Analisis Rangkaian Listrik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Rangkaian Listrik"

Transkripsi

1 Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Jilid 3 darpublic

2 Analisis Rangkaian Listrik Jilid 3 (Rangkaian Magnetik, Transformator, Mesin Sinkron, Mesin Asinkron, Analisis Harmonisa) oleh Sudaryatno Sudirham

3 Hak cipta pada penulis, 00 SUDIRHAM, SUDARYATNO Analisis Rangkaian Listrik (3) Bandung are Alamat pos: Kanayakan D-30, Komp ITB, Bandung, 4035.

4 Pengantar Buku ini adalah jilid ke-tiga dari satu seri pembahasan analisis rangkaian listrik. Penataan ulang serta penambahan materi bahasan penulis lakukan terhadap buku yang diterbitkan tahun 00. Dalam buku ini pembaca diperkenalkan pada teknik konversi energi, serta persoalan harmonisa dalam sistem tenaga. Dalam bab pertama diperkenalkan rangkaian magnetik yang merupakan landasan dikembangkannya mesin-mesin konversi energi. Tiga bab berikutnya membahas transformator, mesin sinkron, dan mesin asinkron. Lima bab berikutnya berisi analisis harmonisa, diawali dengan pembahasan sinyal non sinus di kawasan waktu, dilanjutkan dengan tinjauan di kawasan fasor, pembebanan non linier, dampak harmonisa pada piranti, dan diakhiri dengan pembahasan harmonisa pada sistem tiga fasa. Mudah-mudahan sajian ini bermanfaat bagi para pembaca. Saran dan usulan para pembaca untuk perbaikan dalam publikasi selanjutnya, sangat penulis harapkan. Bandung, 6 Juli 00 Wassalam, Penulis. iii

5 << La plus grande partie du savoir humain est déposée dans des documents et des livres, mémoires en papier de l humanité.>> A. Schopenhauer, Dari Mini-Encyclopédie France Loisirs ISBN iv

6 Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Isi Bab : Rangkaian Magnetik Hukum-Hukum. Perhitungan Pada Rangkaian Magnetik. Rugi-Rugi Dalam Rangkaian Magnetik. Gaya Magnetik. Induktor Bab : Tansformator 9 Transformator Satu Fasa. Teori Operasi Transformator. Diagram Fasor. Rangkaian Ekivalen. Impedansi Masukan. Penentuan Parameter Transformator. Efisiensi dan Regulasi Tegangan. Konstruksi Transformator. Transformator Pada Sistem Tiga Fasa Bab 3: Mesin Sinkron 53 Mesin Kutub Menonjol. Mesin Sinkron Rotor Silindris Bab 4: Motor Asinkron 69 Konstruksi Dan Cara Kerja. Rangkaian Ekivalen. Penentuan Parameter Rangkaian. Torka. Bab 5: Sinyal on Sinus 89 Pendekatan Numerik Sinyal Nonsinus. Elemen Linier Dengan Sinyal Nonsinus. Nilai Rata-Rata Dan Nilai Efektif Sinyal Nonsinus. Daya Pada Sinyal Nonsinus. Resonansi. Bab 6: Pembebanan on Linier Tinjauan Di Sisi Beban. Tinjauan Di Sisi Sumber. Contoh Kasus: Penyearah Setengah Gelombang. Perambatan Harmonisa. Ukuran Distorsi Harmonisa. Bab 7: Tinjauan Di Kawasan Fasor 9 Pernyataan Sinyal Nonsinus Dalam Fasor. Impedansi. Nilai Efektif. Sumber Tegangan Sinusiodal Dengan Beban Nonlinier. Teorema Tellegen. Transfer Daya. Kompensasi Daya Reaktif. iii v v

7 Bab 8: Dampak Harmonisa Pada Piranti 6 Konduktor. Kapasitor. Induktor. Transformator. Tegangan Maksimum Pada Piranti. Partial Discharge. Alat Ukur Elektromekanik. Resume. Bab 9: Harmonisa Pada Sistem Tiga Fasa 89 Komponen Harmonisa Dalam Sistem Tiga Fasa. Relasi Tegangan Fasa-Fasa dan Fasa-Netral. Hubungan Sumber Dan Beban. Sumber Bekerja Paralel. Penyaluran Energi ke Beban. Rangkaian Ekivalen Untuk Analisis. Daftar Referensi 99 Indeks 0 Biodata 0 vi

8 BAB Rangkaian Magnetik Rangkaian magnetik merupakan basis dari sebagian terbesar peralatan listrik di industri maupun rumah tangga. Motor dan generator dari yang bekemampuan kecil sampai sangat besar, berbasis pada medan magnetik yang memungkinkan terjadinya konversi energi listrik. Di bab ini kita akan melihat hukum-hukum dasar, perhitungan dalam rangkaian magnetik, rugi-rugi dan gaya magnetik, induktor dan induktansi bersama. Seperti halnya analisis rangkaian listrik yang dilandasi oleh beberapa hukum saja, yaitu hukum Ohm dan Hukum Kirchhoff, analisis rangkaian magnetik juga dilandasi oleh hanya beberapa hukum saja, yaitu hukum Faraday dan hukum Ampère. Pembahasan kita akan diawali oleh kedua hukum tersebut dan setelah itu kita akan melihat rangkaian magnetik, yang sudah barang tentu melibatkan material magnetik. Walaupun demikian, di bab ini kita tidak akan membahas mengenai material magnetik itu sendiri, melainkan hanya akan melihat pada hal-hal yang kita perlukan dalam kaitannya dengan analisis rangkaian magnetik. Kita juga hanya akan melibatkan beberapa jenis material saja yang telah sejak lama digunakan walaupun material jenis baru telah dikembangkan. Setelah mempelajari bab ini kita akan: memahami hukum-hukum yang mendasari analisis rangkaian magnetik; mampu melakukan perhitungan pada rangkaian magnetik; memahami dan mampu menghitung rugi-rugi dalam rangkaian magnetik; memahami dan mampu melakukan perhitungan-perhitungan pada induktor... Hukum-Hukum Hukum Faraday. Pada 83 Faraday (79-867) menunjukkan bahwa gejala listrik dapat dibangkitkan dari magnet. Dari kumpulan catatan hasil percobaan yang dilakukan oleh Faraday, suatu formulasi matematis telah diturunkan untuk menyatakan hukum Faraday, yaitu :

9 dλ e (.) dt dengan e menunjukkan tegangan induksi [volt] pada suatu kumparan, dan λ adalah fluksi lingkup yang dicakup oleh kumparan. Jika kumparan mempunyai lilitan dan setiap lilitan mencakup fluksi magnit sebesar φ [weber], maka fluksi lingkup adalah λ φ [weber-lilitan] dan (.) menjadi dφ e (.) dt Tanda negatif pada (.) diberikan oleh Emil Lenz, yang setelah melanjutkan percobaan Faraday menunjukkan bahwa arah arus induksi selalu sedemikian rupa sehingga terjadi perlawanan terhadap aksi yang menimbulkannya. Reaksi demikian ini disebut hukum Lenz. Hukum Ampère. André Marie Ampère ( ), melakukan percobaan yang terkenal dalam kaitan kemagnitan, yaitu mengenai timbulnya gaya mekanis antara dua kawat paralel yang dialiri arus listrik. Besar gaya F dinyatakan secara matematis sebagai µ l F I I (.3) π r dengan I dan I adalah arus di masing-masing konduktor, l adalah panjang konduktor, dan r menunjukkan jarak antara sumbu kedua konduktor dan besaran µ merupakan besaran yang ditentukan oleh medium dimana kedua kawat tersebut berada. Arus I dapat dipandang sebagai pembangkit suatu besaran medan magnit di sekeliling kawat yang dialirinya, yang besarnya adalah µ I B (.4) π r Hasil ini juga diamati oleh dua peneliti Perancis yaitu J.B. Biot dan F. Savart. Dengan (.4), maka (.3) menjadi lebih sederhana yaitu F BlI (.5) Persamaan (.5) ini berlaku jika kedua kawat adalah sebidang. Jika kawat ke-dua membentuk sudut θ dengan kawat pertama maka (.5) menjadi Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

10 Secara umum (.6) dapat ditulis F BlI sinθ (.6) F K B B I f (θ) (.7) dengan f(θ) adalah suatu fungsi sudut antara medan B dan arus I, dan K B adalah suatu konstanta untuk memperhitungkan berbagai faktor, seperti misalnya panjang kawat. Besaran B mempunyai satuan [weber/meter ]; hal ini dapat diturunkan sebagai berikut. Menurut (.5), satuan B adalah : [ newton] [ B] [ amp] [ meter] sedangkan sehingga energi [ watt].[detik] [ volt][ amp][detik] [ newton ] panjang [ meter] [ meter] [ volt][amp][detik] [ volt][detik] [ weber] [ B ]. [ amp][ meter ] [ meter ] [ meter ] Jadi B menunjukkan kerapatan fluksi magnetik dengan satuan [weber/m ] atau [tesla]. Arah B ditentukan sesuai dengan kaidah tangan kanan yang menyatakan bahwa : jika kawat yang dialiri arus digenggam dengan tangan kanan dengan ibujari mengarah sejajar aliran arus maka arah B adalah sesuai dengan arah penunjukan jari-jari yang menggenggam kawat tersebut. Permeabilitas. Dalam persamaan (.3), µ mewakili sifat medium tempat kedua konduktor berada; besaran ini disebut permeabilitas. Untuk ruang hampa, permeabilitas ini adalah dengan satuan 7 µ 0 4π 0 (.8) [ henry ]. Hal ini dapat diturunkan sebagai berikut. [ meter] [ newton] [ volt][ amp][detik] [ volt][detik] [ henry] [ µ 0] [ amp ] [ amp ][ meter] [ amp][ meter] [ meter] [ volt][detik] karena [ henry] yaitu satuan induktansi. [ amp] 3

11 Dalam hal mediumnya bukan vakum maka permeabilitasnya dinyatakan sebagai µ µ r µ 0 (.9) dengan µ r adalah permeabilitas relatif, yang merupakan perbandingan antara permeabilitas medium terhadap vakum. Intensitas Medan Magnet. Dalam perhitungan-perhitungan rangkaian magnetik, akan lebih mudah jika kita bekerja dengan besaran magnetik yang tidak tergantung dari medium. Hal ini terutama kita temui pada mesin-mesin listrik dimana fluksi magnetik menembus berbagai macam medium. Oleh karena itu didefinisikan besaran yang disebut intensitas medan magnetik, yaitu H B (.0) µ dengan satuan [ newton]/[ amp][ meter] [ amp] [ H ]. [ newton]/[ amp ] [ meter] Dengan pendefinisian ini, H merupakan besaran yang tidak tergantung dari medium. Secara umum satuan H adalah [lilitan amper]/[meter] dan bukan [amp]/[meter] agar tercakup pembangkitan medan magnit oleh belitan yang terdiri dari banyak lilitan. Hukum Rangkaian Magnetik Ampère. Hukum rangkaian magnetik Ampère menyatakan bahwa integral garis tertutup dari intensitas medan magnit sama dengan jumlah arus (ampere turns) yang membangkitkannya. Hukum ini dapat dituliskan sebagai HdlF m (.) F m dipandang sebagai besaran pembangkit medan magnit dan disebut magnetomotive force yang disingkat mmf. Besaran ini sama dengan jumlah ampere-turn yang dilingkupi oleh garis fluksi magnit yang tertutup. Dari relasi di atas, diturunkan relasi-relasi yang sangat bermanfaat untuk perhitungan rangkaian magnetik. Jika panjang total dari garis fluksi magnit adalah L, maka total F m yang diperlukan untuk membangkitkan fluksi tersebut adalah 4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

12 B F m H L L (.) µ Apabila kerapatan fluksi adalah B dan fluksi menembus bidang yang luasnya A, maka fluksi magnetnya adalah φ BA (.3) dan jika (.3) dimasukkan ke (.) akan diperoleh L F m H L φ (.4) µ A Apa yang berada dalam tanda kurung pada (.4) ini sangat menarik, karena sangat mirip dengan formula resistansi dalam rangkaian listrik. Persamaan (.4) ini dapat kita tuliskan µ A Fm φ Fm L R (.5) Pada (.5) ini, F m merupakan besaran yang menyebabkan timbulnya fluksi magnit φ. Besar fluksi ini dibatasi oleh suatu besaran R yang kita sebut reluktansi dari rangkaian magnetik, dengan hubungan R L (.6) µa Persamaan (.5) sering disebut sebagai hukum Ohm untuk rangkaian magnetik. Namun kita tetap harus ingat bahwa penurunan relasi ini dilakukan dengan pembatasan bahwa B adalah kostan dan A tertentu. Satuan dari reluktansi tidak diberi nama khusus... Perhitungan Pada Rangkaian Magnetik Perhitungan-perhitungan pada rangkaian magnetik pada umumnya melibatkan material ferromagnetik. Perhitungan ditujukan pada dua kelompok permasalahan, yaitu mencari mmf jika fluksi ditentukan (permasalahan ini kita jumpai pada perancangan) mencari fluksi φ apabila geometri dari rangkaian magnetik serta mmf diketahui (permasalahan ini kita jumpai dalam analisis, misalnya jika kita harus mengetahui fluksi gabungan dari suatu rangkaian magnetik yang dikendalikan oleh lebih dari satu belitan). Berikut ini kita akan melihat perhitungan-perhitungan rangkaian magnetik melalui beberapa contoh. 5

13 CO TOH. : Suatu toroid terdiri dari dua macam material ferromagnetik dengan belitan pembangkit medan magnetik yang terdiri dari 00 lilitan, seperti terlihat pada gambar di samping ini. Material a adalah besi nikel (nickel iron) dengan panjang + E R L a rata-rata L a 0,4 m. Material b adalah baja silikon (medium silicon sheet steel) dengan panjang rata-rata L b 0, m. Kedua bagian itu mempunyai luas penampang sama, yaitu 0,00 m. a). Tentukan F m yang diperlukan untuk membangkitkan fluksi φ weber. b). Hitung arus yang harus mengalir pada belitan agar nilai fluksi tersebut tercapai. Penyelesaian : Untuk memperoleh F m total yang diperlukan, kita aplikasikan hukum rangkaian Ampère pada rangkaian magnetik ini. Fm total Fma + Fmb H al a + H blb Fluksi yang diinginkan di kedua bagian toroid adalah weber, sedangkan kedua bagian itu mempunyai luas penampang sama. Jadi kerapatan fluksi di kedua bagian itu juga sama yaitu φ 0,0006 Ba Bb 0,6 tesla A 0,00 Untuk mencapai kerapatan fluksi tersebut, masing-masing material memerlukan intensitas medan yang berbeda. Intensitas medan yang diperlukan dapat dicari melalui kurva B-H dari masing-masing material, yang dapat dilihat di buku acuan. Salah satu kurva B-H yang dapat kita peroleh adalah seperti dikutip pada Gb... Dengan menggunakan kurva B-H ini, kita peroleh Material a : untuk Ba 0.6 tesla Material b : untuk Bb 0.6 tesla Dengan demikian F m total yang diperlukan adalah L b diperlukan H a 0 AT/m diperlukan Hb 65 AT/m F m total H al a + H blb AT 6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

14 b). Karena jumlah lilitan adalah 00, maka besar arus yang harus mengalir di belitan untuk memperoleh F m total sebesar 7 AT adalah 7 I 0,7 00 A ickel-iron alloy, 47% B [tesla] Medium silicon sheet Soft steel casting Cast iron H [ampre-turn / meter] Gb... Kurva B H beberapa material. Pemahaman : Dalam pemecahan persoalan di atas, karakteristik medium tidak dinyatakan oleh permeabilitas medium, melainkan oleh karakteristik B-H dari masing-masing material. Kita lihat dari kutipan kurva B-H pada Gb.., bahwa hubungan antara B dan H adalah tidak linier. Apabila kita menginginkan gambaran mengenai besar permeabilitas masing-masing material, kita dapat menghitungnya dengan cara yang diuraikan berikut ini. Permeabilitas dari material a dan b masing-masing pada titik operasi ini adalah 7

15 Ba µ a H a Bb µ b H b 0,6 0,06 henry/meter 0 µ a 0.06 µ r a µ 7 0 4π 0 0,6 0,009 henry/meter 65 µ b 0,009 µ r b µ 7 0 4π Reluktansi rangkaian magnetik pada bagian toroid dengan material a dan b masing-masing dapat juga kita hitung, yaitu Fm a Ra φ Fm b Rb φ ,6 0, ,6 0,00 Jadi walaupun bagian b dari toroid lebih pendek dari bagian a, reluktansinya jauh lebih besar. Kedua bagian rangkaian magnetik yang terhubung seri ini mempunyai reluktansi total sebesar Rtot Ra +Rb Untuk meyakinkan, kita hitung balik fluksi magnet. F φ m total Rtot weber Ternyata hasilnya sesuai dengan apa yang diminta dalam persoalan ini. Hasil ini menunjukkan bahwa reluktansi magnetik yang dihubungkan seri berperilaku seperti resistansi yang terhubung seri pada rangkaian listrik; reluktansi total sama dengan jumlah reluktansi yang diserikan. CO TOH. : Pada rangkaian magnetik dalam contoh.. di atas, berapakah fluksi magnetik yang akan dibangkitkan bila arus pada belitan dinaikkan menjadi 0,35 A? Penyelesaian : 8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

16 Dengan arus 0,35 A, F m total menjadi F m total 00 0,35 35 AT. Untuk menghitung besar fluksi yang terbangkit, kita perlu mengetahui reluktansi total. Untuk itu perlu dihitung reluktansi dari masing-masing bagian toroid. Hal ini tidak dapat dilakukan karena untuk menghitung reluktansi tiap bagian perlu diketahui F m dan B untuk masing-masing bagian, sedangkan untuk menghitungnya perlu diketahui besar fluksi φ yang justru ditanyakan. Dari apa yang diketahui, yaitu F m total dapatkan hubungan dan ukuran toroid, kita Fm total H al a + H blb 0,4H a + 0,H b ,H b H a 0,4 Karena luas penampang di kedua bagian toroid sama, yaitu 0,00 m, maka kerapatan fluksi B juga sama. Dengan batasan ini, kita mencoba menyelesaikan persoalan dengan cara mengamati kurva B- H. Kita perkirakan suatu nilai H b dan menghitung H a, kemudian kita mengamati lagi kurva B-H apakah untuk nilai H a dan H b ini terdapat B a B b. Jika tidak, kita koreksi nilai H b dan dihitung lagi H a dan dilihat lagi apakah B a B b. Jika tidak, kita lakukan koreksi lagi, dan seterusnya sampai akhirnya diperoleh B a B b. Kita mulai dengan H b 00 AT yang memberikan H a 37,5. Kedua nilai ini terkait dengan B b 0,75 dan B a 0,9 tesla. Ter-nyata B a B b. Kita perbesar H b agar H a mengecil dan akan menyebabkan B b bertambah dan B a berkurang. Pada nilai H b 0 AT, maka H a 3,5 dan terdapat B b 0,8 dan B a 0,85 tesla. Kita lakukan koreksi lagi dan akan kita dapatkan B a B b 0,85 pada nilai H b 5 dan H a 5 AT. Dengan nilai ini maka besar fluksi adalah φ 4 B A 0,85 0,00 8,5 0 weber. Perhitungan secara grafis ini tentu mengandung ketidak-telitian. Jika kesalahan yang terjadi adalah ± 5%, maka hasil perhitungan ini dapat dianggap memadai. Pemahaman : 9

17 Jika kita bandingkan hasil pada contoh.. dan.. maka akan terlihat hal berikut. contoh.. : I 0,7 A B 0,6 contoh.. : tesla I 0,35 A B 0,85 tesla 4 φ φ 8,5 0 weber weber Dapat kita simpulkan bahwa menaikkan arus belitan menjadi dua kali lipat tidak menghasilkan fluksi dua kali lipat. Hal ini disebabkan oleh karakteristik magnetisasi material yang tidak linier. CO TOH.3 : Pada rangkaian magnetik di bawah ini, tentukanlah mmf yang diperlukan untuk membangkitkan fluksi sebesar 0,004 weber di kaki sebelah kanan. Rangkaian magnetik ini mempunyai luas penampang sama yaitu 0,00 m, kecuali kaki tengah yang luasnya 0,0008 m. Material yang digunakan adalah medium silicon steel. a b c f e d 0.5 m 0.5 m 0.5 m R Penyelesaian : Rangkaian magnetik ini mempunyai tiga cabang, yaitu cabang efab dengan reluktansi R ; be dengan reluktansi R dan bcde dengan reluktansi R 3. Rangkaian ekivalen dari rangkaian magnetik ini dapat digambarkan seperti di samping ini. Fluksi yang F m diminta di kaki kanan adalah φ weber. Karena dimensi kaki R R 3 ini diketahui maka kerapatan fluksi dapat dihitung, yaitu 0,004 B 3 0,7 tesla. 0,00 0 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

18 Berdasarkan kurva B-H dari material yang dipakai, kerapatan fluksi ini memerlukan H 3 sebesar 80 AT/m. Jadi mmf yang diperlukan adalah F m3 H 3 Lbcde 80 (3 0,5) 36 AT Rangkaian ekivalen memperlihatkan bahwa R terhubung paralel dengan R 3. Hal ini berarti bahwa F m3 juga harus muncul pada R, yaitu reluktansi kaki tengah, dengan kata lain F m F m3. Dengan demikian kita dapat menghitung H. F Fm3 36 H m 40 AT/m Lbe Lbe 0,5 Melihat lagi kurva B-H, kita dapatkan untuk H ini Luas penampang kaki tengah adalah 0,0008 m. Maka φ B 0,0008,5 0,0008 0,0009 weber Fluksi total yang harus dibangkitkan di kaki kiri adalah φ φ +φ3 0,004+ 0,0009 0,003 weber B,5 tesla. Luas penampang kaki kiri adalah 0,00 m, sama dengan kaki kanan. Kerapatan fluksinya adalah φ 0,003 B,5 tesla 0,00 0,00 Dari kurva B-H, untuk B ini diperlukan sehingga F m H Lefab 40 (3 0,5) 08 AT H 40 AT/m, Jadi total mmf yang diperlukan untuk membangkitkan fluksi sebesar 0,004 weber di kaki kanan adalah F mtot Fm m + Fm + F AT

19 CO TOH.4 : Berapakah mmf yang diperlukan pada contoh.3. jika kaki tengah ditiadakan? Penyelesaian : Dengan meniadakan kaki tengah maka fluksi di seluruh rangkaian magnetik sama dengan fluksi di kaki kanan, yaitu φ φ 3 0,004 weber. Kerapatan fluksi di seluruh rangkaian magnetik juga sama karena luas penampangnya sama, yaitu B B 0,004 0,00 3 0,7 tesla Dari kurva B-H diperoleh H 80 AT/m, sehingga mmf yang diperlukan adalah F m abcdefa H L 80 (6 0,5) 7 AT Pemahaman : Dengan menghilangkan kaki tengah, mmf yang diperlukan menjadi lebih kecil. Bagaimanakah jika kaki tengah diperbesar luas penampangnya? Memperbesar penampang kaki tengah tidak mempengaruhi kerapatan fluksi di kaki ini sebab F m3 tetap harus muncul di kaki tengah. H tak berubah, yaitu H F m3 /L be 40 AT/m dan B juga tetap,5 tesla. Jika penampang kaki tengah diperbesar, φ akan bertambah sehingga φ juga bertambah. Hal ini menyebabkan meningkatnya B yang berarti meningkatnya H sehingga F m akan bertambah pula. Dengan demikian F m total akan lebih besar. Penjelasan ini menunjukkan seolah-olah kaki tengah bertindak sebagai pembocor fluksi. Makin besar kebocoran, makin besar mmf yang diperlukan..3. Rugi-Rugi Dalam Rangkaian Magnetik Rugi Histerisis. Dalam rekayasa, material ferromagnetik sering dibebani dengan medan magnit yang berubah secara periodik dengan batas positif dan negatif yang sama. Pada pembebanan seperti ini terdapat kecenderungan bahwa kerapatan fluksi, B, ketinggalan dari medan magnetnya, H. Kecenderungan ini kita sebut histerisis dan kurva B-H membentuk loop tertutup seperti terlihat pada Gb... dan kita sebut loop Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

20 histerisis. Hal ini telah kita pelajari dalam fisika. Di sini kita akan membahas akibat dari karakteristik material seperti B [tesla] ini dalam rekayasa. d b Loop histerisis ini c menunjukkan bahwa untuk satu nilai H tertentu terdapat dua kemungkinan nilai B. Dalam memecahkan 0 H [AT/m] persoalan rangkaian magnetik a pada contoh-contoh di subbab.. kita menggunakan e kurva B-H yang kita sebut kurva B-H normal atau kurva Gb... Loop histerisis. magnetisasi normal, dimana satu nilai H terkait dengan hanya satu nilai B, yaitu kurva B-H pada Gb... Itulah sebabnya kesalahan perhitungan sebesar ± 5 % masih dapat kita terima jika kita menggunakan kurva B-H normal karena sesungguhnya B tidak mempunyai nilai tunggal, melainkan tergantung dari riwayat magnetisasi material. Perhatikan integrasi : B B a b c HdB luas bidang abda ; HdB luas bidang bdcb dan satuan dari HB : ampere newton newton newto meter joule [ HB ] meter ampre. meter 3 meter meter meter Jelaslah bahwa HB mempunyai satuan kerapatan energi. Jadi luas bidang abda pada Gb... menyatakan kerapatan energi, yaitu energi magnetik. Karena luas abda diperoleh dari integrasi HdB pada waktu H dan B naik, atau dengan kata lain medan magnetik bertambah, maka ia menggambarkan kerapatan energi yang disimpan ke material. Luas bidang bdcb yang diperoleh dari integrasi HdB pada waktu medan magnit berkurang, menggambarkan kerapatan energi yang dilepaskan. Dari gambar loop histerisis jelas terlihat bahwa luas bdcb < luas abda. Ini berarti bahwa kerapatan energi yang dilepaskan lebih kecil dari kerapatan energi yang disimpan. Sisa energi yang tidak dapat dilepaskan B B b 3 3

21 digambarkan oleh luas bidang abca, dan ini merupakan energi yang diserap oleh material dan tidak keluar lagi (tidak termanfaatkan) sehingga disebut rugi energi histerisis. Analisis di atas hanya memperhatikan setengah siklus saja. Untuk satu siklus penuh, kerapatan rugi energi histerisis adalah luas bidang dari loop histerisis. Jika kerapatan rugi energi histerisis per siklus ( luas loop histerisis) kita sebut w h, dan jumlah siklus per detik (frekuensi) adalah f, maka untuk material dengan volume v m 3 besar rugi energi histerisis per detik atau rugi daya histerisis adalah P joule wh f v wh f v [watt] det ik (.7) h Untuk menghindari perhitungan luas loop histerisis, Steinmetz memberikan formula empiris untuk rugi daya histerisis sebagai n m P v f ( K B ) (.8) h h dengan B m adalah nilai maksimum kerapatan fluksi, n mempunyai nilai antara,5 sampai,5 tergantung dari jenis material. K h adalah konstanta yang juga tergantung dari jenis material; untuk cast steel 0,05; silicon sheet steel 0,00; permalloy 0,000. Rugi Arus Pusar. Jika medan magnetik berubah terhadap waktu, selain rugi daya histerisis terdapat pula rugi daya yang disebut rugi arus pusar. Arus pusar timbul sebagai reaksi terhadap perubahan medan magnet. Jika material berbentuk balok pejal, resistansi material menjadi kecil dan rugi arus pusar menjadi besar. Untuk memperbesar resistansi agar arus pusar kecil, rangkaian magnetik disusun dari lembar-lembar material magnetik yang tipis (antara 0,3 0,6 mm). Formula empiris untuk rugi arus pusar adalah e e m P K f B τ v watt (.9) dengan K e konstanta yang tergantung dari jenis material; f frekuensi (Hz); B m kerapatan fluksi maksimum; τ tebal laminasi; v volume material. Perhatikan bahwa rugi arus pusar sebanding dengan pangkat dua dari frekuensi, sedangkan rugi histerisis sebanding dengan pangkat satu frekuensi. Rugi histerisis dan rugi arus pusar secara bersama-sama 4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

22 disebut rugi-rugi inti. Rugi-rugi inti akan menaikkan temperatur rangkaian magnetik dan akan menurunkan efisiensi peralatan..4. Gaya Magnetik Energi yang tersimpan dalam B B medan magnetik dapat B b digunakan untuk melakukan a kerja mekanik (misalnya menarik tuas rele). Untuk mempelajari bagaimana gaya ini dapat timbul, kurva B-H H 0 H H normal yang tidak linier seperti terlihat pada Gb..3.a, a) b) kita dekati dengan suatu kurva linier seperti pada Gb..3. Linierisasi Kurva B-H. Gb..3.b. Jika kita menaikkan H dari 0 ke H, maka B naik dari 0 ke B. Luas bidang 0ab0 menyatakan kerapatan energi yang tersimpan dalam material, dan besarnya adalah w f B 3 H joule/m Secara umum, dengan medan magnetik sebesar H dalam suatu material akan terdapat kerapatan simpanan energi sebesar BH w 3 f joule/m (.0) Perhatikan bahwa (.0) kita peroleh setelah kita melakukan linierisasi kurva B-H. Karena (.0) menunjukkan kerapatan energi, maka jika kita kalikan dengan volume dari rangkaian magnetik kita akan mendapatkan energi total yang tersimpan dalam rangkaian tersebut. Misalkan luas penampang rangkaian A dan panjangnya L, maka energi total menjadi W BHAL ( BA)( HL) φf m joule (.) Antara fluksi φ dan F m terdapat hubungan φ F m / R, sehingga (.) dapat juga dituliskan Fm W φfm φ R joule (.) R 5

23 Untuk memahami timbulnya gaya magnetik, kita lakukan percobaan dengan suatu rangkaian magnetik yang terdiri dari tiga bagian yaitu gandar, celah udara, dan jangkar, seperti terlihat pada Gb..4. Rangkaian ini dicatu oleh sumber tegangan V s yang diserikan dengan resistor variabel R. Luas penampang gandar sama dengan luas penampang jangkar. Untuk suatu kedudukan jangkar tertentu, dengan V s dan R tertentu, terjadi eksitasi sebesar F m yang akan membuat simpanan energi dalam rangkaian magnetik ini sebesar W ( φ R +φ R +φ R ) g g u u j j (.3) Indeks g, u, dan j berturut-turut menunjukkan gandar, udara dan jangkar. Karena ketiga bagian rangkaian terhubung seri maka jika penyebaran fluksi di bagian pinggir di celah udara diabaikan fluksi di ketiga bagian tersebut akan sama. Kerapatan fluksi juga akan sama di ketiga bagian tersebut. Dengan demikian maka persamaan (.3) dapat kita tulis W φ ( R g +Ru +R j) φ Rtotal (.4) Besar reluktansi total adalah gandar jangkar Gb..4. Rangkaian magnetik dengan jangkar Lg L j L R u total + + (.5) µ g A µ j A µ 0A Karena kita melakukan linierisasi kurva B-H, maka permeabilitas material menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kemiringan kurva B-H. Jadi µ g dan µ j dianggap konstan sedangkan permeabilitas udara dapat dianggap sama dengan µ 0. V s + L j R L g x 6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

24 Percobaan pertama adalah memegang jangkar tetap pada tempatnya dan menambah eksitasi dengan menurunkan nilai resistor R sehingga arus catu naik. Eksitasi akan naik menjadi (F m + F m ) dan simpanan energi pada seluruh rangkaian magnetik akan naik pula. Artinya tambahan energi sebesar W yang disebabkan oleh tambahan eksitasi sebesar F m tersimpan sebagai tambahan energi di semua bagian rangkaian yaitu gandar, jangkar dan celah udara. Untuk percobaan kedua, kita kembalikan dulu eksitasi pada keadaan semula dengan mengembalikan R pada nilai semula sehingga eksitasi kembali menjadi F m dan kita jaga konstan. Jangkar kita lepaskan sehingga celah udara menjadi (x x). Berkurangnya celah udara ini akan menyebabkan reluktansi R u menurun sehingga secara keseluruhan R tot juga menurun. Menurunnya R tot akan memperbesar fluksi karena eksitasi F m dipertahankan tetap. Ini berarti bahwa simpanan energi dalam rangkaian magnetik bertambah. Pertambahan simpanan energi yang terjadi pada percobaan ke-dua ini berbeda dengan pertambahan energi pada percobaan pertama. Pada percobaan pertama pertambahan energi berasal dari pertambahan masukan, yaitu F m. Pada percobaan ke-dua, F m dipertahankan tetap. Oleh karena itu satu-satunya kemungkinan pertambahan energi adalah dari gerakan jangkar. Jadi perubahan posisi jangkar memberikan tambahan simpanan energi dalam rangkaian magnetik. Penafsiran kita dalam peristiwa ini adalah bahwa perubahan posisi jangkar telah menurunkan energi potensial jangkar. Penurunan energi potensial jangkar itu diimbangi oleh naiknya simpanan energi pada rangkaian magnetik sesuai dengan prinsip konservasi energi. Jika dx adalah perubahan posisi jangkar ( x 0), F x adalah gaya mekanik pada jangkar pada posisi x, maka perubahan energi potensial jangkar adalah dw j Fxdx (.6) Perubahan energi tersimpan dalam rangkaian magnetik adalah dw. Karena tidak ada masukan energi dari luar (sumber listrik) maka dw j + dw F dx+ dw 0 F dx dw (.7) x Karena F m kita jaga konstan, kita dapat memasukkan persamaan (.) bentuk yang ke-dua ke (.7) sehingga kita peroleh x 7

25 Fxdx dw d( F F x d dx m R tot ) Fm drtot dr ( Fm Rtot) φ dx dx R tot tot (.8) Dengan persamaan (.8) ini kita dapat menghitung gaya mekanik pada jangkar rele elektromekanik, plunger, dan lain-lain peralatan listrik yang memanfaatkan gaya magnetik. CO TOH.5 : Turunkanlah formulasi gaya magnetik pada rangkaian magnetik Gb..4 jika reluktansi inti besi, baik gandar maupun jangkar, diabaikan terhadap reluktansi celah udara. Penyelesaian : Dengan hanya memperhitungkan reluktansi celah udara saja, maka persamaan (.8) menjadi F x Karena φ d L dru d Lu dx u dx φ d(x) dx d Lu φ dx 0 A µ µ 0 A maka F x 0 φ µ A dx newton Pemahaman : Apakah pengabaian reluktansi inti besi terhadap reluktansi celah udara ini cukup wajar? Kita akan melihatnya dengan ukuran nyata seperti berikut. Misalkan panjang rata-rata gandar L g 3 5 cm 0,45 m. Panjang jangkar L j 0,5 m. Luas penampang gandar maupun jangkar A (5 cm 4 cm ) 0,00 m. Dengan ukuran-ukuran ini maka reluktansi gandar dan jangkar adalah R g L g 0,45 5 µ g A µ rµ 0 0,00 µ rµ 0 L j 0,5 R j µ j A µ rµ 0 0,00 75 µ rµ 0 Dengan menganggap luas penampang sama dengan jangkar dan lebar celah mm, maka celah udara mempunyai reluktansi 8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

26 Lu 0,00 Ru. µ 0 A µ 0 0,00 µ 0 Perbandingan antara reluktansi celah udara dan jumlah reluktansi gandar dan jangkar adalah : Ru / µ 0 µ r. R g +R j 300 / µ rµ Kalau kita mengambil nilai µ r seperti pada hasil perhitungan dalam pemahaman contoh., yaitu untuk baja silikon µ r 7340 dan untuk besi nickel µ r 47740, maka untuk baja silikon : Ru R g +R j ; untuk besi nickel: Ru R g +R j Makin tinggi permeabilitas material yang kita pakai, reluktansi celah udara makin dominan sehingga reluktansi jangkar dan gandar wajar untuk tidak diperhitungkan..5. Induktor Perhatikan rangkaian induktor (Gb..5). Apabila resistansi belitan dapat diabaikan, maka menurut hukum Kirchhoff + v i f + e Gb..5. Rangkaian induktor. φ di f v + e 0 v e L (.9) dt Persamaan (.9) adalah persamaan rangkaian listrik yang terdiri dari sumber v dan beban induktor L. Tegangan e adalah tegangan jatuh pada induktor, sesuai dengan konvensi pasif pada dalam analisis rangkaian listrik. 9

27 Sekarang kita lihat rangkaian magnetiknya dengan menganggap inti induktor ideal (luas kurva histerisis material inti sama dengan nol). Dalam rangkaian magnetik terdapat fluksi magnetik φ yang ditimbulkan oleh arus i f. Perubahan fluksi φ akan membangkitkan tegangan induksi pada belitan sesuai dengan hukum Faraday dan hukum Lenz. dφ e t (.30) dt Tanda pada (.30) mempunyai arti bahwa tegangan induksi e t harus mempunyai polaritas yang akan dapat memberikan arus pada rangkaian tertutup sedemikian rupa sehingga arus tersebut akan memberikan fluksi lawan terhadap fluksi pembangkitnya, yaitu φ. Menurut kaidah tangan kanan, polaritas tersebut adalah seperti polaritas e pada Gb..5. Jadi tanda pada (.30) terpakai untuk menetapkan polaritas e t sedangkan nilai e t tentulah sama dengan tegangan jatuh e. Jadi dφ di f et e L (.3) dt dt Persamaan (.3) menunjukkan bahwa φ dan i f berubah secara bersamaan. Jika φ berbentuk sinus maka ia harus dibangkitkan oleh arus i f yang juga berbentuk sinus dengan frekuensi sama dan mereka sefasa. Arus i f sendiri berasal dari sumber tegangan yang juga harus berbentuk sinus. Jadi dalam sistem ini baik tegangan, arus maupun fluksi mempunyai frekuensi sama dan dengan demikian konsep fasor yang kita pelajari di Bab-5 dapat kita gunakan untuk melakukan analisis pada sistem ini, yang merupakan gabungan dari rangkaian listrik dan rangkaian magnetik. Jika resistansi belitan diabaikan, persamaan (.9) dan (.3) dapat kita tulis dalam bentuk fasor sebagai E jωli f ; Et jω Φ E jωli f (.3) dengan Φ adalah fluksi dalam bentuk fasor. Dengan memperhatikan (.3), diagram fasor tegangan, arus, dan fluksi dari induktor tanpa memperhitungkan rugi-rugi inti dan resistansi belitan adalah seperti pada Gb..6.a. dimana arus yang membangkitkan fluksi yaitu I φ sama dengan I f. 0 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

28 I f I φ Φ a). ideal Dalam praktek, inti induktor tidaklah bebas dari rugi-rugi. Pada pembebanan siklis (dalam hal ini secara sinus) rugi-rugi inti menyebabkan fluksi yang dibangkitkan oleh i f ketinggalan dari i f sebesar γ yang disebut sudut histerisis. Keadaan ini diperlihatkan pada Gb..6.b. dimana arus magnetisasi I f mendahului φ sebesar γ. Melihat kenyataan ini, I f dapat dipandang sebagai terdiri dari dua komponen yaitu I φ yang diperlukan untuk membangkitkan φ, dan I c yang diperlukan untuk mengatasi rugi-rugi inti. Jadi arus magnetisasi menjadi I f I φ + I c. Komponen I c merupakan arus fiktif yang jika dikalikan dengan E akan memberikan rugi-rugi inti o c c f γ P I E E I cos(90 ) watt (.33) Apabila resistansi belitan tidak dapat diabaikan, maka V E. Misalkan resistansi belitan adalah R, maka V E + I f R (.34) Diagram fasor dari keadaan terakhir ini diperlihatkan oleh Gb..6.c. Dalam keadaan ini, daya masuk yang diberikan oleh sumber, selain untuk mengatasi rugi-rugi inti juga diperlukan untuk mengatasi rugi daya pada belitan yang kita sebut rugi-rugi tembaga, P cu. Jadi E E t f P P + P P + I R V I cosθ (.35) in I φ γ c I c I f Gb..6. Diagram fasor induktor cu E E t Φ b). ada rugi-rugi inti dengan V dan I f adalah nilai-nilai efektif dan cosθ adalah faktor daya. CO TOH.6 : Sebuah reaktor dengan inti besi mempunyai 400 lilitan. Reaktor ini dihubungkan pada jaringan bertegangan 5 volt, 60 Hz. Dengan mengabaikan resistansi belitan, hitung nilai maksimum fluksi magnetnya. Jika fluksi maknit dibatasi tidak boleh lebih dari, tesla, berapakah luas penampang intinya? c I φ Φ I c c). ada resistansi θ I f f E E t V I f R

29 Penyelesaian: Dengan mengabaikan resistansi belitan maka E V ωφ maks 5 5 Φ maks 0,0008 weber 400 π 60 Agar kerapatan fluksi tidak lebih dari, tesla maka Φ maks A Φ A, maks 0,0008, m Induktansi. Menurut (.5) besarnya fluksi magnetik adalah µ A φ F L Dengan mengabaikan fluksi bocor, dimasukkan ke (.3) akan diperoleh sehingga dφ dt d dt i R f m Fm. R R 9 cm F m i dan jika φ ini di f dt di f L dt µ A L (.36) R L Induktansi Bersama. Jika pada induktor Gb..5. kita tambahkan belitan kedua, maka pada belitan kedua ini akan diimbaskan tegangan oleh φ seperti halnya pada belitan pertama. Besar tegangan imbas ini adalah dφ d i f di f e dt dt (.37) R R dt Jika belitan kedua ini tidak dialiri arus (dalam keadaan terbuka), kita tahu dari pembahasan di bab terdahulu mengenai induktansi bersama bahwa di di f e L + M dt dt sehingga kita peroleh induktansi bersama di f M dt µ A M (.38) R L. Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

30 Pembahasan di atas memperlihatkan bahwa rangkaian induktor dapat kita analisis dari sudut pandang rangkaian listrik dengan mengaplikasikan hukum Kirchhoff yang kemudian menghasilkan persamaan (.9). Kita dapat pula memandangnya sebagai rangkaian magnetik dan mengaplikasikan hukum Faraday dimana fluksi magnetik yang berubah terhadap waktu (dibangkitkan oleh arus magnetisasi i f ) menimbulkan tegangan induksi pada belitan. CO TOH.7 : Hitunglah resistansi dan induktansi selenoida (inti udara) dengan diameter rata-rata cm dan panjangnya m dan dengan 000 lilitan kawat tembaga berdiameter 0,5 mm. Penyelesaian : Induktansi: 7 4 µ A 6 (4 0 ) ( 0 / 4) 0 π π L R L 6 98,6 0 H Resistansi : l π 0 R ρ 0,073 0 [ Ω.m],77 Ω A 3 π (0,5 0 ) / 4 CO TOH.8 : Dua buah kumparan, masing-masing 50 lilitan dan 40 lilitan, digulung pada satu inti magnetik yang mempunyai reluktansi Hitung induktansi bersama, dengan mengabaikan fluksi bocor. Penyelesaian : Induktansi bersama : M,094, H R CO TOH.9 : Dua kumparan (inti udara) masing-masing mempunyai 000 lilitan diletakkan paralel sejajar sedemikian rupa sehingga 60% fluksi yang dibangkitkan oleh salah satu kumparan melingkupi kumparan yang lain. Arus sebesar 5 A di salah satu kumparan membangkitkan fluksi 0,05 mwb. Hitunglah induktansi masingmasing kumparan dan induktansi bersama. 3

