Bab III Analisis Teoretis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III Analisis Teoretis"

Transkripsi

1 33 Bab III Analisis Teoretis Seperti yang telah dijelaskan pada subbab I.6 mengenai metodologi, pelaksanaan analisis pada penelitian dibagi menjadi dua jenis, yaitu analisis teoretis dan analisis kasus. Analisis teoretis dilakukan untuk membangun pokok secara teori yang umum dari kompleksitas, SSM, dan kebutuhan SPPK. Sedangkan analisis kasus dilakukan untuk memperjelas penelitian berdasarkan kenyataan (reality), dengan maksud menerapkan hasil analisis teoretis tersebut pada kasus. Pada analisis teoretis, akan terbentuk pokok teori yang umum dari berbagai penelitian mengenai kompleksitas dan menjadi dasar konseptual yang membangun karakteristik kompleksitas. Berdasarkan karakteristik yang terbentuk, analisis teoretis akan memperjelas posisi kompleksitas diantara problem lainnya. Analisis terhadap SSM dilakukan untuk memperoleh pokok teori dari metodogi tersebut dan dimodifikasi untuk proses pembuatan keputusan. Sedangkan analisis kebutuhan SPPK menggunakan Conceptagon Analytical Tools dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi kebutuhan SPPK secara konseptual. Penjelasan mengenai cara pelaksanaan setiap aktivitas dalam analisis teoretis dijelaskan di setiap awal subbab yang terkait. III.1 Identifikasi Karakteristik Kompleksitas Proses identifikasi karakteristik kompleksitas merupakan analisis pertama yang akan dilakukan. Proses identifikasi karakteristik menggunakan input dari berbagai penelitian yang membahas mengenai kompleksitas. Berbagai penelitian tersebut akan dianalisis dengan content analysis, yaitu mengidentifikasi konten sesuai dengan konteksnya kemudian mengekstraksi karakteristik kompleksitas yang digunakan pada penelitian-penelitian tersebut. Adapun aktivitas pada proses identifikasi akan dinyatakan dalam bentuk tabel yang berisi fokus studi beserta ekstraksi karakteristik dari setiap penelitian. Berdasarkan ekstraksi tersebut kemudian disusun rekapitulasi untuk memperoleh karakteristik umum kompleksitas.

2 34 III.1.1 Berbagai Penelitian Mengenai Kompleksitas Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan mengenai kompleksitas melibatkan banyak disiplin/domain keilmuan yang berbeda, diantaranya adalah bahasan dari teori sistem, teori jaringan (network theory) dari domain biologi dan kimia, dan lain sebagainya. Rangkuman berbagai penelitian yang membahas mengenai kompleksitas tersebut diberikan pada Tabel III.1. Tabel III.1 Karakteristik Kompleksitas Id. A B C D E F G Related Works Qudrat- Ullah (2008) Amaral dan Ottino (2004) Kresh (2007) Marashi dan Davis (2005) Staker (1999) Liew dan Sundaram (2005) Jimenez dkk. (2002) Studi yang Dilakukan Pendekatan dalam menghadapi problem domain keputusan yang kompleks Penekanan pada network theory untuk mempelajari sistem kompleks Teori umum mengenai organismic systems dan pemahaman mengenai organized complexity Penyelesaian isu-isu kompleksitas pada proses desain Problem yang kompleks dan ill-structured Pembuatan keputusan pada problem kompleks Keputusan yang kompleks Karakteristik a) terdapat unsur dinamis dan uncertainty b) membutuhkan expertise c) terdapat kolaborasi d) criticality a) memiliki banyak komponen b) perilaku yang dinamis c) respon sistem yang beradaptasi terhadap kondisi eksternal a) memiliki banyak komponen b) berinteraksi secara dinamis c) memunculkan sejumlah tingkatan yang hierarkis d) menunjukkan common behaviors e) melintasi berbagai sistem, skala, dan disiplin ilmu a) memiliki banyak komponen b) terdapat banyak lapisan subsistem c) keterhubungan yang sulit dikelola dan diprediksi d) jumlah interaksi dan konflik kepentingan yang terus meningkat dari para stakeholder a) banyak bagian yang saling berhubungan b) terdapat efek propagasi a) keputusan-keputusan yang saling terhubung b) melintasi berbagai domain, paradigma, dan/atau perspektif c) pengulangan proses pembuatan keputusan a) banyak tujuan/sasaran b) kemungkinan konflik antar sasaran c) mengandung uncertainty

3 35 III.1.2 Karakteristik Umum Kompleksitas Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan yang diberikan pada Tabel III.1, dapat dibuat rekapitulasinya pada Tabel III.2. Tabel III.2 Rekapitulasi karakteristik kompleksitas Karakteristik Related Works A B C D E F G Dinamis (unsur/perilaku/interaksi) Terdapat unsur ketidakpastian Membutuhkan expertise Terdapat kolaborasi Criticality Memiliki banyak komponen Beradaptasi dengan kondisi eksternal Adanya hierarki Terdapat common behaviors Melintasi berbagai domain (sistem/skala/disiplin ilmu) Terdapat banyak lapisan subsistem Keterhubungan yang sulit dikelola dan diprediksi Terdapat konflik kepentingan Banyak bagian yang saling berhubungan Terdapat efek propagasi Keputusan-keputusan yang saling terhubungan Pengulangan proses pembuatan keputusan Banyak tujuan/sasaran Berdasarkan Tabel III.2, dapat disimpulkan bahwa karakteristik umum kompleksitas terdiri atas: a) memiliki sifat dinamis, baik pada unsur, perilaku, maupun interaksi yang terbentuk b) memiliki banyak komponen c) terdapat unsur ketidakpastian d) melintasi berbagai domain disiplin, sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai relasi antardomain tersebut e) terdapat konflik kepentingan antar subsistem yang berhubungan di dalamnya

4 36 Berdasarkan analisis karakteristik kompleksitas yang dimaksud dalam penelitian, jika diposisikan terhadap kompleksitas yang ditangani oleh Multi-Criteria Decision Making (MCDM), seperti Analytical Hierarchy Process (AHP), Weighted Product Model (WPM), dan TOPSIS, maka terdapat perbedaan pada latar belakang pengembangannya. Tabel III.3 menunjukkan perbandingan penanganan kompleksitas pada penelitian dan AHP. Tabel III.3 Perbandingan penanganan kompleksitas pada penelitian dan AHP Faktor pembeda Prinsip Posisi kompleksitas Tujuan Posisi penerapan Penelitian menangani problem dengan menerapkan SSM yang mencari keterhubungan antar subsistem yang terlibat bukan memecahnya menangani banyaknya perspektif stakeholder yang terlibat dalam pembuatan keputusan menyediakan kerangka kerja konseptual untuk memahami problem dan menentukan kebutuhan SPPK tingkatan konseptual dengan penekanan pada berbagai perspektif dalam pembuatan keputusan Metoda AHP memecah persoalan menjadi bagian-bagian yang tersusun secara hierarki dan memberi bobot pada setiap faktor menangani banyaknya kriteria/faktor yang terlibat dalam problem keputusan menyediakan kerangka kerja logis untuk menentukan benefit dari setiap alternatif tingkatan teknis dengan penekanan pada kompleksitas kriteria/faktor yang berpengaruh Sesuai dengan tabel yang diberikan pada subbab karakteristik kompleksitas, AHP menunjukkan penanganan kompleksitas dari segi banyaknya faktor yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Jika diposisikan pada kompleksitas yang dimaksud dalam penelitian, AHP dapat digunakan jika sudah mendapatkan gambaran kompleksitas situasi pada proses pembuatan keputusan. Hal tersebut disebabkan oleh prinsip pada AHP yang menangani problem dengan memecahnya menjadi sub-subproblem kemudian diidentifikasi kriteria dan faktor yang menentukan terbentuknya keputusan tertentu pada setiap subproblem. Berbagai kriteria dan faktor yang terlibat disusun membentuk hierarki dan pada akhir proses akan dihubungkan untuk mengetahui bobot dari setiap alternatif solusi yang telah didefinisikan. Dengan demikian, penelitian ini akan menjadikan SSM sebagai

5 37 bagian dari cara menstrukturkan situasi kompleks dan AHP dapat menjadi bagian dari alternatif cara mendefinisikan solusi. III.2 Identifikasi Pemanfaatan SSM pada Proses Pembuatan Keputusan Proses identifikasi pemanfaatan SSM pada proses pembuatan keputusan dilakukan untuk mengetahui kapabilitas metodologi dalam menangani problem. Aktivitas yang dilakukan adalah menyelidiki kapabilitas SSM berdasarkan berbagai penelitian maupun studi mengenai penerapan SSM. Kapabilitas yang dimiliki oleh SSM dimanfaatkan untuk proses pembuatan keputusan. Modifikasi mungkin diperlukan untuk menangani situasi kompleks pembuatan keputusan. III.2.1 Kapabilitas SSM Suatu metodologi dipilih untuk diterapkan harus berdasarkan pertimbangan kapabilitas yang dimiliki, sesuai dengan kasus yang ditangani. Dengan demikian, SSM dipilih sebagai metodologi dalam menangani kompleksitas pembuatan keputusan harus berdasarkan pengetahuan mengenai kelebihan dan kekurangannya, sehingga tidak tersesat karena kesalahan memilih metodologi. Berdasarkan penelitian dari Daellenbach dan McNickle (2005), SSM memiliki kapabilitas dalam menyediakan kerangka kerja untuk memahami problem yang dihadapi, bahkan problem kompleks sekalipun. Selain itu, SSM juga menyediakan alat untuk membangun gambaran model aktivitas yang berhubungan dengan dukungan sistem (Cheng V. dan Yau Chuk, 2004). Model konseptual SSM mampu menyediakan pandangan yang berfokus pada aktivitas sistem yang akan didukung. Jika dikaitkan dengan pengembangan SPPK, yang harus didasarkan pada pemahaman aktivitas yang akan disediakan untuk proses pembuatan keputusan dan struktur untuk melaksanakannya, SSM dapat digunakan untuk memahami struktur pada proses pembuatan keputusan meskipun pada situasi kompleks. Analisis SSM yang berfokus pada situasi problem dapat memperbaiki pemahaman mengenai hubungan problem yang dihadapi dengan rencana pengembangan

6 38 SPPK, sehingga pengembangan SPPK sesuai untuk perencanaan proses pembuatan keputusan bukan sekedar one-off solution pada problem tertentu. Semua problem kompleks akan melibatkan multiplicity actor, berbagai disiplin ilmiah/teknis, dan berbagai organisasi serta beragam individu. Pada prinsipnya, masing-masing memandang problem secara berbeda dan menghasilkan beragam perspektif mengenai sesuatu. Umumnya kelompok yang terlibat dalam organisasi seringkali dibedakan berdasarkan domain keahlian dan statusnya (pemimpin atau anggota), dan seringkali kelompok tersebut membuat keputusan yang dianggap benar atau salah (Hollenbeck, 1998). Struktur berkelompok tersebut sangat baik jika dikarakterisasikan sebagai tim daripada sekumpulan pembuat keputusan yang independen. Hal tersebut disebabkan oleh: a) setiap individu yang terlibat memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi, dimana masing-masing akan bergantung pada yang lain untuk informasi penting yang berhubungan dengan keberhasilan tim b) anggota dalam tim umumnya memiliki tujuan dan paham yang sama, dimana keberhasilan ataupun kegagalan tim mempengaruhi outcome individu itu sendiri c) anggota tim akan saling mempengaruhi dalam proses pembuatan keputusan. Keterlibatan multiplicity actor dalam situasi kompleks perlu diperhitungkan pada proses pembuatan keputusan. Dengan demikian, diperlukan metodologi yang melibatkan berbagai persepktif dalam memandang suatu problem. SSM merupakan metodologi yang melibatkan multiple perspectives dalam menangani problem. Hal tersebut dilakukan sejak mendefinisikan perspektif yang terlibat dalam pembuatan keputusan, baik sebagai problem owners, problem actors, ataupun problem customers. Tahap pendefinisian tersebut dilakukan pada tahap kedua dalam SSM. Kapabilitas SSM dalam multiple perspectives tersebut melengkapi kapabilitasnya dalam menangani situasi kompleks pembuatan keputusan.

7 39 III.2.2 Modifikasi Soft Systems Methodology (SSM) Berdasarkan kapabilitas SSM yang dinyatakan pada subbab III.2.1 dan mengacu pada tahapan SSM pada subbab II.2.3, agar SSM dapat diterapkan pada proses analisis kebutuhan SPPK untuk mendukung situasi kompleks pembuatan keputusan, diperlukan modifikasi pada SSM. Modifikasi yang dimaksud diberikan pada Tabel III.4. Tabel III.4 Modifikasi pada SSM untuk analisis kebutuhan SPPK Tahap SSM SSM untuk Analisis Kebutuhan SPPK 1 Situasi problem yang tidak Identifikasi situasi pembuatan keputusan terstruktur 2 Pernyataan situasi problem Analisis keputusan Analisis organisasi 3 Definisi sistem yang relevan Pendefinisian sistem pembuatan keputusan 4 Model konseptual sistem Pengembangan model konseptual sesuai dengan definisi 5 Perbandingan model dengan dunia nyata Pembandingan model dengan situasi dunia nyata 6 Perubahan secara sistematis Pendefinisian kontribusi SPPK 7 Tindakan untuk memperbaiki situasi problem Penentuan/pengubahan spesifikasi requirements SPPK Modifikasi yang dilakukan pada tahapan SSM dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu: Tahap 1 : SSM akan diterapkan pada proses pembuatan keputusan, sehingga pada modifikasi dilakukan penyesuaian istilah yang lebih detil menjadi identifikasi situasi pembuatan keputusan. Proses yang dilakukan pada tahap tersebut juga telah dimodifikasi, dengan mencakup Weltanschauung dan Environmental constraints dari CATWOE. Hal ini disebabkan situasi kompleks pembuatan keputusan perlu diposisikan keberadaannya terhadap proses lainnya serta untuk mengetahui batasan lingkungannya. Tahap 2 : Pada SSM, dilakukan analisis terhadap struktur problem, proses yang terlibat serta keterhubungan antara struktur dan proses. Kegiatan

8 40 tersebut pada analisis kebutuhan SPPK dilakukan pada tahap selanjutnya, setelah melakukan analisis keputusan yaitu mengidentifikasi Customers, Actors, dan Owners dari CATWOE dan analisis organisasi yaitu mengidentifikasi situasi organisasi proses pembuatan keputusan tersebut. Hal tersebut disebabkan struktur problem yang dihadapi harus sesuai dengan pandangan stakeholder yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Tahap 3 : Pada SSM maupun dalam modifikasinya, sistem yang relevan dinyatakan dalam root definition. Namun, modifikasi SSM telah dispesifikasikan untuk sistem pembuatan keputusan sehingga istilah pada SSM tersebut diubah. Adapun pendefinisiannya dilakukan dengan mengidentifikasi Transformation process dari CATWOE, dimana kelima elemen analisis lainnya telah dipenuhi pada dua tahapan sebelumnya. Tahap 4 : Tidak ada modifikasi pada tahap ini, sebab model konseptual akan memberikan gambaran struktur problem yang ideal. Tahap 5 : Tidak ada modifikasi pada tahap ini, sebab pembandingan tersebut dilakukan untuk mengetahui posisi problem terhadap kondisi ideal yang digambarkan pada tahap 4. Tahap 6 : Perubahan secara sistematis pada SSM dimodifikasi untuk mendefinisikan kontribusi SPPK. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apa yang dapat dikontribusikan oleh SPPK pada aktivitas yang dinyatakan pada model konseptual namun tetap menyesuaikan dengan kondisi organisasi yang akan didukungnya. Sehingga, tahap ini juga mengarahkan pada pencapaian kondisi ideal dengan memanfaatkan dukungan SPPK. Tahap 7 : Tindakan untuk memperbaiki situasi problem dimodifikasi menjadi penentuan spesifikasi requirements SPPK, karena SSM pada penelitian difokuskan untuk mendukung proses analisis kebutuhan SPPK. Rangkaian tahapan pada SSM pada proses analisis kebutuhan SPPK untuk situasi kompleks pembuatan keputusan diilustrasikan pada Gambar III.1.

9 41 Gambar III.1 Proses analisis kebutuhan SPPK Penjelasan dari setiap tahapan pada proses analisis kebutuhan SPPK adalah: 1) Identifikasi situasi pembuatan keputusan, merupakan tahapan awal yang ditandai dengan penentuan batasan problem agar tidak meluas atau mungkin terlalu sempit, sehingga tidak kehilangan esensinya sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk menyelesaikan problem tertentu. 2) Analisis keputusan dan analisis organisasi. Keduanya dapat dilakukan secara paralel. Analisis keputusan merupakan proses menyelidiki siapa saja stakeholder yang berwenang serta tanggung jawabnya dalam memutuskan hal yang terkait dengan problem. Sedangkan analisis organisasi merepresentasikan situasi organisasi tempat keputusan tersebut dilakukan, misalnya unsur-unsur kebijakan, budaya, dan aturan yang berlaku. Seluruh unsur tersebut berperan dalam menentukan sistem pembuatan keputusan yang sedang dihadapi. 3) Pendefinisian sistem pembuatan keputusan, dilakukan dengan memperhitungkan pendapat dari para stakeholder yang terlibat, baik sebagai pembuat keputusan, konsumen, maupun manajemen tingkat atas. Para stakeholder tersebut dapat dianggap sebagai personil yang mewakili proses pembuatan keputusan. Dari ketiganya dapat dihasilkan definisi yang beragam, meskipun pada akhirnya harus ditentukan sistem apa yang sebenarnya sedang dihadapi pada pembuatan keputusan tersebut. Pada tahapan ini didefinisikan root definition dari problem yang dihadapi.

10 42 4) Pengembangan model konseptual, merupakan bentuk konseptualisasi dan pemodelan berdasarkan root definition, sebagai gambaran mengenai situasi yang dihadapi. Model yang dihasilkan harus mampu mengakomodasi berbagai sudut pandang dari para stakeholder yang terlibat di dalam sistem, sehingga terdapat kejelasan mengenai kompleksitas pembuatan keputusan yang sedang dihadapi. 5) Pembandingan model dengan situasi dunia nyata. Model dibangun dengan anggapan bahwa kondisi ideal yang digambarkan dapat menjadi acuan atau pertimbangan untuk bertindak terhadap situasi yang sedang dihadapi. 6) Pendefinisian kontribusi SPPK, merupakan proses dalam menentukan bentuk kontribusi SPPK untuk mendukung aktivitas-aktivitas pada proses pembuatan keputusan. Tahap ini dapat dijalankan dengan menyesuaikan terhadap kondisi organisasi yang akan menerapkan atau sebaliknya, sebagai inspirasi bagi organisasi untuk berubah mendekati kondisi ideal seperti yang dimodelkan pada tahap sebelumnya. 7) Penentuan/pengubahan spesifikasi requirements SPPK, merupakan tindak lanjut dari pendefinisian kontribusi SPPK, karena pada tahap ini dideskripsikan spesifikasi requirements yang bersesuaian dengan kontribusi SPPK. Namun, jika terjadi perubahan dalam pendefinisian kontribusi SPPK, maka tahap ini akan menjadi proses pengubahan spesifikasi requirements SPPK. III.3 Identifikasi Kebutuhan SPPK Proses identifikasi kebutuhan SPPK yang dimaksud pada analisis teoretis akan berada pada tingkatan konseptual. Proses identifikasi dilakukan dengan memanfaatkan Conceptagon Analytical Tools, dimana tools tersebut akan dijadikan sebagai panduan dalam melakukan identifikasi kebutuhan SPPK secara holistic berdasarkan kelompok konsep pada systems thinking. Adapun input yang digunakan berasal dari berbagai studi dalam mengembangkan SPPK. Aktivitas yang dilakukan mencakup pemetaan kebutuhan SPPK pada Conceptagon Analytical Tools dan menentukan kelompok konsep yang harus diidentifikasi secara spesifik terhadap problem yang ditangani.

11 43 III.3.1 Pemetaan Kebutuhan SPPK pada Conceptagon Analytical Tools SPPK merupakan istilah yang didefinisikan luas dan mencakup penggunaan sistem terkomputerisasi untuk membantu pembuat keputusan dengan menyediakan informasi yang lebih baik dan tepat waktu. Pada awal perkembangannya SPPK dipandang dari berbagai perspektif yang sangat beragam (Olson, 2007). Disiplin SI memfokuskan pada sistem, yang menyediakan data dari berbagai sumber (internal maupun eksternal), tool-kit model, dan antarmuka. Sedangkan OR menekankan pada penggunaan model untuk membuat keputusan. Selain kedua domain tersebut, ada juga yang mengembangkan ide mengenai dukungan keputusan dengan berfokus pada pengembangan sistem untuk menggabungkan analisis multiple criteria pada bantuan keputusan. Pandangan yang holistic dengan Conceptagon Analytical Tools dimaksudkan agar dapat mengungkapkan SPPK secara utuh. Dengan ketujuh kelompok konsep yang tercakup pada tools tersebut, akan terdapat deskripsi yang utuh mengenai SPPK. Pendekatan ini mencakup penilaian terhadap situasi problem sebagai suatu sistem (synthesis dan analysis) dan metode penyelesaian problem sebagai proses yang sistemik dari inquiry. Berikut ini adalah analisis terhadap SPPK dengan menggunakan conceptagon analytical tools. 1) Boundary, Interior, Exterior Boundary menyatakan sesuatu yang menjadi fokus perhatian sebagai sistem yang diamati, yaitu kebutuhan SPPK. Salah satu cara dalam menentukan batasan pada sistem tersebut adalah dengan mendefinisikan SPPK dari sudut pandang berbagai pihak yang terlibat pada proses pendefinisian kebutuhan SPPK, antara lain: a) para pembuat keputusan, yaitu pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk memutuskan terhadap problem yang dihadapi b) analis sistem, yaitu pihak yang bertanggung jawab dalam menentukan kontribusi SPPK sesuai dengan kebutuhan organisasi c) manajemen tingkat atas, yaitu pihak organisasi yang berwenang dalam mengawasi seluruh kegiatan organisasi

12 44 Para pembuat keputusan, analis sistem, dan manajemen tingkat atas berada di dalam sistem dan sistem harus menangani kebutuhan mereka. Pemahaman mengenai manajemen tingkat atas pada konteks bahasan ini adalah para personil yang bertanggung jawab dalam mencapai visi dan misi organisasi, umumnya sebagai komisaris dan jajaran direksi. Sedangkan para pembuat keputusan adalah jajaran manajemen yang bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Contohnya, manajemen pemasaran merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam mendefinisikan produk dan jasa yang akan dihasilkan serta membidik pasar yang sesuai. Pihak-pihak yang terlibat akan mendefinisikan SPPK secara spesifik terhadap konteks pembuatan keputusan yang ditanganinya. Setelah mendefinisikan sistem dari perspektif pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan keputusan, dilakukan pembatasan terhadap problem yang diamati. Jika sebelumnya sudah dinyatakan bahwa sistem yang dimaksud pada penelitian mengacu pada kebutuhan SPPK, maka lingkup yang akan ditangani oleh sistem tersebut diperuntukkan dalam mendukung aktivitas-aktivitas pada proses pembuatan keputusan dengan situasi kompleks. Oleh sebab itu, pembatasan terhadap sistem yang diamati menjadi hal yang penting dalam mendeskripsikan spesifikasi kebutuhan SPPK. Penentuan boundary kebutuhan SPPK diilustrasikan pada Gambar III.2. Gambar III.2 Boundary kebutuhan SPPK

13 45 2) Input, Output, Transformation Input yang digunakan pada sistem kebutuhan SPPK, adalah pendefinisian kontribusi SPPK untuk proses pembuatan keputusan yang kompleks setelah distrukturkan dengan memanfaatkan SSM. Sedangkan output yang dihasilkan berupa deskripsi kebutuhan SPPK. Transformasi dilakukan untuk mengubah input menjadi output yang sesuai, bukan sekedar mendefinisikan tools atau aplikasi apa saja yang diperlukan. Dengan demikian, transformasi didefinisikan sebagai bagian dari proses pembuatan keputusan yang tidak hanya melibatkan analis yang menentukan kebutuhan SPPK, namun juga melibatkan para pembuat keputusan. Pendefinisian mengenai kebutuhan yang dapat dikontribusikan oleh SPPK dilakukan dengan melibatkan para pembuat keputusan karena sistem yang dikembangkan harus mampu mengakomodasi kebutuhan spesifik yang seringkali berubah seiring dengan situasi problem. Terlebih dengan berada pada konteks kompleksitas problem dalam pembuatan keputusan, dimana terdapat unsur ketidakpastian, akan sangat diperlukan peran para pembuat keputusan dalam mendefinisikan model yang sesuai. Input, output, dan transformasi kebutuhan SPPK diperlihatkan pada Gambar III.3. Gambar III.3 Input, output, dan transformasi kebutuhan SPPK

14 46 3) Wholes, Parts, Relationships Pengembangan SPPK sebagai satu sistem melibatkan berbagai komponen yang menjadikannya utuh. Setiap komponen menjalankan perannya masingmasing sebagai cara dalam mencapai tujuan yang telah didefinisikan saat menentukan kebutuhan SPPK. Adapun komponen yang terdapat pada kebutuhan SPPK terdiri atas: a) tools atau perangkat keras yang menjadikan user dapat berinteraksi dengan perangkat lunak, seperti komputer. b) perangkat lunak atau aplikasi SPPK yang memiliki sub-subkomponen penyusunnya, yang dapat dibedakan menjadi 3 fungsi utama atau yang dikenal dengan functional breakdown dari sistem, yaitu: i. manajemen dialog antara user dan sistem, yaitu kerangka kerja yang menampilkan output dan juga mendefinisikan konteks input yang sesuai. Hal ini mencakup: 1. antarmuka pengguna, untuk menangani aspek sintaks dari interaksi, seperti peralatan, view physical, dan gaya berinteraksi 2. fungsi kontrol dialog, untuk menentukan semantik dasar dari interaksi sistem pendukung keputusan, serta menjaga konteks interaksi yang dapat berupa sistem yang terdefinisi maupun yang dikendalikan oleh pengguna 3. fungsi perubahan request, yang berperan menjaga kesesuaian antara vocabulary pengguna dan model yang spesifik serta akses terhadap data sesuai dengan operasi yang dijalankan. ii. manajemen data, mencakup kemampuan menyimpan, mengambil, dan memanipulasi data sebagai dasar layanan yang disediakan oleh sistem pendukung keputusan. Fungsi-fungsi yang dibutuhkan pada manajemen data adalah: 1. Database Management System (DBMS): menyediakan mekanisme pengaksesan data pada tingkat tinggi 2. data directory: mengelola definisi data pada database beserta deskripsi jenis dan sumber data pada sistem

15 47 3. query facility: menerjemahkan request data, menentukan bagaimana request akan dipenuhi, membuat formulasi request yang mendetail dan spefisik terhadap DBMS tertentu, serta mengembalikan hasil pada pihak yang melakukan request 4. staging and extraction: mengelola pengaksesan pada sumber data eksternal, serta melakukan koneksi antara sistem pendukung keputusan dengan sumber data eksternal yang berkaitan iii. manajemen model, mencakup kapabilitas untuk menangkap, menjalankan, mengubah, mengombinasikan, dan memeriksa model. Fasilitas pada manajemen model umumnya menyediakan: 1. Model Base Management System (MBMS), bertugas menghasilkan, mengambil, memperbarui parameter dan merestrukturisasi model, termasuk model directory untuk menyimpan informasi model yang tersedia 2. model execution, bertugas mengontrol jalannya model, serta menghubungkan model saat diperlukan adanya integrasi 3. modeling command processor, bertugas menerima dan menerjemahkan 4. instruksi setelah melewati komponen dialog, dan meneruskannya ke MBMS atau model execution 5. database interface, berperan dalam mengambil data dari database untuk model yang dijalankan, serta menyimpan output model pada database untuk proses selanjutnya, atau sebagai input bagi model lainnya c) Pengguna yang menjalankan aplikasi dari SPPK yang direncanakan. Bentuk keterhubungan antarkomponen tersebut secara umum dapat diperlihatkan pada Gambar III.4.

16 48 Gambar III.4 Keterhubungan antarkomponen SPPK (modifikasi skematik DSS dari Turban (2007)) 4) Structure, Function, Process Proses pembuatan keputusan yang kompleks umumnya akan melewati beberapa tahapan keputusan sebelum mencapai suatu keputusan akhir. Hal ini seringkali terjadi di lingkungan organisasi dengan beberapa tujuan yang telah ditetapkan dan hanya dapat dicapai dengan melibatkan berbagai pihak, meskipun memiliki prioritas tujuan beragam. Dalam hal ini, SPPK dimaksudkan untuk mendukung berbagai subsistem yang memiliki prioritas masing-masing dalam mencapai tujuan, dengan membentuk keterhubungan tertentu dalam rangka mendukung pembuatan keputusan secara utuh pada sistem yang diamati. Fungsi dari SPPK yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk mendukung proses pembuatan keputusan pada situasi yang kompleks dengan memanfaatkan data dan model guna menyajikan informasi yang relevan dengan problem yang dihadapi. Untuk dapat menjalankan fungsi sesuai dengan yang dimaksudkan, SPPK harus memiliki struktur yang terdiri atas manajemen antarmuka, manajemen data, dan manajemen model. Struktur tersebut berjalan menurut proses tertentu yang mengakomodasi model sesuai dengan situasi yang dihadapi, data yang relevan dengan kebutuhan, serta penyajian informasi kepada pengguna dalam bentuk yang sesuai.

17 49 Struktur yang membentuk SPPK tersebut memiliki komponen yang sama, namun cara pengembangannya dapat dibedakan dengan penekanan pada komponen yang membentuknya. Salah satu jenis tersebut adalah SPPK berbasis model yang sesuai untuk diterapkan pada situasi yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan isu utama pada SPPK berbasis model adalah mengenai keterhubungannya dengan proses pembuatan keputusan yang sebenarnya. Pada situasi manajerial, pembuat keputusan umumnya akan dihadapkan dengan problem yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya dan SPPK hanya mencakup sejumlah problem yang dapat diatasi pada proses pembuatan keputusan. Bagian pada proses pembuatan keputusan seringkali tidak dapat dinyatakan secara matematis atau diarahkan pada hard system thinking. SPPK berbasis model berdasarkan cara melakukan analisis modelnya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: deskriptif (biasa disebut prediktif) dan preskriptif (normatif). Jika SPPK yang deskriptif digunakan untuk memprediksi behavior sistem yang dimodelkan tanpa bermaksud mempengaruhinya, maka SPPK yang preskriptif bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai kontrol (pada situasi manajerial dinamakan keputusan) yang dapat menghasilkan behavior yang diharapkan dari sistem yang dimodelkan. Salah satu tools untuk menjalankan model pada mode deskriptif adalah dengan simulasi. Penggunaan simulasi dan optimisasi dapat diperbandingkan sebagai berikut: a) Pada mode simulasi, variabel keputusan adalah input dan goal adalah keluarannya. Sehingga teknik ini baik untuk mengeksplorasi intuisi dari pembuat keputusan bukan hanya untuk verifikasi model tapi juga menyediakan pembuat keputusan dengan informasi dari konsekuensi penerapan sejumlah keputusan. b) Optimisasi dapat dianggap sebagai pendekatan yang berorientasi goal (value-focused), mengarah pada pembuatan alternatif. Optimisasi didorong oleh harapan untuk mencapai sejumlah goal, sehingga goal dan values dari

18 50 variabel keputusan adalah keluarannya. Menggunakan teknik ini berarti user hanya dapat mengontrol sebagian dari cara analisis model dilakukan. Model merupakan penyederhanaan dari dunia nyata, dan optimisasi terbatas pada model yang mencakup tujuan serta selalu berupa penyederhanaan dari struktur yang terlihat oleh pembuat keputusan, sehingga solusi optimal dari model bisa jadi tidak optimal pada kenyataannya. Pemodelan diartikan sebagai proses memahami, menangkap, merepresentasikan, dan menyelesaikan model. Terdapat 4 alasan mengapa pemodelan merupakan proses yang penting, yaitu: untuk menangkap perspektif yang berhubungan dengan fungsi, behaviour, organisasi, dan informasi (Liew dan Sundaram, 2005). Perspektif yang berhubungan fungsi membantu memahami elemen-elemen proses yang sedang dijalankan dan bagaimana alur informasinya; behaviour menyatakan kapan elemen proses dijalankan dan bagaimana dijalankan melewati feedback loops, iterasi, kondisi pembuatan keputusan yang kompleks, serta kriteria entry dan exit; organisasi dapat menunjukkan dimana elemen proses dijalankan dan siapa pelaku dalam organisasi; informasi dapat menunjukkan entitas informasi yang dihasilkan atau dimanipulasi oleh proses serta keterhubungan antar entitas tersebut. Problem kompleks akan memiliki keputusan yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya dan integrasi model merupakan bentuk keleluasaan para pembuat keputusan dalam membuat keputusan. Menurut Power dan Sharda (2005), terdapat beberapa teknik yang umum dilakukan untuk membangun SPPK berbasis model ini, yaitu dengan analisis keputusan, pemrograman yang berhubungan dengan matematika, dan simulasi. Decision Analysis menunjukkan metode yang melibatkan evaluasi yang terkuantifikasi mengenai berbagai alternatif tindakan yang dapat dilakukan. Pemrograman matematika dimaksudkan untuk menyediakan sejumlah jenis optimisasi kriteria keputusan yang digunakan. Sedangkan simulasi menggunakan pendekatan yang memisalkan behavior sistem yang diamati.

19 51 Gambar III.5 Ilustrasi process flow dengan melibatkan SPPK 5) Command, Control, Communications Pada SPPK, command berasal dari pengguna, yaitu para pembuat keputusan atau perantara yang menjalankan aplikasi dari SPPK untuk memperoleh informasi bagi para pembuat keputusan. Berdasarkan sistem yang diamati, maka command akan selalu berasal dari pengguna yang berinteraksi langsung dengan aplikasi dari SPPK. Sedangkan control atau kendali berupa penentuan prioritas kriteria keputusan yang digunakan. Masing-masing stakeholder pada proses pembuatan keputusan dapat memiliki asumsi yang berbeda mengenai prioritas tujuan meraka, sehingga kendali dari masing-masing pihak tersebut dapat mempengaruhi output dari setiap SPPK. Karena pembuat keputusan pada sistem kompleks terdiri lebih dari satu orang/pihak, maka pengembangan SPPK dimaksukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pembuatan keputusan sebelum mencapai keputusan akhir. Berbagai SPPK yang dikembangkan berkomunikasi dalam membentuk jaringan sehingga terdapat keterhubungan antara SPPK di subsistem satu dengan SPPK di subsistem lainnya. Pada Gambar III.6 diberikan ilustrasi dari command, control, dan communication dari SPPK dalam sistem pembuatan keputusan.

20 52 Gambar III.6 Ilustrasi command, control, dan communication pada sistem Adapun control dari setiap pihak berada pada domain keahlian masingmasing, yang dapat dinyatakan seperti pada Tabel III.5. Tabel III.5 Control variabel pada SPPK yang berkaitan Profesi SPPK Variabel yang dikontrol Stakeholder 1 SPPK 1 Variabel 1, Variabel 3 Stakeholder 2 SPPK 3 Variabel 4 Stakeholder 3 SPPK 2 Variabel 2, Variabel ) Variety, Parsimony, Harmony SPPK yang dapat mendukung proses pembuatan keputusan dapat ditentukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang dijalankan. Kemungkinan kontribusi SPPK pada aktivitas dapat beragam jenisnya dan senantiasa berubah jika aktivitas dalam proses tersebut juga berubah. Kesesuaian antara SPPK dan aktivitas yang didukungnya harus selaras dan bekerja sama dalam mencapai tujuan pembuatan keputusan yang telah didefinisikan. Pendefinisian SPPK yang berkontribusi pada aktivitas harus mampu menangani kasus yang didefinisikan, sebab jika tidak akan menghilangkan kemampuan SPPK yang sebenarnya. Dimana SPPK mampu mengombinasikan antara kemampuan terbaik manusia dalam mengenali pola pada faktor-faktor yang mempengaruhi

21 53 keputusan dan kemampuan komputer dalam kecepatan dan akurasi yang lebih baik daripada manusia. Berbagai kontribusi dari SPPK dalam menjalankan proses pembuatan keputusan selain harus serasi dengan aktivitas, juga harus selaras dengan SPPK yang mendukung aktivitas lainnya. Dengan demikian, keterhubungan antar aktivitas dan antar SPPK dalam proses pembuatan keputusan harus didefinisikan agar selaras dan mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk lebih memperjelas keterhubungan kelompok konsep ini pada sistem kebutuhan SPPK diberikan ilustrasi seperti pada Gambar III.7. Gambar III.7 Ilustrasi variety, parsimony, dan harmony pada kebutuhan SPPK 7) Openness, Hierarchy, Emergence Identifikasi kebutuhan SPPK termasuk sistem yang terbuka, karena kontribusi SPPK pada proses pembuatan keputusan dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan. Berbagai aktivitas pada proses pembuatan keputusan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dimana sistem tersebut berjalan. Jika kebutuhan SPPK menjadi sistem yang diamati, maka lingkungannya adalah situasi kompleks pembuatan keputusan. Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa batasan sistem tidak solid dan tingkat interaksinya cukup tinggi dengan aktivitas pada pembuatan keputusan. Jika membahas hierarki komponen sistem, yaitu kebutuhan SPPK, keberadaanya sangat bergantung pada sistem pembuatan keputusan sebagai

22 54 sistem dimana SPPK tersebut akan bernaung. Struktur pada kebutuhan SPPK secara umum tidak menunjukkan hierarki apapun, namun variabel yang dikontrol pada aplikasi SPPK dapat menunjukkan adanya hierarki tertentu yang menunjukkan wewenang para pembuat keputusan dalam mempengaruhi keputusan akhir. Dengan demikian, konsep hierarchy dapat didefinisikan spesifik terhadap sistem pembuatan keputusan yang didukung oleh SPPK tersebut. Konsep terakhir yang didefinisikan adalah emergent behavior dari sistem kebutuhan SPPK. Hal ini tidak dapat dilakukan secara konseptual, karena kemunculan behavior tergantung pada sistem pembuatan keputusan yang didukungnya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa emergent behavior akan berasal dari situasi kompleks pembuatan keputusan yang akan mempengaruhi identifikasi kebutuhan SPPK. III.3.2 Deskripsi Sistem Kebutuhan SPPK secara Konseptual Deskripsi kebutuhan secara konseptual tidak dapat menunjukkan kebutuhan SPPK yang dedicated untuk kasus tertentu. Namun, deskripsi kebutuhan tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk mengidentifikasi kebutuhan SPPK secara spesifik, yang akan diberikan pada subbab IV.3. Berdasarkan pemetaan pada Conceptagon Analytical Tools, dapat didefinisikan bahwa sistem kebutuhan SPPK secara konseptual mencakup: a) Definisi SPPK dari perspektif para pembuat keputusan, analis sistem, dan manajemen tingkat atas. Kemudian, membatasi problem pada situasi kompleks pembuatan keputusan yang akan didukung oleh SPPK. b) Transformasi pada sistem kebutuhan SPPK adalah identifikasi kebutuhan SPPK spesifik terhadap problem, dengan menggunakan input berupa definisi kontribusi SPPK pada proses pembuatan keputusan dalam situasi kompleks dan menghasilkan output berupa deskripsi kebutuhan SPPK. c) Komponen pada SPPK terdiri atas tools atau perangkat keras, perangkat lunak, dan pengguna. Adapun subkomponen pada perangkat lunak mencakup manajemen dialog, manajemen data, dan manajemen model.

23 55 d) Proses pembuatan keputusan yang kompleks umumnya harus melewati berbagai keputusan subsistemnya sebelum mencapai keputusan akhir, dimana SPPK dikembangkan untuk mendukung aktivitas pada proses tersebut. Hal ini sesuai dengan fungsi SPPK sebagai pendukung proses pembuatan keputusan pada situasi yang kompleks dengan memanfaatkan data dan model guna menyajikan informasi yang relevan dengan problem yang dihadapi e) Command berasal dari pengguna yang berinteraksi langsung dengan aplikasi dari SPPK, control berasal dari para stakeholder yang berperan dalam pembuatan keputusan, dan communication terbentuk dari keterhubungan antar SPPK dan keterhubungan dengan stakeholder. f) Beragam kontribusi dari SPPK ditentukan berdasarkan aktivitas yang didukungnya dan perubahan pada proses akan mempengaruhi kontribusi yang dapat diberikan, juga keterhubungan antar aktivitas dan antar SPPK dalam proses pembuatan keputusan harus didefinisikan agar selaras dan mencapai tujuan yang diinginkan. g) Kebutuhan SPPK merupakan bentuk sistem terbuka yang memiliki tingkat interaksi cukup tinggi dengan aktivitas pada pembuatan keputusan, dimana hierarki dan emergent behavior bersifat spesifik terhadap kasus. III.4 Kesimpulan Hasil Analisis Teoretis Berdasarkan uraian dari analisis teoretis yang terdiri atas identifikasi karakteristik kompleksitas, identifikasi pemanfaatan SSM pada proses pembuatan keputusan, dan identifikasi kebutuhan SPPK, dapat dirumuskan beberapa hal untuk digunakan pada tahap tahap analisis kasus, yaitu: 1) Karakteristik umum kompleksitas yang terdiri atas: a. memiliki sifat dinamis, baik pada unsur, perilaku, maupun interaksi yang terbentuk b. memiliki banyak komponen c. terdapat unsur ketidakpastian (uncertainty) d. melintasi berbagai domain disiplin, sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai relasi antardomain tersebut e. terdapat konflik kepentingan antar subsistem yang berhubungan

24 56 Kelima karakteristik tersebut akan dijadikan sebagai acuan untuk mengidentifikasi karakteristik pada kasus yang dipilih. Jika ditemukan karakteristik-karakteristik tersebut pada kasus, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik kompleks tersebut juga membangun karakteristik situasi kompleks pembuatan keputusan. 2) Sesuai dengan kapabilitas yang dimiliki, SSM menyediakan kerangka kerja untuk memahami problem, bahkan problem yang kompleks sekalipun. Selain itu, SSM juga menggunakan multiple perspectives sehingga dapat mengakomodasi perspektif orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan. Adapun modifikasi yang dilakukan pada SSM dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan proses pengembangan SPPK yang mendukung situasi kompleks pembuatan keputusan. Dengan demikian, modifikasi SSM dapat dimanfaatkan untuk memahami situasi kompleks pembuatan keputusan seperti yang akan diberikan pada Bab IV. 3) Kebutuhan SPPK secara holistic dengan Conceptagon Analytical Tools merupakan sistem yang mentransformasikan identifikasi kontribusi SPPK menjadi spesifikasi kebutuhan SPPK, dengan komponen yang terdiri atas tools atau perangkat keras, perangkat lunak, dan pengguna. SPPK dikembangkan untuk mendukung aktivitas-aktivitas yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan, umumnya terdiri atas subsistem yang saling berhubungan. Perubahan pada aktivitas pembuatan keputusan dapat mengakibatkan perubahan pada spesifikasi kebutuhan SPPK yang dibutuhkan.

Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan

Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan 57 Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan Proses analisis kasus dimaksudkan untuk memperjelas penelitian berdasarkan kenyataan (reality) dengan maksud menerapkan hasil

Lebih terperinci

Bab II Kajian Pustaka

Bab II Kajian Pustaka 13 Bab II Kajian Pustaka II.1 Pembuatan Keputusan Keputusan merupakan penilaian atas pendapat terhadap persoalan yang dipertimbangkan atau tindakan atas pencapaian kesimpulan (www.answers.com). Sedangkan

Lebih terperinci

Bab V Perancangan Kerangka Kerja Analisis Kebutuhan SPPK

Bab V Perancangan Kerangka Kerja Analisis Kebutuhan SPPK 79 Bab V Perancangan Kerangka Kerja Analisis Kebutuhan SPPK Kerangka kerja merupakan perwujudan dari sebuah model, dengan maksud memberikan panduan terhadap pengerjaan sesuatu. Pada penelitian ini, kerangka

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Systems thinking merupakan pendekatan dengan cara pandang yang menganggap bahwa suatu problem merupakan satu kesatuan sistem dalam dunia yang luas. Prinsip systems

Lebih terperinci

Subsistem manajemen data terdiri dari elemen-elemen berikut ini:

Subsistem manajemen data terdiri dari elemen-elemen berikut ini: Nama : Fernanda Celsiliya NIM : 155030207111048 E. KOMPONEN UTAMA DECISION SUPPORT SYSTEM Menurut Carter et. al. (1992) Decision Support System (DSS) memiliki tiga komponen utama atau subsistem utama yang

Lebih terperinci

DECISION SUPPORT SYSTEMS COMPONENTS

DECISION SUPPORT SYSTEMS COMPONENTS DECISION SUPPORT SYSTEMS COMPONENTS Pengertian Suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen dalam pengambilan keputusan. Sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur-prosedur dalam pemrosesan

Lebih terperinci

Sistem Penunjang Keputusan, Pertemuan Ke-3

Sistem Penunjang Keputusan, Pertemuan Ke-3 DECISION SUPPORT SYSTEMS Pengertian. Definisi awalnya adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen pengambilan keputusan. Sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur-prosedur dalam

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

Pendahuluan: Decision Support system STMIK BANDUNG

Pendahuluan: Decision Support system STMIK BANDUNG Pendahuluan: Decision Support system Yus Jayusman Yus Jayusman STMIK BANDUNG Sistem-sistem yang ada dalam Management Support System (MSS). Pengambilan keputusan, penjelasan sistem, pemodelan, dan masalah

Lebih terperinci

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB I PERSYARATAN PRODUK BAB I PERSYARATAN PRODUK I.1 Pendahuluan Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini membuat banyak pihak merasakan manfaat yang luar biasa. Bukan hanya sebagai pelengkap kebutuhan manusia, namun keberadaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Kerangka Pikir Kerangka pikir adalah suatu kerangka yang berisi tentang proses lama suatu perusahaan dimana dengan menggunakan metode Soft System Methodology (SSM) dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman maka tingkat pendidikan pada masyarakat mengalami peningkatan. Oleh karena itu masyarakat memandang bahwa pendidikan pada tingkat

Lebih terperinci

Outline. Definisi SPK Tujuan SPK Fitur SPK Karakteristik dan Kemampuan SPK Komponen SPK

Outline. Definisi SPK Tujuan SPK Fitur SPK Karakteristik dan Kemampuan SPK Komponen SPK Tinjauan SPK Outline Definisi SPK Tujuan SPK Fitur SPK Karakteristik dan Kemampuan SPK Komponen SPK Definisi Menurut Keen dan Scoot Morton : Sistem Pendukung Keputusan merupakan penggabungan sumber sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN PT PLN (Persero) merupakan perusahaan penyedia jasa kelistrikan terbesar di Indonesia. Proses dalam meningkatkan usahanya, PT PLN (Persero) tidak dapat melepaskan perhatiannya

Lebih terperinci

Decision Support System (DSS)

Decision Support System (DSS) Decision Support System (DSS) source : http://nextgeneration.web.id/?p=48 Seiring perkembangan zaman, manusia dituntut membuat berbagai keputusan yang tepat dalam menghadapi permasalahan yang semakin kompleks.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan (decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer (termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

BAB V PERANCANGAN MOXIE

BAB V PERANCANGAN MOXIE BAB V PERANCANGAN MOXIE Bab ini berisi penjabaran dari hasil perancangan Moxie. Pembahasan pada bab ini mencakup perancangan arsitektur dan model skenario untuk Moxie. Model skenario merupakan produk dari

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. ada berkaitan dengan sistem yang akan dibuat. Tujuannya adalah agar aplikasi ini

BAB III LANDASAN TEORI. ada berkaitan dengan sistem yang akan dibuat. Tujuannya adalah agar aplikasi ini BAB III LANDASAN TEORI Dalam membangun aplikasi ini, terdapat teori-teori ilmu terkait yang digunakan untuk membantu penelitian serta menyelesaikan permasalahan yang ada berkaitan dengan sistem yang akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Pendukung Keputusan 1. Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Menurut Alter (dalam Kusrini, 2007), Sistem pendukung keputusan merupakan sistem informasi interaktif yang

Lebih terperinci

Bab III. Landasan Teori

Bab III. Landasan Teori Bab III Landasan Teori Dalam membangun aplikasi ini, terdapat teori-teori ilmu terkait yang digunakan untuk membantu penelitian serta menyelesaikan permasalahan yang ada berkaitan dengan sistem yang akan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Rancang Bangun 3.1.1 Pengertian Rancang Rancang merupakan serangkaian prosedur untuk menerjemahkan hasil analisa dari sebuah sistem ke dalam bahasa pemrograman untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

RUANG LINGKUP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN 1 RUANG LINGKUP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN N. Tri Suswanto Saptadi 2 Bahan Kajian Karakteristik SPK Komponen-komponen SPK Kategori SPK Kapabilitas SPK 1 3 Ruang Lingkup 14 Standalone, terintegrasi dan

Lebih terperinci

Decision Support System. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Decision Support System. by: Ahmad Syauqi Ahsan 15 Decision Support System by: Ahmad Syauqi Ahsan Kenapa Manajer butuh bantuan IT? 2 Alternatif penyelesaian yang harus dipertimbangkan semakin banyak dan selalu bertambah. Keputusan-keputusan harus dibuat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) / Decision Support Sistem (DSS) adalah sistem komputer yang saling berhubungan dan menjadi alat bantu bagi seorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan unsur atau komponen yang saling berinteraksi, terkait serta saling bergantung satu dengan yang lain. Kumpulan unsur tersebut

Lebih terperinci

(Studi Kasus : Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan) TESIS

(Studi Kasus : Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan) TESIS PEMBANGUNAN KERANGKA KERJA ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM PENDUKUNG PEMBUATAN KEPUTUSAN DENGAN MEMANFAATKAN SOFT SYSTEMS METHODOLOGY DAN CONCEPTAGON ANALYTICAL TOOLS (Studi Kasus : Perencanaan Transportasi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI. Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI

SISTEM INFORMASI. Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI SISTEM INFORMASI Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI Jenis-jenis Keputusan Menurut Herbert A. Simon, ahli manajemen pemenang Nobel dari Carnegie-Mellon University, keputusan berada pada suatu rangkaian kesatuan

Lebih terperinci

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE Nunu Kustian Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Email: kustiannunu@gmail.com ABSTRAK Kebutuhan

Lebih terperinci

Bab III Analisa dan Kerangka Usulan

Bab III Analisa dan Kerangka Usulan Bab III Analisa dan Kerangka Usulan III.1 Perencanaan Strategis dalam Pengembangan CIF III.1.1 Kendala Pengembangan CIF Pembangunan dan pengembangan CIF tentunya melibatkan banyak sekali aspek dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan Sistem Pendukung Keputusan, Weighted Product, Weighted Sum Product, Pengertian perguruan tinggi serta tujuan perguruan tinggi..1 Sistem

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI KONSEP SISTEM INFORMASI PENDAHULUAN Tulisan ini akan menjelaskan konsep dasar dari sistem informasi. Sebelum membahas suatu sistem lebih baik jika mengetahui dulu apa sistem itu, pada bagian berikutnya

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan.

Sistem Pendukung Keputusan. Sistem Pendukung Keputusan http://www.brigidaarie.com Pengertian Definisi awalnya adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen pengambilan keputusan. Agar berhasil mencapai tujuannya maka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pengertian sistem pendukung keputusan adalah sistem penghasil informasi spesifik yang ditujukan untuk memecahkan suatu masalah tertentu yang harus

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan. Komponen SPK. Entin Martiana, S.Kom, M.Kom. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Sistem Pendukung Keputusan. Komponen SPK. Entin Martiana, S.Kom, M.Kom. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Komponen SPK Entin Martiana, S.Kom, M.Kom Komponen-komponen dss Subsistem manajemen data Termasuk database, yang mengandung data yang relevan untuk berbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengambilan keputusan berkaitan dengan ketidakpastian dari hasil keputusan yang diambil. Untuk mengurangi faktor ketidakpastian tersebut, keputusan membutuhkan informasi

Lebih terperinci

BAB II. 2.1 Model Data High Level Data Model (Conceptual Data Model)

BAB II. 2.1 Model Data High Level Data Model (Conceptual Data Model) BAB II PENGEMBANGAN SISTEM BASIS DATA Bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai arsitektur sistem basis data dan pengembangan sistem basis data. Sistem basis data tidak berdiri sendiri, tetapi selalu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. disebut dengan Siklus Hidup Pengembangan Sistem (SHPS). SHPS adalah. dijelaskan langkah-langkah yang terdapat pada SHPS.

BAB II LANDASAN TEORI. disebut dengan Siklus Hidup Pengembangan Sistem (SHPS). SHPS adalah. dijelaskan langkah-langkah yang terdapat pada SHPS. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siklus Hidup Pengembangan Sistem Dalam melakukan kegiatan berupa analisa dan merancang sistem informasi, dibutuhkan sebuah pendekatan yang sistematis yaitu melalui cara yang disebut

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI Landasan Teori merupakan dasar tentang pendapat dalam melakukan penelitian atau penemuan yang didukung oleh data data dan argumentasi penulis. Fungsi dari landasan teori adalah untuk

Lebih terperinci

DECISION SUPPORT SYSTEMS

DECISION SUPPORT SYSTEMS DECISION SUPPORT SYSTEMS Definisi Little,J.D.C (dalam Models and Managers:The Concept of a Decision Calculus,1970) : DSS sebagai sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna

Lebih terperinci

KOMPONEN DSS IRA PRASETYANINGRUM

KOMPONEN DSS IRA PRASETYANINGRUM KOMPONEN DSS IRA PRASETYANINGRUM 6 alasan mengapa perusahaanperusahaan utama memulai DSS dalam skala besar: Kebutuhan akan informasi yang akurat. DSS dipandang sebagai pemenang secara organisasi. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan dasar teori yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dan juga menjelaskan aplikasi yang digunakan pada kerja praktek ini. 1.1 Restoran Menurut

Lebih terperinci

Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem.

Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Karakteristik Sistem a. Komponen Sistem (Components) suatu sistem terdiri dari sejumlah komponenyang saling berinteraksi,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Sistem pendukung keputusan merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan, dan pemanipulasian data. Sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. saling terkait dan tergantung satu sama lain, bekerja bersama-sama untuk. komputer. Contoh lainnya adalah sebuah organisasi.

BAB II LANDASAN TEORI. saling terkait dan tergantung satu sama lain, bekerja bersama-sama untuk. komputer. Contoh lainnya adalah sebuah organisasi. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Menurut Kendall (2003), sistem merupakan serangkaian subsistem yang saling terkait dan tergantung satu sama lain, bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan sasaran

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI. Konsep Dasar Sistem

SISTEM INFORMASI. Konsep Dasar Sistem SISTEM INFORMASI Konsep Dasar Sistem Sistem: Suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan sebagai Alat Bantu Manager

Sistem Pendukung Keputusan sebagai Alat Bantu Manager Dwi Agus Diartono Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Stikubank Semarang email : dwiagus@unisbank.ac.id ABSTRAK:Dalam era informasi sekarang ini dunia bisnis yang berkembang dengat pesat akan berjuang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Aktivitas kolaborasi memberikan dampak yang signifikan dalam usaha kolektif manusia. Aktivitas ini mendapatkan perhatian yang sangat besar dari sejumlah besar area

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEGAWAI TELADAN PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA SEMARANG ABSTRAK

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEGAWAI TELADAN PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA SEMARANG ABSTRAK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEGAWAI TELADAN PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA SEMARANG Fitriani Yaqiyatum Mustajiroh Program Studi Sistem Informasi S1 Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis computer termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan / Decision Support System. Decision Support Systems & Weighted Product (WP)

Sistem Pendukung Keputusan / Decision Support System. Decision Support Systems & Weighted Product (WP) Sistem Pendukung Keputusan / Decision Support System Decision Support Systems & Weighted Product (WP) Content 1. Definisi DSS 2. Karakteristik & Kemampuan DSS 3. Komponen DSS 4. Model Konseptual DSS 5.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dibahas meliputi permasalahan-permasalahan atau prosedur-prosedur yang

BAB III LANDASAN TEORI. dibahas meliputi permasalahan-permasalahan atau prosedur-prosedur yang BAB III LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dijelaskan landasan teori yang digunakan untuk mendukung penyusunan laporan kerja praktek ini. Landasan teori yang akan dibahas meliputi permasalahan-permasalahan

Lebih terperinci

BAB III 3. LANDASAN TEORI

BAB III 3. LANDASAN TEORI BAB III 3. LANDASAN TEORI Landasan teori digunakan untuk menyelesaikan masalah secara sistematis. Pada bab ini akan membahas landasan teori yang meliputi landasan teori mengenai hal hal dari permasalahan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Mobil Permata Trans yang beralamatkan di Jalan Raflesia J-4, Komplek Mitra

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Mobil Permata Trans yang beralamatkan di Jalan Raflesia J-4, Komplek Mitra BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Dalam menentukan objek penelitian, penulis melakukannya pada Rental Mobil Permata Trans yang beralamatkan di Jalan Raflesia J-4, Komplek Mitra

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Sistem Dalam mendefinisikan sistem terdapat dua kelompok pendekatan sistem, yaitu sistem yang lebih menekankan pada prosedur dan elemennya. Prosedur didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. bersatu untuk mencapai tujuan yang sama.

BAB 2 LANDASAN TEORI. bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. bersatu untuk mencapai tujuan yang sama. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Pengertian Sistem Menurut Mulyadi (2001, p2) Sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era golobalisasi saat ini modernisasi terjadi pada segala aspek kehidupan, demikian pula juga halnya dengan teknologi yang berkembang begitu pesat. dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Sistem Menurut Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc; 2011:1. Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha

Lebih terperinci

ANALISA & PERANCANGAN SISTEM

ANALISA & PERANCANGAN SISTEM ANALISA & PERANCANGAN SISTEM Analisis System Mulyadi, S.Kom, M.S.I Analisa Sistem Analisis sistem - teknik pemecahan masalah yang menguraikan sistem ke dalam beberapa komponen dengan tujuan mempelajari

Lebih terperinci

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014 PENERAPAN METODE TOPSIS DAN AHP PADA SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU, STUDI KASUS: IKATAN MAHASISWA SISTEM INFORMASI STMIK MIKROSKIL MEDAN Gunawan 1, Fandi Halim 2, Wilson 3 Program

Lebih terperinci

DASAR REKAYASA PERANGKAT LUNAK

DASAR REKAYASA PERANGKAT LUNAK DASAR REKAYASA PERANGKAT LUNAK PEMODELAN ANALISIS KEBUTUHAN Institut Teknologi Sumatera DEFINISI MODEL ANALISIS Menurut Ian Sommerville(2011) Model Analisis adalah suatu teknik untuk merepresentasikan

Lebih terperinci

Review Rekayasa Perangkat Lunak. Nisa ul Hafidhoh

Review Rekayasa Perangkat Lunak. Nisa ul Hafidhoh Review Rekayasa Perangkat Lunak Nisa ul Hafidhoh nisa@dsn.dinus.ac.id Software Process Sekumpulan aktivitas, aksi dan tugas yang dilakukan untuk mengembangkan PL Aktivitas untuk mencapai tujuan umum (komunikasi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ARDUINO DALAM PENGEMBANGAN SISTEM RUMAH PINTAR BERBASIS MOBILE DAN WEB (Studi Kasus : Penjadwalan Lampu Rumah)

PEMANFAATAN ARDUINO DALAM PENGEMBANGAN SISTEM RUMAH PINTAR BERBASIS MOBILE DAN WEB (Studi Kasus : Penjadwalan Lampu Rumah) PEMANFAATAN ARDUINO DALAM PENGEMBANGAN SISTEM RUMAH PINTAR BERBASIS MOBILE DAN WEB (Studi Kasus : Penjadwalan Lampu Rumah) TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan Program Strata 1,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang konsep dasar dan teori-teori yang mendukung pembahasan yang berhubungan dengan sistem yang akan dibuat. 2.1 Basis Data (Database) Database

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan mengenai langkah yang harus diterapkan agar penelitian dan proses perancangan sistem informasi dapat dilakukan secara terarah dan memudahkan dalam analisis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan (SPK) adalah salah satu produk software yang dikembangkan secara khusus untuk membantu manajemen dalam proses pengambilan

Lebih terperinci

MAKALAH REKAYASA PERANGKAT LUNAK ( PEMODELAN DATA )

MAKALAH REKAYASA PERANGKAT LUNAK ( PEMODELAN DATA ) MAKALAH REKAYASA PERANGKAT LUNAK ( PEMODELAN DATA ) Disusun Oleh : MUKHAMAT JAFAR 41813120014 MATA KULIAH : REKAYASA PERANGKAT LUNAK DOSEN : WACHYU HARI HAJI, S.KOM, MM UNIVERSITAS MERCUBUANA 2015 Mukhamat

Lebih terperinci

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pertemuan 5 Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI SUMBER DAYA MANUSIA DI PERUSAHAAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI SUMBER DAYA MANUSIA DI PERUSAHAAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI SUMBER DAYA MANUSIA DI PERUSAHAAN Andy Rachman Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. Jl. Arif Rahman Hakim 100

Lebih terperinci

SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #4 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS)

SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #4 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS) SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #4 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan bahasa, pedoman, dan visualisasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan sebuah pemodelan arsitektur

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Manajemen

Sistem Pendukung Keputusan Manajemen Sistem Pendukung Keputusan Manajemen Entin Martiana, S.Kom, M.Kom Sistem Pendukung Keputusan proses pengambilan keputusan merupakan hal yang menjadi bagian penting di dalam suatu organisasi atau perusahaan.

Lebih terperinci

SISTEM REMEDIAL NILAI SISWA SMA OLAH RAGA NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG MENGGUNAKAN J2ME DENGAN METODE SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM)

SISTEM REMEDIAL NILAI SISWA SMA OLAH RAGA NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG MENGGUNAKAN J2ME DENGAN METODE SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM) SISTEM REMEDIAL NILAI SISWA SMA OLAH RAGA NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG MENGGUNAKAN J2ME DENGAN METODE SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM) A.Yani Ranius,S.Kom.,M.M. Nita Rosa Damayanti, S. Kom Universitas Bina

Lebih terperinci

BAB I. : Kundang K.Juman, Ir.MMSI : Agar Mahasiswa memahami konsep dasar sistem informasi

BAB I. : Kundang K.Juman, Ir.MMSI : Agar Mahasiswa memahami konsep dasar sistem informasi Oleh Tujuan : Kundang K.Juman, Ir.MMSI : Agar Mahasiswa memahami konsep dasar sistem informasi BAB I Konsep Dasar Sistem 1.1 Pengertian Sistem Definisi sistem berkembang sesuai dengan konteks dimana pengertian

Lebih terperinci

Prinsip Fundamental dalam Desain Perangkat Lunak

Prinsip Fundamental dalam Desain Perangkat Lunak Prinsip Fundamental dalam Desain Perangkat Lunak Introduksi Prinsip Desain SEN-261 : Rekayasa Perangkat Lunak Tazeen Muzammil Desain Perangkat Lunak Definisi umum desain suatu proses menerapkan berbagai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan panduan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Pada bab ini akan dikemukakan landasan teori yang terkait dengan permasalahan untuk

Lebih terperinci

Sistem Remedial Nilai Siswa SMA Olah Raga Negeri Sriwijaya Palembang Menggunakan J2ME dengan Metode Soft System Methodology (SSM)

Sistem Remedial Nilai Siswa SMA Olah Raga Negeri Sriwijaya Palembang Menggunakan J2ME dengan Metode Soft System Methodology (SSM) Sistem Remedial Nilai Siswa SMA Olah Raga Negeri Sriwijaya Palembang Menggunakan J2ME dengan Metode Soft System Methodology (SSM) A.Yani Ranius,S.Kom.,M.M. Nita Rosa Damayanti, S. Kom Universitas Bina

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan. Oleh: Ade Sarah H., M.Kom

Sistem Pendukung Keputusan. Oleh: Ade Sarah H., M.Kom Sistem Pendukung Keputusan Oleh: Ade Sarah H., M.Kom Topik Defenisi Sistem Defenisi Pembuatan Keputusan Tahap pembuatan keputusan Pendekatan untuk pembuatan keputusan Pengertian Sistem Pendukung Keputusan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... iv. ABSTRACT...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... Error! UCAPAN TERIMA KASIH... Error! ABSTRAK... iv ABSTRACT... v DAFTAR ISI... Error! i DAFTAR GAMBAR... 5 DAFTAR TABEL... 8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Menurut Herlambang (2005:116), terdapat dua pendekatan untuk mendefinisikan sistem, yaitu pendekatan secara prosedur dan komponen. Berdasarkan pendekatan prosedur, sistem

Lebih terperinci

Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution

Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution TUGAS SISTEM INFORMASI MANAJEMEN Dosen : Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution Oleh : Shelly Atriani Iskandar P056121981.50 KELAS R50 PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan [4] Sistem pendukung keputusan atau DSS (Decision Support System) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan, dan pemanipulasian

Lebih terperinci

( Word to PDF Converter - Unregistered ) BAB II LANDASAN TEORI

( Word to PDF Converter - Unregistered )  BAB II LANDASAN TEORI ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-converter.net BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Menurut Jog [2] Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur

Lebih terperinci

SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #10 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS)

SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #10 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS) SI402 Arsitektur Enterprise Pertemuan #10 Suryo Widiantoro, ST, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan, komponen, penyimpanan, dan tatakelola arsitektur TOGAF dalam rangka pengembangan dokumen

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENYELEKSIAN CALON SISWA BARU DI SMA NEGERI 3 GARUT

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENYELEKSIAN CALON SISWA BARU DI SMA NEGERI 3 GARUT SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENYELEKSIAN CALON SISWA BARU DI SMA NEGERI 3 GARUT Asep Hendar Rustiawan 1, Dini Destiani 2, Andri Ikhwana 3 Jurnal Algoritma Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Menurut Herlambang dan Tanuwijaya (2005: 116) definisi sistem dapat dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan secara prosedur dan pendekatan secara komponen. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Produksi Organisasi industri merupakan salah satu mata rantai dari sistem perekonomian secara keseluruhan, karena ia memproduksi dan mendistribusikan produk (barang dan/atau

Lebih terperinci

Nama : Rendi Setiawan Nim :

Nama : Rendi Setiawan Nim : Nama : Rendi Setiawan Nim : 41813120188 Pemodelan Data Pemodelan Data dalam rekayasa perangkat lunak adalah proses menciptakan sebuah model data dengan menerapkan model deskripsi formal data menggunakan

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENERIMAAN GURU BERBASIS WEB

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENERIMAAN GURU BERBASIS WEB SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENERIMAAN GURU BERBASIS WEB Widya Wisanti Dosen Jurusan Teknik Elektro Universitas Sawerigading Makassar Email : wwisanty@yahoo.co.id ABSTRAK Kegiatan dalam menerima calon guru

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1. Skema Metodologi Penelitian 119 Gambar 3.2. Skema Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 120 Gambar 3.3. Skema Metode Analisa Sistem Informasi (lanjutan 1) 121

Lebih terperinci

Simulasi. Kholid Fathoni 2013

Simulasi. Kholid Fathoni 2013 Simulasi Kholid Fathoni 2013 Simulasi Teknik untuk melaksanakan percobaan dengan komputer dalam sebuah model dari sistem manajemen (Technique for conducting experiments with a computer on a model of a

Lebih terperinci

Analysis Modeling 4/10/2018. Focus on What not How. Kenapa Analisis Kebutuhan. Definisi Analisis Kebutuhan. Langkah-Langkah Analisis Kebutuhan

Analysis Modeling 4/10/2018. Focus on What not How. Kenapa Analisis Kebutuhan. Definisi Analisis Kebutuhan. Langkah-Langkah Analisis Kebutuhan Kenapa Analisis Kebutuhan Analysis Modeling 1 Definisi Analisis Kebutuhan Definisi Analisis Kebutuhan Penguraian kebutuhan-kebutuhan yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan

Lebih terperinci

Teknik Informatika S1

Teknik Informatika S1 Teknik Informatika S1 Software Requirement Engineering Specification of Requirements Models Disusun Oleh: Egia Rosi Subhiyakto, M.Kom, M.CS Teknik Informatika UDINUS egia@dsn.dinus.ac.id +6285740278021

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB LANDASAN TEORI. Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya pembuatan keputusan merupakan suatu pendekatan yang bersifat sistematis, artinya pendekatan yang berawal dan bermula dari hakikat suatu masalah,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Henry Simamora (2000) dalam buku Akuntansi Basis Pengambilan

BAB III LANDASAN TEORI. Henry Simamora (2000) dalam buku Akuntansi Basis Pengambilan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penjualan Aktivitas penjualan merupakan pendapatan utama perusahaan karena jika aktivitas penjualan produk maupun jasa tidak dikelola dengan baik maka secara langsung dapat merugikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Institut merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

BAB II LANDASAN TEORI. Institut merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Informasi Umum Pendidikan Tinggi Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia dijabarkan bahawa Institut merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan yg unik. Pengembangan SPK Terdapat 3 (tiga) pendekatan

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar. Dr. Sri Kusumadewi

Kompetensi Dasar. Dr. Sri Kusumadewi Materi Kuliah [03] SPK & Business Intelligence Management Support System Dr. Sri Kusumadewi Magister Teknik Informatika Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia 2016

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. Tahap persiapan dan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB III. Landasan Teori

BAB III. Landasan Teori BAB III Landasan Teori 3.1. Aplikasi Aplikasi adalah software yang dibuat oleh suatu perusahaan komputer untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu, misalnya Microsoft Word, Microsoft Excel (Yazid, 2009:50).

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Sistem menurut Gordon B. Davis dalam bukunya menyatakan sistem bisa berupa abstrak atau fisis. Sistem yang abstrak adalah susunan yang teratur dari gagasan gagasan atau

Lebih terperinci