MIKROSEFALI MODUL. 1. Definisi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MIKROSEFALI MODUL. 1. Definisi"

Transkripsi

1 MODUL MROSEFALI 1. Definisi Mikrosefali atau Kraniostenosis adalah keadaan dimana satu atau lebih sutura kranial mengalami obliterasi atau osifikasi prematur di saat periode paling cepat pertumbuhan otak yaitu 6 bulan pertama kehidupan ekstrauterin. Hal ini menyebabkan tulang tengkorak berkembang asimetris dan terjadi deformitas wajah, tekanan abnormal dasar tengkorak dan perubahan konveksitas dura. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 PROGRAM MAGISTER (beban dihitung dengan SKS) >=40SKS Program Magister Neurologi Tesis Program Profesi Bedah Saraf Pogram Bedah Dasar Program Bedah Saraf PROGRAM Dasar KEPROFESIAN (beban dihitung berdasarkan kompetensi) GOLONGAN PENYAKIT & LOKALISASI KONGENITAL ICD 10 - Bab XVII INFEKSI ICD 10 - Bab I Kranial Spinal Kranium NEOPLASMA ICD 10 - Bab II Supratentorial Infratentorial Spinal Saraf Tepi TRAUMA ICD 10 - Bab XIX DEGENERASI ICD 10 - Bab VI & XIII VASKULER ICD 10 - Bab IX Kranial Spinal Saraf Tepi Spinal Saraf Tepi Intrakranial Spinal 1

2 FUNGSIONAL ICD 10 - Bab VI & XXI Pendidikan spesialisasi bedah saraf terdiri dari 3 tahap, yaitu : Tahap Pengayaan (tahap I): a. Lama pendidikan 5 semester, yaitu dari semester pertama sampai dengan semester kelima, peserta didik diberi ilmu-ilmu dasar maupun bedah saraf dasar. Dalam tahap ini dapat dipergunakan untuk mengambil program magister. b. Peserta didik dalam tahap ini disebut Residen I, yaitu di ahir masa pendidikan tahap I residen baru mencapai Kompetensi tingkat I. Residen sudah harus mengenal mikrosefali. Tahap Magang (tahap II) : a. Lama pendidikan 4 semester, yaitu dari semester keenam sampai dengan semester kesembilan. Peserta didik mulai dilatih melakukan tindakan bedah saraf. b. Peserta didik dalam tahap ini disebut Residen II, yaitu di ahir masa pendidikan tahap II residen telah mencapai Kompetensi tingkat II. Residen sudah harus mampu menangani 2 (dua) kas us operatif mikrosefali. Tahap Mandiri (tahap III) : a. Lama pendidikan 2 semester, yaitu dari semester kesepuluh dan semester kesebelas. Peserta didik menyelesaikan pendidikan sampai kompetensi bedah saraf dasar. b. Peserta didik dalam tahap ini disebut Residen III, yaitu di ahir masa pendidikan tahap III residen telah mencapai kompetensi tingkat III. Residen sudah harus mampu menangani 1 (satu) kasus operatif mikrosefali. Kompetensi bedah saraf dasar : 1. Semua jenis penyakit yang diajarkan dalam masa pendidikan sampai mencapai tingkat mandiri (residen boleh mengerjakan operasi sendiri, dengan tetap dalam pengawasan konsulen) 2. Tehnik operasi yang diajarkan sebagai target ahir pendidikan adalah terbatas pada tindakan operasi konvensional yang termasuk dalam Indeks Kesulitan 1 dan 2; tehnik operasi sulit yang membutuhkan kemampuan motoris lebih tinggi dan/ataupun membutuhkan alat-alat operasi canggih, termasuk dalam Indeks Kesulitan 3 dan 4, diajarkan hanya maksimal sampai tingkat magang. Tindakan operasi dalam kelompok ini merupakan kelanjutan pendidikan yang masuk dalam CPD. JENIS PENYAKIT ICD 10 TAHA P I Kongenital Bab XVII... TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 G M G M G P 2

3 ICD 10 TAHA JENIS PENYAKIT P I Kranial... TAHAP II TAHAP III Mikrosefal ( Kraniostenosis ) Q Hidrocephalus Q Simpel 3 3 Kompleks / malfungsi pirau 3 5 Kista Arahnoid Q Meningokel Anterior Q Meningokel Posterior Q Deformitas kranium Q Dandy Walker Malformaion Q Spinal Spinal Disrafisme Q Deformitas Atlanto-oksipital Q Sind. Arnold-Chiary / Siringomieli Q07.0/Q KETERANGAN Tingkat Pengayaan, dalam periode ini Tingkat Kognitif harus dapat mencapai 6 (K6) Tingkap Magang, dalam periode ini disamping K6, Psikhomotor harus mencapai 2 (P2) dan Afektif mencapai 3 (A3) Tingkat Mandiri semua Kategori Bloom harus mencapai maksimal, K6, P5, A5 S : Semester G : Magang M : Mandiri K : Kognitif : A : Afektif P : Psikhomotor 3. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan sub-modul mikrosefali saraf peserta didik diharapkan mampu mengenali mikrosefali, mampu mengobati mikrosefali yang diajarkan sampai level mandiri serta mampu mengatasi kegawatan akut mikrosefali. 4. Tujuan Khusus 1. Mampu menerangkan insidensi, patogenesis, dan embriogenesis mikrosefali. 2. Mengetahui neuroanatomi, dan neurofisiologi susunan saraf dan pembungkusnya. 3. Mengetahui dasar-dasar pemeriksaan klinis maupun pemeriksaan tambahan (neuroradiologi)dan patologi anatomi dalam menegakkan diagnosa mikrosefali. 4. Mengetahui pengobatan berbagai jenis mikrosefali. 5. Mampu menentukan perubahan neurofisiologi karena mikrosefali. 6. Mampu menentukan lokasi mikrosefali. 7. Mampu melakukan pemeriksaan klinis neurologik untuk menegakkan diagnosa mikrosefali. 8. Mampu mengetahui diagnosa banding mikrosefali. 9. Mampu melakukan pemeriksaan tambahan (neuroradiologi) dalam menegakkan diagnosa mikrosefali. 3

4 10. Mampu melakukan pengobatan medikamentosa mikrosefali. 11. Mampu melakukan tindakan operasi mikrosefali. 12. Mampu mengatasi tindakan pertolongan pertama pada mikrosefali. 13. Mengenali penyulit tindakan bedah pada kasus mikrosefali. 14. Mengetahui tindak lanjut yang diperlukan 15. Mampu memberi informed consent 5. Strategi Pembelajaran a Pengajaran dan kuliah pengantar 50 menit b Tinjauan pustaka b Presentasi ilmu dasar Presentasi kasus Diskusi kelompok 1x telaah kepustakaan 1x Diskusi menyangkut diagnosis, operasi dan penyulit d Bedside teaching 6x ronde e Bimbingan operasi Operasi magang Operasi mandiri Minimal 3 kasus untuk selanjutnya instruksi/evaluasi post operasi Minimal 3 kasus sebelum dapat maju ke ujian kompetensi akhir tingkat nasional 6. Persiapan Sesi 1. Materi kuliah pengantar berupa kisi-kisi materi yang harus dipelajari dalam mencapai kompetensi, mencakup: a. Insidensi, patogenesis, dan embriogenesis mikrosefali. b. Neuroanatomi, dan neurofisiologi susunan saraf dan pembungkusnya. c. Dasar-dasar pemeriksaan klinis maupun pemeriksaan tambahan (neuroradiologi)dan patologi anatomi dalam menegakkan diagnosa mikrosefali. d. Pengobatan berbagai jenis mikrosefali. e. Perubahan neurofisiologi karena mikrosefali. f. Lokasi mikrosefali. g. Pemeriksaan klinis neurologik untuk menegakkan diagnosa mikrosefali. 4