31 Penyelesaian : Arus 5 A membangkitkan fluksi 0,05 mwb. Dengan jumlah lilitan 000 maka reluktansi dapat dihitung R 0, Induktansi masing-masing Gb.8.7. Diagram fasor induktor riil. L R H 0 mh. Fluksi yang melingkupi kumparan yang lain 60% dari fluksi yang dibangkitkan di salah satu kumparan. Reluktansi bersama adalah Induktansi bersama M R M R M 8 R 0, , ,6 0 8, H 6 mh Catatan Tentang Diagram Fasor. Dalam menurunkan fasor tegangan induksi E t, kita berangkat dari persamaan (.30) dengan mengambil tanda sebagai penentu polaritas. Hasilnya adalah E t merupakan tegangan jatuh pada belitan, sama dengan E, dan hal ini ditunjukkan oleh persamaan (.3). Kita dapat pula memandang tegangan terbangkit E t sebagai tegangan naik E t E, dengan mengikut sertakan tanda pada (.30) dalam perhitungan dan bukan menggunakannya untuk menentukan polaritas. Jika ini kita lakukan maka E E t jω Φ jωl f (.39) Dengan memperhatikan (.39), diagram fasor tegangan, arus, dan fluksi untuk induktor ideal adalah seperti pada Gb..7.a. Di sini fasor tegangan terbangkit E t berada 90 o dibelakang fluksi pembangkitnya yaitu Φ. Fasor Φ sefasa dengan I φ I f dan tertinggal 90 o dari E. Gb..7.b. dan Gb..7.c. adalah diagram fasor induktor dengan memperhitungkan rugi-rugi inti dan tembaga. I 4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

32 E t E I f I φ a). Induktor ideal. Φ E t b). ada rugi-rugi inti I φ Φ γ I c I f V L I c V L E t c). ada resistansi belitan I φ Φ I f R θ I V s f Gb..7. Diagram fasor induktor riil. 5

33 Soal-Soal. Sepotong kawat tembaga panjangnya 40 cm bergerak memotong medan magnetik pada arah tegak lurus pada panjangnya. Jika kerapatan medan magnetik adalah Wb/m, dan kecepatan gerak kawat adalah 40 m/detik dengan arah tegak lurus pada arah medan, hitunglah emf yang terinduksi pada kawat. Hitunglah emf jika arah gerak membentuk sudut 30 o terhadap arah medan.. Sebuah kumparan terbuat dari kawat halus dan terdiri dari 500 lilitan. Luas rata-rata kumparan adalah 600 cm. Kumparan ini berputar dengan kecepatan 500 putaran per menit dalam medan magnetik uniform yang kerapatannya 00 mwb/m. Hitunglah nilai puncak dan nilai rata-rata dari emf yang terinduksi pada kumparan. 3. a). Sebuah konduktor lurus panjang m dialiri arus searah 50 A. Konduktor ini berada dalam medan magnit dengan kerapatan Wb/m. Hitunglah gaya mekanis yang bekerja pada konduktor jika konduktor dipertahankan tetap pada tempatnya. b). Jika konduktor tersebut digerakkan melawan gaya yang bekerja padanya dengan kecepatan 0 m/detik. Hitunglah daya mekanis yang diperlukan untuk menggerakkan konduktor. 4. Sebuah rangkaian magnetik dibangun dari bahan baja silikon dengan ukuran ditunjukkan pada gambar berikut. a). Untuk memperoleh fluksi sebesar weber berapakah mmf diperlukan? b). Jika jumlah lilitan adalah 00, berapakah arus pada lilitan? 30 cm 40 cm 0 cm 5. Jika kaki kanan dari rangkaian magnetik pada soal nomer 7 dipotong sehingga terbentuk celah udara selebar 0, berapakah arus yang harus mengalir pada belitan untuk mempertahankan fluksi sebesar weber. 6. Sebuah elektromagnet terbuat dari besi tuang mempunyai celah udara mm dan panjang jalur besinya 30 cm. Tentukan jumlah lilitan-amper yang diperlukan untuk memperoleh kerapatan fluksi 0,8 Wb/m. Abaikan fluksi bocor. 6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

34 7. Sebuah cincin besi tuang dengan penampang bulat berdiameter 3 cm mempunyai panjang rata-rata 80 cm. Cincin ini dililit kumparan secara merata dengan jumlah lilitan 500. (a) Hitung arus yang diperlukan untuk memperoleh fluksi 0,5 mwb dalam cincin. (b) Jika cicin dipotong sehingga terbentuk celah udara setebal mm, berapakah fluksi magnetnya jika arus pada kumparan tetap seperti pada pertanyaan (a)?. (c) Untuk mempertahankan fluksi sebesar 0,5 mwb, berapakah arus yang harus mengalir pada kumparan? Anggaplah kerapatan fluksi pada celah udara sama dengan kerapatan fluksi dalam cincin. 8. Sebuah cincin besi dengan panjang rata-rata 50 cm dan celah udara selebar mm, diberi kumparan dengan 00 lilitan. Jika permeabilitas besi adalah 400 pada waktu kumparan dialiri arus A, hitunglah kerapatan fluksi dalam cincin. 9. Fluksi magnetik dalam suatu inti berubah secara sinusoidal dengan frekuensi 500 siklus per detik dan nilai maksimum kerapatan fluksinya adalah 0,5 Wb/m. Rugi-rugi arus pusar adalah 5 watt. Berapakah rugi-rugi arus pusar dalam inti ini jika frekuensinya 750 siklus per detik dan kerapatan fluksi maksimum 0,4 Wb/m. 0. Rugi-rugi total (arus pusar + histerisis) dari suatu contoh inti magnet adalah 500 watt pada frekuensi 50 Hz. Jika kerapatan fluksi dijaga konstan sedangkan frekuensinya dinaikkan 50%, rugi-rugi total itu menjadi 800 watt. Hitung masing-masing rugi arus pusar dan rugi histerisis pada kedua macam frekuensi tersebut.. Sebuah rele elektromekanik dengan bentuk magnet tapal-kuda memerlukan eksitasi 800 lilitan-amper untuk menggerakkan jangkar dengan sela udara,5 mm. Jika luas tiap sepatu kutubnya adalah cm dan panjang jalur rangkaian magnetiknya adalah 50 cm, hitunglah : (a) gaya pada jangkar pada saat jangkar akan bergerak (anggap rangkaian magnetik tidak jenuh); (b) jika posisi akhir pada keadaan rele tertutup terdapat celah udara 0, mm, hitung gaya yang diperlukan untuk membuka rele tanpa mengubah eksitasi. 7

35 . Hitunglah resistansi dan induktansi selenoida (inti udara) dengan diameter rata-rata cm dan panjangnya 0 cm dan dengan 000 lilitan kawat tembaga berdiameter 0, mm. 3. Hitunglah induktansi sebuah toroida (inti udara) yang berdiameter rata-rata 0 cm, diameter penampang cm, dengan 000 lilitan kawat tembaga. 4. Sebuah cincin baja mempunyai diameter rata-rata 60 cm dan luas penampang 0 cm. Dengan eksitasi sebesar 40 lilitan-amper per cm timbul fluksi dengan kerapatan, Wb/m dalam cincin. Jika jumlah lilitan pada cincin ini adalah 500, hitunglah induktansinya. 5. Cincin baja pada soal nomer 7 dipotong sepanjang cm sehingga membentuk cincin terbuka dengan celah udara cm. Dengan jumlah lilitan tetap 500 dan kerapatan fluksi dipertahankan tetap, Wb/m, hitung arus eksitasi dan induktansinya. 6. Dua buah kumparan, masing-masing 50 lilitan dan 40 lilitan, digulung pada satu inti magnetik yang mempunyai reluktansi Hitumg induktansi bersama, dengan mengabaikan fluksi bocor. 7. Dua buah kumparan, masing-masing 50 dan 500 lilitan digulung secara berdampingan pada inti magnetik yang luas penampangnya 00 cm dan panjang rata-rata 50 cm. Jika permeabilitas inti adalah 4000, hitunglah induktansi bersama dengan mengangabaikan fluksi bocor. 8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

36 BAB Transformator Salah satu komoditi yang ditawarkan oleh teknik elektro adalah pemenuhan kebutuhan energi. Energi yang tersedia di alam harus dikonversikan ke bentuk energi listrik untuk ditransmisikan ke tempat yang memerlukan. Beberapa piranti untuk mengonversikan energi secara konvensional akan kita pelajari di bab-bab berikut ini; piranti konversi energi non-konvensional belum akan kita bahas. Kita juga membatasi diri hanya pada pembahasan tiga macam mesin konversi energi dan dari setiap macam kita hanya akan melihat beberapa tipe saja. Macam mesin listrik yang akan kita bahas adalah:. Mesin konversi dari energi listrik ke energi listrik, yaitu transformator.. Mesin konversi dari energi mekanik ke energi listrik, yaitu generator listrik. 3. Mesin konversi dari energi listrik ke energi mekanik, yaitu motor listrik. Di bab ini kita akan mempelajari transformator; setelah mempelajari bab ini kita akan memahami cara kerja transformator; mampu menggambarkan diagram fasor transformator; mampu melakukan perhitungan-perhitungan pada transformator satu fasa melalui hasil uji beban nol dan uji hubung singkat; memahami berbagai hubungan transformator untuk sistem tiga fasa; mampu melakukan perhitungan-perhitungan tegangan pada berbagai hubungan transformator tiga fasa... Transformator Satu Fasa Transformator banyak digunakan dalam teknik elektro. Dalam sistem komunikasi, transformator digunakan pada rentang frekuensi audio sampai frekuensi radio dan video, untuk berbagai keperluan. Kita mengenal misalnya input transformers, interstage transformers, output transformers pada rangkaian radio dan televisi. Transformator juga 9

37 dimanfaatkan dalam sistem komunikasi untuk penyesuaian impedansi agar tercapai transfer daya maksimum. Dalam penyaluran daya listrik banyak digunakan transformator berkapasitas besar dan juga bertegangan tinggi. Dengan transformator tegangan tinggi ini penyaluran daya listrik dapat dilakukan dalam jarak jauh dan susut daya pada jaringan dapat ditekan. Di jaringan distribusi listrik banyak digunakan transformator penurun tegangan, dari tegangan menengah 0 kv menjadi 380 V untuk distribusi ke rumah-rumah dan kantor-kantor pada tegangan 0 V. Transformator daya tersebut pada umumnya merupakan transformator tiga fasa. Dalam pembahasan ini kita akan melihat transformator satu fasa lebih dulu. Kita telah mempelajari transformator ideal pada waktu membahas rangkaian listrik. Berikut ini kita akan melihat transformator tidak ideal sebagai piranti pemroses daya. Akan tetapi kita hanya akan membahas hal-hal yang fundamental saja, karena transformator akan dipelajari secara lebih mendalam pada pelajaran mengenai mesin-mesin listrik. Mempelajari perilaku transformator juga merupakan langkah awal untuk mempelajari konversi energi elektromekanik. Walaupun konversi energi elektromekanik membahas konversi energi antara sistem mekanik dan sistem listrik, sedangkan transformator merupakan piranti konversi energi listrik ke listrik, akan tetapi kopling antar sistem dalam kedua hal tersebut pada dasarnya sama yaitu kopling magnetik... Teori Operasi Transformator Transformator Dua Belitan Tak Berbeban. Jika pada induktor Gb..5. kita tambahkan belitan ke-dua, kita akan memperoleh transformator dua belitan seperti terlihat pada Gb... Belitan pertama kita sebut belitan primer dan yang ke-dua kita sebut belitan sekunder. I f φ V s + E + E Gb... Transformator dua belitan. Jika fluksi di rangkaian magnetiknya adalah φφ maks sin ωt, maka fluksi ini akan menginduksikan tegangan di belitan primer sebesar 30 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

38 atau dalam bentuk fasor dφ e Φ maksωcosωt (.) dt o ωφ maks o E E 0 0 ; E nilai efektif (.) Karena ω π f maka E π f Φ maks 4.44 f Φ maks Di belitan sekunder, fluksi tersebut menginduksikan tegangan sebesar Dari (.3) dan (.4) kita peroleh E E (.3) 4.44 f Φ maks (.4) E a rasio transformasi (.5) Perhatikan bahwa E sefasa dengan E karena dibangkitkan oleh fluksi yang sama. Karena E mendahului φ dengan sudut 90 o maka E juga mendahului φ dengan sudut 90 o. Jika rasio transformasi a, dan resistansi belitan primer adalah R, diagram fasor tegangan dan arus adalah seperti ditunjukkan oleh Gb...a. Arus I f adalah arus magnetisasi, yang dapat dipandang sebagai terdiri dari dua komponen yaitu I φ (90 o dibelakang E ) yang menimbulkan φ dan I c (sefasa dengan E ) guna mengatasi rugi inti. Resistansi belitan R dalam diagram fasor ini muncul sebagai tegangan jatuh I f R. I c E E I f R φ l E E I φ I I V φ I f R f I f φ φ a). tak ada fluksi bocor b). ada fluksi bocor Gb... Diagram fasor transformator tak berbeban I c V ji f X l Fluksi Bocor. Fluksi di belitan primer transformator dibangkitkan oleh arus yang mengalir di belitan primer. Dalam kenyataan, tidak semua 3

39 fluksi magnit yang dibangkitkan tersebut akan melingkupi baik belitan primer maupun sekunder. Selisih antara fluksi yang dibangkitkan oleh belitan primer dengan fluksi bersama (yaitu fluksi yang melingkupi kedua belitan) disebut fluksi bocor. Fluksi bocor ini hanya melingkupi belitan primer saja dan tidak seluruhnya berada dalam inti transformator tetapi juga melalui udara. (Lihat Gb..3). Oleh karena itu reluktansi yang dihadapi oleh fluksi bocor ini praktis adalah V s Gb..3. Transformator tak berbeban. Fluksi bocor belitan primer. reluktansi udara. Dengan demikian fluksi bocor tidak mengalami gejala histerisis sehingga fluksi ini sefasa dengan arus magnetisasi. Hal ini ditunjukkan dalam diagram fasor Gb...b. Fluksi bocor, secara tersendiri akan membangkitkan tegangan induksi di belitan primer (seperti halnya φ menginduksikan E ). Tegangan induksi ini 90 o mendahului φ l (seperti halnya E 90 o mendahului φ) dan dapat dinyatakan sebagai suatu tegangan jatuh ekivalen, E l, di rangkaian primer dan dinyatakan sebagai E l ji f X (.6) dengan X disebut reaktansi bocor rangkaian primer. Hubungan tegangan dan arus di rangkaian primer menjadi V E I R El E I + I R j X (.7) Diagram fasor dengan memperhitungkan adanya fluksi bocor ini adalah Gb...b. Transformator Berbeban. Rangkaian transformator berbeban resistif, R B, diperlihatkan oleh Gb..4. Tegangan induksi E (yang telah timbul dalam keadaan tranformator tidak berbeban) akan menjadi sumber di rangkaian sekunder dan memberikan arus sekunder I. Arus I ini membangkitkan fluksi yang berlawanan arah dengan fluksi bersama φ dan sebagian akan bocor (kita sebut fluksi bocor sekunder). I f φ l φ E 3 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

40 I φ I V s φ l φ l V R B Gb..4. Transformator berbeban. Fluksi bocor ini, φ l, sefasa dengan I dan menginduksikan tegangan E l di belitan sekunder yang 90 o mendahului φ l. Seperti halnya untuk belitan primer, tegangan E l ini diganti dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor sekunder X di rangkaian sekunder. Jika resistansi belitan sekunder adalah R, maka untuk rangkaian sekunder kita peroleh hubungan E V I R El V I + I R j X (.8) dengan V adalah tegangan pada beban R B. Sesuai dengan hukum Lenz, arus sekunder membangkitkan fluksi yang melawan fluksi bersama. Oleh karena itu fluksi bersama akan cenderung mengecil. Hal ini akan menyebabkan tegangan induksi di belitan primer juga cenderung mengecil. Akan tetapi karena belitan primer terhubung ke sumber yang tegangannya tak berubah, maka arus primer akan naik. Jadi arus primer yang dalam keadaan transformator tidak berbeban hanyalah arus magnetisasi I f, bertambah menjadi I setelah transformator berbeban. Pertambahan arus ini haruslah sedemikian rupa sehingga fluksi bersama φ dipertahankan dan E juga tetap seperti semula. Dengan demikian maka persamaan rangkaian primer (.7) tetap terpenuhi. Pertambahan arus primer dari I f menjadi I adalah untuk mengimbangi fluksi lawan yang dibangkitkan oleh I sehingga φ dipertahankan. Jadi haruslah ( I I ) ( I ) 0 f (.9) Pertambahan arus primer (I I f ) disebut arus penyeimbang yang akan mempertahankan φ. Makin besar arus sekunder, makin besar pula arus penyeimbang yang diperlukan yang berarti makin besar pula arus primer. Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari primer ke sekunder. Dari (.9) kita peroleh arus magnetisasi 33

41 .3. Diagram Fasor I f I I ( I ) I (.0) a Dengan persamaan (.7) dan (.8) kita dapat menggambarkan secara lengkap diagram fasor dari suatu transformator. Penggambaran kita mulai dari belitan sekunder dengan langkah-langkah: Gambarkan V dan I. Untuk beban resistif, I sefasa dengan V. Selain itu kita dapat gambarkan I I /a yaitu besarnya arus sekunder jika dilihat dari sisi primer. Dari V dan I kita dapat menggambarkan E sesuai dengan persamaan (.8) yaitu E V I R El V I + I R j X Sampai di sini kita telah menggambarkan diagram fasor rangkaian sekunder. Untuk rangkaian primer, karena E sefasa dengan E maka E dapat kita gambarkan yang besarnya E ae. Untuk menggambarkan arus magnetisasi I f kita gambarkan lebih dulu φ yang tertinggal 90 o dari E. Kemudian kita gambarkan I f yang mendahului φ dengan sudut histerisis γ. Selanjutnya arus belitan primer adalah I I f + I. Diagram fasor untuk rangkaian primer dapat kita lengkapi sesuai dengan persamaan (.7), yaitu V E + IR + El E + IR + jix Dengan demikian lengkaplah diagram fasor transformator berbeban. Gb..5. adalah contoh diagram fasor yang dimaksud, yang dibuat dengan mengambil rasio transformasi / a > V ji X E E ji X I R φ γ I I V I f I I R Gb..5. Diagram fasor lengkap, transformator berbeban resistif. a > 34 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

42 CO TOH. : Belitan primer suatu transformator yang dibuat untuk tegangan 0 V(rms) mempunyai jumlah lilitan 60. Belitan ini dilengkapi dengan titik tengah (center tap). a). Berapa persenkah besar fluksi maksimum akan berkurang jika tegangan yang kita terapkan pada belitan primer adalah 0 V(rms)? b). Berapa persenkah pengurangan tersebut jika kita menerapkan tegangan 55 V (rms) pada setengah belitan primer? c). Berapa persenkah pengurangan tersebut jika kita menerapkan tegangan 0 V (rms) pada setengah belitan primer? d). Jika jumlah lilitan di belitan sekunder adalah 40, bagaimanakah tegangan sekunder dalam kasuskasus tersebut di atas? Penyelesaian : a). Dengan mengabaikan resistansi belitan, fluksi maksimum Φ m adalah E V 0 Φ m ω ω 60ω Jika tegangan 0 V diterapkan pada belitan primer, maka V 0 Φ m ω 60ω Penurunan fluksi m aksimum adalah 50 %, Φ m Φ m /. b). Jika tegangan 55 V diterapkan pada setengah belitan primer, V 55 0 Φ m (/ ) ω 80ω 60ω Penurunan fluksi maksimum adalah 50 %, Φ m Φ m /. c). Jika tegangan 0 V diterapkan pada setengah belitan maka V Φ 0 0 m (/ ) ω 80ω 60ω Tidak terjadi penurunan fluksi maksimum, Φ m Φ m. d). Dengan / 60/40 4 maka jika tegangan primer 0 V, tegangan sekunder adalah 55 V. Jika tegangan primer 0 V, tegangan sekundernya 9.5 V. Jika tegangan 55 V diterapkan pada setengah belitan primer, tegangan sekunder adalah 7.5 V. 35

43 Jika tegangan 0 V diterapkan pada setengah belitan primer, tegangan sekunder adalah 55 V. CO TOH. : Sebuah transformator satu fasa mempunyai belitan primer dengan 400 lilitan dan belitan sekunder 000 lilitan. Luas penampang inti efektif adalah 60 cm. Jika belitan primer dihubungkan ke sumber 500 V (rms) yang frekuensinya 50 Hz, tentukanlah kerapatan fluksi maksimum dalam inti serta tegangan di belitan sekunder. Penyelesaian : Dengan mengabaikan resistansi belitan dan reaktansi bocor, maka ωφ m 500 V 500 Φ m weber 400 π Kerapatan fluksi maksimum : Bm 0.94 weber/m Tegangan belitan sekunder adalah V V 400 CO TOH.3 : Dari sebuah transformator satu fasa diinginkan suatu perbandingan tegangan primer / sekunder dalam keadaan tidak berbeban 6000/50 V. Jika frekuensi kerja adalah 50 Hz dan fluksi dalam inti transformator dibatasi sekitar 0.06 weber, tentukan jumlah lilitan primer dan sekunder. Penyelesaian : Pembatasan fluksi di sini adalah fluksi maksimum. Dengan mengabaikan resistansi belitan dan reaktansi bocor, ωφ m 6000 V π Pembulatan jumlah lilitan harus dilakukan. Dengan melakukan pembulatan ke atas, batas fluksi maksimum Φ m tidak akan terlampaui. Jadi dapat kita tetapkan lilitan lilitan Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

44 37.4. Rangkaian Ekivalen Transformator adalah piranti listrik. Dalam analisis, piranti-piranti listrik biasanya dimodelkan dengan suatu rangkaian listrik ekivalen yang sesuai. Secara umum, rangkaian ekivalen hanyalah penafsiran secara rangkaian listrik dari suatu persamaan matematik yang menggambarkan perilaku suatu piranti. Untuk transformator, ada tiga persamaan yang menggambarkan perilakunya, yaitu persamaan (.7), (.8), dan (.0), yang kita tulis lagi sebagai satu set persamaan (.). a X j R X j R f dengan ; ; I I I I I I I I V E I I E V (.) Dengan hubungan E ae dan I I /a maka persamaan ke-dua dari (.) dapat ditulis sebagai ; ; dengan ) ( ) ( X a X R a R av V X j R X a j R a a X ja R a a I I V I I V E I I V E (.) Dengan (.) maka (.) menjadi ; ; I I I I I V E I I E V f X j R a X j R (.3) I, R, dan X adalah arus, resistansi, dan reaktansi sekunder yang dilihat oleh sisi primer. Dari persamaan (.3) dibangunlah rangkaian ekivalen transformator seperti Gb..6. di bawah ini. Gb..6. Rangkaian ekivalen diturunkan dari persamaan (.3). Pada diagram fasor Gb..5. kita lihat bahwa arus magnetisasi dapat dipandang sebagai terdiri dari dua komponen, yaitu I c dan I φ. I c sefasa dengan E sedangkan I φ 90 o dibelakang E. Dengan demikian maka impedansi Z pada rangkaian ekivalen Gb..6. dapat dinyatakan sebagai Z R I f B jx R jx I I V E V av

45 hubungan paralel antara suatu resistansi R c dan impedansi induktif jx φ sehingga rangkaian ekivalen transformator secara lebih detil menjadi seperti Gb..7. I I I f R jx R jx V E B V av I R c I φ c jx c Gb..7. Rangkaian ekivalen transformator lebih detil. Rangkaian Ekivalen Yang Disederhanakan. Pada transformator yang digunakan pada tegangan bolak-balik yang konstan dengan frekuensi yang konstan pula (seperti misalnya transformator pada sistem tenaga listrik), besarnya arus magnetisasi hanya sekitar sampai 5 persen dari arus beban penuh transformator. Keadaan ini bisa dicapai karena inti transformator dibangun dari material dengan permeabilitas magnetik yang tinggi. Oleh karena itu, jika I f diabaikan terhadap I kesalahan yang terjadi dapat dianggap cukup kecil. Pengabaian ini akan membuat rangkaian ekivalen menjadi lebih sederhana seperti terlihat pada Gb..8. I I R e R +R jx e j(x + X ) V B V V V ji X e I R e I Gb.9.8. Rangkaian ekivalen transformator disederhanakan dan diagram fasornya..5. Impedansi Masukan Resistansi beban B adalah R B V /I. Dilihat dari sisi primer resistansi tersebut menjadi 38 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

46 V av V RB a a R B (.4) I I / a I Dengan melihat rangkaian ekivalen yang disederhanakan Gb..0, impedansi masukan adalah V Z in Re + a RB + jx e I.6. Penentuan Parameter Transformator (.5) Dari rangkaian ekivalen lengkap Gb..7. terlihat ada enam parameter transformator yang harus ditentukan, R, X, R, X, R c, dan X φ. Resistansi belitan primer dan sekunder dapat diukur langsung menggunakan metoda jembatan. Untuk menentukan empat parameter yang lain kita memerlukan metoda khusus seperti diuraikan berikut ini. Uji Tak Berbeban ( Uji Beban ol ). Uji beban nol ini biasanya dilakukan pada sisi tegangan rendah karena catu tegangan rendah maupun alat-alat ukur tegangan rendah lebih mudah diperoleh. Sisi tegangan rendah menjadi sisi masukan yang dihubungkan ke sumber tegangan sedangkan sisi tegangan tinggi terbuka. Pada belitan tegangan rendah dilakukan pengukuran tegangan masukan V r, arus masukan I r, dan daya (aktif) masukan P r. Karena sisi primer terbuka, I r adalah arus magnetisasi yang cukup kecil sehingga kita dapat melakukan dua pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah mengabaikan tegangan jatuh di reaktansi bocor sehingga V r sama dengan tegangan induksi E r. Pendekatan yang kedua adalah mengabaikan kehilangan daya di resistansi belitan sehingga P r menunjukkan kehilangan daya pada R cr (R c dilihat dari sisi tegangan rendah) saja. Pr Pr Daya kompleks masukan : Sr Vr I r ; cosθ S V I Icr I r cosθ Vr Rcr Icr ; Vr I r cosθ sinθ Iφr I r sinθ ; Vr Xφr Iφr Sr Pr Sr r Vr I r sinθ r r (.6) 39

47 Uji Hubung Singkat. Uji hubung singkat dilakukan di sisi tegangan tinggi dengan si`si tegangan rendah dihubung-singkat. Sisi tegangan tinggi menjadi sisi masukan yang dihubungkan dengan sumber tegangan. Tegangan masukan harus cukup rendah agar arus di sisi tegangan rendah masih dalam batas nominalnya. Pengukuran di belitan tegangan tinggi dilakukan seperti halnya pada uji beban nol, yaitu tegangan masukan V t, arus masukan I t, dan daya (aktif) masukan P t. Tegangan masukan yang dibuat kecil mengakibatkan rugi-rugi inti menjadi kecil sehingga kita dapat membuat pendekatan dengan mengabaikan rugi-rugi inti. Dengan demikian kita dapat menggunakan rangkaian ekivalen yang disederhanakan Gb..9. Daya P t dapat dianggap sebagai daya untuk mengatasi rugi-rugi tembaga saja, yaitu rugi-rugi pada resistansi ekivalen yang dilihat dari sisi tegangan tinggi R et. t t t P I V I t R Z et et R et Z P I et t t V I t t ; X e Z et R et (.7) Dalam perhitungan ini kita memperoleh nilai R et R + R. Nilai resistansi masing-masing belitan dapat diperoleh dengan pengukuran terpisah sebagaimana telah disebutkan di atas. Untuk reaktansi, kita memperoleh nilai X et X + X. Kita tidak dapat memperoleh informasi untuk menentukan reaktansi masing-masing belitan. Jika sekiranya nilai reaktansi masing-masing belitan diperlukan kita dapat mengambil asumsi bahwa X X. Kondisi ini sesungguhnya benar adanya jika transformator dirancang dengan baik. CO TOH.5 : Pada sebuah transformator 5 KVA, 400/40 volt, 50 Hz, dilakukan uji beban nol dan uji hubung singkat. Uji beban nol pada sisi tegangan rendah memberikan hasil V r 40 volt, I r.6 amper, P r 4 watt Uji hubung singkat yang dilakukan dengan menghubung-singkat belitan tegangan rendah memberikan hasil pengukuran di sisi tegangan tinggi V t 55 volt, I t 0.4 amper, P t 360 watt 40 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

48 a). Tentukanlah parameter transformator dilihat dari sisi tegangan tinggi. b). Berapakah rugi-rugi inti dan rugi-rugi tembaga pada beban penuh? Penyelesaian : a). Uji beban nol dilakukan di sisi tegangan rendah. Jadi nilai R c dan X φ yang akan diperoleh dari hasil uji ini adalah dilihat dari tegangan rendah, kita sebut R cr dan X φr. P 4 (40.6) 4 cosθ 0.3; sinθ 0.95 VI V V 40 Rcr 500Ω ; Xφ r 58Ω I c I cosθ Iφ Jika dilihat dari sisi tegangan tinggi : R X ct φt a R a cr X φr kω kω Resistansi ekivalen dan reaktansi bocor ekivalen diperoleh dari uji hubung singkat. Uji hubung singkat yang dilakukan di sisi tegangan tinggi ini memberikan Pt 360 Ret 3.33Ω ; It (0.4) Vt 55 Zet 5.9Ω It 0.4 X et Ω b). Pada pembebanan penuh fluksi bersama dalam inti transformator hampir sama dengan fluksi dalam keadaan beban nol. Jadi rugi-rugi inti pada pembebanan penuh adalah 4 Watt. Rugi-rugi tembaga tergantung dari besarnya arus. Besarnya arus primer pada beban penuh adalah sama dengan arus sisi tegangan tinggi pada percobaan hubung singkat, yaitu S 5000 I 0.4 A Pcu I Ret (0.4) W V 400 4

49 Karena pada uji hubung singkat arus sisi tegangan tinggi dibuat sama dengan arus beban penuh, maka rugi-rugi tembaga adalah penunjukan wattmeter pada uji hubung singkat..7. Efisiensi dan Regulasi Tegangan Efisiensi suatu piranti didefinisikan sebagai daya keluaran [watt] η (.8) daya masukan [watt] Karena daya keluaran sama dengan daya masukan dikurangi rugi-rugi daya, maka efisiensi dapat dinyatakan sebagai rugi - rugi daya [watt] η (.9) daya masukan [watt] Formulasi (.9) ini lebih sering digunakan. Untuk transformator rugirugi daya dapat segera diperoleh melalui uji beban nol dan uji hubung singkat, yaitu jumlah rugi inti dan rugi tembaga. Regulasi tegangan transformator didefinisikan sebagai perubahan besarnya tegangan sekunder bila arus berubah dari beban penuh ke beban nol dengan tegangan primer dijaga tetap. Jadi V beban nol V beban penuh Regulasi Tegangan V beban penuh (.5) V / a V V av V V V av V Dengan memperhatikan diagram fasor Gb..9. maka (.5) menjadi V + I ( R e + jx e ) V Regulasi Tegangan (.6) V CO TOH.6 : Transformator pada contoh.5. mencatu beban 5 KVA pada faktor daya 0.8. a). Hitunglah efisiensinya. b). Hitunglah regulasi tegangannya. Penyelesaian : Total rugi daya : P c + cu W KW a). Daya keluaran : Po KW Efisiensi : η atau 97.6 % 0 b). Mengambil V sebagai referensi : V o V. 4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

50 o I I / a (5000 / 40) /0 cos o o (3.33+ j4.) 400 Reg.Tegangan atau. %.8. Konstruksi Transformator Dalam pembahasan transformator, kita melihat transformator dengan satu inti dua belitan. Belitan primer digulung pada salah satu kaki inti dan belitan sekunder digulung pada kaki inti yang lain. Dalam kenyataan tidaklah demikian. Untuk mengurang fluksi bocor, belitan primer dan sekunder masing-masing dibagi menjadi dua bagian dan digulung di setiap kaki inti. Belitan primer dan sekunder digulung secara konsentris dengan belitan sekunder berada di dalam belitan primer. Dengan cara ini fluksi bocor dapat ditekan sampai hanya beberapa persen dari fluksi bersama. Pembagian belitan seperti ini masih mungkin dilanjutkan untuk lebih menekan fluksi bocor, dengan beaya yang sudah barang tentu lebih tinggi. Dua tipe konstruksi yang biasa digunakan pada transformator satu fasa adalah core type (tipe inti) dan shell type (tipe sel). Gb..9.a. memperlihatkan konstruksi tipe inti dengan belitan primer dan sekunder yang terbagi dua. Belitan tegangan rendah digulung dekat dengan inti yang kemudian dilingkupi oleh belitan tegangan tinggi. Konstruksi ini sesuai untuk tegangan tinggi karena masalah isolasi lebih mudah ditangani. Gb..9.b. memperlihatkan konstruksi tipe sel. Konstruksi ini sesuai untuk transformator daya dengan arus besar. Inti pada konstruksi ini memberikan perlindungan mekanis lebih baik pada belitan. R / R / T / T / a). tipe inti. a). tipe sel. Gb.7.9. Dua tipe konstruksi transformator. T : jumlah lilitan tegangan tinggi R : jumlah lilitan tegangan rendah. R / 4 T / R / T / R / 4 43

51 .9. Transformator Pada Sistem Tiga Fasa Pada sistem tiga fasa, penaikan dan penurunan tegangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : (a) menggunakan tiga unit transformator satu fasa, (b) menggunakan satu unit transformator tiga fasa. Transformator tiga fasa mempunyai inti dengan tiga kaki dan setiap kaki mendukung belitan primer dan sekunder. Untuk penyaluaran daya yang sama, penggunaan satu unit transformator tiga fasa akan lebih ringan, lebih murah dan lebih efisien dibandingkan dengan tiga unit transformator satu fasa. Akan tetapi penggunaan tiga unit transformator satu fasa juga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan satu unit transformator tiga fasa. Misalnya beaya awal yang lebih rendah, jika untuk sementara beban dapat dilayani dengan dua unit saja dan unit ketiga ditambahkan jika penambahan beban telah terjadi. Terjadinya kerusakan pada salah satu unit tidak mengharuskan pemutusan seluruh penyaluran daya. Pemilihan cara mana yang lebih baik, tergantung dari berbagai pertimbangan keadaan-khusus. Pada dasarnya kedua cara adalah sama. Berikut ini kita akan melihat hubungan primer-sekunder transformator, dengan melihat pelayanan sistem tiga fasa melalui tiga unit transformator satu fasa. Hubungan. Pada waktu menghubungkan tiga transformator satu fasa untuk melayani sistem tiga fasa, hubungan sekunder harus diperhatikan agar sistem tetap seimbang. Diagram hubungan ini diperlihatkan pada Gb..0. Fasa primer disebut dengan fasa U-V-W sedangkan fasa sekunder disebut fasa X-Y-Z. Fasor tegangan fasa primer kita sebut V UO, V VO, V WO dengan nilai V FP, dan tegangan fasa sekunder kita sebut V XO, V YO, V ZO dengan nilai V FS. Nilai tegangan saluran (tegangan fasa-fasa) primer dan sekunder kita sebut V LP dan V LS. Nilai arus saluran primer dan sekunder masing-masing kita sebut I LP dan I LS sedang nilai arus fasanya I FP dan I FS. Rasio tegangan fasa primer terhadap sekunder V / V a. Dengan mengabaikan rugi-rugi untuk FP FS hubungan - kita peroleh : VLP VFP I LP I FP 3 a ; (.7) VLS VFP I LS I FS 3 a 44 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

52 U X V UO V XO V V VO V YO Y V UV V UO V XY V XO W Z V WO V ZO Gb..0. Hubungan -. Hubungan -Y. Hubungan ini diperlihatkan pada Gb... Tegangan fasa-fasa pimer sama dengan tegangan fasa primer, sedangkan tegangan fasa-fasa sekunder sama dengan 3 kali tegangan fasa sekunder dengan perbedaan sudut fasa 30 o. Dengan mengabaikan rugi-rugi kita peroleh VLP VFP a I LP I FP 3 3 ; (.8) VLS VFS 3 3 I LS I FS a Fasor tegangan fasa-fasa sekunder mendahului primer 30 o. U X V V UO V XO Y V UV V UO V ZO V XY W V VO V YO Z V XO V WO V ZO V YO Gb... Hubungan -Y Hubungan Y-Y. Hubungan ini diperlihatkan pada Gb... Tegangan fasa-fasa pimer sama dengan 3 kali tegangan fasa primer dengan perbedaan sudut fasa 30 o, tegangan fasa-fasa sekunder sama dengan 3 kali tegangan fasa sekunder dengan perbedaan sudut fasa 30 o. Perbandingan tegangan fasa-fasa primer dan sekunder adalah 45

53 VLP VFP 3 I LP I FP a ; (.9) VLS V I LS I FS a FS 3 Antara fasor tegangan fasa-fasa primer dan sekunder tidak terdapat perbedaan sudut fasa. U X V UO V XO V Y V VO V YO W Z V WO V ZO V WO V UV V ZO V XY V UO V XO V VO V YO Gb.. Hubungan Y-Y Hubungan Y-. Hubungan ini terlihat pada Gb..3. Tegangan fasa-fasa pimer sama dengan 3 kali tegangan fasa primer dengan perbedaan sudut fasa 30 o, sedangkan tegangan fasa-fasa sekunder sama dengan tegangan fasa sekunder. Dengan mengabaiakan rugi-rugi diperoleh VLP VLS VFP 3 I LP I FP a 3 ; (.30) VFS I LS I FS 3 a 3 Fasor tegangan fasa-fasa primer mendahului sekunder 30 o. 46 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

54 U V W V UO V VO V WO V XO V YO V ZO X Y Z V WO V UV V XY V XO V UO V ZO V YO V VO Gb..3. Hubungan Y- CO TOH.7 : Sebuah transformator penurun tegangan 3 fasa, tegangan primernya dihubungkan pada sumber 6600 V dan mengambil arus 0 A. Jika rasio transformasi adalah, hitunglah tegangan saluran sekunder, arus saluran sekunder dan daya keluaran untuk hubungan-hubungan berikut : (a) - ; (b) Y-Y ; (c) -Y ; (d) Y-. Penyelesaian : a). Untuk hubungan - : VFP VLP 6600 VLS VFS 550 V ; a a I LP I LS I FS 3 ai FP 3 a A. 3 b). Untuk hubungan Y-Y : 47

55 V I LS LS V FS I FS VFP VLP V ; a 3 a ai ai 0 0 A. FP c). Untuk hubungan -Y : VFP VLP 6600 VLS VFS V ; a a I LP 0 I LS I FS ai FP a 69,3 A. 3 3 d) Untuk hubungan Y- : V I LS LS V I FS FS V a FP 3 ai LP VLP a 3 FP 3 ai LP V ; A. Dengan mengabaikan rugi-rugi daya keluaran sama dengan daya masukan. S keluaran Smasukan VLP I LP 3 6, ,3 kva. Soal-Soal. Sebuah transformator satu fasa diinginkan untuk menurunkan tegangan bolak-balik 50 Hz dari 0 kv ke 50 V dalam keadaan tak berbeban. Jika fluksi magnetik dalam inti transformator adalah sekitar 0.08 Wb, tentukan jumlah lilitan belitan primer dan sekundernya.. Sebuah transformator tipe inti hendak digunakan untuk menurunkan tegangan bolak-balik 50 Hz, dari 3000 ke 0 V. Inti berpenampang persegi dengan ukuran 0 cm 0 cm. Hitunglah jumlah lilitan pada kedua belitan jika kerapatan fluksi pada inti dibatasi Wb/m. 3. Jumlah lilitan belitan primer dan sekunder transformator satu fasa adalah 00 dan 00 lilitan dan resistansinya 0,55 Ω dan 0,074 Ω. Hitunglah resistansi belitan primer dilihat di sekunder, resistansi sekunder dilihat di primer, dan resistansi total di sisi primer. 48 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

56 4. Pada test transformator dengan belitan sekunder dihubung singkat, diperoleh data sebagai berikut : tegangan primer 60 V, arus 00 A, daya masukan, kw. Hitunglah resistansi dan reaktansi transformator dilihat di sisi primer. 5. Sebuah transformator 40 kva, 000/50 V, mempunyai resistansi belitan primer,5 Ω dan resistansi belitan sekunder 0,055 Ω. Hitunglah rugi-rugi tembaga total dalam keadaan beban penuh. 6. Sebuah transformator 0/0 V, 50 Hz, mempunyai impedansi 0,3+j0,8 Ω di belitan 0 V dan 0,+j0,5 Ω di belitan 00 V. Hitunglah arus di kedua belitan jika terjadi hubung singkat di sisi tegangan rendah sedangkan sisi tegangan tinggi terhubung pada tegangan 0 V. 7. Data test pada transformator 5 kva, 00/440 V, 50 Hz adalah sebagai berikut. Test hubung singkat : P 60 W, I 40 A, V 5 V. Test beban nol : P 30 W, I A, V 440 V. Hitunglah regulasi tegangan pada pembebanan penuh dengan faktor daya 0,8 lagging (abaikan arus magnetisasi). Hitung pula efisiensi pada pembebanan tersebut. 8. Data test pada transformator 0 kva, 4400/440 V, 50 Hz adalah sebagai berikut. Test hubung singkat : P 000 W, I 00 A, V 8 V. Test beban nol : P 00 W, I A, V 4400 V. Hitunglah regulasi tegangan pada pembebanan penuh dengan faktor daya 0,8 lagging (abaikan arus magnetisasi). Hitung pula efisiensi pada pembebanan tersebut. 9. Data test pada transformator 30 kva, 400/40 V, 50 Hz adalah sebagai berikut. Test hubung singkat : P 050 W, I 8,8 A, V 70 V. Test beban nol : P 30 W, I 3,0 A, V 40 V. Jika transformator ini dibebani,5 A dengan faktor daya 0,8 lagging pada sisi 40 V, hitunglah tegangan pada sisi primer dan hitung pula efisiensinya pada pembebanan tersebut 0. Pada pembebanan penuh transformator 50 kva, rugi-rugi tembaga adalah 600 W dan rugi-rugi besi 400 W. Hitung efisiensi pada pembebanan 5%, 33% dan 00% dari beban penuh untuk faktor daya dan 0,8 lagging. Abaikan pengaruh kenaikan temperatur dan arus magnetisasi. 49

57 . Efisiensi transformator satu fasa 400 kva adalah 98,77% pada pembebanan penuh dengan faktor daya 0,8 dan 99,3% pada setengah beban penuh dengan faktor daya. Hitunglah rugi-rugi besi serta rugi-rugi tembaga pada beban pebuh.. Sebuah transformator 6600/440 V, 50 Hz, terhubung -Y dibebani motor 50 HP, 440 V, faktor daya 0,85, dan efisiensinya 90%. Dengan mengabaikan arus magnetisasi pada transformator, hitunglah arus di belitan primer dan sekunder jika motor bekerja pada beban penuh. 3. Tentukan jumlah lilitan per fasa di setiap belitan dari sebuah transformator 3 fasa dengan rasio tegangan 0000/000 V, pada frekuensi 50 Hz dengan hubungan -Y. Luas penampang inti 600 cm dan kerapatan fluksi sekitar, Wb/m. 4. Tentukan jumlah lilitan per fasa di setiap belitan dari sebuah transformator 3 fasa dengan rasio tegangan 000/400 V, pada frekuensi 50 Hz dengan hubungan Y-. Luas penampang inti 400 cm dan kerapatan fluksi sekitar, Wb/m. 5. Tegangan primer transformator 3 fasa terhubung -Y adalah 000 V (fasa-fasa). Pada pembebanan dengan faktor daya 0,8 lagging tegangan sekunder yang terhubung Y adalah 40 V (fasa-fasa). Resistansi dan reaktansi ekivalen adalah dan 5%. Tentukan perbandingan jumlah lilitan primer/sekunder 50 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

58 BAB 3 Mesin Sinkron Setelah mempelajari bab ini kita akan memahami cara kerja generator sinkron; memahami hubungan jumlah kutub, kecepatan perputaran, frekuensi, dan mampu menghitung tegangan imbas pada jangkar; mampu menggambarkan diagram fasor dan memahami rangkaian ekivalen mesin sinkron rotor silindris; mampu melakukan perhitungan sederhana pada mesin sinkron melalui karakteristik celah udara dan karakteristik hubung singkat. Kita telah melihat bahwa pada transformator terjadi alih energi dari sisi primer ke sisi sekunder. Energi di ke-dua sisi transformator tersebut sama bentuknya (yaitu energi listrik) akan tetapi mereka mempunyai peubah sinyal (yaitu tegangan dan arus) yang berbeda besarnya. Kita katakan bahwa transformator merupakan piranti konversi energi dari energi listrik ke energi listrik. Kita perhatikan pula bahwa peubah-peubah sinyal di sisi sekunder transformator muncul karena fluksi di inti transformator merupakan fungsi waktu. Fluksi fungsi waktu ini dibangkitkan oleh arus di sisi primer, yang juga merupakan fungsi waktu. Fluksi fungsi waktu dapat pula dibangkitkan dengan cara lain misalnya secara mekanis; cara inilah yang dilaksanakan pada piranti konversi energi dari energi mekanis ke energi listrik atau disebut konversi energi elektromekanik. Konversi energi elektromekanik ini tidak hanya dari mekanis ke listrik tetapi juga dari listrik ke mekanis, dan dilandasi oleh dua hukum dasar yang kita kenal yaitu hukum Faraday dan hukum Ampere. Secara matematis kedua hukum ini dinyatakan dalam persamaan (.) dan (.7) dλ dφ e (.) dan F K B B i f (θ) (.7) dt dt Persamaan (.) menunjukkan bagaimana tegangan dibangkitkan dan persamaan (.7) menunjukkan bagaimana gaya mekanis ditimbulkan. Berikut ini kita akan mempelajari mesin konversi energi yang sangat luas digunakan di pusat-pusat pembangkit listrik, yang disebut generator 5

59 sinkron. Ada dua macam konstruksi yang akan kita lihat yaitu konstruksi kutub tonjol dan konstruksi rotor silindris. 3.. Mesin Kutub Menonjol Skema konstruksi mesin ini adalah seperti terlihat pada Gb.3..a. Mesin ini terdiri dari bagian stator yang mendukung belitan-belitan a a sampai c c pada alur-alurnya, dan bagian rotor yang berputar yang mendukung kutub-kutub magnit. Belitan pada stator tempat kita memperoleh energi disebut belitan jangkar. Belitan pada rotor yang dialiri arus eksitasi untuk menimbullkan medan magnit disebut belitan eksitasi. Pada gambar ini ada empat kutub magnit. Satu siklus kutub S-U pada rotor memiliki kisar sudut (yang kita sebut sudut magnetis atau sudut listrik) 360 o. Kisar sudut 360 o ini melingkupi tiga belitan di stator dengan posisi yang bergeser 0 o antara satu dengan lainnya. Misalnya belitan a a dan belitan b b berbeda posisi 0 o, belitan b b dan c c berbeda posisi 0 o, dan mereka bertiga berada di bawah satu kisaran kutub S-U. Tiga belitan yang lain, yaitu a a, b b, dan c c berada dibawah satu kisaran kutub S-U yang lain dan mereka juga saling berbeda posisi 0 o. c b a c S b 80 o mekanis 360 o φ a U U a b c S a b c a φ φ a). skema konstruksi b). belitan c). fluksi magnetik Gb.3.. Mesin sinkron kutub tonjol Karena mesin yang tergambar ini merupakan mesin empat kutub (dua pasang kutub) maka satu perioda siklus mekanik (perputaran rotor) sama dengan dua perioda siklus magnetik. Jadi hubungan antara sudut kisaran mekanik dan sudut kisaran magnetik adalah atau secara umum θ magnetik [ derajat] θmekanik [ derajat] 5 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

60 p θ magnetik [ derajat] θmekanik [ derajat] (3.) dengan p adalah jumlah kutub. Kecepatan sudut mekanik adalah dθmekanik ω mekanik π f mekanik (3.) dt Frekuensi mekanik f mekanik adalah jumlah siklus mekanik per detik yang tidak lain adalah kecepatan perputaran rotor per detik. Biasanya kecepatan perputaran rotor dinyatakan dengan jumlah rotasi per menit (rpm). Jadi jika kecepatan perputaran rotor adalah n rpm, maka jumlah n n siklus per detik adalah atau f mekanis siklus per detik Kecepatan sudut magnetik adalah dθmagnetik ω magnetik π f magnetik (3.3) dt Dengan hubungan (3.) maka (3.3) menjadi p p p n p n ω magnetik ωmekanik π f mekanik π π 60 0 yang berarti p n f magnetik siklus per detik (3.4) 0 Perubahan fluksi magnetik akan membangkitkan tegangan induksi di setiap belitan. Karena fluksi magnetik mempunyai frekuensi p n f magnetik Hz maka tegangan pada belitanpun akan mempunyai 0 frekuensi p n f tegangan Hz (3.5) 0 Dengan (3.5) ini jelaslah bahwa untuk memperoleh frekuensi tertentu, kecepatan perputaran rotor harus sesuai dengan jumlah kutub. Jika diinginkan f 50 Hz misalnya, untuk p maka n 3000 rpm; jika p 4 maka n 500 rpm; jika p 6 maka n 000 rpm, dan seterusnya. 53

61 Konstruksi mesin dengan kutub menonjol seperti pada Gb.3.. sesuai untuk mesin putaran rendah tetapi tidak sesuai untuk mesin putaran tinggi karena kendala-kendala mekanis. Untuk mesin putaran tinggi digunakan rotor dengan konstruksi silindris. 80 o mekanis 360 o magnetik a φ s a θ Gb.3.. Perhitungan fluksi. Dengan pergeseran posisi belitan 0 o magnetik untuk setiap pasang kutub, maka kita mendapatkan tegangan sistem tiga fasa untuk setiap pasang kutub, yaitu e a pada belitan a a, e b pada b b, dan e c pada c c. Demikian pula kita memperoleh tegangan e a, e b dan e c pada belitan-belitan di bawah pasangan kutub yang lain. Jadi setiap pasang kutub akan membangkitkan tegangan sistem tiga fasa pada belitanbelitan yang berada dibawah pengaruhnya. Tegangan yang sefasa, misalnya e a dan e a, dapat dijumlahkan untuk memperoleh tegangan yang lebih tinggi atau diparalelkan untuk memperoleh arus yang lebih besar. Tegangan yang terbangkit di belitan pada umumnya diinginkan berbentuk gelombang sinus v Acos ωt, dengan pergeseran 0 o untuk belitan fasa-fasa yang lain. Tegangan sebagai fungsi waktu ini pada transformator dapat langsung diperoleh di belitan sekunder karena fluksinya merupakan fungsi waktu. Pada mesin sinkron, fluksi dibangkitkan oleh belitan eksitasi di rotor yang dialiri arus searah sehingga fluksi tidak merupakan fungsi waktu. Akan tetapi fluksi yang ditangkap oleh belitan stator harus merupakan fungsi waktu agar persamaan (.) dapat diterapkan untuk memperoleh tegangan. Fluksi sebagai fungsi waktu diperoleh melalui putaran rotor. Jika φ adalah 54 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

62 fluksi yang dibangkitkan di rotor dan memasuki celah udara antara rotor dan stator dengan nilai konstan maka, dengan mengabaikan efek pinggir, laju pertambahan fluksi yang ditangkap oleh belitan stator adalah dφ dθ s magnetik φ φωmagnetik dt dt p n Karena ω magnetik π f magnetik π, maka 0 dφ s dt φπ p n 60 Dari (3.4) kita peroleh tegangan pada belitan, yaitu (3.6) (3.7) dφ s p n v φπ (3.8) dt 60 Jika φ bernilai konstan, tidaklah berarti (3.8) memberikan suatu t egangan konstan karena φ bernilai konstan positif untuk setengah perioda dan bernilai konstan negatif untuk setengah perioda berikutnya. Maka (3.8) memberikan tegangan bolak-balik yang tidak sinus. Untuk memperoleh tegangan berbentuk sinus, φ harus berbentuk sinus juga. Akan tetapi ia tidak dibuat sebagai fungsi sinus terhadap waktu, akan tetapi sebagai fungsi sinus posisi, yaitu terhadap θ maknetik. Jadi jika φ φ m cos θ maknetik (3.9) maka laju pertambahan fluksi yang dilingkupi belitan adalah ( φ cosθ ) dφs dφ d dθmagnetik m magnetik φm sinθmagnetik dt dt dt dt p n φ m ω magnetik sin θ mmagnetik φ m π sinθmagnetik 0 (3.0) sehingga tegangan belitan dφ s p n e πφm sinθmagnetik dt 60 (3.) π f φm sinθmagnetik ω φm sinωt Persamaan (3.) memberikan nilai sesaat dari dari tegangan yang dibangkitkan di belitan stator. Nilai maksimum dari tegangan ini adalah 55

63 dan nilai efektifnya adalah Em ω φm Volt (3.) Em ω φm π f Erms 4,44 f φm Volt φm 56 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) (3.3) Dalam menurunkan formulasi tegangan di atas, kita menggunakan perhitungan fluksi seperti diperlihatkan pada Gb.3.. yang merupakan penyederhanaan dari konstruksi mesin seperti diperlihatkan pada Gb.3..a. Di sini ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan yaitu:. Belitan terdiri dari hanya satu gulungan, misalnya belitan a a, yang ditempatkan di sepasang alur stator, walaupun gulungan itu terdiri dari lilitan. Belitan semacam ini kita sebut belitan terpusat.. Lebar belitan, yaitu kisar sudut antara sisi belitan a dan a adalah 80 o magnetik. Lebar belitan semacam ini kita sebut kisar penuh. Dalam praktek lilitan setiap fasa tidak terpusat di satu belitan, melainkan terdistribusi di beberapa belitan yang menempati beberapa pasang alur stator. Belitan semacam ini kita sebut belitan terdistribusi, yang dapat menempati stator sampai /3 kisaran penuh (60 o magnetik). Selain dari pada itu, gulungan yang menempati sepasang alur secara sengaja dibuat tidak mempunyi lebar satu kisaran penuh; jadi lebarnya tidak 80 o akan tetapi hanya 80% sampai 85% dari kisaran penuh. Pemanfaatan belitan terdistribusi dan lebar belitan tidak satu kisar penuh dimaksudkan untuk menekan pengaruh harmonisa yang mungkin ada di kerapatan fluksi. Sudah barang tentu hal ini akan sedikit mengurangi komponen fundamental dan pengurangan ini dinyatakan dengan suatu faktor K w yang kita sebut faktor belitan. Biasanya K w mempunyai nilai antara 0,85 sampai 0,95. Dengan adanya faktor belitan ini formulasi tegangan (3.3) menjadi Erms 4,44 f K w φm Volt (3.4) Pada pengenalan ini kita hanya melihat mesin sinkron kutub tonjol dalam keadaan tak berbeban; analisis dalam keadaan berbeban akan kita pelajari lebih lanjut pada pelajaran khusus mengenai mesin-mesin listrik. Selanjutnya kita akan melihat mesin sinkron rotor silindris.

64 CO TOH 3.: Sebuah generator sinkron tiga fasa, 4 kutub, belitan jangkar terhubung Y, mempunyai alur pada statornya dan setiap alur berisi 0 konduktor. Fluksi kutub terdistribusi secara sinus dengan nilai maksimumnya 0,03 Wb. Kecepatan perputaran rotor 500 rpm. Carilah frekuensi tegangan jangkar dan nilai rms tegangan jangkar fasa-netral dan fasa-fasa. Penyelesaian : Frekuensi tegangan jangkar adalah p n f 50 Hz 0 0 Jumlah alur per kutub adalah 3 yang berarti setiap pasang 4 kutub terdapat 3 belitan yang membangun sistem tegangan tiga fasa. Jadi setiap fasa terdiri dari belitan yang berisi 0 lilitan. Nilai rms tegangan jangkar per fasa per pasang kutub adalah E ak 4,44 f φm 4, ,03 66,6 V Karena ada dua pasang kutub maka tegangan per fasa adalah : 66,6 33 V. Tegangan fasa-fasa adalah V. CO TOH 3.: Soal seperti pada contoh 3.. tetapi jumlah alur pada stator ditingkatkan menjadi 4 alur. Ketentuan yang lain tetap. Penyelesaian : Frekuensi tegangan jangkar tidak tergantung jumlah alur. oleh karena itu frekuensi tetap 50 Hz. 4 Jumlah alur per kutub adalah 6 yang berarti setiap pasang 4 kutub terdapat 6 belitan yang membangun sistem tegangan tiga fasa. Jadi setiap fasa pada satu pasang kutub terdiri dari belitan yang masing-masing berisi 0 lilitan. Nilai rms tegangan jangkar untuk setiap belitan adalah Ea 4,44 f φm V 4, ,03 66,6 V. 57

65 Karena dua belitan tersebut berada pada alur yang berbeda, maka terdapat beda fasa antara tegangan imbas di keduanya. Perbedaan sudut mekanis antara dua alur yang berurutan adalah 360 o o 5 mekanik. Karena mesin mengandung 4 kutub atau 4 pasang kutub, maka o mekanik setara dengan o listrik. Jadi selisih sudut fasa antara tegangan di dua belitan adalah 30 o listrik sehingga tegangan rms per fasa per pasang kutub adalah jumlah fasor tegangan di dua belitan yang berselisih fasa 30 o tersebut. o o E ak 66,6+ 66,6(cos 30 + j sin 30 ) 4,8+ j33,3 Karena ada pasang kutub maka E a (4,8) + (33,3) 58 V Tegangan fasa-fasa adalah V CO TOH 3.3: Soal seperti pada contoh 3.. tetapi jumlah alur pada stator ditingkatkan menjadi 44 alur, jumlah kutub dibuat 6 (8 pasang), kecepatan perputaran diturunkan menjadi 375 rpm. Ketentuan yang lain tetap. Penyelesaian : Frekuensi tegangan jangkar : f 50 Hz 0 44 Jumlah alur per kutub 9 yang berarti terdapat 9 belitan per 6 pasang kutub yang membangun sistem tiga fasa. Jadi tiap fasa terdapat 3 belitan. Tegangan di tiap belitan adalah E a 4, ,03 66,6 V ; sama dengan tegangan per belitan pada contoh sebelumnya karena frekuensi, jumlah lilitan dan fluksi maksimum tidak berubah. Perbedaan sudut mekanis antara dua alur yang berturutan adalah 360 o o,5 mekanik. Karena mesin mengandung 6 kutub (8 44 pasang) maka o mekanik ekivalen dengan 8 o listrik, sehingga beda o fasa tegangan pada belitan-belitan adalah,5 8 0 listrik. Tegangan per fasa per pasang kutub adalah jumlah fasor dari tegangan belitan yang masing-masing berselisih fasa 0 o. 58 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

66 E o o ak 66,6+ 66, , ,6 o o o o ( + cos 0 + cos 40 + j(sin 0 + sin 40 )) 80,+ j65,6 Karena ada 8 pasang kutub maka tegangan fasa adalah E a 8 (80,) + (65,6) 8 9,8 534 V Tegangan fasa-fasa adalah V 3.. Mesin Sinkron Rotor Silindris Sebagaimana telah disinggung di atas, mesin kutub tonjol sesuai untuk perputaran rendah. Untuk perputaran tinggi digunakan mesin rotor silindris yang skemanya diperlihatkan ada Gb.3.3. a b U c c S b a Gb.3.3. Mesin sinkron rotor silindris. Rotor mesin ini berbentuk silinder dengan alur-alur untuk menempatkan belitan eksitasi. Dengan konstruksi ini, reluktansi magnetik jauh lebih merata dibandingkan dengan mesin kutub tonjol. Di samping itu kendala mekanis untuk perputaran tinggi lebih mudah diatasi dibanding dengan mesin kutub tonjol. Belitan eksitasi pada gambar ini dialiri arus searah sehingga rotor membentuk sepasang kutub magnet U-S seperti terlihat pada gambar. Pada stator digambarkan tiga belitan terpusat aa, bb dan cc masing-masing dengan lebar kisaran penuh agar tidak terlalu rumit, walaupun dalam kenyataan pada umumnya dijumpai belitan-belitan terdistribusi dengan lebar lebih kecil dari kisaran penuh. 59

67 Karena reluktansi magnetik praktis konstan untuk berbagai posisi rotor (pada waktu rotor berputar) maka situasi yang kita hadapi mirip dengan tansformator. Perbedaannya adalah bahwa pada transformator kita mempunyai fluksi konstan, sedangkan pada mesin sinkron fluksi tergantung dari arus eksitasi di belitan rotor. Kurva magnetisasi dari mesin ini dapat kita peroleh melalui uji beban nol. Pada uji beban nol, mesin diputar pada perputaran sinkron (3000 rpm) dan belitan jangkar terbuka. Kita mengukur tegangan keluaran pada belitan jangkar sebagai fungsi arus eksitasi (disebut juga arus medan) pada belitan eksitasi di rotor. Kurva tegangan keluaran sebagai fungsi arus eksitasi seperti terlihat pada Gb.3.4. disebut karakteristik beban nol. Bagian yang berbentuk garis lurus pada kurva itu disebut karakteristik celah udara dan kurva inilah (dengan ekstra-polasinya) yang akan kita gunakan untuk melakukan analisis mesin sinkron celah udara VkI f beban-nol VV(I f ) I Tegangan Fasa-Netral [V] hubung singkat I I (I f ) V0 Arus fasa [A] Arus 00medan [A] Gb30.4. Karakteristik beban-nol dan hubung singkat. Karakteristik celah udara (linier). Karakterik lain yang penting adalah karakteritik hubung singkat yang dapat kita peroleh dari uji hubung singkat. Dalam uji hubung singkat ini mesin diputar pada kecepatan perputaran sinkron dan terminal belitan 60 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

68 jangkar dihubung singkat (belitan jangkar terhubung Y). Kita mengukur arus fasa sebagai fungsi dari arus eksitasi. Kurva yang akan kita peroleh akan terlihat seperti pada Gb.3.4. Kurva ini berbentuk garis lurus karena untuk mendapatkan arus beban penuh pada percobaan ini, arus eksitasi yang diperlukan tidak besar sehingga rangkaian magnetiknya jauh dari keadaan jenuh. Fluksi magnetik yang dibutuhkan hanya sebatas yang diperlukan untuk membangkitkan tegangan untuk mengatasi tegangan jatuh di impedansi belitan jangkar. Perhatikanlah bahwa karakteristik beban-nol dan hubung singkat memberikan tegangan maupun arus jangkar sebagai fungsi arus medan. Sesungguhnya arus medan berperan memberikan mmf (lilitan ampere) untuk menghasilkan fluksi dan fluksi inilah yang mengimbaskan tegangan pada belitan jangkar. Jadi dengan karakteristik ini kita dapat menyatakan pembangkit fluksi tidak dengan mmf akan tetapi dengan arus medan ekivalennya dan hal inilah yang akan kita lakukan dalam menggambarkan diagram fasor yang akan kita pelajari beikut ini. Diagram Fasor. Reaktansi Sinkron. Kita ingat bahwa pada transformator besaran-besaran tegangan, arus, dan fluksi, semuanya merupakan besaran-besaran yang berubah secara sinusoidal terhadap waktu dengan frekuensi yang sama sehingga tidak terjadi kesulitan menyatakannya sebagai fasor. Pada mesin sinkron, hanya tegangan dan arus yang merupakan fungsi sinus terhadap waktu; fluksi rotor, walaupun ia merupakan fungsi sinus tetapi tidak terhadap waktu tetapi terhadap posisi sehingga tak dapat ditentukan frekuensinya. Menurut konsep fasor, kita dapat menyatakan besaran-besaran ke dalam fasor jika besaranbesaran tersebut berbentuk sinus dan berfrekuensi sama. Oleh karena itu kita harus mencari cara yang dapat membuat fluksi rotor dinyatakan sebagai fasor. Hal ini mungkin dilakukan jika kita tidak melihat fluksi rotor sebagai dirinya sendiri melainkan melihatnya dari sisi belitan jangkar. Walaupun fluksi rotor hanya merupakan fungsi posisi, tetapi ia dibawa berputar oleh rotor dan oleh karena itu belitan jangkar melihatnya sebagai fluksi yang berubah terhadap waktu. Justru karena itulah terjadi tegangan imbas pada belitan jangkar sesuai dengan hukum Faraday. Dan sudah barang tentu frekuensi tegangan imbas di belitan jangkar sama dengan frekuensi fluksi yang dilihat oleh belitan jangkar. Kita misalkan generator dibebani dengan beban induktif sehingga arus jangkar tertinggal dari tegangan jangkar. 6

69 a U θ U a S sumbu e maks S sumbu i maks a sumbu magnet (a) (b) a sumbu magnet Gb.3.5. Posisi rotor pada saat e maks dan i maks. Gb.3.5.a. menunjukkan posisi rotor pada saat imbas tegangan di aa maksimum. Hal ini dapat kita mengerti karena pada saat itu kerapatan fluksi magnetik di hadapan sisi belitan a dan a adalah maksimum. Perhatikanlah bahwa pada saat itu fluksi magnetik yang dilingkupi oleh belitan aa adalah minimum. Sementara itu arus di belitan aa belum maksimum karena beban induktif. Pada saat arus mencapai nilai maksimum posisi rotor telah berubah seperti terlihat pada Gb.3.5.b. Karena pada mesin dua kutub sudut mekanis sama dengan sudut magnetis, maka beda fasa antara tegangan dan arus jangkar sama dengan pegeseran rotasi rotor, yaitu θ. Arus jangkar memberikan mmf jangkar yang membangkitkan medan magnetik lawan yang akan memperlemah fluksi rotor. Karena adanya reaksi jangkar ini maka arus eksitasi haruslah sedemikian rupa sehingga tegangan keluaran mesin dipertahankan. Catatan : Pada mesin rotor silindris mmf jangkar mengalami reluktansi magnetik yang sama dengan yang dialami oleh mmf rotor. Hal ini berbeda dengan mesin kutub tonjol yang akan membuat analisis mesin kutub tonjol memerlukan cara khusus sehingga kita tidak melakukannya dalam bab pengenalan ini. Diagram fasor (Gb.3.6) kita gambarkan dengan ketentuan berikut. Diagram fasor dibuat per fasa dengan pembebanan induktif.. Tegangan terminal V a dan arus jangkar I a adalah nominal. 6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

70 3. Tegangan imbas digambarkan sebagai tegangan naik; jadi tegangan imbas tertinggal 90 o dari fluksi yang membangkitkannya. 4. Belitan jangkar mempunyai reaktansi bocor X l dan resistansi R a. 5. Mmf (fluksi) dinyatakan dalam arus ekivalen. Dengan mengambil tegangan terminal jangkar V a sebagai referensi, arus jangkar I a tertinggal dengan sudut θ dari V a (beban induktif). Tegangan imbas pada jangkar adalah ( R + jx ) E a Va + I a a l (3.5) Tegangan imbas E a ini harus dibangkitkan oleh fluksi celah udara Φ a yang dinyatakan dengan arus ekivalen I fa mendahului E a 90 o. Arus jangkar I a memberikan fluksi jangkar Φ a yang dinyatakan dengan arus ekivalen I φa. Jadi fluksi dalam celah udara merupakan jumlah dari fluksi rotor Φ f yang dinyatakan dengan arus ekivalen I f dan fluksi jangkar. Jadi I fa I f + Iφa atau I f I fa Iφa (3.6) Dengan perkataan lain arus eksitasi rotor I f haruslah cukup untuk membangkitkan fluksi celah udara untuk membangkitkan E a dan mengatasi fluksi jangkar agar tegangan terbangkit E a dapat dipertahankan. Perhatikan Gb.3.6. I f membangkitkan tegangan E aa 90 o di belakang I f dan lebih besar dari E a. E aa I f I fa I φa I fa I φa I φa θ γ V a I a ji a X l I a R a Gb.3.6. Diagram fasor mesin sinkron rotor silindris. E a 63

71 Hubungan antara nilai E a dan I fa diperoleh dari karakteristik celah udara, sedangkan antara nilai I a dan I φa diperoleh dari karakteristik hubung singkat. Dari karakteristik tersebut, seperti terlihat pada Gb.3.6., dapat dinyatakan dalam bentuk hubungan E a kv I fa dan I a ki Iφa atau I fa Ea / kv dan I φ a I a / ki (3.7) dengan k v dan k i adalah konstanta yang diperoleh dari kemiringan kurva. Dari (3.47) dan Gb.3.6. kita peroleh Ea o I a o I f I fa Iφa (90 +γ) + (80 θ) kv ki (3.8) Ea I a j γ θ kv ki Dari (3.8) kita peroleh E aa yaitu Ea I a Eaa jkvi f jkv j γ θ kv k i kv kv Ea γ+ j I a θ Ea + j I a ki ki Suku kedua (3.9) dapat kita tulis sebagai jx I φa a dengan (3.9) kv X φ a (3.0) ki yang disebut reaktansi reaksi jangkar karena suku ini timbul akibat adanya reaksi jangkar. Selanjutnya (3.9) dapat ditulis Va + I a ( R + jx ) a a ( R + jx ) Eaa Ea + jxφai a Va + I a a l + jxφai a (3.) dengan X a X l + Xφa yang disebut reaktansi sinkron. Diagram fasor Gb.3.6. kita gambarkan sekali lagi menjadi Gb.3.7. untuk memperlihatkan peran reaktansi reaksi jangkar dan reaktansi sinkron. Perhatikanlah bahwa pengertian reaktansi sinkron kita turunkan dengan memanfaatkan karakteristik celah udara, yaitu karakteristik linier 64 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

72 dengan menganggap rangkaian magnetik tidak jenuh. Oleh karena itu reaktansi tersebut biasa disebut reaktansi sinkron tak jenuh. E aa I f I fa I φa I φa I fa I φa θ I a γ V a E a I a R a ji a X l ji a X φa ji a X a Gb.3.7. Diagram fasor mesin sinkron rotor silindris; reaktansi reaksi jangkar (X φa ) dan reaktansi sinkron (X a ). Rangkaian Ekivalen. Dengan pengertian reaktansi sinkron dan memperhatikan persamaan (3.) I a kita dapat menggambarkan R rangkaian + a jx a + ekivalen mesin E V a Beban aa sinkron dengan beban seperti terlihat pada Gb.3.8. Rangkaian ekivalen mesin sinkron. Gb.3.8. Perhatikanlah bahwa rangkaian ekivalen ini adalah rangkaian ekivalen per fasa. Tegangan V a adalah tegangan fasa-netral dan I a adalah arus fasa. CO TOH 3. : Sebuah generator sinkron tiga fasa 0 MVA, terhubung Y, 50 Hz, Tegangan fasa-fasa 3,8 kv, mempunyai karakteristik celah udara yang dapat dinyatakan sebagai E a 53,78 I f V dan karakteristik hubung singkat I a,7 I f A (I f dalam ampere). Resistansi jangkar per fasa adalah 0,08 Ω dan 65

73 reaktansi bocor per fasa,9 Ω. Tentukanlah arus eksitasi (arus medan) yang diperlukan untuk membangkitkan tegangan terminal nominal jika generator dibebani dengan beban nominal seimbang pada faktor daya 0,8 lagging. Penyelesaian : 3800 Tegangan per fasa adalah V a 7967,4 V Arus jangkar per fasa : I a 48,4 A Reaktansi reaksi jangkar : X φ a kv ki 53,78 9,9,7 Ω Reaktansi sinkron : X a X l + Xφ a,9 + 9,9,8 Ω Dengan mengambil V a sebagai referensi, maka V a 7967,4 0 o V dan I a 48,4 36,87, dan tegangan terbangkit : E aa V a + I a ( R a + jxa) o 7967, ,4 36,87(0.08+ j.8) o o 7967, ,5 53,3 3445,+ j7303,6 E aa (3445,) + (7303,6) 5300 V Arus eksitasi yang diperlukan adalah I f E aa kv ,5 53,78 A Daya. Daya per fasa yang diberikan ke beban adalah P f Va I a cosθ (3.) Pada umumnya pengaruh resistansi jangkar sangat kecil dibandingkan dengan pengaruh reaktansi sinkron. Dengan mengabaikan resistansi jangkar maka diagram fasor mesin sinkron menjadi seperti Gb Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

74 E aa θ ji a X a θ δ V a I a Gb.3.9. Diagram fasor mesin sinkron rotor silindris; resistansi jangkar diabaikan. Pada Gb.3.9. terlihat bahwa Eaa E aa sinδ Ia X a cosθ atau I a cos θ sinδ. X a Dengan demikian maka (3.) dapat ditulis sebagai Va Eaa P f sinδ (3.3) X a Persamaan (3.3) ini memberikan formulasi daya per fasa dan sudut δ menentukan besarnya daya; oleh karena itu sudut δ disebut sudut daya (power angle). Daya P f merupakan fungsi sinus dari sudut daya δ seperti terlihat pada Gb motor P. f Untuk 0 < δ < 80 o daya bernilai positif, mesin beroperasi sebagai generator yang memberikan daya. (Jangan dikacaukan oleh konvensi pasif karena dalam menggambarkan diagram fasor untuk mesin ini kita menggunakan -. generator δ ( o Gb.3.0. Daya fungsi sudut daya. 67

75 ketentuan tegangan naik dan bukan tegangan jatuh). Untuk 0 > δ > 80 o mesin beroperasi sebagai motor, mesing menerima daya. Dalam pengenalan mesin-mesin listrik ini, pembahasan mengenai mesin sikron kita cukupkan sampai di sini. Pembahasan lebih lanjut akan kita peroleh pada pelajaran khusus mengenai mesin-mesin listrik. Soal-Soal. Sebuah generator sinkron 3 fasa, 50 Hz, 0 kutub, memiliki 90 alur di statornya. Fluksi maksimum per kutub adalah sekitar 0, Wb. Tentukanlah jumlah lilitan per belitan jika tegangan fasa-fasa yang diharapkan adalah kv, dengan belitan jangkar terhubung Y.. Sebuah generator sinkron 3 fasa, 0 kutub, hubungan Y, kecepatan perputaran 600 rpm. Jumlah alur stator 0 dengan 8 konduktor tiap alur; belitan fasa terhubung seri. Jika fluksi maksimum tiap kutub adalah 0,06 Wb, hitunglah tegangan imbas fasa-netral dan fasa-fasa. 3. Sebuah generator sikron 3 fasa, 500 kva, 6600 V, hubungan Y, mempunyai karakteristik celah udara sebagai V a 57,4 I f V dan karakteristik hubung singkat I,63 I A. Generator bekerja pada a f beban penuh pada faktor daya 0,8 lagging. Jika tegangan jatuh reaktif dan resistif pada jangkar adalah 8% dan % dari tegangan normal, tentukan eksitasi yang diperlukan. 4. Sebuah generator sikron 3 fasa, 5000 kva, 6600 V, hubungan Y, mempunyai karakteristik celah udara sebagai V a 54,44 I f V dan karakteristik hubung singkat I a,87 I f A. Generator bekerja pada beban penuh pada faktor daya 0,6 lagging. Jika reaktansi dan resistansi jangkar per fasa adalah Ω dan 0, Ω, tentukan selang eksitasi yang diperlukan untuk mempertahankan tegangan jangkar tetap konstan dari beban nol sampai beban penuh. 5. Sebuah generator sikron 3 fasa, 500 kva, 6600 V, hubungan Y, beroperasi pada beban penuh dengan faktor daya 0,8 lagging. Karakteristik celah udara menunjukkan V a 7,7 I f V. Generator ini mempunyai stator dengan 9 alur per kutub dan tiap alur berisi 6 konduktor. Jika tegangan jatuh induktif adalah 0% pada beban penuh sedangkan resistansi dapat diabaikan. Rotor adalah kutub tonjol dengan 5 lilitan tiap kutub. Tentukan arus eksitasi pada beban penuh. 68 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

76 BAB 4 Motor Asinkron Setelah mempelajari bab ini, kita akan Memahami cara kerja motor asinkron. Mampu melakukan perhitungan-perhitungan sederhana pada motor asinkron melalui rangkaian ekivalen. 4.. Konstruksi Dan Cara Kerja Motor merupakan piranti konversi dari energi listrik ke energi mekanik. Salah satu a jenis yang banyak dipakai adalah motor asinkron atau motor induksi. Di sini kita hanya akan melihat motor asinkron tiga fasa. Stator memiliki alur-alur untuk memuat belitan-belitan yang b c c b akan terhubung pada sistem tiga fasa. Gb.4.. hanya a memperlihatkan tiga belitan pada stator sebagai belitan terpusat, yaitu belitan aa, Gb.4.. Motor asinkron. bb dan cc yang berbeda posisi 0 o mekanik. Susunan belitan ini sama dengan susunan belitan pada stator generator sinkron. Ketiga belitan ini dapat dihubungkan Y ataupun untuk selanjutnya disambungkan ke sumber tiga fasa. Rotor mempunyai alur-alur yang berisi konduktor dan semua konduktor pada rotor ini dihubung singkat di ujung-ujungnya. Inilah salah satu konstruksi rotor yang disebut rotor sangkar (susunan konduktor-konduktor itu berbentuk sangkar). Untuk memahami secara fenomenologis cara kerja motor ini, kita melihat kembali bagaimana generator sinkron bekerja. Rotor generator yang mendukung kutub magnetik konstan berputar pada porosnya. Magnet yang berputar ini mengimbaskan tegangan pada belitan stator yang membangun sistem tegangan tiga fasa. Apabila rangkaian belitan stator tertutup, misalnya melalui pembebanan, akan mengalir arus tiga fasa 69

77 pada belitan stator. Sesuai dengan hukum Lenz, arus tiga fasa ini akan membangkitkan fluksi yang melawan fluksi rotor; kejadian ini kita kenal sebagai reaksi jangkar. Karena fluksi rotor adalah konstan tetapi berputar sesuai perputaran rotor, maka fluksi reaksi jangkar juga harus berputar sesuai perputaran fluksi rotor karena hanya dengan jalan itu hukum Lenz dipenuhi. Jadi mengalirnya arus tiga fasa pada belitan rotor membangkitkan fluksi konstan yang berputar. Sekarang, jika pada belitan stator motor asinkron diinjeksikan arus tiga fasa (belitan stator dihubungkan pada sumber tiga fasa) maka akan timbul fluksi konstan berputar seperti layaknya fluksi konstan berputar pada reaksi jangkar generator sinkron. Demikianlah bagaimana fluksi berputar timbul jika belitan stator motor asikron dihubungkan ke sumber tiga fasa. Kita akan melihat pula secara skematis, bagaimana timbulnya fluksi berputar. Untuk itu hubungan belitan stator kita gambarkan sebagai tiga belitan terhubung Y yang berbeda posisi 0 o mekanis satu sama lain seperti terlihat pada Gb.4..a. Belitan-belitan itu masing-masing dialiri arus i a, i b, dan i c yang berbeda fasa 0 o listrik seperti ditunjukkan oleh Gb.4..b. Masing-masing belitan itu akan membangkitkan fluksi yang berubah terhadap waktu sesuai dengan arus yang mengalir padanya. Kita perhatikan situasi yang terjadi pada beberapa titik waktu. Perhatikan Gb.4.. Pada t arus i a maksimum negatif dan arus i b i c positif. Ke-tiga arus ini masing-masing membangkitkan fluksi φ a, φ b dan φ c yang memberikan fluksi total φ tot. Kejadian ini berubah pada t, t 3, t 4 dan seterusnya yang dari Gb.4.. terlihat bahwa fluksi total berputar seiring dengan perubahan arus di belitan tiga fasa. Peristiwa ini dikenal sebagai medan putar pada mesin asinkron. Kecepatan perputaran dari medan putar harus memenuhi relasi antara jumlah kutub, frekuensi tegangan, dan kecepatan perputaran sinkron sebagaimana telah kita kenal pada mesin sinkron yaitu p n s 0 f f Hz atau n s rpm (4.) 0 p dengan f adalah frekuensi tegangan stator, n s adalah kecepatan perputaran medan putar yang kita sebut perputaran sinkron. Jumlah kutub p ditentukan oleh susunan belitan stator. Pada belitan stator seperti pada contoh konstruksi mesin pada Gb.4.. jumlah kutub adalah, sehingga jika frekuensi tegangan 50Hz maka perputaran sinkron adalah 3000 rpm. 70 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

78 c. a). c b b a a i a i b i c t b). t t t 3 t 4 i c i c i c i c i b i a i b i a i b i a i b i a φ b φ a φ tot φ a φ a φ a φ c φ tot φ c φ b φc φ b φ c φ b φ tot φ tot t t t 3 t 4 Gb.4.. Terbentuknya fluksi magnetik yang berbutar. Arus positif menuju titik netral, arus negatif meninggalkan titk netral. Fluksi total φ tot tetap dan berputar. Untuk membuat jumlah kutub menjadi 4, belitan stator disusun seperti pada stator mesin sinkron pada Gb.3.. Selanjutnya medan magnetik berputar yang ditimbulkan oleh stator akan mengimbaskan tegangan pada konduktor rotor. Karena konduktor rotor merupakan rangkaian tertutup, maka akan mengalir arus yang kemudian berinteraksi dengan medan magnetik yang berputar dan timbullah gaya sesuai dengan hukum Ampere. Dengan gaya inilah terbangun torka yang akan membuat rotor berputar dengan kecepatan perutaran n. Perhatikanlah bahwa untuk terjadi torka, harus ada arus mengalir di 7

79 konduktor rotor dan untuk itu harus ada tegangan imbas pada konduktor rotor. Agar terjadi tegangan imbas, maka kecepatan perputaran rotor n harus lebih kecil dari kecepatan perputaran medan magnetik (yaitu kecepatan perputaran sinkron n s ) sebab jika kecepatannya sama tidak akan ada fluksi yang terpotong oleh konduktor. Dengan kata lain harus terjadi beda kecepatan antara rotor dengan medan putar, atau terjadi slip yang besarnya adalah : Nilai s terletak antara 0 dan. ns n s (4.) ns Rotor Belitan. Pada awal perkenalan kita dengan mesin asinkron, kita melihat pada konstruksi yang disebut mesin asinkron dengan rotor sangkar. Jika pada rotor mesin asinkron dibuat alur-alur untuk meletakkan susunan belitan yang sama dengan susunan belitan stator maka kita mempunyai mesin asinkron rotor belitan. Terminal belitan rotor dapat dihubungkan dengan cincin geser (yang berputar bersama rotor) dan melalui cincin geser ini dapat dihubungkan pada resistor untuk keperluan pengaturan perputaran. Skema hubungan belitan stator dan rotor diperlihatkan pada Gb.4.3; pada waktu operasi normal belitan rotor dihubung singkat. Hubungan seperti ini mirip dengan transformator. Medan putar akan mengimbaskan tegangan baik pada belitan stator maupun rotor. E E belitan stator Gb.4.3. Skema hubungan belitan stator dan rotor mesin asinkron rotor belitan. Garis putus-putus menunjukkan hubung singkat pada operasi normal. Tegangan imbas pada stator adalah : belitan rotor E 4,44 f K w φm (4.3) 7 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

80 p ns dengan K w adalah faktor belitan stator, f frekuensi tegangan 0 stator, φ m adalah fluksi maksimum di celah udara, adalah jumlah lilitan belitan stator. Jika belitan rotor terbuka dan rotor tidak berputar, maka tegangan imbas pada belitan rotor adalah E 4,44 f K w φm (4.4) p ns dengan K w adalah faktor belitan rotor, f frekuensi tegangan 0 stator (karena rotor tidak berputar), φ m adalah fluksi maksimum di celah udara sama dengan fluksi yang mengibaskan tegangan pada belitan stator, adalah jumlah lilitan belitan rotor. Jika rotor dibiarkan berputar dengan kecepatan perputaran n maka terdapat slip seperti ditunjukkan oleh (4.). Frekuensi tegangan imbas pada rotor menjadi p ( ns n) p s ns f s f Hz (4.5) 0 0 Jadi frekuensi tegangan rotor diperoleh dengan mengalikan frekuensi stator dengan slip s; oleh karena itu ia sering disebut frekuensi slip. Tegangan imbas pada belitan rotor dalam keadaan berputar menjadi E se (4.6) Jika rotor tak berputar (belitan rotor terbuka), maka dari (4.56) dan (4.57) kita peroleh E K w a E K w Situasi ini mirip dengan transformator tanpa beban. (4.7) CO TOH 4. : Tegangan seimbang tiga fasa 50 Hz diberikan kepada motor asinkron tiga fasa, 4 kutub. Pada waktu motor melayani beban penuh, diketahui bahwa slip yang terjadi adalah 0,05. Tentukanlah : (a) kecepatan perputaran medan putar relatif terhadap stator; (b) frekuensi arus rotor; (c) kecepatan perputaran medan rotor relatif terhadap rotor; (d) kecepatan perputaran medan rotor relatif 73

81 terhadap stator; (e) kecepatan perputaran medan rotor relatif terhadap medan rotor. Penyelesaian: (a) Relasi antara kecepatan medan putar relatif terhadap stator (kecepatan sinkron) dengan frekuensi dan jumlah kutub adalah p n f s. Jadi kecepatan perputaran medan putar adalah 0 0 f 0 50 n s 500 rpm p 4 (b) Frekuensi arus rotor adalah f sf 0,05 50, 5 Hz. (c) Karena belitan rotor adalah juga merupakan belitan tiga fasa dengan pola seperti belitan stator, maka arus rotor akan menimbulkan pula medan putar seperti halnya arus belitan stator menimbulkan medan putar. Kecepatan perputaran medan putar rotor relatif terhadap rotor adalah 0 f 0,5 n 75 Hz p 4 (d) Relatif terhadap stator, kecepatan perputaran medan rotor harus sama dengan kecepatan perputaran medan stator, yaitu kecepatan sinkron 500 rpm. (e) Karena kecepatan perputaran medan rotor sama dengan kecepatan perputaran medan stator, kecepatan perputaran relatifnya adalah Rangkaian Ekivalen Rangkaian ekivalen yang akan kita pelajari adalah rangkaian ekivalen per fasa. Rangkaian Ekivalen Stator. Jika resistansi belitan primer per fasa adalah R dan reaktansinya adalah X, sedangkan rugi-rugi inti dinyatakan dengan rangkaian paralel suatu resistansi R c dan reaktansi X φ seperti halnya pada transformator. Jika V adalah tegangan masuk per fasa pada belitan stator motor dan E adalah tegangan imbas pada belitan stator oleh medan putar seperti diberikan oleh (4.3), maka kita akan mendapatkan hubungan fasor 74 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

82 ( + ) V I R jx + E (4.8) Fasor-fasor tegangan dan arus serta reaktansi pada persamaan (4.6) ini adalah pada frekuensi sinkron ω s π f. Rangkaian ekivalen stator menjadi seperti pada Gb.4.4. yang mirip rangkaian primer transformator. Perbedaan terletak pada besarnya I f yang pada transformator berkisar antara 5 persen dari arus nominal, sedangkan pada motor asinkron arus ini antara 5 40 persen arus nominal, tergantung dari besarnya motor. I V R jx I c I f I φ A E R c jx c B Gb.4.4. Rangkaian ekivalen stator. Selain itu reaktansi bocor X pada motor jauh lebih besar karena adanya celah udara dan belitan stator terdistribusi pada permukaan dalam stator sedangkan pada transformator belitan terpusat pada intinya. Tegangan E pada terminal AB pada rangkaian ekivalen ini haruslah merefleksikan peristiwa yang terjadi di rotor. Rangkaian Ekivalen Rotor. Jika rotor dalam keadaan berputar maka tegangan imbas pada rotor adalah E. Jika resistansi rotor adalah R dan reaktansinya adalah X maka arus rotor adalah : E I (4.9) ( R + jx ) Perhatikanlah bahwa fasor-fasor tegangan dan arus serta nilai reaktansi pada persamaan (4.9) ini adalah pada frekuensi rotor ω π f, berbeda dengan persamaan fasor (4.8). Kita gambarkan rangkaian untuk persamaan (4.9) ini seperti pada Gb.4.5.a. 75

83 A I R jx A I R jsx E se B A B E I a) R jx s c) Gb.4.5. Pengembangan rangkaian ekivalen rotor. Menurut (4.6) E se dimana E adalah tegangan rotor dengan frekuensi sinkron ω s. Reaktansi rotor X dapat pula dinyatakan dengan frekuensi sinkron; jika L adalah induktansi belitan rotor (yang merupakan besaran konstan karena ditentukan oleh konstruksinya) maka kita mempunyai hubungan X ωl sωl sx (4.0) Di sini kita mendefinisikan reaktansi rotor dengan frekuensi sinkron X ωl. Karena Resistansi tidak tergantung frekuensi, kita nyatakan resistansi rotor sebagai R R. Dengan demikian maka arus rotor menjadi B A B se I (4.) R+ jsx Persamaan fasor tegangan dan arus rotor (4.64) sekarang ini adalah pada frekuensi sinkron dan persamaan ini adalah dari rangkaian yang terlihat pada Gb.4.5.b. Tegangan pada terminal rotor A B adalah tegangan karena ada slip yang besarnya adalah se. Dari rangkaian ini kita dapat menghitung besarnya daya nyata yang diserap rotor per fasa, yaitu E I R b) d) jx R s s P I cr R (4.) 76 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

84 Jika pembilang dan penyebut pada persamaan (4.64) kita bagi dengan s kita akan mendapatkan I (4.3) R + jx s Langkah matematis ini tidak akan mengubah nilai I dan rangkaian dari persamaan ini adalah seperti pada Gb.4.5.c. Walaupun demikian ada perbedaan penafsiran secara fisik. Tegangan pada terminal rotor A B sekarang adalah tegangan imbas pada belitan rotor dalam keadaan rotor tidak berputar dengan nilai seperti diberikan oleh (4.4) dan bukan tegangan karena ada slip. Jika pada Gb.4.5.b. kita mempunyai rangkaian riil rotor dengan resistansi konstan R dan tegangan terminal rotor yang tergantung dari slip, maka pada Gb.4.8.c. kita mempunyai rangkaian ekivalen rotor dengan tegangan terminal rotor tertentu dan resistansi yang tergantung dari slip. Tegangan terminal rotor pada keadaan terakhir ini kita sebut tegangan celah udara pada terminal rotor dan daya yang diserap rotor kita sebut daya celah udara, yaitu : E R I s (4.4) P g Daya ini jauh lebih besar dari P cr pada (4.). Pada mesin besar nilai s adalah sekitar 0,0 sehingga P g sekitar 50 kali P cr. Perbedaan antara (4.4) dan (4.) terjadi karena kita beralih dari tegangan rotor riil yang berupa tegangan slip ke tegangan rotor dengan frekuensi sinkron. Daya nyata P g tidak hanya mencakup daya hilang pada resistansi belitan saja tetapi mencakup daya mekanis dari motor. Daya mekanis dari rotor ini sendiri mencakup daya keluaran dari poros motor untuk memutar beban ditambah daya untuk mengatasi rugi-rugi rotasi yaitu rugi-rugi akibat adanya gesekan dan angin. Oleh karena itu daya P g kita sebut daya celah udara artinya daya yang dialihkan dari stator ke rotor melalui celah udara yang meliputi daya hilang pada belitan rotor (rugi tembaga rotor) dan daya mekanis rotor. Dua komponen daya ini dapat kita pisahkan jika kita menuliskan R s R + R s s (4.5) 77

85 Suku pertama (4.5) akan memberikan daya hilang di belitan rotor (per fasa) P I cr R dan suku kedua memberikan daya keluaran mekanik ekivalen s P m I R (4.6) s Dengan cara ini kita akan mempunyai rangkaian ekivalen rotor seperti pada Gb.4.5.d. Rangkaian Ekivalen Lengkap. Kita menginginkan satu rangkaian ekivalen untuk mesin asinkron yang meliputi stator dan rotor. Agar dapat menghubungkan rangkaian rotor dengan rangkaian stator, kita harus melihat tegangan rotor E dari sisi stator dengan memanfaatkan (4.60) yang memberikan E ae. Jika E pada Gb.4.5.d. kita ganti dengan E ae, yaitu tegangan rotor dilihat dari sisi stator, maka arus rotor dan semua parameter rotor harus pula dilihat dari sisi stator menjadi ' ', R ' I dan X. Dengan demikian kita dapat menghubungkan terminal rotor A B ke terminal AB dari rangkaian stator pada Gb.4.4. dan mendapatkan rangkaian ekivalen lengkap seperti terlihat pada Gb.4.6. I A ' I V R jx R c I f jx c ' R ' jx ' R s s B Gb.4.6. Rangkaian ekivalen lengkapmotor asikron. Aliran Daya. Aliran daya per fasa dalam motor asinkron dapat kita baca dari rangkaian ekivalen sebagai berikut. Daya (riil) yang masuk ke stator motor melalui tegangan V dan arus I digunakan untuk : mengatasi rugi tembaga stator : P I cs R mengatasi rugi-rugi inti stator : P inti 78 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

86 ' R daya masuk ke rotor, disebut daya celah udara P g ( I ' ) s, yang digunakan untuk ' mengatasi rugi-rugi tembaga rotor : P ' cr ( I ) R memberikan daya mekanis rotor ' ' s P m ( I ) R, yang terdiri dari : s daya untuk mengatasi rugi rotasi (gesekan dan angin) : P rotasi daya keluaran di poros rotor : P o. Jadi urutan aliran daya secara singkat adalah : P P m P rotasi o ; m g cr P P P ; Pg Pin P Pcs inti Rangkaian Ekivalen Pendekatan. Dalam melakukan analisis motor asinkron kita sering menggunakan rangkaian ekivalen pendekatan yang lebih sederhana seperti pada Gb.4.7. Dalam rangkaian ini rugi-rugi tembaga stator dan rotor disatukan menjadi ( ' I ) Re. Bagaimana R e dan X e ditentukan akan kita bahas berikut ini. I ' jx e jx + jx V R c I f ' R e R + R jx c ' R s s Gb.4.7. Rangkaian ekivalen pendekatan Penentuan Parameter Rangkaian Pengukuran Resistansi. Resistansi belitan stator maupun belitan rotor dapat diukur. Namun perlu diingat bahwa jika pengukuran dilakukan dengan menggunakan metoda pengukuran arus searah dan pengukuran dilakukan pada temperatur kamar, harus dilakukan koreksi-koreksi. Dalam pelajaran lebih lanjut kita akan melihat bahwa resistansi untuk arus bolak-balik lebih besar dibandingkan dengan resistansi pada arus searah karena adanya gejala yang disebut efek kulit. Selain dari itu, pada 79

87 kondisi kerja normal, temperatur belitan lebih tinggi dari temperatur kamar yang berarti nilai resistansi akan sedikit lebih tinggi. Uji Beban ol. Dalam uji beban nol stator diberikan tegangan nominal sedangkan rotor tidak dibebani dengan beban mekanis. Pada uji ini kita mengukur daya masuk dan arus saluran. Daya masuk yang kita ukur adalah daya untuk mengatasi rugi tembaga pada beban nol, rugi inti, dan daya celah udara untuk mengatasi rugi rotasi pada beban nol. Dalam uji ini slip sangat kecil, arus rotor cukup kecil untuk diabaikan sehingga biasanya arus eksitasi dianggap sama dengan arus uji beban nol yang terukur. Uji Rotor Diam. Uji ini analog dengan uji hubng singkat pada transformator. Dalam uji ini belitan rotor di hubung singkat tetapi rotor ditahan untuk tidak berputar. Karena slip s, maka daya mekanis keluaran adalah nol. Tegangan masuk pada stator dibuat cukup rendah untuk membatasi arus rotor pada nilai yang tidak melebihi nilai nominal. Selain itu, tegangan stator yang rendah (antara 0 0 % nominal) membuat arus magnetisasi sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Rangkaian ekivalen dalam uji ini adalah seperti pada Gb.4.8. Perhatikan bahwa kita mengambil tegangan fasa-netral dalam rangkaian ekivalen ini. I 0 ' jx e jx + jx ' R e R + R V fn Gb.4.8. Rangkaian ekivalen motor asikron pada uji rotor diam. Jika P d adalah daya tiga fasa yang terukur dalam uji rotor diam, I d adalah arus saluran dan V d adalah tegangan fasa-fasa yang terukur dalam uji ini, maka 80 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

88 ' Pd Re X+ jx 3I d Vd Ze I d 3 X e ' Ze Re X+ X (4.7) Jika kita menggunakan rangkaian ekivalen pendekatan, pemisahan antara X dan X tidak diperlukan dan kita langsung memanfaatkan X e. CO TOH 4. : Daya keluaran pada poros rotor motor asinkron tiga fasa 50 Hz adalah 75 kw. Rugi-rugi rotasi adalah 900 W; rugi-rugi inti stator adalah 400 W; rugi-rugi tembaga stator adalah 700 W. Arus rotor dilihat dari sisi stator adalah 00 A.. Hitunglah efisiensi motor jika diketahui slip s 3,75%. Penyelesaian: Dari rangkaian ekivalen Gb.4.9., daya mekanik ekivalen adalah ' ' s P m ( I ) R. s P m dalam formulasi ini meliputi daya keluaran pada poros rotor dan rugi rotasi. Daya keluaran 75 kw yang diketahui, adalah daya keluaran pada poros rotor sedangkan rugi rotasi diketahui 900 W sehingga P m W dan rugi-rugi tembaga rotor adalah ' ' Pm s ,0375 Pcr ( I ) R 957 s 0,0375 Efisiensi motor adalah Pkeluaran η 00% Pkeluaran + rugi rugi % ,45% W 8

89 CO TOH 4.3 : Uji rotor diam pada sebuah motor asinkron tiga fasa rotor belitan, 00 HP, 380 V, hubungan Y, memberikan data berikut: daya masuk P d 0 kw, arus saluran I d 50 A, V d 65 Vdan pengukuran resistansi belitan rotor memberikan hasil R 0,0 Ω per fasa. Tentukan resistansi rotor dilihat di stator. Penyelesaian : Menurut (4.70) kita dapat menghitung Pd 0000 R e 0,0533 Ω per fasa 3I d 3 (50) ' R Re R 0,0533 0,0 0,0333 Ω per fasa CO TOH 4.4 : Pada sebuah motor asinkron tiga fasa 0 HP, 4 kutub, 0 V, 50 Hz, hubungan Y, dilakukan uji beban nol dan uji rotor diam. Beban nol : V 0 0 V; I 0 9, A; P W Rotor diam : V d 57 V; I d 30 A; P d 950 W. Pengukuran resistansi belitan stator menghasilkan nilai 0,5 Ω per fasa. Rugi-rugi rotasi sama dengan rugi inti stator. Hitung: (a) parameter-parameter yang diperlukan untuk menggambarkan rangkaian ekivalen (pendekatan); (b) arus eksitasi dan rugi-rugi inti. Penyelesaian : a). Karena terhubung Y, tegangan per fasa adalah 0 V 7 V. 3 Uji rotor diam memberikan : Pd 950 R e 0,35 Ω ; 3( I d ) 3 (30) ' R Re R 0,35 0,5 0, Ω Vd 57 Z e, Ω ; 3 I d 3 30 X e Z e Re (,) (0,35) 3,4 Ω 8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

90 I jx e j3,4 7 0 o V R c I f R e jx c 0,35 s 0, s b). Pada uji beban nol, arus rotor cukup kecil untuk diabaikan; jadi arus yang mengalir pada uji beban nol dapat dianggap arus eksitasi I f. Daya pada uji beban nol P V0 I f cosθ cos θ 0, 9 lagging , o Jadi : I f 9, θ 9, 79. Rugi inti : P inti P0 3 I0 R , 0,5 63 W CO TOH 4.5 : Motor pada contoh 4.4. dikopel dengan suatu beban mekanik, dan pengukuran pada belitan stator memberikan data : daya masuk 950 W, arus 8 A, faktor daya 0,8. Tentukanlah : (a) arus rotor dilihat dari sisi stator; (b) daya mekanis rotor; (c) slip yang terjadi; (d) efisiensi motor pada pembebanan tersebut jika diketahui rugi rotasi 500 W. Penyelesaian : a). Menggunakan tegangan masukan sebagai referensi, dari data pengukuran dapat kita ketahui fasor arus stator, yaitu: o I Arus rotor dilihat dari sisi stator adalah : ' I I I f 8 ( 0,8 j0,57) 9,( 0,9 j0,98) o,3 8 o o , 79 A b). Daya mekanik rotor adalah :, j6,94 Pm Pin Pi nti Pcs Pcr ,5 3,3 0, 7867 W 83

91 c). Slip dapat dicari dari formulasi ' ' 3 ( I ) R Pg Pin Pinti Pcs. s ' ' 3( I ) R 3,3 0, s 0,0365 atau 3,65 % P g ,5 e). Rugi rotasi 500 W. Daya keluaran sumbu rotor : P o P m Protasi W Po 7367 Efisiensi motor : η 00% 00% 80% P in Torka Pada motor asinkron terjadi alih daya dari daya listrik di stator menjadi daya mekanik di rotor. Sebelum dikurangi rugi-tembaga rotor, alih daya tersebut adalah sebesar daya celah udara P g dan ini memberikan torka yang kita sebut torka elektromagnetik dengan perputaran sinkron. Jadi jika T adalah torka elektromagnetik maka P g Pg Tωs atau T (4.8) ωs Torka Asut. Torka asut (starting torque) adalah torka yang dibangkitkan pada saat s, yaitu pada saat perputaran masih nol. Besarnya arus rotor ekivalen berdasarkan rangkaian ekivalen Gb.4.7. dengan s adalah Besar torka asut adalah I ' (4.9) T a ω P ω s ' ' ( R + R ) + ( X + X ) g s V ' ( I ) ' ' ( R + R ) + ( X + X ) 3 ω s 3V R ' ' R s (4.0) 84 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

92 Pada saat s impedansi sangat rendah sehingga arus menjadi besar. Oleh karena itu pada waktu pengasutan tegangan direduksi dengan menggunakan cara-cara tertentu untuk membatasinya arus. Sudah barang tentu penurunan tegangan ini akan memperkecil torka asut. Persamaan (4.0) menunjukkan bahwa jika tegangan dturunkan setengahnya, torka asut akan turun menjadi seperempatnya. Torka maksimum. Torka ini penting diketahui, bahkan menjadi pertimbangan awal pada waktu perancangan mesin dilakukan. Torka ini biasanya bernilai sampai 3 kali torka nominal dan merupakan kemampuan cadangan mesin. Kemampuan ini memungkinkan motor melayani beban-beban puncak yang berlangsung beberapa saat saja. Perlu diingat bahwa torka puncak ini tidak dapat diberikan secara kontinyu sebab akan menyebabkan pemanasan yang akan merusak isolasi. Karena torka sebanding dengan daya celah udara P g, maka torka maksimum terjadi jika alih daya ke rotor mencapai nilai maksimum. Dari rangkaian ekivalen pendekatan Gb.4.9., teorema alih daya maksimum mensyaratkan bahwa alih daya ke R ' akan maksimum jika s R s ' m ' ( X + X ) R + atau ' R (4.) ' R ( ) + X X s m + I j ( X + X ) ' I f R V R c jx c R ' s Gb.4.9. Rangkaian ekivalen pendekatan. Persamaan (4.) memperlihatkan bahwa s m dapat diperbesar dengan ' memperbesar R. Suatu motor dapat dirancang agar torka asut mendekati torka maksimum dengan menyesuaikan nilai resistansi rotor. Arus rotor pada waktu terjadi alih daya maksimum adalah 85

93 86 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ' ' ' ' ' ' X X X X R R R V X X X X R R V X X s R R V I m ' (4.) Torka maksimum adalah ( ) ( ) ω ω ' ' ' 3 3 X X R R V s R I T s m s m (4.3) Persamaan (4.3) ini memperlihatkan bahwa torka maksimum tidak tergantung dari besarnya resistansi rotor. Akan tetapi menurut (4.) slip maksimum s m berbanding lurus dengan resistansi rotor. Jadi mengubah resistansi rotor akan mengubah nilai slip yang akan memberikan torka maksimum akan tetapi tidak mengubah besarnya torka maksimum itu sendiri. Karakteristik Torka Perputaran. Gb.4.0. memperlihatkan bagaimana torka berubah terhadap perputaran ataupun terhadap slip. Pada gambar ini diperlihatkan pula pengaruh resistansi belitan rotor terhadap karakterik torka-perputaran. Makin tinggi resistansi belitan rotor, makin besar slip tanpa mengubah besarnya torka maksimum s m 0 n s slip perputaran torka dalam % nominal Gb.4.0. Karakteristik torka perputaran. resistansi rotor rendah resistansi rotor tinggi s m

94 Aplikasi. Motor dibagi dalam beberapa katagori menurut karakteristik spesifiknya sesuai dengan kemampuan dalam penggunaannya. Berikut ini data motor yang secara umum digunakan, untuk keperluan memutar beban dengan kecepatan konstan dimana tidak diperlukan torka asut yang terlalu tinggi. Beban-beban yang dapat dilayani misalnya kipas angin, blower, alat-alat pertukangan kayu, pompa sentrifugal. Dalam keadaan tertentu diperlukan pengasutan dengan tegangan yang direduksi dan jenis motor ini tidak boleh dibebani lebih secara berkepanjangan karena akan terjadi pemanasan. Pengendalian. Dalam pemakaian, kita harus memperhatikan pengendaliannya. Pengendalian berfungsi untuk melakukan asut dan menghentikan motor secara benar, membalik perputaran tanpa merusakkan motor, tidak mengganggu beban lain yang tersmbung pada sistem pencatu yang sama. Hal-hal khusus yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah : (a) pembatasan torka asut (agar beban tidak rusak); (b) pembatasan arus asut; (c) proteksi terhadap pembebanan lebih; (d) proteksi terhadap penurunan tegangan; (e) proteksi terhadap terputusnya salah satu fasa (yang dikenal dengan single phasing). Kita cukupkan sampai di sini pembahasan kita mengenai motor asinkron. Pengetahuan lebih lanjut akan kita peroleh pada pelajaran khusus mengenai mesinmesin listrik. Tabel-4.. Motor Dalam Aplikasi HP jumlah kutub torka asut % 0,5 50 sampai torka maks sampai 50 % tidak kurang dari 00 % arus asut 500 % sampai 000 % slip 3 % sampai 5 % faktor daya 0,87 sampai 0,89 efisiensi 87 % sampai 89 % Soal-Soal. Sebuah motor asinkron 3 fasa, 00 HP, 380 V, 50 Hz, mempunyai rugi-rugi inti stator 4400 W, dan rugi tembaga stator 3000 W. Rugirugi rotasi adalah 00 W dan arus ekivalen rotor dilihat di stator adalah 0 A. Pada slip 4%, hitunglah efisiensi motor. 87

95 . Sebuah motor asinkron 3 fasa 0 HP, 380 V, 50 Hz, 6 kutub, belitan stator terhubung Y. Pengukuran resistansi menunjukkan resistansi belitan stator 0,3 Ω per fasa. Uji rotor diam memberikan resistansi ekivalen 0, Ω dan reaktansi ekivalen 0,5 Ω. Uji beban nol memberikan rugi-rugi inti 600 W. Jika motor ini beroperasi dengan slip 3%, hitunglah : (a) arus saluran; (b) faktor daya; (c) daya keluaran (HP); (d) Torka asut. 3. Sebuah motor asinkron 3 fasa, 00 V, 50 Hz, kutub, terhubung Y. Pada uji beban nol, motor menyerap daya 4 kw pada arus saluran 0 A. Pengukuran resistansi menghasilkan resistansi belitan stator 0,4 Ω per fasa. Uji rotor diam menghasilan resistansi ekivalen 0,6 Ω dan reaktansi ekivalen,0 Ω. Motor beroperasi pada slip 3%. Hitunglah: (a) arus masukan; (b) faktor daya; (c) besarnya torka. 4. Sebuah motor asinkron 3 fasa, 00 HP, 380 V, 50 Hz, kutub, belitan stator terhubung Y. Pengukuran resistansi menghasilkan nilai resistansi belitan stator 0,06 per fasa. Uji beban nol menunjukkan rugi-rugi inti 400 W. Uji rotor diam memberikan resistansi ekivalen 0, Ω dan reaktansi ekivalen 0,6 Ω per fasa. Jika motor beroperasi pada beban penuh dan rugi-rugi rotasi diketahui 800 W, tentukanlah : (a) arus masukan; (b) faktor daya; (c) efisiensi. 5. Sebuah motor asinkron 3 fasa, rotor belitan terhubung Y, tegangan masukan 00 V. Uji beban nol pada tegangan 00 Vmemberikan data arus saluran 6,5 A, daya masuk,4 kw. Uji rotor diam dilakukan pada tegangan masuk 450 V memberikan data arus saluran 76 A dan daya masuk 37,5 kw. Pengukuran resistansi stator menghasilkan resistansi 0,8 Ω per fasa. Jika motor beropersai pada slip % dan diketahui rugi-rugi rotasi kw, tentukan nilai parameter untuk menggambarkan rangkaian ekivalen pendekatan. 6. Pada motor soal nomer 5, tentukanlah : (a) slip untuk memberikan torka maksimum; (b) arus masukan dan faktor daya pada waktu terjadi torka maksimum; (c) besarnya torka maksimum. 7. Sebuah motor asinkron rotor sangkar, 400 HP, 00 V, 6 kutub, 50 Hz, belitan stator terhubung Y, mempunyai parameter R 0,Ω; R e 0,4Ω; X e 0,5Ω Rugi-rugi inti stator 8800 W dan rugi-rugi rotasi 4800 W. Jika motor beroperasi pada slip %, dengan menggunakan rangkaian ekivalen pendekatan hitunglah : (a) arus masukan; (b) faktor daya; (c) besarnya torka; (d) efisiensi. 88 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

96 BAB 5 Sinyal onsinus Pada Rangkaian Linier Penyediaan energi listrik pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sumber tegangan berbentuk gelombang sinus. Arus yang mengalir diharapkan juga berbentuk gelombang sinus. Namun perkembangan teknologi terjadi di sisi beban yang mengarah pada peningkatan efisiensi peralatan dalam penggunaan energi listrik. Alat-alat seperti air conditioner, refrigerator, microwave oven, sampai ke mesin cuci dan lampu-lampu hemat energi makin banyak digunakan dan semua peralatan ini menggunakan daya secara intermittent. Peralatan elektronik, yang pada umumnya memerlukan catu daya arus searah juga semakin banyak digunakan sehingga diperlukan penyearahan arus. Pembebananpembebanan semacam ini membuat arus beban tidak lagi berbentuk gelombang sinus. Bentuk-bentuk gelombang arus ataupun tegangan yang tidak berbentuk sinus, namun tetap periodik, tersusun dari gelombang-gelombang sinus dengan berbagai frekuensi. Gelombang periodik nonsinus ini mengandung harmonisa. Pembahasan mengenai harmonisa dalam buku ini diharapkan menjadi pengantar untuk pembahasan mengenai Kualitas Daya. Kajian mengenai kualitas daya dalam system penyaluran energi listrik mencakup setiap permasalahan pada sistem tenaga yang berdampak pada penyimpngan besaran tegangan, arus, dan frekuensi dan berakibat kegagalan kerja sistem atau kegagalan operasi peralatan di sisi beban. Perkembangan teknologi di sisi beban telah memunculkan berbagai beban dengan karakteristik masing-masing serta berbagai pola pembebanan. Karena beban terikat pada sistem pasokan daya, maka tuntutan pembebanan juga akan berimbas pada sistem. Setiap sebab yang akan menurunkan kinerja sistem perlu dihindarkan atau ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu muncullah permasalahan kualitas daya. Kegagalan kerja sistem tidak harus berarti shut down dan kegagalan operasi peralatan tidak harus berarti rusak. Penurunan efisiensi dan penurunan life time termasuk dalam katagori kegagalan kerja sistem dan peralatan. Dengan demikian maka upaya peningkatan kualitas daya 89

97 merupakan upaya mencegah kegagalan operasi peralatan di sisi beban (pengguna akhir) maupun meningkatkan kinerja pasokan. Upaya peningkatan kualitas dituntut baik pada penyaluran dari pembangkit ke jaringan, di dalam jaringan, maupun pasokan ke beban. Masalah faktor daya, ketidak-seimbangan, susut energi di jaringan, power interruption, adalah masalah-masalah yang selalu muncul dalam sistem distribusi tenaga listrik. Ketidak-seimbangan pembebanan yang menyebabkan munculnya komponen-komponen arus negative sequence dan zero sequence juga akan menambah persoalan di jaringan. Sesungguhnya persoalan kualitas daya tidak hanya terbatas pada usaha perbaikan apa yang sudah ada, melainkan mencakup antisipasi pada keadaan mendatang, baik yang didorong oleh perkembangan teknologi maupun oleh peraturan-peraturan dan juga kepentingan komersial. Beberapa perkembangan dalam teknologi energi listrik yang perlu mendapat perhatian adalah: a) Distributed Generation Makin menyusutnya persediaan fossil fuel dan kesadaran akan lingkungan mendorong upaya ke arah energi alternatif dan energi terbarukan. Wind power, wave energy, photovoltaic, biomass, fuelcell, mikrohidro, adalah beberapa contoh. Skala pembangkit alternatif ini relatif kecil dan kebanyakan tersebar pada lokasi yang berjauhan. Jika daya dari pembangkit yang relatif kecil ini harus masuk ke jaringan, maka daya masuk ke jaringan melalui jaringan distribusi. b) Energy Storage Teknologi ini sudah sejak lama menjadi perbincangan. Penyimpanan energi sejauh ini dilaksanakan pada penyimpanan energi pembangkit seperti energi kimia (batere), mekanik (flywheel), hidro (hydro pumped storage), panas (thermal storage). Pembangkitan listrik dari simpanan energi ini juga relative berskala kecil, yang bisa masuk ke jaringan melalui jaringan distribusi. c) Power Electronic Perkembangan di bidang power electronic, dengan beban besar yang merupakan pembebanan nonlinier, memerlukan perhatian agar pengaruhnya pada sistem penyaluran daya serta dampaknya terhadap peralatan-peralatan konvensional sistem (seperti transformator) 90 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

98 dapat ditekan. Perkembangan konversi AC/DC, diiringi oleh pengembangan tapis aktif; walaupun demikian pemantauan kaualitas daya tetap harus dilakukan. 5.. Pendekatan umerik Sinyal onsinus Dalam pembahasan harmonisa kita akan menggunakan istilah sinyal nonsinus untuk menyebut secara umum sinyal periodik seperti sinyal gigi gergaji dan sebagainya, termasuk sinyal sinus terdistorsi yang terjadi di sistem tenaga. Di Bab-3 telah dibahas bagaimana mencari spektrum amplitudo dan sudut fasa dari bentuk sinyal nonsinus yang mudah dicari persamaannya. Berikut ini kita akan membahas cara menentukan spektrum amplitudo sinyal nonsinus melalui pendekatan numerik, yang digunakan jika kita menghadapi sinyal nonsinus yang tidak mudah dicari persamaannya. Cara pendekatan ini dapat dilakukan dengan bantuan komputer sederhana, terutama jika sinyal disajikan dalam bentuk kurva hasil dari suatu pengukuran analog. Dalam praktik, sinyal nonsinus diukur dengan menggunakan alat ukur elektronik yang dapat menunjukkan langsung spektrum amplitudo dari sinyal nonsinus yang diukur. Penafsiran Grafis Deret Fourier. Pencarian spektrum amplitudo suatu sinyal periodik y(t) dilakukan melalui penghitungan koefisien Fourier dengan formula seperti berikut ini. a a b 0 n n T 0 T 0 T 0 T0 / y( t) dt T / dengan T 0 adalah perioda sinyal. T0 / y( t) cos( nω0t) dt T / T0 / y( t)sin( nω0t) dt T / ; ; n> 0 n> 0 T0 / Integral y ( t) dt adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva y(t) T0 / dengan sumbu-t dalam rentang satu perioda. Jika luas bidang dalam rentang satu perioda ini dikalikan dengan (/T 0 ), yang berarti dibagi 9

99 dengan T 0, akan memberikan nilai rata-rata y(t) yaitu nilai komponen searah a 0. T0 / Integral y ( t) cos( nω0t) dt adalah luas bidang yang dibatasi oleh T / 0 kurva y ( t ) cos( n ω 0 t ) dengan sumbu-t dalam rentang satu perioda. Jika luas bidang ini dikalikan dengan (/T 0 ), yang berarti dibagi (T 0 /), akan diperoleh a n. Di sini T 0 harus dibagi dua karena dalam satu perioda T 0 terdapat dua kali gelombang penuh berfrekuensi nω 0. T0 / Integral y ( t) sin( nω0t) dt adalah luas bidang yang dibatasi oleh T / 0 kurva y ( t )sin( n ω 0 t ) dengan sumbu-x dalam rentang satu perioda. Jika luas ini dikalikan dengan (/T 0 ) akan diperoleh b n. Seperti halnya penghitungan a n, T 0 harus dibagi dua karena dalam satu perioda T 0 terdapat dua kali gelombang penuh berfrekuensi nω 0. Dengan penafsiran hitungan integral sebagai luas bidang, maka pencarian koefisien Fourier dapat didekati dengan perhitungan luas bidang. Hal ini sangat membantu karena perhitungan analitis hanya dapat dilakukan jika sinyal nonsinus yang hendak dicari komponenkomponennya diberikan dalam bentuk persamaan yang cukup mudah untuk diintegrasi. Prosedur Pendekatan umerik. Pendekatan numerik integral sinyal y(t) dalam rentang p t q dilakukan sebagai berikut.. Kita bagi rentang p t q ke dalam m segmen dengan lebar masingmasing t k ; t k bisa sama untuk semua segmen bisa juga tidak, tergantung dari keperluan. Integral y(t) dalam rentang p t q dihitung sebagai jumlah luas seluruh segmen dalam rentang tersebut. Setiap segmen dianggap sebagai trapesium; sisi kiri suatu segmen merupakan sisi kanan segmen di sebelah kirinya, dan sisi kanan suatu segmen menjadi sisi kiri segmen di sebelah kanannya. Jika sisi kanan segmen (trapesium) adalah A k maka sisi kirinya adalah A k-, maka luas segmen ke-k adalah L ( A + A ) t / k k k k (5.) 9 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

100 Jadi integral f(t) dalam rentang p x q adalah q m f ( t) dt Lk (5.) p k. Nilai t k dipilih sedemikian rupa sehingga error yang terjadi masih berada dalam batas-batas toleransi yang kita terima. Jika sinyal diberikan dalam bentuk grafik, untuk mencari koefisien Fourier dari harmonisa ke-n, satu perioda dibagi menjadi tidak kurang dari 0 n segmen agar pembacaan cukup teliti dan error yang terjadi tidak lebih dari 5%. Untuk harmonisa ke-5 misalnya, satu perioda dibagi menjadi 50 segmen. Ketentuan ini tidaklah mutlak; kita dapat memilih jumlah segmen sedemikian rupa sehingga pembacaan mudah dilakukan namun cukup teliti. 3. Relasi untuk memperoleh nilai koefisien Fourier menjadi seperti berikut: m a0 T 0 k m an T 0 k [ A + A ] k k tk [ A cos( nω t) + A cos( nω t )] k 0 k Lka0 T0 0 k tk [ A sin( nω t) + A sin( nω t )] m L k 0 k 0 k tk kbn bn T0 T k 0 / 4. Formula untuk sudut fasa adalah ϕ n Lkan T0 / (5.3) b n tan (5.4) an 5. Perlu disadari bahwa angka-angka yang diperoleh pada pendekatan numerik bisa berbeda dengan nilai yang diperoleh secara analitis. Jika misalkan secara analitis seharusnya diperoleh a 0 dan b 50, pada pendekatan numerik mungkin diperoleh angka yang sedikit menyimpang, misalnya a 0,0 dan b 50,. 6. Amplitudo dari setiap komponen harmonisa adalah A n an + bn. Sudut fasa dihitung dalam satuan radian ataupun derajat dengan mengingat letak kuadran dari vektor amplitudo seperti telah dibahas 93

101 pada waktu kita membahas spektrum sinyal dalam Bab-3. Persamaan sinyal nonsinus adalah ( ) 0 y t a + a + cos( ω0 ϕ ) n bn n t n (5.5) n Berikut ini kita lihat sinyal periodik yang diberikan dalam bentuk kurva yang tak mudah dicari persamaannya. Prosedur pendekatan numerik dilakukan dengan membaca kurva yang memerlukan kecermatan. Hasil pembacaan kita muatkan dalam suatu tabel seperti pada contoh berikut ini. CO TOH-5.: 00 y[volt] ,00 0,004 0,006 0,008 0,0 0,0 0,04 0,06 0,08 0,0 t[detik] Carilah komponen searah, fundamental, dan harmonisa ke-3 sinyal periodik y(t) yang dalam satu perioda berbentuk seperti yang diperlihatkan dalam gambar di atas. Perhatikan bahwa gambar ini adalah gambar dalam selang satu periode yang berlangsung dalam 0,0 detik, yang sesuai dengan frekuensi kerja 50 Hz. Penyelesaian: Perhitungan diawali dengan menetapkan nilai t dengan interval sebesar t 0,0004 detik, kemudian menentukan A k untuk setiap segmen. Sisi kiri segmen pertama terjadi pada t 0 dan sisi kanannya menjadi sisi kiri segmen ke-dua; dan demikian selanjutnya dengan segmen-segmen berikutnya. Kita tentukan pula sisi kanan segmen terakhir pada t T 0. Hasil perhitungan yang 94 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

102 diperoleh dimuatkan dalam Tabel-5. (hanya ditampilkan sebagian), dimana sudut fasa dinyatakan dalam satuan radian. Pembulatan sampai angka di belakang koma. Tabel-5.. Analisis Harmonisa Sinyal Nonsinus pada Contoh-5.. T 0 0,0 s t k 0,0004 s Komp. searah Fundamental f 0 /T 0 50 Hz Harmonisa ke-3 t A k L ka0 L ka L kb L ka3 L kb , ,05 0,05 0,00 0,04 0,006 0, ,035 0,034 0,007 0,09 0,09 0,00 0 0,044 0,04 0,04 0,05 0,035 : : : : : : : 0, ,006-0,006 0,00-0,003 0,005 0, ,003 0,003 0,000 0,003-0,00 0,0 50 0,04 0,04-0,00 0,04-0,00 Jumlah L k 0,398 0,004,50-0, 0, a 0 9,90 a, b 0,36 50,05 a 3, b 3,8,3 Ampli-, ϕ 50,05,57 Ampli-3, ϕ 3 9,9-0,78 Tabel ini memberikan a0 9,90 a 0,36; b 50,05 a3,8; b3,3 A 0, ,05 50,05 ϕ tan (50,05 / 0,36),57 A3 (,8) +,3 9,9 ϕ3 tan (,3/,8) 0,78 Sesungguhnya kurva yang diberikan mengandung pula harmonisa kedua. Apabila harmonisa ke-dua dihitung, akan memberikan hasil a 49,43 dan b 0, 36 amplitudo A 49,43 dan ϕ 0, 0 95

103 Dengan demikian uraian sampai dengan harmonisa ke-3 dari sinyal yang diberikan adalah y( t) 9,90+ 50,05 cos(πf 0t,57) + 49,43cos(4πf 0t+ 0,0) + 9,9 cos(6πf 0t+ 0,78) 5.. Elemen Linier Dengan Sinyal onsinus Hubungan tegangan dan arus elemen-elemen linier R, L, C, pada sinyal sinus di kawasan waktu berlaku pula untuk sinyal periodik nonsinus. CO TOH-5.: Satu kapasitor C mendapatkan tegangan nonsinus v 00 sin( ωt+ 0,5) + 0 sin(3ωt 0,) + 0 sin(5ωt+,5) V (a) Tentukan arus yang mengalir pada kapasitor. (b) Jika C 30 µf, dan frekuensi f 50 Hz, gambarkan (dengan bantuan komputer) kurva tegangan dan arus kapasitor. Penyelesaian: dv (a) Hubungan tegangan dan arus kapasitor adalah i C C dt Oleh karena itu arus kapasitor adalah d 00 sin( ωt+ 0,5) + 0 sin(3ωt 0,) + 0 sin(5ωt +,5) i C C dt 00ωC cos( ωt+ 0,5) + 60ωC cos(3ωt 0,) { } 00ωC sin( ωt+,07) + 60ωC sin(3ωt +,37) + 50ωC cos(5ωt +,5) + 50ωC sin(5ωt + 3,07) A (b) Kurva tegangan dan arus adalah seperti di bawah ini. 50 [V] v C 5 [A] i C, detik 0.0, Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

104 Kurva tegangan dan arus pada contoh ini merupakan fungsi-fungsi nonsinus yang simetris terhadap sumbu mendatar. Nilai rata-rata fungsi periodik demikian ini adalah nol. Pendekatan numerik memberikan nilai rata-rata vrr 4,8 0 V dan 7 irr 5 0 A ilai Rata-Rata Dan ilai Efektif Sinyal onsinus ilai Rata-Rata. Sesuai dengan definisi untuk nilai rata-rata, nilai ratarata sinyal nonsinus y(t) dengan perioda T 0 adalah Yrr T0 T y( t) dt 0 (5.6) Nilai rata-rata sinyal nonsinus adalah komponen searah dari sinyal tersebut. ilai Efektif. Definisi nilai efektif sinyal periodik y(t) dengan perioda T 0 adalah Yrms T0 T y ( t) dt 0 (5.7) Dengan demikian maka nilai efektif sinyal sinus y Y m sin(ωt + θ) adalah T Ym Y rms Ym sin ( ) ωt+θ dt (5.8) T 0 0 Nilai efektif sinyal nonsinus y ( t) Y0 + Ymn sin( nω0t+θn ) adalah n Yrms T0 T Y0 + 0 Ymn sin( nω0t+θn ) dt n Jika ruas kiri dan kanan dikuadratkan, kita dapatkan 97

105 Y rms T0 Y rms T0 + T0 T Y0 + 0 Melalui kesamaan trigonometri Ymn sin( nω0t+θn ) dt n T Y + 0 Ymn sin ( nω0t+θn ) dt 0 n atau Y 0 Ymn sin( nω0t+θn ) n T + Y ω +θ ω +θ m sin( 0t ) Ymn sin( n 0t n ) dt 0 n + Ym sin(ω0t +θ ) Ymn sin( nω0t+θn ) n sinα sinβ cos( α b ) cos( α+ β) (5.9) dan karena Y 0 bernilai tetap maka suku ke-dua ruas kanan (5.8) merupakan penjumlahan nilai rata-rata fungsi sinus yang masing-masing memiliki nilai rata-rata nol, sehingga suku ke-dua ini bernilai nol. Oleh karena itu (5.9) dapat kita tulis atau Y rms T T Y0 + Y ω +θ nm sin ( n 0t n ) 0 n t Y rms Y0 dt+ T 0 T n Y0 + Ynrms n dt T Ynm sin ( nω0t+θn ) dt 0 (5.0) (5.) Persamaan (5.) menunjukkan bahwa kuadrat nilai efektif sinyal non sinus sama dengan jumlah kuadrat komponen searah dan kuadrat semua nilai efektif konponen sinus. Kita perlu mencari formulasi yang mudah untuk menghitung nilai efektif ini. Kita bisa memandang sinyal nonsinus sebagai terdiri dari tiga macam komponen yaitu komponen searah (y 0 ), 98 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

106 komponen fundamental (y ), dan komponen harmonisa (y h ). Komponen searah adalah nilai rata-rata sinyal, komponen fundamental adalah komponen dengan frekuensi fundamental ω 0, sedangkan komponen harmonisa merupakan jumlah dari seluruh komponen harmonisa yang memiliki frekuensi nω 0 dengan n >. Jadi sinyal nonsinus y dapat dinyatakan sebagai y y0 + y + y h Akan tetapi kita juga dapat memandang sinyal nonsinus sebagai terdiri dari dua komponen saja, yaitu komponen fundamental dan komponen harmonisa total di mana komponen yang kedua ini mencakup komponen searah. Alasan untuk berbuat demikian ini adalah bahwa dalam proses transfer energi, komponen searah dan harmonisa memiliki peran yang sama; hal ini akan kita lihat kemudian. Dalam pembahasan selanjutnya kita menggunakan cara pandang yang ke-dua ini. Dengan cara pandang ini suatu sinyal nonsinus dinyatakan sebagai y y + y h (5.) dengan y Ym sin( ω0t+ θ) k dan yh Y0 + Ynm sin( nω0t+θn ). n Dengan demikian maka relasi (5.) menjadi Y rms Yrms + Yhrms (5.3) Dalam praktik, komponen harmonisa y h dihitung tidak melibatkan seluruh komponen harmonisa melainkan dihitung dalam lebar pita spektrum tertentu. Persamaan sinyal dijumlahkan sampai pada frekuensi tertinggi yang ditentukan yaitu kω 0 ; sinyal dengan frekuensi di atas batas frekuensi tertinggi ini dianggap memiliki amplitudo yang sudah cukup kecil untuk diabaikan. CO TOH-5.: Suatu tegangan berbentuk gelombang gigi gergaji memiliki nilai maksimum 0 volt, dengan frekuensi 0 siklus per detik. Hitunglah nilai tegangan efektif dengan: (a) relasi nilai efektif; (b) uraian harmonisa. Penyelesaian: 99

