Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan"

Transkripsi

1 57 Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan Proses analisis kasus dimaksudkan untuk memperjelas penelitian berdasarkan kenyataan (reality) dengan maksud menerapkan hasil analisis teoretis pada kasus, serta mendapatkan kesesuaian berdasarkan kedua jenis analisis tersebut. Analisis kasus terbagi menjadi tiga, yaitu identifikasi kompleksitas pada kasus, penerapan SSM, dan identifikasi kebutuhan SPPK spesifik. Ketiganya dilakukan dengan menggunakan kasus yang bertema mengenai perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, diberikan pada Lampiran A. IV.1 Identifikasi Karakteristik Situasi Kompleks Pembuatan Keputusan Proses identifikasi karakteristik situasi kompleks pembuatan keputusan dilakukan dengan memanfaatkan hasil karakteristik umum yang dihasilkan pada Bab III. Tahapan identifikasi dilakukan dengan mengamati kasus dan mengidentifikasi hal-hal yang menunjukkan kompleksitas pada kasus. Kemudian, mencari kesesuaian antara hasil identifikasi pada kasus dengan karakteristik umum kompleksitas. Berdasarkan kesesuaian yang dihasilkan, dapat disimpulkan apa saja yang menjadi karakteristik situasi kompleks pembuatan keputusan. IV.1.1 Identifikasi Kompleksitas Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan Berdasarkan identifikasi terhadap kasus perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, diduga bahwa kompleksitas tercermin dari beberapa hal diantaranya: a) Kasus perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan melibatkan berbagai instansi dalam merumuskan rencana, dimana masing-masing memiliki kepentingan yang beragam. Instansi yang dimaksud yaitu: i. BAPPENAS, BAPPEDA, BANGDA, PEMDA sebagai pihak-pihak yang berkepentingan dalam sistem kegiatan, yaitu perencanaan tata guna

2 58 tanah yang baik agar dapat mengurangi keperluan akan perjalanan yang panjang sehingga interaksi menjadi lebih mudah. ii. Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara), Bina Marga sebagai pihak-pihak yang berkepentingan dalam sistem jaringan, yaitu peningkatan kapasitas pelayanan prasarana yang ada. iii. DLLAJR, ORGANDA, POLANTAS sebagai pihak-pihak yang berkepentingan dalam sistem pergerakan, baik berupa teknik maupun manajemen lalu lintas, fasilitas angkutan umum yang lebih baik atau pembangunan jalan. b) Sistem transportasi memiliki beberapa sistem mikro, yaitu: a. sistem kegiatan yaitu suatu sistem tata guna tanah yang terdiri atas sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain b. sistem jaringan merupakan prasarana transportasi yang diperlukan sebagai tempat bergeraknya moda transportasi (sarana) c. sistem pergerakan merupakan hasil interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan yaitu pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau pejalan kaki d. sistem kelembagaan adalah individu, kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta swasta yang terlibat dalam masing-masing sistem (a), (b), dan (c) Sistem-sistem mikro tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, sehingga keputusan yang dibuatpun dapat saling mempengaruhi. Keterhubungan antarsistem tersebut diperlihatkan pada Gambar IV.1. Gambar IV.1 Sistem transportasi makro (Tamin, 1994)

3 59 Yang dimaksud sistem mikro adalah bagian dari sistem yang lebih besar, umumnya memiliki keterhubungan tertentu yang membangun sistem makro. Sedangkan sistem makro adalah sistem yang menaungi sistem-sistem mikro, dengan keutuhan tertentu yang membentuk visi dari sistem. Misalnya, jika yang dimaksud sistem makro adalah sistem transportasi, maka sistem-sistem mikronya mencakup sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan. Jika memperhatikan kembali pada teori sistem, hal tersebut serupa dengan pernyataan bahwa sistem akan terdiri atas subsistem dan juga menjadi bagian dari sistem yang lebih besar. Dengan demikian, sistem mikro dapat dianggap sebagai subsistem dan sistem makro sebagai sistem. c) Bentuk nyata problem transportasi adalah terjadi kemacetan lokal yang disebabkan oleh penyempitan lebar jalan. Hal ini mungkin dapat dipecahkan dengan melakukan perbaikan secara lokal. Namun, bisa jadi solusi tersebut akan menyebabkan problem timbul di tempat lain. Kemacetan bisa saja disebabkan oleh letak kantor yang sangat berdekatan atau mungkin karena ruang yang sangat sempit untuk lalu lintas, dan lain sebagainya. Sehingga pemecahan yang ditawarkan dapat berupa manajemen lalu lintas secara lokal, jalan baru atau angkutan umum, atau perencanaan tata guna tanah yang baru. Deskripsi tersebut dapat mewakili karakteristik problem dengan prediksi yang tidak selalu tepat dan solusi yang tidak selalu sama d) Salah satu bentuk solusi dari ahli lalu lintas adalah mencoba meningkatkan kecepatan lalu lintas dalam waktu singkat dan membuat perjalanan lebih aman dengan menyediakan berbagai sarana (misalnya, marka). Perubahan ini mempunyai efek pada tata guna tanah dan arus lalu lintas. Lain halnya dengan ahli jalan raya, posisinya yang mampu membuat dampak besar di dalam sistem menjadikannya harus waspada terhadap pengaruh jalan baru. Hal ini dikarenakan jalan tersebut akan menghasilkan perubahan besar terhadap distribusi perjalanan, pemilihan moda dan rute serta tata guna tanah yang berarti berpengaruh terhadap seluruh bagian dari sistem termasuk sistem kota di masa mendatang. Beragam cara dalam memberikan solusi tersebut

4 60 seringkali bersinggungan antar domain, meskipun seluruhnya memiliki tujuan sama yaitu meningkatkan kecepatan lalu lintas. e) Salah satu usaha yang ditawarkan untuk mengatasi problem transportasi khususnya kemacetan adalah memilih rute yang memiliki efisiensi semaksimal mungkin. Beberapa hal yang perlu diidentifikasi dalam pemilihan rute adalah: bagaimana setiap pengendara mengantisipasi biaya perjalanan, tingkat kemacetan dan informasi mengenai ketersediaan jalan alternatif beserta biaya perjalanannya. Hal tersebut merupakan salah satu unsur dalam perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, yang umumnya dilakukan secara bertahap dengan melewati beberapa urutan konsep, yaitu: i. aksesibilitas, menyatakan ukuran potensial untuk melakukan perjalanan ii. pembangkit lalu lintas, menyatakan bagaimana perjalanan dapat dibangkitkan oleh tata guna tanah iii. trip distribution, menyatakan bagaimana perjalanan didistribusikan secara geografis dalam daerah perkotaan iv. pemilihan moda transportasi, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk tujuan perjalanan tertentu v. pemilihan rute, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan rute antara zona asal dan tujuan Berdasarkan tahapan tersebut dapat diperlihatkan pembuatan keputusan yang melewati berbagai tahapan, dengan demikian menunjukkan salah satu karakteristik sistem kompleks. IV.1.2 Kesesuaian Kompleksitas Kasus dengan Karakteristik Umum Kompleksitas pada kasus perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan dapat terlihat dari banyaknya pihak yang terlibat dengan kepentingan beragam dalam merumuskan rencana, terdapatnya sistem-sistem mikro yang saling berkaitan dalam membangun sistem transportasi makro, adanya kemunculan problem dengan prediksi yang tidak selalu tepat dan solusi yang tidak sama, kemunculan solusi dari sistem-sistem mikro yang seringkali bersinggungan meskipun memiliki tujuan yang sama, serta terdapat tahapan dalam mengatasi

5 61 problem. Seluruh ciri kompleksitas perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan tersebut kemudian dibandingkan dengan karakteristik umum, yang diberikan pada Tabel IV.1. Tabel IV.1 Analisis karakteristik kompleksitas berdasarkan teori dan kasus perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan Karakteristik Umum Memiliki sifat dinamis, baik pada unsur, perilaku, maupun interaksi yang terbentuk Memiliki banyak komponen Terdapat unsur ketidakpastian Melintasi berbagai domain disiplin, sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai relasi antardomain tersebut Terdapat konflik kepentingan antar subsistem yang berhubungan di dalamnya Kompleksitas kasus Banyak pihak yang terlibat dengan kepentingan beragam dalam merumuskan rencana Sistem-sistem mikro yang saling berkaitan dalam membangun sistem transportasi makro Kemunculan problem dengan prediksi yang tidak selalu tepat dan solusi yang tidak sama Kemunculan solusi dari sistemsistem mikro yang seringkali bersinggungan meskipun memiliki tujuan yang sama Tahapan dalam mengatasi problem Dari keterhubungan antara karakteristik umum dengan kasus perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, ditemukan bahwa seluruh karakteristik secara teoretis dapat dipetakan pada kasus. Namun tidak seluruh dugaan ciri yang ditemukan pada kasus dapat terwakili oleh karakteristik kompleksitas tersebut. Berdasarkan tabel dapat didefinisikan beberapa hal, diantaranya: 1) Komponen subsistem memiliki keterkaitan dalam membangun sistem pembuatan keputusan pada situasi kompleks. Pernyataan ini didukung oleh karakteristik umum yang menyatakan bahwa sistem kompleks memiliki

6 62 banyak komponen dan sistem kompleks akan melintasi berbagai domain disiplin sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai relasi antardomain tersebut. Diperkuat dengan dugaan pada kasus yang menyatakan bahwa sistem-sistem mikro yang saling berkaitan dalam membangun sistem transportasi makro. 2) Situasi kompleks pembuatan keputusan memiliki banyak komponen, baik dari banyaknya pihak yang terlibat maupun subsistem dari problem yang ditangani. Pernyataan ini didukung oleh karakteristik umum yang menyatakan bahwa sistem kompleks memiliki banyak komponen. Diperkuat dengan dugaan pada kasus yang menyatakan bahwa terdapatnya banyak pihak yang terlibat dengan kepentingan beragam dalam merumuskan rencana dan sistem-sistem mikro yang saling berkaitan dalam membangun sistem transportasi makro. 3) Umumnya ada persinggungan antar subsitem pada problem yang diamati, seperti adanya konflik kepentingan dalam menawarkan solusi untuk mencapai tujuan dari proses pembuatan keputusan. Pernyataan ini didukung oleh karakteristik umum yang menyatakan bahwa sistem kompleks umumnya akan melibatkan konflik kepentingan antar subsistem yang berhubungan di dalamnya. Diperkuat dengan dugaan pada kasus yang menyatakan bahwa kemunculan solusi dari sistem-sistem mikro seringkali bersinggungan meskipun memiliki tujuan yang sama. 4) Adanya sifat dinamis pada problem yang diamati dalam proses pembuatan keputusan, sehingga terdapat ketidakpastian mengenai kemunculan problem dan pola keputusan yang akan dihasilkan sebagai solusi terhadap problem tersebut. Pernyataan ini didukung oleh karakteristik umum yang menyatakan bahwa sistem kompleks memiliki sifat dinamis, baik pada unsur, perilaku, maupun interaksi yang terbentuk. Diperkuat dengan dugaan pada kasus yang menyatakan bahwa kemunculan problem dengan prediksi yang tidak selalu tepat dan solusi yang tidak sama. Sedangkan pernyataan terakhir dari dugaan pada kasus, yaitu tahapan dalam mengatasi problem yang tidak dapat dipetakan pada salah satu karakteristik umum kompleksitas tidak menjadi bagian dari karakteristik situasi kompleks

7 63 pembuatan keputusan. Hal ini disebabkan tahapan dalam mengatasi problem tidak hanya berlaku pada situasi kompleks, namun juga pada problem lainnya. Misalnya, pembuatan keputusan untuk menentukan kelayakan proyek. Penilaian kelayakan proyek umumnya dilakukan dengan menghitung estimasi biaya, waktu, resiko, dan lain sebagainya. Seluruh perhitungan tersebut memberi dampak pada tingkat kelayakan proyek yang akan dikembangkan. Seluruh faktor mungkin saja tidak diberi bobot yang sama, karena pemberian bobot tergantung pada para pembuat keputusan. Pada kasus tersebut akan ada tahapan dalam pembuatan keputusan, meskipun situasi tersebut tidak memiliki empat karakteristik lain yang telah disebutkan. Dengan demikian, dugaan bahwa situasi kompleks akan memiliki ciri adanya tahapan dalam mengatasi problem, tidak menjadi bagian dari karakteristik situasi kompleks pembuatan keputusan. Selain itu, terjadinya tahapan dalam pembuatan keputusan diduga merupakan akibat dari sistem kompleks yang ditanganinya dimana terdapat keputusan-keputusan pada subsistem yang dicakupnya. IV.2 Penerapan SSM dalam Menstrukturkan Problem Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, salah satu kapabilitas SSM adalah untuk memahami problem kompleks. Salah satu bagian dari analisis kasus adalah mengamati penerapan SSM pada situasi kompleks pembuatan keputusan dalam perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan. Jadi, proses yang dilakukan adalah menerapkan SSM pada kasus kemudian mengidentifikasi tools dan teknik dari SSM yang menghasilkan rangkaian output dalam proses memahami situasi kompleks pembuatan keputusan. IV.2.1 Tahapan Penerapan SSM Penerapan SSM pada kasus akan mencakup tujuh tahapan, dengan satu tahapan yang terdiri atas dua proses paralel. Keseluruhan tahapan tersebut adalah: 1) Identifikasi situasi pembuatan keputusan Aspek-aspek world view dari perencana kota terdiri atas: perencanaan tata guna tanah (lokasi toko, sekolah, perumahan, pekerjaan, dan lain-lain) yang

8 64 baik; peningkatan kapasitas pelayanan prasarana yang ada; teknik dan manajemen lalu lintas, serta fasilitas angkutan umum yang lebih baik. Kualitas layanan angkutan umum, besarnya biaya perjalanan, dan panjang jarak tempuh adalah batasan potensial yang membentuk lingkungan, bergantung pada pilihan boundary yang dibuat. Beberapa isu yang saling berkaitan adalah perencanaan tata guna tanah, kapasitas pelayanan prasarana, tingkat layanan, teknik dan manajemen lalu lintas, fasilitas angkutan umum, serta peningkatan mobilitas dan aksesibilitas. Hal-hal tersebut sekaligus menjawab pertanyaan What?, termasuk pekerjaan mengenai: trip generation, trip distribution, pemilihan moda transportasi, dan pemilihan rute. 2) Analisis keputusan dan analisis organisasi Analisis keputusan dilakukan dengan menyelidiki stakeholder yang berperan dalam problem, terdiri atas: a. perencana kota, yaitu pihak yang berhak merencanakan tata guna tanah khususnya perkotaan, sebagai problem owner dan problem user b. pengelola angkutan, yaitu pihak yang menyediakan sarana dan menentukan layanan dari fasilitas transportasi (misalnya, angkutan umum dan bus), sebagai problem user c. ahli lalu lintas, yaitu pihak yang berhak melakukan rekayasa dan mengelola lalu lintas, sebagai problem user d. ahli jalan raya, yaitu pihak yang berwenang mengatur jaringan jalan baik untuk meningkatkan kapasitasnya atau membangun jaringan jalan baru, sebagai problem user e. pengguna kendaraan pribadi, yaitu masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat mobilitasnya, sebagai problem customer Sedangkan analisis organisasi dilakukan dengan menyelidiki situasi organisasi tempat pembuatan keputusan dilakukan. Pada kasus dapat dinyatakan bahwa organisasi merupakan instansi pemerintahan yang memiliki peraturan dan tata cara tertentu dalam membuat keputusan. Masing-masing instansi memiliki keterhubungan dalam perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan.

9 65 3) Pendefinisian sistem pembuatan keputusan Task-based root definition dapat dinyatakan sebagai: Suatu sistem yang dikendalikan oleh perencana kota dalam menyusun perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, dicapai dengan melaksanakan trip generation, trip distribution, pemilihan moda transportasi sesuai dengan tingkat layanan angkutan umum yang disediakan oleh pengelola angkutan serta pemilihan rute terbaik dengan meminimumkan biaya perjalanan dan memiliki jarak tempuh terpendek bagi pengguna kendaraan pribadi. Issue-based root definition menangani problem tingkat pertumbuhan kendaraan dengan segera, yang dinyatakan sebagai: Suatu sistem yang memadukan antara pengembangan tata kota dan sistem transportasi kota dengan mendefinisikan regulasi yang akan ditetapkan dalam rangka menangani peningkatan volume kendaraan pribadi. 4) Pengembangan model konseptual Root definition yang pertama memberikan detil mengenai aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan dalam menyusun perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, sedangkan root definition kedua mengubah fokus pada elemen crucial lain, misalnya perencana kota berupaya mengatasi problem tingkat pertumbuhan kendaraan dengan mencegah terjadinya kemacetan. Gambar IV.2 memperlihatkan model konseptual untuk root definition yang pertama.

10 66 Gambar IV.2 Model konseptual task-based root definition Gambar IV.3 memperlihatkan model konseptual untuk root definition yang kedua. Dikarenakan tema utamanya adalah menciptakan arus lalu lintas yang lancar dengan berfokus pada peramalan pergerakan di setiap ruas jalan. Maksud utamanya adalah memperoleh ketepatan rencana ruas jalan dengan pergerakan yang akan terjadi. Gambar IV.3 Model konseptual issue-based root definition

11 67 5) Pembandingan model dengan situasi dunia nyata Tahap 5 membandingkan apa yang dianggap sebagai real world dan masingmasing model konseptual menekankan pada hal-hal berikut: a. Model konseptual task-based root definition berfokus pada pendefinisian dan pelaksanaan kebijakan investasi perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, pemantauan dan pengendalian sarana dan prasarana transportasi, sedangkan model konseptual issue-based root definition berfokus pada informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi pergerakan yang terjadi di setiap ruas jalan. Manakah fokus yang tepat? Apakah keduanya relevan, namun dengan maksud yang berbeda? b. Tidak ada model konseptual yang secara langsung menangani isu penting perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan yang pertimbangan meningkatkan efektifitas penggunaan ruang jalan. Keduanya membuat batasan yang memperlihatkan bahwa efektifitas penggunaan ruang jalan tidak dalam bahasan. Mungkin berikutnya dapat diperhatikan mengenai hal tersebut kemudian menjabarkannya. Jika diinginkan untuk memperoleh atau mengeksplorasi root definition yang sesuai dengan hal tersebut dapat dilakukan pengulangan kembali ke tahap 3, misalnya saja dihasilkan root definition berikut: Suatu sistem yang memungkinkan perencanaan kota untuk mengatasi kemacetan, dengan menghasilkan peramalan pergerakan yang mendekati kenyataan tanpa menghilangkan pertimbangan efektifitas penggunaan ruang jalan. 6) Pendefinisian kontribusi SPPK Kontribusi SPPK didefinisikan setelah mengetahui aktivitas apa saja yang akan dilalui dalam proses pembuatan keputusan. Oleh sebab itu, proses ini dijalankan dengan mengacu pada model konseptual yang dihasilkan dan mengidentifikasi pelaksanaan aktivitas tersebut sebelum adanya SPPK. Beberapa kontribusi yang dapat didefinisikan diberikan pada Tabel IV.2.

12 68 Tabel IV.2 Contoh kontribusi SPPK berdasarkan issue-based root definition Aktivitas Cara pelaksanaan Kontribusi SPPK Tentukan kebutuhan mobilitas penduduk Berdasarkan analisis data sebaran penduduk. Analisis informasi secara cepat dengan menggunakan model yang Definisikan peruntukkan dan kontur data lahan Ukur perkiraan peningkatan pemilikan kendaraan pribadi Berdasarkan data perencanaan tata kota. Tidak ada sistem yang menghitung perkiraan peningkatan kepemilikan. Pengukuran dilakukan berdasarkan data yang tersedia jika dibutuhkan. sesuai. Melengkapi data rencana tata kota dengan GIS. Menyajikan informasi kondisi lahan dan kontur. Analisis data dengan memanfaatkan data mining. Menggunakan model untuk mengukur perkiraan pemilikan kendaraan di masa mendatang (forecasting). Menyajikan informasi perkiraan peningkatan yang akan terjadi ) Penentuan/pengubahan spesifikasi requirements SPPK, tahapan ini dipenuhi dengan mengacu pada definisi kontribusi SPPK. Spesifikasi requirements SPPK akan dikembangkan dengan Conceptagon Analytical Tools yang akan diberikan pada subbab IV.3 IV.2.2 Analisis Terhadap Penerapan SSM Penerapan SSM pada kasus perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan sebagai contoh dari situasi kompleks pembuatan keputusan dimanfaatkan untuk melakukan analisis terhadap tools dan teknik SSM dan menetapkan apa yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi construct dari kerangka kerja yang akan dikembangkan. Berdasarkan penerapan tersebut, dapat diidentifikasi beberapa hal yang diberikan pada Tabel IV.3.

13 69 Tabel IV.3 Identifikasi tools dan teknik pada SSM Tahapan Tools Teknik Hasil Penerapan Pengecekan Mendefinisikan problem karakteristik yang menjadi fokus untuk kompleksitas diamati Identifikasi situasi pembuatan keputusan Analisis keputusan dan analisis organisasi Pendefinisian sistem pembuatan keputusan Pengembangan model konseptual Pembandingan model dengan situasi dunia nyata Pendefinisian kontribusi SPPK Penentuan/pengub ahan spesifikasi kebutuhan SPPK Rootdefinition CATWOE Model konseptual Conceptagon Analytical Tools Multiple perspectives Pengecekan kesesuaian model Identifikasi variasi SPPK Menemukan isu-isu yang berkaitan dengan problem yang ditangani Menemukan root definition dari sistem pembuatan keputusan yang dihadapi Mendapatkan gambaran ideal dari sistem yang didefinisikan Menemukan gap dari situasi dunia nyata dengan keadaan ideal yang didefinisikan Deskripsi kontribusi yang dapat diberikan oleh SPPK pada situasi kompleks pembuatan keputusan yang telah distrukturkan Definisi spesifikasi kebutuhan SPPK sesuai dengan kontribusi yang ditentukan IV.3 Identifikasi Kebutuhan SPPK Spesifik pada Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan Proses identifikasi kebutuhan SPPK spesifik pada perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan dilakukan dengan memanfaatkan Conceptagon Analytical Tools, yaitu tools yang digunakan saat mengidentifikasi kebutuhan SPPK secara konseptual. Perbedaan antara keduanya berada pada tingkatan analisis yang ingin dihasilkan. Oleh sebab itu, pada proses identifikasi kebutuhan spesifik ini dapat memanfaatkan hasil dari identifikasi kebutuhan SPPK secara konseptual yang telah dihasilkan pada subbab III.3. Kebutuhan SPPK secara spesifik pada perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan dapat dijelaskan dalam tujuh kelompok konsep, yaitu:

14 70 1) Boundary, Interior, Exterior Kelompok konsep yang pertama ini dapat dipenuhi dengan mendefinisikan SPPK dari perspektif para stakeholder yang terlibat dalam problem dan kemudian membatasi problem yang akan didukung oleh SPPK tersebut. Keduanya dihasilkan dengan menganalisis kasus dan mengubah sudut pandang peneliti menjadi pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pendefinisian SPPK dari perspektif para pembuat keputusan, yaitu instansi-instansi pemerintah, swasta, maupun masyarakat yang berperan dalam sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan, SPPK dianggap sebagai suatu sistem dengan kemampuan menyediakan informasi yang memenuhi empat dimensi dasar berikut: a) memiliki relevansi dengan perencanaan kota, baik sistem kegiatan, sistem jaringan, maupun sistem pergerakan karena banyaknya informasi tidak akan bermanfaat jika tidak berkaitan dengan problem yang dihadapi b) memiliki tingkat akurasi tinggi sehingga dapat memberikan gambaran yang benar mengenai situasi yang sedang terjadi c) ketepatan waktu dalam menyajikan informasi sehingga informasi dapat bernilai tinggi d) kelengkapan informasi yang disediakan sesuai dengan lingkup problem dan fokus dari masing-masing stakeholder Bagi para pembuat keputusan, SPPK bukan sebagai pengganti peran dalam membuat keputusan atau menyelesaikan problem, namun sebagai pendukung yang menyediakan informasi terkait dengan fokusnya masing-masing. Sedangkan bagi analis sistem, SPPK merupakan sistem yang dengan jelas menyatakan pemanfaatan model dan data untuk menghasilkan informasi yang disajikan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan para pembuat keputusan. Terakhir, bagi manajemen tingkat atas dalam hal ini pemerintah kota, SPPK merupakan sistem dengan kemampuan menyediakan informasi yang menghubungkan keputusan-keputusan di setiap sistem mikro untuk kepentingan perencanaan kota.

15 71 Tujuan dasar bagi perencana transportasi adalah untuk memperkirakan jumlah dan lokasi kebutuhan/permintaan transportasi pada masa yang akan datang untuk kepentingan kebijaksanaan investasi perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan. Tantangan yang dihadapi oleh instansi dan departemen serta para perencana transportasi perkotaan yaitu problem kemacetan lalu lintas serta pelayanan angkutan umum perkotaan. Problem tersebutlah yang akan dicari solusinya oleh pemerintah dengan memanfaatkan dukungan SPPK. Perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan perkotaan melibatkan hubungan antara sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan yang disatukan dalam beberapa urutan konsep, dengan tujuan untuk memprediksi efek lalu lintas dari rencana tata guna tanah. Konsep-konsep tersebut dapat didukung dengan mengembangkan SPPK yang sesuai. Gambar IV.4 berikut ini menunjukkan boundary pengembangan SPPK pada perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan. Gambar IV.4 Boundary pada pengembangan SPPK untuk mendukung perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan 2) Input, Output, Transformation Input yang digunakan adalah pendefinisian kontribusi SPPK pada perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan. Sedangkan outputnya berupa deskripsi kebutuhan SPPK pada perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, meliputi sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan, serta mengelola keterhubungannya dalam membentuk sistem transportasi.

16 72 Transformasi yang mengubah input tersebut adalah identifikasi kebutuhan SPPK perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan. Gambar IV.5 Konsep input, output, dan transformasi kebutuhan SPPK pada perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan 3) Wholes, Parts, Relationships SPPK dikembangkan untuk mendukung perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan perkotaan, baik yang mendukung sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan beserta keterhubungannya yang dapat mendukung pembuatan keputusan pada sistem transportasi. Dengan demikian akan terdapat model, data, maupun antarmuka yang berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan untuk setiap sistem tersebut. Pada Gambar IV.6 diberikan potongan detail SPPK yang dikembangkan untuk perencanaan transportasi khususnya penanganan kemacetan. Gambar IV.6 SPPK untuk perencanaan transportasi khususnya penanganan kemacetan

17 73 4) Structure, Function, Process Skematik SPPK akan dikembangkan dengan menggunakan struktur umum yang sama, dengan adanya perangkat keras, perangkat lunak (dengan manajemen data, model, dan antarmuka), serta pengguna. Namun secara spesifik, masing-masing SPPK dikembangkan untuk menangani hal yang berbeda. Misalnya, struktur SPPK pada peramalan pergerakan akan menggunakan beberapa data diantaranya berupa jaringan jalan (berasal dari sistem jaringan) dan demografi (berasal dari sistem kegiatan). Data-data tersebut akan diolah dengan menggunakan model-model seperti model trip generation dan trip distribution. Seluruh data dan model akan diolah dalam sistem dan menghasilkan data trip end. Dengan demikian akan didapatkan peramalan pergerakan yang akan terjadi di setiap ruas jalan untuk setiap tahunnya. Hal ini merupakan salah satu bahan bagi instansi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang akan dirumuskannya. Gambaran umum mengenai urutan konsep yang akan dilalui untuk mencapai tujuan pembuatan keputusan diberikan pada Gambar IV.7. Gambar IV.7 Process flow pada peramalan pergerakan

18 74 5) Command, Control, Communications Perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan berperan dalam merencanakan wujud dari sistem transportasi, dimana terdapat sistem kelembagaan yang menaungi sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan. Perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan perkotaan dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintahan beserta pihak swasta, dan individu tertentu. Dalam hal ini, SPPK dapat dikembangkan untuk mendukung lembaga-lembaga tersebut dalam mendefinisikan keputusan-keputusan antara sebelum mencapai keputusan akhir. Adapun SPPK pada sistem transportasi ditujukan bagi para perencana kota, pengelola angkutan, ahli jalan raya, serta ahli lalu lintas. Mereka ini sekaligus sebagai pemberi command pada SPPK yang dikembangkan, meskipun sebenarnya terdapat masyarakat dan pihak swasta yang juga menentukan seperti apa sistem yang akan dibentuknya namun tidak berinteraksi langsung dengan pengembangan SPPK tersebut. Dari setiap command yang diberikan oleh seluruh lembaga yang berwenang terdapat control berupa kriteria keputusan yang menjadi prioritas tujuan dari masing-masing stakeholder. Adapun komunikasi dapat berupa keterhubungan antar SPPK yang dikembangkan di setiap lembaga, seperti PEMDA, Bina Marga, dan DLLAJR. Berikut ini adalah gambaran yang dapat menyatakan command, control, dan komunikasi pada pengembangan SPPK. Command dan komunikasi yang terbentuk diperlihatkan pada Gambar IV.8. Gambar IV.8 Pihak-pihak yang memberikan command, control, dan berkomunikasi pada sistem

19 75 Adapun control dari setiap pihak berada pada domain keahlian masingmasing, yang dapat diperlihatkan pada Tabel IV.4. Tabel IV.4 Control variabel pada SPPK untuk perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan Profesi SPPK Variabel yang dikontrol Perencana kota SPPK pada sistem Terkait dengan tata guna tanah kegiatan Pengelola SPPK pada sistem Terkait dengan perangkutan angkutan pergerakan Ahli lalu lintas SPPK pada sistem Terkait dengan manajemen pergerakan lalu lintas Ahli jalan raya SPPK pada sistem Terkait dengan jalan jaringan 6) Variety, Parsimony, Harmony Penyebab terjadinya problem pada sistem transportasi sangat beragam, diantaranya disebabkan oleh tingkat urbanisasi, pertumbuhan jumlah kendaraan dan populasi, serta pergerakan yang meningkat dengan pesat setiap harinya. Sehingga diperlukan variasi yang cukup banyak untuk merencanakan transportasi perkotaan. Kemacetan lalu lintas dan keterlambatan, polusi udara dan suara, getaran, hingga pengrusakan lingkungan harus diperhitungkan dalam sistem. Tantangannya adalah bagi negara berkembang diperlukan metode analisa dengan biaya yang cukup rendah dan waktu proses yang cukup singkat. Salah satu metode yang ditawarkan dalam usaha mengatasi problem kemacetan dengan memberikan variasi namun dengan biaya yang tidak begitu besar adalah dengan berfokus pada model perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan yang mengaitkan interaksi sistem kegiatan dengan sistem jaringan dan sistem pergerakan. Dari keterhubungan tersebut diindikasikan bahwa ahli jalan raya adalah orang yang berbahaya bagi sistem, terlebih jika tidak mewaspadai efek pembangunan pada bagian sistem tersebut. Hal ini dikarenakan jalan baru akan menghasilkan perubahan yang besar terhadap distribusi perjalanan, pemilihan moda dan rute serta tata guna

20 76 tanah, yang berarti berpengaruh pada seluruh sistem kota. Dapat disimpulkan bahwa sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan harus bekerja secara harmonis agar menghasilkan perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan dengan meminimalisir efek buruk yang dihasilkan. 7) Openness, Hierarchy, Emergence Sistem transportasi merupakan sistem yang terbuka (open), baik untuk penambahan komponen, perubahan boundary, maupun cara mengkonfigurasikan sistem. Hal tersebut juga berlaku pada pengembangan SPPK yang ditujukan untuk mendukung sistem tersebut. Di saat terjadi penambahan komponen pada sistem yang didukungnya, analisis terhadap kebutuhan SPPK pun dapat berubah. Misalnya, saat mengamati perkotaan yang menjadikan transportasi air sebagai salah satu jenis yang banyak digunakan dan meliputi hampir sebagian besar daerah tersebut. Dalam sistem tersebut terdapat komponen baru yang belum tercakup seperti kemungkinan kebutuhan penghubung berupa jembatan. Sehingga, sistem yang dibangun beserta pengembangan SPPK harus diperluas dan mencakup kebutuhan tersebut. Solusi terhadap situasi problem tersebut harus memperhitungkan komponen sistem yang masuk maupun keluar sistem, maupun perubahan hierarki pada sistem sebagai perubahan respon. Karena kemunculan emergent behavior tersebut, maka sistem perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan kota khususnya sistem kegiatan harus dikaji ulang. Dengan demikian, pengembangan SPPK pun perlu dikaji ulang agar sesuai dengan perubahan situasi pembuatan keputusan. IV.4 Kesimpulan Hasil Analisis Kasus Analisis kasus yang terdiri atas identifikasi karakteristik situasi kompleks pembuatan keputusan, penerapan SSM dalam menstrukturkan problem, dan identifikasi kebutuhan SPPK spesifik pada perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan dapat memperjelas sekaligus mempertajam analisis

21 77 teoretis pada Bab III. Beberapa hal yang dapat dirumuskan dari analisis kasus, diantaranya: 1) Didefinisikan bahwa karakteristik situasi kompleks pembuatan keputusan mencakup: a. melibatkan banyak pihak dalam pembuatan keputusan serta banyaknya subsistem dari problem yang ditangani b. komponen-komponen subsistem pada problem yang diamati memiliki keterhubungan yang membangun sistem tertentu c. adanya persinggungan antar subsistem pada problem, misalnya berupa konflik kepentingan dalam menawarkan solusi untuk mencapai tujuan dari pembuatan keputusan d. terdapatnya sifat dinamis pada problem yang diamati ditambah dengan ketidakpastian kemunculan problem dan pola keputusan dari solusi 2) Kompleksitas pembuatan keputusan ditangani oleh SSM dengan menstrukturkan problem yang dihadapi, yaitu dengan menggambarkan keterhubungan antar aktivitas pada subsistem-subsistem pembangunnya, mendefinisikan peran para pembuat keputusan yang terlibat dalam memutuskan problem, dan terdapat unsur pembelajaran saat membandingkan model konseptual dengan situasi nyata. Dengan demikian, penerapan SSM pada kompleksitas pembuatan keputusan akan menurunkan unsur ketidakpastian pada pola keputusan dengan memanfaatkan proses pembelajaran dari SSM serta mengurangi persinggungan antarsubsistem karena mendapatkan gambaran mengenai problem, dan mengelola aktivitas dalam pembuatan keputusan dengan mengacu pada model yang dihasilkan. Berdasarkan penerapan SSM pada kasus, ditemukan berbagai tools dan teknik yang berguna dalam menghasilkan output dari setiap tahapan SSM seperti yang diberikan pada Tabel IV.3. Dari tabel tersebut dapat digunakan beberapa tools dan teknik untuk menjadi komponen pada kerangka kerja analisis kebutuhan SPPK. 3) Hasil mengidentifikasi kebutuhan SPPK spesifik pada perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, dapat dirumuskan beberapa hal yaitu:

22 78 a. SPPK yang dikontribusikan harus mampu mendukung proses pembuatan keputusan dalam menyusun perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan dengan memanfaatkan komputer, baik pada sistem kegiatan, sistem jaringan, maupun sistem pergerakan. b. Spesifikasi kebutuhan SPPK dihasilkan dari analisis kontribusi yang dapat diberikan SPPK pada proses pembuatan keputusan dalam merencanakan transportasi. c. SPPK memiliki komponen tetap yaitu perangkat keras, aplikasi yang terdiri atas manajemen dialog, manajemen data, dan manajemen model, serta pengguna, dimana seluruhnya dispesifikasikan sesuai dengan aktivitas yang akan didukungnya. d. Process flow pada perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan setelah menerapkan SPPK, secara umum akan terlihat seperti pada Gambar IV.7. e. Keterhubungan antar subsistem mempengaruhi control, command, dan communication pada sistem transportasi yang akan ditangani. f. Kemungkinan variasi dukungan SPPK maupun solusi yang dapat didefinisikan tergantung pada aktivitas yang didukung pada proses perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, sehingga kebutuhan SPPK akan selaras dengan perubahan pada proses yang didukung. g. Kebutuhan SPPK merupakan sistem terbuka yang terpengaruh oleh sistem yang pembuatan keputusan yang didukung, yaitu perencanaan transportasi untuk penanganan kemacetan, terlebih adanya interaksi SPPK dengan pembuatan keputusan akan membuat identifikasi kebutuhan SPPK mudah terpengaruh oleh sistem yang ditangani pada proses pembuatan keputusan.

Bab V Perancangan Kerangka Kerja Analisis Kebutuhan SPPK

Bab V Perancangan Kerangka Kerja Analisis Kebutuhan SPPK 79 Bab V Perancangan Kerangka Kerja Analisis Kebutuhan SPPK Kerangka kerja merupakan perwujudan dari sebuah model, dengan maksud memberikan panduan terhadap pengerjaan sesuatu. Pada penelitian ini, kerangka

Lebih terperinci

Bab III Analisis Teoretis

Bab III Analisis Teoretis 33 Bab III Analisis Teoretis Seperti yang telah dijelaskan pada subbab I.6 mengenai metodologi, pelaksanaan analisis pada penelitian dibagi menjadi dua jenis, yaitu analisis teoretis dan analisis kasus.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Systems thinking merupakan pendekatan dengan cara pandang yang menganggap bahwa suatu problem merupakan satu kesatuan sistem dalam dunia yang luas. Prinsip systems

Lebih terperinci

disatukan dalam urutan tahapan sebagai berikut :

disatukan dalam urutan tahapan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Transportasi Makro Guna lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah yang terbaik, diperlukan pendekatan secara sistem yang dijelaskan dalam bentuk sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Transportasi Setiap Tata Guna Lahan akan terdapat suatu kegiatan yang akan menimbulkan bangkitan pergerakan dan tarikan pergerakan. Kegiatan itu dapat berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR. Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D

PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR. Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D 097 480 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam intensitas aktifitas sosial ekonomi seiring dengan kemajuan ekonomi yang telah terjadi. Jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Kerangka Pikir Kerangka pikir adalah suatu kerangka yang berisi tentang proses lama suatu perusahaan dimana dengan menggunakan metode Soft System Methodology (SSM) dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini zaman semakin berkembang, begitu juga kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini zaman semakin berkembang, begitu juga kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini zaman semakin berkembang, begitu juga kemampuan manusia yang semakin berkembang. Kemampuan manusia semakin meningkat, terutama dalam bidang teknologi. Pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas

TINJAUAN PUSTAKA. mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Pengertian transportasi menurut Morlok (1981) adalah memindahkan atau mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas (1987), transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting karena menghubungkan suatu tempat ke tempat lain. Dengan adanya sarana jalan ini, maka manusia dan barang dapat berpindah

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM MATA KULIAH DASAR-DASAR SEBAGAI SUATU SISTEM SISTEM ADALAH GABUNGAN BEBERAPA KOMPONEN (OBJEK) YANG SALING BERKAITAN DALAM SATU TATANAN STRUKTUR PERUBAHAN SATU KOMPONEN DAPAT MENYEBABKAN PERUBAHAN KOMPONEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

PENGANTAR TEKNIK TRANSPORTASI

PENGANTAR TEKNIK TRANSPORTASI PENGANTAR TEKNIK TRANSPORTASI PENDAHULUAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Pengantar Rekayasa transportasi merupakan tinjauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Makro Perencanaan sistem transportasi pada dasarnya memperkirakan kebutuhan transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi makro

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTASI, oleh Rahayu Sulistyorini, S.T., M.T. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL J. Dwijoko Ansusanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pada umumnya transportasi berkembang seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku di Negara Republik Indonesia yang semakin berkembang, dikarenakan pertumbuhan penduduk di kota Ambon semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi sebagai urat-nadi berkehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional yang sangat penting perannya dalam ketahanan nasional.

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Tujuan dasar perencanaan transportasi adalah memperkirakan jumlah serta kebutuhan akan transportasi pada masa mendatang atau pada tahun rencana yang akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 4.1. Tinjauan pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci

Bab II Kajian Pustaka

Bab II Kajian Pustaka 13 Bab II Kajian Pustaka II.1 Pembuatan Keputusan Keputusan merupakan penilaian atas pendapat terhadap persoalan yang dipertimbangkan atau tindakan atas pencapaian kesimpulan (www.answers.com). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Aksesibilitas dan Mobilitas Sistem tata guna lahan yang ditentukan polanya oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah dan bagaimana system transportasinya melayani, akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang baik dan ideal antara komponen komponen transportasi

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang baik dan ideal antara komponen komponen transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi didefinisikan sebagai kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di dalamnya terdapat unsur pergerakan (movement).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang yang telah berkembang sangat dinamis serta berperan di dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang menyediakan jasa transportasi bagi manusia dan barang. Sejalan dengan pembangunan yang semakin pesat dewasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkotaan yang mengalami perkembangan selalu menghadapi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Perkotaan yang mengalami perkembangan selalu menghadapi permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkotaan yang mengalami perkembangan selalu menghadapi permasalahan pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Pertumbuhan penduduk meningkatkan

Lebih terperinci

NINDYO CAHYO KRESNANTO. .:

NINDYO CAHYO KRESNANTO.  .: 1 NINDYO CAHYO KRESNANTO Email.: nindyo_ck@staff.janabadra.ac.id 2 3 Mempunyai range yang luas (Dekat - Jauh) Proses Pemenuhan Kebutuhan Bergerak Dari Satu Tempat Ke Tempat Lain Tidak Bergerak Mempunyai

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000)

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Makro Perencanaan sistem transportasi pada dasarnya memperkirakan kebutuhan transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi makro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak terhadap perkembangan kota-kota di Indonesia. Penduduk merupakan faktor utama dalam perkembangan kota sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi adalah suatu pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat penunjang yang digerakan dengan tenaga manusia, hewan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Penelitian Suriani (2015), Pusat kegiatan Pendidikan sebagai salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Penelitian Suriani (2015), Pusat kegiatan Pendidikan sebagai salah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Penelitian Terdahulu Menurut Penelitian Suriani (2015), Pusat kegiatan Pendidikan sebagai salah satu tata-guna lahan, mempunyai intensitas yang cukup tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Umum Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu. Manusia selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : LINDA KURNIANINGSIH L2D 003 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia negara yang sedang berkembang, pembangunannya terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia negara yang sedang berkembang, pembangunannya terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia negara yang sedang berkembang, pembangunannya terus mengalami peningkatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan pemilikkan kendaraan, perluasan kota serta peningkatan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan pemilikkan kendaraan, perluasan kota serta peningkatan aktivitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu prasarana yang dibutuhkan dalam menjalani aktivitas sehari-hari disebuah kota. Pada umumnya transportasi berkembang sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Transportasi di Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Transportasi di Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi di Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal itu dapat dilihat dari sejarah transportasi di Indonesia. Zaman dahulu orang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN

Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN Pertemuan Pertama Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Transportasi Transportasi adalah penerapan dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengangkut atau memindahkan barang dan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling penting ialah transportasi. Transportasi sangatlah penting bagi masyarakat karena suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Makro Perencanaan sistem transportasi pada umumnya memperkirakan kebutuhan transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi makro

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERILAKU HUBUNGAN ANTARA SISTEM TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI DI WILAYAH PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC

PENGEMBANGAN MODEL PERILAKU HUBUNGAN ANTARA SISTEM TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI DI WILAYAH PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC MODEL PERILAKU HUBUNGAN ANTARA SISTEM TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI DI WILAYAH PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC Dimas B.E Dharmowijoyo Mahasiswa Program S3 Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk di kota Semarang sebagai pusat kota Jawa Tengah semakin memacu perkembangan pusat pusat perekonomian baru baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah B A. Studi Pustaka MULAI. Permasalahan. Observasi Lapangan. Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI. 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah B A. Studi Pustaka MULAI. Permasalahan. Observasi Lapangan. Pengumpulan Data BAB III MEODOLOGI 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah MULAI Permasalahan Observasi Lapangan Studi Pustaka Pengumpulan Data Data Primer : 1. Kondisi jalan eksisting dan fasilitasnya 2. Hambatan samping Data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Metodologi Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan Districk 9 Apartment. Desain proses pengerjaan dokumen perlu dibuat untuk

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sektor industri. Hal itu dikarenakan hampir semua sektor industri selalu mencakup proses distribusi

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Depok merupakan wilayah penyangga (buffer state) bagi Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Depok merupakan wilayah penyangga (buffer state) bagi Daerah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Depok merupakan wilayah penyangga (buffer state) bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk mengurangi tekanan perkembangan penduduk di Ibukota. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau barang dari satu tempat ketempat lain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.I TINJAUAN UMUM Pembangunan di berbagai sektor bidang kehidupan bangsa yang dilaksanakan oleh pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perekonomian dan jumlah penduduk di suatu daerah. fasilitas transportasi yang cukup memadai untuk membantu kelancaran

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perekonomian dan jumlah penduduk di suatu daerah. fasilitas transportasi yang cukup memadai untuk membantu kelancaran BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian dan jumlah penduduk di suatu daerah menyebabkan mobilitas orang dan barang ikut meningkat, sehingga dibutuhkan fasilitas transportasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak terhadap perkembangan kota di Indonesia. Penduduk merupakan faktor utama dalam perkembangan kota sebagai pusat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH Penyusunan garis besar langkah kerja merupakan suatu tahapan kegiatan dengan menggunakan metodologi. Metodologi pendekatan analisis dilakukan dengan penyederhanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengidentifikasi beberapa pertanyaan yang terdiri dari segi keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengidentifikasi beberapa pertanyaan yang terdiri dari segi keamanan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah transportasi darat yang menyangkut dengan masalah lalu lintas merupakan masalah yang sulit dipecahkan, baik di kota - kota besar maupun yang termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 TUGAS AKHIR PERENCANAAN FLY OVER PERLINTASAN JALAN RAYA DAN JALAN REL DI BENDAN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 TUGAS AKHIR PERENCANAAN FLY OVER PERLINTASAN JALAN RAYA DAN JALAN REL DI BENDAN PEKALONGAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan aktifitas akan menyebabkan terjadinya kebutuhan ruang yang semakin bertambah. Hal ini sering menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern.

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. B. PENGERTIAN JUDUL v Terminal : Perhentian (bus, kereta api, dan sebagainya) penghabisan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM III - 1 BAB III 3.1 TINJAUAN UMUM Di dalam suatu pekerjaan konstruksi diperlukan suatu rancangan yang dimaksudkan untuk menentukan fungsi struktur secara tepat dan bentuk yang sesuai serta mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mobil Penumpang (emp) adalah faktor yang menunjukkan pengaruh berbagai tipe

BAB I PENDAHULUAN. Mobil Penumpang (emp) adalah faktor yang menunjukkan pengaruh berbagai tipe BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam perencanaan prasarana tranportasi jalan raya di Indonesia berpedoman pada Manual Kapasitas Jalan Raya (MKJI) tahun 1997. Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) adalah

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: BAMBANG WIDYATMOKO L2D 098 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh : S u y a d i L2D 301 334 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004 ABSTRAKSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pembahasan mengenai Model Bangkitan Pergerakan Perumahan Perumahan di Kota Cimahi ini muncul dilatar belakangi oleh beberapa ayat Al Quran d ibawah ini : 1. Al-Quran Surat Saba ayat 18

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Pemerataan pembangunan di seluruh penjuru tanah air merupakan program pemerintah kita sebagai usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas merupakan alasan seseorang dalam melakukan suatu perjalanan. Ada tiga kategori aktivitas, yaitu aktivitas wajib, fleksibel, dan bebas (Stopher et al., 1996).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah suatu sistem yang terdiri dari sarana/prasarana dan sistem yang memungkinkan adanya pergerakan keseluruh wilayah sehingga terokomodasi mobilitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tangerang sebagai salah satu wilayah satelit dari ibukota Jakarta mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor pertumbuhan penduduk,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KEPADATAN LALU LINTAS DAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN KOTA SURABAYA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KEPADATAN LALU LINTAS DAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN KOTA SURABAYA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KEPADATAN LALU LINTAS DAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN KOTA SURABAYA Witarjo 1, Arna Fariza 2, Arif Basofi 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika 1, Dosen Pembimbing 2 Politeknik

Lebih terperinci

PENGANTAR TRANSPORTASI

PENGANTAR TRANSPORTASI PENGANTAR TRANSPORTASI MANAJEMEN LALU LINTAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Penyebab permasalahan transportasi

Lebih terperinci