BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Indra Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang selama ini dikenal sebagai negara dengan kemajuan teknologi yang luar biasa pesat jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia. Kemajuan teknologi yang dimiliki Jepang ditemukan dalam hampir di semua bidang dalam hal kebutuhan untuk masyarakat sipil dan sangat bersaing dengan teknologi negara barat seperti Eropa dan Amerika. Sayangnya kemajuan teknologi yang dialami Jepang dalam bidang tersebut tidak bergerak bersama dengan teknologi pertahanannya. Dewasa ini pengembangan teknologi pertahanan Jepang masih sedikit tertinggal jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika. Ketika Amerika Serikat dan negara Eropa seperti Rusia telah mapan dalam hal riset pengembangan fighter jet generasi ke-5, Jepang masih berada pada level generasi ke-4 seperti F2 Multi Role Fighter dalam hal pengembangan fighter aircraft dan itupun merupakan kerjasama antara Jepang dan Amerika Serikat. Pada era perang dunia ke-2 teknologi pertahanan yang dimiliki Jepang setara dengan negaranegara barat yang terlibat dalam perang, di matra udara Jepang memiliki beberapa fighter aircraft yang secara teknologi sangat bersaing dengan negara barat seperti Nakajima Ki-27, Nakajima Ki-34 dan Mitsubishi Zero. Kemajuan militer Jepang dalam hal alat utama sistem persenjataan (alutsista) tidak lepas dari peranan industri pertahanan Jepang yang melakukan produksi, serta riset dan pengembangan persenjataan. Sejak pasca perang dunia ke 2, kekuatan militer Jepang mengalami kemerosotan. Konstitusi 1947 menjadi titik balik orientasi kebijakan pertahanan Jepang. Jepang yang semula merupakan negara yang memiliki orientasi yang bersifat ekspansif menjadi negara yang menjunjung tinggi nilai perdamaian sebagaimana tertuang dalam pasal 9 Konstitusi 1947.
2 Hal tersebut juga berdampak pada industri pertahanan Jepang yang juga sebagai penyokong utama kekuatan militer Jepang. Pada era okupasi pada tahun , Amerika Serikat melakukan demiliterisasi sebagai langkah pertama. Jepang diperkenankan untuk menghidupkan kembali aktivitas industrinya namun tidak dapat memproduksi senjata. Supreme Commander of Allied Powers (SCAP) mengambil alih arsenal, instalasi penerbangan, laboratorium yang berhubungan dengan pertahanan 1. Sehingga pada era tersebut riset dan pengembangan teknologi pertahanan Jepang sama sekali terhenti. Sebagai dampaknya Heavy Industries yang sejak lama melayani Jepang dalam penyediaan mesin-mesin perang seperti Kawasaki, Nakajima, dan Fuji beralih ke industri otomotif untuk kepentingan sipil seperti bus ataupun skuter 2 hingga tahun 1952 dimana Amerika kembali menyerahkan instalasi pertahanan dan memperbolehkan kembali Jepang untuk melanjutkan produksi alutsista. Hal ini merupakan awal bagi bangkitnya kembali industri pertahanan Jepang pasca perang dunia ke 2. Kemudian pada tahun 1967 Jepang mengeluarkan kebijakan larangan ekspor persenjataan. Meskipun larangan tersebut hanya diperuntukkan bagi negara komunis dan negara yang terlibat dalam konflik internasional, pada kenyataannya tidak ada produk industri pertahanan Jepang yang keluar dari Jepang. Pada era pasca perang dunia kedua jika dibandingkan dengan Amerika Serikat atau Eropa industri pertahanan Jepang cenderung membangun dirinya dengan isolasi dari perdagangan persenjataan di tingkat global 3. Dengan kondisi seperti itu, industri pertahanan Jepang memiliki 3 karakteristik sebagai cirinya yaitu isolationism, less dependency on defence revenue karena industri pertahanan di Jepang tidak digolongkan sebagai industri strategis yang memberi pemasukan negara dalam jumlah besar dan kokusanka 1 Richard J Samuels (1994), Rich Nation, Strong Army : National Security and the Technological Transformation of Japan, Cornell University Press. Hal Ibid. hal Takahashi, Sugio (2008), Transformation of Japan s Defence Industry? Assessing the Impact of the Revolution in Military Affairs. Hal Diakses pada 10 November 2013
3 (indigenous production) 4. Kokusanka merupakan suatu prinsip dimana produksi persenjataan merupakan produk asli Jepang sendiri. Dalam sejarahnya, kokusanka sebagai prinsip kemandirian industri pertahanan Jepang sudah muncul sejak tahun 1930an dimana kebijakan ini merupakan kebalikan dari era meiji yang cenderung banyak mengekspor persenjataan dari barat. Pada era modern orientasi kokusanka pada industri pertahanan Jepang terus berjalan dan diterapkan pada produksi persenjataan seperti tank, artileri, dan misil 5. Faktor penting yang mendukungnya adalah hubungan antara pemerintah, militer dan pelaku industri pertahanan yang saling bergantung satu sama lain. Dalam perkembangannya, Jepang mengalami banyak kendala, khususnya dalam hal pengembangan alutsista yang bersifat ofensif dalam artian yang dapat digunakan untuk melakukan agresi dan serangan secara langsung ke teritori negara lain seperti kapal induk, misil, maupun fighter jet. Dalam konsep military realism disebutkan bahwa ancaman utama sebuah negara adalah serangan langsung (oleh negara lain) 6. Alutsista yang lebih bersifat defensif seperti tank, Jepang tidak mengalami banyak hambatan sehingga riset dan pengembangannya terus berjalan dan sejajar dengan negara lain. Hingga saat ini Jepang, dalam hal ini Mitsubishi Heavy Industries telah memproduksi 3 tipe Main Battle Tank (MBT), type 74, type 90, dan yang terbaru type 10 yang secara spesifikasi setara dengan tank buatan Eropa seperti Leopard MBT. Salah satu yang menjadi halangan Jepang dalam mengembangkan teknologi persenjataan ofensif yang bersifat politis antara lain 9 Konstitusi 1947, yang kemudian diadopsi dalam Japan Basic Policy on National Defense bahwa kemampuan militer Jepang dibatasi hanya dalam tataran kebutuhan minimal untuk pertahanan diri (self-defense) dan Jepang tidak berorientasi pada kekuatan militer dimana Jepang tidak akan memiliki kekuatan 4 Ibid. 5 Ibid. Hal Richard Samuel (1996), Japan as Technological Superpower, Japan Policy Research Institute, Diakses pada 10 November 2013
4 militer yang mengancam negara lain dan tidak mengembangkan kekuatannya sehingga menimbulkan ancaman bagi negara lain 7. Kondisi bidang pertahanan Jepang dalam hal pengembangan teknologi militer sebagaimana telah disebutkan diatas memiliki beberapa hambatan baik dari sisi teknologi, ekonomi, maupun politik. Untuk menjelaskan hal tersebut karya tulis ini akan mengengkat studi kasus pengembangan F-2 Multi Role Fighter. Fighter jet yang dikembangkan oleh Mitsubishi Heavy Industries bersama dengan Lockheed Martin ini pertama kali diserahkan kepada Japan Air Self Defense Force pada tahun Pengembangan F-2 merupakan hal yang menarik, karena memakan waktu yang begitu lama sejak rencana penggantian Mitsubishi F-1 Fighter Aircraft pada tahun 1980an. Berawal dari kerjasama untuk membangun fighter jet dengan kode FSX (Fighter Support Experimental) dengan platform F-16C yang dibuat oleh Lockheed Martin dengan sistem transfer teknologi dan kemudian menimbulkan kontroversi dan perdebatan di Amerika Serikat dan Jepang sendiri namun pada akhirnya berlanjut dengan pembagian produksi antara Jepang dan Amerika Serikat 60 : 40 dengan Mitsubishi Heavy Industries sebagai kontraktor utama dan Lockheed Martin sebagai subkontraktor. Studi kasus pengembagan Multirole Fighter ini dipilih dikarenakan dalam pengembangannya yang memakan waktu cukup lama kompleksitas hambatan dalam pengembangan teknologi militer oleh Jepang dapat terlihat dimana dari sisi penguasaan teknologi Jepang tidak cukup memiliki pengalaman dalam membangun Jet Tempur generasi baru untuk menggantikan Mitsubishi F1 yang sudah habis masa operasionalnya sehingga harus melakukan pengembangan dengan mekanisme transfer teknologi. Kemudian dari segi ekonomi dimana biaya research and development hingga produksi sebuah Jet Tempur yang sesuai dengan kebutuhan pertahanan Jepang yang sangat tinggi jika dibandingkan 7 Fundamental Concepts of National Defense, Diakses pada 22 November F2 Attack Fighter, Japan, Diakses pada 22 November 2013
5 membeli secara completely build up dari negara lain. Dari aspek politik baik dari dalam negeri dimana secara konstitusional Jepang tidak dapat mengembangkan militernya melebihi standar minimum serta dari luar negeri dimana terjadi perdebatan di Amerika Serikat terkait transfer teknologi dan modifikasi pada proyek pengembangan F2 Multirole Fighter. Melalui studi kasus ini, akan dilihat bagaimana penerapan prinsip kokusanka dalam industri pertahanan Jepang, tantangan yang dihadapi Jepang melalui industri militernya dari segi politik baik domestik maupun luar negeri, serta peluang dari kebijakan kokusanka kedepannya Pertanyaan Penelitian Karya tulis ini akan disusun untuk mengkaji mengapa Jepang melakukan upaya pengembangan teknologi persenjataan dan pertahanan secara mandiri (kokusanka), bagaimana dan tantangan apa saja yang mempengaruhi Jepang dalam mengimplementasikan kebijakan kokusanka tersebut Landasan Konseptual Penelitian ini akan menggunakan tiga teori sebagai kerangka konseptual yaitu konsep perimbangan kekuasaan (balance of power) dan konsep kekuatan nasional yang keduanya dikemukakan oleh Hans J. Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations 9 serta technonationalism yang dikemukakan oleh Richard J. Samuel. Dalam pandangan realisme, situasi politik internasional merpakan hal yang bersifat anarkis, sehingga negara sebagai aktor utama perlu ntuk melakukan selfhelp dalam membangun kekuatannya serta melakukan perimbangan kekuatan atas bangsa lain. Morgenthau dalam buku Politics Among Nations 9 Morgenthau dalam buku Politics Among Nations menyebutkan 9 unsur yang membentuk Kekuatan Nasional, antara lain Geografi, Sumber Daya Alam, Kemampuan Industri, Kesiagaan Militer, Karakter Nasional, Moral Nasional, Kualitas Diplomasi, Kualitas Pemerintahan
6 mengemukakan bahwa perimbangan kekuatan memiliki fungsi untuk mempertahankan stabilitas dalam tatanan masyarakat bangsa-bangsa yang berdaulat 10. Salah satu cara sebuah negara melakukan perimbangan kekuasaan menurut Morgenthau adalah dengan mengungguli kemampuan persenjataan bangsa lain yang dapat dilakukan melalui pola persaingan, meskipun konsekuensinya adalah muncul perlombaan senjata (arm-race) yang semakin meningkatkan kekhawatiran, kecurigaan, serta rasa tidak aman 11. Tema yang diangkat dalam skripsi ini adalah kokusanka, prinsip kemandirian yang dianut Jepang untuk dapat memproduksi peralatan pertahanannya secara mandiri. Dari sudut pandang realisme, hal tersebut menunjukkan bahwa upaya Jepang dalam mengimplementasikan kebijakan kokusanka adalah untuk dapat menunjukkan hard-power-nya serta menunjukkan bahwa Jepang merupakan negara yang realis melihat kebijakan yang bersifat selfhelp, dan menunjukkan upaya Jepang untuk mengarah kepada normal state dan melakukan perimbangan kekuatan di kawasan Asia Timur. Kawasan Asia Timur merupakan kawasan yang cukup tidak stabil dalam aspek keamanan, khususnya pasca perang dingin. Korea Utara dan China menjadi ancaman yang cukup berarti bagi Jepang pasca perang dingin, meskipun secara resmi Jepang tidak pernah mencantumkan kedua negara tersebut sebagai ancaman. Korea Utara menjadi menjadi ancaman yang serius sejak terjadinya krisis nuklir Korea Utara yang terjadi pada tahun 1993 dimana ujicoba misil tersebut melintasi wilayah perairan Jepang. Kemudian China telah diwaspadai sebagai ancaman sejak akhir tahun 1980an karena sejak era tersebut China mulai membangun kekuatan militernya yang bersifat ofensif dan sejak tahun itu pula konflik menyangkut perbatasan antara China dan Jepang mulai meningkat khususnya terkait status kepemilikikan kawasan kepulauan Senkaku dan Diaoyu. 10 Hans J. Morgenthau (2010), Politik Antarbangsa, Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia, hal Ibid. Hal. 213
7 Konsep kedua yang digunakan dalam karya tulis ini adalah konsep Kekuatan Nasional (National Powers) yang dikemukakan oleh Hans J. Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nation. Kekuatan nasional menurut Morgenthau tidak hanya berdasarkan pada jumlah populasi dari individu yang menempati suatu negara tetapi juga dibangun oleh faktor-faktor seperti geografi, sumber daya alam, kemampuan industri, kesiagaan militer, karakter nasional, moral nasional, kualitas diplomasi, dan kualitas pemerintahan. Diantara beberapa faktor tersebut salah satu yang paling penting dari bagian kekuatan nasional adalah kemampuan industri dan kesiagaan militer khususnya dalam aspek penguasaan teknologi sebagai bagian dari pertahanan negara. Dalam karya tulis ini akan dilihat bagaimana usaha Jepang untuk melakukan pengembangan persenjataannya secara mandiri melalui industri pertahanannya sebagai bagian dari usaha membangun kekuatan negaranya. Morgenthau menyebutkan bahwa industri berat merupakan unsur mutlak kekuatan nasional. Jepang memiliki industri berat yang bergerak di berbagai bidang untuk keperluan non-militer dan upaya pemerintah Jepang menjadikan industri yang bergerak di bidang non-militer sebagai tumpuan dalam melakukan riset dan produksi peralatan pertahanan secara mandiri merupakan upaya Jepang untuk membangun kekuatan nasionalnya. Kemudian tingkat analisa yang digunakan adalah tingkat analisa negara (state level of analysis). Dalam studi hubungan international tingkat analisa negara merupakan suatu pendekatan dimana melihat negara sebagai aktor dan struktur internalnya mempengaruhi bagaimana negara tersebut berperilaku dalam hubungan internasional 12. Kokusanka sebagai kebijakan tidak tertulis terkait industri pertahanannya merupakan bentuk pelaksanaan konsep Techno-nationalism oleh Jepang sehingga karya tulis ini akan dibahas dengan menggunakan konsep techno-nationalism. 12 Charles W. Kegley. Jr. (2008). World Politics trends and transformation. Eleventh edition. USA: Thomson and Wadsworth, hal. 14
8 Techno-nationalism sebagaimana dikemukakan oleh Richard J. Samuel merupakan suatu bentuk ideologi dimana menekankan pentingnya memiliki otonomi dalam hal teknologi sebagai bagian dari aspek keamanan nasional 13. Techno-nationalism kemudian diartikan sebagai strategi yang diinisiasi oleh pemerintah dan orientasi kebijakan yang menekankan minimalisir atau menghindari ketergantungan teknologi dari negara luar dan mengupayakan kemandirian dalam hal penguasaan teknologi 14. Terminologi kokusanka muncul di Jepang sejak tahun 1931, dimana istilah tersebut muncul dalam kampanye pemerintah yang menginginkan modernisasi dan kemandirian dalam produksi seperti Meiji Hakurai, Showa Kokusan (Impor Pada Era Meiji, Produksi Domestik di Era Showa). Implementasi kokusanka sebagai techno-nationalism dalam industri pertahanan Jepang selain dilakukan dengan cara riset, pengembangan, dan produksi secara mandiri juga dilakukan dengan cara licensed production sebagaimana dalam studi kasus yang diangkat dalam karya tulis ini. Dimana cara tersebut merupakan langkah Jepang untuk dapat mempelajari teknologi pertahanan yang sempat tertinggal akibat dibekukannya aktivitas riset, pengembangan dan produksi alutsista. Tantangan yang dihadapi oleh Jepang pada era modern dalam hal pengembangan teknologi persenjataan antara lain kendala politik, dimana pada dasarnya Jepang sangat mampu untuk mengembangkan alutsista secara mandiri dengan hubungan antara industri pertahanan dan pemerintah yang cukup kuat dan penguasaan teknologi yang sudah sangat mumpuni. Namun, hal tersebut terkendala antara lain dengan pasal perdamaian Jepang pada konstitusi 1967 yang menyulitkan Jepang untuk dapat mengembangkan alutsista yang bersifat 13 Gregory P. Corning (2005), Japan and the Politics of Techno-Globalism, The Society for Japanese Studies. Hal Diakses pada 20 Juni Chloris Qiaolei Jiang (2013), Techno-nationalism and Creative Industries: The Development of Chinese Online Game Industry in a Globalized Economy, Center for Chinese Media and Comparative Communication Research,. Diakses pada 10 November 2013
9 strategis-ofensif. Selain itu terisolasinya Industri Pertahanan Jepang dari bursa perdagangan senjata global berdampak pada pemasukan Industri yang hanya bergantung pada pemerintah yang kemudian berdampak pada tingginya biaya riset, pengembangan dan produksi. Oleh karena itu Jepang harus sedikit menerima ketertinggalan dalam pengembangan alutsista yang bersifat ofensif seperti fighter aircraft. Dengan kondisi seperti itu tentu sulit bagi industri pertahanan jepang untuk dapat membuat produk pertahanan dalam jumlah yang masif Argumentasi Utama Beberapa hal yang menjadi perhatian Jepang mengapa perlu untuk mengimplementasikan kebijakan kokusanka, antara lain penguasaan teknologi non-militer dan keberadaan industri berat dimana sektor pertahanan perlu untuk mendapat manfaat dari hal tersebut, dinamika keamanan regional dimana Jepang perlu untuk memiliki kesiapan, dan ketergantungan dengan negara lain yang menyebabkan kesulitan pembaruan peralatan militer menjadikan Jepang merasa perlu untuk menjadi normal state yang dapat menolong dirinya sendiri dalam menghadapi kemungkinan ancaman yang muncul. Dalam penerapan prinsip kokusanka atau Indigenization pada produksi alutsista Jepang menghadapi tantangan yang cukup besar. Faktor politik menjadi hal dominan yang menjadi hambatan Jepang untuk mengimplementasikan kebijakan upaya mandiri untuk dapat mengembangkan dan memproduksi peralatan tempurnya. Dari aspek politik dalam negeri Konstitusi 1947 yang menjadi dasar ketatanegaraan Jepang yang kemudian diturunkan dalam kebijakan dasar pertahanan Jepang sangat mempengaruhi upaya tersebut. Faktor regional dimana negara di kawasan tersebut memiliki sejarah yang kelam terhadap militer Jepang sehingga upaya Jepang untuk dapat mengembangkan teknologi pertahanannya menjadi hal yang sangat sensitif dan sangat berpotensi memunculkan ketegangan di kawasan Asia Timur. Selain itu Jepang juga
10 menghadapi tantangan dimana kemampuannya dalam hal teknologi pertahanan sangat terbatas dikarenakan tidak adanya industri pertahanan karena Jepang menggantungkan riset dan produksinya pada industri untuk keperluan sipil. Disamping itu pola pengembangan dan produksi yang bersifat isolasi dimana Jepang tidak dapat menjual ataupun mengeluarkan hasil riset dan produksinya dari Jepang untuk bekerjasama dengan negara lain menjadikan aktivitas riset dan pengembangan teknologi pertahanannya tidak cukup pesat Metode Penelitian Metode yang digunakan bersifat kualitatif dan dengan data-data bersumber pada pustaka atau literatur dimana menggunakan data-data yang diperoleh dari sumber tertulis seperti buku, jurnal ataupun dokumen dokumen yang berkaitan dengan bahasan karya tulis ini 15. Analisis data dilakukan dengan melakukan pendekatan melalui tingkat analisa negara dengan melihat pada latar belakang sejarah, pengaruhnnya serta situasi politik dalam negeri maupun luar negeri Sistematika Penulisan Sistematika penulisan karya tulis ini akan dibagi dalam 4 Bab. Bab Pertama merupakan bagian pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang penelitian yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan konseptual atau teori serta argumentasi utama dalam penulisan karya tulis. Bab kedua akan membahas mengenai faktor sejarah yakni bagaimana kekalahan Jepang pada perang dunia ke 2 dan pengaruhnya terhadap pengembangan teknologi pertahanan oleh Jepang pada masa tersebut dan pengaruhnya pada pengembangan teknologi pertahanan masa sekarang dan upaya Jepang dalam mengedepankan prinsip tak tertulis kokusanka dalam pengembangan teknologi pertahanannya 15 Trygive Mathisen, "Methodology in the Study of International Relation, Oslo University Press, Hal
11 Bab ketiga secara khusus akan membahas studi kasus pengembangan F2 Fighter Aircraft dimana akan dibahas mengenai pentingnya pengembangan teknologi tempur udara bagi Jepang kemudian pembahasan mengenai sejarah, latar belakang, serta keberhasilan Jepang dalam mengembangkan fighter aircraftnya sendiri melalui kerjasama dalam bentuk transfer teknologi dan modifikasi F16-C sesuai dengan kebutuhan Japan Self Defense Force bersama dengan perusahaan asal Amerika Serikat. Bab keempat merupakan bab yang membahas mengenai analisis dari pemaparan bab sebelumnya yang secara fokus akan membahas mengenai hambatan yang dihadapi Jepang dalam menjalankan prinsip kokusanka dalam pengembangan teknologi pertahanannya baik dari sisi politik domestik dan luar negeri, ekonomi, dan tingkat penguasaan teknologi oleh Jepang sendiri dan Bab kelima merupakan kesimpulan dari karya tulis ini dan yang terakhir berisikan daftar pustaka yang menjadi referensi penulisan karya tulis ini.
BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan
Lebih terperincidalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap
BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan
Lebih terperinciRealisme dan Neorealisme I. Summary
Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;
Lebih terperincimemperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.
BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan negara yang unik karena konsep pasifis dan anti militer yang dimilikinya walaupun memiliki potensi besar untuk memiliki militer yang kuat. Keunikan
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.
BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi
Lebih terperincimengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea
BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hal hubungan antar negara didalamnya. Di kawasan ini terdapat negara. tetap berdiri sendiri sebagai sebuah negara bebas.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asia Timur merupakan wilayah yang sejak lama penuh dengan dinamika dalam hal hubungan antar negara didalamnya. Di kawasan ini terdapat negara seperti Republik
Lebih terperinciKemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat
Kesimpulan Amerika Serikat saat ini adalah negara yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat relatif; karena disaat kemampuan ekonomi dan
Lebih terperincisebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.
BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki
Lebih terperinciSumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.
Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, distirbusi informasi serta mobilitas manusia menjadi lebih mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari adanya pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam perekonomian dunia. Jepang dewasa ini menjadi negara yang paling maju di Asia bahkan di
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1 Occupation of Japan : Policy and Progress (New York: Greenwood Prees,1969), hlm 38.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II menyebabkan negara ini kehilangan kedaulatannya dan dikuasai oleh Sekutu. Berdasarkan isi dari Deklarasi Potsdam, Sekutu sebagai
Lebih terperinciPERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM
PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada
Lebih terperinciPolitik Global dalam Teori dan Praktik
Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu
BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer
BAB V KESIMPULAN Perjalanan sejarah strategi kekuatan militer China telah memasuki babak baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer China di Djibouti, Afrika pada Tahun 2016.
Lebih terperinciJURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA
UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
Lebih terperincibilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika
BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu
Lebih terperinci"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"
H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasca kekalahan dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha bangkit menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Perdana Menteri yang berpengaruh pasca PD II, di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2004 atau berdasarkan tahun pelaksanaan Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Pertahanan Tahun 2000-2004, pertumbuhan anggaran pertahanan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008
BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.
BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat
Lebih terperincidalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan
BAB V KESIMPULAN Secara keseluruhan, upaya kelima negara China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Korea Utara dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya dilakukan untuk memberikan daya gentar terhadap
Lebih terperincisanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.
BAB. V KESIMPULAN Dunia yang terkungkung dalam persaingan kekuatan membuat negaranegara semakin aktif untuk meningkatkan persenjataan demi menjaga keamanan nasionalnya. Beberapa tahun silam, Ukraina mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena kekalahannya dalam Perang Dunia II. Jendral Douglas MacArthur yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1952 Jepang mulai menata kembali kehidupan politiknya setelah tentara Amerika Serikat mulai menduduki Jepang pada tanggal 2 September 1945 karena
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang
BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP Kesimpulan
BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai
Lebih terperinciREALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni
REALISM Theoretical Intrepretations of World Politics By Dewi Triwahyuni Theory in Brief REALISM & NEOREALISM Key Actors View of the individual View of the state View of the international system Beliefs
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan
BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat
Lebih terperinciENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT
ENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT Isu Lingkungan = Perluasan Konsep Keamanan? By: Dewi Triwahyuni 1 Isu Lingkungan = Perluasan Konsep Keamanan? Sejak 1920an, adanya pergerakan negara totaliter di
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Peranan jieitai..., Nurlita Widyasari..., FIB UI, 2008
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara industri di dunia yang mampu bersaing dengan negara industri lainnya, seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat. 1 Persaingan antara negara-negara
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, namun merupakan puncak dari suatu proses. Berkembangnya negara-negara fasis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang adalah negara kepulauan yang terdiri dari 3000 pulau bahkan lebih. Tetapi hanya ada empat pulau besar yang merupakan pulau utama di negara Jepang,
Lebih terperinciBAB 20: SEJARAH PERANG DINGIN
www.bimbinganalumniui.com 1. Perang Dingin a. Perang terbuka antara Blok Barat dan Blok Timur b. Ketegangan antara Blok Barat dalam masa ideologi c. Persaingan militer antara Amerika Uni di Timur Tengah
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam suatu negara selalu menjadi salah satu faktor utama kemenangan atau kekalahan suatu negara
Lebih terperinciPengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni
Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam
Lebih terperinciDIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP
Lebih terperinciOEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA
OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan negara adikuasa yang memiliki pengaruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Amerika Serikat merupakan negara adikuasa yang memiliki pengaruh sangat besar bagi ekonomi dunia. Secara politik, Amerika Serikat merupakan negara demokrasi
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Security Studies in the Post Cold War Era. Hampstead: Harvester Wheatsheaf. Budiarjo, Miriam., Dasar-Dasar Ilmu Politik
147 DAFTAR PUSTAKA A. Buku dan Artikel Buzan Barry., 1991. people, state, and fear: an agenda for International Security Studies in the Post Cold War Era. Hampstead: Harvester Wheatsheaf. Budiarjo, Miriam.,
Lebih terperinciAMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA
AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Saran Bacaan: Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy,, Second Edition (New York: St. Matin s Press, 1992).
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh
BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan
BAB V KESIMPULAN Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di
Lebih terperinciPara filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.
Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan. dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa
Lebih terperinciPemenuhan Alutsista dan Kemandirian Industri Pertahanan. Tubagus Hasanuddin (Wakil Ketua Komisi I DPR RI)
Pemenuhan Alutsista dan Kemandirian Industri Pertahanan Tubagus Hasanuddin (Wakil Ketua Komisi I DPR RI) Pendahuluan Kemandirian Alutsista merupakan hal krusial dalam membangun kapasitas dan kredibilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik internasional antar dua negara cukup terdengar akrab di telinga kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih terganggu akibat
Lebih terperinciAMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA 1
BAB VI AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA 1 (Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si.) Berakhirnya Perang Dingin dan hancurnya Uni Soviet, tidak serta merta merubah nilai negara Dunia Ketiga 2 bagi Kepentingan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. mencari mitra kerjasama di bidang pertahanan dan militer. Karena militer dapat
BAB V KESIMPULAN Kerjasama Internasional memang tidak bisa terlepaskan dalam kehidupan bernegara termasuk Indonesia. Letak geografis Indonesia yang sangat strategis berada diantara dua benua dan dua samudera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA TRANSFORMASI PERTAHANAN JEPANG PASCA PERANG DINGIN (1990-2007) SEBAGAI BENTUK ADAPTASI JEPANG TERHADAP PERKEMBANGAN KEAMANAN INTERNASIONAL DAN RESPON NEGARA ASIA TENGGARA TERHADAP
Lebih terperinci2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun multilateral antar negara biasanya mengalami suatu kondisi dinamika pasangsurut yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. News. Retrieved from
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Jepang kalah Perang Dunia II pada tahun 1945 Jepang harus menyerah tanpa syarat kepada pihak sekutu yang dipimpin oleh Amerika. Sejak saat itu banyak sekali campur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cina merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat dan saat ini dianggap sebagai salah satu kekuatan besar dunia. Dengan semakin besarnya kekuatan Cina di dunia
Lebih terperinciLingkungan Strategis XXI
Lingkungan Strategis XXI Balance of Power ARMS Trade Strategic Environment Force Deployment RMA Unipolar Moment-Concert of Power Differentiation of Distribution of Power Imperial Overstretch Limit of Innovation
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perubahan yang terjadi di Indonesia selama setengah abad ini sesungguhnya telah membawa masyarakat ke arah yang penuh dengan fragmentasi dan kohesi sekaligus (Abdullah,
Lebih terperinciMUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM
MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai
Lebih terperincimelakukan Revolusi Kuba dan berhasil menjatuhkan rezim diktator Fulgencio merubah orientasi Politik Luar Negeri Kuba lebih terfokus pada isu-isu high
BAB V KESIMPULAN Dari keseluruhan uraian skripsi maka dapat diambil kesimpulan yang merupakan gambaran menyeluruh dari hasil pembahasan yang dapat dikemukakan sebagai berikut : Hubungan luar negeri antara
Lebih terperinciuntuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang
Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro
Lebih terperinciKEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 7 TAHUN 2008 TANGGAL : 26 JANUARI 2008 KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA A. UMUM. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai
Lebih terperinciRESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,
RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,
Lebih terperinciMODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL
MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin
Lebih terperinciAmerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949
Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 http://forum.viva.co.id/showthread.php?t=1896354 Jika kita telisik lebih mendalam, sebenarnya kebijakan strategis AS untuk menguasai dan menanam pengaruh
Lebih terperinciNATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang)
NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang) Ketidakamanan (insecurity) merupakan perpaduan dari threats
Lebih terperinciMI STRATEGI
------...MI STRATEGI KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku "Strategi Pertahanan Negara" yang merupakan salah satu dari produk-produk strategis di bidang pertahanan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan
138 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan Ideologi Posmarxisme Dalam Perkembangan Gerakan Anti Perang Masyarakat Global. Kesimpulan tersebut merujuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciDOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI
DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 Tinjauan Umum Teori Kepentingan Nasional Teori National Interest Versi Hans J. Morgenthau Teori National Interest Versi Donald Nuchterlin
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN 2010-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara merupakan salah satu fungsi
Lebih terperinciTINJAUAN UMUM ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI
FISIP HI UNJANI CIMAHI 2015 TINJAUAN UMUM ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI TINJAUAN UMUM ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL Sejarah Lahirnya Nation State / Negara Bangsa Transformasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat
Lebih terperinciPengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan
Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang
Lebih terperinciPendahuluan. Selatan. Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 1,046-kilometer
Pendahuluan A. Latar Belakang Pakistan merupakan salah satu negara yang terletak diwilayah Asia Selatan. Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 1,046-kilometer (650 mi) dengan Laut Arab dan Teluk Oman
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia
BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Dampak krisis..., Adjie Aditya Purwaka, FISIP UI, Universitas Indonesia
90 BAB 5 KESIMPULAN Republik Rakyat Cina memiliki sejarah perkembangan politik, sosial dan ekonomi yang sangat dinamis semenjak ribuan tahun yang silam. Republik Rakyat Cina atau RRC adalah merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia II ternyata tidak membuat situasi perpolitikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya Perang Dunia II ternyata tidak membuat situasi perpolitikan dunia menjadi aman. Justru pada masa itulah situasi politik yang mencekam semakin terasa,
Lebih terperinci