107 (a) Perioda sinyal 0,05 detik dengan persamaan: v( t) 400t. Nilai efektif: V rms 0, (400 ) 0,05 t dt 0 0,05 t 3 0,05 3 0,55 V (b) Uraian sinyal ini sampai harmonisa ke-7 adalah diberikan dalam contoh di Bab-3, yaitu v( t) 0 6,366 sinω0t 3,83sin ω0t, sin 3ω0t,59 sin 4ω0t,73sin 5ω0t,06sin 6ω0t 0,909 sin 7ω0t V Persamaan ini memberikan nilai efektif tegangan fundamental, tegangan harmonisa, dan tegangan total sebagai berikut. 6,366 V rms 4,5 V V hrms 3,83,,59,73,06 0, ,7 V V rms Vrms + Vhrms 4,5 + 0,7,6 V Contoh ini menunjukkan bahwa sinyal gigi gergaji memiliki nilai efektif harmonisa jauh lebih tinggi dari nilai efektif komponen fundamentalnya. CO TOH-5.3: Uraian dari penyearahan setengah gelombang arus sinus i sinω 0 t A sampai dengan harmonisa ke-0 adalah: i( t) 0,38+ 0,5 cos( ω 0 + 0,08 cos(6ω t,57) + 0, cos(ω 0 t) cos(8ω 0 0 t ) + 0,04 cos(4ω t) cos(0ω Hitung nilai efektif komponen arus fundamental, arus harmonisa, dan arus total. Penyelesaian: Nilai efektif arus fundamental, arus harmonisa dan arus total berturut-turut adalah 0 0 t) t) A 00 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

108 0,5 I rms 0,354 A I hrms 0, 0,38 + 0,04 + 0,08 + 0,0 + 0, ,354 A I rms Irms + I hrms 0, ,354 0,5 A Contoh-5.3 ini menunjukkan bahwa pada penyearah setengah gelombang nilai efektif komponen fundamental sama dengan nilai efektif komponen harmonisanya. CO TOH-5.4: Tegangan pada sebuah kapasitor 0 µf terdiri dari dua komponen yaitu v 00sinωt dan v5 0sin5ωt. Jika diketahui frekuensi fundamental adalah 50 Hz, hitunglah: (a) nilai efektif arus yang diberikan oleh v ; (b) nilai efektif arus yang diberikan oleh v 5 ; (c) arus efektif total; (d) gambarkan kurva ketiga arus tersebut sebagai fungsi waktu. Penyelesaian: a). Komponen tegangan pertama adalah v 00 sin(00πt) V. Arus yang diberikan oleh tegangan ini adalah 6 6 i 0 0 dv / dt πcos00πt,57 cos00πt Nilai efektifnya adalah:,57 I rms 0,89 A b). Komponen tegangan ke-dua adalah v5 0sin(500πt) V. Arus yang diberikan oleh tegangan ini adalah 6 6 i5 0 0 dv5 / dt πsin500πt,885 cos500πt,885 Nilai efektifnya adalah: I 5 rms,33 A c). Tegangan gabungan adalah v 00 sin(00πt) + 0 sin(500πt) Arus yang diberikan tegangan gabungan ini adalah 0

109 6 6 d i 0 0 dv / dt 0 0 ( v + v5 ) dt,57 cos00πt+,885cos500t Arus ini merupakan jumlah dari dua komponen arus yang berbeda frekuensi. Kurva arus ini pastilah berbentuk nonsinus. Nilai efektif masing-masing komponen telah dihitung di jawaban (a) dan (b). Nilai efektif sinyal non sinus ini adalah I rms I rms + I5rms 0,89 +,33,60 A d). Kurva ketiga arus tersebut di atas adalah sebagai berikut. 4 A i i i detik CO TOH-5.5: Arus i sinωt+ 0, sin 3ωt A, mengalir pada beban yang terdiri dari resistor 00 Ω yang tersambung seri dengan induktor 0,5 H. Pada frekuensi 50 Hz: (a) gambarkan kurva tegangan dan arus beban; (b) tentukan nilai efektif tegangan beban dan arus beban. Penyelesaian: (a) Arus beban adalah i sinωt + 0, sin 3ωt. Tegangan beban adalah di v vr + vl ir+ L dt 00sinωt+ 0sin 3ωt+ω cosωt+ 0,3ω cos 3ωt V Kurva tegangan dan arus: 0 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

110 V v i detik A (b). Nilai efektif arus beban adalah I rms I rms + I3rms Tegangan beban adalah 0, +,4 A v 00sinωt + 0 sin 3ωt +ωcosωt + 0,3ω cos 3ωt Nilai efektif tegangan beban, dengan ω00π, adalah V V rms 00 +ω 0 + (0,3ω) + 7 V 5.4. Daya Pada Sinyal onsinus Pengertian daya nyata dan daya reaktif pada sinyal sinus berlaku pula pada sinyal nonsinus. Daya nyata memberikan transfer energi netto, sedangkan daya reaktif tidak memberikan transfer energi netto. Kita tinjau resistor R b yang menerima arus berbentuk gelombang nonsinus i Rb i + i h Nilai efektif arus ini adalah I Rbrms Irms + I hrms Daya nyata yang diterima oleh R b adalah PRb I Rbrms Rb IrmsRb + I hrmsrb (5.4) 03

111 Formulasi (5.4) tetap berlaku sekiranya resistor ini terhubung seri dengan induktansi, karena dalam bubungan seri demikian ini daya nyata diserap oleh resistor, sementara induktor menyerap daya reaktif. CO TOH-5.6: Seperti pada contoh-5.5, arus i sinωt+ 0,sin3ωt A mengalir pada resistor 00 Ω yang tersambung seri dengan induktor 0,5 H. Jika frekuensi fundamental 50 Hz: (a) gambarkan dalam satu bidang gambar, kurva daya yang mengalir ke beban sebagai perkalian tegangan total dan arus beban dan kurva daya yang diserap resistor sebagai perkalian resistansi dan kuadrat arus resistor; (b) hitung nilai daya rata-rata dari dua kurva daya pada pertanyaan b; (c) berikan ulasan tentang kedua kurva daya tersebut. Penyelesaian: (a) Daya masuk ke beban dihitung sebagai: p v i sedangkan daya nyata yang diserap resistor dihitung sebagai: p R i R v R i R Kurva dari p dan p R terlihat pada gambar berikut. 600 W p vi p R i R v R i R detik -400 (b) Daya rata-rata merupakan daya nyata yang di transfer ke beban. Daya ini adalah daya yang diterima oleh resistor. Arus efektif yang mengalir ke beban telah dihitung pada contoh-5.5. yaitu,4 A. Daya nyata yang diterima beban adalah PR I rms R (,4) 00 0 W. Teorema Tellegen mengharuskan daya ini sama dengan daya rata-rata yang diberikan oleh sumber, yaitu p vi. Perhitungan dengan pendekatan numerik memberikan nilai rata-rata p adalah 04 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

112 P rr 0 W (c) Kurva p R selalu positif; nilai rata-rata juga positif sebesar 0 W yang berupa daya nyata. Pada kurva p ada bagian yang negatif yang menunjukkan adanya daya reaktif; nilai rata-rata kurva p ini sama dengan nilai rata-rata kurva p R yang menunjukkan bagian nyata dari daya tampak. CO TOH-5.7: Tegangan nonsinus pada terminal resistor 0 Ω adalah v 00 sin( ωt+ 0,5) + 0sin(3ωt 0,) + 0 sin(5ωt +,5) V Tentukan arus efektif yang mengalir dan daya nyata yang diserap resistor. Penyelesaian: Arus yang mengalir adalah v i 5 sin( ωt+ 0,5) + sin(3ωt 0,) + 0,5sin(5ωt+,5) A R Nilai efektif masing-masing komponen arus adalah 5 0,5 I rms ; I3rms ; I5rms Arus efektif yang mengalir adalah I rms ,5 Daya nyata yang diserap resistor adalah 5 PR I rms R + 0,5 + 6,5 3,6 A 0 6,5 W CO TOH-5.8: Tegangan nonsinus v 00 sinωt + 0 sin 3ωt V, terjadi pada terminal beban yang terdiri dari resistor 00 Ω tersambung paralel dengan kapasitor 50 µf. Jika frekuensi fundamental adalah 50 Hz, (a) Tentukan persamaan arus total beban; (b) hitung daya nyata yang diserap beban. Penyelesaian: 05

113 (a). Arus total (i) adalah jumlah arus yang melalui resistor (i R ) dan kapasitor (i C ). i C C dv dt Arus total beban: v i R sin ωt+ 0,sin 3ωt R ( 00ωcosωt+ 30ωcos3ωt) i sin ωt + 0,sin 3ωt + 0,005 cosωt ω cos 3ωt (b). Arus efektif melalui resistor I Rrms 0, + 0,7 A Daya nyata yang diserap beban adalah daya yang diserap resistor: P R 0, W 5.5. Resonansi Karena sinyal nonsinus mengandung harmonisa dengan berbagai macam frekuensi, maka ada kemungkinan salah satu frekuensi harmonisa bertepatan dengan frekuensi resonansi dari rangkaian. Frekuensi resonansi telah kita bahas di bab sebelumnya. Berikut ini kita akan melihat gejala resonansi pada rangkaian karena adanya frekuensi harmonisa. CO TOH-5.9: Suatu generator 50 Hz dengan induktansi internal 0,05 H mencatu daya melalui kabel yang memiliki kapasitansi total sebesar 5 µf. Dalam keadaan tak ada beban tersambung di ujung kabel, tentukan frekuensi harmonisa sumber yang akan memberikan resonansi. Penyelesaian: Frekuensi resonansi adalah ωr LC 88,4 6 0, Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

114 88,4 f r 450 π Inilah frekuensi harmonisa ke-9. Hz CO TOH-5.0: Sumber tegangan satu fasa 6 kv, 50 Hz, mencatu beban melalui kabel yang memiliki kapasitansi total,03 µf. Dalam keadaan tak ada beban terhubung di ujung kabel, induktansi total rangkaian ini adalah 0, H. Tentukan harmonisa ke berapa dari sumber yang akan membuat terjadinya resonansi pada keadaan tak ada beban tersebut. Penyelesaian: Frekuensi resonansi adalah ωr LC 569,4 6 0,0,03 0 rad/det atau f r 569,4 49,78 Hz π Resonansi terjadi jika sumber mengandung harmonisa ke-5. 07

115 Soal-Soal. Hasil penyearahan setengah gelombang tegangan sinusoidal memberikan tegangan dengan amplitudo 50 V, dan frekuensi dasar 50 Hz. Tuliskan lima komponen pertama sinyal yang tak bernilai nol dan gambarkan spektrum amplitudo dari sinyal ini.. Sinyal segitiga mempunyai amplitudo 5 V dan perioda milidetik. Tuliskan lima komponen pertama sinyal yang tak bernilai nol dan gambarkan spektrum amplitudo dari sinyal ini. 3. Suatu sinyal gelombang komposit diperoleh dengan menambahkan tegangan searah 5 V dan geolmbang persegi khz yang memiliki tegangan puncak-ke-puncak 5 V. Tuliskan lima komponen pertama sinyal yang tak bernilai nol dan gambarkan spektrum amplitudo dari sinyal ini. 4. Pulsa pertama dari suatu deret pulsa muncul pada t 0 dan menghilang pada t, sedangkan pulsa kedua muncul pada t dan menghilang pada t 3. Jika amplitudo pulsa adalah V, gambarkan bentuk gelombang sinyal ini dan carilah koefisien Fourier serta gambarkan spektrum amplitudo dari sinyal ini. 5. Suatu sinyal sinusoidal v 0 sin(πt / T0 ) V diproses melalui rangkaian pemotong gelombang sedemikian rupa sehingga bagian gelombang yang berada di bawah 5 V terpotong. Jika perioda T 0 adalah 0, detik, carilah koefisien Fourier serta gambarkan spektrum amplitudo dari sinyal ini. 6. Bentuk gelombang v 0( 0,5t) adalah setengah perioda pertama dari gelombang periodik yang periodanya 4 detik. Jika diketahui bahwa koefisien Fourier a n 0 untuk semua n, bagaimanakah bentuk setengah gelombang yang kedua? 7. Bentuk gelombang v 0( 0,5t) adalah setengah perioda pertama dari gelombang periodik dengan perioda 4 detik. Jika diketahui bahwa koefisien Fourier b n 0 untuk semua n, bagaimanakah bentuk setengah gelombang yang kedua? 8. Dengan pendekatan numerik, carilah persamaan gelombang periodik yang salah satu periodanya tergambar di bawah ini. 08 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

116 50 v [V] t [det] T Suatu resistor 00 Ω yang tersambung paralel dengan induktor 0,5 H, dihubungkan pada sebuah sumber tegangan v 00sinωt+ 0sin3ωt dengan frekuensi 50 Hz. (a) Tentukan persamaan arus sumber dan nilai efektifnya; (b) hitung daya yang diserap resistor; (c) dengan hanya memperhatikan komponen fundamental, hitung nilai rata-rata daya yang keluar dari sumber dan bandingkan dengan daya yang diserap resistor. 0. Sebuah sumber tegangan 50 Hz, kv mempunyai resistansi internal Ω dan induktansi internal 0,0 H. Sumber ini mencatu beban melalui kabel yang mempunyai kapasitansi total.9 µf. Tegangan terbangkit di sumber dinyatakan dengan e 7000 sinωt+ 70 sin3ωt. Dalam keadaan tak ada beban terhubung di ujung kabel, hitunglah tegangan maksimum pada kabel.. Tegangan sebesar v sinωt V, diterapkan pada beban berupa resistor 0 Ω melalui kabel yang memiliki kapasitansi toal 0,3 µf. Hitung arus efektif yang keluar dari sumber dan hitung daya yang diserap oleh beban jika ω 34.. Suatu induktor 0,5 H dihubungkan seri dengan kapasitor 5 µf. Tentukan frekuensi sumber yang akan memberikan resonansi pada: (a) frekuensi dasar; (b) harmonisa ke-tiga; (c) harmonisa ke-lima. 09

117 3. Suatu tegangan nonsinus mengandung komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan harmonisa ke-5. Nilai puncak tegangan berturut-turut adalah 000 V, 400 V, dan 00 V. Tegangan ini diterapkan pada rangkaian seri R 0 Ω, kapasitor 30 µf, dan induktor variabel. Pada frekuensi 50 Hz, hitung nilai induktansi yang akan menyebabkan resonansi pada harmonisa ke-3, dan harmonisa ke-5. Hitung pula arus dan tegangan efektif pada waktu terjadi resonansi. 4. Dua beban paralel terdiri beban resistif 0 Ω dan beban induktif dengan resistansi 0 Ω seri dengan induktor 0,05 H. Pada terminal bersama (common point) kedua beban ini dipasang kapasitor 50 µf paralel dengan kedua beban tersebut. Sebuah tegangan nonsinus yang tersusun dari komponen fundamental bertegangan puncak 00 V dan harmonisa ke-3 bertegangan puncak 50 V diterapkan pada terminal bersama dari beban ini. Hitung arus efektif total, daya total, dan faktor daya dari beban ini. Frekuensi 50 Hz. 0 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

118 BAB 6 Pembebanan on-linier Pada pembebanan nonlinier arus yang mengalir ke beban merupakan arus periodik nonsinus, walaupun sumber memberikan tegangan sinus. Pembahasan akan kita lakukan di dua sisi yaitu tinjauan di sisi beban dan tinjauan di sisi sumber. Tinjauan di sisi beban adalah melihat beban yang menerima arus nonsinus tanpa mempersoalkan bagaimana sumber melayani pembebanan yang demikian ini. Tinjauan di sisi sumber adalah melihat sumber yang bertegangan sinus namun harus memberikan arus yang nonsinus. 6.. Tinjauan Di Sisi Beban Rangkaian yang akan kita tinjau terlihat pada Gb.6.. Sebuah sumber tegangan sinus memberikan arus pada resistor R b melalui saluran dengan resistansi R s dan sebuah pengubah arus p.i., misalnya penyearah; pengubah arus inilah yang menyebabkan arus yang mengalir di R b berbentuk gelombang nonsinus. v s + R s p.i. i nonsinus R b Gb.6.. Pembebanan nonlinier. Menurut teorema Tellegen, transfer daya listrik hanya bisa terjadi melalui tegangan dan arus. Namun dalam tinjauan dari sisi beban ini, R b hanya melihat bahwa ada arus yang diterima olehnya. Cara bagaimana arus ini sampai ke beban tidaklah penting bagi beban. i Rb i + i h (6.) dengan i Im sin( ω0t+ θ) k ih I0 + I nm sin( nω0t+θn ) n Inilah arus yang diterima oleh R b.

119 Daya nyata yang diterima oleh R b adalah 6.. Tinjauan Di Sisi Sumber PRb I rmsrb + I hrmsrb (6.) Tegangan sumber berbentuk gelombang sinus, yaitu vs Vs sinω0t. Daya yang diberikan oleh sumber adalah tegangan sumber kali arus sumber yang besarnya sama dengan arus beban. Jadi daya keluar dari sumber adalah ps vs ( t) is ( t) Vs I sinω0t sin( ω0t+θ) Suku pertama (6.3) memberikan daya k + V s sinω0t I + ω +θ 0 I n sin( n 0t n ) n (6.3) cosθ cos(ω0t+ θ) ps Vs I( sinω0t sin( ω0t+θ) ) Vs I Vs I Vs I cosθ cos(ω0t+θ) (6.4) Suku ke-dua dari persamaan ini mempunyai nilai rata-rata nol akan tetapi suku pertama mempunyai nilai tertentu. Hal ini berarti p s memberikan transfer energi netto. Suku kedua (6.3) memberikan daya p sh V p s0 sh [ I sin( nω t+θ ) ω t] s I 0 sinω0t+ Vs n 0 n sin n + p 0 (6.5) Suku pertama persamaan ini mempunyai nilai rata-rata nol. Suku kedua juga mempunyai nilai rata-rata nol karena yang berada dalam tanda kurung pada (6.5) berbentuk fungsi cosinus Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

120 y Vs n n I n Vs n [ I sin( nω t+θ ) sinω t] 0 n { cos( ( n+ ) ω t+θ ) cos( ( n ) ω t+θ )} 0 yang memiliki nilai rata-rata nol. Hal ini berarti bahwa p sh tidak memberikan transfer energi netto. Jadi secara umum daya yang diberikan oleh sumber pada pembebanan nonlinier dapat kita tuliskan sebagai terdiri dari dua komponen, yaitu 0 n p s ps + psh (6.6) Dari dua komponen daya ini hanya komponen fundamental, p s, yang memberikan transfer energi netto. Dengan kata lain hanya p s yang memberikan daya nyata, yaitu sebesar Vs I s cosθ Vsrms Irms cosθ P (6.7) dengan θ adalah beda susut fasa antara v s dan i. Sementara itu P sh merupakan daya reaktif. Menurut teorema Tellegen, daya nyata yang diberikan oleh sumber harus tepat sama dengan daya yang diterima oleh beban. Daya nyata yang diterima oleh R b adalah P Rb seperti diberikan oleh persamaan (6.). Daya nyata yang diberikan oleh sumber, yaitu P s haruslah diserap oleh R b dan R s Contoh Kasus: Penyearah Setengah Gelombang Sebagai contoh dalam pembahasan pembebanan nonlinier ini, kita akan mengamati penyearah setengah gelombang. Dengan penyearah ini, sinyal sinus diubah sehingga arus mengalir setiap setengah perioda seperti telah pernah kita temui. Rangkaian penyearah yang kita tinjau terlihat pada Gb.6..a. Arus penyearah setengah gelombang mempunyai nilai pada setengah perioda pertama (yang positif); pada setengah perioda ke-dua, ia bernilai nol. Uraian fungsi ini sampai dengan harmonisa ke-6, telah dihitung pada Contoh-3.3 di Bab-3, yaitu 0 n 3

121 ( t) I i m 0,38+ 0,5 cos( ω0t,57) + 0, cos(ω0t ) 0,04 cos(4 0 ) 0,08 cos(6 0 ) + ω t + ω t V (6.8) v s i s i R V s v s a). v s R v R i R p R p R ωt [ o ] p R b). V s Gb.6.. Penyearah setengah gelombang dengan beban resistif. Dalam rangkaian yang kita tinjau ini hanya ada satu sumber yang mencatu daya hanya kepada satu beban. Pada waktu dioda konduksi, arus sumber selalu sama dengan arus beban, karena mereka terhubung seri; tegangan beban juga sama dengan tegangan sumber karena dioda dianggap ideal sedangkan resistor memiliki karakteristik linier dan bilateral. Pada waktu dioda tidak konduksi arus beban maupun arus sumber sama dengan nol. Gb.6..b. memperlihatkan bahwa hanya kurva tegangan sumber yang merupakan fungsi sinus; kurva arus dan daya merupakan fungsi nonsinus. Pada persamaan (6.8) arus fundamental dinyatakan dalam fungsi cosinus yaitu i 0,5I m cos( ω0t,57) Fungsi ini tidak lain adalah pergeseran,57 rad atau 90 o ke arah positif dari fungsi cosinus yang ekivalen dengan fungsi sinus i 0,5I m sin( ω0t) Pernyataan i dalam fungsi sinus ini sesuai dengan pernyataan bentuk gelombang tegangan yang juga dalam fungsi sinus. Dengan pernyataan 4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

122 yang bersesuaian ini kita dapat melihat beda fasa antara keduanya; ternyata dalam kasus penyearah setengah gelombang ini, arus fundamental sefasa dengan tegangan sumber. CO TOH-6.: Sebuah sumber dengan resistansi dan induktansi internal yang dapat diabaikan mencatu beban resistif melalui penyearah setengah gelombang. Tegangan sumber adalah v s 380sinω0 t V dan resistansi beban R b adalah 3,8 Ω. Hitung daya nyata yang diterima oleh beban dan daya nyata yang diberikan oleh sumber. Penyelesaian: Tinjauan Di Sisi Beban. Nilai puncak arus adalah 380/3,8 00 A. Persamaan arus sampai harmonisa ke-enam menjadi 3, cos( ω0t,57) +, cos(ω0t ) i ( t) A 4, cos(4 0 ),8 cos(6 0 ) + ω t + ω t yang memberikan arus-arus efektif pada beban Ibrms Ibhrms 50 A;, 4,,8 3, Daya yang diterima beban adalah 35,3 A; ( I + I ) 3, W 9,5 kw P I rmsrb b rms bhrms Tinjauan Di Sisi Sumber. Tegangan sumber adalah v s 380sinω 0 t. Komponen arus fundamental yang diberikan oleh sumber adalah sama dengan arus fundamental beban is irb 50cos( ω0t,57) 50sinω0t A dengan nilai efektif I srms 50 / A Tak ada beda fasa antara tegangan sumber dan arus fundamentalnya. Daya dikeluarkan oleh sumber adalah 5

123 P s Vs rms Is rms 9,5 kw Hasil perhitungan dari kedua sisi tinjauan adalah sama. Daya yang diberikan oleh komponen fundamental sebagai fungsi waktu adalah VsI ps 9 ( cos(ω t) ( cos(ω t) ( cos(ω t) kw Gb.6.3 memperlihatkan kurva p s pada Contoh-6. di atas. Kurva p s bervariasi sinusoidal namun selalu positif dengan nilai puncak 9 kw, dan nilai rata-rata (yang merupakan daya nyata) sebesar setengah dari nilai puncak yaitu 9,5 kw. Kurva daya yang dikontribusikan oleh komponen searah, p s0 yaitu suku pertama (6.5), dan komponen harmonisa p sh yaitu suku ke-dua persamaan (6.5), juga diperlihatkan dalam Gb.6.3. Kurva kedua komponen daya ini simetris terhadap sumbu waktu yang berarti memiliki nilai rata-rata nol. Dengan kata lain komponen searah dan komponen harmonisa tidak memberikan daya nyata. W t [det] p sh p s0 p s Gb.6.3. Kurva komponen daya yang diberikan sumber. Konfirmasi logis kita peroleh sebagai berikut. Seandainya tidak ada penyearah antara sumber dan beban, arus pada resistor akan mengalir sefasa dan sebentuk dengan gelombang tegangan sumber. Daya yang di keluarkan oleh sumber dalam keadaan ini adalah ps Vs I s sin ω0t sin ω0t cos ω0t+ cos (+ cos ω0t) kw 0 6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

124 Dalam hal penyearahan setengah gelombang, arus hanya mengalir setiap setengah perioda. Oleh karena itu daya yang diberikan oleh sumber menjadi setengahnya, sehingga p setengah gel 9(+ cos ω0 t ) kw, dan inilah p s. CO TOH-6.: Sebuah sumber dengan resistansi dan induktansi internal yang diabaikan, mencatu beban resistif melalui kabel dengan resistansi 0, Ω dan penyearah setengah gelombang. Tegangan sumber adalah v s 380sinω0 t V dan resistansi beban R adalah 3,8 Ω. Hitung daya yang diterima oleh beban. Penyelesaian: Rangkaian sistem ini adalah seperti berikut v s 380sinω 0 t R s 0,Ω R b 3,8Ω Tinjauan Di Sisi Beban. Nilai puncak arus adalah I m A 3,8+ 0, Persamaan arus sampai harmonisa ke-6 menjadi 0,38+ 0,5 cos( ω0t,57) + 0, cos(ω0t ) i( t) 95 0,04 cos(4 0t) 0,08 cos(6 0t) + ω + ω 30,+ 47,5 cos( ω0t,57) + 0,4 cos(ω0t) + 4,09 cos(4ω0t) +,7cos(6ω0t) A Nilai efektif arus fundamental dan arus harmonisa total adalah 47.5 Irms 33,59 A; I hrms 0,4 4,09,7 30, ,54 A 7

125 Daya yang diterima R b adalah P Rb I rmsrb (33, ,54 ) 3, W Tinjauan Di Sisi Sumber. Tegangan sumber dan arus fundamental sumber adalah v s 380sinω0 t V is irb 47,5 cos( ω0t,57) 47,5 sinω0t Tidak ada beda fasa antara v s dan i s. Daya nyata yang diberikan oleh sumber adalah ,5 P s vsrmsi rms cos 0 o 905 W Daya ini diserap oleh beban dan saluran. Daya yang diserap saluran adalah Psaluran 0,0 isrms 0,0 ( irms + ihrms ) 0,0 (33,6 + 33,55 ) 450,7 W Perbedaan angka perhitungan P Rb dengan (P s P saluran ) adalah sekitar 0,%. A 6.4. Perambatan Harmonisa Dalam sistem tenaga, beban pada umumnya bukanlah beban tunggal, melainkan beberapa beban terparalel. Sebagian beban merupakan beban linier dan sebagian yang lain merupakan beban nonlinier. Dalam keadaan demikian ini, komponen harmonisa tidak hanya hadir di beban nonlinier saja melainkan terasa juga di beban linier; gejala ini kita sebut perambatan harmonisa. Berikut ini akan kita lihat gejala tersebut pada suatu rangkaian yang mendekati situasi nyata. Gb.6.4. memperlihatkan rangkaian yang dimaksud. 8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

126 i s A v s i R a s R a B R b i b i b +i bh Gb.6.4. Sumber mencatu beban paralel linier dan nonlinier. Tegangan sumber berbentuk sinusoidal murni vs Vsm sinω0t. Sumber ini mencatu beban melalui saluran yang memiliki resistansi R s. Beban yang terhubung di terminal A-B (terminal bersama), terdiri dari beban linier R a dengan arus i a dan beban R b yang dialiri arus nonlinier i b i b + i bh dengan i b adalah komponen fundamental dari i b dan i bh adalah komponen harmonisa total dari i b. Pada rangkaian sederhana ini, di sisi beban kita lihat bahwa aplikasi Hukum Arus Kirchhoff di simpul A, yaitu simpul bersama dari kedua beban, memberikan dan dari sini kita peroleh ( v v ) / R + v / R + ( i + i ) 0 A s s A a Ra Rs Ra v A vs ( i b + i bh ) (6.9) Rs + Ra Rs + Ra Jadi sebagai akibat pembebanan nonlinier di suatu beban menyebabkan tegangan di terminal-bersama juga mengandung harmonisa. Akibat selanjutnya adalah bahwa arus di beban lain yang terhubung ke terminalbersama ini juga mengandung harmonisa. b v A vs Rs i a ( i b + i bh ) (6.0) Ra Rs + Ra Rs + Ra Sementara itu di sisi sumber, dengan tegangan sumber berbentuk sinus vs Vsm sinω0t, keluar arus yang mengandung harmonisa yaitu bh 9

127 is ia + ib vs Rs ( ib + ibh ) + ( ib + ibh ) Rs + Ra Rs + Ra vs Ra + ( ib + ibh ) Rs + R a Rs R + a (6.) Adanya komponen harmonisa pada arus sumber dan beban yang seharusnya merupakan beban linier dapat menyebabkan penambahan penyerapan daya pada saluran. Hal ini akan kita bahas kemudian. CO TOH-6.3: Sebuah sumber tegangan 50 Hz, v 40sin ω 0 t V memiliki resistansi dan induktansi internal yang diabaikan. Sumber ini mencatu beban resistif R a 5 Ω melalui saluran yang memiliki resistansi Ω. Sebuah beban resistif lain yaitu R b 5 Ω dengan penyearah setengah gelombang dihubungkan paralel dengan R a. Hitunglah: (a) daya nyata yang diserap R a sebelum R b dan penyearah dihubungkan; (b) daya nyata yang diserap R b sesudah R b dan penyearah dihubungkan; (c) daya nyata yang diserap R a sesudah R b dan penyearah dihubungkan; (d) daya nyata yang diserap saluran R s ; (e) daya nyata yang diberikan sumber; (f) bandingkan daya nyata yang diberikan oleh sumber dan daya nyata yang diserap oleh bagian rangkaian yang lain. Penyelesaian: (a) Sebelum R b dan penyearah dihubung-kan, rangkaian adalah seperti di bawah ini. i s A v s 40sinω 0 t R s Ω B R a 5Ω Arus efektif yang mengalir dari sumber, daya nyata yang diserap R a dan R s, serta daya nyata yang diberikan sumber adalah I Rarms ( 40 / ) /(5+ ) 8,8 A 0 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

128 P Ra 8, W ; P Rs 8,8 800 W P s 8,8 40 / 4800 W PRa + PRs (b) Setelah R b dan penyearah dihubungkan, rangkaian menjadi v s i s R s R a A i a i Rb i Rb +i Rbh B R b Untuk menghitung i Rb kita buat rangkaian ekivalen Thévenin terlebih dulu di terminal A-B. 5 v sth 40 sinω0t 00 sinω0t V ; R sth 0,833Ω + 5 Setelah R b dihubungkan pada rangkaian ekivalen Thévenin, rangkaian menjadi i sth A v sth 00sinω 0 t 0,833Ω B 5Ω i b i b +i bh Nilai maksimum arus i Rb adalah I Rbm 00 34,9 0, A Arus yang melalui R b menjadi

129 i Rb 0,38+ 0,5 cos( ω0t,57) + 0, cos(ω 34,9 + 0,04 cos(4ω0t) + 0,08 cos(6ω0t) 0,9+ 7,4 cos( ω t,57) + 7,7 cos(ω t) +,47 cos(4ω Dari sini kita peroleh 7,4 I Rbrms, A I Rbhrms 0 0 0,9 + 7,7 Daya yang diserap R b adalah t) + 0,6 cos(6ω / +,47 0 t) / 0 + 0,6 / 0 t). A P Rb (, +. ) W (c) Untuk menghitung daya yang diserap R a setelah R b dihubungkan, kita kembali pada rangkaian semula. Hukum Arus Kischhoff untuk simpul A memberikan v A vs v A vs + + irb 0 v A irb Rs R + a Rs R a Rs Ra Rs Ra v A vs ( ib + ibh ) Rs + Ra Rs + Ra sinω0t ( 7,4 sinω0t+ ibh) ,7sinω0t ibh V v A v Ah 6 85,7 V A rms 3,3 V 5 5 0,9+ 7,7 cos(ω0t) v Ah ibh 6 6,47 cos(4 0t) 0,6 cos(6 0t) + ω + ω 9,09+ 6,06 cos(ω0t) +,3cos(4ω0t) + 0,5cos(6ω0t) 6,06.3 0,5 V Ahrms 9, Daya yang diserap R a adalah 0,09 V Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

130 VArms V P Ra + Ra R Ahrms a 3,3 0, W (d) Tegangan jatuh di saluran adalah vs vs v A 40sinω0t 85,7sinω0t 54,9 sinω0t V 54,9 V s rms 38,39 V V shrms V Ahrms 0,09 V Daya yang diserap saluran adalah Vsrms Vshrms 38,39 P Rs + Rs Rs (e) Tegangan sumber adalah v 40sin ω 0 t V Arus fundamental sumber adalah 0, W vs is 54,9sinω0t R Daya nyata yang diberikan sumber s 40 54,9 ps Vsrms I srms 655 W R (f) Bagian lain rangkaian yang menyerap daya nyata adalah R s, R a, dan R b. Daya nyata yang diserap adalah P Rtotal PRs + PRa + PRb W Hasil ini menunjukkan bahwa daya nyata yang diberikan sumber sama dengan daya nyata yang diserap oleh bagian lain dari rangkaian (perbedaan angka adalah karena pembulatanpembulatan). A 3

131 6.5. Ukuran Distorsi Harmonisa Hadirnya harmonisa dalam sistem, menimbulkan dampak negatif. Oleh karena itu kehadirannya perlu dibatasi. Untuk melakukan pembatasan diperlukan ukuran-ukuran kehadiran armonisa. Crest Factor. Salah satu ukuran adalah crest factor, yang disefinisikan sebagai crest nilai puncak factor nilai efektif Total Harmonic Distortion (THD). Total Harmonic Distortion, disingkat THD, digunakan sebagai ukuran untuk melihat berapa besar pengaruh keseluruhan adanya harmonisa terhadap sinyal sinus. Pengaruh keseluruhan harmonisa diperbandingkan terhadap komponen fundamental, karena komponen fundamental-lah yang memberikan transfer energi nyata. Untuk tegangan nonsinus, THD didefinisikan sebagai V hrms THDV (6.3) Vrms Untuk arus nonsinus, THD didefinisikan sebagai THD I hrms I (6.4) Irms CO TOH-6.4: Dari Contoh-6., dengan nilai puncak arus 00 A, persamaan arus penyearahan setengah gelombang sampai harmonisa keenam adalah 3, cos( ω0t,57) +, cos(ω0t ) i ( t) 4, cos(4 0 ),8 cos(6 0 ) + ω t + ω t Hitunglah crest factor dan THD I. A Penyelesaian: Telah dihitung nilai efektif arus dalam contoh soal tersebut 4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

132 Ibrms 50 A; I bhrms, 3,8 + 4, +,8 + 35,3 A Nilai efektif arus adalah I rms 50 / + 35,3 49,7 A 00 Crest factor adalah: c. f. ; 49, I hrms 35,3 THD I adalah: THD I atau 00% Irms 50 / Crest factor dan THD hanyalah tergantung bentuk dan tidak tergantung dari nilai mutlak arus. Angka yang sama akan kita peroleh jika nilai puncak arus hanya ampere. Hal ini dapat dimengerti karena persamaan arus secara umum adalah n maks i( t) I + ω ϕ m A 0 An cos( n 0t n ) n sehingga dalam perhitungan I rms, I rms, dan I hrms faktor I m akan terhilangkan. CO TOH-6.5: Tentukan crest factor dan THD arus yang mengalir dari sumber tegangan sinusoidal v 000 sinω0t yang mencatu arus ke beban resistif 0 Ω melalui saklar sinkron yang menutup setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda. Kurva tegangan dan arus terlihat pada gambar di bawah ini. 5

133 Penyelesaian: Uraian bentuk gelombang arus seperti pada gambar di atas hanya memiliki harmonisa ganjil. Pendekatan numerik dari bentuk gelombang arus seperti yang digambarkan di atas memberikan spektrum amplitudo sampai harmonisa ke- sebagai berikut: Arus ini tidak memiliki komponen searah. Nilai efektif arus adalah I brms A [V] [A] v s (t)/5 00 i s (t) 00 [detik] 0 0 0,0 0, , ,4 A ,96 + 4,83 + 4, Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) harmonisa 8,7 + Nilai puncak arus terjadi pada t 0,005 detik; I bm 4,4 A. I 4,4 Crest factor adalah c. f. bm Ibrms 69,4 8,7 + Nilai efektif komponen fundamental dan komponen harmonisa total, berturut-turut adalah

134 I hrms 83,79 I rms 59,5 A ; 44,96 4,83 4,83 8,7 8, ,4 A Total Harmonic Distortion arus adalah 36,4 THD I 0,6 atau 60%. 59,5 Dalam menentukan THD data yang diperlukan adalah spektrum amplitudo; spektrum sudut fasa tidak diperlukan. Namun untuk keperluan lain spektrum sudut fasa tetap diperlukan. 7

135 Soal-Soal. Sebuah tegangan sinusoidal 50 Hz dengan nilai puncak 500 V mencatu rangkaian melalui sebuah dioda (ideal). Hanya bagian positif tegangan yang terasakan oleh beban. Beban terdiri dari dari induktor dan kapasitor terhubung seri; induktor memiliki resistansi 0 Ω dan induktansi H, sedangkan kapasitor memiliki kapasitansi 0 µf. Hitung tegangan rata-rata pada beban, tegangan efektif fundamental, serta tegangan efektif dua harmonisa di atasnya.. Jika beban pada soal nomer diganti dengan resistor 50 Ω, hitung tegangan rata-rata pada resistor, arus efektif yang melalui resistor, daya nyata yang diserap resistor, serta faktor daya beban yang dilihat oleh sumber. 3. Sebuah tegangan sinusoidal 50 Hz dengan nilai puncak 500 V mencatu rangkaian melalui sebuah penyearah gelombang penuh. Beban terdiri dari induktor dan kapasitor terhubung seri; induktor memiliki resistansi 0 Ω dan induktansi H, sedangkan kapasitor memiliki kapasitansi 0 µf. Hitung tegangan rata-rata pada beban, tegangan efektif fundamental, serta tegangan efektif dua harmonisa di atasnya. 4. Jika beban pada soal nomer 3 diganti dengan resistor 50 Ω, hitung tegangan rata-rata pada resistor, arus efektif yang melalui resistor, daya nyata yang diserap resistor, serta faktor daya beban yang dilihat oleh sumber. 5. Jika satu kapasitor sebagai filter diparalelkan dengan resistor pada soal nomer agar fluktuasi tegangan tidak lebih dari 0% dari tegangan puncak, gambarkan bentuk gelombang arus sumber dan tentukan THD I. 6. Jika satu kapasitor sebagai filter diparalelkan dengan resistor pada soal nomer 4 agar fluktuasi tegangan tidak lebih dari 5% dari tegangan puncak, gambarkan bentuk gelombang arus sumber dan tentukan THD I. 8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

136 BAB 7 Tinjauan di Kawasan Fasor Dalam bab ini kita akan meninjau sinyal nonsinus melalui pengertian fasor. Konsep fasor sendiri telah kita bahas di buku bagian pertama. 7.. Pernyataan Sinyal onsinus Dalam Fasor Suatu sinyal sinus di kawasan waktu dinyatakan dengan menggunakan fungsi cosinus seperti pada persamaan v( t) VA cos[ ω0 t φ] dengan V A adalah amplitudo sinyal, ω 0 adalah frekuensi sudut, dan φ adalah sudut fasa yang menunjukkan posisi puncak pertama fungsi cosinus. Pernyataan sinyal sinus menggunakan fungsi cosinus diambil sebagai pernyataan standar. Jika seluruh sistem bekerja pada satu frekuensi tertentu, ω, maka sinyal sinus dapat dinyatakan dalam bentuk fasor dengan mengambil besar dan sudut fasa-nya saja. Untuk suatu sinyal sinus yang di kawasan waktu dinyatakan sebagai v ( t) Acos( ωt+ θ) maka di kawasan fasor ia jθ dituliskan dalam format kompleks sebagai V Ae dengan A adalah nilai puncak sinyal. Karena kita hanya memperhatikan amplitudo dan sudut fasa saja, maka pernyataan sinyal dalam fasor biasa dituliskan seperti pada (.5) yaitu V A θ A cosθ+ jasinθ yang dalam bidang kompleks digambarkan sebagai diagram fasor seperti pada Gb.7..a. Apabila sudut fasa θ 0 o maka pernyataan sinyal di kawasan waktu menjadi v( t) Acos( ωt) yang dalam bentuk fasor o menjadi V A 0 dengan diagram fasor seperti pada Gb.7..b. Suatu sinyal yang di kawasan waktu dinyatakan sebagai v ( t) Asin( ωt) Acos( ωt π / ) di kawasan fasor menjadi o V A 90 dengan diagram fasor seperti Gb.7..c 9

137 Im V A θ Im θ Re a). b). Im o c). V A 90 d) Gb.7.. Diagram fasor fungsi: a) v ( t) Acos( ωt+ θ) ; b) v( t) A cos( ωt) ; c) v( t) Asin( ωt) d). Fasor a cosωt dan b sinωt Dalam meninjau sinyal nonsinus, kita tidak dapat menyatakan satu sinyal nonsinus dengan menggunakan satu bentuk fasor tertentu karena walaupun sistem yang kita tinjau beroperasi pada satu macam frekuensi (50 Hz misalnya) namun arus dan tegangan yang kita hadapi mengandung banyak frekuensi. Oleh karena itu satu sinyal nonsinus terpaksa kita nyatakan dengan banyak fasor; masing-masing komponen sinyal nonsinus memiliki frekuensi sendiri. Selain dari pada itu, uraian sinyal sinyal nonsinus ke dalam komponenkomponennya dilakukan melalui deret Fourier. Bentuk umum komponen sinus sinyal ini adalah yang dapat dituliskan sebagai i ( t) a cos nωt+ b sin nωt n 30 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) Re n in ( t) an + bn cos( nωt θn ) yang dalam bentuk fasor menjadi I n an + bn θn dengan n θ tan Mengacu pada Gb.7..d, diagram fasor komponen sinyal ini adalah seperti pada Gb.7.. Im b o V A 0 a cos ωt a b sin ωt b a n n Re Re

138 Im θ a n Re b n I n a n + b n θ Gb.7.. Fasor komponen arus nonsinus dengan a n > 0 dan b n > 0. Fasor I n pada Gb.7.. adalah fasor komponen arus jika a n positif dan b n positif. Fasor ini leading terhadap sinyal sinus sebesar (90 o θ). Gb.7.3 berikut ini memperlihatkan kombinasi nilai a n dan b n yang lain. -a n θ Im Re -b n -a n θ Im Re b n a n < 0, b n > 0 I n lagging (90 0 θ) terhadap sinyal sinus o In an + bn (80 +θ) Im -b n θ a n < 0, b n < 0 I n lagging ( θ) terhadap sinyal sinus o In an + bn (80 θ) a n Re a n > 0, b n <0 I n leading ( θ) terhadap sinyal sinus In an + bn θ Gb.7.3. Fasor komponen arus nonsinus untuk berbagai kombinasi nilai a n dan b n. 3

139 Perlu kita perhatikan bahwa pernyataan fasor dan diagram fasor yang dikemukakan di atas menggunakan nilai puncak sinyal sebagai besar fasor. Dalam analisis daya, diambil nilai efektif sebagai besar fasor. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan apakah spektrum amplitudo sinyal nonsinus diberikan dalam nilai efektif atau nilai puncak. CO TOH-7.: Dalam Contoh-5.3 di Bab-5 uraian di kawasan waktu arus penyearahan setengah gelombang dengan nilai maksimum I m A adalah ( t) I i m 0,38+ 0,5 cos( ω0t,57) + 0,cos(ω0t ) + 0,04cos(4ω0t) + 0,08cos(6ω0t) A 0.00 cos(8 0 ) cos(0 0 ) + ω t + ω t Nyatakanlah sinyal ini dalam bentuk fasor. Penyelesaian: Formulasi arus i(t) yang diberikan ini diturunkan dari uraian deret Fourier yang komponen fundamentalnya adalah i ( t) 0+ 0,5 sinω0t ; jadi sesungguhnya komponen ini adalah fungsi sinus di kawasan waktu. Jika kita mengambil nilai efektif sebagai besar fasor, maka pernyataan arus dalam bentuk fasor adalah 0,5I m o 0,Im o I0 0,38Im; I 90 ; I 0 ; 0,04Im o 0,08Im o 0,00Im o I4 0 ; I6 0 ; I8 0 ; 0,007Im o I0 0 ; Diagram fasor arus-arus pada Contoh-7. di atas, dapat kita gambarkan (hanya mengambil tiga komponen) seperti terlihat pada Gb Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

140 I I 4 I Gb.7.4. Diagram fasor arus fundamental, harmonisa ke-, dan harmonisa ke-4 Persamaan arus pada Contoh-7. yang dinyatakan dalam fungsi cosinus dapat pula dinyatakan dalam fungsi sinus menjadi 0,38+ 0,5sin( ω0t) + 0,sin(ω0t+,57) i( t) Im + 0,0sin(4ω0t+,57) + 0,08sin(6ω0t+,57) A 0.00cos(8 0 ) cos(0 0 ) + ω t + ω t Jika komponen sinus fundamental digunakan sebagai referensi o dengan pernyataan fasornya I I rms 0, maka masing-masing komponen arus ini dapat kita nyatakan dalam fasor sebagai: 0,5I m o 0,I m o I 0 0,38I m ; I 0 ; I 90 ; 0,04I m o 0,08I m o I 4 90 ; I 6 90 ;... Diagram fasor-fasor arus ini dapat kita gambarkan seperti terlihat pada Gb.7.5. I I I 4 Gb.7.5. Diagram fasor arus fundamental, harmonisa ke-, dan harmonisa ke-4 Diagram fasor arus pada Gb.7.5 tidak lain adalah diagram fasor pada Gb.7.4 yang diputar 90 o ke arah positif karena fungsi sinus dijadikan referensi dengan sudut fasa nol. Nilai fasor dan selisih sudut fasa antar fasor tidak berubah. Dengan menggunakan Gb.7.5. ini, kita lihat bahwa komponen harmonisa ke- leading 90 o dari komponen fundamental; demikian juga dengan komponen harmonisa ke-4. Namun fasor 33

141 harmonisa ke- berputar kearah positif dengan frekuensi dua kali lipat dibanding dengan komponen fundamental, dan fasor harmonisa ke-4 berputar kearah positif dengan frekuensi empat kali lipat dibanding komponen fundamental. Oleh karena itulah mereka tidak dapat secara langsung dijumlahkan. Dalam pembahasan selanjutnya kita akan menggunakan cara penggambaran fasor seperti pada Gb.7.4 dimana fasor referensi adalah fasor dari sinyal sinus yang dinyatakan dalam fungsi cosinus dan memiliki sudut fasa nol. Hal ini perlu ditegaskan karena uraian arus nonsinus ke dalam deret Fourier dinyatakan sebagai fungsi cosinus sedangkan tegangan sumber biasanya dinyatakan sebagai fungsi sinus. o Fasor tegangan sumber akan berbentuk V s Vsrms 90 dan relasirelasi sudut fasa yang tertulis pada Gb.7.3 akan digunakan. Contoh-7.: Gambarkan diagram fasor sumber tegangan dan arus-arus berkut ini vs Vsrms sinωt 00 sinωt V, I rms 30 A 30 o lagging dari tegangan sumber dan I rms 50 A 90 o leading dari tegangan sumber. Penyelesaian: Im I I 30 o Re 7.. Impedansi V s Karena setiap komponen harmonisa memiliki frekuensi berbeda maka pada satu cabang rangkaian yang mengandung elemen dinamis akan terjadi impedansi yang berbeda untuk setiap komponen. Setiap komponen harmonisa dari arus nonsinus yang mengalir pada satu cabang rangkaian dengan elemen dinamis akan mengakibatkan tegangan berbeda. 34 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

142 CO TOH-7.3: Arus i 00sinω0t+ 70sin 3ω0t + 30sin 5ω0t A mengalir melalui resistor 5 Ω yang terhubung seri dengan kapasitor 0 µf. Jika frekuensi fundamental adalah 50 Hz, hitung tegangan puncak fundamental dan tegangan puncak setiap komponen harmonisa. (a) Reaktansi dan impedansi untuk frekuensi fundamental adalah X C 6 /(π ) 59,5 Z ,5 59,3Ω Tegangan puncak fundamental adalah V m Z Im 59,3 00 3,85 kv (b) Impedansi untuk harmonisa ke-3 adalah X C 3 X C / 3 53,05 Z ,05 53, 9Ω Tegangan puncak harmonisa ke-3 adalah V 3 m Z3 I3m 53,9 70 3,73 kv (c) Impedansi untuk harmonisa ke-5 adalah 7.3. ilai Efektif X C 5 X C / 5 3,83 Z ,83 3, Ω Tegangan puncak harmonisa ke-5 adalah V 5 m Z5 I5m 3, 30 0,97 kv Sebagaimana telah dibahas dalam bab sebelumnya, sinyal nonsinus dipandang sebagai terdiri dari dua komponen, yaitu komponen fundamental dan komponen harmonisa total. Nilai efektif suatu sinyal periodik nonsinus y, adalah rms Yrms Yhrms (7.) Y + dengan Y rms : nilai efektif komponen fundamental. Y hrms : nilai efektif komponen harmonisa total. 35

143 Karena komponen ke-dua, yaitu komponen harmonisa total, merupakan gabungan dari seluruh harmonisa yang masih diperhitungkan, maka komponen ini tidak kita gambarkan diagram fasornya; kita hanya menyatakan nilai efektifnya saja walaupun kalau kita gambarkan kurvanya di kawasan waktu bisa terlihat perbedaan fasa yang mungkin terjadi antara tegangan fundamental dan arus harmonisa total Sumber Tegangan Sinusiodal Dengan Beban onlinier Sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, pembebanan nonlinier terjadi bila sumber dengan tegangan sinus mencatu beban dengan arus nonsinus. Arus nonsinus mengalir karena terjadi pengubahan arus oleh pengubah arus, seperti misalnya penyearah atau saklar sinkron. Dalam analisis di kawasan fasor pada pembebanan non linier ini kita perlu memperhatikan hal-hal berikut ini Daya Kompleks Sisi Beban. Jika tegangan pada suatu beban memiliki nilai efektif V brms V dan arus nonsinus yang mengalir padanya memiliki nilai efektif I brms A, maka beban ini menyerap daya kompleks sebesar S b Vbrms Ibrms VA (7.) Kita ingat pengertian mengenai daya kompleks yang didefinisikan pada persamaan (4.9) di Bab-4 sebagai S VI. Definisi ini adalah untuk sinyal sinus murni. Dalam hal sinyal nonsinus kita tidak menggambarkan fasor arus harmonisa total sehingga mengenai daya kompleks hanya bisa menyatakan besarnya, yaitu persamaan (7.), tetapi kita tidak menggambarkan segitiga daya. Segitiga daya dapat digambarkan hanya untuk komponen fundamental. Sisi Sumber. Daya kompleks S s yang diberikan oleh sumber tegangan sinus vs Vsm sin ωt V yang mengeluarkan arus nonsinus bernilai efektif srms shrms I I + I A adalah srms Vsm S s Vsrms I srms I srms VA (7.3) * 36 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

144 7.4.. Daya yata Sisi Beban. Jika suatu beban memiliki resistansi R b, maka beban tersebut menyerap daya nyata sebesar ( I I ) R W P b IbrmsRb b rms + bhrms b (7.4) di mana Ib rms adalah arus efektif fundamental dan I bhrms adalah arus efektif harmonisa total. Sisi Sumber. Dilihat dari sisi sumber, daya nyata dikirimkan melalui komponen fundamental. Komponen arus harmonisa sumber tidak memberikan transfer energi netto. P s VsrmsI rmscosϕ W (7.5) ϕ adalah beda sudut fasa antara tegangan dan arus fundamental sumber, dan cosϕ adalah faktor daya pada komponen fundamental yang disebut displacement power factor Faktor Daya Sisi Beban. Dengan pengertian daya kompleks dan daya nyata seperti diuraikan di atas, maka faktor daya rangkaian beban dapat dihitung sebagai P b f.d. beban (7.5) Sb Sisi Sumber. Faktor daya total, dilihat dari sisi sumber, adalah Impedansi Beban Ps f.d. s (7.6) Ss Reaktansi beban tergantung dari frekuensi harmonisa, sehingga masingmasing harmonisa menghadapi nilai impedansi yang berbeda-beda. Namun demikian nilai impedansi beban secara keseluruhan dapat dihitung, sesuai dengan konsep tentang impedansi, sebagai Vbrms Z b Ω (7.6) I brms 37

145 Seperti halnya dengan daya kompleks, impedansi beban hanya dapat kita hitung besarnya dengan relasi (7.6) akan tetapi tidak dinyatakan dalam format kompleks seperti (a + jb) Teorema Tellegen Sebagaimana dijelaskan dalam Bab-7, teorema ini menyatakan bahwa di setiap rangkaian listrik harus ada perimbangan yang tepat antara daya yang diserap oleh elemen pasif dengan daya yang diberikan oleh elemen aktif. Hal ini sesuai dengan prinsip konservasi energi. Sebagaimana telah pula disebutkan teorema ini juga memberikan kesimpulan bahwa satusatunya cara agar energi dapat diserap dari atau disalurkan ke suatu bagian rangkaian adalah melalui tegangan dan arus di terminalnya. Teorema ini berlaku baik untuk rangkaian linier maupun non linier. Teorema ini juga berlaku baik di kawasan waktu maupun kawasan fasor untuk daya kompleks maupun daya nyata. Fasor tidak lain adalah pernyataan sinyal yang biasanya berupakan fungsi waktu, menjadi pernyataan di bidang kompleks. Oleh karena itu perhitungan daya yang dilakukan di kawasan fasor harus menghasilkan angka-angka yang sama dengan perhitungan di kawasan waktu Contoh-Contoh Perhitungan CO TOH-7.4: Di terminal suatu beban yang terdiri dari resistor R b 0 Ω terhubung seri dengan induktor L b 0,05 H terdapat tegangan nonsinus v s sinω0 t V. Jika frekuensi fundamental adalah 50 Hz, hitunglah: (a) daya nyata yang diserap beban; (b) impedansi beban; (c) faktor daya beban; Penyelesaian: (a) Tegangan pada beban terdiri dari dua komponen yaitu komponen searah dan komponen fundamental: V 0 00 V dan o V Arus komponen searah yang mengalir di beban adalah I b0 V0 / Rb 00 /0 0 A Arus efektif komponen fundamental di beban adalah 38 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

146 Vrms 00 I brms 0,74 Zb 0 + (00π 0,05) A Nilai efektif arus rangkaian total adalah I brms b b rms I 0 + I 0 + 0,74 4,68 A Daya nyata yang diserap beban sama dengan daya yang diserap R b karena hanya R b yang menyerap daya nyata. P Rb Ibrms Rb 4, W (b) Impedansi beban adalah rasio antara tegangan efektif dan arus efektif beban. V brms rms V0 + V V Z beban V I brms brms ,68 5,4Ω (c) Faktor daya beban adalah rasio antara daya nyata dan daya kompleks yang diserap beban. Daya kompleks yang diserap beban adalah: S b Vbrms Ibrms Sehingga faktor daya beban ,68 38 VA P 54 f.d. b b 0,656 S 38 CO TOH-7.5: Suatu tegangan nonsinus yang terdeteksi pada terminal beban memiliki komponen fundamental dengan nilai puncak 50 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-3 dan ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut 30 V dan 5 V. Beban terdiri dari resistor 5 Ω terhubung seri dengan induktor 4 mh. Hitung: (a) tegangan efektif, arus efektif, dan daya dari komponen fundamental; (b) tegangan efektif, arus efektif, dan daya dari setiap komponen harmonisa; (c) tegangan efektif beban, arus efektif beban, dan total b 39

147 daya kompleks yang disalurkan ke beban; (d) Bandingkan hasil perhitungan (a) dan (c). Penyelesaian: (a) Tegangan efektif komponen fundamental V 50 rms 06 V Reaktansi pada frekuensi fundamental X L π ,6 Impedansi pada frekuensi fundamental adalah Ω Z 5 +,6 5,6 Ω Arus efektif fundamental V 06 5,6 rms rms Z I 0,57 A Daya nyata yang diberikan oleh komponen fundamental P rms I R 0, Daya kompleks komponen fundamental W S V rms Irms 06 0,57 8 Faktor daya komponen fundamental f.d S P 0,97 VA Daya reaktif komponen fundamental dapat dihitung dengan formulasi segitiga daya karena komponen ini adalah sinus murni. Q S P ,9 VAR 40 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

148 (b) Tegangan efektif harmonisa ke-3 dan ke V 3 rms, V ; V 5 rms 3,54 V Reaktansi pada frekuensi harmonisa ke-3 dan ke-5 X X 3,6 3,77 Ω ; X L3 3 L L5 5 X L 5,6 6,8 Ω Impedansi pada komponen harmonisa ke-3 dan ke-5: Z 5 + 3,77 6,6 Ω ; Z 5 + 6,8 8,03 Ω 3 Arus efektif komponen harmonisa ke-3 dan ke-5: V, I 3 3 rms rms 3,39 A ; Z 6,6 I V 3 5 3,54 8,03 5rms 5 rms Z 5 0,44 A Daya nyata yang diberikan oleh harmonisa ke-3 dan ke P5 I5rms R 0,44 5 P I rms R 3, ,4 W ; 0,97 (c) Daya nyata total yang diberikan ke beban adalah jumlah daya nyata dari masing-masing komponen harmonisa (kita ingat komponen-komponen harmonisa secara bersama-sama mewakili satu sumber) P P + P + b 3 Irms R + P5 ( Irms + I3rms + I5rms) ( I + I ) R I R+ I 3rms Tegangan efektif beban 5rms rms W R 74 W hrms R V brms Arus efektif beban , V 4

149 I brms 0,57 Daya kompleks beban + 3,39 + 0,44 0,86 A S b Vbrms Ibrms 08, 0,86 57 VA Daya reaktif beban tidak dapat dihitung dengan menggunakan formula segitiga daya karena kita tak dapat menggambarkannya. (d) Perhitungan untuk komponen fundamental yang telah kita lakukan menghasilkan P 083 W, S 8 VA, dan Q S P 53,9 VAR. Sementara itu perhitungan daya total ke beban menghasilkan P b 74 W, dan S b 57 VA ; Q b? Perbedaan antara P dan P b disebabkan oleh adanya harmonisa P 3 dan P 5. P IrmsR sedang + P + P3 Irms + I3rms + I5rms R ( ) I R P P. b brms Daya reaktif beban Q b tidak bisa kita hitung dengan cara seperti menghitung Q karena kita tidak bisa menggambarkan segitiga daya-nya. Oleh karena itu kita akan mencoba memperlakukan komponen harmonisa sama seperti kita memperlakukan komponen fundamental dengan menghitung daya reaktif sebagai Qn I nrms X n dan kemudian menjumlahkan daya reaktif Q n untuk memperoleh daya reaktif ke beban Q b. Dengan cara ini maka untuk beban akan berlaku: b ( I X + I X I X ) Q Q + Q + Q rms L 3rms L3 5rms L5 Hasil perhitungan memberikan 4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

150 Q b Q + Q + Q3 Irms X L + I3rms X L3 + I5rms X L5 Perhatikan bahwa hasil perhitungan rms X L 53,9 + 43,3+, 576,4 Q I 53,9 VAR sama dengan Q S P 53,9 VAR. VAR Jika untuk menghitung Q b kita paksakan menggunakan formulasi segitiga daya, walaupun sesungguhnya kita tidak bisa menggambarkan segitiga daya dan daya reaktif total komponen hamonisa juga tidak didefinisikan, kita akan memperoleh Q b Sb Pb VAR lebih besar dari hasil yang diperoleh jika daya reaktif masingmasing komponen harmonisa dihitung dengan formula Qn I nrms X n. CO TOH-7.6: Sumber tegangan sinusoidal v s 000 sinωt V mencatu beban resistif R b 0 Ω melalui dioda mewakili penyearah setengah gelombang. Carilah: (a) spektrum amplitudo arus; (b) nilai efektif setiap komponen arus; (c) daya kompleks sumber; (d) daya nyata yang diserap beban; (e) daya nyata yang berikan oleh sumber; (f) faktor daya yang dilihat sumber; (g) faktor daya komponen fundamental. Penyelesaian: a). Spektrum amplitudo arus penyearahan setengah gelombang ini adalah seperti berikut. 43

151 A harmonisa Spektrum yang amplitudo ini dihitung sampai harmonisa ke- 0, yang nilainya sudah mendekati % dari amplitudo arus fundamental. Diharapkan error yang terjadi dalam perhitungan tidak akan terlalu besar. b). Nilai efektif komponen arus dalam [A] adalah 70.7 I 0 45; Irms 50; I I 4,3; I,8; I 4rms 6rms Nilai efektif arus fundamental 8rms rms ; I rms ,; I 0.7 0rms Nilai efektif komponen harmonisa total adalah: A dst I hrms 3,8 +, + 4,3 +, ,7 50 A Nilai efektif arus total adalah I rms shrms I rms + I ,7 c). Daya kompleks yang diberikan sumber adalah A S s Vsrms I rms ,7 70,7 kva d). Daya nyata yang diserap beban adalah P b I rmsrb 70, kw 44 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

152 e). Sumber memberikan daya nyata melalui arus fundamental. Daya nyata yang diberikan oleh sumber adalah P s Vsrms Irms cos ϕ Kita anggap bahwa spektrum sudut fasa tidak tersedia, sehingga perbedaan sudut fasa antara tegangan sumber dan arus fundamental tidak diketahui dan cosϕ tidak diketahui. Oleh karena itu kita coba memanfaatkan teorema Tellegen yang menyatakan bahwa daya yang diberikan sumber harus tepat sama dengan daya yang diterima beban, termasuk daya nyata. Jadi daya nyata yang diberikan sumber adalah P s P b 50 kw f). Faktor daya yang dilihat oleh sumber adalah f.d. s Ps / S s Pb / Ss 50 / 70,7 0,7 g). Faktor daya komponen fundamental adalah Ps cosϕ VsrmsIrms Nilai faktor daya ini menunjukkan bahwa arus fundamental sefasa dengan tegangan sumber. I hrms 50 h). THD I atau 00% Irms 50 Contoh-7.6 ini menunjukkan bahwa faktor daya yang dilihat sumber lebih kecil dari faktor daya fundamental. Faktor daya fundamental menentukan besar daya aktif yang dikirim oleh sumber ke beban, sementara faktor daya yang dilihat oleh sumber merupakan rasio daya nyata terhadap daya kompleks yang dikirim oleh sumber. Sekali lagi kita tekankan bahwa kita tidak dapat menggambarkan segitiga daya pada sinyal nonsinus. Sumber mengirimkan daya nyata ke beban melalui arus fundamental. Jika kita hitung daya nyata yang diserap resistor melalui arus fundamental saja, akan kita peroleh P Rb I rms Rb kw 45

153 Jadi daya nyata yang diserap R b melalui arus fundamental hanya setengah dari daya nyata yang dikirim sumber (dalam kasus penyearah setengah gelombang ini). Hal ini terjadi karena daya nyata total yang diserap R b tidak hanya melalui arus fundamental saja tetapi juga arus harmonisa, sesuai dengan relasi ( Irms + Ibrms) Rb P Rb Ibrms Rb Kita akan mencoba menganalisis masalah ini lebih jauh setelah melihat lagi contoh yang lain. Berikut ini kita akan melihat contoh yang berbeda namun pada persoalan yang sama, yaitu sebuah sumber tegangan sinusoidal mengalami pembebanan nonlinier. CO TOH-7.7: Seperti Contoh-7.6, sumber sinusoidal dengan nilai efektif 000 V mencatu arus ke beban resistif R b 0 Ω, namun kali ini melalui saklar sinkron yang menutup setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda. Tentukan : (a) spektrum amplitudo arus; (b) nilai efektif arus fundamental, arus harmonisa total, dan arus total yang mengalir ke beban; (c) daya kompleks yang diberikan sumber; (d) daya nyata yang diberikan sumber; (e) faktor daya yang dilihat sumber; (f) faktor daya komponen fundamental. Penyelesaian: (a) Diagram rangkaian adalah sebagai berikut: i s saklar sinkron v s V srms 000 V R b i Rb 0 Ω Bentuk gelombang tegangan sumber dan arus beban adalah [V] [A] 300 v s (t)/5 00 i Rb (t) 00 [detik] 0 0 0,0 0, Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

154 Spektrum amplitudo arus, yang dibuat hanya sampai harmonisa ke- adalah seperti di bawah ini. A harmonisa Amplitudo arus harmonisa ke- masih cukup besar; masih di atas 0% dari amplitudo arus fundamental. Perhitunganperhitungan yang hanya didasarkan pada spektrum amplitudo ini tentu akan mengandung error yang cukup besar. Namun hal ini kita biarkan untuk contoh perhitungan manual ini mengingat amplitudo mencapai sekitar % dari amplitudo arus fundamental baru pada harmonisa ke-55. (b) Arus fundamental yang mengalir ke R b 83,79 I rms 59,5 Arus harmonisa total A I hrms 44, ,4 A 4,83 + 4,83 + 8,7 + 8,7 + Arus total : I rms 59,5 + 36,4 69,4 A (c) Daya kompleks yang diberikan sumber adalah S s VsrmsI rms ,4 69,4 kva 47

155 (d) Daya nyata yang diberikan sumber harus sama dengan daya nyata yang diterima beban yaitu daya nyata yang diserap R b karena hanya R b yang menyerap daya nyata P s Pb I rms Rb 69,4 0 48,7 kw (e) Faktor daya yang dilihat sumber adalah f.d. s Ps s / S 48,7 / 69,4 0,69 (f) Daya nyata dikirim oleh sumber melalui arus komponen fundamental. P s Vsrms Irms cos ϕ Ps 4870 f. d. cosϕ 0,83 Vsrms Irms ,5 I hrms 36,4 (g) THD I 0,6 atau 6% Irms 59,5 Perhitungan pada Contoh-7.7 ini dilakukan dengan hanya mengandalkan spektrum amplitudo yang hanya sampai harmonisa ke-. Apabila tersedia spektrum sudut fasa, koreksi perhitungan dapat dilakukan. Contoh-7.8: Jika pada Contoh-7.7 selain spektrum amplitudo diketahui pula bahwa persamaan arus fundamental dalam uraian deret Fourier adalah ( 0.5 cos( ω t) + 0,7 sin( )) i ( t) I m 0 ω0t Lakukan koreksi terhadap perhitungan yang telah dilakukan pada Contoh-7.7. Penyelesaian: Persamaan arus fundamental sebagai suku deret Fourier diketahui: Sudut ( 0.5 cos( ω t) + 0,7 sin( )) i ( t) I m 0 ω0t o θtan (0.7 / 0.5) 57,6. Mengacu ke Gb.7.3, komponen fundamental ini lagging sebesar (90 o 57,6 o ) 3,4 o dari tegangan 48 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

156 sumber yang dinyatakan sebagai fungsi sinus. Dengan demikian maka faktor daya komponen fundamental adalah o f. d. cosϕ cos(3,4 ) 0,844 Dengan diketahuinya faktor daya fundamental, maka kita dapat menghitung ulang daya nyata yang diberikan oleh sumber dengan menggunakan nilai faktor daya ini, yaitu P s Vsrms I rms cosϕ , kw Daya nyata yang dikirim sumber ini harus sama dengan yang diterima resistor di rangkaian beban demikian arus total adalah I rms Ps b / R /0 70,7 A P b I rms Rb Ps. Dengan Koreksi daya nyata tidak mengubah arus fundamental; yang berubah adalah faktor dayanya. Oleh karena itu terdapat koreksi arus harmonisa yaitu I hrms I rms Irms 70,7 59,5 Daya kompleks yang diberikan sumber menjadi 38,63 A S s Vsrms I rms ,7 70,7 kva Faktor daya total yang dilihat sumber menjadi THD I 38,63 0,65 atau 59,5 f. d. s Ps / Ss 50 / 70,7 0,7 65% Perbedaan-perbedaan hasil perhitungan antara Contoh-7.8 (hasil koreksi) dan Contoh-7.7 telah kita duga sebelumnya sewaktu kita menampilkan spektrum amplitudo yang hanya sampai pada harmonisa ke-. Tampilan spektrum ini berbeda dengan tampilan spektrum dalam kasus penyearah setengah gelombang pada Contoh-7.6, yang juga hanya sampai hrmonisa ke-0. Perbedaan antara keduanya terletak pada amplitudo harmonisa terakhir; pada kasus saklar sinkron amplitudo harmonisa ke- masih sekitar 0% dari amplitudo fundamentalnya, sedangkan pada kasus 49

157 penyearah setengah gelombang amplitudo ke-0 sudah sekitar % dari ampltudo fundamentalnya. Pada Contoh-7.8, jika kita menghitung daya nyata yang diterima resistor hanya melalui komponen fundamental saja akan kita peroleh P Rb Irms Rb 59,5 0 35, kw Perbedaan antara daya nyata yang dikirim oleh sumber melalui arus fundamental dengan daya nyata yang diterima resistor melalui arus fundamental disebabkan oleh adanya komponen harmonisa. Hal yang sama telah kita amati pada kasus penyearah setengah gelombang pada Contoh Transfer Daya Dalam pembebanan nonlinier seperti Contoh-7.6 dan Contoh-7.7, daya nyata yang diserap beban melalui komponen fundamental selalu lebih kecil dari daya nyata yang dikirim oleh sumber yang juga melalui arus fundamental. Jadi terdapat kekurangan sebesar P Rb ; kekurangan ini diatasi oleh komponen arus harmonisa karena daya nyata diterima oleh R b tidak hanya melalui arus fundamental tetapi juga melalui arus harmonisa, sesuai formula P Rb ( Ib rms+ Ibhrms) Rb Padahal dilihat dari sisi sumber, komponen harmonisa tidak memberi transfer energi netto. Penafsiran yang dapat dibuat adalah bahwa sebagian daya nyata diterima secara langsung dari sumber oleh R b, dan sebagian diterima secara tidak langsung. Piranti yang ada di sisi beban selain resistor adalah saklar sinkron ataupun penyearah yang merupakan piranti-piranti pengubah arus; piranti pengubah arus ini tidak mungkin menyerap daya nyata sebab jika demikian halnya maka piranti ini akan menjadi sangat panas. Jadi piranti pengubah arus menyerap daya nyata yang diberikan sumber melalui arus fundamental dan segera meneruskannya ke resistor sehingga resistor menerima daya nyata total sebesar yang dikirimkan oleh sumber. Dalam meneruskan daya nyata tersebut, terjadi konversi arus dari frekuensi fundamental yang diberikan oleh sumber menjadi frekuensi harmonisa menuju ke beban. Hal ini dapat dilihat dari besar daya nyata yang diterima oleh R b melalui arus harmonisa sebesar 50 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

158 P Rbh IbhrmsR ( Irms + Ibhrms ) Rb. Faktor daya komponen fundamental lebih kecil dari satu, f.d. <, menunjukkan bahwa ada daya reaktif yang diberikan melalui arus fundamental. Resistor tidak menyerap daya reaktif. Piranti selain resistor hanyalah pengubah arus; oleh karena itu piranti yang harus menyerap daya reaktif adalah pengubah arus. Dengan demikian, pengubah arus menyerap daya reaktif dan daya nyata. Daya nyata diteruskan ke resistor dengan mengubahnya menjadi komponen harmonisa, daya reaktif ditransfer ulang-alik ke rangkaian sumber Kompensasi Daya Reaktif Sekali lagi kita memperhatikan Contoh-7.6 dan Contoh-7.7 yang telah dikoreksi dalam Contoh 7.8. Telah diulas bahwa faktor daya komponen fundamental pada penyearah setengah gelombang f.d. yang berarti arus fundamental sefasa dengan tegangan; sedangkan faktor daya komponen fundamental pada saklar sinkron f.d. 0,844. Nilai faktor daya komponen fundamental ini tergantung dari saat membuka dan menutup saklar yang dalam kasus penyearah setengah gelombang saklar menutup setiap tengah perioda pertama. Selain faktor daya komponen fundamental, kita melihat juga faktor daya total yang dilihat sumber. Dalam kasus penyearah setengah gelombang, meskipun f.d., faktor daya total f.d. s 0,7. Dalam kasus saklar sinkron f.d sedangkan faktor daya totalnya f.d. s 0,7. Sebuah pertanyaan timbul: dapatkah upaya perbaikan faktor daya yang biasa dilakukan pada pembebanan linier, diterapkan juga pada pembebanan nonlinier? Pada dasarnya perbaikan faktor daya adalah melakukan kompensasi daya reaktif dengan cara menambahkan beban pada rangkaian sedemikian rupa sehingga faktor daya, baik lagging maupun leading, mendekat ke nilai satu. Dalam kasus penyearah setengah gelombang f.d., sudah mencapai nilai tertingginya; masih tersisa f.d. s yang hanya 0,7. Dalam kasus saklar sinkron f.d. 0,844 dan f.d. s 0,7. Kita coba melihat kasus saklar sinkron ini terlebih dulu. CO TOH-7.9: Operasi saklar sinkron pada Contoh-7.7 membuat arus fundamental lagging 3,4 o dari tegangan sumber yang sinusoidal. Arus lagging ini menandakan adanya daya rekatif yang dikirim oleh sumber ke beban melalui arus fundamental. (a) Upayakan 5

159 pemasangan kapasitor paralel dengan beban untuk memberikan kompensasi daya reaktif ini. (b) Gambarkan gelombang arus yang keluar dari sumber. Penyelesaian: a). Upaya kompensasi dilakukan dengan memasangkan kapasitor paralel dengan beban untuk memberi tambahan pembebanan berupa arus leading untuk mengompensasi arus fundamental yang lagging 3,4 o. Rangkaian menjadi sebagai berikut: i s saklar sinkron v s i C C R b i Rb Sebelum pemasangan kapasitor: I rms 59,5 A ; I hrms 38,63 A ; f. d. s 0, 7 S V srms I rms ,5 59,5 kva ; f.d. 0,844; P 59,5 0, kw Q s S P 3,75 kvar Kita coba memasang kapasitor untuk memberi kompensasi daya reaktif komponen fundamental sebesar 3 kvar Q s srms srms V Z V / ωc Qs 3000 C 99 µ F ; V ω srms π C kita tetapkan 00 µf Dengan C 00 µf, daya reaktif yang bisa diberikan adalah Q C Arus kapasitor adalah π ,4 kvar 5 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

160 I V Z Arus ini leading 90 o dari tegangan sumber dan hampir sama dengan nilai o I rms sin(3,4 ) 3,75 A 000 3,4 A /(00π) C Crms srms. C Diagram fasor tegangan dan 3,4 o arus adalah seperti di I I cos3,4 o samping ini. V s Dari diagram fasor ini kita o lihat bahwa arus I C dan I sin 3, 4 tidak saling meniadakan o sehingga beban akan menerima arus I rms cos(3,4 ), akan tetapi beban tetap menerima arus seperti semula. Beban tidak merasakan adanya perubahan oleh hadirnya C karena ia tetap terhubung langsung ke sumber. Sementara itu sumber sangat merasakan adanya beban tambahan berupa arus kapasitif yang melalui C. Sumber yang semula mengeluarkan arus fundamental dan arus harmonisa total ke beban, setelah pemasangan kapasitor memberikan arus fundamental dan arus harmonisa ke beban ditambah arus kapasitif di kapasitor. Dengan demikian arus fundamental yang diberikan oleh sumber menjadi o I rmsc I rms cos(3,4 ) 50 A turun sekitar 0% dari arus fundamental semula yang 59,5 A. Arus efektif total yang diberikan sumber menjadi I srmsc hrms I rmsc + I ,63 Daya kompleks yang diberikan sumber menjadi S sc I sin3,4 o , 63, kva Faktor daya yang dilihat sumber menjadi f. d. sc 50 / 63, 0,8 63, A sedikit lebih baik dari sebelum pemasangan kapasitor f. d. s 0,7 Im I C Re 53

161 b). Arus sumber, i s, adalah jumlah dari arus yang melalui resistor seri dengan saklar sinkron dan arus arus kapasitor. - bentuk gelombang arus yang melalui resistor i Rb adalah seperti yang diberikan pada gambar Contoh-7.7; - gelombang arus kapasitor, i C, 90 o mendahului tegangan sumber. Bentuk gelonbang arus i s terlihat pada gambar berikut: [V] [A] v s /5 Contoh-7.9 ini menunjukkan bahwa kompensasi daya reaktif komponen fundamental dapat meningkatkan faktor daya total yang dilihat oleh sumber. Berikut ini kita akan melihat kasus penyearah setengah gelombang. Di Bab-3, sub-bab 3.6 buku jilid-, kita membahas filter kapasitor pada penyearah yang dihubungkan paralel dengan beban R dengan tujuan untuk memperoleh tegangan yang walaupun masih berfluktuasi namun fluktuasi tersebut ditekan sehingga mendekati tegangan searah. Kita akan i s mencoba menghubungkan kapasitor seperti pada Gb.7.3 dengan harapan akan memperbaiki faktor daya. v s i C C i R R i Rb i s [detik] i C Gb.7.3. Kapasitor paralel dengan beban. 54 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

162 CO TOH-7.0: Sumber tegangan sinusoidal v s 000 sinωt V mencatu beban resistif R b 0 Ω melalui penyearah setengah gelombang. Lakukan pemasangan kapasitor untuk memperbaiki faktor daya. Frekuensi kerja 50 Hz. Penyelesaian: Keadaan sebelum pemasangan kapasitor dari Contoh-7.5: tegangan sumber arus fundamental arus harmonisa total arus efektif total V srms 000 V ; I rms 50 A ; I hrms 50 A I rms 70,7 A ; daya kompleks sumber S s 70,7 kva ; daya nyata P s P 50 kw ; faktor daya sumber f. d. s Ps / Ss 50 / 70,7 0, 7 ; faktor daya komponen fundamental f. d.. Spektrum amplitudo arus maksimum adalah A harmonisa Gambar perkiraan dibawah ini memperlihatkan kurva tegangan sumber v s /5 (skala 0%), arus penyearahan setengah gelombang 55

163 i R, dan arus kapasitor i C seandainya dipasang kapasitor (besar kapasitor belum dihitung). 400 [V] [A] 00 v s /5 i R i C t [s] -400 Dengan pemasangan kapasitor maka arus sumber akan merupakan jumlah i R + i C yang akan merupakan arus nonsinus dengan bentuk lebih mendekati gelombang sinusoidal dibandingkan dengan bentuk gelombang arus penyearahan setengah gelombang i R. Bentuk gelombang arus menjadi seperti di bawah ini. 400 [V] [A] 00 v s /5 i R +i C i R 0-00 i R 0 i C t [s] -400 Kita akan mencoba menelaah dari beberapa sisi pandang. a). Pemasangan kapasitor seperti pada Gb.7.3 menyebabkan sumber mendapat tambahan beban arus kapasitif. Bentuk gelombang arus sumber menjadi lebih mendekati bentuk sinus. Tidak seperti dalam kasus saklar sinkron yang komponen fundamentalnya memiliki faktor daya kurang dari satu sehingga kita punya titiktolak untuk menghitung daya reaktif yang perlu kompensasi, 56 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

164 dalam kasus penyerah setengah gelombang ini f.d. ; arus fundamental sefasa dengan tegangan sumber. Sebagai perkiraan, daya reaktif akan dihitung dengan menggunakan formula segitiga daya pada daya kompleks total. Q s Ss Ps kvar Jika diinginkan faktor daya 0,9 maka daya reaktif seharusnya sekitar Q s S s sin(cos - 0,9) 30 kvar Akan tetapi formula segitiga tidaklah akurat karena kita tidak dapat menggambarkan segitiga daya untuk arus harmonisa. Oleh karena itu kita perkirakan kapasitor yang akan dipasang mampu memberikan kompensasi daya reaktif Q C sekitar 5 kvar. Dari sini kita menghitung kapasitansi C. QC V s ωc 5 kvar ZC (/ ωc) Pada frekuensi 50 Hz 80 µf Arus kapasitor adalah 5000 C 79,6µ F. Kita tetapkan π I C V Z s 000 /(00π ) 5,3 A yang leading 90 o dari tegangan sumber atau I C o 5,3 90 Arus fundamental sumber adalah jumlah arus kapasitor dan arus fundamental semula, yaitu o o o I sc I ssemula + I C , ,96 A Nilai efektif arus dengan frekuensi fundamental yang keluar dari sumber adalah 57

165 I I + I 55, A scrms s Crms hrms Jadi setelah pemasangan kapasitor, nilai-nilai efektif arus adalah: I s Crms 55,96 A ; ini adalah arus pada frekuensi fundamental yang keluar dari sumber sementara arus ke beban tidak berubah I hrms I scrms semula 50 A ; tak berubah karena arus beban tidak berubah. 75 A ; ini adalah arus yang keluar dari sumber yang I rms 70,7 A. Daya kompleks sumber menjadi S sc VsrmsI scrms kva Faktor daya yang dilihat sumber menjadi f.d. sc Ps / SsC 50 / 75 0,67 Berikut ini adalah gambar bentuk gelombang tegangan dan arus serta spektrum amplitudo arus sumber. V A i Rb v s / i C i sc Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

166 A harmonisa Pemasangan kapasitor tidak memperbaiki faktor daya total bahkan arus efektif pembebanan pada sumber semakin tinggi. Apabila kita mencoba melakukan kompensasi bukan dengan arus kapasitif akan tetapi dengan arus induktif, bentuk gelombang arus dan spektrum amplitudo yang akan kita peroleh adalah seperti di bawah ini. V A v s /5 i sc 00 i Rb i C

167 A harmonisa Dengan membandingkan Contoh-7.9 dan Contoh-7.0 terlihat bahwa perbaikan faktor daya dengan cara kompensasi daya reaktif dapat dilakukan pada pembebanan dengan faktor daya komponen fundamental yang lebih kecil dari satu. Pada pembebanan di mana arus fundamental sudah sefasa dengan tegangan sumber, perbaikan faktor daya tidak terjadi dengan cara kompensasi daya reaktif; padahal faktor daya total masih lebih kecil dari satu. Daya reaktif yang masih ada merupakan akibat dari arus harmonisa. Oleh karena itu upaya yang harus dilakukan adalah menekan arus harmonisa melalui penapisan. Persoalan penapisan tidak dicakup dalam Analisis Rangkaian Listrik di buku ini melainkan dalam Elektronika Daya. 60 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

168 BAB 8 Dampak Harmonisa Pada Piranti Dalam analisis rangkaian linier, elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, merupakan idealisasi piranti-piranti nyata yang nonlinier. Dalam bab ini kita akan mempelajari pengaruh adanya komponen harmonisa, baik arus maupun tegangan, terhadap piranti-piranti sebagai benda nyata. Dampak harmonisa ini dapat kita klasifikasi dalam dua kategori yaitu: a). Dampak terhadap sistem tenaga sendiri antara lain peningkatan susut energi yaitu energi hilang yang tak dapat dimanfaatkan, yang secara alamiah berubah menjadi panas. [5,6]. Harmonisa menyebabkan peningkatan temperatur pada konduktor kabel, pada kapasitor, induktor, dan transformator, yang bisa berakibat pada derating dari alat-alat ini dan justru derating ini membawa kerugian (finansial) yang lebih besar dibandingkan dengan dampak langsung yang berupa susut energi. Harmonisa tidak hanya menyebabkan derating piranti tetapi juga umur ekonomis piranti. Pembebanan nonlinier tidaklah selalu kontinyu, melainkan fluktuatif. Oleh karena itu pada selang waktu tertentu piranti terpaksa bekerja pada batas tertinggi temperatur kerjanya bahkan mungkin terlampaui pada saat-saat tertentu. Kenaikan tegangan bisa terjadi akibat adanya harmonisa yang dapat menimbulkan micro-discharges bahkan partial-discharges dalam piranti yang memperpendek umur, bahkan mal-function bisa terjadi pada piranti. Harmonisa juga dapat menyebabkan terjadinya overload pada penghantar netral; kwh-meter memberi penunjukan tidak normal; rele proteksi juga akan terganggu, bisa tidak mendeteksi besaran rms bahkan mungkin gagal trip. b). Dampak pada instalasi di luar sistem tenaga antara lain tmbulnya noise pada saluran telepon serta komunikasi kabel; digital clock disa berjalan lebih cepat. 6

169 8.. Konduktor Pada konduktor, komponen arus harmonisa menyebabkan peningkatan daya nyata yang diserap oleh konduktor dan berakibat pada peningkatan temperatur konduktor. Daya nyata yang terserap di konduktor ini kita sebut rugi daya atau susut daya. Karena susut daya ini berbanding lurus dengan kuadrat arus, maka peningkatannya akan sebanding dengan kuadrat THD arus; demikian pula dengan peningkatan temperatur. Misalkan arus efektif nonsinus I rms mengalir melalui konduktor yang memiliki resistansi R s, maka susut daya di konduktor ini adalah P s I rms Rs ( Irms + I hrms) Rs Irms Rs( + THDI ) Jika arus efektif fundamental tidak berubah, faktor ( THD ) (8.) + I pada (8.) menunjukkan seberapa besar peningkatan susut daya di konduktor. Misalkan peningkatan ini diinginkan tidak lebih dari 0%, maka THD I tidak boleh lebih dari 0,3 atau 3%. Dalam contoh-contoh persoalan yang diberikan sebelumnya, THD I besar terjadi misalnya pada arus penyearahan setengah gelombang yang mencapai 00%, dan arus melalui saklar sinkron yang mengalir setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda yang mencapai 65%. CO TOH-8.: Konduktor kabel yang memiliki resistansi total 80 mω, menyalurkan arus efektif 00 A, pada frekuensi 50 Hz. Kabel ini beroperasi normal pada temperatur 70 o C sedangkan temperatur sekitarnya adalah 5 o C. Perubahan pembebanan di ujung kabel menyebabkan munculnya harmonisa pada frekuensi 350 Hz dengan nilai efektif 40 A. Hitung (a) perubahan susut daya dan (b) perubahan temperatur kerja pada konduktor. (a) Susut daya semula pada konduktor adalah P 00 0, Susut daya tambahan karena arus harmonisa adalah Susut daya berubah menjadi W P ,08 8 W P kabel W 6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

170 Dibandingkan dengan susut daya semula, terjadi kenaikan susut daya sebesar 6%. (b) Kenaikan temperatur kerja di atas temperatur sekitar semula adalah (70 o 5 o ) 45 o C. Perubahan kenaikan temperatur adalah T 0,6 o o 45 7, C Kenaikan temperatur akibat adanya hormonisa adalah o o o T 45 C+ 7, C 5 C dan temperatur kerja akibat adanya harmonisa adalah T 5 o + 5 0% di atas temperatur kerja semula. o 77 o C CO TOH-8.: Suatu kabel yang memiliki resistansi total 0, Ω digunakan untuk mencatu beban resistif R b yang tersambung di ujung kabel dengan arus sinusoidal bernilai efektif 0 A. Tanpa pengubah resistansi beban, ditambahkan penyearah setengah gelombang (ideal) di depan R b. (a) Hitunglah perubahan susut daya pada kabel jika penyaluran daya ke beban dipertahankan tak berubah. (b) Hitunglah daya yang disalurkan ke beban dengan mempertahankan arus total pada 0 A; (c) berikan ulasan. Penyelesaian: (a) Sebelum pemasangan penyearah, susut daya di kabel adalah P k 0 0, 80 W Dengan mempertahankan besar daya tersalur ke beban tidak berubah, berarti nilai efektif arus fundamental dipertahankan 0 A. THD I pada penyearah setengah gelombang adalah 00%. Susut daya pada kabel menjadi * P k 0 0, Susut daya menjadi dua kali lipat. ( + ) 60 W (b) Jika arus efektif total dipertahankan 0 A, maka susut daya di kabel sama seperti sebelum pemasangan penyearah yaitu 63

171 P k 0 0, 80 Dalam situasi ini terjadi penurunan arus efektif fundamental yang dapat dihitung melalui relasi kuadrat arus efektif total, yaitu W I rms ms hms ms I + I I (+ THD ) 0 Dengan THD 00%, maka I rms 0 / jadi I rms 0/ 4,4 A Jadi jika arus efektif total dipertahankan 0 A, arus fundamental turun menjadi 70% dari semula. Susut daya di kabel tidak berubah, tetapi daya yang disalurkan ke beban menjadi 0,7 0,5 dari daya semula atau turun menjadi 50%-nya. (c) Jika penyaluran daya ke beban dipertahankan tetap, susut pada saluran menjadi dua kali lipat, yang berarti kenaikan temperatur dua kali lipat. Jika temperatur kerja semula 65 o C pada temperatur sekitar 5 o, maka temperatur kerja yang baru bisa mencapai lebih dari 00 o C. 8.. Kapasitor Jika susut daya pada saluran tidak diperkenankan meningkat maka penyaluran daya ke beban harus diturunkan sampai menjadi 50% dari daya yang semula disalurkan; gejala ini dapat diartikan sebagai derating kabel. Ulas Ulang Tentang Kapasitor. Jika suatu dielektrik yang memiliki permitivitas relatif ε r disisipkan antara dua pelat kapasitor yang memiliki luas A dan jarak antara kedua pelat adalah d, maka kapasitansi yang semula (tanpa bahan dielektrik) A C 0 ε 0 d berubah menjadi C C 0 ε r 64 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

172 Jadi kapasitansi meningkat sebesar ε r kali. Diagram fasor arus dan tegangan kapasitor diperlihatkan pada Gb.8.. Arus kapasitor terdiri dari dua komponen yaitu arus kapasitif I C ideal yang 90 o mendahului tegangan kapasitor V C, dan arus ekivalen losses pada dielektrik I rp yang sefasa dengan tegangan. im I C I tot δ Gb.8.. Diagram fasor arus dan tegangan kapasitor. Daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik adalah P V I V I tanδ (8.) C Rp atau r C C P ε V ωc V tanδ πf V Cε tanδ (8.3) r I Rp tanδ disebut faktor desipasi (loss tangent) ε r tanδ disebut faktor kerugian (loss factor) Pengaruh Frekuensi Pada Dielektrik. Nilai ε r tergantung dari frekuensi, yang secara umum digambarkan seperti pada Gb.8.. V C re ε r ε r loss factor ε r tanδ power audio radio frekuensi frekuensi listrik frekuensi optik Gb.8.. ε r dan loss factor sebagai fungsi frekuensi. 65

173 Dalam analisis rangkaian, reaktansi kapasitor dituliskan sebagai X C πfc Gb.8.. memperlihatkan bahwa ε r menurun dengan naiknya frekuensi yang berarti kapasitansi menurun dengan naiknya frekuesi. Namun perubahan frekuensi lebih dominan dalam menentukan reaktansi dibanding dengan penurunan ε r ; oleh karena itu dalam analisis kita menganggap kapasitansi konstan. Loss factor menentukan daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik. Sementara itu, selain tergantung frekuensi, ε r juga tergantung dari temperatur dan hal ini berpengaruh pula pada loss factor, walaupun tidak terlalu besar dalam rentang temperatur kerja kapasitor. Oleh karena itu dalam menghitung daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik, kita melakukan pendekatan dengan menganggap loss factor konstan. Dengan anggapan ini maka daya yang terkonversi menjadi panas akan sebanding dengan frekuensi dan sebanding pula dengan kuadrat tegangan. Tegangan onsinus. Pada tegangan nonsinus, bentuk gelombang tegangan pada kapasitor berbeda dari bentuk gelombang arusnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tanggapan kapasitor terhadap komponen fundamental dengan tanggapannya terhadap komponen harmonisa. Situasi ini dapat kita lihat sebagai berikut. Misalkan pada terminal kapasitor terdapat tegangan nonsinus yang berbentuk: vc ( t) vc ( t) + vc3( t) + vc5 ( t) +... (8.4) Arus kapasitor akan berbentuk ic ( t) ω0 CvC( t) + 3ω0CvC3( t) + 5ω0CvC5 ( t) +... (8.5) Dengan memperbandingkan (8.4) dan (8.5) dapat dimengerti bahwa bentuk gelombang tegangan kapasitor berbeda dengan bentuk gelombang arusnya. CO TOH-8.3: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen fundamental dengan nilai puncak 50 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut 30 V. Sebuah kapasitor 500 µf dihubungkan pada sumber tegangan ini. Gambarkan bentuk gelombang tegangan dan arus kapasitor. 66 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

174 Penyelesaian: Jika persamaan tegangan maka persamaan arus adalah i C v C 50 sin00πt + 30sin 300πt V π cos00πt 500π cos 500πt Bentuk gelombang tegangan dan arus adalah seperti terlihat pada Gb [V] [A] i C v C t [detik] -00 Gb.8.3. Gelombang tegangan dan arus pada contoh-8.3. CO TOH-8.4: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen fundamental dengan nilai puncak 50 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-3 dan ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut 30 V dan 5 V. Sebuah kapasitor 500 µf (0 V rms, 50 Hz) dihubungkan pada sumber tegangan ini. Hitung: (a) arus efektif komponen fundamental; (b) THD arus kapasitor; (c) THD tegangan kapasitor; (d) jika kapasitor memiliki losses dielektrik 0,6 W pada tegangan sinus rating-nya, hitunglah losses dielektrik dalam situasi ini. Penyelesaian: (a) Reaktansi untuk komponen fundamental adalah X C π Arus efektif untuk komponen fundamental 6,37 Ω 67

175 50 / I C rms 6,37 6,7 (b) Reaktansi untuk harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut adalah X C X X C3, Ω ; C X C5,7 Ω 3 5 Arus efektif harmonisa A 30 / I C3 rms 0, I C 5 /,7 5 rms,8 A A THD I I I hrms Crms 0 +,8 6,7 0,6 atau 6% (c) THD V V V hrms rms /,5 0,0 atau 06 0 % (d) Losses dielektrik dianggap sebanding dengan frekuensi dan kuadrat tegangan. Pada frekuensi 50 Hz dan tegangan 0 V, losses adalah 0,6 watt. P 50 Hz,0V 0,6 W P 50 Hz,30V 0,6 0,34 W P 50 Hz,5V 0,6 0,006 W Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

176 Losses dielektrik total: P total 0,6+ 0,34+ 0,006 0,74 W 8.3. Induktor Induktor Ideal. Induktor yang untuk keperluan analisis dinyatakan sebagai memiliki induktansi murni L, tidak kita temukan dalam praktik. Betapapun kecilnya, induktor selalu mengandung resistansi dan kita melihat induktor sebagai satu induktansi murni terhubung seri dengan satu resistansi. Oleh karena itu kita melihat tanggapan induktor sebagai tanggapan beban induktif dengan resistansi kecil. Hanya apabila resistansi belitan dapat diabaikan, relasi tegangan-arus induktor untuk gelombang tegangan dan arus berbentuk sinus murni menjadi di f v L dt dengan v adalah tegangan jatuh pada induktor, dan i f adalah arus eksitasi. Apabila rugi rangkaian magnetik diabaikan, maka fluksi φ sebanding dengan i f dan membangkitkan tegangan induksi pada belitan induktor sesuai dengan hukum Faraday dan hukum Lenz. dφ e i dt Tegangan induksi ini berlawanan dengan tegangan jatuh induktor v, sehingga nilai e i sama dengan v. dφ di f e ei L dt dt Persamaan di atas menunjukkan bahwa φ dan i f berubah secara bersamaan. Jika φ berbentuk sinus maka ia harus dibangkitkan oleh arus i f yang juga berbentuk sinus dengan frekuensi sama dan mereka sefasa. Arus i f sendiri berasal dari sumber tegangan yang juga harus berbentuk sinus. Oleh karena itu baik tegangan, arus, maupun fluksi mempunyai frekuensi sama, sehingga kita dapat menuliskan persamaan dalam bentuk fasor V E i jω Φ jωli dengan Φ adalah fluksi dalam bentuk fasor. Relasi ideal ini memberikan f 69

177 π Vrms f φmaks 4, 44 f φmaks π Vrms fli fmaks 4, 44 fl i fmaks Relasi ideal memberikan diagram fasor seperti di samping ini dimana arus yang membangkitkan fluksi yaitu I φ sama dengan I f. I f I φ Φ VE i CO TOH-8.5: Melalui sebuah kumparan mengalir arus nonsinus yang mengandung komponen fundamental 50 Hz, harmonisa ke-3, dan harmonisa ke-5 dengan amplitudo berturut-turut 50, 0, dan 5 A. Jika daya input pada induktor diabaikan, dan tegangan pada induktor adalah 75 V rms, hitung induktansi induktor. Penyelesaian: Jika induktansi kumparan adalah L maka tegangan efektif komponen fundamental, harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut adalah V L rms 4,44 50 L L V V L 3 rms 4,44 50 L L V V L 5 rms 4,44 50 L L V sedangkan Lrms Vrms + V3rms V5rms. Jadi V + 75 L , 3 L Induktansi kumparan adalah L ,3 0,0053 H Fluksi Dalam Inti. Jika tegangan sinus dengan nilai efektif V rms dan frekuensi f diterapkan pada induktor, fluksi magnetik yang timbul dalam inti dihitung dengan formula φm V rms 4,44 f 70 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

178 φ m adalah nilai puncak fluksi, dan adalah jumlah lilitan. Melalui contoh berikut ini kita akan melihat fluksi dalam inti induktor bila tegangan yang diterapkan berbentuk nonsinus. CO TOH-8.6: Sebuah induktor dengan 00 lilitan mendapat tegangan nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental dengan nilai efektif V rms 50 V dan harmonisa ke-3 dengan nilai efektif V 3rms 50 V yang tertinggal 35 o dari komponen fundamental. Gambarkan kurva tegangan dan fluksi. Penyelesaian: Persamaan tegangan adalah v L 50 sinω0t+ 50 sin(3ω0t 35 Nilai puncak fluksi fundamental 50 φ m 563 µ Wb 4, Fluksi φ m tertinggal 90 o dari tegangan (lihat Gb.8.4). Persamaan gelombang fluksi fundamental menjadi Nilai puncak fluksi harmonisa ke-3 φ 563sin( ω0t 90 ) µ Wb ,6 µ Wb 4, φ m Fluksi φ 3m juga tertinggal 90 o dari tegangan harmonisa ke-3; sedangkan tegangan harmonisa ke-3 tertinggal 35 o dari tegangan fundamental. Jadi persamaan fluksi harmonisa ke-3 adalah o o φ3 6,6 sin(3ω0t ) 6,6 sin(3ω0t 5 ) µ Wb Persamaan fluksi total menjadi o φ 563sin( ω0 t 90 ) + 6,6 sin(3ω0t 5) µ Wb Kurva tegangan dan fluksi terlihat pada Gb.8.4. o o ) o 7

179 600 [V] 400 [µwb] v L φ t [detik] Gb.8.4. Kurva tegangan dan fluksi. Rugi-Rugi Inti. Dalam induktor nyata, rugi inti menyebabkan fluksi magnetik yang dibangkitkan oleh i f ketinggalan dari i f sebesar γ yang disebut sudut histerisis. Keadaan ini diperlihatkan pada Gb.8.5. dimana arus magnetisasi I f mendahului φ sebesar γ. Diagram fasor ini digambar dengan memperhitungkan rugi hiterisis I c VE i I φ γ Φ I f Gb.8.5. Diagram fasor induktor (ada rugi inti) Dengan memperhitungkan rugi-rugi yang terjadi dalam inti transformator, I f dipandang sebagai terdiri dari dua komponen yaitu I φ yang diperlukan untuk membangkitkan φ, dan I c yang diperlukan untuk mengatasi rugi-rugi inti. Jadi arus magnetisasi menjadi I f I φ + I c. Komponen I c merupakan arus fiktif yang jika dikalikan dengan V akan memberikan rugi-rugi inti o Pc IcV VI f cos(90 γ) watt (8.6) Rugi inti terdiri dari dua komponen, yaitu rugi histerisis dan rugi arus pusar. Rugi histerisis dinyatakan dengan Ph whvf (8.7) 7 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

180 P h rugi histerisis [watt], w h luas loop kurva histerisis dalam [joule/m 3.siklus], v volume, f frekuensi. Untuk frekuensi rendah, Steinmetz memberikan formulasi empiris n ( K B ) P h vf h m (8.8) di mana B m adalah nilai kerapatan fluksi maksimum, n tergantung dari jenis bahan dengan nilai yang terletak antara,5 sampai,5 dan K h yang juga tergantung jenis bahan (untuk silicon sheet steel misalnya, K h 0,00). Nilai-nilai empiris ini belum didapatkan untuk frekuensi harmonisa. Demikian pula halnya dengan persamaan empiris untuk rugi arus pusar dalam inti P e Ke f Bm τ v (8.9) di mana K e konstanta yang tergantung material, f frekuensi perubahan fluksi [Hz], B m adalah nilai kerapatan fluksi maksimum, τ ketebalan laminasi inti, dan v adalah volume material inti. Rugi Tembaga. Apabila resistansi belitan tidak diabaikan, V E. Misalkan resistansi belitan adalah R, maka E I f R (8.0) V + Diagram fasor dari keadaan terakhir, yaitu dengan memperhitungkan resistansi belitan, diperlihatkan pada Gb.8.6. I c E i I φ Φ I f R θ I V f Gb.8.6. Diagram fasor induktor (ada rugi tembaga). Dalam keadaan ini, daya masuk yang diberikan oleh sumber, selain untuk mengatasi rugi-rugi inti juga diperlukan untuk mengatasi rugi daya pada belitan yang kita sebut rugi-rugi tembaga, P cu. Jadi P in Pc + Pcu Pc + I f R VI f cosθ (8.) dengan V dan I f adalah nilai-nilai efektif dan cosθ adalah faktor daya. 73

181 8.4. Transformator Ulas Ulang Tentang Transformator Transformator Berbeban. Rangkaian transformator berbeban dengan arus beban I, diperlihatkan oleh Gb.8.7. Tegangan induksi E (yang telah timbul dalam keadaan tranformator tidak berbeban) akan menjadi sumber di rangkaian sekunder dan memberikan arus sekunder I. Arus I ini membangkitkan fluksi magnetik yang melawan fluksi bersama φ (sesuai dengan hukum Lenz) dan sebagian akan bocor, φ l ; φ l yang sefasa dengan I menginduksikan tegangan E l di belitan sekunder yang 90 o mendahului φ l. I φ I V φ l φ l V Gb.8.7. Transformator berbeban. Dengan adanya perlawanan fluksi yang dibangkitkan oleh arus di belitan sekunder itu, fluksi bersama akan cenderung mengecil. Hal ini akan menyebabkan tegangan induksi di belitan primer juga cenderung mengecil. Akan tetapi karena belitan primer terhubung ke sumber yang tegangannya tak berubah, maka arus primer akan naik. Jadi arus primer yang dalam keadaan transformator tidak berbeban hanya berupa arus magnetisasi I f, bertambah menjadi I setelah transformator berbeban. Pertambahan arus ini haruslah sedemikian rupa sehingga fluksi bersama φ dipertahankan dan E juga tetap seperti semula. Dengan demikian maka persamaan rangkaian di sisi primer tetap terpenuhi. Karena pertambahan arus primer sebesar (I I f ) adalah untuk mengimbangi fluksi lawan yang dibangkitkan oleh I agar φ dipertahankan, maka haruslah ( I I ) ( I ) 0 f (8.) Pertambahan arus primer (I I f ) disebut arus penyeimbang yang akan mempertahankan φ. Makin besar arus sekunder, makin besar pula arus 74 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

182 penyeimbang yang diperlukan yang berarti makin besar pula arus primer. Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari primer ke sekunder. Arus di belitan primer juga memberikan fluksi bocor di belitan primer, φ l, yang menginduksikan tegangan E l. Tegangan induksi yang dibangkitkan oleh fluksi-fluksi bocor, yaitu E l dan E l, dinyatakan dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor ekivalen, X dan X, masing-masing di rangkaian primer dan sekunder. Jika resistansi belitan primer adalah R dan belitan sekunder adalah R, maka kita peroleh hubungan untuk rangkaian di sisi primer V + E + IR + El E + IR jix (8.3) dan untuk rangkaian di sisi sekunder E + V + IR + El V + IR ji X (8.4) Rangkaian Ekivalen. Secara umum, rangkaian ekivalen adalah penafsiran secara rangkaian listrik dari suatu persamaan matematik yang menggambarkan perilaku suatu piranti. Untuk transformator, rangkaian ekivalen diperoleh dari tiga persamaan yang diperoleh di atas. Dengan relasi E E / a E dan I a I I di mana a /, tiga persamaan tersebut di atas dapat kita tulis kembali sebagai satu set persamaan sebagai berikut. Untuk rangkaian di sisi sekunder, (8.4) kita tuliskan E E V + I R + ji X a Dari persamaan untuk rangkaian sisi primer (8.3), kita peroleh E V IR jix sehingga persamaan untuk rangkaian sekunder dapat kita tuliskan E V IR jix E V + I R + ji X a a I Karena I maka persamaan ini dapat kita tuliskan a 75

183 76 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) ( ) ( ) I I V I I V I I I I V V X X j R R a X X j a R R a X j a R X j R a (8.5) dengan ; a X X a R R Persamaan (8.5) ini, bersama dengan persamaan (8.) yang dapat kita tuliskan f f a a a I I I I I, memberikan rangkaian ekivalen untuk transformator berbeban. Akan tetapi pada transformator yang digunakan pada sistem tenaga listrik, arus magnetisasi hanya sekitar sampai 5 persen dari arus beban penuh transformator. Oleh karena itu, jika I f diabaikan terhadap I maka kesalahan dalam menghitung I dapat dianggap kecil. Pengabaian ini akan membuat I I I a. Dengan pendekatan ini, dan persamaan (8.5), kita memperoleh rangkaian ekivalen yang disederhanakan dari transformator berbeban. Gb.8.8. memperlihatkan rangkaian ekivalen transformator berbeban dan diagram fasornya. Gb.8.8. Rangkaian ekivalen transformator dan diagram fasor. jx e j(x + X ) R e R +R I I V /a V I I R e V V /a ji X e

184 8.4.. Fluksi Dan Rugi-Rugi Karena Fluksi Seperti halnya pada induktor, transformator memiliki rugi-rugi inti, yang terdiri dari rugi hiterisis dan rugi arus pusar dalam inti. Fluksi magnetik, rugi-rugi histerisis, dan rugi-rugi arus pusar pada inti dihitung seperti halnya pada induktor. Rugi-Rugi Pada Belitan. Selain rugi-rugi tembaga pada belitan sebesar P cu I R, pada belitan terjadi rugi-rugi tambahan arus pusar, P l, yang ditimbulkan oleh fluksi bocor. Sebagaimana telah dibahas, fluksi bocor ini menimbulkan tegangan induksi E l dan E l, karena fluksi ini melingkupi sebagian belitan; E l dan E l dinyatakan dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor ekivalen, X dan X. Selain melingkupi sebagian belitan, fluksi bocor ini juga menembus konduktor belitan dan menimbulkan juga arus pusar dalam konduktor belitan; arus pusar inilah yang menimbulkan rugi-rugi tambahan arus pusar, P l. Berbeda dengan rugi arus pusar yang terjadi dalam inti, yang dapat diperkecil dengan cara membangun inti dari lapisan lembar tipis material magnetik, rugi arus pusar pada konduktor tidak dapat ditekan dengan cara yang sama. Ukuran konduktor harus tetap disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengalirkan arus; tidak dapat dibuat berpenampang kecil. Oleh karena itu rugi-rugi arus pusar ini perlu diperhatikan karena nilainya sebanding dengan kuadrat frekuensi, seperti halnya rugi arus pusar pada inti yang diberikan pada formula empiris (8.9). Rugi arus pusar pada belitan (stray losses) P l ini dapat kita analogikan dengan rugi arus pusar pada inti dan kita nyatakan dengan formula P l K l f B m (8.6) dengan K l adalah suatu konstanta yang tergantung dari material konduktor, penampang dan panjang konduktor; f frekuensi, dan B m nilai maksimum kerapatan fluksi yang dapat dianggap sebanding dengan nilai maksimum arus. Namun dalam menghitung P l kita tidak menggunakan formula (8.6) melainkan memperhitungkan rugi arus pusar sebagai proporsi tertentu dari rugi tembaga yang ditimbulkan oleh arus tersebut, dengan tetap mengingat bahwa rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat ferkuensi. Proporsi ini berkisar antara % sampai 5% tergantung dari ukuran transformator. Kita lihat dua contoh berikut. 77

185 Contoh-8.7: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,05 Ω mengalir arus sinusoidal murni bernilai efektif 40 A. Hitung rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar yang diakibatkan oleh arus ini adalah 5% dari rugi tembaga P cu I R. Penyelesaian: Rugi tembaga P cu 40 0,05 80 W Rugi arus pusar 5 % P cu W Rugi daya total pada belitan W. Contoh-8.8: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,05 Ω mengalir arus nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental bernilai efektif 40 A, dan harmonisa ke-7 bernilai efektif 6 A. Hitung rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar diperhitungkan 0% dari rugi tembaga P cu I R. Penyelesaian: Rugi tembaga total adalah Pcu I rmsr (40 Rugi arus pusar komponen fundamental + 6 ) 0,05 8,8 W Pl 0, IrmsR 0, 40 0,05 8 W Rugi arus pusar harmonisa ke-7 Pl 7 0, 7 I 7rms R 0, 7 6 0,05 8,8 W Rugi daya total adalah P total Pcu + Pl + Pl 7 8, ,8 98,6 W Contoh-8.8 ini menunjukkan bahwa walaupun arus harmonisa memiliki nilai puncak lebih kecil dari nilai puncak arus fundamental, rugi arus pusar yang ditimbulkannya bisa memiliki proporsi cukup besar. Hal ini bisa terjadi karena rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat frekuensi. 78 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

186 Faktor K Faktor K digunakan untuk menyatakan adanya rugi arus pusar pada belitan. Ia menunjukkan berapa rugi-rugi arus pusar yang timbul secara keseluruhan. Nilai efektif total arus nonsinus yang dapat menimbulkan rugi arus pusar adalah k I Trms I nrms A (8.7) n dengan k adalah tingkat harmonisa tertinggi yang masih diperhitungkan. Dalam relasi (8.7) kita tidak memasukkan komponen searah karena komponen searah tidak menimbulkan rugi arus pusar. Rugi arus pusar total adalah jumlah dari rugi arus pusar yang ditimbulkan oleh tiap-tiap komponen arus dan tiap-tiap komponen arus menimbulkan rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat frekuensi dan kuadrat arus masing-masing. Jika arus nonsinus ini mengalir pada belitan yang memiliki resistansi R 0, dan rugi-rugi arus pusar tiap komponen arus dinyatakan dalam proporsi g terhadap rugi tembaga yang ditimbulkannya, maka rugi arus pusar total adalah k P K gr0 n I nrms W (8.8) n Rugi tembaga total yang disebabkan oleh arus ini adalah k P cu R0 I nrms R0ITrms W (8.9) n Dengan (8.9) maka (8.8) dapat ditulis sebagai dengan P K gkr0itrms W (8.0) K k n I nrms n (8.) ITrms 79

187 K disebut faktor rugi arus pusar (stray loss factor). Faktor K dapat dituliskan sebagai k k I nrms K n n I n( pu) (8..a) n ITrms n I nrms dengan I n( pu) ITrms Faktor K bukanlah karakteristik transformator melainkan karakteristik sinyal. Walaupun demikian suatu transformator harus dirancang untuk mampu menahan pembebanan nonsinus sampai batas tertentu. CO TOH-8.9: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,08 Ω mengalir arus nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan harmonisa ke- bernilai efektif berturut-turut 40 A, 5 A, dan 5 A. Hitung: (a) nilai efektif arus total; (b) faktor K; (c) rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar diperhitungkan 5% dari rugi tembaga. Penyelesaian: (a) Nilai efektif arus total adalah (b) Faktor K adalah I Trms A 40 K ,59 (c) Rugi daya total P tot, terdiri dari rugi tembaga P cu dan rugi arus pusar P l. P cu 43 0,08 48 W Pl gpcu K 0, ,59 6,6 P tot ,6 74,6 W W 80 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

188 8.5. Tegangan Maksimum Pada Piranti Kehadiran komponen harmonisa dapat menyebabkan piranti mendapatkan tegangan lebih besar dari yang seharusnya. Hal ini bisa terjadi pada piranti-piranti yang mengandung R, L, C, yang mengandung harmonisa sekitar frekuensi resonansinya. Berikut ini kita lihat sebuah contoh. CO TOH-8.8: Sebuah sumber tegangan 50 Hz, kv mempunyai resistansi internal Ω dan reaktansi internal 6,5 Ω. Sumber ini mencatu beban melalui kabel yang mempunyai kapasitansi total.9 µf. Tegangan terbangkit di sumber adalah e 7000sinω0t+ 70sin3ω0t. Dalam keadaan tak ada beban terhubung di ujung kabel, hitunglah tegangan maksimum pada kabel. Penyelesaian: Tegangan mengandung harmonisa ke-3. Pada frekuensi fundamental terdapat impedansi internal Zint ernal + j6,5ω ; Z int + 6,5 6,58 Ω Pada harmonisa ke-3 terdapat impedansi Z 3int + j3 6,5Ω ; Z 3int + (3 6,5) 84,5 Ω Impedansi kapasitif kabel j Z C 097,6 Ω 6 ω0,9 0 j ; j Z C 3 84,4 Ω 6 3 ω0,9 0 j Impedansi total rangkaian seri R-L-C Z tot + j6,5 j097,6 Ω ; Z tot 09, Ω Z3 tot + j3 6,5 j84,4 Ω ; Z 3tot,0 Ω 8

189 Tegangan fundamental kabel untuk frekuensi fundamental ZC 097,6 V m em 7000 Ztot 09, 70 V ZC3 84,4 V 3 m e3m V Z3tot,0 Nilai puncak V m dan V 3m terjadi pada waktu yang sama yaitu pada seperempat perioda, karena pada harmonisa ke-3 ada 3 gelombang penuh dalam satu perioda fundamental atau 6,5 perioda dalam setengah perioda fundamental. Jadi tegangan maksimum yang diterima kabel adalah jumlah tegangan maksimum fundamental dan tegangan maksimum harmonisa ke V V m Vm + V3m 3,4 kv Tegangan ini cukup tinggi dibanding dengan tegangan maksimum fundamental yang hanya 7 kv. Gambar berikut ini memperlihatkan bentuk gelombang tegangan. 40 [kv] [detik] v v +v 3 Gb.8.9. Bentuk gelombang tegangan Partial Discharge Contoh-8.8. memberikan ilustrasi bahwa adanya hamonisa dapat menyebabkan tegangan maksimum pada suatu piranti jauh melebihi tegangan fundamentalnya. Tegangan lebih yang diakibatkan oleh adanya harmonisa seperti ini bisa menyebabkan terjadinya partial discharge pada piranti, walaupun sistem bekerja normal dalam arti tidak ada gangguan. Jika hal ini terjadi umur piranti akan sangat diperpendek yang akan menimbulkan kerugtian besar secara finansial. 8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

190 8.7. Alat Ukur Elektromekanik Daya sumber diperoleh dengan mengalikan tegangan sumber dan arus sumber. Proses ini dalam praktik diimplementasikan misalnya pada alat ukur tipe elektrodinamis dan tipe induksi. Pada wattmeter elektrodinamis, bagian pengukurnya terdiri dari dua kumparan, satu kumparan diam dan satu kumparan berputar. Satu kumparan dihubungkan ke tegangan dan satu kumparan dialiri arus beban. Jika masing-masing arus di kedua kumparan adalah iv k Iv sinωt dan ii kii sin( ωt+ ϕ), maka kedua arus menimbulkan medan magnit yang sebanding dengan arus di kedua kumparan. Momen sesaat yang terjadi sebagai akibat interaksi medan magnetik kedua kumparan sebanding dengan perkalian kedua arus m e k I sinωt I sin( ωt+ 3 v i ϕ Momen sesaat ini, melalui suatu mekanisme tertentu, menyebabkan defleksi jarum penunjuk (yang didukung oleh kumparan yang berputar) ζ yang menunjukkan besar daya pada sistem arus bolak balik. ζ ki vrms I irms cosϕ Pada alat ukur tipe induksi, seperti kwh-meter elektromekanik yang masih banyak digunakan, kumparan tegangan dihubungkan pada tegangan sumber sementara kumparan arus dialiri arus beban. Bagan alat ukur ini terlihat pada Gb.8.0. ) S S S S piringan Al Gb.8.0. Bagan KWh-meter tipe induksi. Masing-masing kumparan menimbulkan fluksi magnetik bolak-balik yang menginduksikan arus bolak-balik di piringan aluminium. Arus induksi dari kumparan arus ber-interaksi dengan fluksi dari kumparan tegangan dan arus induksi dari kumparan tegangan berinteraksi dengan fluksi magnetik kumpran arus. Interaksi arus induksi dan fluksi magnetik tersebut menimbulkan momen putar pada piringan sebesar M e kfφ Φ sinβ v i 83

191 di mana f adalah frekuensi, Φ v dan Φ i fluksi magnetik efektif yang ditimbulkan oleh kumparan tegangan dan kumparan arus, β adalah selisih sudut fasa antara kedua fluksi magnetik bolak-balik tersebut, dan k adalah suatu konstanta. Momen putar ini dilawan oleh momen lawan yang diberikan oleh suatu magnet permanen sehingga piringan berputar dengan kecepatan tertentu pada keadaan keseimbangan antara kedua momen. Perputaran piringan menggerakkan suatu mekanisme penghitung. Hadirnya arus harmonisa di kumparan arus, akan muncul juga pada Φ i. Jika Φ v berbentuk sinus murni sesuai dengan bentuk tegangan maka M e akan berupa hasil kali tegangan dan arus komponen fundamental. Frekuensi harmonisa sulit untuk direspons oleh kwh meter tipe induksi. Pertama karena kelembaman sistem yang berputar, dan kedua karena kwh-meter ditera pada frekuensi f dari komponen fundamental, misalnya 50 Hz. Dengan demikian penunjukkan alat ukur tidak mencakup kehadiran arus harmonisa, walaupun kehadiran harmonisa bisa menambah rugi-rugi pada inti kumparan arus. 84 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

192 BAB 9 Harmonisa Dalam Sistem Tiga Fasa Analisis harmonisa dalam sistem tiga fasa berikut ini dilakukan dengan anggapan beban seimbang. 9.. Komponen Harmonisa Dalam Sistem Tiga Fasa Frekuensi Fundamental. Pada pembebanan seimbang, komponen fundamental berbeda fasa 0 o antara 80 o mekanis 360 o magnetik masing-masing fasa. a Perbedaan fasa 0 o b c antar fasa ini timbul karena perbedaan posisi c S b kumparan jangkar terhadap siklus medan a U U a magnet, yaitu sebesar b S c 0 o sudut magnetik. Hal ini dijelaskan pada Gb.9.. c b Gambar ini Gb.9.. Skema generator empat kutub memperlihatkan skema generator empat kutub; 80 o sudut mekanis ekivalen dengan 360 o sudut magnetik. Dalam siklus magnetik yang pertama sebesar 360 o magnetik, yaitu dari kutub magnetik U ke U berikutnya, terdapat tiga kumparan yaitu kumparan fasa-a (a -a ), kumparan fasa-b (b -b ), kumparan fasa-c (c -c ). Antara posisi kumparan fasa-a dan fasa-b terdapat pergeseran sudut magnetik 0 o ; antara posisi kumparan fasa-b dan fasa-c terdapat pergeseran sudut magnetik 0 o ; demikian pula halnya dengan kumparan fasa-c dan fasaa. Perbedaan posisi inilah yang menimbulkan perbedaan sudut fasa antara tegangan di fasa-a, fasa-b, fasa-c. Harmonisa Ke-3. Pada harmonisa ke-3 satu siklus komponen fundamental, atau 360 o, berisi 3 siklus harmonisa ke-3. Hal ini berarti bahwa satu siklus harmonisa ke-3 memiliki lebar 0 o dalam skala komponen fundamental; nilai ini tepat sama dengan beda fasa antara komponen fundamental fasa-a dan fasa-b. Oleh karena itu tidak ada 85

193 perbedaan fasa antara harmonisa ke-3 di fasa-a dan fasa-b. Hal yang sama terjadi antara fasa-b dan fasa-c seperti terlihat pada Gb.9. V v a v b v c v 3a v 3b v 3c [ o ] Gb.9.. Tegangan fundamental dan harmonisa ke-3 pada fasa-a, fasa-b, dan fasa-c. va sin( ωt) o vb sin( ωt 0 ) o vc sin( ωt 40 ) Pada Gb.9. tegangan v a, v b, v c, adalah tegangan fundamental dari fasa-a, -b, dan -c, yang saling berbeda fasa 0 o. Tegangan v 3a, v 3b, v 3c, adalah tegangan harmonisa ke-3 di fasa-a, -b, dan -c; masing-masing digambarkan terpotong untuk memperlihatkan bahwa mereka sefasa. Diagram fasor harmonisa ke-3 digambarkan pada Gb.9.3. Jika V 3a, V 3b, V 3c merupakan fasor tegangan fasa-netral maka tegangan fasa-fasa (line to line) harmonisa ke-3 adalah nol. v3a sin(3ωt ) o v3b sin(3ωt 360 ) sin(3ωt ) o v3c sin(3ωt 70 ) sin( ωt) V 3a V 3b V 3c Gb.9.3. Diagram fasor harmonisa ke-3. Hal serupa terjadi pada harmonisa kelipatan tiga yang lain seperti harmonisa ke-9. Satu siklus fundamental berisi 9 siklus harmonisa yang berarti lebar satu siklus adalah 40 o dalam skala fundamental. Jadi lebar 3 siklus harmonisa ke-9 tepat sama dengan beda fasa antar fundamental, sehingga tidak ada perbedaan sudut fasa antara harmonisa ke-9 di fasa-a, fasa-b, dan fasa-c. Harmonisa ke-5. Gb.9.4. memperlihatkan kurva tegangan fundamental dan harmonisa ke-5. Tegangan v a, v b, v c, adalah tegangan fundamental dari fasa-a, -b, dan -c. Tegangan v 5a, v 5b, v 5c, adalah tegangan harmonisa 86 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

194 ke-5 di fasa-a, -b, dan -c; masing-masing digambarkan terpotong untuk menunjukkan bahwa mereka berbeda fasa. va sin( ωt) o vb sin( ωt 0 ) o vc sin( ωt 40 ) v5a sin(5ωt) o o v5b sin(5ωt 600 ) sin(3ωt 40 ) o o v5c sin(5ωt 00 ) sin( ωt 0 ) V v a v b v c v 5a v 5c v 5b Gb.9.4. Fundamental dan harmonisa ke-5 Satu siklus fundamental berisi 5 siklus harmonisa atau satu siklus harmonisa mempunyai lebar 7 o dalam skala fundamental. Perbedaan fasa antara v 5a dan v 5b adalah ( V 5b 7 o 0 o ) 4 o dalam skala fundamental atau 0 o dalam skala harmonisa ke-5; beda fasa V 5a antara v 5b dan v 5c juga 0 o. Diagram fasor dari harmonisa V 5c ke-5 terlihat pada Gb.9.5. Jika Gb.9.5. Diagram fasor harmonisa ke-5. V 5a, V 5b, V 5c merupakan fasor tegangan fasa-netral maka tegangan fasa-fasa (line to line) harmonisa ke- 5 adalah 3 kali lebih besar dari tegangan fasa-netral-nya. Harmonisa Ke-7. Satu siklus harmonisa ke-7 memiliki lebar 5,43 o dalam skala fundamental. Perbedaan fasa antara v 7a dan v 7b adalah (3 5,43 o 0 o ) 34,3 o dalam skala fundamental atau 40 o V 7c dalam skala harmonisa ke-7; beda fasa antara v 7b dan v 7c juga 40 o V 7a. Diagram fasor dari harmonisa ke-7 terlihat pada Gb.9.6. Jika V 7a, V 7b, V 7c V 7b merupakan fasor tegangan Gb.9.6. Diagram fasor harmonisa ke-7. fasa-netral maka tegangan [ o ] 87

195 fasa-fasa (line to line) harmonisa ke-7 adalah tegangan fasa-netral-nya. 3 kali lebih besar dari 9.. Relasi Tegangan Fasa-Fasa dan Fasa- etral Pada tegangan sinus murni, relasi antara tegangan fasa-fasa dan fasanetral dalam pembebanan seimbang adalah V ff V fn 3,73V di mana V ff tegangan fasa-fasa dan V f-n tegangan fasa-netral. Apakah relasi masih berlaku jika tegangan berbentuk gelombang nonsinus. Kita akan melihat melalui contoh berikut. CO TOH-9.: Tegangan fasa-netral suatu generator 3 fasa terhubung bintang mengandung komponen fundamental dengan nilai puncak 00 V, serta harmonisa ke-3, 5, 7, dan 9 dengan nilai puncak berturut-turut 40, 5, 0, 0 V. Hitung rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral. Penyelesaian: Dalam soal ini harmonisa tertinggi yang diperhitungkan adalah harmonisa ke-9, walaupun nilai puncak harmonisa tertinggi ini masih 5% dari nilai puncak komponen fundamental. Nilai efektif tegangan fasa-netral fundamental sampai harmonisa ke-9 berturut-turut adalah nilai puncak dibagi : V f n 4,4 V ; V 3 f n 8,8 V ; V 5 f n 7,68 V V 7 f n 4,4 V ; V 9 f n 7,07 V Nilai efektif tegangan fasa-netral total fn V f n 4,4 + 8,8 + 7,68 + 4,4 + 7,07 46,6 V Nilai efektif tegangan fasa-fasa setiap komponen adalah V f f 44,95 V ; V 3 f f 0 V ; V 5 f f 6,7 V V 7 f f, V ; V 9 f f 0 V Nilai efektif tegangan fasa-fasa total 88 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

196 V f f 44, ,7 +, ,35 V Rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral V f f V f n 47,35,70 46,6 Perbedaan nilai perhitungan tegangan efektif fasa-netral dan tegangan efektif fasa-fasa terlatak pada adanya harmonisa kelipatan tiga; tegangan fasa-fasa harmonisa ini bernilai nol Hubungan Sumber Dan Beban Generator Terhubung Bintang Jika belitan jangkar generator terhubung bintang, harmonisa kelipatan tiga yang terkandung pada tegangan fasa-netral tidak muncul pada tegangan fasa-fasa-nya. Kita akan melihatnya pada contoh berikut. CO TOH-9.: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung bintang membangkitkan tegangan fasa-netral yang berbentuk gelombang nonsinus yang dinyatakan dengan persamaan v 800sinω0t+ 00sin 3ω0t + 00sin 5ω0t V Generator ini mencatu tiga induktor terhubung segi-tiga yang masing-masing mempunyai resistansi 0 Ω dan induktansi 0, H. Hitung daya nyata yang diserap beban dan faktor daya beban. Penyelesaian: Nilai efektif komponen tegangan fasa-netral adalah V fn rms 800 / V ; V fn3 rms 00 / V ; V fn5 rms 00 / V. Tegangan fasa-fasa sinyal nonsinus tidak sama dengan 3 kali tegangan fasa-netralnya. Akan tetapi masing-masing komponen merupakan sinyal sinus; oleh karena itu tegangan fasa-fasa masingmasing komponen adalah 3 kali tegangan fasa-netral-nya. 89

197 ( 800 / ) / V V ff rms ; V ff 3 rms 0 V ; V ff 5 rms 00 3 / V V ffrms 800 (3/ ) + 00 (3/ ) 987,4 V Reaktansi beban per fasa untuk tiap komponen X π 50 0, 3,4 Ω ; X 3 3X 94,5 Ω ; X 5 5X 57,08 Ω Impedansi beban per fasa untuk tiap komponen Z f 0 + 3,4 37,4 Ω Z f ,5 96,35 Ω Z f ,08 58,35 Ω Arus fasa: V ff rms / I f rms Z 37,4 f V ff 3rms I f 3 rms Z f 0 A V ff 5rms 00 3 / I f 5 rms Z 58,35 f 5 6,3 A 0,77 A I frms 6,3 + 0,77 6,3 A Daya nyata diserap beban P b 3 I frms W 4,6 kw Daya kompleks beban S b 3 V I 3 987,4 6, W 78 kw ff f Faktor daya beban 90 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

198 9.3.. Generator Terhubung Segitiga Pb 4,6 f. d. 0,53 S 78 b Jika belitan jangkar generator terhubung segitiga, maka tegangan harmonisa kelipatan tiga akan menyebabkan terjadinya arus sirkulasi pada belitan jangkar generator tersebut. CO TOH-9.3: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung segitiga. Resistansi dan induktansi per fasa adalah 0,06 Ω dan 0,9 mh. Dalam keadaan tak berbeban tegangan fasa-fasa mengandung harmonisa ke- 3, -7, -9, dan -5 dengan amplitudo berturut-turut 4%, 3%, % dan % dari amplitudo tegangan fundamental. Hitunglah arus sirkulasi dalam keadaan tak berbeban, jika eksitasi diberikan sedemikian rupa sehingga amplitudo tegangan fundamental 500 V. Penyelesaian: Arus sirkulasi di belitan jangkar yang terhubung segitiga timbul oleh adanya tegangan harmonisa kelipatan tiga, yang dalam hal ini adalah harmonisa ke-3, -9, dan -5. Tegangan puncak dan tegangan efektif masing-masing komponen harmonisa ini di setiap fasa adalah V 3 m 4% V ; V 3 rms 60 / V V 9 m % V ; V 9 rms 30 / V V 5 m % V ; V 5 rms 5 / V Reaktansi untuk masing-masing komponen adalah X X 3 π 50 0,9 0 0,83 Ω 3 3 X 0,85 Ω X 9 9 X,55 Ω X 5 5 X 4,4 Ω Impedansi di setiap fasa untuk komponen harmonisa Z 3 Z 9 0,06 0,06 + 0,85 +,54 0,85 Ω,55 Ω 9

199 Z 5 0,06 + 4,4 4,4 Ω Arus sirkulasi adalah I I I 60 / 0,85 3 rms 30 /,55 9 rms 5 / 4,4 5 rms 49,89 A 8,33 A,5 A I sirkulasi( rms) 48,89 + 8,33 +,5 50,6 A Sistem Empat Kawat Dalam sistem empat kawat, di mana titik netral sumber terhubung ke titik netral beban, harmonisa kelipatan tiga akan mengalir melalui penghantar netral. Arus di penghantar netral ini merupakan jumlah dari ketiga arus di setiap fasa; jadi besarnya tiga kali lipat dari arus di setiap fasa. CO TOH-9.4: Tiga kumparan dihubungkan bintang; masing-masing kumparan mempunyai resistansi 5 Ω dan induktansi 0,05 H. Beban ini dihubungkan ke generator 3 fasa, 50Hz, dengan kumparan jangkar terhubung bintang. Tegangan fasa-netral mempunyai komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan ke-5 dengan nilai puncak berturut-turut 360 V, 60 V, dan 50 V. Penghantar netral menghubungkan titik netral generator dan beban. Hitung nilai efektif (a) arus saluran (fasa); (b) tegangan fasa-fasa; (c) arus di penghantar netral; (d) daya diserap beban. Penyelesaian: (a) Tegangan fasa-netral efektif setiap komponen Reaktansi per fasa V fnrms V fn3rms V fn5rms 54,6 V; 4,4 V; 35,4 V 9 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

200 X X X Impedansi per fasa π 50 0,05 5, , Ω 78,54 Ω 3 X 5 5 X Ω Z 5 + 5,70 9,53 Ω Z , 53,35 Ω Z ,54 8,4 Ω Arus saluran 54,6 I rms 8,6 A 9,53 4,4 I 3 rms 0,795 A 53,35 35,4 I 5 rms 0,43 A 8,4 I saluran rms , ,43 (b) Tegangan fasa-fasa setiap komponen 440,9 V; V3 f f 0 V; V5 V f f f f Tegangan fasa-fasa 8,67 A 6,4 V V f f 440, , 445 V Arus di penghantar netral ditimbulkan oleh harmonisa ke-3, yang merupakan arus urutan nol. I netral rms 3 I3 3 0,795,39 A (c) Daya yang diserap beban adalah daya yang diserap elemen resistif 5 Ω, yaitu P 3 I f n R. Arus beban terhubung bintang sama dengan arus saluran. Jadi daya yang diserap beban adalah 93

201 P b 3 I R 3 8, W 5,64 kw Sistem Tiga Kawat Pada sistem ini tidak ada hubungan antara titik netral sumber dan titik netral beban. Arus harmonisa kelipatan tiga tidak mengalir. Kita akan melihat kondisi ini dengan menggunakan contoh berikut. CO TOH-9.5: Persoalan seperti pada contoh-9-4 akan tetapi penghantar netral yang menghubungkan titik netral generator dan beban diputus. Hitung nilai efektif (a) arus saluran (fasa); (b) tegangan fasa-fasa; (c) arus di penghantar netral; (d) daya diserap beban. Penyelesaian: (a) Karena penghantar netral diputus, arus harmonisa ke-3 tidak mengalir. Arus fundamental dan harmonisa ke-5 telah dihitung pada contoh-9.4. yaitu Arus saluran menjadi I I 54,6 9,53 35,4 8,4 rms 5 rms I saluran rms 8,6 A 0,43 A 8,6 + 0,43 8,63 A (b) Walaupun arus harmonisa ke-3 tidak mengalir, tegangan fasanetral harmonisa ke-3 tetap hadir namun tegangan ini tidak muncul pada tegangan fasa-fasa. Keadaan ini seperti keadaan sebelum penghantar netral diputus V f f 440, , 445 V (c) Arus di penghantar netral 0 A (d) Daya yang diserap beban P b 3 I R 3 8, W 5,59 kw 94 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

202 9.4. Sumber Bekerja Paralel Untuk mencatu beban yang besar sumber-sumber pada sistem tenaga harus bekerja paralel. Jika sumber terhubung bintang dan titik netral masing-masing sumber ditanahkan, maka akan mengalir arus sirkulasi melalui pentanahan apabila terdapat tegangan harmonisa kelipatan tiga. CO TOH-9.6: Dua generator tiga fasa, kva, V, terhubung bintang, masing-masing mempunyai reaktansi jangkar 0% tiap fasa. Tegangan terbangkit mengandung harmonisa ke-3 dengan amplitudo 0% dari amplitudo fundamental. Kedua generator bekerja paralel, dan titik netral masing-masing ditanahkan melalui reaktansi 0%. Hitunglah arus sirkulasi di pentanahan karena adanya harmonisa ke-3. Penyelesaian: Tegangan kedua generator adalah V ffrms 0000 V V fnrms V Reaktansi jangkar 0% : X a Reaktansi pentanahan 0% : % Ω X g Reaktansi pentanahan untuk urutan nol : % 0,5 Ω X 0 3 0,5,5 Ω Tegangan harmonisa ke-3 adalah 0% dari tegangan fundamental : V fn3 rms 577,4 Kedua generator memiliki X a dan X g yang sama besar dengan tegangan harmonisa ke-3 yang sama besar pula. Arus sirkulasi akibat tegangan harmonisa ke-3 adalah I sirkulasi V fn3rms ( X + X ) a 0 V 577,4 3 A,5 95

203 9.5. Penyaluran Energi ke Beban Dalam jaringan distribusi, untuk menyalurkan energi ke beban digunakan penyulang tegangan menengah yang terhubung ke transformator dan dari transformator ke beban. Suatu kapasitor dihubungkan paralel dengan beban guna memperbaiki faktor daya. Dalam analisis harmonisa kita menggunakan model satu fasa dari jaringan tiga fasa Penyulang Dalam model satu fasa, penyulang diperhitungkan sebagai memiliki resistansi, induktansi, kapasitansi. Dalam hal tertentu elemen ini bisa diabaikan Transformator Perilaku transformator dinyatakan dengan persamaan V E + IR + jix E V + IR + ji X I I I f + I dengan I I a V, I, E, R, X berturut turut adalah tegangan terminal, arus, tegangan induksi kumparan, resistansi, dan reaktansi bocor rangkaian primer. V, I, E, R, X berturut turut adalah tegangan terminal, arus, tegangan induksi kumparan, resistansi, dan reaktansi bocor rangkaian sekunder; V sama dengan tegangan pada beban. E sefasa dengan E karena dibangkitkan (diinduksikan) oleh fluksi yang sama, sehingga nilai masing-masing sebanding dengan jumlah lilitan, dan. Jika a / maka dilihat dari sisi sekunder nilai E menjadi E ' E / a, I menjadi I ' ai, R menjadi R /a, X menjadi X /a. Rangkaian ekivalen transformator berbeban menjadi seperti pada Gb.9.7.a. Dengan mengabaikan arus eksitasi I f dan menggabungkan resistansi dan reaktansi menjadi R T R + R dan X T X + X maka rangkaian ekivalen menjadi seperti pada Gb.9.7.b. 96 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

204 (a) R X I f R X V E B V I R c I φ c X c R T V B V (b) Gb.9.7. Rangkaian ekivalen transformator berbeban. X T 9.6. Rangkaian Ekivalen Untuk Analisis Karena resistansi dan reaktansi transformator diposisikan di sisi sekunder, maka untuk menambahkan penyulang dan sumber harus pula diposisikan di sisi sekunder. Tegangan sumber V s menjadi V s /a, resistansi penyulang menjadi R p /a, reaktansi penyulang menjadi X p /a. Jika resistansi penyulang R p /a maupun resistansi transformator R T diabaikan, maka rangkaian sumber penyulang transformator beban menjadi seperti pada Gb.9.8. Bentuk rangkaian yang terakhir ini cukup sederhana untuk melakukan analisis lebih lanjut. V s /a adalah tegangan sumber. X T X C X p /a V s /a B V Gb.9.8. Rangkaian ekivalen penyaluran energi dari sumber ke beban dengan mengabaikan semua resistansi dalam rangkaian serta arus eksitasi transformator. Apabila kita menggunakan rangkaian ekivalen dengan hanya memandang arus nonlinier, maka sumber tegangan menjadi bertegangan nol atau merupakan hubung singkat seperti terlihat pada Gb

205 X p /a X T X C i beban B Gb.9.9. Rangkaian ekivalen pada pembebanan nonlinier. Jika kita hanya meninjau komponen harmonisa, dan tetap memandang bahwa arus harmonisa mengalir ke beban, arah arus harmonisa digambarkan menuju sisi beban. Namun komponen harmonisa tidak memberikan transfer energi neto dari sumber ke beban; justru sebaliknya komponen harmonisa memberikan dampak yang tidak menguntungkan pada sistem pencatu daya. Oleh karena itu sistem pencatu daya bisa melihat bahwa di arah beban ada sumber arus harmonisa yang mencatu sistem pencatu daya dan sistem pencatu daya harus memberi tanggapan terhadap fungsi pemaksa (driving function) ini. Dalam hal terakhir ini sumber arus harmonisa digambarkan sebagai sumber arus yang mencatu sistem seperti terlihat pada Gb.9.0. X p /a X T X C sumber arus harmonisa Gb.9.0. Rangkaian ekivalen untuk analisis arus harmonisa. 98 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

206 Referensi. Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik, Penerbit ITB 00, ISBN Sudaryatno Sudirham, Pengembangan Metoda Unit Output Untuk Perhitungan Susut Energi Pada Penyulang Tegangan Menengah, Monograf, 005, limited publication. 3. Sudaryatno Sudirham, Pengantar Rangkaian Listrik, Catatan Kuliah El 00, Penerbit ITB, Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa Dalam Permasalahan Kualitas Daya, Catatan Kuliah El 6004, P. C. Sen, Power Electronics McGraw-Hill, 3rd Reprint, 990, ISBN Ralph J. Smith & Richard C. Dorf : Circuits, Devices and Systems ; John Wiley & Son Inc, 5 th ed, David E. Johnson, Johnny R. Johnson, John L. Hilburn : Electric Circuit Analysis ; Prentice-Hall Inc, nd ed, Vincent Del Toro : Electric Power Systems, Prentice-Hall International, Inc., Roland E. Thomas, Albert J. Rosa : The Analysis And Design of Linier Circuits,. Prentice-Hall Inc, Douglas K Lindner : Introduction to Signals and Systems, McGraw-Hill, Alexander Kusko & Marc T. Thompson, Power Quality in Electrical Systems, Mc. Graw Hill,

207 Daftar otasi v atau v(t) : tegangan sebagai fungsi waktu. V : tegangan dengan nilai tertentu, tegangan searah. V rr : tegangan, nilai rata-rata. V rms : tegangan, nilai efektif. V maks : tegangan, nilai maksimum, nilai puncak. V : fasor tegangan dalam analisis di kawasan fasor. V : nilai mutlak fasor tegangan. V(s) : tegangan fungsi s dalam analisis di kawasan s. i atau i(t) : arus sebagai fungsi waktu. I : arus dengan nilai tertentu, arus searah. I rr : arus, nilai rata-rata. I rms : arus, nilai efektif. I maks : arus, nilai maksimum, nilai puncak. I : fasor arus dalam analisis di kawasan fasor. I : nilai mutlak fasor arus. I(s) : arus fungsi s dalam analisis di kawasan s. p atau p(t) : daya sebagai fungsi waktu. p rr : daya, nilai rata-rata. S : daya kompleks. S : daya kompleks, nilai mutlak. P : daya nyata. Q : daya reaktif. q atau q(t) : muatan, fungsi waktu. w : energi. R : resistor; resistansi. L : induktor; induktansi. C : kapasitor; kapasitansi. Z : impedansi. Y : admitansi. 00 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

208 a alih daya 78, 50 Ampère, 4 arus pusar 4 c crest factor 4 d daya kompleks 36 daya nyata 37 daya reaktif 50 daya, faktor 37 daya, non sinus 03 daya, sudut 67 diagram fasor 33, 6 dielektrik 65 e efisiensi 4 ekivalen 37, 65, 74, 78, 79, 97 f faktor K 78 Faraday fluksi bocor 3 Fourier 9 frekuensi sinkron 75 g gaya 4 generator terhubung 9 generator terhubung Y 89 h harmonisa-3, -5, histerisis hubungan - 44 hubungan -Y 45 hubungan Y- 46 hubungan Y-Y 45 i impedansi 38, 34, 37 induktor 9, 68 I DEKS k kapasitor 64 kompensasi 50 konduktor 6 l loss factor 65, 66 m magnetik, 5, 4 medan putar 70 mesin sinkron 50, 5, 59 motor asinkron 69 n nilai efektif 97, 35 nilai rata-rata 96 non linier nonsinus 88, 9, 9, 66 p parameter 39, 79 partial discharge 8 permeabilitas 3 r reaktansi 33, 6, 64 regulasi tegangan 4 resonansi 06 s setengah gelombang 3 sistem 3-kawat 94 sistem 4-kawat 9 t tegangan maksimum 80 Tellegen 38 THD 4 torka 84, 85 transformator 9, 3, 39, 43, 73, 96 u uji beban nol 39, 60, 80 uji hubung singkat 40, 60 uji rotor diam 80 0

209 Biodata Nama: Sudaryatno Sudirham Lahir di Blora pada 6 Juli 943 Istri: Ning Utari Anak: Arga Aridarma Aria Ajidarma. 97 : Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung : Dosen Institut Teknologi Bandung. 974 : Tertiary Education Research Center UNSW Australia 979 : EDF Paris Nord dan Fontainbleu Perancis 98 : INPT - Toulouse Perancis; DEA 98; Doktor 985. Kuliah yang pernah diberikan: Pengukuran Listrik, Pengantar Teknik Elektro, Pengantar Rangkaian Listrik, Material Elektroteknik, Phenomena Gas Terionisasi, Dinamika Plasma, Dielektrika, Material Biomedika. Buku dan Artikel: Analisis Rangkaian Listrik, Penerbit ITB, ISBN , 00, 005; Metoda Rasio TM/TR Untuk Estimasi Susut Energi Jaringan Distribusi, Penerbit ITB, ISBN , 009; Fungsi dan Grafik, Diferensial Dan Integral, Penerbit ITB, ISBN , 009; Analisis Rangkaian Listrik (), 00; Analisis Rangkaian Listrik (), 00; Analisis Rangkaian Listrik (3), 00; Mengenal Sifat Material (), 00; Estimasi Susut Teknik dan onteknik Jaringan Distribusi, 0. Bidang minat: Power Engineering; Material Science. 0 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

Oleh: Sudaryatno Sudirham

Oleh: Sudaryatno Sudirham Rangkaian Magnetik Oleh: Sudaryatno Sudirham Rangkaian magnetik merupakan basis dari sebagian terbesar peralatan listrik di industri maupun rumah tangga. Motor dan generator dari yang bekemampuan kecil

Lebih terperinci

Rangkaian Magnetik. Oleh: Sudaryatno Sudirham

Rangkaian Magnetik. Oleh: Sudaryatno Sudirham Rangkaian Magnetik Oleh: Sudaryatno Sudirham Rangkaian magnetik merupakan basis dari sebagian terbesar peralatan listrik di industri maupun rumah tangga. Motor dan generator dari yang bekemampuan kecil

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga

Sudaryatno Sudirham. Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga Sudaryatno Sudirham Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga ii BAB Transformator.. Transformator Satu Fasa Transformator banyak digunakan dalam teknik elektro. Dalam sistem komunikasi, transformator

Lebih terperinci

Oleh: Sudaryatno Sudirham

Oleh: Sudaryatno Sudirham 1. Transformator Satu Fasa Transformator Oleh: Sudaryatno Sudirham Transformator banyak digunakan dalam teknik elektro. Dalam sistem komunikasi, transformator digunakan pada rentang frekuensi audio sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Arus Searah Sebuah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanik dikenal sebagai motor arus searah. Cara kerjanya berdasarkan prinsip, sebuah konduktor

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1 Umum Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah sangat identik

Lebih terperinci

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang BAB II HARMONISA PADA GENERATOR II.1 Umum Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak balik. Arus

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1. Umum Motor arus searah (DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. tersebut berupa putaran rotor. Proses pengkonversian energi listrik menjadi energi

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. tersebut berupa putaran rotor. Proses pengkonversian energi listrik menjadi energi BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1 Umum Motor arus searah ialah suatu mesin listrik yang berfungsi mengubah energi listrik arus searah (listrik DC) menjadi energi gerak atau energi mekanik, dimana energi gerak

Lebih terperinci

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor.

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor. BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1. Umum (8,9) Motor arus searah adalah suatu mesin yang berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi mekanik, dimana energi gerak tersebut berupa putaran dari motor. Ditinjau

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1. Umum Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang merubah enargi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Hampir pada semua prinsip pengoperasiannya,

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga

Sudaryatno Sudirham. Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga Sudaryatno Sudirham Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga ii Bab 5 (dari Bab 8 Analisis Rangkaian Sistem Tenaga) Pembebanan Nonlinier Sistem Tiga Fasa dan Dampak pada Piranti 8.. Komponen Harmonisa

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Induksi Elektromagnet Nama : Kelas/No : / - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS BOLAK-BALIK Induksi

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 4 Model Piranti Pasif Suatu piranti mempunyai karakteristik atau perilaku tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik. dan berbanding terbalik dengan perbandingan arusnya.

BAB II TRANSFORMATOR. sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik. dan berbanding terbalik dengan perbandingan arusnya. BAB II TRANSFORMATOR II.. Umum Transformator merupakan komponen yang sangat penting peranannya dalam sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik elektromagnetis statis yang berfungsi

Lebih terperinci

GENERATOR SINKRON Gambar 1

GENERATOR SINKRON Gambar 1 GENERATOR SINKRON Generator sinkron merupakan mesin listrik arus bolak balik yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik arus bolak-balik. Energi mekanik diperoleh dari penggerak mula (prime mover)

Lebih terperinci

DA S S AR AR T T E E ORI ORI

DA S S AR AR T T E E ORI ORI BAB II 2 DASAR DASAR TEORI TEORI 2.1 Umum Konversi energi elektromagnetik yaitu perubahan energi dari bentuk mekanik ke bentuk listrik dan bentuk listrik ke bentuk mekanik. Generator sinkron (altenator)

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. elektromagnet. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat

BAB II TRANSFORMATOR. elektromagnet. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat BAB II TRANSFORMATOR 2.1 UMUM Transformator merupakan suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkain listrik ke rangkaian listrik lainnya melalui suatu

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1. Umum Motor arus searah (DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. searah. Energi mekanik dipergunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar

BAB II DASAR TEORI. searah. Energi mekanik dipergunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Generator arus searah mempunyai komponen dasar yang hampir sama dengan komponen mesin-mesin lainnya. Secara garis besar generator arus searah adalah alat konversi energi mekanis

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Umum. Motor arus searah (motor DC) ialah suatu mesin yang berfungsi mengubah

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Umum. Motor arus searah (motor DC) ialah suatu mesin yang berfungsi mengubah BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Motor arus searah (motor DC) ialah suatu mesin yang berfungsi mengubah tenaga listrik arus searah ( listrik DC ) menjadi tenaga gerak atau tenaga mekanik, dimana tenaga gerak

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. mesin listrik yang mengubah energi listrik pada arus searah (DC) menjadi energi

BAB II DASAR TEORI. mesin listrik yang mengubah energi listrik pada arus searah (DC) menjadi energi BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum (1,2,4) Secara sederhana motor arus searah dapat didefenisikan sebagai suatu mesin listrik yang mengubah energi listrik pada arus searah (DC) menjadi energi gerak atau energi

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1 Umum Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang merubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Hampir pada semua prinsip pengoperasiannya,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Listrik Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Salah satu bentuk energi adalah energi listrik. Energi listrik adalah energi yang berkaitan dengan akumulasi arus elektron,

Lebih terperinci

ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII. Medan Magnet

ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII. Medan Magnet ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII gaya F. Jika panjang kawat diperpendek setengah kali semula dan kuat arus diperbesar dua kali semula, maka besar gaya yang dialami kawat adalah. Medan Magnet

Lebih terperinci

SOAL SOAL TERPILIH 1 SOAL SOAL TERPILIH 2

SOAL SOAL TERPILIH 1 SOAL SOAL TERPILIH 2 SOAL SOAL TERPILIH 1 1. Sebuah kumparan mempunyai 50 lilitan dalam waktu 0,02 s kumparan dimasuki fluks 310 mwb, yang kemudian turun hingga 100 mwb. Berapakah GGL induksi rata rata yang dibangkitkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. maupun untuk menyalurkan energi listrik arus bolak-balik dari satu atau lebih

BAB II TRANSFORMATOR. maupun untuk menyalurkan energi listrik arus bolak-balik dari satu atau lebih BAB II TRASFORMATOR II. UMUM Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mampu mengubah maupun untuk menyalurkan energi listrik arus bolak-balik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motor DC Motor DC adalah suatu mesin yang mengubah energi listrik arus searah (energi lisrik DC) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran rotor. [1] Pada dasarnya, motor

Lebih terperinci

Pengenalan Sistem Catu Daya (Teknik Tenaga Listrik)

Pengenalan Sistem Catu Daya (Teknik Tenaga Listrik) Prinsip dasar dari sebuah mesin listrik adalah konversi energi elektromekanik, yaitu konversi dari energi listrik ke energi mekanik atau sebaliknya dari energi mekanik ke energi listrik. Alat yang dapat

Lebih terperinci

BAB II GENERATOR SINKRON. bolak-balik dengan cara mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Energi

BAB II GENERATOR SINKRON. bolak-balik dengan cara mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Energi BAB II GENERATOR SINKRON 2.1. UMUM Konversi energi elektromagnetik yaitu perubahan energi dari bentuk mekanik ke bentuk listrik dan bentuk listrik ke bentuk mekanik. Generator sinkron (altenator) merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 KEMAGNETAN. A. SIFAT MAGNET 1. Garis Gaya Magnet

BAB 5 KEMAGNETAN. A. SIFAT MAGNET 1. Garis Gaya Magnet BAB 5 KEMAGNETAN STANDAR KOMPETENSI Menerapkan konsep magnet dan elektromagnet KOMPETENSI DASAR Menguasai konsep kemagnetan Menguasai hukum magnet dan elektromagnet Menggunakan magnet Menggunakan elektromagnet

Lebih terperinci

BAB II GENERATOR SINKRON

BAB II GENERATOR SINKRON BAB II GENERATOR SINKRON 2.1 Umum Mesin sinkron merupakan mesin listrik yang kecepatan putar rotornya (N R ) sama (sinkron) dengan kecepatan medan putar stator (N S ), dimana: (2.1) Dimana: N S = Kecepatan

Lebih terperinci

BAB II GENERATOR SINKRON TIGA FASA

BAB II GENERATOR SINKRON TIGA FASA BAB II GENERATOR SINKRON TIGA FASA II.1. Umum Konversi energi elektromagnetik yaitu perubahan energi dari bentuk mekanik ke bentuk listrik dan bentuk listrik ke bentuk mekanik. Generator sinkron (alternator)

Lebih terperinci

BAB II GENERATOR SINKRON

BAB II GENERATOR SINKRON BAB II GENERATOR SINKRON 2.1 Pendahuluan Generator arus bolak balik berfungsi mengubah tenaga mekanis menjadi tenaga listrik arus bolak balik. Generator arus bolak balik sering disebut juga sebagai alternator,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum MOTOR ARUS SEARAH Motor arus searah (DC) adalah mesin listrik yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Konstruksi motor arus

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1. Umum Motor arus searah adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah sangat

Lebih terperinci

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) 1. 1. SISTEM TENAGA LISTRIK 1.1. Elemen Sistem Tenaga Salah satu cara yang paling ekonomis, mudah dan aman untuk mengirimkan energi adalah melalui

Lebih terperinci

BAB III MAGNETISME. Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya.

BAB III MAGNETISME. Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya. BAB III MAGNETISME Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya. Magnetisme (kemagnetan) tercakup dalam sejumlah besar operasi alat listrik, seperti

Lebih terperinci

e. muatan listrik menghasilkan medan listrik dari... a. Faraday d. Lenz b. Maxwell e. Hertz c. Biot-Savart

e. muatan listrik menghasilkan medan listrik dari... a. Faraday d. Lenz b. Maxwell e. Hertz c. Biot-Savart 1. Hipotesis tentang gejala kelistrikan dan ke-magnetan yang disusun Maxwell ialah... a. perubahan medan listrik akan menghasilkan medan magnet b. di sekitar muatan listrik terdapatat medan listrik c.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Umum Seperti telah di ketahui bahwa mesin arus searah terdiri dari dua bagian, yaitu : Generator arus searah Motor arus searah Ditinjau dari konstruksinya, kedua mesin ini adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi

BAB II DASAR TEORI. Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi yang merupakan motor arus bolak-balik yang paling luas penggunaannya. Penamaan ini berasal dari kenyataan

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. II.1 UMUM Transformator atau trafo adalah suatu peralatan listrik yang dapat memindahkan

BAB II TRANSFORMATOR. II.1 UMUM Transformator atau trafo adalah suatu peralatan listrik yang dapat memindahkan BAB II TRANSFORMATOR II.1 UMUM Transformator atau trafo adalah suatu peralatan listrik yang dapat memindahkan energi listrik atau memindahkan dan mengubah energi listrik bolak-balik dari satu level ke

Lebih terperinci

Dasar Teori Generator Sinkron Tiga Fasa

Dasar Teori Generator Sinkron Tiga Fasa Dasar Teori Generator Sinkron Tiga Fasa Hampir semua energi listrik dibangkitkan dengan menggunakan mesin sinkron. Generator sinkron (sering disebut alternator) adalah mesin sinkron yangdigunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Mesin arus searah Prinsip kerja

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Mesin arus searah Prinsip kerja BAB II DASAR TEORI 2.1 Mesin arus searah 2.1.1. Prinsip kerja Motor listrik arus searah merupakan suatu alat yang berfungsi mengubah daya listrik arus searah menjadi daya mekanik. Motor listrik arus searah

Lebih terperinci

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS 1. Ada empat buah muatan titik yaitu Q 1, Q 2, Q 3 dan Q 4. Jika Q 1 menarik Q 2, Q 1 menolak Q 3 dan Q 3 menarik Q 4 sedangkan Q 4 bermuatan negatif,

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. biasanya adalah tipe tiga phasa. Motor induksi tiga phasa banyak digunakan di

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. biasanya adalah tipe tiga phasa. Motor induksi tiga phasa banyak digunakan di BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Motor listrik yang paling umum dipergunakan dalam perindustrian industri adalah motor induksi. Berdasarkan phasa sumber daya yang digunakan, motor induksi dapat

Lebih terperinci

i : kuat arus listrik (A) a : jarak dari kawat berarus (m)

i : kuat arus listrik (A) a : jarak dari kawat berarus (m) INDUKSI MAGNETIK Hans Christian Oersted pada tahun 18 menemukan bahwa arus listrik dalam sebuah kawat penghantar dapat menghasilkan efek magnetik. Efek magnetik yang ditimbulkan oleh arus tersebut dapat

Lebih terperinci

waktu. Gaya gerak listrik (ggl) lawan akan dibangkitkan sesuai persamaan: N p dt Substitute Φ = N p i p /R into the above equation, then

waktu. Gaya gerak listrik (ggl) lawan akan dibangkitkan sesuai persamaan: N p dt Substitute Φ = N p i p /R into the above equation, then TRASFORMATOR Φ C i p v p p P Transformator terdiri dari sebuah inti terbuat dari laminasi-laminasi besi yang terisolasi dan kumparan dengan p lilitan yang membungkus inti. Kumparan ini disuplay tegangan

Lebih terperinci

BAB 7 INDUKSI ELEKTROMAGNET

BAB 7 INDUKSI ELEKTROMAGNET BAB 7 INDUKSI ELEKTROMAGNET Induksi Elektromagnetik Hasil Yang harus anda capai Menerapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi Setelah mempelajari Bab ini

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik

Analisis Rangkaian Listrik Sudaryatno Sudirham nalisis Rangkaian Listrik Jilid Sudaryatno Sudirham, nalisis Rangkaian Listrik () Rangkaian Pemroses Energi (rus Searah) Dalam bab ini kita akan melihat beberapa contoh aplikasi analisis

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mampu mengubah

BAB II TRANSFORMATOR. Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mampu mengubah BAB II TRANSFORMATOR II. UMUM Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mampu mengubah maupun untuk menyalurkan energi listrik arus bolak-balik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian

Lebih terperinci

BAB II GENERATOR ARUS SEARAH. arus searah. Energi mekanik di pergunakan untuk memutar kumparan kawat

BAB II GENERATOR ARUS SEARAH. arus searah. Energi mekanik di pergunakan untuk memutar kumparan kawat BB II GENERTOR RUS SERH II.1. Umum Generator arus searah mempunyai komponen dasar yang umumnya hampir sama dengan komponen mesin mesin listrik lainnya. Secara garis besar generator arus searah adalah alat

Lebih terperinci

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron BAB II MTR SINKRN Motor Sinkron adalah mesin sinkron yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Mesin sinkron mempunyai kumparan jangkar pada stator dan kumparan medan pada rotor.

Lebih terperinci

Gerak Gaya Listrik (GGL) Electromotive Force (EMF)

Gerak Gaya Listrik (GGL) Electromotive Force (EMF) FISIKA II Gerak Gaya Listrik (GGL) Electromotive Force (EMF) Jika suatu kawat penghantar digerakkan memotong arah suatu medan magnetic, maka akan timbul suatu gaya gerak listrik pada kawat penghantar tersebut.

Lebih terperinci

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang BAB 2II DASAR TEORI Motor Sinkron Tiga Fasa Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang putaran rotornya sinkron/serempak dengan kecepatan medan putar statornya. Motor ini beroperasi

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL FISIKA KELAS XII

KUMPULAN SOAL FISIKA KELAS XII KUMPULAN SOAL FISIKA KELAS XII Nada-Nada Pipa Organa dan Dawai Soal No. 1 Sebuah pipa organa yang terbuka kedua ujungnya memiliki nada dasar dengan frekuensi sebesar 300 Hz. Tentukan besar frekuensi dari

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.

BAB II TRANSFORMATOR. magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. BAB II TRANSFORMATOR II.1 Umum Transformator atau trafo adalah suatu peralatan listrik yang dapat memindahkan energi listrik atau memindahkan dan mengubah energi listrik bolakbalik dari satu level ke level

Lebih terperinci

KONSTRUKSI GENERATOR DC

KONSTRUKSI GENERATOR DC KONSTRUKSI GENERATOR DC Disusun oleh : HENDRIL SATRIYAN PURNAMA 1300022054 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2015 I. DEFINISI GENERATOR DC Generator

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA II.1 Umum Motor induksi merupakan motor arus bolak balik ( AC ) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya

Lebih terperinci

MODEL SISTEM.

MODEL SISTEM. MODEL SISTEM MESIN SEREMPAK KONTRUKSI MESIN SEREMPAK Kedua bagian utama sebuah mesin serempak adalah susunan ferromagnetik. Bagian yang diam, yang pada dasarnya adalah sebuah silinder kosong dinamakan

Lebih terperinci

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK Arus bolak-balik atau Alternating Current (AC) yaitu arus listrik yang besar dan arahnya yang selalu berubah-ubah secara periodik. 1. Sumber Arus Bolak-balik Sumber arus bolak-balik

Lebih terperinci

TRANSFORMATOR. Bagian-bagian Tranformator adalah : 1. Lilitan Primer 2. Inti besi berlaminasi 3. Lilitan Sekunder

TRANSFORMATOR. Bagian-bagian Tranformator adalah : 1. Lilitan Primer 2. Inti besi berlaminasi 3. Lilitan Sekunder TRANSFORMATOR PENGERTIAN TRANSFORMATOR : Suatu alat untuk memindahkan daya listrik arus bolak-balik dari suatu rangkaian ke rangkaian lainnya secara induksi elektromagnetik (lewat mutual induktansi) Bagian-bagian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM LISTRIK MAGNET Praktikum Ke 1 KUMPARAN INDUKSI

LAPORAN PRAKTIKUM LISTRIK MAGNET Praktikum Ke 1 KUMPARAN INDUKSI 1 LAPORAN PRAKTIKUM LISTRIK MAGNET Praktikum Ke 1 KUMPARAN INDUKSI A. TUJUAN 1. Mempelajari watak kumparan jika dialiri arus listrik searah (DC).. Mempelajari watak kumparan jika dialiri arus listrik bolak-balik

Lebih terperinci

Konsep Dasar Kemagnetan

Konsep Dasar Kemagnetan Konsep Dasar Kemagnetan Intro Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun yang lalu di Yunani pada sejenis batuan yang dinamakan magnetit

Lebih terperinci

Menganalisis rangkaian listrik. Mendeskripsikan konsep rangkaian listrik

Menganalisis rangkaian listrik. Mendeskripsikan konsep rangkaian listrik Menganalisis rangkaian listrik Mendeskripsikan konsep rangkaian listrik Listrik berasal dari kata elektron yang berarti batu ambar. Jika sebuah batu ambar digosok dengan kain sutra, maka batu akan dapat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. arus searah menjadi energi mekanis. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus

BAB II DASAR TEORI. arus searah menjadi energi mekanis. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah sangat identik dengan

Lebih terperinci

BAB II GENERATOR ARUS SEARAH. energi mekanis menjadi energi listrik berupa arus searah (DC). Dimana energi listrik

BAB II GENERATOR ARUS SEARAH. energi mekanis menjadi energi listrik berupa arus searah (DC). Dimana energi listrik BAB II GENERATOR ARUS SEARAH II.1 Umum Generator arus searah adalah suatu mesin yang digunakan untuk mengubah energi mekanis menjadi energi listrik berupa arus searah (DC). Dimana energi listrik yang digunakan

Lebih terperinci

medan flux...(1) tegangan emf... (2) besar magnetic flux ini adalah Φ dan satuannya Weber (Wb = T.m 2 ). Secara matematis besarnya adalah :

medan flux...(1) tegangan emf... (2) besar magnetic flux ini adalah Φ dan satuannya Weber (Wb = T.m 2 ). Secara matematis besarnya adalah : Masih ingat aturan tangan kanan pada pelajaran fisika? Ini cara yang efektif untuk mengetahui arah medan listrik terhadap arus listrik. Jika seutas kawat tembaga diberi aliran listrik, maka di sekeliling

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø 2.1. Prinsip Kerja Motor Induksi Pada motor induksi, supply listrik bolak-balik ( AC ) membangkitkan fluksi medan putar stator (B s ). Fluksi medan putar stator ini memotong konduktor

Lebih terperinci

Transformator (trafo)

Transformator (trafo) Transformator (trafo) ф 0 t Transformator adalah : Suatu peralatan elektromagnetik statis yang dapat memindahkan tenaga listrik dari rangkaian a.b.b (arus bolak-balik) primer ke rangkaian sekunder tanpa

Lebih terperinci

MESIN SINKRON ( MESIN SEREMPAK )

MESIN SINKRON ( MESIN SEREMPAK ) MESIN SINKRON ( MESIN SEREMPAK ) BAB I GENERATOR SINKRON (ALTERNATOR) Hampir semua energi listrik dibangkitkan dengan menggunakan mesin sinkron. Generator sinkron (sering disebut alternator) adalah mesin

Lebih terperinci

Transformator. Dasar Konversi Energi

Transformator. Dasar Konversi Energi Transformator Dasar Konversi Energi Transformator Transformator adalah suatu peralatan listrik yang termasuk dalam klasifikasi mesin listrik statis dan berfungsi untuk menyalurkan tenaga/daya listrik dari

Lebih terperinci

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) DAYA ELEKRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. Daya Sesaat Daya adalah energi persatuan waktu. Jika satuan energi adalah joule dan satuan waktu adalah detik, maka satuan daya adalah joule per detik yang disebut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. melalui gandengan magnet dan prinsip induksi elektromagnetik [1].

BAB II DASAR TEORI. melalui gandengan magnet dan prinsip induksi elektromagnetik [1]. BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu rangkaian listrik ke rangkaian listrik lainnya melalui gandengan

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

Perkuliahan PLPG Fisika tahun D.E Tarigan Drs MSi Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1

Perkuliahan PLPG Fisika tahun D.E Tarigan Drs MSi Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1 Perkuliahan PLPG Fisika tahun 2009 Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1 Muatan Listrik Dua jenis muatan listrik: positif dan negatif Satuan muatan adalah coulomb [C] Muatan elektron (negatif) atau proton (positif)

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5]

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5] BAB II DASAR TEORI II.1. Kemagnetan II.1.1. Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling

Lebih terperinci

TUGAS PERTANYAAN SOAL

TUGAS PERTANYAAN SOAL Nama: Soni Kurniawan Kelas : LT-2B No : 19 TUGAS PERTANYAAN SOAL 1. Jangkar sebuah motor DC tegangan 230 volt dengan tahanan 0.312 ohm dan mengambil arus 48 A ketika dioperasikan pada beban normal. a.

Lebih terperinci

TRANSFORMATOR PRINSIP DASAR RANGKAIAN EKIVALEN

TRANSFORMATOR PRINSIP DASAR RANGKAIAN EKIVALEN PRISIP DASAR RAGKAIA EKIVALE PEGUKURA SISTEM PER UIT (PU) TAPA BEBA+PEGUJIA BERBEBA+PEGUJIA HUBUG SIGKAT PEGATURA TEGAGA OPERASI PARALEL RUGI DA EFISIESI TIGA FASA AGUS R UTOMO DEPARTEME TEKIK ELEKTRO

Lebih terperinci

20 kv TRAFO DISTRIBUSI

20 kv TRAFO DISTRIBUSI GENERATOR SINKRON Sumber listrik AC dari Pusat listrik PEMBANGKIT 150 k INDUSTRI PLTA PLTP PLTG PLTU PLTGU TRAFO GI 11/150 k TRAFO GI 150/20 k 20 k 20 k 220 BISNIS RUMAH TRAFO DISTRIBUSI SOSIAL PUBLIK

Lebih terperinci

Lab Elektronika Industri Fisika 2 BAB 5 MAGNET

Lab Elektronika Industri Fisika 2 BAB 5 MAGNET BAB 5 MAGNET 1. MAGNET DAN MEDAN MAGNET Efek magnet telah diketahui dan dimanfaatkan manusia jauh sebelum mengenal listrik. Magnet mempunyai dua kutub yaitu kutub utara (U) dan selatan (S) atau NORTH dan

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR

BAB II TRANSFORMATOR 7 BAB II TRANSFORMATOR 2.1 Umum Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat memindahkan dan mengubah tegangan dan arus bolak-balik dari suatu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian

Lebih terperinci

Induksi Elektromagnet

Induksi Elektromagnet Induksi Elektromagnet Fluks magnet Sebagaimana fluks listrik, fluks magnet juga dapat diilustrasikan sebagai banyaknya garis medan yang menembus suatu permukaan. n Fluks listrik yang dihasilkan oleh medan

Lebih terperinci

ANALISA RUGI-RUGI PADA GARDU 20/0.4 KV

ANALISA RUGI-RUGI PADA GARDU 20/0.4 KV ANALISA RUGI-RUGI PADA GARDU 20/0.4 KV Oleh Endi Sopyandi Dasar Teori Dalam penyaluran daya listrik banyak digunakan transformator berkapasitas besar dan juga bertegangantinggi. Dengan transformator tegangan

Lebih terperinci

M O T O R D C. Motor arus searah (motor dc) telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan

M O T O R D C. Motor arus searah (motor dc) telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan M O T O R D C Motor arus searah (motor dc) telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan motor induksi, atau terkadang disebut Ac Shunt Motor. Motor

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA II1 Umum Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR

BAB II TRANSFORMATOR BAB II TRANSFORMATOR 2.1 Umum Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mengubah suatu nilai arus maupun tegangan (energi listrik AC) pada satu rangkaian listrik atau lebih ke rangkaian listrik

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA

BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA 2.1 Umum Motor listrik merupakan beban listrik yang paling banyak digunakan di dunia, motor induksi tiga fasa adalah suatu mesin listrik yang mengubah energi listrik menjadi

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA 2.1 UMUM Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik yang paling banyak dipakai dalam industri dan rumah tangga. Dikatakan motor induksi karena arus rotor motor ini merupakan

Lebih terperinci

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2)

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) Generator Sinkron Ahmad Qurthobi, MT. Teknik Fisika Telkom University Ahmad Qurthobi, MT. (Teknik Fisika Telkom University) Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) 1 / 35 Outline 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Netral pada Sistem Tiga Fasa Empat Kawat Jaringan distribusi tegangan rendah adalah jaringan tiga fasa empat kawat, dengan ketentuan, terdiri dari kawat tiga fasa (R, S,

Lebih terperinci

BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR

BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR I.1. MUATAN ELEKTRON Suatu materi tersusun dari berbagai jenis molekul. Suatu molekul tersusun dari atom-atom. Atom tersusun dari elektron (bermuatan negatif), proton

Lebih terperinci

Teknik Tenaga Listrik (FTG2J2)

Teknik Tenaga Listrik (FTG2J2) Teknik Tenaga Listrik (FTG2J2) Kuliah 4: Transformator Ahmad Qurthobi, MT. Engineering Physics - Telkom University Daftar Isi Transformator Ideal Induksi Tegangan pada Sebuah Coil Tegangan Terapan dan

Lebih terperinci

MESIN LISTRIK ARUS SEARAH (DC)

MESIN LISTRIK ARUS SEARAH (DC) BAB IX MESIN LISTRIK ARUS SEARAH (DC) Tujuan Pembelajaran : - Memahami tentang Mesin listrik ( Generator dan Motor) DC - Mengetahui prinsip kerja dan kontruksi Mesin listrik DC a. GENERATOR ARUS SEARAH

Lebih terperinci

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK FASO DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASA ANGKAIAN LISTIK 1. Fasor Fasor adalah grafik untuk menyatakan magnituda (besar) dan arah (posisi sudut). Fasor utamanya digunakan untuk menyatakan gelombang sinus

Lebih terperinci

MOTOR LISTRIK 1 & 3 FASA

MOTOR LISTRIK 1 & 3 FASA MOTOR LISTRIK 1 & 3 FASA I. MOTOR LISTRIK 1 FASA Pada era industri modern saat ini, kebutuhan terhadap alat produksi yang tepat guna sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan effesiensi waktu dan biaya.

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Generator adalah mesin yang mengelola energi mekanik menjadi energi listrik. Prinsip kerja generator adalah rotor generator yang digerakan oleh turbin sehingga menimbulkan

Lebih terperinci

Induksi elektromagnetik

Induksi elektromagnetik Induksi elektromagnetik Dede Djuhana E-mail:dede@fisika.ui.ac.id Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Pendahuluan Induksi Magnetik Dalam eksperimen Oersted, Biot-Savart dan Ampere menyatakan bahwa adanya gaya

Lebih terperinci

BAB II MOTOR KAPASITOR START DAN MOTOR KAPASITOR RUN. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya

BAB II MOTOR KAPASITOR START DAN MOTOR KAPASITOR RUN. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya BAB MOTOR KAPASTOR START DAN MOTOR KAPASTOR RUN 2.1. UMUM Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran

Lebih terperinci