRICT ) Oleh : TAUFIQ KURNIAWAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam memasarkan suatu produk diperlukan peran lembaga pemasaran yang akan membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Untuk mengetahui saluran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Pemasaran melinjo di Desa Kepek Kecamatan Saptosari menerapkan sistem kiloan yaitu melinjo dibeli oleh pedagang dari petani dengan satuan rupiah per kilogram.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

8.2. PENDEKATAN MASALAH

8.2. PENDEKATAN MASALAH jeruk impor di Indonesia saat ini menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah. Jeruk impor sudah sampai ke lokasi konsumen di sentra produksi jeruk nusantara dengan harga yang lebih murah daripada jeruk

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

POLA PERJALANAN KERJA PEDAGANG SAYURAN (Kasus pada Wanita Pedagang Sayuran di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang) Abstract PENDAHULUAN

POLA PERJALANAN KERJA PEDAGANG SAYURAN (Kasus pada Wanita Pedagang Sayuran di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang) Abstract PENDAHULUAN POLA PERJALANAN KERJA PEDAGANG SAYURAN (Kasus pada Wanita Pedagang Sayuran di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang) Abstract Key words PENDAHULUAN Dari waktu ke waktu peran wanita di sektor publik semakin

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR Wayan Cahyono, Kusnandar, Sri Marwanti Magister Agribisnis Program Pascasarjana UNS id@hostinger.com Abstrak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

MEMPELAJARI JALUR DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN STRAWBERRY DARI KECAMATAN BATURITI KE KOTA DENPASAR.

MEMPELAJARI JALUR DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN STRAWBERRY DARI KECAMATAN BATURITI KE KOTA DENPASAR. MEMPELAJARI JALUR DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN STRAWBERRY DARI KECAMATAN BATURITI KE KOTA DENPASAR I Gusti Made Dwi Sapta Nugraha 1, A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha 2, L.P. Wrasiati 2.,. 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

KUESIONER 7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner untuk Petani Kepada Yth. Ibu/Bapak/Saudara Responden Di tempat

KUESIONER 7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner untuk Petani Kepada Yth. Ibu/Bapak/Saudara Responden Di tempat 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner untuk Petani Kepada Yth. Ibu/Bapak/Saudara Responden Di tempat Dengan hormat, Saya mahasiswa dari UNIKA Soegijapranata Semarang, saat ini sedang melakukan penelitian yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi bagi tingkat inflasi di beberapa wilayah di Indonesia. Solopos

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi bagi tingkat inflasi di beberapa wilayah di Indonesia. Solopos BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sayuran adalah komoditas penting, dimana harganya memberikan kontribusi bagi tingkat inflasi di beberapa wilayah di Indonesia. Solopos (2016) dalam beritanya mengatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia bermuara pada pembangunan usaha tani dengan berbagai kebijakan yang memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Diva Snack Banyubiru merupakan salah satu Kecamatan yang masuk didalam wilayah Kabupaten Semarang. Secara geografis daerah

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK 116 ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG Ekawati Budi Utaminingsih, Watemin, dan Dumasari Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 No. 17/03/36/Th.X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI BANTEN, MARGIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 4,97 PERSEN, CABAI MERAH 23,04 PERSEN, BAWANG MERAH 13,18 PERSEN, JAGUNG PIPILAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh pelaku industri karena merupakan salah satu bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh pelaku industri karena merupakan salah satu bahan pangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian mempunyai fungsi penting dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan pangan pokok. Salah satu bahan tersebut adalah gula pasir.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dengan menggambarkan atau menjelaskan suatu obyek kelompok secara detail

METODE PENELITIAN. dengan menggambarkan atau menjelaskan suatu obyek kelompok secara detail III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan menggambarkan atau menjelaskan suatu obyek kelompok secara detail dan sesuai fakta di lapangan.

Lebih terperinci

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN USAHATANI CABAI SEBAGAI DAMPAK DARI PEMBELAJARAN FMA (STUDI KASUS DI DESA SUNJU KECAMATAN MARAWOLA PROVINSI SULAWESI TENGAH) Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 96 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Dalam bab ini, akan dipaparkan secara umum tentang 14 kabupaten dan kota yang menjadi wilayah penelitian ini. Kabupaten dan kota tersebut adalah

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG BUPATEN LOMBOK BARAT 1) TRIANA LIDONA APRILANI, 2) AZRUL FAHMI Fakultas Pertanian Universitas Islam AlAzhar email : 1) lidona 2) lanoy3_kim98@yahoo.com

Lebih terperinci

[GROUPER FAPERIK] April 1, 2014

[GROUPER FAPERIK] April 1, 2014 ANALISIS PEMASARAN IKAN NILA (Oreochromis sp) DI KABUPATEN LAMONGAN (Studi Kasus di Desa ) Faisol Mas ud Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sayuran terpenting dalam spesies ini. Tanaman ini dikenal sebagai petsai (bahasa Mandarin, yang berarti sayuran putih), dan di AS dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usahatani Tanaman Melinjo Tanaman melinjo yang berada di Desa Plumbon Kecamatan Karagsambung ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS MARJIN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis) PETANI DI DESA MUARA RENGAS KECAMATAN MUARA LAKITAN

ANALISIS MARJIN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis) PETANI DI DESA MUARA RENGAS KECAMATAN MUARA LAKITAN ANALISIS MARJIN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis) PETANI DI DESA MUARA RENGAS KECAMATAN MUARA LAKITAN Nenny Wahyuni, SP. 1 (nennywahyuni@ymail.com) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 BPS PROVINSI SUMATRA SELATAN No. 13/02/16/Th.XVIII, 05 Februari 2016 PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI SUMATRA SELATAN, MARJIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 15,24 PERSEN, CABAI MERAH 24,48 PERSEN,

Lebih terperinci

BAB III DATA TENTANG GAMBARAN UMUM PRAKTIK JUAL BELI BAWANG MERAH KELILING DI KECAMATAN BABADAN

BAB III DATA TENTANG GAMBARAN UMUM PRAKTIK JUAL BELI BAWANG MERAH KELILING DI KECAMATAN BABADAN BAB III DATA TENTANG GAMBARAN UMUM PRAKTIK JUAL BELI BAWANG MERAH KELILING DI KECAMATAN BABADAN A. Keadaan Umum Wilayah Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo 1. Keadaan Geografis dan Pembagian Wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura selama ini mempunyai peluang yang besar, tidak hanya sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Saluran Distribusi Pada perekonomian sekarang ini, sebagian besar produsen tidak langsung menjual barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Oleh: Erwin Krisnandi 1, Soetoro 2, Mochamad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat

ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat 2.1 Tinjauan Pustaka Keberadaan lahan sawah memberi manfaat yang sangat luas secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat dikonversi ke penggunaan non pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didominasi oleh usaha tani kecil yang dilaksanakan oleh berjuta-juta petani yang

BAB I PENDAHULUAN. didominasi oleh usaha tani kecil yang dilaksanakan oleh berjuta-juta petani yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan pembangunan pertanian di Indonesia dalam menghadapi era agribisnis adalah adanya kenyataan bahwa pertanian di Indonesia masih didominasi oleh usaha tani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman pertanian yang strategis untuk dibudidayakan karena permintaan cabai yang sangat besar dan banyak konsumen yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Semarang 1. Keadaan Alam a. Letak Geografis Penelitian ini dlakukan di Kabupeten Semarang dimana Kabupaten Semarang adalah salah satu kabupaten di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari kawasan Amerika Selatan dan Tengah. Tanaman cabai yang dicakup disini adalah cabai merah

Lebih terperinci

Nurida Arafah 1, T. Fauzi 1, Elvira Iskandar 1* 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Nurida Arafah 1, T. Fauzi 1, Elvira Iskandar 1* 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH (ALLIUM CEPA) DI DESA LAM MANYANG KECAMATAN PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR (Marketing Analysis Of Onion (Allium Cepa) In The Village Lam Manyang Peukan Bada District District

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan sarana pusat informasi dan komoditi produksi unggulan pertanian dan tempat untuk mempertemukan pengusaha/pedagang dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAMBU AIR DI DESA MRANAK KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAMBU AIR DI DESA MRANAK KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK KODE : Sosial Humaniora ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAMBU AIR DI DESA MRANAK KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK Zakkiyatus Syahadah 1*, Wiludjeng Roessali 2, Siswanto Imam Santoso 3 1 2 3 Program Studi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagian penduduk indonesia berprofesi sebagai petani. Perkembangan komoditas

I. PENDAHULUAN. sebagian penduduk indonesia berprofesi sebagai petani. Perkembangan komoditas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang sangat penting karena sebagian penduduk indonesia berprofesi sebagai petani. Perkembangan komoditas pertanian di indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SEKILAS KECAMATAN TAJUR HALANG Kecamatan Tajur Halang merupakan bagian kabupaten Bogor. Menurut data kependudukan Kelurahan Tajur Halang, kecamatan tersebut terletak di ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian saat ini masih tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini didasarkan pada peningkatan peran sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bawang daun merupakan salah satu jenis sayuran yang tergolong ke dalam jenis sayuran daun yang banyak digunakan untuk campuran masakan dan mengandung gizi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Boks.2 PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) dimana sektor pertanian menduduki posisi

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci