BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap
|
|
- Deddy Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa Muda Definisi Dewasa Muda Dewasa muda merupakan salah satu tahapan dalam perkembangan kehidupan manusia. Masa dewasa muda diawali dengan masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa yang melibatkan eksperimentasi dan eksplorasi yang disebut sebagai emerging adulthood (Arnett dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2005). Perkembangan dewasa dibagi menjadi tiga yaitu, dewasa muda (young adulthood) dengan usia berkisar antara 20 sampai 40 tahun. Dewasa menengah (middle adulthood) dengan usia berkisar antara 40 sampai 65 tahun dan dewasa akhir (late adulthood) dengan usia mulai 65 tahun ke atas (Papalia, Olds, & Feldman, 2005) Ada beberapa tugas perkembangan dewasa muda, yaitu (Turner & Helms dalam Dariyo, 2008): 1. Mencari dan memilih pasangan hidup 2. Belajar menyesuaikan diri dan hidup secara harmonis dengan pasangan 3. Mulai membentuk keluarga dan memulai peran baru sebagai orangtua 4. Membesarkan anak dan memenuhi kebutuhan mereka 5. Belajar menata rumah tangga dan memikul tanggung jawab
2 8 6. Mengembangkan karir atau melanjutkan pendidikan 7. Memenuhi tanggung jawab sebagai warga Negara 8. Menemukan kelompok sosial yang sesuai Dari tugas perkembangan diatas terlihat bahwa tugas terpenting dari dewasa muda adalah untuk membentuk hubungan intim yang dekat dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Erickson, dimana permasalahan utama individu yang berada dalam tahap perkembangan dewasa muda adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk membuat komitmen pribadi maupun dengan orang lain. Jika tidak berhasil maka ia dapat mengalami isolasi dan tenggelam dalam dirinya sendiri (Papalia, Olds, & Feldman, 2005) Ada beberapa batasan usia dewasa muda yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Levinson (dalam Berk, 2007) membagi masa dewasa muda menjadi 4 sub periode dengan batasan usia tahun, sebagai berikut : 1. Peralihan masa dewasa awal : tahun 2. Memasuki masa dewasa : tahun 3. Peralihan usia 30 tahun : tahun 4. Puncak dari kehidupan dewasa muda : tahun Namun dalam penelitian ini, akan digunakan rentang usia menurut Levinson dari tahun. Hal ini dikarenakan, seseorang telah dianggap memasuki tahap peralihan masa dewasa.
3 9 2.2 Hubungan Romantis / Love Relationship Banyak sekali istilah yang dipakai untuk mendiskripsikan hubungan romantis. Salah satunya definisi hubungan romantis oleh Acevedo & Aron (dalam Strong, Devault, & Cohen, 2011) Romantic love dikombinasikan dengan intimasi dan passion. Hal ini sama seperti pendekatan dengan teman dekat (romantic partner), tetapi romantic love lebih intensif baik secara fisik maupun emosional. Romantic love berkembang dari sebuah persahabatan (friendship) sehingga lama-kelamaan akan mempunyai intimasi dengan romantic partner. Menurut Sternberg (dalam Bird & Merville, 1994) hubungan romantis berbentuk Triangles yang saling berhubungan satu sama lain: Gairah (passion), Keintiman (intimacy) dan komitmen. Berdasarkan pernyataan tersebut, romantic love diartikan sebagai hubungan yang saling melibatkan ketergantungan yang kuat, sering bersama di dalam bermacam-macam aktifitas dan saling menyatukan pikiran dan perasaan dalam suatu periode waktu. Menurut Strong, Devault, & Cohen (2008), close relationship lebih dikenal love relationship atau hubungan romantis (romantic relationship) merupakan salah satu fondasi dari hubungan intim yang seseorang jalani di dalam perkembangan hidup seseorang. Hubungan romantis dideskripsikan sebagai kedekatan hubungan yang individu jalani di dalam berbagai macam hubungan di dalam kehidupan. Selain intimate relationship diekspresikan melalui kedekatan hubungan dengan keluarga dan teman, love relationship atau hubungan romantis dengan romantic partner.
4 10 Tahap-tahap di dalam proses dating atau hubungan romantis. Tahap-tahap tersebut dibagi menjadi 4 tahap sebagai berikut: 1. Single adalah beragam populasi termasuk tidak pernah menikah, pernah menikah namun terpisah karena kematian dan cerai (Bird & Melville, 1994). 2. Courtship adalah pertemuan antara dua orang yang khusus dirancang untuk berkembang menjadi komitmen perkawinan (Bird & Melville, 1994). Di Indonesia, Courtship lebih dikenal dengan istilah pacaran. 3. Engagement adalah seseorang sudah matang untuk menjadikan pasangannya sebagai calon pendamping hidupnya. Maka, biasanya dirinya memberi simbol seperti cincin dan membuat pesta untuk memberitahukan kepada orang lain bahwa mereka berdua akan segera menikah (Duvall & Miller dalam Asrianti, 1985). 4. Marriage adalah individu yang sudah mempunyai komitmen pernikahan untuk membentuk keluarga dengan orang yang dicintai (Bird & Melville, 1994). 2.3 Attachment Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian lanjutannya. Bowlby mengemukakan bahwa attachment adalah ikatan emosional yang dialami oleh anak ketika berinteraksi dengan figur tertentu, dimana anak menginginkan kedekatan dengan figur tersebut dalam situasi-situasi tertentu seperti ketika ketakutan dan kelelahan (Bowlby dalam Mikulincer & Shaver, 2007)
5 11 Hazan dan Shaver mengekplorasi ide Bowlby mengenai attachment. Menurut Hazan dan Shaver, ikatan emosional yang berkembang pada hubungan romantis di masa dewasa memiliki fungsi yang sama dengan ikatan emosional antara anak dengan pengasuhnya (Feeney & Noller, 1996) Perkembangan Teori Attachment Bowlby mengungkapkan bahwa attachment merupakan perjalanan panjang setiap individu mulai dari masa bayi sampai ia meninggal. Freud (dalam Santrock, 2000) mengatakan bahwa bayi memiliki ikatan emosi dengan seseorang atau suatu objek yang memberikan kenikmatan secara oral. Erikson (dalam Santrock, 2000) menyatakan bahwa tahun pertama kehidupan merupakan kunci dari pembentukan dalam perkembangan attachment. Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) juga menekankan pentingnya attachment pada tahun pertama kehidupan dan respon dari pengasuh. Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) juga menyatakan bahwa bayi dan pengasuhnya (caregiver) membentuk attachment. Bowlby (dalam Berk, 2006) menyatakan bahwa ada empat fase penting dalam perkembangan attachment pada diri seseorang. Fase tersebut ialah fase pre attachment, fase kedua ialah attahment in making, fase ketiga dikenal dengan sebutan clear cut attachment, dan fase keempat ialah goal corrected partnership Fase pre-attachment terjadi dari lahir sampai masa enam minggu pertama usia bayi. Pada fase ini, bayi melakukan interaksi dengan orang dewasa melalui genggaman, tangisan, senyuman dan tatapan. Bayi juga sudah mampu untuk mengenali senyum dan suara ibunya atau pengasuhnya (caregiver). Ia memang belum menunjukkan ikatan
6 12 attachment pada orang-orang di dekatnya. Hal ini juga terlihat melalui perilaku bayi yang tidak menghiraukan jika diasuh oleh orang yang tidak dikenalinya. Fase berikutnya, yaitu fase attachment in making. Bayi memasuki usia enam minggu sampai enam bulan. Pada fase ini bayi masih menunjukkan perilaku yang sama dengan perilaku pada fase sebelumnya. Namun, bayi hanya menunjukkan perilaku tersebut pada orang orang tertentu saja. Pada usia ini bayi akan mengembangkan sense of trust Pada usia enam bulan sampai dua tahun, bayi memasuki fase clear cut attachment. Bayi mulai menunjukkan bentuk attachment, seperti marah atau protes bila pisah dari pengasuhnya. Pada akhir tahun pertama, bayi lebih dekat lagi dengan orang orang yang sudah dikenalnya dan menurutnya dapat memberikan respon positif pada kebutuhannya, baik kebutuhan makan, kontak maupun perawatan fisik. Fase goal corrected partnership, berlangsung dari usia dua tahun sampai dewasa. Pada fase ini anak sudah menyadari bahwa ada hal lain yang harus dikerjakan oleh orang tua selain memelihara dan menyayangi mereka, sehingga anak tidak lagi terlalu tergantung pada pengasuh atau orang tuanya. Anak juga lebih memahami kegiatan pengasuh atau orang tuanya. Memasuki usia remaja, anak mulai menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis. Selanjutnya, pada usia dewasa, individu tidak hanya merasakan adanya ketertarikan pada lawan jenis, tetapi juga memikirkan untuk membentuk keluarganya sendiri. Hubungan yang kuat antara tipe attachment dengan caregiver anak dan romantic love pada saat individu tersebut dewasa, sangat saling berhubungan antara keduanya. Hubungan yang kuat tersebut adalah di mana sosok attachment hadir dan bersikap
7 13 responsif, individu akan merasa aman. Jika sosok attachment tidak hadir, individu akan memberikan sinyal atau mendekat hingga perasaan aman tersebut dapat dirasakan kembali (Feeney & Noller, 1996). Morris (dalam Feeney & Noller, 1996) menyatakan bahwa pada masa dewasanya, pola attachment antara pengasuh (caregiver) dan anak akan menjadi prototipe untuk hubungan intim dengan seorang individu dalam kehidupan selanjutnya, dan terdapat juga hubungan yang kuat antara pola ambivalent attachment dan pemilihan pasangan hidup yang tidak bijaksana dan juga pernikahan yang disfungsional Perkembangan Teori Attachment Pada Masa Dewasa Setiap individu memiliki ikatan dengan orang lain, tetapi setiap individu memiliki kualitas ikatan berbeda. Ada individu yang cepat untuk akrab atau dekat dengan orang baru, tidak malu untuk memulai suatu percakapan, jika memiliki pasangan akan merasa nyaman dan tenang dengan keberadaan pasangannya. Tetapi ada juga individu yang sulit untuk membina suatu hubungan dengan orang lain, baik berupa hubungan percintaan atau hubungan pertemanan. Individu seperti ini biasanya pemalu dan tidak pernah berani untuk mengekpresikan perasaannya. Ia juga biasanya merasa takut jika memiliki pasangan. Ia merasa pasangannya akan berlaku tidak jujur terhadap dirinya. Ainsworth (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) melakukan penelitian yang disebut dengan strange situation. Strange Situation adalah meneliti kedekatan antara orang dewasa (ibu) dengan anaknya. Melalui penelitian ini didapatkan tiga jenis attachment yaitu secure attachment, avoidant attachment dan anxious/ambivalent attachment.
8 14 Penelitian akan teori attachment dalam konteks hubungan romantis dewasa pertama kali dilakukan oleh Hazan & Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Mereka mengatakan bahwa hubungan romantis merupakan proses attachment. Mereka menemukan tiga tipe attachment yang terdapat pada individu dewasa berdasarkan sejarah pengalaman pengasuhan individu di masa kecilnya dengan menggunakan selfreport. Pertama, secure attachment dimiliki oleh individu yang pada masa kanak-kanaknya memiliki hubungan yang akrab dengan kedua orang tua, ketika dewasa menjadi pribadi yang mudah bergaul, percaya diri, memiliki hubungan yang romantis dan penuh kasih dengan pasangannya. Kedua, avoidance attachment dimiliki oleh individu yang pada masa kanakkanaknya sering mendapat perlakuan yang dingin, tidak bersahabat, dan bahkan penolakan dari ibunya, ketika dewasa mereka takut akan keintiman dengan pasangan dan kesulitan menerima kekurangan pasangan. Ketiga, anxiety attachment dimiliki oleh individu yang pada masa kanak-kanaknya memiliki pengalaman dengan ayah yang dipandang kurang adil, ketika dewasa menjadi individu yang kurang percaya diri, mudah jatuh cinta, tetapi sulit menemukan cinta sejati, penuh rasa ingin memiliki pasangan, penuh rasa cemburu, penuh dengan hasrat seksual dan emosional. Perkembangan teori akan tiga tipe attachment Hazan & Shaver (dalam Mikulincer & Shaver,2007) yang dilakukan Bartholomew & Horowitz dengan menggunakan metode wawancara. Dalam penelitian Bartholomew & Horowitz, menemukan adanya perbedaan karakteristik individu yang tergolong memiliki tipe avoidant attachment. Individu yang diklasifikasikan ke dalam pola avoidant attachment ternyata tidak merasa tertekan dalam hubungan romantis dan tidak menganggap penting sebuah hubungan romantis. Hasil
9 15 penelitian ini berbeda dengan penelitian Hazan & Shaver yang menemukan bahwa individu dengan avoidant attachment merasa tertekan dalam hubungan romantis dan merasa tidak nyaman ketika berhubungan dekat dengan orang lain. Perbedaan hasil dari karakteristik individu dewasa yang diklasifikasikan dalam pola avoidant attachment ini yang akhirnya mendorong penelitian-penelitian selanjutnya untuk menggali lebih dalam akan pola-pola attachment pada individu dewasa. Penelitian selanjutnya akan tipe attachment pada hubungan romantis dewasa dilakukan oleh Bartholomew & Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Mereka melanjutkan penyelidikan didasarkan oleh pandangan akan working models of attachment yang dikemukakan oleh Bowlby. Ia mengemukakan bahwa working models of attachment terdiri dari dua dimensi yang melandasi pola-pola attachment pada individu dewasa, yang terdiri dari: 1. Models of self yang menggambarkan penilaian akan seberapa berharganya diri sehingga memunculkan harapan bahwa orang lain akan memberi respon terhadap mereka secara positif. 2. Models of others yang menggambarkan penilaian seberapa orang lain dapat dipercaya dan diharapkan untuk memberikan dukungan dan perlindungan yang dibutuhkan. Bartholomew & Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) mengemukakan bahwa dua dimensi yaitu models of self dan models of others bersifat orthogonal atau tidak berhubungan satu sama lain, dan keduanya dapat didikotomisasi menjadi positif atau negatif. Kombinasi dari model of self dan models of others dapat dikombinasikan untuk menjelaskan empat pola attachment dalam hubungan romantis dewasa yang terbentuk.
10 16 Berikut gambaran kombinasi dua dimensi attachment (models of self dan models of others) dan empat pola attachment (dalam Feeney & Noller, 1996) pada bagan di bawah ini Gambar 2.1 Gambar Pola Attachment dewasa dan Working Models of Attachment High Avoidance Dismissing Avoidant Fearful Avoidant Low Anxiety High Anxety Secure Preoccupied Low Avoidance a. Secure Attachment Berdasarkan gambar 2.1, terlihat bahwa individu dengan secure attachment memiliki representasi mental akan diri (model of self) yang positif dan akan orang lain (model of others) yang juga positif. Individu ini juga memiliki tingkat ketergantungan terhadap pasangan atau teman dekat (dependency) yang rendah, disertai pula dengan tingkat menghindari kedekatan dengan orang lain (avoidance) yang rendah. Hal ini disebabkan kerena pada dasarnya individu ini memilki kecintaan terhadap dirinya sendiri,
11 17 menganggap bahwa dirinya pantas untuk mendapat perhatian dari orang lain dan juga memiliki harapan bahwa orang lain akan menerima dan memberikan perhatian terhadap ekspresi cintanya (Bartholomew & Horowitz, dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Feeney & Noller (1996) juga mengatakan bahwa individu yang secure merasa nyaman akan kedekatan dengan pasangannya dan tidak memiliki kecemasan akan keberlangsungan hubungannya. b. Preoccupied Attachment Berdasarkan gambar 2.1, terlihat bahwa individu dengan preoccupied attachment memiliki model of self yang negatif dan model of others yang positif. Individu ini juga memiliki tingkat ketergantungan terhadap pasangan (dependency) yang tinggi, disertai pula dengan tingkat menghindari kedekatan dengan orang lain (avoidance) yang rendah. Hal ini disebabkan kerena pada dasarnya individu ini merasa dirinya tidak berharga dan cenderung berusaha secara keras dan terusterusan untuk dapat menerima keadan dirinya sendiri dengan cara mendapatkan pengakuan dan penilaian tinggi dari pasangan romantisnya, yang akhirnya membuat ia menjadi tergantung dengan pasangannya (Bartholomew & Horowitz, dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Feeney & Noller (1996) mengatakan bahwa individu preoccupied ini merasa nyaman akan kedekatan dengan pasangannya dan sangat mencemasi akan keberlangsungan hubungan dengan pasangannya. c. Avoidant-Fearful Attachment Berdasarkan gambar 2.1, terlihat bahwa individu dengan avoidant-fearful attachment memiliki model of self yang negatif dan model of others yang negatif. Individu ini juga memiliki tingkat ketergantungan terhadap pasangan (dependency) yang tinggi,
12 18 disertai pula dengan tingkat menghindari kedekatan dengan orang lain (avoidance) yang tinggi. Hal ini disebabkan kerena pada dasarnya individu ini menilai dirinya tidak pantas untuk dicintai, ia melihat tidak terdapatnya cinta dari orang lain, dan ia justru mengharapkan mendapatkan penolakan dari pasangan romantisnya. Dalam Feeney & Noller (1996) dikatakan bahwa individu dengan attachment ini sebenarnya sangat menginginkan keintiman tetapi ia memiliki ketakutan yang tinggi akan disakiti dan mendapat penolakan, sehingga ia tidak nyaman akan kedekatan memilih untuk menghindari hubungan intim yang memungkinkannya mengalami kehilangan dan penolakan. d. Avoidant-Dismissing Attachment Berdasarkan gambar 2.1, terlihat bahwa individu dengan attachment avoidantdismissing memiliki model of self yang positif dan model of others yang negatif. Individu ini juga memiliki tingkat ketergantungan terhadap pasangan (dependency) yang rendah, disertai pula dengan tingkat menghindari kedekatan dengan orang lain (avoidance) yang tinggi. Hal ini disebabkan kerena pada dasarnya individu ini memiliki self esteem yang tinggi, tetapi ia sangat menjaga dirinya dari kekecewaan akan hubungan romantis dengan cara menghindari hubungan romantis, menjaga kualitas kemandirian dengan selalu mengandalkan dirinya sendiri sehingga tak mudah disakiti oleh orang lain. Feeney & Noller (1996) mengatakan bahwa individu dismissing ini merasa tidak nyaman akan kedekatan dengan pasangannya dan tidak mencemasi keberlangsungan hubungannya karena ia tidak terlalu menganggap penting arti hubungan.
13 19 Persamaan dari individu dengan avoidant-dismissing attachment dan avoidantfearful attachment adalah mereka sama-sama merasa tidak nyaman akan kedekatan hubungan dan cenderung menghindarinya. Perbedaan utama yang membedakan dua pola tersebut berasal dari penilaian mereka akan keberhargaan dirinya. Individu dengan avoidant-dismissing attachment menilai dirinya berharga dan individu ini berusaha mempertahankan harga dirinya dengan mengandalkan diri sendiri dan menjaga kemandirian diri. Hal ini membuat mereka tidak bergantung pada pasangan, tidak mencemaskan hubungan, menghindari kedekatan karena kurang menganggap penting suatu hubungan. Sedangkan individu dengan avoidant-fearful attachment menilai dirinya sendiri tidak berharga, sehingga mereka mencari harga dirinya dari penilaian positif orang lain terhadap dirinya. Hal ini membuat ia sangat tergantung dengan pasangan dan membuat mereka sangat mencemaskan hubungan karena di tengah kebergantungan itu mereka juga sangat takut ditinggalkan oleh pasangannya (Griffin & Bartholomew dalam Mikulincer & Shaver, 2006) Faktor Faktor yang Mempengaruhi Attachment Ainsworth (dalam Feeney dan Noller, 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang akan mempengaruhi pembentukan attachment dalam diri seseorang. Faktor faktor tersebut antara lain ialah pengalaman masa lalu, keturunan, dan jenis kelamin. a. Pengalaman masa lalu berkaitan dengan kehidupan seseorang sebelum seseorang memasuki usia dewasa. Perlakuan orang tua dan orang-orang di sekitar individu tersebut akan mempengaruhi dirinya dalam membangun attachment dalam dirinya. Kejadian yang ia alami sejak masih kecil sampai memasuki dewasa
14 20 muda, akan menjadi peristiwa yang dapat membentuk attachment pada diri seseorang. Perpisahan atau kehilangan orang orang yang disayangi juga akan menjadi aspek yang dapat membentuk attachment pada diri seseorang. Maka dapat dikatakan bahwa perceraian orang tua juga akan mempengaruhi pembentukan attachment pada diri seseorang. b. Faktor keturunan. Gen memang belum dapat dipastikan sebagai pembawa sifat keturunan dari attachment. Keturunan dikatakan dapat mempengaruhi pembentukan attachment karena cenderung anak untuk melakukan meniru orang tuanya. Anak akan meniru hal yang mereka lihat, tidak hanya yang dilakukan oleh orang tua tetapi oleh orang orang di sekitarnya. Anak melihat dan melakukan hal tersebut berulang ulang. Pada akhirnya anak akan meniru tidak hanya perilaku tetapi juga disertai emosi yang sama dengan figur yang ia contoh c. Jenis kelamin juga menjadi faktor yang membentuk attachment pada diri seseorang. Feeney dan Noller (1996) menyatakan bahwa wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria. Di dalam hubungan percintaan, tingkat kecemasan ini akan mempengaruhi kualitas hubungan seseorang dengan pasangannya. Selain tiga faktor yang disebutkan oleh Ainsworth (dalam Feeney & Noller, 1996), Collins & Read (dalam Feeney & Noller, 1996) juga menyatakan bahwa attachment style dapat berubah secara signifikan karena terjadinya suatu peristiwa di dalam keluarga, seperti meninggalkan rumah, pernikahan, perceraian, atau meninggalnya pasangan.
BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola attachment, dewasa awal dan pacaran. 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta 1. Pengertian Cinta Stenberg (1988) mengatakan cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu, mencuri
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi attachment Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara 2 individu yang merasa terikat kuat
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kelekatan (attachment) 2.1.1. Definisi Kelekatan (attachment) Bowlby mengatakan bahwa kelekatan (attachment) adalah ikatan antara bayi dan ibu, sedangkan menurut Papalia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
1 1.PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang berada pada rentang usia dewasa muda. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan manusia lain
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan dilaksanakan peneliti adalah deskriptif dengan
21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan peneliti adalah deskriptif dengan desain non eksperimental. Penelitian deskriptif digunakan ketika peneliti
Lebih terperinciBab 2 Tinjauan Pustaka
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, dimana mereka tidak dapat hidup seorang diri. Manusia selalu membutuhkan orang lain, baik untuk saling membantu, bekerja sama, bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Mengacu pada hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dari 60 jumlah responden berdasarkan teori attachment menurut Bartholomew & Griffin (1994)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian
Lebih terperinci2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting menuju kedewasaan. Masa kuliah akan menyediakan pengalaman akademis dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Individu pada masa dewasa awal menjadikan masa kuliah sebagai salah satu jalur penting menuju kedewasaan. Masa kuliah akan menyediakan pengalaman akademis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Arnett (dalam Santrock, 2011) masa transisi dari remaja ke dewasa disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18 sampai
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTAR PRIBADI
HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya
7 Tahap perkembangan dewasa muda TINJAUAN PUSTAKA Dewasa Muda Penentuan usia dewasa muda menurut pendapat beberapa ahli disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai usia dewasa muda,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Motivasi berprestasi sangat penting bagi kehidupan. Motivasi berprestasi yang baik akan membawa dampak positif bagi setiap individu. Hal ini terbukti dengan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia. Attachment Styles..., Ni Luh Pratisthita, FPSI UI, 2008
10 2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian 2 ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan homoseksual, dalam hal ini dikhususkan pada gay, attachment styles dan dewasa muda. Pembahasan mengenai gay
Lebih terperinciDATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III
DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III Inisial A D V Usia 22 tahun 27 tahun 33 tahun Tempat/Tanggal Jakarta, 24 Mei 1986 Jakarta, 19 Maret 1981 Jakarta Lahir Agama Islam Kristen Protestan Katolik Suku
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak
Lebih terperinciGAMBARAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA DEWASA MUDA DITINJAU DARI POLA ATTACHMENT
GAMBARAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA DEWASA MUDA DITINJAU DARI POLA ATTACHMENT Fransisca Iriani, Ninawati Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak
TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak Dalam kehidupan berkeluarga, ayah biasanya diidentikkan sebagai orang tua yang banyak meninggalkan rumah, menghukum, mempunyai pengetahuan yang lebih luas, berkedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.
HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN Nama : Elfa Gustiara NPM : 12509831 Pembimbing : dr. Matrissya Hermita, M.si LATAR BELAKANG MASALAH Saat berada dalam
Lebih terperinciHenni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang
HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut adalah suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan kehidupan seksual. Gelaja-gelaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan sepasang pria dan wanita, karena pada saat ini merupakan babak baru dalam kehidupan mereka
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Bowlby (Johnson & Medinnus, 1974) menggambarkan konsep attachment
BAB II KAJIAN TEORI A. Gaya Kelekatan (Attachment Style) 1. Definisi kelekatan Istilah kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab sebelumnya. Teori yang digunakan antara lain, definisi pernikahan, penyesuaian pernikahan dengan
Lebih terperinci2. TINJAUAN TEORI. Universitas Indonesia
9 2. TINJAUAN TEORI 2.1 Dewasa Muda 2.1.1 Perkembangan Dewasa Muda Perkembangan dewasa dibagi menjadi tiga yaitu, dewasa muda (young adulthood) dengan usia berkisar antara 20 sampai 40 tahun. Dewasa menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Pengertian kelekatan Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Keterikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan
Lebih terperinciPROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
ATTACHMENT SEBAGAI PREDIKTOR TINGKAT PASSION PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI PERNIKAHAN JARAK JAUH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara attachment (X) dengan cinta pada individu dewasa yang telah menikah (Y), maka penelitian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan
13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian
BAB II LANDASAN TEORI A. ATTACHMENT 1. Pengertian Attachment Istilah attachment atau kelekatan untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan bersama anak-anaknya dari pada ayah.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTAR PRIBADI
MODUL PERKULIAHAN HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas
Lebih terperinciSTUDI DESKRIPTIF MENGENAI TINGKAH LAKU INTIM DARI EMPAT POLA ATTACHMENT
LAPORAN PENELITIAN STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TINGKAH LAKU INTIM DARI EMPAT POLA ATTACHMENT DEWASA PADA INDIVIDU MENIKAH DENGAN USIA PERNIKAHAN DIBAWAH LIMA TAHUN DI BANDUNG Oleh : Fredrick Dermawan Purba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Intimasi. Erikson mendeskripsikan intimasi sebagai kemampuan untuk dekat
10 BAB II LANDASAN TEORI A. Intimasi 1. Pengertian Intimasi Erikson mendeskripsikan intimasi sebagai kemampuan untuk dekat dengan orang lain, seperti sebagai kekasih, teman atau anggota masyarakat (Boeree,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam keluarga membuat remaja akan merasakan bahwa dirinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang remaja sangat membutuhkan orang tua untuk dapat mengembangkan dirinya dan memenuhi kebutuhannya. Terpenuhinya segala kebutuhan dan adanya penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak. Anak untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam
Lebih terperinciPsikologi Kepribadian I. Psikologi Psikologi
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Kepribadian I Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 06 61101 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan pembahasan teori attachment
Lebih terperinciPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HUBUNGAN ANTARA KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DENGAN POLA KELEKATAN DEWASA PADA IBU BEKERJA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECEMBURUAN DENGAN POLA ATTACHMENT PADA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN
HUBUNGAN ANTARA KECEMBURUAN DENGAN POLA ATTACHMENT PADA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN Nadia Felicia whitecocoapuff@yahoo.com Esther Widhi Andangsari, M.Psi., Psi Binus University : Jl. Kebon Jeruk Raya No.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intimacy (Keintiman) 2.1.1 Definisi Intimacy Menurut Erikson (dalam Valentini, & Nisfiannoor, 2006) intimacy sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan juga berperan penting
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bisa diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu kehidupan, dengan membangun suatu hubungan yang nyaman dengan orang lain. Seringnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama (SMP) atau sederajat. Jenjang pendidikan ini dimulai dari kelas X sampai kelas XII
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia yang dilaksanakan setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendirian. Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan interaksi dengan. sendiri dan orang lain sepanjang rentang kehidupannya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahkluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendirian. Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya.
Lebih terperinciPerkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa
PERKEMBANGAN ATTACHMENT (KELEKATAN) Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa senang. Apabila
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja
Lebih terperinci