5 h. Diagnosa banding mikrosefali. i. Pemeriksaan tambahan (neuroradiologi) dalam menegakkan diagnosa mikrosefali. j. Pengobatan medikamentosa mikrosefali. k. Tindakan operasi mikrosefali. l. Tindakan pertolongan pertama pada mikrosefali. m. Penyulit tindakan bedah pada kasus mikrosefali. n. Tindak lanjut yang diperlukan 2. Audio visual 3. Lampu baca x ray 7. Referensi 1. Osborn AG, Blasser SI, Salzman KL, Katzman GL, Provenzale J, Castillo M, et all. Osborn Diagnostic Imaging. Canada : Amirsys/Elsevier. 1 st ed Wilkins RH, Rengachary SS. Neurosurgery. USA : Mc Graw-Hill. 2 nd Ed Rengachary SS, Wilkins RH. Principles of Neurosurgery. London : Mosby Winn HR. Youman s Neurological Surgery. 5 th ed. USA : Saunders Kompetensi Jenis Kompetensi Tingkat Kompetensi K P A a. Mampu menerangkan patogenesis mikrosefali 6 P b. E Mampu menerangkan berbagai jenis kraniostenosis berdasarkan 6 N stenosis sutura kranii G A Mengetahui dasar-dasar pemeriksaan klinis maupun pemeriksaan Y c. tambahan (neuroradiologi) dalam menegakkan iagnose 6 A mikrosefali A N d. e. f. iagnose c untuk mene Mampu melakukan pemeriksaan klinis gakkan iagnose mikrosefali iagnose mikrosefali berdasarkan pemerik Mampu menegakkan saan klinis Mampu melakukan pemeriksaan tambahan (neuroradiologi) dalam menegakkan mikrosefali g. Mampu mengetahui iagnose banding mikrosefali M A G A N G 5

6 h. Mengetahui pengobatan berbagai jenis mikrosefali i. Mampu melakukan tindakan suturektomi M j. Mengetahui tindak lanjut yang diperlukan A N k. Mampu memberi informed consent D I R I 9. Gambaran Umum Istilah mikrosefali atau kraniostenosis pertama diperkenalkan oleh Virchow dan digunakan untuk penutupan dini sutura kranial. Pertumbuhan perpendikuler tulang terhadap sutura yang terkena terganggu (teori Virchow). Keadaan ini biasanya tampak saat lahir dan bersamaan dengan anomali lain. Mikrosefali merupakan kasus malformasi kongenital otak yang paling sering dijumpai. Ukuran otak pada kasus ini relatif amat kecil. Perbandingan berat otak terhadap badan pada keadaan normal adalah 1 : 30, sedangkan pada kasus mikrosefalus, perbandingannya menjadi 1 : 100. Bila kasus bisa hidup sampai usia dewasa, biasanya berat otaknya hanya kurang dari 900 gram. Kelainan primer pertumbuhan tengkorak dan deformitas tengkorak sekunder atas lesi intrakranial atau gangguan perkembangan otak harus dibedakan. Kraniostenosis adalah kelainan primer pertumbuhan kranial. Banyak sindroma yang anomali kongenitalnya berkaitan dengan kraniostenosis. Tiga tersering adalah sindroma Apert, sindroma Carpenter, sindroma Crouzon. 10. Contoh Kasus Contoh kasus dibuat sesuai dengan jenis penyakit pada submodul. 11. Tujuan Pembelajaran Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan mengobati mikrosefali. 12. Metoda Metoda Pembelajaran 1 Tinjauan Pustaka 2 Diskusi Kelompok 3 Bed side teaching 6

7 4 Tindakan Operasi Mandiri a. Peserta didik harus erlebih dahulu melakukan asistensi operasi (magang) sampai mencapai jumlah yang ditentukan, dan kemudian melakukan instruksi pada spesialis pembimbing. Setelah dinyatakan lulus instruksi, baru diijinkan melakukan operasi mandiri. b. Operasi mandiri oleh asisten harus selalu ada spesialis supervisor yang akan menilai keseluruhan aspek yang harus dilakukan oleh asisten terhadap pasien secara mandiri. c. Residen yang memiliki level tertinggi dalam suatu operasi harus membuat laporan operasi dengan berpedoman pada daftar tilik, selanjutnya konsulen/supervisor operasi ini akan memeriksa laporan operasi sesuai daftar tilik dan memberi nilai berdasarkan kelengkapan yang ditetapkan daam daftar tilik. Metoda Diagnostik 1 Pemeriksaan klinis neurologik 2 Alat bantu diagnostik a. Pemeriksaan X ray, b. EMG / EEG c. Alat neuroradiologi lain : CT Scan, MRI 3 Metoda diagnostik yang diajarkan mencakup metode diagnostik konvensional sesuai ketersediaannya di daerah perifer, tidak sematamata berorientasi pada alat-alat dianostik canggih 13. Rangkuman Mikrosefali atau Kraniostenosis adalah keadaan dimana sutura kranial mengalami obliterasi/osifikasi prematur saat pertumbuhan otak ekstrauterin. Hal ini menyebabkan tulang tengkorak berkembang asimetris, deformitas wajah, tekanan abnormal dasar tengkorak dan perubahan konveksitas dura. Istilah mikrosefali atau kraniostenosis pertama diperkenalkan Virchow dan digunakan untuk penutupan dini sutura kranial. Mikrosefali adalah kasus malformasi kongenital otak paling sering dijumpai. Perbandingan berat otak badan pada mikrosefalus, perbandingannya menjadi 1 : 100. Kelainan primer pertumbuhan tengkorak dan deformitas tengkorak sekunder atas lesi intrakranial atau gangguan perkembangan otak harus dibedakan. Kraniostenosis adalah kelainan primer pertumbuhan kranial. Sindroma yang berkaitan dengan kraniostenosis, tiga tersering diantaranya adalah sindroma Apert, sindroma Carpenter, dan sindroma Crouzon. 14. Evaluasi Organisasi Evaluasi 1. Evaluasi dilaksanakan di IPDS Bedah Saraf 7

8 2. Evaluasi dilakukan minimal oleh Pembimbing di IPDS Bedah Saraf 3. Evaluasi untuk peserta PPDS Bedah Saraf dilakukan sbb a. Untuk penguasaan ilmu dasar (pengayaan) dilakukan pada ahir setiap semester b. Kemampuan menegakkan diagnosa c. Untuk penguasaan kasus dan teknis operasi dilakukan pada setiap akan dilakukan tindakan / operasi. 4. Untuk dokter spesialis bedah lain yang akan mengambil modul-modul bedah saraf tertentu untuk kepentingan penigkatan kompetensi dalam program CPD, waktu disesuaikan pada kodisi yang ada dari modul ini, dengan evaluasi dan tahap penguasaan materi yang dievaluasi sama ketentuan yang berlaku. Tahap Evaluasi 1. Evaluasi tahap pengayaan dilakukan setelah peseta didik menyelesaikan aspek kognitif di tahap pengayaan. 2. Evaluasi tahap magang dilakukan setelah peserta didik melakukan sejumlah tindakan operasi Sebagai Asisten I sebagai prasyarat evaluasi sesuai dengan jenis penyakit pada submodul 3. Evaluasi tahap mandiri dilakukan setelah peserta didik melakukan sejumlah tindakan operasi mandiri sebagai prasyarat evaluasi sesuai dengan jenis penyakit pada submodul Metode dan Materi Evaluasi 1. Ujian Tulis dan Lisan 2. Kemampuan menegakkan diagnosa di poliklinik maupun ruang rawat 3. Penilaian kemampuan melakukan tindakan 4. Penilaian kemampuan penanganan penderita secara menyeluruh Hasil Penilaian IPDS 1. Penyelesaian modul harus dapat dicapai dalam kurun waktu yang telah ditetapkan 2. Penilaian disesuaikan dengan kompetensi akhir yang harus dicapai pada setiap sub modul ( pengayaan, magang, mandiri ) 3. Kegagalan dalam 1 aspek harus diulang dalam masa selama stase di Bagian/Departemen Badah Saraf. 15. Instrumen Penilaian Instrumen penilaian dari setiap kegiatan berupa evaluasi yang dilakukan pada setiap tahap pendidikan, intrumen yang dipakai adalah : 1 Kemampuan Inform Concent Instruksi & Bimbingan 8

9 2 Penilaian Ilmiah a. Teori & Penyakit Diskusi dan Ujian b. Instrument & Penyakit Diskusi dan Ujian 3 Penilaian Kecakapan Poliklinik, Bedside teaching & Kamar Operasi 4 Penilaian Rehabilitasi Instruksi & Bimbingan 16. Penuntun Belajar Kisi-kisi materi dan buku referensi Kisi-kisi materi mikrosefali: a. Insidensi, patogenesis, dan sitogenesis mikrosefali. b. Dasar-dasar pemeriksaan klinis maupun pemeriksaan tambahan (neuroradiologi)dan patologi anatomi dalam menegakkan diagnosa mikrosefali. c. Pengobatan berbagai jenis mikrosefali. d. Pemeriksaan klinis neurologik untuk menegakkan diagnosa mikrosefali. e. Diagnosa banding mikrosefali. f. Pemeriksaan tambahan (ne uroradiologi) dalam menegakkan diagnosa mikrosefali. g. Pengobatan medikamentosa mikrosefali. h. Tindakan operasi mikrosefali. i. Penyulit tindakan bedah pada kasus mikrosefali. j. Tindak lanjut yang diperlukan k. informed consent 17. Daftar Tilik RINCIAN DAFTAR TIL Menentukan indikasi bedah saraf (poliklinik) 1 Uraian tentang keluhan atau gejala utama 2 Cara datang (sendiri/rujukan) 3 Kelengkapan riwayat penyakit 4 Catatan ukuran panjang badan, berat badan, lingkaran kepala, ubun-ubun besar 5 Deskripsi keadaan kulit ADA TA TL L 9

10 6 Deskripsi kelainan saraf yang dijumpai 7 Pemeriksaan penunjang 8 Hasil konsultasi persiapan operasi 9 Catatan status gizi 10 Obat-obatan yang masih diberikan 11 Inform consent 12 Surat pengantar rawat inap Admission 1 Kelengkapan administrasi 2 Kelengkapan dokumen sesuai daftar tilik poliklinik 3 Buat status Medical Record 4 Cek ulang hasil pemeriksaan di poliklinik 5 Buat rencana perawatan Persiapan Operasi 1 Assesment rencana tindakan, operator dan asisten 2 Konsul toleransi operasi 3 Buat daftar operasi Pra-Bedah 1 Konsul anestesi 2 Asisten lapor pada operator 3 Persiapan menjelang operasi Kamar Operasi 1 Dokumen yang disertakan bersama pasien 2 Keadaan pasien 3 Persiapan pasien 4 Dilakukan narkose umum 5 Dipasang kateter 6 Posisi pasien diatur sesuai standar 7 Dipasang blanket pemanas 8 Persiapan daerah operasi 9 Tindakan operasi 10 Jumlah perdarahan tercatat 11 Jumlah urine tercatat 12 Jumlah kassa yang dipakai tercatat 10

11 13 Jumlah dan jenis instrumen sesuai prosedur 14 Keadaan pasien pasca bedah dievaluasi Pasca Bedah 1 Dokumentasi 2 Catatan perawatan Pemulangan 1 Catatan keadaan pasien 2 Inform consent pada yang merawat 3 Jadwal kontrol dan konsultasi pada dokter spesialis anak 4 Kelengkapan status dan diagnosa 5 Catatan administrasi & keuangan 18. Materi Baku Materi baku kelainan kongenital susunan saraf disusun berdasarkan tujuan pendidikan. Secara rinci disusun pada tujuan khusus. Materi dirinci menjadi berbagai jenis penyakit pada submodul yang disesuaikan dengan kompetensi mandri yang harus dicapai ( matriks hijau ) Sebagai gambaran umum berbagai penyakit yang harus dikuasai sebagai berikut : Mikrosefali / Kraniostenosis Definisi Mikrosefali atau Kraniostenosis adalah keadaan dimana satu atau lebih sutura kranial mengalami obliterasi atau osifikasi prematur di saat periode paling cepat pertumbuhan otak yaitu 6 bulan pertama kehidupan ekstrauterin. Hal ini menyebabkan tulang tengkorak berkembang asimetris dan terjadi deformitas wajah, tekanan abnormal dasar tengkorak dan perubahan konveksitas dura. Mikrosefali diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, sesuai penyebabnya: o Mikrosefali primer jinak berkaitan dengan faktor genetik. Mikrosefali genetik ini termasuk mikrosefali familial dan mikrosefali akibat aberasi khromosom. o Mikrosefali akibat penutupan sutura prematur ( kraniostenosis). Jenis mikrosefali ini berakibat bentuk kepala abnormal, namun pada kebanyakan kasus tak ada anomali serebral yang jelas. o Mikrosefali sekunder terhadap atrofi serebral. Mikrosefali sekunder dapat disebabkan oleh infeksi intrauterin seperti penyakit inklusi sitomegalik, rubella, sifilis, toksoplasmosis, dan herpes simpleks; radiasi, hipotensi sistemik maternal, insufisiensi plasental; anoksia; penyakit sistemik maternal seperti diabetes mellitus, penyakit renal kronis, fenilketonuria; dan kelainan perinatal serta pascanatal seperti asfiksia, infeksi, trauma, 11

12 kelainan jantung kronik, serta kelainan paru-paru dan ginjal. Jenis mikrosefali ini berhubungan dengan retardasi mental. Epidemiologi Mikrosefali kasus malformasi kongenital otak yang paling sering dijumpai. Ukuran otak pada kasus ini relatif amat kecil dan karena pertumbuhannya terhenti maka ukuran tengkorak sebagai wadahnya pun juga kecil. Perbandingan berat otak terhadap badan yang normal adalah 1 : 30, sedangkan pada kasus mikrosefalus, perbandingannya dapat menjadi 1 : 100. Bila kasus bisa hidup sampai usia dewasa, biasanya berat otaknya hanya kurang dari 900 gram Etiologi Mikrosefali diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, sesuai penyebabnya: o o o Mikrosefali primer jinak berkaitan dengan faktor genetik. Mikrosefali akibat penutupan sutura prematur (kraniostenosis). Mikrosefali sekunder terhadap atrofi serebral. Mikrosefali sekunder dapat disebabkan oleh infeksi intrauterin; radiasi, hipotensi sistemik maternal, insufisiensi plasental; anoksia; penyakit sistemik maternal dan kelainan perinatal serta pascanatal. Manifestasi Klinis Secara manifestasi klinis, pada mikrosefali kepala lebih kecil dari pada normal, ubun-ubun besar terbuka dan kecil. Didapatkan retardasi mental, didapatkan pula gejala motorik berupa diplegia spastik, hemiplegia dan sebagainya. Juga dapat ditemukan terlambat bicara dan kejang. Tampilan kasus mikrosefallus yang khas adalah tulang frontal dan fosa anterior yang kecil. Secara patologis terdapat kelainan seperti hipoplasia serebri, pakigiria, mikrogiria, porensefali, atrofi serebri. Biasanya ditemukan penutupan fontanel dan sutura-sutura tengkorak sebelum waktunya (premature closu re). Anak dengan microgyria dapat hidup sampai dewasa. Yang berukuran kecil biasanya tidak menutupi serebelum dan corak girus-girus kortikalnya abnormal. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain adalah foto polos kepala dan CT Scan kepala. Untuk mengetahui penyebab terjadinya mikrosefal, dapat dilakukan analisis kromosom dan foto polos dada diperlukan untuk memastikan tiadanya klavikula. Tatalaksana Tindakan terhadap kraniostenosis ditujukan kepada pemberian kesempatan kepada tengkorak untuk ekspansi. Sutura dibuat secara operasi hingga perubahan yang irreversibel terjadi pada otak. Karena otak pertumbuhannya 12

13 mencapai 85 persen pada usia tiga tahun, maka operasi harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya dalam enam bulan sejak lahir. Sinostosis sutura multipel memerlukan operasi dini untuk membuang tekanan kranium terhadap otak. Bahkan pada sinostosis sutura tunggal, operasi dini diperlukan untuk memperbaiki deformitas kranial. Hasil yang baik dapat dicapai setelah usia satu tahun bila koreksi dikombinasi dengan tindakan bedah terhadap dasar tengkorak. 19. Algoritme 20. Kepustakan 1. Osborn AG, Blasser SI, Salzman KL, Katzman GL, Provenzale J, Castillo M, et all. Osborn Diagnostic Imaging. Canada : Amirsys/Elsevier. 1 st ed Wilkins RH, Rengachary SS. Neurosurgery. USA : Mc Graw-Hill. 2 nd Ed Rengachary SS, Wilkins RH. Principles of Neurosurgery. London : Mosby Winn HR. Youman s Neurological Surgery. 5 th ed. USA : Saunders

14 21. Presentasi Materi presentasi menggunakan materi dalam bentuk power point sesuai dengan materi modul mikrosefali. 22. Model Model pembelajaran dapat menggunakan diseksi kadaver. 14

MODUL DEFORMITAS ATLANTO-OKSIPITAL

MODUL DEFORMITAS ATLANTO-OKSIPITAL MODUL DEFORMITAS ATLANTO-OKSIPITAL 1. Definisi Deformitas Atlanto-oksipital adalah dislokasi sendi atlanto-oksipital (O-C1) akibat trauma berenergi tinggi yang menyebabkan ruptur membran tektorial dan

Lebih terperinci

MODUL PERDARAHAN INTRAKRANIAL SPONTAN

MODUL PERDARAHAN INTRAKRANIAL SPONTAN MODUL PERDARAHAN INTRAKRANIAL SPONTAN 1. Definisi Perdarahan intrakranial spontan adalah perdarahan yang terjadi intrakranial, dan dapat terjadi pada parenkim otak atau ruang meningen, yang terjadi spontan

Lebih terperinci

MENINGOKEL POSTERIOR MODUL. 1. Definisi

MENINGOKEL POSTERIOR MODUL. 1. Definisi MODUL MENINGOKEL POSTERIOR 1. Definisi Meningokel posterior adalah keluarnya struktur intra kranial (meningen) melalui defek yang terjadi akibat malformasi pada masa embriologi. Jika meningen yang keluar

Lebih terperinci

MODUL ENTRAPMENT SYNDROME

MODUL ENTRAPMENT SYNDROME MODUL ENTRAPMENT SYNDROME 1. Definisi Entrapment syndrome adalah suatu kondisi di mana saraf melewati ruang terbatas ditekan dan menimbulkan gejala penekanan saraf tepi. Yang paling umum dari kondisi ini

Lebih terperinci

SINDROM ARNOLD CHIARI/ SIRINGOMIELIA

SINDROM ARNOLD CHIARI/ SIRINGOMIELIA MODUL SINDROM ARNOLD CHIARI/ SIRINGOMIELIA 1. Definisi Sindrom Arnold Chiary atau siringomielia adalah sindrom herniasi otak belakang (hindbrain) dimana terdapat hubungan antara isi fossa posterior dengan

Lebih terperinci

DANDY WALKER MALFORMATION

DANDY WALKER MALFORMATION MODUL DANDY WALKER MALFORMATION 1. Definisi Dandy Walker malformation adalah suatu sindrom yang berkaitan dengan disgenesis dari struktur midline cerebellar, yang terdiri dari dilatasi kistik dari ventrikel

Lebih terperinci

KISTA ARACHNOID MODUL. 1. Definisi

KISTA ARACHNOID MODUL. 1. Definisi MODUL KISTA ARACHNOID 1. Definisi Kista arachnoid adalah Kista arachnoid adalah kantung yang berisi cairan serebrospinal yang terdapat pada lapisan leptomening dan dibatasi oleh lapisan arachnoid di basis

Lebih terperinci

MODUL ANEURISMA SEREBRI

MODUL ANEURISMA SEREBRI MODUL ANEURISMA SEREBRI 1. Definisi Aneurisma adalah dilatasi/pelebaran/ penonjolan pada dinding pembuluh darah arteri. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11

Lebih terperinci

INFEKSI PARASITER (CACING)

INFEKSI PARASITER (CACING) MODUL INFEKSI PARASITER (CACING) 1. Definisi Infeksi parasit (cacing) adalah infeksi yang disebabkan oleh karena invasi telur atau larva cacing ke dalam tubuh manusia termasuk diantaranya adalah 2. Waktu

Lebih terperinci

MODUL NYERI 1. Definisi

MODUL NYERI 1. Definisi MODUL NYERI 1. Definisi Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, terkait dengan potensi kerusakan jaringan. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5

Lebih terperinci

1. Definisi Kanal stenosis adalah suatu kondisi medis di mana kanal tulang belakang menyempit dan menekan medulla spinalis.

1. Definisi Kanal stenosis adalah suatu kondisi medis di mana kanal tulang belakang menyempit dan menekan medulla spinalis. MODUL KANAL STENOSIS 1. Definisi Kanal stenosis adalah suatu kondisi medis di mana kanal tulang belakang menyempit dan menekan medulla spinalis. 2. Waktu TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7

Lebih terperinci

DEGENERASI DISKUS INTERVERTEBRAL SERVIKAL

DEGENERASI DISKUS INTERVERTEBRAL SERVIKAL 1. Definisi MODUL DEGENERASI DISKUS INTERVERTEBRAL SERVIKAL Degenerasi diskus intervertebralis adalah hilangnya sifat bantalan struktur semikaku (diskus intervertebralis) yang memisahkan dan menahan kolom

Lebih terperinci

SPINAL DISRAFISME MODUL. 1. Definisi

SPINAL DISRAFISME MODUL. 1. Definisi MODUL SPINAL DISRAFISME 1. Definisi Spinal disrafisme adalah defek pada perkembangan kolumna vertebra yang berhubungan dengan lesi neurologik. Occult Spinal Dysraphism (disrafisme spinal) adalah kelainan

Lebih terperinci

MODUL FISTULA ARTERI-VENA (AV FISTULA)

MODUL FISTULA ARTERI-VENA (AV FISTULA) MODUL FISTULA ARTERI-VENA (AV FISTULA) 1. Definisi AV fistula adalah hubungan abnormal antara arteri dan vena. AV fistula dapat bersifat kongenital atau didapat. AV fistula yang didapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

MORBUS HANSEN MODUL. 1. Definisi. 2. Waktu Pendidikan

MORBUS HANSEN MODUL. 1. Definisi. 2. Waktu Pendidikan MODUL MORBUS HANSEN 1. Definisi Morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi kronis oleh Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, yang selanjutnya dapat menyerang kulit, saluran nafas bagian atas,

Lebih terperinci

MODUL MALFORMASI ARTERI VENA KRANIAL (SIMPEL)

MODUL MALFORMASI ARTERI VENA KRANIAL (SIMPEL) Bedah Saraf : Kelainan Vaskuler Susunan Saraf MODUL MALFORMASI ARTERI VENA KRANIAL (SIMPEL) 1. Definisi AVM adalah lesi pembuluh darah ketika darah mengalir dari sistem arteri ke sistem vena tanpa melewati

Lebih terperinci

TUBERKULOMA MODUL. 1. Definisi. 2. Waktu Pendidikan

TUBERKULOMA MODUL. 1. Definisi. 2. Waktu Pendidikan MODUL TUBERKULOMA 1. Definisi Tuberkuloma adalah lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang merupakan kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB (Mycobacterium tuberkulosis) yang menyebar dari

Lebih terperinci

HIDROSEFALUS KOMPLEKS

HIDROSEFALUS KOMPLEKS MODUL HIDROSEFALUS KOMPLEKS 1. Definisi Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid. Bila akumulasi CSS yang berlebihan

Lebih terperinci

MODUL SPONDILOLISTESIS

MODUL SPONDILOLISTESIS MODUL SPONDILOLISTESIS 1. Definisi Spondilolistesis adalah perpindahan relatif ke arah anterior atau posterior satu vertebra terhadap yang lain. 2. Waktu TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7

Lebih terperinci

2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 PROGRAM MAGISTER (beban dihitung dengan SKS) >=40SKS.

2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 PROGRAM MAGISTER (beban dihitung dengan SKS) >=40SKS. MODUL KAVERNOMA 1. Definisi Malformasi kavernosus atau hemangioma kavernosus atau kavernoma adalah lesi vaskular yang abnormal berupa beberapa kompartemen kecil (lobulus). Kompartemen ini mengandung komponen

Lebih terperinci

INFEKSI KOMENSAL/ PENURUNAN IMUNITAS

INFEKSI KOMENSAL/ PENURUNAN IMUNITAS MODUL INFEKSI KOMENSAL/ PENURUNAN IMUNITAS 1. Definisi Infeksi komensal/penurunan imunitas adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme setempat atau flora normal yang dapat diakibatkan karena

Lebih terperinci

SPONDILITIS TUBERKULOSA

SPONDILITIS TUBERKULOSA MODUL SPONDILITIS TUBERKULOSA 1. Definisi Spondilitis tuberkulosa (TB) adalah infeksi granulomatosis dan bersifat kronis destruktif yang di sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang

Lebih terperinci

MODUL MALFORMASI ARTERI VENA SPINAL

MODUL MALFORMASI ARTERI VENA SPINAL MODUL MALFORMASI ARTERI VENA SPINAL 1. Definisi AVM adalah lesi pembuluh darah ketika darah mengalir dari sistem arteri ke sistem vena tanpa melewati kapiler. Tanda khas penyakit ini adalah adanya pintasan

Lebih terperinci

2. WAKTU PENDIDIKAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11. Supratentorial

2. WAKTU PENDIDIKAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11. Supratentorial MODUL MEDULOBLASTOMA 1. DEFINISI Medulloblastoma adalah tumor primer intrakranial yang berasal dari serebelum atau fossa posterior. Tumor ini adalah salah satu tumor ganas intrakranial. 2. WAKTU PENDIDAN

Lebih terperinci

MODUL OSTEOMA 1. DEFINISI

MODUL OSTEOMA 1. DEFINISI MODUL OSTEOMA 1. DEFINISI Osteoma adalah tumor jinak yang mengandung sel-sel jaringan tulang yang berdiferensiasi, dapat berupa jaringan yang sklerotik, tulang padat, dan dapat terjadi di tulang tengkorak

Lebih terperinci

2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 PROGRAM MAGISTER (beban dihitung dengan SKS) >=40SKS.

2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 PROGRAM MAGISTER (beban dihitung dengan SKS) >=40SKS. 1. Definisi MODUL ANGIOMA SPINAL Angioma, dikenal pula sebagai cavernous malformasi atau cavernous angioma atau juga sebagai cavernoma, merupakan kelainan pembuluh darah yang ditandai dengan gambaran pembuluh

Lebih terperinci

MODUL SCHWANNOMA SARAF TEPI 1. DEFINISI

MODUL SCHWANNOMA SARAF TEPI 1. DEFINISI MODUL SCHWANNOMA SARAF TEPI 1. DEFINISI Schwannoma adalah tumor yang berasal dari lapisan pembungkus sel saraf (neuron). Schwannoma tumbuh lambat dan dapat tumbuh di sepanjang saraf tepi. 2. WAKTU PENDIDAN

Lebih terperinci

2. WAKTU PENDIDIKAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11. Supratentorial

2. WAKTU PENDIDIKAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11. Supratentorial MODUL HAMARTOMA 1. DEFINISI Hamartoma adalah nodul yang menyerupai tumor, terdiri atas jaringan dan sel matur yang tumbuh berlebihan, mengalami disorganisasi dan biasanya ada satu elemen yang dominan.

Lebih terperinci

MODUL KAROTIS-KAVERNOSUS FISTULA

MODUL KAROTIS-KAVERNOSUS FISTULA MODUL KAROTIS-KAVERNOSUS FISTULA 1. Definisi Karotis-kavernosus adalah hubungan abnormal antara arteri karotis (atau cabang-cabangnya) dan sinus kavernosus di belakang mata. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I

Lebih terperinci

INFEKSI PARASITER (JAMUR)

INFEKSI PARASITER (JAMUR) MODUL INFEKSI PARASITER (JAMUR) 1. Definisi Infeksi jamur adalah infeksi yang terjadi setelah terjadi invasi jamur (spora) pada tubuh manusia termasuk diantaranya adalah susunan saraf pusat dan menimbulkan

Lebih terperinci

GLIOMA SPINAL MODUL. 1. Definisi. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11

GLIOMA SPINAL MODUL. 1. Definisi. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 MODUL GLIOMA SPINAL 1. Definisi Glioma adalah tumor otak primer yang berasal dari sel glia, yaitu sel penunjang sel saraf pada otak. Glioma diklasifikasikan berdasarkan letak dan histologisnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

MODUL GLIOMA INFRATENTORIAL

MODUL GLIOMA INFRATENTORIAL MODUL GLIOMA INFRATENTORIAL 1. DEFINISI Glioma adalah tumor otak primer yang berasal dari sel glia, yaitu sel penunjang sel saraf pada otak. Glioma diklasifikasikan berdasarkan letak dan histologisnya.

Lebih terperinci

GRANULOMA EOSINOFILIK

GRANULOMA EOSINOFILIK MODUL GRANULOMA EOSINOFIL 1. DEFINISI Granuloma eosinofilik adalah jenis spektrum histiositosis sel Langerhans yang paling ringan. Granuloma eosinofilik dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Granuloma eosinofilik

Lebih terperinci

ABSES SEREBRI MODUL. 1. Definisi. 2. Waktu Pendidikan

ABSES SEREBRI MODUL. 1. Definisi. 2. Waktu Pendidikan MODUL ABSES SEREBRI 1. Definisi Abses serebri adalah suatu lesi desak ruang berupa suatu penumpukan materi piogenik yang terjadi akibat invasi dan perkembangan mikroorganisme yang terlokalisir di dalam

Lebih terperinci

MODUL SPASTISITAS/RIGIDITAS 1. Definisi

MODUL SPASTISITAS/RIGIDITAS 1. Definisi MODUL SPSTISITS/RIGIDITS 1. Definisi Spastisitas atau hipertonus otot merupakan kelainan sistem saraf pusat yang ditandai oleh otot yang terus menerus menerima impuls untuk menjadi kaku. Saraf yang menginervasi

Lebih terperinci

MODUL PLASMASITOMA 1. DEFINISI 2. WAKTU PENDIDIKAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11

MODUL PLASMASITOMA 1. DEFINISI 2. WAKTU PENDIDIKAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 MODUL PLASMASITOMA 1. DEFINISI Plasmasitoma intrakranial adalah mieloma sel plasma yang mengenai tulang tengkorak, meningen dan parenkim otak. Plasmasitoma termasuk varian dari mieloma multiple yang jarang

Lebih terperinci

MODUL TUMOR METASTATIK

MODUL TUMOR METASTATIK MODUL TUMOR METASTAT 1. DEFINISI Tumor adalah penyebaran tumor dari organ lain di luar susunan saraf pusat. Tumor di otak dikenal juga dengan secondary brain tumor. 2. WAKTU PENDIDAN TAHAP I TAHAP II TAHAP

Lebih terperinci

MODUL KRANIOFARINGIOMA 1. DEFINISI

MODUL KRANIOFARINGIOMA 1. DEFINISI MODUL KRANIOFARINGIOMA 1. DEFINISI Kraniofaringioma adalah tumor epithelial jinak yang tumbuh dari tangkai atau glandula hipofisis, memiliki struktur solid, kistik ataupun campuran keduanya yang mengisi

Lebih terperinci

MODUL SUBDURAL HEMATOMA AKUT

MODUL SUBDURAL HEMATOMA AKUT MODUL SUBDURAL HEMATOMA AKUT 1. Definisi Subdural hematoma adalah pendarahan ke dalam ruang antara duramaterdan otak. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 PROGRAM

Lebih terperinci

2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 PROGRAM KEPROFESIAN ( Beban dihitung berdasarkan Kompetensi )

2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 PROGRAM KEPROFESIAN ( Beban dihitung berdasarkan Kompetensi ) MODUL DEPRESSED FRACTURE 1. Definisi Depressed fracture adalah fraktur pada tulang tengkorak di mana terdapat fragmen yang tertekan di bawah permukaan normal. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP

Lebih terperinci

MODUL SUBDURAL HEMATOMA KRONIK

MODUL SUBDURAL HEMATOMA KRONIK MODUL SUBDURAL HEMATOMA KRONIK 1. Definisi Subdural hematoma kronik adalah pendarahan ke dalam ruang antara duramater dan otak yang telah berlangsung lama. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III

Lebih terperinci

MODUL EPIDURAL HEMATOMA

MODUL EPIDURAL HEMATOMA MODUL EPIDURAL HEMATOMA 1. Definisi Epidural hematoma adalah hematoma antara tengkorak dan duramater. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 PROGRAM KEPROFESIAN

Lebih terperinci

MODUL INTRACEREBRAL HEMATOMA

MODUL INTRACEREBRAL HEMATOMA Bedah Saraf : Intracerebral Hematoma MODUL INTRACEREBRAL HEMATOMA 1. Definisi Intracerebral hematoma adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak itu sendiri. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II

Lebih terperinci

MODUL TRAUMA TEMBUS. 1. Definisi Trauma tembus kranium adalah lesi di mana proyektil benda asing menembus tulang tengkorak dan tidak keluar lagi.

MODUL TRAUMA TEMBUS. 1. Definisi Trauma tembus kranium adalah lesi di mana proyektil benda asing menembus tulang tengkorak dan tidak keluar lagi. Bedah Saraf : Trauma tembus MODUL TRAUMA TEMBUS 1. Definisi Trauma tembus kranium adalah lesi di mana proyektil benda asing menembus tulang tengkorak dan tidak keluar lagi. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I

Lebih terperinci

MODUL ADENOMA HIPOFISIS 1. Definisi

MODUL ADENOMA HIPOFISIS 1. Definisi MODUL ADENOMA HIPOFISIS 1. Definisi Adenoma hipofisis adalah tumor jinak yang tumbuh dari sel sel adenohipofisis yang mengisi ruang sella dan suprasella. Tumor disebut fungsional bila menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

MODUL BOCORAN LIQUOR

MODUL BOCORAN LIQUOR MODUL BOCORAN LIQUOR 1. Definisi Bocoran liquor adalah keluarnya cairan dari ruang cairan serebrospinal (CSS) akibat lacerasi duramater. 2. Waktu Pendidikan TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6

Lebih terperinci

MODUL MENINGIOMA SUPRATENTORIAL

MODUL MENINGIOMA SUPRATENTORIAL MODUL MENINGIOMA SUPRATENTORIAL 1. DEFINISI Meningioma adalah tumor meningen di susunan saraf pusat yang berasal dari neuroektoderm, yaitu muncul dari sel-sel meningoendotelial yang banyak terkonsentrasi

Lebih terperinci

Lama pendidikan Dokter Spesialis Bedah Saraf adalah 11 Semester. Dipandang dari sudut hukum, dikenal istilah Pengayaan, Magang dan Mandiri.

Lama pendidikan Dokter Spesialis Bedah Saraf adalah 11 Semester. Dipandang dari sudut hukum, dikenal istilah Pengayaan, Magang dan Mandiri. Bab I : Aturan Umum Landasan Hukum Kurikulum Pendidikan Bedah Saraf Indonesia (KPBSI) disusun dengan mengacu pada : Keputusan KKI / MKKI. Standar Pendidikan Bedah Saraf Indonesia. Standar Profesi Bedah

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 2 Bedah Anak POLIPEKTOMI REKTAL (No. ICOPIM: 5-482) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi rektum dan isinya, menegakkan

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 5 Bedah Anak BUSINASI (No. ICOPIM: 5-731) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari anal canal, diagnosis dan pengelolaan

Lebih terperinci

Modul 34 EKSISI LUAS TUMOR DINDING ABDOMEN PADA TUMOR DESMOID & DINDING ABDOMEN YANG LAIN (No. ICOPIM: 5-542)

Modul 34 EKSISI LUAS TUMOR DINDING ABDOMEN PADA TUMOR DESMOID & DINDING ABDOMEN YANG LAIN (No. ICOPIM: 5-542) Modul 34 Bedah Digestif EKSISI LUAS TUMOR DINDING ABDOMEN PADA TUMOR DESMOID & DINDING ABDOMEN YANG LAIN (No. ICOPIM: 5-542) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik

Lebih terperinci

TERAPI INHALASI MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI. : Prosedur Tidakan pada Kelainan Paru. I. Waktu. Mengembangkan kompetensi.

TERAPI INHALASI MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI. : Prosedur Tidakan pada Kelainan Paru. I. Waktu. Mengembangkan kompetensi. MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI NOMOR MODUL TOPIK SUB TOPIK I. Waktu : B02 : Prosedur Tidakan pada Kelainan Paru : Terapi Inhalasi TERAPI INHALASI Mengembangkan kompetensi Sesi Tutorial Diskusi

Lebih terperinci

Modul 4 SIRKUMSISI PADA PHIMOSIS (No. ICOPIM: 5-640)

Modul 4 SIRKUMSISI PADA PHIMOSIS (No. ICOPIM: 5-640) Modul 4 Bedah Anak SIRKUMSISI PADA PHIMOSIS (No. ICOPIM: 5-640) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi preputium penis,

Lebih terperinci

Modul 20 RESEKSI/ EKSISI ANEURISMA PERIFER (No. ICOPIM: 5-382)

Modul 20 RESEKSI/ EKSISI ANEURISMA PERIFER (No. ICOPIM: 5-382) Modul 20 Bedah TKV RESEKSI/ EKSISI ANEURISMA PERIFER (No. ICOPIM: 5-382) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi pembuluh

Lebih terperinci

b.rawat inap adalah perawatan di rumah sakit untuk tujuan diagnostik, bedah maupun rehabilitasi, dengan jenis kasus sesuai kriteria rumah sakit.

b.rawat inap adalah perawatan di rumah sakit untuk tujuan diagnostik, bedah maupun rehabilitasi, dengan jenis kasus sesuai kriteria rumah sakit. Pendahuluan Profesi Bedah Saraf meskipun keberadaannya di Indonesia sudah lebih dari 50 tahun, namun hingga saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang belum mengenal dan belum dapat merasakan manfaatnya.

Lebih terperinci

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH Oleh BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG NOVEMBER 2014 I. Waktu Mengembangkan kompetensi

Lebih terperinci

Modul 18 Bedah TKV EKSISI HEMANGIOMA (ICOPIM 5-884)

Modul 18 Bedah TKV EKSISI HEMANGIOMA (ICOPIM 5-884) Modul 18 Bedah TKV EKSISI HEMANGIOMA (ICOPIM 5-884) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik mampu untuk menjelaskan anatomi, dari pembuluh darah, patologi, menegakkan

Lebih terperinci

( No. ICOPIM : )

( No. ICOPIM : ) Modul 13 Bedah TKV TORAKOSTOSMI TERBUKA ( No. ICOPIM : 5-340 ) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu untuk menjelaskan anatomi, topografi, dari pleura dan

Lebih terperinci

Modul 26 DETORSI TESTIS DAN ORCHIDOPEXI (No. ICOPIM: 5-634)

Modul 26 DETORSI TESTIS DAN ORCHIDOPEXI (No. ICOPIM: 5-634) Modul 26 Bedah Anak DETORSI TESTIS DAN ORCHIDOPEXI (No. ICOPIM: 5-634) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari testis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

Modul 11. (No. ICOPIM: 5-467)

Modul 11. (No. ICOPIM: 5-467) Modul 11 Bedah Digestif PENUTUPAN PERFORASI USUS (No. ICOPIM: 5-467) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, topografi dari

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN 2014 SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN 2014 SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN 2014 SILABUS Program Studi : Pendidikan Dokter Kode Blok : Blok : REPRODUKSI Bobot : 4 SKS Semester : IV Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu: - Menjelaskan

Lebih terperinci

Modul 36. ( No. ICOPIM 5-545)

Modul 36. ( No. ICOPIM 5-545) Modul 36 Bedah Digestif REPAIR BURST ABDOMEN ( No. ICOPIM 5-545) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum: Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dan fisiologi dari

Lebih terperinci

Modul 26 PENUTUPAN STOMA (TUTUP KOLOSTOMI / ILEOSTOMI) ( No. ICOPIM 5-465)

Modul 26 PENUTUPAN STOMA (TUTUP KOLOSTOMI / ILEOSTOMI) ( No. ICOPIM 5-465) Modul 26 Bedah Digestif PENUTUPAN STOMA (TUTUP KOLOSTOMI / ILEOSTOMI) ( No. ICOPIM 5-465) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum: Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang

Lebih terperinci

Modul 11 BEDAH TKV FIKSASI INTERNAL IGA ( KLIPING KOSTA ) (ICOPIM 5-790, 792)

Modul 11 BEDAH TKV FIKSASI INTERNAL IGA ( KLIPING KOSTA ) (ICOPIM 5-790, 792) Modul 11 BEDAH TKV FIKSASI INTERNAL IGA ( KLIPING KOSTA ) (ICOPIM 5-790, 792) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, dari

Lebih terperinci

TANDA-TANDA RADIOLOGIK

TANDA-TANDA RADIOLOGIK Peranan Radiologik Pada Kelainan Otak dr. Susworo Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta PENDAHULUAN Pemeriksaan radiologi pada kelainan otak dapat dibagi atas : 1. Konvensional

Lebih terperinci

Modul 16 EKSISI TELEANGIEKTASIS (ICOPIM 5-387)

Modul 16 EKSISI TELEANGIEKTASIS (ICOPIM 5-387) Modul 16 Bedah TKV EKSISI TELEANGIEKTASIS (ICOPIM 5-387) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari pembuluh darah, menegakkan

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

Sem 9 G M Q 79.3 K6 K6 K6 K6 P5.A3 P5.A3 P5.A3 P5.A5 P5.A5 P5.A Sem 3. Sem 5. Sem 4

Sem 9 G M Q 79.3 K6 K6 K6 K6 P5.A3 P5.A3 P5.A3 P5.A5 P5.A5 P5.A Sem 3. Sem 5. Sem 4 MODUL GASTROSCHISIS KODE MODUL : MBA 010 A. Definisi Gastroschisis adalah kegagalan penutupan dinding perut dengan defek berada di sebelah kanan umbilikal cord (95% kasus) disertai dengan herniasi organ

Lebih terperinci

OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT

OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi dan topografi daerah abdomen, patogenesis omphalomesenterikus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat. maturasi serebral (Mahdalena, Shella. 2012).

BAB I PENDAHULUAN. progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat. maturasi serebral (Mahdalena, Shella. 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerebral Palsy adalah gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak,di dalam susunan syaraf pusat, bersifat kronik dan tidak

Lebih terperinci

(No. ICOPIM: 5-491, 5-884)

(No. ICOPIM: 5-491, 5-884) Modul 3 Bedah Digestif FISTULOTOMI DAN FISTULEKTOMI (No. ICOPIM: 5-491, 5-884) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, topografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju maupun negara berkembang. 1 Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi. 50 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi. 3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Tempat : bangsal saraf dan bedah saraf RSUP

Lebih terperinci

b. Tujuan farmakoekonomi...27 c. Aplikasi farmakoekonomi...28 d. Metode farmakoekonomi Pengobatan Rasional...32

b. Tujuan farmakoekonomi...27 c. Aplikasi farmakoekonomi...28 d. Metode farmakoekonomi Pengobatan Rasional...32 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...,... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1 B. Perumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

Modul 23 ORCHIDOPEXI/ORCHIDOTOMI PADA UNDESCENSUS TESTIS (UDT) (No. ICOPIM: 5-624, 5-620)

Modul 23 ORCHIDOPEXI/ORCHIDOTOMI PADA UNDESCENSUS TESTIS (UDT) (No. ICOPIM: 5-624, 5-620) Modul 23 Bedah Anak ORCHIDOPEXI/ORCHIDOTOMI PADA UNDESCENSUS TESTIS (UDT) (No. ICOPIM: 5-624, 5-620) 1. TUJUAN: 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti

Lebih terperinci

Modul 1 EKSISI TUMOR JARINGAN LUNAK KEPALA LEHER (ICOPIM )

Modul 1 EKSISI TUMOR JARINGAN LUNAK KEPALA LEHER (ICOPIM ) Modul 1 Bedah KL EKSISI TUMOR JARINGAN LUNAK KEPALA LEHER (ICOPIM 5-885 ) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, patologi

Lebih terperinci

TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM

TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM Lampiran III Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/II/2011 TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM 1. Peserta wajib memiliki Kartu Askes yang

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CORPUS ALIENUM DI KEPALA DAN LEHER (ICOPIM 5-119)

EKSTRAKSI CORPUS ALIENUM DI KEPALA DAN LEHER (ICOPIM 5-119) Modul 24 Bedah KL EKSTRAKSI CORPUS ALIENUM DI KEPALA DAN LEHER (ICOPIM 5-119) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, topografi

Lebih terperinci

PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG

PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb. Penundaan pelayanan kepada pasien terjadi apabila pasien harus menunggu terlayani dalam waktu yang

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

Modul 9. (No. ICOPIM: 5-461)

Modul 9. (No. ICOPIM: 5-461) Modul 9 Bedah Digestif SIGMOIDOSTOMI (No. ICOPIM: 5-461) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari kolon dan rektum, mengerti

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN >/= 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PAB.1. Tersedia pelayanan

Lebih terperinci

PEOGRAM PENDIDIKAN NEUROONKOLOGI PPDS I DEPT-SMF ILMU BEDAH SARAF RS.Dr SOETOMO - FK UNAIR SURABAYA

PEOGRAM PENDIDIKAN NEUROONKOLOGI PPDS I DEPT-SMF ILMU BEDAH SARAF RS.Dr SOETOMO - FK UNAIR SURABAYA PEOGRAM PENDIDIKAN NEUROONKOLOGI PPDS I DEPT-SMF ILMU BEDAH SARAF RS.Dr SOETOMO - FK UNAIR SURABAYA I. Batasan Neuroonkologi adalah bagian dari Ilmu Bedah Saraf yang mempelajari tentang tumor atau neoplasma

Lebih terperinci

Modul 2 (ICOPIM 8-835)

Modul 2 (ICOPIM 8-835) Modul 2 Bedah TKV VENA SEKSI (ICOPIM 8-835) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi pembuluh darah, dan patofisiologi syok

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 35 Bedah Digestif ADHESIOLISIS (No. ICOPIM: 5-544) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum: Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dan fisiologi dari isi

Lebih terperinci

Modul 3. (No. ICOPIM: 5-530)

Modul 3. (No. ICOPIM: 5-530) Modul 3 Bedah Anak HERNIOTOMI (No. ICOPIM: 5-530) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi daerah inguinalis dan dinding depan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Identitas Mata Kuliah Identitas dan Validasi Nama Tanda Tangan Kode Mata Kuliah : KBK403 Dosen

Lebih terperinci

I. PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

I. PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS Bagian THT-KL Fakultas kedokteran Universitas Andalas (UNAND) Padang merupakan sentra Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) THT-KL disamping juga mendidik Pendidikan dokter Umum. I. PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

Lebih terperinci

Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk

Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENGERTIAN Hydrocephalus berasal dari bahasa Latin yaitu "Hydro" yang berarti "air" dan

Lebih terperinci

Karakteristik Tumor Infratentorial dan Tatalaksana Operasi di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun

Karakteristik Tumor Infratentorial dan Tatalaksana Operasi di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun Karakteristik Tumor Infratentorial dan Tatalaksana Operasi di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun 2001 2005 Hilman Mahyuddin, Agus Budi Setiawan Departemen Bedah

Lebih terperinci

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan bedah atau tindakan di bidang obstetri dan ginekologi merupakan suatu tindakan kedokteran yang dibutuhkan untuk memungkinkan suatu tindakan operasi oleh dokter

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA Oleh : Nugroho Budhi Apriliono J100070018 Diajukan guna

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Identitas Mata Identitas dan Validasi Nama Tanda Tangan Kode Mata :KBK404 Dosen Pengembang RPS

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor pada bulan Juni 2009.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor pada bulan Juni 2009. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penilaian sistem, dalam hal ini peneliti melakukan analisis terhadap interaksi yang terjadi pada input-proses-output yang terjadi untuk

Lebih terperinci

Sosialisasi Kaidah Koding sesuai Permenkes 76 tahun RIRIS DIAN HARDIANI Tim Teknis Ina CBG Kementerian Kesehatan

Sosialisasi Kaidah Koding sesuai Permenkes 76 tahun RIRIS DIAN HARDIANI Tim Teknis Ina CBG Kementerian Kesehatan Sosialisasi Kaidah Koding sesuai Permenkes 76 tahun 2016 RIRIS DIAN HARDIANI Tim Teknis Ina CBG Kementerian Kesehatan PENULISAN DIAGNOSA DAN TINDAKAN LENGKAP DAN SPESIFIK KETEPATAN KODING INA-CBG YANG

Lebih terperinci

PERIKARDIOSENTESIS TERBUKA Bedah TKV (ICOPIM 5-371)

PERIKARDIOSENTESIS TERBUKA Bedah TKV (ICOPIM 5-371) Modul 8 PERIKARDIOSENTESIS TERBUKA Bedah TKV (ICOPIM 5-371) 1. TUJUAN 1 1 Tujuan pembelajaran mum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, topografi, dari pericardium,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci