Bab II Kajian Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Kajian Pustaka"

Transkripsi

1 13 Bab II Kajian Pustaka II.1 Pembuatan Keputusan Keputusan merupakan penilaian atas pendapat terhadap persoalan yang dipertimbangkan atau tindakan atas pencapaian kesimpulan ( Sedangkan pembuatan keputusan menurut Druzdzel (2003) merupakan problem pemilihan terhadap sejumlah alternatif. Lain halnya dengan Turban dkk. (2005) yang mendefinisikan pembuatan keputusan sebagai suatu proses memilih di antara berbagai tindakan dengan maksud mencapai goals tertentu. Berdasarkan kedua definisi terdapat kesamaan bahwa pembuatan keputusan akan melibatkan proses memilih. Pembuatan keputusan yang dilakukan oleh individu baik bagi dirinya sendiri maupun bagi organisasi akan mencakup proses pengenalan problem, pencarian solusi yang tersedia dan bagaimana penerimaan terhadap pilihan solusi tersebut. Menurut Cook (2002), pembuatan keputusan bergantung pada persepsi individu yang terlibat, sehingga mungkin saja terjadi perbedaan mengenai cara pendefinisian problem bagi setiap individu. Adapun hal utama yang membedakan pembuatan keputusan yang sifatnya personal dengan keorganisasian adalah dampak banyaknya aktor yang menentukan penerimaan keputusan tersebut. II.1.1 Proses Pembuatan Keputusan Proses pembuatan keputusan pada organisasi tidak bisa disamakan untuk setiap problem, namun harus disesuaikan dengan karakteristik problem keputusan yang dihadapi. Pada organisasi umumnya akan terdapat banyak orang yang memberikan pandangan/penilaian dalam menghasilkan alternatif, menilai konsekuensi, menerapkan berbagai aspek pada pilihan, dan lain sebagainya. Menurut Nutt (1984), proses pembuatan keputusan berasal dari serangkaian aktivitas yang diawali dengan identifikasi suatu isu dan diakhiri dengan tindakan. Pada Gambar II.1 diperlihatkan proses pembuatan keputusan dengan memanfaatkan SPPK.

2 14 Gambar II.1 Proses pembuatan keputusan dengan SPPK (Courtney, 2001) II.1.2 Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan (SPPK) SPPK seringkali didefinisikan sebagai perangkat berbasis komputer sebagai pendamping bagi pembuat keputusan, yang menyediakan fasilitas dan menerima input sejumlah besar fakta dan metode, kemudian mengubahnya menjadi bentuk perbandingan yang memiliki arti, atau berupa grafik dan tren sehingga memudahkan dan meningkatkan kemampuan pembuat keputusan dalam membuat keputusan (Bhatt, 2002). SPPK memiliki kemampuan mendukung berbagai jenis pembuatan keputusan, serta mendukung pilihan, dan juga membantu dalam memodelkan dan melakukan analisis sistem, identifikasi kemungkinan kebutuhan keputusan, dan menyusun problem keputusan (Druzdzel, 2003). Dengan adanya SPPK, akan terjadi kombinasi antara kemampuan terbaik manusia dan komputer. Jika manusia memiliki kemampuan untuk mengenali pola pada banyak faktor yang mempengaruhi keputusan, maka komputer unggul dalam kecepatan dan akurasi yang lebih baik daripada manusia (Makowski, 1994). Pada awal perkembangannya, SPPK berkembang sebagai sistem komputer yang menangani problem semi terstruktur. Aplikasi tersebut cenderung membutuhkan data dari luar organisasi dan data tersebut dapat berbentuk tren atau perkiraan.

3 15 Kebutuhan informasi yang ill-defined pada situasi tersebut membutuhkan database yang berbeda dari lingkungan operasional. Serupa dengan hal tersebut, lingkungan keputusan yang ill-structured menunjukkan kebutuhan akan sistem pemodelan yang fleksibel dan interaktif (Courtney, 2001). Jika ill-defined berhubungan dengan data yang tidak terdefinisi dengan baik, maka ill-structured berhubungan dengan keputusan yang tidak memiliki pola tertentu sehingga membutuhkan interaksi dengan user. Pembuatan kategori SPPK dapat membantu para peneliti dan manajer dalam memahami bagaimana sistem informasi mempengaruhi behavior keputusan dan bagaimana sebaiknya susunan sistem tersebut (Power, 2005). Jika dibedakan berdasarkan komponen arsitektur dominannya, terdapat lima kategori yang membedakan SPPK dalam menyediakan fungsionalitas untuk mendukung pembuatan keputusan, yaitu: a) SPPK yang dikendalikan oleh model (model-driven DSS) Sistem kompleks yang membantu menganalisis keputusan atau memilih diantara berbagai pilihan. SPPK seperti ini umumnya digunakan oleh staff atau orang yang berinteraksi dengan organisasi dengan sejumlah tujuan bergantung pada bagaimana model disusun, misalnya untuk penjadwalan dan analisis keputusan. b) SPPK yang dikendalikan oleh komunikasi (communication-driven DSS) Umumnya ditujukan bagi tim internal, termasuk partner, dengan maksud untuk membantu melakukan pertemuan atau kolaborasi pengguna. Teknologi yang paling umum digunakan pada SPPK seperti ini adalah web atau client server. Misalnya, perangkat lunak untuk chat dan instant messaging, sistem kolaborasi online dan net-meeting. c) SPPK yang dikendalikan oleh data (data-driven DSS) Umumnya ditujukan bagi manajer, staf, dan juga supplier produk/layanan, digunakan untuk melakukan query ke database atau data warehouse untuk mencari jawaban spesifik untuk tujuan tertentu.

4 16 d) SPPK yang dikendalikan oleh dokumen (document-driven DSS) SPPK jenis ini umumnya digunakan untuk mencari halaman web dan dokuman berdasarkan kata kunci tertentu. Teknologi yang biasa digunakan untuk membangunnya adalah sistem via web atau client/server. e) SPPK yang dikendalikan oleh pengetahuan (knowledge-driven DSS) Mencakup seluruh kategori dari sejumlah besar sistem termasuk pengguna dalam organisasi, juga dapat mencakup interaksi dengan organisasi, misalnya konsumen pada bisnis tertentu. SPPK jenis ini biasanya digunakan dalam menyediakan saran manajemen atau memilih produk/layanan. Berikut adalah karakteristik SPPK yang digunakan dalam penelitian ini: a) SPPK bukan sekedar tools, namun berupa sistem yang mendukung pengelolaan dan pemrosesan sejumlah besar informasi dan hubungan logika yang membantu pembuat keputusan untuk mencapai keputusan yang lebih baik. b) SPPK yang dimaksud tidak ditujukan untuk menyelesaikan problem keputusan, sehingga tidak mendukung keputusan tunggal atau membatasi sejumlah kemungkinan keputusan. c) SPPK harus mendukung user pada proses pembuatan keputusan dengan menyediakan fungsi pemeriksaan konsekuensi dari setiap keputusan dan membantu menemukan keputusan yang terbaik untuk mencapai goal. II.2 Systems Thinking Sejak tahun 1940, sebagian besar peneliti dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya biologi, matematika, dan filosofi, mulai menyadari bahwa segala sesuatu merupakan bagian dari kesatuan yang lebih besar. Hal tersebut menunjukkan pergeseran fokus dari parsial menjadi holistic, sesuai dengan keberadaan bagian dalam sistem yang dinaunginya. Sistem telah berkembang menjadi semakin kompleks, dinamis, saling terhubung, dan terotomatisasi. Dengan adanya systems thinking, akan tersedia suatu filosofi holistic dengan kemampuan membuka struktur sistem yang critical seperti

5 17 batasan (boundaries), input, output, spatial orientation, struktur proses, dan interaksi yang kompleks antara sistem dengan lingkungannya. Pemahaman mengenai struktur sistem tersebut akan memudahkan system engineers dalam mendesain serta menghasilkan sistem yang menekankan pada kapabilitas yang tinggi bagi konsumennya (Parnell, 2008). Systems thinking dapat dianggap sebagai sebuah disiplin ilmu, dengan berbagai pendekatan, metode, dan tools. Menurut Rubenstein-Montano dkk. (2001), systems thinking diartikan sebagai suatu kerangka konseptual untuk menyelesaikan problem dengan memandang problem secara utuh. Jika diformulasikan, menurut Dorner dalam Ossimitz (2001): systems thinking = systemic, complex situation + situation-adequate thinking Adapun outcome dari systems thinking sangat bergantung pada pendefinisian sistem yang diamati, karena systems thinking memeriksa hubungan antar berbagai bagian pada sistem yang didefinisikan tersebut. II.2.1 Definisi Sistem Penggunaan kata sistem sudah sangat umum digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, seperti sistem informasi, sistem pencernaan, sistem hukum, dan lain sebagainya. Namun, apakah pengertian sistem itu sendiri? Berikut ini adalah beberapa definisi sistem yang digunakan dalam penelitian dan buku pedoman: a) Menurut Checkland (1981) dalam Waring (1996), definisi sistem biasanya terkait dengan cara pandang individual, yang dinyatakan sebagai: a model of a whole entity (which may be) applied to human activity. An observer may choose to relate this model to real-world activity. Penekanannya berada pada as-if problem dan hubungannya dengan worldview. Misalnya, saat mengacu pada sistem organisasi maka akan terdapat kebutuhan dan tujuan, serta melaksanakan behaviour, yang menunjukkan world-view dengan karakteristik atribut individu pada entitas sekumpulan individu as if entitinya adalah individu. Selain definisi tersebut, Checkland juga menyatakan karakteristik sistem sebagai berikut:

6 18 1. melakukan sesuatu (terdapat proses dan output) 2. penambahan atau penghilangan komponen akan mengubah sistem 3. komponen terpengaruh oleh keterlibatannya dalam sistem 4. komponen dianggap berhubungan dengan struktur hierarkis 5. terdapat cara untuk mengontrol dan mengkomunikasikan 6. memiliki emergent properties, sebagai behavior yang baru atau berbeda dengan behavior komponen-komponen individual 7. memiliki batasan 8. di luar batasan adalah lingkungan sistem yang berpengaruh pada sistem 9. sistem dimiliki oleh seseorang b) Menurut Ossimitz (2001), sistem memiliki karakteristik yang terdiri atas: 1. sistem mencakup sejumlah elemen 2. terdapat keterhubungan antarelemen tersebut yang bersifat fungsional 3. setiap sistem memiliki batasan terhadap lingkungan sekitarnya 4. sistem seringkali memiliki dynamic behavior 5. elemen sistem dapat dianggap sebagai subsistem yang utuh atau sebuah sistem bisa jadi merupakan elemen tunggal dari sistem yang lebih besar c) Menurut Turban dkk. (2005), sistem adalah sekumpulan objek seperti orang, sumber daya, konsep, dan prosedur yang dimaksudkan untuk melaksanakan fungsi yang telah diidentifikasi atau untuk mencapai goal. d) Menurut Vo dkk. (2006), sistem adalah entitas lengkap dengan dua atau lebih bagian yang memiliki keterhubungan antarbagian dan juga hubungan dengan lingkungannya. e) Menurut Parnell (2008), sistem memiliki beberapa atribut penting yang mencakup: 1. sistem memiliki elemen-elemen yang saling berhubungan dan berinteraksi untuk melaksanakan fungsi sistem dalam memenuhi kebutuhan produk dan layanan bagi konsumennya

7 19 2. sistem memiliki tujuan-tujuan yang dicapai dengan melaksanakan fungsinya 3. sistem berinteraksi dengan lingkungannya dan juga mempengaruhi stakeholder 4. sistem membutuhkan systems thinking yang memanfaatkan proses berpikir systems engineering 5. sistem menggunakan teknologi yang dikembangkan oleh engineers dari seluruh disiplin engineering 6. sistem memiliki daur hidup sistem termasuk elemen resiko yang dikelola oleh manajer engineering di sepanjang daur hidupnya 7. sistem membutuhkan keputusan sistem, analisis dari engineers sistem, serta keputusan yang dibuat oleh manajer engineering Berdasarkan definisi dan karakteristik yang telah dijabarkan, maka terdapat keumuman bahwa sistem merupakan sekumpulan elemen dengan keterhubungan antarsesamanya dan juga dengan lingkungannya, dengan batasan yang memisahkan sistem dan lingkungannya, serta memiliki tujuan tertentu yang akan dicapai dengan menjalankan fungsi-fungsi yang dimiliki. Definisi dan karakteristik sistem tersebut merupakan dasar untuk memahami dan menggunakan pendekatan systems thinking. II.2.2 Systems View Cara pandang sebuah sistem atau yang dikenal sebagai system view sangatlah berbeda dengan cara pandang tradisional ataupun proses berpikir engineering pada umumnya. Proses berpikir engineering umumnya menekankan bahwa memecah suatu struktur menjadi bagian-bagian terkecilnya, memahami bagianbagian tersebut, kemudian menyusunnya, akan menjadikan seseorang paham struktur tersebut. Namun, umumnya para engineers tersebut akan menghadapi problem yang semakin memperlihatkan keterkaitan antara satu dengan yang lainnya (Parnell, 2008). Lain halnya dengan cara pandang sebuah sistem yang menekankan untuk memandang sesuatu secara keseluruhan (holistic) dengan tidak menghilangkan proses mempelajari bagaimana bagian-bagian di dalamnya bekerja

8 20 bersama-sama (Seddon, 2008). Sehingga dapat dikatakan bahwa proses systems engineering adalah rangkaian yang terstuktur secara logis dan holistic dari aktivitas cognitive yang mendukung desain, analisis, hingga pembuatan keputusan sistem untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan oleh sistem tersebut bagi stakeholder. II Multiple Perspectives Menururt Churchman dalam Ho dan Sculli (1994), pendekatan sistem diawali dengan menggunakan sudut pandang orang lain terhadap sesuatu dan berada dalam batasan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, secara tidak langsung dinyatakan bahwa untuk mencapai pemahaman yang lebih luas mengenai sesuatu, perlu untuk mengadopsi pendekatan multiple perspective. Multiple perspectives merupakan teknik yang paling sederhana dalam memandang sebuah sistem (Edson, 2008), yaitu menggunakan perspektif dari berbagai stakeholder dalam menghadapi problem. Dengan teknik tersebut, praktisi sistem atau systems thinker harus berada dalam perspektif yang netral, serta berusaha memahami seluruh perspektif dari stakeholder. Selain itu, multiple perspective juga dapat diartikan melakukan analisis problem dengan menggunakan perspektif dari berbagai disiplin ilmu. Misalnya, seseorang dapat memilih untuk menggunakan perspektif ilmuwan, technologist, dan pebisnis. Dengan pendekatan ini, praktisi sistem seolah dipaksa untuk memperluas cara pandangnya serta menempatkan kondisi problem dari sudut pandang yang baru. Berikut ini adalah unsur multiple perspectives yang dibedakan dari segi peran yang dilakukannya terhadap sistem yang diamati. Masing-masing peran yang dilakukan tersebutlah yang diacu sebagai istilah stakeholder dalam penelitian ini. Adapun para stakeholder yang dimaksud dalam suatu sistem akan terdiri atas (Daellenbach dan McNickle, 2005): a) problem owners adalah pihak yang berperan dalam mengontrol berbagai aspek dalam sistem serta memilih tindakan yang akan dilakukan b) problem users adalah pihak yang melaksanakan keputusan

9 21 c) problem customers adalah pihak yang terkena dampak ataupun diuntungkan dari pelaksanaan solusi d) problem analysts adalah pihak yang melakukan analisis terhadap problem dan mengembangkan solusi II Conceptagon Analytical Tools Menurut Boardman (2008), sistem tersusun atas tujuh kelompok konsep yang menunjukkan karakteristik sistem, dimana masing-masing kelompok mencakup 3 subkonsep lagi. Ketujuh kelompok konsep tersebut menempati aspek-aspek synthesis, analysis, dan inquiry. Keseluruhan kelompok konsep tersebut oleh Edson dinyatakan dalam suatu kerangka kerja yang dinamakan Conceptagon Analytical Tools, diberikan pada Gambar II.2. Gambar II.2 Conceptagon Analytical Tools (Edson, 2008) Penjelasan mengenai masing-masing kelompok konsep pada Gambar II.2 adalah: 1. Boundary, Interior, Exterior Batasan (boundary) mendefinisikan apa saja yang berada di dalam sistem (interior) dan apa saja yang berada di luarnya (exterior). Dengan menyatakan batasan maka pendefinisian antarmuka antara sistem dengan lingkungannya akan menjadi lebih mudah.

10 22 2. Input, Output, Transformation Input dan output berada di luar batasan sistem. Input umumnya berupa sumber daya yang diambil/digunakan sistem, atau bisa juga merupakan kondisi saat ini. Sedangkan output umumnya menyatakan tujuan sistem atau hasil yang berupa kondisi baru. Pemahaman transformasi yang lengkap akan mengarah pada pengembangan kebutuhan sistem dan tersedianya metrics untuk mengevaluasi keberhasilan sistem. 3. Wholes, Parts, Relationships Untuk memenuhi bagian ini, praktisi systems thinking harus melihat ke dalam sistem untuk mengetahui komponen-komponen penyusunnya serta mengetahui bagaimana keterhubungannya. Pada prinsipnya, peningkatan efisiensi pada komponen-komponen secara independen tidaklah sama dengan efektifitas sistem yang maksimal. Menurut Ackoff dalam (Edson 2008), kinerja sistem lebih bergantung pada bagaimana komponen-komponen tersebut saling berinteraksi daripada bagaimana masing-masing komponen tersebut bertindak secara independen. 4. Structure, Function, Process Banyak struktur yang mampu memberikan fungsi sama, begitu juga sebuah struktur dapat memiliki banyak fungsi. Intinya, pada bagian ini terkait erat pertimbangan mengenai wholes dan parts serta kesepakatan mengenai apa yang harus dilakukan untuk mencapai efektifitas sistem. 5. Command, Control, Communications Terdapat dua buah isu yang tercakup didalamnya, yaitu mengenai ketatakelolaan dan struktur perintah sebuah sistem yang harus didesain dan dibangun dengan tepat, serta kontrol loops dalam sistem yang harus dipahami dan diperhitungkan. 6. Variety, Parsimony, Harmony Pada bagian ini diperlukan pencarian kemungkinan solusi problem dan desain sistem, dimana diperlukan variasi yang cukup agar dapat mencakup seluruh kasus dan dapat memenuhi kemungkinan kebutuhannya. Seluruh pilihan tersebut juga harus selaras (harmony) dan bekerja sama agar tercapai resolusi problem.

11 23 7. Openness, Hierarchy, Emergence Bagian ini mungkin termasuk yang tersulit untuk dipahami, namun sangat penting untuk dipikirkan. Openness membahas mengenai soliditas batasan sistem dan tingkat interaksi sistem dengan lingkungan eksternalnya. Sedangkan hierarki membahas mengenai struktur dan pengaturan komponenkomponen sistem beserta keberadaan sistem terhadap dunia luar, yang bisa jadi sangat terstruktur, top-down atau bottom-up, bahkan mungkin flat. Hierarki terkait erat dengan command, control, dan communication. Seiring dengan hierarki dan openness pada sistem, berbagai behavior mulai muncul (emerge) tanpa diduga sebelumnya. Kemunculan tersebut seiring dengan meningkatnya skala hierarki baik di dalam maupun di luar sistem. Dengan demikian, untuk menerapkan systems thinking dapat dilakukan pendefinisian sistem yang diamati, dengan memanfaatkan conceptagon analytical tools. Ketujuh kelompok konsep tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan/mendeskripsikan sistem secara utuh. II.2.3 Soft Systems Methodology (SSM) SSM merupakan salah satu bentuk dari metodologi sistem. Dimana metodologi sistem mencakup metode, tools, model dan teknik untuk menerapkan systems thinking (Jackson, 2002). Metodologi sistem menurut Waring (1996), terdiri dari: a) hard systems, menyatakan bagaimana menyelesaikan problem dunia nyata yang telah terdefinisi dengan baik b) soft systems, belajar bagaimana untuk mengatasi problem dunia nyata yang illdefined dan tidak terukur dengan berfokus pada hubungan manusia, secara lebih baik Seorang systems engineer harus dapat memanfaatkan teknik analisis sistem baik hard maupun soft, sebagai cara untuk menghadapi peningkatan kompleksitas sistem (Parnell, 2008). Yang dimaksud dengan soft secara umum adalah teknik yang sifatnya subjektif dan kualitatif, misalnya dengan mempertimbangkan perspektif stakeholder, menentukan fungsi sistem secara utuh, serta

12 24 mendeksripsikan bagaimana fungsi tersebut memberikan nilai bagi stakeholder. Sedangkan konsep hard lebih mengarah pada teknik yang sifatnya objektif dan kuantitatif. Pada domain engineering, metodologi hard systems bukanlah hal yang baru atau asing digunakan. Beberapa disiplin ilmu yang sering menggunakannya adalah fisika dan matematika. Bagi disiplin tersebut, akan terdapat suatu definisi yang jelas dan dapat dinyatakan dengan baik mengenai problem yang dihadapi, contohnya dalam persamaan-persamaan matematika. Dikarenakan sifatnya, maka metodologi hard systems diterapkan sesuai dengan disiplin yang digeluti. SSM merupakan respon terhadap kesulitan dalam menerapkan pendekatan hard systems thinking (seperti, fisika dan kerekayasaan) pada problem bisnis (sistem aktivitas manusia). Hard systems cenderung menekankan pada hal-hal yang dapat diukur dan kriteria yang objektif, dapat mengisolasi dan mengontrol variabel, serta dekomposisi top down dari sistem menjadi subsistem-subsistem. Analisis hard dapat menyatakan sistem dengan behavior yang tidak terduga dan feedback yang kompleks antar komponen namun metode tersebut bermasalah saat diterapkan pada sistem manusia (Jackson, 2002). SSM dirancang untuk menangani situasi problem kompleks yang messy, illstructured, ill-defined, dan tidak terbebas dari manusia, atau melibatkan berbagai stakeholder dengan pandangan yang beragam serta kemungkinan persepsi yang berbeda mengenai situasi problem dan isu utama. SSM sesuai untuk diterapkan pada situasi dengan stakeholder yang memiliki ketertarikan serupa dan memandang berbeda terutama pada penekanan dan detil, bukan substansinya. Mengadopsi pendekatan SSM melibatkan kesadaran bahwa proses analisis (interaksi manusia) sama pentingnya dengan presisi data dan keluaran.

13 25 Gambar II.3 Soft Systems Methodology (terjemahan dari Daellenbach dan McNickle, 2005) Tahapan pada pendekatan SSM yang diperlihatkan pada Gambar II.3 mencakup (Daellenbach dan McNickle, 2005): 1) Situasi problem yang tidak terstruktur, yaitu menyatakan suatu problem yang membutuhkan analisis problem dan situasi, dengan membiarkan anggapananggapan yang beredar tanpa membatasi dan langsung menyimpulkan. 2) Pernyataan situasi problem, dilakukan menggunakan analisis unsur-unsurnya (dengan metode rich picture). Hal ini dilakukan untuk menangkap struktur problem, proses yang terlibat dan keterhubungan antara struktur dan proses. 3) Definisi sistem yang relevan, dilakukan dengan menyatakan root definition, yaitu melakukan identifikasi elemen situasi dan pihak yang terlibat dengan menggunakan CATWOE. Elemen analisis dalam CATWOE mencakup: a. Customers, menyatakan pihak yang terkena dampak/diuntungkan dari aktivitas yang dilakukan. b. Actors, menyatakan pihak yang terlibat dalam aktivitas. c. Transformation process, menyatakan aktivitas yang bertujuan mengubah input menjadi output. d. Weltanschauung, merupakan cara pandang yang menyeluruh sehingga root definition memiliki arti dalam konteksnya. e. Owners, menyatakan pihak yang dapat menghentikan aktivitas. f. Environmental constraints, merupakan batasan yang dapat mempengaruhi situasi.

14 26 Root definition merupakan pernyataan singkat yang tidak ambigu, dengan menspesifikasikan owners (O), transformation process (T) dari sistem yang ingin dicapai oleh actors (A), pemilik world view/weltanschauung (W) yang menjadikan transformasi sebagai proses yang berarti, customer (C), dan environmental constraints (E) pada transformasi sistem, sesuai dengan batasan yang dipilih. 4) Model konseptual sistem sesuai dengan definisi, yang dibangun dengan mendeskripsikan aktivitas-aktivitas yang harus ada untuk menjalankan tasks yang dinyatakan dalam root definition. 5) Perbandingan model dengan dunia nyata, yaitu membandingkan konsep konseptual dengan kenyataan. Dimana model konseptual dianggap sebagai bentuk ideal yang memberikan inspirasi, bukan sebagai kritik atau ancaman. 6) Perubahan secara sistematis, yaitu mendefinisikan dan menyeleksi pilihanpilihan untuk mencapai kondisi ideal. Jika diperlukan untuk mengubah sistem yang berjalan, maka perlu diidentifikasi perubahan yang dapat dilakukan. 7) Tindakan untuk memperbaiki situasi problem, yaitu mendesain program tindakan, dimana outcome dari tahap ini berupa persetujuan mengenai tindakan yang akan dilakukan. Tahap ini mencakup implementasi dari perubahan yang diharapkan dan juga perubahan yang memang selayaknya dilakukan. II.2.4 Penerapan Systems Thinking Eksplorasi systems thinking khususnya Soft Systems Thinking (SSM) pada bidang Sistem Informasi mengarah pada dua hal (Petkov, 2007). Pertama, penerapan SSM untuk mendukung pengembangan TI, misalnya untuk memperjelas domain problem yang akan didukung oleh SI. Kedua, menghubungkan atau mengombinasikan antara SSM dengan metode desain yang sudah ada. Misalnya, kombinasi antara SSM dan MCDM dalam menyelesaikan problem kompleks pada sektor teknologi informasi dan komunikasi (Petkov dkk., 2007). Sebagai pengembangan dari keduanya, pada penelitian ini akan dicoba penerapan multiple perspective dengan kemampuan merepresentasikan problem manajerial dari sudut pandang berbagai stakeholder, yang dieksplorasi dalam SSM untuk

15 27 mendefinisikan struktur problem pembuatan keputusan, kemudian melakukan analisis kebutuhan SPPK secara utuh dengan memanfaatkan conceptagon analytical tools. Selain itu, systems thinking telah terbukti penggunaannya pada berbagai area (Aronson, 1996), diantaranya: a) problem kompleks, dengan maksud membantu banyak aktor melihat big picture dan bukan hanya bagiannya b) problem yang berulang atau problem yang menjadi lebih buruk dari sebelumnya dengan maksud memperbaikinya c) isu dimana tindakan mempengaruhi lingkungan atau sebaliknya, baik lingungan alam ataupun lingkungan persaingan d) problem dengan solusi yang tidak jelas Systems thinking memang powerful dan useful, namun seperti juga yang lain, systems thinking juga memiliki batasan. Pendekatan kesisteman tidak menjamin terjadinya kesepakatan di setiap kasus yang ditemui, yang dapat disediakan hanya rational tools untuk melakukan analisis pemahaman situasi problem dan menyajikan evaluasi eksplisit yang mengarahkan pada logically defensible decisions. Jadi, systems thinking merupakan cara memandang dunia nyata dengan tujuan untuk memahami dan/atau meningkatkan pemahaman akan problem. II.3 Kompleksitas Menurut Schlindwein (2004), kompleksitas berasal dari kata complexus yang berarti to weave together. Kompleksitas dapat diidentifikasi berdasarkan apa yang dilakukan oleh sistem tersebut serta bagaimana sistem tersebut dapat dianalisis. Berdasarkan penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa kompleksitas dapat ditentukan berdasarkan dua hal yang berbeda yaitu: a) descriptive complexity, merupakan penilaian kompleksitas berdasarkan properti intrinsik yang dimiliki oleh sistem tersebut. Penilaian seperti ini seringkali bersifat kuantifikasi, erat kaitannya dengan karakteristik, dan

16 28 tidak ditentukan berdasarkan sudut pandang orang yang melakukan observasi. b) perceived complexity, merupakan penilaian kompleksitas sebagai hasil dari perbedaan (distinction). Penilaian ini berkaitan dengan konsep subjektif, bergantung pada sudut pandang orang yang melakukan observasi. Sedangkan jika dikaitkan dengan organisasi, menurut Marashi (2005), kompleksitas berasal dari jumlah interaksi dan konflik requirements yang terus meningkat di antara para stakeholder. Dalam melakukan pendekatan kesisteman, digunakan cara pandang dalam memandang problem sebagai suatu sistem. Didefinisikan bahwa setiap problem terdiri atas initial state, wanted state, dan juga tools yang digunakan untuk proses penyelesaian problem. Penyelesaian problem kompleks membutuhkan interaksi yang efisien antara pembuat keputusan dengan kondisi yang terjadi. Namun, kompleksitas lingkungan pembuatan keputusan kian hari semakin kompleks, sehingga menuntut pembuat keputusan untuk memiliki pemahaman yang lebih baik dalam menangani problem yang dinamis dan kompleks tersebut (Qudrat- Ullah dkk, 2008). Amaral dan Ottino (2004), mencoba menjelaskan posisi sistem kompleks dengan membandingkannya terhadap sistem yang sederhana. Dimana sistem yang sederhana (simple) terlihat dari jumlah komponen yang sedikit serta perilaku yang mudah dimengerti. Sedangkan sistem dikategorikan kompleks jika memiliki banyak komponen dengan perilaku yang dapat berubah setiap saat dan mungkin tidak dimengerti. Contoh sistem kompleks adalah sistem transportasi, yang memiliki subsistem tata guna lahan, jaringan, dan pergerakan. Masing-masing subsistem tersebut saling berhubungan dan juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Misalnya, pertambahan jumlah penduduk yang mempengaruhi peruntukan lahan, dimana jumlah penduduk yang besar akan menambah kebutuhan lahan untuk tempat tinggal, yang kemudian akan mempengaruhi subsistem pergerakan dan jaringan (lihat Lampiran A).

17 29 Penelitian Amaral dan Ottino (2004) lebih lanjut menyatakan bahwa sistem yang kompleks tidak sama dengan sistem yang rumit/sukar (complicated). Suatu sistem dianggap rumit jika memiliki jumlah komponen yang banyak dengan peran yang telah terdefinisikan secara baik serta perilakunya mudah dimengerti, dan juga memiliki respon terbatas terhadap perubahan lingkungan. Contoh sistem yang rumit adalah mobil, terdiri atas komponen-komponen seperti ban, mesin, dan lain sebagainya. Setiap komponen memiliki peran, namun dalam menjalankan fungsinya akan berhubungan dengan komponen lain dan perilakunya tidak dipengaruhi oleh hal-hal selain yang telah didefinisikan. Misalnya, untuk menjalankan mobil dibutuhkan mesin yang terhubung dengan stir, ban, dan komponen lainnya. Perilaku tersebut akan selalu konstan meskipun berada pada lingkungan yang berbeda. Oleh sebab itu, jumlah bagian yang terlibat bukanlah isu yang critical untuk membedakan kompleksitas dengan kategori lainnya. Karakteristik kuncinya adalah respon sistem yang mampu beradaptasi terhadap kondisi eksternal. Penelitian yang dilakukan Qudrat-Ullah dkk. (2008) menambahkan bahwa problem kompleks akan memiliki aspek-aspek sebagai berikut: a) Dinamis, yaitu situasi problem yang berubah seiring dengan perubahan keadaan sekitarnya, termasuk stuktur problem dan persepsi orang-orang yang terlibat pada situasi problem. b) Expertise, diibaratkan sebagai sesuatu yang diyakini menantang dan sulit bagi seseorang, dengan sedikit latihan dan pengalaman akan dianggap menjadi mudah dan sederhana bagi orang dengan keahlian yang tinggi c) Kolaborasi, yaitu problem kompleks yang ill-structured pada umumnya diselesaikan secara berkelompok bukan individual; pengetahuan yang kolektif dan pengalaman anggota tim berhubungan dengan kinerja kelompok. d) Criticality, dimana faktor waktu seringkali menjadi resolusi keberhasilan yang critical pada problem kompleks.

18 30 Sedangkan penelitian dari Frensch dalam Jimenez dkk. (2002) menyatakan bahwa proses penyelesaian problem kompleks akan terjadi saat mengatasi barriers yang terdapat antara initial state dengan goal yang diharapkan, termasuk di dalamnya kompleksitas behaviour, pemahaman atau aktivitas lainnya yang harus dilakukan untuk menyelesaikan problem. Gambar II.4 Kondisi penyelesaian problem kompleks (Jimenez, 2002) Tujuan penyelesaian problem kompleks seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.4 adalah menyederhanakan proses pembuatan keputusan, serta meningkatkan efisiensi bagi pembuat keputusan, dengan meningkatkan kualitas keputusan yang dipilih. Menurut Jimenez dkk. (2002), umumnya problem kompleks pembuatan keputusan memiliki banyak tujuan/sasaran dan kemungkinan adanya konflik antara satu sasaran dengan sasaran lainnya, sehingga pembuat keputusan harus mempertimbangkan tingkat kepentingan antara satu dengan lainnya. Selain itu, problem kompleks seringkali bersifat tidak pasti (uncertainty) dan tidak dapat diprediksi dengan pasti konsekuensi dari masing-masing strategi yang dipertimbangkan, sehingga diperlukan analisis formal. Lain halnya dengan penelitian dari Rittel dan Webber pada Courtney (2001) yang mencontohkan problem perencanaan strategis, dengan melibatkan sejumlah besar faktor, ketidakpastian mengenai hubungan antar faktor-faktor, ketidakpastian

19 31 mengenai masa depan, dan sekumpulan isu lainnya sebagai karakteristik dari problem wicked. Perencanaan strategis di masa depan dipastikan akan lebih kompleks seiring dengan teknologi Internet dan telekomunikasi yang menjadikan organisasi lebih mudah menjadi global serta semakin terhubung dengan supplier, produsen dan konsumen di seluruh dunia. Penelitian tersebut menyatakan bahwa paradigma rasional klasik ilmiah dan kerekayasaan tidak dapat diterapkan pada problem dalam sistem sosial terbuka. Mereka memberikan 10 properti problem wicked sebagai berikut: a) tidak ada formulasi yang definitif mengenai wicked problem membuat formulasinya adalah problem b) tidak memiliki aturan untuk berhenti para penyusun rencana berhenti bukan karena memiliki jawaban, namun karena kehabisan waktu, uang, kesabaran atau karena jawabannya sudah cukup baik c) solusinya bukan berupa benar atau salah, ataupun baik atau buruk karena value adalah yang melekat pada problem dan beragam pada setiap stakeholder d) tidak ada pengujian menengah mengenai solusi problem wicked e) setiap solusi adalah one-shot operation, karena tidak ada kesempatan untuk belajar dengan trial and error f) tidak memiliki jumlah solusi potensial tertentu atau sejumlah operasi yang terdefinisi dengan baik dan terencana, bahkan mungkin tidak memiliki solusi g) setiap problem wicked pada dasarnya unique h) setiap problem wicked dapat dianggap sebagai gejala problem lainnya, dikarenakan keterhubungannya dengan lingkungan dan problem lain i) ketidaksesuaian antara kenyataan dengan harapan dapat dijelaskan dengan berbagai cara j) pihak perencana tidak boleh melakukan kesalahan Jika wicked dan messy problem akan mengalami perubahan definisi problem seiring dengan ditemukannya solusi baru yang dapat diterapkan, maka tame problem merupakan problem yang terdefinisi baik dengan solusi yang dapat

20 32 dievaluasi secara objektif kebenarannya. Meskipun demikian, tidak ada batasan tertentu antara desain pada tame problem dan wicked problem. Menurut penelitian tersebut, problem dapat dikategorikan menjadi tame dan wicked problem. Dengan demikian, ada yang menggolongkan problem menjadi tame dan wicked problem, namun ada juga yang menggolongkannya menjadi problem sederhana dan komplek. Meskipun jika mengamati karakteristiknya, problem kompleks akan menjadi bagian dari wicked problem dan problem sederhana menjadi bagian dari tame problem. Sebagian besar proses dan sistem keputusan didesain untuk menyelesaikan problem sederhana sehingga tidak mendukung problem kompleks yang terdiri dari keputusan-keputusan yang saling terhubung, melintasi berbagai domain, paradigma, dan/atau perspektif. Untuk mencapai pilihan terbaik, mungkin diperlukan proses pembuatan keputusan yang berulang hingga mencapai solusi yang optimal, mendekati optimal, atau bahkan memuaskan. Seringkali, sejumlah keputusan yang lebih kecil harus dibuat sebelum keputusan kompleks dapat mencapai kesimpulannya yang terbaik. Kompleksitas pembuatan keputusan seperti itu telah mendorong penggunaan model. Pernyataan tersebut diutarakan dalam penelitian Liew dan Sundaram (2005).

Bab III Analisis Teoretis

Bab III Analisis Teoretis 33 Bab III Analisis Teoretis Seperti yang telah dijelaskan pada subbab I.6 mengenai metodologi, pelaksanaan analisis pada penelitian dibagi menjadi dua jenis, yaitu analisis teoretis dan analisis kasus.

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan

Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan 57 Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan Proses analisis kasus dimaksudkan untuk memperjelas penelitian berdasarkan kenyataan (reality) dengan maksud menerapkan hasil

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Systems thinking merupakan pendekatan dengan cara pandang yang menganggap bahwa suatu problem merupakan satu kesatuan sistem dalam dunia yang luas. Prinsip systems

Lebih terperinci

Bab V Perancangan Kerangka Kerja Analisis Kebutuhan SPPK

Bab V Perancangan Kerangka Kerja Analisis Kebutuhan SPPK 79 Bab V Perancangan Kerangka Kerja Analisis Kebutuhan SPPK Kerangka kerja merupakan perwujudan dari sebuah model, dengan maksud memberikan panduan terhadap pengerjaan sesuatu. Pada penelitian ini, kerangka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Kerangka Pikir Kerangka pikir adalah suatu kerangka yang berisi tentang proses lama suatu perusahaan dimana dengan menggunakan metode Soft System Methodology (SSM) dihasilkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. Tahap persiapan dan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #6 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS)

SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #6 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS) SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #6 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip penyelarasan bisnis dan teknologi informasi sebagai faktor penting pendorong arsitektur

Lebih terperinci

(Studi Kasus : Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan) TESIS

(Studi Kasus : Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan) TESIS PEMBANGUNAN KERANGKA KERJA ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM PENDUKUNG PEMBUATAN KEPUTUSAN DENGAN MEMANFAATKAN SOFT SYSTEMS METHODOLOGY DAN CONCEPTAGON ANALYTICAL TOOLS (Studi Kasus : Perencanaan Transportasi

Lebih terperinci

MAKALAH REKAYASA PERANGKAT LUNAK ( PEMODELAN DATA )

MAKALAH REKAYASA PERANGKAT LUNAK ( PEMODELAN DATA ) MAKALAH REKAYASA PERANGKAT LUNAK ( PEMODELAN DATA ) Disusun Oleh : MUKHAMAT JAFAR 41813120014 MATA KULIAH : REKAYASA PERANGKAT LUNAK DOSEN : WACHYU HARI HAJI, S.KOM, MM UNIVERSITAS MERCUBUANA 2015 Mukhamat

Lebih terperinci

Teknik Informatika S1

Teknik Informatika S1 Teknik Informatika S1 Software Requirement Engineering Specification of Requirements Models Disusun Oleh: Egia Rosi Subhiyakto, M.Kom, M.CS Teknik Informatika UDINUS egia@dsn.dinus.ac.id +6285740278021

Lebih terperinci

Decision Support System (DSS)

Decision Support System (DSS) Decision Support System (DSS) source : http://nextgeneration.web.id/?p=48 Seiring perkembangan zaman, manusia dituntut membuat berbagai keputusan yang tepat dalam menghadapi permasalahan yang semakin kompleks.

Lebih terperinci

SISTEM REMEDIAL NILAI SISWA SMA OLAH RAGA NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG MENGGUNAKAN J2ME DENGAN METODE SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM)

SISTEM REMEDIAL NILAI SISWA SMA OLAH RAGA NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG MENGGUNAKAN J2ME DENGAN METODE SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM) SISTEM REMEDIAL NILAI SISWA SMA OLAH RAGA NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG MENGGUNAKAN J2ME DENGAN METODE SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM) A.Yani Ranius,S.Kom.,M.M. Nita Rosa Damayanti, S. Kom Universitas Bina

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xxi. DAFTAR GAMBAR... xxiii. DAFTAR LAMPIRAN... xxv

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xxi. DAFTAR GAMBAR... xxiii. DAFTAR LAMPIRAN... xxv DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xxi DAFTAR GAMBAR... xxiii DAFTAR LAMPIRAN... xxv DAFTAR ISTILAH... xxvii I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 6 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

DASAR REKAYASA PERANGKAT LUNAK

DASAR REKAYASA PERANGKAT LUNAK DASAR REKAYASA PERANGKAT LUNAK PEMODELAN ANALISIS KEBUTUHAN Institut Teknologi Sumatera DEFINISI MODEL ANALISIS Menurut Ian Sommerville(2011) Model Analisis adalah suatu teknik untuk merepresentasikan

Lebih terperinci

I R A P R A S E T Y A N I N G R U M

I R A P R A S E T Y A N I N G R U M I R A P R A S E T Y A N I N G R U M 1 Pengertian SPK 1. Menurut Turban (1990) dan Turban & Aronson (2001), SPK adalah suatu sistem interaktif berbasis komputer yg dapat membantu pengambil keputusan dalam

Lebih terperinci

BAB V PERANCANGAN MOXIE

BAB V PERANCANGAN MOXIE BAB V PERANCANGAN MOXIE Bab ini berisi penjabaran dari hasil perancangan Moxie. Pembahasan pada bab ini mencakup perancangan arsitektur dan model skenario untuk Moxie. Model skenario merupakan produk dari

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. mendefinisikan sistem, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang. menekankan pada komponen atau elemennya.

BAB III LANDASAN TEORI. mendefinisikan sistem, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang. menekankan pada komponen atau elemennya. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Menurut Hartono (2006:1), terdapat dua kelompok pendekatan di dalam mendefinisikan sistem, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang menekankan pada komponen atau

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Aktivitas kolaborasi memberikan dampak yang signifikan dalam usaha kolektif manusia. Aktivitas ini mendapatkan perhatian yang sangat besar dari sejumlah besar area

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Menurut Herlambang dan Tanuwijaya (2005: 116) definisi sistem dapat dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan secara prosedur dan pendekatan secara komponen. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGANTAR SISTEM. Pemodelan & simulasi TM03

PENGANTAR SISTEM. Pemodelan & simulasi TM03 PENGANTAR SISTEM Pemodelan & simulasi TM03 Sistem Mnrt kamus Webster, sistem adalah kumpulan obyek-obyek yang disatukan oleh serangkaian interaksi atau ketergantungan, sekumpulan unit-unit yang dikombinasikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan unsur atau komponen yang saling berinteraksi, terkait serta saling bergantung satu dengan yang lain. Kumpulan unsur tersebut

Lebih terperinci

Ratna Wardani. Department of Electronic Engineering Yogyakarta State University

Ratna Wardani. Department of Electronic Engineering Yogyakarta State University Ratna Wardani Department of Electronic Engineering Yogyakarta State University Hirarki Materi Pemodelan Sistem Rekayasa Informasi Rekayasa Perangkat Lunak Konsep dan Prinsip Analisis Analisis persyaratan

Lebih terperinci

BASIS DATA MODEL BASIS DATA

BASIS DATA MODEL BASIS DATA BASIS DATA MODEL BASIS DATA APA ITU MODEL BASIS DATA? Model database menunjukkan struktur logis dari suatu basis data, termasuk hubungan dan batasan yang menentukan bagaimana data dapat disimpan dan diakses.

Lebih terperinci

Sistem Remedial Nilai Siswa SMA Olah Raga Negeri Sriwijaya Palembang Menggunakan J2ME dengan Metode Soft System Methodology (SSM)

Sistem Remedial Nilai Siswa SMA Olah Raga Negeri Sriwijaya Palembang Menggunakan J2ME dengan Metode Soft System Methodology (SSM) Sistem Remedial Nilai Siswa SMA Olah Raga Negeri Sriwijaya Palembang Menggunakan J2ME dengan Metode Soft System Methodology (SSM) A.Yani Ranius,S.Kom.,M.M. Nita Rosa Damayanti, S. Kom Universitas Bina

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN Referensi : 1. Management Information Systems : A Managerial End User Perspective, James A. O'Brien 2. Management Information Systems, Raymond McLeod, Jr. Sistem Informasi dan

Lebih terperinci

Nama : Rendi Setiawan Nim :

Nama : Rendi Setiawan Nim : Nama : Rendi Setiawan Nim : 41813120188 Pemodelan Data Pemodelan Data dalam rekayasa perangkat lunak adalah proses menciptakan sebuah model data dengan menerapkan model deskripsi formal data menggunakan

Lebih terperinci

Bab III. Landasan Teori

Bab III. Landasan Teori Bab III Landasan Teori Dalam membangun aplikasi ini, terdapat teori-teori ilmu terkait yang digunakan untuk membantu penelitian serta menyelesaikan permasalahan yang ada berkaitan dengan sistem yang akan

Lebih terperinci

Review Rekayasa Perangkat Lunak. Nisa ul Hafidhoh

Review Rekayasa Perangkat Lunak. Nisa ul Hafidhoh Review Rekayasa Perangkat Lunak Nisa ul Hafidhoh nisa@dsn.dinus.ac.id Software Process Sekumpulan aktivitas, aksi dan tugas yang dilakukan untuk mengembangkan PL Aktivitas untuk mencapai tujuan umum (komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB I PERSYARATAN PRODUK BAB I PERSYARATAN PRODUK I.1 Pendahuluan Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini membuat banyak pihak merasakan manfaat yang luar biasa. Bukan hanya sebagai pelengkap kebutuhan manusia, namun keberadaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. karyawan, jumlah jam kerja dalam seminggu, nomor bagian persediaan, atau

BAB II LANDASAN TEORI. karyawan, jumlah jam kerja dalam seminggu, nomor bagian persediaan, atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data, Informasi, dan Pengetahuan Menurut Stair (2010:5), data adalah fakta atau kenyataan, contoh: nomor karyawan, jumlah jam kerja dalam seminggu, nomor bagian persediaan, atau

Lebih terperinci

Interraksi Manusia dan Komputer

Interraksi Manusia dan Komputer Yayasan Perguruan Tinggi Komputer Universitas Putra Indonesia YPTK Padang Fakultas Ilmu Komputer Interraksi Manusia dan Komputer oleh Tery Ade Putra, S. Kom e-mail : teriadeputra_upi@ymail.com FB : Tery

Lebih terperinci

Sistem Penunjang Keputusan, Pertemuan Ke-3

Sistem Penunjang Keputusan, Pertemuan Ke-3 DECISION SUPPORT SYSTEMS Pengertian. Definisi awalnya adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen pengambilan keputusan. Sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur-prosedur dalam

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan. Oleh: Ade Sarah H., M.Kom

Sistem Pendukung Keputusan. Oleh: Ade Sarah H., M.Kom Sistem Pendukung Keputusan Oleh: Ade Sarah H., M.Kom Topik Defenisi Sistem Defenisi Pembuatan Keputusan Tahap pembuatan keputusan Pendekatan untuk pembuatan keputusan Pengertian Sistem Pendukung Keputusan

Lebih terperinci

ANALISA & PERANCANGAN SISTEM

ANALISA & PERANCANGAN SISTEM ANALISA & PERANCANGAN SISTEM Pengembangan Sistem Informasi Mulyadi, S.Kom, M.S.I Proses dalam Pengembangan Sistem Proses pengembangan sistem - serangkaian kegiatan, metode, praktik, dan alat-alat terotomatisasi

Lebih terperinci

Analisa dan Perancangan Sistem Informasi. Pengantar System Analyst. Ir. Hendra,M.T., IPP Dosen STMIK IBBI

Analisa dan Perancangan Sistem Informasi. Pengantar System Analyst. Ir. Hendra,M.T., IPP Dosen STMIK IBBI Analisa dan Perancangan Sistem Informasi Pengantar System Analyst Ir. Hendra,M.T., IPP Dosen STMIK IBBI Definisi System Himpunan dari elemen-elemen yang berinteraksi satu sama yang lain untuk mencapai

Lebih terperinci

Analysis Modeling 4/10/2018. Focus on What not How. Kenapa Analisis Kebutuhan. Definisi Analisis Kebutuhan. Langkah-Langkah Analisis Kebutuhan

Analysis Modeling 4/10/2018. Focus on What not How. Kenapa Analisis Kebutuhan. Definisi Analisis Kebutuhan. Langkah-Langkah Analisis Kebutuhan Kenapa Analisis Kebutuhan Analysis Modeling 1 Definisi Analisis Kebutuhan Definisi Analisis Kebutuhan Penguraian kebutuhan-kebutuhan yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan

Lebih terperinci

Dibuat Oleh : 1. Andrey ( )

Dibuat Oleh : 1. Andrey ( ) Dibuat Oleh : 1. Andrey (41813120186) FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2015 Proses manajemen proyek perangkat lunak dimulai dengan beberapa aktivitas

Lebih terperinci

Pemrograman Web Berbasis Framework. Pertemuan 13 : Pengembangan Project (Bag. 1) Hasanuddin, S.T., M.Cs. Prodi Teknik Informatika UAD

Pemrograman Web Berbasis Framework. Pertemuan 13 : Pengembangan Project (Bag. 1) Hasanuddin, S.T., M.Cs. Prodi Teknik Informatika UAD Pemrograman Web Berbasis Framework Pertemuan 13 : Pengembangan Project (Bag. 1) Hasanuddin, S.T., M.Cs. Prodi Teknik Informatika UAD hasan@uad.ac.id Pokok Bahasan Pendahuluan Requirement atau penelusuran

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI. Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI

SISTEM INFORMASI. Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI SISTEM INFORMASI Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI Jenis-jenis Keputusan Menurut Herbert A. Simon, ahli manajemen pemenang Nobel dari Carnegie-Mellon University, keputusan berada pada suatu rangkaian kesatuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan Faktor sukses adalah suatu bagian penting, dimana prestasi yang memuaskan diperlukan untuk suatu organisasi agar dapat mencapai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. ada berkaitan dengan sistem yang akan dibuat. Tujuannya adalah agar aplikasi ini

BAB III LANDASAN TEORI. ada berkaitan dengan sistem yang akan dibuat. Tujuannya adalah agar aplikasi ini BAB III LANDASAN TEORI Dalam membangun aplikasi ini, terdapat teori-teori ilmu terkait yang digunakan untuk membantu penelitian serta menyelesaikan permasalahan yang ada berkaitan dengan sistem yang akan

Lebih terperinci

Bab III Analisa dan Kerangka Usulan

Bab III Analisa dan Kerangka Usulan Bab III Analisa dan Kerangka Usulan III.1 Perencanaan Strategis dalam Pengembangan CIF III.1.1 Kendala Pengembangan CIF Pembangunan dan pengembangan CIF tentunya melibatkan banyak sekali aspek dan kepentingan

Lebih terperinci

DECISION SUPPORT SYSTEMS COMPONENTS

DECISION SUPPORT SYSTEMS COMPONENTS DECISION SUPPORT SYSTEMS COMPONENTS Pengertian Suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen dalam pengambilan keputusan. Sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur-prosedur dalam pemrosesan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan Sistem Pendukung Keputusan, Weighted Product, Weighted Sum Product, Pengertian perguruan tinggi serta tujuan perguruan tinggi..1 Sistem

Lebih terperinci

Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering)

Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering) Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering) Graha Prakarsa, ST. MT. Sekolah Tinggi Teknologi Bandung Memahami arti pengembangan perangkat lunak. Mengetahui aktivitas pengembangan perangkat lunak. Memahami

Lebih terperinci

PERENCANAAN ARSITEKTUR ENTERPRISE STMIK SUMEDANG. Oleh : Asep Saeppani, M.Kom. Dosen Tetap Program Studi Sistem Informasi S-1 STMIK Sumedang

PERENCANAAN ARSITEKTUR ENTERPRISE STMIK SUMEDANG. Oleh : Asep Saeppani, M.Kom. Dosen Tetap Program Studi Sistem Informasi S-1 STMIK Sumedang PERENCANAAN ARSITEKTUR ENTERPRISE STMIK SUMEDANG. Oleh : Asep Saeppani, M.Kom. Dosen Tetap Program Studi Sistem Informasi S-1 STMIK Sumedang ABSTRAK Arsitektur enterprise merupakan suatu upaya memandang

Lebih terperinci

: ENDRO HASSRIE NIM : MATKUL : REKAYASA PERANGKAT LUNAK PEMODELAN DATA

: ENDRO HASSRIE NIM : MATKUL : REKAYASA PERANGKAT LUNAK PEMODELAN DATA NAMA : ENDRO HASSRIE NIM : 41813120047 MATKUL : REKAYASA PERANGKAT LUNAK PEMODELAN DATA Pemodelan data (ER Diagram) adalah proses yang digunakan untuk mendefinisikan dan menganalisis kebutuhan data yang

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Persoalan tata kelola TI menyangkut beberapa hal yang perlu dipahami agar dapat membantu analisis dan pengembangan solusi. Beberapa hal yang akan mendasari untuk membantu pencapaian

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR SISTEM INFORMASI BISNIS

BAB 2 DASAR SISTEM INFORMASI BISNIS BAB 2 DASAR SISTEM INFORMASI BISNIS A. Konsep Dasar Sistem Informasi Bisnis 1. Teknologi Informasi Istilah TI (Teknologi Informasi) atau IT (Information Technology) yang populer saat perkembangan ini adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Rekayasa Informasi Saat ini banyak perusahaan-perusahaan yang sudah memanfaatkan sistem informasi untuk mendukung aktivitas perusahaan. Sebagian besar pemanfaatan sistem

Lebih terperinci

Outline. Definisi SPK Tujuan SPK Fitur SPK Karakteristik dan Kemampuan SPK Komponen SPK

Outline. Definisi SPK Tujuan SPK Fitur SPK Karakteristik dan Kemampuan SPK Komponen SPK Tinjauan SPK Outline Definisi SPK Tujuan SPK Fitur SPK Karakteristik dan Kemampuan SPK Komponen SPK Definisi Menurut Keen dan Scoot Morton : Sistem Pendukung Keputusan merupakan penggabungan sumber sumber

Lebih terperinci

III. METODE KONVENS IONAL 11. REKAYASA SISTEM BERBASIS KOMPUTER

III. METODE KONVENS IONAL 11. REKAYASA SISTEM BERBASIS KOMPUTER III. METODE KONVENS IONAL 11. REKAYASA SISTEM BERBASIS KOMPUTER 11.1 Sistem Berbasis Komputer (Computer-based System) Sistem berbasis komputer bertujuan untuk mendukung berbagai fungsi bisnis atau untuk

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Nilai (Value) Nilai dalam bahasa yunani axia yang berarti berharga, namun ada perbedaan konsep antara harga dan nilai dalam bahasa Indonesia. Nilai bermakna sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya teknologi saat ini, memacu Perusahaan PT. DASS

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya teknologi saat ini, memacu Perusahaan PT. DASS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi saat ini, memacu Perusahaan PT. DASS untuk terus memaksimalkan dalam mempertahankan dan meningkatkan sistemsistem yang ada saat

Lebih terperinci

Deskripsi Umum, Learning Outcomes, dan Kurikulum Inti Program Studi Teknik Industri

Deskripsi Umum, Learning Outcomes, dan Kurikulum Inti Program Studi Teknik Industri Deskripsi Umum, Learning Outcomes, dan Kurikulum Inti Program Studi Teknik Industri Oleh: Dr. Ir. TMA. Ari Samadhi, M.Sc. Rapat BKSTI, Bandung 10 Oktober 2012 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Piramida Sistem Informasi Pada kondisi sekarang ini, hampir seluruh pekerjaan yang ada telah disusun secara sistem. Sistem adalah suatu hal yang menghubungkan suatu hal dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. teknis yang dikosentrasikan untuk produk atau layanan yang spesifik. Helpdesk

BAB II LANDASAN TEORI. teknis yang dikosentrasikan untuk produk atau layanan yang spesifik. Helpdesk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Helpdesk Menurut Donna Knapp (2004), definisi helpdesk adalah sebuah alat untuk mengatasi persoalan yang didesain dan disesuaikan untuk menyediakan layanan teknis yang dikosentrasikan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Flippo (1984) mendefinisikan sebagai berikut: Penarikan calon pegawai

BAB III LANDASAN TEORI. Flippo (1984) mendefinisikan sebagai berikut: Penarikan calon pegawai BAB III LANDASAN TEORI 1. 3.1 Rekrutmen Flippo (1984) mendefinisikan sebagai berikut: Penarikan calon pegawai atau tenaga kerja adalah proses pencarian tenaga kerja yang dilakukan secara seksama, sehingga

Lebih terperinci

Information and Decision

Information and Decision Minggu 5: Information and Decision Making TI4002-Manajemen Rekayasa Industri Teknik Industri, FTI ITB Tujuan pembelajaran Menjelaskan peran informasi dalam proses pengambilan keputusan dan bagaimana manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Masalah Teknologi Informasi dan Konsep Avatar sebagai Solusi

BAB I PENDAHULUAN Masalah Teknologi Informasi dan Konsep Avatar sebagai Solusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Masalah Teknologi Informasi dan Konsep Avatar sebagai Solusi Konsep teknologi informasi khususnya Internet telah menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pengertian sistem pendukung keputusan adalah sistem penghasil informasi spesifik yang ditujukan untuk memecahkan suatu masalah tertentu yang harus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang konsep dasar dan teori-teori yang mendukung pembahasan yang berhubungan dengan sistem yang akan dibuat. 2.1 Basis Data (Database) Database

Lebih terperinci

Pengelolaan Proyek Sistem Informasi. Manajemen Sumber Daya Proyek

Pengelolaan Proyek Sistem Informasi. Manajemen Sumber Daya Proyek Pengelolaan Proyek Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Proyek Outline Sumber Daya Proyek Tim Proyek dan Organisasi Stakeholder Sumber Daya Proyek Pada sebuah proyek diperlukan adanya sumber daya manusia,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Pemodelan Objek Pemodelan objek merupakan suatu metode untuk menggambarkan struktur sistem yang memperlihatkan semua objek yang ada pada sistem. (Nugroho, 2005, hal:37).

Lebih terperinci

PEMROGRAMAN TERSTRUKTUR

PEMROGRAMAN TERSTRUKTUR PEMROGRAMAN TERSTRUKTUR I. SEJARAH PENGEMBANGAN PROGRAM - PROGRAM BANYAK BERISI INSTRUKSI GOTO - BERISI PROSES YANG MELOMPAT MUNDUR KEBARIS SEBELUMNYA Mulai : GOTO Hitung Hitung : GOTO Hitung IDE-IDE :

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Strategis Perkembangan bisnis yang pesat telah memaksa hampir semua perusahaan untuk tidak hanya memikirkan lingkungan internal perusahaan saja, tetapi juga lingkungan

Lebih terperinci

BAB III DECISION SUPPORT SYSTEM

BAB III DECISION SUPPORT SYSTEM BAB III DECISION SUPPORT SYSTEM Decision Support System atau Sistem Pendukung Keputusan / SPK, secara umum didefinisikan sebagai sebuah sistem yang mampu memberikan kemampuan baik kemampuan pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan (decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer (termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

BAB I SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN

BAB I SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN BAB I SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN A. Pengertian Sistem Informasi Satu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Biasanya para pemakai tergabung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Pendukung Keputusan 1. Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Menurut Alter (dalam Kusrini, 2007), Sistem pendukung keputusan merupakan sistem informasi interaktif yang

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN 3 SKS

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN 3 SKS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN 3 SKS Deskripsi Mata Kuliah Pengampu : Rahmat Robi Waliyansyah, M.Kom. Buku Pegangan : Dadan Umar Daihani, Komputerisasi Pengambilan Keputusan, Elex Media Komputindo, 2001. D.

Lebih terperinci

Ratna Wardani. Department of Electronic Engineering Yogyakarta State University

Ratna Wardani. Department of Electronic Engineering Yogyakarta State University Ratna Wardani Department of Electronic Engineering Yogyakarta State University S/W Process Model Tahapan S/W Process Model Proses S/W Materi Model Waterfall Model Prototype Model Rapid Application Development

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Sistem Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Contoh :

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. pelayanan lengkap terhadap seseorang ataupun kelompok orang yang ingin

BAB III LANDASAN TEORI. pelayanan lengkap terhadap seseorang ataupun kelompok orang yang ingin BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Biro Perjalanan Biro perjalanan adalah perusahaan ataupun badan usaha yang memberikan pelayanan lengkap terhadap seseorang ataupun kelompok orang yang ingin melakukan perjalanan

Lebih terperinci

BAB X ANALISIS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN (SPK) SEMI TERSTRUKTUR

BAB X ANALISIS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN (SPK) SEMI TERSTRUKTUR BAB X ANALISIS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN (SPK) SEMI TERSTRUKTUR Ada tiga hal utama yang perlu diketahui oleh penganalisis sistem pendukung keputusan, yaitu : (1) apakah pembuat keputusan utama bersifat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI Dalam membangun aplikasi ini, terdapat teori-teori ilmu terkait yang digunakan untuk membantu penelitian serta menyelesaikan permasalahan yang ada berkaitan dengan sistem yang akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Rekayasa Ulang Proses Bisnis Definisi rekayasa ulang menurut Hammer & Champy (1993) adalah pemikiran ulang secara fundamental dan perancangan ulang secara radikal atas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Sistem Informasi Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait yang beroperasi bersama-sama untuk mencapai suatu sasaran atau suatu maksud. Hal ini berarti

Lebih terperinci

SISTEM DAN PEMODELAN. Sistem Pemodelan

SISTEM DAN PEMODELAN. Sistem Pemodelan SISTEM DAN PEMODELAN Sistem Pemodelan PENDAHULUAN Beberapa sistem di masyarakat: Sistem transportasi dan energi Sistem manufaktur dan konstruksi Jaringan telekomunikasi dan informasi Sistem layanan kesehatan,

Lebih terperinci

Rekayasa Perangkat Lunak

Rekayasa Perangkat Lunak Rekayasa Perangkat Lunak Pertemuan 4 Konsep dan Prinsip Analisis Dan Pemodelan Analisis.: Erna Sri Hartatik :. Definisi Tahap Analisis : yaitu tahap dimana kita berusaha mengenali segenap permasalahan

Lebih terperinci

REKAYASA BERKOMPONEN

REKAYASA BERKOMPONEN REKAYASA BERKOMPONEN REVIEW SPECIFICATION OF SOFTWARE COMPONENT OLEH : Ramzi Attamimi (09560119) KELAS 7 C PROGRAM STUDY TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012 Sebuah komponen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Sistem Teori sistem secara umum yang pertama kali diuraikan adalah istilah sistem yang sekarang ini banyak dipakai. Banyak orang berbicara mengenai karakteristik

Lebih terperinci

Minggu 01 Sistem Informasi

Minggu 01 Sistem Informasi Minggu 01 Sistem Informasi Sistem Informasi (IS) adalah susunan dari orang, data, proses, dan teknologi informasi yang berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan sebagai output

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

RUANG LINGKUP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN 1 RUANG LINGKUP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN N. Tri Suswanto Saptadi 2 Bahan Kajian Karakteristik SPK Komponen-komponen SPK Kategori SPK Kapabilitas SPK 1 3 Ruang Lingkup 14 Standalone, terintegrasi dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Institut merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

BAB II LANDASAN TEORI. Institut merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Informasi Umum Pendidikan Tinggi Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia dijabarkan bahawa Institut merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEGAWAI TELADAN PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA SEMARANG ABSTRAK

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEGAWAI TELADAN PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA SEMARANG ABSTRAK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEGAWAI TELADAN PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA SEMARANG Fitriani Yaqiyatum Mustajiroh Program Studi Sistem Informasi S1 Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro

Lebih terperinci

TI10T1: KONSEP TEKNOLOGI

TI10T1: KONSEP TEKNOLOGI TI10T1: KONSEP TEKNOLOGI Sistem dan Pemodelan www.lspitb.org 2004 Hasil Pembelajaran Memahami pengertian, struktur & mekanisme sistem, serta pengertian model suatu sistem. Tugas 7: Tugas Individual. Dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Agar penelitian berjalan dengan lebih terarah dan sistematis, maka digunakan flowchart sebagai pedoman dalam setiap

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN SPK

BAB IV PERANCANGAN SPK 17 BAB IV PERANCANGAN SPK Proses perancangan SPK ini dilakukan dengan berdasarkan pada hasil wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait dengan proses perancangan jadwal produksi, serta pihakpihak yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. disebut dengan Siklus Hidup Pengembangan Sistem (SHPS). SHPS adalah. dijelaskan langkah-langkah yang terdapat pada SHPS.

BAB II LANDASAN TEORI. disebut dengan Siklus Hidup Pengembangan Sistem (SHPS). SHPS adalah. dijelaskan langkah-langkah yang terdapat pada SHPS. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siklus Hidup Pengembangan Sistem Dalam melakukan kegiatan berupa analisa dan merancang sistem informasi, dibutuhkan sebuah pendekatan yang sistematis yaitu melalui cara yang disebut

Lebih terperinci

REKAYASA PERANGKAT LUNAK

REKAYASA PERANGKAT LUNAK REKAYASA PERANGKAT LUNAK A. Pengertian Rekayasa Perangkat Lunak Rekayasa perangkat lunak (RPL, atau dalam bahasa Inggris: Software Engineering atau SE) adalah satu bidang profesi yang mendalami cara-cara

Lebih terperinci

Pendahuluan: Decision Support system STMIK BANDUNG

Pendahuluan: Decision Support system STMIK BANDUNG Pendahuluan: Decision Support system Yus Jayusman Yus Jayusman STMIK BANDUNG Sistem-sistem yang ada dalam Management Support System (MSS). Pengambilan keputusan, penjelasan sistem, pemodelan, dan masalah

Lebih terperinci

Tantangan Manajemen. Teknologi. Informasi. Sistem. Informasi. Konsep-konsep Dasar

Tantangan Manajemen. Teknologi. Informasi. Sistem. Informasi. Konsep-konsep Dasar KONSEP KONSEP DASAR SISTEM INFORMASI DALAM BISNIS Teknologi informasi, termasuk sistem informasi berbasis internet, memainkan peranan penting dalam bisnis. Teknologi informasi dapat membantu segala jenis

Lebih terperinci

LAMPIRAN A KUISIONER UNTUK PEMBOBOTAN KORPORAT

LAMPIRAN A KUISIONER UNTUK PEMBOBOTAN KORPORAT LAMPIRAN A KUISIONER UNTUK PEMBOBOTAN KORPORAT Faktor Domain Bisnis 1. Strategic Values 1.1. Strategic Match Dititikberatkan pada tingkat/derajat dimana semua proyek teknologi informasi atau sistem informasi

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Sistem Informasi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Sistem Informasi BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian berisi tentang gambaran objek yang ada dalam suatu penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Sistem Informasi Pemesanan

Lebih terperinci

P10 Konsep & Prinsip Desain. A. Sidiq P.

P10 Konsep & Prinsip Desain. A. Sidiq P. P10 Konsep & Prinsip Desain A. Sidiq P. Universitas Mercu Buana Yogyakarta Desain PL & RPL 2 Model Analisis Model Desain AnalysisModel Design Model 3 Data design (desain data) Mentransformasikan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat dan pesat. Di berbagai bidang, kemajuan evolusi sistem berkembang menuju arah

BAB I PENDAHULUAN. cepat dan pesat. Di berbagai bidang, kemajuan evolusi sistem berkembang menuju arah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, penggunaan teknologi informasi berkembang sangat cepat dan pesat. Di berbagai bidang, kemajuan evolusi sistem berkembang menuju arah

Lebih terperinci

SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #2 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS)

SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #2 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS) SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #2 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan bahasa, pedoman, dan visualisasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan sebuah pemodelan arsitektur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI III.1. Sistem Informasi Sistem informasi adalah suatu sistem yang dibuat oleh manusia yang terdiri dari komponen komponen dalam organisasi untuk mencapai suatu tujuan yaitu menyajikan

Lebih terperinci