BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
|
|
- Johan Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia yaitu mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan penduduk yaitu pada kemampuan penduduk untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu berupa kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Apabila penduduk mampu memenuhi kebutuhan hidupnya maka penduduk dapat dikatakan dalam kondisi yang sejahtera, namun sebaliknya apabila ternyata penduduk masih mengalami keterbatasan dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup maka dapat dikatakan bahwa penduduk tersebut belum berada pada kondisi yang sejahtera. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, penduduk melakukan suatu kegiatan yang dalam ilmu ekonomi biasa disebut kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi secara umum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menggunakan atau menghabiskan barang maupun jasa yang dilakukan oleh seseorang untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Secara umum, konsumsi dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu konsumsi bahan makanan maupun konsumsi bukan makanan. Hasil perhitungan Sensus Penduduk tahun 2010 (SP 2010) menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sampai dengan tahun 2010 jumlahnya sebesar 237,6 juta jiwa. Hal ini berarti Indonesia memiliki 237,6 juta orang yang melakukan aktivitas konsumsi barang dan jasa. Untuk melakukan kegiatan konsumsi ini, maka penduduk atau rumahtangga akan mengeluarkan atau membayarkan biaya yang disebut dengan pengeluaran penduduk untuk konsumsi. Menurut BPS, definisi pengeluaran rata-rata per kapita untuk konsumsi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumahtangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumahtangga. 1
2 Dalam konteks ekonomi mikro, salah satu hukum ekonomi terkait dengan teori perilaku konsumen yang populer yaitu Hukum Engel yang menyatakan bahwa apabila selera tidak berbeda maka persentase pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan akan menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan (Salvatore, 2006). Berdasarkan rumusan Hukum Engel tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bersifat berlawanan antara tingkat pendapatan dengan proporsi pengeluaran penduduk untuk konsumsi bahan makanan. Berdasarkan rumusan Hukum Engel tersebut juga tersirat bahwa pola konsumsi yang dilakukan penduduk dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kesejahteraan penduduk. Di mana, semakin tinggi tingkat kesejahteraan penduduk (yang ditandai dengan peningkatan pendapatan), maka terdapat kecenderungan adanya penurunan proporsi pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan. Sebaliknya, apabila proporsi pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan masih tinggi, maka dapat dikatakan tingkat kesejahteraan penduduk masih rendah. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji mengenai pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia. Pembangunan nasional di Indonesia tidak dipungkiri sudah menghasilkan kemajuan di berbagai bidang. Pembangunan nasional juga telah mampu mengubah struktur perekonomian Indonesia, dari struktur ekonomi berbasis sektor pertanian menjadi berbasis pada sektor industri manufaktur. Perekonomian Indonesia pun pada akhirnya mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Berdasarkan data proporsi Pendapatan Domestik pada periode tahun menunjukkan bahwa pada periode sektor pertanian masih menjadi sektor ekonomi yang memiliki sumbangan terbesar terhadap struktur PDB Indonesia namun dengan kecenderungan proporsi yang semakin menurun. Pada tahun 1969, proporsi sumbangan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia adalah sebesar 49,3%, kemudian pada tahun 1989 besaran sumbangan sektor pertanian menurun menjadi 23,4%. Pergeseran struktur perekonomian Indonesia mulai terjadi setelah periode tahun 2000-an, di mana sektor industri manufaktur menjadi sektor ekonomi dengan sumbangan paling dominan terhadap struktur PDB. Pada tahun 2005, porsi sumbangan sektor industri terhadap PDB adalah sebesar 27,4% dan pada tahun 2009 adalah sebesar 26,4%. Data 2
3 pendukung yang menunjukkan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Indonesia adalah sebagai berikut. Tabel 1.1. Proporsi Sumbangan Masing-Masing Sektor Ekonomi terhadap Struktur PDB Indonesia tahun No. Sektor ekonomi Pertanian 49,3% 28,1% 23,4% 13,1% 15,3% 2. Pertambangan 4,7% 21,85 13,1% 11,1% 10,5% 3. Industri pengolahan (manufaktur) 9,2% 10,3% 18,4% 27,4% 26,4% 4. Listrik, gas, air minum 0,5% 0,5% 0,6% 1,0% 0,8% 5. Bangunan 2,8% 5,6% 5,3% 7,0% 9,9% 6. Transportasi dan komunikasi 2,8% 4,4% 5,5% 15,6% 13,4% 7. Perdagangan 30,7% 28,4% 17,0% 6,5% 6,3% 8. Keuangan dan perbankan - - 6,4% 8,3% 7,2% 9. Jasa ,2% 10,3% 10,2% PDB Indonesia 100% 100% 100% 100% 100% Sumber: Diolah dari Data BPS, Namun, di sisi lain pembangunan nasional juga mengakibatkan terjadinya berbagai permasalahan yang kompleks, diantaranya yaitu terjadinya disparitas atau ketimpangan ekonomi antar wilayah. Fenomena disparitas atau ketimpangan ekonomi di Indonesia dijelaskan pula oleh Harefa (2010), dalam tulisannya yang berjudul Kebijakan Pembangunan dan Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah bahwa kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi Indonesia di masa lalu telah berhasil mengubah struktur ekonomi secara mengesankan dan mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Namun, perubahan struktur ekonomi ini hanya terjadi pada tingkat nasional, sedangkan pada tingkat daerah secara agregat relatif stagnan, terutama daerah-daerah di luar pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa peranan dan partisipasi daerah dalam pembangunan ekonomi nasional belum optimal. Ilustrasi dari permasalahan disparitas ekonomi antar wilayah di Indonesia dapat dilihat dari rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi-provinsi di Indonesia selama periode Berdasarkan data BPS diketahui bahwa pusat perekonomian Indonesia masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa 3
4 dengan menguasai PDRB sebesar 60,98% dari total PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi yang memiliki persentase PDRB terbesar yaitu sebesar 17,73% dari total PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Sedangkan Provinsi Gorontalo menjadi wilayah dengan persentase terkecil, yakni hanya sebesar 0,12% dari total PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Tabel 1.2. Rata-Rata Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi Tahun No. Provinsi Rata-rata PDRB Tahun (milyar rupiah) Persentase (%) 1. Aceh ,63 1,65% 2. Sumatera Utara ,69 5,31% 3. Sumatera Barat ,31 1,74% 4. Riau ,75 4,42% 5. Jambi ,49 0,78% 6. Sumatera Selatan ,02 2,89% 7. Bengkulu 7.991,66 0,37% 8. Lampung ,22 1,73% 9. Kep. Bangka Belitung ,49 0,49% 10. Kepulauan Riau ,72 1,84% 11. DKI Jakarta ,08 17,73% 12. Jawa Barat ,93 14,49% 13. Jawa Tengah ,37 8,41% 14. DI Yogyakarta ,75 0,95% 15. Jawa Timur ,29 15,42% 16. Banten ,34 3,98% 17. Bali ,11 1,30% 18. Nusa Tenggara Barat ,71 0,84% 19. Nusa Tenggara Timur ,51 0,57% 20. Kalimantan Barat ,30 1,37% 21. Kalimantan Tengah ,78 0,84% 22. Kalimantan Selatan ,93 1,37% 23. Kalimantan Timur ,73 5,02% 24. Sulawesi Utara ,52 0,81% 25. Sulawesi Tengah ,26 0,78% 26. Sulawesi Selatan ,93 2,28% 4
5 No. Provinsi Rata-rata PDRB Tahun (milyar rupiah) Persentase (%) 27. Sulawesi Tenggara ,70 0,52% 28. Gorontalo 2.762,61 0,12% 29. Sulawesi Barat 4.447,48 0,21% 30. Maluku 4.094,05 0,19% 31. Maluku Utara 2.880,90 0,13% 32. Papua Barat 8.952,24 0,42% 33. Papua ,52 1,00% Jumlah 33 Provinsi ,05 100,00% Sumber: Dihitung dari data PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi Tahun ; BPS (2014) Perbedaan karakteristik wilayah antar provinsi di Indonesia tersebut, terutama terkait dengan adanya disparitas perkembangan ekonomi dari masing-masing provinsi, menimbulkan pertanyaan menarik berkaitan dengan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi. Penelitian ini bermaksud mengeksplorasi variasi pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia apakah memiliki kecenderungan yang sama atau tidak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia Rumusan Permasalahan Permasalahan utama yang mendasari dilakukannya penelitian ini yaitu masalah masih relatif rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk di Indonesia. Masalah tersebut semakin diperparah dengan adanya disparitas (ketimpangan) perkembangan ekonomi yang lebar antar wilayah di Indonesia. Disparitas (ketimpangan) perkembangan ekonomi tersebut secara umum juga menunjukkan terjadinya ketimpangan tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggi antar wilayah di Indonesia. Kedua permasalahan inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini. Rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk di Indonesia dapat dicerminkan dari fakta bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia masih relatif tinggi. 5
6 Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa meskipun tren jumlah penduduk miskin cenderung menurun, namun apabila dilihat proporsinya jumlah penduduk miskin tersebut masih relatif tinggi. Tahun 2007 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37,17 juta jiwa atau apabila diproporsikan setara dengan 16,58% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Jumlah penduduk miskin kemudian terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2012 jumlahnya menjadi sebesar 28,60 juta jiwa atau sama dengan 11,66%. Berikut ini data jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 (lihat tabel 1.3). Tahun Tabel 1.3. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia tahun Jumlah Penduduk Miskin (dalam juta jiwa) Persentase (%) Desa (Rural) Kota (Urban) Desa+Kota (Rural+Urban) Desa (Rural) Kota (Urban) Desa+Kota (Rural+Urban) ,56 23,60 37,16 12,52 20,37 16, ,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15, ,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14, ,10 19,92 31,02 9,87 16,56 13, ,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12, ,51 18,09 28,60 8,60 14,70 11,66 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Sedangkan terkait dengan permasalahan disparitas (ketimpangan) perkembangan ekonomi antar provinsi di Indonesia, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pusat perekonomian Indonesia masih didominasi oleh provinsiprovinsi di Pulau Jawa dengan menguasai PDRB sebesar 60,98% dari total PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi yang memiliki persentase PDRB paling dominan yakni 17,73%. Nilai persentase PDRB Provinsi DKI Jakarta tersebut sangat timpang apabila dibandingkan dengan persentase PDRB Provinsi Gorontalo yang hanya sebesar 0,12%. Kombinasi antara permasalahan kemiskinan dan disparitas (ketimpangan) ekonomi antar wilayah di Indonesia inilah yang mendasari penulis untuk mengkaji melalui suatu penelitian secara lebih mendalam. 6
7 1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian merupakan acuan bagi peneliti untuk membantu mencapai tujuan penelitian. Menurut Yunus (2010), pertanyaan penelitian dijelaskan sebagai panduan bagi peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian. Pertanyaan penelitian tersebut berfungsi menggantikan peranan hipotesis dalam penelitian yang menggunakan hipotesis sebagai media untuk mengarahkan peneliti dalam usahanya mencapai target penelitiannya. Dalam penelitian ini, rumusan pertanyaan penelitian yang digunakan yaitu: 1. bagaimana dinamika antar waktu (kecenderungan perkembangan) pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia tahun ? 2. bagaimana variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia. 3. bagaimana hubungan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah maksud yang hendak dicapai dari penelitian yang dilakukan. Perumusan tujuan penelitian sangat erat kaitannya dengan permasalahan penelitian (Tukiran, 2009). Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1. mengidentifikasi dan menjelaskan dinamika antar waktu (kecenderungan perkembangan) pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia. 2. menjelaskan variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia. 3. menguji hubungan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu dalam hal: 1. Menemukan pola pengeluaran untuk konsumsi penduduk Indonesia; 7
8 2. Memberikan gambaran mengenai variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia 3. Memberikan gambaran mengenai hubungan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan berguna untuk memberikan masukan bagi pemerintah, yaitu dalam hal: 1. Memahami kecenderungan perilaku konsumsi dari penduduk di Indonesia; 2. Distribusi tingkat kesejahteraan penduduk di Indonesia Penelitian Sebelumnya Pada sub bab ini dijelaskan mengenai penelitian-penelitian dengan tema terkait pengeluaran rata-rata penduduk untuk konsumsi yang sebelumnya sudah pernah dilakukan. Penelitian-penelitian sebelumnya tersebut digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian yang dilakukan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesamaan identik dalam pelaksanaan penelitian ini, sehingga keaslian dari penelitian yang dilakukan tetap terjaga. Penelitian dengan tema besar mengenai pola konsumsi penduduk dan tingkat pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia yang sebelumnya sudah pernah dilakukan diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sayekti (2008) dengan judul Pola Konsumsi Pangan Rumahtangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Non Beras di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui apakah terdapat perbedaan pola konsumsi pangan rumahtangga di Indonesia pada wilayah historis makanan pokok beras dan non-beras, daerah perkotaan dan perdesaan serta pola konsumsi rumahtangga pada berbagai strata pendapatan. Gambaran pola konsumsi disajikan dan dianalisis melalui tabel dan grafik terhadap 11 (sebelas) kelompok pangan di Indonesia, dengan wilayah Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan Papua sebagai wilayah penelitiannya yang dipilih secara random. Sumber data penelitian ini yaitu data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1999 dan Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan pola konsumsi pangan pada wilayah dan strata pendapatan yang berbeda 8
9 untuk beberapa kelompok pangan. Konsumsi karbohidrat padi-padian pada wilayah historis makanan pokok beras lebih tinggi daripada konsumsi pada wilayah historis konsumsi non beras. Kemudian, pada seluruh wilayah diketahui bahwa semakin tinggi pendapatan semakin rendah konsumsi pangan karbohidrat padi-padian dan semakin tinggi konsumsi sumber protein hewani daging, telur dan susu, serta makanan dan minuman jadi. Apabila dibandingkan dengan penelitian Sayekti (2008) tersebut, maka dapat diketahui perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan yaitu bahwa Sayekti dalam penelitiannya hanya fokus pada pola konsumsi pangan/bahan makanan (food), sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan selain mengkaji pada konsumsi bahan makanan (food) juga mengkaji konsumsi bukan makanan (non-food). Wilayah penelitian juga berbeda, di mana Sayekti dalam penelitiannya memilih 3 (tiga) provinsi secara random yakni Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan Papua. Sedangkan dalam penelitian yang penulis lakukan berupaya untuk memperoleh gambaran umum mengenai pola konsumsi penduduk di Indonesia, dengan unit analisis seluruh provinsi di Indonesia. Penelitian berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih, dkk (2010) dengan judul Analisis Pola Pengeluaran Rumahtangga menurut Tingkat Ketahanan Pangan di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola pengeluaran pangan menurut tingkat ketahanan pangan rumahtangga di Jawa Tengah. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenjang, yaitu tahan, kurang, rentan dan rawan pangan. Data yang digunakan yaitu data Susenas Panel Maret 2008 yang berupa data mentah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang cukup besar dalam proporsi pengeluaran pangan antara rumahtangga tahan dan kurang pangan dengan rumahtangga rentan dan rawan pangan. Pada setiap tingkatan ketahanan pangan rumahtangga, pengeluaran rumahtangga untuk makanan-minuman jadi menunjukkan proporsi tertinggi dibandingkan dengan kelompok pangan lain. Semakin tidak tahan pangan suatu rumahtangga, semakin tinggi proporsi pengeluaran untuk tembakau. Pada setiap kelompok rumahtangga menurut tingkat ketahanan pangan, rumahtangga di wilayah perkotaan mempunyai proporsi pengeluaran beras lebih kecil dibandingkan rumahtangga di wilayah perdesaan. 9
10 Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih, dkk (2010) dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu pada ruang lingkup penelitian, terutama pada lingkup wilayah penelitian maupun lingkup waktu. Secara substansi penelitian Purwaningsih, dkk (2010) fokus mengkaji pola pengeluaran rumahtangga menurut tingkat ketahanan pangan, sedangkan penelitian yang hendak dilakukan penulis mengkaji pola pengeluaran rata-rata per kapita secara umum. Lokasi penelitian yang dilakukan Purwaningsih, dkk (2010) yaitu di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data mentah Susenas pada 1 (satu) titik waktu yaitu tahun Tulisan Novita dan Mukhyar (2001), membahas mengenai Pola Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2009 dengan sumber data utama berupa data primer hasil wawancara langsung kepada responden menggunakan alat bantu kuesioner. Metode dalam pengambilan sampel responden yaitu dengan penarikan contoh secara sengaja (Purposive Sampling). Selain data primer tersebut, penelitian ini juga didukung dengan data sekunder yang bersumber dari instansi-instansi terkait. Lokasi penelitian ini yaitu 2 (dua) kecamatan terpilih di Kabupaten Banjar, tepatnya di Kecamatan Martapura dan Kecamatan Gambut. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada pertanian padi sawah di kedua wilayah tersebut tingkat produksinya relatif tinggi. Proses analisis pola pengeluaran pangan dan bukan pangan rumahtangga petani di Kabupaten Banjar dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif berupa tabel-tabel sederhana (analisis univariat) di mana analisis pola pengeluaran pangan ini dibedakan dalam besaran nilai mutlak rupiah/kapita/hari maupun dalam bentuk persentase. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase pengeluaran rumahtangga petani sawah di Kabupaten Banjar lebih dominan untuk pangan daripada bukan pangan, di mana rata-rata pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 6.818,82 perkapita perhari (52,30%) berbanding dengan pengeluaran bukan pangan sebesar Rp 6.219,27 perkapita perhari (47,70%). Berdasarkan pada tingginya pengeluaran rumahtangga petani untuk pangan dibandingkan pengeluaran bukan pangan tersebut, menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani padi di Kabupaten Banjar masih harus ditingkatkan. Dari hasil perhitungan terhadap 90 orang petani padi yang menjadi 10
11 sampel penelitian diketahui bahwa 35,56% diantaranya tergolong tidak mampu, di mana persentase pengeluaran untuk pangan lebih dari 60% dari total pengeluarannya. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Novita dan Mukhyar (2011) dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu pada ruang lingkup penelitian dan pada sumber data yang digunakan. Secara substansi penelitian Purwaningsih, dkk (2010) fokus mengkaji pola pengeluaran rumahtangga petani padi sawah menurut, sedangkan penelitian yang hendak dilakukan penulis mengkaji pola pengeluaran rata-rata per kapita secara keseluruhan dengan melihat data rata-rata pengeluaran penduduk untuk konsumsi menurut provinsi di Indonesia. Lokasi penelitian yang dilakukan Sari Novita dan Fardianah Mukhyar (2011) yaitu di Kecamatan Gambut dan Martapura Barat dengan menggunakan sumber data utama berupa data primer yang diperoleh dari hasil wawancara terstruktur (menggunakan kuesioner) terhadap 90 orang petani padi sawah yang menjadi responden terpilih. Berikutnya, tulisan dari Rachman dan Supriyati (2004), mengkaji Pola Konsumsi dan Pengeluaran Rumahtangga (Kasus Rumahtangga di Perdesaan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan). Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga di perdesaan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sumber data penelitian ini yaitu data hasil survei Panel Petani Nasional (PATANAS) oleh Puslitbang Sosek Pertanian (PSE). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif melalui tabeltabel analisis. Pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga dianalisis dalam periode satu tahun, sedangkan untuk perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga dianalisis pada 2 (dua) periode yaitu tahun 1997 dan Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bahwa kegiatan konsumsi dan tingkat pengeluaran rumahtangga di daerah penelitian memiliki pola serupa antar lokasi yaitu bahwa proporsi atau pangsa pengeluaran pangan masih mendominasi struktur pengeluaran rumahtangga. Pada periode terjadi peningkatan pendapatan rumahtangga secara nominal di semua lokasi penelitian, namun secara riil (setara beras) menurun, kecuali di desa-desa penelitian di Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan daya beli rumahtangga terhadap komoditas pangan. Kemudian, terkait dengan upaya pemantapan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan rumahtangga di daerah penelitian umumnya meningkatkan konsumsi jenis pangan secara kuantitas 11
12 maupun nilai pengeluaran, namun dari sisi kualitas relatif tetap bahkan untuk beberapa jenis komoditas cenderung menurun. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Rachman dan Supriyati (2004) dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu pada ruang lingkup penelitian dan pada sumber data yang digunakan. Secara substansi penelitian Rachman dan Supriyati (2010) fokus mengkaji pola pengeluaran rumahtangga perdesaan terpilih di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode , sedangkan penelitian yang hendak dilakukan penulis mengkaji pola pengeluaran ratarata per kapita secara keseluruhan dengan melihat data rata-rata pengeluaran penduduk untuk konsumsi menurut provinsi di Indonesia pada rentang waktu Mengenai sumber data yang digunakan, penelitian dari Rachman dan Supriyati ini berbasis pada data hasil survei Panel Petani Nasional (PATANAS) oleh Puslitbang Sosek Pertanian (PSE), sedangkan penelitian yang hendak dilakukan penulis akan menggunakan data publikasi hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Reni Kustiari dan Sri Nuryanti (2008), menulis penelitian berjudul Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadao Konsumsi dan Harga di Pasar Domnestik. Penelitian tersebut bertujuan (i) menganalisis volatilitas harga di pasar dunia vs pasar domestik; (ii) menganalisis kointegrasi antara harga di tingkat petani, harga grosir, harga eceran dan harga di pasar dunia; dan (iii) mengkaji dampak perubahan harga terhadap tingkat konsumsi masyarakat perdesaan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu: (i) pendekatan yang digunakan untuk melihat volatilitas harga yaitu dengan koefisien variasi dan uji integrasi (unit root); dan (ii) pendekatan yang digunakan untuk melihat integrasi pasar yaitu koefisien korelasi, model Ravalliondan uji keterpaduan (cointegration). Kemudian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pertama, harga komoditas pangan di pasar dunia sesudah tahun 1994, era liberalisasi perdagangan global, lebih volatile dibandingkan dengan sebelumnya, akibatnya akan sangat beresiko terjadi ketergantungan konsumsi domestik kepada pasar dunia. Kedua, tata niaga jagung dan kedelai tidak diatur oleh pemerintah, perkembangan harga di tingkat petani tidak mengikuti perkembangan harga di pasar dunia. Ketiga, terdapat kecenderungan naiknya harga pangan, menyebabkan terjadinya perubahan 12
13 pola makan masyarakat. Makanan poko masyarakat bergeser dari beras ke ke jenis komoditas selain beras yaitu beras jagung dan pangan berbahan baku gandum (tepung terigu dan mie instan). Perbedaan utama penelitian yang dilakukan oleh Reni Kustiari dan Sri Nuryanti dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu pada fokus substansi penelitian.reni Kustiari dan Sri Nuryanti menekankan penelitiannya pada aspek harga pasar dunia dari komoditas pangan dan pengaruhnya pada tingkat konsumsi domestik. Sedangkan peneliti dalam kajiannya menekankan pada pola pengeluaran rata-rata per kapita secara keseluruhan dengan melihat data rata-rata pengeluaran penduduk untuk konsumsi menurut provinsi di Indonesia. Hal baru yang menjadi pembeda dari pembeda penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada beberapa aspek berikut: 1. Analisis pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dilakukan secara komprehensif untuk kelompok bahan makanan (food) maupun bahan bukan makanan (non-food), tidak hanya fokus pada salah satu jenis bahan ataupun jenis komoditas yang di konsumsi; 2. Pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi yang hendak diteliti bukan merupakan kondisi pola konsumsi pada satu titik waktu saja, namun merupakan gambaran kecenderungan perkembangan (trend) pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi secara time-series; 3. Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan wilayah penelitian yang meliputi 33 (tigapuluh tiga) provinsi di Indonesia, yaitu agar dapat mengetahui variasi keruangan dari pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antara provinsi-provinsi di Indonesia; 4. Analisis hubungan antara pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia. Berikut disajikan detail perbandingan penelitian yang akan dilaksanakan dengan penelitian-penelitian dengan tema terkait pengeluaran rata-rata penduduk untuk konsumsi yang pernah dilakukan sebelumnya disajikan secara rinci pada tabel 1.4 sebagai berikut. 13
14 Tabel 1.4. Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya No. Peneliti dan Judul Penelitian 1. A. Ayiek Sih Sayekti (2008), Pola Konsumsi Pangan Rumahtangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Non Beras di Indonesia 2. Yunastiti Purwaningsih, dkk (2010), Analisis Pola Pengeluaran Rumahtangga menurut Tingkat Ketahanan Pangan di Provinsi Jawa Tengah Tujuan Penelitian Sumber Data dan Metode Penelitian Hasil Yang Diperoleh Mengetahui perbedaan pola konsumsi pangan rumahtangga di Indonesia pada wilayah historis makanan pokok beras dan non-beras, daerah perkotaan dan perdesaan serta pola konsumsi rumahtangga pada berbagai strata pendapatan. Menganalisis pola pengeluaran pangan menurut tingkat ketahanan pangan rumahtangga di Jawa Tengah. Sumber Data: Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1999 dan Metode Penelitian: Analisis deskriptif kuantitatif Gambaran pola konsumsi disajikan dan dianalisis melalui tabel dan grafik terhadap 11 (sebelas) kelompok pangan di Indonesia, dengan wilayah Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan Papua sebagai wilayah penelitiannya yang dipilih secara random. Sumber Data: Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Panel Maret 2008 (data mentah). Metode Penelitian: Analisis deskriptif kuantitatif Lokasi penelitian: Provinsi Jawa Tengah Tingkat ketahanan pangan rumahtangga dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenjang, yaitu tahan, kurang, rentan dan rawan pangan. Terdapat perbedaan pola konsumsi pangan pada wilayah dan strata pendapatan yang berbeda untuk beberapa kelompok pangan. Konsumsi karbohidrat padi-padian pada wilayah historis makanan pokok beras lebih tinggi daripada konsumsi pada wilayah historis konsumsi non beras. Pada seluruh wilayah diketahui bahwa semakin tinggi pendapatan semakin rendah konsumsi pangan karbohidrat padi-padian dan semakin tinggi konsumsi sumber protein hewani daging, telur dan susu, serta makanan dan minuman jadi. Terdapat perbedaan yang cukup besar dalam proporsi pengeluaran pangan antara rumahtangga tahan dan kurang pangan dengan rumahtangga rentan dan rawan pangan. Pada setiap tingkatan ketahanan pangan rumahtangga, pengeluaran rumahtangga untuk makanan-minuman jadi menunjukkan proporsi tertinggi dibandingkan dengan kelompok pangan lain. 14
15 No. Peneliti dan Judul Penelitian 3. Sari Novita dan Fardianah Mukhyar (2011), Kajian: Pola Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Kabupaten Banjarmasin Kalimantan Selatan 4. Handewi P.S. Rachman dan Supriyati (2004), Pola Konsumsi dan Pengeluaran Rumahtangga (Kasus Rumahtangga di Perdesaan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan). Tujuan Penelitian Sumber Data dan Metode Penelitian Hasil Yang Diperoleh Menganalisis pola pengeluaran pangan dan bukan pangan pada rumahtangga petani padi sawah di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Mengkaji perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga di perdesaan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sumber Data: Data Primer hasil wawancara dengan petani padi sawah (menggunakan alat bantu kuesioner). Data sekunder pendukung. Metode Penelitian: Metode pengambilan sampel: Purpossive Sampling Analisis deskriptif kuantitatif Lokasi penelitian: Kecamatan Gambut dan Martapura Barat. Sumber Data: Data hasil survei Panel Petani Nasional (PATANAS) oleh Puslitbang Sosek Pertanian (PSE). Metode Penelitian: Analisis deskriptif melalui tabel-tabel analisis. Konsumsi dan pengeluaran rumahtangga dianalisis dalam periode satu tahun. Rata-rata persentase pengeluaran rumahtangga petani sawah di Kabupaten Banjar lebih dominan untuk pangan daripada bukan pangan, di mana rata-rata pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 6.818,82 perkapita perhari (52,30%) berbanding dengan pengeluaran bukan pangan sebesar Rp 6.219,27 perkapita perhari (47,70%). Dari hasil perhitungan terhadap 90 orang petani padi yang menjadi sampel penelitian diketahui bahwa 35,56% diantaranya tergolong tidak mampu, di mana persentase pengeluaran untuk pangan lebih dari 60% dari total pengeluarannya. Pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga di daerah penelitian memiliki pola serupa antar lokasi yaitu bahwa proporsi atau pangsa pengeluaran pangan masih mendominasi struktur pengeluaran rumahtangga. Pada periode terjadi peningkatan pendapatan rumahtangga secara nominal di semua lokasi penelitian, namun secara riil (setara beras) menurun, kecuali di desa-desa penelitian di Sulawesi 15
16 No. Peneliti dan Judul Penelitian 5. Reni Kustiari dan Sri Nuryanti (2008), Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadao Konsumsi dan Harga di Pasar Domnestik Tujuan Penelitian Sumber Data dan Metode Penelitian Hasil Yang Diperoleh 1. Menganalisis volatilitas harga di pasar dunia vs pasar domestik; 2. Menganalisis kointegrasi antara harga di tingkat petani, harga grosir, harga eceran dan harga di pasar dunia; 3. Mengkaji dampak perubahan harga terhadap tingkat konsumsi masyarakat perdesaan. Perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga dianalisis pada 2 (dua) periode yaitu tahun 1997 dan Lokasi penelitian: Desa-Desa Obyek Survei PATANAS di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Metode Penelitian: Pendekatan yang digunakan untuk melihat volatilitas harga yaitu dengan koefisien variasi dan uji integrasi (unit root). Pendekatan yang digunakan untuk melihat integrasi pasar yaitu koefisien korelasi, model Ravalliondan uji keterpaduan (cointegration). Selatan. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan daya beli rumahtangga terhadap komoditas pangan. Terkait dengan upaya pemantapan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan rumahtangga di daerah penelitian umumnya meningkatkan konsumsi jenis pangan secara kuantitas maupun nilai pengeluaran, namun dari sisi kualitas relatif tetap bahkan untuk beberapa jenis komoditas cenderung menurun. Harga komoditas pangan di pasar dunia sesudah tahun 1994, era liberalisasi perdagangan global, lebih volatile dibandingkan dengan sebelumnya, akibatnya akan sangat beresiko terjadi ketergantungan konsumsi domestik kepada pasar dunia. Tata niaga jagung dan kedelai tidak diatur oleh pemerintah, perkembangan harga di tingkat petani tidak mengikuti perkembangan harga di pasar dunia. Terdapat kecenderungan naiknya harga pangan, menyebabkan terjadinya perubahan pola makan masyarakat. 16
17 No. Peneliti dan Judul Penelitian 6. Fikri Muslim (2016), Pola Pengeluaran Penduduk untuk Konsumsi dan Hubungannya Dengan Kondisi Sosial Ekonomi Provinsi Di Indonesia Tahun Tujuan Penelitian Sumber Data dan Metode Penelitian Hasil Yang Diperoleh 1. mengidentifikasi dan menjelaskan dinamika antar waktu (kecenderungan perkembangan) pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia; 2. menjelaskan variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar provinsi di Indonesia; 3. menguji hubungan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia. Sumber Data: Data pengeluaran rata-rata per kapita dalam sebulan untuk kelompok barang makanan (food) dan bukan makanan (non-food) Metode Peneleitian: Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan analisis berbasis data sekunder dalam rentang waktu Teknik analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yaitu analisis deskriptif dan regresi dengan data time series. Variabel penelitian yang digunakan meliputi variabel pengeluaran untuk konsumsi penduduk indonesia dan jenis bahan yang dikonsumsi, variabel ekonomi wilayah dan variabel demografi (sosial). Makanan poko masyarakat bergeser dari beras ke ke jenis komoditas selain beras yaitu beras jagung dan pangan berbahan baku gandum (tepung terigu dan mie instan). 17
18 1.7. Batasan Operasional 1. Kebutuhan Penduduk adalah barang atau jasa yang diperlukan oleh penduduk untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Kebutuhan penduduk dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu kebutuhan bahan makanan (food) dan kebutuhan bahan bukan makanan (non-food). 2. Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh penduduk yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk dan kepuasan secara langsung. Konsumsi dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu konsumsi bahan makanan (food) dan konsumsi bahan bukan makanan (nonfood). 3. Konsumsi Bahan Makanan (Food) adalah kegiatan penduduk dalam mengkonsumsi bahan makanan. 4. Konsumsi Bukan Makanan (Non-Food) adalah kegiatan penduduk dalam mengkonsumsi bahan bukan makanan. 5. Pendapatan Penduduk adalah besaran upah atau hak yang diterima oleh penduduk dan diakui sebagai penambah kekayaan bersih. 6. Besaran Pengeluaran Penduduk untuk Konsumsi Bahan Makanan (Food) adalah bagian pendapatan penduduk yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan bahan makanan. 7. Besaran Pengeluaran Penduduk untuk Konsumsi Bukan Makanan (Non- Food) adalah bagian pendapatan penduduk yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan bukan makanan. 8. Jenis Konsumsi Bahan Makanan (Food) adalah jenis-jenis komoditas bahan makanan yang dikonsumsi oleh penduduk. Dalam penelitian ini komoditas bahan makanan mengacu pada kategorisasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik yang terdiri dari 14 (empat belas) kelompok barang yaitu padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telor dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbubumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, dan tembakau dan sirih. 18
19 9. Jenis Konsumsi Bukan Makanan (Non-Food) adalah jenis-jenis komoditas bukan makanan yang dikonsumsi oleh penduduk. Dalam penelitian ini komoditas bukan makanan mengacu pada kategorisasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik yang terdiri 6 (enam) kelompok barang yang terdiri dari perumahan dan fasilitas rumahtangga, barang dan jasa, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang-barang yang tahan lama, pajak dan asuransi dan keperluan pesta dan upacara. 10. Pola Pengeluaran Penduduk untuk Konsumsi adalah tren atau kecenderungan besaran pengeluaran dan komposisi jenis konsumsi yang dilakukan oleh penduduk. 11. Kesejahteraan Penduduk adalah suatu kondisi di mana penduduk mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan hidupnya, baik itu kebutuhan bahan makanan (food) dan kebutuhan bahan bukan makanan (non-food). 19
PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011
BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010
BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran
Lebih terperinciIV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA
IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009
BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012
BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013
No., 05/01/81/Th. XV, 2 Januari 2014 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di Maluku
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya
Lebih terperinciKEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016
No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 28,54 PERSEN Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016
No. 05/01/Th. XX, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 10,70 PERSEN Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciKEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014
No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 864,11 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin di Papua pada bulan September
Lebih terperinciDAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008
BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 42/07/76/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 SEBANYAK 152,73 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017
2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi
Lebih terperinciKatalog : 3201023 Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2014 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog : 3201023 Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2014 POLA PENGELUARAN DAN KONSUMSI PENDUDUK
Lebih terperinciKEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017
No. 38/07/94/Th.IX 17 Juli 2017 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 27,62 PERSEN Persentase penduduk miskin di Provinsi Papua selama enam bulan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan
Lebih terperinciBAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL
BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 41/07/76/Th.XI, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 149,76 RIBU JIWA (11,30 PERSEN) Persentase penduduk miskin
Lebih terperinciKEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2016
No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 3 Januari 2017 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 28,40 PERSEN Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 5/01/76/Th. X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 SEBANYAK 153,21 RIBU JIWA Persentase penduduk
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk
Lebih terperinciKEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2015
No. 56/ 10/ 94/ Th.IX, 1 Oktober 2015 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 28,17 PERSEN Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015
BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XVII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2015 MENGALAMI KONTRAKSI 0,09 PERSEN,
Lebih terperinciKEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER 2015
KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER 2015 No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 28,40 PERSEN Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Profil Kemiskinan Provinsi Bengkulu September 2017 No. 06/01/17/Th. XII, 2 Januari 2018 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI BENGKULU Profil Kemiskinan Provinsi Bengkulu September 2017 Persentase Penduduk Miskin
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016
2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XVIII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2016 TUMBUH 5,57 PERSEN LEBIH
Lebih terperinciTabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi
Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XVII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,05 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2015 Perekonomian Lampung triwulan I-2016
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015
No. 10/02/14/Th. XVII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN EKONOMI RIAU TAHUN TUMBUH 0,22 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Riau tahun yang diukur berdasarkan Produk Domestik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai kebutuhan yang tiada henti, karena memang pada dasarnya manusia tidak lepas dari kebutuhan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013
BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 28,55 JUTA ORANG Pada bulan September 2013, jumlah
Lebih terperinciDATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014
DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun
Lebih terperinciBPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/Th.XVII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 Perekonomian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup masyarakat.
Lebih terperinciDINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata
Lebih terperinciRELEASE NOTE INFLASI JULI 2016
Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm
Lebih terperinciKOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN
KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG
Lebih terperinciPERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.
PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN
Lebih terperinciRELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016
Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan
Lebih terperinciPROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT
No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2017
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2017 Ekonomi Provinsi Lampung Triwulan III- 2017 Tumbuh 5,21 Persen Melambat Dibandingkan Triwulan III- 2016 Perekonomian
Lebih terperinciESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT
ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI Adi Bhakti Dosen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Jambi adibhakti@unja.ac.id ABSTRACT This study aims
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014
BADAN PUSAT STATISTIK No. 52/07/Th. XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 28,28 JUTA ORANG Pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 26/07/31/Th XI, 1 Juli 2009 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta pada bulan Maret
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016
BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, seseorang akan melakukan sesuatu kegiatan yang disebut konsumsi. Konsumsi merupakan suatu kegiatan menikmati nilai daya guna dari
Lebih terperinciRELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016
Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm
Lebih terperinciSTATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013
STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017
PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 10,64 PERSEN No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017 Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 TUMBUH 5,07 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2014
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 05/08/Th.XVI, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 TUMBUH 5,07 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2014 Perekonomian
Lebih terperinciPREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi
LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4
Lebih terperinciRINGKASAN DATA DAN INFORMASI KEMISKINAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2016 ISSN : 2528-2271 Nomor Publikasi : 53520.1702 Katalog : 3205008.53 Jumlah halaman : viii + 24 halaman Ukuran : 21 cm x 14,5 cm
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017
No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur
Lebih terperinciV. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang
121 V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA Dalam penelitian ini ketahanan pangan diukur berdasarkan ketersediaan pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang ketersediaan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016
BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN
Lebih terperinciPopulasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),
Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung
Lebih terperinciRELEASE NOTE INFLASI MEI 2016
Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 No. 63/11/Th.XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 EKONOMI DIY TRIWULAN III-
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN II-2016
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 44/08/94/Th. VI, 5 Agustus 2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 107,96
+ BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVIII, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 107,96 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR 110,47
BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA INDEKS TENDENSI KONSUMEN D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN SEBESAR 110,47 No. 45/08/34/Th.XV, 2 Agustus A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi merupakan pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu terentu. Pengeluaran konsumsi menjadi komponen
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2015
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 05/02/Th.XVII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2015 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2015 TUMBUH 5,13 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung tahun
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2017 SEBESAR 104,13
+ BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 28/05/34/Th.XIX, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2017 SEBESAR 104,13 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Lebih terperinciPerkembangan Indeks Produksi Triwulanan
KATALOG BPS : 6104008 Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan INDUSTRI MIKRO DAN KECIL 2012-2014 BADAN PUSAT STATISTIK KATALOG BPS : 6104008 Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan INDUSTRI MIKRO DAN
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2015
BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 65/11/34/Th.XVII, 5 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 5,57 PERSEN, LEBIH TINGGI
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014
No. 05/01/17/IX, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 316,50 RIBU ORANG - TREN KEMISKINAN SEPTEMBER 2014 MENURUN DIBANDINGKAN
Lebih terperinciIV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA
31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi
Lebih terperinciBPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.
BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER 2016 No. 08/07/18/TH.IX, 3 Januari 2017 Angka kemiskinan Lampung dari penghitungan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2016
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN
No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciPola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013
Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi
Lebih terperinciBPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/10/18/Th. X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung September 2016 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar
Lebih terperinciBPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.
BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET 2016 No. 08/07/18/TH.VIII, 18 Juli 2016 Angka kemiskinan Lampung dari penghitungan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016 mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya sudah merupakan kebiasaan. Prevalensi konsumsi rokok cenderung meningkat dari
Lebih terperinciNILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN Nilai Tukar Petani Subsektor Peternakan Merupakan NTP tertinggi, dengan Angka 116,18 NTP Provinsi Lampung Oktober
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung
Lebih terperinciRILIS HASIL AWAL PSPK2011
RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 TUMBUH 5,26 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN III-2015
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/11/Th.XVII, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 TUMBUH 5,26 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN III-2015
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/07/31/Th. XII, 1 Juli 2010 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN
BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,
Lebih terperinciTinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras
ARTIKEL Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi oleh Rumah Tangga Tahun 2007 Oleh: Slamet Sutomo RINGKASAN Ditinjau dari sisi produksi dan konsumsi secara total, produksi beras di Indonesia pada tahun 2007
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan kategori bisnis berskala kecil menengah yang dipercaya mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia,
Lebih terperinciLaporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.
BAB I PENDAHULUAN Sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi adalah struktur ekonomi yang berimbang, yaitu industri maju yang didukung oleh pertanian yang tangguh. Untuk mencapai sasaran tersebut,
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/18/Th.XVIII, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2016
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciPERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2)
PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN (PTE101002) PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2) TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. Dr.Ir. Rini Dwiastuti, MS (Editor) TM 3 MATERI PEMBELAJARAN Sektor
Lebih terperinci