5 PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA INKLUSI PADA β-siklodekstrin. 5.1 Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA INKLUSI PADA β-siklodekstrin. 5.1 Pendahuluan"

Transkripsi

1 32 5 PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA INKLUSI PADA β-siklodekstrin 5.1 Pendahuluan Menurut Geissman (1962), senyawa flavonoid dapat memperlihatkan aktivitas sebagai antifungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida dan antivirus. Hasil penelitian Hasan et al. (2011) dan Hegazi (2002) menunjukkan bahwa propolis mengandung senyawa flavonoid. Dalam penelitian terhadap propolis asal Pandeglang dan Mesir tersebut mengandung semua komponen senyawa fitokimia seperti alkaloid, minyak atsiri, triterpenoid, saponin dan tanin serta flavonoid. Dengan adanya komponen senyawa flavonoid tersebut, maka propolis dapat dikembangkan sebagai kandidat obat. Sesuai dengan pendapat Ratnam et al. (2006) bahwa flavonoid dapat dijadikan komponen utama obat. Komponen senyawa lain dalam propolis juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan antikanker misalnya asam kafeat, asam firulat, tektokrisin serta senyawa flavonoid lainnya. Karena sifat senyawa flavonoid seperti tektokrisin dalam propolis ini tidak dapat larut dalam air maka diperlukan upaya yang dapat meningkatkan daya larut terhadap air. Penggunaan senyawa organik tertentu dapat melarutkan propolis, seperti propilen glikol dan etanol. Namun keberadaan pelarut organik harus memperhatikan peraturan yang berlaku. Salah satu upaya untuk meningkatkan kelarutan propolis dalam air adalah dengan menambahkan bahan penyalut dan dapat dibarengi dengan proses mengecilkan ukuran partikel. Penginklusi yang berperan sebagai bahan yang dapat meningkatkan daya larut tersebut adalah siklodekstrin. Siklodekstrin ini dibedakan antara α, β dan γ-siklodekstrin yang dibedakan atas jumlah monomer glukosanya. Berdasarkan bentuknya, siklodekstrin memungkinkan menjerap bahan aktif dari luar dan berikatan dengan gugus molekul yang terdapat dapam siklodekstrin, terutama pada sisi bagian dalam senyawa sikliknya. Berdasarkan kelarutan dalam air dan kemudahan memperoleh siklodekstrin ini maka β-siklodekstrin merupakan bentuk siklodekstrin yang banyak digunakan untuk berbagai tujuan terutama bidang kesehatan (Kalogeropoulos et al. 2009). Hal ini karena sifat invert-nya dan tidak berpengaruh terhadap komponen bahan aktif yang terinklusi. Pemanfaatan β-siklodekstrin sebagai penginklusi senyawa aktif sudah banyak digunakan, misalnya sebagai penginklusi bahan mudah menguap (Fourmentin et al. 2013), benzena (Kohler dan Grczlschak-Mick 2013), ferrocene (Harada dan Takahashi 1984), fosinopril (Bratu et al. 2009), galangin (Jullian 2009), kuersetin (Zheng et al. 2004), para-chlorobenzonitrile (Patil et al. 2012), pewarna azo (Maatz et al. 2012), piroxicom (Naseri et al. 2007), propiconazole (Fifere et al. 2012), propolis (Coneac et al. 2008, Kalogeropoulos et al dan Nafady et al. 2003), minyak zaitun (Mourtzinos et al. 2007), oxatomide (Hashem et al. 2012), triton (Kemnitz dan Ritter 2012), vanili (Karathanos et al. 2007), 4- tetra-butylphenol dan 4-ferrocenylphenol serta turunannya (Mondrzyk et al. 2012). Dengan upaya menginkulis propolis pada β-siklodekstrin diharapkan bersifat larut dalam air, efektif dan dapat meningkatkan bioaviabilitasnya untuk dapat digunakan sebagai antikanker.

2 33 Menurut Meghana et al. (2012), homogenisasi dengan kecepatan tinggi dapat digabungkan atau dapat menggantikan sonikasi untuk membuat partikel nano. Dalam pemanfataannya diperlukan pengaturan suhu secara akurat untuk menghindari rusaknya komponen bahan aktif. Penelitian Hasan et al. (2011), telah menggunakan proses pengecilan ukuran propolis dengan mencampur maltodekstrin dan menambahkan senyawa surfaktan sehingga menghasilkan nanopropolis berukuran nm. Dalam proses pembuatan nanopropolis tersebut digunakan ekstrak propolis dan maltodekstrin masing-masing sebanyak 20 dan 80 mg, dengan dua tahap homogenisasi kecepatan rpm masingmasing lama waktu proses 30 menit dan dilanjutkan dengan pengeringan. Kabri et al. (2011) membuat partikel nano minyak salmon dengan menggabungkan sonikasi (120 detik dengan cara satu detik on dan 1 detik off) dan homogenisasi lima kali dengan tekanan tinggi ( psi) menghasilkan ukuran 143 nm. Teo et al. (2010) membuat partikel nano tokoferol asetat dengan homogenisasi rpm selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan homogenisasi kecepatan rpm selama 5 menit, hasilnya adalah partikel dengan ukuran 80 hingga 200 nm. Nafady et al. (2003) telah membuat propolis Brasil diinklusi pada β-siklodekstrin dengan menggunakan sonikasi selama empat jam. Aimi (2009) membuat nanokasein dengan penambahan bahan aktif kecuali propolis menghasilkan nanopartikel sekitar 60 nm hingga 400 nm dengan cara pengadukan menggunakan stirer ditambah dengan sonikasi. Dengan demikian pembuatan partikel nano terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pencampuran, tahap pengecilan ukuran dan tahap pembentukan partikel. Tujuan penelitian ini adalah 1) menentukan waktu yang dapat menghasilkan kondisi terbaik dari tiga tahap pembuatan nanopropolis dalam ukuran partikel dan aktivitas sitotoksik nanopropolis terhadap sel kanker lestari MCF-7, dan 2) menentukan jumlah propolis dan β-siklodekstrin yang terbaik dalam pembuatan nanopropolis yang mempunyai kemampuan terbaik sebagai antisitotoksik sel kanker lestari MCF Bahan dan Alat 5.2 Bahan dan Metode Bahan-bahan yang digunakan adalah propolis Trigona spp. asal Pandeglang, Banten hasil ekstraksi kondisi terbaik, etanol 70%, β-siklodekstrin, larutan penyangga fosfat ph 5 dan ph 10. Alat-alat yang digunakan adalah homogenizer kecepatan tinggi dan pengering vakum. Secara lengkap bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian disertasi ini dapat disajikan pada Subbab Metode Pembuatan Nanopropolis. Pembuatan nanopropolis dimodifikasi dari Aimi et al. (2009), Bhaskar et al. (2009), Hasan et al. (2011), Chen et al. (2006), dan Kim et al. (2008). Pada pembuatan nanopropolis ini menggunakan cara inklusi pada β-siklodekstrin dengan tiga tahap proses yaitu inklusi, setelah penguapan etanol dan air dilakukan pelarutan kembali (re-solubilisasi) dan

3 34 stabilisasi produk nanopropolis dalam suasana alkali. Pada setiap tahap dilakukan pengadukan menggunakan homogenizer kecepatan tinggi (22000 rpm) dengan peubah waktu (waktu 1, 2 dan 3). Jumlah percobaan yang diperoleh sebanyak 20 contoh nanopropolis yang berasal dari 6 titik pusat dan 6 titik bintang pada taraf puncak. Peubah tahap inklusi dilakukan selama 20, 30 dan 40 menit, taraf resolubilisasi adalah 20, 30 dan 40 menit serta taraf stabilisasi adalah 10, 20 dan 30 menit. Jumlah propolis dan β-siklodekstrin yang digunakan adalah sebanyak 50 mg dan 250 mg. Perbandingan komponen bahan yang digunakan dalam pembuatan nanopropolis ini hasil modifikasi penelitian Hasan et al. (2012) yang merubah maltodekstrin dengan β-siklodekstrin. Respon yang dilihat pada pembuatan nanopropolis tahap pertama ini terdiri dari distribusi ukuran partikel nanopropolis dan persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian akibat pemberian nanopropolis. Diagram alir proses pembuatan nanopropolis tahap pertama disajikan pada Gambar 5.1. Setelah diperoleh kondisi terbaik waktu pengadukan pada inklusi dalam pembuatan nanopropolis tahap pertama, dilanjutkan dengan kajian pembuatan nanopropolis tahap kedua menggunakan peubah nisbah jumlah ekstrak etanol propolis dengan β-siklodekstrin. Peubah pertama yang digunakan adalah jumlah propolis sebanyak 30, 50 dan 70 mg, sedangkan peubah kedua adalah β- siklodekstrin sebanyak 150, 250 dan 350 mg. Respon yang dilihat pada proses pembuatan nanopropolis tahap kedua ini adalah persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian akibat pemberian nanopropolis Analisis Distribusi Ukuran Partikel. Distribusi ukuran nanopropolis diukur menggunakan alat pengukur partikel (Delsa Nano C, Particle Analyzer, Beckman Coulter). Nanopropolis hasil perlakuan inklusi EEP pada β- siklodekstrin diukur distribusi sebaran partikel yang terbentuk (dalam satuan nm). Sebanyak 3.5 ml larutan hasil pembuatan nanopropolis dimasukkan kedalam kuvet, kemudian dimasukkan kedalam alat dan diukur distribusi partikelnya. Sebaran distribusi ukuran partikel dipetakan dalam bentuk grafik Uji antisitotoksik sel lestari kanker MCF-7. Uji antisitotoksik sel lestari kanker payudara MCF-7 dilakukan dengan metoda MTT-assay dapat dilihat pada subbab Konsentrasi pengujian antisitotoksik nanopropolis yang digunakan adalah sebesar 8 µg ml Rancangan percobaan Rancangan percobaan pembuatan nanopropolis tahap pertama tentang pengaruh waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi terhadap distribusi ukuran partikel dan efektivitas antisitotoksik terhadap sel lestari kanker MCF-7 menggunakan metode dalam Montgomery (1997). Data distribusi ukuran partikel dan jumlah persentase sel MCF-7 yang mengalami kematian dianalisis dengan menggunakan rancangan percobaan dengan model persamaan : Y = β o +β 1 X 1 +β 2 X 2 +β 3 X 3 +β 4 X1 2 +β 5 X 2 2 +β 6 X 2 3 +β 7 X 1 X 2 + ij (Montgomery1997), dengan Y: respon (ukuran partikel atau persentase sel lestari kanker MCF-7 yang mati), 0 : tetapan, i, ii, ij : koefesien dari peubah bebas (X), X adalah peubah bebas dengan tanpa sandi (waktu = X 1 dan X 2 taraf 20, 30 dan 40 menit; X 3 taraf 10, 15 dan 20 menit), dan adalah galat. Sedangkan rancangan percobaan pembuatan

4 35 nanopropolis tahap kedua tentang jumlah propolis dan jumlah β-siklodekstrin yang digunakan dalam proses pembuatan nanopropolis menggunakan metode Response Surface. Model persamaan yang dibuat adalah Y = β o +β 1 X 1 +β 2 X 2 +β 3 X 2 1 +β 4 X 2 2 +β 5 X 1 X 2 + ij. Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan bantuan Design Expert (free trial) terhadap parameter ukuran partikel dan persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian. Kondisi terbaik proses pembuatan nanopropolis ditentukan dari persamaan model yang diperoleh, kemudian dilakukan validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik. Etanol 70% β-siklodekstrin Ekstrak Propolis Kering Inklusi (T=45 O C, t=20, 30, 40 ) Larutan Pengeringan Etanol+Air EEP-β-siklodekstrin Larutan Penyangga Fosfat, ph 5 Re-solubilisasi (T=45 o, t=20, 30, 40 ) Larutan ph 5 Larutan Penyangga Fosfat, ph 10 Stabilisasi (T=45 o C, t=10, 20, 30 ) Larutan ph 10 Pengeringan Air Nanopartikel Gambar 5.1 Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap pertama

5 Hasil dan Pembahasan Hasil pembuatan nanopropolis dengan tiga tahap pembuatan nanopropolis disajikan pada Tabel 5.1 dan Lampiran 6. Pada Tabel 5.1 terlihat bahwa rata-rata ukuran partikel yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 78.9 hingga nm. Data tersebut menunjukkan bahwa pengaruh waktu tahap pembauatn 1, 2 dan 3 terhadap ukuran partikel tidak menghasilkan nilai besaran yang tidak teratur dengan korelasi yang kecil yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu tahap pembuatan baik yang positif maupun yang negatif tidak mempengaruhi kecilnya ukuran partikel atau menghasilkan partikel nano yang sangat beragam (Kabri et al. 2011; Teo et al. 2010). Hasil analisis data distribusi ukuran partikel pengaruh waktu inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi menggunakan RSM, diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = X X X X X X X 1 X X 1 X X 2 X 3. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa waktu tahap pembuatan nanopropolis 2 (X 2 ) dan waktu tahap pembuatan nanopropolis 3 (X 3 ) berpengaruh secara nyata terhadap perubahan menjadi kecil ukuran partikel, sedangkan waktu inklusi (X 1 ) berpengaruh terhadap menaikkan besarnya ukuran partikel. Hal ini terlihat dari nilai koefisien X 2 dan X 3 bernilai negatif yang relatif besar dan nilai koefisien X 1 yang bernilai positif walaupun nilainya kecil dibandingkan dengan nilai koefisien X 2 maupun X 3. Hasil analisa sidik ragam model persamaan matematika pengaruh perlakuan terhadap ukuran partikel nanopropolis disajikan pada Lampiran 7. Pengaruh perlakuan waktu inklusi dan re-solubilisasi diperlihatkan oleh Gambar 5.1. Pada Gambar 5.1 nampak bahwa ukuran partikel dapat mencapai optimum di titik sekitar 22.5 menit waktu inklusi dan re-solubilisasi pada 25 menit dengan waktu stabilisasi sekitar 20 menit. Posisi titik optimum ukuran partikel dengan memperkirakan waktu stabilisasi masih terus meningkat, kemudian mencapai kondisi terbaik pada waktu stabilisasi 30 menit. Dan mempengaruhi titik waktu inklusi dan re-solubilisasi yang mencapai optimum pada waktu stabilisasi 20 menit. Hal ini berhubungan dengan proses yang dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel pada tahap ke tiga proses pembuatan nanopartikel, biasanya dengan waktu yang relatif lama dan dengan proses penetesan bahan pada larutan tertentu dibarengi dengan pengadukan stirer. Pada tahap ketiga ini merupakan proses pembentukan droplet partikel nano yang diperlukan dengan waktu yang sangat lama. Proses pembentukan droplet ini memerlukan waktu hingga 30 hari (Teo et al. 2010). Hasil sidik ragam yang diperoleh dari P-value pada X 1 dan X 3 masingmasing menghasilkan 0.62>P-value (0.05) dan 3.61 P-value (0.05), dengan demikian bahwa waktu inklusi dan stabilisasi tidak berpengaruh pada hasil distribusi ukuran partikel, tapi nilai P-value pada X 2 (waktu re-solubilisasi) menghasilkan 0.8< P-value (0.05) sangat berpengaruh terhadap pengecilan ukuran partikel. Sedangkan hasil pengujian untuk kecocokan model dapat dilihat pada nilai P value lack-of-fit lebih besar dari 0.05 yaitu , hal ini berarti bahwa ada kecocokkan model respon dengan data yang diperoleh. Kesesuaian model respon dengan data yang diperoleh dapat terlihat dalam Gambar 5.3.

6 37 Gambar 5.2 Pemetaan respon rata-rata ukuran partikel nanopropolis akibat pengaruh waktu pengadukan pada tahap inklusi dan waktu resolubilisasi Tabel 5.1. Hasil rata-rata ukuran partikel nanopropolis dan pengaruhnya terhadap kematian sel lestari kanker MCF-7 Satuan percobaan Waktu pengadukan pada tahap Inklusi, menit Re-solubilisasi, menit Stabilisasi, menit Rata-rata ukuran partikel, nm Jumlah sel MCF-7 mati, % ,6 82,

7 38 Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa R 2 =0.74, nilai ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh faktor lamanya waktu tahap pertama, kedua dan ketiga hanya sebanyak 74% sedangkan sisanya yaitu 26% merupakan pengaruh dari faktor-faktor di luar perlakuan yang diamati dalam penelitian ini. Analisis RSM ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Box dan Wilson (1951), RSM merupakan cara yang efektif untuk mencari kondisi optimum dengan melihat sistem respon ketika taraf dari peubah yang terlibat berubah. Gambar 5.3 Pemetaan normalitas data rata-rata ukuran partikel nanopropolis (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) Berdasarkan persamaan matematika yang diperoleh tersebut diprediksi kondisi terbaik untuk mencapai distribusi rata-rata ukuran partikel yang terkecil dicapai pada waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasiasi masing-masing selama 20, 20 dan 30 menit dengan nilai prediksi rata-rata ukuran sebesar nm. Pada proses pembuatan nanopropolis dalam rangka validasi nilai prediksi diperoleh hasil rata-rata ukuran partikel nanopropolis sebesar 165.4±44.1 nm (Gambar 5.3). Hasil ini masuk kedalam kisaran ukuran partikel nano untuk pengobatan yang berasal dari herbal tradisional yaitu sekitar 10 hingga 1000 nm sebagaimana dinyatakan oleh Nagavarma et al. (2012) dan Swami et al. (2012). Hasil analisis data kematian sel lestari kanker payudara MCF-7 akibat pemberian nanopropolis yang dibuat dengan tiga tahap proses pembuatan nanopropolis dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Lampiran 8. Pada Tabel 5.1 terlihat bahwa nilai persentase jumlah kematian sel lestari MCF-7 berkisar antara 0 hingga 84.52%. Secara umum menunjukkan bahwa perlakuan waktu proses pembuatan nanopropolis tidak berpengaruh terhadap keefektifan nanopropolis yang terbentuk. Tapi secara keseluruhan data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nanopropolis yang dihasilkan banyak menyebabkan kematian sel lestari MCF-7, dengan konsentrasi 8 µg ml -1 ternyata dapat mematikan sel sebanyak lebih dari 50% dari sel kanker yang ada.

8 Gambar 5.4 Distribusi ukuran partikel nanopropolis hasil pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik tahap pertama Berdasarkan analisis RSM dari data Tabel 5.1 tentang pengaruh waktu inklusi, re-solubilisasi dan stablisiasi terhadap kematian sel lestari kanker payudara MCF-7 diperoleh persamaan matematika sebagai berikut : Y = X X X X X X X 1 X X 1 X X 2 X 3 dengan nilai R 2 sebesar Dari nilai koefisien pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa waktu re-solubilisasi dan stabilisasi (X 2 dan X 3 ) berpengaruh secara nyata terhadap keaktifan nanopropolis dalam perubahan jumlah kematian sel, sedangkan waktu inklusi (X 1 ) berpengaruh terhadap keaktifan nanopropolis dalam menaikkan besarnya jumlah kematian sel. Hal ini terlihat dari nilai koefisien X 2 dan X 3 bernilai negatif yang relatif besar dan nilai koefisien X 1 yang bernilai positif walaupun nilainya kecil dibandingkan dengan nilai koefisien X 2 maupun X 3. Hasil analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi terhadap jumlah sel lestari kanker payudara MCF-7 yang mati disajikan pada Lampiran 9. Nilai R 2 tersebut persamaan matematika persentase jumlah kematian sel lestari kanker MCF-7 adalah sebesar 0.56 atau 56%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 56% dari peubah dapat mempengaruhi respon kematian sel lestari kanker MCF-7, sedangkan sisanya adalah faktor lain yang mempengaruhi respon. Makin besar nilai R 2 (mendekati satu), makin besar pengaruh peubah terhadap respon yang dilihat dalam penelitian tersebut. Hasil analisis sidik ragam diperoleh dari P value pada X 1, X 2 dan X 3 masing-masing menghasilkan 2.49 Pvalue (0.05), 1.19 Pvalue (0.05) dan 0.39 Pvalue (0.05), dengan hasil tersebut ternyata bahwa waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi tidak berpengaruh pada hasil jumlah kematian sel lestari kanker payudara MCF-7. Namun demikian, hasil pengujian untuk kecocokan model dapat dilihat pada nilai P lack-of-fit lebih besar dari 0.05 yaitu , ternyata bahwa ada kecocokkan model respon dengan data yang diperoleh. Kesesuaian model respon dengan data yang diperoleh dapat terlihat dalam Gambar 5.5.

9 40 Berdasarkan Gambar 5.5 tersebut terlihat bahwa data yang diperoleh dalam penelitian menunjukkan kenormalan yang tinggi karena semua data terpusat pada satu garis dengan perbedaan yang relatif kecil. Berdasarkan persamaan matematika dapat diprediksi bahwa kondisi terbaik proses pembuatan nanopropolis yang dapat menyebabkan kematian sel lestari MCF-7 tertinggi adalah pada waktu pengadukan pada tahap inklusi, tahap resolubilisasi dan tahap stabilisasi masing-masing selama 20, 20 dan 30 menit dengan prediksi persentase jumlah sel mati sebanyak 80.00%. Hasil validasi kondisi terbaik tersebut diperoleh jumlah sel mati sebanyak 83.45%. Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh nanopropolis yang dihasilkan terhadap kemampuan mematikan sel lestari kanker payudara MCF-7 yang sangat tinggi karena dengan konsentrasi nanopropolis sebesar 8 µg ml -1 dapat menyebabkan kematian lebih dari 50% sel kanker yang ada. Gambar 5.5 Pemetaan normalitas data jumlah kematian sel lestari MCF-7 akibat pemberian nanopropolis (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) Pada kondisi terbaik dari proses pembuatan nanopropolis menggunakan waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi tersebut mempunyai nilai desirabilty mendekati angka 1 yaitu 0.91 artinya adalah kondisi terbaik ini mendekati kondisi optimum yang seharusnya dicapai oleh penelitian (Gambar 5.6). Sesuai dengan pernyataan Anonim (2007) bahwa penentuan kondisi terbaik dapat dilihat dari nilai desirability yang mencapai maksimumn dan nilai kondisi terbaik ditunjukkan dengan nilai desirability yang mendekati satu dari selang 0 hingga 1. Pada kondisi terbaik pembuatan nanopropolis tahap pertama dilakukan pembuatan nanopropolis tahap kedua dengan menggunakan propolis dan β- siklodekstrin sebagai peubah. Diagram alir proses pembuatan nanopropolis tahap kedua disajikan pada Gambar 5.7. Hasil pembuatan nanopropolis dan pengujian nanopropolis pada konsentrasi 8 μg ml -1 terhadap sel MCF-7 disajikan pada Tabel 5.2 dan Lampiran 10. Dari Tabel 5.2 tersebut nampak bahwa nilai tertinggi kematian sel lestari kanker MCF-7 sebesar 59.8% akibat perlakuan nanopropolis hasil satuan percobaan nomor 11 yang menggunakan propolis sebanyak 30 mg dengan β-siklodekstrin sebanyak 350 mg, sedangkan nilai terendah (11.1%)

10 41 kematian sel akibat pemberian nanopropolis hasil satuan percobaan nomor 9 yang menggunakan propolis sebanyak 70 mg dengan β-siklodekstrin sebanyak 150 mg. Dari hasil tersebut ternyata bahwa pengaruh jumlah β-siklodekstrin dalam pembuatan nanopropolis dapat menambah keaktifan nanopropolis yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan β-siklodekstrin dapat mengurangi kerusakan komponen propolis akibat pengadukan dengan kecepatan tinggi, selain itu β-siklodekstrin yang tinggi dapat memberi kesempatan pada semua komponen bahan aktif dalam propolis terinklusi kedalam gugus fungsional β-siklodekstrin. Gambar 5.6 Hubungan antara waktu pengadukan pada tahap inklusi dan waktu pengadukan pada tahap re-solubilisasi terhadap nilai desirability pada kondisi terbaik Tabel 5.2 Kondisi pembuatan nanopropolis tahap kedua dan pengaruh nanopropolis terhadap kematian sel MCF-7 Satuan Percobaan Propolis (mg) β-siklodekstrin (mg) Jumlah sel MCF-7 mati (%)

11 42 Etanol 70% β-siklodekstrin Ekstrak Propolis Kering Inklusi ( T=45 O C, t=20 ) Larutan Pengeringan Etanol+Air EEP-β-siklodekstrin Larutan Penyangga Fosfat, ph 5 Re-solubilisasi (T=45 o, t=20 ) Larutan ph 5 Larutan Penyangga Fosfat, ph 10 Stabilisasi (T=45 o C, t=30 ) Larutan ph 10 Pengeringan Air Nanopartikel Gambar 5.7 Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap kedua Berdasarkan analisis statistik RSM dari jumlah sel MCF-7 yang mati akibat pemberian nanopropolis diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = X X X X X 1 X X 1 2 X X 1 X 2 2, dengan Y= Jumlah sel MCF-7 mati, X 1 = Jumlah propolis, dan X 2 = Jumlah β-siklodekstrin. Analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh jumlah nanopropolis terhadap jumlah sel lestari kanker payudara MCF-7 yang mati disajikan pada Lampiran 11. Adapun nilai R 2 persamaan model matematika adalah Data kematian sel MCF-7 akibat pemberian nanopropolis sangat beragam, antara 11,1% hingga

12 43 59,8%. Walaupun demikian, data yang dihasilkan relatif baik karena berada disekitar rata-rata (Gambar 5.8). Dari persamaan jumlah sel mati diduga bahwa kondisi terbaik yang dapat menyebabkan kematian sel MCF-7 terbanyak akibat pemberian nanopropolis adalah hasil nanopropolis yang dibuat dengan 30 mg propolis dengan 350 mg β-siklodekstrin. Hal ini terlihat bahwa makin besar jumlah β-siklodekstrin yang digunakan makin besar jumlah kematian sel kanker MCF-7, dengan jumlah propolis yang makin kecil. Pada kondisi terbaik tersebut mempunyai nilai desirability sebesar 0.96, artinya adalah kelayakkannya bernilai baik karena mempunyai nilai mendekati 1. Menurut Anonim (2007), nilai desirability menentukkan suatu penilaian kondisi yang diperoleh dari hasil penelitian. Nilai desirability mendekati 1 merupakan hasil yang relatif baik dan yang terbaik ada pada angka 1 (Gambar 5.9). Hasil validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik menunjukkan bahwa pada konsentrasi nanopropolis 8 µg ml -1 dapat mematikan sel MCF-7 sebanyak 48.61%. Nilai jumlah kematian sel MCF-7 pada konsentrasi ini masih terdapat nilai bias antara prediksi persamaan RSM dengan hasil pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik yaitu sebesar 15.91%. Dengan nilai ini berarti proses pembuatan nanopropolis pada kondisi optimum dianggap masih baik, karena nilai bias cukup realistis serta sesuai dengan yang diharapkan. Gambar 5.8 Pemetaan kemungkinan normalitas data jumlah kematian sel MCF-7 (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) Peran β-siklodekstrin dalam menginklusi bahan aktif telah dilakukan oleh Bilensoy et al. (2007), Isadiartuti dan Suwaldi (2005), Jullian (2009), Nafady et al. (2003) dan Zheng et al. (2004). Pada penelitian Bilensoy et al. (2007) bahan paclitaxel diinklusi pada β-siklodekstrin menghasilkan nanopartikel yang berukuran 157 hingga 639 nm dan dapat dijadikan bahan sediaan injeksi. Kompleks antara flavonoid dan β-siklodekstrin akan membentuk senyawa baru dengan adanya ikatan yang terjadi antara gugus OH pada β-siklodekstrin dengan gugus aktif flavonoid yang terbukti dari hasil penelitian Jullian (2009) dan Zheng et al. (2004). Jullian (2009) meneliti dengan flavonoid galangin dan Zheng et al. (2004) menggunakan flavonoid kuersetin. Komponen OH pada β-siklodekstrin memegang peran dalam mengikat bahan aktif yang berasal dari propolis dan dengan perubahan ph membuat gugus fungsional dari propolis maupun β-

13 44 siklodekstrin siap untuk saling berikatan. Dengan demikian kompleks inklusi propolis terjadi antara bahan aktif propolis dengan β-siklodekstrin berjalan dengan cepat dan banyak komponen aktif yang berikatan dengan gugus fungsional β- siklodekstrin. Gambar 5.9 Pemetaan desirability jumlah kematian sel MCF-7 akibat pemberian nanopropolis yang dibuat dari propolis dan β- siklodekstrin Kesimpulan 5.4 Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa waktu inklusi dan re-solubilisasi sangat berpengaruh terdapat pengecilan ukuran partikel nanopropolis sedangkan waktu stabilisasi masih relatif kecil untuk mencapai kondisi optimum sebenarnya. Prediksi ukuran partikel dan jumlah kematian sel lestari kanker MCF-7 tertinggi diperoleh dari proses pembuatan nanopropolis dengan waktu inklusi, waktu re-solubilisasi dan waktu stabilisasi masing-masing selama 20, 20 dan 30 menit dengan prediksi ukuran partikel sebesar nm dan rata-rata jumlah sel mati sebanyak 80.00%. Hasil validasi kondisi terbaik diperoleh ukuran rata-rata nanopropolis sebesar ± 44,1 nm dengan kemampuan antisitotoksik sel lestari kanker MCF-7 sebanyak 83.45% sel mati. Pada pembuatan nanopropolis tahap kedua jumlah propolis dan β- siklodekstrin yang digunakan untuk mencapai kondisi terbaik dalam mencapai jumlah kematian sel lestari kanker MCF-7 sebesar 57.81% adalah pada komposisi 30 mg propolis dan 350 mg β-siklodekstrin. Hasil validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik menunjukkan bahwa jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian adalah sebanyak 48.61% akibat pemberian nanopropolis dengan konsentrasi 8 µg ml -1.

14 Saran Perlu dilakukan penelitian tentang karakterisasi nanopropolis hasil proses pembuatan pada kondisi terbaik.

6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA. 6.1 Pendahuluan

6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA. 6.1 Pendahuluan 46 6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA 6.1 Pendahuluan Kanker merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di dunia

Lebih terperinci

4 EKSTRAKSI PROPOLIS Trigona spp ASAL PANDEGLANG MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL 70% DAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO SERTA KARAKTERISASINYA. 4.

4 EKSTRAKSI PROPOLIS Trigona spp ASAL PANDEGLANG MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL 70% DAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO SERTA KARAKTERISASINYA. 4. 21 4 EKSTRAKSI PROPOLIS Trigona spp ASAL PANDEGLANG MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL 70% DAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO SERTA KARAKTERISASINYA 4.1 Pendahuluan Propolis adalah resin yang dikumpulkan oleh lebah

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. NIPAAM = N-isopropylacrylamide VP

DAFTAR SINGKATAN. NIPAAM = N-isopropylacrylamide VP DAFTAR SINGKATAN NIPAAM = N-isopropylacrylamide VP = N-vinyl--pyrrolidone PEG-A = poly (ethyleneglycol) monoacryl-ate PLGA = poly(lactide-co-glycolide) PCL = poly-ε-caprolactone FDA = Food and Drug Administration

Lebih terperinci

3 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI INDONESIA. 3.1 Pendahuluan

3 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI INDONESIA. 3.1 Pendahuluan 12 3 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI INDONESIA 3.1 Pendahuluan Propolis adalah resin produk sarang lebah yang dikumpulkan oleh lebah madu (stingless bee

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propolis merupakan nama generik dari resin lebah. Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yaitu pro artinya sebelum atau pertahanan dan polis artinya kota. Jadi, propolis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Waktu dan Kecepatan Optimum Flavor C blended dibuat dengan mencampurkan flavor C Concentrat dan solvent pada perbandingan 1:9 menggunakan waktu dan kecepatan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sambiloto yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tanaman-tanaman yang diteliti adalah Ricinus communis L. (jarak) dan Eclipta prostrata (L.) L. (urang-aring). Pada awal penelitian dilakukan pengumpulan bahan tanaman,

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

POTENSI NANOPROPOLIS LEBAH MADU Trigona spp dan LEBAH MADU Apis mellifera SEBAGAI ANTIOKSIDAN MIKE JUSPAWIZA

POTENSI NANOPROPOLIS LEBAH MADU Trigona spp dan LEBAH MADU Apis mellifera SEBAGAI ANTIOKSIDAN MIKE JUSPAWIZA POTENSI NANOPROPOLIS LEBAH MADU Trigona spp dan LEBAH MADU Apis mellifera SEBAGAI ANTIOKSIDAN MIKE JUSPAWIZA DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu gangguan hiperproliferatif yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu gangguan hiperproliferatif yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah suatu gangguan hiperproliferatif yang ditandai dengan metastasis ke organ vital tubuh melalui invasi dan angiogenesis. Pada tahun 2030, Badan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat Karakteristik jeruk Siam dilakukan dengan pengukuran bobot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan kadar lemak adalah mie instan Indomie (dengan berat bersih 61 gram, 63 gram, dan 66 gram), petroleum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. FORMULASI Formulasi antinyamuk spray ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap yang pertama adalah pembuatan larutan X. Neraca massa dari pembuatan larutan X tersebut diuraikan pada

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN tersembunyi berkisar dari sampai dengan 4 neuron. 5. Pemilihan laju pembelajaran dan momentum Pemilihan laju pembelajaran dan momentum mempunyai peranan yang penting untuk struktur jaringan yang akan dibangun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Temu kunci (Boesenbergia pandurata) adalah tanaman rempah asli dari Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat tradisional karena

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata)

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata) BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata) 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah nanopartikel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker

Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker Kode/ Nama Rumpun Ilmu : 404/Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker TIM PENGUSUL Dr.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka. (a) (b) (c)

Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka. (a) (b) (c) Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka (a) (b) (c) (d) (e) Keterangan : (a) Daun nangka segar dicuci kemudian dikeringkan (kering udara). (b) Daun nangka kering dihaluskan dengan cara diblender. (c)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. obat, sehingga keberadaan tanaman ini menjadi lebih diminati. Tanaman sirih

I. PENDAHULUAN. obat, sehingga keberadaan tanaman ini menjadi lebih diminati. Tanaman sirih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya tanaman sirih merah hanya dijadikan sebagai salah satu jenis tanaman hias daun, namun Sudewo (2005), memperkenalkannya sebagai tanaman obat, sehingga keberadaan

Lebih terperinci

III. METODE A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

III. METODE A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN III. METODE A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Lab. Bioindustri dan Lab. Teknik Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB. Penelitian dimulai pada bulan Oktober 2009

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 4 1.1 Padi... 4 1.1.1 Klasifikasi... 4 1.1.2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu merepresentasikan aktivitas hipoglikemik yang dimiliki buah tin (Ficus carica L.) melalui penurunan kadar glukosa

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor. Pelaksanaan Penelitian selama

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Pada penelitian ini digunakan bahan diantaranya deksametason natrium fosfat farmasetis (diperoleh dari Brataco), PLGA p.a (Poly Lactic-co-Glycolic

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah 69 Lampiran 2. Gambar tumbuhan rimpang lengkuas merah a b Keterangan: a. Gambar tumbuhan lengkuas merah b. Gambar rimpang lengkuas merah 70 Lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian 23 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung selama 7 bulan, yaitu penelitian in vitro bulan Januari sampai Maret 2009 di Laboratorium Biokimia Institut Pertanian Bogor (IPB)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni laboratoris in vitro. B. Sampel Penelitian Subjek penelitian ini adalah Human Dermal Fibroblast,

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada kromosom yang berkaitan dengan timbulnya beragam kelainan, termasuk penyakit kanker. Selain dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker merupakan penyakit yang dikelompokkan sebagai penyakit terminal (Sudiana, 2011). Kanker menjadi penyebab kematian terbesar di dunia, sebanyak 7,6 juta orang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 5. Reaktor eterifikasi gliserol

III. METODOLOGI. Gambar 5. Reaktor eterifikasi gliserol III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biodiesel CPO dan jarak pagar, gliserol, tert-butyl alkohol (TBA), bentonit, zeolit, asam fosfat, HCl, alkohol, aquades

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Rendemen Ekstrak akar Acalypha indica Linn. dari tiga sediaan menunjukkan hasil rendemen yaitu, 1,85 %, 2,4 %, dan 1,9 %. 4.2. Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Surfaktan Terpilih Tahap awal penelitian ini dilakukan pemilihan jenis surfaktan. Pada tahap pemilihan jenis surfaktan ini menggunakan formula yang sama yaitu formula P. Surfaktan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Berbagai macam flora dan fauna dapat ditemui serta dapat dimanfaatkan, salah satunya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibuprofen merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme ibuprofen adalah menghambat isoenzim

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 5 1.1. Klasifikasi Tanaman...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci