DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA"

Transkripsi

1 DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA Handewi P.S. Rachman, Mewa Ariani, dan T.B. Purwantini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi keragaan provinsi-provinsi di Indonesia menurut derajat ketahanan pangan rumah tangga. Analisis dilakukan dengan menggunakan klasifikasi silang dua indikator yaitu pangsa pengeluaran pangan (proksi peubah ekonomi) dan tingkat kecukupan konsumsi energi (proksi peubah gizi). Data yang digunakan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 dari Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Secara nasional, lebih dari 30 persen rumah tangga di Indonesia tergolong rawan pangan, di daerah perkotaan sekitar 27 persen dan di pedesaan sekitar 33 persen; (2) Dari 26 provinsi di Indonesia, 7 provinsi yang tergolong memiliki tingkat kerawanan pangan rumah tangga tinggi, 3 provinsi memiliki tingkat kerawanan pangan rendah, sisanya berada di antara kedua kategori tersebut; (3) Proporsi rumah tangga yang tergolong rentan pangan di Indonesia mencapai lebih dari 47 persen, di perkotaan dan pedesaaan masingmasing sekitar 34 persen dan 56 persen; (4) Proporsi rumah tangga yang termasuk kurang pangan sekitar 10 persen, di perkotaan dan pedesaan masing-masing sebesar 18 persen dan 5 persen. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, studi ini menyarankan pentingnya dilakukan pemetaan wilayah (kabupaten, kecamatan sampai desa) menurut derajat ketahanan pangan rumah tangga. Hal ini penting untuk menetapkan prioritas dan fokus sasaran intervensi kebijakan pangan dan gizi dalam upaya pemantapan ketahanan pangan rumah tangga. Intervensi bagi kelompok rumah tangga kurang pangan diprioritaskan pada upaya penyadaran dan peningkatan pengetahuan pangan dan gizi. Untuk kelompok rumah tangga rentan pangan, karena secara ekonomi kurang memiliki kemampuan maka intervensi lebih diprioritaskan pada upaya peningkatan pendapatan untuk lebih akses terhadap pangan sumber protein, vitamin dan mineral. Sedangkan pada kelompok rawan pangan dalam jangka pendek diperlukan bantuan pangan disertai bimbingan, peningkatan dan pemanfaatan sumberdaya keluarga untuk meningkatkan pendapatan, daya beli dan akses terhadap pangan. Kata kunci: derajat ketahanan pangan rumah tangga, kurang dan rawan pangan, distribusi provinsi PENDAHULUAN Salah satu isu sentral dalam pembangunan pertanian dalam kerangka pembangunan nasional periode adalah pemantapan ketahanan pangan (Anonimous, 1999). Pemantapan ketahanan pangan terkait erat dengan pembangunan 13

2 kualitas sumberdaya manusia. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, karenanya merupakan hak asasi manusia untuk tidak mengalami kekurangan pangan. Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi masyarakat untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari sepanjang waktu. Dengan definisi seperti itu, ketahanan pangan tidak hanya cukup sampai tingkat global, nasional, maupun regional tetapi harus sampai tingkat rumah tangga dan individu. Berdasarkan data Neraca bahan Makanan tahun 1999, ketersediaan pangan di Indonesia telah mencapai 3194 Kalori/kapita/hari dan 83,35 gram protein/kapita/hari (BPS, 1999). Angka ketersediaan pangan tersebut telah melebihi kebutuhan pangan yang dianjurkan yaitu 2550 kalori/kapita/hari dan 50 gram protein/kapita/hari (WKNPG VI, 1998). Studi Saliem, et al (2001) menunjukkan bahwa walaupun ketahanan pangan di tingkat nasional dan regional (provinsi) tergolong aman dan terjamin, namun di wilayah tersebut masih ditemukan proporsi rumah tangga rawan pangan yang cukup tinggi. Oleh karenanya penting untuk melakukan identifikasi rumah tangga rawan pangan di wilayah yang tergolong tahan pangan. Berdasar temuan tersebut, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis distribusi provinsi di Indonesia menurut derajat ketahanan pangan rumah tangga. Hasil identifikasi ini diharapkan menjadi masukan bagi pengambil kebijakan pangan dan gizi untuk menetapkan prioritas wilayah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. METODE Data yang digunakan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Derajat ketahanan pangan tingkat rumah tangga diukur dengan menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell et al. (2000). Pengukuran ini menggabungkan dua indikator silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Batasan untuk kecukupan energi adalah 80 persen dari anjuran (per unit ekuivalen dewasa), sedangkan batasan pangsa pengeluaran pangan adalah 60 persen dari total pengeluaran rumah tangga. Pengelompokan rumah tangga dari data SUSENAS dengan menggunakan kedua indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Terdapat empat tingkatan ketahanan pangan yaitu : (1) rumah tangga tahan pangan, (2) rumah tangga rentan pangan, (3) rumah tangga kurang pangan, dan (4) rumah tangga rawan pangan. Selain analisis secara agregat nasional, dilakukan pula analisis masing-masing provinsi dan menurut daerah kota dan desa. 14

3 Tabel 1. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga Konsumsi energi per unit ekuivalen dewasa Cukup ( > 80 % kecukupan energi) Kurang ( 80% kecukupan energi) Rendah (< 60% pengeluaran total) Tahan pangan Pangsa pengeluaran pangan Kurang pangan Sumber ; Jonhsson dan Toole (1991) dalam Maxwell, D et al. (2000). Tinggi ( 60% pengeluaran total) Rentan pangan Rawan pangan HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Provinsi menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Secara agregat, rumah tangga yang tergolong tahan pangan di Indonesia pada tahun 1999 hanya sekitar 12,2 persen. Sebaliknya rumah tangga yang rawan pangan mencapai lebih dari 30 persen (Tabel 2). Lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi (43,33 33,26%) berturut-turut adalah Jawa Timur, NTT, Jawa Tengah, Jambi, dan DI. Yogyakarta. Sementara itu, lima provinsi yang tergolong memiliki proporsi rumah tangga rawan pangan terendah (11,69 20,45%) berturut-turut adalah DKI Jakarta, Bali, Maluku, Sumatera Barat, dan Aceh. Besarnya proporsi rumah tangga rawan pangan di berbagai provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa program peningkatan ketahanan pangan rumah tangga masih menuntut perhatian para pengambil kebijakan di bidang pangan dan gizi. Secara nasional proporsi rumah tangga yang tergolong rentan pangan mencapai lebih dari 47 persen. Berdasar klasifikasi yang digunakan, kelompok rumah tangga tersebut dari aspek gizi konsumsi energinya cukup, namun dari sisi ekonomi kurang baik yang diindikasikan oleh pangsa pengeluaran pangan yang tinggi. Dalam hal demikian, faktor akses terhadap pangan (khususnya pangan sumber protein, vitamin dan mineral) sangat menentukan ketahanan pangan kelompok rumah tangga tersebut. Hasil studi Ariani dan Rachman (2003) mengindikasikan bahwa jenis pangan yang dikonsumsi kelompok rumah tangga rentan pangan sebagian besar berasal dari pangan sumber energi dan dominan karbohidrat, kurang beragam, sehingga kualitas pangan rendah (kurang bergizi). Peningkatan pendapatan rumah tangga merupakan program prioritas yang perlu dipertimbangkan bagi kelompok rumah tangga rentan pangan. Hal ini mengacu pada studi Soehardjo (1996) dan Baliwati (2001) yang menunjukkan bahwa pendapatan dapat dijadikan penciri atau indikator ketahanan pangan rumah tangga. Lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rentan pangan tertinggi (68,92 58,35%) berturut-turut adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Riau. Sementara itu lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rentan 15

4 pangan terendah (15,61 41,04%) adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Irian Jaya, dan Jawa Tengah. Tabel 2. Distribusi Rumah Tangga di Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan dan Provinsi, Tahun 1999 Provinsi Tahan Pangan Rentan Pangan Kurang Pangan Rawan Pangan N % N % N % N % 1. Aceh 128 7, , , ,45 2. Sumut 246 8, , , ,70 3. Sumbar 161 9, , , ,43 4. Riau 104 6, , , ,10 5. Jambi 80 7, , , ,52 6. Sumsel 129 6, , , ,25 7. Bengkulu , , , ,18 8. Lampung 175 8, , , ,46 9. DKI Jakarta , , ,50 3,456 11, Jabar , , , , Jateng 700 9, , , ,94 12.DI Yogyakarta , , , , Jatim 772 9, , , , Bali , , , , NTB 146 7, , , , NTT 111 6, , , , Kalbar 121 6, , , , Kalteng 61 7, , , , Kalsel 144 8, , , , Kaltim , , , , Sulut , , , , Sulteng , , , , Sulsel , , , , Sultra , , , , Maluku , , , , Irja , , , ,70 Indonesia , , , ,26 Sumber: BPS, data SUSENAS 1999 (diolah) Secara agregat, kelompok rumah tangga tergolong kurang pangan proporsinya hanya sekitar 10 persen. Berdasar indikator yang digunakan, kelompok tersebut merupakan kelompok rumah tangga dengan pendapatan cukup namun konsumsi energinya kurang. Dalam hal demikian diperlukan peningkatan pengetahuan pangan dan gizi dan penyadaran akan pentingnya memilih jenis dan jumlah pangan sesuai norma gizi. 16

5 Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Menurut Daerah Apabila derajat ketahanan rumah tangga di masing-masing provinsi di Indonesia dipilah menurut daerah Tabel 3 menunjukkan keragaan di daerah kota. Sedangkan keragaan di daerah pedesaan disajikan pada Tabel 4. Tabel 3. Distribusi Rumah Tangga Kota di Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan dan Provinsi, Tahun 1999 Kota Provinsi Tahan Pangan Rentan Pangan Kurang Pangan Rawan Pangan N % N % N % N % 1. Aceh 81 17, , , ,58 2. Sumut , , , ,11 3. Sumbar 80 15, , , ,75 4. Riau 89 11, , , ,00 5. Jambi 60 12, , , ,86 6. Sumsel 90 12, , , ,13 7. Bengkulu , , , ,97 8. Lampung , , , ,57 9. DKI Jakarta , , , , Jabar , , , , Jateng , , , ,81 12.DI Yogyakarta , , , , Jatim , , , , Bali , , , , NTB 67 12, , , , NTT 79 15, , , , Kalbar 97 19, , , , Kalteng 76 15, , , , Kalsel 87 11, , , , Kaltim 85 17, , , , Sulut , , , , Sulteng 96 19, , , , Sulsel , , , , Sultra , , , , Maluku 90 36, , ,24 26, 10, Irja , , , ,11 Indonesia , , , ,03 Sumber: BPS, data SUSENAS 1999 (diolah) Di daerah kota, secara umum proporsi rumah tangga rawan pangan di 26 provinsi di Indonesia berkisar antara 10,57 persen sampai 36,86 persen. Terlihat bahwa lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi (36,86 32,57%) berturut-turut adalah Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, NTB, dan Lampung. 17

6 Sementara itu lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan terendah (10,57 19,58%) berturut-turut adalah Maluku, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Irian Jaya, dan Aceh. Sedangkan proporsi rumah tangga tahan pangan di daerah kota tertinggi adalah Provinsi Maluku (36,59%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Selatan (11,57%). Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa masalah peningkatan ketahanan pangan di daerah kota di sebagian besar provinsi di Indonesia masih memerlukan perhatian mengingat masih tingginya proporsi rumah tangga rawan pangan di sebagian besar daerah kota di Indonesia. Data pada Tabel 3 konsisten dengan keragaan secara agregat, di daerah kota persentase rumah tangga rentan pangan relatif tinggi (dibanding kelompok lain) di hampir semua provinsi di Indonesia. Fakta ini mengindikasikan pentingnya prioritas program peningkatan pendapatan dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. Hal ini mengingat pada kelompok rentan pangan masalah pendapatan atau daya beli merupakan kunci bagi mereka untuk meningkatkan akses terhadap pangan. Hal serupa ditemukan di daerah pedesaan, data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa secara umum proporsi rumah tangga rentan pangan persentasenya tertinggi dibanding kelompok lain dengan rataan hampir 57 persen. Sementara itu kelompok rumah tangga yang tahan pangan di daerah pedesaan hanya sekitar 6 persen, rawan pangan lebih dari 32 persen, dan sisanya adalah kelompok rumah tangga kurang pangan. Lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi (54,24 37,91%) berturut-turut adalah Irian Jaya, Jawa Timur, NTT, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur. Sedangkan lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan terendah (12,82 22,76%) berturut-turut adalah Bali, Sumatera Barat, Aceh, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara. Apabila keragaan distribusi provinsi menurut derajat ketahanan pangan di daerah kota (Tabel 3) dan desa (Tabel 4) dibandingkan, terdapat variasi antar provinsi tentang besarnya proporsi rumah tangga rawan pangan di kota dan desa. Di sebagian besar provinsi, proporsi rumah tangga rawan pangan di daerah desa lebih tinggi dari pada di kota. Hal menarik lain adalah bahwa di daerah pedesaan provinsi-provinsi di Jawa umumnya proporsi rumah tangga rawan pangan relatif tinggi, padahal secara geografis daerah pedesaan Jawa umumnya merupakan daerah penghasil pangan. Fakta tersebut mendukung temuan sebelumnya bahwa masalah akses atau keterjangkauan daya beli terhadap pangan merupakan faktor utama dalam pemantapan ketahanan pangan rumah tangga di sebagian provinsi di Indonesia. Apabila hanya memperhatikan indikator pangsa pengeluaran pangan sebagai proksi indikator ekonomi, maka rumah tangga yang berpendapatan rendah adalah rumah tangga yang termasuk kategori rentan pangan dan rawan pangan. Proporsi rumah tangga kedua kategori tersebut di desa mencapai 89 persen, sedangkan di kota sebesar 61 persen. Hal ini membuktikan pula bahwa aspek pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap pangan merupakan faktor penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Selain itu apabila daerah kota dan desa 18

7 dibandingkan, akses rumah tangga terhadap pangan di kota lebih baik daripada di desa. Fakta tersebut menuntut para pengambil kebijakan pangan dan gizi untuk memberikan prioritas peningkatan ketahanan pangan rumah tangga daerah pedesaan. Tabel 4. Distribusi Rumah Tangga Pedesaan di Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan dan Provinsi, Tahun 1999 Desa Provinsi Tahan Pangan Rentan Pangan Kurang Pangan Rawan Pangan N % N % N % N % 1. Aceh 45 3, , , ,82 2. Sumut 55 3, , , ,38 3. Sumbar 81 6, , , ,26 4. Riau 15 1, , , ,60 5. Jambi 20 3, ,02 7 1, ,70 6. Sumsel 39 3, , , ,62 7. Bengkulu 34 6, , , ,40 8. Lampung 73 5, , , ,39 9. DKI Jakarta Jabar 462 9, , , , Jateng 289 6, , , ,81 12DI Yogyakarta , , , , Jatim 297 5, , , , Bali , , , , NTB 59 4, , , , NTT 53 2, , , , Kalbar 24 1, , , , Kalteng 5 0, ,48 6 0, , Kalsel 57 5, , , , Kaltim 33 5, , , , Sulut , , , , Sulteng 54 8, , , , Sulsel , , , , Sultra 34 5, , , , Maluku 32 9, , , , Irja 10 3, , , ,24 Indonesia , , , ,54 Sumber: BPS, data SUSENAS 1999 (diolah) Adalah ironis, daerah pedesaan yang notabene sebagai daerah penghasil pangan namun masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut kurang memiliki akses terhadap pangan yang dibutuhkan. Oleh karena itu pembangunan pertanian dan pedesaan yang mengedepankan peningkatan, stabilitas, dan kontinuitas pendapatan rumah tangga merupakan pilihan yang tepat. Studi yang dilakukan oleh Puslitbang Sosek Pertanian (2003) di lima kabupaten sentra penghasil padi di Jawa dan luar Jawa 19

8 menunjukkan bahwa pendapatan dari usahatani padi saja tidak memberikan kesejahteraan yang cukup bagi petani. Diversifikasi usahatani dengan komoditas yang memiliki prospek pasar (high value commodity) menunjukkan peningkatan pendapatan yang siginifikan bagi rumah tangga di wilayah berbasis sawah. Selain itu perluasan kesempatan kerja di luar usahatani maupun usaha non pertanian juga merupakan alternatif untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga di pedesaan. Dalam hal ini pengembangan industri pengolahan hasil pertanian di wilayah pedesaan berbahan baku setempat menjadi alternatif pilihan yang patut dipertimbangkan. Peningkatan pendapatan rumah tangga disertai dengan peningkatan pengetahuan dan penyadaran aspek pangan dan gizi diharapkan mampu meningkatkan akses rumah tangga terhadap pangan yang dibutuhkan. Mengingat sumberdaya pembangunan yang dimiliki pemerintah relatif terbatas, maka partisipasi dan kepedulian seluruh komponen masyarakat diharapkan terlibat dalam upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Selain itu untuk mengefektifkan sumberdaya yang terbatas, maka penentuan kelompok sasaran dalam peningkatan ketahanan pangan juga penting diperhatikan. Kajian ini baru mengungkap keragaan masing-masing provinsi di Indonesia menurut derajat ketahanan pangan rumah tangga, untuk operasionalisasi penentuan kelompok sasaran program masih diperlukan identifikasi lebih lanjut sampai tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa. Untuk selanjutnya dilakukan intervensi penanganan rumah tangga rawan pangan, rentan pangan, dan kurang pangan. Sesuai dengan indikator yang digunakan, penanganan masing-masing kelompok rumah tangga tersebut memerlukan strategi yang berbeda. Intervensi bagi kelompok rumah tangga kurang pangan diprioritaskan pada upaya penyadaran dan peningkatan pengetahuan pangan dan gizi. Untuk kelompok rumah tangga rentan pangan, karena secara ekonomi kurang memiliki kemampuan maka intervensi lebih diprioritaskan pada upaya peningkatan pendapatan untuk lebih akses terhadap pangan sumber protein, vitamin dan mineral (gizi beragam dan seimbang). Sementara itu bagi kelompok rumah tangga rawan pangan, dalam jangka pendek diperlukan bantuan pangan (program raskin misalnya) disertai bimbingan, peningkatan dan pemanfaatan sumberdaya keluarga untuk meningkatkan pendapatan, daya beli dan akses terhadap pangan. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Secara nasional, pada tahun 1999 lebih dari 30 persen rumah tangga di Indonesia tergolong rawan pangan, di daerah kota sekitar 27 persen dan di pedesaan sekitar 33 persen. Dari 26 provinsi di Indonesia 5 provinsi yang memiliki proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi adalah Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Jawa 20

9 Tengah, Jambi, dan DI Yogyakarta; sedangkan provinsi dengan tingkat kerawanan pangan rendah antara lain adalah Sumatera Barat, DKI Jakarta, dan Bali. Proporsi rumah tangga yang tergolong rentan pangan (secara ekonomi kurang baik tetapi konsumsi energi cukup) di Indonesia mencapai 47 persen, di kota dan desa masing-masing sebesar 34 persen dan 56 persen. Sementara itu proporsi rumah tangga yang termasuk kurang pangan (secara ekonomi baik tetapi konsumsi energi kurang) di Indonesia sekitar 10 persen, di daerah kota dan desa masing-masing sebesar 18 persen dan 5 persen. Implikasi Kebijakan Berdasar hasil identifikasi tersebut studi ini menyarankan pentingnya dilakukan identifikasi dan pemetaan wilayah berdasar derajat ketahanan pangan sampai tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. Hal ini penting untuk menetapkan prioritas dan fokus sasaran intervensi kebijakan pangan dan gizi dalam upaya pemantapan ketahanan pangan rumah tangga. Mengingat penyebab terjadinya kurang pangan, rentan pangan, maupun rawan pangan berbeda, maka bentuk intervensi yang diperlukan juga berbeda. Intervensi bagi kelompok rumah tangga kurang pangan diprioritaskan pada upaya penyadaran dan peningkatan pengetahuan pangan dan gizi. Untuk kelompok rumah tangga rentan pangan, karena secara ekonomi kurang memiliki kemampuan maka intervensi lebih diprioritaskan pada upaya peningkatan pendapatan untuk lebih akses terhadap pangan sumber protein, vitamin dan mineral (gizi beragam dan seimbang). Sementara itu bagi kelompok rumah tangga rawan pangan, dalam jangka pendek diperlukan bantuan pangan (program raskin misalnya) disertai bimbingan, peningkatan dan pemanfaatan sumberdaya keluarga untuk meningkatkan pendapatan, daya beli dan akses terhadap pangan dan pada gilirannya dapat meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA Anonimous Program Pembangunan Pertanian Kabinet Persatuan Nasional Departemen Pertanian. Jakarta. Ariani, M dan H.P.S. Rachman Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Rumah tangga. Media Gizi (akan terbit). Jurusan GMSK, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik Neraca Bahan Makanan. BPS. Jakarta. Baliwati,Y.F Model Evaluasi Ketahanan Pangan Rumah tangga Petani: Desa Sukajadi, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Ringkasan Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. BPS Survei Sosial Ekonomi Nasional. Badan Pusat Statistik. Jakarta. LIPI Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. LIPI. Jakarta. 21

10 Maxwell,D; C. Levin; M.A.Klemeseu; M.Rull; S.Morris and C.Aliadeke Urban Livelihoods and Food Nutrition Security in Greater Accra, Ghana. IFPRI in Collaborative with Noguchi Memorial for Medical Research and World Health Organization. Research Report No Washington,D.C. Puslibang Sosek Pertanian Prospek Diversifikasi Usahatani di Lahan Sawah. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Puslitbang Sosek Pertanian dengan BAPPENAS/USAID/DAI. Bogor. Saliem,H.P.; E.M. Lokollo; T.B. Purwantini; M. Ariani dan Y. Marisa Analisis Ketahanan Pangan Tingkat Rumah tangga dan Regional. Laporan Hasil Penelitian Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor. Soehardjo Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan Pangan Rumah tangga. Makalah disampaikan pada Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah tangga. Yogyakarta Mei. 22

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th.VII, 7 Agustus 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2017 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

KESEHATAN ANAK. Website:

KESEHATAN ANAK. Website: KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18/Th. VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th. VI, 5 Agustus 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA Keadaan konsumsi --- Data konsumsi BPS (Susenas 3 th/ kali) Keadaan ketersediaan pngn pd tkt konsumsi --- Data ktsd Deptan + BPS

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan harus dipenuhi oleh negara maupun masyarakatnya. Menurut Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 Nomor : 048/08/63/Th.XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 SEBESAR 71,99 (SKALA 0-100) Kebahagiaan Kalimantan Selatan tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Pertumbuhan ekonomi Kemiskinan Distribusi pendapatan konsep konsep konsep ukuran ukuran Data-data Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN

PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN DISAMPAIKAN OLEH : DEPUTI SESWAPRES BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN, SELAKU

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Inflai BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 74/11/52/Th VII, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2016 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

Disabilitas. Website:

Disabilitas. Website: Disabilitas Konsep umum Setiap orang memiliki peran tertentu = bekerja dan melaksanakan kegiatan / aktivitas rutin yang diperlukan Tujuan Pemahaman utuh pengalaman hidup penduduk karena kondisi kesehatan

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

POLA PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA MENURUT TINGKAT KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

POLA PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA MENURUT TINGKAT KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 2, Desember 2010, hlm.236-253 POLA PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA MENURUT TINGKAT KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH Yunastiti Purwaningsih 1, Slamet

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI 1. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI MK 2018 2. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara) ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara) Tri Bastuti Purwantini, Handewi P.S. Rachman dan Yuni Marisa Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Lebih terperinci

MENGATASI MASALAH GIZI DAN PANGAN DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

MENGATASI MASALAH GIZI DAN PANGAN DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA 2004 Bernatal Saragih Posted: 9 November 2004 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor November 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: 978-602-18962-9-7 KETAHANAN PANGAN: SUATU ANALISIS KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP KEBUTUHAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN GAYO LUES Siti Wahyuni 1)

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website: PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA Oleh: Mewa Arifin dan Handewi P. Saliemo ABSTRAK Dengan menggunakan data Susenas disertai beberapa penyesuaian untuk menghitung konsumsi energi

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: Analisis Data SUSENAS Handewi P.Saliem dan Ening Ariningsih

PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: Analisis Data SUSENAS Handewi P.Saliem dan Ening Ariningsih PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: Analisis Data SUSENAS 1999 2005 1 Handewi P.Saliem dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015 No. 12/02/17/VI, 5 Februari 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan IV-2015 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan IV-2015 di

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

STATUS GIZI. Website:

STATUS GIZI. Website: STATUS GIZI Baku Standar yang Digunakan 1 Anak balita WHO Anthropometri 2005 2 Anak umur 5-18 th WHO Anthropometri 2007 (5-19 th) 3 Risiko KEK WUS (LiLA 90, P >80) 5 Status

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014)

PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014) PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014) Dr. Siswanto, MHP, DTM Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22 No. 66/11/17/VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan III-2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 28/ 05/ 61/ Th,XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- 2013 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2013 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Kalimantan

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016

PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016 PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016 1 OUT LINE A. PENDAHULUAN B. STOK BERAS DAN SEBARANNYA C. HASIL MONITORING DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK 07 November 2016 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Tengah (Produk Domestik Regional Bruto) Indeks Tendensi Konsumen 7 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK Pertumbuhan

Lebih terperinci

FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL. Website:

FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL. Website: FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL RUANG LINGKUP Obat dan Obat Tradisional (OT) Obat Generik (OG) Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) TUJUAN 1. Memperoleh informasi tentang jenis obat

Lebih terperinci

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Food Security, Household, Ordinal Logistik Regression

ABSTRACT. Keywords : Food Security, Household, Ordinal Logistik Regression ABSTRACT INDA WULANDARI. Determinant of Household Food Security in East Nusa Tenggara Province. Under supervision of SRI HARTOYO and YETI LIS PURNAMADEWI. The issue of food security has become an important

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Inflai BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 13/02/52/Th VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN IV-2016 Penjelasan Umum Badan Pusat Statistik melakukan Survei

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014 No. 14 / 03 / 94 / Th. VII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014 Nilai Tukar Petani Papua pada Februari 2015 sebesar 97,12 atau mengalami kenaikan 0,32

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 65 /11 /61 /Th. XVII, 5 November 2014 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III- 2014 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan III-2014 Indeks Tendensi Konsumen

Lebih terperinci

Profil Keaksaraan: Hasil Sensus Penduduk 2010

Profil Keaksaraan: Hasil Sensus Penduduk 2010 Profil Keaksaraan: Hasil Sensus Penduduk 2010 Razali Ritonga, MA razali@bps.go.id Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Pusat Statistik 15 SEPTEMBER 2012 1 PENGANTAR SENSUS: Perintah

Lebih terperinci

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik Kuliah 1 Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik 1 Implementasi Sebagai bagian dari proses/siklus kebijakan (part of the stage of the policy process). Sebagai suatu studi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Publikasi Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian tahun 1996-2000 merupakan kelanjutan dari seri publikasi sebelumnya, yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik setiap tahunnya. Mulai

Lebih terperinci

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai jenjang terakhir dalam program Wajib Belajar 9 Tahun Pendidikan Dasar

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

I. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS I. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Ketahanan Pangan Konsep ketahanan pangan mengacu pada pengertian adanya kemampuan mengakses pangan secara cukup untuk

Lebih terperinci

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014) EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014) P R A W I D Y A K A R Y A P A N G A N D A N G I Z I B I D A N G 1 : P E N I N G K A T A N G I Z I M A S Y A R A K A T R I S E T P E N

Lebih terperinci

SISTEM KETAHANAN PANGAN NASIONAL : KONTRIBUSI KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI SERTA OPTIMALISASI DISTRIBUSI BERAS

SISTEM KETAHANAN PANGAN NASIONAL : KONTRIBUSI KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI SERTA OPTIMALISASI DISTRIBUSI BERAS SISTEM KETAHANAN PANGAN NASIONAL : KONTRIBUSI KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI SERTA OPTIMALISASI DISTRIBUSI BERAS National Food Security System: Contribution of Energy Availability and Consumption, and

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57 No. 28/05/17/VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I-2016

Lebih terperinci

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008 Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN 2005-2014 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 83.3 85.0 82.0 85.1 60.0 64.5 68.7 71.2 57.5 48.1 2005 2006 2007

Lebih terperinci

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung 2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu

Lebih terperinci

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 Workshop Perencanaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2015

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Data yang berhasil dikumpulkan dan akan digunakan pada penelitian ini merupakan data statistik yang diperoleh dari a. Biro Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen Provinsi Bengkulu Triwulan III-2017 No. 71/XI/17/VII, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI BENGKULU Indeks Tendensi Konsumen Provinsi Bengkulu Triwulan III - 2017 Indeks

Lebih terperinci

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN S u t a w i Program Magister Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang Ketahanan Pangan Dalam UU No. 7/1996 tentang Pangan disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya

Lebih terperinci

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010 PENCAPAIAN DAN UMPAN BALIK PELAPORAN INDIKATOR PEMBINAAN GIZI MASYARAKAT 2010 Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010 SASARAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 45/08/61/Th. XV, 6 Agustus 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II- 2012 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Kalimantan Barat pada II-2012 sebesar 109,62;

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

Kesehatan Gigi danmulut. Website:

Kesehatan Gigi danmulut. Website: Kesehatan Gigi danmulut Latar Belakang Survey gigi bersifat nasional Dilaksanakan secara periodik yaitu : SKRT 1995 SKRT 2001 SKRT 2004 RISKESDAS 2007 RISKESDAS 2013 Data diperlukan untuk advokasi, peremcanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana tentram, serta sejahtera lahir dan batin (Siswono, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. suasana tentram, serta sejahtera lahir dan batin (Siswono, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling asasi. Demikian asasinya pangan bagi kehidupan masyarakat, maka ketersediaan pangan harus dapat dijamin

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk 13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan

Lebih terperinci

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA?

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA? BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA? Atmarita (Pengamat Garam beryodium) I. PENDAHULUAN Garam beryodium sudah ada sebelum

Lebih terperinci

Andalan Ketahanan Pangan

Andalan Ketahanan Pangan Andalan Ketahanan Pangan Disampaikan pada Workshop Pemantauan Stok Gabah/Beras di Tingkat Penggilingan Surabaya, 4-6 Juli 2012 KETAHANAN PANGAN UU. N0.7/1996 Tentang Pangan Adalah kondisi terpenuhinya

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014 HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat Tahun Ajaran 213/21 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 13 Juni 21 1 Ringkasan Hasil Akhir UN - SMP Tahun 213/21 Peserta UN 3.773.372 3.771.37 (99,9%) ya

Lebih terperinci